BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PENELITIAN DAN HIPOTESIS 2.1.
Kajian Pustaka
2.1.1. Pengertian Manajemen SDM Mananjemen Sumber Daya Manusia adalah kegiatan manajemen berdasarkan fungsinya untuk memperoleh SDM yang terbaik bagi bisnis yang kita jalankan dan bagaimana SDM yang terbaik tersebut dapat dipelihara dan tetap bekerja bersama kita dengan kualitas pekerjaan yang senantiasa konstan ataupun bertambah.
2.1.2. Fungsi Manajemen SDM Fungsi manajerial lebih menitik beratkan beratkan pada penyusunan general konsep terhadap aspek ketenagakerjaan. Adapun tugas dan fungsi manajerial sebagai berikut : a) Planning (Perencanaan), yang merupakan fungsi fundamental di dalam organisasi. Fungsi ini terlebih dahulu menetapkan apa yang akan dilaksanakan dalam mencapai tujuan organisasi. b) Organizing
(Pengorganisasian),
yang
merupakan
kegiatan
untuk
mengorganisasi semua karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, intregrasi dan koordinasi dalam bagan organisasi.
9
10
c) Directing (Pengarahan), yang merupakan kegiatan mengarahkan semua karyawan agar mau bekerja sama secara efektif serta efisien dalam membantu tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. d) Controlling (Pengendalian), yang merupakan kegiatan mengendalikan pelaksanaan pekerjaan agar sesuai dengan rencana. Bila terdapat kesalahan atau penyimpangan maka diadakan perbaikan atau penyempurnaan rencana. Fungsi operasional lebih banyak mengarahkan kepada implementasi dan pencapaian target sasaran ke depan terhadap aspek sumber daya manusia. Adapun fungsi manajerial adalah sebagai berikut : a) Fungsi Pengadaan adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai kebutuhan perusahaan. b) Fungsi Pengembangan adalah proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis, konseptual dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan latihan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa kini maupun masa depan. c) Fungsi Kompensasi adalah pemberian balas jasa langsung dan tidak langsung berbentuk uang atau barang kepada karyawan sebagai imbal jasa (output) yang diberikannya kepada perusahaan. Prinsip kompensasi adalah adil dan layak sesuai prestasi dan tanggung jawab karyawan tersebut. d) Fungsi Pengintegrasian adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, sehingga tercipta kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan. Dimana pengintegrasian adalah hal yang penting dan sulit dalam manajemen sumber daya manusia karena mempersatukan dua
11
aspirasi atau kepentingan yang bertolak belakan antara karyawan dan perusahaan. e) Fungsi Pemeliharaan adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatan kondisi fisik, mental dan loyalitas karyawan agar tercipta hubungan jangka panjang. Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja).
2.1.3. Budaya Organisasi Budaya organisasi mengacu pada sistem / sebuah makna bersama yang dipegang oleh anggota organisasi yang membedakan dengan organisasi lain menurut Robbins (2007). Sementara itu menurut Schein (1987) mengatakan bahwa budaya perusahaan sebagai pola asumsi dasar yang ditemukan oleh kelompok tertentu, ditemukan atau dikembangkan untuk mempelajari cara mengatasi masalah - masalah adaptasi dari luar dan cara berintegrasi yang telah berfungsi dengan baik atau dianggap berlaku, dan arena itu harus diajarkan kepada para anggota baru sebagai yang benar untuk mengundang, memikirkan, dan merumuskan masalah - masalah ini. Sedangkan menurut Jones dan Goerge (2008), budaya organisasi merupakan keyakinan, harapan, nilai, warna, dan rutinitas kerja yang mempengaruhi cara dimana individu, kelompok, dan interaksi tim satu sama lain bekerja sama untuk mencapai tujuan organisasi. Jones dan Goerge juga mengatakan, bahwa ketika para anggota organisasi memiliki komitmen yang kuat terhadap keyakinan, harapan, nilai - nilai, norma - norma,
12
dan kebiasaan - kebiasaan yang digunakannya dalam mencapai tujuan, menunjukkan budaya organisasi yang kuat.
Dikembangkan lebih dari 20 tahun penelitian dan aplikasi dunia nyata, model budaya organisasi Denison (2000) menjelaskan teori perilaku organisasi yang menghubungkan kekuatan budaya perusahaan untuk bottom line kinerja. Melalui kerja dengan lebih dari 5.000 organisasi, model Denison dan survei telah menunjukkan hubungan antara budaya sehat dan pertumbuhan ROA, ROI, penjualan dan pangsa pasar. Pengetahuan bahwa para pemimpin mendapatkan melalui proses melengkapi mereka dengan kekuatan perusahaan leverage dan mengidentifikasi kelemahan yang dapat menghambat kesuksesan jangka panjang perusahaan.
Survei yang dilakukan oleh Denison (2000) mengenai Budaya Organisasi mengajukan pertanyaan - pertanyaan yang mengukur aspek - aspek tertentu dari budaya perusahaan. Jawaban mereka menawarkan wawasan ke dalam keyakinan yang mendalam dan nilai - nilai inti. Hasil survei individu tersebut kemudian dikumpulkan dan dilaporkan kembali ke manajemen untuk gambar keseluruhan yang komprehensif. Berikut ini adalah gambaran mengenai Budaya Organisasi menurut Denison:
13
Gambar 2.1 Model Budaya Denison
Model budaya menurut Denison (2000) ini menyoroti ciri - ciri empat model, seperti : Kemampuan Adaptasi, Misi, Konsistensi dan Keterlibatan. Keempat model ini
menujukkan bahwa organisasi harus memahami dan
memanfaatkan agar efektif. Kemampuan beradaptasi - Penerjemahan tuntutan lingkungan bisnis ke dalam tindakan. Sebuah sistem norma dan keyakinan mendukung
kapasitas
organisasi
untuk
menerima,
menafsirkan,
dan
menerjemahkan sinyal dari lingkungan eksternal (pasar, dll) ke dalam perubahan perilaku internal yang meningkatkan kesempatan untuk bertahan hidup, pertumbuhan dan perkembangan. Tiga aspek dampak adaptasi efektivitas
14
organisasi: kemampuan untuk memahami dan menanggapi lingkungan eksternal, kemampuan untuk menanggapi pelanggan internal, terlepas dari tingkat departemen atau fungsi dan kapasitas untuk merestrukturisasi dan kembali melembagakan serangkaian perilaku dan proses yang memungkinkan organisasi untuk beradaptasi. Misi – Didefinisikan sebagai arah jangka panjang yang berarti bagi organisasi. Misi memberikan tujuan dan arti dengan mendefinisikan peran sosial dan tujuan eksternal bagi organisasi. Ini memberikan arah yang jelas dan tujuan yang berfungsi untuk mendefinisikan tindakan yang sesuai. Rasa misi memungkinkan
organisasi
untuk membentuk perilaku saat ini dengan
membayangkan keadaan masa depan yang diinginkan. Mampu menginternalisasi dan mengidentifikasi dengan misi organisasi kontribusi baik komitmen jangka pendek dan jangka panjang.
Konsistensi - Mendefinisikan nilai-nilai dan sistem yang merupakan dasar dari budaya yang kuat. Konsistensi menyediakan sumber utama dari integrasi, koordinasi dan kontrol. Organisasi yang konsisten mengembangkan pola pikir dan sistem yang menimbulkan pemerintahan berdasarkan dukungan konsensual. Konsistensi menciptakan budaya yang "kuat" berdasarkan nilai - nilai keyakinan dan simbol - simbol yang dipahami secara luas.
Keterlibatan - Apakah orang yang terlibat, dikembangkan, dan berkomitmen untuk misi ? Organisasi dicirikan untuk "sangat terlibat" mendorong rasa kepemilikan dan tanggung jawab. Mereka mengandalkan sistem kontrol
15
informal, sukarela dan tersirat, bukan formal, eksplisit, sistem kontrol birokrasi. Timbul rasa untuk memiliki dan berkomitmen yang lebih besar kepada organisasi dan berkapasitas untuk meningkatkan otonomi. Menerima masukan dari anggota organisasi meningkatkan kualitas keputusan dan meningkatkan pelaksanaannya.
2.1.4. Displin Kerja Hasibuan (2004) berpendapat bahwa kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Sementara itu, Simamora (1997) menyatakan bahwa disiplin adalah prosedur yang mengoreksi atau menghukum bawahan karena melanggar peraturan atau prosedur. Sedangkan Rivai (2004) mengatakan bahwa Disiplin Kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Terdapat empat perspektif daftar yang menyangkut disiplin kerja menurut Rivai (2004): 1. Disiplin retributive (retributive discipline) yaitu berusaha menghukum orang yang berbuat salah. 2. Disiplin korektif (corrective discipline) yaitu berusaha membantu karyawan mengkoreksi perilakunya yang tidak tepat. 3. Perspektif hak-hak individu (individual right perspective) yaitu berusaha melindungi hak-hak dasar individu selama tindakan-tindakan disipliner.
16
4. Perspektif utilitarian
(utilitarian perspective)
yaitu berfokus kepada
penggunaan disiplin hanya pada saat konsekuensi - konsekuensi tindakan disiplin melebihi dampak - dampak negatifnya. Rivai (2004) juga menyebutkan ada tiga konsep dalam pelaksanaan tindakan disipliner, yaitu: 1. Aturan tungku panas yaitu pendekatan untuk melaksanakan tindakan disipliner. 2. Tindakan disiplin progresif yaitu untuk memastikan bahwa terdapat hukum minimal yang tepat terhadap setiap pelanggaran. 3. Tindakan disiplin positif yaitu dalam banyak situasi, hukuman tindakan memotivasi karyawan mengubah suatu perilaku. Setiyawan dan Waridin (2006), mengatakan teradapat 5 faktor dalam penilaian disiplin kerja terhadap pemberian layanan pada masyarakat, yaitu: a. Kualitas kedisiplinan kerja, meliputi datang dan pulang yang tepat waktu, pemanfaatan
waktu
untuk
pelaksanaan
tugas
dan
kemampuan
mengembangkan potensi diri berdasarkan motivasi yang positif. b. Kuantitas pekerjaan meliputi volume keluaran dan kontribusi. c. Kompensasi yang diperlukan meliputi : saran, arahan atau perbaikan. d. Lokasi tempat kerja atau tempat tinggal. e. Konservasi meliputi penghormatan terhadap aturan dengan keberanian untuk selalu melakukan pencegahan terjadinya tindakan yang bertentangan dengan aturan.
17
Berdasarkan pengertian tersebut disimpulkan bahwa disiplin kerja merupakan suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis, dan bila melanggar akan ada sanksi atas pelanggarannya.
2.1.5. Kinerja
Pada dasarnya pengertian kinerja dapat dimaknai secara beragam. Beberapa pakar memandangnya sebagai hasil dari suatu proses penyelesaian pekerjaan, sementara sebagian yang lain memahaminya sebagai perilaku yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Agar terdapat kejelasan mengenai kinerja, akan disampaikan beberapa pengertian mengenai kinerja. Menurut Ilgen and Schneider (Williams, 2002) kinerja adalah orang ataupun sistem. Hal senada dikemukakan oleh Mohrman et al dalam Williams (2002) bahwa kinerja terdiri dari seseorang yang terlibat dalam perilaku dalam suatu situasi untuk mencapai hasil. Dari kedua pendapat ini, terlihat bahwa kinerja dilihat sebagai suatu proses bagaimana sesuatu dilakukan. Jadi, pengukuran kinerja dilihat dari baik - tidaknya aktivitas tertentu untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Pendapat yang lebih komprehensif disampaikan oleh Brumbrach dalam Armstrong (2008) bahwa kinerja berarti perilaku dan hasil. Perilaku berasal dari pelaku dan mengubah kinerja dari abstraksi untuk bertindak. Bukan hanya instrumen untuk hasil, perilaku juga hasil produk dari usaha mental dan fisik yang
18
diterapkan pada tugas dan dapat dinilai terpisah dari hasil. Brumbrach, selain menekankan hasil, juga menambahkan perilaku sebagai bagian dari kinerja. Menurut Brumbach, perilaku penting karena akan berpengaruh terhadap hasil kerja seorang pegawai. Dari beberapa pendapat tersebut, kinerja dapat dipandang dari perspektif hasil, proses, atau perilaku yang mengarah pada pencapaian tujuan. Oleh karena itu, tugas dalam konteks penilaian kinerja, tugas pertama pimpinan organisasi adalah menentukan perspektif kinerja yang mana yang akan digunakan dalam memaknai kinerja dalam organisasi yang dipimpinnya. Kinerja tidak terjadi dengan sendirinya. Dengan kata lain, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja. Adapun faktor - faktor tersebut menurut Armstrong (2008) adalah sebagai berikut: 1. Faktor individu (personal factors). Faktor individu berkaitan dengan keahlian, motivasi, komitmen, dll. 2. Faktor kepemimpinan (leadership factors). Faktor kepemimpinan berkaitan dengan kualitas dukungan dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan, manajer, atau ketua kelompok kerja. 3. Faktor kelompok / rekan kerja (team factors). Faktor kelompok / rekan kerja berkaitan dengan kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan kerja. 4. Faktor sistem ( system factors ). Faktor sistem berkaitan dengan sistem / metode kerja yang ada dan fasilitas yang disediakan oleh organisasi.
19
5. Faktor situasi (contextual / situational factors). Faktor situasi berkaitan dengan tekanan dan perubahan lingkungan, baik lingkungan internal maupun eksternal. Dari uraian yang disampaikan oleh Armstrong, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kinerja seorang pegawai. Faktor - faktor ini perlu mendapat perhatian serius dari pimpinan organisasi jika pegawai diharapkan dapat memberikan kontribusi yang optimal. Para pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu karyawan. Kinerja menurut Wirawan (2009), adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi - fungsi atau indikator - indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu. Menurut Wirawan (2009) secara umum dimensi kinerja dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu: hasil kerja, perilaku kerja, dan sifat pribadi yang berhubungan dengan pekerjaan. Adapun penjelasan dari ketiga jenis dimensi kinerja tersebut ialah : 1. Hasil Kerja Hasil kerja merupakan keluaran kerja dalam bentuk barang dan jasa yang dapat dihitung dan diukur kuantitas dan kualitasnya. Pengukuran kinerja melalui hasil kerja pekerja sejalan dengan pendapat Peter Drucker melalui teori Management by Objectives (MBO). Seorang pekerja dinilai melalui hasil kerjanya baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. 2. Perilaku kerja Ketika berada di tempat kerja karyawan memiliki dua perilaku, yaitu perilaku pribadi dan perilaku kerja. Perilaku pribadi merupakan perilaku yang
20
tidak berhubungan dengan pekerjaan, misalnya: cara berjalan, cara berbicara, dan sebagainya. Perilaku kerja merupakan perilaku pekerja yang berhubungan dengan pekerjaan, misalnya: kerja keras, ramah, disiplin, dan sebagainya. Perilaku kerja dicantumkan dalam standar kinerja, prosedur kerja, kode etik, dan peraturan organisasi. Perilaku kerja dapat dikelompokkan menjadi perilaku kerja umum dan khusus. Perilaku kerja umum merupakan perilaku yang diperlukan semua jenis pekerjaan, misalnya: loyal pada organisasi, disiplin, dan bekerja keras. Sistem evaluasi kinerja yang menggunakan pendekatan perilaku kerja di antaranya model Behaviorally AnchorRating Scale (BARS), Behavior Observation Scale (BOS), dan Behavior Expectation Scale (BES). 3. Sifat pribadi yang ada hubungannya dengan pekerjaan Seseorang memiliki banyak sifat pribadi yang dibawa sejak lahir dan diperoleh ketika dewasa dari pengalaman dalam pekerjaan. Sifat pribadi yang dinilai hanyalah sifat pribadi yang berhubungan dengan pekerjaan, misalnya: penampilan, sikap terhadap pekerjaan, jujur, cerdas, dan sebagainya. Penyusunan evaluasi menggunakan sifat pribadi mudah dan universal, karena hanya menentukan indikator sifat pribadi dan deskripsi level kinerja dalam bentuk kata sifat dan angka. Kinerja pekerja merupakan kombinasi dari hasil kerja, perilaku kerja, dan sifat pribadi yang ada hubungannya dengan pekerjaan. Hasil kerja harus dicapai dengan berperilaku tertentu sesuai standar dan tidak boleh sekehendak hati pekerja. Demikian juga untuk mencapai hasil tertentu diperlukan sifat pribadi tertentu.
21
2.1.6. Penelitian Terdahulu Dari beberapa penelitian terdahulu dapat dijelaskan sebagai berikut: Setiyawan dan Waridin (2006) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Disiplin Kerja Karyawan dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja di Divisi Radiologi RSUP Dokter Kariadi Semarang dengan variabel Disiplin Kerja, Budaya Organisasi dan Kinerja, menghasilkan bahwa terdapat pengaruh secara signifikan disiplin kerja karyawan dan budaya organisasi secara bersama - sama berpengaruh secara positif terhadap kinerja karyawan. Kemudian Dipta Adi Prawatya (2012) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Displin Kerja dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja karyawan Pabrik Minyak Kayu Putih (PMKP) di Krai Purwodadi dengan Variabel Displin Kerja, Budaya Organisasi dan Kinerja Karyawan, menghasilkan bahwa Displin kerja dan Budaya Organisasi masingmasing berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja karyawan. Lalu Susilo (2013) melakukan penelitian Pengaruh Disiplin Kerja dan Budaya Organiasasi terhadap Kinerja Guru SMP Negeri di Kecamatan Bandar Kabupaten Batang dengan variabel Disiplin Kerja, Budaya Organisasi dan Kinerja Guru, menghasilkan adanya pengaruh positif yang signifikan secara bersama-sama Disiplin Kerja dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Guru.
2.2.
Rerangka Pemikiran Berdasarkan kajian pustaka dan penelitian terdahulu di atas, maka disusun
rerangka pemikiran penelitian ini sebagai berikut:
22
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Budaya Organisasi (X1)
H1
Kinerja Karyawan (Y)
Disiplin Kerja
H2
(X2)
H3
2.3.
Hipotesis Berdasarkan kajian pustaka, penelitian terdahulu dan rerangka pemikiran
maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut : 1. Diduga Budaya Organisasi berpengaruh terhadap Kinerja karyawan PT. Kirana Megatara. 2. Diduga Disiplin Kerja berpengaruh terhadap Kinerja karyawan PT. Kirana Megatara. 3. Diduga Budaya Organisasi dan Disiplin Kerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap Kinerja karyawan PT. Kirana Megatara.