IDE ENTIFIKA ASI PRO OTOZOA PARASIIT DARA AH PADA A ANJING (C Canis sp.)) RAS IM MPOR DI BALAI B BESAR K KARANT TINA PER RTANIAN N SOEKA ARNO HA ATTA
SUPRIY YONO DW WI ATMO OJO
FAK KULTAS KEDOK KTERAN HEWAN N IN NSTITUT T PERTA ANIAN BO OGOR BOGO OR 2010 0
SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Identifikasi Protozoa Parasit Darah pada Anjing (Canis sp.) Ras Impor di Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2010
Supriyono Dwi Atmojo NIM B04053051
ABSTRAK
SUPRIYONO DWI ATMOJO. Identifikasi Protozoa Parasit Darah pada Anjing (Canis sp.) Ras Impor di Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta. Dibimbing oleh SRI UTAMI HANDAJANI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengidentifikasi jenis-jenis protozoa parasit darah yang terdapat pada anjing ras impor di Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta. Sebanyak 30 ekor anjing diambil darahnya untuk dibuat preparat ulas darah dan diwarnai dengan pewarna Giemsa. Pengamatan parasit darah menggunakan mikroskop dengan perbesaran 100x. Dari pemeriksaan yang telah dilakukan terhadap 30 preparat ulas darah anjing, diketahui sebanyak 11 preparat ditemukan protozoa parasit darah. Parasit darah yang ditemukan antara lain dari genus Babesia, Anaplasma dan Hemobartonella. Penularan protozoa parasit darah sangat berhubungan dengan adanya vektor Arthropoda yaitu caplak (Rhipicephalus sanguines). Dari pengamatan tersebut, diketahui bahwa dari 11 preparat ulas darah, 7 diantaranya diambil dari anjing yang memiliki tipe rambut panjang, sehingga tipe rambut menjadi salah satu faktor predisposisi infeksi protozoa parasit darah. Kata Kunci: Anjing Ras Impor, Protozoa Parasit Darah, Caplak Anjing, Karantina Anjing
ABSTRACT
SUPRIYONO DWI ATMOJO. Identification of Blood Parasites Protozoa of Imported Breed Dogs (Canis sp.) in Soekarno Hatta Agriculture Quarantine. Under direction of SRI UTAMI HANDAJANI. The aim of this study was to found and identified a protozoa in blood of imported breed dogs in Soekarno Hatta Agriculture Quarantine. A blood specimen that was take from 30 dogs smeared with Giemsa Stain and examined using a microscope with 100x magnification. A protozoan parasites were found in 11 blood samples. The genus of blood parasites is Babesia, Anaplasma and Haemobartonella. The transmission of these parasites related to Rhipicephalus sanguines as an arthropoda vectors. The seven blood samples of 11 blood samples were being takes from the long hair dogs. Otherwise, long hair type is a predisposition factor of parasites infection in dogs. Keywords: Imported breed dogs, Blood parasites protozoa, tick, dogs quarantine
IDENTIFIKASI PROTOZOA PARASIT DARAH PADA ANJING (Canis sp.) RAS IMPOR DI BALAI BESAR KARANTINA PERTANIAN SOEKARNO HATTA
SUPRIYONO DWI ATMOJO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Skripsi
Nama NIM
:
Identifikasi Protozoa Parasit Darah pada Anjing (Canis sp.) Ras Impor di Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta : Supriyono Dwi Atmojo : B04053051
Disetujui
Dr. drh. Sri Utami Handajani, MS Pembimbing
Diketahui Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan IPB
Dr. Nastiti Kusumorini NIP: 19621205 198703 2 001
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Judul karya ilmiah ini adalah ‘Identifikasi Protozoa Parasit Darah pada Anjing (Canis sp.) Ras Impor di Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta’. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan September 2008 hingga Februari 2009. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada: 1. Dr. drh. Sri Utami Handajani, MS atas bimbingan, motivasi dan waktu yang diberikan selama penulisan skripsi ini 2. Dr. drh. Eko Sugeng Pribadi, MS selaku moderator dan Dr. drh. Susi Soviana, M.Si selaku dosen penilai seminar hasil atas saran dan perbaikannya 3. drh. Ekowati Handharyani, M.Si, Ph.D selaku dosen penguji pada UASKH atas nasehat, saran dan perbaikan sehingga skripsi ini menjadi lebih baik 4. Dr. Nastiti Kusumorini selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan nasehat selama proses perkuliahan 5. Staf Balai Besar Karantina Pertanian BBKP SH (Drh Esmiralda Eka Fitri MSi, Drh Marlefzena, dan mas Heru) terutama untuk mbak Lina yang telah banyak membantu dalam proses pengambilan sampel 6. Seluruh staf dosen, pegawai dan laboran di Laboratorium Protozoologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Dr. drh. Umi Cahyaningsih, MS, drh. Hj Tutuk Astyawati, MS, Bu Nani, Pak Saryo dan Pak Komar 7. Seluruh staf dosen, pegawai dan laboran di Laboratorium Helminthologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB, drh. Fadjar Satrija, Ph.D, drh. Risa Tiuria, Pak Sulaeman, Ibu Irawati 8. Kedua orangtua, Bapak dan Ibu serta Mbak Astri dan Dik Hari di Bekasi atas doa, dukungan dan kasih sayang yang diberikan 9. Salsabila Yazthi atas dukungan dan kebersamaan yang telah diberikan 10. Rekan penelitian Teteh Zeni dan Uthe atas bantuan dan kerja samanya
11. Teman-teman Goblet 42 atas dukungan, kebersamaan dan kenangan selama masa perkuliahan 12. Keluarga Besar Himpro Ornithologi dan Unggas atas kebersamaan, ilmu dan pengalaman yang berkesan 13. Semua pihak yang telah membantu Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2010
Supriyono Dwi Atmojo
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Purworejo pada tanggal 3 September 1987 dari Bapak Saidi dan Ibu Tuti Y. Penulis merupakan putra kedua dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan sekolah dasar di SD Negeri Sekeloa II Bandung pada tahun 1999. Penulis melanjutkan ke SMP Negeri 3 Purworejo dan lulus tahun 2002. Penulis kemudian menyelesaikan pendidikan terakhirnya di SMA Negeri 1 Purworejo pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan Fakultas Kedokteran Hewan IPB menjadi pilihan pertama. Selama masa perkuliahan, penulis aktif di organisasi lingkup Fakultas Kedokteran Hewan, yaitu Himpro Ornithologi dan Unggas dan panitia di beberapa acara kelembagaan mahasiswa FKH. Penulis juga pernah mengikuti magang liburan di Peternakan Ayam Broiler Haurduni, Cianjur, Jawa Barat.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................ x DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii 1 PENDAHULUAN ........................................................................................ 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1.2 Tujuan ................................................................................................... 1.3 Manfaat .................................................................................................
1 1 2 3
2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 2.1 Klasifikasi Anjing ................................................................................. 2.2 Protozoa Parasitik ................................................................................. 2.2.1 Morfologi .................................................................................... 2.2.2 Reproduksi dan Siklus Hidup ..................................................... 2.2.3 Klasifikasi Protozoa ....................................................................
4 4 5 5 7 8
3 BAHAN DAN METODE ............................................................................. 3.1 Waktu dan Tempat ................................................................................ 3.2 Bahan dan Alat ...................................................................................... 3.3 Metode Penelitian ................................................................................. 3.3.1 Pengambilan Sampel ................................................................... 3.3.2 Pembuatan Preparat Ulas Darah ................................................. 3.3.3 Identifikasi Protozoa ................................................................... 3.3.4 Analisis Data ...............................................................................
10 10 10 10 10 10 11 11
4 HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 4.1 Identifikasi Protozoa Parasitik .............................................................. 4.2 Hubungan Tipe Rambut dengan Vektor ............................................... 4.3 Hubungan Infeksi Parasit dengan Vektor ............................................. 4.4 Fasilitas Instalasi Karantina .................................................................. 4.5 Prosedur Tindakan Karantina................................................................
12 12 16 18 19 21
5 KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 5.2 Saran......................................................................................................
23 23 23
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
24
LAMPIRAN .....................................................................................................
26
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Hasil pengamatan preparat ulas darah ...................................................
16
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Hasil pengamatan dibandingkan dengan literatur dari genus Babesia ..................................................................................................
13
2 Hasil pengamatan dibandingkan dengan literatur dari genus Anaplasma ..............................................................................................
14
3 Hasil pengamatan dibandingkan dengan literatur dari genus Haemobartonella....................................................................................
15
4 Kondisi kandang Instalasi Karantina (a) kandang dalam dan (b) kandang luar .....................................................................................
20
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Identifikasi protozoa...............................................................................
27
2 Data anjing berdasarkan tipe rambut......................................................
28
1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam
hayati baik tumbuhan maupun hewan. Salah satu upaya pelestarian sumber daya alam hayati ini dilakukan dengan cara pencegahan tersebarnya penyakit atau hama baik itu yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar wilayah negara Republik Indonesia. Indonesia telah lama berpartisipasi dalam bidang perdagangan bilateral dengan negara-negara lain, khususnya bidang ekspor impor. Oleh karena itu, pada tahun 2001 terbentuklah Badan Karantina Pertanian, Organisasi eselon I di Departemen Pertanian melalui Keppres No. 58 tahun 2001. Tugas Pokok Badan Karantina adalah melaksanakan perkarantinaan tumbuhan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan hewan budidaya. Karantina Pertanian adalah tempat pengasingan dan atau tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit atau organisme pengganggu tumbuhan dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri atau keluarnya dari dalam wilayah negara Republik Indonesia. Ruang lingkup Karantina Pertanian meliputi karantina hewan dan karantina tumbuhan. Pengamanan dan pengendalian penyakit hewan menular pada hewan, baik pada hewan ternak, hewan kesayangan maupun satwaliar berperan dalam menghindari kemungkinan terjadinya risiko penyakit hewan yang dapat ditimbulkan dari peralatan dan bahan, manusia, lingkungan dan atau media pembawa penyakit hewan lainnya yang dapat masuk ke dalam suatu wilayah. Oleh karena itu, tindakan pengamanan dan pengendalian penyakit hewan tersebut perlu didukung dengan tindakan biosekuriti terhadap media pembawa penyakit hewan yang masuk atau keluar dalam suatu lingkup wilayah. Kesehatan hewan meliputi urusan penolakan, pencegahan, pemberantasan penyakit hewan, baik secara massal maupun secara individual. Biosekuriti adalah semua tindakan yang merupakan pertahanan pertama untuk pengendalian wabah dan dilakukan untuk mencegah semua kemungkinan kontak penularan dengan hewan tertular dan penyebaran penyakit.
Tindakan karantina diperlukan sebagai implementasi kegiatan biosekuriti suatu wilayah dalam upaya untuk mencegah penyebaran penyakit baik dalam lingkup antar daerah dalam suatu negara, regional, maupun internasional. Tindakan karantina ini berlaku untuk seluruh komoditas pertanian dan lalu lintas hewan baik itu yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Badan Karantina Hewan sebagai pelaksana untuk mengawasi seluruh aktivitas lalu lintas hewan di Indonesia. Salah satu kegiatan lalu lintas hewan yang biasa dilakukan adalah pengiriman hewan domestik secara lokal maupun regional, sebagai contohnya adalah hewan anjing. Anjing merupakan mamalia karnivora yang telah lama mengalami domestikasi. Anjing juga telah menjadi sahabat manusia karena pola perilaku anjing yang bersifat sosial, cerdas, dapat dilatih dan setia. Saat ini di Indonesia telah banyak orang yang senang memelihara anjing bahkan sengaja mendatangkan dari luar negeri. Oleh karena itu, sangat diperlukan pengawasan, pencegahan dan pengendalian terhadap kemungkinan masuknya agen penyakit dari luar negeri yang dibawa oleh hewan. Anjing rentan terhadap berbagai penyakit, mulai yang ringan hingga yang berbahaya. Beberapa penyakit diantaranya menyerupai penyakit pada manusia, seperti diabetes, kanker, sakit gigi, epilepsi dan artritis. Tetapi sebagian lainnya merupakan penyakit khusus pada anjing. Seperti halnya mamalia, anjing juga rentan terhadap keletihan akibat cuaca panas, udara, kelembaban tinggi atau perubahan temperatur yang drastis. Penyebab kejadian penyakit yang umum terjadi pada anjing antara lain oleh virus dan parasit. Sedangkan pada penyakit parasit sendiri disebabkan oleh adanya infestasi parasit, baik ektoparasit maupun endoparasit. Parasit yang sering menyerang bagian tubuh anjing bagian luar adalah berbagai jenis kutu, tungau, dan caplak yang diantaranya bisa menjadi vektor endoparasit.
1.2
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis protozoa parasit
darah yang terdapat pada anjing ras impor di Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta.
1.3
Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
endoparasit terutama protozoa darah yang terdapat pada anjing ras impor di Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta dan sebagai pertimbangan untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap anjing-anjing yang masuk ke dalam karantina hewan sehingga dapat ditindaklanjuti baik dari segi pencegahan maupun penanggulangannya.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Klasifikasi Anjing Menurut Linnaeus (1758), secara umum anjing dapat diklasifikasikan
sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Subfilum
: Vertebrata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Carnivora
Famili
: Canidae
Genus
: Canis
Spesies
: Canis lupus
Subspesies
: Canis lupus familiaris
Di seluruh dunia terdapat lebih dari 800 jenis anjing ras (anjing trah) yang diakui oleh Kennel Club di berbagai negara. Istilah "anjing trah murni" hanya berlaku untuk beberapa generasi tertentu anjing, karena sebenarnya semua anjing ras berasal dari anjing campuran. Sebagian organisasi anjing ras sudah menetapkan standar untuk suatu ras (trah) secara lebih longgar. Seekor anjing sudah bisa dimasukkan sebagai anggota ras bila memiliki 75% dari karakteristik yang harus ada pada ras tersebut. Pertimbangan yang sama tentang standar anjing ras juga diberlakukan dalam pameran anjing. Anjing ras murni yang menjuarai pameran anjing juga kadangkadang tidak luput dari gangguan genetik akibat efek perkawinan antarkerabat. Walaupun demikian, masalah ini tidak hanya terbatas pada anjing ras murni saja tetapi bisa juga berlaku pada populasi anjing campuran. Keuntungan memelihara anjing ras adalah tingkah laku dan bentuk fisik yang bisa diduga dengan lebih akurat. Anjing Labrador Retriever umumnya senang bermain air, sedangkan Beagle pastinya sangat tertarik dengan berbagai bau-bauan. Sebaliknya, bentuk fisik dan tingkah laku anjing campuran sulit diduga dan kadang-kadang sangat unik (Anonim 2006).
Munculnya klub anjing di beberapa negara membantu mengelompokkan anjing menurut kegunaannya. Ada beberapa organisasi anjing yang dipakai sebagai acuan penggemar anjing di dunia, seperti United Kennel (UK), American Kennel Club (AKC), Federation Cynologique Internationale (FCI), dan Australian National Kennel Club (ANKC). Sebanyak 400 jenis anjing telah direkomendasikan sebagai anjing ras atau trah di seluruh dunia. Penggolongan setiap klub berbeda-beda, Perkumpulan Kinologi Indonesia (Perkin), organisasi anjing di Indonesia mengacu pada peraturan FCI sehingga kontes yang diselenggarakan di tanah air pun memakai pedoman yang telah ditetapkan FCI. Namun untuk mempermudah penjelasan masing-masing breed, akan diuraikan berdasarkan United Kennel (UK) yang mengelompokkan anjing dalam 7 kelompok besar, yakni hound, gundog, terrier, working, utility, toy dan pastoral (Budiana 2007).
2.2
Protozoa Parastitik
2.2.1 Morfologi Protozoa merupakan organisme bersel tunggal, dimana pada beberapa spesies mempunyai lebih dari satu nukleus (inti) pada bagian atau seluruh daur hidupnya. Protozoa merupakan eukaryotik dengan inti yang diselubungi oleh membran (selaput). Protozoa tersusun dari organela-organela yang berdeferensiasi (Levine 1990). Protozoa memiliki ukuran mikroskopis dan bentuk tubuh yang bervariasi. Bentuk protozoa parasitik lebih kecil daripada protozoa bebas (Tampubolon 2004). Komponen dasar dari protozoa adalah inti dan sitoplasma. Inti protozoa mempunyai berbagai bentuk, ukuran dan struktur. Komponen penting inti protozoa adalah membrana inti, kromatin, plastin dan nukleoplasma atau cairan inti. Secara struktural inti dibagi menjadi dua tipe yaitu, vesikuler dan kompak. Inti vesikuler terdiri dari membrana inti yang kadang-kadang sangat lembut tetapi jelas nukleoplasma, akromatin dan kromatin. Di sarnping itu badan intranuklear biasanya agak bulat, tersusun dari kromatin, nukleolus atau plasmasoma. Sebaliknya inti kompak mengandung banyak substansi kromatin dan sedikit jumlah nukleoplasma, karena itu bersifat padat. Sitoplasma protozoa tidak
berbeda kepentingannya dari sitoplasma hewan multiseluler. Sitoplasrna protozoa berisi berrnacam-macam organela, diantaranya retikulum endoplasma dan ribosorna seperti pada sel eukaryotik lain. Pada mitokondrianya, krista berbentuk tubuler lebih banyak daripada yang berbentuk piringan seperti yang terdapat pada organisme yang lebih tinggi, serta organel yang lain seperti aparat Golgi, vakuola kontraktil, zat cadangan seperti glikogen, vakuola makanan dan silia atau flagela (Tampubolon 2004). Menurut Levine (1990) protozoa bergerak dengan flagela, silia, pseudopodia (kaki palsu), selaput undulasi atau lainnya. Flagela adalah organela yang menyerupai cambuk tersusun oleh aksonema sentral dan selubung luar.. Flagela ditemukan pada Flagellata, beberapa Amoeba dan gamet jantan dari beberapa Apicomplexa. Silia adalah flagela yang kecil, silia umumnya tersusun berjajar sehingga mirip seperti bulu mata. Satu atau lebih jajaran silia longitudinal dapat bergabung membentuk selaput undulasi atau seberkas silia dapat bergabung untuk membentuk suatu sirus. Pseudopodia sedikit banyak merupakan alat gerak sementara yang dapat dibentuk dan ditarik apabila dibutuhkan. Lobopodia merupakan pseudopodia yang relatif lebar dengan lapisan luar yang tebal dan banyak cairan di dalamnya. Filopodia adalah langsing, kaki palsu hialin, Miksopodia, rizopodia, atau retikulopodia merupakan kaki palsu yang berfilamen dengan lapisan dalam yang padat dan lapisan luar yang lebih encer di mana terjadi sirkulasi granuler. Aksopodia merupakan kaki palsu langsing yang tidak terdapat cabang rnaupun anastomosa, mempunyai filamen aksial (pipa fibriler) dan selaput luar tipis dari sitoplasma yang encer. Tepi yang mengombak memanjang pada permukaan luar tubuh memungkinkan untuk tipe gerak yang menggelinding pada beberapa protozoa Apicomplexa, misalnya Gregarina. Protozoa Apicomplexa lain, misalnya Coccidia, sanggup mengelinding tanpa sebab yang nyata. Rupanya mikrotubulus subpelikuler yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron yang berperan, tetapi tidak ada yang tahu bagaimana fungsinya. Gerakan dapat juga dihasilkan dari pembengkokan, menggertak atau meliukkan seluruh tubuh. Agaknya mikrotubulus atau mikrofibil juga melakukan hal yang sama (Levine 1990).
2.2.2 Reproduksi dan Siklus Hidup Reproduksi pada protozoa dapat terjadi secara seksual atau aseksual pada protozoa. Pembelahan biner merupakan tipe reproduksi aseksual yang biasanya terdapat pada flagellata, Amoeba dan ciliata; inti membagi 2 dan tubuh melakukan hal yang sama. Pada pembelahan multiple atau skizogoni, inti membelah berulang-ulang, sitoplasma bergabung mengelilingi setiap inti dan kemudian sitoplasma membelah. Sel yang sedang membelah dikenal sebagai skizon, meron, agamon, atau segmenter dan sel-sel anak adalah zoite, skizozoite, atau merozoite (Levine 1990). Endodiogeni merupakan tipe istimewa dari pembelahan biner dimana 2 sel anak terbentuk di dalam sel induk dan kemudian memecah keluar dengan merusakkannya. Endopoligeni merupakan tipe yang sama dengan skizogoni. Tipe ke-3 dari pembelahan aseksual adalah tunas, dimana sel anak yang kecil secara individu memisahkan dari sisi induk dan kemudian tumbuh menjadi berukuran penuh. Pembelahan inti yang vesikuler atau inti mikro biasanya melalui mitosis, sedangkan pembelahan inti makro secara amitosis (Levine 1990). Menurut Levine (1990) protozoa parasit memiliki dua tipe reproduksi seksual, yaitu konjugasi dan singami. Pada konjugasi, yang umumnya terdapat pada Ciliata, dua individu sementara mendekat satu sarna lain dan bergabung sepanjang bagian tubuh. Inti makro berdegenerasi dan inti mikro membelah beberapa kali. Salah satu bakal inti haploid hasil pembelahan ini beralih dari satu konjugan ke dalam konjugan lain. Kemudian konjugan-konjugan tersebut memisah, bakal inti bergabung dan terjadi regenerasi inti. Pada singami terbentuk dua gamet haploid yang bergabung membentuk suatu zigot. Gamet-garnet itu mungkin mirip satu sama lain, dalam hal ini disebut isogami, atau mereka mungkin berbeda, dalam hal ini dikatakan anisogami. Pada kasus yang disebut terakhir gamet yang lebih kecil adalah mikrogamet dan yang lebih besar makrogamet. Gamet-gamet diproduksi oleh sel khusus (gamon); yang memproduksi mikrogamet adalah mikrogamon atau mikrogametosit dan yang memproduksi makrogamet adalah makrogamon atau makrogametosit. Proses pembentukan gamet itu disebut gametogoni. Zigot dapat atau tidak melaksanakan pembelahan melalui pembelahan multipel untuk membentuk sejumlah sporozoit.
Beberapa protozoa membentuk kista atau spora yang resisten. Suatu kista dibentuk ketika dinding yang tebal dibentuk mengelilingi seluruh organisme. Suatu spora dibentuk di dalam organisme dengan membentuk dinding tebal mengelilingi satu atau lebih individu. Proses ini dikenal sebagai sporogoni, biasanya setelah singami. Tiap spora mengandung satu atau lebih organisme individu atau sporozoit. Bentuk vegetatif, stadium bergerak dari protozoa disebut trofozoit (Levine 1990). Kista dibentuk protozoa pada kondisi suhu yang optimum, penguapan, perubahan pH, kandungan oksigen yang cukup dan kelembaban yang mendukung (Tampubolon 2004).
2.2.3
KIasifikasi Protozoa Protozoa diklasifikasikan menjadi lima kelompok utama, yaitu filum
Sarcomastigophora (memiliki flagela, pseudopodia atau kedua tipe organel lokomosi, tidak membentuk spora), filum Apicomplexa (memiliki komplek apikal, tidak memiliki silia dan flagela, seringkali ada kista dan bersifat parasit), filum Microspora (memiliki spora, pada invertebrata dan vertebrata berderajat rendah), filum Myxospora (memiliki spora, parasit pada vertebrata berderajat rendah terutama ikan) dan filum Ciliophora (memiliki silia, hampir semua jenisnya hidup bebas) (Levine 1990). Terdapat sekitar 64.000 spesies protozoa telah diberi nama. Sebagian besar protozoa ini hidup bebas, namun kurang lebih 7.000 spesies merupakan parasit pada bermacam-macam hewan. Protozoa parasitik tidak hanya ditemukan pada hewan ternak dan hewan kesayangan, tetapi dapat ditemukan juga pada hewan laboratorium dan satwa liar (Ashadi & Handayani 1992). Menurut Levine (1990), anjing dapat terinfeksi berbagai jenis protozoa yang beredar di dalam darah, antara lain Trypanosoma rangeli, Hepatozoon canis, dan Babesia canis. Trypanosoma rangeli terdapat di dalam plasma darah, Hepatozoon canis di dalam sel darah putih dan Babesia canis di dalam sel darah merah. Trypanosoma rangeli terdapat di dalam darah anjing, kucing dan kera serta berbagai mamalia liar di Amerika Selatan bagian utara dan Amerika Tengah. T. rangeli ditularkan dengan pencemaran tinja yang berasal dari kumbang
pencium, Trypanosoma ini tidak patogen, sedangkan Trypanosoma cruzi yang kadang-kadang menginfeksi hewan yang sama, cukup patogen. Hepatozoon canis terdapat pada anjing dan karnivora lain di Asia, Afrika dan Italia. Parasit ini ditularkan oleh caplak coklat anjing, Rhipicephalus sanguineus. Infeksi terjadi bila caplak yang mengandung Hepatozoon termakan oleh induk semang mamalia. Babesia canis terdapat pada anjing di seluruh dunia, tetapi jarang di Amerika Serikat. Parasit ini ditularkan oleh gigitan caplak sebagai vektor dan vektor yang terpenting adalah Rhipicephalus sanguineus. Karena vektor dari semua protozoa ini adalah artropoda subtropis dan tropis, maka protozoa itu terutama terdapat di daerah subtropis dan tropis, epidemiologi mereka ditentukan oleh ekologi vektornya (Levine 1990).
3 BAHAN DAN METODE
3.1
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2008 hingga Februari 2009.
Pengambilan sampel dilakukan di Instalasi Karantina Hewan Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta (Tangerang). Identifikasi dilakukan di Laboratorium
Protozoologi
dan
Helminthologi
Bagian
Parasitologi
dan
Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
3.2
Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah mikroskop cahaya, gelas objek, alat
suntik (spuit) 1 ml dan 3 ml, tabung antikoagulan EDTA dan coolbox. Bahan-bahan yang digunakan adalah sampel darah anjing, metanol, aquades, pewarna Giemsa 10%, minyak emersi dan xylol.
3.3
Metode Penelitian
3.3.1 Pengambilan sampel Darah diambil sebanyak 5 ml tiap anjing melalui vena cephalica antibrachii pada kaki depan menggunakan spuit lalu ditampung menggunakan tabung anti koagulan.
3.3.2
Pembuatan Preparat Ulas Darah Pengamatan dilakukan dengan membuat preparat ulas darah anjing yang
diwarnai dengan Giemsa 10%. Pembuatan preparat ulas darah dengan pewarnaan Giemsa 10%, antara lain darah yang telah diperoleh diteteskan di atas gelas objek untuk dibuat preparat ulas darah. Kemudian dikeringkan selama sekitar 1-2 menit, dengan diangin-anginkan lalu difiksasi menggunakan metanol selama 10-15 menit dan dikeringkan beberapa saat. Preparat yang telah kering diletakkan di rak pewarnaan, didiamkan sebentar lalu preparat ditetesi dengan Giemsa 10% dan didiamkan selarna 30 menit sampai 1 jam. Kemudian preparat diangkat dari rak pewarnaan dan dibilas dengan aquades atau air yang mengalir lalu didiamkan
hinga kering. Preparat siap untuk diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 100 menggunakan minyak emersi (Tampubolon 1992).
3.3.3 Identifikasi Protozoa Identifikasi
dilakukan
berdasarkan
morfologi
protozoa
dengan
mencocokkan hasil pengamatan dengan literatur bahan pustaka.
3.3.4 Analisis Data Data yang telah didapat melalui metode pengamatan lalu dianalisis secara deskriptif.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Identifikasi Protozoa Parasitik Menurut Subronto (2006) protozoa dalam darah yang sering ditemukan
pada anjing, antara lain dari genus Babesia, Hepatozoon dan Trypanosoma. Seringkali gejala yang ditimbulkan oleh infeksi protozoa sulit diketahui secara kasat mata hingga tidak teramati dan tidak diperhitungkan di dalam penentuan diagnosis. Kemungkinan dikarenakan oleh jumlah parasit yang tidak begitu banyak atau patogenitas parasit yang
rendah. Untuk menentukan protozoa
sebagai penyebab penyakit sangat ditentukan oleh tersedianya spesimen untuk diperiksa antara lain darah dan atau tinja. Akan tetapi tersedianya bahan pemeriksaan tersebut juga tidak selalu dapat membantu dalam menegakkan diagnosa penyakit yang disebabkan protozoa. Kesulitan lainnya adalah tidak segera dapat ditentukannya penyebab penyakit protozoa karena hampir-hampir penyakit-penyakit tersebut tidak memiliki gejala yang bersifat patognomonik. Ada berbagai macam pemeriksaan untuk mengetahui keberadaan protozoa terutama protozoa parasit darah. Salah satunya adalah pemeriksaan mikroskopis menggunakan sediaan ulas darah tipis yang telah diwarnai dengan pewarnaan giemsa dan menggunakan perbesaran 10 x 100. Dari pemeriksaan yang telah dilakukan terhadap 30 preparat ulas darah anjing, pada 11 preparat ulas darah dapat ditemukan protozoa parasit darah dan dari satu preparat ulas darah anjing dapat ditemukan lebih dari satu jenis parasit darah. Parasit darah yang paling banyak ditemukan pada saat pengamatan adalah Babesia sp. (81,8%). Protozoa parasit darah yang terlihat pada pengamatan preparat ulas darah anjing merupakan protozoa intraeritrositik berbentuk titik atau bulat dengan warna yang lebih gelap dibandingkan dengan area sitoplasma dari sel darah merah. Karakteristik ini cocok dengan morfologi Babesia sp. yang merupakan parasit intraeritrositik.
Babesia sp. (Sumber: http://www.Wikipedia.org)
Protozoa hasil pengamatan (Perbesaran Objektif 100 kali)
Gambar 1 Hasil pengamatan dibandingkan dengan literatur dari genus Babesia.
Protozoa yang termasuk dalam genus Babesia sp. merupakan organisme yang dalam eritrosit dengan perkembangan secara aseksual menjadi dua, empat atau lebih parasit yang tidak berpigmen berbentuk amoeboid. Babesia merupakan protozoa dari ordo Piroplasmida famili Babesiidae. Delapan belas jenis Babesia telah diketahui, dan secara umum terbagi menjadi dua kelompok, bentuk besar dengan diameter rata-rata 3 mikron dan bentuk kecil dengan diameter rata-rata kurang dari 2,5 mikron. Dua spesies dari genus Babesia yang dominan menginfeksi anjing, yaitu Babesia canis dan Babesia gibsoni. Dari dua spesies Babesia ini terbagi lagi menjadi tiga subspesies, yaitu Babesia canis canis, Babesia canis vogeli dan Babesia canis rossi. Masingmasing subspesies ini dapat dibedakan berdasarkan analisis rangkaian gen rRNA dan perbedaan sifat alami dan virulensinya pada anjing. Babesia canis rossi ditularkan melalui gigitan serangga Haemaphysalis spp. dan merupakan yang paling patogen dari ketiga subspesies tersebut. Babesia canis canis ditularkan melalui gigitan serangga Dermacentor spp. dan dapat menunjukkan gejala klinis yang bervariasi, sedangkan Babesia canis vogeli ditularkan oleh Riphicephalus sanguineus dan menyebabkan timbulnya gejala klinis yang ringan bahkan seringkali tidak menunjukkan gejala klinis. Babesia canis adalah piroplasma yang besar, berbentuk seperti buah pir, memiliki diameter 4-5 mikron meruncing pada satu ujung dan tumpul pada ujung yang lain. Sering terdapat satu vakuol dalam sitoplasma. Bentuk buah pir dapat membentuk sudut satu dengan yang lain, tetapi pada bentuk pleomorfis dapat terlihat organisme dengan berbagai bentuk, dari bentuk amoeboid sampai bentuk
cincin tergantung pada stadium perkembangan dalam hidupnya. Terkadang dapat lebih dari 16 organisme dalam satu sel darah merah. Dapat juga ditemukan dalam sel-sel makrofag, mungkin karena berhubungan dengan fagositosis eritrosit. Babesia gibsoni berukuran lebih kecil, pleomorfik dan bentuk pyriform, tropozoit dengan bentuk annular atau oval, bentuk cincin dapat terjadi tetapi jarang, bentuk ovoid sampai bentuk bulat, kira-kira setengah garis tengah sel induk semang atau bentuk memanjang terbentang sepanjang sel induk semang. Siklus perkembangan kedua protozoa ini sama, vektor utamanya adalah Rhipicephalus sanguineus yang terdapat di seluruh dunia. Ditemukan juga organisme dalam darah lainnya, yaitu Anaplasma sp.. Anaplasma pada awalnya dianggap sebagai parasit protozoa, namun dari hasil penelitian-penelitian tidak menunjukkan bahwa Anaplasma dapat dimasukkan ke dalam protozoa, sehingga Anaplasma dimasukkan ke golongan Rickettsia (Ristic & Kreier 1984 dalam Rajput et al. 2005 & Sparagano 2003). Anaplasma sp. merupakan parasit intraeritrositik. Pada pengamatan mikroskopis terlihat bentuk dan ukuran mirip seperti Babesia sp. namun letaknya berada di tepi dari sel darah merah dan memiliki ukuran yang lebih kecil. Dalam satu sel darah merah dapat ditemukan lebih dari satu organisme genus Anaplasma.
Anaplasma sp. (Sumber: www.insecta.ufv.br)
Protozoa hasil pengamatan (Perbesaran Objektif 100 kali)
Gambar 2 Hasil pengamatan dibandingkan dengan literatur dari genus Anaplasma Menurut Ashadi dan Handayani (1992), Anaplasma memiliki bentuk seperti bola dengan diameter 0,2 sampai 0,5 mikron, tidak memiliki sitoplasma namun terdapat lingkaran terang tidak nyata yang berada di sekitarnya. Kadangkadang dua organisme dapat terletak berdekatan satu sama lain, memberikan
gambaran
seolah-olah
sedang
mengalami
pembelahan,
kadang-kadang
perbanyakan dapat terjadi pada satu sel yang diinvasi. Hasil pengamatan mengarahkan pada spesies Anaplasma marginale karena letaknya yang berada di tepi eritrosit. Anaplasma memiliki dua tipe bentuk, bentuk globe atau bulat dan bentuk spiral atau filamen, namun biasanya pada pemeriksaan morfologi hanya organisme yang berbentuk bulat yang sering terlihat. Anaplama dapat ditularkan paling sedikit melalui 20 jenis caplak, antara lain Argas persicus, Ornithodoros lahorensis, Boophilus annulatus, B. decoloratus, B. microplus, Dermacentor albipictus, D. andersoni, D. occidentalis, D. variabilis, Hyalomma excavatum, Ixodes ricinus, Rhipicephalus bursa, R. sanguineus dan R. simus (Yabsley et al. 2008) tetapi yang paling banyak menyebabkan kejadian Anaplasmosis adalah Boophilus microplus. Penularan yang disebabkan oleh vektor mekanis pada inangnya adalah melalui gigitan.
Haemobartonella sp. (Sumber:http://w3.ufsm.br/parasitologia/ imagesendo/haemobartonella1.jpg
Protozoa hasil pengamatan (Perbesaran Objektif 100 kali)
Gambar 3 Hasil pengamatan dibandingkan dengan literatur dari genus Haemobartonella. Pada pengamatan juga ditemukan bentuk seperti batang dan bulat di dalam sel darah merah. Bentuk ini memiliki kesamaan dengan ciri-ciri dari genus Haemobartonella. Menurut Ashadi dan Handayani (1992) bentuk genus Haemobartonella ini seperti batang, bulat, cincin atau bentuk pleomorfis pada dan diantara sel-sel darah merah hewan terinfeksi. Genus ini termasuk dalam bentukbentuk yang berhubungan dengan golongan Rickettsia. Pengamatan menggunakan mikroskop elektron menunjukan bentuk bulat, badan oval, biasanya dalam bentuk berpasangan dan mengandung massa struktur internal yang tidak dapat dibedakan.
Hal terakhir inilah yang menunjukkan bahwa genus ini tidak termasuk ke dalam Protozoa. Tidak ditemukan keterangan yang jelas mengenai cara pemindahan Haemobartonella pada anjing. Kemungkinan bahwa arthropoda penghisap darah berperan untuk pemindahan organisme tersebut diantara sel-sel darah merah hewan terinfeksi.
Tabel 1. Hasil pengamatan preparat ulas darah No
Nama
Asal Negara
Ras
Rambut Babesia
Parasit Darah Anaplasma Haemobartonella
1
Cookie
USA
Shih Tzu
Rambut panjang
+
-
-
2
Baram
Korsel
Mini Pincher
Rambut pendek
+
-
-
3
Alex
Perancis
Brangue
Rambut pendek
+
-
-
4
Snoopy
UEA
Crossbreed
Rambut panjang
-
+
-
5
Simba
Thailand
Golden Retreiver
Rambut panjang
+
+
-
6
Brandy
Singapura
Shih Tzu
Rambut panjang
+
-
+
7
Amelia
USA
Cooker Spaniel
Rambut panjang
+
-
-
8
Collete
USA
Poodle
Rambut panjang
+
-
+
9
Smoocie
USA
Yorkshire Terrier
Rambut panjang
+
-
-
10
Peggy
Jerman
Rottweiler
Rambut pendek
+
+
-
11
Tag
Indonesia
Teckel
Rambut pendek
-
+
-
Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa parasit darah lebih banyak ditemukan pada anjing-anjing yang berasal dari USA (36%) dibandingkan dengan yang berasal dari negara lainnya. Sedangkan dilihat dari rasnya Shih Tzu terlihat lebih sering terinfeksi parasit darah (18%) dibandingkan dengan ras lain yang masuk ke instalasi karantina selama penelitian.
4.2
Hubungan tipe rambut dengan vektor Pengaruh dari tipe rambut terhadap infeksi protozoa parasit darah
berhubungan dengan keberadaan vektor (ektoparasit). Rambut pada mamalia menjadi bagian yang penting dalam kehidupannya. Demikian juga pada anjing yang memiliki berbagai macam tipe rambut. Ada tiga tipe rambut pada anjing. Tipe rambut normal coat. Rambut tipe normal seperti tampak pada anjing Herder
(German shepherd), corgi atau anjing liar seperti serigala atau coyote. Tipe rambut normal ini ditandai oleh adanya rambut primer (kasar, panjang) dan rambut sekunder (rambut halus, undercoat). Berdasarkan jumlah (bukan berat), proporsi rambut sekunder lebih banyak dibanding rambut primer. Dua tipe rambut yang lain juga didasarkan atas ada dan tidaknya atau proporsi rambut primer dan sekunder. Tipe rambut short coat. Rambut pendek dapat dibagi dalam rambut pendek halus dan rambut pendek kasar. Rambut pendek yang kasar dapat ditemui pada anjing Rottweiler dan berbagai terrier. Tipe rambut ini mempunyai pertumbuhan rambut primer yang bagus sedang rambut sekunder tidak begitu berkembang. Berat total rambut lebih ringan dibanding tipe rambut normal dan rambut sekunder lebih sedikit dibanding tipe rambut normal. Rambut pendek halus dapat ditemui pada anjing Boxer, Dachshunds dan miniature Pinschers. Anjing dengan tipe rambut ini mempunyai jumlah rambut lebih banyak per unit area. Jumlah rambut sekunder banyak dan berkembang baik, sedang ukuran rambut primer lebih kecil dibanding tipe rambut normal. Ketiga adalah tipe rambut long coat yang terbagi menjadi dua, yaitu rambut panjang dan halus (the fine long coat) serta rambut panjang bergelombang dan kasar (the wooly atau the coarse long coat). Rambut panjang dan halus terdapat pada anjing Cocker spaniel, Pomeranian atau Chow chow. Rambut tipe ini mempunyai berat rambut lebih berat per area dibanding dengan tipe rambut normal kecuali breed kecil (toy) dimana berat rambut lebih ringan karena memiliki rambut yang lebih halus. Tipe rambut wooly atau kasar dapat ditemui pada anjing Poodle, Bedlington terrier dan the Kerry blue terrier. Berat rambut sekunder lebih dari 70% dari berat rambut total atau kira-kira 80% jumlah rambut sekunder. Rambut sekunder relatif kasar dan tidak mempunyai medulla (tipe lanugo) dan ketiga jenis anjing tersebut cenderung tidak mengalami kerontokan rambut dibanding dengan sebagian besar anjing yang lain. Dari hasil yang diperoleh, diketahui sebanyak 11 ekor anjing terinfeksi parasit darah dan 7 diantaranya atau sebesar 63% dari total anjing yang terinfeksi merupakan anjing dengan tipe rambut panjang. Berdasarkan hasil pengamatan, tingkat kejadian infeksi oleh parasit protozoa banyak terjadi pada anjing-anjing yang memiliki tipe
rambut yang panjang. Hal ini berhubungan dengan infestasi ektoparasit terutama caplak yang berkembang biak pada permukaan kulit anjing. Tipe rambut panjang merupakan predisposisi pada penularan caplak. Caplak yang menginfestasi anjing dengan tipe rambut yang panjang lebih sulit untuk dikendalikan karena tertutupi oleh lebatnya rambut. Caplak juga amat menyukai tempat yang lembab dan hangat guna menyelesaikan siklus hidupnya. Hal ini sesuai dengan kondisi rambut anjing yang panjang dan lebat. Pada negara yang memiliki empat musim, caplak biasanya akan muncul pada musim panas, sedangkan masalah infestasi caplak di Indonesia yang memiliki iklim tropis, dapat terjadi sepanjang tahun. Infeksi parasit darah pada anjing yang memiliki tipe rambut pendek salah satunya dapat dipengaruhi oleh banyaknya infestasi caplak. Namun caplak pada anjing yang memiliki rambut pendek cenderung lebih mudah dimusnahkan karena keberadaan caplak mudah untuk ditemukan sehingga penanganan dapat dilakukan dengan lebih cepat. Infeksi oleh protozoa pada anjing yang memiliki rambut yang pendek melalui perantara caplak juga dapat terjadi. Infeksi ini dapat terjadi karena keterlambatan pengobatan terhadap caplak atau kekebalan pada tubuh anjing yang sedang menurun sehingga infeksi protozoa dapat terjadi dengan mudah.
4.3
Hubungan infeksi parasit dengan vektor Dari beberapa spesies caplak yang paling sering menyerang anjing adalah
caplak yang termasuk dalam famili Ixodidae. Di Indonesia spesies caplak dari famili tersebut yang paling banyak ditemukan di lapangan adalah Rhipicephalus sanguineus. Akan tetapi keberadaan caplak spesies lain tidak mustahil ditemukan juga di Indonesia, apalagi dalam beberapa dasawarsa terakhir dilakukan importasi berbagai jenis anjing dari luar negeri. Daerah tropik seperti Indonesia merupakan tempat yang ideal untuk perkembangbiakan caplak (ticks) anjing. Caplak telah lama dikenal sebagai pengganggu baik pada hewan domestik maupun pada manusia. Caplak (Rhipicephalus sanguines) merupakan parasit yang dapat menjadi penyebab utama dari penyakit sistemik selain nekrosa pada tempat gigitan dan reaksi peradangan pada inang yang diserangnya. Rhipicephalus sanguines merupakan caplak berumah tiga (three host tick), dimana setiap
stadium parasitik (larva, nimfa dan dewasa) dapat hidup pada inang yang berbeda (domba, sapi, anjing), akan tetapi ketiga stadium dari parasit ini dapat pula berlangsung pada inang yang sama (Aikawa & Sterling 1974). Secara umum siklus hidupnya menjadi sempurna dalam waktu 12 bulan, tetapi jika tidak dapat menemukan inang yang sesuai siklus hidupnya dapat berlangsung selama 2-3 tahun untuk menjadi sempurna karena larva dapat bertahan untuk periode waktu yang lama di luar inang dan mengalami hibernasi. Caplak betina bertelur 2.000-4.000 butir yang menetas 17-30 hari dan kemudian larva menempel pada hospes 1 (rambut panjang belakang leher anjing). Larva menghisap darah 2-6 hari, jatuh, dan menyilih menjadi nimfa 5-23 hari. Lalu nimfa menempel pada hospes 2, terutama di belakang leher, menghisap darah selama 4-9 hari lalu jatuh dan berkembang menjadi dewasa pada 11-73 hari. Caplak dewasa kemudian menempel pada hospes ketiga terutama pada bagian telinga dan sela-sela jari anjing, menghisap darah pada 6-21 hari dan lalu jatuh untuk bertelur. Telur-telur caplak yang tidak menempel pada inang dapat mengotori lingkungan. Larva dapat hidup tanpa makanan sampai dengan 8,5 bulan, nimfa dewasa sampai dengan 19 bulan (Ahantarig et al. 2008 & Torres 2008). Caplak akan bertaut secara kuat pada inang untuk periode waktu yang lama. Pada saat makan, caplak sering mengalami regurgitasi yang memungkinkan terjadinya perpindahan patogen melalui air liur ke dalam tubuh inang. Banyak penyakit sistemik yang diperantarai oleh caplak pada berbagai hewan domestik merupakan penyakit yang bersifat zoonosis. Rhipicephalus sanguineus merupakan transmiter dari infeksi protozoa parasit darah Babesia sp. dan Rickettsia Erhlichia sp. serta Anaplasma sp. pada anjing dan juga sejumlah penyakit lainnya.
4.4
Fasilitas Instalasi Karantina Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan terhadap fasilitas yang
terdapat pada instalasi karantina hewan, instalasi karantina hewan anjing terletak dalam satu area instalasi karantina hewan secara keseluruhan. Setiap kandang instalasi memiliki spesifikasi tersendiri sesuai dengan hewan yang dikarantina. Pada instalasi karantina hewan anjing, kandang yang digunakan dapat dibedakan
atas kandang untuk anjing ras besar seperti great dane, dan kandang anjing untuk ras kecil seperti terrier. Keduanya terdiri dari masing-masing kandang luar dan kandang dalam yang terhubung melalui celah atau pintu kecil untuk memberikan keleluasaan pergerakan anjing di dalam kandang instalasi karantina ini. Fasilitas yang dimiliki antara lain Air Conditioner (AC), kain kasa anti nyamuk dan ruang pemeriksaan fisik. Setiap lantai pada kandang beralaskan keramik sehingga memudahkan untuk melakukan pembersihan dan sanitasi. Kapasitas instalasi karantina untuk hewan anjing ini dapat menampung sebanyak 50 ekor.
(a) (b) Gambar 4 Kondisi kandang Instalasi Karantina (a) kandang dalam dan (a) kandang luar. Kondisi lokasi studi baik pada kandang ras besar maupun kandang ras kecil terjaga dengan baik dan bersih karena setiap hari rutin dibersihkan. Setiap kandang memiliki sistem sanitasi dan drainase yang baik. Pemeriksaan hewan pun dilaksanakan secara rutin setiap hari untuk memantau kondisi kesehatan hewan. Kemungkinan untuk menyebarnya suatu penyakit dalam kandang instalasi ini sangat kecil. Keluar masuknya orang dalam instalasi karantina ini juga dibatasi untuk mencegah masuknya atau menyebarnya suatu penyakit. Kemungkinan penyebaran penyakit terutama yang disebabkan oleh protozoa parasit darah sangat tergantung pada sifat alamiah dari vektornya, dalam hal ini adalah caplak. Caplak dapat bertahan hidup di lingkungan dalam jangka waktu yang lama tanpa ketersediaan makanan dan mengalami hibernasi, namun setelah mendapatkan inang yang cocok maka caplak akan segera menghisap darah inang. Penularan dapat terjadi walaupun dalam jeda waktu yang cukup lama. Akan tetapi dilihat
juga dari siklus hidup caplak, kecil kemungkinan anjing-anjing tersebut terinfeksi parasit darah di instalasi karantina.
4.5
Prosedur Tindakan Karantina Ada beberapa prosedur yang wajib dilaksanakan pada saat membawa
hewan melintas masuk atau keluar suatu daerah atau negara. Proses tindakan karantina untuk anjing yang merupakan hewan pembawa rabies (HPR) merupakan salah satu aturan umum melalulintaskan HPR, sedangkan aturan-aturan lain yang umum dilakukan antara lain setiap pengiriman atau pemasukan anjing ke luar pulau atau negara harus dilengkapi sertifikat kesehatan dari dokter hewan karantina dan dilaporkan kepada petugas karantina di pintu pemasukan atau pengeluaran (exit atau entry point) pelabuhan laut atau udara, pengiriman atau pemasukan anjing dari wilayah atau pulau atau negara bebas rabies ke wilayah atau pulau bebas lainnya di Indonesia dengan izin pemasukan Pemda penerima hewan dan anjing-anjing yang berasal dari wilayah atau pulau atau negara yang belum bebas rabies dilarang dikirimkan atau dimasukkan ke dalam wilayah atau pulau bebas rabies di Indonesia. Anjing yang dimasukkan ke wilayah atau pulau bebas rabies di Indonesia diperbolehkan apabila untuk kepentingan umum, ketertiban umum dan pertahanan keamanan dengan seizin menteri pertanian atau izin khusus. Karantina hewan merupakan salah satu tindakan pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan. Karantina hewan adalah tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit hewan dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri atau keluarnya dari dalam wilayah negara Republik Indonesia (UU No. 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan). Persyaratan karantina yang harus dimiliki untuk melakukan pengiriman domestik antar area atau pulau (interinsuler) antara lain dilengkapi sertifikat kesehatan yang diterbitkan oleh Dokter Hewan Karantina dari tempat pengeluaran atau exit point (pelabuhan laut atau udara), surat keterangan sehat dan atau vaksinasi dari dokter hewan praktek, surat rekomendasi pemasukan atau pengeluaran yang diterbitkan oleh dinas peternakan atau dinas yang menangani
kesehatan hewan dan dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat pemasukan dan pengeluaran untuk keperluan tindakan karantina. Persyaratan untuk karantina impor antara lain dilengkapi sertifikat kesehatan yang diterbitkan oleh dokter hewan pemerintah di negara asal, surat persetujuan pemasukan (SPP) dari Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian dan dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat pemasukan untuk keperluan tindakan karantina. Sedangkan untuk persyaratan karantina ekspor yaitu dilengkapi sertifikat kesehatan yang diterbitkan oleh Dokter Hewan Karantina di tempat pengeluaran (bandara atau pelabuhan laut), surat keterangan sehat dan vaksinasi dari Dokter Hewan Praktek,surat persetujuan pengeluaran dari Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian, memenuhi persyaratan lainnya yang ditetapkan atau diminta oleh negara pengimpor atau tujuan dan dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di pelabuhan atau tempat pengeluaran untuk keperluan tindakan karantina (Anonim[a] 2009). Setiap pemasukan atau pengeluaran anjing harus dilaporkan ke karantina hewan di pelabuhan udara atau laut untuk keperluan tindakan karantina sesuai peraturan perundangan, baik pada tatanan nasional maupun internasional. Hal ini dilakukan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya penyakit yang membahayakan kesehatan hewan itu sendiri maupun kesehatan manusia (zoonosis) (PP No. 82 tahun 2000 mengenai Karantina Hewan). Selama masa karantina, anjing akan menjalani pemeriksaan fisik atau klinis dan lebih lanjut dapat diambil sampel atau spesimennya untuk pemeriksaan laboratorium dan jika perlu diberikan perlakuan seperti vaksinasi, pengobatan dan sebagainya. Lamanya proses pengasingan atau pengamatan per masa karantina adalah 14 hari tergantung masa inkubasi penyakitnya. Titik berat pemeriksaan pada anjing-anjing yang masuk ke instalasi karantina adalah pemeriksaan penyakit rabies karena Indonesia merupakan negara yang bebas penyakit rabies. Dengan demikian pemeriksaan terhadap parasit darah tidak dilakukan di instalasi karantina hewan. Padahal tidak tertutup kemungkinan terdapat parasitparasit darah lainnya yang dapat menular dan mengganggu kesehatan hewan lain, bahkan yang bersifat zoonosis. Hal ini terlihat dari hasil pengamatan dengan ditemukannya Babesia sp., Anaplasma sp. dan Haemobartonella sp..
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan 1. Protozoa yang dapat ditemukan pada darah anjing ras impor di instalasi karantina hewan Soekarno Hatta adalah Babesia sp.. Ditemukan juga Anaplasma sp. yang saat ini sudah tidak lagi masuk ke dalam Protozoa demikian juga dengan Haemobartonella sp.. 2. Kejadian infeksi protozoa parasit darah pada anjing ras impor lebih banyak terjadi pada anjing yang memiliki tipe rambut panjang dan protozoa yang paling banyak ditemukan adalah dari genus Babesia.
5.2
Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengidentifikasi protozoa hingga tingkat spesies. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui epidemiologi dari vektor protozoa parasitik sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan sedini mungkin. 3. Pemeriksaan endoparasit diharapkan menjadi pemeriksaan wajib pada uji laboratorium di karantina hewan.
DAFTAR PUSTAKA Ahantarig A, Trinachartvabit W, Milne JR. 2008. Tick-Borne Pathogens And Disease of Animals And Humans in Thailand. Southeast Asian J Trop Med Public Health 39(6):1015-1027. Aikawa M, Sterling CR. 1974. Intracellular Parasitic Protozoa. New York : Academic Press, Inc. Anonim. 2008. Anjing. http://id.wikipedia.org/wiki/anjing [24 Juli 2008]. 2009. Persyaratan dan Prosedur Karantina Hewan. Anonim[a]. http://karantina.deptan.go.id/index.php?option=com_content&view=article &id=4&Itemid=3 [12 Juni 2009]. Anonim[b]. 2009. Tipe Rambut pada Anjing. http://triakoso.blog. unair.ac.id/ 2008/07/02/tipe-rambut-pada-anjing [21 Oktober 2009]. Anonim[c]. 2009. http://upload.wikimedia.org/wikipedia /commons/ thumb/5/52/ babesia_spp.jpg/10px-Babesia_spp.jpg [21 Oktober 2009]. http://www.insecta.ufv.br/Entomologia/ent/disciplina/ ban% Anonim[d]. 2009. 2016 /Importancia% 20medica/anaplasma.jpg [21 Oktober 2009]. Anonim[e]. 2009. http://w3.ufsm.Br/parasitologia/imagesendo /haemobartonella1. jpg [21 Oktober 2009]. Ashadi G, Handayani SU. 1992. Protozoologi Veteriner I. Bogor: IPB. Baker JR. 1982. The Biology of Parasitic Protozoa. London: Edward Arnold Limited. [Barantan] Badan Karantina Pertanian. 2009. Persyaratan dan prosedur karantina hewan.http://karantina.deptan.go.id/index.php?option=com_content&view= article&id=4&Itemid=3 [12 Juni 2009]. Budiana NS. 2007. Anjing. Jakarta: Penebar Swadaya. Kreier JP, Baker JR. 1991. Parasitic Protozoa. California: Academic Press, Inc. Levine ND. 1990. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner, penerjemah: Gatut Ashadi, Wardiarto, editor. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Rajput ZI, Hu Song-hua, Arijo AG, Habib M, Khalid M. 2005. Comparative study of Anaplasma parasites in tick carrying buffaloes and cattle. [terhubung berkala]. http: www.google.co.idsearchhl=id&client=firefoxa&channel=s&rls=org.mozillaenUSofficial&hs=e7s&q=the+different+of+a naplasma+dan+haemobartonella&start=10&sa=N [23 Oktober 2009]. Sparagano OAE, Vos AP de, Paoletti B, Camma` C, Santis P de, Otranto D, Giangasperoet A. 2003. Molecular Detection of Anaplasma platys in Dogs Using Polymerase Chain Reaction And Reverse Line Blot Hybridization. J Vet Diagn Invest 15:527-534. Subronto. 2006. Penyakit Infeksi Parasit dan Mikroba pada Anjing dan Kucing. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Tampubolon M. 1992. Petunjuk Laboratorium Protozoologi. Bogor: IPB. Tampubolon M. 2004. Protozoologi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan; Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi; Pusat Studi Ilmu Hayati; Institut Pertanian Bogor. Torres FD. 2008. The Brown Tick, Rhipicephalus sanguineus (Latreille, 1806): From Taxonomy to Control 152: 3-4. [terhubung berkala]. http://www.sciencedirect.com/science? Ob=ArticleURL& [3 November 2009]. Yabsley MJ, McKibben J, Macpherson CN, Cattan PF, Cherry NA, Hegarty BC, Breitschwerdt, O’Connor T, Chandrashekar R, Paterson T, Perea ML, Ball G, Friesen S, Goedde J, Henderson B, Sylvester W. 2008. Prevalence of Ehrlichia canis, Anaplasma platys, Babesia canis vogeli, Hepatozoon canis, Bartonella vinsonii berkhoffii, and Rickettsia spp. In dogs from Grenada. Vet Parasitol 151:279-285. [terhubung berkala]. http://www.sciencedirect.com/science? Ob=ArticleURL& [3 November 2009].
LAMPIRAN
Lampiran 1 Identifikasi protozoa Parasit darah
Tanggal Masuk
Asal Negara
Nama anjing
Babesia
Anaplasma
Haemobartonella
2 Juli 2008
Belanda
Anora
Negatif
Negatif
Negatif
3 Juli 2008
USA
Cookie
Positif
Negatif
Negatif
3 Juli 2008
Korsel
Baram
Positif
Negatif
Negatif
5 Juli 2008
Perancis
Alex
Positif
Negatif
Negatif
8 Agustus 2008
Malaysia
NN
Negatif
Negatif
Negatif
3 Juli 2008
Korsel
Ryan
Negatif
Negatif
Negatif
5 Juli 2008
Perancis
Bubble
Negatif
Negatif
Negatif
30 Juni 2008
USA
Laundry
Negatif
Negatif
Negatif
5 Juli 2008
Belanda
Anonk
Negatif
Negatif
Negatif
Juni 2008
Swiss
Leo
Negatif
Negatif
Negatif
30 Juni 2008
USA
Moka
Negatif
Negatif
Negatif
14 Agustus 2008
UEA
Snoopy
Negatif
Positif
Negatif
Agustus 2008
Indonesia
Tag
Negatif
Positif
Negatif
10 September 2008
Thailand
Simba
Positif
Positif
Negatif
9 September 2008
Brazil
Alphie
Negatif
Negatif
Negatif
September 2008
Singapura
Brandy
Positif
Negatif
Positif
10 September 2008
USA
Amelia
Positif
Negatif
Negatif
November 2008
Jerman
Peggy
Positif
Positif
Negatif
7 Agustus 2008
USA
Ginseng
Negatif
Negatif
Negatif
9 September 2008
Brazil
Pepe
Negatif
Negatif
Negatif
5 Agustus 2008
Mesir
Miki
Negatif
Negatif
Negatif
Agustus 2008
USA
Collete
Positif
Negatif
Positif
1 Juli 2008
USA
Smoocie
Positif
Negatif
Negatif
5 Agustus 2008
Mesir
Mozemo
Negatif
Negatif
Negatif
15 Agustus 2008
Singapura
Puffy
Negatif
Negatif
Negatif
8 November 2008
Serbia
Minol
Negatif
Negatif
Negatif
13 November 2008
Mesir
Maddy
Negatif
Negatif
Negatif
13 November 2008
Slovakia
Matador
Negatif
Negatif
Negatif
10 Desember 2008
Taiwan
Mickey
Negatif
Negatif
Negatif
8 Desember 2008
Filipina
Bambi
Negatif
Negatif
Negatif
Lampiran 2 Data anjing berdasarkan tipe rambut No
Nama
Ras
Tipe Rambut
Status Infeksi
1
Anora
Watter Hound
Rambut panjang
Negatif
2
Cookie
Shih Tzu
Rambut panjang
Positif
3
Baram
Mini Pincher
Rambut pendek
Positif
4
Alex
Brangue
Rambut pendek
Positif
5
NN
Sheltie
Rambut panjang
Negatif
6
Ryan
Shih Tzu
Rambut panjang
Negatif
7
Bubble
Shih Tzu
Rambut panjang
Negatif
8
Laundry
Bichon trise
Rambut panjang
Negatif
9
Anouk
Friese Shaby
Rambut pendek
Negatif
10
Leo
Teckel
Rambut pendek
Negatif
11
Mocca
Shih Tzu
Rambut panjang
Negatif
12
Snoopy
Crosbreed
Rambut panjang
Positif
13
Tag
Teckel
Rambut pendek
Positif
14
Simba
Golden Retreiver
Rambut panjang
Positif
15
Alphie
Penbroke Corgy
Rambut pendek
Negatif
16
Brandy
Shih Tzu
Rambut panjang
Positif
17
Amelia
Cooker Spaniel
Rambut panjang
Positif
18
Peggy
Rottweiler
Rambut pendek
Positif
19
Ginseng
Japanese Chin
Rambut panjang
Negatif
20
Pepe
Labrador Retreiver
Rambut normal
Negatif
21
Miki
Pomerian
Rambut panjang
Negatif
22
Collete
Poodle
Rambut panjang
Positif
23
Smoocie
Yorkshire Terrier
Rambut panjang
Positif
24
Mozemo
Yorkshire Terrier
Rambut panjang
Negatif
25
Puffy
Shih Tzu
Rambut panjang
Negatif
26
Minol
Rottweiler
Rambut pendek
Negatif
27
Maddy
Fox Terrier
Rambut pendek
Negatif
28
Matador
Dobermann
Rambut normal
Negatif
29
Mickey
Maltese
Rambut panjang
Negatif
30
Bambi
Maltese
Rambut panjang
Negatif