ESTIMASI NILAI MANFAAT DAN KERUGIAN EKONOMI AKIBAT KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) GALUGA KABUPATEN BOGOR BAGI MASYARAKAT
NURUL IQAMAH ELZA
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Estimasi Nilai Manfaat dan Kerugian Ekonomi Akibat Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Galuga Kabupaten Bogor Bagi Masyarakat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2016
Nurul Iqamah Elza NIM H44120023
ABSTRAK NURUL IQAMAH ELZA. Estimasi Nilai Manfaat dan Kerugian Ekonomi Akibat Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Galuga Kabupaten Bogor Bagi Masyarakat. Dibimbing oleh METI EKAYANI dan DANANG PRAMUDITA.
Pengelolaan sampah secara open dumping di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) telah dilarang oleh pemerintah sejak tahun 2013. Hal ini tercantum dalam UU No. 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah yang menyatakan bahwa pengelolaan sampah di TPA harus dilakukan dengan sanitary landfill atau controlled landfill. Salah satu TPA yang belum menerapkan sepenuhnya peraturan ini yaitu TPA Galuga. Penerapan sistem open dumping yang saat ini dilakukan di TPA Galuga menimbulkan beberapa eksternalitas negatif bagi masyarakat sekitar, sehingga masyarakat harus menanggung biaya kerugian. Disisi lain keberadaan TPA Galuga juga menimbulkan eksternalitas positif bagi masyarakat. Untuk itu perlu diidentifikasi eksternalitas positif dan eksternalitas negatif dari keberadaan TPA Galuga, estimasi nilai manfaat dan nilai kerugian ekonomi dari keberadaan TPA Galuga, dan analisis alternatif solusi pengelolaan sampah di TPA Galuga yang dapat meminimalkan kerugian dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Metode yang digunakan yaitu analisis deskriptif kualitatif, analisis pendapatan, cost of illness, replacement cost, preventive expenditure dan benefit transfer. Penelitian ini menunjukkan bahwa eksternalitas positif dari keberadaan TPA Galuga yaitu sebagai sumber pendapatan bagi pemulung, sedangkan eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat yaitu berupa bau tidak sedap, penurunan kualitas air, gangguan kesehatan dan keberadaan serangga. Hasil estimasi nilai manfaat yang didapat oleh masyarakat lebih besar dibandingkan dengan nilai kerugian yang harus ditanggung masyarakat. Artinya, keberadaan TPA Galuga sangat penting bagi masyarakat sekitar. Alternatif solusi yang sebaiknya diterapkan yaitu skema composting karena mempunyai net benefit yang lebih tinggi.
Kata kunci : benefit transfer, eksternalitas, pencemaran, pengelolaan sampah
ABSTRACT NURUL IQAMAH ELZA. ESTIMATED ECONOMIC BENEFIT AND LOSS BY GALUGA LANDFILL EXISTENCE FOR COMMUNITY. Supervised by METI EKAYANI and DANANG PRAMUDITA.
Open dumping waste management in landfill has been prohibited by government since 2013. The law (UU)No.18 Year 2008 about waste management declare that waste handling in landfill has to be conducted by sanitary landfill or controlled landfill. Galuga Landfill is one of landfill that does not undertake the regulation. Open dumping system in Galuga Landfill cause negative externalities to surrounding residents, thus they bear the loss costs. On the other hand, Galuga Landfill also give positive externalities for communities . Therefore, positive and negative externalities due to Galuga Landfill existence need to be identified in this research, furthermore estimated economic benefit and estimated economic loss will be indetified as well as waste handling solution alternatives in Galuga Landfill which will minimize loss and contribute benefits on the society. Method applied was qualitative descriptive analysis, revenue analysis, cost of illness, replacement cost, preventive expenditure and benefit transfer. Based on the result Galuga Landfill existence give positive externalities in term of revenue source for waste collector, whereas negative externalities sensed by residents were odor, water quality drop, health issue and insects disturbance. Estimated economic benefit value obtained by residents were greater than economic loss suffered. Galuga Landfill existence is substantial for surrounding community. Solution alternatives that should be performed is composting scheme, since it is have higher net benefit.
Keywords: benefit transfer, externalities, pollution, waste management
ESTIMASI NILAI MANFAAT DAN KERUGIAN EKONOMI AKIBAT KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) GALUGA KABUPATEN BOGOR BAGI MASYARAKAT
NURUL IQAMAH ELZA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :
1.
Ibu Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc dan Bapak Danang Pramudita, S.P, M.Si yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, dan motivasi dengan penuh kesabaran hingga skripsi ini selesai.
2.
Ibu Dr. Fifi Diana Thamrin, S.P, M.Si dan Bapak Bahroin Idris Tampubolon, S.E, M.Si yang telah bersedia menjadi dosen penguji utama dan wakil departemen dalam sidang skripsi ini.
3.
Dosen pengajar dan staf departemen yang telah membantu selama penulis menyelesaikan studi di ESL FEM IPB.
4.
Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor, pejabat dan masyarakat Desa Galuga yang telah bersedia informasi dan bantuan kepada penulis terkait penelitian yang dilakukan.
5.
Ayahanda Syafrizal Chaniago dan Ibnus Abas, Ibunda Elda Wati dan Isye Riska atas perhatian, nasehat, doa, segala kasih sayang dan cintanya.
6.
Rindy, Citra, Suci, Kak Nia, Asri, Jerry yang senantiasa memberikan semangat,
mendukung
mendoakan,
dan
membantu
penulis
dalam
menyelesaikan skripsi ini. 7.
Seluruh keluarga besar ESL 49
dan Ikatan Mahasiswa Kerinci Bogor
(IMKB) yang senantiasa mendukung dan mendoakan penulis.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................x I. PENDAHULUAN ...........................................................................................1 1.1 Latar Belakang .............................................................................................1 1.2 Perumusan Masalah .....................................................................................2 1.3 Tujuan Penelitian .........................................................................................4 1.4 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................4 II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................7 2.1 Sampah dan Dampaknya ..............................................................................7 2.2 Pengelolaan Sampah dan Tempat Pembuangan Akhir ................................8 2.3 Eksternalitas ...............................................................................................11 2.4 Pencemaran air ...........................................................................................11 2.5 Penilaian Kerugian Ekonomi Akibat Pencemaran .....................................12 2.6 Penelitian Terdahulu ..................................................................................14 III KERANGKA PEMIKIRAN ........................................................................17 IV. METODE PENELITIAN ............................................................................21 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .....................................................................21 4.2 Jenis dan Sumber Data ...............................................................................21 4.3 Teknik Pengambilan Contoh ......................................................................21 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ......................................................22 4.5 Identifikasi Eksternalitas Positif dan Eksternalitas Negatif .......................23 4.6 Estimasi Nilai Manfaat dan Kerugian Ekonomi Masyarakat .....................24 4.6.1 Estimasi Nilai Manfaat Ekonomi Masyarakat ..................................24 4.6.2 Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Masyarakat .................................24 4.6.3 Alternatif Solusi Sistem Pengelolaan Sampah di TPA Galuga .......26 V. GAMBARAN UMUM .................................................................................27 5.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian ..............................................................27 5.1.1 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Galuga .......................................27 5.1.2 Desa Galuga ......................................................................................28
5.2 Karakteristik Responden............................................................................ 28 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 31 6.1 Identifikasi Eksternalitas Positif dan Negatif Akibat Keberadaan TPA Galuga ........................................................................................................ 31 6.1.1 Eksternalitas Positif Keberadaan TPA Galuga bagi Masyarakat.... 31 6.1.2 Eksternalitas Negatif Keberadaan TPA Galuga bagi Masyarakat .. 32 6.2 Estimasi Nilai Manfaat dan Kerugian Ekonomi Akibat Keberadaan TPA Galuga ........................................................................................................ 34 6.2.1 Estimasi Nilai Manfaat Ekonomi Masyarakat Akibat Keberadaan TPA Galuga..................................................................................... 34 6.2.2 Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Masyarakat Akibat Keberadaan TPA Galuga ................................................................ 36 6.3 Alternatif Solusi Sistem Pengelolaan Sampah di TPA Galuga ................. 41 6.3.1 Metode Pengelolaan Sampah .......................................................... 41 6.3.2 Nilai Manfaat Alternatif Solusi ....................................................... 44 6.3.3 Biaya Operasional Alternatif Solusi ............................................... 44 VII PENUTUP .................................................................................................. 49 7.1 Simpulan .................................................................................................... 49 7.2 Saran .......................................................................................................... 49 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 50 LAMPIRAN...................................................................................................... 53
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Penelitian terdahulu ....................................................................................14
2.
Jumlah responden penelitian ......................................................................22
3.
Matriks metode analisis data ......................................................................22
4.
Karakteristik responden ..............................................................................29
5.
Jenis sampah dan harga jual sampah ..........................................................31
6.
Eksternalitas negatif dari keberadaan TPA Galuga bagi masyarakat sekitar ......................................................................................32
7.
Estimasi total nilai manfaat ekonomi masyarakat dari keberadaan TPA Galuga ........................................................................................................35
8.
Estimasi nilai kerugian berupa biaya berobat ...........................................36
9.
Nilai kerugian berupa biaya pengganti air bersih .......................................38
10. Nilai kerugian berupa biaya pencegahan....................................................40 11. Nilai manfaat dan kerugian masyarakat dari keberadaan TPA Galuga......40 12. Nilai tambah pengelolaan satu ton sampah masing-masing skenario alternatif solusi ...........................................................................................44 13. Biaya operasional masing-masing skenario ...............................................45 14. Biaya operasional per tahun .......................................................................46 15. Net benefit masing-masing skenario ..........................................................46
`
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Jumlah penduduk dan volume sampah Kota Bogor tahun 2011-2015.........3
2.
Kerangka alur pemikiran ............................................................................19
3.
Peta wilayah TPA Galuga ..........................................................................27
4.
Sanitary Landfill ........................................................................................42
5.
Composting.................................................................................................43
6.
Biogas ........................................................................................................ 43
7.
Insinerasi .................................................................................................... 43
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Nilai manfaat masyarakat per tahun .......................................................... 54
2.
Nilai kerugian berobat per tahun ............................................................... 56
3.
Nilai kerugian biaya pengganti dan pencegahan per tahun ....................... 59
4.
Dokumentasi .............................................................................................. 62
5.
Riwayat Hidup ........................................................................................... 64
1
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Permasalahan lingkungan hidup merupakan salah satu permasalahan dunia yang menjadi perhatian, baik di negara berkembang maupun negara maju. Salah satu permasalahan lingkungan hidup yang terjadi di Indonesia yaitu masalah sampah. Masalah sampah yang terjadi seringkali karena kesalahan dalam pengelolaannya. Pengelolaan sampah masih menjadi masalah di Indonesia terutama di kota-kota besar yang padat penduduknya. Masalah utama sampah di perkotaan umumnya terjadi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Hal ini disebabkan oleh produksi sampah yang terus meningkat, keterbatasan lahan TPA, teknologi proses yang tidak efesien, sistem pengelolaan yang tidak berdampak positif pada lingkungan dan belum dapat dipasarkannya produk hasil olahan sampah
(Sudradjat,
2007).
Selain
itu,
kurangnya
penekanan
terhadap
pembangunan infrastruktur TPA baru serta pembelian peralatan transportasi dan operasional menghambat pengembangan pengelolaan sampah yang efektif (Landon, 2013). Pesatnya pertumbuhan penduduk di daerah perkotaan dapat meningkatkan volume dan jenis sampah yang dihasilkan. Menurut Undang-Undang No.18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, peningkatan dan pola konsumsi masyarakat dapat menyebabkan bertambahnya volume, jenis dan karakteristik sampah. Adanya peningkatan jumlah sampah yang dihasilkan akan berdampak pada perluasan lahan untuk mengelola sampah. Hal tersebut sulit terpenuhi mengingat peningkatan jumlah penduduk di perkotaan juga akan mempengaruhi permintaan lahan. Oleh karena itu, pemerintah seringkali kesulitan dalam menghadapi keterbatasan lahan untuk kebutuhan pengelolaan sampah di TPA. Sampah apabila dikelola dengan benar dan tepat akan berpeluang untuk dimanfaatkan lebih lanjut dan bernilai ekonomi, namun apabila sampah tidak dikelola dengan baik maka akan menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan sekitar. Pengelolaan sampah dengan hanya membuang sampah di suatu lokasi tertentu dan dibiarkan pada ruang terbuka atau open dumping berpotensi menimbulkan dampak negatif. Dampak negatif tersebut berupa permasalahan
2
lingkungan seperti pencemaran udara, pencemaran air, dan penurunan kualitas lingkungan (Sudrajat, 2007). Pengelolaan lebih dari 90 persen sampah di TPA yang ada di Indonesia menggunakan sistem open dumping (KLHK, 2015). Padahal, Undang-Undang No.18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah menyatakan pengelolaan sampah secara open dumping tidak diperbolehkan lagi. Pemerintah daerah harus menutup TPA yang masih menggunakan sistem open dumping paling lama 5 tahun terhitung tanggal diberlakukannya Undang-Undang tersebut. Solusi yang ditawarkan pemerintah yaitu penerapan alternatif sistem lain seperti controlled landfill dan sanitary landfill untuk diterapkan sebagai sistem pengelolaan sampah di TPA yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 3 Tahun 2013. Salah satu TPA yang belum sepenuhnya menerapkan Undang-Undang No.18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah yaitu TPA Galuga yang terletak di Desa Galuga, Kecmatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Keberadaan TPA Galuga yang dekat dengan pemukiman masyarakat seringkali menimbulkan konflik yang terjadi antar masyarakat. Konflik tersebut terjadi karena adanya pro dan kontra antara masyarakat yang memperoleh manfaat dan masyarakat yang merasakan kerugian dari keberadaan TPA Galuga. Penelitian ini bermaksud mengkaji bagaimana dampak dari keberadaan TPA Galuga bagi masyarakat sekitar dan sistem pengelolaan sampah yang seharusnya diterapkan di TPA Galuga. 1.2 Perumusan Masalah Kota Bogor merupakan salah satu kota di Indonesia yang mempunyai laju pertumbuhan penduduk yang tinggi ditandai dengan peningkatan jumlah penduduk di Kota Bogor setiap tahun. Peningkatan jumlah penduduk Kota Bogor menyebabkan peningkatan volume sampah yang dihasilkan. Pernyataan tersebut didukung oleh Nurhidayat (2006), yang menyatakan semakin besar jumlah penduduk bermukim di kota atau suatu daerah, maka semakin besar pula volume sampah yang dihasilkan. Peningkatan jumlah penduduk dan volume sampah Kota Bogor dapat dilihat pada Gambar 1.
3
Volume Sampah (m3)
Penduduk Kota Bogor (jiwa)
2015
976,375 1,047,922
2014
931,115 1,030,720
2013
906,660 1,013,019
2012
893,155 1,004,831
2011
876,730 987,315
Sumber : BPS Kota Bogor (2016) dan DKP Kota Bogor (2016) Gambar 1 Jumlah penduduk dan volume sampah Kota Bogor tahun 2011 – 2015
Berdasarkan Gambar 1, volume sampah Kota Bogor mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk Kota Bogor. Peningkatan volume sampah Kota Bogor mengakibatkan semakin tingginya kebutuhan lahan untuk menampung sampah. Dalam upaya mengatasi keterbatasan lahan untuk menampung sampah, Pemerintah Kota Bogor mengadakan kerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Bogor. Kerja sama tersebut berupa sewa lahan untuk menampung sampah yang dilakukan Pemerintah Kota Bogor di TPA Galuga. Saat ini pengelolaan sampah yang ada di TPA Galuga yaitu dengan menggunakan sistem open dumping, controlled landfill dan composting (DKP Kota Bogor, 2016). Metode yang diterapkan untuk pengelolaan sampah tersebut belum sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pengelolaan sampah di TPA Galuga saat ini yang dinilai kurang ramah lingkungan menimbulkan dampak bagi masyarakat sekitar. Dampak yang ditimbulkan dapat berupa eksternalitas positif maupun eksternalitas negatif. Eksternalitas positif dari keberadaan TPA Galuga yaitu adanya pendapatan masyarakat yang bersumber dari TPA Galuga, sedangkan eksternalitas negatifnya yaitu adanya penurunan kualitas lingkungan yang dapat merugikan masyarakat sekitar. Penelitian Kurniawan (2006), menunjukkan kualitas air sumur wilayah sekitar TPA Galuga yaitu pada jarak 50
4
meter (m), 400 m, 600 m, dan 700 m dari lokasi TPA Galuga sudah tercemar dan tidak layak dikonsumsi, sehingga masyarakat harus mengeluarkan biaya untuk memperoleh air bersih. Dampak lain yang ditimbulkan yaitu berupa gangguan kesehatan seperti batuk, diare, influenza, penyakit kulit, dan ISPA yang dialami masyarakat sehingga masyarakat harus mengeluarkan biaya pencegahan dan biaya untuk berobat (Desmawati, 2010). Mengingat keberadaan TPA Galuga tidak hanya berdampak negatif, tetapi juga berdampak positif bagi masyarakat maka perlu adanya alternatif sistem pengelolaan sampah yang lebih baik dan ramah lingkungan serta tetap memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar. Berdasarkan paparan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apa saja eksternalitas positif dan eksternalitas negatif dari keberadaan TPA Galuga dan siapa yang merasakan eksternalitas tersebut? 2. Berapa besar nilai manfaat dan kerugian ekonomi masyarakat akibat keberadaan TPA Galuga? 3. Bagaimana alternatif solusi sistem pengelolaan sampah di TPA Galuga yang dapat meminimalkan kerugian dan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang ada, maka diperoleh tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Mengidentifikasi eksternalitas positif dan eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat keberadaan TPA Galuga. 2. Mengestimasi nilai manfaat dan nilai kerugian ekonomi masyarakat akibat keberadaan TPA Galuga. 3. Menganalisis alternatif solusi pengelolaan sampah di TPA Galuga yang dapat meminimalkan kerugian dan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian 1.
Nilai manfaat yang dihitung dalam penelitian ini yaitu pendapatan
5
masyarakat yang berprofesi sebagai pemulung dan pengepul. 2.
Nilai kerugian yang dihitung dalam penelitian ini yaitu berupa biaya berobat, biaya pengganti air bersih, dan biaya pencegahan akibat keberadaan TPA Galuga.
3.
Responden dalam penelitian ini merupakan masyarakat Desa Galuga yang berasal dari Kampung Baru Lalamping, Kampung Moyan, dan Kampung Sinarjaya.
6
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sampah dan Dampaknya Undang-Undang Pengelolaan Sampah Nomor 18 tahun 2008 menyatakan sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia atau dari proses alam yang berbentuk padat. Menurut Hartono (2008), sampah adalah material sisa yang tidak dinginkan dari suatu proses yang merupakan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Berdasarkan asalnya, sampah digolongkan menjadi 2 (dua) jenis yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Sampah yang diangkut ke TPA Galuga terdiri dari sampah organik dan anorganik. Sampah organik merupakan sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan hayati yang dapat didegradasi oleh mikroba, sementara itu sampah anorganik merupakan sampah yang dihasilkan dari bahanbahan non-hayati, baik berupa bahan sintetik maupun produk hasil pengolahan bahan tambang (Basriyanta, 2007). Sumber sampah yang terbanyak berasal dari pemukiman dan pasar (Sudradjat, 2007). Umumnya sampah pasar terdiri dari 95 persen sampah organik, sementara itu sampah yang berasal dari pemukiman lebih beragam yaitu terdiri dari 60 persen sampah organik dan sisanya berupa sampah anorganik. Menurut Gelbert et al (1996) dalam Artiningsih (2008), ada tiga dampak sampah terhadap manusia dan lingkungan yaitu: 1. Dampak terhadap kesehatan berupa penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat. 2. Dampak terhadap lingkungan berasal cairan rembesan sampah yang masuk kedalam drainase atau sungai akan mencemari air. 3. Dampak terhadap keadaan sosial dan ekonomi seperti pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan masyarakat, sarana penampungan sampah kurang atau tidak efisien akan menyebabkan orang cenderung membuang sampahnya dijalan. Pernyataan tersebut didukung oleh Chandra (2009), yang menyatakan dampak negatif sampah terhadap kesehatan berupa tempat berkembang biak vektor penyakit seperti lalat atau tikus yang dapat menyebabkan penyakit tertentu
8
dan gangguan psikosomatis seperti sesak nafas, insomnia, stress dan lain-lain. Penguraian sampah organik akan menghasilkan cairan yang disebut lindi yang dapat menyerap zat-zat disekitarnya, sehingga di dalam lindi bisa terdapat mikroba patogen, logam berat dan zat lainnya yang berbahaya yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan (Mulia, 2005). Menurut Hadiwiyoto (1983) dalam Pahlefi (2014) eksternalitas negatif dari adanya sampah dapat menimbulkan gangguan pencemaran sebagai berikut: 1. Tumpukan sampah dapat menimbulkan kondisi fisik dan kimia yang
tidak sesuai dengan lingkungan yang normal. Biasanya dapat menyebabkan kenaikan suhu dan perubahan pH tanah. 2. Tumpukan sampah dapat menjadi media berkembang biak dan tempat mencari makan bagi lalat atau tikus yang akhirnya menjadi tempat berkembang bibit penyakit. 3. Sampah dapat menimbulkan pencemaran udara karena selama proses pembusukan dihasilkan gas-gas beracun, bau tidak sedap, daerah yang becek, dan berlumpur terutama pada musim penghujan. 4. Kontak langsung dengan sampah yang mengandung kuman penyakit, misalnya sampah yang berasal dari rumah sakit. 5. Pasokan air minum yang mengalami kontaminasi dengan bahan kimia beracun dari sampah yang dibuang ke dalamair. 6. Dapat mencemari tanah atau pengotoran. Pencemaran dapat berupa udara yang kotor karena mengandung gas-gas yang terjadi dari perombakan sampah, bau yang tidak sedap, daerah yang becek, terutama pada saat musim hujan. 7. Sampah yang dibuang ke badan air menyebabkan hambatan saluran air sehingga pada musim penghujan akan menyebabkan banjir. 2.2 Pengelolaan Sampah dan Tempat Pembuangan Akhir Pengelolaan sampah adalah semua kegiatan yang dilakukan untuk menangani sampah sejak ditimbulkan sampai dengan pembuangan akhir (Sejati, 2009). Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah menyatakan
pengelolaan
sampah
merupakan
kegiatan
yang
sistematis,
9
menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Secara garis besar pengelolaan sampah meliputi pengendalian timbulan sampah, pengumpulan sampah, transfer dan transpor, pengolahan dan pembuangan akhir. Pengelolan sampah harus memperhatikan karakteristik dan kandungan yang terdapat dalam sampah tersebut (Mulia, 2005). Jenis sampah organik dapat membusuk dengan adanya aktivitas mikroorganisme pengurai, sehingga memerlukan penanganan yang cepat baik dalam pengumpulan maupun dalam pemusnahannya. Model pengelolaan sampah di Indonesia menggunakan sistem urugan atau tumpukan. Model urugan umumnya diterapkan di kota-kota yang tidak begitu besar, sedangkan model tumpukan digunakan pada kota-kota besar di Indonesia (Sudradjat, 2007). Menurut Chandra (2009), ada beberapa cara pemusnahan sampah yang dapat dilakukan oleh institusi atau individu dan penggunaan teknologi pemanfaatan sampah antara lain : 1. Sanitary landfill, merupakan pemusnahan sampah dengan jalan penimbunan sampah yang dilakukan lapis demi lapis dengan cara memadatkan sampah dan menimbunnya dengan tanah. Dengan demikian sampah tidak berada di alam terbuka sehingga tidak menimbulkan bau dan menjadi sarang binatang pengerat. 2. Incenerator, merupakan alat untuk membakar sampah secara terkendali melalui pembakaran dengan suhu tinggi dan merupakan suatu metode pembuangan sampah yang dapat diterapkan di daerah perkotaan atau daerah yang sulit untuk mendapatkan tanah untuk membuang sampah. 3. Pembuatan kompos, merupakan salah satu cara pemusnahan sampah dengan memanfaatkan proses dekomposisi sampah organik oleh kumankuman pembusuk pada kondisi tertentu akan menghasilkan bahan berupa kompos atau pupuk. 4. Gas bio, merupakan bahan bakar yang diperoleh dari bahan-bahan organik, termasuk kotoran manusia, kotoran hewan, sisa-sisa pertanian atau campuran, melalui proses fermentasi dan pembusukan oleh bakteri anaerobik pada alat yang dinamakan penghasil gas bio.
10
Menurut Undang Undang No. 18 Tahun 2008 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) adalah tempat untuk memproses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan. TPA merupakan tempat dimana sampah mencapai tahap terakhir dalam pengelolaan sejak dari sumber, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan sampai menuju pembuangan akhir (Simanjuntak et al., 2014). Metode pembuangan sampah di TPA dibagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu open dumping, controlled landfill, dan sanitary landfill. Pada metode open dumping sampah dibuang begitu saja pada TPA yang telah ditetapkan tanpa adanya perlakuan tertentu. Metode ini tidak baik secara estetika dan tidak sehat karena dapat menimbulkan berbagai pencemaran seperti pencemaran udara, pencemaran air, serta sebagai sarang berkembang biaknya serangga dan hewan penular penyakit. Controlled landfill merupakan perbaikan atau peningkatan dari cara open dumping, tetapi belum sebaik sanitary landfill. Perbaikan atau peningkatan antara lain dengan kegiatan penutupan sampah secara berkala. Sanitary landfill merupakan salah satu metode pengolahan sampah terkontrol dengan sistem sanitasi yang baik dengan membuang sampah ke TPA kemudian dipadatkan dengan traktor dan ditutup dengan tanah (Aryulina et al.,2006). Prasyarat penetapan suatu lokasi TPA adalah sebagai berikut (Sudradjat, 2007): 1. Lokasi TPA ditempatkan jauh dari pemukiman penduduk. 2. Jalan mencapai lokasi dapat ditempuh tanpa melalui pemukiman atau perkampungan. 3. Diupayakan jalan menuju TPA dibuat jalur sendiri dengan batas aman yang tidak boleh dibuat pemukiman selebar 100 m kiri-kanan. 4. Mulai jarak satu kilometer mendekati lokasi TPA di kiri-kanan dijadikan tempat pemukiman pemulung. 5. TPA tidak boleh dialokasikan di daerah yang dingin karena akan menghambat proses perombakan bahan organik. 6. TPA bisa ditempatkan di tengah-tengah hutan, perkebunan, atau di hulu gunung. Tujuannya agar TPA jauh dari pemukiman karena limbah buangan akan mencemari sumur penduduk.
11
2.3 Eksternalitas Menurut Surjanti et al., (2016), eksternalitas merupakan suatu dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh suatu pelaku ekonomi terhadap pelaku ekonomi lain. Eksternalitas didefinisikan sebagai dampak (positif atau negatif), atau dalam bahasa normal ekonomi sebagai net cost atau benefit, dari tindakan suatu pihak terhadap pihak lain (Fauzi, 2006). Eksternalitas positif timbul ketika produsen atau konsumen menciptakan manfaat bagi orang lain, namun tidak mungkin memperoleh kompensasi dari manfaat yang diciptakannya dan eksternalitas negatif timbul ketika produsen atau konsumen menyebabkan biaya bagi orang lain namun tidak bisa dibebani biaya tersebut (Pearson et al., 2005). Mangkoesoebroto (1993) menyatakan eksternalitas positif adalah dampak menguntungkan pihak lain dari kegiatan yang dilakukan oleh pihak tertentu, pihak yang diuntungkan tidak memberikan kompensasi sedangkan eksternalitas negatif adalah dampak yang merugikan pihak lain dari kegiatan yang dilakukan pihak tertentu dan tidak menerima kompensasi terhadap kerugian tersebut. Adanya eksternalitas negatif yang ditimbulkan oleh pihak tertentu membuat pihak tersebut mengeluarkan biaya tambahan untuk memproses limbahnya agar dapat diterima lingkungan. Friedman dalam Fauzi (2010) menyatakan eksternalitas dan barang publik merupakan dua cara pandang yang berbeda dalam melihat masalah yang sama. Eksternalitas positif melahirkan barang publik, sementara eksternalitas negatif melahirkan barang publik yang negatif. Artinya jika eksternalitas negatif tidak diproduksi, maka akan menghasilkan barang publik. 2.4 Pencemaran air Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air “ Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukannya makluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya’’. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, klasifikasi
12
mutu air diterapkan menjadi 4 kelas yaitu: 1. Kelas I, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. 2. Kelas II, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. 3. Kelas III, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan Ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. 4. Kelas IV, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Keberadaan TPA Galuga memberikan dampak bagi masyarakat sekitar. Adanya air lindi yang dihasilkan dari dekomposisi sampah organik di TPA Galuga apabila tidak dikelola dengan baik, maka akan menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat. Penelitian Priambodho (2005), menyatakan pada air sumur penduduk, kandungan pH sekitar 4 sampai 5, kandungan bahan organik (BOD 34,72 mg/l dan COD 1557,87 mg/l) dan jumlah totalcoliform (> 1,1 x 10
3
MPN/100ml) membuat air sumur ini tidak layak digunakan untuk kebutuhan sehari-hari penduduk sekitar TPA Galuga. Penelitian Kurniawan (2006), menunjukkan kualitas air sumur masyarakat pada jarak 50 m, 400 m, 600 m, dan 700 m dari lokasi TPA Galuga pada beberapa parameter hasil analisis telah melampaui ambang batas maksimum yang menyebabkan air sumur masyarakat tidak layak untuk digunakan sebagai air baku air minum, namun masih bisa digunakan untuk keperluan perikanan dan pertanian. 2.5 Penilaian Kerugian Ekonomi Akibat Pencemaran Berdasarkan peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2014, kegiatan seperti pembuangan air limbah yang melebihi baku mutu dari berbagai
13
jenis kegiatan, penggundulan hutan, pembuangan sampah, penambangan telah menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup seperti pencemaran wilayah pesisir dan laut, pencemaran air permukaan, emisi debu, asap serta gas rumah kaca ke udara. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan ekonomi yang hanya memenuhi permintaan pasar, pada akhirnya akan mengorbankan kualitas lingkungan hidup. Kerugian lingkungan hidup meliputi: 1. Kerugian karena dilampauinya baku mutu lingkungan hidup sebagai akibat
tidak
dilaksanakannya
seluruh
atau
sebagian
kewajiban
pengolahan air limbah, emisi, dan pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun. 2. Kerugian untuk penggantian biaya pelaksanaan penyelesaian sengketa lingkungan
hidup,
meliputi
biaya:
verifikasi
lapangan,
analisa
laboratorium, ahli dan pengawasan pelaksanaan pembayaran kerugian lingkungan hidup. 3. Kerugian untuk pengganti biaya penanggulangan pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup serta pemulihan lingkungan hidup. 4. Kerugian ekosistem. Adanya biaya penilaian kualitas lingkungan berdasarkan pengeluaran untuk mengurangi atau mengatasi efek negatif dari polusi dapat dihitung menggunakan metode Averting Behavioural Method (ABM) (Yakin 1997). Fauzi (2006), mendefinisikan metode Averting Behavioural Method (ABM) sebagai salah satu teknik valuasi ekonomi non-pasar berbasiskan biaya (cost-based approach) yang mengandalkan harga implisit dimana keinginan membayar seseorang terungkap melalui model yang dikembangkan (revealed willingness to pay). Replacement cost merupakan salah satu pendekatan ABM yang digunakan untuk menghitung nilai kerugian akibat pencemaran air. Kasus pencemaran air yang sering terjadi di TPA yaitu pencemaran air tanah. Menurut National Research Council (1997) dalam Niella (2012), sedikitnya terdapat tiga respon yang terkait dengan upaya yang dilakukan oleh rumah tangga dalam mengurangi dampak akibat pencemaran air tanah, yakni: 1. Membeli durable goods, misalnya alat-alat penyaring (filter) untuk memberikan perlakuan semacam water treatment terhadap air tanah
14
sebelum dikonsumsi. 2. Membeli non durable goods, misalnya air galon. 3. Merubah kebiasaan sehari-hari untuk menghindari dampak kerusakan
akibat pencemaran. Selain pencemaran air tanah, adanya bau tidak sedap dan keberadaan serangga yang ditimbulkan oleh keberadaan TPA juga membuat adanya tindakan pencegahan yang dilakukan masyarakat untuk mengurangi sampah dari perubahan kualitas lingkungan tersebut. Metode yang digunakan untuk menilai kerugian masyarakat akibat pencegahan terhadap eksternalitas negatif yang ditimbulkan oleh TPA yaitu metode biaya pencegahan (preventive expenditure). Menurut Jones et al. (2000) dalam Niella (2012), individu atau kelompok sering mengeluarkan uang untuk menghindari atau mengeliminasi kerusakan yang disebabkan dampak lingkungan yang merugikan. Penduduk juga mengalami kerugian berupa biaya yang harus dikeluarkan atas upaya untuk mengobati penyakit-penyakit yang timbul akibat eksternalitas negatif keberadaan TPA. Metode yang digunakan untuk menghitung biaya untuk berobat yaitu metode cost of illness. Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2012 cost of illness adalah biaya-biaya yang dikeluarkan selama dan setelah seseorang menderita sakit akibat tercemarnya atau rusaknya lingkungan. 2.6 Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai eksternalitas dari keberadaan TPA bagi masyarakat dan metode pengelolaan sampah di TPA telah banyak dilakukan sebelumnya. Penelitian terdahulu mengenai eksternalitas dari keberadaan TPA dilakukan oleh Pahlefi (2014), Rangkuti (2014), Sandjoyo (2013), Bujagunasti (2009) dan metode pengelolaan sampah di TPA Galuga oleh Ruban (2014). Tabel 1 Penelitian terdahulu No Peneliti Metode Hasil Penelitian 1 Ruban Contingent Rata-Rata WTP tertinggi pada (2014) valuation method Kecamatan Baguala yaitu pada skenario (CVM) biogas sebesar Rp 24.250/KK/bulan dan yang terendah pada skenario insinerasi sebesar Rp 20.804/KK/bulan.
15
Tabel 1 Penelitian terdahulu lanjutan No Peneliti Metode Benefit transfer
2
Sandjoyo (2013)
3
Rangkuti (2014)
4
Pahlefi (2014)
5
Bujagunasti (2009)
Hasil Penelitian Pada Kecamatan Nusaniwe diperoleh rata-ara WTP tertinggi yaitu sebesar Rp 21.228/KK/bulan pada skenario composting dan terendah sebesar Rp 18.220/KK/bulan pada skenario sanitary landfill. Cost of illness Nilai ekonomi penurunan kualitas Replacement cost lingkungan di wilayah administratif Kelurahan Cipayung sebesar Rp. 3.288.269.934/tahun yang merupakan penjumlahan dari biaya pengganti air minum dan biaya kesehatan. Rincian dari nilai ekonomi penuruan kualitas lingkungan tersebut adalah biaya kesehatan sebesar Rp 838.202.184/tahun dan biaya pengganti sebesar Rp 2.450.067.750/tahun. Metode Hayami Nilai tambah pupuk kompos bernilai sebesar Rp.100.546 yaitu 43,25 persen/kilogram bahan baku. Cost of Illness Berdasarkan perhitungan, total dan Replacement biaya kesehatan sebesar Rp Cost 56.249.600/bulan dan biaya konsumsi air bersih sebesar Rp 108.350.792/bulan, sehingga nilai eksternalitas negatif sebesar Rp 164.600.392/bulan. Metode analisis Estimasi nilai eksternalitas positif pendapatan yang diterima masyarakat sekitar TPA Rawa Kucing dalam bentuk pendapatan dari kegiatan mengumpulkan barang bekas, penyediaan biogas, dan kompos adalah sebesar Rp 711.824.000/tahun. Cost off illness Total nilai eksternalitas negatif akibat Replacement cost keberadaan TPA Rawa Kucing bagi masyarakat sekitar adalah sebesar Rp 77.877.200/tahun. Jadi, nilai eksternalitas positif TPA Rawa Kucing lebih besar dari nilai eksternalitas negatifnya dengan nilai estimasi eksternalitas sebesar Rp 633.946.800/tahun. Analisis Manfaat yang dirasakan responden Deskriptif berupa peningkatan pendapatan bagi masyarakat, pemasukan bagi Pemkot Bekasi, dan menimbulkan nilai daurulang. Kerugian yang dirasakan oleh masyarakat akibat keberadaan TPA
16
Tabel 1 Penelitian terdahulu lanjutan No Peneliti Metode
Perhitungan pendapatan Cost of Illness dan Replacement Cost
Hasil Penelitian Bantargebang adalah berupa pencemaran air, pencemaran udara, sebagai sarang penyakit, dan pengurangan estetika Nilai manfaat yang dapat dirasakan akibat keberadaan TPA Bantargebang adalah Rp.183.547.000/tahun. Nilai kerugian masyarakat adalah Rp 13.385.300/tahun.
Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini yaitu penelitian terdahulu menghitung nilai eksternalitas dan alternatif sistem pengelolaan sampah di TPA secara terpisah. Penelitian ini mencoba menghubungkan nilai eksternalitas yang diperoleh dengan solusi alternatif pengelolaan sampah yang dikaji. Selain itu, terdapat perbedaan penggunaan metode yang dilakukan dalam penelitian.
17
III. KERANGKA PEMIKIRAN
Peningkatan
jumlah
penduduk
Kota
Bogor
dapat
menyebabkan
peningkatan volume sampah yang dihasilkan. Banyaknya sampah yang dihasilkan masyarakat Kota Bogor berdampak pada kebutuhan lahan tempat pembuangan akhir sampah. TPA Galuga merupakan tempat pembuangan akhir sampah yang menampung sampah dari Kota Bogor dan Kabupaten Bogor. Adanya keterbatasan lahan yang dimiliki Pemerintah Kota Bogor mengakibatkan pemerintah melakukan kerja sama dengan Kabupaten Bogor dalam upaya penyediaan lahan untuk penampungan sampah yang berasal dari Kota Bogor. Keberadaan TPA Galuga yang dekat dengan pemukiman menimbulkan eksternalitas yang dirasakan oleh masyarakat sekitar. Hal ini terkait dengan sistem pengelolaan sampah yang diterapkan di TPA Galuga. Saat ini pengelolaan TPA Galuga masih menerapkan sistem open dumping dan sebagian sampah sudah dikelola dengan sistem controlled landfill. Pengelolaan sampah saat ini yang diterapkan di TPA Galuga masih menimbulkan beberapa eksternalitas negatif bagi masyarakat seperti pencemaran air, pencemaran udara dan sebagai tempat berkembang biaknya serangga serta hewan penular penyakit yang dapat menyebabkan masyarakat mengeluarkan biaya kerugian ekonomi. Pencemaran air yang terjadi berupa pencemaran air sumur. Beberapa penelitian terdahulu seperti yang dilakukan oleh Kurniawan (2006), menunjukkan bahwa air sumur masyarakat yang berada di sekitar TPA Galuga telah mengalami pencemaran dan tidak layak untuk dikonsumsi. Penelitian Desmawati (2010), juga menunjukkan bahwa adanya penyakit yang diderita masyarakat sekitar akibat keberadaan TPA Galuga. Disamping itu, keberadaan TPA Galuga juga menimbulkan dampak positif bagi masyarakat sekitar, yakni dengan memilah sampah dan kemudian dijual sehingga dapat menghasilkan manfaat ekonomi. Manfaat tersebut dirasakan oleh masyarakat yang berprofesi sebagai pemulung dan pengepul. Tujuan dari penelitian ini untuk mengidentifikasi eksternalitas positif dan eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat keberadaan TPA Galuga berdasarkan penilaian dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif, mengestimasi besarnya nilai manfaat akibat keberadaan TPA Galuga dengan
18
menggunakan metode analisis pendapatan dan mengestimasi nilai kerugian ekonomi dengan menggunakan metode cost of illness untuk biaya kesehatan, metode replacement cost untuk biaya pengganti air bersih, dan metode preventive expenditure untuk biaya pencegahan. Setelah mengestimasi besarnya nilai manfaat dan nilai kerugian, selanjutnya menganalisis alternatif solusi sistem pengelolaan sampah di TPA Galuga yang dapat meminimalkan kerugian dan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar. Sistem pengelolaan sampah yang dianalisis dalam penelitian ini yaitu sanitary landfill, composting, insinerasi dan biogas. Analisis dilakukan dengan menghitung net benefit masing-masing skenario pengelolaan sampah dengan menggunakan data primer untuk nilai manfaat yang diperoleh masyarakat, biaya sosial, manfaat sosial dan data sekunder berupa biaya operasional dan nilai tambah masing-masing alternatif soslusi dengan menggunakan metode benefit transfer. Hasil dari penelitian ini berupa rekomendasi alternatif solusi yang dinilai mampu meminimalkan eksternalitas negatif dan mempertahankan nilai manfaat bagi masyarakat sekitar. Berdasarkan uraian pemikiran di atas, maka dapat digambarkan alur kerangka berpikir yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan penelitian. Kerangka alur pemikiran ditampilkan pada Gambar 2.
19
Peningkatan jumlah penduduk Kota Bogor
Peningkatan volume sampah
TPA Galuga
Eksternalitas
Eksternalitas Positif
Eksternalitas Negatif
Identifikasi manfaat keberadaan TPA Galuga bagi masyarakat sekitar
Identifikasi kerugian dari adanya TPA Galuga bagi masyarakat sekitar
Metode analisis pendapatan
Metode Valuasi Ekonomi : Coss of illness Replacement cost Preventive expenditure
Nilai manfaat bagi masyarakat sekitar
Nilai kerugian bagi masyarakat sekitar
Nilai net benefit pengelolaan sampah dengan metode alternatif
Alternatif pengelolaan sampah di TPA Galuga yang dapat meminimalkan kerugian dan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar
Gambar 2 Kerangka alur pemikiran Keterangan :
= Batasan Penelitian
20
21
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa TPA Galuga berada di wilayah Desa Galuga dan keberadaan TPA Galuga menimbulkan eksternalitas bagi masyarakat sekitar. Pertimbangan lainnya karena TPA Galuga belum sepenuhnya menerapkan peraturan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah yang menyatakan sampah di TPA minimal sampah harus dikelola menggunakan sistem sanitary landfill atau controlled landfill. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2016. 4.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dengan cara melakukan wawancara secara langsung menggunakan kuesioner kepada masyarakat. Data primer meliputi data mengenai karakteristik sosial ekonomi penduduk, manfaat yang diperoleh penduduk dan biaya-biaya yang dikeluarkan penduduk dari keberadaan TPA Galuga, serta data lainnya yang diperlukan dalam penelitian. Data sekunder didapatkan dari studi literatur, buku referensi, jurnal, key person perwakilan pemerintah setempat, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor serta instansi lainnya. 4.3 Teknik Pengambilan Contoh Pengambilan contoh diambil dengan menggunakan metode non probabilty sampling. Artinya anggota populasi tidak mempunyai peluang yang sama untuk dipilih menjadi sampel. Teknik pengambilan contoh yang digunakan yaitu purposive sampling dengan memilih responden berdasarkan sumber pendapatan yaitu masyarakat yang bersumber pendapatan dari TPA Galuga dan masyarakat yang bersumber pendapatan bukan dari TPA Galuga. Penelitian melibatkan sebanyak 90 rumah tangga (KK) yang berasal dari Kampung Baru Lalamping,
22
Kampung Sinarjaya, dan Kampung Moyan. Jumlah responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Jumlah responden penelitian No 1.
Responden Kampung Baru Lalamping a) Pemulung b) Pengepul c) Masyarakat 2. Kampung Sinarjaya d) Pemulung e) Pengepul f) Masyarakat 3. Kampung Moyan g) Pemulung h) Pengepul i) Masyarakat Jumlah Sumber : Data primer (2016)
Jumlah (KK)
Populasi (KK)
14 1 15
70 1 50
12 3 15
90 3 50
10 0 20 90
10 0 282 556
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data mengenai karakteristik sosial ekonomi penduduk, hasil identifikasi eksternalitas positif dan negatif dari keberadaan TPA Galuga, manfaat ekonomi yang diperoleh masyarakat dari keberadaan TPA Galuga, kerugian ekonomi yang ditanggung masyarakat dari keberadaan TPA Galuga dan data sekunder yaitu berupa data profil Desa Galuga, profil TPA Galuga, biaya dan nilai tambah masing-masing alternatif solusi, serta data lainnya yang diperlukan dalam penelitian. Data-data tersebut digunakan untuk mengkaji ketiga tujuan dari penelitian ini yakni mengidentifikasi eksternalitas positif dan eksternalitas negatif dari keberadaan TPA Galuga, mengestimasi nilai manfaat dan nilai kerugian ekonomi masyarakat dari keberadaan TPA Galuga, dan menganalisis alternatif solusi pengelolaan sampah di TPA Galuga. Matriks keterkaitan antara tujuan penelitian, jenis dan sumber data, dan metode analisis data yang digunakan dalam penelitian tersaji dalam Tabel 3.
23
Tabel 3 Matriks metode analisis data Jenis data yang Sumber diperlukan data Data primer berupa Rumah persepsi masyarakat tangga terhadap eksternalitas positif dan eksternalitas negatif yang dirasakan akibat keberadaan TPA Galuga
Metode analisis data Analisis deskriptif kualitatif
Mengesitimasi nilai manfaat dan kerugian masyarakat akibat keberadaan TPA Galuga
Data primer berupa :
Rumah tangga
a. Estimasi nilai manfaat ekonomi dengan metode analisis pendapatan, b. Estimasi nilai kerugian ekonomi dengan metode replacement cost, cost of illness, dan preventive expenditure
Menganalisis alternatif solusi pengelolaan TPA Galuga yang dapat meminimalkan kerugian dan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar
Data primer dan data sekunder berupa :
Rumah tangga dan penelitian terdahulu
Benefit transfer, net benefit dan analisis deskriptif kuantitatif
Tujuan penelitian Mengidentifikasi eksternalitas positif dan eksternalitas negatif akibat keberadaan TPA Galuga
a. Penerimanaan pemulung dan pengepul b. Biaya yang dikeluarkan pemulung dan pengepul c. Biaya berobat d. Biaya pembelian air bersih e. Biaya pencegahan
a. Data nilai kerugian ekonomi masyarakat b. Biaya opeasional empat skenario pengolahan sampah yang ditawarkan c. Nilai tambah skenario pengelolaan sampah d. Net benefit penerapan masingmasing alternatif solusi pengelolaan sampah
4.5 Identifikasi Eksternalitas Positif dan Eksternalitas Negatif Eksternalitas positif dan eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat
24
dianalisis menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dengan cara memberikan pertanyaan yang ada dalam kuesioner terkait dengan keberadaan TPA Galuga. Tujuan analisis deskriptif untuk membuat deskripsi, gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. 4.6 Estimasi Nilai Manfaat dan Kerugian Ekonomi Masyarakat 4.6.1 Estimasi Nilai Manfaat Ekonomi Masyarakat Eksternalitas positif dari keberadaan TPA Galuga dirasakan oleh masyarakat yang berprofesi sebagai pemulung dan pengepul. Pemulung memperoleh manfaat dari hasil sampah yang dijualnya ke para pengepul sampah di TPA Galuga. Sedangkan, pengepul memperoleh manfaat dari hasil menjual sampahnya ke pabrik-pabrik atau pengepul yang lebih besar. Berdasarkan konsep penerimaan (total revenue) dan biaya (total cost) maka pendapatan pemulung dan pengepul diperoleh berdasarkan persamaan berikut (Nicholson, 1995): Π = TR– TC ...............................................................(1) Keterangan: Π
= Pendapatan
TR = Penerimaan yang diperoleh oleh pemulung dan pengepul TC = Seluruh biaya yang ditanggung oleh pemulung atau pengepul 4.6.2 Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Masyarakat Estimasi nilai kerugian ekonomi masyarakat dari keberadaan TPA Galuga diestimasi dengan metode replacement cost, cost of illness, dan preventive expenditure. Metode replacement cost digunakan untuk menghitung estimasi kerugian ekonomi yang didasarkan pada kasus penggunaan sumber lain akibat tercemarnya air sumur masyarakat yang diidentifikasi dengan penyebaran kuesioner. Informasi yang akan dicari terkait penggunaan metode replacement cost antara lain: 1) sumber air pengganti, yaitu dari mana sumber air pengganti yang digunakan responden untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga seperti MCK (mandi, cuci, kakus) dan minum; 2) biaya, yaitu besarnya biaya yang
25
dikeluarkan responden untuk membeli sumber air pengganti. Rata-rata dari masing – masing biaya pengganti dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (1) sebagai berikut: RBP=
∑
................................................................(3)
Keterangan: RBP
= Rata-rata biaya pengganti untuk air bersih (Rp)
Bpi
= Biaya pengganti untuk air bersih oleh responden i (Rp)
n
= Jumlah responden
i
= Responden ke-i (1,2,3,.....,n) Estimasi kerugian ekonomi untuk biaya berobat menggunakan metode cost
of illness yaitu dengan menggunakan biaya kesehatan yang dikeluarkan akibat pencemaran lingkungan TPA Galuga. Pendekatan ini menghitung kerugian berdasarkan biaya yang dikeluarkan untuk mengobati penyakit akibat penurunan kualitas lingkungan. Pada metode ini informasi yang diperlukan diantaranya: 1) jenis penyakit, penyakit apa yang diderita oleh responden akibat pencemaran TPA Galuga; 2) tingkat mengalami penyakit, seberapa sering responden mengalami penyakit tersebut dalam satu tahun; 3) biaya, besar biaya yang dikeluarkan responden untuk mengobati penyakit yang diderita; Besarnya biaya kesehatan didapat dari menghitung jumlah uang yang harus dikeluarkan oleh responden untuk mengobati penyakitnya. Persamaan (2) merupakan persamaan yang digunakan untuk menghitung rata-rata biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh rumah tangga responden. ∑ RBK=
......................................................(4)
Keterangan: RBK
= Rata-rata biaya untuk berobat (Rp)
Bki
= Biaya untuk berobat oleh responden ke- i (Rp)
n
= Jumlah responden
i
= Responden ke-i (1,2,3,.....,n) Kerugian ekonomi dari pencemaran sampah juga dapat diestimasi dengan
menggunakan metode biaya pencegahan untuk mengurangi dampak negatif yang
26
dirasakan. Biaya pencegahan yang ditanggung oleh responden dihitung dari jumlah uang yang dikeluarkan untuk melakukan upaya pengurangan eksternalitas negatif dari pencemaran sampah. Untuk memperoleh biaya rata-ratanya, maka jumlah uang yang dikeluarkan untuk melakukan pencegahan dibagi dengan jumlah responden yang mengeluarkan biaya pencegahan. ∑
.....................................(5) dimana: RBPcg = rata-rata biaya pencegahan bau dan serangga (Rp) BPcgi = biaya pencegahan bau dan serangga responden i (Rp) n
= jumlah responden
i
= responden ke-i (1,2,3,....,n)
4.6.3 Alternatif Solusi Sistem Pengelolaan Sampah di TPA Galuga Alternatif sistem pengelolaan yang dianalisis dalam penelitian ini, yaitu sanitary landfill, composting, insinerasi, dan biogas. Data yang dibutuhkan untuk dianalisis berupa nilai manfaat, nilai tambah, biaya operasional dan nilai kerugian masing-masing alternatif sistem pengelolaan TPA. Biaya operasional diperoleh dari TPA lain yang telah menerapkan sistem pengelolaan tersebut dengan menggunakan metode benefit transfer. Setelah mendapatkan biaya operasional masing-masing skenario, maka langkah selanjutnya, yaitu membandingkan biaya dan manfaat dari setiap alternatif solusi yang mungkin dilakukan untuk memperoleh nilai net benefit masing-masing alternatif solusi dimana nilai manfaat terdiri dari pendapatan pemulung dan pengepul, nilai tambah alternatif solusi, dan manfaat sosial (biaya kerugian yang hilang) dan nilai kerugian terdiri dari biaya operasional dan biaya sosial dari masing-masing penerapan alternatif solusi.
27
V. GAMBARAN UMUM DAN WILAYAH PENELITIAN 5.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian 5.1.1 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Galuga Sampah Kota Bogor dibuang dan diangkut ke TPA yang berada di wilayah Kabupaten Bogor, sehingga mengakibatkan adanya biaya tambahan untuk pelayanan pembuangan ke TPA tersebut. Kerja sama Pengelolaan TPA Galuga antara Pemerintah Kota Bogor dengan Pemerintah Kabupaten Bogor dilakukan melalui Surat Perjanjian Kerja sama TPA Galuga. TPA Galuga terletak di tengah-tengah Desa Galuga yang berada pada ketinggian 176-190 mdpl pada bagian utara dan 204-218 mdpl. Luas keseluruhan TPA Galuga yaitu 31,8 Ha. Lahan milik pemerintah Kota Bogor yaitu 27,8 ha, sedangkan milik Kabupaten Bogor yakni seluas 4 Ha. Gambar 3 menunjukkan peta wilayah TPA Galuga.
Gambar 3 Peta wilayah TPA Galuga Pada Gambar 3 menunjukkan jarak TPA Galuga dari pemukiman sangat dekat.
Menurut DKP Kota Bogor (2016) jarak terdekat TPA Galuga dari
pemukiman yaitu sejauh 150 m.
28
Saat ini pemerintah Kota Bogor telah mengupayakan pengelolaan sampah dengan menggunakan sistem controlled landfill untuk mengelola sekitar 30 persen sampah yang masuk ke TPA Galuga, sisanya masih open dumping. Adapun waktu pengangkutan sampah ke TPA Galuga dilaksanakan setiap hari dimulai pada pukul. 05.00 WIB dan berakhir pada pukul 17.00 WIB. Pencatatan nomor kendaraan dan Berat sampah yang diangkut setiap harinya dilakukan pada tiap kendaraan yang masuk ke emplacement TPA Galuga dan dilaporkan ke UPTD Pengolahan Sampah pada Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor. 5.1.2 Desa Galuga Desa Galuga merupakan salah satu desa di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor dengan luas wilayah 170,5 Ha. Desa Galuga terbagi dalam 5 dusun, 6 Rukun Warga (RW), 13 Rukun Tetangga (RT). Jarak tempuh Desa Galuga ke Kecamatan Cibungbulang yaitu 3 Km, Kabupaten Bogor 50 Km, Provinsi Jawa Barat 140 Km, dan Jakarta 80 Km. Desa Galuga berbatasan dengan Desa Cijunjung di sebelah utara, Desa Dukuh disebelah timur, Desa Cemplang disebelah selatan dan Desa Leuwiliang disebelah barat Jumlah penduduk Desa Galuga yaitu 5.200 jiwa dengan komposisi 2.850 jiwa laki-laki dan 2.620 jiwa perempuan dan memiliki 1.700 Kepala Keluarga (KK). Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikannya yaitu belum sekolah sebanyak 750, SD sebanyak 1.720 orang, SMP sebanyak 360 orang, SMA sebanyak 275 orang, Akademi sebanyak 21 orang, S1 sebanyak 18 orang, dan S2 sebanyak 2 orang. Mata pencaharian penduduk Desa Galuga berupa petani, pedagang. Pegawai negeri sipil, TNI, buruh pabrik, pengrajin, tukang bangunan, penjahit, tukang ojek, tukang bengkel, supir, pemulung, pengepul dan lain-lain. 5.2 Karakteristik Responden Karakteristik responden dibagi ke dalam tujuh karakteristik, antara lain tingkat usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan formal, jumlah tanggungan keluarga, jenis pekerjaan, jarak tempat tinggal dan lama tinggal.
29
Tabel 4 Karakteristik Responden Karakteristik Jumlah responden (KK) A.Usia (tahun) 15-24 25-34 35-44 45-54 >54 Jumlah B.Jenis Kelamin Laki - laki Perempuan Jumlah C.Tingkat Pendidikan Tidak tamat SD SD SMP SLTA Jumlah D.Jumlah Tanggungan Keluaga (orang) 0 1 2 3 4-5 Jumlah E.Jarak tempat tinggal (meter) 300 – 500 501 – 1000 1001 – 1500 Jumlah F.Jenis Pekerjaan Pemulung Pengepul Pedagang Buruh Lain – lain Jumlah G.Lama Tinggal (tahun) <10 10-20 >20 Jumlah Sumber : Data Primer (2016)
Persentase (%) 8 33 24 16 9 90
9 36 27 18 10 100
48 42 90
53 47 100
9 54 14 13 90
10 60 16 14 100
11 16 34 18 11 90
12 18 38 20 12 100
55 20 15 90
60 22 18 100
36 4 24 6 18 90
40 4 27 7 20 100
1 10 79 90
1 11 88 100
Mayoritas responden berusia antara 25-44 tahun, artinya responden pemulung dan pengepul mayoritas merupakan masyarakat yang telah berkeluarga. Berdasarkan Tabel 4 tingkat pendidikan mayoritas responden yaitu hanya tamatan SD, hal ini menyebabkan mereka sulit untuk mendapat pekerjaan lain yang lebih
30
profesional dan membutuhkan keahlian tertentu yang jarang bisa dilakukan oleh lulusan SD. Oleh karena itu, banyak responden yang memilih untuk menjadi pemulung sampah yang tidak membutuhkan skill tertentu dan dapat biasanya dapat dilakukan oleh siapa saja. Namun,berdasarkan hasil penelitian hampir setiap anak di keluarga responden sudah menempuh pendidikan yang layak dan lebih tinggi sehingga untuk kedepannya mereka diharapkan tidak menjadi pemulung sampah. Lama tinggal responden mayoritas lebih dari 20 tahun. Jika dikaitkan dengan tahun berdirinya TPA Galuga yaitu sejak tahun 1.983, hal ini berarti masyarakat sudah hidup di sekitar TPA Galuga sejak TPA Galuga dibangun. Sampai saat ini keberadaan TPA Galuga masih menimbulkan berbagai macam eksternalitas negatif bagi masyarakat, akan tetapi masyarakat masih tetap tinggal disekitar TPA Galuga. Alasan masyarakat untuk memilih tetap tinggal di Desa Galuga yaitu karena banyak masyarakat yang memperoleh penghasilan dari keberadaan TPA Galuga.
31
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
6.1 Identifikasi Eksternalitas Positif dan Negatif Akibat Keberadaan TPA Galuga Keberadaan TPA Galuga menimbulkan eksternalitas bagi masyarakat sekitar. Hasil identifikasi menunjukkan eksternalitas yang dirasakan masyarakat yaitu eksternalitas positif dan negatif. Eksternalitas positif TPA Galuga dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat, sedangkan eksternalitas negatif dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat. 6.1.1 Eksternalitas Positif Keberadaan TPA Galuga bagi Masyarakat Eksternalitas positif yang dirasakan masyarakat sekitar TPA Galuga hanya berupa sumber pendapatan dari memilah dan menjual sampah anorganik. Manfaat tersebut dirasakan oleh masyarakat yang berprofesi sebagai pemulung dan pengepul, sedangkan masyarakat yang tidak berprofesi sebagai pemulung dan pengepul tidak memperoleh manfaat dari keberadaan TPA Galuga. Mayoritas pemulung bekerja setiap hari, ada pula yang bekerja beberapa hari dalam seminggu. Pemulung biasanya menjual sampah yang telah dipilah ke pengepul setiap hari dan ada beberapa pemulung yang mendiamkan sampahnya terlebih dahulu di sekitar rumah untuk dijual ke pengepul setelah beberapa hari kemudian. Rata-rata volume sampah yang dihasilkan pemulung ke pengepul yaitu 15 Kg per harinya. Pemulung terlebih dahulu memisahkan sampah berdasarkan jenisnya sebelum dijual ke pengepul. Pemilahan sampah dilakukan karena harga sampah yang dijual pemulung ke pengepul berbeda tiap jenisnya (Tabel 5). Tabel 5 Jenis sampah dan harga jual sampah No Jenis sampah 1 Sampah plastik tipe polietilena (PE) 2 Sampah plastik tipe polipropilena (PP) 3 Kresek 4 Botol kaca 5 Alumunium 6 Kaleng Sumber : Data primer (2016)
Harga/Kg(Rp) 2.400 1.200 1.000 500 1.000 800
32
Jenis sampah yang dikumpulkan pemulung berupa kantong plastik, botol plastik, kemasan plastik, pipa air, tempat sampah, pembungkus kabel, mainan, tutup kemasan, ember, container, pipa, komponen mesin cuci, komponen mobil, pembungkus tekstil, bahan pembuat karung, botol kaca, alumunium, kaleng, tulang dan lainnya. Jenis sampah plastik polyetilena (PE) seperti kantong plastik, botol, pipa air, mainan plastik merupakan sampah yang paling dicari pemulung, karena harganya lebih tinggi dibandingkan yang lainnya. 6.1.2 Eksternalitas Negatif Keberadaan TPA Galuga bagi Masyarakat Keberadaan TPA Galuga menimbulkan adanya eksternalitas negatif bagi masyarakat sekitar. Hasil penelitian menujukkan bahwa eksternalitas negatif yang dirasakan responden berupa
bau tidak sedap, penurunan kualitas air,
gangguan terhadap kesehatan, dan keberadaan serangga (Tabel 6). Tabel 6 Eksternalitas negatif dari keberadaan TPA Galuga bagi masyarakat sekitar No
Eksternalitas negatif
1 Gangguan kesehatan 2 Penurunan kualitas air 3 Bau tidak sedap 4 Keberadaan serangga Sumber : Data primer (2016)
Jumlah responden terdampak (KK)
Persentase responden terdampak (%)
a
b
c=b/a*100
90 90 90 90
39 45 80 81
Total responden (KK)
43,33 50,00 88,88 90,00
Berdasarkan Tabel 6 keberadaan serangga merupakan eksternalitas negatif yang paling dirasakan. Sebanyak 81 responden atau 90 persen responden merasakan adanya keberadaan serangga terutama responden yang rumahnya dekat dengan lokasi TPA Galuga. Menurut Suryati (2014), sampah yang menimbulkan bau busuk mengundang lalat yang dapat memindahkan bibit penyakit. Keberadaan lalat sangat banyak terutama pada lokasi yang dekat dari TPA dan pada rumah penduduk yang dijadikan tempat penampungan sampah sebelum dijual ke pengepul. Air lindi yang menetes dari truk pengangkut sampah juga mengakibatkan banyaknya lalat disepanjang jalan yang dilalui truk di sekitar TPA Galuga. Sistem pengelolaan sampah saat ini yaitu open dumping dan controlled landfill
menjadi salah satu penyebab banyak lalat dilokasi TPA.
33
Sampah apabila ditimbun secara sembarangan dapat menjadi sarang lalat berkembang biak (Slamet, 2009). Eksternalitas negatif kedua yang paling banyak dirasakan responden yaitu berupa bau tidak sedap. Adanya bau tidak sedap dikarenakan pembusukan sampah organik yang berada di TPA Galuga, selain itu air lindi yang keluar dari mobil truk pengangkut sampah juga menjadi sumber bau tidak sedap. Bau tidak sedap banyak dirasakan oleh responden yang berasal dari Kampung Baru Lalamping dan Kampung Sinarjaya karena jarak kedua kampung tersebut dekat dengan lokasi TPA Galuga. Selain itu, sepanjang jalan disamping TPA Galuga yang tepat berada disebelah Kampung Lalamping juga menjadi tempat parkir truk-truk pengangkut sampah yang menimbulkan bau tidak sedap dan meneteskan air lindi ke jalan. Eksternalitas negatif lainnya yang dirasakan responden berupa gangguan kesehatan. Pengaruh sampah terhadap kesehatan dapat berupa efek langsung dan efek tak langsung. Efek langsung dari sampah yaitu sampah mengandung kuman patogen yang dapat menyebabkan penyakit, sedangkan efek tak langsung seperti penyakit bawaan yang diakibatkan oleh lalat yang berkembang biak pada sampah. Beberapa penyakit yang diderita responden yaitu ISPA, Flek paru, kulit (gatal-gatal), dan diare. Penyakit gangguan pernafasan disebabkan adanya pembusukan sampah oleh mikroorganisme yang menghasilkan gas hidrogen sulfida (H2S) dan gas metan (CH4) yang bersifat racun bagi tubuh, diare disebabkan oleh adanya vektor yang membawa kuman penyakit dan penyakit kulit yang disebabkan beberapa jenis jamur mikroorganisme patogen yang hidup dan berkembang biak di dalam sampah (Slamet, 2009). Penurunan kualitas air dirasakan oleh responden yang menggunakan air sumur dan kobak (kolam air bersih). Perubahan yang terjadi berupa perubahan pada warna, rasa dan bau air sumur yang digunakan oleh responden. Warna air sumur menjadi kekuningan dan mengeluarkan bau tidak sedap serta rasa yang sedikit pahit jika dikonsumsi. Penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Desmawati (2010), bahwa kualitas air sumur di sekitar TPA Galuga pada beberapa parameter tidak memenuhi standar baku mutu air dari sisi bau dan rasa. Air sumur dan kobak tercemar akibat terkontaminasi oleh air lindi yang berasal
34
dari TPA Galuga. Penguraian sampah organik akan menghasilkan cairan yang disebut lindi yang menyerap zat-zat pencemar disekitarnya sehingga dapat menembus lapisan tanah dan mengakibatkan kontaminasi pada air tanah (Mulia, 2005). Berdasarkan hasil penelitian Priambodho (2005), tentang kualitas air lindi di TPA Galuga, Kabupaten Bogor, secara umum, kualitas perairan saluran buangan lindi dan perairan umum sekitarnya termasuk kriteria sedang sampai buruk. Responden yang paling banyak merasakan adanya penurunan kualitas air yaitu responden yang berasal dari Kampung Sinarjaya, karena topografi kampung tersebut lebih rendah dari TPA Galuga dan terletak pada arah aliran air bawah permukaan. Hasil penelitian Syahrulyati (2005), menunjukkan bahwa Kampung Sinarjaya merupakan wilayah yang dilalui oleh arah aliran air bawah permukaan. Kemampuan air mencemari air permukaan/air tanah dipengaruhi oleh kondisi geologi (type tanah dan jenis batuan) serta kondisi hidrologi (kedalaman dan pergerakan air tanah, jumlah curah hujan serta pengendalian aliran permukaan) dimana lokasi TPA berada. 6.2
Estimasi Nilai Manfaat dan Kerugian Ekonomi Masyarakat Akibat Keberadaan TPA Galuga
6.2.1 Estimasi Nilai Manfaat Ekonomi Masyarakat Akibat Keberadaan TPA Galuga Dalam penelitian ini masyarakat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu pemulung, pengepul dan masyarakat income non TPA. Pemulung dan pengepul merupakan masyarakat yang mendapat income dari keberadaan TPA Galuga, sedangkan masyarakat income non TPA merupakan masyarakat yang tidak mendapatkan income dari TPA. Nilai manfaat hanya dirasakan oleh pemulung dan pengepul. Masyarakat dengan profesi tersebut memanfaatkan sampah yang ada di TPA Galuga untuk dijual kembali. Pendapatan pemulung dan pengepul diperoleh dengan mengurangkan penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan. Penerimaan pemulung diperoleh dari hasil menjual sampah yang telah dipilah ke pengepul dan biaya yang dikeluarkan pemulung untuk memilah sampah berupa biaya pembelian keranjang, sepatu dan gaco. Biaya pembelian keranjang, sepatu, dan gaco tergantung dengan jumlah, kuantitas, serta merk yang digunakan oleh pemulung. Pendapatan pengepul diperoleh dari mengurangkan penerimaan yang
35
diterima oleh pengepul dengan biaya yang dikeluarkan oleh pengepul. Penerimaan yang diterima pengepul berasal dari penjualan sampah yang dibelinya dari pemulung ke pengepul yang lebih besar atau pabrik. Biaya yang dikeluarkan pengepul yaitu berupa biaya membeli sampah, biaya pengangkutan (transportasi) dan biaya tenaga kerja. Tabel 7. Estimasi total nilai manfaat ekonomi masyarakat dari keberadaan TPA Galuga Keterangan
Rata-rata Nilai Manfaat/KK/tahun (Rp)
Jumlah Populasi (KK)
Total Nilai Manfaat/tahun (Rp)
a*
b**
c=axb
A. Pemulung Kampung Baru Lalamping
13.650.417
70
955.529.190
Kampung Sinarjaya
13.650.417
90
1.228.537.530
Kampung Moyan
13.650.417
10
Jumlah(d)
136.504.170 2.320.570.890
B. Pengepul Kampung Baru Lalamping
37.680.000
1
37.680.000
Kampung Sinarjaya
37.680.000
3
113.040.000
Kampung Moyan
37.680.000
0
0
Jumlah(e)
150.720.000
C. Masyarakat (Income non TPA) Kampung Baru Lalamping Kampung Sinarjaya
0
50
0
Kampung Moyan
0
50
0
0
282
0
Jumlah(f) Estimasi Total Nilai Manfaat Masyarakat (g=d+e+f)
0 2.471.290.890
Sumber : Data primer (2016) Ket : *lihat pada lampiran 1 **lihat pada Tabel 2
Total nilai manfaat yang dirasakan masyarakat dari keberadaan TPA Galuga yaitu sebesar Rp. 2.471.290.890 per tahun. Hal ini berarti keberadaan TPA Galuga memberikan manfaat secara ekonomi yang cukup besar bagi masyarakat sekitar. Berdasarkan Tabel 7 terdapat perbedaan cukup besar antara nilai manfaat yang didapat pemulung dan pengepul. Total manfaat yang diperoleh oleh pemulung lebih besar dibandingkan nilai manfaat yang diperoleh oleh pengepul karena populasi pemulung yang berada di Desa Galuga lebih besar dibandingkan dengan populasi pengepul, namun jika dilihat dari pendapatan per individu, nilai manfaat rata-rata pengepul lebih besar dibandingkan dengan pemulung karena margin harga yang diperoleh pengepul dari hasil menjual sampah ke pabrik atau ke pengepul besar lebih tinggi.
36
6.2.2 Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Masyarakat Akibat Keberadaan TPA Galuga Hasil penelitian menunjukkan nilai kerugian yang ditanggung oleh masyarakat berupa biaya berobat, biaya pengganti air bersih dan biaya pencegahan. Biaya berobat dihitung dari biaya berobat seluruh anggota keluarga responden selama satu tahun. Biaya pengganti air bersih dikeluarkan responden untuk membayar air PDAM tiap bulannya dan membeli air galon. Biaya pencegahan yang dikeluarkan responden yaitu berupa biaya pembelian masker, obat serangga, dan pewangi ruangan. Tabel 8 Estimasi nilai kerugian berupa biaya berobat No A 1
2
3
B 1
2
3
C 1
Keterangan ISPA Pemulung K. B. Lalamping K. Sinarjaya K. Moyan Jumlah(h) Pengepul K. B. Lalamping K. Sinarjaya K. Moyan Jumlah(i) Masyarakat K. B. Lalamping K. Sinarjaya K. Moyan Jumlah(j) Flek paru Pemulung K. Baru Lalamping K. Sinarjaya K. Moyan Jumlah(k) Pengepul K. B. Lalamping K. Sinarjaya K. Moyan Jumlah(l) Masyarakat K. B. Lalamping K. Sinarjaya K. Moyan Jumlah(m) Kulit Pemulung K. B. Lalamping K. Sinarjaya K. Moyan Jumlah(n)
a
b
c
d=c/bx100
e
f=dxe/100
g=axf
14 12 10
2 3 1
14,29 25,00 10,00
70 90 10
10 23 1
335.710 1.725.000 24.000 2.084.710
1 3 0
0 0 0
0 0 0
1 3 0
0 0 0
0 0 0 0
30.000 33.333 0
15 15 20
3 3 0
20,00 20,00 0,00
50 50 282
10 10 0
300.000 333.330 0 633.330
5.000 33.333 0
14 12 10
1 1 0
7,14 8,33 0,00
70 90 10
5 8 0
25.000 266.664 0 291.664
33.571 75.000 24.000
0 0 0
0 0 0
1 3 0
0 0 0
0,00 0,00 0,00
1 3 0
0 0 0
0 0 0 0
70.000 174.000 96.000
15 15 20
2 4 1
13,33 26,67 5,00
50 50 282
7 13 14
490.000 2.262.000 1.344.000 4.096.000
45.000 12.917 12.000
14 12 10
6 3 1
42,86 25,00 10,00
70 90 10
30 23 1
1.350.000 297.091 12.000 1.659.091
37
Tabel 8 Estimasi nilai kerugian biaya berobat lanjutan No 2
3
D 1
2
3
Keterangan Pengepul K. B. Lalamping K. Sinarjaya K. Moyan Jumlah(o) Masyarakat K. B. Lalamping K. Sinarjaya K. Moyan Jumlah(p) Diare Pemulung K. B. Lalamping K. Sinarjaya K. Moyan Jumlah(o) Pengepul K. B. Lalamping K. Sinarjaya K. Moyan Jumlah(p) Masyarakat K. B. Lalamping K. Sinarjaya K. Moyan Jumlah(q) Jumlah Total : ISPA (h+i+j) Flek paru (k+l+m) Kulit (n+o+p) Diare(q+r+s) Total biaya berobat
a
b
c
d=c/bx100
e
f=dxe/100
g=axf
0 106.667 0
1 3 0
0 1 0
0,00 33,33 0,00
1 3 0
0 1 0
0 106.667 0 106.667
0 18.667 0
15 15 20
0 1 0
0,00 6,67 0,00
50 50 282
0 3 0
0 56.001 0 56.001
2.857 15.000 9.000
14 12 10
1 2 1
7,14 16,67 10,00
70 90 10
5 15 1
14.285 225.000 9.000 248.285
0 48.000 0
1 3 0
0 1 0
0,00 33,33 0,00
1 3 0
0 1 0
0 48.000 0 48.000
0 4.000 0
15 15 20
0 1 0
0,00 6,67 0,00
50 50 282
0 3 0
0 12.000 0 12.000 2.718.040 4.360.664 1.821.759 308.285 9.208.748
Ket : a = Biaya rata-rata/KK/tahun(Rp), lihat pada lampiran 2 b = Responden (orang), lihat pada Tabel 2 c = Responden terdampak (orang), lihat pada lampiran 2 d = Persentase responden terdampak (%) e = Populasi (orang), lihat pada Tabel 2 f = Populasi terdampak (orang), lihat pada lampiran 2 g = Nilai kerugian/KK/tahun (Rp)
Nilai kerugian berupa biaya untuk berobat dikeluarkan masyarakat karena adanya masyarakat yang menderita penyakit akibat keberadaan TPA Galuga. Dalam penelitian ini biaya berobat yang dihitung merupakan biaya berobat yang ditanggung oleh seluruh anggota keluarga responden yang telah dihitung berdasarkan dengan intensitas penyakit yang dialami keluarga responden tiap tahunnya dan biaya yang dikeluarkan setiap kali berobat. Biaya berobat paling besar ditanggung masyarakat adalah biaya berobat penyakit flek paru karena masyarakat mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk melakukan pengobatan penyakit tersebut dibanding penyakit lainnya. Penderita
38
flek paru biasanya melakukan pengobatan rutin selama 2 kali dalam sebulan dalam jangka waktu 6 bulan hingga dinyatakan sembuh. Oleh karena itu, biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan juga lebih besar. Biaya berobat rata-rata yang dikeluarkan setiap individu berbeda-beda. Berdasarkan Tabel 8, biaya berobat yang dikeluarkan pemulung cenderung lebih banyak dibanding individu lainnya karena berdasarkan hasil penelitian pemulung lebih banyak merasakan sakit akibat bersentuhan langsung dengan sampah di lokasi TPA. Masyarakat yang bersentuhan langsung dengan sampah memiliki resiko terkena penyakit lebih besar. Jika dilihat dari asal kampung, biaya berobat paling banyak dikeluarkan oleh responden Kampung Sinarjaya dan Kampung Lalamping. Hal ini karena lokasi kedua kampung tersebut lebih dekat dengan lokasi TPA dibandingkan Kampung Moyan. Tabel 9 Nilai kerugian berupa biaya pengganti air bersih Keterangan a b c d=c/b*100 No 1 Air PAM A Pemulung K.B.Lalamping 215.143 14 5 35,71 K.Sinarjaya 720.000 12 9 75,00 K.Moyan 0 10 0 0,00 Jumlah (a) B Pengepul K.B.Lalamping 480.000 1 1 100,00 K.Sinarjaya 360.000 3 2 66,67 K.Moyan 0 0 0 0,00 Jumlah (b) C Masyarakat K.B.Lalamping 480.000 15 6 40,00 K.Sinarjaya 664.000 15 10 66,67 K.Moyan 76.800 20 2 10,00 Jumlah (c) Jumlah biaya pengganti air PDAM (d=a+b+c) 2 Air Galon A Pemulung K.B.Lalamping 233.143 14 7 50,00 K.Sinarjaya 412.000 12 8 66,67 K.Moyan 0 10 0 0,00 Jumlah (e) B Pengepul K.B.Lalamping 384.000 1 1 100,00 K.Sinarjaya 304.000 3 2 66,67 K.Moyan 0 0 0 0,00 Jumlah (f) C Masyarakat K.B.Lalamping 144.000 15 4 26,67 K.Sinarjaya 165.000 15 6 40,00 K.Moyan 0 20 0 0,00
e
f
g
70 90 10
25 68 0
5.378.575 48.960.000 0 54.338.575
1 3 0
1 2 0
480.000 720.000 0 1.200.000
50 50 282
20 34 29
9.600.000 22.576.000 2.227.200 34.403.200 89.941.775
70 90 10
35 60 0
8.160.005 24.720.000 0 32.880.005
1 3 0
1 2 0
384.000 608.000 0 992.000
50 50 282
13 20 0
1.872.000 3.300.000 0
39
Tabel 9 Nilai kerugian berupa biaya pengganti air bersih lanjutan No
Keterangan a b c d=c/b*100 Jumlah (g) Jumlah biaya pengganti air galon (h=e+f+g) Jumlah biaya pengganti air bersih (i=d+g)
e
f
g 5.172.000 39.044.005 128.985.780
Ket : a = lihat pada lampiran 3 b = lihat pada Tabel 2 c = lihat pada lampiran 2 e = lihat pada Tabel 2 f = lihat pada lampiran 2
Biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk membayar air PDAM mencapai Rp.100.000/bulan dan membeli air galon mencapai Rp.60.000/bulan. Biaya yang dikeluarkan tersebut tergantung dengan banyaknya pemakaian yang digunakan masing-masing keluarga responden. Biasanya, air galon digunakan untuk keperluan konsumsi air minum dan air PDAM untuk keperluan mandi, cuci, kakus (MCK), ada pula beberapa responden yang menggunakan air PDAM untuk diminum dengan cara dimasak terlebih dahulu. Biaya pengganti air bersih paling besar ditanggung oleh masyarakat Kampung Sinarjaya. Hal ini karena banyaknya respoden sinarjaya yang merasakan adanya pecemaran air sumur yang diakibatkan oleh resapan air lindi TPA Galuga dibawah permukaan tanah. Lokasi pemukiman penduduk di Kampung Sinarjaya berada pada topografi yang lebih rendah dibandingkan lokasi TPA Galuga dan merupakan daerah arah aliran air bawah tanah, sehingga air lindi yang dihasilkan oleh sampah di TPA Galuga sangat mudah untuk mencemari air sumur masyarakat yang berada di Kampung Sinarjaya. Responden yang paling sedikit mengeluarkan biaya pengganti air bersih yaitu responden yang bersal dari Kampung Moyan karena jarak Kampung Moyan yang paling jauh dari TPA Galuga dibanding kampung lainnya. Mayoritas responden mengaku air sumur yang ada dirumah mereka masing-masing masih bisa digunakan. Selain nilai kerugian berupa biaya berobat dan biaya pengganti air bersih, masyarakat sekitar TPA Galuga juga harus menanggung biaya pencegahan. Biaya pencegahan dikeluarkan untuk membeli pewangi ruangan dan obat anti serangga (Tabel 10).
40
Tabel 10 Nilai kerugian berupa biaya pencegahan Keterangan a No A Pemulung K.B.Lalamping 0 K.Sinarjaya 0 K.Moyan 0 Jumlah (a) B Pengepul K.B.Lalamping 0 K.Sinarjaya 0 K.Moyan 0 Jumlah (b) C Masyarakat K.B.Lalamping 64.000 K.Sinarjaya 48.000 K.Moyan 0 Jumlah (c) Jumlah biaya pencegahan (d=a+b+c)
b
c
d=c/b*100
e
f
g
14 12 10
0 0 0
0,00 0,00 0,00
70 90 10
0 0 0
0 0 0 0
1 3 0
0 0 0
0,00 0,00 0,00
1 3 0
0 0 0
0 0 0 0
15 15 20
2 1 0
13,33 6,67 0,00
50 50 282
7 3 0
426.667 160.000 0 586.667 586.667
Ket : a = lihat pada lampiran 3 b = lihat pada Tabel 2 c = lihat pada lampiran 2 e = lihat pada Tabel 2 f = lihat pada lampiran 2
Berdasarkan Tabel 10 hanya sedikit responden yang mengeluarkan biaya pencegahan. Responden berpendapat bahwa apabila mereka harus mengeluarkan biaya untuk mengurangi bau dan mengurangi serangga, biaya yang mereka butuhkan akan lebih besar. Karena bau tidak sedap dan banyak serangga yang dirasakan masyarakat dialami oleh masyarakat setiap hari. Selain itu, responden juga mengaku sudah terbiasa dengan adanya bau tidak sedap dan serangga, sehingga hal tersebut tidak mengganggu aktivitas mereka sehari-hari dengan kata lain mayoritas responden sudah adaptif terhadap bau tidak sedap yang ditimbulkan dan keberadaan serangga. Tabel 11. Nilai manfaat dan kerugian masyarakat dari keberadaan TPA Galuga No A. 1 2 B 1 2 3
Bentuk kerugian Nilai manfaat Pemulung Pengepul Jumlah (a) Nilai kerugian Biaya untuk berobat Biaya pengganti air bersih Biaya pencegahan Jumlah (b) Net benefit (a+b)
Ket : *lihat pada Tabel 8,9 dan 10
Nilai pertahun (Rp)* 2.320.570.890 150.720.000 2.471.290.890 9.208.748 128.985.780 586.667 138.781.195 2.332.509.695
41
Nilai manfaat yang diterima oleh masyarakat lebih besar dibandingkan nilai kerugian yang harus dikeluarkan oleh masyarakat dari keberadaan TPA Galuga. Oleh karena itu dalam pengambilan keputusan penentuan sistem pengelolaan sampah yang sesuai dengan aturan yang berlaku, pemerintah harus berhati-hati. Diharapkan sistem pengelolaan sampah yang diterapkan dapat mempertahankan nilai manfaat yang ada dan meminimalkan eksternalitas negatif yang akan terjadi. 6.3 Alternatif Solusi Sistem Pengelolaan Sampah di TPA Galuga Dengan pengelolaan saat ini, keberadaan TPA Galuga menimbulkan eksternalitas positif dan eksternalitas negatif bagi masyarakat sekitar. Adanya dampak negatif mencerminkan bahwa pengelolaan TPA Galuga saat ini masih belum optimal. Oleh karena itu, perlu adanya alternatif sistem lain yang dapat mengurangi nilai kerugian yang ditanggung masyarakat dan tetap memberikan manfaat bagi masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian nilai manfaat yang diperoleh masyarakat lebih besar dibandingkan dengan nilai kerugian yang harus dibayar masyarakat. 6.3.1 Metode pengelolaan sampah Dalam penelitian ini mencoba membandingkan biaya dan manfaat dari alternatif solusi yang mungkin dilakukan dalam bentuk nilai net benefit. Net benefit masing-masing alternatif solusi didapat dengan mengurangkan nilai manfaat yang ada dengan nilai kerugian mungkin timbul dari masing-masing penerapan masing-masing alternatif. Sistem pengelolaan sampah di TPA yang umum diterapkan di Indonesia yaitu sistem pengelolaan sanitary landfill, composting, insinerasi, dan biogas (Manik, 2009). 1. Metode sanitary landfill Pengelolaan sampah dengan cara membuang sampah di lokasi TPA kemudian dipadatkan dengan alat berat dan ditutup dengan tanah yang dilakukan setiap harinya sehingga pemulung tidak dapat lagi beroperasi. Metode sanitary landfill dapat mencegah kontaminasi tanah dan air permukaan, pencemaran udara, bau serta kontak langsung dengan
42
masyarakat. Pada dasar sanitary landfill terdapat saluran yang menampung limbah cair sampah yang harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke sungai atau lingkungan. Selain itu juga terdapat pipa gas untuk mengalirkan gas hasil penguraian sampah, sehingga dapat menghilangkan polusi udara (Aryulina et al., 2004). Dengan demikian, penerapan metode sanitary landfill dapat mencegah adanya biaya berobat berupa penyakit ISPA, flek paru, diare dan kulit, mencegah terjadinya pencemaran air tanah, dan mencegah adanya biaya pencegahan yang dikeluarkan oleh masyarakat.
Sumber : http://www.swaco.org/
Gambar 4 Sanitary Landfill 2. Composting dan biogas Pengguanaan sistem composting dan biogas dapat mencegah bau tidak sedap yang disebabkan oleh proses pembusukan sampah organik oleh bakteri anaerob yang menghasilkan gas metana (CH4) dan hidrogen sulfida (H2S). Gas tersebut dapat menyebabkan penyakit pada saluran pernapasan seperti ISPA dan Flek paru. Dengan tidak adanya proses dekomposisi sampah organik setelah penerapan metode ini, maka biaya untuk berobat akibat penyakit ISPA dan flek paru dapat dicegah. Selain itu, penerapan sistem composting juga dapat mencegah terjadinya pencemaran air tanah yang disebabkan oleh air lindi dari sampah organik, karena dalam penelitian ini semua sampah organik yang masuk ke TPA Galuga dapat
43
diolah dengan sistem composting dan biogas. Penerapan sistem composting masih dapat menyebabkan penyakit kulit dan diare karena masih terdapatnya aktivitas pemulung untuk memilah sampah di TPA Galuga yang dapat menyebabkan penyakit kulit dan diare.
Sumber : DKP Kota Bogor (2016)
Sumber : http://www.borneonews.co.id/
Gambar 5 Composting
Gambar 6 Biogas
3. Insinerasi Pemusnahan sampah dengan metode insinerasi dilakukan dengan membakar sampah. Sistem insinerasi diasumsikan dapat mengolah seluruh sampah yang masuk ke TPA Galuga, sehingga dapat mencegah adanya bau tidak sedap, pencemaran air lindi dan peluang adanya penyakit yang menyerang masyarakat. Pada tahap pelaksanaan metode ini pemulung tidak dapat lagi beroperasi sehingga nilai manfaat pemulung dan pengepul dianggap tidak ada lagi.
Sumber : http://www.menlhk.go.id/
Gambar 7 Insinerasi
44
6.3.2 Nilai manfaat alternatif solusi Nilai manfaat yang diperhitungkan dalam menentukan nilai net benefit alternatif solusi yaitu nilai manfaat berupa pendapatan pemulung dan pengepul . Nilai manfaat yang diperoleh dalam satu tahun yaitu sebesar Rp.2.471.290.890. Nilai manfaat lain yang didapat dari penerapan alternatif solusi yaitu berupa nilai tambah dari pengolahan sampah. Metode pengelolaan sampah yang mempunyai nilai tambah yaitu composting, insinerasi dan biogas. Nilai tambah metode composting berupa pupuk kompos dari olahan sampah organik, insinerasi berupa tenaga listrik, dan biogas berupa gas elpiji. Tabel 12 Nilai tambah pengelolaan satu ton sampah masing-masing skenario alternatif solusi No 1
Skenario Composting
2 3
Insinerasi Biogas
a 30 Kg kompos1 30 Kwh2 1 Kg LPG3
b 1.0001
C 385,61
(d=axbxc) 11.568.000
(e=dx365) 4.222.320.000
1.4504 8.4795
5781 385,61
25.143.000 3.269.502,4
9.177.195.000 1.193.368.376
Sumber : a = nilai tambah yang dihasilkan b = harga/satuan (Rp) c = jumlah sampah yang diolah perhari (ton) d = nilai tambah perhari (Rp) e = nilai tambah pertahun (Rp) 1 = DKP Kota Bogor 2016 2 = BPPT 2016 3 = Moersidik 2013 4 = Peraturan Menteri ESDM No. 19 Tahun 2013 5 = Harga patokan LPG 3 Kg 2016 (Kementrian ESDM 2016)
Nilai tambah yang paling besar dihasilkan oleh skenario insinerasi yaitu sebesar Rp. 9.177.195.000/tahun. Hal ini dikarenakan sampah yang dapat diolah oleh penerapan skenario insinerasi lebih banyak dibandingkan skenario lainnya dan nilai tambah/ton sampah yang diolah dengan skenario insinerasi menghasilkan energi listrik yang dapat dijual dengan harga yang tinggi. 6.3.3. Biaya operasional alternatif solusi Biaya operasional dihitung dengan menggunakan harga yang berlaku saat ini di Kota Bogor. Komponen biaya operasional masing-masing alternatif solusi didapat dari penelitian terdahulu oleh Handono (2010) di Kota Depok, Riyanto (2012) dalam Ruban (2014), Harihastuti (2007) di Kota Semarang dan Soma
45
(2010) di Kota Bogor. Tabel 13 menunjukkan biaya operasional yang dibutuhkan masing-masing skenario. Tabel 13 Biaya operasional masing-masing skenario (b) Upah pekerja BBM pengangkutan
Biaya per ton sampah (Rp) (c) 1 orang 3,2 liter3
Harga (Rp) (d)* 464.852 5.150
Pasir Upah pekerja BBM pengangkutan Pelumas
2 ton1 1 orang2 3,2 liter3 5 kaleng4
891.000 464.852 5.150 89.162
Karung Upah pekerja BBM pengankutan Pelumas
2 karung 1 orang2 3,2 liter3 5 kaleng4
2.000 464.852 5.150 89.162
Upah pekerja BBM pengolahan BBM pengangkutan Pelumas Suku cadang
1 orang2 232 liter6 3,2 liter3 5 kaleng4 2 unit5
464.852 5.150 5.150 89.162 305.716
Upah pekerja BBM pengolahan BBM pengangkutan Pelumas Suku cadang
1 orang2 191 liter7 3,2 liter3 5 kaleng4 2 unit5
464.852 5.150 5.150 89.162 305.716
Skenario (a) Open dumping
Komponen
Jumlah Sanitary landfill Jumlah Composting Jumlah Insinerasi
Jumlah
Biogas
Jumlah Ket : * 1,2 3 4,5 6 7
Biaya per ton sampah (Rp) (e)=cxd 464.852 16.480 481.332 1.782.000 464.852 16.480 445.810 2.709.143 4.000 464.852 16.480 445.810 931.142 464.852 1.194.800 16.480 445.810 611.432 2.733.375 464.852 983.650 16.480 445.810 611.432 2.522.225
= Harga di Kota Bogor Tahun 2016 = Penelitian Handono tahun 2010 di Kota Depok = Disesuaikan dengan jarak tempuh dan kapasitas kendaraan yang digunakan oleh DKP Kota Bogor = Penelitian Riyanto tahun 2012 di Kota Tanggerang dalam Ruban (2014) = Penelitian Harihastuti tahun 2007 di Kota Semarang = Penelitian Soma tahun 2010 di Kota Bogor
Tabel 13 menunjukkan biaya operasional skenario pengelolaan sampah yang paling tinggi yaitu skenario insinerasi sebesar Rp. 2.733.375. Hal ini dikarenakan BBM pengolahan yang dibutuhkan untuk menerapkan skenario insinerasi lebih banyak dibandingkan skenario lainnya. Adapun biaya operasional yang paling rendah yaitu penerapan sistem open dumping sebesar Rp. 481.322, karena sistem ini hanya membuang sampah di lokasi penampungan sampah di TPA dan diratakan. Jumlah sampah yang diangkut ke TPA Galuga tiap harinya yaitu 578 ton yang tediri dari 385,6 ton sampah organik dan 192,4 ton sampah anorganik. Biaya operasional pertahun yang dibutuhkan dihitung sesuai dengan jumlah dan jenis sampah yang dapat diolah oleh masing-masing alternatif solusi pengelolaan
46
sampah. Biaya operasional disajikan dalam bentuk biaya operasional per tahun yang dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Biaya operasional per tahun No 1 2 3 4 5
Skenario (a) Open dumping Sanitary landfill Composting Insinerasi Biogas
(b) 481.332 2.709.143
Volume sampah perhari (ton) (c) 578 578
Biaya operasional per hari (Rp) (d)=(bxc) 278.209.896 1.565.884.654
Biaya operasional per hari (Rp) (e=dx365) 101.546.612.040 571.547.898.710
931.142 2.733.375 2.522.225
385,6a 578 385,6a
881.125.496b 1.579.890.750 1.496.079.076b
321.610.806.113 576.660.123.750 546.068.862.631
Biaya per ton sampah (Rp)
Ket: a = sampah organik perhari 385,6 ton atau 67% dari total sampah b = ditambah biaya pengelolaan sampah anorganik sebanyak 192,4 ton (578 ton - 385,6 ton) dengan metode sanitary landfill
Tabel 14 menunjukkan bahwa biaya operasional pertahun yang paling tinggi yaitu skenario insinerasi sebesar Rp. 576.660.123.750, sedangkan biaya operasional terendah yaitu open dumping sebesar Rp. 101.546.612.040. Untuk sistem pengelolaan sampah berupa composting dan biogas, perhitungan dilakukan dengan menjumlahkan biaya operasional pengelolaan sampah organik oleh masing-masing alternatif solusi dengan biaya operasional pengelolahan sampah anorganik dengan asumsi sampah diolah dengan metode sanitary landfill. Hal ini karena sampah yang masuk ke TPA Galuga bukan hanya sampah organik, tetapi juga sampah anorganik yang tidak dapat diolah oleh penerapan metode composting dan biogas.
Perhitungan net benefit masing-masing alternatif solusi dilakukan berdasarkan asumsi yang telah dijelaskan sebelumnya. Net benefit yang dihitung merupakan penjumlahan dari biaya dan manfaat masing-masing alternatif solusi. Tabel 15 menunjukkan net benefit yang diperoleh apabila masing-masing sistem diterapkan. Tabel 15 Net benefit masing-masing skenario Skenario
Open dumping
Sanitary landfill
Composting
Insinerasi
Biogas
X Rp. 1000 A Nilai manfaat 1 Pemulung & (a) pengepul 2 Nilai tambah (b) 3 Manfaat sosial (c) Total manfaat (d=a+b+c)
2.471.291
0
2.471.291
2.471.291
2.471.291
0 0 2.471.291
0 138.772 138.772
4.222.320 133.516 6.827.127
9.177.195 138.772 11.787.258
1.193.368 133.516 3.798.175
47
Tabel 15 Net benefit masing-masing skenario lanjutan Skenario
Open dumping
Sanitary landfill
Composting
Insinerasi
Biogas
X Rp. 1000 1 2 a
b c
Biaya: Operasional (e) Sosial: Berobat : ISPA (f) Flek paru (g) Kulit (h) Diare (i) Pegganti air bersih (j) Pencegahan (k) TBS(l=f+g+h+i+j+k)
11.546.612
571.547.898
321.610.806
576.660.124
546.068.863
2.718 4.361 1.822 308 128.986 587
0 0 0 0 0 0
0 4.361 0 308 0 587
0 0 0 0 0 0
0 4.361 0 308 0 587
138.772
0
5.256
0
5.256
Total biaya (m=e+l) 11.685.394 571.547.898 321.615.957 576.660.124 546.074.014 Net benefit (n=d-m) -9.214.103 -571.409.126 -314.788.830 -564.872.866 -542.27.839 Ket : TBS = total biaya sosial c = Total biaya sosial open dumping dikurangi biaya sosial masing-masing pengelolaan sampah
Berdasarkan Tabel 15 kerugian ekonomi paling rendah terdapat pada penerapan metode open dumping karena biaya operasionalnya paling rendah dibandingkan biaya metode pengolahan sampah lainnya. Biaya sosial akibat adanya eksternalitas negatif dari penerapan open dumping dapat meningkat seiring berjalannya waktu, oleh karena itu hal ini tidak dapat dibiarkan. Perlu adannya penerapan metode lain yang dinilai dapat meminimalkan eksternalitas negatif yang terjadi. Metode lainnya yang dapat diterapkan pengelola TPA Galuga yaitu metode composting karena mengakibatkan nilai kerugian ekonomi paling rendah dibandingkan dengan metode lainnya yang menjadi alternatif solusi.
48
49
VII. PENUTUP 7.1 Simpulan Simpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Eksternalitas positif dari keberadaan TPA Galuga hanya berupa sumber pendapatan dari memilah dan menjual sampah yang dirasakan oleh masyarakat yang berprofesi sebagai pemulung dan pengepul. Eksternalitas negatif yang dirasakan oleh masyarakat dari keberadaan TPA Galuga berupa gangguan kesehatan, penurunan kualitas air, bau tidak sedap dan keberadaan serangga. 2. Nilai manfaat pertahunnya yang didapat masyarakat dari keberadaan TPA Galuga yaitu sebesar Rp. 2.471.290.890, sedangkan nilai kerugian yang harus ditanggung masyarakat pertahunnya yaitu Rp.141.273.458. Nilai manfaat lebih besar dibandingkan nilai kerugian yang harus ditanggung masyarakat. 3. Semua mekanisme pengelolaan sampah di TPA tidak menguntungkan secara ekonomi. Dari keempat alternatif solusi yang lebih ramah lingkungan, sistem composting merupakan alternatif solusi yang dapat meminimalkan kerugian masyarakat dan mempertahankan manfaat yang diperoleh masyarakat. 7.2 Saran 1. Pemerintah perlu mendorong perubahan sistem pengelolaan sampah dari open dumping ke sistem composting untuk meminimalkan kerugian masyarakat dan mempertahankan manfaat yang diperoleh masyarakat. 2. Sistem composting merupakan sistem pengelolaan sampah yang potensial diterapkan di TPA Galuga karena saat ini pengelola TPA Galuga sudah memilki fasilitas composting, namun masih dalam skala yang kecil sehingga tidak dapat mengolah seluruh sampah organik yang masuk ke TPA Galuga. Oleh karena itu perlu adanya pengembangan skala usaha sistem composting di TPA Galuga. 3. Untuk mendukung implementasi sistem composting yang disarankan perlu
dilakukan analisis finansial meliputi sumber pembiayaan dan willingness to pay masyarakat terhadap tarif retribusi, serta perlu mengetahui persepsi masyarakat mengenai sistem pengelolaan composting.
53
LAMPIRAN
54
52
Lampiran 1 Nilai manfaat masyarakat pertahun No
Nama
Asal Kampung
A
Pemulung (KK)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Aas Yadi Yudi Murniasih Ismail Saefudin Iskandar Ela Andri Aji Muhidin Syukur Suryadi Lilis M. Hilman Gandi Aas Mimin Sunarya Ani Karna Ayat Heni
B.Lalamping B.Lalamping B.Lalamping B.Lalamping B.Lalamping B.Lalamping B.Lalamping B.Lalamping B.Lalamping B.Lalamping B.Lalamping B.Lalamping B.Lalamping B.Lalamping Sinarjaya Sinarjaya Sinarjaya Sinarjaya Sinarjaya Sinarjaya Sinarjaya Sinarjaya Sinarjaya
JPKK1
1 2 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 4 1 2
Penerimaan a 18.000.000 24.000.000 14.400.000 2.880.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 17.280.000 11.520.000 4.800.000 13.440.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 10.080.000 14.400.000 14.400.000 15.000.000 5.760.000 8.640.000 42.960.000 1.120.000 21.840.000
Nilai manfaat /kk/tahun (Rp) Pengeluaran Keranjang Sepatu Gaco Masker b c d e 360.000 360.000 0 50.000 420.000 270.000 0 0 180.000 270.000 0 70.000 180.000 180.000 0 50.000 180.000 270.000 0 0 120.000 180.000 0 0 200.000 420.000 0 40.000 180.000 240.000 0 0 360.000 480.000 0 0 240.000 600.000 0 50.000 200.000 480.000 0 160.000 240.000 180.000 0 0 240.000 360.000 0 50.000 180.000 270.000 0 0 180.000 360.000 0 50.000 120.000 270.000 0 0 120.000 270.000 0 0 540.000 1.080.000 0 150.000 120.000 270.000 0 0 200.000 360.000 0 0 1.080.000 1.200.000 0 0 120.000 360.000 0 0 360.000 1.080.000 0 0
Pendapatan f=(a-(b+c+d+e) 17.230.000 23.310.000 13.880.000 2.470.000 13.950.000 14.100.000 13.740.000 16.860.000 10.680.000 3.910.000 12.600.000 13.980.000 13.750.000 13.950.000 9.490.000 14.010.000 14.010.000 13.230.000 5.370.000 8.080.000 40.680.000 640.000 20.400.000
53
Lampiran 1 Nilai manfaat per tahun lsnjutan 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Saripudin Sinarjaya Suaebah Sinarjaya Unai Sinarjaya Iyom Moyan Agan Moyan Acah Moyan Aji Moyan Beriah Moyan Hendrik Moyan Iskandar Moyan Nyai Moyan Hono Moyan Hardi Moyan Jumlah Rata-rata (h=g/36)
2 2 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1
23.520.000 16.800.000 12.000.000 25.920.000 23.040.000 20.160.000 10.080.000 14.400.000 10.080.000 10.080.000 7.200.000 5.760.000 11.520.000 517.480.000 14.374.444
200.000 120.000 180.000 480.000 360.000 360.000 240.000 160.000 200.000 240.000 150.000 360.000 240.000 9.410.000 261.389
270.000 0 0 1.200.000 0 0 270.000 240.000 25.000 540.000 0 50.000 360.000 0 0 540.000 0 0 180.000 0 75.000 360.000 0 30.000 720.000 0 30.000 360.000 0 0 180.000 0 25.000 360.000 0 0 360.000 0 0 15.510.000 240.000 905.000 430.833 6.667 25.139 Nilai manfaat/kk/tahun (Rp) Asal Pengeluaran No Nama JPKK2 Kampung Penerimaan Pembelian Biaya Tenaga LainSampah angkut kerja lain B Pengepul (KK) a b c d e 1 Syamsudin B.Lalamping 1 161.280.000 138.240.000 1.920.000 0 0 2 Iyar Sinarjaya 1 201.600.000 172.800.000 2.400.000 0 0 3 Masyardi Sinarjaya 1 244.800.000 195.840.000 3.360.000 0 0 4 Kusnadi Sinarjaya 1 307.200.000 230.400.000 14.400.000 4.800.000 0 Jumlah 914.880.000 737.280.000 22.080.000 4.800.000 0 Rata-rata 228.720.000 184.320.000 5.520.000 1.200.000 0 Ket : JPKK1 (Jumlah pemulung dalam KK) dan JPKK2 (Jumlah pengepul dalam KK)
23.050.000 15.480.000 11.285.000 24.850.000 22.320.000 19.260.000 9.585.000 13.850.000 9.130.000 9.480.000 6.845.000 5.040.000 10.920.000 491.415.000(g) 13.650.417
Pendapatan f=(a-(b+c+d+e) 21.120.000 26.400.000 45.600.000 57.600.000 150.720.000 37.680.000 55
57
56
Lampiran 2 Nilai kerugian berobat per tahun No A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
27 28 29 30 31 32 33 34 35
Nama Asal Kampung Pemulung Aas Baru Lalamping Yadi Baru Lalamping Yudi Baru Lalamping Murniasih Baru Lalamping Ismail Baru Lalamping Saefudin Baru Lalamping Iskandar Baru Lalamping Ela Baru Lalamping Andri Baru Lalamping Aji Baru Lalamping Muhidin Baru Lalamping Syukur Baru Lalamping Suryadi Baru Lalamping Lilis Baru Lalamping Jumlah (x) Rata-rata (x/14) Responden terdampak M. Hilman Sinarjaya Gandi Sinarjaya Aas Sinarjaya Mimin Sinarjaya Sunarya Sinarjaya Ani Sinarjaya Karna Sinarjaya Ayat Sinarjaya Heni Sinarjaya Saripudin Sinarjaya Suaebah Sinarjaya Unai Sinarjaya Jumlah (x) Rata-rata (x/12) Responden terdampak Iyom Agan Acah Aji Beriah Hendrik Iskandar Nyai Hono
Nilai kerugian berobat/KK/tahun ISPA Flek paru Kulit Diare 0 70.000 0 0 220.000 0 165.000 0 250.000 0 0 0 0 0 105.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 100.000 0 0 0 0 0 0 0 60.000 0 0 0 100.000 40.000 0 0 0 0 0 0 100.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 470.000 70.000 630.000 40.000 2.857 33.571 5.000 45.000 2 1 6 1 0 0 30.000 0 100.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 100.000 0 640.000 0 0 120.000 160.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 60.000 0 400.000 0 0 0 0 25.000 0 900.000 400.000 155.000 180.000 75.000 33.333 12.917 15.000 3 1 3 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 120.000 0 240.000 0 0 0
58
57
Lampiran 2 Nilai kerugian biaya berobat lanjutan No A 36
B 37
38 39 40
C 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55
Nama Nilai kerugian berobat/KK/tahun Asal Kampung Pemulung ISPA Flek paru Kulit Diare Hardi Sinarjaya 0 0 0 90.000 Jumlah (x) 0 0 0 90.000 Rata-rata (x/10) 0 0 0 9.000 Responden terdampak 1 0 1 1 Pengepul Syamsudin Baru Lalamping 0 0 0 0 Jumlah (x) 0 0 0 0 Rata-rata (x/1) 0 0 0 0 Responden terdampak 0 0 0 0 Masyadi Sinarjaya 0 0 0 0 Iyar Sinarjaya 0 0 0 144.000 Kusnadi Sinarjaya 0 0 320.000 0 Jumlah (x) 0 0 320.000 144.000 Rata-rata (x/3) 0 0 106.667 48.000 Responden terdampak 0 0 1 1 Masyarakat Emawati B. Lalamping 0 0 0 0 Heldi B. Lalamping 0 0 0 0 Endang B. Lalamping 0 240.000 0 0 Jaya B. Lalamping 0 0 0 0 Sauni B. Lalamping 0 0 0 0 Ani B. Lalamping 180.000 0 0 0 Wawat B. Lalamping 70.000 0 0 0 Aslam B. Lalamping 0 810.000 0 0 Titin B. Lalamping 0 0 0 0 Nurhayati B. Lalamping 0 0 0 0 Neneng B. Lalamping 200.000 0 0 0 Rohimah B. Lalamping 0 0 0 0 Abdulhamid B. Lalamping 0 0 0 0 Heni B. Lalamping 0 0 0 0 Nyai B. Lalamping 0 0 0 0 Jumlah (x) 450.000 1.050.000 0 0 Rata-rata (x/15) 30.000 70.000 0 0 Responden terdampak 3 2 0 0
59 58 Lampiran 2 Nilai kerugian biaya berobat lanjutan No C 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90
Nama Asal Kampung Masyarakat Mila Sinarjaya Yadi Sinarjaya Eman Sinarjaya Selvi Sinarjaya Icah Sinarjaya Idang Sinarjaya Carli Sinarjaya Marni Sinarjaya Neng Sinarjaya Otih Sinarjaya Hasanah Sinarjaya Entin Sinarjaya Kardi Sinarjaya Spinora Sinarjaya Nano Sinarjaya Jumlah (x) Rata-rata (x/15) Responden terdampak Sadiah Moyan Yati Moyan Hasan Moyan Fatimah Moyan Mamas Moyan M.Aziz Moyan Yuyun Moyan Suanna Moyan Wawat Moyan Ahmad Moyan Iwan Moyan Bandi Moyan Rahmat Moyan M.Sidik Moyan Ida Moyan Acih Moyan Yayah Moyan Soleh Moyan Abdul Moyan Murti Moyan Jumlah (x) Rata-rata (x/15) Responden terdampak
Nilai kerugian berobat/KK/tahun ISPA Flek paru Kulit Diare 0 450.000 0 0 0 0 0 0 0 720.000 0 0 0 0 280.000 0 0 0 0 0 120.000 0 0 60.000 0 720.000 0 0 0 720.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 200.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 180.000 0 0 0 500.000 2.610.000 280.000 60.000 33.333 174.000 18.667 4.000 3 4 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1.440.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1.440.000 0 0 0 96.000 0 0 0 1 0 0
59 60
Lampiran 3 Nilai kerugian biaya pengganti dan biaya pencegahan per tahun No A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
27 28 29 30 31 32
Nama
Asal Kampung
Pemulung Aas B. Lalamping Yadi B. Lalamping Yudi B. Lalamping Murniasih B. Lalamping Ismail B. Lalamping Saefudin B. Lalamping Iskandar B. Lalamping Ela B. Lalamping Andri B. Lalamping Aji B. Lalamping Muhidin B. Lalamping Syukur B. Lalamping Suryadi B. Lalamping Lilis B. Lalamping Jumlah (x) Rata-rata (x/14) Responden terdampak M. Hilman Sinarjaya Gandi Sinarjaya Aas Sinarjaya Mimin Sinarjaya Sunarya Sinarjaya Ani Sinarjaya Karna Sinarjaya Ayat Sinarjaya Heni Sinarjaya Saripudin Sinarjaya Suaebah Sinarjaya Unai Sinarjaya Jumlah (x) Rata-rata (x/12) Responden terdampak Iyom Moyan Agan Moyan Acah Moyan Aji Moyan Beriah Moyan Hendrik Moyan
Pengganti air bersih/KK/tahun(Rp) PAM 420.000 432.000 480.000 480.000 0 0 0 0 0 0 0 0 1.200.000 0 3.012.000 215.143 5 0 0 240.000 1.200.000 1.200.000 720.000 1.560.000 1.200.000 1.200.000 0 600.000 720.000 8.640.000 720.000 9 0 0 0 0 0 0
Galon 384.000 384.000 960.000 384.000 384.000 0 0 0 0 0 0 384.000 384.000 0 3.264.000 233.143 7 0 2.112.000 192.000 144.000 576.000 384.000 576.000 0 576.000 0 0 384.000 4.944.000 412.000 8 0 0 0 0 0 0
Pencegahan /KK/ tahun (Rp) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
60
61
Lampiran 3 Nilai kerugian biaya pengganti dan biaya pencegahan lanjutan No A 32 33 34 35 36
B 37
38 39 40
C 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55
Nama
Asal Kampung
Pencegahan /KK/ tahun (Rp)
Pengganti air bersih/KK/tahun(Rp)
Pemulung PAM Galon Hendrik Moyan 0 Iskandar Moyan 0 Nyai Moyan 0 Hono Moyan 0 Hardi Moyan 0 Jumlah (x) 0 Rata-rata (x/10) 0 Responden terdampak 0 Pengepul Syamsudin B. Lalamping 480.000 Jumlah (x) 480.000 Rata-rata (x/1) 480.000 Responden terdampak 1 Masyadi Sinaraya 600.000 Iyar Sinaraya 480.000 Kusnadi Sinaraya 0 Jumlah (x) 1.080.000 Rata-rata (x/3) 360.000 Responden terdampak 2 Masyarakat Emawati B. Lalamping 0 Heldi B. Lalamping 0 Endang B. Lalamping 0 Jaya B. Lalamping 2.400.000 Sauni B. Lalamping 840.000 Ani B. Lalamping 1.200.000 Wawat B. Lalamping 720.000 Aslam B. Lalamping 0 Titin B. Lalamping 0 Nurhayati B. Lalamping 0 Neneng B. Lalamping 1.560.000 Rohimah B. Lalamping 0 Abdulhamid B. Lalamping 480.000 Heni B. Lalamping 0 Nyai B. Lalamping 0 Jumlah (x) 7.200.000 Rata-rata (x/15) 480.000 Responden terdampak 6
0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0
384.000 384.000 384.000 1 144.000 0 768.000 912.000 304.000 2
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 1.200.000 0 0 192.000 0 0 0 384.000 0 384.000 0 0 2.160.000 144.000 4
0 0 0 0 0 0 0 720.000 0 0 240.000 0 0 0 0 960.000 64.000 2
62
61
Lampiran 3 Nilai kerugian biaya pengganti dan biaya pencegahan lanjutan Pengganti air Pencegahan/K Asal No Nama bersih/KK/tahun(Rp) K/tahun (Rp) Kampung A Pemulung PAM Galon 56 Mila Sinarjaya 0 0 0 57 Yadi Sinarjaya 480.000 0 0 58 Eman Sinarjaya 720.000 0 0 59 Selvi Sinarjaya 0 576.000 0 60 Icah Sinarjaya 1.200.000 567.000 0 61 Idang Sinarjaya 1.200.000 0 0 62 Carli Sinarjaya 1.200.000 192.000 0 63 Marni Sinarjaya 1.800.000 0 0 64 Neng Sinarjaya 720.000 192.000 0 65 Otih Sinarjaya 0 0 0 66 Hasanah Sinarjaya 840.000 0 0 67 Entin Sinarjaya 0 0 0 68 Kardi Sinarjaya 600.000 384.000 0 69 Spinora Sinarjaya 0 0 720.000 70 Nano 1.200.000 576.000 0 Jumlah (x) 9.960.000 2.487.000 720.000 Rata-rata (x/15) 664.000 165.800 48.000 Responden terdampak 10 6 1 71 Sadiah Moyan 0 0 0 72 Yati Moyan 0 0 0 73 Hasan Moyan 0 0 0 74 Fatimah Moyan 0 0 0 75 Mamas Moyan 0 0 0 76 M.Aziz Moyan 336.000 0 0 77 Yuyun Moyan 0 0 0 78 Suanna Moyan 0 0 0 79 Wawat Moyan 0 0 0 80 Ahmad Moyan 0 0 0 81 Iwan Moyan 0 0 0 82 Bandi Moyan 0 0 0 83 Rahmat Moyan 0 0 0 84 M.Sidik Moyan 0 0 0 85 Ida Moyan 0 0 0 86 Acih Moyan 0 0 0 87 Yayah Moyan 0 0 0 88 Soleh Moyan 0 0 0 89 Manan Moyan 1.200.000 0 0 90 Murti Moyan 0 0 0 Jumlah (x) 1.536.000 0 0 Rat-rata (x/20) 76.800 0 0 Responden terdampak 2 0 0
62
62
Lampiran 4. Dokumentasi
Pintu Masuk TPA Galuga
Tumpukan sampah di TPA Galuga
Pengelolaan sampah dengan metode open dumping
Pengelolaan sampah dengan metode controlled landfill
Aktivitas pemulung
Aktivitas pengepul
63
Pemilahan sampah
Penampungan sampah oleh pengepul
Saluran air lindi sampah
Sumur penduduk
Wawancara dengan key person
Wawancara dengan masyarakat
64 64
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Desa Pasar Kerman pada tanggal 5 Maret 1994. Penulis adalah anak tunggal dari pasangan Bapak Syafrizal Chaniago dan Ibu Eldawati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD No. 54/III Pasar Kerman yang lulus pada tahun 2006, setelah itu penulis menamatkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 8 Kota Sungai Penuh pada tahun 2009 dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Kota Sungai Penuh pada tahun 2012. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN undangan tahun 2012. Setelah melewati Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis melanjutkan studi di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama masa perkuliahan, penulis aktif dari TPB (2012) di dewan gedung asrama yang diamanahkan sebagai ketua RT Lorong 4 Asrama A5 TPB dan di Ikatan Mahasiswa Kerinci Bogor (IMKB) sebagai kepala divisi PSDM. Pada tingkat 2 penulis aktif di Himpro REESA (Himpunan Profesi Mahasiswa ESL) sebagai anggota divisi public relation (PR) dan diamanahkan sebagai pimpinan redaksi majalah departemen ESL yaitu Maroon Magazine. Penulis juga diamanahkan sebagai wakil ketua di IMKB pada tahun kepengurusan 2013/2014. Selain kegiatan didalam kampus, penulis juga aktif pada kegiatan diluar kampus dengan bergabung pada komunitas Forum For Indonesia (FFI) chapter bogor yang diamanahkan sebagai anggota public relation (PR). Pada tingkat 3, penulis kembali melanjutkan organisasi di REESA tahun kepengurusan 2014/2015 yang diamanahkan sebagai kepala divisi media dan publikasi dan di IMKB yang diamanahkan sebagai kepala divisi public relation (PR).