BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu Hernowo (2008), melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh Motivasi, dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Wonogiri”. Penelitian ini menggunakan penelitian eksplanatory (penjelasan). Jumlah sampel sebagai responden sebanyak 44 orang pegawai. Metode analisis data menggunakan regresi linear berganda (multiple linier regression). Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi dan disiplin kerja secara serempak berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja pegawai di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Wonogiri. Pengaruh yang ditunjukkan diantara kedua variabel dikatakan bahwa variabel disiplin kerja memiliki pengaruh yang dominan terhadap kinerja pegawai. Secara parsial masing-masing variabel berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Wonogiri. Listianto (2004), melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Motivasi, kepuasan dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Pegawai” (Studi Kasus di Lingkungan Pegawai Kantor PDAM Kota Surakarta). Jumlah populasi sebagai responden sebanyak 365 orang pegawai, sampel penelitian ditetapkan 120 orang pegawai. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian eksplanatory (penjelasan) karena bermaksud untuk menjelaskan variabel-variabel melalui pengujian hipotesis yang
Universitas Sumatera Utara
telah dirumuskan. Model analisis data yang digunakan adalah regresi linier berganda (multiple linier regression). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ketiga variabel independen, yakni motivasi, kepuasan kerja, dan variabel disiplin kerja secara serempak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Secara parsial masing-masing variabel motivasi, kepuasan kerja, dan variabel disiplin kerja terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Muslim (2006), melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Politeknik Negeri Lhokseumawe”.
Penelitian
ini
menggunakan
jenis
penelitian
penjelasan
(eksplanatory) untuk menjelaskan varibel-variabel melalui pengujian hipotesis yang telah dirumuskan. Jumlah populasi yang digunakan sebagai responden sebanyak 161 orang, sampel penelitian ditetapkan 60 orang. Metode analisis data menggunakan regresi linear berganda (multiple linier regression). Secara serempak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai Politeknik Negeri Lhokseumawe. Variabel kepuasan kerja menunjukkan pengaruh yang dominan terhadap kinerja. Secara parsial masing-masing variabel berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai Politeknik Negeri Lhokseumawe.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Landasan Teori 2.2.1. Teori Tentang Motivasi 2.2.1.1. Pengertian motivasi Teori motivasi menurut Abraham Maslow dalam Robbins (2010), menyatakan bahwa, ”Setiap manusia mempunyai needs (kebutuhan, dorongan, intrinsic, dan extrinsic factor), yang pemunculannya sangat tergantung dari kepentingan individu. Dengan kenyataan ini, kemudian Abraham Maslow membuat “needshierarchy theory” untuk menjawab tentang tingkatan kebutuhan manusia tersebut”. Kebutuhan manusia menurut Abraham Maslow dalam Robbins (2010), diklasifikasi menjadi 5 (lima) hierarki kebutuhan, yaitu: 1. Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs). Perwujudan dari kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan pokok manusia yaitu sandang, pangan, papan, dan kesejahteraan individu. Kebutuhan ini dipandang sebagai kebutuhan yang paling mendasar, karena tanpa pemenuhan kebutuhan tersebut, seseorang tidak dapat dikatakan hidup normal. Meningkatnya kemampuan seseorang cenderung mereka berusaha meningkatkan pemuas kebutuhan dengan pergeseran dari kuntitatif ke kualitatif. 2. Kebutuhan rasa aman (Safety Needs). Kebutuhan keamanan harus dilihat dalam arti luas, tidak hanya diartikan dalam arti keamanan fisik semata, tetapi juga keamanan psikologis dan perlakuan yang adil dalam pekerjaan. Karena pemuas kebutuhan ini terutama dikaitkan dengan kekaryaan seseorang, artinya keamanan dalam arti fisik termasuk keamanan
Universitas Sumatera Utara
seseorang didaerah tempat tinggal, dalam perjalanan menuju ke tempat bekerja, dan keamanan di tempat kerja. 3. Kebutuhan Sosial (Social Needs). Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial, tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan pasti memerlukan bantuan orang lain, sehingga mereka harus berinteraksi dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan sosial tercermin dalam 4 (empat) bentuk perasaan, yaitu: a. Kebutuhan akan perasaaan diterima orang lain dengan siapa ia bergaul dan berinteraksi dalam organisasi dan demikian ia memiliki sense of belonging yang tinggi. b. Harus diterima sebagai kenyataan bahwa setiap orang mempunyai jati diri yang khas dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Dengan jati dirinya itu, setiap manusia merasa dirinya penting, artinya ia memiliki sense of importance. c. Kebutuhan akan perasaan maju dan tidak akan gagal sering disebut sense of accomplishment. Tidak ada orang yang merasa senang apabila ia menemui kegagalan, sebaliknya ia senang apabila ia menemui keberhasilan. d. Kebutuhan akan perasaan diikutsertakan (sense of participation). Kebutuhan ini sangat terasa dalam hal pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan tugas sendiri. Sudah barang tentu bentuk dari partisipasi itu dapat beraneka ragam seperti dikonsultasikan, diminta memberikan informasi, didorong memberikan saran.
Universitas Sumatera Utara
4. Kebutuhan akan harga diri (Esteem Needs). Semua orang memerlukan pengakuan atas keberadaan statusnya oleh orang lain. Situasi yang ideal adalah apabila prestise itu timbul akan menjadikan prestasi seseorang. Akan tetapi tidak selalu demikian, karena dalam hal ini semakin tinggi kedudukan seseorang, maka akan semakin banyak hal yang digunakan sebagai simbol statusnya itu. 5. Aktualisasi diri (Self Actualization). Hal ini dapat diartikan bahwa dalam diri seseorang terdapat kemampuan yang perlu dikembangkan, sehingga dapat memberikan sumbangsih yang besar terhadap kepentingan organisasi. Melalui kemampuan kerja yang semakin meningkat akan semakin mampu memuaskan berbagai kebutuhannya dan pada tingkatan ini orang cenderung
untuk
selalu mengembangkan diri
serta
berbuat yang lebih
baik. Berdasarkan pendapat diatas maka saya mengatakan bahwa pada penelitian ini motivasi merupakan aktifitas pegawai yang berkaitan dengan lima indikator yang tertera pada Tabel 3.1 operasional variabel penelitian yang dijadikan sumber atas sepuluh quesioner yang diajukan dalam penelitian.
2.2.1.2. Manfaat dan Tujuan Motivasi Seseorang akan merasa sangat dihargai atas kerja keras yang dilakukannya sebab pegawai yang telah merasa termotivasi akan menganggap suatu pekerjaan menjadi sangat berharga dan mengerjakannya dengan senang hati serta bekerja keras.
Universitas Sumatera Utara
Artinya suatu pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik dan senang hati
sesuai
dengan standar yang benar dan skala waktu yang telah ditentukan. Kepemimpinan dan motivasi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Dalam kebanyakan hal, motivasi seorang individu akan timbul karena pengaruh pemimpin yang efektif. Jadi Efektifitas kepemimpinan akan tampak bagaimana dapat memotivasi anggotanya secara efektif (Sedarmayanti, 2007). Mangkunegara (2005), juga mengemukakan bahwa terdapat 2 (dua) teknik memotivasi kerja pegawai yaitu: 1) Teknik pemenuhan kebutuhan pegawai, artinya bahwa pemenuhan kebutuhan pegawai merupakan fundamen yang mendasari perilaku kerja. 2) Teknik komunikasi persuasif, adalah merupakan salah satu teknik memotivasi kerja pegawai yang dilakukan dengan cara mempengaruhi pegawai secara ekstra logis. Teknik ini dirumuskan dengan istilah “AIDDAS” yaitu Attention (perhatian), Interest (minat), Desire (hasrat), Decision (keputusan), Action (aksi atau tindakan), dan Satisfaction (kepuasan). Penggunaannya, pertama kali pemimpin harus memberikan perhatian kepada pegawai tentang pentingnya tujuan dari suatu pekerjaan agar timbul minat pegawai terhadap pelaksanaan kerja, jika telah timbul minatnya maka hasratnya akan menjadi kuat untuk mengambil keputusan dan melakukan tindakan kerja dalam mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin. Dengan demikian, pegawai akan bekerja dengan motivasi tinggi dan merasa puas terhadap hasil kerjanya.
Universitas Sumatera Utara
2.2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Motivasi kerja diartikan sebagai sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja, atau dapat dikatakan pendorong semangat kerja. Menurut Mathis dan Jackson (2002), beberapa faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kerja adalah atasan, rekan kerja sarana fisik, kebijaksanaan dan peraturan, imbalan jasa uang dan non uang, jenis pekerjaan, dan tantangan. Gouzaly (2000), menambahkan faktor-faktor motivasi kedalam dua kelompok, yaitu: faktor eksternal
(karakteristik organisasi) dan faktor internal
(karakteristik pribadi). Faktor eksternal (karakteristik organisasi), yaitu: lingkungan kerja yang menyenangkan, tingkat kompensasi, supervisi yang baik, adanya penghargaan atas prestasi, status, dan tanggung jawab. Faktor internal (karakteristik pribadi), yaitu: tingkat kematangan pribadi, tingkat pendidikan, keinginan dan harapan pribadi, kebutuhan, kelelahan, dan kebosanan.
2.2.2. Teori Tentang Kepuasan Kerja 2.2.2.1. Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja merupakan sikap dalam diri seorang pegawai yang berkaitan dengan pekerjaan dan merupakan kecenderungan perilaku pegawai dalam mengaplikasikan seluruh kemampuan kerja pegawai melalui sikap dan kondisi dalam bekerja demi mencapai tujuan akhir suatu organisasi untuk masa yang akan datang. Beberapa pakar menyatakan kepuasan kerja yaitu : 1. Menurut Kuswadi (2004), menyatakan bahwa ”Kepuasan karyawan merupakan ukuran sampai seberapa jauh perusahaan dapat memenuhi harapan karyawannya
Universitas Sumatera Utara
2. Menurut pendapat Robbins (2006), bahwa ”kepuasan kerja adalah sikap umum individu dalam melaksanakan pekerjaannya. Pekerjaan membutuhkan interaksi dengan rekan kerja dan pimpinan, mematuhi peraturan-peraturan dan kebijakan organisasi, memenuhi standart kinerja, dan hidup dengan suasana kerja yang ideal”. 3. Menurut Fathoni (2006), kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dapat dicerminkan pada moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Hal ini akan membuat para pegawai termotivasi untuk bekerja dengan optimal yang pada akhirnya tujuan organisasi dapat terwujud dengan tingkat efisien dan aktifitas yang tinggi. 4. Menurut Tiffin
(1958) dalam
Sutrisno
(2009),
menyatakan
bahwa
”Kepuasan kerja berhubungan erat dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaannya sendiri, situasi kerja, kerjasama antara pimpinan dengan sesama rekan kerja”. Berdasarkan pendapat empat (4) pakar diatas maka saya mengatakan bahwa pada penelitian ini kepuasan kerja merupakan aktifitas pegawai yang berkaitan
Universitas Sumatera Utara
dengan enam indikator yang tertera pada Tabel 3.1 operasional variabel penelitian yang dijadikan sumber atas dua belas quesioner yang diajukan dalam penelitian.
2.2.2.2. Implementasi Kepuasan Kerja Seseorang cenderung bekerja dengan penuh semangat apabila kepuasan dapat diperolehnya dari pekerjaannya dan kepuasan kerja merupakan kunci pendorong moral, kedisiplinan dan prestasi kerja pegawai dalam mendukung terwujudnya tujuan perusahaan (Hasibuan, 2005). Strauss dan Sayles(1963) dalam Handoko (2001), menyatakan bahwa: Kepuasan juga penting untuk diaktualisasikan sebab jika seseorang tidak memperoleh kepuasan kerja maka orang tersebut tidak akan mencapai kematangan psikologis yang akhirnya akan menjadi prustasi. Dalam keadaan seperti ini maka sesorang akan cepat lelah dan merasa bosan, memiliki standart kerja yang rendah, sering melamun, emosi tidak stabil, sering tidak masuk kerja, dan melakukan kesibukan yang tidak berhubungan dengan pekerjaan yang menjadi tanggug jawabnya. Tetapi jika seseorang mendapat kepuasan kerja biasanya memiliki tingkat disiplin dan kinerja yang lebih baik dan mampu berprestasi lebih baik. Oleh karena itu, kepuasan kerja memiliki arti penting baik bagi karyawan maupun organisasi, terutama karena menciptakan keadaan positif di dalam lingkungan kerja perusahaan.
2.2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Menurut pendapat Hasibuan (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah: 1.Balas jasa yang adil dan layak. 2.Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian. 3.Berat ringannya pekerjaan. 4.Suasana dan lingkungan pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
5.Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan. 6.Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya. 7.Sifat pekerjaan monoton atau tidak. Menurut Robbins (2006), kepuasan kerja dipengaruhi oleh: 1) Kerja yang secara mental menantang, 2) Ganjaran yang pantas, 3) Kondisi kerja yang mendukung, 4) Rekan sekerja yang mendukung, dan 5) Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan.
2.2.3. Teori Tentang Disiplin Kerja 2.2.3.1. Pengertian Disiplin Kerja Disiplin adalah tindakan manajemen untuk memberikan semangat kepada pelaksanaan standart organisasi, ini adalah pelatihan yang mengarah pada upaya membenarkan dan melibatkan pengetahuan-pengetahuan sikap dan perilaku pegawai sehingga ada kemauan pada diri pegawai untuk menuju pada kerjasama dan prestasi yang lebih baik, disiplin itu sendiri diartikan sebagai kesediaan seseorang yang timbul dengan kesadaran sendiri untuk mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku dalam organisasi (Davis, 2004). Menurut Sutrisno (2009), bentuk disiplin yang baik akan tercermin pada suasana, yaitu : 1. Tingginya rasa kepedulian karyawan terhadap pencapaian tujuan perusahaan. 2. Tingginya semangat dan gairah kerja dan inisiatif para karyawan dalam melakukan pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
3. Besarnya rasa tanggung jawab para karyawan untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. 4. Berkembangnya rasa memiliki dan rasa solidaritas yang tinggi di kalangan karyawan. 5. Meningkatnya efisiensi dan produktifitas kerja para karyawan. Beberapa pakar menyatakan disiplin yaitu : 1. Menurut Handoko (2001), disiplin
adalah
kegitan
manajemen untuk
menjalankan standart-standart organisasional. Dalam pelaksanaan disiplin, untuk memperoleh hasil seperti yang diharapkan, maka pemimpin dalam usahanya perlu menggunakan pedoman tertentu sebagai landasan pelaksanaan. 2. Heidjrachman dan Husnan (2002), juga menyatakan bahwa, ”Disiplin adalah setiap perseorangan dan juga kelompok
yang menjamin adanya kepatuhan
terhadap perintah dan berinisiatif untuk melakukan suatu tindakan yang diperlukan seandainya tidak ada perintah”. 3. Menurut Sedarmayanti (2007), disiplin adalah kondisi untuk melakukan koreksi atau menghukum pegawai yang melanggar ketentuan atau prosedur yang ditetapkan organisasi. Disiplin merupakan bentuk pengendalian agar pelaksanaan kerja pegawai selalu berada dalam koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan pendapat lima (5) pakar diatas maka saya mengatakan bahwa pada penelitian ini disiplin merupakan aktifitas pegawai yang berkaitan dengan enam indikator yang tertera pada Tabel 3.1 operasional variabel penelitian yang dijadikan sumber atas dua belas quesioner yang diajukan dalam penelitian.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3.2. Tingkat Disiplin Kerja Menurut Handoko (2001), perilaku disiplin pegawai merupakan sesuatu yang tidak muncul dengan sendirinya, tetapi perlu dibentuk. Oleh karena itu, pembentukan disiplin kerja dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu: 1. Disiplin Preventip (Preventive Discipline). Disiplin preventip merupakan tindakan yang diambil untuk mendorong para pekerja mengikuti atau mematuhi norma-norma dan aturan-aturan sehingga penyelewengan-penyelewengan tidak terjadi. Tujuannya adalah untuk mendorong disiplin diri dan diantara para karyawan. Dengan cara ini karyawan menjaga disiplin diri mereka bukan semata-mata karena dipaksa manajemen. 2. Disiplin Korektip (Corrective Discipline). Disiplin korektip merupakan suatu kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran
terhadap
aturan-aturan
dan
mencoba
untuk
menghindari
pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut. Kegiatan korektip sering berupa suatu bentuk hukuman dan disebut tingkat pendisiplinan (disiplinary action).
2.2.4. Teori Tentang Kinerja 2.2.4.1. Pengertian dan Penilaian Kinerja Beberapa pakar menyatakan kinerja yaitu : 1. Menurut
Mathis
dan
Jackson (2002),
sistem
kinerja pegawai berusaha
mengidentifikasikan, mendorong, mengukur, mengevaluasi, meningkatkan, dan memberi penghargaan terhadap kinerja karyawan. Sumber daya manusia memiliki peranan penting di dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang
Universitas Sumatera Utara
diinginkan. Dengan demikian sangat diperlukan sumber daya manusia yang memiliki kinerja yang lebih baik. 2. Rivai dan Fawzi (2005) menyatakan bahwa, ”Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral maupun etika”. 3. Menurut Sedarmayanti (2007), instrumen pengukuran kinerja merupakan alat yang dipakai dalam mengukur kinerja individu seorang pegawai yang meliputi, yaitu: 1. Prestasi Kerja, hasil kerja pegawai dalam menjalankan tugas, baik secara kualitas maupun kuantitas kerja. 2. Keahlian, tingkat kemampuan teknis yang dimiliki oleh pegawai dalam menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya. Keahlian ini bisa dalam bentuk kerjasama, komunikasi, inisiatif, dan lain-lain. 3. Perilaku, sikap dan tingkah laku pegawai yang melekat pada dirinya dan dibawa dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Pengertian perilaku disini juga mencakup kejujuran, tanggung jawab, dan disiplin. 4. Kepemimpinan, merupakan aspek
kemampuan manejerial dan seni dalam
memberikan pengaruh kepada orang lain untuk mengkoordinasikan pekerjaan secara tepat dan cepat, termasuk pengambilan keputusan, dan penentuan prioritas. Berdasarkan pendapat tiga (3) pakar diatas maka saya mengatakan bahwa pada penelitian ini kinerja merupakan aktifitas pegawai yang berkaitan dengan enam
Universitas Sumatera Utara
indikator yang tertera pada Tabel 3.1 operasional variabel penelitian yang dijadikan sumber atas dua belas quesioner yang diajukan dalam penelitian.
2.2.4.2. Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja Penilaian kinerja merupakan suatu alat yang mamfaatnya tidak hanya untuk mengevaluasi kinerja seorang pegawai akan tetapi juga untuk mengembangkan serta memotivasi pegawai. Penilaian tersebut juga akan memberikan dampak yang positif dan semangat dalam diri pegawai untuk lebih berkreatifitas dan menghasilkan kinerja yang optimal. Wibowo
(2007),
menyatakan
bahwa,
”Penilaian
kinerja
seharusnya
menciptakan gambaran akurat dari kinerja perorangan. Penilaian tidak dilakukan hanya untuk mengetahui kinerja buruk. Hasil-hasil yang baik dan dapat diterima harus dapat diidentifikasi sehingga dapat dipakai sebagai dasar penilaian hal lainnya. Untuk mencapai tujuan ini, sistem penilaian hendaknya terkait dengan pekerjaan dan praktis, termasuk standar, dan menggunakan ukuran-ukuran yang terukur”. Menurut Sedarmayanti (2007), tujuan dari penilaian kinerja adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui keterampilan dan kemampuan pegawai. 2. Sebagai dasar perencanaan bidang kepegawaian khususnya penyempurnaan kondisi kerja, peningkatan mutu dan hasil kerja. 3. Sebagai dasar pengembangan dan pendayagunaan pegawai seoptimal mungkin, sehingga dapat diarahkan jenjang/rencana karirnya, kenaikan pangkat dan kenaikan jabatan.
Universitas Sumatera Utara
4. Mendorong terciptanya hubungan timbal balik yang sehat antara atasan dan bawahan. 5. Mengetahui kondisi organisasi secara keseluruhan dari bidang kepegawaian, khususnya kinerja pegawai dalam bekerja. 6. Secara pribadi, pegawai mengetahu kekuatan dan kelemahannya sehingga dapat memacu perkembangannya. Bagi atasan yang menilai akan lebih memperhatikan dan mengenal bawahan atau pegawainya, sehingga dapat lebih memotivasi pegawai. 7. Hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan dapat bermanfaat bagi penelitian dan pengembangan di bidang kepegawaian. Menurut Rivai dan Fawzi (2005), ada beberapa manfaat dalam penilaian kinerja, yaitu: 1. Posisi tawar, untuk memungkinkan manejemen untuk melakukan negosiasi yang objektif dan rasional dengan serikat buruh atau langsung dengan karyawan. 2. Perbaikan kinerja, sebagai umpan balik pelaksanaan kerja yang bermanfaat bagi karyawan, manajer, dan spesialis personil dalam bentuk kegiatan untuk meningkatkan atau memperbaiki kinerja. 3. Penyesuain kompensasi, penilaian kinerja membantu pengambil keputusan dalam penyesuaian ganti rugi untuk menentukan siapa yang perlu dinaikkan upah, bonus, dan kompensasi lainnya. 4. Keputusan penempatan, membantu dalam promosi, keputusan penempatan, perpindahan, dan penurunan pangkat pada umunya didasarkan pada masa lampau atau mengantisipasi kinerja.
Universitas Sumatera Utara
2.2.4.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Menurut Dessler (2008), penilaian kinerja (performance apprasial) pada dasarnya merupakan faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi yang efektif dan efisien. Pegawai menginginkan dan memerlukan umpan balik berkenaan dengan prestasi
mereka dan penilaian menyediakan kesempatan untuk memberikan
kesempatan untuk meninjau kemajuan pegawai dan untuk menyusun rencana peningkatan kinerja. Mangkuprawira (2007), menyatakan bahwa, ”Penilaian kinerja yang dilakukan dalam suatu organisasi haruslah mengikuti standar kinerja yang ditetapkan, dimana pengukuran kinerja tersebut juga memberikan umpan balik yang positif kepada pegawai”. Menurut Sedarmayanti (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja,
antara lain: 1) Sikap dan mental (motivasi kerja, disiplin kerja, dan etika kerja), 2) Pendidikan, 3) Ketrampilan, 4) Manajemen kepemimpinan, 5) Tingkat penghasilan, 6) Gaji dan kesehatan, 7) Jaminan sosial, 8) Iklim kerja, 9) Sarana dan prasarana, 10) Teknologi, dan 11) Kesempatan berprestasi.
2.3. Kerangka Konseptual Sedarmayanti (2007), menyatakan bahwa, ”Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) menurut UU No.43/1999 pasal 1 adalah keseluruhan upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan derajat profesionalisme penyelenggaraan tugas fungsi dan kewajiban kepegawaian yang meliputi perencanaan, pengadaaan, pengembangan kualitas, penempatan, promosi, penggajian, kesejahteraan, dan
Universitas Sumatera Utara
pemberhentian. Dimana tujuannya adalah untuk menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan dengan berdaya guna dan berhasil guna dengan dukungan pegawai yang profesional, bertanggungjawab, jujur, dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititik beratkan pada sistem prestasi kerja”. Berkaitan dengan hal tersebut kinerja mengacu pada prestasi karyawan yang diukur berdasarkan standar atau kriteria yang ditetapkan perusahan. Pengertian kinerja atau prestasi kerja diberi batasan oleh Maier (dalam As’ad, 2003), menambahkan: Sebagai kesuksesan seseorang di dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Pada umumnya orang-orang yang berkecimpung dalam manajemen sumber daya manusia sependapat bahwa penilaian ini merupakan bagian penting dari seluruh proses kekaryaan karyawan yang bersangkutan. Hal ini penting juga bagi perusahaan dimana karyawan tersebut bekerja. Bagi karyawan, penilaian tersebut berperan sebagai umpan balik tentang berbagai hal seperti kemampuan, kelebihan, kekurangan, dan potensi yang pada gilirannya bermanfaat untuk menentukan tujuan, jalur, rencana, dan pengembangan karir. Bagi organisasi atau perusahaan sendiri, hasil kinerja tersebut sangat penting artinya dan peranannya dalam pengambilan keputusan tentang berbagai hal, seperti identifikasi kebutuhan program pendidikan dan pelatihan, rekruitmen, seleksi, program pengenalan, penempatan, promosi, sistem imbalan, dan berbagai aspek lain dari proses dari manajemen sumber daya manusia secara efektif. Buhler (2004), memberikan pendapat tentang pentingnya motivasi bahwa, “Motivasi pada dasarnya adalah proses yang menentukan seberapa banyak usaha yang akan dicurahkan untuk melaksanakan pekerjaan”. Motivasi atau dorongan untuk bekerja ini sangat menentukan bagi tercapainya sesuatu tujuan, maka manusia harus
Universitas Sumatera Utara
dapat menumbuhkan motivasi kerja setinggi-tingginya bagi para karyawan dalam perusahaan”.
Pengertian
motivasi
erat
kaitannya
dengan
timbulnya
suatu
kecenderungan untuk berbuat sesuatu guna mencapai tujuan. Ada hubungan yang kuat antara kebutuhan motivasi, perbuatan atau tingkah laku, tujuan, dan kepuasan, karena setiap perubahan senantiasa berkat adanya dorongan motivasi. Motivasi timbul karena adanya suatu kebutuhan dan karenanya perbuatan tesebut terarah pencapaian tujuan tertentu. Apabila tujuan telah tercapai maka akan tercapai kepuasan dan cenderung untuk diulang kembali, sehingga lebih kuat, dan mantap. Menurut Robbins (2006), Kepuasan kerja adalah perilaku individual terhadap pekerjaannya. Organisasi yang karyawannya mendapatkan kepuasan di tempat kerja maka cenderung lebih efektif dari pada organisasi yang karyawannya kurang mendapatkan kepuasan kerja. Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa kepuasan kerja adalah suatu respon yang menggambarkan perasaan dari individu terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja adalah kombinasi dari kepuasan kognitif dan afektif individu dalam perusahaan. Kepuasan afektif didapatkan dari seluruh penilaian emosional yang positif dari pekerjaan karyawan. Kepuasan afektif ini difokuskan pada suasana hati mereka saat bekerja. Perasaan positif atau suasana hati yang positif mengindikasikan kepuasan kerja. Sedangkan kepuasan kerja kognitif adalah kepuasan yang didapatkan dari penilaian logis dan rasional terhadap kondisi, peluang, dan atau ”out come”. Menurut Hasibuan (2008), Ketidakdisiplinan dalam diri pegawai dapat disebabkan karena kurangnya kesadaran pada diri seseorang tersebut akan arti pentingnya disiplin sebagai pendukung dalam kelancaran bekerja. Sementara kesadaran pada diri
Universitas Sumatera Utara
sendiri memiliki arti bahwa seseorang tersebut secara sukarela menaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Berkaitan dengan disiplin kerja, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya perilaku disiplin kerja, yaitu: tujuan dan kemampuan, teladan pemimpin, balas jasa, keadilan, waskat, sanksi hukuman, ketegasan, dan hubungan kemanusiaan. Menurut Sastrohadiwiryo (2003), ”Pegawai yang disiplin adalah pegawai yang menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila melanggar tugas dan wewenang yang dimiliki”.
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan diatas maka dapat dilihat dalam kerangka konseptual pada Gambar 2.1 berikut ini: Motivasi (X 1 )
Kepuasan Kerja (X 2 )
Kinerja Pegawai (Y)
Disiplin Kerja (X 3 ) Gambar 2.1. Kerangka konseptual
Universitas Sumatera Utara
2.4. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka konseptual, maka dapat dikemukakan hipotesis adalah: motivasi, kepuasan kerja dan disiplin kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai PNS Non Dosen pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.
Universitas Sumatera Utara