KO ONSEP STATIS STIKA SEBAGA S AI KRIT TERIA PEMB BERHEN NTIAN PELATI P IHAN JA ARINGA AN SAR RAF T TIRUAN N UNTU UK MEN NGATAS SI KETE ERBATA ASAN DATA D (S Studi Kassus padaa Prediksii Teganggan Perm mukaan Surfakttan-MESA A dari Minyak M K Kelapa Saawit)
ARIF KUSBA ANDONO O
SEKOLA AH PASC CASARJA ANA IN NSTITUT T PERTA ANIAN BO OGOR BOGO OR 2010 0
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Konsep Statistika sebagai Kriteria Pemberhentian Pelatihan Jaringan Saraf Tiruan untuk Mengatasi Keterbatasan Data (Studi Kasus pada Prediksi Tegangan Permukaan Surfaktan-MESA dari Minyak Kelapa Sawit)” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dari karya lain yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2010
Arif Kusbandono NRP G651070024
ABSTRACT ARIF KUSBANDONO. Statistics Concept as Neural Network Training Stopping Criteria to Overcome Limited Data (Study Case in Prediction of Palm Oil BasedSurfactant-MESA Surface Tension). Supervised by AZIZ KUSTIYO and ERLIZA HAMBALI. There exist situations such as marine ecology where artificial neural network (ANN) implementation must cope with scarce data. Efforts to add more data in this sort of field will most likely be overlooked for being expensive and time consuming. Cross-validation comes across the opportunity of still using ANN to survive this poor data condition while not compromising its generalization. This paper proposed prediction output interval as stopping-criteria employed in 5-fold validation and demonstrated its performance when selecting best hidden layer number of neurons to be used for surfactant-MESA surface tension prediction based on only ten data pairs. Output interval building, derived from statistics concept, was gaining from the fact that there were two experiment repetitions from the case which could be generalized to cases with two measurement repetitions. Repetitions are expected to produce difference. A 95% confidence interval to estimate mean from these difference samples was then used to create output interval for ANN training. Backpropagation ANN with this added stopping criterion successfully gave 1.83 x 10-3 cross-validation MSE comparable to 2.72 x 10-3 of overfitted result, using only epoch and gradient of training MSE as stopping criteria. A slight variation on the width of the output interval, using sum of sample mean and standard deviation, also gave 3.04 x 10-4 MSE as best results. These intervals were found to perform well when set as constants, drawn from parametric statistical figures, around two times standard deviation of surface tension measurement differences from the experiment repetitions. Keywords: backpropagation neural network, k-fold validation, stopping criteria, output interval, surface tension, interfacial tension, surfactant.
RINGKASAN ARIF KUSBANDONO. Konsep Statistika sebagai Kriteria Pemberhentian Pelatihan Jaringan Saraf Tiruan untuk Mengatasi Keterbatasan Data (Studi Kasus pada Prediksi Tegangan Permukaan Surfaktan-MESA dari Minyak Kelapa Sawit). Dibimbing oleh AZIZ KUSTIYO dan ERLIZA HAMBALI. Kondisi data banyak (ribuan hingga ratusan) tidaklah selalu tersedia dalam aplikasi nyata jaringan saraf tiruan (JST). Bidang ekologi misalnya, biasanya memiliki jumlah data sangat terbatas; data bisa banyak pada sangat sedikit kasus, yaitu ketika penginderaan jauh atau telemetri digunakan. Belum lagi, kondisi lingkungan per pencuplikan yang berubah-ubah yang kemudian mengharuskan eliminasi sampel (membuat semakin sedikit). Menambah jumlah data menjadi mahal secara biaya dan waktu. Acuan mutlak jumlah data memang tidak ada, akan tetapi terdapat penelitian yang memperlihatkan secara empirik pengaruh jumlah data yang diubah-ubah terhadap kinerja prediksi JST. Di tengah kelangkaan data, terdapat peluang bagi penggunaan JST yang memprediksikan rataan dari dua ulangan percobaan ataupun pengukuran. Penelitian ini mencoba mengambil keuntungan dari adanya selisih antara percobaan pertama dengan ulangannya ataupun pengukuran pertama dengan pengukuran kedua. JST yang memprediksikan nilai atau titik (point estimation) akan memanfaatkan selang selisih tadi (seterusnya disebut sebagai selang keluaran) sebagai sasaran (goal) pelatihannya. Arsitektur JST diberi skor berdasarkan persentase hasil prediksi yang berada dalam selang keluaran tersebut. Penelitian ini menetapkan dua selang keluaran yang berasal dari pendugaan parameter statistik, yaitu batas atas interval kepercayaan 95% dan yang berasal dari rataan dan standar deviasi. Studi kasus yang digunakan adalah prediksi tegangan permukaan surfaktan-MESA dari masukan densitas, viskositas, dan pH. Penelitian ini juga mengusulkan agar strategi pelatihan JST diperbaiki dengan kriteria pemberhentian (stopping criteria) tambahan di luar (1) epoch maksimum dan (2) gradien minumum MSE-pelatihan, yaitu (3) stop pelatihan jika MSE validasi tak berubah selama n epoch berturut-turut dan (4) stop pelatihan jika hasil prediksi jatuh di selang keluaran pada saat data validasi di-feedforward. Hasil skor selang keluaran menunjukkan perbaikan kinerja atas kondisi overfitting yang terjadi apabila hanya menerapkan dua kriteria pemberhentian pelatihan yang cenderung berhenti karena gradien MSE minimum tercapai (1 x 10-10). MSE generalisasi yang semula 2,72 x 10-3 menjadi 1,83 x 10-3 untuk bobot inisial JST yang sama jika selang keluaran ditambahkan sebagai kriteria pemberhentian. Bahkan, hasil terbaik penggunaan metode ini mencapai MSE generalisasi 3,04 x 10-4. Kedua hasil terbaik tersebut diperoleh dari seleksi JST 2 – 12 neuron lapisan tersembunyi, dengan keduanya sama-sama dihasilkan JST dengan enam neuron lapisan tersembunyi. JST untuk kasus ini juga terbukti dapat memprediksikan tegangan permukaan dari masukan densitas, viskositas, dan pH. Dinamika sistem yang sama dengan pembentukan JST untuk prediksi tegangan permukaan belum berkinerja baik saat dicobakan untuk prediksi IFT. Penyebabnya diduga berasal dari data IFT itu sendiri, adanya outlier seolah-olah menjadikan pembentukan JST dalam sistem ber-noise, padahal jumlah pasangan
data yang diandalkan sedikit. Metode yang berhasil memperbaiki kinerja dalam situasi data yang sedikit untuk tegangan permukaan, diduga tidak berkinerja baik dalam masalah pengukuran IFT karena surfaktan-MESA yang menjadi subjek tidak terisolasi dari pengaruh air formasi. Untuk prediksi IFT, 12 neuron lapisan tersembunyi memperoleh MSE generalisasi 3,5 x 10-2. Kata kunci: jaringan saraf tiruan propagasi balik, surfaktan, validasi k-fold, kriteria pemberhentian, selang keluaran, tegangan permukaan, tegangan antarmuka, surfaktan.
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa menyantumkan atau menyebutkan sumber. a.
Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. 2.
Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
KONSEP STATISTIKA SEBAGAI KRITERIA PEMBERHENTIAN PELATIHAN JARINGAN SARAF TIRUAN UNTUK MENGATASI KETERBATASAN DATA (Studi Kasus pada Prediksi Tegangan Permukaan Surfaktan-MESA dari Minyak Kelapa Sawit)
ARIF KUSBANDONO
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Komputer
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Agus Buono, M.Si., M.Kom.
Untuk Tuhan, Bangsa, dan Almamater
PRAKATA Puji dan syukur hanya milik Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Konsep Statistika sebagai Kriteria Pemberhentian Pelatihan Jaringan Saraf Tiruan untuk Mengatasi Keterbatasan Data (Studi Kasus pada Prediksi Tegangan Permukaan SurfaktanMESA dari Minyak Kelapa Sawit)” ini. Penelitian ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan menggunakan sumber data dari Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (LPPM SBRC IPB) mulai Januari 2010 hingga Agustus 2010. Penelitian ini didanai oleh Eka Tjipta Foundation yang sekaligus menjadi sponsor pemberi beasiswa. Penelitian ini bukanlah semata-mata jerih payah penulis sendiri, melainkan berkat bantuan dari pihak lain. Oleh karena itu, kesempatan ini penulis manfaatkan untuk menyampaikan terima kasih terutama kepada komisi pembimbing, Aziz Kustiyo S.Si., M.Kom. dan Prof. Dr. Erliza Hambali; penguji tesis Dr. Ir. Agus Buono, M.Si., M.Kom; pengajar dan staf Program Studi Ilmu Komputer IPB; serta rekan-rekan LPPM SBRC IPB yang telah bekerja sama, berbagi pengetahuan dan informasi yang membuka jalan penelitian ini. Semoga penelitian ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2010
Arif Kusbandono
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 24 November 1980 sebagai anak pertama dari dua bersaudara Subandi dan Koesmartini. Usai menyelesaikan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SMU Negeri 1 Bogor pada tahun 1999, penulis diterima pada tahun yang sama sebagai mahasiswa Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung melalui jalur UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Pada tahun 2007 penulis memperoleh beasiswa dari Eka Tjipta Foundation untuk mengikuti Program Magister Sains pada Program Studi Ilmu Komputer Penyelenggaraan Khusus, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Selama rentang 2006 – 2007, penulis berkontribusi dalam proyek pembuatan mini biodiesel plant dengan kontrol elektronik pada Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Institut Pertanian Bogor (LPPM SBRC-IPB). Reaktor mini tersebut dipakai dalam produksi awal bahan bakar biodiesel yang berasal dari minyak goreng bekas. Biodiesel dari minyak goreng bekas tersebut digunakan bus Trans Pakuan Bogor yang merupakan program transportasi yang diselenggarakan Pemerintah Kota Bogor.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...........................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
xvi
1.
2.
3.
PENDAHULUAN ..................................................................................
1
1.1. Latar Belakang .............................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah .....................................................................
2
1.3. Tujuan ..........................................................................................
3
1.4. Manfaat Penelitian .......................................................................
3
1.5. Ruang Lingkup .............................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
7
2.1. Jaringan Saraf Tiruan (JST) .........................................................
7
2.2. JST Propagasi Balik .....................................................................
9
2.3. Kebutuhan Pengukuran Tegangan Permukaan Surfaktan ............
11
2.4. Tegangan Permukaan dan IFT .....................................................
13
2.5. Surfaktan dan Tegangan Permukaan ............................................
15
2.6. Aplikasi Surfaktan untuk Enhanced Oil Recovery ......................
17
2.7. Prediksi Tegangan Permukaan .....................................................
18
2.8. Metode Pengukuran Tegangan Permukaan dan IFT ....................
19
2.9. Penerapan Prediksi Berbasis JST .................................................
22
METODE PENELITIAN .......................................................................
25
3.1. Pemilihan Parameter Masukan JST .............................................
25
3.2. Hubungan Empirik Masukan dan Keluaran .................................
26
3.3. Perancangan Jaringan Saraf Tiruan..............................................
27
3.4. Pengkodean Keluaran dan Masukan ............................................
29
3.5. Validasi 5-fold ..............................................................................
30
3.6. Kriteria Pemberhentian Pelatihan ................................................
30
3.7. Selang Keluaran sebagai Kriteria Pemberhentian ........................
32 xi
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................
37
4.1. Analisis Hubungan Empirik Data Percobaan ...............................
37
4.2. Masukan dan Keluaran JST ..........................................................
40
4.3. Analisis Validasi 5-fold ................................................................
40
4.4. Selang Keluaran sebagai Kriteria Pemberhentian ........................
41
4.5. Penggunaan Dua Kriteria Pemberhentian.....................................
46
4.6. Perbandingan Korelasi Penggunaan Selang Keluaran..................
48
4.7. Kasus Prediksi IFT .......................................................................
50
SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................
53
5.1. Simpulan .......................................................................................
53
5.2. Saran .............................................................................................
53
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
55
LAMPIRAN .....................................................................................................
59
5.
xii
DAFTAR TABEL Halaman 1
Nilai tipikal tegangan permukaan dan IFT beberapa hidrokarbon terhadap air (Myers 2006) .........................................................................
2
Sepuluh pasang data ρ, η, dan pH beserta tegangan permukaan dari dua ulangan percobaan (i) dan (ii) beserta rataannya ......................................
3
15 26
Berhentinya pelatihan pada epoch ke-10 akibat tidak adanya perbaikan MSE validasi sejak epoch ke-5 .................................................................
32
4
Variasi nilai densitas dan viskositas terhadap pH yang tak bervariasi .....
39
5
Masukan dan keluaran JST setelah dilakukan pengkodean ulang (satuan dihilangkan) ..............................................................................................
40
6
Hasil validasi 5-fold JST dengan enam neuron lapisan tersembunyi .......
41
7
Skor dan kinerja pelatihan serta validasi 5-fold penggunaan empat kriteria pemberhentian dari batas atas selang kepercayaan 95% ..............
8
42
Skor dan kinerja pelatihan serta validasi 5-fold penggunaan empat kriteria pemberhentian dari rataan dan standar deviasi .............................
45
Pelatihan dengan hanya dua kriteria pemberhentian.................................
48
10 Perbandingan hasil-hasil terbaik untuk tiap metode pembentukan JST ...
49
9
11 Hasil prediksi IFT validasi 5-fold dengan selang keluaran sebagai kriteria pemberhentian ..............................................................................
51
xiii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Sebuah neuron dalam JST sebagai fungsi f(X) dari masukan X ...............
7
2
Skema arsitektural multi layer perceptron (MLP) 2 – 4 – 3 .....................
8
3
Feedforward masukan ke lapisan tersembuyi lalu ke lapisan keluaran dan pengindeksan node dalam detil arsitektur MLP .................................
10
4
Surfaktan menurunkan tegangan permukaan cairan..................................
15
5
Struktur organik rantai lurus surfaktan ......................................................
16
6
Klasifikasi metode pengukuran surfaktan dalam tampilan ikonik (Drelich et al. 2002) ..................................................................................
7
Cincin Du Noüy yang diangkat gaya F dari antarmuka cairan-cairan (Drelich et al. 2002) ..................................................................................
8 9
20 21
Droplet minyak mentah dalam tabung berisi campuran surfaktan (a) dan elongated droplet minyak mentah setelah tabung diputar (b) ...................
22
Arsitektur JST untuk prediksi σ
27
, , pH .........................................
10 Detil representasi bobot sebagai elemen matriks IW dengan indeks baris-kolomnya (a) dan contoh belahan muka JST prediksi σ dengan tujuh neuron lapisan tersembunyi (b) ........................................................
28
11 Detil representasi bobot sebagai elemen matriks LW dengan indeks baris-kolomnya (a) dan contoh belahan belakang JST prediksi σ dengan tujuh neuron lapisan tersembunyi (b) ........................................................
28
12 Pelatihan berhenti pada epoch ke-11 setelah gradien kinerja turun di bawah gradien minimum 1 x 10-10 ............................................................
31
13 Contoh selisih tegangan permukaan antara dua ulangan ( ) diimposisi konstanta
................................................................................................
33
14 Tegangan permukaan terhadap densitas ....................................................
37
15 Tegangan permukaan terhadap viskositas .................................................
37
16 Tegangan permukaan terhadap pH ............................................................
38
xiv
17 Tegangan permukaan terhadap densitas dan viskositas dalam skala masukan-keluaran JST ..............................................................................
38
18 Tegangan permukaan terhadap densitas-viskositas dan terhadap densitas-pH (sudah dinormalisasi) ............................................................
39
19 Hasil prediksi tegangan permukaan JST dibandingkan nilai target dan selang yang berasal dari batas atas selang kepercayaan 95% ...................
43
20 Hasil prediksi tegangan permukaan JST dibandingkan nilai target dan selang yang berasal dari rataan dan standar deviasi ..................................
44
21 Boxplot target prediksi tegangan permukaan dibandingkan dengan hasil prediksi dari dua macam selang keluaran .................................................
46
22 Hasil prediksi pelatihan dengan hanya dua kriteria pemberhentian .........
47
23 Korelasi prediksi dengan target dibandingkan dengan skor dan MSE .....
49
24 Hasil prediksi IFT dengan MLP 3 – 12 – 1 terhadap target serta selang keluaran yang dipergunakan .....................................................................
51
25 Boxplot sebaran nilai target IFT serta sebaran hasil prediksi 12 neuron dan 3 neuron lapisan tersembunyi ............................................................
52
xv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Bobot dan bias inisial JST enam neuron lapisan tersembunyi yang digunakan untuk selang keluaran dari selang kepercayaan 95% ............
2
Bobot dan bias akhir JST enam neuron lapisan tersembunyi yang digunakan untuk selang keluaran dari selang kepercayaan 95% ............
3
60 63
Bobot dan bias akhir JST enam neuron lapisan tersembunyi yang digunakan untuk selang keluaran dari rataan dan standar deviasi ..........
67
4
Pengukuran tegangan permukaan metode cincin Du Noüy ....................
70
5
Pengukuran IFT dengan spinning drop tensiometer ...............................
70
6
Pengukuran densitas ................................................................................
71
7
Pengukuran pH ........................................................................................
71
8
Pengukuran bahan aktif ...........................................................................
71
xvi
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi data banyak (ribuan hingga ratusan) tidaklah selalu tersedia dalam aplikasi nyata jaringan saraf tiruan (JST). Silvert dan Baptist (1998) mencontohkan bidang ekologi yang umumnya memiliki jumlah data sangat terbatas; data bisa banyak pada sangat sedikit kasus, yaitu ketika penginderaan jauh atau telemetri digunakan. Belum lagi, penelitian sedimen bentik laut yang mereka lakukan itu juga mengungkapkan faktor variasi data yang disebabkan kondisi lingkungan per pencuplikan yang berubah-ubah yang kemudian mengharuskan eliminasi sampel (membuat semakin sedikit). Menambah jumlah data menjadi mahal secara biaya dan waktu. Acuan mutlak jumlah data memang tidak ada, akan tetapi penelitian seperti yang dilakukan Rajkumar dan Bardina (2003) memperlihatkan secara empirik pengaruh jumlah data yang diubah-ubah terhadap kinerja prediksi koefisien aerodinamik. Di tengah kelangkaan data, terdapat peluang bagi penggunaan JST yang memprediksikan rataan dari dua ulangan percobaan ataupun pengukuran. Penelitian ini mencoba mengambil keuntungan dari adanya selisih antara percobaan pertama dengan ulangannya ataupun pengukuran pertama dengan pengukuran kedua memanfaatkan konsep statistika. JST yang memprediksikan nilai atau titik (point estimation) akan memanfaatkan selang selisih tadi (seterusnya disebut sebagai selang keluaran) sebagai sasaran (goal) pelatihannya. Selang keluaran di atas mengambil idenya dari interval estimation untuk menduga parameter statistik dari suatu populasi (yang jamak dilakukan di bidang statistik), misalnya adalah selang kepercayaan 95% yang memberikan selang (interval) alih-alih nilai (point) untuk menduga parameter rataan dari suatu populasi. Umumnya mean squared error (MSE) digunakan sebagai ukuran kinerja pelatihan dan kriteria pemberhentian (stopping criteria) selain kriteria jumlah epoch. Akan tetapi, terdapat kelemahan dari MSE sebagai estimator error dari prediksi JST, yaitu kemungkinan adanya nilai squared error yang dominan
2 terhadap rataannya dan pemberhentian pelatihan yang menyebabkan overfitting pada data yang sedikit. Dilemma bias-ragam (Geman et al. 1992) memecah komponen MSE sebagai penjumlahan kuadrat bias dan ragam. Sebagai dampak dilemma tersebut, bias bisa kecil, tetapi syaratnya adalah ragam data yang besar. Penelitian ini diperlukan agar pada kasus data sedikit MSE tidak menjadi satusatunya ukuran kinerja, akan tetapi kinerja turut pula dinyatakan oleh selang keluaran sebagai persentase banyaknya nilai prediksi yang jatuh dalam selang ini. Selang inipun akan turut bekerja sebagai salah satu kriteria pemberhentian pelatihan. Untuk menunjang generalisasi prediksi terhadap himpunan nilai-nilai di luar yang dilatihkan pada JST, penelitian ini juga diperlukan guna memanfaatkan selang keluaran pada siklus validasi silang (cross validation). Kumpulan hasil terbaik validasi tersebut diharapkan dapat menjadi estimator kesalahan model (validitas model) yang direpresentasikan oleh angka MSE generalisasi. Studi kasus tegangan permukaan surfaktan-MESA dari minyak kelapa sawit akan digunakan untuk mendemonstrasikan cara selang keluaran bekerja sebagai kriteria pemberhentian pelatihan JST, ukuran kinerja, dan bagaimana situasi data sedikit diatasi. Data dari pengukuran ini cocok diambil sebagai kasus empirik mengingat jumlahnya yang hanya sepuluh pasang dan adanya dua ulangan percobaan yang menimbulkan selisih dengan rataan sebagai nilai yang akan diprediksi. 1.2. Perumusan Masalah Pada persoalan pembentukan JST dalam situasi data sedikit terdapat masalah overfitting akibat ragam masukan pelatihan yang besar kemungkinan tidak mewakili populasi sesungguhnya. Kapan pelatihan berhenti (kriteria pemberhentian) menjadi penting bagi generalisasi model prediksi JST yang dihasilkan, yaitu pelatihan harus berhenti sebelum overfitting. Data yang sedikit juga mengharuskan validasi silang k-fold untuk menyiasati jumlah data uji. Saat validasi itulah pelatihan bisa diintervensi kapan berhenti atau kapan tetap
3 dilanjutkan. Kriteria pemberhentian tersebut dapat memanfaatkan kondisi prediktan yang merupakan rataan dari dua kali ulangan percobaan, yaitu dengan menarik parameter statistik dari nilai-nilai selisih kedua ulangan tersebut. Kasus prediksi tegangan permukaan surfaktan-MESA dari minyak kelapa sawit dapat dimanfaatkan untuk demonstrasi metode yang diusulkan. Parameter masukan untuk JST prediksi kasus ini perlu dieksplorasi agar demonstrasi metode berhasil. 1.3. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan kriteria pemberhentian pelatihan jaringan saraf tiruan pada validasi silang k-fold menggunakan konsep statistika. Kriteria pemberhentian ini disisipkan sebagai feedforward data validasi pada akhir tiap epoch dari loop propagasi balik, yaitu setelah bobot dan bias selesai disesuaikan berdasarkan error (selisih keluaran dan target). Keluaran feedforward data validasi tersebut kemudian menjadi evaluasi apakah pelatihan dilanjutkan atau tidak. Selang keluaran yang bagaimanakah yang digunakan dalam evaluasi tersebut adalah tujuan penelitian yang berikutnya. Secara utuh keseluruhan metode yang diusulkan didemonstrasikan kinerjanya pada kasus prediksi tegangan permukaan surfaktan-MESA dari minyak kelapa sawit. Kinerja ini kemudian diperbandingkan dengan JST yang dibentuk tanpa kriteria pemberhentian yang diusulkan. Parameter masukan yang perlu diukur agar nilai tegangan permukaan surfaktan-MESA dapat diketahui menggunakan JST perlu dipilih berdasarkan usaha-usaha prediksi terdahulu. Metode pembentukan JST yang telah berhasil memprediksi tegangan permukaan diharapkan dapat pula diuji keberhasilannya untuk kasus prediksi tegangan antarmuka. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengatasi banyak aplikasi JST pada situasi data sedikit. Metode pembentukan JST yang diusulkan dengan penggunaan selang keluaran ini tidak rumit untuk direproduksi lagi terhadap data
4 pada bidang berbeda, ekologi misalnya. Apabila diimplementasikan ke dalam pemrograman perangkat lunak yang sudah jadi dan bisa menjalankan pelatihan JST pun, cukup memerlukan modifikasi beberapa baris instruksi, relatif sedikit dibandingkan keseluruhan porsi program. 1.5. Ruang Lingkup Pada penelitian ini, ruang lingkup yang membatasinya adalah sebagai berikut: 1. Prediksi JST dilakukan pada tipe data yang memiliki selisih akibat dua kali ulangan percobaan dengan rataan selisih tersebut sebagai target nilai prediksinya. Adanya peluang bahwa selisih juga bisa diperoleh dari dua kali ulangan pengukuran tidak didemonstrasikan penelitian ini. 2. Kriteria pemberhentian pelatihan JST yang dihasilkan akan digunakan dalam validasi silang pada situasi data sedikit. 3. Validasi silang yang dipilih adalah validasi 5-fold. 4. Kinerja metode yang diusulkan diukur secara empirik berdasarkan demonstrasi
penggunaannya
untuk
prediksi
tegangan
permukaan
surfakatan-MESA (methyl ester sulfonic acid) yang berasal dari CPO (crude palm oil) dalam situasi data sedikit. a. Surfaktan tersebut berasal dari penelitian yang dilakukan di SBRC IPB untuk tujuan penggunaan dalam enhanced oil recovery. b. Tegangan permukaan yang diukur adalah tegangan permukaan dari campuran sampel surfaktan berkonsentrasi 1% menggunakan cincin Du Noüy. c. Variasi tegangan permukaan sampel untuk himpunan pelatihan JST diperoleh dari variasi waktu sulfonasi saat surfaktan-MESA dalam proses produksi akhirnya (yang dilakukan di Laboratorium SBRC IPB yang berada di PT Mahkota Indonesia), yaitu sepuluh sampel sulfonasi yang berjarak sepuluh menit tiap-tiapnya, dari sampel menit ke-10 hingga menit ke-100.
5 d. Pembentukan model JST yang telah diketahui bekerja untuk prediksi tegangan permukaan diuji keberhasilannya untuk kasus prediksi tegangan antarmuka yang relatif lebih noisy. Data tegangan antarmuka yang diukur adalah antara larutan surfaktan dengan sampel minyak mentah dari blok Ogan Komering yang diukur menggunakan tensiometer spinning drop Kino TX-500D yang ada di Laboratorium EOR Lemigas, Departemen ESDM.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jaringan Saraf Tiruan (JST) Ada banyak situasi praktis saat pengetahuan eksak akan fungsi y = f(x) tidak diketahui atau sulit diturunkan secara analitik. Alih-alih berkutat pada formulasi f(x), JST menjembatani hubungan keluaran y dengan masukan x lewat pelatihan mengenali pola pasangan y dan x yang telah diketahui sebelumnya. Istilah artificial neural network (JST) muncul sebagai model dari karakter biologis neuron (saraf) yang mentransmisikan sinyal melalui persambungan synapses. Setiap neuron JST menerima masukan yang diboboti. Bobot JST ini analog dengan kuat-lemahnya sinyal yang ditransmisikan synapses jaringan biologis. Analogi berikutnya adalah saat masukan-masukan yang diboboti tersebut dijumlahkan untuk menjadi masukan bagi suatu fungsi aktivasi yang menghasilkan keluaran neuron. Pada neuron biologis, aktivasi ini berarti pilihan sinyal diteruskan (eksitasi) atau dihambat (inhibit) (Fu 1994). Hubungan masukan-bobot-fungsi aktivasi-keluaran dapat dilihat pada Gambar 1. Pada gambar tersebut juga terdapat bias yang tidak lain merupakan masukan x0 = 1 dengan bobot w0.
bias
1 x1
w1
x2
w2
. . .
w0 n
∑x w i =0
i
a
f
i
f(a)
wn
xn
neuron
X
f(X)
Gambar 1 Sebuah neuron dalam JST sebagai fungsi f(X) dari masukan X
8 Fungsi aktivasi dalam
Gambar 1 bisa diskrit atau kontinyu. Sebagai
ilustrasi, hard limiter berikut akan memaksa keluaran berada diskrit di 0 atau 1 pada treshold a = 0,
⎧0 , a ≤ 0 f (a) = ⎨ ⎩1 , a > 0 sedangkan fungsi sigmoid f (a) =
1 akan memberikan keluaran bilangan real 1 + e− x
kontinyu pada range [0, 1]. Jika fungsi linear yang digunakan, maka tingkat aktivasi akan bersifat terbuka. Unit dasar neuron dalam penjelasan di atas disebut perceptron, sedangkan tipe koneksinya tergolong jaringan feedforward, yaitu arah koneksi adalah satu arah ”maju” dari masukan ke keluaran saat JST bekerja. Arsitektur JST yang umum digunakan adalah multi layer perceptron yang terdiri atas lapisan masukan (input layer), lapisan tersembunyi (hidden layer), dan lapisan keluaran (output layer). Gambar 2 menunjukkan multi layer perceptron (MLP) 2 – 4 – 3. Angkaangka tadi menunjukkan jumlah node dalam tiap lapisan. Lapisan masukan hanya mendistribusikan nilai dan tidak memproses informasi, sedangkan lapisan tersembunyi dan lapisan keluaran adalah unit-unit neuron persis konsep yang telah dijelaskan di awal.
x1 x2
. . .
input layer hidden layer
output la yer
Gambar 2 Skema arsitektural multi layer perceptron (MLP) 2 – 4 – 3
9 Dalam contoh Gambar 2 di atas terdapat setidaknya 20 bobot (di luar biasnya).
Bobot-bobot
inilah
yang
akan
menyimpan
informasi
saat
JST
diimplementasikan. Dengan melakukan pelatihan, maka arsitektur JST beserta pembobotannya dapat digunakan untuk mengenali masukan lainnya. Oleh karena itu, JST dapat digunakan untuk mengenali kembali pola berdasarkan kemiripan informasi yang diperolehnya saat pelatihan. Inilah yang disebut sebagai kemampuan JST untuk belajar (learning). Pelatihan berlangsung lewat penyesuaian bobot yang diperoleh dari sejumlah himpunan pasangan masukan dan keluaran yang menjadi target. Ini adalah jenis supervised learning, yaitu berbasiskan target. Prinsipnya adalah (1) bobot diinisialisasi (acak), kemudian (2) masukan yang telah diketahui keluarannya diumpankan ke JST secara feed forward untuk kemudian (3) dihitung seberapa meleset dari target (error). Berbekal error, (4) bobot kemudian dapat disesuaikan dengan aturan Widrow-Hoff yang secara garis besar melakukan penyesuaiannya sebagai ∆ w ji = αδ j x i . Langkah-langkah berikutnya adalah iterasi pelatihan supervised menuju konvergen. 2.2. JST Propagasi Balik Pelatihan JST yang umum dipakai adalah teknik propagasi balik yang dikembangkan Rumelhart, Hinton dan Williams (Fu 1994). Ini merupakan adaptasi lebih lanjut dari aturan Widrow-Hoff. Yang dipropagasi balik selama pelatihan adalah error dari lapisan keluaran kemudian mundur ke lapisan tersembunyi. Prinsip dasar pelatihan menggunakan aturan Widrow-Hoff telah dijelaskan bagian sebelumnya. Penjabaran lebih lengkap dalam algoritma propagasi balik adalah sebagai berikut: 1. inisialisasi bobot 2. feedforward
10 Gambar 3 mengilustrasikan arah maju xi (lapisan masukan) ke zj (lapisan tersembunyi) ke yk (lapisan keluaran). Terlihat bahwa indeks i, j, dan k adalah indeks node pada masing-masing kolom vertikal lapisan. 1
x1
v12
v21 v22
x2
. . .
. . . xn
v1p v2p
input layer
. . . z_inj . . 1 . v
w12
z2
f
. . . z.j . .
0p
vnp
w11
zp
f
∑
w01
w22
. . .
wpm
hidden layer
y1
. f . . y_ink . . .
y2
f
ym
w02
∑
w1m w2m
f
∑
w21 1
v02
∑
. . .
xi
1
z1
f
∑
v11
1
v01
1
w0m
∑
. . .
yk
. . .
output layer
Gambar 3 Feedforward masukan ke lapisan tersembuyi lalu ke lapisan keluaran dan pengindeksan node dalam detil arsitektur MLP Setiap unit masukan didistribusikan ke lapis tersembunyi xi (dengan bias v0j) n
z _ in j = v0 j + ∑ xi vij , i =1
kemudian
hasil
aktivasinya,
z j = f ( z _ in j ) ,
didistribusikan ke lapis keluaran (dengan bias w0k) p
y _ ink = w0k + ∑ z j w jk , j =1
yang menghasilkan nilai aktivasi yk = f ( y _ ink ) .
kembali
11 3. perhitungan error Selisih hasil aktivasi dengan target pelatihan dihitung sebagai
δ k = (t k − y k ) f ' ( y _ ink ) 4. propagasi balik δ k ke lapisan keluaran Dengan α dikoreksi
adalah kecepatan belajar (learning rate), bobot sesuai
∆w jk = αδ k z j
(begitu
juga
bobot
bias,
∆w0 k = αδ k ). Koreksinya adalah sebagai w jk baru = w jk lama + ∆w jk . 5. propagasi balik δ j dari lapisan keluaran ke lapisan tersembunyi m
Setiap lapisan tersembunyi menghitung δ _ in j = ∑ δ k w jk dari δk k =1
lapisan-lapisan keluaran. Kemudian, δ j = δ _ in j f ' ( z __ in j )
digunakan untuk koreksi bobot lapisan tersembunyi ∆vij = αδ j xi
v ij baru = v ij lama + ∆v ij
2.3. Kebutuhan Pengukuran Tegangan Permukaan Surfaktan Krisis minyak 1970-an melahirkan desakan akan usaha penelitian di luar bidang petrokimia untuk memaksimalkan enhanced oil recovery (EOR), apakah dengan steam flooding, chemical flooding, injeksi gas, injeksi mikrobial, maupun ilmu terapan lain yang boleh dibilang nonperminyakan. Minyak mentah perolehan pertama (primary recovery) yang memanfaatkan tekanan alamiah hidrokarbon yang terperangkap pada formasi batuan, dibantu pemompaan mekanik, dengan kemudian dibantu lagi injeksi air ataupun uap air (secondary recovery), hanya menghasilkan 30–40 % potensi minyak yang sesungguhnya terkandung pada formasi tersebut (Myers 2006). Untuk yield di atas angka itu, teknik dan usaha
12 ekstra harus diterapkan, yang berarti masuk ke wilayah EOR (tertiary atau bahkan quarternary recovery). Medio 80-an pascakrisis minyak ditandai dengan maraknya paten, publikasi ilmiah, dan buku yang berkaitan dengan surface chemistry. Ini terkait peran dominan surfaktan (surface active agents) pada aplikasi EOR yang membutuhkan fasilitas reduksi tegangan antarmuka atau interfacial tension (IFT). Surfaktan berkontribusi menaikkan yield dengan “menarik” kantong-kantong kecil minyak mentah yang terperangkap pada pori-pori formasi batuan yang telah basah oleh air. IFT antara air dengan minyak mentah pada pori yang ukurannya berkisar 10 mm tadi adalah sekitar 30 x 10-3 N m-1. Surfaktan kemudian menurunkan angka tersebut agar ekstraksi minyak lebih maksimal terhadap kandungan potensi sesungguhnya. Kita dapat menyebut 10–20 % sebagai contoh kenaikan rentang perolehan setelah menerapkan surfaktan dalam EOR (Hambali et al. 2008). Pengukuran IFT untuk aplikasi EOR membutuhkan alat dengan rentang presisi pada kisaran ultra low (di bawah 1 x 10-3 N m-1). Intrumentasi yang mendukung kisaran tersebut adalah yang menerapkan metode spinning drop. Jika diputuskan untuk membeli alat ukur ini, maka satu set spinning drop tensiometer akan menguras modal awal puluhan ribu dollar disertai biaya perawatan rutin di kemudian hari. Keputusan untuk menyewa pun (yang kini jadi pilihan), akan menghabiskan US$ 500 per sampelnya. Untuk kebutuhan pengukuran IFT di Indonesia, satu-satunya spinning drop tensiometer yang bisa dipakai (pada saat penelitian ini dilakukan) adalah yang dimiliki Laboratorium EOR Lemigas, Departemen ESDM. Fakta lapangan ini tentunya menimbulkan keterbatasan pengukuran, baik dalam hal biaya maupun frekuensi mengukur kinerja sampel surfaktan. Dengan adanya kebutuhan mengukur IFT ratusan sampel, cukup kuat alasan untuk membuat model prediksi sebagai substitusi pengukuran langsung dengan spinning drop tensiometer. Setidaknya apabila ada 100 sampel, maka penggunaan prediksi diharapkan dapat mengurangi frekuensi pengukuran misalnya hingga 30
13 sampel saja, dengan sisanya diperoleh lewat prediksi. Namun, memilih berinteraksi langsung dengan prediksi pengukuran IFT berarti bersentuhan dengan masalah
sensitivitas
model.
Pengukuran
biasanya
dilakukan
dengan
mencampurkan surfaktan ke air formasi yang berasal dari sumur minyak. Air formasi ini sangat dinamik kandungannya, pergantian sampel berikut campuran air formasi pada tiap pengukuran IFT diperkirakan akan menimbulkan inkonsistensi data, yaitu pembentukan model prediksi dihadapkan pada himpunan dari sampel-sampel pengukuran IFT yang mengandung noise, berasal dari variasi air formasi yang digunakan. Peluang lebih besar untuk menghasilkan model prediksi yang valid adalah lewat sistem pengukuran tegangan permukaan yang lebih terisolasi daripada pengukuran IFT. Jadi, masalah sensitivitas tidak menghadang di depan, sambil tetap membuka peluang prediksi dapat dilakukan juga untuk pengukuran IFT. Pada prediksi tegangan permukaan, data berasal dari pengukuran dengan metode Du Noüy ring. Mengingat bahwa ekspresi matematikal tegangan permukaan dengan IFT umumnya mirip dan bisa dipertukarkan (Tadros 2005), model prediksi dapat dibawa lebih lanjut sebagai prototipe prediksi IFT. Jika JST bisa memprediksikan tegangan permukaan surfaktan dari densitas (sebagai contoh), maka lewat uji yang sederhana, misalnya menggunakan density meter (yang relatif murah dan tersedia luas), tegangan permukaan dapat diketahui nilainya. Lebih jauh lagi, akan lebih menarik jika IFT juga bisa diduga lewat pengukuran densitas yang sederhana. JST dengan hidden layer yang diketahui memiliki universal approximation property (Enăchescu 2008) diharapkan mampu menghasilkan model prediksi yang valid. Selain densitas yang digunakan dalam contoh tersebut, terdapat sejumlah alternatif parameter masukan JST untuk mengukur tegangan permukaan. 2.4. Tegangan Permukaan dan IFT Bentuk tetesan air pada keran yang sedikit bocor (liquid droplet), titik embun pada permukaan daun, maupun gelembung sabun adalah beberapa
14 fenomena tegangan permukaan (surface tension) yang dapat kita temui seharihari. Tegangan permukaan didefinisikan sebagai gaya yang bekerja untuk melawan kenaikan luas area permukaan. Oleh karenanya kita perlu meniup saat membuat gelembung sabun. Terlihatnya gelembung dengan permukaan spherical pada cairan sabun tersebut adalah respon melawan (tegangan) kenaikan luas gelembung akibat tiupan tadi (Pashley & Karaman 2004). Persamaan YoungLaplace merumuskannya sebagai: 2 Rumus itu diturunkan dari keadaan equilibrium pada saat kerja tekanan internal berinteraksi dengan kerja tekanan luar (
) pada permukaan dengan radius
kurvatur . Pada ilustrasi gelembung sabun di awal,
adalah radius kurvatur dari
bentuk spherical permukaannya. Berdasarkan persamaan tersebut, satuan untuk tegangan permukaan1 dengan simbol
adalah dyne cm-1 atau N m-1 dalam SI,
dengan 1 dyne cm-1 = 1 x 10-3 N m-1. Untuk dua kurvatur persamaan tersebut dapat diperluas menjadi: 1
1
Untuk tegangan permukaan antara dua fasa cairan yang tidak sama, dikenal istilah tegangan antarmuka (interfacial tension atau IFT) yang masih tetap sama secara fisika dengan bahasan di atas. Tegangan permukaan cairan (terhadap udara) pada suhu kamar banyak dijumpai berkisar 10–80 dyne cm-1 (Myers 2006). Acuan yang bisa dikategorikan sebagai tegangan permukaan normal adalah air yang memiliki 72–73 dyne cm-1. Hidrokarbon jatuh ke skala bawah dalam rentang (sekitar 20 dyne cm-1). Tegangan permukaan serta IFT sejumlah
nilai
hidrokarbon terhadap air dilustrasikan pada Tabel 1. Pada tabel tersebut terlihat bahwa nilai IFT hidrokarbon akan berada di antara kedua nilai tegangan
1
Selain symbol , simbol
juga dijumpai di beberapa literatur tegangan permukaan.
15 permukaan masing-masing fasa yang berinteraksi dalam
, yaitu permukaan air
dan permukaan hidrokarbon. Tabel 1
Nilai tipikal tegangan permukaan dan IFT beberapa hidrokarbon terhadap air (Myers 2006) Cairan
Tegangan Permukaan (dyne cm-1) 72,8 21,8 28,9
air n-oktana benzena
IFT (dyne cm-1) 50,8 35
2.5. Surfaktan dan Tegangan Permukaan Surfaktan (surface active agents) adalah wetting agent yang menurunkan tegangan permukaan dari suatu cairan, menjadikan penyebarannya lebih mudah, serta menurunkan tegangan antarmuka (IFT) antara dua cairan. Gambar 4 (b) memperlihatkan ilustrasi sederhana cairan yang turun tegangan permukaannya setelah dicampur surfaktan, sebagaimana diperlihatkan perubahan sudut θ. Industri mengenal surfaktan lewat aplikasi yang ekstensif dari produk-produk pembersih bersifat detergen sejak Perang Dunia I (Myers 2006). Namun, untuk menyebut sekedar daftar penggunaan surfaktan secara tradisional saja sudah akan melebarkan topik pembicaraan aplikasi surfaktan.
θ (a)
θ (b)
Gambar 4 Surfaktan menurunkan tegangan permukaan cairan Mengingat luasnya cakupan surfaktan, “keaktifan” permukaan yang diharapkan pun akan berbeda-beda sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan solubilitas, kemampuan mereduksi tegangan permukaan, kekuatan detergensi,
16 pembasahan (wetting), dll. akan menjadikan satu jenis surfaktan berkinerja baik pada satu aplikasi dan tidak bagus untuk lainnya. CH3(CH2)nCH2S “ekor”
“kepala”
hidrofobik hidrofilik
Gambar 5 Struktur organik rantai lurus surfaktan Karakteristik yang sudah sebagian disebutkan di atas ditentukan oleh kesetimbangan antara porsi lyophobic (“solvent-hating”) dengan porsi lyophilic (“solvent-loving”) molekul-molekul pembangun surfaktan. Selain itu dikenal pula istilah kutub kesetimbangan lain yang masih berkaitan, yaitu hidrofilik dengan hidrofobik; dan lipofilik dengan lipofobik. Secara umum surfaktan memiliki struktur organik seperti pada Gambar 5. Istilah “kepala” pada ilmu surfaktan mengacu pada porsi hidrofilik (“suka-air”) dari molekul surfaktan, sedangkan “ekor” pada porsi hidrofobiknya (“takut-air”). Beranjak dari struktur dasarnya, lebih jauh surfaktan dapat digolongkan lagi ke dalam empat kelas, yaitu (1) anionik, (2) kationik, (3) nonionik, dan (4) amfoterik. Dua grup besar yang dimanfaatkan industri adalah jenis anionik dan kationik. Grup anionik memiliki kepala yang bermuatan negatif seperti gugus karboksil, sulfonat, sulfat, atau fosfat. Sebaliknya, grup kationik kepalanya bermuatan positif, misalnya quarternary ammonium halides. Mengenai asal bahan mentahnya, jenis surfaktan di industri saat ini kurang lebih berimbang antara yang diperoleh dari materi petrokimia dengan yang diperoleh dari materi oleokimia. 2.5.1. Surfaktan-MESA Berbahan Baku Minyak Sawit (CPO) Penelitian ini menggunakan sampel dari SBRC-IPB yang memfokuskan bidang penelitian surfaktannya pada jenis-jenis yang berbahan mentah oleokimia (berbasis lemak) yang renewable. Minyak kelapa sawit yang dihasilkan dari sabut dikenal dengan crude palm oil (CPO). Bahan baku inilah yang diolah menjadi
17 biodiesel (methyl ester) lewat proses transesterifikasi dalam campuran metanol. Hasilnya disulfonasi menggunakan aliran gas SO3 untuk memperoleh surfaktanMESA2 (fatty acid methyl ester sulfonic acid) yang kemudian diukur tegangan permukaannya (SBRC IPB 2009). Pilihan surfaktan berbahan baku CPO (atau produksi oleokimia secara umum) lebih baik dari umumnya surfaktan berbasis petrokimia dalam hal aplikasi pada sumur-sumur minyak Indonesia. Surfaktan dari petroleum biasanya tidak tahan pada air formasi3 dengan tingkat kesadahan dan salinitas tinggi, sehingga surfaktan jenis ini mengalami kendala (menggumpal) saat diaplikasikan pada sumur-sumur minyak Indonesia yang sebagian besar memiliki karakteristik salinitas (5000–30 000 ppm) dan kesadahan yang tinggi (100–500 ppm) sehingga dikhawatirkan akan merusak batuan formasi. Selain itu surfaktan petroleum sulfonat sifat deterjensinya akan menurun secara drastis pada air sadah. 2.6. Aplikasi Surfaktan untuk Enhanced Oil Recovery Dalam oil recovery, injeksi uap bertekanan tinggi (bersuhu sekitar 340 °C) digunakan untuk membanjiri formasi batuan yang telah diduga mengandung minyak. Uap akan memanaskan minyak mentah, mengurangi viskositasnya, dan mendorong materi tersebut melalui bebatuan menuju sumur recovery (Myers 2006). Siklus (1) injeksi, (2) soaking, dan (3) produksi tersebut diulang-ulang untuk memperoleh minyak. Sayangnya, usaha mengubah mobilitas minyak mentah sasaran turut mengubah pula kapilaritasnya. Bukannya terdorong keluar, ia justru tertinggal dalam pori-pori formasi bebatuan tadi. Surfaktan digunakan untuk mengatasi masalah tersebut dengan berperan sebagai pengubah karakteristik wetting minyak mentah saat proses injeksi uap (steam flooding) dilakukan. IFT antara minyak dengan fasa cair (hasil injeksi)
2
Singkatan MESA berasal dari istilah fatty acid methyl ester sulfonic acid. Dalam riset ini
fatty acid methyl ester yang dipakai adalah metil ester minyak sawit. 3
Istilah “air formasi” digunakan untuk menyebut air yang terdapat pada sumur minyak.
18 resisten terhadap tekanan yang digunakan untuk mendorongnya keluar. Surfaktan menurunkan IFT tersebut, yang pada akhirnya membantu meningkatkan yield proses oil recovery dengan mereduksi gaya kapiler di atas (Touhami et al. 1998). 2.7. Prediksi Tegangan Permukaan Dalam latar belakang penelitian (Bagian 1.1) telah disebutkan soal kecenderungan menemukan penyelesaian yang bersifat estimasi, aproksimasi atau prediksi.
Usaha
untuk
memperoleh
nilai
tegangan
permukaan
secara
eksperimental telah muncul sejak lama. Rumus empirik tegangan permukaan yang cukup terkenal untuk diacu dalam penelitian ilmu surfaktan adalah formula Macleod (1923) yang kemudian pembuktiannya (lewat basis mekanika-statistikal) dilakukan oleh Boudh-Hir dan Mansoori (1990). Persamaan yang tergolong sederhana tersebut menghubungkan tegangan permukaan suatu fasa cairan pada kesetimbangan dengan fasa gasnya (vapor4) lewat besaran densitas, seperti berikut ini. K Konstanta K pada persamaan tersebut independen terhadap temperatur tetapi dependen terhadap fluida surfaktan yang dihitung selisih densitasnya ( fasa cairnya dan
untuk
untuk fasa gasnya). Sugden kemudian mengoreksi konstanta K
yang kemudian diperkenalkan sebagai parachor (P) dengan hubungan berikut ini (Escobedo & Mansoori 1996). P Besaran
K
/
/
adalah massa molar (g mol-1) surfaktan. Parameter parachor telah
diketahui berkinerja baik, nyaris konstan, pada beraneka ragam fluida dalam suhu yang beragam pula. Escobedo dan Mansoori (1996) memperbaiki lagi formulasi parachor dengan menambahkan faktor dependensi terhadap suhu dan refraksi molar. Mereka berhasil merepresentasikan data tegangan permukaan 94 senyawa 4
Istilah vapor digunakan untuk kesetimbangan dua fasa (cair-gas) di bawah titik uapnya.
19 organik lewat koreksi parachor tersebut. Dua tahun kemudian Escobedo dan Mansoori (1998) memperluas lagi cakupan parachor dari senyawa murni ke campuran. Dalam pendekatan viskositas, Pelofsky mengusulkan relasi linear tegangan permukaan seperti di bawah ini (Queimada et al. 2004). ln
ln
Ekspresi tersebut kemudian diperbaiki Schonhorn sebagai ln Plot ln
ln
sebagai fungsi viskositas-resiprokal
dalam eksperimen Queimada et
al. (2004) untuk n-alkana murni dan campuran secara umum menggambarkan tren linear. Dengan kelinearan itu, tegangan permukaan dapat ditemukan dari nilai viskositas, begitu pula sebaliknya. Kembali ke jaman Macleod dan Sugden, Johlin (1930) adalah salah seorang yang mencoba menarik hubungan empirik antara pH dengan tegangan permukaan. Pada waktu pengukuran yang berbeda (untuk menunggu equilibrium), ia mendapati pola plot tegangan permukaan yang mirip pada kisaran pH 5 sampai 9. Persamaan teoretis yang merumuskan dependensi tegangan permukan terhadap pH pun pernah diajukan oleh Petelska dan Figaszewski (2000). Kepala hidrofilik yang berukuran lebih besar berhubungan dengan pH rendah. Pembesaran ukuran pada pH tersebut menurunkan IFT (Petelska et al. 2002). 2.8. Metode Pengukuran Tegangan Permukaan dan IFT Drelich et al. (2002) membuat rangkuman komprehensif mengenai metodemetode pengukuran tegangan permukaan dan IFT yang mendasari cara kerja berbagai instrumen komersial maupun metode pengukuran skala laboratorium. Di dalam artikel tersebut pembahasan metode pengukuran mereka bagi secara umum
20 ke (1) metode klasik yang dipergunakan di laboratorium, (2) pengukuran IFT dinamik, (3) pengukuran IFT ultra low, dan (4) perkembangan microtensiometry. Pada Gambar 6 diperlihatkan klasifikasi yang lebih khusus lagi. Posisi metode cincin Du Noüy adalah bersamas-sama dengan Wilhelmy plate pada kategori pengukuran yang menggunakan kesetimbangan mikro (microbalance). Metode spinning drop berada sekelompok dengan metode pipet mikro.
Gambar 6 Klasifikasi metode pengukuran surfaktan dalam tampilan ikonik (Drelich et al. 2002) 2.8.1. Metode Cincin Du Noüy Pada dasarnya yang diukur adalah gaya yang dibutuhkan untuk melepaskan cincin ketika diangkat dari cairan, tepatnya antarmuka cairan-cairan (Tadros 2005), sebagaimana diilustrasikan Gambar 7. Dengan aproksimasi, detachment force (F) pada gambar tersebut diberikan sebagai 4 dengan faktor koreksi (f) akibat ikut terangkatnya cairan dari antarmuka sebesar wettability (θ) sebagai
21 F
2r θ
2R
Gambar 7 Cincin Du Noüy yang diangkat gaya F dari antarmuka cairan-cairan (Drelich et al. 2002) 2.8.2. Metode Spinning Drop Metode tensiometri spinning drop ditempatkan di akhir pembahasan Drelich et al. (2002) guna memisahkan wilayah aktual ilmu surface pada penerapan EOR (Bagian 2.6) yang pada prakteknya adalah pengukuran ultra low (di bawah 1 x 10-3 N m-1). Metode ini dikelompokkan bersama teknik mikropipet dalam kelas reinforced distortion of drop (Gambar 6). Jika pengukuran IFT surfaktan terhadap minyak mentah digunakan sebagai ilustrasi, maka gambarannya adalah sebagai berikut. Tetesan minyak mentah dimasukkan ke dalam campuran surfaktan5 (Gambar 8 (a)). Keseluruhan massa itu dirotasikan sehingga tetesan minyak mentah tadi akan berada di tengah. Saat putaran bertambah cepat (Gambar 8 (b)), tetesan akan memanjang (elongated). Gaya sentrifugal akan melawan IFT yang cenderung mempertahankan bentuk spherical tetesan minyak mentah yang lebih besar densitasnya dibandingkan densitas campuran surfaktan di sekitarnya.
5
Campuran ini disebut sebagai air formasi yang dibuat dengan salinitas tertentu untuk
mengemulasi keadaan EOR sesungguhnya setelah air formasi ditambahi surfaktan.
22 r ∆ρ droplet (a)
campuran surfaktan
(b)
ω
Gambar 8 Droplet minyak mentah dalam tabung berisi campuran surfaktan (a) dan elongated droplet minyak mentah setelah tabung diputar (b) Persamaan Vonnegut (Tadros 2005) menghubungkan tegangan antarmuka (σ), selisih densitas minyak mentah-campuran surfaktan (∆ ), kecepatan angular ( ), dengan radius awal ( ) tetesan minyak tadi sebagai σ
∆ 4
2.9. Penerapan Prediksi Berbasis JST Kumar et al. (2005) menggunakan JST propagasi balik dengan dua lapisan tersembunyi untuk mendapatkan nilai tegangan permukaan dari 166 senyawa organik. Untuk lapisan masukan, mereka menggunakan tiga parameter surfaktan (1) parachor dari hasil penelitian Escobedo dan Mansoori (1998) di atas, (2) densitas fasa cair, dan (3) indeks refraktif. Evaluasi AAD% (absolute average percent deviation) JST yang dihasilkan pun mereka klaim lebih baik dari hasil 1,05 yang dihasilkan Escobedo dan Mansoori (1998), yaitu 0,31. Untuk bidang oleokimia yang masih berdekatan dengan surfaktan yang menjadi objek penelitian, terdapat sejumlah prediksi berbasis JST yang samasama dilatarbelakangi ide mensubstitusi alat maupun metode yang kompleks. Beberapa contoh penelitian di luar surfaktan yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1.
Baroutian et al. (2008) memperoleh JST propagasi balik dengan 7 neuron pada lapisan tersembunyi untuk prediksi densitas biodiesel berdasarkan temperaturnya.
23 2.
Kumar dan Bansal (2007) juga meneliti secara khusus tujuh arsitektur JST dan tiga algoritme pelatihan untuk memprediksikan empat keluaran, yaitu titik api, titik nyala, viskositas, dan densitas biodiesel. Kinerja JST tersebut diperbaiki pula dengan teknik early stopping.
3.
Cheenkachorn (2004) menggunakan pendekatan statistik metode best subset dan JST untuk menentukan viskositas, high heating value (HV), dan angka setana.
BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1. Pemilihan Parameter Masukan JST Data pengujian kualitas surfaktan-MESA yang dimiliki SBRC IPB (2009) terdiri atas tegangan permukaan, IFT, densitas, viskositas, pH, dan kandungan bahan aktif. Pada Bagian 2.7 telah dibahas mengenai usaha-usaha merumuskan tegangan permukaan secara empirik berdasarkan densitas, viskositas, dan pH. Penelitian ini akan merancang model empirik yang menghubungkan ketiga parameter tadi dengan tegangan permukaan. JST akan berperan sebagai model yang mensubstitusi fungsi tegangan permukaan dari ketiga parameter tersebut σ
, , pH
JST diharapkan menjadi solusi bagi kerumitan memformulasikan persamaan analitik eksak yang menghubungkan densitas, viskositas, pH, dengan tegangan permukaan yang secara terpisah telah diketahui secara teoretik memiliki hubungan tidak linear (Bagian 2.7). Ketiga parameter di atas dapat diperoleh lewat pengukuran fisik. Terdapat satu jenis data lagi yang dimiliki SBRC IPB, yaitu kandungan bahan aktif yang berasal dari prosedur titrasi kimia (Lampiran 8). Parameter ini tidak dipakai sebagai masukan sistem, karena JST diharapkan menjadi alternatif uji laboratorium, yaitu dengan menghindari prosedur yang kompleks dan biaya yang ditimbulkannya (misalnya biaya reaktan). Model yang sederhana akan lebih mudah diaplikasikan dalam waktu singkat dan dengan biaya rendah. Penggunaan JST diarahkan untuk menjadi alternatif pengukuran cincin Du Noüy. Secara umum, setelah sistem ini ada, density meter, viscometer, dan pHmeter diharapkan dapat mensubstitusi penggunaan Du Noüy ring pada spesifikasi pengukuran tertentu. Jika ketiga paramater masukan tersebut dibandingkan dengan penelitian serupa yang dilakukan Kumar et al. (2005), maka sistem ini berbeda dalam hal tidak diperlukannya acuan database konstanta parachor (Bagian 2.7) dan tidak digunakannya indeks refraktif. Selain itu viskositas dan pH
26 juga menjadi masukan sistem yang sebelumnya tidak digunakan pada penelitian tersebut. 3.2. Hubungan Empirik Masukan dan Keluaran Terdapat dua ulangan sulfonasi untuk menghasilkan masing-masing sepuluh sampel surfaktan-MESA. Data yang ditampilkan Tabel 2 merupakan rataan dari kedua ulangan percobaan tersebut. Tabel tersebut memperlihatkan pula nilai tegangan permukaan masing-masing ulangan sebelum dirata-rata. Tabel 2
Sepuluh pasang data ρ, η, dan pH beserta tegangan permukaan dari dua ulangan percobaan (i) dan (ii) beserta rataannya ρ (g cm-3) 0,942 0,972 0,991 0,996 0,984 0,981 0,971 0,980 0,984 0,991
η (cP) 30,00 65,63 88,75 102,50 86,25 75,00 60,00 75,63 85,00 100,00
pH (i)
3,33 3,21 2,98 3,00 3,01 3,08 3,08 3,01 3,01 3,00
43,65 38,30 41,70 39,85 43,55 45,50 45,00 43,70 41,00 40,00
σ (dyne cm-1) (ii) rataan 43,70 38,80 41,60 41,50 40,25 42,30 43,65 42,23 41,00 42,80
43,68 38,55 41,65 40,68 41,90 43,90 44,33 42,96 41,00 41,40
Pemilihan parameter berdasarkan referensi teoretik perlu dibandingkan dengan kenyataan empirik. Adanya prediksi tegangan permukaan dalam penelitian terpisah untuk densitas, viskositas, dan pH (Bagian 2.7), dapat menjadi dasar untuk mencoba menarik hubungan antara masing-masing variabel masukan dengan tegangan permukaan secara terpisah. Ketidaklinearan dapat dilihat dengan mudah lewat deskripsi grafik.
27 3.3. Perancangan Jaringan Saraf Tiruan Merujuk pada hasil-hasil riset sebelumnya (Bagian 2.9) pada bidang yang masih berdekatan dengan surfaktan (Baroutian et al. 2008; Kumar & Bansal 2007; Ramadhas et al. 2006), JST lapis banyak dengan teknik propagasi balik akan digunakan untuk masalah prediksi tegangan permukaan (Gambar 9). Saat penelitian Baroutian et al. (2008) dilakukan, jumlah 7 neuron dalam lapisan tersembunyi yang diperoleh adalah dari proses trial and error yang dilakukan dengan terorganisasi. Yaitu, memulai dari 2 neuron, lakukan pelatihan dan pengujian baru kemudian menambah lagi menjadi 3, 4, dst. Pada setiap penambahan dilihat apakah hasilnya membaik atau tidak. Penelitian ini akan menggunakan metode yang sama untuk menentukan jumlah neuron pada lapisan tersembunyi.
densitas
viskositas
. . .
σ
pH
ρ,η,pH
Gambar 9 Arsitektur JST untuk prediksi σ
, , pH
f
σ
28 1
IW1,1
p1 p2
b1
w1,1
∑
w2,1 w1,2
1
w2,2
∑
. . .
. . .
a1
f
ρ
b2 a2
f
wS,R
w2,2
aS
. . .
. . . w7,2
f
∑
w1,2
w2,1
η
. . .
wS,1 1 bS wS,2 pR
w1,1
w7,1
w7,3
pH
(b)
(a)
Gambar 10 Detil representasi bobot sebagai elemen matriks IW dengan indeks baris-kolomnya (a) dan contoh belahan muka JST prediksi σ dengan tujuh neuron lapisan tersembunyi (b) LW2,1 a1
a1 wS2,1
a2
wS2,2
. . .
1
∑
. . .
w1,2
f
. . .
wS2,S aS
w1,1
a2
bS2
σ
. . .
w1,7 (a)
a7
(b)
Gambar 11 Detil representasi bobot sebagai elemen matriks LW dengan indeks baris-kolomnya (a) dan contoh belahan belakang JST prediksi σ dengan tujuh neuron lapisan tersembunyi (b) Gambar 10 dan Gambar 11 memperlihatkan tingkat detil yang lebih dalam untuk JST prediksi tegangan permukaan yang secara ringkas diperlihatkan Gambar
9
dengan
sekaligus
memvisualisasikan
operasi
matriks
yang
29 merepresentasikan JST tersebut. Seri gambar tersebut juga memperlihatkan contoh indeks bobot pada arsitektur tujuh neuron pada lapisan tersembunyi. Jumlah neuron inilah yang akan diperbandingkan untuk seleksi arsitektur JST yang telah disebutkan sebelumnya. Mengenai representasi matriks yang dipakai untuk operasi-operasi pembentukan JST diperlihatkan operasi feed forward berikut ini. Dengan bobot masukan, bias, dan masukan JST kasus tujuh neuron lapisan tersembunyi berikut ,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
, dan
,
feed forward dari lapisan masukan ke lapisan tersembunyi adalah ,
dengan a1 yang di feed forward lagi ke lapisan keluaran oleh bobot dan bias berikut ,
,
,
,
…
,
,
,
,
menjadikan keluaran tegangan permukaan sebagai ,
,
3.4. Pengkodean Keluaran dan Masukan Fungsi aktivasi yang digunakan adalah yang bertipe sigmoid, yaitu . Selain turunannya yang mudah, yaitu
f ' ( x ) = f ( x )(1 − f ( x ))
(untuk
digunakan saat propagasi balik), sifat kontinyunya sesuai untuk pengkodean data keluaran, yaitu nilai-nilai tegangan permukaan. Tabel 2 memperlihatkan sepuluh pasangan data yang berasal dari sepuluh sampel surfaktan-MESA dengan jarak sulfonasi sepuluh menit, yaitu mulai menit ke-10 hingga menit ke-100.
30 Keseluruhan sampel tersebut diukur tegangan permukaannya dalam konsentrasi 1%. Mengingat range numerik masukan yang berbeda-beda antara densitas, viskositas, dan pH, nilai-nilai ini terlebih dahulu dinormalisasi dengan masingmasing masukan dioperasikan terhadap rataan dan standar deviasinya, sehingga diperoleh sepuluh nilai baru yang rataannya nol dan nilai ragamnya satu. Contohnya, untuk densitas dilakukan
dengan
adalah standar deviasi dan
adalah rataan kolom densitas Tabel 2.
Untuk pengkodean nilai target JST, tegangan permukaan (Tabel 2) dibagi dengan konstanta 45, sehingga target masih berada dalam selang keluaran sigmoid [0,1]. Pengkodean masukan maupun target tadi reversible, sehingga nilai masukan maupun hasil prediksi dapat dikembalikan ke satuan aslinya. 3.5. Validasi 5-fold Dari sepuluh pasang data yang dimiliki dilakukan kombinasi pelatihanpengujian sebanyak lima fold. Secara bergantian tiap fold yang terdiri atas dua pasangan data menjadi vektor validasi dalam pengujian.Dengan begitu pada tiap fold komposisi datanya adalah 80% data pelatihan dan 20% data pengujian. Ini dilakukan mulai dari arsitektur JST dengan 2 neuron pada hidden layer, kemudian 3,4, dst. Generalisasi prediksi σ
, , pH oleh JST tersebut akan bersandar
pada hipotesis berikut: 1. Terdapat 5 JST yang berbeda-beda untuk arsitektur yang terpilih 2. Prediksi divalidasi 5-fold data pengujian yang tak terlibat pelatihan, artinya JST independen terhadap data-data ini dalam hal penyesuaian bobot. 3.6. Kriteria Pemberhentian Pelatihan Terdapat sejumlah kriteria pemberhentian pelatihan. Propagasi balik Levenberg-Marquardt akan berhenti pada salah satu kondisi berikut
31 1. epoch maksimum tercapai 2. gradien kinerja pelatihan jatuh di bawah konstanta yang ditetapkan. (Gambar 12) Kinerja pelatihan (learning) maupun validasi (generalization) menggunakan ukuran MSE yaitu rataan dari error prediksi kuadrat. Kinerja membaik ditandai oleh MSE yang turun.
MSE
Epoch
Gambar 12 Pelatihan berhenti pada epoch ke-11 setelah gradien kinerja turun di bawah gradien minimum 1 x 10-10 Kondisi ke-3 bisa ditambahkan bagi dua kriteria pemberhentian di atas, yaitu: 3. stop pelatihan jika kinerja validasi (generalisasi) mengalami penurunan atau tak berubah selama n epoch berturut-turut. Dengan menetapkan konstanta z, penghentian tersebut terjadi pada n = z +1 sejak tidak ada perbaikan kinerja. Ilustrasi Tabel 3 memperlihatkan MSE validasi yang tidak mengalami perbaikan saat epoch ke-4 berlanjut dengan epoch ke-5. Dengan menetapkan z = 5, pelatihan kemudian berhenti pada epoch n = 4 + 5 + 1 = 10.
32 Tabel 3
Berhentinya pelatihan pada epoch ke-10 perbaikan MSE validasi sejak epoch ke-5
epoch MSE validasi epoch MSE validasi
1
2
3
4
akibat tidak adanya
5
0,4628 0,4013 0,0182 0,0089 0,0089 6
7
8
9
10
0,0089 0,0089 0,0089 0,0089 0,0089
3.7. Selang Keluaran sebagai Kriteria Pemberhentian Jika pelatihan dengan tiga kondisi di atas dijalankan dengan data yang ada, generalisasi biasanya lebih dominan menghentikan pelatihan. Jika z = 5, maka pelatihan berhenti pada epoch ke enam, relatif sejak perbaikan kinerja validasi masih terjadi atau memang tepat enam epoch berjalan tanpa perbaikan kinerja. Solusi memperpanjang pelatihan adalah dengan menetapkan z yang lebih besar. Ini tidak dipilih, sebagai gantinya alternatif yang diusulkan adalah selang keluaran sebagai goal tambahan. Prinsipnya adalah dengan memberi skor keluaran JST sebagai true (goal tercapai) sepanjang masih jatuh di dalam selang yang telah ditentukan. Lebih jelasnya skor true, jika
dan false jika keluaran jatuh di luar selang (goal tidak tercapai). Usulan selang keluaran di atas adalah berdasarkan data asli itu sendiri, target prediksi adalah rataan dari dua ulangan percobaan (Tabel 2) yang memiliki selisih
. Dengan menetapkan suatu selang tetap
seperti diimposisikan di atas
pada Gambar 13, penelitian ini mengusulkan semacam selang tolerasi kesalahan prediksi. Alih-alih menetapkan konstanta z yang lebih besar, skor dijadikan kriteria pemberhentian yang ke-4, kemudian digunakan lagi sebagai kriteria untuk memilih arsitektur JST.
Tegangan permukaan (dyne/cm)
33
δ9
δ
Sampel ke-i
Gambar 13 Contoh selisih tegangan permukaan antara dua ulangan ( ) diimposisi konstanta 3.7.1. Selang Keluaran dari Batas Atas Selang Kepercayaan ,
Dari sampel selisih rataan
,…,
dengan rataan
dan ragam
. Parameter
untuk populasi selisih pengukuran tegangan permukaan dapat diestimasi
oleh selang kepercayaan (Soong 2004) berikut ,
,
2 Pada kasus pengukuran selisih dua pengukuran
2
1
dalam Tabel 2, selang kepercayaan 95% untuk
tersebut memberikan
0,514
2,370
95%.
Jika batas atas selang 2,370 dipilih, maka selang keluaran yang digunakan untuk memberi skor menjadi
1,185
1,185. Substitusi
pasangan data pertama Tabel 2 sebagai contoh memberikan 42,49
0,942; 30; 3,33
44,86
Akan terdapat sepuluh selang semacam itu untuk penentuan skor prediksi. Pelatihan akan diteruskan apabila kriteria pemberhentian ini belum dipenuhi, yaitu
34 apabila prediksi fold yang divalidasi masih berada di luar selang tersebut. Jika epoch loop tidak menghasilkan perbaikan skor, maka salah satu dari tiga kriteria pemberhentian sebelumnyalah yang akan menghentikan pelatihan. 3.7.2. Selang Keluaran dari Rataan dan Standar Deviasi Selang alternatif yang juga digunakan adalah yang diperoleh dari penjumlahan rataan selisih pengukuran tegangan permukaan dengan standar deviasinya Ide dasarnya berasal dari konsep error yang terdiri atas estimator dan bias, dengan menganalogikan
sebagai estimator dan
Dari sampel selisih
,
,…,
sebagai bias.
pengukuran tegangan permukaan Tabel 2,
penjumlahan rataan dan standar deviasi di atas menjadi
2,740. Apabila
dibandingkan dengan selang yang diperoleh Bagian 3.7.1, diperoleh selang yang lebih lebar untuk untuk pasangan data pertama Tabel 2 sebagai 42,31
0,942; 30; 3,33
45,4
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Hubungan Empirik Data Percobaan Apabila tegangan permukaan digambarkan terhadap densitas (Gambar 14), tidak terlihat adanya hubungan pangkat empat dan konstanta parachor yang dibahas Bagian 2.7.
Korelasi r (koefisien korelasi momen-produk Pearson)
densitas dengan tegangan permukaan adalah -0,3756, sedangkan terhadap viskositas adalah -0,4284, dan terhadap pH adalah 0,0946. Seluruh korelasi tersebut mendekati nol, artinya secara individual data empirik densitas, viskositas,
Tegangan permukaan (dyne/cm)
maupun pH yang dimiliki bukanlah prediktor langsung tegangan permukaan.
Densitas (g/cm3)
Tegangan permukaan (dyne/cm)
Gambar 14 Tegangan permukaan terhadap densitas
Viskositas (cP)
Gambar 15 Tegangan permukaan terhadap viskositas
Tegangan permukaan (dyne/cm)
38
pH
Gambar 16 Tegangan permukaan terhadap pH Secara grafis pun terlihat bahwa akan sulit untuk menarik tren linear di atas pola tersebut (Gambar 14, Gambar 15, dan Gambar 16). Fakta empirik lain yang muncul adalah ternyata data densitas yang dinormalisasi dapat di-fit secara baik kepada data densitas dengan korelasi 0,9813 (dekat dengan satu atau sangat baik sebagai prediktor satu sama lain).
Prediktan
Densitas Viskositas
Target
Gambar 17 Tegangan permukaan terhadap densitas dan viskositas dalam skala masukan-keluaran JST Untuk masukan pH dengan korelasi r terkecil, Gambar 16 memperlihatkan adanya relasi bukan fungsi, ada lebih dari satu nilai tegangan permukaan ketika nilai pH adalah 3; 3,01; dan 3,08 (dalam pembulatan dua desimal). Secara
39 keseluruhan nilai-nilai pH inilah yang menurunkan ragam masukan JST untuk parameter pH. Ragam sepuluh data pH adalah 0,0129, sedangkan jika duplikasi dibuang menjadi enam data pH ragamnya adalah 0,0196. Secara individual nilainilai yang tak bervariasi tersebut tidak menyumbangkan informasi bagi prediksi tegangan permukaan. Akhirnya nilai-nilai dari parameter pasangannyalah (densitas dan viskositas) yang menyimpan informasi sebagai prediktor (Tabel 4). Tabel 4 Variasi nilai densitas dan viskositas terhadap pH yang tak bervariasi ρ (g cm-3)
Tegangan permukaan
0,996 0,991 0,984 0,984 0,980 0,981 0,971
η (cP) 102,5 100 85 86,25 75,63 75 60
pH 3 3 3,01 3,01 3,01 3,08 3,08
σ (dyne cm-1) 40,68 41,40 41,00 41,90 42,96 43,90 44,33
Densitas, Viskositas Densitas, pH
Gambar 18 Tegangan permukaan terhadap densitas-viskositas dan terhadap densitas-pH (sudah dinormalisasi)
40 Fakta-fakta empirik dari data yang dimiliki menunjukkan bahwa akan ada kerumitan untuk memformulasikan tegangan permukaan dari densitas, viskositas, dan pH secara linear. Data yang sedikit harus dikombinasikan sebagai pola yang akan dilatihkan kepada JST untuk mengatasi kerumitan tersebut. Hubungan empirik ini sekali lagi divisualisasikan oleh Gambar 18. 4.2. Masukan dan Keluaran JST Setelah dikodekan ulang (seperti telah dibahas Bagian 3.4), maka masukan dan keluaran JST menjadi seperti pada Tabel 5. Rataan untuk tiap-tiap sepuluh data masukan mendekati nol dengan nilai ragamnya adalah satu. Tabel 5
Masukan dan keluaran JST setelah dilakukan pengkodean ulang (satuan dihilangkan) ρnorm -2,427 -0,483 0,753 1,102 0,304 0,118 -0,510 0,025 0,334 0,784
ηnorm -2,196 -0,527 0,556 1,201 0,439 -0,088 -0,791 -0,059 0,381 1,083
pHnorm 2,307 1,200 -0,815 -0,638 -0,505 0,049 0,049 -0,527 -0,505 -0,615
σcoded 0,971 0,857 0,926 0,904 0,931 0,976 0,985 0,955 0,911 0,920
4.3. Analisis Validasi 5-fold Dengan mengambil JST dengan enam neuron lapisan tersembunyi sebagai ilustrasi, validasi 5-fold yang dilakukan menghasilkan sepuluh data prediksi tegangan permukaan (Tabel 6). Masing-masing fold terdiri atas dua data validasi yang tidak diikutsertakan dalam pelatihan. Tiap fold juga membentuk JST-nya sendiri-sendiri. Jadi, JST 1, JST 2, dst. memiliki bobot maupun nilai inisial yang berbeda-beda satu sama lain. Yang sama adalah arsitektur umumnya, yaitu MLP 3
41 – 6 – 1, tiga neuron lapisan masukan, enam neuron lapisan tersembunyi, dan satu lapisan keluaran. Tabel 6 Hasil validasi 5-fold JST dengan enam neuron lapisan tersembunyi
fold JST 1 JST 2 JST 3 JST 4 JST 5
target (dyne cm-1)
prediksi (dyne cm-1)
43,68 38,55 41,65 40,68 41,90 43,90 44,33 42,96 41,00 41,40
45,00 39,01 41,49 41,10 42,10 42,44 43,31 43,06 41,87 41,37
squared error 1,755 0,216 0,027 0,182 0,042 2,120 1,040 0,009 0,763 0,001
Setelah 5-fold pelatihan dan validasi selesai, kesepuluh hasil validasi JST 1, JST 2, dst. dikumpulkan dan diukur kinerjanya sebagai satu kesatuan representasi kinerja MLP 3 – 6 – 1 ketika akan dibandingkan dengan MLP 3 – 2 – 1 , 3 – 3 – 1, dst. yang diperoleh dari metode serupa. Hasil prediksi menggunakan data validasi inilah yang dipakai sebagai ukuran generalisasi JST. Pada Tabel 6 terlihat bahwa contoh generalisasi model terbaik ada pada saat MLP 3 – 6 – 1 memprediksi tegangan permukaan sebagai 41,37 dyne cm-1 yang terpaut 0,001 (squared error) dari target 41,40 dyne cm-1. Kegagalan MLP 3 – 6 – 1 terlihat saat memprediksi tegangan permukaan sebagai 42,44 dyne cm-1 ketika target seharusnya adalah 43,90 dyne cm-1. 4.4. Selang Keluaran sebagai Kriteria Pemberhentian Penggunaan selang yang berasal dari batas atas selang kepercayaan yang dibahas Bagian 3.7.1 sebagai kriteria pemberhentian yang ke-4 menghasilkan seri pelatihan dan validasi seperti yang tertera pada Tabel 7. Perbandingan antara MLP
42 dengan 2 neuron lapisan tersembunyi, dengan 3, 4, dst. dilakukan dengan mengambil rataan dari skor pelatihan dan generalisasi. Rataan skor tertinggi diperoleh MLP 3 – 6 – 1, yaitu 95%. Tabel 7
Skor dan kinerja pelatihan serta validasi 5-fold penggunaan empat kriteria pemberhentian dari batas atas selang kepercayaan 95%
neuron lapisan tersembunyi
skor pelatihan
skor generalisasi
MSE† pelatihan
MSE† generalisasi
2 65,0% 70,0% 0,001643 0,002396 -4 3 92,5% 70,0% 2,55 x 10 0,002185 4 77,5% 80,0% 0,001465 0,001578 -5 5 100,0% 70,0% 5,43 x 10 0,001078 -5 6 100,0% 90,0% 4,59 x 10 0,001826 -5 7 100,0% 70,0% 1,29 x 10 0,002272 8 100,0% 70,0% 2,71 x 10-5 0,002361 -4 9 90,0% 70,0% 5,66 x 10 0,002892 -5 10 100,0% 70,0% 2,28 x 10 0,002619 -5 11 100,0% 70,0% 1,00 x 10 0,003372 12 97,5% 70,0% 3,37 x 10-5 0,004480 † MSE dihitung masih dalam skala pengkodean ulang keluaran
rataan skor 67,5% 81,3% 78,8% 85,0% 95,0% 85,0% 85,0% 80,0% 85,0% 85,0% 83,8%
Prediksi (dyne/cm)
43
Target (dyne/cm)
Gambar 19 Hasil prediksi tegangan permukaan JST dibandingkan nilai target dan selang yang berasal dari batas atas selang kepercayaan 95% Seberapa dekat hasil prediksi MLP 3 – 6 – 1 ditunjukkan Gambar 19 yang memuat pula selang keluaran yang digunakan untuk skor validasi. Terlihat bahwa arsitektur ini memperoleh sembilan true dan satu false, sehingga skor validasi 90% (Tabel 7). Mengingat bahwa skor validasi kemudian digunakan sebagai perbandingan antar arsitektur, pergeseran selang skor dapat dilakukan. Kalau ada kesulitan misalnya, pemenang perbandingan ada banyak (sama-sama memiliki skor tinggi), maka selang skor ini memang bisa dibuat lebih kecil untuk mencari arsitektur pemenangnya (tentu adalah yang paling banyak memiliki hasil prediksi dekat garis y = x pada Gambar 19). Akan tetapi, perlu diingat bahwa pemilihan awal lebar selang keluaran dapat merubah hasil pelatihan dan validasi karena di luar masalah pebandingan, skor selang keluaran berperan pula sebagai kriteria pemberhentian.
Prediksi (dyne/cm)
44
Target (dyne/cm)
Gambar 20 Hasil prediksi tegangan permukaan JST dibandingkan nilai target dan selang yang berasal dari rataan dan standar deviasi Pilihan selang keluaran yang dijelaskan Bagian 3.7.2 lebih lebar (Gambar 20) dari selang sebelumnya yang berasal dari batas atas selang kepercayaan 95% (Gambar 21). Untuk kriteria pemberhentian menggunakan skor selang keluaran ini, Tabel 8 memberikan hasil yang sama dengan Tabel 7, yaitu bahwa MLP 3 – 6 – 1 menjadi arsitektur terbaik dengan rataan skor 95% (nilai prediksi untuk selang keluaran ini telah dipergunakan sebagai contoh, yaitu pada Tabel 6). Bedanya adalah MSE validasi yang diperoleh penggunaan selang keluaran yang ke-2 ini terlihat lebih baik dibandingkan sebelumnya (1,83 x 10-3), yaitu 3,04 x 10-4.
45 Tabel 8
Skor dan kinerja pelatihan serta validasi 5-fold penggunaan empat kriteria pemberhentian dari rataan dan standar deviasi
neuron lapisan tersembunyi
skor pelatihan
skor generalisasi
MSE† pelatihan
MSE† generalisasi
2 97,5% 70,0% 0,000301 0,000939 -4 3 80,0% 95,0% 1,97 x 10 0,000851 4 100,0% 70,0% 3,13 x 10-5 0,002069 -5 5 100,0% 80,0% 2,15 x 10 0,001559 -5 6 100,0% 90,0% 1,86 x 10 0,000304 -5 7 100,0% 80,0% 1,03 x 10 0,001730 8 100,0% 70,0% 1,40 x 10-5 0,002442 -5 9 100,0% 70,0% 2,25 x 10 0,011596 -5 10 100,0% 80,0% 1,17 x 10 0,001672 -6 11 100,0% 70,0% 4,96 x 10 0,002276 12 100,0% 70,0% 1,60 x 10-5 0,000741 † MSE dihitung masih dalam skala pengkodean ulang keluaran
rataan skor 83,8% 87,5% 85,0% 90,0% 95,0% 90,0% 85,0% 85,0% 90,0% 85,0% 85,0%
Keberhasilan prediksi oleh MLP 3 – 6 – 1 pada dua seri validasi 5-fold di atas dijadikan alasan untuk memilih JST dengan enam neuron lapisan tersembunyi untuk masalah prediksi tegangan permukaan dari densitas, viskositas, dan pH. MSE terbaik dalam validasi 5-fold yang dilakukan diperoleh lewat penggunaan selang keluaran yang ke-2 (Tabel 8). Jika ditinjau lebih jauh, maka baik selang keluaran pertama maupun selang keluaran yang kedua sebenarnya berada di sekitar nilai dua kali standar deviasi dari sampel selisih pengukuran tengangan permukaan,
,
,…,
. Nilai itu adalah 2
2,594 dyne cm-1
(bandingkan dengan nilai yang dipakai untuk selang keluaran, berturut-turut adalah 2,370 dan 2,740 dyne cm-1). Sebaran nilai tegangan permukan target dibandingkan kedua hasil prediksi dengan dua macam pilihan selang tadi diperlihatkan boxplot Gambar 21. Nilai
46 median maupun whisker6 dari sebaran nilai prediksi menggunakan selang yang berasal dari rataan dan standar deviasi (Gambar 21 prediksi (b)), lebih dekat
Tegangan permukaan (dyne/cm)
dengan pola sebaran target.
Gambar 21 Boxplot target prediksi tegangan permukaan dibandingkan dengan hasil prediksi dari dua macam selang keluaran 4.5. Penggunaan Dua Kriteria Pemberhentian Untuk
memperkuat
argumen
bahwa
penggunaan
empat
kriteria
pemberhentian pelatihan memperbaiki hasil prediksi JST, dilakukan validasi 5fold dengan hanya dua kriteria pemberhentian, yaitu (1) epoch maksimum dan (2) gradien kinerja pelatihan minimum. Pelatihan pembanding ini berlangsung dengan kondisi awal yang sama dengan validasi 5-fold sebelumnya, yaitu dengan memasukkan bobot dan bias awal yang sama dengan semua JST yang menghasilkan prediksi Tabel 7. Bobot awal semua JST tersebut memang sengaja disimpan saat pelatihan dengan empat kriteria pemberhentian dilakukan. Gambar 22 memperlihatkan hasil prediksi tegangan permukaan terhadap target. Selang
6
Whisker dalam tulisan ini dipilih dengan menggunakan jarak 1,5 x interquartile range
(IQR) dari masing-masing Q1 dan Q3.
47 keluaran yang diperlihatkan gambar tersebut hanya berperan dalam menentukan
Prediksi (dyne/cm)
skor dan tidak digunakan sebagai goal validasi.
Target (dyne/cm)
Gambar 22 Hasil prediksi pelatihan dengan hanya dua kriteria pemberhentian Tabel 9 memperlihatkan bahwa secara umum rataan skor tertinggi adalah 85% (dengan MSE generalisasi 2,72 x 10-3), jauh di bawah 95%. Analisis lebih dalam pada kolom skor pelatihan memperlihatkan fakta lain bahwa model cenderung melakukan fitting mendekati data pelatihan saja, atau lebih dikenal sebagai kondisi overfitting. JST dengan begitu kehilangan generalisasinya saat data validasi dimasukkan. MSE pelatihan yang 70% berada di bawah 1 x 10-10 (sangat kecil) juga memperkuat fakta terjadinya overfitting, selain itu ini memperlihatkan bahwa pelatihan cenderung berhenti akibat tercapainya gradien kinerja minimum.
48 Tabel 9 Pelatihan dengan hanya dua kriteria pemberhentian neuron lapisan tersembunyi
skor pelatihan
skor generalisasi
MSE† pelatihan
MSE† generalisasi
2 80,0% 50,0% 0,001084 0,006529 3 100,0% 60,0% 1,04 x 10-5 0,003374 4 82,5% 50,0% 0,001396 0,010056 -24 5 100,0% 60,0% 1,71 x 10 0,010495 -22 6 100,0% 30,0% 5,24 x 10 0,010386 7 100,0% 60,0% 2,59 x 10-20 0,032696 -25 8 100,0% 70,0% 7,91 x 10 0,146640 -21 9 100,0% 70,0% 2,64 x 10 0,002722 -20 10 100,0% 50,0% 1,94 x 10 0,014968 11 100,0% 60,0% 2,16 x 10-23 0,049752 -21 12 100,0% 60,0% 3,85 x 10 0,054673 † MSE dihitung masih dalam skala pengkodean ulang keluaran
rataan skor 65,0% 80,0% 66,3% 80,0% 65,0% 80,0% 85,0% 85,0% 75,0% 80,0% 80,0%
4.6. Perbandingan Korelasi Penggunaan Selang Keluaran Gambar 23 memperlihatkan korelasi r antara prediksi terhadap target. Secara berturut-turut
Gambar 23 (a) adalah hasil penggunaan kriteria
pemberhentian selang keluaran yang diperoleh dari batas atas selang kepercayaan 95%, Gambar 23 (b) adalah hasil penggunaan kriteria pemberhentian selang keluaran yang berasal dari rataan dan standar deviasi, dan Gambar 23 (c) adalah hasil dari penggunaan hanya dua kriteria pemberhentian (Bagian 4.5). Grafik tersebut juga menyandingkan skor selang keluaran serta MSE generalisasi untuk tiap metode pembentukan JST yang disebutkan tadi.
49
Skor pelatihan (x 100%) Skor generalisasi (x 100%) MSE generalisasi (x 10-3) Korelasi
(a)
(b)
(c)
(a*)
Gambar 23 Korelasi prediksi dengan target dibandingkan dengan skor dan MSE Tabel 10 Perbandingan hasil-hasil terbaik untuk tiap metode pembentukan JST Metode pembentukan JST (a) Skor pelatihan Skor generalisasi MSE generalisasi ( x 10-3) Korelasi
100,00% 90,00% 1.826 0,2556
(b) 100,00% 90,00% 0.304 0,8844
(c) 100,00% 70,00% 2.722 0,2055
(a*) 100,00% 100,00% 2.722 0,7811
Sebagaimana diperlihatkan pula Tabel 10 (b), korelasi r semakin mendekati satu untuk penggunaan kriteria pemberhentian dari selang keluaran di sekitar dua kali standar deviasi. Jauh dari korelasi 0,2055 (Tabel 10 (c)) yang lebih dekat ke nol jika kriteria pemberhentian ini tidak digunakan. Selang keluaran juga ternyata memperlihatkan fakta lain, untuk Tabel 10 (a) (Gambar 23 (a)). Skor generalisasi 90% yang berarti sembilan dari total sepuluh data berada dalam selang keluaran ternyata hanya menghasilkan korelasi 0,2556, artinya ada pengaruh dominan dari satu hasil prediksi yang berada di luar selang. Apabila satu hasil ini dikeluarkan dari perhitungan korelasi, maka dengan sembilan data yang seluruhnya berada dalam selang keluaran, korelasi menjadi 0,7811 sebagaimana diperlihatkan
50 Gambar 23 (a*) dan Tabel 10 (a*). MSE generalisasi sembilan data ini juga jauh membaik menjadi 3,26 x 10-4. Ini menunjukkan bahwa skor selang keluaran dapat memberikan interpretasi lain atas fakta empirik korelasi maupun MSE, yaitu adanya data yang dominan memperburuk nilai-nilai tersebut jika pada saat yang sama justru skor generalisasi menunjukkan persentase sebaliknya, besar nilainya atau baik. 4.7. Kasus Prediksi IFT Guna melihat sejauh mana peluang model JST yang dikembangkan untuk menjadi
prototipe
prediksi
IFT,
maka
dimanfaatkanlah
empat
kriteria
pemberhentian dan selang keluaran dari rataan dan standar deviasi untuk validasi 5-fold yang sama dengan prediksi tegangan permukaan. Selang keluaran berasal dari
0,009295
0,008172 = 0,0175, yang memberikan 0,087
0,087
data tersebut berasal dari pengukuran IFT surfaktan-MESA yang sama dengan yang dipergunakan pada pengukuran tegangan permukaan. Campuran surfaktanair formasi yang digunakan bersalinitas 15 000 ppm dengan konsentrasi surfaktan 0,3%.
51 Tabel 11 Hasil prediksi IFT validasi 5-fold dengan selang keluaran sebagai kriteria pemberhentian neuron lapisan tersembunyi
skor pelatihan
skor generalisasi
MSE† pelatihan
MSE† generalisasi
45,0% 50,0% 60,0% 40,0% 63,8% 63,8% 50,0% 65,0% 58,8% 58,8% 80,0%
Prediksi (dyne/cm)
2 50,0% 40,0% 0,028824 0,055568 -3 3 80,0% 20,0% 8,37 x 10 0,035030 4 70,0% 50,0% 1,27 x 10-2 0,035620 -3 5 70,0% 10,0% 9,52 x 10 0,042988 -3 6 87,5% 40,0% 2,95 x 10 0,066617 -3 7 87,5% 40,0% 2,42 x 10 0,052141 8 70,0% 30,0% 9,57 x 10-3 0,070597 -4 9 100,0% 30,0% 6,91 x 10 0,047917 -2 10 87,5% 30,0% 2,66 x 10 0,071981 -3 11 87,5% 30,0% 2,33 x 10 0,065491 12 90,0% 70,0% 1,77 x 10-3 0,070521 † MSE dihitung masih dalam skala pengkodean ulang keluaran
rataan skor
Target (dyne/cm)
Gambar 24 Hasil prediksi IFT dengan MLP 3 – 12 – 1 terhadap target serta selang keluaran yang dipergunakan Berdasarkan skor selang keluaran Tabel 11, skor rataan terbaik adalah 80%, yaitu untuk JST dengan 12 neuron lapisan tersembunyi. Apabila digambarkan
52 (Gambar 24) terhadap target prediksi, maka akan terlihat tiga nilai di luar selang keluaran yang berkontribusi pada jeleknya MSE validasi (7,05 x 10-2). Akan tetapi, apabila skor rataan tersebut diabaikan dan MSE validasi terkecil yang dipilih, maka kita akan dihadapkan pada skor validasi 20% untuk MLP 3 – 3 – 1 dengan MSE 3,5 x 10-2 , yang artinya kontribusi nilai-nilai prediksi pada MSE tersebut, 80%-nya berasal dari prediksi di luar selang keluaran. Boxplot Gambar 25 memperlihatkan pula adanya outlier untuk data target pengukuran IFT. Situasi ini menyulitkan, dengan jumlah pasangan data yang sedikit JST harus memprediksi nilai IFT dalam sebaran yang lebar berkat adanya outlier ini.
Gambar 25 Boxplot sebaran nilai target IFT serta sebaran hasil prediksi 12 neuron dan 3 neuron lapisan tersembunyi
BAB 5. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Selang keluaran yang diperoleh dari parameter statistik sampel selisih dua ulangan percobaan telah berhasil diterapkan sebagai kriteria pemberhentian pelatihan JST, yaitu dengan menyisipkan evaluasi skor prediksi pada akhir tiap epoch dari loop propagasi balik. Lebar selang ini ditetapkan di sekitar nilai dua kali standar deviasi nilai-nilai selisih tadi. Pada kasus prediksi tegangan permukaan surfaktan-MESA, penggunaan kriteria pemberhentian ini terbukti menghasilkan generalisasi model yang lebih valid pada situasi data sedikit, yaitu MSE generalisasi 1,83 x 10-3. Sebagai perbandingan, pembentukan JST yang tidak menggunakan selang keluaran ini sebagai kriteria pemberhentian hanya memiliki MSE generalisasi 2,72 x 10-3. Bahkan, hasil terbaik penggunaan metode ini mencapai MSE generalisasi 3,04 x 10-4. Kedua hasil terbaik tersebut diperoleh dari seleksi JST 2 – 12 neuron lapisan tersembunyi, dengan keduanya sama-sama dihasilkan JST dengan enam neuron lapisan tersembunyi. JST untuk kasus ini juga terbukti dapat memprediksikan tegangan permukaan dari masukan densitas, viskositas, dan pH. Dinamika sistem yang sama dengan pembentukan JST untuk prediksi tegangan permukaan belum berkinerja baik saat dicobakan untuk prediksi IFT. Penyebabnya diduga berasal dari data IFT itu sendiri, adanya outlier seolah-olah menjadikan pembentukan JST dalam sistem ber-noise, padahal jumlah pasangan data yang diandalkan sedikit. Metode yang berhasil memperbaiki kinerja dalam situasi data yang sedikit untuk tegangan permukaan, diduga tidak berkinerja baik dalam masalah pengukuran IFT karena surfaktan-MESA yang menjadi subjek tidak terisolasi dari pengaruh air formasi. 5.2. Saran Bobot dan bias awal pada penelitian ini diinisiasi secara acak, sehingga ketika JST dibentuk untuk tiap fold validasi akan terdapat kemungkinan bahwa hasil prediksinya berbeda-beda jika pembentukan JST diulangi. Perbedaan ini
54 otomatis mempengaruhi MSE generalisasi secara keseluruhan. Akan diperlukan penelitian mendatang yang dapat mengatasi masalah bobot dan bias awal ini pada situasi data sedikit. Khusus kasus prediksi tegangan permukaan surfaktan-MESA yang didemonstrasikan, penambahan jumlah data dapat diprioritaskan sebelum melangkah ke perubahan metode pelatihan ataupun validasi. Sebagaimana diungkapkan dilemma bias-ragam, penambahan data baru akan berarti jika keragamannya semakin mewakili populasi yang diprediksikannya. Untuk pengembangan model prediksi IFT pada selang ultra-low, akan lebih baik mengukur IFT surfaktan terhadap air dahulu, baru kemudian pengukuran terhadap air formasi digunakan dalam analisis sensitivitas prediksi. Alternatif lain adalah diikutsertakannya interaksi komponen di luar objek surfaktan ke dalam sistem, ini mungkin saja berarti parameter dari air formasi.
DAFTAR PUSTAKA Baroutian S, Kheireddine-Aroua M, Abdul-Rahman AA, Sulaiman NMN. 2008. Prediction of palm oil-based methyl ester biodiesel density using artificial neural networks. J App Sci 8(10):1938-1943. Boudh-Hir ME, Mansoor GA. 1990. Statistical mechanics basis of Macleod’s formula. J Phys Chem 94:8362-8364. Drelich J, Fang C, White CL. 2002. Measurement of interfacial tension in fluidfluid systems. Di dalam: Hubbard AT. Encyclopedia of Surface and Colloid Science. Ed ke-1. New York: Marcel Dekker. hlm 3:3152-3166. Enăchescu C. 2008. Approximation capabilities of neural networks. JNAIAM 3(34):221-230. Escobedo J, Mansoori GA. 1996. Surface tension prediction for pure fluids. AIChE J 42(5):1425-1433. Escobedo J, Mansoori GA. 1998. Surface tension prediction for liquid mixtures. AIChE J 44(10):2324-2332. Fu LM. 1994. Neural Networks in Computer Intelligence. Gainesville: McGrawHill. Geman S, Bienenstock E, Doursat R. 1992. Neural networks and the bias/variance dilemma. Neural Comput 4:1-58. Hambali E, Permadi P, Pratomo A, Suryani A, Maria R. 2008. Palm oil-based methyl ester sulphonate as an oil well stimulation agent. J Oil Palm Research (special issue October):8-11 Johlin JM. 1930. The influence of pH and solution concentration on the surface tension of gelatin solutions determined by the sessile bubble method. J Biol Chem 87:319-325. Kumar D, Gupta S, Basu S. 2005. Prediction of surface tension of organic liquids using artificial neural networks. Indian Chem Eng 47(4):219-223. Kumar J, Bansal A. 2007. Selection of best neural network for estimating properties of diesel-biodiesel blends [abstrak]. Di dalam: Proceedings of the 6th Conference on 6th WSEAS Int. Conf. on Artificial Intelligence,
56 Knowledge Engineering and Data Bases. Corfu Island, 16-19 Feb 2007. Wisconsin: WSEAS. hlm.134 – 161. Myers D. 2006. Surfactant Science and Technology. Ed ke-3. New Jersey: J Wiley. Pashley RM, Karaman ME. 2004. Applied Colloid and Surface Chemistry. West Sussex: J Wiley. Petelska AD, Figaszewski ZA. 2000. Effect of pH on the interfacial tension of lipid bilayer membrane [abstrak]. Biophys J 78(2):812-817. Petelska AD, Naumowicz M, Figaszewski ZA. 2002. Interfacial tension of the bilayer lipid membrane [abstrak]. Cell Moll Biol Lett 7:212. [SBRC IPB] Surfactant and Bioenergy Research Center. 2009. Laporan Kemajuan Penelitian:
Peningkatan
Nilai
Tambah
Minyak
Sawit
Melalui
Pengembangan Teknologi Proses Produksi Surfaktan MES dan Aplikasinya Untuk Meningkatkan Produksi Minyak Bumi Menggunakan Metode Huff and Puff. Rajkumar T, Bardina J. 2003. Training data requirement for a neural network to predict aerodynamic coefficients. Di dalam: Bell AJ, Wickerhauser MV, Szu HH. Proceedings of Independent Component Analyses, Wavelets, and Neural Networks; Orlando: 22 Apr 2003. Orlando: SPIE. hlm (5102):92103. Silvert W, Baptist M. 1998. Can neuronal networks be used in data-poor situations? Di dalam: Lek S, Guégan JF. Artificial Neuronal Networks: Application to Ecology and Evolution. Berlin: Springer-Verlag. hlm 241248. Soong TT. 2004. Fundamentals of Probability and Statistics for Engineers. West Sussex: J Wiley. Tadros FT. 2005. Applied Surfactans. Principles and Applications. Weinheim: Wiley-VCH.
57 Touhami Y, Hornof V, Neale GH. 1998. Dynamic interfacial tension behavior of acidified oil/surfactant-enhanced alkaline systems. 1. Experimental studies. Elsevier Science Colloid Surf 132:61-74. Queimada AJ, Marrucho IM, Stenby EH, Coutinho JAP. 2004. Generalized relation between surface tension and viscosity: a study on pure and mixed nalkanes. Di dalam: Fluid Phase Equilibria. Proceedings of the Fifteenth Symposium on Thermophysical Properties; Colorado: 22-27 Jun 2003. Colorado: Elsevier Science. hlm (222-223):161-168.
LAMPIRAN
Lampiran 1
Bobot dan bias inisial JST enam neuron lapisan tersembunyi yang digunakan untuk selang keluaran dari selang kepercayaan 95%
JST 1 IW{1,1} 1 2 3 4 5 6
1 2,0503 2,3326 2,0814 2,0121 -1,0397 -2,0255
2 -0,7660 -0,8797 1,9956 -0,5281 2,1526 2,0042
3 1,9900 -1,6333 -1,0889 2,0844 -1,9203 1,1710
1 -2,0742
2 -0,8333
LW{2,1} 3 3,1471
4 3,5163
b{1,1} 1 2 3 4 5 6
-2,1772 -2,3176 -2,1917 3,7944 -6,4487 -6,8154
b{2,1}
-3,2266
5 1,8269
6 0,8704
JST 2 IW{1,1} 1 2 3 4 5 6
1 2,1473
1 -2,4445 -1,1628 -1,7373 0,2330 2,1522 -1,8430
2 0,9751 -2,9831 2,5697 -2,4573 1,5148 0,9782
3 1,4262 0,3179 -0,5939 -1,8815 1,4926 2,1020
2 2,1525
LW{2,1} 3 1,6459
4 2,5990
2 -2,1693 0,3612 0,6013 -0,4880 -2,8534 2,4586
3 -1,8225 -2,4696 -1,9325 -1,6467 1,1269 -1,6744
b{1,1} 1 2 3 4 5 6
4,0887 4,9099 -2,1578 1,7199 3,9832 -5,3422
b{2,1}
-1,7574
JST 3 IW{1,1 1 2 3 4 5 6
1 -1,1898 1,5099 2,1535 -2,4179 -0,8539 0,9187
5 -2,5522
6 -2,4776
LW{2,1} 3 2,0741
4 -2,4099
1 -2,7048 1,9903 2,5065 -1,8527 -1,9760 -1,7438
2 0,3484 2,1365 -1,0638 -0,3192 -0,2976 0,5969
3 1,2005 1,0362 -1,2682 -2,2480 -2,1510 -2,2842
1 -1,3422
2 2,0497
LW{2,1} 3 -1,0660
4 1,8474
b{1,1} 1 2 3 4 5 6
4,2771 -2,9691 0,1834 -3,1914 -5,2398 -7,9149
b{2,1}
2,0835
1 0,1335
2 -4,3262
b{1,1} 1 2 3 4 5 6
4,9062 -4,2070 -1,6747 -2,9483 -0,6025 2,6017
b{2,1}
1,7002
5 -0,4055
6 1,5336
5 -1,2766
6 -4,3793
JST 4 IW{1,1} 1 2 3 4 5 6
JST 5 IW{1,1 1 2 3 4 5 6
1 3,6682
1 -1,3974 1,7182 0,3153 -2,4698 -2,9470 -1,6544
2 -1,8320 1,3109 -1,5193 1,5177 0,3743 2,4467
3 1,9696 -2,0577 2,5329 -0,9280 -0,3986 1,0469
2 0,4261
LW{2,1} 3 -3,2357
4 0,2066
b{1,1} 1 2 3 4 5 6
7,0641 -4,5389 1,9512 -3,9942 -5,0631 -7,0430
b{2,1}
0,5187
5 0,5297
6 -2,6324
Lampiran 2 Bobot dan bias akhir JST enam neuron lapisan tersembunyi yang digunakan untuk selang keluaran dari selang kepercayaan 95% JST 1 IW{1,1} 1 2 3 4 5 6
1 1,5474 2,1148 1,0514 1,4020 -1,0482 -2,0279
2 -0,2723 -0,6094 2,7099 -0,4816 2,1544 2,0049
3 1,0713 -2,1164 -1,6929 1,7264 -1,9231 1,1710
LW{2,1} 3 2,8099
4 4,7608
1 -2,1932 -1,2964 -1,7487 -0,1890 2,4745 -1,8076
2 1,1746 -3,5322 2,2794 -3,1572 1,3481 1,0204
3 1,5923 0,1123 -0,1622 -1,5356 1,7607 2,0978
2 2,3165
LW{2,1} 3 0,9465
4 2,7905
1 -0,9183
2 -0,7377
b{1,1} 1 2 3 4 5 6
0,9070 -2,3446 -3,0854 4,6063 -6,4284 -6,8077
b{2,1}
-1,6718
5 1,8380
6 0,8792
5 -3,0639
6 -2,4528
JST 2 IW{1,1} 1 2 3 4 5 6
1 2,3065 b{1,1} 1 2 3 4 5 6
3,7830 4,3211 -0,5942 3,3440 3,6170 -5,4035
b{2,1}
-1,7047
JST 3 IW{1,1} 1 2 3 4 5 6
1 -1,1898 1,5099 2,1535 -2,4179 -0,8539 0,9187
2 -2,1693 0,3612 0,6013 -0,4880 -2,8534 2,4586
3 -1,8225 -2,4696 -1,9325 -1,6467 1,1269 -1,6744
1 0,1335
2 -4,3262
LW{2,1} 3 2,0741
4 -2,4099
b{1,1} 1 2 3 4 5 6
4,9062 -4,2070 -1,6747 -2,9483 -0,6025 2,6017
b{2,1}
1,7002
1 -3,2215 1,9091 2,6160 -2,4666 -1,1525 0,2364
2 -0,0907 1,3657 3,5530 0,1099 -1,8307 -1,4087
3 1,8848 -0,4440 -2,7816 1,0687 -1,1701 -0,0806
2 0,1977
LW{2,1} 3 -2,7991
4 -3,4070
5 -0,4055
6 1,5336
5 1,6304
6 -2,6601
JST 4 IW{1,1} 1 2 3 4 5 6
1 4,0516
b{1,1} 1 2 3 4 5 6
4,0830 -4,3391 -3,3615 -1,4937 -6,1349 -8,7042
b{2,1}
3,0086
JST 5 IW{1,1} 1 2 3 4 5 6
1 3,6682
1 -1,3974 1,7182 0,3153 -2,4698 -2,9470 -1,6544
2 -1,8320 1,3109 -1,5193 1,5177 0,3743 2,4467
3 1,9696 -2,0577 2,5329 -0,9280 -0,3986 1,0469
2 0,4261
LW{2,1} 3 -3,2357
4 0,2066
b{1,1} 1 2 3 4 5 6
7,0126 -4,6536 0,3281 -4,5797 -4,7774 -6,7602
b{2,1}
0,9005
5 0,5297
6 -2,6324
Lampiran 3 Bobot dan bias akhir JST enam neuron lapisan tersembunyi yang digunakan untuk selang keluaran dari rataan dan standar deviasi JST 1 IW{1,1} 1 2 3 4 5 6
1 -3,8635 0,0856 -5,0335 5,7165 -2,4060 2,2936
2 0,6497 -1,1139 3,7010 -3,5144 1,8174 0,2822
3 -2,4801 -3,2772 0,0294 2,6366 0,6975 2,0132
1 -5,9942
2 10,2278
LW{2,1} 3 4,3995
4 2,4460
b{1,1} 1 2 3 4 5 6
-2,5312 -1,5189 0,3321 -4,5618 -4,8293 7,1115
b{2,1}
0,6722
2 2,4932 -0,1592 -0,3266 3,3416 -1,3440 1,0437
3 -0,3186 -1,5132 -0,7366 -2,2731 -0,4941 0,8513
5 3,5678
JST 2 IW{1,1} 1 2 3 4 5 6
1 1,7904 1,4185 -2,7782 -2,1515 1,0353 1,8854
6 -1,0166
LW{2,1} 3 3,2232
4 -2,4406
1 -1,4811 -0,4813 0,2333 1,7155 -2,5526 -2,1338
2 2,5566 -2,1550 2,9346 -5,5218 -0,9982 1,4095
3 -1,1774 0,5213 -0,4211 0,8287 2,1417 -5,0509
1 -2,5119
2 -0,7298
LW{2,1} 3 0,9996
4 -1,4405
b{1,1} 1 2 3 4 5 6
1,4867 5,2928 0,6914 -3,1842 -1,5205 8,9606
b{2,1}
2,8533
1 -2,9897
2 0,7165
b{1,1} 1 2 3 4 5 6
-6,8930 -5,2612 -1,3332 -3,8286 -6,6598 7,2509
b{2,1}
1,9222
5 1,5481
6 0,4070
5 2,6879
6 1,4586
JST 3 IW{1,1} 1 2 3 4 5 6
JST 4 IW{1,1} 1 2 3 4 5 6
1 -0,5258 -1,0938 0,9435 1,5928 0,3136 -0,1693
2 -0,7617 -1,1460 -0,5587 -1,2227 2,2124 -2,0694
3 -1,1591 -0,2369 1,6173 1,6461 1,0578 -2,0959
1 -0,7996
2 3,8680
LW{2,1} 3 -2,8897
4 1,7537
b{1,1} 1 2 3 4 5 6
3,8965 -1,2664 6,6491 4,7623 -5,8613 -5,2767
b{2,1}
3,7054
1 0,8552 0,6533 0,2636 -1,2540 2,1408 0,2315
2 1,2970 8,4135 3,9885 2,5158 -4,8682 0,4594
3 0,2594 -1,8753 3,1193 0,3075 4,3994 2,4301
2 -1,5981
LW{2,1} 3 -3,7409
4 2,8947
5 -0,3155
6 -2,9000
5 -2,3829
6 1,0339
JST 5 IW{1,1} 1 2 3 4 5 6
1 -1,2790
b{1,1} 1 2 3 4 5 6
-5,5184 -0,8629 -3,5144 8,6271 -1,1753 -8,3930
b{2,1}
2,0762
Lampiran 4 Pengukuran tegangan permukaan metode cincin Du Noüy Cincin Du Noüy yang digunakan adalah platinum dengan mean circumferense = 5.945. Sebelumnya, posisi alat diatur supaya horizontal dengan water pass. Sebanyak x gram surfaktan dilarutkan ke dalam y gram pelarut, sehingga dihasilkan larutan surfaktan. Cincin platinum dicelupkan ke dalam sampel tersebut (lingkaran logam tercelup ± 3 mm di bawah permukaan cincin). Skala vernier tensiometer diatur pada posisi nol dan jarum penunjuk harus berada pada posisi terhimpit dengan garis pada kaca. Selanjutnya kawat torsi diputar perlahan-lahan sampai film cairan tepat putus, saat film cairan tepat putus, skala dibaca dan dicatat sebagai nilai tegangan permukaan. Lampiran 5 Pengukuran IFT dengan spinning drop tensiometer IFT surfaktan terhadap minyak mentah diukur dengan menyuntikkan droplet minyak mentas (sekitar 0.3 mikron) ke dalam tabung yang berisi larutan surfaktan. Tabung dimasukkan ke dalam pemutar berkecepatan 3000-5000 rpm. Berdasarkan pengamatan visual, nilai IFT diambil tiap 30 menit selama 2 jam. Persamaan Vonnegut (Bagian 2.8.1) untuk alat yang dipakai adalah menjadi seperti di bawah ini σ dengan σ
: IFT (dyne cm-1)
∆ 10 8
: lebar drop (cm) ∆
: selisih densitas minyak mentah dengan larutan surfaktan (g cm-1) : indeks biar larutan surfaktan : kecepatan putar (ms)
Lampiran 6 Pengukuran densitas Pengukuran
densitas
dilakukan
menggunakan
piknometer
untuk
memperoleh
Volume air diperoleh dari selisih berat piknometer dengan air dibandingkan ketika kosong. Berat piknometer dan contoh ditimbang setelah sebelumnya didiamkan dalam water bath selama 30 menit pada suhu konstan 25 °C. Lampiran 7 Pengukuran pH Nilai pH dari larutan contoh ditentukan dengan pengukuran potensiometrik menggunakan elektroda gelas dan pH-meter komersial. Setelah kalibrasi dengan larutan buffer pH 4.0 dan 9.0, dilakukan pengukuran pH larutan contoh sebanyak dua kali. Apabila dari dua kali pengukuran nilai yang terbaca mempunyai selisih lebih dari 0,2 maka harus dilakukan pengulangan pengukuran ulang termasuk kalibrasi. Lampiran 8 Pengukuran bahan aktif Pengujian ini menggunakan prosedur ASTM D-16811, yaitu penentuan bahan aktif surfaktan anionik melalui titrasi kationik. Prosedur ini ditujukan untuk menghitung %
% 80.01
Secara umum dibutuhkan pereaksian contoh yang diukur secara kimia lewat titrasi. Volume titran, molaritasnya, dll. digunakan untuk memperoleh nilai %
di atas.