Distributor Majalah Al Haromain Banyuwangi Situbondo Probolinggo Jember Biltar Ponorogo Magetan Ngawi Mojokerto Gresik Tuban Jepara Kebumen NTB Kaltim Papua Batam Makassar Jakarta Malang Batu Kediri Pamekasan Tulungagung Lamongan Jombang Solo Yogyakarta Kulonprogo
Ust Muhajir 081803456281 Ust Aries 081336143977 Ust Syaifuddin 082335516343 Ust Ikhwan 085645015024 Ust Chozin 085790831283 Bpk. Karyadi 085235440759 Ust Munir 08125967912 Ust Chumaidi 081335462005 Ust Sholeh 081553438291 Ust Alam 08123196461 Ust Widi 082143624397 Ust Mundiri 085741826587 Ust Hafidz 085227990231 M. Ikhsan 081254000810 Nova Karyadi 085391301681 Ust Shomadi 081240139560 Ust Dhoifi 081336433995 Ust Ilham 085255050804 P. Andi Widodo 081314231099 Ust Jauhari 0857556 52497 P Yalik 085646549899 Bu Najwah 085233127989 Ust Muzammil 081805083343 Ust Abdul Karim 081334782076 Ust Muhyidin W. 085230412333 Ust Imam Aji 0321-4115728 Ust A. Syarifudin 081393518933 Ust Saiful A. 08155033398 Ust Sirojan M. 08156873086
ISSN 2302-1055
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Hamidan lillahi tabaraka wa ta’ala wa mushalliyan ‘ala rasulillahi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Amma ba’du. Tahun baru, wajah baru. Tahun berganti, rubrik insyaAllah lebih berisi. Itulah yang terjadi dengan Majalah Al-Haromain edisi Januari 2013 di tangan Anda ini. Ada beberapa perubahan cukup signifikan pada edisi tahun baru ini. Liputan kegiatan dan hal-hal lain terkait LAZIS ALHAROMAIN kami keluarkan dan jadikan satu suplemen tersendiri, khusus untuk para donatur, bernama “Khidmah AlHaromain”. Sementara Majalah Al-Haromain fokus pada rubrikrubrik layaknya majalah dakwah dengan ciri khasnya tersendiri. Slogan majalah ini pun kami sesuaikan dengan visi dan misi majalah ini, yakni: “Media Dzikir dan Pikir”. Tentu para pembaca yang budiman bisa menangkap makna tersirat dalam slogan ini. Perubahan ini sangat terkait dengan tekad dewan redaksi untuk memperlebar sayap dakwah kepada segmen masyarakat yang lebih luas. Bahasan yang menyejukkan dan senantiasa penuh hikmah semaksimal mungkin akan kami sajikan dengan diiringi peningkatan mutu, baik dari segi isi maupun perwajahan. Semoga Majalah Al-Haromain membawa keberkahan ilmu dan wawasan bagi Anda sekeluarga dan handai-taulan. Amin. Kritik dan Saran para pembaca tetap kami tunggu untuk perbaikan majalah ini. Bisa disampaikan via email di redaksi.alharomain@ gmail.com atau alharomainlazis @yahoo.co.id Wassalâmu’alaikum Warahmatullôhi Wabarakâtuh, Redaksi
Pemimpin umum : Handaka Indra; Pemimpin Redaksi : Bahtiar HS; Staf Redaksi: M. Qosim, Muji Sampurno, Masyhuda Al Mawwas, Masitha AS, Mishad Khoiri.; Desain Grafis : M. Mustain.; Distribusi: Siswo Widodo, Ismail, Ghozali. Majalah Al Haromain diterbitkan oleh Lazis Al Haromain. Alamat Redaksi : Ketintang Barat I/27 Surabaya 60231; Email :
[email protected] website : www.lazisalharomain.com Lazis Al Haromain
22471A86
@Peduli_Dai
[email protected]
doc. alharomain
3
profil ... 17 Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf : Berdakwah Melalui Merdu Shalawat reportase ... 9 KH. Luthfi Bashori Alwi : “Tidak Ada Larangan Berkreasi terhadap Redaksional Shalawat.”
telaah ... 12 Sehat Berkat Nasihat “Agama adalah Nasihat.” Kami (para sahabat) bertanya: “Bagi siapakah, wahai Rasulullah?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bagi Allah, bagi kitabNya, bagi Utusan-Nya, bagi para pemimpin kaum muslimin dan mayoritas mereka.” ekonomi islam ... 30 Regulasi Zakat di Indonesia: Konsekuensi dan Improvisasi (bagian 1) Berlakunya UU Zakat ini sempat menimbulkan kontra khususnya oleh LAZ atau OPZis yang sebagian besar adalah anggota Forum Zakat (FOZ).
serambi ... 3 Bermodal Cinta Berharap Surga fokus utama ... 4 Bershalawat Bersama Malaikat mutiara hadits ... 15 Hanya Iman dan Amal Sholeh yang dapat Menolong dan Menemani di Kubur dan Akhirat konsultasi syariah ... 19 Bagaimana Memperingati Maulid Nabi
4
mutiara al qur’an ... 22 Da’i itu Seorang Pemberani zona pendidikan ... 24 Kalau Besar Kamu Mau Jadi Apa? tombo ati ... 26 Yang Dungu dan yang Bodoh (bagian 2) technopreneur ... 28 Sudahkah Kita Menjadi Muslim yang Menghargai WAKTU? auladi ... 32 Mengajak Anak Berdo’a Sejak Dini konsultasi kesehatan ... 34 Kebiasaan Mandi Malam serba-serbi ... 36 Ulama & Salam Hormat Kita kolom niswiyah ... 38 Pengasuh Anak Yang Ideal kabar pesantren ... 40 Nurul Haromain 25 Tahun Melangkah di Medan Dakwah
serambi
Bermodal Cinta Berharap Surga
A
da cerita dari Rasulullah yang sering kita ’alaihi wasallam mencintai kita. Sejarah telah dengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi mencatat bagaimana perjuangan pengorbanan wasallam pernah berdoa: “Ya Allah, beliau demi umatnya agar selamat dunia karuniakan cinta-Mu padaku dan cinta orang akhirat. Bagaimana umatnya agar selamat di yang mencintai-Mu dan cinta orang-orang yang kehidupan yang abadi, yaitu kehidupan mengantarkan diriku pada cinta-Mu. Serta setelah kematian. Di akhir hayat, beliau jadikan cinta-Mu samudera cinta pada diriku masih selalu memohonkan ampun dan melebihi air yang amat dingin.” Maka keselamatan umatnya. Dan kelak menebar bertanyalah seorang Badui kepada beliau: “Ya syafaat menaungi ummatnya di padang Rasulallah, kapan Kiamat tiba?” Rasulullah mahsyar. shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Apa Bagaimana dengan kita yang mengaku persiapanmu untuk menghadapinya?” Badui cinta? Bukti apa yang bisa kita tunjukkan itu menjawab: “Demi Allah, saya tidak pernah sebagai tanda cinta kita kepadanya? Sudah shalat sunnah, juga tidak pernah puasa seberapa besar pengorbanan kita? Atau sunnah, dan tidak ada pekerjaan besar bahkan sebaliknya kita sering membuat resah (pahala) yang aku lakukan. Namun dalam dan malah menyakiti Beliau? Sungguh tiada diriku (masih) ada cinta pada Allah subhanahu sebanding apa yang telah kita lakukan dengan wata’ala dan Rasul-Nya.” Tersenyumlah pengorbanan Beliau shallallahu ‘alaihi Kanjeng Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam wasallam. seraya berucap: “Al-mar’u ma’a man ahabba. Cinta Rasulullah harus ada pada setiap Seseorang akan bersama dengan insan yang berkecerdasan hati. yang ia cintai.” Cinta yang walaupun, yaitu Pengakuan cinta tak hanya cukup walaupun kita tidak pernah melihat di lisan saja. Akan dikata omong dan hidup bersama Beliau. Sebagai kosong belaka jika cinta tiada wujud cinta, alangkah indahnya jika pembuktian. Pembuktian cinta tentu kita bisa membahagiakan Beliau dengan sebuah pengorbanan, waktu, dengan melaksanakan sunnahnya Muji Sampurno tenaga, harta. Bahkan nyawa pun dan menjadikan Beliau suri tauladan Sekretaris Umum Yayasan Al Haromain bisa sebagai pengorbanan untuk dalam menjalani kehidupan ini. menjelaskan wujud cinta. Tetapi jika tidak mampu kita Ketika seorang ibu mencintai anaknya, membahagiakan dengan sepenuhnya, maka tentu sudah dapat kita lihat secara langsung janganlah berbuat hal yang menyakiti dengan bagaimana pengorbanan sang ibu sejak mengingkari sunnahnya dan melanggar syariat mengandung hingga melahirkan, berat dan yang baginda Rasulullah ajarkan pada kita. tersiksa hingga nyawa sebagai taruhan. Semoga dengan cinta kita kepada Merawat dari anak-anak hingga dewasa, lautan Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi keringat dan airmata telah dicurahkan. Tetapi wasallam akan membawa kita bersama Beliau karena cinta, pengorbana yang begitu besar di surga kelak. Karena, al-mar-u ma’a man tak terasa. ahabba. Begitu juga Baginda Rasulullah shallallahu Wallahu a’lam.
5
fokus utama
B
ulan Rabi’ul Awwal dan gegap gempita wasallam, lewat tasyahud awal dan akhir maulid serta shalawat memang tidak dalam shalat fardhu. Suatu aktivitas ibadah bisa dipisahkan. Keduanya begitu erat yang sebenarnya akrab sekali dengan berhubungan. Jika Rabi’ul Awwal diibaratkan keseharian kita dan sudah menjadi bagian pohon melati, maka maulid dan untaian hidup kita. Namun, sudahkah kita mengerti shalawat adalah bunga melati itu sendiri, yang arti shalawat dan salam itu sendiri? Atau menghiasi pohonnya dan menebarkan selama ini aktivitas ini berlalu begitu saja, semerbak wangi bau harumnya. kita anggap biasa tanpa mengerti maksud dan Hubungan Rabi’ul Awwal, maulid, serta rahasia apa yang ada dibaliknya? Tentunya shalawat bukan hanya sinergi tradisi dan momen Rabi’ul Awwal menjadi waktu seni. Ia lebih dari itu. Ada ruh cinta, yang baik dan saat yang tepat guna ada gebyar pahala ibadah, juga ada mempelajari lebih dalam makna titipan rindu menggebu mewarnai indah shalawat… hari-hari bulan ini. Shalawat secara bahasa berarti Ruh cinta itu menggelora karena doa dan ampunan. Sedangkan bayangan kita kembali ke masamakna shalawat kepada Nabi masa indah ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam shallallahu ‘alaihi wasallam masih menurut Sayyiduna Ibnu ‘Abbas Oleh: hidup di tengah-tengah sahabatnya, radhiyallahu ‘anhu: shalawat dari Ibnu Ishaq Abi ‘Ali Santri Univ. Al Ahkaff Allah adalah rahmat, sedangkan memberikan bimbingan dan Yaman perhatiannya yang tak pernah putus shalawat dari malaikat merupakan terhadap umatnya, termasuk kita permohonan ampunan untuk beliau. yang tak diberi kesempatan oleh Allah Imam Abul ‘Aliyah berpendapat: shalawat dari subhanahu wata’ala untuk turut merasakan Allah merupakan untaian pujian-Nya kepada nikmat menjadi sahabat beliau. Gegap Rasulullah di hadapan para malaikat. Dan gempita pahala itu karena berbagai kebaikan, shalawat dari para malaikat adalah doa bagi rangkaian pujian, untaian shalawat untuk beliau. Pendapat lain mengatakan: shalawat beliau, serta berderet kebaikan lainnya yang dari malaikat adalah istighfar. Namun menurut kita mohonkan pada Allah untuk disampaikan pendapat yang kuat: shalawat dari Allah untuk ke hadirat Rasulullah. Juga rindu menggebu Rasulullah adalah rahmat yang diiringi dengan ingin bertemu beliau sang kekasih, yang mungkin bisa meledakkan hati dan membuat kita rela mati. Sesuatu yang tak bisa diungkapkan oleh kata-kata lagi… Memahami Arti Shalawat dan Salam Dalam sehari, minimal kita diberi kesempatan sembilan kali oleh Alloh subhanahu wata’ala menghaturkan shalawat untuk Baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
6
penghormatan. Jika shalawat kepada selain Rasulullah merupakan rahmat saja. Sedangkan shalawat dari selain Allah berarti do’a, baik berasal dari malaikat maupun manusia. Makna indah salam adalah keselamatan dari cela dan aib. Maka arti dari Allahumma sallim ‘alayhi adalah: Ya Allah, tulislah keselamatan untuk Rasulullah dalam dakwah, umat, dan sebutan nama beliau dari semua kekurangan. Sehingga setiap hari, dakwah beliau bertambah mulia, umat beliau bertambah banyak, dan sebutan nama beliau bertambah tinggi. Yah, seperti itulah makna shalawat dan salam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Namun doa-doa indah yang tercakup dalam untaian shalawat – seperti yang kita ketahui dari deretan makna di atas – bukan berarti lantas kita memiliki jasa pada Rasulullah jika kita bershalawat kepada beliau. Justru sebaliknya, untaian shalawat hanyalah merupakan salah satu bentuk kecil balas budi kita kepada beliau. Sebab Allah memerintahkan kita untuk membalas kebaikan orang yang telah berbuat baik kepada kita, dan jika tidak mampu, kita dianjurkan melayangkan doa baik untuknya. Lalu, dapatkah kita menghitung jasa-jasa baik Rasulullah kepada kita? Dapatkah kita membalas setimpal perhatian beliau yang tak pernah putus untuk kebaikan kita? Karenanya, tatkala Allah mengerti bahwa kita tak akan pernah mampu membalas semua jasa dan kebaikan Rasulullah, maka Allah membimbing kita agar tak segan-segan membaca shalawat untuk beliau sebagai bentuk balas budi akan kebaikan, perhatian, serta doa-doa tulus yang pernah dipanjatkan Rasulullah kepada Allah untuk kita, untuk kebaikan kita. Karena tidak ada kebaikan manusia yang melebihi kebaikan Rasulullah kepada kita. Tak ada perhatian dan kasih sayang manusia yang lebih meluap daripada perhatian dan kasih sayang Rasullah kepada kita. Allahumma shalli wasallim wabarik ‘alaih wa’ala alih! Membaca Ayat Shalawat, Turut Larut Bersama Malaikat Yang menjadi landasan anjuran bershalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah perintah Alloh subhanahu wata’ala yang Dia abadikan dalam
rentetan ayat-ayat suci-Nya. Dalam surat alAhzab ayat 56, Allah berfirman:
Dalam ayat ini, Allah memberitahukan kepada kita sebagai hamba-Nya akan kedudukan Nabi di sisi-Nya di kalangan penghuni langit. Dan sesungguhnya Allah memuji beliau di hadapan para malaikat pilihan: bahwa sesungguhnya Dia Yang berselendangkan keagungan dan kebesaran, serta malaikat yang selalu tunduk patuh padaNya, yang suci dari dosa dan memiliki kedudukan yang dekat dengan Allah, mereka yang telah menyaksikan segala keindahan dan kemuliaan-Nya menguntai shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, mengguyurkan berbagai rahmat dan bermacam ampunan, sebagai bentuk presentasi keagungan dan keutamaan Rasulullah yang memang layak mendapatkan penghormatan. Kemudian Allah memerintahkan penghuni bumi untuk turut mengikuti jejak mereka, menghaturkan shalawat dan salam kepada Nabi shallallahu’alaihi wasallam, agar pujian para penghuni langit dan bumi berkumpul dan bersatu tertuju kepada Rasulullah. Lewat ayat ini pula, Allah begitu menganjurkan kita untuk menguntai shalawat dan salam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ini terbukti dari adanya 2 (dua) kata penguat di dalamnya. Allah menggunakan kata “inna” yang bermakna “sesungguhnya” dan “taslima” untuk menguatkan perintah ucapan salam kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan penghormatan yang diberikan oleh Alloh subhanahu wata’ala kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lewat ayat ini lebih sempurna serta menyeluruh daripada penghormatan yang telah diberikan Allah untuk Nabi Adam ‘alaihissalam melalui perintah sujud malaikat pada Nabi Adam ‘alaihissalam. Karena tidak mungkin Allah akan turut bersama para malaikat dalam penghormatan itu. Sedangkan dalam ayat ini, Allah telah memberitahukan bahwa Dia dan para malaikat telah bershalawat pada
7
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Tentu saja, penghormatan yang datang dari Allah dan malaikat jauh lebih sempurna daripada penghormatan yang hanya datang dari malaikat saja. Menikmati Shalawat, Menyaksikan Cahayanya Selain berisi doa-doa indah, pujian mewangi, implementasi penghormatan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ternyata berbagai pahala, berderet faedah dapat kita petik dari untaian ucapan shalawat kita. Jika kita telusuri kitab-kitab hadits atau kalam hikmah para ulama, dapat kita temukan berbagai keutamaan dan keunggulan shalawat, janji Allah akan pahala besar dan keridhaan yang akan diberikan kepada orang yang bershalawat, juga perealisasian doa dan kebutuhan orang tersebut di dunia dan akhirat. Hadits-hadits yang menerangkan keutamaan shalawat juga begitu banyak bertebar, hingga sebagian ulama mengumpulkannya dalam suatu karangan tersendiri. Kalaupun misalnya tidak ada kelebihan selain apa yang telah dituturkan Rasulullah: “Barang siapa bershalawat padaku sekali, maka Allah akan membalasnya dengan sepuluh kali shalawat rahmat”, maka itu kiranya sudah cukup. Sebab, jika seorang hamba telah mendapatkan rahmat dari Allah, apalagi yang hendak dicari? Peleburan dosa, penambahan kebaikan, pengangkatan derajat, janji akan menjadi orang terdekat dan paling berhak mendapat syafaat Rasulullah bagi orang yang memperbanyak shalawat, balasan shalawat dan salam dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, serta penayangan nama kita di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga merupakan beberapa keistimewaan yang bisa kita dapat dari shalawat. Kebalikannya, ada label “kikir” bagi orang yang tak mau membaca shalawat tatkala nama Rasulullah ia dengar. Ada pula keuntungan ganda yang diperoleh oleh orang yang bershalawat, karena ketika kita bershalawat dengan mengucap “Allahumma shalli ‘ala Sayyidina Muhammad” atau “Shallallahu ‘alaa Sayyidinaa Muhammad” berarti kita pula sedang berdzikir kepada Allah, sebab Asma agung Allah pun kita sebut.
8
Semua keunggulan dan keutamaan berlimpah yang diperoleh dari shalawat ini pula yang menjadikan orang–orang yang mengetahuinya, dan para ulama berlombalomba untuk memperbanyak shalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tentunya juga dilandasi kecintaan dan kerinduan mereka yang luar biasa kepada beliau. Ada kenikmatan tak terhingga yang mereka temukan ketika bibir mereka basah dengan shalawat. Dan bila Rasulullah kelak berkenan memberikan syafaat kepada kita, bagaimanapun keadaan kita sekarang di dunia, betapapun berlumurannya kita dengan dosa... bukankah sangat pantas sekali jika kita berterima kasih kepada beliau dengan selalu membasahi bibir kita dengan untaian shalawat? Bila kita begitu bergegas tatkala orangtua atau orang yang kita hormati memberikan perintah kepada kita akan sesuatu, bukankah lebih pantas lagi bila kita bergegas memenuhi perintah Allah untuk bershalawat kepada Sang Nabi? Mencoba berterima kasih akan jasa beliau yang telah menyampaikan nikmat-nikmat Allah kepada kita, terutama nikmat terbesar bagi kita: nikmat iman dan Islam? Akhirnya, mari memperbanyak membaca shalawat dan salam untuk beliau, karena segala kebaikan apapun yang telah kita lakukan, tak akan mampu membalas jasa-jasa beliau. Jika Allah telah memberikan keistimewaan shalawat kepada Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam di antara Rasul-rasul lainnya, dan memberikan shalawat itu sebagai hadiah khusus untuk kita dan tidak diberikan pada umat-umat terdahulu... maka mari sambut nikmat ini dengan penuh kesyukuran hati. Mari bergegas bergabung dengan para malaikat untuk memperbanyak membaca shalawat, membasahi lisan-lisan kita dengannya, dan tiada bosan-bosan menghaturkan shalawat untuk beliau, bersamaan dengan setiap nafas yang keluar dan masuk dari diri kita.… Assalamu ‘alayka ayyuhan Nabiyyu wa rahmatullahi wa barakatuh… Jazallohu ‘annaa Sayyidanaa Muhammadan shallallahu ‘alayhi wa sallam maa huwa ahluh… Wallahu a’lam.
reportase
KH. Luthfi Bashori Alwi.
Bulan Maulud tidak bisa dilepaskan dari acara Maulidan. Dan tidaklah afdhal jika acara Maulidan tanpa hadirnya pembacaan shalawat. M. Qosim dari MAJALAH ALHAROMAIN berkesempatan melakukan wawancara lewat dunia maya dengan KH. Luthfi Bashori Alwi, Pengasuh Pesantren Ribath al-Murtadla al-Islami, Singosari, Malang dan juga Ketua Komisi Hukum dan Fatwa MUI Kab. Malang. Berikut petikan wawancaranya seputar fenomena shalawat di masyarakat.
Apa implikasi firman Allah dalam QS. AlAhzab, 56: yang artinya: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” Bukankah ayat ini sudah sangat jelas, Ustadz? Ya. Hukum membaca shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam itu adalah wajib, yaitu tatkala seorang hamba melaksanakan shalat. Sedangkan hukumnya sunnah bershalawat jika dibaca di luar shalat. Pengertian ini diambil dari firman Allah tersebut yang menggunakan shighat amar (perintah), yang mempunyai dua pengertian berbeda. Jika dilihat dari siaqul kalam (gramatikal Arab)-nya, Allah memberi info bahwa Allah sendiri dan para malaikat itu bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Lantas Allah perintah yang bersifat ajakan dan anjuran agar semua umat Islam juga ikut bershalawat. Maka susunan inilah yang
memberi pengertian sunnahnya bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan kesunnahannya itu adalah sunnah muakkadah (sangat dianjurkan). Sedangkan dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: Shalatlah kalian seperti kalian melihat tata caraku shalat (HR. Bukhari dan Muslim), yang mana di dalam shalat itu beliau sendiri membaca shalawat. Maka berdasarkan inilah hukum perintah bershalawat di dalam shalat itu adalah wajib. Betapa besar makna dan faedah shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ini, sehingga Allah dan para malaikat-Nya sangat memperhatikan dan mengamalkannya. Bahkan Allah perintah kepada umat Islam secara langsung agar ikut bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, karena dengan memperbanyak bacaan shalawat kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam akan tumbuh rasa cinta yang dalam kepada beliau di hati umat. Logikanya, kalau bukan umat Islam sendiri yang berusaha sedalam-dalamnya mencintai Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai nabi-nya umat Islam, yang salah satu caranya adalah dengan memperbanyak bershalawat, lantas siapa lagi yang akan
9
mengamalkannya? Apa mungkin mengharapkan kepada orang-orang kafir untuk mencintai Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam? Rasanya bagaikan api jauh dari panggang. Mengapa sebagian umat Islam ada yang ‘alergi’ untuk bershalawat kepada Nabi, padahal Allah sendiri bersama malaikat bershalawat kepadanya? Kalau seperti itu yang terjadi, maka kemungkinan besar penyebab utamanya adalah karena tipisnya iman. Biasanya tipisnya iman itu terjadi karena keawaman seseorang terhadap ajaran syariat Islam secara benar. Bagaimana pandangan ustadz terhadap shalawat yang menggunakan redaksional bukan dari Nabi, tetapi hasil penyusunan para ulama, seperti shalawat Badar, burdah Imam Bushiri, shalawat Nariyah, shalawat Fatih, dsb.? Tidak ada larangan sedikit pun secara tekstual dalil baik dari ayat Alquran maupun Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bagi seseorang yang ingin berkreasi memperkaya redaksi shalawat kepada beliau, karena arti shalawat itu sendiri adalah doa dan pujian untuk sang kekasih hati umat, yaitu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan juga tidak ada sedikitpun larangan dari syariat untuk orang yang berdoa dengan menggunakan redaksi sendiri. Bahkan, konon Shahabat Hassan bin Tsabit telah banyak menciptakan kreasi syair-syair
bertema shalawat dan pujian khusus untuk Baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan syair-syair gubahannya itu dibacakan secara langsung di hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, sedangkan beliau menikmatinya dan tidak melarangnya. Ini pertanda bahwa baik redaksi membaca doa maupun bershalawat itu tidak harus monoton sesuai dengan redaksi yang datang dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Ada yang menyatakan bahwa beberapa shalawat itu mengandung kalimat syirik, karena menyebut Rasulullah serupa Allah (anta syamsun, anta badrun, anta nurun fauqa nuri), atau berdoa meminta sesuatu kepada Rasulullah, bukan kepada Allah? Apakah memang benar demikian, Ustadz? Ya, orang yang mengatakan seperti itu, sekali lagi karena kurang dalamnya mempelajari syariat Islam. Karena harus dipahami, bahwa dalam syariat itu ada istilah Maqamul Khaliq dan Maqamul Makhluq (Derajat ketuhanan Allah dan derajat makhluk ciptaan-Nya). Kedua derajat ini jelas-jelas tidak sama dan tidak bisa disamakan, serta tidak ada seorang pun dari umat Islam yang menyamakannya. Jadi, tidak ada satu pun dari umat Islam selama ini yang menuhankan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Ini jauh berbeda dengan kaum Nasrani yang benar-benar meyakini ketuhanan Nabi Isa alaihissalam. Ya itulah bedanya keyakinan umat Islam dan keyakinan kaum Nasrani. Maka sebesar atau setinggi apapun bentuk pujian yang dihaturkan B I O D ATA oleh umat Islam kepada Nabi Muhammad Nama : KH. Luthfi Bashori Alwi. shallallahu ‘alaihi TTL : Malang, 5 Juli 1965 wasallam, maka umat Aktivitas : Islam tetap · Pengasuh Pesantren Ribath al-Murtadla al-Islami, Singosari menempatkan derajat · Ketua Umum Pesantren Ilmu Alquran (PIQ) Singosari Nabi Muhammad · Ketua Komisi Hukum dan Fatwa MUI Kab. Malang shallallahu ‘alaihi · Fungsionaris di berbagai ormas Islam, di antaranya: wasallam sebagai Hai’ah As-Shofwah, Forum Ulama dan Umat Islam (FUUI), dll. makhluqnya Allah, dan Pendidikan: tidak akan pernah · Madrasah Ibtidaiyyah al-Ma’arif Singosari Malang (1972-1979) menuhankan beliau. · SMP Negeri I Singosari (1979-1981) · Ma’had Darut Tauhid, Malang (1981-1982) Berapa banyak · Ma’had as-Sayyid Muhammad Alwi al-Maliki, Makkah tuntutan Nabi agar al-Mukarramah (1983-1991) kita bershalawat
10
kepadanya? Minimal dalam shalat Subuh satu kali, dalam shalat Dhuhur dua kali, dalam shalat Ashar dua kali, dalam shalat Maghrib dua kali, dalam shalat Isya’ dua kali. Untuk selebihnya maka semakin banyak orang membaca shalawat maka akan semakin baik pula kadar keimanan seseorang. Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjanjikan: inna aulan naasi bii yaumal qiyaamati aktsaruhum ‘alaiyya shalaatan (Sesungguhnya paling dekatdekatnya orang denganku kelak di hari Qiyamat adalah yang orang paling banyak membaca shalawat untukku). Sikap kita sebaiknya bagaimana terhadap saudara kita yang “kurang suka” bershalawat? Ya mendakwahi mereka dengan memberikan pemahaman-pemahaman secara ilmiah. Bisa secara lisan maupun tulisan, sekaligus berupaya mengajak sebanyakbanyaknya masyarakat muslim untuk aktif mengadaan bacaan shalawat, termasuk mengadakan shalawat keliling, atau membentuk jamaah rutinan shalawat. Hingga tidak ada sedikitpun keraguan di hati umat tentang bolehnya bershalawat dengan berbagai redaksi yang baik serta memberi pengertian tentang pentingnya melestarikan pembumian shalawat ini di tengah-tengah umat. Apakah faedah shalawat itu? Kalau menurut Abuya Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki, dan beliau merangkum dari pendapat para ulama salaf, maka faedah membaca shalawat itu sangat banyak, antara lain: 1. Shalawat adalah serupa dengan perintah Allah subhanahu wata’ala. 2. Bersamaan dengan Allah ketika kita bershalawat. Sedangkan jika shalawat kita berbeda, shalawat kita adalah doa dan
permohonan. Sedangkan shalawat Allah adalah keagungan dan kemuliaan. 3. Allah akan memberikan balasan sepuluh, jika orang tersebut mengucapkan shalawat sekali. 4. Shalawat mengangkat sepuluh derajat, dituliskan sepuluh kebaikan, menghapus sepuluh keburukan. 5. Shalawat akan mendatangkan pengijabahan atas doanya. Jika shalawat didahulukan maka akan menghantar kepada Allah subhanahu wata’ala. Sedangkan jika tidak diucapkan ketika berdoa, maka doa tersebut akan menggantung antara langit dan bumi. 6. Penyebab syafaat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, jika ia meminta perantaraan ataupun meninggalkannya. 7. Penyebab diampunkannya dosa, dicukupkannya kesedihan oleh Allah kepada hamba-Nya, kedekatan seorang hamba kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di hari Kiamat, dan ditunaikannya kebutuhan. 8. Shalawat adalah bentuk zakat bagi orang yang bershalawat dan merupakan penyuci baginya. 9. Penyebab menjawabnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (atas shalawat yang dilantunkannya). 10. Penyebab rasa cinta Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada seorang hamba. Wallahu a’lam.
11
telaah
Sehat Berkat Nasihat
“Agama adalah Nasihat.” Kami (para diamalkan. Supaya Rasulullah shallallahu sahabat) bertanya: “Bagi siapakah, wahai ‘alaihi wasallam senantiasa disebut dan Rasulullah?” Beliau shallallahu ‘alaihi diingat, dan supaya sunnah-sunnah beliau wasallam bersabda: “Bagi Allah, bagi kitabdijaga dan dilestarikan. Nasihat diperlukan Nya, bagi Utusan-Nya, bagi para pemimpin pula agar para pemimpin tegak dan lurus kaum muslimin dan mayoritas mereka.” dalam menjalankan amanat pemerintahan, Demikianlah Imam Muslim dalam agar teguh dalam kebenaran. Mayoritas Kitab al-Iman (hadits ke 55) umat Islam juga memerlukan nasihat agar meriwayatkan hadits ini dari mereka konsisten berpegang teguh sahabat mulia Tamim bin Aus Ad dengan Islam. Jika demikian halnya, Dari radhiyallahu ‘anhu yang maka semakin jelas bagi kita apa tercatat sebagai orang pertama yang dikatakan oleh Imam Abu Ust. Masyhuda Al-Mawwas yang memberikan penerangan di Nuaim terkait hadits ini: “Hadits ini Ketua Pengurus Mahad masjid Nabawi kala malam hari memiliki peran besar, ia adalah Nurul Haromain Malang tiba. Ini menunjukkan betapa seperempat agama.” nasihat begitu penting. Ia sangat diperlukan Dalam kesempatan ini kami hanya ingin oleh Islam agar tetap tegak berdiri laksana mengingatkan kembali urgensi nasihat kepada bendera berkibar atau bagaikan gunung tinggi para pemimpin kaum muslimin. Ya, seperti menjulang. Agar Allah senantiasa disebut dan kita maklumi bersama bahwa kesejahteraan disembah. Agar kitab Allah dibaca dan suatu negeri dan kebaikan sebuah komunitas
12
sangat tergantung kepada kebaikan kepemimpinan. Ada beberapa hal yang mesti dilakukan dalam memberikan nasihat kepada pemimpin supaya kepemimpinan berjalan baik atau dalam bahasa yang umum sekarang “good and clean governance/pemerintahan baik dan bersih”. Pertama; Tunduk dan patuh kepada pemimpin. Secara sederhana logika kita berkata apa perlunya mengangkat pemimpin jika tidak dipatuhi. Jika komando yang diberikan tidak diperhatikan. Karena inilah Islam menempatkan kepatuhan kepada pemimpin sebagai bagian tak terpisahkan dari ketaatan kita dan komitmen kita kepada baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda:
“Barang siapa yang patuh kepada pemimpinku, maka sungguh ia telah patuh kepadaku.” (HR. Bukhari/2957, Muslim/567) Tentu saja ketaatan ini bukan tanpa batas. Ketaatan kepada pemimpin wajib dilakukan selama dalam wilayah kebaikan, tidak lebih baik, yang utama dan tidak lebih utama, asal bukan dalam kemaksiatan. Adalah Abdullah bin Hudzafah As-Sahmi radhiyallahu ‘anhu yang ditunjuk oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memimpin sebuah ekspedisi militer. Di tengah perjalanan, anggota pasukan yang telah dipesan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam supaya taat membuat Abdullah marah. Abdullah yang dikenal sebagai pribadi keras dan tegas segera menyuruh mereka agar mengumpulkan kayu bakar dan menyalakannya. Setelah api menyala, Abdullah menyuruh mereka supaya masuk ke dalam api. Tentu saja mereka menolak sehingga Abdullah mengatakan: “Mengapa? Bukankah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah berpesan kepada kalian untuk menurutiku dan bukankah beliau telah bersabda: ‘Barang siapa mentaati amirku, maka ia sungguh taat kepadaku?’” Mereka menjawab: “Kami tidak beriman kepada Allah dan mengikuti Rasul-Nya kecuali agar kami selamat dari neraka.” Jawaban ini kiranya cukup membuat amarah Abdullah bin Hudzafah padam sehingga api pun dimatikan. Ketika hal tersebut sampai kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam maka beliau membenarkan jawaban mereka dan bersabda:
“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam kemaksiatan kepada Allah Sang Pencipta.” (HR. Imam Ahmad) Pemahaman pemimpin tidak terbatas pula dalam pemimpin struktural. Masuk dalam kategori pemimpin yang harus diberikan nasihat adalah para ulama, yaitu dengan menerima ajaran-ajaran mereka (yang baik), menjadikan mereka sebagai rujukan hukum syariat, menyebarluaskan manaqib mereka, berbaik sangka, dan memuliakan mereka. Sahl bin Abdillah mengatakan: “Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka memuliakan pemimpin dan ulama. Jika mereka memuliakan dua kelompok ini, niscaya Allah memperbaiki kehidupan dunia dan akhirat mereka.” Pemahaman ini dikuatkan dengan hadits :
“Rahmat Allah semoga tercurah atas para khalifahku.” Dikatakan: “Siapakah para khalifahmu wahai Rasulullah?” Beliau bersabda: “Orang–orang yang mencintai sunnahku dan mengajarkannya kepada manusia.” (Abu Nashr As Sijzi dalam al Ibanah – Ibnu Asakir dari Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhu) Kedua; Mendorong, mendukung, dan membantu pemimpin dalam menegakkan kebenaran. Mengawal mereka agar tetap berjalan di rel yang benar. Ketiga; Mengingatkan mereka jika berbuat kesalahan. Inilah yang sangat dibutuhkan oleh pemimpin, bahwa ketika mereka berbuat salah dan bertindak zhalim, maka harus ada langkah mengingatkan agar keburukan tidak menjalar luas. Harus ada pihak yang sudi dan berani mengingatkan meski harus mengambil risiko dimarahi, dibenci, karir dihambat, atau bahkan dihukum fisik sekalipun. Ingat Kanjeng Nabi
13
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan; “Jihad yang paling utama adalah kata-kata kebenaran di hadapan penguasa yang zhalim.” (HR. Ibnu Majah — lihat Faidhul Qadir/1246). Beliau juga bersabda:
“Sungguh rasa takut kepada manusia jangan pernah mencegah seorang dari kalian untuk berkata benar jika ia melihat kebenaran itu atau mengetahuinya.” (HR. Imam Ahmad) Pemahaman penuh akan pentingnya pemimpin yang baik sebagai syarat kebaikan masyarakat secara luas inilah yang mendorong para sahabat dan orang-orang shaleh terdahulu memiliki keberanian yang luar biasa, sehingga mereka datang kepada para
“Agama adalah Nasihat.” Kami (para sahabat) bertanya: “Bagi siapakah, wahai Rasulullah?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bagi Allah, bagi kitabNya, bagi Utusan-Nya, bagi para pemimpin kaum muslimin dan mayoritas mereka.” penguasa jahat untuk memberikan nasihat tanpa memperhatikan risiko yang sangat mungkin menimpa. Sebagai contoh adalah seorang sahabat bernama A’izd bin Amar. Ia datang kepada Ubaidullah bin Ziyad, gubernur Kufah era Yazid bin Muawiyah yang memberikan perintah agar Sayyidina Husen dibunuh. Sesampai di hadapan Ubaidullah bin Ziyad,sebelum sempat duduk ia berkata: “Wahai anakku, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Sesungguhnya seburuk-buruk pemimpin adalah pemimpin yang zhalim dan tidak berbelas kasih kepada rakyatnya.’ Maka waspadalah, jangan sampai kamu termasuk mereka!” Ubaidullah bin Ziyad yang marah
14
dengan congkak menghina dengan mengatakan: “Duduklah, karena sesungguhnya Anda hanyalah ampas para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.” A’idz berkata: “Apakah ada ampas di kalangan mereka (para sahabat)? Sesungguhnya ampas itu ada pada orang setelah mereka, selain mereka.” (HR. Muslim/1431). Siapapun pemimpin, sekecil apapun wilayah yang dikuasainya. Seorang pejabat, jabatan apapun yang diembannya; ketua RT/ RW, kepala Desa, ketua regu, ketua kelompok, dan semua para pejabat dalam lingkungannya adalah para pemimpin yang dimaksudkan dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di atas yang mendapatkan hak untuk ditaati, dikawal, diawasi, dan diingatkan jika terlihat melakukan tindak penyelewengan. Nabi shallallahu alaihi wasallam mengajarkan:
“Tolonglah saudaramu dalam keadaan ia sebagai orang zhalim atau dizhalimi.” Para sahabat bertanya: “Jika orang yang terzhalimi kami mengerti, tetapi apa maksudnya dengan (menolong) saudara yang zhalim?” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kamu mencegahnya dari kezhaliman. Itulah pertolonganmu padanya.” (HR. Turmudzi/2356). Dengan saling memberi nasihat, saling mengingatkan jika ada kesalahan (terutama jika pemimpin yang salah) yang terjadi dalam sebuah komunitas besar atau kecil merupakan upaya penting bagi terciptanya komunitas yang sehat, yang berarti aman dari kekacauan, tetap aman sejahtera, dan insya Allah meraih kejayaan. Abuya As-Sayyid Muhammad alMaliki mengatakan: “Dan termasuk pilar-pilar masyarakat Islam adalah nasihat.” Beliau lalu menyampaikan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Sesungguhnya Allah meridhai tiga hal dari kalian; agar kalian menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dan agar kalian berpegang teguh dengan tali Allah seluruhnya jangan berpecah belah, serta agar kalian saling memberi nasihat kepada orang yang diberikan kuasa urusan kalian oleh Allah.” (HR. Muslim —Lihat Ad Dakwah al Ishlahiyyah 25). Wallahu a’lam.
mutiara hadits
Hanya Iman dan Amal Sholeh yang dapat Menolong dan Menemani di Kubur dan Akhirat
Artinya: Keberangkatan mayat ke kubur diikuti tiga hal, yaitu: keluarganya, hartanya, dan amal perbuatannya. Yang dua akan kembali sedangkan yang satunya akan tinggal menyertainya. Yang kembali adalah keluarga dan harta bendanya, sedangkan yang tinggal adalah amal perbuatannya. (HR. Bukhari)
sendirian menerima risiko di alam kubur. Keterangan. Rasulullah bersabda yang artinya: udah menjadi sunnatullah dalam kehidupan kita, Allah subhanahu wata’ala Sesungguhnya alam kubur itu keadaan yang merupakan tahap pertama dalam akhirat. menciptakan dan menjadikan isi dunia (HR. Imam Tirmidzi dan Ibnu Majah) ini selalu berpasang-pasangan. Ada langit ada Perlu kita ketahui bersama bahwa seorang bumi, ada siang ada malam, ada terang ada gelap, ada tinggi ada rendah, ada panjang ada manusia kalau sudah mati nyawa terpisah dari badan, walaupun dia waktu hidup selalu pendek, ada baik ada buruk, ada kemuliaan bersama dengan kita, bahkan dia mungkin ada kehinaan, ada kaya ada miskin, ada seorang pejabat, orang yang tampan, orang bahagia ada celaka, dan ada hidup ada mati. yang kaya, orang yang pangkat, orang yang Begitu juga ada kelahiran ada kematian, ada berada serba kecukupan hidupnya, dunia ada akhirat. maka itu semua tinggal kenangan. Terkait dengan hadits di atas, maka Kita mampu melihat secara lahiriah perlu kita cermati bersama bahwasanya suatu proses kematian seorang yang semua yang hidup ini pasti dan wajib kita kenal dan yang kita cintai. akan mengalami dan merasakan yang Apa yang kita kenal dan yang kita namanya mati, dan pasti akan segera cintai tentang dia sudah tidak ada pindah ke alam kubur dan selanjutnya menuju ke alam akhirat. Oleh | Ust. Abdul Fatah lagi. Ya dia masih ada, masih utuh Bila seseorang telah datang Pembina MT Al Isyroq jasadnya, tetapi sesungguhnya Gresik hakekatnya dia sudah tidak ada lagi. ajalnya (mati), maka akan terjadilah Selama ini dia yang selalu bergerak bersama, apa-apa yang pasti terjadi. Dia terputus hubungannya dengan dunia. Semua miliknya di berkata-kata bersama, bercanda bersama, bepergian dan menghirup udara bersama, dunia tidaklah mampu lagi mendampinginya, menolongnya, serta memberi manfaat. Semua sekarang dia diam saja membujur kejang. Matanya masih ada tapi tidak bisa melihat, tinggal menjadi warisan. Hartanya tidak bisa telinganya masih ada tapi tidak mampu menolong dan menyelamatkan serta membahagiakan setelah mati. Istri/suami dan mendengar lagi, semua anggota tubuhnya masih lengkap akan tetapi sedikitpun tidak anak, teman akrab dan tetangga, serta mampu beraksi. Dia yang kita cintai telah masyarakat tidak mungkin bisa membantu, mereka hanya bisa mengantar sampai ke pintu mati, berpisah dengan kita, kemudian segera kita pindahkan ke dalam tanah, alias ke alam kubur, setelah itu mereka meninggalkan
S
15
kubur. Itulah misteri kematian dimana ilmu dan teknologi secanggih apapun tidak akan mampu mengungkap tabir dan rahasianya. Ilmu hanya mampu meneliti manusia hidup sampai sampai ia berada di ambang pintu kematian di saat sakaratul maut. Wahai saudaraku, ketahuilah bahwasanya hamparan gemerlapan kesenangan dunia yang menghiasi hidup kita: harta, tahta, wanita, emas, intan, permata, rupiah, real, dollar, avanza, xenia, inova, kesibukan kerja untuk Ma’isyah maupun A’isyah, dan sederet kesibukan hidup lainnya tanpa kita sadari kadang menguras seluruh potensi kita, sering menjadikan kita lupa diri sehingga kita lupa akan mati. Padahal itu pasti. Lupa akan alam kubur, padahal itu juga pasti. Lupa akan akhirat, dan lupa bahwa kita akan dimintai pertanggungan jawab atas segala amal perbuatan selama hidup di dunia ini. Kesimpulan. Renungkanlah dan camkanlah baik-baik. 1. a. Hiduplah sesukamu, tapi ingat cepat atau lambat engkau pasti akan mati. b. Berbuatlah sesukamu, tapi ingat pasti engkau akan mendapat balasannya. c. Cintai sesuatu sesukamu, tapi ingat pasti engkau akan berpisah dengannya. 2. Ketahuilah bahwa seluruh harta dan materi yang engkau miliki tidak akan mampu menolong dari siksa (fitnah) kubur, begitu juga keluargamu, walaupun menjadi seorang panglima angkatan perang yang besar. 3. Yang bisa menolong kita di kubur dan akhirat hanyalah iman dan amal sholeh kita. 4. Keluarga dan harta kita hanya bisa mengantarkan jenazah ke depan pintu kubur saja setelah mayat dikuburkan, maka semuanya akan kembali ke rumah masing-masing. Yang tinggal, yang dapat menolong dan mendampinginya hanya iman dan amal sholehnya. 5. Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang atinya: Bila sang jenazah sudah diletakkan dalam keranda dan saling diusung oleh seorang di atas bahunya, maka apabila mayat tersebut (sewaktu hidupnya) senang beramal sholeh, maka ia
16
mengucapkan: Segerakanlah, percepatlah aku. Namun apabila mayat itu (sewaktu hidupnya) beramal buruk ia akan berkata: Duh, celaka! Akan kalian bawa ke mana aku ini? Semua benda (di sekitarnya) mendengar ucapan itu kecuali manusia. Dan seandainya manusia mendengarnya ucapan tersebut, pasti ia pingsan. (HR. Bukhari) 6. Saudaraku, harta kita bisa menjadi pendamping dan penolong kita di kubur dan di akhirat, bila diinfakkan, dishadaqahkan untuk menolong fakir miskin, menyantuni anak yatim dan dhuafa’. 7. Keluarga dapat menolong kita ketika kita mendidik dan mentarbiyah menjadi seorang muslim yang taat dan patuh serta tunduk kepada Allah dan Rasul-Nya. Demikian semoga Allah senantiasa menjaga iman dan amal sholeh kita. Amin Referensi. 1. Riyadlus shalihin: Syekh Imam Nawawi. 2. Penerang Qolbu oleh M. Fadlun.
profil
Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf
mnafis.blogspot.com
H
abib Syech bin Abdul Qodir Assegaf atau yang sering disapa Habib Syech atau Bib Syech, lahir di Solo pada 20 September 1961. Beliau merupakan salah satu putra dari 16 bersaudara putra-putri Alm. Habib Abdul Qodir bin Abdurrahman Assegaf – tokoh alim dan imam Masjid Jami’ Assegaf pasar Kliwon Solo.
Pendidikan Pendidikan agama dan akhlak mulianya ia dapatkan dari guru sekaligus ayahanda tercinta. Beliau juga dididik oleh pamannya, Alm. Habib Ahmad bin Abdurrahman Assegaf yang berasal dari Hadhramaut – Yaman. Habib Syech juga mendapat pendidikan dan perhatian penuh dari Alm. Al-Imam AlArifbillah Al-Habib Muhammad Anis bin Alwiy Al-Habsyi – Imam Masjid Riyadh dan pemegang maqam Al-Habsyi.
Berkat bimbingan Alm. Habib Anis, Habib Syech bin Abdulkadir Assegaf mengajak masyarakat untuk senantiasa melakukan shalawat kepada Baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam yang ia awali dari kota kelahirannya, Solo. Majelis shalawatnya kini telah mempunyai ribuan pengikut yang diberi nama Ahbaabul Musthofa. Nama Habib Syekh bin Abdul Qadir Assegaf sebagai pendakwah, boleh jadi belum dikenal secara meluas di kalangan masyarakat. Namun di kalangan jamaah majelis shalawat atau kegiatan Maulidan, beliau cukup dikenali. Terutama karena ketokohan beliau dikurniakan oleh Allah dengan memiliki suara yang sangat merdu. Dengan suara yang merdu ini, Habib Syech berhasil memikat kalangan muda sehingga mereka menyukai qashidah dengan syair-
belantaraindonesia.org
17
fatkhullifidian.wordpress.com
syair yang seluruhnya bersumber dari kitab Simthud Durar. Ribuan bahkan jutaan belia turut bergabung dalam acara-acara shalawat yang dianjurkan. Sebenarnya syair-syair qashidah yang dibawakan beliau bukanlah syair puji-pujian yang baru. Namun Habib Syekh berhasil membentuk dan mengemas. Kini irama pembacaan maulid tradisional menjadi lebih indah dan menggoda telinga yang mendengarnya. Selain itu, beliau juga mencipta sendiri lagu qashidah yang nada dan iramanya dapat diterima telinga masyarakat, baik masyarakat yang akrab dengan kegiatan majelis shalawat maupun masyarakat awam. Perjuangan Dakwah Perjalanan hidup Habib kelahiran Solo, 20 September 1961, ini cukup berliku. Beliau pernah berjaya sebagai seorang usahawan, tapi kemudian muflis. Di saat sulit itu, Habib Syekh melakukan dakwah menggunakan kereta angin ke pelosok-pelosok untuk
Jadwal Pengajian Rutin Pengajian Rutin Malam Kamisan. · Bertempat di Ndalem Guru Mulia Al-Habib Syekh Abdul Qodir Assegaf, Jl.Bengawan Solo 6, No.12, Semanggi Kidul, Solo. Pengajian Rutin Lapanan ·
Malam Sabtu Kliwon di Masjid Agung Baitul Makmur Purwodadi-Grobogan.
·
Malam Rabu Pahing di Halaman Masjid Agung Kudus.
·
Malam Sabtu Legi di Halaman Masjid Agung Baitul Makmur Jepara.
·
Malam Ahad Pahing di Masjid Assakinah, Puro Asri, Sragen.
·
Malam Jum’at Pahing di Halaman PP. Minhajuttamyiz Timoho, belakang UIN Sunan Kalijaga.
·
Malam Ahad Legi di Halaman Masjid Agung Surakarta.
18
habibsyech.wordpress.com
melaksanakan tugas dari sang guru, almarhum Habib Anis bin Alwi Al-Habsyi, imam masjid Riyadh Gurawan Solo. Pada saat itu Habib Syekh bin Abdul Qadir Assegaf juga sering diejek sebagai orang yang tidak punya pekerjaan dan habib jadi-jadian. Namun Habib Syekh tidak pernah marah atau mendendam kepada orang yang mengejeknya. Justru sebaliknya, beliau tetap tersenyum dan memberi sesuatu kepada orang tersebut. Ahbaabul Musthofa Ahbaabul Musthofa adalah suatu majelis yang mengajak kita untuk senantiasa meneladani dan mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam. Majelis ini berdiri pada tahun 1998 di Kampung Mertodranan Kota Solo. Berawal dari Majelis Rotibul Haddad dan Burdah serta Maulid Simthut Duror Habib Syech memulai langkahnya untuk mengajak umat dan dirinya dalam memperkuat rasa cinta kepada Baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam. Wallahu a’lam.
Konsultasi Syariah oleh Lajnah Syariah Persyada Al Haromain
Bagaimana Memperingati Maulid Nabi Assalamualaikum Wr. Wb. Saya mau menanyakan tentang memperingati maulid Nabi, karena selama ini yang berkembang di masyarakat ada yang berbeda pendapat tentang maulid nabi. Mohon penjelasannya. Nuri Istighfari – Kalimantan
Jawab: Kata MAULID jika dialih ke dalam bahasa kita, memiliki dua arti: 1- Waktu/hari kelahiran 2- Tempat kelahiran. Adapun yang kami maksud dalam bahasan kita ini adalah: Maulid yang berarti waktu/hari kelahiran. Kemudian kata MAULID ini ketika diucapkan secara mutlak (tanpa ada batasan), maka lumrahnya terlintas sekilas dalam hati orang yang mendengarnya adalah: MAULIDUR RASUL shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu: waktu/hari kelahiran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagaimana kata MADINAH ketika diucapkan secara mutlak, maka arti dan maksud yang terlintas sekilas adalah MADINATUR RASUL, kota hijrah dan tempat bersemayam jasad Beliau. Menurut tabiat manusia yang hidup di
planet bumi ini, kelahiran seorang anak turunan Adam alaihissalam di anggap sebagai momen bersejarah yang sangat berharga. Bahkan bernilai istimewa. Sebab seluruh perjalanan hidup di bumi ini bermula dari proses sebuah kelahiran. Maka kelahiran di mata mereka memiliki makna yang sangat berarti dan diperhatikan. Tidak pandang menurut mereka yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya, ataupun menurut mereka yang tidak beriman. Mereka semua memiliki rasa sepakat akan hal ini. Merupakan sebuah kenyataan yang tidak dapat diingkari dan dipungkiri manakala nurani mereka tergerak untuk merayakan dan memperingati waktu dan hari kelahiran mereka. Mereka biasanya mengadakan peringatan ini pada setiap setahun sekali ketika waktu dan hari yang dimaksud terulang kembali. Dan hari itu dikenal dengan sebutan s doc lazi
19
HARI ULANG TAHUN. Sampai-sampai sebagian dari mereka merayakannya dengan penuh khidmad dan meriah. Terkadang tidak sedikit pula materi dan harta yang mereka keluarkan untuk terlaksananya acara bersejarah tersebut. Maka dari itu, tidak seharusnya Anda merasa bingung menyikapi perayaan Maulid Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Disebabkan -di sisi lain- Anda terkontaminasi oleh sebuah pemikiran yang berwawasan picik dan tersumbat atau pendapat yang tidak memiliki ujung-pangkal kebenaran dalam hal ini. Yaitu pemikiran yang bisa menjadikan seseorang merasa sempit hidup di luasnya bumi Allah yang tidak terjangkau, dan bisa menjadikannya buta akan kebenaran yang nyata dan “ketok moto”, bagaikan sinar matahari yang sangat terang tanpa sedikitpun kabut menghalanginya. Benar kata seorang penya’ir:
“Sedikitpun tidak benar menurut kata hati # manakala siang hari yang cerah masih membutuhkan dalili (bukti).” Saudaraku.... sekali lagi kami katakan: Jangan bingung! Mengapa demikian? Karena merayakan hari kelahiran Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak jauh berbeda dengan perayaan-perayaan hari kelahiran selain Nabi. Tradisi yang mendunia ini sama sekali tidak bertolak belakang dengan nash-nash Al-Qur’an maupun hadits. Bahkan sebaliknya, nash-nash tersebut mengisyaratkan anjuran untuknya. Sebagai patokan tradisi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (HR. Ahmad, mauquf Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu):
“Apa-apa yang dipandang oleh orang-orang Islam baik, maka menurut Allah baik pula”. Apa lagi di dalam peringatan tersebut dilakukan beberapa amal yang bernilai ibadah yang dianjurkan secara umum oleh agama, seperti membaca ayat-ayat Al-Qur’an, shalawat, pembacaan sejarah mulai kelahiran sampai wafat Beliau, dzikir, dll. Sebagaimana
20
yang telah berlaku di masyarakat kita. Hanya saja, pengemasan acara-acara maulid tersebut berbeda-beda antara satu daerah dari daerah yg lain, negara satu dari negara yang lain. Dengan catatan, di dalamnya tidak dilakukan perbuatan maksiat kepada Allah. Kalau toh ada, misalnya, maka hal tersebut tidak berpengaruh pada hukum asal bolehnya merayakan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Walaupun demikian, antara kemuliaan hari kelahiran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai terutamanya seluruh makhluq Allah, dan hari kelahiran seorang anak manusia biasa, tentunya terdapat perbedaan yang sangat jauh. Sebagaimana perbedaan antara kemuliaan diri Beliau dibandingkan dengan diri manusia biasa itu sendiri. Dari sini kita mengerti bahwa hari kelahiran Beliau sangat berarti bagi kejayaan agama Islam dan kehidupan ummat Islam di muka bumi ini. Sehingga siapapun yang merasa menjadi ummat Muhammad dan ummat Islam, tidak akan ragu-ragu lagi untuk merayakan hari yang istimewa ini. Apa yang telah kami uraikan di atas, cukup kiranya sebagai dasar secara akal (dalil aqli) atas status hukum merayakan hari kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak perlu lagi dalil naqli (dalil yang berorentasikan pada Al-Qur’an atau hadits, dll.). Akan tetapi, untuk lebih kongkritnya bahasan ini, akan kami utarakan pula sedikit dari sekian banyak dalil naqli atas boleh atau bahkan dianjurkannya merayakan maulid Nabi jika dikemas dengan adanya beberapa amalan ibadah sebagaimana di atas. Berikut dali-dalil tersebut: Perayaan Maulid sebagai bentuk pengungkapan: 1. Rasa gembira atas kelahiran Beliau sebagai rahmat bagi seluruh jagad raya. Firman Allah subhanahu wata’ala dalam QS.Yunus: 58 yang diperkuat dengan QS. Al-Anbiya’: 107. 2. Rasa bersyukur kepada Allah atas lahirnya Baginda ke bumi dengan selamat. Rasulullah bersabda ketika ditanya: Ya Rasulallah, mengapa baginda berpuasa di hari Senin? Beliau jawab: ”Itu hari aku dilahirkan.” (HR. Muslim dari Abu Qatadah radhiyallahu anhu). Juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersyukur
dengan berpuasa, sebagaimana dalam hadits puasa ‘Asyuro’ yang masyhur. (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu). Ungkapan syukur yang lain dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah: shalat sunnah, sebagaimana dalam (HR Muslim dari Sayyidah ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, bertanya kepada Rasulullah: Ya Rasulallah, mengapa Baginda terus-menerus melakukan shalat, sehingga kedua kaki Baginda membengkak? Bukankah Allah telah mengampuni dosa Baginda yang telah berlalu dan yang akan datang? Beliau menjawab: “Wahai ‘Aisyah, apakah aku tidak boleh menjadi seorang hamba yang bersyukur?” Begitu pula ketika Rasulullah resmi dinobatkan sebagai nabi dan rasul, Beliau bersyukur dengan menyembelih seekor kambing. (HR. al-Baihaqi dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu). Dari beberapa hadits ini dan lainnya dapat kita simpulkan bahwa mengungkapkan rasa syukur kepada Allah tidak terikat dengan satu bentuk ibadah, akan tetapi bebas mengungkapkannya dengan bentuk ibadah apapun. Maka dari itu, ulama’ Islam mencetuskan sebuah definisi syukur yang sangat luas menurut ‘urf (istilah) mereka, yaitu: “Menyalurkannya hamba Allah akan seluruh nikmat jasmaninya --seperti telinga bisa mendengar-- untuk dijadikan sarana beribadah kepada-Nya.” 3. Rasa cinta kepada Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga seseorang yang mencintainya akan selalu menyebutnya dengan memperbanyak membaca shalawat untuknya. Sebagaimana dikatakan: “Barangsiapa mencintai sesuatu, dia akan selalu menyebutnya.” Allah subhanahu wata’ala berfirman (QS. Al-Ahzab: 56)
ulama’ salaf juga tidak merayakannya. Maka jawabannya sebagai berikut: 1. Kalau dikatakan bid’ah, ya memang bid’ah, tapi bid’ah hasanah (baik) dalam bentuk pengemasan perayaannya. Karena bid’ah terbagi menjadi lima bagian, yang di antaranya adalah bid’ah hasanah. 2. Kalau dikatakan sesat, hal ini sangat keliru, karena kesesatan adalah perkataan / perbuatan yang dilakukan bertentangan dengan hukum-hukum syara’. Adapun maulid sebagaimana penjelasan di atas yang cukup lebar, masih ada dalam lingkup keumuman nash-nash syara’. Hal ini bisa dipahami oleh orang yang paham. 3. Adapun alasan karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan ulama’ salaf tidak merayakannya, hal ini sangat keliru. Mengapa? Karena dalam kaidah ilmu ushul fiqih ditegaskan: Tidak melakukan sesuatu, bukanlah sebagai dalil terlarangnya sesuatu itu.
atau dengan kata lain
Apa lagi kalau kita cermati dalil Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa di hari Senin justru menunjukkan bahwa Beliau merayakan hari kelahirannya sendiri dengan perpuasa sebagai ungkapan syukur. Dan puasa ini merupakan salah satu ibadah yang dipilih Beliau sebagai sarana mengungkapkan syukur. Akan tetapi bersyukur tidak harus dengan berpuasa, sebagaimana uraian di atas. Jadi orang yang mengatakan Baginda tidak merayakan maulidnya, itu bohong. Beliau merayakannya, tapi mengemasnya dalam bentuk puasa. Demikian pula para ulama’ salaf, mereka merayakannya, tapi dalam bentuk yang mereka kemas sendiri.
Demikian pula, dia akan mengorbankan apa saja untuk yang dicintai.
Wallahu a’lam.
Adapun pemikiran yang menjadikan Anda bingung, karena perayaan Maulid disebut bid’ah atau bahkan sesat, atas dasar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah merayakan maulidnya sendiri atau para
Bahan rujukan : 1- Haul al ihtifal bi dzikro al maulid an nabawi as syarif 2- Manhaj as salaf fi fahmi an nushus 3- Mafahim yajibu antushohhah.
21
mutiara al qur’an
Oleh:
K.H. M. Ihya Ulumiddin Ketum Hai’ah Ash Shofwah Pengasuh Ma’had Nurul Haromain Malang
Da’i itu
Seorang Pemberani QS. al Ahzab: 39
“Orang-orang yang menyampaikan risalah Allah serta merasa takut kepada-Nya dan tidak takut kepada siapapun kecuali Allah. Cukuplah kiranya Allah sebagai Dzat Penolong.” Analisa Ayat Ayat ini adalah pujian Allah kepada orangorang yang menyampaikan risalah-Nya kepada umat manusia dengan sepenuh amanah disertai rasa takut (khosy’yah) kepada-Nya serta sama sekali tidak gentar akan ancaman dari siapapun. Pertolongan dari Allah kiranya cukup menjadi jaminan keamanan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah figur terdepan dalam maqam ini, dan tentunya juga dalam seluruh maqam yang ada. Beliau adalah manusia yang paling besar rasa takutnya kepada Allah. Aisyah radhiyallahu ‘anha meriwayatkan: Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan sesuatu kemudahan yang oleh sebagian (sahabat) dihindari. Hal ini sampai kepada beliau sehingga lalu bersabda:
“Ada masalah apakah dengan kaum yang menghindari sesuatu yang telah aku lakukan? Maka demi Allah, sesungguhnya aku yang paling mengenal Allah di antara mereka dan yang paling kuat rasa takut kepada-Nya.” (Muttafaq ‘alaih) Beliau adalah manusia yang paling pemberani sebagaimana: a. Kesaksian Sayyidina Ali karramallahu Wajhah:
22
“Sungguh pada perang Badar aku melihat diriku termasuk bersama orang-orang yang berlindung dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau adalah orang yang paling dekat dengan musuh, dan paling kuat dalam bertempur.” Ali juga mengatakan:
“Adalah kami jika perang berkobar dahsyat, maka kami berlindung dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” (HR. Ahmad an-Nasai, at-Thabarani, al-Baihaqi) Jadi bisa dijadikan standar di antara para sahabat bahwa yang paling pemberani di kancah peperangan adalah mereka yang paling dekat dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. b. Pada perang Hunain di saat banyak pasukan Islam mundur, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tetap maju menyongsong musuh dengan keberanian sangat tinggi karena hanya dengan menunggangi hewan keledai yang dikenal bodoh dan susah diarahkan. c. Pada suatu malam penduduk Madinah ketakutan oleh suara, maka orang-orang pun bergegas menuju arah suara tersebut. Tetapi mereka justru sudah disambut oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang telah mendahului mereka mendatangi
asal suara sambil bersabda: “Tak perlu ada yang ditakutkan”. Ketika itu beliau menaiki kuda milik Abu Thalhah yang telanjang tanpa pelana dan tali kekang, sambil mengalungkan pedang di lehernya.
doc. alharomain
Pasca Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat, maka maqam al-Balagh, berdakwah menyampaikan risalah Allah kepada umat manusia dilanjutkan dengan begitu bersemangat oleh para sahabat radhiyallahu anhum. Akan sangat panjang lebar jika membicarakan tentang rasa takut para sahabat kepada Allah dan keberanian mereka menghadapi musuh-musuh dakwah. Hal yang
perlu digarisbawahi dalam ayat di atas bahwa seorang pendakwah harus senantiasa berproses menempa diri agar: a. memiliki hati yang memiliki rasa takut kepada Allah, di mana rasa takut kepada Allah ini akan susah muncul kecuali dalam diri orang-orang yang memiliki pengertian luas tentang Allah, tentang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan tentang agama Allah. Semakin mengerti, hati akan semakin merasa takut. Maka menambah ilmu melalui salah satunya mengikuti kajian-kajian rutin adalah suatu keniscayaan. Ingat firman Allah: “Sesungguhnya yang hanya takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya adalah para ulama.” (QS. Fathir: 28) b. menjadi figur-figur yang pemberani, tidak
canggung atau minder berhadapan dengan siapapun, tidak gentar menghadapi masalah apapun di medan dakwah. Dan yang sangat penting adalah berani menyuarakan kebaikan, mendukung kebenaran, dan menolak kebatilan, apapun risikonya. Sebagaimana dilakukan oleh Imam Ahmad bin Hambal yang lebih memilih dan rela menjalani hukuman cambuk daripada dipaksa untuk mengatakan bahwa Alqur’an itu baru bukan qodim. Bahkan sekedar berdiplomasi supaya terhindar dari hukuman, beliau pun tidak mau melakukan dengan mengatakan: “Jika demikian, lantas kapankah kebenaran bisa menang?!” Dan sebagaimana pula dilakukan oleh Imam anNasa’i. Ulama yang menetap di Mesir ini suatu ketika berkunjung ke Damaskus, ibukota Islam Daulah Umawiyyah, tempat para loyalis Muawiyah dan keluarga besarnya. Kala itu di masjid-masjid sudah biasa terdengar caci-maki dan laknat terhadap Sayyidina Ali karramallahu wajhah. Sesampai di sana, orang-orang memintanya agar mengatakan bahwa Muawiyah lebih utama dibandingkan dengan Ali karramallahu wajhah. Kejujuran sebagai seorang ahli hadits membuat beliau dengan sangat berani mengatakan: “Mengapa Muawiyah tidak rela jika terkalahkan oleh Ali !?” Ketika orang-orang bertanya hadits yang diriwayatkannya tentang keutamaan Muawiyah, maka beliau menjawab: “Aku tidak mengetahui keutamaannya kecuali ada hadits, ‘Semoga Allah tidak mengenyangkan perutmu’. Kontan saja hal ini membuat mereka marah, sehingga mengeroyok Sang Imam, memukul dan menendangnya, sehingga beliau sakit parah dan akhirnya meninggal dunia karena tindakan anarkis para pendukung Muawiyah yang fanatik tersebut. Wallahu a’lam.
23
zona pendidikan
Mewujudkan Generasi Rabbani :
Memulai dari yang Kecil-kecil Masitha Achmad Syukri Kadiv. Pendidikan Yayasan Persyada Al-Haromain Staf Pengajar Fak. Ilmu Budaya Unair
G
enerasi Rabbani – sebagaimana yang telah diulas dalam edisi yang lalu – adalah generasi yang meneladani sifat dan akhlak Allah SWT sebagai Rabb dalam segenap pikiran, sikap, dan perilaku mereka sehari-hari. Sifat dan akhlak utama Allah SWT sebagai Rabb alam semesta adalah sifat kasih sayang Allah SWT terhadap seluruh makhlukNya. Allah SWT merawat, memelihara, dan memperhatikan serta memenuhi segenap kebutuhan hidup makhlukNya hingga hal-hal yang sangat kecil. Dengan i’tikad dan himmah, generasi rabbani akan dihasilkan melalui master plan pendidikan yang holistik dan sinergis. Dengannya, persoalan umat manusia, terutama persoalan bangsa Indonesia, insyaallah akan terpecahkan. Memulai dari Memperhatikan ‘hal-hal yang kecil-kecil’ Jika kita menganalogkan kasih sayang dengan warna, tentu akan didapati spektrum warna dari kasih sayang yang dimiliki. Salah satu bagian spektrum warna kasih sayang tersebut adalah memperhatikan hal-hal yang kecil-kecil yang di dalamnya terkandung makna kepedulian dan penghargaan terhadap hal-hal yang kecil-kecil tersebut. Kemudian, apa sebenarnya hal-hal kecil itu? Pada dasarnya, ia terkait dengan sesuatu dan atau aktifitas yang karena kecil lingkupnya, seseorang atau orang lain bisa jadi dan bahkan seringkali menganggapnya remeh, tidak penting, atau tidak mendatangkan kemanfaatan materi ataupun non-materi sehingga hal-hal yang kecil-kecil itu seringkali dihindari untuk dilakukan. Akan tetapi, jika direnungkan atau dikaji lebih jauh dengan hati dan pikiran yang jernih, kemauan
24
untuk memperhatikan yang kecil-kecil itu justru akan mendatangkan kemulyaan buat diri si pelaku dan juga kebahagiaan atau kemanfaatan yang besar bagi orang lain dan bahkan untuk alam sekitar. Kita cermati 2 contoh sederhana berikut. Contoh 1. - Kondisi 1. Pada saat tersedia tempat sampah, seseorang membuang sampah pada tempat sampah. Perbuatan ini adalah wajar dan sepatutnya dilakukan apalagi jika sampah tersebut adalah sampahnya sendiri (meskipun realitanya masih banyak anak maupun orang dewasa yang kurang kesadarannya untuk melakukan itu). - Kondisi 2. Pada saat tempat sampah tidak tersedia atau sulit didapati, seseorang berusaha keras mencari tempat sampah atau menyimpan sampah tersebut di dalam tasnya dan membuangnya sampai dia menemukan tempat sampah atau bahkan membawanya sampai di rumahnya. Upaya membuang sampah pada kondisi ini sesungguhnya tidak lagi bisa dipandang sebagai hal yang biasa, justru itu dapat dikatakan luar biasa. Mengapa? Karena, kendati tidak ada orang lain yang melihat, seseorang tersebut tetap melakukannya. Tentu hal itu lebih didorong oleh rasa tanggung jawab yang besar sehingga tetap sabar mencari tempat sampah. Bagi yang tidak bertanggungjawab, sampah bisa jadi dibuang di sembarang tempat dan ini menyebakan lingkungan menjadi kotor, tidak indah dipandang mata, tidak aman dari banjir, dan seterusnya. - Kondisi 3. Pada saat tempat sampah tersedia, seseorang membuang sampah orang lain. Perbuatan ini adalah perbuatan yang lebih luar biasa lagi. Mengapa? Karena, didalamnya ada kepedulian dan tanggungjawab yang tinggi terhadap lingkungan sekitar. Tanpa disadari, hal itu sesungguhnya merupakan wujud rasa
mencintai bumi sebagai bagian dari alam semesta. Pertanyaan berikutnya adalah apakah pendidikan yang kita kembangkan sudah mampu menghasilkan individu-individu yang berbuat seperti pada kondisi 1 hingga kondisi 3? Contoh 2. Mengajar membaca Al Qur’an yang dilakukan oleh guru-guru TPA/TPQ adalah bentuk kepedulian yang tinggi untuk membuat anak-anak melek atau tidak buta aksara Al Qur’an dalam tataran awal yang selanjutnya berkontribusi pula untuk membuat anak belajar berakhlak yang diajarkan dalam Al Qur’an dan berakhlak seperti akhlak seorang yang menyebabkan kita mengenal Al Qur’an, yakni akhlak Rasulullah SAW. Akan tetapi, aktifitas tersebut kerapkali dipandang kecil dan remeh. Bagi masyarakat luas, bisa jadi aktifitas tersebut hanya dipandang sebagai aktifitas sosial sehingga guru-guru Qur’an tersebut tidak perlu dibayar. Atau, ia sebuah profesi ‘kelas rendah’ sehingga dibayar sekadarnya saja, padahal untuk guru les pelajaran sekolah orang tua mampu membayar jauh lebih tinggi. Pertanyaan berikutnya adalah apakah pendidikan yang kita kembangkan sudah mampu menghasilkan individu-individu yang menghargai guru-guru Qur’an? Atau, sudahkah kita mampu menghasilkan individu-individu yang tidak merasa kecil hati alias bangga, selalu penuh semangat dan ikhlas untuk mengajar membaca Al Qur’an kepada siapapun? Ajaran dan Penghargaan Islam terhadap ‘hal-hal yang kecil-kecil’ Contoh-contoh tersebut merupakan bentuk perhatian terhadap hal-hal yang kecil-kecil dan betapa sebenarnya Islam sangat menganjurkan pemeluknya untuk melakukannya. Islam mengajarkan untuk peduli dengan orang lain dan alam sekitar. Begitu banyak hadits Nabi SAW yang menegaskan ihwal tersebut. Kebersihan adalah bagian dari iman, menyisihkan batu di jalan yang sekiranya orang lain bisa terhalang juga sebagian dari iman, menghormati tamu juga
sebagian dari iman, menghormati tetangga juga sebagian dari iman, sabar atas rasa sakit karena tertusuk duri juga sebagian dari iman. Bahkan siapa sangka, karena perbuatan istiqomah hanya untuk merapikan sandal di depan masjid, seorang sahabat dijamin masuk syurga oleh Allah SWT. Menepati janji adalah ciri orang yang beriman. Kejujuran ditegaskan Allah SWT menjadi syarat mutlak pada diri para nabi dan karena meneladani para nabi adalah keutamaan, maka berbuat jujur juga menjadi utama bagi setiap orang yang beriman. Untuk urusan waktu yang tampaknya juga kecil, penghargaan Islam terhadap waktu sangatlah luar biasa. Itu ditunjukkan oleh sumpah-sumpah Allah terhadap waktu di dalam Al Qur’an baik secara umum (wal ‘ashr, misalnya) dan secara khusus dalam bentuk bagian waktu dalam satu hari (wadldluha, wal lail, misalnya). Dengan menghargai waktu, semestinya perilaku untuk tidak disiplin waktu, guru terlambat datang misalnya, adalah pantangan utama yang harus dihindari. Kepedulian dan penghargaan terhadap halhal yang kecil-kecil itu perlu ditradisikan mulai dari anak hingga dewasa sehingga tertanam atau terinternalisasikan dalam kerangka berpikir segenap komponen pelaku pendidikan. Jika untuk hal-hal kecil saja mereka peduli dan menghargai; apalagi untuk hal-hal yang besar yang memerlukan energi yang besar pula untuk berpikir dan bertindak, mereka juga akan siap melakukannya. Memperhatikan hal-hal yang kecil-kecil tentu di mulai dari diri sendiri dulu dan membutuhkan keteladanan. Pendidikan yang dikembangkan harus mampu menghasilkan guru yang menjadi model yang bisa mengajarkan untuk memperhatikan hal-hal yang kecil-kecil itu. Oleh karena itu, sifat sabar, istiqomah, penuh komitmen dan dedikasi harus melekat pada diri guru. Berpayah-payah itu sudah pasti tapi Allah justru cinta karenanya dan berjanji memberi pahala berdasarkan kadar kepayahan tersebut. Semua upaya untuk mewujudkan generasi rabbani, sekecil apapun tidak dapat dipandang sebelah mata, sebab Allah menilai dan membalas semua perbuatan baik walaupun sebesar biji debu. Wallahu a’lam.
25
tombo ati
Yang Dungu dan yang Bodoh (bagian 2)
Pada bagian pertama telah disampaikan bahwa orang bodoh bukanlah sebatas orang yang tidak mempunyai ilmu pengetahuan belaka. Namun, yang sebetulnya bodoh adalah orang yang tak mau mentaati Allah walaupun ia termasuk pemikir besar atau salah satu cendekiawan ternama. Berikut ini lanjutannya. ~redaksi cerita-pintar.blogspot.com
K
membiarkan dirinya didiami oleh hawa nafsu ita sangat bodoh kalau senantiasa dan setan sehingga kalbunya menjadi gelap memperhatikan kesalahan kecil orang dengan maksiat dan dosa. Ia tertawan oleh lain sementara kesalahan kita yang aneka kenikmatan dan kelezatan syahwat. besar kau lupakan. Sungguh beruntung Yang tumbuh di kalbunya adalah kesenangan mereka yang disibukkan oleh aibnya sendiri pada yang munkar. Anggota tubuhnya juga hingga lupa terhadap aib orang lain. berkembang dari suplai makanan haram. Allah Kita adalah seperti dua orang manusia berfirman, “Apakah orang yang berjalan yang membeli sebidang tanah. Yang satu dengan wajah tersungkur lebih mendapat mengambil bagiannya. Lalu ia segera petunjuk? Ataukah orang yang berjalan membersihkan tanah tersebut dari duri dengan tegak di jalan yang lurus?” (QS. dan rumput. Ia mulai menanam, menuai Al-Mulk: 22) benih, memelihara dan menyiramkan Orang yang bodoh adalah air. Tak lama kemudian yang senantiasa tanaman pun tumbuh, Oleh: Ayub Syafii Kepala SMK Nurul Haromain Malang memperhatikan dunia dengan tanahnya mulai menghijau mengabaikan akhirat, serta dan berbuah. Buahnya bisa dipetik dan dimanfaatkan. Itulah contoh orang rela terhadap kehidupan dan condong kepadanya. Ia sama seperti orang yang yang tumbuh besar dengan melakukan amal taat dan menjauhi maksiat. Kalbunya bersinar, didatangi singa yang siap memangsa. Namun, kenikmatan taat terasa, dan ia pun menunggu tiba-tiba ada seekor kutu yang menggigitnya. Ia pun kaget dan sibuk mencari kutu tersebut ganjaran upah di hari perhitungan nanti. sehingga lupa terhadap singa tadi. Tentu saja Adapun orang yang satu lagi, ia sang singa menyerang dan menyantapnya. membiarkan tanahnya sehingga duri dan Orang yang lalai terhadap Allah, sibuk rumput merusak di dalamnya. Akhirnya ia dengan hal yang melalaikan. Sementara orang menjadi tempat tinggal berbagai ular dan yang tidak lalai pasti hanya akan sibuk dengan ulat. Ini adalah contoh orang yang bodoh yang
26
Allah. Orang yang perhatiannya sibuk dengan dunia yang hina dan fana ini sehingga melupakan akhirat yang agung dan kekal, berarti ia tertipu dan bodoh. Lebih baik kita kehilangan dunia tapi mendapat akhirat. Ini adalah yang terbaik bagi kita. Sebaliknya, betapa buruknya jika kita kehilangan akhirat hanya untuk mendapat dunia. Betapa buruknya orang yang mencari dunia dengan menampakkan sikap zuhud di hadapan manusia. Allah berfirman, “Siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan kemewahannya, niscaya Kami berikan pada balasan amal perbuatannya di dunia sepenuhnya dan mereka di dunia ini takkan dirugikan. Mereka adalah orang-orang yang takkan mendapat jatah sama sekali di akhirat kecuali neraka. Gugurlah semua amal perbuatan mereka terhapuslah apa yang mereka kerjakan.” (QS. Hud: 15-16) Kita terhitung bodoh kalau cemburu pada istri kita tapi tak pernah cemburu pada iman kita sendiri. Kita cemburu pada istri kita karena hawa nafsu dan syahwat, sementara kita tidak cemburu pada kalbu kita karena Allah. Kalau kita menjaga apa yang jadi hak kita, mengapa kita tidak menjaga apa yang menjadi hak Allah? Kita cukup bodoh kalau merasa iri dan dengki terhadap karunia yang diberikan kepada penghuni dunia. Jika kalbu kita diliputi oleh kedengkian terhadap apa yang menjadi milik mereka berarti kita lebih bodoh dari mereka. Sebab, mereka sibuk dengan karunia yang diberikan kepada mereka, sementara kita sibuk dengan sesuatu yang tidak diberikan kepada kita. Manakala mata mulai kabur, kita segera mengobatinya. Kita keluarkan uang dalam jumlah banyak dengan harapan bisa kembali melihat indahnya dunia. Sementara, mata batin (bashirah) kabur dan buram selamat empat puluh tahun, kita tidak pernah peduli untuk mengobatinya dan tidak pernah bersedih. Kita tidak pernah mencari dokter keimanan yang bisa melakukan terapi atasnya. Allah berfirman, “Sesungguh mata tersebut tidak buta. Tetapi, yang buta adalah kalbu yang terdapat di dalam dada.” (QS. Al-Hajj: 46) Kita sungguh bodoh, sebab kalau orangorang menyimpan makanan untuk memenuhi kebutuhan mereka, kita menyimpan sesuatu
yang berbahaya, yaitu maksiat dan hukuman Allah di hari Kiamat. Bagaimanakah orang yang membawa ular lalu ia dipelihara di rumahnya? Begitulah yang kita lakukan. Kita sungguh bodoh kalau mengandalkan makhluk lalu meninggalkan pintu Sang Khaliq. Allah ta’ala. Kita sungguh bodoh kalau tamak terhadap apa yang di tangan orang dan mengharap kebaikan mereka, sementara pada saat yang sama tidak tamak terhadap apa yang ada disisi Allah, tidak meminta kebaikan dari-Nya, serta tidak menggantungkan harapan pada-Nya. Kita telah melakukan berbagai maksiat dari seluruh sisi. Tidaklah kita merasa sedih dan menyesali diri? Tidakkah kita merasa sakit akibat terjerumus pada jurang kegagalan dan kesesatan? Orang yang cerdas adalah yang mengetahui jalan menuju Allah, lalu ia meniti dan mengikuti jalan tersebut. Sementara orang yang bodoh adalah yang tersesat dari jalan ketaatan lalu meniti jalan kesesatan. Ketika berkomentar tentang orang-orang yang bodoh dan sesat, Allah berfirman, “Apabila mereka melihat jalan petunjuk, mereka tidak meniti jalan tersebut. Tetapi, apabila melihat jalan kesesatan, mereka melaluinya. Itu karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka lalai terhadapnya.” (QS. Al-A’raf: 146). Wallahu a’lam.
27
technopreneur
Sudahkah Kita Menjadi Muslim yang Menghargai
Oleh: Drs. Soehardjoepri, M.Si. Direktur Rabwa Production
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengajarkan ummatnya untuk senantiasa menghargai waktu. Sungguh banyak hadits Rasulullah yang membicarakan tentang pentingnya menjaga waktu. Hadits-hadits yang berkenaan dengan kewajiban menjaga waktu bagi seorang Muslim antara lain: “Jagalah yang lima sebelum datang yang lima. Jaga hidupmu sebelum datang matimu, jaga sehatmu sebelum datang sakitmu, jaga waktu luangmu sebelum datang waktu sempitmu, jaga masa mudamu sebelum datang masa tuamu, jaga kayamu sebelum datang miskinmu.”
K
alau semua orang Islam mau mengamalkan hadits ini, maka dunia akan berada dalam genggaman orang Islam. Namun alangkah sayangnya kebanyakan ummat Islam hari ini tidak mengamalkan hadits tersebut, sehingga ummat Islam terus jauh tertinggal dalam segala bidang dibandingkan orang-orang lain. Hadits ini telah diamalkan secara baik oleh orang-orang non Muslim, seperti bangsa Jepang, Korea, Cina, dan Eropa. Sementara kita lebih banyak menghabiskan waktu di warung kopi, cafécafé, di depan televisi, dan sebagainya. Orang-orang kafir dan kaum materialis memandang waktu sebagai kesempatan untuk mencari uang sebanyak-banyaknya. Karena kata mereka “The time is money”. Dalam pandangan mereka, orang yang membuangbuang waktu adalah orang yang merugi, karena orang tersebut telah menyia-nyiakan kesempatan untuk mengumpulkan uang.
28
WAKTU?
Namun dalam pandangan Islam, waktu adalah kesempatan yang masih diberikan oleh Alloh subhanahu wata’ala yang harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk mengumpulkan bekal yang akan dibawa pulang ke kampung akhirat kelak. Jadi dalam pandangan Islam, waktu harus dimanfaatkan untuk mengumpulkan amal sebanyakbanyaknya selama kita masih hidup di dunia, supaya dapat memetik hasil yang maksimal di kampung akhirat. Karena sesungguhnya dunia ini adalah ladang untuk beramal. Dalam ajaran Islam, waktu bukan hanya digunakan untuk mencari uang. Uang hanyalah sebagai bahagian dari keperluan hidup kita. Allah tidak melarang hamba-Nya untuk mencari (memenuhi) keperluan hidup tersebut. Namun jangan sampai gara-gara disibukkan dengan urusan memenuhi keperluan hidup, lalu kita mengorbankan tujuan hidup kita. Tujuan hidup kita yang sebenarnya adalah beribadah kepada Alloh subhanahu wata’ala. Sesuai dengan firmanNya: “Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk menyembah-Ku”. Maksud ayat ini adalah tujuan Allah menciptakan jin dan manusia adalah untuk beribadah kepada-Nya semata. Manusia sering tidak pandai membedakan antara tujuan hidup dengan keperluan hidup. Tujuan hidup adalah beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala, sedangkan keperluan hidup adalah keperluan terhadap sesuatu benda atau aktivitas tertentu yang harus dipenuhi oleh manusia sebagi makhluk hidup. Begitu banyak pesan-pesan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada ummatnya, agar mereka selalu memanfaatkan waktu seoptimal mungkin, sehingga kita akan menggapai kebahagiaan dunia sekaligus kebahagiaan di akhirat. Islam adalah agama yang tidak menafikan persoalan dunia, tetapi juga sangat memperhatikan urusan akhirat. Cobalah kita simak hadits berikut ini.
“Bekerjalah untuk duniamu, seolah-olah kamu hidup selama-lamanya, dan bekerjalah untuk akhiratmu, seolah-olah kamu mati besok hari.” Perintah Allah Di antara firman Allah subhanahu wata’ala dalam Al-quran mengenai waktu, yang paling banyak adalah tentang peringatan bagi manusia untuk beramal sebelum waktu kematian datang. Sebagian di antaranya: “Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: ‘Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkanku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shaleh.’” (QS. AlMunafiqun: 63). “Sekali-kali jangan. Apabila napas telah sampai ke kerongkongan, dan mbobelvan.blogspot.com dikatakan (oleh Allah Swt): ‘Siapakah yang dapat menyembuhkan?’, dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan, dan bertaut betis kiri dan betis kanan, kepada Tuhanmulah pada hari itu kamu dihalau.” (QS. Al-Qiyamah: 26-30) “Demi masa. Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr: 1-4). Kehidupan Sahabat Kehidupan para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah contoh kehidupan terbaik yang pernah dipraktikkan manusia di muka bumi. Siang hari mereka ibarat seekor singa, malam hari ibarat seorang ‘abid (ahli ibadah). Maksudnya, apabila kita lihat mereka di siang hari, maka mereka adalah pekerja keras, baik sebagai pedagang, peternak, petani, dan sebagainya Namun di malam hari mereka adalah sebagai ahli ibadah. Mereka tidur hanya sedikit, sabagian besar malam mereka habiskan untuk
bersimpuh di hadapan Allah ‘azza wajalla. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sangat membenci orang-orang yang terlalu sibuk dengan urusan dunia di siang hari, dan tidur terlelap di malam hari. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengibaratkan mereka: Siang hari ibarat keledai, malam hari ibarat bangkai. Maksudnya orang-orang yang dibenci Rasulullah adalah orang-orang yang di siang hari disibukkan dengan urusan dunia, sehingga mereka lupa dengan kewajiban utama sebagai hamba, yaitu beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala. Mereka membiarkan siang berlalu tanpa shalat dhuhur dan ashar. Di malam hari mereka juga terlelap di tempat tidur tak ubahnya seperti bangkai hingga matahari terbit di ufuk timur. Mereka kembali membiarkan malam berlalu tanpa ibadah apapun kepada Allah subhanahu wata’ala. Suatu ketika Imam Ghazali rahimahullah bertanya kepada beberapa muridnya. Salah satu pertanyaan Sang Imam adalah: “Hai murid-muridku, tahukah kalian apakah yang paling jauh?” Para murid serentak menjawab: “Bulan dan matahari, ya tuan Guru”. Imam Ghazali memberi komentar: “Benar bulan dan matahari adalah benda yang jauh, tetapi ketahuilah oleh kalian, sebenarnya yang paling jauh itu adalah masa lalu. Kalian tidak akan pernah dapat mengejar lagi masa lalu yang telah meninggalkan kalian. Karena itu, sebelum kalian menyesal, maka pergunakanlah waktu luang sebaik-baiknya”. Demikianlah pandangan Islam tentang pentingnya menjaga waktu. Kita harus memanfaatkan waktu yang ada semaksimal mungkin. Karena waktu tidak pernah menunggu kita. Kalau kita tidak memanfaatkan waktu, maka waktulah yang akan menggilas kita. Kata Sayyidina Ali karramallahu wajhah: “Waktu adalah ibarat Pedang”. Artinya: Kalau kita tidak memanfaatkan waktu, maka waktu akan menebas kita. Wallahu a’lam.
29
ekonomi islam
Regulasi Zakat di Indonesia:
Konsekuensi dan Improvisasi (bagian 1)
Oleh: Prof. Dr. Nizarul Alim, S.E., M.Si., Ak. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Trunojoyo
bursaide.com
Pendahuluan ada tahun 2011 telah diberlakukan dua regulasi yang terkait dengan zakat, yaitu UU Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat (selanjutnya disebut dengan UU Zakat) dan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 109: Akuntansi Zakat Dan Infak/Sedekah. Berlakunya dua regulasi ini diharapkan akan meningkatkan responsibilitas dan akuntanbilitas organisasi pengelola zakat infak dan sedekah (OPZis) baik Badan Amil Zakat (BAZ) maupun Lembaga Amil Zakat (LAZ). Berlakunya UU Zakat ini sempat menimbulkan kontra khususnya oleh LAZ atau OPZis yang sebagian besar adalah anggota Forum Zakat (FOZ). Meskipun pada
P
30
akhirnya sebagian dari mereka bersikap kompromi untuk lebih fokus dan perhatian dengan peraturan pemerintah (PP) yang menjadi aturan pelaksanaan UU. Ketidaksetujuan sebagian besar LAZ karena pada Pasal 18 UU Zakat mengatur bahwa untuk mendapatkan ijin dari Menteri (Agama) atau pejabat yang ditunjuk Menteri, LAZ di antaranya harus terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial. Selain itu juga harus mendapat rekomendasi dari BAZNAS. Dua persyaratan ijin ini relatif merisaukan daripada persyaratan yang lain. Sebelumnya menurut Keputusan Menteri Agama Nomor 373 tahun 2003 syarat kelembagaan adalah organisasi Islam atau lembaga dakwah yang berbadan hukum. Keberatan lain bahwa ijin Menteri harus mendapat rekomendasi dari BAZNAS. Ketentuan sebelumnya menurut Keputusan Menteri Agama Nomor 373 tahun 2003, rekomendasi berasal dari FOZ. Jika dicermati, hal ini wajar mengingat sebagian LAZ tidak di bawah Ormas Islam, misalnya yayasan. Bahkan ada yang dikelola “keluarga” dengan badan hukum serta partai politik. Meskipun LAZ yang tidak berada di bawah Ormas tidak serta merta tidak akuntabel demikian pula sebaliknya. Akan tetapi, dapat diperkirakan bahwa tujuan dari ketentuan tersebut adalah untuk pengawasan kelembagaan. Apabila LAZ di bawah Ormas Islam, maka mekanisme pengawasan internal
Ormas dapat diandalkan, baik dari aspek akumulasi maupun pendayagunaan ZIS. Regulasi Derivatif Zakat sebenarnya tidak hanya diatur secara khusus dalam UU Zakat, tetapi juga telah diatur dalam perundangan dan peraturan lain. UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah juga menyinggung tentang zakat, di mana dalam Pasal 4 ayat (2) disebutkan bahwa Bank syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat. Ketentuan ini memberikan peluang bagi organisasi pengelola zakat (BAZNAS dan Lembaga Amil Zakat) untuk bersinergi dengan bank syariah. Tetapi fakta menunjukkan bahwa untuk menjalankan fungsi tersebut, sebagian besar bank syariah membentuk sendiri LAZ dan mengelola sendiri zakat, infak, sedekah maupun dana sosial yang yang dikumpulkan. Terkait dengan zakat, PP Nomor 60 Tahun 2010 mengatur tentang Zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto menyatakan bahwa zakat atau sumbagan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi zakat yang dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan/atau oleh wajib pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah. Lebih rinci pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.03/2010 tentang Tatacara Pembebanan Zakat dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER – 6/PJ/2011 Tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pembuatan Bukti Pembayaran atas Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto. Sementara itu berlakunya UU Nomor 23 tahun 2011 membawa derivasi regulasi serta improvisasi dalam ekonomi dan pemberdayaan masyarakat. Derivasi regulasi berlakunya UU Zakat baru tersebut antara lain tentang tata
cara pengangkatan dan pemberhentian anggota BAZNAS masih membutuhkan Peraturan Pemerintah (PP) dalam pelaksanaannya. Demikian juga dengan organisasi dan tata kerja sekretariat BAZNAS maupun organisasi dan tata kerja BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota harus diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Termasuk dalam hal ini adalah ruang lingkup kewenangan pengumpulan zakat oleh BAZNAS, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota perlu Peraturan Pemerintah. Selanjutnya UU juga mengamanatkan perlunya disusun Peraturan Pemerintah tentang dengan mekanisme dan tata cara pelaporan BAZNAS kabupaten/kota, BAZNAS provinsi, LAZ, dan BAZNAS Peraturan Pemerintah. Demikian juga Pembiayaan BAZNAS pusat, provinsi, dan kabupaten/kota dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Hak Amil serta penggunaan Hak Amil untuk membiayai kegiatan operasional harus diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Sedangkan syarat dan tata cara penghitungan zakat mal dan zakat fitrah dan pendayagunaan zakat untuk usaha produktif cukup diatur dengan Peraturan Menteri. Terkait dengan keberadaan LAZ, persyaratan organisasi, mekanisme perizinan, pembentukan perwakilan, pelaporan, dan pertanggungjawaban LAZ perlu diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Sanksi administratif pelanggaran-pelanggaran dalam bentuk peringatan tertulis, penghentian sementara dari kegiatan dan/atau pencabutan izin diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pelanggaran-pelanggaran tersebut antara lain: (1) pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit, (2) Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan sesuai dengan peruntukan yang diikrarkan oleh pemberi serta harus dicatat dalam pembukuan tersendiri, (3) laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya secara berkala. Wallahu a’lam.
31
auladi
Mengajak Anak Berdo’a Sejak Dini berbeda dengan orang dewasa. Bila anak terus meminta kepada Allah, besar harapan untuk dikabulkan. Anak kecil secara fitrah terhubung langsung dengan Allah, penjaganya malaikat. Bila ia terbiasa berdo’a, maka fitrah Rabbaninya, fitrah untuk dekat Penciptanya, akan tumbuh dan terasah dengan baik. Besar harapan, bila kita semakin dekat dengan Allah, maka akan semakin mudah dikabulkan. PERTANYAAN YANG MUNCUL DARI ANAK Ketika kita mengajarkan anak berdo’a, tidak mustahil akan muncul beberapa pertanyaan dari mulut mereka, yang membutuhkan penjelasan yang bisa mereka pahami. Pertanyaan yang biasanya sering muncul adalah sebagai berikut: doc. al haromain
Oleh | Ulinnuha Guru SDIT Ghilmani Surabaya
D
oa adalah jembatan ibadah yang menjadi jalan untuk berkomunikasi dan menjalin kedekatan yang lebih akrab dengan Allah, Pencipta alam semesta. Doa’ akan mengantarkan kita dan putra-putri kita menuju keridhaan Allah, atas segala pengharapan dan rasa optimis dalam menjalani kehidupan kita. FAEDAH MENGAJARKAN DO’A SEJAK DINI
·
Menjadikan anak terbiasa berdo’a
Bila kita membiasakan anak berdo’a sejak dini, maka anak menjadi terbiasa berdo’a dalam melaksanakan kegiatan.
·
Menumbuhkan sikap optimis dan percaya diri
Do’a merupakan suatu permohonan kepada Allah, dan kita berharap permohonan tersebut dikabulkan oleh-Nya. Dengan harapan itu, hidup pun lebih dinamis, karena orang yang berdo’a sebenarnya juga tidak pernah putus asa. Dengan demikian, berdoa dapat menumbuhkan sikap optimis dan percaya diri.
·
Do’a anak kecil didengar Allah
Do’a seorang anak kecil didengar oleh Allah, karena anak kecil tidak berdosa, ia bersih,
32
a. Di manakah Allah? Apabila ananda bertanya tentang keberadaan Allah, maka kita bisa menjelaskan melalui ciptaan Allah yang ada di sekitar mereka. Misalnya, ada kursi, berarti ada yang membuat, yaitu tukang kayu. Demikian juga dengan diri kita sendiri, air, udara, matahari, bulan, bintang dan lain-lainnya, tentu ada yang menciptakan, yaitu Allah subhanahu wata’ala. Allah ada dan dekat dengan kita. Senantiasa melihat dan menjaga kita. Untuk mengetahui keberadaan Allah, tidak sesulit mencari jarum di dalam tumpukan jerami. Cukup dengan merasakan dan mensyukuri segala yang ada di alam semesta ini. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat AlBaqarah ayat 186, yang artinya: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (katakanlah) bahwa Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila dia memohon kepadaKu. Maka hendaknya mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
b. Mengapa kita berdo’a? Bila pertanyaan ini muncul dari ananda, kita bisa menjelaskan bahwa kita sebagai manusia mempunyai kelemahan dan keterbatasan. Oleh karena itu, kita bisa memohon pertolongan dan kekuatan kepada Allah dan berharap Allah mengabulkan do’a kita.
c. Apakah Allah akan mengabulkan do’a kita? Insya Allah, do’a akan dikabulkan bila dibarengi dengan usaha. Contoh, ketika kita berdo’a semoga Ayah mendapat rezeki yang banyak, maka rezeki yang Allah berikan tidak langsung turun dari langit, tetapi Ayah harus bekerja. Adapun rezekinya, Allah berikan lewat gaji atau pembayaran untuk pekerjaan yang sudah Ayah lakukan. Begitu juga bila ingin nilai ulangan bagus, maka harus disertai dengan belajar yang yang tekun. CARA MENGAJAK ANAK BERDO’A Ketika ana-anak kita mengetahui bahwa Allah sebagai sumber cinta, sumber kedamaian hidup, dan menemukan bahwa do’a sebagai cara berhubungan dengan Sang Maha segala sumber itu, maka bukan tak mungkin do’a akan menjadi kekuatan dahsyat bagi perkembangan jiwa anakanak. Karena itu, mengajak anak berdo’a adalah mengajak anak menggunakan sarana mengungkapkan pemikiran dan perasaan mereka langsung kepada Allah yang Maha Melihat mereka. Kita katakan kepada mereka bahwa Allah adalah sebaik-baik Pihak yang bisa diajak ‘bicara’. Allah adalah tempat curhat, tempat bercerita, dan seterusnya. Kita bisa katakan kepada mereka, Allah memang tak balik berbicara secara langsung melalui kata-kata kepada anak-anak, tetapi Allah bisa bicara kepada mereka melalui intuisi, imajinasi, atau ide yang mereka miliki, yang kadang begitu saja datang dalam pikiran mereka. Dengan do’a, mereka juga dapat kita latih berbicara dari hatinya, memupuk hubungan secara sadar antara anak-anak dengan Penciptanya. Kita bimbing mereka, “Ayo berdo’a, Allah pasti Mendengar. Katakan saja apa yang ingin kamu ceritakan pada Allah”. Kita arahkan mereka untuk fokus pada tujuan berdo’a. Kita juga bisa katakan pada mereka, “Katakan saja kepada Allah apa yang ada dalam pikiranmu.” Jika bersama-sama para orang tua anak-anak ini sudah dapat membuka ‘mata hatinya’ yang memang fitrahnya demikian, bukan tak mungkin, hidup mereka kelak akan dikaruniai banyak keberkahan dan kejernihan-kejernihan hati dan pikiran. Betapa penting dan baiknya dampak bagi yang melakukannya, karena dalam hadits disebutkan bahwa do’a adalah ruhnya ibadah. Karena itu, jika setiap orang tua memahami ini, pendidikan ini tak mungkin dilewatkan begitu saja untuk anakanaknya, bahkan untuk anak masih bayi sekalipun. Secara teknis, banyak cara mengajak anak berdo’a. Bahkan mengajak anak berdo’a ini dapat dimulai sejak anak dalam kandungan. Karena janin
sudah bisa mendengar dari jarak lima meter. Bila para peneliti Barat menekankan pentingnya memperdengarkan musik klasik yang akan berpengaruh pada kecerdasan anak, maka kita sebagai umat Islam sepatutnya menekankan memperdengarkan do’a pada janin. Maka ketika bayi lahir dan tumbuh menjadi anak kecil, orang tua pun sebaiknya semakin sering mengenalkan do’a pada anak. Misalnya, ketika anak-anak mau mandi, sebelum masuk kamar mandi kita ajak anak menirukan do’a masuk kamar mandi yang kita ucapkan. Dan setelah itu kita beritahu dan kita contohkan pada anak, masuk kamar mandi dengan kaki kiri. Bila kita sedang shalat, ajak anak kita yang masih bayi, kita letakkan di sebelah kita. Meski anak itu diam, tetapi ia mendengar dan belajar. Bila anak terbiasa dari kecil, insya Allah ia akan dengan mudah melakukannya ketika besar. Dalam do’a sendiri, ada waktu-waktu yang mustajab, yaitu waktu di mana peluang do’a kita untuk dikabulkan lebih besar. Misalnya sehabis shalat. Ketika kita mengajak anak shalat, jangan lupa untuk mengajak berdo’a. Bahkan sesekali, ajak anak laki-laki ke masjid. Selain membiasakan pergi ke masjid, suasana masjid akan membuat suasana berdo’a lebih khusyu’ dan bermakna. Atau lebih baik lagi, saat kita akan menunaikan shalat malam seperti tahajud, bangunkan juga anak. Awalnya mungkin agak sulit, tapi lama kelamaan anak jadi terbiasa Pendidikan yang baik untuk membiasakan anak berdo’a tentu saja tidak akan sempurna bila orang tuanya juga tidak terbiasa berdo’a. Sesuatu yang tidak kita miliki tidak mungkin bisa kita berikan. Begitu pun saat mengajarkan anak berdo’a, orang tuanya dulu yang harus terbiasa. Setelah itu anak melihat. Kadang tanpa diajak, bila anak sudah melihat, dengan sendirinya ia akan meniru perilaku orang tuanya. Alhasil, anak kita pun selalu membiasakan dirinya untuk berdo’a di setiap kesempatan. Apalagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda bahwa salah satu amal yang tidak akan terputus sampai liang lahat adalah do’a dari anak yang shaleh. Jika nyawa sudah sudah berpisah dari raga, titel sarjana anak-anak kita atau betapa kayanya anak kita, atau betapa sehatnya mereka, mungkin tak lagi berarti bagi kita. Jika alam barzah sudah menjadi tempat tinggal kita dan ternyata anakanak kita tak putus-putus masih mendo’akan kita, justru itulah yang membuat kita bahagia. Wallahu a’lam. Referensi : 1. Do’a Anak Sehari-hari, Mizan 2. Buletin Auladi, Edisi 13 3. Dialog dengan Anak
33
konsultasi kesehatan
Kebiasaan Mandi Malam Pertanyaan: Assalamualaikum. Saya mau tanya, selama ini saya aktif di kantor dan biasanya lembur sampai jam 8 malam. Karena saya tinggal di Ponorogo yang daerah panas (daerah Sampung), saya gak kuat untuk tidak mandi. Jadi kebiasaan saya mandi sekitar jam 9 malam, ada yang bilang katanya tidak baik untuk kesehatan. Apa benar? Mohon penjelasannya. Purnomo, 27 th, Ponorogo.
Wa’alaikum salam wr wb. Pada prinsipnya mandi kapanpun tidak masalah selama tidak mengganggu aktivitas lainnya, dan juga selama tidak ada masalah kesehatan sebelumnya yang bisa memicu penyakit tersebut kambuh. Kalau masih sempat mandi sekalipun pukul 9 malam, untuk menjaga kesehatan, justru lebih baik tetap mandi dari pada tidak mandi. Mandi maknanya adalah membersihkan badan dari debu, bakteri, dan kotoran lainnya yang melekat di badan kita, dan sekaligus menjaga kelembapan kulit sehingga badan kita terasa bersih dan segar. Kulit yang ditempeli debu halus sekalipun, bila berlangsung lama, apalagi kita tinggal di daerah yang beriklim tropis dan lembab, tentu membuat kulit terasa pekat bahkan seperti bersisik dan kulit kita mudah terkena penyakit seperti alergi dan jamur, serta mudah pecah-pecah. Bakteri yang menempel pada kulit tubuh kita juga akan berkembang biak dengan baik, apalagi kalau kulit kita lembab (campur keringat) dan berdebu. Populasi bakteri akan menjadi dua kali lipat setelah 6 jam, sehingga bila kita tidak membersihkan tubuh kita secara teratur maka akan mudah sekali terkena penyakit. Dalam keadaan kulit kita kotor, akan mudah terasa gatal-gatal, padahal bila waktu itu kita menggaruk kulit kita, akan
34
Oleh dr. Nurhadji Kabid Oraganisasi PDUI Cabang Jatim
lecet dan kuman yang nempel mudah masuk / tertanam di tubuh kita. Bisa dipahami kenapa sering muncul bisul di daerah yang sering lembab, yaitu di ketiak dan sekitar pantat. Nah sudah barang tentu untuk menjaga kesehatan tubuh kita, lebih baik mandi sekalipun sudah jam 9 malam dari pada tidak mandi. Kekhawatiran mandi malam biasanya oleh masyarakat kita dikaitkan dengan risiko terkena penyakit rematik atau peradangan sendi. Memang dalam hal ini ada kaitannya, namun yang salah dipahami adalah hubungan sebab akibatnya. Rematik tidak disebabkan karena mandi malam hari, tetapi oleh faktorfaktor lain yang jelas tidak ada kaitannya dengan mandi malam. Akan tetapi orang yang sedang mengidap penyakit rematik, bisa kambuh bila terpapar lingkungan atau udara dingin, termasuk bila mandi malam hari. Penyakit rematik atau radang sendi yang dipahami oleh masyarakat awam, sebenarnya banyak ragamnya dan tentu juga banyak ragam penyebabnya. Radang sendi atau artritis yang terbanyak ada 3, yaitu: Reumatoid Artritis, Osteo Artritis, dan Artritis Gout. Reumoatoid artritis adalah radang sendi yang disebabkan oleh faktor immunologis, yang menganggap bagian dari tubuh kita sendiri sebagai benda asing sehingga direspon dengan melawan atau reaktif. Sehingga timbul reaksi immunologis yang membuat sendi terasa nyeri dan bengkak. Biasanya menyerang sendi-sendi kecil, dan nyeri pada pagi hari (karena suhu pagi hari lebih dingin). Bisa berlangsung terus menerus atau sering kambuh, dan bila berlangsung lama akan merusak sendi kita dan bahkan bisa menimbulkan kecacatan. Osteo artritis adalah radang sendi akibat terjadinya erosi pada selaput tulang rawan sendi. Biasanya terjadi pada sendi-sendi tulang besar, misalnya pada lutut atau pergelangan kaki. Bisa karena beban berat
pada sendi atau akibat pernah terjadi riwayat trauma pada sendi tersebut sebelumnya. Nyeri dirasakan terutama pada saat berdiri, berjalan, atau beraktivitas yang lebih berat dari biasanya, tergantung derajat kerusakannya. Artritis gout (pirai), yaitu radang sendi akibat tumpukan asam urat
pada celah sendi kita. Biasanya terjadi pada sendi-sendin kecil, dan nyeri diaraskan pada
malam hari. Penyakit ini berkaitan langsung dengan tingginya kadar asam urat dalam darah. Apabila seseorang menderita penyakit radang sendi tersebut di atas, selain harus diobati sesuai dengan keluhan dan penyebabnya, maka upaya pencegahan kekambuhan juga perlu dilakukan. Di antaranya dengan mengurangi berat badan bila terlalu gemuk, latihan dengan gerakan-gerakan sendi, mencegah dari udara / lingkungan dingin, dengan memakai sarung tangan atau kaos kaki pada malam hari atau pada saat udara dingin, mandi dengan air hangat dan sudah barang tentu menghindari mandi malam hari, apalagi mandi dengan air dingin pada malam hari.
35
serbaserbi
“Man adza li waliyan faqad adzantuhu bil harbi.” Barangsiapa menyakiti waliSemakin lama bau itu semakin busuk Ku, maka sungguh Aku (Allah) telah dan menusuk hidung. Rumah itu memaklumatkan perang kepadanya. tampak sepi sejak beberapa hari. (Hadits Qudsi Riwayat Al-Bukhari Masyarakat ramai terpaksa Oleh: membuka rumah itu. Dan apa yang dari Sahabat Abu Hurairah Ahmad Syarifuddin terjadi? Ternyata sebuah jifah radhiyallahu ‘anhu.) Pembina Al-Ghazali (bangkai) manusia tergeletak di situ. Berhari-hari. Tanpa ada orang tahu. Bangkai itu telah membusuk dan dikoyak-koyak melata. Bangkai itu ternyata adalah si polan yang suka menghujat ulama terkemuka dunia tersebut. Cercaannya berbalik menimpa dirinya sendiri. Demikian kisah nyata yang terjadi beberapa dasawarsa lalu. Meski telah wafat beberapa abad silam, karamah Imam Besar tersebut masih dapat disaksikan. Secara umum, wali Allah adalah setiap orang yang beriman. Namun, secara khusus, di antara sosok-sosok beriman itu ada yang dipilih Allah Azza wa Jalla sebagai wali-Nya. Allah mencintai dan dekat pada-Nya. Hingga urusannya dilindungi Allah. Hidupnya diliputi penjagaan. Dan (kala diperlukan) kerap muncul darinya karamah. Hal ini tergambar dari kelanjutan matan Hadits Qudsi yang telah kami sebut di atas, “… Dan jika Aku telah mencintainya, maka Aku adalah pendengarannya yang dia mendengar dengannya. Aku adalah penglihatannya yang dia melihat dengannya. Aku adalah tangannya yang dia melakukan apa-apa dengannya. Aku adalah kakinya yang dia berjalan dengannya. Apabila dia memohon, Aku pasti memberinya. Dan bila dia minta dijaga, Aku pasti akan menjaganya.” Konon di antara komunitas muslim dengan jumlah tertentu, di situ pasti ada 1 orang wali Allah. Artinya ada wali-wali Allah di sekitar kita. Siapakah dia? Tidak dapat dipastikan. Hal ini mengandung hikmah agar kita berhatihati dalam bermasyarakat, tidak suka menghina atau mencela orang lain, tidak selalu berburuk sangka. Sebaliknya harus
Islamic Study Club Solo
G
uru kami, KH. Ihya Ulumuddin pernah menceritakan kisah yang berasal dari penuturan Sang Guru Besar, yakni Prof. Dr. Abuya As-Sayyid Muhammad bin Alawi AlMaliki Al-Hasani. Ada seorang tokoh puritan di Timur Tengah. Karena begitu bencinya pada Imam Abu Hanifah, dia suka bilang, “Abu Hanifah jifah... Abu Hanifah jifah....” (Abu Hanifah adalah bangkai… Abu Hanifah adalah bangkai…). Celaan secara nyata terhadap pendiri madzhab Hanafi itu diucapkannya di berbagai kesempatan. Berulang-ulang. Dia seperti murka dan muak terhadap ulama panutan umat Islam sedunia ini. Entah dari mana kebencian membabi-buta itu bermula. Mungkin dia beranggapan Imam Abu Hanifah meletakkan akal di atas teks dalil normatif agama. Padahal secara hakikat tidaklah begitu. Artinya, celaannya mengada-ada. Selang berapa waktu kemudian, dari sebuah rumah tercium bau busuk.
36
doc. lazis
dikedepankan keluhuran budi, rendah hati, dan baik sangka kepada sesame. Apalagi terhadap orang yang dikenal beriman, shaleh, berbudi luhur, dan berilmu. Siapa tahu dia wali, yang ucapannya diperhatikan Allah, kata-katanya bertuah, firasatnya tajam, dan beracun darah dagingnya. Cinta ulama atau cinta wali sepenuh hati merupakan jalan kesentosaan. Imam AlGhazali menyatakan, “Barangsiapa mencintai orang berilmu atau ahli ibadah, maupun mencintai seseorang atas dasar mencintai ilmu, ibadah, atau kebaikan, maka dia benarbenar telah mencintainya untuk Allah (lillah) dan karena Allah (fillah), dan baginya pahala dan balasan sesuai dengan kadar kecintaannya.” Ungkapan ini diabadikan oleh Imam Al-Jardani dalam Al-Jawahir Al-Lu’luiyah halaman 321. Sesungguhnya di surga kelak, selain para nabi dan para syuhada, para ulama atau wali juga diberikan wewenang memberikan syafaat. Ada satu kisah diriwayatkan oleh Ibnu Athaillah As-Sakandari. Seorang sultan mengunjungi makam wali besar, yakni Abu Yazid Al-Busthami, dan berkata, “Adakah di sini satu orang yang pernah berkumpul dengan Abu Yazid?!” Lalu ditunjukkanlah dia pada sosok sepuh yang hadir di situ. Sultan bertanya, “Adakah sesuatu yang kau dengar dari ucapan Abu Yazid?” Jawab orang itu, “Iya, ada.” Lalu ia melanjutkan, “Aku mendengar Abu Yazid mengatakan: ‘Barangsiapa berkunjung (ziarah) padaku, maka dia tidak akan dibakar neraka.’” Sultan merasa aneh dengan jawaban itu dan berkata, “Bagaimana Abu Yazid berkata demikian, sedang Abu Jahal yang pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam saja dia dibakar neraka?” Sosok sepuh itu membalas, “Abu Jahal tidaklah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dia hanyalah melihat (Nabi sebagai) anak yatim Abu Thalib. Jika dia sungguh melihatnya (dengan benar), maka dia tidak akan dibakar neraka.” Sultan mengerti dan kagum atas jawaban ini. Kalimat yang disampaikan sosok wali besar, Abu Yazid Al-Busthami, bahwa siapa berkunjung padanya tidak akan dibakar neraka, tampak nyeleneh. Mungkin sebagian orang bertanya-tanya ‘dari mana dalilnya?!’, tapi begitulah sosok wali. Dia berkata demikian mungkin karena pada waktu itu dia dalam posisi (maqam) terdekat dengan Allah
Ta’ala. Wajd atau ekstase (mabuk bersama Allah). Dia diperintah atau didorong untuk mengucapkan itu sebagai suatu firasat yang muncul dari cahaya Allah. Diiklankan agar umat manusia tahu dan mengambil manfaat darinya. Mungkin pula dia mengucapkan itu sebagai ekspresi menceritakan nikmat yang telah diterimanya (tahadduts bin ni’mah). Ucapan itu bukan dibuat-buat penuh kebohongan, tapi suatu kebenaran dan kejujuran. Untungnya orang yang percaya dan buntunglah yang ragu dan menolak. Dalam istilah sufi, ucapan-ucapan semacam ini disebut syatahat. Dan kiranya kita mungkin dapat pula terperciki pancaran cahaya ilahi itu jikalau meyakini empunya syatahat-syatahat itu dengan sepenuh prasangka baik. Apa yang disampaikan oleh Abu Yazid AlBusthami mirip dengan ungkapan yang disampaikan oleh Syeikh Abdul Qadir Al-Jilani. Dalam buku manaqib Al-Lujain Ad-Dani yang disusun oleh Imam Ja’far Al-Barzanji disebutkan, sebagai tahadduts bin ni’mah, Syeikh Abdul Qadir Al-Jilani berkata, “Tidak satu orang muslim pun yang pernah melewati gerbang madrasahku, kecuali Allah akan meringankan siksa baginya pada hari Kiamat.” Diceritakan juga ada seseorang terdengar menjerit-jerit di dalam kuburnya. Syeikh Abdul Qadir lewat dan menghampiri. Beliau berkata, “Sesungguhnya dia ini pernah ziarah padaku sekali, maka mesti Allah Ta’ala akan merahmatinya.” Setelah itu tidak terdengar lagi jeritan-jeritan dari kuburnya. Beliau bertutur, “Aku akan menolong seluruh temanku, murid-muridku, dan orang-orang yang mencintaiku hingga hari Kiamat. Aku menggenggam tangannya manakala dia tergelincir baik saat dia masih hidup maupun saat setelah dia mati…” Demikian jaminan syafaat dari mencintai ulama. Akhirnya, berhati-hatilah kita dari mencerca orang beriman, orang shaleh, dan wali, karena darah daging mereka beracun dan ucapannya bertuah. Tidaklah akan menang siapapun yang berperang melawan Allah Azza wa Jalla. Daripada kita berburuk sangka, lebih aman dan lebih beruntung kita berbaik sangka. Mutiara kata menuturkan, “Barangsiapa tidak mempercayai karamah para wali, dikhawatirkan dia mati dalam bentuk kesudahan yang buruk.” Naudzu billah. Wallahu a’lam bish-shawab. * Pembina Al-Ghazali Islamic Study Club Solo
37
kajian niswiyah
Pengasuh Anak Yang Ideal Oleh: Candra Murni, S.Psi Pembaca Majalah Al Haromain
T
iada tempat yang terbaik bagi seorang ibu atau istri sholihah, selain di rumahnya, di mana ia dapat mengasuh anak-anak serta mengatur rumahnya agar menjadi surga bagi anak-anak dan suaminya. Namun saat ini banyak muslimah yang bekerja di luar rumah karena alasan membantu ekonomi keluarga atau karena mereka ingin mengamalkan ilmunya. Ketika seorang ibu mendapat izin dari suami untuk bekerja di luar rumah dan masih mempunyai anak yang masih kecil, tentunya ia akan memikirkan siapa yang akan mengasuh anaknya bila ditinggal bekerja. Ada ibu yang dengan mudah memperoleh pengasuh yang baik, namun lebih banyak lagi yang memperoleh pengalaman buruk sebelum mereka berhasil menemui sosok pengasuh yang diharapkan. Misalnya, anak diberi obat tidur sementara pengasuhnya asyik SMS-an dengan temannya. Na’udzubillahi min dzalik. Dari Memilih Sampai Menilai Banyak hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih pengasuh anak, karena bukan hanya sekedar orang yang hadir bersama anak, tapi juga bertanggung jawab atas perkembangan fisik dan mental anak. Dan yang lebih penting adalah dalam pembentukan akhlak anak kita. Berikut beberapa persyaratan pengasuh: 1. Beragama Islam 2. Mempunyai akhlak yang baik, ini bisa kita lihat ketika wawancara dengan mereka. Bisa juga kita tanyakan pada orang yang merekomendasikannya 3. Sehat jasmani dan rohani
38
4. Sayang anak 5. Komunikatif 6. Tidak buta huruf Pengasuh anak yang ideal akan membuat anak tumbuh dan berkembang dengan baik. Anak akan memperoleh pengganti orang tua ‘sementara’ yang baik selama ditinggal bekerja. Ia bisa mengaji, membacakan shalawat, mendongeng, membacakan cerita, atau menyanyi, tak sekedar mengurusi makan, mandi, dan tidurnya saja. Sebelum kita memutuskan untuk menerima pengasuh anak, sebaiknya
memberitahukan dulu apa yang kita harapkan darinya. Teliti dan tanyakan darinya, darimana ia berasal. Beri penjelasan nilai-nilai yang dianut keluarga, termasuk apa yang patut diajarkan dan dihindari, atau makanan apa saja yang boleh diberikan. Karena mengasuh anak tidak mudah dan tiap anak mempunyai sifat dan kebiasaan yang berbeda, maka pengasuh anak harus mengerti perbedaan itu dan mampu menyesuaikan diri.
Jadi, baik tidaknya seorang pengasuh, tetap tergantung pada orang tua. Orang tualah yang harus membuat ‘aturan main’ apa-apa saja yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Aturan itu harus jelas dan disepakati. Setelah itu dievaluasi, apakah semua berjalan dengan baik atau perlu ditingkatkan. Di samping itu, harus ada tarik– ulur, kapan kita mengawasi dan kapan kita melepas pengasuh itu dengan anak. Setiap saat kita harus memonitor kondisi anak kita. Dalam keadaan darurat, pengasuh harus bisa menghubungi kita. Karena itu, kita bisa memberikan nomor telepon yang diperlukan. Tanggung Jawab Tetap di Tangan Orang Tua Sesibuk apapun kita sebagai orang tua, tugas mengasuh dan mendidik anak tetap berada di tangan kita. Adapun pengasuh hanyalah membantu. Orang tua, khususnya ibu, harus tetap ‘hadir’ sehingga anak tidak merasa sendirian dalam perkembangannya. Sampai kapan pengasuh dibutuhkan, bergantung pada kebutuhan dan situasi di rumah. Bila memang tidak ada orang di rumah dan kita bekerja sampai sore, mungkin kita memerlukan pengasuh sampai anak berusia lima tahun. Bila anak lama bersama pengasuh, kepribadian pengasuh harus semakin diperhatikan. Bila pengasuh suka marah-marah jangan heran bila anak juga menjadi pemarah. Meski anak mewarisi gen orang tua, pengaruh dari lingkungan juga sangat berperan. Karena sifat orang yang paling dekat dengan anak akan membekas dalam dirinya. Oleh sebab itu, seberat apapun kesibukan ibu, ia harus dapat memberikan dan sekaligus menunjukkan pada anak bahwa orang tua tetap sayang mereka. Tentu tak boleh dilupakan juga besarnya peran ayah dalam menunjukkan perhatian dan kasih sayang pada anak. Bekal Buat Pengasuh Anak Di bawah ini beberapa hal yang perlu dipahami dan dipraktikkan orang tua yang bisa ‘ditransfer’ ke pengasuh: · Mintalah pengasuh untuk memulai dan mengakhiri sesuatu dengan berdo’a. Kalau pengasuh belum bisa, kita bisa mengajarinya. Dari sini kita berharap anak kita terbiasa berdo’a. · Mintalah pengasuh untuk sering memperdengarkan murattal Al-Qur’an, karena bila anak sering mendengar bacaan
·
·
·
·
·
·
Al Qur’an, akan membawa dampak positif bagi perkembangan jiwa mereka. Mintalah pengasuh untuk lebih banyak bertanya kepada anak ketimbang memerintah. Misalnya, ketika mendampingi anak bermain potongan bentuk-bentuk geometri, tanyakan pada anak bagaimana merangkainya. Pengasuh cukup memperhatikan bagaimana anak berusaha menyusun sesuai dengan keinginan dan imajinasinya. Latih pengasuh agar memberi contoh yang baik pada anak. Misalnya, menyapa orang dengan ramah, mengungkapkan keprihatinan jika ada temannya yang jatuh. Latih pengasuh untuk berbicara tentang beragam topik. Misalnya, tentang pohon mangga yang mati karena hama, mengapa sebelum makan perlu cuci tangan terlebih dulu, mengapa kita harus berdo’a. Latih pengasuh untuk mengajak anak bermain dan bersosialisasi agar anak memperoleh banyak teman dan pengalaman. Tugas mengawasi anak harus tetap ditekankan pada pengasuh, karena anak balita banyak gerak dan belum tahu bahaya yang bisa terjadi pada apa yang ia lakukan. Saat jam makan, minta pengasuh untuk bertanya lebih dulu pada anak, apa yang ia inginkan. Misalnya, mau makan dengan lauk tempe, telor, atau ayam. Pengasuh tak hanya melayani anak, tapi biarlah anak yang menentukan keputusannya sendiri. Namun, bila anak sulit makan, pengasuh juga perlu memotivasi anak dengan bercerita atau memberi pengertian, agar anak mau makan makanan yang bergizi.
Demikian beberapa hal yang dapat dilakukan orang tua dalam mencari pengasuh anak yang ideal bagi anak, agar orang tua tidak merasa was-was, sehingga bisa merasa tenang ketika meninggalkan buah hatinya, karena bila peangasuh anak baik akhlak dan trampil dalam mengasuh anak, maka anak yang diasuh pun akan bisa tumbuh dan berkembang secara optimal. Wallahu a’lam. Referensi : 1. Majalah Ayah Bunda, 1997 2. Tabloid Ibu dan Anak
39
kabar pesantren
Nurul Haromain
25 Tahun
Melangkah di Medan Dakwah doc lazis alharomain
Oleh: Ust. Masyhuda al-Mawwas
Cikal bakal pondok pesantren Nurul Haromain tahun 1990
F
akta usia terungkap dan ide untuk memperingati ulang tahun muncul secara spontan saat melihat tulisan yang tergores di batu marmer yang tertempel pada dinding di sebelah selatan musholla. Di situ tertulis; pesantren ini didirikan oleh Prof. DR. As-Sayyid Muhammad al-Maliki al-Hasani pada tanggal 4 Desember 1987 M/13 Rabiul Awwal 1408 H. Ini berarti pada 4 Desember tahun 2012 Nurul Haromain telah genap berusia 25 tahun. Sebuah usia yang cukup matang bagi sebuah perjuangan menyiarkan agama Allah. Peringatan ulang tahun yang akhirnya digelar dan dilaksanakan pada hari Selasa sore, 11 Desember 2012, itu dihadiri oleh kurang lebih seribu jamaah. Terdiri dari jamaah ngaji Selosoan, anggota masyarakat generasi pertama para pendukung keberadaan pesantren, para tokoh, para alumni dan para santri. Meski cuaca hujan dan listrik sempat padam di tengah acara, para hadirin sangat antusias mengikuti seluruh prosesi acara mulai pembacaan ayat-ayat suci Alqur’an oleh Ust. Burhan dari Tulungagung, pembacaan tahlil yang dipimpin oleh Ust. Imron Rosyadi yang tercatat sebagai santri pertama, sekilas perjalanan awal pesantren dan dakwah para santri yang disampaikan oleh Ust. H. Imam Mawardi, santri generasi awal yang kini adalah Direktur LPI al-Azhar Tulungagung, sekretaris Majlis Muwasholah dan ketua umum Komunitas al-Muhibbin Indonesia Pusat. Selanjutnya ditutup dengan sambutan dan pesan-pesan dari pengasuh pesantren Abi KH. Ihya’ Ulumiddin. Dalam ceramahnya, beliau menceritakan
40
proses berdirinya pesantren dan penunjukannya sebagai pengasuh oleh guru besar Abuya As-Sayyid Muhammad Alawi alMaliki. Beliau juga menceritakan bagaimana awal-awal merintis dakwah di Pujon, daerah yang sama sekali tidak dikenalnya dan tidak pula ada sanak famili. Anggapan miring dan gangguan adalah menu yang harus dimakan. Bahkan harus pula mengalami percobaan pembunuhan yang berupa santet atau tindakan sabotase dengan usaha mencelakai mobil beliau. Alhamdulillah, Allah masih memberikan penjagaannya, dan masih menyelimutkan kelembutannya Beliau lalu mengingatkan pentingnya kita mengingat nikmat Allah agar bisa senantiasa bersyukur dan tidak terlena sehingga nikmat itu bisa langgeng terjaga dan tidak meninggalkan kita. Beliau melanjutkan bahwa dalam usianya yang ke 25, Alhamdulillah pesantren ini telah kelihatan eksis dan berkembang. Inilah wujud dari hikmah; satu biji yang diberkahi Allah bisa memunculkan banyak biji. Berawal dari hanya sebuah bangunan musholla, asrama santri putera dan rumah pengasuh, kini Nurul Haromain telah pula terisi dengan pesantren puteri, lembaga pendidikan formal Islam dari PAUD, SD, SMP, dan SMK, serta Insya Allah dalam waktu dekat juga akan berdiri sebuah AULA yang cukup besar dan indah, ditambah pula dengan sekian banyak pesantren cabang yang tersebar. Ini semua adalah berkah dari guru, Abuya As-Sayyid Muhammad al-Maliki, buah perjuangan bersama selama ini. Memang sudah menjadi sunnah Allah menjadikan sebuah perjuangan eksis dan mulai kelihatan buah masaknya dalam rentang waktu antara 20 sampai tiga puluh tahun. Adapun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau berdakwah selama 23 tahun sehingga Islam kokoh menjulang hingga hari ini dan seterusnya. Wali Songo juga membutuhkan waktu sekitar 30 tahun untuk kemudian berdirilah kerajaan Islam Demak yang menjadi titik tolak islamisasi tanah Jawa khususnya dan secara umum kepulauan Nusantara. Abi Ihya’ lalu menegaskan kepada para
jamaah bahwa pesantren Nurul Haromain bukan milik beliau. Ini adalah wakaf dari Abuya As-Sayyid Muhammad al-Maliki untuk umat Islam. Karena itulah seluruh dari kita harus bersama menjaganya, menjaga tradisi yang sudah berjalan. Tradisi wirid Hasbanah 450 kali, Ya Lathif 129 kali, dan bacaan Dzikir Jama’i yang sudah dikenal dan mendapatkan sambutan semarak masyarakat secara luas. Ini semua harus dijaga, jangan pernah diubah. Peringatan ini harus selalu didengungkan, kita tidak boleh lengah. Karena itulah acara peringatan hari lahir pesantren ini akan kita rutinkan setiap tahun dan kita patenkan setiap hari Selasa kedua bulan Desember. Demikianlah di antara pesan-pesan beliau dalam acara peringatan ulang tahun ke 25 yang digelar secara sederhana dengan minuman hangat wedang pokak dan gorengan, serta ditutup dengan makan bersama masakan ricarica mentok. “Ya Allah jadikanlah pesantren ini sebagai markaz dakwah.” Demikian do’a Abuya AsSayyid Muhammad al-Maliki untuk Nurul Haromain. Sekarang ini adalah momen pembuktian bahwa do’a ini mendapatkan penerimaan dari Allah. Nurul Haromain memang kini dikenal secara luas sebagai pesantren kaderisasi da’i. Indikasi dari hal ini adalah banyaknya permintaan da’i sehingga stok tidak mencukupi, dan banyak pula orangorang yang datang mewakafkan tanah agar dikelola demi kepentingan dakwah. Hal ini yang pada akhirnya mendorong pesantren dan PERSYADHA yang berpusat di Surabaya yang menaungi pesantren ini harus membuat kriteria-kriteria dan prioritas-prioritas pengelolaan.Terakhir Nurul Haromain mengirimkan dua santri untuk terjun berdakwah di desa Kunti kecamatan Sampung kabupaten Ponorogo. Selain produktif mencetak kader da’i, hingga kini Nurul Haromain tetap dipercaya oleh Abuya As-Sayyid Ahmad bin Abuya AsSayyid Muhammad sebagai mitra mencetak kader ulama. Santri-santri yang hendak melanjutkan pendidikan di Makkah alMukarramah di Rushaifah, harus terlebih dahulu berstatus sebagai santri Nurul Haromain. Tradisi ini sudah berjalan semenjak zaman Abuya As-Sayyid Muhammad, hanya saja kini ada tambahan persyaratan, yaitu juga terlebih dahulu mengikuti pendidikan Bahasa Arab di Darul Lughah Wad Dakwah Raci Bangil asuhan al-Habib Zainal Abidin bin al
Habib Hasan Baharun. Sekarang ini mayoritas santri Abuya As-Sayyid Ahmad Makkah alMukarramah adalah berasal dari Nurul Haromain. Beberapa santri dari Nurul Haromain yang sekarang di Makkah juga menetap dan tinggal di pesantren Abuya AsSayyid Abbas bin Alawi al-Maliki, dan sebagian lagi ada yang berdomisili di Rubath Jawa daerah Misfalah. Jamaah haji dari Pujon seringkali pulang membawa cerita-cerita yang berkesan bagi mereka yang mendapatkan layanan istimewa di antara para jamaah haji lain saat berada di Makkah dan ketika berkunjung ke Rumah Abuya As-Sayyid Ahmad al-Miliki di Rushaifah. Mereka merasa di Pujon saja, karena bergaul akrab dengan para santri Nurul Haromain yang dulu sewaktu mondok di Pujon seringkali berkunjung ke rumah mereka. Kemuliaan yang ada pada makhluk tidak ada yang mandiri kecuali kemuliaan baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kebesaran Nurul Haromain memang tidak bisa terlepas dari kebesaran sang pendiri Abuya AsSayyid Muhammad al-Maliki yang berita keutuhan jasad beliau hingga kini dipermasalahkan oleh sebagian kelompok baru dalam percaturan umat Islam di Indonesia, khususnya di wilayah Malang, sehingga harus melukai hati saudara sesama muslim. Membuat hati banyak anggota masyarakat merasa gerah dan kecewa. Juga tidak bisa dipisahkan dari kebesaran pengasuhnya Abi KH. Muhammad Ihya’ Ulumiddin yang tercatat sebagai santri KH. Abdul Hadi Zahid, pengasuh pesantren Langitan yang terkenal keistiqamahannya, santri Abuya As-Sayyid Muhammad al-Maliki generasi awal (Ar Ro’il al Awaal), ketua Hai’ah As Shofwah, termasuk dalam jajaran tokoh-tokoh berpengaruh di Jatim dll. Selama 25 tahun Nurul Haromain telah mengayunkan langkah guna memberikan andil dalam berdakwah di bumi Pujon Malang yang indah, yang dalam teori sejarah, terlepas akan keakuratannya, islamisasi baru terjadi di daerah ini dan pada umumnya wilayah Malang Raya, pada masa pasca perang Diponegoro. Salah satu indikasinya adalah banyaknya pondok pesantren di daerah pinggiran yang mayoritas santrinya berasal dari Jawa tengah. Semoga Allah senantiasa menjaga dan memberikan berkah-Nya. Amin Ya Rabbal Alamin. Wallahu a’lam.
41
42
031-71907919