BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pada hasil penelitian penulis akan menyajikan fakta-fakta yang terdapat dalam perkara penggelapan dalam jabatan secara berlanjut ini mulai dari identitas terdakwa, uraian singkat peristiwa hukum, Putusan Pengadilan Negeri Padangsidempuan Nomor: 537/Pid.B/2014/PN.Psp, alasan pengajuan kasasi penuntut umum, hingga Putusan Mahkamah Agung Nomor 752 K/Pid/2015, yang data-datanya akan diperlukan dalam pembahasan 1. Identitas Terdakwa Nama
:
Syarif Muda Siregar, S.E., M.M.;
Tempat Lahir
:
Jakarta;
Umur/Tgl. Lahir
:
43 Tahun / 18 Desember 1970;
Jenis Kelamin
:
Laki-laki;
Kebangsaan
:
Indonesia;
Tempat Tinggal
:
Jalan Kenanga Nomor 8, Kelurahan Ujung Pandang, Kecamatan
Padangsidempuan
Selata,
Kota
Padangsidempuan; Agama
:
Islam;
Pekerjaan
:
Wiraswasta/Wakil Ketua Harian Yayasan Perguruan Nurul Ilmi
2. Uraian Singkat Peristiwa Hukum Pada tanggal 18 Mei sampai dengan tanggal 19 Juni 2012, Terdakwa Syarif Muda Siregar, S.E., M.M., telah melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut yaitu dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena adanya
40
41
hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, yang dilakukan Terdakwa dengan cara sebagai berikut: Berdasarkan Surat Keputusan yang dibuat tanpa persetujuan dan seizin dari seluruh Badan Pengurus Yayasan Perguruan Islam “Nurul Ilmi” Lembaga Pendidikan BM Muda, Ketua Pengurus Harian Yayasan Perguruan Islam “ Nurul Ilmi” Lembaga Pendidikan BM Muda Dr. Badjora Muda Siregar, telah mengeluarkan Surat Keputusan pengangkatan dan penunjukan Syarif Muda Siregar, S.E., M.M., menjadi Wakil Ketua Harian pada Yayasan Perguruan Islam “Nurul Ilmi” Lembaga Pendidikan BM Muda Padangsidempuan, berdasarkan
Surat
Keputusan
Nomor:
156/YPI/SD-
SMP-SMA
NI/P.1/VII/2011 tanggal 1 Juli 2011 dan terakhir berdasarkan Surat Keputusan Nomor: 001/YPI/SD-SMP-SMA NI/P.1/VII/2013 tanggal 10 Juli 2013. Sebagai Wakil Ketua Harian Yayasan maka yang menjadi tugas dan tanggung jawab Terdakwa antara lain adalah mengawasi dan mengontrol segala sesuatu kegiatan operasional sekolah, membuat kebijakan-kebijakan internal yayasan yang diketahui dan disetujui Ketua Harian Yayasan serta menyetujui pengeluaran- pengeluaran uang untuk kepentingan sekolah. Sekolah-sekolah yang dikelola oleh Yayasan Perguruan Islam “Nurul Ilmi” Lembaga Pendidikan BM Muda Padangsidempuan adalah SD, SMP dan SMA, yang biaya pengelolaannya antara lain bersumber dari pemasukan uang dari siswa (SD, SMP dan SMA) berupa Infaq untuk siswa boarding (siswa masuk asrama sekolah) dan SPP (sumbangan pembiayaan pendidikan) / uang sekolah untuk siswa full day (siswa yang tidak masuk asrama), dana BOS (bantuan operasional sekolah) dan keuntungan penjualan buku pelajaran siswa yang masuk melalui bendahara masing-masing sekolah. Pada setiap akhir bulannya masing-masing bendahara sekolah membuat laporan tertulis setiap penerimaan dan pengeluaran uang tersebut yang diketahui oleh masingmasing Kepala Sekolah untuk lebih lanjut disampaikan kepada Ketua Pengurus Harian Yayasan yaitu Dr. Badjora Muda Siregar, DSB Semestinya seluruh dana pemasukan Yayasan Perguruan Islam “Nurul Ilmi” Lembaga Pendidikan BM Muda Padangsidempuan dipergunakan untuk
42
kepentingan belajar mengajar para siswa serta pembangunan pada sekolahsekolah milik yayasan. Akan tetapi dengan sepengetahuan Dr. Badjora Muda Siregar, DSB selaku Ketua Pengurus Harian Yayasan, ternyata ia Terdakwa Syarif Muda Siregar, S.E., M.M., Beberapa kali telah mengambil uang dari Bendahara
Sekolah
yang
seharusnya
adalah
milik
yayasan
serta
mempergunakannya untuk kepentingan di luar daripada kepentingan Yayasan Perguruan
Islam
“Nurul
Ilmi”
Lembaga
Pendidikan
BM
Muda
Padangsidempuan yang total seluruhnya setidak- tidaknya adalah sebesar Rp33.779.500,00 (tiga puluh tiga juta tujuh ratus tujuh puluh sembilan ribu lima ratus rupiah), masing-masing yaitu: a. Tanggal 18 Mei 2012 untuk pembayaran beli bahan bangunan makam keluarga bunga bondar sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah); b. Tanggal 25 Mei 2012 sebesar Rp13.773.000,00 (tiga belas juta tujuh ratus tujuh puluh tiga ribu rupiah) untuk pembayaran pelunasan bahan bangunan renovasi makam bunga bondar; c. Tanggal 2 Juni 2012 sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) untuk pembayaran upah tukang renovasi makam keluarga di bunga bondar (upah tukang); d. Tanggal 13 Juni 2012 sebesar Rp9.452.500,00 (sembilan juta empat ratus lima puluh dua ribu lima ratus rupiah) untuk pembayaran biaya renovasi makam keluarga bunga bondar (pelunasan) dan; e. Sebesar Rp3.500.000,00 (tiga juta lima ratus ribu rupiah) untuk pembayaran upah tukang renovasi makam keluarga bunga bondar (pelunasan). Perbuatan Terdakwa Syarif Muda Siregar, SE. MM maupun Dr. Badjora Muda Siregar, DSB tersebut dilakukan tanpa sepengetahuan dan seizin dari seluruh Badan Pendiri Yayasan ataupun Badan Pengurus Yayasan sehingga bertentangan dengan yang seharusnya dilakukan sebagaimana tertuang pada anggaran dasar dalam Akta Notaris Nomor 27 tanggal 25 Februari 1998 yang dibuat oleh Notaris Lindasari Bachroem, SH di Jakarta. Akibat perbuatan Terdakwa Syarif Muda Siregar, S.E., M.M. maka Yayasan
43
Perguruan
Islam
Padangsidempuan
“Nurul telah
Ilmi”
Lembaga
menderita
kerugian
Pendidikan
BM
setidak-tidaknya
Muda sebesar
Rp33.779.500,00 (tiga puluh tiga juta tujuh ratus tujuh puluh sembilan ribu lima ratus rupiah). Sehingga akibat perbuatannya ini, Terdakwa Syarif Muda Siregar, S.E., M.M., diadili di Pengadilan Negeri Padang Sidempuan dengan dakwaan penggelapan dalam jabatan secara berlanjut yang diatur dalam Pasal 64 jo. Pasal 374 KUHPidana 3. Putusan Pengadilan Negeri Padangsidempuan Dari kasus yang telah diuraikan di atas, Terdakwa Syarif Muda Siregar, S.E., M.M. diadili di Pengadilan Negeri Padangsidempuan dengan putusan Nomor: 537/Pid.B/2014/PN.Psp tanggal 2 Februari 2014, yang amar putusannya sebagai berikut: a. Menyatakan Terdakwa Syarif Muda Siregar, S.E., M.M., bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya dalam dakwaan Primair, akan tetapi perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana; b. Melepaskan Terdakwa tersebut oleh karenanya dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechts vervolging); c. Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya. Dasar pertimbangan Majelis Hakim adalah karena berdasarkan fakta hukum di persidangan diketemukan adanya alasan pemaaf atas seluruh perbuatan Terdakwa, maka sifat melawan hukum dari perbuatan Terdakwa dalam perkara a quo menjadi hapus/hilang sama sekali sehingga perbuatan Terdakwa
bukanlah
merupakan
tindak
pidana.
Berdasarkan
uraian
pertimbangan tersebut, walaupun Terdakwa Syarif Muda Siregar, S.E., M.M., bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya dalam dakwaan Primair Penuntut Umum tetapi apa yang dilakukan Terdakwa Mempunyai tujuan nyata yang memberikan manfaat terhadap kepentingan hukum yang hendak dilindungi oleh pembuat Undang-undang, Melindungi kepentingan hukum yang lebih tinggi dibandingkan dengan kepentingan hukum yang dituju oleh perumusan tindak pidana yang dilanggar dan Mempunyai nilai
44
bagi masyarakat dibandingkan dengan kepentingan dirinya sendiri hal ini terlihat bahwa Yayasan Perguruan Islam Nurul Ilmi Padang Sidempuan sekarang lebih berkembang dan lebih maju dari sebelumnya, maka menurut pendapat Majelis Hakim dapat dijadikan sebagai alasan pemaaf atas perbuatan Terdakwa tersebut. Karena terdapat alasan pemaaf yang menghapuskan kesalahan Terdakwa maka pertanggungjawaban pidana tidak dapat diterapkan kepada Terdakwa sehingga konsekuensi hukumnya, Terdakwa harus dilepaskan dari segala tuntutan hukum. Oleh karena itu pula berdasarkan Pasal 97 ayat (1) dan (2) KUHAP maka hak Terdakwa harus dipulihkan dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya. 4. Memori Kasasi Penuntut Umum Bahwa dengan memperhatikan dalil-dalil hukum serta dasar pendapat pada yurisprudensi tersebut di atas, maka Jaksa Penuntut Umum berpendapat bahwa
Putusan
Pengadilan
Negeri
Padangsidempuan
Nomor:
537/Pid/B/2014/PN.Psp. tanggal 2 Februari 2014 yang amarnya berbunyi sebagaimana tersebut di atas adalah Putusan Pembebasan Yang Tidak Murni (verkapte vrijspraak), karena: a. Pembebasan itu telah didasarkan pada penafsiran yang keliru terhadap sebutan tindak pidana yang disebut dalam surat dakwaan yaitu pengertian unsur perbuatan melawan hukum dan bukan didasarkan pada tidak terbuktinya unsur-unsur perbuatan yang didakwakan, dengan alasan sebagai berikut: 1) Bahwa terhadap Terdakwa Syarif Muda Siregar, S.E. , M.M., oleh Penuntut Umum telah dituntut terbukti melakukan kejahatan sebagaimana dalam Dakwaan Primair Surat Dakwaan No. Reg. Perk. : PDM-l 17/Ep.2/Psp/06/2014 yaitu pelanggaran Pasal 64 jo Pasal 374 KUHPidana dengan unsur-unsur sebagai berikut: a) Barang siapa; b) Melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut; c) Dengan sengaja dan melawan hukum;
45
d) Memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain; e) Tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena adanya hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu; 2) Bahwa dalam Putusan Pengadilan Negeri Padangsidempuan Nomor: 537/Pid.B/2014/PN.Psp. tanggal 02 Februari 2014 maka Majelis Hakim telah sependapat dengan Penuntut Umum bahwa Terdakwa Syarif Muda Siregar, S.E., M.M., terbukti bersalah melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud unsur- unsur Pasal 64 jo. Pasal 374 KUHPidana dalam Dakwaan Primair surat dakwaan. 3) Akan tetapi kemudian Majelis Hakim berpendapat lain, dengan pertimbangan bahwa karena berdasarkan fakta hukum di persidangan diketemukan adanya alasan pemaaf atas seluruh perbuatan Terdakwa, maka sifat melawan hukum dari perbuatan Terdakwa dalam perkara a quo menjadi hapus/hilang sama sekali sehingga perbuatan Terdakwa bukanlah merupakan tindak pidana. 4) Bahwa pertimbangan dan pendapat Majelis Hakim yang menyatakan bahwa perbuatan Terdakwa bukanlah merupakan tindak pidana adalah dikarenakan Majelis Hakim telah keliru menafsirkan unsur “perbuatan melawan hukum” dalam Pasal 372 KUHPidana. Bahwa alasan-alasan yang dipakai sebagai alasan penghapusan pidana dapat menyangkut terhadap perbuatan atau terhadap pembuatnya (orang), dalam hal ini di bedakan menjadi 2 jenis yaitu: a) Alasan Pembenar atau alasan Penghapus sifat melawan hukum (yang berhubungan dengan perbuatannya atau tindak pidananya), dalam KUHP ialah pada Pasal 49 ayat (1) KUHP, Pasal 50 KUHP, dan Pasal 51 ayat (1) KUHP; b) Alasan
Pemaaf
atau
alasan
penghapus
kesalahan
(yang
berhubungan dengan kesalahannya), dalam KUHP ialah pada Pasal
46
44 KUHP, Pasal 48 KUHP, Pasal 49 ayat (2) KUHP, Pasal 51 ayat (2) KUHP; Adapun mengenai Pasal 48 KUHP (daya paksa / overmacht) ada dua kemungkinan yaitu dapat merupakan alasan pembenar dan dapat pula merupakan alasan pemaaf, yang dapat dibedakan / disebabkan menjadi 2 hal: (1) Vis absoluta (paksaan yang absolute) yang dapat disebabkan oleh kekuatan manusia atau alam, dalam hal ini paksaan tersebut sama sekali tidak bisa ditahan atau dihindari; (2) Vis compulsive (paksaan yang relative) yaitu daya paksa dalam arti sempit (atau paksaan psikis) dan dalam keadaan darurat. Keadaan darurat terjadi apabila : (a) adanya perbenturan antara dua kepentingan hukum; (b) adanya perbenturan antara kepentingan hukum dan kewajiban hukum; (c) adanya perbenturan antara kewajiban hukum dan kewajiban hukum; Bahwa dalam putusan perkara a quo Majelis Hakim beranggapan terdapat adanya daya paksa/overmacht dalam perkara a quo yang bersifat Vis Compulsive (paksaan yang relative) yang bersumber dari adanya keadaan darurat yang mengakibatkan terjadinya perbenturan antara dua kepentingan hukum atau terjadinya perbenturan antara kepentingan hukum Terdakwa dan kewajiban hukum Terdakwa, keadaan dimaksud kemudian telah dinilai sebagai alasan pemaaf yang menghapuskan kesalahan dan sifat melawan hukum perbuatan Terdakwa Syarif Muda Siregar, S.E., M.M.,. Bahwa bilamana dicermati seluruh pertimbangan Majelis Hakim pada Putusan Pengadilan Negeri Padangsidempuan Nomor:
537/Pid.B/2014/PN.Psp.
tanggal
2
Februari
2014
sebagaimana terurai dalam lampiran, khususnya pertimbangan pada alinea pertama, kedua dan ketiga halaman 89 putusan dimaksud, dimana Majelis Hakim berpendapat bahwa seolah- olah
47
perbuatan Terdakwa Syarif Muda Siregar, S.E., M.M., dilakukan adalah karena adanya Vis compulsive (paksaan yang relative) yang lahir dari keadaan darurat sehingga menimbulkan adanya perbenturan
antara
dua
kepentingan
hukum
atau
adanya
perbenturan antara kepentingan hukum Terdakwa dan kewajiban hukum Terdakwa. Padahal dalam putusan perkara a quo maka tidak diketemukan satupun pertimbangan-pertimbangan Majelis Hakim yang memperlihatkan adanya keadaan yang sedemikian rupa sifatnya yang dapat untuk dipandang untuk dijadikan sebagai alasan
pemaaf
pertimbangan
atas
yang
perbuatan
Terdakwa.
dipertimbangkan
Majelis
Maka Hakim
seluruh guna
menentukan ada tidaknya sifat melawan hukum dari perbuatan Terdakwa adalah tidak tepat sama sekali. b. Bahwa putusan itu sebenarnya bukan merupakan putusan lepas dari tuntutan hukum Tidak dipidananya pelaku menurut doktrin disebabkan oleh dua hal; pertama karena tidak ada atau hilang/hapus kesalahan pelaku (disebut sebagai alasan pemaaf, contoh pada KUHP ialah pada Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49 ayat (2), Pasal 51 ayat (2) KUHP) dan kedua, karena hilang/hapus sifat melawan hukumnya perbuatan pelaku (disebut sebagai alasan pembenar, contoh pada KUHP ialah Pasal 49 ayat (1), Pasal 50, dan Pasal 51 ayat (1) KUHP). Sementara dalam KUHAP, tidak dipidananya pelaku tersebut akan membawa kepada bentuk putusan hakim yang berbeda. Dalam KUHAP adanya alasan penghapus pidana ini akan mengakibatkan dua bentuk putusan. Pertama yang mengakibatkan putusan bebas (vrijspraak), dan kedua mengakibatkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum (ontslag). Alasan penghapus pidana yang menghilangkan/ menghapuskan kesalahan pelaku akan mengakibatkan ia diputus bebas. Oleh karena sebagaimana diketahui bahwa, pengadilan menjatuhkan putusan bebas, apabila kesalahan (sebagai unsur subjektif) Terdakwa yaitu pelaku yang
48
diajukan ke pengadilan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Dengan demikian putusan bebas ini menyangkut tentang unsur kesalahan (yang terdapat dalam diri pribadi pelaku), yang tidak terbukti. Tidak terbuktinya kesalahan Terdakwa inilah yang diyakini hakim, bukan sebaliknya. Dengan demikian putusan bebas ini didasarkan pada penilaian dan pendapat hakim : 1) Kesalahan yang didakwakan kepada Terdakwa sama sekali tidak terbukti. Semua alat bukti yang diajukan di persidangan baik berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan petunjuk maupun keterangan Terdakwa, tidak dapat membuktikan kesalahan yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum; 2) Secara nyata hakim menilai, pembuktian kesalahan yang didakwakan tidak memenuhi ketentuan batas minimum pembuktian. Misalnya alat bukti yang diajukan di persidangan hanya terdiri dari seorang saksi saja (unus testis nullus testis); 3) Putusan bebas tersebut bisa juga didasarkan atas penilaian, kesalahan yang terbukti itu tidak didukung oleh keyakinan hakim. Penilaian yang demikian ini sesuai dengan sistem pembuktian yang dianut dalam Pasal 183 KUHAP. Jadi jika dihubungkan dengan alasan penghapus pidana, maka hal ini berkaitan dengan alasan yang dapat menghilangkan kesalahan dari pelaku. Perbuatan itu tidak pantas dicelakan pada diri pelaku. Dengan demikian hal ini termasuk dalam alasan penghapus pidana sebagai alasan pemaaf.
Sedangkan
alasan
penghapus
pidana
yang
menghilangkan/menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan pelaku akan mengakibatkan ia dilepas dari segala tuntutan hukum atas perbuatannya itu. Oleh karena sebagaimana diketahui bahwa, putusan pengadilan yang menjatuhkan putusan lepas dari segala tuntutan, apabila perbuatan Terdakwa/pelaku (sebagai unsur objektif) bukan merupakan perbuatan pidana/tindak pidana (meskipun perbuatan itu telah terbukti dilakukan Terdakwa). Dengan demikian putusan lepas ini menyangkut
49
tentang perbuatan sebagai unsur objektif dari suatu tindak pidana. Jadi jika ditinjau dari sudut pembuktian, maka putusan lepas dari segala tuntutan hukum ini terjadi, dalam hal apa yang didakwakan kepada Terdakwa memang cukup terbukti secara sah baik dinilai dari segi pembuktian menurut undang-undang maupun dari segi batas minimum pembuktian yang dianut dalam Pasal 183 KUHAP. Akan tetapi perbuatan yang terbukti itu tidak merupakan tindak pidana. Tegasnya perbuatan yang didakwakan dan yang telah terbukti itu, tidak diatur dan tidak termasuk ruang lingkup hukum pidana, mungkin barangkali hanya berupa quasi tindak pidana. Jadi mungkin termasuk dalam ruang lingkup hukum perdata, hukum administrasi atau yang lainnya. Jika dihubungkan dengan alasan penghapus pidana, maka putusan lepas dari segala tuntutan hukum ini berkaitan dengan alasan yang dapat menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan. Jadi hal ini termasuk dalam alasan penghapus pidana sebagai alasan pembenar. Jika kemudian dihubungkan pula dengan Putusan Pengadilan Negeri Padangsidempuan Nomor : 537/Pid.B/2014/ PN.Psp. tanggal 2 Februari 2015 maka Majelis Hakim menilai dan berpendapat bahwa terdapat adanya alasan pemaaf (bukan alasan pembenar) pada perbuatan Terdakwa Syarif Muda Siregar, S.E., M.M.. berdasarkan pertimbanganpertimbangan yang disusun oleh Majelis Hakim tersebut di atas, maka Putusan Pengadilan Negeri Padangsidempuan Nomor : 537/Pid.B/2014/ PN.Psp. tanggal 2 Februari 2015 adalah putusan pembebasan yang terselubung, karena seandainyapun Majelis Hakim berpendapat bahwa benar perbuatan Terdakwa Syarif Muda Siregar, S.E., M.M., dalam perkara a quo terdapat alasan pemaaf maka putusannya bukanlah lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechts vervolging) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 191 ayat (2) KUHAP. Karena untuk dapat menentukan putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechts vervolging) maka harus terbukti terdapat adanya alasan pembenar dalam perbuatan Terdakwa. Dengan demikian maka
50
menurut hemat kami maka jelaslah bahwa Putusan Pengadilan Negeri Padangsidempuan Nomor : 442/Pid.B/2014/PN.Psp. tanggal 2 Februari 2015 dimaksud putusan pembebasan yang murni sifatnya. 5. Putusan Mahkamah Agung Bahwa alasan-alasan kasasi Jaksa/Penuntut Umum dapat dibenarkan karena putusan Judex Facti/Pengadilan Negeri salah menerapkan hukum yang tidak mempertimbangkan secara tepat dan benar fakta-fakta hukum yang relevan dan yuridis sebagaimana yang terungkap di dalam persidangan berdasarkan alat-alat bukti yang diajukan secara sah sesuai ketentuan hukum yang ternyata berdasarkan keterangan saksi-saksi ialah Drs. Pintor Siregar, Drs. Todung Siregar, Dumasari Siregar, Linda Sari Siregar, Raden Edi Winarto, Dr. H. Badjora Muda Siregar, DSB., yang keterangannya satu sama lain saling bersamaan terungkap fakta hukum yaitu Terdakwa melakukan perbuatan-perbuatan secara berturut-turut menggunakan uang sebesar Rp33.779.500,00 (tiga puluh tiga juta tujuh ratus tujuh puluh sembilan ribu lima ratus rupiah) dari Yayasan Perguruan Islam ”Nurul Ilmi” Lembaga Pendidikan BM Muda Padangsidempuan diluar kepentingan yayasan sesuai maksud, sejarah dan misi dari yayasan yang tercantum pada Akta Notaris Nomor 27 terutang pendirian yayasan tetapi digunakan Terdakwa untuk kepentingan pribadinya sendiri yang berakibat merugikan yayasan yang bersangkutan, sehingga perbuatan-perbuatan Terdakwa termasuk lingkup tindak pidana “penggelapan dalam jabatan secara berturut-turut”, yang melanggar Pasal 374 KUHPidana jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana sesuai dakwaan Primair Jaksa/Penuntut Umum. Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi Jaksa/ Penuntut Umum dikabulkan dan Terdakwa dipidana, maka biaya perkara harus dibebankan pada Terdakwa. Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan putusan Mahkamah Agung mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : Halhal yang memberatkan : a. Perbuatan Terdakwa merugikan Yayasan Nurul Ilmi; b. Terdakwa tidak mengakui perbuatannya.
51
Hal-hal yang meringankan : a. Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan; b. Terdakwa belum pernah dihukum. Memperhatikan Pasal 374 KUHPidana jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan, Mahkamah Agung Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Jaksa/ Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Padangsidempuan tersebut, dan Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Padangsidempuan Nomor: 537/Pid.B/2014/PN.Psp tanggal 2 Februari 2014, dan Menyatakan Terdakwa Syarif Muda Siregar, S.E., M.M. telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang ada hubungan pekerjaan sebagai perbuatan berlanjut”. B. Pembahasan 1. Argumentasi Kasasi Penuntut Umum Terhadap Putusan Lepas Dari Segala Tuntutan Hukum Dalam Perkara Penggelapan Dalam Jabatan Secara Berlanjut Sesuai dengan Pasal 253 ayat 1 KUHAP, bahwa pemeriksaan kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak, dalam hal ini jaksa penuntut umum, guna menentukan : a. Apakah suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya. b. Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang. c. Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya. Dalam memori kasasi Penuntut Umum harus memenuhi unsur tersebut. Dan dalam memori kasasi penuntut umum atas perkara penggelapan dalam jabatan secara berlanjut yang diajukan, terdapat peraturan hukum yang
52
diterapkan atau tidak diterapkan sebagaimana mestinya. Hal ini dapat dibuktkan sebagai berikut: Poin pertama memori kasasi penuntut umum menyatakan bahwa: Pembebasan itu telah didasarkan pada penafsiran yang keliru terhadap sebutan tindak pidana yang disebut dalam surat dakwaan yaitu pengertian unsur perbuatan melawan hukum dan bukan didasarkan pada tidak terbuktinya unsur-unsur perbuatan yang didakwakan, dengan alasan sebagai berikut; a. Bahwa terhadap Terdakwa Syarif Muda Siregar, S.E. , M.M., oleh Penuntut Umum telah dituntut terbukti melakukan kejahatan sebagaimana dalam Dakwaan Primair Surat Dakwaan No. Reg. Perk.: PDM-l 17/Ep.2/Psp/06/2014 yaitu pelanggaran Pasal 64 jo Pasal 374 KUHPidana dengan unsur-unsur sebagai berikut: 1) Barang siapa; 2) Melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut; 3) Dengan sengaja dan melawan hukum; 4) Memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain; 5) Tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena adanya hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu. b. Bahwa dalam Putusan Pengadilan Negeri Padangsidempuan Nomor: 537/Pid.B/2014/PN.Psp. tanggal 02 Februari 2014 maka Majelis Hakim telah sependapat dengan Penuntut Umum bahwa Terdakwa Syarif Muda Siregar, S.E., M.M., terbukti bersalah melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud unsur- unsur Pasal 64 jo. Pasal 374 KUHPidana dalam Dakwaan Primair surat dakwaan, hal ini adalah sebagaimana yang tertuang dalam pertimbangan-pertimbangan putusan Majelis Hakim sebagai berikut: alinea kedua dan ketiga halaman 84 putusan; “Menimbang oleh karena semua unsur-unsur Pasal 64 ayat (1) jo Pasal 374 KUHPidana telah
53
terpenuhi di dalam diri dan perbuatan Terdakwa, maka Terdakwa Syarif Muda Siregar, S.E., M.M., haruslah dinyatakan bersalah melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan oleh Penuntut Umum dalam dakwaan Primair; ”Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas Majelis Hakim sependapat dengan Penuntut Umum sebagaimana diuraikan dalam tuntutannya, yang menyatakan Terdakwa Syarif Muda Siregar, S.E., M.M., bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 64 ayat (1) jo Pasal 374 KUHPidana dan tidak sependapat dengan Penasehat Hukum Terdakwa sebagaimana tertuang dalam nota pembelaannya yang menyatakan “Terdakwa tidak terbukti secara sah telah melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan oleh Penuntut Umum baik dalam dakwaan Primair maupun dakwaan Subsidair”; c. Akan tetapi kemudian Majelis Hakim berpendapat lain, dengan pertimbangan bahwa karena berdasarkan fakta hukum di persidangan diketemukan adanya alasan pemaaf atas seluruh perbuatan Terdakwa, maka sifat melawan hukum dari perbuatan Terdakwa dalam perkara a quo menjadi hapus/hilang sama sekali sehingga perbuatan Terdakwa bukanlah merupakan
tindak
pidana,
sebagaimana
yang
tergambar
dalam
pertimbangan-pertimbangan putusan Majelis Hakim sebagai berikut: alinea pertama, kedua dan ketiga halaman 89 putusan “Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan-pertimbangan sebagaimana tersebut di atas, walaupun Terdakwa Syarif Muda Siregar, S.E., M.M., bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya dalam dakwaan Primair Penuntut Umum tetapi apa yang dilakukan Terdakwa Mempunyai tujuan nyata yang memberikan manfaat terhadap kepentingan hukum yang hendak dilindungi oleh pembuat Undang-undang, Melindungi kepentingan hukum yang lebih tinggi dibandingkan dengan kepentingan hukum yang dituju oleh perumusan tindak pidana yang dilanggar dan Mempunyai nilai bagi masyarakat dibandingkan dengan kepentingan dirinya sendiri hal ini terlihat bahwa Yayasan Perguruan Islam Nurul Ilmi Padang Sidempuan sekarang lebih berkembang dan lebih maju dari sebelumnya, maka
54
menurut pendapat Majelis Hakim dapat dijadikan sebagai alasan pemaaf atas perbuatan Terdakwa tersebut”; “Menimbang, bahwa karena terdapat alasan
pemaaf
yang
menghapuskan
kesalahan
Terdakwa
maka
pertanggungjawaban pidana tidak dapat diterapkan kepada Terdakwa sehingga konsekuensi hukumnya, Terdakwa harus dilepaskan dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechts vervolging)"; “Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal yang telah dipertimbangkan di atas Majelis Hakim berpendapat walaupun Terdakwa Syarif Muda Siregar,S.E., M.M., bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya dalam dakwaan Primair Penuntut Umum, tetapi karena terdapat hal-hal atau alasan-alasan yang dapat menghapuskan sifat pertanggungjawaban pidana pada diri Terdakwa sehingga oleh karenanya Terdakwa harus dinyatakan bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya dalam dakwaan Primair Penuntut Umum yaitu melanggar ketentuan Pasal 64 ayat (1) jo. Pasal 374 KUHP, akan tetapi karena terdapat alasan pemaaf yang dapat menghapuskan unsur kesalahan pada diri Terdakwa, maka berdasarkan Pasal 191 ayat (2) KUHAP Terdakwa harus dilepaskan dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechts vervolging) dan oleh karena itu pula berdasarkan Pasal 97 ayat (1) dan (2) KUHAP maka hak Terdakwa harus dipulihkan dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya”; d. Bahwa pertimbangan dan pendapat Majelis Hakim yang menyatakan bahwa perbuatan Terdakwa bukanlah merupakan tindak pidana adalah dikarenakan Majelis Hakim telah keliru menafsirkan unsur “perbuatan melawan hukum” dalam Pasal 374 KUHPidana; e. Bahwa alasan-alasan yang dipakai sebagai alasan penghapusan pidana dapat menyangkut terhadap perbuatan atau terhadap pembuatnya (orang), dalam hal ini di bedakan menjadi 2 jenis yaitu: 1) Alasan Pembenar atau alasan Penghapus sifat melawan hukum (yang berhubungan dengan perbuatannya atau tindak pidananya), dalam
55
KUHP ialah pada Pasal 49 ayat (1) KUHP, Pasal 50 KUHP, dan Pasal 51 ayat (1) KUHP; 2) Alasan Pemaaf atau alasan penghapus kesalahan (yang berhubungan dengan kesalahannya), dalam KUHP ialah pada Pasal 44 KUHP, Pasal 48 KUHP, Pasal 49 ayat (2) KUHP, Pasal 51 ayat (2) KUHP; Adapun mengenai Pasal 48 KUHP (daya paksa / overmacht) ada dua kemungkinan yaitu dapat merupakan alasan pembenar dan dapat pula merupakan alasan pemaaf, yang dapat dibedakan / disebabkan menjadi 2 hal: 1) Vis absoluta (paksaan yang absolute) yang dapat disebabkan oleh kekuatan manusia atau alam, dalam hal ini paksaan tersebut sama sekali tidak bisa ditahan atau dihindari; 2) Vis compulsive (paksaan yang relative) yaitu daya paksa dalam arti sempit (atau paksaan psikis) dan dalam keadaan darurat; Keadaan darurat terjadi apabila: a) adanya perbenturan antara dua kepentingan hukum; b) adanya perbenturan antara kepentingan hukum dan kewajiban hukum; c) adanya perbenturan antara kewajiban hukum dan kewajiban hukum; Bahwa dalam putusan perkara a quo Majelis Hakim beranggapan terdapat adanya daya paksa/overmacht dalam perkara a quo yang bersifat Vis Compulsive (paksaan yang relative) yang bersumber dari adanya keadaan darurat
yang
mengakibatkan
terjadinya
perbenturan
antara
dua
kepentingan hukum atau terjadinya perbenturan antara kepentingan hukum Terdakwa dan kewajiban hukum Terdakwa, keadaan dimaksud kemudian telah dinilai sebagai alasan pemaaf yang menghapuskan kesalahan dan sifat melawan hukum perbuatan Terdakwa Syarif Muda Siregar, S.E., M.M., sebagaimana yang tertera dalam pertimbangan Majelis Hakim alinea pertama halaman 89 Putusan Pengadilan Negeri Padangsidempuan Nomor: 537/Pid.B/2014/PN.Psp. tanggal 2 Februari 2014 sebagai berikut:
56
“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan-pertimbangan sebagaimana tersebut di atas, walaupun Terdakwa Syarif Muda Siregar, S.E., M.M., bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya dalam dakwaan Primair Penuntut Umum tetapi apa yang dilakukan Terdakwa Mempunyai tujuan nyata yang, memberikan manfaat terhadap kepentingan hukum yang hendak dilindungi oleh pembuat Undangundang, Melindungi kepentingan hukum yang lebih tinggi dibandingkan dengan kepentingan hukum yang dituju oleh perumusan tindak pidana yang dilanggar dan Mempunyai nilai bagi masyarakat dibandingkan dengan kepentingan dirinya sendiri hal ini terlihat bahwa Yayasan Perguruan Islam Nurul Ilmi Padang Sidempuan sekarang lebih berkembang dan lebih maju dari sebelumnya, maka menurut pendapat Majelis Hakim dapat dijadikan sebagai alasan pemaaf atas perbuatan Terdakwa tersebut". Bahwa bilamana dicermati seluruh pertimbangan Majelis Hakim pada Putusan Pengadilan Negeri Padangsidempuan Nomor: 537/Pid.B/2014/PN.Psp. tanggal 2 Februari 2014 sebagaimana terurai diatas, khususnya pertimbangan pada alinea pertama, kedua dan ketiga halaman 89 putusan dimaksud, dimana Majelis Hakim berpendapat bahwa seolah- olah perbuatan Terdakwa Syarif Muda Siregar, S.E., M.M., dilakukan adalah karena adanya Vis compulsive (paksaan yang relative) yang lahir dari keadaan darurat sehingga menimbulkan adanya perbenturan antara dua kepentingan hukum atau adanya perbenturan antara kepentingan hukum Terdakwa dan kewajiban hukum Terdakwa. Padahal dalam putusan perkara a quo maka tidak diketemukan satupun pertimbangan-pertimbangan Majelis Hakim yang memperlihatkan adanya keadaan yang sedemikian rupa sifatnya yang dapat untuk dipandang untuk dijadikan sebagai alasan pemaaf atas perbuatan Terdakwa yang mempergunakan uang milik Yayasan Perguruan Islam Nurul Ilmi BM Muda Padangsidempuan sebesar Rp33.779.500,00 (tiga puluh tiga juta tujuh ratus tujuh puluh sembilan ribu lima ratus rupiah) untuk kepentingan di luar daripada kepentingan pengelolaan yayasan sendiri, yangmana
57
digunakan untuk renovasi makam yang bukan merupakan suatu keadaan terpaksa. Bahkan adalah sebaliknya akan diketemukan fakta hukum yang akan memperkuat bukti perbuatan melawan hukum dari Terdakwa andaikata Majelis Hakim mau mempertimbangkan petunjuk-petunjuk yang ada pada keterangan saksi-saksi, barang bukti serta fakta hukum lainnya pada
Putusan
Pengadilan
Negeri
Padangsidempuan
Nomor:
537/Pid.B/2014/ PN.Psp. tanggal 2 Februari 2014, karena pada hakikatnya maka Terdakwa adalah seorang yang cakap secara hukum yang semestinya mengetahui apa yang benar dan apa yang salah. Bahwa disamping mana maka seluruh pertimbangan yang dipertimbangkan Majelis Hakim guna menentukan ada tidaknya sifat melawan hukum dari perbuatan Terdakwa adalah tidak tepat sama sekali, karena Terdakwa selaku Wakil Ketua harian yayasan adalah tanpa seizin pihak Badan Pendiri dan Badan Pengurus Yayasan. Dengan demikian maka tidak ada kepentingan hukum atau kewajiban hukum Terdakwa terhadap Badan Pendiri Yayasan maupun Badan Pengurus Yayasan, karena keberadaan Terdakwa Syarif Muda Siregar, S.E., M.M., sendiri pada Yayasan Perguruan Islam Nurul Ilmi BM Muda Padangsidempuan adalah bersifat melawan hukum pula. Berdasarkan uraian-uraian diatas, sebenarnya tidak diketemukan adanya alasan pemaaf dan pembenar yang menghapuskan sifat melawan hukum perbuatan Terdakwa, bahkan alat bukti guna pemenuhan pembuktian unsur delict “perbuatan melawan hukum” yang dilakukan Terdakwa pada Putusan Pengadilan Negeri Padangsidempuan Nomor: 537/Pid.B/2014/PN.Psp. tanggal 2 Februari 2015 adalah sudah cukup lengkap. Akan tetapi Majelis Hakim dalam putusan perkara a quo tidak mempertimbangkan dan mengupas secara mendalam bukti-bukti dan petunjuk dalam Dakwaan Primair yang didakwakan kepada Terdakwa berdasarkan fakta yang lengkap yang terungkap di persidangan, tetapi hanya mengupas fakta-fakta yang meringankan Terdakwa saja.
58
Ketidaktepatan menerapkan sanksi dapat merupakan hal yang melampaui wewenang, misalnya didalam hal, mengurangi atau menambah sanksi yang telah ditentukan undang-undang (Leden Marpaung, 2000:45). Merujuk pada hal tersebut di atas, dapat diketahui bahwa majelis hakim Pengadilan Negeri Padangsidempuan tidak menerapkan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan setelah terdakwa terbukti melakukan tindak pidana penggelapan dalam jabatan secara berlanjut. Dalam hal ini terdakwa justru dibebaskan. Dengan demikian, pengadilan dalam menjatuhkan putusan telah terbukti melampaui wewenangnya. 2. Pertimbangan Hukum Mahkamah Agung Mengabulkan Pengajuan Kasasi Penuntut Umum Terhadap Terdakwa Pelaku Tindak Pidana Penggelapan Dalam Jabatan Secara Berlanjut Ditinjau Dari Pasal 67 jo Pasal 244 KUHAP Tidak dipidananya pelaku menurut doktrin disebabkan oleh dua hal; pertama karena tidak ada atau hilang/hapus kesalahan pelaku (disebut sebagai alasan pemaaf, contoh pada KUHP ialah pada Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49 ayat (2), Pasal 51 ayat (2) KUHP) dan kedua, karena hilang/hapus sifat melawan hukumnya perbuatan pelaku (disebut sebagai alasan pembenar, contoh pada KUHP ialah Pasal 49 ayat (1), Pasal 50, dan Pasal 51 ayat (1) KUHP). Sementara dalam KUHAP, tidak dipidananya pelaku tersebut akan membawa kepada bentuk putusan hakim yang berbeda. Dalam KUHAP adanya alasan penghapus pidana ini, akan menimbulkan, mengakibatkan dua bentuk putusan. Pertama yang mengakibatkan putusan bebas (vrijspraak), dan kedua mengakibatkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum (ontslag). Alasan penghapus pidana yang menghilangkan/ menghapuskan kesalahan pelaku akan mengakibatkan ia diputus bebas. Oleh karena sebagaimana diketahi bahwa, pengadilan menjatuhkan putusan bebas, apabila kesalahan (sebagai unsur subjektif) Terdakwa yaitu pelaku yang diajukan ke pengadilan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Dengan demikian putusan bebas ini menyangkut tentang unsur kesalahan (yang terdapat dalam diri pribadi pelaku), yang tidak terbukti. Tidak terbuktinya kesalahan Terdakwa inilah yang diyakini hakim, bukan sebaliknya. Dengan demikian putusan bebas ini
59
didasarkan pada penilaian dan pendapat hakim: “Kesalahan yang didakwakan kepada Terdakwa sama sekali tidak terbukti. Semua alat bukti yang diajukan di persidangan baik berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan petunjuk maupun keterangan Terdakwa, tidak dapat membuktikan kesalahan yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum”. Dalil yang digunakan Hakim Pengadilan Negeri Padangsidempuan dalam mengkategorikan perbuatan terdakwa sebagai alasan pemaaf adalah karena Terdakwa Mempunyai tujuan nyata yang memberikan manfaat terhadap kepentingan hukum yang hendak dilindungi oleh pembuat Undangundang, melindungi kepentingan hukum yang lebih tinggi dibandingkan dengan kepentingan hukum yang dituju oleh perumusan tindak pidana yang dilanggar dan mempunyai nilai bagi masyarakat dibandingkan dengan kepentingan dirinya sendiri. Hal ini terlihat bahwa Yayasan Perguruan Islam Nurul Ilmi Padang Sidempuan sekarang lebih berkembang dan lebih maju dari sebelumnya. Dimana menurut Hakim Pengadilan Negeri Padangsidempuan disini terjadi perbenturan antara dua kepentingan hukum. Dalam hal ini pelaku melakukan suatu perbuatan untuk melindungi kepentingan hukum tertentu, namun pada saat yang sama melanggar kepentingan hukum yang lain. Dalam hal ini pelaku dihadapkan pada keadaan apakah harus melindungi kepentingan hukum atau melaksanakan kewajiban hukum. Dalam hal ini pelaku harus melakukan kewajiban hukum tertentu, namun pada saat yang sama dia tidak melakukan kewajiban hukum yang lain, sehingga perbuatan Terdakwa Syarif Muda Siregar S.E., M.M., dikategorikan sebagai perbuatan darurat yang menurut Pasal 48 KUHP termasuk salah satu tindakan dengan alasan pemaaf. Jadi jika dihubungkan dengan alasan penghapus pidana, maka hal ini berkaitan dengan alasan yang dapat menghilangkan kesalahan dari pelaku. Perbuatan itu tidak pantas dicelakan pada diri pelaku. Dengan demikian hal ini termasuk dalam alasan penghapus pidana sebagai alasan pemaaf yang menghasilkan putusan bebas. Sedangkan lepas dari segala tuntutan hukum terjadi, dalam hal apa yang didakwakan kepada terdakwa memang cukup terbukti secara sah baik dinilai dari segi pembuktian menurut undang-undang
60
maupun dari segi batas minimum pembuktian yang dianut dalam Pasal 183 KUHAP. Akan tetapi perbuatan yang terbukti itu bukan merupakan tindak pidana. Tegasnya perbuatan yang didakwakan dan yang telah terbukti itu, tidak diatur dan tidak termasuk ruang lingkup hukum pidana, mungkin barangkali hanya berupa quasi tindak pidana. Jadi mungkin termasuk dalam ruang lingkup hukum perdata, hukum administrasi atau yang lainnya. Jika dihubungkan dengan alasan penghapus pidana, maka putusan lepas dari segala tuntutan hukum ini berkaitan dengan alasan yang dapat menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan. Jadi hal ini termasuk dalam alasan penghapus pidana
sebagai
alasan
pembenar
(http://guseprayudi.blogspot.com/2010/11/konstruksi-putusan-lepas-darisegala.html/m=1). Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana di Indonesia dapat kita lihat dalam pasal 67 KUHAP berbunyi “Terdakwa atau penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkutkurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat”. Sehingga terkait upaya hukum banding, secara yuridis normatif terhadap putusan bebas (vrijspraak) dan putusan lepas (onslag van recht vervolging) dari segala tuntutan hukum yang menyangkut kurang tepatnya penerapan hukum tidak dapat dilakukan upaya banding. Terkait masalah kasasi, diatur dalam pasal 244 KUHAP yang berbunyi “Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat akhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas”. Yang secara yurisdiksi normatif menutup kemungkinan penuntut umum mengajukan kasasi pada putusan bebas. Pada kenyataannya, pasal ini dihilangkan fungsinya dengan adanya Surat Keputusan Menteri Kehakiman No. M.14-PW.07.03Tahun 1983 tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP. Keputusan ini dibarengi dengan lampiran. Pada angka 19 Lampiran tersebut terdapat penegasan berikut:
61
a. terhadap putusan bebas tidak dapat dimintakan banding; ( b. tetapi berdasarkan situasi dan kondisi, maka demi hukum, kebenaran dan keadilan, terhadap putusan bebas dapat dimintakan kasasi. Keputusan Menteri Kehakiman dan Putusan Hakim yang berkekuatan hukum tetap (Yurisprudensi) bukan merupakan sumber tertib hukum yang berlaku di Indonesia. Dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Hierarki Peraturan Perundang-Undangan tidak diatur terkait keputusan menteri dapat mengganti undang-undang, undang-undang hanya dapat diganti dengan
peraturan
pengganti
undang-undang
(https://ifalatifafitriani.wordpress.com/2011/11/26/upaya-hukum-atas-putusanbebas-vrijspraak-atau-lepas-onslag-van-recht-vervolging/). Selain itu hal ini juga bertentangan dengan UU No. 10 Tahun 2004 tentang Hierarki Peraturan Perundang-undangan di Indonesia, yang juga berhubungan dengan asas aukum universal yaitu, Lex superior derogat legi inferiori (asas yang menegaskan
bahwa
hukum
yang
lebih
tinggi
kedudukannya
mengesampingkan hukum yang lebih rendah kududukannya). Sehingga sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 244 jo Pasal 67 KUHAP, putusan bebas tidak dapat dilakukan upaya hukum banding maupun kasasi. Merujuk pada kasus penggelapan dalam jabatan secara berlanjut ini, salah satu alasan penuntut umum yang terdapat dalam memori kasasi adalah karena berdasar dalil yang digunakan selama pengadilan, Hakim Pengadilan Negeri Padangsidempuan menyatakan bahwa Terdakwa Syarif Muda Siregar, S.E., M.M., diputus bebas. Apabila alasan ini yang digunakan dalam memori kasasi Penuntut Umum, secara teori, jaksa penuntut umum tidak diperkenankan mengajukan upaya hukum kasasi terhadap vonis bebas sebagaimana diatur dalam Pasal 244 KUHAP. Namun dalam praktik selama ini, penuntut umum telah beberapa kali mengajukan kasasi terhadap vonis bebas dan beberapa di antaranya dikabulkan oleh Mahkamah Agung. Hal ini terjadi karena larangan mengajukan kasasi atas vonis bebas sebagaimana diatur dalam Pasal 244 KUHAP terkesan multitafsir sehingga menimbulkan perbedaan pendapat dalam penerapannya. Kondisi semacam ini sangat
62
berseberangan dengan prinsip-prinsip negara hukum, khususnya dalam upaya mewujudkan kepastian hukum. Maka seharusnya kasasi yang diajukan oleh Penuntut Umum dalam perkara penggelapan dalam jabatan secara berlanjut ini tidak diterima atau ditolak oleh Mahkamah Agung. Ini disebabkan karena dengan jelas tertuang dalam Pasal 244 jo Pasal 67 KUHAP bahwa terhadap putusan bebas tidak dapat dilakukan upaya hukum banding maupun kasasi. Kecuali apabila alasan yang digunakan penuntut umum yang dituangkan dalam memori kasasi menyatakan bahwa Putusan Pengadilan Negeri Padangsidempuan adalah putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onstlag van rechtvervolging) maka keputusan Mahkamah Agung untuk mengabulkan kasasi yang diajukan oleh penuntut umum sudah benar menurut Pasal 67 jo Pasal 244 KUHAP.