ASPEK HUKUM PERALIHAN HAK MILIK OBJEK BELI SEWA ATAS BENDA BERGERAK (Studi Kasus Di PT. OTTO MultiArtha) SKRIPSI
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh:
MAHALIA NOLA POHAN NIM : 040 200 159 DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
ASPEK HUKUM PERALIHAN HAK MILIK OBJEK BELI SEWA ATAS BENDA BERGERAK (Studi Kasus Di PT. OTTO Multi Artha) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas hukum Universitas Sumatera Utara Oleh: Mahalia Nola Pohan NIM.040200159 DEPARTEMEN HUKUM PERDATA Disetujui Oleh: Ketua Departemen Hukum Keperdataan
PROF.DR.H.TAN KAMELLO,SH.MS
NIP.131 764 556
PEMBIMBING I
PROF.DR.H.TAN KAMELLO,SH.MS NIP.131 764 556
PEMBIMBING II
SYAMSUL RIZAL,SH,M.Hum NIP.131 870 595
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
ABSTRAK Perjanjian beli sewa atau disebut juga dengan istilah perjanjian beli sewa atau perjanjian jual sewa, tidak diatur secara tegas dalam peraturan perundangundangan (KUH. Perdata). Namun demikian dalam ketentuan Pasal 1 sub a SK. Menteri Perdagangan dan Koperasi No. 34/KP/II/1980 ditegaskan bahwa beli sewa (hire purchase) adalah jual beli barang dimana penjual melaksanakan penjualan barang dengan cara memperhitungkan setiap pembayaran yang dilakukan oleh pembeli dengan pelunasan atas harga barang yang telah disepakat bersama dan yang diikat dalam suatu perjanjian, serta hak milik atas barang tersebut baru beralih dari penjual kepada pembeli setelah jumlah harganya dibayar lunas oleh pembeli kepada penjual. Dalam penulisan skripsi ini penulis membahas permasalahan tentang bagaimana tanggung jawab para pihak dalam perjanjian beli sewa, bagaimana akibat hukum wanprestasi dalam perjanjian beli sewa, bagaimana penyelesaian hukum jika dalam perjanjian beli sewa terjadi persengketaan diantara para pihak. Untuk membahas permasalahan tersebut maka digunakan metode telaah pustaka (library research) untuk mentelaah data-data sekunder dan penelitian lapangan (field research) yaitu dengan melakukan penelitian di PT. OTTO MultiArtha Medan. Berdasarkan pembahasan yang dilakukan maka dapat disimpulan bahwa dalam perjanjian beli sewa pihak yang terkait adalah pihak PT.OTTO MultiArtha Medan sebagai penjual sewa yaitu pihak yang menjual sewakan barang yang menjadi objek perjanjian beli sewa. Dalam hal terjadinya resiko dalam perjanjian beli sewa maka pihak PT. OTTO MultiArtha Medan bertanggung jawab atas cacat tersembunyi dan mutu barang yang menjadi objek beli sewa sebelum diserahkan kepada pembeli sewa. Jika sudah diserahkan, maka resiko dan tanggung jawab tersebut beralih kepada pihak pembeli. Jika dalam perjanjian beli sewa salah satu pihak melakukan wanprestasi, maka memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk meminta ganti rugi akibat perbuatan tersebut. Jika terjadi wanprestasi dari salah satu pihak dalam perjanjian beli sewa tersebut, maka pihak yang merasa dirugikan dapat melakukan dengan dua cara, yaitu : Menyelesaikan di luar pengadilan, yaitu : menuntut pembatalan perjanjian, meminta pengembalian barang, menuntut ganti rugi., kemudian menyelesaikannya di pengadilan, yaitu : meletakkan sita jaminan untuk pengembalian barang, menuntut ganti rugi, membebankan biaya perkara kepada pihak lain yang melakukan wanprestasi.
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat dan karunia-Nya telah memberikan kesehatan, kekuatan dan ketekunan pada penulis sehingga mampu dan berhasil menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari terdapatnya kekurangan, namun demikian dengan berlapang dada penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang menaruh perhatian terhadap skripsi ini. Demi terwujudnya penyelesaian dan penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah dengan ikhlas dalam memberikan bantuan untuk memperoleh bahan-bahan yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH.M.Hum, sebagai Dekan Fakultas Hukum USU Medan 2. Bapak M. Husni, SH, MH, sebagai Pembantu Dekan III FH. USU Medan 3. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH.MS, sebagai Pelaksana Ketua Departemen Hukum Keperdataan sekaligus sebagai Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan pembuatan skripsi. 4. Bapak Syamsul Rizal, SH, M.Hum, sebagai Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan pembuatan skripsi 5. Bapak Prof.Dr. Syafrudin Kalo, SH, M.Hum, sebagai dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu dan memberikan masukan serta dukungan kepada si penulis.
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
6. Ibu Sinta Uli, SH, M.Hum, sebagai dosen Fakultas hukum Universitas Sematera Utara yang turut serta memberikan masukan untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. 7. Seluruh staf pengajar Fakultas Hukum USU yang dengan penuh dedikasi menuntun dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan sampai dengan menyelesaikan skripsi ini. 8. Kepada pimpinan PT.OTTO MultiArtha Medan yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian. 9. Terima kasih yang sebesar-besarnya dari penulis kepada orang tua tercinta ayahanda Alm.Ir.Karnold Pohan dan Ibunda Wenny Dwi Julia yang telah memberikan sangat banyak dukungan moril, materil, dan kasih sayang mereka yang tak pernah putus sampai sekarang dan selamanya. “I did it dad, just want you to know that I’am not a litlle girl anymore,I love you so much”. 10. Terima kasih kepada abang tercinta: Muhammad Reinur Pohan,ST,MCP, walaupun terpisah jarak, tetapi dukungan dan masukannya sangat berarti kepada penulis. “you’re always be my big brother for me…”. 11. Terima kasih kepada kakak tercinta: Ledy Sharah Pohan,S.SOS dan abang Ipar: Ruswan Nurmadi,SE, atas kasih sayang dan bantuannya. 12. Terima kasih Kepada kakak tercinta: Trisilia Pohan,ST dan abang Ipar: M.Desdin Nasution,SH, MKn, atas dukungan dan masukannya kepada penulis. 13. Terima kasih kepada Keponakan tercinta: Muhammad Rukawa Karnoldi, Azzara Lhatifah Nasution.”I love you guys, more than you know..”. 14. Terima kasih kepada Keluarga Besar Pohan dan Machmuders yang tiada henti-hentinya memberikan dukungan kepada si penulis. 15. Terima kasih kepada Sahabat-sahabatku : Cynthea, Maira, Arifandi, Galih, atas dukungannya dan waktunya untuk menemani penulis untuk menyiapkan skripsi ini. 16. Terima kasih kepada teman-teman kampus : Riska, Karina, Dhira, Dewi, Inggit, Budi, Ilham, Faat, Arga, Farid, Salman, Nicko, atas masa-masa kuliah yang indah dan selalu membantu penulis dalam masa kuliah.
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
17. Terima kasih pada teman-teman : Agung, Irwan, Darma, Rendi, atas dukungan dan kebaikan mereka kepada penulis. 18. Terima kasih kepada para Senior, teman-teman Stambuk 2004, adik-adik Junior Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 19. Terima kasih kepada Riichi Hardian Umeda, atas segala kebaikannya yang diberikan kepada penulis. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu dalam kesempatan ini, hanya Allah SWT yang dapat membalas budi baik semuanya. Semoga ilmu yang penulis telah peroleh selama ini dapat bermakna dan berkah bagi penulis dalam hal penulis ingin menggapai cita-cita.
Medan,
Agustus 2008 Penulis
MAHALIA NOLA POHAN
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
DAFTAR ISI ABSTRAK ........................................................................................................
i
KATA PENGANTAR......................................................................................
ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................
iv
BAB
: P E N D A H U L U A N ..........................................................
1
A. Latar Belakang Permasalahan ..............................................
1
B. Perumusan Masalah .............................................................
4
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan.............................................
4
D. Keaslian Penelitian...............................................................
5
E. Tinjauan Kepustakaan..........................................................
5
F. Metode Penelitian ................................................................
7
G. Sistematika Penulisan ..........................................................
8
I
BAB II
: TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PERJANJIAN BELI SEWA ...................................................
10
A. Pengertian dan Perjanjian Beli Sewa ...................................
10
B. Saat dan Tempat Terjadinya Perjanjian Beli Sewa ..............
17
C. Dasar Hukum, Subjek dan Objek Perjanjian Beli Sewa ......
22
D. Perjanjian Dalam Sistyem Eropa Kontinental dan Anglosaxon ..........................................................................
25
E. Bentuk-Bentuk dan Klausula-Klausula Perjanjian Beli Sewa ..................................................................................... BAB III
26
: PENGERTIAN UMUM TENTANG HUKUM BENDA HAK MILIK BENDA DAN WANPRESTASI TERHADAP PERJANJIAN .................................................................................
30
A. Benda Pada Umumnya dan Hak-Hak Kebendaan...............
30
B. Hak Milik (Eigendom) Ditinjau Dari KUHPerdata ............
35
C. Wanprestasi, Resiko dan Keadaan Memaksa Dalam Suatu Perjanjian.............................................................................
37
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
BAB IV
: ASPEK HUKUM PERALIHAN HAK MILIK OBJEK BELI SEWA ATAS BENDA BERGERAK...........................
43
A. Saat Terjadinya Peralihan Hak Milik Dalam Perjanjian Beli Sewa .....................................................................................
43
B. Tindakan Penjual Sewa Terhadap Pembeli Sewa Yang Angsurannya Macet .............................................................
46
C. Akibat Hukum Pemindah Tanganan Benda Objek Beli Sewa Pada Pihak III Sebelum Angsuran Dibayar Lunas .....
53
D. Upaya Hukum Yang Ditempuh Penjual Sewa
BAB
V
Terhadap Pembeli Sewa Yang Melakukan Wanprestasi .....
63
E. Wawancara dan Tanggapan .................................................
65
: KESIMPULAN DAN SARAN................................................
71
A. Kesimpulan ..........................................................................
71
B. Saran.....................................................................................
72
DAFTAR PUSTAKA
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan Perjanjian beli sewa merupakan bentuk perjanjian baru dalam lalu lintas perdagangan Indonesia, dan perjanjian dimaksud tidak dimuat secara tegas dalam KUH. Perdata. Dinamisasi masyarakat (development of social) membawa munculnya beli sewa dalam masyarakat. Kemunculan lembaga beli sewa ini tidak mengherankan karena sifat masyarakat yang selalu mencari kepuasan, dapat sebagai causa timbulnya beberapa akibat antara lain dalam lapangan perjanjian timbul lembaga beli sewa ini. Pada waktu munculnya lembaga ini memang belum ada ketentuan yang mengaturnya meskipun demikian tetap diberlakukan dalam masyarakat. Hal ini disebabkan karena hukum perjanjian yang diatur dalam Buku III KUH. Perdata menganut asas kebebasan berkontrak, yang secara yuridis formal diatur dalam Pasal 1338 KUH. Perdata. Di samping itu salah satu sebab yang mengakibatkan timbulnya lembaga beli sewa sebagai sarana pemuas masyarakat karena para pengusaha akhir-akhir ini banyak mengalami keresahan antara lain disebabkan pasaran barang hasil industrinya semakin menyempit. Ini disebabkan satu segi persaingan di antara para pengusaha barang sejenis semakin menyempit sedangkan disisi lain semakin berkurangnya kemampuan beli dari masyarakat itu sendiri. Fenomena ini disadari
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
sehingga para pengusaha berusaha mencari jalan keluar yang ditemukan oleh para pengusaha adalah melalui lembaga beli sewa. Pengertian perjanjian beli sewa atau disebut juga dengan istilah perjanjian beli sewa atau perjanjian jual sewa, tidak diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan (KUH. Perdata). Namun demikian dalam ketentuan Pasal 1 sub a SK. Menteri Perdagangan dan Koperasi No. 34/KP/II/1980 ditegaskan bahwa beli sewa (hire purchase) adalah jual beli barang dimana penjual melaksanakan penjualan barang dengan cara memperhitungkan setiap pembayaran yang dilakukan oleh pembeli dengan pelunasan atas harga barang yang telah disepakat bersama dan yang diikat dalam suatu perjanjian, serta hak milik atas barang tersebut baru beralih dari penjual kepada pembeli setelah jumlah harganya dibayar lunas oleh pembeli kepada penjual. Dengan demikian beli sewa adalah jual beli barang dimana penjual melaksanakan penjualan barang dengan cara memperhitungkan setiap pembayaran yang dilakukan oleh pembeli dengan pelunasan atas harga barang yang telah disepakati bersama dan yang diikat dalam suatu perjanjian, serta hak milik atas barang tersebut baru beralih dari penjual kepada pembeli setelah jumlah harganya dibayar lunas oleh pembeli kepada penjual. Perjanjian beli sewa dimana penjual menjual barangnya secara angsuran, artinya setelah barang diserahkan oleh penjual kepada pembeli, harga baru dibayar kemudian secara angsuran, tetapi selama angsuran terakhir belum dibayar lunas oleh pembeli maka status pembeli baru sebagai penyewa saja. Pembeli sewa akan menjadi pemilik jika angsuran terakhir sudah dibayar lunas oleh pembeli.
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
Disisi lain disebutkan bahwa menurut Pasal 1576 KUH. Perdata, beli sewa adalah jual beli secara angsuran dan ayat 2 Pasal itu menyatakan bahwa semua persetujuan yang maksudnya sama, baik yang bernama sewa menyewa maupun dengan bentuk atau nama apapun dianggap sebagai beli sewa (huurkop). 1 Dalam perjanjian beli sewa, masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Hak dan kewajiban para pihak ini tercantum dalam perjanjian yang menentukan syarat-syarat perjanjian sebagaimana tertulis di dalam akta jual beli. Jika dalam perjanjian tersebut salah satu pihak tidak melakukan atau memenuhi prestasi yang diperjanjikan, maka pihak tersebut dikatakan wanprestasi sehingga pihak yang dirugikan dapat meminta ganti rugi kepada pihak yang menimbulkan kerugian. Dalam perjanjian perjanjian beli sewa dituangkan dalam bentuk perjanjian baku yang isinya atau syarat-syarat perjanjian beli sewa tersebut ditentukan oleh pihak kreditur, sedangkan pihak pembeli jika setuju hanya menandatangani surat perjanjian beli sewa tersebut. Perlu ditegaskan dalam penulisan skripsi ini bahwa dikarenakan istilah beli sewa juga disebutkan dengan beli sewa atau perjanjian jual sewa, maka untuk keseragaman istilah dalam pembahasan selanjutnya akan digunakan istilah perjanjian beli sewa, semata-mata hanyalah untuk memudahkan pemahaman. Dengan latar belakang tersebut, maka penulis memilih judul skripsi ini tentang “Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus di PT. OTTO MultiArtha) 1
RM. Suryodiningrat., Perikatan-Perikatan Bersumber Perjanjian, Tarsito, Bandung, 1982, hal.38 Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
Perumusan Masalah Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah : 1. Bagaimana tanggung jawab para pihak dalam perjanjian beli sewa 2. Bagaimana akibat hukum wanprestasi dalam perjanjian beli sewa 3. Bagaimana penyelesaian hukum jika dalam perjanjian beli sewa terjadi persengketaan diantara para pihak. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui tanggung jawab para pihak dalam perjanjian beli sewa 2. Untuk mengetahui akibat hukum wanprestasi dalam perjanjian beli sewa 3. Untuk mengetahui penyelesaian hukum jika dalam perjanjian beli sewa terjadi persengketaan diantara para pihak Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberi kegunaan baik secara teoritis maupun secara praktis. 1. Secara Teoritis hasil penelitian ini akan memberikan sumbang saran dalam khasanah ilmu pengetahuan hukum, khususnya mengenai perjanjian beli sewa. 2. Secara Praktis : a. Bermanfaat kepada masyarakat umum khususnya kepada pihak yang terikat dalam perjanjian beli sewa. b. Sebagai bahan rujukan bagi pihak kreditur dalam membuat perjanjian beli sewa dengan pihak pembeli.
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
Keaslian Penelitian Skripsi ini berjudul “Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus di PT. OTTO MultiArtha)”. Di dalam penulisan skripsi ini dimulai dengan mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan perjanjian beli sewa, baik melalui literatur yang diperoleh dari perpustakaan maupun media cetak maupun elektronik dan disamping itu juga diadakan penelitian. Dan sehubungan dengan keaslian judul skripsi ini penulis melakukan pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Bila dikemudian hari ternyata terdapat judul yang sama atau telah ditulis oleh orang lain dalam bentuk skripsi sebelum skripsi ini saya buat, maka hal itu menjadi tanggung jawab saya sendiri. Tinjauan Kepustakaan Jika diperhatikan sepintas lalu, beli sewa ini hampir sama dengan jual beli secara tunai, oleh karena baik beli sewa maupun jual beli secara tunai ditujukan untuk memperoleh hak milik disatu pihak, sedangkan dipihak lainnya adalah untuk memperoleh sejumlah harga atas keuntungan. Akan tetapi apabila kita perhatikan secara cermat maka beli sewa jauh berbeda dengan jual beli. Beli sewa biasanya pihak pembeli sewa selama cicilan atau angsuran dari harga benda (kendaraan bermotor) yang menjadi objek beli sewa tersebut belum
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
dilunasi oleh pembeli sewa kepada pihak penjual sewa, maka pembeli sewa itu belum berhak menjadi pemilik objek beli sewa atas benda tersebut. Hak milik atas benda atau rumah yang menjadi objek beli sewa baru akan diserahkan oleh penjual sewa setelah seluruh angsuran atau cicilan talah dilunasi oleh pembeli sewa. Namun demikian pembeli sewa dapat memakai atau menikmati benda tersebut pada saat tercapainya kata sepakat. Biasanya benda atau rumah yang menjadi objek beli sewa diserahkan oleh penjual sewa kepada pembeli sewa. Akan tetapi pembeli sewa tidak dapat menjual atau memindah tangankan rumah tersebut kepada orang lain atau pihak ketiga tanpa persetujuan penjual sewa selama berlangsungnya perjanjian atau selama angsuran atau cicilannya belum dilunasi. Apabila pembeli sewa menjual atau memindahtangankan benda atau rumah tersebut tanpa persetujuan penjual sewa selama perjanjian berlangsung atau uang angsuran atau cicilan belum dilunasi, maka pembeli sewa dapat dikenakan sanksi pidana yakni penggelapan. Menurut Nico Ngani dan A. Qirom Meliala, menyebutkan bahwa beli sewa adalah : Jual beli barang dimana penjual melaksanakan penjualan barang dengan cara memperhitungkan setiap pembayaran yang dilakukan oleh pembeli dengan pelunasan atas barang yang telah disepakati bersama dan diikat dalam suatu perjanjian, serta hak milik atas barang tersebut baru beralih dari penjual kepada pembeli setalah jumlah harganya telah lunas oleh pembeli kepada penjual. 2 2
Nico Ngani dan A. Qirom Meliala, Beli sewa Dalam Teori Praktek, Liberti, Yogyakarta, 1984, hal. 40 Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
Dalam perjanjian beli sewa tentunya salah satu pihak harus melakukan prestasi. Jika dalam perjanjian beli sewa para pihak tidak melakukan prestasi, maka pihak tersebut dikatakan telah wanprestasi. Wanprestasi dalam perjanjian beli sewa merupakan suatu kelalaian yang ditimbulkan oleh pihak debitur kepada pihak kreditur. Pihak debitur yang telah melaksanakan suatu perjanjian kepada kreditur, akan tetapi oleh suatu keadaan yang tidak memungkinkan pihak debitur tidak dapat melaksanakan kewajiban sebagaimana mestinya. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif yaitu penelitian yang memberikan gambaran tentang peralihan hak milik objek beli sewa atas benda bergerak.
2. Lokasi penelitian Adapun yang menjadi lokasi penelitian yang akan penulis laksanakan adalah di PT. OTTO MultiArtha. 3. Sumber Data a. Sumber data diperoleh dari data primer yaitu wawancara dengan Pimpinan PT.OTTO MultiArtha Medan. b. Sumber data diperoleh dari data sekunder yaitu Perundang-undangan dan bahan buku penunjang yang mencakup bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap data primer. 4. Metode Pengumpulan Data
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
Metode pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini adalah dengan melakukan penelitian langsung ke lapangan, dalam hal ini penulis langsung mengadakan penelitian ke PT.OTTO MultiArtha Medan dengan menggunakan teknik wawancara secara lisan. 5. Analisis Data. Analisis data dalam penulisan ini digunakan data kualitatif, yaitu suatu analisis data secara jelas serta diuraikan dalam bentuk kalimat sehingga diperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh mengenai perjanjian beli sewa pada PT.OTTO MultiArtha Medan.
Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan tersebut secara keseluruhan dapat diuraikan, yaitu : 1. BAB I : Pendahuluan, yang menjadi sub bab terdiri dari, yaitu
Latar
Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penelitian, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan 2. BAB II : Tinjauan Umum Tentang Perjanjian, terdiri dari sub bab : Pengertian dan Perjanjian Beli Sewa, Saat dan Tempat Terjadinya Perjanjian Beli Sewa, Perjanjian Dalam Sistyem Eropa Kontinental dan Anglosaxon, Bentuk-Bentuk dan Klausula-Klausula Perjanjian Beli Sewa. 3. BAB III Pengertian Umum Tentang Hukum Benda, Hak Milik Benda dan Wanprestasi Terhadap Perjanjian, Benda Pada Umumnya dan Hak-Hak Kebendaan, Hak Milik (Eigendom) Ditinjau Dari KUHPerdata, Wanprestasi, Resiko dan Keadaan Memaksa Dalam Suatu Perjanjian,
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
4. BAB IV Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak, Saat Terjadinya Peralihan Hak Milik Dalam Perjanjian Beli Sewa, Tindakan Penjual Sewa Terhadap Pembeli Sewa Yang Angsurannya Macet, Akibat Hukum Pemindah Tanganan Benda Objek Beli Sewa Pada Pihak III Sebelum Angsuran Dibayar Lunas. 5. BAB V Kesimpulan dan Saran. Dalam penulisan ini penulis membuat suatu kesimpulan dan juga saran-saran yang menjadi bahan masukan untuk penelitian mengenai masalah ini dan dalam skripsi ini akan turut pula dimasukkan daftar bacaan dan lampiran-lampiran.
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PERJANJIAN BELI SEWA
A. Pengertian Perjanjian dan Perjanjian Beli Sewa Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. 3 Dari ketentuan pasal diatas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan istilah perjanjian tetapi memakai kata persetujuan. Yang menjadi masalah adalah apakah kedua kata tersebut yaitu perjanjian dan persetujuan memiliki arti yang sama. Menurut R. Subekti, “Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju utnuk melakukan sesuatu”. 4 Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama artinya. Dari kedua pendapat ini dapat disimpulkan bahwa perjanjian sama pengertiannya dengan persetujuan. Oleh karena itu, persetujuan dalam Pasal 1313 KUH Perdata dapat dibaca dengan perjanjian.
3
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio., Terjemahan KUH.Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 1994, hal.306. 4 R. Surbekti, Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung, 1992, hal. 1 Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
Menurut para sarjana, antara lain Abdul Kadir Muhammad bahwa rumusan perjanjian dalam KUH Perdata itu kurang memuaskan, karena mengandung beberapa kelemahannya yaitu. a) Hanya menyangkut sepihak saja Hal ini diketahui dari perumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Kata kerja “mengikatkan” sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya perumusan itu “saling mengikatkan diri”, jadi ada konsensus antara pihak-pihak. b) Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsesus Dalam pengertian “perbuatan” termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa (zaakwaarneming), tindakan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang tidak mengandung konsesus. Seharusnya dipakai kata “persetujuan”. c) Pengertian perjanjian terlalu luas Pengertian perjanjian dalam pasal tersebut diatas terlalu luas, karena mencakup juga pelangsungan perkawinan, janji kawin, yang diatur dalam lapangan hukum keluarga. Padalah yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur dalam lapangan harta kekayaan saja. Perjanjian yang dikehendaki oleh buku ketiga KUH Perdata sebenarnya hanyalah perjanjian yang bersifat kebendaan bukan perjanjian yang bersifat personal. d) Tanpa menyebut tujuan Dalam perumusan pasal itu tidak di sebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak mengikatkan diri tidak jelas untuk apa. 5 Sudikno Mertokusumo mengatakan bahwa perjanjian adalah “hubungan antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan hukum”. 6 M. Yahya Harahap mengatakan perjanjian adalah “hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak
5 6
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 1982, hal. 78 Sudikno Mertokusumo, Mengenai Hukum, Liberty, Yogyakarta, 1998, hal. 97.
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi”. 7 R. Wirjono Prodjodikoro mengatakan perjanjian adalah “suatu perhubungan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu”. 8 Dari beberapa pengertian perjanjian tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa unsur-unsur yang membentuk pengertian perjanjian adalah : 1. Terdapatnya para pihak yang berjanji; 2. Perjanjian itu didasarkan kepada kata sepakat / kesesuaian kehendak; 3. Perjanjian merupakan perbuatan hukum atau hubungan hukum; 4. Terletak dalam bidang harta kekayaan; 5. Adanya hak dan kewajiban para pihak; 6. Menimbulkan akibat hukum yang mengikat; Dari 6 unsur tersebut ada hal yang perlu diperjelas, misalnya perubahan konsep perjanjian yang menurut paham KUH Perdata dikatakan perjanjian hanya merupakan perbuatan (handeling), selanjutnya oleh para sarjana di sempurnakan menjadi perbuatan hukum (rechtshandeling) dan perkembangan terakhir dikatakan sebagai hubungan hukum (rechtsverhoudingen). Jadi para ahli hukum
7
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986. hal. 6 R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Sumur, Bandung,1992, hal. 11. 8
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
perdata hendak menemukan perbedaan antara perbuatan hukum dengan hubungan hukum. Perbedaan ini bukan hanya mengenai istilahnya saja tetapi lebih kepada subtansi yang dibawa oleh pengertian perjanjian itu. Sudikno Mertokusumo menjelaskan : Perbedaan perbuatan hukum dan hubungan hukum yang melahirkan konsep perjanjian sebagai berikut : bahwa perbuatan hukum (rechtshandeling) yang selama ini di maksudkan dalam pengertian perjanjian adalah satu perbuatan hukum bersisi dua (een tweezijdigerechtshandeling) yakni perbuatan penawaran (aanbod) dan penerimaan (aanvaarding) . berbeda halnya kalau perjanjian dikatakan sebagai dua perbuatan hukum yang masing-masing berisi satu (twee eenzijdige rechtshandeling) yakni penawaran dan penerimaan yang didasarkan kepada kata sepakat antara dua orang yang saling berhubungan untuk menimbulkan akibat hukum, maka konsep perjanjian yang demikian merupakan suatu hubungan hukum (rechtsverhoudingen). 9 Sehubungan dengan perkembangan pengertian perjanjian tersebut, Purwahid Patrik menyimpulkan bahwa “perjanjiian dapat di rumuskan sebagai hubungan hukum antara dua pihak dimana masing-masing melakukan perbuatan hukum sepihak, penawaran dan penawaran”. 10 Perjanjian
itu
adalah merupakan perbuatan hukum yang melahirkan
hubungan hukum yang terletak di dalam lapangan hukum harta kekayaan diantara dua orang atau lebih yang menyebabkan pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain mempunyai kewajiban untuk melakukan atau memberi sesuatu.
9
Sudikno Mertokusumo, Op.Cit, hal. 7-8. Purwahd Patrik, Makalah, Pembahasan Perkembangan Hukum Perjanjian, Seminar Nasional Asosiasi Pengajar Hukum Perdata/Dagang, Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 1990, hal.15. 10
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
Atau dengan kata lain pihak yang mempunyai hak disebut kreditur sedangkan pihak yang mempunyai kewajiban disebut debitur. Jadi jelaslah bahwa yang menjadi subjek perjanjian adalah kreditur dan debitur. Perjanjian itu tidak hanya harus antara seorang debitur dengan seorang kreditur saja, tetapi beberapa orang kreditur berhadapan dengan seorang debitur atau sebaliknya. Juga jika pada mulanya kreditur terdiri dari beberapa orang kemudian yang tinggal hanya seorang kreditur saja berhadapan dengan seorang debitur juga tidak menghalangi perjanjian itu. 11 Menurut R. Subekti, beli sewa adalah “ suatu macam jual beli, setidaktidaknya ia lebih mendekati jual beli dari pada sewa menyewa meskipun demikian ia merupakan campuran dari keduan-duanya dan kontraknya diberikan jual sewa menyewa”. 12 Sedangkan menurut R. Wiryono Projodikoro, beli sewa adalah “pada pokoknya persetujuan dimana barang dengan akibatnya bahwa sipenerima barang tidak menjadi pemilik melainkan pemakai belaka. Baru uang sewa telah dibayar, berjumlah sama dengan harga pembelian sipenyewa menjadi pembeli yaitu barangnya menjadi miliknya. 13 Penyerahan barang yang menjadi objek sewa dapat dilakukan pada saat tercapainya kata sepakat antara kedua belah pihak, akan tetapi peralihan hak milik baru akan dilakukan pada saat angsuran atau cicilan lunas dibayar oleh pembeli sewa. Jadi selama harga benda atau barang yang menjadi objek beli sewa tersebut belum dilunasi oleh pihak pembeli sewa, maka milik masih berada pada penjual sewa. Status pembeli sewa selama angsuran atau cicilan belum lunas menjadi 11
Djanius Djamin dan Syamsul Arifin, Bahan Dasar Hukum Perdata,Akademi Keuangan dan Perbankan Perbanas Medan, 1991, hal.153. 12 13
R. Subekti, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Alumni, Bandung, 1986, hal.33 R. Wirjono Projodikoro, Op.Cit, hal. 65
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
penyewa dahulu dari barang yang menjadi objek beli sewa, pembeli sewa dapat memakai atau menikmati barang tersebut. Akan tetapi pembeli sewa tidak boleh menjual atau memindah tangankan benda tersebut kepada orang lain tanpa persetujuan penjual sewa. Apabila pembeli sewa melakukan penjualan atau memindahtangankan barang tersebut, maka pihak pembeli sewa dikenakan sanksi penggelapan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 372 KUH Pidana, yaitu : Barang siapa dengan sengaja memiliki dan melawan hak sesuatu barang yang sama sekali atau sebagaimana termasuk kepunyaan orang lain dan barang itu ada dalam tangannya bukan karena kejahatan, dihukum karena penggelapan, dengan hukuman penjara selamalamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 500,Ada sanksi pidana yang dapat dikenakan terhadap pembeli sewa selama berlangsungnya perjanjian beli sewa menjaga keselamatan benda atau barang yang menjadi objek beli sewa serta melindungi penjual sewa dari tindakan pihak pembeli sewa dapat menimbulkan kerugian bagi penjual sewa. Misalnya pembeli sewa menjual, mengalihkan atau memindahtangakan benda yang menjadi objek beli sewa kepada orang lain atau pihak ketiga tanpa persetujuan penjual sewa. Perlunya dicantumkan sanksi pidana di dalam perjanjian beli sewa, karena pada saat tercapainya kata sepakat mengenai pokok perjanjian, benda atau barang yang menjadi objek beli sewa tersebut diserahkan oleh penjual sewa kepada pembeli sewa atas benda yang menjadi objek dalam perjanjian beli sewa tersebut berada dalam keadaan pembeli sewa.
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
Mengenai kedudukan pembeli sewa selama berlangsungnya perjanjian jual beli sewa atau sebelum dilunasinya angsuran atau cicilannya, menurut K.R.M.T. Tirtodiningrat, adalah sebagai berikut : Kedudukan pembeli sewa dianggap sebagai penyewa adalah untuk menunjukkan bahwa pembayaran uang angsuran yang telah dilakukan itu tidak lain sebagai uang sewa, yang apabila dihentikan pembayarannya sebelum angsuran dilunasi, maka si penjual sewa dapat menuntut kembali barang yang disewakannya tersebut tanpa kewajiban untuk mengambalikan uang yang diterimanya, sebab semua uang itu hanya merupakan uang sewa belaka. 14 Sehubungan hal tersebut di atas, maka R. Wirjono Projodikoro, mengatakan bahwa : Hal tersebut terlalu menekankan pada unsur sewa menyewa. Selanjutnya beliau mengatakan bahwa dengan demikian si pemilik terlalu diuntungkan sedangkan si penyewa dirugikan. Dalam hal ini beliau memberikan jalan tengah yang dirasakan menyentuh rasa keadilan bagi kedua belah pihak. Beliau mengatakan selayaknya dalam hal ini diadakan perhitungan secara adil. Misalnya si pemilik barang membayar kembali kepada si penyewa, sebahagian diberikan kepada si penyewa dari jumlah uang sewa yang telah dibayarnya tadi. 15 Dari perumusan perjanjian, maka suatu perjanjian mengandung unsur-unsur sebagai berikut : 1. Ada pihak-pihak minimal dua pihak Dikatakan pihak bukan orang karena mungkin sekali dalam suatu perikatan terlibat lebih dari dua orang, tetapi pihaknya tetap dua. 2. Ada persetujuan antara para pihak, mengenai : a. Tujuan b. Prestasi 14
K.R.M.T. Tirtodiningrat, SH, Ikhtisar Hukum Perdata dan Hukum Dagang, PT. Pembangunan, Jakarta, 1987, hal. 92 15 R. Wiryono Projodikoro, Op. Cit, hal. 66 Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
c. Bentuk tertentu lisan/tulisan d. Syarat tertentu yang merupakan isi perjanjian Dalam perjanjian itu sendiri terdapat 3 (unsur), yaitu sebagai berikut : 1. Unsur essensialia Unsur essensialia adalah unsur perjanjian yang selalu harus ada di dalam suatu perjanjian, unsur mutlak, dimana tanpa adanya unsur tersebut, perjanjian tidak mungkin ada. Dengan demikian unsur ini penting untuk terciptanya perjanjian, mutlak harus ada agar perjanjian itu sah sehingga merupakan syarat sahnya perjanjian. 2. Unsur naturalia; Unsur naturalia adalah unsur lazim melekat pada perjanjian, yaitu unsur yang tanpa diperjanjikan secara khusus dalam perjanjian secara diam-diam dengan sendirinya dianggap ada dalam perjanjian karena sudah merupakan bawaan atau melekat pada perjanjian. Dengan demikian, unsur ini oleh undang-undang diatur tetapi oleh para pihak dapat disingkirkan. Jadi sifat unsur ini adalah aanvullendrecht (hukum mengatur). 3. Unsur accidentalia Unsur accidentalia adalah unsur yang harus dimuat atau disebut secara tegas dalam perjanjian. Unsur ini ditambahkan oleh para pihak dalam perjanjian
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
artinya undang –undang tidak mengaturnya. Dengan demikian unsur ini harus secara tegas diperjanjikan para pihak. 16
B. Saat dan Tempat Terjadinya Perjanjian Beli Sewa Sebagaimana diketahui hukum perjanjian dari KUHPerdata menganut asas konsensual, artinya bahwa
hukum perjanjian
dari
KUHPerdata itu
menganut suatu asas bahwa untuk melahirkan perjanjian cukup dengan kata sepakat saja dan perjanjian itu sudah dilahirkan pada saat atau detik tercapainya konsensus. Pada detik itu perjanjian sudah jadi atau mengikat. Artinya jika salah satu
pihak
tidak
dapat melakukan kewajibannya sebagaimana disebutkan
dalam perjanjian itu, maka
pihak lainnya dapat mengadakan penuntutan ke
Pengadilan Negeri dengan alasan hak cidera janji (wanprestasi). Dengan demikian membicarakan tentang saat lahirnya perjanjian, maka tidak terlepas dari asas konsensualisme. Konsensual (konsensualisme) artinya kesepakatan, persesuaian kehendak.Dengankesepakatan dimaksudkan bahwa diantara pihak-pihak yang bersangkutan tercapai suatu persesuaian kehendak. Artinya apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak lainnya. Kedua kehendak itu bertemu dalam sepakat ini dinyatakan oleh
kedua belah
sepakat tersebut. Tercapainya pihak
dengan
mengucapkan
perkataan-perkataan setuju dan lain sebagainya ataupun dengan bersama-sama menaruh tanda tangan di bawah pernyataan-pernyataan tertulis sebagai tanda bukti bahwa mereka kedua belah pihak menyetujui segala apa yang tertera di atas tulisan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu itu adalah juga 16
J. Satrio., Hukum Perjanjian, PT.Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1992, hal.67-72.
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
dikehendaki oleh pihak yang lain atau dengan kata lain bahwa kehendak mereka adalah "sama" sebenarnya tidak tepat. Yang benar adalah bahwa yang mereka kehendaki adalah "sama dalam kebalikannya". Misalnya dalam suatu perjanjian beli sewa yang satu ingin melepaskan hak miliknya atas suatu barang dengan diberi sejumlah uang tertentu sebagai gantinya, sedangkan orang lain ingin memperoleh hak milik atas barang tersebut dan bersedia
memberikan
sejumlah uang yang disebutkan itu sebagai gantinya kepada pemilik barang. Tidak semua perjanjian itu bersifat konsensual. Undang-Undang menetapkan bahwa dengan
sahnya
juga
suatu perjanjian diharuskan atau ditetapkan
suatu formalitas tertentu yang dinamakan perjanjian formil. Hal ini
merupakan suatu pengecualian. Perjanjian
formil misalnya perjanjian
perdamaian (dading) yang menurut Pasal 1851 (2) KUHPerdata perjanjian itu tidaklah sah melainkan jika dibuat secara tetulis atau penghibahan suatu barang harus dibuat dengan akta Notaris. KUHPerdata menentukan empat syarat yang harus ada pada setiap perjanjian, sebab dengan dipenuhinya syarat-syarat inilah suatu perjanjian itu berlaku sah. Adapun keempat syarat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata tersebut adalah : 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian. 3. Suatu hal tertentu. 4. Suatu sebab yang halal. Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
ad.1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. Dengan
kata
sepakat
dimaksudkan
bahwa
kedua
subjek
yang
mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, para pihak setuju atau seia sekata mereka mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu seorang penjual suatu benda
hal
yang sama secara timbal balik, misalnya
untuk mendapatkan uang, sedang
si
pembeli
menginginkan benda itu dari yang menjualnya. Dalam hal ini kedua belah pihak dalam suatu perjanjian
harus
mempunyai kemauan yang bebas untuk mengikatkan diri dan kemauan itu harus dinyatakan. ad.2. Kecakapan untuk membuat perjanjian. Kecakapan di sini orang yang cakap yang dimaksudkan adalah mereka yang telah berumur 21 tahun atau belum berumur 21 tahun tetapi telah pernah kawin. Sedangkan menurut UU Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 pria sudah mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 tahun. Tidak termasuk orang-orang sakit ingatan atau bersifat pemboros yang karena itu oleh Pengadilan
diputuskan berada di bawah
pengampuan
dan seorang
perempuan yang masih bersuami. Mengenai
seorang
perempuan yang
masih
bersuami setelah
dikeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 1963, maka sejak saat itu seorang perempuan yang masih mempunyai suami telah dapat bertindak bebas
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
dalam melakukan perbuatan hukum serta sudah diperbolehkan menghadap di muka Pengadilan tanpa seizin suami. ad.3. Suatu hal tertentu. Suatu hal tertentu maksudnya adalah
sekurang-kurangnya
macam
atau jenis benda dalam perjanjian itu sudah ditentukan, misalnya jual beli beras sebanyak 100 kilogram adalah dimungkinkan asal disebutkan macam atau jenis dan rupanya, sedangkan jual beli beras
100 kilogram tanpa disebutkan
macam atau jenis, warna dan rupanya dapat dibatalkan. ad.4. Suatu sebab yang halal. Dengan syarat ini dimaksudkan adalah tujuan dari perjanjian itu sendiri. Sebab yang tidak halal adalah berlawanan dengan Undang-Undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Dari syarat-syarat sahnya perjanjian tersebut di atas, kedua syarat pertama yaitu sepakat mereka yang mengikatkan diri dan kecakapan untuk membuat perjanjian dinamakan syarat subjektif karena kedua syarat tersebut mengenai subjek perjanjian. Syarat subjektif adalah suatu syarat yang menyangkut pada subjeksubjek perjanjian itu atau dengan perkataan lain, syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh mereka yang membuat perjanjian, hal ini meliputi kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya dan kecakapan pihak yang membuat perjanjian. 17 Apabila syarat subjektif tidak dipenuhi, maka perjanjiannya bukan batal demi hukum tetapi salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan.
17
Ibid, hal.25
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
Syarat ketiga dan syarat keempat yaitu suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal jika tidak dipenuhi, maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Akibat
perjanjian
yang
telah
memenuhi
syarat-syarat
sahnya
perjanjian disebutkan dalam Pasal 1338 KUH. Perdata yang menyebutkan : 1. Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. 2. Persetujuan-persetujuan
itu tidak dapat
sepakat kedua belah pihak atau karena
ditarik kembali selain dengan
alasan-alasan yang oleh undang-
undang dinyatakan cukup untuk itu. 3. Persetujuan-persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Dengan demikian, perjanjian yang dibuat secara sah yaitu memenuhi syarat-syarat Pasal 1320 KUH. Perdata berlaku sebagai Undang-Undang bagi para pihak yang membuat perjanjian. Artinya pihak-pihak harus mentaati isi perjanjian
seperti mereka
perjanjian yang mereka buat Undang.
Perjanjian
perjanjian tersebut
mentaati
Undang-Undang sehingga melanggar
dianggap sama
yang dibuat
dengan
melanggar Undang-
secara sah mengikat pihak-pihak
tidak boleh ditarik kembali
atau
membatalkan
dan harus
memperoleh persetujuan pihak lainnya. C. Dasar Hukum, Subjek dan Objek Perjanjian Beli Sewa Pengaturan
beli sewa di Indonesia belum dituangkan dalam bentuk
undang-undang. Akan tetapi di luar negeri telah dicantumkan di dalam berbagai perundang-undangan.
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
Stb. 1973 Nomor 289 merupakan ketentuan yang mengatur tentang beli sewa rumah. Stb.ini berlaku di negeri Belanda pada tanggal 6 Juli 1973. UndangUndang ini bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada penyewa beli sebuah rumah yang sampai waktu itu belum memperolehnya. Si penyewa beli berdiam di rumah itu, membayar angsuran beli sewa, tetapi ia belum menjadi pemilik rumah itu. Ia sesungguhnya mempunyai hak pada waktunya menjadi pemilik. Oleh karena itu, sebelum undang-undang sementara itu berlaku ia berada dalam keadaan yang menyulitkan. Jika orang yang menyewa jualkan (huurverkoper) tetap menjadi pemilik rumah itu, misalnya menjual rumah atau membebaninya dengan hipotik atau jatuh pailit, maka si penyewa beli secara praktis tidak mempunyai hak untuk bertindak. Titik berat perlindungan bagi si penyewa beli terletak pada pendaftaran akta balik nama atau putusan hakim untuk pengikatan dalam register umum. Jika itu terjadi, maka si penyewa beli dapat menjalankan haknya, walaupun si penyewa menjual rumah itu kepada orang lain atau jatuh pailit. Suatu bentuk perlindungan yang penting untuk si penyewa beli adalah kemungkinan pengambilan tindakan oleh hakim jika persetujuan beli sewa meletakan kewajiban yang berat yang tidak menurut imbangan yang tepat kepada si penyewa beli. Di Indonesia yang menjadi landasan hukum perjanjian beli sewa adalah sebagai berikut : 1. Yurisprudensi MA tanggal 16 Desember 1957 dalam perkara NV. Handelsmaatchappij L. Auto (penggugat) melawan Yordan (tergugat)
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
2. Keputusan Menteri Perdangan dan Koperasi Nomor 34/KP/II/80 tentang perizinan Sewa Beli (Hire Purchase, jual beli dengan angsuran, dan sewa (Renting). Aturan itulah yang menjadi dasar hukum hakim dalam memutuskan perkara yang muncul dalam pelaksanaan beli sewa di Indonesia. Subjek dalam perjanjian beli sewa Menurut Mariam Darus Badrulzaman adalah : 1. Para pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri. 2. Para ahli waris mereka dan mereka yang mendapat hak dari padanya. 3. Pihak ketiga. 18 Seperti diketahui bahwa perjanjian itu adalah merupakan perbuatan hukum yang melahirkan hubungan hukum yang terletak di dalam lapangan hukum harta kekayaan diantara dua orang atau lebih yang menyebabkan pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain mempunyai kewajiban untuk melakukan atau memberi sesuatu. Atau dengan kata lain pihak yang mempunyai hak disebut kreditur sedangkan pihak yang mempunyai kewajiban disebut debitur. Jadi jelaslah bahwa yang menjadi subjek perjanjian adalah kreditur dan debitur. Perjanjian itu tidak hanya harus antara seorang debitur dengan seorang kreditur saja, tetapi beberapa orang kreditur berhadapan dengan seorang debitur atau sebaliknya. Juga jika pada mulanya kreditur terdiri dari beberapa orang kemudian yang tinggal hanya seorang kreditur saja berhadapan dengan seorang debitur juga tidak menghalangi perjanjian itu. 19
18
Mariam Darus Badrulzaman., KUH.Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasannya, Alumni,Bandung, 1993, hal.41. 19 Djanius Djamin dan Syamsul Arifin., Op.Cit, hal.153.
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
Seorang debitur harus selamanya diketahui atau dikenal, karena ini penting untuk menuntut pemenuhan prestasi seorang debitur tidak diketahui atau dikenal tentunya tidak dapat dilakukan penagihan terhadap orang tersebut. Adapun objek dari perjanjian itu adalah merupakan kebalikan dari pada subjek perjanjian itu sendiri. Seperti diketahui bahwa subjek perjanjian itu adalah seorang manusia atau badan hukum yang bertindak aktif atau antara debitur yang berkewajiban memenuhi prestasi dengan kreditur yang mempunyai hak atas prestasi yang telah diperjanjikan. Objek
dari perjanjian itu
adalah
prestasi. Prestasi yang dimaksud
adalah sesuai dengan Pasal 1234 KUH. Perdata. 1. Memberi sesuatu 2. Berbuat sesuatu 3. Tidak berbuat sesuatu. Maksud dari memberi sesuatu itu adalah merupakan kewajiban untuk memberikan barang, misalnya dalam hal jual beli. Tetapi dalam hal untuk memberi sesuatu ini bukanlah diharuskan hanya benda berbentuk barang saja melainkan juga jenis dan jumlah benda tertentu yang di dalamnya termasuk hal memberi dan menikmati atas sesuatu barang. D. Perjanjian Dalam Sistem Eropa Kontinental dan Anglosaxon Konstruksi hukum tentang beli sewa dalam sistem Eropa Kontinental dan Anglosaxon terdapat perbedaan yang paling mendasar. Menurut
Salim HS
perbedaan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Sistem Eropa Kontinental menunjukan bahwa beli sewa adalah perjanjian sewa menyewa. Dalam sistem hukum Eropa Kontinental tidak pernah mengkonstruksikan beli sewa sebagai perjanjian jual beli sehingga hak milik tetap pada penjual. Perjanjian beli sewa Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
dikonstruksikan sebagai perjanjian sewa menyewa dengan opsi untuk membeli pada akhir sewa. Oleh karena itu konsekuensinya bahwa harga sewa tidak sama dengan harga jual objek perjanjian ditambah bunga. Dengan demikian apabila penyewa mempergunakan hak opsinya maka harga barang setelah pembayaran terakhir akan mencapai jumlah yang lebih besar dari pembayaran sewa periodik. 2. Sistem Anglosaxon, beli sewa dikonstruksikan sebagai perjanjian jual beli, dimana uang angsuran dianggap sebagai angsuran atas harga jual dan pada akhir pembayaran hak milik langsung beralih ke tangan pembeli tanpa adanya perbuatan hukum tertentu. 20 Apabila dikaji konstruksi beli sewa pada sistem hukum Eropa Kontinental, maka beli sewa disamakan dengan leasing sebagaimana yang dikenal di Amerika Serikat, karena adanya hak opsi. Para pembeli sewa dianggap sebagai penyewa barang bukan sebagai pembeli. Pandangan masyarakat dan hakim tentang perjanjian beli sewa adalah sebagai berikut : 1. Pandangan masyarakat tentang beli sewa Ada dua pandangan masyarakat tentang beli sewa yaitu : a. Beli sewa sebagai perjanjian sewa menyewa sehingga hak milik tetap kredit b. Beli sewa sebagai jual beli. 21 Alasan pandangan pertama adalah apabila pembeli wanprestasi uang yang sudah dibayarkan dianggap sebagai uang sewa atau pengganti kerugian pemakaian barang yang disewa, sehingga pembayaran tersebut harus diperhitungkan. Sedangkan alasan pandangan kedua bahwa beli sewa sebagai
20
Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hal.130. 21 Ibid., hal.130 Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
perjanjian jual beli, karena apabila pembeli sewa wanprestasi uang angsuran yang dibayarkan diperhitungkan. 2. Pandangan hakim Pandangan awalnya, pandangan atau sikap hakim terhadap beli sewa adalah sebagai perjanjian sewa menyewa. Namun kemudian putusan-putusan pengadilan cenderung menganggap beli sewa sebagai perjanjian jual beli yang peralihan hak miliknya ditunda sampai pembayaran terakhir dari seluruh harga dipenuhi. E. Bentuk-Bentuk dan Klausula-Klausula Perjanjian Beli Sewa Di dalam Stb. 1974 Nomor 85 yang mulai berlaku sejak tanggal 13 Maret 1974 telah ditentukan bentuk perjanjian beli sewa. Di dalam ketentuan tersebut dinyatakan bahwa beli sewa harus diadakan dengan akta autentik, artinya suatu akta dari notaris atau dari orang yang berwenang membuat akta dibawah tangan untuk penyerahan benda yang tidak bergerak yaitu zaakwarnemer administrateur (administratur pengurus perkara orang lain). Jika ini tidak terjadi maka si penyewa beli dapat memohon kepada hakim membatalkan persetujuan itu. Begitu juga dalam praktek di Indonesia, bentuk perjanjiannya dibuat dalam bentuk tertulis. Perjanjian tertulis dibuat dalam bentuk dibawah tangan. Artinya perjanjian itu hanya ditandantangani oleh para pihak perjanjian beli sewa ini : 1. Dibuat secara sepihak oleh penjual sewa 2. Yang menentukan segala isi perjanjian tersebut adalah penjual sewa
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
3. Pembeli sewa diminta untuk membaca dan menandatangani perjanjian tersebut. Pihak pembeli tidak ada keberanian untuk mengubah isi dan persyaratan yang ditentukan oleh pihak pembeli sewa, karena pembeli sewa berada pada pihak yang lemah dari aspek ekonomi. Mereka tidak mempunyai uang kontan untuk membayarnya. Isi dan persyaratan kontrak baru dipersoalkan oleh pembeli sewa pada saat ia tidak mampu membayar angsuran, bunga dan denda. Berikut ini subtansi kontrak yang tercantum dalam kontrak beli sewa yang dibuat antara penjual sewa dengan pembeli sewa yaitu sebagai berikut : 1. Identitas subjek hukum Yang menjadi subjek dalam perjanjian beli sewa ini adalah pihak penjual sewa dan pembeli sewa. 2. Status objek beli sewa Objek beli sewa ini masih dimiliki oleh penjual beli. Status barang itu baru beralih setelah pelunasan terakhir oleh pembeli sewa. 3. Levering barang Barang yang diserahkan oleh penjual sewa dalam kondisi baik, dan risiko tentang musnahnya barang berada pada pembeli sewa 4. Sistem pembayaran Sistem pembayaran dilakukan secara angsuran, namun pihak penjual sewa menetapkan adanya uang muka. 5. Denda dan penagihan
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
Denda
ini baru dibebankan kepada pembeli sewa apabila terjadi
keterlambatan dalam pembayaran angsuran dan dendanya ditetapkan 0,5% per hari dari besarnya angsuran, serta biaya tagihan sebesar Rp.500 (lima ratus rupiah) 6. Tanggung jawab dan larangan bagi pembeli sewa Di dalam ketentuan ini ditentukan tentang tanggung jawab dan larangan bagi pembeli sewa. Tanggung jawab pembeli sewa adalah : a. Pemeliharaan dan keutuhan kondisi barang yang belum dilunasi b. Menanggung yang timbul karena pemakaian barang, seperti pajak, servis, penggantian suku cadang, dan lain-laian c. Biaya kerusakan dan kehilangan barang. Bagi pembeli sewa dilarang untuk menjual, menggadaikan, memindah alamatkan atau perbuatanperbuatan lain yang bertujuan untuk memindah tangankan pemilikan barang-barang milik penjual sewa. 7. Pembatalan perjanjian Pembatalan perjanjian ini ditentukan secara sepihak oleh pihak penjual sewa. Apabila pembeli sewa lalai, maka pembeli sewa dikatakan wanprestasi tanpa adanya teguran. 8. Penutup Di dalam bagian penutup ini ditentukan bahwa kedua belah pihak telah menyetujui isi kontrak sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata. Jika diperhatikan subtansi isi kontrak di atas, jelaslah bahwa substansi kontrak tersebut sangat merugikan pihak pembeli sewa, karena setiap pembeli
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
sewa tidak membayar angsuran, maka sejak saat itu pembeli sewa dikatakan wanprestasi. Padahal dalam teori hukum, apabila debitur lalai membayar angsuran harus diberikan somasi kepada pembeli sewa sebanyak tiga kali berturut-turut. Jika teguran itu tidak diindahkan, maka pembeli sewa baru dikatakan wanprestasi.
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG HUKUM BENDA, HAK MILIK BENDA DAN WANPRESTASI TERHADAP PERJANJIAN
A. Benda Pada Umumnya dan Hak-Hak Kebendaan Hukum adalah rangkaian peraturan-peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota suatu masyarakat. Salah satu tujuan Hukum, ialah mengadakan tata tertib dalam pergaulan hidup para anggota masyarakat. Sudah semestinya mereka masing-masing dalam hidupnya sehari-hari mengejar suatu kenikmatan, yang sesuai dengan segenap keinginan mereka. Keinginan ini tentunya sangat bermacam-macam. Wujud, corak dan sifatnya. Dalam usaha untuk memenuhi berbagai keinginan ini, para anggota masyarakat adakalanya sering berjumpa. Kalau dalam perjumpaan ini, mereka dapat saling menghindari satu sama lain secara berjalan bersimpang siur belaka, maka mereka masing-masing dapat berjalan terus, dengan tidak perlu menghiraukan salah tingkah tetangganya. Tetapi, seluas bagaimanapun dunia ini, adalah merupakan kejadian seharihari, bahwa dalam pergaulan hidup manusia sebagai sesama mahluk, terjadi pergesekan antara berbagai kepentingan mereka. Syukur, apabila pergesekan ini, jika dinsyafi tepat pada waktunya, masih dapat dihentikan secara sukarela oleh kedua belah pihak. Kalau penghentian pergesekan ini tidak dapat tercapai, maka soalnya akan meningkat keatas pada suatu bentrokan kepentingan, yang hanya dapat diselesaikan dengan memaksa salah satu pihak untuk mengalah dan mempersilahkan pihak lain memenuhi kepentingannya sepenuhnya atau sebagian.
43
44
Untuk dapat mengadakan suatu paksaan ini, perlu ada peraturan tata tertib, yang mengatur berbagai hubungan antara kedua belah pihak dan harus ditaati oleh segenap anggota masyarakat. Sistem pengaturan benda merupakan sistem tertutup artinya orang tidak dapat mengadakan hak-hak kebendaan baru selain yang sudah diterapkan undang-undang. Hal ini berlawanan dengan sistem perutangan karena perutangan merupakan sistem yang terbuka artinya orang dapat mengadakan perjanjian apapun juga (verbintennis) baik yang sudah ada pengaturannya maupun yang belum ada pengaturannya menganut asas kebebasan berkontrak. Adapun pengertian benda dalam arti sempit adalah barang berwujud yang dapat dianggap oleh panca indera yang dalam pengertian luas termasuk barang yang tidak berwujud. Jadi pengertian benda secara yuridis ialah segala sesuatu yang menjadi objek eigendom (hak milik), pasal 499 KUH Perdata. 22 Menurut R. Wirjono Prodjodikoro menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan benda (zaak) segala sesuatu yang dapat dihaki oleh orang. 23 Menurut hukum perdata barat bagaimana yang diatur dalam KUH Perdata, benda dapat dibedakan atas : 1. Benda berwujud (he ha welijk) dan benda yang tidak berwujud (on he he welijk). 2. Benda yang bergerak dan benda yang tidak bergerak. 3. Benda yang dapat dipakai habis (verbruik baar) dan benda yang tidak dipakai habis (on verbruik baar). 4. Benda yang sudah ada (togenwooedige zaaken) dan benda yang masih akan ada (teonhomstige zaaken). Benda-benda yang akan ada dibedakan antara yang absolut dan relatif. Benda yang absolut yaitu benda yang pada suatu saat sama sekali belum ada misalnya panen 22
R. Wirjono Prodjodikoro.,Hukum Perdata Tentang Hak Atas Benda, PT. Intermasa, Jakarta, 2004, hal.2. 23 Ibid., hal.3. Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
45
yang akan datang. Benda yang relatif yaitu benda yang pada suatu saat sudah ada tetapi bagi orang-orang tertentu belum ada. 5. Benda yang dalam perdagangan (zaaken in handel) dan benda yang diluar perdagangan (zaaken buiten de handel). 6. Benda yang dapat dibagi dan benda yang tidak dapat dibagi. 24 Dari pembagian di atas yang paling penting adalah pembagian benda bergerak dan benda tidak bergerak sebab pembagian ini mempunyai akibat yang sangat penting dalam hukum. Suatu benda dapat tergolong dalam benda yang tidak bergerak (onroerend) karena sifatnya, tujuan pemakaian, memang demikian ditentukan undang-undang. Adapun benda yang tidak bergerak karena sifatnya adalah tanah, termasuk segala sesuatu yang secara langsung atau tidak langsung karena bencana alam atau perbuatan manusia yang hubungannya erat menjadi satu dengan tanah. Benda yang tidak bergerak tujuan pemakaiannya adalah segala apa meskipun tidak sungguh digabungkan dengan tanah atau bangunan untuk mengikuti tanah untuk waktu yang agak lama. Selanjutnya benda yang tidak bergerak karena memang ditentukan oleh undang-undang adalah segala hak penagihan mengenai suatu benda yang tak bergerak, misalnya hak opstal, hak erfacht dan hak pengalihan untuk pengembangan atau penyerahan benda yang tidak bergerak. Benda dapat tergolong benda bergerak karena sifatnya, ditentukan oleh undang-undang. Benda bergerak karena sifatnya adalah benda yang tidak bergabung dengan tanah, misalnya perabot rumah. Benda bergerak karena 24
Ibid., hal.5
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
46
ditetapkan undang-undang adalah penagihan mengenai sejumlah uang dari benda yang bergerak, misalnya surat sero perdagangan, surat obligasi negara. “Selanjutnya dalam auteuswet da octrooiwet ditetapkan bahwa hak atas suatu karangan tulisan (aureurechto) dan hak suatu pendapatan suatu ilmu pengetahuan (octrooiretcht) adalah benda yang bergerak”. Dalam memperoleh hak kebendaan ada beberapa carta yaitu : 1. Dengan pengakuan Benda yang tidak ada pemiliknya (res nullius) kemudian didapat dan diakui oleh orang yang mendapatkannya ini sebagai pemiliknya, misalnya menangkap ikan di sungai, laut dan berburu di hutan bebas. 2. Dengan penemuan Benda milik orang lain yang lepas dari penguasaannya, misalnya karena jatuh di jalan, karena bencana alam, kemudian ditemukan seseorang sedangkan dia tidak tau siapa pemiliknya. Penemu benda tersebut dianggap sebagai pemilik karena menguasai benda itu (Pasal 1977 ayat 1 KUH Perdata). Dia mempunyai bezit atas benda itu, bezit sama dengan eigendom. 3. Dengan penyerahan Hak kebendaan diperoleh dengan cara penyerahan berdasarkan alas hak (rechtstitel) tertentu, misalnya jual beli, sewa menyewa, hibah, warisan. Dengan penyerahan hak kebendaan atas benda berpindah kepada yang memperoleh hak.
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
47
4. Dengan daluarsa Hak kebendaan diperoleh dengan cara daluarsa (lampau waktu). Daluarsa benda bergerak dan tidak bergerak tidak sama. Bagi siapa yang menguasai benda bergerak misalnya dengan cara menemukan di jalan, hak milik diperoleh setelah lampau waktu tiga tahun sejak ia menguasai benda bergerak itu (Pasal 1977 ayat 2 KUH Perdata). Untuk benda tidak bergerak daluarsanya adalah dalam hal alas hak 20 tahun dan dalam hal tidak ada alas hak 30 tahun (Pasal 1967 KUH Perdata). 5. Dengan pewarisan Hak kebendaan diperoleh berdasarkan pewarisan menurut hukum waris yang berlaku 6. Dengan penciptaan Orang yang menciptakan benda baru memperoleh hak milik atas benda ciptaannya itu. 7. Dengan ikutan (turunan) Orang yang membeli seekor sapi bunting kemudian sapi itu melahirkan anak maka secara otomatis pemilik sapi tersebut mempunyai hak milik atas anak sapi yang baru lahir. Dari beberapa cara memperoleh hak kebendaan seperti yang diuraikan di atas, penulis hanya memfokuskan pembahasan kepada “memperoleh hak kebendaan dengan penyerahan” berdasarkan suatu peristiwa perdata yaitu perjanjian beli sewa. Beli sewa tidak lain adalah persesuaian kehendak antara penjual dan pembeli mengenai barang dan harga. Barang dan hargalah yang
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
48
menjadi esensial perjanjian beli sewa, tanpa ada barang yang hendak dijual sewa mungkin terjadi beli sewa, sebaliknya bila barang objek beli sewa tidak dibayar dengan suatu harga, beli sewa dianggap tidak ada. Bahwa apa yang harus diserahkan dalam perjanjian beli sewa adalah suatu yang berwujud benda atau barang (zaak). Bertitik tolak dari pengertian benda dan barang adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan objek “harta benda” atau harta kekayaan. Jadi yang dapat dijadikan objek jual beli adalah segala sesuatu yang dapat bernilai harta kekayaan (vermogen). Termasuk didalamnya perusahaan dagang, porsi warisan dan sebagainya. Bukan hanya benda yang dapat dilihat wujudnya tapi semua benda yang dapat menilai harta kekayaan baik nyata maupun tidak berwujud. Hal ini sesuai dengan Pasal 1332 KUH Perdata yaitu hanya barang-barang bisa diperniagakan saja yang boleh dijadikan objek persetujuan. B. Hak Milik (Eigendom) Ditinjau Dari KUHPerdata Menurut Pasal 570 KUH Perdata disebutkan bahwa hak milik adalah hak untuk menikmati suatu benda dengan sepenuhnya dan untuk menguasai benda itu dengan sebebas-bebasnya asal tidak dipergunakan bertentangan dengan undangundang atau peraturan umum yang diadakan oleh kekuasaan yang mempunyai wewenang untuk itu dan asal tidak menimbulkan gangguan terhadap hak-hak orang lain, kesemuanya itu dengan tak mengurangi kemungkinan adanya pencabutan hak itu untuk kepentingan umum, dengan pembayaran pengganti kerugian yang layak dan menurut ketentuan Undang-Undang.
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
49
Bedasarkan Pasal 570 KUH Perdata dapat diketahui bahwa hak milik adalah hak yang paling utama jika dibandingkan dengan hak-hak kebendaan yang lain. Karena yang berhak itu dapat menikmatinya dengan sepenuhnya dan menguasainya dengan sebebas-bebasnya. Pengertian dapat menguasai benda itu dengan sebebas-bebasnya itu dapat diartikan dalam dua arti yaitu : 1. Dalam arti dapat memperlainkan (vervreen den), membebani, menyewakan dan lain-lain. Yaitu pokoknya dapat melakukan perbuatan hukum terhadap sesuatu zaak (benda). 2. Dalam arti dapat memetik buahnya, memakainya, merusak, memelihara dan lain-lain, yaitu pokoknya dapat melakukan perbuatan-perbuatan yang materil. 25 Hak milik itu merupakan ‘droit inviolable et sacre’ yaitu yang tidak dapat diganggu gugat. Hal ini hanya tertuju pada orang lain yang bukan eigenaar tetapi juga tertuju pada pembentuk undang-undang ataupun penguasa, mereka itu tidak boleh sewenang-wenang membatasi hak milik melainkan harus ada batasannya, harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Dengan demikian menurut Pasal 570 KUH Perdata si pemilik diberikan kekuasaan atau wewenang dengan seluas-luasnya untuk dapat menikmati kegunaan dari suatu kebendaan tersebut. Kekuasaan si pemilik untuk dapat menikmati sesuatu kebendaan berbuat terhadap benda itu dengan kedaulatan sepenuhnya, memberikan suatu gambaran bahwa kekuasaan si pemilik tersebut adalah mutlak atau tidak dapat diganggu gugat.
25
Sri Soedewi Maschoen Sofwan., Hukum Perdata, Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta, 1995, hal.42. Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
50
C. Wanprestasi, Risiko dan Keadaan Memaksa Dalam Suatu Perjanjian Menurut pendapat M. Yahya Harahap bahwa yang dimaksud dengan wanprestsi adalah : “Pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya”. 26 Kata “Tidak tepat pada waktunya dan kata tidak layak” apabila dihubungkan dengan kewajiban merupakan perbuatan melanggar hukum. Pihak debitur sebagian atau secara keseluruhannya tidak menepati ataupun berbuat sesuatu yang tidak sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati bersama. Dalam keadaan normal perjanjian dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya tanpa ganguan ataupun halangan. Tetapi pada waktu yang tertentu, yang tidak dapat diduga oleh para pihak, muncul halangan, sehingga pelaksanaan perjanjian tidak dapat dilaksanakan dengan baik, faktor penyebab terjadinya wanprestasi oleh Abdulkadir Muhammad diklasifikasikan menjadi dua faktor yaitu : a. Faktor dari luar dan b. Faktor dari dalam diri para pihak Faktor dari luar menurut Abdulkadir Muhammad adalah “peristiwa yang tidak diharapkan terjadi dan tidak dapat diduga akan terjadi ketika perjanjian dibuat”. 27 Sedangkan faktor dari dalam diri manusia/para pihak merupakan kesalahan yang timbul dari diri para pihak, baik kesalahan tersebut yang dilakukan dengan sengaja atau pun karena kelalaian pihak itu sendiri, dan para
26
M. Yahya Harahap, Op.Cit, hal. 60 Abdulkadir Muhammad, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, Citra Aditya Bakti, 1992, hal. 12 27
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
51
pihak itu sendiri, dan pera pihak sebelumnya telah mengetahui akibat yang timbul dri perbuatannya tersebut. Hal kelalaian atau wanprestasi pada pihak dalam perjanjian ini harus dinyatakan terlebih dahulu secara resmi yaitu dengan memperingatkan kepada pihak yang lalai, bahwa pihak kreditur menghendaki pemenuhan prestasi oleh pihak debitur. Menurut undang-undang peringatan tersebut harus dinyatakan tertulis, namun sekarang sudah dilazimkan bahwa peringatan itu pula dapat dilakukan secara lisan asalkan cukup tegas menyatakan desakan agar segera memenuhi prestasinya terhadap perjanjian mereka perbuat. Peringatan tersebut dapat dinyatakan pernyataan lalai yang diberikan oleh pihak kreditur kepada pihak debitur. Pernyataan lalai oleh J. Satrio, memperinci pernyataan lalai tersebut dalam beberapa bentuk pernyataan lalai tersebut dalam beberapa bentuk pernyataan lalai yaitu : 1. Berbentuk surat perintah atau akta lain yang sejenis. 2. Berdasarkan kekuatan perjanjian itu sendiri. Apabila dalam surat perjanjian telah ditetapkan ketentuan : debitur dianggap bersalah jika satu kali saja dia melewati batas waktu yang diperjanjikan. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong debitur untuk tepat waktu dalam melaksanakan kewajiban dan sekaligus juga menghindari proses dan prosedur atas adanya wanprestasi dalam jangka waktu yang panjang. Dengan adanya penegasan seperti ini dalam perjanjian, tanpa tegoran kelalaian dengan sendirinya pihak debitur sudah dapat dinyatakan lalai, bila ia tidak menempati waktu dan pelaksanaan prestasi sebagaimana mestinya. 3. Jika tegoran kelalaian sudah dilakukan barulah menyusul peringatan (aanmaning) dan bisasa juga disebut dengan Sommasi. Dalam sommasi inilah pihak kreditur menyatakan segala haknya atas penuntutan prestasi kepada pihak debitur. 28
28
J. Satrio., Op.Cit, hal.41.
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
52
Jadi dengan adanya pernyataan lalai yang diberikan oleh pihak kreditur kepada pihak debitur, maka menyebabkan pihak debitur dalam keadaan wanprestasi, bila ia tidak mengindahkan pernyataan lalai tersebut. Pernyatan lalai sangat diperlukan karena akibat wanprestasi tersebut adalah sangat besar baik bagi kepentingan pihak kreditur maupun pihak debitur. Dalam perjanjian biasanya telah ditentukan di dalam isi perjanjian itu sendiri, hak dan kewajiban para pihak serta sanksi yang ditetapkan apabila pihak debitur tidak menepati waktu atau pelaksanaan perjanjian. Wanprestasi seorang debitur dapat berupa empat macam kategori yaitu : 1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya. 2. Melaksanakan apa yang diperjanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan. 3. Melakukan apa yang diperjanjikan akan tetapi terlambat. 4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh untuk dilakukan. 29 Debitur yang oleh pihak kreditur dituduh lalai, dapat mengajukan pembelaan diri atas tuduhan tersebut. Adapun pembelaan debitur yang dituduh dapat didasarkan atas tiga alasan yaitu : 1. Mengajukan tuntutan adanya keadaan yang memaksa 2. Mengajukan bahwa si kreditur sendiri juga wanprestasi 3. Mengajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi. 30
29 30
R. Subekti, Aneka Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 1992, hal. 45 R.Wirjono Prodjodikoro., Op.Cit, Sumur, Bandung, 1995, hal.52.
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
53
Diantara kedua pihak atas perjanjian tersebut di atas telah menyetujui tanpa dibantah oleh masing-masing pihak. Tetapi karena terjadinya suatu kerusakan atau ketidak sesuaian terhadap objek perjanjian sewa menyewa, maka timbullah yang dinamakan resiko (kerugian yang diderita). Misalnya penyewa melakukan perombakan gedung yang disewa tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada pihak yang menyewakan. “Resiko berarti kewajiban untuk memenuhi kerugian jika ada suatu kejadian diluar kesalahannya salah satu pihak yang menimpa kepada benda yang dimaksud dalam perjanjian”. 31 Selanjutnya resiko menurut R. Wirjono Prodjodikoro yaitu : “dalam hal lain-lain hanya ada satu sanksi yaitu membedakan pada pihak berwajib suatu kewajiban untuk mengganti kerugian yang diderita oleh pihak yang berhak”. 32 Jika salah satu pihak tidak dapat melaksanakan kewajiban sebagaimana ditentukan atau ditetapkan dalam perjanjian atau tidak melakukan prestasi sesuai dengan yang diperjanjikan sehingga kepadanya diwajibkan untuk memberikan ganti rugi. Akan tetapi salah satu pengecualian hukuman terhadap tindakan yang dilakukan untuk memberikan ganti rugi adalah apabila terjadi suatu keadaan memaksa (force majeur). Keadaan memaksa atau force majeur adalah suatu keadaan di dalam hukum perdata yang dapat menyebabkan bahwa suatu hak atau suatu kewajiban dalam suatu perjanjian tidak dapat dilaksanakan. Dalam perjanjian sewa menyewa disebutkan bahwa apabila waktu pelaksanaan perjanjian terjadi hal-hal yang di luar dugaan atau di luar perkiraan para pihak yang diklasifikasikan sebagai force majeur, seperti banjir, hujan terus menerus sampai satu hari penuh, huru-hara, gempa bumi dan bencana alam 31 32
R. Subekti., Op.Cit, hal. 120 R. Wirjono Prodjodikoro., Op.Cit, hal. 31.
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
54
lainnya dan atas kebijaksanaan moneter pemerintah, yang mengakibatkan kerugian salah satu pihak, maka para pihak dapat mengajukan atau meminta pertimbangan kepada pihak lainnya untuk mendapat ganti rugi yang layak atau. Dengan demikian pembelaan terhadap perbuatan yang dapat menggugurkan tuntutan ganti rugi ini antara lain adalah karena terjadinya force majeur atau keadaan memaksa. Dengan keadaan memaksa ini maka para pihak terpaksa tidak dapat melaksanakan prestasi yang diperjanjikannya karena suatu keadaan yang tidak dapat dihindarkannya dan memaksanya untuk itu. Dalam keadaan memaksa ini para pihak tidak dapat dipersalahkan, karena keadaan ini timbulnya di luar kemampuan pihak salah satu pihak. Jadi jelaslah bahwa keadaan memaksa (force majeur) itu adalah suatu keadaan tidak dapat dipenuhinya prestasi karena terjadi suatu peristiwa bukan karena kesalahannya, sebab peristiwa tersebut tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga akan terjadi pada waktu membuat perjanjian. Unsur-unsur yang terdapat dalam keadaan memaksa (force majeur) dalam perjanjian sewa menyewa adalah : 1. Tidak dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang membinasakan atau memusnahkan benda yang menjadi objek perikatan. 2. Tidak dapat dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang menghalangi perbuatan untuk berprestasi. Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
55
3. Peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga akan terjadi pada waktu membuat perjanjian baik oleh penjual maupun oleh pembeli, jadi bukan kesalahan pihak-pihak.
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
56
BAB IV ASPEK HUKUM PERALIHAN HAK MILIK OBJEK SEWA BELI ATAS BENDA BERGERAK A. Saat Terjadinya Peralihan Hak Milik Dalam Perjanjian Beli Sewa Salah satu cara untuk memperoleh hak milik menurut KUH Perdata adalah dengan cara penyerahan (levering). Hal ini dapat kita lihat dalam Pasal 548 KUH Perdata yang berbunyi : Hak milik atas suatu kebendaan tidak dapat diperolah dengan cara lain, baik yang menurut Undang-Undang, maupun menurut surat wasiat, dan karena penunjukkan dan penyerahan berdasarkan atas suatu peristiwa oleh seorang yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan itu. Yang dimaksud dengan penyerahan atau levering adalah “Penyerahan suatu benda oleh pemilik atau atas namanya kepada orang lain sehingga orang lain ini memperoleh hak milik atas benda itu”. 33 Penyerahan atau levering ini merupakan salah satu cara untuk memperoleh hak milik paling lama yang paling penting dan sering terjadi di dalam masyarakat. Penyerahan ini merupakan lembaga hukum yang dikenal khusus dalam sistem KUH Perdata Indonesia. Dalam sistem Hukum Perdata lainnya misalnya : Prancis tidak mengenal lembaga penyerahan hukum ini, jadi dalam hal jual beli misalnya, disana (Prancis) dengan dicapainya kata sepakat diantara para pihak yang mengadakan perjanjian, maka hak milik sudah beralih. Sedangkan menurut hukum KUH Perdata Indonesia, dalam perjanjian harus diikuti dengan penyerahan supaya terjadi pemindahan. 33
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op.Cit, hal. 67
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
57
Tercapainya kata sepakat diantara kedua belah pihak dalam perjanjian jual beli belum berakibatkan pemindahannya hak milik atas barang atau barang tersebut akan berpindah kepada pihak pembeli setelah adanya penyerahan barang tersebut. Di dalam perjanjian beli sewa juga ditemukan secara nyata (feitelijke levering) dan penyerahan menurut hukum (Juridis levering). Akan tetapi dalam perjanjian beli sewa terjadi pengecualian penyerahan secara nyata dan penyerahan menurut hukum tidak jatuh secara bersamaan atau terpisah. Penyarahan secara nyata di dalam perjanjian beli sewa tidak mengakibatkan terjadinya pemindahan hak milik atas benda tersebut. Pemindahan ataupun pengalihan hak milik pada perjanjian beli sewa terjadi setelah angsuran berakhir dilunasi oleh pembeli sewa. Penyerahan yang dilakukan oleh penjual sewa pada saat perjanjian ditutup adalah penyarahan hak pakai atau hak menikmati. Selama angsuran belum dilunasi oleh pembeli sewa, maka pihak pembeli sewa menjadi penyewa dahulu dari benda atau barang yang menjadi objek beli sewa tersebut. Uang sewa yang dibayar oleh pihak pembeli sewa kepada penjual sewa pada hakekatnya adalah angsuran atas harga barang yang dibeli sewa tersebut. Jadi di dalam perjanjian beli sewa selama angsuran belum dilunasi oleh pihak pembeli sewa, maka hak milik belum dapat diserahkan oleh pihak penjual sewa kepada pihak pembeli sewa. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keselamatan yang dibeli sewakan tersebut, oleh karena pada saat sampai kata sepakat diantara kedua belah pihak, maka barang dibeli sewakan tersebut sudah berada atau diserahkan oleh pihak penjual sewa. Dengan demikian penyerahan
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
58
secara nyata (feitelijk levering) dalam persetujuan atau peralihan pemanfaatan dari barang yang dibeli sewakan tersebut. Jadi bukan peralihan hak milik atas benda atau barang tersebut. Oleh karena itu di dalam perjanjian beli sewa pembayaran terakhir adalah merupakan hal yang sangat penting bagi pihak pembeli sewa, oleh karena pembayaran secara juridis sebagai peralihan hak milik dari pihak penjual sewa kepada pembeli sewa baru dapat dilakukan apabila seluruh harga benda atau barang telah lunas dibayar oleh pembeli sewa. Sudah merupakan suatu kebiasaan dalam perjanjian beli sewa, bersamaan dengan lunasnya angsuran terkahir tersebut diserahkan oleh pihak penjual sewa kepada pembeli sewa disertai dengan selembar kwintasi tanda lunasnya seluruh harga barang tersebut. Dari uraian yang telah disebutkan di atas, maka jelaslah bahwa peralihan hak milik (penyerahan) dalam perjanjian beli sewa baru dapat beralih atau sudah diserahkannya oleh pihak penjual sewa kepada pembeli sewa, setelah pihak pembeli sewa melunasi seluruh angsuran atau cicilannya seharga benda atau barang melalui angsuran yang harus dibayarnya setiap bulan dan pihak penjual sewa telah menyerahkan semua surat-surat yang berhubungan dengan barang serta melampirkan selembar tanda kwintasi tanda lunasnya seluruh harga barang tersebut. Sebaliknya apabila harga barang belum dilunasi oleh pihak pembeli sewa, maka hak milik atas barang tersebut tetap berada ditangan penjual sewa. Oleh karena itu selama berlangsung perjanjian beli sewa, maka pembeli sewa tidak
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
59
boleh menjual atau memindahtangankan barang tersebut dalam bentuk apapun kepada orang lain atau pihak ketiga tanpa persetujuan pihak penjual sewa. Hal ini disebabkan status pembeli sewa selama berlansungnya perjanjian beli sewa adalah sebagai penyewa dari barang tersebut. Apabila pembeli sewa menjual atau memindahtangankan barang yang disewabelikan tersebut selama berlangsungnya perjanjian beli sewa, maka pembeli sewa dapat dikenakan sanksi pidana seperti yang diatur dalam Pasal 372 KUH Pidana. Sanksi pidana yang dikenakan terhadap pembeli sewa tersebut adalah untuk melindungi kepentingan penjual sewa. Oleh karena saat perjanjian ditutup atau tercapainya kata sepakat antara pihak penjual dengan pihak pembeli, barang yang menjadi objek beli sewa tersebut sudah berada atau diserahkan dalam kekuasan pembeli sewa. B. Tindakan Penjual Sewa Terhadap Pembeli Sewa Yang Angsurannya Macet Perjanjian beli sewa sebagai suatu perjanjian yang mengandung risiko yang memerlukan penanganan yang baik. Untuk mendapatkan hasil yang baik dibutuhkan kesadaran dan rasa tanggung jawab dari masing-masing pihak baik dari pihak penjual maupun dari pihak yang pembeli. Suatu perjanjian pada kenyataannya tidak selalu dibuat secara tertulis, tetapi ada juga secara lisan. Hal ini merupakan salah satu dari asas kebebasan berkontrak. Namun karena perkembangan kesadaran hukum yang meningkat pesat telah mendorong para pihak untuk membuat dalam suatu akta autentik.
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
60
Menurut hasil wawancara penulis dengan Erwin Ariansyah Lubis, Deputy Manager Operation (DMO) pada PT.OTTO MultiArtha Medan menyebutkan bahwa “perjanjian sewa beli yang dilakukan antara PT.OTTO MultiArtha Medan dengan pembeli (konsumen) diadakan secara tertulis yang berbentuk standar kontrak dan di dalamnya berisi hak dan kewajiban kedua belah pihak”. 34 “Bentuk perjanjian yang dilakukan PT.OTTO MultiArtha Medan dengan pembeli (konsumen) adalah dilakukan dalam bentuk tertulis yang tentang isi perjanjian tersebut dibuat dan ditentukan oleh pihak perusahaan”. 35 Para pembeli atau konsumen yang terikat dalam perjanjian biasanya setelah membaca dan mengetahui isi perjanjian tersebut, jika setuju dengan ketentuan-ketentuan dalam surat perjanjian tersebut maka akan membubuhkan tanda tangannya. Sedangkan pembeli atau konsumen yang tidak setuju dengan syarat-syarat sebagaimana disebutkan dalam perjanjian tersebut, maka pembeli atau konsumen tidak akan membubuhkan tanda tangannya. Dengan demikian tentang isi dari perjanjian beli sewa pihak pembeli atau konsumen tidak terlibat dalam pembuatan syarat-syarat perjanjian tersebut dan hanya pihak perusahaan yang menentukan isi perjanjiannya. “Dengan menandatangani surat perjanjian tersebut maka PT. OTTO MultiArtha Medan dengan pembeli (konsumen) telah terikat tentang isi perjanjian
34
Wawancara Dengan Erwin Ariansyah Lubis Deputy Manager Operation PT.OTTO MultiArtha Medan Tanggal 14 Agustus 2008 . 35 Wawancara Dengan Erwin Ariansyah Lubis Deputy Manager Operation PT.OTTO MultiArtha Medan Tanggal 14 Agustus 2008 Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
61
yang di dalamnya telah diatur hak dan kewajiban masing-masing pihak dan telah mengikat kedua belah pihak untuk melaksanakannya”. 36 Dengan demikian jelaslah bahwa perjanjian beli sewa antara PT.OTTO MultiArtha Medan dengan pembeli (konsumen), bentuk perjanjiannya adalah berbentuk tertulis yang dituangkan dalam bentuk standar kontrak, syarat-syarat perjanjian ditentukan oleh pihak penjual. Adapun yang dimaksud dengan perjanjian standar adalah suatu bentuk perjanjian yang mengatur hubungan para pihak yang telah ditentukan sebelumnya dalam bentuk formulir oleh pihak yang posisinya lebih kuat dan tidak bisa dirubah kecuali ditentukan lain. Mengenai isi perjanjian standart tidak ada ditentukan dalam KUH. Perdata, dengan demikian maka para pihak dapat menentukan sendiri sesuai dengan asas kebebasan berkontrak yang disimpulkan dari Pasal 1338 KUH. Perdata yang menyebutkan, bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Pihak-pihak atau personalia dalam Perjanjian beli sewa dengan ini dimaksudkan untuk menyebutkan siapakah orang-orang yang tersangkut dalam suatu perjanjian atau secara langsung bertindak secara aktif dalam suatu perjanjian yang telah dibuatnya.
36
Wawancara Dengan Erwin Ariansyah Lubis Deputy Manager Operation PT.OTTO MultiArtha Medan Tanggal 14 Agustus 2008 . Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
62
Menurut Pasal 1315 KUH. Perdata maka pada umumnya tiada seorangpun dapat mengikatkan dirinya atas namanya sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji melainkan untuk dirinya sendiri. Persoalan ini pada asasnya bahwa setiap orang tidak dapat membuat suatu perjanjian untuk dirinya sendiri, mengikatkan diri atas namanya sendiri dan minta ditetapkan suatu janji, melainkan untuk dirinya sendiri kecuali apa yang dinamakan janji untuk pihak ketiga. Jadi dengan demikian, maka suatu perjanjian sebenarnya hanya berlaku bagi pihak-pihak yang membuatnya saja. Asas ini disebut asas kepribadian suatu perjanjian. Memang sudah semestinya bahwa perjanjian yang diterbitkan oleh suatu perjanjian itu hanya mengikat orang-orang yang mengadakan perjanjian itu dan tidak mengikat orang lain. Jadi dalam suatu perikatan yang timbul karena suatu perjanjian sebenarnya terdapat dua unsur yaitu : 1. Unsur pasif yaitu pihak yang mendapat beban kewajiban yang harus dilaksanakan dalam perjanjian yang mereka buat yang disebut debitur. 2. Unsur aktif yaitu pihak mendapatkan hak-hak atas pelaksanaan kewajiban itu yang disebut kreditur. Dengan demikian maka kreditur dan debitur adalah subjek atau personalia dalam suatu perjanjian. Dalam perjanjian beli sewa maka pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut adalah nasabah yang berkewajiban melaksanakan sesuatu yang diperjanjikan dan pihak PT.OTTO MultiArtha Medan sebagai kreditur atau
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
63
pihak yang berpiutang atau yang berhak atas sesuatu atau pihak yang mendapatkan pelaksanaan kewajiban yang harus dilaksanakan. 37 Dengan demikian jelaslah bahwa dalam beli sewa ada dua subjek yaitu si dan pembeli yang masing-masing dalam beberapa hal merupakan pihak berwajib dan dalam hal-hal lain merupakan pihak berhak. Hal ini berhubungan dengan sifat timbal balik dari perjanjian sewa beli. Seperti disebutkan bahwa dalam perjanjian yang telah disepakati kedua belah pihak di dalamnya memuat hak dan kewajiban dari masing-masing pihak. Hak dan kewajiban kedua belah pihak mempunyai kriteria, apabila persetujuan yang mereka buat itu telah ada ikatan untuk menunaikan kewajiban dan hak masing-masing pihak. Persetujuan yang telah mengikat para pihak menganut asas konsensualitas dan perjanjian yang disetujui itu harus dibuat secara tertulis, karena perjanjian tersebut berakhir jangka waktunya, maka pemberhentian untuk itu telah ditentukan. Dengan kata lain bahwa dengan berakhirnya jangka waktu yang telah ditentukan maka hapuslah perjanjian yang disepakati, kecuali jika perjanjian diperpanjang dan juga pihak lainnya menyetujuinya. Jika perjanjian telah tercapai sebagaimana prosedur peraturan yang berlaku, maka para pihak melaksanakan kewajiban masing-masing.
37
Wawancara Dengan Erwin Ariansyah Lubis Deputy Manager Operation PT.OTTO MultiArtha Medan Tanggal 14 Agustus 2008 . Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
64
“Jika salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban yang telah dibebankan, maka pihak yang dirugikan akibat tidak dipenuhinya kewajiban tersebut, maka dapat mengajukan tuntutan agar pihak yang menimbulkan kerugian memberikan ganti kerugian”. 38 Hak dan kewajiban yang dimaksud di sini adalah hak dan kewajiban pembeli sewa dan pihak penjual sewa dalam suatu perjanjian beli sewa. Sehubungan dengan hak dan kewajiban yang dimaksud adalah merupakan suatu akibat dari diadakannya persetujuan beli sewa yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-undang. Dengan kata lain dipenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian beli sewa yang mempunyai sifat obligatoir, maka akan timbul akibat hukum berupa adanya hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian jual beli tersebut. Adapun yang menjadi kewajiban dari pihak pembeli dalam perjanjian beli sewa menurut akta perjanjian yang dibuat dengan pihak PT.OTTO MultiArtha Medan adalah sebagai berikut : 1. Pihak kedua yaitu pembeli sewa wajib mematuhi ketentuan khususnya yang bersangkutan dengan beli sewa. 2. Pihak kedua wajib melaksanakan kewajibannya berdasarkan perjanjian ini secara profesional sesuai prinsip-prinsip dan persyaratn-persyaratan praktis yang umum dipakai dalam beli sewa. 3. Pihak kedua berkewajiban membayar sejumlah uang harga dari pembelian sewa atas barang yang menjadi objek perjanjian sebagaimana disepakati. 39 Sedangkan kewajiban pihak PT.OTTO MultiArtha Medan adalah : 1. Menjaga dan memelihara mutu benda yang menjadi objek perjanjian beli sewa supaya tetap sesuai mutu yang sudah menjadi standar. 2. Memelihara semua barang objek perjanjian beli sewa tersebut supaya tetap dapat dipergunakan dengan baik serta memberi pelayanan yang layak serta kesan yang baik. 3. Memelihara dan menjaga barang yang menjadi objek perjanjian beli sewa dalam penyaluran dan penjualan. 4. Pihak kedua wajib bertanggung jawab untuk dan atas tindakan dirinya sendiri maupun untuk dan atas tindakan bawahannya serta karyawannya. 5. Pihak kedua wajib membina mutu pengetahuan dan keterampilan karyawan-karyawan dalam penyaluran dan pelayanan pakan udang. 40 38
Wawancara Dengan Erwin Ariansyah Lubis Deputy Manager Operation PT. OTTO MultiArtha Medan Tanggal 14 Agustus 2008 . 39 Wawancara Dengan Erwin Ariansyah Lubis Deputy Manager Operation PT. OTTO MultiArtha Medan Tanggal 14 Agustus 2008 . 40 Wawancara Dengan Erwin Ariansyah Lubis Deputy Manager Operation PT. OTTO MultiArtha Medan Tanggal 14 Agustus 2008 Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
65
Hal-hal tersebut di atas adalah merupakan kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pihak pengusaha PT. OTTO MultiArtha Medan dan yang menjadi hak yang diterima atau diperoleh pihak pembeli sewa. Dalam hal terjadi wanprestasi disebabkan karena angsurannya macet oleh pembeli sewa, maka PT. OTTO MultiArtha Medan dalam perjanjian beli sewa berhak untuk mengambil kembali barang yang menjadi objek perjanjian yang berada dalam kekuasaan pembeli sewa. Jika pengambilan alih barang tersebut tidak dihambat oleh pembeli sewa, maka tidak akan timbul masalah. Akan tetapi persoalan akan timbul jika pembeli sewa tanpa hak mencegah atau menghambat pengambilan barang. Untuk menghindari kesulitan yang demikian, maka pada umumnya dalam perjanjian beli sewa dicantumkan klausula yang mengatakan bahwa pembeli sewa memberikan persetujuan/izin yang tidak dapat dicabut kembali kepada penjual sewa untuk memasuki pekarangan, pengambilan alih barang yang menjadi objek perjanjian dengan atau tanpa bantuan pihak Kepolisian. Dengan demikan pencatuman ketentuan tersebut akan mampu memberikan efek psikologis bagi pembeli sewa untuk mencari penyelesaian di luar Pengadilan. C. Akibat Hukum Pemindah tanganan Benda Objek Beli Sewa Pada Pihak Ke III Sebelum Angsuran Dibayar Lunas Tujuan dari suatu perjanjian tidak lain adalah untuk ditepati atau dipenuhi oleh orang atau pihak-pihak yang mengadakannya. Memenuhi janji yang telah dibuat dan disepakati berarti pula merupakan suatu perbuatan mementingkan orang lain terhadap siapa janji itu dituukan. Dengan demikian tidak dapat
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
66
dipungkiri bahwa di dalam pergaulan hidup manusia seringkali terjadi hal yang disebut ingkar atau wanprestasi. Prestasi dalam suatu perjanjian pada dasarnya mengandung bentuk tertentu, baik untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu. Dalam pelaksanaannya tidak tertutup suatu kemungkinan bahwa prestasi tersebut tidak dapat terwujud sebagaimana yang diharapkan maka oleh hukum selanjutnya pihak yang tidak dapat memenuhi prestasi tersebut dinyatakan lalai atau ingkar janji (wanprestasi). Dengan adanya ingkar janji atau wanprestasi terhadap janji itulah, maka penting adanya peraturan hukum perjanjian yang didalamnya mengatur seluk beluk peristiwa sehubungan dengan orang yang ingkar janji atau wanprstasi. Ingkar janji disini adalah tidak menepati janji sebagaimana mestinya. Dengan demikian secara umum wanprestasi dapat diartikan dengan pelaksanaan prestasi atau kewajiban yang tidak sebagaimana diharapkan Dalam setiap perjanjian selalu terkandung suatu resiko yaitu kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang yang menjadi objek perjanjian. Dengan demikian dalam perjanjian terdapat resiko yang harus ditanggung oleh salah satu pihak. Dalam perjanjian, tanggung jawab karena kesalahan merupakan bentuk yang lazim dalam pertanggung jawaban perdata yang didasarkan pada tiga prinsip sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1365, 1366 dan Pasal 1367 KUH. Perdata.
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
67
Dalam Pasal 1365 KUH. Perdata disebutkan bahwa tiap-tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Lebih lanjut dalam Pasal 1366 KUH. Perdata disebutkan bahwa setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hati. Sedangkan di dalam Pasal 1367 ayat (1) KUH. Perdata disebutkan bahwa seorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbutannya sendiri tetapi kuga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya. Dalam perjanjian beli sewa antara PT. OTTO MultiArtha Medan dengan pihak pembeli apabila salah satu pihak menderita kerugian akibat kesalahan pihak lain dalam menjalankan profesinya, maka pihak yang dirugikan dapat menuntut ganti rugi baik karena wanprestasi atau karena perbuatan melawan hukum. Jika didasarkan pada perbuatan melawan hukum, maka pihak yang dirugikan harus membuktikan kesalahan tindakan yang bertentangan dengan kewajibannya. Jika tuntutan ganti ruginya didasarkan pada wanprestasi, maka harus dibuktikan kerugian akibat dari tidak dipenuhinya kewajiban sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Dalam perjanjian beli sewa pihak pembeli dinyatakan wanprestasi adalah apabila :
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
68
1. Pembeli sewa atidak membayar uang sewa (angsuran) pada hari dan tanggal yang telah ditentukan atau baru membayar setelah beberapa hari lewat tanggal yang telah disepakati ataupun si pembeli sewa melakukan pembayaran tetapi tidak sebagaimana yang telah diperjanjikan. 2. Pembeli sewa tidak membayar denda atas keterlambatannya membayar angsuran harga barang bergerak atau juga terlambat dalam membayar denda itu. 3. Pembeli sewa melakukan suatu tindakan yang oleh perjanjian sewa beli dilarang dilakukannya. Misalnya mengalihkan menyewakan, meminjamkan ataupun menghibahkan barang bergerak yang menjadi objek sewa beli kepada orang lain. 41 Dalam perjanjian beli sewa antara PT. OTTO MultiArtha Medan dengan konsumen, pernyataan keadaan wanprestasi ini tidak dapat terjadi dengan sendirinya, akan tetapi harus terlebih dahulu diperlukan adanya suatu pernyataan lalai atau sommatie yaitu suatu pesan dari pihak PT. OTTO MultiArtha Medan bahwa
perjanjian beli sewa pada saat kapan selambatnya ia mengharapkan
pemenuhan prestasi. Dari pesan ini pula selanjutnya akan ditentukan dengan pasti saat mana seseorang berada dalam keadaan wanprestasi atau ingkar janji tersebut, sehingga pihak
yang menimbulkan kerugian harus pula menanggung segala
akibat yang telah merugikan pihak lain. Untuk menentukan bahwa para pihak berada dalam keadaan wanprestasi adalah apabila salah satu pihak berada dalam keadaan memindah tanganan pada pihak ke III sebelum angsuran lunas, dimana dengan teguran itu pihak tersebut harus melaksanakan prestasinya. Peneguran ini sangat erat hubungannya dengan faktor pelaksanaan perjanjian.
41
Wawancara Dengan Erwin Ariansyah Lubis Kepada Divisi SDM & Deputy Manager Operation PT. OTTO MultiArtha Medan Tanggal 20 Agustus 2008 Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
69
Sesuai Pasal 1471 KUHPerdata yang menyatakan bahwa jual beli benda milik orang lain adalah batal dan dapat memberikan dasar untuk penggantian biaya, kerugian dan bunga, jika si pembeli tidak telah mengetahui bahwa barang itu kepunyaan orang lain. Jadi salah satu pihak (pembeli) berada dalam keadaan tertagih tetapi objek tersebut telah dipindah tangankan yang mengakibatkan baginya suatu keadaan wanprestasi, khususnya hal Pemindah tanganan
pada
pihak ke III sebelum
angsuran lunas adalah dengan jalan sebagai berikut : 1. Menerima surat dari PT. OTTO MultiArtha Medan yang ditujukan kearah pelaksanaan perjanjian beli sewa tersebut. 2. Menerima perintah atau surat yang ditujukan kearah pelaksanaan perjanjian beli sewa. Teguran atau tuntutan secara resmi yaitu teguran atau tuntutan yang maksudnya bersifat peringatan, pemindah tanganan objek tersebut yang dilakukan oleh pembeli sewa selaku penjual dengan pihak ketiga selaku pembeli adalah batal. 3. Dengan kekuatan perjanjian yang dibuatnya. Dalam hal ini tidak diperlukan adanya penagihan oleh PT. OTTO MultiArtha Medan Medan. Maksudnya untuk menimbulkan akibat hukum sebagaimana yang dilakukan dengan suatu surat teguran atau penagihan tidak diperlukan lagi dan si pembeli sewa berkewajiban untuk mengganti kerugian. 42 Sebagai akibat timbulnya kerugian salah satu pihak dalam perjanjian jual beli tersebut, maka undang-undang memberikan sesuatu hak baginya untuk menuntut diantara beberapa hal yaitu: 1. Membayar ganti rugi kepada pihak OTTO Multi Artha Medan. 2. Pembatalan perjanjian. 3. Peralihan resiko.
42
Wawancara Dengan Erwin Ariansyah Lubis Deputy Manager Operation PT. OTTO MultiArtha Medan Tanggal 20 Agustus 2008 Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
70
4. Membayar biaya perkara, jika permasalahan ini sampai diperkarakan di pengadilan. Karena wanprestasi mempunyai akibat-akibat yang sangat penting, maka harus ditetapkan lebih dahulu apakah si debitur memang benar-benar telah melakukan wanprestasi dan apabila disangkal olehnya, harus sanggup dibuktikan di Pengadilan oleh Penggugat. Undang-undang menentukan bahwa debitur harus terlebih dahulu dinyatakan berada dalam keadaan lalai sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1238 KUH. Pedata yaitu si berhutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai atau demi perikatannya sendiri adalah jika ini menetapkan bahwa si berhutang akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan. Untuk dapat menyatakan seorang debitur lalai, maka harus diberikan teguran terlebih dahulu. Adapun cara untuk melakukannya sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1238 KUH. Perdata yaitu si berhutang adalah lalai apabila ia dengan surat perintah atau dengan akta sejenis atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ia menetapkan bahwa si berhutang yang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan. Jika pembeli sudah diperingatkan atau sudah dengan tegas ditagih janjinya tetapi tetap tidak melaksanakan prestasinya, maka pembeli berada dalam keadaan lalai atau alpa dan terhadapnya dikenakan sanksi-sanksi : 1. Membayar ganti rugi. Ganti rugi terdiri dari tiga unsur yaitu biaya, rugi dan bunga. Yang dimaksud dengan biaya adalah segala pengeluaran atau ongkos yang nyataMahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
71
nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak. Sedangkan rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang milik kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian debitur. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditur. Menurut Erwin Ariansyah Lubis Deputy Manager Operation PT.OTTO MultiArtha Medan disebutkan bahwa ganti rugi terdiri dari dua faktor yaitu : 1. Kerugian yang nyata-nyata diderita 2. Keuntungan yang seharusnya diperoleh Kedua faktor tersebut dicakup dalam pengertian, biaya, kerugian dan bunga. Biaya adalah pengeluaran-pengeluaran nyata, misalnya biaya Notaris, biaya perjalanan dan seterusnya. Kerugian adalah berkurangnya kekayaan kreditur sebagai akibat dari pada ingkar janji dan bunga adalah keuntungan yang seharusnya diperoleh kreditur jika tidak terjadi ingkar janji. 43 “Dalam perjanjian beli sewa antara PT. OTTO MultiArtha Medan dengan pembeli sewa ditentukan bahwa dalam hal terlambatnya salah satu pihak untuk melaksanakan kewajibannya sesuai dengan ketentuan dan dalam jadwal waktu yang telah ditentukan adalah merupakan salah satu bentuk dari wanprestasi”. 44 Penentuan wanprestasi ini sendiri erat kaitannya dengan suatu pernyataan
lalai
yaitu
suatu
pesan
dari
salah
satu
pihak
untuk
memberitahukan pada saat kapan selambatnya ia mengharapkan pemenuhan prestasi. Dengan demikian sebagai hal yang tidak dapat dipisahkan dalam penentuan pernyataan wanprestasinya pihak
adalah ketentuan batas
pelaksanaan perjanjian jual beli itu sendiri. 43
Wawancara Dengan Erwin Ariansyah Lubis Deputy Manager Operation PT. OTTO MultiArtha Medan Tanggal 17 Agustus 2008 44 Wawancara Dengan Erwin Ariansyah Lubis Deputy Manager Operation PT. OTTO MultiArtha Medan Tanggal 14 Agustus 2008 Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
72
Keterlambatan melakukan kewajiban ini dapat juga terjadi dari bentuk wanprestasi lainnya, seperti halnya melaksanakan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan. Sementara bentuk wanprestasi ini juga harus dapat dibedakan terhadap lalainya pihak kedua untuk tidak melakukan kewajibannya sama sekali, karena dalam hal demikian pihak kedua tidak dapat dianggap terlambat memenuhi pelaksanaan prestasi. Dalam perjanjian beli sewa antara PT. OTTO MultiArtha Medan dengan pembeli sewa, maka jika timbul kerugian di salah satu pihak, maka pihak yang menimbulkan kerugian harus bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan. Adapun dasar hukum yang dipakai dalam tanggung jawab adalah Pasal 1367 KUH. Perdata yang menyebutkan bahwa seseorang bertanggung jawab juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya. Dalam setiap pekerjaan pasti mempunyai risiko
yaitu kewajiban
untuk memikul kerugian jika ada suatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang dimaksudkan dalam perjanjian. Dengan demikian risiko adalah untuk menentukan siapa yang harus menanggung kerugian apabila pembeli tidak memenuhi prestasi di luar kesalahan. Dalam beli sewa antara PT. OTTO MultiArtha Medan dengan pembeli sewa, jika wanprestasi karena kesalahan salah satu pihak, maka ganti rugi sudah pasti akan ditanggung oleh pihak yang menimbulkan kerugian. Tetapi akan lain halnya jika tidak dipenuhinya sesuatu prestasi karena di luar kesalahan para pihak yang dalam hal ini berarti terjadi sesuatu peristiwa secara mendadak yang tidak dapat diduga-
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
73
duga terlebih dahulu dan karena itu tidak dapat dipertanggung jawabkan kepada pihak yang menderita kerugian. 45 Dengan demikian kerugian yang dapat dimintakan penggantian itu tidak hanya yang berupa biaya-biaya yang sungguh-sungguh telah dikeluarkan atau kerugian yang sungguh-sungguh menimpa harta benda yang berpiutang tetapi juga yang berupa kehilangan keuntungan yaitu keuntungan yang akan didapat jika debitur tidak lalai. Tidak semua kerugian dapat dimintakan penggantian. UndangUndang mengadakan pembatasan mengenai apa yang boleh dituntut sebagai ganti rugi yaitu dengan menetapkan hanya kerugian yang dapat dikira-kira atau diduga pada waktu perjanjian dibuat dan yang sungguh-sungguh dapat dianggap sebagai suatu akibat langsung dari kelalaian si berhutang saja dapat dimintakan penggantian. Dalam hal terjadinya keadaan atau kejadian overmacht atau keadaan memaksa di luar kemampuan manusia dan hal-hal lain yang berada diluar kekuasaan yang wajar pihak bersangkutan dan terjadi secara mendadak, tidak disengaja dan tidak terduga, seperti gempa bencana alam, kebakaran, huru hara, epidemi (wabah penyakit), perang, perang saudara dan peraturan pemerintah yang kesemuanya langsung berhubungan dengan perjanjian ini, maka sesuai dengan perjanjian (terlampir), maka masing-masing pihak dibebaskan dari kewajiban atau pelaksanaan kewajibannya. Salah satu pengecualian hukuman terhadap tindakan yang dilakukan untuk memberikan ganti rugi adalah apabila terjadi suatu keadaan 45
Wawancara Erwin Ariansyah Lubis Deputy Manager Operation PT. OTTO MultiArtha Medan Tanggal 20 Agustus 2008 Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
74
memaksa (force majeur). Keadaan memaksa (force majeur) adalah suatu keadaan yang dapat menyebabkan bahwa suatu hak atau suatu kewajiban dalam suatu perjanjian tidak dapat dilaksanakan. 46 Dengan demikian keadaan memaksa ini dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang terjadi di luar kesalahan salah satu pihak hingga menghalangi pembeli untuk memenuhi prestasinya. Meskipun demikian keadaan memaksa ini harus dapat dinilai hingga benar-benar dapat dipastikan bahwa secara logika atau akal sehat prestasi tersebut tidak akan mungkin terlaksana. Atau dalam hal lain bahwa prestasi masih
mungkin
terlaksana,
namun
harus
diimbangi
dengan
suatu
pengorbanan yang besar dibandingkan manfaat yang hendak dicapai. Dalam pelaksanaan suatu perjanjian beli sewa, maka pada umumnya ditentukan tentang keadaan memaksa ini telah diberikan batasan tertentu hingga hanya terhadap keadaan yang demikian dapat disebut sebagai suatu keadaan memaksa. Penentuan ini sendiri pada dasarnya tidak bertentangan dengan asas kebebasan berkontrak dalam KUH. Perdata. Dalam perjanjian beli sewa yang dimaksud dengan force majeur adalah adanya bencana alam seperti gunung meletus, angin taufan. Gempa bumi, banjir, maupun keadaan perang dan atau peraturan pemerintah dibidang moneter yang pelaksanaannya sesuai dengan peraturan pemerintah. Segala sesuatu yang menyangkut force majeur ini harus dinyatakan oleh pejabat pemerintah setempat atau oleh pemerintah dan dapat diterima oleh pihak penjual.
46
Wawancara Dengan Erwin Ariansyah Lubis Deputy Manager Operation PT .OTTO MultiArtha Medan tanggal 20 Agustus 2008 Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
75
Jadi jelaslah bahwa keadaan memaksa (force majeur) itu adalah suatu keadaan tidak dapat dipenuhinya prestasi oleh karena terjadi suatu peristiwa bukan karena kesalahannya, sebab peristiwa tersebut tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga akan terjadi pada waktu membuat perjanjian. Unsur-unsur yang terdapat dalam keadaan memaksa (force majeur) dalam perjanjian beli sewa antara PT. OTTO MultiArtha Medan dengan pihak pembeli sewa adalah : 1. Tidak dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang membinasakan atau memusnahkan benda yang menjadi objek perjanjian. 2. Tidak dapat dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang menghalangi perbuatan untuk berprestasi. 3. Peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga akan terjadi pada waktu membuat perjanjian. 47 2. Pembatalan Perjanjian. Pembatalan perjanjian disini bukanlah pembatalan karena tidak memenuhi syarat subjektif dalam perjanjian, akan tetapi karena debitur telah melakukan wanprestasi. Jadi pembatalan sebagai salah satu kemungkinan yang dapat dituntut kreditur terhadap debitur yang telah melakukan wanprestasi. Sesuai dengan akta perjanjian yang telah disepakati bersama antara OTTO MultiArtha Medan dengan pembeli sewa, bahwa pihak OTTO MultiArtha Medan dapat mengakhiri perjanjian ini dengan memberitahukan secara tertulis kepada pihak pembeli sewa 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum tanggal pengakhiran perjanjian apabila :
47
Wawancara Dengan Erwin Ariansyah Lubis PT.OTTO MultiArtha Medan Tanggal 20Agustus 2008
Kepada Deputy Manager Operation
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
76
a. Menurut pertimbangan pihak OTTO MultiArtha Medan, pihak pembeli sewa tidak menepati salah satu atau lebih kewajiban-kewajibannya. b. Pihak pembeli sewa melakukan tindakan yang dapat merugikan citra atau nama baik pihak OTTO MultiArtha Medan. c. Pihak pembeli dinyatakan pailit atau diletakkan di bawah pengampuan (curatele). d. Izin usaha pihak Pembeli sewa dicabut oleh yang berwenang baik untuk sementara maupun untuk seterusnya. D. Upaya Hukum Yang Ditempuh Penjual Sewa Terhadap Pembeli Sewa Yang Melakukan Wanprestasi Dalam hal terjadinya perselisihan atau silang sengketa antara pihak OTTO MultiArtha Medan dengan pihak pembeli sewa yang disebabkan wamprestasi, maka perselisihan tersebut akan diselesaikan secara musyawarah. Jika dengan musyawarah tidak tercapai kata sepakat atau dengan kata lain perselisihan tersebut belum dapat diatasi, maka perselisihan itu akan diselesaikan melalui Pengadilan Negeri di Medan. Jika upaya hukum di luar Pengadilan mengalami kegagalan, maka pihak penjual sewa dalam perjanjian beli sewa dapat menyelesaikan persoalan tersebut melalui Pengadilan Negeri. Dan pada umumnya dalam perjanjian tersebut dicantumkan ke Pengadilan Negeri mana gugatan tersebut diajukan. Jika hal tersebut tidak dicantumkan, maka sebagai pedoman untuk mengajukan gugatan yaitu tempat objek perjanjian itu berada.
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
77
Khusus dalam perjanjian seli sewa, untuk memperbaiki atau memulihkan hak-hak penjual sewa yang telah menderita kerugian sebagai akibat wanprestasi oleh pembeli sewa yang tidak menghormati hak-hak penjual sewa seperti yang telah disepakati dalam perjanjian beli sewa, maka penjual sewa yaitu PT. OTTO MultiArtha Medan dapat menuntut kepada Pengadilan agar : 1. Melakukan sistem revindicatoir dan mengambil kembali barang-barang milik PT. OTTO MultiArtha Medan yang berada dalam kekuasaan pembeli sewa untuk kemudian diserahkan kepada PT. OTTO MultiArtha Medan. 2. Menghukum pembeli sewa untuk membayar ganti rugi kepada PT. OTTO MultiArtha Medan sebagai akibat tindakan wanprestasi berupa : a. Uang beli sewa masih tertunggak, b. Denda yang tertunggak ditambah bunganya c. Seluruh uang beli sewa yang masih berjalan hingga angsuran yang terakhir. d. Biaya penagihan, termasuk biaya perkara, honor pengacara. e. Bunga yang bersangkutan 3. Meletakkan sita jaminan atas hara milik pembeli sewa untuk menjamin pembayaran ganti rugi. 4. Mengalihkan segala resiko kepada pembeli sewa 5. Menghukum pembeli sewa untuk membayar biaya perkara
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
78
E. Wawancara dan Tanggapan 1. Bagaimana bentuk perjanjian beli sewa antara penjual sewa dengan pembeli sewa ? Jawab : Perjanjian beli sewa antara penjual sewa dengan pembeli sewa sebelumnya telah dipersiapkan oleh pelaku usaha dalam bentuk formulir, dan seorang pembeli sewa dapat langsung menandatangani perjanjian tersebut yang artinya bahwa pembeli sewa itu menerima isi perjanjian tersebut. Isi dari perjanjian itu akan mengikat pembeli sewa untuk tidak berbuat sesuatu atau dapat berbuat sesuatu yang dipervolehkan oleh penjual sewa serta bentuk sanksi dari pembeli sewa atas kesalahan dari pembeli sewa. Tanggapan : Dari pernyataan di atas menunjukkan bahwa perjanjian yang dimuat antara penjual sewa dengan pembeli sewa adalah bentuk perjanjian baku artinya bahwa pembeli sewa tidak ikut serta dalam pembuatan perjanjian tersebut. Menurut KUH. Perdata Pasal1320 jo. 1338 KUH. Perdata yang menyatakan bahwa syarat sahnya suatu perjanjian yaitu : 1. Adanya kata sepakat 2. Kecakapan untuk melakukan perikatan 3. Suatu hal tertentu 4. Suatu sebab yang halal Berdasarkan dari ketentuan pasal tersebut maka isi dari perjanjian tersebut tidak sesuai dengan asas kebebasan berkontrak, dimana kedudukan penjual
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
79
sewa lebih kuat dibanding dengan pembeli sewa artinya tiak adanya keseimbangan dari kedua belah pihak. Jika dilihat dari segi penjual sewa maka penjual sewa akan memperoleh efisiensi dalam penggunaan
biaya, tenaga dan waktu sehingga dalam
kegiatannya penjual sewa bersifat praktis dan ekonomis. Dan dari pihak pembeli sewa terdapat dua pilihan yaitu menerima isi perjanjian dan dapat pula tidak menerima perjanjian. 2. Bagaimana sistem penjualan dalam perjanjian beli sewa ? Jawab : Sistem penjualan pada beli sewa adalah penjual menjual barangnya secara angsuran, artinya setelah barang diserahkan oleh penjual kepada pembeli, harga baru dibayar kemudian secara angsuran, tetapi selama angsuran teakhir belum dibayar lunas oleh pembeli sewa, maka status pemilik baru sebagai penyewa saja. Pembeli sewa baru menjadi pemilik jika angsuran terakhir sudah dibayar lunas. Tanggapan : Penyerahan barang dalam perjanjian beli sewa menunjukan adanya penyerahan atas barang yang menjadi objek dalam perjanjian beli sewa dan ini juga sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1457 KUH. Perdata yang menyebutkan bahwa jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain akan membayarkan harga yang telah diperjanjikan. Dalam beli sewa barang yang dijual sewa langsung dikuasai oleh pembeli, tetapi penguasaan disini bukan berstatus sebagai pemilik melainkan sebagai Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
80
penyewa saja. Pembeli dalam beli sewa
tidak menguasai barang secara
mutlak sebelum angsuran terakhir dibayar lunas. Pembeli belum dapat memindahtangankan barang yang diperjanjikan tersebut. Pembeli sewa hanya berwenang menguasai dalam arti mengambil manfaat dari barang yang diperjanjikan. 3. Bagaimana tanggung jawab para pihak terhadap resiko yang terjadi dalam perjanjian beli sewa ? Jawab : Jika terjadi resiko dalam perjanjian beli sewa yang disebabkan karena wanprestasi salah satu pihak, maka pihak yang tidak memenuhi kewajibannya dapat dituntut untuk memberikan ganti rugi. Jika resiko tersebut terjadi karena di luar kemampuan manusia (force majeur) maka resiko atas peristiwa tersebut tidak dapat dibebankan kepada salah satu pihak dan perjanjian beli sewa gugur demi hukum. Tanggapan : Sesuai dengan ketentuan Pasal 1553 KUH. Perdata bahwa jika selama waktu sewa, barang yang disewakan sama sekali musnah karena suatu kejadian yang tidak disangka, maka perjanjian sewa gugur demi hukum. Masing-masing pihak tidak lagi dapat menuntut sesuatu dari pihak lawannya. Hal ini berarti bahwa kerugian akibat musnahnya barang yang dibeli sewakan dipikul sepenuhnya oleh pihak penjual sewa. Hal ini memang suatu peraturan resiko yang sepatutnya, karena pada prinsipnya bahwa setiap pemilik barang wajib menanggung segala resiko atas barang miliknya.
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
81
4. Bagaimana akibat hukumnya jika salah satu pihak wanprestasi dalam perjanjian beli sewa ? Jawab : Jika salah satu pihak wanprestasi, maka pihak yang melakukan wanprestasi dapat dituntut untuk : a. Membayar kerugian b. Pembatalan perjanjian c. Peralihan resiko d. Membayar biaya perkara Tanggapan : Dengan tidak dipenuhinya kewajiban sebagaimana ditentukan dalam perjanjian yang disepapakati maka pihak tersebut telah melakukan wanprestasi, sehingga akibat hukum dari wanprestasi dapat diberlakukan dimana dengan adanya sanksi berupa : a. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan singkat dinamakan ganti rugi, Pasal 1243 KUH. Perdata, menyatakan : “Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berhutang setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya atau juka sesuatu yang harus diberikan atau dibuat dalam tenggang waktunya telah dilampaukannya”. b. Pembatalan perjanjian, Pasal 1266 KUH. Perdata menyatakan bahwa “syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan-persetujuan
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
82
yang timbul dicantumkan dalam persetujuan-persetujuan yang timbal balik manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya”. c. Peralihan resiko Pasal 1237 KUH. Perdata menyatakan bahwa “Jika si berhutang lalai akan menyerahkannya, maka semenjak saat kelalaiannya, kebendaan adalah atas tanggungannya”. d. Membayar biaya apabila perkaranya diajukan ke Pengadilan, pasal 181 (1) HIR yang menyatakan bahwa : “Barang siapa dikalahkan dengan putusan hakim, akan dihukum pula membayar ongkos perkara itu semuanya atau sebagian boleh diperhitungkan antara suami-isteri,
keluarga sedarah
dalam keturunan yang lurus, saudara laki-laki dan saudara perempuan atau keluarga semenda yang sama pancarannya, begitupun jikalau kedua belah pihak masing-masing dikalahkan dalam beberapa hal”. 5. Bagaimana berakhirnya perjanjian beli sewa ? Jawab : Berakhirnya perjanjian beli sewa dapat disebabkan karena : a. Pembayaran angsuran terakhir sudah dibayar lunas b. Meninggalnya pihak kedua dan tidak ada ahli warisnya yang meneruskannya. c. Pihak kedua jatuh pailit dan sejak saat itu barang ditarik kembali, kemudian dijual. Setelah dijual, lalu harga penjualan ditambahkan dengan angsuran yang sudah dibayar oleh pihak kedua dan setelah dijumlahkan ternyata melebihi harga pembelian barang maka selebihnya akan dikembalikan kepada pihak kedua.
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
83
d. Karena putusan pengadilan Tanggapan : Pada umumnya yang terjadi dalam hal berakhirnya perjanjian beli sewa adalah setelah angsuran terakhir dibayar lunas oleh pihak kedua. Ini dapat diterima karena dalam pelaksanaan perjanjian beli sewa (huurkop), disamping telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif seperti yang disebut dalam Pasal 1320 KUH. Perdata juga dilandasi itikad baik (to gueder trouw) di samping persyaratan-persyaratan lain yang ditetapkan oleh para pihak.
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
84 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Dari uraian-uraian yang telah penulis buat di atas yaitu dalam bab-bab sebelumnya yang berhubungan dengan isi skripsi ini, maka penulis mengambil suatu kesimpulan yaitu, antara lain sebagi berikut : 1. Dalam perjanjian beli sewa pihak yang terkait adalah pihak PT. OTTO MultiArtha Medan sebagai penjual sewa yaitu pihak yang menjual sewakan barang yang menjadi objek perjanjian beli sewa. Dalam hal terjadinya resiko dalam perjanjian beli sewa maka pihak PT. OTTO MultiArtha Medan bertanggung jawab atas cacat tersembunyi dan mutu barang yang menjadi objek beli sewa sebelum diserahkan kepada pembeli sewa. Jika sudah diserahkan, maka resiko dan tanggung jawab tersebut beralih kepada pihak pembeli. 2. Jika dalam perjanjian beli sewa salah satu pihak melakukan wanprestasi, maka memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk meminta ganti rugi akibat perbuatan tersebut. 3. Jika terjadi wanprestasi dari salah satu pihak dalam perjanjian beli sewa tersebut, maka pihak yang merasa dirugikan dapat melakukan dengan dua cara, yaitu : a. Menyeleaikan di luar pengadilan, yaitu : (1) Menuntut pembatalan perjanjian (2) Meminta pengembalian barang (3) Menuntut ganti rugi b. Menyelesaikannya di pengadilan, yaitu : (1) Meletakkan sita jaminan untuk pengembalian barang
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
85 (2) Menuntut ganti rugi (3) Membebankan biaya perkara kepada pihak lain yang melakukan wanprestasi.
B. Saran-Saran Darai uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab-bab yang terdahulu, maka penulis akan memberikan saran-saran sebagai berikut : 1. Kedudukan beli sewa dalam perjanjian beli sewa sampai saat ini masih dirasakan sangat lemah dan masih merupakan tanda tanya yang belum terjawab, apakah statusnya sama dengan penyewaan atau sebagai orang pembeli. Untuk itu perlu kiranya kedudukan pembeli sewa tersebut diletakkan pada tempat yang sebenarnya, sehingga nantinya tidak menimbulkan keracuan dalam kensekwensi hukumnya dikemudian hari. 2. Disarankan agar dalam perjanjian yang dibuat antara pihak PT. OTTO MultiArtha Medan dengan pihak pembeli sewa lebih mencerminkan keseimbangan hak dan kewajiban masing-masing pihak, sehingga tidak terlalu memberatkan pihak pembeli sewa 3. Hendaknya dalam masalah tanggung jawab atas terjadinya resiko dalam perjanjian beli sewa ditentukan dengan tegas besarnya jumlah ganti rugi yang harus dipukul oleh para pihak, sehingga tercipta kepastian hukum dalam masalah resiko tersebut.
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
86
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Djanius Djamin dan Syamsul, 1991, Bahan Keuangan dan Perbankan Perbanas Medan
Dasar Hukum Perdata,Akademi
Badrulzaman. Mariam Darus, 1995,Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung. --------; KUH.Perdata Hukum Perikatan Dengan Penjelasannya,1993, Alumni, Bandung -------;1987, Sistem Hukum Perdata Nasional, Dewan Kerjasama Hukum Belanda Dengan Indonesia, Proyek Hukum Perdata, Medan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,1990, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta. Harahap. M. Yahya, 1986, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung HS. Salim, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2006 Mahadi, 1989, Falsafah Hukum Suatu Pengantar, Citra Aditya Bakti, Bandung Mertokusumo, Sudikno., 1998,Mengenai Hukum, Liberty, Yogyakarta Muhammad. Abdulkadir, 1992, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung --------, 1992, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, Citra Aditya Bakti Maschoen Sofwan. Sri Soedewi, Hukum Perdata, Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta, 1995 Nico Ngani dan A. Qirom Meliala, , Beli sewa Dalam Teori Praktek, Liberti, Yogyakarta, 1984 Prodjodikoro.R. Wirjono, 1992, Tertentu, Sumur, Bandung.
Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan
--------; Hukum Perdata Tentang Hak Atas Benda, PT. Intermasa, Jakarta, 2004 Patrik, Purwahid., 1990, Pembahasan Perkembangan Hukum Perjanjian, Seminar Nasional Asosiasi Pengajar Hukum Perdata/Dagang, Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008
87 Rahardjo, Sajtipto.,1986,Ilmu Hukum, Alumni, Bandung Satrio, J. 1992, Hukum Perjanjian, PT.Citra Aditya Bhakti, Bandung Setiawan,R., 1990, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Jakarta Subekti. R.,1992, Aneka Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung ------------; Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Alumni, Bandung, 1986 Subekti, R dan R. Tjitrosudibio, 1994, Terjemahan KUH.Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta Suryodiningrat. RM., Perikatan-Perikatan Bersumber Perjanjian, Tarsito, Bandung, 1982 Tirtodiningrat. KRM.1992, Ikhtisar Hukum Perdata dan Hukum Dagang, Pembimbing Masa, Jakarta.
Mahalia Nola Pohan : Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Objek Beli Sewa Atas Benda Bergerak (Studi Kasus Di PT. Otto Multiartha), 2008 USU Repository © 2008