i
ESTIMASI NILAI KERUGIAN EKONOMI MASYARAKAT AKIBAT PENCEMARAN DI SEKITAR KAWASAN INDUSTRI BAJA (Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon)
RAYYAN FIRDAUS
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Masyarakat Akibat Pencemaran di Sekitar Kawasan Industri Baja (Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2015
Rayyan Firdaus H44110063
iv
v
ABSTRAK
RAYYAN FIRDAUS. Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Masyarakat Akibat Pencemaran di Sekitar Kawasan Industri Baja (Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon). Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI. Industri baja telah berkembang pesat di Indonesia salah satunya di Kelurahan Tegal Ratu. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi eksternalitas positif dan negatif yang dirasakan masyarakat akibat aktivitas industri baja menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif, mengestimasi nilai kerugian ekonomi yang ditanggung oleh masyarakat menggunakan metode cost of illness dan loss of earnings, mengestimasi nilai dana kompensasi yang bersedia diterima oleh masyarakat menggunakan Contingent Valuation Method (CVM), dan mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi besarnya kesediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi menggunakan analisis regresi linier berganda. Eksternalitas dirasakan oleh responden di RW 01 dan RW 06 Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan. Hasil yang diperoleh yaitu eksternalitas positif yang terjadi yaitu peningkatan lapangan pekerjaan dan peningkatan usaha mikro. Eksternalitas negatif yang terjadi yaitu pencemaran udara dan debu, kebisingan, serta terganggunya kenyamanan. Rata-rata kerugian setiap rumah tangga akibat pencemaran oleh industri baja yaitu sebesar Rp217 767.48/rumah tangga/tahun. Nilai dugaan rata-rata Willingness to Accept (WTA) responden yaitu sebesar Rp515 769.24/rumah tangga/tahun. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata pada besarnya nilai WTA responden adalah usia, tingkat pendidikan, jarak tempat tinggal ke industri, dan dummy udara menyesakkan. Kata kunci : eksternalitas, industri baja, kerugian ekonomi, pencemaran udara, Willingness to Accept (WTA)
vi
ABSTRACT
RAYYAN FIRDAUS. Value Estimation of Public Loss Caused by Pollution in Steel Industry Area (Tegal Ratu Village, Ciwandan Sub district, Cilegon City). Supervised by EKA INTAN KUMALA PUTRI. The steel industry has been growing rapidly in Indonesia, one of them in the Tegal Ratu Village. The objectives of this study are to identify positive externalities and negative externalities which felt by society from activity of the steel industry using qualitative descriptive analysis, estimate the value of economic losses acquired by the society using the cost of illness and loss of earnings, estimate the value of the compensation received by the society using Contingent Valuation Method (CVM), and identify factors that affect value of the compensation society's using multiple linear regression analysis. Externalities felt by respondents of RW 01 and RW 06 Tegal Ratu Village, Ciwandan Sub district. The results of this study showed positive externalities that happen are an increasing the number of employment and improvement of micro enterprises. Negative externalities which happened are air pollution, dust, noise, and uncomfortable. The average loss per household due to pollution caused by the steel industry was amounted to IDR217 767.48 /household/year. The estimated average value Willingness to Accept (WTA) of respondents in the amount of IDR515 769.24/household/year. Factors that has real effect on the value of the WTA respondents are age, education level, residence distance to the industry, and dummy of tighten air. Keywords: externalities, the steel industry, economic losses, air pollution Willingness to Accept (WTA)
vii
ESTIMASI NILAI KERUGIAN EKONOMI MASYARAKAT AKIBAT PENCEMARAN DI SEKITAR KAWASAN INDUSTRI BAJA (Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon)
RAYYAN FIRDAUS
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
viii
ix
x
xi
PRAKATA Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak. Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1.
Kedua orang tua (Bapak: Agus Achsanu dan Ibu: almarhumah Rela Widiastuti/Durotul Komariah), Adik (Shella, Salma, Abil, Eshan) dan segenap keluarga besar di Cilegon, Serang, dan Sukabumi atas segala dukungan, doa, dan kasih sayang yang diberikan.
2.
Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, M.S selaku dosen pembimbing atas bimbingan, bantuan, dan waktu yang telah diberikan.
3.
Dr. Ir. Achyar Ismail, M.Agr selaku penguji utama dan Asti Istiqomah, S.P, M.S selaku penguji wakil departemen yang telah memberikan berbagai masukan dan saran yang berguna bagi penulis.
4.
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, M.A selaku dosen pembimbing akademik selama penulis menjalani masa perkuliahan.
5.
BLH, Dinas Kesehatan, dan BPS Kota Cilegon, Puskesmas Ciwandan, Bapak Lurah Tegal Ratu yang telah membantu selama pengumpulan data.
6.
Ketua RT dan Ketua RW serta masyarakat Kelurahan Tegal Ratu yang telah meluangkan waktu dalam memberikan data-data terkait dalam skripsi ini.
7.
Staf, dosen, mahasiswa dan seluruh civitas akademika Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajeman IPB atas ilmu, arahan dan motivasi yang telah diberikan selama masa perkuliahan.
8.
Rekan satu bimbingan (Kiki, Rinda, Eva, Aisha, Vidia, Panji, dan Farda).
9.
Rekan Cilegooners (Ryan, Panji, Diah, Pipit, Try, Ferid, Rahma).
10.
BPH ESL 48 (Aji, Deanty, Eva, Sefi, Didah, Wildan).
11.
Rekan-rekan keluarga besar ESL 48 yang sangat luar biasa. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, sehingga kritik
dan saran yang membangun sangat diharapkan. Penulis juga memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat menghasilkan laporan yang bermanfaat bagi banyak pihak.
xii
xiii
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL xiv DAFTAR GAMBAR xv DAFTAR LAMPIRAN xv I. PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Perumusan Masalah 3 1.3 Tujuan Penelitian 9 1.4 Manfaat Penelitian 9 1.5 Ruang Lingkup Penelitian 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 11 2.1 Eksternalitas 11 2.2 Industri Baja 14 2.4 Pencemaran Udara 15 2.5 Dampak Pencemaran oleh Industri Baja 16 2.6 Contingent Valuation Method (CVM) 18 2.7 Analisis Willingness to Accept (WTA) 19 2.8 Pendekatan Modal Manusia (Human Capital Approach) 21 2.9 Model Regresi Linier Berganda 21 2.10 Penelitian Terdahulu 22 III KERANGKA PEMIKIRAN 25 IV METODE PENELITIAN 27 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 27 4.2 Jenis dan Sumber Data 27 4.3 Metode Pengambilan Contoh 28 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data 28 4.4.1 Identifikasi Eksternalitas Positif dan Negatif yang Dirasakan Responden Akibat Aktivitas Industri Baja 29 4.4.2 Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Akibat Pencemaran 30 4.4.3 Analisis Nilai Willingness to Accept (WTA) Masyarakat Terhadap Pencemaran Akibat Aktivitas Industri Baja 31 4.4.4 Analisis Fungsi Willingness to Accept (WTA) 34 4.4.5 Pengujian Parameter Regresi 37 V GAMBARAN UMUM PENELITIAN 41 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 41 5.2 Kondisi Responden Sekitar Kawasan Industri Baja 42 VI HASIL DAN PEMBAHASAN 47 6.1 Identifikasi Eksternalitas Positif dan Negatif yang Timbul Akibat Aktivitas Industri Baja 47 6.2 Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Masyarakat 50 6.2.1 Biaya Berobat (Cost of Illness) 50 6.2.2 Nilai Pendapatan yang Hilang (Loss of Earnings) 52 6.2.3 Rata-rata Kerugian Masyarakat Akibat Pencemaran Industri Baja 53 6.2.4 Estimasi Nilai Total Kerugian Masyarakat Akibat Pencemaran Industri Baja 54 6.3 Analisis Willingness to Accept (WTA) 54 6.3.1 Analisis Kesediaan Responden Menerima Kompensasi 54
xiv
6.3.2 Estimasi Nilai Dana Kompensasi (WTA) 6.4 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Besarnya WTA 6.5 Implikasi dan Rekomendasi VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan 7.2 Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
56 58 62 65 65 65 67 73
DAFTAR TABEL 1 Jumlah industri besar dan sedang menurut klasifikasi di Kota Cilegon (persen) tahun 2012 2 Jumlah industri di Kecamatan Ciwandan tahun 2013 3 Laporan 10 besar penyakit di Puskesmas Ciwandan, Desember 2014 4 Hasil pengujian kualitas udara di masyarakat sekitar kawasan industri baja, Oktober–Desember tahun 2014 5 Hasil pengujian tingkat kebisingan di masyarakat sekitar kawasan industri baja, Oktober–Desember tahun 2014 6 Sumber utama pencemaran partikel 8 Penelitian terdahulu 7 Matriks metode analisis data 9 Indikator pengukuran nilai WTA 10 Mata pencaharian masyarakat Kelurahan Tegal Ratu 11 Jenis kelamin responden 12 Usia responden 13 Tingkat pendidikan responden 14 Jenis pekerjaan responden 15 Tingkat pendapatan responden 16 Jumlah tanggungan keluarga responden 17 Jarak tempat tinggal dengan lokasi industri 18 Lama tinggal responden 19 Eksternalitas positif yang dirasakan responden 20 Eksternalitas negatif yang dirasakan responden 21 Kualitas udara yang dirasakan esponden 22 Kualitas kebisingan yang dirasakan responden 23 Biaya kesehatan yang dikeluarkan responden tahun 2014 24 Nilai pendapatan responden yang hilang tahun 2014 25 Rata-rata kerugian masyarakat akibat industri baja tahun 2014 26 Nilai total kerugian masyarakat akibat kegiatan industri baja tahun 2014 27 Kesediaan responden menerima ganti rugi 28 Rencana alokasi penggunaan dana kompensasi responden 29 Sebaran bentuk kompensasi selain dana 30 Distribusi WTA responden di Kelurahan Tegal Ratu tahun 2015 31 Nilai total WTA responden tahun 2015 32 Faktor-faktor yang memengaruhi nilai WTA responden
1 2 4 7 8 16 24 29 37 41 42 43 43 44 44 45 45 46 47 48 49 50 51 53 53 54 55 55 55 56 57 60
xv
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
Kurva eksternalitas produksi negatif Kurva eksternalitas produksi positif Diagram alur kerangka berpikir Dugaan kurva penawaran WTA
12 13 26 57
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8
Uji normalitas Uji multikolinieritas Uji autokolerasi Uji heteroskedastisitas Lokasi penelitian Kasus Posco tahun 2014 Kuesioner Dokumentasi
73 73 74 75 76 77 78 84
1
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang berdampak pada keadaan lingkungan dan masyarakat. Keadaan lingkungan yang berubah akan memengaruhi kondisi masyarakat yang berada di sekitar kawasan industri. Keadaan lingkungan yang semakin baik menyebabkan kesejahteraan masyarakat akan semakin baik pula dan begitupun sebaliknya. Sektor industri merupakan primadona perekonomian di Kota Cilegon. Kota Cilegon adalah sebuah kota yang berlokasi di Provinsi Banten, Indonesia. Kota ini berada di ujung barat laut Pulau Jawa dan berada di tepi Selat Sunda. Kota Cilegon merupakan pintu gerbang utama yang menghubungkan Pulau Jawa dan Sumatera serta menghubungkan jalan tol Jakarta–Merak, sehingga kota ini sangat strategis bagi aktivitas ekonomi terutama sektor industri. Data mengenai jumlah industri besar dan sedang menurut klasifikasi di Kota Cilegon tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Jumlah industri besar dan sedang menurut klasifikasi di Kota Cilegon (persen) tahun 2012 No 1 2 3 4
Industri Kimia dan barang-barang dari bahan kimia Logam dasar dan barang-barang logam Barang galian bukan logam Lainnya
Persentase (%) 36.36 25.97 7.79 29.87
Sumber: BPS Kota Cilegon (2014)
Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah industri besar dan sedang menurut klasifikasi di Kota Cilegon pada tahun 2012 didominasi oleh industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia sebesar 36.36%, lalu diikuti oleh industri logam dasar dan barang-barang logam sebesar 25.97%. Industri barang galian bukan logam sebesar 7.79%, sedangkan industri lainnya sebesar 29.87%. Keberadaan industri logam salah satunya berupa industri baja memegang peranan vital dalam proses pembangunan suatu daerah dan negara, terutama untuk Kota Cilegon. Industri baja merupakan salah satu bagian dari industri logam dasar yang termasuk dalam industri hulu. Industri baja memiliki peran utama dalam memasok bahan-bahan baku vital untuk pembangunan di berbagai bidang mulai
2
dari penyediaan infrastruktur (gedung, jalan, jembatan, jaringan listrik dan telekomunikasi), produksi barang modal (mesin pabrik dan material pendukung serta suku cadangnya), alat transportasi (kapal laut, kereta api beserta relnya, dan otomotif) dan persenjataan. Peningkatan pembangunan sektor industri dan semakin intensifnya pembangunan suatu daerah serta negara menyebabkan kebutuhan akan produk baja terus mengalami peningkatan. Kota Cilegon dikenal sebagai kota baja karena di wilayah ini berdiri PT. KS yang merupakan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai penghasil baja terbesar di Indonesia dan berdiri pada tanggal 31 Agustus 1970. Selain PT. KS, terdapat juga PT. KP yang merupakan perusahaan patungan antara PT. KS yang dimiliki oleh Indonesia dan PT. P yang dimiliki oleh Korea Selatan. PT. KP resmi berdiri pada tanggal 1 Agustus 2011. PT. KP berlokasi di Kelurahan Tegal Ratu dan Kelurahan Kubang Sari, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon. PT. KP ini merupakan salah satu pabrik baja yang berlokasi dalam satu kawasan yang dekat dengan pemukiman penduduk, sehingga akan menyebabkan berbagai macam eksternalitas, baik itu eksternalitas positif maupun eksternalitas negatif. Kecamatan Ciwandan merupakan salah satu kecamatan yang menjadi pusat perkembangan industri paling berpengaruh di Kota Cilegon. Data mengenai jumlah industri di Kecamatan Ciwandan tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Jumlah industri di Kecamatan Ciwandan tahun 2013 No 1 2 3 4 5 6
Kelurahan Gunung Sugih Kepuh Randakari Tegal Ratu Banjar Negara Kubang Sari Total
Besar 11 12 5 12 3 43
Sedang
Kecil 5 7 4 4 1 21
13 6 7 9 3 5 43
Rumah tangga 21 23 25 23 79 49 220
Sumber: BPS Kota Cilegon (2014)
Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah industri besar di Kecamatan Ciwandan pada tahun 2013 sebanyak 43 industri, industri sedang sebanyak 21 industri, industri kecil sebanyak 43 industri. Industri yang ada di Kecamatan Ciwandan didominasi oleh industri rumah tangga sebanyak 220 industri. Kelurahan Tegal Ratu terdapat 12 industri besar, 4 industri sedang, 9 industri kecil, dan 23 industri
3
rumah tangga yang menyebabkan masyarakat di kelurahan ini rentan terhadap berbagai macam eksternalitas. Eksternalitas yang terjadi di Kelurahan Tegal Ratu berupa eksternalitas positif dan eksternalitas negatif. Eksternalitas positif hanya sedikit dirasakan oleh masyarakat Kelurahan Tegal Ratu mengingat industri baja PT. KP baru berproduksi pada tahun 2014. Eksternalitas negatif sangat dirasakan oleh masyarakat Kelurahan Tegal Ratu, sehingga membutuhkan penanganan yang cepat, tepat, dan serius. Eksternalitas negatif yang terjadi berupa penurunan kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat akibat pencemaran oleh industri baja. Hal tersebut menjadi penyebab terjadinya konflik antara masyarakat Kelurahan Tegal Ratu dan pihak industri baja. Kondisi lingkungan yang sudah tidak mendukung untuk keperluan kegiatan sehari-hari, berbagai macam penyakit telah dirasakan oleh masyarakat, dan terjadi peningkatan biaya masyarakat akibat pencemaran tersebut. Pihak industri baja telah memberikan kompensasi dalam bentuk kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) kepada masyarakat sekitar. Kegiatan CSR tersebut seperti pengecatan dan pembersihan musala serta masjid, donor darah, pelayanan kesehatan gratis, kelas inspirasi, pembersihan kampung dan sekolah (PT. KP 2014). Kompensasi tersebut menurut masyarakat belum dapat mengatasi eksternalitas negatif yang berasal dari kegiatan industri baja. Penelitian ini diperlukan untuk mengetahui eksternalitas positif dan negatif yang dirasakan oleh masyarakat, mengestimasi nilai kerugian ekonomi yang harus ditanggung oleh masyarakat akibat pencemaran oleh industri baja, mengestimasi nilai dana kompensasi yang bersedia diterima oleh masyarakat akibat pencemaran oleh industri baja, dan juga faktor-faktor yang memengaruhi kesediaan masyarakat Kelurahan Tegal Ratu dalam menerima dana kompensasi. 1.2 Perumusan Masalah Keberadaan industri-industri di Kecamatan Ciwandan dapat memengaruhi kesejahteraan masyarakat dan kondisi lingkungan sekitar. Keberadaan industri tersebut akan menimbulkan eksternalitas positif dan eksternalitas negatif. Eksternalitas negatif yang terjadi berupa pencemaran lingkungan.
4
Pencemaran oleh industri-industri di Kecamatan Ciwandan telah menyebabkan sebagian besar masyarakat di Kecamatan Ciwandan dan sekitarnya terjangkit berbagai penyakit. Data mengenai laporan 10 besar penyakit di Puskesmas Ciwandan, Desember 2014 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Laporan 10 besar penyakit di Puskesmas Ciwandan, Desember 2014 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jenis Penyakit ISPA Hipertensi Essensial Dermatitis lainnya Sakit Kepala Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) Gastritis dan duodenitis Demam yang sebabnya tidak diketahui Penyakit pulpa dan periapikal Artritis lainnya Tuberkulosis paru BTA (+)
Jumlah (Orang) 449 292 221 146 176 154 121 119 106 103
Sumber: Puskesmas Kecamatan Ciwandan (2014)
Tabel 3 menunjukkan bahwa penyakit yang diderita oleh sebagian besar masyarakat di Kecamatan Ciwandan dan sekitarnya disebabkan oleh perubahan kualitas lingkungan. Perubahan ini diakibatkan oleh banyaknya pencemaran yang dilakukan oleh industri-industri di Kecamatan Ciwandan dan sekitarnya. Penyakit yang paling sering diderita oleh masyarakat yaitu ISPA sebanyak 449 orang dan paling sedikit yaitu tuberkulosis paru BTA (+) sebanyak 103 orang. Keberadaan industri baja PT. KP di Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan dapat mengancam kehidupan manusia dan ekosistem jika limbah yang dihasilkan tidak dikelola dengan baik. Masyarakat sekitar industri baja merasakan berbagai perubahan dan gangguan antara lain pencemaran udara dan kebisingan. [Berita acara pemantauan oleh Badan Lingkungan Hidup Pemkot Cilegon di Kelurahan Tegal Ratu, tanggal 20 Maret 2014, hasil pemantauan sebagai berikut (lampiran 7): 1. Berdasarkan keterangan warga masih terdapat debu mengkilap di sekitar perumahan warga. 2. Kadang terdengar suara bising dan suara seperi ledakan pada malam hari. 3. Bantuan dari perusahaan belum dirasakan secara merata oleh warga]. [Badan Lingkungan Hidup (BLH) Pemkot Cilegon memperingatkan PT Krakatau Posco untuk segera membereskan persoalan polusi debu besi di tiga
5
kelurahan di Kecamatan Ciwandan. Penanganan secara cepat dan terpadu harus segera dilakukan perusahaan lantaran polusi debu besi dapat berdampak serius terhadap kesehatan masyarakat setempat. BLH menegaskan bila debu besi masuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B-3). Selama beberapa pekan terakhir debu besi menyebar di tiga kelurahan, yakni Kelurahan Samangraya, Kubangsari, dan Tegal Ratu. BLH pun telah merespons munculnya pencemaran limbah B-3 sejak awal Maret. Sejumlah petugas lapangan dikerahkan untuk memastikan adanya pencemaran. Mendapatkan kepastian adanya pencemaran limbah B-3 dari Krakatau Posco, BLH memanggil manajemen perusahaan untuk meminta penjelasan. Corporate Secretary PT Krakatau Posco Christiawaty Ferania Keseger membenarkan debu besi merupakan limbah B-3. Namun jenis limbah yang dihasilkan pabrik tidak berbentuk gas dan efek debu besi tidak langsung terjadi. Sejumlah persoalan melatarbelakangi penyebab munculnya polusi debu besi ini. Salah satunya minimnya Steel Mile Plat (SMP) dan alat penyemprot (spray) di lokasi penghancuran besi beku yang dimiliki perusahaaan tersebut].1 Pencemaran udara yang ditimbulkan oleh kegiatan industri baja akan menyebabkan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan industri baja jika menghirup udara dalam jangka panjang maka dapat menimbulkan penyakit pernapasan yang fatal dan merusak paru-paru. Udara yang tercemar tersebut dapat memengaruhi kesehatan masyarakat dengan cara pemaparan melalui kulit, masuk melalui saluran pernapasan, dan pembuluh darah. [Limbah debu besi berasal dari proses pembuatan baja. Awalnya besi tua dicampur dengan biji batu bara masak (spons coke) + sinter besi (batuan besi) + alloy + kapur yang dilebur di tungku tanur tinggi (blast furnace) agar didapatkan besi cair murni. Hasil dari proses tersebut kemudian dibawa ke bagian steel making plant buat ditambah alloy lagi dan dilebur ulang supaya menjadi baja yang sesuai dengan permintaan pasar. Bagian steel making plant menggunakan sistem blowing sehingga memungkinkan masih ada debu besi yang belum terserap oleh alat penangkap debu. Pihak industri baja PT. KP sudah berupaya untuk mengatasi masalah ini dengan berbagai cara, salah satunya yaitu menambah mesin penghisap 1
Anonim. 2014. BLH Peringatkan PT Krakatau Posco. Indopos [Internet]. [diunduh 2015 Maret 02]. Tersedia pada: http://www.indopos.co.id/2014/03/blh-peringatkan-pt-krakatau-posco.html
6
debu besi yang bisa lebih maksimal dalam menyerap debu besi tersebut, akan tetapi masih belum menghasilkan perubahan yang signifikan. Limbah debu besi tersebut terbawa angin dan terbang ke arah pemukiman warga yang berada di sekitar kawasan industri baja serta menempel ke rumah-rumah atau pakaian warga. Limbah debu besi seringkali terhirup oleh warga karena bentuknya yang tergolong kecil dan mudah terbang. Limbah debu besi tersebut tergolong berbahaya bagi kehidupan manusia karena masih mengandung zat kimia. Lokasi PT. KP berada di dekat pemukiman penduduk membuat masyarakat mengalami berbagai macam eksternalitas positif dan negatif. Pihak perusahaan sudah memberikan kompensasi berupa program Corporate Social Responsibility (CSR) dan bantuan untuk masyarakat di sekitar kawasan industri baja].2 Bentuk pencemaran yang ditimbulkan industri baja berupa limbah debu besi yang memasuki rumah-rumah warga yang mengakibatkan warga terserang berbagai penyakit karena menghirup udara dari debu besi terutama ketika di musim kemarau dan arah angin sedang menuju ke pemukiman penduduk. [Banyak warga Ciwandan Kota Cilegon terkena penyakit kulit seperti bintik merah dan gatal, penyakit tersebut di duga di sebabkan oleh debu besi PT. KS Posco. Penyakit kulit ini telah menyerang 2 balita, kedua balita ini bernama Azzahran (13 bukan) dan Kayla Renata (15 bulan). Tubuh para balita terdapat bercak merah di seluruh kulitnya. Mereka juga mengalami ISPA dan batuk-batuk. Sebelum adanya debu besi, kedua balita tersebut tidak mengalami apa-apa. Namun, sejak adanya debu malah keluar bercak merah dan batuk-batuk yang cukup lama. Kejadian ini juga bukan dialami balita itu saja, tapi banyak orang yang mengalami penyakit gatal seperti ini. Kordinator Bidang Pengobatas Puskesmas Ciwandan dr. Isnawati mengatakan pihaknya belum memastikan penyebab gatal-gatal berasal dari polusi debu besi. Menurut informasi, debu besi bisa menyebabkan gatal. Isna mengaku pihaknya tengah mengkaji partikel debu besi di labotarium].3
2
Karyawan PT. KP. 2015. Testimony karyawan PT. KP tentang limbah industri baja. Cilegon: (ID). 3 Anonim. 2014. 2 Balita Terjangkit Gatal-Gatal, di Duga Akibat Debu Besi PT. KS Posco. Detak Serang [Internet]. [diunduh 2015 Maret 02]. Tersedia pada: http://www.detakserang.com/cilegon/item/2974-2-balita-terjangkit-gatal-gatal-di-duga-akibatdebu-besi-pt-ks-posco.html
7
Masyarakat juga merasakan pencemaran udara berupa debu dan asap yang diakibatkan oleh kendaraan bermotor dan alat berat yang digunakan oleh pihak industri baja. Data mengenai hasil pengujian kualitas udara di masyarakat sekitar kawasan industri baja pada bulan Oktober–Desember 2014 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil pengujian kualitas udara di masyarakat sekitar kawasan industri baja, Oktober–Desember tahun 2014 No
1 2 3 4 5 6 7 8
Parameter
SO2 CO NO2 O3 Debu PB CH4 F
Standar Baku Mutu*
900 / 1H 30000 / 1H 400 / 1H 235 / 1H 230/24H 2/24H 160 / 3H 3/24H
Unit
μg/Nm3 μg/Nm3 μg/Nm3 μg/Nm3 μg/Nm3 μg/Nm3 μg/Nm3 μg/Nm3
Hasil Pengukuran (Lokasi) Tegal Ratu, RT 16 RW 6 55.00 2 236.00 87.00 61.00 72.00 <0.10 <6.53 <0.01
Cigading, RT 1 RW 1 100.00 2 227.00 76.00 60.00 144.00 <0.10 <6.53 <0.01
Tegal Ratu, RT 2 RW 4 18.00 2 760.00 84.00 48.00 109.00 0.30 <6.53 <0.01
Sumber: PT. KP (2014) Keterangan: *PPRI No.41/1999
Tabel 4 menunjukan bahwa kualitas udara pada bulan Oktober–Desember tahun 2014 yaitu semua parameter berada dibawah standar baku mutu, sehingga telah memenuhi standar baku mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Batas nilai baku mutu yang digunakan untuk pengendalian pencemaran udara adalah PPRI No.41/1999. Peningkatan kadar pencemaran udara setiap tahunnya berpotensi menimbulkan kerugian kepada masyarakat walaupun masih dibawah baku mutu yang ditetapkan. Pencemaran yang terjadi dapat diprediksi bahwa lima sampai sepuluh tahun kedepan kondisi kualitas udara di kelurahan yang berdampingan dengan industri baja akan semakin buruk andai pihak industri baja tidak melakukan tindakan produksi yang lebih ramah lingkungan. Pencemaran berupa kebisingan juga terjadi akibat aktivitas industri baja. Kebisingan tersebut berasal dari proses produksi, alat berat, dan kendaraan bermotor yang digunakan industri baja PT. KP. [Ledakan yang terjadi di KS Posco terdengar sangat keras. Bunyi ledakan yang disertai dengan asap pekat terlihat dan terdengar hingga ke Pelabuhan Merak, Cilegon. Sejumlah warga yang tengah berada di wilayah Merak mengaku
8
kaget dengan bunyi ledakan. "Sempat kaget juga, kirain apa. Ada asap ngepul begitu," ujar Fandi (33). Sementara itu M Sudrajad (26) yang berada tak jauh dari area pabrik mendengar ledakan sangat keras. "Besar ledakannya, habis ledakan asap keluar dari dalam pabrik disertai bau bahan kimia yang menyengat," katanya. Sudrajad mengungkapkan, setelah terjadi ledakan pihak keamanan pabrik langsung berjaga di area ledakan. "Habis meledak, warga yang ingin melihat apa yang sebenarnya terjadi dihalangi oleh petugas keamanan perusahaan yang menjaga ketat di pintu depan pabrik," kata Sudrajad].4 Kebisingan yang dirasakan oleh masyarakat bersumber dari pengoperasian alat berat, proses produksi, dan kendaraan bermotor. Kebisingan yang dihasilkan tersebut dapat mengganggu masyarakat yang berada di sekitar kawasan industri baja. Data mengenai hasil pengujian tingkat kebisingan di masyarakat sekitar kawasan industri baja pada Oktober-Desember 2014 dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5 Hasil pengujian tingkat kebisingan di masyarakat sekitar kawasan industri baja, Oktober–Desember tahun 2014 No
1 2 3 4
Lokasi
Tegal Buntu/Ratu RT 16 RW 6 Tegal Ratu RT 2 RW 4 Alhidayah/Cigading RT 1 RW 1 Tegal Ratu RT 4 RW 2
Tingkat Kebisingan (Pagi-Malam), LSM (dB(A)) **57.4 51.9 **57.9 53.8
Standar baku mutu* 55 55 55 55
Sumber: PT. KP (2014) Keterangan: *KEP.48/MENLH/11/1996
Tabel 5 menunjukkan bahwa tingkat kebisingan pada bulan Oktober– Desember tahun 2014 di Lingkungan Tegal Buntu dan Lingkungan Cigading telah melewati baku mutu yang telah ditetapkan pemerintah. Tingkat kebisingan pada lokasi lainnya mendekati standar baku mutu yang telah ditentukan. Batas nilai baku mutu yang digunakan untuk kebisingan adalah KEP.48/MENLH/11/1996. Keputusan tersebut mengatur baku mutu salah satunya untuk perumahan dan permukiman yaitu sebesar 55 dB(A). Berdasarkan uraian di atas, maka beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
4
Prasetya, D. 2014. Ini penyebab ledakan di pabrik baja krakatau posco cilegon. Merdeka [Internet]. [diunduh 2015 Maret 02]. Tersedia pada: http://www.merdeka.com/peristiwa/inipenyebab-ledakan-di-pabrik-baja-krakatau-posco-cilegon.html
9
1. Bagaimana eksternalitas positif dan eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat aktivitas industri baja di Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon? 2. Berapa besar nilai kerugian ekonomi yang ditanggung oleh masyarakat akibat eksternalitas negatif yang ditimbulkan dari aktivitas industri baja di Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon? 3. Berapa besar nilai dana kompensasi yang bersedia diterima oleh masyarakat akibat pencemaran yang disebabkan dari aktivitas industri baja di Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon? 4. Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi besarnya kesediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang ada, maka diperoleh tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu : 1. Mengidentifikasi eksternalitas positif dan eksternalitas negatif
yang
dirasakan masyarakat akibat aktivitas industri baja di Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon. 2. Mengestimasi nilai kerugian ekonomi yang ditanggung oleh masyarakat akibat eksternalitas negatif yang ditimbulkan dari aktivitas industri baja di Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon. 3. Mengestimasi nilai dana kompensasi yang bersedia diterima oleh masyarakat akibat pencemaran yang disebabkan dari aktivitas industri baja di Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon. 4. Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi besarnya kesediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat dalam berbagai hal, antara lain: 1. Penulis, sebagai implikasi teori-teori yang diperoleh selama kuliah, serta mengasah kemampuan dalam memecahkan masalah lingkungan.
10
2. Instansi/perusahaan, sebagai pertimbangan dalam penentuan besarnya kompensasi yang akan diberikan kepada masyarakat akibat pencemaran oleh kegiatan industri baja. Diharapkan dalam melakukan aktivitas industri agar lebih ramah lingkungan sehingga terjadi pengurangan pencemaran lingkungan dan tidak merugikan masyarakat lebih besar. 3. Masyarakat, sebagai informasi agar masyarakat lebih mencintai, menjaga, dan memerhatikan lingkungan sehingga masyarakat lebih berhati-hati menghadapi setiap perubahan lingkungan yang terjadi serta mengantisipasi dampak negatif dan kerugian yang lebih besar.. 4. Pemerintah, sebagai penentu dan pengevaluasi kebijakan, agar setiap kebijakan yang dilakukan mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat dan kondisi lingkungan terutama mengenai masalah pencemaran oleh aktivitas industri. 5. Akademisi dan peneliti lain, sebagai bahan referensi penelitian selanjutnya. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan hanya kepada dua RW yaitu RW 01 dan RW 06 di Kelurahan Tegal Ratu yang merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan industri baja. Industri yang akan dibahas yaitu industri baja PT. KP yang berlokasi di Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon. Responden penelitian adalah bapak atau ibu dalam rumah tangga yang berada di sekitar kawasan industri baja dan merasakan dampak akibat industri baja. Bentuk kegiatan tanggung jawab sosial atau program-program penanggulangan eksternalitas negatif oleh perusahaan tidak dibahas dalam penelitian ini. Penelitian ini berfokus pada eksternalitas yang terjadi akibat industri baja, nilai kerugian ekonomi yang diterima masyarakat akibat pencemaran udara dan kebisingan oleh industri baja, nilai dana kompensasi yang bersedia diterima masyarakat akibat pencemaran oleh industri baja, dan juga faktor-faktor yang memengaruhi kesediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi.
11
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Eksternalitas Menurut Mangkoesoebroto (2000), eksternalitas merupakan keterkaitan suatu kegiatan dengan kegiatan lain yang tidak melalui mekanisme pasar dan kegiatan tersebut menimbulkan manfaat dan/atau biaya bagi pihak diluar pelaksana kegiatan tersebut. Eksternalitas berdasarkan dampaknya dibagi menjadi dua yaitu eksternalitas positif dan negatif. Eksternalitas positif adalah dampak yang menguntungkan terhadap pihak lain dari suatu kegiatan yang dilakukan oleh pihak tertentu tanpa adanya kompensasi. Eksternalitas negatif adalah dampak yang bersifat merugikan bagi orang lain dan tidak menerima kompensasi terhadap kerugian tersebut. Kemungkinan terjadinya eksternalitas dalam perekonomian dibagi menjadi empat, yaitu: 1. Konsumen-konsumen Tindakan seorang konsumen yang dapat menimbulkan eksternalitas bagi konsumen lain. Contoh: asap rokok dapat mengganggu konsumen lain yang tidak merokok. 2. Konsumen-produsen Tindakan seorang konsumen yang dapat menimbulkan eksternalitas bagi produsen. Contoh: pembuangan limbah rumah tangga ke aliran sungai yang dapat mengganggu pemanfaatan air pada perusahaan air minum. 3. Produsen-konsumen Tindakan suatu produsen mengakibatkan perubahan fungsi utilitas pada konsumen. Contoh: pabrik yang menghasilkan pencemaran air dan air tersebut dibuang ke sungai, sehingga dapat mengganggu penduduk yang memanfaatkan air tersebut. 4. Produsen-produsen Tindakan suatu produsen mengakibatkan perubahan fungsi produksi pada produsen lain. Contoh: pabrik yang menghasilkan pencemaran air menyebabkan kenaikan biaya produksi perusahaan lain yang memanfaatkan air. Eksternalitas tidak akan mengganggu tercapainya efisiensi masyarakat apabila semua dampak positif maupun dampak negatif dimasukkan kedalam
12
perhitungan produsen dalam menetapkan jumlah barang yang diproduksikan (Mangkoesobroto 2000). Hal ini akan tercapai apabila: MSC = MSB MSC = PMC + MEC MSB = MPB + MEB Keterangan: MSC = Marginal Social Cost MSB = Marginal Social Benefit PMC = Marginal Private Cost
MEC = Marginal External Cost MPB = Marginal Private Benefit MEB = Marginal External Benefit
1. Eksternalitas produksi negatif Eksternalitas
produksi
negatif
terjadi
ketika
produsen
tidak
memperhitungkan MEB dan MEC dalam penentuan harga dan jumlah barang yang dihasilkan, sehingga ada kecenderungan produksi pada tingkat yang terlalu besar karena perhitungan biaya menjadi terlalu murah dibandingkan dengan biaya yang harus dipikul oleh seluruh masyarakat. Kesimpulannya adalah bahwa dalam eksternalitas negatif MSC = PMC + MEC > MSB, sehingga produksi haruslah dikurangi agar efisiensi produksi ditinjau dari seluruh masyarakat untuk mencapai optimum (Mangkoesobroto 2000). Kurva eksternalitas produksi negatif dapat dilihat pada Gambar 1: Harga (Rp)
MSC = PMC + MEC PMC
H1 H0
MEC
MSB
Q1
Q2
Jumlah Produksi
Sumber: Mangkoesobroto (2000)
Gambar 1 Kurva eksternalitas produksi negatif Gambar 1 menunjukan kurva eksternalitas produksi negatif. Tingkat output yang optimum terjadi saat tingkat produksi sebesar Q1. Produsen cenderung menetapkan tingkat produksi sebesar Q2, yaitu ketika kurva permintaan (MSB) memotong kurva PMC, sehingga dapat dilihat bahwa jumlah produksi yang diproduksi terlalu banyak dibandingkan tingkat produksi optimum.
13
2. Eksternalitas produksi positif Eksternalitas
produksi
positif
terjadi
ketika
pengusaha
tidak
memperhitungkan eksternalitas positif yang diakibatkan oleh usahanya terhadap pihak lain atau MEB (MEB = 0) sehingga akan menyebabkan kecenderungan tingkat produksi yang terlalu rendah dilihat dari efisiensi seluruh masyarakat. Hal ini disebabkan karena pengusaha menentukan tingkat produksi pada PMC = MPB sedangkan bagi masyarakat, tingkat produksi yang efisien akan terjadi di mana MSB = MPB + MEB = MSC = PMC + MEC. Asumsi MEC = 0, maka akan terlihat MSB > MPB sedangkan MSC=PMC. Selama MSB > MSC produksi seharusnya ditingkatkan sampai MSB = MSC (Mangkoesobroto 2000). Kurva eksternalitas produksi positif dapat dilihat pada Gambar 2: Harga
PMC
H1
MSC
H0
MPB Q0 Q1
Jumlah produksi
Sumber: Mangkoesobroto (2000)
Gambar 2 Kurva eksternalitas produksi positif Gambar 2 menunjukkan kasus eksternalitas produksi positif. Pengusaha akan menentukan jumlah produksi pada OQ0 karena MPB = PMC. Adanya eksternalitas produksi yang positif menyebabkan kurva MSC dibawah kurva PMC (MSC < PMC). Perpotongan antara kurva MSC dan MPB terjadi di titik E dan jumlah produksi yang optimum sebesar OQ1, yang lebih besar dari OQ0. Pada kasus eksternalitas positif, perhitungan pengusaha tidak memperhitungkan dampak positif usahanya terhadap masyarakat dalam menentukan tingkat produksi akan menyebabkan jumlah produksi menjadi terlalu kecil. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1997 pasal 34 ayat (2) tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyatakan bahwa setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan
14
hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu. 2.2 Industri Baja Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 pasal 1 ayat (2) tentang Perindustrian, menyatakan bahwa industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan/atau memanfaatkan sumberdaya industri, sehingga menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi. Industri baja merupakan salah satu bagian dari industri logam dasar yang termasuk dalam industri hulu. Sektor ini memainkan peran utama dalam memasok bahan-bahan baku vital untuk pembangunan di berbagai bidang mulai dari penyediaan infrastruktur (gedung, jalan, jembatan, jaringan listrik dan telekomunikasi), produksi barang modal (mesin pabrik dan material pendukung serta suku cadangnya), alat transportasi (kapal laut, kereta api beserta relnya, dan otomotif), hingga persenjataan. Industri baja memiliki cakupan yang sangat luas, meliputi rentang nilai yang panjang dari hulu sampai hilir. Hulunya dimulai dari proses hasil tambang berupa pasir besi menjadi bijih besi (iron ore) dan dilanjutkan menjadi pellet yang merupakan bahan baku untuk pembuatan besi baja. Selanjutnya diproses lagi pada tanur baja untuk menghasilkan produk baja antara yang menghasilkan bahan baku bagi industri hilirnya sebagai produk akhir (end product). Industri baja sendiri merupakan industri yang bersifat padat modal, padat teknologi, dan memerlukan SDM yang terampil dan ahli dalam merencanakan proses produksi dan pengaturan mesin secara optimal dan efisien. Peningkatan pembangunan sektor industri dan pembangunan suatu daerah serta negara menyebabkan kebutuhan akan produk baja terus mengalami peningkatan yang signifikan.5 Menurut Wardhana (2004), industri dan teknologi dapat menimbulkan dampak tak langsung dan dampak langsung. Dampak tak langsung umumnya berhubungan dengan masalah sosial masyarakat, atau lebih sering diungkapkan 5
[KPRI]. Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. 2015. Profil Industri Baja 2014. Website resmi Kementerian Perindustrian [Internet]. [diunduh 2015 Maret 02]. Tersedia pada: http://www.kemenperin.go.id/download/7547/Profil-Industri-Baja
15
sebagai dampak psikososioekonomi. Dampak tak langsung akibat adanya industri antara lain: (1) urbanisasi: masyarakat pedesaan yang semula bekerja pada bidang pertanian, namun karena adanya daya tarik industri di perkotaan berpindah ke daerah industri, (2) perilaku: perilaku yang semula suka tolong-menolong berubah menjadi acuh tak acuh dan individualistis, (3) kriminalitas: keadaan yang diinginkan sebagian orang untuk hidup mewah dan bersenang-senang membuat mereka mengambil jalan pintas tindak kriminal, pencurian, perampokan, penodongan, dan pemerkosaan mewarnai kehidupan masyarakat industri, dan (4) sosial
budaya,
berkembangnya
tempat-tempat
hiburan
dengan
segala
kelengkapannya seperti bioskop, diskotek, dan sebagainya berdampak pada sosial budaya masyarakat sekitarnya. Dampak langsung merupakan dampak yang secara langsung dirasakan oleh masyarakat akibat adanya kegiatan industri dan teknologi. Kegiatan industri dapat mengganggu keseimbangan lingkungan, apabila keseimbangan lingkungan terganggu maka kualitas lingkungan juga berubah. Dampak langsung yang bersifat negatif akibat kegiatan industri, dapat dilihat dari terjadinya masalahmasalah pencemaran udara, pencemaran air, dan pecemaran daratan. 2.4 Pencemaran Udara Peraturan Pemerintah RI No. 41 tahun 1999 pasal 1 ayat (1) tentang Pengendalian Pencemaran Udara, menyatakan bahwa pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dari komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Menurut Wardhana (2004), salah satu komponen pencemar udara adalah partikel. Partikel adalah pencemar udara yang dapat berada bersama-sama dengan bahan atau bentuk pencemar lainnya. Partikel dapat berupa bahan pencemar udara yang berbentuk padatan. Udara yang mengandung partikel akan terhirup ke dalam paru-paru. Ukuran partikel yang masuk kedalam paru-paru akan menentukan letak penempelan atau pengendapan partikel tersebut. Partikel yang berukuran kurang dari 5 mikron akan tertahan di saluran napas bagian atas, sedangkan partikel yang berukuran 3 sampai 5 mikron akan tertahan pada saluran bagian tengah, dan untuk
16
partikel yang berukuran kecil 1 sampai 3 mikron akan masuk ke dalam kantung udara, menempel pada alveoli. Pencemaran udara oleh partikel (debu) dapat menimbulkan berbagai macam penyakit saluran pernapasan (pneumokoniosis). Penyakit pernapasan ini tergantung kepada jenis partikel (debu) yang masuk atau terhisap ke paru-paru. Beberapa jenis pneumokoniosis yang sering terjadi pada daerah industri yaitu Silikosis, Asbestosis, Bisinosis, Antrakosis, dan Beriliosis. Menurut Wardhana (2004), sumber pencemaran partikel yang berasal dari kegiatan manusia berasal dari pembakaran batu bara, proses industri, kebakaran hutan, dan gas buangan alat transportasi. Data mengenai sumber utama pencemaran partikel dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Sumber utama pencemaran partikel No Sumber Pencemaran 1 Transportasi a) mobil bensin b) mobil diesel c) pesawat terbang (dapat diabaikan) d) kereta api e) kapal laut f) sepeda motor dll. 2 Pembakaran stasioner g) batu bara h) minyak i) gas alam j) kayu 3 Proses industri 4 Pembuangan limbah padat 5 Lain-lain k) kebakaran hutan l) pembakaran batu bara sisa m) pembakaran limbah pertanian n) lain-lain
% bagian
% total 4.3
1.8 1.0 0.0 0.7 0.4 0.4 31.4 29.0 1.0 0.7 0.7 26.5 3.9 33.9 23.7 1.4 8.4 0.4
Sumber: Wardhana (2004)
2.5 Dampak Pencemaran oleh Industri Baja Industri baja merupakan salah satu bagian dari industri logam dasar yang termasuk dalam industri hulu. Absorbsi logam hanya terjadi lewat paru-paru. Debu logam yang terabsorbsi didistribusi ke bagian-bagian tubuh dengan cara yang sama dengan distribusi partikel debu lainnya. Partikel logam yang tak larut
17
tertahan dalam jaringan paru, sementara komponen-komponen yang larut dibawa darah ke bagian tubuh yang lain. Hanya kobalt yang di eksresi dalam jumlah kecil melalui kemih.6 Limbah baja memiliki kandungan logam besi (Fe). Logam ini termasuk kelompok logam esensial, tetapi kasus keracunan Fe sering dilaporkan terutama pada anak-anak. Keracunan pada anak-anak terjadi secara tidak sengaja, saat anak memakan makanan atau benda yang mengandung Fe, sedangkan pada orang dewasa jarang terjadi. Pengaruh debu besi terhadap kesehatan paru pekerja pabrik besi baja PT Krakatau Steel, Cilegon menyatakan bahwa pada kelompok terpajan prevalensi kelainan klinik 13.7 persen, batuk kronik 1.7 persen, berdahak kronik 5.9 persen, dan bronkitis industri 11.9 persen. Pada kelompok tidak terpajan prevalensi kelainan klinik 11.1 persen, batuk kronik 3.4 persen, berdahak kronik 5.1 persen, dan bronkitis 6.8 persen. Pada kelompok terpajan prevalensi kelainan fungsi paru sebesar 15.4 persen terdiri dari 11.9 persen kelainan restiksi dan 3.4 persen kelainan obstruksi. Pada kelompok tidak terpajan prevalensi kelainan fungsi paru 13.7 persen terdiri dari 8.5 persen kelainan restriktif dan 5.1 persen kelainan obstruktif. Kelainan foto toraks diduga siderosis ditemukan sebesar 17.1 persen pada kelompok terpajan dan 12.8 persen pada kelompok tidak terpajan.7 Menurut Wardhana (2004), jenis penyakit pneumokoniosis akibat kegiatan industri baja yaitu penyakit silikosis. Penyakit ini disebabkan oleh pencemaran udara debu silika bebas yang terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengendap. Debu silika yang masuk kedalam paru-paru akan mengalami inkubasi sekitar 2 sampai 4 tahun. Masa inkubasi ini akan lebih pendek, atau gejala silikosis akan segera tampak, apabila konsentrasi silika di udara cukup tinggi dan terhisap ke dalam paru-paru dalam jumlah banyak. Penyakit silikosis ditandai dengan gejala sesak napas dan batuk. Penyakit silikosis yang sudah berat maka sesak napas akan semakin parah dan kemudian diikuti dengan hipertropi jentung sebelah kanan yang akan mengakibatkan kegagalan kerja jantung. Penyakit silikosis akan 6
Prayudi, T. 2005. Dampak Industri Peleburan Logam Fe terhadap Pencemaran Debu di Udara. J Tek Ling. 6(2): 385-390. 7 Setyakusuma D. Aditama TY, Yunus F, Mangunnegoro H. 1997. Pengaruh debu besi terhadap kesehatan paru para pekerja pabrik besi baja PT. Krakatau Steel Cilegon. J Respir Indo. 17(1):16 – 24.
18
lebih buruk kalau penderita sebelumnya juga sudah menderita TBC paru-paru, bronkitis kronis, asma broonchiale dan penyakit saluran pernapasan lainnya. 2.6 Contingent Valuation Method (CVM) Metode CVM merupakan suatu pendekatan yang memungkinkan semua komoditas yang tidak diperjualbelikan di pasar dapat diestimasi nilai ekonominya, termasuk nilai ekonomi dari barang lingkungan. Metode CVM menggunakan pendekatan langsung dengan menanyakan kepada masyarakat atas kesediaan membayar akibat manfaat tambahan yang diperoleh dari perubahan lingkungan atau seberapa besar kesediaan masyarakat untuk menerima kompensasi akibat penurunan kualitas barang lingkungan (Hanley and Spash 1993). Menurut Yakin (1997), kelemahan dan kesalahan potensial estimasi nilai lingkungan dengan metode CVM meliputi: 1. Kesalahan pasar hipotetis Kesalahan ini terjadi jika deskripsi situasi hipotetis secara sistematis berbeda dengan situasi sebenarnya. 2. Kesalahan strategi Kesalahan ini terjadi ketika responden merasa bahwa dia bisa memengaruhi hasil akhir dari nilai ekonomi perubahan lingkungan, sehingga dia tidak menawarkan nilai yang sebenarnya. Responden bisa memberikan nilai yang lebih rendah atau nilai yang terlalu tinggi tergantung keinginan responden. 3. Kesalahan informasi Kesalahan ini terjadi ketika jumlah dan kualitas informasi tentang sumberdaya yang dinilai berpengaruh terhadap besarnya nilai yang ingin dibayar untuk sumberdaya tersebut. Kurangnya informasi berkaitan dengan sumberdaya yang dinilai bisa memengaruhi nilai yang diberikan. 4. Kesalahan titik awal Kesalahan ini terjadi ketika responden diberikan suatu nilai awal tertentu, dan responden disuruh untuk menaikkan atau menurunkan nilainya, namun pada sisi lain responden tidak yakin akan nilai yang diberikan karena dipengaruhi oleh nilai awal tadi.
19
5. Kesalahan alat Kesalahan ini terjadi ketika responden tidak memberikan nilai karena mereka tidak setuju dengan cara atau metode yang dipakai untuk memperoleh nilai yang ditawarkan. 2.7 Analisis Willingness to Accept (WTA) Nilai kesediaan untuk menerima (Willingness to Accept) merupakan nilai yang bersedia diterima oleh masyarakat sebagai kompensasi atas penurunan kualitas sumberdaya alam. WTA merupakan bagian dari metode CVM yang akan digunakan dalam penelitian ini. Metode yang digunakan untuk memperoleh besarnya penawaran nilai WTA/WTP responden (Hanley and Spash 1993) yaitu: 1. Bidding Game (Metode tawar-menawar) Metode ini dilakukan dengan mempertanyakan kepada responden tentang sejumlah nilai tertentu yang diajukan sebagai titik awal dan selanjutnya semakin meningkat sampai titik maksimum yang disepakati. 2. Open-ended Question (Metode pertanyaan terbuka) Metode ini dilakukan dengan menanyakan langsung kepada responden tentang berapa jumlah maksimum uang yang ingin dibayarkan atau jumlah minimum uang yang ingin diterima akibat perubahan kualitas lingkungan. Kelebihan metode ini yaitu responden tidak perlu diberi petunjuk yang bisa memengaruhi nilai awal yang ditawarkan, sehingga tidak akan menimbulkan bias titik awal. Kelemahan metode ini yaitu kurangnya akurasi nilai serta terlalu besar variasi dan responden sering kesulitan menjawab pertanyaan. 3. Closed-ended Question (Metode pertanyaan tertutup) Metode ini tidak jauh berbeda dengan Open-ended Question hanya saja bentuk pertanyaannya tertutup. Responden diberikan beberapa nilai WTA/WTP yang disarankan kepada mereka untuk dipilih, sehingga responden dapat memberi jawaban sesuai dengan keinginan dan kemampuan. 4. Payment Card (Metode kartu pembayaran) Metode ini dilakukan dengan menawarkan kepada responden suatu kartu yang terdiri dari berbagai nilai kemampuan untuk membayar atau kesediaan menerima, sehingga responden dapat memilih nilai maksimal/minimal sesuai dengan preferensinya. Kelebihan metode ini yaitu memberikan stimulan untuk
20
responden berpikir lebih leluasa tentang nilai maksimum atau minimum yang akan diberikan tanpa harus terintimidasi dengan nilai tertentu. Metode ini untuk membatasi bias titik awal dari metode tawar-menawar. Besarnya nilai WTA masyarakat diketahui melalui pendekatan CVM. Pendekatan tersebut memiliki enam tahapan (Hanley and Spash 1993), yaitu: 1. Membangun Pasar Hipotetis Pasar hipotetis ini dibangun dengan suatu alasan mengapa masyarakat seharusnya menerima dana kompensasi dari dipergunakannya jasa lingkungan oleh pihak lain dimana terdapat nilai dalam mata uang berapa harga barang/jasa lingkungan tersebut. Pasar hipotetis ini harus diuraikan secara jelas skenario kegiatannya dalam instrumen survei yang menggunakan kuesioner, sehingga responden memahami barang/jasa lingkungan yang dipertanyakan dan keterlibatan masyarakat dalam rencana kegiatan. 2. Memperoleh Nilai Penawaran Tahapan yang dilakukan setelah membuat instrumen survei yaitu administrasi survei. Tahapannya melalui wawancara dengan tatap muka, surat atau perantara telepon mengenai besarnya nilai minimum WTA yang bersedia diterima. Kelemahan wawancara dengan teknik ini yaitu ada kemungkinan terjadinya bias yang dilakukan oleh petugas pada saat melakukan wawancara. 3. Menghitung Dugaan Nilai Rataan WTA (Estimating Mean WTA) Nilai WTA yang telah terkumpul maka tahap yang selanjutnya yaitu melakukan perhitungan nilai tengah dan rata-rata dari WTA. Nilai tengah dihitung ketika terjadi rentang nilai penawaran yang terlalu jauh. Perhitungan menggunakan nilai rata-rata dari WTA menyebabkan nilai yang diperoleh menjadi lebih tinggi dari sebenarnya. Nilai tengah penawaran tidak dipengaruhi oleh rentang yang cukup besar dan lebih kecil dari nilai rata-rata. 4. Menduga Kurva Penawaran (bid curve) Kurva penawaran berfungsi untuk memperkirakan seberapa besar perubahan nilai WTA ketika terjadi perubahan sejumlah variabel independen dan untuk menguji sensitivitas jumlah WTA terhadap variasi perubahan mutu lingkungan. Kurva penawaran diperkirakan dengan menggunakan nilai WTA sebagai variabel dependen dan faktor-faktor yang memengaruhi nilai sebagai variabel independen.
21
5. Menjumlahkan Data Penjumlahan data merupakan proses dimana nilai tengah penawaran dikonversikan terhadap total populasi yang dimaksudkan. 6. Mengevaluasi Penggunaan CVM Evaluasi penggunaaan CVM berfungsi untuk menilai sejauh mana penerapan CVM telah berhasil dilakukan. Penilaian dilakukan dengan cara melihat tingkat keandalan (reability) fungsi WTA dengan nilai R-square (R2) dari model regresi berganda WTA 2.8 Pendekatan Modal Manusia (Human Capital Approach) Menurut Suparmoko (2006), dampak dari suatu kegiatan terhadap lingkungan yang memberikan dampak terhadap kesehatan manusia maka dapat diukur dengan menggunakan metode Cost of Illness (COI) atau biaya kehidupan. Pendekatan ini menghitung kerugian berdasarkan biaya yang dikeluarkan untuk mengobati penyakit akibat penurunan kualitas lingkungan. 2.9 Model Regresi Linier Berganda Model regresi linier berganda merupakan model regresi yang terdiri atas lebih dari satu variabel bebas dengan adanya keterkaitan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Metode analisis berganda merupakan metode analisis yang didasarkan pada metode Ordinary Least Square (OLS). Sifat-sifat OLS (Gujarati 2003): (1) penaksiran OLS tidak bias, (2) penaksiran OLS mempunyai varian yang minimum, (3) konsisten, (4) efisien, dan (5) linier. Menurut Gujarati (2003), analisis regresi berganda digunakan untuk membuat model pendugaan terhadap nilai suatu parameter (variabel penjelas yang diamati). Asumsi-asumsi yang dapat digunakan untuk model regresi linier berganda dengan OLS adalah: 1. E (ui) = 0, untuk setiap i, dimana i = 1,2,..,n, rata-rata galat adalah nol, nilai yang diharapkan bersyarat dari ui tergantung pada variabel bebas tertentu adalah nol. 2. Cov (ui,uj) = 0, i ≠ j. artinya covarian (ui,uj) = 0, yang berarti bahwa tidak ada autokorelasi antara galat yang satu dengan yang lain. 3. Var (ui) = δ2, untuk setiap i, dimana i = 1,2,....,n, yang berarti bahwa setiap galat memiliki varian yang sama (asumsi homoskedastisitas).
22
4. Cov (ui, X1i) = cov (ui, X2i) = 0, yang berarti bahwa kovarian setiap galat memiliki varian yang sama dan setiap variabel bebas tercakup dalam persamaan linier berganda. 5. Tidak ada multikolinieritas, yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan linier yang pasti antara variabel yang menjelaskan, atau variabel penjelas harus dalam kondisi saling bebas. Fungsi regresi berganda dituliskan sebagai berikut (Juanda 2009): Y = β1 X1i + β2 X2i + β3 X3i + ... + βk Xki + εi ................................(1) Jika semua pengamatan X1i bernilai 1, maka model diatas menjadi Y = β1 + β2 X2i + β3 X3i + ... + βk Xki + εi.......................................(2) Keterangan: Y = Peubah tak bebas I = Nomor pengamatan dari 1 sampai N (populasi) / n (sample) Xki = Pengamatan ke-i untuk peubah bebas Xk β1 = Intersep β2,3,..n = Parameter penduga Xi εi = Pengaruh sisa (error term) 2.10 Penelitian Terdahulu Studi pustaka mengenai penelitian tentang dampak yang ditimbulkan dari kegiatan ekonomi dan juga masalah lingkungan diperoleh dari beberapa hasil penelitian yang mirip dengan penelitian ini. Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, yaitu: Penelitian yang pertama yaitu penelitian Bahroin Idris Tampubolon (2011) yang berjudul Analisis Willingness to Accept (WTA) Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping (Studi Kasus Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor). Metode yang digunakan analisis deskriptif kualitatif, regresi logistik, CVM, dan analisis regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa eksternalitas negatif yang dirasakan adalah kebisingan dan getaran, perubahan kualitas udara serta perubahan kualitas dan kuantitas air, serta kehilangan keanekaragaman hayati. Nilai dugaan rataan WTA responden sebesar Rp137 500/bulan/kepala keluarga dan nilai total WTA responden sebesar Rp6 325 000/bulan. Nilai total WTA masyarakat adalah sebesar Rp447 975 000/bulan. Faktor-faktor yang berpengaruh
23
pada besarnya nilai WTA responden adalah tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, dummy wiraswasta dan pegawai swasta. Penelitian yang kedua merupakan penelitian dari Luthfi Adhitya (2013) dengan judul Estimasi Biaya Eksternal dan Willingness to Accept Masyarakat Akibat Pencemaran di Sekitar Kawasan Pabrik Gula Cepiring, Kendal. Metode yang digunakan yaitu analisis deskriptif, CVM, regresi linier berganda, cost of illness, replacement cost, change of productivity. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa eksternalitas negatif yang terjadi berupa pencemaran air tanah, udara, hilangnya keanekaragaman hayati, dan kebisingan. Biaya eksternal masyarakat RW 04 Desa Cepiring sebesar Rp229 845 336/tahun, sedangkan di sektor pertanian sebesar Rp314 720 000/tahun. Rata-rata nilai dari WTA rumah tangga per bulan yaitu sebesar Rp440 132. Lima faktor yang memengaruhi nilai WTA secara signifikan yaitu tingkat pendidikan, jarak rumah dari daerah industri, kualitas kebisingan, kerugian ekonomi yang disebabkan oleh pencemaran air, dan belum adanya upaya untuk menggantikan kualitas lingkungan. Penelitian yang ketiga yaitu penelitian Sheanie Tyas Ahmeer (2014) yang berjudul Estimasi Nilai Kerugian Masyarakat Akibat Pencemaran Air Tanah di Sekitar Kawasan Industri (Studi Kasus Industri Keramik di Kelurahan Nanggewer, Kabupaten Bogor). Metode yang digunakan yaitu analisis deskriptif kualitatif, Averting Behaviour Methods (ABM), cost of illness, CVM, dan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian ini menujukkan terjadi eksternalitas negatif berupa perubahan kualitas air tanah, kehilangan keanekaragaman hayati, terganggunya kenyamanan, dan timbulnya penyakit. Nilai kerugian ekonomi setiap rumah tangga adalah Rp125 716.67/bulan dan nilai rataan WTA rumah tangga sebesar Rp497 674.42/bulan. Faktor-faktor yang memengaruhi nilai WTA yaitu usia, jenis kelamin, pendapatan, biaya pengganti air bersih, pendidikan, jarak tempat tinggal dari lokasi industri, dan biaya kesehatan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah membahas mengenai dampak yang ditimbulkan akibat aktivitas ekonomi, metode yang digunakan untuk mengetahui besarnya nilai WTA, dan faktor-faktor yang memengaruhinya, sedangkan perbedaannya adalah lokasi penelitian, industri yang terkait, dan dampak yang terjadi akibat aktivitas ekonomi, sehingga metode untuk menghitung nilai kerugiannya berbeda.
24
Tabel 7 Penelitian terdahulu Peneliti
Analisis
Hasil penelitian
Analisis deskriptif kualitatif, analisis logistik metode CVM, dan analisis regresi berganda dengan software statistik.
Eksternalitas negatif berupa kebisingan getaran, perubahan kualitas udara, perubahan kualitas dan kuantitas air. Nilai dugaan rataan WTA responden Rp137 500/bulan/KK. Nilai total WTA responden Rp6 325 000/bulan. Nilai total WTA masyarakat yaitu sebesar Rp447 975 000/bulan. Faktor-faktor yang berpengaruh adalah tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, dummy wiraswasta dan pegawai swasta.
L. Estimasi Biaya Eksternal dan Willingness to Accept Masyarakat Akibat Pencemaran di Sekitar Kawasan Pabrik Gula Cepiring, Kendal
Analisis deskriptif, Metode cost of illness, replacement cost, dan change of productivity, metode CVM, analisis regresi berganda dengan software statistik.
Eksternalitas negatif berupa pencemaran air tanah, udara, hilangnya keanekaragaman hayati, dan kebisingan. Total biaya eksternal masyarakat Rp229 845 336/tahun. Total sektor pertanian yang dialami yaitu Rp314 720 000/tahun. Rata-rata WTA responden Rp440 132/bulan/KK. Faktor-faktor yang berpengaruh pada WTA adalah pendidikan, jarak tempat tinggal, responden yang dirugikan akibat pencemaran air tanah dan responden yang belum melakukan upaya mengatasi pencemaran, tingkat kebisingan.
Ahmer, S.T. Estimasi nilai (2014) kerugian masyarakat akibat pencemaran air tanah di sekitar kawasan industri (studi kasus industri keramik di kelurahan nanggewer, kabupaten bogor)
Analisis deskriptif, Metode cost of illness, Averting Behaviour Methods (ABM), CVM (WTA), analisis regresi linier berganda
Eksternalitas negatif berupa perubahan kualitas air tanah, kehilangan keanekaragaman hayati, terganggunya kenyamanan, dan timbulnya penyakit. Kerugian ekonomi setiap rumah tangga Rp125 716.67/bulan dan nilai rataan WTA rumah tangga di Kelurahan Nanggewer Rp497 674.42/bulan. Faktor-faktor yang memengaruhi nilai WTA seperti usia, jenis kelamin, pendapatan, biaya pengganti air bersih, pendidikan, jarak tempat tinggal dari industri, dan biaya kesehatan.’
Tampubolon, B.I. (2011)
Adhitya, (2013)
Judul penelitian Analisis willingness to accept masyarakat akibat eksternalitas negatif kegiatan penambangan batu gamping
25
III KERANGKA PEMIKIRAN Pencemaran udara akibat industri baja yang terjadi di Kelurahan Tegal Ratu disebabkan oleh keberadaan cerobong asap yang tidak terlalu jauh dari atap rumah warga sehingga menimbulkan permasalahan seperti limbah debu besi yang memasuki pemukiman penduduk. Permasalahan pencemaran udara pada musim kemarau lebih sering terjadi karena udara yang panas dan kering disertai angin yang menyebabkan limbah debu besi yang dihasilkan oleh industri baja terbawa angin dan terbang ke arah pemukiman penduduk, menempel di atap, masuk ke rumah-rumah warga sekitar, serta menempel di pakaian selama berhari-hari yang terhirup oleh masyarakat. Masyarakat juga mengalami pencemaran udara berupa debu dan asap yang diakibatkan kendaraan bermotor dan alat berat yang digunakan oleh pihak industri baja. Pencemaran tersebut menyebabkan warga mengalami berbagai penyakit karena setiap hari menghirup udara tersebut. Tahap pertama dalam penelitian ini yaitu mengidentifikasi eksternalitas positif dan negatif yang dirasakan masyarakat akibat aktivitas industri baja menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Tahap kedua yaitu mengestimasi nilai kerugian ekonomi yang ditanggung oleh masyarakat akibat eksternalitas negatif yang ditimbulkan dari aktivitas industri baja menggunakan metode cost of illness dan loss of earnings. Tahap ketiga yaitu mengestimasi nilai dana kompensasi yang bersedia diterima oleh masyarakat akibat pencemaran yang disebabkan dari aktivitas industri baja dengan menggunakan tahapan-tahapan dalam pendekatan CVM. Tahap keempat yaitu mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi besarnya kesediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai eksternalitas positif dan negatif yang dirasakan masyarakat, besarnya kerugian ekonomi yang ditanggung masyarakat, besarnya nilai dana kompensasi yang bersedia diterima masyarakat akibat pencemaran yang terjadi oleh aktivitas industri baja, dan juga faktor-faktor yang memengaruhi nilai tersebut. Informasi tersebut diharapkan dapat dijadikan saran bagi pihak-pihak terkait dalam pengambilan kebijakan untuk melakukan pemulihan atau restorasi lingkungan
26
baik di dalam maupun di sekitar kawasan industri. Alur kerangka berpikir yang dibuat untuk mempermudah pelaksanaan penelitian, bisa dilihat pada Gambar 3. Industri baja
Eksternalitas positif
Identifikasi eksternalitas positif
Analisis deskriptif
Identifikasi eksternalitas negatif
Analisis deskriptif
Eksternalitas negatif
Pencemaran udara
Kebisingan
Penurunan kualitas lingkungan masyarakat Kelurahan Tegal Ratu akibat pencemaran
Mengestimasi besarnya nilai kerugian yang ditanggung masyarakat Cost of illness dan loss of earnings
Mengestimasi besarnya nilai dana kompensasi masyarakat Estimasi nilai WTA responden dengan metode CVM
Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi nilai dana kompensasi Analisis regresi linier berganda
Rekomendasi kebijakan kompensasi untuk masyarakat Kelurahan Tegal Ratu yang terkena eksternalitas Keterangan: = Aliran penelitian = Ruang lingkup penelitian
Gambar 3 Diagram alur kerangka berpikir
27
IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon, Provinsi Banten. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kelurahan Tegal Ratu merupakan salah satu pemukiman yang padat penduduk dan terkena dampak pencemaran yang besar akibat aktivitas industri karena terletak dekat dengan kawasan industri baja. Pengambilan data primer dilaksanakan bulan April sampai Mei 2015. 4.2 Jenis dan Sumber Data Data terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer berupa peninjauan langsung di lapangan dan respon warga Kelurahan Tegal Ratu melalui kuesioner dan wawancara langsung. Data tersebut meliputi karakteristik responden, eksternalitas positif dan negatif yang dirasakan responden, kerugian yang dialami, biaya yang dikeluarkan responden untuk mengobati penyakit yang diderita, pendapatan yang hilang akibat tidak bekerja karena sakit, pandangan responden terkait keberadaan industri baja, penilaian terhadap dampak pencemaran, kesediaan atau ketidaksediaan menerima kompensasi, dan besarnya nilai dana kompensasi yang bersedia diterima. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari dinas atau instansi terkait serta dari pustaka yang relevan dengan penelitian berupa buku referensi, jurnal ilmiah, internet, hasil-hasil penelitian terdahulu oleh suatu instansi, perorangan atau lembaga yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Data sekunder yang dikumpulkan berupa peraturan atau perundang-undangan mengenai limbah, baku mutu, pengelolaan lingkungan hidup, data kesehatan warga Kelurahan Tegal Ratu, kondisi umum industri baja, dan data lainnya yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Data sekunder tersebut diperoleh dari Dinas Kesehatan, Puskesmas Kecamatan Ciwandan, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Cilegon, Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Cilegon, key persons, perpustakaan, internet, dan penelitian terdahulu.
28
4.3 Metode Pengambilan Contoh Teknik penentuan responden dalam penelitian ini yaitu purposive sampling dengan kriteria responden yang merasakan dampak akibat aktivitas industri baja. Purposive sampling digunakan dalam memilih perwakilan dari rumah tangga baik pihak bapak atau ibu. Jumlah responden yaitu 55 Kepala Keluarga (KK) yang bermukim di Kelurahan Tegal Ratu tepatnya di RW 01 sebanyak 25 responden dan di RW 06 sebanyak 30 responden. Menurut Walpole (1992), penetapan jumlah responden ini mengikuti kaidah pengambilan sampel secara stastistika yaitu minimal 30 data atau sampel dimana data tersebut mendekati sebaran normal. 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang diambil dalam penelitian ini dilakukan untuk mengestimasi nilai WTA dengan menggunakan metode bidding game. Metode ini diterapkan dengan melakukan penawaran, dimulai pada penawaran maksimal yaitu pada penelitian ini sebesar Rp50 000 hingga angka minimum yang mau diterima oleh responden. Data yang diperoleh dalam penelitan ini kemudian dianalisis baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Aspek kualitatif yang diteliti menggunakan metode deskriptif untuk mengidentifikasi eksternalitas positif dan negatif yang dirasakan masyarakat sedangkan aspek kuantitatif yang diteliti meliputi estimasi nilai kerugian ekonomi akibat pencemaran udara dan kebisingan yang dirasakan masyarakat dengan menggunakan metode cost of illness dan loss of earnings, besarnya nilai dana kompensasi yang diterima masyarakat akibat pencemaran dengan menggunakan metode Contingent Valuation Method (CVM), dan metode analisis regresi linier berganda dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi besarnya nilai dana kompensasi. Pengolahan analisis kuantitatif menggunakan program Microsoft Excel 2013 dan Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 20. Matriks metode analisis data dalam penelitian ini merupakan matriks keterkaitan antara tujuan penelitian, jenis data, metode analisis data, dan sumber data. Matriks ini dapat dilihat pada Tabel 8.
29
Tabel 8 Matriks metode analisis data No Tujuan Penelitian 1 Mengidentifikasi eksternalitas positif dan negatif yang dirasakan masyarakat 2 Mengestimasi besarnya nilai kerugian ekonomi masyarakat akibat pencemaran 3 Mengestimasi besarnya nilai dana kompensasi yang bersedia diterima masyarakat 4 Mengidentifikasi faktorfaktor yang berpengaruh terhadap besarnya kesediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi
Jenis Data Data primer (kuesioner) dan data sekunder
Metode Analisis Data Analisis deskriptif kualitatif
Data primer (kuesioner)
Metode cost of illness dan loss of earnings
Data primer (kuesioner)
Contingent Valuation Method (CVM)
Data primer (kuesioner)
Analisis regresi linier berganda
4.4.1 Identifikasi Eksternalitas Positif dan Negatif yang Dirasakan Responden Akibat Aktivitas Industri Baja Analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi eksternalitas positif dan negatif yang dirasakan responden dengan menggunakan analisis deskiptif kualitatif. Menurut Nazir (2003), metode deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan analisis deskriptif yaitu untuk membuat deskripsi, gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Identifikasi eksternalitas positif dan negatif yang timbul akibat kegiatan industri baja di Kelurahan Tegal Ratu bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh yang diterima dan apa saja perubahan yang dirasakan masyarakat akibat aktivitas industri baja. Analisis ini meliputi ada tidaknya gangguan akibat aktivitas industri, penilaian responden terhadap kualitas lingkungan, dan dampak yang dirasakan akibat aktivitas industri baja. Informasi mengenai dampak yang diterima masyarakat didapatkan dengan menggunakan kuesioner dan wawancara
30
langsung kepada masyarakat sebagai responden pada penelitian ini dan key persons. Dampak yang dianalisis adalah dampak terhadap sosial, ekonomi, dan lingkungan yang dirasakan masyarakat yang diidentifikasi dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif. 4.4.2 Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Akibat Pencemaran Perhitungan estimasi nilai kerugian ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat akibat pencemaran yang ditimbulkan oleh aktivitas industri baja di Kelurahan Tegal Ratu dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan. Perhitungan tersebut dengan menggunakan pendekatan metode cost of illness dan loss of earnings. Metode cost of illness yaitu metode yang digunakan untuk mengestimasi biaya eksternal atau kerugian ekonomi dengan menggunakan biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh masyarakat akibat penurunan tingkat kesehatan (sakit) yang pernah dialami. Biaya kesehatan yang ditanggung oleh masyarakat sebagai responden dihitung dari jumlah uang yang dikeluarkan untuk berobat. Biaya ratarata diperoleh dari total jumlah uang yang dikeluarkan untuk berobat dibagi jumlah responden yang mengeluarkan biaya untuk berobat. Perhitungan nilai tersebut melalui pendekatan dengan menggunakan rumus: RBB =
∑n i=0 BBi n
..................................................(3)
Keterangan: RBB = Rata-rata biaya berobat (Rp/tahun) BB = Biaya berobat (Rp/tahun) n = Jumlah responden (KK) i = Responden ke-i (1,2,3,...n) Menurut Hufscmidt, et al. (1992) dalam Farhani (2011), metode loss of earnings merupakan salah satu metode valuasi ekonomi untuk melakukan penilaian biaya lingkungan berdasarkan pendekatan yang berorientasi pasar. Penilaian manfaat dalam metode ini menggunakan harga aktual barang dan jasa (actual based market methods). Penggunaan metode ini mudah digunakan karena mengikuti harga pasar aktual barang dan jasa yang berlaku saat ini. Pencemaran udara yang terjadi di kawasan pemukiman sekitar industri baja menyebabkan masyarakat rentan terkena penyakit sehingga menyebabkan
31
produktivitas masyarakat akan menurun. Masyarakat yang terkena penyakit harus menanggung hilangnya pendapatan yang dapat digunakan untuk bekerja. Kerugian masyarakat sebagai responden yang tidak masuk kerja akibat sakit dihitung berdasarkan tingkat pendapatan per hari. Perhitungan nilai kerugian responden yang tidak masuk kerja dengan cara jumlah hari tidak kerja responden dikali dengan tingkat pendapatan responden per hari. Perhitungan nilai tersebut melalui pendekatan dengan menggunakan rumus: NKRTMK = ∑ni=1(JHTKi × TKPi)................................(4) Keterangan: NKRTMK = Nilai kerugian responden tidak masuk kerja (Rp/tahun) JHTK = Jumlah hari tidak kerja (/hari) TKP = Tingkat pendapatan responden per hari (Rp/hari) n = jumlah responden (KK) i = responden ke-i (1,2,3,…...,n) 4.4.3 Analisis Nilai Willingness to Accept (WTA) Masyarakat Terhadap Pencemaran Akibat Aktivitas Industri Baja Willingness to Accept (WTA) merupakan nilai yang bersedia diterima oleh masyarakat sebagai kompensasi atas perubahan kualitas sumberdaya alam yang diakibatkan oleh aktivitas pihak lain. Perhitungan nilai Willingness to Accept (WTA) ini dapat ditanyakan langsung melalui survei dengan kuesioner ke individu atau masyarakat tentang sejauh mana mereka mau menerima kompensasi akibat adanya kerusakan lingkungan. Informasi yang diperlukan pada metode ini meliputi: (1) karakteristik sosial demografi responden; (2) Willingness to Accept (WTA) yang diteliti; (3) detail tentang benda yang akan dinilai, dan persepsi penilaian benda publik. Asumsi-asumsi yang diperlukan dalam pelaksanaan pengumpulan nilai WTA dari setiap responden adalah: 1. Pihak industri baja bersedia memberikan dana kompensasi kepada masyarakat Kelurahan Tegal Ratu atas penurunan kualitas lingkungan. 2. Responden merupakan warga RW 01 dan RW 06 Kelurahan Tegal Ratu yang merasakan dampak akibat aktivitas industri baja. 3. Nilai WTA yang diberikan masyarakat merupakan besarnya nilai dana kompensasi minimum yang bersedia diterima oleh responden jika dana kompensasi benar-benar dilaksanakan.
32
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui nilai WTA responden dan faktorfaktor yang memengaruhi nilai tersebut. Nilai tersebut diestimasi dengan menggunakan pendekatan Contingent Valuation Method (CVM). Tahapantahapan CVM (Hanley and Spash 1993), yaitu: 1. Membangun pasar hipotetis Pasar hipotetis dibentuk berdasarkan dampak negatif terhadap kualitas lingkungan yang terjadi akibat keberadaan industri baja di Kelurahan Tegal Ratu. Penurunan kualitas lingkungan yang terjadi berupa pencemaran udara dan kebisingan. Penurunan kualitas lingkungan yang terjadi diakibatkan mendekatnya industri baja ke pemukiman warga di Kelurahan Tegal Ratu. Pemberian kompensasi dirasa perlu dilakukan oleh pihak industri baja karena masyarakat sekitar kawasan industri baja mempunyai hak untuk dapat membiayai pengobatan yang pernah dirasakan dan hilangnya pendapatan akibat tidak bekerja karena sakit yang disebabkan oleh pencemaran udara tersebut. Bentuk kompensasi yang ditawarkan bervariasi dan responden akan memilih sesuai dengan keinginannya. Bentuk kompensasi yang ditawarkan berupa perbaikan infrastruktur (jalan, jembatan, listrik, dll), pembangunan klinik kesehatan, penyediaan alat penyaring udara, dan pemberian dana kompensasi. Pasar hipotetis tersebut dibuat dalam skenario sebagai berikut: Skenario: Pihak industri baja belum mengelola hasil buangan kegiatan produksinya dengan baik, sehingga masih adanya limbah yang memberikan dampak negatif kepada masyarakat sekitar berupa pencemaran udara dan kebisingan. Kondisi tersebut membuat pihak industri akan memberlakukan pemberian dana kompensasi terhadap masyarakat di sekitar kawasan industri yang terkena dampak negatif. Besarnya dana kompensasi ditanyakan langsung kepada masyarakat Kelurahan Tegal Ratu berapa nilai yang bersedia mereka terima atas penurunan kualitas lingkungan akibat aktivitas industri baja. Besarnya dana kompensasi yaitu berkisar antara Rp25 000 – Rp50 000/rumah tangga/bulan. Harga Rp25 000 – Rp50 000 diperoleh dari rata-rata biaya berobat di klinik pengobatan setempat.
33
Skenario tersebut membuat responden akan mengetahui gambaran tentang situasi hipotetis mengenai rencana adanya upaya dari pihak pemerintah dan industri untuk mengatasi pencemaran yang terjadi. Pemberian dana kompensasi ini diharapkan agar masyarakat tidak perlu lagi menanggung kerugian yang diakibatkan oleh pihak industri baja. Pertanyaan dalam pasar hipotetis: “Bersediakah bapak/ibu/saudara/i untuk berpartisipasi dalam kebijakan perusahaan berupa pemberian dana kompensasi akibat dampak negatif dari industri baja dan berapa besar dana kompensasi yang bersedia diterima ?” 2. Memperoleh nilai penawaran Tahapan selanjutnya adalah membuat kuesioner untuk pengambilan sampel. Setelah itu dilakukan survei dengan cara wawancara langsung kepada responden. Wawancara langsung bertujuan untuk memudahkan responden menjawab pertanyaan dalam kuesioner yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa yang lebih mudah dimengerti dan memungkinkan terkumpulnya data-data baru yang sebelumnya tidak ditanyakan. Responden ditanya besarnya nilai minimum WTA untuk menerima dampak penurunan kualitas lingkungan melalui metode bidding game. Metode ini diterapkan dengan melakukan penawaran, dimulai pada penawaran maksimal sebesar Rp50 000 hingga angka minimum yang mau diterima responden. 3. Menghitung dugaan nilai rataan WTA (EWTA) Tahapan berikutnya setelah data terkumpul adalah mencari nilai rata-rata (mean) dan nilai tengah (median) dari nilai WTA. Nilai EWTA dihitung dengan melakukan penjumlahan keseluruhan dari nilai WTA dibagi dengan jumlah responden. Perhitungan nilai tersebut melalui pendekatan dengan menggunakan rumus: EWTA =
∑n i=1 Wi n
...........................................(5)
Keterangan: EWTA = Dugaan nilai rataan WTA (Rp) Wi = Nilai WTA ke-i n = Jumlah responden (orang) i = Responden ke-i yang bersedia menerima dana kompensasi (1,2.. n)
34
4. Menduga kurva penawaran WTA Kurva penawaran diduga melalui proses menentukan variabel-variabel yang diduga berpengaruh terhadap nilai WTA. Kurva penawaran dapat diperkirakan dari nilai WTA sebagai variabel dependen dan faktor-faktor yang memengaruhi nilai tersebut sebagai variabel independennya. Kurva penawaran berfungsi untuk memperkirakan perubahan nilai WTA karena perubahan sejumlah variabel independen dan untuk menguji sensitivitas jumlah WTA terhadap variasi perubahan mutu lingkungan. 5. Menjumlahkan data Menjumlahkan data merupakan proses
nilai
rata-rata penawaran
dikonversikan terhadap populasi yang dimaksud. Nilai total WTA dari masyarakat dapat diketahui setelah menduga nilai tengah WTA. Perhitungan nilai tersebut melalui pendekatan dengan menggunakan rumus: TWTA = ∑N i=1 EWTAi x P...........................................(6) Keterangan: TWTA = Total WTA (Rp) EWTAi = Dugaan rataan WTA ke-i (Rp) P = Jumlah populasi (KK) i = Responden ke-i (i=1,2,3...,n) 6. Evaluasi pelaksanaan CVM Evaluasi Pelaksanaan CVM memerlukan pendekatan seberapa besar tingkat keberhasilan dalam pengaplikasian CVM. Pelaksanaan model CVM dapat dievaluasi dengan melihat tingkat keandalan fungsi WTA dengan melihat nilai R2 (Adjusted R Square) dari model OLS (Ordinary Least Square) WTA. 4.4.4 Analisis Fungsi Willingness to Accept (WTA) Analisis fungsi WTA bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi besarnya nilai WTA masyarakat Kelurahan Tegal Ratu yang mengalami eksternalitas. Fungsi persamaan regresi linier berganda: mid WTAi = β0 + β1 UR + β2 PDK – β3 PDT + β4 JT + β5 LTI – β6 JTT + β7 TKR + β8 DJK + β9 DUB + β10 DUP + β11 DUM + β12 DG + β13 DK + ɛi………..(7) Keterangan: mid WTAi = Nilai WTA responden (Rp/tahun) β0 = Konstanta β1….. β13 = Koefisien regresi
35
UR PDK PDT JT LTI JTT TKR DJK DUB DUP DUM DG DK ɛ
= Usia responden (tahun) = Pendidikan formal responden (tahun) = Pendapatan responden (Rp/bulan) = Jumlah tanggungan keluarga (orang) = Lama tinggal (tahun) = Jarak tempat tinggal dengan lokasi industri (meter) = Total kerugian responden (Rp/tahun) = Dummy jenis kelamin (1 = laki-laki, 0 = perempuan) = Dummy udara berdebu (1 = berdebu, 0 = tidak berdebu) = Dummy udara panas (1 = panas, 0 = tidak panas) = Dummy udara menyesakkan saat bernapas (1 = menyesakkan saat bernapas, 0 = tidak menyesakkan) = Dummy getaran (1 = bergetar, 0 = tidak bergetar) = Dummy kebisingan (1 = bising, 0 = tidak bising ) = galat
Hipotesis: 1. Usia (UR) Variabel usia diharapkan bernilai positif. Semakin tinggi usia responden, maka semakin paham responden akan kerugian yang diterima akibat penurunan kualitas lingkungan sehingga nilai WTA semakin tinggi. 2. Tingkat pendidikan (PDK) Variabel pendidikan diharapkan bernilai positif. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin tinggi nilai kompensasi yang diinginkan. Hal tersebut karena responden yang berpendidikan tinggi menyadari seberapa besar kerugian akibat eksternalitas tersebut. 3. Tingkat pendapatan (PDT) Variabel pendapatan diharapkan bernilai negatif. Semakin tinggi pendapatan maka responden tersebut merasa berkecukupan untuk mengeluarkan biaya menanggulangi dampak, nilai WTA menjadi rendah. 4. Jumlah tanggungan (JT) Variabel jumlah tanggungan diharapkan bernilai positif. Semakin banyak jumlah tanggungan responden, maka semakin tinggi nilai WTA karena responden yang memiliki jumlah tanggungan banyak mengalami kerugian lebih besar. 5. Lama tinggal (LTI) Variabel lama tinggal diharapkan bernilai positif. Semakin lama tinggal seseorang, maka semakin tinggi nilai kompensasi yang diinginkan. Pencemaran
36
membuat responden dengan lama tinggal lebih lama merasa lebih dirugikan, sebelumnya mereka dapat memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. 6. Jarak tempat tinggal (JTT) Variabel jarak tempat tinggal dengan lokasi industri diharapkan bernilai negatif. Jarak tempat tinggal berpengaruh negatif, karena semakin dekat dengan lokasi industri maka semakin banyak dampak yang dirasakan oleh responden sehingga nilai kompensasi akan semakin tinggi. 7. Total kerugian responden (TKR) Variabel total kerugian responden diharapkan bernilai positif. Semakin tinggi total kerugian responden yang dikeluarkan dari berobat dan hilangnya pendapatan akibat tidak bekerja karena sakit maka nilai WTA semakin tinggi. 8. Dummy jenis kelamin (DJK) Variabel dummy jenis kelamin diharapkan bernilai positif. Responden lakilaki diduga memiliki WTA yang lebih tinggi dibandingkan dengan responden perempuan karena responden laki-laki bertindak sebagai kepala keluarga dalam sebuah rumah tangga cenderung lebih tegas dalam pengambilan keputusan dibandingkan responden perempuan. 9. Variabel Dummy udara berdebu (DUB) Variabel Dummy udara panas diharapkan bernilai positif. Jika udara berdebu maka nilai WTA yang diharapkan akan semakin tinggi. 10. Variabel Dummy udara panas (DUP) Variabel Dummy udara panas diharapkan bernilai positif. Jika udara panas maka nilai WTA yang diharapkan akan semakin tinggi. 11. Variabel Dummy udara menyesakkan saat bernapas (DUM) Variabel Dummy udara menyesakkan saat bernapas diharapkan bernilai positif. Jika udara menyesakkan saat bernapas maka nilai WTA yang diharapkan akan semakin tinggi. 12. Variabel Dummy getaran (DG) Variabel Dummy getaran diharapkan bernilai positif. Jika terjadi getaran maka nilai WTA yang diharapkan akan semakin tinggi. 13. Variabel Dummy getaran (DK) Variabel Dummy kebisingan diharapkan bernilai positif. Jika terjadi kebisingan maka nilai WTA yang diharapkan akan semakin tinggi.
37
Tabel 9 Indikator pengukuran nilai WTA No Variabel 1 WTA (Rp)
2 Usia responden/UR (Tahun)
3 Tingkat pendidikan/ PDK (Tahun)
4 Tingkat pendapatan/ PDT (Rp) 5 Jumlah tanggungan keluarga/JT (Orang)
6 Lama tinggal/LTI (Tahun)
7 Jarak tempat tinggal ke industri terdekat/JTT (Meter) 8 Total kerugian responden/TKR (Rp) 9 Jenis kelamin/DJK 10 Udara berdebu/DUB 11 Udara panas/DUP 12 Udara menyesakkan/DUM 13 Getaran/DG 14 Kebisingan/DK
Pengukuran Menggunakan bidding game yang didasarkan kepada diperoleh dari rata-rata biaya berobat di klinik pengobatan setempat. Dibedakan menjadi lima kategori, yaitu a. 17 – 25 tahun d. 44 – 52 tahun b. 26 – 34 tahun e. ≥ 53 tahun c. 35 – 43 tahun Dibedakan menjadi lima kategori, yaitu a. Tidak sekolah d. SMA (12 tahun) b. SD (6 tahun) e. Perguruan tinggi (16 tahun) c SMP (9 tahun) Dibedakan menjadi lima kategori, yaitu a. < Rp500 000 d. Rp2 500 001 – 3 500 000 b. Rp500 000 – 1 500 000 e. > Rp3 500 000 c. Rp1 500 001 – 2 500 000 Dibedakan menjadi lima kategori, yaitu a. 0 orang d. 3 orang b. 1 orang e. > 3 orang c. 2 orang Dibedakan menjadi lima kategori, yaitu a. ≤ 5 tahun d. 26 – 35 tahun b. 6 – 15 tahun e. > 35 tahun c. 16 – 25 tahun Dibedakan menjadi lima kategori, yaitu a. < 100 meter d. 301 – 400 meter b. 100 – 200 meter e. > 400 meter c. 201 – 300 meter Dibedakan menjadi lima kategori, yaitu a. ≤ Rp30 000 d. Rp90 001 – 120 000 b. Rp30 001 – 60 000 e . > Rp120 000 c. Rp60 001 – 90 000 Dummy jenis kelamin (1 = laki-laki, 0 = perempuan) Dummy udara berdebu (1 = berdebu, 0 = tidak berdebu) Dummy udara panas (1 = panas, 0 = tidak panas) Dummy udara menyesakkan saat bernapas (1 = menyesakkan, 0 = tidak menyesakkan) Dummy getaran (1 = bergetar, 0 = tidak bergetar) Dummy kebisingan (1 = bising, 0 = tidak bising)
4.4.5 Pengujian Parameter Regresi Pengujian parameter regresi dilakukan dengan pengujian asumsi klasik terhadap model dan pengujian statistik terhadap model. Pengujian asumsi klasik dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu uji normalitas, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi, dan uji multikolinieritas. Pengujian statistik dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu uji keandalan, uji statistik F, dan uji statistik t.
38
1. Uji Normalitas Uji normalitas adalah pengujian asumsi residual yang berdistribusi normal. Uji normalitas dilakukan pada nilai residual model. Uji normalitas diperlukan untuk mengetahui apakah error term dari data yang jumlahnya kurang dari 30 mendekati sebaran normal sehingga statistik t dapat dikatakan sah. Data pada penelitian ini jumlahnya lebih dari 30, oleh sebab itu diduga data telah mendekati sebaran normal sehingga statistik t dapat dikatakan sah. Pembuktian untuk meyakini data telah mendekati sebaran normal perlu dilakukan sebuah pengujian. Uji yang dapat dilakukan adalah uji Kolmogorov-Smirnov, apabila hasil uji signifikansi dibawah 1% artinya data yang akan diuji memiliki perbedaan signifikan dengan data normal baku, sehingga dapat dikatakan data tidak normal. 2. Uji Homoskedastisitas Salah satu asumsi metode pendugaan kuadrat terkecil (OLS) adalah homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan. Pelanggaran atas
asumsi
ini
disebut
heteroskedastisitas.
Deteksi
ada
tidaknya
heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual yang telah di-studentized (Ghozali 2006). Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot. Dasar analisis uji heteroskedastisitas (Ghozali 2006): a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedatisitas. 3. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan diantara galat dalam persamaan regresi yang diperoleh. Uji yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi adalah uji DW (Durbin Watson test). Nilai statistik DW berada diantara 1,55 dan 2,46 maka menunjukkan tidak ada autokorelasi (Firdaus
39
2004). Autokorelasi cenderung akan mengestimasi standar error lebih kecil daripada nilai sebenarnya, sehingga nilai statistic-t akan lebih besar. 4. Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas adalah pengujian untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi yang signifikan antara variabel-variabel independen dalam model regresi linier berganda. Model regresi linier yang baik memiliki variabel-variabel bebas yang tidak berkorelasi. Pada model dengan banyak peubah sering terjadi masalah multikolinier yaitu terjadinya korelasi yang kuat antar peubah-peubah bebas. Uji multikolinieritas dilakukan dengan cara melihat Variance Inflation Factor (VIF) dan nilai tolerance. Masalah tersebut dapat dilihat langsung melalui hasil komputer, jika Varian Inflation Factor (VIF) < 10 dan nilai tolerance tidak kurang dari 0.10 maupun lebih dari 1 maka tidak ada masalah multikolinier. 5. Uji Keandalan Uji keandalan adalah uji yang digunakan dalam evaluasi pelaksanaan CVM yang dapat dilihat dengan nilai R2 (Adjusted R Square)/koefisien determinasi dari OLS (Ordinary Least Square) WTA. Koefisien determinasi adalah suatu nilai statistik yang dapat mengetahui besarnya kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat dari suatu persamaan regresi (Firdaus 2004). 6. Uji Statistik F Uji statistik F adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat. Prosedur pengujian menurut Ramanathan (1997) adalah: H0 = β1= β2 = β3 = … β = 0 H1 = β1= β2 = β3 = … β ≠ 0
Fhit =
JKK /(k−1) ............................................................................(7)
JKG / k (n−1)
Keterangan: JKK = jumlah kuadrat untuk nilai tengah kolom JKG = jumlah kuadrat galat n = jumlah sampel k = jumlah peubah Jika Fhit < Ftabel maka terima H0 yang artinya variabel (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap (Y). Jika Fhit > Ftabel , maka terima H1 yang berarti variabel (Xi) berpengaruh nyata terhadap (Y).
40
7. Uji Statistik t Uji statistik t adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui masing-masing variabel bebas yang berpengaruh terhadap variabel terikatnya. Prosedur pengujian uji statistik t adalah (Ramanathan 1997): H0 : βi = 0 atau variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. H1 : βi ≠ 0 atau varibel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel terikat
t hit (n−k) =
β1−0 sβi
............................................................................(8)
Jika t hit (n−k) < tα/2 maka H0 diterima, artinya variabel bebas (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap (Y). Jika t hit (n−k) > tα/2, maka terima H1 artinya variabel bebas (Xi) berpengaruh nyata terhadap (Y).
41
V GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Tegal Ratu adalah kelurahan ketiga terluas setelah Kelurahan Gunung Sugih dan Kepuh. Kelurahan Tegal Ratu terletak di Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon, Provinsi Banten dengan luas wilayah sebesar 468,8 Ha. Kelurahan Tegal Ratu menurut penggunannya dibagi menjadi kawasan industri, pelabuhan, pergudangan, dan pemukiman perkotaan. Kelurahan Tegal Ratu dibagi menjadi 6 Rukun Warga (RW) dan 21 Rukun Tetangga (RT) dengan jumlah 8.880 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 4.660 jiwa dan perempuan sebanyak 4.220 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 2.138 KK. Adapun batas-batas wilayah Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon (Monografi Kelurahan 2014): Sebelah Utara
= Tanah Krakatau Steel
Sebelah Selatan
= Desa Batu Kuda
Sebelah Timur
= Kelurahan Kubang Sari
Sebelah Barat
= Kelurahan Randakari
Penduduk di Kelurahan Tegal Ratu sebagian besar bermata pencaharian sebagai buruh industri yaitu sebanyak 820 orang karena Kelurahan Tegal Ratu terletak di sekitar kawasan industri. Banyak juga warga yang bermata pencaharian sebagai pedagang sebanyak 390 orang dan buruh bangunan sebanyak 160 orang. Mata Pencaharian warga di Kelurahan Tegal Ratu dapat dilihat pada Tabel 10 berikut: Tabel 10 Mata pencaharian masyarakat Kelurahan Tegal Ratu No 1 2 3 4 5 6 7 8
Mata Pencaharian Petani Buruh industri Buruh bangunan Pedagang Pengangkutan PNS ABRI Pensiunan PNS / ABRI Total
Sumber: Monografi Kelurahan (2014)
Jumlah (orang) 60 820 160 390 40 36 2 4 1 512
42
Masyarakat di Kelurahan Tegal Ratu menganut agama Islam, Protestan, dan Katholik. Mayoritas penduduknya beragama Islam. Sarana peribadatan yang terdapat di Kelurahan Tegal Ratu diantaranya sebelas buah masjid, dan dua puluh lima buah musala. Sarana dan prasarana pendidikan yang terdapat di Kelurahan Tegal Ratu terdiri dari sekolah TK/PAUD sebanyak tiga unit, Sekolah Dasar (SD) sebanyak empat unit, madrasah ibtidaiyah sebanyak enam unit, dan madrasah aliyah sebanyak empat unit. Sarana kesehatan di Kelurahan Tegal Ratu yakni terdapat praktek dokter sebanyak dua unit, apotik sebanyak satu unit, dan posyandu sebanyak sembilan unit. 5.2 Kondisi Responden Sekitar Kawasan Industri Baja Pemukiman di Kelurahan Tegal Ratu berada di sekitar kawasan industri. Keadaan ini menyebabkan terganggunya kesehatan masyarakat dan menurunnya kualitas lingkungan. Karakteristik umum responden berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan terhadap 55 rumah tangga yang bertempat tinggal di Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan tepatnya di RW 01 dan RW 06. Kondisi sosial ekonomi responden yang menjadi perhatian dalam penelitian ini dijelaskan dalam beberapa variabel yang meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, jarak tempat tinggal dengan lokasi industri, dan lama tinggal. 5.2.1 Jenis Kelamin Responden dalam penelitian ini berjumlah 55 orang yang terdiri dari responden laki-laki sebanyak 25 orang (45.45%), sedangkan responden perempuan sebanyak 30 orang (54.55%). Responden dalam penelitian ini sebagian besar adalah perempuan. Responden perempuan lebih banyak dibandingkan responden laki-laki karena perempuan lebih mengetahui secara jelas kondisi dalam rumah tangga dan juga waktu pelaksanaan wawancara dilakukan pada hari kerja. Perbandingan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Jenis kelamin responden No Jenis kelamin 1 Laki-laki 2 Perempuan Total
Jumlah responden (orang) 25 30 55
Persentase (%) 45.45 54.55 100.00
43
5.2.2 Usia Tingkat usia responden dibagi menjadi lima kategori kelompok. Tingkat usia responden terbanyak pada kelompok usia 35–43 tahun sebanyak 17 orang (30.91%), selanjutnya responden pada kelompok usia 26–34 tahun sebanyak 14 orang (25.45%), responden pada kelompok usia 44–52 tahun sebanyak 11 orang (20%), responden pada kelompok usia 17–25 tahun sebanyak 7 orang (12.73%), dan responden pada kelompok usia ≥53 tahun sebanyak 6 orang (10.91%). Distribusi tingkat usia responden dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Sebaran usia responden No 1 2 3 4 5
Usia (tahun) 17–25 26–34 35–43 44–52 ≥ 53 Total
Jumlah responden (orang) 7 14 17 11 6 55
Persentase (%) 12.73 25.45 30.91 20.00 10.91 100.00
5.2.3 Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan responden dalam penelitian ini diklasifikasikan berdasarkan lama tahun menempuh pendidikan formal dari jenjang tidak sekolah sampai dengan perguruan tinggi. Responden sebagian besar memiliki latar belakang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA)/sederajat sebanyak 24 orang (43.64%), latar belakang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP)/sederajat menempati urutan kedua sebanyak 14 orang (25.45%), latar belakang pendidikan Sekolah Dasar (SD) menempati urutan ketiga sebanyak 12 orang (21.82%), latar belakang perguruan tinggi menempati urutan terakhir sebanyak 5 orang (9.09%), dan tidak ada responden yang tidak pernah menempuh pendidikan formal. Distribusi tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Tingkat pendidikan responden No 1 2 3 4 5
Tingkat pendidikan Tidak sekolah SD SMP/sederajat SMA/sederajat Perguruan Tinggi Total
Jumlah responden (orang)
Persentase (%) 0 12 14 24 5 55
0.00 21.82 25.45 43.64 9.09 100.00
44
5.2.4 Jenis Pekerjaan Jenis pekerjaan responden dibagi menjadi tujuh kategori, antara lain ibu rumah tangga sebanyak 9 orang (16.36%), wirausaha sebanyak 17 orang (30.91%), buruh sebanyak 18 orang (32.73%), pegawai swasta sebanyak 5 orang (9.09%), petani sebanyak 2 orang (3.64%), PNS sebanyak 1 orang (1,82%) dan pekerjaan lainnya sebanyak 3 orang (5.45%). Hasil survei menunjukkan bahwa buruh adalah jenis pekerjaan responden yang paling banyak didapatkan, hal ini karena Kelurahatan Tegal Ratu berada di sekitar kawasan industri. Distribusi jenis pekerjaan responden dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Jenis pekerjaan responden No 1 2 3 4 5 6 7
Jenis pekerjaan Buruh Wirausaha IRT Pegawai swasta Petani PNS Lainnya Total
Jumlah responden (orang) 18 17 9 5 2 1 3 55
Persentase (%) 32.73 30.91 16.36 9.09 3.64 1.82 5.45 100.00
5.2.5 Tingkat Pendapatan Tingkat pendapatan responden bervariasi mulai dari terkecil sebesar Rp400 000 sampai yang terbesar Rp5 000 000. Tingkat pendapatan responden dibagi menjadi lima kategori. Sebagian besar responden berada pada rentang pendapatan Rp500 000 - Rp1 500 000 sebanyak 18 orang (32.73%). Pendapatan Rp1 500 001 – Rp2 500 000 yaitu sebanyak 16 orang (29.09%). Responden dengan pendapatan Rp2 501 000 – Rp3 500 000 yaitu sebanyak 12 orang (21.82%). Responden dengan pendapatan < Rp500 000 yaitu sebanyak 6 orang (10.91%), dan responden dengan pendapatan > Rp3 500 000 yaitu sebanyak 3 orang (5.45%). Distribusi tingkat pendapatan responden dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Tingkat pendapatan responden No 1 2 3 4 5
Tingkat pendapatan (Rp) < Rp500 000 Rp500 000–Rp1 500 000 Rp1 501 000–Rp2 500 000 Rp2 501 000–Rp3 500 000 > Rp3 500 000 Total
Jumlah responden (orang) 6 18 16 12 3 55
Persentase (%) 10.91 32.73 29.09 21.82 5.45 100.00
45
5.2.6 Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga sebagian besar sebanyak > 3 orang ada 23 responden (41.82%). Responden yang memiliki tanggungan sebanyak 1 orang ada 8 responden (14.55%), Responden yang memiliki tanggungan sebanyak 2 orang ada 4 responden (7.27%), Responden yang memiliki tanggungan sebanyak 3 orang ada 16 responden (29.09%), dan juga responden yang tidak memiliki tanggungan ada 4 responden (7.27%). Hasil tersebut menandakan bahwa tingkat kelahiran yang ada di masyarakat Kelurahan Tegal Ratu yang menjadi responden cukup tinggi. Distribusi jumlah tanggungan keluarga responden dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Jumlah tanggungan keluarga responden No 1 2 3 4 5
Jumlah tanggungan (orang)
Jumlah responden (orang)
0 1 2 3 >3
4 8 4 16 23 55
Total
Persentase (%) 7.27 14.55 7.27 29.09 41.82 100.00
5.2.7 Jarak Tempat Tinggal Wilayah yang dipilih merupakan tempat yang berbatasan dengan wilayah industri. Jarak tempat tinggal responden ke industri baja dibagi menjadi lima kategori. Kategori pertama responden dengan jarak < 100 m sebanyak 2 orang (3.64%), kategori kedua responden dengan jarak antara 100 – 200 m sebanyak 16 orang (29.09%), kategori ketiga responden dengan jarak antara 201 – 300 m sebanyak 13 orang (23.64%), kategori keempat responden dengan jarak antara 301 – 400 m sebanyak 21 orang (38.18%), kategori kelima responden dengan jarak antara > 400 m sebanyak 3 orang (5.45%). Distribusi jarak tempat tinggal responden dengan industri terdekat dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Jarak tempat tinggal dengan lokasi industri No 1 2 3 4 5
Jarak (meter) < 100 100 – 200 201 – 300 301 – 400 > 400 Total
Jumlah responden (orang)
Persentase (%) 2 16 13 21 3 55
3.64 29.09 23.64 38.18 5.45 100.00
46
5.2.8 Lama Tinggal Responden dalam penelitian ini sebagian besar merupakan penduduk asli yang sejak lahir sudah berada di Kelurahan Tegal Ratu. Responden terbanyak berada pada kelompok > 35 tahun yaitu sebanyak 20 orang (36.36%). Kelompok responden dengan lama tinggal 16 – 25 tahun sebanyak 7 orang (12.73%), kelompok responden dengan lama tinggal ≤ 5 tahun sebanyak 10 orang (18.18%), kelompok responden dengan lama tinggal 6 – 15 tahun sebanyak 8 orang (14.55%), dan kelompok responden dengan lama tinggal 26 – 35 tahun sebanyak 10 orang (18.18%). Distribusi lama tinggal responden dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Lama tinggal No
Tahun ≤5 6 – 15 16 – 25 26 – 35 > 35
1 2 3 4 5 Total
Jumlah responden (orang) 10 8 7 10 20 55
Persentase (%) 18.18 14.55 12.73 18.18 36.36 100.00
47
VI HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Identifikasi Eksternalitas Positif dan Negatif yang Timbul Akibat Aktivitas Industri Baja Lingkungan berperan penting dalam keberlangsungan hidup makhluk hidup terutama manusia yang berada di sekitarnya. Kualitas lingkungan yang baik akan meningkatkan kualitas hidup makhluk hidup. Kualitas lingkungan yang buruk akan menurunkan kualitas hidup makhluk hidup. Kualitas dan kuantitas sebuah lingkungan tersebut sangat dipengaruhi oleh manusia dan kegiatan ekonominya. Kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia akan selalu menghasilkan eksternalitas. Kegiatan ekonomi manusia berupa produksi, konsumsi, dan distribusi akan menghasilkan dua dampak yaitu dampak positif dan dampak negatif. Salah satu kegiatan ekonomi manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kualitas hidupnya adalah sektor industri. Sektor industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi manusia yang berdampak pada masyarakat dan kondisi lingkungan sekitar. Keberadaan sektor industri dapat menghasilkan dampak positif dan dampak negatif. Industri baja di Kelurahan Tegal Ratu tidak berbeda juga dengan industri lainnya yang menghasilkan eksternalitas. Eksternalitas yang dikaji pada penelitian ini meliputi eksternalitas positif dan eksternalitas negatif akibat keberadaan industri baja di Kelurahan Tegal Ratu. Eksternalitas positif yang terjadi akibat adanya aktivitas industri baja antara lain berupa terjadinya peningkatan lapangan pekerjaan dan meningkatnya usaha mikro seperti rumah makan, warung kelontong, konter pulsa dan tempat jajanan. Hasil eksternalitas positif yang dirasakan responden disajikan pada Tabel 19. Tabel 19 Eksternalitas positif yang dirasakan responden No Perubahan yang terjadi 1 Peningkatan lapangan pekerjaan 2 Peningkatan usaha mikro 3 Tidak ada manfaat Total
Jumlah responden (orang) 8
Persentase (%) 14.55
5 42 55
9.09 76.36 100.00
48
Tabel 19 menunjukkan bahwa eksternalitas positif yang dirasakan oleh 55 responden yang ada di Kelurahan tegal Ratu mengenai keberadaan industri baja yaitu peningkatan lapangan pekerjaan sebanyak 8 orang (14.55%) dan peningkatan usaha mikro sebanyak 5 orang (9.09%). Responden paling banyak mengatakan bahwa dengan adanya industri baja tidak ada manfaat yang didapatkan oleh responden sebanyak 42 orang (76.36%). Responden yang berada di Kelurahan Tegal Ratu hanya merasakan sedikit manfaat dengan keberadaan industri baja. Keberadaan industri baja juga menimbulkan dampak negatif. Salah satu dampak negatif yang paling dirasakan oleh masyarakat Kelurahan Tegal Ratu yaitu berupa penurunan kualitas lingkungan yang diakibatkan oleh pencemaran dari industri baja. Pencemaran tersebut menyebabkan kenyamanan dan kesehatan hidup masyarakat yang berada di sekitar kawasan industri baja menjadi terganggu akibat limbah yang dihasilkan oleh pihak industri. Hasil survei terhadap 55 responden di Kelurahan Tegal Ratu menunjukkan bahwa seluruh responden (100%) merasakan terjadinya eksternalitas negatif berupa perubahan lingkungan akibat kegiatan industri baja. Hasil eksternalitas negatif yang dirasakan responden disajikan pada Tabel 20. Tabel 20 Eksternalitas negatif yang dirasakan responden No Perubahan yang terjadi 1 Pencemaran udara dan debu 2 Kebisingan 3 Terganggunya kenyamanan Total
Jumlah responden (orang) Persentase (%) 41 74.55 11 20.00 3 5.45 55 100.00
Tabel 20 menunjukkan bahwa perubahan lingkungan yang dirasakan oleh 55 responden yang ada di Kelurahan tegal Ratu mengenai keberadaan industri baja yaitu kebisingan sebanyak 11 responden (20%) dan terganggunya kenyamanan sebanyak 3 responden (5.45%). Pencemaran udara dan debu merupakan perubahan lingkungan yang paling banyak dirasakan oleh responden sebanyak 41 responden (74.55%). Hasil wawancara kepada 55 responden dapat diketahui bahwa pencemaran udara dan debu merupakan eksternalitas negatif yang paling banyak dikeluhkan masyarakat Kelurahan Tegal Ratu akibat aktivitas industri baja. Hasil yang didapatkan bahwa sebanyak 51 responden (92.73%) menyatakan kualitas udara di
49
sekitar tempat tinggal mereka dalam kondisi berdebu, sedangkan sebanyak 4 responden (7.27%) menyatakan kualitas udara dalam kondisi tidak berdebu. Kualitas udara dalam kategori panas dirasakan oleh 45 responden (81.82%), sedangkan sebanyak 10 responden (18.18%) menyatakan kualitas udara dalam kondisi tidak panas. Kualitas udara dalam kondisi menyesakkan saat bernapas dirasakan oleh 46 responden (83.64%), sedangkan sebanyak 9 responden (16.36%) menyatakan kualitas udara dalam kondisi tidak menyesakkan dalam bernapas. Persentase kualitas udara di sekitar tempat tinggal responden akibat aktivitas industri baja disajikan pada Tabel 21. Tabel 21 Kualitas udara yang dirasakan responden No
Kualitas udara
1 2 3
Berdebu Panas Menyesakkan saat bernapas
Jumlah responden/iya (orang) 51 45 46
Persentase (%)
Jumlah responden/tidak (orang) 92.73 4 81.82 10 83.64 9
Persentase (%) 7.27 18.18 16.36
Kebisingan juga merupakan eksternalitas negatif yang terjadi akibat adanya aktivitas industri baja. Tahun 2014 tercatat ada 2 kali ledakan besar yang terjadi di PT. KP. Ledakan pertama terjadi pada bulan Februari 2014 pada bagian Blast Furnace Plant (BFP). Ledakan kedua terjadi pada bulan Desember 2014 pada bagian Steel Making Plant (SMP). Ledakan terjadi berawal saat penuangan besi cair dari ladie ke converter terdapat rembesan air yang jatuh ke dalam converter yang berisi baja cair. Ledakan-ledakan kecil hingga saat ini masih dirasakan oleh masyarakat sekitar. Kebisingan diakibatkan juga oleh pengoperasian alat berat dan kendaraan bermotor yang digunakan oleh pihak industri baja tersebut. Hasil wawancara kepada 55 responden diketahui bahwa kebisingan menempati peringkat kedua. Responden sebanyak 41 orang (74.55%) menyatakan bahwa terjadi getaran, sedangkan sebanyak 14 responden (25.45%) menyatakan tidak terjadi getaran. Responden sebanyak 45 orang (81.82%) menyatakan bahwa terjadi kebisingan, sedangkan sebanyak 10 responden (18.18%) menyatakan tidak terjadi kebisingan. Persentase kualitas kebisingan di sekitar tempat tinggal responden disajikan pada Tabel 22.
50
Tabel 22 Kualitas kebisingan yang dirasakan responden No
Kualitas kebisingan
1 2
Ada getaran Ada kebisingan
Jumlah responden/iya (orang)
Persentase (%) 41 45
74.55 81.82
Jumlah Persentase responden/tidak (%) (orang) 14 25.45 10 18.18
6.2 Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Masyarakat Kerugian ekonomi masyarakat dalam penelitian ini hanya menghitung kerugian tangible. Nilai kerugian ini didapat melalui wawancara dan observasi langsung dengan masyarakat di Kelurahan Tegal Ratu. Hasil pengamatan yang dilakukan di RW 01 dan RW 06 adalah pihak yang dirugikan akibat pencemaran yang timbul karena aktivitas industri baja. Kerugian ekonomi yang seharusnya ditanggung oleh pihak industri sebagai pihak pencemar namun biaya kerugiannya ditanggung oleh masyarakat. Penelitian ini menghitung nilai kerugian ekonomi masyarakat melalui dua pendekatan. Pendekatan pertama yaitu nilai kerugian masyarakat diestimasi dari biaya yang dikeluarkan oleh responden untuk berobat karena sakit dan pendekatan kedua melalui nilai pendapatan yang hilang akibat tidak bisa bekerja karena sakit. Nilai kerugian ekonomi didapatkan dari rataan dari masing-masing pendekatan, kemudian nilai rataan dari masing-masing pendekatan tersebut dijumlahkan sehingga akan diperoleh nilai kerugian setiap rumah tangga akibat pencemaran dalam satu tahun. 6.2.1 Biaya Berobat (Cost of Illness) Pencemaran udara yang timbul akibat kegiatan industri baja berdampak pada penurunan kesehatan masyarakat Kelurahan Tegal Ratu. Hasil wawancara terhadap 55 responden menyatakan bahwa sebanyak 47 responden (85.45%) mengaku mengalami keluhan kesehatan akibat pencemaran dan harus mengeluarkan biaya untuk berobat ke klinik atau membeli obat-obatan yang dijual bebas, sisanya sebanyak 8 orang (14.45%) tidak merasakan keluhan kesehatan akibat pencemaran dari industri baja. Pencemaran yang terjadi mengakibatkan berbagai macam penyakit bagi masyarakat sekitar seperti pusing, ISPA, dan batuk. Jenis penyakit yang paling
51
sering dialami oleh masyarakat Kelurahan Tegal Ratu adalah pusing dengan jumlah responden sebanyak 26 orang (55.32%), kemudian batuk dengan jumlah responden sebanyak 13 orang (27.66%), dan penyakit ISPA dengan jumlah responden sebanyak 8 orang (17.02%). Penyakit ISPA, pusing, dan batuk pada saat musim kemarau lebih sering terjadi karena udara yang panas dan kering disertai angin yang menyebabkan limbah debu besi yang dihasilkan oleh industri baja terbawa angin dan menempel di atap, masuk ke rumah-rumah, dan menempel di pakaian selama berhari-hari dan terhirup oleh masyarakat. Masyarakat juga merasakan pencemaran udara berupa debu dan asap yang diakibatkan oleh kendaraan bermotor dan alat berat yang digunakan oleh pihak industri baja. Berdasarkan hasil penelitian, penyakit yang diderita oleh responden adalah murni penyakit yang ditimbulkan akibat adanya pencemaran, bukan penyakit turunan. Hal ini dibuktikan dengan menanyakan langsung kepada responden tentang riwayat kesehatan keluarga responden. Data biaya berobat dalam penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara kepada responden yang pernah merasakan sakit dan diduga akibat pencemaran dari industri baja. Biaya kesehatan dihitung per keluarga yang didapat dari biaya yang dikeluarkan untuk berobat ke dokter, klinik, atau tenaga medis lainnya serta membeli obat. Tabel 22 menunjukkan data perhitungan biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh rumah tangga responden tahun 2014. Tabel 23 Biaya kesehatan yang dikeluarkan responden tahun 2014 Biaya Pengobatan (Rp) No
Jenis penyakit
1 ISPA 2 Pusing 3 Batuk
Jumlah responden (orang) 8 26 13
Min
Maks
25 500 25 000 25 000
120 000 200 000 150 000
Total 690 500 3 381 000 1 195 000
Rata-rata kerugian/rumah tangga/tahun 86 312.50 130 038.46 91 923.08
Total biaya kesehatan yang dikeluarkan setiap rumah tangga berbeda-beda sesuai dengan penyakit yang diderita. Rata-rata kerugian setiap rumah tangga akibat penyakit ISPA sebesar Rp86 312.50/rumah tangga/tahun, sedangkan ratarata kerugian setiap rumah tangga akibat pusing sebesar Rp130 038.46/rumah tangga/tahun, dan rata-rata kerugian setiap rumah tangga akibat batuk sebesar
Rp91 923.08/rumah tangga/tahun. Berdasarkan data tersebut diperoleh nilai rata-
52
rata kerugian setiap rumah tangga akibat biaya berobat yaitu sebesar Rp112 053.19/rumah tangga/tahun. Hasil tersebut diperoleh dari total biaya berobat responden sebesar Rp5 266 500 dibagi jumlah responden sebanyak 47 orang. 6.2.2 Nilai Pendapatan yang Hilang (Loss of Earnings) Pencemaran udara akibat industri baja menyebabkan masyarakat di sekitar kawasan tersebut menderita berbagai penyakit, terutama penyakit pernapasan. Produktivitas masyarakat pun mengalami penurunan akibat dari penyakit tersebut. Hasil dari wawancara menunjukkan bahwa sebanyak 28 dari 47 responden (59.57%) mengaku apabila mereka jatuh sakit, selain mengeluarkan biaya untuk berobat mereka juga harus menanggung hilangnya waktu yang dapat digunakan untuk bekerja. Sisanya, sebanyak 19 responden (40.43%) mengaku apabila mereka sakit, mereka tetap bekerja dengan memaksakan diri karena menganggap penyakit yang diderita tidak terlalu parah atau mereka hanya beristirahat sebentar lalu melanjutkan kembali pekerjaannya. Hasi survei menunjukkan bahwa responden yang mengaku tidak dapat bekerja ketika sakit, sebanyak 10 responden (35.72%) tidak bekerja selama satu hari dalam setahun, sedangkan sebanyak 9 responden (32.14%) tidak bekerja selama dua hari dalam setahun, dan sebanyak 9 responden (32.14%) tidak bekerja selama tiga hari dalam setahun. Rata-rata responden yang tidak dapat bekerja ketika sakit berprofesi sebagai wirausaha serta buruh. Profesi tersebut rentan kehilangan pendapatan karena pendapatannya bersifat harian, berbeda dengan pegawai swasta, petani atau PNS yang ketidakhadirannya tidak terlalu memengaruhi gaji yang mereka terima. Nilai pendapatan yang hilang per rumah tangga bervariasi, bergantung jenis penyakit, pekerjaan, pendapatan, dan jumlah hari ketika sakit. Rumah tangga yang respondennya tidak bekerja selama satu hari dalam setahun mengalami rata-rata kerugian sebesar Rp58 000.00/rumah tangga/tahun, sementara rumah tangga yang respondennya tidak bekerja selama dua hari mengalami rata-rata kerugian sebesar Rp121 111.11/rumah tangga/tahun, dan rumah tangga yang respondennya tidak bekerja selama tiga hari mengalami rata-rata kerugian sebesar Rp143 333.33/rumah tangga/tahun. Berdasarkan hasil tersebut dapat diperoleh nilai ratarata kerugian setiap rumah tangga akibat kehilangan waktu bekerja yaitu sebesar
53
Rp105 714.29/rumah tangga/tahun. Hasil ini diperoleh dari nilai total pendapatan yang hilang yaitu sebesar Rp2 960 000 dibagi jumlah responden sebanyak 28 orang. Tabel 24 menunjukkan data tentang nilai pendapatan responden yang hilang tahun 2014. Tabel 24 Nilai pendapatan responden yang hilang tahun 2014 No
1 2 3
Tidak bekerja (hari) 1 2 3
Jumlah responden (orang) 10 9 9
Min 10 000 50 000 60 000
Nilai Pendapatan yang hilang (Rp) Rata-rata Maks Total kerugian/rumah tangga/tahun 100 000 580 000 58 000.00 200 000 1 090 000 121 111.11 300 000 1 290 000 143 333.33
6.2.3 Rata-rata Kerugian Masyarakat Akibat Pencemaran Industri Baja Nilai kerugian yang diterima masyarakat akibat pencemaran oleh industri diestimasi dengan menghitung biaya berobat akibat gangguan kesehatan yang dialami masyarakat akibat pencemaran dan nilai pendapatan masyarakat yang hilang karena tidak dapat bekerja ketika sakit. Rata-rata kerugian masyarakat setiap rumah tangga dalam satu tahun dihitung dengan menjumlahkan nilai ratarata kerugian masyarakat akibat biaya berobat dan nilai rata-rata kerugian masyarakat akibat pendapatan yang hilang. Tabel 25 menunjukkan data tentang Kerugian masyarakat akibat aktivitas industri. Tabel 25 Rata-rata kerugian masyarakat akibat aktivitas industri baja tahun 2014 No. 1 2
Kerugian masyarakat Biaya berobat Nilai pendapatan yang hilang Total
Total kerugian yang diderita (Rp/tahun) 5 266 500 2 960 000
Rata-rata biaya kerugian (Rp/rumah tangga/tahun) 112 053.19 105 714.29 217 767.48
Nilai rata-rata biaya kerugian masyarakat akibat pencemaran oleh industri baja sebesar Rp217 767.48/rumah tangga/tahun. Nilai tersebut didapatkan dengan menjumlahkan nilai rata-rata biaya kerugian akibat biaya berobat dengan pendapatan yang hilang akibat tidak bekerja karena sakit.
54
6.2.4 Estimasi Nilai Total Kerugian Masyarakat Akibat Pencemaran Industri Baja Biaya eskternal akibat pencemaran ini dapat dirasakan oleh warga Kelurahan Tegal Ratu RW 01 dan RW 06. Estimasi total nilai kerugian masyarakat diestimasi dengan mengalikan rata-rata biaya berobat dan nilai pendapatan yang hilang dengan jumlah populasi Kepala Keluarga (KK) di RW 01 dan RW 06, Kelurahan Tegal Ratu sebanyak 1 000 KK. Persentase responden yang mengeluarkan biaya berobat sebanyak 85.5% (47/55*100%). Jumlah KK yang mengeluarkan biaya berobat sebanyak 855 KK (85.5% dari 1 000). Persentase responden yang pendapatannya hilang sebanyak 50.9% (27/55*100%). Jumlah KK yang pendapatannya hilang sebanyak 509 KK (50.9% dari 1 000). Perhitungan nilai total kerugian masyarakat akibat kegiatan industri baja dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26 Nilai total kerugian masyarakat akibat kegiatan industri baja tahun 2014 No
Biaya eksternal
1 2
Biaya berobat Nilai pendapatan yang hilang Total
Rata-rata biaya (Rp/KK/tahun) 112 053.19 105 714.29
Jumlah populasi (KK) 855 509
Total biaya (Rp/tahun) 95 805 477.45 53 808 573.61 149 614 051.06
Total nilai kerugian yang diterima masyarakat dalam satu tahun adalah sebesar Rp149 432 261.71/tahun. Kerugian yang ditanggung oleh masyarakat ini sebaiknya dijadikan bahan pertimbangan bagi pihak industri untuk lebih memperhatikan nilai kompensasi yang seharusnya diberikan kepada masyarakat.
6.3 Analisis Willingness to Accept (WTA) 6.3.1 Analisis Kesediaan Responden Menerima Kompensasi Kegiatan yang dilakukan oleh industri baja telah menyebabkan pencemaran udara dan kebisingan bagi warga di RW 01 dan RW 06, Kelurahan Tegal Ratu. Hal ini menyebabkan warga harus menerima kerugian secara ekonomi. Pihak industri baja sudah seharusnya menanggung atau memberikan kompensasi kepada masyarakat akibat pencemaran tersebut. Berdasarkan hasil survei yang telah
55
dilakukan kepada 55 responden, sebanyak 52 responden (94.5%) bersedia menerima ganti rugi berupa dana kompensasi. Responden sebanyak 3 orang (5.5%) tidak bersedia menerima dana kompensasi sebagai ganti rugi. Tabel 27 menunjukkan data tentang kesediaan responden menerima ganti rugi. Tabel 27 Kesediaan responden menerima ganti rugi No
Kesediaan menerima ganti rugi 1 Ya 2 Tidak Total
Jumlah responden (orang)
Persentase (%) 52 3 55
94.5 5.5 100.0
Mayoritas responden menyatakan akan mengalokasikan dana kompensasi yang diterima untuk perbaikan kualitas lingkungan sebanyak 27 responden (51.92%). Penggunaan dana kompensasi untuk biaya kesehatan sebanyak 25 responden (48.08%). Tabel 28 menunjukkan data tentang rencana alokasi penggunaan dana kompensasi responden. Tabel 28 Rencana alokasi penggunaan dana kompensasi responden No Bentuk kompensasi 1 Perbaikan kualitas lingkungan 2 Biaya kesehatan Total
Jumlah responden (orang) 27
Persentase (%) 51.92
25 52
48.08 100.00
Responden sebanyak 3 orang (5.45%) menyatakan tidak bersedia menerima dana kompensasi karena merasa dana kompensasi tidak efektif untuk menyelesaikan masalah pencemaran yang telah dialami selama ini dan lebih baik memperbaiki sistem pengolahan limbah agar industri tidak lagi mencemari lingkungan. Responden sebanyak 2 orang (66.67%) tidak bersedia menerima dana kompensasi dan lebih mengharapkan kompensasi dalam bentuk perbaikan infrastruktur (jalan, jembatan, listrik, dll). Responden sebanyak 1 orang (33.33%) mengharapkan kompensasi dalam bentuk pembangunan klinik kesehatan. Tabel 29 menunjukkan data tentang sebaran bentuk kompensasi selain dana. Tabel 29 Sebaran bentuk kompensasi selain dana No
Bentuk kompensasi
1 Pembangunan infrastruktur (jalan, jembatan, listrik, dll) 2 Pembangunan klinik kesehatan Total
Jumlah responden (orang) 2
Persentase (%)
1 3
33.33 100.00
66.67
56
6.3.2 Estimasi Nilai Dana Kompensasi (WTA) Analisis nilai Willingness to Accept (WTA) responden dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Contingent Valuation Method (CVM). Metode CVM pada kasus ini digunakan untuk menganalisis kesediaan responden menerima dana kompensasi akibat pencemaran dari industri baja. Hasil pelaksanaan langkah metode CVM adalah sebagai berikut: 1. Membangun pasar hipotetik Setiap responden diberi informasi dengan asumsi bahwa: “Seandainya dari pihak industri baja bersedia untuk mengeluarkan kebijakan pemberian kompensasi terhadap masyarakat di sekitar kawasan industri yang merasakan pencemaran yang telah dihasilkan dari kegiatan produksi. Bagi pihak industri, dana kompensasi tersebut merupakan cerminan dari besarnya nilai kerugian yang dirasakan dan kesediaan menerima masyarakat karena adanya penurunan kualitas lingkungan di sekitar kawasan industri.” 2. Memperoleh nilai penawaran WTA Nilai WTA diperoleh dengan cara wawancara langsung terhadap responden dengan alat bantu kuesioner. Responden ditanya besarnya nilai WTA untuk menerima dampak penurunan kualitas lingkungan digunakan cara bidding game. 3. Menghitung dugaan nilai rataan WTA Dugaan nilai rataan WTA responden dihitung berdasarkan distribusi data WTA responden yang dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30 Distribusi nilai rataan WTA responden di Kelurahan Tegal Ratu tahun 2015 No 1 2 3 4 5 6
WTA (Rp/bulan) 25 000 30 000 35 000 40 000 45 000 50 000 Total
Frekuensi (orang)
Jumlah (orang) 1 4 6 10 14 17 52
1 5 11 21 35 52 52
Frekuensi Relatif 0.02 0.08 0.12 0.19 0.27 0.33 1
Mean WTA (Rp) 480.77 2 307.69 4 038.46 7 692.31 12 115.38 16 346.15 42 980.77
Hasil perhitungan menunjukkan dugaan nilai WTA responden yaitu sebesar Rp42 980.77/rumah tangga/bulan atau Rp515 769.24/rumah tangga/tahun. Nilai ini akan dialokasikan untuk perbaikan kualitas lingkungan seperti menanam
57
pohon/membeli terpal untuk menutupi masuknya debu besi ke dalam rumah warga dan biaya kesehatan. 4. Menduga kurva penawaran WTA Kurva penawaran dibentuk berdasarkan nilai WTA responden terhadap dana kompensasi yang diinginkan. Kurva penawaran WTA memiliki slope positif yang berarti semakin tinggi nilai WTA, semakin banyak responden yang bersedia. 60.000
Nilai WTA Responden (Rp/bulan/KK)
50.000 40.000 30.000 20.000 10.000 0 0
10
20
30
40
50
60
Jumlah responden (orang)
Gambar 4 Dugaan kurva penawaran WTA 5. Menentukan total WTA Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai total WTA responden adalah sebesar Rp2 235 000/bulan atau Rp26 820 000/tahun. Persentase responden yang bersedia menerima kompensasi berupa dana sebanyak 94.5% (52/55*100%). Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 31, sementara nilai total WTA masyarakat diduga adalah sebesar Rp40 616 827.65/bulan atau sebesar Rp487 401 931.80/tahun. Nilai total WTA masyarakat ini diperoleh dari hasil kali dari nilai rata-rata WTA dengan jumlah populasi Kepala Keluarga (KK) yang bersedia menerima dana kompensasi di RW 01 dan RW 06 Kelurahan Tegal Ratu yaitu sebanyak 945 KK (94.5% dari 1 000). Tabel 31 Nilai total WTA responden tahun 2015 No 1 2 3 4 5 6
WTA (Rp/bulan) 25 000 30 000 35 000 40 000 45 000 50 000 Total
Frekuensi (orang) 1 4 6 10 14 17 52
Total WTA (Rp) 25 000 120 000 210 000 400 000 630 000 850 000 2 235 000
58
6. Mengevaluasi pelaksanaan CVM Pelaksanaan model CVM dievaluasi dengan melihat nilai R2 (Adjusted R Square) yang dihasilkan dari Ordinary Least Square (OLS). Hasil analisis regresi linier berganda pada penelitian ini menunjukkan nilai Adjusted R Square sebesar 71%. Nilai tersebut berarti sebesar 71% keragaman WTA responden dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas yang ada pada model, sedangkan sisanya 29% dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Mitchell dan Carson (1989) dalam Hanley and Spash (1993) menyatakan penelitian yang berkaitan dengan bendabenda lingkungan dapat mentolerir nilai R2 sampai 15%. Hasil pelaksanaan CVM dalam penelitian ini dapat diyakini kebenaran dan keandalannya. 6.4 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Besarnya WTA Analisis faktor-faktor yang memengaruhi WTA dilakukan dengan menggunakan metode regresi linier berganda. Fungsi Willingness to Accept (WTA) masyarakat yang terkena eksternalitas negatif akibat aktivitas industri baja diamati dengan memasukkan variabel terikat (dependent variable) dan bebas (independent variable) yang diduga berpengaruh. Pengambilan keputusan seseorang dalam menentukan nilai sumberdaya tentunya dipengaruhi oleh sebab (faktor) tertentu. Penelitian ini merupakan penelitian sosial yang dipengaruhi banyak faktor baik tangible maupun intangible. Perlu adanya pendugaan variabelvariabel bebas yang memengaruhi keputusan seseorang. Model regresi yang baik tidak diperbolehkan melanggar beberapa asumsi yaitu berdistribusi normal, tidak mengalami multikolinieritas, autokorelasi dan heteroskedastisitas. Hasil uji tersebut dalam menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi besarnya WTA adalah sebagai berikut: 1. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah data terdistribusi normal. Uji normalitas dilakukan dengan uji Kolmogorov-Spirnov dengan menggunakan software SPSS 20. Nilai Asymp.Sig. (2-tailed) yang diperoleh yaitu sebesar 0.434 atau lebih besar dari taraf nyata 1%, 15%, dan 20% (Lampiran 1). Hal tersebut menunjukkan bahwa data dalam model regresi terdistribusi normal.
59
2. Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas bertujuan untuk menentukan apakah dalam suatu model regresi linier ganda terdapat korelasi antar variabel bebas. Uji multikolinieritas dilakukan dengan cara melihat nilai tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Pada tabel di lampiran 2 menunjukkan masing-masing variabel memiliki nilai tolerance tidak kurang dari 0.10 maupun lebih dari 1. Berdasarkan tabel juga menunjukkan bahwa masing-masing variabel bebas memiliki nilai VIF kurang dari 10 (Lampiran 2). Hasil tersebut menunjukkan tidak ada pelanggaran multikolinieritas dalam penelitian ini. 3. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk mencari tahu apakah kesalahan (errors) suatu data pada satu objek pengamatan berkorelasi dengan objek pengamatan lainnya (Juanda 2009). Ada atau tidaknya autokorelasi dapat diketahui dengan cara Uji Durbin-Watson (DW). Hasil menunjukkan bahwa nilai DW adalah 1.97 (Lampiran 3). Menurut Firdaus (2004), nilai DW yang berada diantara selang 1.55-2.46 menunjukkan tidak adanya autokorelasi. Hasil dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa model tidak mengalami autokorelasi. 4. Uji Heteroskedastisitas Ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat diketahui dengan melihat Grafik Scatterplot. Hasil dari Grafik Scatterplot menunjukkan bahwa titik-titik menyebar secara acak (Lampiran 4). Hasil ini menunjukkan bahwa model dalam penelitian ini tidak mengalami heteroskedastisitas. Penelitian ini menggunakan tiga belas variabel bebas dalam model regresi yaitu usia, pendidikan, pendapatan, jumlah tanggungan, lama tinggal, jarak tempat tinggal, total kerugian, dummy jenis kelamin, dummy udara berdebu, dummy udara panas, dummy udara menyesakkan, dummy getaran, dan dummy kebisingan serta variabel terikatnya adalah nilai Willingness to Accept (WTA) responden. Analisis regresi linier berganda dilakukan untuk melihat faktor-faktor apa sajakah yang berpengaruh nyata dan tidak berpengaruh nyata terhadap besarnya nilai WTA. Hasil uji keandalan menunjukkan bahwa R2 (Adjusted R Square) yang didapat sebesar 71% yang dapat diinterpretasikan bahwa sebesar 71% keragaman WTA responden dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas yang ada pada
60
model, sedangkan sisanya 29% dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Hasil analisis regresi linier berganda dapat dilihat pada Tabel 32. Tabel 32 Faktor-faktor yang memengaruhi nilai WTA responden. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Variabel (Constant) Usia responden (UR) Pendidikan (PDK) Pendapatan (PDT) Jumlah tanggungan (JT) Lama tinggal (LTI) Jarak tempat Tinggal (JTT) Total kerugian (TKR) Dummy jenis kelamin (DJK) Dummy udara berdebu (DUB) Dummy udara panas (DUP) Dummy udara menyesakkan (DUM) Dummy getaran (DG) Dummy kebisingan (DK)
Keterangan: * ** ***
B .914 -.157 .987 -.039 .027 .065 -.147 .057 .091 .082 -.049 .443 -.145 .132
Sig. .265 **.121 *.000 .698 .733 .327 **.108 .342 .647 .857 .856 ***.181 .533 .631
VIF 1.912 1.385 1.492 1.659 1.544 1.308 1.169 1.501 2.265 1.433 2.157 1.469 1.516
Nyata pada taraf α = 1% Nyata pada taraf α = 15% Nyata pada taraf α = 20%
R-Square Adjusted R-square Durbin-Watson F Sig Asymp.Sig (2-tailed)
78.4% 71.0% 1.970 10.582 0.000 0.434
Faktor-faktor tersebut dianalisis untuk mengetahui variabel apa saja yang berpengaruh nyata dan yang tidak berpengaruh nyata terhadap besarnya nilai WTA. Berdasarkan hasil analisis, model faktor-faktor yang berpengaruh nyata dalam penelitian ini sebagai berikut: WTA = 0.914 – 0.157 UR + 0.987 PDK – 0.147 JTT + 0.443 DUM + ɛi Keterangan: UR = Usia responden (tahun) PDK = Pendidikan formal responden (tahun) JTT = Jarak tempat tinggal dengan industri (meter) DUM = Dummy udara menyesakkan saat bernapas (1 = menyesakkan saat bernapas, 0 = tidak menyesakkan) ɛ = galat Hasil uji F (Lampiran 1) menunjukkan bahwa nilai Fhitung sebesar 10.582 dengan nilai P-value (Sig.) 0.000 < 0.001, yang berarti variabel-variabel independen yang digunakan pada model secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap besaran nilai WTA pada taraf nyata 1%, 15%, dan 20%. Hasil uji t digunakan untuk mengetahui variabel-variabel mana sajakah yang secara
61
signifikan memengaruhi besaran nilai WTA. Variabel-variabel yang berpengaruh nyata dengan nilai WTA adalah variabel usia, pendidikan, jarak tempat tinggal dengan lokasi industri, dan kualitas udara. 1. Variabel usia (UR) Variabel usia (UR) memiliki nilai P-value sebesar 0.121 sehingga variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0.15 (15%). Koefisien variabel ini bertanda negatif (-) dengan nilai sebesar 0.157. Tanda negatif (-) menunjukkan bahwa jika usia responden semakin tinggi (naik satu satuan), maka nilai WTA yang bersedia diterima responden akan semakin rendah dan turun sebesar Rp0.157 dengan asumsi ceteris paribus. Semakin tinggi usia responden maka nilai WTA yang diinginkan cenderung kecil. Hal ini menunjukkan bahwa, semakin tua usia responden maka semakin tidak peduli dengan apa yang terjadi di lingkungannya. 2. Variabel Pendidikan (PDK) Variabel pendidikan (PDK) memiliki nilai P-value sebesar 0.000 sehingga variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0.01 (1%). Koefisien variabel ini bertanda positif (+) dengan nilai sebesar 0.987. Tanda positif (+) menunjukkan bahwa jika pendidikan responden semakin tinggi (naik satu satuan), maka nilai WTA yang bersedia diterima responden akan semakin tinggi dan naik sebesar Rp0.987 dengan asumsi ceteris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis diawal. Responden yang berpendidikan tinggi memiliki pengetahuan akan eksternalitas dan menyadari besarnya kerugian yang didapat akibat pencemaran. Berbeda dengan responden dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah dimana cenderung menentukan nilai WTA secara spontan. 3. Variabel jarak tempat tinggal (JTT) Variabel jarak tempat tinggal (JTT) memiliki nilai P-value 0.108 sehingga variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap model pada taraf pada taraf α = 0.15 (15%). Koefisien variabel ini bertanda negatif (-) dengan nilai sebesar 0.147. Tanda negatif (-) menunjukkan bahwa jika jarak tempat tinggal responden yang semakin jauh dengan lokasi industri baja (naik satu-satuan), maka nilai WTA akan semakin rendah dan turun sebesar Rp0.147 dengan asumsi ceteris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis diawal. Semakin jauh jarak tempat tinggal maka jumlah kerugian yang dirasakan akan semakin rendah, hal ini pun nantinya akan
62
berkorelasi dengan jumlah WTA yang diinginkan oleh responden yang cenderung lebih rendah. 4. Variabel dummy udara menyesakkan saat bernapas (DUM) Variabel dummy udara menyesakkan saat bernapas (DUM) memiliki nilai P-value 0.181 sehingga variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap model pada taraf pada taraf α = 0.2 (20%). Koefisien variabel ini bertanda positif (+) dengan nilai sebesar 0.443. Tanda positif (+) menunjukkan jika kualitas udara menyesakkan maka besarnya nilai WTA yang diharapkan responden tersebut akan semakin tinggi dan naik sebesar Rp0.443 dengan asumsi ceteris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis diawal. Kualitas udara yang menyesakkan akan membuat responden menerima dampak dan kerugian yang lebih besar sehingga nilai WTA cenderung lebih tinggi. Variabel pendapatan, jumlah tanggungan, lama tinggal, total kerugian, dummy jenis kelamin, dummy udara berdebu, dummy udara panas, dummy getaran, dan dummy kebisingan tidak berpengaruh nyata dalam model ini. Nilai P-value masing-masing variabel lebih besar dari taraf α = 0.2 (20%). Variabel-variabel tersebut hanya menyebabkan perubahan yang kecil dibandingkan dengan variabel yang berpengaruh signifikan. Hal tersebut terjadi karena kurang beragamnya nilai yang terdapat dalam model. 6.5 Implikasi dan Rekomendasi Penyelesaian permasalahan lingkungan dapat dilakukan dengan cara menerapkan dan memberikan dana kompensasi terhadap masyarakat sesuai dengan kerugian yang dirasakan akibat pencemaran yang terjadi. Penerapan dana kompensasi tersebut merupakan solusi untuk mengurangi kerugian masyarakat, namun perlu ada peran serta dan kerjasama dari beberapa pihak seperti pemerintah, pemilik usaha, dan masyarakat sekitar untuk mendukung upaya tersebut. Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup perlu memastikan bahwa limbah yang dihasilkan mengikuti standar baku mutu yang telah ditetapkan, pihak pemerintah juga seharusnya lebih tegas dalam menindaklanjuti masalah pencemaran yang terjadi karena masalah tersebut berdampak pada kerugian yang harus ditanggung oleh masyarakat di sekitar industri baja, dan untuk pihak industri
63
baja seharusnya melakukan kegiatan produksi yang berwawasan lingkungan sehingga tidak mengganggu kehidupan masyarakat sekitarnya. Jika pihak industri baja bisa mengikuti standar baku mutu yang ada maka masyarakat tidak akan mengalami kerugian seperti yang dialami sekarang dan tidak perlu adanya kompensasi yang harus dikeluarkan oleh pihak industri baja. Peran pemerintah dalam hal ini juga untuk mengontrol hasil buangan (limbah) industri yang sesuai dengan standar baku mutu, mengatur penerapan dan pemberian dana kompensasi agar sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat antara pelaku usaha dengan masyarakat. Perlu adanya kerjasama antara pemerintah dan pihak industri baja terkait pelaksanaan upaya-upaya dalam mengatasi pencemaran tersebut. Kerjasama tersebut akan dapat dilihat dan dirasakan oleh masyarakat, masyarakat pun akan dapat memberikan penilaian dan masukan terhadap pelaksanaannya. Namun disisi lain, pemberian dana kompensasi kepada masyarakat apabila telah dipenuhi, belum dapat menyelesaikan masalah pencemaran. Pemberian dana kompensasi hanya berfungsi untuk mengurangi kerugian masyarakat. Pencemaran oleh pihak industri baja akan tetap terjadi dan menimbulkan berbagai kerugian bagi masyarakat. Pihak industri sebaiknya melakukan proses internalisasi. Biaya eksternalitas dimasukkan ke dalam biaya produksi sehingga biaya produksinya sudah termasuk dengan social cost yang selama ini ditanggung oleh masyarakat. Nilai kompensasi tersebut dapat digunakan pihak industri untuk mengembangkan teknologi yang lebih baru agar pencemaran yang terjadi dapat diminimalisir. Kekurangan dalam penelitian ini adalah peneliti belum mengestimasi nilai yang harus dikeluarkan oleh pihak industri baja apabila melakukan proses internalisasi dengan mengembangkan teknologi baru. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengestimasi biaya yang diperlukan oleh pihak industri baja untuk mengembangkan teknologi baru yang dapat mengurangi pencemaran. Upaya-upaya tersebut jika dapat dilakukan dengan baik, maka bisa dipastikan bahwa tidak akan ada lagi masyarakat yang dirugikan akibat dari pencemaran limbah oleh industri baja. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi rekomendasi bagi pihak industri baja dan sektor industri lainnya untuk melakukan aktivitas produksi yang berwawasan lingkungan.
64
65
VII. SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan 1
Eksternalitas positif yang paling banyak dirasakan akibat kegiatan industri baja yaitu peningkatan lapangan pekerjaan. Peningkatan usaha mikro juga dirasakan oleh masyarakat. Eksternalitas negatif yang muncul akibat kegiatan industri baja di RW 01 dan RW 06 Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon, dirasakan oleh seluruh responden. Eksternalitas negatif yang paling dirasakan oleh responden adalah pencemaran udara dan debu. Responden juga merasa kebisingan akibat adanya industri baja dan keberadaan industri mengganggu kenyamanan.
2
Rata-rata kerugian yang dirasakan oleh setiap rumah tangga akibat pencemaran adalah sebesar Rp217 767.48/rumah tangga/tahun. Hasil ini diperoleh dari penjumlahan rata-rata biaya berobat dan rata-rata nilai pendapatan yang hilang. Nilai total kerugian masyarakat akibat kegiatan industri baja diduga sebesar Rp149 614 051.06/tahun.
3
52 orang responden bersedia menerima ganti rugi berupa dana kompensasi dari industri baja. Nilai dugaan rata-rata Willingness to Accept (WTA) responden yaitu sebesar Rp515 769.24/rumah tangga/tahun dengan total WTA responden sebesar Rp26 820 000/tahun. Nilai total WTA masyarakat sebesar Rp487 401 931.80/tahun.
4
Faktor-faktor yang berpengaruh nyata pada besarnya nilai WTA responden adalah usia responden, pendidikan, jarak tempat tinggal ke industri, dan dummy udara menyesakkan. Faktor-faktor yang tidak berpengaruh nyata pada besarnya nilai WTA yaitu variabel pendapatan, jumlah tanggungan, lama tinggal, total kerugian, dummy jenis kelamin, dummy udara berdebu, dummy udara panas, dummy getaran, dan dummy kebisingan. 7.2 Saran 1. Pencemaran yang terjadi di Kelurahan Tegal Ratu telah mengakibatkan eksternalitas negatif bagi masyarakat sekitar. Penelitian ini diharapkan
66
dapat menjadi rekomendasi kebijakan bagi perusahaan untuk menentukan kompensasi yang tepat bagi masyarakat yang terkena dampak. 2. Pemerintah perlu bertindak lebih tegas dalam pemberian izin pendirian industri yang lokasinya berdekatan dengan pemukiman masyarakat. Pemerintah juga perlu melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan industri terutama untuk aturan batas kawasan dengan pemukiman warga, kondisi alat dan mesin yang digunakan, serta pelaksanaan kegiatankegiatan dalam rangka menyelesaikan permasalahan eksternalitas negatif dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat sekitar. 3. Pihak industri diharapkan untuk lebih memperhatikan keadaan masyarakat di sekitar industri yang mengalami kerugian. Pihak industri perlu menerapkan teknologi baru dalam proses produksinya sehingga pencemaran udara dapat berkurang. 4. Penelitian selanjutnya sebaiknya melakukan penelitian mengenai analisis Willingness to Pay (WTP) pihak industri, sehingga dapat diperoleh surplus produsen yang diterima oleh masyarakat dan surplus konsumen yang diperoleh perusahaan.
67
DAFTAR PUSTAKA Adhitya, L. 2013. Estimasi Biaya Eksternal dan Willingness to Accept Masyarakat Akibat Pencemaran di Sekitar Kawasan Pabrik Gula Cepiring, Kendal [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ahmer, S.T. 2014. Estimasi Nilai Kerugian Masyarakat Akibat Pencemaran Air Tanah di Sekitar Kawasan Industri (Studi Kasus Industri Keramik di Kelurahan Nanggewer, Kabupaten Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Anonim. 2014. BLH Peringatkan PT Krakatau Posco. Indopos [Internet]. [diunduh
2015
Maret
02].
Tersedia
pada:
http://www.indopos.co.id/2014/03/blh-peringatkan-pt-krakatau-posco.html Anonim. 2014. 2 Balita Terjangkit Gatal-Gatal, di Duga Akibat Debu Besi PT. KS Posco. Detak Serang [Internet]. [diunduh 2015 Maret 02]. Tersedia pada: http://www.detakserang.com/cilegon/item/2974-2-balita-terjangkit-gatalgatal-di-duga-akibat-debu-besi-pt-ks-posco.html [BLH] Badan Lingkungan Hidup Kota Cilegon. 2015. Penanganan Kasus Lingkungan Hidup di Kota Cilegon. Cilegon (ID): Badan Lingkungan Hidup Kota Cilegon. [BPS] Badan Pusat Statistika Kota Cilegon. 2014. Jumlah Industri Besar dan Sedang Tahun 2012 Menurut Klasifikasi di Kota Cilegon (persen). Website resmi BPS Kota Cilegon [Internet]. [diunduh 2015 Maret 02]. Tersedia pada: http://cilegonkota.bps.go.id/webbeta/frontend/index.php/Publikasi [BPS] Badan Pusat Statistika Kota Cilegon. 2014. Statistik Industri Besar dan Sedang Kota Cilegon Tahun 2010-2012. Website resmi BPS Kota Cilegon [Internet].
[diunduh
2015
Maret
02].
Tersedia
pada:
http://cilegonkota.bps.go.id/webbeta/frontend/index.php/Publikasi Farhani, N. 2011. Kerugian Sosial Ekonomi dan Alternatif Kebijakan dalam Mengatasi Permasalahan Kemacetan di Sepanjang Jalan CicurugParungkuda, Kabupaten Sukabumi [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Firdaus, M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Jakarta (ID): Bumi Aksara.
68
Ghozali, I. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS Edisi Kedua. Semarang (ID): Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gujarati, D.N. 2003. Basic Econometric 4th ed. New York (USA): Mc Graw HillIrvine. Hanley N, Spash, C.L. 1993. Cost-Benefit Analysis and Environmental. England (GB): Edward Elger Publishing Limited. Juanda, B. 2009. Ekonometrika : Permodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Press. Kelurahan Tegal Ratu. 2014. Monografi Kelurahan. Cilegon (ID): Kelurahan Tegal Ratu. [KMLH] Keputusan Menteri Lingkungan Hidup. 1996. Nomor 11 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan. Jakarta (ID): KLH [KPRI] Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. 2015. Profil Industri Baja 2014. Website resmi Kementerian Perindustrian [Internet]. [diunduh 2015 Maret
02].
Tersedia
pada:
http://www.kemenperin.go.id/download/7547/Profil-Industri-Baja Mangkoesoebroto, G. 2000. Ekonomi Publik. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia. [PPRI] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Jakarta (ID): Pemerintah Republik Indonesia. Prasetya, D. 2014. Ini penyebab ledakan di pabrik baja krakatau posco cilegon. Merdeka
[Internet].
[diunduh
2015
Maret
02].
Tersedia
pada:
http://www.merdeka.com/peristiwa/ini-penyebab-ledakan-di-pabrik-bajakrakatau-posco-cilegon.html Prayudi, T. 2005. Dampak Industri Peleburan Logam Fe terhadap Pencemaran Debu di Udara. J Tek Ling. 6(2): 385-390. PT. Krakatau Posco. 2014. Laporan Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). Cilegon (ID): PT. Krakatau Posco. Puskesmas Kecamatan Ciwandan. 2014. Laporan 10 Besar Penyakit di Puskesmas Ciwandan, Desember 2014. Cilegon (ID): Puskesmas Kecamatan Ciwandan.
69
Ramanathan, R. 1997. Introductory Econometrics with Applications. Philadelphia (USA): The Dryden Press. Setyakusuma D. Aditama TY, Yunus F, Mangunnegoro H. 1997. Pengaruh debu besi terhadap kesehatan paru para pekerja pabrik besi baja PT. Krakatau Steel Cilegon. J Respir Indo. 17(1):16 – 24. Suparmoko M. 2006. Panduan & Analisis Valuasi Ekonomi Sumberdaya alam dan Lingkungan (Konsep, Metode Perhitungan, dan Aplikasi). Yogyakarta (ID): BPFE-YOGYAKARTA. Tampubolon, B.I. 2011. Analisis Willingness to Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [UURI] Undang-Undang Republik Indonesia. 1997. Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta (ID): Pemerintah Republik Indonesia. [UURI] Undang-Undang Republik Indonesia. 2014. Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian. Jakarta (ID): Pemerintah Republik Indonesia. Walpole, R.E. 1992. Pengantar Statistika. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Wardhana, W.A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta (ID): Andi. Yakin, A. 1997. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan: Teori dan Kebijaksanaan Pembangunan Berkelanjutan. Cetakan ke-1. Jakarta (ID): Akademika Pressindo.
70
71
LAMPIRAN
72
73
LAMPIRAN LAMPIRAN 1 (Uji normalitas) One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N Normal Parametersa,b Most Extreme Differences
52 0E-7 .49711687 .121 .069 -.121 .871 .434
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Asymp. Sig (2-tailed) sebesar (0.434) > taraf nyata 0.2, artinya data residual menyebar normal pada taraf nyata 20% LAMPIRAN 2 (Uji multikolieritas) Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients B
(Constant) UR PDK PDT JT LTI JTT TKR DJK DUB DUP DUM DG DK
.914 -.157 .987 -.039 .027 .065 -.147 .057 .091 .082 -.049 .443 -.145 .132
Std. Error .807 .099 .104 .099 .079 .066 .089 .059 .197 .451 .265 .325 .230 .273
a. Dependent Variable: WTA
Standardized Coefficients
t
Sig.
Beta -.166 .843 -.036 .033 ,093 -.142 .079 .043 .021 -.017 .151 -.058 .045
Collinearity Statistics Tolerance
1.133 -1.587 9.497 -.391 .344 .993 -1.646 .962 .462 .181 -.183 1.361 -.629 .484
.265 .121 .000 .698 .733 .327 .108 .342 .647 .857 .856 .181 .533 .631
.523 .722 .670 .603 .648 .764 .855 .666 .441 .698 .464 .681 .660
VIF 1.912 1.385 1.492 1.659 1.544 1.308 1.169 1.501 2.265 1.433 2.157 1.469 1.516
74
ANOVAa Model Regression 1
Sum of Squares df 45.627 13
Residual Total
12.603 58.231
38 51
Mean Square 3.510
F Sig. 10.582 .000b
.332
a. Dependent Variable: WTA b. Predictors: (Constant), DK, UR, PDT, DUM, JTT, TKR, PDK, DJK, DUP, DG, LTI, JT, DUB Uji F Hipotesis: H0 = Model tidak signifikan H1 = Model signifikan Keputusan: Tolak H0 jika Fhit > Ftabel atau Sig. < α 1% Hasil: Nilai-p (0.000) < α 1% berati tolak H0, sehingga dapat disimpulkan bahwa model signifikan. Uji-t Hipotesis: H0 : βi = 0 atau variabel bebas (X) tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (Y). H1 : βi ≠ 0 atau variabel bebas (X) berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (Y). Keputusan: Tolak H0 jika thit(n-k) > tα/2 atau Sig. < α Hasil dan Kesimpulan: a) Sig. (0.121) < α = 15% artinya tolak H0 sehingga dapat disimpulkan bahwa usia (UR) berpengaruh nyata terhadap besar WTA pada taraf nyata 10%. b) Sig. (0.000) < α = 1% artinya tolak H0 sehingga dapat disimpulkan bahwa pendidikan (PDK) berpengaruh nyata terhadap besar WTA pada taraf nyata 1%. c) Sig. (0.147) < α = 15% artinya tolak H0 sehingga dapat disimpulkan bahwa jarak tempat tinggal (JTT) berpengaruh nyata terhadap besar WTA pada taraf nyata 15%. d) Sig. (0.181) < α = 20% artinya tolak H0 sehingga dapat disimpulkan bahwa dummy udara menyesakkan (DUM) berpengaruh nyata terhadap besar WTA pada taraf nyata 20%.
LAMPIRAN 3 (Uji autokorelasi) Model Summaryb Model 1
R .885a
R Square .784
Adjusted R Square .710
Std. Error of Durbin-Watson the Estimate .576 1.970
75
a. Predictors: (Constant), DK, UR, PDT, DUM, JTT, TKR, PDK, DJK, DUP, DG, LTI, JT, DUB b. Dependent Variable: WTA Adjusted R2 = 0.71 atau 71% Artinya keragaman besar WTA mampu dijelaskan oleh model sebesar 71% sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain diluar model. Deteksi autokorelasi yang digunakan berdasarkan pustaka Firdaus (2004) yang menyatakan bahwa nilai statistik DW berada diantara 1.55 dan 2.46. Karena nilai DW sebesar 1.97 diantara nilai 1.55 dan 2.46, maka dapat disimpulkan tidak adanya pelanggaran autokorelasi. LAMPIRAN 4 (Uji heteroskedastisitas)
Berdasarkan grafik scatterplot (Y=SRESID dan X=ZPRED) terlihat bahwa titiktitik menyebar secara acak serta tersebar di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan tidak adanya pelanggaran heteroskedastisitas pada model regresi
76
LAMPIRAN 5 Lokasi penelitian
Sumber: Kantor Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon
77
LAMPIRAN 6 Kasus Posco tahun 2014
Sumber: BLH Kota Cilegon (2015)
78
LAMPIRAN 7 Kuesioner Kuesioner untuk Masyarakat Sekitar
No/ Tanggal :
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN Jl. Kamper Wing 5 Level 5 Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680 KUESIONER PENELITIAN Kuesioner ini digunakan untuk penelitian Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Masyarakat Akibat Pencemaran di Sekitar Kawasan Industri Baja oleh Rayyan Firdaus, mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Saya mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/I untuk mengisi kuesioner ini dengan teliti dan lengkap sehingga dapat menjadi data yang objektif. Saya akan menjaga kerahasiaan pendapat Bapak/Ibu/Saudara/i. Atas kesediaannya Saya ucapkan terimakasih. Petunjuk : Isi dan pilihlah salah satu jawaban dengan memberikan tanda (X) A. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Karakteristik Responden Nama responden : ...................................................................... Nomor telepon/HP : ...................................................................... Alamat : ...................................................................... Jenis kelamin : [ ] Laki-laki [ ] Perempuan Status : [ ] Belum Menikah [ ] Menikah Usia : ……...tahun [ ] 17 – 25 Tahun [ ] 35 – 43 Tahun [ ] ≥ 53 Tahun [ ] 26 – 34 Tahun [ ] 44 – 52 Tahun 7. Pendidikan formal terakhir : ................................................. [ ] Tidak Sekolah [ ] SMP/Sederajat [ ] Perguruan Tinggi [ ] SD [ ] SMA/Sederajat : ................................................. 8. Pekerjaan [ ] Wirausaha [ ] Petani [ ] Ibu rumah tangga [ ] Buruh [ ] Pegawai Swasta [ ] Lainnya ...................... :Rp ...................................... 9. Jumlah pendapatan rumah tangga per bulan [ ]