STR RATEGI DAN D PER RANAN SUBSEKT S TOR PER RIKANAN N T TANGKA AP DALAM M PEMB BANGUNA AN WILA AYAH K KOTA SER RANG
SIS SKA MAGN NAWATI
MAYO OR TEKNO OLOGI DA AN MANAJ JEMEN PE ERIKANAN N TANGKA AP DEP PARTEMEN PEMAN NFAATAN SUMBERD DAYA PER RIKANAN N FAKUL LTAS PERIIKANAN DAN D ILMU U KELAUT TAN INSTITU UT PERTA ANIAN BOG GOR BOGO OR 2010 0
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul ”Strategi dan Peranan Subsektor Perikanan Tangkap dalam Pembangunan Wilayah Kota Serang” adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan mau pun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam tubuh tulisan dan tercantum dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, 19 Juli 2010
Siska Magnawati C44061427
ABSTRAK SISKA MAGNAWATI. Strategi dan Peranan Subsektor Perikanan Tangkap dalam Pembangunan Wilayah Kota Serang. Dibimbing oleh MOCH. PRIHATNA SOBARI dan DINIAH Teluk Banten memiliki potensi sumberdaya ikan pelagis kecil yang cukup besar yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah. Potensi yang ada di Kota Serang belum dimanfaatkan secara optimal dalam meningkatkan kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap pendapatan daerah, sehingga diperlukan suatu strategi pengembangan subsektor perikanan tangkap dalam pembangunan wilayah untuk meningkatkan peranan subsektor perikanan tangkap sehingga dapat meningkatkan pendapatan wilayah. Hasil perhitungan LQ menunjukkan bahwa berdasarkan indikator pendapatan daerah merupakan sektor basis dengan nilai LQ lebih besar dari 1, yaitu pada Tahun 2004 dan Tahun 2008 sebesar 2,17, pada Tahun 2006, 2007 dan 2008 masing-masing sebesar 1,51; 1,59 dan 1,45. Berdasarkan indikator tenaga kerja, hasil perhitungan LQ menunjukkan bahwa subsektor perikanan tangkap bersifat basis hanya pada Tahun 2001 sebesar 1,11, sedangkan pada Tahun 2002-2008 bukan basis, dengan nilai LQ lebih kecil dari 1 masing-masing sebesar 0,53; 0,34; 0,28; 0,29; 0,38; 0,41; 0,39. Berdasarkan hasil analisis Multiflier Effect, selama periode 2001-2008 dengan indikator pendapatan wilayah dan tenaga kerja, subsektor perikanan tangkap memberikan dampak positif terhadap pembangunan wilayah Kota Serang. Dalam perhitungan komoditas unggulan, diperoleh beberapa komoditas unggulan hasil tangkapan, yaitu ikan layur, ikan kurisi, ikan tenggiri, ikan teri, ikan peperek, ikan tembang, ikan belanak, cumi-cumi dan rajungan. Hasil analisis SWOT menghasilkan 3 alternatif strategi pembangunan antara lain, 1). Memanfaatkan potensi sumberdaya perikanan yang cukup besar dengan memfokuskan pada komoditas hasil tangkapan unggulan, kesempatan kerja dan daya beli masyarakat yang cukup tinggi yang dapat meningkatkan pendapatan daerah, serta dukungan pemerintah daerah dalam rangka melakukan pengembangan subsektor perikanan tangkap secara terpadu dan berkelanjutan; 2). Memberikan kemudahan bagi masyarakat setempat membuka usaha di bidang perikanan untuk memenuhi permintaan pasar perikanan dari luar daerah maupun luar negeri; 3). Pengembangan usaha yang bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah produk perikanan tangkap yang bersifat komoditas unggulan sebagai langkah untuk dapat bersaing dengan pasar di luar daerah.
Kata kunci : subsektor perikanan tangkap, pembangunan wilayah, komoditas unggulan, Location Quotient (LQ), Multiplier Effect (ME) dan SWOT.
STRATEGI DAN PERANAN SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KOTA SERANG
SISKA MAGNAWATI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Penelitian
: Strategi dan Peranan Subsektor Perikanan Tangkap dalam Pembangunan Wilayah Kota Serang
Nama Mahasiswa
: Siska Magnawati
Nomor Induk
: C44061427
Mayor
: Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Departemen
: Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Disetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S. NIP. 19610316 198601 1001
Ir. Diniah, M.Si. NIP. 19610924 198602 2001
Diketahui, Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Dr. Ir. Budy Wiryawan. M.Sc. NIP. 19621223 198703 1001
Tanggal lulus : 19 Juli 2010
KATA PENGANTAR Skripsi dengan judul “Strategi dan Peranan Subsektor Perikanan Tangkap dalam Pembangunan Wilayah Kota Serang” ini merupakan hasil penelitian yang dilaksanakan sejak Bulan Maret sampai dengan Bulan April Tahun 2010. Skripsi ini bertujuan untuk menentukan kontribusi dan peranan subsektor perikanan tangkap Kota Serang terhadap pembangunan wilayah serta menentukan komoditas hasil tangkapan unggulan yang dapat dikembangkan, sehingga dapat dijadikan komoditas kunci pada subsektor perikanan tangkap Kota Serang. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S., dan Ir. Diniah, M.Si., selaku Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Pembuatan skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik pembaca untuk menyempurnakan hasil yang diperoleh. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak yang memerlukan.
Bogor, 19 Juli 2010
Siska Magnawati
UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada : 1) Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S., dan Ir. Diniah, M.Si. selaku pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2) Dr. Ir. Muhammad Imron, M.Si. selaku Komisi Pendidikan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan atas saran serta arahannya. 3) Akhmad Solihin, S.Pi., M.H., selaku dosen penguji tamu atas arahan, perbaikan dan saran untuk skripsi ini. 4) Kepala dan staf PPP Karangantu yang banyak membantu dalam kelancaran penelitian. 5) Kepala dan staf Dinas Pertanian Kota Serang yang telah bersedia membantu dalam kelancaran penelitian. 6) Seluruh responden yang telah bersedia memberikan data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian saya. 7) Orang tua, kakak serta adik atas doa, pengorbanan, dukungan dan yang memberikan semangat dalam keberhasilan penulisan skripsi ini. 8) Angga Surya Lenggawa yang telah memberikan semangat dan selalu mengingatkan saya untuk menyelesaikan skripsi ini. 9) Riyanti, Septi yang telah menemani saya selama melaksanakan penelitian. 10) Kakak kelas ku Ema Kralila Irawan, S.Pi yang membantu saya dalam penyelesaian skripsi dan memberikan semangat. 11) Sahabat-sahabatku Intan, Mertha, Ghea yang telah membantu saya dalam proses penyelesaian skripsi dan selalu memberikan semangat. 12) Alin, Mia, Rima, Seli, Septa, Anggi, Dedy serta teman-teman ku 43 lainnya yang telah memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi. 13) Pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu per satu
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 27 Januari 1988 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Mahna dan Kartini Prachmawaty. Penulis lulus dari SMA Rimba Madya Bogor pada tahun 2006, dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dan mengikuti perkuliahan Supporting Course. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi Remaja Mesjid Bukit Asri sebagai pengurus pada periode 2006/2007 dan Tahun 2007/2008,
Himpunan
(HIMAFARIN)
sebagai
Mahasiswa staf
Pemanfaatan
Penelitian
dan
Sumberdaya Pengembangan
Perikanan Profesi
(LITBANGPROF) pada periode 2007/2008, dan sebagai staf Kewirausahaan (KEWIRUS) pada periode 2008/2009. Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul ”Strategi dan Peranan Subsektor Perikanan Tangkap dalam Pembangunan Wilayah Kota Serang”, dibimbing oleh Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S. dan Ir. Diniah, M.Si. Penulis dinyatakan lulus dalam sidang skripsi yang diselenggarakan oleh Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, pada tanggal 19 Juli 2010.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL…………………………………………………… DAFTAR GAMBAR........................................................................... DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................
i ii iii
1. PENDAHULUAN...................................................................... .... 1.1 Latar Belakang...................................................................... 1.2 Perumusan Masalah.............................................................. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................. 1.3.1 Tujuan penelitian...................................................... 1.3.2 Manfaat penelitian...................................................
1 1 2 3 3 3
2
4 4
TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 2.1 Perikanan Tangkap.................................................................... 2.1.1 Potensi dan peluang pengembangan perikanan tangkap.......................................................................... 2.1.2 Alat penangkapan ikan.................................................. 2.1.3 Kapal............................................................................. 2.1.4 Nelayan......................................................................... 2.1.5 Daerah penangkapan ikan............................................. 2.2 Ekonomi Sektoral/Regional....................................................... 2.2.1 PDRB............................................................................ 2.2.2 Ekonomi basis................................................................ 2.2.3 Multiflier effect.............................................................. 2.2.4 Efisiensi kegiatan perikanan tangkap.......................... 2.2.5 Komoditas unggulan hasil tangkapan............................ 2.2.6 Kesempatan kerja........................................................... 2.3 Strategi Pengembangan..............................................................
5 7 13 14 14 15 15 16 17 19 19 20 21
3
KERANGKA PENDEKATAN STUDI......................................
22
4
METODOLOGI.............................................................................. 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian..................................................... 4.2 Metode Penelitian……………………………………...…….... 4.3 Metode Pengambilan Sampel…………………………………. 4.4 Sumber Data……………………………………....................... 4.5 Metode Analisis Data………………………………………..... 4.5.1 Keragaan perikanan tangkap………………….……….. 4.5.2 Peranan subsektor perikanan tangkap…………….….... 4.5.3 Dampak perikanan tangkap dalam perekonomian.......... 4.5.4 Kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap…..... 4.5.5 Komoditas hasil tangkapan unggulan.............…............ 4.5.6 Strategi pengembangan subsektor perikanan tangkap (SWOT).......................................................................... 4.6 Batasan dan Pengukuran………………………………………
25 25 25 25 26 26 26 27 28 29 29 30 35
Halaman 5
6
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN...................... ....... 5.1 Keadaan Umum Kota Serang........................................................ 5.1.1 Letak geografis...................................................................... 5.1.2 Luas wilayah dan topografi................................................... 5.1.3 Penduduk.............................................................................. 5.1.4 Tenaga kerja..........................................................................
37 37 37 37 38 38
5.2 Kondisi Umum Perikanan Tangkap Kota Serang......................... 5.2.1 Lokasi pelabuhan perikanan pantai karangantu…………... 5.2.2 Potensi sumberdaya perikanan tangkap PPP Karangantu... 5.2.3 Volume dan nilai produksi ……………….………………. 5.2.4 Daerah penangkapan ikan………………………………… 5.2.5 Musim penangkapan ikan………………………………… 5.2.6 Tenaga kerja perikanan tangkap………………………….. 5.2.7 Pemasaran hasil perikanan tangkap………………………. 5.2.8 Sarana dan prasarana perikanan tangkap………………….
40 41 41 42 43 43 44 45 46
HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................... 6.1 Keragaan Perikanan Tangkap Kota Serang…………………….. 6.1.1 Produktivitas subsektor perikanan tangkap Kota Serang………………………………………………. 6.1.2 Keadaan unit penangkapan ikan Kota Serang………....... 6.2 Keadaan Ekonomi Provinsi Banten dan Kota Serang………..… 6.3 Peranan Subsektor Perikanan Tangkap Kota Serang………....... 6.3.1 Shift share berdasarkan indikator pendapatan dan tenaga kerja ………………………………………….. 6.3.2 Location Quotient (LQ) berdasarkan indikator pendapatan dan tenaga kerja……………………………… 6.4 Dampak Perikanan Tangkap Kota Serang……...………………. 6.4.1 Multiflier effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator pendapatan wilayah..……………. 6.4.2 Multiflier effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja…………………….. 6.5 Kebutuhan Investasi Subsektor Perikanan Tangkap………….... 6.6 Komoditas Unggulan Perikanan Tangkap Kota Serang……….. 6.6.1 Kelompok ikan demersal…………………………………. 6.6.2 Kelompok ikan pelagis besar…………………………….. 6.6.3 Kelompok ikan pelagis kecil……………………………… 6.6.4 Cumi-cumi………………………………………………… 6.6.5 Rajungan………………………………………………….. 6.7 Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap Kota Serang….….. 6.7.1 Identifikasi faktor-faktor SWOT………………….………. 6.7.2 Analisis matriks IFE dan matriks EFE…………………… 6.7.3 Matriks SWOT……………………………………………. 6.7.4 Perumusan strategi utama…………………………………
52 52 52 56 68 73 76 80 83 83 85 86 88 89 91 92 94 95 97 97 106 109 111
Halaman 7
KESIMPULAN DAN SARAN................................................. 7.1 Kesimpulan............................................................................. 7.2 Saran.......................................................................................
113 113 114
DAFTAR PUSTAKA......................................................................
115
LAMPIRAN.....................................................................................
119
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Penilaian bobot faktor strategis internal...........................................
33
2. Penilaian bobot faktor strategis eksternal.........................................
33
3. Matriks Internal factor Evaluation....................................................
34
4. Matriks Eksternal factor Evaluation..................................................
34
5. Matriks SWOT.....................................................................................
35
6. Jumlah penduduk per Kecamatan di Kota Serang Tahun 2009…….
38
7. Jumlah penduduk dan angkatan kerja Kota Serang Tahun 2004-2008……………………………………………………
39
8. Jenis mata pencaharian penduduk Kota Serang Tahun 2008……….
39
9. Volume dan nilai produksi PPP Karangantu………………………..
42
10. Perkembangan nelayan Kota Serang Tahun 2000-2008 (orang)……
44
11. Perkembangan jumlah kapal penangkap ikan di PPP Karangantu tahun 2003-2007…………………………………..…………….......
47
12. Perkembangan alat tangkap Kota Serang Tahun 2004-2008………..
49
13. Fasilitas pokok PPP Karangantu.……………………………………
50
14. Fasilitas fungsional PPP Karangantu………………………………..
51
15. Fasilitas penunjang PPP Karangantu………………………………..
51
16. Produktivitas per trip penangkapan ikan Kota Serang Tahun 2004-2008 (ton per trip)………………………………………
53
17. Perkembangan produktivitas per unit penangkapan ikan Kota Serang Tahun 2004-2008 (ton per unit)………………………
54
18. Perkembangan produktivitas nelayan Kota Serang Tahun 2004-2008 (ton per orang)………………………………......
55
19. PDRB Provinsi Banten menurut lapangan usaha ADHK tahun 2004-2008 (dalam jutaan rupiah)………………………........
70
20. PDRB Kota Serang menurut lapangan usaha ADHK tahun 2003-2008 (dalam jutaan rupiah)…………………………….
72
21. Nilai PDRB perikanan dan perikanan tangkap berdasarkan harga konstan serta persentase kontribusi terhadap sektor pertanian dan total PDRB Tahun 2004-2008 (juta rupiah)……………...…..
74
22. Shift share subsektor perikanan tangkap Tahun 2004-2008 (%).….
77
23. Shift share berdasarkan tenaga kerja subsektor perikanan tangkap Kota Serang Tahun 2004-2008 (%)……………..
79
Halaman 24. Nilai LQ subsektor perikanan tangkap terhadap total pendapatan daerah Di Kota Serang Tahun 2004-2008 (juta rupiah)……………...
80
25. LQ subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja Tahun 2001-2008 (juta rupiah)…………………………
82
26. Multiflier Effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator pendapatan wilayah Tahun 2001-2008 (juta rupiah)………
84
27. Multiflier Effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja Tahun 2001-2008…………………………….
85
28. Kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap Tahun 2001-2008..
86
29. Kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap Kota Serang Tahun 2008-2011 (juta rupiah)………………………………………..
88
30. Matrisk IFE Strategi internal Kota Serang Tahun 2010........................
107
31. Matrisk EFE Strategi eksternal Kota Serang Tahun 2010.....................
108
32. Matriks SWOT pengembangan sektor perikanan tangkap Kota Serang..
110
33. Perankingan Alternatif Strategi Pengembangan subsektor perikanan tangkap Kota Serang, Tahun 2010..........................................................
111
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Desain bentuk baku konstruksi pukat kantong dogol.........................
8
2. Konstruksi jaring angkat....................................................................
9
3. Konstruksi jaring insang.....................................................................
10
4. Desain baku pukat kantong payang....................................................
12
5. Konstruksi pancing gandar.................................................................
13
6. Kerangka Pendekatan Studi................................................................
24
7. Diagram analisis SWOT......................................................................
31
8. Diagram persentase jenis mata pencaharian penduduk Kota Serang Tahun 2008………………………………………..........
40
9. Perkembangan produksi perikanan tangkap PPP Karangantu Tahun 2000-2008………………………………………………..........
43
10. Produksi ikan per bulan di PPPKarangantu Tahun 2009……………..
44
11. Perkembangan nelayan Kota Serang Tahun 2000-2008………………
45
12. Saluran pemasaran hasil tangkapan di Kota Serang…………………..
46
13. Persentase jumlah armada penangkapan ikan di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu Tahun 2003-2007………………............
48
14. Perkembangan jumlah alat tangkap di PPP Karangantu Tahun 2008…………………………………………………………….
49
15. Produktivitas per trip penangkapan ikan Kota Serang Tahun 2008……
53
16. Perkembangan produktivitas per unit penangkapan ikan Kota Serang Tahun 2004-2008………………………………………………………
54
17. Perkembangan produktivitas nelayan Kota Serang Tahun 2004-2008…
55
18. Konstruksi jaring payang……………………………………………….
57
19. Konstruksi bagan perahu………………………………………………..
59
20. Konstruksi pancing kotrek………………………………………….......
61
21. Konstruksi jaring rajungan……………………………………………...
63
22. Konstruksi Jaring rampus………………………………………………
66
23. Konstruksi jaring dogol…………………………………………………
68
24. Nilai PDRB sektor perikanan Provinsi Banten atas dasar harga konstan Tahun 2004-2008………………….…………………………………….
71
25. Nilai PDRB sektor perikanan atas dasar harga konstan Tahun 2004-2008……………………………………………………..…
73
Halaman 26. Perkembangan nilai PDRB subsektor perikanan tangkap Kota Serang Tahun 2004-2008………………………………………………………..
75
27. Kontribusi PDRB masing-masing subsektor dalam kelompok sektor Pertanian Tahun 2008………………………………………………….
76
28. Perkembangan shift share subsektor perikanan tangkap Kota Serang terhadap PDRB Tahun 2004-2008……………………………………..
77
29. Perkembangan shift share subsektor perikanan tangkap Kota Serang terhadap sektor pertanian Tahun 2004-2008…………………………..
78
30. Perkembangan kontribusi tenaga kerja subsektor perikanan tangkap Kota Serang Tahun 2004-2008…………………………………………
79
31. Nilai LQ subsektor perikanan tangkap terhadap total pendapatan daerah Di Kota Serang Tahun 2004-2008………………………………………
81
32. Nilai LQ subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja Di Kota Serang Tahun 2001-2008………………………………………
83
33. Perkembangan kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap Kota Serang Tahun 2001-2008 (ICOR = 3,31)………………………….
87
34. Perkembangan kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap Kota Serang Tahun 2001-2008 (ICOR = 3,42)………………………….
87
35. Nilai LQ ikan demersal Kota Serang Tahun 2000-2008……………….
89
36. Penentuan komoditas hasil tangkapan unggulan Kota Serang…………
90
37. Nilai LQ ikan pelagis besar Kota Serang Tahun 2000-2008…………..
91
38. Penentuan komoditas hasil tangkapan unggulan Kota Serang…………
92
39. Nilai LQ ikan pelagis kecil Kota Serang Tahun 2000-2008……………
93
40. Penentuan komoditas hasil tangkapan unggulan Kota Serang…………
94
41. Nilai LQ cumi-cumi Kota Serang Tahun 2000-2008………………….
95
42. Penentuan komoditas hasil tangkapan unggulan cumi-cumi Kota Serang.. 95 43. Nilai LQ rajungan Kota Serang Tahun 2000-2008……………………
96
44. Penentuan komoditas hasil tangkapan unggulan rajungan Kota Serang..
97
45. Diagram analisis SWOT pengembangan subsektor perikanan tangkap Kota Serang…………………………………………………..
109
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Peta Kota Serang..........................................................................
120
2. Hasil wawancara responden 1 strategi internal............................
121
3. Hasil wawancara responden 2 strategi internal............................
122
4. Hasil wawancara responden 3 strategi internal............................
123
5. Hasil wawancara responden 1 strategi eksternal..........................
124
6. Hasil wawancara responden 2 strategi eksternal..........................
125
7. Hasil wawancara responden 3 strategi eksternal..........................
126
8. Produksi perikanan tangkap Kota Serang dan Provinsi...............
127
9. Nilai LQ dan penentuan komoditas hasil tangkapan unggulan kelompok ikan demersal Kota Serang Tahun 2000-2008............
128
10. Nilai LQ dan penentuan komoditas hasil tangkapan unggulan kelompok ikan pelagis besar Kota Serang Tahun 2000-2008.....
129
11. Nilai LQ kelompok ikan pelagis kecil Kota Serang Tahun 2000-2008.........................................................................
130
12. Penentuan komoditas unggulan hasil tangkapan kelompok ikan Pelagis kecil Kota Serang Tahun 2000-2008...............................
131
13. Nilai LQ dan penentuan komoditas hasil tangkapan unggulan Cumi-cumi Kota Serang Tahun 2000-2008.................................
132
14. Nilai LQ dan penentuan komoditas hasil tangkapan unggulan Rajungan Kota Serang Tahun 2000-2008....................................
133
15. Trend komoditas hasil tangkapan unggulan Kota Serang Tahun 2008..................................................................................
134
16. Unit penangkapan pancing kotrek...............................................
138
17. Unit penangkapan dogol..............................................................
139
18. Unit penangkapan bagan perahu..................................................
140
19. Unit penangkapan payang............................................................
141
20. Unit penangkapan jaring rampus..................................................
142
21. Unit penangkapan rajungan.........................................................
143
1
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Banten merupakan wilayah yang sangat strategis mengingat letak daerahnya berbatasan dengan Ibu Kota Negara dan juga sebagai pintu gerbang antara Jawa dan Sumatera. Provinsi Banten memiliki luas wilayah 9.018,64 km2. Potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang dimiliki oleh Provinsi Banten cukup besar. Potensi sumberdaya perikanan tangkap yang dimanfaatkan sampai dengan Tahun 2008 sebesar 56.725,3 ton. Wilayah Banten memiliki empat kabupaten dan tiga kota yaitu Kabupaten Serang, Pandeglang, Lebak, Tangerang dan Kota Serang, Kota Tangerang, serta Kota Cilegon. Masing-masing wilayah tersebut tentunya memiliki komoditas unggulan yang dapat dikembangkan ke depan. Kondisi perekonomian suatu wilayah dapat tercermin dari total produksi barang dan jasa yang dihasilkan dari aktivitas ekonomi yang tergambar dalam besaran nilai PDRB-nya. Nilai PDRB sektor perikanan Kota Serang berdasarkan harga konstan pada periode tahun 2004-2008 berfluktuasi. Nilai PDRB Kota Serang pada Tahun 2008 sebesar 96.342.200.000,-. Kontribusi sektor perikanan terhadap PDRB dan sektor pertanian pada Tahun 2004-2008 setiap tahunnya mengalami penurunan, terlihat dari garis tren yang menurun. Teluk Banten terletak 90 km di sebelah barat Jakarta. Wilayah Teluk Banten dibagi menjadi dua fungsi wilayah, yaitu di wilayah barat digunakan untuk industri dan wilayah timur untuk perikanan. Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Karangantu merupakan salah satu pusat pendaratan ikan di Kota Serang. Karangantu terletak di Kecamatan Kasemen yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai nelayan (PPP Karangantu 2007). Produksi dan nilai produksi pada periode Tahun 2004-2008 yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu mengalami fluktuasi. Pada Tahun 2008 volume produksi yang didaratkan di Kota Serang sebesar 2.354 ton dengan nilai Rp. 17.379.734.768 dibandingkan dengan Tahun 2007 sebesar 2.219 ton dengan nilai Rp.13.505.133.000.
Hal ini menunjukkan produksi di Kota
Serang mengalami kenaikan volume sebesar 6,08% dan mengalami kenaikan nilai
2
produksi sebesar 28,68%. Secara umum dalam kurun waktu lima tahun terakhir kenaikan rata-rata produksi sebesar 28,50% dan kenaikan rata-rata nilai produksi sebesar 21,18%. Jenis ikan yang didaratkan di Kota Serang terdiri atas ikan peperek, tembang, kembung, rajungan serta jenis ikan lainnya. Berdasarkan hasil tangkapan Tahun 2008 peperek merupakan hasil tangkapan terbesar yaitu 463 ton (20%) kemudian diikuti oleh ikan tembang, cumi-cumi dan teri yang masingmasing sebesar 337 ton (14%), 211 ton (9%) dan 209 ton (9%) dari total produksi Tahun 2008 sebesar 2.354 ton. Keberadaan potensi sumberdaya ikan di wilayah Kota Serang dapat menjadi salah satu faktor dalam usaha pengembangan sektor perikanan, khususnya subsektor perikanan tangkap, karena PPP Karangantu merupakan satusatunya pusat pendaratan ikan di Kota Serang. Unit penangkapan ikan yang terdapat di Kota Serang umumnya masih bersifat tradisional atau mayoritas nelayan di Kota Serang masih merupakan usaha penangkapan dengan skala kecil dimana operasi penangkapannya sebagian besar bersifat one day fishing, sehingga daerah penangkapannya terbatas di sekitar Teluk Banten. Unit penangkapan tersebut antara lain unit penangkapan jaring angkat atau bagan, jaring payang, jaring rampus, jaring dogol, pancing dan jaring rajungan. Hal ini menarik untuk dikaji lebih lanjut, sehingga penulis akan mengadakan penelitian dengan judul “Strategi dan Peranan Subsektor Perikanan Tangkap dalam Pembangunan Wilayah Kota Serang.”
1.2 Perumusan Masalah Kota Serang mempunyai unit penangkapan ikan yang masih bersifat tradisional khususnya di Perairan Teluk Banten, jenis alat tangkap yang digunakan yaitu gillnet, bagan, dogol, payang dan pancing. Kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap PDRB tahun 2004-2008 setiap tahunnya mengalami penurunan terlihat dari garis tren yang menurun. Teluk Banten memiliki potensi sumberdaya ikan pelagis dimana produksi perikanan tangkap Kota Serang Tahun 2001-2008 mengalami penurunan setiap tahunnya sebesar 90,81 ton, hal ini terlihat dari garis tren yang menurun.
3
Untuk mengetahui peranan subsektor perikanan tangkap di Kota Serang perlu diketahui beberapa hal antara lain : 1) Bagaimana keragaan perikanan tangkap di Kota Serang ? 2) Bagaimanakah potensi subsektor perikanan tangkap di Kota Serang dan kontribusinya terhadap perekonomian daerah ? 3) Apakah subsektor perikanan tangkap Kota Serang bersifat basis atau non basis? 4) Apa saja jenis komoditas unggulan yang dapat dikembangkan di Kota Serang? 5) Bagaimana strategi pengembangan sektor perikanan tangkap di Kota Serang ?
1.3 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Mengetahui keragaan perikanan tangkap di Kota Serang 2) Mengetahui kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap PDRB dan kesempatan kerja di Kota Serang 3) Mengkaji peran, dampak dan kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap dalam pembangunan wilayah Kota Serang 4) Menentukan komoditas unggulan yang dapat dikembangkan di Kota Serang 5) Menentukan strategi pengembangan perikanan tangkap di Kota Serang
1.4 Manfaat Penelitian ini diharapkan bermanfaat : 1) Bagi penulis, merupakan salah satu persyaratan akademis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. 2) Sebagai masukan dan pertimbangan bagi perencanaan pembangunan, khususnya strategi dan pengembangan wilayah terkait dengan pembangunan subsektor perikanan tangkap di Kota Serang 3) Untuk menambah data dan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan dan berminat pada masalah ekonomi pembangunan.
4
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perikanan Tangkap Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya (UndangUndang No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan junto Undang-Undang No 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan).
Perikanan tangkap di Indonesia dikategorikan ke dalam dua
kelompok besar antara lain perikanan tradisional dan perikanan industri (industrial fishery). Adapun ciri-ciri dari perikanan tangkap tradisional antara lain adanya kegiatan penangkapan ikan dengan nilai investasi kecil hingga sedang, menggunakan perahu penangkapan yang bervariasi dan umumnya berukuran kecil seperti perahu tanpa motor, perahu motor tempel dan kapal motor berukuran 5-50 GT. Alat tangkap yang digunakan juga bervariasi seperti payang, dogol, pukat pantai, bagan, serok, pancing ulur, sero dan bubu yang pada umumnya dioperasikan secara manual atau belum ditunjang dengan alat bantu penangkapan seperti line hauler, power block, fish finder dan lain-lain. Nelayan dalam kegiatan penangkapan ikan yaitu nelayan tradisional berdasarkan instuisinya atau pengalaman yang diperoleh secara turun temurun dan berpendidikan rendah. Operasi penangkapan ikannya terkonsentrasi di perairan pantai pada jalur penangkapan 0-3 mil laut, 3-6 mil laut, 6-12 mil laut (Purbayanto 2003). Perikanan industri memiliki ciri-ciri seperti kegiatan penangkapan ikan yang padat modal atau memiliki nilai investasi yang besar. Kapal penangkapan ikan yang digunakan berukuran lebih dari 50 GT. Alat tangkap yang digunakan termasuk modern antara lain pukat udang, purse seine dan gill net yang berukuran besar, huhate dan rawai tuna yang telah dilengkapi dengan alat bantu penangkapan mekanis maupun elektronik. Nelayan pada perikanan industri yaitu nelayan modern yang memperoleh keterampilan dan pengetahuan penangkapan ikan melalui jenjang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Operasi
5
penangkapan ikan dilakukan pada jalur III yaitu dari 12 mil laut hingga perairan ZEE Indonesia sejauh 200 mil laut (Purbayanto 2003). Kesteven (1973) mengklasifikasikan usaha perikanan tangkap menjadi tiga kelompok, yaitu perikanan subsisten, artisanal dan industri. Perikanan tangkap jenis artisanal dan industri termasuk jenis perikanan yang bersifat komersial. Pengklasifikasian ini didasarkan pada teknologi yang digunakan serta kuantitas dan pemasaran hasil tangkapan.
2.1.1 Potensi dan peluang pengembangan perikanan tangkap Pengembangan perikanan harus dirancang agar mampu menghadapi tantangan masa depan. Hal ini menuntut kemampuan pendugaan kemungkinan perkembangan baik di sistem produksi maupun sistem konsumen pasar, bahkan perubahan potensi sumberdaya. Mempertimbangkan hal-hal itu, maka tantangan pengembangan perikanan terletak pada transformasi sistem produksi yang bersifat subsistem dan sederhana menjadi sistem produksi komersial yang lebih kompleks (Muchsin et al 1987). Pengembangan merupakan suatu perubahan dari suatu yang dinilai kurang baik menjadi sesuatu yang lebih baik ataupun dari suatu yang sudah baik menjadi lebih baik. Dengan kata lain, pengembangan adalah suatu proses yang menuju pada suatu kemajuan. Menurut Bahari (1989), pengembangan usaha perikanan merupakan suatu proses atau kegiatan manusia untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan dan sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan melalui penerapan teknologi yang lebih baik (Sudarja 2007). Potensi perikanan laut Indonesia sangat besar ternyata belum semua tergali secara optimal. Dengan luas perairan 5,8 juta km2 (termasuk ZEEI), potensi lestari sumber daya ikan 6,4 juta ton/tahun dengan tingkat pemanfaatannya baru 5,5 juta ton/tahun. Dua pertiga luas wilayah Indonesia adalah laut yang terdiri dari 0,8 juta km² laut territorial, 2,3 juta km² laut nusantara, dan 2,7 juta km² Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Dengan jumlah pulau sekitar 17.508 dan garis pantai sepanjang 81 ribu km tidak hanya menempatkan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar, tetapi juga menyimpan sumberdaya kekayaan laut baik secara kuantitas maupun diversitas. Menurut data Tahun 2004, potensi lestari (MSY)
6
sebesar 6,4 juta ton/tahun, jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 5,12 ton/tahun atau 80% dari MSY, dan produksi tahunan sebesar 4,7 ton atau 73,4% dari MSY (Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap 2004).
Direktorat
Jenderal Perikanan Tangkap menetapkan beberapa misi pembangunan perikanan tangkap, yaitu : (1) mengendalikan pemanfaatan sumberdaya ikan; (2) meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan; (3) meningkatkan mutu dan nilai tambah hasil perikanan; (4) menyediakan bahan pangan sumber protein hewani dan bahan baku industri serta ekspor; (5) menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan usaha perikanan tangkap; (6) mebciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang produktif; (7) meningkatkan kualitas sumberdaya
manusia;
(8)
mengembangkan
kelembagaan
dan
peraturan
perundangan; (9) meningkatkan penerimaan PNBP dan PAD; (10) meningkatkan tertib administrasi pembangunan (Sudarja 2007). Dalam kegiatan perikanan tangkap yang akan dikembangkan di suatu kawasan konservasi, ada beberapa aspek yang mempengaruhi antara lain : 1) Aspek biologi berhubungan dengan sediaan sumberdaya ikan, penyebarannya, komposisi ukuran hasil tangkapan dan jenis 2) Aspek teknik berhubungan dengan unit penangkapan ikan, jenis kapal, fasilitas penanganan di kapal, fasilitas pendaratan dan fasilitas penanganan ikan di darat 3) Aspek sosial berkaitan dengan kelembagaan dan tenaga kerja, serta dampak usaha terhadap nelayan 4) Aspek ekonomi berkaitan dengan produksi dan pemasaran, serta efisiensi biaya operasional yang berdampak kepada pendapatan bagi stakeholders (Sultan 2004). Pengembangan perikanan dalam rangka pemanfaatan sebagaimana yang diharapkan, yang pertama harus dilakukan yaitu menyatukan kesamaan visi pembangunan perikanan, yaitu ”Suatu pembangunan perikanan yang dapat memanfaatkan sumberdaya ikan beserta ekosistemnya secara optimal bagi kesejahteraan dan kemajuan bangsa Indonesia, terutama nelayan dan petani ikan secara berkelanjutan” (Suyedi 2007).
7
2.1.2 Alat penangkapan ikan Alat penangkapan ikan merupakan alat atau peralatan yang digunakan untuk menangkap atau mengumpulkan ikan (Diniah 2008). Alat penangkapan ikan yang dominan yang dioperasikan di Kota Serang yaitu Jaring Dogol (Danish seine), Jaring angkat/ Bagan (Lift net), Jaring Insang (Gill net), Jaring Payang (Included lampara), Pancing (Hook and lines) (PPP Karangantu 2007)
1) Dogol (danish seine) Dogol merupakan suatu alat tangkap yang menyerupai payang namun ukurannya lebih kecil. Dogol digunakan untuk menangkap jenis ikan demersal terutama ikan dan udang. Konstruksi alat tangkap dogol berbentuk kerucut yang terdiri atas kantong (bag), badan (body), dua lembar sayap (wing) yang dipasang pada kedua sisi mulut jaring serta tali penarik (warp) (Subani dan Barus 1989). Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 2005), alat tangkap dogol terdiri atas tali ris atas, tali ris bawah, mulut jaring, sayap atas, sayap bawah, badan jaring, dan kantong. Konstruksi alat tangkap dogol dapat dilihat pada Gambar 1. Alat penangkap ikan ini dioperasikan dengan melingkari daerah perairan di dasar perairan. Dogol dioperasikan di dasar perairan dengan tujuan untuk menangkap udang maupun ikan dasar (demersal fish). Dalam pengoperasiannya, alat penangkap ini ditarik ke arah perahu sehingga pada akhir penangkapan hasilnya dinaikkan ke atas geladak perahu (Subani dan Barus 1989).
2) Jaring angkat Jaring
angkat
adalah
salah
satu
alat
penangkap
ikan
yang
cara
pengoperasiannya dilakukan dengan menurunkan dan mengangkatnya secara vertikal. Menurut Subani dan Barus (1989), bagan terdiri atas jaring bagan, rumah bagan, serok dan lampu. Konstruksi alat tangkap jaring angkat dapat dilihat pada Gambar 2.
Dalam pengoperasiannya jaring angkat dapat
menggunakan lampu dan umpan sebagai daya tarik ikan agar berkumpul di sekitar jaring. Alat bantu dalam pengoperasian jaring angkat yaitu scoop net yang berfungsi untuk mengambil hasil tangkapan ketika hauling dilakukan. Jaring ini ada yang dioperasikan dengan menggunakan perahu, rakit, bangunan tetap atau
8
langsung dengan menggunakan tangan manusia. Berdasarkan bentuk dan cara pengoperasiannya, diketahui beberapa jenis alat tangkap yang tergolong jaring angkat, yaitu bagan perahu/rakit, bagan tancap (termasuk kelong), serok dan jaring angkat lainnya (von Brandt 2005).
Keterangan gambar: 1) Panjang Bagian – Bagian Jaring Panjang tali ris atas : l Panjang tali ris bawah : m Keliling mulut jaring : a Panjang total jaring :b Panjang bagian sayap atas : c Panjang bagian sayap bawah : d Panjang bagian medan jaring atas (square) : Sqr Panjang bagian badan : e Panjang bagian kantong : f
2) Lebar Bagian – Bagian Jaring Keliling mulut jaring : a Setengah keliling mulut jaring : h Lebar ujung depan bagian sayap atas : g2 Lebar ujung belakang bagian sayap atas : g1 Lebar ujung depan bagian sayap bawah : h2 Lebar ujung belakang bagian sayap bawah : h1 Jarak ujung-ujung belakang sayap atas : g” Jarak ujung-ujung belakang sayap bawah : h” Lebar ujung depan bagian square : g’ Lebar ujung belakang bagian square : g1’ Lebar ujung depan bagian badan : i Lebar ujung belakang bagian badan : i1 Lebar ujung depan bagian kantong : j Lebar ujung belakang bagian kantong : j1
(Standar Nasional Indonesia, 2005)
Gambar 1. Desain baku pukat kantong dogol (demersal danish seine)
9
(Subani dan Barus 1989)
Gambar 2. Konstruksi Jaring Angkat 3) Jaring insang (gill net) Jaring insang atau gillnet merupakan suatu alat penangkap ikan dari jaring yang berbentuk empat persegi panjang. Alat tangkap ini dilengkapi dengan pelampung, pemberat, tali ris atas dan tali ris bawah. Gillnet memiliki jumlah mesh depth lebih sedikit dari jumlah mesh pada arah panjang jaring, sehingga lebar atau tinggi jaring lebih pendek dari panjangnya. Ukuran mata jaring sama pada seluruh badan jaring yang disesuaikan dengan sasaran ikan yang ditangkap, sehingga gill net sering dianggap sebagai alat tangkap yang selektif (Ayodhyoa 1981). Konstruksi alat tangkap jaring insang dapat dilihat pada Gambar 3. Jaring insang dioperasikan dengan tujuan menghadang ruaya gerombolan ikan. Pengoperasian alat tangkap ini dapat dilakukan di dasar perairan, lapisan tengah maupun lapisan atas. Ikan yang tertangkap pada jaring insang umumnya
10
karena terjerat (gilled) di bagian belakang penutup insang ataupun terpuntal (entangled) pada mata jaring, baik untuk jaring insang yang hanya terdiri dari satu lapis, dua lapis maupun tiga lapis jaring (Subani dan Barus 1989). Pada umumnya ikan yang menjadi tujuan penangkapan ialah jenis ikan yang baik horizontal migration-nya maupun vertical migration-nya tidak seberapa aktif, dengan kata lain migrasi dari ikan tersebut terbatas pada suatu range layer/depth tertentu. Berdasarkan depth dari swimming layer ini, maka lebar jaring ditentukan (Subani dan Barus 1989). Jaring Insang (gill net) dapat menggunakan semua jenis kapal dalam operasi penangkapannya. Jenis perahu kecil (canoe) atau perahu sampan digunakan untuk menangkap ikan di daerah danau atau sungai. Sebuah canoe yang berukuran besar atau kapal dengan ukuran 5-7 m dapat digunakan untuk menangkap ikan di daerah lepas pantai. Sebuah kapal yang lebih besar dengan ukuran 12-15 dapat digunakan untuk menangkap ikan jauh ke tengah laut dan dapat berhari-hari berada di tengah lautan. (http://winugroho.web.id/index.php, 2007).
(Subani dan Barus 1989)
Gambar 3. Konstruksi Jaring Insang
11
4) Pukat kantong Pukat kantong merupakan jenis jaring penangkap ikan berbentuk kerucut yang terdiri atas kantong (bag), badan (body), dua lembar sayap (wing) yang dipasang pada kedua sisi mulut jaring serta tali penarik (warp). Menurut Standar Nasional Indondesia (SNI), alat tangkap pukat kantong terdiri atas tali ris atas, tali ris bawah, mulut jaring, sayap atas, sayap bawah, badan jaring dan kantong. Konstruksi alat tangkap pukat kantong dapat dilihat pada Gambar 4. Alat penangkap ini dioperasikan dengan melingkari daerah perairan, baik di permukaan ataupun di dasar perairan. Pukat kantong yang dioperasikan di permukaan perairan bertujuan untuk menangkap ikan pelagik (pelagic fish) dan yang dioperasikan di dasar perairan tujuannya untuk menangkap udang maupun ikan dasar (demersal fish). Dalam cara pengoperasiannya setelah dilakukan penurunan jaring (setting), anak buah kapal turun ke laut untuk memukul-mukul air dengan tujuan agar ikan masuk ke dalam kantong, kemudian dilakukan hauling. Pengoperasian payang dapat dilakukan menggunakan kapal dengan mesin motor tempel. Dalam pengoperasiannya alat penangkap ikan ini ada yang ditarik ke arah perahu, atau pada akhir proses penangkapan hasilnya dinaikkan ke atas geladak perahu, dan ada juga yang ditarik dari pantai dimana pada akhirnya hasil penangkapan didaratkan ke pantai. Berdasarkan kriteria-kriteria ini, maka pukat kantong dibedakan menjadi payang (termasuk lampara), dogol dan pukat pantai (von Brandt 2005).
5) Pancing (Hook and lines) Pancing merupakan salah satu alat tangkap yang terdiri atas tali (line) dan mata pancing (hook). Tali pancing biasa terbuat dari bahan benang katun, nilon, poli etilen dan lain-lain. Mata pancing umumnya pada bagian ujung berkait balik, namun ada juga yang tanpa kait balik. Jumlah mata pancing yang terdapat pada tiap perangkat (satuan) pancing itu bisa tunggal maupun ganda, jumlahnya antara dua sampai tiga buah bahkan bisa mencapai ratusan sampai ribuan bergantung pada jenis pancingnya (Subani dan Barus 1989). Konstruksi alat tangkap pancing, gandar dapat dilihat pada Gambar 5.
12
Keterangan gambar : 1) Panjang Bagian – Bagian Jaring 2) Lebar Bagian – Bagian Jaring Panjang tali ris atas : l Keliling mulut jaring : a Panjang tali ris bawah : m Setengah keliling mulut jaring : h Keliling mulut jaring : a Lebar ujung depan bagian sayap atas : g2 Panjang total jaring :b Lebar ujung belakang bagian sayap atas : g1 Panjang bagian sayap atas : c Lebar ujung depan bagian sayap bawah : h2 Panjang bagian sayap bawah : d Lebar ujung belakang bagian sayap bawah : h1 Panjang bagian medan jaring bawah (bosoom) : Bsm Jarak ujung-ujung belakang sayap atas : g” Panjang bagian badan : e Jarak ujung-ujung belakang sayap bawah : h” Panjang bagian kantong : f Lebar ujung depan bagian bosoom : h’ Lebar ujung belakang bagian bosoom : h1’ Lebar ujung depan bagain badan : I Lebar ujung belakang bagian badan : I1 Lebar ujung depan bagian kantong : J Lebar ujung belakang bagian kantong : J1
(Standar Nasional Indonesia 2005)
Gambar 4. Desain baku pukat kantong payang Pancing (Hook and lines) memiliki komponen-komponen lain seperti gandar atau tangkai (pole, rode), pemberat (sinker), pelampung (float). Komponen lain yang penting seperti kili-kili (cangkirian) atau swivel adalah alat penyambung
13
tali pancing dengan tali pancing berikutnya agar tidak mudah berbelit-belit bila pancing dimakan ikan (Subani dan Barus 1989). Umpan yang digunakan pada alat tangkap pancing dapat berupa umpan hidup maupun umpan mati. Adapun jenis umpan buatan seperti benda-benda yang sifatnya menarik perhatian ikan. Ikan yang tertangkap alat tangkap pancing disebabkan terkait di bagian mulutnya. Hal ini terjadi karena ikan terangsang dan tertarik oleh umpan, kemudian memangsa umpan tersebut yang akhirnya terkait (Subani dan Barus 1989).
(Subani dan Barus 1989)
Gambar 5. Konstruksi Pancing Gandar 2.1.3 Kapal Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 junto Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, Kapal Perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian/eksplorasi perikanan. Kapal
14
merupakan faktor penting diantara komponen unit penangkapan ikan lainnya dan kapal merupakan modal terbesar pada usaha penangkapan ikan. Kapal penangkapan ikan berguna sebagai wahana transportasi yang membawa seluruh unit penangkapan ikan menuju fishing ground (daerah penangkapan ikan), serta membawa pulang kembali ke fishing base (pangkalan beserta hasil tangkapan yang diperoleh)
2.1.4 Nelayan Nelayan merupakan salah satu komponen penting dalam unit penangkapan ikan, karena nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan. Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 junto Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan). Berdasarkan asal daerahnya, nelayan dikelompokkan menjadi nelayan asli dan nelayan pendatang. Nelayan asli merupakan penduduk setempat yang telah turun temurun memiliki profesi sebagai nelayan, sedangkan nelayan pendatang adalah nelayan yang berasal dari luar wilayah tersebut. Berdasarkan waktu kerja, nelayan dibedakan menjadi nelayan penuh dan nelayan sambilan. Nelayan penuh adalah nelayan yang sehari-harinya berprofesi sebagai nelayan, sedangkan nelayan sambilan adalah nelayan yang hanya pada waktu-waktu tertentu saja melakukan pekerjaan penangkapan ikan.
2.1.5 Daerah penangkapan ikan Daerah penangkapan ikan merupakan suatu wilayah perairan dimana terdapat potensi sumberdaya ikan, sehingga banyak nelayan yang melakukan pengoperasian berbagai alat tangkap di area tersebut. Pada umumnya biomassa total untuk spesies komersial penting lebih dari dua kali lipatnya dari daerah penangkapan ikan dan daerah perlindungan memiliki jenis-jenis spesies yang ditangkap tiga kali lebih mudah dibandingkan di daerah manapun. Pemilihan terhadap spesies dan ukuran tujuan tangkap juga dapat diprediksi berdasarkan
15
musim pada daerah penangkapan, sehingga berpeluang untuk menangkap spesies pada ukuran yang diharapkan (http:/www.coraltrianglecenter. pdf). Daerah penangkapan ikan bagi para nelayan di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu adalah Laut Jawa, Selat Sunda dan perairan di sekitar Teluk Jakarta. Lamanya operasi penangkapan berkisar 1-7 hari di laut, sehingga tidak memerlukan perbekalan yang banyak (PPP Karangantu 2007).
2.2 Ekonomi Sektoral/Regional 2.2.1 Produk domestik regional bruto Pendapatan nasional merupakan nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam masa satu tahun. Ada tiga cara yang digunakan untuk menghitung pendapatan nasional, yaitu cara pengeluaran, cara produksi dan cara pendapatan. Pendapatan nasional menunjukkan tingkat kegiatan ekonomi yang dicapai pada suatu tahun, sedangkan pertumbuhan ekonomi merupakan perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang berlaku dari tahun ke tahun. Oleh sebab itu, untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi harus diperbandingkan pendapatan nasional dari berbagai tahun (Sukirno 1985). Cara pengeluaran merupakan cara menentukan pendapatan nasional dengan menjumlahkan seluruh pengeluaran berbagai golongan pembeli dalam masyarakat. Menurut cara produksi, pendapatan nasional dihitung dengan menentukan dan selanjutnya menjumlahkan nilai produksi yang diciptakan oleh tiap-tiap sektor produktif yang ada dalam perekonomian. Cara pendapatan yaitu menghitung pendapatan nasional dengan menjumlahkan pendapatan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam memproduksi barang-barang dan jasa (Sukirno 1985). Pembangunan ekonomi perlu dipandang sebagai kenaikan dalam pendapatan per kapita, karena kenaikan ini merupakan suatu pencerminan dari timbulnya
perbaikan
dalam
kesejahteraan
ekonomi
masyarakat.
Laju
pembangunan ekonomi suatu negara ditunjukkan dengan menggunakan tingkat pertambahan
Produk
Domestik
Bruto
(PDB).
Pembangunan
ekonomi
menunjukkan peningkatan dalam pendapatan per kapita masyarakat yaitu tingkat
16
pertambahan PDB pada suatu tahun tertentu melebihi tingkat pertambahan penduduk. Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan dalam PDB, tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil daripada tingkat pertambahan penduduk (Sukirno 1985).
2.2.2 Ekonomi basis Teori ekonomi basis mengklarifikasikan seluruh kegiatan ekonomi ke dalam dua sektor yaitu sektor basis dan sektor non basis. Kegiatan basis adalah kegiatan suatu masyarakat yang hasilnya, baik berupa barang maupun jasa, ditujukan untuk ekspor ke luar dari lingkungan masyarakat atau yang berorientasi keluar, regional, nasional dan internasional. Konsep efisiensi teknis maupun efisiensi ekonomis sangat menentukan dalam pertumbuhan basis suatu wilayah (Badan Pusat Statistik 2006). Kegiatan non basis adalah kegiatan masyarakat yang hasilnya, baik berupa barang maupun jasa, diperuntukkan bagi masyarakat itu sendiri dalam kawasan kehidupan ekonomi masyarakat tersebut. Konsep swasembada, mandiri, kesejahteraan dan kualitas hidup sangat menentukan dalam kegiatan non basis ini (Hendayana 2003). Location Quotient (LQ) merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis. Dasar teknik analisis ini menunjukkan perbandingan relatif kemampuan suatu sektor dalam wilayah yang diteliti kemudian dibandingkan dengan kemampuan sektor yang sama pada wilayah yang satu tingkat lebih luas (Issard 1961 diacu dalam Salim 1995). Menurut Kadariah (1985), besaran yang dipakai sebagai dasar ukuran penggolongan sektor basis dapat disesuaikan dengan keperluan. Jika tujuannya mencari industri atau kegiatan ekonomi yang dapat memberikan kesempatan kerja yang sebanyak-banyaknya, maka dipakai sebagai dasar ukuran yaitu jumlah tenaga kerja. Jika yang dianggap perlu yaitu menaikkan pendapatan regional, maka pendapatan merupakan dasar ukuran yang tepat. Menurut Budiharsono (2001) menyatakan bahwa metode Location Quotient (LQ) merupakan perbandingan antara pangsa relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor perikanan pada tingkat wilayah terhadap pendapatan (tenaga kerja)
17
total wilayah dengan pangsa relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor perikanan pada tingkat Kabupaten terhadap pendapatan (tenaga kerja) kabupaten. Secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Ui LQi =
Keterangan Ui Ut Vi Vt
Vi
Ut Vt
:
: Tenaga kerja atau pendapatan sektor perikanan pada kabupaten/kota : Tenaga kerja atau pendapatan total kabupaten/kota : Tenaga kerja atau pendapatan sektor perikanan pada tingkat provinsi : Tenaga kerja atau pendapatan total provinsi
2.2.3 Multiflier effect Setiap peningkatan yang terjadi pada kegiatan basis akan menimbulkan efek pengganda (Multiflier Effect) pada perekonomian wilayah secara keseluruhan. Peningkatan pada kegiatan basis akan menambah arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan, menambah permintaan terhadap barang dan jasa didalamnya dan menimbulkan kenaikan volume kegiatan bukan basis (Glasson 1977). Arus pendapatan yang timbul, akan meningkatkan konsumsi dan investasi yang pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja (Kadariah 1985). Menurut Glasson (1977), Multiflier Effect dengan menggunakan indikator pendapatan ini dilandaskan pada kenyataan bahwa penginjeksian sejumlah tertentu uang ke dalam perekonomian regional akan menaikkan pendapatan regional yang mengakibatkan bertambahnya pengeluaran konsumen, meskipun dalam jumlah yang lebih kecil daripada jumlah uang yang diinjeksikan semula. Bagian pendapatan yang dibelanjakan ini akan menjadi pendapatan bagi pihak lain yang selanjutnya membelanjakannya sebagian, dan demikian seterusnya. Secara keseluruhan pendapatan wilayah (y) adalah penjumlahan pendapatan sektor basis (yb) dan sektor non basis (yn). Pendapatan sektor basis akan dibelanjakan kembali di dalam wilayah maupun untuk impor. Pendapatan yang dibelanjakan kembali di dalam wilayah untuk produksi lokal akan menghasilkan efek pengganda terhadap pendapatan wilayah. Jika proporsi
18
pendapatan sektor basis yang dibelanjakan kembali didalam wilayah sebesar ”r”, maka total pendapatan sektor basis yang dibelanjakan kembali yaitu sebesar (r) yb. Pembelanjaan kembali di dalam wilayah akan menghasilkan total pendapatan sebesar (r2) yb, kemudian menjadi (r2) yb dan seterusnya. Keadaan ini dapat dituliskan secara matematis (Glasson 1977) : y =yb + ryb + r2yb = r3yb + .... + rn yb = (1 + r + r2 + r3 + .... + rn) yb...................................................... (1) Rumus tersebut dapat disederhanakan menjadi
:
Y = yb (1/2-r)..................................................................................... (2) Faktor 1-1-r di atas merupakan economic multiplier yang dapat menimbulkan efek pengganda terhadap perekonomian secara keseluruhan. Secara empiris nilai ”r” sulit ditentukan, maka rumus tersebut dapat diturunkan untuk mencari nilai ”r” sebagai berikut : y/yb = (1/1-r) atau 1-r = yb/y sehingga, r = 1-(yb/y) atau r = (y-yb)/y karena y-yb = yn, maka r=
Yn .................................................................................................(3) Y
MSY =
:
=
1 1− r
1 Y − Yn / Y
= =
1 i − Yn / Y
1 Y = .............................................................(4) Yb / Y Yb
keterangan : MSY y yb
: koefisien pengganda jangka pendek untuk indikator pendapatan : jumlah pendapatan wilayah : jumlah pendapatan sektor basis
Berdasarkan rumus di atas, perubahan pendapatan wilayah karena adanya peningkatan kegiatan basis yaitu
:
ΔY = ΔYb (MS ) ...................................................................................(5) keterangan : MSY Δy Δ yb
: koefisien pengganda jangka pendek : perubahan pendapatan wilayah : perubahan pendapatan sektor basis
19
2.2.4 Efisiensi kegiatan perikanan tangkap Efisiensi kegiatan perikanan tangkap dilakukan dengan menggunakan Incremental Capital Output Ratio (ICOR) adalah suatu besaran yang menunjukkan besarnya tambahan kapital (investasi) baru yang dibutuhkan untuk menaikkan/menambah satu unit output. Besaran ICOR diperoleh dengan membandingkan besarnya tambahan kapital dengan tambahan output, karena unit kapital bentuknya berbeda-beda dan beraneka ragam sementara unit output relatif tidak berbeda, maka untuk memudahkan penghitungan keduanya dinilai dalam bentuk uang (nominal) (Badan Pusat Statistik 2008). Pengkajian mengenai ICOR menjadi sangat menarik karena ICOR dapat merefleksikan besarnya produktifitas kapital yang pada akhirnya menyangkut besarnya pertumbuhan ekonomi yang bisa dicapai. Secara teoritis hubungan ICOR dengan pertumbuhan ekonomi dikembangkan pertama kali oleh R. F. Harrod dan Evsey D (1939 dan 1947). Namun karena kedua teori tersebut banyak kesamaannya, maka kemudian teori tersebut lebih dikenal sebagai teori HarrodDomar (Badan Pusat Statistik 2008). Pada kenyataannya pertambahan output bukan hanya disebabkan oleh investasi, tetapi juga oleh faktor-faktor lain di luar investasi seperti pemakaian tenaga kerja, penerapan teknologi dan kemampuan kewiraswastaan. Untuk melihat peranan investasi terhadap output berdasarkan konsep ICOR, maka peranan faktor-faktor selain investasi diasumsikan konstan (ceteris paribus) (Badan Pusat Statistik 2008).
2.2.5 Komoditas unggulan hasil tangkapan Penentuan komoditas ikan unggulan pada suatu daerah merupakan langkah awal menuju pembangunan perikanan yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi perdagangan, yang akan dihadapi oleh rakyat Indonesia. Langkah menuju efisiensi dapat ditempuh dengan menggunakan komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif baik ditinjau dari sisi penawaran maupun permintaan. Dari sisi penawaran komoditas ikan unggulan dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhan pada kondisi biofisik, teknologi dan kondisi sosial ekonomi nelayan
20
yang dapat dijadikan andalan untuk meningkatkan pendapatan. Dari sisi permintaan, komoditas unggulan dicirikan oleh kuatnya permintaan di pasar baik pasar domestik maupun internasional (Syafaat dan Supena 2000) Penentuan komoditas unggulan dimaksudkan dengan tujuan efisiensi dan peningkatan pendapatan daerah. Efisiensi bisa didapatkan dengan menggunakan komoditas yang memiliki keunggulan yang dapat bersaing ditinjau dari segi penawaran dan permintaan. Dilihat dari sisi penawaran, komoditas ikan unggulan dicirikan oleh kualitas dalam pertumbuhan pada kondisi biofisik, teknologi dan kondisi sosial ekonomi nelayan yang dapat dijadikan andalan untuk meningkatkan pendapatan. Dilihat dari sisi permintaan, ciri-ciri komoditas unggulan antara lain kuatnya permintaan di pasar baik pasar domestik maupun internasional (Kohar dan Suherman diacu dalam Hendayana 2003).
2.2.6 Kesempatan kerja Kesempatan kerja didefinisikan sebagai banyaknya penduduk yang bekerja pada seluruh lapangan usaha, namun dalam analisis ini tidak termasuk sektor pertanian. Kesempatan kerja dapat dibagi atas kesempatan kerja pada usaha-usaha berskala menengah dan besar (UMB) dan usaha-usaha berskala mikro dan kecil (UMK) (Badan Pusat Statistik 2006). Kesempatan kerja memiliki dua segi pokok, yaitu : 1) Penggunaan angkatan kerja secara produktif di bidang-bidang kegiatan yang semakin meluas, dan 2) Peningkatan produktivitas kerja disertai pemberian pembayaran yang sepadan bagi golongan angkatan kerja, baik dibidang kegiatan tradisional maupun lapangan usaha yang baru (Yanto 1997). Kesempatan kerja mempunyai kaitan yang erat dengan produktivitas kerja. Naiknya kesempatan kerja yang diikuti dengan penurunan produktivitas kerja tidak akan terlalu berarti bagi pembangunan. Angkatan kerja yang diserap meningkat, dengan produktivitas yang rendah akan menyebabkan tenaga yang dicurahkan kepada pekerjaan tersebut berada di bawah kapasitas atau dengan kata lain tenaga kerjanya tidak penuh. Oleh karena itu, produktivitas tenaga kerja akan
21
lebih realistis apabila dikaitkan dengan kesempatan kerja yang dilihat dari jumlah jam kerja dengan jumlah orang (Yanto 1997). 2.3 Strategi Pengembangan Strategi pengembangan perikanan tangkap dapat dianalisis menggunakan analisis SWOT (Strength, Weaknesses, Opportunities, Threat ). Analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Kekuatan (Strengths) adalah unsur dari potensi
sumberdaya
yang
dapat
melindungi
dari
persaingan.
Peluang
(Opportunities) adalah unsur lingkungan yang dapat memungkinkan suatu usaha atau kegiatan mendapatkan keberhasilan yang tinggi. Kelemahan (Weaknesses) adalah unsur dari potensi sumberdaya yang tidak dapat bersaing sehingga tidak dapat melakukan suatu kemajuan dalam suatu kegiatan usaha. Ancaman (Threats) adalah unsur lingkungan yang menghalangi atau mengganggu kegiatan usaha jika tidak ada tindakan pengelolaan yang tegas diambil (Rangkuti 1999). Analisis ini dilakukan dengan menentukan faktor-faktor internal dan eksternal, kemudian menentukan bobot setiap variabel pada masing-masing faktor internal dan eksternal. Langkah selanjutnya yaitu penentuan peringkat atau ranking pada masing-masing faktor internal dan eksternal dan langkah terakhir yaitu membuat matriks SWOT untuk menentukan strategi yang akan dilakukan. Menurut Rangkuti (1999), analisis SWOT umum digunakan karena memiliki kelebihan yang sederhana, fleksibel, menyeluruh, menyatukan, berkolaborasi. Berdasarkan analisis ini dapat diketahui keterkaitan faktor internal dengan faktor eksternal, sehingga dapat menghasilkan kemungkinan alternatif strategis.
22
3. KERANGKA PENDEKATAN STUDI Dalam pembangunan suatu wilayah terdapat beberapa perbedaan karakteristik yang perlu diperhatikan yaitu karakteristik fisik dan non fisik. Karakteristik fisik yang ada antara lain sumberdaya alam (SDA), sumberdaya manusia (SDM), modal, teknologi dan kelembagaan yang perlu digerakkan untuk peningkatan produksi dan produktivitas, sehingga memberikan kontribusi terhadap pendapatan wilayah (PDRB) dan perluasan kesempatan kerja dalam rangka pembangunan wilayah. Pengembangan potensi sumberdaya alam lebih diutamakan pada sektor atau komoditas yang dianggap memiliki peluang bersaing dalam era pasar global. Salah satu sektor yang signifikan dengan pengembangan potensi sumberdaya yaitu sektor perikanan dalam hal ini subsektor perikanan tangkap. Penelitian ini menggunakan beberapa analisis antara lain metode Location Quotient (LQ), yaitu analisis yang digunakan untuk mengetahui kontribusi sektoral yang menentukan apakah subsektor perikanan tangkap di suatu daerah tersebut merupakan sektor basis atau non basis. Analisis Location Quotient (LQ) dapat digunakan untuk mengetahui apakah komoditas hasil tangkapan yang berada di suatu perairan tersebut apakah bersifat unggulan atau non unggulan. Analisis lain yang digunakan yaitu metode Multiflier Effect, digunakan untuk menunjukkan pengaruh indikator pendapatan terhadap perekonomian wilayah. Metode SWOT juga digunakan untuk menganalisis faktor-faktor strategis sektor perikanan tangkap antara lain kekuatan (Strengths), peluang (Opportunities), kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Indikator yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan nilai produksi perikanan selama lima tahun terakhir. Sumberdaya alam (SDA), sumberdaya manusia (SDM), modal, teknologi dan kelembagaan merupakan kontribusi (given) bagi perikanan tangkap. Dalam suatu perikanan tangkap terdapat dua jenis keragaam yaitu keragaan perikanan tangkap dan peranan ekonomi. Keragaan perikanan tangkap meliputi jenis hasil tangkapan unggulan atau produksi, konstruksi, daerah penangkapan ikan dan metode penangkapan ikan sedangkan peranan ekonomi meliputi pendapatan
23
wilayah (PDRB) dan tenaga kerja atau produksi. Dari kedua keragaan tersebut dapat dianalisis dengan menggunakan tiga analisis yaitu analisis LQ untuk mengetahui peranan perikanan tangkap, analisis ME untuk mengetahui dampak dari perikanan tangkap dan analisis ICOR/ILOR untuk mengetahui efisiensi kegiatan perikanan tangkap. Untuk mengetahui strategi pengembangan perikanan tangkap yang ada di wilayah tersebut dapat dianalisis dengan menggunakan analisis SWOT berdasarkan ketiga analisis yang sudah dilakukan sebelumnya, sehingga akan menghasilkan suatu kebijakan yang terdapat di wilayah tersenut. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 6.
24
SDI
SDM
Modal
Teknologi
Kelembagaan
Perikanan Tangkap
Keragaan Perikanan Tangkap
Peranan Ekonomi
• •
Pendapatan wilayah (PDRB) Tenaga kerja atau produksi
Peranan (LQ)
• • • •
Jenis hasil tangkapan unggulan atau produktivitas Konstruksi alat tangkap Daerah penangkapan ikan Metode penangkapan ikan
Dampak (ME)
Efisiensi ICOR
Strategi (SWOT)
Implikasi
Keterangan LQ ME ICOR SWOT
: : ruang lingkup penelitian : Location Quotient : Multiflier Effect : Incremental Capital Output Ratio : Strength, Weaknesses, Opportunities, Threats Gambar 6. Kerangka Pendekatan Studi
25
4. METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian di lapang dilakukan pada Bulan Maret-April 2010.
Tempat
penelitian berlokasi di Kota Serang Provinsi Banten, yang dipusatkan di PPP Karangantu.
4.2 Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survei. Menurut Nasution (2003), suatu penelitian survei bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang orang yang jumlahnya besar, dengan cara melakukan wawancara sejumlah kecil dari suatu populasi. Metode survei terdiri atas wawancara dan kuesioner. Menurut Gulo (2002) ciri-ciri metode survei yaitu : 1) Dipakai pada sampel yang mewakili populasi, khususnya probabilistic sampling 2) Tanggapan (respon) didapatkan langsung dari responden 3) Penggunaan survei melibatkan banyak responden dan mencakup area yang lebih luas dibandingkan dengan metode lainnya 4) Survei dilaksanakan dalam situasi yang alamiah
4.3 Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling atau pemilihan responden dengan sengaja dan dengan pertimbangan bahwa responden mampu berkomunikasi dengan baik dalam pengisian kuesioner. Responden berjumlah 15 orang, terdiri atas 12 orang nelayan yang melakukan operasi penangkapan ikan di Perairan Teluk Banten dan mendaratkan hasil tangkapan di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu, satu orang staf Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu, satu orang staf Badan Perencanaan Pembangunan dan satu orang staf Dinas Perikanan Kota Serang.
26
4.4 Sumber Data Data yang dikumpulkan bersifat kuantitatif dan kualitatif yang bersumber dari data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Data primer yang dikumpulkan antara lain 1) kuesioner hasil wawancara dengan nelayan 2) kuesioner hasil wawancara dengan staf pelabuhan serta staf dari dinas perikanan di Kota Serang dan Provinsi Banten. Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka berupa laporan, arsip dan dokumen di lingkungan kampus IPB, Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten, Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Serang, Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Serang dan Badan Pusat Statistik Kota Serang. Data sekunder berupa : 1) potensi sumberdaya perikanan 2) sumberdaya alam dan sumberdaya manusia Kota Serang 3) perkembangan produksi perikanan Kota Serang 4) perkembangan PDRB menurut sektor pembangunan Kota Serang 5) perkembangan PDRB menurut sektor Pembangunan Provinsi Banten 6) perkembangan jumlah penduduk 7) perkembangan angkatan kerja Kota Serang 8) perkembangan angkatan kerja Provinsi Banten.
4.5 Metode Analisis Data 4.5.1
Keragaan perikanan tangkap Analisis yang dilakukan terhadap subsektor perikanan tangkap yaitu
mendeskripsikan masing-masing unit penangkapan ikan yang meliputi konstruksi alat tangkap, daerah penangkapan ikan, metode penangkapan ikan dan menghitung produktivitasnya. Nilai produktivitas diperoleh dengan mencari nilai relatif hasil tangkapan terhadap jumlah trip, jumlah nelayan dan jumlah unit penangkapan ikan per tahun. Perhitungan tersebut menggunakan rumus :
27
Volume produksi per unit per tahun (kg)
Produktivitas per trip penangkapan ikan = Jumlah trip suatu unit penangkapan per tahun (trip) Volume produksi per unit per tahun (kg)
Produktivitas unit penangkapan ikan
= Jumlah unit penangkapan ikan per tahun (unit) Volume produksi per unit per tahun (kg)
Produktivitas nelayan
= Jumlah total nelayan dalam suatu jenis unit penangkapan ikan (orang)
4.5.2
Peranan subsektor perikanan tangkap
a) Shift share Analisis shift–share digunakan untuk menganalisis dan mengetahui pergeseran dan peranan perekonomian di daerah. Metode itu dipakai untuk mengamati struktur perekonomian dan pergeserannya dengan cara menekankan pertumbuhan sektor di daerah, yang dibandingkan dengan sektor yang sama pada tingkat daerah yang lebih tinggi atau nasional. Perekonomian daerah yang didominasi oleh sektor yang lamban pertumbuhannya akan tumbuh di bawah tingkat pertumbuhan perekonomian daerah di atasnya (Badan Pusat Statistik 2006). Sumbangan subsektor perikanan terhadap PDRB dapat dihitung dengan menggunakan analisis perubahan sumbangan (shift share) terhadap PDRB setiap tahun : Pi = Si / Ti x 100% Keterangan : Si = PDRB subsektor perikanan tangkap pada tahun i Ti = Total PDRB atau PDRB pertanian pada tahun i Pi = Besarnya kontribusi pada tahun i
b) Location quotient (LQ) Untuk mengetahui apakah subsektor perikanan tangkap merupakan sektor basis atau bukan dalam suatu pembangunan wilayah, maka dapat menggunakan rumus analisis Location Quotient (LQ) :
28
Ui LQi =
Vi
Ut Vt
Keterangan
:
LQ Ui
: Location Quotient : total pendapatan atau tenaga kerja subsektor perikanan tangkap di Kota Serang : total pendapatan atau tenaga kerja seluruh sektor di Kota Serang : total pendapatan atau tenaga kerja subsektor perikanan tangkap di Provinsi Banten : total pendapatan atau tenaga kerja seluruh sektor di Provinsi Banten
Ut Vi Vt
Kriteria penentuan sektor basis : LQ > 1 : subsektor perikanan tangkap merupakan sektor basis LQ < 1 : subsektor perikanan tangkap merupakan sektor non basis 4.5.3
Dampak subsektor perikanan tangkap Dalam penentuan dampak perikanan tangkap pada perekonomian dapat
menggunakan analisis Multiflier Effect.
Setiap peningkatan yang terjadi pada
kegiatan basis akan menimbulkan efek pengganda (Multiflier Effect) pada perekonomian wilayah secara keseluruhan (Glasson 1977). Multiflier effect jangka pendek dalam hal ini dihitung berdasarkan indikator pendapatan, dan dapat dinyatakan dalam rumus
: MSY =
Keterangan MSY Δy Δ yb
Δy Δyb
:
: Koefisien Multiflier Effect : Perubahan pendapatan seluruh sektor Kota Serang : Perubahan pendapatan subsektor perikanan tangkap Kota Serang
Perhitungan Multiflier effect berdasarkan indikator tenaga kerja digunakan rumus : ΔE MSE = ΔEb
29
Keterangan
:
MSE ΔE Δ Eb
: Koefisien pengganda jangka pendek untuk indikator tenaga kerja : Perubahan seluruh angkatan kerja Kota Serang : Perubahan tenaga kerja subsektor perikanan tangkap Kota Serang
4.5.4
Kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap Analisis efisiensi kegiatan perikanan tangkap dapat menggunakan pendekatan
Incremental Capital Output Ratio (ICOR). Incremental Capital Output Ratio (ICOR) adalah suatu besaran yang menunjukkan besarnya tambahan kapital (investasi) baru yang dibutuhkan untuk menaikkan/menambah satu unit output. Dalam perkembangannya, data yang digunakan untuk menghitung ICOR bukan lagi hanya penambahan barang modal baru atau perubahan stok kapital melainkan Investasi (I) yang ditanam balik oleh swasta maupun pemerintah sehingga rumusan ICOR dimodifikasi menjadi : I = ICOR . ΔY keterangan : I = Investasi yang dibutuhkan pada tahun ke-i ΔY = perubahan output ICOR = Tingkat Efisiensi Penyerapan Tenaga Kerja 4.5.5
Komoditas hasil tangkapan unggulan Dalam menentukan jenis hasil tangkapan unggulan yang akan menjadi
prioritas dalam pengembangan perikanan tangkap di Kota Serang maka akan dibuat matrik dengan pendekatan Location Quotient (LQ). Location Quotient (LQ) merupakan rasio persentase total aktivitas perikanan tangkap sub wilayah ke-i terhadap persentase aktivitas total terhadap wilayah yang diamati. Secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut (Budiharsono 2001)
Ui LQi =
Vi
Ut Vt
:
30
Keterangan Ui Ut Vi Vt
:
: produksi ikan jenis ke-i di Kota Serang : produksi total perikanan tangkap Kota Serang : produksi ikan jenis ke-i di tingkat Provinsi Banten : produksi total perikanan tangkap Provinsi Banten Pendekatan nilai LQ dilakukan dengan cara melihat seluruh produksi yang
didaratkan di Kota Serang selama lima tahun terakhir, kemudian membedakan antara jenis ikan pelagis, jenis ikan demersal, dan jenis ikan lainnya. Pendekatan adanya pemusatan produksi perikanan tangkap dengan LQ dibedakan dalam dua kelompok. Kelompok-kelompok tersebut masing-masing terdiri atas tiga kriteria dan dua kriteria. Kelompok pertama dilihat dari nilai perhitungan LQ itu sendiri, yaitu terpusat (LQ > 1), mendekati terpusat (LQ = 0,80 sampai 0,99) dan tidak terpusat (LQ < 1). Masing-masing kelompok secara berurutan dibobot dengan nilai 3,2, dan 1. Kelompok kedua dilihat dari nilai pertumbuhan LQ, yaitu nilai LQ yang mengalami pertumbuhan diberi bobot 3, nilai LQ yang mengalami pertumbuhan tetap diberi bobot 2, dan untuk nilai LQ yang mengalami pertumbuhan negatif diberi bobot 1. Berdasarkan kedua hasil pembobotan LQ tersebut, dalam penentuan komoditas unggulan langkah selanjutnya yaitu penentuan range dengan cara menjumlahkan nilai bobot LQ dan nilai pertumbuhan LQ. Langkah selanjutnya yaitu hasil penjumlahan tertinggi dikurangi hasil penjumlahan terendah kemudian dibagi tiga untuk mengelompokkan hasil tangkapan kedalam tiga kelas. Hasil pembagian tersebut merupakan selang kelas yang akan digunakan untuk penentuan kelas komoditas hasil tangkapan unggulan yaitu kelas unggulan, netral dan non-unggulan.
4.5.6
Strategi pengembangan subsektor perikanan tangkap Analisis SWOT yaitu identifikasi secara sistematis antara kekuatan dan
kelemahan dari faktor internal serta kesempatan dan faktor eksternal yang dihadapi oleh suatu sektor. Perencanaan pembangunan wilayah berbasis perikanan tangkap secara terpadu di Kabupaten Serang dapat dirumuskan melalui analisis SWOT. Alternatif-alternatif strategi diperoleh dengan membuat tabel Matriks SWOT. Faktor-
31
faktor internal dan eksternal yang ditabulasikan dalam Matriks IFE dan Matriks EFE ditabulasikan juga dalam bentuk Matriks SWOT. Matriks SWOT ini menggambarkan dengan jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan internal yang dimiliki sistem pengembangan perikanan tangkap di Kota Serang.
BERBAGAI PELUANG 3. Mendukung strategi
1. Mendukung strategi
turn around
agresif KEKUATAN INTERNAL
KELEMAHAN INTERNAL 4. Mendukung
2. Mendukung
strategi defensif
strategi diversifikasi BERBAGAI ANCAMAN
Gambar 7. Diagram analisis SWOT (Rangkuti, 1999) Kuadran 1
Kuadran 2
Kuadran 3
: Merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Rowth oriented strategy). : Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara stratifikasi diversifikasi (produk atau pasar). : Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak, ia menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus strategi perusahaan ini adalah meminimalkan masalahmasalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.
32
Kuadran 4
: Situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.
a) Analisis faktor internal dan eksternal Dalam melakukan analisis faktor internal dapat menggunakan matriks IFE, sedangkan dalam melakukan analisis faktor eksternal dapat menggunakan matriks EFE (Rangkuti 2001). Faktor-faktor internal yang digunakan dalam penentuan IFAS terdiri dari kekuatan (Strength) dan kelemahan (Weaknesses) yang diperoleh di dalam sektor perikanan tangkap itu sendiri seperti laporan keuangan, kegiatan sumberdaya manusia (jumlah, pendidikan, keahlian), kegiatan operasional dan kegiatan pemasaran. Faktor-faktor eksternal yang digunakan dalam penentuan EFAS terdiri dari peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats) yang diperoleh dari lingkungan di luar sektor perikanan tangkap itu sendiri seperti analisis pasar, analisis kompetitor, analisis komunitas, analisis pemasok, analisis pemerintah dan analisis kelompok kepentingan tertentu.
b) Menentukan bobot setiap variabel Penentuan bobot pada setiap faktor internal dan faktor eksternal bertujuan untuk mengkuantifikasi faktor internal dan eksternal yang telah dianalisis. Skala yang digunakan dalam penentuan bobot setiap variabel yaitu 1, 2, 3 dengan aturan sebagai berikut : 1 = jika faktor horizontal kurang penting daripada faktor vertikal 2 = jika faktor horizontal sama penting daripada faktor vertikal 3 = jika faktor horizontal lebih penting daripada faktor vertikal Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap jumlah keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus : ai =
∑
Xi n i =1
Xi
Dimana : ai = bobot variabel ke-i Xi = nilai variabel ke-i
33
i = 1,2,3,...n n = jumlah variabel Penilaian bobot faktor strategis internal dapat dilihat pada Tabel 1 sedangkan penilaian bobot faktor strategis eksternal dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 1 Penilaian bobot faktor strategis internal Faktor Strategis Internal
A
B
C
...
TOTAL
...
TOTAL
A B C ... TOTAL Sumber : Kinnear dan Taylor (1991)
Tabel 2 Penilaian bobot faktor strategis eksternal Faktor Strategis Eksternal
A
B
C
A B C ... TOTAL Sumber : Kinnear dan Taylor (1991)
c) Menentukan peringkat atau rating Dalam penentuan peringkat atau rating terhadap variabel-variabel hasil analisis situasi yang dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan skala sebagai berikut : Skala untuk matriks IFE, antara lain : 1 = sangat lemah
3 = sangat kuat
2 = lemah
4 = kuat
Skala untuk matriks EFE, antara lain : 1 = rendah
3 = tinggi
2 = sedang
4 = sangat tinggi
34
Cara penentuan peringkat yaitu mengalikan nilai dari pembobotan dengan peringkat pada setiap faktor, kemudian seluruh hasil perkalian tersebut dijumlahkan secara vertikal dan akan diperoleh total skor pembobotan tersebut. Hasil pembobotan dan Rating ditampilkan dalam bentuk matriks pada Tabel 3 dan Tabel 4.
Tabel 3 Matriks Internal factor Evaluation Faktor-faktor strategi internal Kekuatan :
Bobot
Rating
Skor
Rating
Skor
Kelemahan : Total
Tabel 4 Matriks Eksternal factor Evaluation Faktor-faktor strategi eksternal Kekuatan :
Bobot
Kelemahan : Total
Hasil dari faktor internal dan eksternal tersebut dapat digambarkan dalam bentuk matriks SWOT yang dapat menjelaskan bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang akan dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya dalam merumuskan beberapa alternatif strategi. Matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 5.
35
Tabel 5 Matriks SWOT IFAS EFAS
Opportunities (O)
Treaths (T)
Strength (S) Strategi SO Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang Strategi ST Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
Weaknesses (W) Strategi WO Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang Strategi WT Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk dan menghindari ancaman
4.6 Batasan dan Pengukuran Ada beberapa batasan konsep penting pada penelitian ini antara lain : 1) Penelitian ini menganalisis subsektor perikanan tangkap 2) Peranan subsektor perikanan tangkap dalam pembangunan wilayah adalah kedudukan subsektor perikanan tangkap dalam pembangunan wilayah yang diukur berdasarkan indikator pendapatan wilayah dan tenaga kerja; 3) Sektor basis perikanan tangkap adalah perbandingan relatif kemampuan subsektor perikanan tangkap pada wilayah penelitian dibandingkan dengan wilayah nasional
serta subsektor perikanan tangkap mampu memenuhi
kebutuhan komoditas perikanan Kota Serang dan mengekspor ke luar wilayah Kota Serang; 4) Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah pendapatan total suatu wilayah dari seluruh kegiatan perekonomian selama satu tahun. PDRB yang digunakan dalam penelitian ini adalah PDRB atas dasar harga konstan. 5) Kesempatan kerja adalah jumlah angkatan kerja yang bekerja. Kesempatan kerja subsektor perikanan tangkap yaitu jumlah angkatan kerja yang bekerja pada subsektor perikanan tangkap. Kesempatan kerja subsektor perikanan tangkap dinyatakan dalam orang (jiwa);
36
6) Efek pengganda (pendapatan atau tenaga kerja) adalah koefisien yang menunjukkan kemampuan setiap peningkatan (pendapatan atau tenaga kerja) dalam wilayah terhadap pertumbuhan (pendapatan atau tenaga kerja) wilayah yang bersangkutan; 7) Faktor internal adalah kekuatan yang merupakan keunggulan yang dimiliki oleh subsektor perikanan tangkap serta kelemahan yang merupakan keterbatasan atau kekurangan
subsektor
perikanan
tangkap
yang
mempengaruhi
kinerja
pembangunan; 8) Faktor ekternal adalah peluang yang merupakan kesempatan yang dimiliki subsektor perikanan tangkap untuk dimanfaatkan dan ancaman yang merupakan hambatan yang berasal dari luar subsektor perikanan tangkap; 9) Strategi pengembangan adalah rencana atau siasat pengembangan secara bertahap dan teratur dari kondisi riil saat ini menuju sasaran yang diinginkan.
37
5. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
5.1 Keadaan Umum Kota Serang 5.1.1 Letak geografis Kota Serang merupakan salah satu dari enam kabupaten dan kota di Provinsi Banten yang terletak diujung Barat bagian Utara Pulau Jawa, selain itu Kota Serang merupakan pintu gerbang utama yang menghubungkan Pulau Sumatera dan Pulau Jawa dengan jarak kurang lebih 70 km dari Kota Jakarta. Secara geografis terletak antara 50 99' - 60 22' LS dan 1060 07' - 1060 25' BT. Jarak terpanjang menurut garis lurus dari utara ke selatan adalah sekitar 60 km dan jarak terpanjang dari barat ke timur adalah sekitar 90 km, sedangkan kedudukan secara administratif, batas-batas wilayah Kota Serang sebagai berikut : a) sebelah Utara : berbatasan dengan Laut Jawa b) sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Tangerang c) sebelah Barat : berbatasan dengan Kota Cilegon dan Selat Sunda d) sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang
5.1.2 Luas wilayah dan topografi Luas wilayah Kota Serang secara administratif 173.409 ha terbagi atas 28 kecamatan dan 308 desa. Secara umum relief Kota Serang sebagai berikut : a) Dataran terdapat di Pesisir Teluk Banten, yaitu di Kecamatan Tanara, Tirtayasa, Pontang, Kasemen, dan Kecamatan Kramatwatu. b) Relief berombak terdapat di Kecamatan Bojonegara dan kecamatan Pulo Ampel. c) Relief bergelombang terdapat di Bojonegara dan Kecamatan Pulo Ampel. Secara topografi wilayah Kota Serang berada dalam kisaran ketinggian antara 0 – 1,778 m dpl dan pada umumnya tergolong pada kelas topografi lahan dataran dan bergelombang. Ketinggian 0 m dpl membentang dari Kecamatan Taktakan, Tirtayasa dan Cinangka di Pantai Barat Selat Sunda. Ketinggian 1,778 m dpl terdapat di Puncak Gunung Karang yang terletak di sebelah selatan dan berbatasan dengan Kabupaten Pandeglang. Pada umumnya wilayah Kota Serang
38
berada pada ketinggian kurang dari 500 m dpl dan tersebar pada seluruh wilayah kecuali Kecamatan Ciomas (DKP 2009).
5.1.3 Penduduk Berdasarkan data BPS Kota Serang Tahun 2009 diketahui bahwa jumlah penduduk Kota Serang pada tahun 2009 yaitu 493.232 jiwa, terbagi dalam enam kecamatan, yaitu Kecamatan Curug, Walantaka, Cipocok Jaya, Serang, Taktakan dan Kasemen. Jumlah penduduk terbesar pada enam kecamatan tersebut yaitu pada Kecamatan Serang yaitu 185.627 jiwa dengan tingkat kepadatan sebesar 7.173 jiwa per km2. Jumlah penduduk terkecil yaitu di Kecamatan Curug sebesar 42.346 jiwa dengan tingkat kepadatan 854 jiwa per km2. Kota Serang didominasi oleh penduduk dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 252.181 jiwa (51,13%), sedangkan jenis kelamin perempuan sebesar 241.051 jiwa (48,87%). Kecamatan Kasemen memiliki nilai sex ratio sebesar 107% dimana setiap 100 wanita terdapat 107 pria. Jumlah penduduk per kecamatan Kota Serang dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Jumlah penduduk per Kecamatan di Kota Serang Tahun 2009 Kecamatan
Penduduk Jiwa
Kepadatan 2
(Jiwa/km )
%
Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan
Sex Ratio
Curug
42.346
9
854
21.336
21.010
102
Walantaka
61.451
12
1.268
29.643
31.808
93
Cipocok Jaya
62.293
13
1.975
32.569
29.724
110
185.627
38
7.173
94.891
90.736
105
Taktakan
63.762
13
1.332
33.475
30.287
111
Kasemen
77.753
16
1.227
40.267
37.486
107
Jumlah
493.232
100
13.829
252.181
241.051
105
Serang
Sumber : BPS Kota Serang, 2009
5.1.4 Tenaga kerja Berdasarkan data “Serang Dalam Angka” pada tahun 2004-2008, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk dan tenaga kerja di Kota Serang mengalami fluktuasi pada setiap tahunnya. Jumlah penduduk terbesar terjadi pada Tahun 2005 sebesar 1.866.512 jiwa dengan angkatan kerja berjumlah 794.183 orang dan
39
merupakan jumlah terbesar jika dibandingkan dengan tahun lainnya. Pada tahun 2005 juga terjadi jumlah pengangguran yang terbesar dibandingkan dengan tahun lainnya, yaitu sebesar 674.518 orang. Jumlah penggangguran terkecil terjadi pada Tahun 2008 sebesar 478.135 orang dengan jumlah angkatan kerja sebesar 721.522 orang. Jumlah penduduk dan angkatan kerja Kota Serang dapat dilihat secara terperinci pada Tabel 7.
Tabel 7 Jumlah penduduk dan angkatan kerja Kota Serang Tahun 2004-2008 Tahun 2004 2005 2006 2007 2008
Jumlah Penduduk 1.834.514 1.866.512 1.786.223 1.808.464 1.826.146
Angkatan Kerja Bekerja Pencari Kerja 618.386 155.504 625.131 169.052 590.040 193.244 575.751 119.020 602.539 118.983
Pengangguran 592.854 674.518 662.284 485.389 478.135
Sumber : Data Diolah, 2010
Berdasarkan Tabel 8 dapat dijelaskan bahwa penduduk Kota Serang Tahun 2008 mayoritas bekerja pada sektor pertanian sebesar 186.137 orang. Jumlah penduduk yang bekerja pada sektor industri sebesar 92.341 orang, sektor industri merupakan sektor yang memberikan kontribusi PDRB terbesar dibandingkan dengan sektor lainnya. Perdagangan merupakan mata pencaharian penduduk Kota Serang terbesar kedua sebesar 174.922 orang pekerja. Penduduk yang bekerja pada sektor jasa kemasyarakatan merupakan yang terkecil jika dibandingkan dengan sektor lainnya sebesar 62.465 orang.
Jenis mata
pencaharian dan jumlah pekerjanya di Kota Serang Tahun 2008 secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 8
Tabel 8 Jenis mata pencaharian penduduk Kota Serang Tahun 2008 No. 1 2 3 4 5
Jenis Mata Pencaharian Pertanian Industri Perdagangan Jasa kemasyarakatan Lainnya Total
Sumber : Data Diolah, 2010
Jumlah
Persentase (%)
186,137 92,341 174,922 62,465 86,674 602,539
30.89 15.33 29.03 10.37 14.38 100,00
40
Beerdasarkan Gambar G 8 diketahui d baahwa pada Tahun T 2008 sektor perttanian merupakann sektor yaang paling banyak b men nyerap tenagga kerja, yaaitu sebesar 31%. Sektor inddustri dan seektor lainnyya mempero oleh nilai yaang sama daalam penyerapan tenaga kerja sebesar 15%. Sekktor perdag gangan mennyerap tenaga kerja seebesar beda dengaan sektor peertanian. Sektor S 29% meruupakan nilaai yang tidaak jauh berb jasa kemaasyarakatann merupakaan sektor terkecil t yanng menyerap tenaga kerja sebesar 100%. Persenntase jenis mata m pencah harian dapat dilihat padaa Gambar 8. 8
15% %
31%
10% %
Perttanian Indu ustri Perd dagangan Jasaa kemasyarakaatan Lainnya
29 9%
15%
Gambar 8 Diagram persentase jenis mataa pencahariian pendudduk Kota Serang Tahun 20008 P Tangkap Kota K Seran ng 5.2 Kondiisi Umum Perikanan Prooduksi periikanan tanggkap di Kotta Serang meliputi m jennis ikan dan n non ikan, biasaanya hasil tangkapan t y yang tertang gkap berupaa jenis ikann pelagis maaupun ikan demersal. Flukktuasi voluume produk ksi yang terrjadi disebaabkan oleh h pola musim ikaan dan terjaadinya perbbedaan perm mintaan ikann setiap tahhunnya. Pro oduksi perikanan tangkap Kota K Serangg sekitar 50 ton per buulan pada taahun 2002-2007. miliki Kota Serang addalah Pelabbuhan Perik kanan Pelabuhann Perikanann yang dim Pantai Karangantu, K terletak di d Kecamaatan Kasem men. Kecam matan Kassemen merupakann kecamattan yang memiliki m ju umlah rum mah tangga perikanan n laut terbesar dibandingkan d n dengan lima kecamaatan lainnyaa, yaitu sebaanyak 320 orang. o Hal ini menunjukkan m n bahwa prroduksi periikanan tanggkap di Kota Serang hanya h terjadi di Kecamatan K Kasemen, yaitu y di Pelabuhan Periikanan Panttai Karangaantu.
41
5.2.1 Lokasi Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu terletak pada posisi koordinat 060 02' LS – 1060 09' BT. Pada awal perkembangannya lokasi tersebut adalah suatu desa pantai yang secara tradisional berkembang dari suatu kelompok pemukiman yang mendiami areal lahan di muara Kali Cibanten. Sejalan dengan perkembangan sejarah pemukiman nelayan, Karangantu tumbuh dan berkembang menjadi suatu pelabuhan nelayan yang cukup besar, dan berperan penting sebagai pusat kegiatan perikanan yang memasok sebagian besar kebutuhan ikan wilayah Provinsi Banten. Pada Tahun 1975/1976 Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu mulai dibangun di atas di tanah seluas 2,5 ha bertempat di Desa Banten Kecamatan Kasemen.
Berdasarkan
Surat
Keputusan
Menteri
Pertanian
Nomor
311/Kpts/Org/5/1978 Tanggal 25 Mei 1978 secara resmi operasional dan menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (PPP Karangantu 2008). Menurut
Peraturan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Nomor
:
PER.02/MEN/2006 tanggal 12 Januari 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelabuhan Perikanan Pantai menjelaskan Kedudukan Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu (PPP Karangantu). Di dalam struktur organisasi tersebut Pelabuhan Perikanan Pantai dipimpin oleh seorang Kepala Pelabuhan yang membawahi Petugas Tata Usaha dan Kelompok Jabatan Fungsional. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : PER.16/MEN/2006, tentang pengklasifikasiannya Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu sebagai Pelabuhan Perikanan Pantai (Tipe C) yang mempunyai fungsi mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran (PPP Karangantu 2009).
5.2.2
Potensi sumberdaya perikanan tangkap PPP Karangantu Panjang pantai yang terdapat di PPP Karangantu sekitar 120 km,
membentang dari pantai sebelah barat hingga ke sebelah timur. Nelayan PPP Karangantu biasanya melakukan operasi penangkapan ikan di perairan Teluk Banten. Teluk Banten dilindungi oleh pulau-pulau kecil yang berbentuk setengah
42
lingkaran yang berada di mulut teluk, sehingga nelayan skala kecil dapat melakukan operasi penangkapan ikan dengan menggunakan perahu kecil di sepanjang tahun (PPP Karangantu 2008)
5.2.3
Volume dan nilai produksi Berdasarkan Tabel 9, dapat dilihat bahwa volume produksi perikanan
tangkap pada Tahun 2000-2008 mengalami fluktuasi. Volume produksi perikanan tangkap terbesar terjadi pada Tahun 2001 sebesar 3.595 ton dan volume produksi terendah yaitu pada Tahun 2003 sebesar 948 ton.
Nilai produksi perikanan
tangkap PPP Karangantu mengalami fluktuasi dari tahun 2000-2006, namun pada tahun 2006-2008 nilai produksi perikanan tangkap mengalami peningkatan tiap tahunnya. Nilai produksi perikanan tangkap tertinggi terjadi pada Tahun 2008 sebesar Rp.17.379.734.000 dan terendah yaitu pada Tahun 2003 sebesar Rp.5.784.013.000 volume dan nilai produksi perikanan tangkap PPP Karangantu dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Volume dan Nilai Produksi PPP Karangantu Jenis Produksi (Ton) Nilai Produksi (Rp.1000) 2000 3.024 7.563.180 2001 3.595 12.315.270 2002 2.835 12.223.027 2003 948 5.784.013 2004 978 8.410.530 2005 1.847 10.799.001 2006 1.984 10.005.884 2007 2.219 13.505.133 2008 2.354 17.379.734 Sumber : Laporan tahunan statistik PPP Karangantu 2000-2008 Tahun
Berdasarkan Gambar 9, model persamaan yang diperoleh dari hubungan tahun dan produksi subsektor perikanan tangkap yaitu y = -126,8x + 2832. Hal ini menunjukkan bahwa setiap tahun sektor perikanan di Kota Serang mengalami penurunan sebesar 126,8 ton per tahun.
43
4,000 3,500 Produksi (Ton)
3,000 2,500 2,000 y = ‐126.8x + 2832.
1,500 1,000 500 ‐ 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Gambar 9 Perkembangan produksi perikanan tangkap PPP Karangantu Tahun 2000-2008 5.2.4
Daerah penangkapan ikan Daerah penangkapan ikan bagi para nelayan di Pelabuhan Perikanan
Pantai Karangantu adalah Laut Jawa, Selat Sunda dan perairan di sekitar Teluk Banten seperti Pulau Panjang, Pulau Pamujan Kecil, Pulau Dua dan bahkan sampai Pulau Tunda. Lamanya operasi penangkapan berkisar 1-7 hari di laut, sehingga tidak memerlukan perbekalan yang banyak.
Sumberdaya perikanan
yang tertangkap di perairan Karangantu antara lain ikan teri dan udang jerbung, sedangkan ikan kurisi, tongkol, lemuru, layang, tembang, kembung dan selar banyak terdapat di Selat Sunda dan di sekitar bagian luar teluk Banten.
5.2.5
Musim penangkapan ikan Musim ikan di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu terjadi pada bulan
Oktober sampai dengan Bulan Desember, karena pada bulan-bulan tersebut terjadi kenaikan produksi bila dibandingkan dengan bulan lainnya, tetapi musim ikan kadang-kadang mengalami pergeseran. Produksi ikan akan lebih banyak ketika ada nelayan-nelayan yang datang dari luar daerah untuk mendaratkan hasil tangkapannya di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu, seperti nelayan dari Lampung, Kronjo, Labuhan dan lain-lain.
44
350
Produksi (ton)
300 250 200 150 100 50 0
Bulan Sumber: Laporan Tahunan Statistik PPP Karangantu, 2009
Gambar 10 Produksi ikan per bulan di PPP Karangantu Tahun 2009
5.2.6
Tenaga kerja perikanan tangkap Berdasarkan Tabel 10 menjelaskan bahwa perkembangan nelayan Kota
Serang setiap tahunnya mengalami peningkatan. Tahun 2001 jumlah nelayan Kota Serang sebesar 890 orang kemudian meningkat pada Tahun 2001 sebesar 20% menjadi 910 orang. Tahun 2002 terjadi penurunan dari tahun sebelumnya sebesar 25% menjadi 885 orang. Jumlah nelayan di Kota Serang mulai Tahun 2003-2008 mengalami peningkatan menjadi 1.505 orang. Perkembangan nelayan Kota Serang dapat dilihat secara terperinci pada Tabel 10.
Tabel 10 Perkembangan nelayan Kota Serang Tahun 2000-2008 (orang) Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Simber : Data Diolah, 2010
Jumlah Nelayan 890 910 885 915 942 945 973 1.195 1.505
Perubahan (%) 20 -25 30 27 3 28 222 310
45
Berdasarkan Gambar 11, model persamaan yang diperoleh dari hubungan tahun dan jumlah nelayan yaitu y = 58,68x + 724.3. Hal ini menunjukkan bahwa setiap tahun tenaga kerja subsektor perikanan tangkap di Kota Serang mengalami penurunan sebesar 58,68 orang per tahun.
1600 Jumlah Nelayan (jiwa)
1400 1200
y = 58.68x + 724.3
1000 800 600 400 200 0 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Gambar 11 Perkembangan nelayan Kota Serang Tahun 2000-2008
5.2.7
Pemasaran hasil perikanan tangkap
Produksi ikan hasil tangkapan yang didaratkan di PPP Karangantu merupakan ikan segar (diawetkan dengan es), kemudian didistribusikan sebagai berikut : a) Diolah menjadi ikan asin oleh masyarakat di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu kemudian dipasarkan ke daerah Jawa Barat b) Dijual dalam bentuk segar ke berbagai daerah terutama Jakarta dan Bogor c) Sebagai bahan baku pabrik tepung ikan terutama dibawa ke Jakarta dan Bogor. Pemasaran produk perikanan di Kota Serang memiliki dua target, yaitu pemasaran lokal dan pemasaran antar kota. Pemasaran lokal biasanya dilakukan oleh nelayan secara langsung dijual kepada pengumpul ikan (bakul), kemudian bakul menjual hasil tangkapan kepada pedagang besar antar kota dan pedagang pengecer. Pedagang pengecer menjual hasil tangkapannya ke konsumen melalui pasar ikan. Pasar ikan di Kota Serang yang menjadi pusat penjualan ikan yaitu
46
pasar ikan yang terletak di Kecamatan Kasemen di sekitar PPP Karangantu. Pemasaran antar kota dilakukan oleh pedagang besar antar kota yang menjual hasil tangkapannya kepada pedagang pengecer. Pedagang pengecer kemudian menjual hasil tangkapan kepada konsumen secara langsung maupun ke perusahaan pengolahan ikan. Proses pemasaran hasil tangkapan Kota Serang dapat dilihat pada Gambar 12. Pemasaran Lokal
Pemasaran Antar Kota
Nelayan
Pengumpul Ikan (bakul)
Pedagang Besar Antar Kota
Pedagang Pengecer
Pedagang Pengecer
Konsumen
Konsumen Sumber : Laporan tahunan statistik PPP Karangantu 2008
Gambar 12 Saluran pemasaran hasil tangkapan di Kota Serang
5.2.8
Sarana dan prasarana perikanan tangkap
5.2.8.1 Sarana perikanan tangkap a) Armada Penangkapan Ikan Kapal merupakan salah satu unit penangkapan ikan, jenis kapal yang digunakan di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu yaitu jenis perahu motor tempel (PMT), motor tempel (MT) dan kapal motor (KM) dimana sudah dilengkapi dengan mesin sebagai tenaga penggeraknya.
Jenis kapal yang
digunakan oleh nelayan pada umumnya menggunakan bahan bakar solar dengan alat tangkap seperti payang, dogol, bagan, rampus, rajungan dan pancing. Bahan kapal yang digunakan nelayan di PPP Karangantu yaitu kapal kayu. Berdasarkan Tabel 11 menunjukkan bahwa perahu tanpa motor di PPP Karangantu hanya ada pada Tahun 2002-2003, namun Tahun 2003 hanya sebanyak 25 unit dan mengalami penurunan dari Tahun sebelumnya sebesar 15 unit, sedangkan Tahun 2004-2007 perahu tanpa motor sudah tidak beroperasi di
47
PPP Karangantu. Kapal motor tempel periode Tahun 2002-2007 setiap tahunnya cenderung mengalami penurunan, kapal motor tempel Tahun 2002 yang berjumlah 525 unit mengelami penurunan pada Tahun 2003 menjadi sebanyak 510 unit.
Kapal dengan tonase <10 selama Tahun 2002-2007 cenderung
mengalami peningkatan setiap tahunnya, namun pad Tahun 2006 mengalami penurunan sebesar 48 unit dari tahun sebelumnya dan Tahun 2007 kapal motor dengan tonase <10 GT mengalami peningkatan sebesar 10 unit. Kapal motor dengan tonase 10-30 GT setiap tahunnya cenderung mengalami penurunan, Tahun 2003 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya sebesar 4 unit namun Tahun 2004 mengalami penurunan sebesar 17 unit dan Tahun 2005-2007 jumlah kapal motor tonase 10-30 GT memiliki jumlah yang stabil yaitu sebesar 15 unit. Kapal motor dengan tonase 30-60 GT mulai ada di PPP Karangantu pada Tahun 2004 sebesar 2 unit, namun tahun 2005-2007 jumlah kapal motor bertonase 30-60 GT stabil yaitu sebesar 1 unit. Kapal bertonase >100 GT belum beroperasi di PPP Karangntu. Perkembangan jumlah kapal penangkapa ikan di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu dapat di lihat pada Tabel 11 dan Gambar 13.
Tabel 11 Perkembangan jumlah kapal penangkap ikan di PPP Karangantu tahun 2003-2007 Jumlah Kapal (Unit) KM (GT) PTM MT <10 10-30 30-60 Tahun PTM MT <10 10-30 30-60 2002 40 525 117 31 2003 25 510 120 35 2004 0 264 146 18 2005 0 256 154 15 2006 0 153 106 15 2007 0 153 116 15 Sumber : Laporan tahunan statistik PPP Karangantu 2007 Tahun
>100 >100 2 1 1 1
-
Berdasarkan Gambar 13 menunjukkan bahwa persentase armada penangkapan ikan di PPP Karangantu Tahun 2007 kapal motor tempel memiliki persentase terbesar yaitu 54%, kapal motor bertonase <10 GT sebesar 41%, kapal motor dengan tonase 10-30 GT sebesar 5%, sedangkan kapal motor bertonase 30-60 GT, >100 GT dan perahu tanpa motor memiliki nilai persentase yang sama yaitu 0%. Terlihat bahwa kapal motor tempel merupakan jenis kapal yang banyak digunakan
48
di PPP Kaarangantu dan d terlihat bahwa kap pal yang berroperasi di PPP Karangantu hanya kappal motor tempel, kaapal motor bertonase <10 GT ddan kapal motor m bertonase 10-30 GT.
10 GT ‐ 30 GT 5% <10 GT 41%
30‐‐60 GTT 0% %
>100 G GT 0% %
PTM 0% MT M 54 4%
Gambar 13 1 Persentaase jumlah armada peenangkapann ikan di P PPP Karan ngantu Tahun 20007 b) Alat Penangkapa P an Ikan Allat penangkkap ikan yaang umumnya digunakkan di Pelabbuhan Perik kanan Pantai Kaarangantu anntara lain jaaring angkaat, jaring paayang, jarinng rampus, jaring j rajungan, jaring dogool, pancing dan Gillnet. Berdasarrkan data L Laporan Tah hunan j PPP Karanngantu, jenis alat tangkkap terbesaar Tahun 2004 yaitu alaat tangkap jaring angkat sebbesar 82 unnit dan tereendah yaitu alat tangkaap pancing sebesar 15 unit. Tahun 2005 jaring rajungan meerupakan allat tangkap terbesar diibandingkan n alat tangkap laainnya sebeesar 56 unitt dan terend dah yaitu allat tangkap pancing seebesar 24 unit. Tahun T 20066 alat tangkkap tertingg gi yaitu jarinng rajungann sebesar 58 8 unit dan terenndah yaitu alat tangkaap pancing sebesar 244.
Tahun 2007 jeniss alat
tangkap teertinggi yaiitu jaring angkat a sebesar 77 unitt dan alat taangkap tereendah yaitu panccing sebesarr 18 unit. Alat A tangkap p jaring anggkat merupaakan alat tan ngkap yang mem miliki jumlahh tertinggi dibandingk d an alat tanggkap lainnyaa sebesar 93 3 unit dan jenis alat a tangkapp terendah yaitu y gillnett sebesar 200 unit. Dapat terlihat bahwa b alat tangkkap pancingg pada Tahuun 2004-2007 merupakkan jenis allat tangkap yang
49
memiliki jumlah alaat tangkap terkecil t dib bandingkan dengan jennis alat tan ngkap P gan alat tanggkap Kota Serang S dapaat dilihat paada Tabel 12 2. lainnya. Perkembang
Tabel 12 Perkembang P gan alat tangkap Kota Serang S Tahuun 2004-20008 (unit) Alat Penan ngkapan Ikan n Jaaring Ja Jarring Jaring J Jaring aring Paayang Ram mpus Raju ungan Doogol angkat 2004 82 40 45 45 47 2005 33 45 54 56 37 2006 33 45 54 58 37 2007 77 41 41 70 37 2008 93 38 44 77 51 Sumber : Laaporan tahunaan statistik PPP P Karangantu 2008 Tahun
Pancing
Gilln net
15 24 24 18 31
22 27 27 23 20
G 144 dapat dijeelaskan bahw wa jenis allat tangkap yang Beerdasarkan Gambar banyak diigunakan oleh nelayann Kota Seraang Tahun 2008 adalaah jaring angkat a sebesar 266% jika dibbandingkan alat tangkaap lainnya. Alat tanggkap yang paling p sedikit digunakan olleh nelayann Kota Seraang adalah jenis alat tangkap Gillnet G sebesar 6 %. Alat tangkap t jarring dogol yang digunnakan nelayyan Kota Serang nakan Tahun 2008 sebesar 14%. Alatt tangkap teerbesar keddua yang baanyak digun oleh nelayyan Kota Seerang yaitu alat tangkaap jaring rajungan sebeesar 22%. Jaring J rampus yaang digunaakan nelayaan Kota Serrang Tahunn 2008 sebesar 12%. Alat tangkap jaaring payanng dan panccing pada Tahun T 20088 sebesar 11% untuk jaring j payang daan 9% untuuk alat tanggkap pancin ng. Perkem mbangan allat tangkap Kota Serang Taahun 2008 dapat d dilihatt secara terp perinci padaa Gambar 144.
Jarin ng Dogol 14%
JJaring Rajungaan 22%
Pancing 9%
Gillnet % 6%
JJaring angkat 26%
Jaring Payangg 11% Jaring Ram mpus 12%
Gambar 14 Perkembaangan jumlaah alat tangk kap di PPP Karangantuu Tahun 200 08
50
5.2.8.2 Prasarana perikanan tangkap Fasilitas yang terdapat di PPP Karangantu sampai dengan Tahun 2009 terdiri atas fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang. Pada umumnya kondisi fasilitas pokok di PPP Karangantu dalam keadaan baik, kecuali fasilitas pelindung, yaitu breakwater, yang telah mengalami kerusakan. Fasilitas PPP Karangantu secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 13. Fasilitas pokok PPP Karangantu secara keseluruhan masih dalam kondisi yang baik. Pada Tabel 13 terlihat bahwa fasilitas pelindung yaitu breakwater di PPP Karangantu mengalami kerusakan. Fasilitas perairan seperti kolam dan alur di PPP Karangantu yang berukuran 250 x 50 m merupakan kedalaman yang dangkal.
Tabel 13 Fasilitas pokok PPP Karangantu No.
FASILITAS
Fasilitas Pokok a. Fasilitas Pelindung • Breakwater • Turap b. Fasilitas Tambat c. Fasilitas Perairan (Kolam dan Alur) d. Fasilitas Penghubung • Jalan Utama • Jalan Komplek Sumber : PPP Karangantu, 2009
VOLUME
SATUAN
KET (baik/rusak)
I
550 700 75 × 4
m m M
Rusak Baik Baik
250 × 50
M
Dangkal
910 × 7 2.430
m m2
Baik Baik
Kondisi fasilitas fungsional umumnya masih dalam keadaan baik, kecuali fasilitas transportasi dan fasilitas listrik. Fasilitas transportasi yang rusak berat adalah satu unit kendaraan roda dua. Fasilitas listrik yang rusak adalah salah satu Genset. Fasilitas fungsional yang ada di PPP Karangantu seperti tercantum dalam Tabel 14.
51
Tabel 14 Fasilitas fungsional PPP Karangantu II
Fasilitas Fungsional a. Tempat Pelelangan Ikan b. Tempat Pengepakan Ikan c. Fasilitas Navigasi Pelayaran dan Komunikasi • Telepon/internet • Radio SSB d. Fasilitas Air Bersih • Sumur Bor • Water Treatment • Bak Air Tawar • Menara Air e. Fasilitas Es f. Fasilitas Listrik • PLN • Genset I • Genset II • Genset III g. Fasilitas Pemeliharaan • Bengkel h. Fasilitas Perkantoran • Kantor 1 • Kantor 2 • Kantor Pengawasan i. Fasilitas Transportasi • Kendaraan Roda 4 • Kendaraan Roda 2 Sumber : PPP Karangantu, 2009
m2 m2
Baik Baik
2 2
Buah Buah
Baik Baik
2 1 150 8 240
Unit Unit m3 m3 m2
Baik Baik Baik Baik Baik
154 180 225
KVA KVA KVA
Baik Rusak Baik
150
m2
Baik
125 250 18
m2 m2 m2
Baik Baik Baik
450 283,92
2 8
Unit Unit
Baik 1 Rusak Berat
Fasilitas penunjang di PPP Karangantu secara umum masih dalam keadaan baik. Berdasarkan Tabel 15 terlihat bahwa tidak ada fasilitas penunjang yang mengalami kerusakan.
Tabel 15 Fasilitas penunjang PPP Karangantu III
Fasilitas Penunjang
a. Balai Pertemuan Nelayan b. Mess Operator c. Pos jaga d. Mess Nelayan e. Tempat Peribadatan f. Kamar Mandi Umum g. Kios/Toko h. Kios Iptek i. WC Umum j. Garasi k. Papan Nama PPP Karangantu l. CCTV Sumber : PPP Karangantu, 2009
125 8 12 1 20 36 4 16 18 25 1
m2 Unit m2 Unit m2 m2 Buah m2 m2 m2 Unit
Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
1
Unit
Baik
52
6. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Keragaan Perikanan Tangkap Kota Serang Untuk menjelaskan keadaan perikanan tangkap di Kota Serang dapat dilakukan melalui keragaan perikanan tangkap. Keragaan perikanan tangkap yang ada di Kota Serang dapat dilakukan dengan cara mendeskripsikan unit penangkapan ikan unggulan yang ada di Kota Serang serta produktivitasnya. 6.1.1 Produktivitas subsektor perikanan tangkap Kota Serang Keragaan perikanan tangkap di Kota Serang dapat diketahui dengan melihat tingkat produktivitas perikanan tangkap Kota Serang. Produktivitas dapat diketahui dengan tiga kategori antara lain produktivitas per trip penangkapan ikan, produktivitas unit penangkapan ikan dan produktivitas nelayan. a) Produktivitas per trip unit penangkapan ikan Produktivitas per trip penangkapan ikan ditentukan berdasarkan jenis alat tangkap dominan yang digunakan di Kota Serang. Jenis alat tangkap tersebut antara lain jaring insang, jaring dogol, jaring angkat, jaring payang, pancing dan jaring rampus. Berdasarkan Tabel 16 menjelaskan bahwa perkembangan produktivitas per trip penangkapan ikan Kota Serang bersifat fluktuatif dari Tahun 2004-2008. Produktivitas per trip penangkapan ikan tertinggi Tahun 2004 yaitu jenis alat tangkap pancing sebesar 0,21 ton per trip, sedangkan produktivitas terendah yaitu jenis alat tangkap jaring insang sebesar 0,05 ton per trip. Tahun 2005 produktivitas tertinggi yaitu alat tangkap jaring dogol sebesar 0,67 ton per trip, sedangkan produktivitas terendah yaitu alat tangkap jaring insang sebesar 0,05 ton per trip. Tahun 2006 produktivitas tertinggi yaitu alat tangkap jaring dogol sebesar 1,44 ton per trip, sedangkan produktivitas terendah yaitu alat tangkap pancing sebesar 0,30 ton per trip. Produktivitas tertinggi Tahun 2007 yaitu alat tangkap jaring dogol sebesar 1,28 ton per trip, sedangkan produktivitas terendah yaitu alat tangkap pancing sebesar 0,09 ton per trip. Produktivitas per trip penangkapan ikan tertinggi pada Tahun 2008 yaitu alat tangkap jaring dogol sebesar 0,56 ton per trip, sedangkan produktivitas terendah yaitu
53
alat tangkap jaring insang yang memiliki nilai produktivitas sebesar 0,06 ton per trip. Perkembangan produktivitas per trip penangkapan ikan Kota Serang dapat dilihat secara terperinci pada Tabel 16 dan Gambar 15. Tabel 16 Produktivitas per trip penangkapan ikan Kota Serang Tahun 2004-2008 (ton per trip) jaring Tahun insang 0,05 2004 0,05 2005 0,31 2006 0,21 2007 0,06 2008 Sumber : Data Diolah, 2010
jaring dogol 0,67 1,44 1,28 0,56
jaring angkat 0,09 0,43 0,43 0,43 0,21
Jaring payang 0,20 0,26 0,71 0,20 0,41
pancing 0,21 0,21 0,30 0,09 0,46
rampus 0,20
Produktivitas (ton per trip)
1.60 1.40 1.20
jaring insang
1.00
jaring dogol
0.80 0.60
jaring angkat
0.40
jaringpayang
0.20
pancing
‐
rampus 2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Gambar 15 Produktivitas per trip penangkapan ikan Kota Serang Tahun 2008 b) Produktivitas unit penangkapan ikan Produktivitas unit penangkapan ikan untuk mengetahui jumlah hasil tangkapan yang diperoleh setiap unit penangkapan ikan pada setiap tahunnya. Perkembangan produktivitas per unit penangkapan ikan Kota Serang setiap tahunnya mengalami fluktuatif.
Hal ini dikarenakan tidak seimbangnya jumlah unit
penangkapan ikan yang ada setiap tahun dengan volume produksi setiap tahun. Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui bahwa pada periode Tahun 2004-2008 alat tangkap dogol setiap tahunnya memiliki nilai produktivitas terbesar dibandingkan
54
dengan jenis alat tangkap lainnya di Kota Serang. Perkembangan produktivitas per unit penangkapan ikan dapat dilihat secara terperinci pada Tabel 17 dan Gambar 16. Tabel 17 Perkembangan produktivitas per unit penangkapan ikan Kota Serang Tahun 2004-2008 (ton per unit) jaring insang
jaring dogol
jaring angkat
jaring payang
pancing
Rampus
2004
8
-
2
9
12
-
2005
1
20.91
20
5
6
-
2006
7
22.08
14
8
6
-
2007
9
30.49
11
3
4
-
14.94
9
3
1
2.60
6 2008 Sumber : Data Diolah, 2010
Produktivitas (ton per unit)
35 30 jaring insang
25
jaring dogol
20
jaring angkat
15
jaring payang
10
pancing
5
rampus
‐ 2004
2005
2006
2007
2008
j.rajungan
Tahun
Gambar 16 Perkembangan produktivitas per unit penangkapan ikan Kota Serang Tahun 2004-2008 c) Produktivitas nelayan Produktivitas nelayan secara keseluruhan terhadap alat tangkap yang digunakan di Kota Serang secara umum memiliki trend yang meningkat. Hal ini disebabkan peningkatan jumlah nelayan pada Tahun 2004-2008 sesuai dengan peningkatan produksi Tahun 2004-2008. Berdasarkan Tabel 18 menjelaskan bahwa produktivitas nelayan tertinggi yaitu pada Tahun 2005-2008 yang memiliki nilai produktivitas yang sama sebesar 2 ton per orang. Produktivitas nelayan terendah
55
yaitu pada Tahun 2005 sebesar 1 ton per orang. Perkembangan produktivitas nelayan Kota Serang dapat dilihat secara terperinci pada Tabel 18. Tabel 18 Perkembangan produktivitas nelayan Kota Serang Tahun 2004-2008 (ton per orang) Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 Sumber : Data Diolah, 2010
Produktivitas nelayan 1 2 2 2 2
Berdasarkan Gambar 17, maka model persamaan yang diperoleh pada grafik hubungan antara tahun dan produktivitas nelayan Kota Serang adalah y = 0,095x + 1,404. Hal ini menjelaskan bahwa setiap tahunnya kontribusi subsektor perikanan tangkap akan mengalami peningkatan sebesar
0,095 satuan.
Nilai koefisien
determinasi dari hubungan dan nilai kontribusi subsektor perikanan tangkap Kota Serang adalah R² = 0,137. Hal ini berarti model regresi dapat menjelaskan model yang sebenarnya sebesar 0,137%.
Produktivitas (ton per orang)
3 y = 0.095x + 1.404 R² = 0.137
2 2 1 1 ‐ 2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Gambar 17 Perkembangan produktivitas nelayan Kota Serang Tahun 2004-2008
56
6.1.2 Keadaan unit penangkapan ikan Kota Serang a) Unit Penangkapan Jaring Payang Alat penangkapan ikan jaring payang di Kota Serang dioperasikan menggunakan kapal motor dengan bahan kayu jati (Tectona grandis).
Kapal yang digunakan
memiliki ukuran panjang 9,5 m ; lebar 2,2 m ; dalam 0,8 m. Mesin kapal yang digunakan memiliki kekuatan 20 PK jenis outboard. Jenis hasil tangkapan jaring payang di Kota Serang antara lain ikan tongkol (Euthynnus sp), tenggiri (Scomberomerus commersoni), teri (Stolephorus indicus), peperek (Mene maculate), tembang (Clupea fimbriata), kembung (Rastrelliger), kuwe (Caranx sp), selar (Caranx leptolepis), belanak (Mugil cephalus), lemuru (Clupea longiceps), bawal hitam (Formio niger). Alat tangkap payang di PPP Karangantu terdiri atas sayap yang terbuat dari polyethylene (PE), badan jaring dan kantong yang terbuat yang terbuat dari polyprophylene (PP), tali ris atas, tali ris bawah dan tali selambar yang terbuat dari polyethylene (PE) masing-masing berdiameter 5 mm, 7 mm dan 12 cm, pelampung yang terbuat dari bambu dan pemberat batu. Konstruksi dan spesifikasi jaring payang dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 18. Proses pengoperasian payang di PPP Karangantu dilakukan one day fishing. Nelayan berangkat menuju fishing ground sekitar pukul 05.00 pagi hari. Waktu yang dibutuhkan menuju fishing ground sekitar 1-2 jam tergantung jarak yang ditempuh. Operasi penangkapan ikan dilakukan 3-5 kali dalam satu trip. Pengoperasian payang dibagi menjadi empat tahap, yaitu tahap persiapan, penentuan fishing ground, penurunan jaring (setting) dan pengangkatan jaring (hauling). Tahap persiapan antara lain persiapan bahan bakar, pengecekan mesin, perbekalan makanan, es, air tawar, dan keperluan melaut lainnya. diperjalanan menuju fishing ground dilakukan penataan alat tangkap.
Selama Penetuan
fishing ground dilakukan dengan melihat adanya gerombolan ikan. Saat terlihat gerombolan ikan selanjutnya dilakukan penurunan jaring. Penurunan jaring dimulai dengan menurunkan pelampung tanda, diikuti tali selambar kanan, kemudian sayap kanan dan badan jaring dimana ujung tali selambar kanan masih tetap berada pada perahu.
Saat penurunan sayap, nelayan lain
57
melemparkan pemberat dan pelampung secara berurutan agar tidak terbelit dengan jaring. Selanjutnya dilakukan penurunan kantong dan sayap kiri sampai bertemu dengan pelampung tanda awal. Waktu yang dibutuhkan untuk setting adalah 20-30 menit.
Pelampung
Tali Ris Atas Pemberat
Tali Ris Bawah
Tali selambar
Sayap Badan Jaring Kantong
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kantong : L = 4,5 m, = 1 mm, polyprophylene/PP Badan jaring : L = 9 m, = 4 mm, polyprophylene/PP Sayap bagian atas : L = 120 m, lebar = 22,5 m, = 12 cm, PE Sayap bagian bawah : L = 70 m, lebar = 22,5 m, = 12 cm, PE Tali ris atas : L= 120 m, Ф = 5 mm, PE Taliris bawah : L = 70 m, Ф = 7 mm, PE Tali selambar : L = 10 m, Ф = 12 mm, PE Pelampung : bambu, L = 1 m, Ф = 10 cm Pemberat : batu, berat = 1,5 kg,
Sumber : Hasil wawancara
Gambar 18 Konstruksi jaring payang Ketika gerombolan ikan diperkirakan sudah masuk ke dalam kantong, selanjutnya dilakukan tahap hauling. Tahap ini dimulai dengan pengangkatan sayap kiri dan sayap kanan secara bersamaan.
Saat proses hauling diusahakan posisi
kantong berada di tengah. Pengangkatan jaring dilakukan secara perlahan, setelah sampai badan jaring pengangkatan jaring dipercepat.
Hal ini dilakukan untuk
mencegah ikan yang meloloskan diri. Pada saat pengangkatan jaring, ada nelayan yang bertugas menyusun pemberat dan pelampung secara teratur untuk proses setting selanjutnya. Proses ini membutuhkan waktu sekitar 40 menit – 1 jam.
58
b) Unit Penangkapan Bagan Perahu Bagan perahu termasuk jenis alat penangkapan ikan yang termasuk kedalam kelompok jaring angkat.
Bagan perahu di PPP Karangantu menggunakan kapal
motor. Ukuran kapal yang digunakan yaitu 14 m x 9 m dengan dalam 4 m. Mesin yang digunakan jenis motor tempel (inboard) dan menggunakan bahan bakar solar. Jumlah nelayan bagan perahu biasanya sekitar 4-5 orang. Jenis hasil tangkapan bagan perahu di Kota Serang antara lain ikan teri (Stolephorus indicus), peperek (Mene maculate), tembang (Clupea fimbriata), kembung (Rastrelliger), kuwe (Caranx sp), selar (Caranx leptolepis), belanak (Mugil cephalus), layang (Decapterus russeli), lemuru (Clupea longiceps), bawal hitam (Formio niger). Alat tangkap bagan perahu terdiri atas lampu, jaring bagan dari waring atau polyprophylene, bingkai yang terdiri dari palang waring dari bambu dan pipa palang waring dari besi, roller dari kayu, anjang-anjang dari bambu. Konstruksi dan spesifikasi bagan perahu dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 19. Proses pengoperasian bagan perahu meliputi persiapan, setting, perendaman, hauling, kembali ke fishing base. Tahap awal melakukan persiapan keberangkatan, yaitu pemeriksaan kapal, mesin, alat tangkap, lampu, memeprsiapkan kebutuhan perbekalan seperti bahan makanan, bahan bakar, air tawar.
Nelayan berangkat
menuju fishing ground sekitar pukul 15.30 sore. Perjalanan menuju fishing ground sekitar 1-2 jam. Saat tiba di fishing ground mesin kapal dimatikan, kemudian lampu dan mesin generator mulai dinyalakan dan nelayan memperhatikan keberadaan gerombolan ikan di perairan untuk menentukan waktu penurunan jaring.
Saat
gerombolan ikan sudah terlihat di perairan, jaring mulai diturunkan dengan pemasangan waring ke palang waring (bambu). Bagian sisi kanan dan sisi kiri waring diikatkan pada palang waring. Waring yang sudah terikat pada palang waring diturunkan ke dalam air. Jika seluruh waring telah berada di dalam air, selanjutnya pipa palang waring (besi) langsung diceburkan ke dalam air bersamaan dengan pemutaran roller untuk menenggelamkan seluruh waring hingga kedalaman yang ଵ
diinginkan sekitar 10-15 m. Perendaman jaring dilakukan selama 1-1 jam sambil ଶ
nelayan memperhatikan gerombolan ikan di sekitar cahaya lampu.
59
Bagan perahu tampak atas
4
5
2
3
1
Bagan perahu tampak depan 1. 2. 3. 4. 5.
Jaring bagan : waring atau polyprophylene, L = 7,5 m, lebar = 7,5 m, tinggi = 7,5 m, Bingkai : a) Palang waring : bambu, Ф = 11 cm, L = 12 m b) Pipa palang waring : paralon, Ф = 6,5 cm, L = 13 m Roller : kayu, Ф = 13 cm, L = 15 m Anjang-anjang : bambu, Ф = 10 cm bagian ujung atas dan 15 cm bagian ujung bawah Lampu : tipe (lampu pijar); daya = 500-600 watt, ∑ = 18 buah
Sumber : Hasil wawancara
Gambar 19 Konstruksi bagan perahu
= 0,5 mm
60
Setelah gerombolan ikan terkumpul disekitar cahaya lampu, kemudian semua lampu dimatikan satu per satu hingga tersisa satu lampu yang tetap menyala. Hal ini dimaksudkan agar gerombolan ikan berkumpul pada cahaya lampu tersebut. Pengangkatan waring dilakukan secara perlahan, ketika waring mendekati permukaan air kecepatan pengangkatannya ditingkatkan agar ikan tidak dapat meloloskan diri. Waring diangkat hingga berada di atas permukaan air, lalu dilakukan pengangkatan hasil tangkapan menggunakan alat bantu serok. Hasil tangkapan yang diperoleh dimasukkan ke dalam keranjang atau basket kemudian dilakukan proses penyortiran berdasarkan jenis ikan. Waktu yang dibutuhkan untuk proses hauling sekitar 20 menit. Setiap kali melakukan operasi penangkapan, nelayan melakukan penurunan waring sebanyak 4-8 kali.
Setelah proses operasi penangkapan selesai, nelayan
kembali menuju fishing base pada pukul 5 pagi. c) Unit Penangkapan Pancing Kotrek Alat penangkapan ikan pancing merupakan jenis alat tangkap yang termasuk ke dalam kelompok Hook and lines. Alat tangkap pancing di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu biasanya menggunakan jenis kapal motor dalam melakukan operasi penangkapan ikan dengan menggunakan bahan bakar solar. Lama satu trip alat tangkap pancing di PPP Karangantu adalah 4-5 hari, sehingga nelayan pancing membutuhkan biaya operasional yang cukup tinggi. Sebelum melakukan operasi penangkapan ikan, nelayan membuat suatu rumpon yang didiamkan selama 6 bulan kemudian baru melakukan operasi penangkapan di rumpon tersebut.
Alat tangkap
pancing di PPP Karangantu merupakan jenis pancing kotrek (hand line), terdiri atas roller,
tali utama (main line) dan tali cabang (branch line) dari bahan PA
monofilament, mata pancing (hook) dari besi, kili-kili (swivel) dari bahan baja dan besi, pemberat dari bahan besi, pelampung dari styrofoam dan pemberat berupa batu kali. Pengoperasian pancing biasanya dilakukan oleh 6-7 orang nelayan. Jenis hasil tangkapan pancing kotrek di Kota Serang antara lain ikan tongkol (Euthynnus sp), tenggiri (Scomberomerus commersoni), kembung (Rastrelliger), kuwe (Caranx sp), selar (Carank leptolepis), layang (Decapterus russeli), ekor kuning (Caesio cunning).
61
Konstruksi dan spesifikasi pancing kotrek dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 20.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Penggulung Kili-kili (swivel) : baja dan besi Tali utama (main line) : PA monofilament, L = 125 m Tali cabang (branch line) : PA monofilament, L = 30 cm Pemberat : besi Umpan : benang sutra, tali rafia, bulu-bulu Mata pancing (hook) : besi, ukuran = no 7, 9, 13, ∑ = 8 buah
Sumber : Dimodifikasi dari Yuliana 2009
Gambar 20 Konstruksi pancing kotrek Proses pengoperasian alat tangkap pancing kotrek dilakukan selama 3 hari dalam satu trip.
Nelayan berangkat pada pukul 05.00 WIB menuju rumpon yang telah dipasang
sebelumnya di fishing ground dengan waktu tempuh sekitar 4,5 - 5 jam. Ketika tiba di fishing ground mesin kapal dimatikan dan jangkar diturunkan, setelah itu nelayan melakukan pemancingan. Pancing kotrek menggunakan umpan buatan dari benang sutra atau tali rafia yang diikatkan dekat dengan mata kail. Hasil tangkapan pancing yang diperoleh diletakkan di keranjang dan dipisahkan berdasarkan jenis ikan.
d) Unit Penangkapan Jaring Rajungan Jaring rajungan diklasifikasikan ke dalam kelompok jaring insang tetap atau set gillnet. Jaring rajungan digunakan untuk menangkap rajungan, termasuk kelompok
62
jaring puntal atau entangle net, karena rajungan hasil tangkapan utamanya tertangkap dengan cara terpuntal atau terbelit bagian tubuhnya pada badan jaring. Kapal jaring rajungan di PPP Karangantu memiliki dimensi panjang total (LOA) 9,5 m, lebar (B) 2,2 m dan draft (d) 0,8 meter. Bahan utama penyusun kapal adalah kayu jati (Tectona grandis). Tonase kapal jaring rajungan sekitar 1 GT. Pada umumnya kapal jaring rajungan yang digunakan oleh nelayan di PPP Karangantu adalah jenis kapal motor tempel dengan tenaga penggerak 20 PK dengan bahan bakar solar. Kapal jaring rajungan tidak memiliki palka. Hasil tangkapan yang didapat tidak langsung dilepaskan dari jaring namun tetap dibiarkan menyangkut pada jaring hingga kapal mendarat. Hasil tangkapan dilepaskan dari jaring setelah sampai di darat. Alat tangkap jaring rajungan terdiri atas badan jaring dari bahan PA monofilament, tali ris atas dan tali ris bawah dari bahan PE multifilament, pelampung terbuat dari bahan karet sandal dan pemberat dari timah hitam atau Pb. Pemberat tambahan yang
digunakan saat pengoperasian jaring rajungan oleh nelayan PPP Karangantu adalah dua batu kali dengan berat masing-masing 3,5 kg. Batu pemberat dililitkan dengan tali pelampung tanda sepanjang 5 m sehingga panjang tali pelampung tanda sebesar 30 m.
Batu pemberat berfungsi sebagai pembentuk jaring supaya berbentuk
melengkung dan sebagai penahan jaring terhadap arus laut yang dipasang pada pertengahan tali pelampung tanda. Bentuk jaring rajungan saat berada di perairan memiliki bentuk yang melengkung, hal ini bertujuan supaya rajungan yang terkejut tidak dapat melarikan diri ke arah atas/permukaan.
Konstruksi dan spesifikasi jaring
rajungan dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 21. Pengoperasian jaring rajungan dimulai pada pukul 00.30 WIB. Persiapan sebelum menuju fishing ground dilakukan di fishing base sekitar pukul 23.30 – 00.15 WIB dan memerlukan waktu sekitar 30 – 45 menit. Persiapan yang dilakukan antara lain persiapan jaring, perbekalan seperti makanan, minuman, bahan bakar dan air tawar, pemeriksaan keadaan kapal, mesin dan persediaan bahan bakar. melakukan operasionalnya, nelayan membawa tiga piece jaring rajungan.
Dalam
63
Jaring rajungan saat berada di perairan.
Jaring rajungan dalam posisi tegak 1. 2.
Badan jaring : PA Monofilament berwarna putih transparan, = 4 inchi, Ф = 0,3 mm Tali ris atas : PE Multifilament L = 1.000 m, Ф = 0,3 mm, arah pilinan = Z Tali ris bawah : PE Multifilament, L = 1.000 m, Ф = 0,3 mm, arah pilinan = Z 3. Pelampung : karet sandal, bentuk = bulat, ∑ = 1 piece = 70 buah, Ф = 5 cm, jarak = 1,5 m 4. Tali pelampung : PE multifilament, Ф = 0,25 m, arah pilinan = S 5. Pemberat : timah hitam atau Pb, berat = 1,8 gram, ∑ = 1 piece = 3 kg, Ф = 0,5 cm, L = 1,5 cm, 6. Tali pemberat : bahan : (PE Multifilament); diameter (0,25 m); arah pilinan = S, L = 1.000 m, jarak antar pemberat = 20 cm 7. Pelampung tanda : ∑ = 2 buah, bahan = Styrofoam, bentuk = persegi panjang berukuran 20 cm × 10 cm × 30 cm 8. Tiang pelampung tanda : bambu, 5 cm 9. Tali pelampung tanda : PE Multifilament, L = 30 m, Ф = 0,6 cm 10. Pemberat tambahan : batu = 3,5 kg
Sumber : Dimodifikasi dari Aminah, 2010
Gambar 21 Desain dan konstruksi jaring rajungan
64
Daerah penangkapan rajungan antara lain di Pulau Tunda memerlukan waktu sekitar 2 jam sampai dengan 2 jam 30 menit dan Pulau Pamujan memerlukan waktu sekitar 30 menit.
Penentuan fishing ground dilakukan berdasarkan cuaca dan
pengalaman nelayan. Setelah tiba di fishing ground kecepatan kapal dikurangi dan nelayan memastikan di wilayah tersebut tidak terdapat pelampung tanda milik unit penangkapan lain. Setelah itu jaring rajungan mulai dioperasikan dengan penurunan jaring (setting) terlebih dahulu. Penurunan satu jaring dilakukan nelayan pemilik dan dibantu oleh nelayan lain berjumlah 4 orang. Proses ini membutuhkan waktu sekitar ± 5 menit. Saat setting dilakukan mesin kapal tetap dinyalakan dengan kecepatan rendah, agar jaring dapat terbentang sempurna. Proses setting diawali dengan menurunkan batu pemberat, pelampung tanda pertama, diikuti dengan badan jaring piece pertama sampai piece terakhir, kemudian pelampung tanda kedua dan pemberat. Proses terakhir yaitu penurunan batu pemberat terakhir, disusul dengan penurunan tali selambar dan pelampung tanda. Proses selanjutnya yaitu drifting. Drifting membutuhkan waktu sekitar 3 jam. Tahap
selanjutnya
dari
pengangkatan jaring (hauling).
metode
pengoperasian
jaring
rajungan
adalah
Pengangkatan jaring (hauling) diawali dengan
mengangkat pelampung tanda pertama, batu pemberat pertama diikuti dengan badan jaring, pelampung tanda dan pemberat terakhir, kemudian kapal menuju ke fishing base. Proses pengambilan hasil tangkapan dan penyortiran dilakukan di fishing base. Proses hauling membutuhkan waktu sekitar ± 30 menit. e) Unit Penangkapan Jaring Rampus Jaring rampus digunakan untuk menangkap ikan kembung. Hasil tangkapan sampingan dari jaring rampus antara lain udang, kurisi, belanak dan lain sebagainya. Jaring rampus terdiri atas badan jaring dari bahan PA monofilament, tali ris atas dan tali ris bawah yang terbuat dari bahan PE multifilament, pelampung dari bahan plastik dan pemberat dari timah.
65
Jaring rampus biasanya dioperasikan menggunakan jenis perahu motor, terbuat dari kayu jati (Tectona grandis). Ukuran perahu adalah panjang 10 meter, lebar 2,6 meter dan memiliki dalam 1 meter. Jenis tenaga penggerak yang digunakan oleh perahu jaring rampus adalah motor outboard, Berbahan bakar solar. Setiap melakukan operasi penangkapan ikan dibutuhkan solar sebanyak 10-12 liter. Jenis hasil tangkapan jaring rampus di Kota Serang antara lain ikan layur (Trichiurus savala), cucut (Sphyrna blochii), kerapu (Epinephelus), manyung (Arius thalassinus), kurisi (Nemipterus nemata), kakap (Lutjanus).
Konstruksi dan spesifikasi jaring
rampus dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 22. Pengoperasian alat tangkap jaring rampus biasanya dilakukan sekitar jam 4 pagi.
Setelah tiba di daerah penangkapan ikan atau fishing groudnd, setting
dilakukan dengan menurunkan pelampung tanda, kemudian diikuti dengan menurunkan tali selambar, jaring, pemberat hingga pelampung tanda terakhir. Waktu yang dibutuhkan untuk setting sekitar 30-45 menit. Drifting adalah membiarkan jaring
terhanyut di perairan.
Drifting
berlangsung 1-2 jam. Setelah proses drifting selesai, selanjutnya hauling dilakukan selama 1-1,5 jam. Dalam proses hauling dilakukan penarikan jaring, melepas ikan yang tertangkap dari jaring, dan merapikan posisi jaring agar tidak terbelit. Kegiatan tersebut dilakukan oleh 3-4 orang nelayan. Proses setting yang dilakukan dalam setiap trip sekitar 4-6 kali tergantung dari daerah penangkapan dan musim.
66
Jaring rampus saat berada di perairan
Pelampung tanda Badan jaring
Tali Pelampung
Pelampung
Tali jangkar
Tali ris
Jangkar/batu Pemberat
Tali ris bawah
Jaring rampus dalam posisi tegak 1. 2. 3. 4. 5.
Badan jaring : PA monofilament, = 2-3 1/4 inchi, L = 1 piece = 45 m, 27 piece x 45 m = 1.215 m, lebar = 4 m Tal iris atas : PE multifilament, L = 45 m, Ф = 5-6 mm Tal iris bawah : PE multifilament, L = 38 m, Ф = 3 mm Pelampung : fiber dan sandal, bentuk = oval, ∑ = 1 piece = 78 buah, jarak antar pelampung = 60 cm Pemberat : timah, berat = 1 piece = 2 - 3 kg, ∑ = 28 buah, jarak antar pelampung = 22 cm
Sumber : Dimodifikasi dari Yuliana 2009
Gambar 22 Konstruksi Jaring rampus
67
f) Unit Penangkapan Jaring Dogol Alat penangkapan ikan jaring dogol termasuk ke dalam kelompok pukat kantong (Bag seine nets). Dalam melakukan pengoperasian dogol, digunakan kapal motor dengan mesin tempel. Perahu yang digunakan terbuat dari kayu dengan ukuran 12 m x 4 m dengan dalam 2 m. Bahan bakar yang digunakan yaitu solar. Jenis hasil tangkapan jaring dogol di Kota Serang antara lain ikan pari (Taeniura lymna), layur (Trichiurus savala), cucut (Sphyrna blochii), kerapu (Epinephelus), manyung (Arius thalassinus), kurisi (Nemipterus nemata), kakap (Lutjanus).
Alat tangkap dogol
terdiri atas sayap, badan jaring, kantong dari polyethylene (PE), tali ris atas, tali ris bawah dan tali selambar yang terbuat dari bahan polyethylene (PE), pelampung yang terbuat dari bahan plastik dan pemberat yang terbuat dari bahan timah. Konstruksi dan spesifikasi jaring dogol dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 23. Pengoperasian alat tangkap dogol meliputi empat tahap, yaitu penentuan fishing ground, setting, hauling dan penyortiran hasil tangkapan. Nelayan berangkat melaut sekitar pukul 05.00 pagi menuju fishing ground dan pukul 15.00 sore nelayan sudah menuju fishing base. Nelayan alat tangkap jaring dogol biasanya berjumlah 7 orang. Tahap pertama kali yang dilakukan saat pengoperasian jaring dogol yaitu menentukan fishing ground.
Penentuan ini dilakukan berdasarkan pengalaman
nelayan. Adanya proses melingkarkan gerombolan ikan, kemudian nelayan mulai menurunkan pelampung tanda yang diikatkan pada ujung tali selambar ke laut. Penurunan pelampung tanda diikuti dengan penurunan jaring dan kapal bergerak maju secara perlahan membentuk lingkaran ke arah kanan. Setelah itu dilakukan penurunan sayap kanan jaring, badan jaring, sayap kiri jaring serta pelampung secara bersamaan hingga kapal kembali mencapai pelampung tanda. Saat proses setting telah selesai kemudian jaring didiamkan selama 5-10 menit. Tahap kedua yaitu proses hauling dengan melakukan penarikan pelampung tanda ke atas perahu. Saat penarikan jaring mesin kapal dimatikan kemudian jangkar kapal diturunkan hingga dasar perairan. Penarikan jaring nelayan menggunakan alat bantu mesin gardan. Penarikan dimulai dari tali selambar, sayap, badan jaring dan
68
kantong. Tahap terakhir yaitu pengangkutan hasil tangkapan dari kantong jaring ke dalam keranjang yang berbeda disesuaikan dengan jenis ikan. Tal iris atas
Pelampung
Pelampung tanda
Tal iris bawah
Tali selambar Pemberat
Kantong
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Badan
Sayap
Sayap : bahan PE; = 7 inchi, L = 50 m, lebar = 13 m Badan jaring : PE, = 5 inchi, L = 15 m, lebar = 10 m Kantong : PE, = 1 inchi, L = 4 m, lebar = 2 m Pelampung : plastik Pemberat : timah; berat = 12 kg, ∑ = 35 buah Tali selambar : PE, L = 1.000 m, Ф = 1,5 m Tali ris atas : PE, L = 15 m, Ф = 12 mm Tali ris bawah : PE, L = 25 m, Ф = 30 mm
Sumber : Dimodifikasi dari Yuliana 2009
Gambar 23 Konstruksi jaring dogol 6.2 Keadaan Ekonomi Provinsi Banten dan Kota Serang a) PDRB Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator ekonomi yang menjadi pertimbangan bagi pemerintah dalam menentukan rencana dan langkah strategis dalam pembangunan ekonomi, sehingga dapat menentukan skala prioritas pembangunan sektorial yang lebih tepat. Produk Domestik Regional Bruto menggambarkan kemampuan daerah dalam mengelola sumberdaya yang dimiliki oleh suatu daerah untuk menghasilkan suatu produk melalui proses produksi. Produk Domestik Regional Bruto memiliki dua tipe yaitu berdasarkan atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan. Hal ini dimaksudkan agar perkembangan
69
Produk
Domestik
Regional
Bruto
dapat
ditelaah
sebelum
dan
sesudah
memperhitungkan pengaruh harga. Produk Domestik Regional Bruto disajikan ke dalam dua tipe yaitu berdasarkan atas harga berlaku dan atas dasar harga konstan. Hal ini dimaksudkan agar perkembangan Produk Domestik Regional Bruto dapat ditelaah sebelum dan sesudah memperhitungkan pengaruh harga. Penyajian Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan akan lebih mencerminkan perubahan Produk Domestik Regional Bruto tanpa dipengaruhi perubahan harga yang biasanya cenderung pada perubahan produksi. Angka yang didapat dari hasil perhitungan PDRB dapat digunakan sebagai indikator ekonomi yang bermanfaat sebagai imdikator 1) Pertumbuhan Ekonomi, 2) Struktur Perekonomian, 3) Tingkat Kesejahteraan Rakyat, 4) Tingkat Inflasi dan Deflasi. 1) PDRB Provinsi Banten PDRB Provinsi Banten menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan (ADHK) Tahun 2004-2008 mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tabel 19 menjelaskan bahwa nilai PDRB mulai Tahun 2004 sebesar Rp.58.880.406.500.000,kemudian mengalami peningkatan pada Tahun 2005 sebesar Rp.3.226.541.720.000,sehingga nilai PDRB Provinsi Banten Tahun 2005 menjadi sebesar Rp. 58.106.948.220.000. Peningkatan nilai PDRB Provinsi Banten terus terjadi sampai Tahun 2008.
Nilai PDRB tertinggi terjadi pada Tahun 2008 sebesar
Rp.68.830.645.000.000 dan nilai PDRB terendah terjadi pada Tahun 2005 sebesar Rp.54.880.407.000.000 Hal ini terjadi juga pada nilai PDRB sektor perikanan yang setiap tahunnya mengalami peningkatan. Nilai PDRB sektor perikanan mulai Tahun 2004 sebesar Rp.413.028.400.000 kemudian mengalami peningkatan pada Tahun 2005 sebesar Rp.12.886.490.000, sehingga nilai PDRN sektor perikanan Tahun 2005 menjadi sebesar Rp.425.914.890.000. Nilai PDRB terbesar yaitu pada Tahun 2008 sebesar Rp.593.948.000.000 dan nilai PDRB terendah terjadi pada Tahun 2004 sebesar Rp.413.028.000.000. PDRB Provinsi Banten dapat dilihat secara terperinci pada Tabel 19 dan Gambar 24.
70
Tabel 19 PDRB Provinsi Banten menurut lapangan usaha Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) tahun 2004-2008 (dalam jutaan rupiah) Lapangan Usaha
2004
2005
2006
2007
2008
1. Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan
4.930.266,80
5.061.650,42
5.030.011,59
5.242.350,48
5.408.861,73
3.198.617,40
3.288.498,55
3.140.638,28
3.280.480,54
3.349.888,75
366.183,46
369.327,92
422.408,98
375.050,64
411.873,32
922.875,11
947.563,23
962.426,16
1.001.396,49
1.021.060,89
29.562,43
30.345,83
30.268,18
36.043,94
32.090,43
413.028,40
425.914,89
474.269,98
549.378,88
593.948,35
56.557,59
59.286,02
61.508,86
69.292,77
79.151,12
27.749.175,75
28.975.547,08
30.548.566,62
31.496.751,75
32.225.075,20
2.416.794,00
2.567.049,93
2.510.895,12
2.629.581,32
2.833.527,01
1.443.158,80
1.580.487,69
1.662.420,23
1.880.273,94
2.010.388,56
9.830.054,85
10.699.437,65
11.478.134,19
12.800.800,86
14.202.996,50
4.540.508,58
4.910.855,75
5.417.133,59
5.780.569,93
6.200.675,31
1.557.896,64
1.744.477,29
1.888.037,80
2.138.061,77
2.489.875,78
2.355.993,50 2.508.156,40 9. Jasa-Jasa Produk Domestik Regional Bruto 54.880.406,50 58.106.948,22 Sumber : BPS Kota Serang Tahun 2004-2008
2.744.950,65
3.009.092,96
3.380.093,59
61.341.658,64
65.046.775,77
68.830.644,80
c. Peternakan d. Kehutanan e. Perikanan 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik dan air bersih 5. Bangunan dan Konstruksi 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
Berdasarkan Gambar 24, maka dapat diketahui bahwa nilai sektor perikanan Provinsi Banten atas dasar harga konstan Tahun 2004-2008 mempunyai model persamaan y = 48.530x + 34.571. Hal ini berarti setiap tahun sektor perikanan di Provinsi Banten akan mengalami peningkatan sebesar 48.350 satuan. Nilai koefisien determinasi dari hubungan tahun dan pendapatan sektor perikanan adalah R² = 0,957. Hal ini berarti model regresi dapat menjelaskan model yang sebenarnya sebesar 0,957%.
71
700,000.00 y = 48530x + 34571 R² = 0.957
600,000.00
Nilai PDRB
500,000.00 400,000.00 300,000.00 200,000.00 100,000.00 ‐ 2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Gambar 24 Nilai PDRB sektor perikanan Provinsi Banten atas dasar harga konstan Tahun 2004-2008 2) PDRB Kota Serang PDRB Kota Serang menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan (ADHK) Tahun 2004-2008 mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Berdasarkan Tabel 20, menjelaskan bahwa nilai PDRB mulai Tahun 2004 sebesar Rp.7.638.401.100.000 kemudian mengalami peningkatan pada Tahun 2005 sebesar Rp.334.969.600.000, sehingga
nilai
PDRB
Kota
Serang
Tahun
2005
menjadi
sebesar
Rp.
7.973.370.700.000 dimana Tahun 2005 merupakan nilai PDRB tertinggi selama periode Tahun 2004-2008. Tahun 2006 nilai PDRB mengalami penurunan sebesar Rp.1.872.733.700.000
dari
tahun
sebelumnya
menjadi
sebesar
Rp.
6.100.637.000.000, kemudian Tahun 2007 nilai PDRB Kota Serang mengalami peningkatan sebesar Rp.287.068.540.000 dari tahun sebelumnya menjadi sebesar Rp.6.387.705.540.000. Nilai PDRB Tahun 2008 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya sebesar Rp.252.283.290.000 menjadi sebesar Rp.6.639.988.830.000. Hal ini juga terjadi pada nilai PDRB sektor perikanan yang setiap tahunnya mengalami fluktuatif. Nilai PDRB sektor perikanan terbesar yaitu pada Tahun 2005 sebesar Rp.123.236.630.000 yang mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya sebesar Rp.2.534.740.000. Tahun 2006 nilai PDRB sektor perikanan Kota Serang mengalami
72
penurunan dari Tahun sebelumnya sebesar Rp.48.763.890.000 menjadi sebesar Rp.74.472.740.000 dimana Tahun 2006 merupakan nilai PDRB sektor perikanan Kota Serang terkecil selama periode Tahun 2004-2008. PDRB Provinsi Banten dapat dilihat secara terperinci pada Tabel 20. Tabel 20 PDRB Kota Serang menurut lapangan usaha Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) tahun 2003-2008 (dalam jutaan rupiah) Lapangan Usaha
2004
2005
1. Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan
1.116.683,65
1.144.135,54
944.293,19
997.216,36
1.034.884,47
659.541,49
676.161,94
581.939,52
615.827,82
638.490,29
85.518,59
88.220,98
78.819,46
70.412,69
74.547,65
250.089,64
255.666,64
208.303,48
219.988,34
224.718,09
832,04
849,35
757,99
787,75
786,26
120.701,89*
123.236,63*
74.472,74
90.199,76
96.342,2
4.515,21
4.716,59
4.516,1
4.777,84
5.106,08
3.815.508,79
3.949.139,2
3.973.862,72
4.111.333,11
4.201.162,82
313.602,46
327.433,58
285.367,79
279.916,03
277.859,32
499.477,25
529.745,59
122.622,06
134.183,78
148.232,82
824.801,85
882.279,56
369.262,28
420.015,84
477.319,49
242.884,4
257.767,55
143.246,25
159.037,72
182.873,05
266.223,18
293.571,59
110.355,61
118.145,71
127.928,28
554.704,31 584.581,52 9. Jasa-Jasa Produk Domestik Regional Bruto 7.638.401,10 7.973.370,70 Sumber : BPS Kota Serang Tahun 2004-2008
147.111
163.079,15
184.622,5
6.100.637,00
6.387.705,54
6.639.988,83
d. Kehutanan e. Perikanan 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik dan air bersih 5. Bangunan dan Konstruksi 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
2006
2007
2008
Keterangan : *) : PDRB Kota Serang yang masih terbentuk dalam PDRB Kabupaten Serang Berdasarkan Tabel 20, sektor perikanan pada Tahun 2004-2005 merupakan nilai PDRB Serang yang masih termasuk ke dalam wilayah Kabupaten kemudian Tahun 2006 Serang baru terbentuk menjadi Kota Serang.
Nilai PDRB sektor
73
perikanan Kota Serang Tahun 2006-2008 mengalami mengalami peningkatan setiap tahunnya. Nilai PDRB terbesar yaitu pada Tahun 2008 sebesar Rp. 96.342.000.000. PDRB sektor perikanan terkecil yaitu pada Tahun 2006 sebesar Rp.74.473.000.000. Berdasarkan Gambar 25, model persamaan yang diperoleh dari hubungan tahun dan nilai PDRB subsektor perikanan yaitu y = -8175.x + 12551. Hal ini menunjukkan bahwa setiap tahun sektor perikanan di Kota Serang mengalami penurunan sebesar 8175 satuan. Hubungan tahun dan pendapatan sektor perikanan dapat diperoleh nilai koefisien determinasi yaitu R² = 0,387 dimana model regresi dapat menjelaskan model yang sebenarmya sebesar 3,87%. Nilai PDRB (juta rupiah)
140,000.00
y = ‐8175.x + 12551 R² = 0.387
120,000.00 100,000.00 80,000.00 60,000.00 40,000.00 20,000.00 ‐ 2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Gambar 25 Nilai PDRB sektor perikanan atas dasar harga konstan 2004 Tahun 2004-2008 6.3 Peranan Subsektor Perikanan Tangkap Kota Serang Peranan subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator pendapatan dapat diketahui dari data PDRB berdasarkan Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2004-2008. Hal ini dengan melihat pendapatan produksi perikanan tangkap di Kota Serang kemudian dapat diketahui seberapa besar kontribusi yang diberikan oleh sektor perikanan Kota Serang dan kontribusi subsektor perikanan tangkap Kota Serang terhadap pendapatan wilayah Kota Serang. Nilai PDRB subsektor perikanan dan perikanan tangkap Kota Serang berdasarkan harga konstan Tahun 2004-2008 dapat dilihat pada Tabel 21.
74
Berdasarkan Tabel 21 menjelaskan bahwa perkembangan nilai PDRB sektor perikanan dan subsektor perikanan tangkap setiap tahunnya bersifat fluktuasi selama periode Tahun 2004-2008. Nilai PDRB subsektor perikanan terbesar terjadi pada Tahun 2005 sebesar Rp.123.236.630.000 dan mengalami penurunan pada Tahun 2006 sebesar Rp.48.763.890.000 menjadi Rp.74.472.740.000 yang merupakan nilai PDRB subsektor perikanan terkecil.
Nilai PDRB subsektor perikanan tangkap
tertinggi terjadi pada Tahun 2005 sebesar Rp.69.397.560.000 dan mengalami penurunan pada Tahun 2006 sebesar Rp.28.630.110.000 menjadi Rp.40.767.450.000 yang merupakan nilai PDRB subsektor perikanan tangkap terkecil. Tabel 21 Nilai PDRB perikanan dan perikanan tangkap berdasarkan harga konstan serta persentase kontribusi terhadap sektor pertanian dan total PDRB Tahun 2004-2008 (juta rupiah) Lapangan Usaha
2004
2005
2006
2007
2008
Sektor Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan
1.116.683,65
1.144.135,54
944.293,19
997.216,36
1.034.884,47
659.541,49
676.161,94
581.939,52
615.827,82
638.490,29
85.518,59
88.220,98
78.819,46
70.412,69
74.547,65
250.089,64
255.666,64
208.303,48
219.988,34
224.718,09
d. Kehutanan
832,04
849,35
757,99
787,75
786,26
e. Perikanan f. Perikanan Tangkap
120.701,89
123.236,63
74.472,74
90.199,76
96.342,20
68.401,42
69.397,56
40.767,45
49.030,03
52.476
Sektor lainnya
6.521.717,45
6.829.235,18
5.156.343,81
5.390.489,18
5.605.104,36
Total PDRB
7.638.401,10
7.973.370,70
6.100.637
6.387.705,54
6.639.988,83
% PDRB Perikanan a. Terhadap Sektor Pertanian Perikanan
10,81
10,77
7,89
9,05
9,31
Perikanan Tangkap
6,13
6,07
4,32
4,92
5,07
1,58
1,55
1,22
1,41
1,45
0,90
0,87
0,67
0,77
0,79
b. Terhadap Total PDRB Perikanan Perikanan Tangkap Sumber : Data Diolah 2010
75
Berdasarkan Gambar 26, model persamaan yang diperoleh dari hubungan tahun dan nilai PDRB subsektor perikanan yaitu y = -5221.x + 71680. Hal ini menunjukkan bahwa setiap tahun sektor perikanan di Kota Serang mengalami penurunan sebesar 5221 satuan. Hubungan tahun dan pendapatan sektor perikanan dapat diperoleh nilai koefisien determinasi yaitu R² = 0,435 dimana model regresi dapat menjelaskan model yang sebenarmya sebesar 4,35%.
Nilai PDRB (juta rupiah)
80,000.00 70,000.00
y = ‐5221.x + 71680 R² = 0.435
60,000.00 50,000.00 40,000.00 30,000.00 20,000.00 10,000.00 ‐ 2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Gambar 26 Perkembangan Nilai PDRB Subsektor Perikanan Tangkap Kota Serang Tahun 2004-2008 Berdasarkan Gambar 27 menjelaskan bahwa subsektor perikanan memberikan kontribusi terhadap PDRB sebesar 9% dimana merupakan menduduki peringkat ketiga dibandingkan dengan lima subsektor lainnya.
Kontribusi tertinggi yaitu
diberikan oleh subsektor tanaman bahan makanan sebesar 62% sedangkan kontribusi terendah diberikan oleh subsektor kehutanan hanya sebesar 0%.
Subsektor
peternakan memeberikan kontribusi sebesar 22% dan subsektor tanaman perkebunan memberikan kontribusi terhadap pertanian sebesar 7%.
76
d. Kehutanan 0%
e. Perikan nan 9%
c. Peternakan 22%
a. Tanaman Bahan M Makanan 62% b. Tanaman Perkebunan 7%
G Gambar 27 Kontribusi PDRB maasing-masingg subsektor dalam kelompok sekttor pertanian Tahun 2008
6 6.3.1
Shift ft Share berd dasarkan in ndikator pen ndapatan daan tenaga kerja k
1 Shift sha 1) are berdasaarkan indikaator pendap patan Anallisis Shift shhare merupaakan analisiis yang diguunakan untuuk mengetahhui s seberapa beesar kontribuusi yang diiberikan oleeh suatu sekktor terhadaap PDRB dan d t terhadap pertanian. Peerhitungan analisis a Shifft share dappat dilakukaan dengan dua d p pendekatan yaitu Shift share berdaasarkan penndapatan dann Shift sharre berdasarkkan t tenaga kerjaa.
Analisiis Shift sharre berdasarkkan pendapaatan dihitung berdasarkkan
P PDRB subseektor perikanan tangkapp Kota Seranng menurut lapangan ussaha atas dassar h harga konstaan Tahun 20004-2008. Indikator I penndapatan dillakukan untuuk mengetahhui b besarnya kon ntribusi yang diberikan oleh subsekttor perikanaan tangkap teerhadap PDR RB K Kota Serang g dan sektorr pertanian Kota K Serangg. Berdasarkkan Tabel 222 menjelaskkan b bahwa subssektor perikkanan tangkaap setiap taahunnya meengalami peenurunan niilai k kontribusi yang y diberikkan terhadapp PDRB. Nilai N kontribbusi terbesaar terjadi paada T Tahun 2004 4 sebesar 0,90% dan nilai kontribuusi terkecil terjadi padaa Tahun 2006 s sebesar 0,67 7%.
Hal inni menunjuukkan bahwaa subsektor perikanan tangkap Koota
S Serang tidaak memberiikan kontribbusi yang besar terhaadap pendaapatan daeraah. K Kontribusi subsektor s peerikanan tanngkap terhaddap sektor pertanian p seetiap tahunnnya m mengalami penurunan. Nilai konttribusi terbesar terjadi pada p Tahun 2004 sebessar
77
6,13% dan nilai kontribusi terkecil terjadi pada Tahun 2006 sebesar 4,32%. Hal ini menunjukkan bahwa subsektor perikanan tangkap tidak memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap sektor pertanian dibandingkan sektor lainnya.
Kontribusi
subsektor perikanan tangkap Kota Serang dapat dilihat secara terperinci pada Tabel 22. Tabel 22 Shift share subsektor perikanan tangkap Tahun 2004-2008 (%) Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 Sumber : Data Diolah, 2010
Pi PDRB 0,90 0,87 0,67 0,77 0,79
Pi Pertanian 6,13 6,07 4,32 4,92 5,07
Berdasarkan Gambar 28, maka model persamaan yang diperoleh pada grafik hubungan antara tahun dan nilai kontribusi subsektor perikanan tangkap Kota Serang adalah y = -0.031x + 0.892. Hal ini menjelaskan bahwa setiap tahunnya kontribusi subsektor perikanan tangkap akan mengalami penurunan sebesar 0,031 satuan. Nilai koefisien determinasi dari hubungan dan nilai kontribusi subsektor perikanan tangkap Kota Serang adalah R² = 0.301. Hal ini berarti model regresi dapat menjelaskan model yang sebenarnya sebesar 30,1%.
1.00 0.90 0.80 0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00
y = ‐0.031x + 0.892 R² = 0.301
2004
2005
2006
2007
2008
Gambar 28 Perkembangan Shift share subsektor perikanan tangkap Kota Serang terhadap PDRB Tahun 2004-2008
78
Berdasarkan Gambar 29, maka model persamaan yang diperoleh pada grafik hubungan antara tahun dan nilai kontribusi subsektor perikanan tangkap Kota Serang adalah y = -0,327x + 6,283. Hal ini menjelaskan bahwa setiap tahunnya kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap sektor pertanian akan mengalami penurunan sebesar 0,327 satuan. Nilai koefisien determinasi dari hubungan dan nilai kontribusi subsektor perikanan tangkap Kota Serang adalah R² = 0.438. Hal ini berarti model regresi dapat menjelaskan model yang sebenarnya sebesar 43,8%.
7 6 Shift share
5
y = ‐0.327x + 6.283 R² = 0.438
4 3 2 1 0 2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Gambar 29 Perkembangan Shift share subsektor perikanan tangkap Kota Serang terhadap sektor pertanian Tahun 2004-2008 2) Shift share berdasarkan indikator tenaga kerja Analisis Shift share berdasarkan tenaga kerja dilihat dari jumlah tenaga kerja subsektor perikanan tangkap Kota Serang Tahun 2004-2008.
Analisis ini untuk
melihat seberapa besar kontribusi yang diberikan oleh tenaga kerja sektor perikanan tangkap terhadap PDRB.
Berdasarkan Tabel 23 menjelaskan bahwa kontribusi
tenaga kerja subsektor perikanan tangkap Kota Serang setiap tahunnya mengalami peningkatan. Nilai kontribusi tenaga kerja terbesar terjadi pada Tahun 2007 sebesar 0,30%. Nilai kontribusi tenaga kerja subsektor perikanan tangkap terkecil terjadi pada Tahun 2004 sebesar 0,15. Kontribusi tenaga kerja subsektor perikanan tangkap Kota Serang dapat dilihat secara terperinci pada Tabel 23.
79
Tabel 23 Shift share berdasarkan tenaga kerja subsektor perikanan tangkap Kota Serang Tahun 2004-2008 (%) Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 TOTAL PDRB Sumber : Data Diolah , 2010
Pi 0,15 0,19 0,24 0,30 0,31 1,19
Berdasarkan Gambar 30, maka model persamaan yang diperoleh pada grafik hubungan antara tahun dan nilai kontribusi subsektor perikanan tangkap Kota Serang adalah y = 0,043x + 0,107. Hal ini menjelaskan bahwa setiap tahunnya kontribusi subsektor perikanan tangkap akan mengalami peningkatan sebesar 0,043 satuan. Nilai koefisien determinasi dari hubungan dan nilai kontribusi subsektor perikanan tangkap Kota Serang adalah R² = 0,952.
Hal ini berarti model regresi dapat
menjelaskan model yang sebenarnya sebesar 95,2%.
0.35
y = 0.043x + 0.107 R² = 0.952
0.30
Shift share
0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 0.00 2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Gambar 30 Perkembangan kontribusi tenaga kerja subsektor perikanan tangkap Kota Serang Tahun 2004-2008
80
6.3.2
Location Quotient (LQ) berdasarkan indikator pendapatan dan tenaga kerja
1) LQ subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator pendapatan wilayah Peranan subsektor perikanan tangkap terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Serang dapat diketahui dengan menggunakan perhitungan LQ dengan indikator pendapatan. Pendapatan yang digunakan yaitu total pendapatan Kota Serang dan Provinsi Banten serta total pendapatan perikanan tangkap Kota Serang dan Provinsi Banten. Hasil perhitungan LQ dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24 Nilai LQ subsektor perikanan tangkap terhadap total pendapatan daerah di Kota Serang Tahun 2004-2008 (juta rupiah) Tahun
(Ui)
(Ut)
(Vi)
(Vt)
LQ
Keterangan
2004
68.401,42
7.638.401,10
226.579,76
54.880.406,50
2,17
Basis
2005
69.397,56
7.973.370,70
233.509,01
58.106.948,22
2,17
Basis
2006
40.767,45
6.100.637,00
271.207,77
61.341.658,64
1,51
Basis
2007
49.030,03
6.387.705,54
313.882,17
65.046.775,77
1,59
Basis
2008 52.476,00 6.639.988,83 Sumber : Data Diolah, 2010
373.870,28
68.830.644,80
1,45
Basis
Keterangan : LQ : Location Quotient Ui : total pendapatan subsektor perikanan tangkap Kota Serang : total pendapatan seluruh sektor Kota Serang Ut Vi : total pendapatan subsektor perikanan tangkap Provinsi Banten : total pendapatan seluruh sektor Provinsi Banten Vt Berdasarkan Tabel 24 dapat diketahui bahwa perikanan tangkap di Kota Serang merupakan sektor basis dalam pengembangan perekonomian Kota Serang. Basis yang dimaksud menunjukkan bahwa produk hasil perikanan tangkap di Kota Serang tidak hanya dapat memenuhi permintaan ikan di dalam Kota Serang itu sendiri namun juga dapat memenuhi permintaan di luar wilayah Kota Serang atau produk perikanan dapat di ekspor.
Hal ini dapat terlihat bahwa hasil perhitungan
LQ pada kelima tahun tersebut diperoleh nilai LQ diatas 1. Nilai LQ tertinggi yaitu pada Tahun 2004 dan 2005 sebesar 2,17 dan nilai LQ terendah yaitu pada Tahun
81
2008 sebesar 1,45. Menurut hasil perhitungan LQ dapat disimpulkan bahwa peranan subsektor perikanan tangkap di Kota Serang terhadap seluruh sektor menunjukkan bahwa subsektor perikanan tangkap Kota Serang bersifat basis dalam pengembangan perekonomian wilayah hal ini terlihat dari nilai LQ pada kelima tahun tersebut diatas 1. Berdasarkan Gambar 31, model persamaan yang diperoleh dari hubungan tahun dan nilai LQ subsektor perikanan tangkap terhadap pendapatan daerah yaitu y = 0,200x + 2,379. Hal ini menunjukkan bahwa setiap penambahan satu tahun maka subsektor perikanan tangkap di Kota Serang mengalami penurunan sebesar 0,200 satuan. Hubungan tahun dan nilai LQ subsektor perikanan tangkap terhadap total pendapatan daerah dapat diperoleh nilai koefisien determinasi yaitu R² = 0,781 dimana model regresi dapat menjelaskan model yang sebenarmya sebesar 78,1%.
2.50 y = ‐0,200x + 2,379 R² = 0,781
Nilai LQ
2.00 1.50 1.00 0.50 ‐ 2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Gambar 31 Nilai LQ subsektor perikanan tangkap terhadap total pendapatan daerah di Kota Serang Tahun 2004-2008 2) LQ subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja Peranan subsektor perikanan tangkap dapat diketahui menggunakan perhitungan LQ dengan indikator tenaga kerja. Tenaga kerja yang digunakan dalam analisis ini antara lain total tenaga kerja subsektor perikanan tangkap Kota Serang dan Provinsi Banten serta total angkatan kerja di Kota Serang dan Provinsi Banten.
82
Analisis ini dapat digunakan untuk mengetahui apakah Kota Serang bersifat basis atau tidak dalam penyerapan tenaga kerja yang dapat diketahui dari hasil LQ. Basis atau tidak basis menunjukkan bahwa suatu sektor dapat menyerap tenaga kerja dan membuka lapangan pekerjaan baru atau tidak di bidang subsektor perikanan tangkap. Perkembangan nilai LQ berdasarkan tenaga kerja subsektor perikanan tangkap dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25 LQ subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja Tahun 2001-2008 (juta rupiah) Tahun
(Ui)
(Ut)
(Vi)
(Vt)
LQ
Keterangan
2001
1.269.311
39.689,36
6.335.012
1,11
basis
2002
8.796,41 3.616,00
1.342.745
34.103,00
6.728.254
0,53
non basis
2003
2.321,00
1.347.207
35.892,00
7.007.198
0,34
non basis
2004
2.035,00
1.366.744
38.051,00
7.126.446
0,28
non basis
2005
2.732,00
1.468.701
46.962,00
7.416.695
0,29
non basis
2006
3.502,00
1.445.568
47.720,00
7.460.468
0,38
non basis
2007
3.591,00
1.180.160
48.912,00
6.522.900
0,41
non basis
2008 3.683,00 1.199.657 Sumber : Data Diolah, 2010
52.565,00
6.674.895
0,39
non basis
Berdasarkan Tabel 25 menjelaskan bahwa penyerapan tenaga kerja subsektor perikanan tangkap di Kota Serang dari Tahun 2002-2008 bersifat bukan basis sedangkan pada Tahun 2001 bersifat basis. Hal ini terjadi karena pada Tahun 2001 Provinsi Banten baru terbentuk setelah memisahkan diri dari Provinsi Jawa Barat. Pada tahun selanjutnya dapat terlihat bahwa penyerapan tenaga kerja perikanan tangkap di Kota Serang bersifat bukan basis setelah Banten lepas dari Provinsi Jawa Barat, karena nilai LQ yang diperoleh rata-rata dibawah 1. Oleh karena itu Kota Serang dalam penyerapan tenaga kerja subsektor perikanan tangkap bersifat bukan basis. Hal ini lah yang seharusnya diperhatikan oleh pihak pemerintah, karena Kota Serang sebenarnya memiliki potensi sumberdaya laut yang cukup baik jika dapat dimanfaatkan secara optimal. Berdasarkan Gambar 32, model persamaan yang diperoleh dari hubungan tahun dan nilai LQ subsektor perikanan tangkap terhadap tenaga kerja yaitu y = -
83
0,065x + 0,759. Hal ini menunjukkan bahwa setiap penambahan satu tahun maka sektor perikanan di Kota Serang mengalami penurunan sebesar 0,065 satuan. Hubungan tahun dan nilai LQ subsektor perikanan tangkap terhadap total pendapatan daerah dapat diperoleh nilai koefisien determinasi yaitu R² = 0,351 dimana model regresi dapat menjelaskan model yang sebenarmya sebesar 35,1%.
1.20
Nilai LQ
1.00 y = ‐0.065x + 0.759 R² = 0.351
0.80 0.60 0.40 0.20 ‐ 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Gambar 32 Nilai LQ subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja Tahun 2001-2008 6.4 Dampak Perikanan Tangkap Kota Serang Untuk mengetahui dampak perikanan tangkap di Kota Serang dapat diketahui dengan menggunakan analisis Multiflier Effect dan analisis Shift Share. Analisis ini digunakan untuk mengetahui besarnya koefisien efek pengganda yang diperoleh. 6.4.1
Multiflier effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator pendapatan wilayah
Analisis efek pengganda dilakukan untuk melihat besarnya koefisien efek pengganda yang dihasilkan karena adanya pertumbuhan pada sektor perikanan. Teori ekonomi basis wilayah menjelaskan bahwa pada dasarnya pertumbuhan ekonomi wilayah dapat terjadi karena adanya efek pengganda dari pembelanjaan kembali pendapatan yang telah diperoleh melalui penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh wilayah yang bersangkutan, yang dipasarkan ke luar wilayah (ekspor). Besarnya
84
tingkat kekuatan efek pengganda tersebut mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi wilayah yang ditunjukkan oleh koefisien pengganda yang dihasilkan. Analisis multiplier effect atau efek pengganda dilakukan untuk melihat besarnya koefisien efek pengganda yang didapat, karena adanya pertumbuhan pada sektor perikanan di Kota Serang. Berdasarkan besarnya nilai efek pengganda yang dihasilkan dapat memprediksi dampak pertumbuhan sektor perikanan terhadap pertumbuhan wilayah secara keseluruhan dalam jangka pendek berdasarkan indikator pendapatan wilayah. Analisis efek pengganda sektor perikanan berdasarkan indikator pendapatan wilayah atas dasar harga konstan, dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26 Multiflier Effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator pendapatan wilayah Tahun 2001-2008 (juta rupiah) Tahun
(Y)
2001
6.781.749,99
81.137,11
2002
7.020.647,75
98.852,45
238.897,76
17.715,34
13,49
2003
7.317.283,70
296.635,95
24.381,13
12,17
2004
7.638.401,10
74.471,32 68.401,42
321.117
6.069,90
52,90
2005
7.973.370,70
69.397,56
334.970
996,14
336,27
2006
6.100.637
40.767,45
1.872.734
28.630,11
65,41
6.387.705,54
49.030,03
287.069
8.262,58
34,74
2008 6.639.988,83 Sumber : Data Diolah, 2010
52.476
252.283
3.445,97
73,21
2007
(Yb)
∆Y -
∆Yb
Msy
-
-
Keterangan : Y : Jumlah pendapatan seluruh sektor Kota Serang Yb : Jumlah pendapatan subsektor perikanan tangkap Kota Serang ∆Y : Perubahan pendapatan seluruh sektor Kota Serang ∆Yb : Perubahan pendapatan subsektor perikanan tangkap Kota Serang Msy : Koefisien Multiflier Effect Berdasarkan Tabel 26 menjelaskan bahwa koefisien Multiflier Effect yang diperoleh dari Tahun 2001-2008 mengalami fluktuasi. Koefisien Multiflier Effect terbesar terjadi pada Tahun 2005 sebesar 336,27 artinya setiap peningkatan pendapatan subsektor perikanan tangkap sebesar Rp.1,00, maka akan menghasilkan pendapatan total wilayah sebesar Rp.336,27.
Namun Pada Tahun 2006 terjadi
penurunan koefisien Multiflier Effect dari tahun sebelumnya sebesar 65,41.
85
6.4.2
Multiflier effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja Analisis efek pengganda berdasarkan indikator tenaga kerja digunakan untuk
memprediksi kesempatan kerja yang akan dihasilkan pada suatu wilayah sebagai akibat dari kesempatan kerja yang dihasilkan pada suatu sektor.
Analisis ini
dilakukan dengan membandingkan antara perubahan tenaga kerja sektor perikanan Kota Serang dengan perubahan tenaga kerja subsektor perikanan tangkap Kota Serang.
Hal ini merupakan salah satu indikator untuk mengetahui keberhasilan
pembangunan subsektor perikanan tangkap dalam suatu wilayah dengan mengetahu besarnya tenaga kerja yang terserap pada subsektor perikanan tangkap. Multiflier effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja dapal dilihat secara terperinci pada Tabel 27. Tabel 27 Multiflier Effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja Tahun 2001-2008 Tahun
(E)
(Eb)
∆E
∆Eb
Mse
2001
1.269.311
-
-
-
2002
1.342.745
8.796,41 3.616,00
(73.434)
5,180,41
-14,18
1.347.207
2.321,00
4.462
1,295,00
3,45
1.366.744
2.035,00
19.537
286,00
68,31
2005
1.468.701
2.732,00
101.957
697,00
146,28
2006
1.445.568
3.502,00
23.133
770,00
30,04
2007
1.180.160
3.591,00
265.408
89,00
2.982,11
2008 1.199.657 Sumber : Data Diolah, 2010
3.683,00
19.497
92,00
211,92
2003 2004
Keterangan : E : Jumlah angkatan kerja Kota Serang Eb : Jumlah tenaga kerja subsektor perikanan tangkap Kota Serang ∆E : Perubahan angkatan kerja Kota Serang ∆Eb : Perubahan tenaga kerja subsektor perikanan tangkap Kota Serang Mse : Koefisien Multiflier Effect Berdasarkan Tabel 27 menjelaskan bahwa koefisien Multiflier Effect berdasarkan indikator tenaga kerja dari Tahun 2001-2008 mengalami flukstuasi. Hal ini terlihat koefisien Multiflier Effect pada Tahun 2006 sebesar 30,04, sedangkan
86
pada Tahun 2007 meningkat menjadi 2.982,11, namun pada Tahun 2008 mengalami penurunan koefisien Multiflier Effect menjadi 211,92. Pada periode Tahun 20012008 koefisien Multiflier Effect terbesar yaitu pada Tahun 2007 sebesar 2.982,11 hal ini menjelaskan bahwa perubahan satu satuan tenaga kerja subsektor perikanan tangkap akan mempengaruhi perubahan total tenaga kerja Kota Serang sebanyak 2.982,11 satuan. 6.5 Kebutuhan Investasi Subsektor Perikanan Tangkap Kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap dapat dihitung dengan menggunakan ICOR. Data yang diperoleh merupakan nilai perubahan pendapatan subsektor perikanan tangkap Kota Serang Tahun 2001-2008. Nilai ICOR sektor perikanan yang digunakan berdasarkan dua sumber yaitu berdasarkan Tabel InputOutput 2000 sebesar 3,31 dan berdasarkan Tabel Input-Output Tahun 1995 sebesar 3,42. Kebutuhan Investasi subsektor perikanan secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28 Kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap Tahun 2001-2008 Tahun 2001/2002 2002/2003 2003/2004 2004/2005 2005/2006 2006/2007 2007/2008 Sumber : Data Diolah, 2010
∆Y 17.715 24.381 6.070 996 28.630 8.263 3.446
I (Investasi) ICOR = 3,31* ICOR = 3,42* 58.637 60.585 80.701 83.383 20.091 20.759 3.297 3.407 94.766 97.915 27.349 28.258 11.406 11.785
Keterangan : ∆Y : Perubahan pendapatan subsektor perikanan tangkap ICOR : Tingkat efisiensi penyerapan investasi I : Investasi subsektor perikanan tangkap Sumber nilai ICOR : Kajian Strategi Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PKSPL-IPB 2004) Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 28 kemudian membuat persamaan linear dari masing-masing ICOR yang digunakan.
Persamaan linear kebutuhan
87
investasi subsektor perikanan tangkap Kota Serang yang menggunakan ICOR = 3,31 dapat dilihat pada Gambar 33.
Persamaan linear kebutuhan investasi subsektor
perikanan tangkap Kota Serang yang menggunakan ICOR = 3,42 dapat dilihat pada
Investasi (juta Rp)
Gambar 34. 100,000 90,000 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 ‐
y = ‐6204.x + 67138
1
2
3
4
5
6
7
Tahun
Gambar 33 Perkembangan kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap Kota Serang Tahun 2001-2008 (ICOR = 3,31) 120,000 Investasi (juta Rp)
100,000 80,000 y = ‐6410.x + 69370 60,000 40,000 20,000 ‐ 1
2
3
4
5
6
7
Tahun
Gambar 34 Perkembangan kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap Kota Serang Tahun 2001-2008 (ICOR = 3,42) Pada Gambar 33 menjelaskan bahwa yang menggunakan ICOR = 3,31 diperoleh persamaan linear yaitu y = -6204.x + 67138 berdasarkan hubungan tahun
88
dengan nilai ICOR yang diperoleh. Pada Gambar 34 yang menggunakan ICOR = 3,42 diperoleh persamaan linear yaitu y = -6410.x + 69370 berdasarkan hubungan tahun dengan nilai ICOR yang diperoleh.
Berdasarkan persamaan linear yang
diperoleh dapat diketahui kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap yang diperoleh pada Tahun 2008-2011. Kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap Tahun 2008-2011 dapat dilihat secara terperinci pada Tabel 29. Tabel 29 Kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap Kota Serang Tahun 20082011 (juta rupiah) Investasi (Juta Rp)
Tahun 2008/2009 2009/2010 2010/2011 Sumber : Data Diolah, 2010
ICOR I Sumber nilai ICOR
ICOR = 3,31* 17,506.00 11,302.00 5,098.00
ICOR = 3,42* 18,090.00 11,680.00 5,270.00
: Tingkat efisiensi penyerapan investasi : Investasi subsektor perikanan tangkap : Kajian Strategi Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PKSPL-IPB 2004)
Berdasarkan Tabel 29 menjelaskan bahwa kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap Tahun 2009-2010 berkisar antara Rp.11.302.000.000 – Rp.11.680.000.000. Kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap Tahun 2010-2011 menurun berkisar antara Rp.5.098.000.000 – Rp.5.270.000.000
6.6 Komoditas Unggulan Perikanan Tangkap Kota Serang Komoditas unggulan dapat dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT. Perhitungan ini dilakukan untuk mengetahui pengembangan subsektor perikanan tangkap di Kota Serang. Analisis LQ (Location Quotient) dalam penetuan hasil tangkapan unggulan yaitu dengan membandingkan hasil tangkapan di Provinsi Banten dengan Kota Serang dan membagi berdasarkan kelompok ikan antara lain demersal, pelagis besar, pelagis kecil, moluska dan krustacea.
89
6.6.1
Kelompok ikan demersal Kelompok ikan demersal Kota Serang terdiri atas tujuh jenis ikan antara lain
ikan pari (Taeniura lymna), layur (Trichiurus savala), cucut (Sphyrna blochii), kerapu (Epinephelus), manyung (Arius thalassinus), kurisi (Nemipterus nemata), kakap (Lutjanus). Berdasarkan Tabel Nilai LQ kelompok ikan demersal Kota Serang Tahun 2000-2008 (Lampiran 9) menjelaskan bahwa ikan layur merupakan satusatunya ikan demersal yang memiliki nilai LQ lebih dari satu dari Tahun 2000-2008 dan hanya Tahun 2003 dan 2008 yang memiliki nilai LQ lebih kecil dari satu. Nilai LQ ikan layur Tahun 2003 sebesar 0,97 dan Tahun 2008 sebesar 0,29. Nilai LQ ikan layur terbesar yaitu pada Tahun 2005 sebesar 2,68. Ikan pari merupakan jenis ikan demersal yang memiliki nilai LQ rata-rata dari Tahun 2000-2008 lebih kecil dari satu. Nilai LQ ikan pari tertinggi yaitu pada Tahun 2001 sebesar 0,54. Jenis ikan demersal lainnya memiliki nilai LQ yang bervariasi setiap tahunnya. Nilai LQ lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 9 dan Gambar 35. 7.00 6.00
Pari
Nilai LQ
5.00
Layur
4.00 3.00
Cucut
2.00
Kerapu
1.00
Manyung
0.00
Kurisi 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Kakap
Tahun
Gambar 35 Nilai LQ ikan demersal Kota Serang Tahun 2000-2008 Dalam penentuan hasil tangkapan unggulan dilakukan dengan menentukan bobot masing-masing jenis ikan dengan cara melihat nilai LQ yang diperoleh kemudian menentukan bobot sesuai dengan kisaran yang telah ditentukan. Dalam penentuan bobot yaitu LQ>1 diberi nilai 3, LQ (0,80-0,99) diberi nilai 2 dan LQ<1 diberi nilai 1.
Setelah penentuan bobot kemudian membuat grafik trend dan
90
p penentuan bobot b trend. Kriteria dalam penenttuan bobot trend yaitu apabila graffik m mengalami peningkatann diberi nilaai 3, apabilaa grafik tiddak mengalaami perubahhan d diberi nilai 2 dan apabbila grafik mengalami m p penurunan d diberi nilai 1. Penentuuan k komoditas hasil h tangkappan unggulann ikan demerrsal besar daapat dilihat pada p Lampirran
Bobot
1. 25 20 15 10 5 ‐
Bo obot 1 (LQ) Bo obot 2 (Trend) To otal Bobot
Jen nis Ikan
G Gambar 36 Penentuan P k komoditas haasil tangkapaan unggulan ikan demerssal Kota Serang Peneentuan komooditas hasil tangkapan unggulan u ikaan demersall yaitu denggan m membuat kiisaran berdasarkan tabell penentuan komoditas unggulan haasil tangkappan k kelompok ik kan demersal Kota Serrang Tahunn 2000-20088 (Lampirann 9).
Kisarran
d diperoleh deengan melakkukan penguurangan nilaai total boboot terbesar dikurangi d niilai t total bobot terkecil t kemuudian dibagii tiga karenaa untuk meneentukan mennjadi tiga jennis k kelas.
Hassil kisaran yang diperooleh berdasarkan nilai total bobot yaitu 20-25
( (unggulan), 14-19 (netrral), 8-13 (non unggulann). Pada Taabel penentuuan komodittas u unggulan haasil tangkapan kelompook ikan dem mersal Kota Serang Tahhun 2000-2008 ( (Lampiran 1) 1 dan Gambbar 36 Peneentuan komooditas hasil tangkapan unggulan u Koota S Serang dapat terlihat bahwa ikann layur dann kurisi meerupakan haasil tangkappan u unggulan, kaarena nilai LQ L yang dipeeroleh beradda pada kisarran 20-25 yaang merupakkan k kisaran untu uk hasil tanggkapan unggulan. Berdaasarkan peneentuan bobot trend terlihhat b bahwa grafik k ikan manyyung dan kuurisi mengalaami peningkkatan sehinggga diberi niilai 3 sedangkan 3, n jenis ikan lainnya meengalami pennurunan sehingga diberii nilai 1. Ikkan
91
layur dan kurisi biasanya ditangkap dengan menggunakan alat tangkap jaring rampus, dogol, bagan perahu, payang dan pancing. 6.6.2
Kelompok ikan pelagis besar Ikan pelagis besar Kota Serang dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu ikan
tongkol
(Thunnus
albacora)
dan
tenggiri
(Scomberomerus
commersoni).
Berdasarkan tabel Nilai LQ kelompok ikan pelagis besar Kota Serang Tahun 20002008 (Lampiran 10) dan Gambar 37 menjelaskan bahwa nilai LQ ikan tongkol dan ikan tenggiri dibawah satu pada periode Tahun 2000-2008. Nilai LQ ikan tongkol terbesar yaitu pada Tahun 2005 dan 2006 dengan nilai LQ yang sama yaitu 0,41. Nilai LQ ikan tenggiri terbesar yaitu pada Tahun 2006 sebesar 0,28. Nilai LQ lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel Nilai LQ kelompok ikan pelagis besar Kota Serang
Nilai LQ
Tahun 2000-2008 (Lampiran 10) dan Gambar 37.
0.45 0.40 0.35 0.30 0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 ‐
Tongkol Tenggiri
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Tahun
Gambar 37 Nilai LQ ikan pelagis besar Kota Serang Tahun 2000-2008 Kelompok ikan pelagis besar tidak dapat menentukan kisaran untuk menentukan hasil tangkapan unggulan.
Berdasarkan tabel Penentuan komoditas
unggulan hasil tangkapan kelompok ikan pelagis besar Kota Serang Tahun 20002008 (Lampiran 10) dan Gambar 38 menjelaskan bahwa nilai total bobot yang diperoleh adalah untuk ikan tongkol sebesar 10 sedangkan untuk ikan tenggiri sebesar
92
12, sehinggaa ikan tenggiiri merupakaan komoditaas unggulan karena k mem miliki nilai total b bobot lebih besar dibanndingkan denngan ikan toongkol. Pennentuan bobbot trend yaang d diperoleh ik kan tongkol adalah 1 kaarena mengaalami penuruunan dan bobot trend ikkan t tenggiri adaalah 3 karenaa mengalam mi peningkatan. Ikan tennggiri biasaanya ditangkkap d dengan men nggunakan allat tangkap jaring dogol,, bagan perahhu, jaring paayang, panciing d jaring raampus. dan
12
Bobot
10 8 B Bobot 1 (LQ)
6 4
B Bobot 2 (Trend)
2
TTotal Bobot
0 Ton ngkol
Tengggiri Jeniss Ikan
G Gambar 38 Penentuan P k komoditas haasil tangkapaan unggulan ikan pelagiss besar Kota Serang 6 6.6.3
Kelo ompok Ikan n Pelagis Keecil Kelo ompok ikan pelagis keccil Kota Serrang dikelom mpokkan menjadi m sebellas
j jenis ikan an ntara lain teeri (Stolephoorus indicus)), peperek (M Mene macullate), tembaang ( (Clupea fim mbriata), keembung (Raastrelliger), kuwe (Caranx sp), selar s (Caraanx l leptolepis), belanak (Mu Mugil cephaluus), layang (Decapterus ( s russeli), leemuru (Cluppea l longiceps), ekor kuninng (Caesio cunning) dan bawall hitam (Fo Formio nigeer). B Berdasarkan n Nilai LQ kelompok k ikkan pelagis kecil Kota Serang Tahhun 2000-2008 ( (Lampiran 11) 1 dan Gam mbar 39 menjjelaskan bahhwa ikan bellanak mempuunyai nilai LQ L l lebih dari saatu pada Tahhun 2000-20006 sedangkkan pada Tahhun 2007 daan Tahun 2008 n nilai LQ ikaan belanak dibawah d satuu. Tahun 20007 nilai LQ ikan belanaak sebesar 0,63 d Tahun 2008 sebessar 0,93. dan
Ikan kuwe dan d bawal hitam mem miliki nilai LQ L
93
dibawah satu pada periode Tahun 2000-2008.
Jenis ikan pelagis kecil lainnya
memiliki nilai LQ yang bervariasi dari Tahun 2000-2008. Nilai LQ kelompok ikan pelagis kecil Kota Serang Tahun 2000-2008 dapat dilihat pada Lampiran 11 dan
Nilai LQ
Gambar 39.
8.00 7.00
Teri
6.00
Peperek
5.00
Tembang
4.00
Kembung
3.00
Kuwe
2.00
Selar
1.00
Belanak
‐ 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Layang
Tahun
Lemuru
Gambar 39 Nilai LQ ikan pelagis kecil Kota Serang Tahun 2000-2008 Kisaran dalam penentuan hasil tangkapan unggulan dapat dilihat berdasarkan nilai total bobot yang diperoleh. Kisaran yang diperoleh 21-26 (unggulan), 15-20 (netral) dan 9-14 (non unggulan). Berdasarkan Tabel Penentuan komoditas unggulan hasil tangkapan kelompok ikan pelagis kecil Kota Serang Tahun 2000-2008 (Lampiran 12) dan Gambar 40 menjelaskan bahwa teri, peperek, tembang dan belanak merupakan hasil tangkapan unggulan karena nilai total bobot yang diperoleh berada pada kisaran 21-26 yang merupakan kisaran untuk hasil tangkapan unggulan. Grafik trend ikan teri (Stolephorus indicus), peperek (Mene maculate), tembang (Clupea
fimbriata),
kembung
(Rastrelliger),
kuwe
(Caranx
sp)mengalami
peningkatan sehingga diberi nilai 3. Jenis ikan lainnya diberi nilai 1 karena grafik trend jenis ikan pelagis kecil lainnya mengalami penurunan. Ikan teri, tembang dan belanak biasanya ditangkap dengan menggunakan alat tangkap jaring rampus, dogol, bagan perahu, payang, sero. Ikan peperek biasanya ditangkap dengan menggunakan alat tangkap dogol, bagan perahu dan rampus.
94
Bobot
30 25 20 15 10 5 0
Bo obot 1 (LQ) Bo obot 2 (Trend) To otal Bobot
Jen nis Ikan
G Gambar 40 Penentuan P k komoditas haasil tangkapaan unggulan ikan pelagiss kecil Kota Serang 6 6.6.4
Cum mi-cumi
Cumi-cu umi (Loligo sp) s termasukk kedalam keelompok mooluska. Berddasarkan Tabbel N Nilai LQ cu umi-cumi Koota Serang Tahun T 2000-2008 (Lam mpiran 13) daan Gambar 41 m menjelaskan n bahwa cum mi-cumi rataa-rata memiiliki nilai LQ Q dibawah 1, hanya paada T Tahun 2007 dan 2008 yang y memilikki nilai LQ lebih dari 1. Nilai LQ terbesar t cum mic cumi yaitu pada p Tahun 2008 sebesaar 2,35. Nilai LQ terkeccil cumi-cum mi pada Tahhun 2 2004 sebesaar 0,23. Nilaai LQ lebih jelasnya dapat dilihat padda Tabel Lam mpiran 13 dan d G Gambar 41. Cumi-cu umi tidak dapat d meneentukan kisaran untuk mengetahuui jenis haasil t tangkapan unggulan u karrena jenis kelompok k mooluska hanyya satu sehinngga tidak ada a p pembanding g untuk mennentukan kissaran. Berddasarkan Taabel Penentuuan komodittas u unggulan haasil tangkapaan kelompokk ikan moluska Kota Serrang Tahun 2000-2008 2 d dan G Gambar 42 menunjukkaan bahwa nilai total bobbot yang dipperoleh cumii-cumi sebessar 17.
95
2.50
Nilai LQ
2.00 1.50 1.00 0.50 ‐ 2000
2 2001
2002
2003
20 004
2005
2006
20 007
2008
Taahun
Gambar G 41 Nilai N LQ cum mi-cumi Kota Serang Tahhun 2000-20008 Cumi-cu umi dikelom mpokkan mennjadi hasil taangkapan unnggulan dikaarenakan tiddak a kisaran untuk meneentukan hasil tangkapan unggulan kelompok ada k mooluska Graffik t trend cumi--cumi menggalami peniingkatan sehhingga dibeeri nilai 3.
Cumi-cum mi
b biasanya dittangkap dengan mengguunakan alat tangkap t doggol, bagan perahu, p payaang d jaring rampus. Perrhitungan boobot dapat dilihat dan d pada Lampiran L 133 dan Gambbar 4 42.
Nilai Bobot
15 10 5 0 bot 1 (LQ) Bob
Bobot 2 (Treend)
Tottal Bobot
Jenis Bobo ot
G Gambar 42 Penentuan P k komoditas haasil tangkapaan unggulan cumi-cumi Kota K Serangg 6 6.6.5
Raju ungan Raju ungan (Porttunus Pelaggicus or Haanii) termassuk ke dalaam kelompok
k krustacea. Berdasarkann Tabel Nillai LQ keloompok krusttacea Kota Serang Tahhun
96
2000-2008 (Lampiran 14) dan Gambar 43 menjelaskan bahwa rajungan memiliki nilai LQ rata-rata diatas satu hanya pada Tahun 2006 nilai LQ yang diperoleh dibawah satu sebesar 0,86.
Nilai LQ terbesar rajungan yaitu pada Tahun 2004
sebesar 30,87. Nilai LQ rajungan lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 14 dan Gambar 43.
35.00 30.00 Nilai LQ
25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 ‐ 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Gambar 43 Nilai LQ rajungan Kota Serang Tahun 2000-2008 Dalam penentuan komoditas unggulan rajungan tidak menghitung kisaran, karena kelompok krustacea hanya satu jenis sehingga tidak ada pembanding dalam penentuan kisaran sehingga rajungan dikelompokkan menjadi hasil tangkapan unggulan. Nilai bobot total rajungan yang diperoleh sebesar 27. Nilai trend rajungan mengalami penurunan sehingga diberi nilai 1. Rajungan biasanya ditangkap dengan menggunakan alat tangkap jaring rajungan. Penentuan bobot lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 14 dan Gambar 44.
97
Nilai Bobt
30 25 20 15 10 5 0 Bobot 1 (LQ)
Bobot 2 (Treend)
Tottal Bobot
Jenis Bobo ot
Gambar 44 Penentuaan komoditaas hasil tangkkapan ungguulan rajungann Kota Seranng 6 6.7 Strateg gi Pengembaangan Perik kanan Tanggkap Kota Serang S 6 6.7.1
Iden ntifikasi fakttor-faktor SWOT S
1 Kekuata 1) an (Strength h) meliputi : ( (S1) Memiliiki Potensi Sumberday S ya Laut yangg Cukup Beesar Kotaa Serang memiliki m pottensi sumbeerdaya perikkanan yang cukup bessar t terlihat dari letaknya yaitu y terdapaat di Perairaan Laut Jaw wa dan Sam mudera Hinddia. P Perairan Pullau Jawa meerupakan daeerah pertemuuan arus yanng dipengaruuhi pergerakkan a dari Sam air mudera Hindiia, Laut Pasiifik/Laut Cinna Selatan daan Laut Bannda. Samudeera H Hindia meru upakan peraairan yang kaya akan nuutrien yang disebabkan oleh kenaikkan m masa air (up p welling). Kedua peraiiran tersebutt dipengaruhhi juga oleh sungai-sunggai y yang kaya ak kan nutrien dan unsur hara yaitu sunngai-sungai dari datarann Sumatera dan d J Jawa. Peraiiran Teluk Banten B mem miliki potensii ikan pelagiis kecil yangg cukup besar. H ini jugaa terlihat dari hasil perhiitungan LQ berdasarkan Hal b n pendapatann bersifat basis y yang menu unjukkan baahwa produuk perikanann Kota Seerang tidak hanya dappat m memenuhi permintaan p konsumen untuk u di dallam wilayahh Kota Seraang itu senddiri n namun juga dapat memeenuhi perminntaan konsuumen di luar wilayah Koota Serang attau p produk perik kanan dapat di ekspor ke k luar kota bahkan ke luar l negeri. Dalam prosses k kegiatan perrikanan tanggkap dan penngolahan, PP PP Karanganntu memilikii fasilitas yaang s secara umum m masih daalam keadaaan baik dim mana fasilitaas-fasilitas tersebut t dappat
98
mendukung kegiatan penangkapan ikan.
Potensi sumberdaya perikanan di Kota
Serang masih dapat dimanfaatkan lebih optimal lagi hal ini terlihat dari kontribusi subsektor perikanan tangkap yang belum maksimal terhadap PDRB maupun sektor pertanian dimana setiap tahunnya mengalami penurunan.
Berdasarkan hasil
perhitungan Multiflier effect pada Tahun 2005 memiliki koefisien tertinggi dibandingkan dengan tahun lainnya yaitu sebesar 336 yang menjelaskan bahwa setiap peningkatan pendapatan subsektor perikanan tangkap sebesar Rp.1,00 maka akan menghasilkan pendapatan wilayah sebesar Rp.336. (S2) Memiliki Jumlah Kesempatan Kerja yang Cukup Banyak di Subsektor Perikanan Tangkap Kesempatan kerja di subsektor perikanan tangkap Kota Serang cukup tersedia walaupun belum secara maksimal. Hal ini dapat dilihat pada nilai LQ (Location Quetient) berdasarkan indikator tenaga kerja yang menjelaskan tenaga kerja perikanan tangkap Kota Serang bersifat non basis dimana menjelaskan bahwa tenaga kerja pada subsektor perikanan tangkap masih memiliki peluang yang cukup besar sehingga kesempatan lapangan pekerjaan masih banyak dan Kota Serang masih membutuhkan tenaga kerja dari luar wilayah Kota Serang untuk bekerja di subsektor perikanan tangkap. Hal ini terjadi karena dampak adanya pemisahan diri wilayah Banten dari Provinsi Jawa Barat sehingga membentuk provinsi sendiri.
Dari
pemisahan wilayah tersebut akan banyak sekali tenaga kerja yang dibutuhkan dalam berbagai sektor untuk membangun wilayah Provinsi Banten terutama subsektor perikanan tangkap. Walaupun penyerapan tenaga kerja belum secara maksimal, hal ini juga di dukung dengan kualitas tenaga kerja yang dibutuhkan harus mempunyai kemampuan atau keahlian agar menghasilkan suatu kinerja yang sangat baik. Hal ini juga dapat dilihat dari koefisien Multiflier effect terbesar pada Tahun 2007 yaitu sebesar 2.982 yang menjelaskan bahwa perubahan satu satuan tenaga kerja subsektor perikanan tangkap akan mempengaruhi perubahan total tenaga kerja Kota Serang sebanyak 2.982 satuan.
99
(S3) Peranan Dinas Kelautan dan Perikanan dalam memberikan pelatihan kepada nelayan Program penyuluhan kepada nelayan biasanya dilakukan oleh Dinas Perikanan. Kegiatan ini rutin dilakukan setiap tahunnya di PPP Karangantu.
Hal ini tidak
memberikan pengaruh yang besar terhadap nelayan, terutama tindakan pemerintah terhadap nelayan yang menggunakan alat tangkap tidak ramah lingkungan seperti trawl yang banyak merugikan nelayan alat tangkap lainnya belum memberikan solusi yang maksimal.
Dalam hal ini nelayan masih kurang puas terhadap tindakan
pemerintah terhadap masalah yang dihadapi oleh nelayan contohnya penggunaan alat tangkap trawl. (S4) Memiliki Komoditas Unggulan Hasil Tangkapan Perikanan tangkap Kota Serang memiliki komoditas unggulan hasil tangkapan yang memberikan kontribusi terhadap pendapatan subsektor perikanan tangkap Kota Serang. Komoditas unggulan hasil tangkapan Kota Serang terdapat pada kelompok demersal, pelagis kecil, moluska dan krustacea. Pada kelompok demersal yaitu ikan layur dan kurisi yang memiliki nilai LQ sebesar 25 dan 23. Komoditas unggulan kelompok pelagis kecil antara lain ikan teri, peperek, tembang dan belanak yang memiliki nilai LQ antara 21-26.
Cumi-cumi dari kelompok moluska termasuk
komoditas hasil tangkapan unggulan subsektor perikanan tangkap Kota Serang. Komoditas unggulan kelompok krustacea yaitu rajungan dimana memiliki nilai LQ sebesar 27. (S5) Tingkat Daya Beli Masyarakat Masyarakat Kota Serang memiliki tingkat daya beli yang cukup baik hal ini terlihat dari adanya pasar ikan yang dekat dengan PPP Karangantu dan merupakan pusat pasar ikan bagi masyarakat Kota Serang.
Hasil tangkapan tidak hanya
diperlukan oleh pasar ikan saja, namun juga dibutuhkan oleh industri rumahan oleh masyarakat sekitar.
Biasanya masyarakat membeli jenis ikan teri kemudian
dikeringkan untuk dijadikan ikan asin kemudian dijual.
100
(S6) Perencanaan Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan yang Tertuang dalam Rencana Strategis Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten Tahun 2007-2012 Pemerintah Provinsi Banten membuat suatu Rencana Strategis Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten Tahun 2007-2012 yang berisi tindakan dan kegiatan sebagai indikator kinerja dalam pelaksanaan pembangunan perikanan dan kelautan dalam kurun waktu ke depan agar proses manajemen dapat berjalan dengan teratur sehingga dapat meningkatkan kinerja dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi pembangunan sektor kelautan dan perikanan dilaksanakan dengan mengembangkan dan memanfaatkan sumberdaya kelautan dan perikanan bertanggungjawab dan tetap menjaga kelestariannya, dan
secara optimal,
dengan memanfatkan
sumberdaya manusia pegawai, sarana dan prasarana, dengan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten. Beberapa target yang sudah disusun dalam renstra antara lain : 1)
Meningkatkan produksi hasil-hasil perikanan, pendapatan nelayan, dan pembudidaya ikan.
2)
Meningkatkan
kualitas
sumberdaya
manusia
aparatur,
nelayan
dan
pembudidaya ikan serta menerapkan manajemen usaha profesional di bidang perikanan dan kelautan. 3)
Menyediakan infrastruktur dan meningkatkan investasi di bidang kelautan dan perikanan.
4)
Menyiapkan perangkat aturan pengelolaan dan meningkatkan pengawasan, pengendalian serta meningkatkan kepedulian masyarakat guna menjaga kelestarian sumberdaya perikanan dan kelautan.
5)
Mengembangkan teknologi penangkapan ikan, budidaya ikan, pengolahan dan pembinaan mutu hasil perikanan.
6)
Meningkatkan konsumsi ikan perkapita bagi penduduk Provinsi Banten.
7)
Meningkatkan akses dan perluasan pasar hasil-hasil perikanan.
101
2) Kelemahan (Weakness) meliputi : (W1) Fungsi Fasilitas Pelabuhan Belum Dimanfaatkan Secara Optimal Fasilitas yang terdapat di PPP Karangantu belum dimanfaatkan secara optimal contohnya tersedianya TPI, namun tidak digunakan sebagai tempat pelelangan ikan. Nelayan yang memproleh hasil tangkapan langsung diberikan kepada bakul-bakul yang sudah berada di TPI sebelum mereka mendarat. Fasilitas lainnya yaitu tempat pengepakan yang sudah dibangun namun belum ada aktivitas pengepakan. Breakwater di PPP Karangantu sebaiknya diperbaiki oleh pihak pelabuhan karena kondisi breakwater sudah dalam keadaan rusak. Fasilitas listrik seperti genset II dan fasilitas transportasi seperti 1 unit kendaraan roda dua di PPP Karangantu sudah dalam kondisi rusak sehingga perlu diperbaiki agar dapat mendukung aktivitas perikanan tangkap yang terjadi di PPP Karangantu. (W2) Ketersediaan Sarana dan Prasarana yang Terbatas Sarana yang dimiliki oleh nelayan masih termasuk tradisional. Hal ini terlihat dari jenis transportasi yang digunakan yaitu perahu, sehingga nelayan tidak melakukan proses penangkapan dengan fishing ground yang letaknya terlalu jauh dari fishing base. Prasarana yang tersedia di PPP Karangantu masih kurang maksimal terutama dalam proses pendaratan hasil tangkapan. Untuk proses pendaratan hasil tangkapan, nelayan masih menggunakan peralatan yang disediakan oleh nelayan sendiri dan masih bersifat tradisonal seperti blong, keranjang, es batu. Hal ini dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas hasil tangkapan, sehingga bisa saja hasil tangkapan yang dibawa oleh nelayan ke pelabuhan sudah tidak segar maupun rusak. (W3) Hubungan Tengkulak dengan Nelayan Nelayan Kota Serang memiliki hubungan yang cukup erat dengan tengkulak. Ada beberapa hal positif dengan adanya tengkulak. Biasanya nelayan meminjam uang kepada tengkulak untuk biaya perbekalan melaut hal ini positif karena tengkulak membantu nelayan untuk melakukan operasi penangkapan. Adapun hal negatif yang diterima oleh nelayan antara lain hasil penjualan terhadap hasil tangkapan yang
102
mereka peroleh tidak sepenuhnya mereka terima karena dibagi dengan tengkulak atau menggunakan sistem bagi hasil, selain itu harga jual hasil tangkapan ikan ke tengkulak lebih kecil daripada harga ikan yang akan dijual oleh tengkulak ke pasar atau perusahaan. Sehingga dalam hal ini fungsi pelabuhan belum digunakan secara optimal. (W4) Kontribusi Subsektor Perikanan Tangkap Relatif Kecil terhadap PDRB Kota Serang Subsektor perikanan tangkap Kota Serang memberikan kontribusi yang relatif kecil terhadap pendapatan daerah.
Hal ini terlihat dari nilai PDRB subsektor
perikanan tangkap Kota Serang Tahun 2004-2008 pada Tabel 22.
Kontribusi
Subsektor perikanan tangkap terhadap PDRB pada Tahun 2004-2008 mengalami penurunan setiap tahunnya sebesar 0,031 satuan. Pada tahun terakhir yaitu Tahun 2008 kontribusi subsektor perikanan tangkap sebesar 0,79%. Subsektor perikanan tangkap merupakan subsektor ketiga yang memberikan kontribusi terkecil setelah subsektor kehutanan, pertambangan dan penggalian. Kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap sektor pertanian mengalami penurunan selama periode Tahun 20042008, hal ini terlihat dari garis tren yang menurun dengan penurunan sebesar 0,327 satuan setiap tahunnya. (W5) Tingkat Pendidikan Nelayan Masih Rendah Kualitas sumberdaya manusia Kota Serang khususnya masyarakat nelayan masih tergolong rendah. Hal ini terlihat dari tingkat pendidikan nelayan yang hanya menyelesaikan sekolah sampai tingkat SD-SMP. Rendahnya kualitas nelayan dalam hal pendidikan menyebabkan nelayan Kota Serang masih menggunakan alat tangkap yang tradisional sehingga hasil tangkapan yang diperoleh memiliki perbedaan yang belum maksimal dalam kualitas dan kuantitas hasil tangkapan. Pendidikan kurang dianggap penting oleh nelayan, karena menurut mereka sebagai seorang nelayan tidak perlu menyelesaikan pendidikan yang tinggi. Hal ini tidak hanya terlihat pada tingkat pendidikan namun masih kurangnya pengetahuan nelayan terhadap penggunaan alat
103
tangkap yang lebih modern dan cara pengolahan yang baik agar menghasilkan jenis hasil tangkapan yang baik dan memiliki kualitas yang baik, sehingga nelayan Kota Serang masih menggunakan jenis alat tangkap yang tradisional. Nelayan di Kota Serang biasanya memiliki pengetahuan tentang penangkapan ikan diperoleh dari keluarga, sesama nelayan maupun pengalaman sendiri. (W6) Teknologi Penangkapan Ikan yang Bersifat Tradisional Teknologi penangkapan yang digunakan nelayan Kota Serang masih bersifat tradisional. Hal ini menyebabkan alat tangkap yang digunakan masih terbatas jumlah penangkapannya yang seharusnya dapat memperoleh hasil tangkapan yang lebih banyak, namun pada kenyataannya tidak mampu untuk mendapatkan jumlah hasil tangkapan dalam jumlah besar. 3) Peluang (Opportunity) meliputi : (O1) Kebutuhan Bahan Baku untuk Ikan Olahan yang Cukup Tinggi Kebutuhan bahan baku untuk ikan olahan di Kota Serang cukup tinggi. Ikan olahan yang didistribusikan ke luar daerah biasanya digunakan sebagai bahan baku pabrik tepung ikan terutama dibawa ke Jakarta dan Bogor. Ikan olahan sangat cocok untuk dipasarkan ke tempat-tempat yang jauh dari lokasi penangkapan contohnya Kota Bogor yang membutuhkan pendistribusian dalam jangka waktu yang lama. Ikan olahan menjadi alternatif dalam mempertahankan kualitas dari ikan hasil tangkapan. (O2) Permintaan dari Luar Daerah terhadap Produk Perikanan yang Tinggi Tingkat permintaan dari luar daerah terhadap produk perikanan di Kota Serang cukup besar. Hal ini terlihat dari dibutuhkannya tepung ikan sebagai bahan baku pabrik biasanya di kirim ke wilayah Jakarta dan Bogor. Hasil tangkapan ikan segar juga biasanya dikirim ke wilayah Jakarta dan Bogor. Industri rumahan yang terdapat di PPP Karangantu seperti pembuatan ikan asin juga biasanya dibutuhkan dari luar wilayah yaitu dikirim ke wilayah Jawa Barat.
104
(O3) Dukungan dari Pemerintah Kota Serang dan Provinsi Banten Pemerintah Kota Serang dan Provinsi Banten memberikan dukungan terhadap Perikanan Tangkap antara lain penyediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan bagi perikanan tangkap. Pemerintah perlu memperhatikan perikanan tangkap Kota Serang khususnya di PPP Karangantu yang merupakan satu-satunya pelabuhan terbesar di Provinsi Banten.
Hal ini dapat meningkatkan pendapatan wilayah,
terutama setelah Banten membentuk provinsi sendiri. (O4) Besarnya Pemanfaatan Potensi dan Peluang Usaha Perikanan Tangkap Kota Serang memiliki sumberdaya perairan yang cukup besar khususnya Teluk Banten.
Teluk Banten memiliki potensi sumberdaya ikan pelagis kecil yang
cukup besar yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah sebagai peluang membuka usaha perikanan tangkap. Teluk Banten juga dilindungi oleh pulau-pulau kecil yang berbentuk setengah lingkaran yang berada di mulut teluk, sehingga nelayan skala kecil dapat melakukan operasi penangkapan ikan dengan menggunakan perahu kecil di sepanjang tahun. Peluang usaha perikanan tangkap di Kota Serang akan sangat bermanfaat dan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pendapatan daerah dan provinsi dalam usaha pengembangan wilayah Provinsi Banten sebagai wilayah provinsi baru. (O5) Tersedianya Peluang Hasil Tangkapan Untuk di Ekspor Hasil tangkapan yang dapat di ekspor yaitu rajungan. Hasil tangkapan ini biasanya dipasarkan ke Jepang. Untuk mendapatkan harga jual yang tinggi terhadap rajungan yang akan diekspor diperlukan kualitas yang sangat baik dan juga didukung adanya fasilitas yang memadai dalam proses pengolahan hasil tangkapan. Hal yang lebih utama yaitu rajungan yang diekspor harus dalam keadaan segar sehingga membutuhkan proses pengolahan yang sangat baik.
Hal ini dapat memberikan
kontribusi terhadap pendapatan subsektor perikanan tangkap Kota Serang.
105
4) Ancaman (Threats) meliputi : (T1) Persaingan Antar Daerah yang Semakin Tinggi Persaingan produk perikanan di Kota Serang dengan wilayah lain cukup tinggi. Hal ini karena adanya pelabuhan lain di beberapa daerah di Provinsi Banten bahkan di wilayah Jakarta seperti PPI Muara Angke yang letaknya cukup dekat dengan PPP Karangantu jika melalui laut.
Adanya persaingan tersebut akan
mempengaruhi harga jual hasil tangkapan sama yang diproduksi oleh daerah lain. Untuk mengatasi masalah ini perlu diperhatikan tingkat kualitas hasil tangkapan terutama dalam pengolahan harus lebih baik dibandingkan dengan wilayah lain. PPP Karangantu harus lebih meningkatkan kualitas dan kuantitas fasilitas pelabuhan agar harga produk perikanan di PPP Karangantu tinggi jika dibandingkan dengan pelabuhan lainnya. (T2) Pencemaran Air Laut Provinsi Banten termasuk wilayah Pulau Jawa, dimana laut Pulau Jawa sudah terjadi pencemaran laut.
Hal ini karena nelayan yang melakukan operasi
penangkapan tidak saja dari wilayah Pulau Jawa namun juga dari wilayah luar Pulau Jawa. Faktor lain yang mempengaruhi yaitu adanya kapal-kapal besar yang masuk ke PPP Labuan sehingga akan mempengaruhi wilayah penangkapan nelayan. Adanya pencemaran laut akan mempengaruhi sumberdaya ikan yang ada di dalamnya, karena ikan yang tertangkap di dalam tubuhnya telah terdapat bahan-bahan kimia sehingga ikan kurang begitu segar. (T3) Akses jalan yang rusak Akses jalan merupakan sarana pendistribusian hasil tangkapan yang telah didaratkan. Keadaan jalan menuju PPP Karangantu tidak sepenuhnya dalam keadaan baik. Hal ini menyebabkan hasil tangkapan yang diangkut dengan menggunakan alat transportasi seperti becak dan motor yang dapat menyebabkan hasil tangkapan di dalam keranjang akan berjatuhan.
Pihak pelabuhan seharusnya memperhatikan
kondisi jalan menuju pelabuhan dan memperbaiki jalan agar kegiatan pengangkutan
106
hasil tangkapan dari pelabuhan menuju pasar dapat dilakukan dengan baik dan hasil tangkapan masih memiliki kualitas dan kuantitas yang baik. (T4) Tingginya Harga Suku Cadang Harga suku cadang yang dibutuhkan oleh nelayan cukup tinggi.
Hal ini
mempengaruhi nelayan dalam melakukan operasi penangkapan ikan. Suku cadang biasanya dibutuhkan untuk keperluan perbaikan kapal ketika kapal mengalami kerusakan. Bahan-bahan untuk memperbaiki alat tangkap yang rusak juga cukup mahal terutama untuk membeli jaring yang baru. (T5) Potensi Sumberdaya Ikan Berkurang Potensi sumberdaya ikan di Pulau Jawa mulai berkurang. Hal ini disebabkan oleh nelayan yang melakukan operasi penangkapan ikan tidak hanya berasal dari wilayah Pulau Jawa, tetapi juga dari wilayah luar Pulau Jawa. Laut Pulau Jawa telah terlalu sering menjadi wilayah penangkapan oleh nelayan, sehingga semakin sering sumberdaya ikan yang ditangkap oleh nelayan dari berbagai daerah akan menyebabkan keberadaan sumberdaya ikan di Pulau Jawa akan semakin berkurang jika tidak ada tinjak lanjut dari pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut. Selain itu, adanya nelayan trawl yang melakukan operasi penangkapan ikan di sekitar Perairan Teluk Banten mengakibatkan semakin berkurangnya jenis ikan yang ditangkap oleh nelayan alat tangkap lainnya, sehingga hal ini dapat menimbulkan konflik antara nelayan trawl dan nelayan alat tangkap lainnya. 6.7.2
Analisis matriks IFE dan matriks EFE Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) merupakan alat perumusan strategi
yang meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam berbagai fungsional dari suatu wilayah.
Faktor-faktor internal yang termasuk kedalam
kekuatan dan kelemahan diperoleh berdasarkan pengamatan lingkungan yang ada di Kota Serang. Faktor-faktor tersebut menjadi suatu pertimbangan dalam menentukan strategi yang akan diambil. Kekuatan yang dimiliki Kota Serang akan menjadi nilai
107
tambah bagi perikanan Kota Serang dapat dikembangkan selain kelemahan yang dimiliki menjadi faktor penghambat dalam operasional penangkapan ikan yang harus diantisipasi agar tidak menimbulkan hambatan. Berdasarkan Tabel 30 menjelaskan bahwa faktor dengan nilai tertinggi yaitu faktor memiliki potensi sumberdaya laut yang cukup besar adalah 0,40 poin. Untuk faktor nilai terendah yaitu hubungan tengkulak dengan nelayan sebesar 0,05 poin.
Nilai rata-rata skor yang didapat dari
strategi internal sebesar 2,83 poin hal ini menunjukkan bahwa Kota Serang berada di atas rata-rata dalam menggunakan kekuatan internalnya dan Kota Serang mampu menangani kelemahan yang terjadi di dalam Kota Serang.
Tabel 30 Matrisk IFE Strategi internal Kota Serang Tahun 2010 Faktor Strategi Internal Kekuatan : A. Memiliki potensi sumberdaya laut yang cukup besar B. Memiliki jumlah kesempatan kerja yang cukup banyak di subsektor perikanan tangkap C. Peranan Dinas Kelautan dan Perikanan dalam memberikan pelatihan kepada nelayan D. Memiliki komoditas unggulan hasil tangkapan E. Tingkat daya beli masyarakat F. Perencanaan Pembangunan subsektor kelautan dan perikanan yang tertuang dalam Rencana Strategis Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten Tahun 2007-2012 Kelemahan : G. Fungsi fasilitas pelabuhan belum dimanfaatkan secara optimal H. Ketersediaan sarana dan prasarana yang terbatas I. Hubungan tengkulak dengan nelayan J. Kontribusi perikanan tangkap relatif kecil terhadap PDRB Kota Serang K. Tingkat pendidikan nelayan masih rendah L. Teknologi penangkapan ikan yang bersifat tradisional
Bobot
Nilai
Nilai yang di bobot
0,10 0,08
4 3
0,40 0,25
0,08
4
0,33
0,08 0,08 0,09
4 3 4
0,32 0,25 0,37
0,08
2
0,16
0,09 0,05 0,08
2 1 2
0,18 0,05 0,16
0,09 0,09 1,00
2 2
0,18 0,18 2,83
Sumber : Data Diolah, 2010
Matriks EFE (External Factor Evaluation) merupakan alat untuk mengukur seberapa baik manajemen (rating) menanggapi faktor tertentu dalam hal tingkat pentingnya bobot faktor tersebut bagi suatu wilayah. Dengan demikian, matriks ini membantu mengorganisir faktor-faktor srategi eksternal ke dalam kategori-kategori peluang dan ancaman. Faktor-faktor eksternal yang diperoleh berdasarkan peluang
108
dan ancaman yang dihadapi oleh perikanan Kota Serang. Peluang yang dimiliki perikanan Kota Serang dilakukan untuk pengembangan dan meningkatkan pendapatan bagi sektor perikanan. Adanya peluang perikanan Kota Serang yang dapat dikembangkan tidak akan terlepas dari ancaman yang akan dihadapi yang akan menghambat kegiatan operasional penangkapan ikan. Berdasarkan Tabel 31 menjelaskan bahwa faktor dengan nilai tertinggi yaitu faktor dukungan dari pemerintah Kota Serang dan Provinsi Banten serta tersedianya peluang hasil tangkapan untuk diekspor
adalah 0,42 poin. Untuk faktor nilai terendah yaitu faktor akses jalan yang rusak sebesar 0,09 poin. Nilai rata-rata skor yang didapat dari strategi eksternal sebesar 2,62 poin hal ini menunjukkan bahwa Kota Serang berada di atas rata-rata dalam usahanya untuk menjalankan strategi yang memanfaatkan peluang eksternal dan menghindari ancaman eksternal, dengan kata lain strategi yang dijalankan Kota Serang sudah cukup efektif untuk mengatasi pengaruh ancaman dari luar. Tabel 31 Matrisk EFE Strategi eksternal Kota Serang Tahun 2010 Faktor Strategi Eksternal Peluang : A. Kebutuhan bahan baku untuk ikan olahan yang cukup tinggi B. Permintaan dari luar daerah terhadap produk perikanan yang tinggi C. Dukungan dari pemerintah Kabupaten Serang dan Provinsi Banten D. Besarnya pemanfaatan potensi dan peluang usaha perikanan tangkap E. Tersedianya peluang hasil tangkapan untuk diekspor Ancaman : E. Persaingan antar daerah yang semakin tinggi F. Pencemaran air laut H. Akses jalan yang rusak G. Tingginya harga suku cadang H. Potensi SDI berkurang
Bobot
Nilai
Nilai yang di bobot
0,09
3
0,28
0,11
3
0,32
0,11
4
0,42
0,10
4
0,40
0,11
4
0,42
0,09 0,09 0,09 0,11 0,10 1,00
2 2 1 1 2
0,18 0,18 0,09 0,11 0,21 2,62
Sumber : Data Diolah, 2010
Berdasarkan hasil analisis pada matriks IFE dan EFE, kemudian dilihat posisi kuadran dari strategi perikanan tangkap di Kota Serang pada diagram analisis SWOT (Gambar 45). Posisi kuadran tersebut diperoleh dengan menghitung selisih total skor
109
kekuatan dan kelemahan yang dijadikan titik pada sumbu horizontal dan selisih total skor peluang dan ancaman yang dijadikan titik pada sumbu vertikal.
Hasil
perhitungan selisih total skor diperoleh ordinat (1,00 ; 1,07) yang terletak pada kuadran I. Posisi kuadran I mengindikasikan bahwa strategi perikanan tangkap Kota Serang memiliki kekuatan dan peluang yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung kebijakan pengembangan secara agresif.
Berbagai Peluang
(1,00 ; 1,07) Kekuatan Internal
Kelemahan Internal
Berbagai Ancaman
Gambar 45 Diagram analisis SWOT pengembangan subsektor perikanan tangkap Kota Serang 6.7.3
Matriks SWOT Penetapan alternatif strategi pengembangan sektor perikanan tangkap Kota
Serang dapat dilakukan setelah dilakukan analisis terhadap faktor-faktor internal dan eksternal yang dihadapi oleh sektor perikanan tangkap Kota Serang. Alternatif strategi pengembangan sektor tersebut dirangkum dalam matriks SWOT yang merupakan kombinasi dari strategi SO (Strenght-Opportunities), WO (WeaknessOppourtunities), ST (Streght-Threats) dan WT (Weakness-Opportunities) seperti yang tertuang pada Tabel 32.
110
Tabel 32 Matriks SWOT pengembangan sektor perikanan tangkap Kota Serang Kekuatan :
1.
Memiliki potensi sumberdaya laut yang
Kelemahan :
1.
cukup besar Eksternal
2.
Memiliki jumlah kesempatan kerja yang
dimanfaatkan secara optimal 2.
cukup banyak di subsektor perikanan 3.
terbatas 3.
Hubungan tengkulak dengan nelayan
Peranan Dinas Kelautan dan Perikanan
4.
Kontribusi perikanan tangkap relatif kecil
nelayan
terhadap PDRB Kota Serang 5.
Memiliki komoditas unggulan hasil tangkapan
5.
Tingkat daya beli masyarakat
6.
Perencanaan Pembangunan subsektor
Internal
Ketersediaan sarana dan prasarana yang
tangkap dalam memberikan pelatihan kepada 4.
Fungsi fasilitas pelabuhan belum
Tingkat pendidikan nelayan masih rendah
6.
Teknologi penangkapan ikan yang bersifat tradisional
kelautan dan perikanan yang tertuang dalam Rencana Strategis Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten Tahun 2007-2012
Peluang :
Strategi SO :
Strategi WO :
1.
1.
1.
2. 3. 4. 5.
Kebutuhan bahan baku untuk ikan
Memanfaatkan potensi sumberdaya
Meningkatkan
sarana dan prasarana
olahan yang cukup tinggi
perikanan yang cukup besar dengan
perikanan secara kualitas dan kuantitas
Permintaan dari luar daerah terhadap
pemfokusan pada komoditas hasil
dengan cara mengundang investor untuk
produk perikanan yang tinggi
tangkapan unggulan, kesempatan kerja
menanamkan modalnya serta
Dukungan dari pemerintah Kabupaten
dan daya beli masyarakat yang cukup
mengembangkan usaha perikanan
Serang dan Provinsi Banten
tinggi yang dapat meningkatkan
tangkap yang dapat meningkatkan
Besarnya pemanfaatan potensi dan
pendapatan daerah serta adanya
pendapatan wilayah terutama terhadap
peluang usaha perikanan tangkap
dukungan dari pemerintah daerah dalam
produk perikanan yang bersifat
Tersedianya peluang hasil tangkapan
rangka melakukan pengembangan
komoditas unggulan (W7, W8, W9, O3,
untuk diekspor
subsektor perikanan tangkap secara terpadu dan berkelanjutan. (S1, S2, S3, 2.
O4) 2.
Meningkatkan keterampilan nelayan dan
S4, S5, S6, O2, O3, O4)
meningkatkan teknologi penangkapan
Memberikan kemudahan bagi
yang digunakan agar hasil tangkapan
masyarakat setempat dalam membuka
yang diperoleh akan optimal sehingga
usaha di bidang perikanan untuk
kualitas dan kuantitas hasil tangkapan
memenuhi permintaan pasar perikanan
yang akan dipasarkan akan memiliki
dari luar daerah maupun luar negeri. (S1,
nilai jual yang tinggi di dalam maupun
S2, S4, S5, O1, O2, O4, O5)
di luar daerah. (W8, W11, W12, O2, O4, O5)
Ancaman :
Strategi ST :
Strategi WT :
1.
1.
1.
Persaingan antar daerah yang semakin
Pengembangan usaha yang bertujuan
Mengadakan pelatihan keterampilan bagi
tinggi
untuk meningkatkan nilai tambah produk
nelayan, sehingga mereka mampu
2.
Pencemaran air laut
perikanan tangkap yang bersifat
mengembangkan usaha perikanan
3.
Akses jalan yang rusak
komoditas unggulan sebagai langkah
4.
Tingginya harga suku cadang
untuk dapat bersaing dengan pasar diluar
5.
Potensi SDI berkurang
daerah. (S1, S2, S3, S4, S5, T6, T8, T10)
prasarana yang tersedia dan menyediakan
Penegakan hukum yang tegas dalam
sarana dan prasarana yang belum tersedia
mengatur jalur pelayaran agar tidak
dengan tujuan agar hasil
terjadi konflik antar nelayan maupun
yang diperoleh dapat lebih optimal dan
pihak-pihak yang terkait dengan
mampu memberikan kontribusi yang
perikanan di Kota Serang. (S3, S6, T7,
lebih besar bagi pendapatan wilayah.
T10)
(W7, W8, W10, T8, T9)
2.
Sumber : Data Diolah, 2010
tangkap.(W8, W11, W12, T6, T7, T10) 2.
Memanfaatkan secara optimal sarana dan
tangkapan
111
6.7.4
Perumusan Strategi Utama Alternatif strategi yang telah ditentukan selanjutnya melalui perankingan
ditentukan 3 strategi utama yang diprioritaskan untuk pengembangan subsektor perikanan tangkap di Kota Serang. Strategi utama atau grand strategy dirumuskan dengan cara memilih prioritas strategi yang paling cocok dengan kondisi internal dan eksternal Kota Serang berdasarkan tingkat kepentingannya (perangkingan). Hasil perangkingan dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33 Perankingan Alternatif Strategi Pengembangan subsektor perikanan tangkap Kota Serang, Tahun 2010 No
Alternatif Strategi
1
SO1
2
SO2
3
WO1
4
WO2
5
ST1
6
ST2
Unsur-unsur yang terkait S1, S2, S3, S4, S5, S6, O2, O3, O4 S1, S2, S4, S5, O1, O2, O4, O5
Jumlah pembobotan 0,40+0,25+0,33+0,32+0,25 +0,37+0,32+0,42+0,40 0,40+0,25+0,32+0,25+0,28 +0,40+0,42
W7, W8, W9, O3, O4 W8, W11, W12, O2, O3, O4, O5 S1, S2, S3, S4, S5, T6, T8, T10
S3, S6, T7, T10 W8, W11, W12, T6, 7 WT1 T7, T10 W7, W8, W10, T8, 8 WT2 T9 Sumber: Data Diolah, 2010
Skor
Ranking
3,06
1
2,32
2
0,16+0,18+0,05+0,42+0,40 0,18+0,18+0,18+0,32+0,40 +0,42 0,40+0,25+0,33+0,32+0,25 +0,18+0,09+0,21
1,21
4
1,68
5
2,03
3
0,33+0,37+0,18+0,21 0,18+0,18+0,18+0,18+0,18 +0,21
1,09
7
1,11
6
0,16+0,18+0,16+0,09+0,16
0,75
8
Berdasakan Tabel 33 dapat diketahui 3 strategi utama pengembangan sektor perikanan tangkap di Kota Serang yaitu pertama memanfaatkan potensi sumberdaya perikanan yang cukup besar dengan pemfokusan pada komoditas hasil tangkapan unggulan, kesempatan kerja dan daya beli masyarakat yang cukup tinggi yang dapat meningkatkan pendapatan daerah serta adanya dukungan dari pemerintah daerah dalam rangka melakukan pengembangan subsektor perikanan tangkap secara terpadu dan berkelanjutan.
Strategi
kedua yaitu memberikan kemudahan bagi masyarakat setempat dalam membuka usaha di bidang perikanan untuk memenuhi permintaan pasar perikanan dari luar daerah maupun luar negeri.
Strategi ketiga yaitu pengembangan usaha yang bertujuan untuk
112
meningkatkan nilai tambah produk perikanan tangkap yang bersifat komoditas unggulan sebagai langkah untuk dapat bersaing dengan pasar diluar daerah.
113
7. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan 1) Keragaan perikanan tangkap Kota Serang berdasarkan produktivitas per trip unit penangkapan ikan terjadi pada alat tangkap jaring dogol sebesar 1,44 ton per trip. Berdasarkan Produktivitas per unit penangkapan ikan terjadi pada alat tangkap jaring dogol sebesar 30,49 ton per unit. Berdasarkan Produktivitas nelayan terjadi pada pada Tahun 2005-2008 yang memiliki nilai produktivitas yang sama sebesar 2 ton per orang. 2) Komoditas unggulan hasil tangkapan Kota Serang antara lain ikan layur dan kurisi yang merupakan kelompok ikan demersal; ikan tenggiri yang merupakan kelompok pelagis besar; ikan teri, peperek, tembang, belanak yang merupakan kelompok pelagis kecil; cumi-cumi dari kelompok moluska dan rajungan dari kelompok krustacea. 3) Hasil perhitungan Multiflier Effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator pendapatan wilayah terbesar terjadi pada Tahun 2005 sebesar 336,27 sedangkan berdasarkan indikator tenaga kerja terbesar terjadi pada Tahun 2007 sebesar 2.982,11. 4) Hasil perhitungan dengan menggunakan analisis LQ menjelaskan bahwa peranan subsektor perikanan tangkap Kota Serang
bersifat basis, karena
memiliki nilai LQ>1 berdasarkan indikator pendapatan wilayah dan tenaga kerja merupakan sektor bukan basis karena nilai LQ<1. 5) Pada periode 2004-2008 Kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap PDRB Kota Serang rata-rata sebesar 0,8% per tahun. Kontribusi tenaga kerja subsektor perikanan tangkap terhadap jumlah total penduduk Kota Serang pada Tahun 2008 sebanyak 3683 orang atau 0,20%. 6) Kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap Kota Serang pada Tahun 2010-2011 menurun berkisar antara Rp. 5.098.000.000 – Rp. 5.270.000.000.
7) Strategi yang menjadi prioritas utama dalam pengembangan subektor perikanan tangkap Kota Serang yaitu : a) Memanfaatkan potensi sumberdaya perikanan yang cukup besar dengan pemfokusan pada komoditas hasil tangkapan unggulan, kesempatan kerja dan
114 daya beli masyarakat yang cukup tinggi yang dapat meningkatkan pendapatan daerah serta adanya dukungan dari pemerintah daerah dalam rangka melakukan pengembangan subsektor perikanan tangkap secara terpadu dan berkelanjutan.
b) Memberikan kemudahan bagi masyarakat setempat dalam membuka usaha di bidang perikanan untuk memenuhi permintaan pasar perikanan dari luar daerah maupun luar negeri.
c) Pengembangan usaha yang bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah produk perikanan tangkap yang bersifat komoditas unggulan sebagai langkah untuk dapat bersaing dengan pasar diluar daerah.
7.2 Saran 1) Subsektor perikanan tangkap seharusnya mendapat dukungan terus dari pemerintah
daerah
sehingga
dapat
memberikan
kontribusi
terhadap
pendapatan wilayah terutama dalam pembangunan Provinsi Banten sebagai wilayah yang baru terbentuk. 2) Komoditas hasil tangkapan unggulan yang diperoleh berdasarkan hasil perhitungan LQ dapat lebih ditingkatkan produktivitasnya sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap pendapatan wilayah. 3) Pemanfaatan dan pelestarian perairan Teluk Banten lebih ditingkatkan terutama potensi yang dimiliki Teluk Banten memiliki potensi sumberdaya ikan pelagis kecil yang cukup besar.
115
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2009. Sekilas Potensi Kelautan dan Perikanan Propinsi Banten. Artikel. http://dkp-banten.go.id/info/potensi.php. [29 Maret 2009] ________.
2007. Jaring Insang (Gill net). Artikel. http://winugroho.web.id/index.php?action=view&id=67. (17 Mei 2009)
________. 2002. Kawasan Konservasi Laut dan Manfaatnya Bagi Perikanan. Artikel. (http://www.coraltrianglecenter.org/downloads/MPAs-forfisheries,%20Indonesian,%20Aug2002.pdf.). (7 Agustus 2009) Amina S. 2010. Model Pengelolaan dan Investasi Optimal Sumberdaya Rajungan dengan Jaring Rajungan di Teluk Banten. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 144 hal. Ayodhyoa AU. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Bogor : Yayasan Dewi Sri. Hal : 31-45. Bahari. 1989. Peran Koperasi Perikanan dalam Pengembangan Perikanan Tangkap. Prosiding Temu Karya Ilmiah Perikanan Rakyat. Jakarta, 18-19 Desember 1991. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. [BPS]
Badan Pusat Statistik. 2006. Sensus Ekonomi 2006 Analisis Ketenagakerjaan (Kondisi Sosial Ekonomi Pekerja). Jakarta : BPS.
____________________________. 2008. Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Kabupaten Bandung Tahun 2008. Bandung : BPS. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2005. Bentuk Baku Konstruksi Pukat Kantong Dogol. http:// www.bsn.pdf [23 Oktober 2009] ________________________________. 2005. Bentuk Baku Konstruksi Pukat Kantong Payang Berbadan Jaring Panjang. http://www.bsn.pdf [23 Oktober 2009] ________________________________. 2006. Bentuk Baku Kontruksi Jaring Insang Dasar Monofilamen. http:// www.bsn.pdf [23 Oktober 2009] Budiharsono S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Pradnya Paramita. Jakarta.
116
Diniah. 2008. Pengenalan Perikanan Tangkap. Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 62 hal. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2004. Pencapaian Pembangunan Perikanan Tangkap Tahun 2001-2003. Jakarta. 22 hal. _______________________________. 2004. Pedoman Pengenalan Sumberdaya Perikanan Laut, Bagian I (Jenis-Jenis Ikan Ekonomis Penting). Jakarta : Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian. 104 hal. [FAO] Food and Agriculture Organization. 1990. Definition and Classification of Fishing Gear Catagories, Rome : FAO. Technical Paper 222 Rev. 92 p. Fridman A L. 1986. Perhitungan dalam Merancang Alat Tangkap. Diterjemahkan oleh Team Penerjemah BPPI Semarang, 1988. Calculation for Fishing Gear Design. Balai Pengembangan Penangkapan Ikan Semarang. 304 hal. Glasson J. 1977. Pengantar Perencanaan Regional. Sitohang P. Penerjemah. Di dalam Budiharsono S. 2005. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Jakarta : PT. Pradnya Paramitha. Gulo W. 2005. Metodologi Penelitian. Cetakan 4. Jakarta. Grasindo. Hendayana R. 2003. Aplikasi Metode Location Quotient (LQ) dalam Penentuan Komoditas Unggulan Nasional. Bogor: Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Issard W. 1961. Methods of Regional Analysis. An Introduction to Regional Science. The MIT Press. Massachusetts. Kadariah. 1985. Ekonomi Perencanaan. LPFE UI. Jakarta. 79 hal. Kesteven G L. 1973. Manual of Fisheries Science. Part 1. An Introduction to Fisheries Science. FAO Fisheries Technical Paper No. 118. FAO. Rome. 43 p. Kinnear TL dan Taylor. 1991. Marketing Research, An Applied Approach, 4th ed. USA:P Mc Graw Hill. Monintja R D. 1991. Teknologi Pemanfaatan Sumberdaya Hayati Laut II (Diktat Kuliah). Bogor : Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi Institut Pertanian Bogor. 78 hal. Muchsin I, Kardiyo P, Bambang M, Chirul M. 1987. Konsepsi Strategi Pembangunan Menuju Perikanan Tangguh. Bogor : Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor.
117
Nasution S. 2003. Metode Penelitian. Cetakan 6. Jakarta. Bumi Aksara. Nomura M dan T Yamazaki. 1975. Teknik Penangkapan Ikan. Jilid I Diterjemahkan oleh Wisnu Gunarso. 1987. Fishing Techniques I. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 152 hal. [PPP] Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu. 2007. Laporan Tahunan Statistik PPPK 2007. Serang : Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu. Purbayanto A. 2003. Konsep-Konsep Pengembangan Sektor Perikanan dan Kelautan Indonesia : Catatan Singkat Perjuangan H. A. U. Ayodhyoa, M.sc. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Rangkuti F. 1999. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta : Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. 188 hlm. Salim A A. 1995. Peranan Subsektor Perikanan dalam Pertumbuhan Ekonomi Daerah dan Dampaknya terhadap Peningkatan dan Pemerataan Pendapatan Daerah serta Kesempatan Kerja. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 106 hal. Subani W dan H R Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia Jurnal Penelitian Ikan Laut Edisi Khusus No. 50 Tahun 19881989. Jakarta : Balai Penelitian Perikanan Laut. 23 hal. Sudarja Y. 2007. Strategi Pengembangan Armada Penangkapan Ikan Pelagis di Kabupaten Belitung. [Tesis] (tidak dipublikasikan). Bogor : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. hal 16. Sukirno S. 1985. Ekonomi Pembangunan. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sultan M. 2004. Pengembangan Perikanan Tangkap di Kawasan Taman Nasional Laut Taka Bonerat. [Disertasi]. Bogor : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. hal 31. Suyedi R. 2007. Anlisis Pengembangan Perikanan Tangkap di Kota Bengkulu. [Disertasi]. Bogor : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. hal 15 Syafaat N dan Supena F. 2000. Analisis Dampak Krisis Ekonomi terhadap Kesempatan Kerja dan Identifikasi Komoditas Andalan Sektor Pertanian di Wilayah Sulawesi : Pendekatan Input Output. Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Vol. XLVIII No. 4.
118
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 junto UndangUndang Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Yahyah. 2007. Desain Sistem Perencanaan dan Pengembangan Perikanan Tangkap di Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur. [Disertasi]. Bogor : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. hal 14. Yanto M. 1997. Transformasi Struktur Ekonomi Wilayah dan Dampaknya Terhadap Pendapatan dan Kesempatan Kerja di Sulawesi Utara. [Tesis] (tidak dipublikasikan). Bogor : Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. 154 hal. Yuliana, 2010. Karakteristik Unit Penangkapan Ikan Skala Kecil di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu, Serang, Banten. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 120 hal.
Lampiran 1. Peta Perairan Teluk Banten
Lampiran 2 Hasil Wawancara Responden 1 Strategi Internal No
Faktor Penentu Strategi A
B
Kekuatan (Strengths) Memiliki potensi sumberdaya laut yang cukup besar 2 Memiliki jumlah kesempatan kerja yang cukup banyak 2 di subsektor perikanan tangkap C Peranan Dinas Kelautan dan Perikanan dalam 2 2 memberikan pelatihan kepada nelayan D Memiliki komoditas unggulan hasil tangkapan 1 2 E Tingkat daya beli masyarakat 1 1 F Perencanaan Pembangunan subsektor kelautan dan 2 2 perikanan yang tertuang dalam Rencana Strategis Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten Tahun 20072012 Kelemahan (Weakness) G Kurangnya informasi mengenai perikanan tangkap 1 2 H Ketersediaan sarana dan prasarana yang terbatas 2 2 I Hubungan tengkulak dengan nelayan 1 1 J Kontribusi perikanan tangkap relatif kecil terhadap 2 2 PDRB Kabupaten Serang K Tingkat pendidikan nelayan masih rendah 2 2 L Teknologi penangkapan ikan yang bersifat tradisional 2 2 18 20 TOTAL Keterangan :1 = faktor horizontal kurang penting daripada faktor vertikal 2 = faktor horizontal sama penting daripada faktor vertikal 3 = faktor horizontal lebih penting daripada faktor vertikal A B
Kekuatan C D 2 2
2 1 2
Kelamahan I J K
E
F
G
H
3 2
3 3
2 2
3 2
2 2
3 3
2 2
2 2
2 2
2
3
2
1
2
3
2
1
2
1
2 2
1 3 2
2 2 2
3 3 3
2 2 2
2 2 2
2 2 2
3 2
2
3 2 1 2
3 2 1 2
1 2 1 2
2 2 1 2
2 1 1
2
3 3
1 1
2
3 2 22
2 2 24
2 2 22
2 2 21
2 2 20
2 2 20
3 3 32
3 3 2
2 3 25
2 2 1 2
2 2 1 1 2
2 20
Total
Bobot
26
0,098
24
0,091
22 20 22
0,083 0,076 0,083
23
0,087
24 24 12
0,091 0,091 0,045
19 24 24 264
0,072 0,091 0,091 1,000
L
20
121
Lampiran 3 Hasil Wawancara Responden 2 Strategi Internal No
Faktor Penentu Strategi A
A B C D E F
G H I J
Kekuatan (Strengths) Memiliki potensi sumberdaya laut yang cukup besar Memiliki jumlah kesempatan kerja yang cukup banyak di subsektor perikanan tangkap Peranan Dinas Kelautan dan Perikanan dalam memberikan pelatihan kepada nelayan Memiliki komoditas unggulan hasil tangkapan Tingkat daya beli masyarakat Perencanaan Pembangunan subsektor kelautan dan perikanan yang tertuang dalam Rencana Strategis Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten Tahun 20072012 Kelemahan (Weakness) Kurangnya informasi mengenai perikanan tangkap Ketersediaan sarana dan prasarana yang terbatas Hubungan tengkulak dengan nelayan Kontribusi perikanan tangkap relatif kecil terhadap PDRB Kabupaten Serang Tingkat pendidikan nelayan masih rendah Teknologi penangkapan ikan yang bersifat tradisional
B 2
2 2
2
2 1 2
2 1 2
2 2
2 2 2
Kelamahan I J K
E
F
G
H
2 2
3 3
2 2
3 3
3 1
3 3
2 1
2 1
3 1
2
2
2
1
3
3
3
1
1
3
1 1
1 3 3
1 3 2
3 3 3
2 2 2
2 2 2
2 2 2
1 3
3
1 3 1 3
3 1 1 1
3 3 1 2
1 1 1 2
1 2 1 2
2 1 1
1 2
3
2 3 1 3 17 23 Keterangan :1 = faktor horizontal kurang penting daripada faktor vertikal 2 = faktor horizontal sama penting daripada faktor vertikal 3 = faktor horizontal lebih penting daripada faktor vertikal
3 3 22
2 2 23
2 2 23
2 2 18
2 2 22
2 2 22
3 3 33
K L
1 1 1 2
Kekuatan C D
2
3 3
3 2 1
2 2 22
2 2 1 2
2 2 1 2 2
2 19
Total
Bobot
27
0,102
21
0,080
22 21 21
0,083 0,080 0,080
26
0,098
22 22 11
0,083 0,083 0,042
22 25 24 264
0,083 0,095 0,091 1,000
L
20
122
Lampiran 4. Hasil wawancara responden 3 Strategi Internal No
Faktor Penentu Strategi A
A B C D E F
G H I J
Kekuatan (Strengths) Memiliki potensi sumberdaya laut yang cukup besar Memiliki jumlah kesempatan kerja yang cukup banyak di subsektor perikanan tangkap Peranan Dinas Kelautan dan Perikanan dalam memberikan pelatihan kepada nelayan Memiliki komoditas unggulan hasil tangkapan Tingkat daya beli masyarakat Perencanaan Pembangunan subsektor kelautan dan perikanan yang tertuang dalam Rencana Strategis Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten Tahun 20072012 Kelemahan (Weakness) Kurangnya informasi mengenai perikanan tangkap Ketersediaan sarana dan prasarana yang terbatas Hubungan tengkulak dengan nelayan Kontribusi perikanan tangkap relatif kecil terhadap PDRB Kabupaten Serang Tingkat pendidikan nelayan masih rendah Teknologi penangkapan ikan yang bersifat tradisional
B 2
2 2
2
2 2 2
2 2 2
2 2
2 2 2
Kelamahan I J K
E
F
G
H
2 2
2 2
2 2
3 3
3 1
3 3
2 1
2 1
3 1
2
2
2
3
2
3
2
1
1
3
1 2
1 3 3
1 3 1
3 1 3
3 2 2
2 3 2
2 2 2
1 3
2
1 3 1 3
1 2 1 2
3 3 1 1
1 1 3 2
1 3 1 2
2 1 3
1 2
3
2 3 1 3 18 24 Keterangan :1 = faktor horizontal kurang penting daripada faktor vertikal 2 = faktor horizontal sama penting daripada faktor vertikal 3 = faktor horizontal lebih penting daripada faktor vertikal
3 3 22
2 2 22
1 2 21
2 2 20
2 2 26
2 2 20
3 3 31
K L
1 1 1 2
Kekuatan C D
2
3 3
1 2 1
2 2 20
2 2 1 2
2 2 1 2 2
2 20
Total
Bobot
26
0,098
20
0,076
22 22 23
0,083 0,083 0,087
24
0,091
18 24 13
0,068 0,091 0,049
24 24 24 264
0,091 0,091 0,091 1,000
L
20
123
Lampiran 5 Hasil Wawancara Responden 1 Strategi Eksternal No
Faktor Penentu Strategi A
Peluang (Opportunities) A Kebutuhan bahan baku untuk ikan olahan yang cukup tinggi B Permintaan dari luar daerah terhadap produk perikanan yang tinggi C Dukungan dari pemerintah Kabupaten Serang dan Provinsi Banten D Besarnya pemanfaatan potensi dan peluang usaha perikanan tangkap E Tersedianya peluang hasil tangkapan untuk diekspor Ancaman (Threaths) F Persaingan antar daerah yang semakin tinggi G Pencemaran air laut H Akses jalan yang rusak I Tingginya harga suku cadang J Potensi SDI berkurang
B 2
2
Kekuatan C D
E
F
G
Kelemahan H I
Total
Bobot
16
0,089
21
0,117
21
0,117
21
0,117
21
0,117
1 2 1 2
15 19 10 15
0,083 0,106 0,056 0,083
15
21 180
0,117 1,000
J
2
2
2
2
1
2
2
1
2
2
2
2
3
3
3
2
2
2
3
2
3
3
2
2
3
2
3
3
2
3
2
3
3
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2 3 2 2 3
2 1 1 1 2
1 2 1 1 2
1 2 1 1 2
1 2 1 1 2
2 1 2 3
2
3 3
2 2 1
1 2 2
3 3
2
20
15
15
15
15
21
17
26
21
Keterangan :1 = faktor horizontal kurang penting daripada faktor vertikal 2 = faktor horizontal sama penting daripada faktor vertikal 3 = faktor horizontal lebih penting daripada faktor vertikal
124
Lampiran 6 Hasil Wawancara Responden 2 Strategi Eksternal No
Faktor Penentu Strategi A
Peluang (Opportunities) A Kebutuhan bahan baku untuk ikan olahan yang cukup tinggi B Permintaan dari luar daerah terhadap produk perikanan yang tinggi C Dukungan dari pemerintah Kabupaten Serang dan Provinsi Banten D Besarnya pemanfaatan potensi dan peluang usaha perikanan tangkap E Tersedianya peluang hasil tangkapan untuk diekspor Ancaman (Threaths) F Persaingan antar daerah yang semakin tinggi G Pencemaran air laut H Akses jalan yang rusak I Tingginya harga suku cadang J Potensi SDI berkurang
B 2
2
Kekuatan C D
E
F
G
Kelemahan H I
Total
Bobot
17
0,094
18
0,100
16
0,089
16
0,089
18
0,100
3 2 3 1
21 13 23 24
0,117 0,072 0,128 0,133
22
14 180
0,078 1,000
J
2
2
2
2
3
1
1
2
2
2
2
2
3
1
1
3
2
2
2
2
1
1
2
2
1
2
1
1
3
2
3
1
1
3
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2 1 3 3 2
2 1 3 3 1
2 2 3 3 2
3 2 3 3 1
2 1 3 3 1
1 2 2 1
3
2 2
2 1 1
2 3 2
3 1
3
19
18
20
20
18
15
23
13
12
Keterangan :1 = faktor horizontal kurang penting daripada faktor vertikal 2 = faktor horizontal sama penting daripada faktor vertikal 3 = faktor horizontal lebih penting daripada faktor vertikal
125
Lampiran 7 Hasil Wawancara Responden 3 Strategi Eksternal No
Faktor Penentu Strategi A
Peluang (Opportunities) A Kebutuhan bahan baku untuk ikan olahan yang cukup tinggi B Permintaan dari luar daerah terhadap produk perikanan yang tinggi C Dukungan dari pemerintah Kabupaten Serang dan Provinsi Banten D Besarnya pemanfaatan potensi dan peluang usaha perikanan tangkap E Tersedianya peluang hasil tangkapan untuk diekspor Ancaman (Threaths) F Persaingan antar daerah yang semakin tinggi G Pencemaran air laut H Akses jalan yang rusak I Tingginya harga suku cadang J Potensi SDI berkurang
B 3
1
Kekuatan C D
E
F
G
Kelemahan H I
Total
Bobot
18
0,100
18
0,100
20
0,111
17
0,094
18
0,100
1 2 2 2
13 17 18 20
0,072 0,094 0,100 0,111
15
21 180
0,117 1,000
J
2
2
2
3
2
1
2
1
2
3
2
2
2
2
2
2
2
2
3
2
3
2
2
2
2
2
3
2
1
2
3
2
1
2
2
2
2
1
2
2
2
2
2
1 2 3 2 3
2 2 2 2 2
1 2 1 2 2
2 2 1 2 3
2 1 2 3 2
2 3 3 3
2
1 2
1 2 2
2 2 2
2 2
2
18
18
16
19
18
23
19
18
16
Keterangan :1 = faktor horizontal kurang penting daripada faktor vertikal 2 = faktor horizontal sama penting daripada faktor vertikal 3 = faktor horizontal lebih penting daripada faktor vertikal
126
127
Lampiran 8. Produksi Perikanan Tangkap Kota Serang dan Provinsi Banten No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Jenis Ikan
Pari Layur Cucut Kerapu Manyung Kurisi Kakap Tongkol Tenggiri Ikan Layaran Teri Peperek Tembang Kembung Kuwe Selar Belanak Layang Lemuru Ekor kuning Bawal hitam Cumi-cumi Rajungan Total prod Kota Serang Total Prod Prov Banten
2004 Serang Banten (qi) (Qi) 6,73 1.255,70 23,63 1.292,20 8,05 1.068,80 4,77 420,50 6,63 1.612,90 24,19 2.079,80 7,11 678,80 11,16 3.191,10 7,54 2.425,50 55,53 2.666,90 182,35 3.512,20 91,12 4.111,10 65,85 4.348,90 6,70 930,70 20,39 1.952,70 11,10 531,70 20,99 1.694,50 14,85 1.225,70 13,71 482,80 5,74 504,60 7,35 1.766,70 326,73 578,80 979,00 53.534,40
Produksi Berdasarkan Tahun dan Wilayah (dalam Ton) 2005 2006 2007 Serang Banten Serang Banten Serang Banten (qi) (Qi) (qi) (Qi) (qi) (Qi) 11,72 1.430,37 13,41 1.861,38 12,70 1.809,14 104,47 1.236,82 71,07 1.216,28 84,24 1.361,49 17,17 1.220,56 1.297,40 0,62 1.394,65 10,88 506,16 723,04 1,95 900,63 20,25 1.641,49 24,38 1.292,23 18,06 1.425,04 116,09 2.600,27 108,60 2.023,40 161,11 2.179,30 20,42 767,52 21,33 958,64 15,97 946,50 40,17 3.086,90 43,26 3.079,63 25,83 3.385,47 14,46 2.477,09 26,92 2.848,35 21,58 2.660,14 191,70 260,84 0,11 493,45 201,51 2.629,93 203,10 1.853,26 172,99 1.987,99 424,18 4.094,89 550,85 4.177,84 500,28 4.197,82 197,46 3.819,92 268,72 3.514,20 303,75 3.630,69 105,64 4.686,38 134,40 4.509,28 216,27 4.680,18 16,95 873,43 27,37 1.101,56 27,59 1.122,16 62,77 2.666,53 82,72 2.670,57 129,29 2.952,81 24,85 652,99 28,97 633,50 14,98 662,30 59,10 1.881,70 31,40 1.843,34 20,85 1.832,77 23,12 1.632,20 1.592,98 15,77 1.721,50 1,44 603,81 3,86 647,75 1,48 652,22 6,47 480,90 13,47 489,53 2,91 575,76 48,63 2.121,45 39,91 2.215,00 117,49 2.661,24 113,35 642,63 19,23 647,89 50,39 673,60 1.847,00 1.984,07 2.219,41 58.711,78 57.743,46 61.678,51
2008 Serang Banten (qi) (Qi) 23,88 1.399 22,19 1.787 5,91 1.128 1,85 740 13,97 1.379 114,72 2.162 9,16 941 7,14 2.888 13,57 2.654 1,81 163 209,28 1.990 463,15 3.205 337,46 4.751 189,03 4.523 10,84 1.070 99,75 2.483 26,25 672 23,58 1.271 8,68 1.026 2,28 504 2,75 634 210,74 2.128 87,50 689 2.354,38 55.858,02
128
Lampiran 9 Nilai LQ dan penentuan komoditas hasil tangkapan unggulan kelompok ikan demersal Kota Serang Tahun 20002008 Nilai LQ kelompok ikan demersal Kota Serang Tahun 2000-2008 No
Nama Ikan
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
1
Pari
0,49
0,54
0,40
0,25
0,29
0,26
0,21
0,20
0,40
2
Layur
1,86
1,15
1,84
0,97
1,00
2,68
1,70
1,72
0,29
3
Cucut
0,64
0,59
5,89
0,39
0,41
0,45
-
0,01
0,12
4
Kerapu
2,69
1,05
1,05
0,62
0,62
0,68
-
0,06
0,06
5
Manyung
-
-
0,15
0,37
0,22
0,39
0,55
0,35
0,24
6
Kurisi
1,51
1,45
0,82
0,45
0,64
1,42
1,56
2,05
1,26
1,01
0,66
0,40
0,47
0,57
0,85
0,65
0,47
0,23
7 Kakap Sumber : Data Diolah, 2010
Penentuan komoditas unggulan hasil tangkapan kelompok ikan demersal Kota Serang Tahun 2000-2008 No
Nama Ikan
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Bobot 1 (LQ)
Bobot 2 (Trend)
Total Bobot
1
Pari
1
1
1
1
1
1
1
1
1
9
1
10
2
Layur
3
3
3
2
3
3
3
3
1
24
1
25
3
Cucut
1
1
3
1
1
1
0
1
1
10
1
11
4
Kerapu
3
3
3
1
1
1
0
1
1
14
1
15
5
Manyung
0
0
1
1
1
1
1
1
1
7
3
10
6
Kurisi
3
3
2
1
1
3
3
3
3
22
3
25
7 Kakap 3 Sumber : Data Diolah, 2010
1
1
1
1
2
1
1
1
12
1
13
129
Lampiran 10 Nilai LQ dan penentuan komoditas hasil tangkapan unggulan kelompok ikan pelagis besar Kota Serang Tahun 2000-2008 Nilai LQ kelompok ikan pelagis besar Kota Serang Tahun 2000-2008 No 1
Nama Ikan Tongkol
2 Tenggiri Sumber : Data Diolah, 2010
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
0,32
0,34
0,29
0,26
0,19
0,41
0,41
0,21
0,06
0,12
0,17
0,20
0,14
0,17
0,19
0,28
0,23
0,12
Penentuan komoditas unggulan hasil tangkapan kelompok ikan pelagis besar Kota Serang Tahun 2000-2008 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Bobot 1 (LQ)
Bobot 2 (Trend)
Total Bobot
1
1
1
1
1
1
1
1
1
9
1
10
2 Tenggiri 1 Sumber : Data Diolah, 2010
1
1
1
1
1
1
1
1
9
3
12
No 1
Nama Ikan Tongkol
130
Lampiran 11 Nilai LQ kelompok ikan pelagis kecil Kota Serang Tahun 2000-2008 Nilai LQ kelompok ikan pelagis kecil Kota Serang Tahun 2000-2008 No
Nama Ikan
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
1
Teri
0,95
0,94
1,25
2,10
1,14
2,44
3,19
2,42
2,50
2
Peperek
0,62
0,68
0,84
1,69
2,84
3,29
3,84
3,31
3,43
3
Tembang
0,45
0,43
0,55
0,96
1,21
1,64
2,23
2,33
1,69
4
Kembung
0,43
0,39
0,32
0,57
0,83
0,72
0,87
1,28
0,99
5
Kuwe
0,34
0,43
0,59
0,40
0,39
0,62
0,72
0,68
0,24
6
Selar
1,29
1,36
1,21
0,69
0,57
0,75
0,90
1,22
0,95
7
Belanak
1,56
1,77
2,15
1,24
1,14
1,21
1,33
0,63
0,93
8
Layang
1,30
1,14
1,12
0,55
0,68
1,00
0,50
0,32
0,44
9
Lemuru
3,76
1,56
0,71
0,74
0,66
0,45
-
0,25
0,20
10
Ekor kuning
7,60
5,14
1,19
1,16
1,55
0,08
0,17
0,06
0,11
0,77
0,93
0,23
0,48
0,62
0,43
0,80
0,14
0,10
11 Bawal hitam Sumber : Data Diolah, 2010
131
Lampiran 12 Penentuan komoditas unggulan hasil tangkapan kelompok ikan pelagis kecil Kota Serang Tahun 2000-2008 No
Nama Ikan
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Bobot 1 (LQ)
Bobot 2 (Trend)
Total Bobot
1
Teri
2
2
3
3
3
3
3
3
3
25
3
28
2
Peperek
1
1
2
3
3
3
3
3
3
22
3
25
3
Tembang
1
1
1
2
3
3
3
3
3
20
3
23
4
Kembung
1
1
1
1
2
1
2
3
2
14
3
17
5
Kuwe
1
1
1
1
1
1
1
1
1
9
3
12
6
Selar
3
3
3
1
1
1
2
3
2
19
1
20
7
Belanak
3
3
3
3
3
3
3
1
2
24
1
25
8
Layang
3
3
3
1
1
3
1
1
1
17
1
18
9
Lemuru
3
3
1
1
1
1
0
1
1
12
1
13
10
Ekor kuning
3
3
3
3
3
1
1
1
1
19
1
20
11 Bawal hitam 1 Sumber : Data Diolah, 2010
2
1
1
1
1
2
1
1
11
1
12
132
Lampiran 13 Nilai LQ dan penentuan komoditas hasil tangkapan unggulan cumi-cumi Kota Serang Tahun 2000-2008 Nilai LQ cumi-cumi Kota Serang Tahun 2000-2008 No
Nama Ikan
1 Cumi-cumi Sumber : Data Diolah, 2010
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
0,92
0,50
0,50
0,41
0,23
0,73
0,52
1,23
2,35
Penentuan komoditas unggulan hasil tangkapan cumi-cumi Kota Serang Tahun 2000-2008 No
Nama Ikan
2000
1 Cumi-cumi 2 Sumber : Data Diolah, 2010
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Bobot 1 (LQ)
Bobot 2 (Trend)
Total Bobot
1
1
1
1
1
1
3
3
14
3
17
133
Lampiran 14 Nilai LQ dan penentuan komoditas hasil tangkapan unggulan rajungan Kota Serang Tahun 2000-2008 Nilai LQ rajungan Kota Serang Tahun 2000-2008 No
Nama Ikan
1 Rajungan Sumber : Data Diolah, 2010
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
6,26
2,83
4,75
29,94
30,87
5,61
0,86
2,08
3,01
Penentuan komoditas unggulan hasil tangkapan rajungan Kota Serang Tahun 2000-2008 No
Nama Ikan
2000
1 Rajungan 3 Sumber : Data Diolah, 2010
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Bobot 1 (LQ)
Bobot 2 (Trend)
Total Bobot
3
3
3
3
3
2
3
3
26
1
27
134
Lampiran 15 Trend Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan Kota Serang Tahun 2008 3.00
0.60
Pari y = ‐0.028x + 0.482 R² = 0.404
LQ
2.00
y = ‐0.051x + 1.727 R² = 0.042
0.30
1.50
6.00 5.00 4.00 3.00
0.20
1.00
2.00
0.10
0.50
1.00
0.00
‐
‐
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Tahun
LQ
1.00
0.40 y = ‐0.258x + 2.051 R² = 0.732
y = 0.047x + 0.015 R² = 0.497
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
Tahun
Kurisi 2.00 1.50
0.30
y = 0.054x + 0.971 R² = 0.084
1.00 0.20 0.50
0.10
‐
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
2.50
Manyung 0.50
0.50
(0.50)
(1.00)
y = ‐0.258x + 2.239 R² = 0.144
LQ
Kerapu
2.00 1.50
Tahun
LQ
2.50
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 0.60
3.00
Cucut
LQ
0.40
2.50
LQ
0.50
7.00
Layur
‐
‐ 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
135
0.50
Kakap 1.00
0.60
0.40 y = ‐0.046x + 0.821 R² = 0.293
0.20
0.30 y = ‐0.017x + 0.365 R² = 0.185
0.20 0.40 0.10
0.20
Tahun
3.50
0.05 ‐
4.50
Teri y = 0.247x + 0.643 R² = 0.674
4.00
LQ
LQ
2.50
1.50
Peperek
1.50
0.50
1.00
Tembang 2.00
y = 0.445x + 0.055 R² = 0.857
1.50
2.00
1.00
Tahun
2.50
3.50 3.00
2.00
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
y = 0.244x + 0.052 R² = 0.827
LQ
2.50
0.10
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
y = 0.006x + 0.147 R² = 0.115
0.15
‐
‐
3.00
Tenggiri 0.25
LQ
LQ
0.80
0.30
Tongkol
LQ
1.20
1.00 0.50
0.50
‐ 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
‐
‐ 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
136
1.40
1.00
y = 0.103x + 0.194 R² = 0.791
0.60
y = 0.013x + 0.421 R² = 0.052
0.40
1.20
0.30
0.60
0.20
0.40
0.20
0.10
0.20
‐
‐
‐
Tahun
Belanak 2.00 y = ‐0.127x + 1.967 R² = 0.597
1.20 1.00 0.80
Layang y = ‐0.112x + 1.344 R² = 0.724
3.00
y = ‐0.330x + 2.580 R² = 0.617
LQ
0.40
0.50
Lemuru
2.00
0.60
1.00
Tahun
4.00
LQ
LQ
1.50
Tahun
1.40
2.50
y = ‐0.039x + 1.189 R² = 0.139
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Selar
0.80
0.40
0.60
1.40
1.00
0.50
LQ
LQ
0.80
0.70
Kuwe
LQ
1.20
1.60
0.80
Kembung
1.00
0.20 ‐
‐ 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
‐ 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
(1.00)
Tahun
137
8.00
LQ
6.00
y = ‐0.805x + 5.923 R² = 0.681
‐
35.00
Rajungan
25.00
LQ
20.00
10.00
y = ‐0.788x + 13.52 R² = 0.032
5.00 ‐ 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
Cumi‐cumi 2.00
y = ‐0.066x + 0.831 R² = 0.356
1.50
0.40
1.00
0.20
0.50
‐
‐
y = 0.137x + 0.130 R² = 0.341
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
15.00
0.60
LQ
2.00
30.00
Bawal hitam 0.80
4.00
(2.00)
2.50
1.00
Ekor kuning
LQ
10.00
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
138
Lampiran 16. Unit Penangkapan Pancing Kotrek
Kapal dan nelayan
Swivel
Senar
Mata Pancing
Pemberat
Alat Tangkap
139
Lampiran 17. Unit Penangkapan Dogol
Kapal dan nelayan
blong
Alat Tangkap
140
Lampiran 18. Unit Penangkapan Bagan Perahu
Kapal dan Nelayan
Keranjang
Serok
Blong
Waring
141
Lampiran 19. Unit Penangkapan Payang
Alat tangkap
Blong
Kapal dan nelayan
142
Lampiran 20. Unit Penangkapan Jaring Rampus
Kapal Jaring Rampus
Pemberat
Alat Tangkap
Pelampung
143
Lampiran 21. Unit Penangkapan Rajungan
Alat tangkap
Nelayan
Kapal