BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Penelitian Terdahulu Widiastuti
(2002)
melakukan
penelitian
dengan
judul
“Pengaruh
Kepemimpinan, Motivasi dan Prestasi Kerja terhadap Kepuasan Kerja Pegawai di Lingkungan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah”. Penelitian ini menjelaskan pengujian hipotesis dengan sampel 60 orang. Tehnik pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner dan wawancara. Hasil Analisis penelitian ini memberikan bukti bahwa ada pengaruh secara bersama-sama variabel kepemimpinan, motivasi dan prestasi kerja terhadap kepuasan kerja. Dari ketiga variabel independen maka variabel yang paling dominan yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah prestasi kerja dengan koefisien sebesar 0,241. Adapun variabel kepemimpinan 0,164 dan yang paling rendah adalah motivasi yaitu sebesar 0,141. Selti (2008) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kemampuan terhadap Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lampung Utara”. Penelitian ini menggunakan metode survey dengan jumlah sampel adalah 64 responden. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara langsung dengan panduan daftar kuesioner. Teknik analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif kuantitatif, dapat disimpulkan bahwa variabel kemampuan berpengaruh terhadap prestasi kerja pegawai negeri sipil pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lampung Utara.
Universitas Sumatera Utara
2.2.
Teori tentang Budaya Organisasi
2.2.1. Pengertian dan Proses Terbentuknya Budaya Organisasi Setiap organisasi memerlukan suatu budaya, yang merupakan kumpulan persepsi secara umum dari seluruh pegawai sebagai anggota organisasi, yang dijadikan sebagai suatu sistem yang menggabungkan beberapa pengertian yang secara eksplisit dianggap sebagai definisi budaya organisasi. Menurut Paramita dalam Ndraha (2000), budaya organisasi dapat dibagi menjadi: a. Sikap terhadap pekerjaan, yakni kesukaan akan kerja dibandingkan dengan kegiatan lain, seperti bersantai atau semata-mata memperoleh kepuasan dari kesibukan pekerjaannya sendiri atau merasa terpaksa melakukan sesuatu hanya untuk kelangsungan hidupnya. b. Perilaku pada waktu bekerja, seperti rajin, berdedikasi, bertanggung jawab, berhati-hati, teliti, cermat, kemauan yang kuat untuk mempelajari tugas dan kewajibannya, suka membantu sesama karyawan, atau sebaliknya. Luthans
(2005)
menyatakan
bahwa
“Budaya
organisasi
merupakan
seperangkat nilai-nilai pokok, asumsi, pemahaman dan cara berpikir yang dimiliki bersama oleh anggota organisasi dan diajarkan kepada anggota baru”. Sedarmayanti (2007) menyatakan bahwa “Budaya organisasi adalah sebuah keyakinan, sikap dan nilai yang umumnya dimiliki, yang timbul dalam organisasi”. Pada sebuah organisasi memiliki dua komponen budaya, yaitu komponen budaya dominan (dominant culture) dan komponen subbudaya (subculture). Budaya
Universitas Sumatera Utara
dominan dimiliki oleh mayoritas anggota organisasi, sebagai contoh di sebuah organisasi (perusahaan) setiap pegawai meyakini bahwa nilai-nilai kerja keras, loyalitas, dan pelayanan pelanggan yang prima merupakan suatu keharusan. Sedangkan subbudaya dimiliki oleh sekelompok minoritas anggota di dalam organisasi. Bisa di dalam departemen atau bagian tertentu di dalam struktur organisasi. Biasanya subbudaya ini muncul dari pengalaman atau masalah yang dihadapi oleh bagian (sekelompok tim kerja) yang kemudian dimiliki bersama oleh setiap anggotanya, seperti timbulnya nilai-nilai kesetiakawanan antar rekan kerja (Safaria, 2004). 2.2.2. Karakteristik Budaya Organisasi Budaya organisasi mempunyai sejumlah karakteristik menurut Luthans (2005), yaitu: 1. Perilaku yang bisa diobservasi Perilaku ini bisa dilihat dari proses interaksi yang terjadi diantara para anggota organisasi, seperti mereka menggunakan bahasa yang sama, cara sikap yang sama atau ritual-ritual yang berhubungan dengan kegiatan organisasi. 2. Norma Norma merupakan sejumlah standar perilaku yang menjadi batasan, dan harus dipatuhi oleh para anggota organisasi. Norma mengatur tentang tindakan apa yang dilarang untuk dilakukan dan tindakan seperti apa yang boleh, seperti tidak boleh berlaku curang, membocorkan rahasia perusahaan kepada pihak lain, dan lain sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
3. Nilai-nilai dominan Nilai-nilai ini merupakan ciri dari organisasi yang membedakannya dengan organisasi lain, dan organisasi melembagakan nilai-nilai ini dan mengharapkan anggota untuk menjiwainya. Misalnya, nilai-nilai pokok pegawai untuk kualitas produksi yang tinggi, memberikan pelayanan prima bagi pelanggan atau mencapai kinerja yang tinggi. 4. Filosofi Filosofi merupakan seperangkat keyakinan dasar dan kepercayaan yang dipegang kuat oleh organisasi. Keyakinan dasar ini turut mempengaruhi kebijakan dan aturan di dalam organisasi. Seperti keyakinan organisasi untuk tidak melakukan pemutusan hubungan kerja dan berusaha menghindarinya, atau keyakinan dasar organisasi untuk bisa memenuhi tanggung jawab sosialnya bagi masyarakat dan negaranya. 5. Peraturan Peraturan merupakan pedoman yang ketat yang tercantum secara tertulis di dalam kebijakan organisasi. Seperti tentang penegakan disiplin kerja atau laranganlarangan pokok yang tertuang di dalam aturan personil. 6. Iklim organisasi Iklim organisasi merupakan suasana umum yang dirasakan oleh anggota organisasi, melalui bangunan fisik, setting ruangan kerja, cara anggota berinteraksi satu dengan lainnya, proses komunikasi yang terjadi, dan lain sebagainya (O’Reilly, Chatman dan Caldwell dalam Sutrisno, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Ada beberapa karakteristik budaya yang secara keseluruhan menangkap hakikat budaya organisasi menurut Robbins dan Coulter (2008), sebagai berikut: 1. Inovasi dan pengambilan resiko Sejauhmana para karyawan didorong untuk inovatif dan mengambil resiko. 2. Perhatian ke hal yang rinci (detail) Sejauhmana para karyawan diharapkan mampu menunjukkan ketepatan, analisis dan perhatian kepada yang rinci (detail). 3. Orientasi hasil Sejauhmana keputusan manajer berfokus pada hasil atau keluaran bukannya pada cara mencapai hasil itu. 4. Keagresifan Sejauhmana para karyawan agresif dan kompetitif dan bukannya santai-santai. 5. Kemantapan (stabilitas) Sejauhmana keputusan dan tindakan organisasi menekankan usaha untuk mempertahankan status quo. 2.2.3. Unsur-unsur Budaya Organisasi Menurut Cooley (1999), ada 6 (enam) unsur budaya yang menjadi bahan kajian para peneliti budaya organisasi, yaitu: nilai (values), kepercayaan (beliefs), kerja/aktivitas (play), ritual (rituals), upacara-upacara (ceremonies), dan objek-objek budaya (cultural object), dengan penjelasan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
a. Nilai dan kepercayaan merupakan perekat yang akan mengikat para anggota secara keseluruhan. Nilai dalam organisasi akan menjelaskan prinsip organisasi mengenai sesuatu. Nilai-nilai tersebut dikenal oleh semua anggota organisasi. b. Kerja/aktivitas mencakup percobaan sesuatu, pengambilan risiko, penciptaan sesuatu, penemuan sesuatu, dan proses berpikir. c. Ritual dan upacara-upacara ditata secara sistematik dan diprogramkan secara rutin dalam suatu budaya. d. Objek budaya adalah simbol-simbol yang memberitahu kepada setiap individu mengenai budaya melalui aktivitas, kata-kata, benda, kejadian, atau perilaku. Objek budaya dibuat oleh keberadaan manusia. Schein (2000) menggambarkan unsur budaya organisasi sebagai berikut: Artifacts
Exposed Values
Basic Underlying Assumption Sumber: Schein (2000) Gambar 2.1. Unsur Budaya Organisasi Adapun penjelasan dari Gambar 2.1 adalah sebagai berikut: 1. Artifacts adalah sesuatu yang dimodifikasi oleh manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Artifacts merupakan hal yang paling mudah dilihat dan ditangkap saat
Universitas Sumatera Utara
seseorang memasuki sebuah organisasi karena berhubungan dengan apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan saat berada di dalamnya. Unsur artifacts adalah struktur dan proses-proses organisasi yang terjadi dalam keseharian. 2. Exposed values adalah nilai-nilai yang didukung oleh organisasi meliputi strategi, tujuan, dan filosofi dasar organisasi. 3. Basic underlying assumptions adalah asumsi-asumsi yang tersirat yang dipegang bersama oleh setiap anggota organisasi dan menjadi dasar pijakan. 2.2.4. Fungsi Budaya Organisasi Menurut Rivai (2004), fungsi budaya di dalam sebuah organisasi adalah sebagai berikut: 1. Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas, artinya budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi yang lain. 2. Budaya memberikan identitas bagi anggota organisasi. 3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas dan pada kepentingan individu. 4. Budaya itu meningkatkan kemantapan sistem sosial. 5. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu serta membentuk sikap dan perilaku pegawai. 2.2.5. Dampak Penerapan Budaya Organisasi Menurut
Gibson dalam Sutrisno (2010) “Budaya organisasi
dapat
mempengaruhi cara orang bertingkah laku, cara menggambarkan pekerjaannya, cara
Universitas Sumatera Utara
bekerja dengan koleganya, dan cara memandang masa depannya dengan wawasan yang luas yang ditentukan oleh norma, nilai dan kepercayaannya”. Organisasi yang memiliki budaya yang kuat dicirikan oleh adanya karyawan yang memiliki nilai inti bersama. Semakin banyak karyawan yang berbagi dan menerima nilai inti, semakin kuat budaya organisasinya. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa peran budaya organisasi mendukung efektivitas organisasi dan respons individu. Kecocokan anggota organisasi dengan budaya organisasi yang berlaku akan meningkatkan produktivitas, kepuasan dalam bekerja, performance, komitmen organisasi, dan keinginan untuk tetap tinggal di perusahaan. O’Reilly, Chatman & Caldwell dalam Sutrisno (2010) menunjukkan bahwa “Kecocokan individu dengan budaya organisasi dapat memprediksi meningkatkan kinerja, kepuasan dan perputaran tenaga kerja antar berbagai macam jabatan”. 2.2.6. Mempertahankan Budaya Organisasi Sekali suatu budaya terbentuk, praktik-praktik di dalam organisasi bertindak mempertahankan budaya dengan memberikan kepada para karyawan seperangkat pengalaman yang serupa. Ada 3 (tiga) kekuatan merupakan bagian yang sangat penting dalam mempertahankan suatu budaya, yaitu: a. Praktik Seleksi Tujuan utama dari proses seleksi adalah mengidentifikasi dan mempekerjakan individu-individu yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan sukses di dalam suatu organisasi. Proses
Universitas Sumatera Utara
seleksi memberikan informasi kepada para pelamar mengenai organisasi itu. Para calon belajar mengenai organisasi yang akan dimasuki, dan jika mereka merasakan suatu konflik antara nilai mereka dengan nilai organisasi, maka mereka dapat menyeleksi diri keluar dari kumpulan pelamar. Oleh karena itu, seleksi menjadi jalan dua-arah, dengan memungkinkan pemberi kerja atau pelamar untuk memutuskan kehendak hati mereka jika tampaknya terdapat kecocokan. Dengan cara ini, proses seleksi mendukung suatu budaya organisasi dengan menyeleksi keluar individu-individu yang mungkin menyerang atau menghancurkan nilai-nilai intinya. b. Manajemen Puncak Tindakan manajemen puncak juga mempunyai dampak besar pada budaya organisasi. Lewat apa yang mereka katakan dan bagaimana mereka berperilaku, eksekutif senior menegakkan norma-norma yang mengalir ke bawah sepanjang organisasi, misalnya apakah pengambilan risiko diinginkan, berapa banyak kebebasan seharusnya diberikan oleh para manajer kepada bawahan mereka, pakaian apakah yang pantas dan tindakan apakah akan dihargai dalam kenaikan upah, promosi, dan ganjaran lain. c. Sosialisasi Tidak peduli betapa baik yang telah dilakukan suatu organisasi dalam perekrutan dan seleksi, karyawan baru tidak sepenuhnya diindoktrinasi dalam budaya organisasi itu. Yang paling penting, karena para karyawan baru tersebut tidak mengenal baik budaya organisasi yang ada. Oleh karena itu, organisasi
Universitas Sumatera Utara
tampaknya akan berpotensi membantu karyawan baru menyesuaikan diri dengan budayanya. Proses penyesuaian ini disebut sosialisasi. Sosialisasi dapat dikonsepkan sebagai suatu proses yang terdiri atas 3 (tiga) tahap, yaitu: (1) Tahap prakedatangan: yaitu periode pembelajaran di mana proses sosialisasi yang dilakukan sebelum karyawan baru bergabung dalam organisasi. (2) Tahap perjumpaan: yaitu tahap dalam proses sosialisasi di mana karyawan baru melihat apa yang sesungguhnya organisasi itu dan persimpangan yang mungkin dan kenyataan yang ada. (3) Tahap metamorfosis: yaitu tahap dalam proses sosialisasi di mana karyawan baru berubah dan menyesuaikan pekerjaan kelompok kerja dan organisasi.
2.3.
Teori tentang Prestasi Kerja
2.3.1. Pengertian Prestasi Kerja Pengertian prestasi kerja disebut juga sebagai kinerja atau di dalam bahasa Inggris disebut dengan performance. Pada prinsipnya, ada istilah lain yang lebih menggambarkan pada “Prestasi”. Dalam bahasa Inggris yaitu kata “achievement” tetapi karena kata tersebut berasal dari kata “to achieve” yang berarti “mencapai” maka dalam bahasa Indonesia sering diartikan menjadi “pencapaian”, atau “apa yang dicapai”. Ruky (2002). Bernardin dan Russel (2006) memberikan definisi tentang prestasi kerja sebagai berikut: “performance is defined as the record of outcome produced on a specified job function or activy during a specified time period”
Universitas Sumatera Utara
(Prestasi kerja didefinisikan sebagai catatan dari hasil-hasil yang diperoleh melalui fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama tempo waktu tertentu). Hasibuan (2003) prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan. Selanjutnya Rivai (2005) menyatakan bahwa “Prestasi kerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral atau etika”. Kemudian menurut Mangkunegara (2007) prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Menurut Bernardin dan Russel dalam Sutrisno (2010) memberikan definisi tentang prestasi kerja sebagai berikut: “Performance is defined as the record of outcome produced on a specified job function or activity during a specified time period” yaitu prestasi kerja didefinisikan sebagai catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu. Menurut Sutrisno (2010) prestasi kerja adalah hasil kerja yang telah dicapai seseorang dari tingkah laku kerjanya dalam melaksanakan aktivitas kerja. Setiap perusahaan selalu mengharapkan memperoleh karyawan yang memiliki prestasi kerja yang baik. Oleh sebab itu di setiap perusahaan selalu dilakukan penilaian prestasi
Universitas Sumatera Utara
kerja karyawan untuk mengetahui kinerja karyawan-karyawannya selama periode waktu tertentu, apakah terjadi peningkatan prestasi kerja atau bahkan terjadi sebaliknya. Jika dari hasil penilaian tersebut diperoleh data bahwa terjadi penurunan prestasi kerja karyawan, manajemen perlu mencari tahu sebabnya agar dapat mencari solusinya. 2.3.2. Indikator-indikator Prestasi Kerja Ruky (2001) menyatakan bahwa indikator prestasi kerja adalah sebagai berikut: 1. Kualitas kerja Kualitas kerja dilihat dari pemahaman tentang lingkup pekerjaan, uraian pekerjaan, tanggung jawab serta wewenang yang diemban. 2. Kuantitas kerja Kuantitas kerja ditunjukkan melalui hasil dan kecepatan dalam melaksanakan pekerjaan. 3. Pengetahuan pekerjaan Yaitu tingkat pengetahuan yang terkait dengan tugas pekerjaan yang berpengaruh langsung pada kuantitas dan kualitas hasil yang dicapai. 4. Konsistensi Konsistensi dilihat dari usaha untuk selalu mengembangkan kemampuan dan aktualisasi diri, memahami dan mengikuti instruksi yang diberikan, mempunyai inisiatif, kejujuran, kecerdasan dan kehati-hatian dalam bekerja.
Universitas Sumatera Utara
2.3.3. Pengertian Penilaian Prestasi Kerja Penilaian prestasi kerja (performance appraisal) adalah proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi dan menilai prestasi kerja pegawai. Apabila penilaian prestasi kerja tersebut dilaksanakan dengan baik, tertib dan benar, dapat membantu meningkatkan motivasi kerja sekaligus juga meningkatkan loyalitas organisasional dari para pegawai. Penilaian prestasi kerja pegawai, pada dasarnya merupakan penilaian yang sistematik terhadap penampilan kerja pegawai itu sendiri dan terhadap taraf potensi pegawai dalam upayanya mengembangkan diri untuk kepentingan instansi. Dengan pelaksanaan penilaian yang ada akan menimbulkan suasana kerja yang sehat, bersemangat, saling menghargai bidang-bidang lain dan merasa memiliki instansi sebagai suatu kesatuan. Simamora (2004) mengemukakan tiga hal yang dimasukkan dalam penilaian prestasi kerja yaitu tingkat kedisiplinan, tingkat kemampuan, serta perilaku-perilaku inovatif dan spontan. Sedangkan Werther dan Davis (2004) menyatakan agar penilaian prestasi kerja yang dilakukan dapat lebih dipercaya dan objektif, perlu dirumuskan batasan atau faktor-faktor penilaian prestasi kerja sebagai berikut: 1. Performance, keberhasilan atau pencapaian tugas dalam jabatan. 2. Competency, kemahiran atau penguasaan pekerjaan sesuai dengan tuntutan jabatan. 3. Job behavior, kesediaan untuk menampilkan perilaku atau mentalisasi yang mendukung peningkatan prestasi kerja.
Universitas Sumatera Utara
4. Potency, kemampuan pribadi yang dapat dikembangkan. Wherter dan Davis (2004) mengemukakan kegunaan penilaian prestasi kerja sebagai berikut: 1. Meningkatkan prestasi kerja; umpan balik pretasi kerja akan mendorong para pegawai, manager dan bagian personalia untuk mengambil langkah-langkah guna meningkatkan prestasi kerja. 2. Penentuan kompensasi; hasil evaluasi prestasi kerja dapat membantu dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan penentuan kenaikan gaji dan penetapan bonus. 3. Keputusan penempatan promosi; pemindahan dan demosi umumnya ditentukan berdasarkan prestasi kerja, promosi yang merupakan ganjaran (reward) hasil prestasi kerja. 4. Kebutuhan pendidikan dan pelatihan; hasil evaluasi prestasi kerja dapat digunakan untuk menganalisis kebutuhan pendidikan dan pelatihan karyawan yang diperlukan. 5. Pengembangan dan perencanaan karir; umpan balik prestasi kerja merupakan pedoman dalam menentukan keputusan karir sesuai dengan hasil perencanaan kerja. 6. Evaluasi proses penyusunan karyawan (staffing); hasil penilaian prestasi kerja akan memperlihatkan kekuatan atau kelemahan prosedur penyusunan pegawai. 7. Analisis ketidakakuratan informasi personalia; prestasi kerja yang rendah menunjukkan kemungkinan terjadinya kesalahan pada informasi analisis pekerja,
Universitas Sumatera Utara
perencanaan personalia atau hal lain dalam sistem informasi manajemen personalia. Ketidakakuratan informasi tersebut akan menyebabkan kesalahan dalam keputusan perekrutan atau pelatihan. 8. Analisis kesalahan perencanaan pekerja (job-design); prestasi kerja yang rendah menunjukkan kemungkinan terjadi kesalahan pada perencanaan pekerjaan. 9. Kesempatan yang sama; penilaian prestasi kerja yang akurat akan menghindari kesalahan pengambilan keputusan personalia terhadap hal-hal diskriminatif. 10. Tantangan eksternal; prestasi kerja juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar lingkungan kerja, seperti keluarga, keuangan, kesehatan atau masalah pribadi lainnya. 11. Umpan balik bagi fungsi sumber daya manusia; prestasi kerja dalam suatu organisasi menunjukkan tingkat keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan fungsi sumber daya manusia. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian prestasi merupakan proses di mana suatu organisasi menilai prestasi kerja karyawan dengan memberikan umpan balik tentang pelaksanaan kerja mereka. 2.3.4. Tujuan dan Kegunaan Penilaian Prestasi Kerja Tujuan perusahaan akan tercapai dengan baik apabila karyawan dapat menjalankan tugas-tugasnya dengan efektif dan efisien. Oleh karena itu untuk meningkatkan kemampuan kerja para karyawan, perusahaan harus menjalankan usaha-usaha terhadap penilaian prestasi kerja, agar dapat memperbaiki efektivitas kerja karyawan dalam mencapai hasil-hasil yang telah ditetapkan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Hasibuan (2003) “Tujuan penilaian prestasi kerja adalah untuk mengetahui apakah karyawan telah bekerja sesuai dengan standar-standar yang telah ditentukan sebelumnya”. Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan penilaian prestasi kerja adalah bagaimana pihak manajemen perusahaan mengetahui prestasi kerja karyawan dengan baik sesuai dengan informasi kerja yang diperoleh dan anggota perusahaan yang bersangkutan. Penilaian prestasi kerja yang baik sangat bermanfaat untuk berbagai kepentingan, seperti: 1. Mendorong Peningkatan Prestasi Kerja Dengan mengetahui hasil prestasi kerja, ketiga pihak yang terlibat dapat mengambil berbagai langkah yang diperlukan agar prestasi kerja para pegawai lebih meningkat lagi di masa-masa yang akan datang. 2. Sebagai Bahan Pengambilan Keputusan dalam Pemberian Imbalan Keputusan tentang siapa yang berhak menerima berbagai imbalan tersebut dapat didasarkan antara lain pada hasil penilaian atas prestasi kerja pegawai yang bersangkutan. 3. Untuk Kepentingan Mutasi Pegawai Prestasi kerja seseorang di masa lalu merupakan dasar bagi pengambilan keputusan mutasi baginya di masa depan, apapun bentuk mutasi tersebut seperti promosi, alih tugas dan alih wilayah.
Universitas Sumatera Utara
4. Guna Menyusun Program Pendidikan dan Pelatihan Baik yang dimaksud untuk mengatasi berbagai kekurangan dan kelemahan maupun untuk mengembangkan potensi karyawan yang ternyata belum sepenuhnya digali dan yang terungkap melalui penilaian prestasi kerja. 5. Membantu para Pegawai Membantu para pegawai menentukan rencana kariernya dan dengan bantuan bagian kepegawaian menyusutkan program pengembangan karier yang paling tepat, dalam arti sesuai dengan kebutuhan para pegawai dan dengan kepentingan organisasi. Di samping itu, berbagai manfaat sistem penilaian prestasi kerja dapat ditunjukkan kepada pemuasan kebutuhan dan kepentingan para pegawai. 2.3.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Kerja Prestasi kerja merupakan suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Menurut
Mangkunegara
(2007),
menyatakan
bahwa
faktor
yang
mempengaruhi kinerja antara lain: a. Faktor kemampuan secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh karena itu pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya. b. Faktor motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri
Universitas Sumatera Utara
pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja. Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal. Robbins (2003) tingkat kinerja pegawai sangat tergantung kedua faktor yaitu kemampuan pegawai itu sendiri, seperti tingkat pendidikan, pengetahuan, pengalaman, di mana dengan tingkat kemampuan yang semakin tinggi akan mempunyai kinerja semakin tinggi pula. Faktor lain adalah motivasi kerja pegawai yaitu dorongan dari dalam pegawai untuk melakukan suatu pekerjaan. Dengan motivasi kerja yang tinggi akan mempunyai kinerja tinggi dan sebaliknya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua faktor yaitu motivasi dan kemampuan mempunyai hubungan yang positif. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai sebagaimana diuraikan di atas pada dasarnya dapat berupa faktor internal pagawai maupun faktor eksternal pegawai. Faktor internal antara lain menyangkut perilaku pegawai itu sendiri, misalnya tentang kemampuannya, sikap dalam melaksanakan tugas, motivasi dalam bekerja. Sedangkan faktor eksternal dapat berupa lingkungan kerja, organisasi, maupun atasan atau pimpinan pegawai yang bersangkutan. Menurut Sulistiyani dan Rosidah (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja karyawan adalah: a. Pengetahuan, yaitu kemampuan yang dimiliki karyawan yang lebih berorientasi pada intelejensi dan daya pikir serta penguasaan ilmu yang lebih luas yang dimiliki oleh karyawan.
Universitas Sumatera Utara
b. Keahlian (skill), yaitu kemampuan dan penguasaan teknis operasional di bidang tertentu yang dimiliki oleh karyawan. c. Kemampuan (abilities), yaitu kemampuan yang terbentuk dari sejumlah kompetensi yang dimiliki oleh seorang karyawan. d. Attitude, yaitu suatu kebiasaan yang terpolakan. e. Behavior, yaitu perilaku kerja seorang karyawan dalam melaksanakan berbagai kegiatan atau aktivitas kerja. f. Kesempatan, yaitu kesempatan untuk bekerja. Sedangkan menurut Supriadi (2001) faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja antara lain adalah sebagai berikut: 1. Kualitas Kerja Faktor ini meliputi akurasi ketelitian, kerapian dalam melaksanakan tugas, mempergunakan/memelihara alat kerja dan kecakapan dalam melakukan pekerjaan. 2. Kuantitas Kerja Faktor yang meliputi output/keluaran dan target kerja dalam kuantitas kerja. 3. Kemampuan Belajar Merupakan kemampuan seorang karyawan dinilai mengenai sesuatu hal yang berhubungan dengan tugas dan prosedur kerja, penggunaan alat kerja maupun teknis atas pekerjaannya.
Universitas Sumatera Utara
4. Kemauan Kerja/Penyesuaian Pekerjaan Merupakan
indikator
penilaian
kerja
yang
ditinjau
dari
kemampuan
karyawan dalam melaksanakan tugas di luar pekerjaan maupun adanya tugas baru, kecepatan berpikir dan bertindak dalam bekerja. 5. Kerjasama/Hubungan Kerja Hubungan kerja yang penilaiannya berdasarkan sikap karyawan terhadap sesama rekan kerja dan sikap karyawan terhadap atasan, serta kemudian menerima perubahan dalam bekerja. 6. Tanggung Jawab dan Inisiatif Kerja Tanggung jawab dan inisiatif kerja dilaksanakan bila karyawan mempunyai ide dan berani mengemukakan dan bisa mempertanggung-jawabkan setiap pekerjaan yang dilakukan. 7. Disiplin Merupakan penilaian dari ketaatan karyawan terhadap peraturan yang telah ditentukan dalam bekerja. Baik disiplin waktu maupun disiplin kerja.
2.4.
Teori tentang Kepuasan Kerja
2.4.1. Pengertian Kepuasan Kerja Karyawan merupakan ujung tombak bagi keberhasilan suatu organisasi dan kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam pertumbuhan dan perkembangan suatu organisasi. Karyawan yang menyukai pekerjaannya adalah salah satu wujud nyata kepuasan kerja. Melihat kondisi ini,
Universitas Sumatera Utara
maka tingkat kepuasan kerja karyawan mutlak perlu diperhatikan agar lebih tanggap terhadap pekerjaannya. Seperti yang dikemukakan Mathis dan Jackson (2009), kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang. Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam manajemen sumber daya manusia, karena secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi produktivitas kerja karyawan dalam suatu organisasi atau perusahaan. Menurut Robbins (2003) menyatakan bahwa: “kepuasan kerja (job satisfaction) adalah sikap umum individu terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi mempunyai sikap positif terhadap pekerjaannya, seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya mempunyai sikap negatif terhadap pekerjaan tertentu”. Sutrisno (2010) menyatakan bahwa “Kepuasan kerja adalah suatu sikap karyawan terhadap pekerjaan yang berhubungan dengan situasi kerja, kerja sama antar karyawan, imbalan yang diterima dalam kerja, dan hal-hal yang menyangkut faktor fisik dan psikologis”. Martoyo (2000) menyatakan bahwa “kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan keadaan emosional karyawan di mana terjadi ataupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dari perusahaan/organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan”. Menurut Davis dan Newstrom (2001) menyatakan bahwa kepuasan kerja timbul berdasarkan persepsi, pendapat atau pandangan karyawan terhadap pekerjaan
Universitas Sumatera Utara
dan aspek-aspeknya yaitu kepentingan dan manfaat apa yang dapat diberikan pekerjaan dan lingkungannya. Sedangkan menurut Hasibuan (2005) menyatakan bahwa “Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan menyintai pekerjaannya, kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Kepuasan dalam pekerjaan adalah kepuasan yang dinikmati dalam pekerjaan dengan memproleh pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan, peralatan dan suasana lingkungan kerja yang dinikmati di luar pekerjaan dengan besarnya balas jasa yang akan diterima dari hasil kerjanya, agar dapat membeli kebutuhan-kebutuhannya”. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, kepuasan kerja adalah tingkat perasaan sesorang akan kesukaan dan ketidaksukaannya dalam memandang pekerjaannya, artinya seorang karyawan akan menyukai atau tidak menyukai pekerjaannya dapat terlihat dari sikapnya terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya. Kepuasan pegawai dikenal sebagai kunci penting bagi organisasi. Surveisurvei tentang kepuasan pegawai menunjukkan bahwa betapa pentingnya sebuah organisasi mengetahui dengan benar lingkungan kerjanya, baik yang mempunyai nilai aspek-aspek positif maupun yang menghambat tercapainya tujuan dan sasaran organisasi. Informasi ini sangat berguna dalam rangka meningkatkan kepuasan pegawai dan kualitas hidupnya, yang pada akhirnya akan meningkatkan prestasi kerja pegawai.
Universitas Sumatera Utara
Kepuasan kerja adalah sikap umum seseorang dalam menghadapi pekerjaannya, seorang yang tinggi kepuasan kerjanya memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya, sedangkan seseorang yang tidak memperoleh kepuasan di dalam pekerjaannya memiliki sikap yang negatif terhadap pekerjaannya (Sofyandi dan Garniwa, 2007). Greenberg dan Baron (2003) menyatakan bahwa “Kepuasan kerja sebagai sikap positif atau negatif yang dilakukan individual terhadap pekerjaan mereka”. Robbins (2003) menyatakan bahwa faktor-faktor penting dari kepuasan kerja pegawai antara lain adalah: a. Mentally challenging work Pegawai cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan pekerjaan mereka. Karakteristik seperti ini membuat kerja secara mental menantang. b. Equitable rewards Pegawai menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang dipersepsikan adil, tidak membingungkan dan sesuai dengan harapan pegawai. c. Supportive working conditions Pegawai peduli akan lingkungan kerja, baik untuk keamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik.
Universitas Sumatera Utara
d. Supportive colleagues Rekan kerja yang ramah dan mendukung dapat meningkatkan kepuasan dalam bekerja. Dalam suatu organisasi di mana sebagian terbesar dari pegawai memperoleh kepuasan kerja, namun tidak tertutup kemungkinan sebagian kecil diantaranya merasakan ketidakpuasan. Menurut Robbins (2003) ketidakpuasan pegawai dapat ditunjukkan dalam 4 (empat) cara, yaitu: a. Exit Ketidakpuasan ditunjukkan melalui perilaku diarahkan pada meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru atau mengundurkan diri. b. Voice Ketidakpuasan ditunjukkan melalui usaha secara aktif dan konstruktif untuk memperbaiki keadaan, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan berbagai bentuk aktivitas perserikatan. c. Loyalty Ketidakpuasan ditunjukkan secara pasif, tetapi optimistik dengan menunggu kondisi untuk memperbaiki, termasuk dengan berbicara bagi organisasi dihadapan kritik eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemen melakukan hal yang benar.
Universitas Sumatera Utara
d. Neglect Ketidakpuasan ditunjukkan melalui tindakan secara pasif membiarkan kondisi semakin buruk, termasuk kemangkiran atau keterlambatan secara kronis, mengurangi usaha, dan meningkatkan tingkat kesalahan. 2.4.2. Faktor-faktor Kepuasan Kerja Menurut Wibowo (2007) terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya kepuasan kerja, yaitu sebagai berikut: 1. Pemenuhan Kebutuhan Model ini dimasukkan bahwa kepausan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya. 2. Perbedaan Model ini menyatakan kepuasan merupakan hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara uang yang diharapkan dan uang diperoleh individu dari pekerjaan. 3. Pencapaian Nilai Gagasan pencapaian nilai adalah bahwa kepuasan merupakan hasil persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja individual yang penting. 4. Keadilan Dalam model ini dimaksudkan bahwa kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja.
Universitas Sumatera Utara
5. Komponen Genetik Model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Menurut Munandar (2004) menyatakan ada 5 (lima) dimensi dari kepuasan kerja, yaitu: a. Kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri, di mana hal itu terjadi bila pekerjaan tersebut memberikan kesempatan individu untuk belajar sesuai dengan minat serta kesempatan untuk bertanggung jawab. b. Kepuasan terhadap imbalan, di mana sejumlah uang gaji yang diterima sesuai dengan beban kerjanya dan seimbang dengan karyawan lain pada organisasi tersebut. c. Kesempatan promosi, yaitu kesempatan untuk menyehatkan posisi pada struktur organisasi. d. Keputusan terhadap supervise, bergantung pada kemampuan atasannya untuk memberikan bantuan teknis dalam memotivasi. e. Kepuasan terhadap rekan kerja yaitu seberapa besar rekan sekerja memberikan bantuan teknis dan dorongan sosial. Mangkunegara (2002) mengemukakan bahwa ada 2 (dua) faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu faktor yang ada pada diri pegawai dan faktor pekerjaannya.
Universitas Sumatera Utara
a. Faktor pegawai, yaitu kondisi kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berpikir, persepsi dan sikap kerja. b. Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat (golongan). Kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial dan hubungan kerja. Menurut Robbins (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja seseorang adalah pekerjaan yang secara mental menantang (mentally challenging work), ganjaran yang pantas (equitable rewards), kondisi kerja yang mendukung (supportive working condition), dukungan rekan sekerja (supportive colleagues), kecocokan antara kepribadian dan pekerjaan (the personality-job fit). Menurut Rivai (2008), faktor-faktor yang dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam diri karyawan dan dibawa oleh setiap karyawan sejak mulai bekerja. Sedangkan faktor ekstrinsik menyangkut hal-hal yang berasal dari luar diri karyawan lain, dukungan atasan dalam bekerja. Menurut Davis dan Newstrom (2001), ada 2 (dua) faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu faktor pegawai seperti kecerdasan, umur jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman dan masa kerja, kepribadian, emosi, cara berpikir dan sikap kerja dan faktor pekerjaan seperti jenis pekerjaan, struktur perusahaan, pangkat atau golongan, kesempatan promosi, interaksi sosial.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan menurut Siagian (2000), kepuasan kerja dapat dikaitkan terhadap berbagai faktor, yaitu sebagai berikut: 1. Kepuasan Kerja dan Kemangkiran Pegawai
yang tinggi
tingkat
kepuasan
kerjanya
akan
rendah
tingkat
kemangkirannya. Sebaliknya pegawai yang rendah tingkat kepuasan kerjanya akan cenderung tinggi tingkat kemangkirannya. Dalam praktik korelasi itu berarti bahwa seorang pegawai yang puas akan hadir di tempat tugas kecuali ada alasan yang benar-benar kuat sehingga ia mangkir. Sebaliknya pegawai yang merasa tidak atau kurang puas, akan menggunakan berbagai alasan untuk tidak masuk kerja. Dengan demikian, salah satu cara yang paling efektif untuk mengurangi tingkat kemangkiran pegawai adalah meningkatkan kepuasan kerja. 2. Kepuasan Kerja Pegawai Tidak dapat disangkal bahwa salah satu faktor penyebab timbulnya keinginan pindah kerja adalah ketidakpuasan di tempat bekerja sekarang. Sebab-sebab ketidakpuasan itu dapat beranekaragam seperti penghasilan rendah atau dirasakan kurang memadai, kondisi kerja yang kurang memuaskan, hubungan yang tidak serasi, baik dengan atasan maupun dengan para rekan sekerja, pekerjaan yang tidak sesuai dan berbagai faktor lainnya. Berarti terdapat korelasi antara tingkat kepuasan dengan kuat atau lemahnya keinginan pindah pekerjaan. Keadaan seperti ini perlu diwaspadai karena jika terjadi dalam skala besar, organisasi pula yang dirugikan.
Universitas Sumatera Utara
3. Kepuasan Kerja dan Usia Dalam pemeliharaan hubungan yang serasi antara organisasi dan para anggotanya, terdapat korelasi antara kepuasan kerja dengan usia seorang pegawai. Artinya, kecenderungan yang sering terlihat ialah bahwa semakin lanjut usia pegawai, tingkat kepuasan kerjanya pun biasanya semakin tinggi. Berbagai alasan yang sering dikemukakan menjelaskan fenomena ini antara lain ialah: a. Bagi pegawai yang sudah agak lanjut usia makin sulit memulai karir baru di tempat lain. b. Sikap yang dewasa dan matang mengenai tujuan hidup, harapan, keinginan dan cita-cita. c. Gaya hidup yang sudah mapan. d. Sumber penghasilan yang relatif terjamin. e. Adanya ikatan batin dan tali persahabatan antara yang bersangkutan dengan rekan-rekannya dalam organisasi. Sebaliknya mudah menduga bahwa bagi para pegawai yang lebih muda usia keinginan pindah itu lebih besar. 4. Kepuasan kerja dan tingkat jabatan Kepuasan kerja mempunyai hubungan dengan tingkat jabatan, hal ini bermakna bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang dalam suatu organisasi maka tingkat kepuasannya pun cenderung lebih tinggi pula. Berbagai alasannya antara lain ialah:
Universitas Sumatera Utara
a. Penghasilan yang dapat menjamin taraf hidup yang layak. b. Pekerjaan yang memungkinkan mereka menunjukkan kemampuan kerjanya. c. Status sosial yang relatif tinggi di dalam dan di luar organisasi. Dengan demikian alasan-alasan tersebut bertalian erat dengan prospek seseorang untuk dipromosikan, perencanaan karir dan pengembangan sumber daya manusia dalam organisasi. Merujuk pada berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan dalam rangka peningkatan kinerjanya adalah: (a) faktor psikologik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan yang meliputi minat, ketenteraman dalam kerja, sikap terhadap kerja, bakat, dan keterampilan; (b) faktor sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik sesama karyawan, dengan atasannya, maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya; (c) faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan, meliputi. Jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan, umur, dan sebagainya; (d) faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan yang meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi, dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
2.4.3. Mengukur Kepuasan Kerja Penilaian tentang apakah seseorang pegawai menemukan kepuasan atau ketidakpuasan dengan pekerjaan yang dihadapinya merupakan sesuatu hal yang paling kompleks dari sejumlah unsur pekerjaan. Menurut Sofyandi dan Garniwa (2007) ada 2 (dua) metode yang paling sering digunakan untuk mengukur kepuasan pegawai atas pekerjaannya, yaitu: a. Single Global Rating Method Metode ini dilakukan dengan cara meminta para pegawai untuk memberikan tanggapan/jawaban
atas
suatu
pertanyaan,
seperti
misalnya,
setelah
mempertimbangkan segala sesuatu, sejauhmanakah kepuasan anda dengan pekerjaan anda? Kemudian para pegawai menjawab pertanyaan dengan melingkari salah satu angka dari satu sampai lima, yang sesuai dengan jawaban mulai dari “sangat merasa puas” sampai dengan “sangat tidak puas”. b. Summation Score Method Menurut metode ini elemen-elemen yang ada di dalam suatu pekerjaan diidentifikasi, kemudian ditanyakan kepada para pegawai, bagaimana perasaan mereka terhadap masing-masing elemen pekerjaan tersebut. Faktor-faktor khusus yang turut dilibatkan adalah sifat pekerjaan, pengawasan, upah, kesempatan promosi, serta hubungan-hubungan dengan rekan kerja. Faktor-faktor tersebut diberi nilai berdasarkan skala yang sudah distandarisasi, kemudian dijumlahkan untuk memperoleh angka secara keseluruhan.
Universitas Sumatera Utara
Dari kedua metode mengukur kepuasan kerja di atas, secara intuisi tampaknya penjumlahan seluruh angka jawaban sebagai respons atas sejumlah faktor pekerjaan bisa memberikan hasil evaluasi kepuasan kerja yang lebih akurat. Namun dari beberapa penelitian ternyata tidak mendukung penilaian intuitif. Metode single global rating dianggap lebih sederhana dan mudah untuk dilakukan, sehingga metode ini sangat sering digunakan oleh perusahaan dalam mengevaluasi kepuasan kerja pegawai. Sementara itu Greenberg dan Baron (2003) menunjukkan adanya 3 (tiga) cara untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja, yaitu: a. Rating scales dan kuesioner Rating scales dan kuesioner merupakan pendekatan pengukuran kepuasan kerja yang paling umum dipakai dengan menggunakan kuesioner di mana rating scales secara khusus disiapkan. Dengan menggunakan metode ini, orang menjawab pertanyaan yang memungkinkan mereka melaporkan reaksi mereka pada pekerjaan mereka. b. Critical incidents Di sini individu menjelaskan kejadian yang menghubungkan pekerjaan mereka yang mereka rasakan, terutama memuaskan atau tidak memuaskan. Jawaban mereka dipelajari untuk mengungkapkan tema yang mendasari. Sebagai contoh, misalnya: apabila banyak pekerja menyebutkan situasi pekerjaan di mana mereka diperlakukan kasar oleh supervisor atau apabila pekerja memuji supervisor atas
Universitas Sumatera Utara
sensitivitas yang ditunjukkan pada masa yang sulit, gaya pengawasan memainkan peranan penting dalam kepuasan kerja mereka. c. Interview Interview merupakan prosedur pengukuran kepuasan kerja dengan melakukan wawancara tatap muka dengan pekerja. Dengan menanyakan secara langsung tentang sikap mereka, sering mungkin mengembangkan lebih mendalam dengan menggunakan kuesioner yang sangat terstruktur. Dengan mengajukan pertanyaan secara berhati-hati kepada pekerja dan mencatat jawabannya secara sistematis, hubungan pekerjaan dengan sikap dapat dipelajari. 2.4.4. Pedoman Meningkatkan Kepuasan Kerja Greenberg
dan
Baron
(2003)
memberikan
saran
untuk
mencegah
ketidakpuasan dan meningkatkan kepuasan kerja pegawai dengan cara sebagai berikut: a. Membuat pekerjaan menyenangkan Orang lebih puas dengan pekerjaan yang mereka senang kerjakan daripada yang membosankan. Meskipun beberapa pekerjaan secara intrinsik membosankan, pekerjaan tersebut masih mungkin meningkatkan tingkat kesenangan ke dalam setiap pekerjaan. b. Orang dibayar dengan jujur Orang yang percaya bahwa sistem pengupahan tidak jujur cenderung tidak puas dengan pekerjaannya. Hal ini diperlakukan tidak hanya untuk gaji dan upah per jam, tetapi juga fringe benefit. Konsisten dengan value theory, mereka merasa
Universitas Sumatera Utara
dibayar dengan jujur dan apabila orang diberi peluang memilih fringe benefit yang paling mereka inginkan, kepuasan kerjanya cenderung naik. c. Mempertemukan orang dengan pekerjaan yang cocok dengan minatnya Semakin
banyak
orang
menemukan
bahwa
mereka
dapat
memenuhi
kepentingannya sambil di tempat kerja, semakin puas mereka dengan pekerjaannya. Perusahaan dapat menawarkan counselling individu kepada pekerja, sehingga kepentingan pribadi dan profesional dapat diidentifikasi dan disesuaikan. d. Menghindari kebosanan dan pekerjaan berulang-ulang Kebanyakan orang cenderung mendapatkan sedikit kepuasan dalam melakukan pekerjaan yang sangat membosankan dan berulang. Sesuai dengan two-factor theory, orang jauh lebih puas dengan pekerjaan yang meyakinkan mereka memperoleh sukses dengan secara bebas melakukan kontrol atas bagaimana cara mereka melakukan sesuatu.
2.5.
Teori tentang Kemampuan
2.5.1. Pengertian Kemampuan Menurut Sutrisno (2009) menyatakan bahwa istilah kemampuan atau kompetensi adalah suatu yang mendasari karakteristik dari suatu individu yang dihubungkan dengan hasil yang diperoleh dalam suatu pekerjaan. Karakteristik dasar kompetensi berarti kemampuan adalah sesuatu yang kronis dan dalam bagian dari
Universitas Sumatera Utara
kepribadian seseorang dan dapat diramalkan perilaku di dalam semua tugas pekerjaan. Boulter, Dalziel dan Hill (2003), mengemukakan kompetensi adalah suatu karakteristik dasar dari seseorang yang memungkinkannya memberikan kinerja unggul dalam pekerjaan, peran, atau situasi tertentu. Kemampuan hendaknya dilandasi oleh keterampilan dan pengetahuan yang didukung oleh sikap kerja serta penerapannya dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan di tempat kerja yang mengacu pada persyaratan kerja yang ditetapkan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2000, kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang pegawai negeri sipil berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap prilaku yang diperlukan dalam tugas dan jabatannya. 2.5.2. Karakteristik Kemampuan Karakteristik kemampuan menurut Spencer and Spencer dalam Sutrisno (2010), terdapat lima aspek, yaitu: a. Motives, adalah sesuatu di mana seseorang secara konsisten berpikir sehingga ia melakukan tindakan. c. Traits, adalah watak yang membuat orang untuk berperilaku atau bagaimana seseorang merespons sesuatu dengan cara tertentu. d. Self concept, adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang. e. Knowlegde, adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu. Pengetahuan merupakan kompetensi yang kompleks.
Universitas Sumatera Utara
f. Skills, adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu baik secara fisik maupun mental. Komponen kemampuan/kompetensi yang motif, karakter pribadi, dan konsep diri dapat meramalkan suatu prilaku tertentu yang pada akhirnya akan muncul sebagai prestasi kerja. Kemampuan juga selalu melibatkan intensi (kesengajaan) yang mendorong sejumlah motif atau karakter pribadi untuk melakukan suatu aksi menuju terbentuknya suatu hasil, yang dapat digambarkan sebagai berikut: NIAT TINDAKAN 1. Motif 2. Karakter pribadi 3. Konsepdiri 4. Pengetahuan yang dimiliki
Prilaku/Skill
HASIL Prestasi kerja
Sumber: Spencer and Spencer dalam Sutrisno (2010)
Gambar 2.2. Perilaku Komponen Kompetensi Membentuk Hasil 2.5.3. Manfaat Penggunaan Kemampuan Ruky (2003) mengemukakan konsep kompetensi lebih populer dan sudah banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan besar dengan berbagai alasan, yaitu: 1. Memperjelas standar kerja dan harapan yang ingin dicapai. 2. Dalam hal ini model kompetensi akan mampu menjawab dua pertanyaan mendasar yaitu keterampilan dan pengetahuan. Karakteristik apa saja yang dibutuhkan dalam pekerjaan dan perilaku apa saja yang berpengaruh langsung dengan prestasi kerja.
Universitas Sumatera Utara
3. Alat seleksi karyawan. 4. Penggunaan kompetensi dasar sebagai alat seleksi dapat membantu organisasi untuk memilih calon karyawan yang baik. 5. Memaksimalkan produktivitas secara vertikal maupun horizontal. 6. Tuntutan untuk menjadikan organisasi “ramping” mengharuskan kita untuk mencari karyawan yang dapat dikembangkan secara terarah untuk menutupi kesenjangan dan keterampilannya sehingga mampu untuk dimobilisasi secara vertikal maupun horizontal. 7. Dasar untuk pengembangan sistem remunerasi. 8. Model kompetensi dapat digunakan untuk mengembangkan sistem remunerasi (imbalan) yang akan dianggap lebih adil. 9. Memudahkan adaptasi terhadap perubahan. 10. Dalam era perubahan yang sangat cepat, sifat dari suatu pekerjaan sangat cepat berubah dan kebutuhan akan kemampuan baru terus akan meningkat. 11. Menyelaraskan perilaku kerja dengan nilai-nilai organisasi. 12. Model
kompetensi
merupakan
cara
yang
paling
mudah
untuk
mengkomunikasikan nilai-nilai dan hal-hal apa saja yang harus menjadi fokus dalam unjuk kerja karyawan. 2.5.4. Hubungan Kemampuan dengan Prestasi Kerja Peran kemampuan/kompetensi sangat diperlukan dalam prestasi kerja pegawai. Pegawai yang mempunyai kompetensi kerja yang baik tentu akan mampu untuk melaksanakan semua tanggung jawab pekerjaan, mampu membaca situasi dan
Universitas Sumatera Utara
permasalahan yang terjadi dalam pekerjaan serta dapat memberikan respon yang tepat dan memiliki penyesuaian diri yang baik dengan lingkunganya. Hasil penelitian McClelland dalam Usmara (2002), hasil penelitian menunjukkan bahwa “kompetensi yang bersifat non-akademik seperti kemampuan menghasilkan ide-ide yang inovatif, management skills, kecepatan mempelajari jaringan kerja, dan sebagainya berhasil memprediksi prestasi individu dalam pekerjaannya”. Widodo (2004) menyatakan bahwa “dalam menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat, maka memerlukan kemampuan dan kecakapan tinggi (profesionalisme) dengan beberapa persyaratan”. Sehingga pegawai pemerintah dituntut untuk memiliki kualifikasi tertentu, karena tidak semua orang memiliki keahlian yang dipersyaratkan untuk menyelesaikan pekerjaan. Sehingga rendahnya kinerja pegawai karena rendahnya kemampuan pegawai.
2.6.
Teori tentang Motivasi
2.6.1. Pengertian Motivasi Menurut Nawawi (2008) kata motivasi (motivation) kata dasarnya adalah motif (motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan yang berlangsung secara sadar.
Universitas Sumatera Utara
Secara lebih khusus Robbins (2000) menyatakan bahwa motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi kearah tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individual. Motivasi berbentuk dari sikap (attitude) seorang karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi menggerakkan diri karyawan yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Menurut Siagian (2004) motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang atau organisasi mau dan rela untuk mengerahkan kemampuannya dalam bentuk keahlian atau keterampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya. Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja, sehingga produktivitas kerja meningkat. Sementara itu, manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang benar dan dalam skala waktu yang sudah ditentukan, serta orang senang melakukan pekerjaannya. Sesuatu yang dikerjakan karena ada motivasi yang mendorongnya akan membuat orang senang mengerjakannya. Orang pun akan merasa dihargai/diakui, hal ini terjadi karena pekerjaannya itu betul-betul berharga bagi orang yang termotivasi, sehingga orang tersebut akan bekerja keras.
Universitas Sumatera Utara
Motivasi kerja adalah kekuatan yang mendorong semangat yang ada di dalam maupun di luar dirinya baik itu yang berupa reward maupun punishment, sehingga Herzberg dalam Luthans (2003) menyatakan bahwa pada manusia terdapat sepuluh faktor pemuas (motivation factor) yang disebut dengan satisfier atau intrinsic motivation, yang meliputi: 1). Prestasi yang diraih (achievement), 2). Pengakuan orang lain (recognition), 3). Tanggung jawab (responsibilty), 4). Peluang untuk maju (advancement), 5). Kepuasan kerja itu sendiri (the work itself), dan 6). Pengembangan karir (the possibility of growth). 2.6.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Motivasi sebagai proses psikologis dalam diri seseorang akan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Sutrisno (2010), faktor-faktor tersebut dapat dibedakan atas faktor intern dan ekstern yang berasal dari karyawan. 1. Faktor Intern Faktor intern yang dapat mempengaruhi pemberian motivasi pada seseorang antara lain: a) Keinginan untuk hidup, b) Keinginan untuk dapat memiliki, c) Keinginan untuk memperoleh penghargaan, d) Keinginan untuk memperoleh pengakuan, e) Keinginan untuk berkuasa.
Universitas Sumatera Utara
2. Faktor Ekstern Faktor ekstern juga tidak kalah peranannya dalam melemahkan motivasi kerja seseorang. Faktor-faktor ekstern itu adalah: a) Kondisi lingkungan kerja, b) Kompensasi yang memadai, c) Supervisi yang baik, d) Adanya jaminan pekerjaan, e) Status dan tanggung jawab, f) Peraturan yang fleksibel. 2.6.3. Teori-teori Motivasi 1.
Teori Motivasi Prestasi Teori Kebutuhan yang dikemukakan oleh McClland dalam Sutrisno (2010),
disebut juga dengan teori motivasi prestasi. Menurut teori ini, ada tiga komponen dasar yang dapat digunakan untuk memotivasi orang bekerja, yaitu kebutuhan akan: a. Need for achievement Merupakan kebutuhan untuk mencapai sukses, yang diukur berdasarkan standar kesempurnaan dalam diri seseorang. Kebutuhan ini berhubungan erat dengan pekerjaan, dan mengarahkan tingkah laku pada usaha untuk mencapai prestasi tertentu.
Universitas Sumatera Utara
b. Need for affiliation Merupakan kebutuhan akan kehangatan dan sokongan dalam hubungannya dengan orang lain. Kebutuhan ini mengarahkan tingkah laku untuk mengadakan hubungan secara akrab dengan orang lain. c. Need for power Kebutuhan untuk menguasai dan mempengaruhi terhadap orang lain. Kebutuhan ini menyebabkan orang yang bersangkutan tidak atau kurang memperdulikan orang lain. Lebih lanjut dijelaskan pada kehidupan sehari-hari. Pada kehidupan sehari-hari, ketiga kebutuhan tersebut akan selalu muncul pada tingkah laku individu, hanya kekuatannya tidak sama antara kebutuhankebutuhan itu pada diri seseorang. Apabila tingkah laku individu tersebut di dorong oleh tiga kebutuhan, tingkah lakunya akan menampakkan ciri-ciri sebagai berikut: a. Tingkah laku individu yang didorong oleh kebutuhan berprestasi akan tampak sebagai berikut: 1) Berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara baru dan kreatif; 2) Mencari feed back (umpan balik) tentang perbuatannya; 3) Memilih resiko yang moderat (sedang) di dalam perbuatannya; dengan memilih resiko yang sedang masih ada peluang untuk berprestasi yang lebih tinggi; dan 4) Mengambil tanggung jawab pribadi atas perbuatannya. b. Tingkah laku individu yang didorong oleh kebutuhan persahabatan akan tampak sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1) Lebih memperhatikan segi hubungan pribadi yang ada dalam pekerjaannya daripada tugas-tugas yang ada pada pekerjaan; 2) Melakukan pekerjaan lebih efektif apabila bekerja sama dengan orang lain dalam suasana lebih kooperatif; 3) Mencari persetujuan atau kesepakatan dari orang lain; 4) Lebih suka dengan orang lain daripada sendirian. c. Tingkah laku individu yang didorong oleh kebutuhan berkuasa akan tampak sebagai berikut: 1) Berusaha menolong orang lain walaupun pertolongan itu tidak diminta; 2) Sangat aktif menentukan arah kegiatan organisasi tempat berada; 3) Mengumpulkan barang-barang atau menjadi anggota suatu perkumpulan yang dapat mencerminkan prestise; 4) Sangat peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi dari kelompok atau organisasi. 2.
Teori Harapan (Expectancy) Teori harapan (expectancy) secara logis mencoba untuk menyusun kembali
proses mental yang mengakibatkan seseorang pegawai mencurahkan sejumlah usaha dalam suatu tugas tertentu. Diasumsikan bahwa usaha-usaha para pegawai diakibatkan oleh 3 hal: (1) kemungkinan subyektif pegawai yang berkaitan dengan kemampuan kerja, (2) kemungkinan subyektif terhadap reward atau punishment yang terjadi sebagian hasil dari perilaku pimpinan, (3) nilai pegawai yang menempatkan penghargaan dan hukuman.
Universitas Sumatera Utara
3. Teori Kebutuhan Maslow Teori motivasi yang sekarang banyak dirujuk orang adalah teori kebutuhan. Teori ini beranggapan bahwa tindakan manusia pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhannya. Seperti teori yang dikemukakan oleh Maslow (2001), bahwa ada lima jenjang kebutuhan pokok manusia, yaitu: a. Kebutuhan Fisiologi (Physiological Needs) Yaitu kebutuhan dasar untuk menunjang kehidupan manusia. Manifestasi kebutuhan ini tampak pada kebutuhan: sandang, pangan dan papan. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan primer kehidupan. Apabila kebutuhan fisiologi ini belum terpenuhi secukupnya, maka kebutuhan lain tidak akan memotivasi manusia. b. Kebutuhan Keamanan (Safety Needs) Manifestasi kebutuhan ini antara lain adalah kebutuhan akan keamanan jiwa, di mana manusia berada, kebutuhan keamanan harta, perlakuan yang adil, pensiun dan jaminan hari tua. c. Kebutuhan Sosial (Social Needs) Manifestasi kebutuhan ini antara lain tampak pada kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain (sense of belonging), kebutuhan untuk maju dan tidak gagal, kekuatan untuk ikut serta.
Universitas Sumatera Utara
d. Kebutuhan akan Penghargaan/Prestise (Esteem Needs) Semakin tinggi status, semakin tinggi pula prestisenya. Prestise dan status ini dimanifestasikan dalam banyak cara misalnya mobil mewah, kamar kerja full AC dan lain-lain. e. Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self Actualization) Kebutuhan ini manifestasinya tampak pada keinginan mengembangkan kapasitas mental dan kapasitas kerja, melalui on the job training, of the job training, seminar, konferensi, pendidikan akademis dan lain-lain. 3.
Teori Dua Faktor Herzberg Teori motivasi 2 (dua) faktor Herzberg berdasarkan atas pembagian hirarki
Maslow menjadi kebutuhan atas dan bawah. Menurut Herzberg, hanya kondisi yang memungkinkan pemenuhan kebutuhan atas, yaitu penghargaan dan aktualisasi diri sendiri akan meningkatkan motivasi kerja. Sebuah organisasi harus memungkinkan karyawannya memenuhi kebutuhan tingkat bawah melalui kerja, tetapi ini adalah cara utama untuk mempertahankan karyawan tersebut di organisasi, bukan untuk mempengaruhi motivasi kerjanya. Dari beberapa uraian pengertian motivasi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa konsep motivasi adalah keseluruhan pemberian dorongan bekerja dari atasan kepada bawahan sedemikian rupa sehingga mereka bersedia memberikan yang terbaik dari dirinya dari baik waktu, tenaga dan keahliannya demi tercapai tujuan organisasi.
Universitas Sumatera Utara
2.7.
Kerangka Berpikir Budaya organisasi adalah seperangkat nilai yang mengendalikan interaksi
antara satu individu dengan individu lain dalam organisasi, atau organisasi lain dan anggota masyarakat yang dilayani. Budaya organisasi dibentuk oleh para individu, dalam organisasi, etika organisasi yang dianut, hak kepegawaian yang diberikan kepada tiap pegawai dan juga jenis struktur organisasi itu sendiri. Budaya organisasi juga membentuk dan mengendalikan perilaku dalam keorganisasian. Budaya organisasi mempengaruhi cara individu merespons dan menafsirkan segala situasi dan permasalahan yang ada di dalam organisasi. Budaya organisasi mencerminkan bagaimana melakukan pekerjaan dalam organisasi. Menurut Rivai (2004), “Budaya organisasi adalah kerangka kerja yang menjadi pedoman tingkah laku sehari-hari dan membuat keputusan untuk pegawai dan mengarahkan tindakan setiap pegawai untuk mencapai tujuan organisasi”. Kesesuaian antara individu dengan budaya baik organisasi maupun budaya setempat sangat penting. Seseorang yang merasa tidak nyaman dalam suatu lingkungan akan mengalami ketidakberdayaan, kekhawatiran. Sebaliknya kalau ia merasa nyaman dengan lingkungannya ia akan memperlihatkan sifat positif dan memilih tinggal lebih lama dalam lingkungan tersebut. Pegawai yang puas memiliki komitmen tinggi terhadap organisasi, memiliki sikap positif terhadap pekerjaan dan organisasi, membantu rekan kerja, serta memiliki keinginan lebih tinggi untuk melaporkan yang tidak etis. Suatu budaya akan efektif bila budaya tersebut mendukung misi dan tujuan organisasi.
Universitas Sumatera Utara
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa peran budaya organisasi mendukung efektivitas organisasi dan respons individu. Kecocokan anggota organisasi dengan budaya yang berlaku akan meningkatkan produktivitas, kepuasan dalam bekerja, performance, komitmen organisasi, dan keinginan untuk tetap tinggal di perusahaan. O’Reilly, Chatman & Caldwell dalam Sutrisno (2010) menunjukkan bahwa “Kecocokan individu dengan budaya organisasi dapat memprediksi meningkatkan kinerja, kepuasan dan perputaran tenaga kerja antar berbagai macam jabatan”. Keberhasilan organisasi untuk mencapai tujuannya sangat dipengaruhi oleh prestasi kerja anggotanya. Dengan kata lain keberhasilan organisasi untuk mencapai tujuannya juga merupakan suatu prestasi kerja bagi organisasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa prestasi kerja juga merupakan prestasi kerja organisasi. Oleh karena itu prestasi kerja pegawai merupakan sesuatu yang sangat penting bagi organisasi. Informasi tentang tinggi rendahnya prestasi seorang karyawan tidak dapat diperoleh begitu saja, tetapi diperoleh melalui proses yang panjang yaitu proses penilaian prestasi kerja karyawan yang disebut dengan performance appraisal. Gibson dan Donnelly (2000) menyatakan bahwa “Kepuasan kerja merupakan sikap yang dimiliki pegawai tentang pekerjaan mereka. Hal tersebut merupakan hasil dari persepsi pegawai tentang pekerjaan”. Pegawai yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak pernah mencapai kematangan psikologis, dan pada gilirannya mencapai frustasi. Pegawai seperti ini akan sering melamun, semangat kerja yang rendah, cepat bosan dan lelah, emosinya tidak stabil sering absen dan melakukan kesibukan dengan pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang harus dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan pegawai yang mempunyai kepuasan kerja biasanya mempunyai catatan kehadiran, kadang-kadang mempunyai prestasi kerja yang lebih baik daripada pegawai yang tidak mempunyai kepuasan kerja. Oleh karena itu kepuasan kerja mempunyai arti penting bagi pegawai maupun organisasi. Hal ini mengikuti pandangan Gibson (2000) secara jelas menggambarkan adanya hubungan timbal balik antara kinerja dan kepuasan kerja. Disatu sisi dikatakan kepuasan menyebabkan peningkatan kinerja sehingga pegawai yang puas akan lebih produktif. Di sisi lain dapat pula terjadi kepuasan kerja disebabkan oleh adanya kinerja atau prestasi kerja sehingga pekerja yang lebih produktif akan mendapatkan kepuasan. Vecchio dalam Wibowo (2007), cenderung mengikuti pandangan bahwa kinerja secara tidak langsung menyebabkan kepuasan. Kinerja akan menerima reward, baik intrinsik maupun ekstrinsik. Kepuasan akan diperoleh melalui penilaian pekerja terhadap reward yang diterima. Apabila pekerja merasa bahwa pemberian penghargaan tersebut adil, akan membuat kepuasan kerja meningkat. Namun apabila terjadi sebaliknya akan menyebabkan ketidakpuasan kerja. Motivasi didefinisikan sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan. Pemberian motivasi juga berarti memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mampu mengembangkan kemampuan dan merupakan dorongan semaksimal mungkin pegawai untuk berproduksi. Pemberian motivasi berupa jaminan keselamatan kerja dan kesejahteraan pegawai mampu mengembangkan
Universitas Sumatera Utara
kemampuan dan merupakan dorongan semaksimal mungkin pegawai untuk berprestasi. Membahas motivasi kerja maka tidak lepas dari prestasi kerja pegawai karena motivasi kerja merupakan bagian yang penting dari tingkah laku kerja yang menarik karena terbukti sangat besar manfaatnya. Pegawai yang berprestasi berarti pegawai dalam pelaksanaan kerjanya dapat memberikan hasil yang baik, serta waktu yang ditentukan dan bermutu. Tingginya tingkat prestasi kerja pegawai dipengaruhi oleh dorongan yang disebabkan karena kemampuan yang dimiliki seorang pegawai merupakan potensi yang membutuhkan daya dorong. Kompetensi kerja merupakan suatu ketrampilan yang dimiliki oleh seseorang terhadap segala aspek pekerjaan yang akan dijalankan dan keterampilan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan dalam pekerjaannya. Peran kompetensi sangat diperlukan dalam prestasi kerja pegawai. Pegawai yang mempunyai kompetensi kerja yang baik tentu akan mudah untuk melaksanakan semua tanggung jawab pekerjaan. Mampu membaca situasi dan permasalahan yang terjadi dalam pekerjaan serta dapat memberikan respon yang tepat dan memiliki penyesuaian diri yang baik dengan lingkungannya. Kompetensi mempunyai arti yang sama dengan kata kemampuan kecakapan atau keahlian. Menurut Sutrisno (2010) menyatakan bahwa istilah kemampuan atau kompetensi adalah suatu yang mendasari karakteristik dari suatu individu yang dihubungkan dengan hasil yang diperoleh dalam suatu pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
Kemampuan hendaknya dilandasi oleh keterampilan dan pengetahuan yang didukung oleh sikap kerja serta penerapannya dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan di tempat kerja yang mengacu pada persyaratan kerja yang ditetapkan. Hubungan kemampuan dengan prestasi kerja, Usmara (2002), menunjukkan bahwa kompetensi yang bersifat akademik, seperti kemampuan menghasilkan ide-ide yang inovatif, management skill, kecepatan mempelajari jaringan kerja dan sebagainya berhasil memprediksi prestasi individu dalam pekerjaannya. Berdasarkan teori yang dikemukakan di atas maka kerangka berpikir dalam penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 2.3 sebagai berikut:
Budaya Organisasi Kemampuan
Kepuasan Kerja Prestasi Kerja
Motivasi
Gambar 2.3. Kerangka Berpikir Hipotesis Penelitian
2.8.
Hipotesis Dari kerangka berpikir, maka dihipotesiskan sebagai berikut:
1.
Budaya organisasi dan prestasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara.
2.
Kemampuan dan motivasi berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja pegawai Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara