BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PENELITIAN DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1.
Teori Agensi (Agency Theory) Teori agensi pertama kali dikemukakan oleh Michael C. Jensen dan William H. Meckling pada tahun 1976. Menurut Jensen dan Meckling, teori agensi didefinisikan sebagai teori menyatakan adanya hubungan antara agen (manajemen) dan prinsipal (pemilik usaha). Lebih lanjut, dalam teori agensi terkandung kontrak dimana satu atau lebih prinsipal memerintah orang lain (agen) untuk melakukan jasa atas nama prinsipal dan memberi wewenang kepada agen untuk membuat keputusan yang terbaik dan menguntungkan bagi prinsipal. Namun, terkadang sebagai pihak yang ditunjuk dan memiliki lebih banyak informasi internal daripada prinsipal, manajemen terindikasi melakukan manipulasi terhadap informasi yang disampaikan kepada prinsipal sehingga dapat menyebabkan bias dari keakuratan informasi yang diterima tersebut. Kejadian ini dikenal dengan asimetri informasi. Pemilik dan pemegang saham berharap agar agen akan bertindak atas kepentingan mereka sehingga perusahaan dapat meningkatkan nilainya, sekaligus memberikan keuntungan kepada pemegang saham. Untuk melakukan fungsinya dengan baik, manajemen harus diberikan insentif yang memadai, sekaligus pengawasan yang baik dan melekat.
6
7
Pengawasan dapat dilakukan melalui cara – cara seperti pengikatan agen, pemeriksaan laporan keuangan berkala, dan pembatasan terhadap keputusan
yang
diambil
manajemen.
Kegiatan
ini
tentu
saja
membutuhkan biaya, biaya ini disebut dengan biaya agensi (agency cost). 2.
Teori Sinyal (Signaling Theory) Menurut Jama’an (2008), teori sinyal mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal ini dapat berupa promosi atau informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain. Teori sinyal menjelaskan bahwa pemberian sinyal dilakukan manajer untuk mengurangi asimetri informasi yang terjadi. Manajer memberikan sinyal berupa informasi di laporan keuangan bahwa mereka menerapkan kebijakan akuntansi konservatisme yang menghasilkan laba yang lebih berkualitas karena prinsip ini mencegah perusahaan melakukan tindakan membesar – besarkan laba dan membantu pengguna laporan keuangan dengan menyajikan laba dan aktiva yang tidak overstate. Teori sinyal juga dapat membantu manajemen (agen), pemilik (prinsipal) dan pihak luar perusahaan mengurangi asimetri informasi dengan menghasilkan kualitas atau integritas informasi laporan keuangan. Untuk memastikan pihak – pihak yang berkepentingan ini
8
meyakini keandalan informasi keuangan yang disampaikan manajemen (agen), perlu mendapatkan opini dari pihak lain yang bebas memberikan pendapat tentang laporan keuangan. 3.
Earning Management (Manajemen Laba) Manajemen laba dapat diartikan sebagai tindakan rekayasa atau manipulasi yang dilakukan oleh manajemen agar laba perusahaan menunjukkan nilai seperti yang diharapkan. Selain itu, manajemen laba dilakukan juga dalam rangka untuk menarik perhatian investor untuk menginvestasikan modalnya ke dalam perusahaan. Manajemen laba di definisikan sebagai suatu alat intervensi langsung manajemen dalam proses pelaporan keuangan melalui pengolahan pendapatan atau keuntungan dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan atau manfaat tertentu bagi manajer maupun perusahaan yang dilandasi oleh faktor ekonomi. Manajemen laba timbul dikarenakan adanya masalah dalam keagenan (agency problem), dimana antara manajemen selaku agen dan pemilik modal selaku prinsipal memiliki perbedaan – perbedaan kepentingan. Beberapa motivasi diperkirakan melatar belakangi tindakan manajemen untuk melakukan manajemen laba, diantaranya adalah rencana bonus (bonus scheme), kontrak hutang jangka panjang (debt convenant), motivasi politik (political motivation), motivasi perpajakan (taxation motivation), pergantian Chief Executive Officer (CEO),
9
penawaran saham perdana (initial public offering). Selain itu, manajemen laba juga dianggap penting untuk dilakukan dalam rangka menghindari perusahaan untuk melaporkan penurunan laba dan mneghindari perusahaan untuk melaporan kerugian. Beberapa bentuk – bentuk manajemen laba yang umum dilakukan oleh manajemen antara lain, taking a bath, income minimization, income maximization, dan income smoothing. Penelitian mengenai manajemen laba dilakukan pertama kali oleh Jones (1991). Jones (1991) menggunakan model pengestimasian akrual diskresioner untuk mendeteksi manajemen laba, yang kemudian populer dengan Model Jones (1991). Setelah itu, manajemen laba menjadi salah satu variabel yang banyak diteliti peneliti – peneliti lain. Salah satunya, Philips et.al (2003) menemukan bahwa manajemen laba juga dapat diukur dengan pendekatan distribusi laba. Pendekatan distribusi laba mengidentifikasi batas pelaporan laba dan menemukan bahwa perusahaan yang berada di bawah batas pelaporan laba akan berusaha untuk melewati batas tersebut dengan melakukan tindakan yang dikenal dengan manajemen laba. Philips et. al. (2003) menyatakan bahwa para manajer melakukan manajemen laba dengan pendekatan distribusi laba dikarenakan manajer sadar bahwa pihak eksternal khususnya para investor, bank dan supplier menggunakan batas pelaporan laba dalam menilai kinerja manajer.
10
Philips et.al. (2003) menyatakan bahwa terdapat dua macam batas pelaporan laba yaitu : a.
Titik pelaporan laba nol yang menunjukkan usaha manajemen laba untuk menghindari pelaporan kerugian. Pendekatan ini digunakan dengan membandingkan antara tahun perusahaan yang memiliki tingkat laba berskala nol atau positif dengan sampel tahun perusahaan yang memiliki laba negatif. Hasil penelitian Philips et.al. (2003) menyatakan bahwa peningkatan dalam beban pajak tangguhan
dan
perencanaan
pajak
meningkatkan
peluang
pengelolaan laba untuk menghindari pelaporan kerugian. b.
Titik perubahan laba nol yang menunjukkan usaha manajemen laba untuk menghindari penurunan laba. Titik perubahan nol digunakan untuk mengetahui indikasi praktik manajemen laba. Adanya upaya praktik manajemen laba dilakukan dengan membandingkan perusahaan yang perubahan labanya negatif. Philips et.al. (2003) menunjukkan bahwa peningkatan beban pajak tangguhan dan perencanaan pajak meningkatkan peluang pengelolaan laba untuk menghindari penurunan laba yang mendukung bahwa beban pajak tangguhan berguna dalam memprediksi manajemen laba.
Rumus pendekatan distribusi laba ( Philips et.al. 2003) yaitu : ∆E = Eit – Eit–1 MVEt-1 Keterangan :
11
∆E
: Perubahan Laba
E
it
: Laba perusahaan i pada tahun t
E
it–1
: Laba perusahaan i pada tahun t-1
MVEt-1 4.
:Market Value of Equity perusahaan i pada tahun t-1
Good Corporate Governance Good Corporate Governance atau tata kelola perusahaan yang baik dapat didefinisikan sebagai sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah bagi setiap stakeholders. Prinsip – prinsip GCG sangat penting dan diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan (KNKG,2006). Prinsip – prinsip tersebut adalah yakni : a.
Transparansi (Transparancy) Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang
mudah dipahami dan diakses oleh pemangku
kepentingan. b.
Akuntabilitas (Accountability) Perusahaan harus dapat mempertanggung jawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
c.
Responsibilitas (Responsibility)
12
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundangan – undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen. d.
Independensi (Independency) Untuk melancarkan pelaksanaan GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing – masing organ perusahaan tidak ada saling dominan dan dapat diintervensi oleh pihak lain.
e.
Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness) Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran. Mekanisme Good Corporate Governance dalam penelitian ini
dapat diukur dengan 2 (dua) pendekatan yakni pendekatan berdasarkan : a.
Kepemilikan Manajerial Jensen dan Meckling (1976), menyatakan bahwa kepemilikan manajerial dapat menjadi suatu cara kerja yang dapat mengurangi masalah dalam keagenan dengan melalui penyelarasan antara kepentingan manajer dengan kepentingan pemegang saham. Apabila manajer memiliki saham pada perusahaan tersebut, mereka juga akan memiliki kepentingan yang sama dengan para pemegang saham lain. Sehingga, dengan penyelarasan seperti ini diharapkan
13
manajer tidak hanya bertindak untuk kepentingannya sendiri namun juga kepentingan para pemegang saham dengan cara memaksimalkan kinerja perusahaan. Bahwa ketika manajer merasa informasi yang disampaikan dapat merugikannya, informasi yang disampaikan akan segera mungkin dimanipulasi sehingga bisa saja merugikan kepentingan para pemegang saham. Namun, hal ini tidak akan terjadi apabila manajer memiliki kepentingan yang sama dengan para pemegang saham lain, sehingga dapat dikatakan bahwa dengan manajer memilki saham di dalam perusahaan, manajer cenderung tidak akan melakukan manipulasi informasi atau manajemen laba di dalam perusahaan. Kepemilkan
manajerial
dapat
dihitung
dengan
membandingkan jumlah saham yang dimiliki oleh manajer dengan keseluruhan jumlah saham perusahan yang beredar KPMJ = Jumlah saham yang dimiliki manajemen Total saham yang beredar b.
Kepemilikan Institusional Investor institusional adalah pemegang saham yang memiliki kekuasaan yang besar terhadap perusahaan karena kepemilikan sahamnya yang besar. Dalam kepemilkan institusional, para investor diniliai mampu mengendalikan manajemen dengan cara memonitor sehingga manajemen laba dapat dikurangi.
14
Dalam kepemilikan institusional, para investor institusional dinilai memilki pengalaman dan pengetahuan lebih dalam membaca informasi keuangan yang disajikan oleh manajemen sehingga tidak mudah diperdaya oleh tindakan manipulasi yang dilakukan manajemen. Sehingga, biasanya manajemen akan berusaha menghindari tindakan manajemen laba sehingga laba yang dihasilkan akan lebih berkualitas. INST = Jumlah saham yang dimiliki institusi Total saham yang beredar 5.
Profitabilitas Profitabilitas merupakan salah satu indikator penting dalam menilai suatu perusahaan. Profitabilitas tidak hanya dapat digunakan untuk mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan mampu menghasilkan laba, namun profitabilitas juga merupakan hasil bersih dari berbagai kebijaksanaan dan keputusan. Profitabilitas juga didefinisikan sebagai suatu indikator kinerja yang dilakukan manajemen dalam mengelola kekayaan perusahaan. Beberapa metode dapat digunakan untuk mengukur profitabilitas perusahaan, diantaranya dengan metode operating income to net income before taxes, earning before taxes to sales, gross profit to sales, operating income to sales, net income to sales. Profitabilitas digunakan sebagai ukuran seberapa mampu manajemen mengelola sumber daya yang ada untk menghasilkan laba. Sehingga laba yang besar di akhir periode tidaklah dapat diartikan perusahaan mengalami kemajuan yang
15
pesat pula. Demikian juga dengan laba yang kecil tidak dapat juga diartikan perusahaan mengalami kemunduran. Pada penelitian ini, rumus yang digunakan untuk menghitung profitabilitas dengan menggunakan rasio Return on Assets. ROA = Laba bersih setelah pajak Total aset 6.
Kualitas Audit Salah satu tujuan dari audit laporan keuangan adalah untuk memberikan kepastian mengenai integritas dari laporan keuangan yang disajikan oleh pihak manajemen. Selain itu, keharusan dilakukan pengauditan atas laporan keuangan sebelum dipublikasikan kepada masyarakat juga diatur oleh BAPEPAM melalui Kep.17/PM/2002. Dalam menjalankan profesinya, seorang auditor dituntut untuk dapat bersikap independen dalam mendeteksi adanya kemungkinan perilaku menyimpang atau kecurangan yang dilakukan oleh pihak manajemen dalam
menyusun
laporan
keuangannya.
Ini
dipertegas
dengan
diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan No. 423/KMK-06/2002 dimana diatur mengenai rotasi wajib bagi auditor dan KAP tidak diperbolehkan memberikan jasa non audit di samping jasa audit itu sendiri karena dapat mengganggu independensi auditor. Sehingga, dapat dikatakan bahwa opini yang dihasilkan dari pihak ketiga ini dinilai dapat dipercaya kebenarannya dikarenakan pihak ketiga ini bebas dari intervensi pihak manapun dan bertindak secara independen. Kepastian mengenai relevansi dan keandalan dari laporan keuangan perusahan
16
sangat diperlukan untuk membantu pihak eksternal dalam mengambil suatu keputusan bisnis. Kualitas audit dalam penelitian ini diukur dengan proksi ukuran KAP tempat auditor bekerja karena diasumsikan akan berpengaruh terhadap hasil audit yang dilakukan oleh auditornya. Biasanya, auditor yang bekerja pada KAP Big Four dianggap lebih berkualitas karena auditor tersebut telah dibekali oleh serangkaian pelatihan dan prosedur serta memiliki program audit yang dianggap lebih akurat dan efektif dibandingkan dengan auditor dari KAP Non Big Four. 7.
Pajak Tangguhan Pajak tangguhan timbul akibat adanya perbedaan temporer antara laba fiskal dengan laba komersil. Perbedaan antara laba fiskal dengan laba komersil ini disebabkan karena adanya perbedaan metode dalam penyusunan laporan keuangan. Standar akuntansi keuangan memberikan kebebasan bagi manajemen dalam memilih metode akuntansi yang akan digunakan dibandingkan yang diperbolehkan menurut perpajakan. Efek perubahan perbedaan temporer yang terefleksi pada kenaikan atau penurunan aktiva dan kewajiban pajak tangguhan harus diperlakukan sebagai beban pajak tangguhan (deffered tax expenses) atau penghasilan pajak tangguhan (deffered tax income), dan dilaporkan bersama – sama dalam laporan laba rugi tahun berjalan sebagai beban pajak kini (current tax expenses) dengan penyajian secara terpisah.
17
Pelaporan beban pajak penghasilan yang mencakup beban pajak kini (current tax) dan pajak tangguhan (deffered tax), menghasilkan laba akuntansi yang lebih informatif bagi sehingga dapat mencerminkan kinerja perusahaan yang sebenarnya. Investor sadar bahwa penghasilan (beban) pajak tangguhan yang dilaporkan dalam laporan laba rugi merupakan hasil dari perbedaan akuntansi akrual dan merupakan komponen yang bersifat transitori (peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu dan hanya berpengaruh pada periode terjadinya peristiwa tersebut) dan temporer. Atas kesadaran akan hal itu, investor akan memahami bahwa naik turunnya laba akuntansi disebebkan adanya perbedaan standar akuntansi yang diterapkan perusahaan dan sifatnya temporer yang akan dipulihkan di masa yang akan datang. Beban pajak tangguhan dapat digunakan dalam memprediksi ada tidaknya manajemen laba di dalam sebuah perusahaan. Kewajiban pajak tangguhan ataupun aset pajak tangguhan dapat terjadi dalam hal – hal sebagai berikut : a.
Apabila penghasilan sebelum pajak-PSP (Pretax Accounting Income) lebih besar dari penghasilan kena pajak-PKP (Taxable Income), maka beban pajak-BP (Tax Expense) pun akan lebih besar dari pajak terutang-PT (Tax Payable), sehingga akan menghasilkan kewajiban pajak tangguhan (deffered tax liabilities) dapat dihitung
18
dengan mengalihkan perbedaan temporer dengan tarif pajak yang berlaku. b.
Sebaliknya, apabila penghasilan sebelum pajak-PSP lebih kecil dari penghasilan kena pajak-PKP, maka beban pajak-BP juga akan lebih kecil dari pajak terutang-PT, sehingga akan menghasilkan aktiva pajak tangguhan (deffered tax assets). Aktiva pajak tangguhan adalah sama dengan perbedaan temporer dengan tarif pajak pada saat perbedaan tersebut terpulihkan. Pajak tangguhan pada penelitian ini dapat dihitung dengan
membobot beban pajak tangguhan yang didapat dari selisih antara beban pajak menurut akuntansi pajak dan akuntansi komersil dibagi dengan total aktiva tahun tersebut. DTE = Beban pajak tangguhan tahun t Total aktiva tahun t B. Peneltian Terdahulu Penelitian mengenai manajemen laba merupakan penelitian yang banyak dilakukan oleh beberapa peneliti lain. Banyak penelitian menambahkan variabel – variabel lain sebagai alat untuk mengukur ada tidaknya manajemen laba dalam sebuah perusahaan. Penelitian Yulianti (2004) membuktikan bahwa beban pajak tangguhan memilki pengaruh positif terhadap praktik manajemen laba di dalam sebuah perusahaan. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Yana Ulfah (2013). Namun pada penelitian keduanya variabel yang
19
digunakan sebagai pengukuran hanya sebatas dari sisi pajak tangguhan dan perencanaan pajak saja sebagai dasar untuk pengungkapan manajemen laba. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Welvin I Guna dan Arleen Herawaty (2010), dalam mendeteksi manajemen laba yang terjadi di sebuah perusahaan, peneliti menggunakan mekanisme good corporate governance, independensi auditor, kualitas audit dan faktor lainnya sebagai variabel pengukuran. Hasilnya, penelitian ini menyatakan bahwa kepemilikan institusional dan kepemilikan manajemen memiliki pengaruh negatif terhadap manajemen laba. Hasil ini secara berturut – turut juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Dhamar, dkk. (2010), Dimas, dkk. (2013), Hikmah (2013) dan Domas, dkk. (2014). Namun penelitian ini mengalami ketidak konsistenan dengan hasil yang diungkapkan Rita (2011) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial memiliki pengaruh positif dalam mendeteksi manajemen laba. Lebih lanjut, dalam mendeteksi manajemen
laba, Rita (2011)
mengungkapkan selain good corporate governance, profitabilitas juga memiliki pengaruh positif terhadap manajemen laba. Hasil ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Welvin I Guna, dkk (2010). Sementara itu, berbeda dengan penelitan tersebut, penelitian – penelitan yang dilakukan oleh Dhamar, dkk. (2010) dan Dimas, dkk. (2013) menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Sementara itu, Welvin I Guna dan Arleen Herawaty (2010) juga mengungkapkan bahwa kualitas audit sebagai alat ukur memiliki pengaruh
20
positif terhadap manajemen laba. Hasil ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Damayanthi (2004) serta Herni dan Susanto (2008). Namun, hasil ini ditolak oleh Antonius Herusetya (2012) yang menyatakan bahwa kualitas audit berpengaruh secara negatif terhadap manajemen laba. Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu No.
Peneliti dan
Variabel Penelitian
Judul Penelitian
Hasil Penelitian
Tahun 1.
2.
Yulianti (2005)
Independen: beban
Kemampuan Beban
pajak tangguhan
Pajak Tangguhan
Dependen : manajemen
Dalam Mendeteksi
laba
Manajemen Laba
Welvin I Guna
Independen : GCG,
Pengaruh Mekanisme
dan Arleen
Independensi auditor,
Good Corporate
Herawaty (2010)
leverage, kualitas audit,
Governance,
profitabilitas,dan
Independensi Auditor,
ukuran perusahaan
Kualitas Audit dan
Dependen : manajemen
Faktor Lainnya
laba
Terhadap Manajemen Laba
1. Beban pajak tangguhan berpengaruh positif terhadap manajemen laba
1. Kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap manajemen laba 2. Kepemilikan manajemen tidak berpengaruh terhadap manajemen laba 3. Komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba 4. Komisaris independen tidak berpengaruh terhadap manajemen laba 5. Independensi auditor tidak berpengaruh terhadap manajemen laba 6. Leverage berpengaruh terhadap manajemen laba 7. Kualitas audit berpengaruh terhadap manajemen laba
21
8. Profitabilitas berpengaruh terhadap manajemen laba 9. Ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap manajemen laba 3.
4.
Yana Ulfah
Independen : pajak
Pengaruh Beban Pajak
(2013)
tangguhan dan
Tangguhan dan
perencanaan pajak
Perencanaan Pajak
Dependen : manajemen
Terhadap Praktik
laba
Manajemen Laba
Domas, dkk.
Independen :
Hubungan Antara
(2014)
kepemilikan
Mekanisme Corporate
institusional, proporsi dewan komisaris
manajerial,
Governance¸
independen, ukuran dewan komisaris,
kepemilikan
Manajemen Laba dan
komite audit dan ukuran perusahaan secara
institusional, proporsi
Kinerja Keuangan
serempak berpengaruh terhadap manajemen
dewan komisaris independen, ukuran dewan komisaris, komite audit, keberadaan komite audit, ukuran
1. Beban pajak tangguhan berpengaruh positif terhadap manajemen laba 2. Perencanaan pajak berpengaruh positif terhadap manajemen laba
1. Kepemilikan manajerial, kepemilikan
laba 2. Kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap manajemen laba 3. Kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap manajemen laba 4. Proporsi dewan komisaris independen
perusahaan, kinerja
berpengaruh negatif terhadap manajemen
keuangan
laba
Dependen : manajemen laba
5. Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap manajemen laba 6. Komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba 7. Ukuran perusahaan berpengaruh positif
22
terhadap manajemen laba 8. Manajemen laba berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan 5.
Antonius
Independen : Kualitas
Analisis Kualitas Audit
Heusetya (2012)
Audit
Terhadap Manajemen
Dependen :
Laba : Studi
Manajemen laba
Pendekatan Composite
1. Tidak terdapat pengaruh signifikan antara kualitas audit dengan manajemen laba
Measure Versus Conventional Measure 6.
Rita
Independen : ukuran
Analisis Pengaruh
1. Profitabilitas mempunyai pengaruh positif
J.D.Atarwaman
perusahaan,
Ukuran Perusahaan,
(2011)
profitabilitias dan
Profitabilitas dan
kepemilikan manajerial
Kepemilikan
profitabilitas dan kepemilikan manajerial)
Dependen : perataan
Manajerial Terhadap
secara simultan berpengaruh terhadap
laba (manajemen laba)
Praktik Perataan Laba
perataan laba
terhadap perataan laba 2. Variabel independen (ukuran perusahaan,
yang Dilakukan Oleh Perusahaan Manufaktur pada Bursa Efek Indonesia
C. Rerangka Pemikiran dan Hipotesis 1.
Pengaruh Kualitas Audit Terhadap Manajemen Laba Laporan keuangan sebelum dipublikasikan kepada masyarakat haruslah diaudit terlebih dahulu. Ini sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan BAPEPAM No. Kep.17/PM/2002 yang telah diperbaharui dengan lampiran keputusan ketua BAPEPAM No. Kep.36/PM/2003 yang
23
menyatakan bahwa laporan keuangan tahunan harus disertai dengan laporan akuntan dengan pendapat yang lazim selambat – lambatnya pada akhir bulan ketiga (90 hari) setelah tanggal laporan keuangan tahunan. Selain itu, lewat Keputusan Menteri Keuangan No.423/KMK06/2002 yang mengatur mengenai rotasi wajib bagi auditor dan KAP pun tidak diperbolehkan memberikan jasa non audit disamping jasa audit itu sendiri karena dapat menganggu independensi auditor. Ini akan memberikan keyakinan bahwa laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor memiliki informasi yang dapat dipercaya, karena auditor bebas dari intervensi pihak manapun, termasuk oleh manajer. Selain itu auditor dengan ukuran KAP yang besar dalam hal ini Big Four dinilai memiliki kualitas audit yang lebih baik daripada KAP dengan Non Big Four. Hal ini terjadi karena KAP Big Four tersebut dibekali dengan serangkaian pelatihan dan prosedur serta memiliki program audit yang lebih akurat dan efektif dibandingkan dengan KAP diluar itu. Atas uraian itu, maka dapat diduga bahwa laporan keuangan yang telah diaudit oleh KAP Big Four lebih berkualitas daripada yang diaudit oleh Non Big Four, sehingga akan terhindar dari upaya – upaya manajemen laba yang dilakukan manajemen. H1 : Kualitas audit berpengaruh secara negatif terhadap manajemen laba. 2.
Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Tata kelola perusahaan yang baik didefinisikan sebagai sebuah sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan
24
nilai tambah bagi stakeholders (Sulistyanto dan Wibisono, 2003). Dalam hal tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance yang berjalan di sebuah perusahaan, konflik antara prinsipal dan agen bisa saja diatasi. Mekanisme ini menekankan pada pentingnya prinsipal, dalam hal ini pemegang saham dan pemilik memperoleh keakuratan informasi serta ketepatan waktu dalam penyampaian informasi yang perlu diketahui oleh prinsipal. Mekanisme pertama dalam pembahasan kali ini menyangkut tindakan menyelaraskan kepentingan antara agen (manajemen) dan prinsipal. Dengan mekanisme ini, manajemen seolah – olah diposisikan juga sebagai prinsipal sehingga dalam melakukan tindakannya manajemen juga diharapkan tidak merugikan kepentingan prinsipal. Mekanisme ini dikenal dengan kepemilikan manajerial. Dalam kepemilikan manajerial, manajemen diberikan porsi atau bagian dalam kepemilikan saham di perusahaan sehingga ketika manajemen memiliki informasi mengenai perusahaan, manajemen tidak hanya mementingkan kepentingannya sendiri, namun juga memikirkan kepentingannya sebagai pemegang saham dan para pemegang saham lain. Mekanisme ini dinilai mampu mengatasi masalah asimetri informasi yang terjadi antara manajemen dengan prinsipal, sehingga dapat diduga bahwa dengan adanya kepemilikan manajemen dalam saham perusahaan berpengaruh dalam meredam tindakan manajemen laba, sehingga dapat diajukan hipotesa sebagai berikut :
25
H2 : Good Corporate Governance dengan proksi kepemilikan manajemen berpengaruh secara negatif terhadap manajemen laba. Selain itu, manajemen laba juga dapat diredam dengan adanya campur tangan institusi dalam perusahaan. Dalam hal ini, institusi yang dimaksud adalah institusi keuangan seperti, perbankan, dana pensiun, perusahaan asuransi, dan sebagainya. Institusi ini dinilai tidak mudah untuk “dibodohi” oleh manajemen (Midiastuty dan Machfoedz, 2003). Maka, dapat dihipotesiskan bahwa : H3 : Good Corporate Governance dengan proksi kepemilikan institusional berpengaruh secara negatif terhadap manajemen laba. 3.
Pengaruh Profitabilitas Terhadap Manajemen Laba Profitabilitas dinilai merupakan alat ukur yang cukup baik dalam mendeteksi ada tidaknya manajemen laba dalam sebuah perusahaan. Profitabilitas
menggambarkan
kemampuan
perusahaan
dalam
menghasilkan labanya dengan memanfaatkan kekayaan yang dimiliki perusahaan. Profitabilitas juga sering digunakan dalam mengukur tingkat efisiensi
perusahaan
dalam
mengelola
modalnya
dengan
cara
membandingkan antara modal yang dikeluarkan dengan laba operasi yang dihasilkan. Jadi, bukan jaminan bahwa keuntungan besar perusahaan tersebut juga rendabel, bisa saja keuntungan itu didapatkan dengan pengaturan laba (manajemen laba). Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dihipotesiskan bahwa : H4 : Profitabilitas berpengaruh positif terhadap manajemen laba
26
4.
Pengaruh Beban Pajak Tangguhan Terhadap Manajemen Laba Pajak tangguhan timbul akibat adanya perbedaan yang terjadi antara akuntansi komersil dengan akuntansi perpajakan. Akuntansi komersil lebih memberikan keleluasaan kepada pihak manajemen dalam memilih metode – metode yang akan digunakan untuk menyusun laporan keuangan usahanya. Efek dari perubahan ini tergambar pada kenaikan atau penurunan aktiva dan kewajiban pajak yang harus diperlakukan sebagai beban pajak atau penghasilan pajak yang ditangguhkan (pajak tangguhan) dan dilaporkan secara bersamaan dalam laporan laba rugi tahun berjalan. Pelaporan yang bersamaan ini memberikan pihak lain mengetahui informasi yang lebih informatif mengenai kinerja perusahaan yang sebenarnya. Investor menjadi paham bahwa penghasilan (beban) pajak tangguhan yang dilaporkan dalam laporan laba rugi merupakan hasil dari akuntansi akrual dan juga merupakan komponen yang sifatnya sementara (akan terpulihkan dengan berjalannya waktu). Namun,
kesadaran
investor
akan
informasi
ini
seringkali
dimanfaatkan manajemen untuk memanipulasi laba usahanya dalam rangka penghindaran pelaporan kerugian dan penghindaran pelaporan penurunan laba. Hal ini yang seringkali menjadi konflik antara manajemen dan prinsipal. Penelitian – penelitian terdahulu berhasil membuktikan bahwa beban pajak tangguhan dan akrual mampu mendeteksi ada tidaknya manajemen laba di dalam sebuah perusahaan. Yulianti (2005) dan Philips, Pincus, dan
27
Rego (2003) menemukan bahwa perusahaan yang termasuk dalam kategori small profit firm memiliki rata – rata beban pajak tangguhan lebih tinggi daripada small loss firm. Yulianti (2005) dan Philips, Pincus dan Rego (2003) menduga bahwa perusahaan yang tergolong small profit firm melakukan manajemen laba untuk tujuan melewati batas pelaporan laba agar manajemen tidak melaporkan angka rugi. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut H5 : Beban pajak tangguhan berpengaruh secara positif terhadap manajemen laba.
28
5.
Model Konseptual Penelitian Berdasarkan rerangka pemikiran dan hipotesis diatas, maka dapat dibuat model konseptual sebagai berikut : Independen
Dependen
Kualitas Audit (X1)
Good Corporate Governance : Kepemilikan Manajemen (X2) Kepemilikan Institusional (X3)
Manajemen Laba(Y)
Profitabilitas (X4)
Pajak Tangguhan (X5)
Gambar 2.1 Model Konseptual