perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Pengguna Layanan Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) Sebagai Konsumen Jasa Di Bidang Pelayanan Medis 1. Gambaran Umum Mengenai Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sragen a. Sejarah Singkat Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sragen Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sragen merupakan salah satu rumah sakit yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Sragen. Rumah sakit ini didirikan pada tahun 1956 dan diresmikan pada tahun 1958. Berlokasi di Jalan Raya Sukowati No. 534 Sragen. Rumah Sakit Umum Daerah Sragen ini menempati lahan seluas 38.730 m2 dengan luas bangunan 6.487,25 m2. Seiring dengan peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan kepada masyarakat, maka pada tahun 1995 sesuai dengan SK Bupati Sragen Nomor: 445/461/011/1995 tipe Rumah Sakit Umum Dareah Sragen ditingkatkan dari RSU tipe D menjadi RSU tipe C. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: YM.01.10/III/1530/09 tanggal 30 April 2009 menyatakan tentang 12 (dua belas) Pokja Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Sragen terakreditasi Penuh Tingkat Lanjut. Rumah Sakit Umum Daerah Sragen juga sudah melaksanakan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) sesuai dengan Keputusan Bupati Sragen Nomor: 900/141.a/002/2009 tentang Penetapan Rumah Sakit Umum Daerah Sragen sebagai rumah sakit yang menerapkan pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah secara penuh Penilaian yang dilakukan oleh Tim KARS Kementrian Kesehatan to userSakit Umum Daerah ditingkatkan RI menyatakan bahwacommit tipe Rumah
54
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
dari RSU tipe C menjadi RSU tipe B non-pendidikan sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: HK.03.05/I/288/2011 tanggal 20 Januari 2011 tentang Penetapan Kelas Rumah Sakit Umum Daerah Sragen, bahwa Rumah Sakit Umum Daerah Sragen, bahwa Rumah Sakit Umum Daerah Sragen ditetapkan menjadi Rumah Sakit Umum Kelas B. Pada tanggal 20 sampai dengan 23 Juni 2011 telah dilaksanakan penilaian akreditasi 16 Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Sragen oleh Tim KARS Kementrian Kesehatan dan dinyatakan Lulus Tingkat Lengkap sesuai dengan Sertifikat Nomor: KARS-SERT/16/VII/2011 tanggal 6 Juli 2011 dari Komisi Akreditasi Rumah Sakit dengan hasil penilaian ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan. Pada saat ini Rumah Sakit Umum Daerah Sragen sedang mempersiapkan diri dalam proses menjadi Rumah Sakit tipe B Pendidikan. Visi, misi, filosofi, motto, budaya kerja, paradigma pelanggan, nilai dasar(K3 Rumah Sakit Umum Daerah), komitmen bersama dan keyakinan dasar ditetapkan dengan Keputusan Bupati Sragen Nomor: 445/24.1/02/2011 tanggal 31 Januari 2011. b. Visi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sragen Menjadi pilihan utama masyarakat dan rujukan dalam pelayanan dan pendidikan kesehatan. c. Misi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sragen 1) Menyelenggarakan pelayanan yang prima dengan mengutamakan kepuasan pelanggan. 2) Menerapkan pelayanan kesehatan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta didukung SDM yang professional. 3) Berperan serta dalam mensejahterakan masyarakat melalui pelayanan kesehatan. 4) Meningkatkan kesejahteraan bersama. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
5) Meningkatkan kemitraan dengan institusi pendidikan dan pihak terkait. d. Filosofi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sragen Kesehatan adalah kebutuhan setiap orang oleh karena itu RSUD Sragen berusaha memberikan pelayanan kesehatan prima kepada masyarakat didukung SDM yang professional. e. Motto Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sragen “Baktiku untukmu” f. Budaya Kerja TRAMPIL T : Tulus
P
: Professional
R : Ramah
I
: Indah dan Bersih
A : Akurat
L
: Lancar dan Tertib
M : Memuaskan Paradigma Pelanggan (Pasien) 1) Pasien adalah orang yang paling penting 2) Pasien adalah lading amal bagi kita 3) Pasien adalah guru kita 4) Pasien pengguna utama pelayanan RSUD Sragen 5) Pasien bagian dari hidup kita g. Nilai Dasar (K3 Rumah Sakit Umum Daerah) 1) Ketulusan 2) Kasih saying 3) Kejujuran 4) Ramah 5) Semangat 6) Ulet 7) Dedikasi h. Keyakinan Dasar 1) Mutu adalah unsur utama dalam pelayanan prima commit to user 2) Kerja adalah ibadah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
i. Tugas dan Fungsi 1) Tugas Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sragen Rumah
Sakit
Umum
Daerah
Sragen
mempunyai
tugas
melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang pelayanan umum kesehatan. 2) Fungsi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sragen a) Perumusan kebijakan teknis dalam lingkup pelayanan umum kesehatan sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan Bupati b) Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam lingkup pelayanan umum kesehatan c) Pembinaan dan pelaksanaan tugas dalam lingkup pelayanan kesehatan d) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya. j. Sarana Pelayanan Sarana peralatan kedokteran kesehatan telah dimiliki oleh Rumah Sakit Umum Daerah Sragen, antara lain: 1) USG color Doppler dan Echocardiography, digunakan untuk mendeteksi dan merekam kondisi jantung secara tiga dimensi. 2) ECG, TREADMIL, C.ARM, EEG, USG untuk pemeriksaan penunjang. 3) Peralatan penunjang Patologi Anatomi, Bedah Urologi Set, Bronchoscophy, Hemodilisa Set, dan MRI. k. Pelayanan Kesehatan Jenis pelayanan kesehatan yang terdapat di RSUD Sragen meliputi 15 (lima belas) jenis instalasi : a. Instalasi Rawat Jalan b. Instalasi Rawat Inap c. Instalasi Gawat Darurat d. Instalasi Rawat Intensif e. Instalasi Radiologicommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
f. Instalasi Bedah Sentral g. Instalasi Rehabilitasi Medik h. Instalasi Farmasi i. Instalasi Gizi j. Instalasi Laboratorium k. Instalasi Bank Darah l. Instalasi Sanitasi dan Linen Kamer m. Instalasi Sterilisasi Sentral n. Instalasi Pemeliharaan Sarana RS o. Instalasi Pemulasaraan Jenazah Pelayanan rawat inap yang diselenggarakan didukung dengan sarana gedung yang representatif dengan lingkungan alam yang kondusif membantu mempercepat proses penyembuhan. Jumlah tempat tidur (TT) yang dimilikki RSUD Sragen berjumlah 275 TT, sesuai dengan standar Rumah Sakit Kelas B. Perincian jumlah tempat tidur menurut kelas perawatan sebagai berikut : a. Super VIP
: 14 TT
b. VIP
: 12 TT
c. Kelas I
: 68 TT
d. Kelas II
: 63 TT
e. Kelas III
: 95 TT
f. Observasi
: 6 TT
g. Isolasi
: 14 TT
h. ICU
: 6 TT
l. Struktur Organisasi RSUD Sragen 1) Susunan Organisasi a) Direktur b) Komite medis c) Wakil Direktur Pelayanan Mutu terdiri dari: (1) Bidang Pelayanan, terdiri dari: commit Pelayanan to user Medis dan Rujukan (a) Sub Bidang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
(b)
Sub Bidang Pelayanan Penunjang
(2) Bidang Keperawatan: (a)
Sub Bidang Pelayanan dan Asuhan Keperawatan
(b)
Sub Bagian Monitoring dan Evaluasi Keperawatan
(3) Bidang Peningkatan Mutu dan Pendidikan, terdiri dari: (a)
Sub Bidang Pendidikan dan Latihan dan Penelitian Pengembangan
(b)
Sub Bidang Peningkatan Mutu dan Kerja Sama
d) Wakil Direktur Umum, terdiri dari: (1) Bagian Sekretariat, terdiri dari: (a)
Sub Bagian Umum dan Rumah Tangga
(b)
Sub Bagian Tata Usaha dan Kepegawaian
(c)
Sub Bagian Perlengkapan
(2) Bagian Rekam Medis dan Perencanaan, terdiri dari: (a)
Sub Bagian Rekam Medis
(b)
Sub Bagian Teknologi Informasi dan Promosi
(c)
Sub Bagian Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan
(3) Bagian Keuangan, terdiri dari: (a)
Sub Bagian Penyusunan Anggaran dan Mobilisasi Dana
(b)
Sub Bagian Perbendaharaan
(c)
Sub Bagian Verifikasi dan Akuntansi
(4) Instalasi (5) Kelompok Jabatan Fungsional.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
m. Bagan Organisasi Rumah Sakit Umum Daerah Sragen Terhitung Mulai Tanggal 24 Januari 2012 Bagan 4 : Struktur Organisasi RSUD Sragen
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
Kelompok Jabatan Fungsional: Ketua Komite Medis
: dr. Aminan, Sp.JP
Ketua Komite Etik dan Hukum
: dr. Asnafiatutik,Sp.KK
Ketua SPI
: dr. Didik Haryanto
Ketua Komite Perawatan
: Margono, S.Kep, M.Kes
n. Fungsi dan Uraian Tugas 1) Direktur Tugas Memimpin,
menyusun
kebijakan,
mengkordinasikan
dan
mengawasi pelaksanaan tugas pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Sragen sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Fungsi Memimpin,
menyusun
kebijakan,
mengkordinasikan
dan
mengawasi penyelenggaraan fungsi RSUD dalam: a) Perumusan kebijakan teknis pelayanan kesehatan sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan Bupati b) Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam pelayanan kesehatan c) Pembinaan dan pelaksanaan tugas dan pelayanan kesehatan d) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya. Uraian Tugas a) Merumuskan kebijakan teknis pelayanan kesehatan sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan Bupati b) Menetapkan program kerja dan kegiatan RSUD c) Menjabarkan program kerja dengan penjadwalan pelaksanaan kegiatan sesuai skala prioritas pelayanan RSUD commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
d) Memberikan petunjuk dan arahan kepada bawahan dalam pelaksanaan tugas agar efisien dan efektif sesuai peraturan perundangan yang berlaku e) Memantau/mengawasi
pelaksanaan
tugas
bawahan
agar
berjalan dengan baik sesuai rencana dan tepat waktu f) Mengevaluasi pelaksanaan tugas bidang pelayanan kesehatan yang telah ditetapkan Bupati g) Melaksanakan Satuan Kerja terkait h) Mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam merumuskan kebijakan teknis pelayanan kesehatan sesuai pekembangan peraturan perundang-undangan yang berlaku i) Memberikan penilaian DP3 Wakil Direktur dan tenaga medis. j) Melaporkan
pelaksanaan
tugas
kepada
bupati
untuk
memperoleh petunjuk lebih lanjut k) Memberikan saran dan pertimbangan kepada Bupati di bidang pelayanan kesehatan l) Melaksanakan tugas lain yang diberikan Bupati dan yang telah ditetapkan didalam undang-undang. 2) Wakil Direktur Umum Tugas Memimpin,
menyusun
kebijakan,
mengkordinasikan
dan
mengawasi pelaksanaan tugas kegiatan kesekretariatan, rekam medis
dan
perencanaan,
keuangan,
dan
pelayanan
gizi,
pemeliharaan sarana dan prasarana rumah sakit, pemulasaraan jenazah, sanitasi dan linen kamer, serta sterilisasi sentral.. a) Kepala Bagian Sekretariat. Tugas Memimpin,
menyusun
program
dan
kebijakan,
mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas kegiatan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
umum dan kerumahtanggaan, tata usaha dan kepegawaian, dan perlengkapan. (1) Kepala Sub Bagian Umum dan Rumah Tangga Tugas Memimpin, menyusun program kerja dan rencana kegiatan dan mengawasi pelaksanaan tugas kegiatan bidang umum dan kerumah tanggaan (2) Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan Kepegawaian Tugas Memimpin, menyusun program kerja dan rencana kegiatan, mengkoordinasi dan mengawasi pelaksanaan tugas kegiatan bidang Tata Usaha dan Kepegawaian. (3) Kepala Sub Bagian Perlengkapan Tugas Memimpin, menyusun program kerja dan rencana kegiatan, mengkoordinasi dan mengawasi pelaksanaan tugas kegiatan bidang perlengkapan. b) Kepala Bagian Rekam Medis dan Perencanaan Tugas Memimpin,
menyusun
program
kerja
dan
kebijakan,
mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas kegiatan rekam
medis,
teknologi
informasi
dan
promosi,
dan
perencanaan evaluasi dan pelaporan. (1) Kepala Sub Bagian Rekam Medis Tugas Memimpin, menyusun program kerja dan rencana kegiatan, mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas kegiatan rekam medis. (2) Kepala Sub Bagian Teknologi Informasi dan Promosi Tugas commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
Memimpin, menyusun program kerja dan rencana kegiatan, mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas kegiatan pengembangan dan pengelolaan sistem informasi manajemen rumah sakit, publikasi informasi dan promosi rumah sakit. (3) Kepala Sub Bagian Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan Tugas Memimpin, menyusun program kerja dan rencana kegiatan, mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas kegiatan perencanaan, evaluasi dan pelaporan. c) Kepala Bagian Keuangan Tugas Memimpin,
menyusun
program
dan
kebijakan,
mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas kegiatan penyusunan anggaran dan mobilisasi dana, perbendaharaan, verifikasi dan akuntansi. (1) Kepala Sub Bagian Penyusunan Anggaran dan Mobilisasi Dana Tugas Memimpin, menyusun program kerja dan rencana kegiatan, mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas kegiatan penyusunan anggaran Rumah Sakit dan mobilisasi dana. (2) Kepala Sub Bagian Perbendaharaan Tugas Memimpin, menyusun program kerja dan rencana kegiatan, mengkoordinasikan, mengawasi pelaksanaan tugas kegiatan pelayanan, pengelolaan dan penatausahaan administrasi perbendaharaan Rumah Sakit. (3) Kepala Sub Bagian Verifikasi dan Akuntansi commit to user Tugas
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
Menyusun
program
kerja
dan
rencana
kegiatan,
mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas kegiatan pemeriksaan/penelitian surat pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan tentang kegiatan dari program dan kebijakan 3) Wakil Direktur Pelayanan Mutu Tugas Memimpin, menyusun program dan kebijakan, mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas kegiatan dan pelayanan kesehatan, keperawatan, peningkatan mutu dan pendidikan, dan pelayanan rawat jalan, inap, rawat intensif, gawat darurat, bedah sentral, farmasi, radiologi, laboratorium, dan rehabilitasi medis. a) Kepala Bidang Pelayanan Memimpin,
menyusun
mengkoordinasikan
dan
program mengawasi
dan
kebijakan,
pelaksanaan
tugas
kepegawaian pelayanan medis dan rujukan, dan pelayanan penunjang. (1) Kepala Sub Bidang Pelayanan Medis dan Rujukan Tugas Mengkoordinasikan semua kebutuhan pelayanan medis dan rujukan,
melakukan
pemantauan
dan
pengawasan
pelaksanaan kegiatan pelayanan medis dan rujukan, serta pengawasan dan pengendalian penerimaan dan pemulangan pasien. (2) Kepala Sub Bidang Pelayanan Penunjang Tugas Mengkoordinasikan semua kebutuhan kegiatan pelayanan penunjang medis dan non medis, melakukan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan pelayanan penunjang medis dan non medis. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
b) Kepala Bidang Keperawatan Tugas Memimpin,
menyusun
program
dan
kebijakan,
mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas kegiatan Sub Bidang Monitoring dan Evaluasi Keperawatan, serta pendidikan, pelatihan dan penyuluhan kesehatan. (1) Kepala Sub Bidang Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Tugas Merencanakan
mengkoordinasikan
semua
kebutuhan
kegiatan pelayanan dan asuhan keperawatan, melakukan pemantauan
dan
pengawasan
pelaksanaankegiatan
pelayanan dan asuhan keperawatan. (2) Kepala Sub Bidang Monitoring dan Evaluasi Keperawatan Tugas Memantau,
mengawasi
dan
mengevaluasi
kegiatan
keperawatan, dan pengelolaan tenaga keperawatan. c) Kepala Bagian Peningkatan Mutu dan Pendidikan Tugas Memimpin,
menyusun
program
dan
kebijakan,
mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas kegiatan Sub
Bidang
Pendidikan
Pelatihan
dan
Penelitian
Pengembangan, dan Sub Bidang Peningkatan Mutu dan Kerja Sama. (1) Kepala Sub Bidang Diklat dan Litbang Tugas Merencanakan dan mengkoordinasikan semua kebutuhan kegiatan
Pendidikan
Pengembangan
Rumah
Pelatihan Sakit
dan serta
Penelitian pengelolaan
perpustakaan. (2) Kepala Sub Bidang Peningkatan Mutu dan Kerja Sama commit to user Tugas
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
Merencanakan,
mengkoordinasikan
semua
kebutuhan
pelaksanaan kegiatan peningkatan mutu pelayanan serta menjalin kerja sama dengan pihak ketiga. o. Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia yang dimiliki, jumlah serta karakteristiknya sebagaimana ditunjukkan dalam tabel berikut ini : Tabel 1 : Jumlah Sumber Daya Manusia di RSUD Sragen Status Kepegawaian No
I
Jenis Tenaga
PNS
CPNS
Kontrak
Kontrak
(APBD)
(BLUD)
Jumlah
Tenaga Medis/Fungsional
1.
Dokter Umum
9
3
2.
Dokter Gigi
3
3
3.
Dokter Spesialis a. Kandungan
5
5
b. Anak
1
1
c. Mata
1
d. Kulit&Kelamin
1
1
e. THT
1
1
f. Paru
1
1
h. Penyakit dalam
3
3
i. Saraf
2
2
j. Bedah
4
4
k. Anestesi
1
l. Orthopedi
1
1
m. Radiologi
1
1
n. Jiwa
1
1
o. Patologi Klinik
1
1
commit to user1
1
1
1
13
2
g. Jantung
p. Urologi
1
2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
q.Patologi Anatomi 4.
1
Dokter gigi spesialis Prostodonsia
1
II
Tenaga Non Medis/Fungsional
1.
Apoteker
2.
Paramedis Keperawatan a. Perawat
3
1
1
6
1
127
47
1
3
10
49
224
b. Perawat Gigi
2
2
c. Bidan
11
4
14
29
a. Asisten Apoteker
15
3
6
24
b. Analisis Kesehatan
17
2
2
21
c. Fisioterapi
7
2
9
d. Ahli Gizi
5
2
7
e. Radiografer
5
1
2
8
f. Teknisi elektromedis
3
3
1
7
g. Sanitarian
3
1
1
5
h. Perekam medis
10
5
5
20
Paramedis Non Keperawatan
III
i. Refraksi optisi
1
1
j. Okupasi terapi
1
1
k.Ortotik prostetis
1
1
l. Terapi wicara
1
1
2
Tenaga Teknis/Administrasi Direktur
1
1
Wakil Direktur
2
2
Ka.Bag/Ka.Bid
6
6
14
14
Ka.Sub. Bag dan Ka.Sub.Bid.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
Staf
92
13
14
81
200
Jumlah
362
91
15
170
638
2. Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Pengguna Layanan Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) Sebagai Konsumen Jasa Di Bidang Pelayanan Medis Hukum pada umunya diartikan sebagai keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan tertulis atau kaidah-kaidah dalam suatu masyarakat sebagai suatu susunan sosial, keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi (Sudikno Merokusumo, 1985:40). Hal ini senada dengan tujuan hukum yang salah satunya adalah melindungi kepentingan-kepentingan manusia yang tertentu, kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta dan sebagainya terhadap yang merugikannya. Pengaturan perlindungan hukum bagi pasien dalam berbagai peraturan yang dibuat oleh pejabat yang berwenang dalam rangka melindungi kepentingan antara berbagai pihak dalam pelayanan kesehatan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara leksikal perlindungan diartikan sebagai tempat berlindung, hal atau perbuatan melindungi. Perlindungan diartikan sebagai perbuatan member jaminan atau keamanan, ketentraman, kesejahtaeraan atau kedamaian dari pelindung kepada yang dilindungi dari segala bahaya atau resiko. Yang diartikan sebagai pelindung
adalah
peraturan
perundang-undangan
sedangkan
yang
dilindungi adalah pasien Jamkesmas. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subjek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif , baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Perlindungan hukum merupakan gambaran fungsi hukum yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan
dan
kedamaian. Perlindungan hukum bagi pasien commit to user menyangkut mengenai pemenuhan hak-hak sebagai pasien rumah sakit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
dan perlindungan bagi pasien apabila pasien dirugikan atau haknya tidak terpenuhi dalam mendapat pelayanan kesehatan di rumah sakit. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa antara pasien biasa dengan pasien pengguna Jamkesmas tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Baik dalam pemberian pelayanan kesehatan maupun dalam pemenuhan hak-haknya sebagai pasien. Hanya perbedaannya pasien pengguna Jamkesmas tidak dipungut biaya selama mendapat pengobatan di rumah sakit sebagaimana diatur didalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
903/MENKES/PER/V/2011
tentang
Pedoman
Pelaksanaan
Program Jaminan Kesehatan Masyarakat. Begitu pula dengan perlindungan pasien, antara pasien pengguna Jamkesmas dengan pasien biasa tidak terdapat perbedaan. Baik pasien biasa maupun pasien pengguna Jamkesmas dilindungi oleh Peraturan Perundang-undangan yang sama. Perlindungan ini ditujukan untuk melindungi pasien dari kelalaian atau kesalahan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Terhadap kesalahan atau kelalaian tersebut, tentu saja dapat menimbulkan kerugian bagi pihak pasien sebagai konsumen. Kerugian tersebut dapat berupa gangguan-gangguan kecil setelah mendapatkan pelayanan medis. Ataupun mengalami kecacatan baik itu fisik maupun non fisik, dan yang paling buruk adalah meninggalnya pasien setelah mendapatkan pelayanan medis dari rumah sakit. Hal seperti inilah yang dapat merugikan pasien dan harus dihindari dalam pelayanan medis. Oleh karena itu perlindungan terhadap pasien sangat diperlukan berkaitan dengan hak pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu serta dapat menghindari resiko kerugian-kerugian dari kelalaian atau kesalahan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Pengaturan mengenai perlindungan hukum bagi pasien ini tersebar di beberapa peraturan perundang-undangan antara lain sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
a. Dalam
digilib.uns.ac.id 71
Undang-Undang
Nomor
8
Tahun
1999
tentang
Perlindungan Konsumen Sebagai konsumen, pasien mendapat perlindungan khusus sebagaimana
diatur
di
dalam
Undang-Undang
Perlindungan
Konsumen. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang konsumen berprinsip bahwa kedudukan konsumen lebih lemah dari pelaku usaha. Sehingga dibutuhkan perlindungan terhadap konsumen agar hakhaknya dipenuhi secara pasti oleh pelaku usaha. Begitu pula posisi pasien yang rentan akan terjadinnya pelanggaran, dikarenakan pasien masih terlalu awam mengenai hal-hal medis. Sehingga ketika terjadi kesalahan medis yang menyebabkan kerugian bagi pasien, semua menganggap bahwa itu adalah resiko medis. Sehingga pasien pasrah dengan semua yang terjadi. Apalagi yang penulis teliti adalah pasien pengguna Jamkesmas, yang latar belakangnya berasal dari keluarga tidak mampu, yang mungkin juga kurang berpendidikan. Hal-hal dalam dunia medis tentunya akan sangat awam bagi mereka, karena pengetahuannya yang terbatas. Sehingga tidak heran apabila akhirakhir ini banyak kasus-kasus rumah sakit yang memberikan pelayanan tidak sebagaimana mestinya terhadap orang-orang yang tidak mampu. Bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen diatur didalam Pasal 4 huruf h, yang berbunyi demikian: “hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya”. Dari bunyi pasal tersebut dapat kita kaitkan dengan pasien sebagai konsumen jasa di bidang medis, yakni apabila pihak rumah sakit atau tenaga kesehatan sebagai pelaku usaha melakukan praktek yang menyimpang dan tidak memenuhi hak pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sebagaimana mestinya, maka perlindungan yang diberikan oleh undang-undang kepada konsumen commit to untuk user mendapatkan kompensasi, ganti adalah konsumen memiliki hak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
rugi dan/atau penggantian dari pihak pelaku usaha. Tentunya kerugian yang dialami pasien tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Selain diatur dalam Pasal 4, perlindungan terhadap konsumen juga diatur pada Pasal 19 ayat (1) dan (2) mengenai tanggung jawab pelaku usaha. Pasal 19 ayat (1) berbunyi: “pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”. Sedangkan Pasal 19 ayat (2) berbunyi: “Ganti rugi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku” Dari pasal tersebut dapat kita lihat bahwa apabila kerugian menimpa
konsumen
maka
konsumen
dapat
memintakan
pertanggungjawaban kepada pelaku usaha. Sehingga kerugian yang terjadi
pada
konsumen
dapat
dijadikan
sebagai
dasar
pertanggungjawaban pelaku usaha. Memperhatikan substansi ketentuan Pasal 19 ayat (2) tersebut sesungguhnya memiliki kelemahan yang sifatnya merugikan konsumen, terutama dalam hal konsumen menderita suatu penyakit. Melalui pasal tersebut konsumen hanya mendapatkan salah satu bentuk penggantian kerugian yakni ganti kerugian atas harga barangatau hanya berupa perawatan kesehatan, padahal konsumen telah menderita kerugian bukan hanya kerugian atas harga barang tetapi juga kerugian yang timbul dari biaya perawatan kesehatan (Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, 2004:126). b. Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Seorang tenaga kesehatan yang tidak melakukan pelayanan medis sesuai dengan standard profesi dan tidak sesuai dengan prosedur dapat dikatakan melakukan kesalahan atau kelalaian medis. Didalam Undang-Undang Kesehatan yang lama yakni Undang-Undang Nomor commit to user 23 Tahun 1992, diatur didalam Pasal 53 ayat (2), yang berbunyi:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
“Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien”. Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, undangundang kesehatan yang baru terdapat perubahan bunyi pasal tersebut. Ketentuan mengenai pelaksanaan tugas tenaga kesehatan diatur di dalam Pasal 24, yang berbunyi: “Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional”. Didalam pasal 24 terdapat penambahan, bahwa tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya tidak hanya memperhatikan standar profesi, tetapi juga harus memenuhi kode etik, standar pelayanan, standar prosedur operasional dan juga harus memenuhi hak pengguna pelayanan kesehatan, yaitu hak-hak pasien. Penambahan ini bertujuan agar tugas yang dilaksanakan oleh pihak tenaga kesehatan terjamin mutunya dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab sehingga peluang terjadinya kesalahan ataupun kelalaian dapat diminimalisir. Apabila dalam tindakan medis, pihak tenaga kesehatan melakukan kesalahan atau kelalaian yang merugikan bagi pasien, maka pasien diberikan hak untuk menuntut baik pihak tenaga kesehatan maupun rumah sakit tempat pasien tersebut dirawat. Pemberian hak untuk menuntut atau melakukan gugatan sebagai salah satu bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh undang-undang kepada pasien. Selain diatur didalam Pasal 24, perlindungan terhadap pasien diatur tersendiri didalam Pasal 56, 57, dan 58. Pasal 56 ayat (1) menyatakan sebagai berikut: “Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap. Pasien diberikan hak menolak apabila pertolongan tersebut menurut dirinya tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkannya.” commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
Seperti contoh seorang pasien diberikan suatu obat yang ternyata tidak cocok dengan dirinya, maka pasien tersebut dapat menolak tindakan tenaga kesehatan itu. Namun terdapat pengecualian pasien dapat menolak pertolongan yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Menurut pasal 56 ayat (2) hak untuk menolak tidak berlaku pada: a. Penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat menular ke dalam masyarakat yang lebih luas; b. Keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri; c. Gangguan mental berat. Sedangkan dalam Pasal 57 ayat (1) menjelaskan bahwa “setiap orang dalam hal ini adalah pasien berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan”. Hak atas kerahasiaan kondisi kesehatan seseorang
berkaitan
dengan
hak
untuk
dirahasiakan
riwayat
penyakitnya. Sekalipun sudah meninggal hak ini tetap ada dalam diri pasien. Terdapat pengecualian pula terhadap hak atas kerahasiaan kondisi kesehatan. Menurut Pasal 57 ayat (2) pengecualian tersebut antara lain: a. b. c. d. e.
perintah undang-undang; perintah pengadilan; izin yang bersangkutan; kepentingan masyarakat; atau kepentingan orang tersebut. Pasal 58 juga mengatur mengenai perlindungan pasien.
Bunyi Pasal 58 ayat (1) adalah sebagai berikut: “ Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara
kesehatan
yang
menimbulkan
kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan
kerugian kesehatan
akibat yang
diterimanya”. Menurut Pasal 58 ayat (1) perlindungan pasien adalah dengan memberikan hak untuk menuntut rumah sakit atau tenaga kesehatan yang dalam pelayanannya malah menimbulkan kerugian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
bagi pasien. Hak ini diberikan karena maraknya malpraktek yang dilakukan oleh rumah sakit atau tenaga kesehatan. Pasien yang masih awam dengan hal-hal yang berkaitan dengan medis, mengganggap bahwa memang ini resiko yang timbul akibat pengobatan yang dilakukan, tanpa mengetahui sebenarnya itu adalah tindakan malpraktek. Terdapat pengecualian Pasal 58 ayat (1), yang diatur dalam Pasal 58 ayat (2) yang menjelaskan bahwa tuntutan ganti rugi yang dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat. Seperti contoh adalah tindakan amputasi, untuk mencegah keadaan yang mungkin lebih buruk lagi maka tindakan penyelamatan adalah amputasi. Walaupun amputasi tersebut menyebabkan kerugian bagi pihak pasien, akan tetapi pasien tidak dapat menuntut ganti rugi karena tindakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan merupakan kategori tindakan penyelamatan. c. Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Sementara di dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit juga memberikan perlindungan terhadap pasien. Perlindungan pasien diatur pada Pasal 32 huruf q dan r yang berkaitan dengan hak pasien rumah sakit. Pasal 32 huruf q berbunyi: “menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana”. Menurut bunyi pasal tersebut, perlindungan diberikan apabila rumah sakit diduga memberikan pelayanan yang melanggar ketentuan, pasien diberikan kesempatan oleh undang-undang untuk menuntut atau menggugat rumah sakit tersebut, baik secara pidana maupun perdata. Pasal 32 huruf r berbunyi sebagai berikut: “mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
sesuai dengan standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Selain kedua pasal tersebut, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit juga memberikan perlindungan mengenai keselamatan pasien. Keselamatan pasien diatur pada Pasal 43. Bunyi dari Pasal 43 ayat (1) sebagai berikut: “Rumah Sakit wajib menerapkan standar keselamatan. Sedangkan bunyi Pasal 43 ayat (2) : “Standar keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
melalui
pelaporan
insiden,
menganalisa,
dan
menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.” Dalam hal pasien dirugikan oleh tindakan tenaga kesehatan, Undang-Undang Rumah Sakit juga mengaturnya tersendiri. Apabila pasien dirugikan oleh tindakan tenaga medis maka pasien dapat meminta pertanggungjawaban kepada rumah sakit, sebagaimana telah diatur didalam Pasal 46 Undang-Undang Nomor 44 tentang Rumah Sakit, yang berbunyi sebagai berikut : “Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit.” d. Dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran Di dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran juga memberikan perlindungan terhadap pasien. Perlindungan pasien diatur pada Pasal 66 ayat (1). Pasal 66 berbunyi sebagai berikut: (1) Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. (2) Pengaduan sekurang-kurangnya commit to user harus memuat:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
a. identitas pengadu; b. nama dan alamat tempat prraktik dokter atau dokter gigi dan waktu tindakan dilakukan; dan c. alasan pengaduan. (3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghilangkan hak setiap oramg untuk melaporkan adanya dugaan. B. Pelaksanaan Pemenuhan Hak-Hak Pasien Pengguna Layanan Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) Sebagai Konsumen Jasa di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sragen 1. Pengaturan Mengenai Hak-Hak Pasien Sebagai Konsumen Jasa Di Bidang Medis Pada hakikatnya semua pasien dilindungi oleh undang-undang yang sama. Baik itu pasien pada umumnya ataupun pasien pengguna layanan sosial seperti Jamkesmas, Jamkesda, Jampersal tetap dilindungi oleh hukum yang sama. Pasien sebagai konsumen di bidang medis dilindungi oleh beberapa undang-undang. Beberapa peraturan perundangundangan tersebut antara lain adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Di dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, hak-hak pasien tidak secara tegas diatur. Undang-undang kesehatan mengatur secara umum mengenai hak-hak pasien atau lebih tepatnya undang-undang tersebut mengatur hak-hak pribadi manusia yang harus didapatkan. Pengaturan mengenai hak-hak pasien pada UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan termuat di dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal 32. Dalam Pasal 5 Undang-Undang Kesehatan, menyatakan bahwa setiap orang memiliki hak sebagai berikut: (1) Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan; (2) Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
(3) Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa setiap orang memiliki hak yang sama, perlakuan yang sama dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Setiap orang disini ditujukan kepada semua orang yang memang membutuhkan pelayanan kesehatan, tanpa mebedakan status sosial maupun asalnya. Pasal 5 ayat (2) juga menyatakan bahwa setiap orang juga berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau. Setiap orang disini juga merujuk pada pasien yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Baik itu pasien menggunakan layanan Jamkesmas ataupun pasien pada
umumnya. Jamkesmas
merupakan layanan kesehatan yang diperuntukkan bagi orang-orang yang berasal dari golongan menengah kebawah, atau dapat dikatakan berasal dari golongan tidak mampu. Banyak kasus yang terjadi pasien pengguna layanan sosial seperti Jamkesmas mendapat perlakuan yang kurang memuaskan dari pihak rumah sakit dalam memperoleh pelayanan kesehatan.
Misalnya
pasien
merasa
ditelantarkan
ketika
sedang
membutuhkan pelayanan kesehatan yang intensif, ataupun mendapatkan pelayanan kesehatan yang buruk dari pihak rumah sakit, atau bahkan mendapat penolakan dari rumah sakit dengan alasan kamar pasien sudah penuh. Kasus yang terjadi akhir-akhir ini yang menimpa salah seorang bocah bernama Ikrar, penderita tumor mata di Makassar, Sulawesi Selatan. Akibat penolakan yang dilakukan oleh pihak rumah sakit maka kondisi kesehatan Ikrar sangat memprihatinkan. Menurut sang ibu, dua rumah sakit besar di Makassar, yakni Rumah Sakit Dr Wahidin dan Rumah Sakit Bajo tidak bersedia untuk menangani penyakit anaknya dikarenakan tidak adanya biaya dari pasien tersebut. (Anonim. 2012. Tidak Memiliki Biaya Penderita
Tumor
Mata
Dipulangkan.
http://www.indosiar.com/fokus/penderita-tumor-mata-dipulangkan-daricommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
rumah-sakit_78046.html. diunduh pada tanggal 23 September 2012 Pukul 10:00). Berdasarkan kasus-kasus tersebut hak-hak pasien yang telah ditentukan dalam Pasal 5 tersebut tidak terpenuhi. Maka dari itu pengaturan mengenai hak-hak dasar tersebut sangatlah diperlukan demi tercapainya pemenuhan kesehatan yang lebih baik. Pada Pasal 6 Undang-Undang Kesehatan menyatakan bahwa “setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi tercapainya derajat kesehatan”. Sementara dalam Pasal 7 menyatakan bahwa “Setiap orang berhak
untuk mendapatkan
informasi dan edukasi tentang
kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab”. Tujuan dari Pasal 7 tersebut cukup jelas, bahwa setiap orang berhak mendapatkan informasi dan edukasi mengenai kesehatan. Dengan informasi dan edukasi yang didapatkan tersebut diharapkan masyarakat pada umumnya lebih menyadari pentingnya menjaga kesehatan. Pasal 8 Undang-Undang Kesehatan juga memberikan pengaturan mengenai hak-hak yang didapat pasien. Pasal 8 menyatakan bahwa “Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan”. Bunyi pasal tersebut dapat diartikan bahwa setiap orang berhak mendapa informasi yang jelas dan mudah dimengerti mengenai riwayat kesehatan dirinya termasuk juga tindakan medis dan pengobatan yang pernah diterimanya, dalam hal ini berkaitan dengan rekam medis. Seseorang berhak mendapatkan informasi yang jelas mengenai riwayat penyakitnya, agar orang tersebut paham mengenai penyakit apa yang dideritanya. Selain mendapatkan informasi mengenai riwayat kesehatan, pasien juga berhak mendapat informasi mengenai tindakan apa yang diterimanya dari tenaga kesehatan. Hal ini berkaitan dengan informed consent yakni persetujuan antara pasien dengan pihak tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan medis. Informasi tersebut sangat diperlukan, khususnya untuk pihak pasien. Informasi tersebut berguna bagi pasien commitatau to user untuk memberikan persetujuan tidak terhadap tindakan medis yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
dilakukan oleh pihak tenaga kesehatan tersebut. Namun pasien juga diberikan hak untuk menolak tindakan medis tersebut, kecuali di dalam undang-undang ditentukan lain. Pasal 32 Undang-Undang Kesehatan juga memberikan pengaturan mengenai hak-hak pasien. Hak-hak pasien yang termuat dalam Pasal 32 antara lain adalah hak untuk mendapat pelayanan kesehatan dan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah maupun swasta dalam keadaan darurat, sebagaimana termuat dalam Pasal 32 ayat (1). Hal ini ditujukan untuk penyelamatan nyawa pasien dan mencegah kecacatan yang mungkin terjadi pada pasien tersebut. Sementara pada Pasal 32 ayat (2) menyatakan bahwa dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik itu milik pemerintah ataupun milik swasta dilarang menolak untuk memberikan perawatan terlebih lagi meminta uang muka untuk membayar biaya perawatan terlebih dahulu. Menurut Pasal 32 ayat (2) tersebut pertolongan pertama lebih didahulukan dengan tidak mengesampingkan syarat administrasi. Pasal tersebut memberikan perlindungan kepada pasien bahwa pasien wajib didahulukan untuk mendapatkan pertolongan pertama pada saat keadaan darurat, untuk mencegah kecacatan yang mungkin terjadi ataupun yang lebih buruk lagi untuk menyelamtkan nyawa pasien tersebut. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan juga memberikan perlindungan hukum terhadap hak pasien. Secara tegas diatur dalam Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58. Pasal 56 menyatakan bahwa: (1) Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap. (2) Hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku pada: a. penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat menular ke dalam masyarakat yang lebih luas; b. keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri; atau c. gangguan mental berat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
(3) Ketentuan mengenai hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sementara Pasal 57 menyatakan bahwa : (1) Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan. (2) Ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal: a. perintah undang-undang; b. perintah pengadilan; c. izin yang bersangkutan; d. kepentingan masyarakat; atau e. kepentingan orang tersebut. Sedangkan dalam Pasal 58 memberikan hak pada pasien untuk melakukan upaya hukum apabila mengalami kerugian akibat kesalahan ataupun kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Pasien diberi kesempatan
seluas-luasnya
oleh
undang-undang
tersebut
untuk
mengajukan tuntutan ganti rugi terhadap pihak tenaga kesehatan atau Rumah Sakit. Kerugian dalam hal ini lebih bersifat materiil. Contohnya seperti cacat,atau bahkan sampai meninggal. Oleh karena itu UndangUndang Kesehatan melalui pasal 58 memberikan kesempatan seluasluasnya kepada pasien untuk mengajukan ganti rugi apabila memang pasien tersebut mengalami kerugian akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Rumusan Pasal 58 yang memberikan hak kepada pasien untuk mengajukan ganti rugi, berbunyi sebagai berikut: (1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya. (2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
(3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hak-hak pasien tidak hanya diatur dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit memberikan penjelasan secara detail mengenai hak dan kewajiban pasien. Hak dan kewajiban pasien tersebut di atur dalam Pasal 31 dan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Kewajiban sebagai pasien diatur dalam Pasal 31 Undang-Undang Kesehatan. Pasal 31 berbunyi sebagai berikut: 1) Setiap pasien mempunyai kewajiban terhadap Rumah Sakit atas pelayanan yang diterimanya. 2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban pasien diatur dengan Peraturan Menteri”. Pengaturan mengenai hak-hak pasien dijelaskan dalam Pasal 32 Undang-Undang Kesehatan. Dijelaskan secara rinci didalam pasal tersebut hak-hak yang bisa diperoleh atau yang harus dipenuhi oleh pihak rumah sakit terhadap pasien. Hak-hak pasien menurut Pasal 32 Undang-Undang Kesehatan antara lain adalah: a. memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit; b. memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien; c. memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi; d. memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional; e. memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi; f. mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan; g. memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit; h. meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
i. mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya; j. mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan; k. memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya; l. didampingi keluarganya dalam keadaan kritis; m. menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya; n. memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit; o. mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap dirinya; p. menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya; q. menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana; dan r. mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengaturan mengenai hak-hak pasien dalam Pasal 32, memberikan gambaran yang jelas mengenai hak-hak pasien. Karena di dalam pasal tersebut dijelaskan secara rinci dan lengkap mengenai hak-hak yang harus diperoleh seseorang sebagai pasien rumah sakit. Hak-hak dasar diatur juga dalam pasal tersebut. Misalnya seperti hak untuk mendapat pelayanan kesehatan secara manusiawi, adil, jujur dan tanpa diskriminasi. Tanpa ada pengaturan sekalipun, pasien harusnya memperoleh hak tersebut dari rumah sakit. Berkaitan dengan obyek yang diteliti adalah pasien pengguna layanan Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS), dimana pasien Jamkesmas sebagian besar berasal dari kalangan tidak mampu. Tanpa mengesampingkan status sebagai pasien Jamkesmas, rumah sakit sebaiknya tetap memenuhi hak-hak pasien tersebut sama dengan pasien pada umumnya. Karena pada saat ini banyak sekali kasus-kasus terjadi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
menimpa pasien pengguna layanan sosial seperti Jamkesmas, Jampersal, Jamkesda. Kasus tersebut antara lain adalah pasien sering merasa ditelantarkan dan diperlakukan tidak adil. Pernah ada satu kasus, pasien pengguna layanan Jamkesmas ditelantarkan akibat syarat-syarat yang belum lengkap. Sehingga pasien tersebut tidak dapat langsung mendapat pertolongan pertama. Hal demikian sebaiknya dihindari, karena merujuk pada ketentuan Pasal 32 Undang-Undang Rumah Sakit bahwa pelayanan kesehatan diberikan tanpa adanya diskriminasi. Selain mendapat hak tersebut, menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pasien juga diberikan hak untuk melakukan gugatan atau tuntutan apabila rumah sakit memberikan pelayanan tidak sesuai standard operasional. Pasien diberikan hak untuk melakukan gugatan dan/ tuntutan baik secara perdata maupun pidana. Secara perdata, karena dasar dari pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan merupakan persetujuan antara pasien dengan pihak tenaga kesehatan. Apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi, maka pihak yang satu dapat menggugat pihak yang melakukan wanprestasi. Dalam hal ini apabila rumah sakit dalam memberikan pelayanan tidak sesuai dengan standard dan ternyata menimbulkan kerugian bagi pasien, maka pasien diberikan hak untuk menggugat rumah sakit maupun tenaga kesehatan. Ketentuan tersebut juga bertujuan untuk mengurangi kasus-kasus malpraktek yang akhir-akhir ini cukup banyak terjadi. Selain peraturan perundang-undangan diatas, hak-hak pasien juga diatur di dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran. Didalam Undang-Undang tersebut hak pasien diatur pada Pasal 52 dan kewajiban pasien diatur didalam pada Pasal 53. Pasal 52 berbunyi sebagai berikut : Pasien dalam menerima pelayanan pada praktek kedokteran, mempunyai hak : a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis commit todalam user pasal 45 ayat (3); sebagaimana dimaksud
perpustakaan.uns.ac.id
b. c. d. e.
digilib.uns.ac.id 85
meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain; mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis; menolak tindakan medis; dan mendapatkan isi rekam medis.
Dari pengaturan mengenai hak pasien Pasal 52 tidak jauh berbeda dengan pengaturan hak sebelumnya. Di dalam pasal tersebut hak pasien yang harus diperhatikan adalah mendapatkan penjelesan secara lengkap tentang tindakan medis. Tindakan medis dilakukan atas dasar persetujuan antara pasien dengan pihak tenaga kesehatan. Jadi sebelum tindakan medis dilakukan dan persetujuan diberikan maka pihak tenaga kesehatan harus memberikan penjelasan kepada pasien baik itu secara lisan maupun tulisan mengenai tindakan medis yang harus dilakukan oleh pihak tenaga kesehatan. Penjelasan tersebut menurut Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Praktek Kedokteran sekurang-kurangnya mencakup : a. b. c. d. e.
diagnosa dan tata cara tindakan medis; tujuan tindakan medis yang dilakukan; alternatif tindakan lain dan risikonya; risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
Kelima hal tersebut sangat perlu diperhatikan oleh tenaga kesehatan dalam menyampaikan penjelasan kepada pasien mengenai tindakan medis yang akan dilakukan. Karena berkenaan dengan persetujuan yang akan diberikan oleh pasien. Kebanyakan pihak tenaga kesehatan sering mengabaikan hal ini. Mereka menganggap bahwa semua pasien mengerti mengenai tindakan medis yang akan dilakukan tanpa harus memberi penjelasan secara detail mengenai tindakan apa yang akan diambil. Pasien pada dasarnya hanya menuruti apa yang dilakukan oleh pihak tenaga kesehatan. Hal ini dikarenakan ketidaktahuan pasien mengenai hal-hal medis, atau dapat dikatakan pasien sangat awam tentang hal-hal medis sehingga dibutuhkan penjelasan atau informasi yang jelas dari pihak tenaga kesehatan. Karena pasien yang dibahas dalam penulisan ini adalah pasien penggunalayanan Jamkesmas, dalam menyampaikan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
penjelasan, sebaiknya menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh pihak pasien, sehingga pasien cepat mengerti dan tanggap atas tindakan medis yang akan dilakukan. Sementara itu Pasal 53 Undang-Undang Praktek Kedokteran mengatur mengenai kewajiban pasien. Kewajiban pasien itu antara lain adalah : a. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya; b. mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi; c. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima. Didalam
Undang-Undang
Nomor
8
Tahun
1999
tentang
Perlindungan Konsumen, diatur mengenai hak-hak yang diperoleh sebagai konsumen. Selain mengetur hak-hak sebagai konsumen, Undang-Undang Perlindungan Konsumen juga mengatur mengenai perlindungan terhadap konsumen apabila hak-hak sebagai konsumen tersebut dilanggar oleh pihak pelaku usaha. Hak-hak sebagai konsumen diatur dalam Pasal 4 dan Pasal 5. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengatur tentang hak-hak konsumen. Hak-hak konsumen itu sebagai berikut: a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan; e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
h. hak untuk mendapatkan dispensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian jika barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan yang lain. Jika kita kaitkan antara pelaku usaha dengan rumah sakit memang sangat berbeda. Pengertian pelaku usaha menurut Pasal 1 Ke 3 UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah: Setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjan menyelenggarakan kegiatan usaha dalam bidang ekonomi. Dari pengertian tersebut yang dapat disebut sebagai pelaku usaha adalah yang menyelenggarakan kegiatan usahanya di bidang ekonomi. Sedangkan rumah sakit tidak menyelenggarakan kegiatan usahanya di bidang ekonomi, maka rumah sakit tidak dapat disebut sebagai pelaku usaha. Namun, banyak kalangan saat ini setuju bahwa rumah sakit tidak hanya bergerak di bidang pelayanan kesehatan saja. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 756/MENKES/SK/VI/2004 tentang Persiapan Liberalisasi Perdagangan dan Jasa di Bidang Kesehatan menyatakan bahwa jasa layanan kesehatan termasuk dalam kategori bisnis dan World Trade Organization (WTO) juga memasukkan rumah sakit, dokter, bidan maupun perawat sebagai pelaku usaha (Nurlis E. Meuko, Sandy Adam Mahaputra, Lutfi Dwi Puji Astuti, Zaky Al-Yamani. 2009. Malpraktek: Dokter Penghantar Maut. http://sorot.news.viva.co.id/news/read/34856tabib_pengantar_maut. diunduh pada 12 Agustus 2012 pukul 14.30 WIB). Jadi, rumah sakit pada saat ini sudah dapat dikategorikan sebagai pelaku usaha, karena tidak hanya bergerak di bidang pelayanan kesehatan tetapi juga sudah mulai bergerak di bidang bisnis. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
Disamping hak-hak yang dimuat dalam Pasal 4 juga terdapat hakhak konsumen yang dirumuskan dalam pasal-pasal berikutnya, khususnya dalam Pasal 7 yang mengatur tentang kewajiban pelaku usaha. Kewajiban dan hak merupakan antinomi dalam hukum, sehingga kewajiban pelaku usaha dapat dilihat sebagai hak konsumen (Sidharta, 2004:21). Pasal 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang berbunyi sebagai berikut: a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya; b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta member penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku; e. memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan; f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat pengggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Selain diatur di dalam Undang-Undang, hak-hak pasien juga diatur di dalam beberapa Peraturan Menteri, Keputusan Menteri, dan juga ketetapan-ketetapan lainnya. Contohnya adalah Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien
Rumah
Sakit,
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah sakit, dan termuat juga pada Surat Edaran Direktorat Jendral Pelayanan Medis Depkes RI No YM.02.04.3.5.2504 tentang Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit. Di dalam Surat Edaran tersebut disebutkan mengenai hak-hak pasien rumah sakit sebagai berikut : a. Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yangcommit berlakutodiuser rumah sakit;
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
b. Pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur; c. Pasien berhak memperoleh pelayanan medis yang bermutu sesuai dengan standar profesi kedokteran / kedokteran gigi dan tanpa diskriminasi; d. Pasien berhak memperoleh asuhan keperawatan dengan standar profesi keperawatan; e. Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit; f. Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat klinis dan pendapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak luar; g. Pasien berhak meminta konsultasi kepada dokter lain yang terdaftar di rumah sakit tersebut (second opinion) terhadap penyakit yang dideritanya, sepengetahuan dokter yang merawat; h. Pasien berhak atas "privacy" dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya; i. Pasien berhak mendapat informasi yang meliputi : (1) Penyakit yang diderita; (2) Tindakan medik apa yang hendak dilakukan; (3) kemungkinan penyakit sebagai akibat tindakan tsb sebut dan tindakan untuk mengatasinya; (4) alternatif terapi lainnya; (5) prognosanva; (6) perkiraan biaya pengobatan; j. Pasien berhak menyetujui/memberikan izin atas tindakan yang akan dilakukan oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya; k. Pasien berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya; l. Pasien berhak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis; m. Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama/kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya; n. Pasien berhak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit; o. Pasien berhak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan perlakuan rumah sakit terhadap dirinya; p. Pasien berhak menerima atau menolak bimbingan moril maupun spiritual. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
Selain diatur di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, hak-hak pasien juga diatur secara internasional. Menurut American Hospital Asosiation (AHA), terdapat beberapa standard perawatan khusus yang bisa diperoleh semua pasien. AHA telah mengembangkan hukum positif, Patien’s Bill of Rights, yang merupakan garis-garis besar baik untuk pasien maupun staff rumah sakit. Berikut merupakan hak-hak pasien yang diatur didalam peraturan tersebut atau yang lebih dikenal dengan 12 hak pasien : a. Pasien berhak mendapatkan perawatan yang tepat serta penuh perhatian dari pihak manajemen Rumah Sakit; b. Pasien berhak memperoleh informasi terbaru dan lengkap dari dokter sehubungan dengan prognosis, diagnosis dan perawatan sehingga pasien mengerti kondisi medis pasien itu sendiri; c. Pasien berhak menerima informasi yang diperlukan dari dokter sebagai Informed Consent untuk memulai setiap prosedur dan/atau perawatan yang akan pasien terima; d. Pasien berhak untuk menolak perawatan sampai tingkat tertentu yang diijinkan oleh hukum dan berhak mendapat informasi terhadap konsekuensi-konsekuensi medis atas tindakan pasien tersebut; e. Pasien berhak mendapatkan privasi sehubungan dengan program perawatan medis pasien itu sendiri; f. Pasien berhak meminta bahwa semua komunikasi dan laporanlaporan yang terkait dengan perawatan pasien harus sebagai informasi rahasia; g. Pasien berhak mendapatkan perawatan maksimal dalam batasbatas kemampuan pelayanan Rumah Sakit; h. Pasien berhak untuk memperoleh informasi mengenai jalinan kerja Rumah Sakit dengan Rumah Sakit/klinik lainnya dan lembaga pendidikan sejauh ada sangkut pautnya dengan penyakit pasien; i. Pasien berhak mendapatkan pengarahan jika pihak Rumah Sakit berkeinginan mengadakan atau mengikutsertakan pasien dalam percobaan manusia yang mempengaruhi perawatan atau pengobatan pasien; j. Pasien berhak mendapatkan perawatan yang terus menerus dalam batas-batas semestinya; k. Pasien berhak mengkaji dan mendapatkan penjelasan tentang tagihan-tagihan medis tanpa mempedulikan sumber pembayarannya; l. Pasien berhak mengetahui peraturan-peraturan Rumah Sakit commit topada user seorang pasien (Ficha Schatzi. yang telah diterapkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 91
2012. Hak-Hak Pasien. http://fichaschatzi.blogspot.com/2012/03/hak-hak-pasien.html. diunduh pada 12 Agustus 2012 pukul 14.45 WIB). Beberapa negara anggota Uni Eropa juga memberikan pengaturan mengenai hak pasien. Namun pada dasarnya hak pasien yang diatur tidak jauh berbeda dengan yang diatur oleh American Hospital Asosiation (AHA). This overview is an attempt to provide a framework concerning patients rights on the legislation and policies of the EU MS. It looks in particular at the rights of patients relating to: e. Right to informed consent; f. Right to information concerning own health; g. Right to medical records; h. Right to privacy; i. Right to complain and compensation (Europan Patient’s Forum. Journal Patients Rights in the Europan Union. hal. 6). Terjemahannya adalah sebagai berikut : Gambaran ini merupakan upaya untuk menyediakan kerangka kerja mengenai hak pasien pada undang-undang dan kebijakan MS Uni Eropa. Ini terlihat khususnya pada hak-hak pasien yang berkaitan dengan: a. Hak untuk informed consent; b. Hak atas informasi mengenai kesehatan sendiri; c. Hak atas catatan medis; d. Hak atas privasi; e. Hak untuk mengeluh dan kompensasi. 2. Pelaksanaan Pemenuhan Hak-Hak Pasien Pengguna Layanan Jamkesmas Di Rumah Sakit Umum Daerah Sragen Setelah dilakukan penelitian tentang Pelaksanaan Pemenuhan HakHak Pasien Pengguna Layanan Jamkesmas di Rumah Sakit Umum Daerah Sragen kepada 40 responden yang semuanya adalah pasien pengguna Jamkesmas di RSUD Sragen, dapat dilihat bahwa 90% responden memberikan pendapat bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Daerah Sragen dikategorikan memuaskan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 92
Diagram 1. Tingkat kepuasan pasien pengguna Jamkesmas terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan oleh RSUD Sragen.
Belum 10%
Sudah 90% Sumber : Sumber Bahan Hukum Sekunder (hasil wawancara)
Penelitian
ini
dilakukan
dengan
memberikan
pertanyaan-
pertanyaan dalam bentuk kuesioner kepada responden. Responden dalam penelitian ini adalah pasien pengguna Jamkesmas. Responden berjumlah 40 orang yang kesemuanya adalah pasien pengguna Jamkesmas yang dirawat di Kamar Kelas III Rumah Sakit Umum Daerah Sragen. Selain itu penelitian, juga dilakukan dengan teknik wawancara. Wawancara dilakukan dengan beberapa informan, yakni petugas Jamkesmas, Ketua Pelaksana Jamkesmas di Rumah Sakit Umum Daerah Sragen, dan Kepala Bidang Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Sragen. Pada dasarnya pemenuhan hak-hak pasien pengguna Jamkesmas tidak berbeda dengan pasien pada umumnya. Hak-hak yang diatur di dalam peraturan perundang-undangan berlaku juga pada pasien pengguna Jamkesmas. Perbedaannya selama menerima perawatan di rumah sakit, pasien pengguna layanan Jamkesmas tidak dipungut biaya dan hanya commit dapat menempati Kamar Kelas III.to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 93
Dalam penelitian ini, penulis mengambil hak-hak dasar bagi pasien untuk dijadikan tolok ukur pemenuhan hak-hak pasien Jamkesmas di RSUD Sragen. Hak-hak dasar tersebut antara lain adalah hak untuk mendapatkan
pelayanan
yang
aman,
bermutu,
terjangkau
dan
antidiskriminatif, hak untuk mendapatkan informasi tentang kondisi pasien, hak untuk mendapatkan informasi tentang hak dan kewajiban pasien, hak untuk memberikan persetujuan sebelum tindakan medis dilakukan, hak untuk mendapatkan penjelasan secara lengkap sebelum tindakan medis dilakukan, dan hak untuk mengajukan gugatan apabila rumah sakit tidak memberikan pelayanan sesuai standard. Setelah dilakukan penelitian kepada 40 responden yang semuanya adalah pasien pengguna Jamkesmas di RSUD Sragen, memberikan pendapat yang berbeda tentang pemenuhan hak-hak pasien Jamkesmas. Sebanyak 20% responden menyatakan bahwa mereka tidak sepenuhnya paham mengenai hak mereka sebagai pasien dan sebanyak 10% tidak paham sama sekali akan hak nya sebagai pasien di RSUD Sragen.
Diagaram 2. Tingkat pemahaman pasien pengguna Jamkesmas terhadap hak-haknya sebagai pasien.
tidak sepenuhnya paham 20%
tidak paham 10%
paham sekali 70%
commit to user Sumber : Sumber Bahan Hukum Sekunder (hasil wawancara)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 94
Dalam hal ini pihak rumah sakit sudah berusaha untuk menyampaikan atau memberitahukan hak-hak pasien tersebut. Untuk pasien pengguna Jamkesmas di kamar kelas III, terdapat tulisan yang ditempel di dinding kamar tersebut, yang berisi hak dan kewajiban dari pasien. Pihak rumah sakit mencoba memberi kemudahan bagi pasien agar mudah memahami hak-haknya. Dengan membaca tulisan tersebut pasien diharapkan paham akan hak-haknya yang seharusnya diperoleh. Namun, seringkali tulisan-tulisan tersebut tidak diperhatikan oleh pihak pasien maupun keluarga pasien, karena kesibukannya sendiri. Berkaitan dengan hak dasar pasien yakni mendapat pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, terjangkau dan anti diskriminasi, hampir seluruh responden menjawab hak tersebut sudah dipenuhi, yakni sebanyak 37 responden menjawab bahwa hak tersebut sudah dipenuhi.
Diagram 3. Tingkat pemenuhan hak pasien untuk mendapat pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, terjangkau dan anti diskriminasi.
Belum 8%
Sudah 92% Sumber : Sumber Bahan Hukum Sekunder (hasil wawancara) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 95
Karena status pasien adalah pasien Jamkesmas sehingga sangat riskan terjadi diskriminasi dalam memberikan pelayanan kesehatan. Namun hal tersebut tidak terjadi di RSUD Sragen. Ketika penulis melakukan wawancara dengan petugas Jamkesmas di RSUD Sragen, Basuki, menerangkan bahwa pada dasarnya status pasien Jamkesmas tidak dibedakan dengan pasien pada umumnya. Setiap pasien yang datang berobat di RSUD Sragen mendapatkan perlakuan yang sama. Bedanya pasien pengguna Jamkesmas hanya diperbolehkan untuk dirawat dikamar kelas III, karena sudah ditetapkan demikian dalam Pedoman Pelaksanaan Jamkesmas. Untuk pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau, pihak rumah sakit menerangkan bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan sesuai dengan standard pelayanan rumah sakit pada umumnya. Setelah dilakukan penelitian kepada pasien pengguna Jamkesmas, hampir seluruhnya menjawab hak tersebut sudah dipenuhi oleh rumah sakit. Selanjutnya berkaitan dengan hak mendapatkan persetujuan untuk melakukan tindakan medis. Sebagaimana diatur di dalam Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang
Praktek Kedokteran,
yang menerangkan bahwa “setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu”. Persetujuan dalam hal ini adalah persetujuan dari kedua belah pihak baik pasien maupun rumah sakit. Sebelum persetujuan diberikan, pasien akan mendapatkan penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan. Penjelasan tersebut memuat diagnosis penyakit dan langkah-langkah medis yang akan dilakukan, alternatif tindakan medis yang lain beserta resiko yang kemungkinan terjadi, resiko komplikasi yang akan terjadi apabila tindakan tersebut tidak berhasil, prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan pasien. Setelah penjelasan diberikan maka persetujuan dengan pasien dapat dilakukan. Persetujuan commitmedis to user inilah yang melandasi tenaga untuk melakukan tindakan medis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 96
terhadap pasien. Dalam penelitian yang penulis lakukan, seluruh responden memberikan jawaban adanya persetujuan dengan pasien sebelum tindakan medis dilakukan. Dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dijelaskan banwa “setiap orang berhak atas informasi tentang data kesehatan dirinya”. Yang dimaksud dengan data kesehatan adalah riwayat kesehatan dari pasien selama menjalani pengobatan, termasuk juga riwayat penyakit yang diderita pasien selama hidupnya. Menurut hasil penelitian yang penulis lakukan, pihak rumah sakit membuat sebuah catatan mengenai riwayat kesehatan serta riwayat penyakit yang diderita oleh pasien, yang dianamakan rekam medis. Rekam medis diatur tersendiri di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis. Di dalam Pasal 1 ke 1 “Rekam Medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien”. Rekam medis harus diberikan kepada pasien agar dapat dijadikan pasien sebagai data kesehatan bagi dirinya.
Diagram 4. Tingkat pemenuhan hak pasien untuk mendapat informasi tentang data kesehatan secara jelas, benar dan akurat.
Belum 20%
Sudah 80% commit to user Sumber : Sumber Bahan Hukum Sekunder (hasil wawancara)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 97
Dalam penelitian yang telah penulis lakukan, sebanyak 80% merasa hak untuk mendapat informasi tentang data kesehatan telah terpenuhi. Sebagian kecil merasa belum terpenuhi karena tidak terlalu mengerti kegunaan dari rekam medis tersebut dan disebabkan juga karena pasien tidak terlalu mengerti apa saja yang dituliskan di dalam rekam medis. Di dalam Pedoman Pelaksanaan Jamkesmas dinyatakan bahwa pelayanan RITL (Rawat Inap Tingkat Lanjut) diberikan di ruang rawat inap kelas III. Artinya bahwa seluruh pasien Jamkesmas apabila diberikan pelayanan rawat inap hanya diperbolehkan dirawat di ruang rawat inap kelas III. Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan, seluruh responden yang juga sebagai pasien Jamkesmas, dirawat di ruang rawat inap Kelas III. Dinyatakan lebih lanjut di dalam Pedoman Pelaksanaan Jamkesmas, apabila karena sesuatu hal seperti misalnya tidak tersedianya tempat tidur, peserta terpaksa dirawat di kelas yang lebih tinggi dari kelas III, biaya pelayanannya tetap diklaimkan menurut biaya kelas III. Dari penelitian yang dilakukan oleh penulis, penulis tidak mendapati hal tersebut. Dikarenakan ruang rawat inap kelas III, masih dirasa cukup untuk menampung pasien pengguna Jamkesmas. Berikutnya mengenai hak untuk mengajukan gugatan apabila rumah sakit memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standard. Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan pihak rumah sakit siap menghadapi gugatan dari pihak pasien, apabila memang terjadi pelayanan kesehatan tidak diberikan sesuai dengan standard yang berlaku. Namun selama ini belum pernah terjadi hal yang demikian. Rumah sakit merasa telah memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan standard dan kebutuhan
medis
pasien.
Apabila
terjadi
sedikit
permasalahan,
penyelesaiannya tidak sampai ke pengadilan. Kebanyakan permasalahan timbul karena kesalahapahaman anatara pasien dengan pihak rumah sakit. commit to oleh user pihak rumah sakit, merasa tidak Misalnya pasien merasa diabaikan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 98
segera ditangani, ataupun merasa diberikan pelayanan yang buruk dari pihak rumah sakit. Kedua belah pihak, baik pihak rumah sakit maupun pasien memilih untuk menyelesaikan permasalahan tersebut secara kekeluargaan.
commit to user