BAB 4
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
Pada tahap awal formulasi, dilakukan orientasi untuk mendapatkan formula krim yang baik. Orientasi diawali dengan mencari emulgator yang sesuai untuk membentuk krim air dalam minyak. Agen pengemulsi yang dapat membentuk air dalam minyak adalah produk hasil reaksi antara asam oleat dan kalsium hidroksida jenuh, serta didukung oleh lanolin yang mengandung kolesterol yang dapat berperan sebagai emulgator sekunder. Setelah itu, dilakukan peningkatan viskositas krim menggunakan kombinasi bahan bentuk cair (minyak biji bunga matahari), setengah padat (lanolin), dan padat (sera alba dan seto stearil alkohol) dilakukan agar krim mudah digunakan dan dapat melekat pada tumit kaki. Variasi konsentrasi urea juga dilakukan untuk melihat akibat yang ditimbulkan dengan konsentrasi yang tinggi. Pengamatan menunjukkan dengan peningkatan konsentrasi diberikan sensasi panas pada kulit.
Krim dengan basis emulsi merupakan campuran dua fasa tak bercampur yaitu fasa minyak dan fasa air, yang distabilisasi dengan agen pengemulsi. Antioksidan digunakan untuk menghindari ketengikkan karena penggunaan minyak dari bahan alam. Pada krim digunakan butil hidroksi toluen sebagai antioksidan. Pengawet diperlukan untuk mencegah pertumbuhan mikroba karena penggunaan fasa air pada krim. Kombinasi pengawet metil paraben dan propil paraben digunakan untuk meningkatkan aktivitas pengawet dan spektrum yang luas. Konsentrasi etanol sebanyak 1% digunakan untuk melarutkan metil paraben yang sukar larut dalam air. Dari hasil orientasi formula, diperoleh formula krim yang terlihat pada Tabel 4.1.
Dari hasil pengamatan organoleptik terlihat bahwa terbentuk massa krim berwarna massa putih kekuningan, terasa halus, homogen, dan berbau khas seperti lanolin. Kehomogenan menunjukkan urea terlarut sempurna dalam krim. pH sediaan krim yang dibuat tidak dapat ditentukan karena fasa luar yang berupa minyak tidak dapat mengionisasikan H+ yang dideteksi oleh pH meter.
20
21 Tabel 4.1 Formula Krim Pelembab untuk Mengatasi Xerosis Tumit Kaki Bahan Fasa minyak Minyak biji bunga matahari (% b/b) Sera alba (% b/b) Setostearil alkohol (% b/b) Lanolin (% b/b) BHT (% b/b) Propil paraben (% b/b) Asam oleat (% b/b) Fasa air Kalsium hidroksida jenuh (% b/b) Urea (% b/b) Metil paraben (% b/b) Etanol (%b/b)
Formula 1
Formula 2
31,95 8 4 12 0,05 0,1 0,7
31,95 8 4 12 0,05 0,1 0,5
32,1 10 0,1 1
32,3 10 0,1 1
Penentuan jenis krim dengan basis emulsi dapat digunakan berbagai metode di antaranya pewarnaan, pengenceran, dan konduksi listrik. Metode pewarnaan menunjukkan bahwa krim yang dibuat tidak dapat ditentukan jenis emulsinya karena terlihat warna yang homogen baik dengan pemberian metilen biru maupun sudan merah. Metode pengenceran tidak dapat memberikan hasil yang akurat. Metode konduksi listrik dapat menentukan jenis yang terbentuk dengan akurat karena krim jenis minyak dalam air akan menunjukkan adanya hantaran listrik. Hal ini ditunjukkan dengan memberikan nilai konduksi yang besar mendekati nilai dari sumber listrik yang diberikan sedangkan krim jenis air dalam minyak sebaliknya. Metode konduksi listrik menunjukkan formula 1 memberikan konduksi sebesar 0,22±0,14 ampere (A) dan formula 2 memberikan konduksi sebesar 0,34±0,18 A di mana sumber listrik yang digunakan sebesar 9 A. Nilai konduksi listrik yang rendah menunjukkan bahwa terjadi hambatan arus listrik karena fasa minyak menghalangi interaksi globul-globul yang berupa air. Minyak merupakan penghantar listrik yang buruk sehingga arus yang dihantarkan hampir mendekati nol.
Sebagai perbandingan krim
minyak dalam air menunjukkan konduksi listrik sebesar ±8 A.
Evaluasi viskositas krim dilakukan setiap minggu untuk mengetahui adanya perubahan viskositas selama penyimpanan dan hasilnya dapat dilihat Tabel 4.2.
22 Tabel 4.2 Viskositas Krim Selama Penyimpanan pada Suhu Ruang
Formula 1 Formula 2
Formula 1 Formula 2
Batch 1 Batch 2 Batch 3 Batch 1 Batch 2 Batch 3
Viskositas pada hari ke- (Poise) 1 4 8 740 595 622 782 571 608 751 596 586 701 766 670 684 664 677 670 683 637
Batch 1 Batch 2 Batch 3 Batch 1 Batch 2 Batch 3
Viskositas pada hari ke- (Poise) 15 22 29 712 658 621 682 601 648 670 643 635 584 538 580 540 572 561 550 578 571
Hasil pengukuran viskositas krim menunjukkan bahwa antarbatch tidak terdapat perbedaan yang bermakna (ANOVA satu arah, P > 0,05). Penyimpanan krim selama 4 minggu menunjukkan tidak berpengaruh pada formula 2 dan adanya berpengaruh viskositas pada formula 1. Perubahan viskositas pada formula 1 menunjukkan kemungkinan gejala ketidakstabilan sistem emulsi dapat disebabkan adanya sebagian globul fasa terdispersi yang pecah sehingga membuat viskositas menjadi turun dan berubah secara signifikan.
Evaluasi uji stabilitas fisik yang mengamati ketidakstabilan sistem emulsi meliputi flokulasi, creaming, koalesen, inversi fasa, dan pemisahan (breaking). Bila diamati secara visual, hasil pengujian menunjukkan tidak terjadi ketidakstabilan dari sistem emulsi. Akan tetapi terjadi warna kuning yang bertambah gelap dimulai dari siklus ke-3. Hal ini dapat terjadi karena konsentrasi BHT yang digunakan tidak mencukupi untuk menjaga proses oksidasi dari minyak biji bunga matahari dan lanolin oleh panas 40°C yang digunakan untuk uji stabilitas fisik.
Penyimpanan sediaan krim selama 8 minggu pada suhu kamar menunjukkan krim tetap stabil dan tidak terjadi perubahan warna. Krim yang dihasilkan tetap homogen dan tidak ada perubahan bau. Krim diamati ukuran globul yang terbentuk menggunakan mikroskop cahaya. Pengukuran dilakukan pada 100 globul fasa terdispersi menggunakan skala yang terdapat pada lensa okuler. Ukuran globul tersebut ditunjukkan pada Tabel 4.3.
23 Tabel 4.3 Distribusi Ukuran Globul pada Sediaan Krim Ukuran Globul (µm) Batch 1 Batch 2 I 2,76 ± 0,93 2,7 ± 0,72 II 2,87 ± 1,5 2,78 ± 0,85 (Jumlah globul yang diukur dalam krim sebanyak 100)
Formula
Batch 3 2,5 ± 0,84 2,79 ± 1,04
Dari ukuran globul tersebut dapat diamati bahwa ukuran memasuki rentang ukuran globul sistem emulsi di atas 1 µm. Penggunaan mikroskop cahaya dalam pengukuran globul fasa terdispersi memberikan hasil yang tidak akurat. Hal ini disebabkan pengukuran secara visual (mata manusia), pembuatan preparat yang memerlukan sedikit tekanan, dan resolusi kamera yang digunakan untuk menangkap objek yang dituju (globul emulsi). Agar pengukuran memberikan hasil yang akurat digunakan coulter counter atau coulter centrifugal photosedimentometer (Martin, 1993).
Pengujian keamanan krim dievaluasi dengan uji iritasi pada mata dan kulit punggung kelinci. Untuk menilai efek iritasi suatu sediaan topikal atau kosmetik pada kulit digunakan skor penilaian seperti yang dikemukan oleh Draize (Hayes, 2001). Hasil pengamatan uji iritasi pada kulit punggung kelinci ditunjukkan pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Hasil Pengujian Efek Iritasi pada Kulit Kelinci I Tidak digores 24 jam tidak ada udem (skor = 0) eritema nampak jelas (skor = 2) 72 jam tidak ada udem (skor = 0) sedikit eritema (skor = 1) Digores 24 jam tidak ada udem (skor = 0) eritema nampak jelas (skor = 2) 72 jam tidak ada udem (skor = 0) sedikit eritema (skor = 1)
Kelinci II
Kelinci III
Tidak ada udem (skor = 0) Sedikit eritema (skor = 1) Tidak ada udem (skor = 0) Tidak ada eritema (skor = 0)
tidak ada udem (skor = 0) eritema nampak jelas (skor = 2) tidak ada udem (skor = 0) sedikit eritema (skor = 1)
Tidak ada udem (skor = 0) Sedikit eritema (skor = 1) Tidak ada udem (skor = 0) Tidak ada eritema (skor = 0)
tidak ada udem (skor = 0) eritema nampak jelas (skor = 2) tidak ada udem (skor = 0) sedikit eritema (skor = 1)
24 Nilai indeks iritasi primer diperoleh dengan menjumlahkan nilai antara eritema dan edema. Cara perhitungan indeks iritasi primer dengan melakukan rata-rata skor eritema dari ketiga kelinci kemudian dilakukan rata-rata dari pengamatan 24 jam dan 72 jam. Hasil rata-rata terakhir merupakan nilai indeks iritasi primer karena pengamatan memberikan nilai 0 untuk udem. Nilai indeks iritasi primer yang diperoleh sebesar 1,167. Pengelompokkan nilai indeks iritasi primer yaitu antara 0 sampai 2 menunjukkan iritasi ringan, 2 sampai 5 menunjukkan iritasi sedang, dan di atas 5 menunjukkan iritasi berat. Nilai indeks iritasi primer yang diperoleh termasuk dalam kelompok iritasi ringan.
Jadi pengujian pada kulit punggung kelinci menunjukkan terjadinya iritasi ringan. Hal ini mungkin disebabkan oleh penggunaan urea dalam formulasi berakibat eritema pada kulit punggung kelinci. Seperti yang telah diketahui bahwa urea memiliki mekanisme kerja humektan dan memiliki efek keratolitik pada konsentrasi tertentu. Mekanisme kerja humektan dan juga penutupan selama 24 jam daerah pengolesan krim mengakibatkan urea menarik air dari kulit punggung kelinci sehingga timbul iritasi ringan. Tetapi secara perlahan-lahan efek iritasi menghilang karena berkurangnya konsentrasi zat iritan pada kulit.
Pada uji iritasi mata dilakukan pengamatan meliputi efek kornea, iris, dan konjungtiva menggunakan skor penilaian yang dikemukan oleh Draize (Hayes, 2001). Hasil pengujian iritasi pada mata kelinci ditunjukkan pada Tabel 4.5.
Cara perhitungan skor penilaian efek iritasi pada mata sebagai berikut : Untuk kornea, nilai total yaitu nilai derajat opasitas × nilai luas opasitas × 5 (nilai maksimum = 80). Untuk iris, nilai yang diperoleh dikalikan dengan 5 (nilai maksimum = 10). Untuk konjungtiva, evaluasi pembengkakan dan ekskresi air mata harus dilakukan sebelum kelopak mata hewan dibuka. Nilai total yaitu (nilai pemerahan konjungtiva + nilai kemosis + nilai eksresi air mata) × 2 (nilai maksimum = 20).
Skor penilaian efek iritasi pada mata kelinci memberikan nilai total kornea mata kelinci sebesar 0 baik untuk 1, 24, dan 72 jam pengamatan. Nilai total iris sebesar 0 baik untuk 1, 24, dan 72 jam pengamatan. Nilai total konjungtiva sebesar 6 ((2+0+1) × 2) untuk 1 jam pengamatan, sebesar 3 ((1+0+0) × 2) untuk 24 jam pengamatan, dan sebesar 0 untuk 72 jam pengamatan.
25 Tabel 4.5 Hasil Pengujian Efek Iritasi Mata Efek yang Kelinci I diamati Kornea 1 jam sama sekali tidak ada opasitas (skor = 0) 24 jam sama sekali tidak ada opasitas (skor = 0) 72 jam sama sekali tidak ada opasitas (skor = 0) Iris 1 jam iris normal (skor = 0) 24 jam iris normal (skor = 0) 72 jam iris normal (skor = 0) Konjungtiva Pemerahan konjungtiva kelopak mata 1 jam warna merah menyala, lebih difus, pembuluh sulit dibedakan secara individual (skor = 2) 24 jam pembuluh jelas lebih besar dari normal (skor = 1) 72 jam pembuluh normal (skor = 0) Kemosis 1 jam tidak bengkak (skor = 0) 24 jam tidak bengkak (skor = 0) 72 jam tidak bengkak (skor = 0) Ekskresi air mata 1 jam ekskresi air mata yang membasahi kelopak mata dan bulu di dekatnya (skor = 1) 24 jam tidak ada ekskresi air mata (skor = 0) 72 jam tidak ada ekskresi air mata (skor = 0)
Kelinci II
Kelinci III
sama sekali tidak ada opasitas (skor = 0) sama sekali tidak ada opasitas (skor = 0) sama sekali tidak ada opasitas (skor = 0) iris normal (skor = 0) iris normal (skor = 0) iris normal (skor = 0)
sama sekali tidak ada opasitas (skor = 0) sama sekali tidak ada opasitas (skor = 0) sama sekali tidak ada opasitas (skor = 0) iris normal (ksor = 0) iris normal (skor = 0) iris normal (skor = 0)
warna merah menyala, lebih difus, pembuluh sulit dibedakan secara individual (skor =2) pembuluh jelas lebih besar dari normal (skor = 1) pembuluh normal (skor = 0) tidak bengkak (skor = 0) tidak bengkak (skor = 0) tidak bengkak (skor = 0)
warna merah menyala, lebih difus, pembuluh sulit dibedakan secara individual (skor = 2) pembuluh jelas lebih besar dari normal (skor = 1) pembuluh normal (skor = 0) tidak bengkak (skor = 0) tidak bengkak (skor = 0) tidak bengkak (skor = 0)
ekskresi air mata yang membasahi kelopak mata dan bulu di dekatnya (skor = 1) tidak ada ekskresi air mata (skor = 0) tidak ada ekskresi air mata (skor = 0)
ekskresi air mata yang membasahi kelopak mata dan bulu di dekatnya (skor = 1) tidak ada ekskresi air mata (skor = 0) tidak ada ekskresi air mata (skor = 0)
26
Hasil uji iritasi mata pada kelinci menunjukkan bahwa krim tersebut menimbulkan iritasi pada mata karena krim yang dibuat mengandung bahan yang dapat bersifat surfaktan yang akan menimbulkan hasil yang positif iritasi pada mata. Bahan dengan sifat surfaktan dapat melarutkan lipid pada membran mukosa mata. Walaupun krim tidak ditujukan untuk penggunaan pada wajah, penggunaan krim sebaiknya dihindari terkena mata secara tidak sengaja.
Uji efek krim pelembab dilakukan pada 24 orang sukarelawan yang menderita xerosis tumit kaki tipe sedang dan parah. Kondisi ini dapat terjadi karena kondisi cuaca lingkungan sekitar yang berada pada musim kemarau yang akan beralih pada musim hujan (pancaroba) di negara tropis dan juga selama musim kemarau. Terjadi pada orang-orang yang cenderung tidak menggunakan alas kaki atau hanya menggunakan sandal terbuka setiap harinya akan mengalami xerosis ini. Informasi yang diperoleh dari sukarelawan bahwa pada masa pancaroba dan kemarau setiap tahunnya, biasanya xerosis tumit kaki sering terjadi sampai timbul eritema dan pendarahan. Penggunaan krim selama empat minggu menunjukkan bahwa krim tersebut dapat melembabkan xerosis pada tumit kaki serta melembutkan permukaan kulit yang pecah-pecah. Pada Tabel 4.6 ditampilkan skala perubahan tingkat keparahan xerosis tumit kaki sukarelawan menurut Rogers, et al. setelah pemberian krim selama empat minggu.
Berdasarkan pengamatan secara kualitatif setelah empat minggu pemakaian krim, kulit tumit kaki sukarelawan menjadi lentur, tidak kasar, tidak kering, pecah-pecah tidak melebar, dan pecah-pecah yang semakin berkurang. Gejala iritasi tidak teramati pada periode pemakaian krim oleh sukarelawan walaupun ditunjukkan hasil yang positif pada pengujian pada kulit punggung dan mata kelinci. Hal ini disebabkan oleh kondisi kulit yang berbeda antara kulit punggung kelinci dan kulit tumit kaki manusia. Kulit punggung kelinci cenderung lebih sensitif dibandingkan dengan kulit tumit kaki manusia yang memiliki tingkat ketebalan antara sekitar 0,4–0,6 mm.
27 Tabel 4.6 Perubahan Skala Xerosis Tumit Kaki pada Sukarelawan
Ke-
Xerosis parah Skala Skala Perubahan awal akhir
Ke-
Xerosis sedang Skala Skala Perubahan awal akhir
1 6 5 1 13 4 1 3 2 5 3 2 14 3 0 3 6 5 1 4 3 15 1 3 5 2 3 4 4 16 1 3 5 2 3 3 0 5 17 3 5 2 3 4 6 18 0 4 5 3 2 4 7 19 0 4 5 3 2 4 1 8 20 3 9 5 2 3 21 4 1 3 10 6 5 1 22 4 1 3 6 4 2 4 11 23 1 3 12 6 4 2 24 4 2 2 Keterangan: 0 = Kulit normal 1 = Penampilan bersisik dengan sedikit serpihan kulit 2 = Penampilan bersisik dengan banyak serpihan kulit 3 = Garis-garis tipis dan datar 4 = Garis-garis tebal yang menaik dan pecah tidak dalam 5 = Pecah-pecah besar yang dalam 6 = Pecah-pecah besar dan dalam hingga muncul eritema Berdasarkan skala tingkat keparahan menurut Rogers, et al., perbaikan bermakna terlihat pada kelompok B yang tipe xerosis sedang. Hasil penelitian ini memberi indikasi bahwa penggunaan krim selama satu bulan dapat memperbaiki xerosis pada tumit kaki hingga kondisi normal apabila digunakan secara rutin. Hasil uji pada kelompok A, tipe xerosis parah, tampak ada perubahan menjadi tipe xerosis sedang. Keparahan xerosis yang berkurang ditunjukkan dengan hilangnya gejala eritema, kelenturan kulit kulit walaupun masih terdapat pecah-pecah yang cukup dalam pada tiga orang sukarelawan.
Sukarelawan juga diminta kesediaan mengisi angket efikasi krim pelembab untuk mengatasi xerosis tumit kaki dengan tujuan mengdukung pengamatan yang dilakukan. Berdasarkan hasil angket yang telah disebarkan, sebanyak 100% sukarelawan memberikan pendapat bahwa penampilan sediaan krim pelembab meliputi warna dan bau yang dibuat sudah baik. Sebanyak 87,5% sukarelawan menyatakan krim tidak sulit digunakan pada tumit kaki namun 12,5% sukarelawan menyatakan krim cukup sulit digunakan pada tumit kaki. Sebanyak 100% sukarelawan menyatakan krim nyaman untuk digunakan pada tumit kaki. Sebanyak 91,67% sukarelawan menyatakan waktu penggunaan krim pada pagi hari
28 dan sore hari sudah tepat namun 8,33% sukarelawan menyatakan tidak tepat karena pada pagi hari, sukarelawan cenderung sibuk dengan berbagai aktivitas. Sebanyak 91,67% sukarelawan menyatakan waktu kontak krim dengan tumit kaki selama ½ jam namun 8,33% sukarelawan menyatakan waktu kontak selama 1jam. Sebanyak 100% sukarelawan menyatakan tidak ada rasa tidak nyaman ketika penggunaan selama empat minggu. Selama penggunaan empat minggu, krim tidak memberikan rasa tidak nyaman seperti perih, gatalgatal, kemerahan, dan bengkak
Sebanyak 100% sukarelawan menyatakan krim memberikan perubahan pada xerosis tumit kaki. Sebanyak 70,83% sukarelawan menyatakan tidak terdapat kemerahan pada tumit kaki namun 29,17% sukarelawan menyatakan ada kemerahan pada tumit kaki. Hal tersebut dapat terjadi kemungkinan karena sugesti sukarelawan. Kemerahan dapat terjadi bila terlalu lama berjalan pada cuaca panas dan terlalu lama berjalan. Kemerahan bukan karena iritasi dari sediaan tersebut. Sebanyak 25% sukarelawan menyatakan masih terdapat kulit kasar dan kering pada tumit kaki namun 75% menyatakan tidak kasar dan kering. Sebanyak 62,5% sukarelawan menyatakan tidak merasakan panas atau dingin namun 20,83% sukarelawan menyatakan adanya sensasi panas yang timbul mungkin dapat disebabkan oleh gejala iritasi. Sensasi panas mungkin dapat ditimbulkan oleh penggunaan urea dalam krim. Sekitar 16,67% sukarelawan menyatakan adanya sensasi dingin yang timbul mungkin dapat disebabkan oleh pengaruh urea yang memiliki mekanisme humektan atau dapat juga dipengaruhi oleh faktor dari luar yaitu cuaca pagi hari dan malam hari yang cenderung suhu rendah. Tapi karena hal tersebut tidak terjadi terjadi terus-menerus maka dianggap efek sesaat dari sukarelawan, mungkin sukarelawan bersangkutan lebih sensitif dibandingkan sukarelawan lainnya.
Sekitar 83,33% sukarelawan menyatakan waktu satu bulan sudah cukup untuk mengobati xerosis tumit kaki walaupun belum kembali pada kondisi normal. Terutama menghilangnya rasa sakit dan tidak memperparah kondisi xerosis tumit kaki pada musim kemarau dirasakan sudah cukup berarti. Pada enam orang sukarelawan yang pernah melakukan pengobatan sendiri menggunakan sediaan yang ada di pasaran untuk xerosis tumit kaki mereka, 83,33% sukarelawan menyatakan krim yang diberikan lebih baik dibandingkan produk yang pernah mereka coba.