BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Stewardship Theory Teori stewardship adalah teori yang menggambarkan situasi dimana para manajer tidaklah termotivasi oleh tujuan individu tetapi lebih ditujukan pada sasaran hasil utama mereka untuk kepentingan organisasi, sehingga teori ini mempunyai dasar psikologi dan sosiologi yang telah dirancang dimana para eksekutif sebagai steward termotivasi untuk bertindak sesuai keinginan prinsipal, selain itu perilaku steward tidak akan meninggalkan organisasinya sebab steward berpedoman dengan perilaku tersebut tujuan organisasi dapat dicapai (Anton, 2010). Menurut
Anton
(2010)
steward
melindungi
dan
memaksimumkan
shareholder melalui kinerja perusahaan, oleh karena itu fungsi utilitas steward dimaksimalkan. Steward yang dengan sukses dapat meningkatkan kinerja perusahaan akan mampu memuaskan sebagian besar organisasi yang lain, sebab sebagian besar shareholder memiliki kepentingan yang telah dilayani dengan baik lewat peningkatan kemakmuran yang diraih organisasi. Teori stewardship dalam penelitian ini dipertimbangkan
dapat
menjelaskan
bahwa
prinsip-prinsip
good
corporate
governance yang terdapat dalam perusahaan akan memaksimalkan kinerjanya agar tujuan perusahaan dapat tercapai.
11
2.1.2 Agency Theory Menurut Tim Studi yang dibentuk oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, teori yang digunakan untuk menjelaskan konsep corporate governance adalah teori keagenan (agency theory). Agency theory
memandang
bahwa pihak manajemen perusahaan sebagai agen, sedangkan pemegang saham selaku prinsipal. Teori ini memandang bahwa manajemen tidak dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik maupun pemegang saham (Ismail, 2008:119). Dalam suatu perusahaan, para manajer cenderung memiliki tujuan untuk memaksimalkan kekayaan pribadi daripada memaksimalkan kemakmuran pemegang saham. Para manajer diberi kekuasaan oleh para pemegang saham untuk membuat keputusan, dimana hal ini menciptakan potensi konflik kepentingan. Perkembangannya terdapat suatu kecenderungan timbulnya masalah keagenan yang muncul sebagai akibat dari kemustahilan tercapainya perikatan secara sempurna bagi pihak agen dan prinsipal. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa jika kedua kelompok (agen dan prinsipal) tersebut adalah orang-orang yang berupaya memaksimalkan utilitasnya, maka terdapat alasan yang kuat untuk meyakini bahwa agen tidak akan selalu bertindak terbaik untuk kepentingan prinsipal. Prinsipal dapat membatasinya dengan menetapkan insentif yang tinggi bagi agen dan melakukan monitor yang didesain untuk membatasi aktivitas agen yang menyimpang.
12
2.1.3 Pengertian dan konsep dasar good corporate governance (GCG) Menurut Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), corporate governance adalah sistem yang digunakan untuk mengarahkan dan mengendalikan kegiatan bisnis perusahaan (Chaarani, 2014). Struktur corporate governance mengatur pembagian hak dan kewajiban mereka yang berkepentingan terhadap kelangsungan perusahaan, termasuk pemegang saham, dewan pengurus, para manajer, dan pemangku kepentingan lainnya. Bank Dunia (World Bank) mendefinisikan good corporate governance (GCG) sebagai kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan untuk berfungsi secara efisien guna menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan (Djokosantoso, 2005:34). Pasal 1 Surat Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No.Kep 117/MMBU/2002 Tanggal 31 Juli 2002 yang sudah disempurnakan dengan Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: Per-01/MBU/2011, corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan Peraturan Perundangan dan nilai-nilai etika (Effendi, 2009:20). Menurut Todorovic et al, (2012) corporate governance merupakan elemen kunci untuk peningkatan kepercayaan investor, peningkatan daya saing dan peningkatan pertumbuhan ekonomi.
13
Berdasarkan beberapa penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengertian good corporate governance (GCG) pada dasarnya merupakan suatu sistem dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi demi tercapainya tujuan perusahaan (Budiarti, 2011). 2.1.4 Tujuan dan manfaat good corporate governance Secara umum tujuan corporate governance adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan, seperti investor, masyarakat dan lain sebagainya.
The
Indonesian
institute
for
corporate
governance
(IICG)
mengungkapkan tujuan dari good corporate governance adalah sebagai berikut. 1) Meraih
kembali
kepercayaan
investor
dan
kreditor
nasional
serta
internasional; 2) Memenuhi tuntutan standar global; 3) Meminimalkan biaya kerugian dan biaya pencegahan atas penyalahgunaan wewenang pengelolaan; 4) Meminimalkan cost of capital dengan menekan resiko yang dihadapi kreditur; 5) Meningkatkan nilai saham perusahaan; 6) Mengangkat citra perusahaan di mata publik (Utami, 2011).
14
2.1.5 Prinsip-prinsip good corporate governance Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) menerbitkan pedoman Good Corporate Governance (GCG) Perbankan Indonesia yang merupakan pelengkap dan bagian tak terpisahkan dari pedoman umum Good Corporate Governance (GCG). Pedoman ini dimaksudkan sebagai pedoman khusus bagi perbankan untuk memastikan terciptanya bank dan sistem perbankan yang sehat. Dalam melaksanakan kegiatan usahanya bank harus menganut prinsip-prinsip, sebagai berikut. 1) Transparansi (Transparency) Proses pengambilan keputusan perlu dilandasi oleh pengungkapan informasi yang material serta relevan, tak terkecuali dalam sektor perbankan. Maka dari ini perusahaan perlu menyediakan informasi yang lengkap, tepat waktu, akurat, dan dapat diperbandingkan agar mudah dipahami oleh para pemangku kepentingan. Menurut Haque (2008) sangat penting bagi perusahaan untuk membuat informasi keuangan dan non keuangan agar mudah diakses oleh orang luar sehingga dapat membuat keputusan dengan baik. 2) Akuntabilitas (Accountability) Perusahaan harus dikelola secara baik dan benar, kejelasan sistem, serta struktur agar dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara wajar dan transparan.
15
3) Responsibilitas (Responsibility) Kepatuhan atau kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan peraturan perundang-undangan
serta
melaksanakan
tanggung
jawab
terhadap
masyarakat dan lingkungan. 4) Independensi (Independency) Perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi, dalam pengambilan keputusan harus objektif dan bebas dari tekanan pihak manapun. 5) Kewajaran (Fairness) Perusahaan
perlu
memperhatikan
kepentingan
seluruh
stakeholders
berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran. 2.1.6 Kinerja perusahaan Kinerja adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan selama periode tertentu yang merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan operasional perusahaan dalam memanfaatkan sumber-sumber daya yang dimiliki (Sundari, 2011). Menurut Moore dan Lyon (1995) dalam Ridwan et al, (2013) kinerja perusahaan adalah hasil yang komprehensif, pengukuran dan sistem evaluasi harus sama-sama komprehensif dan multidimensional untuk mencapai keselarasan dan keterpaduan dengan gagasan kinerjanya. Penilaian kinerja dapat dilihat dalam dua aspek yaitu aspek keuangan dan aspek non keuangan.
16
Aspek keuangan dilihat dari laporan keuangan yang menggambarkan kinerja keuangan. Perusahaan memiliki pekembangan yang semakin kompleks maka dari itu jika hanya dilihat dari aspek keuangan saja tidak menggambarkan keadaan riil kondisi perusahaan. Aspek yang kedua adalah aspek non keuangan yang salah satunya melihat dari perspektif pelanggan yang merupakan fokus penting bagi perusahaan dan perspektif karyawan, karena sesungguhnya perspektif pelanggan dan karyawan tersebut merupakan roda penggerak bagi kegiatan perusahaan. 2.1.7 Penilaian dan pengukuran kinerja Menurut Gozali (2012) penilaian kinerja digunakan untuk menekan perilaku yang tidak diinginkan. Kinerja perusahaan bertujuan untuk mengetahui efektivitas operasional dan untuk memotivasi personal dalam mencapai sasaran organisasi dalam memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengukuran kinerja merupakan alat yang digunakan oleh pihak manajemen perusahaan sebagai landasan dalam pengambilan keputusan, hal ini dapat mempermudah perusahaan melihat hasil yang telah dicapai. Pengukuran kinerja adalah penilaian secara periodik efektifitas suatu perusahaan dan karyawannya berdasarkan sasaran standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (Mulyadi, 2007:9). Pengukuran kinerja perusahaan yang terlalu ditekankan pada sudut pandang finansial sering menghilangkan sudut pandang lain yang tentu saja tidak kalah pentingnya. Seperti, pengukuran kepuasan pelanggan dan proses adaptasi dalam suatu perubahan sehingga dalam suatu pengukuran kinerja,
17
diperlukan suatu keseimbangan antara pengukuran kinerja finansial dan pengukuran kinerja non finansial. Keseimbangan antara pengukuran kinerja finansial dan non finansial ini akan dapat membantu perusahaan dalam mengetahui dan mengevaluasi kinerjanya secara keseluruhan. 2.1.8 Kinerja berbasis balanced scorecard Menurut Lipe and Salterio (2000), ukuran kinerja keuangan saja tidaklah cukup untuk menilai kinerja perusahaan yang diharapkan berhasil di masa depan tetapi juga harus memperhatikan empat aspek ukuran kinerja yaitu: perspektif belajar dan tumbuh (learning and growth perspective), perspektif proses internal bisnis (internal business perspective), perspektif pelanggan (customer perspective), dan perspektif keuangan (financial perspective). Sistem balance scorecard merupakan solusi menarik untuk diterapkan dalam era yang terus mengalami transformasi, karena sistem tersebut secara keseluruhan melihat empat perspektif yaitu: perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses internal bisnis, dan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran (Dudin, 2015). Balanced scorecard adalah perencanaan strategis dan sistem manajemen yang digunakan untuk menyelaraskan kegiatan usaha dengan pernyatan visi suatu organisasi (Khozein, 2012). Balanced scorecard terdiri dari dua kata, yaitu balanced (berimbang) dan scorecard (kartu skor). Balanced atau berimbang menunjukkan bahwa kinerja perusahaan diukur dengan berimbang dari dua aspek yaitu aspek finansial dan non finansial, aspek jangka pendek dan jangka panjang, aspek proses
18
dan personal, serta aspek internal dan eksternal. Sedangkan kata scorecard atau kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh personel di masa depan. Melalui kartu skor, skor yang hendak diwujudkan personel masa depan dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya (Mulyadi, 2007:432). Hasil pengukuran kinerja berdasarkan pendekatan balanced scorecard dikomunikasikan kepada eksekutif untuk memberikan umpan balik (feedback) tentang kinerja mereka, sehingga mereka dapat mengambil keputusan atas pekerjaan yang menjadi tanggung jawab mereka (Wahyuni, 2011). Menurut Chen and Jones (2009) pendekatan balanced scorecard adalah teknik yang efektif untuk evaluasi kinerja. 2.1.9 Komponen balanced scorecard Balanced scorecard yang dirancang dengan baik mengkombinasikan antara pengukuran keuangan dari kinerja masa lalu dengan pengukuran dari pemicu kerja masa depan perusahaan. Tujuan spesifik pengukuran balanced scorecard perusahaan dijabarkan dari visi dan strategi perusahaan. Adapun berikut ini akan dijelaskan mengenai komponen-komponen penting dalam balanced scorecard (Sundari, 2011). 1) Perspektif Keuangan (financial) Ukuran finansial sangat penting dalam memberikan pandangan terhadap konsekuensi tindakan ekonomis yang akan diambil. Ukuran kinerja finansial memberikan
petunjuk
apakah
strategi
perusahaan,
implementasi,
dan
pelaksanaannya memberikan kontribusi atau tidak kepada peningkatan laba
19
perusahaan (Radithya, 2011). Bagi sebagian perusahaan tema finansial berupa peningkatan pendapatan, penurunan biaya dan peningkatan produktivitas, serta peningkatan pemanfaatan aktiva dan penurunan resiko dapat menghasilkan keterkaitan yang diperlukan di antara keempat perspektif balanced scorecard (Pratiwi, 2014). 2) Perspektif Pelanggan (costumer) Pada masa lalu seringkali perusahaan mengkonsentrasikan diri pada kemampuan internal dan kurang memperhatikan kebutuhan konsumen. Saat ini strategi perusahaan telah bergeser fokusnya dari internal ke eksternal. Konsumen atau pelanggan adalah siapa saja yang menikmati atau merasakan produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan. Penerapan strategi yang berorientasi pada pelanggan diharapkan akan mendapatkan feedback atau umpan balik tentang kepuasan konsumen terhadap produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan. Hal tersebut akan membangun hubungan yang baik sehingga bisa memberikan nilai tambah kepada perusahaan. 3) Perspektif Proses Bisnis Internal (process) Perspektif ini mengukur fokus dari proses internal yang akan memberikan dampak terbesar dalam kepuasan pelanggan dan pencapaian objektivitas finansial utama perusahaan. Menurut Kaplan dan Norton (2000:169) dalam Sundari (2011), pendekatan balanced scorecard membagi pengukuran dalam perspektif proses bisnis internal menjadi tiga bagian yaitu: 1) inovasi (innovation), dapat mengidentifikasi atau menciptakan produk untuk memenuhi kebutuhan pasar, 2)
20
operasi (operations), perusahaan berupaya untuk memberikan solusi kepada para pelanggan serta, 3) pelayanan purna jual (postsale service), perusahaan memberikan manfaat tambahan kepada para pelanggan yang telah memberi produk-produknya dalam berbagai layanan purna transaksi jual-beli, seperti garansi, aktivitas perbaikan dan pemrosesan pembayaran. 4) Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan (learning and growth) Perspektif
pembelajaran
dan
pertumbuhan
menjelaskan
mengenai
infrastruktur yang diperlukan untuk mencapai target dari ketiga perspektif yang lain, seperti kualifikasi, motivasi dan orientasi tujuan dari karyawan, serta sistem informasi. Proses pembelajaran dan pertumbuhan bersumber dari faktor sumber daya manusia, sistem, dan prosedur organisasi (Pratiwi, 2014). 2.1.10 Jenis Bank Menurut UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, bahwa terdapat dua jenis bank yang diakui oleh Bank Indonesia yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. 1) Bank Umum Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Usaha yang dilakukan bank umum meliputi:
21
a)
Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
b) Memberikan kredit; c)
Menerbitkan surat pengakuan hutang;
d) Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya; e)
Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah, dan lain sebagainya.
2)
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Usaha yang dilakukan oleh Bank Perkreditan Rakyat meliputi: a)
Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
b) Memberikan kredit; c)
Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
d) Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain.
22
2.2 Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan hubungan yang diperkirakan secara logis di antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji (Uma, 2007:135). Berdasarkan pokok masalah yang telah diuraikan, tujuan penelitian dan kajian-kajian teori yang relevan, maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut. 2.2.1 Pengaruh transparansi pada kinerja Bank Perkreditan Rakyat di Kabupaten Gianyar Transparansi adalah sikap objektivitas perusahaan dalam menjalankan usaha, serta keterbukaan mengenai informasi yang material dan relevan agar para pemangku kepentingan mudah memahami informasi yang telah diberikan. Hal tersebut dapat meningkatkan kepercayaan stakeholders terhadap perusahaan, sehingga kinerja perusahaan diharapkan akan lebih baik. Menurut Dewi dan Asri (2014) prinsip good corporate governance berpengaruh positif terhadap kinerja. Rahmandy (2012) melakukan penelitian mengenai penerapan prinsip good coorporate governance (GCG) pada PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk mengatakan bahwa penerapan prinsip GCG akan meningkatkan kinerja perusahaan. Hal yang serupa juga dipaparkan dalam penelitian Pratiwi (2014), transparansi berpengaruh positif terhadap kinerja. Berdasarkan penelitian sebelumnya maka hipotesis penelitian sebagai berikut. H1
Transparansi berpengaruh positif pada kinerja Bank Perkreditan Rakyat di Kabupaten Gianyar
23
2.2.2 Pengaruh akuntabilitas pada kinerja Bank Perkreditan Rakyat di Kabupaten Gianyar Akuntabilitas adalah sikap perusahaan dalam mempertanggungjawabkan kinerjanya secara wajar dan transparan. Kejelasan fungsi pelaksanaan dan pertanggungjawaban struktur dalam perusahaan akan membuat pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif, yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja perusahaan. Menurut Pratiwi (2014), akuntabilitas berpengaruh positif terhadap kinerja. Sama halnya dengan Rahmandy (2012) melakukan penelitian mengenai penerapan prinsip good coorporate governance (GCG) pada PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk mengatakan bahwa penerapan prinsip GCG akan meningkatkan kinerja perusahaan. Menurut Dewi dan Asri (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Penerapan Prinsip-Prinsip GCG pada Kinerja Keuangan Lembaga Perkreditan Desa Kabupaten Gianyar” bahwa prinsip good corporate governance berpengaruh positif terhadap kinerja. Berdasarkan penelitian sebelumnya maka hipotesis penelitian sebagai berikut. H2
Akuntabilitas berpengaruh positif pada kinerja Bank Perkreditan Rakyat di Kabupaten Gianyar.
2.2.3 Pengaruh responsibilitas pada kinerja Bank Perkreditan Rakyat di Kabupaten Gianyar Responsibilitas atau pertanggungjawaban adalah sikap perusahaan dalam mengelola bisnis sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan memahami peraturan dan melaksanakan tanggung jawab terhadap stakeholders, perusahaan
diharapkan
dapat
meningkatkan
24
kinerjanya
serta
memelihara
kesinambungan jangka panjang. Rahmandy (2012) melakukan penelitian mengenai penerapan prinsip good coorporate governance (GCG) pada PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk mengatakan bahwa penerapan prinsip GCG akan meningkatkan kinerja perusahaan. Pratiwi (2014) dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh PrinsipPrinsip Good Corporate Governance terhadap Kinerja Berbasis Balanced Scorecard” bahwa responsibilitas berpengaruh positif terhadap kinerja. Dalam penelitian Asri (2014) dikatakan bahwa prinsip good corporate governance berpengaruh positif terhadap kinerja. Berdasarkan penelitian sebelumnya maka hipotesis penelitian sebagai berikut. H3
Responsibilitas berpengaruh positif pada kinerja Bank Perkreditan Rakyat di Kabupaten Gianyar.
2.2.4 Pengaruh independensi pada kinerja Bank Perkreditan Rakyat di Kabupaten Gianyar Independensi adalah sikap perusahaan dalam mengambil segala bentuk keputusan tanpa terintimidasi pihak yang mendominasi. Kebebasan penting diperhatikan dalam usaha untuk meningkatkan kinerja untuk memastikan bahwa perusahaan telah bersikap secara objektif atau bebas dari kepentingan berbagai pihak yang merugikan perusahaan. Menurut Dewi dan Asri (2014) prinsip good corporate governance berpengaruh positif terhadap kinerja. Rahmandy (2012) melakukan penelitian mengenai penerapan prinsip good coorporate governance (GCG) pada PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk mengatakan bahwa penerapan prinsip GCG akan meningkatkan kinerja perusahaan. Hal yang serupa juga dipaparkan dalam
25
penelitian Pratiwi (2014), independensi berpengaruh positif terhadap kinerja. Berdasarkan penelitian sebelumnya maka hipotesis penelitian sebagai berikut. H4
Independensi berpengaruh positif pada kinerja Bank Perkreditan Rakyat di Kabupaten Gianyar.
2.2.5 Pengaruh kewajaran pada kinerja Bank Perkreditan Rakyat di Kabupaten Gianyar Kewajaran atau kesetaraan adalah peraturan yang adil dalam memenuhi kepentingan pemegang saham yang timbul berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. Perusahaan harus senatiasa memperhatikan hak-hak para pemangku kepentingan berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan ke arah yang lebih baik. Menurut Pratiwi (2014), kewajaran berpengaruh positif terhadap kinerja. Sama halnya dengan Rahmandy (2012) melakukan penelitian mengenai penerapan prinsip good coorporate governance (GCG) pada PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk mengatakan bahwa penerapan prinsip GCG akan meningkatkan kinerja perusahaan. Menurut Dewi dan Asri (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Penerapan Prinsip-Prinsip GCG pada Kinerja Keuangan Lembaga Perkreditan Desa Kabupaten Gianyar” bahwa prinsip good corporate governance berpengaruh positif terhadap kinerja. Berdasarkan penelitian sebelumnya maka hipotesis penelitian sebagai berikut. H5
Kewajaran berpengaruh positif pada kinerja Bank Perkreditan Rakyat di Kabupaten Gianyar.
26