BAB 4
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen Pemeriksaan Pemerian
Persyaratan (Ditjn POM DepKes RI, 1995) Serbuk hablur putih hingga hampir putih, berbau khas lemah
Hasil Serbuk hablur putih berbau khas
Kelarutan
Praktis tidak larut dalam air, mudah larut dalam etanol, metanol, aseton, dan kloroform
Praktis tidak larut dalam air; larut dalam etanol (1:3); larut dalam metanol (1:1,5); larut dalam aseton (1:2,5); larut dalam kloroform (1:1,5)
Jarak lebur λ Identifikasi
75,0-78,0 °C Puncak pada 263 nm dan 273 nm
75,1-77,5 °C Puncak pada 263 nm dan 273 nm
Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku HPMC Pemeriksaan Pemerian Viskositas (cp) Sisa pemijaran (%) Kandungan gugus metoksi (%) Kandungan gugus hipropropoksi (%) pH
Persyaratan (Wade, 2003) Serbuk putih atau putih krem, berserat atau bergranul 4,8-7,2 Tidak lebih dari 1,5
Sertifikat Analisis Serbuk putih atau hampir putih berserat atau bergranul 5,77 0,62
28,0-30,0
28,9
7,0-12,0
9,0
6,6
6,6
Penentuan panjang gelombang maksimum ibuprofen pada dapar fosfat pH 7,2 adalah 221 nm. Kurva kalibrasi dibuat dari konsentrasi 3 sampai 20 bpj untuk menghitung kadar ibuprofen yang melarut pada uji kelarutan dan uji disolusi tablet. Selanjutnya dibuat kurva kalibrasi pada dapar fosfat pH 7,2. Hasil kurva kalibrasi memberikan persamaan Y = 0,0382 X + 0,101 dengan harga r = 0,9992.
25
26 Tabel 4.3 Hubungan Konsentrasi dan Absorbansi Ibuprofen Konsentrasi (bpj) 3 4 5 6 7 9 10 20
Absorbansi 0,2150 0,2515 0,3045 0,3253 0,3700 0,4387 0,4806 0,8673
Pada tahap awal penelitian ini pembuatan dispersi padat ibuprofen-HPMC dicoba dengan menggunakan teknik pelarutan dan pengendapan (copresipitate). Pada pembuatan dispersi padat menggunakan teknik pelarutan divariasikan rasio HPMC yang digunakan (Tabel 3.1). Ibuprofen dan HPMC dilarutkan dalam campuran pelarut etanol dan diklorometan. Kemudian larutan diuapkan menggunakan heating plate hingga terbentuk massa kental. Massa kental dipindahkan ke atas plat logam kemudian dikeringkan di dalam oven 40 ºC. Pada formula dispersi padat dengan perbandingan 1:1; 1:1,5; dan 1:2 terbentuk lapisan putih yang elastis. Sedangkan pada formula dispersi padat dengan perbandingan 1:0,5 dan 1:0,25 terbentuk granul dan serbuk. Perbedaan bentuk padatan yang dihasilkan dipengaruhi oleh jumlah HPMC yang digunakan. Semakin tinggi jumlah HPMC yang digunakan maka padatan kering yang dihasilkan akan semakin elastis. Hal ini diperkirakan disebabkan pada saat proses penguapan pelarut, suhu pemanasan melebihi suhu transisi gelas HPMC sehingga menghasilkan padatan yang elastis. Kemudian pada tahap selanjutnya dilakukan proses penguapan pelarut mengunakan penangas air dengan suhu 40 °C. Dengan komposisi bahan dan formula yang sama seperti pada Tabel 3.1 dilakukan penelitian pembuatan dispersi padat ibuprofen:HPMC dengan metode pelarutan tetapi pada proses penguapan pelarut digunakan penangas air dengan suhu 40 °C. Proses penguapan pelarut dari satu formula dibutuhkan waktu lebih dari 2 jam dan setelah terbentuk massa kental, massa kental dipindahkan ke atas plat logam dan dikeringkan di dalam oven 40 ºC. Pada proses ini tetap menghasilkan padatan yang elastis dan tidak dapat diserbukkan secara mekanik. Dengan perkiraan bahwa proses pemanasan yang berlebih (pemanasan pada suhu
27 tinggi atau pemanasan dalam jangka waktu yang lama) akan menyebabkan tercapainya suhu transisi gelas HPMC maka dikembangkan metode lain yang tidak menggunakan pemanasan untuk menghilangkan pelarut. Selanjutnya pembuatan sistem dispersi padat akan menggunakan teknik pengendapan yang menggunakan prinsip salting out. Tahap selanjutnya pada pembuatan sistem dispersi padat ibuprofen HPMC adalah menggunakan teknik pengendapan. Ibuprofen dan HPMC dilarutkan dalam campuran pelarut organik (etanol-diklorometan) sesuai dengan perbandingan pada Tabel 3.2, kemudian ke dalam larutan tersebut ditambahkan sejumlah air sedikit demi sedikit hingga terbentuk larutan koloidal putih sambil diaduk menggunakan pengaduk magnetik. Campuran didiamkan selama waktu tertentu agar massa koloidal mengendap. Endapan putih lalu dipisahkan dari lapisan atas. Endapan dipindahkan ke atas plat logam kemudian dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 40 °C selama 1 hari. Setelah proses pengeringan terbentuk masa berupa lapisan elastis yang tidak dapat diserbukkan secara mekanik. Padatan berupa lapisan elastis dicoba untuk diserbukkan menggunakan alat penghancur granul dengan kecepatan 1500 ppm selama 30 menit dan dihasilkan fragmen-fagmen kecil dari lapisan tersebut. Penyerbukan dilanjutkan menggunakan blender selama 15 menit agar dihasilkan fragmen-fragmen yang berukuran lebih kecil kemudian dilakukan pengujian kelarutan ibuprofen hasil dispersi padat dalam dapar fosfat pH 7,2 dibandingkan dengan campuran fisik dan senyawa murninya. Hal ini untuk mengetahui pengaruh HPMC terhadap kelarutan ibuprofen. Hasil penetapan kadar ibuprofen dari campuran fisik dan dispersi padat dengan metode pengendapan ditunjukkan pada Tabel 4.4. Dari data kelarutan sistem dispersi padat dan campuran fisik ditunjukkan bahwa jumlah HPMC optimum untuk meningkatkan kelarutan ibuprofen adalah sebesar 60% (rasio ibuprofen-HPMC = 1:1,5). Jumlah HPMC yang lebih besar mengakibatkan penurunan kelarutan ibuprofen. Hal ini disebabkan pada saat melarut, HPMC pertama kali akan mengembang (swealing) membentuk lapisan gel menyelubungi ibuprofen kemudian tererosi dan ibuprofen akan berdifusi melalui lapisan gel HPMC tersebut. Sehingga peningkatan jumlah HPMC akan menghambat kecepatan pelarutan ibuprofen karena barier lapisan gel HPMC yang dilewati semakin tebal. Pada uji kelarutan
28 menggunakan dapar fosfat pH 7,2 dilakukan selama 30 menit sehingga tidak
konsentrasi ibuprofen yang terlarut (ug/ml)
dimungkinkan seluruh HPMC untuk mengembang dan melarut sempurna.
12 10 8 6 4 2 0 0
20
33
50
60
67
Rasio HPMC % b/b
Tabel 4.4 Pengaruh HPMC terhadap kelarutan ibuprofen ( )=dipsersi padat, ( )=campuran fisik.
) = ibuprofen murni,
(
Padatan yang dihasilkan pada penelitian di atas tidak dapat dilakukan pencetakan tablet sehingga dikembangkan suatu metode pelarutan dengan penguapan menggunakan rotavapor. Tahap yang paling penting pada pembuatan dispersi padat menggunakan teknik pelarutan adalah tahap pemilihan pelarut, cara penguapan pelarut, dan kecepatan penguapan pelarut. Pelarut yang akan digunakan adalah yang dapat melarutkan baik ibuprofen maupun HPMC, yaitu: etanol, campuran etanol-diklorometan, metanol, dan campuran metanol-diklorometan. Penguapan pelarut dilakukan menggunakan rotavapor dengan kecepatan 40 ppm dan suhu penangas air sebesar 40 °C. Pembuatan dispersi padat dengan metode pelarutan dengan penguapan menggunakan rotavapor pada berbagai pelarut seperti ditunjukkan pada Tabel 3.3 tidak dihasilkan padatan serbuk melainkan endapan kering seperti lateks. Hal ini kemungkinan karena adanya interaksi atau inkompatibilitas antara ibuprofen dan HPMC. Oleh karena itu untuk membuktikan dugaan tersebut ibuprofen dihilangkan dari formula (formula 4, 5, dan 6).
29 Akan tetapi hasil yang diperoleh tidak berbeda dengan formula sebelumnya sehingga dugaan adanya interaksi ibuprofen-HPMC tidak terbukti. Berdasarkan hal tersebut, dapat dijelaskan bahwa salah satu karakteristik alamiah HPMC adalah merupakan polimer non-thermoplastik yang akan melunak karena pemasasan tetapi pada saat pendinginan akan membentuk lapisan elastis yang kuat karena adanya ikatan hidrogen yang kuat dan banyak antar rantai polimer. Oleh sebab itu untuk proses pembuatan dispersi padat ibuprofen-HPMC dikembangkan metode yang meminimalkan penggunaan panas dan pelarut agar dapat diperoleh padatan yang dapat dibuat menjadi tablet. Berdasarkan hal tersebut, maka metode granulasi basah digunakan dalam penelitian ini untuk pembuatan dispersi padat ibuprofen-HPMC. Larutan ibuprofen dalam etanol digunakan untuk menggranulasi serbuk HPMC dan diharapkan pada saat pencampuran dan pengeringan granul, ibuprofen yang semula pada keadaan terlarut dapat memadat dan terdispersi merata dalam HPMC. Orientasi formula dispersi padat dilakukan dengan membuat variasi formula dengan komposisi seperti pada Tabel 3.5 dengan bobot tablet 500 mg. Pada Tabel 4.5 ditunjukkan karakteristik granul yang diperoleh pada masing-masing formula. Tabel 4.5 Evaluasi Granul No. 1 2 3
Evaluasi Kandungan lembab (%) Kecepatan aliran (g/detik) Distribusi ukuran partikel (%) < 500 µm 500-710 µm 710-1000 µm > 1000 µm
F1 1,89 3,96
F2 1,61 3,07
F3 1,70 3,52
18,83 22,67 37,89 20,60
19,72 15,42 52,20 12,66
20,53 17,15 41,95 20,50
Granul yang mengandung dispersi padat ibuprofen:HPMC dengan ukuran 500-710 µm diuji kelarutannya selama 24 jam dalam dapar fosfat pH 7,2 dan dibandingkan dengan kelarutan ibuprofen dalam campuran fisik serta ibuprofen murni.
30 Pada Tabel 4.6 ditunjukkan hasil uji kelarutan F1, F2, F3, campuran fisik, dan ibuprofen murni. Dari data tersebut diketahui bahwa kelarutan ibuprofen hasil dispersi padat F2 meningkat sebesar 43% dibandingkan dengan kelarutan ibuprofen murninya. Formula F2 dipilih sebagai formula optimum karena dapat meningkatkan kelarutan ibuprofen yang sebanding dengan peningkatan kelarutan pada F3 tetapi F2 memiliki rasio HPMC yang lebih sedikit. Tabel 4.6
Kelarutan Ibuprofen dari Granul Dispersi Padat (Metode Granulasi) dan Campuran Fisik (selama 24 jam) Formula CF F1 F2 F3 Ibuprofen
Jumlah Zat Terlarut (mg) 1 73,77 97,51 106,75 108,74 75,49
2 74,15 97,85 108,32 109,58 74,92
3 71,50 95,18 105,11 108,08 73,20
Rata-rata ± SB 73,14 96,84 106,73 108,80 74,54
± ± ± ± ±
1,43 1,45 1,60 0,74 1,19
Keterangan : CF = campuran fisika Kemudian dilakukan pengujian disolusi granul yang mengandung dispersi padat ibuprofen:HPMC yang berukuran 500-710 µm dan dibandingkan dengan profil disolusi ibuprofen murni. Percobaan disolusi dilakukan selama 45 menit, dengan waktu pengambilan sampel pada 5, 10, 15, 20, 25, 30, 45 menit. Pada 5 menit pertama jumlah ibuprofen yang terdisolusi dari granul yang mengandung dispersi padat ibuprofen:HMPC adalah sebesar 100% sedangkan jumlah ibuprofen murni yang terdisolusi sebesar 70%. Untuk memperoleh profil disolusi yang lebih baik, kadar ibuprofen ditingkatkan menjadi 200 mg. Kemudian dibuat formula dengan variasi komposisi seperti pada Tabel 3.6 dengan bobot tablet 700 mg. Pada Tabel 4.7 dapat dilihat karakteristik granul yang diperoleh pada masing-masing formula. Granul yang mengandung dispersi padat ibuprofen:HPMC yang berukuran 500-710 µm dilakukan pengujian kelarutan selama 24 jam dalam dapar fosfat pH 7,2 dan dibandingkan dengan kelarutan ibuprofen murni serta campuran fisika. Jumlah sampel yang ditimbang setara dengan 200 mg ibuprofen. Tabel 4.8 menunjukkan hasil kelarutan F2, campuran fisik, dan ibuprofen murni selama 24 jam. Dari data tersebut diketahui bahwa kelarutan
31 ibuprofen hasil dispersi padat F2 batch pertama, kedua, dan ketiga meningkat sebesar 116,3% hingga 122,8% dibandingkan dengan kelarutan ibuprofen murninya. Tabel 4.7 Evaluasi granul Evaluasi Kandungan lembab (%) Kecepatan aliran (g/detik) Berat jenis nyata (g/ml) Berat jenis mampat (g/ml) Kadar mampat (% T) Kompresibilitas (%K) Distribusi ukuran partikel (%) < 500 µm 500-710 µm 710-900 µm 900-100 µm > 1000 µm
F1 1,29 3,17 0,37 0,46 9,75 19,56
F2 1,41 3,49 0,38 0,45 10,27 15,52
F3 1,11 3,23 0,37 0,43 11,91 13,95
F4 2,15 3,52 0,32 0,43 25,00 25,58
18,60 37,08 30,52 12,16 1,64
28,12 28,00 22,33 13,42 8,13
25,43 29,04 22,37 18,12 5,04
71,43 18,65 6,36 3,56 0,00
Keterangan : F2B1 = Formula 2 batch 1, F2B2 = Formula 2 batch2, F2B3 = Formula 2 batch 3, F4 = granulasi menggunakan PVP K-30 sebagai pengikat. Tabel 4.8
Hasil Uji Kelarutan F2 Dibandingkan dengan Campuran Fisik dan Ibuprofen Murni No. Formula 1 2 3 4 5
Jumlah Zat Terlarut (mg)
Rata-rata ± SB
F2B1 F2B 2 F2B 3 CF (1:1,5) 194,50 198,46 179,09 194,51 ± 10,23 F2B1 191,85 197,84 193,85 194,51 ± 3,05 F2B 2 184,55 187,66 184,62 185,61 ± 1,78 F2B 3 90,28 83,64 90,67 88,20 ± 3,95 Ibuprofen 89,79 83,44 84,20 85,81 ± 3,47
Keterangan : F2B1 = Formula 2 batch 1, F2B2 = Formula 2 batch2, F2B3 = Formula 2 batch 3. Kemudiaan dilakukan evaluasi menggunakan difraktometer sinar X terhadap ibupofen; campuran fisika ibuprofen:HPMC (1:1,5); granul dispersi padat ibuprofen HPMC (1:1,5); dan HPMC dengan hasil seperti pada Gambar 4.1. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahawa HPMC berpengaruh dalam merubah sifat kristalinitas dari ibuprofen. Penambahan HPMC secara fisika maupun dengan pembentukan sistem dispersi padat menghasilkan perubahan difraktogram ibuprofen. Pola difraksi dispersi padat ibuprofen sangat berbeda dengan pola difraksi ibuprofen murni. Pola difraksi ibuprofen dispersi padat tidak menunjukkan puncak karakterisasi. Hal ini menunjukkan bahwa ibuprofen dalam dispersi
32 padat berada dalam keadaan amorf. Penurunan puncak difraksi ibuprofen dalam sistem dispersi padat menunjukkan bahwa terjadi perubahan bentuk kristal selama proses granulasi.
Gambar 4.1
Difraktogram Sinar X (A) = ibuprofen murni; (B) = campuran fisika ibuprofen:HPMC (1:1,5); (C) = granul dispersi padat ibuprofen:HPMC (1:1,5); (D) = HPMC murni.
Kemudian granul ditambahkan fasa luar berupa amprotab, talk, dan magnesium stearat. Jumlah fasa luar yang ditambahkan ditunjukkan pada Tabel 3.7. Kemudian dilakukan pencetakan tablet dan tablet dievaluasi dengan hasil yang tercantum dalam Tabel 4.9. Tabel 4.9 Evaluasi Tablet Evaluasi Diameter (mm) Tebal (mm) Kekerasan (kg/cm2) Keragaman bobot (mg) Friabilitas (%) Friksibilitas (%) Penetapan kadar (%)
F2B1 13,03 ± 0,08 4,07 ± 0,19 6,50 ± 0,58 683,53 ± 4,65 0,49 0,6
F2B2 12,98±0,02 4,36±0,08 6,35±0,28 675,43 ± 16,10 0,29 0,44
97,25
97,25
F2B3 12,99±0,02 4,27±0,11 6,83±0,31
F4 12,98±0,03 3,54±0,10 5,50±1,16
688,33 ± 5,76 612,97 ± 29,15 0,67 0,63
0,24 0,32
92,80
-
Keterangan : F2B1 = Formula 2 batch 1, F2B2 = Formula 2 batch2, F2B3 = Formula 2 batch 3, F4 = granulasi menggunakan PVP K-30 sebagai pengikat.
33 F4 merupakan formula dengan kadar 200 mg ibuprofen yang digranulasi menggunakan cairan pengikat PVP-K30 dalam etanol. Persen kompresibilitas F4 masih kurang baik karena berada di atas 20%. Diperkirakan pengikatan granul kurang baik karena pada saat pengayakan kedua menggunakan ayakan mesh 16 menyebabkan granul pecah. Hal ini disebabkan distribusi pengikat yang tidak homogen. PVP K-30 dilarutkan semua dalam etanol dan menghasilkan larutan yang sangat kental sehingga sulit untuk mendistribusikan pengikat secara homogen. Sebaiknya proses penambahan pengikat dilakukan secara kering dan basah, dengan sebagian pengikat ditambahkan dalam masa granul dan sisanya dilarutkan dalam larutan penggranul sehingga efektifitas pengikat bisa lebih baik. Pada saat pencetakan tablet F4 terdapat masalah pencetakan, yaitu capping. Capping terjadi karena adanya udara yang terjerap dalam granul sehingga tertekan dalam die selama pengempaan dan kemudian mengembang pada saat daya kempa dilepaskan. Jeratan udara dalam granul bisa dikarenakan jumlah fine yang terlalu banyak. Peningkatan jumlah fine karena pecahnya granul akibat pengayakan menggunakan mesh 16. Capping juga dapat dikarenakan kandungan lembab massa cetak yang terlalu tinggi. Hal ini dimungkinkan karena PVP bersifat higroskopis sehingga dapat terjadi peningkatan kandungan lembab massa cetak. Tablet F4 memiliki kekerasan yang tidak memenuhi syarat, kekerasan tablet F4 sebesar 5,50±1,16 kg/cm2. Uji disolusi dilakukan selama 45 menit terhadap tablet F2, granul F2, tablet F4, dan dibandingkan dengan tablet ibuprofen yang beredar di pasaran, dan ibuprofen murni. Diperoleh profil disolusi seperti pada Gambar 4.2. Pada 5 menit pertama uji disolusi, tablet F4 sudah hancur dan hampir 100% ibuprofen terdisolusi dibandingkan dengan tablet F2 dan tablet komersial. Hal ini dikarenakan porositas tablet F4 yang tinggi dan komposisi laktosa yang merupakan bahan larut air sebesar lebih dari 60% sehingga penetrasi pelarut kedalam tablet lebih cepat. Dan pada formula ini digunakan acdisol sebagai penghancur dalam sehingga daya hancur tablet F4 lebih cepat. Tablet F2 menunjukkan profil disolusi yang buruk dan menunjukkan profil pelambatan pelepasan ibuprofen jika dibandingkan dengan tablet komersial. Hal ini dapat disebabkan oleh porositas tablet yang rendah sehingga medium disolusi sulit berpenetrasi ke dalam tablet.
34
120
% ibuprofen terdisolusi
100 80 60 40 20 0 0
10
20
30
40
50
waktu (menit)
Gambar 4.2 Profil disolusi (♦) tablet F2, (■) = granul F2, (▲) = tablet F4, (●) = tablet ibuprofen yang beredar di pasaran, (*) = ibuprofen murni. Hambatan disolusi tablet F2 juga disebabkan oleh sifat HPMC yang akan mengembang membentuk lapisan gel saat kontak dengan cairan kemudian tererosi, dan ibuprofen akan berdifusi melalui lapisan gel HPMC tersebut. Lapisan difusi gel HPMC yang tebal menyebabkan laju difusi dan pelepasan ibuprofen akan terhambat. Dari hasil disolusi diperoleh bahwa jumlah zat yang terdisolusi selama 45 menit sebesar 60 mg. Sebagian besar ibuprofen masih tertahan (sustained) dalam tablet. Hal ini dapat diperjelas dengan tidak hancurnya tablet F2 sampai akhir uji disolusi dan tablet F2 menjadi mengembang. Untuk perbaikan dapat dicoba dengan meningkatkan jumlah laktosa (bahan larut air) pada F2 ditingkatkan. Granul F2 memiliki profil disolusi yang lebih baik dari pada tablet komersil. Pada 5 menit pertama 100% ibuprofen terdisolusi. Sehingga proses pengempaan granul F2 menyebabkan penurunan disolusi ibuprofen karena terjadi penurunan luas permukaan kontak antara padatan dan cairan. Luas permukaan granul F2 jauh lebih besar dibandingkan dengan tablet F2 sehingga permukaan yang berinteraksi dengan media disolusi semakin besar dan penetrasi pelarut menjadi lebih cepat. Penggunaan laktosa sebagai pengisi larut air meningkatkan penetrasi larutan ke dalam granul dan penambahan acdisol sebagai penghancur dalam menyebabkan granul lebih cepat hancur.