ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT AKIBAT EKSTERNALITAS NEGATIF KEGIATAN PENAMBANGAN BATU GAMPING (Studi Kasus Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor)
BAHROIN IDRIS TAMPUBOLON
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
-1
RINGKASAN BAHROIN IDRIS TAMPUBOLON. Analisis Willingness To Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping (Studi Kasus Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor). Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI Kegiatan penambangan batu gamping merupakan kegiatan tambang terbuka (open pit) dan dilakukan melalui cara peledakan dengan sistem berjenjang (bench). Kegiatan penambangan tentunya berpotensi menimbulkan eksternalitas negatif bagi masyarakat maupun lingkungan sekitar seperti penurunan kualitas dan kuantitas air, kebisingan, getaran, pencemaran udara, kehilangan keanekaragaman hayati, dan penurunan tingkat kesehatan. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan untuk mengkaji eksternalitas negatif dan kesediaan menerima dana kompensasi masyarakat melalui pendekatan ekonomi sumberdaya dan lingkungan. Tujuan penelitian ini secara khusus yaitu: (1) mengindentifikiasi eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat dari aktivitas penambangan batuan gamping; (2) mengkaji peluang kesediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi; (3) mengkuantifikasikan besarnya nilai kesediaan menerima dana kompensasi oleh masyarakat akibat eksternalitas negatif yang ditimbulkan dari kegiatan penambangan batuan gamping; dan (4) mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh pada besarnya nilai dana kompensasi masyarakat sekitar penambangan di Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor Jawa Barat. Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan di Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor. Pengambilan data dilakukan selama bulan April sampai dengan Juni 2011. Eksternalitas negatif yang dialami masyarakat diidentifikasi dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Peluang kesediaan menerima dana kompensasi masyarakat dianalisis dengan menggunakan regresi logistik. Besarnya nilai WTA masyarakat diketahui dengan menggunakan perhitungan Willingness To Accept. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTA masyarakat dianalisis dengan model regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan, sebagian besar masyarakat menyatakan eksternalitas negatif yang dirasakan adalah kebisingan dan getaran, perubahan kualitas udara serta perubahan kualitas dan kuantitas air. Hanya sebagian kecil responden yang menyatakan kehilangan keanekaragaman hayati. Mayoritas responden menyatakan bersedia menerima dana kompensasi atas eksternalitas negatif yang timbul. Nilai dugaan rataan WTA responden adalah sebesar Rp 137.500,00 per bulan per kepala keluarga dan nilai total WTA responden sebesar Rp 6.325.000,00 per bulan. Nilai total WTA masyarakat adalah sebesar Rp 447.975.000,00 per bulan. Faktor-faktor yang berpengaruh pada besarnya nilai WTA responden adalah tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, dummy wiraswasta dan pegawai swasta. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memberikan beberapa saran untuk berbagai pihak, antara lain : (1) Perusahaan penambangan batuan gamping seharusnya mencari sistem dan teknologi penambangan yang lebih baik dan ramah lingkungan, reklamasi lahan setelah penambangan harus terus dilakukan,
-3
perbaikan Jalan Putih dan peningkatan kesempatan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar kawasan penambangan. (2) Pemerintah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan penambangan, menyelesaikan permasalahan eksternalitas negatif, dan pengawasan terhadap program tanggung jawab sosial perusahaan. (3) Penelitian selanjutnya sebaiknya melakukan penelitian mengenai analisis Willingness to Pay.
-4
ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT AKIBAT EKSTERNALITAS NEGATIF KEGIATAN PENAMBANGAN BATU GAMPING (Studi Kasus Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor)
BAHROIN IDRIS TAMPUBOLON H44070057
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
-2
Judul Skripsi
Nama NIM
: Analisis Willingness To Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping (Studi Kasus Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor) : Bahroin Idris Tampubolon : H44070057
Menyetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MSi NIP. 19650212 199003 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT. NIP. 19660717 199203 1 003
Tanggal Lulus :
-5
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Willingness To Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping (Stud Kasus Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor) adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Oktober 2011
Bahroin Idris Tampubolon H44070057
-6
UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada : 1.
Ibu (Pipih Pudjiastuti), Bapak (Radjab Tampubolon), Abang Manan, Eri Choirul serta Fia Harfiana atas segala dukungan, doa, dan kasih sayang.
2.
Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MSi. selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, dukungan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas pelajaran dan pengalaman berharga yang telah diberikan.
3.
Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr. selaku dosen penguji utama dan Novindra, S.P, M.Si. selaku dosen perwakilan departemen.
4.
Dr. Meti Ekayani S,Hut,MSc. selaku pembimbing akademik.
5.
Ibu Dian, Ibu Riri, Ibu Wiwik, dan Bapak Erhan dari Badan Lingkungan Hidup
(BLH)
Kabupaten
Bogor,
Kepala
Desa
Lulut
Kecamatan
Klapanunggal beserta jajarannya, Bapak Cece selaku Ketua RT 05/05 yang telah banyak membantu pengumpulan data dan informasi untuk skripsi. 6.
Handai taulan Ario Bismoko, Adhitya “Baso” Permadi, Agung Kurniawan, Suci Nurul H, Andrian I., Fandi W.I, Riony R.P, A.Harahap, Dina Berina, Dina Setriana, Diyah Didi, seluruh sahabat ESL 44 serta keluarga UKM Futsal IPB atas kebersamaan, bantuan, semangat, dan motivasinya.
-7
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Willingness To Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping (Studi Kasus Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor)”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Tujuan dari penelitian dalam skripsi ini adalah mengkaji eksternalitas negatif yang timbul dari aktivitas penambangan batuan gamping, mengkaji peluang kesediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi di Desa Lulut, mengkuantifikasikan besarnya nilai kesediaan menerima dana kompensasi oleh masyarakat akibat eksternalitas negatif yang timbul dari kegiatan penambangan batuan gamping serta mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh pada besarnya nilai dana kompensasi masyarakat sekitar penambangan. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pada masa yang akan datang. Bogor, Oktober 2011
Penulis
-8
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..............................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR .........................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................
ix
I. PENDAHULUAN .........................................................................
1
1.1. Latar Belakang ..................................................................... 1.2. Perumusan Masalah ............................................................. 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................. 1.4. Manfaat Penelitian ............................................................... 1.5. Ruang Lingkup.....................................................................
1 5 10 11 12
II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................... .
13
2.1. Penambangan Batu Karst ..................................................... 2.2. Pengelolaan Kawasan Karst ................................................. 2.3. Pencemaran Udara ............................................................... 2.4. Eksternalitas Negatif ............................................................ 2.5. Metode Estimasi Penilaian Lingkungan dengan CVM ........ 2.6. Penelitian Terdahulu yang Relevan .....................................
13 15 16 17 20 21
III. KERANGKA PEMIKIRAN ........................................................
24
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................... 3.1.1. Analisis WTA ........................................................... 3.1.2. Model Regresi Logistik............................................. 3.1.3. Model Regresi Linier Berganda ................................ 3.2. Kerangka Operasional ..........................................................
24 24 28 30 31
IV. METODE PENELITIAN.............................................................
34
4.1. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................. 4.2. Jenis dan Sumber Data ......................................................... 4.3. Metode Pengambilan Sampel............................................... 4.4. Metode dan Prosedur Analisis Data ..................................... 4.4.1. Analisis Dampak Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping ..................................... 4.4.2. Analisis Peluang Kesediaan Menerima WTA ........... 4.4.3. Analisis Nilai WTA dari Masyarakat Terhadap Aktivitas Penambangan Batu Gamping ..................... 4.4.4. Analisis Fungsi WTA ................................................ 4.5. Pengujian Parameter Regresi ...............................................
34 34 35 35
V. GAMBARAN UMUM................................................................
47
5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................... 5.1.1. Kependudukan ..........................................................
47 48
36 36 36 39 43
iv
5.1.2. Gambaran Umum Kegiatan Penambangan di Desa Lulut ............................................................ 5.2. Karakteristik Responden ..................................................... 5.2.1. Jenis Kelamin ........................................................... 5.2.2. Usia .......................................................................... 5.2.3. Lama Pendidikan Formal ......................................... 5.2.4. Jenis Pekerjaan ......................................................... 5.2.5. Tingkat Pendapatan ................................................ 5.2.6. Jumlah Tanggungan Keluarga ................................. 5.2.7. Lama Tinggal ........................................................... 5.2.8. Jarak Tempat Tinggal dari Penambangan ................ 5.2.9. Luas Tanah ............................................................... 5.2.10. Harga Tanah ............................................................ 5.2.11. Jenis Penyakit yang Sering Dialami ........................
49 49 50 50 51 52 53 53 54 55 56 57 58
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................
59
6.1. Analisis Eksternalitas Negatif yang Timbul dari Aktivitas Penambangan Batuan Gamping ........................... 6.2. Analisis Kesediaan Menerima Responden Terhadap Dana Kompensasi Akibat Eksternalitas Negatif ................. 6.3. Analisis Besarnya Nilai Dana Kompensasi Responden Akibat Eksternalitas Negatif ............................................... 6.4. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai WTA Responden .........................................
59 65 67 70
VII. SIMPULAN DAN SARAN.......................................................
79
7.1. Simpulan .............................................................................. 7.2. Saran.....................................................................................
79 80
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................
82
LAMPIRAN .......................................................................................
84
RIWAYAT HIDUP............................................................................
96
v
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Rekapan Hasil Pengujian Kualitas Udara Ambient Semester 1 Tahun 2010 .................................................................
2
2. Data Tahunan Pneumokoniosis /ISPA Tahun 2010 Kabupaten Bogor ..........................................................................
3
3. Kualitas Air Permukaan Sungai di Kecamatan Citeureup Tahun 2002 dan Tahun 2008 .........................................................
4
4 . Pengukuran Tinggi Muka Air Sumber Mata Air Cikukulu Tahun 2008 ....................................................................
6
5. Hasil Pengujian Tingkat Kebisingan Desa Sekitar Lokasi Penambangan Tahun 2008 ............................................................
7
6. Data Analisis Kualitas Udara Ambien pada Pemantauan Desember 2008 dan Rona Awal Quarry D Tahun 2002 ..............
8
7. Jumlah Kunjungan Pasien & Pola Penyakit di Desa Leuwikaret dan Desa Lulut Kecamatan Citeureup Tahun 2009...................... 8. Matriks Metode Analisis Data .......................................................
9 35
9. Indikator Pengukuran Nilai WTA .................................................
42
10. Nilai Observasi dan Harapan Terhadap Peluang Kesediaan Responden ...................................................................
67
11. Distribusi WTA Responden di Desa Lulut....................................
69
12. Total WTA (TWTA) Responden di Desa Lulut ............................
70
13. Hasil Estimasi Model Regresi Linier Berganda Terhadap Besarnya Nilai WTA Responden ..................................................
73
vi
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Kurva Eksternalitas Negatif ....................................................
19
2. Gambaran Transformasi Logit Dengan Peubah X .................
29
3. Diagram Alur Kerangka Berpikir............................................
33
4. Sebaran Responden Menurut Jenis Kelamin di Desa Lulut ....
50
5. Sebaran Responden Menurut Umur di Desa Lulut .................
51
6. Sebaran Responden Menurut Lama Pendidikan Formal di Desa Lulut ...........................................................................
52
7 . Sebaran Responden Menurut Jenis Pekerjaan di Desa Lulut ...........................................................................
52
8. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendapatan di Desa Lulut ...........................................................................
53
9. Sebaran Responden Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga di Desa Lulut ...........................................................................
54
10. Sebaran Responden Menurut Lama Tinggal di Desa Lulut ...
55
11. Sebaran Responden Menurut Jarak Tempat Tinggal dari Penambangan di Desa Lulut.............................................
56
12. Sebaran Responden Menurut Luas Tanah di Desa Lulut ........
57
13. Sebaran Responden Menurut Harga Tanah di Desa Lulut ......
58
14. Sebaran Responden Menurut Jenis Penyakit yang Sering Dialami di Desa Lulut .............................................................
58
15. Eksternalitas Negatif yang Dirasakan Responden Akibat Aktivitas Penambangan Batuan Gamping di Desa Lulut ........
61
16. Dampak Kebisingan dan Getaran yang Dirasakan Responden di Desa Lulut ...........................................................................
62
17. Dampak Perubahan Kualitas Udara yang Dirasakan Responden di Desa Lulut ........................................................
63
18. Dampak Perubahan Kualitas dan Kuantitas Air yang Dirasakan Responden di Desa Lulut ..............................
65
19. Persentase Kesediaan Menerima Dana Kompensasi Responden di Desa Lulut ........................................................
65
20. Rencana Alokasi Penggunaan Dana Kompensasi Responden di Desa Lulut ........................................................
66
21. Sebaran Bentuk Kompensasi Selain Dana .............................
66
vii
22. Dugaan Bid Curve WTA Responden di Desa Lulut ...............
69
23. Scatterplot pada WTA Responden di Desa Lulut ...................
72
viii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Kuesioner ................................................................................
85
2. Hasil Model Regresi Logistik Dichotomus Choice ................
90
3. Hasil Model Regresi Linier Berganda ....................................
92
4. Peta Lokasi ..............................................................................
95
5. Dokumentasi ...........................................................................
96
ix
I. 1.1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam baik
sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable) maupun yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable). Sumberdaya alam yang mempunyai nilai potensi tinggi salah satunya adalah kawasan karst. Kawasan karst mempunyai berbagai keragaman sumberdaya baik hayati maupun non hayati yang bernilai strategis bagi manusia, flora, dan fauna. Potensi mineral, sumber air yang melimpah, potensi wisata dan ilmu pengetahuan dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan manusia. Salah satu bentuk pemanfaatan kawasan karst adalah untuk kegiatan penambangan batuan karbonat (gamping). Batuan gamping merupakan salah satu sumber mineral terbesar yang terdapat di kawasan karst. Batuan ini sering dimanfaatkan untuk ornamen/hiasan, bahan baku industri-industri seperti untuk bahan pemutih, penjernih air, bahan pestisida, serta campuran pembuatan semen. Proses pembuatan semen umumnya menggunakan teknik penambangan terbuka dalam bentuk kuari tipe sisi bukit (side hill type quarry). Penambangan skala besar menggunakan sistem peledakan beruntun, peralatan berat antara lain escavator dan ripper (penggaru), sedangkan untuk penambangan skala kecil dilakukan dengan alat sederhana dengan cangkul, ganco, dan sekop (Minerhe, 2009). Kegiatan penambangan tersebut tentunya akan menimbulkan eksternalitas baik eksternalitas positif maupun negatif.
1
Eksternalitas positif yang ditimbulkan dari kegiatan penambangan sangatlah beragam diantaranya penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), dan sumber devisa negara. Namun, eksternalitas negatif juga muncul sebagai hasil sampingan dari kegiatan penambangan tersebut yang umumnya merugikan masyarakat sekitar lokasi penambangan, seperti kualitas udara yang terkontaminasi, kesulitan air, dan kebisingan. Pada Tabel 1 ditampilkan data tentang kualitas udara pada Kecamatan Citeureup yang memiliki kawasan penambangan batu gamping. Tabel 1 Hasil Pengujian Kualitas Udara Ambient Semester 1 Tahun 2010
Parameter
Hasil Uji Laboratorium Kec. Citeureup
Unit
U1
U2
Baku Mutu PPRI No.4 Tahun 1999
MENLH No.02 Tahun 1988
Suhu Udara
o
C
37
37
-
-
Kelembaban Udara
%
37,50
28,60
-
-
240
230
260
3
3
900
260
Partikel Debu
µg/NM3 328,90
SO2
µg/NM
CO2
Ppm
NO2 H2S NH3 O3
Kebisingan
3
824,50
824
-
-
µg/NM
3
34,5
14,23
400
92,5
µg/NM
3
2,2
2,2
-
42
µg/NM
3
20
1745,30
-
1360
µg/NM
3
19,6
38,82
235
-
SK.GUB.JABAR No.660/31/SK/694BPKMD/82
KEPMENLH No. 48/1996
60
70
dBA
68
64,15
Sumber : BLH Kabupaten Bogor dalam Bogor Plus (2011) Keterangan : U1 : Kawasan CCIE - Citeureup U2 : Jl.Raya Citeureup
Hasil uji laboratorium yang ditampilkan pada Tabel 1 di atas menunjukkan terdapat beberapa parameter yang melebihi batas baku yang telah ditetapkan.
2
Parameter kimia dalam hal ini Amonia (NH3) terutama di Jl. Raya Citeureup telah melampaui batas baku yang ditetapkan yaitu dengan angka 1745,30 µg/NM3. Amonia adalah senyawa kimia yang berbau tajam dan berpotensi merusak kesehatan jika kadarnya berlebihan. Parameter fisika yang diwakili oleh partikel debu di kawasan CCIE – Citeureup telah melebihi batas normal dengan jumlah 328,90 µg/NM3 sedangkan batas baku yang ditetapkan dalam PP.RI NO 41 Tahun 1999 adalah 230 µg/NM3 (Bogor Plus, 2011). Secara umum partikel yang mencemari udara dapat merusak lingkungan, tanaman, hewan, dan manusia. Kualitas udara yang tercemar akan berpengaruh pada kesehatan manusia misalnya melalui partikel debu yang masuk ke dalam saluran pernapasan atau pneumokoniosis yang umumnya dialami masyarakat di sekitar kawasan penambangan (Bogor Plus, 2011). Hal tersebut sesuai dengan catatan kesehatan pengidap ISPA di Kabupaten Bogor yang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Data Tahunan Pneumokoniosis /ISPA Tahun 2010 Kabupaten Bogor No.
UPTD Kecamatan
Dewasa (Orang)
Bayi (Orang)
1.
Citeureup
1160
4537
2.
Bojong Gede
1093
5673
3.
Caringin
691
2853
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dalam Bogor Plus (2011)
Kegiatan penambangan tentunya akan berpengaruh pada kualitas air disekitar kawasan. Tabel 3 menampilkan tentang pengukuran kualitas air untuk beberapa sungai di sekitar kawasan penambangan.
3
Tabel 3 Kualitas Air Permukaan Sungai di Sekitar Kawasan Penambangan Tahun 2002 dan 2008 Tahun 2002
Tahun 2008
PARAMETER
UNIT
BAKU MUTU*)
AP-1
AP-2
AP-1
AP-2
1.
Besi (Fe)
Mg/L
5,0
0,05
0,03
0,06
0,06
2.
Flourida (F)
Mg/L
1,5
0,04
0,17
0,33
0,33
3.
Khlorida (Cl)
Mg/L
600
1,9
2,9
3,9
4,9
5.
pH (Insitu)
-
6-9
6,6
6,3
7,65
7,50
6.
Sulfat (SO4)
Mg/L
400
12,3
27,5
78,5
55,1
7.
Tembaga (Cu)
Mg/L
1
0,002
0,02
0,02
0,02
8.
Timbal (Pb)
Mg/L
0,1
0,03
0,03
0,01
0,01
9.
BOD5
Mg/L
-
1,7
1,2
14
10
10.
COD
Mg/L
-
8,1
6,4
40
55
11.
Koliform Tinja
Jml/100ml
2000
21
9
1500
2400
No.
Sumber : Laporan Pelaksanaan RKL dan RPL PT. ITP Tbk. (2009) *) Baku Mutu Lingkungan : Kep. Gub. Jabar No. 38/1991, Golongan B,C,D AP – 1 : Sungai Cijere AP - 2 : Sungai Cibadak
Pada beberapa parameter seperti pH, flourida, khlorida, sulfat, dan COD menunjukkan adanya peningkatan. Dapat diindikasikan terkontaminasi walau masih dalam tingkat yang diperbolehkan, namun dapat diramalkan kualitas air pada tahun selanjutnya akan semakin meningkat kadar pencemarannya. Koliform tinja pada Sungai Cibadak telah melebihi batas baku mutu yang ditetapkan dan berakibat kualitas air mengalami perubahan. Eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat membutuhkan penanganan yang serius. Selama ini masih sedikit perusahaan yang peduli dengan penanganan hal tersebut. Pada umunya bentuk kegiatan dari perusahaan yang dapat mencerminkan penanganan atas kerugian masyarakat dilakukan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR), seperti pengobatan gratis, pemberdayaan masyarakat sekitar, dan lain-lain namun terkadang sifatnya tidak rutin atau hanya
4
secara formalitas saja. Tanggung jawab sosial ini diharapkan tidak hanya terkesan tebar pesona atau berbuat baik agar terlihat baik tetapi esensi dari kegiatan tersebut harus tercapai. Perlu
adanya
kajian
tentang eksternalitas
negatif
dari
kegiatan
penambangan batu gamping terhadap masyarakat. Kajian tersebut terkait tentang eksternalitas yang muncul dari keberadaan penambangan, kesediaan menerima dana kompensasi masyarakat terhadap pencemaran dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dana kompensasi yang bersedia diterima. 1.2
Perumusan masalah Aktivitas penambangan batu gamping pada kawasan karst di Kecamatan
Klapanunggal, Kabupaten Bogor telah berlangsung sejak tahun 1975. Daerah penambangan batu gamping tersebut terletak di Gunung Guha, Gunung Cibuluh, Gunung Kutapaeran, dan Gunung Halimun yang secara administratif berada di Desa Lulut dan Desa Leuwikaret. Kegiatan penambangan secara umum meliputi penambangan batu kapur, pasir silika, dan tanah liat yang merupakan tambang terbuka (open pit) dan dilakukan melalui cara peledakan dengan sistem berjenjang (bench). Hasil peledakan berupa bongkahan-bongkahan dihancurkan di tempat pemecahan (crusher) menjadi ukuran yang relatif lebih kecil untuk selanjutnya diangkut ke tempat penyimpanan (storage) dengan menggunakan Belt Conveyor. Kegiatan penambangan tersebut tentunya menimbulkan eksternalitas negatif bagi masyarakat maupun lingkungan sekitar. Masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan penambangan merasakan berbagai perubahan dan gangguan akibat keberadaan tambang antara lain kelangkaan air, kebisingan, getaran dan pencemaran udara.
5
Kawasan karst pada dasarnya memiliki fungsi ekologis sebagai penyerap dan penyedia air namun fungsi tersebut menjadi hilang setelah diekstraksi untuk bahan baku semen. Dampak penambangan terhadap kuantitas air dapat dilihat melalui debit mata air di sekitar daerah penambangan. Pengamatan yang telah dilakukan telah disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4 Pengukuran Tinggi Muka Air Sumber Mata Air Cikukulu Tahun 2008 Pengukuran Pengukuran Pengukuran Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 No. Bulan (cm) (cm) (cm) 1.
Juli
6,0
11,0
6
2.
Agustus
7,5
10,0
7,5
3.
September
6,5
15,0
8,5
4.
Oktober
8,0
22,0
14,0
5.
November
15,0
17,0
18,0
6.
Desember
22,5
23,0
15,0
Jumlah
65,5
98
69
Rata-rata
10,9
16,3
11,5
Sumber : Laporan Pelaksanaan RKL dan RPL PT. ITP Tbk. (2009)
Terlihat bahwa rata-rata debit Mata Air Cikukulu berfluktuasi dari tahun ke tahun, dengan rata-rata tinggi muka air masing-masing tahun adalah 10,9; 16,3; dan 11,5 cm. Pada Oktober sampai Desember pada setiap tahun terjadi musim hujan sehingga debit air menjadi tinggi, namun sebaliknya pada saat Juli sampai September adanya musim kemarau menyebabkan adanya penurunan debit. Hilangnya daerah penyerapan air hujan (water catchment area) akibat konversi kawasan karst menjadi aktivitas penambangan diduga menjadi faktor penyebab fluktuasi ketersediaan air disamping terjadinya perubahan musim pada setiap tahun.
6
Eksternalitas lain yang ditimbulkan dari keberadaan agenda penambangan adalah kebisingan. Kebisingan yang dirasakan oleh masyarakat bersumber dari pengoperasian alat berat, proses peledakan, belt conveyor, dan stone crusher yang ada di setiap blok penambangan. Suara yang dihasilkan tersebut dapat meningkatkan tingkat stress seseorang, kerusakan pendengaran, terganggunya aktivitas kehidupan dan lain-lain. Batas nilai baku mutu yang digunakan untuk kebisingan adalah KEP.48/MENLH/11/1996. Keputusan tersebut mengatur baku mutu salah satunya untuk perumahan dan permukiman yaitu sebesar 55 dB. Hasil penelitian terhadap tingkat kebisingan pada desa sekitar penambangan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil Pengujian Tingkat Kebisingan Desa Sekitar Lokasi Penambangan Tahun 2008 No. Lokasi Hasil (dB(A)) 1.
Desa Lulut RT. 02/RW. 08 ( Blok Quarry D)
64,5
2.
Desa Leuwi Karet RT. 03/RW. 07 ( Blok Quarry D)
57,4
3.
Desa Hambalang, Kp. Tapos RT. 25/RW. 08
56,2
Sumber : Laporan Pelaksanaan RKL dan RPL PT. ITP Tbk. (2009)
Tingkat kebisingan pada ketiga desa tersebut telah melampaui baku mutu yang telah ditetapkan pemerintah. Faktor jarak antara pemukiman dengan Belt Conveyor yang hanya sekitar 50 meter menjadi salah satu penyumbang tingkat kebisingan tersebut selain dari tingkat aktivitas kendaraan darat dan tingkat kerapatan vegetasinya cukup rendah, sehingga kemampuan mereduksi tingkat kebisingan masih minim. Getaran yang dihasilkan dari kegiatan peledakan masih berada dibawah baku mutu yang ditetapkan yaitu sebesar 10 dB (Laporan Pelaksanaan PT.ITP, 2008). Terjadi 505 kali peledakan dalam 6 bulan terakhir pada blok Quarry D yang biasanya dilakukan pada pukul 11.45 sampai dengan 12.15. Desa Lulut
7
adalah desa yang hanya berjarak ± 500 meter dari lokasi peledakan Quarry D, sehingga jelas masyarakat merasa terganggu dengan getaran yang timbul disaat waktu mereka sedang beraktivitas. Terdapat hubungan yang erat antara penambangan dengan kualitas udara. Hampir disetiap kegiatan penambangan batu gamping, selalu terjadi pencemaran udara. Sumber dampak tersebut adalah berasal dari kegiatan pengangkutan hasil tambang dari lokasi tambang ke unit pemecahan, emisi gas buang alat-alat berat dan kendaraan, partikulat hasil pembakaran seperti NOx, HC, SOx, CO, debu dan Pb. Berdasarkan hasil pengukuran pada kualitas udara di sekitar daerah penambangan terlihat bahwa parameter kualitas udara masih berada dibawah baku mutu yang ditetapkan pemerintah pada PP No : 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara namun, terjadi trend peningkatan terhadap pencemaran udara. Parameter seperti CO, NO2, dan SO2 terlihat meningkat dibandingkan saat kondisi rona awal pada tahun 2002 seperti yang ditampilkan pada Tabel 6. Tabel 6 Data Analisis Kualitas Udara Ambien pada Pemantauan Desember 2008 dan Rona Awal Quarry D Tahun 2002 Hasil Pengukuran Baku Rona No. Parameter Unit Mutu *) Awal U1 U2 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
SO2 CO NO2 O3 HC Debu (TSP) Pb
900 30.000 400 235 160 230 2
µg/Nm3
16,31
17,36
2,26
3
2.291
2.406
1.029
3
18,78
19,17
6,19
3
22,98
20,77
-
3
112
112
-
3
83
102
481
3
0,03
0,03
-
µg/Nm
µg/Nm µg/Nm
µg/Nm µg/Nm µg/Nm
Sumber : Laporan Pelaksanaan RKL dan RPL PT. ITP Tbk (2009) Keterangan : *) : Baku Mutu Lingkungan PP No. 14/1999 U-1 : Desa Lulut – Blok Quarry D U-2 : Desa Leuwi Karet – Blok Quarry D
8
Peningkatan kadar pencemaran di udara setiap tahunnya berpotensi menimbulkan kerugian kepada masyarakat walaupun masih dibawah baku mutu yang ditetapkan. Dapat diprediksi lima sampai sepuluh tahun kedepan bagaimana kondisi kualitas udara di desa yang berdampingan dengan tambang andai pihak penambang tidak melakukan tindakan produksi yang lebih ramah lingkungan. Polutan-polutan di udara tersebut dapat memicu penurunan tingkat kesehatan dikalangan masyarakat misalnya dengan penyakit ISPA, paru-paru, dan TBC. Berdasarkan Laporan Pelaksanaan RKL dan RPL PT. ITP Tbk. (2009) data kesehatan masyarakat sekitar kawasan penambangan batuan gamping di Kecamatan Citeureup dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Jumlah Kunjungan Pasien & Pola Penyakit di Desa Leuwikaret dan Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Tahun 2009 Desa Desa Lulut No Jenis Penyakit Leuwikaret (Orang) (Orang) 1
ISPA
207
395
2
Kulit
107
199
3
Lambung
102
183
4
Otot dan Tulang
73
154
5
TBC
14
16
6
Penyakit sistem pembuluh darah
30
100
7
Diare
16
99
8
Gigi dan mulut
25
61
9
Influenza dan Pneumonia
34
44
Total
608
1251
Sumber : Laporan Pelaksanaan RKL dan RPL PT. ITP Tbk. (2010)
Terlihat pada Tabel 7 bahwa jumlah kunjungan pasien pada dua desa yang berdekatan dengan kawasan penambangan didominasi oleh penyakit ISPA lalu diikuti oleh penyakit kulit dan lambung. Infeksi Saluran Pernapasan Akut ini
9
disinyalir akibat dari partikel-partikel debu yang merupakan dampak sampingan aktivitas penambangan. Berdasarkan uraian di atas, maka beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat aktivitas penambangan batuan gamping di Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor Jawa Barat? 2. Bagaimana peluang kesediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi di Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor Jawa Barat? 3. Berapa besar nilai dana kompensasi yang bersedia diterima oleh masyarakat (WTA) akibat pencemaran yang disebabkan dari kegiatan penambangan batuan gamping di Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor Jawa Barat? 4. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap besarnya nilai dana kompensasi masyarakat sekitar kawasan penambangan batuan gamping di Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor Jawa Barat? 1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya,
maka tujuan penelitian ini : 1. Mendeskripsikan eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat aktivitas
penambangan
batuan
gamping
di
Desa
Lulut
Kecamatan
Klapanunggal Kabupaten Bogor Jawa Barat.
10
2. Mengkaji peluang kesediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi di Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor Jawa Barat. 3. Mengkuantifikasikan besarnya nilai kesediaan menerima dana kompensasi oleh masyarakat (WTA) akibat eksternalitas negatif yang ditimbulkan dari kegiatan
penambangan
batuan
gamping
di
Desa
Lulut
Kecamatan
Klapanunggal Kabupaten Bogor Jawa Barat. 4. Mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh pada besarnya nilai dana kompensasi masyarakat sekitar penambangan di Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor Jawa Barat. 1.4
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:
1. Instansi/Perusahaan sebagai pertimbangan untuk penentuan besarnya dana kompensasi yang akan diberikan kepada masyarakat akibat kegiatan penambangan yang dilakukan. 2. Masyarakat sebagai informasi untuk lebih mengenal keberadaan lingkungan sehingga partisipasi dalam menjaga keberlangsungan lingkungan dapat terus ditingkatkan. 3. Pemerintah sebagai gagasan yang dapat mendukung program-program pemerintah dalam menciptakan lingkungan hidup yang lestari dan ramah lingkungan terutama mengenai masalah pencemaran kawasan penambangan. 4. Akademisi dan peneliti lain sebagai bahan referensi penelitian selanjutnya.
11
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Aktivitas penambangan batu gamping menimbulkan eksternalitas positif
dan negatif bagi masyarakat sekitar. Pada penelitian ini hanya mengkaji eksternalitas negatif dari keberadaan penambangan tersebut secara deskriptif, kesediaan menerima dan besarnya dana kompensasi yang bersedia diterima oleh masyarakat di Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor. Eksternalitas positif yang ditimbulkan dari kegiatan seperti peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), peningkatan sumber daya manusia sekitar, berkembangnya
perekonomian
masyarakat,
dan
pengurangan
tingkat
pengangguran tidak diteliti karena dampak sampingan tersebut lebih bersifat menguntungkan terhadap masyarakat sehingga tidak diperlukan adanya dana kompensasi kepada masyarakat. Bentuk kegiatan tanggungjawab sosial atau program-program penanggulangan eksternalitas negatif oleh perusahaan tidak dibahas dalam penelitian ini.
12
II. 2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Penambangan Kawasan Karst Karst adalah istilah bagi sebuah bentang alam yang secara khusus
berkembang pada batuan karbonat (batu gamping dan dolomit), dimana bentang alam tersebut dibentuk dan dipengaruhi oleh proses pelarutan yang derajatnya lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan batuan lainnya (Samodra, 2001). Karst tersusun dan terbentuk dari endapan batuan karbonat dengan mineral utama kalsit (CaCO3), aragonit (CaCO3), dan dolomit (CaMg(CO3))2 tetapi dapat juga terjadi pada batuan lain yang terbentuk dari mineral-mineral mudah larut oleh airnya seperti gipsum (CaSO42H2O), anhidrit (CaSO4), halit (NaCl), batuan sedimen klastik dengan semen yang mudah larut, maupun batuan lain dimana proses pelarutan mineral bisa dan mudah terjadi (Notosiswoyo, 2006). Kawasan
karst
memiliki
sumberdaya
yang
berpotensi
untuk
dikembangkan antara lain sumberdaya air, tambang, hayati, wisata, arkeologi, dan lainnya. Potensi tambang dikawasan karst ialah penambangan bahan galian golongan C (batu gamping) dan bahan mineral (emas,perak,tembaga,seng). Batu gamping merupakan batuan sedimen karbonat dengan penampakan luar berwarna putih, putih kekuningan, abu-abu, hingga hitam. Batu gamping memiliki manfaat cukup beragam, antara lain : 1) pertanian, 2) lingkungan (penjernihan air dan obat pembasmi hama), 3) konstruksi (fondasi bangunan rumah, jalan, jembatan, dan pembuatan semen trass atau semen merah dan marmer), 4) industri (keramik, kaca, bahan kimia, dan bahan pemutih) (Samodra, 2001). Kegiatan penambangan adalah kegiatan yang pasti merubah lingkungan yang ada menjadi lingkungan baru yang berbeda, dan perubahan tersebut sulit
13
atau bahkan tidak dapat dikembalikan seperti semula. Penambangan dapat menciptakan kerusakan lingkungan yang serius dalam suatu kawasan. Skala potensi kerusakan tergantung pada berbagai faktor kegiatan penambangan dan faktor keadaan lingkungan. Faktor kegiatan penambangan antara lain berkaitan dengan letak cebakan mineral, faktor teknik penambangan, pengolahan, dan sebagainya. Sedangkan faktor lingkungan adalah faktor kepekaan lingkungan, faktor geografis, morfologis, flora fauna, hidrologis, dan lain-lain (KLH, 2000). Dampak-dampak yang timbul dari kegiatan penambangan digolongkan menurut UNEP (1999) diacu dalam BAPEDAL (2001) adalah sebagai berikut : 1. Kerusakan habitat dan keanekaragaman hayati pada lokasi penambangan. 2. Perubahan lanskap/gangguan visual/kehilangan penggunaan lahan. 3. Pencemaran yang disebabkan oleh limbah tambang dan tailing, peralatan yang tidak digunakan, limbah padat, limbah rumah tangga dan bahan kimia. 4. Kecelakaan/terjadinya longsoran fasilitas tailing. 5. Peningkatan emisi udara, debu, perubahan iklim dan konsumsi energi. 6. Pelumpuran dan perubahan aliran sungai serta perubahan air tanah dan kontaminasi. 7. Kebisingan, radiasi dan toksisitas logam berat. 8. Perusakan peninggalan budaya dan situs arkeologi. 9. Terganggunya/menurunnya kesehatan masyarakat dan permukiman di sekitar tambang. Pada kegiatan penambangan batu gamping, partikel-partikel yang dihasilkan dan berpotensi sebagai sumber pencemaran udara adalah SiO2, Al2O3, MgO, 3CaOSiO2 (Wardhana, 1995). Kegiatan penambangan di kawasan karst
14
khususnya batu gamping merupakan salah satu sektor yang menjanjikan. Namun, kegiatan ini tentu akan menimbulkan eksternalitas negatif tidak hanya bagi kondisi kawasan itu sendiri tetapi juga terhadap masyarakat sekitar. 2.2
Pengelolaan Kawasan Karst Kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan karst memiliki pembagian kelas
karst sesuai dengan peruntukannya. Menurut Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No.1456 (2000) tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Karst dibagi menjadi tiga kelas, yaitu : 1. Kawasan Karst Kelas I merupakan kawasan yang memiliki salah satu, atau lebih kriteria berikut ini : a) berfungsi sebagai penyimpan air bawah tanah secara tetap (permanen) dalam bentuk akuifer, sungai bawah tanah, telaga atau danau bawah tanah yang keberadaannya mencakup fungsi umum hidrologi; b) mempunyai gua-gua dan sungai bawah tanah aktif yang kumpulannya membentuk jaringan baik mendatar maupun tegak yang sistemnya mencukupi fungsi hidrologi dan ilmu pengetahuan; c) gua-guanya mempunyai speleotem aktif
atau peninggalan-peninggalan sejarah sehingga berpotensi untuk
dikembangkan menjadi objek wisata dan budaya; d) mempunyai kandungan flora dan fauna khas yang memenuhi arti dan fungsi sosial, ekonomi, budaya, serta pengembangan ilmu pengetahuan alam. 2. Kawasan Karst Kelas II merupakan kawasan yang memiliki salah satu atau semua kriteria berikut ini : a) berfungsi sebagai pengimbuh air bawah tanah, berupa daerah tangkapan air hujan yang mempengaruhi naik-turunnya muka air bawah tanah di kawasan karst, sehingga masih mendukung fungsi umum hidrologi; mempunyai jaringan lorong-lorong bawah tanah hasil bentukan
15
sungai dan gua yang sudah kering, mempunyai speleotem yang sudah tidak aktif atau rusak serta sebagai tempat tetap fauna yang semuanya memberi nilai dan manfaat ekonomi. 3. Kawasan Karst Kelas III merupakan kawasan yang tidak memiliki kriteria sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2). Kawasan Karst Kelas I merupakan kawasan yang perlu dikonservasi dan tidak boleh ada kegiatan usaha penambangan, kecuali kegiatan yang berkaitan dengan penelitian yang tidak merubah atau merusak bentuk-bentuk morfologi dan fungsi kawasan. Pada Kawasan Karst Kelas II, dapat dilakukan kegiatan usaha penambangan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan mendapat rekomendasi teknis dari Menteri yang membidangi kegiatan penambangan, setelah dilengkapi dengan studi lingkungan (Andal, UKL, dan UPL). Kegiatan usaha penambangan dapat dilakukan pada Kawasan Karst Kelas III sesuai dengan perundangan yang berlaku, tanpa rekomendasi dari Menteri yang membidangi kegiatan penambangan. 2.3
Pencemaran udara Pencemaran udara adalah masuknya zat pencemar ke dalam udara atau
atmosfer, baik secara alami (debu vulkanik, debu meteroit, pancaran garam dari laut) maupun akibat dari aktivitas manusia (gas beracun, partikel, panas dan radiasi nuklir, sebagai hasil sampingan pemupukan tanaman, pembasmi hama, pengecatan, pembakaran tumah tangga, transportasi dan bermacam-macam kegiatan industri) yang melayang dalam udara dan bergerak sesuai dengan gerakan dan tingkah laku udara dalam jumlah yang melebihi ambang batas yang
16
masih diperkenankan untuk kesehatan mahkluk hidup maupun estetika (Sarwono, 1999). Secara umum zat pencemar udara dapat merusak lingkungan, tanaman, hewan, dan manusia. Zat/Partikel pencemar tersebut sangat merugikan kesehatan manusia. Pada umumnya udara yang telah tercemar, dapat menimbulkan berbagai penyakit saluran pernapasan atau pneumokoniosis. Pneumokoniosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh adanya partikel (debu) yang masuk atau mengendap didalam paru-paru. Penyakit pernapasan ini banyak jenisnya, tergantung kepada jenis partikel (debu) yang masuk atau terhisap ke paru-paru. Beberapa jenis pneumokoniosis yang sering terjadi pada daerah industri yaitu Silikosis, Asbestosis, Bisinosis, Antrakosis, dan Beriliosis (Wardhana, 1995). 2.4
Eksternalitas Menurut Mangkoesoebroto (1997), eksternalitas adalah sebagai suatu
keterkaitan suatu kegiatan dengan kegiatan lain yang tidak melalui mekanisme pasar dimana kegiatan tersebut menimbulkan manfaat dan/atau biaya bagi pihak diluar pelaksana kegiatan tersebut. Eksternalitas dibagi menjadi dua berdasarkan dampaknya yaitu eksternalitas positif dan negatif. Eksternalitas positif adalah dampak yang menguntungkan terhadap pihak lain dari suatu kegiatan yang dilakukan oleh pihak tertentu tanpa adanya kompensasi dari pihak yang diuntungkan. Eksternalitas negatif ialah dampak yang bersifat merugikan bagi orang lain dan tidak menerima kompensasi terhadap kerugian tersebut.
17
Kemungkinan eksternalitas yang terjadi dalam kegiatan ekonomi, yaitu : 1. konsumen-konsumen, yaitu tindakan seorang konsumen yang menimbulkan eksternalitas bagi konsumen lain. 2. konsumen-produsen, yaitu tindakan seorang konsumen yang menimbulkan eksternalitas baik positif atau negatif terhadap produsen. 3. produsen-konsumen, contohnya adalah pabrik yang menyebabkan polusi sungai sehingga menggangu penduduk yang menggunakan air sungai tersebut. 4. produsen-produsen, contohnya sebuah pabrik yang menimbulkan polusi air yang mengakibatkan kenaikan biaya produksi perusahaan lain yang menggunakan air tersebut sebagai salah satu faktor produksinya. Secara umum, adanya eksternalitas tidak akan mengganggu tercapainya efisiensi masyarakat apabila semua dampak yang merugikan maupun yang menguntungkan dimasukkan dalam perhitungan produsen dalam menetapkan jumlah barang yang diproduksi. Hal efisiensi akan tercapai apabila : MSC = MSB MSC = PMC + MEC MSB = MPB + MEB Dimana : MSC = Marginal Social Costs MSB = Marginal Social Benefits PMC = Marginal Private Cost MEC = Marginal External Cost MPB = Marginal Private Benefits MEB = Marginal External Benefits
18
Pada kasus eksternalitas negatif, produsen tidak memperhitungkan MEC dan MEB dalam menentukan harga dan jumlah barang yang dihasilkan, sehingga ada kecenderungan produsen berproduksi pada tingkat yang terlalu besar karena perhitungan biayanya menjadi terlalu murah dibandingkan dengan biaya yang harus dipikul oleh seluruh masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa dalam eksternalitas negatif MSC = PMC + MEC > MSB, sehingga produksi harus dikurangi agar efisiensi produksi optimum dapat dicapai ditinjau dari seluruh masyarakat. MSC = PMC +MEC Rp e
PMC d
H1 H
MEC
MSB
0
Q1
Q2
Jumlah Produksi
Sumber: Mangkoesoebroto (1993)
Gambar 1. Kurva Eksternalitas Negatif Pada kurva diatas menunjukan kurva permintaan menunjukan manfaat masyarakat (MSB) atas sebuah produk. Tingkat output yang optimum terjadi saat tingkat produksi sebesar Q1. Produsen cenderung menetapkan tingkat produksi sebesar Q2, yaitu di mana kurva permintaan (MSB) memotong kurva PMC,
19
sehingga tampak bahwa jumlah produksi yang diproduksi terlalu banyak dibandingkan tingkat produksi yang optimum. 2.5
Metode Estimasi Penilaian Lingkungan dengan Contingent Valuation Method (CVM) Barang dan jasa lingkungan tergolong kedalam barang non market value.
Terdapat berbagai metode yang dapat digunakan untuk mengukur nilai dari suatu barang dan jasa lingkungan. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengestimasi nilai dari barang dan jasa lingkungan adalah dengan Contingent Valuation Method (CVM). Metode yang dibangun oleh Davis pada tahun 1963 ini merupakan suatu pendekatan yang memungkinkan semua komoditas yang tidak diperjualbelikan di pasar dapat diestimasi nilai ekonominya, termasuk nilai ekonomi dari barang lingkungan. Metode CVM menggunakan pendekatan secara langsung dengan menanyakan kepada masyarakat atas kesediaan untuk membayar (WTP) akibat manfaat tambahan yang diperoleh dari perubahan lingkungan dan atau seberapa besar kesediaan masyarakat untuk menerima (WTA) kompensasi akibat penurunan kualitas barang lingkungan (Hanley dan Spash, 1993). Contingent Valuation Method memiliki tujuan untuk menghitung nilai atau penawaran yang mendekati, jika pasar dari barang-barang lingkungan tersebut benar-benar ada. Asumsi dasar yang belaku di CVM adalah bahwa individuindividu memahami benar pilihan masing-masing dan cukup mengenal kondisi lingkungan yang dinilai. Oleh karena itu, pasar hipotetik (kuisioner dan responden) harus mendekati kondisi pasar sebenarnya. Responden harus mengenal secara baik barang yang ditanyakan dan alat hipotetik yang digunakan untuk pembayaran, seperti pajak dan biaya masuk secara langsung.
20
Tahapan-tahapan untuk mengetahui nilai WTA (Hanley dan Spash, 1993), adalah : 1. Membuat Pasar Hipotetik (Setting Up the Hypothectical Market) 2. Mendapatkan Penawaran Besarnya Nilai WTA/WTP (Obtaining Bids) 3. Memperkirakan Nilai Rata-Rata WTP dan/atau Nilai Tengah WTA (Calculating Average WTP and/or Mean WTA) 4. Memperkirakan Kurva Penawaran (Estimating Bid Curve) 5. Menjumlahkan Data (Agregating Data) 6. Mengevaluasi Penggunaan CVM (Evaluating the CVM Exercise) 2.6
Penelitian Terdahulu yang Relevan Penelitian mengenai Kesediaan Menerima Dana Kompensasi atau
Willingness to Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Aktivitas Penambangan Batuan Gamping masih sulit ditemukan. Salah satu peneliti yang mengkaji tentang kesediaan menerima dana kompensasi yaitu Adhitya Ramadhan dari Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor. Ramadhan (2009) melakukan penelitian dengan judul ”Analisis Kesediaan Menerima Dana Kompensasi Di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Cipayung Kota Depok Jawa Barat”. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengkaji persepsi masyarakat tentang keberadaan TPAS Cipayung dan mengkuantifikasi besarnya nilai dana kompensasi (WTA) yang bersedia diterima dengan turut serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tersebut. Hasil yang ditunjukkan oleh penelitian tersebut bahwa masyarakat sekitar TPAS menilai terjadi penurunan kualitas lingkungan dibandingkan sebelum berdirinya TPAS yang ditunjukkan dengan kondisi pemukiman, kondisi air, kondisi udara
21
dan kondisi sampah yang buruk. Sebagian besar masyarakat bersedia menerima dana kompensasi dengan nilai rata-rata WTA sebesar Rp.54.300,00/bulan/KK yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan paling signifikan. Penelitian yang dilakukan oleh Triani (2009) tentang WTA masyarakat terhadap pembayaran jasa lingkungan DAS Cidanau dengan pendekatan CVM. Pada studi ini diberlakukan kompensasi kepada masyarakat oleh perusahaan sejak tahun 2005. Mekanisme pembayaran dilakukan dengan melibatkan Forum Komunikasi DAS Cidanau, desa-desa terkait dan perusahaan yang memanfaatkan jasa lingkungan. Responden menilai kualitas lingkungan semakin baik setelah adanya upaya konservasi, namun penetapan nilai pembayaran dinilai buruk oleh sebagian besar responden. Mayoritas responden bersedia menerima nilai pembayaran sesuai dengan skenario yang ditawarkan, dan nilai dugaan rataan WTA responden adalah Rp 5.056,98 /pohon/tahun. Nilai tersebut dipengaruhi oleh faktor pendapatan dan kepuasan terhadap nilai pembayaran jasa lingkungan selama ini yang paling dominan. Anwar (2008) melakukan penelitian dengan judul Nilai Ekonomi Akibat Kerusakan Jalan Berdasarkan Pendekatan Willingness to Pay dan Willingness to Accept di Jalan Lintas Timur Sumatera. Lokasi penelitian tersebut mencakup enam provinsi yaitu Provinsi Lampung, Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Sumatera Utara dan NAD dengan pendekatan utama yang digunakan adalah kuantitatif dan kualitatif. Metode yang digunakan adalah CVM untuk mengukur seberapa besar keinginan membayar dan keinginan dibayar dari masyarakat. WTA dan WTP masyarakat sekitar wilayah Jalintim Sumatera berkisar antara Rp 2.222,67 – Rp 2.735,93 per hari per responden. Terdapat lima faktor yang menyebabkan
22
besarnya nilai keinginan membayar dan dibayar akibat perubahan lingkungan yaitu
berupa keterlambatan, kondisi sakit, kecelakaan, kebisingan, dan
kejengkelan. Total nilai ekonomi dari kerusakan jalan berdasarkan penilaian masyarakat wilayah Jalintim Sumatera untuk suatu kondisi akibat dari perubahan berkisar antara Rp 1,488 Triliun sampai Rp 3,863 Triliun dengan rataan total nilai ekonomi sebesar Rp 1,879 Triliun Penelitian yang mengkaji tentang kesediaan menerima dana kompensasi kepada masyarakat akibat dampak suatu kegiatan relatif banyak dilakukan. Terdapat beberapa kesamaan di penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terutama metode untuk penentuan dana kompensasi yaitu Contigent Valuation Metode (CVM) namun terdapat juga beberapa perbedaan. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian lain adalah dari segi lokasi, tujuan, dan jenis kegiatan yang melatarbelakangi terjadinya eksternalitas negatif. Jenis kegiatan yang diteliti dalam penelitian ini adalah penambangan batu gamping yang telah beroperasi sejak tahun 1975 dengan kawasan penambangan yang luas. Lokasi pada penelitian ini adalah Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor yang berdampingan langsung dengan kegiatan penambangan batu gamping sehingga eksternalitas negatif sangat dirasakan.
23
III.
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1
Analisis Willingness to Accept Willingness to Accept merupakan salah satu bagian dari metode CVM dan
akan digunakan dalam penelitian ini. Tahapan-tahapan metode CVM akan mengarahkan penelitian untuk mendapatkan tujuan yang diinginkan yaitu WTA dari masyarakat yang terkena eksternalitas negatif akibat penambangan. Tahapan tersebut membuat pelaksanaan menjadi lebih sistematis sehingga diharapkan hasil yang didapat sesuai dengan tujuan utama penelitian dan juga untuk menghindari bias yang terjadi dalam penelitian. A.
Asumsi dalam Pendekatan Willingness to Accept (WTA) Masyarakat Asumsi-asumsi yang diperlukan dalam pelaksanaan pengumpulan nilai
Willingness to Accept (WTA) dari setiap responden adalah : a. Responden merupakan anggota masyarakat yang terletak di lokasi penelitian dan bersedia menerima dana kompensasi. b. Nilai WTA yang diberikan konsumen merupakan nilai minimum yang bersedia diterima responden jika kompensasi yang diberikan benar-benar dilaksanakan. c. Perusahaan penambangan batuan gamping bersedia memberikan kompensasi atas penurunan kualitas lingkungan. d. Responden dipilih secara acak dari populasi yang terkena dampak penurunan kualitas lingkungan dan merupakan kepala keluarga dari masing-masing rumah tangga.
24
B.
Metode Mempertanyakan Nilai Willingness to Accept (Elicitation Method) Metode yang dapat digunakan untuk memperoleh besarnya penawaran
nilai WTA/WTP responden (Hanley dan Spash,1993) adalah : 1. Bidding Game (Metode tawar-menawar) Metode yang digunakan dengan mempertanyakan kepada responden tentang sejumlah nilai tertentu yang diajukan sebagai titik awal dan selanjutnya semakin meningkat sampai titik maksimum yang disepakati. 2. Open-ended Question (Metode pertanyaan terbuka) Menanyakan langsung kepada responden berapa jumlah maksimum uang yang ingin dibayarkan atau jumlah minimum uang yang ingin diterima akibat perubahan kualitas lingkungan. Metode ini memiliki kelebihan yaitu responden tidak perlu diberi petunjuk yang bisa mempengaruhi nilai awal yang ditawarkan sehingga tidak akan menimbulkan bias titik awal. Kelemahan metode ini terletak pada kurangnya akurasi nilai serta terlalu besar variasinya selain itu seringkali ditemukan responden yang kesulitan menjawab pertanyaan yang diberikan terutama bagi mereka yang tidak memiliki pengalaman mengenai pertanyaan yang ada dalam kuesioner. 3. Closed-ended Question (Metode pertanyaan tertutup) Metode pertanyaan tidak jauh berbeda dengan Open-ended Question hanya saja bentuk pertanyaannya tertutup. Responden diberikan beberapa nilai WTA/WTP yang disarankan kepada mereka untuk dipilih, sehingga responden tinggal memberi jawaban sesuai dengan keinginan dan kemampuan mereka.
25
4. Payment Card (Metode kartu pembayaran) Metode ini menawarkan kepada responden suatu kartu yang terdiri dari berbagai nilai kemampuan untuk membayar atau kesediaan menerima, sehingga responden dapat memilih nilai maksimal/minimal sesuai dengan preferensinya. Metode ini dikembangkan untuk membatasi bias titik awal dari metode tawar-menawar. Mengembangkan kualitas metode ini terkadang diberikan semacam nilai patokan yang menggambarkan nilai yang dikeluarkan oleh seseorang dengan tingkat pendapatan tertentu bagi barang lingkungan yang lain. Keunggulan metode ini adalah memberikan stimulan untuk membantu responden berpikir lebih leluasa tentang nilai maksimum atau minimum yang akan diberikan tanpa harus terintimidasi dengan nilai tertentu, seperti pada metode tawar menawar. Penggunaan metode ini dibutuhkan pengetahuan statistik yang baik. Selain metode tersebut, terdapat pula metode bertanya Contingent Rangking. Metode ini tidak menanyakan langsung berapa nilai yang ingin dibayarkan atau diterima, tetapi responden diberi pilihan rangking dari kombinasi kualitas lingkungan yang berbeda dengan nilai moneter yang berbeda. Responden diminta mengurut beberapa pilihan dari yang paling disukai sampai kepada yang tidak disukai. Metode ini menggunakan skala ordinal sehingga diperlukan pengetahuan statistik yang sangat baik dan jumlah sampel yang besar.
26
C.
Langkah-langkah untuk Mengetahui Nilai Willingness to Accept Masyarakat Besarnya nilai WTA masyarakat dapat diketahui dengan menggunakan
pendekatan CVM. Pendekatan tersebut memiliki enam tahapan (Hanley and Spash,1993) , yaitu : 1. Membangun Pasar Hipotetis Pasar hipotetik adalah membangun suatu alasan mengapa masyarakat seharusnya menerima dana kompensasi dari dipergunakannya jasa lingkungan oleh pihak lain dimana terdapat nilai dalam mata uang berapa harga barang/jasa lingkungan tersebut. Pasar hipotetik harus terdapat penjelasan secara mendetail, nyata, dan informatif mengenai barang/jasa lingkungan yang akan dinilai. 2. Memperoleh Nilai Penawaran Tahapan yang dilakukan setelah membuat instrumen survei adalah administrasi survei. Tahapan ini dapat dilakukan melalui wawancara dengan tatap muka, surat atau perantara telepon mengenai besarnya minimum WTA yang bersedia diterima. Wawancara dengan teknik-teknik tersebut tidak menutup kemungkinan terjadinya bias yang dilakukan oleh petugas pada saat melakukannya. 3. Menghitung Dugaan Nilai Rataan WTA (Estimating Mean WTA) Nilai WTA telah terkumpul, lalu tahap yang selanjutnya dilakukan adalah perhitungan nilai tengah dan rata-rata dari WTA. Nilai tengah dilakukan apabila terjadi rentang nilai penawaran yang terlalu jauh. Jika perhitungan nilai penawaran menggunakan rata-rata, maka nilai yang diperoleh akan lebih
27
tinggi dari yang sebenarnya. Nilai tengah penawaran tidak dipengaruhi oleh rentang yang cukup besar dan selalu lebih kecil daripada nilai rata-rata. 4. Menduga Kurva Penawaran Kurva penawaran dapat diperkirakan dengan menggunakan nilai WTA sebagai variabel dependen dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai sebagai variabel independen. Kurva penawaran berfungsi untuk memperkirakan perubahan nilai WTA karena perubahan sejumlah variabel independen dan untuk menguji sensitivitas jumlah WTA terhadap variasi perubahan mutu lingkungan. 5. Menjumlahkan Data Penjumlahan data merupakan proses dimana nilai tengah penawaran dikonversikan terhadap total populasi yang dimaksudkan. 6. Mengevaluasi Penggunaan CVM Evaluasi penggunaaan CVM berfungsi untuk menilai sejauh mana penerapan CVM telah berhasil dilakukan. Penilaian dilakukan dengan cara melihat tingkat keandalan (reability) fungsi WTA dengan nilai R-squares (R2) dari model regresi berganda WTA. 3.1.2
Model Regresi Logistik Menurut Hosmer dan Lemeshow dalam Merryna (2007) analisis regresi
logistik merupakan analisis yang mengkaji hubungan pengaruh-pengaruh peubah penjelas terhadap peubah respon dengan persamaan matematis tertentu. Analisis logistik digunakan untuk menduga besarnya peluang kejadian dari kategorik peubah respon maupun penjelas. Peubah penjelas pada analisis regresi ini dapat berupa peubah kategorik maupun numerik.
28
Data yang dapat dianalisis dengan regresi logistik adalah data yang relatif umum dan terdiri atas dichotomus classification. Peubah kategori bisa merupakan suatu pilihan ya/tidak atau suka/tidak suka. Analisis pemodelan peluang kejadian tertentu dari kategori peubah respon dilakukan melalui transformasi logit. Persamaan dari transformasi logit tersebut adalah : 1
Pi merupakan peluang munculnya kejadian kategori dari peubah respon untuk individu ke – i. Loge logaritma dengan basis bilangan ke e. Gambar 2 memperlihatkan proses transformasi logit (Juanda, 2009).
P(i)
Logit (Pi) Transformasi Logit
Predictor (X)
Predictor (X)
Gambar 2. Gambaran Transformasi Logit, dengan Peubah X Berskala Interval Model logistik dapat diinterpretasikan sama seperti model OLS yaitu dengan slope dari parameter. Slope diinterpretasikan sebagai perubahan logit (p) akibat perubahan satu unit peubah bebas (X). Keuntungan dalam penggunaan regresi logistik adalah terdapatnya odds ratio. Odd adalah peluang kejadian tidak sukses dari peubah respon. Ratio mengindikasikan seberapa mungkin dalam kaitannya dengan nilai odd munculnya kejadian sukses pada suatu kelompok dibandingkan dengan kelompok lain.
29
3.1.3
Model Regresi Linier Berganda Model regresi yang terdiri lebih dari satu variabel bebas disebut model
regresi berganda. Terdapat hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat pada regresi berganda. Metode analisis berganda merupakan metode analisis yang didasarkan pada metode Ordinary Least Square (OLS). Sifat-sifat OLS adalah (Gujarati, 2003): (1) penaksiran OLS tidak bias, (2) penaksiran OLS mempunyai varian yang minimum, (3) konsisten, (4) efisien, dan (5) linier. Menurut Gujarati (2003) analisis regresi berganda digunakan untuk membuat model pendugaan terhadap nilai suatu parameter (variabel penjelas yang diamati). Asumsi-asumsi yang dapat digunakan untuk model regresi linier berganda dengan OLS adalah : 1. E (ui) = 0, untuk setiap i, dimana i = 1,2,....,n, artinya rata-rata galat adalah nol, dengan nilai yang diharapkan bersyarat dari ui tergantung pada variabel bebas tertentu adalah nol. 2. Cov (ui,uj) = 0, i ≠ j. artinya covarian (ui,uj) = 0, dengan kata lain tidak ada autokorelasi antara galat yang satu dengan yang lain. 3. Var (ui) = δ2, untuk setiap i, dimana i = 1,2,....,n. Artinya setiap galat memiliki varian yang sama (asumsi homoskedastisitas). 4. Cov (ui, X1i) = cov (ui, X2i) = 0. Artinya kovarian setiap galat memiliki varian yang sama. Setiap variabel bebas tercakup dalam persamaan linier berganda. 5. Tidak ada multikolinearitas, yang berarti tidak terdapat hubungan linier yang pasti antara variabel yang menjelaskan, atau variabel penjelas harus saling bebas. Secara umum, fungsi regresi berganda dituliskan sebagai berikut (Juanda, 2009) :
30
Y = β1 X1i + β2 X2i + β3 X3i + ... + βk Xki + εi
................................(1)
Jika semua pengamatan X1i bernilai 1, maka model diatas menjadi Y = β1 + β2 X2i + β3 X3i + ... + βk Xki + εi...................................(2) Keterangan : Y i Xki β1 β2,3,..n
εi
= Peubah tak bebas = Nomor pengamatan dari 1 sampai N (populasi) / n (sample) = Pengamatan ke-i untuk peubah bebas Xk = Intersep = Parameter penduga Xi = Pengaruh sisa (error term)
3.2
Kerangka Operasional Penambangan merupakan salah satu bentuk aktivitas pemanfataan
terhadap sumberdaya alam. Kegiatan ini menimbulkan eksternalitas baik eksternalitas positif maupun negatif bagi lingkungan maupun masyarakat. Peningkatan pendapatan asli daerah, penyerapan tenaga kerja, pengembangan sumberdaya
manusia dan peningkatan usaha mikro disekitar lokasi tambang
merupakan bentuk-bentuk eksternalitas positif yang timbul dari aktivitas penambangan. Akan tetapi, eksternalitas negatif dari kegiatan ini juga harus ditanggung oleh masyarakat berupa eksternalitas negatif seperti tertutupnya sumbermata air, pencemaran udara, kebisingan, dan penurunan tingkat kesehatan. Kerugian yang dialami masyarakat perlu kajian yang mendalam mengenai hal tersebut. Kajian tersebut menyangkut tentang dampak eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat penambangan batu gamping dengan menggunakan metode analisis deskriptif. Peluang kesediaan menerima dana kompensasi masyarakat akibat eksternalitas negatif dengan analisis regresi logistik. Besarnya dana kompensasi yang bersedia diterima oleh masyarakat
31
dengan menggunakan perhitungan Willingness To Accept dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi besarnya nilai kompensasi tersebut dengan analisis regresi linier berganda. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan pihak perusahaan dalam penentuan keputusan atau program dari perusahaan dalam penyelesaian eksternalitas negatif dengan kompensasi. Untuk mempermudah pelaksanaan penelitian, dibuat alur pemikiran yang dapat dilihat pada Gambar 3.
32
Perusahaan Semen Penambangan Batu Gamping Eksternalitas
Eksternalitas Negatif
Eksternalitas Positif
Peningkatan - PAD - Tenaga kerja - SDM - Usaha mikro masyarakat sekitar
Eksternalitas Negatif yang Timbul Analisis Deskriptif
Kualitas dan Kuantitas Air
Pencemaran Udara
Kebisingan dan Getaran
Kerugian Masyarakat
Peluang Kesediaan Menerima Kompensasi
Analisis Regresi Logistik
Estimasi Nilai Kompensasi
Perhitungan WTA
Faktor mempengaruhi nilai kompensasi Analisis Regresi Linier Berganda
Rekomendasi Tentang Kompensasi Atas Eksternalitas Negatif Penambangan Batu Gamping
Keterangan: = Batasan penelitian Gambar 3. Diagram Alur Kerangka Berpikir
= Aliran
33
IV. METODE PENELITIAN 4.1
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal,
Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Lulut merupakan desa yang terdekat jaraknya dengan lokasi penambangan batu gamping dan jumlah masyarakatnya yang relatif padat. Pengambilan data primer dilaksanakan dari April hingga Juni 2011. 4.2
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data cross section.
Data dikumpulkan untuk penelitian ini dalam satu waktu tertentu. Sumber data meliputi data
primer dan data sekunder. Data primer data yang dibutuhkan
meliputi : karakteristik responden, eksternalitas negatif yang dirasakan responden akibat penambangan batu gamping, mengenai kesediaan atau ketidaksediaan menerima dana kompensasi, seberapa besar nilai yang bersedia mereka terima, dan dilengkapi dengan wawancara yang dilakukan kepada tokoh-tokoh masyarakat, Kepala Desa, Ketua RT/RW, dan para warga yang bekerja untuk penambangan. Data sekunder meliputi data-data kesehatan warga Desa Lulut, produktivitas semen dan polutan yang dihasilkan, data sosial-demografi penduduk, dan data lainnya yang dibutuhkan. Data sekunder tersebut diperoleh dari Pemerintah Daerah (PEMDA), Dinas Kesehatan, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Bogor, BAPPEDAL Kabupaten Bogor, Laporan Pelaksanaan
34
PT. ITP Tbk., perpustakaan, internet, serta berbagai penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini. 4.3
Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode Purposive
Sampling. Responden merupakan kepala keluarga sebagai perwakilan dari rumah tangga yang terpilih menjadi sampel. Jumlah responden adalah 70 kepala keluarga (KK) yang bermukim sekitar kawasan penambangan batu gamping. 4.4
Metode dan Prosedur Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitan dianalisis secara kualitatif dan
kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan komputer program Microsoft Office Excel 2007 dan Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 15 For Windows Evaluation Version. Matriks metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Matriks Metode Analisis Data N0 Tujuan Penelitian Sumber Data dan Jumlah Sampel
Metode Analisis Data
1
Mengkaji dampak eksternalitas negatif yang timbul akibat penambangan batu gamping.
• •
Kuesioner Responden = 70 KK
Analisis deskriptif kualitatif
2
Mengkaji peluang kesediaan menerima dana kompensasi
• •
Kuesioner Responden = 70 KK
Analisis logistik dengan SPSS 15.0
3.
Menghitung nilai WTA masyarakat akibat eksternalitas negatif kegiatan penambangan batuan gamping.
• •
Kuesioner Responden = 46 KK
CVM
4.
Mengidentifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTA
• •
Kuesioner Responden = 46 KK
Analisis regresi berganda dengan SPSS 15.0
35
4.4.1 Analisis Dampak Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping Analisis dampak eksternalitas negatif yang timbul akibat kegiatan penambangan batu gamping bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh/kerugian dan apa saja perubahan yang dirasakan masyarakat atas aktivitas tersebut. Analisis ini meliputi ada atau tidak adanya gangguan atas aktivitas penambangan, pandangan responden terhadap kualitas lingkungan, dan dampak yang timbul akibat penambangan. Dampak eksternalitas negatif ini diidentifikasi dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif. 4.4.2
Analisis Peluang Kesediaan Menerima WTA Responden Analisis terhadap peluang kesediaan menerima WTA responden bertujuan
untuk mengetahui nilai observasi dan harapan. Nilai tersebut didapat melalui perhitungan dengan menggunakan metode regresi logistik. Analisis ini meliputi bersedia atau tidak bersedia menerima dana kompensasi akibat eksternalitas negatif kegiatan penambangan batu gamping. Hasil identifikasi ini dapat menduga ketepatan antara nilai harapan dan observasi dari data yang diperoleh. 4.4.3 Analisis Nilai WTA dari Penambangan Batu Gamping
Masyarakat
Terhadap
Aktivitas
Besarnya nilai WTA masyarakat dapat diketahui dengan menggunakan pendekatan CVM. Pendekatan tersebut memiliki enam tahapan (Hanley and Spash,1993) , yaitu : 1. Membangun Pasar Hipotetis Hipotetis pasar dibuat dengan skenario bahwa perusahaan semen yang melakukan kegiatan penambangan batu gamping akan memberlakukan peraturan baru yaitu pemberian dana kompensasi dengan tujuan mengurangi
36
kerugian akibat eksternalitas negatif yang timbul. Pertanyaan dalam pasar hipotetis yang akan dibentuk dalam skenario adalah : “Bersediakah bapak/ibu/saudara/i untuk berpartisipasi dalam kebijakan perusahaan berupa pemberian dana kompensasi akibat dampak negatif yang timbul dari penambangan dan berapa besar dana kompensasi yang bersedia diterima ?” 2. Memperoleh Nilai Penawaran Alat survei telah dibuat, maka survei dilakukan dengan cara wawancara langsung. Responden ditanya besarnya minimum WTA untuk menerima dampak penurunan kualitas lingkungan, dalam hal ini digunakan cara bidding game. 3. Menghitung Dugaan Nilai Rataan WTA (Estimating Mean WTA) Perhitungan nilai rata-rata dan median dapat dilakukan setelah nilai WTA diketahui. Dugaan rata-rata dihitung dengan rumus : ∑
dimana : EWTA xi n i
= Dugaan rataan WTA = Jumlah tiap data = Jumlah responden = Responden ke-i yang bersedia menerima dana kompensasi
4. Menduga Kurva Penawaran Pendugaan kurva penawaran akan dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut ini : WTA = f (PNDK, PNDP, UR, LT, JTT, JTK, KU, KBS, KA, KSH, BRH, PNS, WRS, PTN, SWT, SPR)
37
dimana: UR = usia responden (tahun) PNDK = tingkat pendidikan (tahun) PNDP = tingkat pendapatan (Rp) JTK = jumlah tanggungan keluarga (orang) LT = lama tinggal (tahun) JTT = jarak tempat tinggal (meter) KU = kualitas udara (deskriptif) KA = kualitas dan kuantitas air (deskriptif) KBS = kualitas kebisingan dan getaran (deskriptif) KSH = biaya kesehatan (Rp) BRH = dummy jenis pekerjaan buruh (buruh = 1; bukan buruh = 0 ) PNS = dummy jenis pekerjaan pegawai negeri sipil (PNS = 1; bukan PNS = 0) WRS = dummy jenis pekerjaan wiraswasta (wiraswasta= 1;bukan wiraswasta=0) PTN = dummy jenis pekerjaan petani (petani = 1; bukan petani = 0) SWT = dummy jenis pekerjaan pegawai swasta (swasta = 1; bukan swasta = 0) SPR = dummy jenis pekerjaan supir/ojek (supir = 1; bukan supir = 0) 5. Menjumlahkan Data Penjumlahan data merupakan proses dimana nilai rata-rata penawaran dikonversikan terhadap populasi yang dimaksud. Nilai total WTA dari masyarakat dapat diketahui setelah menduga nilai tengah WTA. Rumus yang dapat digunakan adalah :
dimana : TWTA WTA ni i
= = = =
Total WTA WTA individu ke-i Jumlah sampel ke-i yang bersedia menerima sebesar WTA Responden ke-i yang bersedia menerima dana kompensasi
6. Mengevaluasi Penggunaan CVM Tahap ini memerlukan pendekatan seberapa besar tingkat keberhasilan dalam pengaplikasian CVM. Pelaksanaan model CVM dapat dievaluasi dengan
38
melihat tingkat keandalan (reliability) fungsi WTA dengan melihat nilai Rsquares (R2) dari model OLS (Ordinary Least Square) WTA. 4.4.4
Analisis Fungsi Willingness to Accept (WTA) Analisis fungsi WTA bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi WTA masyarakat Desa Lulut. Alat analisis yang digunakan adalah model regresi linier berganda. Fungsi persamaan sebagai berikut : midWTAi = β0 + β1UR + β2 PNDK+ β3 PNDP + β4 JTK + β5 LT + β6 JTT + β7 KU+ β8 KA + β9 KBS + β10 KSH + β11 BRH + β12 PNS + β13 WRS + β14 PTN + β15 SWT+ β16 SPR + ε dimana: midWTAi = Nilai WTA responden β0 = konstanta β1,,,β16 = koefisien regresi Ur = usia responden (tahun) PNDK = tingkat pendidikan (tahun) PNDP = tingkat pendapatan (Rp) JTK = jumlah tanggungan keluarga (orang) LT = lama tinggal (tahun) JTT = jarak tempat tinggal (meter) KU = kualitas udara (deskriptif) KA = kualitas dan kuantitas air (deskriptif) KBS = kualitas kebisingan dan getaran (deskriptif) KSH = biaya kesehatan (Rp) BRH = dummy jenis pekerjaan buruh (buruh = 1; bukan buruh = 0) PNS = dummy jenis pekerjaan pegawai negeri sipil (PNS = 1; bukan PNS = 0) WRS = dummy jenis pekerjaan wiraswasta (wiraswasta=1; bukan wiraswasta=0) PTN = dummy jenis pekerjaan petani (petani = 1; bukan petani = 0) SWT = dummy jenis pekerjaan pegawai swasta (swasta = 1; bukan swasta = 0) SPR = dummy jenis pekerjaan supir/ojek (supir = 1; bukan supir = 0) i = responden ke i (i=1,2,...46) ε = galat Variabel yang diduga berbanding lurus dengan nilai WTA adalah variabel jumlah tanggungan, tingkat pendidikan, usia responden, lama tinggal, biaya kesehatan, jenis pekerjaan buruh, petani, dan supir/ojek. Jumlah tanggungan terkait dengan banyaknya anggota keluarga yang harus menanggung dampak dari akitivitas penambangan. Semakin banyak jumlah tanggungan seseorang, maka
39
semakin tinggi nilai kompensasi yang diinginkan. Tingginya tingkat pendidikan mencerminkan responden memiliki pengetahuan akan eksternalitas, sehingga mengharapkan nilai yang tinggi. Umur responden dan lama tinggal diduga menjadi variabel
yang berpengaruh positif. Semakin lama seseorang tinggal
dilokasi sekitar penambangan, maka nilai kompensasi yang diterima akan semakin tinggi. Jenis pekerjaan buruh, petani dan supir ojek diduga akan menginginkan nilai kompenasasi yang tinggi karena jenis pekerjaan mereka yang memiliki resiko yang tinggi dan berkaitan langsung dengan penambangan. Variabel jarak tempat tinggal, tingkat pendapatan, variabel-variabel lingkungan (kualitas udara, kualitas dan kuantitas air, dan kualitas kebisingan dan getaran) serta jenis pekerjaan PNS, pegawai swasta, dan wiraswasta diduga berpengaruh negatif terhadap nilai WTA. Tingginya tingkat pendidikan mencerminkan orang tersebut memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai eksternalitas yang ditimbulkan dari aktivitas penambangan dan berfikir bahwa suatu nilai tertentu tidak dapat mengganti semua kerugian yang dialami. Jarak tempat tinggal diduga berpengaruh negatif karena semakin dekat jarak tempat tinggal responden dengan lokasi tambang, semakin banyak pula dampak yang dirasakan oleh responden sehingga nilai akan WTA semakin tinggi dibandingkan dengan yang lokasi tempat tinggalnya jauh. Semakin tinggi pendapatan maka responden
tersebut
merasa
berkecukupan
untuk
mengeluarkan
biaya
menanggulangi dampak sehingga nilai WTA diduga menjadi rendah. Kualitas dan kuantitas air, udara, kebisingan dan getaran diduga berpengaruh negatif karena semakin tinggi (baik) kualitas lingkungan tersebut maka kerugian dan kompensasi yang diharapkan akan semakin kecil. Jenis pekerjaan PNS, pegawai swasta, dan
40
wiraswasta diduga akan mengharapkan nilai kompensasi yang rendah karena resiko dan keterkaitan pekerjaan mereka yang rendah dengan penambangan. Adapun indikator pengukuran dari fungsi WTA disajikan dalam Tabel 9.
41
Tabel 9 Indikator Pengukuran Nilai WTA No 1
Variabel WTA
2.
Tingkat Pendidikan / PNDK
3.
Tingkat Pendapatan / PNDP (perbulan)
4.
Usia Responden / UR (Tahun) Lama Tinggal / LT (Tahun)
5. 6.
Jarak Tempat Tinggal Dari Penambangan / JTT (Meter)
7.
Jumlah Tanggungan Keluarga / JTK (Orang)
8.
Kualitas Udara/ KU
9.
Kualitas Kebisingan dan Getaran / KBS
10.
Kualitas dan Kuantitas Air / KA
11.
Biaya Kesehatan / KSH Jenis Pekerjaan /JP
12.
Cara Pengukuran Menggunakan bidding game yang didasarkan kepada harga riil tertinggi tanah Desa Lulut sebagai batas atas dan harga termurah sebagai batas terendah. Dibedakan menjadi : a. Tidak Sekolah c.. SMP e. Perguruan Tinggi b. SD d. SMA Dibedakan menjadi : a. < Rp 500.000 b. Rp 500.000 - ≤ 1.500.000 c. Rp 1.500.001 - ≤ 2.500.000 d. Rp 2.500.001 - ≤ 3.500.000 e. > Rp 3.500.000 Dibedakan menjadi lima kelas yaitu : a. 17 – 25 tahun c. 35 – 43 tahun e. ≥ 53 tahun b. 26 - 34 tahun d. 44 – 52 tahun Dikategorikan menjadi lima kategori yaitu : a. ≤ 5 tahun c. 16 – 25 tahun e. ≥ 36 tahun b. 6 – 15 tahun d. 26 - 35 tahun Dibedakan menjadi lima kelas yaitu : a. < 500 meter b. 500 - 1500 meter c. 1501 – 2500 meter d. 2501 – 3500 meter e. ≥ 3501 meter Dibedakan menjadi lima kategori yaitu: a. ≤ 2 orang, b. 3 orang, c. 4 orang, d. 5 orang, e. ≥ 6 orang Dibedakan menjadi : a. Selalu berdebu, panas, sesak saat bernafas. b. Berdebu, sesak saat bernafas. c. Berdebu d. Tidak berdebu, panas e. Tidak berdebu, tidak panas, tidak sesak Dibedakan menjadi: a. Mengganggu pendengaran, aktivitas dan istirahat. b. Mengganggu pendengaran, dan istirahat. c. Mengganggu aktivitas dan istirahat d. Tidak mengganggu pendengaran dan istirahat e. Tidak mengganggu pendengaran, istirahat, dan aktivitas Dibedakan menjadi: a. Sulit air, air kotor, berbau, memiliki rasa b. Sulit air, kotor, tidak berbau, air memiliki rasa c. Sulit air, tak kotor, tak berbau, tak memiliki rasa d. Air tersedia, tak kotor, tak berbau,memiliki rasa e. Air selalu tersedia, tak kotor, tak berbau, tak memiliki rasa. Rata-rata biaya kesehatan yang dikeluarkan dalam satu bulan per kepala keluarga. Merupakan variabel dummy yang dibagi menjadi pekerjaan buruh, pegawai negeri sipil, petani, pegawai swasta, wiraswasta, dan supir/ojek
Sumber: Data Primer
42
4.5
Pengujian Parameter Regresi Pengujian secara statistik terhadap model dapat dilakukan dengan cara :
1. Uji Keandalan Uji ini dilakukan dalam evaluasi pelaksanaan CVM dilihat dengan nilai Rsquares (R2) dari OLS (Ordinary Least Square) WTA. Koefisien determinasi adalah suatu nilai statistik yang dapat mengetahui besarnya kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat dari suatu persamaan regresi (Firdaus, 2004). Mitchell
dan
Carson
(1989)
dalam
Hanley
dan
Spash
(1993)
merekomendasikan 15 persen sebagai batas mínimum dari R2 yang realibel. Nilai R2 yang lebih besar dari 15 persen menunjukkan tingkat reabilitas yang baik dalam penggunaan CVM. 2. Uji Statistik t Uji statistik t adalah uji untuk mengetahui masing-masing variabel bebas yang berpengaruh terhadap variabel terikatnya. Prosedur pengujian uji statistik t adalah (Ramanathan, 1997) : H0 : βi = 0 atau variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. H 1 : βi ≠ 0 atau varibel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel terikat 0
Jika t
hit(n-k)
< tα/2 maka H0 diterima, artinya variabel bebas (Xi) tidak
berpengaruh nyata terhadap (Y). Jika t
hit(n-k)
> tα/2, maka terima H1 artinya
variabel bebas (Xi) berpengaruh nyata terhadap (Y).
43
3. Uji Statistik F Uji statistik F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat. Prosedur pengujian menurut Ramanathan (1997) adalah : H0 = β1= β2 = β3 = … β = 0 H1 = β1 = β2 = β3 =
…β
≠0 / /
Dimana : JKK JKG n k
= jumlah kuadrat untuk nilai tengah kolom = jumlah kuadrat galat = jumlah sampel = jumlah peubah
Jika Fhit < Ftabel maka terima H0 yang artinya secara serentak variabel (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap (Y). Jika Fhit < Ftabel, maka terima H1 yang berarti variabel (Xi) secara serentak berpengaruh nyata terhadap (Y). 4. Uji Terhadap Kolinear Ganda Model dengan banyak peubah sering terjadi masalah multikolinier yaitu terjadinya korelasi yang kuat antar peubah-peubah bebas. Masalah tersebut dapat dilihat langsung melalui hasil komputer, dimana apabila Varian Inflation Factor (VIF) < 10 tidak ada masalah multikolinier. 5. Uji Homoskedastisitas Salah
satu
asumsi
metode
pendugaan
kuadrat
terkecil
adalah
homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan. Pelanggaran atas asumsi ini disebut heteroskedastisitas. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y
44
yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual yang telah di-studentized (Ghozali,2006). Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot. Dasar analisis uji heteroskedastisitas (Ghozali, 2006) : 1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. 2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedatisitas. 6. Uji Normalitas Uji normalitas diperlukan untuk mengetahui apakah error term dari data atau observasi yang jumlahnya kurang dari 30 mendekati sebaran normal sehingga statistik t dapat dikatakan sah. Data pada penelitian ini jumlahnya lebih dari 30, oleh sebab itu diduga data telah mendekati sebaran normal sehingga statistik t dapat dikatakan sah. Pembuktian untuk meyakini data telah mendekati sebaran normal perlu dilakukan sebuah pengujian. Uji yang dapat dilakukan adalah uji Kolmogorov-Smirnov. Penerapan uji ini adalah bahwa jika signifikasi dibawah 5% berarti data yang akan diuji mempunyai perbedaan yang signifikan dengan data normal baku, artinya data tersebut tidak normal. 7. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan diantara galat dalam persamaan regresi yang diperoleh. Autokorelasi cenderung akan
45
mengestimasi standar error lebih kecil daripada nilai sebenarnya, sehingga nilai statistic-t akan lebih besar. Uji yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi adalah uji DW (Durbin Watson test). Nilai statistik DW berada diantara 1,55 dan 2,46 maka menunjukkan tidak ada autokorelasi (Firdaus, 2004).
46
V. GAMBARAN UMUM 5.1
Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa Bantarjati di sebelah utara, Desa Leuwikaret di sebelah selatan, Desa Rigar Mukti di sebelah timur, dan Sungai Cileungsi di sebelah barat. Luas wilayah Desa Lulut sebesar 499,145 ha dan menurut penggunaannya terbagi menjadi wilayah permukiman 454,905 ha, persawahan sekitar 38 ha, perkantoran 0,5 ha dan sarana umum lainnya adalah 5,740 ha. Desa Lulut memiliki delapan unit rukun warga (RW) dan 41 unit organisasi rukun tetangga (RT). Sarana dan prasarana seperti pendidikan, peribadatan, air dan sanitasi, kesehatan, dan olahraga sudah tersedia. Sektor pendidikan terdapat lima Sekolah Dasar (SD), dan satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) serta empat lembaga pendidikan keagamaan. Jumlah masjid adalah 12 dan mushola sebanyak 37 yang digunakan sebagai prasarana peribadatan. Terdapat 2921 sumur gali, satu sumur pompa, dan dua saluran drainase dalam prasarana air bersih dan sanitasi. Prasarana kesehatan terdapat sepuluh posyandu dan satu puskesmas pembantu. Terdapat dua lapangan sepak bola dan satu lapangan bulu tangkis sebagai prasarana olahraga (Potensi Desa Lulut, 2009). Desa Lulut berjarak 8 km dari ibu kota kecamatan, dengan lama jarak tempuh menggunakan kendaraan bermotor sekitar 45 menit. Aksesibilitas dari Desa Lulut menuju ibu kota kecamatan atau ibu kota kabupaten tergolong mudah, karena terdapatnya transportasi umum. Kondisi jalan yang terdapat di Desa Lulut
47
berada dalam kondisi baik dengan panjang jalan desa yaitu 3,5 kilometer dan jalan beton sepanjang 3,5 kilometer. Suhu rata-rata harian Desa Lulut yaitu antara 27 – 30 0C. Potensi sumberdaya alam yang terdapat di Desa Lulut terdiri atas sektor pertanian, kehutanan, peternakan, perikanan serta bahan galian. Sektor pertanian didominasi oleh subsektor tanaman pangan yaitu komoditas padi sawah dan ladang. Hutan lindung dengan luas 710 hektar merupakan satu-satunya komoditas sektor kehutanan dan pengelolaannya diatur oleh Perhutani. Jenis populasi ternak Desa Lulut adalah sapi, ayam, kambing, dan burung walet. Sistem pemasaran untuk komoditas peternakan yaitu langsung dijual ke pasar hewan atau tengkulak. Perikanan budidaya air tawar adalah jenis perikanan yang berkembang di masyarakat Desa Lulut dengan komoditas Ikan Mas dan Gurame. Batu kapur di Desa Lulut merupakan potensi desa dari bahan galian yang produktivitasnya besar dan sudah dimanfaatkan oleh pihak swasta. 5.1.1
Kependudukan Jumlah penduduk yang tercatat di Desa Lulut sampai dengan tahun 2009
adalah sebesar 12.833 jiwa. Jumlah penduduk tersebut terbagi atas 6.493 jiwa penduduk laki-laki dan 6.340 jiwa penduduk perempuan dengan jumlah kepala keluarga (KK) sebanyak 3.258. Tingkat pendidikan penduduk Desa Lulut sebagian besar hanya lulusan SD yaitu sebesar 75,5 persen dari total penduduk. Mata pencaharian pokok masyarakat Desa Lulut terdiri atas petani (16,4%), buruh tani (6,3%), pegawai negeri sipil (0,6%), pegawai swasta (17,3%), buruh (44,2%), dan wirausaha (15,2%). Dari sebaran data jenis pekerjaan tersebut terlihat bahwa mayoritas
48
masyarakat Desa Lulut bekerja sebagai buruh. Jenis pekerjaan buruh relatif tidak membutuhkan pendidikan dan keterampilan yang tinggi sehingga banyak masyarakat yang memilih bekerja dibidang tersebut selain itu telah banyak juga lahan pertanian yang berubah menjadi kawasan tambang. 5.1.2
Gambaran Umum Kegiatan Penambangan di Desa Lulut Penambangan oleh pihak swasta di Desa Lulut dibangun pada tahun 1972
dan mulai beroperasi pada tahun 1975. Penambangan ini dibangun untuk menunjang kegiatan pembangunan, terutama pemasokan bahan baku bagi kegiatan konstruksi. Kegiatan penambangan meliputi penambangan batu kapur, pasir silika, dan tanah liat. Penambangan merupakan penambangan terbuka dan dilakukan melalui peledakan dengan sistem berjenjang (bench). Bongkahan hasil peledakan kemudian dihancurkan di tempat pemecahan (chrusher) menjadi ukuran yang lebih kecil, selanjutnya diangkut ke tempat penyimpanan menggunakan belt conveyor atau truk. 5.2
Karakteristik Responden Karakteristik umum responden Desa Lulut didasarkan kepada hasil survei
yang telah dilakukan terhadap 70 KK. Variabel yang menjadi perhatian dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, usia, lama pendidikan formal yang pernah ditempuh, pekerjaan, pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, lama tinggal, jarak tempat tinggal dari penambangan, luas tanah, harga tanah, dan jenis penyakit yang sering dialami.
\
49
5.2.1
Jenis Kelamin Sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki karena target
responden dalam penelitian ini adalah kepala keluarga. Dalam sebuah keluarga atau rumah tangga, biasanya pengambilan keputusan diambil oleh laki-laki sebagai perwakilan keluarga sehingga dalam menjawab pertanyaan survei, lakilaki lebih berperan. Persentase jumlah responden laki-laki berbanding perempuan adalah 97,1 persen berbanding 2,9 persen. Sebaran jenis kelamin responden dapat dilihat pada Gambar 4.
2.90% Laki-laki Perempuan
97.10%
Gambar 4. Sebaran Responden Menurut Jenis Kelamin di Desa Lulut 5.2.2
Usia Tingkat usia responden dari hasil survei yang dilakukan cukup bervariasi
dengan sebaran usia 25 tahun sampai 75 tahun. Persentase tertinggi terjadi pada kelompok usia 25 – 35 tahun dengan 34,29 persen. Responden usia 36 – 45 tahun berjumlah 30 persen, usia 46 – 55 tahun berjumlah 18,57 persen, sedangkan tingkat usia 56 – 65 tahun sebesar 9, 86 persen dan usia 66 – 75 berjumlah 4,26 persen. Responden pada penelitian ini hampir semua telah menikah dan memiliki tanggungan, sehingga dapat dikatakan usia responden relatif sudah tidak muda lagi. Gambar 5 menjelaskan distribusi perbandingan usia responden di Desa Lulut.
50
9.86%
4.26%
34.29% 25-35 tahun
18.57%
36-45 tahun
30%
46-55 tahun 56-65 tahun 66-75 tahun
Gambar 5. Sebaran Responden Menurut Umur di Desa Lulut 5.2.3 Lama Pendidikan Formal Tingkat pendidikan diklasifikasikan berdasarkan lama tahun menempuh pendidikan formal dimulai dari jenjang tidak sekolah sampai dengan perguruan tinggi. Sebagian besar responden memiliki latar belakang pendidikan lulusan Sekolah Dasar (SD) yaitu sebesar 44,29 persen. Sulit ditemui responden yang memiliki pendidikan yang tinggi. Persentase jumlah responden untuk lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar 7,14 persen diikuti dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 20 persen sedangkan untuk Perguruan Tinggi hanya terdapat 4,29 persen. Responden yang tidak pernah menempuh pendidikan formal sebesar 24,29 persen. Kondisi perekonomian masyarakat Desa Lulut pada masa lalu yang mayoritas dalam kondisi cukup sulit disinyalir menjadi penyebab rendahnya tingkat pendidikan responden. Perbandingan persentase tingkat pendidikan responden dapat disajikan pada Gambar 6.
51
SD
24.29%
44.29%
SMP
4.29% 20%
SMA
Perguruan Tinggi
7.14%
Tidak Sekolah
Gambar 6. Sebaran Responden Menurut Lama Pendidikan Formal di Desa Lulut 5.2.4
Jenis Pekerjaan Jenis Pekerjaan yang menjadi mata pencaharian responden di Desa Lulut
cukup bervariasi, diantaranya adalah pegawai negeri sipil, pegawai swasta, wiraswasta, buruh, petani dan supir/ojek. Berdasarkan hasil survei, mata pencaharian responden tertinggi adalah buruh dengan persentase sebesar 44,29 persen. Pekerjaan seperti petani (21,43%) masih menjadi pilihan responden dalam menggantungkan
kehidupannya
disamping
pekerjaan
sebagai
wirausaha
(12,86%), pegawai swasta (7,14 %), pegawai negeri sipil (2,86 %), dan pekerjaan sebagai supir/ojek (11,43%). Sebaran jenis pekerjaan responden dapat dilihat pada Gambar 7.
2.86% 7.14%
11.43%
44.29%
Buruh Petani Wirausaha
21.43%
Pegawai Swasta PNS
12.86%
Supir/Ojek
Gambar 7. Sebaran Responden Menurut Jenis Pekerjaan di Desa Lulut
52
5.2.5
Tingkat Pendapatan Persentase responden dengan tingkat pendapatan terbesar terdapat pada
kelompok pendapatan Rp 500.000,00 – 1.500.000,00 yaitu sebesar 60 persen. Hal ini sangat berhubungan dengan jenis pekerjaan mayoritas dari responden yaitu buruh dan petani. Tingkat pendapatan sangat tergantung nilai Upah Minimum Regional (UMR) bagi buruh atau hasil panen komoditas pertanian bagi petani. Sebanyak 17,14 persen responden memiliki tingkat pendapatan antara Rp 1.500.001,00 – 2.500.000,00. Sebanyak 11,43 persen responden memiliki pendapatan < Rp 500.000,00 dan sebanyak 10 persen responden memiliki pendapatan sebesar Rp 2.500.001,00 – 3.500.000,00. Hanya 1,43 persen responden yang memiliki pendapatan > Rp 3.500.000,00. Perbandingan distribusi tingkat pendapatan setiap bulannya dapat dilihat pada Gambar 8.
17.14%
10%
1.43% 11.43%
60%
Rp 1.500.001,00 - 2.500.00,00 Rp 2.500.001,00 - 3.500.000,00 >Rp 3.500.00,00
Gambar 8. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendapatan di Desa Lulut 5.2.6
Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan yang dimaksud adalah tanggungan yang mencakup
keluarga inti (istri dan anak) serta tanggungan bukan keluarga inti di rumah responden. Sebagian besar responden adalah kepala keluarga yang memiliki jumlah tanggungan sebanyak kurang dari sama dengan dua orang yaitu persentasenya adalah 34,29 persen. Sebanyak 30,0 persen responden memiliki 53
jumlah tanggungan keluarga sebesar tiga orang. Hasil tersebut menggambarkan bahwa tingkat kelahiran di Desa Lulut yang relatif rendah karena memang program keluarga berencana sudah diterapkan oleh masyarakat. Responden dengan jumlah tanggungan empat yaitu sebesar 17,14 persen, sementara responden yang memiliki jumlah tanggungan lima terdapat 8,57 persen. Jumlah tanggungan keluarga responden dengan jumlah 6 orang memiliki persentase sebesar sepuluh persen. Perbandingan jumlah tanggungan dapat dilihat pada Gambar 9.
≤ 2 orang
8.57%
10%
34.29%
17.14%
3 orang 4 orang 5 orang
30%
≥ 6 orang
Gambar 9. Sebaran Responden Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga di Desa Lulut 5.2.7 Lama Tinggal Lama tinggal responden sebagian besar berada pada kelompok > 36 tahun dan antara 26 – 35 tahun dengan persentase 45,71 persen dan 30 persen. Hal ini disebabkan karena sebagian besar responden merupakan penduduk asli yang sejak lahir sudah berada di Desa Lulut. Responden dengan lama tinggal antara 16 – 25 tahun memiliki persentase sebesar 8,57 persen. Terdapat responden yang lama tinggalnya ≤ 5 tahun yaitu sebesar 8,57 pesen. Persentase terkecil terjadi pada kelompok responden dengan lama tinggal 6 – 15 tahun dengan persentase 7,14 persen. Sebaran lama tinggal responden disajikan pada Gambar 10.
54
8.57%
7.14%
≤ 5 tahun
8.57%
45.71%
6 - 15 tahun 16 - 25 tahun
30%
26 - 35 tahun > 36 tahun
Gambar 10. Sebaran Responden Menurut Lama Tinggal di Desa Lulut 5.2.8
Jarak Tempat Tinggal dari Penambangan Kawasan penambangan berlokasi di sebelah timur Desa Lulut dan terdapat
yang berbatasan sangat dekat dengan tempat tinggal warga. Hasil survei pada responden diketahui bahwa 26 responden (37,14 %) tempat tinggalnya hanya berjarak < 500 meter. Rata-rata responden yang bertempat tinggal pada jarak tersebut adalah responden dengan pekerjaan buruh penambangan. Tempat tinggal responden dengan jarak 500 – 1500 meter berjumlah 18 orang dengan persentase 25,71 persen. Pada kelas jarak 1501 – 2500 meter, terdapat 11 responden dengan sebaran 15,71 persen dan pada kelas 2501 – 3500 meter terdapat delapan responden sebesar 11,43 persen. Jarak tempat tinggal terjauh yaitu ≥ 3501 m terdapat tujuh responden dengan persentase terkecil sebesar 10 persen. Persentase responden berdasarkan jarak tempat tinggal disajikan dalam Gambar 11.
55
10.00% 11.43%
< 500 m
37.14% 26% 15.71%
500 - 1500 m 1501 - 2500 m 2501 - 3500 m ≥ 3501 m
Gambar 11. Sebaran Responden Menurut Jarak Tempat Tinggal dari Penambangan di Desa Lulut 5.2.9 Luas Tanah Luas tanah dalam penelitian ini adalah luas tanah yang di atas lahannya terdapat tempat tinggal atau rumah. Distribusi luas tanah responden didominasi oleh kelas ≤ 100 meter persegi dan kelas 101 – 200 meter persegi dengan persentase masing-masing sebesar 28,57 persen dan 47,14 persen. Kelas luas tanah 201 – 300 meter persegi terdapat tujuh responden, dimana hal ini serupa dengan kelas ≥ 401 meter persegi yang persentasenya adalah 10 persen untuk masing-masing kelas. Persentase untuk responden yang memiliki luas lahan antara 301 - 400 meter persegi adalah sebesar 4,29 persen. Berdasarkan hasil survei luas lahan, dapat disimpulkan bahwa kepadatan dan kerapatan lahan untuk tempat tinggal di Desa Lulut cukup tinggi. Perbandingan persentase luas lahan responden dapat dilihat pada Gambar 12.
56
4.29%
10.00%
10%
28.57%
≤ 100 meter persegi 101 - 200 meter persegi
47.14%
201 -300 meter persegi 301 - 400 meter persegi ≥ 401 meter persegi
Gambar 12. Sebaran Responden Menurut Luas Tanah di Desa Lulut 5.3.10 Harga Tanah Harga tanah dalam penelitian ini merupakan harga tanah riil pada saat melakukan survei kepada responden dan tidak berdasarkan pada nilai jual objek pajak (NJOP) tanah tersebut. Diketahui bahwa mayoritas harga tanah responden berkisar antara Rp 41.000,00 – 50.000,00 per meter dengan persentase 42,86 persen. Persentase harga tanah responden yang berada pada kelas ≤ Rp 20.000,00 per meter sebanyak tujuh responden atau sekitar 10 persen. Sebanyak 13 responden yang setara dengan 18,57 persen memiliki tanah dengan harga Rp 21.000,00 – 30.000,00 per meter dan untuk kelas harga tanah Rp 31.000,00 – 40.000,00 per meter terdapat 11 responden (15,71%). Harga tanah di Desa Lulut sangat dipengaruhi oleh ketersediaan akses/jalan. Semakin bagus dan lebar sebuah jalan menjangkau suatu tempat, maka harga tanah di daerah tersebut semakin mahal. Hal tersebut tercermin pada kelas Rp 41.000,00 per meter – 50.000,00 per meter dan > Rp 50.000,00 per meter dimana pada lokasi tanah kelas tersebut sudah terdapat akses/jalan berupa jalan beton. Sebaran harga tanah responden disajikan pada Gambar 13.
57
≤ Rp 20.000/m2
10.00%
12.86%
18.57% 42.86%
Rp 21.000 - 30.000 /m2 Rp 31.000 - 40.000/m2
15.71%
Rp 41.000 - 50.000/m2 ≥ 51.000/m2
Gambar 13. Sebaran Responden Menurut Harga Tanah di Desa Lulut 5.3.11
Jenis Penyakit yang Sering Dialami Berdasarkan survei yang dilakukan, jenis penyakit yang sering dialami
oleh responden adalah batuk-batuk dengan jumlah responden sebesar 31 orang dan persentasenya adalah 44,29 persen. Influenza menempati urutan setelahnya dengan jumlah responden 26 orang atau sama dengan 37,14 persen. Batuk-batuk dan influenza merupakan jenis penyakit pada saluran penapasan. Hasil survei tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kondisi udara di Desa Lulut dalam keadaan kurang baik. Jenis penyakit diare, dan lambung memiliki persentase masing-masing 2,86 persen atau hanya 2 responden. Sebesar 12,86 persen yang setara dengan 9 responden sering mengalami penyakit lainnya ,antara lain reumatik, pusing-pusing, atau gatal-gatal. Distribusi jenis penyakit yang sering dialami responden disajikan pada Gambar 14. Batuk
12.86%
44.29%
Lambung
37.14% Diare
2.86%
2.86%
Influenza Lainnya
Gambar 14. Sebaran Responden Menurut Jenis Penyakit yang Sering Dialami Responden di Desa Lulut
58
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1
Analisis Eksternalitas Negatif Penambangan Batuan Gamping
yang
Timbul
dari
Aktivitas
Lingkungan merupakan tempat mahluk hidup untuk berkembang biak dan berinteraksi. Kualitas lingkungan yang baik tentunya akan dapat membantu mewujudkan kualitas mahluk hidup yang lebih baik. Manusia sebagai salah satu anggota mahluk hidup tentu akan memanfaatkan sumberdaya alam dalam upaya mencukupi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan terhadap potensi sumberdaya alam tercermin melalui berbagai aktivitas,
salah
satunya
adalah
kegiatan
penambangan
batu
gamping.
Penambangan batu gamping akan berdampak bagi lingkungan dan masyarakat disekitarnya. Dampak tersebut merupakan hasil sampingan dari aktivitas penambangan yang berlangsung atau disebut eksternalitas. Eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat sekitar penambangan yaitu perubahan kualitas udara, kelangkaan air, kebisingan dan getaran. Perubahan lingkungan akibat kegiatan penambangan sangat dirasakan oleh sebagian besar masyarakat Desa Lulut. Hasil penelitian terhadap 70 responden di Desa Lulut menunjukkan bahwa seluruh responden (100 persen) merasakan adanya perubahan lingkungan akibat kegiatan penambangan. Perubahan lingkungan ini ditinjau dari dampak yang paling dirasakan oleh responden. Sebanyak 50 persen responden menyatakan bahwa kebisingan dan getaran merupakan eksternalitas yang paling dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Kebisingan dan getaran ini berasal dari suara belt conveyor yang hampir aktif selama 24 jam setiap hari. Operasional kendaraan truk-truk pengangkut batuan
59
juga dikeluhkan oleh responden terutama yang tinggal berdampingan dengan akses masuk kawasan penambangan. Sumber getaran lain yang timbul diakibatkan dari peledakan masih dirasakan oleh responden terutama yang berdekatan dengan kawasan penambangan walaupun frekuensinya sudah relatif berkurang. Pencemaran
udara
merupakan
eksternalitas
kedua
terbesar
yang
dikemukakan oleh responden dengan persentase sebesar 40 persen. Kualitas udara yang dirasakan oleh responden berkaitan dengan debu dan suhu yang semakin meningkat. Partikel-partikel debu merupakan hasil dari proses pemecahan batu, belt conveyor, keberadaan Jalan Putih sebagai akses masuk menuju Desa Lulut, dan proses ledakan saat penambangan. Sebesar 7,14 persen responden menyatakan bahwa perubahan lingkungan yang paling dirasakan adalah mengenai kualitas dan kuantitas air. Hal ini berdasarkan dari ketersediaan air bersih untuk konsumsi dan aktivitas sehari-hari. Mayoritas responden menyatakan jika dibandingkan dengan tahun awal berdirinya penambangan, maka saat ini kuantitas air disekitar rumah mereka berkurang. Hal ini
disebabkan
dari
berkurangnya
sumber
mata
air
karena
kawasan
pegunungannya sudah dijadikan kawasan penambangan. Kualitas air juga menjadi keluhan responden karena apabila air pada masa sekarang dimasak, terkadang memiliki rasa sadah (pahit) terlebih apabila air tersebut berasal dari mata air didalam kawasan penambangan. Berkurangnya daerah resapan air, jenis pepohonan, dan tertutupnya mata air diindikasikan menjadi penyebab penurunan kualitas dan kuantitas air di Desa Lulut. Kehilangan keanekaragaman hayati dirasakan sebagai eksternalitas negatif yang dirasakan oleh responden yaitu sebesar 2,86 persen. Keragaman tumbuhan
60
seperti sengon, mahoni, pinus ataupun tanaman buah-buahan sudah sulit ditemukan di Desa Lulut. Lahan sebagai tempat berbagai jenis tumbuhan hidup telah hilang seiring dengan berjalannya kegiatan penambangan. Jenis satwa seperti burung walet jumlahnya semakin berkurang, padahal masih terdapat beberapa masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari berburu sarang burung tersebut.
Terlihat dari hasil survei bahwa eksternalitas negatif yang paling
dirasakan oleh responden adalah kebisingan dan getaran, pencemaran udara, dan perubahan kualitas dan kuantitas air. Adapun persentase eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat dari aktivitas penambangan batuan gamping dapat dilihat pada Gambar 15.
7.14%
2.86% Kebisingan dan Getaran Pencemaran Udara Perubahan Kualitas dan Kuantitas Air Kehilangan Keanekaragaman Hayati
40%
50%
Gambar 15. Eksternalitas Negatif yang Dirasakan Responden dari Aktivitas Penambangan Batuan Gamping di Desa Lulut. Kebisingan dan getaran dirasakan memberikan pengaruh terhadap kehidupan sebagian responden. Sebanyak 60 persen responden menyatakan bahwa kebisingan dan getaran yang timbul dari aktivitas penambangan dapat mengganggu aktivitas dan jam istirahat mereka. Hal ini dapat disebabkan karena kegiatan penambangan seperti proses peledakan dan pengoperasian belt conveyor terjadi pada waktu masyarakat beristirahat. Proses peledakan terjadi antara pukul
61
11.45 sampai 12.15 pada hari kerja sedangkan pengoperasian belt conveyor berlangsung selama 24 jam setiap hari kecuali hari libur. Pengaruh kebisingan dan getaran ini juga mengganggu terhadap alat pendengaran responden, sebanyak 14,28 persen responden menyatakan hal tersebut. Anggota keluarga responden terutama anak-anak yang tinggal berdekatan dengan kawasan tambang atau belt conveyor
sering mengeluhkan rasa sakit pada alat pendengarannya. Namun,
sebanyak 25,71 persen responden menyatakan tidak merasa terganggu aktivitasnya, jam istirahat, maupun alat pendengarannya akibat kebisingan dan getaran tersebut. Adapun persentase dampak kebisingan dan getaran yang dirasakan masyarakat dapat dilihat pada Gambar 16.
25.71%
Mengganggu aktivitas dan jam istirahat Mengganggu alat pendengaran
14.28%
60%
Tidak terasa mengganggu aktivitas, jam istirahat, ataupun alat pendengaran
Gambar 16. Dampak Kebisingan dan Getaran yang Dirasakan Responden di Desa Lulut. Responden menyatakan bahwa kualitas udara di sekitar tempat tinggal mereka saat ini mengalami penurunan. Sebesar 30 persen atau 21 responden menyatakan udara di sekitar tempat tinggal mereka berdebu, dengan suhu yang panas, dan terkadang membuat sakit (sesak) saat bernafas. Debu dan sesak juga dikeluhkan oleh responden lain dengan persentase sebesar 37,14 persen, hanya 62
saja responden ini tidak mengatakan suhu yang semakin panas. Partikel debu dan pasir yang dihasilkan dari aktivitas penambangan menurut responden menjadi penyebab turunnya kualitas udara disekitar tempat tinggal mereka. Bila musim kemarau tiba, genteng-genteng rumah responden yang memang berbatasan langsung dengan kawasan penambangan berubah menjadi warna putih keabuabuan. Sesak saat bernafas tidak dirasakan oleh 21,43 persen responden namun mereka merasakan panas dan berdebu. Sebanyak 11,43 persen responden tidak merasakan debu dan sesak saat bernafas dari aktivitas penambangan, hanya saja terjadi perubahan suhu yang semakin panas. Adapun persentase dampak perubahan kualitas udara yang dirasakan masyarakat dapat dilihat pada Gambar 17.
Debu, suhu panas, dan sakit (sesak) saat bernafas
30%
11.43%
Debu, suhu tidak panas, dan sakit (sesak) saat bernafas
21,43%
Debu, suhu panas, dan tidak sakit (sesak) saat bernafas
Tidak berdebu, suhu panas, dan tidak sakit (sesak) saat bernafas
37.14% Gambar 17. Dampak Perubahan Kualitas Udara yang Dirasakan Responden di Desa Lulut Kualitas dan kuantitas air menjadi masalah yang dikeluhkan setelah kebisingan dan pencemaran udara. Sebanyak 2,86 persen responden merasakan kesulitan kuantitas dan kualitas air bersih mereka dalam kondisi yang buruk.
63
Apabila terjadi musim kemarau panjang, responden biasanya pergi mencari air ke tempat-tempat sumber mata air atau ke rumah warga yang air sumurnya masih tersedia. Kondisi hampir serupa dialami oleh 24,29 persen responden menyatakan kuantitas air di tempat tinggal mereka sulit, tetapi untuk kualitas (berwarna, berbau, dan memilik rasa) air masih dalam kondisi baik. Responden membeli air mineral galon isi ulang untuk pemenuhan kebutuhan air bersih sehari-hari,. Hal berbeda dialami oleh 71,43 persen responden yang menyatakan air bersih secara kuantitas dan kualitas baik. Perusahaan telah menyediakan penampunganpenampungan di sekitar rumah warga untuk ketersediaan air bersih. Sumber air yang disediakan perusahaan berasal dari mata air Cikukulu yang yang disalurkan melalui pipa-pipa ke penampungan. Penampungan air ini memang belum secara merata tersedia di seluruh desa, hanya terdapat di beberapa tempat saja. Sebesar 1,43 persen responden menyatakan bahwa air yang tersedia memiliki rasa pahit atau sadah apabila telah dikonsumsi. Instalasi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) memang belum tersedia di Desa Lulut, sehingga warga hanya menggantungkan ketersediaan air melalui air sumur, penampungan-penampungan atau mata air. Adapun persentase dampak perubahan kualitas dan kuantitas air yang dirasakan masyarakat dapat dilihat pada Gambar 18.
64
1.43%
Kuantitas air kurang dan kualitas air buruk
2.86% 24.29%
Kuantitas air kurang tetapi kualitas air baik Kuantitas dan kualitas air baik
71.43%
Kuantitas air baik, kualitas kurang
Gambar 18. Dampak Perubahan Kualitas dan Kuantitas Air yang Dirasakan Responden di Desa Lulut 6.2
Analisis Kesediaan Menerima Responden Terhadap Dana Kompensasi Akibat Eksternalitas Negatif Mayoritas dari responden yaitu sebesar 65,71 persen bersedia menerima
dana kompensasi sebagai bentuk kompensasi. Sebanyak 34,29 persen responden tidak bersedia menerima dana kompensasi. Persentase kesediaan menerima dana kompensasi dapat dilihat pada Gambar 19. 34.29% Bersedia Tidak bersedia
65.71% Gambar 19. Persentase Kesediaan Menerima Dana Kompensasi Responden di Desa Lulut Dana kompensasi yang diharapkan oleh sebagian besar responden adalah ditujukkan untuk beberapa keperluan dalam kehidupan responden. Mayoritas responden menyatakan akan mengalokasikan dana kompensasi yang diterima untuk biaya kesehatan yaitu sebesar 48,57 persen. Penggunaan dana kompensasi untuk biaya perbaikan rumah dinyatakan oleh responden sebesar 21,43 persen.
65
Rencana penggunaan dana kompensasi yang diterima responden akan digunakan untuk biaya lainnya seperti biaya pendidikan, biaya usaha dan untuk biaya keperluan makan sehari-hari sebanyak 30 persen. Gambar 20 menunjukkan sebaran rencana alokasi penggunaan dana kompensasi oleh responden apabila memang program tersebut terlaksana. 30.00%
48.57% Biaya Kesehatan Biaya Perbaikan Rumah Biaya Lainnya
21.43% Gambar 20. Rencana Alokasi Penggunaan Dana Kompensasi Responden Terdapat 34,29 persen responden menyatakan tidak bersedia menerima dana kompensasi. Responden menyatakan alasan bahwa dampak yang diterima tidak sebanding dengan besarnya dana kompensasi yang akan diberikan. Responden mengharapkan bentuk kompensasi berupa perbaikan infrastruktur (jalan, jembatan, dan saluran sanitasi), pembangunan klinik kesehatan, dan kemudahan mendapatkan pekerjaan dari perusahaan penambangan. Gambar 21 menjelaskan sebaran keinginan responden tersebut. 33.40%
Perbaikan Infrastruktur
58.33%
Pembangunan Klinik Kesehatan Lowongan Pekerjaan
8.33% Gambar 21. Sebaran Bentuk Kompensasi Selain Dana
66
Nilai peluang potensial dan aktual dari jumlah responden yang bersedia atau tidak bersedia menerima dana kompensasi dapat dilihat pada Tabel 10. Kondisi potensial ditunjukkan dengan nilai harapan (expectation) dan kondisi aktual ditunjukkan dengan nilai observasi (observation). Tabel 10 Nilai Observasi dan Harapan Terhadap Peluang Kesediaan Responden Harapan Observasi
Kesediaan Tidak bersedia Bersedia
Kesediaan
Total
Koreksi (persen)
Tidak bersedia
17
7
24
70.8
Bersedia
5
41
46
89.1
22
48
70
-
Total
Nilai Keseluruhan Terkoreksi
82.9
Sumber : Data Primer Diolah, 2011
Tabel 10 menunjukkan nilai observasi dan harapan peluang responden bersedia menerima dana kompensasi akibat eksternalitas negatif secara keseluruhan. Berdasarkan tabel tersebut, terdapat perbedaan antara nilai total observasi dan nilai total harapan responden dengan nilai keseluruhan koreksi sebesar 82,9 persen. Hal ini menunjukkan bahwa diduga terdapat dua responden yang menjawab ragu-ragu dalam menentukan pilihan. 6.3
Analisis Besarnya Nilai Dana Kompensasi Responden Akibat Eksternalitas Negatif Penelitian ini menggunakan pendekatan CVM untuk menganalisis
besarnya nilai WTA responden terhadap eksternalitas negatif yang dirasakan akibat penambangan batu gamping. Hasil pelaksanaan langkah kerja pada metode CVM adalah sebagai berikut :
67
1.
Membangun Pasar Hipotetis (Setting Up the Hypothetical Market) Responden diberikan informasi bahwa perusahaan penambangan batu
gamping akan memberlakukan pemberian dana kompensasi terhadap masyarakat di sekitar kawasan penambangan yang terkena eksternalitas negatif. Kompensasi tersebut sebagai biaya pengganti atas kerugian yang dirasakan akibat terjadinya eksternalitas negatif. Dana kompensasi ini mencerminkan besarnya nilai kerugian yang dirasakan dan kesediaan menerima penurunan kualitas lingkungan. 2.
Memperoleh Nilai WTA (Obtaining Bids) Berdasarkan pertanyaan yang ditawarkan dalam kuesioner melalui metode
bidding game, maka diperoleh besarnya nilai dana kompensasi yang bersedia diterima oleh responden. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh rata-rata nilai WTA responden sebesar Rp 137.500,00 per bulan per kepala keluarga. Umumnya responden menginginkan dana kompensasi yang tinggi karena biaya hidup yang semakin meningkat. Nilai tersebut dianggap cukup untuk menutup biaya hidup (termasuk biaya kesehatan dan air bersih) yang semakin tinggi. 3.
Menghitung Dugaan Nilai Rataan WTA (Estimating Mean WTA) Dugaan nilai rataan WTA responden dihitung berdasarkan data distribusi
WTA responden. Data distribusi WTA responden dapat dilihat pada Tabel 11. Perhitungan terhadap dugaan nilai rataan WTA (EWTA)
menghasilkan nilai
sebesar Rp 137.500,00 per bulan per kepala keluarga. Nilai tersebut mencerminkan besarnya kerugian setiap individu yang terkena eksternalitas negatif penambangan batuan gamping.
68
Tabel 11 Distribusi WTA Responden di Desa Lulut Nilai WTA Frekuensi Frekuensi No (Rp/bulan/KK) (Orang) Relatif
Mean WTA (Rp)
1
50000
4
0,09
4347,83
2
75000
0
0
0
3
100000
14
0,30
30434,78
4
125000
5
0,11
13586,96
5
150000
11
0,24
35869,57
6
175000
1
0,02
3804,35
7
200000
9
0,20
39130,43
8
225000
1
0,02
4891,30
9
250000
1
0,02
5434,78
46
1,00
137500,00
Total Sumber : Data Primer Diolah, 2011
4.
Menduga Bid Curve Kurva lelang (bid curve) WTA responden dibentuk berdasarkan nilai WTA
responden terhadap dana kompensasi yang diinginkan. Kurva ini menggambarkan hubungan tingkat WTA yang diinginkan (dalam Rp/bulan/KK) dengan jumlah responden yang bersedia menerima pada tingkat WTA tersebut (orang). Terlihat pada Gambar 22, semakin tinggi nilai WTA yang ditawarkan, maka semakin banyak responden yang bersedia menerima. Hasil survei yang dilakukan pada
WTA (Rp/bulan/KK)
responden untuk nilai WTA yang bersedia diterima disajikan dalam Gambar 22. 300000 200000 100000
WTA Linear (WTA)
0 0
10
20
30
40
50
Jumlah Responden (Orang)
Sumber : Data Primer Diolah, 2011
Gambar 22. Dugaan Bid Curve WTA Responden di Desa Lulut 69
5.
Menentukan Total WTA (Agregating Data) Hasil perhitungan WTA total dapat disajikan pada Tabel 12. Berdasarkan
hasil perhitungan diperoleh nilai total WTA responden adalah sebesar Rp 6.325.000,00 per bulan. Nilai total WTA masyarakat diduga sebesar Rp 447.975.000,00 per bulan. Nilai tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan oleh perusahaan penambangan dalam pengambilan keputusan dalam penyelesaian eksternalitas negatif. Tabel 12 Total WTA (TWTA) Responden di Desa Lulut No
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nilai WTA (Rp/bulan/KK)
Frekuensi (Orang)
Jumlah WTA (Rp)
50000 75000 100000 125000 150000 175000 200000 225000 250000
4 0 14 5 11 1 9 1 1
200000 0 1400000 625000 1650000 175000 1800000 225000 250000
46
6325000
Total Sumber : Data Primer Diolah, 2011
6.
Evaluasi Pelaksanaan CVM Hasil analisis regresi berganda yang dilakukan menghasilkan nilai R2
sebesar 46,7 % (Tabel 13). Penelitian yang berkaitan dengan benda-benda lingkungan dapat mentolerir nilai R2 hingga 15 % menurut Mitchell dan Carson (1989) dalam Hanley dan Spash (1993). Hasil pelaksanaan CVM dalam penelitian mengenai WTA ini dapat diyakini kebenaran dan keandalannya (reliable). 6.4
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai WTA Responden Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi WTA dilakukan dengan
menggunakan teknik regresi berganda. Fungsi Willingness to Accept (WTA) masyarakat yang terkena eksternalitas negatif penambangan batuan gamping 70
diamati dengan memasukkan variabel terikat (dependent variable) dan bebas (independent variable) yang diduga berpengaruh. Hasil analisis nilai WTA responden dapat dilihat pada Tabel 13. Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh bahwa model yang dihasilkan dalam penelitian tergolong relatif baik karena nilai R2 yang dihasilkan bernilai 46,7 %. Nilai tersebut memiliki arti bahwa keragaman WTA responden sebesar 46,7 % dapat dijelaskan oleh model, sisanya 53,3% dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Nilai F hitung sebesar 3,406 dengan nilai P-value uji F sebesar 0,002 (Lampiran 3) menunjukkan variabel-variabel penjelas dalam model secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap nilai WTA responden pada taraf α 20 persen. Model regresi linier berganda harus memenuhi asumsi tidak ada masalah multikolinieritas, autokorelasi, homoskedastisitas, dan uji asumsi normalitas. Hasil uji tersebut adalah disajikan sebagai berikut: 1.
Uji Multikolinieritas Pengujian terhadap multikolinieritas didasarkan pada nilai VIF pada model. Nilai VIF pada Tabel 13 terlihat bahwa masing-masing variabel bebas memiliki nilai yang kurang dari sepuluh (VIF < 10). Nilai tersebut mengindikasikan tidak terjadi pelanggaran multikolinieritas.
2.
Uji Autokorelasi Pelanggaran terhadap autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan Uji Durbin-Watson yang terdapat pada Tabel 13. Pemeriksaan ini melihat dari nilai statistik DW yang dihasilkan pada penelitian ini yaitu sebesar 2,156. Nilai tersebut berada diantara 1,55 dan 2,46 maka menunjukkan tidak ada autokorelasi (Firdaus, 2004).
71
3.
Uji Homoskedastisitas Pemeriksaaan asumsi homoskedastisitas dilakukan dengan melihat sebaran pada scatterplot. Plot yang terdapat pada Gambar 23 terlihat tidak membentuk pola apapun atau dengan kata lain menyebar bebas, maka dapat disimpulkan
bahwa
model
tidak
terdapat
pelanggaran
asumsi
homoskedastisitas.
Sumber: Data Primer Diolah, 2011
Gambar 23. Scatterplot pada WTA Responden di Desa Lulut 4.
Uji Asumsi Normalitas Pemeriksaan asumsi normalitas sisaan menyebar normal dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov yang disajikan dalam Tabel 13. Pada output komputer terlihat nilai Asymp.Sig. (2-tailed) yaitu sebesar 0,969. Alpha (α) yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 20 %, sehingga dapat disimpulkan bahwa Asymp.Sig (2-tailed) lebih besar dari alpha. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi data dinyatakan memenuhi asumsi normalitas atau galat menyebar normal.
72
Pemenuhan asumsi-asumsi analisis regresi menandakan bahwa model tersebut telah layak untuk digunakan. Model yang dihasilkan dalam analisis ini adalah : WTA = 1,389 – 0,236 PNDK – 0,143 JTK+0,557 WRS + 1,075 SWT+ εi Tabel 13 Hasil Estimasi Model Regresi Linier Berganda Terhadap Besarnya Nilai WTA Responden Variabel
B
Std. Error
t
P-value
Tolerance
VIF
(Constant)
1.389
.998
1.392
.175
UR
-.164
.225
-.729
.472
.210
4.764
PNDK
-.236
.153
-1.543
.134**
.296
3.373
PNDP
.004
.190
.022
.983
.361
2.770
JTK
-.143
.088
-1.634
.113**
.528
1.893
LT
-.105
.184
-.569
.574
.357
2.802
JTT
-.080
.168
-.476
.638
.462
2.163
KU
.180
.151
1.190
.244
.594
1.683
KA
.050
.250
.201
.842
.656
1.525
KBS
-.001
.218
-.007
.995
.606
1.651
KSH
.106
.233
.456
.652
.613
1.632
PNS
.594
.770
.772
.447
.620
1.613
WRS
.577
.403
1.432 .163***
.607
1.647
PTN
.164
.296
.555
.583
.527
1.899
SWT
1.075
.524
2.052
.050*
.685
1.460
SPR
.004
.424
.008
.993
.450
2.222
R-square
66,1 %
R-square adj.
46,7 %
Durbin-Watson
2,156
Asymp.Sig.(2-tailed)
0.969
Sumber
: Data Primer Diolah, 2011
Keterangan
: * nyata pada taraf α = 10% ** nyata pada taraf α = 15% *** nyata pada raraf α = 20%
Berdasarkan Tabel 13 diketahui variabel-variabel yang berpengaruh nyata terhadap model pada alpha 20%, 15% dan 10 %, yaitu tingkat pendidikan, jumlah
73
tanggungan keluarga, jarak tempat tinggal, dummy wiraswasta, dan
dummy
pegawai swasta. Variabel tingkat pendidikan memiliki nilai P-value 0,134 artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,15 (15%). Koefisien variabel ini bertanda negatif (-), berarti semakin tinggi tingkat pendidikan, maka besarnya nilai WTA yang diharapkan responden tersebut akan semakin rendah. Hal ini dikarenakan responden dengan pendidikan yang tinggi memiliki kecenderungan untuk mengkalkulasikan terlebih dahulu nilai wta yang diharapkan sehingga nilai yang diinginkan tidak sembarangan. Berbeda pada responden dengan tingkat pendidikan rendah yang spontan dan umumnya menginginkan nilai yang lebih besar. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal dimana tingkat pendapatan berpengaruh positif terhadap besarnya nilai WTA responden. Nilai dari koefisien tingkat pendidikan adalah 0,236 yang artinya bahwa jika tingkat pendidikan meningkat sebesar satu satuan (tingkatan pendidikan), maka diduga rata-rata nilai WTA akan menurun sebesar 0,236 satuan (ratus ribu rupiah) dengan asumsi ceteris paribus. Nilai P-value untuk jumlah tanggungan keluarga adalah sebesar 0,113 sehingga variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,15 (15%). Koefisien jumlah tanggungan adalah bertanda negatif (-) dengan nilai sebesar 0,143. Hal ini menggambarkan bahwa jika jumlah tanggungan responden meningkat satu satuan (orang) maka diduga besarnya rata-rata nilai WTA akan menurun sebesar 0,143 satuan (ratus ribu rupiah) dengan asumsi ceteris paribus. Hubungan negatif antara jumlah tanggungan dengan besarnya nilai wta tidak sesuai dengan hipotesis awal. Berdasarkan data di lapangan, responden dengan
74
jumlah tanggungan yang tinggi memiliki kebutuhan yang tinggi pula. Tekanan akan kebutuhan hidup yang tinggi membuat mereka bersedia untuk menerima nilai yang rendah daripada tidak mendapat kompensasi sama sekali. Variabel dummy wiraswasta memiliki nilai P-value sebesar 0,163. Variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,2 (20%). Koefisien untuk variabel tersebut adalah bertanda positif (+) dengan nilai sebesar 0,577. Tanda positif (+) menunjukkan responden yang berprofesi sebagai wiraswasta akan menginginkan nilai WTA yang lebih tinggi. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal. Responden berpendapat bahwa dana kompensasi merupakan dana imbangan yang akan mereka terima apabila mereka tidak dapat bekerja akibat ekternalitas yang timbul. Apabila responden berprofesi sebagai wiraswasta, maka diduga besarnya rata-rata nilai WTA responden akan meningkat sebesar 0,577 satuan (ratus ribu rupiah) dengan asumsi ceteris paribus. Variabel pegawai swasta memiliki nilai P-value sebesar 0,050. Variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,1 (10%). Koefisien untuk pegawai swasta adalah bertanda positif (+) dengan nilai sebesar 1,075. Tanda positif (+) menunjukkan responden yang berprofesi sebagai pegawai swasta akan menginginkan nilai WTA yang lebih tinggi. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal. Responden dengan profesi sebagai pegawai swasta berpendapat bahwa dana kompensasi merupakan dana imbangan yang akan mereka terima apabila mereka tidak dapat bekerja akibat ekternalitas yang timbul. Apabila reponden berprofesi sebagai pegawai swasta, maka diduga besarnya ratarata nilai WTA responden akan meningkat sebesar 1,075 satuan (ratus ribu rupiah) dengan asumsi ceteris paribus.
75
Nilai P-value untuk usia responden adalah sebesar 0,472 sehingga variabel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,20 (20%). Koefisien usia responden adalah bertanda negatif (-) dengan nilai sebesar 0,164. Hal ini menggambarkan bahwa jika usia responden meningkat satu satuan (tahun) maka diduga besarnya rata-rata nilai WTA akan menurun sebesar 0,164 satuan (ratus ribu rupiah) dengan asumsi ceteris paribus. Variabel tingkat pendapatan memiliki nilai P-value sebesar 0,983. Variabel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,2 (20%). Koefisien untuk tingkat pendapatan adalah bertanda positif (+) dengan nilai sebesar 0,004. Tanda positif (+) menunjukkan responden dengan tingkat pendapatan yang tinggi menginginkan nilai WTA yang lebih tinggi. Peningkatan tingkat pendapatan satu satuan (Rp) maka diiduga besarnya rata-rata nilai WTA responden akan meningkat sebesar 0,004 satuan (ratus ribu rupiah) dengan asumsi ceteris paribus. Variabel jarak tempat tinggal memiliki nilai P-value 0,638 artinya variabel ini tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,2 (20%). Koefisien variabel ini bertanda negatif (-), berarti semakin tinggi jarak tempat tinggal dari penambangan, maka besarnya nilai WTA yang diharapkan responden tersebut akan semakin rendah. Nilai dari koefisien adalah 0,080 yang artinya bahwa jika jarak tempat tinggal meningkat sebesar satu satuan (meter), maka diduga rata-rata nilai WTA akan menurun sebesar 0,080 satuan (ratus ribu rupiah) dengan asumsi ceteris paribus. Variabel kualitas udara memiliki nilai P-value 0,244 artinya variabel ini tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata α = 0,2 (20%).
76
Koefisien variabel ini bertanda positif (+), berarti semakin tinggi kualitas udara, maka besarnya nilai WTA yang diharapkan responden tersebut akan semakin tinggi. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal dimana kualitas udara bertanda negatif. Nilai dari koefisien adalah 0,180 yang artinya bahwa jika kualitas meningkat sebesar satu satuan (tingkat kualitas udara), maka diduga rata-rata nilai WTA akan meningkat sebesar 0,180 satuan (ratus ribu rupiah) dengan asumsi ceteris paribus. Variabel kualitas dan kuantitas air memiliki nilai P-value 0,842 artinya variabel ini tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata α = 0,2 (20%). Koefisien variabel ini bertanda positif (+), berarti semakin tinggi kualitas dan kuantitas air, maka besarnya nilai WTA yang diharapkan responden tersebut akan semakin tinggi. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal dimana kualitas dan kuantitas air bertanda negatif. Nilai dari koefisien adalah 0,050 yang artinya bahwa jika kualitas meningkat sebesar satu satuan (tingkat kualitas dan kuantitas air), maka diduga rata-rata nilai WTA akan meningkat sebesar 0,050 satuan (ratus ribu rupiah) dengan asumsi ceteris paribus. Variabel kualitas kebisingan dan getaran memiliki nilai P-value 0,995 artinya variabel ini tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata α = 0,2 (20%). Koefisien variabel ini bertanda negatif (-), berarti semakin tinggi kualitas kebisingan dan getaran, maka besarnya nilai WTA yang diharapkan responden tersebut akan semakin rendah. Nilai dari koefisien adalah 0,001 yang artinya bahwa jika kualitas meningkat sebesar satu satuan (tingkat kualitas kebisingan dan getaran), maka diduga rata-rata nilai WTA akan meningkat sebesar 0,001 satuan (ratus ribu rupiah) dengan asumsi ceteris paribus.
77
Variabel dummy pegawai negeri sipil memiliki nilai P-value 0,447 artinya variabel ini tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata α = 0,2 (20%). Koefisien variabel ini bertanda positif (+), artinya responden dengan pekerjaan sebagai pegawai negeri sipil, maka besarnya nilai WTA yang diharapkan responden tersebut akan semakin tinggi. Nilai dari koefisien adalah 0,594 yang artinya bahwa jika responden bekerja sebagai pegawai negeri sipil, maka diduga rata-rata nilai WTA akan meningkat sebesar 0,594 satuan (ratus ribu rupiah) dengan asumsi ceteris paribus. Variabel dummy petani memiliki nilai P-value 0,583 artinya variabel ini tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,2 (20%). Koefisien variabel ini bertanda positif (+), artinya responden dengan pekerjaan sebagai petani, maka besarnya nilai WTA yang diharapkan responden tersebut akan semakin tinggi. Nilai dari koefisien adalah 0,164 yang artinya bahwa jika responden bekerja sebagai petani, maka diduga rata-rata nilai WTA akan meningkat sebesar 0,164 satuan (ratus ribu rupiah) dengan asumsi ceteris paribus. Variabel usia responden, tingkat pendapatan, lama tinggal, jarak tempat tinggal, kualitas udara, kualitas air, kualitas kebisingan dan getaran, biaya kesehatan, pegawai negeri sipil, petani, dan supir/ojek tidak berpengaruh nyata dalam model ini. Nilai P-value masing-masing variabel (Tabel 13) lebih besar dari taraf α = 0,2 ( 20%). Variabel-variabel tersebut hanya menyebabkan perubahan kecil dibandingkan dengan variabel yang berpengaruh signifikan. Hal tersebut terjadi karena kurang beragamnya nilai yang terdapat dalam model.
78
VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1
Simpulan Simpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Eksternalitas negatif yang timbul akibat aktivitas penambangan batuan gamping di Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor dirasakan oleh seluruh responden. Adapun jenis eksternalitas negatif yang paling dirasakan oleh responden antara lain kebisingan dan getaran, perubahan kualitas udara serta perubahan kualitas dan kuantitas air. Hanya sebagian kecil responden yang menyatakan bahwa kehilangan keanekaragaman hayati sebagai eksternalitas negatif yang muncul akibat penambangan batuan gamping.
2.
Mayoritas responden menyatakan bersedia menerima dana kompensasi atas eksternalitas negatif yang timbul dari aktivitas penambangan batuan gamping. Rencana alokasi dana kompensasi jika memang ada akan dipergunakan untuk biaya kesehatan, perbaikan rumah,dan keperluan lainnya.
3.
Nilai dugaan rataan WTA responden adalah sebesar Rp 137.500,00 per bulan per kepala keluarga dan nilai total WTA responden sebesar Rp 6.325.000,00 per bulan. Nilai total WTA masyarakat diperoleh setelah nilai total WTA responden didapatkan, nilai total WTA masyarakat adalah sebesar Rp 447.975.000,00 per bulan.
4.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada besarnya nilai WTA responden secara positif yaitu pekerjaan wiraswasta, dan pegawai swasta. Tingkat pendidikan dan jumlah tanggungan keluarga berpengaruh nyata secara negatif. Variabelvariabel bebas lain seperti usia, tingkat pendapatan, lama tinggal, jarak tempat
79
tinggal, kualitas udara, kualitas dan kuantitas air, kualitas kebisingan dan getaran, biaya kesehatan, pegawai negeri sipil, petani dan supir/ojek tidak berpengaruh nyata terhadap model karena Nilai Sig. dari masing-masing variabel tersebut lebih besar dari pada taraf α = 20 % 7.2
Saran Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian maka dapat disarankan :
1.
Perusahaan penambangan batuan gamping seharusnya mencari sistem dan teknologi penambangan yang lebih baik terutama untuk proses pengangkutan bahan baku menggunakan belt conveyor. Selain itu, proses peledak dan lokasi peledakan yang relatif jauh dari pemukiman warga perlu dilakukan pihak perusahaan penambangan. Reklamasi lahan setelah penambangan harus terus dilakukan dengan memilih jenis tanaman yang memiliki penyerapan air yang baik sehingga dapat menjadi salah satu solusi masalah air bersih. Perlu ditingkatkannya program puskesmas keliling karena terlihat dari sebagian besar dana kompensasi yang diinginkan akan dialokasikan oleh responden untuk bidang kesehatan. Pengaspalan jalan utama (Jalan Putih) menuju Desa Lulut, dan peningkatan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar kawasan penambangan perlu dilakukan oleh perusahaan.
2.
Pemerintah
melakukan
pengawasan
terhadap
pelaksanaan
kegiatan
penambangan. Terutama untuk aturan batas kawasan penambangan dengan pemukiman warga, jam operasional dan kondisi alat-alat penambangan, serta pelaksanaan kegiatan-kegiatan dalam rangka menyelesaikan permasalahan eksternalitas negatif dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat sekitar.
80
3.
Penelitian selanjutnya sebaiknya melakukan penelitian mengenai analisis Willingness to Pay pihak perusahaan yang melakukan kegiatan penambangan batuan gamping di Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal untuk mengetahui keseimbangan nilai dana kompensasi. Sehingga dapat diperoleh surplus produsen yang diterima oleh masyarakat dan surplus konsumen yang diperoleh perusahaan.
81
DAFTAR PUSTAKA Anwar, A. 2008. Nilai Ekonomi Akibat Kerusakan Jalan Berdasarkan Pendekatan Willingness to Pay dan Willingness to Accept di Jalan Lintas Timur Sumatera. http://sosekling.pu.go.id/attachments/205_ADITYA209.pdf. [2 Maret 2011] BAPPEDAL.2001. Aspek Lingkungan dalam AMDAL Bidang Pertambangan. Pusat Pengembangan dan Penerapan AMDAL BAPEDAL. Jakarta. Bogor Plus. Februari 2011. Hal 19–21. Indocement Tebar Debu, ISPA Merajalela. Firdaus, M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Bumi Aksara. Jakarta. Ghozali, I. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS Edisi Kedua. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Gujarati, Damodar N. 2003. Basic Econometric 4th ed. Mc Graw Hill-Irvine. New York, USA. Hanley, N dan C. L. Spash. 1993. Cost – Benefit Analysis and Environment. Edward Elgar Publishing Limited. England. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. 2006 - 2010. Laporan Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) Divisi Pertambangan (Mining Division). Bogor. Juanda, B. 2009. Ekonometrika : Permodelan dan Pendugaan. IPB Press. Bogor. KLH. 2000. Agenda 21 Sektoral (Agenda Pertambangan untuk Pengembangan Kualitas Hidup Secara Berkelanjutan). Kerjasama KLH dan UNDP (United Nations Development Programme). Jakarta. Notosiswoyo, S. 2006. Potensi Mineral pada Endapan Batukapur pada Ekosistem Karst. Di dalam : Maryanto I, M Noerdjito, R Ubaidillah, editor. Manajemen Bioregional: Karst, Masalah dan Pemecahannya, dilengkapi kasus Jabodetabek. cet II. Puslit-Biologi LIPI. Bogor. Mangkoesoebroto, G. 1997. Ekonomi Publik. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Merryna, A. 2009. Analisis Willingness to Pay Masyarakat Terhadap Pembayaran Jasa Lingkungan Mata Air Cirahab [Skripsi]. Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
82
Minerhe. 2009. Perencanaan Tambang Pasir http://www.minerhe.co.cc/2009/07/perencanaan-tambang-pasirkwarsa.html. [3 Februari 2011]
Kwarsa.
Ramadhan, A. 2009. Analisis Kesediaan Menerima Dana Kompensasi di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Kota Depok Jawa Barat [Skripsi]. Departemen Ekonomi Sumberdaya Lingkungan. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Ramanathan, R. 1997. Introductory Econometrics with Applications. The Dryden Press. Philadelphia. Samodra, H. 2001. Nilai Strategis Kawasan Karst di Indonesia, Pengelolaan dan Perlindungannya. Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral. Bandung. Sarwono, S. W. 1999. Psikologi Sosial : Individu dan Teori-teori Psikologi Sosial. Balai Pustaka. Jakarta. Triani, A. 2009. Analisis Willingness to Accept Masyarakat Terhadap Pembayaran Jasa Lingkungan DAS Cidanau (Studi Kasus Desa Citaman Kabupaten Serang) [Skripsi]. Departemen Ekonomi Sumberdaya Lingkungan. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Widiyanto. 2011. Industri Semen. http://industri.kontan.co.id. [3 Februari 2011] Wardhana, WA. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Offset. Yogyakarta. Walpole, R. E. 1982. Pengantar Statistika. Bambang Sumantri (Penerjemah). Terjemahan dari : Introduction to Statistic. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
83
LAMPIRAN
84
Lampiran 1 Kuesioner DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN Jalan Kamper Level 5 Wing 5 Kampus IPB Darmaga Bogor 16680 Telepon (0251) 421 762, (0251) 621 834, Fax (0251) 421 762 KUESIONER PENELITIAN Nomor Responden : Nama : Alamat : No. HP : Tanggal : Kuesioner ini digunakan sebagai bahan skripsi mengenai Analisis Willingness to Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping oleh Bahroin Idris Tampubolon, mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen , IPB. Mohon partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini dengan teliti dan lengkap demi keobjektifan data. Informasi ini dijamin kerahasiaannya, tidak untuk dipublikasi,dan tidak untuk kepentingan politis. Atas perhatian dan kerjasamanya Saya ucapkan terima kasih. Petunjuk : Isi dan pilihlah salah satu jawaban dengan memberikan tanda (√) pada bagian yang telah tersedia. A. Karaktristik Responden 1. Jenis Kelamin : [ ] Laki–laki
[
2. Usia : [ ] 17 – 29 Tahun = ..... [ ] 30 – 42 Tahun = ..... [ ] 43 – 55 Tahun = ..... 3. Status : [ ] Menikah
] Perempuan [ [
[
4. Pendidikan Formal Terakhir : [ ] SD [ [ ] SLTP/Sederajat [ [ ] SLTA/Sederajat
] 56 – 68 Tahun = ......... ] ≥ 69 Tahun = ........
] Belum Menikah ] Perguruan Tinggi ] Tidak Sekolah
85
5. Pekerjaan : [ ] PNS [ [ ] Buruh [ [ ] Petani [ [ ] Lainnya : .................
] TNI/POLRI ] Pegawai Swasta ] Wirausaha
6. Pendapatan perbulan : [ ] < Rp 500.000 [ ] Rp 500.000 - ≤ 1.500.000 [ ] Rp 1.500.001 - ≤ 2.500.000 [ ] Rp 2.500.001 - ≤ 3.500.000 [ ] > Rp 3.500.000
= Rp ........ = Rp ........ = Rp ........ = Rp ........ = Rp .......
7. Jumlah Tanggungan Keluarga : [ ] ≤ 2 Orang [ [ ] 3 Orang [ [ ] 4 Orang
] 5 Orang ] ≥ 6 Orang
8. Lama tinggal : [ ] ≤ 5 Tahun = ......... [ [ ] 6 – 15 Tahun = ......... [ [ ] 16 - 25 Tahun = ........
] 26 – 35 Tahun = ......... ] ≥ 35 Tahun = ........
9. Status Tempat Tinggal
:[ [
] Sewa / kontrak ] Pribadi
10. Jarak Tempat Tinggal dari Penambangan : [ ] < 500 m = ....... [ ] 2501 – 3500 m [ ] 500 – 1500 = ....... [ ] ≥ 3500 m [ ] 1501 – 2500 m = .......
=....... =.......
11. Luas Lahan / Tanah
: ................... m2
12. Luas Bangunan / Rumah
: .................... m2
13. Jenis Bangunan
:[ [
14. Harga Tanah Tempat Tinggal
: Rp .........................
] Permanent ] Semi Permanent
B. Eksternalitas Negatif yang Dirasakan 1. Apakah Anda merasakan adanya perubahan lingkungan / kerugian akibat kegiatan penambangan ? [ ] Ya : ................................ [ ] Tidak (selesai) 2. Perubahan apa yang paling Anda rasakan akibat adanya kegiatan penambangan? 86
[ [ [ [ [ [
] Kehilangan keanekargaman hayati ( hilangnya walet, pepohonan, dll) ] Gangguan visual (pemandangan) ] Pencemaran udara dan debu ] Kebisingan suara ] Perubahan kualitas dan kuantitas air (kotor, berbau,berasa) ] Lainnya : ...................................
3. Kerugian apa yang Anda rasakan dari kegiatan penambangan ? [ ] Penurunan tingkat kesehatan [ ] Penurunan tingkat pendapatan [ ] Kenyamanan terganggu [ ] Peningkatan biaya pengeluaran (misalnya : biaya kesehatan, perbaikan rumah yang rusak akibat getaran, dll) [ ] Lainnya : .................................... 4. Bagaimana Kualitas Udara di sekitar rumah Anda ? [ ] berdebu, panas, menyesakkan saat bernafas. [ ] berdebu, tidak panas, menyesakkan saat bernafas. [ ] berdebu, tidak panas dan segar saat bernafas [ ] tidak berdebu, panas dan segar saat bernafas [ ] tidak berdebu, tidak panas dan segar saat bernafas 5. Bagaimana ketersediaan dan kualitas Air Bersih di tempat tinggal Anda ? [ ] sulit air, air kotor, berbau, memiliki rasa [ ] sulit air, tidak berbau, tidak kotor, memiliki rasa [ ] sulit air , tidak kotor, tidak berbau, tidak memiliki rasa [ ] air tersedia, tidak kotor, tak berbau, memiliki rasa [ ] air tersedia, tak kotor, tak berbau, tak memiliki rasa 6. Bagaimana kebisingan dan getaran dari ledakan penambangan dalam kehidupan keseharian Anda? [ ] tidak menggangu pendengaran, aktivitas dan jam istirahat. [ ] tidak mengganggu pendengaran, dan jam istirahat [ ] mengganggu aktivitas dan jam istirahat [ ] mengganggu pendengaran dan jam istirahat [ ] mengganggu pendengaran, aktivitas dan istirahat 7. Bagaimana kenyamanan di tempat tinggal Anda seiring berjalannya kegiatan penambangan ? [ ] Sangat tidak nyaman [ ] Tidak nyaman [ ] Biasa saja [ ] Nyaman [ ] Sangat nyaman 8. Jenis Penyakit apa yang sering saudara dan keluarga alami ?
87
[ [ [ [ [ [
] ISPA / TBC ] Kulit ] Lambung ] Diare ] Influenza ] Lainnya : .........................................
9. Berapa kali rata-rata anda sakit atau pergi ke rumah sakit dalam sebulan ? [ ] Tidak Pernah [ ] 4 Kali [ ] ≤ 2 kali [ ] ≥ 5 kali [ ] 3 Kali 10. Adakah biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh Anda? [ ] Ya, sebesar : Rp ............................./bulan/kk [ ] Tidak. C. Informasi Tentang Kesediaan Menerima Dana Kompensasi SKENARIO PERUSAHAAN PENAMBANG BATU GAMPING AKAN MEMBERLAKUKAN PEMBERIAN DANA KOMPENSASI TERHADAP MASYRAKAT DI SEKITAR KAWASAN PENAMBANGAN YANG TERKENA EKSTERNALITAS NEGATIF. 1. Apakah Anda setuju jika suatu kegiatan penambangan semen merugikan masyarakat sekitar ? [ ] Ya [ ] Tidak, alasan : a. Peningkatan kesejahteraan . b. Peningkatan Infrastuktur (listrik,jalan,dll) c. Lainnya : ........................ 2. Apakah Anda bersedia menerima apa pun kompensasi/fasilitas yang diberikan oleh Perusahaan Penambangan akibat kerugian yang dirasakan? [ ] Ya [ ] Tidak, alasan : a. Kerusakan lingkungan tidak dapat bayar b. Kerugian yang dirasakan sulit diuangkan c. Lainnya : ........................ 3. Kompensasi apa yang Anda harapkan dari Perusahaan Penambangan sebagai ganti rugi terhadap dampak yang ditimbulkan? [ ] Perbaikan Infrastruktur (Jalan, Jembatan, Listrik.dll) [ ] Pembangunan Klinik Kesehatan 88
[ [ [
] Penyemprotan air untuk debu ] Dana Kompensasi ] Lainnya : .............
4. Jika Perusahaan Penambangan Semen akan memberikan kompensasi berupa dana (uang) kepada Anda per bulannya, berapakah minimal besarnya dana kompensasi yang bersedia Anda terima? [ ] Rp 250.000 [ ] Rp 225.000 [ ] Rp 200.000 [ ] Rp 175.000 [ ] Rp 150.000 [ ] Rp 125.000 [ ] Rp 100.000 [ ] Rp 75.000 [ ] Rp 50.000 [ ] Rp 25.000 [ ] Rp 20.000 [ ] Rp 15.000 [ ] Rp 10.000 [ ] Rp 5.000 [ ] Tidak Bersedia 5. Mengapa Anda bersedia/tidak menerima dana kompensasi sebesar yang Anda pilih? Alasan : ........................................................................................................... ...........................................................................................................
89
Lampiran 2 Hasil Model Regresi Logistik Dichotomus Choice Dependent Variable Encoding Original Value
Internal Value
tidak bersedia
0
Bersedia
1
Categorical Variables Codings Parameter coding Frequency dummy supir/ojek
bukan
62
.000
8
1.000
68
.000
2
1.000
61
.000
9
1.000
bukan
55
.000
petani
15
1.000
bukan
65
.000
swasta
5
1.000
bukan
39
.000
buruh
31
1.000
supir/ojek dummy pns
bukan pns
dummy wiraswatsa
bukan wirausaha
dummy petani
dummy swasta
dummy buruh
(1)
Model Summary
Step 1
-2 Log likelihood 42.101a
Cox & Snell R
Nagelkerke R
Square
Square .496
.685
a. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less than ,001.
90
Classification Tablea Predicted kesediaan Observed Step 1
tidak bersedia
kesediaan
tidak bersedia
Percentage
bersedia
Correct
17
7
70.8
5
41
89.1
bersedia Overall Percentage
82.9
a. The cut value is ,500
Hosmer and Lemeshow Test Step
Chi-square
1
df
Sig.
1.692
8
.989
Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square Step 1
df
Sig.
Step
47.907
15
.000
Block
47.907
15
.000
Model
47.907
15
.000
91
Lampiran 3 Hasil Model Regresi Linier Berganda
Descriptive Statistics
Coefficientsa Mean Std. Deviation N Unstandardized Standardized 1.9111 .82082 45 Coefficients Coefficients
wta klompok USIA
2.0444
PENDIDIKAN Model
Correlations
.87790 45
B 1.1556 Std. Error 1.08619 Beta45
PENDAPATAN 1 (Constant)
Collinearity
1.3892.0889 .998
.79264 45
Statistics
Zerot
Sig. order Partial Part Tolerance VIF
1.392 .175
KLMPK TANGGUNGAN 2.3556 1.41671 45 USIA -.164 .225 -.175 -.729 .472 -.215 -.136 LAMA TINGGAL 2.0889 .82082 45 .080 JARAK TT DR TAMBANG 1.9111 PENDIDIKAN -.236 .153
.79264 45 -.312
Udara
.77525 45
1.8889
Air PENDAPATAN
.0041.7333 .190
Bising KLMPK BIAYA TANGGUNGAN
1.8889 -.143 .088 1.6000
dummy buruh LAMA TINGGAL
-.105
dummy pns
.5111
.184
.0222
dummy wiraswatsa JARAK TT DR
- .134
.118 -.280
1.543
.44721 45.004 .022 .983
.296 3.373
.170 .117
.004 .002
.53182 45 -.248 - .113 -.480 -.295 .49543 45 1.634 .180 .50553 45 -.105 -.569 .574 -.292 -.107 .14907 45
-.080 .0889 .168
-
.210 4.764
-
.361 2.770 .528 1.893
.357 2.802
.063
.28780 45 -.077 -.476 .638 -.397 -.090
.462 2.163
dummy petani TAMBANG
.2222
dummy Udara swasta
.180 .0444 .151
.20841 45.170 1.190 .244
.163
.219 .131
.594 1.683
dummy supir/ojek Air
.050
.1111
.250
.31782 45 .027 .201 .842
.058
.038 .022
.656 1.525
1.8667 -.001 .218
.81464 45 .000 -.007 .995
.081 -.001 .000
.606 1.651
lag_wta bising
.052
BIAYA
.106
.233
.064 .456 .652
.134
.086 .050
.613 1.632
dummy pns
.594
.770
.108 .772 .447
.017
.144 .085
.620 1.613
dummy wiraswatsa
.577
.403
b Model Summary .202 1.432 .163 -.062
.261 .158
.607 1.647
dummy petani
.164
.296
.104 .061
.527 1.899
dummy swasta R Model Square dummyRsupir/ojek 1
.42044 45
-
.813a lag_wta a.
.661
1.075 Adjusted R Square .004 .582
.467
.084 .555 .583
.124
Change Statistics .524 .273 2.052 .050 .289 .362 .226 Std. Error of the R Square F Sig. F Change Change df2 .001 Change .424Estimate .001 .008 .993 .126df1.002 .162
.59944
.685 1.460 DurbinWatson .450 2.222
.661 3.406 16 28 .002 2.156 .578 3.588 .001 .628 .561 .395 .468 2.138
Dependent Variable: wta klompok
92
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N Normal Parametersa,,b
45 .0000000 .47818723 .073 .073
Mean Std. Deviation Most Extreme Differences Absolute Positive Negative
-.062 .492 .969
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
ANOVAb Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Regression
19.583
16
1.224
Residual
10.061
28
.359
Total
29.644
44
3.406
Sig. .002a
a. Predictors: (Constant), lag_wta, dummy petani, dummy pns, dummy swasta, bising, KLMPK TANGGUNGAN, air, BIAYA, udara, dummy wiraswatsa, LAMA TINGGAL, JARAK TT DR TAMBANG, dummy supir/ojek, PENDAPATAN, PENDIDIKAN, USIA b. Dependent Variable: wta klompok
93
94
Lampiran 4 Peta Lokasi
Keterangan : : Lokasi penelitian
95
Lampiran 5 Dokumentasi
96
97
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 11 Februari 1989. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Dr.Radjab Tampubolon dan Pipih Pudjiastuti Bsc. Penulis memulai pendidikan di TK Melati Kota Bogor pada tahun 1995, kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri Polisi I Bogor. Pada tahun 2001, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri I Kota Bogor. Pendidikan selanjutnya yang ditempuh penulis adalah di Sekolah Menengah Umum Negeri I Kota Bogor pada tahun 2004. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) yang selanjutnya diterima di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di kegiatan kemahasiswaan yaitu sebagai Staf Departemen Corporate Social Responsibility (CSR) HIMPRO REESA tahun 2008/ 2009, Anggota Keluarga Pecinta Alam Fakultas Ekonomi dan Manajemen (KAREMATA), dan terakhir sebagai Ketua Umum Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) FUTSAL IPB tahun 2009/ 2010.
98