AKTIVITAS DIU A URETIK K FRAK KSI HEK KSAN DAN N ETIL ASETA AT EKST TRAK ETANOL E L DAUN N ALP PUKAT (Persea america ana Mill..) PADA A TIKUS S AGUE-D DAWLE EY SPRA
A ARDLINA A RENI PUSPITA P ASARI
FAK KULTAS KEDOK KTERAN HEWAN N IN NSTITUT T PERTA ANIAN BO OGOR BOGO OR 2010 0
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Aktivitas Diuretik Fraksi Heksan dan Etil Asetat Ekstrak Etanol Daun Alpukat (Persea americana Mill.) pada Tikus Sprague-Dawley adalah karya saya sendiri dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi.
Bogor, September 2010
Ardlina Reni Puspitasari NIM B04060334
iii
ABSTRAK ARDLINA RENI PUSPITASARI. Aktivitas Diuretik Fraksi Heksan dan Etil Asetat Ekstrak Etanol Daun Alpukat (Persea americana Mill.) pada Tikus Sprague-Dawley. Dibimbing oleh BAYU FEBRAM PRASETYO dan RINI MADYASTUTI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas diuretik fraksi heksan dan etil asetat ekstrak etanol daun alpukat pada tikus Sprague-Dawley. Penapisan fitokimia terhadap fraksi heksan dan etil asetat daun alpukat menunjukkan adanya kandungan flavonoid dan tanin. Sebanyak 30 ekor tikus digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi 6 kelompok yaitu aquades sebagai kontrol negatif (A), furosemid 1.8 mg/kg bb sebagai kontrol positif (B), fraksi etil asetat ekstrak etanol daun alpukat 100 mg/kg bb (C) dan 300 mg/kg bb (D), serta fraksi heksan ekstrak etanol daun alpukat 100 mg/kg bb (E) dan 300 mg/kg bb (F) sebagai bahan yang akan diteliti. Metode Lipschitsz digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan mencekokan setiap bahan dengan dosis 1 ml/100 gram bb. Aktivitas diuretik dievaluasi dengan mengukur volume, warna dan pH urin. Pengukuran volume urin dilakukan dengan melihat banyaknya urin yang dikeluarkan selama 24 jam. Fraksi heksan ekstrak etanol daun alpukat 300 mg/kg bb menunjukkan hasil paling optimum dengan volume 24.7 ml yang didukung dengan warna urin yang paling muda. Kata kunci: fraksi, heksan, etil asetat, daun alpukat, aktivitas diuretik
iv
ABSTRACT ARDLINA RENI PUSPITASARI. Diuretic activity of hexane and ethyl acetate fraction from avocado leaves ethanol extract on Sparague-Dawley Rats. Under direction of BAYU FEBRAM PRASETYO and RINI MADYASTUTI.
The aim of this study is to determine diuretic activity of hexane and ethyl acetate fraction of ethanol extract avocado leaves in Sprague-Dawley rats. The result of phytochemical screening on hexane and ethyl acetate fraction of ethanol extract avocado leaves showed the existing of flavonoid and tannin. Thirty rats were used in this study, divided into six groups: aquadest as normal control (A), furosemid 1.8 mg/kg bw as positive control (B), ethyl acetate fraction of ethanol extract avocado leaves 100 mg/kg bw (C) and 300 mg/kg bw (D), and hexane fraction of ethanol extract avocado leaves 100 mg/kg bw (E) and 300 mg/kg bw (F) as treatments which were studied. Lipschitsz method was applied in this study by taking each treatment material with doses 1 ml/100gram bw to the rats by orally. Diuretic activity was evaluated by measuring volume and pH of urine and observing urine’s color. Urine’s volume measured in 24 hours. Hexane fraction of ethanol extract avocado leaves 300 mg/kg bw showed the most optimum result with 24.7 ml urine’s volume and supported by urine’s color which was the brightest one. Keywords: fraction, hexane, ethyl acetate, avocado leaves, diuretic activity
v
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atatu seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atatu seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
vi
AKTIVITAS DIURETIK FRAKSI HEKSAN DAN ETIL ASETAT EKSTRAK ETANOL DAUN ALPUKAT (Persea americana Mill.) PADA TIKUS SPRAGUE-DAWLEY
ARDLINA RENI PUSPITASARI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
vii
Judul Skripsi
Nama NIM
: Aktivitas Diuretik Fraksi Heksan dan Etil Asetat Ekstrak Etanol Daun Alpukat (Persea americana Mill.) pada Tikus Sprague-Dawley : Ardlina Reni Puspitasari : B04060334
Menyetujui,
Bayu Febram Prasetyo. S.Si, Apt, M.Si Dosen Pembimbing I
Rini Madyastuti P, S.Si, Apt, M.Si Dosen Pembimbing II
Mengetahui, Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Dr. Nastiti Kusumorini NIP. 19621205 198703 2001
Tanggal lulus:
viii
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayahNya sehingga tugas akhir dapat terselesaikan dengan baik. Penelitian ini berjudul ”Aktivitas Diuretik Fraksi Heksan dan Etil Asetat Ekstrak Etanol Daun Alpukat (Persea amerciana Mill.) pada Tikus Sprague-Dawley”. Penyelesaian penelitian dan penulisan tugas akhir ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan banyak pihak. Penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua, Bapak Suhadji dan Ibu Sri Warsiti, Mbak Fitri, Mbak Dini, Mas Anto, Mas Ferry, dan Mas Indra yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil. Selain itu penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Bayu Febram Prasetyo, S.Si, Apt, M.Si dan Ibu Rini Madyastuti P, S.Si, Apt, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis. 2. Bapak Prof.drh.Arif Boediono, Ph.D dan ibu Dr.Ir.Etih Sudarnika, M.Si selaku dosen penguji pada Ujian Akhir Sarjana Kedokteran Hewan. 3. Bapak Dr. Bambang Kiranadi selaku dosen pembimbing akademik 4. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Hewan IPB. 5. Seluruh staf pengajar dan karyawan Bagian Farmasi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi FKH IPB, 6. Haris Prayitno dan Dian Firnanda selaku teman penelitian saya yang telah membantu
dalam
proses
penelitian
dan
skripsi.
Teman-teman
43SCULAPIUS (Ical, Rista, Vivit, Isnia, Dana, Nirna, dll), Wisma Melati (Titis, Rias, Tina, Mbak Irma, Mbak Shelly, Noe, dll), serta teman-teman lain yang telah banyak membantu, mendoakan dan memotivasi dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat dikemudian hari bagi pihakpihak yang membutuhkan.
Bogor, September 2010
Ardlina Reni Puspitasari
ix
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Wonogiri pada tanggal 6 Juni 1988. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara pasangan Bapak Suhadji dan Ibu Sri Warsiti. Tahun 2000 penulis lulus dari SDN 3 Wonogiri kemudian pada tahun 2003 penulis lulus dari SLTPN 3 Wonogiri. Penulis melanjutkan studi di SMAN 1 Wonogiri dan lulus tahun 2006. Tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa program sarjana di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Setahun kemudian penulis masuk ke Fakultas Kedokteran Hewan IPB setelah melalui seleksi Tingkat Persiapan Bersama. Tahun 2006-2007 penulis bergabung pada Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) Ruminansia dan Dewan Keluarga Mushola (DKM) An Nahl.
x
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xiii PENDAHULUAN ..................................................................................................1 Latar Belakang .................................................................................................... 1 Tujuan .................................................................................................................. 2 Manfaat ................................................................................................................ 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 3 Alpukat (Persea americana Mill.) ...................................................................... 3 Hewan Percobaan ................................................................................................ 5 Ginjal ................................................................................................................... 6 Diuretik ................................................................................................................ 8 Ekstraksi ............................................................................................................ 10 Fraksinasi........................................................................................................... 11 Pelarut ................................................................................................................ 11 METODE PENELITIAN ................................................................................... 13 Waktu dan Tempat Pelaksanaan........................................................................ 13 Metode Penelitian .............................................................................................. 13 Analisis Data ..................................................................................................... 15 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 16 Penapisan Fitokimia .......................................................................................... 16 Aktivitas Diuretik .............................................................................................. 17 SIMPULAN DAN SARAN................................................................................. 23 Simpulan........................................................................................................... 23 Saran................................................................................................................. 23 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 24 LAMPIRAN ......................................................................................................... 28
xi
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Hasil uji fitokimia fraksi etil asetat dan heksan ekstrak etanol daun alpukat ..................................................................................................... 16 Tabel 2 Hasil analisis aktivitas diuretik tiap perlakuan selama 24 jam ................ 18 Tabel 3 pH urin awal perlakuan ............................................................................ 21
xii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Tanaman alpukat .................................................................................... 3 Gambar 2 Tikus putih galur Sprague-Dawley ........................................................ 5 Gambar 3 Struktur nefron ....................................................................................... 7 Gambar 4 Aktivitas diuretik selama 6 jam pertama.............................................. 19 Gambar 5 Warna urin pada tiap perlakuan............................................................ 20
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Uji Statistik One Way ANOVA ......................................................... 29 Lampiran 2 Uji Duncan (P<0.05) ......................................................................... 30 Lampiran 3 Hasil determinasi tumbuhan ………………………………………..34
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki keanekaragaman sumber kekayaan hayati, sekitar 30.000 jenis tumbuh-tumbuhan terdapat di Indonesia, dan lebih kurang 9.600 termasuk tanaman berkhasiat obat. Jumlah yang dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional oleh industri obat tradisional baru sekitar 300 spesies (Depkes 2007). Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tanaman, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian, atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun menurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (BPOM 2005). Tanaman obat sudah dikenal masyarakat secara turun temurun sejak dahulu. Penggunaan obat herbal mempunyai efek samping yang minimum jika digunakan secara tepat, yang meliputi kebenaran bahan, ketepatan dosis, ketepatan waktu penggunaan, ketepatan cara penggunaan, ketepatan telaah informasi, dan tanpa penyalahgunaan obat tradisional itu sendiri. WHO merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit, terutama untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker. WHO juga mendukung upaya-upaya dalam peningkatan keamanan dan khasiat dari obat tradisional (Sari 2006). Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tanaman obat tidak lagi sesuai apabila digunakan dalam bentuk utuh, tetapi dimanfaatkan dalam bentuk ekstrak, yaitu sari yang dibuat dengan menambahkan pelarut yang sesuai. Berdasarkan informasi empiris terdapat beberapa tanaman obat yang memiliki aktivitas diuretik antara lain alang-alang, tempuyung, alpukat, mengkudu, pepaya dan lain-lain (Ceppy 2002). Penggunaan diuretik mampu mengatasi penyakit gagal jantung kongesti, sindrom nefritis, sirosis, gagal ginjal, hipertensi, toksemia kebuntingan (Agunu et al. 2005), edema, diabetes insipidus, batu ginjal, dan hiperkalsemia (Ceppy 2002). Alpukat merupakan salah satu tanaman yang secara empiris dapat digunakan sebagai diuretikum. Bagian tanaman alpukat yang dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk peluruh batu ginjal dan rematik adalah bagian
2
daunnya (Prihatman 2000). Fungsi lain dari daun alpukat menurut penelitian adalah
antimikroba (Flores et al. 2009), menurunkan glukosa darah,
mempengaruhi metabolisme lipid saat hiperkolesterolemia (Brai et al. 2007), diuretik (Wientarsih et al. 2008), vasorelaksan (Owolabi et al. 2005), dan menurunkan tekanan darah (Ojewole et al. 2007). Biji buah alpukat juga dapat digunakan menurunkan tekanan darah tinggi, meningkatkan kolesterol (Imafidon et al. 2010; Anaka et al. 2009), meningkatkan glukosa darah, antihiperglikemik (Edem 2009), dan antihiperlipidemia (Asaolu et al. 2010). Bagian tanaman alpukat yang digunakan sebagai diuretik adalah daun. Menurut Adha (2009), kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam ekstrak etanol daun alpukat adalah flavonoid, tanin, dan kuinon. Penelitian kali ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas diuretik fraksi heksan dan etil asetat ekstrak etanol daun alpukat (Persea americana Mill.) pada tikus Sprague-Dawley.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas diuretik dari fraksi heksan dan etil asetat ekstrak etanol daun alpukat (Persea americana Mill.) pada tikus galur Sprague-Dawley, melalui parameter volume, pH, dan warna urin, serta melihat pada dosis fraksi heksan dan etil asetat ekstrak etanol daun alpukat berapa yang mampu memberikan aktivitas diuretik terbaik.
Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam pengobatan alterrnatif untuk diuretik dibidang kedokteran hewan dan dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang khasiat daun alpukat sebagai obat diuretik.
3
TINJJAUAN PUSTAKA P A Alpukat (Persea ( ameericana Milll.) Tanaaman alpukkat merupakkan tanamaan yang berrasal dari A Amerika Tengah, yaitu Mekksiko, Peru,, hingga Veenezuela. Tanaman T inii telah mennyebar di seeluruh dunia, terrmasuk Indoonesia. Terrdapat tiga tipe alpukaat yang dikkenal, yaitu u tipe Meksiko (Persea dryymifolia), tipe t Guatem mala (Perseea guatelam mensis), dan n tipe a ) (Sunarjono o 2008). Alppukat dikennal dengan istilah i Indian barrat (Persea americana) apokat (Jaawa), alpukeet (Sunda), avocado peear (Inggris)), poire d’avvocat (Peraancis), abate (Porrtugal), dann aguacate palta p (Spany yol) (Dalim martha 2008)). Adaapun taksonoomi alpukatt dalam Prih hatman (20000) adalah ssebagai beriikut: K Kingdom : Plantae P K Kelas
: Dicotyledon D ne
O Ordo
: Laurales L
F Famili
: Lauraceae L
G Genus
: Persea P
S Spesies
: Persea P amerricana Milll.
Gambbar 1 Tanam man alpukatt.
4
Alpukat merupakan tanaman hutan yang tingginya mencapai 20 m. Pohonnya berkayu dan sosoknya seperti kubah sehingga dari jauh tampak menarik. Kayunya keras dan tidak bergetah. Daunnya panjang (lonjong) tersusun seperti pilin, terpusat pada ujung ranting (Sunarjono 2008). Menurut Dalimartha (2008), daunnya tunggal, tebal seperti kulit, bertangkai dengan panjang 1.5-5 cm, dan terletak berdekatan dengan ujung ranting. Helaian daun berbentuk bulat lonjong sampai bulat telur memanjang, mempunyai ujung dan pangkal daun runcing, bagian tepi rata tetapi kadang-kadang menggulung ke atas. Daun bertulang menyirip dengan panjang 10-20 cm dan lebar 3-10 cm. Daun muda berwarna kemerahan dan berambut rapat, sedangkan daun tua berwarna hijau dan tidak berambut. Umumnya percabangannya jarang dan arahnya horizontal. Bunga alpukat keluar pada ujung cabang atau ranting dalam tangkai panjang. Bunganya sempurna (dalam satu bunga terdapat putik dan benang sari), tetapi tidak serempak. Bunga berwarna putih (Sunarjono 2008). Kandungan kimia yang terdapat dalam buah adalah saponin, alkaloid, flavonoid, tanin, asam folat, asam pantotenat, niasin, vitamin, dan mineral. Kandungan serat dan asam lemak tak jenuh tunggal dalam buah dapat menurunkan kadar trigliserida dan kolesterol tinggi dalam darah. Bersama dengan vitamin C, vitamin E dan glutation, asam lemak tak jenuh tunggal dapat melindungi pembuluh darah arteri dari kerusakan oleh adanya timbunan LDL. Niasin
bekerja
mempengaruhi
aktivitas
enzim lipoprotein
lipase
yang
mengakibatkan penurunan produksi VLDL di hati yang berakibat penurunan kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida. Selain itu, niasin ini juga dapat meningkatkan HDL. Kandungan yang terdapat dalam daun alpukat adalah saponin, alkaloid, flavonoid, polifenol, quersetin, senyawa sterin, gula d-persit, dan gula alkohol (Dalimartha 2008). Senyawa-senyawa yang terdapat dalam daun alpukat dapat digunakan sebagai diuretik, mengobati kencing batu, darah tinggi, sakit kepala, nyeri saraf, nyeri lambung, dan pembengkakan saluran nafas (Anonim 2008). Daun alpukat juga
mempunyai
aktivitas
antibakteri
dan
menghambat
pertumbuhan
Staphylococcus aureus strain A dan B, Staphylococcus albus, Pseudomonas sp., Proteus sp., Escherichia coli, dan Bacillus subtilis (Dalimartha 2008).
5
Hewan Peercobaan Mennurut Maloole et al. (1989), heewan percoobaan adalaah hewan yang dipeliharaa atau sengaaja diternakkkan sebagaii hewan moodel untuk m mempelajarri dan mengembaangkan berrbagai bidanng ilmu dalam skala penelitian p aatau pengam matan laboratorikk. Beberapaa hewan cobba yang digu unakan untuuk penelitiaan adalah keelinci, mencit, tikkus, marmot, hamster, dan primataa.
Gam mbar 2 Tikkus putih gaalur Spraguee-Dawley. Tikuus (Rattus norvegicus) n ) telah dikeetahui sifat--sifatnya deengan semp purna, mudah dippelihara, meerupakan heewan yang relatif sehaat dan cocokk untuk berrbagai macam peenelitian. Terdapat T beeberapa galu ur tikus yaang umum digunakan yaitu galur Spraague-Dawleey, Wistar, Long-Evan ns. Ciri-ciri dari tikus Sprague-Daawley adalah beerwarna albbino putih, kepala keccil, dan meempunyai eekor yang lebih panjang dari d badannyya. Ciri-cirii dari tikus Wistar adaalah ditandaai dengan kepala k besar dan ekor lebihh pendek. Ciri-ciri C darii tikus Lonng-Evans addalah lebih kecil w hitam m pada kepaala dan tubuuh bagian depan d dari tikus putih dan memiliki warna (Malole ett al. 1989).
6
Ginjal Ginjal mempunyai fungsi utama untuk mengekskresikan produk sisa metabolisme yang sudah tidak digunakan seperti urea, asam urat, dan kreatinin. Ginjal juga berperan dalam proses homeostasis (pengaturan garam dan kandungan elektrolit serta volume cairan ekstraselular) dan juga keseimbangan asam basa (Rang
et
al.
1995).
Proses
homeostasis
dapat
dipertahankan
dengan
menyeimbangkan asupan yang masuk dalam tubuh dengan air dan elektrolit yang diekskresikan. Ginjal dapat juga berperan menyeimbangkan asam basa, bersama dengan paru dan sistem dapar cairan tubuh akan mengekskresikan asam seperti asam sulfur dan asam fosfat serta mengatur penyimpanan dapar cairan tubuh (Guyton et al. 2007). Menurut strukturnya ginjal terdiri dari kortek, medula, dan pelvis yang kosong sampai ureter. Unit terkecil dari ginjal adalah nefron (Gambar 3), berjumlah sekitar 1.3 x 106. Nefron terdiri dari glomerulus, tubulus proksimal, ansa henle, tubulus distal, dan duktus pengumpul (Rang et al. 1995). Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru, oleh karena itu saat terjadi trauma ginjal, penyakit ginjal, atau proses penuaan yang normal akan terjadi penurunan jumlah nefron secara bertahap. Glomerulus Glomerulus tersusun dari suatu jaringan kapiler glomerulus yang bercabang dan beranastomosis, yang mempunyai tekanan hidrostatik tinggi (kira-kira 60 mm Hg) bila dibandingkan dengan kapiler lain. Kapiler glomerulus dilapisi oleh sel-sel epitel. Secara keseluruhan, glomerulus dibungkus oleh kapsula Bowman. Arteri renalis masuk ke dalam ginjal melalui hilum, kemudian bercabang menjadi arteri interlobularis, arteri arkuata, dan arteriol aferen. Ketiga arteri ini menuju ke kapiler glomerulus. Ujung distal kapiler pada setiap glomerulus begabung membentuk arteriol eferen, yang menuju ke kapiler peritubular yang mengelilingi tubulus ginjal (Guyton et al. 2007).
7
Gambar 3 Struktur neefron (Daveey 2010).
P Pembentuka an urin dim mulai dengan n filtrasi seejumlah cairran yang haampir bebas protein dari kapiler gloomerulus kee kapsula Bowman. B Seebagian besar zat yang terdapat t dallam plasmaa, kecuali prrotein, difilltrasi secaraa bebas sehingga konsenntrasi zat pada filtrat glomerulus g dalam kapsula Bowm man hampir sama dengann plasma. Cairan C akann mengalam mi perubahann ketika kelluar dari kaapsula Bowm man dan menngalir melew wati tubulus. Hal ini diisebabkan kkarena terjadinya reabsoorpsi air dann zat larut spesifik s kem mbali ke darah atau sekkresi zat-zaat lain dari kaapiler perituubulus ke daalam tubulu us (Guyton et e al. 2007). Tubullus Proksim malis T Tubulus prooksimalis merupakan m tempat reabbsorpsi zatt terlarut daan air yang mengalir m daari glomerullus. Zat terlarut dan airr direabsorppsi dalam ju umlah yang sama, s sehingga hanya sedikit s terjaadi perubahhan osmolarritas, yaitu cairan c tubuluus tetap isooosmotik teerhadap plasma. Ketikka cairan m melewati segmen descennden dari annsa Henle, air a direabso orpsi melaluui proses osm mosis dan cairan c di tubuulus mencaapai keseim mbangan den ngan cairann interstisiaalis medula yang sangatt hipertonikk (sekitar dua d sampaii empat kali osmolariitas filtrat ginjal g semulaa) (Guyton et al. 2007)). Segmeen Ascendeen Ansa Heenle B Bagian asccenden darii ansa Hen nle merupaakan lanjuttan dari tu ubulus proksimalis yangg banyak mereabsorpsii natrium, kalium, k dann klorida, namun
8
impermeabel terhadap air walaupun terdapat banyak ADH (anti diuretik hormon). Hal ini menyebabkan cairan menjadi lebih encer (hipoosmotik) ketika memasuki awal tubulus distal (Guyton et al. 2007). Tubulus Distal Ketika cairan pada bagian awal tubulus distal melewati bagian akhir tubulus kontortus distal, duktus koligentes kortikolis, dan duktus koligentes mengalami proses reabsorpsi terhadap natrium klorida. Bagian tubulus ini impermeabel terhadap air karena tidak ada ADH. Selain itu, zat-zat terlarut direabsorpsi sehingga cairan tubulus menjadi lebih encer (Guyton et al. 2007). Duktus koligentes Duktus koligentes terdiri dari dua bagian yaitu, bagian kortikal dan bagian medulla yang akan mengalirkan cairan filtrat dari kortek menuju pelvis renalis. Di duktus koligentes ini akan terjadi perubahan osmolalitas dan volume yang bergantung pada banyaknya vasopresin yang bekerja di duktus ini. Hormon antidiuretik ini berasal dari kelenjar hipofisis yang akan meningkatkan
permeabilitas
duktus
koligentes
terhadap
air
melalui
pembentukan cepat kanal air aquoporin-2 di membran luminal sel prinsipal (Ganong 2002).
Diuretik Diuretik adalah obat yang bekerja pada ginjal untuk meningkatkan ekskresi air dan natrium klorida. Diuretik dapat meningkatkan penyaringan natrium (natriuresis) yang diikuti ion (biasanya Cl-) pada penggunaan secara klinik. Natrium klorida yang berada dalam tubuh menentukan volume cairan ekstraseluler dan pada pengaplikasian klinis, secara langsung mengurangi volume cairan ekstraseluler dengan menurunkan kandungan NaCl dalam tubuh (Parial et al. 2009). Secara normal, reabsorpsi garam dan air dikendalikan masing-masing oleh aldosteron dan vasopresin (hormon antidiuretik, ADH). Umumnya diuretik bekerja dengan menurunkan reabsorbsi elektrolit oleh tubulus proksimal. Ekskresi elektrolit yang meningkat diikuti oleh peningkatan ekskresi air, penting untuk mempertahankan keseimbangan osmotik. Diuretik biasanya digunakan untuk
9
mengurangi edema pada gagal jantung kongestif, beberapa penyakit ginjal, dan sirosis hepatitis (Neal 2005). Diuretik bekerja dengan cara meningkatkan ekskresi ion-ion Na+, Cl-, atau HCO3-, yang merupakan elektrolit utama dalam cairan ekstrasel. Diuretik juga menurunkan reabsorpsi elektrolit di tubulus renalis dengan melibatkan proses pengangkutan aktif (Siswandono et al. 1995). Menurut Sunaryo (2003), fungsi utama diuretik adalah untuk mobilisasi cairan edema, yang berarti mengubah keseimbangan cairan elektrolit sehingga volume cairan ekstrasel menjadi normal. Secara umum diuretik dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu diuretik osmotik dan penghambat mekanisme transport elektrolit dalam tubuli ginjal. Diuretik osmotik merupakan zat bukan elektrolit yang mudah dan dapat diekskresikan oleh ginjal (Sunaryo 2003), sedangkan menurut Siswandono et al. (1995) diuretik osmotik merupakan senyawa yang dapat meningkatkan ekskresi urin
dengan
mekanisme
kerja
berdasarkan perbedaan tekanan osmosa
(menghambat reabsorpsi air dan zat elektrolit). Diuretik osmotik mempunyai efek samping berupa gangguan keseimbangan elektrolit, pandangan kabur, dehidrasi, takikardia, dan nyeri kepala (Siswandono et al. 1995). Beberapa jenis obat yang menghambat transport elektrolit di tubuli ginjal dalam Sunaryo (2003) terdiri dari: a) Penghambat karbonik anhidrase Kabonik anhidrase adalah enzim yang mengatalisis reaksi antara karbondioksida dan uap air ( CO2 + H2O
H2CO3 ). Enzim ini terdapat
dalam sel korteks renalis, pankreas, mukosa lambung, mata, eritrosit, dan sistem saraf pusat, namun tidak terdapat di dalam plasma. Enzim ini dapat dihambat aktivitasnya oleh sianida, azida, dan sulfida, serta derivat sulfonamide seperti asetazolamid dan diklorofenamid (Sunaryo 2003). Kerugian dari inhibitor karbonik anhidrase dapat menyebabkan asidosis akibat hilangnya ion-ion bikarbonat yang keluar bersama urin secara berlebihan (Guyton et al. 2007). b) Benzotiadiazid Senyawa benzotiazid atau tiazid dapat berfungsi untuk meningkatkan ekskresi natrium, klorida, dan sejumlah air. Peningkatan natrium dan klorida
10
dalam urin disebabkan oleh penghambatan mekanisme reabsorpsi elektrolit pada tubuli distal (Sunaryo 2003). c) Diuretik hemat kalium Diuretik ini bekerja pada segmen yang berespon terhadap aldosteron pada tubulus distal. Aldosteron menstimulsi reabsorpsi Na+ yang mengarahkan ion K+ dan H+ ke dalam lumen. Diuretik menurunkan reabsropsi Na+ dengan mengantagonis aldostreron atau memblok kanal Na+. Hal ini menyebabkan potensial listrik epitel tubulus menurun sehingga eksresi K+ berkurang (Neal 2005).
Diuretik hemat kalium mempunyai
beberapa kelompok, diantaranya antagonis aldosteron, triamteren, dan amilorid (Sunaryo 2003). Kerugian dari diuretik ini dapat menyebabkan hiperkalemia akut, terutama pada pasien gangguan gagal ginjal (Neal 2005). d) Diuretik kuat Diuretik kuat mempunyai daya kerja yang sangat kuat daripada diuretik lainnya. Diuretik kuat disebut juga sebagai loop diuretik, karena bekerja di segmen epitel tebal ansa Henle ascenden. Beberapa contoh kelompok ini diantaranya adalah asam etakrinat, furosemid, dan bumetanin. Secara umum diuretik kuat bekerja dengan cara menghambat reabsropsi elektrolit di ansa Henle ascendens segmen epitel tebal (Sunaryo 2003).
Ekstraksi Ekstraksi adalah peristiwa pemindahan zat terlarut (solut) diantara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Ekstraksi dapat memindahkan dua atau lebih zat berdasar perbedaan koefisian distribusi. Bila zat yang satu memiliki koefisien distribusi yang jauh lebih besar dari yang satu, sedangkan yang lainnya jauh lebih kecil dari yang satu, pemisahan yang hampir sempurna sudah dapat dicapai hanya dengan ekstraksi tunggal (Nur et al. 1989). Fraksinasi Fraksinasi adalah proses pemisahan komponen dalam suatu ekstrak menjadi kelompok-kelompok senyawa yang memiliki kemiripan karakteristik secara kimia. Beberapa metode yang digunakan untuk fraksinasi yaitu presipitasi, ekstraksi pelarut, destilasi, dialisis, elektroforesis, dan kromatografi. Penentuan
11
metode fraksinasi tergantung beberapa faktor diantaranya, adanya substansi alami yang terdapat dalam ekstrak, pemisahan fraksi seketika, manfaat, harga peralatan dan bahan yang diperlukan, serta keamanan (Houghton et al. 1998).
Pelarut Pelarut adalah cairan yang digunakan dalam proses pemecahan ikatan suatu persenyawaan untuk selanjutnya membentuk suatu larutan. Energi yang dibutuhkan untuk memecahkan ikatan ini diambil dari energi yang dilepaskan karena terbentuknya ikatan antara partikel yang dilarutkan dengan pelarut. Pemecahan ikatan persenyawaan membutuhkan energi yang cukup besar karena persenyawaan yang berikatan ion hanya larut di dalam air atau pelarut yang sangat polar lainnya. Hal itu juga terjadi pada persenyawaan kovalen polar yang hanya larut dalam pelarut polar dan persenyawaan kovalen non polar hanya larut dalam persenyawaan non polar (Winarno et al. 1973). Etil asetat Etil asetat merupakan senyawa ester dengan rumus kimia CH3COOC2H5. Etil asetat dihasilkan dari reaksi antara etanol (etil alkohol) dengan asam asetat. Pelarut ini digunakan sebagai pelarut dan obat-obatan (Basri 2005) dengan berat jenis 0.90 pada suhu 27 0C (Patil et al. 2009). Menurut Wilson et al. (1982), etil asetat, ester asetat, nafta vinegar, di dapat secara destilasi lambat campuran etil alkohol, asam asetat, dan asam sulfat. Cairan tidak berwarna, transparan, bau harum, segar dan sedikit seperti aseton dan rasa aneh, seperti aseton dan membakar. Etil asetat dapat bercampur dengan eter, alkohol dan minyak lemak dan atsiri. Etil asetat sekarang digunakan secara luas dalam industri sebagai pelarut. Etil asetat merupakan pelarut semi polar dan dapat melarutkan senyawa semipolar pada dinding sel (Harborne 1987). Heksan Heksan merupakan hidrokarbon alifatik tak jenuh dengan rumus kimia CH3(CH2)4CH3. Termasuk dalam alkana, berbentuk cairan beruap, tidak berwarna, mudah terbakar, larut dalam alkohol, eter, dan aseton namun tidak larut dalam air. Heksana didapat dari penyulingan bertingkat petroleum. Heksana digunakan sebagai pelarut dan pengencer cat (Basri 2005). Heksan
12
termasuk dalam senyawa non polar sehingga gaya tarik antara molekul lemah. Heksan memiliki berat yang lebih ringan dari air dan titik didihnya adalah 69 0
C (Brieger 1969). Berat jenis pelarut heksan adalah 0.659 pada suhu 20 0C
(Cheremisinoff et al. 2003). Pelarut heksan dapat melarutkan senyawa non polar seperti lilin, lemak, dan terpenoid (Nurmillah 2009).
13
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai Agustus 2009, bertempat di Laboratorium Farmasi, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, dan Laboratorium Metabolit, Departemen Anantomi, Fisiologi, dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Metode Penelitian Pengumpulan Bahan Daun alpukat yang sudah tua diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO) Bogor yang sudah dilakukan determinasi. Pembuatan Simplisia Daun alpukat dibersihkan dari kotoran yang menempel, kemudian dicuci dengan air mengalir sampai bersih dan ditiriskan. Daun alpukat dikeringkan dengan oven pada suhu 40 0C, setelah kering daun dibersihkan, bila masih terdapat kotoran yang mungkin tertinggal saat pencucian. Daun yang telah kering kemudian digiling dan diayak kemudian disimpan dalam wadah bersih dan tertutup rapat. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Alpukat Pembuatan ekstrak etanol daun alpukat dilakukan dengan cara maserasi, yaitu menambahkan etanol 70% dalam simplisia kering daun alpukat. Sebanyak 500 gram simplisia dimasukkan ke dalam maserator lalu direndam dengan lima liter etanol 70%. Perbandingan banyaknya alkohol dengan daun alpukat sebanyak 10:1. Kemudian direndam dan diaduk selama 2x24 jam dan ditampung. Meserat dipisahkan dan proses diulangi dua kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Pencampuran dan penguapan filtrat etanol dengan menggunakan rotary evaporator sampai terbentuk ekstrak kental. Ekstrak yang diperoleh dipekatkan di atas penangas air dengan suhu 40 0C - 50 0C sampai larutan penyari hilang atau jumlahnya berkurang.
14
Pembuatan Fraksi Heksan Ekstrak Etanol Daun Alpukat Ekstrak etanol yang diperoleh di atas kemudian dipartisi (cair-cair) dengan menggunakan corong pisah dengan pelarut heksan (1:1) sampai diperoleh dua lapisan terpisah (lapisan air dan heksan). Lapisan heksan dipisahkan dan ditampung. Pembuatan Fraksi Etil Asetat Ekstrak Etanol Daun Alpukat Ekstrak etanol yang diperoleh di atas kemudian dipartisi (cair-cair) dengan menggunakan corong pisah dengan pelarut etil asetat (1:1) sampai diperoleh dua lapisan terpisah (lapisan air dan etil asetat). Lapisan etil asetat dipisahkan dan ditampung. Rancangan Penelitian Desain penelitian aktivitas diuretik dilakukan dengan metode Lipschitz (1943) dalam Adha (2009). Perlakuan dilakukan pada 30 ekor tikus putih jantan galur Sprague-Dawley yang ditempatkan dalam kandang metabolit yang terbagi menjadi beberapa kelompok yaitu : 1. Kelompok 1 merupakan kontrol normal (A) yang diberi aquades, 2. Kelompok 2 merupakan kontrol positif (B) yang diberi furosemid, 3. Kelompok 3 (C) yang diberi fraksi etil asetat ekstrak etanol daun alpukat dosis 100 mg/kg bb, 4. Kelompok 4 (D) yang diberi fraksi etil asetat ekstrak etanol daun alpukat dosis 300 mg/kg bb, 5. Kelompok 5 (E) yang diberi fraksi heksan ekstrak etanol daun alpukat dosis 100 mg/kg bb, 6. Kelompok 6 (F) yang diberi fraksi heksan ekstrak etanol daun alpukat dosis 300 mg/kg bb. Sebelum perlakuan, tikus dipuasakan minimal selama 18 jam. Pengujian metode ini dengan memberikan loading dose pada tikus berupa air hangat dengan dosis 50 ml/kg bb. Kemudian tikus dicekok dengan dosis 1 ml/100gram bb pada masing-masing perlakuan dengan menggunakan sonde lambung. Pengamatan dilakukan setiap jam selama 6 jam dan pada jam ke-24. Variable yang diukur adalah volume dan warna pada tiap jamnya, serta pH urin pada jam pertama. Kemudian dilakukan penampungan urin dengan menggunakan gelas piala.
15
Analisis Data Data dianalisis dengan menggunakan metode ANOVA Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT). Analisis ini dihitung dengan tingkat kepercayaan 95% untuk melihat adanya perbedaan volume urin antara setiap perlakuan.
16
HASIL DAN PEMBAHASAN Penapisan Fitokimia Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder yang ada dalam fraksi heksan dan etil asetat ekstrak etanol daun alpukat. Fraksinasi dilakukan dengan mengocok larutan ekstrak etanol daun alpukat ditambah pelarut dengan perbandingan 1:1 yang kemudian terbentuk dua fase yang berbeda warna. Penelitian ini menggunakan fraksinasi cair-cair, yaitu menggunakan ekstrak etanol daun alpukat dan pelarut heksan serta etil asetat. Hasil yang diperoleh pada Tabel 1 dengan menggunakan pelarut etil asetat dan heksan menunjukkan bahwa kandungan daun alpukat dengan dua pelarut mengandung flavonoid dan tanin. Tabel 1 Hasil penapisan fitokimia fraksi heksan dan etil asetat ekstrak etanol daun alpukat Jenis pelarut
Metabolit sekunder
Heksan
Flavonoid, Tanin
Etil asetat
Flavonoid, Tanin
Flavonoid merupakan senyawa yang larut dalam air. Golongan flavonoid dapat diekstraksi dengan etanol 70% dan akan tetap berada dalam lapisan air setelah ekstrak dikocok dengan eter minyak bumi. Flavonoid merupakan senyawa fenol yang akan berubah warna bila ditambah basa atau amonia, sehingga mudah dideteksi pada kromatografi atau dalam larutan (Harborne 1987). Flavonoid mempunyai sejumlah gugus hidroksil atau gula yang cukup larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, aseton, dan lain-lain. Sebaliknya aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon, flavon, dan flavonol cenderung lebih mudah larut dalam pelarut eter dan kloroform (Markham 1988). Flavonoid berfungsi sebagai vasodilatasi, menghambat reseptor adrenergik (Koffi et al. 2009), hipoglikemik (Chandrika et al. 2006), dan bekerja sebagai stimulan pada jantung dalam dosis kecil, diuretik dan antioksidan pada lemak apabila flavon terhidrolisis (Sirait 2007; Ebrahimzadeh et al. 2008). Tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kopolimer mantap yang tak larut dalam air (Harborne 1987). Berdasarkan stuktur molekulnya, tanin
17
dibedakan menjadi tanin terkondensasi dan terhidrolisis. Tanin terhidrolisis dapat memetabolisis senyawa lebih lanjut seperti pirogalol yang beracun bagi ruminansia. Tanin terkondensasi dapat membantu mengontrol parasit dalam gastrointestinal dan mampu mengikat protein serta molekul lain pada pH mendekati normal (Min et al. 2003). Tanin memperlihatkan aktivitas antivirus, antibakterial, dan antitumor. Tanin juga dilaporkan mampu menghambat replikasi HIV secara selektif dan sebagai diuretik (Aiyelaagbe et al. 2009). Menurut Jouad et al. (2001) dan Zeggwagh et al. (2007), pemberian flavonoid menunjukan peningkatan kecepatan filtrasi glomerulus yang dapat meningkatkan eliminasi elektrolit melalui urinasi. Peningkatan kecepatan filtrasi glomerulus bersamaan dengan peningkatan diuresis. Peningkatan pengeluaran urin timbul secara sekunder akibat inhibisi reabsorpsi natrium tubulus karena natrium yang tersisa bekerja secara osmotik untuk menurunkan reabsorpsi air (Guyton et al. 2007). Laju filtrasi ditentukan oleh daya hidrostatik membran glomerulus dan koefisien filtrasi kapiler glomerulus. Koefisien filtrasi kapiler glomerulus merupakan hasil konduktivitas hidrolik dan area permukaan kapiler tubulus. Peningkatan koefisien filtrasi akan meningkatkan GFR dan penurunan koefisien filtrasi akan menurunkan GFR. Perubahan tekanan hidrostatik glomerulus merupakan alat pengatur GFR secara fisiologis. Tekanan hidrostatik glomerulus ditentukan oleh tiga variabel, yaitu tekanan arteri, tahanan arteriol aferen, dan tahanan arteriol eferen (Guyton et al. 2007). Flavonoid yang berfungsi sebagai vasodilatator bekerja pada tahanan arteriol aferen yang akan meningkatkan tekanan hidrostatik glomerulus dan GFR. Diduga aktivitas diuretik pada fraksi heksan dan etil asetat ekstrak etanol daun alpukat karena adanya flavonoid dalam fraksi heksan dan etil asetat ekstrak etanol daun alpukat. Aktivitas Diuretik Pengujian aktivitas diuretik dilakukan dengan menggunakan metode Lipschitz (1943) dalam Adha (2009) yaitu tikus dipuasakan selama lebih kurang 18 jam sebelum perlakuan. Setiap kelompok perlakuan tikus diberikan loading dose berupa air hangat sebanyak 50 ml/kg bb secara peroral. Penelitian ini menggunakan enam kelompok perlakuan, yaitu aquades sebagai kontrol normal,
18
furosemid 1.8 mg/kg bb sebagai kontrol positif, fraksi etil asetat ekstrak etanol daun alpukat 100 mg/kg bb dan 300 mg/kg bb, serta fraksi heksan ekstrak etanol daun alpukat 100 mg/kg bb dan 300 mg/kg bb sebagai bahan yang akan diteliti. Setiap kelompok terdiri dari lima tikus. Pemberian bahan coba pada kelompok perlakuan dilakukan secara peroral menggunakan sonde lambung termasuk saat pemberian loading dose. Selain volume urin, variabel yang di ukur adalah pH dan warna. Tabel 2 Hasil analisis aktivitas diuretik tiap perlakuan selama 24 jam Volume urin (ml) Heksan dosis Aquadest Furosemid 300mg/kg (A) (B) bb (F) 1 0.56±0.74a 1.04±0.71ab 5.94±0.97c 6.52±1.46c 3.32±2.75b 6.66±3.24c a a a a a 2 4.44±1.13 5.14±1.40 9.40±0.78 10.36±1.23 7.48±1.75 10.68±1.19a a a a a a 3 7.04±0.20 8.46±0.59 12.26±1.04 13.74±0.88 9.50±0.95 15.56±1.64b a ab bc c ab 4 7.88±0.73 9.50±1.13 14.42±0.64 16.02±0.72 10.50±1.14 18.66±0.70c a ab bc bc bc 5 8.12±0.21 10.08±0.39 15.70±0.82 17.36±0.48 11.64±0.99 20.48±0.71c a ab cd bcd abc 6 8.26±0.17 10.60±0.38 17.14±0.54 18.46±0.58 12.38±0.68 22.14±0.84d a ab c a ab 24 9.48±0.44 12.10±0.28 20.36±1.33 20.52±1.45 13.82±0.21 24.70±1.60bc Keterangan: Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan dari pengeluaran urin pada tiap perlakuan (P<0.05). EA dosis 100mg/kg bb (C)
Jam ke-
EA dosis 300mg/kg bb (D)
Heksan dosis 100mg/kg bb (E)
Hasil analisis aktivitas diuretik selama 24 jam ditunjukkan pada Tabel 2. Aktivitas diuretik pada jam ke-1 menunjukkan kelompok C, D dan F terjadi perbedaan yang nyata terhadap perlakuan A. Ketiga kelompok ini memiliki onset untuk mempengaruhi pengeluaran urin (diuretik) pada jam pertama. Kelompok F menunjukkan perbedaaan yang nyata terhadap semua kelompok termasuk kelompok A sebagai kontrol normal perlakuan pada jam ke-3 (p<0.05). Hal ini memperlihatkan bahwa dengan pemberian heksan 300 mg/kg bb mampu meningkatkan aktivitas diuretik. Aktivitas diuretik kemungkinan dipengaruhi oleh rangsangan traktus urinarius, dan dihubungkan dengan aktivasi mekanisme neurohormon, mediator perangsang pada glomerulus, dan sifat asam pada gerakan pyelo-uretral. Efek tersebut disebabkan karena jumlah elektrolit, yang terdapat dalam tanaman, menekan epitel ginjal (Galati et al. 2002). Menurut Gowda et al. (2009), peningkatan konsentrasi elektrolit saat urinasi berarti meningkatkan pengeluaran urin. Perlakuan pada kelompok A, B, dan E baru menunjukkan peningkatan pada jam ke-2.
19
Furoosemid diguunakan sebaagai diuretiik pada praaktek klinikk sebagai standar obat pembbanding dallam respon famakologii. Obat ini meningkatk m kan produksi urin dan menggekskresikann Na+ denggan menghaambat Na+, K+, dan C Cl- pada segmen ascenden ansa Henle (Nalwaya et e al. 2009)), serta mennurunkan uriinasi K+ (Lahlou et al. 2007). Tabel 2 menunjjukkan furosemid meengalami aaktivitas diu uretik tertinggi pada p jam ke-2. k Menuurut Siswan ndono et all. (1995), ffurosemid mulai m bekerja daalam 0.5 saampai 2 jam m setelah pemberian oral, o dengann masa kerja 6-8 jam. Berddasarkan haasil analisis pada Tabeel 2 aktivitaas urinasi opptimal dari tikus hanya sam mpai jam kee-2, hal ini dapat d dilihaat dengan addanya perbeedaan yang tidak nyata untuuk setiap peerlakuan (P P>0.05). Jam m ke-3 sam mpai jam kee-24 volumee urin masih meenunjukkan perbedaan yang nyatta terhadap kelompok A tetapi masih m saling berrinteraksi anntar setiap perlakuan. p Aktivitas A urrinasi dari jjam ke-3 saampai jam ke-244 sudah meengalami peenurunan ju umlah urin. Hal ini dissebabkan karena k berkuranggnya cairan yang telah difiltrasi atau a dengann kata lain eefek dari ek kstrak etanol frakksi etil asettat daun alppukat sudah h menurun. Diuresis yyang timbull oleh cairan hippotonik yanng diminum m akan terjadi pada 15 menit seetelah masu uknya beban air (Ganong 20002). 25
volume (ml)
20 aquadest (A)
15
furosemid (B) EA 100 (C)
10
EA 300 (D) Heksan 100 0 (E)
5
Heksan 300 0 (F) 0 1
2
3
4
5
6
waaktu (jam)
Gam mbar 4 Aktivitas diurettik selama 6 jam awal.
20
Berddasarkan Gambar 4 daapat dilihat bahwa setiiap perlakuaan menunju ukkan adanya peeningkatan volume urrin. Perlaku uan pada A lebih renndah dari semua s perlakuan karena A sebagai konntrol normaal. Furosem mid yang diggunakan seebagai kontrol poositif menuunjukkan peningkatan yang signnifikan. Keeempat perlaakuan menunjukkkan kenaikkan volumee urin sejaajar dengann kontrol ppositif. Akttivitas diuretik teertinggi terddapat pada heksan h 300 mg/kg bb. Menurut M Raathi et al. (2 2006), dosis pada suatu fraaksi mempeengaruhi peeningkatan volume uriin dan elek ktrolit pada tikuss sehat. Selain volumee urin, variiabel lain yaang diukur adalah warrna dan pH urin. Tikus yanng diberi aqquades, furoosemid, etill asetat 1000 mg/kg bbb, etil asetaat 300 mg/kg bb,, heksan 1000 mg/kg bbb, dan heksan 300 mg//kg bb mem miliki warnaa urin secara berrturut-turut adalah cokllat tua, kuniing, kuningg, kuning puucat, kuning g, dan kuning puucat.
Aquades (A A)
Furosemid (B)
EA 100
Etil A Asetat 100mg//kg bb (C)
Etill Asetat 300m mg/kg bb (D)
Heksan H 100mgg/kg bb (E)
Heksan 300m mg/kg bb (F)
G Gambar 5 Warna W urin pada p tiap perrlakuan. Waarna urin normal addalah kuniing-kekuninngan. Setiaap warna yang dihasilkann tergantungg konsentrasi pigmen urokrom u (zaat empedu hhasil pemeccahan hemoglobin). Urin yang y tidak berwarna cenderung c s sangat cair (Schrier 2007). 2
21
Banyaknya volume urin yang dikeluarkan (diuresis) akan mempengaruhi warna urin yang terbentuk yaitu semakin banyak urin yang diekskresikan dalam satu waktu akan menghasilkan warna urin yang semakin jernih. Ginjal yang berfungsi mengatur keseimbangan asam-basa berperan penting dalam mengoreksi abnormalitas konsentrasi H+ cairan ekstrasel dengan mengekskresikan asam atau basa pada kecepatan yang bervariasi. Ginjal mengatur asam-basa bersama dengan paru dan sistem dapar cairan tubuh dengan cara mengatur pengaturan dapar cairan tubuh (Guyton et al. 2007). Pegaturan asam-basa oleh ginjal dengan cara mengeksresikan urin yang asam atau basa. Apabila sejumlah HCO3- difiltrasi secara terus menerus ke dalam tubulus dan bila HCO3- dieksresikan kedala urin, maka akan menghilangan basa dari darah. Sebaliknya, bila sejumlah H+ dieksresikan kedalam urin, maka akan menghilangan asam dari darah (Guyton et al. 2007). Urin tikus mempunyai pH normal antara 7.3 sampai 8 (Nor et al. 2009). Tabel 3 pH urin awal perlakuan Perlakuan Aquades Furosemid Etil asetat 100 mg/kg bb Etil asetat 300 mg/kg bb Heksan 100 mg/kg bb Heksan 300 mg/kg bb
pH 7 6 6.8 6.6 7 6.8
Tabel 3 menunjukkan ukuran pH dari semua perlakuan. Tingkat keasaman pada masing-masing perlakuan seperti aquades sebesar 7; furosemid 6; etil asetat 100 mg/kg bb sebesar 6.8; etil asetat 300 mg/kg bb sebesar 6.6; heksan 100 mg/kg bb sebesar 7; dan heksan 300 mg/kg bb sebesar 6.8. Berdasarkan data tersebut setiap perlakuan mempunyai pH yang hampir sama. Rendahnya pH urin yang dihasilkan dapat disebabkan peningkatan ekskresi asam, lemahnya bufer urin, atau keduanya (Maalouf et al. 2007). Pemberian diuretikum akan meningkatkan aliran cairan disepanjang tubulus distal dan tubulus koligentes. Keadaan ini menimbulkan peningkatan reabsorpsi Na+ dari bagian nefron ini. Reabsorbsi Na+ yang berpasangan dengan sekresi H+ pada pompa Na-K ATPase menyebabkan peningkatan reabsorpsi Na+ juga
22 menimbulkan peningkatan sekresi H+ serta reabsorbsi bikarbonat. Perubahan ini menyebabkan terjadinya alkalosis (Guyton et al. 2007). Daun alpukat selain memiliki flavonoid yang mempengaruhi aktivitas diuretik juga memliki kandungan kalium (Adha 2009). Penumpukan kalium yang berlebih dalam darah merangsang kerja Na-K ATPase untuk menurunkan sekresi H+ dan reabsorsi HCO3- yang cenderung menyebabkan asidosis (Guyton et al. 2007). Berdasarkan hasil yang diperoleh dari masing-masing variabel dapat diketahui bahwa dengan adanya peningkatan volume urin akan menghasilkan warna urin yang semakin jernih dan pH yang cenderung basa. Namun, dengan adanya kalium yang terdapat pada daun alpukat menyebabkan terjadi perubahan pada pompa Na-K ATPase yang menimbulkan pH menjadi asam.
23
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Penapisan fitokimia terhadap fraksi heksan dan etil asetat ekstrak etanol daun alpukat diperoleh daun alpukat mengandung flavonoid dan tanin. Berdasarkan penelitian yang dilakukan fraksi heksan dengan dosis 300 mg/kg bb mempunyai tingkat diuretik tertinggi daripada perlakuan yang lain. Peningkatan dosis pada setiap perlakuan berbanding lurus terhadap aktivitas diuretik hewan, hal ini menunjukkan bahwa fraksi heksan dan etil asetat ekstrak etanol daun alpukat mampu digunakan sebagai diuretik.
Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai mekanisme kerja dari senyawa utama fraksi heksan dan etil asetat ekstrak etanol daun alpukat yang menyebabkan diuresis, selain itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui dosis maksimum dari masing-masing fraksi pada pelarut yang berbeda.
24
DAFTAR PUSTAKA Adha AC. 2009. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Alpukat (Persea americana Mill.) terhadap Aktivitas Diuretik Tikus Putih Jantan SpragueDawley [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Agunu A, Abdurahman EM, Andrew GO, Muhammed Z. 2005. Diuretic activity of the Stem-Bark Extracts of Steganotaenia araliaceahoehst. Journal of Ethnopharmacol 96: 471-5. Aiyelaagbe OO, Osamudiamen. 2009. Phytochemical Screening for Active Compounds in Mangifera indica Leaves from Ibadan, Oyo State. Plant Sciences Research 2(1): 11-13. Anaka ON, Ozolua RI, Okpo SO. 2009. Effect of the Aqueous Seed Extract of Persea americana Mill. (Lauraceae) on the Blood Pressure of SpragueDawley Rats. African Journal of Pharmacy and Pharmacology 3(10): 485490. Anonim. 2008. Buku Pintar Tanaman Obat. Jakarta: Agromedia Pustaka. Asaolu MF, Asaolu SS, Olugbenga OA, Aluko BT. 2010. Hypolipemic Effects of Methanolic Extract of Persea americana Seeds in Hypercholestrolemic Rats. Journal of Medicine and Medical Sciences 1(4): 126-128. Badan POM. 2005. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. http://www.pom.go.id/public/hukum_perundangan/pdf/LAMP_CPOTB.pdf [ 26 April 2010]. Basri S. 2005. Kamus Kimia. Ed ke-3. Jakarta: PT Rineka Cipta. Brai
BIC, Odetola AA, Agomo PU. 2007. Hypoglycemic and Hypocholesterolemic Potential of Persea americana Leaf Extracts. Journal of Medicinal Food 10(2): 356-360.
Brieger G. 1969. A Laboratorium Manual for Modern Organic Chemistry. New York: Oakland. Ceppy S. 2002. Budi Daya Tanaman Obat Komersial. Jakarta: Penebar Swadaya. Chandrika UG, Wedage WS, Wickramasinghe SMDN, Fernando WS. 2006. Hipoglycaemic Action of The Flavonoid Fraction of Artocarpus heterophyllus leaf. Afr. J. Traditional CAM 3(2): 42-50. Cheremisinoff NP, Archer WL. 2003. Industrial Solvents Handbook. 2nd ed. New York: Marcel Dekker. Dalimartha S. 2008. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 5. Jakarta: Pustaka Bunda.
25 [Depkes]. 2007. Kebijakan Obat Tradisional Nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Ebrahimzadeh MA, Pourmorad F, Bekhradnia AR. 2008. Iron Chelating Activity, Phenol and Flavonoid Content of Some Medicinal Plants from Iran. African Journal of Biotechnology 7(18): 3188-3192. Edem DO. 2009. Hypoglycemic Effect of Ethanolic Extracts of Alligator Pear Seed (Persea americana Mill.) in Rats. Europan Journal of Scientific Research 4: 669-678. Flores RG, Quintana CA, Licea RQ, Guerra PT, Guerra RT, Cuevas EM, Padillah CR. 2008. Antimicrobial Activity of Persea americana Mill. (Lauraceae) (Avocado) and Gymnosperma glutinosum (Spreng.) Less (Asteraceae) Leaf Extracts and Active Fractions Against Mycobacterium tuberculosis. American-Eurasian Journal of Scientific Research 3(2): 188-194. Galati EM, Tripodo MM, Trovato A, Miceli N, Monforte MT. 2002. Biological Effect of Opuntia ficus indica (L.) Mill. (Cactaceae) Waste Matter Note 1: Diuretic Activity. Jounal of Ethnopharmacology 79: 17-21. Ganong WF. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-20. Brahm UP, editor. Jakarta: ECG. Terjemahan: Review of Medical Physiology. 20th ed. Gowda S, Satish, Mahesh, Kumar V. 2009. Study on the Diuretic Activity of Cynodon dactylon Root Stalk Extract in Albino Rats. Research J. Pharm. and Tech 2(2): 338-340. Guyton AC, Hall JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-11. Irawati dkk, penerjemah. Jakarta: ECG. Terjemahan: Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Kosasih P & Iwan S, penerjemah. Bandung: ITB. Terjemahan: Phytochemical Methods. Houghton PJ, Raman A. 1998. Laboratory Handbook for the Fractionation of Natural Extracts. London: Chapman & Hall. Imafidon KE, Amaechina FC. 2010. Effects of Aqueous Seed Extract of Persea americana Mill. (Avocado) on Blood Pressure and Lipid Profile in Hypertensive Rats. Advances in Biological Research 4(2): 116-121. Jouad H, Lacaille-Duboisb MA, Lyoussic B, Eddouks M. 2001. Effects of The Flavonoids Extracted from Spergularia purpurea Pers. on Arterial Blood Pressure and Renal Function in Normal and Hypertensive Rats [Abstract]. Journal of Ethnopharmacology 76: 159-163. http://www.sciencedirect.com /science/journal/03788741 [1 Juli 2010]. Koffi N, Solange TM, Emma AA, Noël SG. 2009. Ethnobotanical Study of Plants Used to Treat Arterial Hypertension, in Traditional Medicine, by Abbey and
26 Krobou Populations of Agboville (Côte-d’Ivoire). European Journal of Scientific Research 35(1): 85-98. Lahlou S, Tahraoui A, Israili Z, Lyouss B. 2007. Diuretic Activity of The Aqueous Extracts of Carum carvi and Tanacetum vulgare in Normal Rats. Journal of Ethnopharmacology 110: 458-463. Maalouf NM, Cameron MA, Moe OW, Adams-Huet B, Sakhaee K. 2007. Low Urine pH: A Novel Feature of The Metabolic Syndrome. Clinical Journal of The American Society of Nephrology 2: 883-888. Malole MBM, Pramono CSU. 1989. Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan Di Laboratorium. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Markham KR. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Kosasih P, penerjemah. Bandung: ITB. Terjemahan: Techniques of Flavonoid Identification. Min BR, Hart SP. 2003. Tannins for Suppression of Internal Parasites. Journal of Animal Science 81(E. Suppl. 2): 102-109. Nalwaya N, Jarald EE, Asghar S, Ahmad S. 2009. Diuretic Activity of a Herbal product UNEX. International Journal of Green Pharmacy 224-226. Neal MJ. 2005. Farmakologi Medis. Surapsari J, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan: Medical Pharmacology at a Glance. Nor NMD, Yatim AM, Said M. 2009. Blood and Urine Profiles of Spontaneous Hypertensive Rats Supplemented with Pink Guava (Psidium guajava) Puree. Sains Malaysiana 38(6): 929–934. Nur MA, Adijuwana H.1989. Teknik Pemisahan dalam Analisis Biologis. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Nurmillah OY. 2009. Kajian Aktivitas Antioksidan dan Antimikroba Ekstrak Biji, Kulit Buah, Batang dan Daun Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ojewole J, Kamadyaapa DR, Gondwe MM, Moodley K, Musabayane CT. 2007. Cardiovascular Effects of Persea americana Mill (Lauraceae) (Avocado) Aqueous Leaf Extract in Experimental Animals. Cardiovascular Journal of South Africa 18(2): 69-76. Owolabi MA, Jaja SI, Coker HA. 2005. Vasorelaxant Action of Aqueous Extract of the Leaves of Persea americana on Isolated Thoracic Rat Aorta. Fitoterapia 76: 567-573. Parial S, Jain DC, Joshi SB. 2009. Diuretic Activity of The Extracts of Limonia acidissima in Rats. Rasāyan Journal of Chemistry 2: 53-56.
27 Patil UK, Muskan K. 2009. Essential of Biotechnology. New Delhi: International Publishing House. Prihatman K. 2000. Alpukat. http://www.ristek.go.id [ 17 Desember 2009]. Rang, Ritter, Dale. 1995. Pharmacology. London: Tottenham Court Road. Rathi BS, Baheti AM, Khandelwal KR, Parakh SR, Bodhankar SL. 2006. Diuretic Activity of Coconut Husk Mashi-an Ayurvedic Formulation. Indian Journal of Traditional Knowledge 5(4): 471-473. Sari LORK. 2006. Pemanfaatan Obat Tradisional dengan Pertimbangan Manfaat dan Keamanannya. Majalah Ilmu Kefarmasian 3(1): 1-7. Schrier RW. 2007. Disease of The Kindey and Urinary Tract. 8th ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. Sirait M. 2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Bandung: ITB. Siswandono, Soekardjo B.1995. Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga University Press. Sunarjono HH. 2008. Berkebun 21 Jenis Tanaman Buah. Jakarta: Penebar Swadaya. Sunaryo. 2003. Obat yang Mempengaruhi Metabolisme Elektrolit dan Konsentrasi Air. Di dalam: Ganiswara, editor. Farmokologi dan Terapi. Jakarta: Gaya Baru. Sudheesh S, Vijayalakshmi NR. 2005. Flavonoids from Punica granatum Potential Antiperoxidative Agents. Fitoterapia 76: 181-186. Wientarsih I, Iskandar, Prasetyo BF, Purwono RM. 2008. Aktivitas Ekstrak Etanol Daun Alpukat (Persea gratissima Gaertn.) terhadap Batu Kandung Kemih Buatan dan Diuretik pada Tikus Putih serta Pengembangannya menjadi Sediaan Sirup Elixir dan Tablet Salut Enterik. http://lppm.ipb.ac.id/lppmipb/penelitian/hasilcari.php [22 Juni 2010]. Winarno FG, Fardiaz D, Ansori R, Ketaren S. 1973. Kimia Organik I. Departemen Teknik Hasil Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor: IPB. Wilson, Gisvold’s. 1982. Buku Teks Wilson dan Gisvold Kimia Farmasi dan Medisinal Organik. Achmad Mustofa Fatah, penerjemah. Air Langga Univercity Press. Terjemahan: Textbook of Organic Medicinal and Pharmaceutical Chemistry. Zeggwagh NA, Michel JB, Eddouks M. 2007. Acute Hypotensive and Diuretic Activities of Chamaemelum nobile Aqueous Extract in Normal Rats. American Journal of Pharmacology and Toxicology 2(3):140-145.
28
LAMPIRAN
29 Lampiran 1 Uji Statistik One Way ANOVA ANOVA
Jam 1
Jam 2
Jam 3
Jam 4
Jam 5
Jam 6
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
191.235
5
38.247
10.337
.000
Within Groups
88.804
24
3.700
Total
280.039
29
Between Groups
1.595
5
.319
.194
.962
Within Groups
39.452
24
1.644
Total
41.047
29
Between Groups
23.670
5
4.734
4.838
.003
Within Groups
23.484
24
.978
Total
47.154
29
Between Groups
20.826
5
4.165
5.528
.002
Within Groups
18.084
24
.754
Total
38.910
29
Between Groups
8.067
5
1.613
3.759
.012
Within Groups
10.300
24
.429
Total
18.367
29
Between Groups
8.251
5
1.650
5.016
.003
Within Groups
7.896
24
.329
Total
16.147
29
18.152
5
3.630
4.352
.006
Within Groups
20.020
24
.834
Total
38.172
29
Jam 24 Between Groups
30
Lampiran 2 Uji Duncan (P<0.05) Jam1 Duncana Subset for alpha = 0.05
Perlakua n
N
1
1
5
.5600
2
5
1.0400
5
5
3
5
5.9400
4
5
6.5200
6
5
6.6600
2
3
1.0400 3.3200
Sig.
.697
.073
.583
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Jam2 a
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Perlakua n
N
3
5
3.4600
4
5
3.8400
1
5
3.8800
6
5
4.0200
2
5
4.1000
5
5
4.1600
Sig.
1
.454
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
31
Jam3 Duncana Subset for alpha = 0.05
Perlakua n
N
1
5
5
2.0200
1
5
2.6000
3
5
2.8600
2
5
3.3200
4
5
3.3800
6
5
Sig.
2
4.8800 .061
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Jam4 a
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Perlakua n
N
1
1
5
.8400
5
5
1.0000
1.0000
2
5
1.0400
1.0400
3
5
4
5
2.2800
6
5
3.1000
Sig.
2
2.1600
.735
.056
3
2.1600
.118
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
32
Jam5 Duncana Subset for alpha = 0.05
Perlakua n
N
1
1
5
.2400
2
5
.5800
5
5
1.1400
1.1400
3
5
1.2800
1.2800
4
5
1.3400
1.3400
6
5
Sig.
2
3
.5800
1.8200 .420
.105
.145
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Jam6 a
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Perlakua n
N
1
1
5
.1400
2
5
.5200
.5200
5
5
.7400
.7400
.7400
4
5
1.1000
1.1000
1.1000
3
5
1.4400
1.4400
6
5
Sig.
2
3
4
1.6600 .130
.143
.079
.157
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
33
Jam24 Duncana Subset for alpha = 0.05
Perlakua n
N
4
5
1.1000
1
5
1.2200
5
5
1.4400
1.4400
2
5
1.5000
1.5000
6
5
3
5
Sig.
1
2
2.5600
3
2.5600 3.2200
.534
.078
.264
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
34
Lampiran 3 Hasil determinasi tumbuhan