BAB 4
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan karakteristik dilakukan untuk mengetahui kebenaran identitas zat yang digunakan. Dari hasil pengujian, diperoleh karakteristik zat seperti yang tercantum di dalam Tabel 1. Hasil pemeriksaan menyatakan bahwa zat tersebut adalah glibenklamid.
Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Zat Parameter
Data Pustaka
Hasil Pengamatan
Pemerian
Serbuk hablur, putih atau
Serbuk hablur
hampir putih, tidak berbau
putih, tidak
atau hampir tidak berbau
berbau
Spektrum serapan
Puncak utama pita absorbsi
Puncak utama pita
inframerah
pada 1163, 1333, 1471, 1515,
absorpsi pada
1724, 3313, 3363 cm-1
1157, 1342, 1461, 1527, 1712, 3313, 3367 cm-1
Spektrum serapan
275 dan 300 nm dalam asam
277,4 dan 299,8 nm
ultraviolet
klorida metanol 0,01 N
dalam asam klorida metanol 0,01 N
Kadar
99,0-101,0 %
100,6 %
Pada penelitian ini, dilakukan penguraian terhadap glibenklamid dengan cara merefluks 2 gram glibenklamid dalam 100 ml metanol pada suhu 64oC selama 24 jam untuk menghasilkan senyawa metil N-4-[2-(5-kloro-2-metoksi benzamida) etil] benzenasulfonil karbamat.
12
13
Pemantauan senyawa hasil urai yang terbentuk dilakukan pada waktu tertentu secara kromatografi lapis tipis (KLT), dengan fase diam silika gel GF254 dan fase gerak n-heksanetil asetat-metanol (9:9:2). Pemilihan fase gerak didasarkan pada kromatogram KLT. Pemisahan yang terjadi antara glibenklamid dan senyawa hasil urai yang terbentuk, menghasilkan nilai Rf yang cukup jauh apabila menggunakan fase gerak dengan komposisi n-heksan-etil asetat-metanol (9:9:2) dibandingkan bila menggunakan fase gerak dengan komposisi sikloheksan-kloroform-etanol-asam asetat glasial (9:9:1:1). Pembanding yang digunakan dalam KLT ini adalah larutan glibenklamid dalam metanol-kloroform (1:1). Pemantauan pembentukan senyawa urai dapat dilihat pada Gambar 4.1.
P P 1 2
P
3 4
P 5 6 7
P 8
9
Gambar 4.1 Kromatogram pemantauan pembentukan senyawa urai dengan fase gerak nheksan-etl asetat-metanol (9:9:2) pada sinar UV 254 nm; P = Pembanding glibenklamid, 1 = hasil refluks 1 jam, 2 = hasil refluks 3 jam, 3 = hasil refluks 6 jam, 4 = hasil refluks 9 jam, 5 = hasil refluks 12 jam, 6 = hasil refluks 15 jam, 7 = hasil refluks 18 jam, 8 = hasil refluks 21 jam, 9 = hasil refluks 24 jam. Senyawa urai yang terbentuk kemudian diisolasi untuk mendapatkan senyawa urai yang murni, dengan cara kromatografi kolom menggunakan fase diam silika gel dan fase gerak n-heksan-etil asetat-metanol (9:9:2). Isolat kemudian dipantau secara kromatografi lapis tipis dengan fase diam silika gel GF254 dan fase gerak n-heksan-etil asetat-metanol (9:9:2) kemudian bercak dilihat di bawah lampu uv (254 nm). Kromatogram pemantauan isolat dapat dilihat pada Gambar 4.2. Dari hasil pemantauan dipilih isolat nomor 5-15 karena hanya terdapat satu bercak noda pada KLT.
14
P
Gambar 4.2
5
6
7
8
P 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Kromatogram fraksi hasil kromatografi kolom pada lampu UV 254 nm dengan fase gerak n-heksan-etil asetat-metanol (9:9:1), P = pembanding glibenklamid, angka menunjukkan nomor isolat.
Isolat kemudian diuji kemurniannya secara kromatografi lapis tipis (KLT) dua dimensi. Fase diam yang digunakan dalam uji kemurnian ini adalah silika gel GF254. Sedangkan fase gerak yang digunakan adalah fase gerak n-heksan-etil asetat-metanol (9:9:2) pada pengembangan pertama dan sikloheksan-kloroform-etanol-asam asetat glasial (9:9:1:1) pada pengembangan kedua. Bercak diamati dengan sinar UV 254 nm. Hasil uji kemurnian isolat dapat dilihat pada Gambar 4.3.
a
b
Gambar 4.3 Kromatogram KLT 2 dimensi pada sinar UV 254 nm. a = pengembangan pertama, b = pengembangan kedua, setelah diputar 90o Dari kromatogram di atas, dapat dilihat bahwa isolat yang diperoleh telah murni karena hanya dihasilkan satu bercak.
15
Karakterisasi isolat dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis dan spektrofotometri inframerah. Karakterisasi isolat secara kromatografi lapis tipis menggunakan fase diam silika gel GF254 dan fase gerak sikloheksan-kloroform-etanol-asam asetat glacial (9:9:1:1). Karakterisasi isolat secara spektrofotometri inframerah menggunkan cakram KBr. Hasil karakterisasi isolat secara kromatografi lapis tipis dan secara spektroskopi inframerah dapat dilihat pada Gambar 4.4 dan Gambar 4.5.
1 Gambar 4.4
2
Kromatogram karakterisasi isolat pada sinar UV 254 nm dengan fase gerak sikloheksan-kloroform-etanol-asam asetat glasial (9:9:1:1), 1= pembanding glibenklamid, 2 = isolat.
Dari gambar kromatogram di atas, isolat menghasilkan bercak yang berbeda dengan pembanding glibenklamid. Hal ini menunjukkan bahwa isolat merupakan senyawa urai glibenklamid.
16
Gambar 4.5 Spektrum inframerah isolat dalam cakram KBr: (bawah) = isolat senyawa urai.
(atas) = glibenklamid,
Dari spektrum inframerah pada Gambar 4.5., isolat menghasilkan spektrum yang mirip namun berbeda dengan spektrum glibenklamid. Pada spektrum inframerah isolat terdapat puncak pita absorbsi pada bilangan gelombang 1234 cm-1 dan 1743 cm-1. Ester menunjukkan suatu pita karbonil yang khas dari pita gugus C-O. Pita absorpsi C-O, seperti pita eter, dijumpai dalam daerah sidik jari, 1110-1300 cm-1 dan kadang-kadang sulit dikenali. Pita absorpsi C-O biasanya kuat dan dalam beberapa hal dapat digunakan untuk membedakan antara ester dan keton. Adanya pita absorpsi kuat di daerah 1743 cm-1 pada spektrum inframerah suatu senyawa merupakan penunjuk kuat bahwa molekul isolat mengandung gugus fungsi ester karena ester memberikan pita absorbsi pada bilangan gelombang 1650-1900 cm-1.