MARKET
PERSPECTIVE
Wealth Management Newsletter - November 2016
US ELECTION EFFECT AS kembali ke wujud sesungguhnya, seiring dengan terpilihnya presiden dari partai Republik yang merepresentasikan semangat Amerika.
Greetings Nasabah yang terhormat, Terima kasih atas kepercayaan Anda menjadi Nasabah setia Commonwealth Bank. Pada edisi e-Market Perspective kali ini, kami mengulas mengenai pergerakan pasar selama bulan Oktober hingga pertengahan November 2016 yang mengalami koreksi tajam sejak hasil pemilihan presiden yang secara mengejutkan memenangkan Donald Trump calon dari partai republik sebagai presiden Amerika selanjutnya setelah masa pemerintahan Barrack Obama selesai Januari 2017. Kekhawatiran akan rencana presiden terpilih Donald Trump untuk melakukan ekspansi fiskal dan pemangkasan pajak membuat pelaku pasar meyakini inflasi akan meningkat melampaui ekspektasi dan mendorong kenaikan suku bunga acuan AS lebih cepat. Kondisi ini membuat investor global memilih untuk risk-off dan mengurangi porsi investasi di emerging market. Dari dalam negeri rilis data PDB Indonesia Q3 yang menunjukkan angka 5,02% YoY meningkatkan harapan pasar proses recovery ekonomi Indonesia berada di dalam jalur yang benar, terlebih konsumsi publik meningkat 5,01% dibandingkan Q3 tahun lalu yang mendapatkan efek lebaran. Ke depannya kami melihat peluang yang baik untuk memanfaatkan momentum ini dan kesempatan untuk membangun kembali portofolio investasi yang ideal sesuai dengan tujuan dan profil risiko anda. Jika Anda membutuhkan informasi lebih lanjut mengenai strategi dan rekomendasi produk-produk investasi, Anda dapat menghubungi Relationship Manager Kami di cabang terdekat.
Dewi Rustini Director of Retail Banking
Market Perspective | Wealth Management Newsletter | November 2016 | 1
Equity Market Review Oktober dan November 2016 Pada periode bulan Oktober dan November ini sentimen pergerakan pasar global terfokus pada pemilihan presiden AS. Selama periode pertengahan Oktober hingga awal November pasar terkoreksi tipis dan selanjutnya terkonsolidasi akibat kekhawatiran potensi kemenangan Hillary Clinton menipis. Isu email pribadi yang digunakan Hillary Clinton ketika menjadi pejabat negara diselidiki FBI membuat popularitas Hillary menurun. Namun setelah email Hillary dinyatakan tidak bermasalah dan investigasi ditutup, pasar langsung menyambut positif, angka survei semakin menjagokan Hillary menjadi pemenang pilpres, IHSG juga terbawa eufora positif dengan mengalami kenaikan yang cukup besar selama 3 hari berturut-turut jelang pilpres 8 November. Satu Hari sebelum pemilihan presiden IHSG ditutup di level 5.470 level tertinggi sepanjang 2016. Dengan skenario kemenangan Hillary diyakini level tertinggi tahun ini akan dipecahkan dan mengejar level tertinggi sepanjang masa di 5.523. Namun skenario best case itu sayangnya gagal terealisasi. Secara mengejutkan kandidat dari partai republik Donald Trump memenangkan pemilihan presiden dengan jumlah electoral vote 290 dibandingkan Hillary 232. Padahal di beberapa hasil survei sebelumnya mayoritas menjagokan Hillary Clinton akan menjadi pemenang pemilihan presiden. Seketika itu juga emerging market terkoreksi. Khawatir akan direalisasikannya rencana-rencana Donald Trump yang kontroversial, para investor memilih melakukan aksi jual mengurangi investasi di aset berisiko. Kemenangan pilpres dari partai republik semakin sempurna dengan kursi parlemen didominasi partai republik pada waktu pemilihan yang bersamaan. Terhitung sejak awal Oktober hingga 15 November Indeks global turun -1,38%, indeks emerging market turun -6,85%, dan IHSG terperosok -5,33%. Sementara terhitung YTD sampai 15 November IHSG naik +10,57% indeks global naik +1,51% dan emerging market naik +6,32%. Net inflow asing saat ini mencapai Rp 26.4 triliun YTD.
Terdapat satu sektor yang menarik selama beberapa bulan terakhir ketika IHSG memasuki fase konsolidasi, setelah beberapa kali mencoba memecahkan rekor tertinggi tahun ini di 5.470 namun belum berhasil. Terhitung dari awal tahun harga batubara telah meningkat pesat lebih dari 100% jauh melampaui kenaikan harga minyak. Transformasi strategi pemerintah Tiongkok dari awalnya berusaha men-trigger demand menjadi reformasi supply side telah membuahkan hasil. Akibat masalah over supply yang juga terjadi pada batubara, pemerintah Tiongkok memutuskan mengurangi hari kerja karyawan dari 330 hari menjadi 276 hari, selisih hari tersebut disubsidi oleh pemerintah. Dikuranginya jumlah hari kerja karyawan ini membuat produksi batubara nasional Tiongkok turun -15% dan membuat harga batu bara dunia meroket hingga menyentuh USD 110 per metric ton. Bila pada pasar global pertumbuhan permintaan batubara menyentuh stagnansi, di emerging market terutama Indonesia pertumbuhan permintaan batu bara sangatlah tinggi. Program ambisius pemerintah di 2019 untuk membangun pembangkit listrik sebesar 35.000 watt yang belakangan direvisi menjadi 19.700 watt membutuhkan banyak sekali pasokan batu bara. Sebagai dampak meningkat pesatnya harga batubara membuat emiten-emiten batubara di IHSG turut meningkat pesat hingga mencapai ratusan persen dilihat dari awal tahun. Bila di awal tahun kenaikan emiten batubara lebih dikarenakan sudah oversold hingga diperdagangkan dibawah nilai asetnya, maka kenaikan saat ini didorong membaiknya harga jual sehingga membuat produsen batu bara dapat kembali meraih keuntungan dan valuasi menjadi murah. Khawatir akan direalisasikannya rencana-rencana Donald Trump yang kontroversial, para investor memilih melakukan aksi jual mengurangi investasi di aset berisiko.
Bond Market Review Oktober dan November 2016
Hasil Electoral Vote Pilpres AS
Sumber: nytimes
Bulan Oktober pasar obligasi mengalami penurunan jika dibandingkan dengan bulan September. Tercermin dari penurunan kinerja Bloomberg Indonesia Local Sovereign Index (BINDO Index) yang turun -1,1% atau -2,24 poin ke level 200,59. Pelemahan pasar obligasi berlanjut hingga pertengahan November setelah terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS. Tekanan yang meningkat di pasar obligasi lebih disebabkan oleh meningkatnya ketidakpastian kondisi global, meskipun rilis data ekonomi Indonesia menunjukkan perbaikan namun sentimen global masih lebih mendominasi. Yang menjadi faktor pemicu utama adalah menjelang diselenggarakannya pemilihan presiden AS.
2 | Market Perspective | Wealth Management Newsletter | November 2016
Hingga sehari sebelum hari pemilihan, ekspektasi global lebih berpihak kepada calon presiden dari Demokrat, Hillary Clinton di mana kondisi pasar cenderung stabil walaupun volatilitas sudah meningkat.
pasar partai masih mulai
Secara mengejutkan calon presiden dari partai republik, Donald Trump memenangkan pemilu presiden AS. Di hari pengumuman pemenang pemillu, pasar langsung bereaksi risk off dengan memburu aset yang dianggap safe haven seperti Yen Jepang, Franc Swiss, termasuk US Treasury (yang sempat menguat). Namun setelah pelaku pasar mendalami janji kebijakan Trump selama kampanye pasar langsung berbalik arah dengan melakukan sell-off terhadap US Treasury yang menyebabkan yield melonjak drastis dari level 1,8% menjadi 2,1% dalam dua hari. Kenaikan yield US Treasury memicu kenaikan yield obligasi di seluruh dunia yang menceminkan rencana Trump yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi AS dengan melakukan kebijakan pemotongan tarif pajak baik perusahaan dan perorangan serta akan melakukan belanja infrastruktur dalam jumlah besar. Hal tersebut meningkatkan ekspektasi bahwa defisit fiskal AS akan bertambah lebar disusul oleh percepatan laju inflasi serta lebih agresifnya kenaikan FFR target oleh The Fed untuk mengimbangi kenaikan inflasi.
Global Market Outlook 2016 Year of Surprise Tahun 2016 pantas dapat dikatakan sebagai tahun kejutan, dimulai dari sepakbola dimana juara liga Inggris leicester yang merupakan kandidat degradasi pada awalnya, disusul Portugal yang menjadi juara untuk pertama kali di pentas piala Eropa. Dari panggung politik kejutan pertama kembali datang dari Inggris dengan hasil referendum yang menyatakan lebih banyak masyarakat Inggris memilih untuk keluar dari Uni Eropa, kemudian kejutan terbesar terjadi pada November ini, terpilihnya Donald Trump sebagai presiden AS, padahal mayoritas lembaga survey menjagokan Hillary Clinton akan keluar sebagai pemenangnya. Periode pemilihan presiden AS di 2016 ini sangat menarik bila dibandingkan periode sebelumnya. Kedua calon presiden ketika masa kampanye menunjukkan karakter yang bertolak belakang, bila Hillary bersikap seperti negarawan yang bertutur kata sopan, cermat dan diplomatis dalam mengutarakan pendapat maka Donald Trump bersikap sebaliknya straight forward kerap melontarkan opininya yang provokatif secara terus terang sehingga sering membuat pihak lain sakit hati. Melihat sikap Donald Trump yang seenaknya membuat angka survey mayoritas menjagokan Hillary menjadi
masuk akal. Walaupun Hillary sendiri sempat diterpa isu email pribadi yang diinvestigasikan FBI, namun posisinya sebagai kandidat yang lebih kuat terus dipertahankan. Namun kejutan terbesar di 2016 telah terjadi, di negara semaju AS, survey yang memiliki tingkat akurasi sangat tinggi tetap bisa melakukan kesalahan. Masyarakat AS secara mengejutkan memenangkan Donald Trump sebagai Presiden AS yang baru. Kemenangan Donald Trump sebagai Presiden AS dari partai republik disambut negatif oleh pasar. Ide-idenya yang kontroversial membuat pasar berada dalam ketidakpastian sehingga membuat investor memilih untuk sell off asetaset berisiko. Dengan masih adanya agenda referendum Italia untuk reformasi konstitusi pada 4 Desember nanti kejutan masih dapat berlanjut. Dengan adanya ketidakpastian yang dapat mempengaruhi pasar global maka pasar akan cenderung memilih untuk wait and see.
Republic As The True Face of United States Setelah tahun 1492 sejak pertama kalinya ditemukan benua Amerika oleh Christophus Colombus, masyarakat Eropa berbondong-bondong ke AS untuk mencari peruntungan yang lebih baik. Ketika itu benua Eropa memiliki sistem sosial hirarki dimana orang-orang terpandang adalah kalangan darah biru namun kemiskinan melanda di kalangan bawah yang memiliki derajat rendah. Bekerja untuk menguntungkan diri sendiri dipandang suatu ketamakan sementara pungutan pajak sangat tinggi, hampir tidak ada kesempatan untuk masyarakat dengan derajat rendah untuk meraih kemakmuran. Ditemukannya benua Amerika memberikan masyarakat kalangan ini mimpinya kembali untuk meraih kemakmuran, untuk meraih kekayaan individu. Semangat ini tergambarkan dengan jelas melalui tulisan Adam Smith “wealth of nation” pada tahun 1776 yang memunculkan istilah terkenal “the invincible hand”, setiap orang yang berusaha untuk kepentingannya sendiri membangun kemakmuran dengan menjual roti, memotong daging, dan sebagainya tidak lagi dipandang sebagai suatu ketamakan, justru dengan kepentingan masing-masing individu membentuk tangan tak terlihat (invincible hand) yang membuat masyarakat dapat saling melengkapi kebutuhannya dan membuat roda ekonomi berjalan dengan baik. Dari pemikiran inilah awal lahirnya kapitalisme yang membuat AS bertumbuh hingga menjadi ekonomi terbesar di dunia seperti sekarang. Namun kapitalisme juga memiliki kelemahan, yaitu menciptakan siklus ekonomi yang berakhir pada krisis. Cukup menarik, sejarah kembali terulang seperti tulisan kami pada edisi ke-48 bulan maret, Berdasarkan sejarah saat krisis ekonomi terjadi presiden yang bertugas membenahinya berasal dari partai demokrat yang memiliki paham Keynesian di mana perlu peran lebih dari
Market Perspective | Wealth Management Newsletter | November 2016 | 3
pemerintah untuk menstabilkan ekonomi, namun setelah ekonomi telah pulih maka presiden dari partai republik penganut paham kapitalis yang merupakan wajah asli dari AS kembali memegang kendali. Uniknya bila semangat kapitalis atau pasar bebas berciri republik, maka rencana kebijakan yang dilakukan dari presiden terpilih saat ini justru bersifat protektionisme, menjauhkan diri dari perdagangan bebas global, dan berfokus pada dalam negeri.
Economic Cycle
Sumber: Media
Berkaca pada sejarah memang sudah sewajarnya saat ini AS kembali dipimpin presiden dari partai republik. Dengan Donald Trump yang berlatar belakang pengusaha properti semakin merepresentasikan Amerika dalam hal enterpreneurship. Bila terdapat ganjalan yang membuat popularitasnya rendah ketika masa kampanye adalah karena ucapan-ucapannya yang terlalu provokatif dan ide-ide kontroversial bahkan untuk ukuran sekelas AS. Namun terlepas dari itu, Donald Trump telah menunjukkan cara yang dia lakukan berhasil membawanya ke kursi kepresidenan, dan dengan pernyataan pernyataannya yang jujur straight forward, masyarakat AS paham apa yang diinginkan oleh presidennya.
itu AS mengalami stagflasi, ekonomi melambat namun inflasi tinggi. Kebijakan ekonomi yang dilakukan saat itu sering disebut Reaganomics. Reaganomics, kebijakan ekonomi yang dilakukan saat itu adalah dengan memangkas pajak pendapatan individu dari 70% menjadi 28%, pajak korporasi dari 48% menjadi 34%, dan deregulasi ekonomi. Dampak yang diberikan dari kebijakan ini membuat inflasi turun menjadi 4%, pengangguran turun di bawah 6%, dan Dow Jones yang merepresentasikan ekonomi AS selama periode 19822000 naik hampir 14x lipat tertinggi dalam sejarah dan menciptakan 40 juta lapangan kerja baru. Donald Trump juga memaparkan rencananya yang relatif sama yaitu memangkas pajak pendapatan individu dan pajak korporasi, kemudian melakukan deregulasi Dodd Frank peraturan yang membuat adanya supervisi dan membatasi izin bisnis perbankan. Pasar memprediksi rencana ini akan mengakibatkan konsumsi AS akan meningkat tinggi dan mempercepat meningkatnya inflasi, ditambah dengan ekspansi fiskal untuk belanja infrastruktur maka tekanan inflasi semakin besar. Karena ekspektasi inflasi tinggi mengakibatkan potensi kenaikan FFR target jauh lebih agresif dari perkiraan semula dan membuat khawatir investor global akan semakin tingginya US Treasury dan menguatnya USD. Rencana besar Donald Trump lainnya adalah melakukan proteksi ekonomi. Yang pertama dengan mendeportasi imigran-imigran gelap Mexico hingga membuat tembok di perbatasan, dan yang kedua dengan menaikkan tarif barang yang masuk ke AS dan merenegosiasikan ulang pernjanjian perdagangan yang merugikan AS. Namun mengingat salah satu mitra dagang utama AS yaitu Tiongkok merupakan raksasa ekonomi dunia dan juga salah satu pembeli obligasi terbesar AS, kecil kemungkinan AS akan melakukan tindakan keras yang dapat merugikan.
Inflation decline & GDP increase on President Ronald Reagan Era 1981 - 1989
Berdasarkan pernyataan-pernyataannya selama masa kampanye terdapat dua bagian penting yang menjadi perhatian investor global. Yang pertama adalah rencana mem-boost ekonomi AS dengan melakukan pemangkasan pajak korporasi, individu, ekspansi fiskal untuk meningkatkan belanja infrastruktur, dan deregulasi. Kedua adalah memproteksi ekonomi AS dengan mendeportasi imigran, menaikkan pajak impor, dan melakukan renegosiasi ulang perjanjian-perjanjian perdagangan yang merugikan AS seperti Trans-Pacific Partnership (TPP). Sumber: Bloomberg
Salah satu rencana utama presiden terpilih AS Donald Trump adalah dengan memangkas pajak pendapatan individu dan korporasi. Hal ini pernah dilakukan dilakukan pada presiden AS terdahulu Ronald Reagan yang juga seorang republikan dan secara kebetulan juga dari kalangan selebritis. Keadaan yang dihadapi juga relatif mirip, ketika
Eagle vs Panda Tiongkok sebagai mitra dagang terbesar AS akan menghadapi tantangan yang sangat besar. Dalam kampanyenya Donald Trump merencanakan 7 langkah
4 | Market Perspective | Wealth Management Newsletter | November 2016
untuk membangun kembali ekonomi AS dengan pembatasan perdagangan bebas. Tiga dari tujuh rencana tersebut secara langsung menyinggung Tiongkok. Salah satunya adalah akan menginstruksikan treasury secretary untuk mencap Tiongkok sebagai manipulator mata uang selain itu Donald Trump juga menyampaikan akan memberikan tarif pajak impor sebesar 40% untuk Tiongkok jika tidak mengikuti aturan AS. Rencana pengenaan tarif impor 40% kepada Tiongkok, diperkirakan akan memicu perang dagang yang pada akhinya akan merugikan kedua Negara dengan perekonomian terbesar di dunia tersebut. Namun dengan melembutnya nada pada saat menyampaikan pidato kemenangannya, sepertinya Trump akan memilih untuk melakukan renegosiasi ulang dengan Tiongkok dibanding pembatasan secara sepihak, mengingat Tiongkok memiliki porsi yang besar dalam kepemilikan US Treasury. Untuk menghadapi tantangan perdangangan ke depan, pemerintah Tiongkok langsung mencari solusi jika perdagangan dengan salah satu mitra dagangnya tersebut dibatasi. Trump yang menegaskan akan tetap melakukan pembatalan kesepakatan Trans-Pacific Partnership (TPP) direspon oleh Tiongkok pada dengan mengajukan solusi kesepakatan perdagangan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). RCEP merupakan kesepakatan perdagangan bebas antara 10 negara anggota ASEAN dengan 6 negara yang telah memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan ASEAN yakni Australia, Tiongkok India, Jepang, Korea Selatan dan Selandia Baru. Kombinasi potensi pertumbuhan PDB anggota RCEP diperkirakan akan melebihi nilai PDB anggota TPP pada 2050. Dari segi geopolitik, rencana Trump untuk mengurangi dukungan militer bagi sekutu AS di Asia akan menjadi kesempatan Tiongkok untuk meningkatkan pengaruhnya di kawasan. Salah satu inisiatif yang mungkin akan dipercepat adalah integrasi ekonomi kawasan seperti inisiatif pembentukan Asia infrastructure investment bank dengan maksud memperbesar Foreign Direct Investment dari Tiongkok ke negara-negara kawasan.
Equity Market Outlook Dampak dari melesetnya ekspektasi Apa jadinya bila hasil rilis laporan keuangan jauh meleset dari ekspektasi konsensus? Investor akan melakukan aksi jual besar-besaran karena kecewa melihat hasil yang jauh dari ekspektasi. Hal ini terjadi pada IHSG di 2015 ketika rilis laporan keuangan 1Q15 jauh meleset dari ekspektasi analis.
Kejadian serupa kembali terjadi pada pemilihan presiden terbaru di AS. Ketika pasar secara mayoritas sudah meyakini pemilihan presiden akan dimenangkan Hillary Clinton dan indeks emerging market termasuk IHSG telah mem-price in kemenangan Hillary dengan naik ke 5.470 (level tertinggi tahun ini). Maka kekalahan Hillary secara mengejutkan membuat panik pasar, apalagi pemenang presiden kali ini merupakan sosok kontroversial yang gemar mengeluarkan pernyataan-pernyataan provokatif. Ide-idenya untuk membangun tembok di perbatasan Mexico, mendeportasi imigran, menaikkan pajak impor Tiongkok menjadi 40%, hingga membatalkan rencana Trans-Pacific Partnership (TPP) jelas tidak disukai pelaku pasar. Tren saat ini yang mengarah ke proteksi ekonomi memberi dampak negatif pada ekonomi global, dapat dilihat dari sejarah bagaimana kontribusi perdagangan bebas pada pertumbuhan ekonomi global. Kemenangan Donald Trump membuat pelaku pasar melakukan aksi jual terutama pada emerging market. IHSG sendiri tidak luput dari Trump Effect yang mengalami penurunan dari 5.470 hingga ke level 5.078. Sampai sejauh ini pasar masih terus menduga-duga apa kebijakan Donald Trump yang akan benar-benar diimplementasikan, dan bagaimana dampaknya pada pasar global, terutama emerging market.
Kemenangan mengejutkan Trump membuat investor melakukan aksi jual pada IHSG & SUN
Sumber: Bloomberg
Koreksi membuat P/E IHSG kembali menarik Secara historikal kenaikan rata-rata laba bersih IHSG 12% setiap tahunnya. Bila diukur dari harga IHSG awal tahun maka idealnya IHSG berada di level 5.160. Bahkan dengan fakta kenaikan laba bersih sampai Q3 masih sedikit dibawah rata-rata historikal dan valuasi IHSG tergolong premium dibandingkan negara lainnya membuat investor skeptis pada proyeksi kenaikan IHSG diawal tahun. Namun ekspektasi itu berubah sejak diketuk palunya program tax amnesty oleh DPR. Didukung suksesnya program tersebut melampaui ekspektasi ekonom membuat pasar dilanda euforia aksi beli di IHSG. Optimisme meningkat tinggi, IHSG naik sempat menyentuh +18% YTD. Kenaikan ini akibat re-rating valuasi IHSG ke level
Market Perspective | Wealth Management Newsletter | November 2016 | 5
yang lebih mahal. Kenaikan yang lebih ditopang oleh market sentimen seperti ini tentu berisiko ketika terjadi downturn, seperti halnya kemenangan mengejutkan Donald Trump menjadi presiden AS. Dengan masih adanya agenda-agenda penting global seperti referendum Italia (8 Desember), FOMC meeting (15 Desember), dan kebijakan ekonomi Donald Trump sendiri, maka masih terdapat ketidakpastian di pasar global yang membuat investor menjadi risk off dan lebih memilih untuk memegang safe haven. Melihat kondisi ini sulit mengharapkan kembalinya fund flow pada IHSG dalam waktu dekat sampai ada kejelasan lebih lanjut. Namun bila kita berbicara dari aspek domestik, terutama pada fundamental IHSG yaitu laba bersih, saat ini outlook-nya cukup positif walaupun tidak luar biasa. Telah dipangkasnya suku bunga hingga 175 basis merupakan insentif pada emiten-emiten untuk melakukan ekspansi. Membaiknya data ekonomi seperti consumer confidence, Same Store Sales Growth, dan konsumsi listrik merupakan indikasi positif kenaikan laba bersih IHSG sebesar 17-18% di 2017 dapat terealisasi.
Forward P/E IHSG terlihat kembali menarik
Oktober. Investor asing melakukan aksi jual SBN sepanjang bulan November hingga mencapai Rp 15.3 triliun yang merupakan aksi jual terbesar dalam sebulan pada tahun ini. Aksi jual ini juga memicu peningkatan yield SUN 10 tahun hingga mencapai 7,8%. Di saat pasar obligasi mengalami guncangan, pemerintah serta Bank Indonesia menyatakan akan selalu berada di pasar untuk melakukan intervensi guna menstabilisasi harga obligasi dan nilai tukar rupiah. Pemerintah saat ini telah memiliki bond stabilization framework untuk memitigasi keluarnya dana asing secara mendadak dari pasar obligasi dengan cara melakukan buy back SBN menggunakan cadangan APBN hingga menggunakan anggaran BUMN serta BPJS. Pemerintah akan memantau secara harian beberapa indikator diantaranya yield SUN seri benchmark, nilai tukar rupiah, IHSG serta kepemilikan asing di SBN. Dalam jangka pendek hingga menengah fokus investor masih akan tertuju ke AS, pernyataan presiden AS terpilih Donald Trump akan selalu ditunggu oleh pelaku pasar guna menjustifikasi apakah rencana kebijakan yang dilontarkan selama kampanye akan direalisasikan setelah menjadi presiden. Di tengah ketidakpastian kondisi global yang meningkat, secara fundamental data ekonomi Indonesia berangsur mencatatkan perbaikan.
Sumber: Bloomberg
Bond Market Outlook Menghadapi tekanan sell-off dari Trump Effect Volatilitas yang tinggi diperkirakan masih akan terjadi di pasar obligasi domestik maupun obligasi dalam denominasi dolar AS dan ketidakpastian global masih akan mendominasi pasar dalam waktu dekat. Aksi sell-off investor asing dari emerging market juga masih menjadi risiko yang akan dihadapi dalam waktu dekat ini. Risiko ini dihadapi Indonesia karena merupakan salah satu negara dengan kepemilikan obligasi negara yang cukup besar oleh investor asing. Seperti yang terjadi seminggu setelah terpilihnya Donald Trump, investor global melakukan sell-off dari pasar obligasi emerging market termasuk Indonesia. Tercatat kepemilikan asing di SBN turun cukup signifikan ke level 37,3% per 18 November dari 38,4% di akhir
Meskipun mencatatkan penurunan dibanding kuartal sebelumnya, pertumbuhan ekonomi 3Q16 tercatat sebesar 5,01% YoY. Angka tersebut sedikit lebih baik dari ekspektasi ekonom yang melihat bahwa pertumbuhan 3Q16 akan berada di bawah angka 5%. Catatan lainnya adalah pertumbuhan konsumsi domestik stabil di level 5,01% YoY pada 3Q16, padahal di kuartal tersebut tidak ada efek peningkatan belanja terkait perayaan Idul Fitri. Ini merupakan indikasi awal bahwa masyarakat Indonesia sudah kembali melakukan belanja. Ini juga tercermin dari consumer confidence index yang naik ke level tertinggi dalam satu tahun terakhir. Selain itu data current account deficit (CAD) Indonesia juga mengalami perbaikan yang menyempit ke level 1,8% dari PDB di 3Q16 dari 2,2% dari PDB di 2Q16. Jika dilihat dari prespektif investor lokal, perbaikan fundamental ekonomi Indonesia dan dengan tingkat yield SUN 10 tahun yang saat ini mencapai 7,8% merupakan level yang cukup atraktif. Mengapa demikian? Jika dibandingkan dengan tingkat suku bunga deposito yang berada di sekitar 6% serta dalam tren penurunan tentu yield yang ditawarkan obligasi akan lebih menarik. Di sisi lain jika dilihat dari segi real yield (nominal yield dikurangi inflasi) yang berada di kisaran 4,5% juga terlihat atraktif di mana rata-rata lima tahun terakhir real yield hanya berada di kisaran 1,9%.
6 | Market Perspective | Wealth Management Newsletter | November 2016
Real Yield SUN 10 tahun
Sumber: Bloomberg
Risks to Watch Berikut ini adalah beberapa risiko yang perlu kita waspadai dalam beberapa bulan ke depan:
Rekomendasi Investasi Pada pasar Saham, dengan terpilihnya Donald Trump menjadi presiden AS, perhatian pasar global saat ini terfokus pada kebijakan yang akan dilakukan presiden terpilih AS. Rencana ekspansi fiskal dan pemangkasan pajak akan menaikkan inflasi dan berdampak kenaikan suku bunga AS yang lebih agresif, kenaikan ini akan dapat menyebabkan capital outflow dari emerging market. Sementara rencana proteksi perdagangan tidak banyak berdampak langsung pada Indonesia yang lebih mengandalkan konsumsi domestik, namun secara tidak langsung bila terjadi permasalahan pada Tiongkok maka akan memberikan dampak negatif juga pada Indonesia. Dalam periode jangka pendek banyak ketidakpastian pada pasar global yang dapat mempengaruhi IHSG, namun secara jangka panjang kami tetap positif dengan fokus kembali pada fundamental IHSG, potensi pertumbuhan laba bersih yang mencapai dua digit di 2017. Merupakan strategi yang bijak bila menyisihkan 10-20% dana kas melihat pasar global dalam kondisi yang sangat tidak pasti dalam jangka pendek. Secara jangka panjang kami masih tetap bullish pada equity dan memberikan rekomendasi aset alokasi 50% seimbang dengan obligasi.
Terpilihnya Donald Trump menjadi presiden AS yang baru menciptakan ketidakpastian besar dipasar. Keinginannya untuk melakukan ekspansi fiskal dan pemangkasan pajak dapat membuat inflasi AS naik lebih dari perkiraan ekonom. Risiko lebih besar datang dari rencananya untuk melakukan proteksi perdagangan dengan menaikkan pajak import barang ke AS. Saat ini pasar masih menunggu pernyataan resmi kebijakan-kebijakan yang akan dilakukan Trump. Dengan angka inflasi Uni Eropa baru mencapai 0,5% jauh dari target ECB sebesar 2% terlihat pemulihan ekonomi UE masih jauh dari harapan. Namun kebijakan stimulus tidak akan dilakukan selamanya, terlebih terlihat semakin lama efektifitasnya semakin turun. Rencana tapering oleh ECB akan memberikan sentimen negatif kepasar, apalagi rally yang terjadi di emerging market saat ini lebih ditopang karena melimpahnya likuiditas. Referendum konstitusi Italia yang akan dilaksanakan pada 4 Desember nanti dapat mengakibatkan mundurnya Perdana Menteri saat ini Matteo Renzi dan memberikan peluang naiknya pendukung anti Uni Eropa sebagai Perdana Menteri yang baru. Hal ini dapat menyebabkan risiko politik disintegrasi pada Uni Eropa. Kenaikan suku bunga AS pada Desember nanti telah diekspektasikan oleh pasar, terefleksi dari indeks USD yang telah menguat hingga menyentuh angka 101 dan probabilitas konsensus yang telah mencapai 100%. Namun dengan rencana kebijakan Trump yang dapat menyebabkan inflasi naik melampaui ekspektasi menciptakan kekhawatiran kenaikan suku bunga AS akan dilakukan secara agresif oleh The Fed pada 2017.
Pada pasar obligasi, volatilitas semakin meningkat pada akhir-akhir ini akibat meningkatnya ketidakpastian global serta adanya tendensi tekanan pada nilai tukar rupiah serta pasar obligasi. Untuk menghindari risiko volatilitas alangkah bijak jika sebagai investor obligasi untuk memperkecil durasi portofolio dalam jangka pendek hingga kondisi global menjadi lebih jelas. Selain menurunkan durasi portofolio, memperbesar cadangan kas juga dapat dilakukan mengingat dengan terkoreksinya pasar obligasi saat ini dan masih positifnya fundamental ekonomi Indonesia menawarkan yield yang cukup atraktif. Dalam jangka panjang Kami masih mempertahankan pandangan positif Kami terhadap pasar obligasi dengan merekomendasikan alokasi aset pada instrumen obligasi sebesar 50% dari total portofolio.
Market Perspective | Wealth Management Newsletter | November 2016 | 7
Analisa Valas Ekspektasi kenaikan bunga pada pertemuan Fed Desember meningkat menjadi 94% pada awal desember, di tengah optimisme yang berkembang sebagai efek Donald Trump pada ekonomi AS. Mata uang USD menguat dikarenakan munculnya optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi AS di bawah kepemimpinan Donald Trump yang merencanakan peningkatan belanja pemerintah dan pemotongan pajak. Kebijakan ini akan menopang angka inflasi, yang akan membawa ekonomi AS ke era bunga tinggi.
USD/IDR Pergerakan USD/IDR hingga akhir November 2016 tergolong cukup fluktuatif dengan range antara 12985-13595 dengan kecenderungan USD menguat. Laju inflasi mengalami percepatan di kisaran level 3,58% dibanding sebelumnya di 3,31%, memasuki bulan desember rupiah kembali menguat terhadap USD setelah dalam beberapa sesi perdagangan cenderung tertekan, kali ini bersamaan dengan penguatan kurs di Asia terhadap dollar dan BI juga melakukan intervensi untuk penguatan IDR membuat cadangan devisa turun dari USD115 Milyar menjadi USD111 Milyar. Penguatan harga minyak dan antisipasi market terhadap FED rate masih menjadi pemicu utama selain sentimen positif dari domestik. Faktor
global masih akan mendominasi pergerakan rupiah hingga minggu depan, dimana FOMC meeting yang diperkirakan menaikkan Fed rate. Fokus selanjutnya akan kembali tertuju pada pembahasan RAPBN 2017 serta pencapaian tax amnesty periode II. Rilis GDP terakhir menunjukkan perekonomian Indonesia cenderung melambat. Dana repatriasi tax amnesty sudah mencapai Rp143 Triliun dan pembayaran tebusan sudah mencapai Rp95.9 Triliun. Diperkirakan nilai tukar Rupiah akan berada di rentang 13,200 – 13,550 pada kisaran bulan Desember ini.
AUD/USD Pada bulan November kemarin AUD bergerak stabil dengan range 0.7310 – 0.7780, suku bunga RBA kembali dipertahankan di level terendah di 1,50% dengan indikasi ekonomi Australia yang menunjukkan adanya kenaikan momentum. Hal ini memberikan ekspetasi ke market bahwa suku bunga akan bertahan di level sekarang sampai pertengahan tahun 2017. CPI y/y dirilis naik di 1,3% dari sebelumnya di 1% dan tingkat pengganguran stabil di 5,6%, diantara semua indikator ekonomi yang cukup optimis hanya GDP yang menunjukkan
penurunan yang signifikan. Untuk jangka waktu pendek AUD masih cenderung akan menguat terhadap mata uang lainnya, akan tetapi untuk jangka menengah masih cenderung melemah dikarenakan prospek kenaikan suku bunga US sampai akhir tahun cukup menyita perhatian market. Diperkirakan AUD/USD akan cenderung bergerak dengan rentang 0.7350-0.7620 pada kurun waktu bulan Desember 2016.
8 | Market Perspective | Wealth Management Newsletter | November 2016
EUR/USD Nilai tukar Euro terhadap USD bergerak stabil di range 1.05201.1300 dengan kecenderungan melemah di bulan November, dipicu oleh kekhawatiran mengenai referendum italia dan potensi ECB untuk melanjutkan stimulus ekonomi setelah program QEnya berakhir di bulan Maret 2017 mengakibatkan EUR bergerak melemah terhadap USD. Ditambah lagi dengan ketidakjelasan perundingan antara Uni Eropa dan Inggris di
masa depan mengenai Brexit di mana ini bisa berpotensi menekan EUR lebih lanjut. Diperkirakan EUR/USD akan cenderung bergerak dalam rentang 1.0550-1.0850 pada kurun waktu bulan Desember 2016 dengan kecenderungan melemah dulu.
GBP/USD Poundsterling bergerak menguat signifikan di bulan November ini dengan range 1.2300-1.2775 disebabkan oleh makin jelasnya prospek kenaikan suku bunga US sampai akhir tahun disertai juga dengan berkurangnya kekhawatiran mengenai Brexit. Market memprediksi potensi “hard brexit” berkurang
di mana investor masih menunggu hasil keputusan dari Mahkamah agung mengenai ketentuan untuk vote Brexit. Diperkirakan GBP/USD akan cenderung bergerak dalam rentang 1.2450-1.2730 pada kurun waktu bulan Desember 2016.
USD/JPY JPY bergerak sangat fluktuatif di bulan November dengan range 101.20-114.80 di bulan November ini disebabkan oleh Pemilu AS yang dimenangkan oleh Donald Trump. Sebelumnya investor sempat memburu aset safe haven seperti JPY dan EUR menyebabkan JPY bergerak menguat ke level 101.20 akan tetapi setelah pidato kemenangan Trump market berbalik positif dengan indikasi Trump akan mendukung kebijakan perekonomian AS.di samping itu berita dari domestik Deputi Gubernur BoJ Kikuo Iwata mengatakan
jika bank sentral belum akan menggeser fokus mereka dari penambahan stimulus. Iwata juga menekankan bahwa BoJ tetap berkomitmen menggunakan suku bunga dan pembelian aset sebagai alat kebijakan utama untuk menghidupkan kembali perekonomian. Diperkirakan USD/JPY akan cenderung bergerak dengan rentang 111.50-114.50 pada bulan Desember 2016 dengan kecenderungan JPY menguat terbatas.
Recommendation EUR/USD
GBP/USD
AUD/USD
Expected buying level
13.200 - 13.250
USD/IDR
1.0500 - 1.0600
1.2450 - 1.2550
0.7350 - 0.7400
112.00 - 112.50
Expected selling level
13.400 - 13.450
1.0800 - 1.0900
1.2700 - 1.2800
0.7500 - 0.7600
114.00 - 114.50
Long profit taking
13.400 and above
1.0800 and above
1.2700 and above
0.7500 and above
114.00 and above
Short profit taking
13.250 and below
1.0600 and below
1.2550 and below
0.7400 and below
112.50 and below
Long cut loss
13.100 - 13.150
1.0400 - 1.0450
1.2350 - 1.2400
0.7250 - 0.7300
111.00 - 111.50
Short cut loss
13.500 - 13.550
1.1950 - 1.1000
1.2850 - 1.2900
0.7650 - 0.7700
115.00 - 115.50
Entry Point Profit Taking Cut Loss
*Data di atas hanya bersifat indikatif dan dapat berubah sewaktu-waktu tergantung kondisi pasar.
USD/JPY
Disclaimers Kecuali dinyatakan lain, semua data bersumber dari berita media massa, dan tidak diterbitkan oleh PT Bank Commonwealth (PTBC). PTBC harus dijamin untuk dibebaskan dari tanggung jawab, termasuk tetapi tidak terbatas pada penuntutan hukum oleh pihak ketiga. PTBC beserta direkturnya, karyawannya dan perwakilannya dalam Lampiran ini selanjutnya bersama-sama disebut sebagai “Grup”. Laporan ini diterbitkan semata-mata untuk tujuan informasi dan tidak boleh ditafsirkan sebagai suatu ajakan atau penawaran untuk membeli efek atau instrumen keuangan. Laporan ini telah disusun tanpa mempertimbangkan tujuan, situasi keuangan dan kapasitas untuk menanggung kerugian, pengetahuan, pengalaman atau kebutuhan orang-orang tertentu yang mungkin menerima laporan ini. Tidak ada anggota dari Grup yang melakukan atau harus melakukan penilaian kelayakan atau penyesuaian laporan untuk penerima laporan ini yang karenanya tidak mendapat manfaat dari perlindungan peraturan dalam hal ini. Laporan ini bukan nasihat atau petunjuk. Semua penerima laporan ini harus, sebelum bertindak atas dasar informasi dalam laporan ini, mempertimbangkan kewajaran/kelayakan dan kesesuaian informasi, dengan memperhatikan tujuan-tujuan mereka sendiri, situasi keuangan dan kebutuhan, dan jika perlu mencari profesional yang tepat, memperhatikan kondisi valuta asing atau nasihat keuangan tentang isi laporan ini sebelum membuat keputusan investasi. Kami percaya bahwa informasi dalam laporan ini adalah benar dan setiap pendapat, kesimpulan atau rekomendasi yang cukup telah diadakan atau dibuat, berdasarkan informasi yang tersedia pada saat kompilasi, tetapi tidak ada pernyataan atau jaminan, baik tersurat atau tersirat, yang dibuat atau disediakan untuk akurasi, kehandalan atau kelengkapan setiap pernyataan yang dibuat dalam laporan ini. Setiap pendapat, kesimpulan atau rekomendasi yang ditetapkan dalam laporan ini dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan dan mungkin berbeda atau bertentangan dengan, kesimpulan, pendapat atau rekomendasi yang diungkapkan oleh Grup di tempat lain. Kami tidak berkewajiban untuk, dan tidak, memberitahukan perkembangan terkini atau harus terus mengikuti informasi terkini yang terdapat dalam laporan ini. Grup tidak menerima tanggung jawab untuk setiap kerugian atau kerusakan yang timbul akibat dari penggunaan seluruh atau setiap bagian dari laporan ini. Setiap penilaian, proyeksidan prakiraan yang terkandung dalam laporan ini didasarkan pada sejumlah asumsi dan perkiraan dan tunduk pada kontinjensi dan ketidakpastian. Asumsi dan perkiraan yang berbeda dapat mengakibatkan hasil material yang berbeda pula. Grup tidak mewakili atau menjamin bahwa salah satu proyeksi penilaian atau prakiraan, atau salah satu dasar asumsi atau perkiraan, akan dipenuhi. Kinerja masa lalu bukan merupakan indikator yang dapat diandalkan untuk kinerja masa depan. Grup tidak menjamin kinerja dari produk investasi atau pembayaran kembali modal dengan produk yang didistribusikan oleh PTBC. Investasi dalam produk ini bukan merupakan simpanan atau kewajiban lainnya dari Grup atau anak perusahaannya dan setiap jenis produk investasi memiliki risiko investasi termasuk hilangnya pendapatan dan modal yang diinvestasikan. Contoh yang digunakan dalam komunikasi ini hanya untuk ilustrasi. Semua materi yang disajikan dalam laporan ini, kecuali bila ditentukan lain, berada di bawah hak cipta Grup. Tak satu pun dari materi, maupun isinya, maupun salinannya, dapat diubah dengan cara apapun, ditransmisikan ke, disalin atau didistribusikan kepada pihak lain, tanpa izin tertulis dari perusahaan terkait yang menjadi bagian dalam Grup. Grup, berikut agennya, asosiasinya dan kliennya memiliki atau telah memiliki posisi panjang atau pendek pada efek atau instrumen keuangan lainnya yang disebut di sini, dan dapat setiap saat melakukan pembelian dan/ atau penjualan terhadap kepentingan atau surat berharga dalam kapasitasnya sebagai prinsipal atau agen, termasuk menjual atau membeli dari klien atas dasar pokok dan dapat terlibat dalam transaksi yang tidak konsisten dengan laporan ini. Silakan melihat website kami di www.commbank. co.id untuk informasi lebih lanjut. Jika Anda ingin berbicara dengan seseorang mengenai instrumen keuangan yang dijelaskan dalam laporan ini, silakan hubungi Call Centre kami di 15000 30 atau email kami di
[email protected].
10 | Market Perspective | Wealth Management Newsletter | November 2016
BENEFITS
Hadir di lebih dari 25 kota di Indonesia
Dapat diakses di seluruh Jaringan A TM ATM Commonwealth Bank ATM Bersama ATM Prima / BCA
www.commbank.co.id
[email protected]
Commbank Mobile Ap p
Social Community CommbankID Commbank_ID Commbank_ID
Commonwealth Bank of Australia (CBA) G roup adalah bank terbesar di Australia dengan reputasi internasional berdasarkan market cap per Agustus 2014, rating AA yang hanya dimiliki oleh 16 bank di dunia be rdasarkan Fitch Ratings, Moody’s and Standa rd & Poor’s per 2013 dan juga salah satu dari 17 bank teraman di dunia versi majalah Global Finance 2013. CBA sudah be roperasi hampir satu abad lamanya, melayani lebih dari 10 juta nasabah di Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat, E ropa, Jepang dan wilayah Asia Pasifik seperti Cina dan Vietnam. CBA Group di Australia kini memiliki 1.010 kantor cabang dengan didukung oleh 45.000 orang karyawan dan menawarkan beragam p roduk perbankan, investasi, asuransi, pialang dan jasa keuangan lainnya . Di Indonesia, kehadiran CBA G roup diwakili oleh tiga perusahaan, Commonwealth Bank di sektor perbankan, Commonwealth Life di b idang asuransi, dan First State Investments Indonesia di bidang manajemen investasi .
PT Bank Commonwealth adalah Bank yang te rdaftar dan diawasi oleh Otorita s Jasa Keuangan.