Disusun oleh: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor: - Dr. Ir. Etih Sudarnika, MSi - Drh. Abdul Zahid Ilyas, MSi - Drh. Chaerul Basri, MEpid - Dr. Drh. Denny Widaya Lukman, MSi Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian Republik Indonesia: - Drh. Muhammad Syibli - Drh. Syafrison Idris, MSi Australia Indonesia Partnership for Emerging Infectious Diseases: - Dr. Jonathan Happold - Dr. John Weaver - Dr. Valeska - Drh. Joko Daryono - Rani Elsanti (penyelaras bahasa)
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Peternakan Republik Indonesia Australia Indonesia Partnership for Emerging Infectious Diseases
J A K A R TA
2 0 1 4
PEDOMAN TEKNIS SURVEILANS PENYAKIT HEWAN MENULAR xviii + 91 halaman, 16 x 23,5 cm Edisi Pertama, 2014
Buku ini diterbitkan berdasarkan kerja sama antara Subdirektorat Pengamatan Penyakit Hewan, Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian dengan Australia Indonesia Partnership for Emerging Infectious Diseases (AIP-EID). Foto-foto pada sampul milik Kementerian Pertanian dan AIP-EID. Desain dan tata letak: M. Roniyadi
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
UCAPAN TERIMA KASIH Penyusunan Panduan Umum Surveilans Penyakit Hewan Menular ini dimungkinkan oleh dukungan berbagai pihak. Kami menyampaikan terima kasih kepada Tim Laboratorium Epidemiologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor yang telah menyusun panduan ini. Konsultan yang kami tunjuk, Dr. Ir. Etih Sudarnika, MSi beserta timnya telah mempersiapkan panduan ini dalam cara yang profesional dan tepat waktu. Profesionalisme serta komitmen mereka dalam tugas ini sangatlah mengesankan. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Angus Cameron yang mendukung penyusunan panduan umum surveilans ini dan mengizinkan digunakannya sejumlah besar bahan dari Manual of Basic Animal Disease Surveillance karyanya. Izin penggunaan bahan-bahan tersebut telah sangat mempercepat penyusunan panduan ini. Terima kasih kepada Dr. Angus Cameron yang telah memberikan dukungan serta mengizinkan penggunaan karyanya sedemikian rupa. Kami mengucapkan terima kasih kepada Australia-Indonesia Partnership for Emerging Infectious Diseases (AIP-EID) atas dukungan finansial serta teknis yang memungkinkan persiapan, penyusunan, sosialisasi, dan penerbitan panduan teknis surveilans ini.
v
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
vii
KATA PENGANTAR Kegiatan surveilans penyakit hewan di Indonesia sudah banyak dilakukan di berbagai tingkatan wilayah. Kegiatan surveilans tersebut tentunya harus dilakukan melalui upaya pengumpulan, analisis, dan interpretasi data frekuensi dan distribusi penyakit dalam suatu populasi. Kegiatan ini perlu dilakukan terus-menerus, dan kemudian diambil suatu tindakan lebih lanjut dalam rangka pengendalian dan pemberantasan penyakit. Kebutuhan dan kemampuan surveilans setiap wilayah tentunya berbeda. Dengan demikian, surveilans harus dilakukan secara tepat sesuai dengan kebutuhan, benar sesuai dengan prosedur operasional yang baku, dan tepat waktu dalam penyampaian informasinya untuk menghasilkan informasi yang berkualitas tinggi. Prinsip sistem surveilans yang paling efektif adalah dengan memaksimalkan sumber daya yang dimiliki untuk dapat memberikan manfaat sebesarbesarnya. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan yang baik dan proses pengambilan keputusan yang tepat. Kedua hal tersebut akan menentukan kualitas sistem surveilans yang digunakan. Pedoman teknis surveilans penyakit hewan ini dibuat dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, dengan tetap mengacu pada prinsip-prinsip pelaksanaan surveilans penyakit hewan, sesuai dengan tujuan surveilans yang ingin dicapai. Pedoman ini diharapkan dapat dijadikan acuan pelaksanaan surveilans penyakit hewan bagi para pengambil kebijakan dan petugas pelayanan veteriner sebagai dasar dalam melakukan tindakan pengendalian atau pemberantasan penyakit hewan. Jakarta, Februari 2014 Direktur Kesehatan Hewan
Drh. Pudjiatmoko, Ph.D
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
IKHTISAR Sistem surveilans adalah suatu sistem yang dilakukan terus-menerus, meliputi pengumpulan, analisis, interpretasi data frekuensi, distribusi penyakit, status penularan, serta ukuran-ukuran lain dalam suatu populasi tertentu yang didefinisikan dengan jelas, sehingga dapat diambil tindakan apabila diperlukan. Tindakan tersebut biasanya diambil untuk mendukung penentuan dan penerapan langkah-langkah pengendalian. Secara umum, surveilans bertujuan menunjukkan keadaan bebas penyakit atau infeksi; penentuan tingkat kejadian suatu penyakit dan penyebarannya; deteksi dini penyakit yang baru muncul atau muncul kembali, penyakit eksotis; serta penemuan kasus. Kebutuhan surveilans untuk setiap wilayah berbeda-beda dan ditentukan oleh tujuan surveilans dan sumber daya yang dimiliki. Diperlukan peran aktif seluruh pemangku kepentingan agar data yang akurat dan tepat waktu dapat diperoleh. Pemerintah berperan sebagai pemimpin dalam hal pengembangan dan penerapan program surveilans. Sementara itu, pelibatan sektor industri dan swasta sangatlah penting baik dalam memberikan dukungan kegiatan maupun dalam hal pendanaan. Telah dikembangkan berbagai metode surveilans, meliputi surveilans berdasarkan laporan masyarakat, survei representatif, surveilans berbasis risiko, serta metode-metode alternatif lainnya seperti surveilans sindromik, surveilans titik agregasi, surveilans sentinel, surveilans pelaporan negatif/ nol, surveilans pada bank spesimen biologis, surveilans berbasis status kesehatan satwa liar, dan surveilans partisipatif. Metode yang akan digunakan harus disesuaikan dengan tujuan surveilans yang ingin dicapai. Pemilihan satu atau kombinasi beberapa metode mungkin cocok untuk mencapai tujuan tertentu, tetapi bisa jadi kurang cocok jika digunakan untuk mencapai tujuan yang lain. Matriks penilaian metode surveilans berdasarkan tujuan disajikan pada Tabel 1.
ix
x
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
Tabel 1: Matriks Penilaian Metode Surveilans Berdasarkan Tujuan Tujuan Metode Surveilans Deteksi Dini
Surveilans berbasis pelaporan masyarakat
Survei representatif
Mengukur Tingkat Penyakit
Menunjukkan Status Bebas Penyakit
Menemukan Kasus
Keterangan
• Relatif murah untuk tujuan mendeteksi penyakit
+++
—
—
+++
++
++
+++
+
• Memerlukan sistem pelaporan penyakit yang baik dan kesadaran masyarakat untuk melapor • Merupakan metode terbaik untuk menduga tingkat penyakit jika dilakukan sesuai dengan prosedur yang benar • Mahal untuk tujuan mendeteksi penyakit jika prevalensi penyakit rendah • Mahal untuk tujuan mendeteksi penyakit
Surveilans Partisipatif
Surveilans berbasis risiko
++
+
+
—
++
+++
++
++
• Jika dilakukan berulang-ulang, dapat dipakai untuk menilai perubahan situasi penyakit • Mendeteksi penyakit pada sub-populasi yang berisiko tinggi terinfeksi penyakit • Diawali dengan melakukan penilaian risiko (risk assessment)
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
Tujuan Metode Surveilans Deteksi Dini
Surveilans sindromik
++
Mengukur Tingkat Penyakit
—
Menunjukkan Status Bebas Penyakit
++
Menemukan Kasus
++
Keterangan
• Mencurigai adanya penyakit melalui deteksi pola tandatanda yang tidak wajar • Diperlukan pengumpulan sejumlah besar data secara rutin • Berguna untuk memonitor penyakit di dalam suatu populasi
Surveilans titik agregasi
Surveilans sentinel
Surveilans pada bank spesimen biologis
• Relatif murah
++
++
+
++
• Sulit untuk melakukan penelusuran • Memungkinkan adanya bias karena hewan sakit tidak datang ke titik agregasi
++
—
+
+
+
+
++
+
• Memantau situasi penyakit melalui hewan sentinel • Mahal dan tidak disukai peternak • Berguna untuk mendeteksi penyakit melalui penelusuran pada spesimen yang telah tersimpan
xi
xii
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
Tujuan Metode Surveilans Deteksi Dini
Surveilans berbasis status kesehatan satwa liar
Surveilans pelaporan negatif/nol
Mengukur Tingkat Penyakit
Menunjukkan Status Bebas Penyakit
Menemukan Kasus
Keterangan
• Sensitivitas rendah
++
+++
+
—
+
+++
+
+
• Hanya memungkinkan untuk memperoleh informasi dari kejadian penyakit yang luar biasa • Pembuktian tidak ada penyakit melalui pengumpulan dan dokumentasi informasi yang dilakukan oleh petugas kesehatan hewan • Jika tidak ada laporan penyakit, belum tentu penyakit tidak ada karena metode ini sensitivitasnya rendah
Keterangan : + + + Sangat sesuai dan direkomendasikan + + Sesuai + Kurang sesuai namun masih dapat digunakan — Tidak sesuai
Sistem surveilans yang digunakan ditentukan oleh kebutuhan dan sumber daya yang ada, penyakit yang ada, peluang perdagangan, program pengendalian penyakit, serta peraturan perundangan dan sosial yang mengikat di wilayah tersebut. Perencanaan yang baik dan proses pengambilan keputusan yang tepat dalam memilih sistem surveilans harus mempertimbangkan semua hal tersebut.
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
Salah satu tujuan surveilans adalah untuk menunjukkan keadaan bebas penyakit. Berbagai metode pengumpulan data telah dikembangkan untuk tujuan tersebut, yakni surveilans berbasis risiko, survei representatif, sistem pelaporan masyarakat (melibatkan antara lain peternak, pedagang, dan petugas pemotong ternak), pelaporan negatif/nol, surveilans titik agregasi, surveilans sentinel, surveilans pada bank spesimen biologis, dan surveilans partisipatif. Hal yang juga penting dalam suatu kegiatan surveilans adalah evaluasi, diseminasi hasil, dan umpan balik. Evaluasi diperlukan untuk mengetahui apakah sistem surveilans yang dilakukan telah sesuai dengan tujuan yang ditetapkan dan capaiannya sesuai dengan indikator-indikator yang telah ditetapkan. Evaluasi terhadap sistem surveilans bertujuan meningkatkan fungsi sistem itu agar dapat mengalami perbaikan secara terus-menerus serta beradaptasi dengan berbagai tuntutan dan perubahan situasi. Diseminasi hasil surveilans secara tepat waktu kepada semua pihak yang berkepentingan diperlukan agar semua pihak yang terlibat mendapatkan informasi yang cukup mengenai hasil surveilans dan tindakan-tindakan pengendalian yang harus dilakukan. Umpan balik penting karena memberikan indikasi apakah pemangku kepentingan merasakan manfaat dari pelaksanaan program dan mempunyai rasa memiliki terhadap program yang dijalankan. Dengan demikian, perlu ditetapkan mekanisme umpan balik untuk menerima masukan dari seluruh pemangku kepentingan untuk perbaikan program sehingga petugas kesehatan hewan dapat mengelola kegiatannya dengan baik.
xiii
DAFTAR ISI UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................................. | v KATA PENGANTAR .......................................................................................................... | vii IKHTISAR .......................................................................................................................... | ix 1. PENDAHULUAN ............................................................................................................ | Latar Belakang ......................................................................................................... | Maksud ..................................................................................................................... | Tujuan ....................................................................................................................... |
1 1 3 3
2. KONSEP SURVEILANS ................................................................................................. | 4 Tujuan dan Manfaat Sistem Surveilans ................................................................. | 5 3. PERANCANGAN PROGRAM SURVEILANS ................................................................ | Langkah 1: Menentukan Pertanyaan ..................................................................... | 1.1. Penyakit Tidak Ada .................................................................................... | 1.2. Penyakit Ada ............................................................................................... |
7 8 9 10
Langkah 2: Faktor-Faktor yang Perlu Dipertimbangkan Saat Merancang Suatu Sistem Surveilans .................................................. | 11 Kerangka Perancangan Surveilans ................................................................ | 12 Langkah 3: Prinsip-Prinsip Surveilans .................................................................... | 14 Langkah 4: Menentukan Kebutuhan Surveilans .................................................. | 4.1. Deteksi Dini Penyakit-Penyakit Baru Muncul, Muncul Kembali, atau Eksotis ................................................................................ | 4.2. Menunjukkan Keadaan Bebas Penyakit ................................................. | 4.3. Penemuan Kasus ...................................................................................... | 4.4. Mengukur Penyakit .................................................................................. |
15 16 16 17 17
Langkah 5: Persyaratan Internasional di Bidang Surveilans ............................... | 18 4. METODE SURVEILANS ................................................................................................ | 4.1 Surveilans Berbasis Pelaporan Masyarakat ..................................................... | Penggunaan ...................................................................................................... | Tata Cara Sistem Pelaporan Penyakit ............................................................ | Alur Informasi Surveilans Berbasis Pelaporan Masyarakat ......................... |
20 20 21 22 24
4.2. Surveilans Partisipatif ........................................................................................| 25 Penggunaan ...................................................................................................... | 25 Tata Cara Pelaksanaan ..................................................................................... | 25
xvi
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
4.3. Survei Representatif ............................................................................................ | Penggunaan ........................................................................................................ | Teknik Penarikan Sampel pada Survei Representatif ..................................... | Tata Cara Survei Representatif untuk Menduga Prevalensi Penyakit ........... | Besaran sampel pada survei prevalensi ...................................................... | Tata Cara Survei Representatif untuk Mendeteksi Penyakit ......................... |
26
4.4. Metode Surveilans Berbasis Risiko .................................................................... | Penggunaan ........................................................................................................ | Tata Cara Pelaksanaan ....................................................................................... | Contoh Penerapan Surveilans Berbasis Risiko ........................................... |
35
28 28 29 31 32 36 37 39
4.5. Surveilans Sindromik ........................................................................................... | 39 Penggunaan ........................................................................................................ | 41 Tata Cara Pelaksanaan ....................................................................................... | 42 4.6. Surveilans Titik Agregasi ..................................................................................... | 43 Penggunaan ........................................................................................................ | 44 Tata Cara Pelaksanaan ....................................................................................... | 44 4.7. Surveilans Sentinel ............................................................................................... | 45 Penggunaan ........................................................................................................ | 46 Tata Cara Pelaksanaan ....................................................................................... | 47 4.8. Surveilans pada Bank Spesimen Biologis .......................................................... | Penggunaan ........................................................................................................ | Tata Cara Pelaksanaan ....................................................................................... | Contoh Pelaksanaan Surveilans pada Bank Spesimen Biologis ................. |
49 49 49 50
4.9. Surveilans Berbasis Kesehatan Satwa Liar ....................................................... | 50 Penggunaan ........................................................................................................ | 51 Tata Cara Pelaksanaan ....................................................................................... | 52 4.10. Surveilans Pelaporan Negatif/Nol .................................................................... | 53 Penggunaan ........................................................................................................ | 53 Tata Cara Pelaksanaan ....................................................................................... | 54 5. SURVEILANS UNTUK MENUNJUKKAN KEADAAN BEBAS PENYAKIT ...................... | 55 Metode Surveilans untuk Menunjukkan Keadaan Bebas Penyakit ....................... | 56 6. MANAJEMEN DAN ANALISIS DATA ............................................................................. | 59 Pengumpulan Data ..................................................................................................... | 60 Parameter Penyakit .................................................................................................... | 61
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
7. PEMBUATAN LAPORAN .............................................................................................. | 65 Susunan Laporan ...................................................................................................... | 66 8. EVALUASI SISTEM SURVEILANS ................................................................................ | Kepentingan, Tujuan, dan Pendekatan Evaluasi ................................................... | Sasaran Evaluasi ....................................................................................................... | Proses Evaluasi ......................................................................................................... | Evaluasi Hasil ............................................................................................................. |
68 68 69 69 71
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ | 72 Lampiran 1: Daftar Istilah ................................................................................................... | 73 Lampiran 2: Langkah-Langkah Pengelolaan Data ........................................................... | 77
Analisis Data .............................................................................................................. | 79 Lampiran 3: Pemilihan Sampel dengan Menggunakan Tabel Bilangan
Teracak dan Komputer ................................................................................. | 80
Lampiran 4: Tabel Bilangan Teracak ................................................................................. | 82 Lampiran 5: Penentuan Ukuran Sampel untuk Mendeteksi Adanya
Penyakit dalam Suatu Populasi .................................................................... | 83
Lampiran 6: Penarikan Sampel Acak ................................................................................ | 85
Penarikan Sampel Acak Sederhana ........................................................................ | Penarikan Sampel Acak Sistematik ......................................................................... | Penarikan Sampel Acak Berstrata .......................................................................... | Penarikan Sampel Acak Gerombol (Cluster) ......................................................... | Kerangka Penarikan Sampel ................................................................................... |
85 85 86 86 89
Lampiran 7: Alamat Situs Web .......................................................................................... | 91
xvii
1. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Sistem surveilans adalah suatu sistem yang dilakukan terus-menerus, meliputi pengumpulan, analisis, interpretasi data frekuensi, distribusi penyakit, status penularan, serta ukuran-ukuran lain dalam suatu populasi tertentu yang didefinisikan dengan jelas. Surveilans dilakukan untuk menginisiasi langkah-langkah pengendalian atau tindakan investigasi lebih lanjut. Sebagai salah satu alat dalam pengendalian atau pemberantasan penyakit, secara umum tujuan surveilans adalah untuk menunjukkan kondisi bebas penyakit, deteksi dini, pengukuran tingkat penyakit dan persebarannya, dan menemukan kasus penyakit. Kegiatan ini diperlukan untuk mengetahui kondisi kesehatan hewan dalam suatu negara, wilayah, zona, atau pun kompartemen, agar masalah yang ada dapat segera diidentifikasi dan tindakan yang tepat dapat dilakukan. Setiap negara, pulau, provinsi, bahkan unit wilayah yang lebih kecil seperti zona dan kompartemen memiliki kebutuhan dan kemampuan surveilans yang berbeda-beda. Kebutuhan surveilans ditentukan oleh penyakit yang menjadi prioritas, program pengendalian atau pemberantasan penyakit spesifik yang diterapkan, dan status negara atau wilayah tersebut dalam perdagangan hewan dan produk hewan (pengimpor atau pengekspor). Perlu juga dipertimbangkan ancaman dari wilayah tetangga serta mitra dagang daerah tersebut.
2
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
Kemampuan surveilans berhubungan dengan ketersediaan sumber daya utama seperti sumber daya manusia, finansial, sarana transportasi dan komunikasi, sumber daya laboratorium, serta kondisi demografi dan sistem produksi. Selain itu, partisipasi aktif masyarakat dan industri juga sangat diperlukan dalam mendukung kegiatan ini. Meskipun kebutuhan dan kemampuan surveilans setiap negara atau wilayah memang berbeda, semua negara atau wilayah seyogianya memiliki persepsi yang sama dalam satu hal berikut: bahwa setiap negara atau wilayah harus dapat menerapkan kegiatan surveilans secara tepat, benar, dan tepat waktu. Ketepatan kegiatan surveilans berhubungan dengan sejauh mana kegiatan tersebut sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan negara yang bersangkutan, sedangkan kebenaran surveilans berhubungan dengan sejauh mana kegiatan tersebut dirancang sesuai dengan prosedur operasional baku yang ada. Sementara itu, informasi hasil surveilans harus disampaikan secara tepat waktu. Untuk dapat menyelenggarakan kegiatan surveilans secara tepat, benar, dan tepat waktu, disusunlah Pedoman Teknis Surveilans Penyakit Hewan Menular. Dengan adanya pedoman ini, diharapkan pelaksanaan kegiatan surveilans di berbagai tingkatan wilayah di Indonesia memiliki acuan yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan, serta dapat menghasilkan informasi yang berkualitas dan berguna untuk kepentingan proses pengambilan keputusan. Penyajian dalam Pedoman Teknis Surveilans Penyakit Hewan Menular ini terbagi dalam tujuh bagian dengan tujuh lampiran, meliputi:
• Bagian pertama memaparkan secara singkat mengenai latar belakang, maksud, dan tujuan penyusunan buku pedoman
• Bagian kedua menjelaskan mengenai konsep surveilans • Bagian ketiga menjelaskan perancangan program surveilans • Bagian keempat memaparkan secara terperinci berbagai metode
surveilans, antara lain surveilans berbasis pelaporan masyarakat, surveilans partisipatif, survei representatif, surveilans berbasis risiko, surveilans sindromik, surveilans titik agregasi, surveilans sentinel, surveilans pada bank spesimen biologis, surveilans berbasis status kesehatan satwa liar, dan pelaporan negatif
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
• Bagian kelima membahas secara khusus surveilans untuk menunjukkan keadaan bebas penyakit
• Dua bagian terakhir menguraikan mengenai pembuatan laporan dan evaluasi sistem surveilans
• Dalam lampiran, diberikan penjelasan terperinci mengenai langkah-
langkah pengelolaan data serta berbagai teknik penarikan sampel acak.
MAKSUD Pedoman Teknis Surveilans Penyakit Hewan menular ini dapat digunakan oleh para pengambil kebijakan dan penanggung jawab program sebagai salah satu acuan nasional dalam pelaksanaan kegiatan surveilans secara tepat, benar, dan tepat waktu.
TUJUAN 1. Dengan melakukan kegiatan surveilans secara tepat, benar, dan tepat waktu, akan dihasilkan informasi berkualitas tinggi yang dapat dimanfaatkan sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan. 2. Adanya harmonisasi dalam penyelenggaran kegiatan surveilans yang dilaksanakan di berbagai tingkat wilayah di seluruh Indonesia. 3. Adanya kesesuaian dengan organisasi kesehatan hewan dunia (OIE) dan standar internasional mengenai pengaturan kesehatan hewan dan perdagangan hewan/produk hewan.
3
2. KONSEP SURVEILANS Surveilans merupakan kebutuhan dasar dalam program pengendalian dan pemberantasan penyakit baik di tingkat global, nasional, regional, maupun di tingkat peternakan, zona, dan kompartemen. Surveilans diperlukan pada proses pengendalian penyakit endemis untuk menunjukkan persebaran dan tingkat kejadiannya, serta menilai dampak penyakit dan memonitor perkembangannya sehingga dapat dilakukan perencanaan pengendalian yang tepat. Surveilans juga diperlukan untuk menunjukkan keadaan bebas penyakit dan deteksi dini untuk penyakit eksotis serta penyakit yang baru muncul atau yang muncul kembali. Kebutuhan surveilans setiap negara atau wilayah berbeda-beda dan ditentukan oleh kemampuan dan tujuan dari masing-masing negara atau wilayah tersebut. Sebagai contoh, suatu negara atau wilayah yang memiliki dukungan dana yang cukup dan berorientasi ekspor akan menerapkan surveilans yang canggih untuk melindungi kegiatan perdagangannya. Sementara itu, negara atau wilayah dengan dukungan pendanaan yang terbatas harus memprioritaskan sistem surveilansnya sehingga setidaknya negara atau wilayah tersebut mampu mendeteksi penyakit untuk meminimalkan dampak yang serius dari penyakit-penyakit hewan yang utama. Karena Indonesia memiliki sistem peternakan yang mayoritas terdiri atas peternakan rakyat dengan skala kecil dengan lokasi yang tersebar dan sistem pengelolaan yang sangat sederhana, kegiatan surveilans di
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
Indonesia pada umumnya lebih ditujukan untuk mendukung programprogram pengendalian dan pemberantasan penyakit prioritas serta penyakit strategis, sehingga setidaknya dapat meminimalkan dampak yang serius dari penyakit-penyakit tersebut dan berupaya memberantasnya. Dalam beberapa program pengendalian penyakit, pemerintah dapat mendefinisikan sub-populasi melalui zoning atau kompartemen. Zona atau kompartemen tersebut memiliki standar biosecurity tersendiri. Kegiatan surveilans menentukan status kesehatan hewan sub-populasi tersebut, misalnya menunjukkan keadaan bebas penyakit sehingga pada subpopulasi tersebut dapat dilakukan kegiatan perdagangan antarwilayah termasuk ekspor.
TUJUAN DAN MANFAAT SISTEM SURVEILANS Tujuan dari suatu sistem surveilans adalah untuk: 1. Memperkirakan tingkat penyakit endemik dan mengidentifikasi berbagai kecenderungan spasial dan temporal atau kecenderungan dalam hal ruang dan waktu 2. Menemukan kasus dan secara cepat mendeteksi wabah penyakit atau penularan 3. Memungkinkan deteksi dini penyakit-penyakit yang baru muncul dan eksotis 4. Membuktikan bebas dari penyakit tertentu. Informasi yang diperoleh dari sistem surveilans tersebut haruslah membantu terlaksananya hal-hal berikut ini: 1. Dikenalinya wabah serta dilakukannya respons terhadap wabah tersebut 2. Evaluasi langkah-langkah pengendalian 3. Identifikasi kecenderungan yang muncul untuk membantu proses penyusunan kebijakan manajemen risiko 4. Identifikasi bahaya baru 5. Evaluasi mengenai signifikansi relatif dari berbagai penyakit (dalam kaitannya dengan kesehatan masyarakat, kesehatan hewan, dan kesejahteraan masyarakat)
5
6
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
6. Dukungan bagi proses perencanaan, pengembangan, serta pelaksanaan kebijakan 7. Pengembangan berbagai hipotesa mengenai etiologi, dinamika, atau pun kecenderungan penyakit 8. Komunikasi informasi yang akurat mengenai prevalensi/kasus penyakit 9. Perdagangan internasional dan pemenuhan kewajiban internasional 10. Alokasi sumber daya secara efisien.
3. PERANCANGAN PROGRAM SURVEILANS Suatu program surveilans harus direncanakan dengan baik untuk bisa menghasilkan sistem surveilans yang efektif, sensitif, efisien, dan andal. Perancangan program surveilans perlu mempertimbangkan beberapa faktor termasuk tujuan surveilans, prioritas surveilans, jenis data yang akan dikumpulkan, siapa pengguna informasi, ketersediaan sumber daya, pendekatan (-pendekatan) surveilans yang akan digunakan, cakupan surveilans, sistem evaluasi, diseminasi hasil dan umpan balik, dan peraturan pendukung. Program surveilans bersifat spesifik untuk suatu negara, zona, atau kompartemen. Sistem surveilans yang dikembangkan ditentukan oleh prioritas kesehatan hewan dan kesehatan manusia, kebutuhan informasi dan ketersediaan sumber daya, penyakit-penyakit yang telah ada atau yang baru muncul, peluang perdagangan, program pengendalian penyakit, serta konteks sosial-budaya dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sistem surveilans yang paling efektif adalah yang memberikan manfaat terbesar dengan sumber daya yang ada. Perancangan program surveilans terdiri atas beberapa langkah sebagai berikut:
8
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
LANGKAH 1: MENENTUKAN PERTANYAAN Langkah pertama dalam suatu program surveilans adalah mendefinisikan tujuan atau maksud dilakukannya surveilans. Setelah pertanyaan surveilans dan informasi apa yang diperlukan didefinisikan, barulah metodologi surveilans yang tepat dapat ditentukan. Dengan menjelaskan terlebih dahulu tujuan surveilans yang akan dilaksanakan, program surveilans akan tepat sasaran dan dapat diterapkan dalam cara yang paling andal, hemat biaya, efisien, dan berkelanjutan. Surveilans dilakukan untuk menjawab empat tujuan umum: 1. Menunjukkan keadaan bebas penyakit 2. Deteksi dini penyakit-penyakit yang baru muncul atau muncul kembali, atau penyakit eksotis 3. Mengukur tingkat penyakit 4. Menemukan kasus penyakit dan secara cepat mendeteksi wabah dari berbagai penyakit yang telah ada. Keempat tujuan ini dapat dibagi ke dalam dua kelompok: penyakit yang tidak ada,1 dan penyakit yang ada.
Penyakit tidak ada
Penyakit ada
Deteksi dini Menunjukkan status bebas
Penemuan kasus Mengukur tingkat penyakit
1 Harap diingat bahwa dalam istilah “penyakit” yang digunakan di sini, yang dilihat adalah tanda klinis, meskipun pada dasarnya surveilans dapat juga dilaksanakan untuk mendeteksi penyakit atau infeksi subklinis. Selain itu, istilah “penyakit” yang digunakan di sini dapat juga mengacu kepada suatu sindrom.
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
1.1. PENYAKIT TIDAK ADA Surveilans untuk penyakit yang tidak ada biasanya bertujuan untuk: 1. Mendeteksi penyakit eksotis – yaitu penyakit yang secara normal tidak ada di negara, wilayah, zona, atau kompartemen yang diteliti 2. Mendeteksi penyakit yang baru muncul atau muncul kembali – yaitu penyakit-penyakit yang sebelumnya tidak diketahui atau permasalahan kesehatan hewan yang baru muncul 3. Mendeteksi penyakit “epidemis” – yaitu penyakit menular yang tidak terdapat dalam suatu wilayah, terjadi secara sporadis, atau dalam gelombang wabah. Dengan melakukan surveilans untuk penyakit yang tidak ada tersebut, diharapkan akan diperoleh dua keluaran, yaitu: 1. Menunjukkan keadaan bebas penyakit 2. Deteksi dini penyakit-penyakit yang baru muncul atau eksotis, serta deteksi dini perubahan dalam tingkat penyakit. 1.1.1. DETEKSI DINI PENYAKIT-PENYAKIT BARU, BARU MUNCUL, ATAU EKSOTIS Deteksi dini terhadap penyakit-penyakit yang baru muncul dan eksotis penting untuk memungkinkan pelaksanaan respons yang paling efektif serta hemat biaya terhadap wabah penyakit dan mencegah penyebaran penyakit lebih lanjut. Keterlambatan dalam deteksi dini akan mengakibatkan risiko yang besar dalam hal penyebaran penyakit, sehingga akan memerlukan langkah-langkah pengendalian yang lebih mahal. 1.1.2. MENUNJUKKAN KEADAAN BEBAS PENYAKIT Keadaan bebas penyakit tidak mungkin ditunjukkan dengan kebenaran yang mutlak, karena setiap metode surveilans memiliki keterbatasan dana, keterbatasan dalam hal jumlah hewan/sampel yang diuji, dan ketepatan waktu pengujian/pengambilan sampel. Untuk menunjukkan suatu keadaan bebas penyakit, digunakan “pendekatan probabilitas”, yaitu suatu pendekatan yang menggabungkan bukti dari berbagai sumber data yang mengindikasikan keadaan bebas dari penyakit tersebut. Metodologi
9
10
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
pendekatan probabilitas ini rumit dan membutuhkan dukungan serta telaah kritis dari ahli epidemiologi berpengalaman. Konsep penunjukan keadaan bebas penyakit ini dibahas lebih lanjut dalam Bab 5, halaman 55. 1.2. PENYAKIT ADA Surveilans untuk penyakit-penyakit yang ada biasanya memiliki tujuan untuk: 1. Mengukur tingkat penyakit, yaitu meliputi perubahan pola penyakit, kemajuan program pengendalian, serta dampak ekonomis dari penyakit tersebut. 2. Menemukan kasus penyakit. Dengan melakukan surveilans terhadap penyakit yang ada, diharapkan akan dicapai keluaran-keluaran berikut ini: 1. Perkiraan mengenai kuantitas penyakit yang ada • Dengan demikian dapat ditentukan dampak ekonomi penyakit serta cakupan program pengendalian yang direncanakan 2. Terdeteksinya penyakit • Untuk memfokuskan kegiatan pengendalian penyakit. 1.2.1. MENGUKUR TINGKAT PENYAKIT Pengukuran tingkat penyakit yang ada memungkinkan deteksi kecenderungan spasial serta temporal dan perkiraan mengenai dampak ekonomi penyakit. Bersama dengan informasi lain (misalnya mengenai faktor risiko), pengukuran tingkat penyakit ini mendukung analisis epidemiologis dan pengembangan berbagai pilihan pengendalian penyakit. Pengukuran tingkat penyakit harus selalu dilakukan saat menilai efektivitas suatu program pengendalian, termasuk program vaksinasi. 1.2.2. MENEMUKAN KASUS PENYAKIT Penemuan kasus merupakan bagian yang diperlukan dalam berbagai program pengendalian penyakit hewan menular. Dengan menemukan kasus, dapat dilakukan pelacakan balik untuk
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
mengurangi risiko tersebarnya penyakit dan mengidentifikasi sumber penyakit. Dengan mengidentifikasi kasus-kasus penyakit, sumber penularan (hewan individual atau kawanan) dapat disingkirkan atau ditangani untuk mengurangi penyebaran lebih lanjut.
LANGKAH 2: FAKTOR-FAKTOR YANG PERLU DIPERTIMBANGKAN SAAT MERANCANG SUATU SISTEM SURVEILANS Setelah prioritas umum program surveilans ditentukan, langkah selanjutnya adalah mempertimbangkan faktor-faktor penting lainnya. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan saat merancang suatu sistem surveilans meliputi: 1. Maksud atau tujuan surveilans • Sebagaimana dijelaskan dalam Langkah 1 di atas 2. Prioritas, keluaran, dan pengguna akhir informasi surveilans • Hal ini memberikan indikasi mengenai informasi apa yang dibutuhkan, oleh siapa dan bagaimana informasi tersebut akan digunakan 3. Ketepatan waktu surveilans • Apakah kegiatan surveilans sensitif terhadap waktu (misalnya dalam hal deteksi dini) atau merupakan pemantauan rutin (misalnya untuk pembebasan penyakit) 4. Demografi ternak/hewan dan sistem produksi • Informasi ini memberikan data denominator atau data mengenai ukuran serta distribusi populasi dasar. Hal ini sangat penting untuk melakukan penilaian parameter penyakit, seperti prevalensi, tingkat insidensi, atau tingkat kefatalan 5. Kehadiran/ketiadaan penyakit dan epidemiologi penyakit • Logika surveilans yang dilaksanakan, dengan mempertimbangkan epidemiologi penyakit serta sejarahnya dalam populasi sasaran 6. Pemangku kepentingan • Pemilik hewan, pedagang, industri, otoritas kesehatan 7. Ketersediaan sumber daya • Mencakup pendanaan, staf, peralatan, serta bahan
11
12
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
8. Metodologi surveilans yang akan digunakan • Lihat Bab 4 untuk berbagai metode yang dapat dipakai 9. Cakupan surveilans/populasi sasaran • Apakah yang akan dinilai populasi secara keseluruhan atau suatu sub-populasi yang telah ditentukan 10. Definisi kasus/sindrom • Menentukan apa yang akan dideteksi/dipantau 11. Pengujian laboratorium • Keandalan, sensitivitas, dan spesifisitas uji laboratorium 12. Unit epidemiologis (unit pengambilan sampel atau pengujian) • Apakah unit penelitian merupakan individu hewan, kawanan/flock, atau suatu wilayah 13. Data yang dibutuhkan, pengumpulan/manajemen data, dan analisis • Dengan mempertimbangkan sasaran surveilans, data apa yang perlu dikumpulkan, dan bagaimana data ini akan dikelola dan dianalisis 14. Validasi • Pertimbangan mengenai galat (error) atau bias dalam hasil untuk secara kritis menelaah proses pengumpulan dan manajemen data, guna mengidentifikasi permasalahan adanya kebetulan, bias, dan perancu (confounding) 15. Peraturan perundang-undangan • Kewenangan untuk melakukan surveilans 16. Pelaporan surveilans dan masukan • Proses dan ketepatan waktu pelaporan 17. Evaluasi sistem surveilans • Tinjauan serta revisi yang direkomendasikan untuk sistem surveilans. KERANGKA PERANCANGAN SURVEILANS Adanya suatu kerangka rancangan baku sangat membantu di dalam perancangan suatu program surveilans. Tabel berikut ini menyajikan contoh kerangka rancangan surveilans.
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
Tabel 2: Contoh kerangka rancangan surveilans Tahapan
Penjelasan
Judul
Judul Kegiatan Surveilans.
Tujuan (-tujuan)
Nyatakan tujuan dengan jelas – perincian spesifik mengenai apa yang ingin dihasilkan dari program surveilans.
Target penyakit/ patogen/ sindrom
Tentukan target (-target) surveilans.
Anggaran dan sumber daya
Pertimbangkan ketersediaan anggaran dan sumber daya, termasuk dalam hal waktu pelaksanaan, ketersediaan dana, staf, peralatan, serta bahan.
Metode
Metode (-metode) surveilans mana yang akan digunakan?
Prosedur pengujian (jika dilakukan)
Uji diagnostik yang digunakan (sertakan juga sensitivitas dan spesifisitas uji).
Prosedur pengumpulan data/strategi pengambilan sampel
Jelaskan strategi pengambilan sampel/pengumpulan data. Sertakan pertimbangan mengenai: - populasi sasaran - wilayah/lokasi - peternakan/desa - spesies/hewan - sampel.
Waktu
Nyatakan waktu dan lamanya kegiatan, serta berapa kali kegiatan akan dilaksanakan.
Statistika
Sebutkan analisis statistika yang akan digunakan.
Jelaskan tindakan/tindak-lanjut yang harus diambil Respons jika terdeteksi suatu hasil uji positif dan tuliskan terhadap hasil uji aturan yang jelas mengenai apa yang harus yang positif dilakukan.
Pelaporan dan masukan
Tentukan prosedur komunikasi dan pelaporan hasil surveilans kepada para pemangku kepentingan termasuk peternak, pedagang, industri, staf pelayanan kesehatan hewan, dan masyarakat. Pertimbangkan penggunaan komunikasi secara tertulis, lisan, dan melalui web atau media massa.
13
14
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
Tahapan
Penjelasan
Tindakan
Tentukan tindakan atau tindak lanjut apa yang akan diambil sebagai hasil dari temuan surveilans.
Evaluasi
Tentukan proses pemantauan dan evaluasi kegiatan surveilans ini, serta identifikasi rekomendasi perubahan untuk program surveilans di masa depan.
LANGKAH 3: PRINSIP-PRINSIP SURVEILANS Saat merancang suatu program surveilans, perlu diambil pertimbangan mengenai karakteristik penting program surveilans, termasuk:
• Ketepatan waktu
Ketepatan waktu informasi surveilans menjelaskan seberapa cepat informasi tersebut harus tersedia. Kegiatan surveilans bisa dilakukan secara terus-menerus (pengumpulan data secara berkelanjutan), teratur (pengumpulan data secara periodik), atau ad hoc (sebagaimana dibutuhkan). Untuk deteksi dini, ketepatan waktu deteksi, investigasi, dan pelaporan sangatlah penting.
• Cakupan
Cakupan menjelaskan proporsi populasi yang dipantau. Cakupan surveilans bisa mendekati 100% jika diambil pendekatan sensus, atau bisa juga cakupan ini berada pada tingkat yang lebih rendah jika dilakukan survei berbasis risiko atau survei dengan pengambilan sampel acak (randomised survey). Biasanya tidak praktis atau terlalu mahal apabila dilakukan pendekatan sensus dalam surveilans. Pendekatan ini hanya dapat digunakan dalam sejumlah kecil hewan atau kawanan khusus (misalnya parent stock).
• Keterwakilan
Keterwakilan menggambarkan apakah hewan yang dipantau dalam surveilans mewakili populasi tersebut; apakah hewan yang diuji atau diambil sampelnya khas bagi populasi tersebut. Perancangan surveilans akan menentukan apakah informasi surveilans mewakili atau representatif bagi populasi tersebut.
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
Survei terstruktur dengan pengambilan sampel acak (randomised) adalah yang paling mungkin memberikan hasil yang representatif, sementara rancangan surveilans berbasis risiko tidak representatif karena menargetkan suatu subpopulasi yang lebih mungkin menderita penyakit.
• Anggaran dan sumber daya
Semua program surveilans terbatasi oleh ketersediaan anggaran, staf, dan sumber daya lainnya, termasuk kemampuan laboratorium. Dalam menentukan kegiatan surveilans yang akan dilaksanakan, tentu ada kebutuhan untuk mengelola sumber daya yang terbatas ini seefektif mungkin sehingga menghasilkan program surveilans yang optimal, efisien, dan berkelanjutan. Akan selalu ada “tawarmenawar” antara suatu bentuk surveilans ideal dan apa yang dapat dilaksanakan secara praktis.
• Komunikasi dan dukungan
Tidak ada program surveilans yang dapat beroperasi tanpa komitmen dan dukungan yang kuat dari semua pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan seperti itu mencakup pemilik dan pengelola hewan, blantik dan pengepul, pedagang eceran dan pihak-pihak yang memproses hewan dan produk hewan, pihak industri, teknisi kesehatan hewan, serta dokter hewan pemerintah dan swasta. Saat program surveilans dibentuk, perlu ada upaya tersendiri untuk bekerja dengan berbagai pemangku kepentingan sehingga mereka memahami tujuan surveilans serta mendukung kegiatan dan keluarannya.
LANGKAH 4: MENENTUKAN KEBUTUHAN SURVEILANS Surveilans sangat penting bagi program deteksi atau pengendalian semua jenis penyakit. Terdapat berbagai persyaratan yang harus dipenuhi agar surveilans dengan empat tujuan umum sebagaimana disebutkan pada “Langkah 1” di atas (halaman 8-11) dapat diterapkan secara efektif. Secara sistematis diagram alur pendekatan surveilans dapat dilihat pada Diagram 1 di bawah (halaman 19). Berikut ini adalah penjelasan lanjut mengenai diagram tersebut.
15
16
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
4.1. DETEKSI DINI PENYAKIT-PENYAKIT BARU MUNCUL, MUNCUL KEMBALI, ATAU EKSOTIS Deteksi dini memerlukan surveilans yang dilakukan secara terusmenerus – surveilans periodik hanya dapat mendeteksi penyakit saat kegiatan surveilans sedang dilaksanakan, dan dengan demikian akan menghasilkan deteksi yang terlambat. Deteksi dini harus menyasar semua hewan dalam populasi sasaran – mengidentifikasi hanya populasi yang berisiko tinggi mungkin terasa efisien, tapi kasus-kasus dini dalam populasi berisiko lebih rendah akan terlewatkan. Deteksi dini harus cukup sensitif untuk mendeteksi beberapa kasus pertama penyakit; artinya, sistem surveilans tersebut harus memiliki “prevalensi desain” yang sangat rendah. 4.2. MENUNJUKKAN KEADAAN BEBAS PENYAKIT Seperti juga deteksi dini, penunjukan keadaan bebas penyakit merupakan tugas yang berkelanjutan. Surveilans aktif untuk mendukung demonstrasi bebas penyakit dapat dilaksanakan sewaktu-waktu. Surveilans bebas penyakit dapat menggunakan metode pengambilan sampel berbasis risiko untuk meningkatkan efisiensi. Sensitivitas sistem surveilans untuk menunjukkan keadaan bebas penyakit biasanya ditentukan oleh kesepakatan internasional. “Prevalensi desain” ini merupakan suatu nilai prevalensi arbitrer yang digunakan untuk memperkirakan sensitivitas sistem surveilans dan/atau tingkat kepercayaan dalam hal bebas penyakit tersebut. Prevalensi desain untuk menunjukkan keadaan bebas penyakit biasanya ditentukan lebih tinggi daripada prevalensi desain untuk deteksi dini penyakit. Surveilans untuk menunjukkan keadaan bebas penyakit ini berfokus pada suatu penyakit tunggal – sementara itu, sistem surveilans untuk deteksi dini penyakit-penyakit baru muncul, muncul kembali, atau eksotis harus mampu mendeteksi berbagai penyakit tersebut.
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
4.3. PENEMUAN KASUS Penemuan kasus merupakan komponen penting dalam program pengendalian. Hal ini memungkinkan deteksi dan perawatan atau pemusnahan hewan atau kawanan yang tertular, pemberantasan bertahap, atau penggunaan surveilans rumah potong hewan (RPH) untuk menghilangkan ancaman-ancaman terhadap kesehatan masyarakat. Penemuan kasus biasanya merupakan suatu kegiatan yang berlangsung terus-menerus, meskipun kadang-kadang diadakan pula program periodik. Sasarannya adalah untuk menyingkirkan semua hewan tertular dari suatu populasi. Dengan demikian, surveilans ini bersifat menyeluruh dengan dipantaunya semua hewan. Surveilans berbasis risiko dapat juga digunakan untuk meningkatkan efisiensi penemuan kasus. Surveilans penemuan kasus harus memiliki sensitivitas hewan yang baik di tingkat individu hewan atau kawanan. 4.4. MENGUKUR PENYAKIT Pengukuran prevalensi atau insiden penyakit memberikan gambaran kondisi dasar mengenai situasi penyakit serta perubahan yang terjadi seiring waktu. Pengukuran penyakit menilai efektivitas dan dampak program pengendalian penyakit, termasuk program vaksinasi. Pengukuran tingkat penyakit harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari terjadinya kesalahan. Kesalahan dapat disebabkan oleh bias (galat sistematik) atau kurangnya presisi yang disebabkan oleh galat acak. Untuk memastikan perkiraan tingkat penyakit dengan bias minimum, dibutuhkan pengambilan sampel acak (randomised sampling) dengan menggunakan populasi keseluruhan sebagai kerangka sampel. Penggunaan surveilans pasif (pelaporan penyakit) untuk menilai prevalensi penyakit merupakan pendekatan yang rentan terhadap kesalahan karena tingkat pelaporan akan berubah-ubah, mengikuti pengetahuan pemilik hewan serta kebijakan pengendalian penyakit.
17
18
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
Sebagaimana juga dengan demonstrasi keadaan bebas penyakit, pengukuran penyakit tidak perlu dilakukan secara terus-menerus. Biasanya surveilans ini dilakukan secara ad hoc atau periodik. Surveilans aktif atau survei haruslah bersifat representatif untuk menghindari bias. Ukuran sampel harus cukup besar untuk memastikan presisi yang memadai.
LANGKAH 5: PERSYARATAN INTERNASIONAL DI BIDANG SURVEILANS Dalam perancangan suatu program surveilans nasional, perlu dipertimbangkan persyaratan-persyaratan internasional. Menurut kesepakatan internasional, setiap negara harus membangun suatu kemampuan surveilans minimum. Pelayanan veteriner harus mampu:
• Menggambarkan penyakit-penyakit penting yang ada • Mendeteksi penyakit-penyakit yang baru muncul, muncul kembali, atau eksotis.
Setiap negara diharapkan melakukan surveilans hewan dan surveilans kesehatan masyarakat veteriner serta melaporkannya ke mitra-mitra dagangnya dan lembaga internasional. Hal terpenting adalah untuk mendeteksi perubahan dalam hal status kesehatan hewan dan melaporkannya kepada lembaga internasional seperti OIE. Penekanan diberikan pada pemahaman dan pelaporan mengenai penyakit-penyakit utama yang ada beserta persebarannya, dan pelaporan segera mengenai penyakit-penyakit yang baru muncul dan eksotis.
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
Diagram 1: Algoritma Pendekatan Surveilans Apa pertanyaan surveilans yang diajukan? (informasi apa yang dibutuhkan)
Penyakit (-penyakit) tidak ada
Penyakit (-penyakit) ada
Deteksi dini
Menunjukkan keadaan bebas penyakit
Penemuan kasus
Pengukuran penyakit
Kerangka waktu :
Terus-menerus
Ad hoc
Terus-menerus
Ad hoc
Populasi sasaran :
Menyeluruh
Berbasis risiko
Berbasis risiko, menyeluruh
Representatif
+++
++
+++
—
Surveilans aktif (survei representatif )
—
++
+
+++
Surveilans partisipatif
++
++
++
+
+
+++
++
—
Surveilans sindromik
++
++
++
—
Surveilans titik agregasi
++
+
++
++
Surveilans sentinel
++
+
++
+
—
+
+
+
++
+
+
+
+++
+++
+
—
Metode surveilans : Surveilans pasif
Surveilans berbasis risiko
Bank spesimen Surveilans hewan liar Pelaporan negatif
Penilaian : + + + Direkomendasikan + + Lebih disukai + Bermanfaat bila digunakan berdampingan dengan metode lain — Tidak bermanfaat
19
4. METODE SURVEILANS 4.1 SURVEILANS BERBASIS PELAPORAN MASYARAKAT Sistem surveilans berbasis pelaporan masyarakat merupakan sistem pelaporan penyakit pasif (surveilans pasif) yang dilakukan oleh peternak, pedagang hewan, kader kesehatan hewan, atau masyarakat. Sistem ini merupakan jenis surveilans yang paling umum dan mungkin paling penting di negara mana pun. Sistem surveilans berbasis pelaporan masyarakat, terutama pelaporan penyakit pasif oleh peternak, memiliki beberapa kelebihan yang sangat bermanfaat, yakni: 1. Berlangsung terus-menerus. Dalam kebanyakan situasi, peternak melakukan kontak dengan hewan miliknya hampir setiap hari, sehingga jika terjadi kasus penyakit mereka akan segera mengetahuinya. 2. Bersifat komperhensif. Hampir semua hewan ternak di seluruh pelosok negeri tercakup dalam sistem surveilans ini. 3. Cakupan populasi hewan sangat baik karena pemilik ternak biasanya selalu mengawasi sebagian besar hewan ternak yang dimilikinya. 4. Relatif murah. Peternak tetap membutuhkan bantuan tenaga medis sehingga hanya diperlukan biaya tambahan yang berkaitan dengan pengumpulan informasi untuk kepentingan surveilans.
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
Surveilans pasif memiliki beberapa kelemahan yang perlu dipertimbangkan, antara lain: 1. Kurangnya kesadaran serta komitmen peternak untuk melapor dapat secara serius membatasi efektivitas surveilans pasif. 2. Tanda-tanda klinis dan sindrom yang menyerupai penyakit yang biasa ditemui cenderung kurang dilaporkan. 3. Penyakit-penyakit dengan sedikit tanda klinis atau dengan tanda klinis yang ringan cenderung luput dilihat dan dilaporkan. 4. Surveilans pasif membutuhkan sistem pelaporan dan staf lapangan yang berpengetahuan dan bermotivasi, yang mampu menginvestigasi laporan, memberi diagnosis awal, dan membuat rekomendasi mengenai perawatan dan pencegahan. Petugas lapangan perlu memiliki kemampuan dan sumber daya untuk melakukan respons terhadap laporan penyakit. 5. Apabila penyakit yang ditelaah merupakan target suatu program pengendalian dan tidak ada program yang efektif untuk memberi kompensasi atau mengatasi dampak lain pada penghidupan masyarakat, penyakit ini akan kurang dilaporkan. PENGGUNAAN Sistem surveilans pasif berbasis pelaporan penyakit banyak digunakan untuk tujuan berikut:
• Peringatan dini untuk penyakit dengan tanda-tanda klinis yang
jelas dan tidak wajar, atau untuk penyakit yang berdampak besar (sehingga lebih mungkin dilaporkan oleh peternak).
• Mendukung pembuktian status bebas dari penyakit dengan
tanda-tanda klinis yang jelas dan tidak wajar, atau yang berdampak besar. Pelaporan pasif oleh peternak merupakan satu-satunya alat bantu untuk peringatan dini penyakit baru (yang belum dikenali) karena tidak ada uji spesifik yang dapat dilakukan.
• Mengidentifikasi penyakit-penyakit utama yang ada.
Jika layanan veteriner dan laboratorium di lapangan memiliki kemampuan membuat diagnosis yang dapat diandalkan, pelaporan pasif oleh peternak adalah cara yang bagus untuk
21
22
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
mengidentifikasi penyakit-penyakit yang biasa ditemukan di suatu negara. Akan tetapi, karena adanya bias pelaporan, frekuensi relatif dari pelaporan penyakit yang berbeda tidak serta-merta mengindikasikan prevalensi relatif dari masingmasing penyakit.
• Mendeteksi perubahan tingkat penyebaran penyakit seiring
waktu. Dengan adanya bias pelaporan, jumlah laporan suatu penyakit belum tentu secara akurat mencerminkan prevalensi sesungguhnya dari suatu penyakit. Namun, jika bias tersebut kurang-lebih konstan seiring waktu, peningkatan jumlah laporan kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya jumlah kasus yang sesungguhnya. Penting untuk mempertimbangkan alasan lain yang dapat menyebabkan perubahan frekuensi laporan seperti peningkatan kesadaran masyarakat dan pergantian staf lapangan.
• Deteksi kasus
Sistem pelaporan pasif oleh peternak memiliki cakupan yang sangat tinggi sehingga merupakan salah satu pilihan terbaik untuk deteksi kasus. Namun demikian, hal ini hanya berlaku untuk penyakit-penyakit yang kemungkinan besar akan dilaporkan oleh peternak (penyakit dengan kesadaran pelaporan peternak yang tinggi atau penyakit dengan tanda klinis yang jelas dan tidak mudah tertukar dengan penyakit biasa).
TATA CARA SISTEM PELAPORAN PENYAKIT Untuk membangun sistem pelaporan penyakit oleh peternak yang efektif, perlu dipastikan adanya hal-hal berikut: 1. Partisipasi aktif peternak untuk melaporkan hewan ternaknya yang sakit. Partisipasi peternak ditentukan oleh beberapa keadaan berikut: • Peternak sudah terlatih dengan baik untuk mengidentifikasi hewan ternaknya yang sakit • Peternak mengetahui ke mana mereka harus melapor dan merasa yakin bahwa petugas pelayanan veteriner dapat
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
membantu mengatasi masalah penyakit pada hewan ternaknya • Peternak mengetahui manfaat dari pelaporan penyakit yang mereka lakukan • Peternak menyadari dampak negatif jika penyakit tersebut tidak segera dilaporkan, seperti bahaya penyebaran penyakit ke hewan lain, adanya potensi ancaman penyakit zoonosis, atau potensi kerugian finansial yang signifikan • Peternak memiliki kemampuan dan kemudahan dalam melaporkan hewan ternaknya yang sakit • Adanya kompensasi dan prediksi mengenai tindakan yang akan diambil. 2. Petugas lapangan (petugas layanan veteriner, kader, atau pelapor desa) mudah dihubungi oleh peternak ketika peternak membutuhkan bantuan untuk mengatasi masalah penyakit pada hewan ternaknya. 3. Formulir laporan standar (dalam bentuk kertas, SMS, atau berbasis komputer) untuk menangkap dan merekam aspekaspek penting penyakit yang dicatat oleh petugas lapangan, dengan sistem pengelolaan data yang efisien untuk pengiriman dan analisis data di tingkat lapangan, kabupaten, provinsi, dan/ atau pusat. 4. Petugas layanan veteriner mengetahui peran mereka dan memahami manfaat sistem. 5. Sistem umpan balik yang efektif dalam menyediakan informasi yang berguna serta mampu mendorong perbaikan kapasitas peternak dan petugas lapang. 6. Analisis dan pelaporan data kepada pengambil kebijakan dalam bentuk yang mudah dipahami dan berguna untuk pengambilan keputusan. 7. Sistem diagnosis yang efektif dalam bentuk dukungan fasilitas laboratorium yang mampu menghasilkan diagnosa definitif penyakit. 8. Pemantauan kinerja sistem pelaporan agar fungsi sistem dapat dievaluasi dan diperbaiki secara terus-menerus.
23
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
ALUR INFORMASI SURVEILANS BERBASIS PELAPORAN MASYARAKAT Alur informasi sistem surveilans berbasis pelaporan masyarakat disajikan dalam gambar berikut. Di sini, peternak atau petugas/ kader kesehatan hewan desa dapat mengirimkan laporan yang langsung diteruskan ke tingkat pusat sehingga dapat mempercepat proses pengambilan keputusan. Diagram 2: Alur Pelaporan Pelayanan Veteriner
Pejabat veteriner
Analisis otomatis
Kantor veteriner
Unit epidemiologi
Organisasi internasional
Basis data nasional
Kantor veteriner
Kantor veteriner
Kantor veteriner
Tenaga kesehatan hewan desa
Keterangan :
Peternak
Laporan Penyakit Umpan Balik Spesimen Laboratorium
Hewan
Laporan jarak jauh via telepon atau SMS
Pelaporan otomatis
Laporan simultan ke semua
24
Diagnosis laboratorium
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
4.2. SURVEILANS PARTISIPATIF Surveilans Partisipatif merupakan metode meningkatkan deteksi penyakit melalui pencarian dan pelacakan penyakit serta pengumpulan data. Dalam metode ini, petugas kesehatan hewan atau dokter hewan mengunjungi peternak, pedagang hewan, atau pemangku kepentingan lain untuk bertanya mengenai ada atau tidak adanya penyakit. Keuntungan dari surveilans partisipatif adalah surveilans ini lebih sensitif dan lebih mampu mendeteksi wabah penyakit. Kelemahannya adalah pendekatan ini jauh lebih mahal dibandingkan surveilans pasif. Di Indonesia, surveilans partisipatif banyak dikenal dengan nama PDSR (Participatory Disease Surveillance and Response, atau Surveilans dan Respons Penyakit Partisipatif), yang digunakan untuk meningkatkan penemuan kasus HPAI. Dengan pendekatan ini, petugas kesehatan hewan dan dokter hewan mengunjungi desa-desa dan kawanan unggas untuk menilai apakah ada penyakit yang belum terdeteksi atau tidak dilaporkan. Pendekatan ini telah meningkatkan deteksi penyakit. PENGGUNAAN Surveilans partisipatif digunakan untuk mendeteksi wabah secara lebih cepat dan dengan demikian melaporkan penyakit hewan menular strategis dengan lebih cepat pula, untuk memungkinkan pengendalian penyakit yang efektif.
TATA CARA PELAKSANAAN Pelaksanaan sistem surveilans partisipatif dilakukan dengan tata cara sebagai berikut: 1. Tentukan penyakit atau sindrom yang ingin ditelaah 2. Terapkan program Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) untuk masyarakat dan bangun dukungan untuk pelaporan penyakit
25
26
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
3. Bentuk sistem pelaporan dan pengelolaan data, termasuk penggunaan iSIKHNAS 4. Latih petugas untuk melaksanakan surveilans partisipatif termasuk melakukan pelacakan untuk mengidentifikasi kasuskasus lanjut yang mungkin terjadi 5. Pantau dan evaluasi kegiatan serta hasil surveilans partisipatif.
4.3. SURVEI REPRESENTATIF Survei representatif merupakan teknik mengambil sampel dari sebagian populasi yang mewakili suatu populasi sasaran yang lebih luas, untuk mengumpulkan informasi khusus mengenai keseluruhan populasi tersebut. Survei representatif digunakan untuk melakukan pendugaan dengan bias minimum, misalnya pendugaan prevalensi penyakit dan tingkat kekebalan kelompok dalam evaluasi program vaksinasi. Survei representatif dengan pengambilan sampel acak merupakan cara terbaik untuk memperoleh perkiraan dengan bias minimum mengenai tingkat penyakit. Pelaksanaan survei representatif rumit karena banyak faktor yang harus dipertimbangkan, misalnya populasi target, rancangan survei, teknik pengambilan sampel terpilih, ukuran sampel, dan analisis data. Dengan demikian, survei ini memerlukan bantuan ahli statistika atau epidemiologi untuk menghitung dan menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi tersebut. Di dalam pedoman surveilans penyakit hewan menular ini akan disajikan tuntunan pelaksanaan survei representatif untuk berbagai tujuan surveilans dengan pendekatan yang sederhana dan praktis untuk digunakan di lapangan. Istilah mengenai populasi yang akan diambil sampelnya mungkin akan membingungkan. Dalam survei representatif, digunakan istilah-istilah populasi total, populasi target/populasi sasaran, populasi studi, dan sampel. Keterangan mengenai istilah-istilah ini bisa dibaca pada Daftar Istilah pada Lampiran 1, halaman 73-76. Keuntungan penggunaan survei representatif adalah:
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
1. Perkiraan dengan bias minimum mengenai tingkat penyakit pada populasi 2. Pengukuran yang dapat diulang terhadap penyakit – sehingga kecenderungan dalam prevalensi penyakit atau dampak program pengendalian penyakit dapat dipantau 3. Penggunaan sumber daya secara efisien dan hemat karena hanya sebagian dari populasi yang disurvei. Kelemahan pelaksanaan survei representatif adalah: 1. Bias akan terjadi apabila survei tersebut tidak dirancang dengan baik dan tidak ada tujuan yang jelas; populasi target tidak didefinisikan dengan baik; pengacakan yang tidak efektif dalam pemilihan populasi sampel; serta pengumpulan, penanganan, dan pengujian sampel yang tidak efisien. Dalam hal ini, perkiraan tingkat penyakit akan salah. 2. Perancangan survei representatif rumit dan membutuhkan masukan dari spesialis dengan pengetahuan teknis khusus (epidemiologis atau ahli statistik) – untuk mencegah perolehan hasil yang salah atau berbias. 3. Ukuran sampel yang dibutuhkan untuk memberikan perkiraan tingkat penyakit bervariasi, ditentukan oleh prevalensi penyakit serta tingkat kepercayaan yang diperlukan. Presisi perkiraan terkait dengan ukuran sampel – semakin tinggi tingkat presisi, semakin besar pula ukuran sampelnya. 4. Untuk mendukung pembuktian bebas penyakit, survei representatif dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa prevalensi penyakit lebih rendah daripada suatu tingkat tertentu (prevalensi desainnya). Apabila prevalensi penyakit rendah, harus diambil banyak sampel pada sejumlah besar hewan/kawanan untuk memberikan tingkat kepercayaan yang memadai bahwa penyakit memang tidak ada, atau ada pada prevalensi yang lebih rendah daripada prevalensi desainnya. Hal ini membuat survei representatif untuk menunjukkan keadaan bebas penyakit menjadi mahal pada prevalensi yang rendah. (Baca pembahasan lebih lanjut dalam Bab 5 mengenai pembuktian bebas penyakit.)
27
28
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
5. Pelaksanaan survei representatif butuh waktu lama dan dapat memberi hasil yang menyesatkan apabila situasi penyakit berubah dengan cepat. PENGGUNAAN Survei representatif digunakan untuk tujuan: 1. Memperkirakan prevalensi penyakit atau pengukuran lain mengenai tingkat penyakit. 2. Mendeteksi penyakit/penularan dan dengan demikian memberikan kepercayaan dalam menunjukkan keadaan bebas penyakit. Dalam hal menunjukkan keadaan bebas penyakit, survei representatif dapat digunakan, tetapi akan mahal karena pada kondisi keadaan bebas penyakit, diperlukan besaran sampel yang signifikan untuk membuktikan bahwa infeksi penyakit tidak ada di suatu wilayah tertentu. Kadang-kadang dapat dilakukan juga survei berbasis risiko sebagai alternatif atau pelengkap. Penjelasan mengenai hal ini akan dijelaskan secara terperinci pada bagian terakhir bab ini. Alternatif lain untuk tujuan demonstrasi bebas penyakit adalah survei berbasis risiko, yang dijelaskan di bagian 4.4 (halaman 35). TEKNIK PENARIKAN SAMPEL PADA SURVEI REPRESENTATIF Saat merancang survei representatif, perlu dipertimbangkan faktor statistik dan non-statistik. Sebaiknya, seorang ahli statistik atau epidemiologis dimintai saran saat dilakukan perancangan survei representatif. Faktor-faktor berikut ini harus dipertimbangkan:
• Faktor statistik
Pertimbangkan tingkat presisi yang dibutuhkan untuk perkiraan yang akan dilakukan, dugaan varians dalam data, tingkat kepercayaan yang diinginkan agar perkiraan tersebut mendekati nilai populasi yang nyata dalam studi analitis, dan kekuatan studi untuk mendeteksi dampak yang nyata atau penting.
• Faktor non-statistik
Pertimbangkan ketersediaan waktu, uang, dan sumber daya; kerangka pengambilan sampel; dan sasaran studi.
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
Survei representatif harus menggunakan penarikan sampel secara acak. Pengertian acak adalah bahwa seluruh anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Penarikan sampel secara acak berupaya menghindari bias dalam pemilihan sampel dan dapat mewakili populasi, sehingga nilai pendugaan populasi akan lebih akurat Penarikan sampel acak didasarkan pada proses pengacakan dengan menggunakan alat-alat yang dapat memilih anggota populasi dengan peluang yang sama. Salah satu contoh teknik pengacakan ini adalah dengan menuliskan setiap anggota populasi pada gulungan-gulungan kertas yang berukuran sama sehingga setiap gulungan kertas memiliki peluang yang sama untuk keluar dari lubang tempat pengocokan. Cara lain yang lebih praktis digunakan di lapangan adalah dengan menggunakan tabel bilangan teracak atau melakukan pengacakan dengan menggunakan kalkulator atau komputer. Berbagai cara teknik penarikan sampel dan cara pengacakan yang digunakan pada survei representatif dapat dibaca pada Lampiran 6, halaman 85. TATA CARA SURVEI REPRESENTATIF UNTUK MENDUGA PREVALENSI PENYAKIT Survei ini bertujuan untuk menduga proporsi hewan pada suatu populasi yang menderita penyakit tertentu pada waktu tertentu. Hal ini bermanfaat untuk menentukan tingkat penyakit, mengembangkan strategi pengendalian penyakit, dan memonitor kemajuan program pengendalian (misalnya menduga proporsi hewan dengan titer antibodi protektif setelah program vaksinasi). Survei prevalensi umumnya dilakukan di daerah yang luas misalnya kabupaten, provinsi, atau nasional, sehingga tidak mudah jika menggunakan penarikan sampel acak sederhana atau sistematis. Teknik penarikan sampel yang umumnya digunakan adalah penarikan sampel acak dua-tahap (two-stage random sampling) atau lebih. Kekuatan teknik penarikan sampel ini adalah daftar hewan hanya diperlukan untuk sebagian kelompok atau desa saja, bukan seluruh populasi. Selain itu, survei lebih mudah dilakukan karena
29
30
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
hanya mendatangi sebagian kelompok atau desa. Kelemahan dari teknik penarikan sampel ini adalah perancangan dan analisis datanya yang rumit. Berikut ini adalah langkah-langkah melakukan survei prevalensi: 1. Tetapkan pertanyaan survei. 2. Tentukan populasi target. Populasi target adalah populasi yang akan diambil informasinya. Misalnya, populasi targetnya adalah peternakan broiler sektor 3 di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. 3. Cari tahu mengenai populasi target dalam kaitannya dengan kerangka sampel, strata, penggerombolan, perkiraan parameter populasi. 4. Pilih metode penarikan sampel yang sesuai. Metode penarikan sampel yang terbaik adalah yang memberikan tingkat presisi dan akurasi yang terbesar bila dibandingkan dengan metodemetode lain dengan biaya yang sama. 5. Tentukan besaran sampel dengan mempertimbangkan faktorfaktor statistik dan non-statistik. 6. Jika melakukan stratifikasi dalam penarikan sampel, tentukan kriteria stratanya. Besaran sampel pada setiap strata biasanya ditentukan proporsional terhadap besaran populasi pada setiap strata. 7. Rancanglah kegiatan lapangan, siapkan kuesioner atau pertanyaan-pertanyaan dalam wawancara, siapkan lembar pengumpulan data, transportasi, alat-alat yang diperlukan, koleksi spesimen dan alat-alat untuk memproses. 8. Buat pelatihan untuk tim survei. 9. Lakukan survei pendahuluan, yaitu survei kecil yang dilaksanakan sebelum survei sebenarnya. Survei pendahuluan berguna untuk membantu pelatihan anggota tim, mengidentifikasi masalah di lapangan, mengumpulkan informasi awal yang dibutuhkan untuk memperbaiki perancangan survei, dan mengidentifikasi masalah jika terdapat respons yang tidak terduga. 10. Apabila digunakan proses dua tahap, pilih sampel tahap pertama, yaitu kelompok hewan (desa atau peternakan) secara acak.
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
11. Lakukan wawancara desa untuk menyusun kerangka penarikan sampel dan mengajukan pertanyaan lainnya. 12. Pilihlah sampel tahap kedua (hewan) secara acak. 13. Temui pemilik ternak dan tandailah hewan yang terpilih. 14. Ikatlah hewan dan ambil spesimennya, serta ambil data lain yang diperlukan. 15. Siapkan spesimen untuk analisis. 16. Kirimkan spesimen ke laboratorium. 17. Periksalah kelengkapan dan akurasi data. 18. Masukkan data survei dan hasil pemeriksaan laboratorium ke komputer. 19. Periksa ulang kemungkinan kesalahan dalam memasukkan data. 20. Analisis data. 21. Buat laporan dan berikan umpan balik kepada peternak, staf dinas peternakan setempat, organisasi, atau buat publikasi.
Besaran sampel pada survei prevalensi Besaran sampel ditentukan berdasarkan pertimbangan besarnya keragaman, prevalensi dugaan, akurasi, dan presisi yang diharapkan; besaran populasi; teknik penarikan sampel yang digunakan; kinerja uji diagnostik; dan biaya survei. Rumus untuk menduga besaran sampel pada survei prevalensi dengan menggunakan penarikan sampel acak sederhana dan tingkat kepercayaan 95% adalah:
n = 4pq/L 2 n = besaran sampel, p=besarnya prevalensi dugaan, q = 1-p, L adalah tingkat kesalahan maksimum yang bisa diterima.
Jika survei menggunakan teknik penarikan sampel duatahap, keragaman akan lebih besar daripada penarikan sampel acak sederhana. Dengan demikian, diperlukan besaran sampel yang lebih banyak untuk mencapai tingkat akurasi dan presisi yang diharapkan. Perhitungan besaran sampel untuk penarikan sampel dua-tahap agak rumit,
31
32
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
dan sebagai pendekatan praktisnya, besaran sampelnya diperoleh dengan cara menggandakan besaran sampel yang didapatkan dari rumus di atas. Rumus perhitungan besaran sampel tersebut adalah dengan asumsi bahwa uji diagnostik yang digunakan adalah uji diagnostik yang sempurna, yaitu uji diagnostik dengan sensitivitas dan spesifisitas 100%. Pada kenyataannya, sulit mendapatkan uji diagnostik yang sempurna, sehingga rumus tersebut harus dikoreksi dengan memasukkan tingkat sensitivitas dan spesifitas uji. Banyak peranti lunak yang dapat mempermudah perhitungan besaran sampel. Win Episcope dan Survey Toolbox adalah peranti lunak yang bisa diunduh bebas tanpa biaya. Alamat situs yang menyediakan peranti lunak ini secara gratis bisa dilihat pada Lampiran 7.
TATA CARA SURVEI REPRESENTATIF UNTUK MENDETEKSI PENYAKIT Survei untuk mendeteksi penyakit berbeda secara mendasar dari survei untuk memperkirakan suatu parameter seperti prevalensi. Survei tak dapat membuktikan kondisi bebas penyakit kecuali setiap hewan diuji dengan uji diagnostik yang sangat sensitif. Akan tetapi, survei representatif untuk mendeteksi penyakit dapat memberikan keyakinan pada tingkat kepercayaan yang telah ditentukan bahwa tidak ada penyakit apabila tidak ada hasil positif. Perkiraan ukuran sampel membutuhkan spesifikasi mengenai:
• Tingkat kepercayaan • Prevalensi desain (dugaan prevalensi minimum atau prevalensi maksimum yang dapat diterima).
Apabila tidak ada penyakit yang dideteksi, bisa dikatakan bahwa terdapat 95% tingkat kepercayaan bahwa tidak ada penyakit, atau tidak terdapat penyakit pada tingkat di atas prevalensi desain. Jika prevalensi penyakit tinggi, mudah menemukan hewan yang teinfeksi. Tetapi, jika prevalensi penyakit rendah, diperlukan besaran sampel yang signifikan untuk dapat menemukan hewan yang
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
terinfeksi. Biaya untuk suatu survei skala besar akan membatasi kemungkinan untuk melakukan survei guna menunjukkan keadaan bebas penyakit. Semakin besar besaran sampel yang diambil, semakin besar kemungkinan menemukan hewan yang terinfeksi. Tetapi, jika hasilnya seluruhnya negatif, masih ada kemungkinan hewan terinfeksi tidak terambil sebagai sampel. Saat merancang survei untuk menunjukkan keadaan bebas penyakit, prevalensi desain harus ditentukan. Prevalensi desain, bersama dengan tingkat kepercayaan yang diinginkan [yaitu bahwa populasi sungguh bebas penyakit jika semua sampel negatif],akan menentukan ukuran sampel yang dibutuhkan (lihat rumus pada kotak di halaman 34). Apabila dugaan prevalensi minimum ini ditetapkan pada 10%, survei tersebut akan diharapkan mampu mendeteksi penyakit apabila prevalensinya di atas ambang batas 10%. Penentuan nilai untuk dugaan prevalensi minimum didasarkan pada pengetahuan epidemiologi penyakit. Semakin menular suatu penyakit dan semakin lama durasi penyakit, akan semakin tinggi dugaan prevalensi minimumnya, sehingga jumlah sampel yang dibutuhkan semakin kecil. Masalah lain yang harus dipertimbangkan adalah sensitivitas dan spesifisitas uji laboratorium yang digunakan, karena masih ada kemungkinan diperoleh hasil negatif palsu atau positif palsu. Dengan demikian, untuk menunjukkan keadaan bebas penyakit, diambil pendekatan peluang atau probabilitas, yaitu berdasarkan bukti-bukti surveilans dapat ditunjukkan besarnya probabilitas suatu negara atau wilayah bebas dari penyakit tertentu. Langkah-langkah survei representatif dua-tahap untuk menunjukkan bebas penyakit adalah sebagai berikut: 1. Tentukan pertanyaan apa yang akan diajukan (termasuk penetapan perkiraan prevalensi minimum atau prevalensi minimum yang dapat dideteksi) 2. Hitung besaran sampel untuk penarikan sampel tahap pertama: jumlah desa atau kelompok ternak
33
34
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
3. Pilihlah sampel tahap pertama dengan penarikan contoh acak sederhana 4. Buatlah kerangka penarikan contoh untuk populasi ternak di desa/kelompok ternak 5. Hitung besaran sampel ternak pada setiap desa atau kelompok ternak yang besarannya bergantung pada populasi di desa/ kelompok ternak tersebut (penarikan sampel tahap kedua) 6. Pilihlah hewan dengan penarikan sampel acak sederhana 7. Kumpulkan data dan spesimen 8. Proses spesimen yang telah siap dianalisis 9. Kirimkan spesimen ke laboratorium 10. Periksa kelengkapan dan akurasi data 11. Analisis data dari setiap desa atau kelompok ternak, dan tetapkan apakah positif atau negatif 12. Lakukan analisis untuk menetapkan apakah seluruh populasi itu positif atau negatif 13. Buat laporan.
Besaran sampel untuk survei menunjukkan keadaan bebas penyakit Besaran sampel ditentukan berdasarkan pertimbangan kinerja uji diagnostik, besaran populasi, perkiraan prevalensi minimum, dan tingkat ketepatan dan ketelitian yang diharapkan. Rumus untuk menduga besaran sampel adalah sebagai berikut:
n={1−(1−p1) 1/d} {N−d/2}+1 n = besaran sampel, p1 = tingkat kepercayaan, d = perkiraan jumlah minimum hewan yang positif (d/N = perkiraan prevalensi minimum)
Untuk mempermudah perhitungan, pendugaan besaran sampel dengan menggunakan rumus tersebut pada tingkat kepercayaan 95% dapat digunakan tabel pada Lampiran 4.
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
Pendugaan besaran sampel tersebut adalah berdasarkan asumsi bahwa uji diagnostik yang digunakan adalah uji diagnostik yang sempurna, yaitu uji diagnostik dengan sensitivitas dan spesifisitas 100%. Pada keadaan uji diagnostik tidak sempurna, rumus tersebut harus dikoreksi dengan mempertimbangkan nilai sensitivitas dan spesifisitas uji diagnostik yang digunakan. Pendugaan besaran sampel agak rumit jika menggunakan perhitungan manual. Untuk mempermudah perhitungan dapat digunakan peranti lunak, misalnya FreeCalc yang ada di Survey Toolbox. Peranti lunak ini dapat diunduh dari situs AusVet, yang alamatnya diberikan pada Lampiran 7.
4.4. METODE SURVEILANS BERBASIS RISIKO Berbeda dengan survei representatif yang menggunakan sampel acak yang dipilih dari populasi target, data pada surveilans berbasis risiko diperoleh dengan memilih sampel pada sub-populasi yang memiliki risiko tinggi terinfeksi, jadi memang secara sengaja berbias. Risiko tinggi tersebut diambil karena adanya faktor risiko spesifik yang diketahui. Faktor risiko ini terkait dengan penyebaran penyakit dan tidak selamanya menyebabkan penyakit itu sendiri. Misalnya, surveilans untuk BSE (Bovine Spongiform Encephalopathy, atau penyakit sapi gila) dilakukan pada populasi sapi yang lumpuh, karena BSE akan lebih mungkin ditemukan pada sapi-sapi yang lumpuh dibandingkan dengan sapi yang sehat. Hal penting yang harus diperhatikan di dalam surveilans berbasis risiko adalah bahwa rancangan surveilans ini memerlukan pengetahuan awal mengenai epidemiologi penyakit, perbedaan tingkat penyakit pada berbagai strata/kelompok populasi, dan dampak penyakit tersebut. Secara ringkas dapat dijelaskan bahwa surveilans berbasis risiko diawali dengan stratifikasi populasi ke dalam beberapa kategori yang berbeda dalam hal peluangnya tertular penyakit. Kemudian dipilih strata atau sub-populasi yang berisiko tinggi terhadap penularan penyakit. Pemilihan individu di dalam sub-populasi
35
36
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
dilakukan secara acak. Seluruh aspek pengambilan sampel secara acak serta pertimbangan-pertimbangan kinerja uji diagnostik dan penggerombolan (clustering) berlaku sama dengan yang berlaku pada survei representatif. Misalnya dalam surveilans untuk BSE, pengambilan sampel dilakukan pada kelompok sapi perah yang dewasa/tua, karena pada kelompok ini BSE lebih mungkin ditemukan daripada pada sapi-sapi muda. Pemilihan sapi-sapi mana yang akan diambil sebagai sampel pada kelompok sapi perah dewasa/tua tersebut dilakukan secara acak. Keuntungan surveilans berbasis risiko ini adalah: 1. Surveilans berbasis risiko menggunakan sumber daya yang terbatas secara paling efektif dan efisien untuk mengidentifikasi kasus dan mendukung pembuktian bebas penyakit 2. Surveilans berbasis risiko memanfaatkan pemahaman mengenai epidemiologi penyakit untuk mengidentifikasi kelompok risiko, dan dengan demikian mendorong pemahaman mengenai risiko penyakit dan opsi pengendalian. Kerugian surveilans berbasis risiko adalah: 1. Surveilans berbasis risiko memerlukan pemahaman mengenai epidemiologi penyakit untuk mengidentifikasi kelompok berisiko tinggi – apabila epidemiologi penyakit tidak dipahami dengan baik, surveilans berbasis risiko tidak dapat digunakan. 2. Surveilans berbasis risiko hanya menargetkan sebagian populasi – sehingga surveilans ini bisa jadi luput menangkap kasus dalam kelompok yang berisiko lebih rendah dalam populasi. Surveilans berbasis risiko tidak dapat digunakan sendirian untuk upaya deteksi dini dan penemuan kasus. 3. Surveilans berbasis risiko tidak bersifat representatif dan dengan demikian tidak dapat digunakan untuk mengukur tingkat penyakit dalam populasi. PENGGUNAAN Surveilans Berbasis Risiko bermanfaat untuk memberikan peringatan dini wabah penyakit dan sebagai cara mengidentifikasi sebagian besar kasus penyakit. Surveilans Berbasis Risiko tidak
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
dapat digunakan sebagai satu-satunya metode untuk deteksi dini masuknya penyakit atau untuk penemuan kasus karena surveilans ini hanya memantau sebagian populasi. TATA CARA PELAKSANAAN Tata cara pelaksanaan survei berbasis risiko adalah sebagai berikut (Cameron 2012): 1. Mengidentifikasi tujuan survei dan pertanyaan yang harus dijawab. 2. Mengidentifikasi populasi sasaran. 3. Mengidentifikasi faktor-faktor risiko penyakit yang penting. Faktor-faktor ini dapat digunakan untuk membagi populasi menjadi dua kelompok atau lebih, masing-masing dengan risiko penularan yang berbeda. Faktor risiko dapat berada pada tingkat kawanan (misalnya kawanan yang secara rutin memperoleh hewan baru) atau pada tingkat hewan (misalnya hewan yang lebih tua). 4. Memilih faktor-faktor risiko yang paling penting. 5. Menduga kekuatan faktor risiko dalam hal risiko relatif. Ini merupakan ukuran seberapa besar kemungkinan hewan yang berada dalam kelompok berisiko tinggi untuk tertular penyakit, dibandingkan dengan hewan dari kelompok risiko yang lebih rendah. 6. Menduga proporsi populasi kelompok berisiko tinggi dan kelompok berisiko rendah. 7. Menentukan tingkat sensitivitas survei yang diinginkan. Biasanya sekitar 95% (agar cukup meyakinkan bahwa populasi bebas dari penyakit) atau 99% (sangat meyakinkan) 8. Menentukan nilai prevalensi dugaan di tingkat kawanan dan hewan individual. Nilai prevalensi dugaan minimum di tingkat kawanan biasanya sekitar 1% dan 0,1%, serta sering didasarkan pada standar internasional atau kesepakatan dengan mitra dagang. Jika ragu-ragu, gunakan 1%. Nilai prevalensi dugaan pada tingkat hewan individual ditentukan oleh sifat penyakit. Untuk penyakit epidemis yang menyebar dengan cepat, gunakan nilai 10%. Untuk penyakit yang menyebar dengan lambat, gunakan nilai 1%.
37
38
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
9. Menghitung besaran sampel berbasis risiko. Penentuan jumlah kawanan/desa serta jumlah hewan dalam setiap kawanan/desa yang akan diambil sampelnya dapat dilakukan dengan menggunakan kalkulator daring yang disediakan di situs: http://epitools.ausvet.com.au/content.php?page=RiskBasedS SComplex2Stage 10. Menggunakan pemilihan acak dan pendekatan surveilans lapangan yang sama dengan yang dijelaskan sebelumnya pada survei representatif. Sebagai contoh:
• Membuat kerangka sampling kawanan atau desa berisiko tinggi.
• Memilih secara acak kawanan atau desa yang dibutuhkan dari kerangka sampling kawanan/desa berisiko tinggi.
• Membuat kerangka sampling hewan untuk setiap kawanan/ desa yang berisiko tinggi yang terpilih.
• Memilih secara acak sejumlah hewan di dalam kawanan/ desa tersebut.
11. Mengumpulkan sampel dan melakukan pengujian laboratorium. 12. Jika hasil pengujian awal positif, periksa kembali pengujian untuk memperoleh konfirmasi hasil positif. Jika hasilnya terbukti positif, penyakit memang ditemukan dan status bebas penyakit tidak dapat dibuktikan. Anda hanya dapat melanjutkan proses jika semua hasil pengujian terbukti negatif. 13. Membuat estimasi sensitivitas surveilans dan probabilitas status bebas. Hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan alat bantu yang disediakan di situs: http://epitools.ausvet.com.au/content.php?page=RiskBasedS eComplex2Stage.
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
Contoh Penerapan Surveilans Berbasis Risiko Strategi surveilans avian influenza H7N9 di negara-negara berisiko tinggi yang tidak terinfeksi dilakukan dengan cara pengambilan sampel di sepanjang rantai pasar dan tempat masuknya unggas serta produk unggas dari daerah yang terinfeksi (FAO 2013). Berdasarkan penilaian risiko yang telah dilakukan, rantai pasar dan tempat masuknya unggas serta produk unggas merupakan tempat populasi berisiko tinggi tertular H7N9. Di Indonesia, surveilans berbasis risiko terhadap AI H7N9 dilakukan dengan mengambil sampel lingkungan di pasar unggas hidup di Jabodetabek, Medan, dan Surabaya, dan sampel lingkungan di truk dari Jawa Tengah dan Jawa Timur yang tiba di Tempat Pemotongan/ Penampungan Ayam Rawa Kepiting, Jakarta Timur.
4.5. SURVEILANS SINDROMIK Surveilans sindromik melibatkan identifikasi tanda-tanda atau kelompok tanda yang spesifik, serta analisis terhadap pola dari tanda-tanda tersebut dalam konteks ruang dan waktu. Surveilans sindromik ditujukan bukan untuk mendiagnosis penyakit tertentu, melainkan untuk mendeteksi pola tidak wajar dari tandatanda yang mungkin disebabkan oleh suatu penyakit. Apabila terdeteksi pola yang tidak wajar, akan dilakukan investigasi penyakit untuk mendiagnosis penyebab penyakit yang mengakibatkan ketidakwajaran pola tersebut. Pola yang muncul dari tanda dan sindrom sering tidak sejelas diagnosis penyakit secara langsung. Sebagai contoh, jika diare digunakan sebagai indikator adanya penyakit hog cholera, sistem surveilans sindromik dapat mengumpulkan laporan peternak mengenai gejala diare pada ternak babinya (atau laporan penjualan obat diare). Namun, ada banyak kemungkinan penyebab diare sehingga sistem surveilans akan menerima aliran laporan yang besar. Kasus tunggal hog cholera mungkin akan terselip di antara sekian banyak laporan. Walaupun demikian, hog cholera biasanya
39
40
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
muncul sebagai wabah yang menular dari satu peternakan ke peternakan lain. Dengan demikian, kendati pola normal laporan kasus diare mungkin hanya sedikit bervariasi dari waktu ke waktu, kemunculan kasus hog cholera akan menyebabkan perubahan pada pola tersebut. Untuk dapat mendeteksi perubahan ini, diperlukan data dalam jumlah besar untuk membantu menentukan pola yang normal dari tanda atau sindrom yang tengah dianalisis, termasuk tingkat penyebaran penyakit, serta variasi musiman maupun variasi acak yang normal. Langkah ini akan mempermudah upaya menemukan perubahan dalam pola tersebut. Data untuk sistem surveilans sindromik sebaiknya cepat, mudah, dan murah untuk diperoleh sehingga memungkinkan pengumpulan sejumlah besar data secara rutin. Sebagai contoh, peternakan unggas komersial selalu memperkirakan sejumlah kasus mortalitas setiap harinya. Kasus kematian adalah sindrom yang dapat digunakan untuk mendeteksi penyakit. Peternakan komersial secara rutin mencatat angka mortalitas harian di kandang-kandang mereka. Jika data ini dapat dikumpulkan secara terpusat untuk keperluan analisis, hasilnya dapat dengan mudah digunakan untuk mendeteksi pola mortalitas yang tidak wajar pada populasi guna memicu pelaksanaan investigasi yang cepat. Di Indonesia, sedang dikembangkan sistem iSIKHNAS untuk pengumpulan data kejadian penyakit di lapangan. Dalam sistem ini, pelaporan penyakit dilakukan melalui pengiriman SMS atau pesan singkat lewat telepon genggam. Dengan cara ini masyarakat dapat melaporkan kejadian kasus penyakit di lapangan dengan cepat sehingga penyakit dapat ditangani secara dini oleh petugas kesehatan hewan di lapangan. Data yang dikumpulkan melalui SMS ini dapat digunakan untuk menjalankan surveilans sindromik. Keuntungan utama surveilans sindromik adalah hal ini memungkinkan penargetan penyakit dan sindrom yang telah dikenal. Misalnya saja, “gila galak” pada anjing sebagai penanda untuk rabies, kematian mendadak untuk anthrax, dan keguguran
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
atau sendi membengkak untuk brucellosis. Dalam hal ini, diperlukan program penyadaran masyarakat atau pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi kepada dokter hewan lapangan, petugas kesehatan hewan, serta pemilik hewan, agar mereka dapat mengenali serangkaian tanda atau sindrom yang mengarah kepada penyakit-penyakit tertentu tersebut. Kerugian surveilans sindromik adalah surveilans ini merupakan pendekatan skrining awal, dan dalam hal ini tidak ada diagnosis definitif yang dicapai. Dibutuhkan kunjungan lanjutan serta pengujian diagnosis. Proses tindak lanjut ini akan meningkatkan biaya. Akan tetapi, sumber daya yang terbatas dapat difokuskan pada laporan-laporan sindromik dan dengan demikian digunakan secara lebih efisien. Dalam surveilans sindromik, penyakit-penyakit yang tidak diketahui dapat dideteksi dengan digunakannya kategori sindrom yang umum, sehingga perubahan dalam kemunculan penyakit dapat ditangkap. PENGGUNAAN Surveilans sindromik paling umum digunakan untuk sistem peringatan dini untuk mendeteksi penyakit yang baru muncul, muncul kembali, atau penyakit eksotis. Surveilans ini khususnya bermanfaat untuk mendeteksi penyakit yang baru muncul, tapi sebelumnya tidak terdapat di dalam negeri, misalnya sapi gila, Penyakit Mulut dan Kuku atau PMK, Nipah, atau Rift Valley Fever. Sekali lagi, surveilans ini tidak mencari diagnosis tertentu, melainkan hanya menemukan pola dari tanda-tanda yang tidak wajar. Ini berarti bahwa sebuah penyakit yang baru muncul dengan cara yang tidak terduga dapat terdeteksi dengan sama mudahnya seperti penyakit yang sudah dikenali. Surveilans ini juga dapat digunakan untuk memonitor perubahan pada tingkat dan distribusi penyakit endemis seperti brucellosis, rabies, dan anthrax.
41
42
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
TATA CARA PELAKSANAAN Pelaksanaan surveilans sindromik dilakukan dengan tata cara sebagai berikut: 1. Menentukan sasaran surveilans 2. Mengidentifikasi populasi target 3. Menyusun kriteria sindrom/gejala penyakit yang akan digunakan dalam proses surveilans ini 4. Melakukan sosialisasi kriteria tanda dan sindrom yang digunakan kepada peternak, kader, petugas kesehatan lapangan, petugas karantina, petugas pasar, dan petugas rumah pemotongan 5. Memastikan adanya staf lapangan yang dapat dihubungi oleh peternak yang membutuhkan bantuan menyangkut masalah penyakit 6. Mencatat data sindrom yang telah terdeteksi dengan menggunakan iSIKHNAS atau sistem pelaporan/pencatatan alternatif 7. Mendorong pelaporan oleh peternak 8. Memastikan peternak mendapatkan menghubungi staf lapangan
bantuan
untuk
9. Memastikan setiap petugas kesehatan hewan mengetahui peran mereka dalam sistem 10. Membuat sistem untuk mengelola dan menganalisis data dari laporan. Memastikan data yang telah dianalisis dilaporkan kepada pengambil keputusan dalam bentuk yang mudah dipahami dan berguna dalam pengambilan keputusan penting. Di Indonesia, sistem analisis dan pelaporan ini dinamakan iSIKHNAS 11. Memastikan sistem umpan balik berjalan efektif dalam memberikan motivasi dan informasi yang bermanfaat bagi petugas lapangan dan peternak 12. Memantau kinerja sistem pelaporan 13. Melakukan uji diagnostik untuk mengonfirmasi laporan sindroma penyakit tersebut dan menentukan penyebabnya.
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
4.6. SURVEILANS TITIK AGREGASI Titik agregasi adalah suatu tempat atau lokasi bertemu atau berkumpulnya hewan dari asal yang berbeda dalam satu waktu seperti Rumah Pemotongan Hewan (RPH/RPU), pasar hewan, tempat penampungan ternak, atau tempat memandikan hewan. Surveilans di pasar, rumah potong, dan titik agregasi lainnya biasa digunakan sebagai bentuk surveilans aktif atau pasif. Surveilans rumah potong dilakukan karena adanya pemeriksaan hewan yang sering dilakukan untuk alasan kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat, yang berpotensi menjadi sumber data berharga untuk surveilans pasif penyakit hewan. Titik agregasi lainnya seperti pasar hewan, tempat penampungan hewan, atau tempat memandikan ternak berperan sebagai lokasi yang praktis untuk melakukan surveilans aktif. Langkah ini dapat mempercepat proses surveilans dan mengurangi biaya; akan tetapi, populasi surveilans tidak mewakili seluruh populasi. Dengan demikian, potensi adanya bias harus dipertimbangkan saat dilakukan pembacaan hasil surveilans. Kelebihan utama surveilans titik agregasi di rumah pemotongan hewan adalah:
• Tidak mahal, karena dapat menggunakan hewan yang
tengah diproses dan diperiksa untuk tujuan lain sehingga biaya yang diperlukan pada umumnya hanya berkaitan dengan pengumpulan data dan pengujian laboratorium yang diperlukan;
• Dapat menjangkau hewan dalam jumlah besar; • Memungkinkan pengumpulan spesimen diagnosis seperti
sampel darah atau jaringan untuk keperluan pengujian laboratorium;
• Merupakan sumber data surveilans yang relatif konstan; • Memungkinkan data untuk dikumpulkan dari sejumlah kecil
lokasi seperti rumah potong yang menerima hewan dari berbagai peternakan atau desa (sehingga mengurangi biaya pengumpulan data).
43
44
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
Akan tetapi, surveilans pada titik agregasi ini memiliki beberapa kelemahan:
• Penelusuran kasus yang ditemukan pada titik agregasi
bukanlah hal yang mudah karena membutuhkan sistem identifikasi yang baik untuk setiap individu ternak.
• Sistem ini juga dapat memungkinkan terjadinya bias ke arah
hewan yang sehat, karena hewan yang dibawa ke lokasi titik agregasi adalah hewan yang sehat, sementara hewan yang sakit ditinggalkan di kandang. Ini dapat memberikan kesimpulan yang salah bahwa semua hewan dari daerah asal hewan tersebut sehat, sebagaimana yang ditemukan di lokasi titik agregasi.
PENGGUNAAN Surveilans pada titik agregasi sebaiknya digunakan untuk tujuan berikut: 1. Deteksi dini penyakit, dengan mengingat bahwa akan ada bias ke arah hewan yang sehat; 2. Mendukung pembuktian status bebas penyakit; 3. Menggambarkan tingkat atau distribusi penyakit (tapi hanya untuk populasi hewan yang ditangani atau dipotong, dan bukan untuk populasi hewan secara umum); 4. Memonitor kemajuan program pengendalian penyakit. TATA CARA PELAKSANAAN Pelaksanaan surveilans titik agregasi umumnya dilakukan dengan tata cara sebagai berikut: 1. Menentukan sasaran program surveilans 2. Memastikan staf lapangan yang melakukan pemeriksaan kesehatan hewan dan atau daging telah mendapatkan pengetahuan dan pelatihan yang memadai dalam melakukan pemeriksaan dan diagnosis untuk mengidentifikasi penyakitpenyakit utama. 3. Membuat formulir laporan standar untuk digunakan oleh staf lapangan dalam melaporkan kasus penyakit ke tingkat pusat.
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
4. Besaran sampel yang diambil: - Untuk hewan besar seperti sapi di rumah pemotongan, pemeriksaan dilakukan terhadap semua hewan yang dipotong. - Untuk hewan kecil seperti ayam di rumah pemotongan unggas, pemeriksaan dilakukan terhadap sampel yang diambil dari seluruh batch ayam hidup yang akan dipotong. 5. Membuat jalur komunikasi untuk mengirimkan informasi dari lapangan ke tingkat pusat. 6. Membuat sistem untuk mengelola dan menganalisis data dari laporan. 7. Memastikan sistem umpan balik berjalan efektif dalam memberikan motivasi dan informasi yang bermanfaat bagi staf lapangan. 8. Memastikan data dianalisis dan dilaporkan kepada pengambil keputusan dalam bentuk yang mudah dipahami dan berguna dalam pengambilan keputusan penting. 9. Memantau kinerja sistem pelaporan.
Contoh surveilans titik agregasi Untuk mendeteksi kasus tuberculosis pada sapi, sapi diperiksa di rumah potong. Inspeksi antemortem dan postmortem dilaksanakan dan dibuat catatan mengenai jumlah hewan yang diperiksa, usia dan jenis kelamin hewan, serta temuan-temuan yang tidak biasa. Suatu laporan bulanan atau laporan periodik disiapkan untuk manajer program kesehatan hewan.
4.7. SURVEILANS SENTINEL Sentinel dapat didefinisikan sebagai “penjaga” yang akan memberikan peringatan jika terjadi sesuatu. Surveilans sentinel dilaksanakan dengan cara menempatkan sejumlah kecil hewan pada suatu tempat/peternakan, yang dikumpulkan bersama dan diamati secara berkala untuk pelaksanaan pengujian tertentu.
45
46
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
Pengujian yang dilakukan pada surveilans ini biasanya uji darah untuk mencari antibodi terhadap penyakit tertentu, pemeriksaan klinis, atau pengujian lain untuk mendeteksi penyakit tertentu. Kawanan sentinel ini berperan sebagai indikator yang akan memberi peringatan jika penyakit muncul. Oleh karena itu, kawanan atau flock sentinel dapat dibedakan dari sistem lainnya karena merupakan kelompok yang berukuran kecil, teridentifikasi, ditempatkan di lokasi tetap yang strategis, dan diawasi setiap saat. Tipe surveilans ini merupakan pendekatan yang relatif mahal. Penempatan kawanan sentinel memerlukan biaya untuk pemeliharaan, pemantauan, dan pengujian secara berkala (misalnya setiap bulan). Akan tetapi dibandingkan dengan biaya survei representatif yang besar, pendekatan ini relatif lebih murah. Keuntungan surveilans sentinel adalah surveilans ini dapat menyediakan deteksi dini di wilayah-wilayah tertentu dan berisiko tinggi, di mana paparan dan masuknya penyakit paling mungkin terjadi, misalnya di dekat pelabuhan tempat masuk atau berlalulintasnya hewan. Sentinel dapat dimanfaatkan untuk memantau berjalannya penularan penyakit tingkat rendah dan subklinis ketika tidak ada deteksi penyakit yang jelas. Hal ini memungkinkan pemantauan sirkulasi penularan dalam populasi yang sebagian besar telah divaksinasi. Kerugian surveilans sentinel adalah karena surveilans ini mahal dan tidak disukai oleh pemilik kawanan hewan. Ada risiko hewan sentinel lepas atau hilang. PENGGUNAAN Surveilans sentinel banyak digunakan untuk tujuan sebagai berikut: 1. Digunakan untuk peringatan dini penularan suatu penyakit di daerah yang sebelumnya bebas penyakit; 2. Membantu pembuktian status bebas penyakit; 3. Membantu menggambarkan distribusi penyakit; 4. Membantu menentukan efektivitas langkah pengendalian penyakit.
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
Frekuensi pemantauan dan pengujian ditentukan oleh tujuan surveilans dan situasi setempat. Sebagai contoh, jika tujuannya adalah pembuktian status bebas penyakit sementara penyakit yang dimaksud bersifat musiman, satu kali pengujian per tahun di akhir musim akan mencukupi. Akan tetapi, jika tujuannya adalah untuk peringatan dini, diperlukan pengujian bulanan atau mingguan untuk memastikan penularan penyakit teridentifikasi secepat mungkin. Salah satu contoh penggunaan surveilans sentinel ini adalah jika sebuah peternakan mengalami wabah penyakit dan semua hewan ternak telah dimusnahkan sementara peternakan tersebut didesinfeksi. Penting untuk mengetahui apakah desinfeksi tersebut berhasil sebelum peternakan tersebut diisi kembali dengan hewan ternak. Jika sejumlah kecil hewan sentinel yang dibawa masuk ke peternakan tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit setelah diperiksa secara berkala, ini akan memberikan keyakinan bahwa desinfeksi telah berhasil. Hal ini merupakan hal yang umum dilakukan sebagai tindak lanjut dari respons terhadap suatu kejadian penyakit hewan menular eksotis Pendekatan yang sama juga dapat digunakan pada saat vaksinasi. Vaksinasi sering dapat menutupi munculnya tanda-tanda penyakit dan pada saat yang sama bisa jadi gagal menghentikan sepenuhnya sirkulasi agen penyakit. Sejumlah kecil hewan yang tidak divaksinasi dapat ditempatkan bersama populasi yang divaksinasi dan diperiksa secara berkala untuk memastikan tidak adanya patogen dan perubahan serologis. TATA CARA PELAKSANAAN Surveilans sentinel dilaksanakan dengan tata cara sebagai berikut: 1. Menentukan jenis penyakit yang akan diamati melalui sentinel 2. Menentukan jenis dan jumlah hewan rentan yang akan digunakan sebagai sentinel, yang cocok untuk menangkap infeksi 3. Menentukan panjang periode penempatan sentinel 4. Menentukan jenis uji yang akan dilaksanakan dan frekuensi pemeriksaan 5. Menentukan sistem monitoring dan pelaporan kondisi sentinel secara berkala
47
48
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
6. Memastikan bahwa pada awal penempatan di lokasi, hewan sentinel yang akan digunakan bebas dari vaksinasi dan infeksi yang akan diamati 7. Menempatkan sejumlah kecil kelompok sentinel di tempat yang dinilai memiliki risiko tinggi terhadap serangan penyakit 8. Jika memungkinkan, hewan-hewan tersebut diidentifikasi secara individual 9. Memastikan hewan sentinel dipelihara secara bercampur dan mendapatkan perlakuan yang baik 10. Melakukan monitoring secara berkala terhadap kondisi sentinel 11. Melakukan pengujian sampel secara berkala terhadap keseluruhan sentinel sesuai yang direncanakan. Pengujian terhadap hewan sentinel frekuensinya ditentukan oleh tujuan surveilans dan situasi setempat.
Contoh Pelaksanaan Surveilans Sentinel Untuk mendeteksi adanya sirkulasi virus avian influenza di tempat penampungan ayam, digunakan sentinel berupa sekelompok ayam. Berhubung yang akan dideteksi adalah virus HPAI H5N1, sentinel yang digunakan dipastikan dengan uji PCR tidak memiliki riwayat divaksinasi AI dan tidak terinfeksi virus AI. Pada setiap tempat penampungan yang dipilih, ditempatkan sepuluh ekor ayam sentinel selama tiga bulan. Sentinel ini dipelihara dengan cara dicampur dan diperlakukan sama dengan ayam yang dijual di tempat tersebut. Pemantauan terhadap kesehatan ayam tersebut dilakukan setiap hari oleh peternak. Setiap minggu, darah ayam sentinel diambil untuk keperluan pemeriksaan titer antibodi terhadap virus AI. Pemeriksaan virus dengan PCR dilakukan terhadap ayam yang mati atau sakit dengan gejala seperti penyakit AI.
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
4.8. SURVEILANS PADA BANK SPESIMEN BIOLOGIS Bank spesimen merupakan tempat penyimpanan spesimen, baik yang diperoleh dari kegiatan survei representatif maupun pengumpulan secara tidak terencana, atau keduanya. Spesimen yang disimpan ini dapat berperan pada studi retrospektif termasuk memberikan bukti pendukung untuk menyatakan secara historis bebas dari infeksi. Selain itu, spesimen ini juga dapat berperan membantu studi tertentu agar dapat dikerjakan dengan lebih cepat dan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan pendekatan alternatif lainnya. Spesimen yang disimpan di bank spesimen pada umumnya berupa serum, jaringan, atau sampel lingkungan. Keuntungan penggunaan surveilans pada sampel yang disimpan adalah tidak ada biaya pengumpulan sampel dan sampel segera bisa dipakai. Kerugiannya adalah metodologi pengumpulan sampel pada bank sampel tersebut bisa jadi tidak tercatat dengan baik sehingga faktor-faktor risiko tak dapat dinilai dan mutu sampel mungkin telah menurun setelah disimpan. Perlu diingat juga bahwa penyimpanan sampel sangatlah mahal. Selain itu, pasokan listrik yang stabil beserta cadangannya juga dibutuhkan agar sampel tak berulang kali meleleh dan dibekukan ulang apabila terjadi penghentian pasokan listrik secara tiba-tiba. PENGGUNAAN Surveilans dengan menggunakan spesimen biologis yang tersimpan di bank spesimen ini cocok digunakan untuk menunjukkan bebas secara historis dari infeksi penyakit, dengan syarat bahwa spesimen tersebut selama ini telah disimpan dengan baik. Tipe surveilans ini digunakan dengan pertimbangan kemudahan dalam pelaksanaannya, waktu lebih cepat, dan juga konsekuensi biaya yang lebih murah karena tidak perlu dilakukan pengumpulan sampel, tetapi perawatan dan penyimpanan spesimen membutuhkan biaya yang sangat tinggi. TATA CARA PELAKSANAAN Surveilans pada bank spesimen dapat dilaksanakan dengan tata cara sebagai berikut:
49
50
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
1. Untuk melakukan surveilans ini, sebelumnya perlu dipastikan bahwa sampel yang akan diperiksa tersedia dalam kondisi baik dan layak untuk digunakan pada uji yang akan diterapkan 2. Melakukan pemeriksaan terhadap ketersediaan data catatan (recording) mengenai asal-usul dan riwayat sampel 3. Pemeriksaan sampel dapat dilakukan pada seluruh atau sebagian sampel dengan mempertimbangkan tujuan pemeriksaan.
Contoh Pelaksanaan Surveilans pada Bank Spesimen Biologis Salah satu strategi surveilans avian influenza H7N9 untuk negara-negara berisiko tinggi yang tidak terinfeksi adalah surveilans retrospektif berdasarkan sampel yang dikumpulkan sebelumnya (FAO 2013). Surveilans ini bertujuan untuk menunjukkan apakah virus H7N9 tersebut telah bersirkulasi di peternakan atau hewan liar di negara tersebut sebelumnya. Di Indonesia, surveilans tersebut dilakukan dengan melakukan pengujian terhadap koleksi sampel swab serum untuk pengujian H5N1 yang diperoleh dari survei representatif. Sampel-sampel yang pernah digunakan untuk menguji virus H5N1 ini selanjutnya diuji terhadap virus H7N9.
4.9. SURVEILANS BERBASIS KESEHATAN SATWA LIAR Surveilans berbasis kesehatan satwa liar dapat memberikan peringatan dini mengenai risiko terhadap kesehatan manusia dan kesehatan hewan. Surveilans berbasis kesehatan satwa liar adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terus-menerus dalam pengumpulan, pemeriksaan, dan analisis informasi yang berhubungan dengan kesehatan satwa liar. Informasi tersebut kemudian disebarluaskan untuk kepentingan pengambilan tindakan yang diperlukan. Ada tiga alasan penting mengapa surveilans ini perlu dilakukan, yakni: peran satwa liar terhadap penyakit hewan menular yang terjadi pada manusia (misalnya SARS, influenza, West Nile Fever);
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
keterlibatan satwa liar secara epidemiologis pada penyakit hewan domestik; dan meningkatnya ancaman penyakit pada populasi satwa liar sendiri. Dalam konteks relasi epidemiologis antara satwa liar dan hewan domestik, satwa liar kerap menjadi sumber dari beberapa kasus penyakit yang terjadi pada hewan ternak dan hewan peliharaan. Di beberapa wilayah, habitat satwa liar berdekatan dengan kawasan peternakan sehingga kontak antara keduanya sering terjadi. Oleh karena itu, surveilans penyakit pada satwa liar yang hidup di kawasan yang sama atau di sekitar kawasan peternakan sangat penting untuk melihat potensi penularan penyakit ke hewan ternak. Informasi status kesehatan satwa liar yang digunakan pada surveilans ini dapat berasal dari berbagai macam sumber seperti para pemburu satwa liar, laporan petugas yang terkait dengan satwa liar di lembaga kehutanan, laporan peneliti satwa liar, atau laporan warga yang sering keluar-masuk hutan. Bahkan, kegiatan survei aktif mungkin dapat dirancang untuk mendeteksi keberadaan penyakit pada satwa liar. PENGGUNAAN Surveilans berbasis status kesehatan satwa liar digunakan untuk tujuan: 1. Investigasi penyakit baru dan penyakit yang baru muncul 2. Surveilans terhadap penyakit ditransmisikan ke manusia
zoonotik
yang
dapat
3. Surveilans untuk penyakit menular pada hewan domestik 4. Surveilans untuk penyakit eksotik 5. Investigasi penyakit yang mungkin diakibatkan oleh polusi 6. Investigasi tingkat kematian yang tinggi pada satwa liar. Kelemahan dari sistem surveilans ini adalah: 1. Kemampuan rendah dalam hal pemantauan penyakit 2. Tingkat sensitivitas rendah karena deteksi penyakit sulit dilakukan kecuali pada kasus kejadian yang luar biasa.
51
52
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
TATA CARA PELAKSANAAN Metode surveilans utama yang digunakan untuk memantau kesehatan satwa liar adalah ‘surveilans pasif’, yaitu laporan dari masyarakat mengenai kejadian kematian mendadak serta sindrom lain yang terlihat di lapangan. Untuk mendorong surveilans pasif satwa liar, dibutuhkan hal-hal berikut ini: 1. Tentukan sasaran surveilans 2. Mendorong kesadaran di antara masyarakat dan staf pelayanan veteriner mengenai perlunya melaporkan kejadian penyakit satwa liar 3. Melatih petugas kesehatan hewan dan dokter hewan dalam investigasi kejadian penyakit satwa liar – hal ini harus juga mencakup bagaimana menangani satwa liar serta pengumpulan dan penanganan sampel. Karena ada risiko terhadap kesehatan manusia, peralatan perlindungan pribadi seperti pakaian pelindung, masker, dan kacamata pelindung harus dikenakan. 4. Laboratorium diagnostik harus disiapkan untuk menguji sampel hewan liar – hal ini akan memerlukan pelatihan petugas dan penyiapan pengujian untuk penyakit-penyakit yang lebih umum. 5. Dibutuhkan kebijakan atau peraturan mengenai pengiriman sampel satwa liar untuk pengujian diagnostik lebih lanjut. 6. Laporan mengenai kejadian penyakit pada satwa liar harus mencakup populasi rentan, tanda klinis, epidemiologi lapangan, dan uji diagnostik. Bisa juga dilakukan survei terhadap satwa liar untuk menilai keberadaan penyakit atau sebelum ada paparan penyakit. Dalam populasi satwa liar yang berkeliaran bebas, pengumpulan sampel yang representatif lebih rumit dan tentu akan ada bias yang mempengaruhi keandalan data surveilans. Pada prinsipnya, cara melakukan survei representatif satwa liar sama dengan survei representatif lainnya (lihat Bab 4.3, halaman 26). Dalam hal ini, lebih sulit untuk memperoleh pemahaman mengenai populasi sasaran serta kemampuan untuk melakukan seleksi acak subjek yang harus diambil sampelnya. Perlu diminta saran ahli sebelum survei satwa liar dilakukan.
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
4.10. SURVEILANS PELAPORAN NEGATIF/NOL Sistem surveilans ini didasarkan pada pengumpulan, pelaporan, dan pencatatan “data negatif penyakit” pada berbagai tingkat. Prinsip yang penting untuk dipahami di sini adalah pelaporan data negatif melakukan validasi terhadap sensitivitas sistem surveilans untuk mendeteksi kasus penyakit. Informasi mungkin datang dari petugas kesehatan hewan saat kunjungan rutin mereka ke peternakan, desa, dan lokasi lain; dari dokter hewan saat kegiatan pemantauan mereka di peternakan, pasar, dan rumah potong; serta dari uji laboratorium yang negatif terhadap penyakit yang disasar. Dalam surveilans ini, “pengujian” mencakup juga pembicaraan dengan pemilik peternakan dan pengamatan terhadap hewan. Pengujian seperti ini memiliki sensitivitas rendah dalam hal deteksi penyakit dengan tanda klinis yang halus atau umum. Seiring waktu, laporan data negatif penyakit dapat memberikan bukti pendukung untuk menentukan apakah suatu negara atau wilayah itu bebas dari penyakit tertentu. Keuntungan pelaporan negatif penyakit adalah bahwa pencatatan data ini memungkinkan validasi mengenai sensitivitas surveilans pasif, investigasi, dan sistem diagnosis. Tidak ada biaya tambahan signifikan yang timbul karena data ini sudah tersedia tapi sering tidak dilaporkan dan dianalisis. Kerugian pelaporan penyakit negatif adalah bisa jadi orang tidak memiliki rasa kepemilikan mengenai konsep ini karena orang tidak merasa ada manfaat dari suatu “laporan nihil”. PENGGUNAAN Sistem pelaporan negatif atau nol merupakan sistem surveilans yang mendukung pembuktian status bebas penyakit dan memungkinkan penilaian mengenai sensitivitas deteksi kasus. Hal penting yang harus diperhatikan adalah karena pendekatan ini mengandalkan laporan hasil wawancara, laporan nol kasus bukan secara otomatis berarti penyakit yang dicari tidak ada. Masih diperlukan pendekatan surveilans lainnya seperti survei representatif untuk mendukung temuan laporan negatif tersebut.
53
54
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
TATA CARA PELAKSANAAN Untuk melaksanakan surveilans pelaporan negatif/nol dapat dilakukan dengan tata cara sebagai berikut: Dari lapangan: 1. Tentukan sasaran surveilans 2. Surveilans ini membutuhkan pencatatan data negatif kasus dari petugas kesehatan hewan (teknisi kesehatan hewan, paravet, dan dokter hewan) yang secara rutin berkunjung ke lapangan. 3. Memastikan bahwa tim petugas lapangan memiliki pengetahuan yang baik mengenai berbagai penyakit dan tandanya 4. Memastikan bahwa tim petugas lapangan memiliki hubungan yang baik dan kemampuan berkomunikasi yang baik dengan peternak, sehingga dapat menggali informasi yang diperlukan secara efektif 5. Menyiapkan formulir pelaporan yang singkat, sederhana, dan cepat untuk diisi oleh petugas 6. Saat kunjungan lapangan, petugas melakukan perbincangan/ wawancara secara langsung kepada peternak/pemilik hewan serta melakukan pengamatan langsung terhadap hewan 7. Setiap selesai melakukan kunjungan, petugas membuat laporan singkat yang berisi lokasi, tanggal, dan konfirmasi bahwa penyakit sasaran tidak ditemukan maupun dilaporkan pada saat kunjungan. Dari laboratorium: 1. Pelaksanaan surveilans ini membutuhkan pencatatan data kasus negatif dari laboratorium diagnostik. 2. Memastikan bahwa catatan laboratorium dan data laporan mengenai penyakit yang diuji mencakup juga diagnosis bandingnya. 3. Memberikan formulir laporan yang sederhana dan pendek untuk diisi oleh personel laboratorium untuk pengiriman sampel individual.
5. SURVEILANS UNTUK MENUNJUKKAN KEADAAN BEBAS PENYAKIT Keadaan bebas penyakit tertentu adalah suatu keadaan tidak ditemukannya penyakit tersebut di suatu negara, wilayah (zona), atau/ dan kompartemen. Keadaan ini memberikan banyak keuntungan, yaitu: 1. Menghentikan intervensi pengendalian dan pemberantasan penyakit. Intervensi untuk pengendalian dan pemberantasan penyakit seperti vaksinasi dan uji serta pemotongan (test and slaughter) tentu memerlukan biaya yang besar. Jika suatu negara atau wilayah telah dinyatakan bebas penyakit tertentu, intervensi tersebut dapat dihentikan. 2. Kesehatan masyarakat. Jika penyakit merupakan penyakit zoonotik, keadaan bebas penyakit tersebut juga menghilangkan penularannya kepada manusia. 3. Politik Kondisi bebas penyakit merupakan suatu pencapaian yang membanggakan. Pengakuan mengenai kondisi bebas penyakit sangatlah bermakna untuk alasan-alasan politik. 4. Memperluas akses perdagangan. Negara atau wilayah yang bebas penyakit tertentu dapat mengekspor produknya ke wilayah lain yang mensyaratkan
56
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
bebas penyakit tersebut atau ke wilayah yang tertular penyakit tersebut. 5. Membatasi atau mengizinkan masuknya produk dari negara atau wilayah lain. Negara atau wilayah yang bebas penyakit tertentu dapat membatasi impor produk tertentu dari negara atau wilayah yang tidak bebas. Demonstrasi keadaan bebas penyakit dilakukan dengan menggunakan pendekatan peluang atau probabilitas, yaitu berdasarkan pada bukti dari berbagai sumber surveilans untuk menunjukkan probabilitas bahwa suatu negara atau wilayah bebas dari suatu penyakit tertentu. Dengan persetujuan internasional, OIE telah mengembangkan standar untuk menunjukkan keadaan bebas dari beberapa penyakit termasuk PMK dan brucellosis. Penyusunan suatu program pemberantasan penyakit dan pernyataan bebas penyakit harus mengacu kepada OIE sebagai referensi standar internasional. Untuk penyakit-penyakit tanpa standar internasional, direkomendasikan dilakukan konsultasi dengan ahli epidemiologi atau statistika.
METODE SURVEILANS UNTUK MENUNJUKKAN KEADAAN BEBAS PENYAKIT Berikut ini akan dijelaskan berbagai jenis metode surveilans yang dapat digunakan untuk menunjukkan keadaan bebas penyakit. Metode yang digunakan dapat merupakan metode tunggal atau dapat juga merupakan kombinasi dari berbagai metode. Metode yang terbaik adalah metode yang menghasilkan tingkat kepercayaan yang paling tinggi dalam hal bebas penyakit, dengan mempertimbangkan sumber daya yang ada. Dalam menunjukkan keadaan bebas penyakit, perlu diambil pertimbangan mengenai kepercayaan dalam hal sensitivitas dan keterwakilan sistem surveilans. Konsep kepercayaan ini mengindikasikan kemampuan program surveilans mendeteksi kasus dalam semua sektor populasi serta mencakup pertimbangan mengenai keterbatasan pengambilan sampel dan uji diagnostik di laboratorium veteriner.
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
Semua metode surveilans (sebagaimana digambarkan sebelumnya) menyediakan data yang dapat digunakan untuk mendukung bukti bebas penyakit. Peran deteksi kasus/wabah dan investigasi sangatlah penting bagi demonstrasi bebas penyakit. Untuk deteksi yang efektif terhadap dugaan kasus dan wabah, harus ada kesadaran dan komitmen tinggi di antara para pemilik hewan dan masyarakat. Kesadaran tinggi ini selayaknya menghasilkan pelaporan dugaan kasus/wabah penyakit yang kemudian diselidiki dan penyakit yang dikhawatirkan bisa dicoret – sebaiknya diikuti dengan penentuan suatu diagnosis alternatif. Dugaan kasus/wabah tersebut biasanya akan dilaporkan apabila sesuai dengan kriteria surveilans sindromik – dengan kata lain, apabila penyakit yang ingin ditelaah memiliki sindrom-sindrom yang telah diidentifikasi (misalnya aborsi pada sapi untuk brucellosis, anjing gila agresif untuk rabies), atau menunjukkan suatu kecenderungan yang tidak biasa (misalnya kematian unggas dalam jumlah besar untuk Highly Pathogenic Avian Influenza atau HPAI). Secara singkat, metode surveilans yang termasuk dalam upaya menunjukkan keadaan bebas penyakit adalah: 1. Sistem pelaporan peternak/masyarakat Sistem pelaporan peternak merupakan jenis surveilans yang paling umum dan penting karena dapat mengidentifikasi berbagai jenis penyakit dan memiliki cakupan yang luas. Untuk keterangan lebih lengkap mengenai sistem ini, lihat Bab 4.1. 2. Surveilans partisipatif Pendekatan partisipatif yang digunakan dalam surveilans ini memungkinkan metode ini mendeteksi keberadaan penyakit dan menemukan kasus. Untuk keterangan lebih lanjut mengenai sistem ini, baca Bab 4.2. 3. Survei representatif Merupakan metode yang paling mahal di dalam surveilans untuk menunjukkan status bebas penyakit. Hal ini disebabkan karena pada keadaan prevalensi penyakit sangat rendah, diperlukan sampel yang banyak untuk dapat membuktikan dengan tingkat kepercayaan yang tinggi bahwa tidak ada infeksi di wilayah tersebut. Untuk keterangan lebih lengkap mengenai survei representatif, lihat Bab 4.3.
57
58
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
4. Survei berbasis risiko Metode ini adalah metode yang lebih efisien digunakan untuk menunjukkan status bebas penyakit dibandingkan survei representatif. Survei berbasis risiko ini juga baik dilakukan untuk menunjukkan bebas penyakit yang subklinis, atau penyakit klinis yang tanda-tandanya tidak mudah dikenali oleh peternak atau memiliki tanda-tanda klinis yang sama dengan penyakit lain, dan penyakit-penyakit yang mungkin tidak dilaporkan oleh peternak sehingga tidak dapat dilakukan surveilans pasif melalui laporan peternak.Untuk keterangan yang lebih lengkap mengenai survei berbasis risiko, lihat Bab 4.4. 5. Surveilans titik agregasi Surveilans ini dapat dilakukan secara aktif maupun pasif. Sistem ini cepat dan murah, namun kelemahannya adalah populasinya tidak mewakili seluruh populasi dan tingkat diagnosis bergantung pada data yang diperlukan di tempat tersebut, yang mungkin tidak relevan dengan tujuan surveilans penyakit yang dilakukan. Untuk keterangan lebih lanjut mengenai sistem ini, baca Bab 4.6. 6. Surveilans sentinel Membuat dan memelihara hewan sentinel memerlukan biaya yang tinggi, oleh karena itu biasanya jumlahnya tidak banyak dan cakupan populasinya rendah. Untuk keterangan lebih lengkap mengenai sistem ini, baca Bab 4.7. 7. Pelaporan negatif/nol Sistem surveilans ini merupakan surveilans khusus yang dirancang untuk pembuktian bebas penyakit dengan biaya yang murah. Kelemahan sistem ini adalah apabila penyakit memiliki tanda-tanda klinis yang tidak mudah dilihat dan kesadaran peternak untuk mendeteksi rendah. Untuk keterangan lebih lengkap tentang sistem pelaporan negatif ini, lihat Bab 4.10.
6. MANAJEMEN DAN ANALISIS DATA Manajemen dan pelaporan data sangatlah penting bagi implementasi dan penggunaan program surveilans yang efektif. Manajemen data adalah proses pengelolaan data sehingga dapat digunakan sebagai sumber informasi yang dapat dipercaya. Adapun analisis data adalah kegiatan mengubah data menjadi informasi yang dapat digunakan untuk membuat kesimpulan dan dapat digunakan sebagai informasi untuk pengambilan keputusan. Pada umumnya digunakan komputer untuk pencatatan, analisis, dan pelaporan data. Pada saat ini sering digunakan pula telepon genggam untuk pelaporan dan pencatatan data dengan menggunakan SMS atau aplikasi telepon yang dirancang secara khusus. Ikhtisar mengenai langkah-langkah pengelolaan data dapat dilihat pada Lampiran 2.
Manajemen Data Kesehatan Hewan di Indonesia Indonesia saat ini tengah mengembangkan basis data terpadu, iSIKHNAS, untuk pencatatan, analisis, serta pelaporan data dan informasi surveilans. iSIKHNAS adalah sistem informasi kesehatan hewan Indonesia yang mutakhir. Sistem ini menggunakan teknologi
60
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
sehari-hari dalam cara yang sederhana namun cerdas untuk mengumpulkan data dari lapangan dan dengan segera menyediakannya bagi para pemangku kepentingan dalam bentuk yang bermakna dan dapat segera dimanfaatkan. iSIKHNAS menggunakan pesan SMS dari telepon genggam di lapangan dan lembar-lembar kerja sederhana dari kantor, guna mengambil data dengan cepat sedekat mungkin dari sumbernya, dan membuat data dapat dilihat dan dianalisis dengan mudah oleh pengguna yang memerlukannya. iSIKHNAS akan memastikan bahwa data dimasukkan secara akurat, laporan dikirimkan secara otomatis, dan terdapat akses yang mudah kepada data, analisis rutin yang terprogram, dan yang sangat penting sistem peringatan bagi staf yang perlu menindaklanjuti laporan penyakit. iSIKHNAS memadukan beberapa sistem pengelolaan informasi. Integrasi berbagai sistem ini akan menjadikan data yang ada jauh lebih kuat dan memberikan dukungan yang lebih baik bagi para pengambil keputusan di berbagai tingkat pemerintahan. Dengan menggunakan iSIKHNAS, kita akan dapat menghubungkan data laboratorium dengan laporan penyakit, peta dengan data lalu-lintas hewan atau laporan wabah, data rumah potong dengan data produksi dan populasi, dan semua ini dilakukan secara otomatis.
PENGUMPULAN DATA Langkah-langkah pengumpulan dan pengelolaan data adalah sebagai berikut: 1. Tetapkan tujuan pengumpulan data 2. Tentukan dan jabarkan metodologi pengumpulan data 3. Rancang suatu formulir dasar pengumpulan data 4. Pertimbangkan kemampuan sistem data untuk mendeteksi data yang hilang atau tidak konsisten, dan untuk menangani masalah-masalah tersebut
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
5. Kumpulkan dan proses data mentah (data terdisagregasi) dan bukan data yang sudah dirangkum 6. Minimalkan kesalahan dalam proses pencatatan dan komunikasi data 7. Identifikasi dan laporkan bias dalam data 8. Buat laporan dengan hasil dan kesimpulan; kemukakan pembahasan mengenai keterbatasan data.
PARAMETER PENYAKIT Tingkat dan dampak penyakit dapat diukur dengan menggunakan beberapa parameter. Parameter yang paling sering digunakan adalah: 1. Prevalensi (p) Adalah proporsi hewan yang terkena penyakit tertentu pada waktu tertentu di dalam suatu populasi yang berisiko. p=
jumlah kasus pada waktu tertentu populasi yang berisiko pada waktu yang sama
Contoh: Pada suatu survei mengenai brucellosis pada sapi di Kabupaten Bogor diperoleh 50 ekor sapi positif brucellosis dari total populasi 200 ekor. Maka prevalensi brucellosis = 50/200 = 25%. 2. Tingkat insidensi (Incidence rate) (i) Adalah jumlah kasus baru dibagi selang waktu setiap hewan dalam populasi berisiko terkena penyakit. Tingkat insidensi digunakan sebagai parameter kecepatan penyebaran penyakit. i=
jumlah kasus baru dalam kurun waktu tertentu rataan jumlah hewan berisiko X kurun waktu
Contoh: Suatu peternakan ayam yang memiliki 2000 ekor ayam mengalami penyebaran penyakit Newcastle Disease atau ND. Ayam pertama kali terkena penyakit pada 3 Maret. Pada 5 Maret banyak ayam yang mati. Pemilik menghubungi petugas Dinas Peternakan, yang melakukan kunjungan pada 6 Maret.
61
62
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
Pada hari tersebut, petugas menghitung ada 56 ekor yang sakit, dan pemilik melaporkan bahwa 143 ekor telah mati dan 28 ekor telah sakit tetapi sembuh. (Cameron 1999) Dengan demikian jumlah kasus baru adalah: Jumlah ayam yang mati 143 ekor Ditambah 28 ekor yang sakit tetapi sembuh Ditambah 56 ekor yang sakit saat kunjungan. Jadi, total kasus baru adalah 227 ekor, dan jumlah hewan yang berisiko pada awal adalah 2000 ekor dan pada akhir adalah (2000 - 227) = 1773 ekor. Jadi, rataan jumlah hewan yang berisiko adalah (2000 + 1773)/2 = 1886,5 ekor. Dengan demikian nilai i adalah: i=
227 kasus 1886.5 ekor X 4 hari
= 0.03 kasus per ekor per hari = 21 kasus per 100 ekor per minggu 3. Insidensi kumulatif Adalah proporsi hewan sehat yang menjadi sakit pada suatu waktu tertentu. IK =
jumlah kasus baru yang diamati pada interval waktu tertentu jumlah hewan sehat berisiko pada awal pengamatan
Contoh: Dilakukan pemeriksaan brucellosis di suatu kawasan peternakan yang terdiri atas 500 ekor sapi perah, dan diperoleh 30 ekor positif brucellosis. Enam bulan kemudian dilakukan pengujian brucellosis kembali pada kelompok sapi yang sehat dan diperoleh 10 ekor positif brucellosis. Maka, nilai insidensi kumulatif selama enam bulan adalah: Jumlah kasus baru: Jumlah hewan sehat pada awal pengamatan:
10 ekor 470 ekor
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
Jadi, insidensi kumulatif: IK =
10 470
= 2,13 % 4. Tingkat serangan (attack rate) Adalah insidensi kumulatif yang digunakan sebagai ukuran morbiditas termasuk mortalitas dalam upaya investigasi wabah. tingkat serangan =
jumlah kasus baru pada saat wabah jumlah hewan yang berisiko pada awal wabah
Dari contoh kasus untuk menghitung tingkat insidensi di atas, attack rate-nya adalah: Jumlah kasus baru: Jumlah hewan sehat pada awal pengamatan:
227 ekor 2000 ekor
227 2000 = 0,1135
attack rate =
= 11,35% 5. Tingkat kematian (mortality rate) Adalah proporsi hewan yang mati di dalam suatu populasi yang berisiko tingkat kematian =
jumlah hewan yang mati jumlah hewan berisiko
Pada contoh di atas, maka nilai mortality rate adalah: Jumlah yang mati: Jumlah hewan sehat pada awal pengamatan: MR =
143 2000
= 7,15 %
143 ekor 2000 ekor
63
64
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
6. Tingkat kefatalan (case fatality rate/CFR) Adalah proporsi hewan mati karena penyakit tertentu di dalam populasi hewan yang menderita penyakit tersebut. CFR =
jumlah hewan yang mati karena penyakit X jumlah hewan yang menderita penyakit X
Pada contoh di atas, maka nilai CFR adalah: Jumlah yang mati: Jumlah hewan yang sakit: CFR =
143 227
= 63 %
143 ekor 227 ekor
7. PEMBUATAN LAPORAN Kegiatan surveilans dilakukan untuk menjawab pertanyaan, dan jawaban ini digunakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan hewan guna meningkatkan kesehatan hewan dan taraf hidup peternak. Karena itu, hasil surveilans perlu dituliskan dalam bentuk laporan. Laporan harus memenuhi “empat tepat”, yaitu: 1. Tepat isi Isi laporan harus sesuai dengan format laporan baku dan berisi hasil pelaksanaan kegiatan yang dianalisis, dibahas, dan didokumentasikan dengan baik. Gunakan kalimat yang ringkas dan langsung membahas permasalahan yang akan dibicarakan. Sampaikan argumentasi yang secara tepercaya mendukung kesimpulan, berikan penjelasan yang memadai, dan uraikan akibat dari kondisi yang diungkapkan. Sampaikan laporan dalam cara yang menunjukkan manfaat positif sehingga komitmen pembaca dapat diraih. Berikan rekomendasi yang spesifik dan terukur, bersifat praktis, dan berorientasi pada solusi. 2. Tepat waktu Laporan harus diberikan segera setelah kegiatan pengambilan data surveilans selesai, atau bahkan ketika surveilans
66
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
berlangsung, sudah dilakukan persiapan analisis data dan penyusunan laporan. Pengguna informasi perlu mengetahui apa yang terjadi sekarang, dan mungkin setelah beberapa bulan berikutnya data itu menjadi tidak terlalu berarti. Untuk surveilans yang berlangsung terus-menerus perlu dilakukan pelaporan secara teratur, misalnya sebulan sekali. 3. Tepat saji Laporan disajikan dengan menarik. Data dan hasil analisis disajikan dengan cara yang mudah dan cepat dipahami oleh pembaca. 4. Tepat target Laporan harus disampaikan kepada pihak-pihak yang memerlukannya dan orang-orang yang ikut berpartisipasi, seperti petugas lapangan, staf kesehatan hewan di perdesaan, dan staf kesehatan hewan tingkat nasional. Penting juga dipikirkan untuk memperoleh umpan balik dari peternak, sehingga mereka merasa terlibat dan senang membantu lagi di masa yang akan datang.
SUSUNAN LAPORAN Pada umumnya susunan laporan adalah sebagai berikut: 1. Sampul luar dan dalam 2. Ikhtisar Ikhtisar bertujuan secara cepat menyampaikan informasi dalam laporan, menyediakan ringkasan yang berguna, dan memotivasi pembaca untuk menelaah isi laporan. Ikhtisar menjelaskan apa yang telah dilakukan, apa yang ditemukan, dan apa yang direkomendasikan. 3. Bagian pendahuluan, yang mencakup: • Latar belakang dilakukannya surveilans, identifikasi permasalahan, dan gambaran pentingnya laporan yang dibuat
• Tujuan dilakukan surveilans.
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
4. Bagian isi, yang mencakup: • Metode yang digunakan
• Hasil dan analisis data surveilans • Pembahasan
5. Bagian penutup, yang mencakup: • Simpulan Simpulan bukan merupakan ringkasan hasil surveilans, melainkan merupakan jawaban dari tujuan penelitian. Simpulan merupakan generalisasi hasil surveilans dan argumentasi atau pernyataan singkat yang merupakan hakikat isi laporan.
• Rekomendasi
Rekomendasi mengarah ke implikasi atau tindakan lanjutan yang harus dilakukan sehubungan dengan hasil surveilans yang diperoleh.
67
8. EVALUASI SISTEM SURVEILANS Semua program dan kegiatan surveilans harus selalu dievaluasi dan dikaji secara teratur. Evaluasi dan kajian diperlukan untuk memastikan bahwa program surveilans beradaptasi terhadap berbagai perubahan dalam situasi penyakit, mengenali kebutuhan untuk mendukung perdagangan, dan beradaptasi pada perubahan kondisi sosio-politik.
KEPENTINGAN, TUJUAN, DAN PENDEKATAN EVALUASI Tujuan utama dari evaluasi suatu sistem surveilans adalah meningkatkan sistem tersebut. Evaluasi diperlukan untuk mendeteksi kelemahan apa pun yang terdapat dalam sistem surveilans, memantau kualitas informasi yang dihasilkan, dan menilai efisiensi penggunaan dana. Evaluasi juga diperlukan untuk mengukur kemampuan sistem surveilans suatu negara dan dengan demikian memungkinkan negara-negara tetangga serta para mitra dagang melakukan analisis risiko. Evaluasi surveilans dapat dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif atau kualitatif parameter sistem. Suatu pendekatan kualitatif menggunakan laporan pakar serta tinjauan terhadap kualitas sistem surveilans. Sementara itu, pendekatan
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
kuantitatif menilai setiap karakteristik sistem untuk mengukur kinerja sistem dan membandingkannya dengan sistem ideal. Evaluasi sistem surveilans harus menyeluruh dan sistematik serta mencakup sasaran dan proses surveilans serta keluaran sistem.
SASARAN EVALUASI Pertimbangkan: 1. Relevansi sasaran – termasuk perubahan apa pun dalam hal situasi penyakit, perdagangan, dan peraturan perundangundangan 2. Konsistensi sasaran dengan situasi penyakit 3. Kesesuaian sasaran dengan persyaratan atau kebutuhan para pemangku kepentingan.
PROSES EVALUASI Pertimbangkan: 1. Pendekatan surveilans a. Metodologi surveilans yang terdokumentasi b. Ketepatan surveilans yang digunakan untuk sasaran yang ingin dicapai c. Standardisasi dan dokumentasi prosedur surveilans d. Penerimaan serta pemahaman para peserta 2. Populasi a. Populasi sasaran b. Populasi yang ditelaah atau populasi surveilans c. Unit pemantauan d. Unit epidemiologis e. Proporsi populasi yang ditelaah yang dicakup dalam surveilans (cakupan surveilans) f. Distribusi data surveilans berdasarkan pada faktor ruang dan waktu serta faktor-faktor lainnya (spesies, penyakit, usia, jenis kelamin, keluarga, sistem produksi, dan musim)
69
70
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
3. Pengumpulan sampel a. Keterwakilan survei; metode pengacakan atau randomisasi yang digunakan, apabila memang dipakai metode tersebut b. Pengumpulan sampel 4. Data dan spesimen a. Pengumpulan data b. Sumber data c. Metode pengumpulan data dan spesimen 5. Pengujian laboratorium a. Metode uji yang digunakan b. Sensitivitas dan spesifisitas uji yang digunakan c. Kepraktisan dan biaya uji d. Metode untuk mengambil kebijakan mengenai pengujian (nilai ambang, dsb) 6. Pengelolaan dan komunikasi data a. Algoritme alur informasi dari lapangan ke tingkat pengambil kebijakan b. Ketepatan waktu informasi dari lapangan ke tingkat pengambil keputusan c. Sistem pemberian masukan dalam surveilans d. Keamanan pengelolaan data surveilans e. Efektivitas sistem manajemen informasi 7. Pemangku kepentingan a. Tingkat partisipasi para pemangku kepentingan b. Mekanisme pemberian masukan c. Manfaat sistem surveilans bagi para pemangku kepentingan 8. Pengukuran kuantitatif terhadap kualitas surveilans a. Sensitivitas sistem surveilans (penting bagi suatu sistem yang ditargetkan untuk membuktikan status bebas atau deteksi dini penyakit) b. Bias dan keandalan sistem surveilans
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
c. Proporsi kasus dalam populasi yang berhasil dideteksi oleh sistem d. Sensitivitas dan spesifisitas di tingkat hewan atau kawanan 9. Sumber daya a. Sumber daya finansial dan biaya b. Sumber daya pelayanan veteriner yang digunakan seperti personel, laboratorium, dan pengelolaan informasi/ komunikasi untuk mendukung kegiatan surveilans 10. Kegiatan di masa depan a. Fleksibilitas sistem b. Manfaat sistem bagi sasaran yang lain c. Implementasi sistem dalam konteks yang berbeda d. Keandalan sistem menghadapi berbagai perubahan e. Stabilitas sistem f. Keberlanjutan sistem
EVALUASI HASIL Pertimbangkan: 1. Keluaran utama yang dihasilkan 2. Kesesuaian antara sasaran surveilans dan keluaran 3. Relevansi keluaran bagi para pengambil keputusan 4. Ketepatan waktu surveilans.
71
72
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
DAFTAR PUSTAKA Cameron AR. 2012. Manual of Basic Animal Disease Surveillance. Nairobi (KE): African Union, Inter-African Bureau for Animal Resources. Cameron AR. 1999. Survey Toolbox for Livestock Diseases - A Practical Manual and Software Package for Active Surveillance in Developing Countries. ACIAR Monograph m 54, vii + 330 p. Cannon RM and Roe RT. 1982. Livestock Disease Surveys: A Field Manual for Veterinarians. Di dalam: Thrusfild M. 2007. Veterinary Epidemiologi 3rd ed. Oxford (UK): Blackwell Publishing. [DITJENAKKESWAN] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2011. Pedoman Surveilans Penyakit Hewan. Jakarta (ID): Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian RI. Dufour B dan Hendrikx P. 2009.Epidemiological Surveillance in Animal Health 2nd Edition. Paris (FR): CIRAD, FAO, OIE and AEEMA. [OIE] World Organisation for Animal Health. 2012. Terrestrial Animal Health Code Chapter 1.4. Paris (FR): OIE. Salman MD. 2003. Surveillance and monitoring systems for animal health programs and diseases surveys. Di dalam: Salman MD, editor. Animal Diseases Surveillance and Survey Systems. Iowa (US): Blackwell Publishing. [USDA] United State Departement of Agriculture. 2006. Guidelines for Developing and Animal Health Surveillance Plan, version 1.0 [Internet]. [diunduh 28 Mei 2013]. Tersedia pada: http://www. aphis.usda.gov/vs/nahss/docs/Guidelines_for_Developing_Animal_ Health_Surveillance_Plan_September_14_2006.pdf. Zepeda C dan Salman MD. 2003. Planning survey, surveillance, and monitoring systems – Roles and requirements. Di dalam: Salman MD, editor. Animal Diseases Surveillance and Survey Systems. Iowa (US): Blackwell Publishing.
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
Lampiran 1: DAFTAR ISTILAH Istilah
Definisi
acak
terjadi secara kebetulan
akurasi
tingkat pengukuran atau estimasi yang didasarkan pada pengukuran. Merupakan nilai yang benar dari suatu dugaan.
antemortem
pemeriksaan ternak hidup untuk mengetahui kondisi kesehatan
bias
hasil dugaan yang menyimpang secara sistematik dari nilai sebenarnya.
data
fakta-fakta dari suatu pengamatan
database (basis data)
kumpulan informasi mengenai sesuatu, misalnya mengenai penyakit ternak. Biasanya dalam bentuk elektronik.
deteksi dini
usaha menemukan dan menentukan keberadaan, anggapan, atau kenyataan seawal mungkin
distribusi spasial
persebaran berdasarkan wilayah geografi tertentu
distribusi temporal
persebaran berdasarkan waktu terjadinya kasus
endemik
suatu penyakit menular yang selalu ada dalam suatu wilayah geografik atau kelompok populasi
epidemik
kasus penyakit yang secara nyata terjadi melampaui keadaan yang normal yang terjadi dalam suatu populasi atau wilayah
epidemiologi
suatu studi yang mempelajari distribusi dan faktor-faktor penentu keadaan atau kejadian yang berhubungan dengan kesehatan dalam suatu populasi.
evaluasi
upaya penilaian terhadap suatu kegiatan untuk mengetahui keberhasilannya atau capaiannya
73
74
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
Istilah
Definisi
frekuensi
jumlah kejadian dari suatu peristiwa dalam populasi pada periode waktu tertentu
galat
hasil yang salah dari suatu studi surveilans, terutama pada “survei acak”. Galat biasanya dianggap berupa: - galat acak: yang terjadi saat ada variasi dalam pengukuran yang independen dari variabel atau pengukuran lainnya, sehingga biasanya dianggap terjadi akibat “kebetulan”; atau - galat sistematik: yang sering memiliki suatu sumber yang dapat diidentifikasi; misalnya karena adanya instrumen pengukuran yang cacat, atau ada suatu pola kesalahan. Galat ini sering disebut juga sebagai “bias”
insidensi
jumlah kasus baru suatu penyakit atau kondisi lainnya yang terjadi di dalam suatu populasi tertentu selama periode tertentu. Dibedakan menjadi dua, yaitu insidensi kumulatif dan tingkat insidensi (incidence rate)
investigasi
penyelidikan dengan mencatat atau merekam fakta, melakukan peninjauan, percobaan, dan sebagainya, dengan tujuan memperoleh jawaban atas suatu masalah
kerangka sampel
daftar seluruh anggota populasi yang diteliti
kompartemen
satu perusahaan atau lebih yang memiliki sistem manajemen biosecurity bersama dan terdiri atas suatu sub-populasi hewan dengan status kesehatan yang berbeda dengan sub-populasi yang lainnya terhadap penyakit tertentu, di mana terdapat pengawasan, kontrol, dan penerapan biosecurity untuk tujuan perdagangan internasional
negatif palsu
hasil uji menunjukkan hasil negatif, tetapi sesungguhnya agen penyakit ada dalam individu yang diuji
parameter penyakit
pengukuran tingkat penyakit dengan menggunakan ukuran-ukuran numerik. Berbagai parameter ini dihitung antara lain dengan menggunakan populasi yang berisiko, insidensi atau kehadiran penyakit, serta jumlah kasus baru seiring waktu. Parameter penyakit yang biasanya digunakan adalah prevalensi, tingkat insidensi, insidensi kumulatif, tingkat serangan, tingkat kematian, dan tingkat kefatalan
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
Istilah
Definisi
penarikan sampel acak
metode penarikan sampel di mana setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel
pengkodean
proses mengubah huruf, kata, atau kalimat menjadi angka
penyakit yang baru muncul
penyakit yang sebelumnya tidak diketahui atau yang selama beberapa waktu tidak ada di suatu wilayah (kadangkadang disebut juga sebagai “penyakit yang muncul kembali”)
populasi studi
hewan/kawanan/flock yang sesungguhnya dinilai/diuji. Umumnya, populasi ini dipilih secara acak dari populasi sasaran yang telah didefinisikan
populasi target
populasi yang ingin ditelaah, yaitu populasi yang akan dinilai. Populasi tersebut bisa jadi tidak menyertakan sebagian dari populasi keseluruhan, misalnya hewan muda, hewan jantan, atau kawanan atau flock ukuran tertentu. Pengecualian mungkin juga dilakukan berdasarkan wilayah geografis atau sistem produksi (misalnya hewan perah)
populasi total
semua anggota populasi, dengan kata lain semua sapi, semua unggas, semua kawanan, semua flock
positif palsu
hasil uji menunjukkan hasil positif, tetapi sesungguhnya agen penyakit tidak ada di dalam individu yang diuji
postmortem
pemeriksaan bagian ternak setelah ternak mati
prevalensi desain
prevalensi dugaan atau kisaran prevalensi yang dimaksudkan untuk dideteksi oleh studi yang dirancang tersebut. Prevalensi desain menentukan ukuran sampel yang dibutuhkan saat dilakukan perencanaan survei representatif – baik untuk meyakinkan adanya kondisi bebas penyakit (apabila prevalensi lebih rendah daripada suatu nilai yang ditentukan), dan untuk memperkirakan tingkat penyakit (prevalensi penyakit)
presisi
berkenaan dengan kemampuan pendugaan, uji, atau alat pengukuran untuk memberikan hasil yang tetap jika pelaksanaannya diulang-ulang
75
76
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
Istilah prevalensi
Definisi proporsi kasus penyakit atau kondisi lain dalam populasi tanpa perbedaaan antara kasus lama dan kasus baru Prevalensi =
Jumlah kasus pada titik waktu tertentu Jumlah individu yang berisiko pada titik waktu tertentu
sampel
sampel diagnostik yang dikumpulkan dari populasi studi untuk diuji sesuai dengan protokol surveilans
sensitivitas
proporsi hasil uji yang menunjukkan positif pada kelompok individu yang sakit (terinfeksi oleh agen penyakit)
sensus
Suatu hitungan atau studi yang mencakup keseluruhan populasi hewan atau unit studi di wilayah tersebut. Misalnya, suatu studi terhadap semua anjing di Bali; semua peternakan sapi perah di Jawa Timur
sentinel
sekelompok individu yang mewakili populasi dan diuji terhadap penyakit menular tertentu pada selang waktu yang teratur untuk menentukan ada atau tidaknya suatu penyakit dan tingkat penyebaran penyakit yang terjadi dalam populasi
spesifisitas
proporsi hasil uji yang menunjukkan negatif pada kelompok individu yang sehat (tidak terinfeksi oleh agen penyakit)
survei
pengumpulan informasi lapangan secara sistematik
surveilans
penyelidikan yang dilakukan dalam populasi atau subpopulasi tertentu untuk mendeteksi keberadaan agen patogen atau penyakit. Frekuensi dan jenis surveilans ditentukan berdasarkan epidemiologi agen patogen atau penyakit, dan keluaran yang diinginkan
unit epidemiologi
sekumpulan hewan yang memiliki peluang yang sama untuk terpapar oleh agen patogen
zona
bagian dari suatu negara yang mengandung subpopulasi hewan dengan status kesehatan yang berbeda dengan subpopulasi lainnya terhadap penyakit tertentu sehingga dibutuhkan pengawasan, kontrol, dan penerapan biosecurity untuk tujuan perdagangan internasional
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
Lampiran 2: LANGKAH-LANGKAH PENGELOLAAN DATA Langkah-langkah yang dilakukan di dalam proses manajemen data adalah sebagai berikut: 1. Pemeriksaan kelengkapan dan keakuratan data Tahap ini sebaiknya dilakukan ketika dilakukan survei di lapangan sehingga apabila terdapat masalah dapat segera dikoreksi. Pada tahap ini dilakukan verifikasi terhadap data, seperti: a. Pemeriksaan kelengkapan pengisian kuesioner/data lab b. Memastikan bahwa data dapat dibaca dengan baik c. Jawaban relevan dengan pertanyaan d. Jawaban konsisten dengan pertanyaan lainnya 2. Pengkodean data Pengkodean adalah proses mengubah data berbentuk huruf, kata, atau kalimat menjadi angka. Pengkodean penting dilakukan karena akan membuat data lebih konsisten, akurat, dan mempermudah penelusuran dan analisis. Pengkodean dilengkapi dengan kamus data, yaitu tabel yang berisi nama kode berikut keterangannya. Kamus data berguna untuk mempermudah proses entri data, dan membantu peneliti serta petugas analisis data untuk memahami struktur data. Contoh kamus data: No. Kuesioner A.1
A.2
A.3
Peubah A1
Keterangan
Nilai
Jenis usaha
1 = Usaha pokok 2 = Usaha sampingan
A2
1 = Ayam buras 2 = Bebek/itik/angsa Jenis unggas yang 3 = Puyuh dipelihara 4 = Burung hiasan/ kicau 5 = Lain-lain
A2a
Keterangan untuk lain-lain pada A2
A3
Hasil uji HI
0 = Negatif 1 = Positif
77
78
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
3. Membuat database komputer Format data pada database komputer pada umumnya adalah setiap peubah diletakkan pada kolom yang terpisah (field), dan informasi untuk setiap unit pengamatan terdapat dalam satu baris (record). Sebelum pemasukan data dilakukan, setiap peubah (field) harus didefinisikan dahulu jenis datanya, apakah berjenis integer, numerik, tanggal, atau teks (string). Contoh:
Record
Field
No.
Nama Peternak
Jenis Unggas 1=Broiler 2=Layer
Hasil Uji HI 1=positf, 0=negatif
1
Ahmad
1
1
2
Maman
2
0
3
Asep
2
0
4. Pemasukan data a. Pemasukan data dilakukan oleh petugas khusus yang telah dilatih dan memahami kode-kode data yang telah dibuat b. Hasil pemasukan data juga harus diverifikasi c. Untuk mempermudah pekerjaan dan mengurangi kesalahan, pemasukan data harus menggunakan peranti lunak khusus untuk manajemen data. 5. Pemeriksaan kesalahan dan ketidakkonsistenan ketika proses pemasukan data Sebelum data dianalisis, harus dipastikan dahulu bahwa data yang akan dianalisis benar. Kesalahan dalam proses pemasukan data menyebabkan analisis data menjadi salah. Penggunaan komputer akan mempercepat dan mempermudah proses pemeriksaan kesalahan pemasukan data. Pemeriksaan kesalahan di antaranya dapat dilakukan dengan menghitung frekuensi data, membuat diagram kotak-garis, membuat tabel dua arah dan diagram pencar.
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
6. Penggabungan data Sering ditemukan keadaan bahwa data dimasukkan oleh lebih daripada satu orang sehingga data tidak disimpan dalam satu file. Dengan demikian, perlu dilakukan penggabungan data sebelum dilakukan analisis. 7. Konversi data jika formatnya berbeda Program komputer yang berbeda sering memiliki format yang berbeda. Misalnya, data disimpan dalam bentuk file Excel dan akan dianalisis dengan menggunakan program analisis data yang tidak dapat membaca langsung file tersebut. Dengan demikian, data harus dikonversi terlebih dahulu ke dalam format yang sesuai. ANALISIS DATA Berbagai macam cara analisis dapat dilakukan sehingga data dapat memberikan makna dan kesimpulan. Analisis data sederhana dapat dilakukan dengan menghitung parameter penyakit, deskripsi statistik, selang kepercayaan, tabel, dan grafik.
79
80
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
Lampiran 3: PEMILIHAN SAMPEL DENGAN MENGGUNAKAN TABEL BILANGAN TERACAK DAN KOMPUTER Cara melakukan pengacakan dengan menggunakan tabel bilangan teracak Tabel bilangan teracak dapat dilihat pada Lampiran 4. Cara menggunakannya diilustrasikan sebagai berikut: Akan dilakukan pemilihan secara acak 10 ekor sapi perah di suatu peternakan komersial dengan besaran populasi 100 ekor, dengan menggunakan teknik penarikan sampel acak sederhana. Maka, langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Beri nomor semua anggota populasi yang ada di dalam kerangka penarikan sampel dengan jumlah digit nomor yang sama untuk setiap individu. Misalnya 01 02 03...00 (00 adalah untuk nomor sapi yang ke-100) 2. Dengan menggunakan ujung pensil yang tajam, tunjuk satu angka secara acak di tabel bilangan teracak 00504 48658 38051 59408 16508 82979 92002 63606 61274 57238 47267 35303 29066 02140 60867 39847 43753 21159 16239 50595 62509 61207 86816 29902 83503 36807 19110 82615 05621
51662 71420 55680 86984 26584
21636 35804 18792 93290 36493
68192 44862 41487 87971 63013
84294 23577 16614 60022 68181
38754 79551 83053 35415 57702
84755 42003 00812 20852 49510
34053 58684 16749 02909 75304
06936 84981 66354 49602 78430
37293 60458 88441 94109 72391
55875 16194 96191 36460 96973
71213 92403 04794 62353 70437
83025 80951 14714 00721 97803
46063 80068 64749 66980 78683
74665 47076 43097 82554 04670
12178 23310 83976 90270 70667
3. Seperti terlihat pada tabel bilangan teracak di atas, nomor yang terpilih adalah 00 atau sapi nomor 100. Maka dengan membaca nomor acak ke kanan dan dilanjutkan ke kiri bawah, sampel selanjutnya adalah sapi nomor 35, 86, 84, 19, 11, 05, 56, 80, dan 18.
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
Cara melakukan pengacakan dengan menggunakan komputer 1. Beri nomor semua anggota populasi yang ada di dalam kerangka penarikan sampel dengan jumlah digit nomor yang sama untuk setiap individu. Misalnya 01 02 03...00 (00 adalah untuk nomor sapi yang ke-100) 2. Pilih bilangan acak dengan menggunakan fungsi randbetween di Microsoft Excel. Misalnya: merujuk ke ilustrasi di atas, maka fungsinya: =randbetween(1,100) yang berarti memilih 1 bilangan acak dari 1 sampai 100. Copy fungsi tersebut ke sel berikutnya sampai diperoleh 10 bilangan acak. Apabila ada bilangan acak yang sama, lakukan pengacakan kembali.
81
82
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
Lampiran 4: TABEL BILANGAN TERACAK 1 2 3 4 5
1 96268 03550 22188 63759 55006
2 11860 59144 81205 61429 17765
3 83699 59468 99699 14043 15013
4 38631 37984 84260 44095 77707
5 90045 77892 19693 84746 54317
6 69696 89766 36701 22018 48862
7 48572 86489 43233 19014 53823
8 5917 46619 62719 76781 52905
9 51905 50236 53117 61086 70754
10 10052 91136 71153 90216 68212
6 81972 45644 7 06344 50136 8 92363 99784 9 96083 16943 10 92993 10747
12600 1951 72166 52682 37598 11955 73018 23528 33122 31794 86723 58037 36065 32190 31367 96007 94169 3652 80824 33407 40837 97749 18361 72666 89916 55159 62184 86206 9764 20244 88388 98675 8985 44999 35785 65036 5933 77378 92339 96151
11 12 13 14 15
95083 77308 11913 70648 92771
70292 60721 49624 47484 99203
50394 96057 28519 5095 37786
61947 86031 27311 92335 81142
65591 83148 61586 55299 44271
9774 34970 28576 27161 36433
16216 30892 43092 64486 31726
63561 53489 69971 71307 74879
59751 44999 44220 85883 89384
78771 18021 80410 69610 76886
16 17 18 19 20
78816 79934 64698 44212 89292
20975 35392 83376 12995 204
13043 56097 87527 3581 579
55921 87613 36897 37618 70630
82774 94627 17215 94851 37136
62745 63622 74339 63020 50922
48338 8110 69856 65348 83387
88348 16611 43622 55857 15014
61211 88599 22567 91742 51838
88074 2890 11518 79508 81760
21 22 23 24 25
08692 67927 62167 45828 01164
87237 76855 94213 45441 35307
87879 50702 52971 74220 26526
1629 78555 85794 84157 80335
72184 97442 68067 23241 58090
33853 78809 78814 49332 85871
95144 40575 40103 23646 7205
67943 79714 70759 9390 31749
19345 6201 92129 13031 40571
3469 34576 46716 51569 51755
26 27 28 29 30
29283 19868 14292 77410 36580
31581 49978 93587 52135 6921
4359 81699 55960 29495 35675
45538 84904 23159 23032 81645
41435 50163 7370 83242 60479
61103 32428 94042 39971 63678 22652 7845 71308 859 87984 65065 6580 46285 7884 83928 89938 40516 27252 55565 64714 71035 99380 59759 42161 93440
31 7780 18093 31258 32 7548 8454 36674 33 22023 60448 69344 34 20827 37210 57797 35 47802 79270 48805
78156 46255 44260 34660 59480
7871 80541 90570 32510 88092
20369 42903 1632 71558 11441
53977 37366 21002 78228 96016
8534 21164 24413 42304 76091
39433 97516 4671 77197 51823
57216 66181 5665 79168 94442
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
Lampiran 5: PENENTUAN UKURAN SAMPEL UNTUK MENDETEKSI ADANYA PENYAKIT DALAM SUATU POPULASI
Ukuran populasi (N)
(i) Persentase hewan sakit dalam populasi (d/N) atau (ii) Persentase yang diambil sampelnya dan kemudian diketahui bersih/ sehat (n/N) 50% 40% 30% 25% 20% 15% 10%
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 120 140 160 180 200 250 300 350 400 450 500 600 700 800 900 1000 1200 1400 1600 1800 2000
4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
5 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
6 7 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
7 9 9 10 10 10 10 10 10 10 10 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11
8 10 11 12 12 12 13 13 13 13 13 13 13 13 13 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14
10 12 14 15 16 16 17 17 17 17 18 18 18 18 18 18 18 18 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19
10 16 19 21 22 23 24 24 25 25 26 26 27 27 27 27 28 28 28 28 28 28 28 28 28 29 29 29 29 29 29
5%
2%
1%
0.5% 0.1%
10 19 29 31 35 38 40 42 43 45 47 48 49 50 51 53 54 54 55 55 56 56 57 57 57 57 57 58 58 58 58
10 20 30 40 48 55 62 68 73 78 86 92 97 101 105 112 117 121 124 127 129 132 134 136 137 138 140 141 142 143 143
10 20 30 40 50 60 70 79 87 96 111 124 136 146 155 175 189 201 211 218 225 235 243 249 254 258 264 269 272 275 277
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 120 139 157 174 190 228 260 287 311 331 349 379 402 421 437 450 471 487 499 509 517
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 120 140 160 180 200 250 300 350 400 450 500 597 691 782 868 950 1102 1236 1354 1459 1553
83
84
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
Ukuran populasi (N)
(i) Persentase hewan sakit dalam populasi (d/N) atau (ii) Persentase yang diambil sampelnya dan kemudian diketahui bersih/ sehat (n/N) 5%
2%
1%
0.5% 0.1%
3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000
50% 40% 30% 25% 20% 15% 10% 5 5 5 5 5 5 5 5
6 6 6 6 6 6 6 6
9 9 9 9 9 9 9 9
11 11 11 11 11 11 11 11
14 14 14 14 14 14 14 14
19 19 19 19 19 19 19 19
29 29 29 29 29 29 29 29
58 58 59 59 59 59 59 59
145 146 147 147 147 147 148 148
284 268 290 291 292 293 294 294
542 556 564 569 573 576 579 581
1895 2108 2253 2358 2437 2498 2548 2588
∞
5
6
9
11
14
19
29
59
149
299
598
2995
Keterangan: (i) n = Ukuran sampel yang diperlukan untuk mendeteksi penyakit dengan probabilitas untuk menemukan setidaknya satu kasus dalam sampel adalah 0,95. (ii) u = Perkiraan jumlah maksimum hewan sakit (terinfeksi) di dalam suatu populasi jika dilakukan pemeriksaan dengan proporsi n/N sampel dan seluruh sampel menunjukkan hasil negatif dengan tingkat kepercayaan 95% (Dari Cannon dan Roe 1982 dalam Thrusfield 2007). Contoh: i. Perkiraan prevalensi penyakit adalah 2%, ukuran populasi adalah 480, jadi digunakan N=500. Dari tabel diperoleh hasil diperlukan 129 sampel untuk mendeteksi setidaknya satu positif dengan peluang 0,95. ii. Dari suatu populasi dengan N=1000, dilakukan pengambilan sampel sebanyak 10% dan semuanya menunjukkan hasil negatif. Dari tabel diperoleh hasil bahwa kemungkinan (tingkat kepercayaan 95%) terdapat maksimum 29 ekor hewan yang positif di populasi tersebut.
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
Lampiran 6: PENARIKAN SAMPEL ACAK PENARIKAN SAMPEL ACAK SEDERHANA Penarikan sampel acak sederhana adalah penarikan sampel dengan melakukan pemilihan sejumlah anggota populasi secara acak dari seluruh anggota populasi. Dengan demikian, diperlukan daftar anggota populasi (kerangka penarikan sampel) yang mencantumkan seluruh anggota populasi, kemudian dilakukan pemilihan secara acak berdasarkan kerangka penarikan sampel tersebut. Pemilihan secara acak dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu menggunakan tabel bilangan teracak, kalkulator, atau komputer. Penjelasan secara terperinci mengenai proses pengacakan (randomisasi) menggunakan tabel bilangan teracak dan komputer disajikan di Lampiran 3, dan Tabel Bilangan Teracak disajikan di Lampiran 4. PENARIKAN SAMPEL ACAK SISTEMATIK Penarikan sampel dilakukan dengan selang tertentu, yaitu sampel pertama dipilih secara acak dari individu-individu yang terdapat pada selang pertama, kemudian contoh berikutnya diambil dengan selang tertentu sampai terambil sejumlah sampel yang telah ditentukan. Langkah-langkah penarikan sampel sistematik dijelaskan di dalam ilustrasi berikut ini. Akan dilakukan pemilihan secara acak 10 ekor sapi perah di suatu peternakan komersial dengan besaran populasi 100 ekor. Tidak terdapat identifikasi pada sapi di peternakan tersebut, misalnya penanda telinga, sehingga sulit untuk menggunakan teknik penarikan sampel sederhana. Penarikan contoh sistematik dilakukan dengan menggiring sapi tersebut satu per satu melewati jalur, lalu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Tentukan selang penarikan sampel (k), yaitu N/n, N adalah besaran populasi, n adalah besaran sampel yang akan diambil. Dari ilustrasi di atas, k = 100/10 = 10
85
86
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
2. Pilih satu bilangan acak dari 1 sampai k, dalam hal ini ialah dari 1 sampai 10 =randbetween(1,10) Misalnya yang terpilih adalah 6, maka sampel pertama adalah sapi pada urutan nomor 6 3. Sampel berikutnya adalah dengan menambahkan k terhadap sampel yang terpilih, yaitu 16, 26, 36, 46, 56, 66, 76, 86, dan 96. PENARIKAN SAMPEL ACAK BERSTRATA Populasi dibagi menjadi beberapa strata tertentu, lalu dilakukan penarikan sampel pada setiap strata. Penarikan sampel di dalam masing-masing strata dapat menggunakan penarikan sampel acak sederhana maupun sistematik. Stratifikasi dilakukan berdasarkan sifat populasi yang berpengaruh terhadap parameter yang diduga, misalnya berdasarkan jenis ternak, umur, jenis kelamin, dan ras. Misalnya populasi sapi dibagi menjadi sapi pedaging dan sapi perah, atau berdasarkan umur, yaitu pedet, sapi muda, dan dewasa. Stratifikasi dilakukan karena berbagai alasan, yaitu: untuk menghitung estimasi pada setiap strata selain pada populasi; secara operasional lebih mudah dilaksanakan; dan untuk mendapatkan hasil dugaan yang lebih tepat karena keragaman yang rendah. PENARIKAN SAMPEL ACAK GEROMBOL (CLUSTER) Pemilihan sampel dilakukan bukan pada individu ternak atau satuan penarikan contoh, tetapi sekelompok unit penarikan sampel, lalu sebagian atau seluruh anggota kelompok tersebut dipilih sebagai sampel. Pada umumnya sampel dipilih dalam dua tahap atau disebut two-stage sampling, yaitu tahap pertama memilih desa atau peternakan dan tahap berikutnya adalah memilih ternak di desa atau peternakan terpilih. Bagaimana memilih desa atau peternakan? Pemilihan desa atau peternakan dapat dilakukan dengan penarikan sampel acak sederhana atau dengan probability proportional to
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
size (PPS). Jika besaran populasi pada setiap desa atau peternakan sama, pemilihan desa/peternakan dengan menggunakan penarikan sampel acak sederhana dapat digunakan. Jika besaran populasinya tidak sama, peluang individu ternak terpilih sebagai sampel pada kelompok dengan populasi yang banyak akan kecil dibandingkan dengan yang populasinya kecil. Misalnya peluang terpilihnya ternak pada kelompok dengan N=50, memiliki peluang terpilih 1/50; adapun pada kelompok dengan N=500, maka peluangnya lebih kecil yaitu 1/500. Karena ada perbedaan peluang berdasarkan besaran populasi, pemilihan kelompok dilakukan dengan menggunakan PPS. Langkah-langkah melakukan penarikan sampel dengan PPS diilustrasikan sebagai berikut: Akan dilakukan survei untuk menduga prevalensi brucellosis pada sapi perah di Kabupaten X. Kabupaten X terdiri atas 25 desa yang memiliki sapi perah. Besaran sampel yang akan diambil adalah sebanyak 150 ekor sapi perah yang diambil di 15 desa (n1) dan di masing-masing desa diambil 10 ekor sapi (n2). Penarikan sampel dilakukan dengan PPS dengan langkah-langkah: 1. Buatlah daftar yang berisi seluruh desa, populasi sapi perah di setiap desa, dan jumlah kumulatifnya No.
Nama Desa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
A B C D E F G H I J K L M N O P
Jumlah Sapi Perah 500 273 60 83 1223 35 376 448 55 43 89 1558 2370 45 67 89
Jumlah Kumulatif 500 773 833 916 2139 2174 2550 2998 3053 3096 3185 4743 7113 7158 7225 7314
87
88
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
No.
Nama Desa
17 18 19 20 21 22 23 24 25
Q R S T U V W X Y Jumlah
Jumlah Sapi Perah 198 356 776 45 39 89 150 134 68 N = 9169
Jumlah Kumulatif 7512 7868 8644 8689 8728 8817 8967 9101 9169
2. Tentukan interval penarikan sampel (i), yaitu N/n1 = 9169/15 = 612 3. Pilih sebuah bilangan acak antara 1 sampai i, misalnya terpilih nomor 381 4. Desa yang pertama adalah tempat bilangan acak berada berdasarkan data populasi kumulatif, dalam hal ini adalah desa A 5. Lanjutkan dengan menambahkan interval penarikan sampel (i) secara kumulatif Dalam hal ini yang terpilih adalah: No. Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Jumlah Kumulatif
Desa
381 993 1605 2217 2829 3441 4053 4665 5277 5889 6501 7113 7725 8337 8949
A E E G H L L L M M M M R S W
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
Dengan menggunakan PPS, desa dengan jumlah sapi yang besar memiliki peluang yang besar untuk terpilih sebagai sampel dan jumlah ternak yang diambil pada populasi dengan ukuran besar juga lebih banyak. Dari ilustrasi di atas dapat dilihat bahwa besaran sampel yang diambil di desa E, L, dan M adalah lebih banyak dari desa lainnya, yaitu di Desa E sebanyak 40 ekor (2 x 20 ekor), di Desa L sebanyak 60 ekor, dan di desa M sebanyak 80 ekor 6. Sapi pada setiap desa dipilih dengan menggunakan penarikan sampel acak sederhana. KERANGKA PENARIKAN SAMPEL Kerangka penarikan sampel adalah suatu daftar yang berisi seluruh unit penarikan sampel. Kerangka penarikan sampel mutlak diperlukan jika penarikan sampel menggunakan metode penarikan sampel acak sederhana. Suatu kerangka penarikan sampel yang ideal harus memenuhi syarat: 1. Mencakup seluruh unit penarikan sampel di suatu populasi 2. Tidak ada duplikasi 3. Mengidentifikasi unit penarikan sampel secara unik. Pada saat akan melakukan survei, kadang-kadang kerangka penarikan sampel yang memadai sudah tersedia, misalnya di kantor kepala desa atau kantor dinas peternakan. Namun, kerangka penarikan sampel untuk peternakan sering sulit diperoleh, sehingga diperlukan usaha untuk memiliki kerangka penarikan sampel jika akan dilakukan pemilihan secara acak. Salah satu pendekatan untuk membuat kerangka penarikan sampel adalah melalui wawancara desa dengan mengundang seluruh peternak dan kemudian menanyakan jumlah hewannya. Selain untuk membuat kerangka penarikan sampel, wawancara desa juga berguna untuk mengumpulkan dan bertukar informasi, serta menjawab pertanyaan peternak.
89
90
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
Tata-cara wawancara desa adalah sebagai berikut: 1. Jelaskan tujuan survei yang dilakukan 2. Minta kepada setiap peternak yang hadir untuk menyebutkan nama, jenis hewan yang dimiliki, dan jumlahnya 3. Catat informasi yang diperoleh dalam lembar laporan seperti berikut ini: No.
Nama Peternak
# Sapi
# Domba/ Kambing
Total
Total Kumulatif
No. Hewan Terpilih
4. Lanjutkan dengan menanyakan informasi mengenai peternak yang tidak hadir. Peternak yang hadir diminta menyebutkan siapa saja peternak yang tidak hadir dan jumlah hewan yang dimilikinya 5. Ulangi lagi pertanyaan pada nomor 4 berulang-ulang sambil mendorong peternak yang hadir untuk mengingat-ingat peternak yang tidak hadir sampai dirasakan data sudah lengkap.
Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan
Lampiran 7: ALAMAT SITUS WEB 1. Terrestrial Animal Health Code OIE, edisi ke-21 (bahasa Inggris): http://www.oie.int/international-standard-setting/terrestrialcode/ 2. Terrestrial Animal Health Code OIE, Bab 1.4. mengenai Surveilans Kesehatan Hewan (bahasa Inggris): http://www.oie.int/index.php?id=169&L=0&htmfile=chapitre_1.1 .4.htm 3. Panduan OIE mengenai Uji Diagnostik dan Vaksin untuk Hewan, edisi ke-7 (bahasa Inggris): http://www.oie.int/international-standard-setting/terrestrialmanual/ 4. CLIVE (Computer-aided Learning in Veterinary Education), untuk mengunduh peranti lunak Win Episcope 2: http://www.clive.ed.ac.uk/cliveCatalogueItem.asp?id=B6BC9009C10F-4393-A22D-48F436516AC4 5. Situs Ausvet untuk mengunduh peranti lunak FreeCalc dan Survey Toolbox: http://www.ausvet.com.au/content.php?page=software 6. Situs Epitools oleh Ausvet: http://epitools.ausvet.com.au/ 7. Situs Epitools oleh Ausvet untuk penghitungan Surveilans berbasis risiko dua-tahap: http://epitools.ausvet.com.au/content.php?page=RiskBasedSSC omplex2Stage
91