Mewujudkan Ekosistem e-Tourism di Indonesia Oleh: Donatus Fernanda Putra
Pariwisata merupakan harapan bagi kesejahteraan bangsa di masa depan. Karakter pariwisata yang terus mengalami ekspansi dan diversifikasi menjadikannya sebagai salah satu industri dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Krisis yang melanda dunia terbukti tidak mengurangi perjalanan wisatawan global. Dari 25 juta wisatawan tahun 1950, saat ini tercatat ada 1.184 juta wisatawan di seluruh dunia, meningkat lebih dari 50 juta wisatawan pada tahun 2014. Pasca krisis finansial global yang melanda tahun 2009 lalu, sektor pariwisata tumbuh 4% atau lebih per tahunnya.1 Pariwisata adalah industri yang tahan goncangan. Pariwisata juga merupakan salah satu industri dengan penyerapan tenaga kerja tertinggi. Tahun 2014, tercatat 277 juta orang bekerja di sektor ini. Di Asia, pariwisata menyerap tenaga kerja delapan kali lebih banyak dibanding industri otomotif.2 Ini menunjukkan potensi besar industri pariwisata bagi pertumbuhan ekonomi. Lantas bagaimana dengan Indonesia? Di Indonesia, pariwisata belum digarap dengan maksimal. Tingkat kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia masih rendah. Sepanjang tahun 2014, kunjungan wisman ke Indonesia berada di angka 9,4 juta, jauh tertinggal dibanding Thailand yang mencapai 24,8 juta maupun Malaysia dengan 27,4 juta kunjungan (UNWTO, 2014). Tahun 2014, sektor pariwisata menyumbang devisa negara sebesar 8,2 juta USD (Pusdatin Kemenpar, 2015). Namun angka ini masih tergolong kecil dibandingkan Thailand yang pendapatan devisa dari pariwisata mencapai 42 juta USD, sementara Malaysia berada di angka 21 juta USD. Pariwisata menjadi penyumbang devisa terbesar bagi Indonesia setelah industri minyak dan gas, batu bara, dan kelapa sawit. Namun, kedepan pariwisata diproyeksikan terus tumbuh sementara sektor lain mengalami penurunan. Tahun 2020, pariwisata diprediksi menyumbang devisa sebesar 20 juta USD.3 Besarnya potensi yang belum dioptimalkan mendorong perlunya pembenahan industri pariwisata di Indonesia. Dari data daya saing pariwisata yang dilansir World Economic Forum, tahun 2015 Indonesia berada di urutan ke-50 dari 141 negara.
1 2 3
UNWTO, World Tourism Barometer – Maret 2016 World Travel&Tourism Council, Global Benchmarking Travel&Tourism, 2014 Pusat Data dan Informasi, Kementerian Pariwisata 2015
Tiga faktor yang memiliki nilai terendah untuk daya saing pariwisata Indonesia adalah kesiapan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di bidang pariwisata, infrastruktur pariwisata, serta persoalan kebersihan dan kesehatan.4 Dari ketiga faktor tersebut, penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di sektor pariwisata patut mendapat perhatian khusus. Terlebih perkembangan teknologi memberikan peluang besar untuk dieksplorasi lebih jauh demi mewujudkan pengalaman wisata digital atau e-tourism. Pengalaman Digital bagi Wisatawan Dulu orang tertarik berkunjung ke Gili Trawangan karena mendengar cerita orang yang pernah berlibur disana atau kebetulan melihat iklan wisata dari brosur. Kini ketertarikan itu muncul karena melihat foto liburan yang diunggah di akun media sosial seperti Path atau Instagram. Setelah memutuskan akan berkunjung, wisatawan lantas mencari tempat menginap. Sepuluh tahun lalu orang harus membolak-balik buku telepon kemudian menghubungi pihak hotel untuk memesan kamar, tapi sekarang kamar hotel bisa dipesan dengan mudah lewat ponsel pintar. Pun bila wisatawan ingin berpetualang rasa dengan mencicipi kuliner khas daerah setempat. Tak perlu repot-repot, bermacam aplikasi siap menyuguhkan informasi rekomendasi restoran dalam hitungan detik. Tidak berhenti disitu, sepulang berwisata, wisatawan akan mengulas liburan mereka lalu membagi cerita lewat blog atu situs seperti tripadvisor. Foto selama berliburpun tak luput dipamerkan di akun media sosial yang tentu akan dilihat oleh ratusan pasang mata. Proses berulang inilah yang disebut sebagai siklus digital pariwisata. Hari ini sekitar 75% penduduk dunia telah memiliki ponsel cerdas. Kondisi ini merupakan potensi besar bagi tumbuhnya ekosistem e-tourism demi keberlangsungan siklus digital tersebut. Selama 24 jam perhari, seluruh masyarakat dunia terkoneksi. Mau tak mau strategi pengembangan industri pariwisata harus mengikutinya. Perkembangan pesat teknologi merupakan peluang bagi industri pariwisata Indonesia untuk melompat jauh ke depan. Di titik inilah pemerintah, melalui Kementerian Pariwisata, dapat berperan sebagai ‘calo’ yang mempertemukan antara kebutuhan dan keinginan wisatawan dengan beragam informasi wisata maupun penyedia jasa di industri pariwisata.
4
World Economic Forum, Travel and Tourism Competitiveness Index, 2015
Strategi pengembangan industri pariwisata berbasis digital perlu segera diimplementasikan. Pertama, pengembangan sistem informasi destinasi pariwisata. Hal ini dapat diterapkan dalam bentuk situs maupun aplikasi terintegrasi yang menyajikan informasi serta layanan pariwisata yang lengkap, akurat, dan aktual. Wisatawan tak perlu terlalu banyak membuka situs untuk mencari informasi, cukup membuka satu aplikasi saja maka dengan segera tersaji data seluk beluk destinasi wisata, event pariwisata, informasi akomodasi dan transportasi, layanan pemesanan tiket yang dapat dibayar secara online dengan kartu kredit atau debit, bahkan layanan emergency bila terjadi sesuatu pada diri wisatawan. Kedua, digitalisasi program pemasaran pariwisata. Strategi pemasaran pariwisata hendaknya mampu memenuhi kebutuhan gaya hidup digital wisatawan. Pemerintah sebagai agen pemasaran harus hadir di setiap siklus e-tourism. Mulai dari aktif di berbagai media sosial guna memancing keinginan netizen untuk berwisata, memastikan kualitas hotel dan rental transportasi yang hendak dipasarkan melalui aplikasi pemesanan mobile, hingga menyediakan platform digital bagi wisatawan yang ingin berburu informasi seputar event maupun memberikan ulasan atas pengalaman wisatanya. Wisatawan ingin kemudahan dan kepastian maka menjadi keharusan bagi pelaku industri pariwisata untuk memastikan impian itu terpenuhi. Belum lama ini, Kementerian Pariwisata menggandeng raksasa search engine asal Tiongkok, Baidu, sebagai salah satu cara mendongkrak kunjungan wisatawan Tiongkok ke Indonesia. Informasi seputar destinasi wisata di Indonesia, akan ditampilkan pada halaman pertama Baidu. Langkah ini patut diapresiasi mengingat Tiongkok merupakan pasar utama bagi Indonesia, dengan jumlah kunjungan mencapai 2 juta wisatawan. 15,99 % devisa yang dihasilkan sektor pariwisata disumbangkan oleh wisatawan asal Tiongkok. Ketiga, akselerasi infrastruktur digital di Indonesia. Untuk mewujudkan pengalaman digital yang memuaskan perlu didukung infrastruktur digital yang mumpuni. Ketersediaan jaringan internet menjadi salah satu kebutuhan pokok wisatawan saat ini. Maka, harus ada jaminan setiap wisatawan yang berkunjung di Indonesia dapat mengakses internet dimanapun ia berada, khususnya di kawasankawasan wisata. Pembangunan jaringan internet fiber optic hendaknya menjadi prioritas pengembangan industri pariwisata. Terakhir yang tak kalah penting, adalah pengembangan e-government di institusi yang menaungi sektor pariwisata. Berbagai macam perizinan di bidang pariwisata maupun layanan sertifikasi tenaga pariwisata akan lebih efektif bila diurus oleh satu lembaga saja, misalnya dengan membentuk layanan satu atap perizinan wisata. Kemudahan layanan ini dipastikan mampu memancing gairah bisnis pelaku industri pariwisata.
Bila diurus dengan benar pariwisata adalah keniscayaan bagi melesatnya laju perekonomian nasional. Kelak negara tak lagi bergantung pada minyak bumi atau gas alam semata yang suatu saat akan habis dari perut bumi.
CURRICULUM VITAE
Nama
: Donatus Fernanda Putra, SIP
NIP
: 199008282015031004
Tempat, Tgl Lahir
: Yogyakarta, 28 Agustus 1990
HP
: 085643727785
E-mail
:
[email protected]
Pendidikan S1 Ilmu Administrasi Negara, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Pekerjaan 2015 – sekarang
Kementerian Pariwisata Republik Indonesia
2014 – 2015
News Developer, CNN Indonesia
2014
Institute for Multiculturalism (IMPULSE) ,Yogyakarta
and
Pluralism