BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian Nurmalinda (2008) dengan judul “Analisis Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Serta Lingkungan Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan PT. Sinar Sosro Tanjung Morawa Medan”. Hasil analisis menunjukkan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) serta lingkungan kerja secara serempak mempunyai pengaruh yang signifikan sebesar 0,000. Koefisien determinasi (R2) variabel independen terhadap variabel dependen sebesar 0,916 yang berarti Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) serta lingkungan kerja berpengaruh sebesar 91,6% dan sisanya 8,4% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak diikutkan dalam penelitian ini. Hasil uji parsial Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) memiliki pengaruh positif (7,873) dan lebih dominan dibandingkan dengan lingkungan kerja yang memiliki pengaruh positif (5,329) terhadap produktivitas kerja karyawan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) serta lingkungan kerja berpengaruh highly significant terhadap produktivitas kerja karyawan dan penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) berhubungan sedang dengan peranan pimpinan. Penelitian Rini (2007) dengan judul "Analisis Pengaruh Penerapan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Keamanan Kerja Karyawan Bagian Produksi PT. Semen Gresik (Persero) Tbk" dilakukan untuk mengetahui apakah
Universitas Sumatera Utara
program K3 yang terdiri dari pengendalian secara teknis (X1), keserasian pekerja dengan peralatan kerja (X2), kesempurnaan alat pelindung diri (X3), pemeliharaan rumah tangga perusahaan (X4) serta pengarahan teknis (X5) secara bersama-sama mempunyai pengaruh signifikan terhadap keamanan kerja karyawan bagian produksi PT. Semen Gresik (Persero) Tbk (Y) dan untuk mengetahui dari kelima program tersebut (X1, X2, X3, X4, X5) manakah yang dominan berpengaruh signifikan terhadap keamanan kerja (Y) karyawan bagian produksi PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Penelitian ini koefisien determinan (R2) = 0,606, menunjukkan bahwa pelaksanaan program K3 (X) secara simultan berpengaruh signifikan sebesar 60,6% terhadap keamanan kerja (Y) karyawan bagian produksi PT. Semen Gresik (Persero) Tbk, sedangkan sisanya sebesar 39,4% dipengaruhi oleh faktor - faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini. Hasil penelitian juga menunjukkan adanya pengaruh signifikan penerapan program K3 (X) terhadap keamanan kerja (Y) karyawan bagian produksi PT. Semen Gresik (Persero) Tbk dengan nilai Fhitung= 28,945 dan tingkat signifikansi 0,000 (P<0,05) sehingga dapat dikatakan hipotesis pertama terbukti kebenarannya. Selain itu, berdasarkan uji t menunjukkan adanya pengaruh signifikan penerapan program K3 (X) terhadap keamanan kerja (Y) karyawan bagian produksi PT. Semen Gresik (Persero) Tbk dengan tingkat signifikansi 0,021 < 0,05 dan dari perbandingan nilai R2 menunjukkan bahwa variabel keserasian pekerja dengan peralatan kerja (X2) memiliki pengaruh dominan terhadap keamanan kerja (Y) karyawan bagian produksi PT. Semen Gresik (Persero)
Universitas Sumatera Utara
Tbk dengan nilai R2 sebesar 0.195 sehingga dapat dikatakan hipotesis kedua terbukti kebenarannya. 2.2. Pemeliharaan Sumber Daya Manusia 2.2.1. Pentingnya Pemeliharaan Sumber Daya Manusia Pemeliharaan sumber daya manusia dimaksudkan sebagai suatu kegiatan manajemen untuk mempertahankan stamina sumber daya manusia dalam melakukan pekerjaan dalam perusahaan. Dengan demikian yang bersangkutan tidak mengalami gangguan kerja selama melakukan tugas yang dibebankan kepadanya. Untuk memelihara stamina, perlu dilakukan usaha perlindungan fisik, jiwa dan raga karyawan dari berbagai ancaman yang merugikan. Upaya pemeliharaan perlu dilakukan terus menerus tanpa henti, selama yang bersangkutan masih mempunyai hubungan kerja dengan perusahaan. Menurut Sedarmayanti (2009), “Faktor-faktor yang mendorong perlunya perusahaan melakukan pemeliharaan sumber daya manusia adalah: 1. Sumber daya manusia merupakan modal utama perusahaan yang bila tidak dipelihara dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan. 2. Sumber daya manusia adalah manusia biasa yang mempunyai kelebihan, keterbatasan, emosi dari perasaan yang mudah berubah dengan berubahnya lingkungan sekitar”. Sumber daya manusia yang kurang mendapat perhatian dan pemeliharaan perusahaan akan menimbulkan keresahan, turunnya semangat dan kegairahan kerja, merosotnya loyalitas dan prestasi yang bersangkutan. Dengan menurunnya semangat dan kegairahan kerja maka akan mengakibatkan tingginya tingkat kemangkiran karyawan yang merugikan perusahaan sendiri. Kondisi yang lebih parah dengan tidak
Universitas Sumatera Utara
dipeliharanya sumber daya manusia adalah meningkatnya turn – over. Banyaknya karyawan yang keluar meninggalkan perusahaan akan menjadi pukulan terbesar bagi keberadaan perusahaan, apalagi bila yang keluar merupakan tenaga potensial dan ahli dibidang pekerjaannya. Fungsi pemeliharaan sumber daya manusia dalam perusahaan adalah semacam nilai tambah yang diberikan kepada sumber daya manusia dalam pemeliharaan fisik, jiwa dan raganya. Fungsi pemeliharaan ini dapat memacu sumber daya manusia untuk bekerja tekun, giat, baik dan menguntungkan perusahaan. Fungsi ini merupakan nilai tambah dan melengkapi nilai – nilai yang sudah diberikan perusahaan kepada mereka, seperti pemberian kompensasi, pemberian motivasi, dan sebagainya serta sebagai penguat (reinforcement) terhadap usaha pembinaan sikap dan pengembangan yang telah dilakukan sebelumnya. 2.2.2. Kegiatan Pemeliharaan Sumber Daya Manusia Kegiatan pemeliharaan terhadap sumber daya manusia yang dilakukan perusahaan melakukan sasaran utama, yaitu tetap bertahannya sumber daya manusia dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Sumber daya manusia akan terdorong tetap bekerja memberikan tenaganya, kemampuan pikiran dan waktunya bagi kemajuan perusahaan. Menurut Sedarmayanti (2009) kegiatan pemeliharaan sumber daya manusia bertujuan untuk : 1. Meningkatkan loyalitas sumber daya manusia terhadap perusahaan. 2. Meningkatkan motivasi dan disiplin kerja.
Universitas Sumatera Utara
3. Meningkatkan semangat dan kegairahan kerja. 4. Meningkatkan rasa aman, rasa bangga, dan ketenangan jiwa sumber daya manusia dalam melakukan pekerjaan. 5. Meningkatkan kinerja sumber daya manusia. 6. Menurunkan tingkat kemangkiran sumber daya manusia. 7. Menurunkan tingkat turn over sumber daya manusia. 8. Menciptakan suasana hubungan kerja yang harmonis dan kebersamaan. Penyusunan program pemeliharaan ini harus didasarkan pada kondisi nyata yang terdapat dalam perusahaan dan kemungkinan masa datang yang akan dihadapi. Sedarmayanti (2009) menyatakan bahwa pada dasarnya pemeliharaan yang dapat dilakukan perusahaan dapat dibedakan atas tiga macam, yaitu : 1. Pemeliharaan sumber daya manusia yang bersifat ekonomis. 2. Pemeliharaan sumber daya manusia yang bersifat penyediaan fasilitas. 3. Pemeliharaan sumber daya manusia yang berupa pemberian pelayanan. Malayu (2005) menyatakan bahwa ada beberapa metode pemeliharaan terhadap karyawan yaitu : komunikasi, insentif, kesejahteraaan karyawan, kesadaran dan keselamatan kerja, serta hubungan industrial Pancasila. Pemeliharaan sumber daya manusia dalam hal ini adalah pemeliharaan pegawai yang berarti mempertahankan mereka agar tetap mau bersama organisasi dan memelihara sikap kerja sama serta kemampuan kerja para pegawai tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Teori tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) 2.3.1. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Keselamatan berasal dari bahasa Inggris yaitu kata ‘safety’ dan biasanya selalu dikaitkan dengan keadaan terbebasnya seseorang dari peristiwa celaka (accident) atau nyaris celaka (near-miss). Jadi pada hakekatnya keselamatan sebagai suatu pendekatan keilmuan maupun sebagai suatu pendekatan praktis mempelajari faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan dan berupaya mengembangkan berbagai cara dan pendekatan untuk memperkecil resiko terjadinya kecelakaan. Dalam mempelajari faktor faktor yang dapat menyebabkan manusia mengalami kecelakan inilah berkembang berbagai konsep dan teori tentang kecelakaan (accident theories). Teori tersebut umumnya ada yang memusatkan perhatiannya pada faktor penyebab yang ada pada pekerjaan atau cara kerja, ada yang lebih memperhatikan faktor penyebab pada peralatan kerja bahkan ada pula yang memusatkan perhatiannya pada faktor penyebab perilaku manusianya. Kesehatan berasal dari bahasa Inggris ‘health’, yang dewasa ini tidak hanya berarti terbebasnya seseorang dari penyakit, tetapi pengertian sehat mempunyai makna sehat secara fisik, mental dan juga sehat secara sosial. Dengan demikian pengertian sehat secara utuh menunjukkan pengertian sejahtera (well-being). Kesehatan sebagai suatu pendekatan keilmuan maupun pendekatan praktis juga berupaya mempelajari faktor-faktor yang dapat menyebabkan manusia menderita sakit dan sekaligus berupaya untuk mengembangkan berbagai cara atau pendekatan untuk mencegah agar manusia tidak menderita sakit, bahkan menjadi lebih sehat.
Universitas Sumatera Utara
Sebagaimana kita ketahui bahwa umumnya manusia selalu mempunyai pekerjaan (work, occupation) dan sebagian besar waktunya berada dalam situasi bekerja sehingga dapat terjadi manusia akan menderita penyakit yang mungkin disebabkan oleh pekerjaannya atau menderita penyakit yang berhubungan dengan pekerjaannya. Karena alasan tersebut berkembang ilmu yang dikenal dengan kesehatan kerja (occupational health). Kesehatan kerja disamping mempelajari faktor-faktor pada pekerjaan yang dapat mengakibatkan manusia menderita penyakit akibat kerja (occupational disease) maupun penyakit yang berhubungan dengan pekerjaannya (work-related disease) juga berupaya untuk mengembangkan berbagai cara atau pendekatan untuk pencegahannya, bahkan berupaya juga dalam meningkatkan kesehatan (health promotion) pada manusia pekerja tersebut. Menurut Tunggul (2009), “Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah : 1. Secara Filosofi: Suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat adil dan makmur. 2. Secara Keilmuan : Ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja 3. Secara Praktis : Merupakan suatu upaya perlindungan agar tenaga kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat selama melakukan pekerjaan ditempat kerja serta bagi orang lain yang memasuki tempat kerja maupun sumber dan proses produksi dapat secara aman dan efisien dalam pemakaiannya”. Mangkunegara (2002) menyatakan bahwa, “Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur”.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Rivai (2004) keselamatan dan kesehatan kerja menunjuk kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan. Jika sebuah perusahaan melaksanakan tindakan-tindakan keselamatan dan kesehatan yang efektif, maka lebih sedikit pekerja yang menderita cedera atau penyakit jangka pendek maupun panjang sebagai akibat dari pekerjaan mereka di perusahaan tersebut. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. Kondisi fisiologis – fisikal meliputi penyakit – penyakit dan kecelakaan kerja seperti kehilangan nyawa atau anggota badan, cedera yang diakibatkan gerakan berulang-ulang, sakit punggung, sindrom carpal tunnel, penyakit – penyakit kardiovaskular, berbagai jenis kanker, emphysema, serta arthritis. Kondisi – kondisi lain yang diketahui sebagai akibat dari tidak sehatnya lingkungan pekerjaan meliputi penyakit paru – paru putih, penyakit paru – paru coklat, penyakit paru – paru hitam, kemandulan, kerusakan sistem saraf pusat, dan bronhitis kronis. Kondisi – kondisi psikologis diakibatkan oleh stress pekerjaan dan kehidupan kerja yang berkualitas rendah. Hal ini meliputi ketidakpuasan, sikap apatis, penarikan diri, penonjolan diri, pandangan sempit, menjadi pelupa, kebingungan terhadap peran dan kewajiban, tidak mempercayai orang lain, bimbang dalam mengambil keputusan,
Universitas Sumatera Utara
kurang perhatian, mudah marah, selalu menunda pekerjaan, dan kecendrungan untuk mudah putus asa terhadap hal – hal yang remeh. 2.3.2. Tujuan Keselamatan Kerja Rivai (2004) menyatakan tujuan keselamatan kerja antara lain: 1. Manfaat lingkungan kerja yang aman dan sehat Jika perusahaan dapat menurunkan tingkat dan beratnya kecelakaan – kecelakaan kerja, penyakit, dan hal yang berkaitan dengan stres, serta mampu meningkatkan kualitas kehidupan kerja para pekerjanya, perusahaan akan semakin efektif. Peningkatan – peningkatan terhadap hal ini akan menghasilkan : a. Meningkatnya produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja yang hilang b. Meningkatnya efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih berkomitmen c. Menurunnya biaya – biaya kesehatan dan asuransi d. Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih rendah karena menurunnya pengajuan klaim e. Fleksibilitas dan adaptibilitas yang lebih besar sebagai akibat dari meningkatnya partisipasi dan rasa kepemilikian f. Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatnya citra perusahaan. Perusahaan kemudian bisa meningkatkan keuntungannya secara substansial.
Universitas Sumatera Utara
2. Kerugian lingkungan kerja yang tidak aman dan tidak sehat Jumlah biaya yang besar sering muncul karena ada kerugian – kerugian akibat kematian dan kecelakaan ditempat kerja dan kerugian menderita penyakit – penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan. Selain itu ada juga yang berkaitan dengan kondisi – kondisi psikologis. Perasaan – perasaan pekerja yang menganggap dirinya tidak berarti dan rendahnya keterlibatannya dalam pekerjaan, barangkali lebih sulit dihitung secara kuantitatif, seperti gejala – gejala stress dan kehidupan kerja yang bermutu rendah. Tujuan Pemerintah membuat aturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dapat dilihat pada Pasal 3 Ayat 1 UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, yaitu: 1. mencegah dan mengurangi kecelakaan; 2. mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran; 3. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan; 4. memberi kesempatan atau jalan menyelematkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya; 5. memberikan pertolongan pada kecelakaan; 6. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja; 7. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar-luaskan suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran;
Universitas Sumatera Utara
8. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik maupun psikhis, peracunan, infeksi dan penularan; 9. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai; 10. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik; 11. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup; 12. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban; 13. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya; 14. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau batang; 15. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan; 16. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan penyimpanan barang; 17. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya; 18. menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang berbahaya 19. kecelakaannya menjadi bertambah tinggi. Menurut Mangkunegara (2001) tujuan keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut: 1. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
Universitas Sumatera Utara
2. Agar setiap peralatan dan perlengkapan dipergunakan dengan sebaik-baiknya, seefektif mungkin. 3. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya. 4. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan gizi pegawai 5. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja dan partisipasi kerja. 6. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan kerja atau kondisi kerja. 7. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja. 2.3.3. Arti dan Pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Sedarmayanti (2009) menyatakan bahwa peningkatan kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja dikalangan pegawai dapat diupayakan antara lain dengan cara: 1. Memberi pengertian kepada pegawai mengenai cara bagaimana mereka harus bekerja dengan benar (tepat, cepat, dan selamat) 2. Memberi teladan kerja dengan mengadakan percobaan yang harus dilakukan sehingga dengan pegawai dapat mengerti, memahami, dan melaksanakannya sesuai dengan cara yang telah ditentukan. 3. Meyakinkan pegawai bahwa keselamatan dan kesehatan kerja mempunyai dasar yang sama pentingnya dengan kualitas/mutu dan target 4. Memberi pengertian kepada pegawai tentang cara pelaksanaan pengamanan kerja tanpa disertai suatu peraturan
Universitas Sumatera Utara
5. Mengusahakan agar seluruh isi program keselamatan dan kesehatan kerja dapat menjadi tanggung jawab setiap pegawai demi kepentingan bersama 6. Menginsyafkan diri sendiri beserta staf, bahwa kecelakaan kerja yang mungkin dan telah terjadi, sebenarnya dapat dihindarkan, jika pegawai lebih dahulu mengetahuinya dan mau mencegah segera. 7. Melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kerja dan lingkungan dengan baik, sehingga tiap pegawai dapat membiasakan diri bekerja dengan prilaku baik dan selamat. 8. Perlu ditekankan bahwa cara kerja yang baik dan aman merupakan kebiasaan, dan dapat dikembangkan dengan kesadaran yang cukup. 2.3.4. Gangguan terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Baik aspek fisik maupun sosio – psikologis lingkungan pekerjaan membawa dampak kepada keselamatan dan kesehatan kerja. Kondisi – kondisi sosio – psikologis membawa dampak besar bagi keselamatan dan kesehatan kerja, dan perusahaan harus melakukan sesuatu untuk mengatasinya, yaitu misalnya para pekerja setelah jam kerja menerima petunjuk mengenai metode – metode manajemen stres. Petunjuk – petunjuk ini meliputi meditasi, latihan pernafasan, dan suatu tehnik yang disebut dot stopping. Tehnik yang sejenis dengan biofeedback ini mengajarkan para pekerja untuk mengendalikan stres mereka dengan mengenang suatu saat yang indah dan memusatkan diri pada perasaan – perasaan dan sensasi – sensasi yang mereka alami pada waktu itu. Dewasa ini, upaya – upaya untuk meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
keselamatan dan kesehatan kerja tidaklah lengkap tanpa suatu strategi untuk mengurangi stres psikologis yang berhubungan dengan pekerjaan (Rivai, 2004). a. Kecelakaan – kecelakaan kerja Perusahaan – perusahaan tertentu cenderung mempunyai tingkat kecelakaan kerja yang lebih tinggi daripada lainnya. Beberapa karakteristik dapat menjelaskan perbedaan tersebut. 1. Tingkat organisasi. Tingkat kecelakaan berbeda secara substansial menurut jenis industri. Sebagai contoh, perusahaan – perusahaan industri konstruksi dan manufaktur mempunyai tingkat kecelakaan yang lebih tinggi daripada perusahaan – perusahaan industri jasa, keuangan, asuransi, dan real estat. Perusahaan – perusahaan kecil dan besar (yaitu perusahaan yang mempunyai kurang dari seratus pekerja dan perusahaan yang mempunyai lebih dari seribu pekerja) mempunyai tingkat kecelakaan yang lebih rendah daripada perusahaan – perusahaan menengah. 2. Pekerja yang mudah celaka. Sebagian ahli menunjuk pekerja sebagai penyebab utama terjadinya kecelakaan. Kecelakaan bergantung pada perilaku pekerja, tingkat bahaya dalam lingkungan pekerjaan, dan semata – mata nasib sial. Sampai seberapa jauh seorang pekerja menjadi penyebab kecelakaan dapat menjadi petunjuk kecenderungan si pekerja untuk mengalami kecelakaan. Tidak ada suatu karakteristik pribadi khusus pekerja yang selalu cenderung mendapat kecelakaan. Tetapi, karakteristik psikologis dan fisik
Universitas Sumatera Utara
tertentu tampaknya membuat sebagian pekerja lebih mudah mengalami kecelakaan dibanding yang lain. 3. Pekerja berperangai sadis. Kekerasan ditempat pekerjaan meningkat dengan pesat, dan perusahaan dianggap bertanggung jawab terhadap hal itu. Pembunuhan adalah penyebab kematian terbesar di tempat pekerjaan saat ini. b. Penyakit – penyakit yang diakibatkan pekerjaan. Sumber – sumber potensial penyakit – penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan sama beragamnya seperti gejala – gejala penyakit tersebut. Beberapa badan federal secara sistematis telah mempelajari lingkungan pekerjaan, dan telah mengidentifikasi penyebab penyakit – penyakit berbahaya berasal dari ansenik, asbes, bensin, biklorometileter, debu batubara, asap tungku batu arang, debu kapas, timah, radiasi, dan vinil klorida. Para pekerja yang besar kemungkinannya terkena bahaya – bahaya itu meliputi pekerja – pekerja dipabrik kimia dan pengilangan minyak, penambang, pekerja pabrik tekstil dan pabrik baja, pekerja dipeleburan timah, tehnisi medis, tukang cat, pembuat sepatu, dan pekerja industri plastik. Riset lebih lanjut tentunya akan dapat mengungkapkan bahaya – bahaya lain yang ingin didiagnosa dan diatasi oleh perusahaan untuk kesejahteraan tenaga kerja mereka dimasa depan. c. Kehidupan kerja berkualitas rendah Bagi banyak pekerja, kehidupan kerja berkualitas rendah disebabkan oleh kondisi tempat kerja yang gagal untuk memenuhi preferensi – preferensi dan minat – minat tertentu seperti rasa tanggung jawab, keinginan akan pemberdayaan dan
Universitas Sumatera Utara
keterlibatan dalam pekerjaan, tantangan, harga diri, pengendalian diri, penghargaan, prestasi, keadilan, keamanan, dan kepastian. d. Stres pekerjaan Penyebab umum stres bagi banyak pekerja adalah atasan, gaji, keamanan, dan keselamatan. Aturan – aturan kerja yang sempit dan tekanan – tekanan yang tiada henti untuk mencapai jumlah produksi yang lebih tinggi adalah penyebab utama stres yang dikaitkan para pekerja dengan atasan. Gaji adalah penyebab stres bila dianggap tidak diberikan secara adil. Para pekerja mengalami stres ketika merasa tidak pasti apakah mereka tetap mempunyai pekerjaan bulan depan, minggu depan, atau bahkan besok. Bagi banyak pekerja, rendahnya keamanan kerja bahkan lebih menimbulkan stres dan rendahnya keselamatan kerja, paling tidak, dengan pekerjaan dimana tingkat keselamatan kerja rendah, mereka mengetahui risikonya, sementara dengan pekerjaan yang tidak aman, mereka akan terus berada dalam keadaan tidak pasti. e. Kelelahan kerja Kelelahan kerja adalah sejenis stres yang banyak dialami oleh orang – orang yang bekerja dalam pekerjaan–pekerjaan pelayanan. Jenis reaksi seperti ini meliputi reaksi–reaksi sikap dan emosional sebagai akibat dari pengalaman–pengalaman yang berkaitan dengan pekerjaan. Konsekuensinya akan menimbulkan hilangnya semangat para pekerja, buruknya hubungan antar sesama pekerja, menimbulkan gangguan dalam rumah tangga pekerja, bahkan menimbulkan gangguan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
2.3.5. Faktor yang Mempengaruhi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Sedarmayanti (2009) menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yaitu : 1. Kebersihan Kebersihan merupakan syarat utama bagi pegawai agar tetap sehat, dan pelaksanaannya tidak memerlukan banyak biaya. Untuk menjaga kesehatan, semua ruangan hendaknya tetap dalam keadaan bersih. 2. Air minum dan kesehatan Air minum yang bersih dari sumber yang sehat secara teratur hendaknya diperiksa dan harus disediakan secara cuma-cuma dekat tempat kerja. Hal ini penting karena ditempat persediaan air yang disangsikan kebersihannya, dan di tempat kerja terbuka, apabila tidak ada persediaan air bersih, pegawai akan cenderung untuk menyegarkan diri dengan air kotor. 3. Urusan rumah tangga Kerapihan dalam ruang kerja membantu pencapaian produktivitas dan mengurangi kemungkinan kecelakaan. 4. Ventilasi, pemanas, dan pendingin Ventilasi yang menyeluruh perlu untuk kesehatan dan keserasian para pegawai, oleh karenanya merupakan faktor yang mempengaruhi efisiensi kerja. Suhu efektif atau daya pendingin udara tergantung dari laju perbaikan udara, suhu udara, dan kelembaban. Ketiga faktor tersebut dan radiasi memungkinkan untuk menghitung suhu efektif.
Universitas Sumatera Utara
5. Tempat kerja, ruang kerja, dan tempat duduk Seorang pegawai tak mungkin bekerja jika baginya tidak tersedia cukup tempat untuk bergerak tanpa mendapat gangguan. Dalam keadaan tertentu kepadatan tempat kerja dapat berakibat buruk bagi ksesehatan pegawai, tetapi pada umumnya kepadatan termaksud menyangkut masalah efisiensi kerja. Bekerja dengan berdiri terus menerus merupakan salah satu sebab merasa letih yang pada umumnya dapat dihindari. 6. Pencegahan kecelakaan Pencegahan kecelakaan harus diusahakan dengan meniadakan penyebabnya, apakah merupakan sebab teknis atau yang datang dari manusia. 7. Pencegahan kebakaran Pencegahan senantiasa lebih baik daripada memedamkan kebakaran, tetapi harus ditekankan pentingnya peralatan dan perlengkapan lainnya untuk pemadaman kebakaran, yang harus dipelihara dalam keadaan baik. 8. Gizi Pembahasan lingkungan kerja tidak dapat lepas tanpa menyinggung tentang masalah jumlah dan nilai gizi makanan para pegawainya. Hasil penelitian menyatakan adanya perbedaan jumlah kerja sesungguhnya dengan keluaran yang dicapai kelompok lainnya disebabkan oleh perbedaan dalam kebiasaan makan. 9. Penerangan/cahaya, warna, dan suara bising ditempat kerja. Pemanfaatan penerangan/cahaya dan warna ditempat kerja dengan setepattepatnya mempunyai arti penting dalam menunjang keselamatan dan kesehatan
Universitas Sumatera Utara
kerja. Kebisingan ditempat kerja merupakan faktor yang perlu dicegah atau dihilangkan karena dapat mengakibatkan kerusakan. 2.3.6. Teknik Peningkatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Menurut Rivai (2004) tehnik – tehnik yang dapat meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja, antara lain : a. Memantau tingkat insiden. Indeks keamanan industri yang paling eksplisit adalah tingkat insiden yang menggambarkan jumlah kecelakaan dan penyakit dalam satu tahun b. Memantau tingkat frekuensi. Tingkat frekuensi mencerminkan jumlah kecelakaan dan penyakit setiap satu juta jam kerja, bukan dalam setahun seperti dalam tingkat insiden. c. Memantau tingkat kegawatan. Tingkat kegawatan menggambarkan jam kerja yang hilang karena kecelakaan atau penyakit. d. Mengendalikan kecelakaan. Cara terbaik untuk mencegah kecelakaan dan meningkatkan keselamatan kerja barangkali adalah dengan merancang lingkungan kerja sedemikian rupa sehingga kecelakaan tidak akan terjadi. Diantara bentuk – bentuk keselamatan kerja yang dapat dirancang di dalam lingkungan fisik perusahaan adalah menempatkan penjaga dekat mesin – mesin, pegangan pada tangga, kacamata dan helm pelindung, lampu peringatan, mekanisme perbaikan diri, dan penghentian pekerjaan secara otomatis. Sampai sejauh ini usaha – usaha
Universitas Sumatera Utara
tersebut benar – benar dapat mengurangi kecelakaan tergantung kepada penerimaan dan penggunaannya oleh pekerja. e. Ergonomis. Cara lain untuk meningkatkan keselamatan kerja adalah dengan membuat pekerjaan itu sendiri menjadi lebih nyaman dan tidak terlalu melelahkan, melalui ergonomis. Ergonomis mempertimbangkan perubahan – perubahan dalam lingkungan pekerjaan sehubungan dengan kemampuan – kemampuan fisik dan fisiologis serta keterbatasan – keterbatasan pekerja. f. Divisi keselamatan kerja. Strategi lain dalam rangka mencegah kecelakaan adalah pemanfaatan divisi – divisi keselamatan kerja. Departemen SDM dapat berfungsi sebagai koordinator panitia yang terdiri dari beberapa orang wakil pekerja. Bila ada serikat buruh di perusahaan, divisi ini juga harus mempunyai anggota yang mewakili serikat buruh. Umumnya, perusahaan memiliki beberapa anggota divisi keselamatan kerja pada tingkat departemen untuk implementasi dan administrasi, dan divisi yang lebih besar pada tingkat perusahaan untuk merumuskan kebijakan. g. Pengubahan tingkah laku. Mendorong dilaksanakannya kebiasaan kerja yang dapat mengurangi kemungkinan kecelakaan juga dapat menjadi strategi yang sangat berhasil. Untuk mengubah perilaku pekerja dapat dipakai imbalan yang bukan berbentuk uang, seperti umpan balik yang positif, berbentuk aktivitas (seperti libur kerja), imbalan materi (perusahaan membelikan kue donat selama waktu istirahat), sampai kepada yang berbentuk uang (seperti bonus bila pekerja dapat mengerjakan pekerjaannya sesuai dengan tingkat keselamatan kerja yang diharapkan).
Universitas Sumatera Utara
h. Mengurangi timbulnya penyakit. Penyakit- penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan jauh lebih memakan biaya dan berbahaya bagi perusahaan dan para pekerja dibandingkan dengan kecelakaan kerja. Karena hubungan sebab akibat antara lingkungan fisik dengan penyakit – penyakit tersebut sering kabur, umumnya perusahaan sulit mengembangkan strategi untuk mengurangi timbulnya penyakit – penyakit. i. Penyimpangan catatan. Mewajibkan perusahaan untuk setidak – tidaknya melakukan pemeriksaaan terhadap kadar bahan kimia yang terdapat dalam lingkungan pekerjaaan, dan menympan catatan – catatan mengenai informasi yang terinci tersebut. j. Memantau kontak langsung. Pendekatan yang pertama dalam mengendalikan penyakit – penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan adalah membebaskan tempat pekerjaan dan bahan kimia dan racun, satu pendekatan alternatif lainnya adalah dengan memantau dan membatasi kontak langsung terhadap zat – zat yang berbahaya. k. Penyaringan genetik; yaitu pendekatan untuk mengendalikan terhadap penyakit – penyakit yang paling ekstrem sehingga sangat kontroversial. Susunan genetik individu dapat membuat seseorang lebih atau tidak begitu mudah terserang penyakit tertentu.
Universitas Sumatera Utara
2.3.7. Dasar Yuridis Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Mengingat
pentingnya masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3),
maka pemerintah mengeluarkan peraturan–peraturan sebagai landasan hukum dalam pelaksanaannya, antara lain: 1. UU No.14 tahun 1868 tentang Ketentuan Pokok Tenaga Kerja 2. UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja 3. UU No.3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja 4. UU No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan 5. UU No.13 tahun 2003 tentang Tenaga Kerja 6. Beberapa keputusan bersama antara Departemen Kesehatan dengan departemen lainnya yang berhubungan dengan Keselamatan dan kesehatan Kerja 7. Kepres RI No.22 tahun 1993 tentang Penyakit yang Timbul Karena Hubungan Kerja 8. Konvensi ILO No.185/1981 menetapkan kewajiban setiap warga negara untuk merumuskan, melaksanakan dan mengevaluasi kebijaksanaan nasionalnya di bidang kesehatan dan keselamatan kerja serta lingkungannya. 9. Konvensi ILO No.161 tahun 1985 tentang keselamatan kerja.
Universitas Sumatera Utara
2.3.8. Pelaksanaan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Mangkuprawira dan Hubeis (2007) menyatakan bahwa untuk menerapkan strategi dan program memperkecil dan menghilangkan kecelakaan kerja, maka ada beberapa pendekatan sistematis yang dilakukan secara terintegrasi agar manajemen program keselamatan dan kesehatan kerja berjalan efektif, yaitu : 1. Pendekatan keorganisasisian a. Merancang pekerjaan b. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan program c. Menggunakan komisi keselamatan dan kesehatan kerja d. Mengkoordinasi investigasi kecelakaan 2. Pendekatan teknis a. Merancang kerja dan peralatan kerja b. Memeriksa peralatan kerja c. Menerapkan prinsip – prinsip ergonomi 3. Pendekatan individu a. Memperkuat sikap dan motivasi tentang keselamatan dan kesehatan kerja b. Menyediakan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja c. Memberikan penghargaan kepada karyawan dalam bentuk program intensif Program keselamatan kerja bisa kompleks, bisa pula sangat sederhana.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Flippo dalam Panggabean (2004), setiap program keselamatan dapat terdiri dari salah satu atau lebih elemen–elemen berikut : 1. Didukung oleh manajemen puncak (top management) Dukungan manajemen puncak mutlak diperlukan agar program keselamatan kerja bisa berjalan dengan efektif. Dukungan manajemen bisa dilihat dari kehadiran karyawan pada pertemuan yang membahas masalah keselamatan kerja, inspeksi karyawan secara periodik, laporan keselamatan kerja yang teratur, dan pencantuman masalah keselamatan kerja pada berbagai rapat yang dilakukan oleh para pimpinan perusahaan. 2. Menunjuk seorang direktur program keselamatan Untuk menjalankan setiap program, seseorang haruslah diberi tugas dan tanggung jawab untuk menyusun dan memelihara program tersebut. Jika perusahaan terlalu kecil untuk membentuk staf tersendiri yang menjalankan fungsi ini, maka perlulah seseorang diberi tambahan tugas untuk melaksanakan usaha – usaha keselamatan kerja. Pada perusahaan yang lebih besar, biasanya diangkat seseorang staf direktur program keselamatan kerja yang disebut safety enggineer. Pejabat ini harus lebih banyak memberikan perhatian kepada aspek manusia dan bukan hanya aspek teknis. Pada beberapa perusahaan, hubungan antara direktur program dengan line employees bersifat fungsional. Artinya direktur program berhak memerintah dan memaksakan perintahnya untuk dijalankan, yakni dalam bidang keselamatan kerja. Sebaliknya, ada kecendrungan yang kuat bahwa kemajuan dalam bidang
Universitas Sumatera Utara
keselamatan kerja terutama diperoleh dari pendidikan. Akibatnya, banyak direktur program yang lebih suka tidak mempunyai wewenang fungsional dan mereka berpendapat bahwa tugasnya adalah lebih memberikan motivasi yang positif dan bukan yang negatif. 3. Pembangunan pabrik dan operasi yang bersifat aman Setiap usaha keselamatan kerja memerlukan perhatian aspek teknis yang seksama. Berbagai peraturan pemerintah mengenai aspek teknis ini telah dikeluarkan dengan pengawasan diserahkan pada Departemen Tenaga Kerja. Peraturan tersebut mensyaratkan antara lain bahwa tempat kerja haruslah bersih, mempunyai penerangan yang cukup, dan berventilasi cukup. Peralatan mekanis untuk material handling perlu disediakan dan semua peralatan yang berbahaya haruslah disertai dengan pengamanannya. Namun demikian, faktor manusia tetap memegang peranan penting dalam keselamatan kerja. Misalnya, keharusan untuk mengenakan kaca mata pelindung bagi pekerja metal working, pekerjaan las, dan sebagainya sering dilanggar karena karyawan kadang – kadang merasa kurang bebas (alasannya kacamata pelindungnya sering berkeringat). Akhir – akhir ini perhatian terhadap human engineering makin meningkat. Human engineering adalah engineering for human use. Human enginering ini menunjukkan proses perancangan perlengkapan material dan tempat kerja sedemikian rupa, sehingga bisa dijalankan dengan efektif oleh para karyawan.
Universitas Sumatera Utara
Tujuan utama dari human engineering adalah : a. Untuk meningkakan prestasi kerja b. Untuk memelihara kondisi mental dan fisik dengan membuat kerja menjadi lebih nyaman, kurang melelahkan, dan lebih ringan. 4. Mendidik para karyawan untuk bertindak dengan aman Sebagian besar program keselamatan kerja haruslah dititik beratkan untuk proses mendidik karyawan agar bertindak, berfikir, dan bekerja secara aman. Beberapa cara pendidikan bisa ditempuh, antara lain melalui a. Pemberian penjelasan pada karyawan baru pada fase induksi b. Penekanan segi – segi keselamatan kerja selama periode latihan terutama untuk on the job training c. Usaha – usaha khusus yang dilakukan oleh atasan langsung d. Pembentukan panitia keselamatan kerja e. Penyelenggaraan education session secara berkala f. Penggunaan gambar – gambar dan poster – poster untuk menekankan pentingnya masalah keselamatan kerja 5. Menganalisis kecelakaan Kecelakaan dapat dipelajari dari berbagai aspek, misalnya personalianya, pekerjaan yang menimbulkan kecelakaan, alat – alat dan perlengkapan yang dipergunakan, departemen tempat terjadinya kecelakaan dan akibatnya. Analisisi hendaknya digunakan untuk maksud – maksud perbaikan di masa mendatang.
Universitas Sumatera Utara
Cara umum yang digunakan untuk menganalisis kecelakaan adalah meminta pendapat dari mandor dengan mengisi formulir laporan kecelakaan. 6. Menyelenggarakan perlombaan keamanan/keselamatan kerja Penyelenggaran perlombaan keamanan merupakan salah satu cara untuk mendidik
para
karyawan.
Namun,
ada
beberapa
keberatan
tentang
penyelenggaraan perlombaan ini, sebab biasanya tingkat kecelakaan hanya berkurang pada periode perlombaan dan naik lagi jika periode ini berakhir. Dasar yang umum dipakai untuk menentukan pemenang adalah kombinasi dari frequency rate dan severity rate. Ternyata motivasi untuk memenangkan perlombaan ini cukup mendorong masing – masing departemen untuk bekerja dengan lebih hati – hati 7. Menjalankan peraturan – peraturan keselamatan kerja Berhasil
tidaknya
program
keselamatan
kerja
bergantung
pula
dari
pelaksanaannya. Keharusan untuk menjalankan peraturan-peraturan yang telah dibuat disertai dengan sanksi-sanksinya akan sangat membantu pelaksanaan program ini. Sanksi bisa berupa peringatan lisan sampai dengan pemecatan. Menurut institut keselamatan dan kesehatan kerja (K3) Indonesia (1998) tindakan yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah : 1. Pengendalian secara teknis (engineering control) Pengendalian ini merupakan alternatif pertama yang harus dilakukan perusahaan dalam melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja. Menurut Silalahi (1995) pengendalian ini meliputi:
Universitas Sumatera Utara
a. Pengaturan sistem ventilasi b. Sistem penerangan yang memadai c. Perlengkapan pengamanan mesin 2. Keserasian pekerja dengan peralatan kerja (ergonomi) Menurut Sedarmayanti (2009) menyatakan bahwa: “Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi mengenai sifat kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja, sehingga orang dapat bekerja pada sistem termaksud dengan baik guna mencapai tujuan melalui pekerjaan yang dilakukan dengan efisien, aman, dan nyaman.” Setiap pekerjaan menimbulkan ketegangan dan tekanan yang disambut dengan keterampilan dan sikap. Hubungan sistem kerja dan kemampuan seseorang harus diperhitungkan. Setiap jabatan harus jelas hirarki fungsi, kegiatan, tugas dan geraknya dan setiap pekerja harus diarahkan agar hirarki – hirarki mereka sistematis. Hal ini karena keselamatan bermula pada meja perencanaan. Desain peralatan atau alokasi kerja dapat menimbulkan atau mencegah kecelakaan. Perencanaan yang sadar akan keselamatan kerja selalu memberi ruang gerak yang cukup guna mencegah kecelakaan. Selain itu dalam memilih peralatan kita harus dan perlengkapan yang efektif (tepat-guna) sesuai dengan apa yang akan diproduksikan dan dapat dimanipulasi oleh para karyawan. Selain itu Silalahi dalam Rini (2007) juga mengungkapkan “Bahwa kesalahan utama sebagian besar kecelakaan dan kerusakan terletak ada karyawan yang
Universitas Sumatera Utara
kurang bergairah, kurang terampil, kurang tepat penemapatannya, dan terganggu emosinya yang pada umumnya menyebabkan kecelakaan dan kerugian”. 3. Kesempurnaan alat pelindung diri Alat pelindung diri merupakan alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi tenaga kerja dari bahaya di tempat kerja. Alat pelindung diri dipakai setelah usaha rekayasa dan cara kerja yang aman belum cukup memenuhi pengamanan. Menurut Anizar (2009) hal - hal yang perlu diperhatikan dalam alat pelindung diri adalah : a. Enak dan nyaman dipakai b. Tidak mengganggu ketenangan kerja dan tidak membatasi ruang gerak pekerja c. Memberikan perlindungan yang efektif terhadap segala jenis bahaya/potensi bahaya d. Memenuhi syarat estetika e. Memperhatikan efek samping penggunaan APD f. Mudah dalam pemeliharaan, tepat ukuran, tepat penyediaan, dan harga terjangkau. Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekelilingnya. Kewajiban itu sudah disepakati oleh pemerintah melalui Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia. Adapun bentuk dari alat tersebut adalah:
Universitas Sumatera Utara
a. Safety Helmet Berfungsi sebagai pelindung kepala dari benda yang bisa mengenai kepala secara langsung. b. Tali Keselamatan (safety belt) Berfungsi sebagai alat pengaman ketika menggunakan alat transportasi ataupun peralatan lain yang serupa (mobil,pesawat, alat berat, dan lain-lain) c. Sepatu Karet (sepatu boot) Berfungsi sebagai alat pengaman saat bekerja di tempat yang becek ataupun berlumpur. Kebanyakan di lapisi dengan metal untuk melindungi kaki dari benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia, dsb. d. Sepatu pelindung (safety shoes) Seperti sepatu biasa, tapi dari bahan kulit dilapisi metal dengan sol dari karet tebal dan kuat. Berfungsi untuk mencegah kecelakaan fatal yang menimpa kaki karena tertimpa benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia, dsb. e. Sarung Tangan Berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di tempat atau situasi yang dapat mengakibatkan cedera tangan. Bahan dan bentuk sarung tangan di sesuaikan dengan fungsi masing-masing pekerjaan. f. Tali Pengaman (Safety Harness) Berfungsi sebagai pengaman saat bekerja di ketinggian. Diwajibkan menggunakan alat ini di ketinggian lebih dari 1,8 meter.
Universitas Sumatera Utara
g. Penutup Telinga (Ear Plug / Ear Muff) Berfungsi sebagai pelindung telinga pada saat bekerja di tempat yang bising. h. Kaca Mata Pengaman (Safety Glasses) Berfungsi sebagai pelindung mata ketika bekerja (misalnya mengelas). i. Masker (Respirator) Berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di tempat dengan kualitas udara buruk (misal berdebu, beracun, dsb). j. Pelindung wajah (Face Shield) Berfungsi sebagai pelindung wajah dari percikan benda asing saat bekerja (misal pekerjaan menggerinda) k. Jas Hujan (Rain Coat) Berfungsi melindungi dari percikan air saat bekerja (misal bekerja pada waktu hujan atau sedang mencuci alat). 4. Pemeliharaan alat rumah tangga perusahaan Menurut Sintawijaya dalam Rini (2007) ketatarumahtanggaan perusahaan (Industrial Housekeeping) adalah : “Pemeliharaan rumah tangga didalam perusahaan atau memelihara tempat dimana kita bekerja. Industrial housekeeping merupakan pemeliharaan kebersihan, kerapian, kenyamanan dan kesehatan lingkungan tempat kerja yang harus dilaksanakan oleh setiap karyawan, bagian atau departemen yang ada diperusahaan”.
Universitas Sumatera Utara
Tujuan dari industrial housekeeping adalah untuk menciptakan lingkungan kerja yang bersih, aman, rapi, dan indah sebagai pencegahan kecelakaan kerja dengan sasaran: lantai, mesin dan perkakas, dan bangunan. 5. Penyuluhan dan pelatihan keselamatan kerja Penyuluhan dilakukan dengan maksud untuk memberi informasi berupa pengertian dan kejelasan kepada orang – orang yang bersangkutan. Sedangkan pelatihan keselamatan dilakukan untuk meningkatkan keterampilan karyawan agar bekerja dengan aman dan nyaman. Penyuluhan dan pelatihan dapat dilakukan dengan pemberian atau pembuatan poster, pemuratan film, pemutaran cara kerja mesin, peringatan bahaya, cermah, diskusi, pengarahan bila terjadi kecelakaan dan pameran tentang keselamatan dan kesehatan kerja. Menurut Suma’mur (1995) program keselamatan kerja mencakup antara lain: 1. Perencanaan yang tepat Untuk menjamin adanya keselamatan dalam bekerja harus memperhitungkan perencanaan awal. Perencanaan tersebut meliputi : kondisi – kondisi yang mempengaruhi keselamatan (lokasi, peralatan, lantai, penerangan ventilasi, mesin, perawatan dan pencegahan kecelakaan), pemeliharaan peralatan kerja, rencana kerja yaitu menyesuaikan kemapuan pekerja dengan jenis pekerjaan yang dapat ditangani, dan pemberian latihan dan pendidikan dalam peningkatan keterampilan karyawan.
Universitas Sumatera Utara
2. Ketata-rumah-tanggaan yang baik Ketata-rumah-tanggan disini merupakan upaya perusahaan dalam menciptakan suatu lingkungan kerja yang aman dan nyaman, meliputi : Penyimpanan peralatan kerja, pembuangan sampah industri, dan ruangan kerja yang kering dan bersih. 3. Peralatan pelindung diri Penyediaan alat pelindung diri sebagai salah satu pencegahan kecelakaan dan peniadaan bahaya, seperti: kacamata, sarung tangan, sepatu pengaman, topi pengaman, pelindung telinga dan paru-paru. 4. Tanda peringatan dan petunjuk penggunaan peralatan kerja Meliputi : pemakaian warna, peringatan, tanda-tanda dan label untuk menciptakan keselamatan kerja. 5. Penerangan Penerangan yang baik perlu bagi pencegahan kecelakaan ditempat-tempat yang berbahaya, faktor-faktor penerangan yang menjadi sebab kecelakaan meliputi: kesilauan langsung, pantulan dari lingkungan pekerjaan dan bayang-bayang gelap. 6. Ventilasi dan pengaturan suhu Pengaturan ventilasi dapat mengatur suhu udara (panas/dingin) di ruangan kerja yang dapat membantu menimbulkan kecelakaan. Panggabean (2004) menyatakan bahwa usaha keselamatan dan kesehatan kerja memerlukan partisipasi dan kerja sama dari semua pihak yaitu pemerintah, pengusaha, dan pekerja. Bentuk partisipasi yang memenuhi dasar pemikiran tersebut
Universitas Sumatera Utara
diatas ialah partisipasi langsung dalam wadah panitia pembinaan keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan – perusahaan dan di tempat – tempat kerja lainnya. Ketidakamanan dari kondisi tersebut dapat dikurangi dengan mendesain pekerjaan sedemikian rupa untuk mengurangi kecelakaan kerja dan sebagai tambahan penyelia dan manajer berperan dalam mengurangi kondisi yang kurang aman ini dengan melakukan pengecekan untuk mengenali dan mengatasi kecelakaan yang mungkin terjadi. Sedangkan
untuk
mengurangi
kecelakaan
yang
diakibatkan
oleh
kecenderungan karyawan untuk berprilaku dan bersikap yang tidak diinginkan dapat dikurangi melalui : 1. Seleksi dan alat yang lain 2. Penyebaran poster dan propaganda 3. Pelatihan keselamatan 4. Program insentif dan program penguatan yang positif 5. Komitmen manajer puncak 6. Penentuan kebijaksanaan dalam keselamatan 7. Penetapan tujuan keselamatan dan mengendalikannya 8. Melakukan pengawasan terhadap keselamatan dan kesehatan 9. Memonitor pekerjaan – pekerjaan yang sangat berat dan menimbulkan stres
Universitas Sumatera Utara
Flippo dalam Panggabean (2004) berpendapat bahwa tujuan program keselamatan dan kesehatan kerja karyawan dapat dicapai jika ada unsur – unsur yang mendukung yaitu: 1. Adanya dukungan dari pimpinan puncak 2. Ditunjuknya direktur keselamatan 3. Rekayasa pabrik dan kegiatan yang aman 4. Diberikannya pendidikan bagi semua karyawan untuk bertindak aman 5. Terpeliharanya catatan – catatan tentang kecelakaan 6. Menganalisis penyebab kecelakaan 7. Kontes keselamatan 8. Melaksanakan peraturan Indikator kinerja Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3) menurut Tunggul (2009) adalah: 1. Manajemen organisasi 2. Tanggung jawab terhadap keselamatan dan kesehatan kerja 3. Identifikasi terhadap bahaya 4. Pemilihan dan penempatan tenaga kerja 5. Pelatihan 6. Motivasi 7. Investigasi kecelakaan 8. Analisis dan pencatatan kecelakaan 9. Program kesehatan industri
Universitas Sumatera Utara
2.4. Teori tentang Kecelakaan Kerja 2.4.1. Pengertian Kecelakaan Kerja Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur dfari suatu aktivitas dan dapat menimbulkan kerugian baik korban manusia dan atau harta benda (Depnaker, 1999). Kecelakaan kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses (Didi Sugandi, 2003). Kecelakaan kerja juga dapat didefinisikan suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda, tentunya hal ini dapat mengakibatkan kerugian jiwa serta kerusakan harta benda. Menurut definisi tersebut ada 3 hal pokok yang perlu diperhatikan: 1. Kecelakaan merupakan peristiwa yang tidak dikehendaki, 2. Kecelakaan mengakibatkan kerugian jiwa dan kerusakan harta benda, 3. Kecelakaan biasanya terjadi akibat adanya kontak dengan sumber energi yang melebihi ambang batas tubuh atau struktur. 2.4.2. Penyebab Kecelakaan Desler (2000) mengemukakan ada tiga penyebab utama kecelakaan, yaitu: 1. Secara kebetulan (chance occurance). Kecelakaan bisa terjadi secara kebetulan, seperti bila seseorang terkena pecahan kaca pada saat ia melintasi suatu tempat dimana ada kaca jendela jatuh.
Universitas Sumatera Utara
2. Kondisi tidak aman (unsafe condition). Penyebab utama kecelakaan bisa diakibatkan oleh kondisi yang tidak aman. Faktor – faktor yang menyebabkan antara lain berupa : a. Alat pengaman yang tidak sempurna b. Peralatan yang rusak c. Prosedur yang berbahaya didalam, diatas, atau disekitar peralatan dan mesin d. Tempat penyimpanan yang tidak aman e. Kurangnya pencahayaan f. Tidak berfungsinya ventilasi udara Disamping itu, kecelakaan dapat terjadi karena pekerjaan itu sendiri, jadwal kerja, dan iklim psikological di tempat kerja. Bekerja dibidang administrasi atau pembukuan lebih aman dari pada bekerja di pabrik. Jadwal kerja dan kelelahan kerja juga dapat mengakibatkan kecelakaan. Begitu juga halnya dengan aspek – aspek pshchological dilingkungan kerja. 3. Sikap yang tidak diinginkan (unsafe acts); misalnya bekerja dengan tingkat kecepatan yang tidak aman, membuat alat – alat pengaman tidak berfungsi dengan jalan mencabut, menyesuaikan atau memindahkannya, menggunakan prosedur yang tidak aman dalam pemuaatan, penempatan, pencampuran atau pengkombinasian dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa pemikiran para ahli lain menyatakan penyebab kecelakaan kerja: 1. Menurut Peterson dalam Santoso (2004) Sebelum tahun 1991, keselamatan kerja dalam industri hampir tidak diperhatikan, pekerja tidak dilindungi secara hukum, dan tidak ada santunan bagi para pekerja. Perusahaan menganggap bahwa kecelakaan itu : a. Disebabkan oleh kesalahan tenaga kerja itu sendiri b. Disebabkan oleh teman sekerja sehingga si tenaga kerja mengalami kecelakaan c. Tanggungan pekerja, karena menganggap perusahaan sudah membayar maka resiko kecelakaan menjadi tanggungan pekerja d. Karena pekerja mengalami kelalaian, sehingga terjadi kecelakaan. Pada tahun 1908 di New York, merupakan kompensasi pertama bagi pekerja yang mengalami kecelakaan. Kemudian setelah tahun 1911, menurut Peterson dalam Santoso (2004) bahwa pekerja mendapat kompensasi Penyakit Akibat Kerja (PAK) bila disebabkan karena panas (atmosphere ) dan harusnya panas dalam industri diberi pelindung. Dengan demikian tenaga kerja mulai mendapatkan perlindungan secara hukum. 2. Menurut Heinrich dalam Santoso (2004), yang dikenal dengan teori Domino, bahwa penyebab kecelakaan adalah : a. Heriditas ( keturunan ); misalnya keras kepala dan pengetahuan yang jelek. Karena hal tersebut diatas akhirnya kurang hati – hati dan akibatnya akan terjadi kecelakaan.
Universitas Sumatera Utara
b. Kesalahan manusia; kelemahan sifat perorangan yang menunjang terjadinya kecelakaan. Misalnya kurang pendidikan, angkuh, cacat fisik atau mental. Karena sifat tersebut, timbul kecenderungan kesalahan dalam kerja yang akhirnya mengakibatkan kecelakaan c. Perbuatan salah karena kondisi bahaya (tak aman); misalnya secara fisik/mekanik meninggalkan alat pengaman, pencahayaan tidak memadai, mesin sudah tua, mesin tak ada pelindungnya. 3. Menurut Peterson dalam Santoso (2004), dengan menggunakan teori manajemen, mengungkapkan bahwa praktek dan kondisi dibawah standar merupakan penyebab terjadinya suatu kecelakaan dan merupakan gejala penyebab utama akibat kesalahan manajemen. Kemudian oleh Sulaksmono (1997) digambarkan sebagai berikut : Manajemen
Kurang kontrol
Sumber
Penyebab utama
Gejala
Penyebab langsung (praktek dibawah standar)
Kontak
Peristiwa (kondisi dibawah standar)
Kerugian
Gangguan (tubuh maupun harta)
Sumber: Santoso, 2004
Gambar 2.1. Penyebab Terjadinya Kecelakaan Kerja
Universitas Sumatera Utara
2.4.3. Pencegahan Kecelakaan Pencegahan kecelakaan dapat dilakukan dengan cara : 1. Menurut Benneth dalam Santoso (2004) bahwa tehnik pencegahan kecelakaan harus didekati dengan dua aspek, yaitu : a. Aspek perangkat keras (peralatan, perlengkapan, mesin, letak, dan sebagainya) b. Aspek perangkat lunak (manusia dan segala unsur yang berkaitan) 2. Menurut Olishifski dalam Santoso (2004) bahwa aktivitas pencegahan kecelakaan dalam keselamatan kerja profesional dapat dilakukan dengan beberapa hal berikut: a. Memperkecil (menekan) kejadian yang membahayakan dari mesin, cara kerja, material, dan struktur perencanaan. b. Memberikan alat pengaman agar tidak membahayakan sumber daya yang ada dalam perusahaan. c. Memberikan pendidikan (training) kepada tenaga kerja atau karyawan tentang kecelakaan dan keselamatan kerja. d. Memberikan alat pelindung diri tertentu terhadap tenaga kerja yang berada pada area yang membahayakan. 3. Menurut Suma’mur dalam Santoso (2004), kecelakaan – kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan 12 hal berikut : a. Peraturan perundangan, yaitu ketentuan – ketentuan yang diwajibkan mengenai kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, konstruksi, perawatan
Universitas Sumatera Utara
dan pemeliharaan, pengawasan, pengujian dan cara kerja peralatan industri, tugas – tugas buruh dan pengusaha, latihan, dan supervisi medis P3K dan pemeriksaan kesehatan b. Standarisasi yang ditetapkan secara resmi, setengah resmi, atau tidak resmi mengenai misalnya syarat – syarat keselamatan sesuai instruksi peralatan industri dan alat pelindung diri (APD) c. Pengawasan, agar ketentuan UU wajib dipatuhi d. Penelitian bersifat teknik, misalnya tentang bahan – bahan yang berbahaya, pagar pengaman, pengujian APD, pencegahan ledakan dan peralatan lainnya e. Riset medis, terutama meliputi aspek fisiologis dan patologis, faktor lingkungan dan teknologi dan keadaan yang mengakibatkan kecelakaan f. Penelitian psikologis, meliputi penelitian tentang pola – pola kewajiban yang mengakibatkan kecelakaan g. Penelitian secara statistik, untuk menetapkan jenis – jenis kecelakaan yang terjadi h. Pendidikan i. Latihan – latihan j. Penggairahan, pendekatan lain agar bersikap yang selamat k. Asuransi l. Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian diatas, menurut Santoso (2004), maka agar kecelakaan kerja dapat dicegah, pada intinya perlu memperhatikan 4 faktor yaitu lingkungan, manusia, peralatan, dan bahaya (hal – hal yang membahayakan).
Gambar 2.2. Keterkaitan Faktor-faktor Pencegahan Kecelakaan Menurut
Sedarmayanti
(2009),
kerangka
tindakan
untuk
mencegah
kecelakaan kerja meliputi: 1. Pengendalian teknis (termasuk sistem ventilasi, penerangan, dan perlengkapan keselamatan dan kesehatan kerja) 2. Penyempurnaan ergonomis 3. Pengawasan atau kebiasaan kerja 4. Penyesuaian kecepatan arus produksi dengan kemampuan optimum para pegawai 5. Peningkatan mekanisme yang tepat guna
Universitas Sumatera Utara
6. Penyesuaian volume produksi dengan jam proses yang optimum 7. Pembentukan panitia keselamatan dan kesehatan kerja dibwah pimpinan seorang manajer yang profesional. 2.4.4. Biaya Kecelakaan Menurut Undang – Undang Kecelakaan, pengusaha diwajibkan untuk memberikan uang santunan kepada karyawan yang mengalami kecelakaan. Hal ini jelas merupakan salah satu unsur dari biaya kecelakaan yang harus ditanggung perusahaan. Adanya program keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk menurunkan biaya ini. Biaya kecelakaan ini pada umumnya terdiri dari : 1. Biaya kerusakan peralatan, material, dan tempat kerja 2. Biaya upah yang dibayarkan kepada karyawan yang tidak mengalami kecelakaan, dalam bentuk mereka meninggalkan pekerjaan untuk melihat kecelakaan dan mendiskusikan penyebabnya 3. Biaya upah yang dibayarkan kepada karyawan yang mengalami kecelakaan 4. Biaya para pengawas dan staf yang melakukan penyelidikan, pencatatan, dan pelaporan 5. Biaya untuk mengganti karyawan yang terluka 6. Biaya lain seperti kerja lembur karena terjadi kecelakaan, berkurangnya laba karena tingkat produksi yang menurun, dan biaya pertolongan pertama pada kecelakaan.
Universitas Sumatera Utara
2.4.5. Pengukuran Kecelakaan Menurut Sirait (2006), ada dua cara pengukuran yang paling banyak digunakan adalah tingkat kekerasan (severity rate) dan tingkat keseringan (frequency rate). 1. Tingkat kekerasan; menunjukkan berapa lama waktu yang hilang karena terjadi suatu kecelakaan (per satu juta man hours). Tingkat kekerasan =
Jumlah hari karyawan yang hilang x 1.000.000 Jumlah man hours pada periode tersebut
2. Tingkat keseringan; menunjukkan berapa kali kecelakaan terjadi untuk setiap satu juta man hours. Tingkat keseringan =
Jumlah kecelakaan yang mengakibatkan waktu hilang x 1.000.000
Jumlah man hours pada periode tersebut
2.5. Teori tentang Keamanan Kerja 2.5.1. Keamanan Kerja Keamanan adalah kebutuhan dasar manusia prioritas kedua berdasarkan kebutuhan fisiologis dalam hirarki Maslow yang harus terpenuhi selama hidupnya, sebab dengan terpenuhinya rasa aman setiap individu dapat berkarya dengan optimal dalam hidupnya. Secara umum keamanan adalah status seseorang dalam keadaan aman, kondisi yang terlindungi secara fisik, sosial, spiritual, finansial, politik, emosi, pekerjaan, psikologis atau berbagai akibat dari sebuah kegagalan, kerusakan, kecelakaan,
atau
berbagai
(http://.en.wikipedia.org/wiki/safety).
keadaan Menurut
yang
tidak
Craven
(2000)
diinginkan dalam
Universitas Sumatera Utara
www.indonesiannursing.com keamanan tidak hanya mencegah rasa sakit dan cedera tetapi juga membuat individu merasa aman dalam aktifitasnya. Keamanan dapat mengurangi stres dan meningkatkan kesehatan umum. Martoyo (2007) menyatakan bahwa keamanan adalah keadaan karyawan yang bebas dari rasa takut dan bebas dari segala kemungkinan kecelakaan. Bahaya-bahaya yang berada disekitar industri perlu dikenal dan diidentifikasi terlebih dahulu. Badan dan jiwa termasuk panca indra serta alat-alat/organ-organ tubuh kita sangat menghendaki keadaan yang wajar dari keadaan atau pengaruh lingkungannya. Ketidakwajaran keadaan sekitar akan mengakibatkan gangguan-gangguan terhadap badan dan jiwa. Hal-hal yang kurang maupun yang lebih akan merupakan gangguan atau kerusakan jikalau sifatnya berlebihan. Keamanan dalam melakukan suatu pekerjaan ditandai dengan adanya kesempurnaan di dalam lingkungan kerja, alat kerja, bahan kerja yang dikendalikan oleh sebuah sistem manajemen yang baik. Mathis (2002) mendefinisikan keamanan sebagai “Perlindungan terhadap fasiliats pengusaha dan peralatan yang ada dari akses-akses yang tidak sah dan untuk melindungi para karyawan ketika sedang bekerja atau sedang melaksanakan penugasan pekerjaan.” Keamanan bisa mencakup mencegah orang-orang yang tidak berhak dalam mengakses sistem internal perusahaan, juga mencakup pemberian program bantuan emergency bagi karyawan yang menghadapi masalah kesehatan ketika sedang melakukan pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
Kita tidak menyadari adanya bahaya karena dua alasan yaitu: tenaga kerja biasanya tidak menyadari bahayanya atau tidak mengenal bahaya baru yang timbul dan tenaga kerja sudah terbiasa dengan keadaan itu. Menurut Silalahi (1995) keadaan lingkungan yang dapat merupakan keadaan tidak aman antara lain sebagai berikut: 1. Suhu dan kelembapan udara 2. Kebersihan udara 3. Penerangan dan kuat cahaya 4. Kekuatan bunyi 5. Cara kerja dan proses kerja 6. Udara, gas-gas yang bertekanan 7. Keadaan mesin – mesin, perlengkapan dan peralatan kerja dan bahan-bahan 8. Keadaan lingkungan setempat Sedangkan menurut Dessler (2000) faktor-faktor penyebab kondisi tidak aman, diantaranya: 1. Peralatan perlindungan yang tidak memadai 2. Peralatan rusak 3. Prosedur yang berbahaya dalam, pada, atau disekitar mesin dan peralatan 4. Gudang yang tidak aman 5. Penerangan yang tidak memadai 6. Ventilasi tidak memadai 7. Pikiran kacau, gangguan, penyalahgunaan, kaget, berselisih, permainan kasar
Universitas Sumatera Utara
Tindakan-tindakan yang tidak aman seperti diuraikan diatas dapat merusak baik sistem kerja maupun karyawan itu sendiri. Oleh karena itu, baik pihak manajemen dan ataupun karyawan harus melakukan tindakan untuk dapat meminimalkan kondisi tidak aman tersebut. Keamanan kerja adalah keadaan atau situasi aman yang dirasakan oleh seseorang pada saat melakukan pekerjaan. Keamanan kerja adalah unsur-unsur penunjang yang mendukung terciptanya suasana kerja yang aman, baik berupa materil maupun nonmateril. a. Unsur-unsur penunjang keamanan yang bersifat material diantaranya sebagai berikut: 1. Baju kerja 2. Helm 3. Kaca mata 4. Sarung tangan 5. Sepatu b. Unsur-unsur penunjang keamanan yang bersifat nonmaterial adalah sebagai berikut: 1. Buku petunjuk penggunaan alat 2. Rambu-rambu dan isyarat bahaya. 3. Himbauan-himbauan 4. Petugas keamanan
Universitas Sumatera Utara
Wuryantari dan Puspitasari (2007) menyatakan bahwa keadaan tidak aman yang dapat menimbulkan kecelakaan dan luka-luka dalam hubungan kerja antara lain: 1. Tidak adanya penjagaan, yang dimaksud adalah tempat-tempat yang berbahaya seperti jalan-jalan sempit, tanggul-tanggul yang tidak diberi ril-ril penjagaan, kawat-kawat listrik atau bahan-bahan peledak yang tidak dilindungi atau ditutupi dengan cara tertentu 2. Penjagaan yang tidak cukup terhadap barang-barang yang berbahaya. 3. Model atau konstruksi yang tidak aman, di sini termasuk mesin-mesin, perlengkapan perlengkapan, bangunan-bangunan perusahaan atau fasilitasfasilitas yang mempunyai struktur yang tidak aman karena adanya suatu kesalahan lahan dalam rancangan atau konstruksi semula. 4. Aturan yang berbahaya lazimnya dikenal sebagai “pemeliharaan buruk” dalam jenis keadaan tidak aman, termasuk tempat-tempat kerja dan lapangan-lapangan kerja yang tidak teratur, pemasangan mesin-mesin dan fasilitas-fasilitas produksi lainnya yang tidak tepat. 5. Penerangan yang tidak tepat, penerangan yang tidak cukup, terlalu banyak penerangan, cahaya yang berwarna salah (cahaya yang silau atau cara mengatur sistem penerangan yang menimbulkan adanya tempat-tempat remang atau terlalu banyak berbedaan). 6. Penganginan yang tidak aman, kumpulan uap, debu, gas-gas atau asap, sistem penganginan yang kapasitasnya tidak sesuai, tempatnya tidak tepat atau
Universitas Sumatera Utara
mengaturnya tidak cocok atau dipergunakannya udara kotor untuk pertukaran hawa, keadaan panas dan kelembaban yang tidak biasa. 7. Pakaian yang tidak aman, di sini termasuk sepatu-sepatu tua, pakaian yang robek/penuh minyak, kacamata pengaman, ikat pinggang pengaman dan alat-alat pengaman perorangan lainnya yang tidak tersedia. Sedangkan beberapa hal yang dilakukan terhadap keadaan tidak aman adalah: 1. Menyingkirkan segala bahaya. Bila ada alat pengangkut yang berat terletak pada suatu panggung kerja dan alat itu mudah jatuh dan melukai seseorang, maka sebaiknya kita memindahkan alat itu dan meletakkannya di tempat yang seharusnya. 2. Peringatan. Bila tidak mungkin menggunakan alat penjagaan, berilah peringatan tentang keadaan yang tidak aman itu. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan tugas kepada seseorang di tempat yang tidak aman tersebut atau dengan cara menempatkan tanda bahaya. Alat bantu yang dapat dipergunakan untuk memberi peringatan tentang keadaan yang tidak aman, misalnya terompet, lonceng, peluit, lampu-lampu sinyal, garis bercat, bendera-bendera merah atau tanda yang perkataan “bahaya”. 3. Anjuran. Kita harus membuat anjuran-anjuran tertentu tentang cara untuk menghilangkan keadaan-keadaan yang tidak aman itu.
Universitas Sumatera Utara
Pada umumnya, ketika pemberi kerja menghadapi kesehatan, keselamatan, dan keamanan pekerja, mereka memikirkan pegurangan kecelakaan di tempat kerja, peningkatan praktik keselamatan karyawan. Akan tetapi, penyediaan keamanan untuk para karyawan telah menjadi lebih penting selama dekade terakhir ini. Survei terhadap profesional keamanan di perusahaan menyebutkan delapan persoalan keamanan yang utama di tempat kerja, menurut urutan, sebagai berikut: 1. Kekerasan di tempat kerja 2. Keamanan Internet/intranet 3. Pemulihan gangguan/bencana bisnis 4. Kejahatan kerah putih 5. Persoalan penyeleksian/penyaringan karyawan 6. Pencurian karyawan umum 7. Pelaksanaan bisnis yang tidak etis 8. Pencurian peranti keras/peranti lunak komputer. 2.5.2. Prosedur Keamanan Kerja Prosedur yang berkaitan dengan keamanan (Standards Operation Procedure) wajib dilakukan. Prosedur itu antara lain adalah penggunaan peralatan keselamatan kerja. Fungsi utama dari peralatan keselamatan kerja adalah melindungi dari bahaya kecelakaan kerja dan mencegah akibat lebih lanjut dari kecelakaan kerja. Pedoman dari ILO (International Labour Organization) menerangkan bahawa kesehatan kerja sangat penting untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Pedoman itu antara lain:
Universitas Sumatera Utara
a. Melindungi pekerja dari setiap kecelakaan kerja yang mungkin timbul dari pekerjaan dan lingkungan kerja. b. Membantu pekerja menyesuaikan diri dengan pekerjaannya c. Memelihara atau memperbaiki keadaan fisik, mental, maupun sosial para pekerja. Alat keselamatan kerja yang biasanya dipakai oleh tenaga kerja adalah helm, masker, kacamata, atau alat perlindungan telinga tergantung pada profesinya. 2.5.3. Sistem Kerja yang Aman Sistem kerja yang aman merupakan metode kerja yang telah dipilih secara cermat yang memperhitungkan potensi bahaya – bahaya bagi pekerja maupun pihak lain seperti para tamu dan kontraktor, dan menyediakan sebuah kerangka kerja formal untuk memastikan bahwa seluruh langkah yang diperlukan untuk bekerja secara aman sudah diantisipasi dan diterapkan. Seluruh sistem kerja haruslah aman dan jika risikonya sedemikian rupa sehingga diperlukan petunjuk kerja yang tidak menimbulkan salah penafsiran sistem kerja tersebut harus dituangkan dalam bentuk tertulis. Menurut Ridley (2008) prosedur umum untuk mengembangkan sistem kerja yang aman sebagai berikut : 1. Mengindentifikasi bahaya dari : a. Energi: listrik, uap/air panas bertekanan tinggi, udara yang dimampatkan, sistem hidrolik, dan pegas yang ditekan.
Universitas Sumatera Utara
b. Material : korosif, gas asfiksian, dapat menyala dan meledak, substansi beracun. c. Peralatan : permesinan, kran dan perlengkapan pengangkat, alat transportasi internal. d. Tempat – tempat berbahaya : bekerja diketinggian, dalam ruangan sempit, dilingkungan yang tidak lazim 2. Menyingkirkan bahaya a. Mengubah proses dan atau materialnya 3. Menyediakan pelindung a. Pengaman b. Alat Pelindung Diri (APD) 4. Mengembangkan sistem kerja yang aman a. Dalam bentuk tertulis b. Menggunakan penggembokan dan surat izin – kerja 5. Menyediakan pelatihan yang sesuai 6. Menyediakan perlengkapan khusus a. Tali – temali pelindung b. Alat bantu pernafasan/masker c. Sumbat telinga d. Anjungan kerja yang aman 7. Memantau apakah sistem tersebut sudah diikuti.
Universitas Sumatera Utara
Uraian di atas dapat disimbolkan dalam singkatan ‘IRPSTEM’ yaitu : 1. I – Identify hazards (identifikasi bahaya) 2. R – Revome dangers (hilangkan bahaya) 3. P – Provide protection (sediakan pelindung) 4. S – Safe system work (sistem kerja yang aman) 5. T – Training (pelatihan) 6. E – Equipment (perlengkapan yang memadai) 7. M – Monitoring (pemantauan) Pemeliharaan keadaan yang aman termasuk pengertian tentang menciptakan keadaan yang aman. Untuk itu diperlukan sikap dan tindakan yang senantiasa mengarah kepada terciptanya keadaan yang aman dan terpercaya. Menurut Silalahi (1995) masalah yang harus dan dipelihara keamanannya adalah: 1. Keadaan lingkungan kerja yang perlu dipelihara antara lain: a. Pengaturan tata rumah tangga (house keeping) i. Kebersihan, ketertiban, keteraturan tempat kerja ii. Tata ruang b. Peredaran udara (Ventilasi) c. Penerangan (secara alam dan bantuan lampu) 2. Keadaan mesin dan peralatan serta bahan yang dipakai atau digunakan, yaitu: a. Kondisi perlindungan/pengaman mesin-mesin dan perkakas b. Kondisi alat-alat kerja
Universitas Sumatera Utara
c. Kondisi bahan-bahan yang dipakai dan digunakan 3. Keadaan karyawan yang perlu diatur antara lain: a. Kondisi mental fisik b. Kebiasaan kerja baik dan aman c. Pemakaian alat-alat pelindung diri 4. Keadaan cara-cara kerja yang perlu diatur antara lain: a. Selalu menerapkan prosedur kerja yang aman b. Membuat prosedur tetap bagi kegiatan yang berulang c. Memupuk kebiasaan bekerja menurut petunjuk manual Untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman maka diperlukan tindakantindakan untuk mengurangi kondisi tidak aman. Para rekayasawan yang aman hendaknya merancang pekerjaan untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya fisik. Selain itu, para penyelia dan manajer memainkan peran dalam mengurangi kondisi yang tidak aman. Tindakan - tindakan yang tidak aman seperti diuraikan diatas dapat merusak baik sistem kerja maupun karyawan itu sendiri. Oleh karena itu, baik pihak manajemen dan ataupun karyawan harus melakukan tindakan untuk dapat meminimalkan kondisi tidak aman tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2.5.4. Hubungan Keamanan dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Saat ini, karyawan mengharapkan perusahaan agar memberikan lingkungan kerja yang aman, terjamin, dan sehat. Akan tetapi, banyak pemberi kerja menganggap kecelakaan dan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan sebagai hasil kerja yang tidak diinginkan yang tidak dapat dihindari. Pemikiran ini mungkin masih lazim dibanyak lokasi industri dinegara berkembang seperti Indonesia. Untungnya, disebagian negara maju, pemikiran ini telah diganti dengan konsep pencegahan dan pengendalian untuk memperkecil dan meniadakan resiko ditempat kerja. Tetapi dibanyak negara berkembang, terdapat persoalan kesehatan, keselamatan, dan keamanan yang signifikan di tempat kerja. Istilah kesehatan, keselamatan dan keamanan saling berkaitan. Istilah lebih luas dan lebih umum adalah kesehatan, merujuk pada keadaan umum kesejahteraan fisik, mental, dan emosional. Seseorang yang sehat bebas dari keadaan sakit, luka, atau masalah mental dan emosional yang mengganggu aktivitas manusia normal. Praktik manajemen kesehatan di organisasi berusaha kerras mempertahankan kesejahteraan para individu secara keseluruhan. Biasanya, keselamatan merujuk kepada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik. Tujuan utama program keselamatan yang efektif dalam organisasi adalah mencegah luka dan kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaan. Tujuan keamanan adalah melindungi karyawan dan fasilitas organisasional. Keamanan dalam suatu pekerjaan ditandai dengan adanya kesempurnaan dalam lingkungan kerja, alat kerja, dan bahan kerja yang dikendalikan oleh sebuah sistem manajemen yang baik.
Universitas Sumatera Utara
Tujuan Pemerintah membuat aturan K3 dapat dilihat pada Pasal 3 Ayat 1 UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, yaitu: 1. mencegah dan mengurangi kecelakaan; 2. mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran; 3. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan; 4. memberi kesempatan atau jalan menyelematkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya; 5. memberikan pertolongan pada kecelakaan; 6. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja; 7. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar-luaskan suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran; 8. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik maupun psikhis, peracunan, infeksi dan penularan; 9. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai; 10. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik; 11. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup; 12. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban; 13. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya; 14. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau batang;
Universitas Sumatera Utara
15. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan; 16. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan penyimpanan barang; 17. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya; 18. menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang berbahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi Menurut Wuryantari dan Puspitasari (2007) cara bekerja dengan aman dapat dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal berikut ini: 1. Lingkungan kerja. a. Mengusahakan lingkungan agar memenuhi syarat-syarat lingkungan kerja yang baik (ventilasi, penerangan, cahaya, sanitasi dan suhu udara). b. Meningkatkan pemeliharaan rumah tangga (penimbunan, pengaturan mesin, bejana-bejana dan lain-lain). c. Memelihara keadaan gedung sehingga keselamatan kerja terjamin (memiliki alat pemadam kebakaran, pintu keluar darurat, lubang ventilasi dan lantai yang baik). d. Merencanakan lingkungan kerja dengan baik (pengaturan operasi, pengaturan tempat untuk mesin). e. Proses yang selamat, peralatan kerja yang cukup, pedoman – pedoman pelaksanaan kerja, aturan-aturan kerja).
Universitas Sumatera Utara
2. Mengadakan perawatan terhadap mesin-mesin dan alat-alat kerja. Kurangnya perawatan terhadap mesin-mesin dan alat-alat kerja sering mengakibatkan bencana besar yang mengancam keamanan dan keselamatan kerja (contoh: Peledakan mesin-mesin disel). 3. Manusia, yaitu dengan meningkatkan kecakapan dan kedisiplinan pekerja, meningkatkan tanggung jawab terhadap pekerjaan, memperbaiki cara kerja melalui
pelatihan/pendidikan,
mengadakan
pemeriksaan
kesehatan
dan
menyelaraskan keadaan fisik atau kemampuan seseorang dengan bidan kerja atau alat yang digunakan. 4. Menggunakan alat pelindung. Jenis pekerjaan tertentu mengharuskan para pekerjanya untuk memakai alat pelindung kerja. Contoh Alat pelindung kerja adalah helm kerja, pakaian kerja, kacamata, sarung tangan dan lain-lain. 2.6. Teori tentang Produktivitas Kerja 2.6.1. Pengertian Produktivitas L.Greenberg dalam Sinungan (2008) menyatakan bahwa produktivitas sebagai perbandingan antara totalitas pengeluaran pada waktu tertentu dibagi totalitas masukan selama periode tersebut. Produktivitas juga diartikan sebagai : a. Perbandingan ukuran harga bagi masukan dan hasil. b. Perbedaan antara kumpulan jumlah pengeluaran dan masukan yang dinyatakan dalam unit umum.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Sinungan (2008), pengertian produktivitas dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu : a. Rumusan tradisional bagi keseluruhan Produktivitas tidak lain ialah rasio daripada apa yang dihasilkan (output) terhadap keseluruhan peralatan produksi yang dipergunakan (input) b. Produktivitas pada dasarnya adalah suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik daripada kemarin, dan hari esok lebih baik dari hari ini. c. Produktivitas merupakan interaksi terpadu secara serasi dari tiga faktor esensial yaitu: Investasi termasuk penggunaan pengetahuan dan teknologi serta riset; manajemen; dan tenaga kerja. Doktrin Konferensi Oslo (1984), produktivitas didefinisikan sebagai suatu konsep yang bersifat universal yang bertujuan untuk menyediakan lebih banyak barang dan jasa untuk lebih banyak manusia, dengan menggunakan sumber-sumber riil yang main sedikit. Produktivitas adalah suatu pendekatan interdisiplinier untuk menentukan tujuan yang efektif, pembuatan rencana, aplikasi penggunaan cara yang produktivitas untuk menggunakan sumber-sumber secara efisien, dan tetap menjaga adanya kualitas yang tinggi. Produktivitas mengikutsertakan secara terpadu sumber daya manusia dan keterampilan, barang modal teknologi, manajemen, informasi, energi, dan sumber-sumber lain menuju kepada pengembangan dan peningkatan standar hidup untuk seluruh masyarakat, melalui konsep produktivitas total.
Universitas Sumatera Utara
Produktivitas mempunyai pengertian lebih luas dari ilmu pengetahuan, teknologi dan tehnik manajemen, yaitu sebagai suatu philosopi dan sikap mental yang timbul dari motivasi yang kuat dari masyarakat, yang secara terus menerus berusaha meningkatkan kualitas kehidupan. Produktivitas merupakan nisbah atau rasio antara hasil kegiatan (output) dan segala pengorbanan (biaya) untuk mewujudkan hasil tersebut (input) (Kussriyanto, 1984, dalam www.jurnalmanajemen.blogspot.com). Input bisa mencakup biaya produksi (production cost) dan biaya peralatan (equipment cost). Sedangkan output bisa terdiri dari penjualan (sales), earnings (pendapatan), market share, dan kerusakan (defects) (Gomes, 1995, dalam www.jurnalmanajemenn.blogspot.com). Produktivitas tenaga kerja adalah salah satu ukuran perusahaan dalam mencapai tujuannya. Sumber daya manusia merupakan elemen yang paling strategik dalam organisasi, harus diakui dan diterima oleh manajemen. Peningkatan produktivitas kerja hanya mungkin dilakukan oleh manusia (Siagian dalam www.jurnalmanajemen.com). Oleh karena itu tenaga kerja merupakan faktor penting dalam mengukur produktivitas. Hal ini disebabkan oleh dua hal, antara lain; pertama, karena besarnya biaya yang dikorbankan untuk tenaga kerja sebagai bagian dari biaya yang terbesar untuk pengadaan produk atau jasa; kedua, karena masukan pada faktorfaktor lain seperti modal (Kussriyanto dalam www.jurnalmanajemen.com). Anoraga dan Suyati dalam www.jurnalmanajemenn.com, produktivitas mengandung pengertian yang berkenaan dengan konsep ekonomis, filosofis dan sistem. Sebagai konsep ekonomis, produktivitas berkenaan dengan usaha atau
Universitas Sumatera Utara
kegiatan manusia untuk menghasilkan barang atau jasa yang berguna untuk pemenuhan kebutuhan manusia dan masyarakat pada umumnya. Sebagai konsep filosofis, produktivitas mengandung pandangan hidup dan sikap mental yang selalu berusaha untuk meningkatkan mutu kehidupan dimana keadaan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan mutu kehidupan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Hal inilah yang memberi dorongan untuk berusaha dan mengembangkan diri. Sedangkan konsep sistem, memberikan pedoman pemikiran bahwa pencapaian suatu tujuan harus ada kerja sama atau keterpaduan dari unsurunsur yang relevan sebagai sistem. Siagian (2007) menyatakan bahwa bahwa produktivitas adalah: “Kemampuan memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari sarana dan prasarana yang tersedia dengan menghasilkan output yang optimal bahkan kalau mungkin yang maksimal”. Produktivitas menurut Dewan Produktivitas Nasional mengandung pengertian sebagai sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini. Sementara secara umum, produktivitas mengandung arti sebagai perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan (input). Dengan kata lain, produktivitas memiliki dua dimensi. Pertama adalah efektivitas yang mengarah kepada pencapaian unjuk kerja yang maksimal yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Kedua adalah efisiensi yang berkaitan dengan upaya membandingkan masukan dengan realisasi penggunaannya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan. Jadi efisiensi merupakan suatu
Universitas Sumatera Utara
ukuran dalam membandingkan input yang direncanakan dengan yang sebenarnya. Apabila masukan yang sebenarnya digunakan semakin besar penghematannya, tingkat efisiensi semakin tinggi, tetapi semakin kecil masukan yang dapat dihemat, akan akan semakin rendah efisiensinya Efektivitas merupakan ukuran yamng memberikan gambaran seberapa jauh target dapat dicapai. Apabila efisiensi dikaitkan dengan efektivitas, belum tentu efisiensi meningkat. Sutrisno (2009) menyatakan bahwa produktivitas kerja terdiri atas tiga aspek yaitu: pertama, produktivitas adalah keluaran fisik per unit dari usaha produktif; kedua produktivitas merupakan tingkat keefektifan dari manajemen industri di dalam penggunaan fasilitas – fasilitas untuk produksi; dan ketiga, produkstivitas adalah keefektifan dari penggunaan tenaga kerja dan peralatan kerja. Namun pada intunya, semua mengarah pada tujuan yang sama bahwa produktivitas kerja adalah rasio dari hasil kerja dengan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk dari seorang tenaga kerja. 2.6.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja Menurut Simanjuntak dalam Sutrisno (2009), ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja karyawan, yaitu: 1. Pelatihan Latihan kerja dimaksudkan untuk melengkapi karyawan dengan keterampilan dan cara-cara yang tepat untuk menggunakan peralatan kerja. Hasil penelitian
Universitas Sumatera Utara
menyatakan bahwa 75% peningkatan produktivitas dihasilkan oleh perbaikan pelatihan dan pengetahuan kerja, kesehatan dan alokasi tugas. 2. Mental dan kemampuan fisik karyawan Keadaan mental dan fisik karyawan merupakan hal yang sangat penting untuk menjadi perhatian bagi organisasi, sebab keadaan fisik dan mental karyawan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan produktivitas kerja karyawan. 3. Hubungan antara atasan dan bawahan Hubungan antara atasan dan bawahan akan mempengaruhi kegiatasn yang dilakukan sehari-hari. Jika karyawan diperlakukan secara baik, maka karyawan tersebut akan berpartisipasi dengan baik pula dalam proses produksi, sehingga akan berpengaruh pada tingkat produktivitas kerja. Sulistiyani dan Rosidah (2003) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang menetukan besar kecilnya produktivitas kerja karyawan yaitu knowledge, skills,abilities, attitude, dan behaviors. Tiffin dan Cormick dalam Siagian (2003), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja dapat disimpulkan menjadi dua golongan yaitu: 1. Faktor yang ada pada diri individu, yaitu umur, temperamen, keadaan fisik individu, kelehan, dan motivasi. 2. Faktor yang ada diluar individu, yaitu kondisi fisik seperti suara, penerangan, waktu istirahat, lama kerja, upah, bentuk organisasi, lingkungan sosial, dan keluarga.
Universitas Sumatera Utara
2.6.3. Kriteria Penilaian Produktivitas Kerja Karyawan Mangkuprawira dan Hubeis (2007) menyatakan bahwa ada beberapa kriteria untuk menilai produktivitas kerja karyawan antara lain : 1. Sisi input a. Tingkat pendidikan dan pengetahuan yang tinggi b. Sikap tentang mutu yang tinggi c. Keterampilan kerja tinggi d. Pengalaman kerja luas e. Kesehatan fisik prima 2. Sisi proses a. Jumlah karyawan yang keluar semakin rendah b. Waktu kerja lembur bertambah c. Ketidakhadiran karyawan semakin kecil d. Kerusakan atau kesalahan rendah e. Derajat respons tinggi f. Kecermatan semakin tinggi g. Kelengkapan proyek semakin tinggi 3. Sisi output a. Kepuasan konsumen semakin tinggi b. Peningkatan penjualan barang c. Penerimaan dari investasi semakin meningkat d. Output per karyawan semakin tinggi
Universitas Sumatera Utara
e. Nilai rupiah penjualan semakin meningkat f. Keuntungan semakin besar 4. Sisi Outcome a. Pangsa pasar yang semakin besar b. Penghasilan dari tiap pangsa semakin besar c. Keluhan pelanggan semakin kecil d. Semakin besarnya peluang karier karyawan e. Semakin besarnya peluang perusahaan untuk berkembang Sutrisno (2009) menyatakan bahwa untuk mengukur produktivitas kerja, diperlukan suatu indikator sebagai berikut: 1. Kemampuan Mempunyai kemampuan untuk melaksanakan karyawan
sangat
profesionalisme
bergantung
mereka
dalam
pada
tugas. Kemampuan seorang
keterampilan
bekerja.
Ini
yang
memberikan
dimiliki
serta
daya
untuk
menyelesaikan tugas – tugas yang diembannya kepada mereka. 2. Meningkatkan hasil yang dicapai Berusaha untuk meningkatkan hasil yang dicapai. Hasil merupakan salah satu yang dapat dirasakan baik oleh yang mengerjakan maupun yang menikmati hasil pekerjaan tersebut. Jadi, upaya untuk memanfaatkan produktivitas kerja bagi masing – masing yang terlibat dalam suatu pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
3. Semangat kerja Ini merupakan usaha untuk lebih baik dari hari kemarin. Indikator ini dapat dilihat dari etos kerja dan hasil yang dicapai dalam satu hari kemudian dan hasil yang dicapai dalam satu hari kemudian dibandingkan dengan hari sebelumnya. 4. Pengembangan diri Senantiasa mengembangkan diri untuk meningkatkan kemampuan kerja. Pengembangan diri dapat dilakukan dengan melihat tantangan dan harapan dengan
apa
yang
akan
dihadapi.
Sebab
semakin
kuat
tantangannya,
pengembangan diri mutlak dilakukan. Begitu juga harapan untuk menjadi lebih baik pada gilirannya akan sangat berdampak pada keinginan karyawan untuk meningkatkan kemampuan. 5. Mutu Selalu berusaha untuk meningkatkan mutu lebih baik dari yang telah lalu. Mutu merupakan hasil pekerjaan yang dapat menunjukkan kualitas kerja seorang pegawai. Jadi, meningkatkan mutu bertujuan untuk memberikan hasil yang terbaik yang pada gilirannya akan sangat berguna bagi perusahaan dan dirinya sendiri. 6. Efisiensi Perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan. Masukan dan keluaran merupakan aspek produktivitas yang memberikan pengaruh yang cukup signifikan bagi karyawan.
Universitas Sumatera Utara
2.7. Hubungan Keamanan dan Produktivitas Kerja Karyawan Sinungan (2008) menyatakan bahwa ada dua kelompok syarat bagi produktivitas perorangan yang tinggi yaitu: a. Yang pertama sedikitnya meliputi : 1. Tingkat pendidikan dan keahlian 2. Jenis teknologi dan hasil produksi 3. Kondisi kerja 4. Kesehatan, kemampuan fisik dan mental b. Kelompok kedua mencakup : 1. Sikap terhadap tugas, teman sejawat dan pengawas 2. Keanekaragaman tugas 3. Sistem insentif 4. Kepuasan kerja 5. Keamanan kerja 6. Kepastian pekerjaan 7. Perspektif dari ambisi dan promosi Masing – masing syarat (faktor) tersebut berlaku dalam cara yang berbeda – beda dengan pengaruh yang berbeda dan dalam keadaan yang berbeda. Misalnya dinegara berkembang yang tingkat penganggurannya tinggi, faktor utamanya mungkin keamanan dan kepastian kerja, sedangkan dinegara maju, mungkin yang lebih penting adalah kepuasan kerja.
Universitas Sumatera Utara
Faktor-faktor yang sangat diinginkan oleh para pekerja tetap untuk meningkatkan produktivitas kerja mereka (sumber: Majalah Manajer, Edisi April 1986) 1. Penghayatan atas maksud dan makna pekerjaan. Yang dimaksud penghayatan atas maksud dan makna pekerjaan adalah bila seorang pekerja tetap telah tahu kegunaan dari pekerjaannya bagi umum, dan juga sudah tahu betapa sangat pentingnya pekerjaan dia, sehingga dalam mengerjakan pekerjaannya itu sipekerja tadi akan lebih meningkatkan produktivitas kerjanya. Cara untuk menanamkan rasa penghayatan atas maksud dan makna pekerjaan adalah dengan memberitahukan si pekerja akan kegunaan dari hasil produk yang dia kerjakan, baik dengan cara langsung menunjukkan kegunaannya ataupun dengan cara mengambil sample. Jadi prinsip utama dari keinginan para pekerja tetap adalah tentang penghayatan atas pekerjaannya itu sendiri. Hal ini tentulah dengan bantuan para manajer/pimpinan untuk menerapkannya pada pekerja tadi. 2. Merasa terlibat dalam kegiatan-kegiatan organisasi. Dengan adanya rasa keterlibatan dalam organisasi di mana para pekerja tetap itu bekerja, si pekerja tadi merasakan bahwa dirinya benar-benar dibutuhkan dalam perusahaan, merasakan memiliki perusahaan. Dengan timbulnya kecintaan dalam dirinya terhadap perusahaan maka si pekerja tetap tadi akan lebih meningkatkan produktivitas kerjanya, karena jika dia bermalas-malasan maka produktivitas kerja dia akan turun dan mengakibatkan kerugian pada perusahaan; dengan ruginya perusahaan seakan-akan rugi pula dirinya. Jadi para manajer hendaknya
Universitas Sumatera Utara
menanamkan rasa sifat yang demikian terhadap bawahannya agar perusahaan dapat lebih baik. 3. Pengertian dan simpati atas persoalan-persoalan pribadi. Seseorang pemimpin yang bijaksana akan memperhatikan bawahannya sampai pada urusan pribadinya. Dengan demikian para pekerja tadi merasakan bahwa dirinya diberi perhatian besar oleh pimpinannya. Hal ini mendorong motivasinya untuk bekerja lebih giat lagi, karena pendekatannya secara kekeluargaan atau dari hati-kehati. 4.
Keamanan dan perlindungan dalam pekerjaan. Biasanya dalam melakukan pekerjaan kita merasakan suatu kekhawatiran bila kita gagal dalam melaksanakannya; karenanya kita selalu hati-hati. Tetapi bila melakukan pekerjaan itu terlampau hati-hati maka akibatnyapun akan sama bila kita berhati-hati. Yang dimaksud keamanan dan perlindungan dalam pekerja itu, bekerja pada pekerjaan yang memerlukan perlindungan tubuh, ataupun juga memberikan training sebelumnya untuk pekerjaan akan dilakukannya. Dengan terpenuhinya jaminan atas pekerjaan, maka dalam bekerja tidak lagi merasa waswas atau ragu-ragu lagi.
5.
Upah yang baik Pada dasarnya seorang yang bekerja mengharapkan imbalan yang sesuai dengan jenis pekerjaannya. Karena adanya upah yang sesuai dengan pekerjaannya maka akan timbul pula rasa gairah kerja yang semakin baik. Karena dengan terpenuhinya upah yang baik atau dengan kata lain upah yang tak ditangguh-
Universitas Sumatera Utara
tangguhkan oleh para manajer/ pimpinan, maka rasa kecukupan untuk memenuhi kebutuhan hidup baik bagi dirinya maupun bagi keluarganya akan semakin terasa, bahwa perusahaan di mana dia bekerja benar-benar membutuhkannya; dan dia membutuhkan pekerjaan itu sehingga ada rasa timbal-balik yang selaras. 6.
Pekerjaan yang menarik Biasanya apabila seseorang mengerjakan suatu pekerjaan dengan senang atau menarik bagi dirinya maka hasil pekerjaannya akan lebih memuaskan daripada dia mengerjakan pekerjaan yang tidak dia senangi. Demikian pula apabila kita akan memberikan migas pada seseorang maka alangkah baiknya bila kita mengetahui apakah orang tersebut senang atau tidak dengan pekerjaan yang akan kita berikan. Hal ini agar kita mendapatkan suatu hasil yang lebih memuaskan. Jadi rasa senang dengan sesuatu pekerjaan juga merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan mutu dari hasil produksi.
7. Promosi dan perkembangan diri mereka sejalan dengan perkembangan perusahaan. Seseorang pekerja akan merasa bangga bila perusahaan di mana dia bekerja mengalami kemajuan yang pesat, apalagi sampai terkenal di mata masyarakat. Hal ini pulalah yang mengangkat derajat kebanggaan pada diri si pekerja akan pekerjaannya. Timbulnya rasa bangga itu merupakan juga keuntungan bagi perusahaan, karena secara langsung atau tidak, si pekerja tadi membawa promosi perusahaan dan menjaga citra perusahaan agar tetap baik di mata masya-rakat. Untuk hal itulah maka para pemimpin/manajer harus tahu menghargai perasaan si
Universitas Sumatera Utara
pekerja agar tetap menjaga citra baik di dalam perusahaan atau di luar pekerjaannya. 8. Kesetiaan pimpinan pada diri si pekerja. Kesetiaan pimpinan pada diri si pekerja merupakan juga dasar rasa kepercayaan pekerja terhadap perusahaan di mana dia bekerja. Kesetiaan pimpinan ini merupakan juga suatu wibawa dari perusahaan, karena bila si pimpinan hanya mengobral janji-janji akan melakukan sesuatu, tapi kenyataannya tidak maka hal ini akan menimbulkan suatu rasa yang tak baik dalam diri si pekerja. Akibatnya si pekerja akan merasakan sikap seorang atasannya itu bukan seorang pimpinan yang baik dan jika ini dibiarkan terus maka kehancuran perusahaan akan terancam. Oleh karenanya, jika menjanjikan sesuatu pada para pekerja harus sesuai dan harus ditepati, agar citra sebagai pimpinan/manajer tetap dipandang baik oleh bawahannya/pekerja. 9. Lingkungan atau suasana kerja yang baik. Lingkungan kerja yang baik akan membawa pengaruh yang baik pula pada segala pihak, baik pada para pekerja, pimpinan ataupun pada hasil pekerjaannya. Misalkan para pekerja diharuskan bekerja pada suatu ketenangan untuk mendapatkan hasil yang baik, akan tetapi lingkungan kerjanya tidak sesuai karena kebisingan/pengap udaranya. Maka mungkin hasil yang baik itu tercapai. Jadi jelaslah penyesuaian atas suasana lingkungan kerja sangat berpengaruh besar. Oleh karenanya para pimpinan/manajer harus tahu dengan pasti bagaimana menyesuaikan tempat kerja untuk para pekerja.
Universitas Sumatera Utara
10. Disiplin kerja yang keras. Kita sebagai manusia biasanya mempunyai rasa sifat ego yang tinggi, antara lain tak ingin dikekang oleh suatu peraturan atau suatu tata tertib yang ketat. Demikian pula dengan para pekerja, biasanya mereka akan merasa enggan akan disiplin kerja yang keras dari perusahaan dimana dia bekerja. Karena hal ini akan membuat si pekerja merasa terkekang. Biasanya para pekerja tak mau diatur dengan ketat keinginannya masuk kerja sesukanya, kerja sembarangan atau pulang pada jam-jam yang belum waktunya. Tapi bila dibiarkan, maka disiplin dari perusahaan akan hancur dan inipun merupakan ancaman yang tak boleh dianggap
ringan
dalam
perusahaan
tersebut.
Oleh
karenanya
para
pimpinan/manajer untuk menerapkan disiplin agar para pekerja dapat dengan senang hati menuruti disiplin yang kita buat harus diadakan musyawarah bersama dengan utusan para pekerja. Jadi sistem demokrasi kita terpaksa terapkan dalam pengambilan ke-putusan bersama, agar antara kedua belah pihak pimpinan dan pekerja dapat saling memberi dan mengisi. Jadi jelaslah dari uraian 10 keinginan para pekerja tetap, itu bukan hanya upah yang merupakan nomor satu. Menurut Rachmawati (2008), ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan produktivitas kerja yaitu: 1. Pengaturan jam kerja Jam kerja normal adalah 40 jam seminggu. Tidak semua pekerjaan memiliki jam kerja yang sama. Pekerjaan yang berbahaya dan beresiko tinggi, seperti pelaut dan pekerja di industri kimia, tentu memiliki jam kerja yang berbeda dengan
Universitas Sumatera Utara
pekerjaan yang tidak banyak menanggung risiko, seperti pegawai administrasi kantor. Perusahaan paling tidak harus memikirkan pengaturan jam kerja yang tepat dan meminimalkan risiko, terutama untuk pekerjaan yang berisiko tinggi. Apabila jam kerja bisa berkurang, terutama untuk pekerjaan yang berbahaya dan menanggung risiko, maka tenaga kerja akan merasa lebih puas dan nyaman. Hal ini mencerminkan bahwa istirahat mingguan atau hari libur diakui sebagai suatu yang penting untuk kesejahteraan karyawan. Kaitan antara jam kerja dengan produktivitas kerja adalah bahwa kondisi karyawan dapat dipengaruhi oleh kurangnya istirahat yang memadai sehingga mengakibatkan kondisi psikis dan mental menurun. Contohnya karyawan yang dipekerjakan dalam shift sewajarnya menerima fasilitas khusus seperti gaji ekstra, bonus dan sebagainya. 2. Kemudahan menghemat waktu dan efisiensi kerja Setiap karyawan mengetahui spesifikasi jabatan dan deskripsi jabatan yang apabila dikaji dengan standar untuk kerja dan volume pekerjaan akan diperoleh suatu jam kerja yang efisien dan efektif. Oleh karena itu, telah diadakan berbagai upaya pengurangan jam kerja untuk waktu istirahat dan libur sebagai kompensasinya a. Sistem shift yang didukung oleh model upah shift Contoh sistem ini adalah pengaturan waktu senggang pada pekerja disektor yang memakai alat-alat optik, alat yang mengandung radio aktif, bidang konstruksi, penyelaman, dan sebagainya. Organisasi sebaiknya mengatur hal-
Universitas Sumatera Utara
hal tersebut dalam kesepakatan bersama berdasar peraturan organisasi sehingga mutu dan kemampuan fisik pekerja dapat terjamin. Biasanya pengaturan jam kerja yang efisien diikuti dengan tingkat upah yang berbeda menurut jenis pekerjaannya. b. Kenyamanan kerja Kenyamanan kerja perlu diupayakan di semua sektor mengingat jenis pekerjaan disetiap sektor masing-masing memiliki kerawanan yang berbedabeda. Contoh: i. Komunikasi menggunakan bahasa asing dan label dalam bahasa asing yang dapat disalahtafsirkan. ii. Perbedaan model instrumen dan alat pengaman yang tidak sesuai dengan kondisi fisik bangsa tertentu. Misalnya, alat pengaman untuk orang Eropa belum tentu cocok bila digunakan oleh orang Asia yang fisiknya cenderung lebih kecil. iii. Perbedaan selera interior lingkungan kerja. Interior sangat mempengaruhi kejiwaan karyawan, terutama dalam hal warna, luas ruangan, desain, dan sebagainya. Orang Eropa menyukai warna cerah, sedangkan orang Asia lebih menyukai waran kuning, emas, dan merah (terutama etnis Cina). Hal ini berpengaruh pada daya tahan mata yang tentu saja akan mempengaruhi produktivitas.
Universitas Sumatera Utara
iv. Budaya terhadap produktivitas. Sebagai contoh, orang Indonesia lebih menyukai atasan dari kultur yang mayoritas sama dengan bawahan. Hal ini akan berpengaruh pada kelancaran komunikasi antara atasan – bawahan. c. Keamanan kerja Keamanan dalam melakukan suatu pekerjaan ditandai adanya kesempurnaan dalam lingkungan kerja, alat kerja, dan bahan kerja yang dikendalikan oleh sebuah sistem manajemen yang baik. Rasa keamanan dalam bekerja menjadi hal yang sangat vital bagi pekerja untuk memperbarui motivasi dalam menjalankan pekerjaan. Sebagai contoh: i. Terdapat alat – alat berat dan berisiko, terutama pada industri yang rawan bahaya. ii. Bahan baku yang dapat menyebar partikel penyakit. iii. Olahan limbah yang tidak terencana dengan baik sehingga mengakibatkan hal yang fatal bagi lingkungan sekitar. iv. Penerapan sistem manajemen yang dapat mempengaruhi sistem kerja. d. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Gaya Baru (K3GB) Pola K3 pada masa lalu masih bersifat konvensional dan pasif terhadap teknologi. Jadi teknologi industri diciptakan terlebih dahulu, baru disusul dengan teknologi keselamatan dan kesehatan kerja. Dukungan K3 pada
Universitas Sumatera Utara
peralatan yang ada bersifat suplemen sehingga aktifitas K3 cenderung lamban dalam mengikuti suatu teknologi baru. Dalam K3GB ini setiap teknologi harus merupakan paket utuh (built-in) dengan teknologiyang dipakai dalam semua sektor. Oleh karena itu, paket utuh tersebut dirancang dari awal sehingga keselamatan dan kesehatan kerja dapat terjamin. Bagi negara – negara yang belum banyak menerpakan teknologi tersebut, hal-hal berikut dapat dijadikan pedomana yang nantinya akan disepakati: i. Kontribusi biaya 0,5% - 1% dari biaya produksi Biaya dalam paket yang utuh (built – in) antara teknologi canggih dan teknologi K3 merupakan perpaduan dalam biaya produksi yang menjamin peningkatan mutu barang sebesar 0,5% untuk teknologi yang sederhana dan 1% untuk teknologi yang mahal. Kontribusi biaya tersebut digunakan untuk pengujian dan pemeriksaan, baik dilaboraturium ataupun uji coba teknologi. Biaya 0,5% dan 1% dari biaya produksi digunakan untuk memperluas aktivitas penelitian dan pengembangan untuk mencegah kecelakaan kerja. Seperti kasus pada Bhopal Unit Carbides India yang harus mengeluarkan $477 juta untuk kecelakaan kerja dan kerugian yang dialami.
Universitas Sumatera Utara
ii. Teknologi K3 yang telah teruji Syarat dari K3GB adalah ditandai oleh teknologi K3 yang teruji seperti: a. Penggunaan bahan label menurut waktu. b. Daya kerja suatu instrumen yang terkendali c. Penempatan instrumen pada tempat yang aman d. Keterampilan kerja telah teruji e. Menetapkan standar kerja baru f. Asuransi bagi pekerja
Universitas Sumatera Utara