HARMONI DALAM PERBEDAAN STUDI KERUKUNAN ISLAM DAN KRISTEN DI PERBATASAN DESA JUNGJANG DENGAN DESA ARJAWINANGUN KECAMATAN ARJAWINANGUN KABUPATEN CIREBON Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh: Adelina Fauziah NIM: 1112032100002
JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2016 M
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN Penulisan transliterasi ini mengikuti buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) yang diterbitkan oleh Center for Quality Development and Assurance (CeQDa) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007. Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin: Huruf Arab ا ب ت ث ج ح خ د ذ ر ز س ش ص ض ط ظ ع غ ف ق ك ل م ن و ه ء ي
Huruf Latin
Keterangan
b t ts j h kh d dz r z s sy s d t z ‘ gh f q k l m n w h ` y
Tidak dilambangkan Be Te te dan es ‘je h dengan garis bawah ka dan ha De de dan zet Er Zet Es es dan ye es dengan garis di bawah de dengan garis di bawah te dengan garis di bawah zet dengan garis di bawah koma terbalik di atas hadap kanan ge dan ha Ef Ki Ka El Em En We Ha Apostrof Ye
iv
ABSTRAK Adelina Fauziah Judul Skripsi: “Harmoni dalam Perbedaan: Studi Kerukunan Islam dan Kristen di Perbatasan Desa Jungjang dengan Desa Arjawinangun Kabupaten Cirebon.” Desa Jungjang dan Desa Arjawinangun merupakan dua desa yang saling berdekatan dan secara administratif berada dalam satu kecamatan yaitu Kecamatan Arjawinangun. Di antara kedua desa tersebut berjejer dua tempat ibadah yaitu Gereja Bethel Indonesia dan Masjid Fadlulloh. Kehidupan masyarakat di lingkungan Gereja dan Masjid berjalan normal dan rukun. Kajian pokok studi ini adalah menggambarkan kerukunan masyarakat di lingkungan Gereja dan Masjid di wilayah perbatasan Desa Jungjang dan Desa Arjawinangun dengan menganalisa interaksi masyarakat baik di bidang ekonomi, sosial, politik, budaya. Selain itu penulis juga menganalisa faktor apa yang menyebabkan terciptanya kerukunan tersebut. Untuk menjelaskan masalah diatas penulis menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan melakukan pendekatan antropologis, sosiologis, dan historis. Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyimpulkan bahwa wilayah perbatasan Desa Jungjang dan Desa Arjawinangun berjalan harmonis. Kehidupan di sana berjalan normal dan tidak ada diskriminasi dalam interaksi masyarakat di bidang ekonomi, sosial, politik dan budaya. Etnis dan agama tidak menjadi pembatas mereka untuk hidup rukun dan damai. Faktor kerukunan di wilayah tersebut di sebabkan oleh peran kedua tokoh agama dalam mengupayakan kehidupan yang aman serta kesadaran warga untuk hidup berdampingan membuat wilayah tersebut berjalan harmonis di tengah perbedaan yang ada. Kerukunan yang terjadi juga berhubungan dengan sejarah di mana Syekh Syarif Hidayatullah menikah dengan Putri Ong Tien. Pernikahan tersebut berdampak pada persatuan lintas etnis yaitu Pribumi dan etnis Cina. Selain itu peran lembaga keagamaan dan pemerintah yang mendukung terciptanya kerukunan di wilayah tersebut dengan melakukan berbagai program pembinaan.
Kata Kunci: Harmoni, Studi kerukunan, Islam dan Kristen, Perbatasan Desa Jungjang dengan Desa Arjawinangun.
v
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT, atas nikmat, hidayah, dan rahmat yang dilimpahkan kepada hamba-Nya yang fana ini. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan kita para pengikutnya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Harmoni Dalam Perbedaan Studi Kerukunan Islam dan Kristen di Perbatasan Desa Jungjang dengan Desa Arjawinangun Kecamatan Arjawinangun Kabupaten Cirebon”
Berkat kekuatan yang diberikan oleh Allah yang maha Rahman, Rahim, dan Alim skripsi ini bisa terselesaikan. Usaha yang maksimalpun telah penulis lakukan untuk menyelesaikan tugas akhir di Program Sarjana (S1) Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta ini dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Dalam menyelesaikan Skripsi ini, tentunya banyak sekali bantuan yang penulis dapatkan dari berbagai pihak. Baik itu materil, maupun non materil. Sebab itu sepantasnya penulis mengucapkan terimakasih tak terhingga kepada beliau semua atas bantuannya. Terutama kepada: 1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Prof. Dr. Masri Mansoer, M.A, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
vi
3. Prof. Dr. Ikhsan Tangok, M.A, selaku Wadek I bidang Akademik Fakultas Ushuluddin. Dr. Bustami, M.A, selaku Wadek II bidang Administrasi Umum. Dr. M. Suryadinata, M.A, selaku Wadek III bidang Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Dr. Media Zainul Bahri, M.A, selaku Ketua Jurusan Perbandingan Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Dra.
Halimah
Mahmudy
M.Ag,
selaku
Sekretaris
Jurusan
Perbandingan Agama, yang selalu memberikan pelayanan kepada mahasiswanya dengan baik. 6. Dr. Ahmad Ridho, DESA, selaku Penasehat Akademik yang memberikan arahan dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan dengan baik. 7. Dra. Halimah Mahmudy M.Ag, selaku Dosen Pembimbing Skripsi, yang memberikan kontribusi yang besar dalam penyempurnaan Skripsi penulis, dengan arahan, kritik dan saran, terutama kesediaan waktunya dalam membimbing, sehingga penulis menyelesaikan skripsi ini berjalan dengan baik. 8. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin, yang telah memberikan ilmu pengetahuan, semoga ilmu yang diberikan bermanfaat bagi penulis. 9. Seluruh Staf Akademik Fakultas Ushuluddin. 10. Para
karyawan/karyawati
Perpustakaan
Utama
dan
Fakultas
Ushuluddin yang telah menyediakan fasilitas dalam rangka penulisan skripsi ini.
vii
11. Para Narasumber yang baik hati dan meluangkan waktunya untuk di wawancarai: Pemerintah Desa Arjawinangun, Pemerintah Desa Jungjang, Pemerintah Kecamatan Arjawinangun, FKUB Kab. Cirebon MUI kab. Cirebon, PGI kab. Cirebon, KH. Ahsin Sakho Muhammad, Taufiq Abdullah, Pdt.Steve Mardianto, S.Th, M.Th, David Mardianto, Dr. KH. Mukhlisin Muzari, M.Ag, Muhammad, Sukanta, Ika, Mei, Lahni, Sutina, Suwanda, Samsuri, Syam Baidillah, Abdul Nasir. 12. Orang tua tercinta; Ayahanda H. Mugni Labib dan Ibunda Hj. Kholida. Terimakasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan atas ketulusan dan kesabaran, kasih sayang yang tiada pernah berujung, doa yang setiap hari mereka panjatkan, dukungan moral dan material yang tak pernah putus memberikan semangat ketika penulis putus asa, semoga Allah selalu memberikan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Aamiin.. 13. Tak lupa kepada Kakak (Sailisah), Adik (Muhammad Firdaus, Zahwatul Aulia), Paman (Mukti Ali), Keluarga Besar Bany AlQusyaeri, Keluarga Besar Mukahar, dan Someone (K’ Ihyaudin). Penulis banyak mengucapkan banyak terimakasih yang tak terhingga karena selalu memberikan dukungan dan mengantarkan penulis ketempat penelitian dan selalu mensuport hingga terselesaikannya Skripsi ini. 14. Terima kasih kepada seluruh keluarga Perbandingan Agama angkatan 2012. Dan untuk sahabat tercinta Febi, Nufus, Eky, Dewi, Uzma, Rini, Laily, Ita, Nurul, Dita, Fiki, Fafa, Hendri, Warto’i, Ulil, Syamsul
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................ LEMBAR PENGESAHAN PANITIA SIDANG MUNAQOSYAH ................................. .................................................... LEMBAR PERNYATAAN PENULIS ................................................... LEMBAR PEDOMAN TRANSLITERASI........................................... . ABSTRAK ................................................................................................ KATA PENGANTAR ............................................................................... DAFTAR ISI .............................................................................................. BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..................................................... B. Batasan dan Rumusan Masalah .......................................... C. Tujuan Penelitian ................................................................ D. Manfaat Penelitian .............................................................. E. Tinjauan Pustaka ................................................................ F. Metodologi Penelitian ........................................................ G. Sistematika Penulisan …….. ...............................................
BAB II LANDASAN TEORI A. Definisi Harmoni/kerukunan................................................ 1. Harmoni dari Sudut Pandang Agama Islam ............... .. 2. Harmoni dari Sudut Pandang Agama Kristen ............... B. Hubungan Keagamaan......................................................... C. Peran Negara dalam Mewujudkan Kerukunan Antar Agama 1. Kerukunan Intern-Umat Beragama............................ ... 2. Kerukunan Antar-Umat Beragama............................. ... 3. Kerukunan Antar-Umat Beragama dengan Pemerintah D. Model-model Kerukunan..................................................... 1. Kerukunan Aktif..................................................... ....... 2. Kerukunan Pasif..................................................... ....... E. Faktor-faktor yang Mendasari Kerukunan................ .......... BAB
III
i ii iii iv v vi x
1 5 6 6 7 9 16
18 19 20 22 27 34 34 35 38 39 39 42
GAMBARAN UMUM WILAYAH PERBATASAN DESA JUNGJANG DENGAN DESA ARJAWINANGUN KECAMATAN ARJAWINANGUN KABUPATEN CIREBON A. Sejarah Singkat Desa Jungjang dan Desa Arjawinangun ... 48 B. Demografi ............................................................................ 52 C. Keadaan sosial .................................................................... 57 D. Keadaan Ekonomi........................................................ ....... 65 E. Analisa Pendekatan Antropologis, Sosiologis dan Historis Keadaan Desa Jungjang dan Desa Arjawinangun............... 67
x
BAB IV ANALISIS TENTANG HARMONI DALAM PERBEDAAN STUDI KERUKUNAN ISLAM DAN KRISTEN DI PERBATASAN DESA JUNGJANG DENGAN DESA ARJAWINANGUN KECAMATAN ARJAWINANGUN KABUPATEN CIREBON A. Kerukunan Di Perbatasan Desa Jungjang dan Desa Arjawinangun ................................................................................. 71 B. Hubungan Keagamaan di Perbatasan Desa Jungjang dengan Desa Arjawinangun ............................................................. 75 C. Model-model Kerukunan di Perbatasan Desa Jungjang dan Desa Arjawinangun ............................................................. 84 D. Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Kerukunan Umat Beragama ........................................................................ 86 BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan .......................................................................... B. Saran ....................................................................................
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
xi
94 95
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang heterogen1 jika dipandang dari berbagai segi kehidupan. Heterogenitas tersebut meliputi kultur, adat, kebiasaan, ras, suku, serta agama yang beragam dan berbeda satu sama lain. Lebih khusus jika ditinjau dari sudut pandang agama, maka pembahasannya lebih kompleks dan sensitif.2 Dari keberagaman agama ini ada beberapa yang dianggap resmi dan tidak resmi oleh pemerintah Indonesia.3 Jaminan negara terhadap agama-agama tersebut seperti yang tercantum dalam pasal 1 Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 1/PNPS/1965 tentang pencegahan penyalahgunaan atau penodaan agama4, sesuai dengan lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 3 pada tanggal 27 Januari 1965 dijelaskan bahwa agama yang dipeluk penduduk Indonesia adalah Agama Islam, Kristen, Katolik, Buddha, Hindu dan Kong Hu Cu (Confisius).5
1
Heterogen ialah masyarakat yang memiliki latar kebudayaan, ras, dan ideologi yang berbeda. Pius A Paranto, dkk., Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola Surabaya, T.t), h. 225. 2 Amirullah Syarbini, dkk., Al-Quran dan Kerukunan Hidup Umat Beragama (Jakarta: PT Alex Media Komputindo, 2011), h. 99. 3 Media Zainul Bahri, Dosen Fakultas Ushuludin UIN Syarif Jakarta menjelaskan Agama resmi ialah agama-agama yang di danai oleh APBN sementara tidak resmi yang jumlahnya ratusan tetap diakui tapi tidak mendapatkan dana dari APBN negara. 4 Mubarok, Kompendium Regulasi Kerukunan Umat Beragama (Jakarta: Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB), 2014), h. 53. 5 Proyek Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama Departemen Agama R.I, Laporan Observasi 1979/1980, Dinamika Kerukunan Hidup Beragama di Daerah (Jakarta: 1983), h. 3.
1
2
Lebih lanjut, negara tidak hanya melindungi dan memberi kebebasan, bahkan mendorong dan memberikan bantuan kepada umat beragama untuk memajukan kehidupan agamanya. Hal ini sejalan dengan pemerintah seperti yang tercantum dalam UUD 1945 pasal 29 “Bahwa kehidupan beragama di Indonesia dijamin oleh Negara. Setiap penduduk sebagai warga negara diberi kemerdekaan untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.6 Namun terkadang agama yang sudah jelas-jelas resmi dan dijamin pun masih saja terjadi gesekan di antara satu sama lain. Lebih-lebih agama atau kepercayaan yang belum secara resmi diakui oleh negara, sudah barang tentu keberadaannya menjadi polemik di tengah-tengah masyarakat dan seringnya menimbulkan konflik horizontal yang mengancam stabilitas keamanan negara. Kekerasan di negeri yang terus terjadi, hal yang membuat kekerasan menjadi fenomena eksesif berlangsung di hampir semua ranah kehidupan.7 Belakangan peristiwa penting berbau agama muncul kembali ke permukaan dan sempat menjadi buah bibir masyarakat. Konflik yang melibatkan dua penganut
mayoritas agama di Indonesia, yaitu agama Islam dan agama
Kristen. Perusakan dan pembakaran sejumlah gereja terjadi di Temanggung, Jawa Tengah. Alasan perusakan itu berangkat dari masalah ketidakpuasan
6
Proyek Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama Departemen Agama R.I, Laporan Observasi 1979/1980, Dinamika Kerukunan Hidup Beragama di Daerah, h. 3. 7 Amirullah Syarbini, dkk., Al-Quran dan Kerukunan Hidup Umat Beragama, h. 1.
3
sekelompok umat Islam terhadap hukuman yang diberikan kepada tokoh Kristen yang telah melakukan penistaan terhadap ajaran agama Islam. Ekses dan efek dominan dari ketidakpuasan itu menyulut pada tindakan pembakaran sejumlah Gereja di Temanggung, Jawa Tengah.8 Atau kasus sebaliknya ketika terjadi pembakaran Masjid di Karubaga Kabupaten Tolikara, Papua yang dilakukan oleh umat Nasrani saat umat Muslim hendak melaksanakan Shalat Idul Fitri, bahkan tidak hanya masjid, aksi pembakaran tersebut meluas hingga merusak enam rumah dan 11 kios.9 Peristiwa tersebut penting mendapatkan perhatian serius dari seluruh komponen umat beragama pada umumnya dan pemerintah khususnya. Belum lagi kasus-kasus yang melibatkan intern umat itu sendiri. Kasus pengungsi Sampang, Madura contohnya. Konflik tersebut masih terkait dengan agama, namun, karena berbeda madzhab, perpecahan yang tidak hanya merenggut nyawa manusia, lebih dari itu harus meninggalkan tanah kelahiran. Dari kasus-kasus tersebut harus dipahami bahwa Keanekaragaman itu butuh di kelola, dibina dan dijaga dengan baik secara terus-menerus ditularkan ke generasi selanjutnya. Manajemen kehidupan berbangsa dan bernegara atas keragaman menjadi kebutuhan mendesak yang tidak dapat ditunda-tunda. Ini semua dilakukan dalam rangka menciptakan kedamaian di tengah masyarakat yang majemuk dan plural.10
8
Amirullah Syarbini, dkk., Al-Quran dan Kerukunan Hidup Umat Beragama, h. 2. Ilham, “Ini Kronologi Pembakaran Masjid di Tolikara,” artikel diakses pada 5 Desember 2015 dari http/News Republika/berita/nasional/15/07/17. Co.Id 10 Amirullah Syarbini, dkk., Al-Quran dan Kerukunan Hidup Umat Beragama, h. 3. 9
4
Dari beberapa fenomena yang sudah dijelaskan sebelumnya, maka penulis merasa perlu untuk mengangkat kehidupan keberagaman masyarakat di perbatasan Desa Jungjang dan Desa Arjawinangun, kecamatan Arjawinangun kedalam penelitian ini. Penulis memilih membahas masalah tersebut dikarenakan atas beberapa hal yang menarik untuk menjadi potret kerukunan, contoh baik bagi persatuan dan kesatuan warga negara Indonesia yang majemuk, berbeda suku, etnis, agama dan kepercayaan. Dari sisi wilayah, letak bangunan Masjid Fadlullah dan Gereja Bethel Indonesia (GBI) hanya berjarak 240 meter, dua rumah ibadah tersebut saling berdekatan namun beda administratif wilayah desa. Gereja masuk ke wilayah Desa Jungjang, dan Masjid Fadlullah di Desa Arjawinangun. Tetapi dua daerah tersebut masih dalam satu wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Arjawinangun. Meski berbeda desa, tetapi intensitas mereka lebih sering berinteraksi satu sama lain dibandingkan dengan mereka yang secara administratif berada satu wilayah pedesaan. Menarik untuk dibahas bahwa faktanya, di perbatasan Desa Jungjang dan Desa Arjawinangun ada tiga rumah peribadatan yang saling berdekatan, yaitu Masjid, Gereja, dan satunya lagi adalah Vihara. Dari ketiga rumah ibadah tersebut, menurut Taufik Abdullah. Tokoh agama Islam Arjawinangun Masjid merupakan bangunan tertua dan lebih dahulu berdiri daripada yang lainnya.
5
Hasil penelitian dan wawancara dengan Sukanta umat kristen Jungjang beserta tokoh agama lainnnya seperti Taufik Abdullah11, Mursana12, Steve Mardianto13, Mukhlisin Muzari14 dapat disimpulkan pola kerukunan Desa Arjawinangun dengan Desa Jungjang masuk kedalam pola kerukunan aktif. Hal ini menarik untuk ditelusuri dan diteliti menjadi bahan kajian keharmonisan sebuah masyarakat yang telah terjalin begitu indah dan terjaga dari dulu hingga sekarang. Apa faktor kerukunan yang terjadi di Desa Jungjang dan Arjawinangun sehingga tidak pernah terjadi konflik horizontal di antara mereka.
B. Batasan dan Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka perlu dilakukan pembatasan masalah agar penelitian lebih terarah mendetail dan tidak menyimpang dari pokok penelitian. Oleh karena itu penulis, memfokuskan kepada pembahasan atas masalah-masalah pokok yang dibatasi dalam konteks kerukunan umat beragama antara Islam dan Kristen di perbatasan Desa Jungjang dengan Desa Arjawinangun. Kemudian responden yang diteliti adalah masyarakat di perbatasan Desa Jungjang dan Desa 11
Wawancara Pribadi dengan Taufiq Abdullah Imam Masjid Fadlullah. Arjawinangun, 5 Januari 2016. 12 Mursana, M.Ag., Sekretaris Forum Kerukunan Umat Beragam (FKUB) Kabupaten Cirebon Periode 2011-2016. 13 Pendeta Steve Mardianto, M.Th., Wakil Ketua II Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Cirebon Periode 2011-2016. 14 Dr. KH. Mukhlisin Muzari, M.Ag, Wakil Ketua I Forum Kerukunan Umat Beragam (FKUB) Kabupaten Cirebon Periode 2011-2016.
6
Arjawinangun Kecamatan Arjawinangun Kabupaten Cirebon serta lembagalembaga terkait. Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana gambaran kerukunan di perbatasan Desa Jungjang dan Arjawinangun dan apa faktor yang mempengaruhinya?
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui gambaran kerukunan yang terjadi di perbatasan Desa Jungjang dengan Desa Arjawinangun dan faktor yang mempengaruhinya.
D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Di bidang akademisi Memberikan sumbangsih hasil karya penelitian bagi UIN Syarif Hidayatullah pada umumnya dan Fakultas Ushuluddin Jurusan Studi Agama-Agama khususnya. 2. Di bidang praktisi Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada pihakpihak yang berkepentingan, dan menjadi referensi bagi penelitianpenelitian lebih lanjut oleh mahasiswa Studi Agama-Agama tentang kerukunan umat beragama khususnya Islam dan Kristen di Perbatasan
7
Desa Jungjang dan Desa Arjawinangun Kecamatan Arjawinangun Kabupaten Cirebon dan pada umumnya di wilayah lain di Indonesia.
E. Tinjauan Pustaka Dari hasil penelusuran penulis, belum ditemukan studi mengenai Harmoni dalam Perbedaan Studi Kerukunan Islam dan Kristen di Perbatasan Desa Jungjang Dengan Desa Arjawinangun Kecamatan Arjawinangun Kabupaten Cirebon. Adapun buku-buku yang menjadi rujukan skripsi ini antara lain: 1. Skripsi karya Iyus Riyan Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun Kelulusan 2006 yang berjudul Kerukunan Umat Beragama Antara Umat Islam dan Kristen ( Studi kasus: di Desa Sindang Jaya kecamatan Cirancang Kabupaten Cianjur), skripsi ini menerangkan tentang potensi sosial untuk menunjang kerukunan umat beragama. Perbedaan yang paling fundamental yang secara garis besar membedakan antara skripsi ini dengan penelitian penulis adalah menerangkan faktor utama terjadinya kerukunan beragama itu sendiri. Kerukunan beragama di Perbatasan antara Desa Jungjang dengan Desa Arjawinangun Kecamatan Arjawinangun terbentuk karena faktor kedekatan secara historis, bahwa umat Islam terbiasa berinteraksi dengan etnis Tionghoa yang pada perkembangan orang-orang Tionghoa tersebut beragama Kristen kemudian mendirikan gereja di sana. Selain itu letak tempat penelitian juga berpengaruh kepada
8
hasil penelitian, karena perbedaan tempat akan memungkinkan perbedaan karakter, adat dan kebiasaan penduduk.15 2. Dari buku Membangun Kerukunan Umat Beragama Sebuah Pengantar menjelaskan, menjabarkan dan menyebarkan gagasan besar mengenai kerukunan dan paham keagamaan yang moderat dalam menjaga kemajemukan dan merawat keharmonisan hubungan intra dan antar penganut agama (Lihat pada buku Membangun Kerukunan Umat Beragama Sebuah Pengantar, Media Zainul Bahri, h. 3.) 3. Dari buku Fikih Hubungan antar Agama menjelaskan sebuah tafsiran (interpretasi) sebagai sebuah hasil ijtihad untuk mengatur hubungan antar agama (Lihat Pada buku Fikih Hubungan Antar Agama, Said Aqil Husin Al-Munawar, h. 25.) 4.
Dari buku Al-Qur’an & Kerukunan Hidup Umat Beragama menjelaskan pentingnya membangun toleransi antar umat beragama karena perbedaan agama merupakan kodrat Tuhan dan kenyataan kehidupan yang tak terbantahkan (Lihat Pada buku Al-Qur’an & Kerukunan Hidup Umat Beragama, Amirullah Syarbini, dkk., h. 11.)
5. Dari buku Jalan Hidup Sunan Gunung Jati Sejarah Faktual dan Filosofi kepemimpinan seorang pandhita-raja memberikan penjelasan mengenai sebuah ajaran-ajaran Sunan Gunung Jati dan berhasil menghadirkan pola kepemimpinan dengan nilai-nilai ilahi sebagai landasannya (Lihat pada
15
Iyus Riyan, “Skripsi Kerukunan Umat Beragama Antara Islam dan Kristen,” (Studi Kasus: di Desa Sindang Jaya ec, Ciranjang-Cianjur) (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2006), h. 6.
9
buku Sunan Gunung Jati Sejarah Faktual dan Filosofi Kepemimpinan Seorang Pandhita-Raja, Eman Suryaman, h. 7.)
F. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan atau studi kasus dengan tema Harmoni dalam Perbedaan Studi Kerukunan Islam dan Kristen di Perbatasan Desa Jungjang Dengan Desa Arjawinangun Kecamatan Arjawinangun Kabupaten Cirebon. 2. Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. a.
Data primer yaitu data yang dikumpulkan dan diolah sendiri atau seorang atau suatu organisasi langsung dari obyeknya.16
b.
Data sekunder yaitu data sejarah yang bersumber dari hasil rekontruksi orang lain, seperti buku dan artikel yang ditulis orangorang yang tidak sezaman dengan peristiwa tersebut.17 Data ini penulis mengambil dari berbagai sumber seperti; perpustakaan, buku-buku, dokumen-dokumen, internet dan sumber-sumber lainnya yang berkaitan dengan penelitian yang penulis lakukan. Menurut sugiyono, data sekunder merupakan sumber data yang
16
Prasetya Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian (Jakarta: STIA Lembaga Administrasi Negara, 1999), h. 65. 17 Sayuti Ali, Metodologi Penelitian Agama (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 21.
10
tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau dokumen.18 3. Teknik Pengumpulan Data Ada beberapa teknik yang akan digunakan untuk mengumpulkan data, diantaranya yaitu: a.
Teknik Wawancara Yaitu penelitian yang diajukan secara lisan (pengumpul data bertatap muka dengan responden).19 Dan bertujuan mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta pendirian-pendirian mereka itu, merupakan suatu pembantu utama dari metode observasi.20 Penulis melakukan wawancara dengan responden Harmoni dalam Perbedaan Studi Kerukunan Islam dan Kristen di Perbatasan Desa
Jungjang
dengan
Desa
Arjawinangun
Kecamatan
Arjawinangun Kabupaten Cirebon. Dengan teknik wawancara ini penulis mengumpulkan data dan informasi lebih detail terhadap warga di perbatasan kedua desa tersebut diantaranya perwakilan tokoh agama, tokoh masyarakat dan aparatur desa. b.
Teknik Observasi Teknik observasi yaitu mengamati dan mendengar dalam rangka memahami, mencari jawaban, mencari bukti terhadap
18
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: ALFABETA, 2010), h. 225. 19 Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial (jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 52. 20 Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat (Jakarta:PT Gramedia, 1977), h. 129.
11
fenomena sosial-keagamaan (perilaku, kejadian-kejadian, keadaan, benda dan simbol-simbol tertentu) selama beberapa waktu tanpa mempengaruhi fenomena yang di observasi, dengan mencatat, merekam, memotret fenomena untuk penemuan data analisis.21 c.
Tinjauan teori Dalam tinjauan teori ini penulis menggunakan teori fungsionalis yang dikembangkan oleh Talcott Parson di mana teori tersebut
menekankan
pada
keserasian,
keteraturan
dan
keseimbangan dalam sebuah sistem sosial. Dalam sebuah sistem sosial menurut Parson, terdapat nilai-nilai dan norma yang menjadi patokan dan rujukan tingkah laku bagi setiap anggota komunitas.22 Penulis akan mengamati nilai-nilai dan norma apa yang menjadi panutan dan rujukan bersama antara Islam dan Kristen di perbatasan Desa Jungjang dengan Desa Arjawinangun, apakah nilai-nilai dan norma yang dimaksud adalah peran agama dan para tokoh setempat, dan sejauh mana hal tersebut memberikan pengaruhnya terhadap kerukunan yang terjadi. 4. Langkah-langkah Pengumpulan Data a.
Tempat Penelitian Lokasi penelitian ini di Perbatasan antara Desa Jungjang dengan Desa Arjawinangun Kecamatan Arjawinangun Kabupaten
21
Imam Suprayogo, Metodologi Penelitian Sosial-Agama (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), h. 167. 22 U. Maman dkk., Metodologi Penelitian Agama teori dan praktik (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), h. 129
12
Cirebon. Pengambilan data berada di perbatasan wilayah antara Desa Jungjang dan Desa Arjawinangun, ini dipilih sebagai lokasi penelitian dengan mempertimbangkan beberapa faktor, salah satunya karena lokasi tersebut terdapat dua rumah ibadah yang berbeda yaitu Masjid Fadlullah dan Gereja Bethel Indonesia. b.
Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan antara bulan Januari 2016 sampai dengan bulan Agustus 2016.
c.
Pendekatan Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Pendekatan Antropologis Pendekatan antropologis agama adalah pendekatan yang berupaya memahami kebudayaan-kebudayaan produk manusia yang berhubungan dengan agama.23 Kemudian menurut John Lubbock pendekatan antropologis adalah mempelajari latar belakang kepercayaan, pengetahuan, norma dan nilai-nilai ajaran agama serta tradisi keagamaan yang berkembang dan dianut oleh masyarakat. Pada praktiknya, semua tindakan manusia dalam kehidupan beragama dilatarbelakangi oleh sistem budaya sebagai sistem
16
gagasan,
ideologi
yang dianut,
kepercayaan,
ilmu
Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-agama Dari Era Teosofi Indonsia (19011940) Hingga Masa Reformasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 47.
13
pengetahuan, norma dan nilai.24 Menurut Edward Norbeck bahwa studi agama secara antropologis bisa digambarkan sebagai semacam studi kasus persamaan dan perbedaan serta kepercayaan dan pelaksanaannya di seluruh dunia luar. Sebagai akibat dari studi perbandingan ini, agama-agama di dunia pada prinsipnya telah memperlihatkan dasar-dasar filosofis yang sama, dalam hal tindakan upacara dan aturan-aturan wujud peran agama dalam kehidupan manusia.25 2) Pendekatan Sosiologis Pendekatan sosiologis yaitu pendekatan yang diangkat dari ekspresiensi atau pengalaman konkrit sekitar agama yang dikumpulkan dari berbagai sumber, baik sejarah (masa lampau) maupun dari kejadian-kejadian sekarang. Pendekatan sosiologis tidak memberikan tafsiran yang evaluatif, ia hanya menguraikan secara deskriptif. Agama dipandang hanya sebagai bentuk tingkah laku manusia.26 Menurut Media Zainul Bahri, bahwa pendekatan sosiologis berfokus kepada masyarakat yang memahami dan mempraktikkan agama; bagaimana pengaruh masyarakat terhadap agama dan pengaruh agama terhadap masyarakat.27 Dalam buku Imam Suprayogo dan Tobroni dijelaskan bahwa objek penelitian
24
Abdullah Ali, Agama Dalam Ilmu Perbandingan ( Bandung: Nuansa Aulia, 2007), h.89 Abdullah Ali, Agama Dalam Ilmu Perbandingan, h.100 26 Adeng Muchtar Ghazali, Ilmu Perbandingan Agama Pengantar Awal Metodologi Studi Agama-agama (Bandung: Pustaka Setia, 2000), h. 49-50. 27 Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-agama Dari Era Teosofi Indonsia (19011940) Hingga Masa Reformasi, h. 44. 25
14
agama dengan pendekatan sosiologis menurut Keith A. Robert memfokuskan
pada
(1)
kelompok-kelompok
dan
lembaga
keagamaan (melalui pembentukannya, kegiatannya, kegiatan demi kelangsungan hidupnya, pemeliharaannya, dan pembubarannya) (2) perilaku individu dalam kelompok-kelompok tersebut tersebut (proses sosial yang mempengaruhi status keagamaan dan perilaku ritual) (3) konflik antar kelompok.28 3) Pendekatan Historis Pendekatan historis adalah suatu pendekatan untuk menelusuri asal-usul, dan pertumbuhan agar serta institusi-institusi keagamaan
dalam
periode-periode
perkembangannya
untuk
mendapatkan gambaran yang jelas, yang dengannya konsepkonsep tentang pengalaman keagamaan dapat dihargai dan dipahami maka gambaran-gambaran utuh mengenai suatu agama akan dapat dicapai.29 Menulis suatu sejarah, menurut Media Zainul Bahri berarti merekonstruksi suatu episode atau kejadian masa lalu untuk dihadirkan masa kini, untuk dipertanyakan, dilihat relevansi dan kepentingannya dengan masa kini.30 menurut Hasan Usman pendekatan historis adalah suatu periodisasi atau tahapan-tahapan
28
Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama (Bandung: PT Remaja Rosdakarya ,2003), h. 67 29 Mujahid Abdul Manaf, Ilmu Perbandingan Agama (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994), h. 28. 30
Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-agama Dari Era Teosofi Indonsia (19011940) Hingga Masa Reformasi, h. 16.
15
yang
ditempuh
untuk
suatu
penelitian
sehingga
dengan
kemampuan yang ada dapat mencapai hakikat sejarah. Sedangkan yang dimaksud dengan kenyataan dan kebenaran sejarah bukanlah harus sampai pada kenyataan dan kebenaran mutlak. Karena hal itu berada di luar kemampuan, juga hilangnya petunjuk, misalnya bekas peninggalan, atau karena ada tujuan dan kepentingan tertentu. Dengan demikian, hakikat yang ditemukan sejarah adalah hakikat yang valid, tetapi relatif, sedangkan tujuan dari penelitian sejarah itu sendiri adalah membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan objektif, dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi.31 5. Teknik Analisa Data Berdasarkan jenis data yang dikumpulkan maka teknik yang digunakan ialah metode kualitatif deskriptif, yaitu sebuah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan gejala sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Dalam penelitian agama, penelitian kualitatif deskriptif berusaha menggambarkan suatu gejala keagamaan.32 6. Panduan Penulisan Penulisan dalam penelitian ini menggunakan standar yang ditetapkan dalam buku, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis,
31
Adeng Muchtar, Ghazali, Ilmu Perbandingan Agama Pengantar Awal Metodologi Agama-agama (Bandung: CV Pustaka Setia, 2000), h. 39 32 U Maman,dkk., Metodologi Penelitian Agama Teori dan Praktik (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2006), h. 29.
16
dan Disertasi), yang diterbitkan CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatulloh Jakarta.
G. Sistematika Penulisan Sistematika dalam Penulisan ini, penulis membagi pembahasan kedalam empat bab, dengan uraian sebagai berikut : BAB I: PENDAHULUAN Bab ini mencakup Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat penelitian, Tinjauan Pustaka, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan. BAB II: LANDASAN TEORI Bab kedua ini menjelaskan tentang definisi harmoni dari sudut pandang agama Islam dan agama Kristen, kemudian hubungan keagamaan, peran negara dalam mewujudkan kerukunan antar agama, selanjutnya modelmodel kerukunan, faktor-faktor yang mendasari kerukunan. BAB III: GAMBARAN UMUM WILAYAH PERBATASAN DESA JUNGJANG
DENGAN
DESA
ARJAWINANGUN
KECAMATAN
ARJAWINANGUN KABUPATEN CIREBON Bab Ketiga mencakup sejarah kedua desa, demografi dan geografis desa, keadaan sosial, keadaan ekonomi serta sub bab terkahir tentang analisa melalui pendekatan antropologis sosiologis, dan historis.
17
BAB
IV:
ANALISIS
TENTANG
HARMONI
DALAM
PERBEDAAN STUDI KERUKUNAN ISLAM DAN KRISTEN
DI
PERBATASAN DESA JUNGJANG DENGAN DESA ARJAWINANGUN KECAMATAN ARJAWINANGUN KABUPATEN CIREBON Bab Keempat berisi tentang gambaran kerukunan yang terjadi di wilayah tersebut, hubungan keagamaan, model kerukunan di perbatasan Desa Jungjang dengan Desa Arjawinangun, faktor yang mempengaruhi terjadinya kerukunan umat beragama. BAB V: PENUTUP Bab Kelima merupakan bab terakhir berisi penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran, daftar pustaka, dan lampiran-lampiran.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Definisi Harmoni/Kerukunan Membahas tentang harmoni antara Islam dan Kristen, penulis akan menjelaskan terlebih dahulu arti umum kata harmoni secara etimologi dan terminologi. Setelah itu penulis akan memaparkan definisi harmoni dalam arti khusus yaitu dari dua sudut pandang, yaitu sudut pandang Islam dan Kristen. Secara etimologi kata harmoni berasal dari bahasa Inggris yaitu harmonious yang berarti rukun, seia-sekata; harmonious relationship berarti hubungan yang rukun; harmonize yang berarti berpadanan, seimbang, cocok, berpadu; harmonis berarti keselarasan, keserasian, kecocokan, kesesuaian, kerukunan. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, harmoni adalah keselarasan; selaras.1 Dalam Kamus Ilmiah Populer diartikan keselarasan, kecocokan, dan keserasian.2 Sedangkan jika ditinjau dari segi terminologi, harmoni bermakna tidak melarang, tidak ada kerusuhan, aman, tentram, tenang.3 Kerukunan bisa dimaknai situasi masyarakat yang aman, tenang, dan kehidupan yang damai/rukun antar masyarakat. Dalam kaitan hubungan antarumat beragama, kerukunan umat beragama dimaknai sebagai hubungan sesama umat
1
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2013), h. 299. 2 Pius A Paranto, dkk., Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola Surabaya, T.t), h. 220. 3 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, h. 206.
18
19
beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agama dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.4 Harmoni dicapai jika tidak terjadi konflik-konflik sosial. Bukan berarti dengan adanya perbedaan dan keragaman dan keberbedaan merupakan bagian dari syarat terwujudnya keharmonisan sosial. Tanpa pluralitas atau kemajemukan tidak bisa ditemukan istilah harmonis, rukun, selaras, serasi, bersatu, dan semacamnya. Keberbedaan dan keragaman tersebut akan membentuk keharmonisan jika dikelola dengan baik.5 1. Harmoni dari sudut pandang agama Islam Dalam bahasa arab kata yang dipakai untuk harmoni adalah ta’aluf. Ta’aluf berarti keakraban, kekariban, kerukunan, dan kemesraan, dan saling pengertian. Kata lain untuk harmoni dalam bahasa arab adalah tawafuk, artinya persetujuan pemufakatan, perjanjian dan kecocokan, kesesuaian, keselarasan. Dalam kamus bahasa Arab ta’alafu berasal dari kata alifa - ya’lafu alfan yang berarti menjinakkan, menjadi jinak, mengasihi.6 Seperti yang sudah dibahas sebelumnya bahwa arti lain dari harmoni adalah kerukunan.
4
Abdul Jamil Wahab, Harmoni di Negeri Seribu Agama Membumikan Teologi dan Fikih Kerukunan (Jakarta: PT Gramedia, 2015), h. 5. 5 Feny Zami, “Hubungan agama dengan harmoni,” artikel diakses pada 2 Maret 2016 dari http://fenyzami.blogspot.co.id/2011/12/hubungan-agama-dengan-harmoni-dan.html 6 Ahmad Walson Munawwir, Al-Munawir (Surabaya: Pustaka Progressif, 2002), h. 34.
20
Dalam Al-Qur’an kata rukun di singgung dalam surat al-Mumtahana 7-9. Allah berfirman: َّللاُ قَ ِذي ٌز َو ه َّللاُ أَ ْن يَجْ َع َل بَ ْيىَ ُك ْم َوبَ ْيهَ اله ِذيهَ عَب َد ْيتُ ْم ِم ْىهُ ْم َم َى هدة َو ه َع َسى ه ) ال َي ْىهَب ُك ُم٧( َّللاُ َغفُى ٌر َر ِحي ٌم بر ُك ْم أَ ْن تَبَزُّ وهُ ْم َوتُ ْق ِسطُىا إِلَ ْي ِه ْم إِ هن ه ه َُّّللاَ يُ ِحب ِ ََّللاُ َع ِه اله ِذيهَ لَ ْم يُقَبتِلُى ُك ْم فِي الذِّي ِه َولَ ْم ي ُْخ ِزجُى ُك ْم ِم ْه ِدي ) إِوه َمب يَ ْىهَب ُك ُم ه٨( َْال ُم ْق ِس ِطيه بر ُك ْم َوظَبهَزُوا َعلَى ِ ََّللاُ َع ِه اله ِذيهَ قَبتَلُى ُك ْم فِي الذِّي ِه َوأَ ْخ َزجُى ُك ْم ِم ْه ِدي )٩( َإِ ْخ َزا ِج ُك ْم أَ ْن تَ َىلهىْ هُ ْم َو َم ْه يَتَ َىلههُ ْم فَأُولَئِكَ هُ ُم الظهبلِ ُمىن Artinya: “Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang di antara kamu dengan orang-orang yang pernah kamu musuhi di antara mereka. Allah Mahakuasa. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.”7 2. Harmoni dari sudut pandang Agama Kristen Menurut Kristus ia mengatakan bahwa harmoni yang paling mendasar berasal dari Allah itu sendiri. Allah berprakarsa memulihkan hubungan makhluk dan khalik. Menurutnya, penyaliban dan kebangkitan Kristus merupakan puncak harmonisasi dari pihak Allah untuk berdamai dengan manusia. Selanjutnya Kristus menekankan bahwa pemulihan hubungan dengan sesama yang ada di depan mata harus didahulukan dari hubungan dengan Allah yang tidak bisa dilihat mata. Kristus bersabda, 7
Usman, El-Qurtuby, Al-Qur’an Cordoba (Bandung: PT Cordoba Internasional Indonesia, 2012), h. 550.
21
“Sebab itu jika engkau mempersembahkan persembahanmu diatas mezbah8 dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu“ (Matius 5: 23-24)9 Dalam hal ini Yewangowe mengatakan bahwa harmoni/kerukunan tidak dapat dipisahkan dari kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan sebagaimana perintah Tuhan yang tercantum dalam al-kitab10 antara lain: “Sungguh alangkah baik dan indahnya apabila saudara-saudara berdiam dan bersama dengan rukun.” (Mazmur 133:1)11 Al-kitab menegaskan bahwa ”Allah itu baik bagi semua orang (Mzm.145:9), dan bahwa Allah menerbitkan matahari, bagi orang baik orang jahat sekalipun (Mat.5:45). Ini berarti bahwa Allah sebagai bapa tidak dapat di klaim hanya pada umat kristen. Ia adalah bapa bagi semua orang. Doa Yesus, “supaya mereka menjadi satu sama seperti Engkau, ia Bapa, di dalam aku dan aku di dalam engkau” (Yoh.17:21), memperlihatkan persekutuan yang sangat erat di dalam Allah Tritunggal atas dasar kasih.12
8
Mezbah adalah tempat menyembelih binatang yang akan dikurbankan, biasanya bentuknya seperti meja tinggi, terbuat dari kayu atau batu. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 568. 9 Andar Ismail,”Harmoni,” artikel diakses pada 17 Maret 2016 dari sabda.org/harmoni 10 Yewangowe, Agama Dan Kerukunan (Jakarta: Gunung Mulia, 2009), h. 106. 11 Lembaga Alkitab Indonesia, Al-Kitab (Jakarta: Konferensi Waligereja Indonesia, t.t,), h. 777. 12 Yewangowe, Agama Dan Kerukunan, h. 106.
22
Hal seperti ini semestinya tercermin dalam relasi-relasi antar manusia, yang tentu saja harus di mulai dalam relasi-relasi intern umat kristen. Di sanalah kita memperoleh teladan dan sekaligus kekuatan untuk mempraktekan kerukunan antar sesama manusia tanpa memandang suku, agama, ras dan golongan.13
B. Hubungan Keagamaan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia arti hubung yaitu bersambung atau berangkai, bertalian, berkaitan dengan dan bersangkutan (yang satu dengan yang lain). Dan hubungan berarti keadaan berhubungan antara satu individu dengan individu lain atau kelompok.14 Kata agama berasal dari bahasa sanskerta. Kata agama terdiri dari dua suku kata yaitu a dan gam. A berarti tidak, sedangkan gam mengandung arti pergi (lawan datang). Sehingga a+gam berarti tidak pergi, diam atau datang. Dengan ditambah akhiran a, maka a+gam menjadi a+gam+a, yang berarti kedatangan. Dalam hal (agama) ini adalah kedatangan wahyu atau sabda Tuhan. Sabda tuntunan dan penjelasan untuk hidup bagi umat manusia dalam mencari kebahagiaan, kedamaian, dan kebenaran di dunia ini.15 Di dalam lontar Sundradigma, kata agama dikupas dan diberi pengertian sebagai berikut:
13
Hamka Haq. MA dkk, Dari Wacana Ke Aksi Nyata (Jakarta: Titahandalusia, 2002), h.
76. 14
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: PT Intergrafika, 1996), h. 293. 15 Ngurah Ngala dan Adia Wiratmadja, Murdha Agama Hindu (Denpasar: PT Upada Satria, 1989), h. 4.
23
1. Agama. Kata agama ini terdiri dari suku kata a, ga, dan ma.16 2. Ugama, kata agama ini terdiri dari u, ga dan ma17 3. IGAMA. Kata igama ini terdiri atas suku kata i, ga dan ma.18 Dengan demikian makna dari hubungan keagaman adalah sebuah interaksi satu individu, dengan individu lain atau kelompok dalam kaitannya menjalankan sebuah ritual, atau prosesi peribadatan dalam satu kelompok atau dengan kelompok lain. Di dalam hubungan keagamaan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya ekonomi, sosial, politik, budaya serta peran tokoh agama itu sendiri. Selanjutnya penulis akan memaparkan penjelasan tentang pengertian tokoh masyarakat –(yang di dalamnya mencakup tokoh agama atau pemuka agama)- serta pengaruhnya dalam masyarakat. Tokoh agama atau pemuka agama, dapat diartikan sebagai ulama, pendeta, biksu dan lain sebagainya,
16
Suku kata dari Agama adalah A mempunyai makna awang-awang atau kosong atau hampa. Ga mengandung pengertian genah atau tempat. Dan Ma adalah matahari atau cahaya atau terang (sinar), maksud dari penjelasan ini hati dan pikiran manusia yang masih kosong perlu diisi sinar suci dari Tuhan, agar menjadi terang. Sinar suci ini berupa tuntunan ajaran Tuhan untuk mengatur perilaku manusia menjadi bersusila dna berbudhi. (Lihat dari Ngurah Ngala dan Adia Wiratmadja, Murdha Agama Hindu ((Denpasar: PT Upada Satria, 1989), h. 5. 17 Kata dari Ugama adalah U mempunyai makna udaka, tirta atau air suci. Ga berarti geni atau api. Sedangkan Ma kependekan dari maruta yang berarti angin atau udara. Uraian tentang penggunaan sarana air, api, udara dalam memuja Tuhan. Maksudnya agar umat manusia di dalam melakukan pemujaan terhadap Tuhan selalu mempergunakan sarana berupa air suci, api berupa dupa, dan udara berupa mantra, bunyi-bunyian, wangi-wangian. (Lihat dari Ngurah Ngala dan Adia Wiratmadja, Murdha Agama Hindu (Denpasar: PT Upada Satria, 1989), h. 5. 18 Suku kata Igama adalah I bermakna Iswara atau Siwa, Ga berarti angga atau badan sarira, Ma memiliki arti amerta atau hidup. Berdasarkan pengertian ini dimaksudkan sebagai suatu sikap manusia atas pengakuannya bahwa badan sariranya dapat hidup atas karunia dari Iswara atau Siwa (Tuhan). Ngurah Ngala dan Adia Wiratmadja, Murdha Agama Hindu (Denpasar: PT Upada Satria, 1989), h. 6.
24
yang memiliki kontribusi dalam agamanya dan memiliki pengetahuan lebih dan dianggap lebih banyak ilmu agama oleh para pengikutnya.19 Menurut UU Nomor 8 Tahun 1987 pasal 1 ayat 6 Tentang Protokol bahwa tokoh masyarakat, adalah seseorang yang karena kedudukan sosialnya menerima kehormatan dari masyarakat dan/atau Pemerintah.20 Sedang pengertian tokoh masyarakat menurut UU Nomor 2 Tahun 2002 pasal 39 ayat 2 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia bahwa bahwa tokoh masyarakat ialah pimpinan informal masyarakat yang telah terbukti menaruh perhatian terhadap kepolisian.21 Untuk memahami dengan baik, siapa dan apa yang menyebabkan seseorang disebut sebagai tokoh masyarakat paling tidak disebabkan oleh lima hal yaitu: 1. Kiprahnya di masyarakat sehingga yang bersangkutan ditokohkan oleh masyarakat yang berada dilingkungannya. Dengan ketokohannya itu, maka masyarakat memilihnya untuk menduduki posisi-posisi penting di masyarakat mulai dari ketua RT, ketua RW, ketua organisasi kepemudaan, ketua masjid, pemimpin organisasi kemasyarakatan yang berakar di masyarakat seperti NU, Muhammadiyah, Persis dan lain-lain. Termasuk tokoh agama, tokoh adat, tokoh organisasi kedaerahan, tokoh lingkungan, tokoh dari suatu kawasan, tokoh keturunan darah biru, tokoh pekerja, tokoh pergerakan. Dengan ketokohannya, ada yang mencalonkan 19
Calie Priboemi, “Tokoh Masyarakat,” artikel diakses pada 16 Mei 2016 dari http://zangpriboemi.blogspot.co.id/2014/09/tokoh-masyarakat.html 20 Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 1987 pasal 1 ayat 6 Tentang Protokol, hal. 2. 21 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 pasal 39 ayat 2 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
25
diri dan dicalonkan oleh partai politik untuk menjadi calon anggota parlemen di semua tingkatan. 2. Memiliki kedudukan formal di pemerintahan seperti Lurah/Wakil Lurah, Camat/Wakil Camat, Walikota/Wakil Walikota, Gubernur/Wakil Gubernur dan lain-lain. Karena memiliki kedudukan, maka sering blusukan dan bersama masyarakat yang dipimpinnya. Ketokohannya menyebabkan dihormati, dipanuti, diikuti, diteladani oleh masyarakat. Pemimpin formal semacam ini, pada suatu waktu bisa disebut tokoh masyarakat, apakah masih memiliki jabatan/kedudukan atau sudah pensiun/tidak lagi memiliki kedudukan formal. 3. Mempunyai ilmu yang tinggi dalam bidang tertentu atau dalam berbagai bidang sehingga masyarakat dan pemimpin pemerintahan dari tingkatan paling bawah – sampai ke atas selalu meminta pandangan dan nasihat kepadanya. Karena kepakarannya, maka yang bersangkutan diberi kedudukan dan penghormatan yang tinggi, kemudian disebut tokoh masyarakat. 4. Ketua partai politik yang dekat masyarakat, rajin bersilaturahim kepada masyarakat, menyediakan waktu untuk berinteraksi dengan masyarakat, suka menolong masyarakat diminta atau tidak. Ketua partai politik seperti ini, dapat disebut sebagai tokoh masyarakat.22 5. Usahawan/pengusaha yang rendah hati, suka berzakat, berinfak dan bersedekah, peduli kepada masyarakat, serta suka bersilaturrahim, pada 22
Calie Priboemi, “Tokoh Masyarakat,” artikel diakses pada 16 Mei 2016 dari http://zangpriboemi.blogspot.co.id/2014/09/tokoh-masyarakat.html
26
umumnya masyarakat menyebut yang bersangkutan sebagai tokoh masyarakat.23 Dalam
pandangan
perspektif
kedudukan
tokoh
agama
yang
fragmentaris24 mempunyai tujuan dalam perdamaian. Tockary R. (2002), keberadaan tokoh agama dalam pemerintahan sebagai konstansi yang suci dalam perspektif yang tepat. Dengan esensi keagamaan adalah hal yang independen tetapi ekspresi keagamaan yang bersifat dependen. Di mana para tokoh agama memandang segala sesuatu dengan tulus ikhlas dan sepenuh hati dalam menetapkan pilihan yang menjadi bagian hidupnya. Wiratmoko N.T (2008), fungsi dari peran tokoh agama sesuai tugas dan tanggung jawabnya di masyarakat. Upaya yang bersifat strategis untuk mengembangkan suatu pola pembangunan masyarakat yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, kondisi sosial budaya setempat, potensi sumber daya alam, dan kebijakan pemerintah. John T. Sidel (2001) mengemukakan bahwa dalam kebijakan publik peran tokoh agama untuk memberikan perhatian pada orang miskin, bersifat pemberdayaan. Norm Uphoff (2000), hal yang sangat penting kedudukan tokoh agama dalam komponen sosial, antara lain: relasi, dan hubungan yang dapat dievaluasi dalam pengalaman nyata sesehari. 25
23
Calie Priboemi, “Tokoh Masyarakat,” artikel diakses pada 16 Mei 2016 dari http://zangpriboemi.blogspot.co.id/2014/09/tokoh-masyarakat.html 24 Fragmentaris adalah terpisah-pisah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. H. 191. 25 Eka, Afnan Troena dkk., “Pengaruh Peran Tiga Tungku (Tokoh Pemerintah, Tokoh Adat dan Tokoh Agama) dalam Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Aparat Kampung di Kota Jayapura” artikel diakses pada 15 Mei 2016 dari http//Download.portalgaruda.org
27
Pengalaman tokoh agama merupakan pengalaman kharismatik, akan melahirkan suatu bentuk perkumpulan keagamaan, yang kemudian menjadi organisasi keagamaan terlembaga. Pengunduran diri atau kematian figur kharismatik, akan melahirkan krisis kesinambungan. Analisis yang perlu adalah mencoba memasukan struktur dan pengalaman agama, sebab pengalaman agama, apabila dibicarakan, akan terbatas pada orang yang mengalaminya. Hal penting adalah mempelajari “wahyu” atau kitab sucinya, sebab lembaga keagamaan itu sendiri merupakan refleksi dari pengalaman ajaran wahyunya.26 Tokoh agama merupakan seorang figur yang menjadi tolak ukur perilaku pengikutnya. Langkah strategis yang dilakukan oleh seorang tokoh agama sangat berpengaruh terhadap tindakan yang akan diikuti oleh pengikutnya. Seperti yang telah disinggung di atas, bahwa peran tokoh agama, di perbatasan Desa Jungjang dengan Desa Arjawinangun sangat menjaga keharmonisan dan kedamaian di antara ke dua agama tersebut, yaitu Islam dan Kristen. Peran tokoh agama sangat berpengaruh terutama dalam menyikapi perbedaan prinsip yang sangat sensitif ini.
C. Peran Negara dalam Mewujudkan Kerukunan antar Agama Dalam menjelaskan apa dan bagaimana peran negara dalam mewujudkan kerukunan antar agama, penulis akan merefleksikan pendapat Mochlasin, dalam pemaparannya ia menjelaskan bahwa pemerintah berperan
26
Munandar Soeleman, Ilmu Sosial Dasar (Bandung: PT Eresco, 1986), h. 227.
28
dan bertanggung jawab demi terwujud dan terbinanya kerukunan hidup umat beragama. Menurut dia kualitas umat beragama di Indonesia belum berfungsi seperti seharusnya, yang diajarkan oleh agama masing-masing. Sehingga ada kemungkinan timbul konflik di antara umat beragama. Oleh karena itu dalam hal ini, ”pemerintah sebagai pelayan, mediator atau fasilitator merupakan salah satu elemen yang dapat menentukan kualitas atau persoalan umat beragama tersebut. Pada prinsipnya, umat beragama perlu dibina melalui pelayanan aparat pemerintah yang memiliki peran dan fungsi strategis dalam menentukan kualitas kehidupan umat beragama, melalui kebijakannya. Dalam rangka perwujudan dan pembinaan di tengah keberagaman agama budaya dan bangsa, maka ” Said Agil Husin Al Munawar mengungkapkan bahwa kerukunan umat beragama memiliki hubungan yang sangat erat dengan faktor ekonomi dan politik. Di samping faktor-faktor lain seperti penegakkan hukum, pelaksanaan prinsip-prinsip keadilan dalam masyarakat dan peletakkan sesuatu pada proporsinya”. Dalam kaitan ini strategi yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: 1.
Memberdayakan
institusi
keagamaan,
artinya
lembaga-lembaga
keagamaan kita daya gunakan secara maksimal sehingga akan mempercepat proses penyelesaian konflik antar umat beragama. Disamping itu pemberdayaan tersebut dimaksudkan untuk lebih memberikan bobot/warna tersendiri dalam menciptakan ukhuwah (persatuan dan kesatuan ) yang hakiki, tentang tugas dan fungsi masing-
29
masing lembaga keagamaan dalam masyarakat sebagai perekat kerukunan antar umat beragama. 2.
Membimbing umat beragama agar makin meningkat keimanan dan ketakwaan mereka kepada Tuhan Yang Maha Esa, dalam suasana rukun baik intern maupun antar umat beragama.
3.
Melayani dan menyediakan kemudahan bagi para penganut agama.
4.
Tidak mencampuri urusan akidah/dogma dan ibadah sesuatu agama.
5.
Mendorong peningkatan pengamalan dan penuaian ajaran agama.
6.
Melindungi agama dari penyalahgunaan dan penodaan.
7.
Mendorong dan mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun dalam bingkai Pancasila dan konstitusi dalam tertib hukum bersama.
8.
Mendorong, memfasilitasi dan mengembangkan terciptanya dialog dan kerjasama antara pimpinan majelis-majelis, dan organisasi-organisasi keagamaan dalam rangka untuk membangun toleransi dan kerukunan antar umat beragama.
9.
Mengembangkan wawasan multikultural bagi segenap lapisan dan unsur masyarakat melalui jalur pendidikan, penyuluhan dan riset aksi.
10. Meningkatkan pemberdayaan sumber daya manusia (pemimpin agama dan pemimpin masyarakat lokal) untuk ketahanan dan kerukunan masyarakat bawah. 11. Fungsionalisasi pranata lokal, seperti adat istiadat, tradisi dan normanorma sosial yang mendukung upaya kerukunan umat beragama.
30
12. Mengundang partisipasi semua kelompok dan lapisan masyarakat agama sesuai dengan potensi yang dimiliki masing-masing, melalui kegiatankegiatan dialog, musyawarah, tatap muka, kerjasama sosial dan sebagainya. 13. Bersama-sama para pemimpin majelis-majelis agama, seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Konfrensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Parishada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), dan perwakilan Umat Budha Indonesia (WALUBI), Majelis
Tinggi
Agama
Khonghuchu
Indonesia
(MATAKIN),
Departemen agama melalui Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan melakukan kunjungan bersama-bersama ke berbagai daerah dalam rangka berdialog dengan umat di lapisan bawah dan memberikan pengertian tentang pentingnya membina dan mengembangkan kerukunan umat beragama. 14. Melakukan mediasi bagai kelompok-kelompok masyarakat yang dilanda konflik, (misalnya; kasus Ambon dan Maluku Utara) dalam rangka untuk mencari solusi bagi tercapainya rekonsiliasi, sehingga konflik bisa diberhentikan dan tidak berulang di masa depan. 15. Memberi sumbangan dana (sesuai dengan kemampuan), kepada kelompok-kelompok masyarakat yang terpaksa mengungsi dari daerah asal mereka, karena dilanda konflik sosial dan etnis yang dirasakan pula bernuansakan keagamaan.
31
16. Membangun kembali sarana-sarana ibadah (Gereja dan Mesjid) yang rusak di daerah-daerah yang masyarakatnya terlibat konflik, sehingga mereka dapat mefungsikan kembali rumah-ruumah ibadah tersebut. Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa untuk menciptakan dan memelihara kerukunan umat beragama diperlukan upaya dan usaha yang sungguh-sungguh dan dibutuhkan kerja sama dari semua pihak baik dari umat beragama itu sendiri, pemuka agama serta pemerintah yang berwenang. Pemerintah sebagai pihak yang berwenang melalui Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri telah mengeluarkan ”Peraturan Bersama No. 9 dan No. 8 Tahun 2006 tentang pedoman pelaksanaan tugas kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), dan pendirian rumah ibadah. Peraturan bersama ini telah ditanda tangani dan disahkan pada tanggal 21 Maret 2006”. Salah satu point dari peraturan bersama itu adalah pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Melihat program kerja yang menjadi agenda kerja Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), maka semua upaya yang menyangkut kerukunan umat beragama sudah terangkum dalam program kerja Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Dengan demikian melalui Forum Kerukunan Umat Beragama(FKUB) ini diharapkan akan tercipta keamanan dan ketertiban antar umat beragama, ketentraman dan kenyamanan di lingkungan masyarakat berbangsa dan bernegara. Dalam rangka mewujudkan kerukunan hidup umat beragama agar senantiasa tetap terpelihara, maka masing-masing pihak baik dari umat beragama, tokoh
32
agama/pemuka agama, maupun pemerintah setempat harus memperhatikan upaya-upaya yang harus dilakukan demi terwujudnya kerukunan hidup umat beragama. Berikut ini peranan dan upaya yang harus dilakukan umat beragama dalam rangka mewujudkan kerukunan hidup umat beragama. Mengingat kegiatan keagamaan seperti ”pendirian rumah ibadah, penyiaran agama, bantuan luar negeri, perkawinan beda agama, perayaan hari besar keagamaan, penodaan agama, kegiatan aliran sempalan, yang dapat menjadi penyebab timbulnya kerawanan konflik di bidang kerukunan hidup umat beragama”. Oleh sebab itu umat beragama harus mengantisipasi dan berupaya agar kerawanan di atas jangan sampai terjadi. Masalah pendirian rumah ibadah misalnya, umat beragama harus mempertimbangkan situasi dan kondisi lingkungan umat beragama setempat dan mematuhi peraturan yang telah ditetapkan pemerintah sebelum mendirikan tempat ibadah, agar tidak menimbulkan konflik antar umat beragama. Kemudian
masalah
penyiaran
agama,
umat
beragama
harus
memperhatikan peraturan yang telah ditetapkan pemerintah mengenai tata cara penyiaran agama yang baik dengan tidak memaksakan umat lain untuk memeluk agama atau keyakinan masing-masing. Apalagi ditujukan pada orang yang telah memeluk agama lain. Mengenai bantuan luar negeri umat beragama juga harus mengikuti peraturan yang ada, baik bantuan luar negeri untuk pengembangan dan penyebaran suatu agama, baik bantuan materi
33
finansial ataupun bantuan tenaga ahli keagamaan, jika tidak maka ketidakharmonisan dalam kehidupan umat beragama akan timbul. Terhadap perkawinan beda agama walaupun pada mulanya bersifat pribadi dan konflik antar keluarga. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa kasus ini pula dapat mengganggu keharmonisan dan kerukunan hidup umat beragama. Maka hal terpenting yang harus dilakukan umat beragama yakni benar-benar memperhatikan peraturan yang telah ditetapkan pemerintah agar kerukunan hidup umat beragama tetap terpelihara. Begitu pula terhadap perayaan hari besar keagamaan, penodaan agama, dan kegiatan aliran sempalan yang sangat rawan sehingga dapat menimbulkan konflik antar umat beragama. Maka upaya yang dilakukan umat beragama yakni benar-benar memahami dan memperhatikan peraturan yang telah ditetapkan pemerintah, disamping menanamkan sikap toleransi saling menghargai, dan membina hubungan yang harmonis diantara umat beragama.27 Adapun menurut pendapat pakar kerukunan umat beragama lainnya yaitu Weinata Sairin dalam bukunya menjelaskan bahwa untuk mencegah agar orang tidak terjebak dalam konflik-konflik yang tidak perlu, maka pemerintah Indonesia mencanangkan Tri Kerukunan, yaitu Kerukunan InternUmat Bergama, Kerukunan Antar-Umat Beragama, dan Kerukunan Antar Umat Beragama dengan Pemerintah.
27
Mochlasin, “Berbagai Upaya Dalam Mewujudkan Kerukunan Umat Beragama”, artikel di akses pada 15 Novemver 2016 dari http://mochlasin31.blogspot.co.id/2014/01/berbagai-upayadalam-mewujudkan.html
34
1.
Kerukunan Intern-Umat Beragama Setiap umat beragama diharapkan dapat memelihara kerukunan intern umat beragama itu sendiri. Hal demikian tidak terlalu sulit dipahami, karena apabila secara intern konflik-konflik tidak dapat diatasi, mustahil suatu kelompok dapat memberi sumbangan positif secara eksternal. Salah satu syarat terjadinya kerukunan intern adalah masingmasing individu memahami betul ajaran agamanya, karenanya pemerintah mendorong setiap agama agar mereka memberikan pendidikan kepada umatnya, baik pendidikan formal seperti sekolah maupun pendidikan informal seperti pondok pesantren.
2. Kerukunan Antar-Umat Beragama Dalam kerukunan antar umat beragama ini setidaknya ada dua hal penting untuk dibahas, yang pertama, kerukunan ini berisikan semangat kebersamaan dan kekeluargaan yang menghargai perbedaan tanpa pemisah-misahan
(appartheid).
Kerukunan
yang
dihasilkan
oleh
diskriminasi28, segregasi29, dan appartheid30, adalah kerukanan palsu, jahat, dan amoral, sebab tidak didasari oleh kasih, kebenaran, keadilan dan kebebasan. Kerukunan ini hanya menyembunyikan dan menunda konflik. Yang kedua adalah kerukunan yang benar dan baik adalah kerukunan yang pada satu pihak tidak menisbikan perbedaan-perbedaan yang ada, 28
Diskriminasi adalah perbedaan warna kulit, perbedaan perlakuan terhadap sesama warga negara (warna kulit). (Lihat pada Pius A Paranto, dkk., Kamus Ilmiah Populer, h. 122. 29 Segresi merupakan sebuah pemisahan suatu golongan dari golongan lainnya, pengasingan, pengucilan 794. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, h. 794. 30 Appartheid adalah golongan yang menghendaki pemisahan antara kulit putih dengan kulit hitam (pribumi ). (Lihat pada Pius A Paranto, dkk., Kamus Ilmiah Populer, h. 45.
35
misalnya dengan mencoba melebur atau mencampuradukkan keyakinan agama-agama; dan kerukunan yang di lain pihak tidak juga memutlakkan perbedaan-perbedaan yang ada sedemikian rupa sehingga menutup pintu hubungan, percakapan dan kerja sama. 31 Pemerintah mempunyai tugas dalam menciptakan keberagamaan, baik dari segi nilai dan keorganisasian agama-agama. Dengan adanya kepedulian pemerintah terhadap intitusi agama-agama dan menjadi pasilitator untuk membuat wadah musyawarah antar umat beragama, guna pelaksanaan GBHN dan P4 ditubuh para penganut agama dengan pemerintah.32 Begitu juga sebaliknya umat beragama bertugas dan bertanggung jawab untuk menunjang program pemerintah, agar bahu membahu dalam memajukan kesejahteraan bangsa baik material maupun spiritual.33 3. Kerukunan Antar-Umat Beragama dengan Pemerintah Meskipun kehidupan beragama sering dianggap, bersifat pribadi, namun
tanggung jawab
sosial,
setiap
umat
beragama
terhadap
lingkungannya sangat sulit untuk dielakkan, bahkan, tanpa tanggungjawab sosial itu kehidupan beragama akan kerdil. Islam tidak menghendaki umatnya hanya berpikir untuk dirinya sendiri. Tanggung jawab sosial itu tidak hanya pada lingkungannya, tetapi juga pada keluarga dan
31
Departemen Agama RI, Kompilasi Peraturan Perundang-undangan Kerukunan Hidup Umat Beragama (Jakarta: edisi ketujuh), h. 6. 32 Departemen Agama, Pedoman Kerukunan Umat Beragama. Jakarta: Proyek Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama, 1983/1984), hal. 43-45. 33 R.H Djumali Karto Raharjo dan H.Fakhrudin Ilyas, Kerja sama Sosial Kemasyarakatan Tahun 1983-1984 di Cirebon dan Samarinda (Jakarta: Departemen Agama RI, 1984), hal. 3-5.
36
tetangganya. Namun, realita yang ada menunjukkan, bahwa pada setiap agama, selalu ada kelompok yang “ekstrem’. Kelompok ini, tidak saja menyulitkan para pemimpin/ rohaniawan/ ulama, tetapi juga menyulitkan masyarakat secara keseluruhan. Namun, untuk ikut menindak, juga tidak mudah. Siapa yang harus menindak kelompok ini, seandainya mereka melakukan tindak pelanggaran hukum? Landasan hukum apa yang harus digunakan? Ada pendapat, bahwa tindakan mereka yang bisa dianggap melanggar hukum bisa saja ditindak dengan perangkat hukum yang ada. Artinya, tidak diperlukan lagi sebuah undang-undang khusus, misalnya Undang-Undang tentang kerukunan umat beragama, memang sangat ideal, seandainya hubungan antar umat beragama, bisa terselesaikan oleh kalangan umat beragama sendiri. Bahwa esensi ajaran agama yang bersifat universal itu bisa terganggu oleh kelompok yang ekstrem itu, jadi tidak dapat dihindari. Setidaknya, akan membangun citra yang buruk terhadap agama, apabila tindakan terhadap mereka dilakukan oleh umat beragama yang lain, akan menimbulkan salah paham yang dalam, sehingga membuka peluang konflik yang melibatkan umat beragama. Karena itu, setidaknya ada dua hal, yang dapat dilakukan: 1. Para pemimpin agama menyepakati semacam kode etik, bagaimana penyiaran agama harus dilakukan. Kode etik, meskipun tidak memberi dampak hukum, secara moral bisa mengikat umat beragama, untuk melakukan penyiaran agama (da’wah) yang tidak perlu menyinggung
37
perasaan umat beragama lainnya. Pilihan ini, ada yang meragukan, mengingat justru dapat menimbulkan konflik internal agama. sebab pimpinan setiap agama, dipastikan sulit untuk melakukan tindakan terhadap umatnya sendiri, yang melanggar kode etik itu demi penyiaran agamanya sendiri.34 2. Perlu diterbitkan sebuah undang-undang, yang membuka peluang negara bertindak, untuk menjamin terselenggaranya kehidupan yang damai di antara umat beragama di Indonesia. Hal ini dengan asumsi sebagaimana dikemukakan diatas. Disamping itu, juga untuk mencegah kesalahpahaman yang bersumber pada masalah agama, yang sangat sensitif itu, seandainya negara perlu menindak satu kelompok yang menggunakan nama agama. selain itu, masalah kehidupan umat beragama juga terkait dengan banyak masalah lain yang memang perlu diatur, mengingat kecenderungan dunia yang semakin terbuka, sejalan dengan globalisasi, sehingga kita perlu mencegah hal-hal yang buruk dari dampak hubungan internasional itu.35 Pakar lainnya berkaitan dengan peran negara dalam mewujudkan kerukunan antar agama diungkapkan oleh Media Zainul Bahri. Dalam bukunya ia menjelaskan bahwa istilah yang digunakan pemerintah dalam rangka mewujudkan perdamaian antar agama baik intern, ekstern maupun 34
Muhaimin, Damai di Dunia, Damai Untuk Semua Perspektif Berbagai Agama: Proyek Peningkatan Pengkajian Kerukunan Hidup Umat Beragama (Jakarta : Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, Departemen Agama RI, 2004), h. 116. 35 Muhaimin, Damai di Dunia, Damai Untuk Semua Perspektif Berbagai Agama: Proyek Peningkatan Pengkajian Kerukunan Hidup Umat Beragama , h. 129.
38
agama dengan pemerintah adalah “Trilogi Kerukunan”. Isi dari istilah tersebut adalah bahwa pemerintah memiliki tiga kewajiban penting yaitu: 1. Wajib mengayomi/melindungi semua agama dan keyakinan yang diakui di Indonesia tanpa diskriminnasi 2. Wajib membuat regulasi tentang kerukunan atau mengusulkan undang-undang
kerukunan
yang
dapat
memelihara
dan
mengembangkan kerukunan secara komprehensif. 3. Wajib hadir melindungi umat beragama yang teraniaya akibat konflik dan menjamin ada pengadilan yang seadil-adilnya ketika terjadi konflik, baik (konflik) intern maupun ekstern umat beragama.36 Namun lebih lanjut ia menambahkan bahwa membina hubungan antara umat beragama dan pemerintah, maka lagi-lagi masyarakatlah (pemuka agama) yang aktif memberi laporan mengenai kerukunan dan memiliki inisiatif untuk pengembangan kerukunan, dan pemerintah (sebagai yang dilapori dan diberi usulan) seharusnya menjadi fasilitator dan regulator yang cerdas dan proporsional dalam pemeliharaan dan pengembangan kerukunan.37
D. Model-model Kerukunan Menurut Said Aqil, ada dua macam model kerukunan yang dikenal dengan istilah penafsiran negatif (negative interpretation of tolerance) dan penafsiran positif (positive interpretation of tolerance). 36
Media Zainul Bahri, Membangun Kerukunan Umat Beragama: Sebuah Pengantar (Ciputat: HIPIUS, T.t), 12-13. 37 Media Zainul Bahri, Membangun Kerukunan Umat Beragama: Sebuah Pengantar, 14.
39
1.
Penafsiran negatif (negative interpretation of tolerance), yaitu menyatakan toleransi hanya mensyaratkan cukup dengan membiarkan dan tidak menyakiti orang/kelompok lain, ini disebut juga model kerukunan pasif.
2.
Penafsiran positif (positive interpretation of tolerance), menyatakan toleransi membutuhkan lebih dari sekedar itu. Ia membutuhkan bantuan dan dukungan terhadap keberadaan orang/kelompok lain, nama lainnya adalah model kerukunan aktif.38 Di tengah konstelasi dunia yang kian tidak menentu, sarat aksi
kekerasan, terorisme, dan konflik kemanusiaan, hajatan dialog antar-agama amat tepat dan dirasakan penting untuk terus dilakukan di sebanyak mungkin tempat. Sejauh ini para pemimpin agama memiliki pengaruh dan otoritas amat besar terhadap umatnya sehingga dialog antar-agama yang dimulai dari kalangan pemimpin agama dinilai dapat menjadi stimulus bagi perdamaian di tingkat akar rumput kelak.39 Terkait dengan penjelasan model kerukunan aktif, pendapat lebih mendalam dijelaskan oleh Media Zainul Bahri yang mengungkapkan bahwa kerukunan aktif adalah keadaan saling mengenal satu sama lain dengan cara berinteraksi, berkomunikasi dan berdialog, lalu terwujud usaha-usaha bersama yang konkret dalam bidang kemanusiaan dan sosial-kemasyarakatan. Ia melanjutkan bahwa dalam Islam keadaan saling mengenal (ta’aruf) adalah
38
Said Aqil Husin Al-Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama (Ciputat: PT Ciputat Press, 2005), h, 14. 39
Said Aqil Husin Al-Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama, h, 15.
40
spirit al-Qur’an surat al-Hujarat ayat 13 yang menyatakan bahwa manusia diciptakan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya saling mengenal [satu sama lain] (li ta’arafu). Saling mengenal adalah keadaan aktif, interaksi atau komunikasi aktif; dialog bukan monolong, bukan perbedaan keyakinan yang tak bisa dikompromikan yang harus ditonjolkan, melainkan persamaanpersamaan, spirit persaudaraan, cinta-kasih dan kerja sama konkret dalam bidang sosial-kemanusiaan yang harus dikedepankan.40 Salah satu kenyataan kehidupan saat ini adalah adanya pluralitas di masyarakat. Dalam teologi Islam sendiri ditegaskan, pluralisme adalah suatu hal yang niscaya. Bahkan Islam menyebut pluralisme sebagai salah satu bentuk sunatullah (hukum alam), seperti sunatullah lainnya, misalnya beda pendapat dan kaya-miskin. Pluralisme juga amat dihargai dalam agama langit lain, seperti Kristen dan Yahudi. Hal lain untuk mewujudkan pluralisme diperlukan toleransi, meski hampir semua masyarakat yang berbudaya kini sudah mengikuti adanya kemajemukan sosial. Namun dalam kenyataannya permasalahan toleransi ini masih sering muncul, termasuk di dunia barat. Persoalan ini terutama berhubungan dengan ras atau agama. 41 Dalam faktanya, sikap tidak toleran yang kadang muncul tak semata disebabkan faktor dan motivasi eksternal, seperti kebijakan politik pemerintah tertentu atau politik global kekuatan dunia tertentu. Beberapa gerakan radikal yang cenderung tak toleran di Timur Tengah atau di Amerika Latin, misalnya, lebih banyak dipengaruhi politik pemerintahnya yang represif dan dominasi 40
Media Zainul Bahri, Membangun Kerukunan Umat Beragama: Sebuah Pengantar, 12-
13. 41
Said Aqil Husin Al-Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama, h.16.
41
politik global negara-negara tertentu, terutama Amerika Serikat, yang sering menggunakan standar ganda dalam memecahkan masalah internasional. Itulah sebabnya toleransi amat dibutuhkan. Membangun kerukunan hidup umat beragama adalah suatu kemestian yang tidak dapat ditawar-tawar. Hal ini disebabkan karena ajaran agama sendiri tidak mengajarkan penganutnya untuk memusuhi agama yang lain sungguhpun tidak mensepakati ajaran agama yang lain itu. Dalam mewujudkan kemaslahatan umum, agama telah menggariskan dua pola dasar hubungan yang harus dilaksanakan oleh pemeluknya, yaitu: hubungan secara vertikal dan horizontal. Yang pertama adalah hubungan antara pribadi dengan khaliknya yang direalisasikan dalam bentuk ibadat sebagaimana yang telah digariskan oleh setiap agama. hubungan ini dilaksanakan secara individual, tetapi lebih diutamakan secara kolektif atau berjamaah (shalat dalam Islam). Pada hubungan pertama ini berlaku toleransi agama yang hanya terbatas dalam lingkungan atau intern suatu agama saja. Hubungan kedua adalah hubungan antara manusia dengan sesamanya. Pada hubungan ini tidak hanya terbatas pada lingkungan suatu agama saja, tetapi juga berlaku kepada orang yang tidak seagama, yaitu dalam bentuk kerjasama dalam masalah-masalah kemasyarakatan atau kemaslahatan umum.42
42
Mukti Ali, Beberapa Persoalan Dewasa Ini (Jakarta : Rajawali Pers, 1987), h. 364.
42
E. Faktor-faktor yang Mendasari Kerukunan Dalam agama, ketentraman dan kebahagiaan batin bukan hanya untuk pribadi saja, tetapi untuk seluruh manusia yang disebut kemaslahatan atau kesejahteraan umum. Mewujudkan kerukunan dan toleransi dalam pergaulan hidup antar umat beragama merupakan bagian usaha menciptakan kelancaran hubungan antara manusia yang berlainan agama, sehingga setiap golongan umat beragama dapat melaksanakan bagian dari tuntutan agama masingmasing. Kerukunan yang berpegang kepada prinsip masing-masing agama menjadikan setiap golongan umat beragama sebagai golongan umat beragama sebagai golongan terbuka, sehingga memungkinkan dan memudahkan untuk saling berhubungan. Bila anggota dari suatu golongan umat beragama telah berhubungan baik dengan anggota dari golongan agama lain, akan terbuka kemungkinan untuk mengembangkan hubungan dalam berbagai bentuk kerjasama dalam bermasyarakat dan bernegara.43 Selanjutnya penulis akan memaparkan pendapat Said Aqil tentang beberapa faktor yang mempengaruhi terjalinnya sebuah harmoni kerukunan di suatu daerah. Said Aqil meneliti kerukunan sebuah daerah di pulau Sumatra, adapun faktor-faktor tersebut di antaranya yaitu: 1.
Adanya sistem kekerabatan di daerah yang termodifikasi berhubungan perkawinan. Sistem kekerabatan tersebut adalah bertumpu pada konsep Dalihan natolu yang menegaskan bahwa semua orang dalam satu
43
Said Aqil Husin Al-Munawar. Fikih Hubungan Antar Agama, h. 19-22.
43
kampung (buta, kuria) berad\a dalam satu ikatan kekerabatan yang besar terdiri dari hula-hula di Tapanuli Utara atau Mora di Selatan , Dongan Tubu di Utara atau Kabanggi di Selatan dan Boru di Utara atau Anak Boru di Selatan. Orang yang semula bukan orang batak pun akan terkait dengan Dalihon na Tolu demikian juga dengan orang tidak terikat hubungan perkawinan namun diterima sebagai orang Batak. Tentunya hal ini semua terlaksana setelah mengikuti berbagai ketentuan persyaratan yang telah ditetapkan. 2.
Tipologi masyarakat yang dapat memilah-milah situasi di mana seseorang sedang berada sebagaimana dengan konsep Dalihan natolu itu seseorang tidaklah permanen berada pada satu posisi akan sangat tergantung di lingkungan Marga apa ia sedang berada. Hal ini dapat mendorong munculnya sikap egaliter, dalam memandang stratifikasi sosial. Dalam lingkup yang lebih jauh hal ini akan membangun semangat toleransi dan saling menghargai sesama manusia sekalipun berbeda etnis maupun agama. Dinamika kehidupan ini kemudian membawa pengaruh kepada masyarakat perkotaan, di Sumatera Utara bahwa sekalipun mereka berada pada suasana kemajemukan yang sangat kentara, namun dinamika ini justru dapat menimbulkan sikap saling menjaga ketersinggungan
antara
satu
dengan
yang
lain.
Kasus-kasus
persinggungan antara masyarakat di daerah ini justru bukan terjadi antara orang Batak dengan bukan orang Batak akan tetapi malah antara orang Batak sendiri. Ini menunjukan bahwa kemajemukan etnis tidak
44
merupakan
pemicu
munculnya
konflik.
Dalam
kaitan
itulah,
homogenitas44 suatu masyarakat tidaklah selalu menjadikan ekilibrium.45 3.
Bahwa sekalipun masyarakatnya di daerah ini memiliki perbedaan karena agama akan tetapi mereka masih memiliki titik temu lain yaitu adat dan budaya masyarakat. Adat ini sendiri pada dasarnya sudah lebih dahulu ada sebelum agama-agama dunia masuk ke daerah ini. Oleh karena itu, faktor kesamaan marga akan menimbulkan harmoni di dalam masyarakat Sumatra Utara. Untuk hal ini dapat di kemukakan paling tidak tiga contoh yang merupakan fakta sosial. Meninggalnya seorang kepala Kuria di Kampung Sigalangan Tapanuli Sealatan pada tahun 1960-an yang bernama Sutan Syarif Muda Dalimunthe yang beragama Islam, ternyata rakyatnya orang Kristen juga mengadakan upacara kebaktian di tempat yang sama untuk menghormati jenazah tersebut. Kasus Kepala Desa Parausorat di Sipirok yang beragama Islam bersaudara dengan vorhanger HKBP di kampung yang sama dan tidak pernah terjadi konflik. Kasus dua desa di Tapanuli Tengah yang satu mayoritas beragama Kristen akan tetapi lebih memilih calon kepala desa yang Kristen, demikian juga ada calon yang beragama Islam. Setelah di telusuri, faktor utama dari munculnya sikap itu menunjukan bahwa kesamaan marga dan budaya dapat menjadi alternatif lain menjadi pendorong harmoni masyarakat manakala terjadi perbedaan iman.
44
Homogenitas adalah persamaan macam atau jenis. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, h. 312 45 Said Aqil Husin Al-Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama, h. 171.
45
4.
Adanya hubungan pergaulan yang akrab antara pemuka agama. Kalangan pemuka Kristen baik dari Pastor maupun pendeta telah terbiasa mengunjungi pemuka Islam dari hari besar keagamaan demikian juga pemuka Hindu dalam upacara adat perkawinan yang sudah barang tentu dicampuri ajaran agama untuk hadir dalam upacara mereka. Pemuka Islam ikut menyampaikan pidato pada perayaan ulang tahun PGI, perayaan Natal, Dharma Shanti, acara WALUBI, dan lain sebagainya. Pemuka Islam juga diminta berbicara pada perayaaan perkawinan putra seorang Katolik pemuka Islam juga pernah diundang untuk berbicara pada pertemuan Pendeta HKBP di Distrik Sumatra Timur-Aceh, pertemuan Pastor-Pastor Katolik se-Sumatra Utara di Pematang Siantar. Wadah lembaga pengkajian umat beragama (LPKUB) perwakilan Sumatera Utara sangat berperan membangun keakraban itu. Lembaga ini telah berhasil menerbitkan semacam buku saku yang diberi nama Ensiklopedia Kerukunan yang ditulis oleh lima pemuka agama yang berbeda dan telah mendapat sambutan dari MUI, PGI, Keuskupan, PMDI dan WALUBI.46
5.
Suasana toleransi antar umat beragama telah menjadi tradisi pada sebagian besar di daerah ini. Masyarakat Karo misalnya sangat toleran dalam memahami perbedaan agama. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa FISIP USU pada suatu desa ditemukan suatu kenyataan bahwa ada perbedaan anutan agama pada sebuah rumah
46
Said Aqil Husin Al-Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama, h. 172.
46
tangga telah menjadi pengalaman mereka sejak lama. Di Sumatra Utara agaknya, suku asli yang ada yang menjadi penganut Islam, Kristen, Hindu, dan Budha pada masyarakat, Karo,s elain dari itu, mereka juga masih memiliki agama lokal yang disebut dengan Pemena sebagaimana agama Parmalin pada masyarakat Batak Tiba.47 6.
Disadari betul bahwa kerukunan sosial di daerah ini bukanlah barang jadi yang artinya akan terus menerus menjadi rukun. Hal itu akan sangat tergantung dari sikap dan respon masyarakat di daerah ini telah menyadari hal itu. Untuk itu, mereka seakan telah sepakat bahwa pola hubungan kerukunan ini harus di bangun melalui intervensi dan rekayasa sesuai yang diharapkan oleh masyarakat itu sendiri. Untuk itu, kelak dilakukan upaya membangun komunikasi yang intens para pemuka agama yang secara otomatis dan administratif telah menjadi representasi dari kelima majelis agama yang berbeda yaitu MUI, PGI, KAM, PMD, WALUBI. Adanya perbedaan teologi suatu agama dengan yang lain tidak mungkin dapat dinaifkan karena masing-masing agama datang dengan latar belakang kesejajaran yang berbeda. Untuk itu, maka setiap pemuka agama hendaknya selalu menyadarkan kepada umatnya, bahwa setiap agama memiliki dua kebenaran sekaligus yaitu kebenaran normatif adalah yang hanya dipahami , dirasakan dan diamalkan oleh penganut agama yang tidak hanya dapat dirasakan manfaatnya oleh penganut agama itu sendiri. Sedang kebenaran praktis agama diraskan manfaatnya
47
Said Aqil Husin Al-Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama, h. 173.
47
oleh penganut agama itu tetapi juga oleh penganut agama lain. Oleh karena itu, komunikasi lintas pemuka dan penganut agama merupakan hal yang memungkinkan.48
48
Said Aqil Husin Al-Munawar. Fikih Hubungan Antar Agama, h. 174.
BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH PERBATASAN DESA JUNGJANG DENGAN DESA ARJAWINANGUN KECAMATAN ARJAWINANGUN KABUPATEN CIREBON
A. Sejarah Singkat Desa Jungjang dan Desa Arjawinangun 1. Desa Jungjang Asal-usul penamaan Desa Jungjang berasal dari dua akar kata, yaitu Jung dan Jang. Dahulu, salah satu daerah Cirebon dipimpin oleh seorang Kuwu (Kepala Desa), Mbah Kuwu tersebut hingga sekarang terkenal dengan sebutan Ki Buyut Jungjang. Ia merupakan satu-satunya orang yang memiliki sawah di desa pada saat itu. Mbah Kuwu memiliki area sawah seluas satu Jung (Jung adalah satuan ukuran luas sawah pada waktu itu dengan kisaran 125x14
). Adapun Satu jung jika menggunakan ukuran
baku nasional kira-kira 1000 meter atau 1 hektar.1 Saat panen padi tiba, terjadi sebuah keanehan ketika Mbah Kuwu memetik padinya. Sawah yang luasnya se-Jung, namun hasil panennya dapat dibawa pulang cukup dengan sekeranjang yang berdiameter 40cm. Dengan keganjilan sawah se-Jung dapat ditampung ke dalam sekeranJang maka di Daerah itu dikenal dengan sebutan JUNGJANG yang kemudian berkembang menjadi desa Jungjang dalam wilayah Kecamatan Arjawinangun. Desa Jungjang memiliki falsafah kehidupan yang digagas oleh Ki Buyut Jungjang yang disimbolkan dengan sebuah benda yang digunakan 1
Wawancara Pribadi dengan Sutina, 18 Agustus 2016.
48
49
sehari-hari yaitu patcul. Patcul adalah sebuah alat untuk bercocok tanam di sawah. Patcul mempunyai akronim yaitu Papat (empat) yang jangan sampai Ucul (lepas), empat hal tersebut yaitu: 1. Syari’at yaitu peraturan-peraturan 2. Tarekat yaitu perbuatan melaksanakan syari’at 3. Hakekat yaitu perbaikan keadaan 4. Ma’rifat yaitu mengenal Allah sebenar-benarnya2 2. Desa Arjawinangun Menurut sejarah, untuk mencari dan memperdalam agama Islam, dua orang putra Prabu Siliwangi yaitu Raden Walang Sungsang dan adiknya Nyi Rarasantang bepergian sampai ke Mesir. Setelah menimba ilmu selesai, mereka pergi ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji. Raden Walang sungsang pulang ke Cirebon dengan sebutan Haji Abdullah Iman, sedangkan Nyi Rarasantang tetap berada di Mesir karena telah bersuamikan Syarif Abdullah, seorang Raja Mesir. Setelah menikah, Nyi Rarasantang mempunyai dua orang putra yaitu Syarif Hidayatullah dan Syarif Nurullah.3 Tidak lama setelah Syarif Hidayatullah lahir, ayahnya wafat. Menginjak usia dewasa, Syarif Hidayatullah berpamitan kepada ibunya pergi ke Cirebon untuk mencari guru demi memperdalam ajaran agama
2
Dokumen Pemerintah Desa Jungjang Kecamatan Arjawinangun “Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDES) Tahun 2015-2020”, hal 7 yang diperkuat oleh wawancara pribadi dengan Bapak Sutina, Kuncen makam Ki Buyut Jungjang pada tanggal 18-08-2016. 3 Eman Suryaman, Jalan Hidup Sunan Gunung Jati Sejarah Faktual dan Filosofi Kepemimpinan Seorang Pandhita-Raja (Bandung: Nuansa Cendekia, 2015), h. 28-29.
50
Islam. Di Cirebon, ia bertemu dengan pamannya H.Abdullah Iman atau disebut juga Pangeran Cakra Buana. Tidak lama setelah menetap di Cirebon, Syarif Hidayatullah pergi mengembara ke Negeri Cina untuk menyebarkan Agama Islam di sana. Di Negeri Cina, Syarif Hidayatullah dikenal sebagai orang sakti. Misal ketika terjadi kebakaran di pembakaran keramik, Dengan tenangnya Syarif Hidayatullah masuk untuk menyelamatkan bayi di tengah kobaran api yang menyala. Pakaian Syarif Hidayatullah tidak terbakar sedikitpun dan bayi yang diselamatkan dalam keadaan segar bugar. Karena dianggap orang sakti dan sangat ramah dengan penduduk maka banyak masyarakat yang menganut Agama Islam. Peristiwa tersebut membuat Kaisar Cina gusar dan marah. Maka dibuatlah tipu muslihat, Syarif Hidayatullah diundang ke Istana untuk menebak apakah putri kaisar Cina, Ong Tien sedang mengandung atau tidak. Syarif Hidayatullah mengatakan bahwa putri tuan besar sedang mengandung. Syarif Hidayatullah akan menerima hukuman yang berat dari kaisar, karena diperut Putri Ong Tien hanyalah sebuah bantal belaka –di versi lain sebuah bokor
4
(benda berbentuk cembung yang terbuat dari logam
kuningan)-, sehingga persis seperti orang mengandung. Tapi tidak lama setelah itu, seorang pelayan berteriak dan mengabarkan bahwa Putri Ong Tien benar-benar mengandung. Setelah kejadian tersebut, Syarif Hidayatullah menyelinap keluar dari istana dan kembali ke Cirebon.
4
Winny Gunarti, Putri Ong Tien Sebuah Faksi (Jakarta: PT Gramedia, 2010), h. 90.
51
Putri Ong Tien berpamitan kepada ayahnya untuk mencari calon suaminya di Cirebon. Dalam pertemuannya di Gunung Jati, putri Ong Tien dinikahi oleh Syarif Hidayatullah, dan diberi tempat tinggal di daerah Luragung. Setelah menikah, putri Ong Tien melahirkan seorang bayi. Ada dua versi tentang bayi Ong Tien, versi yang pertama bayinya meninggal. Kemudian karena merasa kehilangan, putri Ong Tien mengangkat putra Ki Gede Luragung bernama Adipati Arya Kemuning. Versi yang kedua menyatakan bahwa bayinya tidak meninggal dan Adipati Arya Kemuning adalah anak kandung putri Ong Tien. Pada saat menginjak usia dewasa, Adipati Arya Kemuning pergi ke Gunung Jati untuk menemui ayahandanya Sultan Syarif Hidayatullah. Sultan Syarif Hidayatullah menerima dengan suka hati, kemudian Adipati Arya Kemuning ditugaskan untuk mengundang Suryadarma di Indramayu agar datang ke Gunung Jati. Ketika menjalankan tugas, Arya Kemuning merasa kelelahan karena perjalanan yang ditempuh sangat jauh, Arya Kemuning persinggahan
kemudian tersebut
beristirahat kemudian
di
sebuah
diberi
wilayah.
nama
Wilayah
Arjawinangun.
Arjawinangun terdiri dari dua kata yaitu ARJA dan WINANGUN. Arja artinya bahagia dan Winangun artinya membangun atau telah selesai melaksanakan tugas.5
5
Dokumen Desa Arjawinangun, “Rencana Pembangunan Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDES) Tahun 2015-2020” , h. 5.
52
B. Demografi 1.
Desa Jungjang Desa Jungjang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Arjawinangun, berjarak 1 Km dari Pusat Pemerintahan Kecamatan, dan 25 Km dari Pusat Pemerintahan Kota, serta berjarak 109 Km dari Pusat Pemerintahan
Ibukota
Provinsi.
Desa
Arjawinangun
berada
di
Kecamatan Arjawinangun Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat, Republik Indonesia. Desa ini secara administrasi berbatasan dengan: Utara :Berbatasan dengan Desa Bayalangu. Selatan: Berbatasan dengan Desa Kebonturi. Barat: Berbatasan dengan Desa Arjawinangun Timur: Berbatasan dengan Desa Jungjang Wetan.6 a.
Jumlah Penduduk
6200 6000 5800
5980
5600 5400
5532
5200 Penduduk Desa Jungjang laki-laki
Perempuan
Diagram 3.1: Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin Dari diagram di atas dapat dijelaskan bahwa jumlah Penduduk Desa Jungjang sebanyak 11.512 jiwa yang terdiri dari jumlah laki-laki 5.980 jiwa dan perempuan sebanyak 5.532 Jiwa, dan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 3.516 dengan yang tersebar dalam 6
Dokumen Desa Jungjang, “Rencana Pembangunan Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDES) Tahun 2015-2020”, h. 8.
53
7 Dusun, 13 RW dan 52 RT. Dari sini dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk Desa Jungjang laki-laki lebih banyak daripada jumlah penduduk perempuan.7 b. Keadaan Penduduk Berdasarkan Agama
6; 0% Agama 450; 4% 100; 1% 11.046; 95%
Islam
Protestan
Katolik
Budha
Diagram 3.2: Jumlah penduduk menurut agama Berdasarkan diagram di atas, dapat dipahami bahwa jumlah penduduk yang ada di Desa Jungjang sebesar 11.512 jiwa. Jumlah penganut Agama Islam sebesar 11.046 orang (95%) dan menjadi agama mayoritas. Agama Kristen Protestan berjumlah 450 orang (4%) dan Agama Katolik berjumlah 100 orang (1%), keduanya mempunyai tempat ibadah masing-masing. Selanjutnya Agama Budha yang hanya berjumlah 6 orang atau sekitar (0,06%). Terkait agama Budha, meski terdapat Vihara, warga sekitar menuturkan bahwa tempat ibadah tersebut telah lama ditinggalkan oleh jemaatnya. Para jemaatnya sebagian masuk agama Kristen dan sebagian lagi berpindah ke Cirebon Kota dan beribadat ke Vihara di sana.
7
Dokumen Desa Jungjang, “Rencana Pembangunan Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDES) Tahun 2015-2020”, h. 9.
54
c.
Sarana dan Prasarana Peribadatan
Sarana dan Prasaran Peribadatan Klenteng Vihara Gereja Pondok Pesantren Madrasah Mushola Masjid
0 1 1 0 6 40 2 0
10
20
30
40
50
Agama
Diagram 3.3: Jumlah sarana dan prasana peribadatan Dari diagram di atas dapat disimpulkan bahwa sarana dan prasarana di Desa Jungjang secara keseluruhan mencapai 50 gedung yang meliputi; 48 gedung milik penganut Agama Islam dengan rincian, 2 gedung masjid, 40 gedung musholah, 6 gedung sekolah madrasah. Sedangkan sarana peribadatan orang Kristen terdapat 1 buah gedung Gereja. Dan sarana peribadatan orang Buddha 1 gedung Vihara di Desa Jungjang.8 Kuantitas penganut agama Islam sebagai mayoritas, fasilitasfasilitas keagamaan bagi masyarakat muslim pun lebih banyak tersedia di desa tersebut. 2.
Desa Arjawinangun Desa
Arjawinangun
adalah
sebuah
desa
yang
terletak
di Kecamatan Arjawinangun, berjarak 2 Km dari Pusat Pemerintahan Kecamatan dan 25 Km dari Pusat Pemerintahan Kota, serta berjarak 320 8
Dokumen Desa Jungjang, “Rencana Pembangunan Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDES) Tahun 2015-2020” , h. 12.
55
Km dari Pusat Pemerintahan Ibukota Provinsi. Desa Arjawinangun berada di Kecamatan Arjawinangun Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat, Republik Indonesia. Desa ini secara administrasi berbatasan dengan:Utara: Berbatasan dengan Desa Bayalangu. Selatan: Berbatasan dengan Desa Bringin. Barat: Berbatasan dengan Desa Tegalgubug. Timur: Berbatasan dengan Desa Jungjang9
Gambar 3.1: Peta lokasi Desa Jungjang dan Arjawinangun dari satelit Google Earth a. Jumlah Penduduk perempuan
laki-laki
4981 Penduduk Desa Arjawinangun 4926
4880
4900
4920
4940
4960
4980
5000
Diagram 3.4: Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin Menurut
diagram
di
atas
jumlah
Penduduk
Desa
Arjawinangun sebanyak 9.907 Jiwa yang terdiri dari jumlah Laki-laki 4.926 jiwa dan Perempuan sebanyak 4.981 jiwa, yang tersebar dalam 4 Dusun, 13 RW dan 29 RT, dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 2.674 KK. Dari diagram tersebut dapat penulis simpulkan 9
Dokumen Desa Arjawinangun, “Rencana Pembangunan Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDES) Tahun 2015-2020”, h. 5.
56
bahwa jumlah penduduk perempuan di Desa Arjawinangun lebih banyak daripada penduduk laki-laki. Ini bertolakbelakang dengan Desa Jungjang.10 b. Keadaan Penduduk Berdasarkan Agama
Agama o.2% 99.8%
Islam
Protestan
Diagram 3.5: Jumlah penduduk menurut agama Desa Arjawinangun Berdasarkan data di atas, Desa Arjawinangun memiliki jumlah penduduk
sebesar 9.907 jiwa, 9.888 orang (99.8%) di antaranya
mayoritas penduduknya menganut Agama Islam dan 0.2% atau sekitar 19 orang sisanya beragama Kristen Protestan.11 c. Sarana dan Prasarana Peribadatan
Sarana dan Prasaran Peribadatan Pondok Pesantren Madrasah Mushola Masjid
4 4
35
4 0
10
20
30
40
Agama
Diagram 3.6: Jumlah sarana dan prasana peribadatan 10
Dokumen Desa Arjawinangun, “Rencana Pembangunan Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDES) Tahun 2015-2020” , h.7-8. 11 Dokumen Desa Arjawinangun, “Rencana Pembangunan Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDES) Tahun 2015-2020” , h. 8.
57
Berdasarkan data di atas, dapat penulis jelaskan bahwa sarana dan prasarana peribadatan di Desa Arjawinangun secara keseluruhan mencapai 47 gedung yang meliputi; 4 buah gedung masjid, 35 gedung mushola, 4 gedung sekolah madrasah dan 4 gedung Pondok Pesantren. Jika dilihat fasilitas yang ada di desa tersebut, maka kesimpulan penulis bahwa kemudahan untuk beribadah dan memperdalam ajaran Agama Islam di sana sangat menunjang dan mendukung. C. Keadaan Sosial 1. Sarana dan Prasarana Kesehatan a.
Desa Jungjang Desa Jungjang
6
46
32
Diagram 3.7: Data jumlah sarana dan prasarana kesehatan Dari diagram di atas dapat digambarkan bahwa sumber daya manusia yang berprofesi di bidang medis, Desa Jungjang mempunyai 6 Dokter, yang meliputi 4 Dokter Umum dan 2 Dokter Spesialis. Pada bidang keperawatan, desa tersebut memiliki 46, dengan rincian 4 Bidan dan 42 Perawat. Tenaga kesehatan dalam kategori partisipasi masyarakat, Desa Jungjang memiliki 5 Dukun Bayi, 14 Posyandu, 1 Polindes, 1 Desa Siaga, 1 Paraji Sunat, dan 10 Kader Kesehatan.
58
b. Desa Arjawinangun Desa Arjawinangun
7
10
20
Diagram 3.8: Jumlah sarana dan prasarana kesehatan Jika dilihat dari diagram sumber daya manusia yang berprofesi di bidang medis, Desa Arjawinangun lebih banyak tim medis yang tersedia yaitu 7 Dokter, dengan rincian; 3 Dokter umum dan 4 dokter spesialis, Namun pada bidang keperawatan, hanya memiliki 5 Bidan dan 5 Perawat. Selanjutnya tenaga kesehatan dalam
kategori partisipasi masyarakat,
Desa Arjawinangun memiliki 20 tenaga yang meliputi; 1 Dukun Bayi, 12 Posyandu, 1 Polindes, 1 Desa Siaga, 1 Poliklinik, dan 4 Apotek. 2. Sarana dan Prasarana Pendidikan a.
Desa Jungjang
Sarana dan Prasarana Bidang Pendidikan 7
5
2
Paud/TK
SD
SLTP
1 0 SLTA/SMKPerguruan Tinggi Desa Jungjang
Diagram 3.9: Jumlah sarana dan prasaran bidang pendidikan Dari diagram di atas, dapat digambarkan bahwa sarana dan prasana bidang pendidikan di Desa Jungjang sudah bisa mendukung kewajiban
59
belajar 12 tahun. Ini bisa dibuktikan dengan berdirinya beberapa gedung Paud/TK berjumlah 7 gedung, di tingkat SD memiliki 5 gedung, di tingkat SLTP terdapat 2 gedung, dan di tingkat SLTA terdapat 1 buah gedung sekolah. Sayangnya di tingkat perguruan tinggi masih belum tersedia. Setelah mengamati sarana dan prasarana bidang pendidikan yang dimiliki oleh Desa Jungjang, selanjutnya penulis memaparkan tingkat pendidikan warga Desa Jungjang sejak SD hingga Perguruan Tinggi yang akan disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut ini; Tabel 3:1: Jumlah Penduduk Menurut tingkat Pendidikannya NO 1. 2. 3. 4. 5.
PENDIDIKAN JUMLAH Tidak Tamat SD 965 Tamat SD/Sederajat 1.560 Tamat SLTP/Sederajat 2.771 Tamat SLTA/Sederajat 4.172 Akademi/PT 952 Jika merujuk pada tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa sebanyak
965 orang tidak dapat menamatkan pendidikannya pada tingkat SD, kemudian sebanyak 1.560 orang hanya mampu mengeyam pendidikan pada tingkat SD saja dan tidak melanjutkan ke jenjang berikutnya. Kemudian
sebanyak
2.771
orang
hanya
menamatkan
jenjang
pendidikannya pada tingkat SLTP. Sedangkan sebanyak 4.172 orang mampu menyelesaikan jenjang pendidikannya pada tingkat SLTA, dan selanjutnya sebanyak 952 mampu melanjutkan pendidikannya ke tingkat perguruan tinggi. Kesimpulan dari data di atas adalah jika kewajiban
60
pendidikan warga Indonesia adalah 12 tahun menjadi standar, maka sebanyak 49% warga Desa Jungjang adalah berpendidikan tinggi. b. Desa Arjawinangun Sarana dan Prasarana Bidang Pendidikan 5
6
4
2
0
2
Desa Arjawinangun
Diagram 3.10: Jumlah sarana dan prasaran bidang pendidikan Dari diagram di atas dapat penulis jelaskan bahwa tidak ada perbedaan atau kesenjangan yang mencolok antara ke dua desa tersebut dalam hal sarana dan prasana di bidang pendidikan. Gedung Paud/TK di Desa Arjawinangun berjumlah 5 gedung. Kemudian di tingkat SD, memiliki 6 gedung sekolah. Di tingkat SLTP, terdapat 4 gedung sekolah. Selanjutnya di tingkat SLTA memilik 2 gedung sekolah. Namun Pada tingkat perguruan
tinggi, Desa Arjawinangun tidak memiliki gedung
perkuliahan. Tetapi Desa Arjawinangun memiliki 2 gedung PKBM12 (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat). Setelah mengamati sarana dan prasarana bidang pendidikan yang dimiliki oleh Desa Arjawinangun sebelumnya, selanjutnya penulis memaparkan tingkat pendidikan warga Desa Arjawinangun sejak SD
12
PKBM adalah tempat belajar nonformal yang disediakan oleh suatu instansi, pemerintahan atau swasta.
61
hingga Perguruan Tinggi yang akan disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut ini; Tabel 3:2: Jumlah Penduduk Menurut tingkat Pendidikannya NO
PENDIDIKAN
JUMLAH
1.
Tamat SD/Sederajat
1.596
2.
Tamat SLTP/Sederajat
1.645
3.
Tamat SLTA/Sederajat
1.450
4.
Akademi/PT
136
Dari tabel di atas, maka penulis dapat gambarkan keadaan warga Desa Arjawinangun yang hanya mampu menamatkan jenjang pendidikan SD sebanyak 1.596 orang. Kemudian yang mampu menempuh pendidikan hingga tingkat SLTP sebanyak 1.645 orang. Adapun yang mampu melanjutkan pendidikannya hingga tingkat SLTA atau sederajat berjumlah 1.450 orang, dan yang melanjutkan hingga ke jenjang Perguruan Tinggi sebanyak 134 orang. Kesimpulan dari data di atas adalah, meski tidak sebanyak Desa Jungjang, namun demikian, Desa Arjawinangun juga dapat dikatakan sebagai daerah dengan penduduk yang memiliki pendidikan yang cukup baik. Ini dapat dilihat dengan jelas pada tabel bahwa total keseluruhan penduduk yang mampu menempuh pendidikan berjumlah 4.827 orang atau sebesar 49%. Terlebih mereka memiliki Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat, yaitu pendidikan nonformal yang dibiayai oleh swadaya
62
masyarakat atau perusahaan swasta di luar pemerintahan, menunjukkan bahwa tingkat kepedulian warga Desa Arjawinangun sudah mulai tumbuh mengenai pendidikan. 3. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial a.
Desa Jungjang
100% 80% 60% 40% 20% 0%
1.654
85
4
3
6
8
0
5
0
Desa Jungjang
Diagram 3.11: Data penyandang masalah kesejahteraan sosial Menurut diagram di atas, dapat penulis jelaskan bahwa secara garis besar penduduk Desa Jungjang masuk ke dalam golongan menengah ke atas. Desa Jungjang mengalami pertumbuhan ekonomi dari masa ke masa, yang semula mayoritas berprofesi sebagai petani, lambat laun mereka beralih bermatapencaharian sebagai pedagang, wirausaha dan industri. Meskipun demikian, dari 11.512 jiwa penduduk Desa Jungjang, terdapat 1.654 jiwa atau sekitar 14% masuk ke dalam golongan keluarga miskin. Kemudian masih ditemukan 85 bangunan rumah tidak layak huni, penyandang disabilitas terdapat 7 orang yaitu 3 orang dewasa dan 2 anak. 6 orang lanjut usia terlantar, 8 orang pemulung. Kemudian terdapat 5 anak jalanan.
63
b. Desa Arjawinangun 100% 80% 60% 40% 20% 0%
1.015
71
6
11
3
2
14
5
5
Desa Jungjang
Diagram 3.12: Data penyandang masalah kesejahteraan sosial Kemudian jika mengamati keadaan Desa Arjawinangun, menurut diagram di atas, dapat digambarkan bahwa dari total 9.907 jiwa, terdapat 1.015 jiwa atau sekitar 10% masuk kedalam golongan keluarga miskin. Terdapat 71 bangunan rumah tidak layak huni, penyandang disabilitas terdapat 17 orang yaitu 11 orang dewasa dan 6 anak, 3 orang lanjut usia terlantar, 2 orang sebagai pengemis, 14 orang pemulung, dan 5 orang anak terlantar, kemudian 5 orang anak jalanan. Jika dilihat dari diagram data di atas, maka masalah kesejahteraan sosial di Desa Arjawinangun dapat dikatakan lebih serius dibandingkan dengan Desa Jungjang. Namun, pemerintah setempat melakukan beberapa solusi untuk menangani hal tersebut, beberapa solusi yang dimaksud di antaranya seperti
mengadakan beberapa langkah strategis. Strategi pertama,
mencegah timbulnya masalah kesejahteraan sosial dan memberikan pelayanan sosial bagi penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), melalui sistem panti dan luar panti atau berbasiskan masyarakat/komuniti,
64
serta bantuan kepada korban bencana dalam meningkatkan keberfungsian sosialnya. Dari sudut pandang arah kebijakan, pemerintah daerah melakukan beberapa tindakan untuk meningkatkan pelayanan dan rehabilitasi sosial, pemberdayaan
sosial,
perlindungan
sosial
terhadap
PMKS
dan
penghargaan kepada para Perintis Kemerdekaan Republik Indonesia (PKRI)/Janda PKRI dan keluarga pahlawan serta terpeliharanya nilai-nilai keperintisan, kepahlawanan, kejuangan dan kesetiakawanan sosial. Strategi kedua, meningkatkan peran dan fungsi potensi sumber kesejahteraan sosial (PSKS) dalam penanganan PMKS, dengan arah kebijakan
pendayagunaan
dan
pemberdayaan
Potensi
Sumber
Kesejahteraan Sosial (PSKS) dalam penanganan PMKS dan pembangunan kesejahteraan sosial. Dalam
rangka
menerjemahkan
langkah-langkah
strategis
pemerintah daerah yang telah penulis sebutkan di atas, kemudian kedua langkah strategis tersebut dituangkan ke dalam beberapa poin program turunan yang berjumlah sebelas program. Program-program turunan tersebut yaitu 1) Program Pemberdayaan Fakir Miskin dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) 2) Program Pelayanan dan Rehabilitas Kesejahteraan Sosial 3) Program Pembinaan Anak Terlantar 4) Program Pembinaan para penyandang cacat dan trauma
65
5) Program pembinaan Panti Asuhan/Panti Jompo 6) Program
Pembinaan
Eks
Penyandang
Penyakit
Sosial
(Eks
Narapidana, PSK, Narkoba, dan Penyakit Sosial lainnya) 7) Program Pemberdayaan Kelembagaan Kesejahteraan Sosial 8) Program
Pemberdayaan
Kelembagaan
Kesejahteraan
Sosial
masyarakat 9) Program Pengembangan Data dan Informasi Keagamaan dan Kesejahteraan Sosial 10) Program pembinaan pengembangan dan peningkatan kapasitas lembaga dan pelaku kesejahteraan sosial 11) Program Pengentasan Kemiskinan D. Keadaan Ekonomi 1. Desa Jungjang
Mata Pencaharian Warga Desa Jungjang 3000 2500 2000 1500 1000 500 0
Tidak Wiraswasta; Bekerja/Serab 150 Pegawai utan; 2.436 Pedagang; Swasta; 1.102 PNS; 852 625 Lain-lain; 803 Petani; 112
PNS
Pegawai Swasta
Petani
Pedagang
Wiraswasta
Lain-lain
Tidak Bekerja/Serabutan
Diagram 3.13: Mata pencaharian warga Desa Jungjang
66
Berdasarkan diagram di atas maka dapat penulis jelaskan bahwa warga Desa Jungjang yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 852 orang, Pegawai Swasta 1.102 orang, Petani 112 orang, Pedagang 625 orang, Wiraswasta 150 orang. Sedangkan warga yang tidak mempunyai pekerjaan atau yang masuk ke dalam kategori serabutan sebanyak 2.436 orang. Dan lain-lain sebanyak 80 orang. Menurut data Desa Jungjang, terdapat keluarga pra sejahtera 1.157 KK, 2.191 KK keluarga sejahtera, dan 204 KK keluarga sejahtera III plus.13 2. Desa Arjawinangun Kondisi ekonomi Desa Arjawinangun dapat digambarkan bahwa sekitar 14% dari jumlah total penduduk Desa Arjawinangun atau sekitar 1014 jiwa tidak mempunyai pekerjaan dan ini sangat rentan berada di bawah garis kemiskinan. Namun Desa Arjawinangun memiliki investasi jangka panjang dalam dunia pendidikan yaitu sumber daya manusia yang masih aktip belajar di bangku sekolah sekitar 30% atau sebanyak 2.352 pelajar. Dan ini menjadi potensi kemajuan di masa yang akan datang, dengan harapan bahwa pendidikan akan mengangkat status sosial sebuah masyarakat dan membuat mereka dapat bersaing di bidang ekonomi.14 Pada tabel 2:3 di bawah ini penulis gambarkan mata pencaharian warga Desa Arjawinangun dalam upayanya memenuhi kebutuhan seharihari sebagai berikut:
13
Dokumen Desa Jungjang, “Rencana Pembangunan Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDES) Tahun 2015-2020” , h. 9. 14 Dokumen Desa Arjawinangun, “Rencana Pembangunan Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDES) Tahun 2015-2020” , h.7.
67
Tabel 3:3: Mata pencaharian warga Desa Arjawinangun No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Mata Pencaharian Petani Buruh Buruh Migran Buruh Harian Lepas Pegawai Negeri Sipil Pengrajin Pedagang Peternak Montir TNI POLRI Pengusaha Kecil Guru Swasta Seniman / Artis Pedagang Keliling Tukang Kayu Tukang Batu Tukang Cuci Pembantu Rumah Tangga Pengacara Dukun Tradisional Karyawan Swasta Karyawan Bumn/Bumd Pekerja Serabutan Perangkat Desa Sopir Tidak Bekerja Pelajar Ibu Rumah Tangga
Jumlah 155 Orang 498 Orang 390 Orang 697 Orang 320 Orang 247 Orang 313 Orang 44 Orang 22 Orang 10 Orang 22 Orang 15 Orang 35 Orang 2 Orang 43 Orang 44 Orang 73 Orang 27 Orang 28 Orang 1 Orang 2 Orang 464 Orang 53 Orang 315 Orang 10 Orang 13 Orang 1014 Orang 2352 Orang 2698 Orang
E. Analisa Antropologis, Sosiologis dan Historis Keadaan Desa Jungjang dan Arjawinangun 1. Analisa Pendekatan Antropologis Pendekatan Antropologis seperti yang dijelaskan John Lubbock adalah mempelajari latar belakang kepercayaan, pengetahuan, norma dan nilai-nilai ajaran agama serta tradisi keagamaan yang berkembang dan
68
dianut oleh masyarakat. Maka dalam penelitian ini penulis mengamati nilai-nilai ajaran agama yang disampaikan oleh Sunan Gunung Jati. Pada faktanya Sunan Gunung Jati mengajarkan kepada warga pribumi tentang pentingnya menjaga kerukunan dan saling menghormati satu sama lain serta penulis juga mengamati tradisi keagamaan yang menjadi budaya di Desa Jungjang dan Desa Arjawinangun seperti peringatan hari besar kedua agama tersebut. Kemudian seperti yang dijelaskan oleh Media Zainul Bahri bahwa pendekatan antropologis agama adalah berupaya memahami kebudayaankebudayaan produk manusia yang berhubungan dengan agama. Maka dari sini penulis mengamati kebudayaan yang biasa diadakan masyarakat berkaitan dengan ritual keagamaan. Adapun temuan penulis mengenai pendekatan ini adalah bahwa salah satu wujud kerukunan umat beragama yang dibalut dengan budaya di daerah perbatasan Jungjang dengan Arjawinangun adalah sering diadakan peringatan mauludan dan rajaban, sedekah bumi, dan sedekah laut yang dimeriahkan oleh pertunjukan barongsai, itu merupakan bentuk saling menghargai dari umat Islam di sana yang mengakui kebudayaan etnis Tionghoa yang menganut Agama Kristen. 2. Analisia Pendeketan Sosiologis Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya tentang arti dari pendekatan sosialogis di antaranya oleh pakar kerukunan yaitu Media Zainul bahwa pendekatan sosiologis berfokus kepada masyarakat yang
69
memahami dan mempraktikkan agama; bagaimana pengaruh masyarakat terhadap agama dan pengaruh agama terhadap masyarakat. Dalam temuan penulis di lapangan, dapat digambarkan bahwa empat aspek yang penulis tinjau yaitu ekonomi, sosial, politik dan budaya menggambarkan bahwa tidak ada pengaruh agama terhadap empat aspek tersebut yang mengarah pada tindakan diskriminatif yang dilakukan oleh salah satu agama di perbatasan Desa Jungjang dan Arjawinangun, agama tidak menjadi alasan mereka bertindak rasis dan mengucilkan salah satu penganut agama. Interaksi mereka berjalan normal meskipun di tengah perbedaan ideologi. Adapun pendapat Keith A. Robert yang memfokuskan pendekatan sosiologis terhadap perilaku kelompok-kelompok keagamaan yang menjadi pranata-pranata sosial, maka dalam penelitian penulis ditemukan fakta bahwa adanya kepatuhan yang ditunjukkan oleh para pengikut/ jemaat terhadap tokoh agama yang mereka hormati. Kepatuhan tersebut dimanfaatkan dengan baik oleh kedua tokoh agama di sana dengan mencontohkan hidup rukun kemudian mengarahkan warganya untuk hidup toleran dan saling menghormati satu dengan yang lainnya. 3. Analisa Pendekatan Historis Menulis
suatu
sejarah
menurut
Media
Zainul
berarti
merekonstruksi suatu episode atau kejadian masa lalu untuk dihadirkan masa kini, untuk dipertanyakan, dilihat relevansi dan kepentingannya dengan masa kini. Dalam pendekatan historis ini, penulis menemukan 2 fakta unik mengenai kerukunan yang terjadi di perbatasan Desa Jungjang
70
dan Desa Arjawinangun. Pertama adalah umat Kristen di Daerah tersebut berasal dari etnis Tionghoa. Kemudian yang kedua adalah pengaruh pernikahan syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) dengan Putri Ong Tien yang beretnis Tionghoa. Fakta bahwa pengaruh pernikahan dua tokoh tersebut membuat etnis Tionghoa dan masyarakat Cirebon hidup rukun
berdampingan
hingga
sekarang.
Ini
sejalan
seperti
yang
diungkapkan oleh Eman Suryaman dalam wawancaranya dengan Sultan Sepuh yang mengatakan bahwa “Bahkan perkawinan antar bangsa yang dilakukan oleh Sunan Gunung Jati adalah dalam rangka menyatukan etnisetnis tercerai berai pada saat itu.”15
15
Eman Suryaman, Jalan Hidup Sunan Gunung Jati (Sejarah Faktual dan Filosopi kepemimpinan Seorang Pandhita-Raja) (Bandung: Nuansa Cendekia, 2015), h.126.
BAB IV ANALISIS TENTANG HARMONI DALAM PERBEDAAN STUDI KERUKUNAN ISLAM DAN KRISTEN DI PERBATASAN DESA JUNGJANG DENGAN DESA ARJAWINANGUN KECAMATAN ARJAWINANGUN KABUPATEN CIREBON
A. Kerukunan di Perbatasan Desa Jungjang dan Desa Arjawinangun 1. Sejarah Masuknya Islam Menurut Eman Suryaman, ia menjelaskan bahwa perkembangan Islam di Cirebon dan daerah Jawa Barat pada perode awal sebetulnya tidak terlepas dari hubungan dagang yang terbina dengan bak antara negerinegeri Islam dengan Kepulauan Nusantara yang sudah berlangsung semenjak permulaan abad Masehi. Kontak dagang ini kemudian menimbulkan kontak budaya. Bahkan juga hubungan perkawinan. Pola kekeluargaan yang diperlihatkan oleh kedua belah pihak, baik orang penduduk Nusantara maupun oleh pedagang dan ulama yang datang dari negeri-negeri Islam, membuat Islam sangat mudah diterima dan beradaptasi dengan kultur masyarakat setempat. Islam masuk ke Cirebon dan Jawa Barat pada abad ke-13 Masehi.1 Adapun Islam masuk secara khusus ke Desa Arjawinangun, menurut keterangan Ahsin Sakho Muhammad, tokoh agama Islam Desa Arjawinangun menjelaskan bahwa penyebaran agama Islam di Kecamatan 1
Eman Suryaman, Jalan Hidup Sunan Gunung Jati Sejarah Faktual dan Filosofi Kepemimpinan Seorang Pandhita-Raja (Bandung: Penerbit Nuansa Cendekia, 2015), h. 51.
71
72
Arjawinangun di pengaruhi oleh orang-orang selatan Palimanan, tepatnya daerah Kepu. Di sana terdapat Masjid tua, dan dari situlah peyebaran Islam ke Arjawinangun berawal. Dahulu awal perkembangan Islam di sana ditandai dengan didirikan “Pondok Pesantren Arjawinangun” sebagai pusat pendidikan Islam, serta pendirian Masjid Fadlulloh sebagai tempat beribadah umat Islam. Dari sinilah berkembang pesatnya Islam yang kemudian mulai bermunculan pesantren-pesantren lainnya. Lebih lanjut, dalam wawancara Ahsin Sakho Muhammad menjelaskan, pada awal mula masuknya agama Islam di Arjawinangun disebarkan oleh dua kelompok, pertama, kelompok Kyai, yang kedua para habaib, dengan kedatangan kedua kelompok tersebut mengakibatkan kemeriahan agama Islam. Hal ini yang menyebabkan hubungan daerah Selatan yang keterikatan dengan Syekh Syarif Hidayatullah lebih dekat dengan Arjawinangun.2 Sejalan dengan keterangan Ahsin Sakho Muhammad, menurut keterangan dari tokoh agama Islam Arjawinangun yaitu Taufiq Abdullah dalam wawancaranya ia menjelaskan bahwa pada tahun 1950 dibangunlah Masjid Fadlulloh di atas tanah yang diwakafkan oleh seorang warga. Dalam perkembangannya Masjid tersebut dipimpin oleh Kyai Satori, di mana beliau juga mendirikan pusat pendidikan Islam, yaitu Pondok Pesantren Arjawinangun.3
2
Wawancara Pribadi dengan Ahsin Sakho, Jakarta, 2 September 2016. Wawancara Pribadi dengan Taufiq Abdullah, Arjawinangun, 5 Januari 2016.
3
73
2. Sejarah Masuknya Kristen Elly Talaperu dari Gereja Bethel Injil Sepenuh Cirebon pada tahun 1958
mengajak
orang-orang
Tionghoa
untuk
menyelenggarakan
Persekutuan Doa dari rumah ke rumah, yang dihadiri oleh dua keluarga yakni Gan Bun Hong dan Nie Ang See. Setelah dua tahun persekutuan doa tersebut menjadi Gereja dan diteruskan mertua Elly Talaperu yakni Paulus. Dalam penggembalaan jemaat dan setelah meletus G 30 S PKI semakin banyak etnis Tionghoa berpindah ke Kristen dan jumlah jemaat semakin bertambah yaitu 26 jiwa. Tahun 1996 Paulus wafat diteruskan oleh Alim Prabowo kemudian 19 september 1971 di teruskan oleh Steve Mardianto. Steve Mardianto ditahbiskan menjadi gembala jemaat di Gereja Bethel Indonesia pada tahun 1973. Karena sebelumnya pada tahun 1972 terjadi masalah pada Gereja Bethel Sepenuh sehingga bergabung dengan Gereja Bethel Indonesia. Pada tahun 1974 Gereja yang masih berbentuk rumah kemudian di beli pada tahun 1976 dan dibangun dengan IMB dan sertifikat tanah atas nama Gereja Bethel Indonesia, pertambahan jemaat khususnya etnis Tionghoa, pendatang dari Batak, Kopeng yang beragama Kristen membuat jumlah jemaat lebih banyak hingga pada tahun 2002 Gereja di perbesar.4 Keterangan di atas sependapat dengan Ahsin Sakho Muhammad yang menyatakan bahwa “Orang Tionghoa yang sudah lama hidup di negara 4
Indonesia
berpindah
ke
agama
Kristen,
hal
ini
untuk
Dokumen Gereja yang di perkuat wawancara pribadi dengan pendeta Steve Mardianto, 11 Maret 2016.
74
menyelamatkan diri ketika terjadinya G 30 S PKI, orang Tionghoa pada waktu itu dicap sebagai PKI dan dianggap sebagai ancaman negara.”5 3. Kerukunan antara umat Islam dan Kristen di Perbatasan Desa Jungjang dengan Desa Arjawinangun Menurut
Steve
Mardianto
pada
tahun
1976
terjadi
ketidakharmonisan Di perbatasan Desa Jungjang dan Desa Arjawinangun, ketidakharmonisan tersebut disebabkan oleh tidak adanya komunikasi antara tokoh agama Islam yang pada saat itu dipimpin oleh Inu Ubaidillah Syatori dan Mukhlisin Muzari dengan tokoh Kristen setempat. Kemudian pimpinan jemaat Gereja Bethel Indonesia yaitu Steve Mardianto berinisiatif melakukan silaturahmi kepada pimpinan agama Desa Jungjang dan Desa Arjawinangun dan mendapat tanggapan positif dari tokoh agama Islam, dan Pertemuan tersebut menjadi awal terbentuknya hubungan harmonis antara umat Islam dan Kristen yang berlangsung hingga saat ini. Hal ini terbukti bahwa tidak adanya konflik yang mengatasnamakan agama di perbatasan tersebut bahkan penganut Islam dan Kristen saling hidup menghormati.6 Dari beberapa keterangan para tokoh, pejabat desa serta warga masyarakat di perbatasan Desa Jungjang dengan Desa Arjawinangun dapat penulis simpulkan bahwa kerukunan tersebut merupakan miniatur dari kebinekaan Indonesia, karena kemajemukan suku dan agama ada di wilayah tersebut. Kemudian terlaksananya sebuah kerukunan dikarenakan 5
Wawancara Pribadi dengan KH. Ahsin Sakho Muhammad, Jakarta, 2 September 2016. Wawancara Pribadi dengan Steve Mardianto, Jungjang, 24 Agustus 2016.
6
75
kesigapan dari tokoh agama, pejabat daerah serta mengedepankan dialog dan musyawarah antar agama jika terjadi gesekan. Pernyataan tersebut senada dengan keterangan dari sekretaris FKUB Kab. Cirebon yaitu Mursana, ia menjelaskan para tokoh agama mengatakan di perbatasan ini merupakan miniatur Indonesia, karena terdapat Masjid yang merupakan simbol Agama Islam, Gereja simbol Agama Kristen, dan Vihara simbol Budha.”7
B. Hubungan
Keagamaan
di
Perbatasan
Desa
Jungjang
dengan
Arjawinangun Dalam kehidupan beragama penting kiranya untuk menjelaskan tentang kerukunan, cara untuk mengetahui hubungan itu bisa terjadi dengan mewujudkan terciptanya kerukunan, hal ini akan di jelaskan dengan berbagai interaksi yang terjadi di masyarakat. Penjelasan tentang interaksi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang berarti, saling mempengaruhi.8 Sedangkan masyarakat ialah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.9 Menurut Soerjono Soekanto mengatakan bahwa pengertian masyarakat adalah proses terjadinya interaksi sosial, suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak
7
Wawancara Pribadi dengan Mursana perwakilan dari Lembaga FKUB, Kab. Cirebon, 11 Maret 2016. 8 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta, Balai Pustaka, 1990), h. 335. 9 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta, Balai Pustaka, 1990), h. 564.
76
memenuhi dua syarat yaitu kontak sosial dan komunikasi.10 Sedangkan arti masyarakat menurut ahli antropologi, yaitu R. Linton mengemukakan, bahwa, masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerjasama, sehingga mereka ini dapat mengorganisasikan dirinya berpikir tentang dirinya dalam satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.11 Berikut ini penulis gambarkan hubungan keagamaan masyarakat Desa Jungjang dan Desa Arjawinangun dengan mengamati interaksi mereka dari beberapa aspek di antaranya interaksi di bidang ekonomi, sosial, politik dan budaya sebagai berikut: a. Interaksi Masyarakat dalam Bidang Ekonomi Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup, manusia berperan sebagai makhluk ekonom, faktor pemenuhan kebutuhan ini mendorong manusia berinteraksi satu dengan yang lain untuk mencari dan mendapatkan apa yang ia kehendaki. Dari data dan analisa yang ada, penulis dapat menggambarkan wilayah perbatasan Desa Jungjang dengan Desa Arjawinangun dalam bidang ekonomi mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai pedagang, buruh lepas, karyawan dan petani. Menurut N. Gregory Mankiw dalam bukunya Principles Of Economics, dia mengatakan bahwa sekarang ini banyak negara sebelumnya memiliki perekonomian yang tersentralisasi, meninggalkan sistem tersebut dan mencoba mengembangkan perekonomian pasar. Dalam sebuah perekonomian pasar ( market economic), keputusan-keputusan dari suatu 10
Dwi, “Pengertian Masyarakat Secara Umum,” artikel diakses pada 4 September 2016 dari htpp://umum-pengertian.blogspot.co.id/2016/0/5/pengertian-masyarakat-secara-umum.html 11 Abu Ahmadi. Ilmu Sosial Dasar (Jakarta :PT Rineka Cipta, 1991), h. 106.
77
perencana yang terpusat digantikan oleh keputusan-keputusan dari jutaan perusahaan dan rumah tangga. Perusahaan memutuskan siapa yang akan dipekerjakan dan barang yang akan dihasilkan. Rumah tangga menentukan akan kerja di perusahaan apa dan akan
membeli barang apa dengan
pendapatan mereka. Perusahaan dan rumah tangga saling berinteraksi di pasar, di mana harga dan kepentingan pribadi memandu keputusankeputusan yang mereka buat.12 Jarak yang begitu dekat dengan pasar serta daya tarik pasar yang begitu kuat, memungkinkan suatu pasar menjadi magnet menarik khalayak untuk berkumpul dan berinteraksi satu sama lain, baik untuk bertransaksi jual beli atau sekedar bertukar info pemasaran barang. Adanya pasar juga menarik ide para warga untuk membuka toko atau warung di sepanjang jalan menuju pasar. Menurut pengamatan penulis yang diperkuat oleh keterangan warga setempat dan tokoh agama wilayah tersebut dapat disimpulkan bahwa, interaksi masyarakat Jungjang dan Arjawinangun dalam bidang ekonomi tidak membedakan satu dengan lainnya, semua diperlakukan sama meski berbeda agama, suku dan etnis. Kesimpulan tersebut berdasarkan keterangan beberapa warga di antaranya Sukanta, seorang wiraswasta yang beragama Kristen bahwa ia mempunyai mitra bisnis dari pemeluk agama Islam yang sudah dianggap seperti saudara sendiri, hubungan mereka sangat erat menembus sekat12
N. Gregory Mankiw, Principles Of Economics Pengantar ekonomi Mikro edisi 3, (Jakarta:Salemba Empat, 2004), h. 11.
78
sekat perbedaan.13 Selain itu pernyataan yang senada juga di katakan oleh Lahni, seorang pedagang muslim yang berasal dari Desa Jungjang, menurutnya sebagai penjual yang baik tidak perlu membeda-bedakan pelayanan kepada pembeli, semua harus dilayani dengan baik.”14 Sementara itu menurut pedagang yang beragama Kristen, Ika, ia juga mengungkapkan hal yang sama terkait hal di atas. Ia berkata bahwa tidak ada membeda-bedakan pembeli, semua harus dilayani dengan baik tanpa mempermasalahkan agama, karena antara penduduk pribumi dan orang etnis Cina harus bersaudara dan saling menghargai.”15 b. Interaksi Masyarakat dalam Bidang Sosial Masyarakat terbentuk dari beberapa individu. Individu-individu tersebut dipengaruhi dari berbagai latar belakang dan kelompok-kelompok sosial. Faktor-faktor tersebut pada akhirnya akan membentuk suatu masyarakat heterogen. Dengan ada atau terjadinya kelompok sosial ini maka terbentuklah suatu lapisan masyarakat yang berstrata.16 Adapun salah satu wujud interaksi sosial di perbatasan Desa Jungjang dan Desa Arjawinangun yaitu seperti yang dilakukan oleh tokoh agama Islam yang mengintruksikan anggota BANSER untuk melindungi jalannya misa Natal umat Kristiani. Begitu juga ketika terjadi dua perayaan hari besar keagamaan dalam satu waktu, pendeta Gereja Bethel Indonesia mengambil kebijakan untuk melakukan kebaktian hanya sekali, yaitu pada
13
Wawancara Pribadi dengan Sukanta, Jungjang, 5 Januari 2016. Wawancara Pribadi dengan Lahni, Jungjang, 26 Agustus 2016. 15 Wawancara Pribadi dengan Ika, Jungjang , 26 Agustus 2016. 16 Abu Ahmadi. Ilmu Sosial Dasar, h. 106. 14
79
sore hari, agar pagi harinya umat Islam dapat melaksanakan shalat Idul Fitri dengan khusyu, tanpa terdengar suara lonceng Gereja.17 Kemudian kedua tokoh agama tersebut secara proaktif mengadakan kumpulan pada Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Cirebon guna membahas kegiatan-kegiatan yang mempererat kerukunan di antara keduanya.18 Tokoh
Agama
Kristen
Desa
Jungjang,
Steve
Mardianto
menjelaskan bahwa hubungan antar pemeluk agama di perbatasan Desa Jungjang dengan Desa Arjawinangun berjalan sangat baik. Pimpinan jemaat Gereja Bethel Indonesia ini mengatakan bahwa hubungan baik tersebut dapat dilihat dari rasa saling melindungi dan menjaga satu sama lain, seperti ketika terjadi peristiwa isu penculikan para Kyai secara besarbesaran di berbagai daerah di Indonesia pada tahun 1998 yang dikenal dengan peristiwa NINJA. Peristiwa tersebut adalah tragedi pembantaian para pemuka agama Islam yang dilakukan oleh orang-orang yang berpakaian serba hitam seperti NINJA. Pada saat itu para tokoh dan seluruh warga desa perbatasan Jungjang dan Arjawinagun Kecamatan Arjawinangun baik Kristen maupun Islam bahu membahu menjaga dan melindungi para kyai setempat dari ancaman NINJA. Mereka membentuk beberapa kelompok, untuk saling melindungi dan silih berganti menjaga keamanan tokoh Islam tersebut pada saat itu.19
17
Wawancara Pribadi dengan Sukanta, Jungjang, 5 Januari 2016. Wawancara Pribadi dengan Mursana, Cirebon, 11 Maret 2016. 19 Wawancara Pribadi dengan pendeta Steve Mardianto, Jungjang , 3 Januari 2016. 18
80
Tidak berbeda jauh dengan Sukanta dan Steve Mardianto, tokoh MUI yaitu Mukhlisin Muzari juga menjelaskan bahwa dalam hal interaksi sosial
kemanusiaan,
mereka
saling
bahu-membahu
membangun
kebersamaan, dan membantu sesama jika ada di antara mereka mengalami kesusahan. Hal ini bisa dilihat ketika non-muslim mengadakan kegiatan sosial maka umat Islam ikut berpartisipasi begitu juga sebaliknya. Kegiatan interaksi sehari-hari tidak mempermasalahkan ras, suku dan agama. Namun, jika kegiatan tersebut menyangkut ritual keagamaan, mereka hanya sebatas menghormati tanpa ikut andil di dalamnya.”20 c. Interaksi Masyarakat dalam Bidang Politik Mempelajari tindakan individu, atau warga negara dalam sistem politik berarti mengamati partisipasinya dalam politik. Sejauh mana peningkatan atau hambatan, mengingat ada kesamaan makna antara partisipasi politik dengan mobilisasi politik oleh golongan elite demi kepentingannya. Partisipasi politik menurut guru besar ilmu politik, Myron Weiner, adalah usaha terorganisasi oleh warga negara untuk memilih pemimpin-pemimpin mereka dan mempengaruhi bentuk serta jalannya kebijaksanaan umum. Partisipasi politik tersebut banyak ditentukan oleh sistem politik, dan terutama oleh elite pemerintah yang sering terlalu khawatir akan hancurnya nilai-nilai kepentingan pribadi.21 Ciri-ciri negara yang kurang dalam memahami arti partisipasi politik menurut Myron Weiner, antara lain, yaitu tidak menghendaki 20
Wawancara Pribadi dengan Muhlisin Muzari, Jungjang, 10 Maret 2016. Munandar, Soelaeman. Ilmu Sosial Dasar : Teori dan Konsep Ilmu Sosial (Bandung: PT Eresco, 1993), h. 211. 21
81
adanya partai oposisi, mengutamakan
adanya partai kader (elitis),
keanggotaan hanya bersifat formal, pers sering dilarang, universitas dibatasi, juga hal lain yang menyangkut agama, suku, dan golongan yang bersifat minoritas. Hal ini merupakan akibat dari ketidakmampuan bersatu dalam masyarakat politik yang menurut Clifford Geertz perlu memperhatikan ikatan-ikatan primordial,22 seperti kesukuan, bahasa, kedaerahan, agama, dan kebiasaan. Kesemuanya itu adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses pembinaan suatu masyarakat politik serta kewarga negaraan.23 Dalam kaitannya sebagai warga negara yang berhak mendapatkan pelayanan dari pemerintah, warga di dua desa tersebut mendapatkan haknya dalam pelayanan tanpa dibedakan statusnya dari segi agama, semua dilayani sama, dengan sebaik mungkin. Kemudian, dalam partisipasinya sebagai warga negara dalam pemilihan umum, mereka mendapatkan hak yang sama untuk memilih dan dipilih. Warga di Desa Jungjang dan Arjawinangun tidak membedakan status agama dalam pemilihan kepala desa ataupun pegawai pemerintahan. Meskipun sampai saat ini, Desa Jungjang maupun Desa Arjawinangun belum pernah dipimpin oleh seorang warga yang beragama Kristen, namun demikian beberapa jabatan strategis seperti Kepala Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dan seksi kesehatan desa
22
Munandar, Soelaeman. Ilmu Sosial Dasar : Teori dan Konsep Ilmu Sosial, h. 211. Munandar, Soelaeman. Ilmu Sosial Dasar : Teori dan Konsep Ilmu Sosial, h. 212.
23
82
Jungjang, diduduki oleh Sumantri dan David Mardiyanto yang keduanya beragama Kristen. Sementara di Desa Arjawinangun, menurut Abdul Nasir, Kaur Keuangan desa setempat, mengatakan bahwa , “Mekipun dipimpin oleh orang-orang yang beragama Islam, namun dapat dijamin tidak ada diskriminasi terhadap warga nonmuslim dalam pelayanan apapun.”24 d. Interaksi Masyarakat dalam Bidang Budaya Kata kebudayaan dalam Bahasa Belanda yaitu cultuur, dan dalam Bahasa Inggris istilah kebudayaan mengunakan kata culture, sedangkan dalam Bahasa Arab menggunakan kata tsaqafah. Secara akar kata, kata culture berasal dari perkataan Latin “Colore” yang artinya mengolah, mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan, terutama mengolah tanah atau bertani. Dari segi arti kata culture mengalami perkembangan yang maknanya menjadi sebagai segala daya dan aktivitas manusia dalam mengolah dan mengubah alam.25 Sedangkan jika ditinjau dari sudut bahasa Indonesia, kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta “Budhayah” yakni bentuk jamak dari budhi yang berarti baik atau akal, jadi kebudayaan adalah hasil budi atau akal manusia mencari kesempurnaan hidup. Kebudayaan dibagi menjadi dua jenis, yang pertama yaitu kebudayaan materi seperti hasil cipta, karsa yang berwujud benda-benda atau barang-barang atau alat-alat pengolahan alam, seperti gedung, pabrik24
Wawancara Pribadi dengan Abdul Nasir, 5 Januari 2016. Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991), h. 50.
25
83
pabrik, jalan-jalan, rumah-rumah, alat-alat komunikasi, alat-alat hiburan, mesin-mesin dan sebagainya. Sedangkan yang kedua yaitu kebudayaan nonmateri, seperti, hasil cipta, karsa yang berwujud kebiasaan-kebiasaan atau adatistiadat, kesusilaan, ilmu pengetahuan, keyakinan, keagamaan, dan sebagainya.26 Istilah kebudayaan dalam arti yang luas adalah terdiri dari produkproduk tindakan dan interaksi manusia, termasuk karya cipta manusia berupa materi, selain itu kebudayaan nonmateri merupakan keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, kebiasaan, dan kemampuan-kemampuan dan tata cara lainnya yang diperoleh manusia sebagai seorang anggota masyarakat.27 Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa, manusia, masyarakat dan kebudayaan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam arti yang utuh. Karena kepada ketiga unsur inilah kehidupan mahkluk sosial berlangsung. Masyarakat tidak dapat dipisahkan daripada manusia karena hanya manusia saja yang hidup bermasyarakat. Yaitu hidup bersama-sama dengan manusia lain dan saling memandang sebagai penanggung kewajiban dan hak. Sebaliknya manusia pun tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Seorang manusia yang tidak pernah mengalami hidup bermasyarakat, tidak dapat
26
menunaikan
bakat-bakat
kemanusiaannya
yaitu
mencapai
Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar, h. 51. Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar (Bandung: PT Eresco, 1986), h. 39.
27
84
kebudayaan. Dengan kata lain di mana orang hidup bermasyarakat, pasti akan timbul kebudayaan.28 Salah satu wujud kerukunan umat beragama yang diliputi dengan budaya di daerah perbatasan Jungjang dengan Arjawinangun adalah pernah diadakannya peringatan Mauludan dan Rajaban yang dimeriahkan oleh pertunjukan Barongsai, itu merupakan bentuk saling menghargai dari umat Islam di sana dan suatu wujud dalam mengakui kebudayaan etnis Tionghoa yang menganut agama Kristen.”29
C. Model-model Kerukunan di Perbatasan Desa Jungjang dan Desa Arjawinangun Seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya bahwa kerukunan yang terjadi di wilayah perbatasan Desa Jungjang dengan Desa Arjawinangun adalah kerukunan yang diusahakan dalam masyarakat. Maka, dapat disimpulkan bahwa model kerukunan di wilayah tersebut masuk ke dalam kategori kerukunan aktif, adalah keadaan saling mengenal satu sama lain dengan cara berinteraksi, berkomunikasi, dan berdialog, lalu terwujud usahausaha bersama yang konkret dalam bidang kemanusiaan dan sosialkemasyarakatan.30
28
Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar, h. 53. Wawancara Pribadi dengan Taufiq Abdullah, Arjawinangun, 6 Januari 2016. 30 Media Zainul Bahri, Membangun Kerukunan Umat Beragama Sebuah Pengantar (Ciputat: HIPIUS, t.t), h. 11. 29
85
Berikut ini beberapa kegiatan warga Desa Jungjang dan warga Desa Arjawinangun dalam menjaga kondisi harmonis dalam kehidupan sehari-hari yang dimuat ke dalam sebuah tabel; Tabel 4.1: Kegiatan keberagamaan di perbatasan Jungjang dan Arjawinangun NO Kegiatan Keberagamaan Islam Kristen 1. Memberikan parcel pada saat hari raya 2. Saling mengucapkan selamat pada saat hari raya (Natal dan Idul fitri) 3. Saling menjaga keamanan pada saat hari raya 4. Saling menjaga keamanan saat menjelang hari-hari besar keagamaan 5. Jika umat muslim mengadakan tahlilan warga non muslim juga hadir 6. Peringatan hari-hari besar keagamaan 7. Saling kerja sama dalam membangun rumah ibadah 8. Di dalam satu rumah/keluarga berbeda agama
Lebih lanjut, bukti bahwa kerukunan di wilayah Jungjang dan Arjawinangun masuk ke dalam kategori model kerukunan aktif adalah peran kedua tokoh agama tersebut dalam mengingatkan umatnya untuk menjaga kerukunan. Menurut keterangan tokoh agama Kristen, Steve Mardianto, ia selalu memberikan ceramah di setiap khutbahnya untuk mengingatkan jemaatnya agar selalu menjaga keharmonisan dan kerukunan yang sudah terjalin sekian lama. Begitu juga keterangan yang sama disampaikan oleh tokoh agama Islam, Taufiq Abdullah, ia mengatakan bahwa ia selalu menghimbau agar dalam berinteraksi harus menghormati dengan orang yang
86
berbeda keyakinan, karena dalam urusan agama,31 lakum dinukum waliyadin, untukmu agamamu, dan untukulah agamaku ”32
D. Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Kerukunan Umat Beragama Kerukunan yang terjadi di suatu wilayah tidak begitu saja terjadi tanpa adanya alasan yang melatarbelakangi. Penulis akan memaparkan faktor yang mempengaruhi terjadinya kerukunan umat beragama di wilayah perbatasan Desa Jungjang dengan Desa Arjawinangun. Faktor-faktor tersebut di antaranya; 1. Hubungan Baik antar Tokoh Agama. Dari penelitian penulis dapat digambarkan bahwa para tokoh agama di wilayah tersebut mencontohkan kepada warganya agar menjalin kerukunan dengan umat lain. Keterangan tersebut sesuai dengan pernyataan Sekretaris FKUB Kab. Cirebon yaitu Mursana yang mengatakan bahwa keakraban yang ditunjukkan oleh pemuka agama setempat bertujuan untuk mengupayakan situasi yang kondusif dan rukun. Dalam wawancara ini ia mengatakan, kedua tokoh tersebut berteman baik, jadi, di FKUB tersebut sangat menjaga komunikasi antar tokoh agama sehingga terciptalah keharmonisan yang kemudian ditularkan ke warga-warga.”33 2. Adanya sistem kekerabatan di wilayah ini terjadi karena dakwah Syekh Syarif Hidayatullah yang menikah dengan Putri Ong Tien.
31
Wawancara Pribadi dengan Taufiq Abdullah, Arjawinangun, 6 Januari 2016. Usman el-Qurtuby, Al-Qur’an Cordoba (Bandung: PT Cordoba Internasional Indonesia, 2012), h. 206. 33 Wawancara Pribadi dengan Mursana, Sekretaris Kab. Cirebon, 11 Maret 2016. 32
87
Pendapat ini diperkuat oleh pernyataan tokoh agama Islam Arjawinangun yaitu Ahsin Sakho yang meyakini adanya hubungan kerukunan dengan sejarah tokoh Cirebon yaitu Syekh Syarif Hidayatullah yang menyatukan warganya dengan pernikahan, salah satunya dengan Putri Ong Tien. Ia menjelaskan bahwa hubungan ini menganggap etnis Tionghoa etnis umatul dakwah, mereka berhak hidup di Cirebon, bukti pernikahan tersebut memberikan contoh perilaku sosial yang baik untuk mempererat hubungan semua agama khususnya orang Tionghoa.”34 Alasan tersebut sesuai dengan fakta yang ditemukan dalam penelitian penulis bahwa penganut Agama Kristen di wilayah perbatasan Desa Jungjang dengan Arjawinangun adalah beretnis Tionghoa. 3. Tradisi Hidup Rukun. Menurut Ahsin Sakho Muhammad, pada dasarnya sejak dahulu masyarakat Indonesia secara umum adalah masyarakat yang menjungjung persatuan dan kesatuan, ramah terhadap orang lain, dan saling tenggang rasa. Hal demikian akan terus berlanjut kecuali ada pihak-pihak yang memprovokasi terjadinya kerusuhan hanya demi tujuan indvidunya. Ahsin Sakho Muhammad menjelaskan bahwa pemuka agama memperlakukan etnis Tionghoa dengan baik, hal ini terlihat jelas ketika hubungan baik antara Kyai dengan non-Muslim, pada saat hari besar umat Islam, umat tersebut
34
Wawancara Pribadi dengan Ahsin Sakho, Tokoh Agama Islam Arjawinangun. Jakarta, 2 September 2016.
88
memberikan sembako untuk para santri. Keakraban ini menurun kepada keturunan dari tokoh agama tersebut.”35 4. Kerukunan yang terus diupayakan Model kerukunan aktif bukanlah bentuk kerukunan yang hanya sekedar menghindari konflik saja, tetapi juga mengupayakan adanya interkasi di dalamnya yang melibatkan satu dengan yang lain dan saling mengupayakan terjalinnya keakraban di antara mereka. Dalam sub bab model kerukunan, penulis sudah gambarkan bukti-bukti adanya upaya dari warga di perbatasan Desa Jungjang dengan Desa Arjawinangun dalam membangun daerah yang rukun, aman, dan saling menghormati satu sama lain. 5. Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan menjadi faktor berikutnya yang mempengaruhi terjadinya sebuah kerukunan di wilayah tersebut. Wawasan pendidikan yang cukup akan mendorong manusia lebih bijaksana dalam menghadapi kondisi lingkungan yang berbeda, termasuk masalah akidah. Menurut penjelasan Kepala Desa Arjawinangun bahwa salah satunya faktor kerukunan adalah kesadaran warga untuk hidup berdampingan meski berbeda. Dan kesadaran tersebut timbul dari pendidikan yang dimiliki tiap individu. Sedangkan masyarakat berpikiran fanatik destruktif36 disebabkan oleh ilmu yang rendah. Ia melanjutkan, bahwa tingkat pendidikan yang cukup tinggi bisa dilihat dari
35
Wawancara Pribadi dengan Ahsin Sakho, Jakarta, 2 september 2016. Fanatik merupakan pemikiran yang kolot, ortodok (Lihat pada, Pius Partanto dan M. Dahlan Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, t.t), h.112. Sedangkan destruktif ialah merusak, jadi kedu pengertian diatas adalah keyakinan yang bersifat lama, sehingga sulit menerima unsur-unsur ajaran baru dan bersifat merusak. (Lihat pada, Pius Partanto dan M. Dahlan Barry, Kamus Ilmiah Populer, h. 175. 36
89
banyaknya warga yang mengenyam pendidikan, baik formal maupun informal. Yang ditempuh masyarakat sekitar ini menjadi baik dalam kerukunan masyarakat tetap harmonis karena hal ini yang menjadikan hubungan dari keberagamaan.”37 6. Peran Lembaga Keagamaan dalam Menjaga dan Mewujudkan Kerukunan Meski pada hakikatnya kerukunan terjadi karena peran dan dukungan dari seluruh elemen masyrakat, namun, berkaitan dengan lembaga keagamaan yang menyangkut dengan penelitian penulis, maka ada tiga lembaga keagamaan yaitu MUI Kab. Cirebon, PGI Kab. Cirebon, dan FKUB Kab. Cirebon, yang akan penulis gambarkan fungsi dan perannya dalam menjaga dan mewujudkan kerukunan. Tiga lembaga tersebut berkaitan erat dengan kerukunan yang terjadi di perbatasan Desa Jungjang dengan Desa Arjawinangun karena tokoh agama dari desa tersebut merangkap sebagai anggota dari MUI, PGI dan FKUB Kab. Cirebon. Dalam menjaga kerukunan, para tokoh atau pemuka agama Desa Jungjang dan Desa Arjawinangun selalu memberikan contoh kepada masyarakat dengan melakukan komunikasi, koordinasi dan menjalin silaturahmi lintas agama, dalam hal ini yaitu umat Islam dan Kristen. Khusus berbicara tentang MUI Kab. Cirebon, Mukhlisin Muzari menjelaskan bahwa ada empat bidang divisi pada program kerja MUI: yaitu Bidang Ukhuwa, Bidang Fatwa, Bidang Perundang-undangan, dan Bidang Ekonomi.
37
Wawancara Pribadi dengan Kepala Desa Arjawinangun, 5 Januari 2016.
90
Dari keempat bidang tersebut, bidang ukhuwa mempunyai program kerja untuk menjalin persatuan dan kesatuan baik internal umat Islam itu sendiri, maupun menjaga kerukunan dengan agama Kristen di daerah tersebut. Adapun
kegiatan
untuk
mempererat
kerukunan,
Mukhlisin
Muzari
melanjutkan bahwa program tersebut diaplikasikan dengan diadakannya berbagai kegiatan sosial seperti menggalang dana untuk pemberian santunan. Penggalangan dana tersebut melibatkan donatur dari pemeluk Islam maupun Kristen. Dalam wawancara Mukhlisin Muzari menjelaskan adanya paguyuban lintas agama, lintas etnis, setiap tahunnya kegiatan yang dilakukan orang Islam pada 10 Muharrom memberikan santunan kepada yatim piatu, kaum duafa. Kemudian dibagikan kesebelas desa satu kecamatan ini, pengantar tokoh masyarakat, tokoh agama
Arjawinangun dan pemerintah kec.
Arjawinangun, kapolsek, camat, tempat berpindah-pindah biasanya di alunalun, kantor kepolisian, di Gor. Hal pertama yang dilakukan ialah, pembinaaan melalui organisasi lintas agama dan etnis, berikutnya kerjasama antar lembaga pendidikan, kerjasama pendidikan di gereja dengan pembinaan yayasan, untuk mengadakan pengobatan gratis antara lintas agama dan lintas etnis.”38 Tidak jauh berbeda dengan program MUI Kab. Cirebon, PGI Kab. Cirebon dalam menjaga dan menjalin kerukunan di wilayah tersebut memiliki kegiatan untuk mempererat tali persaudaraan sesama warga masyarakat 38
Wawancara Pribadi dengan Mukhlisin Muzari Kabid. Hukum dan Perundangan, perwakilan dari Lembaga MUI Kab. Cirebon, 10 Maret 2016.
91
dengan mengadakan kegiatan bersama pengobatan gratis bagi warga yang tidak mampu, pembagian sembako dan lain-lain. Di samping itu, untuk memupuk kerukunan di kalangan pemuda, PGI mempunyai program Camping pemuda bersama semua umat beragama, semua tokoh masyarakat, pemuka agama bahkan kepolisian dan Gubernur Cirebon diundang dan hadir di acara tersebut”39 Adapun peran lembaga selanjutnya yaitu FKUB Kab. Cirebon dalam menjaga dan menjalin kerukunan umat beragama yaitu dapat dilihat pada visi dan misinya. Visi dari FKUB Kab. Cirebon adalah “Sebagai Garda Terdepan dalam Membangun Kerukunan Umat Beragama di Kabupaten Cirebon.” Adapun untuk visi dan misi FKUB Kab. Cirebon adalah: a.
Memelihara kerukunan intern dan antar umat beragama
b.
Memberdayakan forum kerukunan umat beragama
c.
Memfasilitasi pendirian rumah ibadat, sesuai kebutuhan nyata dari umat dengan memperhatikan situasi dan kondisi lingkungan. Dari uraian poin-poin di atas, dalam hal teknis pengejewantahan dari
misi FKUB Kab. Cirebon, maka mereka mempunyai 6 tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI), yaitu: a.
Melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat;
b.
Menampung aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat;
c.
Menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan Bupati Cirebon; 39
Wawancara Pribadi dengan Steve Mardianto perwakilan dari Lembaga PGI Kab. Cirebon, 14 Maret 2016.
92
d.
Melakukan sosialiasasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan dibidang keagamaan yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat;
e.
Membentuk sekretariat sesuai dengan kebutuhan;
f.
Melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya kepada Bupati Cirebon.40 Menurut Sekretaris FKUB yaitu Mursana, dalam rangka menjalankan
enam tugas pokok dan fungsi di atas, FKUB membentuk divisi pemeliharaan kerukunan di mana program dari divisi tersebut antara lain: Mengadakan dan mendistribusikan PB2M tahun 2006, Bekerjasama dengan para tokoh agama dalam rangka mensosialisasikan peraturan perundang-undangan khususnya terkait dengan hubungan antar umat beragama sampai pada lapisan yang paling bawah (grass root). Bekerjasama dengan para tokoh agama dalam rangka meningkatkan kualitas pemahaman dan pengamalan ajaran agama, menggali dan mengembangkan potensi kearifan lokal yang positif guna mendukung KUB, menyusun peta rawan konflik agama di Kabupaten Cirebon, dan terakhir mensosialisasikan pesan-pesan KUB antara melalui media. Lebih lanjut Mursana mengatakan, pernah diadakan sosialisasi tentang kerukunan. Adapun yang dilakukan yaitu seperti halnya dari arah Timur di pesantren An-Nasukha, wilayah Tengah di Mundu dari tingkat SMA sampai Kuliah, sedangkan wilayah Barat di STAIMA Ciwaringin, pegawai penyuluh agama kecamatan juga hadir untuk mengikuti seminar empat pilar
40
Dokumen FKUB, Kab. Cirebon, 11 Maret 2016.
93
kebangsaan, jadi, berbagai hal yang dilakukan oleh FKUB untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang tugas yang dilaksanakan, hal ini menjadi menarik karena cara untuk menciptakan keharmonisan kerukunan di perbatasan.”41 Adapun mengenai pandangan organisasi beraliran keras yang ada di Cirebon seperti Front pembela Islam (FPI) dan Gerakan Anti Pemurtadan dan Aliran Sesat (GAPAS) menurut Mukti Ali dalam wawancaranya ia menjelaskan sebagai berikut: “Selama kristen itu tidak melakukan ekspansi, kristenisasi dan membikin acara, bangunan dll secara ilegal. Selama itu sesuai prosedur dan tidak memanipulasi prosedur. Mereka tidak mengganggu , GAPAS pernah mendemo radio kristen di cirebon, mereka melakukan penelitian terlebih dahulu, sebenarnya radio tersebut sudah ada izinnya belum, ternyata di usut belum ada izinnya ahirnya di demo dan dibubarkan radionya. Selain GAPAS ada juga GARDA (Pagar Aqida) adalagi GMC (gerkan muslim cirebon) itu sama gerakannya, mendemo aliran sesat, mendemo kristenisasi, mendemo kristen yang tidak ada izinnya, sekarang mereka mempunyai organisasi persatuannya yaitu Al-Manar (aliansi masyarakat nahi munkar).”42 Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa selama kegiatan yang dilakukan oleh umat Kristen tidak bertentangan dengan peraturanperaturan pemerintah dalam hal ini melalui peraturan dan ketentuan FKUB Kab. Cirebon maka organisasi yang keras sekali pun tidak akan menggangu dan membiarkan mereka hidup berdampingan dengan damai.
41
Wawancara Pribadi dengan Mursana, Kab. Cirebon, 11 Maret 2016. Wawancara Pribadi dengan Mukti Ali, 12 November 2016.
42
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Kerukunan di wilayah perbatasan Desa Jungjang dengan Desa Arjawinangun terjalin dengan baik dikarenakan usaha aktif yang dilakukan dari berbagai pihak terutama para tokoh agama setempat serta pejabat daerah dalam mewujudkan dan menjaga kerukunan antar umat beragama. Kemudian interaksi yang terjalin di wilayah tersebut, baik di bidang ekonomi, sosial, politik dan budaya tidak mendiskriminasikan salah satu pihak atas nama agama. Semua berjalan normal berinteraksi dengan normal tanpa membedabedakan ras, suku dan agama dari dulu hingga sekarang. Adapun faktor yang mempengaruhi terjadinya kerukunan di wilayah tersebut adalah hubungan baik antar Tokoh Agama. Figur kedua tokoh agama yang disegani oleh para pengikutnya memudahkan sosialisasi hidup rukun antar sesama. Kemudian adanya sistem kekerabatan terjadi karena dakwah Syekh Syarif Hidayatullah yang menikah dengan Putri Ong Tien. Hal itu berdampak pada persatuan lintas etnis. Selanjutnya adalah tradisi hidup rukun. Suasana toleransi antar umat beragama telah menjadi tradisi pada daerah ini. Secara umum bahwa masyarakat daerah tersebut menjunjung persatuan dan kesatuan, ramah terhadap orang lain, dan saling tenggang rasa. Hal demikian akan terus berlanjut kecuali ada pihak-pihak yang memprovokasi terjadinya kerusuhan. Faktor selanjutnya yaitu kerukunan yang terus diupayakan. Model kerukunan aktif bukanlah bentuk kerukunan
94
95
yang hanya sekedar menghindari konflik saja, tetapi juga mengupayakan adanya interakasi di dalamnya yang melibatkan satu dengan yang lain dan saling mengupayakan terjalinnya keakraban di antara mereka. Selain terus diupayakan, faktor lainnya yaitu tingkat pendidikan. Akses pendidikan yang memadai sehingga di wilayah tersebut banyak warga yang mendapat pendidikan cukup. Pendidikan sangat berpengaruh terhadap pola pikir yang berdampak pada sikap toleran. Dan faktor yang terakhir adalah peran lembaga keagamaan dalam menjaga dan mewujudkan kerukunan. Peran lembaga keagamaan sangat penting dengan melaksakan tugas dan fungsinya yaitu mengatur, mengarahkan dan membuat program kerukunan. B. Saran Kerukunan yang sudah terjalin harus tetap dijaga dan harus terus diwariskan kepada generasi selanjutnya. Tugas dan kewajiban masyarakat setempat adalah bagaimana mempertahankan keadaan rukun tersebut di masa yang akan datang. Untuk itu penulis menyarankan beberapa poin kepada tokoh agama, pejabat daerah maupun warga setempat terkait hal tersebut: 1. Lebih intensnya sosialisasi tentang kerukunan hidup antar umat beragama di kalangan masyarakat, terutama para pemuda dan anak-anak. Sehingga jiwa toleran ditanamkan sejak dini. 2. Masih terbatasnya forum yang mewadahi ruang dialog antar agama, selama ini forum yang ada masih sebatas menyentuh kalangan tokoh agama saja. 3. Pemerintah harus lebih sigap dalam menangani masalah sengketa pendirian rumah ibadah. 4. Warga masyarakat harus terus membentengi diri dari oknum-oknum yang ingin memecah-belah persatuan dan kesatuan di wilayah tersebut. 5. Mengadakan kembali festival lintas agama yang dulu pernah terlaksana.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu.Ilmu Sosial Dasar (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1991) Ali, Mukti. Beberapa Persoalan Dewasa Ini (Jakarta : Rajawali Pers, 1987) Ali, Sayuti. Metodologi Penelitian Agama (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002) Ali, Abdullah. Agama Dalam Ilmu Perbandingan ( Bandung: Nuansa Aulia, 2007) Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2013) Paranto, A Pius dkk., Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola Surabaya, T.t) Departemen
Agama
RI,
Kompilasi
Peraturan
Perundang-undangan
Kerukunan Hidup Umat Beragama, edisi ketujuh. Departemen Agama, Pedoman Kerukunan Umat Beragama (Jakarta: Proyek Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama, 1983/1984) Faisal Sanapiah. Format-format Penelitian Sosial (jakarta: Rajawali Pers, 2010) Gunarti, Winny. Putri Ong Tien Sebuah Faksi (Jakarta: PT Gramedia, 2010) Haq, Hamka dkk, Dari Wacana Ke Aksi Nyata (Jakarta: Titahandalusia, 2002) Haq, Hamka. Jaringan Kerjasama Antar Umat Beragama Dari Wacana Ke Aksi Nyata ( Jakarta: Titahandalusia Press, 2002) Husin Al-Munawar, Said Aqil. Fikih Hubungan Antar Agama (Jakarta : Cipuatat Press, 2003)
96
97
Imamatul Baroroh, Zaimah. Potret Kerukunan Antar Umat Beragama (Studi Kasus: Hubungan Antara Umat Islam, Kristen dan Hindu di Desa Balun ec,Turi Kabupaten Lamongan) (Jakarta: fak Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012) Ismail, Faisal. Dinamika Kerukunan Antarumat Beragama (Bandung: Pt Remaja Rosdakarya, 2014) Irawan, Prasetya. Logika dan Prosedur Penelitian (Jakarta: STIA Lembaga Administrasi Negara, 1999) Koentjaraningrat,
Metode-metode
Penelitian
Masyarakat
(Jakarta:
PT
Gramedia, 1977), h. 129. Ngala, Ngurah dan Wiratmadja, Adia, Murdha Agama Hindu (Denpasar: PT Upada Satria, 1989) Media Zainul Bahri, Membangun Kerukunan Umat Beragama: Sebuah Pengantar (Ciputat: HIPIUS, T.t) Mankiw, N. Gregory. Principles Of Economics Pengantar ekonomi Mikro edisi 3, (Jakarta:Salemba Empat, 2004) Muchtar Ghazali, Adeng. Ilmu Perbandingan Agama Pengantar Awal Metodologi Studi Agama-agama (Bandung: Pustaka Setia, 2000) Muhaimin, Damai di Dunia, Damai Untuk Semua Perspektif Berbagai Agama: Proyek Peningkatan Pengkajian Kerukunan Hidup Umat Beragama (Jakarta : Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, Departemen Agama RI, 2004) Mujahid, Abdul Manaf. Ilmu Perbandingan Agama (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994), h. 28.
98
Maman, U dkk., Metodologi Penelitian Agama teori dan praktik (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006) Paranto, Pius A dkk., Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola Surabaya, T.t) Proyek Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama Departemen Agama R.I, Laporan Observasi 1979/1980, Dinamika Kerukunan Hidup Beragama di Daerah (Jakarta: 1983) Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: PT Intergrafika, 1996) Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: PT Intergrafika, 1996) Riyan, Iyus. Skripsi Kerukunan Umat Beragama Antara Islam dan Kristen (Studi Kasus: di Desa Sindang Jaya ec, Ciranjang-Cianjur) (Jakarta: fak Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006) Raharjo, R.H Djumali Karto dan Ilyas, Fakhrudin Ilyas, Kerja sama Sosial Kemasyarakatan Tahun 1983-1984 di Cirebon dan Samarinda (Jakarta: Departemen Agama RI, 1984) Soelaeman, Munandar. Ilmu Sosial Dasar (Bandung: PT Eresco, 1986) Suryaman, Eman. Jalan Hidup Sunan Gunung Jati Sejarah Faktual dan Filosofi Kepemimpinan Seorang Pandhita-Raja (Bandung: Nuansa Cendekia, 2015) Suprayogo, Imam. Metodologi Penelitian Sosial-Agama (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001)
99
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2010) Syarbini, dkk. Al-Quran dan Kerukunan Hidup Umat Beragama (Jakarta: PT Alex Media Komputindo, 2011) Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 1987 pasal 1 ayat 6 Tentang Protokol. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 pasal 39 ayat 2 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Usman, Al-Qur’an Cordoba (Bandung: PT Cordoba Internasional Indonesia, 2012) Walson Munawwir, Ahmad . Al-Munawir (Surabaya: Pustaka Progressif, 2002) Yewangwe. Agama Dan Kerukunan (Jakarta: Gunung Mulia, 2009) Zainul Bahri, Media. Wajah Studi Agama-agama Dari Era Teosofi Indonsia (1901-1940) Hingga Masa Reformasi (Pustaka Pelajar, 2015) Sumber Wawancara Wawancara Pribadi dengan H. Taufiq Abdullah. Imam Masjid Fadlullah Arjawinangun. Pada 05 Januari 2016. Wawancara Pribadi dengan Mursana, M.Ag., Sekretaris Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Cirebon Periode 2011-2016. Wawancara Pribadi dengan Pendeta Steve Mardianto, M.Th., Wakil Ketua II Forum Kerukunan Umat Beragam (FKUB) Kabupaten Cirebon Periode 2011-2016. Wawancara Pribadi dengan Pendeta Steve Mardianto, Pemuka agama Kristen desa Jungjang pada tanggal 24-08-2016.
100
Wawancara pribadi dengan Dr. KH. Mukhlisin Muzari, M.Ag, Wakil Ketua I Forum Kerukunan Umat Beragam (FKUB) Kabupaten Cirebon Periode 2011-2016. Wawancara Pribadi dengan Ahsin Sakho, Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tokoh Agama Arjawinangun Cirebon, pada tanggal 02-092016. Wawancara Pribadi dengan Sukanta, pemeluk agama Kristen Desa Jungjang pada 05-01-2016. Wawancara Pribadi dengan Kepala Desa Arjawinangun pada tanggal 05-012016. Wawancara Pribadi dengan Steve Mardianto, Ketua PGI Kab. Cirebon pada tanggal 24-08-2016. Wawancara Pribadi
dengan Mukhlisin Muzari, Kabid.
Hukum
dan
Perundangan MUI Kab. Cirebon pada tanggal 10-03-2016 Wawancara Pribadi dengan Muhlisin Muzari, tokoh agama Islam Desa Jungjang pada tanggal 10-03-2016. Wawancara Pribadi dengan Lahni penjual warung kopi di depan Gereja Bethel Indonesia pada tanggal 26-08-2016. Wawancara Pribadi dengan Ika pedagang toko souvenir di samping Gereja Bethel Indonesia pada tanggal 26-08-2016. Wawancara Pribadi dengan Abdul Nasir, Kaur Keuangan Desa Arjawinangun. Pada 05-01-2016. Wawancara Pribadi dengan Sutina, Kuncen Desa Jungjang. Pada 18-08-2016
101
Wawancara Pribadi dengan Mukti Ali. Pada 12-November 2016. Sumber Dokumen Dokumen FKUB Kab. Cirebon pada tanggal pada tanggal 11-03-2016. Dokumen PGI yang diperkuat dengan wawancara pribadi dengan Pendeta Steve Mardianto, Ketua PGI Kab. Cirebon pada tanggal 11-03-2016. Dokumen Pemerintah Desa Jungjang Kecamatan Arjawinangun “Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDES) Tahun 2015-2020”, hal 7 yang diperkuat oleh wawancara pribadi dengan Bapak Sutina, Kuncen makam Ki Buyut Jungjang pada tanggal 18-08-2016. Dokumen Desa Arjawinangun, “Rencana Pembangunan Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDES) Tahun 2015-2020”. Sumber Internet Artikel.sabda.org/harmoni diakses pada 17/03/2016 Pukul 14:36WIB. Calie Priboemi, “Tokoh Masyarakat,” artikel diakses pada 16 Mei 2016 dari http://zangpriboemi.blogspot.co.id/2014/09/tokoh-masyarakat.html Eka, Afnan Troena dkk., “Pengaruh Peran Tiga Tungku (Tokoh Pemerintah, Tokoh Adat dan Tokoh Agama) dalam Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Aparat Kampung di Kota Jayapura” artikel diakses pada tanggal 15 Mei 2016 dari http//Download.portalgaruda.org. Feny Zami, “Hubungan Agama dengan harmoni” artikel diakses pada 2 Maret 2016dari,http://fenyzami.blogspot.co.id/2011/12/hubungan-agamadengan-harmoni-dan.html
102
Ilham, “Ini Kronologi Pembakaran Masjid di Tolikara,” artikel diakses pada 5 Desember 2015 dari http/News Republika/berita/nasional/15/07/17. CO.ID. Tokoh
Masyarakat”,
artikel
diakses
pada
16
Mei
2016
http://zangpriboemi.blogspot.co.id/2014/09/tokoh-masyarakat.html
dari
IDENTITAS INFORMAN Nama
: Mursana, M.Ag
Agama
: Islam
Pekerjaan/Jabatan
: Sekretaris FKUB Kab. Cirebon
1. Kapan berdirinya FKUB Kabupaten Cirebon? “Sejak ada PB 2005 dan 2006 setelah itu diberlakukan ketua KH. Usama Mansur Masa jabatan 2011 sampai 2016 saya periode kedua, setelah saya berkembang.” 2. Struktur kepengurusan FKUB? SUSUNAN PENGURUS FKUB KABUPATEN CIREBON PERIODE 2011-2016
No
Nama
Jabatan
1
Drs. KH. Usamah Manshur
2.
DR.KH. Mukhlisin Muzari, M.Ag
Wakil Ketua I
3
PDT. Steve Mardianto, M.Th
Wakil Ketua II
4
Mursana, M.Ag
5
PDT. Yosua ML. Gaol
6
Drs. H. Zen, MA KH. Munawir AS
7
Ketua
Sekretaris Wakil Sekretaris Bendahara Koordinator Anggota Bidang Pemeliharaan
8
KH. Bahrudin Yusuf
Anggota Bidang Pemeliharaan
9
I. Nyoman Resep
Anggota Bidang Pemeliharaan
10
Drs. Ayep Mauludani, M.M.Pd
Anggota Bidang Pemeliharaan
KH. Nurhadi, Lc 11
Koordinator Anggota Bidang Pemberdayaan
12
Subagio
Anggota Bidang Pemberdayaan
13
Hj. Raudlatul Jannah
Anggota Bidang Pemberdayaan
14
KH. Wawan Arwani, MA
Koordinat Anggota Bidang Pendirian Rumah Ibadat
15
KH. Abdul Muhith
Anggota Bidang Pendirian Rumah Ibadat
16
Pst. Franki P.Pitoy, Pr (katolik)
Anggota Bidang Pendirian Rumah Ibadat
17
Suryapranata, MBA (buddha)
Anggota Bidang Pendirian Rumah Ibadat
3. FKUB Kab Cirebon menaungi berapa agama?apa saja? “Menaungi keenam agama, karena semua tokoh ada dari katolik pendeta frenki dan ia pindah ke bandung diganti oleh pastur pak kristono, dari buddha pak surya dia kerja di wali kota mengurus klenteng, dari hindu i yoman yosep dari bali tapi dia kerja di pemda, subagyo dari konghucu, konghucu di cirebon tidak banyak, hanya keluarga mereka saja pak subagyo itu, jadi orang cina sekarang ini lebih banyak memilih kristen daripada agama nenek moyang, cina jamblang banyak menganut kristen, maka klenteng di arjawinangun dan jamblang itu sepi, klenteng ramai ketika ada hari-hari besar saja. Apalagi di jamblang usia klenteng itu sudah ratusan tahun hampir sama usianya dengan masjid agung kesepuhan.” 4. Apakah ada perwakilan dari aliran kepercayaan di FKUB ini? “Tidak ada, karena tidak diakui oleh Negara. Karena di sini Forum Kerukunan Umat Beragama bukan Forum Kerukunan Umat Kepercayaan.” 5. Apa tujuan didirikannya FKUB Kab Cirebon? “Intinya adalah tempat aduan, jadi memfasilitasi tentang masalah kerukunan dan pendirian rumah ibadah tentang konflik-konflik umat beragama, hanya fasilitas saja yang mengeksekusi adalah pemerintah termasuk polisi juga, tentara, kodim, bupati. SK dari bupati kemudian wakil bupati sebagai ketua pembaruan.” 6. Apa tugas pokok FKUB Kab Cirebon? FKUB itu hanya ada di tingkat kabupaten dan provinsi. Menampung aspirasi dan juga menyalurkan. a. Melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat b. Menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat c. Menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan bupati atau wali kota d. Melakukan sosialisasi atau peraturan perundang-undangan atau kebijakan di bidang keagamaan yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat e. Memberikan rekomendasi tertulis atas permohonan pendirian rumah ibadah 7. Apa program FKUB untuk pengembangan kerukunan di desa Jungjang dan desa Arjawinangun? “Secara khusus tidak ada tapi secara umum ada, yang sudah menengai atau menerai konflik dalam penyelesaian walaupun sampai sekarang masih belum selesai, sementara baru hal ini menangani konflik. Sosialisasi pernah di desa itu. Kegiatan : Seminar yang sudah terjadi dari Timur di pesantren An-Nasukha, kegiatannya seminar dan sosialisasi peraturan bersama mentri dalam Negri No 8 dan 9 tahun 2006 sasaran santri dan masyarakat, kemudian wilayah Tengah tempat di mundu dengan kemah sosialisasi sasaran mahasiswa, STAIN, siswa Nusa Bangsa di kota, IAIN, STAIMA, wilayah Barat di STAIMA Ciwaringin sasaran mahasiswa yang akan wisuda Desember jadi seminar dan sosialisasi peraturan bersama mentri agama dalam Negri No 8 dan 9 tahun 2006.” 8. Apakah pernah terjadi konflik antara Islam dan Kristen di perbatasan Desa Jungjang dan Desa Arjawinangun? “Sepanjang sepengetahuan saya tidak ada, jadi kyai-kyai Arjawinangun terutama kyai mukhlisin mengatakan bahwa Arjawinangun itu adalah miniatur Indonesia, kenapa
miniatur Indonesia karena menaungi semua agama ada Islam simbol masjid, pesantren, kristen Gereja Bethel Indonesia dan Gereja Penyebaran Injil tapi kecil, di Panguragan desa Pasundan, klenteng mewakili buddha. Informasi dari Orang Hindu itu sendiri di kab cirebon itu sedikit hanya satu orang, tempat ibadah di sini tidak ada tapi tempat kumpulkumpul saja ibadah kecil-kecilan itu didaerah kalijaga. Jadi sampai sekarang tidak pernah terjadi konflik antar umat beragama di perbatasan desa Jungjang dan desa Arjawinangun, hanya ada penyebaran injil dan gereja bethel itu umatnya, kalo konflik antar umat beragama tidak ada.” 9. Apa yang dilakukan FKUB demi mencegah terjadinya konflik antar agama? “Pertama, sosialisasi PBM, sosialisasi baik kepada pengurusnya itu sendiri baik dari perwakilan kultural, kemudian sosialisasi kepada masyarakat melalui seminar mahasiswa, santri, masyarakat, perwakilan tokoh agama, jadi memahami itu semua. Kedua, tokoh agama yang sedang berkonflik diundang masalahnya apa, pecahkan bersama, misalkan Gereja Bethel Indonesia pak steve tanggung jawabnya dan membantu untuk menyelesaikan, jadi musyawarah dari pemerintah, kesbangpol, kodim, korem, kepolisian, dan mengundang perwakilan tokoh-tokoh agama. kelompok yang berbeda juga mengadakan seminar-seminar tentang radikalisasi, dan makna perbedaan.” 10. Pendekatan apa yang dilakukan FKUB untuk menjaga kerukunan di desa Jungjang dan desa Arjawinangun? “Pertama, mendekati tokoh-tokoh agama, pendeta yosua umatnya, brigjen, kepolisian, kemudian toko mas juga di dekati, jadi yang bersangkutan di jalin sehingga tidak terjadi apa-apa, tapi sampai sekarang masalahnya belum selesai, masalah ini tidak ramai karena bukan masalah agama tapi karena faktor administrasi, pertanahan jadi konflik ini bukan konflik agama tetapi karena pemilikan tanah tetapi bisa merambat karena persoalan sepele bisa merembet ke masalah agama, karena agama itu rawan .” 11. Kendala apa yang dialami FKUB Kab Cirebon dalam menjaga kerukunan antar umat? “Kendala seringkali , misalkan karena faktor ego diantara tokoh agama khususnya di desa Jungjang, khususnya pak steve jemaahnya toko emas, pak yosua juga jemaahnya juga karena dia sendiri pembinanya, jadi intinya teman dengan teman tetapi kita sudah mempercayakan kepada mereka.”
IDENTITAS INFORMAN Nama
: DR.KH. Mukhlisin Muzari, M.Ag
Agama
: Islam
Pekerjaan/Jabatan
: Wakil Ketua 1 FKUB Kabupaten Cirebon Tokoh agama Islam di Jungjang Ketua Fatwa di MUI
1. Bolehkah saya meminta struktur kepengurusan MUI Kab Cirebon ? “Ada ketua bidang ukhuwa, ada ketua bidang fatwa, ada ketua bidang perundangperundangan dan ketua bidang ekonomi.” 2. Apa program MUI Kab Cirebon untuk pengembangan kerukunan umat beragama khususnya Islam dengan Kristen di Desa Jungjang dan Desa Arjawinangun? “Jadi hal yang pertama terjadinya kerukunan para pemimpin sering bertemu, di Arjawinangun ini ada paguyuban lintas agama dan lintas etnis. Ketua Hj. Watt (adeknya pak sukanta) , ada paguyuban orang islam setiap tahun khususnya 10 Muharrom, dengan memberikan santunan kepada anak yatim piatu, kaum dhuafa. Dana dari para agnia (orang kaya) dan kebanyakan dari orang cina, terkumpul mencapai 35juta sampai 40juta kemudian untuk dibagi-bagikan untuk kesebelas desa satu kecamatan ini, diundang hadir dan memberikan pengantar tokoh-tokoh masyarakat Arjawinangun dan pemerintah kec. Arjawinangun.” 3. Adakah kegiatan sosial untuk mempererat kerukunan antar umat beragama? “Kegiatan sosial seperti gotong royong dalam berbagai hal, jadi dalam kegiatan” sosial dalam maysarakat “MUSLIM” itu juga dibantu oleh orang NON Muslim, ataupun oramg jawa di bantu orang Jawa jadi kalau ada kegiatan sosial atau dalam perayaan pernikahan orang cina diundang, cina menikah orang islam di undang. Hari besar saling menjaga. Arjawianangun adalah miniatur kerukunan bahwa kerukunan Nasional, tanda-tanda masjid, gereja, vihara saling berdekatan.”
IDENTITAS INFORMAN Nama
: PDT. Steve Mardianto, M.Th
Agama
: Kristen
Pekerjaan/Jabatan
: Tokoh Agama Kristen di Gereja Bethel Indonesia
1.
2.
3.
4.
Sejarah berdirinya gereja bethel indonesia arjawinangun Pak steve ? “+ Tahun 1958 seorang Pdt. Elly Talaperu dari Gereja Bethel Injil Sepenuh Jl. Yos Sudarso No.44 Cirebon mengajak orang-orang Tiong Hoa untuk menyelenggarakan persekutuan doa dari rumah ke rumah yang dihadiri oleh 2 keluarga yakni keluarga Gan Bun Hong dan keluarga Nie Ang See. Setelah 2 tahun maka persekutuan doa tersebut menjadi Gereja dan diteruskan Mertua Pdt. Elly Talaperu yakni Pdt. Paulus dalam penggembalaan pendeta tersebut jemaat berkembang menjadi beberapa keluarga apalagi setelah meletus G 30 S PKI sehingga banyak orang Tiong Hoa yang menjadi kristen dan jumlah jemaat 26 jiwa. Pada tahun 1966 Pdt.” Tentang pendirian Gereja ? “Semuanya tidak secara kebetulan, tapi kebutuhan tempat ibadah yang nyaman, layak dan ideal serta tentunya tidak mengganggu lingkungan. Memang desa Jungjang Kecamatan Arjawinangun Kabupaten Cirebon adalah miniatur Indonesia yang beraneka ragam suku, agama dan ras disini ada vihara ada Gereja dan diseberang ada Masjid Agung.” Konflik didirikan Gereja ? “Pada saat itu belum adanya peraturan bersama menteri No 9 dan No. 8 tahun 2006 sehingga kami membangun/mendirikan Gereja tidak ada masalah bahkan mendapat dukungan dari masyarakat lingkungan tersebut. Bahkan ketika terjadi kerusuhan tahun 2008 Gereja kami dijaga pemuda-pemuda yang domisilinya dibelakang Gereja. Jadi tidak ada konflik selama ada Gereja di sini.” Hubungan antar pemeluk ? “Di kecamatan Arjawinangun khususnya di desa Jungjang, hubungan antar pemeluk agama sangat baik. Misalnya Gereja membangun hubungan dengan saudara kami yang beragama lain, kami menyelenggarakan pengobatan gratis dalam satu tahun maksimal 2 kali bahkan pernah dihadiri Bupati Cirebon bahkan Kapolres Cirebon, membagikan sembako pada hari raya Idul Fitri dan membagi bingkisan natal sewaktu hari natal. Bahkan hubungan dengan para kyai sangat baik sewaktu ada isu penculikan para kyai kami jemaat Kristen ikut berjaga.Sedang sewaktu hari-hari besar Kristen Gereja kami di jaga Barisan Ansor serba guna (BANSER).
IDENTITAS INFORMAN Nama Agama Pekerjaan/Jabatan
: PDT. Steve Mardianto, M.Th : Kristen : Ketua PGI kabupaten Cirebon
1. Bolehkah saya meminta struktur kepengurusan PGI Kab Cirebon ? Ketua : Pdt. Steve Mardianto, S.Th, M.Th Gereja Bethel Indonesia Arjawinangun Waket : Pdt. Defly Rondonuwu Gereja Pentakosta di Indonesia Karanag Sembung Sekretaris : Pdt. Rovel Jon Mumu, S.Th. Gereja Pentakosta di Indonesia Plered Bendahara : Pdt. John Oroh Gereja Sidang Pentakosta di Indonesia Jamblang Ketua bidang 1. Wanita : Pdm. Hanna Ida Mardianto GBI ARJAWINANGUN 2. Pemuda dan Anak : Pdt. Yance Halatu Gereja Pentakosta di Indonesia Sindang Laut 3. Do’a : Pdt. Noldy Manoreh GPDI Pilang 4. Humas : Pdt. Matius Dubu –GBI Ciledug 5. Wilayah Barat : Pdt. Imanuel Inuhan Gereja Isa Almasih Jamblang 6. Wilayah Timur : Pdt. Calvin Mandagi Gereja Pentakosta Di Indonesia Ciledug
2. Apa program PGI Kab Cirebon untuk pengembangan kerukunan umat beragama khususnya Islam dengan Kristen di desa Jungjang dan desa Arjawinangun? a. Camping pemuda bersama semua umat beragama b. Ikut menjaga keamanan tatkala salah satu agama merayakan Hari Raya 3. Adakah kegiatan sosial untuk mempererat kerukunan antar umat beragama? a. Bakti sosial dengan mengadakan pengobatan gratis di desa Arjawinangun tepat di depan Masjid Agung yang dihadiri oleh bapak Bupati Cirebon. b. Mengadakan pengobatan gratis di Desa Jungjang kerjasama dengan Bp. KH. Dr. Mukhlisin. M.Ag. di sebelah Masjid Gang Serayu Jungjang. c. Pembagian sembako seharga Rp. 100.000,- untuk 100 paket yang dibagikan masyarakat disekitar Gereja Bethel Indonesia Arjawinangun saat 2 hari sebelum Idul Fitri. 4. Apakah ada tradisi bentuk kerukunan yang sudah berlangsung ketika umat beragama Kristen merayakan Natal? a. Sewaktu Hari Natal Muspika Kecamatan Arjawinangun hadir dalam Hari Raya Natal bahkan kepala desa Jungjang. b. Untuk Idul Fitri kami silaturahmi dengan masyarakat di sekitar Gereja dan ke kyai-kyainya. c. Hadir dalam acara pengajian di Gg. Serayu yang di pimpin KH. DR., Mukhlisin, M.Ag. 5. Apa yang dilakukan PGI demi mencegah terjadinya konflik antar agama? Jika terjadi konflik agama apa yang dilakukan PGI? a. Saling menghormati satu dengan yang lain. b. Silaturahmi antar pemimpin umat beragama dan masyarakat. c. Termasuk kegiatan-kegiatan dan program yang diselenggarakan diatas. 6. Jika terjadi konflik agama apa yang dilakukan BKSG Kab. Cirebon ? “Kami bersyukur dengan apa yang kami lakukan tersebut diatas selama 44 tahun memimpin Gereja Bethel Indonesia Arjawinangun tidak pernah terjadi konflik antar agama di desa Jungjang maupun desa Arjawinangun.”
IDENTITAS INFORMAN Nama
: Pdt. Steve Mardianto, S.Th. M.Th
Agama
: Kristen
Pekerjaan / Jabatan
: Pimpipinan / Gembala Jemaat Gereja Bethel Indonesia Arjawinangun
1.
2.
3. 4.
5.
Kapan terjadi kerukunan di daerah ini? “Kurang lebih Tahun 1976 ketika pimpinan jemaat merasakan adanya ketidak harmonisan antar agama di desa Jungjang dan Arjawinangun. Ternyata diketahui karena tidak adanya komunikasi antara tokoh agama. Maka mulailah saya lakukan silahturahmi kepada pimpinan / tokoh agama yang ada di desa Jungjang dan Arjawinangun misalnya dengan Abah KH. Inu, KH Mukhlisin dan lain-lainya. Maka sejak saat itu terjadilah kerukunan di desa Jungjang dan Arjawinangun sehingga sampai saat ini tidak ada konflik antar agama bahkan kami saling menghormati satau dengan lain.” Apakah ada bukti keterkaitan antara menikahnya ong tien dengan kerukunan yang terjadi di sini? “Memang salah satunya adalah hal tersebut mengingat mayoritas umat Kristen & Katolik di desa Jungjang dan Arjawinangun adalah etnis Tionghoa.” Memang bukti otentiknya tidak ada namun historis tersebut mengungatkan bahwa terjadi pernikahan antara Syekh Syarif Hidayatullah dengan Putri China Ong Tien. Apakah ada adat yang khas di desa ini? “Menurut saya tidak ada adat, kebiasaan yang khas di desa ini.” Apakah ada pengaruh agama terhadap kehidupan sosial? “Ada pengaruh agama mengingat agama masing masing membentuk karakteristik setiap agama sehingga terjadinya kerukunan di desa Jungjang dan Arjawinangun.” Berapa jumlah warga Kristen di sini? “Jumlah Orang Kristen di Desa Jungjang dan Arjawinangun Sbb Agama Kristen Seluruhnya dari 3 Gereja = 450 Jiwa Agama Katolik = 100 Jiwa Penganut agama Buddha hanya ada 2 keluarga dan itupun pendatang dari Kalimantan Barat karena usaha di desa Jungjang
IDENTITAS INFORMAN Nama Agama
: PDT. Steve Mardianto, M.Th : Kristen
Pekerjaan/Jabatan
: Tokoh Agama Kristen di Gereja Bethel Indonesia
1. Apakah pernah terjadi konflik agama? “tidak pernah” 2. Apakah ada hubungannya kerukunan di sini dengan menikahnya ong tien? “Ada hubungan dengan ong tien, karena mayoritas di jungjang orang cina 3. Sejarah berdirinya vihara? “Ada orang cina mendarat di arjawinangun , ahirnya dia jualan kain, keliling sambil di pikul, dan dia meninggalkan toko, maksudnya ketika ada orang cina yang datang dan belum mempunyai rumah bisa tinggal di situ. Bahasa mereka rumah kong , dan mereka membawa sesembahannya dewa-dewa di bawa dan di tinggalkan, itu bukan klenteng atau vihara, waktu ada peralihan klenteng dan vihara itu di akui departemen agama menjadi Dirgen buddha , maka dibangunlah vihara . namun sekarang sudah tidak ada pengikutnya terahir dia sakit dan pengurusnya itu pindah kristen semua, dan dia pindah kristen karena kalau meninggal siapa yang akan mengurusinya. Ada orang pontianak tapi dia jarang beribadah di vihara ini, mereka beda bukan buddha tapi kong hucu (konfusius), zaman suharto klenteng tidak di akui yang di akui vihara, klenteng semua pindah jadi wihara, sejak zaman gusdur di kembalikan lagi ke vihara, karena ajaran konghucu itu berbeda .
IDENTITAS INFORMAN Nama
: H. Taufiq Abdullah
Agama
: Islam
Pekerjaan/Jabatan
: Tokoh Agama Islam Arjawinangun
1. Sejarah berdirinya masjid fadlullah ? “Asal mula berdirinya masjid tahun 1950, masjid wakaf dari seseorang kepada yang mempunyai pesantren disini kepada abahnya abah inu, yang bernama Ki Satori dan ayah ki Satori namanya Ki Sanawi dan setelah dia meninggal di teruskan oleh anaknya sekarang ialah Ibnu ubaidallah, masjid ini wakaf sebagai penyangga turun temurun mulai dari Ki Sanawi, Ki Satori abah inu boleh di katakan kekuasaan mutlak itu dari Ibnu Ubaidallah jadi masjid ini pengurus masjid namun segala kebijakannya itu jadi segala sesuatu dari pembangunan itu harus izin terlebih dahulu. Pendirian Gereja baru jadi terlebih dahulu Masjid yang berdiri, sepengetahuan Pak Taufiq Abdullah pendirian Gereja itu pada saat dia kecil, jadi dahulu umat Tiong Hoa agamanya itu Kong Hu cu kemudian masuk kristen ahirnya di sini juga sebagian sudah menganut kristen didirikan rumah ibadah untuk yaitu Gereja untuk umat kristen untuk ibadah mereka secara khusus, di vihara dahulu ramai artinya tempat ibadah beneran setiap harinya ada kegiatan, pada saat orang islam merayakan muludan atau rajaban mereka mengadakan acara orang Kong Hu Cu ada semua, sekarang orang Kong Hu Cu sudah pindah agama ke Kristen tinggal orang tua saja dan mereka walaupun sudah kristen tapi dia masih mengakui agama nenek moyang tanpa menghilangkan budaya, kesenian seperti barongsai masi di ikuti dan walaupun anaknya ibadah menurut ajaran Kristen dan orang tuanya masih ibadah menurut ajaran Kong Hu Cu. Pada tahun 1950 itu sudah di kelola ustad Abdullah sebagai imam masjid Fadlullah, namun setelah wafatnya Ustad Abdullah di gantikan oleh Mantunya Ki Satori. Selama pendirian masjid ini diperbaiki tidak pernah terjadi konflik, masalah gereja juga tidak pernah terjadi konflik pada pendiriannya, pada saat ada acara di Masjid terkadang mereka ikut nyumbang. Sebenarnya kalau dari dahulu orang Arjawinangun tidak fanatikan, mereka mau melakukan sesuatu ya silahkan begitupun sebaliknya. Jadi untuk masalah agama disini sangat rukun tidak pernah ada masalah. Faktor yang menyebabkan rukun karena mereka mempunyai prinsip mereka hidup di lingkungan mayoritas agama Islam jadi mereka bisa mejaga sikap bagaimana mereka bisa hidup secara tenang. Pernah mengobrol dengan saudara Adi yang beragama kristen dia berbicara bahwa bersyukurnya keluarga saya mengerti kalau ada acara apa-apa kita memberi sumbangan jadi saling mendukung karena ada rasa toleransi yang tinggi dan saling menghargai antar beda agama itu.
IDENTITAS INFORMAN Nama
: Prof, Dr, KH. Ahsin Sakho Muhammad
Agama
: Islam
Pekerjaan/Jabatan
: Tokoh agama Islam Arjawinangun
1.
2.
3.
4.
Bagaimana kerukunan yang terjadi di Desa Jungjang dengan dengan Desa Arjawinangun? “Secara garis besar di arjawinangun sudah damai, pada waktu zaman suhrato daerah bakuinto di anggap sebagai daerah kerukunan terbaik di indonesia , kiyainya berasal dari arjawinangun mungkin kiyai ini melihat satu kegiatan keagamaan di arjawinangun ada masjid, klenteng, gereja dari zaman dahulu. Tidak saling mengganggu. Hanya sekarang saja gereja-gereja sepuh mulai beranjak , karena gereja yang banyak jemaatnya maka pastur itu subur , karena setiap orang menyisihkan uangnya yang satu untuk pastur, yang setengah untuk gereja jadi semakin banyak semakin subur.” Apakah ada hubungan antara kerukunan yang terjadi di desa tersebut dengan menikahnya Sunan Gunung Jati dengan Ong Tien? “Ada hubungannya seperti itu menikahnya syekh syarif hidayatullah dengan putri ong tien , karena menganggap etnis Tiong Hoa , etnis umatul dakwah, mereka juga berhak hidup di cirebon, dan buktinya setelah menikahnya syekh syarif dengan putri ong tien, dan banyak sekali yang masuk islam kemudian karena di berikan contoh perilaku sosial itu makanya di cirebon itu memang menganggap syekh syarif itu menganggap karena hubungannya itu orang buddha, orang buddha itu berprilaku baik , kenapa orang tiong hoa ahirnya masuk kristen , karena untuk menyelamatkan diri pada waktu G30SPKI pada waktu itu, orang tiong hoa itu di cap sebagai orang PKI . karena mereka hidup di Indonedia sudah lama sekali ahirnya untuk menyelamatkan diri mereka masuk kristen . Cirebon itu tunduk kepada syekh syarif hidayatullah.” Apakah ada pengaruhnya agama terhadap sosial? “Ada pengarush sosial , berapa persen menaroh agama, yang paling penting itu dari pemuka-pemuka agama dari para kiyai, para kiyai memperlakukan orang cina. Dahulu mbah saya (mbah syatori) itu bersahabat dengan orang cina jadi penjual bakong dan musim ramadhan itu selalu mengirimkan gula, teh, untuk di berikan kepada santri dan padahal itu tidak kenal , yang kenal itu anaknya jadi iis ngaisyah itu kenal dengan anaknya orang cina, bagus hubungannya , jadi seandainya orang indonesia itu di biarkan apa adanya mereka itu cenderung untuk bersatu dan ketika di provokasi.” Bagaimana sejarah masuknya Islam di Cirebon? “Masuknya agama islam di arjawinangun sudah lama itu ada habib, termasuk habib syekh , islam di arjawinangun itu ada 2 kelompok . pertama, kelompok kiyai dan yang kedua kelompok dari habaib. dan orang arjawinangun banyak datang dari selatan , orang selatan seperti orang kepu, orang selatan palimanan itu keterikatan dengan syekh syarif hidayatullah sangat besar. Karena di daerah depok ada masjid lama ahirnya menular ke arjawinangun dari situ tumbuhlah kelompok kiyai dan para habaib memeriahkan islam di arjwainangun, semakin semarak, jadi setelah adanya pondok pesantren di Mbah Kiyai satori , dahulu pondok pesantren ada 1 , di tegalgubug juga 1 Kiyai Muhammad, nama pondok pesantren 1 kali di arjawinangun yaitu pondok pesantren arjawinangun tidak ada tambahan apapun, baru sekarang ini makin berkembang. Adanya kerukunan semenjak Pak Ahsin kecil , dahulu di klenteng ada pembuatan wayang kulit, daging babi tapi orang Islam biasa saja berbaur , sekarang pendudul tiong hoa. Jadi perbedaan agama itu bukan faktor justru sasaran dakwah.”
IDENTITAS INFORMAN Nama
: Syam Baidillah
Agama
: Islam
Pekerjaan/Jabatan
: Keturunan Keraton
1.
Bagaiaman Menurut Bapak tentang perbedaan agama yang ada di Desa Jungjang dengan Desa Arjawinangun? “Diantara berbeda agama itu semuanya itu harus bersatu padu jangan saling perselisihan tetapi tetap pedoman orang islam ada yang di namakan “lakum dinukum waliadin” itu agamu untukmu dan agamaku untuku di al-qur’an di jelaskan cuman penafsiran seseorang tidak sampai di situ pada mau menang sendiri dan pinter sendiri-sendiri. Kata kiyai yang mengatakan istilah perbedaan agama musuh belaka, diambil dari asalnya Gusti Allah ta’ala menciptakan itu beragam sifat manusia dan makhluknya diantaranya menganutnya terserah tapi tujuan sama, dari agama Buddha, Konghucu, hindu, islam, kristen, katolik, tujuan sama ingin diterima oleh Gusti Allah namun cara yang berbeda. Ada ayat yang memperkuat ngina dina ngindanul islam” satu-satunya agama adalah yang di ridhoi ialah islam, namun belum tentu walaupun islam juga seperti apa islamnya. Contoh ketika kita shalat di masjid lalu kita lupa kunci masih di motor fikiran akan kesitu, bagaimana akan khusyu. Tidak bagusin dan juga tidak menyalahkan. “lakum dinukum waliadin itu untuk kita saling bersatu padu atau mata rantai untuk bersatu padu, ada kata-kata berat sama di pikul ringan sama di jinjing jangan sampai kita terprovokatori oleh orang yang tidak benar , orang yang melakukan teror, jihad, mengaku sebagai islam tapi kenapa orang yang tidak salah di bunuh. Syekh syarif Hidayatullah/ Gusti si nuhun sebagai pemeluk agama islam atau syi’ar agama islam atau pimpinan islam sebagai waktu jaman apa. Jelas diantara tidak saling caci mencaci, sampai turun sunan kalijaga menyebarkan agama islam dengan menggunakan gamelan, wayang golek asal dari sunan kalijaga. Karena jaman dahulu agama islam belun ada, masih banyak yang memeluk agama buddha dan hindu, akhirnya mereka dakwah untuk pemeluk agama tapi tidak secara paksa “la ikroha fiddin” tidak ada paksaan di agama itu. Jelas untuk bersatu padu menuju kesuksesan masing-masing, tidak ada permusuhan.
IDENTITAS INFORMAN Nama
: Sutina
Agama
: Islam
Pekerjaan/Jabatan
: kuncen Jungjang
1.
Apa yang Bapak ketahui tentang keranjang Ki Buyut Jungjang? “Secara fisik keranjang tersebut sudah tidak ada, sudah rusak, sudah tidak ada wujudnya. Keramat dari keranjang tersebut mampu menampung padi seluas 25 bau, sebelah kulon makam ki wasiat, antara titipan orang palembang, klambi wajah dan cotom wajah, sawah 1 bahu di muat dalam satu keranjang. Di makan 25 negara tidak habis-habis. Keranjang pangaritan atau keranjang tempat sampah sekarang. Satu jung itu 500 bata atau 1 bau, 1000 meter (1 Hektar). Benda pusaka tidak boleh di foto, seperti keranjang ki buyut ada kejadian ada yang meminta izin ke bupati untuk memfoto setelah sampai di rumah meninggal.
IDENTITAS INFORMAN Nama
: Samsuri
Agama
: Islam
Pekerjaan/Jabatan
: Abdi Dalem gunung sembung
1. 2.
3.
Apakah Sunan Gunung Jati mengajarkan hidup rukun ? “Segala macem mengajarkan, istial rukun islam, rukun kesejahteraan.” Apa motivasi Sunana Gunung Jati menikahi Ong Tien? “Dari itu untuk penyebaran agama islam di negara cina,jadi suatu ujian syarif hidayatullah. Sampe menikahi putri raja dari cina, suatu kerukunan juga, jadi semua umat itu untuk bersatu. Apakah ada pengaruh agama terhadap budaya ? “Ada pengaruhnya, waktu melamar bahkan dari pihak perempuan memberikan keramik dari cina “lamaran” . ada penemuan keramik di subang yang ada hubungannya dengan ong tien, sekarang di musiumkan. Sebelum islam datang, dan setelah di percaya dan menikah lalu pindah ke tanah jawa. Tidak ada masalah tetap rukun.”
IDENTITAS INFORMAN Nama
: Abdul Nasir
Agama
: Islam
Pekerjaan/Jabatan
: Kaur Keuangan Desa Arjawinangun
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Bagaiamana kondisi Desa Arjawinangun yang masyarakatnya memeluk dua agama yang berbeda ? Sangat rukun, dengan adanya Gereja, Masjid, Vihara tidak pernah ada masalah. Menurut bapak apa yang menyebabkan masyarakat bisa hidup damai dan rukun walaupun berbeda agama ? Karena dari faktor pendidikan , pada dasarnya di sini ada pesantren khususnya desa Arjawinangun, tingkat pendidikan tinggi, kesadarannya juga. Karena hal itu mereka memahami, karena di pesantren ada pendidikan , di Gereja juga ada pendidikannya, jadi sangat sadar, masyarakat paham. Adakah kebebasan memeluk agama di sini mislanya dalam satu keluarga berbeda agama ? Selama ini tidak ada kasus tentang, keluarga yang berbeda agama, misalnya menantu saya orang kristen itu belum ada. Jadi tidak ada. Karena faktor dari desa Arjawinangun yang agamis dna mengerti agama, dan ketika mencari istri dan lihat latar belakangnya yang jelas. Dasar agama yang kuat jadi belum pernah terjadi. Bagaimana hubungan mereka dalam acara-acara keagamaan mislanya selametan orang meninggal atau pernikahan ? Karena tidak ada masalah, mereka faktor dari teman , karena saling kenal maka saling berkunjung satu sama lain, dan Pendeta Pak Steve Mardianto juga berkunjung misal ada yang ia kenal. Sepengetahuan saya di desa Jungjang ada yang meninggal mereka ikut kumpul. Bagaimana peran pemuka agama ? Pemuka agama selalu menyerukan untuk hidup rukun, dengan akidah Islam di masyarakat itu jelas. Semisal ada hari-hari besar menyerukan baik tingkat RT, RW , tingkat kecamatan. Sangat maksimal untuk menyerukan kehidupan yang rukun di desa Arjawinangun dan Jungjang ini. Saling menghormati agama lain. Para Kyiainya. Di Desa Arjawinangun juga tidak pernah ada yang berpindah agama, dan tidak ada aliran yang radikal yang masuk di desa ini. Pada saat hari raya agama bagaimana kondisi masyarakat disini ? Pada saat hari raya suasana di desa ini sangat aman, meriah dan silaturahmi antar warga dan itu juga tidak ada kegaduhan. Dan ketika natal pengamanan selalu ada. Adakah momen kumpul bersama 2 agama pemeluk agama ? Secara khusus tidak ada, tapi misal ada kegiatan hari imlek tahun baru Cina, itu juga di dasari dengan tahun baru Cina. Karena rata-rata pemeluk agama Kristen etnis Cina (Tionghoa). Dan yang beragama Kristen itu pernah melaksanakan bakti sosial dan
8. 9.
memberikan santunan kepada anak Yatim dan khsususnya untuk desa Arjawinangun dari Gereja memberikan ke kita, seperti paket sembako , buku tulis, perlengkapan sekolah. biasanya tahun baru imlek dan yang memberikan dari keturunan Kristen, Konghucu, Islam. Dalam pemilihan kepala desa apakah ada syarat khusus juga pak ? Tidak ada, baik kepala desa maupun perangkat desa di sini, tidak ada larangan. Menurut bapak apakah sudah adil pelayanan desa kepada masyarakat yang berbeda agama ? Sangat adil, karena tidak ada perbedaan, baik Kristen maupun Islam dalam hal pelayanan. Sangat menghormati karena di sini mayoritas beragama Islam. Dan meskipun daerah sini dipimpin oleh orang-orang yang beragama Islam, namun dapat dijamin tidak ada diskriminasi terhadap warga nonmuslim dalam pelayanan apapun.
IDENTITAS INFORMAN Nama
: Sukanta
Agama
: Kristen
Pekerjaan/Jabatan
: Wiraswasta Pemeluk agama Kristen Jungjang
1. 2.
3.
4.
Apakah anda merasa nyaman menjalankan aktifitas keagamaan di Desa Jungjang ? Merasa nyaman sekali Adakah intervensi dari pemeluk umat lain untuk mengikuti agama mereka kepada anda? Tidak ada intervensi, namun adapun tapi teman dekat yang mengajak untuk melakukan ibadah haji. Tidak dakwah ataupun hal lain. Di dalam keluarga saya sendiri, yang paling Tua saya dan beragama Kristen, anak kedua beragama Kong Hu Cu, Ketiga Kong Hu Cu juga, keempat Islam, kelima Katolik, dan nomor enam Kristen, dan ketujuh Kristen. Agama yang dianut ada semua tapi kita terbiasa sehari-harinya. Semisal lebaran bersilaturahmi , kalau misalkan imlek kumpul , dikeluarga hanya tahun baru Cina dan Lebaran. Misalkan merayakan hari besar agama Cina dan berkumpul keluarga besar dimasakan khusus untuk saudara yang beragama Islam dan itu halal. Sudah biasa bersama, Apa yang anda lakukan saat umat Islam merayakan hari raya agamanya? Adakah bentuk tindakan dari anda sebagai pemeluk yang berbeda keyakinan untuk menghormati agama lain yang sedang merayakan hari rayanya? Pastinya ada, biasanya kebaktian pagi sore, ibadah satu dan ibadah dua, dan semisalkan hari raya jatuh pada hari minggu ibadah satu ditiadakan di geser ke sore semua untuk menghormati karena di seberang ada Masjid Fadlulllah yang melakukan shalat idul Fitri, jadi ibadah di Gereja dilakukan hanya sekali saja , tapi saya pribadi bahkan semuanya pasti mengucapkan selamat kepada relasi-relasi ke teman-teman terdekat , seperti ke tokoh agama Islam Abah Inu Ubaidillah Syatori mengirimkan parsel, dan mereka membalas dengan mengucapkan terima kasih , mengucapkan secara pribadi dan mengirim juga, sampai sekarang masih terjaga. Pada saat peristiwa NINJA, di jawa Timur tokoh-tokoh agama di bunuh dan di culik gerakannya dari Jombang jawa timur sana, di Desa Jungjang dan penganut agama Kristen dari mulai jam sepuluh malam menjaga dirumahnya tokoh-tokoh agama Islam Arjawinangun, seperti abah Toha, abah Inu Ubaidillah Syatori menjaga sampai pagi, dan ketika sudah masuk waktu subuh dan sudah terang umat Kristen pulang , bersama dan saling menjaga karena penculikan itu dilakukan tengah malam, begadang dan berkeliling. Kita bergantian untuk menjaga para tokoh kyai di sini. Jika tetangga anda yang berbeda agama mengalami musibah, apa yang anda lakukan ? Pasti menolong yang lainpun pasti ikut membantu, dahulu depan toko saya ada tokoh mas namanya ibu rokanah dan pada saat itu cucunnya bermain bola dia lari-lari dan bolanya ke jalan raya, kemudian dia ketabrak motor kepental jauh, sekelilingnya hanya
5.
6.
diam saja dan ketika itu saya kejar padahal saya tidak tahu itu anaknya siapa dan dibawa ke rumah sakit pada hal saya tidak tahu itu siapa dan saya bertanggung jawab langsung diberikan pertolongan oleh dokter dan di jahit. Anaknya udah sadar dan ibunya baru datang dia langsung nangis. Melihat hal-hal yang kesusahan diluar kota atau dimanapun saya langsung berhenti dan menolong tidak melihat suku, agama. Semua pasti melihat hal ini pasti menolong dan tergantung niatnya. Tempat ibadah antara umat Kristiani dengan umat Islam yang berdekatan, bisa digambarkan bentuk kerukunan yang terjalin? Apakah anda terganggu dengan suara adzan ? Tidak ada masalah, karena sudah terbiasa malah kita di bangunkan dengan adanya adzan, misalkan pada saat malam puasa saya menyiapkan makanan untuk umat Islam pada saat melaksanakan tarawih, mereka meminta roko saya kasih karena sudah slaing kenal maka tidak ada sekat untuk saling berkomunikasi pada saat maulid Nabi ikut berpartisipasi, mereka mengirimkan proposal dari pondok pesantren kebonpring dll. Dan khususnya di Desa Arjawinangun hubungannya sangat bagus. Bahkan pada saat maulid Nabi diadakan festifal barongsai , misalkan abah Inu mempunyai hajat saya diminta sebagai penerima tamu. Begitupun sebaliknya pada saat natal kita di bantu oleh BANSER, terjaga begitu indah dan ketika terjadi masalah di luar kita di daerah ini melakukan antisipasi bahkan ada FKUB salah satunya Pak Steve Mardianto sudah menjadi pengurus , satu bulan sekali kumpul dengan tokoh-tokohnya , abah Husein keponakan abah Inu, dan istrinya penggerak kaum perempuan khusus Gender, dan abah husein tokoh nasional. Mislakan mempunyai hajatan kita berkunjung dan ketika Natal mereka mengucapkan, dan saya berkunjung kerumahnya karena dia lebih tua. Faktor yang menyebabkan kerukunan ada tidak pak ? Karena kita semua berbaur dahulu, dari kakek nenek kita sudah berbaur tidak ada pemisah mereka punya hajat kita diundang, dan dari Kritsen yang mempunyai hakat juga berbaur. Dan juga sampai anak-anaknya juga berbaur. Semenjak saya kecil dan sekolah bersama umat Islam tidak ada perbedaan kita duduk bersama dan tidak saling meledek. Sampai sekarang kerukunan makin baik. Pada saat dahulu saya SD dan mata pelajaran agama Islam saya tidak boleh keluar , saya yang bukan Islam sampai bisa menulis bahasa Arab Bismillah sampai surat saya baca sampai hafal, surat Al-Ikhlas dll. Sampai di bimbing oleh teman dan sampai bisa, sekarang sudah tidak ada karena yang Non-Muslim yang beragama Kristen pada saat pelajaran agama Islam mereka keluar bahkan yang bukan muslim ada sendiri mata pelajarannya. Sejarah berdirinya duah dari dahulu dari saya sebelum lahir juga sudah ada, di sana ada Vihara sejak zamannya nenek dan kakek saya, dahulu bukan vihara tapi namanya rumah Kong (Rumah Singgah) tapi sejarahnya ada orang tua yang abunya ada dan di hargai , di sini berdampingan Gereja, Vihara dan Masjid. Dahulu vihara namanya klenteng tapi pada saat zamannnya suharto yang berbau Cina tidak diperbolehkan, tulisan cina , sekarang di ganti dnegan Vihara. Yang pertama berdiri ialah Vihara dari zaman Belanda, jadi ada yang perantauan ke Semarang dan mereka menginap di situ. Dahulu pada saat saya SMP setelah olahraga bermain bola di alun-alun depan Masjid dan hujan saya masuk kedalam balong Masjid, tiduran di Masjid dan itu tidak ada apa-apa. Kemudian rumah ibadah yang kedua
7.
berdiri ialah Masjid sekitar tahun 1950an, dan setelah itu Gereja pada tahun 1958an dan ada perbaikan izin ke samping kanan kiri, kanan, depan belakang tidak ada masalah maka dibangunlah. Pada saat perizinan tidak dipersulit bersyukurnya dimudahkan, sanagt toleran. Vihara di sini umatnya sudah tidak ada, tapi karena Vihara ini masih ada bimbingan dari Cirebon yang dekat Pelabuhan karena induk dari situ. Setiap tahun sering diadakan bakti sosial sebanyak dua kali, pertemuan terahir di laksanaan di pondok pesantren yang di pimpin oleh Pak Mukhlisin Muzari sampai 300 orang, doktor diundang dan di adakan di alun-alun Arjawinangun sampai 500 orang lebih dan doktornya campur ada yang beragama Islam dan Kristen , menjadi satu untuk dan mereka suka rela untuk membantu, dan obat-obatan dan tarnsportasi, makanan disediakan oleh pihak Gereja. Hampir semua tokoh-tokoh yang ada tenaga kerja dari beda agama tidak ada perbedaan, apalagi mereka benar-benar baik dan jujur, dan berpakaian rapih sopan, saya lebih senang. Saling membantu, saling gotong royong. Ketika anda sedang beribadat di hari minggu, sementara saat bersamaan umat Islam sedang mengadakan pengajian, apakah ada komunikasi antara pemuka agama ? apakah saling terganggu satu sama lain ? Adanya komunikasi, misal umat Islam merayakan puasa maka Gereja membuat ucapan Selamat menunaikan ibadah puasa, dan ketika ada kebaktian diberikan pemahaman kepada jemaatnya untuk sailng menghormati mereka sedang melakukan ibadah puasa, sampai sekarang ini tidak pernah ada masalah dan aman , rukun damai sampai sekarang.
IDENTITAS INFORMAN Nama
: Mey
Agama
: Kristen
Pekerjaan/Jabatan
: Wiraswasta
1. Apa yang ibu ketahui tentang kerukunana yang terjadi di sini? “Kondisi kerukunan di desa Jungjang itu aman, sebagai bukti kerukunan adanya klenteng masjid dan gereja berdampingan, Jungjang dan Arjawinangun itu tidak pernah bermasalah. Bentuk kerukunan perbatasan ini saling menyatu , saling menerima, saling menghormati tidak pernah ada teguran.” 2. Apa faktor yang melatarbelakangi? “Faktor kerukunan di desa ini karena pergaulan , tidak ada batasan , terbuka diri jadi tidak ada masalah. Pada waktu hari raya natal sudah rutin memberi parsel di sekeliling gereja di belakang samping kanan samping kiri semuanya di berikan parsel, bingkisan setiap tahun gereja di member bingkisan. Dan pendeta berkunjung memberi parsel ke rumah warga yang beragama islam, di sekeliling kristen. Bakti sosial, pengobatan gratis, palmerah mengambil darah (donor darah). Yang ikut mengurusi ini staf dan pekerja gereja, anggota gereja.” 3. Apakah ada adat kebiasaan yang khas di sini? “Adat kebiasan : seperti arisan, selametan itu belum bersama-sama, masih masing-masing. Di desa sudah ada seperti ibu-ibu PKK. Sekarang pak auk di masukan sebagai LPM.” 4. Apakah pernah kepala desa di sini beragama Kristen? “Tidak pernah ada kepala desa yang beragama kristen.” 5. Contoh saling membantu antar umat beragama? “Dalam hal kebersamaan islam dan kristen menberikan uang kepada anak yatim pada bulan mulud . sebelumnya ingin meminta sumbangan ke orang kristen dan selalu diberikan ke anak yatim orang islam, ahirnya orang kristen ada yatim dan pendeta meminta orang kristen juga diberikan karena ada anak yatim juga. Jangan dibeda-bedakan kalau kita semua ingin menyatu. Orang islam ada anak yatim di kristen juga ada anak yatim , orang kristen di suruh memberikan dana dan orang kristen juga di panggil di alun-alun untuk menerima sumbangan. Jadi orang kristen tidak merasa asing dan ingin orang islam lebih terbuka, orang kristen sudah setuju memberikan dana, dan pendeta bicara karena di kristen juga ada fakir dan ada yang tidak punya juga, tidak semua orang kristen kaya. Kalau ingin semua ingin bergabung adanya penggabungan ini di minta kedua agama meminta tolong agar orang kristen juga di kasih datanya yang tidak mampu. Biasanya dari islam istilah kata di beri tapi belum, merekanya tidak mengerti atau merasa di bantu, dan pendeta gereja terbuka.”
IDENTITAS INFORMAN Nama
: Lahni
Agama
: Islam
Pekerjaan/Jabatan
: Pedagang depan gereja Desa Jungjang
1. 2.
3.
4.
Bagaimana kerukunan yang terjadi di sini? “Kondisi di perbatasan ini rukun.” Apa faktor penyebabnya? Faktor yang menyebabkan kerukunan di sini karena mereka saling menghormati. Pada saat hari raya kondisi aman , lebaran, natalan semua saling menghormati. Adat kebiasaan ,sedekah bumi agama islam, setiap bulan. Saling mengucapkan, pendeta saling mengucapkan, polisi untuk menjaga. Saling berkunjung tidak berbeda. Mempererat saling bersilaturahmi, menghormati. Kalau kenal saling mengunjungi,pernikahan ataupun ada yang meninggal.” Apakah ada peran tokoh kedua agama dalam kerukunan ini? “Ada peran agama di desa untuk menyatukan kedua agama. Peran pemuka agama pasti ada untuk menyatukan.” Bagaimana pelayanan di desa? Apakah membeda-bedakan? “tidak ada diskriminasi dalam pelayanan di kantor perihal agama.”
IDENTITAS INFORMAN Nama
: Ika
Agama
: Kristen
Pekerjaan/Jabatan
: Pedagang sebelah gereja Desa Jungjang
1. 2. 3.
4.
Apakah pernah terjadi konflik di desa ini terkait agama? “tidak pernah terjadi konflik. Rukun terus” Apakah pelayanan di desa diskriminatif terhadap beda agama? “Pelayanan desa di samakan tidak ada di beda-bedakan.” Apa faktor kerukunan di desa ini? “Faktor sudah biasa berbaur. Antara orang cina, muslim tidak rasis, bersaudara saling menghargai, yang cina butuh bantuan di bantu begitupun pribumi. Contoh bentuk kerukunan di desa ini? “Kalau lebaran pergi ke sekitar rumah berkunjung kebelakang, dan khususnya gereja adanya donor darah, bakti sosial, di sekolah mubtadiat pernah bakti sosial dan awalnya tidak mau takut pengkristenan. Tapi di kasih penjelasan dan untuk pengobatan saja. Kalau yang kenal saling berkunjung tanpa membeda-bedakan agama. Di keluarga bu ika pamannya Islam dan bersama-sama , misalkan natalan ikut, dan lebaran keluarga ibu ika yang ke rumahnya. Ketika shin ciyaan ikut saling membagi-bagikan ang pao, tidak ada perbedaan cina maupun pribumi.”
IDENTITAS INFORMAN Nama
: Muhammad
Agama
: Islam
Pekerjaan/Jabatan
: masyarakat depan Masjid/ Umat Arjawinangun
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Bagaiamana kerukunan yang terjadi di daerah sini? “Kondisinya rukun, cinta damai sekali, kondisi antar kedua agama itu saling berdampingan karena mereka toleransinya sangat tinggi sekali, pas salah satu ada acara ada yang umat islam yang meminta sumbangan ya saling memberi. Apa faktor kerukunan yang menyebabkan hal tyersebut? “Faktor yang menyebabkan kerukunan ialah karena umat islam di arjawinangun paling banyak jadi karena dia menjadi minoritas berfikir toleransi itu penting , kebanyakan orang jawa kristen pendatang.” Apakah ada pengaruh pernikahan Sunan Gunung Jati dengan Putri Ong Tien? “Bisa jadi, karena syekh syarif hidayatullah menikah dengan ong tien yang keturunan cina dan mungkin ada beberapa yang tau. Dari arya kemuning dan memberikan informasi kepada keturunannya sehingga mereka mengerti. Apa contoh kerukunana yang Anda ketahui? “Pada saat hari raya aman , karena pada saat hari raya saling mengucapkan, dan tidak saling berkunjung , misalkan dalam acara pernikahan mereka datang. Kumpul bersama dan saling berinteraksi di warung dan tidak membeda-bedakan. Mereka yang saling kenal dengan yang berbeda agama sling mengundang , waktu acara abah husein sering diundang dan datang untuk bisa mengucapkan selamat. Pas ada yang meninggal pada datang mereka salaman lalu pulang, yang banyak dalam acara pernikahan, orang islam yang meninggal lalu kenal dia datang takjiah.” Apakah ada diskriminasi dalam interaksi sehari-hari atau dalam pelayanan di kantor desa? “Interaksi sosial tidak membeda-bedakan. Pelayanan desa tidak di beda-bedakan. Apakah ada peran kedua agama dalam mengupayakan kerukunan? “Peranan agama ada dari masyarakat tertentu, ketiga agama tapi mereka semua saling menghormati dan yang beragama kristen minoritas . Ada tokoh agama yang menyerukan saling hidup rukun. Dalam acara peretmuan-pertemuan di gereja dan hari besar islam, khotbah, saran baik mereka selalu terucap di setiap pertemuan dalam toleransi beragama.” Apakah ada adat kebiasaan yang khas di sini? “Adat kebiasaan, ada didaerah arjawinangun seperti sedekah bumi tiap tahun , minta sumbangan, yang mengirim di sini, yang berbeda agama juga memberi. Barongsai pada saat muludan ada.
IDENTITAS INFORMAN Nama
: Suwanda
Agama
: Islam
Pekerjaan/Jabatan
: Dalang
1.
Apa yang Bapak ketahui terkait sejarah Sunan Gunung Jati? “Jungjang itu Raden jaka parit, asal muasal sunan gunung jati itu dari syam atau dari bani israil di sana ada kerajaan di namakan kerajaan utara sultan mahmud di tinggal istrinya. Dari pulau jawa masih muda raden walangsungsang dan nyi rarasantang hijrah turun dari pajajaran ke amparan jati bertemu dengan syekh nurjati belajar islam. Setelah belajar di suruh untuk membuat padepokan di luas alang-alang pesisir atau alas konda. Suruh membuat perdukuan atau mengembangkan agama, di tugaskan syekh nurjati untuk menyempurnakan agamanya untuk pergi Haji, pergi ke bani israil lalu bertemu dengan raja utara yang mencari istri, dan yang di tugaskan ialah patih ali basa untuk mencari jodoh yang mirip dengan almarhum istrinya lalu bertemu dengan nyi rarasantang setelah itu bertemu sultan mahmud, kemudian menikah lalu mempunyai 2 anak, syarif hidayatullah dan syarif arifin. Sultan mahmud masih ada hubungannya dengan Nabi Muhammad ia adalah cicit Nabi Muhammad, dapat wahyu akan jadi wali jawa tutupnya ulya, dapat amanah unutuk mencari syariat di pulau jawa, sebab bakal jadi wali di pulau jawa, jadi di serahkan kerajaan dari bani israil tidak mau, jadi yang memimpin ialah syekh arifin. Syekh syarif hidayatullah turun di negara jawa, dan dia bertemu dengan wahyunya atau nur cahaya alam di bawa sampe surga, pulang dari sana dapat suara tabuan gamelan, suatu hari akan ada di tanah cirebon yaitu gong sakati atau duplikasi dari keraton dari surga, ngambil dari daun sidratohul muntaha suaranya seperti tabuan di sana, kata kanjeng Nabi Muhammad itu suara daun, namun kata Nabi Muhammad suara itu tidak bisa hilang maka buatlah di alam dunia. Setelah itu turunya syekh syarif hidayatullah bertemu dengan Nabi Sulaiman dapat pusaka cincin marmud yang di cekel oleh syekh syarif hidayatullah dan malukat gaib yang di pegang oleh syekh abdul qadir jailani yang akan datang. Turun dari surga lalu di tempatkan di ki srungsang bertemu dengan raja jin lalu bertemu dengan kupluk cucunya Nabi Nuh yang mencari orang taunya. Di sana perang karena peperangan itu di lemparkan lalu syekh syarif sampai di jepang negara tartar alasnya alas jepun, dia jatuh di kayu yang sekarang untuk sesembahannya orang jepang yang di namakan teu pekong yang sesembahannya seperti arca. Di sana ada suatu kerajaan tartar , bernama raja sam pokong di situ tau kalau ada syekh (guru) yang bisa mengobati segala macam penyakit dan raja memanggil untuk menguji syekh syarif hidayatullah, untuk mengetes anaknya yang bernama putri ong tien niyo, perut ong tien niyo di beri bokor dan dites, raja sam pokong meminta syekh syarif hidayatullah untuk menebak anaknya hamil atau tidak, dan jawaban syekh syarif hidayatullah anak raja hamil raja sampokong bilang bahwa kamu itu orang bodoh, tidak mengerti apa-apa karena anak saya itu tidak hamil anak saya di
2.
perutnya itu bokor, lalu berdebat syekh syarif hidayatullah di perwasah di berikan pusaka dan akan tiba di pulau jawa. Bokor yang ada di perut ong tien itu berubah menjadi kandungan, dia meminta izin untuk mencari syekh syarif hidayatullah. Di bawakan segala macam dari raja dan di ikuti pengawalnya. Lalu sampailah di samping alas konda, di sana ada batu besar yang mengambang yang menempel di rombongannya puti ong tien dan sekarang di namakan batu semar atau gunung semar pertama kali mencari syekh syarif hidayatullah. Bertemu dengan ki kuwu cirebon atau mbah ku sangkan di temukan dengan syekh syarif hidayatullah, dan berkata suatu hari akan di akui sebagai keluarga. Syiar islam agama yang masuk ke tartar , orang cina atau orang jepang atau turunan tiong hoa hususnya mempunyai syariat islam karena mempunyai jalur dari hal ini, karena orang tuanya islam. Mengandungnya putri ong tien lalu dia menikah dengan syekh syarif dan di bawa lalu di berikan gelar dari cirebon dengan nama nyi mas rara sumanding dan sudah masuk islam. Dan syekh syarif hidayatullah di berikan gelar sunan gunung jati. Setelah melahirkan putri ong tien di asingkan di daerah luragung dan di asuh oleh ki pasura dan ki sura dipa, 2 orang kakak beradik . di pinggir daerah kuningan dan sesudah besar di berikan gelar raden kuningan atau raden arya kemuning karena (ciptaan, atau pengucap dari syekh syarif hidayatullah madie omongan). Dari hal ini ada sidang wali ratu rara sumanding ingin membuat pertanaman yaitu gua sunyaragi permintaan nyi mas rara sumanding. Syekh syarif hidayatullah di berikan tugas oleh mbah kuwu cirebon untuk membuat kunci, pengangkatan itu ada tiga pertama, pangeran surya negara, asli indramayu, kedua, pangeran pengemitan (jaka parit), ketiga jaka wasiat ketiga orang ini di panggil di sidang wali , setengahnya membuat taman sunyaragi dan setengahnya rumusan untuk perundingan kunci, fungsinya untuk mengembangkan agama syiar islam, di pulau jawa. Pangeran surya negara kunci untuk di daerah lemah tambah, pangeran pengemitan atau pengeran trusmi kuncen di gunung jati, jaka wasiat di tempatkan di tanah jungjang , berkembangnya agama islam di jungjang karena raden jaka wasiat di sana mempunyai anak murid sampai berkembangnya agama islam itu karena raden jaka wasiat. Ketiga itu adalah anak murid syekh syarif hidayatullah, namun ki jaka wasiat itu ada titisan dari syekh syarif hidayatullah, karena ibunya ialah selir ada hubungannya dari syekh syarif hidayatullah. Arjawinangun itu mempunyai kedudukan raja atau tumenggung (kadipaten) ada kaitan anak dengan syekh syarif hidayatullah sebab anaknya ada di arjawinangun. Yang menemukan tanah jungjang ki wasiat dan yang menemukan arjawinangun yaitu jaka parit? Antara jungjang dan arjawinangun itu tidak ada petentangan tentang agama, cuman adanya gunung srandil dan sempilan gunung srandil, setengahnya gunung jati dan setengahnya gunung tengguru sewetane ampil gading makam cina, dan gunung srandil.” Apakah pernah terjadi konflik antara Islam dan Kristen? “Antara agama islam dan agama kristen awalnya ada pertentangan namun dalam hal pengembangan saja, sesudah masuknya ong tien di agama islam sampai mempunyai keturunan arya kemuning , agama tionghoa masuk dan agama islam masuk tidak bermasalah. Banyak Klenteng dan agama yang masih banyak di anut dari sana, umat islam membuat tempat ibadah masing-masing. Dari hal inilah di cirebon banyak klenteng, klenteng jamblang yang tertua sama dengan umur berdirinya masjid agung sang cipta rasa,pada waktu syekh syarif hidayatullah baru di angkat menjadi wali sekitar
3.
4.
1400 M. Banyaknya masjid dan klenteng bersinggungan karena keduanya sama berdirinya. Apakah ada pengaruh menikahnya Sunan Gunung Jati dengan Putri Ongtien? “Ada kaitannya dengan menikahnya syekh syarif hidayatullah menikah dengan ong tien dengan berkembangnya jawa di jawa, masuknya agama tiong hoa itu di bawa oleh ong tien, sesudah masuknya ong tien di angkat menjadi putri cirebon masuk agama islam di baiat menjadi agama nabi (agama islam) , di berikan gelar nyi mas rara sumanding diberi gelar sesudah masuk agama islam, dan mempunyai keturunan arya kemuning. Arya kemuning datang bisa bertindak di tanah jungjang itu menghalangi orang galuh. Galuh itu agama leluhur dan sebelum islam datang itu sudah ada hindu perawa, jadi cirebon yang berkembang hindu dan budha perawa , setelah masuknya syekh syarif hidayatullah dan pangeran ki walasungsang sampai mempunyai keturunan di sini dan masuknya pertama itu agam konghucu pada saat itu agama ong tien juga kong hucu dan nyembahnya itu tempekong, arca. Pada mulanya di buat dari batu, kayu, setelah ong tien masuk islam di sinilah ada persatuan tiong hoa dengan agama kenabian syekh syarif hidayatullah, dan setelah perkembangan itu syiar di tanah arjawinangun itu karena ada pati 2 yang membuat klenteng jamblang ada kaitannya, karena kekurangan kayu klenteng jamblang itu mengambil kayu tanpa meminta izin ke para wali, di bawa oleh keturunan tiong hoa tujuannya untuk menutupi saka yang kurang di jamblang, karena tidak terimanya para wali itu di gugat dan para keturunan tiongbhoa itu menyebar. Setengahnya ke arjawinangun. Cina ada yang di arjawinangun atau cirebon itu pendatang dari alas jepun (jepang) di bawa oleh ong tien putri cina , karena ada keturunanketurunan di pulau jawa sampai nyebar ke cirebon, indramayu, dimanapun penyebarannya karena bibit ratunya ada di cirebon. Termasuk ratu ong tien, penyebarannya putri ong tien atau orang cina ya ada kaitannya dengan dia. Karena ada di pulau jawa. Menikahnya ong tien dengan syekh syarif hidayatullah. Bisa karena hubungan erat, tidak ada perselisihan antara etnis tiong hoa keturunan tionghoa dan pribumi pulau jawa itu karena ada kaitan pernikahan. Bisa untuk manfaat dan untuk mempererat agama dan kepercayaan itu ada pernikahan ong tien dan syekh syarif hidayatullah maka tidak ada bentrok. Sampai sekarang keturunan cina sebagian tanah jawa ini di kuasai oleh cina karena ada ibu,tidak salah orang cina tinggal di cirebon. Ibarat mempunyai orang tua di cirebon, dan penyembahan, ibadah orang cina itu di watu tameng (pusaka) sempalan di watu srandil (baylangu).” Apakah ada pengaruh agama dengan sosial budaya? “Membawa agama dari sana dan disatukan dengan agama di cirebon. (perpaduan budaya dan perpaduan etnis tiong hoa dengan agamanya putri ong tien dan syekh syarif hidayatullah). Tidak ada pertentangan itu karena itu. Napak tilas sese. Yang membawa agama dari cina itu ong tien konghucu, termasuk kristen di kembangkan oleh agama yahudi, agama kristen karena agama campur-campur agama yang dari luar , eropa. Atau etnis keturunan tiong hoa ya ong tien.”