BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Penelitian Terdahulu Marlina dan Danica (2009) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Cash Position, Debt to Equity Ratio dan Return on Assets Terhadap Dividend Payout Ratio Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia”. Sampel dari penelitian berjumlah 24 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan periode penelitian dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2007. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian adalah analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan Cash Position, Debt to Equity Ratio dan Return on Assets berpengaruh secara signifikan terhadap Dividend Payout Ratio dan secara parsial Cash Position dan Return on Assets berpengaruh secara signifikan terhadap Dividend Payout Ratio tetapi secara parsial Debt to Equity Ratio tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Dividend Payout Ratio. Hadiwidjaja (2007) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktorfaktor yang Mempengaruhi Dividend Payout Ratio Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia” jumlah sampel 31 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Periode penelitian dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2005 dan menggunakan metode analisis regresi berganda. Variabel bebas penelitian adalah Cash Ratio, Debt to Equity Ratio, Net Profit Margin, Return on Investment, Tax Rate dan variabel terikat penelitian yaitu Dividend Payout Ratio. Hasil penelitian secara
11 Universitas Sumatera Utara
simultan menunjukkan bahwa Cash Ratio, Debt to Equity Ratio, Net Profit Margin, Return on Investment, Tax Rate berpengaruh signifikan terhadap Dividend Payout Ratio tetapi secara parsial hanya Return On Investment dan Tax Rate berpengaruh signifikan terhadap Dividend Payout Ratio. Nasution (2004) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor–faktor yang Mempengaruhi Dividend Payout Ratio pada Persahaan Manufaktur Go Public di Bursa Efek Jakarta”. Sampel penelitian berjumlah 37 perusahaan dan periode penelitian dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2001. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis regresi berganda. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Dividend Payout Ratio sedangkan variabel independen dalam peneilitian ini adalah Cash Position, Growth, Firm Size, Debt to Equity Ratio, dan Profitability. Hasil penelitian secara simultan variabel independen tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Dividend Payout Ratio dan secara parsial hanya variabel Debt to Equity Ratio yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Dividend Payout Ratio. Sutrisno (2001) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor – faktor yang Mempengaruhi Dividend Payout Ratio pada Perusahaan Publik di Indonesia”. Sampel penelitian berjumlah 148 perusahaan dan periode penelitian dari tahun 1991 sampai dengan tahun 1996. Metode penelitian yang digunakan adalah Models Analysis of Moment Structure (AMOS). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Dividend Payout Ratio sedangkan variabel bebas dalam penelitian ini adalah Cash Position, Growth Potential, Firm Size, Debt to Equity Ratio, Profitability dan
Universitas Sumatera Utara
Holding. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Cash Position dan Debt to Equity Ratio memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Dividend Payout Ratio. Akbar (2005) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Net Profit Margin, Assets Turn Over, Sales Growth, dan Financial Leverage Terhadap Profitabilitas (Return on Assets) pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang Listing di BEJ”. Sampel penelitian berjumlah 8 perusahaan makanan dan minuman yang listing di BEJ dan periode penelitian dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2003. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis regresi berganda. Hasil penelitian secara simultan variabel Net Profit Margin, Assets Turn Over, Sales Growth, dan Debt To Total Assets berpengaruh signifikan terhadap Return on Assets tetapi secara parsial hanya variabel Net Profit Margin dan Sales Growth berpengaruh signifikan terhadap Return on Assets.
II.2. Teori tentang Rasio Keuangan II.2.1. Pengertian Rasio Keuangan Dalam mengevaluasi kinerja keuangan perusahaan setiap periodenya perusahan dapat menggunakan rasio keuangan untuk membantu menganalisis kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan, membantu mengidentifikasi penggunaan sumber daya yang dimiliki dan mencari peluang untuk memaksimalkan investasi yang dilakukan. Rasio Keuangan adalah alat yang digunakan untuk menganalisis kondisi keuangan dan kinerja perusahaan. Rasio keuangan merupakan indeks yang
Universitas Sumatera Utara
menghubungkan dua data keuangan dengan jalan membagi satu data dengan data lainnya (Van Horne dan Wachowicz, 2005:234). Menurut Lee (1990:23) “In order to make use of financial statement, an analyst needs some form of measure for analysis. Frequently, ratios are used to relate one piece of financial data to another. The ratios puts the two pieces of data on an equivalent base, which increases the usefulness of the data. Analyst of a series of ratios will give us a clear picture of a firm’s financial condition and performance” Mathur (1988:19) menyatakan bahwa: “The financial statements if utilized and interpreted carefully, can provide ”symptoms” of the condition of the firm. That is, just as a physician uses symptoms for diagnosis, a financial analyst or manager has to utilize his experience to interpret the ”symptoms” revealed by the financial statements to assess the financial economic, and managerial condition of the firm. He will typically combine and transfrom the entries in financial statements to extract maximum information from them. This process of analysis is called financial ratios analysis and serves two purposes : (1) creditors, lenders and investor perform ratio analysis in evaluating firm; and (2) the firm’s financial manager uses ratios in making decisions related to his responsibilities. It should be recognized that in typical situatuion ratios analysis is utilized in conjuction with actual and forecasted financial statements and various types of operational budgets”. Muslich (2003:44) menyatakan informasi yang didasarkan pada analisis keuangan mencakup penilaian keadaan keuangan perusahaan baik yang telah lampau, saat sekarang dan ekspetasi masa depan. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengidentifikasi setiap kelemahan dari keadaan keuangan yang dapat menimbulkan masalah di masa depan dan menentukan setiap kekuatan yang dapat dipergunakan.
Universitas Sumatera Utara
Disamping itu analisis yang dilakukan oleh pihak luar perusahaan dapat digunakan untuk menentukan tingkat kredibilitas atau potensi investasi. Keown et al (2008:75) menyatakan rasio keuangan membantu kita untuk mengindentifikasikan beberapa kelemahan dan kekuatan keuangan perusahaan serta kita dapat menggunakan rasio untuk menjawab beberapa pertanyaan penting tentang operasi perusahaan: (1) seberapa likuid perusahaan?; (2) apakah manajemen menghasilkan laba operasional yang cukup atas aktiva perusahaan yang ada?; (3) bagaimana perusahaan mendanai aktiva–aktivanya?; (4) apakah pemilik (pemegang saham) mendapatkan pengembalian yang cukup atas investasi mereka?. Mannes (1990:35) menyatakan “The financial health of a corporation is vitally important to managers, creditors and owners since they all have a vested interest in its well-being. Financial analysis is the general term used to described the process of interpreting the past, present and future financial condition of a company. The analyst is given a set of financial statements to analyze. The analyst calculates a few financial ratios which give an overview of the financial condition of the firm. If any problem are spotted, the analyst calculates additional ratios aimed at better understanding the problem areas. Once the problem areas are uncovered, the analyst formulates recommendations aimed at correcting problems”.
II.2.2. Cash Position Cash position merupakan rasio kas akhir tahun dibandingkan dengan laba bersih setelah pajak. Bagi perusahaan yang memiliki posisi kas yang semakin kuat
Universitas Sumatera Utara
maka akan semakin besar kemampuannya untuk membayar dividen. Faktor ini merupakan faktor internal yang dapat dikendalikan oleh manajemen perusahaan sehingga pengaruhnya dapat dirasakan secara langsung bagi kebijakan dividen. Sutrisno (2001:5) menyatakan posisi kas suatu perusahaan merupakan faktor yang penting yang harus dipertimbangkan, sebelum membuat keputusan untuk menentukan besarnya dividen yang akan dibayarkan, sehingga semakin kuat posisi kas perusahaan, berarti semakin besar kemampuannya untuk membayar dividen. Partington (1989:169) dalam Hartadi (2006:30) menyatakan dividen merupakan cash outflow dengan demikian semakin kuat posisi kas perusahaan akan semakin besar kemampuannya untuk membayarkan dividen dan rasio posisi kas merupakan perbandingan saldo kas akhir tahun dengan laba bersih setelah pajak. Posisi kas atau likuiditas perusahaan merupakan faktor yang penting yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk menetapkan besarnya dividen yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham. Oleh karena dividen merupakan “cash outflow”, maka makin kuat posisi kas perusahaan, berarti makin besar kemampuan perusahaan untuk membayar deviden (Riyanto, 2001:267). Menurut Stanley dan Geoffrey (1987) dalam Sutrisno (2001:5) rasio posisi kas dirumuskan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
II.2.3. Return on Assets Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba pada masa mendatang dan merupakan indikator dari keberhasilan operasi perusahaan. Perusahaan yang mempunyai profitabilitas yang tinggi akan menarik minat investor untuk menanamkan modalnya dengan harapan akan mendapatkan keuntungan yang tinggi pula. Faktor profitabilitas berpengaruh terhadap kebijakan dividen karena dividen adalah sebagian dari laba bersih yang diperoleh perusahaan, oleh karena itu dividen akan dibagikan apabila perusahaan memperoleh keuntungan (Puspita, 2009:35). Keuntungan yang layak dibagikan kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah perusahaan memenuhi kewajiban-kewajiban tetapnya yaitu bunga dan pajak. Oleh karena itu dividen yang diambilkan dari keuntungan bersih akan mempengaruhi dividend payout ratio. Perusahaan yang semakin besar keuntungannya akan membayar porsi pendapatan yang semakin besar sebagai dividen (Sudarsi 2002:79). Menurut Hanafi (2005:375) perusahaan yang mempunyai aliran kas atau profitabilitas yang baik bisa membayar dividen atau meningkatkan dividen. Hal yang sebaliknya akan terjadi jika jika aliran kas tidak baik. Alasan lain pembayaran dividen adalah untuk menghindari akuisisi oleh perusahaan lain.
Perusahaan yang
mempunyai kas yang berlebihan seringkali menjadi target dalam akuisisi. Untuk menghindari akuisisi, perusahaan tersebut bisa membayarkan dividen, dan sekaligus juga membuat senang pemegang saham.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Syamsudin (2000:63) “return on assets adalah merupakan pengukuran kemampuan perusahaan secara keseluruhan di dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan”. Husnan dan Pudjiastuti (2004:74) menyatakan return on assets menunjukkan seberapa besar laba bersih yang bisa diperoleh dari seluruh kekayaan yang dimiliki perusahaan. Kemudian Sundjaja dan Barlian (2002:122) berpendapat bahwa return on assets adalah ukuran keseluruhan keefektifan menajemen dalam menghasilkan laba dengan aktiva yang tersedia. Beberapa pendapat yang telah dikemukakan diatas telah menjelaskan bahwa return on assets merupakan rasio antara laba bersih setelah pajak dibandingkan dengan total aktiva. Pengukuran rasio return on assets merupakan sebagai indikator efektifitas penggunaan aktiva yang dimiliki perusahaan dan dapat membantu manajemen perusahaan dalam mengevaluasi investasi pada aktiva yang dilakukan agar dapat dioptimalkan untuk tahun berikutnya. Menurut Van Horne dan Wachowicz (2005:148) “rasio return on asssets digunakan untuk mengukur keseluruhan keefektifan dalam menghasilkan laba dengan aktiva yang tersedia”. Syamsudin (2000:63) menyatakan pentingnya pengukuran rasio ini didalam suatu perusahaan dimana semakin tinggi rasio return on assets, semakin baik keadaan suatu perusahaan. Perhitungan rasio return on assets adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Untuk mengevaluasi tingkat return on assets pihak manajemen dapat memperhatikan perkembangan net profit margin dan total assets turnover dari tahun ke tahun. Brigham dan Houston (2001:94) menyatakan pendekatan Du Pont memperlihatkan bagaimana hubungan diantara tingkat return on assets, net profit margin dan total assets turnover. Kemudian Atmadja (2005:419) berpendapat Du Pont Analys memperlihatkan bagaimana hubungan net profit margin dan total assets turnover dikombinasikan untuk menentukan tingkat return on assets. Du Pont memecah tingkat return on assets menjadi berbagai rasio lainnya yaitu net profit margin dan total assets turnover.
Van Horne dan Wachowizc (2005:226)
menyatakan bahwa return on assets merupakan fungsi dari net profit margin, dan total assets turnover. Akbar (2005) dalam penelitiannya menyatakan bahwa faktor–faktor yang mempengaruhi profitabilitas (return on assets) perusahaan yaitu net profit margin, assets turnover, sales growth dan financial leverage (debt to total assets). Net profit margin, assets turnover dan sales growth mempunyai pengaruh positif terhadap return on assets, hal ini berarti semakin meningkatnya net profit margin, assets turnover dan sales growth maka akan meningkatkan return on assets sedangkan debt to total assets mempunyai pengaruh negatif terhadap return on assets, hal ini berarti semakin menigkatnya debt to total assets maka akan menurunkan return on assets.
Universitas Sumatera Utara
II.2.4. Firm Size Firm Size merupakan simbol ukuran perusahaan. Proxy ini dapat ditentukan melalui log natural dari total assets tiap tahun. Faktor ini menjelaskan bahwa perusahaan besar dapat lebih mudah mengakses pasar modal dibandingkan dengan perusahaan kecil. Semakin besar ukuran perusahaan semakin mudah untuk mendapatkan modal eksternal dalam jumlah yang lebih besar terutama dari hutang (Sudarsi, 2002:80). Clearly (1999) dalam Puspita (2009:49) menyatakan perusahaan besar dengan akses pasar yang lebih baik seharusnya membayar dividen yang tinggi kepada pemegang sahamnya, sehingga antara ukuran perusahaan dan pembayaran dividen memiliki hubungan yang positif. Suatu perusahaan besar yang sudah mapan akan memiliki akses yang mudah menuju pasar modal, sementara perusahaan yang baru dan yang masih kecil akan mengalami banyak kesulitan untuk memiliki akses ke pasar modal.
Karena kemudahan akses ke pasar modal cukup berarti untuk
fleksibilitas dan kemampuannya untuk memperoleh dana yang lebih besar, sehingga perusahaan mampu memiliki rasio pembayaran dividen yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil. Sembiring (2008:35) menyatakan bahwa faktor ukuran perusahaan yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan merupakan faktor penting dalam pembentukan laba.
Perusahaan besar yang dianggap telah mencapai tahap
kedewasaan merupakan suatu gambaran bahwa perusahaan tersebut relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibandingkan dengan perusahaan kecil. Bagi
Universitas Sumatera Utara
perusahaan yang stabil biasanya dapat memprediksi jumlah keuntungan di tahun– tahun mendatang karena tingkat kepastian laba sangat tinggi. Sebaliknya bagi perusahaan yang belum mapan, besar kemungkinan laba yang diperoleh juga belum stabil karena kepastian laba lebih rendah. Dengan demikian semakin besar ukuran suatu perusahaan maka akan dapat menghasilkan laba yang lebih besar sehingga dapat membagikan dividen dalam jumlah yang lebih besar juga. Perusahaan yang besar juga cenderung melakukan diversifikasi usaha lebih banyak daripada perusahaan kecil. Oleh karena itu kemungkinan kegagalan dalam menjalankan usaha atau kebangkrutan akan lebih kecil. Ukuran perusahaan sering dijadikan indikator bagi kemungkinan terjadinya kebangkrutan bagi suatu perusahaan, dimana perusahaan dengan ukuran lebih besar dipandang lebih mampu menghadapi krisis dalam menjalankan usahanya. Hal ini akan mempermudah perusahaan dengan ukuran lebih besar untuk memperoleh pinjaman atau dana eksternal (Juniati, 2010:24). Perhitungan firm size adalah sebagai berikut: Firm Size = ln TA
II.2.5. Debt to Equity Rasio leverage merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur penggunaan hutang didalam perusahaan. Menurut Mannes (1990:51) menyatakan “Leverage ratios are designed to assess the balance of financing obtained through debt and equity sources. These ratios can be separated into two distinct groups: those that
Universitas Sumatera Utara
measure the relative proportion of debt and equity financing and those that measure the firm’s ability to service its debt obligations out of current earnings. A firm’s capital structure (the total dollar amount of long term financing including debt and equity sources) which is composed of even a small proportion of debt is said to have financial leverage.” Menurut Riyanto (2001:267) salah satu rasio yang termasuk dalam rasio solvabilitas/leverage adalah debt to equity ratio (DER). Rasio ini digunakan untuk mengetahui berapa bagian dari setiap modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan hutang (modal asing) perusahaan atau untuk menilai banyaknya hutang yang digunakan perusahaan. Semakin besar rasio ini menunjukkan semakin besar kewajibannya dan rasio yang semakin rendah akan menunjukkan semakin tinggi kemampuan perusahaan memenuhi kewajibannya. Apabila perusahaan menentukan bahwa pelunasan utangnya akan diambilkan dari laba ditahan, berarti perusahaan harus menahan sebagian besar dari pendapatannya untuk keperluan tersebut, yang ini berarti hanya sebagian kecil saja yang pendapatan yang dapat dibayarkan sebagai dividen. Van Horne dan Wachowicz (2005:137) menyatakan bahwa untuk menilai batasan perusahaan dalam meminjam uang maka dapat digunakan rasio hutang terhadap ekuitas yang merupakan perbandingan antara total hutang dengan ekuitas pemegang saham. Kemudian Mannes (1990:51) menjelaskan “Typically, corporate debt has a fixed interest rate and repayment schedule. Consequently, if this debt capital is profitably employed in high-yielding assets, the shareholders benefit large
Universitas Sumatera Utara
return, for the suppliers of the debt capital do not participate in the growth of earning.
Instead, bondholders receive the stated interest payments whether the
investment the financing is used for has a high return or low return. Obviously, there are risks inherent in using debt. If the investment does not pay off, the firm is still obligated to pay the interest and principal as it comes due. Because debt instrument are contractual and must be paid off, leverage ratio are designed to spot those firms which rely too heavily on debt sources”. Debt to equity ratio mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh berapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Semakin besar rasio ini menunjukkan semakin besar kewajibannya dan rasio yang semakin rendah akan menujukkan semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya. Peningkatan hutang ini akan mempengaruhi tingkat pendapatan bersih yang tersedia bagi pemegang saham, artinya semakin tinggi kewajiban perusahaan, akan semakin menurunkan kemampuan perusahaan dalam membayar dividen (Sudarsi, 2002:3). Sutrisno (2001:5) dalam penelitiannya menyatakan bahwa semakin rendah debt to equity maka akan semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya. Semakin besar proporsi hutang yang digunakan untuk struktur modal suatu perusahaan, maka akan semakin besar pula jumlah kewajibannya. Peningkatan hutang pada gilirannya akan mempengaruhi besar kecilnya laba bersih yang tersedia bagi para pemegang saham termasuk dividen yang akan diterima, karena kewajiban membayar hutang lebih diprioritaskan daripada pembagian dividen.
Universitas Sumatera Utara
Jika beban hutang semakin tinggi, maka kemampuan perusahaan untuk membagi dividen akan semakin rendah, sehingga debt to equity mempunyai hubungan negatif dengan dividend payout ratio. Perhitungan rasio debt to equity adalah sebagai berikut:
II.2.6. Net Profit Margin Menurut Syamsudin (2000:62) “net profit margin adalah merupakan rasio antara laba bersih (net profit) yaitu penjualan sesudah dikurangi dengan seluruh expenses termasuk pajak dibandingkan dengan penjualan”.
Halim dan Sarwoko
(1999: 62) menyatakan “net profit margin yakni perbandingan antara laba bersih (laba setelah biaya bunga dan pajak/EAT) dengan penjualan”. Kemudian Husnan dan Pudjiastuti (2004:74) menyatakan “rasio ini mengukur seberapa banyak keuntungan operasional diperoleh dari setiap rupiah penjualan”. Sundjaja dan Barlian dalam bukunya Manajemen Keuangan (2002:121) menjelaskan bahwa “marjin laba bersih adalah ukuran persentase dari setiap hasil sisa penjualan sesudah dikurangi semua biaya dan pengeluaran termasuk bunga dan pajak”.
Kemudian Van Horne dan Wachowicz (2005:224) berpendapat bahwa
“marjin laba bersih merupakan ukuran profitabilitas dari penjualan sesudah memperhitungkan semua biaya dan pajak penghasilan”.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa pendapat yang telah dikemukakan tentang net profit margin diatas telah menjelaskan bahwa net profit margin merupakan rasio antara laba bersih setelah pajak dibandingkan dengan jumlah penjualan. Net profit margin merupakan salah satu indikator penting yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan dengan menganalisis laporan keuangan yaitu untuk menunjukkan penghasilan bersih perusahaan per dolar atas penjualan, dengan kata lain rasio ini digunakan untuk mengukur profitabilitas (laba) yang berkaitan dengan penjualan yang dihasilkan (Van Horne dan Wachowicz, 2005:224). Syamsudin (2000:62) menyatakan pentingnya pengukuran rasio ini didalam suatu perusahaan dimana semakin tinggi net profit margin, semakin baik operasi suatu perusahaan. Tunggal (2000:166) berpendapat bahwa “rasio net profit margin menggambarkan tingkat keuntungan yang diperoleh (rate of return) dan menunjukkan keberhasilan atau tidaknya manajemen dibandingkan dengan produksi dan distribusi sebagai keseluruhan”. Pendapat-pendapat diatas telah menjelaskan pentingnya pengukuran rasio ini untuk mengetahui perkembangan kinerja keuangan yang berhubungan dengan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih setelah pajak dari penjualan yang dilakukan perusahaan. Perhitungan rasio net profit margin adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
II.2.7. Total Assets Turnover Rasio total assets turnover merupakan salah satu rasio yang sering digunakan oleh perusahaan untuk mengukur kinerja aktiva perusahaan. Rasio total assets turnover mempergunakan perbandingan antara tingkat penjualan dengan investasi dalam aktiva.
Asumsi yang diambil adalah terdapat hubungan antara penjualan
dengan aktiva tersebut (Muslich, 2003:50). Menurut Syamsudin (2000:62): “Total assets turnover menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan keseluruhan aktiva perusahaan didalam menghasilkan volume penjualan tertentu. Semakin tinggi rasio total assets turnover berarti semakin efisien penggunaan keseluruhan aktiva didalam menghasilkan penjualan. Total assets turnover ini penting bagi para kreditur dan pemilik perusahaan tetapi akan lebih penting lagi bagi manajemen perusahaan, karena hal ini akan menunjukkan efisien tidaknya penggunaan seluruh aktiva di dalam perusahaan”. Sementara itu Sundjaja dan Barlian (2002:115) menyatakan “perputaran total aktiva menunjukkan efisiensi dimana perusahaan menggunakan seluruh aktivanya untuk menghasilkan penjualan. Pada umumnya semakin tinggi perputaran aktiva, semakin efisien penggunaan aktiva tersebut”. Kemudian Halim dan Sarwoko (1999:60) berpendapat “rasio total assets turnover menunjukkan efektif tidaknya pemakaian aktiva, makin tinggi rasio ini menunjukkan makin efektif pemakaian aktivanya”. Van Horne dan Wachowicz (2005:221) dalam bukunya Prinsip–Prinsip Manajemen Keuangan menyatakan bahwa rasio ini menjelaskan hubungan dari penjualan bersih dengan aktiva total. Total assets turnover adalah merupakan
Universitas Sumatera Utara
perbandingan antara penjualan dengan total aktiva operasi (Halim dan Sarwoko, 1999:60). Pendapat–pendapat tersebut telah menjelaskan pentingnya total assets turnover dalam analisis rasio keuangan untuk mengukur kinerja keuangan khususnya aktiva perusahaan. Perhitungan rasio total assets turnover adalah sebagai berikut:
II.2.8. Sales Growth Menurut Akbar (2005:25) menyatakan bahwa sales growth sebagai salah satu rasio pertumbuhan adalah rasio yang menunjukkan suatu peningkatan penjualan yang dapat dicapai suatu badan usaha. Dengan sales growth yang tinggi maka badan usaha tersebut menunjukkan kemampuan dalam menembus pasar baru atau melakukan diversifikasi produk dan saluran distribusi serta menetapkan harga jual. Oleh karena itu sales growth harus selalu dipertahankan dan sales growth yang tinggi memberi indikator badan usaha yang bersangkutan dapat meningkatkan pertumbuhan perusahaannya dan diharapkan dapat meningkatkan laba yang dihasilkan. Hatta (2002) dalam Laksono (2006:19) menyatakan bagi perusahaan dengan tingkat pertumbuhan penjualan yang tinggi maka ada kecenderungan perusahaan membagikan dividen lebih konsisten dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang tingkat pertumbuhan penjualannya rendah karena perusahaan tersebut mampu meningkatkan laba perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Weston & Copeland (1992:187) dalam Akbar (2005:25) rasio sales growth dapat dirumuskan sebagai berikut:
II.2.9. Debt to Total Assets Menurut Mathur (1988:27) menyatakan total debts to total assets ratio is obtained by dividing total debt by total assets and represents the proportion of assets that is financed by debt. Keown et al (2008:70) menyatakan rasio utang merupakan perbandingan antara total hutang dengan total aktiva, rasio ini menunjukkan berapa banyak hutang yang digunakan untuk membiayai aset-aset perusahaan. Kemudian Mannes (1990:53) menjelaskan ”Debt ratio is a ratio computed by dividing total liabilities by total assets, the debt ratio measures the proportion of a company’s total financing being supplied by debt sources, such as account payables, bank loan, bonds or mortgages”. Menurut Jensen (1986) dalam Ardiana (2010:17-18) menyatakan bahwa utang memainkan peran penting dalan memotivasi manajer untuk meningkatkan efisiensi organisasi dan rasio utang yang optimal diperoleh ketika tambahan manfaat (marginal benefit) dari utang tersebut sama dengan tambahan biayanya. Pendapat Jensen (1986) ini melengkapi pendapat yang diungkapkan oleh Brigham dan Houston (2004) bahwa pada range tertentu yaitu pada saat marginal benefit lebih besar daripada marginal cost, profitabilitas meningkat sampai titik tertentu seiring dengan
Universitas Sumatera Utara
meningkatnya
utang.
Akan
tetapi,
profitabilitas
menurun
seiring
dengan
meningkatnya utang pada saat marginal cost lebih besar daripada marginal benefit. Laksono (2006:21) dalam penelitiannya berpendapat bahwa debt to total assets merupakan rasio antara total hutang (total debts) baik hutang jangka pendek (current liability) dan hutang jangka panjang (long term debt) terhadap total aktiva (total assets) baik aktiva lancar (current assets) maupun aktiva tetap (fixed assets) dan aktiva lainnya (other assets). Rasio ini menunjukkan besarnya hutang yang digunakan untuk membiayai aktiva yang digunakan oleh perusahaan dalam rangka menjalankan aktivitas operasionalnya. Semakin besar rasio debt to total assets menunjukkan semakin besar tingkat ketergantungan perusahaan terhadap pihak eksternal (kreditur) dan semakin besar pula beban biaya hutang (biaya bunga) yang harus dibayar oleh perusahaan. Dengan semakin meningkatnya rasio debt to total assets (dimana beban hutang juga semakin besar) maka hal tersebut berdampak terhadap profitabilitas yang diperoleh perusahaan, karena sebagian digunakan untuk membayar bunga pinjaman. Dengan biaya bunga yang semakin besar, maka profitabilitas (earnings after tax) semakin berkurang (karena sebagian digunakan untuk membayar bunga), maka hak para pemegang saham (dividen) juga semakin berkurang (menurun). Pendapat – pendapat tersebut telah menjelaskan pentingnya debt to total assets dalam analisis rasio keuangan untuk mengukur kinerja keuangan khususnya penggunaan hutang perusahaan. Perhitungan rasio debt to total assets adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
II.3. Teori tentang Dividen II.3.1 Pengertian Dividen Keuntungan yang diperoleh investor atau pemegang saham dapat berupa capital gain dan dividen. Capital gain adalah perolehan keuntungan dari selisih lebih antara harga jual dengan harga beli saham sedangkan dividen merupakan pendapatan yang diterima pemegang saham secara periodik dari sebagian laba bersih yang disisihkan oleh perusahaan. Dividen juga merupakan sebagai harapan bagi para investor, artinya pada titik tertentu para investor mengharapkan adanya pembagian laba dari laba yang diperoleh perusahaan. Levy dan Sarnat (1990:407) menyatakan “a dividend as a sum of money paid to shareholders of a corporation out of earnings”.
Kemudian Tampubolon
(2005:183) berpendapat pendapatan korporasi yang dibagikan kepada pemegang saham disebut sebagai dividen (dividend). Dividen dibayarkan baik dalam cash maupun dalam bentuk saham yang biasanya diterbitkan secara kuartalan. Rosdini (2009:3) menyatakan dividen adalah suatu bentuk pembayaran yang dilakukan oleh perusahaan kepada para pemiliknya, baik dalam bentuk kas maupun saham. Sutrisno (2001:3) menyatakan dividen diartikan sebagai pembayaran kepada para pemegang saham oleh pihak perusahaan atas keuntungan yang diperolehnya. Sundjaja dan Barlian (2002) menyatakan bahwa dividen tunai yang diharapkan
Universitas Sumatera Utara
merupakan variabel pengembalian utama dimana pemilik dan investor akan menentukan nilai saham. Dividen tunai adalah sumber dana aliran kas untuk pemegang saham dan memberikan informasi tentang kinerja perusahaan saat ini dan akan datang. Marthur (1988:279) menyatakan “Dividends, in the normal use of the word, refer to that portion of retained earnings that is paid to stockholders. Dividend policy refers to the policy of guidelines that management uses in establishing the portion of retained earnings that is to be paid in dividends”.
II.3.2. Teori Kebijakan Pembayaran Dividen Kebijakan dividen mencakup keputusan mengenai apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham atau akan ditahan untuk reinvestasi dalam perusahaan.
Salah satu kompoenen penting dalam kebijakan
dividen adalah dividend payout ratio, yang menunjukkan jumlah dividen per saham (dividend per share) relatif terhadap pendapatan per saham (earning per share) atau jumlah dividen kas relatif terhadap laba setelah pajak (earning after tax) yang tersedia untuk pemegang saham biasa (Halim, 2007:98).
Menurut Sartono
(2001:281) menyatakan ”kebjakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi di masa datang”. Gitosudarmo dan Basri (2002:227) berpendapat bahwa politik dividen berpengaruh
Universitas Sumatera Utara
baik pada jangka panjang maupun bagian yang dibagikan kepada pemegang saham maka dalam hal ini terdapat 2 pendekatan dalam membahas masalah dividen: 1. Sebagai kebijaksanaan pembelanjaan jangka panjang Dalam pendekatan ini berpandangan bahwa semua laba sesudah pajak yang diperoleh oleh perusahaan adalah merupakan sumber dana jangka panjang. Pengumuman atas pembagian laba sebagai dividen berarti pengurangan terhadap sumber dana jangka panjang yang dapat dipergunakan untuk membelanjai kebutuhan perkembangan usaha. Oleh karena itu pembagian dividen akan berakibat penekanan terhadap perkembangan usaha ataupun paksaan terhadap pencairan
dana
eksterm.
Apabila
perusahaan
memiliki
suatu
rencana
pengembangan usaha yang cukup menggembirakan di masa depan maka perlulah dipupuk sumber dana dari dalam perusahaan tersebut. Di samping itu apabila atas dasar pertimbangan biaya kapital yang rendah dituntut untuk membentuk struktur kapital yang dikehendaki diperbesarnya sumber dana modal sendiri. 2. Sebagai kebijaksanaan untuk memaksimumkan nilai perusahaan Dalam pendekatan ini berpandangan bahwa kebijaksanaan dividen mempunyai pengaruh yang kuat terhadap harga pasar dari saham yang beredar. Oleh karena itu maka manajer dalam hal ini dituntut untuk membagikan dividen sebagai realisasi dari harapan hasil yang didambakan oleh seorang investor dalam mengeluarkan uangnya untuk membeli saham tersebut. Menurut Tampubolon (2005:185) ada beberapa kebijakan dividen yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Kebijakan Dividen yang Stabil (Stable Dividend per Share Policy) Kebijaksanaan dividen yang stabil biasanya dilakukan korporasi yang mempunyai tingkat risiko yang rendah. Walaupun dalam satu tahun korporasi menunjukkan kerugian dan tidak memperoleh profit dividen, karena sudah menjadi suatu kebijaksanaan, maka dividen harus tetap dipertahankan untuk dibayar, demi mempertahankan atau menghilangkan konotasi negatif, baik terhadap investor yang sekarang maupun yang akan datang. 2. Rasio Konstan Pembayaran Dividen (Constant Dividend Pay Out Ratio) Dengan kebijaksanaan seperti ini, suatu persentasi yang tetap dari pendapatan akan dibayarkan sebagai dividen. Karena net income selalu berbeda-beda, maka dividen yang akan dibayarkan akan berbeda pula dengan pendekatan ini. 3. Kebijaksanaan Secara Kompromi (A Compromise Policy) Kompromi adalah salah satu pendekatan yang terbaik di dalam menentukan kebijaksanaan dividen. Dalam menentukan suatu kebijaksanaan, dapat ditentukan suatu cara untuk mendapatkan jalan keluar yang sama–sama menguntungkan, baik kepada pemegang saham maupun bagi manajemen korporasi.
4. Kebijaksanaan Dividen Secara Residu (Risudual Dividend Policy) Di dalam kesempatan investasi suatu korporasi yang tidak stabil, korporasi menginginkan untuk mempertimbangkan suatu kebijaksanaan yang berfluktuasi. Dengan kebijaksanaan seperti ini, jumlah penghasilan yang ditahan tergantung
Universitas Sumatera Utara
pada adanya kesempatan – kesempatan investasi dalam tahun tertentu. Dividen yang dibayarkan menunjukkan jumlah residu (residual amount) dari pendapatan setelah kebutuhan investasi korporasi dapat dipenuhi. Brigham dan Houston (2001:198) menyatakan bahwa ada tiga teori kebijakan dividen dari preferensi investor, yaitu : teori ketidakrelevanan dividen, teori ”bird-inthe-hand” dan teori preferensi pajak. 1. Teori Ketidakrelevanan Dividen (Dividend Irrelevance Theory) Teori ini menyatakan bahwa kebijakan dividen perusahaan tidak mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan maupun biaya modalnya. Pendukung utama teori ketidakrelevanan dividen ini adalah Merton Miller dan Franco Modigliani (MM). Mereka berpendapat bahwa nilai suatu perusahaan hanya ditentukan oleh kemampuan dasarnya untuk menghasilkan laba dan risiko bisnisnya, artinya nilai suatu perusahaan tergantung semata – mata pada pendapatan yang dihasilkan oleh aktivanya, bukan pada bagaimana pendapatan tersebut dibagi diantara dividen dan laba yang ditahan. Dengan demikian kebijakan dividen sebenarnya tidak relevan untuk dipersoalkan.
2. Teori ”Bird-in-The-Hand” Myron Gordon dan John Linther berpendapat bahwa sesungguhnya investor jauh lebih menghargai pendapatan yang diharapkan dari dividen daripada pendapatan yang diharapkan dari keuntungan modal karena komponen hasil dividen,
Universitas Sumatera Utara
risikonya lebih kecil. Miller dan Modigliani (MM) tidak setuju dan menganggap pendapat Gordon-Linther sebagai kekeliruan “Bird-in-The-Hand” karena menurut pandangan MM, kebanyakan investor merencanakan untuk menginvestasikan kembali dividen mereka dalam saham dari perusahaan bersangkutan atau perusahaan sejenis, dan dalam banyak kasus, tingkat risiko dari arus kas perusahaan bagi investor dalam jangka panjang hanya ditentukan oleh tingkat risiko arus kas operasinya, bukan oleh kebijakan pembagian dividennya. 3. Teori Preferensi Pajak Teori preferensi pajak (tax preference theory) adalah suatu teori yang menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap keuntungan dividen dan capital gains maka para investor lebih menyukai capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak. Berdasarkan ketiga konsep teori tersebut, perusahaan dapat melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Jika manajemen percaya bahwa dividend irrelevance theory dari M-M itu benar maka perusahaan tidak perlu memperhatikan besarnya dividen yang harus dibagikan. 2. Jika perusahaan menganut bird-in-the-hand theory maka perusahaan harus membagi seluruh EAT (Earning After Tax) dalam bentuk dividen. 3. Jika manajemen cenderung mempercayai tax preference theory maka perusahaan harus menahan seluruh keuntungan atau dengan kata lain dividend payout ratio=0%.
Menurut Gitosudarmo dan Basri (2002:230) menyatakan ada beberapa kebijaksanaan dividen yang dapat dilakukan yaitu: 1. Stable Dividend Policy (Kebijaksanaan Pembayaran Dividen yang Stabil)
Universitas Sumatera Utara
Pada kebijaksanaan ini besarnya dividen yang dibayarkan selalu stabil dalam jumlah yang tetap, stabil yang makin naik dan stabil yang semakin menurun. Jadi besarnya dividen yang dibayarkan dalam jumlah yang selalu stabil walaupun terjadi fluktuasi dalam net income. 2. Fluctuating Dividend Policy (Kebijaksanaan Pembayaran Dividen yang Berfluktuasi) Pada kebijaksanaan ini besarnya dividen yang dibayarkan mendasarkan pada tingkat keuntungan pada setiap akhir periode. Apabila tingkat pada tingkat keuntungan tinggi maka besarnya dividen yang dibayarkan relatif tinggi, dan sebaliknya bila tingkat keuntungan rendah maka besarnya dividen yang dibayarkan juga rendah, atau dapat dikatakan besarnya selalu proporsional dengan tingkat keuntungannya. 3. Kombinasi Stable Dividend Policy dan Fluctuating Dividend Policy Pada kebijaksanaan ini besarnya dividen yang dibayarkan sebagian ada yang bersifat stabil atau tetap, tetapi sebagian yang lain bersifat proporsional dengan tingkat keuntungan yang dicapai. Apabila perusahaan tidak mendapatkan laba para pemegang saham masih mendapatkan dividen tetap dan apabila didapatkan keuntungan dari hasil operasinya didapatkan bagian dari keuntungan. Bagian dividen yang bersifat proporsional besarnya tidak sama dengan dividen yang menggunakan kebijakan fluktuatif. Nasution (2004:19) menyatakan kendala–kendala bagi perusahaan dalam membagikan dividen adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Kas yang tidak mencukupi. Dana perusahaan yang likuid harus dikaitkan dengan hutang-hutang dan persediaan. Jika tidak, maka perusahaan akan mengalami kesulitan pada saat perjanjian telah ditetapkan. 2. Hambatan kontrak. Karena kesulitan likuiditas atau pembiayaan, kreditur mungkin mensyaratkan pembatasan pembayaran dividen sehubungan dengan perjanjian hutang yang telah dibuat. Dalam kondisi seperti ini, perusahaan akan menyetujui kontrak pembatasan dividen untuk menahan labanya agar dapat meningkatkan modal peusahaan guna menurunkan rasio hutang terhadap modalnya (DER) dan agar dapat meningkatkan likuiditas perusahaan dalam pembayaran bunga yang telah ditetapkan. 3. Aspek legal. Pembayaran dividen dapat dikaitkan dengan persyaratan tertentu, misalnya batasan laba ditahan yang harus dipenuhi sebelum melakukan pembayaran dividen, agar perusahaan tidak menyesatkan investor karena kandungan informasi yang dikandung oleh dividen akan memberikan tanda bagi para investor yang akan digunakan sebagai pedoman dalam melakukan transaksi jual-beli saham.
II.3.3. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Rasio Pembayaran Dividen
Universitas Sumatera Utara
Dalam menentukan kebijakan pembayaran dividen yang optimal sesuai dengan kemampuan dan tujuan perusahaan maka pihak manajemen perusahaan terutama manajer keuangan dapat mengukurnya melalui dividend payout ratio. Marlina dan Danica (2009:1) dalam penelitiannya menyatakan pertimbangan mengenai dividend payout ratio sangat berkaitan dengan kinerja keuangan perusahaan. Bila kinerja keuangan perusahaan bagus maka perusahaan tersebut akan mampu menetapkan besarnya dividend payout ratio sesuai dengan harapan pemegang saham dan tentu saja tanpa mengabaikan kepentingan perusahaan untuk tetap sehat dan tumbuh. Menurut Gitosudarmo dan Basri (2002:232): “Dividend payout ratio adalah perbandingan antara dividen yang dibayarkan dengan laba bersih yang didapatkan dan biasanya disajikan dalam bentuk persentase. Semakin tinggi dividend payout ratio akan menguntungkan para investor tetapi dari pihak perusahaan akan memperlemah internal financial karena memperkecil laba ditahan. Tetapi sebaliknya dividend payout ratio semakin kecil akan merugikan para pemegang saham (investor) tetapi internal financial perusahaan semakin kuat”. Ada berbagai faktor yang mempengaruhi dividend payout ratio harus dipertimbangkan oleh manajer keuangan. Menurut Sartono (2001:292) menyatakan faktor – faktor yang sesungguhnya terjadi dan harus dianalisis dalam kaitannya dengan kebijakan dividen sebagai berikut:
1. Kebutuhan dana perusahaan
Universitas Sumatera Utara
Kebutuhan dana bagi perusahaan dalam kenyataannya merupakan faktor yang harus dipertimbangkan, aliran kas perusahaan yang diharapkan, pengeluaran modal di masa datang yang diharapkan, kebutuhan tambahan piutang dan persediaan, pola (skedul) pengurangan utang dan masih banyak faktor lain yang mempengaruhi posisi kas perusahaan harus dipertimbangkan dalam analisis kebijakan dividen. 2. Likuiditas Likuiditas perusahaan merupakan pertimbagan utama dalam banyak kebijakan dividen, karena dividen bagi perusahaan merupakan kas keluar, maka semakin besar posisi kas dan likuiditas perusahaan secara keseluruhan akan semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. Perusahaan yang sedang mengalami pertumbuhan dan profitable akan memerlukan dana yang cukup besar guna membiayai investasinya. 3. Kemampuan meminjam Posisi likuiditas perusahaan dapat diatas dengan kemampuan perusahaan untuk meminjam dana jangka pendek. Kemampuan meminjam dalam jangka pendek tersebut akan meningkatkan flexibilitas likuiditas perusahaan. Kemampuan meminjam yang lebih besar, fleksibilitas yang lebih besar akan memperbesar kemampuan membayar dividen. 4. Keadaan pemegang saham Jika perusahaan itu kepemilikan sahamnya relatif tertutup, manajemen biasanya mengetahui dividen yang diharapkan oleh pemegang saham dan dapat bertindak
Universitas Sumatera Utara
dengan tepat. Jika hampir semua pemegang saham berada dalam golongan high tax dan lebih suka memperoleh capital gains, maka perusahaan dapat mempertahankan dividend payout ratio yang rendah. Dengan dividend payout ratio yang rendah tentunya dapat diperkirakan apakah perusahaan akan menahan laba untuk kesempatan investasi yang profitable. Untuk perusahaan yang jumlah pemegang sahamnya besar hanya dapat menilai dividen yang diharapkan pemegang saham dalam konteks pasar. 5. Stabilitas dividen Bagi para investor faktor stabilitas dividen akan lebih menarik daripada dividend payout ratio yang tinggi. Stabilitas disini dalam arti tetap memperhatikan tingkat pertumbuhan perusahaan, yang ditunjukkan oleh koefisien arah yang positif. Kemudian Levy dan Sarnat (1990:417-418) berpendapat faktor – faktor yang mempengaruhi kebijakan pembayaran dividen adalah: 1. Floatation and Transaction Costs In practice retained earnings and new issues are not perfect substitutes. This is a consideration that may favor the use of retained earnings. Another factor that may favor the use of retained earnings is the existence of transaction costs. Shareholders who want to increase their investment in the firm will prefer to forego cash dividends, thereby increasing the investment in the firm, without the need to pay commissions on share purchases.
Universitas Sumatera Utara
2. Control In order to ensure control, some firms operate under a self-imposed constraint that limits the amount of external financing which can be used.
Such
consideration are prevalent among closely held or family-held firms. New issues of common stock dilute control, while after a point further increases in debt become undesirabel or even impossible. 3. Informational Content of Dividends In the real world, relevant information regarding a firm’s dividends can be (and probably) important purveyors of information to investors. Informational content of dividends is changes in the dividend rate that affect investors’ expectations regarding a firm’s future prospects. 4. Cash Position A firm’s cash position is another important factor that influences long-run dividend policy. Clearly a cash dividend requires that the needed cash balance be on hand, so liquidity can also be a factor affecting the dividend decision. A rapidly expanding and very profitable firm is often plagued by chronic shortages of cash. Such a firm usually prefers to set a relatively low dividend payout ratio and to plow back most of its earnings into financing further growth. The firm could, of course, turn to the capital market for funds. However, the uncertainty caused by rapid expansion often leads to the establishment of a “safe” dividend policy - that is, one that can be maintained should the rate of growth in earnings decline in the future.
Universitas Sumatera Utara
5. Stability of Earnings In general, the greater the risk of larger fluctuations in future earnings, the greater probability that the firm will adopt a policy of setting a relatively low dividend payout ratio. 6. Legal Constraints There may at times be a legal constraint against declaring cash dividends. Similarly, dividends can be paid only out of earnings; they are usually not permitted if they reduce the firm’s paid in capital. Halim (2007:97) berpendapat bahwa manajer keuangan perlu memperhatikan faktor – faktor yang mempengaruhi kebjiakan dividen meliputi (a) posisi likuiditas; (b) kebutuhan pelunasan hutang; (c) pembatasan dalam perjanjian hutang; (d) tingkat ekspansi aset; (e) tingkat laba; (f) stabilitas laba; (g) akses ke pasar modal; (h) kendali perusahaan; (i) kemampuan meminjam. Van Horne dan Wachowicz (2005:279-284) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan pembayaran dividen adalah sebagai berikut: 1. Aturan – aturan Hukum Hukum badan perusahaan memutuskan legalitas distribusi apa pun kepada para pemegang saham biasa perusahaan. Aturan – aturan hukum ini berkaitan dengan penurunan nilai modal, insolvensi (kebangkrutan) dan penahanan laba yang tidak dibenarkan.
Universitas Sumatera Utara
2. Kebutuhan Pendanaan Perusahaan Kemungkinan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan dividen harus dianalisis dalam kaitannya dengan distribusi probabilitas kemungkinan arus kas masa depan dan juga saldo kas. Berdasarkan analisis ini, perusahaan dapat menentukan dana residual yang mungkin dimiliki di masa depan. 3. Likuiditas Likuiditas perusahaan merupakan pertimbangan utama dalam banyak keputusan dividen. Karena dividen menunjukkan arus kas keluar, semakin besar posisi kas dan keseluruhan likuiditas perusahaan, maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. 4. Kemampuan untuk Meminjam Jika perusahaan memiliki kemampuan untuk meminjam dalam jangka waktu relatif singkat, maka dapat dikatakan perusahan tersebut fleksibel secara keuangan. Semakin besar dan semakin kuat perusahaan, maka akan semakin baik aksesnya ke pasar modal. Semakin besar kemampuan perusahan untuk meminjam, maka akan semakin besar fleksibilitasnya untuk meminjam, dan semakin besar pula kemampuannya untuk membayar dividen tunai. 5. Batasan – batasan dalam Kontrak Utang Syarat perjanjian utang (covenant) sebagai pelindung dalam kesepakatan obligasi atau perjanjian pinjaman sering kali meliputi batasan untuk pembayaran dividen. Batasan tersebut ditentukan oleh pihak pemberi pinjaman untuk menjaga kemampuan perusahaan membayar hutang.
Universitas Sumatera Utara
6. Pengendalian Jika perusahaan membayar dividen dalam jumlah yang cukup besar, maka perusahaan perlu mengumpulkan modal di kemudian hari melalui penjualan saham agar dapat membiayai berbagai peluang investasi yang menguntungkan. Berdasarkan situasi semacam ini, pihak yang memiliki kendali atas perusahaan (controlling interest) dapat terdilusi jika pemegang saham mayoritas tidak atau tidak dapat memesan saham tambahan. Para pemegang saham ini mungkin lebih menginginkan pembayaran dividen dalam jumlah rendah dan melakukan pendanaan investasi melalui laba ditahan. Menurut Tampubolon (2005:186): Kebijaksanaan dividen dari suatu korporasi merupakan fungsi dari beberapa faktor. Faktor – faktor yang mempengaruhi kebijaksanaan dividen tersebut antara lain adalah : (1) tingkat perutmbuhan korporasi (company growth rate); (2) keterikatan dalam rapat (restrictive convenant); (3) profitability; (4) stabilitas laba (earning stability); (5) kontrol perbaikan (maintenance control); (6) memahami pengungkit keuangan (degree of financial leverage); (7) kemampuan untuk kondisi keuangan eksternal (ability to finance externally); (8) keadaan tak terduga (uncertainity); (9) ukuran dan umur korporasi (age and size). Menurut Gitosudarmo dan Basri (2002:232) besar kecilnya dividend payout ratio dipengaruhi oleh beberapa faktor: 1. Faktor likuiditas Semakin tinggi likuiditas akan meningkatkan dividend payout ratio dan sebaliknya semakin rendah likuiditas akan menurunkan dividend payout ratio.
Universitas Sumatera Utara
2. Kebutuhan dana untuk melunasi utang Semakin besar dana untuk melunasi utang baik untuk obligasi hipotek dalam tahun tersebut yang diambilkan dari kas maka akan berakibat menurunkan dividend payout ratio dan sebaliknya. 3. Tingkat ekspansi yang direncanakan Semakin tinggi tingkat ekspansi yang direncanakan oleh perusahaan berakibat mengurangi dividend payout ratio karena laba yang diperoleh diprioritaskan untuk penambahan aktivitas. 4. Faktor pengawasan Semakin terbukanya perusahaan atau semakin banyaknya pengawas cenderung akan memperkuat modal sendiri sehingga mengakibatkan kenaikan dividend payout ratio dan sebaliknya semakin tertutupnya perusahaan akan menurunkan dividend payout ratio. 5. Ketentuan – ketentua dari Pemerintah Ketentuan–ketentuan tersebut dimaksud adalah yang berkaitan dengan laba perusahaan maupun pembayaran dividen. 6. Pajak kekayaan/penghasilan dari pemegang saham Apabila para pemegang saham adalah ekonomi lemah yang bebas pajak maka dividend payout ratio lebih tinggi dibanding apabila pemegang saham para ekonomi kuat yang kena pajak.
Universitas Sumatera Utara
Rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio) dirumuskan sebagai berikut:
Dengan demikian kebijakan pembayaran dividen yang tergambar pada dividend payout rationya merupakan penggunaan laba bersih setelah pajak yang akan dibagikan kepada para pemegang saham dan yang akan digunakan untuk membiayai investasi perusahaan. Apabila perusahaan memilih untuk membagikan laba yang diperolehnya dalam bentuk dividen, maka akan mengurangi laba ditahan dan selanjutnya mengurangi total sumber dana internal.
Sebaliknya, jika perusahaan
memilih untuk menahan laba yang diperolehnya, maka kemampuan pembentukan dana internal akan semakin besar. Dividend payout ratio merupakan perbandingan dividen kas per lembar saham terhadap laba yang diperoleh per lembar saham. Dalam penentuan
dividend
payout
ratio
yang
optimal
manajer
keuangan
harus
mempertimbangkan berbagai faktor sehingga keputusan kebijakan pembayaran dividen yang diambil akan memberikan dampak yang positif bagi perusahaan dan investor sebagai pemegang saham. Kebijakan dividen yang optimal adalah kebijakan dividen yang menciptakan keseimbangan diantara dividen saat ini dan pertumbuhan di masa mendatang sehingga dapat memaksimumkan harga saham perusahaan.
II.4.
Kerangka Berpikir
Universitas Sumatera Utara
Levy dan Sarnat (1990:407) menyatakan “a dividend as a sum of money paid to shareholders of a corporation out of earnings”. Tampubolon (2005:183) menyatakan pendapatan korporasi yang dibagikan kepada pemegang saham disebut sebagai dividen (dividend). Dividen dibayarkan baik dalam cash maupun dalam bentuk saham yang biasanya diterbitkan secara kuartalan. Rosdini (2009:3) berpendapat bahwa dividen adalah suatu bentuk pembayaran yang dilakukan oleh perusahaan kepada para pemiliknya, baik dalam bentuk kas maupun saham. Dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham tergantung kepada kebijakan masing-masing perusahaan, sehingga memerlukan pertimbangan yang lebih serius dari manajemen perusahaan.
Manajemen perusahaan harus
mempertimbangkan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kebijakan pembayaran dividen. Dalam penentuan dividend payout ratio maka ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan manajer keuangan.
Menurut Sartono (2001:292) menyatakan
faktor–faktor yang sesungguhnya terjadi dan harus dianalisis dalam kaitannya dengan kebijakan dividen sebagai berikut : (1) kebutuhan dana perusahaan; (2) likuiditas; (3) kemampuan meminjam; (4) keadaaan pemegang saham; (5) stabilitas dividen. Halim (2007:97) berpendapat bahwa manajer keuangan perlu memperhatikan faktor – faktor yang mempengaruhi kebjiakan dividen meliputi (a) posisi likuiditas; (b) kebutuhan pelunasan hutang; (c) pembatasan dalam perjanjian hutang; (d) tingkat ekspansi aset; (e) tingkat laba; (f) stabilitas laba; (g) akses ke pasar modal; (h) kendali perusahaan; (i) kemampuan meminjam.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Tampubolon (2005:186) : Kebijaksanaan dividen dari suatu korporasi merupakan fungsi dari beberapa faktor. Faktor – faktor yang mempengaruhi kebijaksanaan dividen tersebut antara lain adalah : (1) tingkat pertumbuhan korporasi (company growth rate); (2) keterikatan dalam rapat (restrictive convenant); (3) profitability; (4) stabilitas laba (earning stability); (5) kontrol perbaikan (maintenance control); (6) memahami pengungkit keuangan (degree of financial leverage); (7) kemampuan untuk kondisi keuangan eksternal (ability to finance externally); (8) keadaan tak terduga (uncertainity); (9) ukuran dan umur korporasi (age and size). Kebijakan pembayaran dividen tergambar pada dividend payout rationya yaitu merupakan persentasi laba yang dibagikan dalam bentuk dividen tunai. Pembayaran dividen khususnya secara tunai kepada pemegang saham sangat tergantung pada cash position yang tersedia karena pembayaran dividen merupakan aliran kas keluar, sehingga semakin kuat posisi kas perusahaan, berarti semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayarkan dividen. Dividen yang dibagikan perusahaan merupakan arus keluar, sehingga posisi likuiditas atau posisi kas perusahaan penting untuk dipertimbangkan sebelum perusahaan membagikan dividennya.
Semakin kuat posisi likuiditas atau kas
perusahaan maka semakin besar kemampuannya membayar dividen (Riyanto, 2001:202). Laba bersih setelah pajak yang dihasilkan perusahaan merupakan dividen yang akan dibagikan kepada pemegang saham. Perusahaan yang memperoleh laba yang besar cenderung akan akan membayar porsi laba yang lebih besar sebagai
Universitas Sumatera Utara
dividen. Semakin besar tingkat laba (profitability) yang diperoleh maka semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayarkan dividen. Muslich (2003:51) menyatakan bahwa pengukuran tingkat profitabilitas dapat dilakukan dengan membandingkan tingkat return on asset dengan tingkat return yang diminta oleh investor dalam pasar modal. Jika hasil yang diharapkan lebih besar dari pada hasil yang diminta, maka investasi tersebut dikatakan sebagai menguntungkan. Return on assets menunjukkan kemampuan modal yang diinvestasikan dalam total aktiva untuk menghasilkan laba perusahaan. Semakin tinggi return on asset maka kemungkinan pembagian dividen juga semakin banyak (Syamsudin, 2000:63). Firm size adalah simbol ukuran perusahaan. Proxy ini dapat ditentukan melalui log natural dari total assets (Ln TA) tiap tahun. Faktor ini menjelaskan bahwa suatu perusahaan yang mapan dan besar memiliki akses yang lebih mudah ke pasar modal, sedangkan perusahaan kecil tidak mudah (Sudarsi, 2002:80). Debt to equity merupakan rasio leverage yang mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Semakin besar proporsi hutang yang digunakan untuk struktur modal suatu perusahaan, maka akan semakin besar pula jumlah kewajibannya. Jika beban hutang semakin tinggi, maka kemampuan perusahaan untuk membagi dividen akan semakin rendah, sehingga debt to equity mempunyai hubungan negatif dengan dividend payout ratio (Sutrisno, 2001:5).
Universitas Sumatera Utara
Faktor likuiditas tergambar melalui rasio cash position, faktor profitabilitas tergambar melalui rasio return on assets, faktor firm size tergambar melalui log natural dari total assets tiap tahun dan faktor leverage tergambar melalui rasio debt to equity. Dengan demikian pihak manajemen perusahaan dapat mempertimbangkan cash position, tingkat return on assets, firm size dan debt to equity dalam menentukan persentase dividend payout ratio yang akan diberikan kepada pemegang saham. Untuk menggambarkan hubungan antar variabel–variabel yang telah diuraikan dapat dilihat dalam kerangka pemikiran pada Gambar I.1 berikut:
Net Profit Margin
Cash Position
Total Assets Turnover
Return on Assets
Sales Growth
Firm Size
Debt to Total Assets
Debt to Equity
Dividend Payout Ratio
Gambar II.1. Kerangka Berpikir Hipotesis Penelitian Untuk mengevaluasi tingkat return on assets pihak manajemen dapat memperhatikan perkembangan net profit margin dan total assets turnover dari tahun ke tahun.
Brigham dan Houston (2001:94) menyatakan pendekatan Du Pont
memperlihatkan bagaimana hubungan diantara tingkat return on asset, net profit
Universitas Sumatera Utara
margin dan total assets turnover. Menurut Atmadja (2005:419) berpendapat Du Pont Analys memperlihatkan bagaimana hubungan net profit margin dan total asset turnover dikombinasikan untuk menentukan tingkat return on assets. Du Pont memecah tingkat return on assets menjadi berbagai rasio lainnya yaitu net profit margin dan total assets turnover.
Van Horne dan Wachowizc (2005:226)
menyatakan bahwa return on assets merupakan fungsi dari net profit margin, dan total assets turnover. Kemudian Akbar (2005) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa faktor– faktor yang mempengaruhi profitabilitas (return on assets) perusahaan yaitu net profit margin, assets turnover, sales growth dan financial leverage (debt to total assets) Dengan demikian untuk dapat menganalisis tingkat return on assets dalam perusahaan maka dapat dinilai dari rasio net profit margin, total assets turnover, sales growth dan debt to total assets sehingga dapat dipahami secara lebih mendalam faktor yang mempengaruhi besar kecilnya tingkat return on assets.
II.5.
Hipotesis Berdasarkan kerangka berpikir, dihipotesiskan sebagai berikut:
1. Cash position (posisi kas), return on assets (laba terhadap aktiva), firm size (ukuran perusahaan) berpengaruh positif signifikan dan debt to equity (hutang terhadap modal) berpengaruh negatif signifikan terhadap dividend payout ratio (rasio pembayaran dividen) pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
2. Net net profit margin (marjin laba bersih), total assets turnover (perputaran total aktiva), sales growth (pertumbuhan penjualan) berpengaruh positif signifikan dan debt to total assets (hutang terhadap aktiva) berpengaruh negatif signifikan terhadap return on assets (laba terhadap aktiva) pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
Universitas Sumatera Utara