ESTIMASI BIAYA EKSTERNAL DAN WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT AKIBAT PENCEMARAN DI SEKITAR KAWASAN PABRIK GULA CEPIRING, KENDAL
LUTHFI ADHITYA
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Estimasi Biaya Eksternal dan Willingness to Accept Masyarakat Akibat Pencemaran di Sekitar Kawasan Pabrik Gula Cepiring, Kendal adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013
Luthfi Adhitya NIM H44090071
RINGKASAN LUTHFI ADHITYA. Estimasi Biaya Eksternal dan Willingness to Accept Masyarakat Akibat Pencemaran di Sekitar Kawasan Pabrik Gula Cepiring, Kendal. Dibimbing oleh NINDYANTORO. Aktivitas ekonomi berupa produksi dan konsumsi dapat menurunkan tingkat kualitas lingkungan.Kegiatan industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang memiliki dampak tidak hanya di bidang ekonomi dan aspek sosial, tetapi juga memengaruhi perubahan fisik kualitas lingkungan. Berbagai langkah dan prosedur dapat digunakan untuk meningkatkan atau mempertahankan kualitas lingkungan. Oleh karena itu, studi tentang estimasi biaya baik eksternal dan willingness to accept (WTA) kompensasi akibat pencemaran dari kegiatan industri dibutuhkan untuk melakukan pengaturan lebih lanjut tentang biaya lingkungan atau pajak untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan industri, untuk memperkirakan biaya eksternal dan nilai WTA yang disebabkan oleh kegiatan industri, dan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi nilai WTA. Penelitian survei ini membahas analisis deskriptif, valuasi ekonomi lingkungan, dan penerapan contingent valuation method (CVM). Pengamatan dan wawancara dilakukan kepada masyarakat yang tinggal di daerah industri gula, Cepiring-Kendal yang diambil dengan metode purposive sampling. Hasil menunjukkan bahwa biaya eksternal setiap rumah tangga per bulan adalah Rp 64.721, biaya eksternal masyarakat RW 04 Desa Cepiring Rp 229.845.336 per tahun, sedangkan di sektor pertanian adalah Rp 314.720.000 per tahun. Dibandingkan dengan biaya eksternal setiap rumah tangga, rata-rata nilai dari WTA rumah tangga per bulan lebih tinggi, yaitu Rp 440.132. Ada lima faktor yang memengaruhi nilai WTA signifikan seperti tingkat pendidikan, rumah dari daerah industri, kualitas kebisingan, kerugian ekonomi yang disebabkan oleh pencemaran air, dan belum adanya upaya untuk menggantikan kualitas lingkungan. Kata kunci: biaya eksternal, estimasi, CVM, industri gula, willingness to accept
ABSTRAK LUTHFI ADHITYA. Estimasi Biaya Eksternal dan Willingness to Accept Masyarakat Akibat Pencemaran di Sekitar Kawasan Pabrik Gula Cepiring, Kendal. Dibimbing oleh NINDYANTORO. Aktivitas ekonomi berupa produksi dan konsumsi dapat menurunkan tingkat kualitas lingkungan.Kegiatan industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang memiliki dampak tidak hanya di bidang ekonomi dan aspek sosial, tetapi juga memengaruhi perubahan fisik kualitas lingkungan. Berbagai langkah dan prosedur dapat digunakan untuk meningkatkan atau mempertahankan kualitas lingkungan. Oleh karena itu, studi tentang estimasi biaya baik eksternal dan willingness to accept (WTA) kompensasi akibat pencemaran dari kegiatan industri dibutuhkan untuk melakukan pengaturan lebih lanjut tentang biaya lingkungan atau pajak untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan industri, untuk memperkirakan biaya eksternal dan nilai WTA yang disebabkan oleh kegiatan industri, dan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi nilai WTA. Penelitian survei ini membahas analisis deskriptif, valuasi ekonomi lingkungan, dan penerapan contingent valuation method (CVM). Pengamatan dan wawancara dilakukan kepada masyarakat yang tinggal di daerah industri gula, Cepiring-Kendal yang diambil dengan metode purposive sampling. Hasil menunjukkan bahwa biaya eksternal setiap rumah tangga per bulan adalah Rp 64.721, biaya eksternal masyarakat RW 04 Desa Cepiring Rp 229.845.336 per tahun, sedangkan di sektor pertanian adalah Rp 314.720.000 per tahun. Dibandingkan dengan biaya eksternal setiap rumah tangga, rata-rata nilai dari WTA rumah tangga per bulan lebih tinggi, yaitu Rp 440.132. Ada lima faktor yang memengaruhi nilai WTA signifikan seperti tingkat pendidikan, rumah dari daerah industri, kualitas kebisingan, kerugian ekonomi yang disebabkan oleh pencemaran air, dan belum adanya upaya untuk menggantikan kualitas lingkungan. Kata kunci: biaya eksternal, estimasi, CVM, industri gula, willingness to accept
ABSTRACT LUTHFI ADHITYA. Estimation of External Cost and Society’s Willingness to Accept of Polution Effects Around Cepiring Sugar Industry, Kendal. Supervised by NINDYANTORO. The activities of economy, such as production and consumption may reduce the level of environmental quality. An industrial activity is one of the economic activities that has effects not only in economic and social aspect but also influences the physical change of environmental quality. A variety of measures and procedures can be used to improve or maintain environmental quality. Therefore, the study of the estimation of both external cost and people’s willingness to accept (WTA) compensation, the effects toward environment caused by industrial activities is needed for doing further arrangements about environmental charges or taxes to achieve sustainable development. The objective of this study is to identify the society who living in the industry area, to estimate both the external cost and WTA value caused by industrial activities, and to identify the factors that influence WTA value. This paper presents a survey which explores the descriptive analysis, valuation of environmental economics, and application of contingent valuation method (CVM). The observations and interviews were conducted to society who live in sugar industry area, CepiringKendal taken by purposive sampling method. The result shows that the external cost of each household per month is 64.721 IDR, the external cost of society of RW 04 Cepiring is 229.845.336 IDR, while in agricultural sector is 314.720.000 IDR per year. Compared to the external cost of each household, the average of mean values of household’s WTA per month is higher, which is 440.132 IDR. There are five factors that influence WTA value significantly such as education level, houses from industry area, quality of noise, economic losses caused by water pollution, and zero-effort to replace the environmental quality. Keywords: estimation, external cost, CVM, sugar industry, willingness to accept
ESTIMASI BIAYA EKSTERNAL DAN WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT AKIBAT PENCEMARAN DI SEKITAR KAWASAN PABRIK GULA CEPIRING, KENDAL
LUTHFI ADHITYA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Estimasi Biaya Eksternal dan Willingness to Accept Masyarakat Akibat Pencemaran di Sekitar Kawasan Pabrik Gula Cepiring, Kendal Nama
: Luthfi Adhitya
NIM
: H44090071
Disetujui oleh
Ir. Nindyantoro, MSP Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen
Tanggal lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Bidang penelitian yang menjadi fokus penulis adalah eksternalitas negatif industri dengan judul Estimasi Biaya Eksternal dan Willingness to Accept Masyarakat Akibat Pencemaran di Sekitar Kawasan Pabrik Gula Cepiring, Kendal. Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada:
Kedua orang tua tercinta yaitu Ibu Nina Nur Kania dan Bapak Bambang Iriyanto, beserta ketiga saudara yang selalu memberikan didikan, doa, kasih sayang, dan perhatiannya.
Bapak Ir. Nindyantoro, MSP selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan serta Bapak Benny Osta Nababan, SPi, MSi dan Ibu Dr. Mety Ekayani, SHut, MSc selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini.
Kantor Kesbang, BLH, BPS, Kelurahan, Kepala RT/RW dan pihak pabrik yang telah membantu selama pengumpulan data.
Keluarga besar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan FEM IPB khususnya dosen-dosen ESL dan rekan-rekan ESL 46 atas semua arahan, masukan, dan bantuannya.
Keluarga besar Organisasi Mahasiswa Daerah FOKMA Bahurekso Kendal atas segala doa dan dukungannya.
Sahabat terdekat, Bayu, Gugat, Nasita, Fitri, Intan, Nissa, Diena dan Keluarga besar Mahameru yang selalu memberikan bantuan dan semangat. Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan
skripsi ini, sehingga segala saran dan kritik penulis terima. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak yang terkait dan para pembaca.
Bogor, Juli 2013
Luthfi Adhitya
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK ..... ..................................................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................
iv
PRAKATA........... .............................................................................................
v
DAFTAR TABEL ............................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR . .....................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
xi
I.
PENDAHULUAN ...................................................................................
1
1.1
Latar Belakang ................................................................................
1
1.2
Perumusan Masalah.........................................................................
4
1.3
Tujuan Penelitian.............................................................................
6
1.4
Ruang Lingkup Penelitian ..............................................................
6
TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
8
2.1
Dampak Pencemaran Industri .........................................................
8
2.2
Pencemaran Air ...............................................................................
10
2.3
Limbah Cair Industri Gula ..............................................................
11
2.4
Baku Mutu Air Limbah Industri Gula .............................................
12
2.5
Eksternalitas ....................................................................................
15
2.6
Konsep Metode Valuasi Ekonomi ..................................................
17
2.7
Penelitan Terdahulu.........................................................................
19
III. KERANGKA PEMIKIRAN ..................................................................
21
IV. METODE PENELITIAN.......................................................................
24
II.
4.1
Lokasi dan Waktu Penelitian...........................................................
24
4.2
Jenis dan Sumber Data ....................................................................
24
4.3
Metode Pengambilan Contoh ..........................................................
24
4.4
Metode dan Prosedur Analisis Data ................................................
25
4.4.1 Identifikasi Eksternalitas Negatif yang Dirasakan Responden Akibat Aktivitas Pabrik Gula .................................................
26
4.4.2 Estimasi Biaya Eksternal .......................................................
26
4.4.3 Analisis Nilai WTA Masyarakat terhadap Pencemaran Akibat Aktivitas Pabrik Gula ............................................................ 28 4.4.4 Analisis Fungsi Willingness to Accept (WTA)....................... 30 V.
GAMBARAN UMUM ............................................................................ 32 5.1
Kondisi Umum Desa Cepiring ........................................................ 32 5.1.1 Kondisi Fisik Daerah.............................................................. 32 5.1.2 Kondisi Sosial Ekonomi Desa Cepiring ................................. 32
5.2
Kondisi Responden Sekitar Kawasan Pabrik Gula .......................... 35 5.2.1 Jenis Kelamin ......................................................................... 35 5.2.2 Usia ........................................................................................ 35 5.2.3 Pendidikan Formal ................................................................. 36 5.2.4 Jenis Pekerjaan ....................................................................... 37 5.2.5 Tingkat Pendapatan ................................................................ 37 5.2.6 Jumlah Tanggungan Keluarga ................................................ 38 5.2.7 Jarak Tempat Tinggal dari Kawasan ...................................... 39
VI. ANALISIS EKSTERNALITAS NEGATIF AKIBAT AKTIVITAS PABRIK………………………………………………………………… 40 6.1
Analisis Ekternalitas Negatif Akibat Aktivitas Pabrik Gula ........... 40
6.2
Persepsi Masyarakat terkait Sistem Pengelolaan Limbah Pabrik .... 44
VII. ESTIMASI BIAYA EKSTERNAL AKIBAT AKTIVITAS PABRIK 46 7.1
Biaya Eksternal yang Ditanggung Masyarakat Rumah Tangga ..... 46 7.1.1 Biaya Pengganti Air Bersih .................................................... 46 7.1.2 Biaya Berobat ......................................................................... 48
7.2
Biaya Eksternal di Sektor Pertanian ................................................ 50 7.2.1 Perubahan Produksi ................................................................ 50 7.2.2 Biaya Perbaikan Kualitas Lahan ............................................ 51
7.3
Estimasi Total Biaya Eksternal Akibat Aktivitas Pabrik Gula ........ 52
VIII. ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT KOMPENSASI................. 54 8.1
Analisis Kesediaan Responden Menerima Kompensasi.................. 54
8.2
Analisis Besarnya Nilai Dana Kompensasi Responden .................. 56
8.3
Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Besarnya Nilai WTA .. 58
IX. SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 62
7.1
Simpulan ........................................................................................
62
7.2
Saran ..............................................................................................
62
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
64
LAMPIRAN ......................................................................................................
66
RIWAYAT HIDUP ..........................................................................................
78
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
Hasil analisa kualitas limbah cair pabrik gula Cepiring Desember 2012 ... ...3
2.
Hasil pengujian kualitas udara ambien pada pemantauan Juni 2012 ...…….5
3.
Baku mutu air limbah industri gula Perda Jateng Nomor 5 Tahun 2012 .... .15
4.
Matriks metode analisis data ....................................................................... .25
5.
Jumlah penduduk menurut kelompok umur tahun 2011…… ..................... .33
6.
Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan tahun 2012 ........................ .34
7.
Eksternalitas negatif yang dirasakan responden akibat aktivitas pabrik gula di Desa Cepiring .................................................................................. .42 8. Kualitas udara yang dirasakan responden akibat aktivitas pabrik gula di Desa Cepiring.......................................................................................... .43 9. Dampak kebisingan yang dirasakan responden akibat aktivitas pabrik gula di Desa Cepiring .................................................................................. .43 10. Kualitas air tanah yang dirasakan responden akibat aktivitas pabrik gula di Desa Cepiring .................................................................................. .44 11. Kondisi air tanah yang masih bisa digunakan oleh responden menurut pemakaian ................................................................................................... .47 12. Sumber dan volume penggunaan air bersih oleh responden ....................... .47 13. Biaya pengganti air tanah ............................................................................ .48 14. Biaya kesehatan responden ......................................................................... .49 15. Perubahan penerimaan petani akibat penurunan produksi tahun 2012 ....... .51 16. Biaya perbaikan kesuburan lahan pertanian di Desa Cepiring.................... .51 17. Total biaya eksternal akibat pencemaran aktivitas pabrik .......................... .52 18. Distribusi WTA responden ......................................................................... .57 19. Hasil analisis nilai WTA responden ............................................................ .59
DAFTAR GAMBAR
Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Halaman
Diagram alur kerangka berpikir ................................................................... 23 Persentase responden menurut jenis kelamin .............................................. 35 Persentase responden menurut usia ............................................................. 36 Persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan ................................ 37 Persentase responden berdasarkan pekerjaan .............................................. 37 Persentase responden berdasarkan tingkat pendapatan ............................... 38 Persentase responden menurut jumlah tanggungan keluarga ...................... 39 Persentase responden menurut jarak tempat tinggal dari kawasan .............. 39 Persentase responden mengetahui ada/tidaknya keberadaan sistem pengelolaan limbah ...................................................................................... 45 Persentase penilaian responden terhadap pengelolaan limbah yang dilakukan pabrik .......................................................................................... 45 Persentase kesediaan menerima dana kompensasi responden di Desa Cepiring ....................................................................................................... 54 Rencana alokasi penggunaan dana kompensasi responden ......................... 54 Sebaran alasan ketidakbersediaan responden menerima dana kompensasi .................................................................................................. 55 Sebaran bentuk kompensasi selain dana ...................................................... 55 Dugaan kurva penawaran WTA .................................................................. 57
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Peta lokasi dan gambar lokasi ....................................................................... 66
2.
Kuesioner penelitian ...................................................................................... 67
3.
Model regresi ................................................................................................. 72
4.
Uji normalitas ................................................................................................ 74
5.
Uji heteroskedastisitas ................................................................................... 75
6.
Uji autokorelasi ............................................................................................. 76
7.
Uji multikolinieritas ...................................................................................... 76
8.
Dokumentasi penelitian ................................................................................. 77
9.
Riwayat hidup ................................................................................................ 78
1
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada sektor industri yang terjadi di negara-negara berkembang mengalami kenaikan yang cukup pesat. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kawasan industri yang mulai bermunculan di sejumlah kota-kota besar di negara-negara berkembang, tak terkecuali Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang menuju ke arah industrialisasi. Perekonomian Indonesia pada tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 6,23 persen di segala sektor usaha, salah satunya sektor industri pengolahan yang memberikan konstribusi terbesar terhadap total pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) dengan sumber pertumbuhan sebesar 1,47 persen1. Industri juga merupakan salah satu sektor yang cukup banyak menyerap tenaga kerja terlebih jika industri tersebut tergolong industri besar. Namun di sisi lain semakin banyaknya jumlah industri, semakin banyak pula konsekuensi yang dihadapi dalam permasalahan sosial, ekonomi, dan lingkungan. Permasalahan lingkungan umumnya terjadi akibat laju pertumbuhan penduduk semakin meningkat dari waktu ke waktu. Tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi berdampak langsung terhadap tingginya pertambahan kebutuhan pangan, papan, energi, dan kebutuhan dasar lainnya. Hal tersebut berimbas pada perubahan kualitas lingkungan (degradasi lingkungan) apabila tidak diimbangi dengan upaya penanggulangan secara sigap dan berkelanjutan terutama di negara berkembang dimana tingkat ekonomi, ilmu pengetahuan, dan penguasaan teknologi masih relatif rendah. Aktivitas manusia tidak terlepas dari tujuan manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Aktivitas ekonomi baik produksi, konsumsi, dan distribusi dari satu pihak dapat memberikan pengaruh ke beberapa pihak lain. Sama halnya dengan aktivitas ekonomi di industri, selain memberikan manfaat, industri juga memiliki potensi timbulnya eksternalitas negatif. Kegiatan industri tersebut pada dasarnya mengolah suatu masukan (input) untuk dijadikan suatu keluaran (output), namun dalam prosesnya tidak menutup kemungkinan 1
http://www.bps.go.id. diakses pada tanggal 26 April 2013.
2 adanya sisa yang dihasilkan berupa limbah yang dapat mengakibatkan eksternalitas negatif apabila tidak diolah dengan baik. Pabrik gula merupakan industri yang mengolah barang mentah menjadi barang jadi. Dalam hal ini barang mentah tersebut adalah tebu yang menghasilkan barang jadi berupa gula putih. Selain menghasilkan produk utamanya berupa gula, pabrik juga menghasilkan bahan sampingan dan bahan buangan. Bahan buangan tersebut dapat berbentuk padatan, cair, dan gas. Limbah padatan yang ditimbulkan pabrik gula berupa daun dan pucuk tebu, blotong, ampas (bagasse), dan abu. Salah satu limbah cair yang ditimbulkan oleh pabrik berupa tetes (molasses). Selain itu limbah cair yang ditimbulkan berasal dari mesin-mesin pendingin, luberan limbah cair yang keluar tidak sengaja dari bahan pengolah lainnya, air pencucian peralatan, larutan gula dari peralatan, sisa filtrasi blotong, tumpahan nira yang masuk saluran air buangan, cairan bekas analisa laboratorium, dan minyak. Sedangkan limbah gas atau partikel yang ditimbulkan pabrik berupa gas CO2 dan belerang dioksida (SO2), keduanya merupakan limbah gas yang keluar dari cerobong reaktor sulfitir pada proses pemurnian nira tebu yang kurang sempurna menyebabkan polusi udara di atas pabrik (Yuliandari, 2008). Perusahaan skala besar seperti pabrik gula mempunyai kewajiban mengolah limbah yang dihasilkan. Limbah padat yang berupa daun, pucuk tebu, batang tua, dan batang kering biasanya dijadikan bahan baku untuk pakan ternak sedangkan limbah padat berupa blotong yang dihasilkan melalui stasiun pemurnian dijadikan pupuk organik. Limbah cair harus diproses terlebih dahulu dengan menggunakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) agar kadar pencemarannya tidak berdampak negatif ke lingkungan. Limbah cair yang telah diolah melalui IPAL akan dibuang ke saluran pembuangan seperti sungai ataupun diresapkan ke dalam tanah. Limbah cair tersebut banyak mengandung bahan kimia, organik, maupun anorganik. Sungai yang menjadi sumber mata air bagi masyarakat untuk digunakan berbagai aktivitas seperti keperluan mandi, cuci, maupun pengairan apabila menjadi tempat saluran pembuangan limbah, maka baku mutu limbah yang dibuang harus memenuhi standar yang telah ditetapkan begitu juga dengan limbah udara maupun bahan berbahaya dan beracun (B3).
3 Banyaknya sisaan yang ditimbulkan selama proses gula diproduksi menyebabkan banyaknya juga eksternalitas yang timbul dan berdampak terhadap lingkungan maupun masyarakat sekitar. Eksternalitas positif yang muncul dari kegiatan pabrik gula sangat beragam diantaranya penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), sumber devisa negara dan peningkatan infrastruktur di daerah pabrik. Eksternalitas negatif juga timbul sebagai hasil sampingan dari kegiatan pabrik khususnya ketika selama proses memproduksi gula. Pabrik gula Cepiring merupakan satu-satunya pabrik berskala besar yang berada di Desa Cepiring. Keberadaan pabrik tersebut cukup memberi dampak ke masyarakat sekitar pabrik tersebut baik dalam segi ekonomi, sosial maupun lingkungan. Sebagian masyarakat memperoleh manfaat dari pekerjaan di pabrik yang dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Namun jika ditinjau dari aspek lingkungan, masyarakat merasakan dampak pencemaran melalui limbah yang dikeluarkan baik mulai dari limbah udara, limbah cair, maupun limbah suara. Salah satu indikator untuk mengetahui kualitas suatu bahan buangan yaitu dengan melakukan pengamatan baik secara fisik, kimia, dan biologi, tidak terkecuali dengan bahan buangan berupa cairan, Tabel 1 menunjukkan hasil analisa kualitas limbah cair pabrik gula Cepiring. Tabel 1 Hasil analisa kualitas limbah cair pabrik gula Cepiring Desember 2012 Hasil analisa Parameter
Fisika Temperatur Zat Padat tersuspensi (TSS) Kimia Ph BOD5 COD Sulfida sebagai S Minyak lemak Debit maksimum
Satuan
0
C mg/l
mg/l mg/l mg/l mg/l
Sumber: BLH Kota Semarang (2012)
Inlet
Outlet
30 22
33 15
Perda Provinsi Jateng No. 5 Tahun 2012 Beban Kadar maks. maks. mg/l g/ton
100
50
7.5 7.7 6-9 1200 170 100 2910.45 380.60 250 0.8323 0.7225 1.0 0.45 0.38 5 0.5 m3 per ton tebu yang diolah
50 125 0.5 2.5
4 Hasil analisa kualitas limbah cair pada Tabel 1 menunjukkan terdapat beberapa parameter yang melebihi batas baku yang telah ditetapkan. Parameter tersebut adalah BOD, yaitu dengan angka 170 mg/l dan COD dengan angka 380,60 mg/l. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kualitas limbah cair dalam keadaan kurang baik. Selain pengamatan secara kimia dan biologi seperti hasil uji di atas, secara kasat mata air limbah terlihat keruh, hitam dan bau. Hal itu diduga karena pabrik menggiling tebu dengan kapasitas melebihi daya tampung IPAL, sehingga IPAL terkadang tak berjalan optimal. Akibatnya rumah-rumah warga maupun sawah yang berdekatan dengan saluran air yang dialiri air limbah ikut terkena dampak berupa keruhnya saluran air untuk irigasi, tercemarnya sumur warga, dan merebaknya bau menyengat di saluran air dan sekitarnya. Eksternalitas
negatif
yang
masih
dirasakan
masyarakat
sekitar
membutuhkan penanganan yang serius. Selama ini pihak pabrik telah memberikan kompensasi dalam bentuk fasilitas umum seperti perbaikan jalan, pembangunan WC umum, pembangunan tempat ibadah umum dan lain sebagainya. Selain itu beberapa bentuk kegiatan untuk menangani atas kerugian masyarakat melalui program-program Corporate Social Responsibility (CSR), seperti pemberian tempat sampah, bantuan pendirian rumah warga, dan lain-lain namun pihak pabrik menyadari bahwa tindakan tersebut sifatnya tidak rutin dan tidak tepat sasaran.2 Perlu adanya studi tentang eksternalitas negatif dari kegiatan pabrik gula terhadap masyarakat sekitar. Studi tersebut terkait eksternalitas yang timbul dari keberadaan pabrik gula, kesediaan menerima dana kompensasi terhadap pencemaran yang dirasakan masyarakat dan faktor-faktor apa saja yang memengaruhi dana kompensasi bersedia diterima masyarakat. 1.2 Perumusan Masalah Aktivitas produksi pabrik gula Cepiring telah berlangsung sejak tahun 2008. Sejak pabrik gula tersebut beroperasi kembali, banyak masyarakat sekitar khususnya warga yang memanfaatkan air tanah dan petani mengeluhkan adanya limbah cair yang dibuang ke saluran air. Masyarakat menduga bahwa tercemarnya 2
Berdasarkan wawancara bagian CSR Pabrik Gula. Tanggal 11 Maret 2013.
5 lingkungan akibat adanya aktivitas pembuangan limbah cair yang berasal dari pabrik gula tersebut. Indikator bahwa air lingkungan telah tercemar menurut Wardhana (2004) diantaranya adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui perubahan suhu air, perubahan pH atau konsentrasi ion hidrogen, perubahan warna, bau dan rasa air, timbulnya endapan, adanya mikroorganisme, serta meningkatnya radioaktivitas air lingkungan. Saluran air yang menjadi saluran pembuangan limbah pabrik berkemungkinan telah tercemar berdasarkan beberapa indikator tersebut. Selain itu masyarakat merasakan berbagai perubahan dan gangguan pencemaran udara. Meskipun beberapa dari mereka menyadari bahwa telah terjadi perubahan dari tahun ke tahun terkait pencemaran udara dimana pada tahun 20082011 dampak udara sangat dirasakan namun setelah adanya protes dari warga yang dimediasi oleh pemerintah membuat pihak pabrik bertindak untuk mengatasi pencemaran udara, sehingga dampak pencemaran udara berkurang di dua tahun terakhir.3 Tabel 2 menampilkan hasil pengujian kualitas udara ambien pada bulan Juni 2012. Tabel 2 Hasil pengujian kualitas udara ambien pada pemantauan Juni 2012 Parameter NO2 SO2 CO H2S NH3 Debu Sumber Keterangan
Satuan 3 3 3
Ppm Ppm 3
Hasil 31.1
Baku mutu 316 632 15.000 0,02 2 230
: Laporan Hasil Uji BPPKH Provinsi Jawa Tengah (2012) : Jarak ± 300 meter searah angin (Desa Cepiring) Kecepatan angin: 0 – 2,1 m/dtk Kelembapan udara: 56 % Tekanan udara: 758 mmHg Arah angin: dari utara
Hasil pengujian semua parameter di bawah standar baku mutu yang telah ditetapkan, namun hasil pengujian pada parameter debu mendekati baku mutu yang ditetapkan. Eksternalitas lain yang ditimbulkan aktivitas pabrik gula saat berproduksi adalah kebisingan. Kebisingan yang ditimbulkan berasal dari suara mesin, peralatan, dan bel masuk. Suara mesin tersebut berasal dari generator, boiler, mesin penggiling tebu, mesin pemasakan, evaporator, dan mesin lainnya. 3
Berdasarkan wawancara Ketua RW IV Desa Cepiring, Kendal. Tanggal 22 Februari 2013.
6 Suara bising yang dihasilkan tersebut dapat mengganggu aktivitas pendengaran dan kenyamanan seseorang. Dalam menanggapi permasalahan tersebut pihak pabrik telah melakukan usaha preventif dengan penanaman pohon sebagai buffer zone di lahannya, namun sebagian masyarakat mengemukakan masih terganggu adanya kebisingan saat produksi. Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat aktivitas pabrik gula di Desa Cepiring Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal? 2. Berapa biaya kerugian yang ditanggung oleh masyarakat akibat eksternalitas negatif yang ditimbulkan dari aktivitas pabrik gula di Desa Cepiring Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal? 3. Berapa besar nilai kompensasi yang bersedia diterima masyarakat akibat aktivitas pabrik gula di Desa Cepiring Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal? 4. Apakah faktor-faktor yang memengaruhi besarnya kesediaan masyarakat dalam menerima kompensasi? 1.3 Tujuan Berdasarkan permasalahan yang dipaparkan di atas, maka tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan eksternalitas negatif akibat aktivitas pabrik gula. 2. Mengestimasi biaya kerugian yang ditanggung masyarakat akibat eksternalitas negatif yang ditimbulkan dari aktivitas pabrik gula. 3. Menghitung besarnya nilai kompensasi yang bersedia diterima masyarakat akibat eksternalitas negatif yang ditimbulkan dari aktivitas pabrik gula. 4. Mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap besarnya kesediaan masyarakat responden dalam menerima kompensasi. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Permasalahan eksternalitas sangat kompleks dan meliputi berbagai aspek, oleh karena itu adapun ruang lingkup dan batasan-batasan dalam penelitian adalah sebagai berikut:
7 1. Objek penelitian ini adalah warga sekitar kawasan pabrik gula yang merasakan dampak pencemaran oleh limbah pabrik. 2. Responden penelitian adalah bapak atau ibu dalam rumah tangga dan pihakpihak yang terkena dampak pencemaran dan kerugian ekonomi. 3. Eksternalitas yang dikaji dalam penelitian ini merupakan eksternalitas negatif akibat dampak dari pencemaran limbah pabrik gula. 4. Aspek ekonomi yang dibahas adalah biaya eskternal dan nilai yang bersedia diterima oleh masyarakat sebagai kompensasi atas penurunan kualitas lingkungan. 5. Aspek sosial yang dikaji adalah persepsi masyarakat yang berada di sekitar kawasan pabrik gula.
8
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dampak Pencemaran Industri Wardhana (2004) mengemukakan bahwa dampak industri dan teknologi mempunyai dampak secara langsung dan tidak langsung. Dampak secara tidak langsung dari kegiatan industri dan teknologi terhadap kehidupan manusia umumnya berhubungan dengan permasalahan sosial masyarakat diantaranya urbanisasi, perilaku, kriminalitas, dan sosial budaya. Dampak tersebut dapat berupa positif dan negatif. Dampak secara langsung terjadi apabila kegiatan industri dan teknologi langsung dirasakan oleh masyarakat. Dampak negatif akibat kegiatan industri dan teknologi dapat dilihat dari terjadinya permasalahan seperti pencemaran udara, pencemaran air, dan pencemaran daratan. Menurut Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/1988 yang dimaksud dengan pencemaran adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam air/udara, dan/atau berubahnya tatanan air/udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas udara/air menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Permasalahan pencemaran akibat kegiatan industri dan teknologi berkaitan dengan adanya limbah yang dihasilkan oleh proses kegiatan industri dan teknologi itu sendiri. Menurut Kristanto (2004) limbah adalah buangan yang kehadirannya suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Adapun limbah yang mengandung bahan polutan yang bersifat racun dan berbahaya lebih dikenal dengan limbah B-3 sering dijumpai pada suatu industri. Walaupun jumlah bahan tersebut relatif sedikit, tetapi berpotensi untuk merusak lingkungan hidup dan sumber daya. Dalam segi kualitas, spesifikasi limbah diukur dari jumlah kandungan bahan pencemar dalam limbah. Pencemar di dalam limbah memiliki kandungan yang terdiri dari berbagai parameter. Semakin sedikit jumlah parameter dan semakin kecil konsentrasinya, maka semakin kecil peluang untuk terjadi pencemaran lingkungan. Kristanto (2004) mengemukakan beberapa kemungkinan akan terjadi akibat masuknya limbah ke dalam lingkungan sebagai berikut:
9 1. Lingkungan tidak mendapat pengaruh yang berarti. Hal tersebut karena volume limbah relatif kecil, parameter pencemar yang terdapat dalam limbah sedikit dengan konsentrasi kecil. 2. Ada pengaruh perubahan, tetapi tidak mengakibatkan pencemaran. 3. Memberikan perubahan dan menimbulkan pencemaran. Sedangkan faktor-faktor yang memengaruhi kualitas limbah antara lain volume limbah, kandungan bahan pencemar, dan frekuensi pembuangan limbah. Limbah dalam industri ditinjau dari segi karakteristiknya dibedakan menjadi tiga bagian (Kristanto, 2004): 1. Limbah cair Limbah ini biasanya bersumber dari pabrik yang menggunakan air dalam proses produksinya, bahan baku yang mengandung air sehingga dalam proses pengolahannya air tersebut harus dibuang. Air dari pabrik mengandung padatan dan partikel, baik yang terlarut maupun yang mengendap. Sering sekali air buangan pabrik berwarna keruh dan bersuhu tinggi. Air limbah tercemar secara visual dapat dinilai melalui kekeruhan, warna, rasa, dan bau yang ditimbulkan. 2. Limbah gas dan partikel Limbah gas dan partikel adalah limbah yang banyak dikeluarkan atau dibuang melalui media udara. Gas, partikulat, dan debu yang dikeluarkan oleh pencemar melalui udara dipengaruhi oleh arah angin, sehingga jangkauannya akan melebar sesuai arah angin berjalan. Partikel merupakan butiran halus yang masih bisa dilihat dengan kasat mata seperti uap air, debu, asap, dan kabut. Udara secara alami memiliki kandungan unsur kimia seperti oksigen, nitrogen, hidrogen, karbondioksida dan jenis gas lainnya. Apabila ada penambahan unsur lain ke dalam udara sehingga melebihi ambang batas kandungan alaminya, akibatnya kualitas udara akan mengalami penurunan. 3. Limbah padat Limbah ini merupakan limbah yang dikeluarkan dalam bentuk padatan, lumpur, dan bubur yang berasal dari sisa proses pengolahan suatu kegiatan. Jika dilihat dari segi pemanfaatannya, limbah tersebut dapat dikategorikan menjadi limbah padat yang dapat didaur-ulang (contohnya plastik, tekstil,
10 logam) dan limbah padat yang tidak dapat dapat dimanfaatkan lagi atau tidak memiliki nilai ekonomis. Selain ketiga jenis limbah tersebut, terdapat juga bahan-bahan lain yang berbahaya dalam pabrik.
Bahan tersebut sifat fisik dan kimianya tergolong
berbahaya bagi lingkungan apabila sampai terbuang. Sifat racun dari suatu bahan belum tentu sama dengan sifat bahaya. bahan yang bersifat beracun belum tentu bersifat membahayakan apabila dimanfaatkan secara tepat. Sifat racun menunjukan efek biologis (kemampuan untuk melukai tubuh), sedangkan sifat bahaya menunjukkan terjadinya kemungkinan kerugian. Kegiatan suatu industri dan teknologi perlu adanya usaha pengendalian limbah industri yang bertujuan untuk memaksimalkan dampak positif dan untuk meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan. Adapun usaha untuk mengurangi dan menanggulangi pencemaran tersebut terdiri dari dua macam cara yaitu
penanggulangan
Penanggulangan
secara
non-teknis
non-teknis
merupakan
dan
suatu
penanggulangan usaha
teknis.
untuk
mengurangi
pencemaran dengan cara membuat peraturan perundangan
yang dapat
merencanakan, mengatur dan mengawasi segala macam bentuk kegiatan industri dan teknologi sehingga tidak terjadi pencemaran yang dapat menurunkan kualitas lingkungan. Penanggulangan teknis dapat berupa penerapan AMDAL sedangkan penanggulangan non-teknis dapat berupa pengaturan undang-undang (Wardhana, 2004). 2.2 Pencemaran Air Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Pada pencemaran dikenal dengan istilah beban pencemaran dan komponen pencemaran. Beban pencemaran merupakan jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air atau air limbah. Menurut Wardhana (2004), komponen pencemar air ikut menentukan bagaimanana indikator pencemar air terjadi, komponen
11 pencemaran air dikelompokkan menjadi bahan buangan padat, bahan buangan organik, bahan buangan anorganik, bahan buangan olahan bahan makanan, bahan buangan cairan berminyak, bahan buangan zat kimia, dan bahan buangan berupa panas. Pengelompokan komponen pencemar air dapat memudahkan dalam melakukan pengelolaan limbah. Sedangkan indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui beberapa hal meliputi: (1) adanya perubahan suhu air; (2) adanya perubahan pH atau konsentrasi ion hidrogen; (3) adanya perubahan warna, bau, dan rasa air; (4) timbulnya endapan, koloidal, dan bahan terlarut; (5) meningkatnya radioaktivitas air lingkungan. Apabila dilihat dari segi pengamatannya, pengamatan indikator dan komponen pancemaran air lingkungan dapat dibagi menjadi: 1. Pengamatan fisik; pengamatan yang dilakukan secara visual berdasarkan tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu air, perubaha rasa dan bau, serta warna air. 2. Pengamatan kimia; pengamatan yang dilakukan berdasarkan zat kimia yang terlarut, perubahan pH 3. Pengamatan biologi; pengamatan yang dilakukan berdasarkan kandungan mikroorganisme yang ada di dalam air, terutama ada tidaknya bakteri pathogen. 2.3 Limbah Cair Industri Gula Air limbah industri gula mengandung cemaran negatif yang berasal dari bahan bakunya, dicirikan kandungan BOD tinggi, sehingga pengolahan biologi menjadi salah satu menjadi pilihan yang digunakan. Menurut Metcalf dan Eddy (1991) pengelolaan secara biologi
untuk
air limbah memiliki
tujuan
menghilangkan atau mengurangi kadar pencemar negatif. Selain itu untuk proses nitrifikasi, denitrifikasi, penghilangan senyawa phosphor, dan untuk stabilisasi air limbah. Pencegahan terjadinya pencemaran lingkungan oleh berbagai aktivitas dapat dilakukan dengan cara menetapkan baku mutu lingkungan, termasuk baku mutu air pada sumber air, baku mutu limbah cair, baku mutu udara ambien, baku mutu
12 udara emisi, dan sebagainya. Kristanto (2004) memaparkan bahwa baku mutu air pada sumber air adalah batas kadar yang masih diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di dalam air, tetapi air tersebut tetap dapat digunakan sesuai dengan kriterianya. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameterparameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. 2.4 Baku Mutu Air Limbah Industri Gula Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No: Kep51/MENLH/10/1995, parameter utama yang digunakan dalam menilai kualitas air limbah industri gula adalah BOD5, COD, TSS, pH, dan parameter pendukungnya adalah suhu, minyak dan lemak, serta total padatan. Berikut uraian untuk masing-masing parameter. 1. BOD5 (Biochemical Oxygen Demand) Air lingkungan umumnya mengandung berbagai macam mikroorganisme yang dapat memecah bahan buangan organik, jumlahnya tergantung dengan tingkat kebersihan air. Air yang bersih mengandung lebih sedikit mikroorganisme dibanding dengan air yang kotor. Air lingkungan yang tercemar bahan buangan yang bersifat racun atau antiseptik, jumlah mikroorganismenya juga relatif lebih sedikit, maka dari itu perlu adanya penambahan mikroorganisme yang telah menyesuaikan dengan bahan buangan tersebut (Wardhana, 2004). Menurutnya Biochemical Oxygen Demand atau kebutuhan oksigen biologis merupakan sejumlah oksigen yang dibutuhkan mikroorganisme di dalam air untuk memecah buangan-buangan yang mengandung bahan organik. Dengan diketahuinya nilai BOD5 akan terlihat air limbah tersebut mudah terdegradasi secara biologis atau tidak.
13 2. COD (Chemical Oxygen Demand) COD atau kebutuhan oksigen kimia merupakan sejumlah kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi senyawa organik tersebut secara kimia (Kristanto, 2004). Oleh karenanya COD dapat juga dipakai sebagai ukuran derajat pencemaran yang ditimbulkan oleh senyawa-senyawa yang sukar diuraikan. Bila dibandingkan dengan nilai BOD, nilai COD akan selalu lebih besar daripada nilai BOD karena kebanyakan senyawa lebih mudah teroksidasi secara kimia daripada secara biologi artinya reaksi uji BOD memakan waktu yang sangat lambat karena tergantung dari kinerja bakteri sedangkan COD tidak tergantung pada kinerja bakteri. 3. TSS (Total Suspended Solid) Menurut Fardiaz (1992) dalam Handayani (2012), air limbah industri gula biasanya mengandung berbagai jenis gula terlarut. Apabila masuk ke dalam perairan cenderung tidak beracun. Namun bila jumlahnya berlebih, akan meningkatkan kekeruhan yang akan menghalangi penetrasi cahaya matahari ke dalam kolom air, hal itu akan menghambat proses fotosintesis yang dilakukan fitoplankton. Kandungan TSS dalam air limbah industri gula disebabkan oleh banyaknya komponen kimiawi yang ikut berperan dalam proses produksi maupun proses pengolahan air limbah. 4. pH Nilai pH digunakan untuk menunjukkan konsentrasi ion hidrogen di dalam air buangan. Skala nilai pH berkisar antara 1 sampai 14, semakin kecil nilai pH berarti semakin air tersebut bersifat asam dan semakin tinggi nilai pH akan mengarah pada kondisi basa (Kristanto, 2004). Menurut Wardhana (2004) air limbah beserta bahan buangan akan mengubah pH air, selanjutnya akan mengganggu kehidupan biota air. Nilai pH limbah dapat memengaruhi laju reaksi biologis dan kelangsungan hidup berbagai organisme. 5. Suhu Suhu merupakan parameter penting untuk kehidupan organisme yang hidup di air, karena suhu akan memengaruhi reaksi kimia sehingga menentukan kegunaan atau fungsi dari air tersebut. Menurut Fardiaz (1992) dalam Handayani (2012) mengatakan bahwa kenaikan suhu akan mengakibatkan kandungan
14 oksigen terlarut dalam air berkurang, kecepatan reaksi kimia meningkat, kehidupan ikan dan hewan lain terganggu. Suhu memerankan peranan penting dalam memengaruhi kelimpahan fitoplankton dalam air. Air limbah industri gula biasanya memiliki suhu yang lebih tinggi (terutama air limbah kondensor) dan mempunyai pengaruh yang buruk bagi organisme air. Menurut penelitian mereka suhu air limbah industri gula antara 31 hingga 41 o C tergantung musim dan waktu pengambilan sampel. 6. Minyak dan Lemak Kandungan minyak dan lemak biasanya terdapat pada limbah cair. Menurut Kristanto (2004) minyak dan lemak merupakan kelompok pencemar padatan yang mengapung di atas permukaan air. Umumnya mereka berasal dari ceceran oli serta minyak pelumas mesin. Sumber utama pencemar minyak dari industri gula adalah minyak tanah dan minyak pelumas dari mesin-mesin yang digunakan, senyawa tersebut mengandung unsur utama karbon dan hidrogen. 7. Sulfida dan Sulfat Sulfida merupakan senyawa yang berbau dan bersifat racun. Dalam limbah cair industri, sulfida dapat berbentuk dari bahan baku dan bahan penolong proses yang mengandung unsur sulfur. Sulfida merupakan indikator terjadi peruraian protein akibat pembusukan bahan organik yang mengandung belerang dan atau sebagai hasil reduksi sulfat pada kondisi anaerob oleh mikroorganisme. Menurut Achmad (2004) dalam Handayani (2012) sebagian besar ion sulfat dalam air adalah ion SO42-. Dalam kondisi anaerob, ion SO42- (sulfat) dapat menjadi sulfidan (H2S), HS- atau garam sulfida yang tidak larut. Gas H2S yang dihasilkan dari reduksi sulfat dapat menimbulkan bau khas “telur busuk”. Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Negara
Lingkungan
Hidup
No:
Kep51/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah cair (BMLC) untuk industri gula, parameternya dilihat dari kandungan Chemical Oxygen Demand (COD), Biological Oxygen Demand (BOD), minyak dan lemak, Total Suspended Sediment (TSS), serta pH. BMLC industri gula yang berlaku di Indonesia dan Jawa Tengah tertera pada peraturan-peraturan di antaranya Keputusan Menteri Nomor 51 tahun 1995, Perda Jateng Nomor 10 tahun 2004, Permen LH Nomor 5
15 tahun 2010, dan Perda Jateng Nomor 5 tahun 2012. Berikut baku mutu air limbah industri gula Peraturan Daerah Jawa Tengah disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Baku mutu air limbah industri gula Perda Jateng Nomor 5 Tahun 2012 Parameter BOD5 COD TSS Sulfida (sebagai H2S) Minyak dan lemak Ph Kuantitas limbah maksimum
Kadar maksimum (mg/l) 60 100 50 0,5 5
Beban pencemaran maksimum (g/ton) 30 50 25 0,25 2,5
6,0-9,0 3
0,5 m per ton tebu diolah
Sumber: BLH Kabupaten Kendal (2013) Kapasitas lebih dari 10.000 ton tebu yang diolah per hari Ton tebu yang diolah per hari: Ton Cane per Day (TCD), Air limbah industri gula adalah penggabungan dari air limbah proses, air limbah kondensor, dan air limbah abu boiler.
2.5 Eksternalitas Secara umum eksternalitas didefinisikan sebagai dampak positif maupun dampak negatif, atau dalam bahasa formal ekonomi sebagai net cost atau benefit, dari tindakan satu pihak terhadap pihak lain. Lebih spesifik lagi eksternalitas terjadi jika kegiatan produksi atau konsumsi dari satu pihak memengaruhi kegunaan dari pihak lain secara tidak diinginkan, dan pihak pembuat eksternalitas tidak menyediakan kompensasi terhadap pihak yang terkena dampak eksternalitas (Fauzi, 2010). Tipologi eksternalitas yang menjadi perhatian dalam ilmu ekonomi adalah ekternalitas yang melibatkan produksi dan konsumsi. Meskipun eksternalitas yang ditimbulkan terdiri dari eksternalitas positif maupun negatif, namun seringkali dalam pembahasan ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan eksternalitas negatif yang lebih menjadi pusat perhatian. Eksternalitas berkaitan erat dengan property rights, oleh karenanya penyelesaian masalah eksternalitas juga terkait dengan pengukuhan hak kepemilikan. Pengendalian ekternalitas dengan pemberian hak kepemilikan akan sangat tergantung pada biaya transaksi. Menurut Fauzi (2010), jika biaya transaksi positif maka: (1) Pemberian hak pemilikan akan mengurangi masalah eksternalitas namun tidak dapat menghilangkannya; (2) Pemberian hak pemilikan untuk
16 mengurangi eksternalitas akan efektif jika pihak-pihak yang terlibat saling mengetahui; serta (3) Pemberian hak pemilikan akan meningkatkan kesejahteraan pemilik sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya eksternalitas. Dari pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian hak kepemilikan tidak sepenuhnya dapat menghilangkan eksternalitas, namun hanya meningkatkan manfaat dari pertukaran atas eksternalitas. Tietenberg dan Lewis (2010) mengemukakan bahwa eksternalitas merupakan sumber terjadinya kegagalan pasar. Eksternalitas terjadi ketika suatu kesejahteraan pelaku ekonomi baik perusahaan maupun rumah tangga tidak hanya tergantung pada aktivitas yang mereka lakukan, namun juga tergantung pada aktivitas pelaku ekonomi lainnya. Tipe eksternalitas yang ditimbulkan terdiri dari eksternalitas ekonomi dan eksternalitas non-ekonomi. Misalnya, pencemaran air merupakan salah satu contoh eksternalitas yang merepresentasikan jenis eksternalitas non-ekonomi, sedangkan secara umum apabila eksternalitas ekonomi terjadi, pasar akan undersupply sumberdaya. Ada salah satu jenis eksternalitas yang dikenal dengan sebutan pecuniary externality. Pecuniary externalitiy timbul saat dampak eksternal ditransmisikan melalui harga, artinya dampak eksternal yang terjadi diubah dalam bentuk suatu yang bernilai atau harga. Menurut Hufsmidt (1987) dampak yang ditimbulkan oleh suatu perusahan terhadap lingkungan merupakan dampak eksternal. Dampak eksternal muncul apabila fungsi kegunaan orang tergantung pada aktivitas orang lain. Misalnya saja dampak suatu industri makanan terhadap lingkungan, biaya dan manfaat sosial tidak dipertimbangkan oleh perusahaan yang menimbulkan dampak tersebut. Sehingga apabila dibiarkan dan dikesampingkan, akan mengakibatkan market failure. Adanya manfaat eksternal yang seringkali tidak diperhitungkan dalam suatu pengambilan keputusan perusahaan menyebabkan barang atau jasa yang dihasilkan menjadi terlalu sedikit. Jika terjadi biaya eksternal yang tidak diperhitungan dalam pengambilan keputusan perusahaan menyebabkan barang atau jasa yang dihasilkan menjadi terlalu besar. Hal itulah yang mengakibatkan kegiatan tersebut menjadi tidak efisien, terlebih apabila eksternalitas dalam wujud biaya eksternal yang harus ditanggung masyarakat. Agar efisiensi tercapai, maka
17 biaya eksternal harus diinternalkan dalam biaya setiap perusahaan yang melakukan aktivitas yang menimbulkan dampak (Suparmoko, 2007). 2.6 Konsep Metode Valuasi Ekonomi Penentuan nilai ekonomi total maupun nilai kerusakan lingkungan digunakan pendekatan harga pasar maupun non pasar. Pendekatan harga pasar dapat menggunakan pendekatan produktivitas, pendekatan modal manusia atau dikenal dengan pendekatan nilai yang hilang, dan pendekatan biaya kesempatan (opportunity cost). Sedangkan pendekatan non-pasar dapat menggunakan metode nilai hedonis (hedonic price), metode biaya perjalanan (travel cost method), metode kesediaan membayar atau menerima (contingen valuation method), dan metode transfer benefit (benefit transfer) (Dhewanthi et al, 2007). 2.6.1 Pendekatan Produktivitas Pendekatan produktivitas ini sebisa mungkin mengacu pada harga pasar sesungguhnya dalam pemberian harga barang sumberdaya alam dan lingkungan. Beberapa teknik yang dapat digunakan dalam pendekatan ini antara lain (Dhewanti et al, 2007): 1. Perubahan produktivitas Nilai total dari sumberdaya dapat diketahui dengan mengambil nilai pasar dari suatu sumberdaya alam, serta menilai perubahan dalam kualitas lingkungan sehingga mengubah produktivitas dan biaya produksi yang kemudian mengubah harga dan hasil yang dapat diamati dan diukur. 2. Biaya pengganti (Replacement cost) Teknik tersebut mengidentifikasi biaya pengeluaran untuk perbaikan lingkungan hingga mencapai bahkan mendekati keadaan semula. Biaya yang dihitung untuk menggantikan sumberdaya dan lingkungan yang rusak atau menurun akibat aktivitas-aktivitas manusia. 3. Biaya pencegahan (Prevention cost ) Teknik ini digunakan apabila nilai jasa lingkungan tidak dapat diduga nilainya, oleh karenanya pendekatan ini baik pengeluaran aktual maupun potensi pengeluarannya dapat dipakai. Nilai lingkungan yang dihitung atas upayaupaya yang disiapkan masyarakat dalam pencegahan kerusakan lingkungan,
18 seperti pembuatan terrassering untuk upaya pencegahan erosi di daerah dataran tinggi. 2.6.2
Pendekatan Modal Manusia Pendekatan modal manusia dapat menggunakan harga pasar sesungguhnya
atau dengan harga bayangan. Pendekatan ini dapat dilakukan melalui beberapa teknik diantaranya (Dhewanthi et al, 2007): 1. Pendekatan pendapatan yang hilang Pendekatan ini menghitung kerugian akibat pendapatan yang hilang karena perubahan fungsi lingkungan yang berdampak pada kesehatan manusia. 2. Biaya berobat Pendekatan ini menghitung kerugian berdasarkan biaya yang dikeluarkan untuk mengobati kesehatannya akibat penurunan kualitas lingkungan. 3. Biaya penanggulangan Pendekatan ini dapat digunakan apabila perubahan kualitas lingkungan tidak dapat
diduga
nilainya
namun
dapat
dipastikan
bahwa
tujuan
penanggulangannya penting. 2.6.3
Analisis Willingness to Accept (WTA) Masyarakat Metode contingent valuation method (CVM) ini mengestimasi nilai ekonomi
untuk berbagai macam ekosistem dan jasa lingkungan yang tidak memiliki harga pasar, misal jasa keindahan. Penggunaan metode ini melalui pendekatan kesediaan untuk membayar atau menerima ganti rugi agar sumberdaya alam tersebut tersebut kembali ke kondisi semula. Metode ini merupakan teknik untuk menyatakan preferensi karena tergantung dari penilaiaan orang-orang yang diwawancara. Pendekatan tersebut juga menunjukkan rasa kepedulian mereka dalam menilai suatu barang dan jasa lingkungan (Dhewanti et al, 2007). Nilai kesediaan untuk menerima (willingness to accept) merupakan nilai yang bersedia diterima oleh masyarakat sebagai kompensasi atas penurunan kualitas sumberdaya alam. WTA merupakan bagian dari metode CVM yang akan digunakan dalam penelitian ini. Melalui tahapan ini akan didapatkan nilai WTA sebagai ganti rugi atas pencemaran akibat dari aktivitas pabrik gula terhadap
19 masyarakat. Penilaian akan dilakukan melalui tahapan-tahapan tersebut sehingga didapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian. Asumsi-asumsi yang dibutuhkan dalam pengumpulan nilai willingness to accept (WTA) dari setiap responden sebagai berikut: 1. Responden adalah masyarakat yang bertempat tinggal di lokasi penelitian dan bersedia menerima dana kompensasi. 2. Nilai WTA yang diberikan merupakan nilai minimum yang bersedia diterima responden jika dana kompensasi yang diberikan benar-benar dilaksanakan. 3. Pabrik gula bersedia memberikan dana kompensasi atas penurunan kualitas lingkungan. 4. Responden dipilih secara purposive dari populasi yang terkena dampak penurunan kualitas lingkungan dan merupakan perwakilan rumah tangga. Besar kecilnya nilai willingness to accept (WTA) dapat diketahui dengan menggunakan pendekatan CVM. Pendekatan tersebut memiliki lima tahapan (Garrod dan Willis, 1999) yaitu: (1) membangun pasar hipotetis; (2) mengukur besaran WTA; (3) mengestimasi rataan WTA; (4) menduga kurva penawaran; (5) agregasi data. Menurut Hanley dan Spash (1993) ada enam tahapan, yaitu adanya penambahan evaluasi pelaksanaan CVM sebagai tahapan terakhir. 2.7 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini terkait estimasi nilai kerugian dan willingness to accept (WTA) masyarakat akibat eksternalitas negatif pernah dilakukan sebelumnya. Salah satunya Purnama (2012) mengkaji tentang estimasi nilai kerugian dan WTA dengan judul “Estimasi Nilai Kerugian dan Willingness to Accept Masyarakat Akibat Pencemaran Air Tanah dan Udara di Sekitar Kawasan Industri”. Tujuan penelitian tersebut selain mengidentifikasi kondisi responden sekitar, juga mengestimasi nilai kerugian masyarakat, mengestimasi nilai kompensasi yang bersedia diterima, dan mengkaji faktor-faktor yang memengaruhi besarnya kompensasi yang bersedia diterima. Dengan alat analisis deskriptif, metode valuasi ekonomi berupa biaya pengganti, biaya berobat, dan contingent valuation method (CVM) serta analisis berganda, hasil menunjukkan estimasi total rata-rata kerugian yang diterima masyarakat
20 Kelurahan Nanggewer sebesar Rp 154.708/bulan, nilai rata-rata WTA yang diinginkan responden sebesar Rp 275.000/bulan, serta faktor-faktor yang memengaruhi WTA yaitu jumlah tanggungan dan ada atau tidaknya upaya mengatasi pencemaran. Penelitian yang dilakukan oleh Sianturi (2012) dengan judul “Eksternalitas Negatif dari Pencemaran Sungai Musi-Palembang terhadap Masyarakat Akibat Kegiatan Industri” juga menggunakan alat analisis berupa analisis deskriptif, CVM dan analisis regresi berganda. Hasil menunjukkan bahwa kuantitas air dan kualitas air di Sungai Musi kondisi buruk, besarnya nilai rata-rata WTA yang diinginkan responden adalah Rp 210.333,33/bulan, dan faktor-faktor yang memengaruhi besarnya nilai WTA yaitu jarak tempat tinggal, biaya pengeluaran air bersih, biaya kesehatan, usia, pekerjaan, wiraswasta, tingkat pendidikan, dan pendapatan. Lain halnya dengan Shaffitri (2011) mengkaji internalisasi biaya eksternal dengan judul penelitian “Internalisasi Biaya Eksternal Pengolahan Limbah Tahu” menggunakan metode biaya produksi, biaya pengganti, perubahan produktivitas, dan CVM berupa WTP. Kesimpulan yang diperoleh bahwa biaya total sebelum internalisasi biaya eksternal diestimasi sebesar Rp 17.204.708/bulan, setelah internalisasi menjadi Rp 17.333.345/bulan, nilai manfaat ekonomi total dari internalisasi sebesar Rp 720.815.722/tahun, nilai ekonomi total dari internalisasi sebesar Rp 888.814.772/tahun, dan estimasi rataan WTP sebesar Rp 250.000/tahun. Ketiga penelitian tersebut memiliki kesamaan dalam menggunakan konsep analisis berupa CVM untuk mengukur kesediaan menerima dana kompensasi maupun kesediaan membayar namun terdapat juga beberapa perbedaan antara lain perbedaan dari segi lokasi, tujuan, dan jenis kegiatan. Jenis kegiatan yang dikaji dalam penelitian ini adalah aktivitas pabrik gula yang beroperasi kembali sejak tahun 2008 sampai sekarang. Lokasi penelitian berada di Desa Cepiring, Kecamatan Cepiring, Kabupaten Kendal dimana tempat berdirinya pabrik tersebut sehingga masyarakat di desa tersebut merasakan eksternalitas negatif.
21
III KERANGKA PEMIKIRAN Adanya kegiatan industri selain membawa dampak positif juga membawa dampak negatif. Pabrik gula di Desa Cepiring selain memberikan dampak positif berupa peningkatan penerimaan daerah dan negara, penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan
infrastruktur,
eksternalitas
negatif
banyak
dikeluhkan
oleh
masyarakat Desa Cepiring khususnya masyarakat RW 04. Perubahan kualitas lingkungan sangat dirasakan oleh mereka baik berupa pencemaran udara, air, dan kebisingan. Keluhan masyarakat Desa Cepiring pada kasus pencemaran air dirasakan oleh dua pihak yaitu masyarakat rumah tangga dan petani. Kondisi tersebut menyebabkan pihak masyarakat rumah tangga harus mencari sumber air bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti air dirigen dan air perusahaan daerah air minum (PDAM). Digantinya sumber air bersih dari air tanah ke sumber air bersih lainnya menyebabkan adanya tambahan biaya yang dikeluarkan. Apabila air tanah tersebut tidak tercemar, tentu masyarakat rumah tangga yang memanfaatkan air tanah dapat mendapatkan air bersih tanpa harus ada biaya yang dikeluarkan. Pencemaran air juga berakibat pada gagalnya panen di sektor pertanian komoditi padi. Akibat gagalnya panen tersebut, produksi padi mengalami penurunan, sehingga penerimaan petani ikut mengalami penurunan. Menurunnya kualitas kesuburan tanah yang disebabkan pencemaran air memaksa petani mengeluarkan biaya tambahan untuk melakukan perlakuan berupa pemberian pupuk agar tanah kembali subur. Pencemaran
air
juga
berimbas
pada
kesehatan
masyarakat
yang
memanfaatkan air tanah tercemar berupa gatal-gatal kulit. Sama halnya dengan pencemaran air, masyarakat Desa Cepiring juga merasakan perubahan kualitas udara yang menimbulkan kerugian ekonomi. Pencemaran udara lebih berdampak pada kesehatan berupa terganggunya pernafasan, batuk-batuk, dan iritasi mata. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kondisi responden sebenarnya setelah terjadi pencemaran di sekitar tempat tinggal mereka akibat aktivitas pabrik. Serangkaian penelitian untuk mengkaji persepsi masyarakat atas kualitas udara, air tanah, dampak pencemaran, estimasi biaya eksternal, estimasi nilai
22 WTA dan faktor-faktor apa saja yang memengaruhi nilai WTA. Analisis mengenai eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Estimasi total biaya eksternal dihitung berdasarkan metode valuasi ekonomi melalui pendekatan biaya produktivitas, biaya pengganti, dan biaya
berobat.
Analisis
kesediaan menerima nilai
kompensasi
(WTA)
menggunakan tahapan-tahapan dalam pendekatan CVM. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi nilai WTA akan dianalisis dengan analisis regresi linear berganda. Gambar 1 merupakan alur kerangka pemikiran yang akan menerangkan apa saja yang menjadi ruang lingkup pada penelitian ini. Awalnya pemukimanlah yang mendekat ke pabrik, namun eksternalitas negatif tidak begitu dirasakan karena pengelolaan dirasa cukup baik. Seiring berjalannya waktu, pada tahun 2008 pabrik kembali beroperasi namun justru pada tahun tersebut hingga sekarang masyarakat mengeluhkan adanya pencemaran-pencemaran yang sangat dirasakan terkait aktivitas pabrik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi terkait kebijakan apa yang seharusnya diterapkan dalam masalah perbaikan kualitas sumberdaya alam khususnya sumberdaya air tanah maupun kualitas udara serta dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pihak perusahaan dalam penetapan keputusan penyelesaian eksternalitas negatif dengan kompensasi. Berikut alur penelitian lebih jelas disajikan dalam bentuk diagram alur kerangka berpikir yang dapat dilihat pada Gambar 1.
23 Pabrik gula
Eksternalitas negatif
Eksternalitas positif
-Peningkatan penerimaan negara dan daerah -Penyerapan tenaga kerja -Peningkatan infrastruktur
Pencemaran air
Analisis deskriptif
Mengestimasi kerugian yang ditanggung masyarakat rumah tangga
Biaya pengganti dan biaya berobat
Kebisingan
Kondisi masyarakat rumah tangga akibat pencemaran
Penurunan produksi padi dan perbaikan kualitas lahan
Identifikasi eksternalitas negatif
Pencemaran udara
Perubahan produktivitas dan biaya perbaikan
Menghitung besarnya nilai kompensasi
Estimasi nilai WTA responden dengan metode CVM
Rekomendasi Kebijakan Kompensasi
Gambar 1 Diagram alur kerangka berpikir Keterangan : = Aliran = Batasan Penelitian
Mengkaji faktorfaktor yang berpengaruh
Analisis model regresi berganda
24
IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2013. Lokasi Penelitian dilakukan di Desa Cepiring, Kecamatan Cepiring, Kabupaten Kendal, Provinsi Jawa Tengah. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Cepiring merupakan salah satu pemukiman yang berada di kawasan pabrik gula. 4.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan terdiri dari data sekunder dan data primer. Data sekunder yang dikumpulkan berupa peraturan atau perundang-undangan mengenai limbah, kondisi umum pabrik, pengelolaan limbah pabrik gula, uji laboratorium inlet dan outlet pabrik gula, dan data lainnya yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Data sekunder tersebut diperoleh dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Kendal, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Kendal dan media yang mencakup penelitian ini. Sedangkan data primer yang diambil adalah peninjauan langsung di lapangan dan respon warga Cepiring melalui kuesioner dan wawancara, data tersebut meliputi kondisi responden, pandangan responden terkait keberadaan industri gula di Cepiring, penilaian pengelolaan limbah, besarnya biaya yang dikeluarkan responden untuk mengobati penyakit yang diderita, besarnya biaya yang dikeluarkan responden untuk memperoleh air bersih, besarnya produktivitas pertanian yang hilang, besarnya biaya untuk mengembalikan kesuburan tanah pertanian, serta mengestimasi kesediaan masyarakat untuk menerima dana kompensasi dan faktor-faktor apa saja yang memengaruhinya. 4.3 Metode Pengambilan Contoh Teknik penentuan responden dalam penelitian ini dengan menggunakan metode pengambilan sampel disengaja dengan kriteria responden yang merasakan dampak (purposive sampling). Purposive sampling digunakan dalam memilih
25 responden key person dan perwakilan dari rumah tangga baik pihak suami atau istri. Jumlah responden sebanyak 70 kepala keluarga (KK) yang bermukim di sekitar kawasan pabrik gula. 4.4 Metode dan Prosedur Analisis Data Data yang didapatkan dalam penelitan ini dianalisis baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Aspek kualitatif yang diteliti adalah kondisi responden terkait dampak limbah yang dirasakan dan penilaiaan pengelolaan limbah, sedangkan aspek kuantitatif yang diteliti meliputi estimasi biaya eskternal akibat pencemaran air dan udara yang dirasakan masyarakat dan besarnya nilai WTA masyarakat terhadap pencemaran yang dirasakan mereka. Pada tabel di bawah ini akan dijelaskan matriks metode analisis data. Tabel 4 Matriks metode analisis data No 1
2
3
4
Tujuan penelitian Mengidentifikasi eksternalias negatif yang dirasakan responden sekitar kawasan pabrik gula di Desa Cepiring Mengestimasi biaya eksternal yang ditanggung responden akibat adanya pabrik gula di Desa Cepiring Menghitung besarnya nilai kompensasi yang bersedia diterima responden akibat eksternalitas negatif dari pabrik gula Mengkaji faktorfaktor yang berpengaruh terhadap besarnya kesediaan masyarakat responden dalam menerima kompensasi
Sumber: Penulis (2013)
Jenis data Data primer dan sekunder
Alat analisis Analisis Deskriptif
Sumber data Pabrik gula Cepiring dan masyarakat responden
Data primer dan sekunder
Metode cost of illness, replacement cost , dan change of productivity
Data primer
Metode CVM
Kuesioner wawancara dengan masyarakat yang terpilih menjadi responden Kuesioner wawancara dengan masyarakat yang terpilih menjadi responden
Data Primer
Analisis regresi berganda dengan software statistik
Kuesioner wawancara dengan masyarakat yang terpilih menjadi responden
26 4.4.1 Identifikasi Eksternalitas Negatif yang Dirasakan Responden Akibat Aktivitas Pabrik Gula Analisis data yang digunakan untuk mengidentifikasi eksternalitas negatif yang dirasakan responden dengan menggunakan analisis deskiptif kualitatif. Menurut Nazir (1999) metode penelitian deskriptif sebagai suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dan apa saja perubahan yang dirasakan responden atas aktivitas pabrik gula. Analisis ini meliputi ada tidaknya gangguan akibat aktivitas pabrik, penilaian responden terhadap kualitas lingkungan, dampak yang dirasakan, serta penilaian pengelolaan limbah yang dilakukan oleh pabrik gula. 4.4.2
Estimasi Biaya Eksternal Estimasi biaya eksternal yang diperhitungkan dalam penelitian ini akibat
pencemaran yang ditimbulkan aktivitas pabrik gula di Desa Cepiring. Biaya eksternal diestimasi dengan menggunakan metode cost of illness, replacement cost, dan change of productivity. Metode cost of illness yaitu mengestimasi biaya eskternal atau kerugian ekonomi dengan menggunakan biaya kesehatan yang dikeluarkan akibat penurunan tingkat kesehatan (sakit) yang pernah dialami. Pada metode ini informasi yang diperlukan meliputi: (1) jenis penyakit yang diderita akibat pencemaran udara dan air sumur; (2) tingkat mengalami penyakit, seberapa sering responden mengalami penyakit tersebut; (3) besar biaya yang dikeluarkan responden untuk mengobati penyakit yang diderita; (4) tempat pergi berobat, apakah ke rumah sakit atau Puskesmas. Metode replacement cost berdasarkan pada kasus penggunaan sumber daya antara lain akibat tercemarnya air sumur masyarakat dan kasus pengembalian kesuburan tanah pertanian akibat tercemarnya tanah. Informasi yang diperlukan pada kasus tercemarnya air sumur antara lain: (1) sumber air pengganti, yaitu darimana sumber air pengganti yang digunakan responden untuk memenuhi keperluan rumah tangga seperti MCK (mandi, cuci, kakus) dan kebutuhan konsumsi atau minum; (2) Jumlah kebutuhan air pengganti; (3) besar biaya yang
27 dikeluarkan responden untuk membeli sumber daya air pengganti. Pendekatan rumus yang digunakan yaitu: Total biaya pengganti = C x n……..….....………………. (1) Dimana: C = biaya pengganti air bersih yang digunakan (Rp/KK)/biaya berobat yang digunakan (Rp/KK) n = total responden yang terkena dampak (orang)
Total biaya berobat = C x n……………………………...(2) Dimana: C = biaya berobat yang digunakan (Rp/KK) = total responden yang terkena dampak (orang) n Kerugian masyarakat rumah tangga diestimasi dengan menjumlahkan rataan dari kerugian akibat biaya pengganti air bersih dan kerugian akibat biaya berobat, berikut rumus yang digunakan: Total rataan kerugian per KK
∑
∑ ∑
∑
….…….(3)
Dimana: n = jumlah responen yang terkena dampak Informasi yang diperlukan pada kasus tercemarnya tanah pertanian antara lain: (1) perlakuan-perlakuan apa yang telah dilakukan untuk mengembalikan kesuburan tanah; (2) jumlah perlakuan yang dipakai untuk mengembalikan tingkat kesuburan
tanah;
(3)
besarnya
biaya
yang
dikeluarkan
petani
untuk
mengembalikan kesuburan tanah. Pendekatan rumus yang digunakan yaitu: Biaya perbaikan kualitas lahan = L x Pf x Qf ………………..(4) Dimana: L = luas lahan yang terkena dampak (ha) Pf = harga pupuk (Rp) Qf = kuantitas pupuk yang dipakai (kg) Metode perhitungan biaya eksternal berupa kerugian petani karena penurunan produktivitas pertanian dalam kasus ini yang terkena dampak adalah
28 komoditi padi. Metode change in productivity approach digunakan untuk mengestimasi eksternalitas tersebut. Rumus yang digunakan yaitu: ΔI = I1 – I2 ………………………………….(5) Dimana: ΔI = selisih penerimaan sebelum dan sesudah pencemaran (Rp) I1 = penerimaan sebelum pencemaran (Rp) I2 = penerimaan sesudah pencemaran (Rp) 4.4.3 Analisis Nilai WTA Masyarakat Terhadap Pencemaran Akibat Aktivitas Pabrik Gula Analisis ini bertujuan untuk mengetahui nilai WTA responden dan faktorfaktor yang memengaruhi nilai tersebut, nilai tersebut diestimasi dengan menggunakan pendekatan contingent valuation method. Berikut tahapan-tahapan CVM : 1. Membangun pasar hipotetik Pasar hipotetik dibentuk berdasarkan dampak negatif terhadap kualitas lingkungan akibat aktivitas pabrik gula di Cepiring. Penurunan kualitas lingkungan berupa pencemaran air tanah, udara, kebisingan dan pencemaran lainnya. Oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan untuk mengukur berapa besar kerugian yang dirasakan masyarakat dengan mengetahui kesediaan masyarakat menerima dana kompensasi.
Pabrik memahami dampak yang
ditimbulkan, oleh karena itu perlu adanya dana kompensasi yang harus dikeluarkan oleh pabrik. Kompensasi dirasa perlu karena masyarakat sekitar kawasan pabrik mempunyai hak untuk dapat memanfaatkan air tanah (sumur) mereka kembali tanpa tercemar dan hak untuk dapat membiayai pengobatan yang pernah dirasakan akibat pencemaran baik cair maupun udara. Pemberian dana kompensasi ini sebagai pertanggungjawaban atas penurunan kualiatas lingkungan di Desa Cepiring. Pasar hipotetik dibuat dalam skenario sebagai berikut: Pabrik gula telah memiliki pengelolaan limbah cair dengan berjalannya IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah), limbah gas, maupun limbah padat, namun melihat kondisi yang ada, masih adanya limbah yang memberikan dampak ke masyarakat sekitar. Kondisi tersebut
membuat pihak pabrik akan
memberlakukan pemberian dana kompensasi terhadap masyarakat di sekitar
29 kawasan pabrik yang terkena eksternalitas negatif. Besarnya dana kompensasi ditanyakan langsung kepada masyarakat Cepiring, berapa nilai yang bersedia mereka terima atas penurunan kualitas lingkungan akibat dampak aktivitas pabrik gula. Besar dana kompensasi yaitu berkisar antara Rp 10.0000 – Rp 1.200.000/KK/bulan. Harga Rp 10.000 diperoleh dari harga biaya berobat puskesmas Cepiring, sedangkan harga Rp 1.200.000 diperoleh dari harga pemasangan instalasi PDAM Kabupaten Kendal. Melalui skenario di atas, maka responden akan mengetahui gambaran terkait kondisi hipotetik adanya rencana upaya dari pihak pemerintah dan pencemar untuk mengatasi pencemaran yang terjadi. 2. Memperoleh penawaran besaran WTA Metode yang dilakukan dalam penelitian ini untuk memperoleh penawaran adalah bidding game. Metode ini diterapkan dengan melakukan penawaran, diawali pada penawaran maksimal yaitu sebesar Rp. 1.200.000 hingga angka minimum yang mau diterima oleh responden 3. Menghitung dugaan nilai tengah (EWTA) Nilai Tengah WTA (EWTA) dapat diduga dengan mencari nilai rata-rata dari keseluruhan nilai WTA dibagi jumlah responden. Perhitungan dari dugaan EWTA responden diperoleh dengan rumus: ∑ Dimana: EWTA Wi Pfi n i
…………….………………(6)
= dugaan nilai rataan WTA (Rp) = batas bawah WTA pada kelas-i = frekuensi relatif kelas ke-i = jumlah responden = sampel (1,2,3,….., n)
4. Menduga kurva penawaran WTA Menduga kurva penawaran adalah proses menentukan variabel-variabel yang diduga berpengaruh terhadap nilai WTA. Pendugaan kurva penawaran dilakukan menggunakan persamaan sebagai berikut: Mid WTA = f (PNDK, JTT, KU, KBS, PCMA, UPY, ɛ)………………(7)
30 Dimana: mid MWTA PNDK JTT KU KBS PCMA UPY ɛ
= Nilai WTA responden = tingkat pendidikan (tahun) = jarak tempat tinggal (meter) = kualitas udara (deskriptif) = kualitas kebisingan dan getaran (deskriptif) = dummy kerugian pencemaran air tanah (rugi=1; tidak rugi=0) = dummy variabel belum adanya upaya mengatasi pencemaran (tidak ada=1, ada=0) = galat
5. Menjumlahkan data Menjumlahkan
data
merupakan
proses
nilai
rata-rata
penawaran
dikonversikan terhadap populasi yang dimaksud. Nilai total WTA dari masyarakat dapat diketahui setelah menduga nilai tengah WTA. Rumus yang digunakan sebagai berikut: ∑ Dimana: TWTA WTAi ni i
…………………………….(8)
= Total WTA = WTA individu ke-i = jumlah sampel ke-i yang bersedia menerima sebesar WTA = responden ke-i yang bersedia menerima dana kompensasi
6. Evaluasi pelaksanaan CVM Evaluasi Pelaksanaan CVM memerlukan pendekatan seberapa besar tingkat keberhasilan dalam pengaplikasian CVM. Pelaksanaan model CVM dapat dievaluasi dengan melihat tingkat keandalan (realibility) fungsi WTA dengan melihat nilai R-squares (R2) dari model OLS (Ordinary Least Square) WTA. Menurut Mitchell dan Carson (1989) dalam Hanley dan Spash (1993) batas minimum nilai R2 yang realibel adalah 15 persen. 4.4.4
Analisis Fungsi Willingness to Accept (WTA) Analisis ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi
WTA masyarakat Desa Cepiring. Alat analisis yang digunakan adalah model regresi linear berganda fungsi persamaan sebagai berikut :
31 mid WTAi = β0 + β1 PNDK +β2 JTT + β3 KU + β4 KBS + PCMA β5 + β6 UPY + ɛ ……………………………………………………………………..(9) Dimana: mid WTAi β0 β1….. β6 PNDK JTT KU KBS PCMA UPY i ɛ
= nilai WTA responden = konstanta = koefisien regresi = tingkat pendidikan (tahun) = jarak tempat tinggal (meter) = kualitas udara (deskriptif) = kualitas kebisingan dan getaran (deskriptif) = dummy kerugian pencemaran air tanah (rugi=1; tidak rugi=0) = dummy kerugian ada atau tidaknya upaya mengatasi pencemaran (tidak ada=1, ada=0) = responden ke-i = galat
Variabel yang diduga berbanding lurus dengan nilai WTA adalah variabel tingkat pendidikan, merasakan kerugian akibat pencemaran air, dan belum adanya upaya mengatasi pencemaran. Tingginya tingkat pendidikan seseorang juga berbanding lurus dengan nilai kompensasi yang diinginkan responden. Hal tersebut karena responden yang berpendidikan tinggi menyadari seberapa besar kerugian yang ditanggung. Variabel ada atau tidaknya kerugian yang dirasakan responden, ketika responden merasa dirugikan (bernilai 1) atau telah ada biaya yang dikeluarkan untuk melakukan upaya mengurangi pencemaran maka nilai WTA yang diinginkan diduga akan semakin besar. Variabel dummy belum adanya upaya mengatasi pencemaran diduga berbanding lurus, karena masyarakat yang belum melakukan upaya memiliki keinginan untuk melakukan upaya mengatasi pencemaran sehingga nilai WTA yang diinginkan semakin besar. Variabel yang diduga berbanding terbalik atau berpengaruh negatif dengan nilai WTA adalah jarak tempat tinggal dan variabel-variabel lingkungan (kualitas udara dan kualitas kebisingan). Jarak tempat tinggal diduga berpengaruh negatif karena semakin dekat jarak tempat tinggal responden dengan lokasi pabrik, semakin banyak juga dampak yang dirasakan sehingga nilai WTA akan semakin tinggi dibandingkan dengan tempat tinggal yang lokasinya jauh. Kualitas lingkungan diduga berpengaruh negatif karena semakin baik kualitas lingkungan tersebut maka nilai kompensasi yang dinginkan semakin kecil.
32
V GAMBARAN UMUM 5.1 Kondisi Umum Desa Cepiring Kondisi umum Desa Cepiring yang dijelaskan dalam penelitian ini meliputi kondisi fisik daerah dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Kondisi sosial ekonomi yang dibahas meliputi jumlah penduduk, tingkat pendidikan, mata pencaharian, serta sarana dan prasarana pendidikan maupun kesehatan. 5.1.1
Kondisi Fisik Daerah Desa Cepiring secara administratif merupakan salah satu desa dalam
wilayah Kecamatan Cepiring, Kabupaten Kendal, Provinsi Jawa Tengah. Jarak dari Ibukota Cepiring ke pusat Kota Kabupaten Kendal sekitar 7 km dan ke pusat Kota Provinsi Jawa Tengah, Semarang sekitar 37 km . Desa Cepiring merupakan pusat Kecamatan Cepiring yang terdiri dari empat rukun warga (RW) dan 38 rukun tetangga (RT) dengan luas wilayah sebesar 205 ha, dimana luas pemukiman 76 ha, luas persawahan 63 ha, sisanya lain-lain. Adapun batas-batas wilayah Desa Cepiring sebagai berikut: a. Sebelah Utara
: Desa Damarsari dan Desa Karangayu
b. Sebelah Selatan
: Desa Botomulyo
c. Sebelah Timur
: Sungai Bodri
d. Sebelah Barat
: Desa Karangayu dan Desa Karangsuno
Desa Cepiring memiliki topografi dengan ketinggan tanah sekitar 200 m di atas permukaan laut (mdpl) sehingga termasuk dataran rendah. Rata-rata curah hujan di wilayah Cepiring tahun 2011 sekitar 216 mm dengan rata-rata hari hujan adalah 11 hari. Dari aspek aksesibilitas dan mobilitas, Desa Cepiring terletak di satu akses jalan utama yaitu Jalan Raya Cepiring, memiliki fisik jalan beraspal dengan kondisi yang cukup baik. 5.1.2
Kondisi Sosial Ekonomi Desa Cepiring Berdasarkan data BPS (2011) jumlah penduduk Desa Cepiring tergolong
paling padat dibandingkan desa lainnya dalam satu kecamatan. Hal itu karena Desa Cepiring merupakan pusat pemerintahan Kecamatan Cepiring dengan letak strategis yang dilalui oleh Jalan Raya Pantai Utara. Jumlah penduduk yang
33 tercatat sebesar 2.891 rumah tangga dengan jumlah penduduk total sebesar 8.647 yang terdiri atas 4.310 laki-laki dan 4.337 perempuan. Kepadatan rumah tangga rata-rata sebesar 3 orang per rumah tangga. Banyaknya penduduk menurut kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 5 berikut: Tabel 5 Jumlah penduduk menurut kelompok umur tahun 2011 No 1 2 3 4 5 6 7 8
Kelompok umur 0 – 9 tahun 10 -19 tahun 20 - 29 tahun 30 - 39 tahun 40 - 49 tahun 50 - 59 tahun 60 - 69 tahun 70 tahun ke atas Jumlah
Laki-laki 693 761 800 662 617 497 170 110 4.310
Perempuan 699 756 726 639 653 508 196 160 4.337
Jumlah 1.392 1.517 1.526 1.301 1.270 1.005 366 270 8.647
Sumber: Kecamatan Cepiring dalam angka (2011)
Tabel 5 menunjukkan bahwa Jumlah penduduk Desa Cepiring didominasi oleh penduduk dengan usia 20-29 tahun sebesar 17,65 persen dari keseluruhan jumlah penduduk, dimana usia tersebut tergolong usia produktif. Apabila dihitung berdasarkan golongan usia produktif, penduduk Desa Cepiring sebagian besar tergolong usia produktif, yaitu sebesar 59,00 persen dari jumlah penduduk keseluruhan. Penduduk yang berada pada usia produktif relatif masih memiliki kekuatan fisik yang cukup menunjang dalam melaksanakan usaha, begitu juga dengan kekuatan pikiran yang relatif terbuka dan cukup dewasa untuk menghidupi kebutuhan sehari-hari. Pendidikan di Desa Cepiring tergolong baik, hal ini dapat dilihat mayoritas penduduknya memiliki tingkat pendidikan tamatan perguruan tinggi jika dilihat dari segi lamanya tahun sekolah formal, terdiri dari laki-laki sebanyak 726 orang dan perempuan sebanyak 668 orang. Sebaran penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut:
34 Tabel 6 Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan tahun 2012 No 1 2 3 4 5 6
Tingkat pendidikan Tamat SD/sederajat Usia 12 – 56 tahun tidak tamat SMP Usia 12 – 56 tahun tidak tamat SMA Tamat SMP/sederajat Tamat SMA/sederajat Tamat Perguruan Tinggi
Laki-laki 125 116
Perempuan 133 118
Jumlah 258 234
122
126
248
216 424 726
218 436 668
434 860 1.394
Sumber: Data potensi desa (2012)
Sebagian besar tingkat pendidikan penduduk Desa Cepiring adalah tamatan Perguruan Tinggi, yaitu sebanyak 1.394 jiwa. Perguruan tinggi tersebut mencakup D1, D2, D3, S1, S2, dan S3. Kemudian diikuti tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 860 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk Desa Cepiring relatif tinggi. Sarana dan prasarana pendidikan yang ada di Desa Cepiring terdiri dari lima taman kanak-kanak, lima buah SD Negeri, satu Madrasah Ibtidaiyah, satu Sekolah Menengah Atas dan dua buah pondok pesantren. Dalam bidang keagamaan, sarana dan prasarana keagamaan yang terdapat di Desa Cepiring antara lain enam buah masjid, 38 mushola, dan satu gereja. Mata pencaharian penduduk Desa Cepiring bervariasi. Sebagian besar penduduk bermata pencaharian di sektor jasa seperti wiraswasta, pegawai swasta, buruh dan sebagian kecil bermata pencaharian di sektor PNS dan sektor pertanian. Dominasi wiraswasta membuat pembangunan sarana dan prasarana perekonomian di Desa Cepiring cukup beragam diantaranya toko, kios, dan warung berjejeran di pinggir jalan raya. Prasarana perekonomian yang lain yaitu terdapat satu pabrik, satu industri kecil rumah tangga, empat mini market, dan satu pasar tradisional. Sarana kesehatan yang berada di Desa Cepiring cukup memadai, diantaranya telah memiliki Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sebanyak satu buah, dua rumah bersalin, satu klinik kesehatan, 13 Posyandu, dan dua Apotek. Tidak hanya sarana, tenaga medis juga berperan dalam bidang kesehatan antara lain dokter Puskesmas sebanyak empat orang, bidan desa dua orang, perawat empat orang, dukun anak terlatih satu orang, dan jasa pengobatan alternatif tiga orang.
35 5.2 Kondisi Responden Sekitar Kawasan Pabrik Gula Pabrik gula yang berada di kawasan Desa Cepiring, khususnya berada di wilayah RW 01 dan RW 04 Desa Cepiring mengakibatkan terganggunya kesehatan dan menurunnnya kualitas lingkungan masyarakat terutama penduduk RW 04. Karakteristik umum responden berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan terhadap 70 warga yang bertempat tinggal di RW 04 Desa Cepiring. Sebagian besar responden didominasi oleh laki-laki karena perannya sebagai kepala keluarga. Kondisi sosial ekonomi responden dijelaskan ke beberapa variabel meliputi jenis kelamin, usia, lama pendidikan formal, pekerjaan, pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, dan jarak tempat tinggal dari kawasan. 5.2.1
Jenis Kelamin Sebagian besar responden adalah laki-laki, karena laki-laki berperan besar
dalam keluarga sebagai kepala keluarga dimana pengambilan keputusan biasanya diambil oleh laki-laki, maka dari itu dalam menjawab pertanyaan survei, laki-laki lebih berperan. Perbandingan jumlah responden laki-laki dan perempuan dalam sebuah rumah tangga yaitu laki-laki sebanyak 56 orang (80%) dan perempuan sebanyak 14 orang (20%) (Gambar 2). Perempuan 20,00%
Laki-laki 80,00%
Gambar 2 Persentase responden menurut jenis kelamin 5.2.2
Usia Tingkat usia responden hasil survei bervariasi, dengan usia paling muda
yaitu 21 tahun dan yang paling tua yaitu 69 tahun. Persentasi tingkat usia responden tertinggi yaitu pada kelompok usia 46-55 tahun dengan persentase sebesar 41,43 persen. Responden dengan usia 19-24 tahun sebesar 2,86 persen,
36 usia 25-35 tahun sebesar 17,14 persen,usia 36-45 tahun sebesar 22,86 persen, sedangkan usia 56-65 tahun sebesar 14,29 persen, dan 66-75 tahun sebesar 1,43 persen (Gambar 3). 66-75 tahun 56-65 tahun 1,43% 14,29%
19-24 tahun 2,86% 25-35 tahun 17,14%
36-45 tahun 22,86% 46-55 tahun 41,43%
Gambar 3 Persentase responden menurut usia 5.2.3
Pendidikan Formal Tingkat pendidikan responden penelitian ini diklasifikasikan menurut lama
tahun menemupuh pendidikan formal dimulai dari jenjang tidak sekolah sampai dengan perguruan tinggi. Tingkat pendidikan cukup bervariasi, responden yang tidak pernah menempuh pendidikan formal sebesar 5,71 persen sedangkan responden dengan pendidikan perguruan tinggi sebesar 10 persen. Sebagian besar responden memiliki riwayat pendidikan lulusan Sekolah Dasar (SD) yaitu sebesar 38,57 persen. Persentase lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) menempati urutan kedua setelah SD yaitu sebesar 27,14 persen sedangkan persentase untuk lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar 18,57 persen. Berdasarkan hasil survei tersebut dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan di Desa Cepiring beragam dan cukup tinggi. Banyak responden yang menempuh tingkat pendidikan hanya sampai SD, kemudian diikuti lulusan SMA, SMP, dan perguruan tinggi. Hanya sedikit responden yang tidak menempuh bangku sekolah formal (Gambar 4).
37 Perguruan Tinggi 10,00%
SMA 27,14%
Tidak sekolah 5,71%
SD 38,57%
SMP 18,57%
Gambar 4 Persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan 5.2.4
Jenis Pekerjaan Jenis pekerjaan responden terbagi lima kategori dan cukup bervariasi, antara
lain pegawai negeri sipil (7,14%), buruh (10%), karyawan swasta (28,57%), wiraswasta (41,43%), petani (4,29%) dan lainnya (8,57%) yang tidak ada dalam kategori. Berdasarkan hasil survei, mata pencaharian tertinggi adalah wiraswasta dengan jumlah responden sebanyak 29 orang. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa rata-rata penduduk Desa Cepiring cukup mandiri dalam menopang kehidupannya dengan usaha membuka lapangan pekerjaan sendiri. Hanya sedikit yang berprofesi sebagai PNS sebanyak 5 orang dan Petani 3 orang (Gambar 5). Lainnya 8,57% Petani 4,29%
Wiraswasta 41,43%
PNS 7,14% Buruh 10,00%
Karyawan 28,57%
Gambar 5 Persentase responden berdasarkan pekerjaan 5.2.5
Tingkat Pendapatan Kisaran pendapatan dibagi menjadi lima kisaran. Kisaran pendapatan mulai
dari Rp <500.000 – Rp > 3.500.000 per bulan. Sebaran pendapatan responden sebagian besar didominasi pada kisaran Rp 500.000 - Rp 1.500.000 yaitu sebesar
38 72,86 persen. Hal tersebut berhubungan dengan jenis pekerjaan mayoritas responden yaitu wiraswasta dan karyawan swasta. Tingkat pendapatan tergantung pada nilai Upah Minimum Regional (UMR) bagi karyawan swasta. Sebanyak 8,57 persen responden memiliki tingkat pendapatan di bawah Rp 500.000, sebanyak 7,14 persen responden memiliki tingkat pendapatan pada kisaran Rp 1.500.001 – Rp 2.500.000 dan kisaran lebih dari Rp 3.500.000. Hanya 4,29 persen responden memiliki tingkat pendapatan pada kisaran Rp 2.500.001- Rp 3.500.000 (Gambar 6). 7,14% 4,29%
8,57%
7,14%
<500.000 500.000-1.500.000 1.500.001-2.500.000 2.500.001-3.500.000 >3.500.000 72,86%
Gambar 6 Persentase responden berdasarkan tingkat pendapatan 5.2.6
Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan mencakup tanggungan keluarga inti serta tanggungan
yang bukan keluarga inti dari responden. Sebagian besar jumlah tanggungan responden adalah rumah tangga yang memiliki jumlah tanggungan sebanyak kurang dari sama dengan dua sebesar 37,14 persen. Jumlah tanggungan keluarga responden sebanyak tiga orang memiliki persentase 24,29 persen. Sebanyak 24,29 persen responden memiliki jumlah tanggungan empat orang. Jumlah tanggungan keluarga responden dengan jumlah lima orang sebesar 12,86 persen dan jumlah tanggungan keluarga lebih dari sama dengan enam orang hanya sebesar 1,43 persen (Gambar 7).
39 5 orang 12,86%
≥6 orang 1,43% ≤2 orang 37,14%
4 orang 24,29%
3 orang 24,29%
Gambar 7 Persentase responden menurut jumlah tanggungan keluarga 5.2.7
Jarak Tempat Tinggal dari Kawasan Jarak rumah responden dihitung dari kawasan pabrik dikelompokkan
menjadi tiga kategori, kategori pertama yaitu rumah yang berjarak ≤ 100 m sebesar 42,86 persen atau sebanyak 30 KK. Kategori kedua yaitu rumah yang berjarak 101-600 m sebesar 35,71 persen atau sebanyak 25 KK, sedangkan kategori ketiga yaitu rumah yang berjarak 601-1000 m sebanyak 15 KK atau 21,43 persen (Gambar 8).
601-1000 m 21,43% ≤100 m 42,86%
101-600 m 35,71%
Gambar 8 Persentase responden menurut jarak tempat tinggal dari kawasan
40
VI ANALISIS EKSTERNALITAS NEGATIF AKIBAT AKTIVITAS PABRIK 6.1 Analisis Eksternalitas Negatif Akibat Aktivitas Pabrik Gula Permasalahan lingkungan memang bukan suatu hal yang baru, melainkan telah ada sejak zaman terbentuknya bumi. Banyak yang beranggapan bahwasannya permasalahan lingkungan muncul akibat adanya kemajuan teknologi, namun tak semua anggapan itu benar. Hal ini karena kemajuan teknologi dapat dimanfaatkan untuk mengatasi permasalahan lingkungan. Seiring berjalannya waktu, kemajuan teknologi dalam suatu negara akan memengaruhi kemajuan di berbagai sektor yang menerapkan teknologi, salah satunya sektor industri, dimana penggunaan teknologi dalam sektor ini mempunyai andil yang cukup besar. Pengendalian lingkungan akibat limbah industri merupakan salah satu masalah yang perlu diatasi bagi setiap negara khususnya negara berkembang yang masuk ke era industrialisasi. Kegiatan manusia berupa produksi, konsumsi, dan distribusi dalam prosesnya selalu meninggalkan hasil akhir atau buangan apabila tidak dikelola dan dimanfaatkan dengan optimal serta dapat berakibat buruk terhadap kualitas lingkungan. Salah satu aktivitas manusia yang memberikan dampak terhadap penurunan kualitas lingkungan adalah aktivitas manusia dalam sektor industri. Sektor industri memang mempunyai konstribusi besar dari segi perekonomian, namun tidak dapat dipungkiri bahwa sektor industri dapat menimbulkan eksternalitas negatif berupa pencemaran baik pencemaran udara, padat, dan cair. Aktivitas pada sektor industri tercermin melalui berbagai aktivitas, salah satunya adalah kegiatan memproduksi gula putih yang dilakukan oleh salah satu pabrik yang berada di Desa Cepiring. Kegiatan tersebut mempunyai dua dampak bagi masyarakat yaitu berupa manfaat dan kerugian. Manfaat yang diperoleh berupa terbukanya lapangan pekerjaan, meningkatkan pendapatan daerah, dan meningkatkan infrastruktur. Namun manfaat keberadaan pabrik kurang dirasakan oleh masyarakat Desa Cepiring, terutama warga RW 04. Berdasarkan hasil survei, hanya tujuh responden dari 70 responden bekerja sebagai tenaga kerja pada pabrik
41 tersebut. Hal tersebut tidak sebanding dengan pencemaran yang dikeluarkan oleh pihak pabrik baik berupa pencemaran udara maupun air. Penurunan kualitas lingkungan akibat kegiatan produksi gula cukup dirasakan oleh sebagian besar warga tersebut. Hasil penelitian terhadap 70 responden di Desa Cepiring menunjukkan bahwa seluruh responden merasakan adanya perubahan lingkungan akibat aktivitas produksi gula. Sebesar 64,28 persen responden menyatakan bahwa pencemaran air tanah merupakan eksternalitas yang paling dirasakan bahkan dinilai sangat merugikan. Menurut hasil survei sebagian key person dan beberapa warga bahwa pencemaran air terjadi akibat IPAL pabrik belum berjalan baik sehingga sering mengalami kebocoran, terlebih pembuangan limbah cair dibuang ke saluran air warga sehingga sebagian warga yang tempat tinggalnya berada di sekitar saluran air sangat merasakan dampaknya. Seluruh responden yang mengeluhkan adanya penurunan kualitas air tanah dapat dilihat dari kualitas air tanah yang mereka manfaatkan. Hal ini ditunjukkan dari hasil survei, seluruh responden tersebut menyatakan bahwa sebelum pabrik tersebut berproduksi kembali, kondisi air tanah mereka baik untuk keperluan sehari-hari seperti keperluan air minum, mandi, dan kakus. Limbah cair tersebut dapat dirasakan oleh responden saat pabrik melakukan aktivitasnya dalam meproduksi gula. Saat pabrik mengalami fase shutting down dimana pabrik tersebut melakukan proses pembersihan dan perawatan mesin-mesin pabrik dengan kata lain pabrik tersebut tidak melakukan aktivitas produksi, kondisi saluran air warga yang menjadi saluran pembuangan pabrik tidak begitu tercemar. Tidak hanya pencemaran air yang dirasakan oleh responden, sebesar 32,86 persen responden mengaku bahwa mereka merasakan perubahan kualitas udara dibandingkan perubahan yang lain. Kualitas udara yang dirasakan oleh responden dinilai berdasarkan partikel debu, suhu, dan kenyamanan saat bernafas. Sebagian besar warga mengakui bahwa pencemaran udara tersebut tergantung arah angin. Partikel-partikel debu dihasilkan dari gas buang boiler, kendaraan angkutan yang membawa bahan bakar berupa grajen (serpihan kayu) dan batu bara, serta dari kegiatan proses.
42 Selain itu pencemaran air juga berakibat terhadap penurunan jumlah produksi padi. Sebanyak 2,86 persen merasakan dampak tersebut akibat limbah cair yang menyebabkan gagal panen (Tabel 7). Tabel 7 No 1 2 3
Eksternalitas negatif yang dirasakan responden akibat aktivitas pabrik gula di Desa Cepiring Perubahan paling dirasakan Perubahan kualitas air tanah Pencemaran udara Penurunan jumlah produksi padi Total
Jumlah (orang) 45 23 2 70
Persentase (%) 64,28 32,86 2,86 100
Sumber : Data primer diolah (2013)
Pencemaran udara yang dirasakan responden memberikan pengaruh terhadap kesehatan sebagian responden. Sebanyak 45,72 persen responden menyatakan bahwa kualitas udara yang mereka rasakan kurang baik (berdebu, tidak panas, dan terkadang menyesakkan saat bernafas). Hal tersebut disebabkan oleh aktivitas pabrik gula saat membuang limbah gas ke udara dimana kondisi cerobong tidak begitu tinggi dan arah angin selalu menuju ke arah timur dan utara yang notabene menuju ke arah rumah warga di RW 04. Apabila musim kemarau dan saat pabrik berproduksi, responden mengeluhkan banyaknya debu-debu mengotori lantai, jemuran, dan genting rumah mereka yang mereka yakini berasal dari aktivitas pabrik. Selain itu keberadaan ampas tebu, grajen, dan batu bara yang berterbangan terbawa angin juga merupakan sumber pencemaran udara sehingga menyebabkan turunnya kualitas udara di sekitar tempat tinggal mereka. Sebanyak 37,14 persen menyatakan bahwa kualitas udara yang mereka rasakan berdebu, tidak panas, dan segar saat bernafas atau dinilai cukup baik. Sebesar 17,14 persen responden menilai kualitas udara baik yaitu tidak merasakan debu dan tidak merasakan sesak saat bernapas, hanya saja terjadi perubahan suhu yang semakin panas. Berikut persentase kualitas udara yang dirasakan responden disajikan pada Tabel 8.
43 Tabel 8 No
Kualitas udara yang dirasakan responden akibat aktivitas pabrik gula di Desa Cepiring
Kualitas udara
1
Sangat baik
2
Baik
3
Cukup baik
4
Kurang baik
5
Tidak baik
Keterangan Tidak berdebu, tidak panas, dan segar saat bernapas Tidak berdebu, panas, dan segar saat bernapas Berdebu, tidak panas, dan segar saat bernapas Berdebu, tidak panas, menyesakkan saat bernapas Berdebu, panas, menyesakkan saat bernafas
Total
Jumlah (orang)
Persentase (%)
0
0
12
17,14
26
37,14
32
45,72
0
0
70
100
Sumber: Data primer diolah (2013)
Eksternalitas berupa kebisingan tidak begitu
dirasakan oleh sebagian
responden terhadap kehidupan sebagian responden. Hal ini ditunjukkan oleh sebesar 54,29 persen responden merasakan sedikit bising dan sebesar 44,28 persen responden tidak merasakan kebisingan (Tabel 9). Berdasarkan hasil pengamatan, pihak pabrik telah melakukan langkah pencegahan berupa penanaman pohon sebagai buffer zone di lahan pabrik tersebut supaya dapat mencegah dan menahan keluarnya suara dari pabrik ke pemukiman warga. Tabel 9 No 1
Dampak kebisingan yang dirasakan responden akibat aktivitas pabrik gula di Desa Cepiring
Tingkat kebisingan Tidak bising
2
Sedikit bising
3
Cukup bising
Keterangan Tidak mengganggu pendengaran, aktivitas, dan jam istirahat Tidak mengganggu pendengaran dan jam istirahat Mengganggu aktivitas dan jam istirahat
Total
Jumlah (orang)
Persentase (%)
31
44,28
38
54,29
1
1,43
70
100
Sumber: Data primer diolah (2013)
Kualitas air tanah menjadi masalah utama yang banyak dikeluhkan sebagian besar responden. Sebanyak 65,71 persen responden mengeluhkan terjadi penurunan kualitas air tanah yang ditunjukkan dengan perubahan warna (keruh/jernih), bau, rasa, dan kegunaan untuk konsumsi minum pada air tanah
44 yang mereka manfaatkan. Sebanyak 52,17% menyatakan bahwa air tanah yang mereka manfaatkan cukup tercemar dengan indikator air kotor, tidak berbau dan tidak memiliki rasa (Tabel 10). Tabel 10 No 1
2
3 4 5
Kualitas air tanah yang dirasakan responden akibat aktivitas pabrik gula di Desa Cepiring
Kualitas air tanah Tidak tercemar
Sedikit tercemar Cukup tercemar Tercemar Sangat tercemar Total
Keterangan Air jernih, tidak berbau, tidak memiliki rasa, dan masih bisa diminum Air jernih, tidak berbau, tidak memiliki rasa namun tidak dapat diminum Air kotor (keruh), tidak berbau, tidak memiliki rasa Air kotor (keruh), tidak berbau, memiliki rasa Air kotor (keruh), berbau, dan memiliki rasa
Jumlah (orang)
Persentase (%)
0
0
6
13,04
24
52,17
14
30,44
2
4,35
46
100
Sumber: Data primer diolah (2013)
Akibat adanya penurunan kualitas air tanah yang mereka manfaatkan, sebanyak 46 responden memutuskan untuk mengganti air bersih dengan membeli air bersih dengan memasang instalasi PDAM maupun membeli air dirigen keliling. Perlakuan tersebut merupakan replacement cost yang dikeluarkan oleh masyarakat rumah tangga. 6.2 Persepsi Masyarakat terkait Sistem Pengelolaan Limbah Pabrik Suatu industri yang baik ditunjukkan dengan adanya sistem manajemen lingkungan yang baik pula, tak terkecuali pabrik gula yang sudah lima tahun beroperasi kembali tersebut. Pabrik tersebut sampai saat ini memang belum dapat menerapkan sistem manajemen lingkungan dengan baik namun salah satu realisasi nyata yang diterapkan pabrik tersebut adanya Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL), namun keberadaanya tidak sebanding apa yang dirasakan oleh masyarakat sekitar. Sebanyak 60 persen responden tidak tahu terkait keberadaan sistem pengelolaan tersebut, sedangkan sisanya mengetahui bahwa pabrik tersebut telah memiliki sistem pengelolaan limbah cair (Gambar 9). Dominasi masyarakat
45 responden yang tidak tahu keberadaan sistem pengelolaan limbah, membuat responden berpersepsi bahwa pabrik tidak melakukan usaha pengelolaan limbah mengingat dampak yang ditimbulkan dirasakan oleh seluruh responden.
Tahu 40,00%
Tidak tahu 60,00%
Gambar 9
Persentase responden mengetahui ada/tidaknya keberadaan sistem pengelolaan limbah
Masyarakat hanya bisa menilai apa yang mereka rasakan akibat aktivitas pabrik. Melalui pendekatan informasi dengan memberikan indikator penilaian, masyarakat responden menilai bahwa sistem pengelolaan limbah pabrik kurang baik dengan persentase sebesar 67,14 persen, dimana masyarakat mengaku cukup merasakan dampak akibat pencemaran, begitu juga dengan lingkungannya (Gambar 10). Penilaian masyarakat terkait pengelolaan limbah yang dilakukan pabrik diharapkan menjadi bahan pertimbangan untuk pihak pabrik untuk terus membenahi maupun meningkatkan sistem pengelolaan limbah yang telah berjalan, selain itu perlu adanya sosialisasi ke masyarakat agar masyarakat merasa nyaman dan tidak khawatir akan pencemaran yang ditimbulkan. Belum baik 11,43%
Baik 7,14%
Cukup baik 14,29%
Kurang baik 67,14%
Gambar 10 Persentase penilaian responden terhadap pengelolaan limbah yang dilakukan pabrik
46
VII ESTIMASI BIAYA EKSTERNAL AKIBAT AKTIVITAS PABRIK Berdasarkan hasil pengamatan di RW 04 Desa Cepiring, ada dua pihak yang merasakan kerugian ekonomi akibat pencemaran air dan udara yang ditimbulkan dari aktivitas pabrik gula. Kedua pihak tersebut adalah masyarakat rumah tangga dan petani padi. Biaya eksternal yang ditanggung kedua belah pihak tersebut merupakan kerugian ekonomi yang seharusnya ditanggung oleh pihak pencemar. 7.1 Biaya Ekternal yang Ditanggung Masyarakat Rumah Tangga Berdasarkan hasil survei yang dilakukan, kerugian ekonomi yang ditanggung masyarakat rumah tangga Desa Cepiring terdiri dari dua aspek. Kedua aspek berupa biaya yang dikeluarkan responden untuk mengganti air bersih dan biaya yang dikeluarkan responden untuk berobat. Perhitungan biaya eksternal yang ditanggung masyarakat akan dinilai dengan mengetahui rataan dari tiap aspek, kemudian kedua aspek tersebut dijumlahkan. Sehingga akan diperoleh nilai kerugian atau biaya eksternal tiap KK per bulan. 7.1.1 Biaya Pengganti Air Bersih Air tanah merupakan salah satu sumber air bersih utama yang masih digunakan oleh sebagian besar masyarakat Desa Cepiring. Berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 70 responden, sebanyak 46 responden (66%) memanfaatkan air tanah sebagai pemenuhan kebutuhan air bersih. Mereka menyatakan bahwa sebelum pabrik beroperasi kembali, kualitas air tanah dalam keadaan baik dan tidak tercemar. Kondisi air tanah masih banyak digunakan untuk keperluan sehari-hari seperti mandi, cuci, kakus, dan konsumsi air minum. Namun setelah pabrik gula beroperasi kembali, terlebih ketika pabrik sedang melakukan aktivitas produksi, kondisi air tanah yang dimanfaatkan oleh responden mengalami
penurunan
kualitas,
sehingga
46
responden
yang
awalnya
memanfaatkan air tanah sepenuhnya untuk kegiatan MCK dan konsumsi beralih penggunaannya ke dalam beberapa pola yaitu hanya untuk MCK, cuci saja, bahkan tidak menggunakan untuk apapun. Sedangkan sisanya sebanyak 24 responden (44%) mengaku tidak memanfaatkan air tanah.
47 Dari 46 responden yang memanfaatkan air tanah, sebanyak 34 responden masih memanfaatkan air tanah hanya untuk keperluan MCK dan tidak untuk konsumsi, hal ini karena kondisi air tanah yang sudah tidak layak untuk diminum, namun masih bisa digunakan untuk keperluan MCK meskipun dengan alasan terpaksa. Tabel 11 Kondisi air tanah yang masih bisa digunakan oleh responden menurut pemakaian
MCK
Jumlah responden yang masih menggunakan air tanah (orang) Tidak Cuci Konsumsi menggunakan sama sekali
34
4
0
Total responden
8
46
Sumber : Data primer diolah (2013)
Sebanyak empat responden masih menggunakan air tanah untuk keperluan cuci saja, hal ini karena mereka beranggapan air tanah sudah tidak layak untuk mandi
maupun
konsumsi.
Sebanyak
delapan
responden
sudah
tidak
memanfaatkan air tanah sama sekali baik untuk keperluan MCK, cuci, maupun konsumsi (Tabel 11). Kondisi itu memaksa 46 responden tersebut untuk melakukan tindakan, tindakan tersebut merupakan replacement cost untuk membeli sumber air bersih. Sebanyak 24 responden (34%) memutuskan untuk beralih menggunakan air PDAM sebagai pengganti air bersih dan sebanyak 22 responden (31%) menggunakan air dirigen dalam pemenuhan konsumsi dengan alasan mereka belum sanggup untuk melakukan pemasangan instalasi PDAM (Tabel 12). Tabel 12 Sumber dan volume penggunaan air bersih oleh responden Kegunaan No
Sumber air
1 2
PDAM Air Dirigen
Volume penggunaan air (m3)/bulan/KK Total Min Max Rata-rata volume
Konsumsi
MCK
Jumlah responden
√
√
24
8
55
404
14,54
22
0,16
0,8
8,16
0,37
√
Sumber: Data primer diolah (2013)
48 Tabel 12 menunjukkan bahwa total penggunaan air (m3) PDAM lebih tinggi dengan total 404 m3 dibandingkan dengan air dirigen dengan total 8,16 m3 per bulan. Hal ini karena responden yang beralih ke PDAM, penggunaannya untuk keperluan MCK dan konsumsi sepenuhnya, sedangkan responden yang beralih ke air dirigen, pemanfaatannya hanya untuk air konsumsi, mengingat responden masih bisa memanfaatkan air sumur untuk keperluan MCK. Tindakan responden untuk mengganti sumber air bersih ke dalam dua pola (penggunaan PDAM dan air dirigen) menyebabkan responden mengeluarkan biaya tambahan atau lebih dikenal dengan biaya pengganti air bersih tiap bulan. Dengan menggunakan Persamaan 1 diperoleh total biaya penggunaan air PDAM sebesar Rp 1.025.500 tiap bulan, sedangkan total biaya penggunaan air dirigen sebesar Rp 476.400 tiap bulan (Tabel 13). Tabel 13 Biaya pengganti air tanah No
Sumber air
Biaya penggunaan air (Rp)
Jumlah responden Min
Max
Total biaya
Rata-rata kerugian/KK/ bulan
1
PDAM
24
25.000
200.000
1.025.500
42.729
2
Air dirigen
22
2.400
60.000
476.400
21.654
Sumber: Data primer diolah (2013)
Rata-rata kerugian setiap KK pengguna air ledeng (PDAM) sebesar Rp 42.729 per bulan. Sedangkan rata-rata kerugian setiap KK pengguna air dirigen sebesar Rp 21.654 per bulan. Terlihat jelas bahwa rata-rata kerugian setiap KK pengguna air ledeng lebih besar dibandingkan pengguna air dirigen. Hal ini karena penggunaan volume air ledeng yang lebih besar (dapat dilihat pada Tabel 12) mengakibatkan besarnya juga biaya yang dikeluarkan untuk membayar jasa PDAM. Rata-rata kerugian tiap KK akibat biaya pengganti air tanah sebesar Rp 32.650/bulan diperoleh dari penjumlahan total biaya dibagi dengan 46 responden. 7.1.2 Biaya Berobat Data biaya berobat diperoleh dari hasil wawancara terhadap responden yang pernah merasakan sakit dan diduga akibat pencemaran air dan udara yang
49 ditimbulkan aktivitas pabrik gula. Sebanyak 21 responden (30%) mengaku pernah mengalami keluhan kesehatan akibat pencemaran. Sebanyak 15 respoden (21%) mengaku mengalami iritasi mata akibat pencemaran udara, sebanyak 3 responden (4%) mengaku mengalami gangguan pernapasan, dan sebanyak 3 responden (4%) mengaku mengalami gatal kulit akibat pencemaran air. Berikut tabel perhitungan biaya kesehatan yang dikeluarkan responden. Tabel 14 Biaya kesehatan responden Jumlah Gangguan
Biaya pengobatan (Rp)
responden
Min
Max
Total
Rata-rata
biaya/bulan
kerugian/KK/bulan
Iritasi mata
15
10.000
20.000
178.500
11.900
Pernapasan
3
20.000
120.000
240.000
80.000
Kulit
3
10.000
200.000
255.000
85.000
Sumber: Data primer diolah (2013)
Total biaya pengobatan yang dikeluarkan responden berbeda-beda sesuai gangguan yang dialaminya. Rata-rata kerugian tiap KK akibat iritasi mata sebesar Rp 11.900 per bulan, sedangkan rata-rata kerugian tiap KK akibat penurunan kualitas pernapasan sebesar Rp 80.000 per bulan dan rata-rata kerugian tiap KK akibat penyakit kulit sebesar Rp 85.000 per bulan. Total rata-rata kerugian tiap KK akibat biaya berobat sebesar Rp 32.071/bulan diperoleh dari total biaya berobat dibagi dengan 21 responden. Rata-rata kerugian masyarakat rumah tangga tiap bulan diestimasi melalui perhitungan matematis yang melibatkan komponen biaya pengganti air bersih dan biaya berobat. Melalui perhitungan matematis dengan menjumlahkan rata-rata biaya pengganti dan biaya berobat (dapat dilihat pada Persamaan 3) diperoleh rata-rata kerugian masyarakat rumah tangga tiap KK akibat pencemaran sebesar Rp 64.721/bulan.
50 7.2 Biaya Eksternal di Sektor Pertanian Selain masyarakat rumah tangga yang menanggung kerugian akibat pencemaran, salah satu sektor yang terkena dampak akibat pencemaran air dari aktivitas pabrik gula yaitu di sektor pertanian. Berdasarkan survei, saluran air yang seyogyanya digunakan untuk mengairi sawah, namun justru dijadikan sebagai saluran pembuangan limbah cair dari aktivitas pabrik gula. Keadaan tersebut membuat para petani padi ikut merasakan dampak. Kerugian tersebut diestimasi melalui dua aspek, yaitu change of productivity dan biaya perbaikan kualitas lahan. 7.2.1 Perubahan Produksi Dampak lain yang ditimbulkan akibat pencemaran air dari aktivitas pabrik gula secara langsung adalah penurunan produktivitas pertanian komoditi padi. Biaya eksternal yang ditanggung merupakan biaya perubahan produktivitas akibat penurunan produksi yang dialami petani. Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua gapoktan Desa Cepiring, gagal panen terjadi satu musim pada akhir tahun 2012, diduga hal itu disebabkan pembuangan limbah cair aktivitas pabrik yang mengandung batu-bara dan lumpur yang masih panas yang dibuang ke saluran irigasi. Luas lahan pertanian yang mengalami penurunan hasil panen akibat limbah cair sebesar 13 ha. Sebelum terkena dampak limbah cair pada akhir bulan Oktober 2012, 1 ha lahan menghasilkan rata-rata 8 ton gabah basah, dengan penjualan 1 kwintal sebesar Rp 400.000 . Setelah terkena dampak limbah cair, 1 ha lahan hanya menghasilkan 3 ton gabah basah, dengan penjualan 1 kwintal sebesar Rp 270.000 hal ini karena kualitas gabah basah buruk sehingga harga turun, akibatnya terjadi penurunan produksi pertanian sebesar 25,31 %. Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat diestimasi penerimaan total sebelum lahan pertanian padi tercemar oleh limbah cair pabrik sebesar Rp 416.000.000 , sedangkan penerimaan total setelah terjadi penurunan produksi sebesar 25,31 persen yaitu sebesar Rp 105.300.000. Selisih penerimaan sebelum dan sesudah lahan pertanian tercemar limbah cair sebesar Rp 310.700.000 (Tabel 15).
51 Tabel 15 Perubahan penerimaan petani akibat penurunan produksi tahun 2012 Penerimaan (Rp) Selisih penerimaan Luas lahan (ha) Sebelum Setelah (Rp) pencemaran pencemaran 13 Sumber Keterangan
416.000.000
105.300.000
310.700.000*
: Data primer diolah (2012) : * Rp/tahun 2012
Berdasarkan Tabel 15 dapat terlihat bahwa kehilangan pendapatan petani (loss of earnings) akibat penurunan produktivitas adalah sebesar Rp 310.700.000 per tahun. Biaya tersebut seharusnya menjadi biaya eksternal bagi pihak pabrik gula yang ditanggung oleh petani. 7.2.2 Biaya Perbaikan Kualitas Lahan Luas lahan pertanian yang rusak di Desa Cepiring karena limbah cair akibat akitivitas pabrik gula sebesar 4 ha. Dalam mengatasi kerusakan tersebut, petani Desa Cepiring melakukan perbaikan kualitas tanah, agar kondisi lahan pertanian ke kondisi semula. Perbaikan kualitas tanah tersebut membutuhkan perlakuan berupa pemberian pupuk berupa pupuk urea, NPK, dan SP 36. Dosis pemakaian pupuk tersebut sebesar 500 kg untuk 1 ha lahan (Tabel 16).4 Tabel 16 Biaya perbaikan kesuburan lahan pertanian Desa Cepiring
Jenis pupuk
Kebutuhan pupuk (kg)/ha
Harga pupuk per kg (Rp)/ha
Biaya perbaikan (Rp)/ha
Urea
250 kg
1.800
450.000
NPK
150 kg
2.300
345.000
SP 36
100 kg
2.100
210.000
Total
500 kg
Sumber Keterangan 4
Total biaya perbaikan kesuburan lahan 4 ha (Rp)
4.020.000*
1.005.000
: Data primer diolah (2012) : * Rp/tahun 2012
Berdasarkan wawancara Ketua Gapoktan dan PPL Desa Cepiring. Tanggal 27 Maret 2013.
52 Berdasarkan perhitungan Tabel 16 maka biaya perbaikan kualitas kesuburan lahan pertanian yang ditanggun petani akibat pencemaran limbah cair pabrik gula adalah sebesar Rp 4.020.000 per tahun. Biaya ini merupakan biaya eksternal akibat limbah cair aktivitas pabrik gula yang ditanggung oleh petani. 7.3 Estimasi Total Biaya Eksternal Akibat Aktivitas Pabrik Gula Potensi kerugian dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat RW 04 Desa Cepiring dengan jumlah KK sebanyak 620 KK. Hal ini karena letak RW 04 berada di kawasan pabrik dan merupakan wilayah paling sering terkena dampak baik pencemaran air maupun udara. Berdasarkan estimasi setiap komponen dari biaya eksternal yang muncul akibat pencemaran limbah aktivitas pabrik gula, maka dapat diestimasi biaya eksternal dengan rincian pada tabel berikut. Tabel 17 Total biaya eksternal akibat pencemaran aktivitas pabrik Rata-rata (Rp/bulan/ KK)
Rata-rata (Rp/tahun /KK)
Populasi* (KK)
42.729 21.654 11.900 80.000 85.000
512.748 259.848 142.800 960.000 1.020.000
212 195 133 26 26
Total kerugian masyarakat rumah tangga
-
-
-
229.845.336
Kerugian di sektor pertanian a. Perubahan produksi padi/tahun b. Biaya perbaikan kualitas lahan/tahun
-
-
-
310.700.000
Total kerugian di sektor pertanian
-
Komponen biaya eksternal
No
1
2
Kerugian masyarakat rumah tangga a. Membeli air ledeng b. Membeli air dirigen c. Iritasi Mata d. Pernapasan e. Kulit
Sumber Keterangan
Total Biaya (Rp/tahun)
108.702.576 50.670.360 18.992.400 24.960.000 26.520.000
4.020.000 -
-
314.720.000
: Data primer diolah (2013) : *Populasi (KK), populasi yang dimaksud merupakan populasi proporsi (jumlah sampel yang terkena dampak dibagi dengan jumlah keseluruhan sampel (70 responden KK) dikali dengan populasi (620 KK))
53 Seperti yang telah dijelaskan bahwa biaya eksternal yang muncul akibat pencemaran aktivitas pabrik ditanggung oleh masyarakat rumah tangga dan sektor pertanian. Berdasarkan Tabel 17, total biaya eksternal di sektor pertanian lebih besar dibandingkan dengan total biaya eksternal rumah tangga, dengan rincian total biaya eksternal yang ditanggung masyarakat rumah tangga sebesar Rp 229.845.336 per tahun sedangkan total biaya ekternal kerugian di sektor pertanian yang ditanggung petani adalah sebesar Rp 314.720.000 per tahun. Hal tersebut diakibatkan limbah cair dari pabrik yang dibuang ke saluran air dalam keadaan panas. Saluran air tersebut secara langsung merupakan saluran irigasi yang dimanfaatkan petani, sehingga dampak tersebut langsung dirasakan oleh petani padi yang menyebabkan penurunan produksi.
54
VIII ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT KOMPENSASI 8.1 Analisis Kesediaan Responden Menerima Kompensasi Berdasarkan survei dari 70 responden, sebanyak 57,14 persen responden bersedia menerima dana kompensasi sebagai bentuk kompensasi. Sisanya sebesar 42,86 persen responden tidak bersedia menerima dana kompensasi (Gambar 11). Tidak bersedia 42,86%
Bersedia 57,14%
Gambar 11 Persentase kesediaan menerima dana kompensasi responden di Desa Cepiring Dana kompensasi yang bersedia diterima oleh responden sebagian besar akan digunakan untuk keperluan pembelian air bersih (31,48%), keperluan seharihari (22,22%), biaya kesehatan (18,52%), pemasangan instalasi PDAM (14,81%), dan perbaikan kualitas lingkungan (12,96%) (Gambar 12). Pemasangan instalasi PDAM 18,52% Keperluan sehari-hari 22,22%
Biaya kesehatan 14,81% Perbaikan kualitas lingkungan 12,96% Pembelian air bersih 31,48%
Gambar 12 Rencana alokasi penggunaan dana kompensasi responden Sebanyak 42,86 persen responden menyatakan tidak bersedia menerima dana kompensasi. Responden menyatakan alasan bahwa pemberian dana kompensasi tidak menyelesaikan masalah sebesar 40,63 persen. Sebanyak 34,38
55 persen berpendapat bahwa daripada pemberian dana kompensasi yang diberikan tiap KK, lebih diutamakan untuk kepentingan umum. Sebesar 25 persen responden berpendapat bahwa pihak pabrik lebih baik membenahi sistem pengelolaan limbah agar tidak mencemari lingkungan sekitar (Gambar 13).
25,00% 40,63%
Pemberian dana kompensasi tidak menyelesaikan masalah Lebih diutamakan untuk kepentingan umum Lebih baik membenahi sistem pengelolaan limbah
34,38%
Gambar 13 Sebaran alasan ketidakbersediaan responden menerima dana kompensasi Responden
mengharapkan
bentuk
kompensasi
berupa
perbaikan
infrastruktur (jalan, jembatan, rumah, dll), penyediaan alat penyaring berupa senderan yang berguna mencegah meresapnya air limbah ke air tanah yang dimanfaatkan warga, lowongan pekerjaan, dan pembangunan klinik kesehatan. Gambar 14 menjelaskan sebaran keinginan kompesasi yang diterima responden.
Lowongan pekerjaan 18,57% Penyediaan alat penyaring 25,71%
Perbaikan infrastruktur 50,00%
Pembangunan klinik kesehatan 5,71%
Gambar 14 Sebaran bentuk kompensasi selain dana
56 8.2 Analisis Besarnya Nilai Dana Kompensasi Responden Penelitian ini menggunakan teknik CVM dalam menganalisis besarnya nilai WTA responden yang merasakan eksternalitas negatif. Fauzi (2010) memaparkan bahwa teknik tersebut didasarkan pada asumsi hak kepemilikian, apabila individu yang ditanya tidak memiliki hak-hak atas barang dan jasa suatu SDA, maka WTP merupakan cara pengukuran yang relevan. Sebaliknya, jika individu yang ditanya memiliki hak atas SDA maka WTA merupakan cara pengukuran yang relevan. Berikut di bawah ini hasil pelaksanaan metode CVM: 1. Membangun pasar hipotetis Seluruh responden diberikan informasi bahwa pihak pabrik akan memberlakukan kebijakan pemberian dana kompensasi terhadap masyarakat di sekitar kawasan pabrik yang terkena eksternalitas negatif. Dana kompensasi tersebut merupakan cerminan dari besarnya nilai kerugian yang dirasakan dan kesedian menerima akibat penurunan kualitas lingkungan. 2. Memperoleh nilai WTA Nilai WTA diperoleh berdasarkan hasil wawancara terhadap responden dengan menggunakan kuesioner. Dengan metode bidding game, maka diperoleh besarnya nilai dana kompensasi yang bersedia diterima oleh responden. Berdasarkan perhitungan, rata-rata nilai WTA responden sebesar Rp 440.131.6 per bulan per KK. Hal ini karena banyak responden yang menginginkan dana kompensasi untuk keperluan pemasangan instalasi, biaya air bersih, dan biaya kesehatan. 3. Menghitung dugaan nilai rataan WTA Dugaan nilai rataan WTA responden dihitung berdasarkan data distribusi WTA responden. Nilai rata-rata WTA responden diperoleh sebesar Rp 440.131,6 per kepala keluarga per bulan. Nilai rata-rata tersebut dapat menjadi bahan pertimbangan perusahaan untuk memberlakukan kebijakan kompensasi terhadap masyarakat rumah tangga. Adapun distribusi nilai WTA responden disajikan pada Tabel 18.
57 Tabel 18 Distribusi WTA responden No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Nilai WTA (Rp/KK/bulan) 25.000 50.000 75.000 100.000 200.000 250.000 300.000 500.000 700.000 1.000.000 1.200.000 Total
Frekuensi (orang) 3 5 2 5 2 3 3 3 2 6 4 38
Frekuensi relatif 0,08 0,13 0,05 0,13 0,05 0,08 0,08 0,08 0,05 0,16 0,11 1
Mean WTA (Rp) 1.973,68 6.578,95 3.947,37 13.157,89 10.526,32 19.736,84 23.684,84 39.473,68 36.842,11 157.894,74 126.315,79 440.131,6
Jumlah WTA (Rp) 75.000 250.000 150.000 500.000 400.000 750.000 900.000 1.500.000 1.400.000 6.000.000 4.800.000 16.725.000
Sumber: Data primer diolah (2013)
4. Menduga bid curve Kurva lelang atau bid curve WTA responden dibentuk berdasarkan nilai WTA respoonden terhadap dana kompensasi yang diinginkan. Kurva tersebut mengilustrasikan hubungan tingkat WTA yang diinginkan (Rp/KK/bulan) dengan jumlah responden yang bersedia menerima pada tingkat WTA tersebut (orang). Hasil survei penelitian pada responden untuk nilai WTA yang bersedia diterima dapat dilihat pada Gambar 15. Nilai WTA per bulan (Rp/KK/bulan) 1500000 1000000 500000 0 0
10
20
30
40
Jumlah responden (orang)
Gambar 15 Dugaan kurva penawaran WTA 5. Menentukan total WTA Penentuan total WTA diperoleh dari penjumlahan data dimana penawaran rata-rata dikonversikan terhadap total populasi yang dimaksud. Berdasarkan perhitungan, nilai total WTA responden Desa Cepiring sebesar Rp 16.725.000 per bulan. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 18. Nilai tersebut dapat
58 dijadikan bahan pertimbangan oleh pihak pabrik gula dalam pengambilan keputusan dalam penyelesaian eksternalitas negatif. 6. Evaluasi pelaksanaan CVM Berdasarkan hasil analisis regresi berganda, diperoleh nilai R2 terkoreksi sebesar 47 %. Nilai 47 % memiliki arti bahwa keragaman nilai WTA mampu dijelaskan oleh faktor-faktor yang ada dalam model (ada tidaknya kerrugian pencemaran air tanah, ada tidaknya upaya, ada tidaknya kerugian akibat pencemaran udara, kualitas kebisingan, kualitas udara, jarak tempat tinggal, lama tinggal, jumlah tanggungan keluarga, pendapatan, pendidikan, dan usia responden) sebesar 47 %, sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain di luar model. (dapat dilihat pada Lampiran 1). Penelitian ini termasuk penelitian yang terkait dengan benda-benda lingkungan yang dapat mentolerir nilai R2 terkoreksi hingga 15 % menurut Mitchell dan Carson (1989) dalam Garrod and Willis (1999). Oleh karena itu, hasil pelaksanaan CVM dapat diyakini kebenaran dan keandalannya. 8.3 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Besarnya Nilai WTA Suatu keputusan seseorang untuk memberikan nilai terhadap suatu sumberdaya,
tentu
ada
sebab
(faktor)
yang
memengaruhi.
Selain
mempertimbangkan variabel-variabel yang tangible, faktor intangible seperti keadaan psikologis seseorang terkadang juga memengaruhi penilaian. Namun dalam hal ini aspek psikologis tidak diikutsertakan untuk menjelaskan faktorfaktor yang memengaruhi. Penelitian ini merupakan penelitian sosial dimana banyak faktor baik tangible maupun intangible yang dapat memengaruhi, untuk itu perlu adanya pendugaan variabel-variabel bebas berdasarkan literatur maupun keadaan lapang saat wawancara agar memudahkan penelitian. Dalam penelitian ini sebanyak enam variabel bebas yang digunakan untuk menjelaskan faktorfaktor apa yang memengaruhi besarnya nilai WTA yaitu pendidikan, jarak tempat tinggal, kualitas udara, kualitas kebisingan, ada atau tidaknya kerugian akibat pencemaran air tanah, serta belum atau sudah adanya upaya
mengatasi
pencemaran, sedangkan variabel tidak bebas (dependent) adalah nilai WTA responden. Penentuan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh nyata terhadap
59 besarnya nilai WTA menggunakan analisis regresi linier berganda melalui software statistik. Berikut hasil analisis nilai WTA responden disajikan pada Tabel 19. Tabel 19 Hasil analisis nilai WTA responden Variabel Bebas Constant
Sig
VIF
553503,497 0,346
Pendidikan (PNDK) Jarak Tempat Tinggal (JTT) Kualitas Udara (KU) Kualitas Kebisingan (KBS) Ada atau tidaknya kerugian akibat pencemaran air tanah (PCMA) Belum adanya upaya mengatasi pencemaran (UPY) R-Squares Adjusted R-Squares Sumber Keterangan
Koefisien
27684,729 900,168 -127194,730 -209989,328 576060,270
0,060*** 0,022** 0,275 0,088*** 0,000*
407686,584 0,003*
1,286 4,041 3,603 1,708 1,825 1,323
55,60% 47%
: Data primer (2013) :* nyata pada taraf α = 1% ** nyata pada taraf α = 5% *** nyata pada taraf α = 10%
Berdasarkan Tabel 19, model regresi berganda yang dihasilkan adalah sebagai berikut: WTA = 553503 + 27684 PNDK + 900 JTT - 127195 KU - 209989 KBS + 576060 PCMA + 407687 UPY Tabel 19 menunjukkan bahwa variabel-variabel bebas berpengaruh terhadap model. Analisis regresi berganda harus memenuhi empat asumsi klasik, untuk memenuhi asumsi tersebut, sebanyak 38 respoden yang bersedia menerima kompensasi digunakan dalam pengolahan data. Uji normalitas dilakukan dengan Uji Kolmogorov-Smirnov (lihat Lampiran 4). Nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,512 atau lebih besar dari taraf nyata 5%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa data residual menyebar normal. Pemeriksaan asumsi terkait masalah multikolinieritas dilihat dari nilai VIF, pada Tabel 19, masing-masing variabel bebas menunjukkan nilai VIF kurang dari 10, hasil tersebut mengindikasikan tidak adanya pelanggaran multikolinieritas (dapat dilihat juga pada Lampiran 7). Asumsi selanjutnya regresi berganda adalah tidak adanya autokorelasi. Uji autokorelasi menggunakan Uji Durbin-Watson.
60 Hasil menunjukkan bahwa nilai DW sebesar 1,854 (lihat Lampiran 6). Firdaus (2004) menyatakan bahwa nilai DW berada di antara 1,55 dan 2,46 menunjukkan tidak adanya autokorelasi. Karena nilai DW diantara selang tersebut, maka menunjukkan tidak ada autokorelasi. Pemeriksaan asumsi homoskedastisitas menggunakan Scatterplot. Grafik Scatterplot yang terlampir pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi. 1. Tingkat pendidikan Pendidikan (PNDK) memiliki nilai koefisien sebesar 27684 artinya apabila tingkat pendidikan naik satu satuan (satu tahun), maka nilai WTA akan naik sebesar Rp 27.684. Hal ini karena responden dengan pendidikan yang tinggi memiliki kecenderungan untuk memikirkan berapa nilai WTA yang tepat sesuai kerugian, hal ini berbeda dengan responden dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah dimana cenderung menentukan nilai WTA secara spontan. Tingkat pendidikan berpengaruh nyata terhadap nilai WTA pada taraf nyata 10% karena responden dengan tingkat pendidikan lebih tinggi merasa bahwa kerugian yang dialami cukup besar setelah melalui pertimbangan perhitungan, sehingga akan berdampak terhadap besarnya nilai WTA yang diinginkan akibat pencemaran. 2. Jarak tempat tinggal Jarak tempat tinggal dari pabrik (JTT) memiliki nilai koefisien 900 artinya apabila jarak tempat tinggal naik satu satuan (satu meter) maka nilai WTA akan naik sebesar Rp 900. Hasil tersebut tidak sesuai dugaan awal bahwa semakin dekat jarak tempat tinggal dengan pabrik maka besarnya WTA akan semakin besar, namun hasil ini berkebalikan. Hal tersebut disebabkan karena, responden dengan jarak >500 m, wilayahnya belum memperoleh kompensasi infrastruktur berupa senderan, sehingga mengharapkan besaran WTA semakin besar. Variabel ini berpengaruh nyata dengan nilai sig 0,022 dimana kurang dari taraf nyata 5%. 3. Kualitas udara Kualitas udara (KU) memiliki nilai koefisien -127195 , artinya apabila kualitas udara semakin baik maka besarnya nilai WTA yang diharapkan
61 responden akan menurun sebesar Rp 127.195. Variabel ini tidak berpengaruh nyata dengan nilai sig 0,275 lebih dari taraf nyata 10%. Hal ini karena kualitas udara yang melatarbelakangi responden cenderung sama, memiliki rata-rata dalam menilai kualitas udara kurang baik dan cukup baik, sehingga menyebabkan variabel kualitas udara tidak berpengaruh nyata. 4. Kualitas kebisingan Kualitas kebisingan (KBS) memiliki nilai koefisien sebesasr -209989, artinya apabila kualitas suara semakin mendekati tidak bising, maka nilai WTA yang diharapkan responden akan menurun sebesar Rp 209.989. Variabel ini berpengaruh nyata dengan nilai sig 0,088 kurang dari taraf nyata 10%. 5. Kerugian akibat pencemaran air tanah Ada atau tidaknya kerugian akibat pencemaran air tanah (PCMA) memiliki nilai sig sebesar 0,000 dan memiliki koefisien bertanda positif dengan nilai 576060, artinya beda rata-rata WTA responden yang mengalami kerugian (dummy bernilai 1) dibandingkan dengan tidak mengalami kerugian sebesar Rp 576.060. PCMA berpengaruh nyata terhadap nilai WTA karena responden yang merasa kerugian akibat pencemaran air tanah, sangat berdampak pada biaya tambahan yang mereka keluarkan untuk memperoleh air bersih, sehingga akan berdampak terhadap besarnya nilai WTA yang diinginkan. 6. Upaya mengatasi pencemaran Belum atau sudah adanya upaya mengatasi pencemaran akibat pencemaran air tanah (UPY) juga berpengaruh nyata dengan nilai sig sebesar 0,003 kurang dari taraf nyata 1% dan memiliki koefisien bertanda positif dengan nilai 407687. Hal ini mengartikan bahwa beda rata-rata WTA responden yang belum melakukan upaya mengatasi pencemaran (dummy bernilai 1) dibandingkan dengan responden yang sudah melakukan upaya sebesar Rp 407.687. UPY berpengaruh nyata terhadap nilai WTA karena responden yang belum mengatasi pencemaran memerlukan biaya tinggi untuk mengatasi pencemaran terutama pencemaran air tanah, kendala mereka adalah dana, sehingga nilai WTA yang diinginkan akan semakin besar.
62
IX SIMPULAN DAN SARAN 9.1 Simpulan 1. Eksternalitas negatif yang muncul akibat aktivitas pabrik gula di Desa Cepiring Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal dirasakan oleh seluruh responden. Eksternalitas negatif yang paling dirasakan oleh responden antara lain pencemaran air tanah, pencemaran udara, dan kehilangan keanekaragaman hayati. Sedangkan kebisingan akibat aktivitas pabrik dinilai sebagian besar responden sedikit bising. Dari sebanyak 70 responden, 46 responden merasakan kerugian akibat tercemarnya air tanah, sehingga ada biaya tambahan dikeluarkan oleh responden rumah tangga. Selain itu sebanyak 21 responden merasakan
kerugian
berupa
keluhan
sakit
akibat
pencemaran
yang
menyebabkan pula adanya biaya tambahan yang dikeluarkan. 2. Rata-rata biaya ekternal setiap rumah tangga per bulan adalah Rp 64.721. Total biaya eksternal yang ditanggung masyarakat rumah tangga RW 04 Desa Cepiring akibat aktivitas pabrik adalah sebesar Rp 229.845.336 per tahun. Sedangkan dalam sektor pertanian total biaya eksternal sebesar Rp 314.720.000 per tahun. 3. Nilai rata-rata WTA responden sebesar Rp 440.132 tiap KK per bulan. Faktorfaktor yang berpengaruh nyata pada besarnya nilai WTA responden secara positif yaitu tingkat pendidikan, jarak tempat tinggal, responden yang merasa dirugikan akibat pencemaran air tanah dan responden yang belum melakukan upaya mengatasi pencemaran. Sedangkan faktor yang berpengaruh nyata secara negatif yaitu tingkat kebisingan. 9.2 Saran 1. Pihak Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Kendal disarankan segera melakukan uji kualitas air limbah setelah ada di saluran air warga dan uji kualitas air tanah, karena sebagian besar masyarakat membutuhkan kejelasan apakah kualitas air tanah (sumur) di Desa Cepiring layak untuk dikonsumsi atau tidak, setelah hal tersebut dilakukan perlu adanya sosialisasi ke masyarakat.
63 2. Pihak pabrik seharusnya lebih bertanggung jawab dalam mengatasi pencemaran air dan udara, terutama pencemaran air, tidak hanya sekadar program CSR yang dilakukan yang dirasa kurang tepat sasaran, namun perlu adanya pertimbangan pemberian kompensasi kerugian masyarakat dengan memfasilitasi perbaikan infrastruktur berupa pendirian senderan saluran air irigasi dan pemasangan instalasi air bersih PDAM. Selain itu perlu adanya pembenahan sistem dan teknologi pengelolaan limbah cair melalui pembenahan IPAL yang optimal sehingga air limbah jika dibuang ke saluran air tidak mencemari hasil produksi pertanian dan sumur warga. Sedangkan terkait pengelolaan limbah gas, sebaiknya cerobong asap lebih ditinggikan sehingga meminimalisir tingkat pencemaran udara di lokasi penelitian. 3. Karena penelitan ini menggunakan data sampel dari hasil survei, sebaiknya agar mendapatkan akurasi biaya eksternal lebih tepat, penelitian selanjutnya sebaiknya melalui hasil sensus kepada warga yang merasa dirugikan, tidak hanya di desa Cepiring, namun desa yang terkena dampak juga. Selain itu untuk penelitan selanjutnya sebaiknya melakukan penelitian mengenai analisis Willingness to Pay pihak perusahaan, sehingga dapat diperoleh surplus produsen yang diterima masyarakat dan surplus konsumen yang diperoleh perusahaan.
64
DAFTAR PUSTAKA [BLH] Badan Lingkungan Hidup Kota Semarang. 2012. Laporan Hasil Pengujian. Semarang (ID): Badan Lingkungan Hidup Kota Semarang. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Kendal. 2011. Kecamatan Cepiring dalam Angka. Kendal (ID): BPS Kabupaten Kendal. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Kendal. 2011. Kendal dalam Angka dalam Angka. Kendal (ID): BPS Kabupaten Kendal. Balai Pelatihan dan Pengujian Keselamatan Kerja dan Hiperkes. 2012. Laporan Hasil Uji. Semarang (ID): Laboratorium Pengujian BPKKH Provinsi Jateng Dhewanti L, Apriani AT, Gustami, Sarassetiawaty S, Alfian M, dan Nurbaningsih L. 2007. Panduan Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Jakarta (ID): Kementerian Lingkungan Hidup Fauzi A. 2010. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Firdaus M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Garrod dan Willis. 1999. Economic Valuation of the Environment : Methods and Case Studies. (UK): Edward Elger Publishing Limited. Gujarati DN. 2003. Dasar-Dasar Ekonometrika Ed ke-3. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Basic Economics 3rd ed. Handayani NI. 2012. Kajian Baku Mutu Air Limbah Industri Gula sebagai Instrumen Pengendalian Pencemaran di Jawa Tengah.[tesis]. Semarang (ID). Universitas Diponegoro. Hanley N dan Spash, C.L. 1993. Cost-Benefit Analysis and Environmental. (UK): Edward Elger Publishing Limited. Hufscmidt, MM et.al. 1987. Lingkungan Sistem Alami dan Pembangunan : Pedoman Penilaian Ekonomis. Yogyakarta (ID): Gajahmada University Press. Terjemahan dari Alih Bahasa : Reksohadiprojo, S. Ismail, Nuva, dan Pekasa. Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi dan Willingness to Pay Masyarakat Akibat Pencemaran Air Tanah. IPB [Internet]. [2013 Mei 23]. Tersedia pada: http://www.repository.ipb.ac.id. Juanda B. 2009. Ekonometrika: Permodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Press. [KLH] Kementerian Lingkungan Hidup. 2012. Daftar Peraturan Perundangundangan di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Sampah. Jakarta (ID): Biro Hukum dan Humas KLH. Kristanto P. 2004. Ekologi Industri.Yogyakarta (ID): Andi Offset. Linsley RK dan Franzini. 1986. Teknik Sumberdaya Air. Jakarta (ID): Erlangga. Penerjemah Ir. Djoko Sasongko, M.Sc. Metcalf & Eddy. 1991. Wastewater Engineering : Treatment, Disposal and Reuse.3rd Edition. New York (US): New McGraw-Hill Inc. Nazir M. 1999. Metode Penelitian. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia Peraturan Daerah Provisnsi Jawa Tengah Nomor 5 tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 10 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Limbah Industri Gula.
65 Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah nomor 10 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Limbah. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah Industri Gula. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Industri Gula. Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Prasetyo B dan Jannah. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif: teori dan aplikasi. Jakarta (ID): Rajagrafindo Persada. Purnama RR. 2012. Estimasi Nilai Kerugian dan Willingness to Accept Masyarakat Akibat Pencemaran Air Tanah di Sekitar Kawasan Industri. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Shaffitri LR. 2011. Intenalisasi Biaya Ekternal Pengolahan Limbah Tahu. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sianturi TN. 2012. Eksternalitas Negatif dari Pencemaran Sungai MusiPalembang terhadap Masyarakat Akibat Kegiatan Industri. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Spash CL. 2008. The Contingent Valuation Method: Restrospect And Prospect. CSIRO [Internet]. [2013 Mei 8]. Tersedia pada: http://www.csiro.au/~/media/CSIROau/Divisions/CSIRO%20Sustainable%20E cosystems/SEEDPaper14_CSE_publication%20Standard.pdf. Suparmoko. 2007. Ekonomi Lingkungan Edisi Ke-1. Yogyakarta (ID): BPFEYogyakarta. Tanrivermis H. 1998. Willingness to Pay (WTP) and Willingness to Accept (WTA) Measures In Turkey: May WTP and WTA Be Indicators to Share The Environmental Damage Burdes: A Case Study. SESRTCIC [Internet]. [2013 Mei 8]; 3 (1998): 67-93. Tersedia pada: http://www.sesrtcic.org/files/article/79.pdf. Tietenberg dan Lewis. 2010. Environmental Economics Policy. (US): Addison Wesley. Walpole RE. 1982. Pengantar Statistika Edisi Ke-3. Jakarta (ID): Gramedia. Terjemahan dari: Introduction to Statistic. Wardhana W. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta (ID): Andi Offset. Yuliandari P. 2008. Kajian Penerapan Produksi Bersih Di Stasiun Gilingan Pada Proses Produksi Gula. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
66 Lampiran 1. Peta Lokasi dan Gambar Lokasi
Sumber
: http://desnantara-tamasya.blogspot.com/2011/10/peta-kecamatankecamatan-di-kabupaten.html. diakses tanggal 17 Mei 2013
Sumber
:http://wikimapia.org/4143277/Cepiring-Timur. diakses tanggal 17 Mei 2013
67 Lampiran 2.
Kuesioner Penelitian
Kuesioner Untuk Masyarakat Sekitar
No/Tanggal
:
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN Jl. Kamper Wing 5 Level 5 Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680 KUISIONER PENELITIAN Kuesioner ini digunakan untuk penelitian Estimasi Biaya Eksternal dan Willingness to Accept Akibat Pencemaran di Sekitar Kawasan Pabrik Gula Cepiring, Kendal oleh Luthfi Adhitya, mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Saya mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/I untuk mengisi kuesioner ini dengan teliti dan lengkap sehingga dapat menjadi data yang objektif. Saya akan menjaga kerahasiaan pendapat Bapak/Ibu/Saudara/i. Atas kesediaanya Saya ucapkan terimakasih. A. Karakteristik Responden 1. Nama responden : …………………………….. 2. Nomor telepon/HP : …………………………….. 3. Alamat : 4. Usia : ……tahun 5. Jenis kelamin : [ ] Laki-laki [ ] Perempuan 6. Status pernikahan : [ ] Belum Menikah [ ] Menikah 7. Pendidikan formal terakhir : [ ] Tidak Sekolah [ ] SD Kelas [1] [2] [3] [4] [5] [6] [ ] SMP/Sederajat Kelas [1] [2] [3] [ ] SMA/Sederajat Kelas [1] [2] [3] [ ] Perguruan Tinggi [Diploma] [Sarjana] [Magister] 8. Pekerjaan : [ ] PNS [ ] TNI/POLRI [ ] Petani [ ] Lainnya:……….. [ ] Buruh [ ] Pegawai Swasta [ ] Wirausaha 9. Jumlah pendapatan per bulan : ………………… a) Rp 500.000-750000 c) Rp 1.000.001-1.500.000 b) Rp 750.001-1000000 d) >Rp 1.500.001 10. Jarak rumah dengan pabrik :………………..meter 11. Lama tinggal :………………..tahun 12. Kependudukan : [ ] Penduduk asli [ ] Pendatang, alasan : 13. Status kepemilikan rumah : [ ] Milik sendiri [ ] Sewa 14. Jumlah tanggungan keluarga :.............................orang 15. Luas tanah :…………..m2 16. Luas bangunan :…………..m2 17. Jenis bangunan : [ ] Permanen [ ] Semi permanen 18. Harga tanah :Rp………………………………./m2
68 19. Apakah Anda pernah menerima kompensasi/fasilitas/produk/biaya kesehatan dari pabrik? [ ] Pernah [ ] Tidak Pernah Jika Pernah dalam bentuk apa?..............................
B. Persepsi Masyarakat Pilihlah jawaban dengan cara memberi tanda silang (X) dan isilah titik-titik jika perlu! 1. Apakah Anda mengetahui aktivitas pabrik gula? a) Ya, alasan: [ ] Menggiling tebu dan memproduksi gula [ ] Menggiling tebu, mengolah gula setengah jadi, dan memproduksi gula [ ] Mengolah limbah [ ] Lainnya : ………………………. b) Tidak 2. Apakah Anda mengetahui ada buangan/sisa aktivitas pabrik? a) Ya, alasan: [ ] Merasakan dampaknya [ ] Tidak merasakan, tapi mengetahui sendiri [ ] Tidak merasakan, tapi tahu dari orang lain atau informasi [ ] Lainnya :………………………... b) Tidak 3. Perubahan apa yang paling Anda rasakan akibat adanya kegiatan pabrik gula? (jawaban boleh lebih dari satu) a) Kehilangan keanekaragaman hayati (hilangnya pepohonan/tanaman) b) Mengurangi keindahan (pemandangan) c) Pencemaran udara dan debu d) Kebisingan suara e) Perubahan kualitas dan jumlah air tanah (kotor, berbau, berasa) f) Lainnya :………………………………… 4. Jika merasakan adanya kegiatan pabrik gula, apakah Anda merasa terganggu? a) Ya b) Tidak 5. Bagaimana kualitas udara di sekitar rumah Anda? Pilihan Keterangan a) Tidak Baik berdebu, panas, menyesakkan saat bernafas. b) Kurang Baik berdebu, tidak panas, menyesakkan saat bernafas. c) Cukup Baik berdebu, tidak panas, dan segar saat bernafas. d) Baik: tidak berdebu, panas, dan segar saat bernafas. e) Sangat Baik tidak berdebu, tidak panas, dan segar saat bernafas 6. Adakah faktor lain yang menyebabkan kualitas udara di sekitar rumah Anda seperti di atas ? a) Tidak b) Ada : [ ] transportasi [ ] aktivitas rumah tangga [ ] aktivitas industri lain [ ] lainnya :………………… 7. Bagaimana kebisingan dan getaran dari kegiatan pabrik dalam kehidupan keseharian Anda? Pilihan Keterangan a) Tidak Bising tidak mengganggu pendengaran, aktivitas dan jam istirahat b) Sedikit Bising tidak mengganggu pendengaran, dan jam istirahat c) Cukup Bising mengganggu aktivitas dan jam istirahat d) Bising mengganggu pendengaran dan jam istirahat e) Sangat Bising mengganggu pendengaran, aktivitas dan jam istirahat
69 Pertanyaan nomor 8 sampai 11 untuk warga yang dulu pernah dan sekarang masih memanfaatkan air tanah (sumur), jika tidak lanjut ke nomor 12. 8. Apakah dulu atau sekarang Anda memanfaatkan air dari tanah (sumur)? a. Ya, untuk apa? (jawaban boleh lebih dari 1) [ ] Mandi dan kakus [ ] Cuci [ ] Memasak dan minum [ ] Pertanian [ ] Lainnya:………… Volume air tanah (sumur) rata-rata yang digunakan per hari:………liter 9. Bagaimana kondisi air tanah (sumur) sebelum pabrik gula berproduksi kembali dan setelah pabrik gula berproduksi kembali milik Anda? Pilih SEBELUM a Sangat tercemar Air kotor (keruh), berbau, memiliki rasa b Tercemar Air kotor (keruh), tidak berbau, memiliki rasa c d
Cukup tercemar Sedikit tercemar
e
Tidak tercemar
Air kotor (keruh), tidak berbau, tidak memiliki rasa Air jernih, tidak berbau, tidak memiliki rasa namun tidak dapat diminum Air jernih, tidak berbau, tidak memiliki dan masih bisa diminum
Pilih a b
Sangat tercemar Tercemar
SESUDAH Air kotor (keruh), berbau, memiliki rasa Air kotor (keruh), tidak berbau, memiliki rasa
c d
Cukup tercemar Sedikit tercemar
e
Tidak tercemar
Air kotor (keruh), tidak berbau, tidak memiliki rasa Air jernih, tidak berbau, tidak memiliki rasa namun tidak dapat diminum Air jernih, tidak berbau, tidak memiliki dan masih bisa diminum
10. Jika air tanah (sumur) Anda tercemar, Apakah anda mengeluarkan biaya tambahan untuk memperoleh air bersih setiap bulannya? a) Ya, silahkan diisi Keperluan (dicontreng) Sumber Air Volume Biaya MCK Konsumsi (minum+masak) PDAM ………m3/bulan Rp……………/bulan Air Galon ….galon/minggu 1 galon = Rp………… b) Tidak 11. Menurut Anda, apakah ada faktor lain yang menyebabkan air tanah (sumur) Anda tercemar? a) Tidak b) Ya, [ ] limbah industri lain (industri tahu,pandai besi, dll) [ ] aktivitas rumah tangga [ ] Lainnya:……………………………. 12. Kerugian apa yang Anda rasakan dari pencemaran kegiatan pabrik? (jawaban boleh lebih dari 1) a) Penurunan tingkat kesehatan b) Kenyamanan terganggu c) Peningkatan biaya pengeluaran untuk pembelian air bersih d) Penurunan tingkat pendapatan e) Lainnya :………………………………………… 13. Bagaimana kenyamanan di tempat tinggal Anda seiring berjalannya kegiatan pabrik gula? a) Sangat tidak nyaman d) Nyaman b) Tidak nyaman e) Sangat nyaman c) Biasa saja
70 14. Jenis penyakit apa yang sering saudara dan keluarga alami? (pilih salah satu) a) Kulit/Gatal-gatal b) Diare c) Lambung d) Influenza e) ISPA/TBC f) Lainnya :……………………………………… 15. Berapa kali rata-rata Anda sakit atau pergi ke rumah sakit/puskesmas dalam sebulan? a) Tidak pernah d) 4 kali b) ≤ 2 kali e) ≥ 5 kali c) 3 kali 16. Adakah biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh Anda? a) Ya, sebesar : Rp………………………../bulan/kk b) Tidak ada 17. Apakah Anda mengetahui bahwa pabrik gula PT IGN memiliki pengelolaan limbah? a) Tahu, darimana?............... b) Tidak tahu 18. Bagaimana penilaian Anda mengenai pengelolaan limbah pabrik gula PT IGN sejauh ini? Pilihan Keterangan a) Sangat Baik Anda tidak merasakan dampak sama sekali begitu pun lingkungan sekitar b) Baik Anda dan lingkungan sekitar tidak merasakan dampak c) Cukup Baik Anda dan lingkungan hanya sedikit merasakan dampak d) Kurang Baik Anda dan lingkungan cukup merasakan dampak e) Belum baik Anda dan lingkungan sekitar sangat merasakan dampak C. Informasi Kesediaan Menerima Kompensasi SKENARIO Pabrik gula telah memiliki pengelolaan limbah cair dengan berjalannya IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah), limbah gas, maupun limbah padat, namun melihat kondisi yang ada, masih adanya limbah yang memberikan dampak ke masyarakat sekitar. Kondisi tersebut membuat pihak pabrik akan memberlakukan kebijakan berupa pemberian dana kompensasi terhadap masyarakat di sekitar kawasan pabrik yang merasakan kerugian. 1.
Apakah anda setuju jika suatu kegiatan pabrik merugikan masyarakat sekitar? a) Ya, alasan : [ ] Mencemari lingkungan [ ] Merasakan dampak limbah [ ] Lainnya :………………………………………. b) Tidak, alasan : [ ] Peningkatan kesejahteraan (lapangan pekerjaan) [ ] Peningkatan infrastruktur [ ] Lainnya : ………………………………………
2.
Apakah anda bersedia menerima apapun kompensasi/fasilitas yang diberikan oleh pabrik akibat kerugian yang dirasakan? a) Ya b) Tidak, alasan: [ ] Kerusakan lingkungan tidak dapat dibayar [ ] Kerugian yang dirasakan sulit diuangkan [ ] Lainnya : …………………………………..
71 3.
Kompensasi apa yang Anda harapkan dari pabrik sebagai ganti rugi terhadap dampak yang ditimbulkan? [ ] Perbaikan infrastruktur ( Jalan, Jembatan, Listrik, dll) [ ] Pembangunan klinik kesehatan [ ] Penyediaan alat penyaring atau senderan [ ] Dana kompensasi [ ] Lainnya : ………………………………….
4.
Jika pabrik akan memberikan kompensasi berupa dana (uang) kepada Anda per bulannya tiap kepala keluarga, berapakah minimal besarnya dana kompensasi yang bersedia Anda terima ? a) Bersedia [ ] 1.200.000 [ ] 800.000 [ ] 500.000 [ ] 250.000 [ ] 100.000 [ ] 1.000.000 [ ] 700.000 [ ] 400.000 [ ] 200.000 [ ] 75.000 [ ] 900.000 [ ] 600.000 [ ] 300.000 [ ] 150.000 [ ] 50.000 [ ] 25.000 b) Tidak Bersedia
5.
Mengapa Anda bersedia/tidak menerima dana kompensasi sebesar yang Anda pilih? Apa alasannya? Jika Tidak Bersedia: [ ] Pemberian dana kompensasi tidak menyelesaikan masalah pencemaran [ ] Lebih diutamakan untuk kepentingan umum/masyarakat [ ] Lebih baik membenahi sistem pengolahan limbah agar tidak mencemari [ ] Lainnya :…………………… Jika Bersedia : [ ] Pengeluaran biaya berobat [ ] Perbaikan kualitas lingkungan [ ] Keperluan pembelian air bersih [ ] Keperluan sehari-hari [ ] Lainnya :………………
D. Harapan dan Saran Apa harapan dan saran Anda untuk pihak pengelola? ………………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………....
TTD
(
)
72 Lampiran 3.
Model Regresi b
Model Summary
Model
R
1
.746
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.556
.470
Durbin-Watson
3.03427E5
1.854
a. Predictors: (Constant), UPY, KU, PNDK, KBS, PCMA, JTT b. Dependent Variable: WTA b
ANOVA Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
3.571E12
6
5.952E11
Residual
2.854E12
31
9.207E10
Total
6.425E12
37
F 6.465
Sig. .000
a
a. Predictors: (Constant), UPY, KU, PNDK, KBS, PCMA, JTT b. Dependent Variable: WTA
Uji-F Hipotesis H0
: model tidak signifikan
H1
: model signifikan
Nilai-p (0.000) < α 5 % berarti tolak H0, sehingga dapat disimpulkan bahwa model signifikan
73
Coefficients
Model 1 (Constant)
a
Unstandardized
Standardized
Collinearity
Coefficients
Coefficients
Statistics
B
Std. Error
553503.497
578193.583
27683.729
14183.461
900.168
372.725
KU
-127194.730
KBS
Beta
T
Sig.
Tolerance
VIF
.957
.346
.265
1.952
.060***
.778
1.286
.581
2.415
.022**
.247
4.041
114346.151
-.253 -1.112
.275
.278
3.603
-209989.328
119142.836
-.276 -1.763
.088***
.585
1.708
PCMA
576060.270
143040.888
.651
4.027
.000*
.548
1.825
UPY
407686.584
124851.050
.450
3.265
.003*
.756
1.323
PNDK JTT
a. Dependent Variable: WTA
Uji-t Hipotesis H0
: β = 0 (X tidak berpengaruh nyata terhadap Y)
H1
: β ≠ 0 (X berpengaruh nyata terhadap Y)
-Nilai-p (0.060) < α=10% artinya tolak Ho, sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan (PNDK) berpengaruh nyata terhadap besar WTA pada taraf nyata 10 % -Nilai-p (0.022) < α=5 % artinya tolak H0, sehingga dapat disimpulkan bahwa jarak tempat tinggal (JTT) berpengaruh nyata terhadap besar WTA pada taraf nyata 5 % -Nilai-p (0.088) < α=10% artinya tolak H0, sehingga dapat disimpulkan bahwa kualitas suara bising (KBS) berpengaruh nyata terhadap besar WTA pada taraf nyata 10 % -Nilai-p (0.000) < α=1% artinya tolak H0, sehingga dapat disimpulkan bahwa adanya kerugian pencemaran air tanah (PCMA) berpengaruh nyata terhadap besar WTA pada taraf nyata 1 % -Nilai-p (0.003) < α=5% artinya tolak Ho, sehingga dapat disimpulkan bahwa belum adanya upaya mengatasi pencemaran (UPY) berpengaruh nyata terhadap besar WTA pada taraf nyata 5 %
74 Lampiran 4.
Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual
N Normal Parameters
38 a
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
.0000000 2.77737228E5
Absolute
.133
Positive
.133
Negative
-.067
Kolmogorov-Smirnov Z
.820
Asymp. Sig. (2-tailed)
.512
a. Test distribution is Normal.
Uji Kolmogorov-Smirnov. Hipotesis: H0
: data residual berdistribusi normal
H1
: data residual tidak berdistribusi normal
Asymp. Sig (2-tailed) sebesar (0.512) > taraf nyata 0.05 , artinya data residual menyebar normal pada taraf nyata 5 %
75 Lampiran 5.
Uji Heteroskedastisitas
Berdasarkan grafik scatterplot (Y=SRESID dan X=ZPRED) terlihat bahwa titiktitik menyebar secara acak serta tersebar di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan tidak adanya pelanggaran heteroskedastisitas pada model regresi
76 Lampiran 6.
Uji Autokorelasi b
Model Summary
Model
R
1
.746
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.556
.470
Durbin-Watson
3.03427E5
1.854
a. Predictors: (Constant), UPY, KU, PNDK, KBS, PCMA, JTT b. Dependent Variable: WTA
Deteksi autokorelasi yang digunakan berdasarkan pustaka Firdaus (2004) yang menyatakan bahwa nilai statistik DW berada diantara 1,55 dan 2,46. Karena nilai DW sebesar 1,854 diantara nilai 1,55 dan 2,46, maka dapat disimpulkan tidak adanya pelanggaran autokorelasi. Lampiran 7.
Uji Multikolinieritas Coefficients
Model 1(Constant)
a
Unstandardized
Standardized
Collinearity
Coefficients
Coefficients
Statistics
B
Std. Error
553503.497
578193.583
27683.729
14183.461
900.168
KU KBS
Beta
t
Sig.
Tolerance
VIF
.957
.346
.265
1.952
.060***
.778
1.286
372.725
.581
2.415
.022**
.247
4.041
-127194.730
114346.151
-.253
-1.112
.275
.278
3.603
-209989.328
119142.836
-.276
-1.763
.088***
.585
1.708
PCMA
576060.270
143040.888
.651
4.027
.000*
.548
1.825
UPY
407686.584
124851.050
.450
3.265
.003**
.756
1.323
PNDK JTT
a. Dependent Variable: WTA
Hasil perhitungan tolerance menunjukkan tidak ada variabel X (independen) yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0.10, artinya tidak ada korelasi antar peubah yang melebihi 95 %. Hasil perhitungan VIF juga menunjukkan tidak ada satu pun variabel X yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Maka dapat disimpulkan model regresi tidak terjadi masalah multikolinearitas.
77 Lampiran 8.
Dokumentasi Penelitian
Pabrik
IPAL pabrik
Saluran air warga
Sumur warga
78
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kendal, Jawa Tengah pada tanggal 21 Januari 1991. Penulis merupakan putra ketiga dari empat bersaudara pasangan Drs. Bambang Iriyanto dan Nina Nur Kania Susilawati, SH. Penulis memulai pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri 3 Cepiring, lulus pada tahun 2003. Setelah itu melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kendal, lulus pada tahun 2006. Kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kendal dan lulus tahun 2009. Pada tahun yang sama, penulis tercatat sebagai mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi baik di dalam kampus maupun di luar kampus. Tercatat penulis pernah menjadi anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) Kabinet Sinergi tahun 2011, anggota Himpunan Profesi (HIMPRO) Resource and Environmental Economics Student Association (RESSA) Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan tahun 2010 sampai sekarang, anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) International Association of students in Agricultural and related Sciences (IAAS) tahun 2009-sekarang dan tercatat pernah menjadi Ketua Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Forum Komunikasi Bahurekso Kendal pada tahun 2011-2013. Selain itu penulis tercatat pernah menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Ekonomi Umum pada tahun 2011 dan aktif di berbagai kepanitiaan kegiatan mahasiswa dan peserta berbagai kegiatan seminar terkait bidang ilmu maupun di luar bidang ilmu penulis.