7
BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Teori Umum (Filosofi) Ada 2 teori yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu, Teori Atribusi dan Teori Efisiensi. 1. Teori Atribusi (Atribution Theory) Atribusi merupakan salah satu proses pembentukan kesan . Teori atribusi mengacu pada bagaimana orang menjelaskan penyebab prilakuorang lain atau dirinya sendiri. Atribusi adalah proses dimana orang menarik kesimpulan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku orang lain. (Elly Dwi Wijayanti, 2012). Teori Atribusi memandang individu sebagai psikologi amatiryang mencoba memahami sebab-sebab yang terjadi pada berbagai peristiwa yang dihadapinya. Teori atribusi mencoba menemukan apa yang menyebabkan apa atau apa yang mendorong siapa melakukan apa. Respon yang kita berikan pada suatu peristiwa bergantung pada interprestasi kita tentang peristiwa itu (Harold Kelley, 1972-1973 dalam Bana, 2010). Teori Atribusi sebelumnya pernah digunakan Elly Dwi Wijayanti (2012) dalam penelitiannya yang terkait dengan persepsi wajib pajak dalam membuat penilaian terhadap pajak itu sendiri. Alasan memilih teori ini yaitu, karena penelitian ini berkaitan dengan persepsi wajib pajak badan dalam memberikan
8
penilaian e-SPT masa PPh dan Penerapan Per-14/PJ/2013 terhadap efisiensi. Persepsi wajib pajak badan dalam membuat penilaian sangat diperlukan dalam penelitian ini. Jadi teori atribusi sangat relevan untuk menerangkan maksud tersebut. 2. Teori Tylorisme (efficiency expert) – Frederick Winslow Taylor Taylor membuat sebuah pedoman yang jelas tentang cara meningkatkan efesiensi. Pedoman tersebut adalah: 1. Kembangkanlah suatu ilmu bagi tiap-tiap unsur pekerjaan seseorang, yang akan menggantikan metode lama yang bersifat untung-untungan. 2. Secara
ilmiah,
pilihlah
dan
kemudian
latihlah,
ajarilah,
atau
pekerja
untuk
kembangkanlah pekerja tersebut. 3. Bekerjasamalah
secara
sungguh-sungguh
dengan
para
menjamin bahwa semua pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan prinsip- prinsip ilmu yang telah dikembangkan tadi. 4. Bagilah pekerjaan dan tanggung jawab secara hampir merata antara manajemen
dan
para
pekerja.
Manajemen
mengambil
alih
semua
pekerjaan yang lebih sesuai baginya daripada bagi para pekerja. Alasan menggunakan teori tylorisme dalam penelitian ini, karena teori tersebut berkaitan dengan efisiensi dan pedoman yang memperhitungkan jumlah pengorbanan dan sumberdaya yang dikeluarkan dalam upaya mencapai tujuan. Dalam penelitian ini membahas mengenai penerapan e-SPT masa pph dan peraturan Per-14/PJ/2013 yang merupakan suatu upaya Direktorat Jendral Pajak kepada wajib pajak dalam mengisi SPT masa PPh agar lebih praktis.
9
B. Gambaran Umum Perpajakan 1. Pengertian Pajak Menurut Pasal 1 UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), pengertian pajak adalah: “Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat”. Berikut ini bermacam-macam definisi tentang pajak menurut para ahli diantaranya: a. Prof. Dr. R. Santoso Brotodihardjo (dalam Waluyo, 2005:9) = Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum
berhubung
dengan
tugas
Negara
untuk
menyelenggarakan pemerintahan.”
b. P.J.A. Adriani (dalam Waluyo, 2011:2) = Pajak adalah iuran kepada kas Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan. c. Deutsche Reichs Abgaben Ordnung (RAO, 1919) = Pajak adalah bantuan secara insidental atau secara periodik (dengan tidak ada kontraprestasinya),
10
yang dipungut oleh badan yang bersifat umum (negara), untuk memperoleh pendapatan, dimana terjadi suatu statbestand (sasaran pemajakan) karena undang-undang telah menimbulkan utang pajak.. Menurut Angga Kusuma (2013), dari pengertian tersebut pajak merupakan iuran yang dipaksakan oleh pemerintah terhadap masyarakat dan tanda timbal balik, karena berfungsi sebagai penambah penghasilan Negara demi meningkatkan pembangunan suatu Negara. Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak baik pengertian secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan), dalam Waluyo (2005:9) ditarik kesimpulan tentang unsur-unsur yang terdapat pada pengertian pajak: a. Pemungutan pajak berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. c. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. d. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, digunakan untuk membiayai public investment. 2. Pajak Penghasilan Undang-undang No.7 Tahun 1984 tentang Pajak Penghasilan (PPh) berlaku sejak 1 Januari 1984. Undang-undang ini telah beberapa kali mengalami perubahan dan
11
terakhir kali diubah dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008. UU PPh mengatur pengenaan Pajak Penghasilan terhadap subjek pajak berkenan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek Pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dalam UU PPh disebut Wajib Pajak. Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhirnya dalam tahun pajak. 3. Jenis – Jenis Pajak Penghasilan Jenis – jenis Pajak Penghasilan berdasarkan Undang-undang antara lain : a. Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (1) adalah pajak penghasilan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak. b. Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) merupakan pajak yang bersifat final, dikenakan atas penghasilan antara lain: 1. Bunga deposito, tabungan, bunga obligasi, bunga simpanan anggota koperasi 2. Hadiah undian 3. Penghasilan dari transaksi saham 4. Pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa kontruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/ atau bangunan c. Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang diterima Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
12
d. Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan oleh: 1. Bendahara yang memungut pajak sehubungan dengan Pembayaran atas penyerahan barang 2. Badan-badan tertentu yang memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain 3. Wajib Pajak badan tertentu yang memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah e. Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah pemotongan pajak kepada Wajib Pajak dalam negeri atas penghasilan: 1. Dividen, bunga, royalty serta 2. hadiah, penghargaan bonus, dan sejenisnya 3. sewa dan penghasilan lain sehubungan penggunaan harta 4. imbalan
sehubungan
dengan
jasa
teknik,
jasa
manajemen,
jasa
konstruksi, jasa konsultan,dan jasa lain. f. Pajak Penghasilan Pasal 24 adalah pajak penghasilan yang dibayar di luar negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang dalam tahun pajak yang sama. g. Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah angsuran pajak dalam tahun berjalan h. Pajak Penghasilan Pasal 26 adalah pemotongan pajak kepada Wajib Pajak luar negeri atas penghasilan dividen, bunga, royalty, imbalan sehubungan jasa, pekerjaan dan kegiatan, hadiah dan penghargaan, pensiun, premi swap, keungtungan karena pembebasan utang, yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri.
13
i. Pajak Penghasilan Pasal 29 adalah kekurangan pembayaran pajak yang terutang pada SPT Tahunan Pajak Penghasilan 4. Pengertian Wajib Pajak Dalam pasal 1 ayat 2, UU No. 16 tahun 2009 tentang KUP disebutkan bahwa: Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 1. Pemotong Pajak PPH Pasal 21 Dan Atau Pasal 26 2. Pemberi kerja yang terdiri dari Orang pribadi atau badan, baik pusat maupin cabang, perwakilan atau unit, bentuk usaha tetap, yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apa pun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai. 3. Bendaharawan Pemerintah termasuk bendaharawan pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, instasi atau lembaga pemerintah, atau lembaga-lembaga negara lainnya dan kedutaan besar Republik Indonesia di luar negeri yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan. 5. Subjek Pajak Penghasilan Mardiasmo (2011:135) menyatakan pajak penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam Tahun Pajak. Berdasarkan undang-undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 2, yang menjadi Subjek Pajak adalah: a. Orang Pribadi;
14
warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak; b. Badan; dan c. Bentuk Usaha Tetap (BUT) Bentuk usaha tetap merupakan Subjek Pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan Subjek Pajak Badan. C. Persepsi 1. Pengertian Persepsi Kamus besar Bahasa Indonesia memberikan beberapa pengertian untuk kata persepsi, yaitu: 1.
Tanggapan; penerimaan langsung dari suatu serapan.
2.
Proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca indera. Menurut Mar’at (1984) dimulai dengan adanya stimulus, yaitu suatu bentuk
energi fisik yang menyentuh reseptor indera. Reseptor ini mengirim pesan ke otak yang kemudian menginterprestasikan pesan tersebut sebagai sensasi. Dengan demikian sensasi adalah interprestasi terhadap energi eksternal, kemudian otak menerjemahkan gabungan sensasi-sensasi tersebut membentuk sebuah makna yang disebut persepsi. Persepsi didasarkan pada pengalaman di masa lalu, walaupun manusia juga memiliki kemampuan bawaan untuk menginterprestasikan sensasi menjadi persepsi. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
Persepsi merupakan hasil dari suatu proses yang dimulai dengan adanya stimulus. Pemilihan stimulus yang masuk ke dalam proses yang dipengaruhi oleh beberapa faktor tertentu sehingga pada gilirannya persepsi yang terbentuk juga turut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi menurut Mar’at (1984) adalah:
15
1. Kebutuhan dan nilai-nilai Melalui adaptasi, latihan dan usaha-usaha secara sadar, manusia dapat memisahkan pesan-pesan yang datang dari dalam maupun dari luar tubuh. Kemampuan ini dibutuhkan untuk memusatkan perhatian pada suatu masalah yang sedang dihadapi. Indra manusia secara terus menerus menerima informasi, tetapi sebagian besar informasi tersebut akan dipilah dan disisihkan. Manusia belajar memprogram ulang dan memodifikasi informasi-informasi yang sampai ke otak agar sesuai dengan apa yang diharapkan. Proses penyesuaian ini menghasilkan suatu set. Set tersebut didasarkan pada sebagian pengalaman dimasa lalu serta sebagian kebutuhan dan nilai-nilai. 2. Emosi Emosi menimbulkan efek yang signifikan terhadap pembentukan persepsi. Ketika seseorang berada dibawah pengaruh emosi yang kuat, orang itu cenderung menghalangi masuknya stimuli yang berlawanan dengan emosi tersebut karena manusia tidak dapat merasakan dua emosi berbeda pada waktu yang bersamaan. Sebagai contoh, bila seseorang sedang marah dan kemudian terjadi sesuatu yang lucu, orang itu akan menekan perhatian terhadap insiden lucu tersebut karena mencampuri emosi yang sedang dominan yaitu kemarahan. Dengan demikian, persepsi bergantung pada status emosi. 3. Tekanan Sosial Walaupun seseorang memadang hal tertentu dengan rasa benci, orang itu dapat mengabaikan rasa bencinya bila mendapat tekanan sosial yang cukup kuat. Dengan kata lain, orang akan mengubah persepsinya untuk berkompromi dengan kelompoknya. Persepsi dipengaruhi tidak hanya oleh pengalaman belajar
16
individual tetapi juga oleh tekanan sosial karena alasan inilah, persepsi bersifat dinamis dan selalu berubah. D. Surat Pemberitahuan 1. Pengertian Surat Pemberitahuan Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) menurut undang-undang No.16 tahun 2009 mengenai KUP Pasal 1 angka 11 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152/PMK.03/2009 adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Adapun tata cara pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 80 tahun 2007. Dengan kata lain SPT merupakan sarana bagi wajib pajak, antara lain untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak dan pembayarannya. Dalam rangka keseragaman dan mempermudah pengisian serta pengadministrasiannya, bentuk dan isi SPT, keterangan, dokumen yang harus dilampirkan serta cara yang digunakan untuk menyampaikan SPT diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan. Wajib pajak wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap dan jelas dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka
Arab,
satuan
mata
uang
Rupiah,
dan
menandatangani
serta
menyampaikannya ke Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib pajak terdaftar. Pengisian SPT yang benar, lengkap dan jelas dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Benar artinya benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
17
b. Lengkap artinya memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan unsur-unsur lainnya yang harus dilaporkan dalam SPT, dan c. Jelas artinya melaporkan asal-usul atau sumber dari objek pajak dan unsurunsur lainnya yang harus dilaporkan dalam SPT. 2. Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT) Fungsi SPT dapat dilihat dari sisi Wajib Pajak, Pengusaha Kena Pajak, dan dari sisi Pemotong atau Pemungut Pajak, yaitu sebagai berikut: a. Wajib Pajak Penghasilan a) Sarana untuk melapor dan mempertanggungjawabkan perhitungan pajak yang sebenarnya terutang. b) Melapor pembayaran/pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan/pemungutan pihak lain dalam satu tahun pajak/bagian tahun pajak. c) Melaporkan pembayaran dari pemotong/pemungut tentang pemotongan/ pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam satu masa pajak, sesuai dengan peraturan perudang-undangan yang berlaku. b. Pengusaha Kena Pajak a) Sarana untuk melapor dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang
sebenarnya terutang.
b) Melaporkan tentang pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran
18
c) Melaporkan tentang pembayaran/pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh PKP dan/atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. c. Pemotong/Pemungut Pajak Sebagai sarana melapor dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong/ dipungut dan disetorkannya. 3. Jenis Surat Pemberitahuan (SPT) SPT dapat berbentuk formulir kertas (hardcopy) atau e-SPT. Berdasarkan waktu pelaporan, SPT dibedakan menjadi dua, yaitu: a. SPT Masa adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk
melaporkan
perhitungan dan/atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu masa pajak. b. SPT Tahunan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak. 4. Pengisian, Penyampaian, Prosedur Penyelesaian, dan Pembetulan SPT a. Pengisian dan Penyampaian SPT Setiap wajib pajak mengisi SPT dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikan ke kantor DJP tempat wajib pajak terdaftar/dikukuhkan. Wajib pajak yang telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain rupiah, wajib menyampaikan SPT dalam bahasa Indonesia dan mata uang selain rupiah yang diijinkan. Wajib pajak mengisi dan menyampaikan SPT dengan benar, lengkap, jelas dan menandatanganinya. Dalam hal wajib pajak
19
menunjuk seorang kuasa dengan kuasa khusus untuk mengisi dan menandatangani SPT, surat kuasa khusus tersebut harus dilampirkan pada SPT. Sedangkan untuk wajib pajak badan, SPT harus ditandatangani oleh pengurus/direksi. SPT disampaikan langsung oleh wajib pajak ke kantor DJP tempat wajib pajak terdaftar dan oleh petugas yang ditunjuk kepada wajib pajak diberikan bukti penerimaan dengan mencantumkan tanggal penerimaan. Penyampaian SPT dapat dikirimkan melalui pos dengan tanda bukti pengiriman surat atau dengan cara lain yang diatur berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. b. Prosedur Penyelesaian SPT Menurut Mardiasmo (2009) prosedur penyelesaian SPT diantaranya, adalah: 1. Wajib pajak sebagaimana yang telah diatur, harus mengambil sendiri SPT di tempat yang telah ditetapkan DJP atau mengambil dengan cara lain yang tata cara pelaksanaanya diatur berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Wajib pajak dapat mengambil SPT dengan cara lain, misalnya dengan mengakses situs DJP untuk memperoleh formulir SPT tersebut. 2. Setiap wajib pajak wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah dan menandatangani serta menyampaikan kekantor DJP tempat wajib pajak terdaftar/dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh DJP. 3. Wajib pajak yang mendapat izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan bahasa asing dan mata uang selain rupiah, wajib
20
menyampaikan SPT dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan satuan mata uang selain rupiah yang diizinkan. 4. Penandatanganan SPT dapat dilakuakan secara biasa dengan tanda tangan stempel atau tanda tangan elektronik/digital yang semuanya memiliki kekuatan hukum yang sama. 5. Bukti-bukti yang harus dilampirkan dalam SPT, antara lain: a. Untuk wajib pajak yang mengadakan pembukuan: b. Laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung berdasarkan penghasilan kena pajak. c. Untuk SPT Masa PPN sekurang-kurangnya memuat jumlah dasar pengenaan pajak/jumlah pajak keluaran, jumlah pajak masukan yang dapat dikreditkan dan jumlah kekurangan/kelebihan pajak. d. Untuk wajib pajak yang menggunakan norma penghitungan: perhitungan jumlah peredaran yang terjadi dalam tahun pajak yang bersangkutan. c. Pembetulan SPT Apabila dalam pengisian SPT ternyata terdapat kesalahan, maka wajib pajak atas kemauan sendiri dapat membetulkan sendiri dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu 2 (dua) tahun setelah saat terutang atau berakhirnya masa pajak, dengan syarat: 1. DJP belum melakukan tindakan pemeriksaan. Pembetulan SPT berakibat pajak yang
terutang menjadi lebih besar, maka dikenakan sanksi
administrasi berupa bunga 2% (dua persen) sebulan atau jumlah pajak yang
21
kurang bayar, dihitung sejak penyampaian SPT berakhir sampai dengan tanggal pembayaran pembetulan SPT. 2. Walaupun telah dilakukkan tindakan pemeriksaan tetapi belum dilakukan tidakan penyidikan. Selanjutnya wajib pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatan dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi adminsitrasi berupa denda sebesar 2 (dua) kali jumlah pajak yang kurang bayar. 3. Sekalipun jangka waktu pembetulan SPT telah berakhir dengan syarat DJP belum menerbitkan Surat Ketetapaan Pajak (SKP), wajib pajak dengan kesadaraan sendiri dapat mengungkapkannya dalam suatu laporan tersendiri tentang ketidak benaran pengisian SPT atas pengungkapan wajib pajak, hal ini menimbulkan akibat sebagai berikut: a) Pajak-pajak yang masih harus di bayar menjadi lebih besar/lebih kecil; atau b) Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil/besar; atau Jumlah harta menjadi lebih besar/lebih kecil; atau c) Jumlah modal menjadi lebih besar/lebih kecil. d) Pajak yang kurang bayar timbul sebagai akibat pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT tersebut, beserta sanksi administrasi berupa kenaikan 50% (lima puluh persen) dari pajak yang kurang bayar, harus dilunasi sebelum laporan disampaikan.
22
d. Batas waktu dan perpanjangan waktu penyampaian SPT 1. Batas Waktu Penyampaian SPT Disebutkan dalam pasal 3 ayat 3 UU No.16 tahun 2009 UU KUP dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 adalah: a) Untuk SPT Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir pajak. b) Untuk SPT Tahunan PPh wajib pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak. c) Untuk SPT Tahunan PPh wajib pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir
tahun pajak.
2. Perpanjangan waktu penyampaian SPT Sekalipun batas waktu penyampaian SPT telah ditetapkan, tetapi wajib pajak dapat memperpanjang waktu penyampaian SPT Tahunan untuk paling lama 2 (dua) bulan dengan cara mengajukan surat permohonan perpanjangan batas waktu penyampaian SPT Tahunan kepada DJP dengan disertai: a. Alasan-alasan penundaan penyampaian SPT tahunan. b. Surat-surat pernyataan perhitungan sementara pajak yang terutang
dalam
satu tahun pajak. c. Bukti
pelunasan
kekurangan
pembayaran
pajak
yang
terhutang
menurut perhitungan sementara tersebut. E. Surat Pemberitahuan Elektronik (e-SPT) 1. Pengertian e-SPT Dalam mewujudkan sistem administrasi perpajakan modern, pemerintah menyediakan aplikasi yang dapat digunakan oleh wajib pajak untuk melakukan
23
pengisian dan pelaporan SPT secara cepat, tepat dan akurat. Berdasarkan Per14/PJ/2013 e-SPT adalah data pemotong SPT dalam bentuk elektronik yang dibuat oleh Pemotong PPh dengan menggunakan aplikasi e-SPT yang disediakan oleh Direktorat Jendral Pajak. Menurut Pandiangan, Liberti (2008:35) yang dimaksud dengan e-SPT adalah penyampaian SPT dalam bentuk digital ke KPP secara elektronik atau dengan menggunakan media komputer, sedangkan pengertian e-SPT menurut DJP adalah Surat Pemberitahuan beserta lampiranlampirannya dalam bentuk digital dan dilaporkan secara elektronik atau dengan menggunakan media komputer yang digunakan untuk membantu wajib pajak dalam melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Tujuan dan Kelebihan e-SPT a. Tujuan e-SPT Tujuan diterapkan e-SPT diantaranya adalah: 1. Penerapan sistem administrasi modern perpajakan pada KPP dapat diukur dan dipantau, mengingat pada sistem tradisional sangat sulit dilakukan. 2. Penerapan sistem administrasi modern perpajakan yang meliputi penerapan e-SPT terhadap efisiensi pengisian SPT menurut wajib pajak dapat ditelaah dan dikaji untuk pencapaian tujuan bersama. 3. Sebagai informasi dan bahan evaluasi penerapan sistem administrasi perpajakan modern, sehingga dalam jangka menengah dapat mendorong DJP menerapkan sistem administrasi perpajakan modern pada kantor-kantor pajak diseluruh Indonesia.
24
4. Sebagai informasi yang perlu diperhatikan bagi DJP dalam memahami aspek-aspek yang berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. 5. Sebagai infromasi yang bermanfaat bagi masyarakat perpajakan di Indonesia. 6. Sebagai informasi yang bermanfaat bagi masyarakat baik secara umum maupun secara khusus, sehingga dapat mendorong kepercayaan masyarakat terhadap administrasi perpajakan di Indonesia. b. Kelebihan e-SPT Kelebihan e-SPT (www.kabarpajak.blogspot.com) : 1. Penyampaian SPT dapat dilakukan secara cepat dan aman, karena lampiran dalam bentuk media CD/disket. 2. Data Perpajakan Terorganisasi dengan baik. 3. Sistem aplikasi e-SPT mengorganisasikan data perpajakan perusahaan dengan baik dan sistematis. 4. Penghitungan dilakukan secara cepat dan tepat karena menggunakan sistem komputer. 5. Kemudahan dalam membuat Laporan Pajak 6. Data yang disampaikan WP selalu lengkap, karena penomoran formulir dengan menggunakan sistem komputer. 7. Menghindari pemborosan penggunaan kertas 8. berkurangnya pekerjaan-pekerjaan klerikal perekaman SPT yang memakan sumber daya yang cukup banyak.
25
3. Tata Cara Penggunaan dan Fasilitas pada Aplikasi e-SPT PPh 1. Tata Cara Penggunaan Aplikasi e-SPT PPh Berdasarkan pelatihan sosialisasi penggunaan aplikasi e-SPT PPh 21 2014 oleh setiap wajib pajak sebagai berikut: a. Cara Penggunaan Aplikasi e-SPT PPh Format baru 1. Instalasi e-SPT PPh 21 Untuk dapat menjalankan aplikasi e-SPT PPh masa, Wajib pajak harus melakukan instalasi aplikasi e-SPT pada sistem komputer yang digunakan untuk keperluan administrasi perpajakan. Installer e-SPT dapat diperoleh di KPP tempat kita terdaftar atau diunduh dari website www.pajak.go.id. Gambar 2.1 Instalasi e-SPT
2.
Membuka Aplikasi Cara membuka aplikasi pertama kali : a) Pilih Start - All Program - e-SPT Masa 21-26 2014 - espt2114 b) Pilih databse - Login database - Isi NPWP - Isi Profil.
26
Gambar 2.2 Input Profil Wajib Pajak
3. Cara membuat SPT baru pada e-SPT PPh : a) Pilih SPT b) Buat SPT Baru c) Pilih Masa Pajak - Buat SPT Gambar 2.3 Buat SPT Baru pada e-SPT
4. Isi SPT masa PPh pada e-SPT Langkah – langkah isi SPT
27
a) Isi daftar pemotong PPh pasal 21 Pegawai Tetap (1721-I), dengan cara : Pilih Isi SPT – Daftar Pemotong Pajak (1721-I) – satu masa Pajak – Tambah data – Simpan. b) Isi Daftar Pemotongan PPh Pasal 21 Tidak Final (1721-II), dengan cara : Pilih Isi SPT - daftar bukti potong - tidak final (1721-II)- pilih baru – kemudian simpan. 5.
Menyimpan Isi SPT pada e-SPT Cara menyimpan isi SPT : a) Setelah melakukan Isi SPT, SPT Induk (1721), Isi Lampiran D, Isi Lampiran E b) Klik simpan
6.
Isi Daftar SSP/Bukti Pemindahbukuan Cara isi daftar SSP pada e-SPT yaitu : Isi SPT, pilih Daftar SSP/PBK (1721-V), Tambah, kemudian Simpan.
7.
Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 Langkah - langkah pelaporan SPT masa PPh Pasal 21 a) Wajib Pajak mencetak Induk SPT melalui aplikasi e-SPT, dengan cara : Isi SPT - SPT Induk (1721) - Buka Lampiran E – Cetak, b) Wajib Pajak membuat file csv pada e-SPT, dengan cara : pilih CSV Pelaporan SPT - Pilih Masa Pajak - Buat file CSV - Simpan di Flashdisk. c) Wajib pajak melaporkan SPT dengan menggunakan media elektronik ke KPP dengan membawa formulir induk SPT hasil cetakan e-SPT yang telah
28
ditandatangani beserta file data SPT yang tersimpan dalam media Flashdisk.
2. Fasilitas e-SPT Fasilitas yang tersedia dalam aplikasi e-SPT Masa PPh sebagai berikut: 1. Fasilitas Perekaman Data secara Terintegrasi Data perpajakan yang akan direkam yaitu: a.
Register aplikasi yaitu nomor register pada saat wajib pajak menginstall pertama kali software aplikasi SPT Masa PPh elektronik.
b.
Data identitas wajib pajak, yaitu data identitas atas: 1) Wajib pajak pemotong/pemungut. unsur yang direkam yaitu: npwp, nama, alamat, kode pos, nama kpp, pejabat penandatangan, kota, format
nomor
bukti
potong,/pungut,
nomor
awal
bukti
potong/pungut, kode kurs mata uang yang digunakan 2) Wajib pajak dipotong/dipungut. Unsur yang direkam yaitu: NPWP, nama, alamat. 3) Pengguna aplikasi atau User. Unsur yang direkam yaitu: User ID, nama user, password. c. Bukti potong/pungut PPh. Beberapa bukti potong/pungut PPh yang dapat direkam yaitu: 1)
PPh Pasal 21.
2)
PPh Pasal 21 (final).
3)
PPh atas impor oleh Bendaharawan DJBC).
4)
PPh Pasal 22 (untuk industri/ekportir tertentu).
29
5)
PPh pasal 22 Badan Usaha Industri Rokok (final).
6)
PPh pasal 23 dan PPh Pasal 23 (final).
7)
PPh pasal 26.
8)
PPh hadiah undian.
9)
PPh bunga deposito/tabungan, diskonto, jasa giro (final).
10) PPh penjualan saham dan/atau obligasi yang diperdagangkan di Bursa Efek. 11) PPh atas persewaan tanah dan/atau bangunan. 12) PPh jasa konstruksi (final). 13) PPh bunga dan diskonto oligasi yang diperdagangkan dan/atau dilaporkan perdaganannya di Bursa Efek. 14) PPh bunga dan diskonto obligasi yang tidak diperdagangkan dan tidak dilaporkan perdaganan di Bursa Efek. 15) PPh atas imbalan kepada perusahaan pelayaran dalam negeri (final). 16) PPh kepada perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri (final). 17) PPh atas imbalan yang dibayarkan kepada perusahaan penerbangan dalam negeri. d. Surat Setoran Pajak, unsur yang direkam yaitu: (1) Jenis SPT masa. (2) Masa pajak. (3) Tahun pajak.
30
(4) Tanggal setor. (5) Nomor transaksi pembayaran pajak. (6) Kode jenis pajak. (7) Kode jenis setoran. (8) Jumlah pembayaran. 2. Fasilitas Melihat Hasil Perekaman Hasil perekaman data dapat dilihat langsung oleh pengguna aplikasi (wajib pajak) dalam bentuk formulir perpajakan. Formulir yang dapat dilihat dari hasil perekaman yaitu: 1. Daftar bukti potong/pungut PPh pasal 21 dan/atau pasal 26. 2. Daftar bukti potong PPh pasal 22. 3. Daftar bukti potong PPh pasal 23 dan/atau pasal 26. 4. Daftar bukti potong PPh pasal 4 ayat (2). 5. Daftar bukti potong PPh pasal 15. Surat Pemberitahuan dapat dilihat setelah melakukan proses posting yang tujuannya untuk memindahkan transaksi di bukti potong/pungut ke lembar SPT. 1) Fasilitas Mencetak Hasil Perekaman Hasil perekaman data dapat dicetak langsung dalam bentuk formulir perpajakan. Formulir yang dapat didcetak yaitu: 1) Bukti potong/pungut. 2) SPT.
31
4. Tata Cara Penyampaian, Prosedur Penyampaian dan Pembetulan e-SPT a. Tata Cara Penyampaian e-SPT Menurut modul sosialisai e-SPT oleh DJP, penyampaian e-SPT oleh wajib ke KPP tempat wajib pajak terdaftar dapat dilakukan: a)
Secara langsung/melalui pos/perusahaan jasa ekspedisi/ kurir dengan bukti pengiriman surat dengan membawa/mengirimkan formulir Induk SPT dalam bentuk hasil cetakan e-SPT yang telah ditandatangani dan file data SPT yang tersimpan dalam bentuk elektronik serta dokumen lain yang wajib dilampirkan.
b) Melalui e-filling sesuai dengan ketentuan yang berlaku. b. Prosedur Penyampaian e-SPT Prosedur penyampaian berdasarkan PER-6/PJ/2009 mengenai Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan dalam Bentuk Elektronik adalah sebagai berikut: 1) Wajib pajak melakukan instalasi aplikasi e-SPT pada sistem komputer yang digunakan untuk keperluan administrasi perpajakannya. 2) seperti masa pajak, tahin pajak, tanggal setor, nomor bukti transaksi, dan jumlah pembayaran pajak. 3) Wajib pajak yang telah memiliki sistem adminsistrasi keuangan/ perpajakan sendiri, dapat melakukan proses impor data dari sistem yang dimiliki wajib pajak ke dalam aplikasi e-SPT dengan mengacu kepada format data yang sesuai dengan aplikasi e-SPT.
32
4) Wajib
pajak
mencetak
bukti
pemotongan/pemungutan
dengan
menggunakan aplikasi e-SPT dan menyampaikan kepada pihak yang dipotong/dipungut. 5) Wajib pajak mencetak formulir induk SPT Masa PPh dan atau SPT Masa PPN dan atau SPT Tahunan PPh menggunakan aplikasi e-SPT. 6) Wajib pajak menandatangani formulir induk SPT Masa PPh dan atau SPT Masa PPN dan/atau SPT Tahunan PPh serta hasil cetakan aplikasi e-SPT. 7) Wajib pajak membentuk file data SPT dengan menggunakan aplikasi eSPT dan disimpan dalam media elektronik Wajib pajak menyampaikan e-SPT ke KPP tempat wajib pajak terdaftar dengan cara: a)
Secara langsung/melalui pos/perusahaan jasa ekspedisi/kurir dengan bukti pengiriman Surat dengan membawa/mengirimkan formulir Induk SPT dalam bentuk hasil cetakan e-SPT yang telah ditandatangani dan file data SPT yang tersimpan dalam bentuk elektronik serta dokumen lain yang wajib dilampirkan;
b) Melalui e-filling sesuai dengan ketentuan yang berlaku. c)
Atas penyampaian e-SPT secara langsung diberikan tanda penerimaan SPT, sedangkan penyampaian e-SPT melalui pos atau jasa ekspedisi/kurir, bukti pengiriman surat dianggap sebagai tanda terima SPT.
33
d) Atas penyampaian melalui e-filling diberikan bukti penerimaan elektronik. c. Tata Cara Pembetulan e-SPT Menurut modul sosialisasi e-SPT oleh DJP, cara pembetulan e-SPT adalah: 1.
Pembetulan atas SPT yang telah disampaikan dalam bentuk elektronik (e-SPT), wajib disampaikan dalam bentuk elektronik (e-SPT).
2.
Pembetulan atas SPT yang disampaikan dalam bentuk kertas (hardcopy), dapat disampaikan dalam bentuk elektronik (e-SPT) atau dalam bentuk kertas (hardcopy).
F. Penerapan Peraturan No. Per-14/PJ/2013 1. Latar Belakang Penerapan Per-14/PJ/2013 PER-14/PJ/2013 merupakan perubahan PER-32/PJ/2009 yang membahas mengenai perubahan SPT Masa PPh Pasal 21/Pasal 26 serta bentuk bukti pemotongan PPh Pasal 21 dan/ atau pasal 26. Perdirjen ini diluncurkan sebagai langkah awal pengembangan SPT yang berlangsung mulai tahun 2014 hingga tahun 2017. Latar belakang diluncurkannya berdasarkan PER-14/PJ/2013 adalah : a. Kesulitan dalam pengawasan pelaporan PPh 21 per bulan (Januari s.d. November). Data selama ini disampaikan secara gelondongan oleh perusahaan sehingga tidak ada rincian untuk setiap masa pajak. Dengan demikian PER14/PJ/2013 ini mewajibkan perincian daftar pemotongan PPh Pasal 21 untuk setiap masa pajak.
34
b. DJP seringkali mengalami kesulitan dalam matching data bukti potong sebab penomoran bukti potong tidak terstruktur. Solusi yang disediakan adalah dengan melakukan standarisasi penomoran bukti potong. c. Lambatnya penyediaan data SPT di database dikarenakan proses perekaman SPT yang relatif lambat dan cakupan penggunaan e-SPT masih sedikit. Hal tersebut mengakibatkan ketertiban pengarsipan file dalam sistem dan pengawasan SPT masa PPh pasal 21 menjadi tidak maksimal. (www.pajak.go.id) 2. Pokok Perubahan Dalam Per-14/PJ/2013 Berdasarkan modul dalam Sosialisasi perubahan dan tata cara penyampaian eSPT masa PPh pasal 21/26 tahun 2014, adalah sebagai berikut : a. Kategori Wajib Pajak Menggunakan e-SPT Berdasarkan Per-14/PJ/2013 SPT Masa PPh Pasal 21 dan/ atau PPh Pasal 26 dalam bentuk e-SPT wajib digunakan oleh Pemotong yang : 1) Melakukan pemotongan PPh Pasal 21 terhadap pegawai tetap dan penerima pensiun atau tunjangan hari tua/jaminan hari tua berkala dan/atau terhadap pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia/Polisi Republik Indonesia, pejabat negara dan pensiunannya yang jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh) orang dalam 1 (satu) masa pajak; dan/atau 2) Melakukan pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 yang tidak final dengan bukti pemotongan yang jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu) masa pajak; dan/atau
35
3) Melakukan pemotongan PPh Pasal 21(Final) dengan bukti pemotongan yang jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu) masa pajak; dan/atau 4) Melakukan penyetoran pajak dengan SSP dan/atau bukti Pbk yang jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu) masa pajak. b. Penambahan lampiran daftar pemotongan PPh Pasal 21/26 pegawai tetap yang harus dilaporkan setiap bulan. c. Standarisasi penomoran bukti potong: a)
1.3-mm.yy-xxxxxxx Bukti Pemotongan PPh Pasal 21/26 tidak final
b) 1.4 - mm.yy - xxxxxxx Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Final) c)
1.1 - mm.yy - xxxxxxx Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 bagi Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun atau Tunjangan Hari Tua/Jaminan Hari Tua Berkala
d) 1.2 - mm.yy - xxxxxxx Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 Bagi PNS, Anggota TNI/POLRI, Pejabat Negara dan Pensiunannya d. Penyesuaian desain SPT agar lebih scan-friendly penyediaan space untuk: (a) penempelan barcode SPT pada induk SPT, (b) penulisan hasil penghitungan jumlah lembar SPT dan (c) penstaplesan induk dan lampiran SPT. penambahan (d) identitas di setiap halaman formulir.
36
Gambar 2.3 Penyesuaian desain SPT lebih Scan-Frendly
e. Penambahan beberapa informasi dalam bukti potong (seperti negara domisili, NIK/No. Paspor, dan Kode Obyek Pajak f. Dihapusnya lampiran: 1) Daftar Perubahan Pegawai Tetap 2) 1721-T : Daftar Pegawai Tetap/Penerima Pensiun Berkala (yang disampaikan pada Masa Pajak Juli 2009 atau saat pertama kali berkewajiban menyampaikan SPT PPh Pasal 21/26) g. Penyesuaian Informasi Pada SPT PPh Pasal 21 Induk Bagian C Obyek PPh Final. Gambar 2.4 Penyesuain informasi pada SPT PPh ps. 21
37
G. Pengertian Efisiensi Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan beberapa pengertian untuk kata efisien, yaitu: a.
Tepat atau sesuai mengerjakan/menghasilkan sesuatu dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga dan biaya.
b.
Mampu menjalankan dengan tepat dan cermat; berdayaguna; tepat guna.
Berikut ini definisi efisiensi menurut pakar ekonomi dan manajemen, diantaranya adalah : a.
Malayu S.P Hasibuan (1994;07) = Efisiensi adalah perbandingan terbaik antara input (masukan) dan output (hasil), antara keuntungan dengan biaya (antara hasil pelaksanaan dengan sumber yang digunakan, seperti halnya juga hasil optimal yang dicapai dengan penggunaan sumber yang terbatas.
b.
Supriyono dalam bukunya Akuntansi Manajemen II (1997;35) = Efisiensi adalah jika suatu unit dapat bekerja dengan baik, sehingga dapat mencapai hasil atau tujuan yang diharapkan.
c.
Miranda (2003) = Efisiensi adalah prediksi keluaran (output) pada biaya minimum, atau merupakan rasio antara kuntitas sumber yang digunakan dengan keluaran yang dikirim. Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa efisiensi adalah melakukan suatu aktivitas yang dilakukan secara benar dan baik, dengan menggunakan sumber atau masukan lebih sedikit (kecil) untuk menghasilkan keluaran yang sama. Dengan kata lain, efisiensi merupakan suatu ukuran perbandingan terbaik dalam memperhitungkan jumlah pengorbanan/sumber daya yang dikeluarkan dalam upaya mencapai tujuan
38
H. Kajian Penelitian Terdahulu Berikut ini kajian penelitian terdahulu, yang diuraikan sebagai berikut :
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No
1.
Peneliti
Variabel
Analisis Pengaruh Kepatuhan wajib Pajak sebelum dan sesudah Penerapan Program e-SPT dalam melaporkan SPT masa PPN
Jumlah SPT masa PPn
Skor
Penerapan e-SPT
sebelum dan sesudah
rata-rata
masa PPN sangat
Ita
Pengaruh Penerapan e-
Penerapan e-SPT
Regresi
Penerapan e-SPT
Salsalin
SPT Terhadap Efisiensi
terhadap (X) Efisiensi
Linier
berpengaruh terhadap
a Lingga
Pemrosesan Data
Pemrosesan data
efisiensi pemrosesan
Perpajakan
Perpajakan (Y)
data perpajakan.
Fajar
Pengaruh Manfaat dan
Manfaat dan
Regresi
Terdapat pengaruh
Ramadh
Kemudahan E-SPT
Kemudahan e-SPT
Berganda
yang signifikan
an.
terhadap penggunaan
terhadap Penggunaan
antara manfaat dan
Fasilitas E-SPT oleh wajib
fasilitas e-SPT oleh
kemudahan e-SPT
Pajak Pribadi.(Studi kasus
wajib pajak pribadi
terhadap penggunaan
Siti Hawa Kamelia (2008)
2.
(2012)
3.
(2010)
4.
Metode
Judul
Penelitian
Hasil Penelitian
adanya e-SPT (X),
efektif bagi wajib
dan Kepatuhan Wajib
pajak.
Pajak(Y)
pada KPP Pratama Kebon
fasilitas e-SPT oleh
jeruk satu Jakarta Barat.
wajib Pajak
Kadek
Pengaruh Efektivitas E-
Efektifitas Penerapan
Regresi
Pelaporan SPT masa
Putri
Spt Masa PPN Pada
e-SPT masa PPN(X)
Linier
PPN secara
Handay
Kepatuhan Wajib Pajak
Terhadap Kepatuhan
Sederhan
Elektronik sangat
Badan
Wajib Pajak Badan
a
efektif untuk
Di Kpp Pratama Denpasar
(Y)
ani. (2013)
diterapkan
Barat
5.
Rusbiya
Pengaruh Penerapan E-SPT
Penerapan e-SPT
Regresi
Penerapan e-SPT
nti
(Masa PPN) Terhadap
masa PPN (X)
Linier
(Masa PPN)
Sripeni
efisiensi pengisian SPT
terhadap Efisiensi
memiliki Pengaruh
(2011)
(masa PPN) Menurut
Pengisian SPT masa
sangat signifikan
PPN (Y)
terhadap efisiensi
Persepsi Wajib Pajak Badan
pengisian SPT
39
I. Kerangka Berfikir dan Hipotesa Penelitian 1.
Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah tentang Persepsi wajib pajak badan terhadap penerapan e-SPT masa PPh dan Penerapan PER-14/PJ/2013 atas e-SPT masa PPh terhadap efisiensi pengisian SPT masa PPh, Variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak tiga variable yaitu variabel Independen yang digunakan adalah Persepsi Wajib Pajak Badan atas Penerapan e-SPT PPh Masa (X1), Penerapan e-SPT PPh masa sesuai Per14/PJ/2013 (X2), sedangkan Variabel dependen yang digunakan adalah Efisiensi pengisian SPT PPh masa (Y). Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran
Persepsi Wajib Pajak Badan atas Penerapan e-SPT PPh Masa Persepsi Wajib Pajak Badan atas Penerapan Per14/PJ/2013
H1
H2
H3
Persepsi Wajib Pajak Badan atas Efisiensi Pengisian SPT PPh Masa
40
2. Hipotesis Penelitian Menurut Pandiangan, Liberti (2008:35) yang dimaksud dengan eSPT adalah penyampaian SPT dalam bentuk digital ke KPP secara elektronik atau dengan menggunakan media komputer. Dengan menggunakan media elektronik wajib pajak dapat menghemat waktu dan biaya dalam melaporkan SPT masa PPh. Sedangkan pengertian persepsi menurut Sarlito Wirawan Sarwono
(1983:89),
Persepsi
adalah
kemampuan
seseorang
untuk
mengorganisir suatu pengamatan, kemampuan tersebut antara lain : kemampuan untuk membedakan, kemampuan untuk mengelompokan, dan kemampuan untuk memfokuskan. Oleh karena itu seseorang bisa saja memiliki persepsi yang berbeda, walaupun objeknya sama. Berdasarkan pengertian diatas maka penulis menyimpulkan bahwa Persepsi wajib pajak dalam hal penerapan e-SPT masa PPh dan penerapan Per 14/PJ/2013 yang dapat memberikan pengaruh yang terhadap efisiensi dalam pengisian SPT masa PPh bisa saja berbeda-beda. Maka hipotesis yang dapat diuji dalam penelitian ini adalah : H1 :
Persepsi Wajib Pajak Badan atas Penerapan e-SPT masa PPh memberikan pengaruh terhadap persepsi wajib pajak atas efisiensi pengisian SPT masa PPh secara parsial.
H2 :
Persepsi Wajib Pajak Badan atas penerapan Per-14/PJ/2013 PPh memberikan pengaruh terhadap persepsi wajib pajak atas efisiensi pengisian SPT masa PPh secara parsial.
H3 :
Persepsi Wajib Pajak Badan atas penerapan e-spt PPh dan penerapan Per-14/PJ/2013 secara bersama-sama memberikan pengaruh terhadap persepsi wajib pajak badan atas efisiensi pengisian SPT masa PPh.