Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Distributor Majalah Al Haromain Banyuwangi Situbondo Probolinggo Kraksaan Jember Biltar Ponorogo Magetan Ngawi Mojokerto Gresik Tuban Jepara Kebumen NTB Kaltim Papua Batam Makassar Jakarta Malang Batu Kediri Pamekasan Tulungagung Lamongan Jombang Solo Yogyakarta Kulonprogo Bojonegoro Sumedang
Ust Muhajir 081803456281 Ust Aries 081336143977 Ust Syaifuddin 082335516343 Gus Alex 08124928774 Ust Ikhwan 085645015024 Ust Chozin 085790831283 Bpk. Karyadi 085235440759 Ust Munir 08125967912 Ust Chumaidi 081335462005 Ust Sholeh 081553438291 Ust Alam 08123196461 Ust Widi 082143624397 Ust Mundiri 085741826587 Ust Hafidz 085227990231 M. Ikhsan 081254000810 Nova Karyadi 085391301681 Ust Shomadi 081240139560 Ust Dhoifi 081336433995 Ust Ilham 085255050804 P. Andi Widodo 081314231099 Ust Jauhari 0857556 52497 P Yalik 085646549899 Bu Najwah 085233127989 Ust Muzammil 081805083343 Ust Abdul Karim 081334782076 Ust Muhyidin W. 085230412333 Ust Imam Aji 0321-4115728 Ust A. Syarifudin 081393518933 Ust Saiful A. 08155033398 Ust Sirojan M. 08156873086 Ust. Suwarno 081515913717 Ust. Dede Djaelani 082130521107
ISSN 2302-1055
Hamidan lillahi tabaraka wa ta’ala wa mushalliyan ‘ala rasulillahi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Amma ba’du. Sya’ban telah berakhir. Bulan ini kita memasuki bulan Ramadhan 1434 H. Segenap dewan redaksi dan staf Majalah AL-HAROMAIN tidak lupa mengucapkan: Marhaban ya Ramadhan, Marhaban ya Ramadhan Marhaban ya Ramadhan, Judlana bil ghufran Semoga puasa kita pada bulan Ramadhan ini diterima oleh Allah, dipenuhi berkah setiap detiknya, dan berlimpahkan pahala yang mengantarkan kita pada predikat muttaqin. Amin. Ada satu hikmah puasa khususnya pada bulan Ramadhan yang sangat berkaitan erat dengan kondisi bangsa kita dewasa ini. Puasa sungguh mendorong kita untuk berlaku jujur. Jujur pada diri sendiri. Jujur pada Allah subhanahu wata’ala. Hal mana kejujuran merupakan pokok dari segala bentuk penyelewengan amanah. Kejujuran adalah obat penawar bagi tumbuh suburnya penyakit korupsi. Seorang yang telah berpuasa dengan benar dan ikhlas, maka padanya akan otomatis tumbuh sikap antikorupsi. Karena itu, ibadah puasa di bulan Ramadhan pada hakikatnya merupakan madrasah pelatihan antikorupsi rutin tahunan yang telah didesain Allah subhanahu wata’ala untuk kaum muslimin. Jika seorang muslim lepas dari Ramadhan justru bertindak koruptif, maka pastilah puasanya tidak sukses. Hal inilah yang akan disinggung pada fokus utama edisi ini. Semoga Majalah Al-Haromain selalu membawa keberkahan ilmu dan wawasan bagi Anda sekeluarga serta handai-taulan. Amin. Kritik dan Saran para pembaca tetap kami tunggu untuk perbaikan majalah ini. Bisa disampaikan via email di redaksi.alharomain@ gmail.com atau alharomainlazis @yahoo.co.id Wassalâmu’alaikum Warahmatullôhi Wabarakâtuh, Redaksi
Penasehat: KH.M.Ihya Ulumiddin, Indra Djati Sidi, Ph.D., Drs.R. Arif W., M.Si, H.Djunaidi Sahal, S.Ag., Prof.DR.H. Nizarul Alim, H. A. Fatkhurokhman, SE.; Pemimpin umum: Handaka Indra; Pemimpin Redaksi: Bahtiar HS; Staf Redaksi: M. Qosim, Muji Sampurno, Masyhuda Al Mawwas, Masitha AS, Mishad Khoiri.; Desain Grafis: M. Mustain.; Distribusi: Siswo Widodo, Ismail, Ghozali. Majalah Al Haromain diterbitkan oleh Lazis Al Haromain. Alamat Redaksi : Ketintang Barat I/27 Surabaya 60231; Email :
[email protected] website : www.lazisalharomain.com Lazis Al Haromain
22471A86
@Sahabat_Dai
[email protected]
doc. lazis
3
FOKUS UTAMA ...6
Puasa Ramadhan dan Spirit Antikorupsi Dengan puasa yang kita tunaikan, kita dididik dan dilatih untuk benar-benar menjadi pribadi yang bertaqwa dengan menjaga sikap kehati-hatian. Salah satunya adalah selalu berperilaku jujur. Bila sifat jujur telah melekat pada diri seseorang, maka segenap amanah yang ditanggungnya akan diselesaikannya dengan penuh tanggung-jawab. Dia pasti tidak akan mau mengambil resiko untuk menyelewengkan berbagai amanah itu, misalnya dengan melakukan korupsi. MUTIARA AL-QUR’AN... 22
Al-Qur’an, Energi Kemuliaan & Rahasia di Balik Kebersamaan
Nuzulul Qur’an di bulan Ramadhan memberi penegasan 2 (dua) hal. Pertama, keharusan bagi umat Islam untuk bersabar dan meneguhkan diri berjalan mengikuti tuntunan dan petunjuk AlQur’an. Kedua, Al-Qur’an mengalami dua proses turun (Nuzul), yakni turun dari Lauh Mahfuzh ke langit dunia secara keseluruhan pada malam Lailatul Qadar (inzal) dan turun secara berkala (Munajjaman) kepada Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (tanzil). TEROPONG .... 5 Saatnya Berzakat Melalui BAZ/LAZ REPORTASE ... 10 dr. Muhammad Thohir, Sp.Kj. Direktur Utama Rumah Sakit Islam Surabaya 2003-2006 : “Puasa kok Masih Korupsi ? Berarti Puasanya Lupa.” KONSULTASI KESEHATAN ... 16 Sakit Gigi, Ketika Menjelang Malam REFLEKSI ... 17 Pelajaran Berbagi Ilmu TELAAH ... 18 Melepas Kemauan Meraih Kejayaan TECHNOPRENEUR ... 20 Peluang Bisnis di Bulan Ramadhan
4
PROFIL ...
KH. Bey Arifin Siapa tidak mengenal buku “Samudera Al-Fatihah”, khususnya generasi 70an. Sebuah buku yang monumental di zamannya, bahkan hingga kini masih dicari orang. Buku yang ketika membacanya serasa menyelami makna Al-Fatihah yang saking luasnya seperti menyelam ke dasar samudera. Buku yang oleh penulisnya diberi judul memang ketika kapal Ambulombo yang ditumpanginya benarbenar berada di tengah Samudera Hindia ketika menuju Makkah untuk berhaji. RENUNGAN ... 21 Derajat Al-Muttaqin ZONA PENDIDIKAN ... 24 Optimalisasi Pembelajaran Tematik Integratif Untuk Menambah Iman dan Syukur HIKMAH KISAH ... 26 Kisah Indah Orang Sholih Abu Qilabah KABAR PESANTREN ... 28 Safari Dakwah di Negeri Jiran KAJIAN NISWIYAH ... 30 Ratu Sibuk AULADI ... 32 Puasa Itu Menyenangkan SERBA-SERBI ... 34 Ki Ageng Gribig dan Zikir ‘Ya Qawiyu Ya Azizu’ KONSULTASI SYARIAH ... 36 Bangun NIkah dan Shalat Isyraq MUTIARA HADITS ... 38 Sifat Kepedulian EKONOMI ISLAM ... 40 Kelembagaan Amil Zakat : Plus Minus Organisasi Massa (Ormas)
Saatnya Berzakat Melalui BAZ/LAZ
teropong
asih kuat ingatan kita tentang 2008. Pemerintah pun melalui proses legislasi tragedi memilukan ricuh pembagian di DPR RI telah memberi payung hukum dan zakat yang dilakukan oleh keluarga aturan dengan menetapkan Undang-Undang kaya dari Pasuruhan Jawa Timur pada Zakat Nomer 36 tahun 2009 dan telah direvisi 15 September 2008 lalu, di mana dengan Undang-Undang Nomer 23 tahun 2011 beribu orang fakir miskin yang di mana hal ini dimaksudkan untuk lebih didominasi ibu-ibu dan orang lanjut memperjelas tugas dan pertanggung-jawaban usia berdesakan antri pembagian BAZ/LAZ. Ada beberapa keuntungan berzakat melalui zakat sebesar Rp 30.000,- di depan rumah beliau sehingga jatuh korban 21 jiwa. Tragedi ini BAZ/LAZ, di antaranya: (1) Untuk menjaga ternyata belum cukup menjadi pelajaran, karena kerahasiaan amal muzakki sehingga tumbuh ternyata kasus ricuh pembagian zakat yang keikhlasan. Jika muzakki punya usulan sasaran dilaksanakan individu secara demonstratif pendistribusian pun juga bisa dilayani (2) mendatangkan ribuan fakir miskin sehingga Pemberdayaan dana Zakat lebih terarah dan jatuh korban terus berulang tiap tahun. Terakhir maksimal, pendistribusian berdasar data kami mencatat kejadian tahun lalu, ada lebih mustahik yang akurat, menurut prioritas (3) Manfaat lebih besar, karena adanya dari 10 kasus ricuh pembagian zakat proses pembinaan mustahik yang pada tempat yang berbeda. Akankah hal berkesinambungan (4) Pendistribusian ini kita biarkan terus berulang? lebih fleksibel dan dalam bentuk Bukankah yang demikian justru kegiatan yang beragam, layanan menjatuhkan harkat dan martabat kita kesehatan, beasiswa pendidikan, sebagai seorang muslim? Handaka Indra S. ambulan gratis, bedah rumah, dan Allah subhanahu wata’ala berfirman Direktur lain-lain (5) Lebih bermartabat, tertib, dalam Al-Qur’an surat At-Taubah: 60 LAZIS al Haromain syi’ar, dan terhindar dari jatuhnya yang artinya: “Sesungguhnya zakatzakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, korban. LAZIS AL-HAROMAIN, sebagai salah satu orang-orang miskin, para amil, para mu’allaf, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang contoh, dalam rangka optimalisasi berhutang, untuk jalan Allah, dan orang yang pendayagunaan dana ZIS-nya mempunyai prosedang dalam perjalanan, adalah suatu gram-program strategis yang berdampak luas ketetapan yang diwajibkan Allah dan Allah Maha terhadap perubahan masyarakat sehingga lebih mengetahui dan Maha bijaksana.” Mengacu pada Islami dan sejahtera, misalnya: PESAT ayat ini, maka adanya amil sebagai salah satu (pengembangan pesantren) merupakan tindak mustahik dalam keterangan ayat tersebut lanjut pengelolaan wakaf-wakaf yang diterima menunjukkan pentingnya Badan/Lembaga Amil Yayasan Persyada Al-Haromain dengan Zakat(BAZ/LAZ). Hal ini juga telah dilaksanakan dibangunnya pesantren-pesantren dalam sejak zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi berbagai bentuk, pesantren yatim dan du’afa, wasallam dan para shahabat dengan didirikannya pesantren tahfidzul qur’an, pesantren kader Baitul Maal saat itu. Oleh karena itu, untuk lebih da’i, pesantren technopreneur, pesantren pelajar meningkatkan kemaslahatan dan menghindari dan mahasiswa, dan lain sebagainya. Bisa jatuhnya korban sebaiknya pendistribusian zakat dibayangkan betapa besar dampak keberadaan pesantren tersebut di tengah masyarakat, baik dilakukan melalui BAZ/LAZ. Pada saat ini keberadaan BAZ/LAZ sangat secara mental spiritual, ekonomi, dan sosial mudah dijumpai di tengah-tengah masyarakat. budaya? Oleh karena itu, mulai saat ini mari Untuk mendorong tumbuh kembangnya BAZ/LAZ berzakat melalui BAZ/LAZ, wabilkhusus LAZIS yang amanah dan profesional, sekaligus ada AL-HAROMAIN ! InsyaAllah lebih bermanfaat. sinergi kerjasama di antara BAZ/LAZ, maka Wallahu a’lam. telah terbentuk Forum Zakat (FOZ) sejak tahun
5
fokus utama
republika.co.id
ungguh bahagia berada Siapakah orang yang bertaqwa di bulan Ramadhan dan itu? Ada yang mengartikan taqwa menunaikan puasa di sebagai takut. Hanya saja –kata dalamnya. Sebab jika Prof. Dr. HAMKA—taqwa jangan puasa kita sesuai dengan selalu diartikan takut. Sebab, takut yang diajarkan Rasulullah adalah sebagian kecil dari makna shallallahu ‘alaihi taqwa. wasallam, maka pada Taqwa itu buah dari iman dan saat yang sama Allah amal shalih. Di dalam taqwa M. Anwar Djaelani terkandung cinta, kasih, harap, subhanahu wata’ala Aktivis Masjid Universitas sedang menyiapkan kita untuk cemas, tawakkal, ridha, sabar, Airlangga di pertengahan 1980-an menjadi insan yang bertaqwa. berani, dan sebagainya. Di dalam Dengan banyaknya orang yang Tafsir Al-Azhar, HAMKA menulis bertaqwa, kita optimis bahwa negeri ini bisa bahwa taqwa itu memelihara. Maknanya, bebas dari korupsi. Benarkah? memelihara hubungan baik dengan Allah. Memelihara diri dari perbuatan yang tak Sekolah Kejujuran diridhai Allah ta’ala. Saat memasuki Ramadhan, kita serasa Penjelasan HAMKA di atas sejalan dengan hadir di sebuah Sekolah Kejujuran. Dengan gambaran Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu puasa yang kita tunaikan, kita dididik dan tentang taqwa yang disampaikannya secara dilatih untuk benar-benar menjadi pribadi metaforis. Suatu ketika Abu Hurairah ditanya yang bertaqwa. “Hai orang-orang yang oleh seseorang tentang makna taqwa. Saat itu beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa ia malah balik bertanya, “Apa tindakan Anda sebagaimana diwajibkan atas orang-orang saat di tengah jalan bertemu dengan seonggok sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (QS. Al- duri?” Baqarah [2]: 183). Dijawab oleh si penanya, “Tentu saya akan
6
berhati-hati dengan cara mengelaknya. Bisa dengan melangkahinya, atau memilih jalan di kanannya atau di kirinya.” Atas jawaban itu Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu lalu mengatakan, “Itulah taqwa.” Alhasil, taqwa adalah sebuah sikap kehati-hatian. Terkait ini, salah satu hal yang paling mudah dirasakan dan sekaligus gampang diukur dari ketaqwaan seseorang adalah terbangunnya sikap jujur. Jujur adalah sebentuk sikap kehati-hatian untuk hanya mengatakan sesuatu yang sesuai dengan faktanya dan atau mengerjakan sesuatu yang selaras dengan hak dan kewajiban yang dimiliki seseorang. Puasa Ramadhan mengajarkan sikap kehati-hatian. Di saat berpuasa Ramadhan, kita dididik dan dilatih untuk menyadari kehadiran Allah ‘azza wajalla. Misal, di saat sendirian dan terbuka peluang untuk berbuka sebelum waktunya, tapi itu tak akan pernah kita lakukan karena sadar bahwa Allah MahaMelihat. Jika kesadaran seperti itu sudah terbangun dan terus dipraktikkan di sebelas bulan berikutnya, maka sikap kehati-hatian akan menjadi identitas kita. Di antara sikap kehati-hatian adalah selalu berperilaku jujur. Bila sifat jujur telah melekat pada diri seseorang, maka segenap amanah yang ditanggungnya akan diselesaikannya dengan penuh tanggung-jawab. Dia pasti tidak akan mau mengambil resiko untuk menyelewengkan berbagai amanah itu, misalnya dengan melakukan korupsi. Kejujuran itu akan mengundang kedamaian. Seorang yang jujur akan tenteram jiwanya. Sebaliknya, seseorang yang tidak jujur akan tak tenang hidupnya. Dia akan terperangkap pada sebuah rangkaian sikap ketidakjujuran yang tak pernah selesai. Bukankah kita paham dengan ‘pepatah’ bahwa sebuah kebohongan (bagian dari sikap tak jujur) akan ditutupi oleh kebohongan yang lain? Selalu Beruntung Puasa Ramadhan memberi pelajaran yang mendalam, yaitu bahwa kita selalu merasa dalam pengawasan Allah. Sementara, di sepanjang sejarah, orang-orang yang bertipe seperti itu –selalu merasa dalam pengawasan Allah—selalu meraih kesuksesan yang luar
biasa. Berikut ini ada empat kisah hebat tentang orang jujur. Mereka –pejabat dan ‘rakyat kecil’—sama sekali tak tergoda untuk melakukan korupsi atau berlaku curang sekalipun kesempatan untuk itu terbuka lebar. Semua paham, Umar bin Abdul Aziz rahimahullahu adalah pemimpin yang amanah. Dia tak hendak memakai fasilitas negara untuk kepentingan pribadi. Syahdan, di sebuah malam, Umar bin Abdul Aziz sedang mengerjakan tugas-tugas negara dengan memergunakan lampu yang minyaknya dibiayai oleh negara. Tak lama kemudian, putranya masuk untuk sebuah urusan keluarga. Setelah mengetahui bahwa si putra akan membicarakan sesuatu yang tak terkait dengan masalah kenegaraan, Umar bin Abdul Aziz pun mematikan lampu yang tadi dia pakai dan menggantinya dengan lampu pribadi. “Mengapa lampu tadi dimatikan?” tanya si putra penasaran. “Dalam urusan pribadi tak ada hak kita untuk memakai fasilitas yang dibiayai oleh negara,” terang Umar bin Abdul Azis. Memang, Umar bin Abdul Aziz adalah pemimpin yang amanah. Di masa kepemimpinannya, semua rakyat sejahtera. Tapi, sekalipun demikian, tetap saja ada yang merasa kurang seperti seorang bibi dari Umar bin Abdul Aziz sendiri. Merasa sang kemenakan sedang menjadi pejabat tinggi, di sebuah kesempatan dia meminta hak lebih dari yang seharusnya dia dapat dari Kas Negara. Sang Khalifah –Umar bin Abdul Aziz—masuk ke sebuah ruang dan mengambil satu dirham uang perak. Uang itu lalu dibakarnya. Sesudah cukup panas, uang itu dia bungkus dengan kain dan diberikan kepada sang bibi seraya berucap: “Inilah tambahan yang Bibi minta.” Saat menerima bungkusan itu, tentu saja sang bibi kaget, lantaran merasakan panas. Umar bin Abdul Aziz pun mengingatkan sang bibi, “Kalau api di dunia terasa panas, bagaimana dengan api di akhirat yang kelak akan membakar saya dan bibi karena tak amanah, yaitu menyelewengkan harta Baitul Maal atau Kas Negara, yang tak lain adalah harta kaum muslimin?” Jauh sebelum dua kisah di atas, dua kisah
7
berikut ini tak kalah menggetarkan. Jika dua kisah di atas tentang pejabat yang teguh untuk tidak korupsi sesedikit apapun, maka dua kisah berikut ini menyangkut dua orang dari kalangan awam yang teguh untuk hidup di “jalan yang lurus”. Kisahnya ada pada masa Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu. Sebagai khalifah, Umar bin Khaththab memiliki sebuah kebiasaan yang patut dicontoh siapapun, terutama oleh para pemimpin. Kebiasaannya adalah kerap berkeliling ke berbagai pelosok negeri untuk mencari tahu perkembangan kesejahteraan –lahir dan bathin—dari masyarakat yang dipimpinnya. Saat melakukan aktivitas itu Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu menyamar, sehingga tak seorangpun tahu bahwa yang sedang berkeliling –dan bahkan sesekali mengajak berbincang-bincang—itu adalah sang Amiril Mukminin. Di sebuah kesempatan, Umar bin Khaththab bertemu seorang hamba sahaya yang bertugas sebagai penggembala kambing. Kala itu, dia sedang ‘mengawal’ begitu banyak kambing. Umar bin Khaththab pun mengajak si penggembala berdialog, dalam posisi si penggembala tak tahu bahwa yang sedang ada di depannya itu adalah Sang Khalifah.
indonesiaoptimis.com
8
“Wahai kawan, sudilah jual beberapa kambing untukku,” pinta Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu. “Maaf, Tuan, kambing-kambing ini tidak saya jual, karena semuanya milik juragan saya,” tolak si penggembala dengan santun. “Ayo, juallah kepadaku beberapa ekor. Bukankah juraganmu tak akan pernah tahu jika hewan yang engkau gembalakan berkurang sekadar beberapa ekor, lantaran sebegitu banyak gembalaanmu,” desak Umar bin Khaththab. “Sekali lagi, mohon maaf, saya sedikitpun tak punya hak untuk menjual kambingkambing yang diamanahkan kepada saya,” tegas si penggembala. “Saya memahami alasan Anda. Tapi, bukankah tak ada yang melihat kita? Tak akan ada yang melaporkan perbuatan Anda ke pemilik kambing-kambing ini,” untuk kali ketiga Umar bin Khaththab ‘merayu’. “Fa aina-Allah? Lalu, di manakah Allah? Bagaimana dengan pengawasan Allah?” tukas si penggembala tegas. Subhanallah! Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu takjub dengan sikap si penggembala yang jujur itu. Umar bin Khaththab sangat respek atas performa si penggembala itu. Lalu, kepada si penggembala, Umar bin Khaththab minta dipertemukan dengan sang juragan. Setelah bertemu, Umar bin Khaththab lalu menebus si penggembala sehingga dia menjadi manusia yang merdeka, tak lagi berposisi sebagai hamba sahaya. “Lantaran ucapan fa aina-Allah Anda sekarang menjadi manusia merdeka. Semoga kelak –di akhirat—Anda dibebaskan Allah dari siksa neraka karena ucapan itu juga, yaitu fa aina-Allah,” doa Umar bin Khaththab kepada si penggembala. Pada kesempatan lain, Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkeliling lagi, sendirian. Kali ini, di sebuah malam yang dingin, ketika rata-rata warga Madinah sudah terlelap. Malam itu, dia berkeliling dalam waktu yang lama, sampai dia kelelahan dan kedinginan. Refleks Umar bin Khaththab berlindung di dekat sebuah rumah yang jika melihat ukurannya yang kecil dan teramat sederhana, milik sebuah keluarga miskin. Umar bin Khaththab berniat menumpang berteduh
sebentar sebelum melanjutkan perjalanan menuju masjid karena fajar hampir tiba. Sejurus kemudian, tak sengaja Umar bin Khaththab mendengar dialog dari dalam rumah. Sebuah percakapan antara seorang ibu yang berprofesi sebagai penjual susu dengan anak gadisnya. Hari itu rupanya susu hasil perahan kambing mereka tak banyak, sehingga jika dijual tak cukup untuk membeli berbagai keperluan harian. “Anakku, campurlah susu itu dengan air,” pinta si ibu. Tentu saja itu dimaksudkan agar susu menjadi lebih banyak, sehingga bisa mendapat lebih banyak uang. “Bagaimana aku bisa melakukannya, sebab bukankah Amirul Mukminin Umar bin Khaththab melarang yang demikian?” tolak sang anak gadis. “Orang-orang lain juga mencampurnya. Ayo, campurlah, karena siapa yang akan memberi tahu Amirul Mukminin Umar bin Khaththab tentang hal ini? Bukankah palingpaling dia sekarang sedang tidur dan tak melihat kita?” desak si ibu. “Wahai Ibu, jika Amirul Mukminin Umar bin Khaththab tak melihat, namun ketahuilah
bahwa Tuhan yang memiliki Amirul Mukminin tak pernah tidur dan pasti melihat kita,” tegas sang anak gadis. Subhanallah! Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu terharu atas kejujuran putri dari si penjual susu itu. Akhlaqnya mulia karena terbangun di atas pondasi aqidah yang kukuh: bahwa Allah tak pernah tidur. Dan, di kemudian hari, putri tadi diambil menantu oleh Umar bin khaththab radhiyallahu ‘anhu. Tak Tidur Inti dari empat kisah di atas ada pada pernyataan si penggembala, yaitu ‘fa ainaAllah’ dan ungkapan putri dari si penjual susu bahwa “Tuhan tak pernah tidur”. Dua kalimat hebat itu insyaAllah akan menjadi sesuatu yang mudah keluar dari lisan mereka yang telah terdidik dan terlatih lewat puasa Ramadhan. Sungguh, jika kepada lulusan “Ramadhan Sekolah Kejujuran” diberi godaan untuk korupsi, maka dia akan mantap menjawab: “Saya tidak akan pernah korupsi sebab Allah tidak pernah tidur”. Wallahu a’lam.
9
reportase
dr. Muhammad Thohir, Sp.Kj. Direktur Utama Rumah Sakit Islam Surabaya 2003-2006
“Puasa kok Masih Korupsi ? Berarti Puasanya Lupa.” lhamdulillah pada edisi kali ini berkaitan dengan puasa di bulan Ramadhan sebagai spirit anti korups. Redaksi berkesepatan untuk berbincang seputar hal tersebut dengan dr. Muhammad Thohir, Sp.Kj., Direktur Rumah Sakit Islam Surabaya periode 2003 – 2006, berikut cuplukan bincang- bincang reporter al haromain dengan beliau. Bagaimana esensi puasa menurut Ustadz? Bicara puasa pada bulan Ramadhan banyak sekali tinjaunnya. Dari unsur kesehatan dalam hal ini holistic yaitu biopsiko-sosial-spiritual. Artinya kesehatan bukannya hanya hilangnya rasa sakit misal pusing, nyeri, dan lain-lain. Tetapi lebih pada holistic biologis, yaitu puasa ini sebagai kewajiban, tapi kewajiban yang menjadi kebutuhan tubuh. Allah subhanahu wata’ala sangat tahu akan kebutuhan manusia. Manusia membutuhkan sekali puasa. Dalam pencernaan kita, proses untuk mencerna dan menyerap
10
sari makanan hingga mengedarkan sari makanan ke seluruh tubuh itu kurang lebih 8 jam. Artinya, jika manusia itu makan di pagi hari jam 7, maka proses organ pencernaan mulai kerongkongan, lambung dengan enzim-enzimnya, hingga pankreas, usus, dan lain-lain akan selesai melaksanakan tugasnya itu jam 3 sore. Idealnya itu organ istirahat. Namun jangankan istirahat, (organ-organ itu) malah harus kerja keras karena adanya makanan tambahan yang dimakan “ngemil”, bahkan lebih besar dari porsi makan itu sendiri. Nah (sebenarnya) puasa ini akan memberi waktu istirahat untuk organ. Yang itu sangat dibutuhkan, selain itu bisa memaksimalkan penyerapan sari makanan / kalori yang hari dan bulan-bulan sebelumnya menumpuk karena kebanyakan asupan / makanan. Bagaiman tinjauan dari unsur psikologinya, Ustadz? Seperti kita ketahui, orang berpuasa pasti merasakan ketenangan. Bahkan secara suasana atau nuansa, puasa berpengaruh juga pada lingkungan. Kita bisa membedakan suasana saat bulan puasa dengan (hari-hari) biasanya. Dari kejiwaan orang berpuasa sifat amarahnya akan mudah dikendalikan. Makanya istilah “poso-poso kok ngamuk” ini terjadi karena ada jiwa yang tenang. Keterkaitan puasa sebagai ibadah tentu ada unsur spiritualnya. Bagaimana menurut Ustadz? Dengan puasa tentu ada rasa kedekatan lebih dengan sang Khaliq. Ada pengharapan untuk menjadi lebih baik. Kalau puasa kita benar, tentu meski ada hidangan yang lezat dan tidak ada orang yang tahu, kita tidak mau memakannya. Maka sesuai dengan firman Allah, bahwa puasa ada kaitan dengan ketaqwaan. Dimensi menahan apa yang dilarang itu sudah bagian dari taqwa. Pasca Ramadhan, seharusnya kita menjadi lebih bertaqwa karena telah dilatih selama di bulan Ramadhan.
Jika kaitan dengan masyarakat luas dengan bulan Ramadhan dan ibadah puasa apa ada pengaruhnya? Jelas, dari sisi individu, Ramadhan merupakan semangat tersendiri untuk melakukan aktivitas yang lebih dari biasanya. Misal shadaqah, Zakat, dan shadaqah di masjid-masjid semakin semarak. Jelas ini salah satunya faktor kemuliaan bulan Ramadhan. Kaitan dengan pendidikan akhlaq? Seperti kita ketahui, bangsa kita sedang dalam masalah moral; salah satunya maraknya korupsi. Bagaimana menurut Ustadz hubungannya dengan puasa ? Dalam puasa ada pendidikan yang luar biasa, yaitu kejujuran berdasarkan nilai ketaqwaan dan kedekatan dengan Allah subhanahu wata’ala. Karena, seperti saya sampaikan di awal, kalau benar puasanya tentu tidak akan mencicipi apalagi memakan. Kaitan dengan korupsi, kalau orang benar (puasanya), dia dekat dan takut (kepada Allah) atas dasar iman, tentu tidak ada niatan apalagi beneran korupsi, entah mengurangi, menambah anggaran, dan lain-lain. Jika ada orang berpuasa tapi masih korupsi, itu berarti puasanya lupa, dan tidak menghadirkan Allah dalam puasanya. Biodata Nama Alamat Istri
: dr. Muhammad Thohir, Sp.Kj : Jl. Karang Rejo Sawah II / 11 Surabaya : Dra Hj Diana Cholidah AS Anak : 1. dr. Fathimah Zahro, Sp.OG. 2. dr. M. Zidny Fahmi 3. Edin M. Shidqi, S.Ked.
Riwayat : Dilahirkan di Peneleh, Surabaya pada tanggal 26 Maret 1943 sebagai putra kelima dari KH. M. Thohir Sjamsuddin. Pendidikan : Ibtidaiyah dan Tsanawiyah NU Surabaya SMA II/B Negeri Surabaya Ngaji Kitab di rumah dengan orang tua (Abuya) Lulus kedokteran dengan spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa dari Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya Pengalaman : Kapala RSU Kodya Pasuruan 1970 Direktur RS Islam Surabaya 1975 – 1985 dan 1993 – 1997 Direktur Utama RSI I dan RSI II Surabaya 2003 – 2006 Pembina pendidikan Yayasan RS Islam Surabaya 1985 – 2004 Tulisan (Buku) yang dipublikasikan: 1. Pendidikan Kesehatan Terhadap Ibadah Puasa (1978) 2. Kedudukan Ilmu dalam Islam (1984) 3. Kapita Selekta Puasa Ramadhan (1993) 4. Puasa Ramadhan Pengantar Kesehatan Parupurna (1994) 5. Aku dan Alloh (Antologi Puisi) (1995) 6. Dialog Dua Pahlawan (1998) 7. Sepuluh langkah Menuju Jiwa Sehat (2006) 8. Ayat – Ayat Tauhid (2009)
Tetapi yang pasti, meski bukan karena puasa, korupsi tetap dilarang. Karena Ramadhan sedang puasa tidak korupsi setelah itu....? Ramadhan dengan puasa adalah bentuk kedekatan dengan Allah, (yang) dengannya sebagai pengendali perbuatan kita. Kaitan dengan hukuman yang diberikan kepada pelaku koruptor di negara ini, bagaimana menurut Ustadz? Islam luar biasa untuk menjaga, maka di (dalam) Islam sudah ada aturannya. Dan yang tepat adalah Qishas. Meski nanti ada tantangan HAM dan lain-lain, tapi koruptor itu (sama dengan) pencuri. Jadi ya potong tangan, agar memberikan efek jera dan pencegahan agar tidak dilakukan yang lainnya. Kalau kita lihat sekarang ini, koruptor dipenjara tetapi tetap saja bisa tersenyum bahkan suka diliput media. Paling hanya sedih beberapa hari saja. Setelah itu biasa karena fasilitas tetap bisa didapat. Saya pernah diskusi dengan teman saya (yang) tidak setuju dengan potong tangan. Dia (malah) mengusulkan potong leher. Hmm.... (sambil tersenyum). Kembali kepada semangat kebertaqwaan terhadap Allah di bulan Ramadhan ini, adakah saran khusus untuk mencapai sukses di bulan Ramadhan ini, Ustadz? Ibadah itu tidak hanya sekadar pahala, tapi ada yang lebih penting, yaitu Ridha Allah subhanahu wata’ala. Dan tentu yang diberikan sebagai ganti / pahala tergantung dari intensitas dan kualitas ibadahnya. Mengenai waktu – waktu yang diburu (Lailatul Qadar pada malam ganjil) itu tergantung juga pada ibadahnya. Dan yang pasti mari kita jaga kualitas ibadah kita, khususnya di bulan Ramadhan ini. Wallahu a’lam.
11
profil
KH. Bey Arifin
Perjalanan Panjang Da’i dan Penulis dari Parak Laweh iapa tidak mengenal buku “Samudera Al-Fatihah”, khususnya generasi 70an. Sebuah buku yang monumental di zamannya, bahkan hingga kini masih dicari orang. Buku yang ketika membacanya serasa menyelami makna Al-Fatihah yang saking luasnya seperti menyelam ke dasar samudera. Buku yang oleh penulisnya diberi judul memang ketika kapal Ambulombo yang ditumpanginya benar-benar berada di tengah Samudera Hindia ketika menuju Makkah untuk berhaji. Siapa lagi penulisnya kalau bukan KH. Bey Arifin.
MASA KECIL DAN SEKOLAH Buyung Tanjung dari Parak Laweh. Begitulah ia diberi nama ketika lahir pada 9 Dzulhijjah 1335 H atau 26 September 1917. Ayahnya Muhammad Arif yang bergelar Datuk Lauik Basa dan ibunya Siti Zulaikha. Ayahnya seorang petani seperti kebanyakan penduduk Parak Laweh. Hidup lima bersaudara di dataran yang diapit gunung Singgalang dan Merapi di Bukittinggi, Buyung Tanjung kecil sering sakitsakitan. Ketika saudara-saudaranya yang lain sibuk bekerja di sawah, ia hanya bisa memperhatikannya. Bagaimanapun ayahnya melarang Buyung bekerja
12
keras karena kondisinya. Telinga kanannya pernah mengeluarkan nanah dan tak seorang dukun tradisional pun kala itu mampu menanganinya. Setiap kali rasa sakit yang amat sangat datang, Si Buyung kecil hanya bisa menangis di pangkuan ibunya. Tetapi justru karena itu, penyakitnya kemudian sembuh berkat ramuan coba-coba buatan ibunya sendiri. Kuning telur, ditambah jeruk nipis dan sedikit madu. Tetapi semua berubah ketika pada suatu malam selepas Isya’ di bulan Ramadhan, Buyung Tanjung hadir pada acara Nuzulul Qur’an di desanya. Pada saat Kiai Nurdin Ahmad berceramah, Buyung sangat terpikat. Tidak saja pada isi ceramahnya, tetapi lebih pada penceramah itu sendiri. Betapa enak jadi penceramah, semua orang tepekur memperhatikan yang disampaikannya. Bahkan penceramah mempunyai pengaruh yang tinggi pada pendengarnya. Begitulah kesan Buyung kecil malam itu. Sejak saat itu, Buyung Tanjung mengejar ke manapun Kiai Nurdin berceramah. Hingga ia berazam, jika kelak dewasa ia ingin menjadi tukang bertabligh seperti Kiai Nurdin Ahmad. Setiap malam ia sampai tidak bisa tidur, membayangkan bagaimana enaknya menjadi penceramah. Bahkan suatu ketika sedang lelap tidur, tiba-tiba ia bangkit dan berbicara panjang lebar layaknya berceramah di depan orang banyak. Ia menceritakan apa saja yang pernah didengarnya dari Kiai Nurdin. Tetapi ketika sadar, ia baru tahu kalau itu hanya terjadi di dalam mimpi. Kejadian itu mendorong Buyung rajin pergi ke surau dan masjid untuk mengaji, mempelajari agama Islam, bersembahyang, dan membaca al-Qur’an. Tak ada waktu untuk merenung atau main sepak bola seperti harihari sebelumnya. Begitulah, ketika dua kakaknya, Pakik Rajo Endah dan Sutan Rajo Endah kemudian menjadi pedagang keliling di luar kampung halamannya, Buyung Tanjung justru merengek pada orang tuanya agar ia bisa pergi ke sekolah. Jadilah Buyung masuk sekolah tingkat dasar Volkschool, yang biasanya hanya diperuntukkan untuk kalangan tertentu. Ketika lulus 3 tahun kemudian, ia ingin bersekolah lebih tinggi lagi. Masuklah Buyung ke Vervolgschool, tingkatan sekolah dasar
berikutnya. Tetapi ia pun tidak puas. Akhirnya, ketika duduk di kelas IV Vervolgschool, ia juga masuk Ibtida’iyyah di Simpang Empat, tak jauh dari kampungnya. Itu pun ia masih aktif mengaji di surau dan masjid-masjid. Hal mana menjadikan Buyung hampir tak punya waktu luang untuk yang lain. Ketika ada lomba pidato di Parak Laweh, ia pun mendaftar. Tetapi tiba gilirannya di atas panggung, tak satu pun kata keluar dari mulutnya. Ia serupa patung yang bisu. Ia gagal menjadi juara. Tetapi hal itu tak menyurutkan niatnya untuk mencoba lagi. Setiap saat ia belajar berpidato, baik saat tiduran, di kamar mandi, dan lain-lain. Ia ikut lomba lagi pada kesempatan berikutnya. Meski berkali-kali gagal, ia tetap mencoba dan mencoba lagi. Setelah lulus dari Ibtida’iyyah, Buyung melanjutkan ke Tsanawiyah, lalu ke pesantren Thawalib School di Lembah Ngarai Sianok, atas bantuan Kiai Nurdin Ahmad. Lalu belajar ke Perguruan Muslim di Binnen Weg Bukittinggi yang cukup modern dan menggunakan tiga bahasa: Inggris, Belanda, dan Arab. Guru-gurunya keluaran dari pendidikan di Mesir dan Mekkah. Seperti: Syech H. Abdurrahman, H. Darwis Taram, Muhammad Dawam, dan sebagainya. Lulus dari Perguruan Muslim, ia melanjutkan sekolah ke Islamic College di Padang. Islamic College terkenal memiliki 2 keistimewaan: banyak muridnya pintar berpidato dan menulis. Empat tahun lamanya Buyung belajar di Islamic College. DARI BUYUNG MENJADI BEY ARIFIN Usia 17 tahun, Buyung tumbuh makin dewasa. Ia mulai menempatkan dirinya pada tataran kaum pemuda yang tengah giatgiatnya berjuang menuntut kemerdekaan. Buyung bergabung dengan Himpunan Pemuda Islam, tempat pemuda itu mendapat tempat untuk berpidato. Hampir tiap hari ia mendapat undangan berpidato untuk menggugah semangat masyarakat untuk turut berjuang. Ia tidak lagi menggunakan nama Buyung, tetapi disingkatnya menjadi BY. Dan ditambahkannya nama ayahnya, Arifin, di belakangnya. Jadilah namanya B.Y. Arifin. Tetapi atas saran Tamar Jaya, temannya di HPI, nama BY diubah menjadi Bey; nama
13
jenderal Turki yang terkenal: Anwar Bey. Bey semacam gelar kebangsawanan seperti Raden Mas di Jawa. Sejak itulah, pada 1934, nama pemuda itu berubah menjadi Bey Arifin. MASA PERJUANGAN Lulus dari Islamic College, Bey Arifin ditempatkan ke sekolah dasar Darul Mushlichin di desa Sangkir, Lubuk Basung, Maninjau sebagai guru agama. Lepas dari sana, Bey mendapat kesempatan merantau ke Jawa bersama Maisir Thaib, temannya sewaktu di Islamic College. Maisir lalu pergi mengajar di Pondok Modern Gontor Ponorogo,
sementara Bey tetap di Jakarta, tinggal di rumah AM. Sangaji, dan sempat berkenalan dengan Muhammad Rum dan H. Agus Salim. Lalu ia mendapat kesempatan belajar di Tamah Siswa di Yogyakarta di bawah asuhan Ki Hajar Dewantoro atas budi baik Sutan Sulaiman, orang yang dihormatinya di Bukittinggi. Tak lama ia belajar di kota ini, ia mendapat kesempatan mengajar di MULO Muhammadiyah Kudus. Ketika Maisir Thaib akhirnya membuka sekolah sendiri, Normal Islam, di 110 km utara Banjarmasin, ia menawari Bey menjadi guru dengan gaji 25 Gulden. Satu jumlah yang cukup besar kala itu. Tawaran ini bersamaan
14
dengan tawaran mengajar di Kudus tersebut. Maka, demikianlah. Bey Arifin pun memilih merantau ke Borneo (Kalimantan), memenuhi undangan Maisir Thaib untuk mengajar di kota Rantau. Di sinilah Bey Arifin melangsungkan pernikahan dengan Zainab Husin, gadis Minangkabau, putri Muhammad Husin gelar Khatib Marejo. Mereka menikah pada 6 Februari 1944, di tengah kecamuk Perang Asia Timur antara Jepang –yang sedang menduduki Indonesia—dengan Amerika. Anak pertama mereka, Pratiwi, lahir pada 12 Desember 1944. Selama pendudukan Jepang, Bey Arifin menjadi Sekretaris Jenderal Borneo Kaikyo Kyokai, badan ulama bentukan Jepang untuk mempengaruhi penduduk agar membantu tentara Jepang. Bey sering menjadi penerjemah “ulama Jepang” yang berceramah kepada masyarakat, satu posisi yang membuatnya tidak nyaman; di satu sisi diperalat tentara Jepang untuk meraih simpati penduduk, di satu sisi tidak sesuai dengan hati nuraninya. Apalagi hal itu menimbulkan kesan tidak benar, bahwa ia dinilai memihak tentara Jepang. Ketika Jepang bertekuk lutut pada Sekutu setelah Hiroshima dan Nagasaki dibom, maka tentara Jepang di Borneo Kalimantan pun akan dilucuti tentara Sekutu. Hal ini membahayakan Bey Arifin, karena kedudukannya di Kaikyo Kyokai. Ia bisa ikut ditangkap dan dieksekusi tanpa pengadilan. Atas saran Ketua Kaikyo Kyokai yang mendukung Bey Arifin, dengan menumpang kapal tradisional Madura, Bey Arifin dan keluarganya cepat-cepat meninggalkan Banjarmasin menuju Banyubiru Madura, demi menjauhkan diri dari tentara Sekutu. Karena ombak besar, perahu baru sampai di tujuan 7 hari lamanya. Setelah itu, Bey Arifin menuju Surabaya dan tinggal di kota ini. Barulah ia
tahu bahwa Indonesia telah merdeka pada 17 Agustus 1945. Di kota ini, ia lalu turut berjuang bersama arek-arek Surabaya dan bergabung dalam Batalyon Hizbullah. Bersama Bung Tomo ia kerap berpidato di Kedung Anyar dan Kedung Sari. Ketika kemudian tentara pejuang mundur, bersama sahabatnya di Normal Islam yang tak sengaja bertemu selama perang, Bey Arifin dan keluarga lalu tinggal di keluarga Haji Asyari di Madiun. Di kota inilah lahir anak kedua dan ketiganya. PASCA KEMERDEKAAN Bey Arifin tinggal di Madiun hingga pecah peristiwa PKI Muso pada 1948. Bey Arifin termasuk seorang yang akan dimusnahkan para pengikut PKI. Tetapi berkat pertolongan Allah, beliau selamat dalam insiden tersebut. Justru tetangganya, seorang Letkol CPM bernama Arifin juga, tewas di tangan PKI. Juli 1949 Bey kembali memboyong keluarganya ke Surabaya. Ia mengajar di Yayasan Pendidikan Al-Irsyad Surabaya. Ia juga mengajar di Modern English School (MES), mengajar di perguruan Muhammadiyah, dan juga menulis di berbagai harian. Salah seorang murid di MES ternyata komandan dari resimen 17 Brawijaya, Kolonel Sudirman. Atas tawaran beliau, Bey Arifin masuk militer berpangkat Letnan Satu sebagai Imam Tentara Resimen 17 Brawijaya. Tugasnya berkeliling memberikan pembinaan agama pada para prajurit di seluruh Jawa Timur. Setelah itu, pada 1958 Bey Arifin diminta menjadi Rohaniawan Islam dari perusahaan esembling mobil Holden, yaitu PT Udatin Cabang Surabaya hingga akhir hayatnya. Dari PT Udatin inilah ia berkesempatan melancong keluar negeri, seperti World Management Congress di Venezuela, World of Islam Festival di London. Keinginan Bey Arifin ke India, bertemu dengan Syaikh Abu Hasan Ali alHasani an-Nadwy, terlaksana berkat bantuan PT Bina Ilmu, penerbit buku-buku karangannya. Tentu tak lupa Bey Arifin menunaikan haji ke Baitullah pada 1964. Tahun 1970 Bey Arifin pensiun dari tentara dengan pangkat Mayor. Ia beserta keluarga akhirnya tinggal di rumah di Jalan Sumatera 111 Surabaya beserta seorang isteri, 12 anak, serta lebih dari 25 cucu.
BUKU KARYA KH. BEY ARIFIN Tak kurang 52 buku lahir dari buah pikirnya, kecil, sedang, maupun besar. Beberapa di antaranya yang terkenal adalah: Rangkaian Cerita dalam Al-Qur’an (buku besar pertamanya, 1955), Mengenal Tuhan (1960), Samudera Al-Fatihah (1966), Hidup Sesudah Mati (1969). Bey Arifin piawai mengarang sangat dipengaruhi oleh gurunya, Railah M. Nur. Ia seorang gadis yang cantik, pintar, anak orang kaya, dan sangat menyukai Bey Arifin ketika bersekolah di Ibtida’iyyah. Umurnya 2 tahun di atas Bey Arifin. Tetapi takdir memisahkan keduanya, hingga gadis itu pindah ke Singapura dan terpaksa menikah di sana karena keadaan. Sementara Bey Arifin menikah dengan Zainab Husin dan tinggal di Surabaya. WAFAT KH. BEY ARIFIN KH. Bey Arifin pernah diberitakan 6 kali meninggal dunia, di antaranya pada saat serangan pesawat Amerika di Banjarmasin, saat menyeberang dengan perahu tradisional dengan keluarganya dari Banjarmasin ke Banyubiru Madura yang memakan waktu 7 hari untuk menghindari tangkapan tentara Sekutu akibat kekalahan Jepang tahun 1944, ketika diserang gerombolan PKI Muso yang memberontak pada 1948 di Madiun, dan ketika naik haji dengan menumpang kapal selama 3 bulan. Bagaimanapun, setiap yang bernyawa pasti akan mengalami mati. Setiap manusia akan menemui ajal yang tak bisa ditolak jika saatnya tiba. KH. Bey Arifin, sang da’i, sang penulis itu, akhirnya wafat di masa tuanya pada 20 April 1995, pada usia 78 tahun. Beliau dimakamkan di pemakaman Ngagel Surabaya. Semoga perjuangan dakwahnya dan karya tulisnya dicatat oleh Allah sebagai amal kebajikan dan amal jariyah beliau semasa hidupnya. Semoga beliau ditempatkan di sisiNya pada tempat yang terbaik. Amin. Wallahu a’lam. [] Disarikan dari “Perjalanan Panjang Seorang Da’i” (Drs. Totok Djuroto, CV. Karunia, 1991) oleh Bahtiar HS
15
konsultasi kesehatan
Oleh : Lila Muntadir, drg., Sp.Ort.
Sakit Gigi, Ketika Menjelang Malam
Pertanyaan: Dok, belakangan ini saya merasakan sakit gigi, kadang nyeri juga. Dan anehnya itu timbul setiap kali menjelang mau tidur. Bagaimana pencegahannya? Mohon penjelasannya. Tina, Surabaya Jawaban: Terima kasih atas pertanyaannya, Mbak Tina, mengenai rasa sakit gigi yang datangnya pada malam hari menjelang tidur atau istirahat dan bagaimana pencegahannya. Ada baiknya kita ketahui lebih dulu, bahwa ada 4 jenis karies gigi (lubang gigi). Jika tidak ditangani dengan baik, maka karies gigi dapat menyebabkan nyeri, penanggalan gigi, infeksi, berbagai kasus berbahaya, bahkan kematian. Pada jenis Karies Insipiens yang paling ringan memang masih belum menimbulkan rasa ngilu atau sakit. Karies gigi jenis ini terjadi pada permukaan enamel gigi dan masih berupa warna hitam atau coklat tipis pada email gigi. Namun tidak demikian pada karies gigi lanjut seperti Karies Superfisialis yang sudah mencapai bagian dalam email, Karies Media yang sudah mencapai bagian tulang gigi (dentin) mendekati ruang syaraf gigi (ruang pulpa), dan Karies Profunda yang dalam dan sudah mencapai dasar tulang gigi bahkan sudah mengenai ruang syaraf gigi dan menimbulkan peradangan. Ketiganya akan menimbulkan keluhan ngilu, sakit, bahkan nyeri walaupun tanpa adanya rangsangan makanan dingin, asam, manis, dan sebagainya. Hal ini bila tidak segera dirawat akan bisa menimbulkan pembengkakan dan abses yang justru akan mempersulit proses penyembuhan dan perawatannya. Mengenai saat istirahat atau menjelang tidur dirasakan keluhan sakitnya datang lebih banyak, maka hal itu lebih dikarenakan pikiran tidak terfokus ke kegiatan lain sehingga saat seperti itu justru keluhan sakit lebih terasa. Proses gigi berlubang sebenarnya cukup lambat, karena kuman tidak langsung membuat lubang gigi menjadi besar. Artinya, tindakan pencegahan dan pola hidup sehat, menghilangkan kebiasaan buruk seperti merokok, minuman beralkohol, konsumsi makanan manis, lengket, atau karbohidrat yang
16
berlebihan, serta pembersihan gigi yang benar sangat berperan untuk memperlambat atau mencegah proses gigi berlubang. Hal-hal lain yang tak kalah penting untuk pencegahan dan perawatan gigi di antaranya: 1. Mengajak anak anak sejak dini usia 1 tahun untuk bisa berkumur, lalu menyikat gigi yang baik dan mandiri, adalah tindakan preventif yang sangat penting. 2. Edukasi, menjaga dan mengontrol geligi pergantian saat usia anak-anak Sekolah Dasar hingga menginjak remaja dan saat pubertas adalah langkah atau periode emas untuk dapat memperoleh kesehatan gigi dan mulut yang prima hingga usia lanjut. Pada masa ini diharapkan belum ada lubang gigi, karang gigi terkontrol bersih, susunan gigi rapi sehingga tidak menimbulkan masalah, dan akan sangat meminimalisir kemungkinan pemakaian gigi tiruan. Pada masa inilah diharapkan kemandirian terbangun untuk senantiasa menjaga kesehatan gigi dan mulutnya hingga hari tua nanti. 3. Begitu pula membekali pengetahuan para calon ibu agar sehat giginya selama hamil juga langkah preventif yang sangat baik. 4. Bagaimana menyikat gigi yang benar seperti gerakannya, pilihan sikat gigi, pasta gigi dan frekuensi menyikat, serta mengetahui waktu-waktu penting untuk menggosok gigi adalah sangat berguna dalam menjaga kesehatan rongga mulut. Lebih mudah memahami waktu sikat gigi yang tepat adalah seperti jumlah dan waktu shalat wajib yang kita lakukan setiap hari. Jadi sebaiknya saat akan melaksanakan shalat hendaklah sikat gigi terlebih dahulu. 5. Di samping itu, yang tak kalah penting adalah kunjungan rutin 6 bulan sekali ke dokter gigi sangat membantu merawat gigi serta mendeteksi kelainan yang ada pada rongga mulut sedini mungkin. Demikian jawaban kami semoga bermanfaat. Amin. Wallahu a’lam.
Pelajaran Berbagi Ilmu
refleksi
hubuh baru saja usai. Jamaah masih yang boleh dibagi pada orang lain. OK. Sambil banyak yang belum meninggalkan Anda berpikir, saya coba bagi satu hal penting masjid. Memang setiap Ahad, ada yang mungkin belum Anda ketahui,” kata kultum ba’da shalat hingga terbit fajar Uncle M sambil memperbaiki letak duduknya. di masjid kampung saya ini. “Setiap makhluk pasti dibekali oleh Allah Orang-orang menggerombol, kemampuan untuk hidup selayaknya dia berkerumun membentuk lingkarandiciptakan. Gajah dibekali oleh Allah berbagai lingkaran membincang banyak hal. Suara-suara kemampuan dan potensi sedemikian hingga mereka laksana sekumpulan lebah gajah itu boleh hidup sebagaimana seharusnya mengerumuni sarangnya. Pada lingkaran saya, seekor gajah hidup. Kemampuan dan potensi ada Uncle M (Manshor H. Sukaemi) dari itu diturunkan pada anak keturunan gajah Singapura. Kebetulan semalam beliau hingga kini. Demikian juga manusia. Allah menginap di rumah saya setelah mengisi telah membekali kemampuan dan potensi pelatihan ACEMINDA (Anak Cerdas Anak Mulia pada setiap manusia sebagaimana maksud ia Anak Indah) di Surabaya. Dan pasti, pagi hari diciptakan sebagai seorang khalifah di muka beliau selalu bersemangat berjama’ah ke bumi.” masjid, sesuatu yang tidak mudah bisa Lalu demikianlah, Uncle M dilakukannya di Singapura. menerangkan tentang hakikat manusia Uncle M bersalaman dengan jamaah sebagai khalifah di muka bumi ini berikut di depannya. “Manshor,” katanya kemampuan dan potensi yang sebenarnya memperkenalkan diri. Teman jamaah dimiliki pada kami di lingkaran ini. itu lalu menyebutkan namanya. “Nah, sekarang apa yang bisa “Adakah saudaraku bisa nak bagi saudara pada saya?” tanya Oleh: Bahtiar HS memberikan pada saya satu nasihat Wadir Media dan Informasi Uncle M mengakhiri LAZIS AL HAROMAIN atau ilmu?” pinta Uncle M dengan pembicaraannya dan kini pandangan dan bahasa yang sungguh-sungguh. memandang pada teman saya di depannya. Bibirnya berhias senyum. Aku yakin beliau Teman saya cuma tersenyum. Tapi tak tidak sedang bercanda. satu pun kata-kata keluar dari mulutnya, Teman saya tampak linglung. Mungkin itu seperti seorang murid yang ditunjuk pertanyaan yang belum pernah didengarnya mengerjakan PR matematika di papan tulis sepanjang hidupnya. Saya pun merasakan padahal ia belum mengerjakannya di rumah. demikian. “Baik, tak apa. Terima kasih,” kata Uncle “Maksud Pak Manshor?” tanya balik teman M pada akhirnya. Tentu saja beliau tak mau saya. memaksa, apalagi pada seseorang yang baru “Setiap orang pasti memiliki ilmu atau saja ia kenal di masjid ini. nasihat,” kata Uncle M. “Boleh bagi pada saya Langit pagi tampak beranjak terang. Kami satu ilmu saja? Siapa tahu saya belum pun berpamitan. Waktunya minum kopi hitam mengetahuinya. Saya pun nak bagi satu ilmu kesukaan Uncle M yang pasti sudah disiapkan pada Anda.” istri saya di rumah. Teman saya tampak berpikir. Seolah-olah ia Sambil berjalan pulang, Uncle M berkata mengingat-ingat ilmu apa yang dia punya dan pada saya. “Bahtiar, saling memberi ilmu, layak dibagi. “Saya tidak punya,” katanya saling memberi nasihat, bukankah itu akhlak kemudian. “Saya juga tak layak memberi Islam? Tetapi herannya, mengapa kita kaum nasihat pada Pak Manshor.” muslimin sekarang banyak yang Saya menangkap keramahan khas Jawa meninggalkannya?” dari teman saya. Merendah dan mungkin Itulah kata-kata yang senantiasa saya maksudnya “ngajeni” pada orang tua macam ingat dari Uncle M, meski beliau sudah tiada. Uncle M. Kata-kata yang akan saya ingat sampai mati. “Setiap orang pasti memiliki pengetahuan Wallahu a’lam.
17
telaah
Melepas Kemauan Meraih Kejayaan uatu ketika di atas perahu yang sedang terapung tenang sambil melaju di tengah malam sunyi tiba-tiba Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu dan beberapa orang yang sedang menjalankan misi dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dikagetkan oleh suara tanpa rupa (hatif): “Hai para penumpang perahu, berhentilah untuk menerima pemberitahuan dariku tentang keputusan Allah atas diri-Nya!” Abu Musa pun menyahut: “Beritahukanlah jika memang Anda menginginkan!” Hatif itu lalu berkata: “Sesungguhnya Allah tabaaraka wata’ala mewajibkan atas diri-Nya bahwa barang siapa membuat dirinya kehausan karena-Nya pada hari yang terik, maka Allah pasti memberikannya minum pada hari (manusia) kehausan.” (HR. al-Bazzar dengan Sanad Hasan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu). Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dun’ya dengan teks hadits yang sedikit berbeda tetapi memiliki muatan yang sama (lihat Khasha’ish al-Ummah al-Muhammadiyyah hal 191-192). Pengalaman menakjubkan ini begitu motivatif bagi Abu Musa radhiyallahu ‘anhu sehingga senantiasa menanti hari-hari yang panas yang membuat mayoritas orang tercekik kehausan untuk kemudian berpuasa pada hari itu. Ada yang perlu ditangkap dari kisah di atas bahwa barang siapa yang mau melepas kemauan pasti menuai kemuliaan. Dalam hal ini adalah puasa yang berintikan menahan diri dari makan dan minum serta syahwat, yang ternyata jika dilakukan karena Allah akan membuahkan suatu hal yang teramat manis, jauh di atas pahitnya lapar dan dahaga. Kesegaran di tengah suasana yang dipenuhi kehausan kelak di hari pembalasan di padang Mahsyar yang luas merata tak ada gundukan. Tentunya kesegaran itu bersumber dari telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang disebutkan sebagai telaga yang paling banyak didatangi para pengunjung. Ini
18
Ust. Masyhuda Al-Mawwas Ketua Pengurus Mahad Nurul Haromain Malang
menunjukkan bahwa kehausan karena berpuasa adalah sebab seseorang bisa merasakan kesegaran air telaga Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam di padang Mahsyar sebelum merasakan segarnya telaga Kautsar di dalam surga. Selain ini, puasa yang berisikan pengendalian diri juga memberikan rasa manis dalam hati orang yang berpuasa di saat berbuka dan ketika menghadap Tuhannya. “Sesungguhnya bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan; jika berbuka ia bergembira dan jika bertemu Allah ia bergembira.” (HR. Muslim). Kegembiraan di kala berbuka tentu saja karena kini diperbolehkan mengkonsumsi apa saja yang disukainya asalkan halal dan thayyib. Sementara gembira di saat bertemu Allah adalah karena pahala-pahala yang diterimanya. Adanya pintu surga (Rayyan) yang disiapkan khusus untuknya dan tentunya sebelum ini pada saat proses hisab puasa akan datang dalam bentuk sebagai pembela dan pemberi syafaat. Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Puasa dan Al-Qur’an sama-sama memberi syafaat kepada seorang hamba kelak di hari Kiamat.” Puasa berkata: ‘Duhai Tuhanku, saya mencegahnya dari makanan dan syahwat, maka biarkanlah saya memberinya syafaat.’ Al-Qur’an lalu berkata: ‘Duhai Tuhanku, saya menghalanginya tidur di malam hari, maka biarlah saya memberinya syafaat. ’Nabi bersabda: ‘Maka syafaat keduanya pun diterima oleh Allah.’” (HR. Ahmad, Thabarani, Ibnu Abi Dun’ya, dan Hakim). Begitulah puasa, meski hanya dalam waktu kurang lebih empat belas jam menahan lapar dan dahaga, tetapi jika dilakukan karena Allah, maka ada sekian banyak anugerah yang bisa diterima. Jika inti puasa adalah menahan diri, maka sungguh prinsip seperti itu juga berlaku dalam segala dimensi kehidupan, di mana jika seseorang mampu meninggalkan atau kehilangan sesuatu karena Allah, maka hati harus meyakini
dan berharap bahwa Allah pasti memberikan ganti yang lebih baik dari sesuatu yang telah hilang atau ia tinggalkan. Ketika Abu Salamah radhiyallahu ‘anhu wafat, maka Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha segera membaca do’a yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, “Ya Allah berilah pahala dalam musibah ini dan berikanlah ganti yang lebih baik!” (HR. Muslim). Tak lama setelah melewati masa iddah, Ummu Salamah akhirnya mendapat dan menerima lamaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang dibawa oleh Hathib bin Abi Balta’ah radhiyallahu ‘anhu. Jaminan bahwa Allah pasti memberikan ganti yang lebih baik bila seseorang meninggalkan sesuatu karena-Nya juga bisa dilihat dari beberapa fakta berikut ini: 1. Kaum Muhajirin yang meninggalkan Makkah kampung halaman, keluarga, dan harta benda semata demi menyelamatkan agama Allah. Di Makkah mereka meninggalkan rumah, isteri, anak, dan keluarga. Ketika sampai di Madinah, kaum Anshar segera menawarkan kepada mereka agar menempati rumah dan menikahi sebagian isteri–isteri mereka. Bahkan kaum Anshar rela berbagi harta benda yang dimiliki. Di Makkah mereka menanggalkan dan meninggalkan kemewahan hidup dan status sosial yang tinggi, tetapi tidak lama kemudian dan hanya dalam hitungan delapan sampai sepuluh tahun mereka mendapatkan kemuliaan. Umat Islam berjaya, bendera Islam telah berkibar di angkasa dan kemudian terus menyebar ke seantero dunia. Dalam hal ini para sahabat (khususnya kaum Muhajirin) tercatat sebagai manusia–manusia mulia penyebar agama. Tidak hanya itu, mereka juga termasuk manusia–manusia yang bergelimang harta benda. 2. Nabi Ibrahim alaihissalam ketika beliau menjauh dari ayah, keluarga, dan kaumnya yang setia menyembah berhala, maka Allah kemudian menentramkan hati beliau dengan kehadiran Nabi Ismail dan Ishaq ‘Alaihimassalaam serta anak keturunan keduanya yang shaleh. 3. Nabi Yusuf ‘alaihissalam yang teguh menahan godaan wanita dan lebih memilih tinggal di penjara untuk menghindari fitnah para wanita. Kelak di kemudian hari Allah memberikan anugerah. Nabi Yusuf mendapat
jabatan sebagai menteri pangan dan kembali bisa berkumpul dengan ayah dan saudara yang selama ini terpisah. 4. Ashabul Kahfi; ketika mereka menjauh dari komunitas yang menyembah selain Allah, maka Allah menganugerahkan rahmat-Nya dan menjadikan mereka sebagai sebagai petunjuk bagi orang-orang yang tersesat. 5. Maryam bin Imran, wanita mulia yang menjaga kehormatannya (kemaluannya) sehingga Allah memuliakannya untuk mengandung Nabi-Nya, Isa ‘alaihissalaam. Barang siapa meninggalkan sesuatu karena Allah niscaya Allah akan memberikan ganti yang lebih baik juga berlaku dalam kisah Rajul Miski, seorang pemuda ganteng rupawan yang tubuhnya memancarkan bau wangi semerbak. Ini bermula ketika ia dengan tanpa risih melumuri tubuh dengan kotoran agar wanita yang memaksanya untuk berzina mengira dirinya sebagai orang gila. Juga terjadi dan dialami oleh seorang pandai besi (haddaad) yang dengan tangan telanjang memegang dan membolakbalik besi yang panas menyala. Ini bermula ketika ia mencintai dan menggoda seorang wanita dengan memberikan iming–iming uang. Wanita itu menolak dan mengatakan, “Aku sudah punya suami, aku tidak butuh uangmu.” Ketika suami si wanita meninggal, pandai besi itu datang melamar dan wanita itu tetap menolak dengan alasan tidak ingin menghinakan anak– anaknya. Perjalanan waktu akhirnya memberikan kesempatan. Wanita itu kesulitan uang dan akhirnya terpaksa meminta bantuan kepada pandai besi. Pandai besi pun tidak melewatkan kesempatan. Ia mau memberikan bantuan asal si wanita mau menuruti keinginannya. Merasa sudah tidak ada pilihan, si wanita pun terpaksa menerima syarat. Ketika keduanya sudah berada di suatu tempat sepi hanya berduaan, si wanita menangis tersedu. Pandai besi bertanya, “Kenapa engkau menangis?” Wanita itu menjawab, “Saya takut kepada Allah Dzat Maha Mendengar Maha Melihat.” Sampai di sini pandai besi segera meninggalkan si wanita. Wanita itu kemudian berdo’a: “Semoga Allah menyelamatkan engkau dari neraka.” Mulai saat itulah tangan pandai besi itu tidak terbakar oleh panas dan ia berharap bisa selamat dari api neraka. Wallahu a’lam.
19
technopreneur
Peluang Bisnis di Bulan Ramadhan
ila kita cermati, banyak peluang usaha yang bisa dilakukan di Bulan Ramadhan. Bahkan, bisnis musiman ini dapat diteruskan setelah Ramadhan dengan membidik lebih serius pada kebutuhan konsumen pada bulan-bulan biasa. Apabila belum pernah membuka usaha, Anda bisa menjadikan bulan ini sebagai ajang latihan untuk memulai membuka bisnis.
Sumber: erieneiranie.wordpress.com jualkuekuekering.blogspot.com mia-wulan.blogspot.com kurmamehr.com
20
Hasbi Maula
Direktur Rabwa Production
Di antara beberapa usaha yang bisa diandalkan pada bulan Ramadhan antara lain: a. Memproduksi atau berjualan busana muslim. Busana muslim seperti baju koko, mukena, jilbab, sajadah, peci, gamis, sarung baju muslim anak, dan lain sebagainya pada bulan ini permintaannya meningkat tajam. Bisnis busana termasuk yang paling menikmati panen raya pada bulan puasa ini, dari mulai pedagang kaki lima, pedagang kreditan di kampungkampung sampai pemain kelas kakap selevel Sogo, Seibu, Matahari, Ramayana, dan lain sebagainya. b. Membuat atau menjual kue khas lebaran yang beraneka ragam. Walaupun banyak juga yang membuat sendiri, tetapi masih banyak orang yang lebih suka membeli kue-kue lebaran di pasar atau di mall. Ini juga berhubungan dengan budaya halalbihalal yang sudah mendarah daging pada masyarakat kita. Sehingga diperlukan banyak suguhan pada hari yang fitri tersebut untuk menjamu tamu yang datang. Dan ini adalah potensi pasar yang besar. c. Memproduksi atau menjual beragam jajanan khas buka puasa. Jajanan khas buka puasa seperti kolak, es campur, es buah, dan lain sebagainya sangat diminati. Konsumen yang sibuk biasanya tidak sempat membuat kolak atau sejenisnya untuk berbuka puasa. Makanya banyak pedagang musiman menawarkan produk tersebut untuk memenuhi tuntutan pasar. d. Berjualan buku-buku Islam, bisnis ini bisa dijadikan pilihan. Anda dapat menambahkan dengan menjual VCD dan kaset Islami sampai minyak wangi. Anda dapat memilih lokasi di mall atau di dekat dengan aktivitas umat muslim yang membutuhkan produk tersebut. Wallahu a’lam.
genuardis.net
renungan
R. Abu Alamiddin Arif Wibowo
ata takwa seringkali kita dengar dan kita perdengarkan. Salah satu makna takwa adalah melaksanakan perintah Allah semampunya (bukan semaunya) dan menjauhi segala larangannya. Sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sayyidina Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu memberikan pengertian takwa sebagai al-khauf bi al-Jaliil wa al-‘amal bi at-tanziil wa al-qona’ah bi al-qoliil wa al-isti’dad lima ba’da ar-rahiil (takut kepada Allah, beramal dengan Al-Qur’an, menerima dengan rezeki walau sedikit, dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat). Sedangkan muttaqin berarti orang yang bertakwa. Namun, sudahkah kita termasuk orang yang mendapatkan label “al-Muttaqin”? Al-Muttaqin ternyata bukanlah derajat yang gampang diperoleh. Gelar ini dapat dicapai, setidaknya, melalui wara’ dan zuhud. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda melalui riwayat At-Tirmidzi dari ‘Athiyah bin ‘Urwah as-Sa’idiy asShahaabiy radhiyallahu ‘anhu:
“Laa yablughu al-abdu an yakuna min al-muttaqiina hatta yada’a ma laa ba’sa bihi hadzaran bima bihi ba’sun” (Salah seorang di antara kalian tidak akan bisa mencapai derajat al-Muttaqin sebelum meninggalkan sesuatu yang diperbolehkan karena takut berbuat dosa). Seseorang meninggalkan kemaksiatan ataupun kezhaliman karena takut dosa adalah hal yang wajar dan sudah semestinya dikerjakan. Tetapi seseorang yang senantiasa takut berbuat dosa, sampai-sampai yang boleh pun ditinggalkan, ini memang luar biasa. Tidak lumrah. Pada prinsipnya, predikat al-Muttaqin akan dicapai oleh orang-orang yang senantiasa takut berbuat dosa. Bagaimana dengan kita, yang kadang-kadang tidak takut dengan berbuat dosa? Nampaknya derajat al-Muttaqin adalah maqam yang amat tinggi. Semoga kita dimasukkan Allah dalam kumpulan hamba yang mencintai dan mendapatkan gelar Al-Muttaqin dengan rahmat dan ridha-Nya. Apalagi selepas madrasah Ramadhan tahun ini. Amin. Wallahu a’lam.
21
mutiara al qur’an
Oleh:
K.H. M. Ihya Ulumiddin Ketum Hai’ah Ash Shofwah Pengasuh Ma’had Nurul Haromain Malang
Al-Qur’an, Energi Kemuliaan & Rahasia di Balik Kebersamaan QS. al-Baqarah: 185
“Bulan Ramadhan adalah bulan di mana Al-Qur’an diturunkan di dalamnya sebagai petunjuk bagi manusia, penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan bathil)…”
Analisa Ayat Seperti dimaklumi bahwa pada bulan Ramadhan seorang muslim dituntut supaya bersabar dan meneguhkan diri menjalani berbagai macam ritual Ramadhan berupa puasa, qiyam ramadhan, dan sebagainya secara total, baik fisik ataupun mental, semata demi mewujudkan keimanan yang kuat sebagai bekal menuju ketaqwaan. Sementara ada hal sangat penting dan perlu dimengerti ketika dalam ayat ini Allah ‘azza wajalla menyebutkan bahwa bulan Ramadhan adalah bulan di mana terjadi peristiwa agung dan mulia, yaitu Nuzul Al-Qur’an. Ayat ini menyebutkan Al-Qur’an bersama bulan Ramadhan sebagaimana halnya sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Puasa dan Al-Qur’an sama-sama memberi syafaat kepada seorang hamba kelak di hari Kiamat. Puasa berkata: ‘Duhai Tuhanku, saya mencegahnya dari makanan dan syahwat, maka biarkanlah saya memberinya syafaat’. Al-Qur’an lalu berkata: ’Duhai Tuhanku, saya menghalanginya tidur di malam hari, maka biarlah saya memberinya syafaat’. Nabi bersabda: ‘Maka syafaat keduanya pun diterima oleh Allah.’” (HR. Ahmad, Thabarani, Ibnu Abi Dun’ya, dan Hakim). Selain memberi makna bahwa puasa, dalam hal ini adalah di bulan Ramadhan, seyogyanya dihiasi dengan bacaan Al-Qur’an. Penegasan adanya Nuzul Al-Qur’an di bulan Ramadhan juga memiliki hikmah: A) Keharusan bagi umat Islam untuk bersabar dan meneguhkan diri berjalan mengikuti tuntunan dan petunjuk Al-Qur’an dalam segala aspek kehidupan tanpa peduli dengan berbagai tantangan dari berbagai pihak dan golongan internal Islam maupun pihak eksternal. Segala keinginan pasti ada tantangan, itulah lakon kehidupan. Termasuk
22
dalam upaya mengibarkan bendera Al-Qur’an. Allah berfirman: “Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al-Qur’an ini bermacam-macam perumpamaan. Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah.” (QS. al-Kahfi: 54). Ini karena Al-Qur’an adalah petunjuk bagi manusia. Di dalamnya penuh dengan penjelasanpenjelasan dan pembeda (Furqaan). Al-Qur’an datang dengan misi mensucikan Aqidah, membersihkan moral etika, membimbing amal sampai pada tingkat profesional, mendorong kepada jalan keberhasilan, memberi peringatan agar menjauhi jalur-jalur kesesatan dan kecelakaan sebagaimana firman Allah, “dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu menceraiberaikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (QS. al-An’aam: 154). “Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkanNya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi. (QS. al-Fath: 28). Al-Qur’an juga datang dalam rangka memberikan keputusan dalam segala konflik yang terjadi di antara manusia, “dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka… “ (QS. al-Maidah: 49). Al-Qur’an penuh dengan energi kemuliaan karena ia datang dari Allah Dzat Maha Mulia. Diturunkan dengan iring-iringan dan pawai makhluk mulia, yaitu para malaikat yang secara langsung dipimpin oleh Jibril penghulu para malaikat. Al-Qur’an juga diturunkan pada momen mulia, bulan Ramadhan, kepada makhluk termulia, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yang diutus kepada umat termulia dibandingkan umat-umat sebelumnya. Tentu saja kemuliaan ini baru bisa terwujud dan dirasakan oleh umat yang mau menerima Al-Qur’an secara
komprehensif dan aplikatif, bukan hanya sekedar simbolis dengan hanya membeli lembaran-lembaran mushaf-nya, menaruhnya di rak koleksi dan sesekali waktu membacanya. Kondisi inilah yang sekarang terjadi dalam mayoritas kaum muslimin di seluruh negeri, sehingga dari sana-sini ada berita kemiskinan, kelaparan, keterbelakangan, kelemahan, dan ketidakberdayaan yang seluruh obyek beritanya adalah kaum muslimin, kaum yang memiliki kuantitas tangguh tetapi secara kualitas loyo sebagai akibat tidak mau mengamalkan Alqur’an. Kondisi demikian bertolak belakang dengan kaum muslimin generasi terdahulu yang memang secara total mengamalkan Al-Qur’an dalam segala aspek kehidupan, baik secara individu, keluarga, masyarakat dan Negara, sehingga mereka mendapatkan janji Allah berupa kekuasaan, kemenangan, dan kesejahteraan sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah: “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nuur: 55). B) Al-Qur’an mengalami dua proses turun (Nuzul); (a) Proses Inzal. Turun dari Lauh Mahfuzh ke langit dunia secara keseluruhan pada malam Lailatul Qadar sebagaimana Allah berfirman: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan.” (QS. al-Qadar: 1). (b) Proses Tanziil. Turun secara berkala (Munajjaman) sebagaimana Allah berfirman: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan AlQur’an secara bertahap, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. al-Hijr: 9). Juga firman Allah: “(sebagai wahyu) yang diturunkan secara bertahap oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.” (QS. Yasin: 5). Imam Suyuthi rahimahullah berkomentar: [Andaikan hikmah Ilahiyyah tidak menggariskan kedatangan Al-Qur’an kepada manusia secara bertahap sesuai keadaan yang terjadi, niscaya AlQur’an akan turun di bumi secara keseluruhan
seperti halnya kitab-kitab sebelumnya. Tetapi, Allah Menjadikan Al-Qur’an berbeda dengan kitab-kitab terdahulu dengan memberinya dua tahapan; Inzaal dan Tanziil semata demi memuliakan manusia yang menerima Al-Qur’an (al-Munzal ‘alaih)]. Dalam proses Tanziil ada sekian banyak maksud dan tujuan: 1. Meneguhkan hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam menghadapi aksi pendustaan orang-orang yang memusuhinya. 2. Talatthuf, rasa sayang dalam wujud semacam dispensasi untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika menerima wahyu. Sebab haebah, wibawa dan kharisma Al-Qur’an begitu hebat, sehingga andaikan diturunkan kepada gunung niscaya akan hancur lebur. “Dan sekiranya ada suatu bacaan (kitab suci) yang dengan bacaan itu gunung-gunung dapat digoncangkan atau bumi jadi terbelah atau oleh karenanya orang-orang yang sudah mati dapat berbicara, (tentulah Al-Qur’an itulah dia).” (QS. arRa’ad: 31). 3. Bertahap dalam permberlakuan hukumhukum Islam 4. Memudahkan kaum muslimin dalam menghapal dan memahami Al-Qur’an 5. Mengikuti perkembangan peristiwa yang terjadi dengan harapan bisa lebih mudah dan mengena dalam hati untuk mengambil pelajaran darinya. Poros dari semua hal ini adalah pentingnya mengamalkan Al-Qur’an dalam kehidupan nyata sebagai standar nilai segala dimensi kehidupan karena –sekali lagi—Al-Qur’an adalah petunjuk, cahaya, rahmat, dan obat, di mana semua ini betul-betul diresapi dan dihayati oleh malaikat, sehingga mereka mengiringnya; berbeda dengan kebanyakan manusia yang kehilangan daya resap dan penghayatan seperti ini, sehingga mereka layak disebut oleh Al-Qur’an: “Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki…” (QS. alMaidah: 50). Akhirnya dari keimanan kita akan keberadaan Al-Qur’an yang diturunkan dari Lauh Mahfuzh ke langit dunia secara keseluruhan memberikan isyarat bahwa Allah memiliki keputusan yang wajib diimani berupa realitas tertulisnya Al-Qur’an di sisi-Nya sebelum akhirnya diturunkan secara bertahap ke dunia. Ini juga menunjukkan bahwa Allah adalah Dzat Maha Luas ilmuNya. Wallahu a’lam.
23
zona pendidikan
Masitha Achmad Syukri Dosen Fakultas Ilmu Budaya Unair
urikulum 2013, khususnya untuk jenjang SD, sangat menekankan pembelajaran tematik integratif. Di dalam sistem pembelajaran tersebut, materi ajar tidak disampaikan berdasarkan mata pelajaran tertentu, tetapi dalam bentuk tematema yang mengintegrasikan seluruh mata pelajaran. Pemikiran yang mendasari rancangan tersebut adalah bahwa peserta didik pada jenjang satuan SD masih menggunakan cara berpikir utuh, sehingga belum perlu diajak berpikir secara terbagi dalam mata pelajaran-mata pelajaran (mapel) yang terpisah. Jadi, mereka diajak untuk berpikir secara utuh dan padu. Hal itu didukung pula oleh fakta yang menggembirakan atas keberhasilan banyak sekolah alternatif yang menerapkan sistem pembelajaran tematik integratif tersebut. Di dunia internasional, juga terdapat banyak negara yang menerapkan sistem pembelajaran tematik-integratif tersebut sampai SD kelas VI, seperti Finlandia, England, Jerman, Scotland, Perancis, Amerika Serikat (sebagian), Korea Selatan, Australia, Singapura, New Zealand, Hongkong, dan Filipina. Implementasi model pembelajaran tematik integratif memiliki dua konsekuensi, yakni pengurangan jumlah mapel dan penambahan jam pelajaran (JP). Dalam hal itu, jumlah mapel SD berkurang dari 8 mapel (Pend. Agama, Pend. Pancasila & Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, SBK, dan Penjasorkes) menjadi 6 mapel (8 mapel di atas dikurangi IPA dan IPS). Materi IPA dan IPS menjadi tema di mapel lainnya, misalnya, IPA menjadi materi pembahasan mapel Bahasa Indonesia dan atau Matematika, sedangkan
24
IPS menjadi materi pembahasan mapel PPKn dan atau Bahasa Indonesia, dan sebagainya. Secara khusus, alasan yang mendasari integrasi tersebut adalah untuk menempatkan IPA dan IPS pada posisi sewajarnya bagi anak SD, yakni, sebagai sumber kompetensi untuk membentuk sikap ilmuwan dan kepedulian dalam berinteraksi sosial dan berinteraksi dengan alam secara bertanggung jawab. Jadi, IPA dan IPS tidak dipelajari sebagai disiplin ilmu tersendiri. Sementara itu, penambahan JP dapat dimaklumi karena sistem pembelajaran tematik integratif mengharuskan pembahasan satu tema dari beberapa sudut pandang. Belajar untuk mencari hubungan satu hal dengan yang lainnya tentu membutuhkan waktu. Selain itu, proses pembelajaran berubah dari pola ‘siswa diberi tahu’ menjadi ‘siswa mencari tahu’ sehingga memerlukan waktu yang relatif lebih panjang untuk melakukannya. Dibandingkan dengan negara-negara lain, khususnya negara-negara yang tergabung di dalam Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), JP di Indonesia relatif lebih singkat, yakni, 15% dibawah jumlah JP negara OECD. Negara-negara OECD memiliki rata-rata 30 JP/minggu untuk anak usia 7-8 tahun (Bahasa 9 jam, Matematika 6 jam, IPA 2 jam) dan rata-rata 36 JP/minggu untuk anak usia 9-11 tahun (Bahasa 8 jam, Matematika 5 jam, IPA 3 jam). Sementara itu, Indonesia memiliki rata-rata 26.5 JP untuk anak usia 7-8 tahun (dengan pendekatan tematik) dan rata-rata 8-12 JP untuk anak usia 9-12 tahun (Bahasa 5 jam; Matematika 5 jam; IPA 4 jam (Sumber: OECD, www.oecd.org/edu/ eag2012). Bahkan, akhir-akhir ini banyak negara cenderung menambah jam pelajaran, misalnya Ko-
rea Selatan dan Amerika Serikat dengan program KIPP (Knowledge is Power Program) dan MELT (Massachusettes Extended Learning Time). Terdapat hal yang menarik pada data JP di negara-negara OECD tersebut, yakni JP Bahasa yang selalu lebih besar dibandingkan dengan mapel yang lain, yakni 8-9 jam/minggu untuk usia 7-12 tahun dan 6 jam/minggu untuk usia 12-14 (sedangkan Matematika 5 jam, IPA 4,6 jam dengan 38 JP/minggu). Sementara di Indonesia, Bahasa 4 jam, Matematika 4 jam, dan IPA 4 jam. Fakta yang lebih menarik lagi di dalam data itu adalah bahwa di dalam pembelajaran bahasa tersebut, membaca dan menulis menjadi kegiatan utama. Mengapa BAHASA? Mengapa pula MEMBACA dan MENULIS? Jawabannya sederhana. Bahkan, Islam pun telah menyiratkan dan menyuratkannya. Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Hanya umat manusia yang memiliki kemampuan berbahasa seperti itu. Pengajaran apapun dikomunikasikan dengan bahasa. Sementara itu, membaca dan menulis adalah dua jenis keterampilan berbahasa yang bukan merupakan bawaan lahir sehingga perlu diajarkan dan dilatih. Seseorang dapat menggali banyak ilmu melalui membaca dan seseorang dapat menyebarkan ilmu dalam dimensi waktu dan ruang yang tak terbatas melalui menulis. Jadi, wajar jika membaca dan menulis mendapat porsi perhatian yang lebih. Bukankah lima ayat pertama (QS. Al-‘Alaq (96): 1-5) yang disampaikan oleh malaikat Jibril ‘alaihissalam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah berkenaan dengan perintah untuk membaca dan kemuliaan untuk menulis? Berikut ilustrasi sederhana pembelajaran tematik integratif untuk menambah iman dan syukur kepada Allah subhanahu wata’ala. Pada saat anak didik sudah bisa membaca, anak bisa diajak membaca ensiklopedia atau melihat VCD/ DVD. Saat anak didik belum bisa membaca teks, guru mengajak membaca fenomena alam secara langsung atau melalui VCD/DVD tapi dengan terlebih dahulu memperkenalkan tulisan kata ‘telur’, ‘burung’, dan ‘pesawat’ di tiga kertas secara terpisah dan membawa peraga tiga dimensi berupa telur (mentah dan matang), burung (asli atau burung plastik dan gambar burung), dan mainan pesawat. Dari tiga hal itu, guru dapat mengajarkan enam mapel sekaligus berikut pengintegrasian IPA dan IPS di dalamnya. Akan tetapi, proses tersebut akan menjadi jauh lebih sempurna dan bermakna ketika guru juga mengintegrasikannya (memadukannya) dengan Pendidikan Agama Islam. Bahasa: membaca dan menulis kata, mengenal kosakata warna (warna burung), mengenal kosa kata bentuk (mulai dari bentuk telur). Matematika: menghitung (jumlah burung dalam gambar), menimbang dan membandingkan berat
-
-
-
-
-
telur burung puyuh, telur ayam, dan telur burung onta. PPKn: mengenal dan meniru kehidupan yang teratur (bebek yang mengajarkan budaya antre dengan selalu berbaris rapi, ayam yang rajin bangun pagi) Seni budaya dan prakarya: menghias telur, membuat origami burung, membuat pesawat dari kardus Penjas, OR & Kes: mengenal telur sebagai makanan bergizi, mengenal dan meniru kehidupan yang bersih (burung selalu menjaga kebersihan dan keindahan bulunya sehingga dapat terbang dengan cepat dan indah, memperagakan tarian burung) IPA: mengenal teknologi pesawat yang meniru kepak sayap burung yang terbang mengarungi langit, mengenal keluarga unggas/berbagai jenis burung beserta kebiasaannya (burung ayah pinguin yang puasa selama 64 hari saat mengerami telurnya, burung kolibri yang bisa mengepakkan sayap hingga 200 kepakan dalam satu detik sehingga bisa terbang maju mundur seperti helikopter, dsb.). IPS: mengenal kehidupan bersama yang selalu berkelompok dan bekerja sama dengan mempelajari banyak burung yang hidup berkelompok, bekerja sama, dan saling melindungi. Pendidikan Agama Islam: mengenal dan memuji Allah sebagai Sang Pencipta dan Pemelihara burung. Firman Allah dalam QS. Al-Mulk (67) :19: “Apakah mereka tidak memperhatikan burungburung yang mengembangkan dan mengatupkan sayapnya di atas mereka? Tidak ada yang menahannya (di udara) selain Yang Maha Pemurah. Sesungguhnya, Dia Maha Melihat segala sesuatu.”
Dengan pengajaran seperti itu, betapa anak akan kaya dengan pengalaman. Pengalaman yang kaya akan menghasilkan otak yang kaya. Walhasil, pemahaman anak pun akan menjadi pemahaman yang mendalam, luas, utuh dan padu. Adalah tantangan, PR besar buat kita semua, para pendidik Islam untuk selalu mengintegrasikan semua pelajaran dengan ajaran dan nilai addienul Islam agar muara ilmu yang tercapai adalah menambah iman dan syukur anak didik kita sebagai bekal mereka menjadi khalifah Allah subhanahu wata’ala di muka bumi. Untuk guruku, ajak anak-anakku belajar tanpa mereka merasa sedang belajar. Belajar dengan gembira dan bahagia. Belajar tanpa beban. Belajar segala sesuatu dengan utuh dan padu. Karena, hal itu akan jauh lebih bermakna, berhasil guna, tahan lama, menumbuhkembangkan rasa ingin tahu, dan menginspirasi mereka untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat. Wallahu a’lam.
25
hikmah kisah
Oleh: Ust. Zainal Arifin Staf pengajar SDIT Ghilmani
Kisah Indah Orang Sholih Abu Qilabah
bu Ibrahim bercerita: Suatu ketika, aku jalan-jalan di padang pasir dan tersesat tidak bisa pulang. Di sana kutemukan sebuah kemah lawas… Kuperhatikan kemah tersebut. Ternyata di dalamnya ada seorang tua yang duduk di atas tanah dengan sangat tenang. Orang ini kedua tangannya buntung, matanya buta, dan sebatang kara tanpa sanak saudara. Kulihat bibirnya komat-kamit mengucapkan beberapa kalimat. Aku mendekat untuk mendengar ucapannya. Ternyata ia mengulang-ulang kalimat berikut:
Segala puji bagi Allah yang melebihkanku di atas banyak manusia. Segala puji bagi Allah yang melebihkanku di atas banyak manusia. Aku heran mendengar ucapannya. Lalu kuperhatikan keadaannya lebih jauh. Ternyata sebagian besar panca inderanya tak berfungsi. Kedua tangannya buntung. Matanya buta. Dan ia tidak memiliki apa-apa bagi dirinya. Kuperhatikan kondisinya sambil mencari adakah ia memiliki anak yang mengurusinya? Atau isteri yang menemaninya? Ternyata tak ada seorang pun. Aku beranjak mendekatinya. Ia merasakan kehadiranku. Orang itu lalu bertanya: “Siapa? Siapa?” “Assalaamu’alaikum. Aku seorang yang tersesat dan mendapatkan kemah ini,” jawabku. “Tapi kamu sendiri siapa?” tanyaku. “Mengapa kau tinggal seorang diri di tempat ini? Di mana isterimu, anakmu, dan kerabatmu?” “Aku seorang yang sakit. Semua orang meninggalkanku, dan kebanyakan keluargaku telah meninggal,” jawabnya. “Namun kudengar kau mengulang-ulang perkataan: ‘Segala puji bagi Allah yang melebihkanku di atas banyak manusia!!’ Demi Allah, apa kelebihan yang diberikan-Nya kepadamu, sedangkan engkau buta, faqir, buntung kedua tangan, dan sebatang kara?!” ucapku. “Aku akan menceritakannya kepadamu, tapi aku punya satu permintaan kepadamu, maukah kamu mengabulkannya?” tanyanya. “Jawab dulu pertanyaanku, baru aku akan mengabulkan permintaanmu,” kataku. “Engkau telah melihat sendiri betapa banyak
26
cobaan Allah atasku. Akan tetapi segala puji bagi Allah yang melebihkanku di atas banyak manusia. Bukankah Allah memberiku akal sehat, yang dengannya aku bisa memahami dan berpikir?” “Betul,” jawabku. Lalu katanya, “Berapa banyak orang yang gila?” “Banyak juga,” jawabku. “Maka segala puji bagi Allah yang melebihkanku di atas banyak manusia,” jawabnya. “Bukankah Allah memberiku pendengaran, yang dengannya aku bisa mendengar adzan, memahami ucapan, dan mengetahui apa yang terjadi di sekelilingku?” tanyanya. “Iya, benar,” jawabku. “Maka segala puji bagi Allah yang melebihkanku di atas orang banyak tersebut,” jawabnya. “Betapa banyak orang yang tuli tak mendengar?” tanyanya. “Banyak juga,” jawabku. “Maka segala puji bagi Allah yang melebihkanku di atas orang banyak tersebut,” katanya. “Bukankah Allah memberiku lisan yang dengannya aku bisa berdzikir dan menjelaskan keinginanku?” tanyanya. “Iya, benar,” jawabku. “Lantas berapa banyak orang yang bisu tidak bisa bicara?” tanyanya. “Wah, banyak itu,” jawabku. “Maka segala puji bagi Allah yang melebihkanku di atas orang banyak tersebut,” jawabnya. “Bukankah Allah telah menjadikanku seorang muslim yang menyembah-Nya, mengharap pahala dari-Nya, dan bersabar atas musibahku?” tanyanya. “Iya, benar,” jawabku. Lalu katanya, “Padahal berapa banyak orang yang menyembah berhala, salib, dan sebagainya, dan mereka juga sakit? Mereka merugi di dunia dan akhirat...!” “Banyak sekali,” jawabku. “Maka segala puji bagi Allah yang melebihkanku di atas orang banyak tersebut,” katanya. Pak tua terus menyebut kenikmatan Allah atas dirinya satu-persatu… dan aku semakin takjub dengan kekuatan imannya. Ia begitu mantap keyakinannya dan begitu rela terhadap pemberian Allah. Betapa banyak pesakitan selain beliau, yang musibahnya tidak sampai seperempat dari musibah beliau. Mereka ada yang lumpuh, ada yang kehilangan penglihatan dan pendengaran, ada juga yang kehilangan organ tubuhnya. Tapi bila
dibandingkan dengan orang ini, maka mereka tergolong ‘sehat’. Pun demikian, mereka meronta-ronta, mengeluh, dan menangis sejadi-jadinya. Mereka amat tidak sabar dan tipis keimanannya terhadap balasan Allah atas musibah yang menimpa mereka. Padahal pahala tersebut demikian besar… Aku pun menyelami pikiranku makin jauh… hingga akhirnya khayalanku terputus saat pak tua mengatakan: “Hmmm, bolehkah kusebutkan permintaanku sekarang? Maukah kamu mengabulkannya?” “Iya... apa permintaanmu?” tanyaku. Maka ia menundukkan kepalanya sejenak seraya menahan tangis. Ia berkata, “Tidak ada lagi yang tersisa dari keluargaku melainkan seorang bocah berumur 14 tahun. Dialah yang memberiku makan dan minum, serta mewudhukan aku, dan mengurusi segala keperluanku. Sejak tadi malam ia keluar mencari makanan untukku dan belum kembali hingga kini. Aku tak tahu apakah ia masih hidup dan diharapkan kepulangannya, ataukah telah tiada dan kulupakan saja. Dan kamu tahu sendiri keadaanku yang tua renta dan buta, yang tidak bisa mencarinya….” Maka kutanya ciri-ciri anak tersebut dan ia menyebutkannya. Aku berjanji akan mencarikan bocah tersebut untuknya. Aku pun meninggalkannya dan tak tahu bagaimana mencari bocah tersebut. Aku tak tahu harus memulai dari arah mana. Namun tatkala aku berjalan dan bertanya-tanya kepada orang sekitar tentang si bocah, nampaklah olehku dari kejauhan sebuah bukit kecil yang tak jauh letaknya dari kemah si pak tua. Di atas bukit tersebut ada sekawanan burung gagak yang mengerumuni sesuatu… Maka segeralah terbetik di benakku bahwa burung tersebut tidaklah berkerumun kecuali pada bangkai, atau sisa makanan. Aku pun mendaki bukit tersebut dan mendatangi kawanan gagak tadi hingga mereka berhamburan terbang. Tatkala kudatangi lokasi tersebut, ternyata si bocah telah tewas dengan badan terpotong-potong. Rupanya seekor serigala telah menerkamnya dan memakan sebagian dari tubuhnya, lalu meninggalkan sisanya untuk burung-burung. Aku lebih sedih memikirkan nasib pak tua dari pada nasib si bocah. Aku pun turun dari bukit dan melangkahkan kakiku dengan berat menahan kesedihan yang mendalam. Haruskah kutinggalkan pak tua menghadapi nasibnya sendirian? Ataukah kudatangi dia dan kukabarkan nasib anaknya kepadanya? Aku berjalan menuju kemah pak Tua. Aku bingung harus mengatakan apa dan mulai dari mana. Lalu terlintaslah di benakku akan kisah Nabi Ayyub ‘alaihissalaam. Maka kutemui pak tua itu dan ia masih dalam kondisi yang memprihatinkan seperti saat kutinggalkan. Kuucapkan salam kepadanya, dan pak Tua yang malang ini demikian rindu ingin melihat
anaknya. Ia mendahuluiku dengan bertanya: “Di mana si bocah?” Namun kataku, “Jawablah terlebih dahulu, siapakah yang lebih dicintai Allah: engkau atau Ayyub ‘alaihissalaam?” “Tentu Ayyub ‘alaihissalaam lebih dicintai Allah,” jawabnya. “Lantas siapakah di antara kalian yg lebih berat ujiannya?” tanyaku kembali. “Tentu Ayyub…,” jawabnya. “Kalau begitu, berharaplah pahala dari Allah karena aku mendapati anakmu telah tewas di lereng gunung. Ia diterkam oleh serigala dan dikoyak-koyak tubuhnya…,” kataku. Maka pak tua pun tersedak-sedak seraya berkata, “Laa ilaaha illallaaah…” Aku berusaha meringankan musibahnya dan menyabarkannya. Namun sedakannya semakin keras hingga aku mulai menalqinkan kalimat syahadat kepadanya… hingga akhirnya ia meninggal dunia. Ia wafat di hadapanku, lalu kututupi jasadnya dengan selimut yang ada di bawahnya. Lalu aku keluar untuk mencari orang yang membantuku mengurus jenazahnya. Maka kudapati ada tiga orang yang mengendarai unta mereka. Nampaknya mereka adalah para musafir. Maka kupanggil mereka dan mereka datang menghampiriku. “Maukah kalian menerima pahala yang Allah giring kepada kalian?” tanyaku pada mereka. “Di sini ada seorang muslim yang wafat dan dia tidak punya siapa-siapa yg mengurusinya. Maukah kalian menolongku memandikan, mengafani, dan menguburkannya?” “Iya...,” jawab mereka. Mereka pun masuk ke dalam kemah menghampiri mayat pak tua untuk memindahkannya. Namun ketika mereka menyingkap wajahnya, mereka saling berteriak, “Abu Qilabah… Abu Qilabah…!!” Ternyata Abu Qilabah adalah salah seorang ulama mereka. Akan tetapi waktu silih berganti dan ia dirundung berbagai musibah hingga menyendiri dari masyarakat dalam sebuah kemah lusuh. Kami pun menunaikan kewajiban kami atasnya dan menguburkannya, kemudian aku kembali bersama mereka ke Madinah. Malamnya aku bermimpi melihat Abu Qilabah dengan penampilan indah. Ia mengenakan gamis putih dengan badan yang sempurna sambil berjalan-jalan di tanah yang hijau. Maka aku bertanya kepadanya: “Hai Abu Qilabah. Apa yang menjadikanmu seperti yang kulihat ini?” Maka jawabnya: “Allah telah memasukkanku ke dalam Jannah, dan dikatakan kepadaku di dalamnya: Salam sejahtera atasmu sebagai balasan atas kesabaranmu. Maka (inilah Surga) sebaik-baik tempat kembali.” *** Sumber: Kitab “Ats-Tsiqaat”, Al-Imam Ibnu Hibban
27
kabar pesantren
ertetangga karena letak geografis, satu rumpun dalam kelompok melayu, bersaudara atas kesamaan keyakinan (mayoritas Muslim) dan bernenek moyang sama. Itulah gambaran Negara Indonesia dan Malaysia. Dikarenakan banyak kesamaan, maka sebagian orang berpendapat bahwa kedua Negara ini adalah saudara kandung. Ada hal yang penting dari kesamaan tersebut, yaitu upaya untuk menyambung tali silaturrahim antarnegara. Bukan berarti antarpimpinan negara atau tokoh negara, tetapi juga antarmasyarakat. Untuk syiar dan dakwah diperlukan antarulama untuk saling tukar wawasan dan sharing problematika ummat guna kemajuan Islam. Terkait dengan hal tersebut, maka pada awal tahun (2013) ini, tepatnya di bulan Februari, dai dari Persyarikatan Dakwah Al-Haromain (Persyadha) berkesempatan untuk silaturrahim, melakukan safari dakwah dan berbagi wawasan dengan ulamaulama di negeri jiran itu. Beliau adalah Habib Sholeh Al-Idrus dari Ngantang, KH. Badrut Tamam dari Pujon Malang, serta Ust. Herman Shobirin dari Kasembon.
28
Kegiatan yang berlangsung kurang lebih 11 hari ini dilakukan di berbagai tempat pondok pesantren dan lembaga-lembaga keIslaman di Malaysia. Antara lain: ¾ Pondok Darul Islah, Sabak bernam Selangor, Ust. Hasan Syazali. ¾ PERKID Hulu Langat Selangor, Ust. Masridzi bin Sat. ¾ Yayasan Al-Jenderami, Selangor, Syeh Muhammad Hafidz bin Salamat ¾ Darul Muhajirin, Trengganu, Habib Suhaimi al-Idrus ¾ Al-Hidayah, Trengganu, Ust. Mustafa Kamal. ¾ Pondok Alas Melaka, Ust. Rozali ¾ Pondok Ribath Muara Johor ¾ Ziarah makam Habaib dan ulama Hal ini juga sebagai rangkaian upaya menumbuhkan dan mengembangkan budaya ahlu sunnah waljamaah. Kegiatan ini meliputi Shalawat, Dzikir serta taushiyah. Seperti diketahui, kebiasaan bershalawat di malaysia kurang begitu semarak seperti di Indonesia dengan banyaknya majelis-majelis shalawat. Dari serangkaian acara kunjungan dan pertemuan ini dijalin sebuah kerjasama kegiatan rutin majelis shalawat dan pertukaran santri, di mana banyak santri dari Malaysia yang belajar di Indonesia khususnya di pondok-pondok cabang Persyadha. Semoga kegiatan ini bisa membuat Islam semakin berkembang baik di Indonesia atau di Malaysia serta negara-negara lainnya. Sehingga dengan demikian Islam sebagai rahmatan lil alamin akan tampak. Wallahu a’lam.
29
kajian niswiyah
setkab.go.id
Oleh: Ummu Najwa
Ketua Niswiyah Persyadha Kota Kediri
arhaban ya Ramadhan… Marhaban ya Ramadhan… Marhaban ya Ramadhan… Judlana bil ghufran. Alunan do’a tahni’ah itu mampu menghadirkan kesejukan bulan Ramadhan yang senantiasa dirindukan setiap jiwa yang bertaqwa. Kala Rajab berlalu, diiringi Sya’ban yang berakhir, maka bulan penuh berkah itu menghampiri kita. Lalu, apakah yang lebih membahagiakan selain sisa napas yang masih dianugerahkan Yang Maha Menghidupkan? Tenggat waktu yang masih ada untuk bertemu bulan mulia rasanya terlalu sayang untuk disia-siakan. Lalu, sudahkah kita mempersiapkan diri untuk bertemu dengan bulan yang bertabur pahala ini? Seorang muslimah, khususnya ibu rumah tangga, rasanya terlalu sulit untuk menghindari kesibukan saat Ramadhan. Bisa jadi kesibukan itu justru lebih dibanding harihari biasa. Bagaimana tidak? Saat harga BBM naik yang diikuti kenaikan harga bahan-bahan kebutuhan pokok sekaligus kenaikan harga yang jamak terjadi menjelang bulan puasa dan hari raya, seorang isteri harus putar otak agar nafkah yang diberikan suami cukup untuk memenuhi pos-pos kebutuhan satu bulan. Dia juga harus memikirkan menu selama bulan puasa agar kebutuhan nutrisi keluarga bisa terpenuhi dan dapat menjalankan puasa dengan tenang. Apalagi jika memiliki anakanak yang masih proses belajar berpuasa, maka perhatian akan menu makanan ini
30
kadang jadi masalah tersendiri. Lepas dari masalah menu, seorang ibu juga harus memikirkan sekian program dan target puasa untuk anak-anaknya. Kegiatan apa yang sesuai untuk mereka sehingga bisa puasa dengan senang dan tenang sekaligus menambah nilai plus, bagaimana agar mereka belajar puasa yang tidak sekedar menahan lapar dan haus tapi memiliki nilai ruhiyah. Sebagai seorang isteri, dia juga harus memikirkan kebutuhan suami selama puasa. Apalagi jika suaminya adalah seorang aktivis dakwah, maka dia harus mempersiapkan diri untuk “sendiri” menangani segala kegiatan rumah saat jadwal kegiatan suami justru semakin padat di bulan puasa. Lalu ada lagi kegiatan Ramadhan yang harus diikuti di lingkungan tempat tinggal atau jama’ah pengajian, seperti jadwal buka puasa bersama atau kegiatan Ramadhan lainnya. Dan yang tidak kalah penting adalah bagaimana dia mempersiapkan kegiatan untuk pribadinya sendiri agar ada peningkatan kualitas diri, tidak sekedar sibuk mengurus orang lain. Bisa dibayangkan bagaimana sibuknya seorang ibu rumahtangga di bulan Ramadhan? Lalu apa yang sebaiknya dilakukan agar kesibukan itu tidak berhenti sebatas kesibukan yang menguras energi baik fisik maupun psikis? Sehingga menjauhkan dari nilai-nilai yang harusnya diraih di bulan penuh berkah? Berikut beberapa hal yang mungkin bisa membantu untuk dilakukan: 1. To Do List (TDL) Hal penting yang harus sudah disiapkan sebelum Ramadhan adalah menyusun to do list atau rencana yang berkaitan dengan kegiatan
selama Ramadhan. Rencana itu bisa berupa harian, mingguan, maupun bulanan. Dan rencana itu bisa ditujukan untuk kegiatan pribadi, kegiatan anak, kegiatan suami, kegiatan lingkungan, maupun kegiatan bersama. Misalnya: - Pribadi: target khatam baca Qur’an, target muraja’ah hafalan atau tambah hafalan, target ta’lim yang diikuti. - Anak-anak: kegiatan inti (pembenahan tata cara shalat, muraja’ah hafalan, pembenahan bacaan Qur’annya), kegiatan tambahan (pesantren Ramadhan, membuat kerajinan tangan untuk mengisi waktu). - Suami: jadwal suami, kebutuhan suami selama Ramadhan termasuk ketika i’tikaf. - Lingkungan: pembinaan ibu-ibu kampung, jadwal buka puasa bersama, kegiatan masjid atau mushala. - Bersama: jadwal shalat tarawih/shalat malam bersama, kesepakatan menu keluarga. 2. Kerjasama Banyaknya agenda kegiatan tentunya sangat berat jika dilakukan sendiri oleh seorang ibu rumah tangga. Oleh karena itu, ada baiknya sebelum Ramadhan diadakan semacam musyawarah keluarga untuk berbagi tugas sekaligus membuat kesepakatan program kegiatan selama Ramadhan. Dengan musyawarah diharapkan seluruh anggota keluarga memiliki rasa tanggung jawab. Misalnya: kesepakatan jam berapa anak-anak harus bangun untuk sahur, pembagian tugas pekerjaan rumah, ayah bertugas membangunkan anak, mendampingi mereka ke masjid untuk shalat tarawih, dan membenahi gerakan shalat, ibu menyiapkan buka dan sahur sekaligus menyimak hapalan anak-anak. Jika perlu pembagian tugas ini dibuat tertulis dan dipasang di tempat yang bisa dibaca setiap saat sebagai pengingat. 3. Skala prioritas Rencana dibuat untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan. Namun ada kalanya terjadi kondisi yang di luar rencana. Saat itulah dibutuhkan kebijaksanaan untuk menentukan skala prioritas kegiatan mana
yang lebih diutamakan dan mana yang harus ditunda atau digagalkan. Seorang isteri harus berpikir ulang ketika harus sibuk membuat kue lebaran selama Ramadhan, sehingga aktivitas ibadahnya terganggu atau anak-anak terabaikan. Mengapa harus menyibukkan diri jika kue lebaran bisa disiasati dibuat sebelum Ramadhan atau beli jadi? Begitupun juga jika ada godaan untuk belanja berlebihan ke mall yang sedang banjir diskon. Merasionalkan antara kebutuhan dan keinginan benar-benar harus dilakukan. 4. Jangan Memaksakan Diri Kadangkala keinginan tidak diimbangi dengan kemampuan diri. Atau ada kondisi tertentu yang membuat kita tidak bisa meraih apa yang kita harapkan. Jadi jangan pernah memaksakan diri melakukan hal-hal yang di luar kemampuan. Misalnya: tidak perlu memaksakan diri membeli baju baru untuk lebaran jika memang masih ada baju yang layak dipakai dan ada kebutuhan lain yang lebih penting untuk didahulukan, pemenuhan nutrisi keluarga juga tidak perlu memaksakan diri untuk belanja berlebihan atau harus yang mahal. Seorang ibu harus pandai berkreasi dengan menu sehat, halal, dan murah. Rasanya masih banyak yang harus disiapkan dan dilakukan oleh seorang isteri sekaligus ibu sebelum dan selama Ramadhan. Kesibukan yang tiada akhir dari bangun tidur hingga tidur lagi. Memang tidak ada yang siasia jika semuanya diniati untuk khidmah pada suami dan anak, namun bagaimanapun ada hak pribadi yang tidak seharusnya dilalaikan. InsyaAllah, dengan niat yang baik disertai perencanaan dan manajemen waktu, maka hak pribadi dan kewajiban sebagai seorang isteri maupun ibu akan terlaksana dengan baik. Bagaimanapun, puasa Ramadhan merupakan salah satu pintu bagi perempuan untuk menggapai ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala selain shalat lima waktu dan taat pada suami. Sudahkah kita buat rencana dan target kegiatan untuk Ramadhan tahun ini? Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kemudahan dan kelancaran dalam mewujudkannya agar Ramadhan ini kita bisa benar-benar menjadi pribadi yang lebih bertaqwa. Amin. Wallahu yatawallal jami’ biri’ayatih.
31
auladi
Puasa Itu Menyenangkan embiasakan anak dengan nilai-nilai · Mengenalkan Allah, menghadirkan dalam agama sejak kecil akan memudahkan benaknya bahwa Allah selalu melihat apa yang anak–anak dalam menjalankan syariat dilakukan hamba-Nya, Allah Maha Pengasih dan agama ketika ia dewasa. Demikian juga Penyayang, melalui media dengan melihat dengan membiasakan anak untuk ciptaan-Nya menjalankan puasa · Sampaikan pada anak bahwa Allah sejak kecil, maka ketika akan sayang pada hamba-Nya yang Oleh | Ulinnuha sudah menginjak usia mau melaksanakan perintah-Nya, Guru SDIT Ghilmani baligh tidak merasa dengan diberi hadiah berupa pahala kesulitan menjalankannya. yang akan diterima kelak di akhirat, serta Ketika membiasakan anak berpuasa, orang tua ditambah nikmat dalam hidupnya. perlu menyesuaikan dengan usia dan · Ceritakan tentang surga, bagaimana indahnya, perkembangannya. Orang tua juga harus berusaha siapa saja penghuni surga. Dan untuk orang menjadikan puasa itu menyenangkan, agar anak mau berpuasa, Allah menyediakan pintu khusus, yaitu melakukannya dengan penuh semangat, melalui ar-Rayyan. beberapa cara sebagai berikut: A. Melibatkan Anak Menyambut Ramadhan dengan C. Keteladanan Penuh Suka Cita Anak adalah peniru ulung. Ia akan menjadikan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam dan orang tua sebagai figur yang memberi banyak inspirasi para sahabatnya menyambut Ramadhan dengan dalam hidupnya. Karena itu orang tua harus penuh suka cita. Dua bulan sebelumnya sudah memberi teladan yang baik. Anak akan mendapatkan melakukan persiapan dengan meningkatkan amal gambaran puasa yang sangat baik, bila orang tua ibadah, sehingga ketika bulan Ramadhan tiba, sudah menunjukkan sikap yang lebih baik; misalnya, kita siap fsik dan ruhani untuk melaksanakan puasa dan lebih sabar menghadapi mereka, lebih sayang, lebih ibadah lainnya. Kegiatan yang bisa kita lakukan dermawan, dan sebagainya. bersama anak untuk menyambut Ramadhan antara lain: D. Menjelaskan Manfaat Puasa ¾ Ketika memasuki bulan Rajab, membaca doa 1. Puasa melatih kepekaan sosial. yang artinya “Ya Allah berkahilah kami di bulan Dengan berpuasa, anak-anak kita latih untuk Rajab dan Sya’ban, dan sampaikanlah kami pada merasakan menahan lapar dan haus seperti orbulan Ramadhan.” ang-orang fakir miskin, yang seringkali tidak dapat ¾ Mempercantik rumah, bisa dengan mengecat, makan dan minum, di luar bulan puasa karena membersihkan rumah, memindah perabotan tidak mampu membeli makan. agar ada suasana baru, atau dengan membuat 2. Latihan pengendalian diri (Personal Control) poster yang berisi slogan menyambut Melalui puasa, anak dilatih untuk mengendalikan Ramadhan, misalnya “Ramadhan itu Indah”, dorongan-dorongan dari dalam dirinya, baik “Puasa itu ni’mat”, “Anak shalih/shalihah rajin dorongan fisiologis (makan/minum) maupun puasa”, dan lain-lain. dorongan psikologis, misalnya menahan marah. ¾ Bersilaturrahim, baik secara langsung maupun Tetapi karena anak masih dalam tahapan belajar, lewat media. Namun lebih utama anak-anak kita kondisi yang minimal kita harapkan melalui ajak berkunjung ke rumah tetangga, saudara, pendidikan puasa adalah anak mampu sahabat sambil mengajarkan pada mereka mengendalikan lapar dan haus. pentingnya silaturrahim. 3. Kesehatan Jasmani Kita sampaikan dengan bahasa yang mudah B. Munculkan Motivasi Intrinsik dipahami anak, misalnya: Motivasi intrinsik adalah motivasi yang muncul a. Badan adik tidak akan kegemukan kalau rajin dari dalam, karena adanya keyakinan akan sesuatu. puasa, tapi tambah sehat, kuat dan segar. Dengan adanya motivasi ini, anak akan lebih tahan Hal ini memang sudah disabdakan oleh Rasulullah pada godaan, lebih mampu menjaga puasa dalam shallallahu ‘alaihi wasallam dalam salah satu kondisi apapun, baik dalam pengawasan orang tua haditsnya yang diriwayatkan oleh Ibnu Suny dan maupun tidak. Untuk memunculkan motivasi ini, Abu Nu’aim, yaitu: orang tua perlu: Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda:
32
“Berpuasalah, maka kamu akan sehat.” (HR. Ibnu Suny dan Abu Nu’aim) b. Puasa tidak akan menyebabkan orang kelaparan dan mati. Karena ketika niat puasa, otak akan memerintahkann usus untuk istirahat. c. Puasa juga bisa membuat otak kita bertambah pintar, karena sel-selnya tidak digunakan untuk mencerna makanan tapi digunakan untuk berpikir. 4. Kesehatan Rohani (Ruhiyah) Melatih anak berpuasa sama dengan menyiapkan kebaikan diri untuk anak. Kegiatan puasa merupakan bagian penting dari kematangan kepribadian anak. E. Beri Hadiah dan Pujian Hadiah merupakan bentuk perhatian dan penghargaan. Pemberian hadiah ini bisa diberikan secara bertingkat. Untuk anak yang baru belajar puasa penuh, hadiah diberikan karena puasanya tamat. Bagi anak yang sudah beberapa tahun puasa penuh, syaratnya ditambah. Misalnya, akan diberikan hadiah istimewa kalau puasanya tamat dan khatam membaca Al-Qur’an dan rajin shalat. Adapun syarat dalam memberi hadiah: · Pilihlah barang yang mempunyai manfaat · Jangan terlalu sering, karena bisa menyebabkan tidak berkesan · Berikan hadiah dengan ekspresi yang membuatnya berkesan Selain hadiah, orang tua bisa memberikan pujian, karena akan membuat anak antusias untuk memperbaiki tingkah laku dan perbuatannya serta mendorong anak untuk senantiasa konsisten melakukan perbuatan terpuji. Pujian akan berdampak positif pada anak, jika tepat penyampaiannya dan bahasanya sesuai dengan pemahaman anak. Diharapkan dengan memberi hadiah dan pujian ini anak akan semakin semangat dan senang berpuasa. Namun tetap harus ditanamkan motivasi intrinsik, yaitu rasa ikhlas, karena hanya mengharap ridha Allah. F.
Curahkan Rasa Kasih Sayang Ketika anak menjalankan ibadah puasa, orang tua dianjurkan untuk lebih mencurahkan kasih sayangnya, karena hal ini menjadi dukungan yang besar bagi anak dalam perjuangannya. Apa yang dirasakan anak selama berpuasa akan menjadi ringan, karena mendapatkan suntikan moril berupa kasih sayang. G. Kegiatan Menyenangkan Orang tua hendaknya kreatif mencari atau membuat kegiatan yang menyenangkan untuk anak selama menunggu waktu berbuka, agar anak tidak merasa berat menjalankan puasa, misalnya:
· · · · · · · · · ·
Bermain monopoli Islami, selain menyenangkan juga bisa menambah wawasan anak Menonton film Islami yang kaya hikmah dan pelajaran Membaca buku cerita anak-anak Islami, selain menyenangkan, juga melatih anak gemar membaca Menggambar, mewarnai Membuat kerajinan tangan Jalan-jalan pagi setelah shalat subuh atau sore setelah shalat ashar Untuk anak perempuan, kita libatkan untuk membantu membuat hidangan untuk berbuka puasa I’tikaf di masjid bersama keluarga Pesantren Ramadhan Main tebak kata, dan lain-lain
H. Adakan Perlombaan Bulan Ramadhan adalah bulan ibadah, waktu yang tepat untuk meningkatkan amal ibadah. Allah Subhaanahu wata’alaa akan memberikan apresiasi yang lebih terhadap amal ibadah hamba-Nya, dengan memberikan pahala berlipat ganda. Orang tua hendaknya menularkan semangat beribadah kepada buah hatinya, melalui kegiatan menyenangkan, misalnya melalui kegiatan perlombaan “Pohon Ibadah”. Setiap anak dibuatkan gambar pohon dengan cabang dan ranting yang sama banyaknya, kemudian membuat gambar buah-buahan. Misalnya buah anggur untuk shalat wajib, strawberry untuk shalat sunnah, apel untuk puasa, jeruk untuk membaca Al-Qur’an, dan seterusnya. Lebih seru bila anak dilibatkan dalam membuatnya. Bagi anak yang sudah melakukan ibadah, maka gambar buah ditempel di ranting miliknya. Di akhir Ramadhan dihitung siapa pemenangnya. I.
Sertakan dalam Doa. Doa adalah senjatanya orang beriman. Doa orang tua untuk anaknya tidak terhijab alias mustajab. Hendaknya orang tua meluangkan waktunya untuk mendoakan anak-anaknya, karena sesungguhnya doa orang tua dikabulkan oleh Allah. Bantulah usaha anak berpuasa dengan doa yang tiada putus. Kita mohon kepada Allah, agar anak kita diberi kekuatan dan kemudahan selama menjalankan puasa. InsyaAllah dengan ikhtiar dan diiringi doa, anak kita lancar menjalankan puasanya Wallahu a’lam. Referensi : 1. Pendidikan Anak dalam Islam, Abdullah Nasih Ulwan, Asy-Syifa’, Bandung 1992 2. Risalah Puasa Ramadan, M. Ihya’ Ulumiddin, Vde Press, 2011 3. Majalah Auladi, edisi 16-17, 2006 4. Agar Anak Gemar Berpuasa, Meti Herawati, Media Az-Zahra, Yogyakarta, 2012.
33
ulinnuha1.blogspot.com
serbaserbi
Ki Ageng Gribig dan Zikir ‘Ya Qawiyu Ya Azizu’
ahulu tersebutlah seorang penguasa lokal pertama yang secara sahabat besar bernama besar-besaran dan teratur Ala’ bin Al-Hadrami. mengadakan peperangan dengan Beliau memiliki zikir Belanda yang hadir lewat Kongsi andalan yang dipetiknya Dagang Hindia Timur Jauh itu. Tahun dari Asmaul Husna, yaitu: Oleh: 1628, serangan pertama dilakukan Ahmad Syarifuddin Ya ‘Alim Ya Halim Ya lewat laut dengan 50 armada kapal. Pembina Al-Ghazali ‘Aliyyu Ya ‘Adzim (Duhai Setahun berikutnya, 1629, serangan Islamic Study Club Solo Dzat Yang Maha Ilmu, kedua dilancarkan lewat darat dan Maha Santun, Maha Luhur, laut dengan persiapan yang lebih matang. nan Maha Agung). Suatu saat kala hendak Pasukan-pasukan berkuda dilengkapi dengan menguasai Bahrain, beliau minta kepada Allah gajah-gajah yang mengangkut meriam dan bisa berjalan di atas lautan. Dan dengan wirid gudang-gudang perbekalan makanan didirikan itu, permohonannya dikabulkan Allah Ta’ala. di Karawang, Tegal, dan Cirebon. Beliau benar-benar dapat berjalan di atas Meski serangan Sultan Muslim yang lautan. memerintah Mataram tahun 1613-1645 ini Sementara itu, Sultan Agung tidak berhasil, namun setidaknya telah Hanyokrokusumo (1591-1645), Raja Kerajaan menunjukkan jati diri bangsa Indonesia (umat Mataram Islam, pernah melakukan serangan Islam) sikap resistensi dan non-kooperasi-nya terhadap VOC di Batavia (Jakarta). Sang atas kedatangan kaum kuffar yang bermaksud Pemimpin yang bergelar Sultan Abdurrahman menguasai negerinya. Dalam serangan itu, Khalifatullah Senopati ing Alogo Sayyidin benteng Hollandia mampu dikuasai dan Panotogomo ing Tanah Jawi ini merupakan Gubernur Jenderal Batavia, JP Coen, mati
34
terbunuh. Dalam peperangan itu, Sultan Agung didukung oleh 7000 Mujahidin (ksatria pejuang muslim). Konon pasukan ini memiliki kekebalan. Mereka dilatih secara spiritual maupun fisik oleh ulama militan di daerahdaerah pedalaman sebelum mereka berangkat ke medan perang. Sampai akhir hayatnya pada tahun 1645, Sultan Agung konsisten tidak mau berdamai dengan VOC. Di balik serangan terhadap markas kompeni Belanda di Batavia itu terdapat sosok bernama Ki Ageng Gribig. Ia dikenal juga dengan nama Syeikh Wasibagno. Ia merupakan guru utama Sultan Agung. Ia seorang figur yang sangat berpengaruh dalam mempersiapkan ksatria Mataram untuk melakukan pengepungan terhadap Batavia yang dikuasai Belanda pada periode 1628-1629 itu. Ki Ageng Gribig memiliki wirid andalan berbunyi: “Ya Qawiyyu Ya ‘Azizu” (Duhai Allah Dzat Yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa). Wirid yang dia petik dari dua Asmaul Husna ini berkesan pada hati Sultan Agung saat berada di Wotgaleh Ngayogyakarta. Maka, oleh pemimpin yang banyak berjasa dalam pengembangan Lembaga Pendidikan Pesantren ini, wirid tersebut dijadikan senjata batiniah saat pasukan Mataram menyerbu Batavia. Sebagai penghormatan dan mengenang jasa, kini di komplek masjid besar dan
pemakaman Ki Ageng Gribig yang terletak di Jatinom Klaten, masyarakat menyelenggarakan perayaan yang sangat meriah setiap bulan Shafar. Pada saat itu bergema dan berkumandang wiridnya yang terkenal, yaitu “Ya Qawiyyu Ya ‘Azizu”. Dan apem merupakan makanan favorit pada waktu itu. Karenanya, apem itu dikenal dengan sebutan Apem Ya Qawiyyu. Secara silsilah, Ki Ageng Gribig adalah putera Maulana Sulaiman bin Maulana Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen) bin Maulana Ainul Yaqin (Sunan Giri) bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim, sesepuh Walisongo di Gresik. Adapun di antara anak keturunan Ki Ageng Gribig adalah KH. Achmad Dachlan, pendiri Muhammadiyah. Silsilahnya adalah Ki Ageng Gribig mempunyai putra Demang Djurang Sapisan, dia berputra Demang Djurang Kapindo, berputra Kyai Ilyas, berputra Kyai Murtado, berputra KH. Mohammad Sulaiman, berputra KH. Abu Bakar, dan ia berputra Mohammad Darwis alias KH. Achmad Dachlan. Demikianlah ulama dan dai kita mensyiarkan ajaran Islam di tengah masyarakat dan diterima dengan hati terbuka. Ajaran itu adalah berdoa dengan Asmaul Husna secara rutin, sebagaimana diperintahkan Allah Ta’ala dalam Kitab Suci AlQur’an. Ajaran Islam itu menyatu-padu dengan derap-langkah mereka, sehingga menjadi tak ubahnya kultur budaya. Wallahu a’lamu bish-shawab.
35
konsultasi syariah
Bangun Nikah Pertanyaan : Assalamu’alaikum Wr. Wb. Ustadz yang di muliakan Allah subhanahu wata’ala. Saya pernah mendengar dari salah satu guru saya tentang “bangun nikah”. Beliau menyarankan kepada pasangan suami istri untuk memperbarui atau istilahnya “bangun nikah” tiap tahunnya, karena dikhawatirkan ada ucapan dari sang suami yang bisa mengakibatkan rusaknya suatu pernikahan, misal: ucapan talak. Pertanyaan saya ustadz, bagaimana penjelasan tentang bangun nikah ini? Apakah dalam Islam atau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menjelaskan tentang bangun nikah ini? Jazakumullah ustadz atas perhatiannya. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Ubaidillah
Jawaban: Mas Ubaidillah hafizhakumullah, Inti dari pernikahan terletak pada aqdun nikah yang hakikatnya adalah suatu ikrar untuk mengikat janji yang teguh dan kokoh(miitsaaqan ghaliidhan), serta berlaku sepanjang masa sebagai suami istri. Maka akad atau ikrar tersebut tidak akan terputus kecuali salah satu dari keduanya yang menghendaki terputus yang berujung talak. Begitu agungnya pernikahan tersebut sehingga Allah menggunakan istilah Mitsaaqan ghalidhan pada ikrar pernikahan. Lihat anNisa’: 21. Dan istilah tersebut juga digunakan Allah pada perjanjian-Nya dengan Bani Israil. Lihat an-Nisa’: 154. Dan juga dalam perjanjian-Nya dengan para Nabi. Lihat alAhzab: 7. Ini semua menunjukkan bahwa pernikahan adalah sebuah ikrar sakral, yang sekali terjadi
untuk selama-lamanya, dan tidak boleh dibuat main-main dengan sering menyebut kata-kata talaq kepada istrinya. Karena kalau sampai menyebut kata talaq kepada istrinya hingga tiga kali, maka akan jatuh talaq bain, yang tidak boleh rujuk lagi kecuali ada muhalli (istri nikah dulu dengan orang lain). Ini yang dipahami oleh para ulama-ulama madzhab. Jadi kalau tiap tahun “membangun nikah” karena ada kekhawatiran pernah ada ucapan talaq sehingga khawatir aqadnya rusak, maka ini adalah perbuatan yang bertentangan dengan syara’ yang dipahami para ulama tersebut. Karena hakikatnya ketika sudah “bangun nikah” pada ketiga kalinya, istrinya sudah tidak sah lagi untuk dinikahinya pada bangun nikah berikutnya…!! Namun jika membangun nikah itu karena diakibatkan keraguan akan rusak pada akad sebelumnya karena dimungkinkan ada katakata talaq dari suami, maka dalam kasus seperti ini boleh untuk bangun nikah/nikah baru/tajdidun nikah, dengan catatan masih dalam masa ‘iddahnya. Dan caranya cukup suami berkata kepada istrinya, “Saya mau rujuk sama kamu”. Dan istrinya pun
duniaislammodern.blogspot.com
36
Oleh : Tim Lajnah Syariah Persyadha Al Haromain
menerima. Maka mereka sah menjadi suamiistri dengan aqad yang baru, tanpa perlu ada saksi dan wali. Atau membangun nikah / tajdidun nikah dalam rangka mengesahkan ke KUA yang sebelumnya sudah nikah sama kyai. Maka menurut Ibnu Hajar, pernikahan kedua di hadapan KUA tersebut boleh tanpa menggugurkan ke-absah-an akad pernikahan sebelumnya, dengan syarat mempelai pria tetap meyakini ke-absah-an aqad sebelumnya. (Syaraha al-Manhaj Lisyihab Ibni Hajar, juz: 4/
391) . Jadi, Mas Ubaidillah… Kalau bangun nikahnya setiap tahun atau setiap 25 tahunan, maka itu tidak pernah ada di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, sahabat, tabi’in, atau zaman apapun, kecuali zaman kita ini. Karena pada dasarnya Nikah = Mitsaaqan ghaliidhan yang berlaku sepanjang masa, dan jangan dibuat mai-main, karena ia adalah ikrar yang sakral di Mata Allah subhanahu wata’ala dan di mata manusia. Wallahu a’lam.
Shalat Isyraq Pertanyaan: Ustadz Pengasuh yang senantiasa berbahagia. Langsung saja ke pertanyaan, adakah yang namanya shalat Isyraq yang dilakukan saat matahari terbit itu? Kalau ada, bagaimana ketentuannya sehingga saya dapat mengamalkannya. Atas jawaban Ustadz, sebelumnya terima kasih. Mardliyah, di bumi Allah Baureno, Bojonegoro, Jatim jadwalsholat.org
Jawaban : Saat matahari terbit memang ada larangan untuk melakukan shalat sunnah. Ini memang maklum agar tidak menyerupai para penyembah matahari. Namun, saat matahari terbit itu boleh melakukan shalat Isyraq, istilahnya dengan ketentuan-ketentuan yang membedakannya dari shalat-shalat sunnah pada umumnya. Ketentuan pertama, tidak beranjak dari tempat dia melakukan shalat shubuh. Kedua, shalat Shubuhnya dilakukan dengan berjamaah. Ketiga, jeda waktu antara sehabis shalat Shubuh dengan terbit matahari dimanfaatkan untuk berdzikir. Jika memenuhi tiga ketentuan ini maka dianjurkan melakukan shalat Isyraq yang pahalanya laksana pahala haji dan umrah secara sempurna. Ini
berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya: Barangsiapa shalat shubuh berjamaah lalu duduk berdzikir kepada Allah sehingga terbit matahari, kemudian melakukan shalat dua rakaat, maka baginya seperti pahala haji dan umrah, yang sempurna, yang sempurna, yang sempurna. (Diulangi tiga kali). (Hadits Hasan Gharib dan diriwayatkan oleh At Tirmidzi. Lihat Syarful Ummah Al Muhammadiyah, karya Sayyid Muhammad ‘Alawi Al Maliki, hal. 90 dan Tuhfatul Ahwadzi, komen¬tarnya Sunan At Tirmidzi, jilid II hal. 472. Hadits ini menunjukkan keutamaan tetap berada di musholla sehabis sholat Shubuh untuk berdzikir).[]
37
mutiara hadits
Sifat Kepedulian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Artinya: Barang siapa pagi-pagi tidak memperhatikan (urusan) ummat Islam, maka dia bukanlah termasuk golongan mereka itu. (HR. Al-Hakim) Keterangan. Makna kepedulian dapat diartikan kepekaan, tanggap, perasaan yang mendalam, atau dalam bahasa tasawuf adalah dzauq. Sebagai seorang muslim yang terbina sudah sepantasnya memiliki sifat kepedulian terhadap sesama muslim yang lainnya, terutama di kalangan para da’i da’iyat. Terjun di dunia dakwah seharusnya ada kesediaan untuk memperhatikan hal-hal yang menjadi urusan ummat Islam, ketika ummat Islam mengalami suatu masalah atau problem, terutama masalah-masalah yang berkaitan aqidah ummat, atau tauhid, akhlaq atau moral yang akhir-akhir ini semakin memprihatinkan. Saudaraku seiman, perlu kita waspadai bersama tentang kondisi ummat, terutama ummat Islam Indonesia. Banyak aliran-aliran, sekte-sekte, dan pemahaman-pemahaman yang lain yang justru menjerumuskan, menyesatkan, dan membingungkan ummat Islam yang masih awam tentang pemahaman agama yang benar, yang sesuai dengan AlQur’an, As-Sunah, dan ijma’ para shahabat, tabi’in, tabi’it-tabi’in, juga ulama’ salafus shaleh. Maka dari itu, berkaitan dengan hadits di atas kita sebagai muslim yang terbina di jama’ah dakwah sudah seharusnya dan merupakan kewajiban agar memiliki sifat peduli, kepekaan, perhatian, dan perasaan yang mendalam terhadap problematika ummat. Karena kalau tidak, terutama sebagai da’i, maka akan terjadi kerusakan dan kesesatan, terutama dalam bidang aqidah, dan moral/akhlaq pada ummat ini yang berkepanjangan dan berlarut-larut. Bayangkan. Sekarang saja dapat kita rasakan dan saksikan bersama, dengan
38
adanya pemahaman-pemahaman, kelompokkelompok, aliran-aliran, dan sekte-sekte yang tidak menjadikan ummat ini bersatu, rukun, dan damai, justru malah ummat ini menjadi saling bermusuhan, mengaku kelompoknya yang paling benar, saling menyalahkan, saling menuduh bahwa kalau bukan kelompoknya maka Islamnya tidak sah alias batal. Masya Allah. Padahal mereka itu syahadat, shalat, kitab, nabi, dan Tuhannya juga sama. Kenapa sampai terjadi demikian? Di antara jawabannya adalah karena pola pikir dan pola jiwa mereka salah dalam menyikapi Dinul Islam yang sebenarnya. Cara berdakwahnya juga kurang benar. Sementara itu sikap peduli dan perhatian hanya dapat dilakukan manakala ada sikap tanggap dan peka terhadap keadaan. Oleh karena itu, salah satu adab dan tata krama berdakwah adalah (peduli terhadap apa yang ada di sekitarnya). Dalam berdakwah harus benar-benar diketahui dan dikuasai segala sesuatu yang ada di sekelilingnya. Seperti mengetahui kelompok-kelompok, isme-isme, dan dinamika pemikiran, terutama golongan ummat Islam yang begitu mudah mengkafirkan kelompok yang lain hanya karena tidak mengikuti golongannya, dan suka membid’ahkan golongan ummat yang senang merayakan Maulid Nabi dan seterusnya. Kepekaan ini sangat penting bagi kita sebagai seorang muslim yang terbina, terutama bagi seorang da’i da’iyah agar dapat menjelaskan dan meluruskan dan membongkar ketidakbenaran atas pola pikir dan pola jiwa masyarakat muslim yang masih salah. Sekaligus mampu menyadarkan bahwa hal itu tidak cocok dijadikan sebagai ajaran yang
harus dipatuhi, karena sangat berbahaya. Seperti seorang yang mengkafirkan seorang muslim yang lain karena sering maksiat, atau shalatnya berlubang-lubang, atau suka mengikuti tradisi tahlilan. Golongan yang tidak cocok itu lantas mengatakan padanya “itu kafir”. Masya Allah. Apakah mereka itu tidak tahu hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
2. 3. 4.
Artinya: Jika seseorang berkata kepada saudaranya “Hai, kafir”, maka kekafiran itu akan kembali (menimpa) pada salah seorang di antara keduanya. (HR. al-Bukhari). Sebenarnya menilai kafir atau mukmin itu hanyalah hak orang yang memang dengan sinar Ilahi dan cahaya syari’at Islam, mengetahui sisi subtansi perbuatan yang menimbulkan kekafiran, juga mengetahui secara pasti batas-batas yang jelas antara keimanan dan kekafiran ditinjau dari syari’at Islam yang mulia dan sempurna. Berkenaan dengan hal tersebut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya: Tiga hal yang merupakan inti (asal) keimanan yaitu: 1. Berhenti dari mengkafirkan orang yang mengucapkan tidak mengkafirkan orang mengucapkan dua kalimat syahadat karena dia berbuat dosa. Tidak mengeluarkannya dari (kelompok) Islam hanya karena berbuat maksiat. 2. Dan jihad pun tetap berlaku sejak aku di utus menjadi Nabi sampai ummatku yang paling akhir yang memerangi Dajjal. Jihad tidak akan dibatalkan/dihapus karena kezhaliman orang yang zhalim ataupun keadilan orang yang adil. 3. Dan keimanan kepada Qadar. (HR. Abu Dawud) Dalam hadits lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Siapa yang memanggil seseorang dengan panggilan “Hai, kafir” atau ia mengatakan “Hai, musuh Allah” dan ternyata hal itu tidak terbukti, maka hal itu akan kembali kepadanya. (HR. Imam Muslim)
5.
6.
1. 2.
aktivitas dakwah sudah seharusnya memiliki sifat kepedulian terhadap obyek dakwah. Seorang da’i harus memiliki kecerdasan dan wawasan atau tsaqafah keilmuan yang memadai. Seorang da’i harus bersemangat dan mempunyai ghirah yang tinggi dalam thalabul ‘ilmi. Seorang da’i harus memiliki strategi dakwah yang memadai sesuai dengan manhaj Nabi dan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Seorang da’i harus selalu berusaha semaksimal mungkin terhadap kondisi ummat Islam yang masih lemah iman dan pemahaman serta penerapan tentang hukum-hukum dan aturan-aturan dalam syariat Islam agar dapat mengubah dan mentarbiyah mereka supaya keimanan dan keislaman mereka semakin lama semakin berkualitas. Seorang da’i harus berusaha memperbaiki diri dan keluarganya dan dapat menjadikan suri tauladan/qudwah hasanah terutama terhadap obyek dakwah atau masyarakat di sekelilingnya Wallahu a’lam. Maraji’: Taushiyah Faktual: Abina KH. Ihya’ Ulumiddin Mafahim yajibu an tushshohah oleh: Abuya Prof. Dr. Muhammad Al-Maliki Al-Hasani
Kesimpulan. 1. Seorang muslim yang terbina dengan
39
ekonomi islam
KELEMBAGAAN AMIL ZAKAT: Plus Minus Organisasi Massa (Ormas)
PENDAHULUAN UU Zakat 2011 mengharuskan kelembagaan amil zakat berbentuk Ormas dakwah, pendidikan, dan sosial. Sementara itu, RUU Ormas sampai dengan saat ini belum disahkan menjadi UU meskipun sudah tahap finalisasi—dengan kata lain menunggu rapat pleno DPR RI.
mempunyai kedudukan legal yang kuat karena landasannya UU. Proses kelembagaan tidak cukup hanya akta notaries, tetapi sampai dengan Kemenkumham RI. Namun ada sedikit kerancuan, dalam ketentuan Ormas, badan hukum Ormas di antaranya berbentuk Yayasan dan kedudukan yayasan juga didasarkan pada UU.
Berlakunya UU Zakat 2011 hampir bersamaan dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) nomor 109 tentang Akuntansi Zakat. Pada dasarnya, apabila kelembagaan amil zakat berbentuk ormas dakwah, PLUS MINUS ORMAS pendidikan, dan sosial akan memberikan Berdasarkan RUU ormas 2013, penguatan lembaga amil zakat tersebut. Organisasi Kemasyarakatan yang Akan tetapi, dalam RUU Ormas menyebutkan selanjutnya disebut Ormas adalah bahwa bidang kegiatan ormas tidak ada organisasi yang didirikan dan bidang dakwah; sedangkan dibentuk oleh masyarakat secara pendidikan dan sosial termasuk sukarela berdasarkan kesamaan Prof. Dr. Nizarul Alim dalam bidang kegiatan Ormas. Akan Guru Besar Akuntansi aspirasi, kehendak, kebutuhan, Syariah Fakultas Ekonomi tetapi RUU menyebutkan bidang kepentingan, kegiatan, dan Universitas Trunojoyo dan kegiatan di antaranya agama. tujuan untuk berpartisipasi dalam Dewan Pengawas LAZIS Mungkin ini identik dengan dakwah. Al Haromain pembangunan demi tercapainya Dengan kedudukan lembaga tujuan Negara Kesatuan Republik yang kuat (landasan UU) maka Indonesia yang berdasarkan Pancasila. kiprah dan akses LAZ akan semakin luas. Hal Jika dilihat dari persyaratan Ormas, ini juga ditunjang dengan penguatan nampaknya tidak lebih berat dari persyaratan akuntabilitas LAZ melalui pemberlakuan kelembagaan amil menurut UU Zakat 1999 dan standar akuntansi keuangan nomor 109 Keputusan Menteri Agama Nomor 373 Tahun tentang akuntansi zakat. Keharusan 2003 Tentang Pengukuhan LAZ. Tetapi akuntabilitas Ormas dan/atau LAZ dapat persyaratan Ormas juga menjadi aspek yang disinergikan dengan berlakunya SAK 109 belum sepenuhnya diterima oleh sebagian tersebut. anggota FOZ. Syarat pendirian Ormas menurut Di sisi lain, keharusan kelembagaan amil RUU Ormas di antaranya: zakat berbentuk ormas juga berdampak pada 1. Ormas didirikan oleh 3 (tiga) orang warga ketidakpatutan lembaga, mengingat Ormas negara Indonesia atau lebih, kecuali tidak bersifat fleksibel bagi lembaga zakat Ormas yang berbadan hukum yayasan. terutama LAZ yang di bawah naungan 2. Ormas badan hukum; atau tidak berbadan keuangan. Meskipun lembaga keuangan dapat hukum. membentuk ormas seperti membentuk yayasan 3. Ormas berbadan hukum berbentuk bagi kelembagaan amil zakatnya, tetapi ada perkumpulan; atau yayasan. ketidakpatutan organisasi. Kesan ormas adalah organisasi masyarakat bukan organisasi “di Apabila Ormas dalam waktu dekat bawah” atau “afiliasi” lembaga keuangan. diundangkan, maka kelembagaan Ormas akan Konsekuensi logisnya ketidakpatutan ini
40
akan menjadi “barrier” bagi LAZ yang dibentuk oleh lembaga keuangan, bahkan “barrier to entry” bagi pendatang-pendatang baru lembaga amil zakat. Apabila sosialisasi kelembagaan UU ormas tidak cepat, masyarakat berpikiran bahwa ormas merupakan organisasi seperti yang sudah mereka lihat selama ini seperti NU, Muhammadiyah, Hidayatullah. Atau bahkan persepsi mereka apabila dalam memorinya adalah ormas Nasdem (sebelum jadi partai) dan ormas Perindo, maka jelas akan menjadi penghambat juga karena dianggap pada akhirnya akan menjadi partai politik. Dilemma kelembagaan ormas juga akan menjadi pemikiran LAZ yang berada di bawah partai politik atau setidaknya berafiliasi ke partai politik. Seperti kita ketahui, di antara partai politik ada yang mempunyai LAZ sebagai manifestasi kegiatan sosial partai politik bahkan juga ada yang menjadi salah satu sumber dana partai. Keberadaan LAZ tersebut tentu harus “berpindah” wadahnya secara hirarki meskipun secara fungsi bisa tidak berubah. Akan tetapi pada aspek pendayagunaan/distribusi zis akan terbatasi, berdasarkan pedoman standar akuntansi 109, dalam artian ketika pendayagunaan/distribusi berorientasi politik atau untuk kepentingan politik maka berpotensi menyimpang dari standar akuntansi.
Dilema lain pada LAZ yang berbadan hukum misalnya yayasan, badan perkumpulan tetapi jika dicermati pengurusnya hanya keluarga, maka juga akan memaksa mereka merubah status kepengurusan sesuai dengan ketentuan ormas. Potensi hambatan, dilemma di atas bagi LAZ dengan posisi dan karakteristik di atas yang mungkin menjadi pemicu keberatan sejumlah ormas. Efek derivasinya di antaranya akan mengurangi kapasitas LAZ secara umum sehingga bisa berakibat pada kapasitas akumulasi dana dan distribusi, akses, atau pendayagunaan zis. Hal ini tidak terlalu menjadi masalah jika peran BAZNAS dan BAZ-BAZ daerah dapat menggantinya. Tetapi jika dilihat dari infrastrukturnya, dalam jangka pendek dan menengah masih sulit apabila tidak dibarengi deregulasi terutama dalam hal kewenangan. PENUTUP Menurut UU Zakat 2011, LAZ harus berbentuk ormas. Kelembagaan ormas bagi LAZ memiliki potensi penguatan lembaga tetapi juga memunculkan potensi ketidakpatutan dan dilema bagi sebagian LAZ. Wallahua’lam.
41