III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Pertumbuhan Panjang Benih Ikan Betok Pertumbuhan panjang benih ikan betok pada akhir penelitian setelah perendaman 2 jam dengan protein rHP pada dosis berbeda disajikan pada Tabel 3 dan Gambar 1. Rerata panjang baku benih ikan betok yang diberi perlakuan perendaman rHP dosis 12 mg/L (4,62 cm) adalah lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan perlakuan 6 mg/L (4,56 cm), 3 mg/L (4,46 cm) dan kontrol (4,49 cm). Pertambahan panjang total juga berbeda antar perlakuan (P<0,05; Tabel 3). Rerata panjang total benih ikan betok yang diberi perlakuan perendaman rHP dosis 12 mg/L (5,59 cm) dan dosis 6 mg/L (5,51 cm) juga lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan perlakuan 3 mg/L (5,430 cm), dan kontrol (5,477cm). Rerata tinggi badan antar perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05; Tabel 3). Tabel 3. Rerata panjang (cm) benih ikan betok pada perendaman rHP dengan dosis berbeda Dosis ElHP (mg/L) Kontrol (0) 3 6 12
Panjang Baku
Panjang Total
Tinggi badan
4,49 ± 0,04a 4,46 ± 0,03a 4,56 ± 0,06ab 4,62 ± 0,03b
5,47± 0,04ab 5,43± 0,04a 5,51 ± 0,09ab 5,590± 0,01b
1,75 ± 0,01a 1,74 ± 0,03a 1,77 ± 0,02a 1,79 ± 0,02a
Panjang (cm)
Keterangan: Huruf superskrip berbeda pada kolom yang sama adalah berbeda nyata (P<0,05). Data tersebut berdasarkan rerata dari 3 kali ulangan
5,0 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 Sampling ke-1 Sampling ke-2 Sampling ke-3 Sampling ke-4
Gambar 1. Pertumbuhan panjang baku benih ikan betok perlakuan12 mg/L(■) dan kontrol (♦). Pengukuran panjang ikan dilakukan pada awal penelitian, hari ke-18, 30, dan 58 setelah perlakuan perendaman rElHP. 6
3.1.2. 3 Biom massa dan Rerata R Boboot Tubuh Ik kan Biom massa dan reerata bobot tuubuh akhir benih b ikan beetok di akhirr penelitian pada p kontroll, dan perlakkuan perendaaman protein n rHP dosis berbeda b yan ng disajikan pada p Tabel 4 dan Gam mbar 2. Bioomassa setiap perlakuaan dan konttrol adalah berbeda b nyaata (P<0,05)), sedangkann bobot tubbuh akhir ggrowth rate (GR), dan specific s grow wth rate (SG GR) secara sttatistik tidakk berbeda nyata (P>0,05;; Tabel 5). Tabel T 4. Biomassa (g) dan rerata bobot b tubuhh akhir (g) benih b ikan betok b pada perendaman p n rHP dengann dosis berbeeda Dosis ElH HP (mg/L)) Kontrol (0) ( 3 6 12
Reerata bobott tub buh akhir (g g) a 3,,40 ± 0,207 3,,39 ± 0,024a 3,,41 ± 0,066a 3,,47 ± 0,014a
Biomassa (g) 416,17 ± 388,57a 4476,18 ± 36,47ab 4487,55 ± 25,63ab 529,01 ± 199,15b
Keterangan: Huruf supersk krip berbeda pada p kolom yaang sama adalaah berbeda nyata (P<0,05). Data tersebuut berdasarkan rerata dari 3 kaali ulangan. 600
Bobot (g)
500
476,18
487,55
529,01
3 mg/L
6 mg/L
12 mg/L
416,17
400 300 200 100 0 Kontrol
Perlaku uan
Gambar G 2. Biomassa B beenih ikan bettok kontrol dan d yang dibberi perendam man rElHP dosis d berbed da setelah peemeliharaan selama 8 miinggu. Tabel T 5. Grrowth rate (GR; g), speesific growthh rate (SGR R; %) benih ikan betok pada p kontroll dan perlaku uan perendam man rHP denngan dosis berbeda b Dosis ElH HP (mg/L)) Kontrol (0) ( 3 6 12
GR (g/harri)
S SGR (%)
0,0653 ± 0,00039a 0,0651 ± 0,00011a 0,0655 ± 0,00013a 0,0665 ± 0,00002a
11,63374 ± 0,1193 3a 11,63345 ± 0,0319 9a 11,64454 ± 0,0374 4a 11,67753 ± 0,0077 7a
Keterangan: Huruf supersskrip berbeda pada kolom yang sama addalah tidak beerbeda nyata (P>0,05). Daata tersebut berrdasarkan reratta dari 3 kali ulangan.
7
Kontrol
3 mg/L L
6 mg/L
12 mg/L L
Gambar G 3. Ikan betok kontrol dan yang diberii perendamann rElHP dossis berbeda setelah pemeeliharaan sellama 8 mingggu. 3.1.3. 3 Kela angsungan Hidup H (Survvival Rate/ SR) S Ikan Tinggkat kelangssungan hiduup benih ikkan betok cenderung meningkat dengan d menningkatnya dosis perenndaman rHP P (P>0,05; Gambar 4). 4 Hal ini menunjukka m an bahwa peerlakuan rH HP berpengaruh terhadapp kelangsun ngan hidup
g g hidup p ((%)) Kelangsungan
benih b ikan betok. b 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
a
a
a
a
Konntrol
3 mg/L
6 mg/L
12 mg/L
uan Perlaku
Gambar G 4. Tingkat T kelaangsungan hidup benih ikan i betok kontrol k dan yang y diberi perendaman p n rElHP dosis berbeda seetelah pemeliiharaan selam ma 8 mingguu. 8
3.2.
Pembahasan Aplikasi protein rElHP dosis 12 mg/L menunjukkan peningkatan
pertumbuhan panjang dan biomassa lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya (Gambar 1 dan 2). Perlakuan rHP dosis 12 mg/L mampu meningkatkan biomassa 27,11% lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (P<0,05; Lampiran 1) serta lebih tinggi 150% dibandingkan dengan yang dilakukan Pogram (2012, belum dipublikasikan). Pogram (2012) melakukan perendaman hari ke-12 dengan dosis 12 mg/L memiliki kelangsungan hidup 30,5% setelah 35 hari pemeliharaan. Perbedaan hasil tersebut diduga karena perbedaan umur larva saat perendaman, penelitian ini menggunakan larva berumur 6 hari, ada kemungkinan rHP lebih mudah terserap melalui pori-pori dan insang sehingga respons pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang diperoleh lebih baik. Hal yang sama juga telah dilakukan Putra (2011) pada penelitian sebelumnya, yaitu benih ikan gurame yang diberi perlakuan perendaman rHP ikan gurame dengan dosis 20 mg/L dan 30 mg/L berhasil meningkatkan pertumbuhan masing-masing 63,95% dan 75,04% lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Perbedaan persentase hasil antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya diduga karena perbedaan rHP dan ikan target yang digunakan. Penelitian Putra (2011) menggunakan jenis rHP yang sama dengan ikan yang diujikan sehingga rHP ikan gurame yang diberikan dapat diterima dengan baik oleh reseptor HP pada ikan gurame yang diujikan untuk memicu pertumbuhan. Pada penelitian ini diperoleh bahwa peningkatan benih ikan betok yang diberi perlakuan rHP dosis 12 mg/L memiliki peningkatan pertumbuhan biomassa terbaik, yaitu 1,27 kali lebih tinggi daripada kontrol. Hal tersebut hampir sama dengan penelitian Moriyama dan Kawauchi (2004) yaitu perendaman benih abalon dengan rsHP dosis 30 mg/L dengan frekuensi pemberian setiap 7 hari sekali selama 84 hari pemeliharaan mampu meningkatkan bobot tubuh sebesar 1,2 kali dari kontrol. Namun pada penelitian ini perendaman hanya dilakukan satu kali sehingga metode perendaman dalam penelitian ini lebih praktis. Pertumbuhan ikan betok pada kontrol dan perlakuan rHP 12 mg/L mengalami peningkatan panjang baku dari awal pemeliharaan hingga hari ke-12 (sampling ke-2), namun dari hari ke-12 hingga ke-30 terlihat bahwa ikan pada
9
perlakuan 12 mg/L mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu 0,99 kali menjadi 1,06 kali lipat lebih tinggi dibandingkan kontrol. Namun, pada hari ke-58 terjadi penurunan menjadi 1,02 kali lebih tinggi dibandingkan kontrol. Hal tersebut sesuai pernyataan Acosta et al. (2009) bahwa pemberian tiGH dengan metode perendaman pada larva ikan mas koki dengan frekuensi sebanyak 3 kali seminggu dapat meningkatkan bobot tubuh sebesar 3,5 kali lipat dari perlakuan kontrol setelah pemeliharaan 15 hari dan menurun pada hari ke-30 yaitu hanya sebesar 2,2 kali lipat dari perlakuan kontrol. Hal tersebut diduga terkait dengan daya dukung wadah pemeliharaan, pada minggu ke-8 daya dukung wadah sudah tercapai. Perlakuan perendaman rHP dengan dosis 12 mg/L memiliki biomassa (529,01 g) dan tingkat kelangsungan hidup (76,33%) benih ikan betok lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain dan kontrol. Menurut Putra (2011) hal tersebut diduga karena rHP yang diberikan memberikan pengaruh peningkatan daya tahan tubuh khususnya terhadap stres berupa kejutan salinitas yang diberikan. Pada penelitian Acosta et al., (2009) disampaikan bahwa pemberian rHP pada larva dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan daya tahan terhadap stres serta infeksi penyakit. Pemberian nHP dan rHP pada ikan rainbow trout juga efektif meningkatkan resistensi terhadap Vibrio anguillarum (Sakai et al., 1997). Pada penelitian ini kelangsungan hidup meningkat diduga juga karena peningkatan daya tahan terhadap penyakit, meskipun pada penelitian ini tidak dilakukan uji tantang atau pemeriksaan prevalensi penyakit. Sementara itu, biomassa ikan terlihat meningkat 1,27 kali lipat pada minggu ke-8. Peningkatan biomassa tersebut diduga karena pada minggu ke-7 dilakukan pemindahan ikan ke media yang lebih besar, yaitu hapa ukuran 1x1 meter sehingga pertumbuhan ikan lebih maksimum. Peningkatan biomassa dan kelangsungan hidup ikan memiliki keterkaitan dengan selera makan ikan, pada perlakuan 12 mg/L nafsu makan ikan lebih tinggi dibanding perlakuan lain dan kontrol. Hal yang sama juga telah disampaikan oleh Promdonkoy et al. (2004) bahwa pemberian gcGH pada ikan mas koki (Carassius auratus) dapat meningkatkan nafsu makan dan tingkah laku makan yang lebih agresif serta enerjik terhadap pakan yang diberikan.
10
Selain itu, apabila dilihat dari analisis keseragaman rerata bobot tubuh akhir ikan pada Tabel 4, perlakuan 12 mg/L memiliki standar deviasi yang paling rendah (0,014) dibandingkan perlakuan lain. Hal tersebut menandakan bahwa ukuran ikan pada perlakuan 12 mg/L lebih seragam. Sementara itu, standar deviasi pada kontrol terlihat paling tinggi (0,207), hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat keragaman ikan pada kontrol tinggi (beragam). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa perlakuan perendaman rHP memiliki tingkat keseragaman ukuran ikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Ukuran ikan yang lebih seragam dapat berimplikasi pada waktu pemanenan ikan, harga jual, dan pendapatan pembudidaya. Mekanisme penyerapan rHP ke dalam tubuh ikan belum diketahui secara pasti. Namun demikian, menurut Sherwood & Harvey (1986) dalam Moriyama (1990) pemberian gonadotropin releasing hormone (GnRH) terlihat berpengaruh pada plasma ikan mas setelah pemberian melalui insang. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Smith (1982) dalam Moriyama (1990) bahwa ditemukan ditemukan radiolabeled-BSA pada insang dan epidermis ikan rainbow trout setelah perendaman dalam larutan dan diduga bahwa larutan tersebut masuk melalui insang. Oleh karena itu diduga bahwa mekanisme masuknya rHP pada ikan betok juga melalui insang. Metode perendaman merupakan salah satu metode yang aplikatif dilakukan secara massal dan mudah diterapkan oleh pembudidaya. Jumlah benih yang direndam pada penelitian ini adalah 200 ekor/200 mL media, perendaman dilakukan pada hari ke-6. Pemeliharaan benih ikan betok dilakukan pada media pemeliharaan dengan volume 10 liter hingga benih berumur 23 hari, selanjutnya benih ikan dipelihara pada akuarium dengan volume 20 liter, lalu dipindah ke wadah yang lebih besar yaitu hapa dengan ukuran 1x1 meter agar pertumbuhan ikan dapat lebih maksimal. Penggunaan media yang kurang sesuai dengan padat tebar ikan dapat menyebabkan pertumbuhan ikan menjadi terhambat.
11