perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penyelidikan terhadap kecelakaan merupakan hal yang harus dilakukan apabila pesawat dalam suatu penerbangan mengalami kecelakaan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari penyebab dari kecelakaan yang terjadi, sehingga kejadian serupa tidak terulang kembali dikemudian hari. Sifat penerbangan yang dapat melintasi batas suatu negara, membuat penyelidikan kecelakaan pada penerbangan internasional menjadi materi yang diatur dalam Hukum Internasional, salah satunya terkait dengan kewenangan negara yang terlibat untuk memulai dan memimpin proses penyelidikan. Penentuan prioritas negara yang berwenang melakukan penyelidikan diatur sedemikian rupa sehingga dalam pelaksanaannya tidak terdapat benturan kepentingan oleh negara-negara yang terkait dalam kecelakaan. Oleh karena itu, penentuan negara yang berwenang untuk melakukan penyelidikan merupakan proses awal dalam penyelidikan kecelakaan penerbangan sipil inetrnasional, dengan adanya penentuan tersebut maka penyelidikan dapat dilakukan secara terorganisir, efektif, dan efisien. Penentuan negara yang berwenang melakukan penyelidikan akan berbeda antara satu kasus dengan kasus kecelakaan yang lain. Pada kasus kecelakaan penerbangan Malaysia Airlines MH370, sebelum dilakukan penentuan mengenai negara yang berwenang melakukan penyelidikan, terdapat beberapa hal yang harus diketahui terlebih dahulu sebagai bahan acuan dalam menentukan negara mana saja yang berhak atas penyelidikan kecelakaan MH370. Dasar penentuan tersebut akan dijelaskan lebih rinci pada sub bab mengenai pengaturan penyelidikan kecelakaan penerbangan sipil internasional dalam Hukum Internasional serta sub bab mengenai fakta-fakta terkait kasus kecelakaan pesawat MH370.
commit to user
lxv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
A. Pengaturan Penyelidikan Kecelakaan Penerbangan Sipil Internasional di Laut Lepas Ditinjau dari Hukum Internasional
1. Kecelakaan pesawat udara dalam Hukum Internasional Transportasi udara dengan menggunakan pesawat dipilih masyarakat karena tingkat keamananya yang tinggi dibanding transportasi darat maupun laut. Berdasarkan data ICAO Safety Report tahun 2012, transportasi udara sipil komersial dunia telah mengangkut sebanyak 2.9 milyar penumpang, yang menandakan bahwa telah terjadi kenaikan sebesar 5 persen dibandingkan jumlah pada tahun 2011. Jumlah penumpang tersebut diangkut oleh lebih dari 31 juta penerbangan komersial reguler di dunia. Total pergerakan lalu lintas penumpang pesawat dalam penerbangan berjadwal pada tahun 2012 atau RPKs (Revenue Passengers Kilometers) juga menunjukkan pertumbuhan sebesar 5.5 persen dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Peningkatan jumlah penumpang penerbangan sipil yang tumbuh pesat berbanding terbalik dengan menurunnya jumlah kecelakaan pesawat udara. Pertumbuhan lalu lintas udara yang terjadi pada tahun 2012 sebesar 21 persen diikuti oleh turunnya jumlah kecelakaan dari 4.2 per 1 juta keberangkatan menjadi 3.2 kecelakaan per 1 juta keberangkatan, yang berarti telah terjadi penurunan sebesar 24 persen dibandingkan tahun 2011 (ICAO Safety Report 2012). Dari data ICAO tersebut dapat dilihat bahwa tingkat keselamatan penerbangan ikut mempengaruhi jumlah penggunaan transportasi udara. Keselamatan udara merupakan aspek penting yang selalu dijaga dan diperhatikan oleh berbagai pihak baik maskapai penerbangan, negara-negara, maupun organisasi penerbangan yang ada. Akan tetapi, kecelakaan yang melibatkan pesawat udara dalam penerbangan internasional maupun nasional nyatanya tetap tidak dapat dihindari, betapapun canggihnya teknologi dalam commit to user
penerbangan. Usaha manusia hanyalah menekan sekecil mungkin tingkat lxvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kecelakaan pesawat udara dengan berbagai usaha mendekati zero accident (Martono, 2012 : 98). Berbagai upaya dilakukan demi mencegah terjadinya kecelakaan pesawat dan meminimalisir kerugian yang bisa diakibatkan oleh kecelakaan pesawat tersebut. Salah satu usaha pencegahan adalah mengadakan investigasi sebabsebab kecelakaan pesawat udara. Berdasarkan temuan sebab-sebab kecelakaan pesawat udara tersebut dapat direkomendasikan langkah-langkah yang harus dilakukan, sehingga di masa mendatang tingkat keselamatan penggunaan pesawat udara dapat terus meningkat dan dapat memberi rasa aman pada masyarakat dalam menggunakan transportasi udara (Miranda Anger, 2007: 1620). a. Definisi kecelakaan pesawat udara 1) Kecelakaan secara umum Menurut Black’s Law Dictionary, kecelakaan adalah “an unforeseeable and unexpected turn of events that causes loss in value, injury, and increased liabilities. The event is not deliberately caused and is not inevitable” Kecelakaan dalam penyelenggaraan
keadilan
diartikan
sebuah
kejadian
yang
berbahaya yang tidak disebabkan oleh kesalahan, kelalaian, atau kekeliruan (Henry Campbell, 2009: 15). 2) Kecelakaan secara khusus Dalam dunia penerbangan, ada dua macam pengertian yaitu kecelakaan dan peristiwa atau insiden. K. Martono memberi makna kecelakaan (accident) sebagai berikut: Suatu peristiwa di luar dugaan dalam kaitan dengan pengoperasian penumpang
pesawat naik
terbang
(boarding)
yang
dengan
berlangsung maksud
sejak
melakukan
penerbangan sampai waktu semua penumpang turun di tempat commit to user
tujuan atau debarkasi. Peristiwa di luar dugaan tersebut lxvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengakibatkan orang meninggal dunia atau luka parah akibat benturan pesawat terbang, atau kontak langsung dengan bagian pesawat terbang, atau terkena hampasan langsung mesin jet, atau pesawat terbang mengalami kerusakan struktural yang berat, atau pesawat terbang memerlukan perbaikan besar, atau penggantian komponen atau pesawat terbang hilang sama sekali. Sedangkan insiden (incident) adalah peristiwa selama penerbangan berkenaan dengan operasi pesawat yang dapat membahayakan keselamatan penerbangan (Martono, 1995: 145). 3) Kecelakaan menurut Annex 13 Konvensi Chicago 1944 Menurut definisi Annex 13 ada tiga kategori peristiwa kecelakaan (accident) pesawat udara yaitu: a) Insiden (incident) pesawat udara adalah suatu kejadian selain kecelakaan, yang terkait dengan pengoperasian pesawat yang mempengaruhi
atau
dapat
mempengaruhi
keselamatan
operasional; b) Insiden serius (serious incident) pesawat udara adalah peristiwa
yang
melibatkan
keadaan
sekitar
yang
mengindikasikan hampir terjadi kecelakaan; c) Kecelakaan (accident) pesawat udara yaitu suatu peristiwa yang berkaitan dengan pengoperasian sebuah pesawat udara yang terjadi diantara waktu seseorang menaiki pesawat udara dengan niatan untuk terbang atau melakukan perjalanan udara hingga orang tersebut telah turun dari pesawat, dimana: (1) Seseorang terluka fatal (tewas) atau parah sebagai akibat: (a) Berada di pesawat; (b) Kontak langsung dengan bagian apapun dari pesawat, termasuk bagian-bagian yang telah lepas dari pesawat; commit to user
lxviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(c) Langsung terkena hembusan jet. Pengecualian jika luka itu timbul dari sebab-sebab alami, dilakukan sendiri atau dilakukan oleh orang lain, atau bila luka itu terjadi kepada penumpang gelap yang bersembunyi di luar ruangan yang biasanya tersedia bagi penumpang dan awak pesawat. (2) Pesawat mengalami kerusakan atau kegagalan struktur (structural failure) bilamana: (a) Mengurangi
kekuatan
struktur
kinerja
atau
berkarakteristik penerbangan dari pesawat terbang; (b) Biasanya
membutuhkan
reparasi
besar
atau
penggantian komponen yang rusak; Pengecualian kegagalan atau kerusakan mesin, bila kerusakan
terbatas
pada
mesin,
cowlings
atau
asesorisnya; atau kerusakan itu terbatas pada propeller, wing tips, antenna, ban, rem, fairing, penyokan kecil atau lubang di kulit pesawat terbang; atau (c) Pesawat hilang atau tidak dapat diakses sama sekali (ICAO, 2001 :1-2). b. Tahap dan lokasi kecelakaan pesawat udara Kecelakaan dapat dibedakan dari tahap pengoperasian dan lokasinya. Dari segi tahap pengoperasian, kecelakaan diawali sejak tinggal landas (take off), menanjak (climb), penerbangan jelajah (crucial
flight)
dan
tahap
pendaratan
(approach),
kemudian
menyentuh landasan (touch down) sampai berhenti di area penempatan pesawat untuk menaikkan dan menurunkan penumpang (apron) pada bandar udara pendaratan. Dilihat dari dari lokasi kecelakaan dapat dibagi dalam run off, over run, dan under shoot sebagaimana commit to user
dijelaskan dibawah ini (Martono, 2012: 108-109) : lxix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dari segi tahap pengoperasian, kecelakaan pesawat biasanya terjadi di bandar udara dan sekitarnya terutama pada saat pendaratan. Pada saat mendarat kemungkinan kecelakaan dapat mencapai 81 persen sampai dengan 87 persen, pada saat tinggal landas kemungkinan kecelakaan dapat mencapai 17 sampai dengan 19 persen, oleh karena itu pada saat mendarat diperintahkan agar semua penumpang menegakkan kursi, mengikat pinggang, mematikan rokok, tidak boleh berada di toilet, serta lampu diredupkan. Dari segi lokasi kecelakaan dapat dibedakan kecelakaan karena run off, over run, dan under shoot. Kecelakaan disebut run off apabila pesawat terbang keluar dari sisi kiri atau sisi kanan landasan. Kecelakaan semacam ini pada umumnya disebabkan oleh kesalahan mekanis (mechanical failure) atau kesalahan pilot (pilot error). Biasanya lokasi kecelakaan terjadi pada jarak 600 meter sampai 1500 meter dari pinggir landas pacu (threshold). Jenis kecelakaan semacam ini memegang peranan karena dapat mencapai 57 persen dari seluruh kecelakaan yang ada. Kecelakaan pesawat terbang disebut over run disebabkan oleh permukaan landasan yang licin atau kesalahan pilot in command (pilot error). Pada umumnya lokasi kecelakaan, pesawat terbang berhenti antara 30 meter sampai 15 meter di ujung landasan. Sedangkan kecelakaan disebut under shoot apabila pesawat terbang menyentuh tanah sebelum threshold. Pada umumnya kecelakaan jenis under shoot disebabkan oleh pilot error yang mencapai 73 persen penyebab dari kecelakaan jenis ini. c. Sebab-sebab kecelakaan pesawat udara Suatu kecelakaan penerbangan adalah mimpi terburuk bagi setiap pilot atau penumpang yang pernah naik pesawat terbang. Meskipun commit to user
perjalanan udara adalah salah satu bentuk transportasi yang paling lxx
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
aman, kecelakaan bisa terjadi dengan hasil yang dramatis dan menakutkan. Penyebab kecelakaan pesawat udara ini sangat bervariasi tergantung pada keadaan tertentu dan masalah yang mungkin berkembang selama proses penerbangan. Dalam dunia penerbangan penyebab kecelakaan tidak pernah disebabkan oleh faktor tunggal (single factor) yang berdiri sendiri. Suatu sebab yang berdiri sendiri tidak mempunyai arti apa-apa, tetapi apabila kombinasi berbagai faktor dapat menyebabkan kecelakaan pesawat terbang yang mengakibatkan kematian orang. Dunia penerbangan secara umum mengklasifikasikan penyebab terjadinya kecelakaan pesawat udara menjadi beberapa faktor yaitu, kesalahan manusia (human error), kesalahan teknik (technical error) atau pesawat itu sendiri (machine), kesalahan dari luar (external error) atau
lingkungan
(environment),
dan
kesalahan
organisasi
(organization error) atau pengelolaan (management) (Ari Susetyadi, 2008 : 165). Federal Aviation Administration (FAA) mengatakan bahwa, adanya keempat faktor penyebab kecelakaan pesawat udara diatas dapat disimpulkan menjadi tiga faktor penyebab utama yaitu : faktor cuaca, faktor pesawat udara yang digunakan (teknis) dan faktor manusia yang merupakan faktor yang paling utama dalam penyebab kecelakaan pesawat udara dengan prediksi sebesar 46 persen (Welly Pakan, 2008 : 8). Faktor manusia biasanya yang dituding adalah kapten penerbang, padahal sebenarnya tidak selalu demikian karena manusia dalam hubungan ini adalah setiap orang atau tenaga yang terlibat langsung dalam proses keselamatan penerbangan. Mereka antara lain teknisi pesawat terbang, awak pesawat terbang, tenaga ruang penerangan commit to user
(briefing office), tenaga operasi baik pengawas lalu lintas udara/Air lxxi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Traffic Control (ATC) maupun tenaga bantuan operasional dan bahkan penumpang pesawat itu sendiri, semuanya termasuk faktor manusia yang dapat berperan sebagai penyebab kecelakaan pesawat terbang (Martono, 1995 :145). Dalam
Annex
13,
penyebab
(cause)
dari
kecelakaan
diidentifikasikan sebagai “tindakan, kelalaian, peristiwa, kondisi, atau kombinasi dari ketiganya, yang menyebabkan kecelakaan atau insiden” (ICAO, 2001 : 1). Pusat data Aviation Safety Network mengatakan bahwa 43 persen dari kecelakaan-kecelakaan pesawat udara disebabkan karena terputusnya koordinasi dan komunikasi antara pilot dan ATC yang berada di darat, karena pengelola bandar udara juga berperan penting dalam meningkatkan dan memperbaiki keselamatan penerbangan (Welly Pakan, 2008 :8). Aviation Law America menyebut beberapa penyebab paling umum dari terjadinya kecelakaan penerbangan, adalah salah satunya sebagai akibat dari pelanggaran perturan FAA dan NTSB (National Transportation Safety Board), yang mengatur peraturan keselamatan. Beberapa
penyebab
umum
kecelakaan
penerbangan
meliputi
(http://www.aviation-lawnews.com/html/cause.html ) diakses 1 April 2014 pukul 20.00 WIB: 1) Kesalahan pilot atau awak penerbangan. Kesalahan pilot adalah penyebab nomor satu kecelakaan penerbangan untuk jumlah tertinggi korban jiwa. Pilot memiliki tanggung jawab untuk mengangkut penumpang dengan aman dari satu tempat lain dan mengikuti semua peraturan untuk lebih menjamin keselamatan penumpang. Jika pilot atau awak penerbangan membuat kesalahan, maka kecelakaan penerbangan dapat terjadi.
commit to user
lxxii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kapten penerbang selama menjalankan tugasnya dapat terjadi sudden incapacity yang ditimbulkan oleh berbagai penyakit seperti serangan batu ginjal, epilepsy, serangan jantung, dan lain-lain. Sudden incapacity ini dapat menyebabkan kecelakaan. Disamping itu mereka juga dapat mengalami keletihan (fatigue). Keletihan dapat dicegah dengan memperhatikan jadwal penerbangan serta beban terbang setiap bulannya sehingga tidak melampaui batas kemampuannya. Demikian pula waktu istirahat dan kehidupan keluarga awak pesawat terbang sehari-hari juga harus diperhatikan seperti soal ekonomi dan sosial yang dapat berpengaruh kepada stabilitas emosi selama penerbangan (Martono, 1995 : 146). 2) Peralatan yang rusak Kesalahan peralatan pesawat dan/atau kegagalan mekanis juga penyebab umum kecelakaan penerbangan. Disamping manusia, pesawat terbang juga dapat keletihan atau rapuh (fatigue), oleh karena itu setiap pesawat terbang (machine) sejak dari awal desain sampai
dengan
pelaksanaan
perawatan,
penyimpanan
dan
pengoperasiannya harus dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Komponen pesawat terbang yang meliputi design philosophy, asuransi yang digunakan, structural stress analysis, kekuatan material dan sistem yang digunakan semuanya harus sesuai dengan peraturan (Martono,1995 : 147). 3) Desain pesawat yang cacat Produsen
pesawat
terbang
bertanggung
jawab
untuk
kecelakaan penerbangan jika disebabkan oleh desain struktural dari pesawat itu terdapat cacat. 4) Pelanggaran terhadap peraturan organisasi penerbangan Contohnya adalah pelanggaran yang dilakukan oleh maskapai yang
commit to user
merupakan
anggota lxxiii
dari
FAA
(Federal
Aviation
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Administration/lembaga regulator penerbangan sipil Amerika) dan NTSB (National Transportation Safety Board/komite keselamatan transportasi Amerika). Jika ada peraturan dan standar keselamatan yang ditetapkan oleh FAA dan NTSB dilanggar, kecelakaan penerbangan dapat terjadi. 5) Kegagalan pada bahan bakar untuk mempertahankan pesawat Jika layanan pekerja stasiun bahan bakar mengabaikan atau gagal untuk pengisian bahan bakar pesawat yang benar sebelum lepas landas atau melakukan pemeliharaan atau perbaikan yang memadai, kelalaian mereka dapat mengakibatkan kecelakaan penerbangan.
2. Pengaturan terhadap penyelidikan kecelakaan pesawat udara dalam Hukum Internasional Investigasi atau penyelidikan kecelakaan pesawat udara telah dilakukan sejak awal berkembangnya dunia penerbangan. Yakni pada saat para pionir masih bergelut untuk memahami dinamika gerak terbang pesawat dan mencari faktor yang dibutuhkan untuk menjadikan penerbangan sebagai kenyataan dan bukan hanya sekedar harapan. Peristiwa yang mendorong agar investigasi kecelakaan pesawat dilakukan secara serius adalah saat penerbangan dijadikan salah satu alat transportasi, karena untuk membuat penerbangan lebih aman bagi masyarakat umum maka harus dapat memahami penyebab kecelakaan terjadi sehingga kecelakaan yang sama tidak terulang lagi (Hadi Winarto, 2012 : 1). Perkembangan dunia penerbangan yang pesat disertai konsep penyelidikan pesawat udara nyatanya tidak berbanding lurus dengan adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penyelidikan pesawat. Adanya Perang Dunia pertama dan kedua (PD I dan PD II) pada awal perkembangan commit to user
pesawat udara menyebabkan politik dan birokrasi menjadi lamban dalam lxxiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengantisipasi dan memahami masalah-masalah yang ditimbulkan oleh penerbangan, sehingga pengaturan mengenai penyelidikan kecelakaan pesawat secara internasional baru muncul dalam Konvensi Chicago 1944 tentang Penerbangan Sipil. a. Definisi dan tujuan penyelidikan kecelakan pesawat Dalam hal terjadi kecelakaan pesawat terbang, baik konvensi internasional maupun undang-undang di negara-negara anggota, secara tegas
memerintahkan
Penelitian
adanya
sebab-sebab
penelitian
kecelakaan
sebab-sebab
dilakukan
oleh
kecelakaan. panitia
yang
anggotanya terdiri dari para ahli di bidang penerbangan baik ahli mesin, meteorologi, operasi penerbangan, dan awak pesawat terbang. Penelitian sebab-sebab kecelakaan pesawat terbang tidak dimaksudkan untuk mencari siapa yang salah dan siapa yang bertanggung jawab, melainkan untuk mencegah jangan sampai terjadi kecelakaan pesawat terbang dengan sebab yang sama (Martono, 1995 : 150). Annex 13 mendefinisikan kata penyelidikan atau investigasi dengan “A process conducted for the purpose of accident prevention which includes the gathering and analysis of information, the drawing of conclusions, including the determination of cause and, when appropriate, the making of safety recommendations”. Investigasi merupakan sebuah proses yang bertujuan untuk pencegahan kecelakaan, yang di dalamnya terdapat pengumpulan dan analisis data, pengambilan kesimpulan, termasuk penentuan penyebab kecelakaan, serta pembuatan rekomendasi keselamatan”. Sama halnya dengan definisi penyelidikan pada umumnya bahwa suatu penyelidikan atau investigasi adalah suatu proses, cara, pengusutan, pelacakan pengumpulan data, serta usaha untuk memperoleh informasi dan sebagainya yang pada pokok atau intinya dilakukan dengan maksudcommit to user
lxxv
perpustakaan.uns.ac.id
maksud
digilib.uns.ac.id
tertentu
sesuai
tujuan
pihak
yang
menyelenggarakan
penyelidikan. Investigasi dalam kecelakaan pesawat udara bertujuan untuk mencegah kecelakaan berulang di masa depan dengan penyebab yang sama, oleh karena itu investigasi ini juga termasuk penentuan penyebab dan pembuatan rekomendasi keselamatan yang sesuai. Hal ini sesuai dengan butir 3.1 Annex 13 yang berbunyi:“The sole objective of the investigation of an accident or incident shall be the prevention of accidents and incidents, it is not the purpose of this activity to apportion blame or liability. Tujuan tunggal dari investigasi kecelakaan dan insiden adalah mencegah terjadinya kecelakaan dan insiden lain, penyelidikan ini tidak bertujuan untuk menyalahkan atau meminta pertanggungjawaban suatu pihak. b. Konvensi internasional tentang penyelidikan kecelakaan pesawat Suatu negara berkepentingan untuk mengadakan penyelidikan kecelakaan pesawat didasari dengan adanya yurisdiksi atau kewenangan hukum yang melekat pada negara untuk menegakan hukum terhadap penyebab kecelakaan pesawat yang dilakukan dengan sengaja. Hal ini dapat dilihat pada prinsip kebangsaan, prinsip universal, dan prinsip treaty-based extention of jurisdiction. Dalam prinsip kebangsaan, yang dilihat adalah faktor kebangsaan yang dimiliki oleh pihak yang terkait dimanapun ia berada, yakni dalam kecelakaan pesawat hal ini dapat berarti kebangsaan korban ataupun pelaku, apabila kecelakaan diakibatkan oleh tindakan melawan hukum dari manusia. Pada prinsip universal dasar yang diambil adalah tindakan yang dilakukan merupakan kejahatan bagi seluruh umat manusia (hostis human generis) sehingga tiap negara mempunyai yurisdiksi berdasarkan persetujuan internasional dan resolusi dari organisasi internasional. commit to user
Penerapan prinsip universal dilakukan pada kasus pembajakan terhadap lxxvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pesawat terbang. Yurisdiksi universal tidak memandang kebangsaan pelakunya maupun tempat pelaku
melakukan kejahatan, akan tetapi
menekankan pada upaya bersama internasional dalam mengecam perbuatan yang telah dilakukan. Prinsip treaty-based extension of jurisdiction merupakan prinsip yang didapat dari suatu perjanjian internasional. Contohnya adalah Pasal 1 Konvensi Montreal 1971 tentang Pemberantasan Tindakan-Tindakan Melawan Hukum yang Mengancam Keamanan Penerbangan Sipil (yang selanjutnya akan disebut dengan Konvensi Montreal 1971) menyatakan bahwa seseorang yang melakukan kekerasan terhadap orang lain didalam pesawat dan dapat membahayakan pesawat, oleh negara penandatangan untuk diberikan hukuman terlepas dari kewarganegaraan dan lokasi kejadian. Berdasarkan ketiga prinsip diatas, dapat dilihat bahwa negara mempunyai kewenangan yang besar untuk dapat melakukan penyelidikan kecelakaan pesawat untuk mencari penyebab kecelakaan dan menegakkan proses hukum terhadap pihak yang dengan sengaja menyebabkan kecelakaan tersebut. Oleh karena itu, dalam perkembangan hukum udara maupun hukum penerbangan, penyelidikan kecelakaan diatur sedemikian rupa untuk memberikan kejelasan dan kepastian hukum mengenai proses penyelidikan maupun penegakan hukum terhadap pihak penyebab kecelakaan penerbangan secara internasional. Konsep Konferensi Paris 1910
dan Konvensi Paris 1919 belum
pernah mengatur penelitian atau penyelidikan kecelakaan pesawat udara. Masalah penelitian penyebab kecelakaan pesawat udara diangkat dalam sidang
Komisi
Navigasi
Penerbangan
Internasional/International
Comission for Air Navigation (ICAN) pada tahun 1925, tetapi ditolak oleh sidang karena tidak ada hukum internasional yang dapat memaksakan commit to user
berlakunya hukum nasional. Konvensi Madrid 1926 tentang Navigasi lxxvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Udara, maupun Konvensi Havana 1928 juga belum mengatur penelitian kecelakaan pesawat udara, oleh karena itu pada saat masalah tersebut diangkat oleh ICAN pada tahun 1946, konsep penyelidikan kecelakaan pesawat udara ditolak kembali (Martono, 1995 : 144). Konvensi Chicago 1944 tentang Penerbangan Sipil merupakan momentum
bersejarah
bagi
dunia
penerbangan
khususnya
bagi
perkembangan penyelidikan kecelakaan pesawat. Selain membentuk badan International Civil Aviation Organization (ICAO), konvensi ini juga meletakkan fondasi dari satu set peraturan (rules) dan pengaturan (regulations) untuk navigasi udara yang menjadikan keselamatan penerbangan sebagai prioritas utama (Hadi Winarto, 2012 : 3). Hal tersebut merupakan bentuk usaha pencegahan kecelakaan pesawat terbang yang dilakukan secara internasional. Dalam usahanya mencegah kecelakaan ICAO tidak hanya mengeluarkan peraturan-peraturan sebagai pedoman bagi negara anggota, tetapi juga memberi berbagai bantuan teknik
kepada
negara-negara
berkembang
untuk
meningkatkan
keselamatan penerbangan dan mencegah kecelakaan pesawat terbang. Secara teknis dan operasional, penelitian kecelakaan pesawat udara diatur dalam Annex 13 tentang Aircraft Accident and Incident Investigation yang merupakan bentuk lanjutan dari pengaturan yang ada di Pasal 26 Konvensi Chicago 1944 yang berbunyi: In the event of an accident to an aircraft of a contracting state occurring in the territory of another contracting state, and moving death or serious injury, or indicating serious technical defect in the aircraft or air navigation facilities, the state in which the accident ocuurs will institue an inquiry to the circumstances of the accident in accordance, so far as its law permit, with the procedure which may be recommended by the ICAO. The state in which the aircraft is registered shall be given the opportunity to appoint observers to be present at the inquiry and the state holding the inquiry shall communicate the report and findings in the matter to that state. commit to user
lxxviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Secara garis besar Pasal 26 Konvensi Chicago 1944 mengatur mengenai: 1) Negara tempat kecelakaan terjadi wajib mengadakan penelitian; 2) Kewajiban tersebut berlaku bilamana melibatkan pesawat udara asing; 3) Apabila
hukum
nasional
mengizinkan,
penelitian
tersebut
dilakukan sesuai dengan rekomendasi ICAO; 4) Negara pendaftar pesawat udara diizinkan sebagai peninjau dalam penelitian dan diberi hasil penelitiannya. c. Badan penyelenggara penyelidikan kecelakaan pesawat Dalam Pasal 26 Konvensi Chicago 1944 memberikan kewajiban untuk melakukan penyelidikan (carry out the investigation) dan membentuk Komite Penyelidikan (commission of inquiry) yang bertugas untuk melakukan penyelidikan penyebab terjadinya kecelakaan pesawat udara yang terjadi di wilayahnya. Selanjutnya negara kejadian menetapkan lembaga penyelidikan suatu kecelakaan dan bertanggung jawab untuk melakukan investigasi, tetapi dapat melimpahkan seluruh atau sebagian dari penyelidikannya kepada negara lain dengan persetujuan dan pengaturan bersama, dan negara tempat terjadinya kecelakaan harus memfasilitasi penyelidikan tersebut. Dalam
penyelidikan
kecelakaan
pesawat
udara,
tidak
hanya
merupakan kewajiban negara tempat terjadinya kecelakaan (state of occurance) untuk melakukan penyelidikan, tetapi juga terdapat negara lain yang ikut berkepentingan terhadap penyelidikan kecelakaan pesawat udara diantaranya adalah: negara tempat pesawat udara di desain (state of design), negara dimana pesawat udara diproduksi atau dirakit paling akhir (state of manufacture), negara operator pesawat udara (state of operator), negara tempat pesawat itu di daftarkan (state of registry) dan juga termasuk dari negara yang mempunyai kepentingan khusus dalam commit to user
kecelakaan berdasarkan kematian atau cedera serius dari warga negaranya, lxxix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
negara tersebut akan memiliki hak khusus dan hak untuk berpartisipasi dalam investigasi. Selain itu negara pelaksana investigasi juga dapat meminta bantuan kepada negara mana saja yang mempunyai kemampuan dalam hal penyelidikan untuk membantu. Di Indonesia, komite yang melakukan penyelidikan penyebab terjadinya kecelakaan pesawat udara dinamakan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT/NTSC). Dibeberapa negara mempunyai istilah masing-masing, misalnya di Prancis dinamakan Bureau d’Enquetes et d’Analyses pour la securite de l’aviation civile (BEA), di Amerika Serikat dinamakan National Transportation Safety Board (NTSB), di Australia dinamakan Australia’s Bureau of Air Safety Investigation (ATSB), di Italia dinamakan Agenzia Nazionale per la Sicurezza del Volo (ANSV), di Inggris dinamakan Air Accident Investigation Branch (AAIB), di Brazil penyelidikan kecelakaan pesawat udara dilakukan oleh Angkatan Udara yang dinamakan Centro de Investigacao e Prevenco de Acidentes Aeronaucticos (CENIPA), di Kanada disebut The Canadian Transport Safety Board (TSB), dan sebagainya. d. Tahap penyelidikan kecelakaan pesawat Secara
umum
penyelidikan
dibagi
tiga
fase
(http://www.bea.aero/en/bea/les-enquetes/deroulement.php) diakses pada 15 April pukul 13.00 WIB, yakni: 1) Pelaksanaan di tempat kecelakaan melalui penelitian reruntuhan pesawat (identifikasi, pencagaran, dan pengumpulan informasi). Tahap ini adalah fase penting dalam penyelidikan teknis, informasi yang dikumpulkan pada tingkat ini membentuk dasar untuk pekerjaan tindak lanjut. Ini adalah ketika rekaman penerbangan yakni CVR (Cockpit Voice Recorder) dan FDR (Flight Data Recorder), apabila sudah terpasang maka akan dihapus. Ketika dilakukan keputusan commit to user
untuk menghapus bagian atau mengambil sampel, tindakan utama lxxx
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pencegahan harus dilakukan untuk memastikan bahwa bukti penting untuk penyelidikan tidak diubah. Kemudian dilanjutkan dengan observasi tempat, yakni pergerakan penerbangan di permukaan atau kontrol penerbangan, pemeriksaan awal mesin dilengkapi dengan pemeriksaan detail dari kokpit, display warning, switch, dan control position. Akhirnya penyelidik juga mengumpulkan semua bukti faktual terkait, seperti pengakuan saksi, awak pesawat dan file pesawat udara dan catatan perjalanan, data persiapan penerbangan, kondisi meteorologi, serta bukti terkait dengan pengendali lalu lintas udara seperti: radio transkrip komunikasi dan trek radar. Dalam konteks penerbangan umum, mengumpulkan bukti sering relatif cepat, meskipun melanjutkan penyelidikan dapat menimbulkan masalah seperti: sedikitnya saksi, pesawat jarang dilengkapi dengan perekam, pengoperasian tanpa ATC, kurang atau tidak ada trek radar dan rekaman komunikasi, dokumen persiapan penerbangan hancur atau tidak disimpan. 2) Pemeriksaan dan penelitian data yang dikumpulkan. Fase ini melibatkan pemeriksaan rinci pada bagian yang dipulihkan. Pada pembacaan flight recorders, dibutuhkan interpretasi teknis pada saat menjelang terjadi peristiwa tersebut. Berdasarkan interpretasi awal, tahap pemeriksaan rinci, uji coba dan pencarian rincian
spesifik
seperti:
mesin,
flights
controls,
instrument
penerbangan, dan lain-lain. Melengkapi rekapitulasi pertama dari fakta. Kajian hasil penelitian dan pengumpulan informasi dalam fase pertama dilakukan oleh Investigator In Charge (IIC) dan tim investigasi. Berdasarkan hasil ini, simulasi dapat diatur untuk beberapa urutan penerbangan. Dalam kajian elemen ini dapat mengarah kembali ke fase pertama dengan tujuan untuk melengkapi informasi awal yang dikumpulkan.
commit to user
lxxxi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) Analisis dan kesimpulan. Setelah tahap pengumpulan dan konsolidasi informasi faktual, yang relatif lama, Investigator In Charge (IIC) menyatukan semua bukti dan dokumentasi dari pekerjaan ini untuk menganalisa keadaan kecelakaan dan membangun skenario yang paling tepat dengan mengidentifikasi kegagalan keselamatan. Investigator in Charge secara khusus mencoba untuk mengkaji asal-usul dan faktor yang berkontribusi dari peristiwa tersebut dengan memperhatikan semua aspek terkait dengan psikologi, komunikasi, ergonomi, perilaku, pengambilan keputusan, dan lain-lain. Aspek penyelidikan ini dikelompokkan di dalam kategori human factor. Dalam konteks penerbangan umum, tahap ini sering dibuat sulit oleh kurangnya bukti yang dikumpulkan dan dengan informasi yang tidak valid sehingga tidak memungkinkan untuk menemukan skenario kecelakaan. Dalam penyelidikan kecelakaan pesawat terdapat beberapa pihak yang
melakukan
penyelidikan
selain
badan
penyelenggara
penyelidikan kecelakaan pesawat oleh negara yang berwenang. Pihak lain ini mencakup kepolisian maupun tim asuransi penerbangan terkait. Penyelidikan dilakukan dalam waktu yang sama namun terpisah, dan dengan tujuan serta proses mendapatkan data yang berbeda satu sama lain. Pelaksanaan dua penyelidikan paralel setelah kecelakaan atau kejadian serius penerbangan, tetapi terpisah ini dinamakan penyelidikan hukum (criminal) dan penyelidikan teknis (technical), masing-masing memiliki kejelasan dan spesifik yang sama akan tetapi berbeda tujuan (Sofia, 2010: 2). Di bidang hukum, gugatan biasanya diangkat dalam bentuk kerusakan atau kompensasi serta hukuman atau pertanggungjawaban, sedangkan di komunitas penerbangan dan untuk kepentingan commit to user
keselamatan, menitikberatkan kepada penyediaan penyebab dan lxxxii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pencegahan. Penyelenggaraan penyelidikan teknis, sesuai dengan ICAO Annex 13, berisi International Standart and Reccomended Practice (SARP) untuk investigasi kecelakaan dan kejadian dalam penerbangan. a) Penyelidikan teknis Biasanya penyelidikan teknis (technical investigation) disamakan dengan penyelidikan keselamatan (safety investigation), landasan berpikirnya adalah apa yang terjadi dan bagaimana mencegah kejadian itu terjadi lagi, yakni bahwa penyelidikan ini akan memeriksa bukan hanya informasi cepat (penyebab akhir) tentang kecelakaan itu, tetapi juga struktur organisasi, operator, dan mereka yang memberikan layanan yang berkaitan, sumber daya tersedia bagi mereka (crew resource management), kondisi ekonomi, kebijakan dan praktik manajemen, dan kerangka peraturan. Berdasarkan keahlian dari para peneliti ruang lingkup dan struktur penyelidikan, laporan dapat mengidentifikasi cacat mekanis yang perlu dikoreksi, prosedur operasional yang perlu diubah serta masalah faktor manusia yang harus ditangani. Beberapa ciri lain dari penyelidikan teknis antara lain: (1) Pengumpulan fakta-fakta adalah proses kooperatif yang bergantung pada keahlian dari berbagai lembaga; (2) Para peneliti memiliki keahlian signifikan dan keakraban dengan pesawat dan lingkungan operasi; (3) Semua
fakta
dikumpulkan
tanpa
prasangka,
skenario
kecelakaan dikembangkan berdasarkan urutan-urutan dari fakta-fakta; (4) Untuk mencapai kesimpulan yang valid, skenario dan urutan harus sesuai dengan fakta.
commit to user
lxxxiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pembedaan pelaksanaan investigasi ini secara tegas dinyatakan dalam Annex 13 butir 5.4.1. bahwa; “Any judicial or administrative proceedings to apportion blame or liability should be separate from any investigation conducted under the provisions of this Annex”. Hal ini membawa konsekuensi bahwa suatu penyelidikan untuk kepentingan penegakan hukum dan pertanggungjawaban kesalahan, baik untuk pengenaan sanksi administrasi, sanksi perdata maupun sanski pidana harus diadakan tersendiri, tentu saja dengan lembaga dan aturan yang sesuai ditetapkan oleh hukum nasional masing-masing negara. b) Penyelidikan yuridis Berdasarkan substansi dari ketentuan Annex 13 butir 5.4.1 tentang pemisah penyelidikan dan undang-undang nasional yang berkaitan, maka penyelidikan selain yang ditentukan dalam Annex 13 ini, dapat disebut dengan penyelidikan yuridis (criminal), karena mempunyai sifat menyalahkan dan menuntut tanggung jawab
atas
Penyelidikan
kesalahan yuridis
dalam
kecelakaan
(judicial
pesawat
investigation)
udara.
umumnya
dilaksanakan terhadap kecelakaan pesawat udara yang telah menimbulkan banyak korban jiwa. Penyelidikan yuridis yang diselenggarakan di berbagai negara dapat berbeda-beda, hal ini terkait dengan ketentuan hukum nasional yang berlaku. Jika akibat penyelidikan teknis mempunyai segi keuntungan untuk mencegah kecelakaan berulang di masa mendatang.
Maka
akibat
dari
adanya
penyelenggaraan
penyelidikan yuridis ini, akan menempatkan keadaan sulit bagi para pihak yang telah diidentifikasi memainkan peran dalam kecelakaan, dilema antara tidak memberikan informasi yang commit to user
ditujukan untuk meningkatkan keselamatan dan mencegah lxxxiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kecelakaan masa depan namun di sisi lain, penyediaan informasi seperti tadi mungkin dapat digunakan terhadap mereka dalam penuntutan pidana selanjutnya. Beberapa ciri yang melekat dalam penyelidikan yuridis, antara lain: (1) Penyelidikan yuridis tergantung pada tergantung pada hukum nasional dan diberlakukan dalam kondisi yang bervariasi masing-masing negara; (2) Di beberapa negara, penyelidikan yudisial hanya dimulai setelah penyelidikan teknis berakhir; (3) Bertujuan untuk mengidentifikasi pihak-pihak yang terlibat kecelakaan pesawat udara dan telah melakukan kesalahan, serta dinilai pantas untuk mempertanggungjawabkan tindakan kesalahannya tersebut dengan pemberian sanksi administrasi, perdata, maupun pidana. (4) Selalu berfokus pada kesimpulan dicurigai, diduga atau disangka, sehingga pengumpulan bukti-bukti juga diharapkan dapat mendukung kesimpulan tersebut; (5) Penyelidik kurang memiliki keahlian teknis dan industri.
3. Annex 13 Konvensi Chicago 1944 sebagai pedoman penyelidikan kecelakaan penerbangan sipil internasional Annex 13 Konvensi Chicago 1944 adalah dokumen dasar mengenai investigasi atau penyelidikan kecelakaan pesawat udara sipil. Ada banyak negara yang telah menyerap isi dari Annex 13 dan memasukannya ke dalam undang-undang nasional negara tersebut. Pada dasarnya Annex 13 dirumuskan untuk menangani masalah kecelakaan pesawat yang bersifat internasional atau antar bangsa saja, akan tetapi dalam prakteknya kebanyakan negara juga commit to user
lxxxv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menerapkannya untuk kasus-kasus penyelidikan kecelakaan pesawat dalam negeri yang melibatkan bangsa lain. Annex 13 diadopsi menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 37 Konvensi Chicago 1944 yang mengatur negara-negara anggota untuk mengadopsi ketentuan-ketentuan ICAO, salah satunya mengenai penyelidikan kecelakaan pesawat. Pembentukan Annex 13 tentang Aircraft Accident and Incident Investigation didasari oleh Pasal 26 Konvensi Chicago 1944. Terdapat 8 Bab/Chapter yang terkandung dalam Annex 13 yang mengatur pelaksanaan teknis penyelidikan kecelakaan pesawat udara. Mulai dari penunjukan negara-negara yang berwenang
melakukan
penyelidikan,
pengaturan selama proses penyelidikan, sampai dengan pembuatan dan penyerahan laporan akhir ((final report) penyelidikan kecelakaan pesawat. a. Pihak-pihak dalam penyelidikan kecelakaan pesawat Annex 13 merupakan hasil dari Konvensi Chicago 1944 yang diperuntukkan untuk negara-negara yang ikut serta dalam perjanjian tersebut. Oleh karena itu yang disebut “pihak” dalam Annex 13 adalah negara secara luas, tidak menunjuk khusus kepada maskapai penerbangan maupun badan penyelenggara penyelidikan kecelakaan pesawat di negara tersebut. Mengenai hal ini, baik Konvensi Chicago 1944 maupun Annex 13 memberikan kewenangan bagi negara masingmasing untuk mengkoordinasikannya dengan maskapai penerbangan atau pihak-pihak terkait dalam melakukan penyelidikan. Annex 13 menggunakan istilah negara pihak (contracting state), yakni negara yang menandatangani Konvensi Chicago 1944 dan menjadi anggota ICAO. Apabila terjadi suatu kecelakaan pesawat yang melibatkan lebih dari satu negara, Annex 13 menyebutkan bahwa contracting state diberi sebutan yang berbeda tergantung dari peran masing-masing, yakni state of occurrence, state of registry, state of commit to user
operator, state of design, dan state of manufacture. lxxxvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1) Negara tempat terjadinya kecelakaan (state of occurance) Negara yang pada wilayahnya terjadi kecelakaan atau insiden pada pesawat. 2) Negara registrasi (state of registry) Negara tempat pesawat melalukan pendaftaran atau registrasi sesuai dengan pasal 17 Konvensi Chicago 1944. Seperti halnya pada kapal laut, registrasi pesawat menimbulkan hubungan hukum antara pesawat dengan negara registrasi. Negara kebangsaan pada pesawat diatur dalam hukum internasional dan mempunyai hak untuk melindungi dan mempertahankan yurisdiksi yang ada pada pesawat udara (Sami Shubber, 1973:48) 3) Negara operator (state of operator) Negara tempat dimana operator pesawat berkedudukan secara permanen atau negara tempat berbisnis utama bagi pengoperasian pesawat tersebut. Dalam hal pesawat tersebut merupakan pesawat sewaan (charter), maka negara yang menyewa
disebut
negara
operator.
Apabila
transaksi
penyewaan telah selesai serta tidak sedang digunakan oleh negara lain, maka tanggung jawab kembali melekat pada state of registry. 4) Negara desain (state of design) Negara yang membawahi secara hukum organisasi yang bertanggungjawab untuk desain pesawat. Contohnya adalah Amerika Serikat yang merupakan negara perancang untuk pesawat Boeing B-737. 5) Negara manufaktur (state of manufacture) Negara yang membawahi secara hukum organisasi yang commit to user
bertanggungjawab untuk perakitan terakhir pesawat (final lxxxvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
assembly) hal ini dikarenakan komponen-komponen pesawat bisa saja didatangkan dari berbagai negara lain. Terkait penggunaan dan penerapan ketentuan dalam Annex 13, dalam butir 2.1 dinyatakan bahwa selain hal-hal yang telah ditentukan, perincian dalam Annex 13 berlaku untuk setiap kecelakaan maupun insiden, dimanapun hal tersebut terjadi. b. Tujuan penyelidikan kecelakaan atau insiden pada pesawat Supaya bermanfaat, Annex 13 harus menjabarkan sejelas-jelasnya mengenai tujuan dari penyelidikan kecelakaan pesawat, seperti yang diatur dalam butir 3.1 Annex 13 yakni untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan bukan untuk mencari kesalahan maupun pihak yang bertanggungjawab atas kecelakaan tersebut. Hal ini selalu ditulis dibagian depan dari setiap laporan resmi mengenai penyelidikan kecelakaan pesawat oleh otoritas yang berwenang. Hal tersebut sangat penting untuk diperhatikan, khususnya untuk penegak hukum dan pembuat undang-undang. Polisi tidak boleh memaksa penyidik untuk menyerahkan hasil wawancara penyidik dengan para pihak yang terkait langsung dengan kecelakaan pesawat, seperti pilot dan awak pesawat. Tetapi ini tidak berarti bahwa pihak yang melakukan kesalahan tidak dapat dituntut ke pengadilan. Akan tetapi polisi harus melakukan penyelidikan tersendiri yang memang bertujuan untuk menentukan jenis kesalahan, pihak yang melakukan kesalahan, serta ada atau tidaknya tindak pidana yang telah dilakukan. c. Pemeliharan barang bukti, penahanan, dan pemindahan pesawat 1) Tanggung jawab negara tempat terjadinya kecelakaan Negara tempat terjadinya kecelakaan (state of occurrence), harus mengambil semua tindakan yang layak untuk melindungi commit to user
barang bukti dan melakukan penahanan yang aman terhadap lxxxviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pesawat dan muatannya, sepanjang waktu yang dibutuhkan untuk tujuan penyelidikan. Penahanan yang aman termasuk didalamnya perlindungan terhadap kerusakan yang dapat timbul, akses oleh pihak yang tidak berwenang, serta pencurian. Pengawasan terhadap bangkai pesawat dilakukan bersama dengan Penyidik Penanggungjawab (IIC). Perlindungan terhadap barang bukti data rekaman pesawat membutuhkan adanya perbaikan dan perawatan yang memadai, dan hal tersebut hanya boleh dilakukan oleh para ahli. Hal ini diatur dalam butir 3.2 Annex 13. 2) Permintaan dari negara registrasi, negara operator, negara desain, dan negara manufaktur Apabila terdapat permohonan dari negara registrasi, negara operator, negara desain, dan negara manufaktur bahwa pesawat, komponen, muatan, dan barang bukti lain untuk tidak diganggu sembari menunggu pemeriksaan wakil resmi dari negara pemohon, negara tempat terjadinya kecelakaan harus mengambil tindakan untuk memenuhi permohonan semacam itu, sepanjang masuk akal dan sejalan dengan prosedur penyelidikan. Hal ini diatur dalam butir 3.3 Annex 13. 3) Pembebasan barang bukti Negara Tempat Terjadinya Kecelakaan harus membebaskan penahanan pesawat sebagai barang bukti baik komponen maupun muatan, secepatnya apabila barang-barang tersebut tidak lagi dibutuhkan dalam penyelidikan. Hal ini diatur dalam butir 3.4 Annex 13. d. Notifikasi/pemberitahuan 1) Kecelakaan atau insiden pada wilayah teritorial dari negara pihak untuk pesawat dari negara pihak lainnya commit to user
lxxxix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a) Tanggungjawab negara tempat terjadinya kecelakaan Negara tempat terjadinya kecelakaan harus mengirimkan pemberitahuan mengenai adanya kecelakaan atau insiden secepatnya tanpa adanya penundaan, yang ditujukan untuk: (1) Negara registrasi; (2) Negara operator; (3) Negara desain; (4) Negara manufaktur ; (5) ICAO, apabila pesawat yang terlibat berbobot 2.250 kg atau lebih. Akan tetapi, apabila negara tempat terjadinya kecelakaan tidak mengetahui mengenai adanya insiden serius, negara registrasi
atau
negara
operator
harus
mengirimkan
pemberitahuan mengenai insiden tersebut kepada negara desain, negara manufaktur, dan negara tempat terjadinya kecelakaan. Hal ini diatur dalam butir 4.1 Annex 13. b) Format dan isi pemberitahuan/notifikasi Diatur dalam butir 4.2 Annex 13, disebutkan bahwa pemberitahuan harus dibuat dalam bahasa pengantar ICAO (atau bahkan dapat dibuat dalam bahasa penerima notifikasi) dan mengandung sebanyak-banyaknya informasi yang telah tersedia. Pengiriman pemberitahuan tersebut tidak boleh ditunda dengan alasan kurangnya informasi yang dibutuhkan. Informasi-informasi tersebut harus menjelaskan mengenai: (1) Untuk kecelakaan (accident) kode identifikasi disingkat menjadi ACCID, sedangkan insiden (incident) disingkat INCID; commit to user
xc
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(2) Memuat
keterangan
mengenai:
perusahaan
pembuat
pesawat, model pesawat, kebangsaan pesawat dan tanda registrasi, serta nomor seri pesawat; (3) Nama pemilik, operator dan penyewa (jika ada) pesawat tersebut; (4) Nama Pilot yang bertugas dan kebangsaan dari awak pesawat serta para penumpang; (5) Tanggal dan waktu kejadian kecelakaan atau insiden (waktu setempat atau UTC/Universal Time Coordinate); (6) Titik terakhir keberangkatan dan titik kedatangan pesawat sesuai yang dijadwalkan; (7) Lokasi pesawat disertai referensi dalam bentuk penjelasan geografis yang mudah dipahami, yakni titik koordinat dan ketinggian pesawat; (8) Jumlah awak pesawat dan penumpang. Beserta jumlah WNA (Warga Negara Asing) yang tewas dan terluka parah, maupun korban selain WNA yang tewas dan terluka parah. (9) Deskripsi kecelakaan dan tingkat kerusakan pesawat sepanjang yang telah diketahui; (10)
Indikasi mengenai skala yang akan dibutuhkan untuk
melakukan
penyelidikan,
atau
keterangan
mengenai
penyelidikan yang akan diadakan oleh negara tempat terjadinya kecelakaan; (11)
Karakteristik
fisik
dari
area
tempat
terjadinya
kecelakaan atau insiden, dan juga indikasi mengenai kesulitan akses maupun kebutuhan khusus yang diperlukan dalam menjangkau area tersebut; (12)
Pemberitahuan kepada otoritas yang berwenang untuk
dapat
commit to user
menghubungi xci
kapan
saja
penyelidik
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penanggungjawab dan badan penyelenggara penyelidikan dari negara tempat terjadinya kecelakaan; (13)
Daftar dan penjelasan mengenai adanya benda-benda
yang kemungkinan berbahaya didalam pesawat. c) Tanggungjawab negara registrasi, negara operator, negara desain, dan negara manufaktur Setelah diterimanya pemberitahuan atau notifikasi, negara registrasi, negara operator, negara desain, dan negara manufaktur, secepatnya menyampaikan informasi relevan yang tersedia terkait pesawat dan awak pesawat yang terlibat untuk diberikan kepada negara tempat terjadinya kecelakaan. Selain itu, negara operator juga harus memberitahukan negara tempat terjadinya kecelakaan mengenai rincian dari barang-barang berbahaya yang ada didalam pesawat. Hal ini diatur dalam butir 4.5 Annex 13. 2) Kecelakaan atau insiden serius pada wilayah teritorial negara registrasi, negara non-pihak, atau diluar wilayah teritorial negara manapun a) Tanggungjawab negara registrasi Diatur dalam butir 4.8 Annex 13. Pada saat negara registrasi mengadakan penyelidikan kecelakaan atau insiden, negara tersebut harus mengirimkan pemberitahuan atau notifikasi sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya untuk ditujukan kepada: (1) Negara operator; (2) Negara desain; (3) Negara manufaktur; (4) ICAO, apabila pesawat yang terlibat berbobot 2.250 kg commit to user
atau lebih.
xcii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b) Tanggungjawab negara operator, negara desain, dan negara manufaktur Setelah menerima notifikasi, negara operator, negara desain, dan negara manufaktur, sesuai permintaan, membantu negara registrasi dalam menyediakan informasi relevan yang tersedia mengenai awak pesawat maupun pesawat yang mengalami kecelakaan atau insiden. operator
juga
harus
memberitahukan
Selain itu, negara negara
registrasi
mengenai rincian dari barang-barang berbahaya yang ada didalam pesawat. Hal ini diatur dalam butir 4.9 Annex 13. e. Tanggungjawab untuk mengadakan dan memimpin penyelidikan 1) Kecelakaan atau insiden pada wilayah teritorial negara pihak Bagaimanapun juga, negara tempat terjadinya kecelakaan harus mengadakan penyelidikan kecelakaan dan bertanggungjawab untuk memimpin penyelidikan tersebut, akan tetapi dapat menyerahkan kepemimpinan atas penyelidikan baik sebagian maupun keseluruhan penyelidikan kepada negara lain dengan suatu perjanjian dan perizinan. Dalam berbagai kondisi, negara tempat terjadinya
Kecelakaan
harus
bersungguh-sungguh
untuk
memfasilitasi penyelidikan kecelakaan pesawat. Hal ini diatur dalam butir 5.1 Annex 13. 2) Kecelakaan atau insiden pada wilayah teritorial negara non-pihak Ketika kecelakaan atau insiden serius terjadi pada wilayah negara non-pihak yang mana tidak bermaksud untuk memimpin penyelidikan sesuai ketentuan Annex 13, maka negara registrasi (atau jika tidak mampu, maka negara operator, negara desain dan negara manufaktur) harus berusaha untuk mengadakan dan memimpin penyelidikan bekerjasama dengan negara tempat commit to user
terjadinya kecelakaan. Hal ini diatur dalam butir 5.2 Annex 13. xciii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) Kecelakaan atau insiden pada wilayah diluar teritorial negara manapun Ketika lokasi kecelakaan atau insiden serius secara jelas bukan merupakan wilayah teritorial dari suatu negara, maka negara registrasi harus mengadakan dan memimpin penyelidikan. Akan tetapi dapat menyerahkan sebagian atau keseluruhan penyelidikan kepada negara lain dengan suatu perjanjian dan perizinan. Negara terdekat dari lokasi kecelakaan di perairan internasional harus menyediakan bantuan jika mereka mampu, dan juga merespon permintaan dari negara registrasi. Hal ini diatur dalam butir 5.3 Annex 13. f. Pengaturan dalam memimpin penyelidikan 1) Tanggungjawab negara pemimpin penyelidikan Otoritas yang berwenang dalam melakukan penyelidikan harus mempunyai kebebasan untuk memimpin jalannya penyelidikan dan mempunyai kewenangan tak terbatas atas kepemimpinannya dengan tetap sejalan dengan ketentuan dalam Annex 13. Hal ini diatur dalam butir 5.4 Annex 13. a) Secara umum, penyelidikan yang dimaksud harus terdiri dari: (1) Pengumpulan, pencatatan, dan analisis mengenai semua informasi yang tersedia dalam kecelakaan atau insiden serius yang terjadi; (2) Jika dibutuhkan, pemberian rekomendasi keamanan; (3) Jika memungkinkan, penetapan penyebab kecelakaan; (4) Laporan akhir (final report) secara lengkap. Apabila
memungkinkan,
lokasi
kecelakan
harus
dikunjungi, bangkai pesawat diteliti, dan pernyataan diambil dari para saksi mata.
commit to user
xciv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b) Penyidik penanggungjawab (investigator in charge) Negara pemimpin penyelidikan harus menunjuk dan meresmikan penyidik penanggungjawab secepatnya. Penyidik ini harus mempuyai akses tanpa adanya hambatan terhadap bangkai pesawat dan seluruh material yang ada, termasuk data rekaman pesawat dan rekaman lainnya, serta mempunyai kekuasan tak terbatas terhadap hal-hal tersebut untuk menjamin penelitian lebih lanjut dapat dilakukan tanpa adanya penundaan dari pihak-pihak lain yang ikut dalam penyelidikan. Hal ini diatur dalam butir 5.5 dan 5.6 Annex 13. c) Data rekaman pesawat (flight recorders) Penggunaan yang efektif harus dilakukan terhadap penggunaan data rekaman pesawat. Negara yang memimpin penyelidikan harus mengatur pelaksanaan analisis data rekaman pesawat secepatnya tanpa adanya penundaan. Dalam hal negara pemimpin penyelidikan tidak mempunyai fasilitas yang memadai untuk menganalisis data rekaman pesawat, maka
dapat
meminta
bantuan
negara
lain
dengan
mempertimbangkan beberapa hal yakni: 1) Adanya fasilitas yang mampu melakukan analisis; 2) Jangka waktu yang diperlukan dalam proses analisis; 3) Lokasi negara pemilik fasilitas. Hal ini diatur dalam butir 5.7 dan 5.8 Annex 13. d) Pemeriksaan otopsi Negara yang memimpin penyelidikan kecelakaan yang berstatus fatal harus mengadakan pemeriksaan otopsi atau luka serius yang diderita pada awak pesawat, penumpang, dan awak kabin pesawat. Hal tersebut dilakukan oleh dokter ahli yang commit to user
berpengalaman dalam penyelidikan kecelakaan. Pemeriksaan xcv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ini harus dilakukan secara tepat dan menyeluruh. Hal ini diatur dalam butir 5.9 Annex 13. e) Pemeriksaan kesehatan Ketika dibutuhkan, negara pemimpin penyelidikan harus mengadakan pemeriksaan kesehatan bagi awak pesawat, penumpang, maupun orang yang terlibat dalam proses penerbangan. Pemeriksaan dilakukan oleh dokter yang berpengalaman dalam penyelidikan kecelakaan pesawat. Pemeriksaan ini harus dilakukan secara tepat. Hal ini diatur dalam butir 5.9.1 Annex 13. f) Koordinasi Negara
pemimpin
penyelidikan
harus
menyadari
pentingnya koordinasi antara penyidik penanggungjawab dengan otoritas pengadilan. Beberapa hal harus diperhatikan secara seksama seperti pemberian barang bukti yang membutuhkan adanya analisis lebih lanjut, pemeriksaan serta proses identifikasi korban, dan analisa dari data rekaman pesawat. Hal ini diatur dalam butir 5.10 Annex 13. g) Pemberitahuan kepada otoritas keselamatan penerbangan Apabila dalam proses penyelidikan diketahui atau dicurigai terdapat
tindakan
mengintervensi
yang jalannya
tidak
berdasarkan
penyelidikan,
hukum penyidik
penanggungjawab harus secepatnya mengambil tindakan untuk memastikan
bahwa
otoritas
keselamatan
penerbangan
mengetahui hal tersebut. Hal ini diatur dalam butir 5.11 Annex 13. h) Dokumen tertutup (non-disclosure document) Negara pemimpin penyelidikan kecelakaan atau insiden commit to user
tidak seharusnya mengeluarkan data atau informasi dengan xcvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tujuan selain untuk penyelidikan kecelakaan atau insiden kecelakaan pesawat. Kecuali pada otoritas yang membutuhkan dokumen untuk proses pengadilan di negaranya, yang menetapkan bahwa keterbukan dokumen lebih mempunyai banyak kerugian dan dapat berpengaruh secara nasional dan internasional dalam penyelidikan dimasa mendatang: (1) Semua pernyataan yang diambil dari otoritas penyidik selama proses penyelidikan; (2) Semua kegiatan komunikasi antara orang-orang yang terlibat dalam pengoperasian pesawat; (3) Informasi medis maupun informasi pribadi terkait orangorang yang terlibat dalam kecelakaan atau insiden; (4) Rekaman suara kokpit (CVR) dan transkrip dari rekamanrekaman lain yang sejenis; (5) Opini yang dikeluarkan berdasarkan analisis dari informasi yang didapat, termasuk Data Rekaman Pesawat. Rekaman tersebut harus dilampirkan dalam laporan akhir (final report) atau pada appendix-nya hanya ketika analisis tersebut berkaitan dengan kecelakaan atau insiden. Data yang berhubungan dengan analisis tidak perlu dipaparkan. Hal ini diatur dalam butir 5.12 Annex 13. i) Penyelenggaraan kembali penyelidikan Apabila setelah penyelidikan selesai atau ditutup, bukti baru yang lebih signifikan muncul, negara yang memipin penyelidikan harus menyelenggarakan kembali penyelidikan tersebut. Akan tetapi, apabila negara yang memimpin tidak mengadakan penyelidikan, maka negara tersebut harus terlebih dulu menunjuk negara lain yang akan menyelenggarakan commit to user
penyelidikan. Hal ini diatur dalam butir 5.13 Annex 13. xcvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2) Tanggungjawab negara lain Setiap negara harus membantu menyediakan informasi yang dibutuhkan, berdasarkan permintan dari negara yang memimpin penyelidikan kecelakaan dan insiden. Setiap negara yang memiliki fasilitas yang dapat digunakan dalam penyelidikan pesawat, harus membantu negara yang memimpin penyelidikan kecelakaan atau insiden pesawat dalam penyediaan informasi. Hal ini diatur dalam butir 5.14 dan 5.15 Annex 13. 3) Tanggungjawab negara registrasi dan negara operator Ketika pesawat terlibat dalam kecelakaan atau insiden serius yang mendarat pada wilayah selain negara tempat kejadian, negara registrasi atau negara operator (berdasarkan permintaan negara tempat terjadinya kecelakaan) diharuskan melengkapi otoritas yang berwenang dengan data rekaman pesawat. Hal ini diatur dalam butir 5.16 Annex 13. g. Partisipasi dalam penyelidikan 1) Partisipasi dari negara registrasi, negara operator, negara desain, dan negara manufaktur a) Hak Negara registrasi, negara operator, negara desain, dan negara manufaktur masing-masing berhak untuk menunjuk wakil resmi (accerdited representative) untuk berpartisipasi dalam penyelidikan. negara registrasi dan negara operator dapat menunujuk satu atau lebih penasihat yang diajukan oleh operator untuk membantu wakil resmi. Hal ini diatur dalam butir 5.18 dan 5.19 Annex 13. Negara desain dan negara manufaktur berhak untuk menunjuk satu atau lebih penasihat yang diajukan oleh commit to user
organisasi yang bertanggungjawab atas desain pesawat dan xcviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perakitan terakhir pesawat untuk membantu wakil resmi. Hal ini diatur dalam butir 5.20 Annex 13. b) Kewajiban Ketika negara yang memimpin penyelidikan kecelakaan atau insiden dari pesawat yang berbobot 2.250 kg atau lebih secara spesifik meminta partisispasi dari negara registrasi, Negara operator, negara desain, atau negara manufaktur, maka masing-masing negara harus menunjuk wakil resmi. Hal ini diatur dalam butir 5.22 Annex 13. 2) Partisipasi negara lain Setiap negara yang diminta negara pemimpin penyelidikan untuk menyediakan informasi, fasilitas, atau para ahli, harus menunjuk wakil resmi untuk berpartisipasi dalam penyelidikan. Hal ini diatur dalam butir 5.23 Annex 13. 3) Hak wakil resmi a) Penasihat Negara berhak untuk menunjuk wakil resmi dan juga mempunyai hak untuk menunjuk satu atau lebih penasihat untuk membantu wakil resmi selama penyelidikan. Penasihat harus diizinkan membantu wakil resmi, dibawah pengawasan wakil resmi untuk berpartisipasi dalam penyelidikan sejauh yang diperlukan agar wakil resmi dapat berpartisipasi secara efektif. Hal ini diatur dalam butir 5.24 Annex 13. b) Partisipasi Partisipasi dalam investigasi harus memberikan hak bagi wakil resmi untuk berpartisipasi dalam semua aspek dari penyelidikan,
dilakukan
dibawah
pengawasan
penanggungjawab, dalam hal: commit to user
(1) Mengunjungi lokasi kejadian kecelakaan; xcix
penyidik
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(2) Pemeriksaan bangkai pesawat; (3) Permintaan informasi dari para saksi dan ruang lingkup pertanyaan yang akan diajukan; (4) Mempunyai akses penuh terhadap semua bukti yang relevan secepatnya; (5) Menerima salinan dari semua dokumen yang berkaitan; (6) Berpartisipasi dalam pembacaan data rekaman yang ada; (7) Berpartisispasi dalam penyelidikan diluar lokasi kecelakan, seperti pemeriksaan komponen, rapat teknis, uji coba, dan simulasi; (8) Berpartisipasi dalam pertemuan terkait perkembangan penyelidikan
termasuk
perundingan
terkait
analisis,
penemuan penyebab yang didapat, serta rekomendasi keselamatan; (9) Membuat dokumen hukum dalam rangka menghormati berbagai elemen dalam investigasi. Akan tetapi, partisispasi negara selain negara registrasi, negara operator, negara desain, dan negara manufaktur terbatas pada hal-hal diatas sebagaimana yang menjadi hak negara lain untuk berpartisipasi dalam penyelidikan. Hal ini diatur dalam butir 5.25 Annex 13. c) Kewajiban Berdasarkan butir 5.26 Annex 13, wakil resmi dan penasihatnya berkewajiban untuk: (1) Harus membantu negara yang memimpin penyelidikan dengan menyediakan semua informasi relevan yang dibutuhkan; (2) Tidak boleh membuka atau mengumumkan perkembangan commit to user
penyelidikan dan penemuan selama proses penyelidikan c
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tanpa
adanya
pemberitahuan
kepada
negara
yang
memimpin penyelidikan. 4) Partisipasi negara yang menderita kerugian fatal atau warga negaranya terluka parah Dalam butir 5.27 Annex 13, disebutkan apabila suatu negara yang
mempunyai
kepentingan
khusus
dalam
kecelakaan
berdasarkan kerugian atau luka parah yang diderita warga negaranya, dapat membuat permintaan untuk berpartisipasi yang diajukan kepada negara yang memimpin penyelidikan untuk memperoleh izin dan menunjuk para ahli, dan mempunyai hak untuk: a) Mengunjungi lokasi kecelakaan; b) Memiliki akses terhadap informasi faktual yang relevan; c) Berpartisipasi dalam proses identifikasi korban; d) Membantu memberikan pertanyaan kepada penumpang yang selamat yang merupakan warga negaranya; e) Menerima salinan dari final report. h. Laporan akhir (final report) 1) Tanggung jawab setiap negara Negara-negara tidak boleh mengedarkan, menerbitkan, atau memberikan akses terhadap rancangan laporan baik sebagian maupun keseluruhan atau dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penyelidikan kecelakaan atau insiden, tanpa adanya pemberitahuan terlebih dahulu dari negara yang memimpin penyelidikan, kecuali laporan atau dokumen sejenis telah diterbitkan atau dikeluarkan oleh negara yang berwenang. Hal ini diatur dalam butir 6.2 Annex 13. Publikasi hasil investigasi kecelakaan pesawat biasanya commit to user
memerlukan kesepakatan pihak yang terkait. NTSB Amerika ci
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
misalnya, ketika akan mempublikasikan hasil investigasi kasus lalu lintas udara di Indonesia yang melibatkan pesawat Australia, harus menanyakan terlebih dahulu kepada Indonesia, apakah setuju untuk dipublikasikan. Bila Indonesia setuju, baru kemudian hasil investigasi tersebut dapat dipublikasikan. Yang harus dijaga adalah jangan sampai publikasi hasil investigasi dijadikan dasar tuntutan pidana dan perdata sehingga yang terjadi bukanlah meningkatkan keselamatan penerbangan, tetapi justru akan mengurangi upaya peningkatan jaminan keselamatan dalam penerbangan (Yaddy Supriadi, 2012: 29) 2) Tanggungjawab negara pemimpin penyelidikan Dalam butir 6.3 Annex 13 dijelaskan bahwa negara yang memimpin penyelidikan harus mengirimkan salinan rancangan laporan akhir kepada negara yang mengadakan penyelidikan dan negara-negara yang berpartisipasi dalam penyelidikan, meminta komentar dan saran yang signifikan terhadap laporan secepatnya. Rancangan laporan akhir penyelidikan harus dikirimkan untuk mendapatkan komentar dan saran dari: a) Negara registrasi; b) Negara operator; c) Negara desain; d) Negara manufaktur. Jika negara yang memimpin penyelidikan menerima komentar maupun saran dalam jangka waktu 60 hari setelah pengiriman, maka hal tersebut harus dijadikan bahan perbaikan rancangan laporan akhir termasuk isi dan komentar yang diterima, jika negara yang
memberikan
komentar
menginginkan,
maka
akan
dimasukkan dalam laporan akhir. Jika negara yang memimpin commit to user
penyelidikan tidak menerima komentar dalam waktu 60 hari dari cii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
waktu pengiriman, maka langsung dapat menerbitkan laporan akhir, kecuali perpanjangan waktu untuk melakukan hal tersebut telah disetujui oleh negara-negara yang terkait. Laporan akhir penyelidikan kecelakaan atau insiden harus dikirim secepatnya oleh negara yang memimpin penyelidikan kepada: a) Negara yang mengadakan penyelidikan; b) Negara registrasi; c) Negara operator; d) Negara desain; e) Negara manufaktur; f) Negara yang menderita kerugian fatal atau warga negaranya terluka parah; g) Negara yang menyediakan informasi yang relevan, fasilitas khusus, maupun ahli yang berkompeten. Dalam rangka pencegahan kecelakaan, negara yang memimpin penyelidikan kecelakaan atau insiden harus mengeluarkan laporan akhir secepatnya. Jika negara yang memimpin penyelidikan telah mengeluarkan laporan akhir yang melibatkan pesawat dengan bobot diatas 5.700 kg, maka negara tersebut harus mengirimkan salinan laporan akhir kepada ICAO. Hal ini diatur dalam butir 6.7 Annex 13. Dalam setiap proses penyelidikan kecelakaan atau insiden, otoritas penyelidikan dari negara yang memimpin penyelidikan kecelakaan harus memberikan rekomendasi kepada otoritas yang berwenang, termasuk negara lain yang berisi tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin keselamatan penerbangan. Negara yang mengadakan penyelidikan harus menjabarkan commit to user
rekomendasi keselamatan yang dipakai selama penyelidikan ciii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kepada badan penyelenggara penyelidikan yang terlibat, dan apabila melibatkan dokumen ICAO maka juga menyerahkan kepada ICAO. 3) Tanggungjawab negara penerima rekomendasi keselamatan Negara
penerima
rekomendasi
keselamatan
harus
memberitahukan negara yang memberikan rekomendasi mengenai tindakan yang akan dilakukan dalam rangka upaya pencegahan sesuai yang disarankan, atau alasan mengapa tidak melakukan tindakan yang dimaksud. Hal ini diatur dalam butir 6.10 Annex 13. i. Laporan data kecelakaan atau insiden (accident or inciedent data reporting/ADREP reporting) 1) Laporan awal (preliminary report) Adalah
bentuk
komunikasi
yang
digunakan
untuk
menyebarkan data yang tersedia pada proses awal penyelidikan dengan cepat. Diatur dalam butir 7.1 Annex 13. a) Tanggungjawab negara pemimpin penyelidikan Apabila pesawat yang terlibat dalam kecelakaan mempunyai bobot maksimal diatas 2.250 kg, negara yang memimpin penyelidikan harus mengirimkan laporan awal ke: (1) Negara registrasi atau negara tempat terjadinya kecelakan; (2) Negara operator; (3) Negara desain; (4) Negara manufaktur; (5) Setiap negara yang memberikan informasi yang relevan, fasilitas khusus atau para ahli; (6) ICAO.
commit to user
civ
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Apabila pesawat berbobot 2.250 kg atau kurang dari 2.250 kg, dan ketika menyangkut kondisi udara dalam penerbangan atau hal-hal lain yang berkaitan dengan itu menjadi kepentingan dari negara lain, maka yang memimpin penyelidikan harus mengirimkan laporan awal ke: (1) Negara registrasi atau negara tempat terjadinya kecelakaan; (2) Negara operator; (3) Negara desain; (4) Negara manufaktur; (5) Setiap negara yang memberikan informasi yang relevan, fasilitas khusus atau para ahli. b) Bahasa yang digunakan Bahasa yang digunakan dalam penulisan laporan awal adalah bahasa kerja yang dipakai oleh ICAO (memilih salah satu dari bahasa Inggris, Arab, China, Perancis, Rusia, dan Spanyol). Laporan awal ini peruntukan untuk negara yang berwenang dan untuk ICAO. Diatur dalam butir 7.3 Annex 13. c) Pengiriman Laporan awal harus dikirim melalui faksimili, e-mail, atau surat dalam kurun waktu 30 hari sejak tanggal terjadinya kecelakaan, kecuali data kecelakan telah dikirm sebelumnya. Ketika isi laporan mengandung hal penting yang langsung berkaitan dengan keselamatan, maka harus segera dikirim secepatnya pada saat informasi didapatkan. Diatur dalam butir 7.4 Annex 13. commit to user
cv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2) Data kecelakaan atau insiden Merupakan tanggungjawab dari negara yang memimpin penyelidikan. Apabila pesawat yang terlibat kecelakaan berbobot 2.250 kg, negara yang memimpin penyelidikan harus mengirimkan laporan data kecelakaan (accident data report) kepada ICAO segera setelah dapat dipraktekkan dalam investigasi. hal ini diatur dalam butir 7.5 Annex 13. Apabila pesawat yang terlibat dalam insiden adalah pesawat dengan bobot lebih dari 5.700 kg, maka negara pemimpin penyelidikan harus mengirimkan laporan data insiden (incident data report) kepada ICAO, segera setelah dapat dipraktekkan dalam investigasi. Pelaksanaan prosedur selama penyelidikan yang diatur dalam Annex 13 seperti yang telah dibahas sebelumnya sangatlah bergantung pada kasus kecelakaan pesawat udara yang terjadi. Oleh karena itu Annex 13 memberikan kewenangan yang berbeda pada masing-masing negara selama penyelidikan berdasarkan lokasi jatuhnya pesawat dan peran dari negara-negara terkait yang dibagi menjadi lima pihak yakni negara tempat terjadinya kecelakaan, negara operator, negara registrasi, negara desain, serta negara manufaktur. Masing-masing pihak mempunyai kewenangan dan kewajiban masing-masing selama penyelidikan. Dalam kasus jatuhnya pesawat di laut lepas, Annex 13 mengaturnya dalam butir 4.9 mengenai kecelakaan atau insiden serius pada wilayah territorial negara registrasi, negara non-pihak, atau diluar territorial negara manapun. Hal ini dikarenakan laut lepas merupakan wilayah yang tidak dapat dimiliki siapapun, sehingga tidak ada yurisdiksi yang melekat pada laut lepas. Penggunaan laut lepas hanya commit to user
cvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
boleh ditujukan untuk tujuan damai sebagaimana yang diatur dalam Pasal 88 dan Pasal 89 UNCLOS. Ketika suatu pesawat jatuh di laut lepas, maka negara registrasi lah yang bertanggungjawab dalam menyelenggarakan penyelidikan dengan dibantu oleh negara operator, negara desain, negara manufaktur,
maupun
negara
lain
sebagai
partisipan
dalam
penyelidikan. Negara registrasi sebagai pemimpin penyelidikan mempunyai wewenang tak terbatas atas kepemimpinannya selama penyelidikan, dan berkewajiban untuk melakukan proses penyelidikan sesuai dengan prosedur sampai dengan pembuatan laporan akhir yang akan diberikan kepada ICAO. Laporan akhir kecelakaan berguna sebagai bahan kajian ICAO dalam merumuskan rekomendasi kepada negara anggota mengenai keselamatan penerbangan, agar dikemudian hari kecelakaan dengan penyebab yang sama tidak akan terulang.
commit to user
cvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Kasus Hilangnya Pesawat Malaysia Airlines MH370
Malaysia Airlines Penerbangan 370 (MH370/MAS370) adalah penerbangan sipil internasional berjadwal yang menghilang pada tanggal 8 Maret 2014 dalam perjalanan dari bandar udara internasional Kuala Lumpur, Malaysia dengan tujuan bandar udara internasional Beijing, China. Pesawat ini berangkat dari Kuala Lumpur pukul 00:41 MYT (Waktu Malaysia) atau 16:41 UTC (Universal Time Coordinate/Waktu Terkoordinasi Universal) dan dijadawalkan mendarat di Beijing pukul 06:30 waktu setempat (22:30 UTC tanggal 7 Maret).
Kasus
MH370 dikategorikan sebagai kecelakaan pesawat didasarkan pada Annex 13 yang menyatakan bahwa pesawat yang hilang atau tidak dapat diakses sama sekali merupakan kecelakaan (accident) bukan insiden (incident). Penerbangan MH370 menggunakan pesawat jenis Boeing 777-200ER dengan spesifikasi sebagai berikut: Tabel 2. Spesifikasi Pesawat MH370 Perusahaan Pembuat Pesawat
Jenis Pesawat
The Boeing Company (Amerika Serikat) BOEING 777-200ER/BOEING 7772H6ER
Kebangsaan Pesawat
Malaysia
Operator
Malaysia Airlines (MAS)
Nomor Seri
28420/404
Nomor Registrasi
9M-MRO
Nomor Penerbangan
MH370
Tahun Pembuatan Pesawat
29 Mei 2002
Penerbangan Pertama
14 Maret 2002 (11 Tahun 10 Bulan)
Jumlah Jam Terbang
53. 465 jam
commit to user
cviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Penerbangan Berjadwal/Angkutan Jenis Penerbangan
Udara Komersial 2 Roll-Royce Trent 892 (Inggris)
Mesin Maximum Take Off Weight/ Berat Maksimal Pesawat
297.550 kg
Sumber: Boeing MAS 370 adalah bentuk tanda panggilan versi ICAO, sedangkan MH370 adalah versi International Air Transport Assosiation (IATA). Versi ICAO dipergunakan disemua komunikasi antara penerbang dan petugas ATS (Air Traffic Service) di stasiun darat, sedangkan versi IATA dipergunakan untuk konsumsi umum seperti tiket, label, bagasi, dan pengumuman kepada penumpang (Flight Information Display/FID) di bandar udara. Urutan unit kerja yang melayani MH370 adalah Delivery Control, Lumpur Delivery, Ground Movement Control, Lumpur Ground/ADC (Aerodrome Controller), Lumpur Tower/APP (Approach Control Service), Lumpur Approach, serta Lumpur Radar/ACC (Area Control Centre).
1. Rute perjalanan dan komunikasi terakhir pesawat MH370 Pada pukul 00:41:43 MYT tanggal 8 Maret 2014, MH370 lepas landas dari jalur (Runaway) 32R di Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur (KLIA) dalam penerbangan berjadwal menuju Beijing, China. Pukul 00:42:07 MYT, MH370 diijinkan untuk menanjak pada level terbang (Flight Level/FL) 180 dan diberikan jalur langsung (direct track) menuju titik jalur (waypoint) IGARI oleh bagian Lumpur Approach pada Pemandu Lalu Lintas Udara Kuala Lumpur (Kuala Lumpur Air Traffic Control Centre/KLATCC). Pesawat kemudian diijinkan untuk menanjak pada FL 250 pukul 00:46:51 commit to user
cix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MYT dan dan kemudian dilanjutkan ke FL 350 pada pukul 00:50:06 MYT. Pesawat MH370 melaporkan akan mempertahankan ketinggian pada FL 350 pukul 01:01:16 MYT dan kemudian melaporkan hal yang sama untuk kedua kalinya pada pukul 01:07:55 MYT (MH370 Preliminary Report). Pukul
01:19:24
MYT
bagian
Lumpur
Radar
pada
KLATCC
menginstruksikan MH370 untuk menghubungi Pemandu Lalu Lintas Udara Ho Chi Minh (Ho Chi Minh Air Traffic Control Centre/HCMATCC) pada frekuensi radio 120.9 MHz, MH370 menjawab dengan “Good night Malaysian Three Seven Zero” (MH370 Transcript Audio-Pilot and ATC). Pukul 01:19:24 MYT, terlihat pada layar radar di KLATCC bahwa MH370 telah melewati waypoint IGARI. Pukul 01:21:13 tanda MH370 pada layar radar Lumpur Radar KLATCC menghilang. Pesawat sedang naik ke ketinggian 35.000 kaki (11.000 meter) dengan kecepatan 471 knot (542 mph; 872 km/jam) ketika pesawat hilang komunikasi dan sinyal transpondernya hilang. Posisi terakhir pesawat per 8 Maret pukul 01:21 (17:21 UTC, 7 Maret) adalah 6º55’15”LU 103º34’43”BT / 6,92083ºLU 103,578861ºBT sesuai dengan waypoint IGARI di teluk Thailand. Pukul 01:38:19 MYT, HCMATCC mempertanyakan keberadaan MH370 kepada KLATCC sekaligus menginformasikan bahwa HCMATCC tidak dapat melakukan kontak dengan MH370 dan terakhir kali terlihat di radar pada waypoint BITOD. Pukul 01:41:21 MYT KLATCC menginformasikan HCMATCC bahwa setelah waypoint IGARI, MH370 tidak kembali ke frekuensi
KLATCC.
Pukul
01:57:02
MYT
HCMATCC
kembali
menginformasikan bahwa secara resmi tidak terdapat adanya kontak dengan MH370. Kemudian KLATCC berinisiatif melakukan upaya pencarian untuk menemukan lokasi MH370 dengan melibatkan Malaysia Airlines OPS (Operations Center), Singapore ACC (Area Control Centre), Hong Kong ACC, dan Phnom Penh ACC. Akan tetapi, tidak ada kontak yang dapat commit to user
dilakukan oleh unit ATC manapun di berbagai tempat. Pukul 05:30 MYT cx
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pusat Koordinasi Penyelamatan atau Rescue Coordination Centre (RCC) diaktifkan (MH370-Action taken between 01.38 and 06.14 on Saturday 8 March 2014). Setelah
HCMATCC
maupun
KLATCC
tidak
dapat
mendeteksi
keberadaan pesawat MH370, radar primer militer Malaysia masih dapat melacak keberadaan MH370 meskipun dalam jangkauan yang terbatas. Pada radar militer terlihat bahwa pesawat MH370 bergerak terus ke arah barat Selat Malaka setelah melewati waypoint BITOD, yakni menuju waypoint VAMPI, kemudian GIVAL, lalu berakhir di waypoint IGREX, yakni area waypoint terakhir cakupan radar primer militer untuk mampu mendeteksi keberadaan pesawat MH370. Pesawat MH370 rencananya akan menghubungi pengawas lalu lintas udara di Ho Chi Minh City ketika melewati ruang udara Vietnam tepat di titik kehilangan kontak. Kapten dari pesawat lain berusaha menguhubungi pilot MH370 tepat setelah pukul 01:20 MYT untuk menyampaikan permintaan pengawas lalu lintas udara Vietnam agar menguhubungi mereka, kapten pesawat lain mengatakan bahwa mereka bisa membina kontak, tetapi hanya mendengar pesan yang tidak jelas dan suara statis. Dikemudian hari diketahui bahwa transmisi dari ACARS melalui sistem komunikasi satelit (Satellite Communication System/SATCOM) telah terjadi pada jarak interval yang teratur pada pukul 12:56:08 MYT yang dimulai sebelum keberangkatan MH370 di Kuala Lumpur. Komunikasi terakhir terjadi pada pukul 01:07:49 MYT (MH370 Preliminary Report). Malaysia Airlines (MAS) mengeluarkan pernyataan media pada pukul 07:24 MYT, satu jam setelah kedatangan terjadwal penerbangan MH370 di Beijing. Pernyataan tersebut menyebutkan bahwa ATC Malaysia kehilangan kontak dengan pesawat pada pukul 02:40 MYT. Malaysia Airlines mengatakan bahwa pemerintah telah memulai operasi pencarian dan commit to user
cxi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penyelamatan (MH370 Press Statement by Prime Minister of Malaysia Najib Razak on March 8 2014). 2. Awak pesawat, penumpang, dan kargo dalam pesawat MH370 Pada tanggal 8 Maret 2014 Malaysia Airlines (MAS) mengungkapkan Manifest atau daftar penumpang penerbangan MH370. Pesawat ini diketahui mengangkut 239 orang, dengan jumlah penumpang 227 dan 12 awak pesawat (2 awak kokpit dan 10 awak kabin). Penumpang berasal dari 15 negara dan kawasan berbeda, dengan jumlah penumpang paling banyak adalah warga negara China yakni 152 orang. Seluruh awak pesawat adalah warga negara Malaysia (Malaysia Airlines Flight MH370 Manifest). Kapten penerbangan pesawat MH370 adalah Zaharie Ahmad Shah berusia 53 tahun asal Penang, Malaysia. Ia bergabung dengan Malaysia Airlines pada tahun 1981 dan memiliki pengalaman terbang selama 18.365 jam. Zaharie juga merupakan penguji yang berhak melakukan tes simulator bagi para pilot (http://www.straitstimes.com/the-big-story/missing-mas-plane/story/missingmas-flight-captain-piloting-mh370-penang-boy-20140308) diakses 1 April 2014. Sedangkan First Officer pesawat MH370 adalah Fariq Abdul Hamid berusia 27 tahun, ia sudah bekerja di Malaysia Airlines sejak 2007 dan memiliki pengalaman terbang selama 2.763 jam.
Tabel 3. Daftar penumpang dan awak menurut kebangsaan Kebangsaaan
Jumlah
Persentase (%)
Amerika Serikat
3
1.2
Australia
6
2.5
Belanda
1
0.4
152
63.5
China
commit to user
cxii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Hong Kong
1
0.4
India
5
2.0
Indonesia
7
2.9
Iran
2
0.8
Kanada
2
0.8
Malaysia
50
20.9
Prancis
4
1.7
Russia
1
0.4
Selandia Baru
2
0.8
Taiwan
1
0.4
Ukraina
2
0.8
239
100
Total
Sumber: Manifest Penumpang Pesawat MH370
Setelah merilis manifest penumpang, Malaysia Airlines pada tanggal 2 Mei 2014 juga telah merilis manifest Kargo yang diangkut pada penerbangan MH370. Dalam daftar tersebut terungkap bahwa pesawat mengangkut buah manggis sebanyak 3 sampai dengan 4 ton dan baterai mudah terbakar yang diidentifikasikan sebagai lithium-ion (MH370 Cargo Manifest and Airway Bill). Pihak Malaysia menyatakan bahwa pengiriman barang-barang tersebut sudah sesuai dengan peraturan ICAO dalam Annex 9 dan Appendix 3. commit to user
cxiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Upaya pencarian dan penyelamatan (Search and Rescue/SAR) Kuala Lumpur Rescue Coordination Centre (KL RCC) diaktifkan pada pukul 05:30 MYT setelah semua upaya untuk menghubungi dan mencari lokasi pesawat gagal. Operasi Pencarian dan Penyelamatan (SAR) dilakukan di Laut China Selatan (South China Sea) dimana lokasi terakhir pesawat dapat diketahui. Pemutaran kembali rekaman radar primer (primary radar) militer Malaysia (The Royal Malaysian Air Force) menunjukkan bahwa terdapat pesawat yang kemungkinan besar adalah MH370, telah berbelok ke arah barat menuju Semenanjung Malaya. Area pencarian kemudian diperluas ke Selat Malaka (MH370 Press Conference by Dato’ Azharuddin Abdul Rahman, Director General Department of Civil Aviation. Pada 10 Maret 2014 Pukul 12.00 PM MYT). Radius pencarian diperbesar dari radius asli 20 mil laut (37 km; 23 mil) dari posisi terakhir yang diketahui yakni di selatan pulau Tho Chu, menjadi 100 mil laut (190 km; 120 mil). Wilayah tersebut disisir dan diperluas hingga Selat Malaka di sepanjang pesisir barat Semenanjung Malaya. Perairan di timur Malaysia, di teluk Thailand, dan perairan Selat Malaka di sepanjang pesisir barat Malaysia juga menjadi target pencarian. Pada tanggal 12 Maret, pencarian dilakukan dengan menyisir Laut Andaman di barat laut Selat Malaka. Pada 16 Maret 2014 pihak Malaysia memberikan konfirmasi bahwa pencarian pesawat diperluas menjadi dua bagian yakni area Koridor Utara (wilayah udara Kazakhstan, Uzbekistan, Kirgistan, Turkmenistan, Pakistan, Bangladesh, India, China, Myanmar, Laos, Vietnam, serta Thailand. China dan Kazakhstan sepakat untuk memimpin pada Koridor Utara) dan Koridor Selatan (wilayah udara berdasarkan demakrasi ICAO pada Koridor Selatan dibagi menjadi 2 bagian. Australia dan Indonesia sepakat untuk memimpin pencarian pada area tersebut) yakni wilayah Samudera Hindia, bagian barat commit to user
cxiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Australia (MH370 Press Breifing by Hissamudin Hussein, Minister of Defence and Acting Minister of Transport. Pada 17 Maret 2014). Kepada negara-negara yang ikut berpartisipasi dalam pencarian, Malaysia meminta bantuan dalam hal data satelit secara umum, rekaman radar primer maupun sekunder, pencarian di laut menggunakan kapal, serta aset-aset milik negara lain yang akan dibutuhkan dalam pencarian pesawat MH370, yang nantinya akan dikoordinasikan dengan KL RCC yang ada di Malaysia. Pencarian pada Koridor Utara maupun Koridor Selatan dilakukan dalam skala prioritas yang sama. Pada 22 Maret 2014 Malaysia memberikan informasi lanjutan atas pencarian pada Koridor Utara dengan mengkonfirmasi bahwa operasi SAR yang dilakukan oleh China, India, Pakistan, Myanmar, Laos, Kirgistan, serta Kazakshtan, tidak menemukan jejak pesawat MH370 dalam jangkaun radar yang dimiliki negara-negara tersebut (MH370 Press Briefing by Hissamudin Hussein, Minister of Defence and Acting Minister of Transport. Pada tanggal 22 Maret 2014). Hal ini memperkuat kemungkinan bahwa pesawat MH370 bergerak menuju Koridor Selatan dibandingkan menuju Koridor Utara. Sementara untuk pencarian di Koridor Selatan telah dilakukan dalam area lebih dari 2000 km di sebelah barat kota Perth, Australia. Pencarian kemudian berpindah sejauh 1000 km (600 mil) kearah utara. Hal ini didasarkan pada analisis dari radar yang menunjukkan pesawat terbang lebih cepat dari perkiraan, sehingga menghabiskan bahan bakar dalam waktu yang lebih cepat pula. Selain pencarian serpihan pesawat dengan cara menyisir langsung permukaan darat laut di area yang sudah ditentukan, pencarian serpihan juga dilakukan melalui citra satelit. Selama proses pencarian melalui satelit yang dilakukan oleh negara partisipan terhadap wilayah negaranya masing-masing maupun wilayah lain dalam jangkauan satelit mereka, terdapat beberapa objek commit to user
yang diduga sebagai serpihan pesawat (debris) MH370. Pada tanggal 20 cxv
perpustakaan.uns.ac.id
Maret
2014
digilib.uns.ac.id
Australia
Geospatial
Intellegence
Organisation
menginformasikan kepada pihak Malaysia bahwa satelit mereka menangkap 2 objek yang diduga sebagai debris dari MH370 di selatan Samudera Hindia. Satelit Prancis pada tanggal 21 Maret 2014 juga menangkap radar dari objek yang diduga sebagai debris diwilayah sekitar area pencarian, yang kemudian diperkuat dengan foto yang juga diambil oleh satelit. Informasi tersebut diterima oleh pihak Malaysia untuk kemudian diteruskan kepada Australia untuk melakukan pencarian lebih lanjut. Malaysia sendiri pada tanggal 23 Maret 2014 melalui Malaysia Remote Sensing Agency (MRSA) merilis gambar satelit yang menunjukkan adanya objek tidak dikenal yang tertangkap oleh satelit di sekitar area pencarian di sebelah barat kota Perth, Australia (MH370 Press Briefing by Hissamudin Hussein, Minister of Defense and Acting Minister of Transport. Pada 24 Maret 2014). Akan tetapi, dari semua informasi yang didapat selama pencarian terkait debris pesawat, tidak ada satupun yang terbukti sebagai debris dari pesawat MH370. Pada 24 Maret 2014 Perdana Menteri Malaysia Najib Razak mengumumkan bahwa berdasarkan analisis hasil kerjasama dengan Inggris, dalam hal ini Inmarsat (perusahaan satelit) dan AAIB (Air Accident Investigation Branch), dengan menggunakan pertukaran frekuensi sinyal dalam
komunikasi
antara
pesawat
dengan
satelit
(doppler
effect),
mengindikasikan bahwa MH370 terbang ke Koridor Selatan dan penerbangan berakhir di Samudera Hindia, bagian selatan dari kota Perth, Australia (PM Najib Razak’s Press Statement on MH370. Pada 24 Maret 2014 pukul 10.00 PM MYT). Investigasi dilanjutkan lebih mendalam untuk menganalisis data satelit dan data performa pesawat dengan tujuan untuk mendapatkan perkembangan terbaru terkait lokasi terakhir pesawat. 4. Partisipasi internasional dalam pencarian pesawat MH370 Upaya pencarian selain dilakukan oleh negara Malaysia, juga dilakukan commit to user
oleh 26 negara lain selama dilakukannya upaya pencarian dan penyelamatan cxvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(SAR). Pemerintah Malaysia memobilisasi Departemen Penerbangan Sipil, Angkutan Udara, Angkatan Laut, dan Maritime Enforcement Agency serta meminta bantuan internasional melalui Five Power Defense Arrangement yakni hubungan pertahanan berdasarkan perjanjian bilateral antara negara Amerika Serikat, Selandia Baru, Inggris, Malaysia, dan Australia untuk melakukan pencarian (http://www.nst.com.my/latest/font-color-red-missingmh370-font-malaysia-welcomes-sar-assistance-from-other-countries1.504618) diakses 1 April 2014. Pada tanggal 11 Maret 2014 negara China mengaktifkan International Charter on Space and Major Disaster, yakni organisasi internasional yang beranggotakan 15 negara (Prancis, Kanada, India, Argentina, Jepang, Amerika Serikat, Jerman, China, Korea, Rusia, Aljazair, Nigeria, Turki, Inggris, dan Brazil) dengan tujuan untuk membantu pencarian pesawat MH370 (http://news.cnet.com/8301-17938_105-57620246-1/15-space-organizationsjoin-hunt-for-missing-malaysian-jet/) diakses pada 1 April 2014. Sebelas negara lainnya ikut bergabung dalam pencarian pada 17 Maret yang dipimpin oleh Australia untuk melakukan pencarian pada area selatan Samudera Hindia. Sebagai hasil diskusi antara Perdana Menteri Australia Tonny Abbott dan Perdana Menteri Malaysia Najib Tun Rajak, disepakati bahwa pencarian akan dikoordinasikan oleh The Australia Maritime Safety Authority (AMSA’s) dan Australia
Rescue
Coordination
Centre
(RCC
Australia).
Pencarian
direncanakan akan dimulai pada siang hari tanggal 17 Maret 2014 di Samudera Hindia sebelah barat Perth. AMSA berkoordinasi dengan The Australian Defence Force terkait dengan penyediaan pesawat yang dapat digunakan dalam pencarian jarak jauh di Samudera Hindia (Australian Maritime Safety Authority: Media Release 17 March 2014 – Search Operation for Malaysian Airlines Aircraft). commit to user
cxvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4. Daftar Negara dan Aset yang digunakan dalam Pencarian MH370 No 1
Negara Amerika
Bantuan Aset Dalam Pencarian Pesawat P-3 Orion dan Boeing P-8 angkatan laut; kapal USS Kidd dan USS Pinckney angkatan laut dilengkapi helikopter Sikorsky MH-60R Seahawk; tim
dari National
Transportation
Safety
Board (NTSB) 2
Australia
Pesawat patroli laut P-3 angkatan udara; kapal angkatan laut HMAS Success, dan 4 jet sipil jarak jauh dikirimkan pasca penemuan dugaan serpihan
3
Bangladesh
Fregat angkatan laut BNS Bangabandhu dan BNS Umar Farooq; pesawat patroli laut Dornier Do 228 angkatan laut
4
Brunei
Kapal patroli lepas pantai kelas Darussalam
5
China
Fregat Tipe 053H3 Mianyang, kapal polisi laut No. 3411, kapal
penghancur
Tipe
052C Haikou, dok
angkut amfibi Tipe 071 Jinggang Shan, KunlunShan, kapal patroliHaixun 31, kapal bantuan bawah air Tipe 925 Yongxingdao, kapal penelitian Xuelong, kapal penyelamat Haixun 01, beberapa kapal dagang, kapal penyelamat Nanhaijiu 101, dan kapal suplai Tipe 903 Qiandaohu. Selain itu, sejumlah satelit militernya diberi tugas tambahan untuk mencari pesawat ini. China juga mengirim dua Ilyushin Il-76 ke RAAF Base Pearce dekat Perth untuk membantu pencarian di Samudra Hindia Selatan 6
Filipina
Kapal BRP Gregorio del Pilar, BRP Emilio Jacinto, dan
BRP
Apolinario
commit to user
cxviii
Mabini angkatan
laut;
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pesawat Fokker F27 angkatan udara dan Britten Norman
Defender
angkatan
laut;
dan
helikopter Agusta Westland AW109 angkatan laut. Kapal cutter kelas Hamilton dan C-130 Hercules disiagakan 7
India
Aset darat dan udara dari Komando Andaman dan Nikobar dan Komando Angkatan Laut Timur: kapal Angkatan Laut INS Satpura, INS Sahyadri INS Saryu, INS Batti Malv, INS Kesari, dan INS Kumbhir; kapal penjaga pantai ICGS Kanaklata Baruah, ICGS Bhikaji Cama, dan ICGS Sagar; pesawat pengintai maritim Angkatan Laut Boeing P-8; Dornier Do 228 angkatan laut dan penjaga pantai, C-130 angkatan udara, dan Mil Mi-17. Satelit laut Rukmini
8
Indonesia
Korvet KRI Sutanto, kapal patroli KRI Siribua dan kapal patroli cepat KRI Matacora, KRI Tarihu, dan KRI Krait; IPTN NC-212 maritime patrol aircraft
9
Inggris
Tim penyidik Air Accidents Investigation Branch (AAIB). HMS Echo, a multi-role hydrographic survey ship
10
Jepang
Pesawat
Lockheed
dan Lockheed
C-130
P-3
Orion
Hercules
angkatan angkatan
laut udara;
Gulfstream V milik penjaga pantai; and a disaster relief tea 11
Kamboja
Helikopter Harbin Z-9 dan kapal Angkatan Laut tipe P46
12
Korea Selatan
Pesawat P-3 Orion angkatan laut dan C-130 Hercules angkatan udara
commit to user
cxix
perpustakaan.uns.ac.id
13
Laos
digilib.uns.ac.id
Melakukan pencarian melalui citra satelit, radar, dan penyisiran debris pesawat di wilayah territorial
14
Malaysia
Pesawat militer bersayap tetap dan helikopter militer, dan
kapal
milik
angkatan
laut
dan Malaysian
Maritime Enforcement Agency 15
Maldives
Melakukan pencarian melalui citra satelit, radar, dan penyisiran debris pesawat di wilayah territorial
16
Myanmar
Kapal Angkatan Laut di Teluk Martaban dan Teluk Bengal
17
Nepal
Melakukan pencarian melalui citra satelit, radar, dan penyisiran debris pesawat di wilayah territorial
18
Norwegia
Satu kapal dagang RoRo Norwegia, Höegh St. Petersburg
19
Prancis
Tim dari Bureau d'Enquêtes et d'Analyses pour la Sécurité de l'Aviation Civile (BEA)
20
Rusia
Satelit Resurs-P No.1
21
Selandia Baru
Pesawat P-3 Orion angkatan udara
22
Singapura
Di Laut Tiongkok Selatan/Selat Malaka: C-130 Hercules angkatan udara; fregat kelas Formidable dilengkapi satu helikopter Sikorsky S-70B Seahawk; kapal penyelamat bawah air beserta tim penyelamnya; korvet kelas Victory pesawat patroli maritim Fokker 50 angkatan udara. Di Samudra Hindia, semua kapal dan pesawat yang sebelumnya dikerahkan disiagakan dan Information Fusion Centre diaktifkan
23
Sri Langka
Tidak
mengirimkan
asset,
namun
mengizinkan
pesawat pencari memakai ruang udaranya 24
Taiwan
C-130 Hercules angkatan udara; ROCS Tian Dan dan commit to user
cxx
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
satu fregat kelas La Fayette; dua kapal patroli penjaga pantai 25
Thailand
Dornier Do 228, helikopter AgustaWestland Super Lynx, dan kapal patroli HTMS Pattani; kapal lainnya disiagakan
26
Uni Emirat
Dua pesawat pencarian dan penyelamatan militer
Arab 27
Vietnam
Antonov An-26, de Havilland Canada DHC-6 Twin Otter, Mil Mi-171, dan kapal angkatan laut, penjaga pantai, pengendali perikanan, dan Maritime Search & Rescue Coordination Centre
Sumber: MH370 Press Statement oleh Hissamudin Hussein tanggal 18 Maret 2014 5. Pencarian lokasi akhir pesawat MH370 di laut lepas Ketika suatu pesawat hilang kontak, kemungkinan besar hal yang terjadi adalah pesawat tersebut jatuh. Lokasi terakhir atau titik jatuhnya pesawat dapat diketahui berdasarkan adanya debris pesawat, sinyal dari ELT (Emergency Locator Transmitter/ELT) apabila pesawat jatuh di darat, serta sinyal ULB (Underwater Location Beacon/ULB) jika pesawat jatuh di perairan. ELT adalah alat yang terdapat di ekor pesawat, yang akan aktif apabila pesawat mengalami benturan keras. ELT akan memancarkan sinyal darurat 406 MHz ke satelit COSPAS (Cosmicheskaya Sistyema Poiska Avariynich Sudov – Space System for the Search of Vessel in Distress) yakni satelit Rusia untuk keperluan SAR, maupun ke satelit SARSAT (Search and Rescue Satellite – Aided Tracking) yakni sistem satelit yang dipakai Amerika, Kanada, Prancis juga untuk keperluan yang sama yakni SAR. Sinyal tersebut akan ditangkap oleh satelit dan diteruskan kepada tim SAR di darat untuk selanjutnya dilakukan operasi pencarian commit to user dan penyelamatan. Durasi sinyal
cxxi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang dapat dipancarkan oleh ELT adalah 24 jam, dan komponen ELT dalam pesawat tidak dapat dimatikan (Suhanto, 2014: 33). Underwater Location Beacon (ULB) adalah baterai pemancar sinyal yang terpasang pada FDR dan CVR. Apabila komponen ini terendam air, hubungan arus listrik pendek yang terjadi akan segera mengaktifkan pemancar sinyal ultrasonic yang berdurasi hingga 30 hari. Sinyal yang dikeluarkan berupa pulsa atau bunyi“blip” pada gelombang 37.5 KHz berulang kali secara teratur yang hanya dapat ditangkap oleh alat pendeteksi super sensitive. Pencarian ULB dilakukan dengan cara menarik alat pendeteksi dengan menggunakan kabel yang disambungkan pada perahu yang berjalan pada kecepatan rendah. ULB dibutuhkan dalam pencarian pesawat di perairan dikarenakan ELT tidak dapat aktif apabila terkena air. Pada pesawat MH370 sinyal yang dipancarkan oleh kedua alat pelacak yakni ELT dan ULB tidak ada. Oleh karena itu penentuan lokasi jatuhnya pesawat sangat kompleks diakibatkan oleh minimnya informasi yang tersedia. Sehingga digunakanlah metode analisis yang belum pernah dilakukan sebelumnya di dunia penerbangan, dalam menentukan lokasi pencarian pesawat MH370. Terdapat tiga faktor penting dalam menentukan area pencarian pesawat MH370 yakni: Posisi pesawat saat berbelok ke arah selatan dari barat laut menuju Selat Malaka, Kemampuan terbang pesawat, serta Analisis dari data komunikasi pada satelit (ATSB Transport Safety ReportMH370 Definition of Underwater Search Areas, 26 Juni 2014) a. Posisi pesawat saat berbelok ke arah selatan dari barat laut menuju Selat Malaka Semua pesawat yang digunakan sebagai transportasi mempunyai Sistem Manajemen Pesawat (Flight Management System/FMS). FMS adalah sistem navigasi terintegrasi yang terdiri dari sensor, penerima sensor (receiver) dan komputer. Sistem ini menyediakan informasi commit to user
mengenai performa pesawat beserta petunjuk penerbangan ke monitor di cxxii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kokpit maupun ke program autopilot. Disamping fungsi tersebut, FMS juga
menggunakan
data
navigasi
selama
di
udara
(Lateral
Navigation/LNAV) yang didalamnya termasuk jalur udara (airway) dan titik jalur (waypoint). Terdapat dua macam waypoint, yakni berdasarkan pusat data navigasi (navigation database waypoint) maupun berdasarkan input manual dari pilot (pilot-defined waypoint) (Vincent P, 1997: 51). Dalam melakukan kegiatan navigasi selama penerbangan, pesawat dibantu oleh stasiun di darat maupun ATS salah satunya dengan menggunakan sistem radar. Terdapat dua macam radar dalam pesawat yakni radar primer (Primary Surveilance Radar/PSR) dan radar sekunder (Secondary Surveillance Radar/SSR) yang berguna dalam pengamatan navigasi pesawat selama penerbangan. Radar primer adalah alat deteksi radio yang memberikan informasi tentang jarak, arah dan/atau elevasi (ketinggian) secara pasif, yakni secara otomatis akan terdeteksi oleh sinyal RF radar primer pada pesawat tanpa pesawat ikut aktif dalam memberikan informasi (Cholid, 2010: 158). Radar sekunder merupakan jenis radar yang membutuhkan partisipasi aktif pesawat untuk memberikan informasi mengenai posisi, ketinggian, dan kecepatan pesawat apabila pesawat menerima sinyal RF pada radar sekunder. Pada radar sekunder terdapat Transponder (Transmitted Responder) yang berfungsi menerima dan menjawab sinyal yang ditangkap dalam bentuk pulsa-pulsa kode ke sistem penerima radar. Radar sekunder juga digunakan untuk mendeteksi awan yang berada di depan pesawat. Apabila sistem radar sekunder pada pesawat mati, pesawat tetap bisa terbang dengan normal, akan tetapi pergerakaannya tidak dapat dipantau oleh petugas di darat. Sementara untuk radar primer, fungsinya dibatasi oleh kemampuan pemancar radar untuk mendeteksi pesawat, terlebih apabila pesawat terbang pada wilayah perairan yang letaknya jauh commit to user
dari daratan (Gary V. Bristow, 2002: 111). cxxiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam melakukan kegiatan navigasi selama penerbangan, pesawat tidak hanya bergantung pada komunikasi dengan ATC dan radar tetapi juga melakukan navigasi secara mandiri melalui alat-alat yang ada di pesawat. Setiap pesawat yang digunakan untuk penerbangan harus mempunyai rencana penerbangan (flight plan) yang berisi keterangan mengenai bandar udara keberangkatan, bandar udara tujuan, nomor registrasi pesawat, nama pilot in command, warna pesawat, perlengkapan pesawat, dan lain-lain. Sebelum lepas landas (take off) rute dalam flight plan harus di input ke dalam FMS. Rute tersebut biasanya berisi instrumen standar mulai dari keberangkatan pada bandar udara asal, kumpulan rute waypoint, standar prosedur kedatangan pada bandar udara tujuan, serta prosedur pendekatan (approach) saat hendak melakukan pendaratan (ATSB Transport Safety Report-MH370 Definition of Underwater Search Areas, 26 Juni 2014). . Flight plan di unggah secara otomatis menggunakan ACARS maupun secara manual yang di input oleh awak kokpit. Atau dalam kondisi lain, rute dalam flight plan akan di cek oleh awak kokpit untuk kemudian di aktifkan secara manual. Dua rute flight plan dapat di input sekaligus ke dalam FMS, meskipun hanya satu yang dapat di aktifkan dalam satu waktu. Berdasarkan flight plan awal penerbangan, pesawat MH370 akan terbang menuju Beijing, China dengan melalui beberapa waypoint. Pada saat sebelum take off, ATC telah menginstruksikan MH370 untuk terbang menuju waypoint IGARI. Akan tetapi setelah sampai pada waypoint IGARI, MH370 keluar dari jalur yang sudah ditetapkan dalam flight plan dengan terbang menuju waypoint BITOD. Sampai pada BITOD, pesawat lalu berbelok ke arah barat menuju waypoint VAMPI dilanjutkan ke waypoint GIVAL lalu IGREX. Waypoint IGREX adalah waypoint terakhir commit to user
yang dapat ditangkap oleh radar primer militer Malaysia. Perbedaan rute cxxiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
awal penerbangan MH370 dengan yang sebenarnya terjadi dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Sumber:Analisys on MH370 Preliminary Report Gambar 1. Kiri : Rute awal sesuai Flight Plan (garis merah). Kanan: Rute yang dilalui MH370 ke arah barat Malaysia menuju Selat Malaka. Radar sekunder pada pesawat MH370 menghilang setelah waypoint BITOD, hal ini mengindikasikan bahwa Transponder pada radar sekunder telah dimatikan. Oleh karena itu dapat dipastikan bahwa pesawat MH370 telah melanggar flight plan awal. Hal ini juga diperkuat dengan adanya data radar primer militer yang menunjukkan bahwa pesawat terbang ke arah Selat Malaka dan kemungkinan melewati waypoint lain seperti MEKAR, NILAM, dan IGOGU. Perubahan flight plan pada FMS maupun tindakan mematikan Transponder dan ACARS memang dapat dilakukan oleh awak kokpit dengan tujuan dan maksud tertentu seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Akan tetapi terdapat kemungkinan lain bahwa perubahan rute pesawat tersebut dilakukan oleh seseorang selain awak kokpit, yakni pada asumsi terjadinya pembajakan (hijacking) oleh orang yang mengerti tentang pesawat yang ikut dalam pada penerbangan MH370. Namun commit to user
kedua hal ini tidak dapat disimpulkan terlebih dahulu sebelum cxxv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ditemukannya Black Box yang berisi rekaman suara di kokpit maupun rekaman penerbangan dari pesawat MH370. Radar primer militer terakhir kali mendeteksi MH370 pada pukul 18.22 UTC. Pada waktu tersebut pesawat terbang ke arah barat laut menuju Selat Malaka, ini adalah lokasi terakhir keberadaan pesawat yang dapat terdeteksi secara normal. Kombinasi dari data BFO (Burst Frequency Offset) dan Arc (lingkaran yang dihasilkan oleh pancaran satelit terhadap bumi) pada pukul 18.25 UTC mengindikasikan bahwa pesawat masih tebang ke arah barat laut. Namun seiring berjalannya waktu, Arc pada pukul 14.41 UTC pada data BFO mengindikasikan bahwa pesawat terbang pada jalur selatan (MH370 Preliminary Report). Dikarenakan tidak terdapat bukti yang dapat menunjukkan dimana lokasi pasti pesawat pada saat berbelok menuju jalur selatan, maka diambil dua tindakan lebih lanjut dalam pencarian yakni (ATSB Transport Safety Report-MH370 Definition of Underwater Search Areas, 26 Juni 2014): 1) Analisis data satelit dengan menggunakan asumsi perkiraan lokasi pesawat saat berbelok ke arah selatan. 2) Analisis data satelit tanpa mengasumsikan dimana lokasi pesawat saat berbelok ke arah selatan. Pada kasus seperti ini, akan lebih baik bila lokasi yang diperkirakan di cek sesuai dengan waktu kejadian serta jarak antara titik awal keberangkatan pesawat dan titik terakhir komunikasi dengan radar primer. Informasi mengenai posisi pasti saat pesawat berbelok sangatlah penting untuk menentukan lokasi pencarian pesawat MH370 pada Koridor Selatan. Hal ini dikarenakan wilayah georgrafis Koridor Selatan yang hampir sebagian besar adalah laut, sehingga pencarian serpihan pesawat akan lebih kompleks dibandingkan apabila pesawat jatuh di darat. commit to user
cxxvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Kemampuan terbang pesawat Ketinggian pesawat, kecepatan udara, serta kondisi angin merupakan parameter penting dalam menentukan kemampuan terbang suatu pesawat. Pada pukul 17.07 UTC data pada ACARS menunjukkan total bahan bakar yang tersedia dalam pesawaat MH370. Sampai dengan pukul 18.22 UTC pesawat masih dapat terlihat di radar primer, begitu juga kecepatan pesawat dan penggunaan bahan bakar. Setelah pukul 18.22 UTC yang dapat diketahui hanyalah faktor angin, oleh karena itu ada upaya untuk melakukan asumsi dalam memperkirakan jalur pesawat melalui satelit (ATSB Transport Safety Report-MH370 Definition of Underwater Search Areas, 26 Juni 2014).
Sumber: Inmarsat Gambar 2. Contoh jalur pada Koridor Selatan (garis merah dan kuning)
commit to user
cxxvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Analisis dari data komunikasi pada satelit 1) Sistem komunikasi pesawat MH370 Sistem komunikasi pesawat atau aircraft communication system adalah sistem yang dimiliki pesawat untuk berkomunikasi dua arah (two way communication) dari udara ke darat (air to ground) atau sebalinya darat ke udara (ground to air). Komunikasi pesawat pada masa lampau hanya dapat dilakukan dengan berbicara (Radio Communication) melalui saluran frekuensi tertentu, maka pada pesawat canggih saat ini, dapat melakukan pengiriman pesan lewat tulisan (texting) melalui sistem ACARS (Aircraft Communication Addressing and Reporting System). Selain tersedianya komunikasi dua arah, pesawat udara juga mengirim data searah ke ATC (Air Traffic Controller) melalui Transponder (Transmitted Responder) (Tom Maruli, 2014: 14). Transponder adalah alat yang dipasang di pesawat yang berfungsi memberikan data (posisi, ketinggian, dan kecepatan pesawat) kepada radar sebagai alat bantu ATC dalam memberikan pelayanan lalu lintas udara. Selain di udara, transponder juga mempunyai fungsi untuk mengirimkan sinyal di darat saat pesawat bergerak di area bandar udara yang padat guna memantau pergerakan posisi pesawat. Sementara, ACARS berfungsi mengirimkan data penerbangan ke petugas penerbangan di darat dan data mesin ke perusahaan manufaktur pesawat secara real time. Terdiri dari pesan singkat mengenai pantauan pesawat sejak lepas landas, ketinggian pesawat, posisi pesawat, hingga seterusnya sampai pesawat tiba di bandar udara tujuan. Selain melakukan komunikasi melalui radio, transponder, dan ACARS, pesawat juga dapat berkomunikasi dengan operator di darat commit to user
melalui satelit (Satellite Comunication/SATCOM). Pada pesawat cxxviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MH370 alat komunikasi yang digunakan adalah 3 radio VHF (Very High Frequency), 2 radio HF (High Frequency), 2 transponder, serta SATCOM. Perangkat SATCOM terdapat dalam pesawat, satelit di angkasa, serta pada stasiun di darat. Pada kasus MH370, karena tidak adanya data navigasi mengenai posisi pesawat, maka data penerbangan maupun data pemeliharaan mesin pesawat (biasanya dikirim untuk perusahaan manufaktur mesin) dibutukan dalam proses analisis. Oleh karena itu sistem komunikasi satelit berubah fungsinya menjadi sistem navigasi untuk melacak lokasi pesawat MH370 (ATSB Transport Safety Report-MH370 Definition of Underwater Search Areas, 26 Juni 2014). Boeing seri 777 menggunakan satelit untuk komunikasi audio, operasional ACARS, maupun sebagai fasilitas hiburan di dalam pesawat (In Flight Entertainment/IFE). Satelit yang digunakan dalam operasional pesawat MH370 adalah Inmarsat Indian Ocean Region (IOR) 1-3 untuk satelit di udara, sedangkan di darat adalah stasiun Inmarsat Classic Aero yang berada di Perth, Australia. Sistem komunikasi satelit beroperasi pada L band (spektrum magnetik) dengan mengirim gelombang pada 1.6 GHz dan menerima pada 1.5 GHz untuk komunikasi dari satelit ke link RF pada pesawat. Stasiun darat berkomunikasi ke satelit pada C Band yakni mengirim pada gelombang 6 GHz dan menerima pada 4 GHz. Terdapat beberapa saluran dalam spectrum yang dapat memungkinkan dikirimnya pesan antara satelit dengan stasiun di darat. Salah satunya bernama PChannel, yang mana pesawat pesawat dapat secara berkelanjutan mengirim sinyal maupun data ke stasiun darat. Dalam rangka menjalin hubungan koneksi dengan SATCOM, pesawat mengirimkan permintaan ‘log on’ pada R-Chanel yang mana commit to user
diketahui oleh stasiun darat. Sekalinya terkoneksi, apabila stasiun cxxix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
darat tidak mendengar kabar dari pesawat, maka akan secara otomatis mengecek koneksi yang ada apakah masih terhubung atau tidak dengan cara mengirimkan pesan ‘log on interogation’ pada P-Chanel menggunakan penanda unik (unique identifier) yang dimiliki oleh pesawat. Jika pesawat menerima penanda unik tersebut, maka secara otomatis akan mengirimkan pesan balasan pada R-Chanel yang menginformasikan bahwa pesawat masih terkoneksi dalam jaringan. Pesan ini dinamakan dengan ‘handshake’ (Information Provided to MH370
Investigation
by
UK
Air
Accident
Investigation
Branch/AAIB). Untuk setiap transmisi pada R-Chanel, informasi yang terekam di dalamnya terdiri dari Burst Timing Offset (BTO) dan Burst Frequency Offset (BFO). Keduanya digunakan untuk memperkirakan lokasi terakhir
jatuhnya
pesawat
MH370.
BFO
digunakan
untuk
memperkirakan jarak antara pesawat dengan satelit, sedangkan BTO digunakan untuk memperkirakan kecepatan dan arah terbang dari pesawat berdasarkan data satelit. Dengan memperkirakan tiga parameter tersebut (jarak, kecepatan, serta arah pesawat) serta dikalkulasikan sesuai kemampuan terbang pesawat, kemungkinan jalur pesawat yang sesuai dengan BFO dan BTO dapat ditemukan. Setelah ACARS berhenti melakukan transmisi pada pukul 18.22 UTC, SATCOM secara otomatis mengirimkan 7 pesan untuk mengkonfirmasi bahwa sistem masih menyala dan masih berada dalam jaringan. Ketujuh pesan tersebut terjadi dalam rentang waktu sebagai berikut (MH370 Data Communication Logs): 1. Pukul 18.25 UTC 2. Pukul 19.41 UTC 3. Pukul 20.41 UTC
commit to user
4. Pukul 21.41 UTC
cxxx
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Pukul 22.41 UTC 6. Pukul 00.10 UTC 7. Pukul 00.19 UTC Pesan terakhir yang diterima oleh stasiun satelit yang berada di darat terjadi pada pukul 08:19 MYT/00.19 UTC. Hal ini dikarenakan pada pukul 01.15 pesawat MH370 tidak lagi merespon pesan ‘log on interrogation’ dari stasiun satelit yang ada di darat. Melalui data radar primer, analisis dari data satelit, dan data performa
pesawat
(aircraft
performance
data),
investigasi
diselenggarakan dengan dugaan bahwa MH370 terbang ke salah satu dari dua koridor, yakni Koridor Utara dan Koridor Selatan. Transimi terakhir terjadi ketika pesawat ada pada posisi 40 derajat dari satelit. Berdasarkan penegambangan terbaru ini, area pencarian dipindahkan dari Laut China Selatan dan Selat Malaka ke arah Koridor Utara dan Selatan. 2) Burst Time Offset (BTO) Dengan tujuan efisiensi serta sistem komunikasi yang terpercaya, transmisi R-Chanel pada pesawat dilakukan pada celah waktu PChanel diterima oleh pesawat. BTO adalah hasil pengukuran dari jangka waktu transmisi pertama kali diterima sampai dengan celah waktu yang ada. Lebih khusus merupakan jeda waktu antara kapan trasmisi yang diperkirakan (posisi normal pesawat) dengan kapan sebenarnya transmisis itu diterima. Hal ini diakibatkan adanya jarak antara pesawat dengan satelit. Pada akhirnya lokasi pencarian didapatkan berdasarkan kalkulasi jarak dari satelit dengan permukaan bumi. Untuk setiap handshake selama penerbangan MH370, stasiun di darat merekam ukuran BTO yang berbentuk lingkaran perkiraan lokasi pesawat. Karena lokasi commit to user
lingkaran pada pukul 00.19 UTC konsisten dengan data dari ACARS cxxxi
perpustakaan.uns.ac.id
mengenai
digilib.uns.ac.id
perhitungan
kemampuan
terbang
pesawat
MH370
berdasarkan ketersediaan bahan bakar, maka fokus pencarian dipusatkan pada area dari Arc ke 7 seperti yang terdapat pada gambar dibawah ini:
Sumber: Australia Safety Bureau Gambar 3. Kiri: Arc (lingkaran citra satelit pada bumi) . Kanan: Arc hasil komunikasi satelit (handshake) dengan pesawat MH370 3) Burst Frequency Offset (BFO) Inmarsat
mengembangkan
teknik
inovatif
kedua
dengan
menggunakan kecepatan pesawat serta jarak pesawat terhadap satelit. Berdasarkan pergerakan relatif tersebut, frekuensi yang diterima dan yang terkirim akan berbeda dari keadaan normal, seperti halnya suara dari mobil yang berjalan akan berubah ketika datang dan pergi. Ini disebut dengan efek Doppler. Teknik Inmarsat ini menganalisis perbedaan antara frekuensi yang diharapkan diterima oleh stasiun di darat dengan frekuensi yang sebenarnya terjadi. Perbedaan ini merupakan hasil dari efek Doppler yang disebut dengan Burst Frequency Offset (Gary V. Bristow, commit to user 2002:92).
cxxxii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Burst Frequency Offset berubah bergantung pada lokasi pesawat dalam jalur yang dianggap memungkinkan, arah perjalanan, serta kecepatan pesawat itu sendiri. Dalam rangka memperkuat teori yang digunakan, Inmarsat memeriksa proses prediksi yang sama terhadap enam pesawat Boeing 777 lain dengan arah perjalanan yang berbeda namun pada hari yang sama dengan MH370. Ketika di Bandar Udara Kuala Lumpur, selama proses awal penerbangan, MH370 mengirimkan beberapa pesan. Pada tahap ini lokasi pesawat maupun satelit dapat diketahui dengan jelas, oleh karena itu memungkinkan untuk mengkalkulasi karakteristik dari pesawat, satelit, maupun stasiun di darat. Selama penerbangan, stasiun di darat mengirimkan pesan dan menerima frekuensi sinyal pada setiap handshake yang terjadi. Dengan mengetahui karakter dari sistem dan posisi
satelit
serta
mempertimbangkan
performa
pesawat,
memungkinkan untuk menentukan dimana dari salah satu jalur yang cocok dengan BFO yang telah diukur.
Sumber: United Kingdom Air Accident Investigation Branch (AAIB) Gambar 4. Hasilcommit penghitungan to user BFO pesawat MH370
cxxxiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Garis biru merupakan hasil penghitungan Burst Frequency Offset pesawat MH370 yang terukur pada stasiun di darat. Garis hijau merupakan prediksi Burst Frequency Offset pada Koridor Selatan, yang menunjukkan bahwa 7 handshake terakhir hampir sama dengan yang terjadi pada pesawat MH370. Garis merah adalah prediksi Burst Frequency Offset pada Koridor Utara, yang menunjukan bahwa 7 handshake terakhir tidak menujukkan korelasi dengan pesawat MH370. Hasil analisis menunjukan korelasi yang buruk dengan Koridor Utara, akan tetapi bagus pada Koridor Selatan. Didasari pada kecepatan pesawat yang paling memungkinkan untuk diketahui posisi akhirnya adalah pada 00.19 UTC, waktu terakhir dari handshake. Akan tetapi titik ini bukanlah titik penentu lokasi akhir jatuhnya dari pesawat MH370
(Differential Doppler study from Inmarsat
concerning MH370, presented to the AAIB 23 March 2014). Berdasarkan penghitungan data BFO pesawat MH370 yang berbelok menuju koridor selatan, data kemampuan terbang pesawat, serta analisis dari data komunikasi satelit, maka dapat disimpulkan bahwa lokasi jatuhnya pesawat Malaysia Airlines penerbangan MH370 adalah di laut lepas yakni pada Samudera Hindia, sekitar 1.467 mil sebelah barat kota Perth, Australia . Penetapan lokasi pencarian pesawat dibatasi dengan mengacu pada data BTO, yakni sepanjang Arc 7 dan difokuskan pada Koridor Selatan seperti yang dilustrasikan pada gambar dibawah ini (ATSB Transport Safety ReportMH370 Definition of Underwater Search Areas, 26 Juni 2014):
commit to user
cxxxiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sumber : Search Radius for MH370 Gambar 5. Radius pencarian MH370. Kemungkinan terbesar lokasi akhir pesawat pada area berwarna merah
commit to user
cxxxv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Kewenangan Negara Terhadap Penyelidikan Kecelakaan Pesawat Malaysia Airlines MH370
Setelah dilakukannya upaya SAR (Search and Rescue) serta penentuan lokasi pencarian pesawat, langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah penyelidikan terhadap penyebab kecelakaan pesawat MH370, baik penyelidikan teknik maupun yuridis. Ketika lokasi pesawat telah diketahui secara pasti maka proses penyelidikan harus dilaksanakan secepatnya, bergantung ada lokasi pesawat dan tingkat kesulitan yang dihadapi. Dalam proses penyelidikan puing-puing pesawat (debris), dibutuhkan kerjasama internasional untuk memastikan tersedianya alatalat yang tepat untuk mengakses debris pesawat dan memperbaiki flight recorder yang terdapat dalam Black Box pesawat. Tidak semua negara memiliki fasilitas untuk melakukan penyelidikan seperti itu, oleh karena itu bantuan teknis dalam penyelidikan dapat dilakukan apabila diperlukan (http://phys.org/news/2014-03air-flight-mh370.html) diakses pada 1 April 2014. Proses penyelidikan penyebab kecelakaan pesawat sangat bergantung pada data yang terekam dalam Black Box yang terdiri dari data FDR dan CVR. Dari data yang terdapat dalam FDR dan CVR, penyelidik dapat mengetahui dengan pasti apa yang terjadi dikokpit selama penerbangan sampai sesaat sebelum terjadinya kecelakaan. Dengan ditemukannya data-data tersebut maka faktor penyebab kecelakaan menjadi jelas dan proses penegakan hukum dapat dilakukan apabila terbukti bahwa kecelakaan diakibatkan oleh tindakan melawan hukum yang dilakukan manusia. Penemuan Black Box dari pesawat MH370 merupakan titik awal penyelidikan dalam mencari penyebab terjadinya kecelakaan. Tidak semua negara yang terlibat dalam proses pencarian dapat turut serta dalam proses penyelidikan. Negara yang berhak melakukan penyelidikan diprioritaskan berdasarkan kepentingan dan dampak kecelakaan pesawat MH370 terhadap negara tersebut. Hal ini bertujuan agar proses penyelidikan menjadi terorganisisr dan efisien.
commit to user
cxxxvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan Annex 13 tentang Aircraft Accident and Incident Investigation, kewenangan selama penyelidikan dibagi kepada lima pihak utama, yakni negara tempat terjadinya kecelakaan, negara registrasi, negara operator, negara desain, dan negara manufaktur. Negara-negara tersebut adalah negara anggota dari ICAO dan tunduk pada Konvensi Chicago 1944, dalam Annex disebut sebagai negara pihak. Masing-masing negara mempunyai kewenangan serta kewajiban yang berbeda selama proses penyelidikan. Pembagian kewenangan dan kewajiban terhadap penyelengaraan penyelidikan dibedakan berdasarkan lokasi kecelakaan, yakni: a. Kecelakaan yang terjadi pada wilayah territorial negara pihak. Yakni negara-negara penandatangan Konvensi Chicago 1944 dan anggota dari ICAO. b. Kecelakaan yang terjadi pada wilayah territorial negara non-pihak. Disebut negara non-pihak dikarenakan negara tersebut bukan negara penandatangan Konvensi Chicago 1944 maupun anggota dari ICAO. c. Kecelakaan yang terjadi pada wilayah diluar territorial negara manapun. Lokasi daratan dan laut yang bukan territorial negara manapun disebut dengan wilayah terra communis (wilayah yang tidak dapat dimiliki oleh siapapun) yakni wilayah antartika dan laut lepas, hal ini dikarenakan wilayah tersebut merupakan asset milik bersama yang digunakan untuk kepentingan umat manusia di masa kini dan di masa mendatang (common heritage of human mankind). Pada kasus kecelakan pesawat MH370 negara pihak yang mempunyai kewenangan dalam penyelidikan adalah: a. Negara tempat terjadinya kecelakan: tidak ada. Hal ini dikarenakan pesawat MH370 jatuh di Samudera Hindia sekitar 2700 km (1.467 mil) di sebelah barat kota Perth, Australia. Pasal 86 UNCLOS menyatakan bahwa semua bagian dari laut yang tidak termasuk commit to user
dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), laut territorial, perairan cxxxvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pedalaman, maupun perairan kepulauan suatu negara disebut dengan laut lepas. Sesuai Pasal 36 UNCLOS, lebar ZEE tidak lebih dari 200 mil (368 km) yang diukur dari garis pantai. Oleh karena itu lokasi jatuhnya pesawat MH370 adalah di laut lepas, yakni bukan merupakan wilayah negara manapun. b. Negara registrasi: Malaysia. Pasal 17 Konvensi Chicago 1944 menyatakan bahwa suatu pesawat akan memiliki nasionalitas kebangsaan dimana pesawat tersebut didaftarkan. Pesawat MH370 didaftarkan di Malaysia sehingga berkebangsaan Malaysia. Pendaftaran pesawat didasarkan pada Pasal 20 Konvensi Chicago 1944 yang menyatakan bahwa setiap pesawat udara yang beroperasi dalam penerbangan internasional harus memiliki nasionalitas dan tanda pendaftaran. Hal ini dianggap perlu untuk memastikan bahwa setiap pesawat udara yang terbang diluar batas wilayah udaranya mematuhi segala peraturan yang terkait dengan penerbangan demi keselamatan penerbangan. c. Negara operator: Malaysia. Malaysia Airlines merupakan maskapai yang berkedudukan di Malaysia dan menjalankan seluruh fungsi operasionalnya di Malaysia. Pada saat terjadinya kecelakaan, pesawat MH370 sedang tidak dalam keadaan disewa oleh perusahaan penerbangan lain, akan tetapi di operasikan sendiri oleh Malaysia Airlines, sehingga tanggung jawab tetap melekat pada negara Malaysia. d. Negara desain dan negara manufaktur: Inggris dan Amerika Dalam suatu pesawat, terdapat banyak komponen-komponen yang dibuat secara terpisah oleh perusahaan dari negara yang berbeda. Pada MH370, mesin jet yang digunakan adalah mesin Roll-Royce Trent 892 buatan perusahan asal Inggris. Sementara desain pesawat dan perakitan commit to user
terakhir pesawat dilakukan oleh Boeing, yakni perusahaan asal Amerika cxxxviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Serikat. Oleh karena itu negara desain dan manufaktur pada mesin jet adalah negara Inggris, sementara negara desain dan manufaktur pada pesawat selain mesin jet adalah Amerika Serikat. Selain negara tempat terjadinya kecelakaan, negara registrasi, negara operator, negara desain, dan negara manufaktur, penyelidikan kecelakaan juga dapat diselenggarakan oleh negara lain. Pada butir 5.3 Annex 13 Konvensi Chicago 1944 disebutkan bahwa ketika lokasi kecelakaan secara jelas bukan merupakan wilayah territorial suatu negara, maka negara registrasi harus mengadakan dan melakukan penyelidikan. Akan tetapi dapat menyerahkan sebagian atau keseluruhan penyelidikan kepada negara lain dengan suatu perjanjian tertentu. Negara terdekat dari lokasi kecelakaan juga diharuskan membantu apabila mampu. Pada Butir 5.27 Annex 13 Konvensi Chicago 1944 juga disebutkan bahwa apabila suatu negara mempunyai kepentingan khusus dalam kecelakaan berdasarkan kerugian parah yang diderita warga negaranya, dapat membuat permintaan untuk berpartisipasi kepada negara pemimpin penyelidikan. Dalam kasus MH370, Malaysia sebagai negara registrasi dan negara operator harus mengadakan serta memimpin penyelidikan. Oleh karena keterbatasan sarana dan prasarana dalam menyelenggarakan penyelidikan (Malaysia tidak mempunyai badan atau komite keselamatan transportasi yang berfungsi untuk menyelidiki kecelakaan transportasi seperti kecelakaan pesawat udara). Malaysia meminta bantuan Australia sebagai negara terdekat dari lokasi kecelakaan untuk berpartisipasi
melakukan penyelidikan bersama terhadap kecelakaan pesawat
MH370. Penyelidikan MH370 dipimpin oleh ATSB (Australia’s Bureau of Air Safety Investigation) yakni biro investigasi keselamatan udara Australia . Selain Australia, China juga ikut serta dalam penyelidikan sebagai negara partisipan dengan dasar adanya kepentingan khusus sebagai negara dengan jumlah korban terbanyak (152 orang, yakni sebesar 63.5 persen dari total penumpang dalam commit to user
pesawat MH370). Jadi dalam penyelidikan kecelakaan pesawat MH370, lima cxxxix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
negara yang terlibat adalah: Malaysia, Inggris, Amerika, Australia, dan China. Kelima negara tersebut merupakan anggota dari ICAO (negara pihak), sehingga prosedur selama maupun sesudah penyelidikan sepenuhnya berpedoman pada Annex 13 Konvensi Chicago 1944 tentang Aircraft Accident and Incident Investigation. Hal pertama yang harus dilakukan Malaysia sebagai negara pemimpin penyelidikan adalah mengirimkan notifikasi/pemberitahuan mengenai adanya kecelakaan kepada negara desain dan negara manufaktur (Inggris dan Amerika) serta ICAO. Setelah menerima notifikasi, Inggris dan Amerika sesuai dengan permintaan Malaysia, membantu menyediakan informasi yang relevan yang dimiliki oleh Inggris dan Amerika terkait data-data mengenai pesawat MH370. Hal ini sesuai dengan yang diatur dalam butir 4.8 dan 4.9 Annex 13. Berdasarkan butir 5.20 Annex 13, Negara Inggris dan Amerika mempunyai hak dan kewajiban dalam penyelidikan untuk menunjuk satu atau lebih wakil resmi (accredited representative) dan penasihat untuk membantu wakil resmi selama penyelidikan. Australia sebagai partisipan dalam penyelidikan berhak untuk menunjuk wakil resmi, dan berkewajiban untuk menyediakan informasi fasilitas, atau para ahli selama proses penyelidikan sesuai butir 5.23 Annex 13. Sementara China sebagai negara dengan jumlah korban terbanyak berhak menunjuk para ahli dari negaranya untuk mengunjungi lokasi kecelakaan, mempunyai akses terhadap informasi yang ada, berpartisipasi dalam proses identifikasi korban (bila masih memungkinkan), serta berhak untuk menerima salinan dari laporan akhir penyelidikan sesuai yang diatur dalam butir 5.27 Annex 13. Malaysia yang diwakili oleh Hissamuddin Bin Tun Hussein sebagai Menteri Pertahanan dan Transportasi, Australia diwakili oleh Warren Truss sebagai Perdana Menteri, serta China diwakili oleh Yang Chuantang sebagai Menteri Transportasi, mengadakan pertemuan yang membahas komitmen ketiga negara commit to user
dalam memimpin penyelidikan kecelakaan pesawat MH370. Dalam pertemuan cxl
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pada tanggal 5 Mei 2014 di Canberra, Australia tersebut disepakati beberapa hal, yakni (MH370 Tripartite Meeting, 5 May 2014): a. Semua kunjungan akan dilaksanakan dua sampai empat minggu setelah adanya proses konfirmasi; b. Australia akan menyediakan bantuan dan informasi yang dibutuhkan oleh keluarga korban dalam hal imigrasi apabila hendak datang ke Australia; c. Pemerintah Australia bagian barat akan mengorganisir pelayanan ritual sesuai tradisi dan agama dari keluarga para korban serta memfasilitasi kebutuhan mendasar keluarga korban selama berada di Australia; d. Malaysia Airlines akan bertanggung jawab terhadap perjalanan keluarga korban dari Malaysia maupun negara lain yang hendak datang ke Australia yang terdiri dari penyediaan penerbangan ke Australia, transportasi selama berada di Australia, serta akomodasi yang dibutuhkan keluarga korban; e. China akan secara aktif memfasilitasi dan mendukung segala kebutuhan keluarga korban yang berkewarganegaraan China. Selain pengaturan hak dan kewajiban negara dalam penyelidikan yang diatur dalam Annex 13, kerjasama penyelidikan juga dapat dilakukan diluar dari ketentuan umum Annex dengan catatan tidak merubah aturan dasar dan bertentangan dengan Annex 13. Hal seperti ini diperbolehkan mengingat ICAO tidak mempunyai kewenangan pelaksanaan, oleh karena itu kepada masingmasing negara yang terlibat dalam penyelidikan diberi kewenangan untuk mengatur sendiri tindakan-tindakan yang dibutuhkan selama penyelidikan sesuai dengan kondisi yang terjadi. Ketentuan ICAO dalam penyelidikan kecelakaan pada Annex 13 adalah pedoman dasar yang mengatur hal-hal dalam lingkup umum, sehingga penerapan Annex 13 pada kasus kecelakaan pesawat akan berbeda antara satu kasus dengan yang lain. commit to user
cxli