ESTIMASI NILAI KERUGIAN EKONOMI AKIBAT PENCEMARAN AIR TANAH : Studi Kasus di Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat
MAEDA NIELLA
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Akibat Pencemaran Air Tanah : Studi Kasus di Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2012 Maeda Niella H44070035
RINGKASAN MAEDA NIELLA. Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Akibat Pencemaran Air Tanah : Studi Kasus di Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT. Ekstraksi air tanah besar-besaran yang dilakukan baik oleh industri maupun domestik secara kolektif telah menyebabkan penurunan pada muka air tanah akibat semakin keringnya sumber air tanah di Kelurahan Harapan Jaya. Hal ini semakin diperburuk dengan perkembangan pemukiman warga yang cenderung semakin pesat dan tidak teratur, sehingga dapat menyebabkan perembesan zat pencemar yang berasal dari kebocoran saluran pembuangan limbah yang letaknya berdekatan dengan sumber air tanah warga. Berkurangnya jumlah air bersih akibat pencemaran pada sumber air tanah merupakan kerugian bagi penduduk setempat. Penduduk akan melakukan berbagai tindakan pencegahan dalam upaya menghindari kemungkinan dampak negatif dari pencemaran air tanah yang terjadi. Beberapa tindakan pencegahan yang mereka lakukan akan menyebakan korbanan biaya yang harus mereka keluarkan demi memperoleh kualitas dan kuantitas air yang lebih baik. Penelitian ini dilakukan untuk mengestimasi nilai kerugian ekonomi akibat pencemaran air tanah. Tujuan penelitian ini yaitu: (1) mengidentifikasi pola dan perilaku penggunaan air bersih oleh penduduk, (2) mengestimasi nilai kerugian ekonomi penduduk akibat adanya pencemaran air tanah, dan (3) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan penduduk dalam melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran air tanah. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan bahwa Kelurahan Harapan Jaya merupakan wilayah perkotaan yang memiliki pemukiman padat penduduk dan berada di sekitar kawasan industri dimana air tanahnya diduga rawan terjadi pencemaran. Pengambilan data primer dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2011. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan kuisioner. Adapun data-data pendukung yang dibutuhkan dalam penelitian ini dikumpulkan melalui studi literatur dari instansiinstansi terkait (Kantor Kelurahan Harapan Jaya, BPLH Kota Bekasi, PDAM Tirta Patriot dan Puskesmas Seroja) dan literatur-literatur yang relevan dengan penelitian. Identifikasi mengenai pola dan perilaku penggunaan air bersih oleh penduduk menggunakan metode analisis deskriptif. Estimasi nilai kerugian ekonomi akibat pencemaran air tanah dihitung dengan menggunakan metode biaya pencegahan (preventive expenditure) dan biaya kesehatan (cost of illness). Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan penduduk dalam melakukan tindakan pencegahan dianalisis menggunakan model regresi logistik. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan menggunakan komputer dengan program Microsoft Office Excel 2007 dan Minitab 14.0 for Windows. Pada umumnya terdapat dua sumber air bersih yang membentuk tiga pola penggunaan air bersih oleh penduduk di Kelurahan Harapan Jaya yakni penduduk yang hanya menggunakan air tanah atau air PDAM saja dan penduduk yang
mengombinasikan penggunaan kedua sumber tersebut untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari-hari. Sebagian besar penduduk berada pada klasifikasi rumah tangga yang hanya menggunakan air tanah saja sebagai sumber utama pemenuhan kebutuhan air bersihnya dengan rata-rata volume penggunaan sebesar 10,75 m3 per bulan. Perilaku rumah tangga, baik yang air tanahnya mengalami pencemaran maupun yang tidak mengalami pencemaran, keduanya sama-sama melakukan tindakan pencegahan dengan membeli alat penyaring air (water treatment decives) dan air galon (bottled water) untuk menghindari dampak negatif dari tercemarnya sumber air tanah. Adapun faktor-faktor yang secara statistik signifikan mempengaruhi keputusan penduduk untuk melakukan tindakan pencegahan adalah tingkat pendapatan dan kekhawatiran penduduk terhadap kondisi air tanah. Nilai kerugian ekonomi terbesar dirasakan oleh klasifikasi rumah tangga responden yang mengombinasikan penggunaan air tanah dan air PDAM sebagai sumber pemenuhan kebutuhan air bersihnya sehari-hari (kelompok 3) yang nilainya mencapai Rp 128.933 per bulan. Nilai kerugian tersebut mengestimasi nilai minimum dari kerusakan sumberdaya air tanah akibat pencemaran yang terjadi di Kelurahan Harapan Jaya.
Kata Kunci:
Pola Penggunaan Air Bersih, Pencemaran Air Tanah, Tindakan Pencegahan, Kerugian Ekonomi
iv
ESTIMASI NILAI KERUGIAN EKONOMI AKIBAT PENCEMARAN AIR TANAH : Studi Kasus di Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat
MAEDA NIELLA H44070035
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Judul Skripsi : Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi akibat Pencemaran Air Tanah : Studi kasus di Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat Nama
: Maeda Niella
NRP
: H44070035
Menyetujui, Pembimbing Skripsi
Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec NIP. 19631227 198811 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP. 19660717 199203 1 003
Tanggal Lulus:
UCAPAN TERIMAKASIH Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran penelitian ini, antara lain kepada : 1.
Bapak Dr. Ir. Yusman Syaukat M.Ec yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, dan motivasi dengan penuh kesabaran hingga skripsi ini selesai.
2.
Bapak Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT dan Bapak Novindra, SP, M.Si yang telah bersedia menjadi dosen penguji utama dan wakil departemen dalam sidang skripsi ini.
3.
Bapak Benny Osta Nababan, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing akademik.
4.
Seluruh pihak di Kantor Kelurahan Harapan Jaya, Kantor Kecamatan Bekasi Utara, Kantor BPLH Kota Bekasi, Puskesmas Seroja, PDAM Tirta Patriot dan masyarakat Kelurahan Harapan Jaya yang telah bersedia membantu penulis untuk memberikan data dan informasi terkait penelitian yang dilakukan.
5.
Ayahnda Dahnial Young Mart (alm.) dan Ibunda Emma Sumarni serta seluruh keluarga besar H. Matsunan (Umi, Uncu & Om Syaiful, Angku Edi & Mauo Is, Mama & Papa Mitra, Angku War & Mauo Jan, Om Iyan & Tante Fat, Om Andi & Tante Ita, Kak Wira & Mitra, Karim & Hafif, Ayu, Kika & Dudi) atas perhatian, nasehat, doa, segala kasih sayang dan cintanya.
6.
Kak Sahabuddin, ST yang senantiasa memberikan semangat, mendukung dan mendoakan penulis.
7.
Teman-teman satu bimbingan (Nurul, Feni, Resti, Syifa, dan Riony) serta seluruh keluarga besar ESL 44 yang senantiasa mendukung dan mendoakan penulis.
8.
Sahabat Kostan Retno dan Wisma Intan (Mia, Zia, Nunu, Raiz, Risna, Yuni, Adies, Geidy, Daya, Keken, Wardah dan Yasmin) yang selalu memberi semangat dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
9.
Dosen pengajar dan staf departemen yang telah membantu selama penulis menyelesaikan studi di ESL FEM IPB.
viii
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi akibat Pencemaran Air Tanah: Studi Kasus di Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat”. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kerugian ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat Kelurahan Harapan Jaya akibat pencemaran pada sumber air tanahnya. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan agar dapat menyelesaikan Program Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini. Penulis sepenuhnya menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Mei 2012
Maeda Niella H44070035
ix
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL.....................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................
xvi
PENDAHULUAN...........................................................................
1
1.1 1.2 1.3 1.4 1.5
Latar Belakang .......................................................................... Perumusan Masalah .................................................................. Tujuan Penelitian ...................................................................... Manfaat Penelitian .................................................................... Ruang Lingkup Penelitian ........................................................
1 6 8 9 9
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................
11
2.1 Ekonomi Sumber Daya Air ...................................................... 2.1.1 Nilai Ekonomi Air Tanah ................................................ 2.1.2 Metode Valuasi Ekonomi Air Tanah .............................. 2.2 Air Tanah .................................................................................. 2.2.1 Pencemaran Air Tanah .................................................... 2.2.2 Pengelolaan dan Pendayagunaan Air Tanah ................... 2.3 Penelitian Terdahulu ................................................................. 2.4 Perbedaan terhadap Penelitian Terdahulu ................................
11 12 15 18 19 22 25 26
III. KERANGKA PEMIKIRAN .........................................................
28
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis .................................................... 3.1.1 Metode Biaya Pencegahan dan Biaya Kesehatan ........... 3.1.2 Teori Model Regresi Logistik ......................................... 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional .............................................
28 28 30 31
IV. METODE PENELITIAN ..............................................................
36
I.
II.
4.1 4.2 4.3 4.4
Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... Jenis dan Sumber Data .............................................................. Metode Pengambilan Contoh ................................................... Metode Pengolahan dan Analisis Data ..................................... 4.4.1 Identifikasi Pola Penggunaan Air Bersih Dan Perilaku Penduduk Dalam Menanggapi Kondisi Air Tanah ......... 4.4.2 Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Penduduk Akibat Pencemaran Air Tanah .................................................... 4.4.2.1 Metode Biaya Pencegahan ................................ 4.4.2.2 Metode Biaya Kesehatan .................................. 4.4.3 Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Penduduk dalam Melakukan Tindakan Pencegahan Akibat Pencemaran Air Tanah .................... 4.4.3.1 Model Regresi Logistik ..................................... 4.4.3.2 Pengujian Model Regresi Logistik ....................
36 36 37 38 39 40 42 44
45 45 49
GAMBARAN UMUM PENELITIAN ........................................
52
5.1 Keadaaan Umum Lokasi Penelitian .......................................... 5.2 Kondisi Hidrologi Kelurahan Harapan Jaya ............................. 5.3 Karakteristik Umum Responden ...............................................
52 54 60
VI. POLA DAN PERILAKU PENGGUNAAN AIR BERSIH OLEH PENDUDUK ......................................................................
63
V.
6.1 Pola Penggunaan Air Bersih oleh Penduduk ............................ 6.1.1 Pola Penggunaan Air Bersih Bagi Klasifikasi Rumah Tangga Responden Kelompok 1 ..................................... 6.1.2 Pola Penggunaan Air Bersih Bagi Klasifikasi Rumah Tangga Responden Kelompok 2 ..................................... 6.1.3 Pola Penggunaan Air Bersih Bagi Klasifikasi Rumah Tangga Responden Kelompok 3 ..................................... 6.2 Perilaku Penduduk Terhadap Kondisi Air Tanah ..................... 6.2.1 Perilaku Pencegahan pada Klasifikasi Rumah Tangga Responden Kelompok 1 .................................................. 6.2.2 Perilaku Pencegahan pada Klasifikasi Rumah Tangga Responden Kelompok 3 .................................................. VII. ESTIMASI NILAI KERUGIAN EKONOMI PENDUDUK AKIBAT PENCEMARAN AIR TANAH ................................... 7.1 Biaya untuk Memperoleh Sumber Air Tanah ........................... 7.2 Biaya Berlangganan Air PDAM ............................................... 7.3 Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Penduduk Berdasarkan Pendekatan Perilaku Pencegahan ............................................. 7.3.1 Biaya Pembelian Alat Penjernih Air ............................... 7.3.2 Biaya Pembelian Air Galon ............................................. 7.3.3 Total Biaya Pencegahan .................................................. 7.4 Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Penduduk Berdasarkan Pendekatan Biaya Kesehatan .................................................... 7.5 Nilai Kerugian Rumah Tangga Responden Akibat Pencemaran Air Tanah ............................................................. VIII. IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PENDUDUK UNTUK MELAKUKAN TINDAKAN PENCEGAHAN AKIBAT PENCEMARAN AIR TANAH ..................................................... 8.1 Fungsi Keputusan Penduduk untuk Melakukan Tindakan Pencegahan Akibat Pencemaran Air Tanah ............................. 8.2 Pengujian Hipotesis .................................................................. 8.2.1 Uji Likelihood Ratio ........................................................ 8.2.2 Uji Goodness of Fit ......................................................... 8.2.3 Uji Wald .......................................................................... 8.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Penduduk untuk Melakukan Tindakan Pencegahan Akibat Pencemaran Air Tanah ..................................................................................
63 64 65 66 68 69 70 73 73 75 78 79 81 84 85 89
92
93 94 95 96 96
97
xi
8.3.1 Variabel yang Berpengaruh Signifikan ........................... 8.3.2 Variabel yang Tidak Berpengaruh Signifikan .................
98 99
IX. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................
102
9.1 Simpulan ................................................................................... 9.2 Saran .........................................................................................
102 103
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
105
LAMPIRAN .............................................................................................
107
RIWAYAT HIDUP ………………….....................................................
117
xii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Nilai Sumberdaya Air Tanah ....................................................
2.
10.
Persamaan dan Perbedaan antara Penelitian “Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Akibat Pencemaran Air Tanah” dengan Penelitian Sebelumnya .............................................................. Matriks Keterkaitan Tujuan, Jenis dan Sumber Data, serta Metode Analisis Data ............................................................... Matriks Pola Penggunaan Air Bersih dan Perilaku Penduduk dalam Menanggapi Kondisi Air Tanah ..................................... Matriks Analisis Nilai Kerugian Ekonomi Penduduk Akibat Pencemaran Air Tanah ............................................................. Jumlah Penduduk Kelurahan Harapan Jaya Menurut Tingkat Usia ........................................................................................... Jumlah Sarana Pembangunan Publik di Kelurahan Harapan Jaya ........................................................................................... Perhitungan Volume Resapan Air pada Akuifer Tertekan dan Akuifer Tidak Tertekan di Kota Bekasi Secara Umum ......... Kondisi Air Tanah Berdasarkan Zonasi Air Tanah di Kota Bekasi, Tahun 2006 .................................................................. Data Karakteristik Responden ..................................................
11.
Sumber dan Volume Penggunaan Air Bersih oleh Penduduk ..
12.
14.
Jenis Tindakan Pencegahan oleh Klasifikasi Rumah Tangga Responden Kelompok 1 ............................................................ Jenis Tindakan Pencegahan oleh Klasifikasi Rumah Tangga Responden Kelompok 3 ............................................................ Biaya Memperoleh Air Tanah ..................................................
15.
Biaya Berlangganan Air PDAM ...............................................
77
16.
Jenis Alat Penjernih Air yang Digunakan oleh RT Responden
79
17.
Biaya Pencegahan Atas Upaya Pembelian Alat Penjernih Air
81
18.
Perilaku Responden dalam Penggunaan Air Galon ..................
82
19.
Biaya Pencegahan atas Pembelian Air Galon ...........................
84
20.
Total Biaya Pencegahan Akibat Pencemaran Air Tanah ..........
85
21.
Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Penyakit dan Pilihan Berobat ...................................................................................... Biaya Kesehatan Akibat Pencemaran Air Tanah ..................
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
13.
22. 23.
Rincian Biaya Peroleh Air Bersih, Biaya Pencegahan, dan Biaya Kesehatan oleh Rumah Tangga Responden ...................
14 27 39 40 42 53 54 56 57 61 67 70 72 75
87 89 90
xiii
24. 25.
Nilai Kerugian Ekonomi Rumah Tangga ................................ Hasil Regresi Logistik Keputusan Penduduk Untuk Melakukan Tindakan Pencegahan ............................................
91 94
xiv
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Biaya-Biaya Ekstraksi Sumberdaya Air Tanah ........................
13
2.
Kerangka Pemikiran Operasional .............................................
35
xv
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Nilai rata-rata Parameter Kualitas Air di Lokasi Penelitian
107
2.
Peta Kecamatan Bekasi Utara ...................................................
108
3.
Peta Kelurahan Harapan Jaya ...................................................
109
4.
Peta Zona Air Bawah Tanah .....................................................
110
5.
Sumber, Volume, dan Jenis Penggunaan Sumber Air Bersih Penduduk Kelurahan Harapan Jaya .......................................... Komponen Biaya Pencegahan dan Biaya Kesehatan Penduduk Kelurahan Harapan Jaya Akibat Pencemaran Air Tanah ........................................................................................ Hasil Olah Data Regresi Logistik “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Penduduk Untuk Melakukan Tindakan Pencegahan Akibat Pencemaran Air Tanah” dengan Menggunakan Software Minitab 14.0 for Windows ...................................................................................................
6.
7.
111
114
117
xvi
I. 1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Sumberdaya alam dan jasa lingkungan merupakan aset yang menghasilkan
arus barang dan jasa, baik yang dapat dikonsumsi langsung maupun tidak untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sumberdaya alam seperti air, lahan, udara, hutan, ikan, minyak, dan lain-lain merupakan sumberdaya yang sangat esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Kerusakan atau kehilangan atas sumberdaya tersebut dapat mempengaruhi kelangsungan hidup manusia. Keberadaan sumberdaya ini tidak saja untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia, namun juga memberikan kontribusi yang cukup besar bagi kesejahteraan suatu bangsa. Pengelolaan sumberdaya alam yang baik akan meningkatkan kesejahteraan manusia, dan sebaliknya pengelolaan sumberdaya alam yang tidak baik akan berdampak buruk bagi umat manusia. Oleh karena itu, menurut Fauzi (2006) persoalan mendasar sehubungan dengan pengelolaan sumberdaya alam adalah bagaimana agar menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi manusia dengan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya alam itu sendiri. Dalam konsep ekonomi klasik, sumberdaya diidentikan dengan input produksi dari alam yang diperlukan untuk menghasilkan output atau barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi. Namun demikian, pengertian sumberdaya tersebut tidak terbatas sebagai faktor input saja karena proses produksi dan konsumsi tidak hanya menghasilkan keuntungan dan kepuasan bagi pengguna, namun juga menghasilkan residual atau limbah yang menyebabkan terjadinya eksternalitas negatif. Perman et al. (1996) dalam Fauzi (2006) melihat bahwa residual merupakan bagian intrinsic atau bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas
ekonomi dan akan meningkat sejalan dengan peningkatan aktivitas tersebut. Dalam pendekatan ekonomi tradisional, dampak dari residual tersebut tidak secara eksplisit diakomodasikan dalam model produksi dan konsumsi. Padahal dengan mengabaikan dampak eksternalitas tersebut, bukan saja syarat optimimalitas produksi dan konsumsi tidak bisa terpenuhi, namun juga mengabaikan biaya sosial yang sebenarnya harus ditanggung oleh maysarakat. Sumberdaya air adalah salah satu sumberdaya yang sering dimanfaatkan oleh manusia yang memberikan manfaat dalam mewujudkan kesejahteraan umat manusia di segala bidang. Kontribusi sumberdaya air terhadap pembangunan ekonomi dan sosial sangat vital. Awal peradaban manusia dan lahirnya pusatpusat pertumbuhan ekonomi juga dimulai dari sumber-sumber air, seperti sungai dan mata air. Seiring dengan bertambahnya penduduk dan ekskalasi pembangunan ekonomi, menyebabkan fungsi ekonomi dan sosial air sering terganggu karena semakin kritisnya suplai air, sementara permintaan terus meningkat. Bahkan dilihat dari sisi geopolitik, para ahli memprediksi bahwa air akan menjadi sumber konflik di abad 21 ini (Fauzi, 2006). Pada dasarnya Indonesia yang terletak di kawasan tropika basah memiliki sumberdaya air yang cukup melimpah, namun jika dikaji secara mendalam, maka sumberdaya air tersebut tidak selalu tersedia sesuai keinginan kita. Disamping penyebarannya secara geografis tidak merata, juga dapat kita catat adanya perubahan yang drastis karena unsur waktu dan musim serta perilaku manusia yang sering menganggap sumberdaya air sebagai sesuatu yang tidak berharga dan diharapakan akan selalu tersedia dalam jumlah yang cukup. Persepsi yang keliru
2
inilah yang kemudian mengarah pada krisis sumberdaya air (Kodoatie dan Sjarief, 2008). Air tanah sebagai bagian dari sumberdaya air juga mengalami permasalahan serupa. Air tanah di Indonesia hingga kini sering diperlakukan sebagai barang bebas atau free good yang tidak memiliki nilai ekonomi. Air tanah masih dianggap sebagai sumberdaya yang dapat diperbaharui, padahal seharusnya air tanah dikategorikan sebagai sumberdaya yang tidak terbarukan karena meskipun memiliki kemampuan memulihkan kembali (recharge rate) lewat hujan, jika jumlah yang dimanfaatkan melebihi kemampuan recharge, maka sumberdaya ini dapat terdeplesi. Apabila sumberdaya ini terdeplesi, maka membutuhkan waktu yang relatif lama yakni berupa proses geologi yang membutuhkan waktu ratusan bahkan ribuan tahun untuk membuatnya pulih kembali (Fauzi, 2006). Menurut Putranto dan Kusuma (2009), pengambilan air tanah terjadi karena adanya pengaruh dari pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin tinggi, sehingga mengakibatkan kebutuhan air akan semakin besar. Kebutuhan air yang besar mendorong manusia untuk mencari pengganti air sungai yang merupakan sumber utama air bersih karena sudah mulai tercemar oleh berbagai macam limbah. Oleh karena itu, sebagai pengganti air sungai penduduk beralih menggunakan air tanah sebagai bahan baku untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Sebagai imbas dari peralihan penduduk yang menggunakan air tanah sebagai air bersih, maka banyak muncul sumur-sumur gali dan dilakukan pemboran sumur untuk kegiatan industri yang memerlukan banyak air untuk
3
melakukan proses produksi. Kegiatan eksplorasi air tanah yang berlebihan ini merupakan sumber utama timbulnya masalah air tanah pada daerah perkotaan. Selain itu menurut Saeni (1997), pertumbuhan penduduk yang pesat berbanding lurus dengan perkembangan pemukiman yang juga semakin pesat dan tidak teratur, sehingga cenderung akan merusak kualitas air tanah. Keterbatasan dan mahalnya harga lahan menyebabkan perbandingan antara luas bangunan dan tanah terbuka menjadi tidak serasi. Permasalahan kualitas air tanah muncul terutama di daerah yang rapat dengan sarana tangki septik yang berdekatan dengan sumur air minum. Disamping itu pengambilan air tanah dangkal yang berlebihan dapat menyebabkan turunnya muka air tanah. Jika keadaan demikian tidak dapat dikendalikan, dapat mengakibatkan masuknya zat pencemar asal saluran pembuangan limbah rumah tangga yang konstruksinya kurang baik ke dalam akuifer air tanah dangkal. Perembesan air selokan atau tangki septik tersebut dapat efektif bila terjadi penurunan muka air tanah dangkal yang dalam terutama pada musim kemarau. Akibatnya banyak zat pencemar yang masuk ke dalam sistem akuifer. Bila musim hujan tiba pencemar tersebut akan terlarut. Demikian proses tersebut berjalan, sehingga air tanah dangkal menjadi tercemar oleh limbah domestik, misalnya ammonia, nitrit, nitrat, deterjen, dan E. coli. Pertambahan jumlah penduduk dengan segala aktivitasnya yang sangat pesat telah mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan kota yang cepat pula. Hal ini seringkali mengakibatkan suatu kota tidak siap dalam memberikan pelayanan sarana dan prasarana kepada masyarakatnya. Fenomena ini terjadi di banyak kota besar di Indonesia dan salah satunya adalah Kota Bekasi. Kota Bekasi merupakan bagian dari wilayah Jabodetabek, yakni sebagai pintu gerbang
4
dan penyangga pusat ibukota yang berfungsi sebagai penyeimbang DKI Jakarta. Fungsi Kota Bekasi sebagai penyangga ibukota menyebabkan jumlah penduduk cenderung meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk kota Bekasi meningkat dari 1.663.802 jiwa di tahun 2000 menjadi 2.336.498 jiwa pada tahun 2010. Dalam rentang sepuluh tahun ini penduduk Kota Bekasi meningkat sebesar 40,43% dengan laju pertumbuhan penduduk setiap tahun mencapai 3,48%.1 Peningkatan jumlah penduduk di Kota Bekasi tersebut seharusnya disertai dengan perbaikan dan peningkatan jumlah pelayanan publik, khususnya pada sektor sanitasi dan air bersih. Namun keterbatasan anggaran dan sistem yang tidak mendukung menyebabkan akses masyarakat Kota Bekasi masih terbatas terhadap pelayanan sanitasi dan air bersih yang baik. Kota Bekasi yang kini berkembang dengan sangat pesat tersebut, ternyata masih belum mampu memberikan pelayanan air bersih kepada seluruh masyarakatnya. Jangkauan pelayanan PDAM baru mencapai 36% dari total kebutuhan masyarakat Kota Bekasi. Terbatasnya pelayanan air bersih akan dirasakan oleh semua pihak, namun akan sangat berpengaruh bagi masyarakat miskin perkotaan di Kota Bekasi yang pada tahun 2010 totalnya mencapai sekitar 97.000 kepala keluarga (Dinas Kependudukan Kota Bekasi, 2011).2 Keterbatasan layanan air bersih tersebut mengharuskan masyarakat golongan ekonomi lemah tersebut untuk mencari alternatif sumber air lain, seperti air tanah dangkal dari sumur gali atapun air isi ulang depot dan air kemasan yang lebih mudah untuk diperoleh, namun kemungkinan besar sudah rawan oleh zat pencemar.
1 2
http://www.bekasikota.bps.go.id. diakses pada tanggal 4 Februari 2011. http://www.jpnn.com/read/2011/02/03/83610/Penduduk-Miskin-Naik-Berlipat. diakses pada 10 Juli 2011.
5
Tercemarnya air tanah sebagai salah satu sumber air bersih utama yang masih digunakan oleh penduduk menyebabkan mereka harus melakukan berbagai tindakan pencegahan untuk menjaga kualitas dan kuantitas pasokan air bersih dalam upaya menghindari kemungkinan dampak negatif yang akan terjadi. Menurut Traore et al. (1999), beberapa tindakan pencegahan yang lazim dilakukan penduduk pada umumnya adalah mengganti air minum mereka dengan membeli air dalam kemasan, memasak atau merebus air yang akan dikonsumsi terlebih dahulu, ataupun upaya penjernihan air dengan pemasangan filter. Beberapa tindakan pencegahan yang mereka lakukan tersebut akan menyebakan korbanan biaya yang harus mereka keluarkan demi memperoleh kualitas dan kuantitas air yang baik. Korbanan biaya tersebut merupakan biaya sosial akibat dari eksternalitas negatif yang terjadi akibat tercemarnya sumber air tanah yang seharusnya dapat mereka konsumsi secara bebas. 1.2
Perumusan Masalah Pertambahan jumlah penduduk yang semakin tinggi di Kota Bekasi
mengakibatkan kebutuhan air bersih juga akan semakin besar. Menurut Putranto dan Kusuma (2009), kebutuhan air bersih yang besar mendorong masyarakat untuk beralih menggunakan sumber air tanah untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari-harinya akibat sumber air permukaan yang selama ini mereka gunakan tidak lagi mencukupi dan cenderung telah tercemar. PDAM yang diandalkan sebagai salah satu penyedia kebutuhan air bersih masih belum mampu menjangkau seluruh kebutuhan masyarakat karena keterbatasan volume air bersih dan jangkauan perpipaan yang tersedia. Sebagai imbasnya maka banyak muncul sumur-sumur gali dan pemboran sumur yang dilakukan baik oleh industri maupun
6
domestik akibat peralihan masyarakat menggunakan air tanah sebagai sumber pemenuhan kebutuhan air bersih. Fenomena ini terjadi di banyak kota besar di Indonesia dan salah satunya adalah Kelurahan Harapan Jaya sebagai salah satu pusat kegiatan industri di Kota Bekasi bagian utara. Saat ini ekstraksi air tanah besar-besaran yang dilakukan baik oleh industri maupun domestik secara kolektif di Kelurahan Harapan Jaya telah menyebabkan penurunan pada muka air tanah akibat semakin keringnya sumber air tanah. Selain itu, perkembangan pemukiman penduduk yang semakin pesat dan tidak teratur juga telah merusak kualitas air tanah. Menurut Saeni (1997), permasalahan kualitas air tanah ini muncul akibat rapatnya pemukiman penduduk, sehingga jarak antara sarana pembuangan limbah dengan air sumur warga cenderung saling berdekatan dan berakibat pada rawannya sumber air bersih warga terhadap perembesan zat pencemar dari limbah yang berasal dari aktivitas domestik. Penduduk Kelurahan Harapan Jaya pada umumnya merasakan kerugian akibat tercemarnya sumber air bersih mereka. Perubahan secara fisik telah dirasakan oleh penduduk melalui indikator warna, rasa, bau, serta tingkat kekeruhan pada sumber air tanah yang mereka gunakan. Perubahan tersebut menyebabkan air tanah tidak lagi dapat dikonsumsi secara bebas. Berkurangnya jumlah air bersih akibat perubahan kondisi air tanah ini merupakan kerugian bagi penduduk setempat. Oleh karena itu, penduduk akan melakukan berbagai tindakan pencegahan untuk menjaga kualitas dan kuantitas pasokan air bersih mereka dalam upaya menghindari dampak negatif dari pencemaran air tanah yang terjadi. Beberapa tindakan pencegahan yang mereka lakukan akan menyebakan korbanan
7
biaya yang harus mereka keluarkan demi memperoleh kualitas dan kuantitas air yang lebih baik. Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka timbul pertanyaan penelitian yang perlu dikaji yaitu: 1.
Bagaimana pola dan perilaku penggunaan air bersih oleh penduduk di Kelurahan Harapan Jaya?
2.
Berapa besar kerugian ekonomi penduduk akibat adanya pencemaran air tanah di Kelurahan Harapan Jaya?
3.
Apa sajakah faktor yang mempengaruhi keputusan penduduk untuk melakukan tindakan pencegahan akibat adanya pencemaran air tanah di Kelurahan Harapan Jaya?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahn yang terdapat dalam perumusan masalah
sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1.
Mengidentifikasi pola dan perilaku penggunaan air bersih oleh penduduk Kelurahan Harapan Jaya
2.
Mengestimasi
nilai
kerugian
ekonomi
penduduk
akibat
adanya
pencemaran air tanah di Kelurahan Harapan Jaya 3.
Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan penduduk untuk melakukan tindakan pencegahan akibat adanya pencemaran air tanah di Kelurahan Harapan Jaya.
8
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian tentang estimasi nilai kerugian ekonomi akibat pencemaran air
tanah yang terjadi di Kelurahan Harapan Jaya diharapkan dapat bermanfaat, yakni: 1.
Bagi Akademisi dan Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan khazanah pengetahuan dan informasi kepada akademisi dan peneliti dalam pelaksanaan penelitian yang berkaitan dengan estimasi nilai kerugian ekonomi akibat adanya pencemaran air tanah.
2.
Bagi Pemerintah Kelurahan Harapan Jaya Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah, khususnya pemerintah Kelurahan Harapan Jaya dalam mengevaluasi berbagai kebijakan yang terkait dengan pengelolaan dan pendayagunaan air tanah agar dapat diimplementasikan secara efektif dan berkelanjutan.
3.
Bagi Masyarakat Kelurahan Harapan Jaya Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan insentif perilaku bagi masyarakat Kelurahan Harapan Jaya untuk dapat menjaga kelestarian sumberdaya air tanah dengan melakukan ekstraksi sumberdaya air tanah sesuai dengan aturan hak guna pakai air agar ketersediaan sumberdaya air tanah dapat terjaga dan masih dapat terus dimanfaatkan oleh generasi di masa yang akan datang.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Adapun batasan-batasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
9
1.
Ruang lingkup penelitian dibatasi hanya untuk mengestimasi nilai kerugian ekonomi akibat pencemaran air tanah yang terjadi di Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat.
2.
Responden adalah rumah tangga yang berdomisili di sekitar kawasan industri di Kelurahan Harapan Jaya.
3.
Estimasi nilai kerugian ekonomi akibat pencemaran air tanah adalah untuk tahun 2011.
4.
Estimasi nilai kerugian yang dilakukan adalah berdasarkan pada biayabiaya pencegahan dan kesehatan yang dikeluarkan oleh rumah tangga akibat adanya pencemaran pada sumber air tanah yang digunakan oleh penduduk yang berada di Kelurahan Harapan Jaya.
5.
Estimasi nilai kerugian dilakukan pada tahun 2011, sehingga tingkat harga yang digunakan sebagai proxy merupakan nilai yang berlaku pada bulan Agustus – Desember 2011.
10
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Ekonomi Sumberdaya Air Air merupakan bagian penting dari sumberdaya alam yang mempunyai
karakteristik unik dibandingkan dengan sumberdaya lainnya. Menurut Fauzi (2006), air dapat diklasifikasikan ke dalam sumberdaya yang terbarukan maupun tidak terbarukan, tergantung pada sumber dan pemanfaatannya. Air permukaan atau surface water seperti air yang diperoleh dari sungai maupun danau dapat dikategorikan sebagai sumberdaya terbarukan karena adanya proses siklus hidrologi dari bumi. Adapun air yang bersumber dari bawah tanah atau groundwater diperoleh melalui proses geologi selama ratusan bahkan ribuan tahun, sehingga meskipun memiliki kemampuan untuk memulihkan kembali (recharge rate) lewat hujan, jika jumlah yang dimanfaatkan melebihi kemampuan recharge, groundwater sering dikatakan sebagai sumberdaya yang tidak terbarukan. Pembahasan mengenai ekonomi sumberdaya air tidak terlepas dari pertanyaan tentang bagaimana memanfaatkan sumberdaya air dengan sebaikbaiknya dengan tidak mengorbankan kelestariannya. Menurut Fauzi (2006), air juga memiliki nilai intrinsik dan pemanfaatannya memiliki nilai tambah karena dari ekstraksi sampai pemanfaatan langsung untuk konsumsi menimbulkan biaya yang cukup substansial. Seperti barang dan jasa lingkungan lainnya, nilai air diturunkan dari arti penting dan kontribusi air bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Nilai air dapat diidentifikasi dari peranan air yang meliputi: (1) sumber kehidupan (physiological need) bagi seluruh makhluk hidup, terutama manusia (provisioning services); (2) memberikan manfaat tidak langsung seperti input
antara (intermediate input) dalam proses produksi, terutama untuk sektor pertanian (irigasi) dan industri, serta menjaga fungsi dan proses ekologi; dan (3) digunakan untuk tujuan rekreasi, estetika, sosial, dan keagamaan (cultural services). Dari sudut pandang ekonomi, peranan air tersebut dapat diringkas menjadi tiga jenis, yaitu sebagai barang akhir untuk dikonsumsi, input antara untuk produksi, dan penyedia jasa lingkungan dan ekosistem. 2.1.1 Nilai Ekonomi Air Tanah Sebagai bagian dari sumberdaya air, saat ini air tanah lebih cenderung diapresiasi dengan nilai yang rendah (undervalued), terutama dalam kondisi dimana air tanah tersebut bersifat common property. Menurut Fauzi (2006), hal ini disebabkan karena pada saat sumberdaya tersebut tidak dimiliki dengan jelas, ia akan menjadi common pool dimana setiap pengguna sumberdaya air meyakini bahwa ekstraksi yang dilakukannya tidak akan mempengaruhi stok sumberdaya air, sehingga deplesi dari sumberdaya air dinilai tanpa harga (zero price). Lebih lanjut lagi Kemper et al. (2006) menyebutkan bahwa pada kondisi tersebut, pengguna sumberdaya air tanah akan menerima manfaat penuh dari keberadaan sumberdaya air tanah, namun mengabaikan biaya-biaya yang harus dibayarkan atas ekstraksi sumberdaya air tanah yang mereka lakukan. Menurut Kemper et al. (2006), biaya yang dibayarkan oleh pengguna air tanah pada umumnya hanya berkisar pada biaya untuk memperoleh air tanah seperti biaya pengeboran (capital cost) dan biaya pengoperasian serta pemeliharaan pompa untuk ekstraksi air tanah (Operation and Mantainance Cost), namun mengabaikan biaya-biaya lainnya seperti biaya eksternalitas dan biaya sosial yang timbul akibat kegiatan ekstraksi yang dilakukan. Dalam sudut
12
pandang ekonomi, kondisi undervaluation ini akan menyebabkan inefisiensi dalam penggunaan sumberdaya air tanah. Biaya-biaya ekstraksi sumberdaya air tanah dapat dilihat pada Gambar 1.
Sumber: Kemper et al., 2006
Gambar 1. Biaya-Biaya Ekstraksi Sumberdaya Air Tanah Menurut Jones et al. (2000), estimasi nilai ekonomi total air seharusnya melibatkan semua nilai, baik nilai guna (use value) maupun nilai bukan guna (non-use value). Nilai guna langsung (direct use value) dari air merujuk pada penggunaan air untuk menunjang kehidupan dan aktivitas ekonomi manusia, sedangkan nilai guna tidak langsung (indirect use value) terkait dengan fungsi air sebagai suatu ekosistem. Nilai pilihan (option value) merupakan nilai untuk mempertahankan nilai air yang akan digunakan di waktu yang akan datang, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sementara itu, nilai bukan guna (non-use value) meliputi nilai pengetahuan tentang ketersediaan air untuk generasi mendatang (bequest value) dan nilai intrinsik dari ekosistem air (existance value). Adapun National Research Council (1997) mengklasifikasikan nilai sumberdaya air tanah berdasarkan dua terminologi, yakni berdasarkan nilai air tanah secara fisik (physical state terminology) dan nilai air tanah secara ekonomi 13
(economic terminology). Secara fisik air tanah terdiri dari nilai guna (extractive value) yaitu apabila air tanah dimanfaatkan atau digunakan untuk berbagai keperluan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan nilai in-situ yaitu manfaat atas air tanah apabila dibiarkan tetap dalam kondisi aslinya. Nilai guna air tanah terdiri dari kegunaan air tanah untuk berbagai keperluan domestik, pertanian, dan industri, sedangkan nilai in-situ terdiri dari manfaat ekologis, manfaat buffering, nilai pencegahan atas amblesan tanah dan muka air tanah (land subsidence avoidance values) dan instrusi air laut serta manfaat rekreasi. Tabel 1. Nilai Sumberdaya Air Tanah Physical State Terminology A. Extractive Values 1. Municipal use values 2. Industrial use values 3. Agricultural use values 4. Other extractive use values B. In Situ Values 1. Ecological values 2. Buffer values 3. Subsidence avoidance values 4. Recreational values 5. Sea water intrusion values 6. Existance values 7. Bequest values
Economic Terminology
Use Value
Non Use Value
Sumber: National Research Council, 1997
Selanjutnya apabila ditinjau dari sudut pandang ekonomi (economic terminology), nilai air tanah diklasifikasikan menjadi nilai guna (use values) dan nilai bukan guna (non-use values). Nilai guna merujuk pada penggunaan air baik secara langsung maupun tidak langsung yang mencakup semua nilai pada extractive value yang identik dengan nilai guna langsung (direct use value) dan in-situ value yang identik dengan nilai guna tidak langsung (indirect use value). Adapun untuk nilai bukan guna terdiri dari nilai keberadaan (existance value) dan 14
nilai warisan (bequest value). Nilai sumberdaya air tanah berdasarkan dua terminologi tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. 2.1.2 Metode Valuasi Ekonomi Air Tanah Ekstraksi yang berlebihan oleh industri dan domestik secara kolektif pada sumber air tanah di Kelurahan Harapan Jaya menyebabkan menurunnya kuantitas dan kualitas air tanah. Kondisi ini semakin diperburuk oleh perkembangan pemukiman penduduk yang semakin pesat dan tidak teratur sehingga menyebabkan masuknya zat pencemar yang berasal dari kebocoran pada saluran pembuangan limbah ke dalam sistem akuifer atau air tanah, sehingga menyebabkan air tanah tidak dapat lagi dikonsumsi secara bebas. Pencemaran yang terjadi pada sumber air tanah ini merupakan kerugian bagi penduduk setempat karena berkurangnya sumber air bersih yang dapat mereka manfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Salah satu pendekatan untuk mengukur kehilangan ekonomi akibat pencemaran adalah berdasarkan perilaku pencegahan (averting behaviour method). Perilaku pencegahan adalah tindakan yang dilakukan rumah tangga yang bertujuan untuk mengurangi atau menghindari bahaya akibat kerusakan pada suatu ekosistem. Menurut Fauzi (2006), metode tersebut merupakan salah satu teknik valuasi ekonomi non-pasar berbasiskan biaya (cost-based approach) yang mengandalkan harga implisit dimana keinginan membayar seseorang terungkap melalui model yang dikembangkan (revealed willingness to pay). Menurut National Research Council (1997), sedikitnya terdapat tiga respon yang terkait dengan upaya yang dilakukan oleh rumah tangga dalam mengurangi dampak akibat pencemaran air tanah yakni: (1) membeli durable
15
goods, misalnya alat-alat penyaring (filter) untuk memberikan perlakuan semacam water treatment terhadap air tanah sebelum dikonsumsi; (2) membeli nondurable goods, misalnya air galon; dan (3) merubah kebiasaan sehari-hari untuk menghindari dampak kerusakan akibat pencemaran, misalnya (a) memasak atau mendidihkan air yang digunakan untuk keperluan memasak dan minum atau (b) mengurangi frekuensi atau lamanya penggunaan air tanah untuk keperluan mencuci ataupun mandi apabila adanya indikasi bahan pencemar, baik organik maupun kimia dalam kandungan air tanah tersebut. Pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa rumah tangga merespon perubahan pada harga, kuantitas dan kualitas sumberdaya non-market dengan melihat pembelian barang pasar yang serupa atau memiliki hubungan dengan sumberdaya non-market tersebut. Biaya-biaya tersebut akan mengestimasi kemampuan membayar maksimum dari masyarakat untuk perbaikan kualitas air tanah atau air sumur. Namun, menurut Brouwer dan Pearce (2005), biaya dari perilaku pencegahan ini memiliki kekurangan. Pertama, pengeluaran atau biaya seringkali menaksir terlalu rendah nilai pada kualitas sumberdaya. Kedua, pendekatan ini hanya berlaku ketika terdapat perilaku pencegahan yang memilki nilai pasar. Untuk memperoleh nilai kerugian atas pencemaran air tanah yang terjadi digunakan teknik yang relevan dengan pendekatan averting behavior method yakni metode biaya pencegahan (preventive expenditure). Pendekatan ini merupakan teknik yang memperkirakan valuasi minimal dari individu, habitat atau kualitas lingkungan dalam hal kesedian mengeluarkan biaya agar terhindar dari pengaruh kurang baik pada habitat atau lingkungan. Pendekatan ini mengkaji
16
pengeluaran yang sesungguhnya yang mampu dilakukan orang agar terhindar dari kerusakan
yang
disebabkan
degradasi
lingkungan.
Pendekatan
tersebut
memberikan nilai pada hal-hal di dalam lingkungan yang dirasa negatif dengan mencari bagaimana individu atau kelompok membelanjakan uang agar terhindar dari dampak negatif. Dalam hal ini dampak negatif belum terjadi, namun individu atau kelompok percaya akan mengalami dampak negatif jika pengeluaran untuk tindakan pencegahan tidak dilakukan (Jones et al., 2000). Menurut Jones et al. (2000), individu atau kelompok sering mengeluarkan uang untuk menghindari atau mengeliminasi kerusakan yang disebabkan dampak lingkungan yang merugikan. Biaya pencegahan ini menciptakan harga implisit dari kondisi lingkungan dan keanekaragaman hayati yang baik, namun dianggap merupakan estimasi minimum dari keuntungan perbaikan lingkungan tersebut. Dalam teknik ini diasumsikan bahwa individu mengeluarkan uangnya untuk mencapai perbaikan kualitas lingkungan yang setidaknya setara dengan sumberdaya yang hilang. Selain kerugian berupa biaya pencegahan yang harus dikeluarkan oleh rumah tangga atas upaya mereka untuk melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran air tanah yang terjadi, terdapat pula biaya lain yang timbul akibat rumah tangga masih menggunakan sumber air tanah yang telah tercemar sebagai pemenuhan kebutuhan sehari-harinya karena kesulitan untuk memperoleh alternatif sumber air bersih lainnya. Menurut National Research Council (1997), berdasarkan berbagai kasus pencemaran air tanah yang telah terjadi, konsumsi atas air tanah yang tercemar dapat menyebabkan pengkonsumsinya terkena penyakit kronis jangka panjang, seperti kanker ataupun premature death.
17
Peningkatan resiko terkena penyakit tersebut menyebabkan peningkatan pula pada biaya berobat, kehilangan waktu untuk kegiatan luang atau bersantai (leisure time), kehilangan pendapatan ataupun pekerjaan serta kerugian-kerugian lain yang ditanggung oleh manusia sebagai akibat atas konsumsi air tanah yang telah tercemar tersebut. Oleh karena itu untuk menghitung biaya-biaya tersebut digunakan pendekatan biaya kesehatan (cost of illness) yang juga merupakan salah satu teknik valuasi ekonomi yang berbasiskan biaya (cost-based approach). Cost of Illness merupakan salah satu pendekatan yang bertujuan untuk memberikan nilai pada perubahan kesehatan manusia atau kesejahteraan yang muncul dari perubahan kualitas lingkungan. Menurut Yakin (1997), pendekatan ini terdiri dari faktor-faktor berikut: 1.
Biaya kesehatan langsung seperti biaya medis, biaya-biaya asuransi medis, dimana biaya pengeluaran medis terdiri dari biaya medis, biaya rumah sakit, biaya obat, biaya rehabilitasi, dan nilai hilangnya waktu yang sama dengan hilangnya upah atau pendapatan.
2.
Nilai hilangnya waktu orang yang sakit (pendapatan yang hilang dan kesenangan yang hilang)
2.2
Air Tanah Air tanah merupakan salah satu komponen dalam peredaran air di bumi
yang dikenal sebagai siklus hidrologi. Dalam siklus hidrologi, air tanah juga mempunyai peran sebagai salah satu mata rantai yang berfungsi sebagai reservoir, yang melepaskannya secara perlahan ke dalam sungai atau danau, sehingga kesinambungan aliran terjaga (Notodarmojo, 2005). Namun menurut Fauzi (2006), meskipun memiliki kemampuan memulihkan kembali lewat hujan
18
(recharge rate), jika jumlah yang dimanfaatkan melebihi kemampuan recharge, maka sumberdaya ini dapat terdeplesi. Apabila sumberdaya ini terdeplesi, maka membutuhkan waktu yang relatif lama yakni berupa proses geologi yang membutuhkan waktu ratusan bahkan ribuan tahun untuk membuatnya pulih kembali. Oleh karena itu sumberdaya air tanah ini sering diklasifikasikan sebagai sumberdaya yang tidak terbarukan. Menurut UU No. 7 Tahun 2004, air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Sedangkan menurut Kodoatie dan Sjarief (2008), air tanah merupakan salah satu komponen dalam daur hidrologi (hydrologic cycle) yang berlangsung di alam. Sumber ini terbentuk dari air hujan yang meresap ke dalam tanah di daerah imbuhan (recharge area) dan mengalir melalui lapisan batuan, terutama lapisan pembawa air (akuifer) dalam satu cekungan air bawah tanah (groundwater basin) yang berada di bawah permukaan tanah menuju ke daerah lepasan (discharge area). Air tanah dapat berupa air sumur dalam maupun air sumur dangkal. Air sumur dalam ialah air yang telah merembes melalui lapisan-lapisan mineral masuk ke tanah, dimana selama perembesan bahan-bahan organiknya tertahan, air sumur dalam dapat diminum karena bebas bakteri. Sebaliknya air sumur dangkal tidak dapat langsung diminum karena rawan perembesan oleh zat pencemar yang berasal dari limbah buangan kegiatan domestik, pertanian, ataupun indsutri. 2.2.1 Pencemaran Air Tanah Menurut Undang Undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982, pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan atau
19
berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya dan telah melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Baku mutu lingkungan hidup atau kriteria lingkungan hidup merupakan ukuran batas perubahan sifat fisik, kimia, dan atau hayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikan fungsinya. Pencemaran lingkungan hidup ini terdiri dari pencemaran tanah, pencemaran udara, pencemaran suara, dan pencemaran air. Adanya benda-benda asing yang mengakibatkan air tidak dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya secara normal disebut dengan pencemaran air (Kristanto, 2004). Sampai saat sekarang ini sebagian besar masyarakat masih menggunakan air tanah sebagai sumber utama pemenuhan kebutuhan air besih sehari-sehari. Oleh karena itu kualitas air tanah menjadi sangat penting karena sebagian besar pengguna air tanah menggunakan air tersebut secara langsung. Meskipun ada beberapa yang melakukan pengolahan, namun hanya terbatas pada pengolahan fisik atau kimia yang sederhana. Beragamnya kontaminan dengan tingkat bahaya (toksisitas) yang bervariasi dan mahalnya biaya untuk pemulihan kualitas (remediasi), maka menjaga kualitas air tanah akan lebih baik daripada mencemari kemudian memperbaikinya. Beberapa kontaminan mempunyai sifat kumulatif dan resistan, kadang-kadang secara kasat mata tidak terlihat keberadaannya atau berbau, seperti misalnya organo-klorin sebagai pestisida atau pelarut yang penggunaannya sangat sulit untuk dikontrol. Keadaan tersebut tentu
20
meningkatkan risiko bagi manusia sebagai pengguna air tanah (Notodarmojo, 2005). Harus diakui bahwa tanah sebagai tempat buangan akhir bagi limbah merupakan alternatif yang menarik dan mudah untuk dilakukan. Disamping itu, cara ini juga telah dipraktikkan sejak adanya kehidupan manusia. Pencemaran pada air tanah telah terjadi di beberapa tempat, baik dalam skala kecil maupun regional. Degradasi kualitas air tanah dan tanah sebagai mediumnya dapat terjadi karena berbagai hal. Menurut Notodarmojo (2005) beberapa diantaranya adalah perkolasi dari efluen tangki septik, rembesan aliran air permukaan yang telah tercemar, tempat pembuangan akhir sampah, ataupun tumpahan (spilling) dari zat pencemar yang tidak disengaja, merupakan penyebab yang sering dijumpai. Jenis sumbernya pun dapat berupa sumber tersebar (diffuse source), terpusat (point source) ataupun dalam bentuk memanjang (line source). Kemudian seberapa jauh kontaminan tersebut dapat bersifat racun terhadap manusia dan lingkungannya tergantung pada berbagai faktor, seperti misalnya sifat resistansi dan akumulasi dalam tubuh ataupun kepekaan manusia terhadap kontaminan tersebut. Pencemaran air minum oleh air limbah dapat disebabkan karena sumber air yang digunakan sehari-hari oleh masyarakat mengandung organisme seperti bakteri dan virus. Selain disebabkan oleh kontaminasi mikroorganisme, pencemaran air juga dapat terjadi akibat adanya kandungan zat atau senyawa kimia dalam sumber air yang melebihi ambang batas konsentrasi yang diizinkan. Kontaminasi kandungan zat atau senyawa kimia ini dapat terjadi secara alami ataupun akibat aktivitas manusia seperti limbah rumah tangga dan industri. beberapa zat atau senyawa kimia yang bersifat racun terhadap tubuh manusia
21
misalnya logam berat, pestisida, senyawa mikro polutan hidrokarbon, zat-zat radio aktif alami atau buatan dan sebagainya. Kontaminasi baik oleh mikroorganisme maupun oleh zat atau senyawa kimia terhadap sumber air yang digunakan oleh masyarakat akan menyebabkan pengkonsumsinya dapat rentan terhadap berbagai penyakit (Said, 1999). Menurut Said (1999), beberapa penyakit yang berhubungan dengan air yang paling sering berjangkit akibat kontaminasi zat-zat pencemar ke dalam sumber air yang dikonsumsi oleh warga antara lain adalah disentri, thypus dan parathypus, kholera, hepatitis A, polio, dermatritis (penyakit kulit) serta diare. Seringkali penyebab penyakit tersebut diakibatkan oleh kondisi lingkungan rumah yang tidak sehat dan perilaku individu yang tidak menjaga kebersihan dirinya dan lingkungannya. Salah satu faktor yang penting untuk menanggulangi hal tersebut yakni dengan cara meningkatkan kebersihan lingkungan, meningkatkan pelayanan air bersih yang sehat, meningkatkan sistem pembuangan limbah yang memenuhi syarat, serta meningkatkan peran dan fungsi pemerintah dengan memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan. 2.2.2 Pengelolaan dan Pendayagunaan Air Tanah Berdasarkan definisi pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 43 Tahun 2008 tentang air tanah menyebutkan bahwa pengelolaan air tanah adalah
upaya
merencanakan,
melaksanakan,
memantau,
mengevaluasi
penyelenggaraan konservasi air tanah, pendayagunaan air tanah, dan pengendalian daya rusak air tanah yang berlandaskan pada strategi pelaksanaan pengelolaan air tanah dengan keseimbangan antara upaya konservasi dan pendayagunaan air tanah. Adapun menurut sudut pandang ekonomi pengelolaan air bawah tanah atau
22
groundwater merupakan contoh menarik untuk memahami kasus sumberdaya yang bersifat common property dalam bentuknya yang paling asli (the purest common pool problem). Hal ini disebabkan karena pada saat sumberdaya tersebut tidak dimiliki dengan jelas, ia akan menjadi common pool dimana setiap pengguna sumberdaya air meyakini bahwa ekstraksi yang dilakukannya tidak akan mempengaruhi stok sumberdaya air, sehingga deplesidari sumberdaya air dinilai tanpa harga (zero price). Namun demikian, jika tidak diatur, ekstraksi akan terlalu besar sehingga menyebabkan ketersediaan air menurun dan menyebabkan biaya yang terlalu besar (Fauzi, 2006). Neher (1990) dalam Fauzi (2006) melihat bahwa deplesi sumberdaya air bawah tanah ini menyebabkan dampak ekonomi dalam tiga hal. Pertama, sumberdaya air bisa menjadi langka (extinct) melalui pemanfaatan yang berlebihan (overuse) yang pada gilirannya akan menyebabkan kolapsnya kanal yang dapat berakibat pada biaya ekonomi yang sangat mahal. Kedua, air bawah tanah dapat diibaratkan uang di bank yang dapat dijadikan cadangan pada saat curah hujan menurun akibat musim kemarau. Jika cadangan ini habis karena terdeplesi, ia akan menyebakan bencana yang menumbulkan biaya ekonomi yang sangat mahal. Ketiga, ketika ketersediaan air dalam tanah (water table) habis, biaya ekstraksi akan meningkat. Dalam rejim pengelolaan yang tidak terkendali, biaya ini akan sangat mahal, sehingga salah satu tujuan utama dari pengelolaan sumber daya air bawah tanah adalah bagaimana mengendalikan biaya tersebut. Sedangkan pendayagunaan air tanah adalah upaya penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan air tanah secara optimal agar berhasil guna dan berdayaguna dengan mengutamakan pemanfaatan
23
air tanah pada pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari masyarakat secara adil dan berkelanjutan. Lebih lanjut lagi Kodoatie dan Sjarief (2008) menjelaskan bahwa pendayagunaan sumber daya air tanah dilakukan dengan mengutamakan fungsi sosial untuk mewujudkan keadilan dengan memperhatikan prinsip pemanfaat air membayar biaya jasa pengelolaan sumberdaya air dan dengan melibatkan peran serta masyarakat. Prinsip pemanfaat membayar biaya jasa pengelolaan adalah penerima manfaat ikut menanggung biaya pengelolaan sumberdaya air baik secara langsung maupun tidak langsung. Ketentuan ini tidak diberlakukan kepada pengguna air untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat. Pengelolaan sumberdaya air sangat penting untuk menjaga kualitas dan kuantitas air tanah secara adil dan berkelanjutan. Saat ini data pemanfaatan air tanah menunjukan bahwa 80% kebutuhan air bersih masyarakat perkotaan dan pedesaan berasal dari air tanah. Peningkatan jumlah penduduk yang semakin pesat menyebabkan kebutuhan akan air bersih turut meningkat. Peningkatan akan kebutuhan air bersih ini akan merubah nilai dari sumberdaya air tanah yang sebelumnya merupakan barang bebas (free good) menjadi barang yang bernilai ekonomi (economic good) dan diperdagangkan seperti komoditi lain. Perkiraan dalam sepuluh tahun mendatang, nilai strategis sumberdaya air bawah tanah akan semakin besar sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk yang diikuti dengan meningkatnya pembangunan pemukiman, bangunan publik, perhotelan, industri makanan, minuman, obat-obatan, dan indsutri lainnya yang memerlukan air sebagai bahan baku dan proses (Kodoatie dan Sjarief, 2008).
24
2.3
Penelitian Terdahulu Topik penelitian mengenai estimasi nilai kerugian ekonomi akibat
degradasi lingkungan atau kerusakan sumberdaya dapat dilihat pada penelitian yang dilakukan oleh Perkasa (2010) yang berjudul “Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi dan Willingness To Pay Masyarakat akibat Pencemaran Air Tanah” diperoleh bahwa kerugian ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat Kelurahan Kapuk Muara akibat adanya pencemaran air tanah adalah berupa korbanan biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat untuk memperoleh sumber air bersih alternatif selain air tanah, biaya untuk menyaring air tanah, dan biaya kesehatan. Total nilai kerugian yang dialami oleh masyarakat diestimasi dengan menggunakan pendekatan perilaku pencegahan (averting behaviour method) dengan menggunakan teknik valuasi replacement cost, prevventive expenditure, dan cost of illness. Total kerugian yang harus dibayar oleh masyarakat Kapuk Muara akibat pencemaran air tanah yang terjadi adalah sebesar Rp 9.926.489.524 per tahun. Adapun nilai total Willingness To Pay masyarakat untuk upaya perbaikan kualitas air tanah di Kelurahan Kapuk Muara diestimasi dengan menggunakan teknik valuasi Contingent Valuation Method (CVM) dan diperoleh nilai sebesar Rp 62.958.646 dari populasi Kelurahan Kapuk Muara. Wicaksono (2010) melakukan penelitian yang berjudul “Estimasi Nilai Kerugian Masyarakat Akibat Bencana Banjir dan Kesediaan Membayar Masyarakat Terhadap Program Perbaikan Lingkungan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi nilai kerugian akibat banjir yang terjadi di Kampung Pulo. Estimasi nilai kerugian dilakukan dengan menghitung biaya-biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat Kampung Pulo sebagai upaya untuk mencegah
25
datangnya banjir yakni berupa biaya peninggian rumah, biaya penanaman pohon, biaya membangun tanggul, dan biaya kebersihan dengan menggunakan pendekatan Damage Cost Avoided (DCA). Berdasarkan biaya-biaya tersebut, maka total kerugian yang ditanggung oleh masyarakat Kampung Pulo yaitu sebesar Rp 50.384.428.043. Adapun nilai total kesediaan masyarakat membayar untuk program perbaikan lingkungan adalah sebesar Rp 9.040.696/bulan/KK. Adapun hasil penelitian Bujagunasti (2009) yang berjudul “Estimasi Manfaat dan Kerugian Masyarakat Akibat Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir” didapatkan bahwa kerugian yang dirasakan oleh masyarakat Ciketing Udik akibat adanya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang diantaranya adalah pengurangan estetika, sarang penyakit, pencemaran udara, dan pencemaran air. Total nilai kerugian yang dialami oleh masyarakat diestimasi dengan menggunakan pendekatan perilaku pencegahan (averting behaviour method) dengan menggunakan teknik valuasi replacement cost untuk menghitung biaya yang dikeluarkan masyarakat atas upaya mereka untuk mengganti air bersih akibat air yang tercemar dan cost of illness untuk menghitung biaya berobat masyarakat akibat pencemaran air dan udara yang terjadi di lokasi penelitian tersebut. Total kerugian yang dialami oleh masyarakat Ciketing Udik akibat pencemaran yang terjadi adalah sebesar Rp 13.385.300 per tahun. 2.4
Perbedaan Terhadap Penelitian Terdahulu Perbedaan penelitian kali ini terhadap penelitian terdahulu dapat dilihat
dari tujuan, metode penelitian, dan hasil estimasi nilai kerugian yang diperoleh. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
26
Tabel 2. Persamaan dan Perbedaan antara Penelitian “Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Akibat Pencemaran Air Tanah” dengan Penelitian Sebelumnya Judul Skripsi/tesis
Tujuan
*Estimasi nilai kerugian ekonomi akibat pencemaran air tanah di Kelurahan Harapan Jaya
Pola dan perilaku penggunaan air tanah Estimasi nilai kerugian ekonomi Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan penduduk untuk melakukan tindakan pencegahan
Karakteristik sosial ekonomi penduduk responden Estimasi nilai kerugian ekonomi Analisis Willingess To Pay masyarakat untuk perbaikan kondisi air tanah
Estimasi Nilai Kerugian Masyarakat Akibat Bencana Banjir dan Kesediaan Membayar Masyarakat Terhadap Program Perbaikan Lingkungan
Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi
Estimasi Manfaat dan Kerugian Masyarakat Akibat Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir
Identifikasi manfaat dan kerugian akibat keberadaan TPA Bantar Gebang Estimasi nilai manfaat dan kerugian Bantar Gebang Perbandingan besaran nilai manfaat dan kerugian Alternatif pilihan sistem penangan sampah
Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi dan Willingness To Pay Masyarakat akibat Pencemaran Air Tanah
Metode Penelitian
Analisis deskriptif Metode biaya pencegahan dan biaya kesehatan Analisis fungsi regresi logistik
Hasil -
-
Analisis deskriptif Metode Biaya Pengganti, Biaya Pencegahan, dan Biaya Kesehatan Metode CVM
-
Metode Damage Cost Avoided
-
-
-
Replacement Cost Cost of Illness
-
-
Nilai kerugian ekonomi terbesar dirasakan oleh RT kelompok 3 yang besarnya mencapai Rp 128.933 per bulan. Faktor yang secara statistik nyata mempengaruhi keputusan RT untuk melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran air tanah adalah tingkat pendapatan dan kekhawatiran RT terhadap kondisi air tanah Total nilai kerugian adalah Rp 9.926.489.524 per tahun. Total nilai WTP masyarakat untuk upaya perbaikan kualitas air tanah adalah Rp 62.958.646 Total nilai kerugian adalah Rp50.384.428.043 Total WTP masyarakat untuk program perbaikan adalah Rp 9.040.696 per bulan per KK Nilai manfaat bersih atas keberadaan TPA Bantar Gebang adalah sebesar Rp 170.161.700 Total nilai kerugian adalah sebesar Rp 13.385.300 per tahun.
Keterangan: * Penelitian yang dilakukan
27
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1
Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini berisi landasan teori yang
menjadi dasar dalam menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang diuraikan meliputi konsep dasar dari metode perilaku pencegahan (averting behavior method) beserta teknik valuasi yang digunakan untuk mengetahui nilai kerugian yang dirasakan oleh penduduk akibat pencemaran air tanah yang terjadi dan analisis model regresi logistik yang akan digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan penduduk untuk melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran air tanah yang terjadi di Kelurahan Harapan Jaya. 3.1.1 Metode Biaya Pencegahan dan Biaya Kesehatan Pencemaran air tanah yang terjadi di Kelurahan Harapan Jaya menyebabkan sumber air tanah tidak lagi dapat dikonsumsi secara bebas. Berkurangnya jumlah air bersih akibat pencemaran pada sumber air tanah merupakan kerugian bagi penduduk setempat. Penduduk akan melakukan berbagai tindakan pencegahan untuk menjaga kualitas dan kuantitas pasokan air bersih mereka dalam upaya menghindari kemungkinan dampak negatif dari pencemaran air tanah yang terjadi. Beberapa tindakan pencegahan yang mereka lakukan akan menyebakan korbanan biaya yang harus mereka keluarkan demi memperoleh kualitas dan kuantitas air yang lebih baik. Salah satu pendekatan untuk mengukur kehilangan ekonomi akibat pencemaran adalah berdasarkan perilaku pencegahan (averting behaviour method). Perilaku pencegahan adalah tindakan yang dilakukan rumah tangga yang
bertujuan untuk mengurangi atau menghindari bahaya akibat kerusakan pada suatu ekosistem. Menurut Yakin (1997), pendekatan ini menaksir nilai dari komoditi non-market seperti air tanah, melalui jumlah yang rela dibayarkan individu untuk barang dan jasa yang memiliki nilai pasar untuk mengurangi eksternalitas lingkungan atau mencegah utilitas yang hilang dari degradasi lingkungan ataupun untuk mengubah perilaku individu untuk memperoleh kualitas lingkungan yang lebih baik. Biaya-biaya tersebut akan mengestimasi kemampuan membayar maksimum dari masyarakat untuk perbaikan kualitas air tanah atau air sumur. Adapun untuk memperoleh nilai kerugian atas pencemaran air tanah yang terjadi digunakan teknik yang relevan dengan pendekatan averting behavior method yakni metode biaya pencegahan (preventive expenditure). Pendekatan ini merupakan teknik yang memperkirakan valuasi minimal dari individu, habitat atau kualitas lingkungan dalam hal kesedian mengeluarkan biaya agar terhindar dari pengaruh kurang baik pada habitat atau lingkungan. Pendekatan ini mengkaji pengeluaran yang sesungguhnya yang mampu dilakukan orang agar terhindar dari kerusakan yang disebabkan degradasi lingkungan (Jones et al., 2000). Pengeluaran masyarakat yang dikaji dalam penelitian ini adalah pengeluaran penduduk dalam upayanya untuk mencegah dampak negatif yang terjadi akibat pencemaran air tanah yakni berupa biaya pembelian alat penyaring air (water treatment devices) dan biaya untuk memperoleh sumber air bersih alternatif pengganti air tanah yang tercemar. Selain itu, menurut Said (1999), konsumsi atas air tanah yang tercemar dapat menyebakan pengkonsumsinya terkena resiko penyakit disentri, thypus dan
29
parathypus, kholera, hepatitis A, polio, dermatritis (penyakit kulit) serta diare. Kondisi tersebut merupakan kerugian bagi penduduk karena harus mengeluarkan sejumlah uang untuk mengobati penyakit yang dideritanya akibat pencemaran air tanah yang terjadi. Menurut National Research Council (1997), biaya-biaya tersebut dapat berupa biaya kesehatan langsung seperti biaya medis, biaya rumah sakit, biaya obat, biaya rehabilitasi, dan nilai hilangnya waktu yang sama dengan hilangnya upah atau pendapatan. Oleh karena itu untuk menghitung biaya-biaya tersebut digunakan pendekatan biaya kesehatan (cost of illness). Cost of Illness merupakan salah satu pendekatan yang bertujuan untuk memberikan nilai pada perubahan kesehatan manusia atau kesejahteraan yang muncul dari perubahan kualitas lingkungan. Pengeluaran masyarakat atas biaya kesehatan yang dikaji dalam penelitian ini dibatasi hanya pada biaya-biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk memperoleh pengobatan ke rumah sakit, puskesmas, ataupun dokter praktek atas penyakit yang dideritanya akibat mereka masih mengkonsumsi air tanah yang telah tercemar tersebut. 3.1.2 Teori Model Regresi Logistik Regresi logistik merupakan suatu model analisis untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel prediktor yang berskala metrik (kontinyu) atau kategorik (nominal) terhadap variabel respon yang berskala kategorik (Juanda, 2009). Adapun tujuan dari penggunaan regresi logistik dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang secara nyata mempengaruhi keputusan penduduk dalam melakukan tindakan pencegahan akibat adanya pencemaran
air tanah yang terjadi di Kelurahan Harapan Jaya. Tindakan
pencegahan yang akan dilihat dalam penelitian ini adalah berupa pembelian air
30
galon yang diasumsikan dapat mewakili tindakan pencegahan yang dilakukan oleh rumah tangga secara keseluruhan. Adapun faktor-faktor yang akan diidentifikasi dalam penelitian ini meliputi penggunaan sumber air tanah oleh penduduk, tingkat pendidikan, lama tinggal penduduk, status kepemilikan tempat tinggal penduduk, dan kekhawatiran penduduk terhadap kondisi air tanah. 3.2
Kerangka Pemikiran Operasional Pertambahan jumlah penduduk yang semakin tinggi di Kota Bekasi
mengakibatkan kebutuhan air bersih juga akan semakin besar. Menurut Putranto dan Kusuma (2009), kebutuhan air bersih yang besar mendorong masyarakat untuk beralih menggunakan sumber air tanah untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari-harinya akibat sumber air permukaan yang selama ini mereka gunakan tidak lagi mencukupi dan cenderung telah tercemar. PDAM yang diandalkan sebagai salah satu penyedia kebutuhan air bersih masih belum mampu menjangkau seluruh kebutuhan masyarakat karena keterbatasan volume air bersih dan jangkauan perpipaan yang tersedia. Saat ini ekstraksi air tanah besar-besaran yang dilakukan baik oleh industri maupun domestik secara kolektif di Kelurahan Harapan Jaya telah menyebabkan penurunan pada muka air tanah akibat semakin keringnya sumber air tanah. Selain itu, perkembangan pemukiman penduduk yang semakin pesat dan tidak teratur juga telah merusak kualitas air tanah. Menurut Saeni (1997), permasalahan kualitas air tanah ini muncul akibat rapatnya pemukiman penduduk, sehingga jarak antara sarana pembuangan limbah dengan air sumur warga cenderung saling berdekatan dan berakibat pada rawannya sumber air bersih warga terhadap perembesan zat pencemar dari limbah yang berasal dari aktivitas domestik.
31
Pencemaran yang terjadi pada sumber air tanah ini merupakan kerugian bagi penduduk setempat karena berkurangnya sumber air bersih yang dapat mereka manfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Penduduk akan melakukan berbagai tindakan pencegahan untuk menjaga kualitas dan kuantitas pasokan air bersih mereka dalam upaya menghindari kemungkinan dampak negatif dari pencemaran air tanah yang terjadi. Beberapa tindakan pencegahan yang mereka lakukan akan menyebakan korbanan biaya yang harus mereka keluarkan demi memperoleh kualitas dan kuantitas air yang lebih baik. Kerangka pemikiran operasional dalam penelitian ini merupakan keterkaitan antara tahapan pelaksanaan penelitian dengan tujuan penelitian. Penelitian ini memiliki tiga tujuan utama yakni mengidentifikasi pola dan perilaku penggunaan air bersih oleh penduduk, mengestimasi nilai kerugian ekonomi penduduk dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan penduduk dalam melakukan tindakan pencegahan akibat adanya pencemaran tanah di Kelurahan Harapan Jaya. Keseluruhan data yang digunakan untuk menjawab ketiga tujuan penelitian ini diperoleh melalui metode survei dengan unit analisis rumah tangga yang masih menggunakan sumber air tanah sebagai sumber pemenuhan kebutuhan air bersih sehari-hari disamping sumber alternatif lainnya. Kajian mengenai pola dan perilaku penggunaan air bersih oleh penduduk dianalisis secara deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran umum mengenai pola penggunaan air bersih berdasarkan jenis sumber dan volume konsumsi air bersih oleh penduduk serta perilaku penduduk terhadap kondisi air tanah.
32
Selanjutnya, kajian mengenai estimasi nilai kerugian ekonomi akibat pencemaran air tanah dianalisis melalui pendekatan perilaku pencegahan (averting behavior method) dengan menggunakan metode biaya pencegahan (preventive expenditure). Metode biaya pencegahan digunakan untuk mengetahui besaran biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga atas pembelian alat penjernih air (water treatment devices) dan pembelian sumber air alternatif pengganti berupa air galon yang terdiri dari air minum dalam kemasan (AMDK) dan air minum isi ulang (AMIU). Selain biaya pencegahan, penduduk juga mengalami kerugian berupa biaya yang harus dikeluarkan atas upayanya untuk mengobati penyakitpenyakit yang timbul akibat pencemaran pada air tanah yang mereka konsumsi, baik yang digunakan untuk konsumsi secara langsung ataupun hanya untuk keperluan MCK. Adapun metode yang digunakan untk menghitung biaya tersebut adalah metode biaya kesehatan (cost of illness). Metode biaya kesehatan digunakan untuk mengetahui besaran biaya yang harus dikeluarkan oleh rumah tangga untuk mengobati penyakit-penyakit yang timbul akibat pencemaran pada air tanah. Total dari biaya-biaya tersebut merupakan nilai kerugian yang dirasakan oleh masyarakat atas tercemarnya sumber air tanah. Nilai kerugian tersebut menggambarkan kemampuan membayar maksimum dari masyarakat untuk perbaikan kualitas air tanah yang tercemar dan juga menggambarkan nilai minimum dari kerusakan sumberdaya air tanah akibat pencemaran yang terjadi di Kelurahan Harapan Jaya. Adapun kajian mengenai identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan penduduk untuk melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran air tanah akan di analisis menggunakan model regresi logistik untuk mengetahui
33
variabel-variabel independen yang berpengaruh nyata dalam keputusan penduduk untuk melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran air tanah yang terjadi di Kelurahan Harapan Jaya. Berdasarkan uraian kerangka pemikiran tersebut, maka alur kerangka berpikir terkait dengan rencana penelitian tersaji pada Gambar 2.
34
Kelurahan Harapan Jaya sebagai pusat kawasan industri di Kota Bekasi bagian utara Peningkatan populasi penduduk
Perkembangan pemukiman penduduk yang pesat, rapat dan tidak teratur
Peningkatan kebutuhan air bersih di Kota Bekasi untuk kebutuhan industri dan domestik
Pengelolaan sistem sanitasi dan saluran pembuangan limbah domestik yang belum memadai
Air tanah
Air permukaan
Eksploitasi air tanah yang belebihan
Perembesan zat pencemar akibat kebocoran pada saluran pembuangan limbah ke dalam sistem akuifer
Turunnya muka air tanah Pencemaran Air Tanah
Identifikasi pola dan perilaku penggunaan air bersih oleh penduduk (analisis deskripstif)
Tambahan pengeluaran penduduk atas biaya penyaring air dan penggantian sumber air bersih sebagai upaya pencegahan akibat pencemaran air tanah (metode biaya pencegahan/preventive expenditure)
Tambahan pengeluaran penduduk atas biaya berobat yang timbul akibat pencemaran air tanah (metode biaya kesehatan/cost of illness)
Identifikasi faktor yang mempengaruhi keputusan penduduk untuk melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran air tanah (analisis regresi logistik)
Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Masyarakat Perbaikan dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Air Tanah di Kelurahan Harapan Jaya
Keterangan :
: Ruang Lingkup Penelitian Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
35
IV. METODE PENELITIAN 4.1
Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan data untuk keperluan penelitian dilakukan di Kelurahan
Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Kawasan ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut memiliki pemukiman padat penduduk yang berada di sekitar kawasan industri, dimana air tanahnya diduga rawan pencemaran akibat perembesan zat pencemar oleh saluran pembuangan limbah domestik yang memiliki konstruksi kurang memadai. Berdasarkan kondisi tersebut, maka diharapkan penduduk yang berada di Kelurahan Harapan Jaya akan lebih memiliki pengalaman dalam melakukan berbagai upaya pencegahan akibat pencemaran air tanah dibandingkan penduduk di lokasi lainnya di Kota Bekasi. Penelitian ini dilakukan selama empat bulan. Pengambilan data primer dilakukan pada bulan Agustus - Desember 2011. 4.2
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data primer.
Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan responden melalui kuisioner. Data primer meliputi data mengenai karakteristik sosial ekonomi penduduk, sumber dan volume air bersih yang digunakan oleh penduduk, biaya-biaya yang dikeluarkan oleh penduduk atas upaya pencegahan terhadap kondisi air tanah yang tercemar, serta data lainnya yang diperlukan dalam penelitian. Adapun datadata pendukung yang dibutuhkan dalam penelitian ini dikumpulkan melalui studi literatur dari instansi-instansi terkait (Kantor Kelurahan Harapan Jaya, BPLH
Kota Bekasi, PDAM Tirta Patriot dan Puskesmas Seroja) dan literatur-literatur yang relevan dengan penelitian. 4.3
Metode Pengambilan Contoh Penelitian ini akan menganalisis responden pada unit rumah tangga. Hal
ini dikarenakan rumah tangga memiliki peran penting dalam pengambilan keputusan dan penentuan pengalokasian sumberdaya (Sumarwan, 2002). Responden adalah pihak yang dapat memberikan keterangan atau informasi mengenai dirinya sendiri. Populasi dalam penelitian ini adalah penduduk di Kelurahan Harapan Jaya yang berada disekitar kawasan industri yang masih menggunakan sumber air tanah sebagai sumber pemenuhan kebutuhan air bersih sehari-hari disamping sumber alternatif lainnya. Pengambilan sampel (responden) dilakukan dengan purposive sampling dengan metode survei (non-probability sampling). Pada metode ini tidak semua individu dalam populasi diberi peluang yang sama untuk dijadikan anggota sampel. Pengambilan sampel dilakukan di Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Jumlah responden atau sampel yang dilibatkan dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin. Rumus Slovin digunakan karena ukuran populasi diketahui dan asumsi bahwa populasi menyebar normal (Prasetyo, 2006). Penentuan jumlah sampel yang akan dijadikan responden dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan persamaan (4.1) berikut: ....................................................... (4.1)
37
Keterangan: N : Ukuran Populasi n : Ukuran Sampel/Responden e : Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditoleransi yaitu 10 persen. Berdasarkan persamaan (4.1) yang digunakan, maka diperoleh jumlah penduduk yang akan dijadikan sampel (responden) dalam penelitian ini yakni berjumlah 100 kepala keluarga dari 19.266 kepala keluarga yang berada di Kelurahan Harapan Jaya. 4.4
Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis secara kualitatif dan
kuantitatif dengan menggunakan kuisioner. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan menggunakan komputer dengan program Microsoft Office Excel 2007 dan Minitab 14.0 for Windows. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer. Data primer meliputi data mengenai karakteristik sosial ekonomi penduduk, sumber dan volume air bersih yang digunakan oleh penduduk, biaya-biaya yang dikeluarkan oleh penduduk atas upaya pencegahan terhadap kondisi air tanah yang tercemar, serta data lainnya yang diperlukan dalam penelitian. Data-data tersebut digunakan untuk mengkaji ketiga tujuan dari penelitian ini yakni mengidentifikasi pola dan perilaku penggunaan air bersih oleh penduduk, mengestimasi nilai kerugian ekonomi penduduk serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan penduduk dalam melakukan upaya pencegahan akibat pencemaran air tanah. Matriks keterkaitan antara tujuan
38
penelitian, jenis dan sumber data, dan metode analisis data yang digunakan dalam peneltian tersaji dalam Tabel 3. Tabel 3. Matriks Keterkaitan Tujuan, Jenis dan Sumber Data, serta Metode Analisis Data Tujuan Penelitian
Jenis Data
1. Mengidentifikasi pola dan perilaku penggunaan air bersih oleh penduduk
Data primer berupa sumber dan volume penggunaan air bersih oleh rumah tangga Data primer berupa pengeluaran rumah tangga atas upaya memperoleh sumber air bersih dari air tanah dan air PDAM serta upaya pencegahan untuk pembelian alat penjernih air, air galon, dan biaya berobat Data primer berupa karakterisitk sosial ekonomi responden terhadap keputusan pencegahan yang dilakukan oleh rumah tangga
2. Mengestimasi nilai kerugian ekonomi penduduk akibat pencemaran air tanah
3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan penduduk untuk melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran air tanah
Metode Analisis Data Rumah Tangga Analisis deskriptif
Sumber Data
Rumah Tangga, PDAM Tirta Patriot, Puskesmas Seroja, dan Kantor Kelurahan Harapan Jaya
Estimasi dengan metode biaya pencegahan (preventive expenditure) dan biaya kesehatan (cost of illness)
Rumah Tangga Analisis fungsi regresi logistik
4.4.1 Identifikasi Pola dan Perilaku Penggunaan Air Bersih oleh Penduduk Identifikasi pola dan perilaku penggunaan air bersih oleh penduduk akan diidentifikasi dengan menggunakan analisis deskriptif. Menurut Prasetyo (2006), analisis deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti suatu sistem pemikiran maupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuannya adalah membuat suatu deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta antar fenomena yang diselidiki. Adapun
39
untuk mengidentifikasi pola penggunaan air bersih dilihat dari jenis sumber air bersih dan seberapa banyak volume air yang digunakan oleh penduduk dari tiap sumber setiap bulannya. Data mengenai jenis sumber air dan volume air yang digunakan tersebut dimasukkan ke dalam bentuk tabel agar terlihat kombinasi dari keduanya. Kombinasi volume air yang digunakan dari setiap sumber air ini yang nantinya akan membentuk suatu pola dalam penggunaan air tanah. Selanjutnya, perilaku penduduk terhadap kondisi air tanah akan dikaji secara deskriptif dengan mengklasifikasikan perilaku responden menjadi dua jenis, yakni perilaku pada responden yang mengalami pencemaran dan yang tidak mengalami pencemaran pada sumber air tanah yang mereka gunakan. Kemudian berdasarkan dari kedua jenis perilaku tersebut akan dikaji jenis-jenis tindakan pencegahan yang dilakukan oleh responden atas kondisi pada air tanah yang digunakan oleh masing-masing kelompok rumah tangga sesuai sumber air bersih yang digunakan. Matriks mengenai identifikasi pola dan perilaku penggunaan air bersih oleh penduduk tersaji pada Tabel 4. Tabel 4. Matriks Pola dan Perilaku Penggunaan Air Bersih oleh Penduduk Indikator
Parameter
1. Pola Penggunaan Air Bersih
Analisis dilakukan secara deskriptif dengan mengkaji jenis sumber air bersih dan besaran volume air yang digunakan dari tiap sumber setiap bulannya.
2. Perilaku Penduduk Terhadap Kondisi Air Tanah
Analisis dilakukan secara deskriptif dengan mengkaji jenis perilaku pencegahan penduduk terhadap kondisi air tanah yang digunakan.
4.4.2 Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Penduduk Akibat Pencemaran Air Tanah Pencemaran air tanah yang terjadi di Kelurahan Harapan Jaya menyebabkan sumber air tanah tidak lagi dapat dikonsumsi dengan bebas. 40
Berkurangnya jumlah air bersih akibat pencemaran pada sumber air tanah merupakan kerugian bagi penduduk setempat. Penduduk akan melakukan berbagai tindakan pencegahan untuk menjaga kualitas dan kuantitas pasokan air bersih mereka dalam upaya menghindari kemungkinan dampak negatif dari pencemaran air tanah yang terjadi. Beberapa tindakan pencegahan yang mereka lakukan akan menyebakan korbanan biaya yang harus mereka keluarkan demi memperoleh kualitas dan kuantitas air yang lebih baik. Salah satu pendekatan untuk mengukur kehilangan ekonomi akibat pencemaran adalah berdasarkan perilaku pencegahan (averting behaviour method). Perilaku pencegahan adalah tindakan yang dilakukan rumah tangga yang bertujuan untuk mengurangi atau menghindari bahaya akibat kerusakan pada suatu ekosistem. Perilaku pencegahan responden yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah berdasarkan upaya mereka untuk membeli alat penjernih air (water treatment devices) dan sumber air bersih pengganti air tanah yakni berupa air galon untuk menghindari dampak negatif akibat tercemarnya sumber air tanah. Oleh karena itu untuk memperoleh nilai kerugian atas pencemaran air tanah yang terjadi digunakan teknik yang relevan dengan pendekatan averting behavior method yakni metode biaya pencegahan (preventive expenditure). Selain biaya pencegahan, penduduk juga mengalami kerugian berupa biaya yang harus dikeluarkan atas upayanya untuk mengobati penyakit-penyakit yang timbul akibat pencemaran pada air tanah yang mereka konsumsi, baik yang digunakan untuk konsumsi secara langsung ataupun hanya untuk keperluan MCK. Adapun metode yang digunakan untuk menghitung biaya tersebut adalah metode biaya kesehatan (cost of illness). Pengeluaran masyarakat atas biaya kesehatan
41
yang dikaji dalam penelitian ini dibatasi hanya pada biaya-biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk memperoleh pengobatan ke rumah sakit, puskesmas, ataupun dokter
praktek
atas
penyakit
yang
dideritanya
akibat
mereka
masih
mengkonsumsi air tanah yang telah tercemar tersebut. Matriks mengenai analisis nilai kerugian ekonomi masyarakat akibat pencemaran air tanah dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Matriks Analisis Nilai Kerugian Ekonomi Penduduk Akibat Pencemaran Air Tanah Indikator 1. Kerugian atas perilaku pencegahan (averting behavior) oleh penduduk akibat pencemaran air tanah
Parameter Analisis dilakukan secara kuantitatif dengan menghitung pengeluaran penduduk atas biaya pencegahan untuk pembelian alat penjernih air dan sumber air bersih pengganti (air galon) 2. Kerugian atas penyakit yang diderita Analisis dilakukan secara kuantitatif dengan menghitung pengeluaran oleh penduduk terkait pencemaran penduduk atas biaya kesehatan untuk air tanah. memperoleh pengobatan ke rumah sakit, puskesmas, ataupun dokter praktek atas penyakit yang diderita. 4.4.2.1 Metode Biaya Pencegahan Kerugian ekonomi penduduk dapat diestimasi dengan menggunakan metode biaya pencegahan (preventive expenditure). Metode ini digunakan untuk mengetahui besaran biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga atas pembelian alat penjernih air (water treatment devices) serta pembelian sumber air alternatif pengganti berupa air galon dalam upaya untuk mencegah dampak negatif yang ditimbulkan oleh kondisi air tanah yang tercemar. Besaran biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga untuk pembelian alat penjernih air diperoleh dengan mengumpulkan informasi dari rumah tangga responden mengenai jenis alat penjernih air yang digunakan untuk menghindari dampak negatif akibat
42
tercemarnya sumber air tanah beserta biaya yang dikeluarkan setiap bulannya untuk memperoleh alat penjernih air tersebut. Selain pembelian alat penjernih air, rumah tangga responden juga melakukan tindakan pencegahan dengan mengganti sumber air tanah mereka dengan air galon. Penggantian sumber air bersih ini diasumsikan sebagai suatu tindakan pencegahan oleh rumah tangga untuk menghindari dampak negatif akibat tercemarnya sumber air tanah. Besaran biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga untuk pembelian sumber air pengganti diperoleh dengan mengumpulkan informasi dari rumah tangga responden mengenai jenis sumber air pengganti yang dipilih oleh rumah tangga responden untuk mengurangi atau agar tidak mengkonsumsi air tanah lagi secara langsung, jumlah atau frekuensi penggunaan sumber air bersih pengganti yang dipilih oleh rumah tangga responden, serta biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga responden untuk memperoleh sumber air bersih pengganti tersebut setiap bulannya. Masing-masing data biaya pengeluaran rumah tangga responden untuk melakukan tindakan pencegahan melalui upaya-upaya pembelian alat penjernih air maupun alternatif sumber air bersih pengganti akan ditabulasikan ke dalam tabel yang berisi jenis tindakan pencegahan yang dilakukan, jumlah rumah tangga responden yang melakukan tindakan pencegahan, biaya rata-rata yang dikeluarkan serta total biaya untuk setiap tindakan pencegahan yang dilakukan oleh rumah tangga responden. Rata-rata dari masing-masing biaya pencegahan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (4.2), dimana total jumlah uang yang dikeluarkan untuk melakukan tindakan pencegahan dibagi dengan jumlah rumah
43
tangga responden yang mengeluarkan biaya atas tindakan pencegahan yang dilakukannya. ................................... (4.2) Dimana:
RBP BPi n i
= Rata-rata biaya pencegahan (Rp) = Biaya pencegahan responden i (Rp) = Jumlah responden = Responden ke-i (1,2,3,….,n)
4.4.2.2 Metode Biaya Kesehatan Kerugian ekonomi akibat adanya pencemaran air tanah dapat dilihat dengan menggunakan metode biaya kesehatan (cost of illness). Informasi yang ingin diketahui dari rumah tangga responden menyangkut jenis penyakit, tingkat mengalami penyakit, jenis atau tindakan pengobatan, frekuensi pergi berobat dan biaya pengobatan yang harus dikeluarkan responden untuk mengobat penyakit yang diderita akibat adanya konsumsi air tanah yang tercemar. Biaya kesehatan yang ditanggung oleh responden dihitung dari jumlah uang yang harus dikeluarkan untuk mengobati penyakit yang diderita. Sehingga untuk memperoleh biaya rata-ratanya, maka total jumlah uang yang dikeluarkan untuk mengobati penyakit dibagi dengan jumlah responden yang mengeluarkan biaya kesehatan. Persamaan (4.3) merupakan persamaan yang digunakan untuk menghitung ratarata biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh rumah tangga responden.
...................................... (4.3)
Dimana:
RBK BKi n i
= Rata-rata biaya kesehatan (Rp) = Biaya kesehatan responden i (Rp) = Jumlah responden = Responden ke-i (1,2,3,….,n)
44
4.4.3 Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Penduduk Untuk Melakukan Tindakan Pencegahan Akibat Pencemaran Air Tanah Regresi logistik merupakan suatu model analisis untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel independen yang berskala metrik (kontinyu) atau kategorik (nominal) terhadap variabel dependen yang berskala kategorik (Juanda, 2009). Adapun tujuan dari penggunaan regresi logistik dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang secara nyata mempengaruhi keputusan penduduk dalam melakukan tindakan pencegahan akibat adanya pencemaran air tanah yang terjadi di Kelurahan Harapan Jaya. 4.4.3.1 Model Regresi Logistik Alat analisis yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan penduduk untuk melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran air tanah adalah dengan pendekatan model regresi logistik. Model tersebut dirumuskan sebagai berikut (Pindyck et al., 1998) : Pi = F(Zi) = (β0 + β1 Xi) =
Dimana :
Pi β₀ β₁ Xi
=
........................................... (4.4)
= peluang individu dalam mengambil keputusan = intersept = koefisien regresi = variabel bebas
Untuk melihat model pada persamaan (4.4) dapat diestimasi hal yang pertama dilakukan adalah mengalikan kedua sisi persamaan dengan 1 + untuk mendapatkan
(1 +
)Pi = 1.............. ......................................... (4.5)
Persamaan (4.5) dibagi dengan Pi dan kemudian dikurangi 1 akan menghasilkan persamaan : =
-1= 45
Atau dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan :
.................................................................... (4.6)
=
Persamaan (4.6) kemudian ditransformasi menjadi model logaritma natural sehingga menghasilkan persamaan : Zi = ln ( Dengan ln
)
......................................................................... (4.7)
= Zi , maka persamaan (4.8) dapat dituliskan sebagai berikut :
Zi = ln (
) = β₀ + β₁Xi
................................................... (4.8)
Persamaan (4.8) tersebut dikenal sebagai model logit atau model regresi logistik. Tindakan pencegahan yang akan dilihat dalam penelitian ini adalah berupa pembelian air galon (ACT) yang diasumsikan dapat mewakili tindakan pencegahan yang dilakukan oleh rumah tangga secara keseluruhan. Adapun faktor-faktor yang diduga mempengaruhi keputusan penduduk dalam melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran air tanah adalah penggunaan sumber air tanah oleh penduduk (GRO), tingkat pendapatan (INC), tingkat pendidikan(EDU), lama tinggal penduduk (LIV), status kepemilikan tempat tinggal penduduk (STA), dan kekhawatiran penduduk terhadap kondisi air tanah (AWR). Berdasarkan faktor-faktor yang diduga mempengaruhinya, maka model logit dapat dijabarkan sebagai berikut: ln (
) = ACTi = β₀+ β₁ GRO + β3 INC + β4 EDU + β5 LIV - β6 STA + β8 AWR
Dimana : Pi = peluang keputusan penduduk untuk melakukan tindakan pencegahan 1 - Pi = peluang penduduk untuk tidak melakukan tindakan pencegahan 46
ACTi = keputusan penduduk β₀ = intersep βi = parameter peubah Xi = peubah ke-i (1,2,3,......,n) i GRO = penggunaan sumber air tanah (sumur gali/jet pump/pompa), sebagai variabel dummy (1 = menggunakan air tanah sebagai sumber air utama dan 0 = menggunakan sumber air utama selain air tanah) INC = pendapatan rumah tangga(Rp) EDU = tingkat pendidikan (tahun) LIV = lama tinggal (tahun) STA = status tempat tinggal rumah tangga, sebagai variabel dummy (1= milik sendiri dan 0 = bukan milik sendiri) AWR = kekhawatiran penduduk terhadap kondisi air tanah, sebagai variabel dummy (1 = sangat khawatir dan 0 = sedikit atau tidak sama sekali khawatir) Berikut ini adalah hipotesis dari faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan penduduk dalam melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran air tanah: 1. Penggunaan sumber air tanah Variabel penggunaan sumber air tanah diharapkan bernilai positif. Penduduk yang masih menggunakan air tanah sebagai sumber utama pemenuhan kebutuhan air bersih sehari-harinya diharapkan akan cenderung memiliki keinginan untuk melakukan tindakan pencegahan untuk menghindari kemungkinan dampak negatif yang akan terjadi akibat konsumsi air tanah yang telah tercemar tersebut. 2. Pendapatan rumah tangga Variabel tingkat pendapatan suatu rumah tangga diharapkan akan bernilai positif. Semakin tinggi tingkat pendapatan suatu rumah tangga, maka rumah tangga tersebut diharapkan akan lebih mudah untuk mengeluarkan biaya-biaya
47
yang terkait dengan upaya mereka untuk mencegah dampak negatif akibat pencemaran air tanah. 3. Tingkat pendidikan kepala keluarga Variabel tingkat pendidikan kepala keluarga dalam suatu rumah tangga diharapkan akan bernilai positif. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditempuh oleh suatu kepala keluarga dalam rumah tangga, diharapkan kepala keluarga tersebut akan lebih memiliki pemahaman yang lebih baik terhadap resiko konsumsi air tanah yang tercemar pada keluarganya. Oleh karena itu, semakin tinggi tingkatan pendidikan yang ditempuh oleh kepala keluarga diharapkan akan mendorong suatu rumah tangga untuk melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran air tanah yang terjadi. 4. Lama tinggal Variabel lama tinggal diharapkan akan bernilai positif. Semakin lama suatu rumah tangga tinggal di lokasi yang kondisi air tanahnya tercemar, maka diharapkan rumah tangga tersebut akan memiliki pengetahuan atau pemahaman yang lebih baik mengenai kondisi sumber air tanah yang digunakan untuk kebutuhan sehari-harinya dan biasanya telah memiliki strategi tertentu untuk menghindari dampak negatif akibat air tanah yang tercemar. Oleh karena itu, semakin lama suatu rumah tangga tinggal pada lokasi yang mengalami pencemaran pada air tanahnya, maka diharapkan lebih cenderung untuk melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran air tanah yang terjadi. 5. Status tempat tinggal Variabel status tempat tinggal diharapkan bernilai positif. Rumah tangga yang tinggal di rumah yang berstatus milik sendiri diharapkan akan lebih cenderung 48
untuk melakukan tindakan pencegahan dibandingkan dengan rumah tangga yang tinggal di rumah yang berstatus bukan milik sendiri. Pada umumnya rumah tangga yang tinggal di rumah yang berstatus bukan milik sendiri tidak untuk tujuan menetap dalam waktu yang lama, sehingga diduga mereka cenderung untuk tidak perlu melakukan upaya pencegahan akibat pencemaran air tanah yang terjadi. 6. Kekhawatiran rumah tangga terhadap kondisi air tanah Variabel kekhawatiran rumah tangga terhadap kondisi air tanah diharapkan akan bernilai positif terhadap keputusan rumah tangga untuk melakukan tindakan pencegahan. Penduduk yang sangat khawatir terhadap kondisi air tanah diharapkan akan lebih cenderung untuk melakukan tindakan pencegahan dibandingkan yang sedikit atau sama sekali tidak khawatir terhadap kondisi air tanah. Untuk menguji model logit yang digunakan, maka dapat diuji secara keseluruhan atau individual. 4.4.3.2 Pengujian Model Regresi Logistik a) Uji Likelihood Ratio Pengujian terhadap kelayakan model menggunakan statistik G yang merupakan nisbah kemungkinan maksimum untuk mengetahui peran variabel – variabel independen dalam model secara simultan atau bersama-sama. Rumus uji G yaitu:
49
Keterangan: = Likelihood tanpa variabel prediktor = Likelihood dengan variabel prediktor Hipotesis: H0 : β1 = β2 = ... = βk = 0 H1 : Minimal ada satu nilai β ≠ 0 Jika menggunakan taraf nyata α, hipotesis Ho ditolak (model signifikan) jika statistik G > χ2α,(k-1) dan jika H0 ditolak maka dapat disimpulkan minimal ada β≠0, dengan pengertian model regresi logistik dapat menjelaskan atau memprediksi pilihan individu pengamatan. b) Uji Goodness of Fit Uji Goodness Of Fit terhadap keseluruhan model dilakukan dengan memperhatikan nilai sebaran chi-square dari Hosmer dan Lameshow. Hipotesis: H0 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai observasi dengan nilai prediksi oleh model H1 : Terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai observasi dengan nilai prediksi oleh model Jika p-value dari ketiga statistik tersebut lebih besar dari taraf nyata (α), maka keputusannya adalah menerima H0 yang artinya model tersebut cukup layak untuk digunakan dalam prediksi. c) Uji Wald Untuk menguji faktor mana (βj≠0) yang berpengaruh nyata terhadap pilihannya, perlu uji statistik lanjut. Dalam hal ini, uji signifikasi dari parameter koefisien secara parsial dapat dilakukan dengan statistik uji Wald yang serupa dengan statistik uji-t atau uji Z dalam regresi linier biasa (Juanda, 2009). Hipotesisnya adalah :
50
H0 : βj = 0 untuk j=1,2,3,...,k H1 : βj ≠ 0 Statistik uji yang digunakan adalah : ^
W=
^
Dimana : ^
j
= koefisien regresi ^
se ( j ) = standard error of β (galat lesalahan dari β) Statistik W mengikuti sebaran normal (Z), jika nilai W > Zα/2 two-tailed pvalue dari statistik W lebih kecil dari taraf nyata (α) maka keputusannya adalah menolak H0 artinya variabel independen ke-k tersebut berpengaruh secara nyata atau signifikan terhadap variabel dependennya. d) Odds Ratio Odds berarti resiko atau kemungkinan peluang kejadian sukses terhadap kejadian tidak sukses dari variabel respon. Makin besar nilai Odds maka makin besar peluang seseorang untuk mengambil keputusan, sehingga nilai Odds merupakan suatu indikator kecenderungan seseorang menentukan pilihan yang pertama. Secara matematis dapat dituliskan (Juanda, 2009) : Zi = ln
atau dapat dituliskan
Odds Ratio = Dimana : P = peluang kejadian yang terjadi 1 – P = peluang kejadian yang tidak terjadi
51
V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1
Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Harapan Jaya merupakan salah satu dari enam kelurahan yang
berada di dalam Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Secara geografis kondisi alam Kelurahan Harapan Jaya adalah berupa dataran rendah dengan ketinggian tanah kurang dari 500 mdpl. Adapun suhu rata-rata berkisar antara 36-37 0C dan memiliki curah hujan yang bervariasi antara 2000 3000 mm per tahun. Batas wilayah Kelurahan Harapan Jaya secara administratif adalah sebagai berikut: Sebelah Utara
: Kelurahan Pejuang, Kecamatan Medan Satria
Sebelah Barat
: Kelurahan Medan Satria, Kecamatan Medan Satria
Sebelah Timur
: Kelurahan Perwira
Sebelah Selatan
: Kelurahan Marga Mulya
Berdasarkan data monografi Kelurahan Harapan Jaya pada tahun 2010 diketahui bahwa kelurahan Harapan Jaya memiliki 29 rukun warga (RW) yang terdiri dari 256 rukun tetangga (RT). Adapun jumlah penduduk Kelurahan Harapan Jaya mencapai 75.705 jiwa yang terbagi dalam 19.266 kepala keluarga dengan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan masing-masing secara berurutan adalah 37.764 jiwa dan 37.941 jiwa. Selain itu, penduduk Kelurahan Harapan Jaya juga dikategorikan menjadi dua kelompok usia, yakni kelompok usia pendidikan dan kelompok usia tenaga kerja. Kategori usia kelompok pendidikan yang dimulai dari balita hingga remaja berjumlah 71.349 jiwa, sedangkan untuk kategori usia tenaga kerja yang dimulai dari usia 10 – 57 tahun ke atas berjumlah 56.392 jiwa. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar
penduduk di Kelurahan Harapan Jaya merupakan penduduk dengan kategori usia pendidikan. Data mengenai jumlah penduduk menurut tingkat usia tersaji pada Tabel 6. Tabel 6.
Jumlah Penduduk Kelurahan Harapan Jaya Menurut Tingkat Usia
a.
Kategori Kelompok Menurut Usia Kelompok Pendidikan
b.
Kelompok Tenaga Kerja
Usia (tahun) 00-06 07-18 ≥ 19 10-19 20-56 ≥ 57
Jumlah/Jiwa 14.956 17.371 38.842 17.551 29.683 9.159
Sumber: Data Monografi Kelurahan Harapan Jaya, 2010
Selanjutnya, luas wilayah Kelurahan Harapan Jaya mencapai 490,07 Ha atau sekitar 4,9 km2. Adapun dibandingkan dengan enam kelurahan lainnya di Kecamatan Bekasi Utara, Kelurahan Harapan Jaya memiliki persentase luas wilayah terbesar yakni mencapai 26% dari luas Kecamatan Bekasi Utara. Selain itu kepadatan penduduk di wilayah ini juga menempati urutan teratas di Kecamatan Bekasi Utara dan Kota Bekasi yakni mencapai 15.597 jiwa per km2. Kondisi ini diduga sebagai dampak dari pembangunan industri dan pemukiman yang cukup pesat sejak sepuluh tahun terakhir, sehingga menyebabkan peningkatan arus kedatangan penduduk di Kelurahan Harapan Jaya setiap tahunnya. Adapun mengenai kondisi sarana dan prasarana publik yang dimiliki oleh Kelurahan Harapan Jaya dapat dikatakan sudah cukup memadai. Beberapa fasilitas yang cukup vital bagi masyarakat, seperti sarana ibadah, pendidikan, kesehatan, perhubungan, hingga telekomunikasi telah tersedia dan memiliki kondisi yang cukup baik. Kegiatan perekonomian masyarakat di Kelurahan Harapan Jaya juga cukup ditunjang dengan keberadaan industri-industri, baik
53
yang berskala besar, sedang, kecil, hingga yang berskala rumah tangga. Keberadaan industri-industri ini diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat karena membuka kesempatan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat yang berada disekitar kawasan indsutri tersebut. Data mengenai sarana dan prasarana pembangunan publik di Kelurahan Harapan Jaya dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7.
Jumlah Sarana Pembangunan Publik di Kelurahan Harapan Jaya Jenis Sarana Pembangunan
Agama a. Masjid b. Gereja c. Sarana Lainnya/Musholla Pendidikan a. Pendidikan Umum 1. Taman Kanak-kanak (TK) 2. Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah 3. Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah 4. Sekolah Menengah Atas (SMA) b. Pendidikan Khusus 1. TPA 2. Pondok Pesantren 3. Majelis Ta’lim Kesehatan a. RSU Swasta b. RS Bersalin Pemerintahan/Swasta c. Puskesmas d. Apotek e. Klinik 24 jam Sarana Perhubungan a. Jalan b. Terminal Industri a. Besar b. Sedang c. Kecil d. Rumah Tangga
Jumlah (unit) 31 5 31
15 31 8 3 3 2 26 2 3 1 3 15 1 1 20 1 2 43
Sumber : Data Monografi Kelurahan Harapan Jaya, 2010
5.2
Kondisi Hidrologi Kelurahan Harapan Jaya Berdasarkan hasil inventarisasi potensi air tanah seluruh Indonesia yang
dilakukan oleh Direktorat Geologi Tata Lingkungan pada tahun 1993 yang dikutip
54
oleh Naryanto et al. (2007), wilayah Bekasi berada pada sistem Cekungan Air Tanah (CAT) Jakarta dan CAT Karawang-Jatibarang. Kemudian Naryanto et al. (2007) lebih lanjut menjelaskan bahwa di bagian utara Kota Bekasi banyak dijumpai pemboran air tanah yang menghasilkan sumur-sumur artesis positif. Keberadaan sumur-sumur bor ini yang berada di antara Kali Bekasi dan Kali Cikarang yang mengindikasikan adanya suatu sistem air tanah berproduktifitas tinggi. Dari data-data pemboran, berdasarkan kedalamannya maka akuifer air tanah di kawasan Bekasi dan sekitarnya (Jabodetabek) dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok akuifer produktif, yaitu kelompok akuifer dengan kedalaman kurang dari empat puluh meter (< 40 m), kelompok akuifer dengan kedalaman 40–140 m, dan kelompok akuifer dengan kedalaman lebih dari seratus empat puluh meter (>140 m). Produktivitas akuifer yang tinggi di daerah Bekasi terdapat baik pada akuifer dalam maupun akuifer dangkal. Seluruh sumur bor mengambil air dari kelompok akuifer kedua yaitu pada kedalaman saringan antara 40 – 140 m di bawah muka tanah setempat. Walaupun jumlah data tersebut belum mencukupi untuk mengetahui secara pasti bagaimana karakteristik produktivitas pada setiap kelompok akuifer di atas, karena masing-masing sumur menyadap air tanah pada dua atau tiga kelompok akuifer. Berdasarkan interpretasi rekonstruksi geometri akuifer yang dilakukan oleh Naryanto et al. (2007), maka dapat disimpulkan bahwa di Kota Bekasi terdapat dua lapisan akuifer, yaitu lapisan akuifer tertekan (confined aquifer) dan lapisan akuifer tidak tertekan (unconfined aquifer). Kedalaman akuifer tertekan sangat bervariasi, namun akuifer yang berpotensi sebagai akuifer produktif berada
55
pada kedalaman rata-rata antara 100 – 140 m. Ketebalan akuifer yang mencukupi dan mempunyai penyebaran yang luas memberikan cadangan air tanah yang baik. Walaupun demikian, hal ini akan sangat dipengaruhi juga oleh jumlah resapan air tanah yang dapat masuk ke dalam akuifer. Kawasan yang menjadi daerah resapan akuifer terletak di bagian selatan yang letaknya lebih tinggi, yakni Kabupaten Bogor dan sebagian Kelurahan Bojong Menteng dan merupakan kawasan di luar daerah penelitian. Jumlah resapan air tanah dapat dihitung melalui jumlah simpanan air tanah (storage) hasil perhitungan neraca keseimbangan dan luas wilayah resapan masing-masing akuifer. Data mengenai perhitungan volume resapan air pada akuifer tertekan dan akuifer tidak tertekan di Kota Bekasi secara umum dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8.
Perhitungan Volume Resapan Air pada Akuifer Tertekan dan Akuifer Tidak Tertekan di Kota Bekasi Secara Umum
Jenis Akuifer
Luas wilayah resapan (m2)
Akuifer tertekan Akuifer tidak tertekan Total
Jumlah simpanan air (mm)
Volume resapan (m3)
4.246.266
363
1540 x 109
212.313
363
77 x 109 167 x 109
Sumber : Naryanto, et.al., 2007
Apabila melihat pada kondisi saat ini, dimana daerah resapan seperti Kabupaten Bogor ataupun Kelurahan Bojong Menteng di bagian selatan Kota Bekasi telah berada dalam kondisi yang juga cukup mengkhawatirkan. Kawasan yang seharusnya dipertahankan menjadi daerah resapan (recharge area) telah berubah fungsi menjadi kawasan industri baru yang diikuti dengan pembangunan pemukiman yang juga semakin pesat. Kondisi ini juga semakin diperburuk dengan kegiatan ekstraksi air tanah yang berlebihan baik oleh industri maupun domestik secara kolektif seperti yang kini terjadi di Kelurahan Harapan Jaya.
56
Berdasarkan hasil pemantauan kondisi air tanah yang dilakukan oleh BPLH Kota Bekasi pada tahun 2006 diperoleh bahwa kondisi air tanah di Kelurahan Harapan Jaya telah masuk ke dalam kategori zona rawan hingga rusak. Pengelompokan zonasi air tanah ini didasarkan pada empat parameter utama yakni tingkat eksploitasi air tanah, tingkat penurunan muka air tanah, tingkat penurunan kualitas air tanah dan dampak negatif lingkungan yang timbul akibat adanya migrasi antar sistem akuifer ataupun masuknya zat pencemar ke dalam sistem akuifer. Kategori zona air tanah ditentukan berdasarkan pemantauan dan pengujian teknis oleh pihak BPLH Kota Bekasi dengan menggunakan keempat parameter tersebut untuk dapat menentukan kondisi air tanah di suatu wilayah tertentu. Kondisi air tanah di Kota Bekasi berdasarkan zonasinya dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9.
Kondisi Air Tanah Berdasarkan Zonasi Air Tanah di Kota Bekasi, Tahun 2006
Zona Aman
Lokasi Keterangan Kec. Bekasi Barat Akuifer 45-145 m Kec. Bekasi Utara (sebagian besar) Kedalaman muka air tanah 18 m Kec. Medan Satria (bagian tengah) Kel. Jaka Setia Kel. Jaka Mulya Rawan Kel. Medan Satria Akuifer 45-98 m Kel. Pejuang Kedalaman muka air tanah 1827 m Kel. Harapan Jaya Kel. Bojong Menteng Kel. Kaliabang (sebagian) Kel. Marga Jaya Kritis Kec. Medan Satria Akuifer 45-98 m Kel. Pejuang Kedalaman muka air tanah 2736 m Kel. Harapan Jaya Rusak Kel. Medan Satria Akuifer 45-98 m Kel. Pejuang Kedalaman muka air tanah <36 m Kel. Harapan Jaya Sumber: Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Bekasi, 2006
Pencemaran air tanah saat ini tidak dapat dihindari lagi akibat peningkatan populasi penduduk yang disertai dengan perkembangan pemukiman yang semakin
57
pesat, rapat dan tidak teratur di Kelurahan Harapan Jaya. Menurut Saeni (1997), kondisi pemukiman yang cenderung rapat dan tidak teratur dapat merusak kualitas air tanah akibat perembesan zat pencemar yang berasal dari kebocoran pada saluran pembuangan limbah yang konstruksinya kurang memadai ke dalam sistem akuifer. Apabila kondisi ini terus dibiarkan, dikhawatirkan akan mengakibatkan permasalahan yang cukup serius di masa yang akan datang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Saeni (1997) mengenai kualitas air tanah dangkal daerah pemukiman di Kota Bekasi secara umum ditemukan bahwa terdapat beberapa parameter yang telah melebihi baku mutu yang telah ditentukan menurut PP. No.20 Tahun 1990, KEP.02/MENKLH/I/1988, dan
PERMENKESH
No.01/BIRHUKMAS/I/1975.
Kondisi
tersebut
menyebabkan air tanah (air sumur) tidak lagi layak untuk dikonsumsi secara langsung, misalnya untuk keperluan minum. Gambaran umum mengenai kualitas air di lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Adapun parameter yang melebihi (tidak sesuai) baku mutu antara lain : 1.
Kemasaman air tanah latosol rata-rata berkisar 4,6 – 5,6. Tingkat kemasaman air ini terlalu rendah, sehingga apabila digunakan untuk keperluan minum kurang layak dan tidak baik untuk kesehatan gigi.
2.
Kekeruhan rata-rata berkisar 5,2 – 10,0 NTU. Bahkan dibeberapa lokasi ditemukan tingkat kekeruhan yang cukup tinggi yakni Kelurahan Harapan Jaya, Perumnas I, Perumnas III, dan Desa Setya Mekar yang mencapai 18 – 27 NTU. Adapun batas maksimum kekeruhan yang ditentukan oleh untuk air minum adalah 5 NTU.
58
3.
Ammonia bebas rata-rata berkisar 0 – 0,182 mg/l. Menurut PERMENKESH No. 01/BIRHUKMAS/I/1975 telah melebihi baku mutu air minum baku. Pada beberapa tempat juga dijumpai pula ammonia bebas yang melewati ambang batas untuk perikanan dan peternakan, yaitu 0,02 mg/l, yakni daerah Pasar Kranji, Desa Harapan Jaya, Desa Setya Mekar, dan Bojong Menteng.
4.
Besi berkisar 0,61 – 1,25 mg/l. Hampir di seluruh tempat lokasi penelitian memiliki kandungan besi yang cukup tinggi. Adapun batas maksimum yang ditetapkan oleh PERMENKESH No. 01/BIRHUKMAS/I/1979 yaitu 1 mg/l.
5.
Kandungan Mangan berkisar 0,05 – 0,057 mg/l. Lokasi penelitian yang kandungan mangannya tinggi adalah PERUMNAS I, di Kelurahan Kranji, mencapai 0,70 mg/l.
6.
Bahan organik total (BOT) rata-rata berkisar 12,49 – 20,50 mg/l. Kandungan BOT di seluruh lokasi telah melampaui baku mutu, baik menurut PP No. 20 maupun pada PERMENKESH No. 01. Demikian pula untuk keperluan perikanan minimum adalah 3 mg/l.
7.
Oksigen – terlarut rata-rata berkisar 20,3 – 2,59 mg/l. Batas minimum yang diperbolehkan untuk air minum baku minimum adalah 3 mg/l, sehingga air ini tidak layak sebagai air minum baku. Demikian pula untuk keperluan perikanan minimum adalah 3 mg/l.
8.
Deterjen berkisar 0,491 – 2,117 mg/l. Kandungan deterjen di seluruh lokasi telah melewati ambang batas dalam PP No. 20 Tahun 1990 golongan A dan B, kecuali di Desa Bojong Menteng. Baku mutu untuk keperluan perikanan dan peternakan adalah 0,2 mg/l.
59
9.
Sulfida berkisar 0,77 – 2,26 mg/l. Batas maksimum yang diperbolehkan dalam PP No. 20 Tahun 1990 golongan B adalah 0,1 mg/l, sehingga kandungan sulfida di semua sumur telah melampaui ambang batas yang telah ditetapkan. Batas maksimum yang diperbolehkan untuk perikanan dan peternakan adalah 0,002 mg/l, sehingga air ini juga tidak layak jika dipergunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan.
10.
Jumlah Coliform berkisar 46 – 508 individu/100 ml. Batas yang ditetapkan dalam PERMENKESH No. 01 adalah 3 individu/100 ml, sehingga pada umumnya sumur di daerah penelitian tercemar bakteri koliform.
11.
Kandungan bakteri E.Coli berkisar 41 – 457 individu/100 ml. Batas yang ditetapkan dalam PERMENKESH No. 01 adalah 0, sehingga pada umumnya di daerah penelitian telah tercemar E.coli.
5.3
Karakteristik Umum Responden Karakteristik umum responden diperoleh berdasarkan survei terhadap 100
rumah tangga di Kelurahan Harapan Jaya. Sebagian besar informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini disampaikan oleh satu orang yang bertindak sebagai perwakilan dari satu rumah tangga, yakni seorang kepala keluarga. Kepala keluarga dalam suatu rumah tangga diduga telah memiliki informasi yang cukup mengenai penggunaan sumber air, volume, serta perilaku rumah tangganya terhadap kondisi air tanah. Pada penelitian ini karakteristik responden dibagi ke dalam enam karakteristik, antara lain tingkat usia, tingkat pendidikan formal, tingkat pendapatan, jenis pekerjaan, kategori penduduk dan lama tinggal. Data mengenai karakteristik responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 10.
60
Tabel 10. Data Karakteristik Responden Kategori 1.
2.
3.
4.
5.
6.
Responden Jumlah
Persentase
Kategori Penduduk a.
Asli Bekasi
22
22%
b.
Pendatang
88
88%
Lama Tinggal a.
< 10 tahun
17
17%
b.
10 – 20 tahun
46
46%
c.
20 – 30 tahun
28
28%
d.
> 30 tahun
9
9%
a.
15 – 30 tahun
8
8%
b.
31 – 40 tahun
27
27 %
c.
41 – 50 tahun
36
36 %
d.
51 – 60 tahun
23
23 %
e.
> 60 tahun
6
6%
Usia
Pendidikan Formal a.
SMP
21
21 %
b.
SMA
54
54 %
c.
strata-1 (S1)
22
22 %
d.
strata-2 (S2)
3
3%
8
8%
Pendapatan a.
< 1 juta
b.
1 – 2 juta
36
36 %
c.
2 – 3 juta
38
38 %
d.
> 3 juta
18
18 %
3
3%
Pekerjaan a.
tidak bekerja
b.
buruh
6
6%
c.
karyawan swasta
45
45 %
d.
wiraswasta
29
29 %
17
17 %
e. PNS Sumber: Data Primer, 2012
Berdasarkan data karakteristik responden yang diperoleh, sebagian besar responden yang diwawancarai merupakan kategori penduduk pendatang yang telah menetap selama 10 – 20 tahun. Selain itu sebagian besar respoden berada pada rentang usia 41 – 50 tahun, berpendidikan formal terakhir hingga tingkat SMA, memiliki jenis pekerjaan sebagai karyawan swasta dan memiliki
61
pendapatan pada rentang 2 – 3 juta. Adapun hasil penelitian tersebut sangat dipengaruhi oleh pemilihan responden yang sebagian besar merupakan kepala keluarga dalam rumah tangga. Selain itu karakteristik lokasi penelitian yang berada disekitar kawasan industri juga sangat mempengaruhi karakteristik pekerjaan responden yang memang sebagian besar adalah karyawan swasta pada pabrik-pabrik yang berada di sekitar Kelurahan Harapan Jaya.
62
VI. POLA DAN PERILAKU PENGGUNAAN AIR BERSIH OLEH PENDUDUK 6.1
Pola Penggunaan Air Bersih oleh Penduduk Pemenuhan kebutuhan air bersih oleh rumah tangga pada umumnya
menggunakan dua sumber air. Kedua sumber air tersebut tidak sepenuhnya tersedia di masing-masing rumah tangga responden. Sebagian rumah tangga hanya menggunakan air tanah atau air PDAM saja sebagai sumber utama pemenuhan kebutuhan air bersih mereka, sedangkan sebagian yang lain mengombinasikan penggunaan antara sumber air tanah dengan air PDAM. Pemakaian kedua sumber air bersih ini sifatnya saling mensubtitusi satu sama lain, artinya jika salah satu sumber mengalami gangguan maupun telah mencapai batas pemakaiannya maka penggunaannya akan dialihkan pada sumber lainnya. Adapun volume penggunaan air bersih yang digunakan oleh rumah tangga sangat tergantung pada jumlah anggota keluarga serta banyaknya aktivitas rumah tangga dalam pemakaian air bersih. Setiap rumah tangga memiliki mekanisme penggunaan sumber air bersih yang berbeda-beda tergantung dari kualitas dan kuantitas dari kedua sumber air bersih yang tersedia. Berdasarkan jenis sumber air bersih yang digunakannya, maka rumah tangga yang menjadi responden dalam penelitian ini akan diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yakni kelompok 1 bagi klasifikasi rumah tangga pengguna air tanah, kelompok 2 bagi klasifikasi rumah tangga pengguna air PDAM, dan kelompok 3 bagi klasifikasi rumah tangga yang mengombinasikan penggunaan air tanah dan air PDAM. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai pola penggunaan air bersih berdasarkan klasifikasi penggunaan sumber, volume, dan jenis penggunaan dari masing-masing kelompok responden.
6.1.4 Pola Penggunaan Air Bersih Bagi Klasifikasi Rumah Tangga Responden Kelompok 1 Klasifikasi rumah tangga responden kelompok 1 merupakan kelompok rumah tangga yang menggunakan air tanah saja sebagai sumber pemenuhan kebutuhan air bersih utama. Berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 100 orang responden mengenai sumber, volume, dan jenis penggunaan air bersih pada masing-masing rumah tangga responden, sebanyak 60 rumah tangga responden memilih untuk menggunakan air tanah saja sebagai pemenuhan air bersih sehariharinya. Volume rata-rata penggunaan air tanah bagi kelompok responden ini adalah sebesar 10,75 m3 per bulan. Volume penggunaan air tanah terkecil yang digunakan oleh rumah tangga responden adalah sebesar 6 m3 per bulan, sedangkan volume penggunaan terbesar adalah 16,75 m3 per bulan. Apabila dilihat dari segi penggunaannya, sebanyak 33 responden lebih memilih untuk menggunakan air tanah untuk keperluan MCK saja dan sisanya, 27 responden, menggunakan air tanah untuk keperluan MCK dan memasak. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa seluruh responden pengguna air tanah tidak menggunakan air tanah untuk di konsumsi secara langsung (minum). Adapun jika air tanah akan dikonsumsi, maka mereka akan melakukan upaya seperti membeli alat penjernih air ataupun memasak terlebih dahulu air tanah tersebut untuk menghindari dampak negatif dari tercemarnya sumber air tanah yang mereka gunakan. Adapun berdasarkan pernyataan dari klasifikasi rumah tangga responden kelompok 1 terkait dengan penggunaan satu sumber air saja (air tanah) sebagai sumber pemenuhan kebutuhan air bersih sehari-harinya adalah selain disebabkan oleh keterbatasan jangkauan volume air bersih yang mampu dialirkan oleh PDAM
64
Tirta Patriot, sebagian besar responden juga merasa enggan untuk berlangganan air PDAM karena mahalnya tarif pemasangan, aliran air yang sering terhenti, dan terkadang berbau kaporit. Mereka lebih menyukai untuk melakukan tindakan pencegahan seperti membeli alat penjernih air ataupun membeli air galon karena relatif lebih praktis dilakukan jika dibandingkan dengan harus berlangganan air PDAM. Data mengenai sumber dan volume penggunaan air bersih bagi klasifikasi rumah tangga responden kelompok 1 dapat dilihat pada Tabel 11. 6.1.5
Pola Penggunaan Air Bersih Bagi Klasifikasi Rumah Tangga Responden Kelompok 2 Klasifikasi rumah tangga responden kelompok 2 merupakan kelompok
rumah tangga yang menggunakan air PDAM saja sebagai sumber pemenuhan kebutuhan air bersih utama. Berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 100 responden mengenai sumber, volume, dan jenis penggunaan air bersih pada masing-masing rumah tangga responden, terdapat 4 responden yang hanya menggunakan air PDAM sebagai sumber utama pemenuhan kebutuhan air bersihnya sehari-hari. Volume rata-rata penggunaan air PDAM bagi kelompok responden ini adalah sebesar 13,54 m3 per bulan. Apabila dilihat dari segi penggunaannya, keempat responden tersebut menggunakan air PDAM untuk keperluan MCK dan memasak. Adapun berdasarkan pernyataan dari klasifikasi rumah tangga responden kelompok 2 terkait dengan penggunaan satu sumber air saja (air PDAM) sebagai sumber pemenuhan kebutuhan air bersih sehari-harinya adalah karena tidak tersedianya sumber air alternatif lain (air tanah) selain air PDAM. Meskipun mereka tidak menggunakan sumber air tanah, namun keluhan mengenai kualitas
65
dan kuantitas air PDAM juga membuat mereka harus mengeluarkan biaya untuk memperoleh air bersih alternatif untuk keperluan minum. Data mengenai sumber dan volume penggunaan air bersih bagi klasifikasi rumah tangga responden kelompok 2 dapat dilihat pada Tabel 11. 6.1.6
Pola Penggunaan Air Bersih Bagi Klasifikasi Rumah Tangga Responden Kelompok 3 Klasifikasi rumah tangga responden kelompok 3 merupakan kelompok
rumah tangga yang mengombinasikan penggunaan air tanah dan air PDAM sebagai pemenuhan kebutuhan air bersih sehari-hari. Berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 100 responden mengenai sumber, volume, dan jenis penggunaan air bersih pada masing-masing rumah tangga responden, sebanyak 36 responden memilih untuk mengombinasikan penggunaan air tanah dan air PDAM sebagai sumber pemenuhan kebutuhan air bersih sehari-hari. Volume total ratarata penggunaan air bersih bagi kelompok responden yang menggunakan kedua sumber air ini adalah sebesar 16,45 m3 per bulan. Berdasarkan data volume penggunaan dari kedua sumber air tersebut, penggunaan air PDAM lebih mendominasi dibandingkan dengan penggunaan air tanah. Volume rata-rata untuk penggunaan air tanah saja adalah sebesar 6,70 m3 per bulan, sedangkan untuk volume rata-rata penggunaan air PDAM saja mencapai 9,75 m3 per bulan. Apabila dilihat dari segi penggunaannya, sebagian besar responden menggunakan air tanah untuk hanya keperluan MCK, sedangkan air PDAM, selain digunakan untuk keperluan MCK, juga digunakan untuk keperluan memasak karena responden meyakini bahwa air PDAM masih memiliki kualitas yang relatif lebih baik dibandingkan air tanah.
66
Adapun menurut sebagian besar rumah tangga responden, air tanah yang mereka gunakan saat ini kondisinya telah cenderung mengering, keruh, dan terdapat bau besi yang menyengat. Oleh karena itu, sebagian besar dari responden lebih memilih untuk menggunakan air PDAM dibandingkan air tanah karena mereka khawatir akan kondisi air tanah yang berisiko terhadap kesehatan mereka apabila dikonsumsi secara langsung. Data mengenai sumber dan volume penggunaan air bersih bagi klasifikasi rumah tangga responden kelompok 3 dapat dilihat pada Tabel 11. Berdasarkan penjelasan sebelumnya diperoleh bahwa sebagian besar responden hanya menggunakan air tanah saja sebagai sumber pemenuhan kebutuhan air bersih sehari-sehari yang dipilih oleh 60 responden dengan volume penggunaan rata-rata sebesar 10,75 m3 per bulan. Adapun penggunaan volume air bersih terbesar digunakan oleh klasifikasi rumah tangga responden yang mengombinasikan sumber air tanah dan air PDAM dengan total volume rata-rata penggunaan mencapai 16,45 m3 per bulan. Data keseluruhan mengenai perbandingan penggunaan sumber dan volume air bersih oleh rumah tangga responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Sumber dan Volume Penggunaan Air Bersih oleh Penduduk Klasifikasi Penggunaan Sumber Air Bersih
Volume Pengunaan Air Bersih (m3/bulan) Jumlah Respon den
Air Tanah Min
Ratarata
Volume Total Penggunaan Air Bersih (m3/bulan)
Air PDAM
Max
Ratarata
Min
Max
1. Kelompok 1 (Air Tanah)
60
6
16,50
10,75
-
-
-
10,75
2. Kelompok 2 (Air PDAM)
4
-
-
-
11,83
16,00
13,54
13,54
3. Kelompok 3 (Air Tanah + Air PDAM)
36
3
12
6,70
6
15
9,75
16,45
Sumber: Data Primer Diolah, 2012
67
6.2
Perilaku Penduduk Terhadap Kondisi Air Tanah Berdasarkan penjelasan sebelumnya mengenai pola penggunaan air bersih
oleh rumah tangga diketahui bahwa terdapat sebagian rumah tangga responden yang sumber air tanahnya mengalami pencemaran. Meskipun tidak terdapat data akurat mengenai pengujian terhadap parameter-parameter fisika, biologi, dan kimia mengenai kualitas air tanah, namun pencemaran air tanah dapat diketahui oleh penduduk melalui pengamatan secara langsung atas perubahan fisik yang mereka rasakan terhadap sumber air tanah yang mereka gunakan. Bentuk perubahan fisik yang dirasakan diantaranya adalah bahwa sumber air tanah yang mereka gunakan saat ini cenderung telah mengering, keruh, terdapat endapan, dan adanya bau besi yang menyengat. Kondisi ini menyebabkan sebagian responden tidak dapat menggunakan air tanah lagi dengan bebas akibat khawatir terhadap risiko terhadap kesehatan mereka apabila dikonsumsi secara langsung. Adapun untuk menghindari risiko tersebut rumah tangga melakukan berbagai tindakan pencegahan seperti membeli alat penjernih air (water treatment devices) atau pun sumber air alternatif lain seperti air galon untuk keperluan minum dan memasak. Berikut ini akan dibahas mengenai perilaku pencegahan rumah tangga responden atas kondisi air tanah. Kondisi air tanah yang dimaksud adalah berupa informasi yang diberikan oleh responden atas kualitas air tanah yang digunakan oleh rumah tangga responden tersebut. Kualitas air tanah ini didasari pada persepsi responden atas pencemaran yang terjadi pada sumber air tanah yang mereka gunakan. Tindakan pencegahan yang akan dilihat dalam penelitian ini adalah jenis-jenis dari tindakan pencegahan yang dilakukan oleh rumah tangga responden kelompok 1 dan 3. Adapun rumah tangga pada kelompok 2 tidak 68
dibahas lebih lanjut karena diasumsikan tindakan pencegahannya bukan merupakan akibat dari kondisi air tanah yang tercemar. 6.2.1 Perilaku Pencegahan pada Klasifikasi Rumah Tangga Responden Kelompok 1 Berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 60 responden pada klasifikasi rumah tangga responden kelompok 1 mengenai kondisi air tanah beserta jenis tindakan pencegahan yang dilakukan diperoleh bahwa sebesar 38 responden mengaku bahwa sumber air tanah nya mengalami pencemaran, sedangkan sisanya, 22 responden, mengaku tidak mengalami pencemaran pada sumber air tanahnya. Kondisi air tanah yang dirasakan oleh rumah tangga responden yang mengalami pencemaran adalah air tanahnya cenderung mengering, keruh, terdapat endapan, serta berbau besi yang menyengat. Adapun untuk mengurangi risiko terhadap kesehatan akibat kondisi air tanah yang tercemar tersebut, maka rumah tangga responden akan melakukan berbagai tindakan pencegahan dengan membeli alat penjernih air dan mengganti sumber air minum mereka dengan air galon jenis air minum isi ulang (AMIU) atau air minum dalam kemasan (AMDK). Berdasarkan data yang diperoleh, terdapat enam jenis kombinasi atas tindakan pencegahan yang dilakukan oleh rumah tangga responden sebagai respon atas kondisi air tanah yang tercemar. Bagi 38 rumah tangga responden yang mengalami pencemaran pada air tanahnya, jenis kombinasi yang paling banyak dipih oleh responden adalah mengombinasikan penggunaan filter serta air galon jenis AMIU dan AMDK yaitu sebanyak 11 responden. Adapun bagi 22 responden yang tidak mengalami pencemaran, jenis kombinasi yang paling banyak dipilih responden adalah mengombinasikan penggunaan air galon jenis AMIU dan
69
AMDK yaitu sebanyak 7 responden. Data mengenai jenis tindakan pencegahan pada klasifikasi rumah tangga responden kelompok 1 terhadap kondisi air tanah dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Jenis Tindakan Pencegahan oleh Klasifikasi Rumah Tangga Responden Kelompok 1 Jenis Tindakan Pencegahan (Responden) Kondisi Air Tanah
Jumlah Responden
AMIU
AMDK
AMIU+ AMDK
AMIU+ Filter
AMDK +Filter
AMIU+ AMDK +Filter
Mengalami Pencemaran
38
10
1
10
6
-
11
Tidak Mengalami Pencemaran
22
3
2
7
6
1
3
Sumber: Data Primer Diolah, 2012
Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa rumah tangga responden yang tidak mengalami pencemaran pada air tanahnya juga melakukan beberapa tindakan pencegahan seperti yang dilakukan oleh rumah tangga yang mengalami pencemaran. Selain dipengaruhi oleh alasan bahwa penggunaan air galon lebih praktis untuk digunakan, kondisi tersebut juga dipengaruhi oleh kekhawatiran mereka terhadap kondisi air tanah yang disebabkan oleh informasi yang diperoleh dari pemerintah daerah Kelurahan Harapan Jaya mengenai kondisi air tanah di Kota Bekasi yang cenderung menurun kualitas dan kuantitasnya saat ini, sehingga mereka merasa perlu untuk melakukan tindakan pencegahan untuk mengurangi dampak negatif yang akan terjadi di masa yang akan datang. 6.2.2
Perilaku Pencegahan pada Klasifikasi Rumah Tangga Responden Kelompok 3 Berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 36 responden pada klasifikasi
rumah tangga responden kelompok 3 mengenai kondisi air tanah beserta jenis tindakan pencegahan yang dilakukan diperoleh bahwa sebesar 28 responden
70
mengaku bahwa sumber air tanah nya mengalami pencemaran, sedangkan sisanya, 8 responden, mengaku tidak mengalami pencemaran pada sumber air tanahnya. Kondisi air tanah yang dirasakan oleh kelompok responden ini adalah hampir sama dengan yang dirasakan oleh responden pengguna air tanah yaitu air tanahnya cenderung mengering, keruh, terdapat endapan, dan adanya bau besi. Adapun untuk mengurangi risiko terhadap kesehatan akibat kondisi air tanah yang tercemar tersebut, maka rumah tangga responden akan melakukan berbagai tindakan pencegahan dengan membeli alat penjernih air dan mengganti sumber air minum mereka dengan air galon jenis air minum isi ulang (AMIU) atau air minum dalam kemasan (AMDK). Berdasarkan data yang diperoleh, terdapat enam jenis kombinasi atas tindakan pencegahan yang dilakukan oleh rumah tangga responden sebagai respon atas kondisi air tanah yang tercemar. Bagi 28 rumah tangga responden yang mengalami pencemaran pada air tanahnya, jenis tindakan pencegahan yang paling banyak dilakukan adalah mengganti sumber air minum mereka dengan air galon jenis AMIU yaitu sebanyak 6 responden. Bagi 8 responden yang tidak mengalami pencemaran, jenis tindakan pencegahan yang paling banyak dilakukan adalah juga mengganti sumber air minum mereka dengan air galon jenis AMIU yaitu sebanyak 3 responden. Data mengenai jenis tindakan pencegahan pada klasifikasi rumah tangga responden kelompok 3 terhadap kondisi air tanah dapat dilihat pada Tabel 13. Berdasarkan data tersebut, alasan yang hampir sama juga dikemukakan oleh responden baik pada kelompok 1 maupun kelompok 2 yakni bahwa perilaku pencegahan yang dilakukan oleh rumah tangga responden yang tidak mengalami
71
pencemaran pada sumber air tanahnya, selain disebabkan karena alasan kepraktisan, namun juga kekhawatiran mereka terhadap kondisi air tanah yang kondisinya kini cenderung menurun membuat mereka rela mengeluarkan sejumlah uang untuk melakukan tindakan pencegahan dengan membeli alat penyaring air ataupun sumber air minum pengganti dari air galon dengan tujuan menghindari dampak negatif yang akan terjadi di masa yang akan datang. Tabel 13. Jenis Tindakan Pencegahan oleh Klasifikasi Rumah Tangga Responden Kelompok 3 Jenis Tindakan Pencegahan (Responden) Kondisi Air Tanah
Mengalami Pencemaran Tidak Mengalami Pencemaran
Jumlah Responden
AMIU
AMDK
AMIU+ AMDK
AMIU+ Filter
AMDK +Filter
AMIU+ AMDK +Filter
28
6
4
5
5
3
5
8
3
1
1
1
2
-
Sumber: Data Primer Diolah, 2012
Selain itu, keberadaan air PDAM ternyata telah membuat pengeluaran mereka untuk memperoleh alternatif sumber air minum pengganti menjadi tidak terlalu besar apabila dibandingkan dengan jumlah pengeluaran atas pembelian air galon yang digunakan oleh rumah tangga responden pengguna air tanah saja. Menurut mereka, meskipun alirannya sering terhenti dan berbau kaporit, namun air PDAM masih memiliki kualitas yang relatif lebih baik jika dibandingkan dengan air tanah, dimana air PDAM masih bisa digunakan untuk keperluan konsumsi langsung seperti minum dan memasak.
72
VII. ESTIMASI NILAI KERUGIAN EKONOMI PENDUDUK AKIBAT PENCEMARAN AIR TANAH 7.1
Biaya Memperoleh Sumber Air Tanah Air tanah merupakan salah satu sumber air bersih utama yang masih
digunakan oleh sebagian besar masyarakat di Kelurahan Harapan Jaya. Berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 100 orang responden, sebanyak 60 orang responden menggunakan air tanah saja sebagai pemenuhan kebutuhan air bersihnya, sedangkan 36 responden memilih untuk mengombinasikan penggunaan air tanah dengan sumber air bersih lainnya yakni air PDAM. Sumber air tanah yang digunakan oleh rumah tangga responden dalam penelitian ini pada umumnya berasal dari sumur air tanah dangkal dengan kedalaman 20-70 m. Biaya untuk memperoleh air tanah oleh rumah tangga responden biasanya dihitung berdasarkan konsumsi daya listrik yang digunakan saat melakukan penyedotan air tanah dengan menggunakan pompa listrik. Pada umumnya pompa listrik yang digunakan oleh rumah tangga responden memiliki daya 250 – 300 watt dengan penggunaan rata-rata 6 jam per hari. Oleh karena itu rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga responden untuk memperoleh air tanah adalah berkisar antara Rp 20.000 – Rp 27.000 setiap bulannya. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan kepada 60 rumah tangga responden kelompok 1, total biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh sumber air tanah setiap bulannya adalah sebesar Rp 1.393.000 yang diperoleh dari total penjumlahan biaya konsumsi listrik atas penggunaan pompa listrik setiap bulannya untuk dapat memperoleh sumber air tanah. Rata-rata biaya memperoleh air tanah per bulan diperoleh dengan membagi total biaya dengan jumlah responden pada klasifikasi rumah tangga responden kelompok 1, sehingga rata-
rata biaya yang harus dikeluarkan oleh rumah tangga responden kelompok 1 untuk memperoleh air tanah adalah sebesar Rp 23.217 per bulan. Biaya tersebut memiliki persentase sebesar 1,06 % terhadap pendapatan rata-rata responden yang besarnya mencapai Rp 2.180.833 per bulan. Hal ini berarti bahwa 1,06% dari pendapatan rumah tangga responden pada kelompok 1 digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih mereka dengan sumber air tanah. Adapun hasil survei yang dilakukan kepada 36 rumah tangga responden kelompok 3, total biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh sumber air tanah setiap bulannya adalah sebesar Rp 780.012 yang diperoleh dari total penjumlahan biaya konsumsi listrik atas penggunaan pompa listrik setiap bulannya untuk dapat memperoleh sumber air tanah. Rata-rata biaya memperoleh air tanah per bulan diperoleh dengan membagi total biaya dengan jumlah responden pada klasifikasi rumah tangga responden kelompok 3, sehingga rata-rata biaya yang harus dikeluarkan oleh rumah tangga responden kelompok 3 untuk memperoleh air tanah adalah sebesar Rp 21.667 per bulan. Biaya tersebut memiliki persentase sebesar 0,79 % terhadap pendapatan rata-rata responden yang besarnya mencapai Rp 2.729.167 per bulan. Hal ini berarti bahwa 0,79% dari pendapatan rumah tangga responden pada kelompok 3 digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih mereka dengan sumber air tanah. Data mengenai biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga responden untuk memperoleh air tanah dapat dilihat pada Tabel 14.
74
Tabel 14.
Biaya Memperoleh Air Tanah Rata-Rata Biaya untuk Memperoleh Air Tanah (Rp/bulan)
Rata-Rata Biaya untuk Memperoleh Air Tanah (Rp/tahun)
Persentase Biaya untuk Memperoleh Air Tanah terhadap Pendapatan (%)
Jumlah Responden (RT)
Pendapatan Rata-Rata Responden (Rp/bulan)
Total Biaya untuk Memperoleh Air Tanah (Rp/bulan)
Klasifikasi RT Kelompok 1
60
2.180.833
1.393.020
23.217
278.604
1,06
Klasifikasi RT Kelompok 3
36
2.729.167
780.012
21.667
260.004
0,79
Sumber Air Bersih yang Digunakan
Air Tanah
Sumber: Data Primer Diolah, 2011
7.2
Biaya Berlangganan Air PDAM Air PDAM atau air ledeng adalah air yang disalurkan melalui pipa-pipa ke
setiap rumah tangga yang berlangganan oleh Perusahaan Air Minum (PAM). Apabila PAM berada pada pengelolaan di tingkat daerah, maka disebut Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor Kelurahan Harapan Jaya pada tahun 2010, disebutkan bahwa dari 29 RW yang berada di Kelurahan Harapan Jaya, 14 RW diantaranya telah memiliki sambungan air ledeng yang dikelola oleh PDAM Tirta Patriot. Sebagian besar daerah yang terjangkau oleh PDAM Tirta Patriot tersebut merupakan kawasan pemukiman baru yang telah disediakan jaringan perpipaannya oleh pengembang permukiman tersebut. Adapun 15 RW lainnya masih belum bisa terjangkau oleh layanan PDAM Tirta Patriot karena keterbatasan sarana, prasarana serta volume air yang dapat dialirkan. Adapun untuk berlangganan air PDAM, setiap rumah tangga harus membayar tagihan air setiap bulannya. Tagihan air ini terdiri dari biaya berlangganan atau biaya tetap dan biaya pemakaian air. Besarnya biaya berlangganan ditentukan oleh kategori kelompok pelanggan pengguna air PDAM.
75
Rumah tangga yang menjadi responden dalam penelitian ini merupakan kelompok pelanggan golongan 3B yaitu kelompok pelanggan untuk kategori rumah menengah. Besarnya biaya berlangganan bagi kelompok pelanggan golongan 3B ini adalah sebesar Rp 16.500. Biaya pemakaian air ditentukan berdasarkan mekanisme blok tarif atau increasing block rates (IBR), yakni setiap pemakaian 0–10 m3 dikenakan biaya sebesar Rp 2.750 per m3, kemudian untuk pemakaian 10–20 m3 dikenakan biaya sebesar Rp 4.400 per m3, dan pemakaian yang lebih besar dari 20 m3 dikenakan biaya sebesar Rp 5.100 per m3. Berdasarkan hasil survei, terdapat 40 rumah tangga responden yang menggunakan air PDAM sebagai pemenuhan kebutuhan air bersih sehari-hari. Sebanyak 4 responden berasal dari klasifikasi rumah tangga responden kelompok 2 dan sebanyak 36 responden berasal dari klasifikasi rumah tangga responden kelompok 3. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan terhadap 4 rumah tangga responden pada kelompok 2, total biaya yang dikeluarkan untuk berlangganan air PDAM adalah sebesar Rp 238.304 per bulan yang diperoleh dari penjumlahan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh 4 responden yang menggunakan air PDAM pada klasifikasi rumah tangga responden kelompok 2. Rata-rata biaya berlangganan air PDAM per bulan diperoleh dengan membagi total biaya berlangganan dari tagihan air yang dibayarkan oleh responden setiap bulannya dengan jumlah responden yang berlangganan, sehingga rata-rata biaya berlangganan air PDAM adalah sebesar Rp 59.576 per bulan. Biaya tersebut memiliki persentase sebesar 3,18 % terhadap pendapatan rata-rata responden yang besarnya mencapai Rp 1.875.000 per bulan. Hal ini berarti bahwa 3,18% dari
76
pendapatan responden pada kelompok 2 digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih mereka dengan berlangganan air PDAM. Adapun berdasarkan hasil survei terhadap 36 rumah tangga responden pada klasifikasi kelompok 3, total biaya yang dikeluarkan untuk berlangganan air PDAM adalah sebesar Rp 1.621.125 per bulan yang diperoleh dari penjumlahan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh 36 responden yang menggunakan air PDAM pada klasifikasi rumah tangga responden kelompok 3. Rata-rata biaya berlangganan air PDAM per bulan diperoleh dengan membagi total biaya berlangganan dari tagihan air yang dibayarkan oleh responden setiap bulannya dengan jumlah responden yang berlangganan, sehingga rata-rata biaya berlangganan air PDAM adalah sebesar Rp 45.301 per bulan. Biaya tersebut memiliki persentase sebesar 1,65 % terhadap pendapatan rata-rata responden yang besarnya mencapai Rp 2.729.167 per bulan. Hal ini berarti bahwa 1,65% dari pendapatan responden pada kelompok 3 digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih mereka dengan berlangganan air PDAM. Data mengenai biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga responden untuk berlangganan air PDAM dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15.
Biaya Berlangganan Air PDAM Rata-Rata Biaya Berlangganan Air PDAM (Rp/tahun)
Persentase Biaya Berlangganan Air PDAM terhadap Pendapatan (%)
Jumlah Responden (RT)
Klasifikasi RT Responden Kelompok 2
4
1.875.000
283.304
59.576
714.912
3,18
Klasifikasi RT Responden Kelompok 3
36
2.729.167
1.621.125
45.031
540.375
1,65
Sumber Air Bersih yang Digunakan
Total Biaya Berlangganan Air PDAM (Rp/bulan)
Rata-Rata Biaya Berlangganan Air PDAM (Rp/bulan)
Pendapatan Rata-Rata Responden (Rp/bulan)
Air PDAM
Sumber: Data Primer Diolah, 2012
77
7.3
Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Pendekatan Perilaku Pencegahan
Penduduk
Berdasarkan
Pencemaran air tanah yang terjadi di Kelurahan Harapan Jaya menyebabkan sumber air tanah tidak lagi dapat dikonsumsi secara bebas. Berkurangnya jumlah air bersih akibat pencemaran pada sumber air tanah merupakan kerugian bagi penduduk setempat. Penduduk akan melakukan berbagai tindakan pencegahan untuk menjaga kualitas dan kuantitas pasokan air bersih mereka dalam upaya menghindari kemungkinan dampak negatif dari pencemaran air tanah yang terjadi. Beberapa tindakan pencegahan yang mereka lakukan akan menyebakan korbanan biaya yang harus mereka keluarkan demi memperoleh kualitas dan kuantitas air yang lebih baik. Salah satu pendekatan untuk mengukur kehilangan ekonomi akibat pencemaran adalah berdasarkan perilaku pencegahan (averting behaviour method). Perilaku pencegahan responden yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah berdasarkan upaya mereka untuk membeli alat penjernih air (water treatment devices) serta sumber air bersih pengganti air tanah yakni air galon untuk menghindari dampak negatif akibat tercemarnya sumber air tanah. Oleh karena itu untuk memperoleh nilai kerugian atas pencemaran air tanah yang terjadi digunakan teknik yang relevan dengan pendekatan averting behavior method yakni metode biaya pencegahan (preventive expenditure). Metode
tersebut
digunakan
untuk
mengetahui
biaya-biaya
yang
dikeluarkan oleh penduduk atas upayanya menghindari dampak negatif dari tercemarnya sumber air tanah. Biaya-biaya tersebut akan mengestimasi kemampuan membayar maksimum dari masyarakat untuk perbaikan kualitas air tanah. Berikut ini akan dibahas mengenai upaya-upaya pencegahan yang
78
dilakukan oleh rumah tangga responden beserta biaya-biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga responden untuk menghindari dampak negatif atas kondisi air tanah yang tercemar tersebut. 7.3.1. Biaya Pembelian Alat Penjernih Air Berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 96 rumah tangga responden yang masih menggunakan air tanah sebagai sumber pemenuhan kebutuhan air bersihnya, diperoleh bahwa terdapat terdapat 45 responden yang melakukan tindakan pencegahan dengan membeli alat penjernih air, yakni 28 responden berasal dari klasifikasi rumah tangga kelompok 1 dan 17 responden berasal dari klasifikasi rumah tangga kelompok 3. Hasil survei juga menunjukan bahwa terdapat empat jenis alat penjernih air yang pada umumnya digunakan oleh sebagian besar responden untuk menjernihkan atau menyaring sumber air tanah yang akan mereka gunakan. Keempat alat penjernih tersebut yaitu filter yang dipasang pada mesin jet pump, filter yang dipasang pada air keran, penyaring air minum mineral (mineral pot) biasa, dan mineral pot bermerk “Pure It”. Data mengenai jenis alat penjernih air yang digunakan oleh rumah tangga responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Jenis Alat Penjernih Air yang Digunakan Oleh RT Responden Jenis Alat Penjernih Air Tanah (RT)
Jumlah Responden (RT)
Filter Jet Pump
Filter Air Keran
Mineral Pot Biasa
Mineral Pot Merk “Pure It”
Klasifikasi RT Kelompok 1
28
7
8
2
11
Klasifikasi RT Kelompok 3
17
5
4
4
4
Total
45
12
12
6
15
Klasifikasi Responden Pengguna Alat Penjernih Air
Sumber: Data Primer Diolah, 2012
79
Berdasarkan data hasil survei tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yang melakukan tindakan pencegahan adalah berasal dari klasifikasi rumah tangga responden kelompok 1 yaitu sebesar 28 responden, sedangkan sisanya, 17 responden, berasal dari klasifikasi rumah tangga responden kelompok 3. Jenis penjernih air yang paling banyak digunakan oleh responden adalah penjernih air jenis mineral pot bermerk “Pure It” yang dipilih oleh 15 orang responden. Mereka meyakini bahwa penggunaan alat penjernih air jenis ini akan lebih efektif mengurangi kontaminasi mikroorganisme ataupun zat kimia berbahaya dibandingkan dengan jenis alat penjernih lainnya meskipun memiliki harga yang relatif lebih mahal. Adapun untuk memperoleh rata-rata biaya pencegahan setiap bulannya sebagai upaya pembelian alat penjernih air untuk menghindari dampak negatif akibat air tanah yang tercemar digunakan metode biaya pencegahan (preventive expenditure). Berdasarkan metode yang digunakan maka total biaya pencegahan atas pembelian alat penyaring air adalah sebesar Rp 723.600 per bulan yang diperoleh dari penjumlahan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh 45 responden yang membeli alat penyaring air. Rata-rata biaya pencegahan per bulan diperoleh dengan membagi total biaya pencegahan dari pembelian jenis alat penjernih air dengan jumlah responden yang menggunakannya, sehingga rata-rata biaya pencegahan yang harus dikeluarkan oleh setiap rumah tangga akibat pencemaran air tanah adalah sebesar Rp 16.080 per bulan. Biaya pencegahan atas pembelian alat penjernih air tersebut memiliki persentase sebesar 0,70% terhadap pendapatan rata-rata responden yang besarnya mencapai Rp 2.312.222 per bulan. Hal ini berarti bahwa 0,70% dari pendapatan rumah tangga responden digunakan untuk
80
melakukan tindakan pencegahan dengan membeli alat penjernih air sebagai upaya untuk menghindari dampak negatif dari sumber air tanah yang tercemar. Data mengenai biaya pencegahan atas pembelian alat penjernih air dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Biaya Pencegahan Atas Upaya Pembelian Alat Penjernih Air
Upaya Pencegahan
Jumlah Responden (RT)
Pendapatan Rata-Rata Responden (Rp/bulan)
Total Biaya Pencegahan (Rp/bulan)
Rata-Rata Biaya Pencegahan (Rp/bulan)
Rata-Rata Biaya Pencegahan (Rp/tahun)
Persentase Biaya Pencegahan terhadap Pendapatan (%)
Pembelian Alat Penjernih Air Klasifikasi RT Kelompok 1
28
2.157.143
481.700
17.204
206.448
0,80
Klasifikasi RT Kelompok 3
17
2.567.647
241.900
14.229
170.748
0,55
Total
45
2.312.222
723.600
16.080
192.960
0,70
Sumber: Data Primer Diolah, 2012
7.3.2. Biaya Pembelian Air Galon Berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 96 rumah tangga responden yang air tanahnya mengalami pencemaran, diperoleh bahwa keseluruhan rumah tangga responden melakukan tindakan pencegahan dengan membeli air galon sebagai upaya mereka untuk menghindari dampak negatif akibat tercemarnya sumber air tanah yang digunakan. Adapun alasan lainnya adalah rumah tangga responden tersebut akan merasa lebih praktis dan mudah apabila menggunakan air galon untuk keperluan minum dan memasak. Pada umumnya terdapat dua jenis air galon yang biasa digunakan oleh penduduk di Kelurahan Harapan Jaya, yakni air galon jenis air minum isi ulang (AMIU) dan air galon jenis air minum dalam kemasan (AMDK). Hasil survei yang dilakukan terhadap rumah tangga responden menunjukan bahwa penggunaan
81
kedua jenis air galon ini bervariasi pada masing-masing rumah tangga responden. Bagi 60 rumah tangga responden pada klasifikasi rumah tangga responden kelompok 1, sebagian besar respondennya mengombinasikan penggunaan AMIU dan AMDK, yaitu sebanyak 29 responden, sedangkan bagi 36 rumah tangga responden pada klasifikasi rumah tangga responden kelompok 3, sebagian besar respondennya hanya menggunakan AMIU saja sebagai alternatif pengganti sumber air minum mereka untuk menghindari dampak negatif dari tercemarnya sumber air tanah. Secara keseluruhan jenis air galon yang paling banyak digunakan adalah air galon jenis AMIU yang dipilih oleh 43 responden. Adapun perilaku penggunaan air galon pada umumnya dipengaruhi oleh perbedaan harga dari kedua air galon tersebut. Air galon jenis AMIU memiliki harga yang relatif lebih murah dibandingkan dengan air galon jenis AMDK. Harga yang berlaku untuk galon jenis AMIU ini bervariasi yaitu berkisar antara Rp 3.000 – Rp 4.500 per galon, sedangkan untuk galon jenis AMDK berkisar antara Rp 10.000 – Rp 13.000 per galon. Perbedaan harga tersebut tergantung dari pihak yang memproduksi air galon tersebut. Air galon jenis AMIU diproduksi oleh depot penyulingan mandiri yang dimiliki oleh individu atau kelompok usaha tertentu, sedangkan AMDK diproduksi oleh perusahaan tertentu yang biasanya telah memiliki standar sertifikasi kualitas yang terjamin. Hal inilah yang menyebabkan harga AMDK relatif lebih mahal dibandingkan dengan AMIU. Meskipun memiliki kualitas yang relatif dibawah air galon jenis AMDK, namun penggunaan AMIU lebih disukai oleh penduduk karena harganya yang relatif lebih terjangkau. Data mengenai perilaku responden dalam penggunaan air galon dapat dilihat pada Tabel 18.
82
Tabel 18. Perilaku Responden dalam Penggunaan Air Galon Jumlah Responden (RT)
Klasifikasi Responden yang Membeli Air Galon
Jenis Air Galon AMIU
AMIU +AMDK
AMDK
Klasifikasi RT Kelompok 1
60
26
5
29
Klasifikasi RT Kelompok 3
36
17
9
10
Total
96
43
14
39
Sumber: Data Primer Diolah, 2012
Adapun untuk memperoleh rata-rata biaya pencegahan setiap bulannya sebagai upaya pembelian air galon untuk menghindari dampak negatif akibat air tanah
yang tercemar
digunakan metode
biaya pencegahan (preventive
expenditure). Berdasarkan metode yang digunakan tersebut, maka total biaya pencegahan atas pembelian air galon adalah sebesar Rp 9.486.488 per bulan yang diperoleh dari penjumlahan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh 96 responden yang membeli air galon. Rata-rata biaya pencegahan per bulan diperoleh dengan membagi total biaya pencegahan dari pembelian air galon dengan jumlah responden yang menggunakannya, sehingga rata-rata biaya pencegahan yang harus dikeluarkan oleh setiap rumah tangga akibat pencemaran air tanah adalah sebesar Rp 98. 188 per bulan. Biaya pencegahan atas pembelian air galon tersebut memiliki persentase sebesar 4,10% terhadap pendapatan rata-rata responden yang besarnya mencapai Rp 2.411.579 per bulan. Hal ini berarti bahwa 4,10% dari pendapatan rumah tangga responden digunakan untuk melakukan tindakan pencegahan dengan membeli air galon sebagai upaya untuk menghindari dampak negatif dari sumber air tanah yang tercemar. Data mengenai biaya pencegahan atas pembelian air galon dapat dilihat pada Tabel 19.
83
Tabel 19. Biaya Pencegahan atas Pembelian Air Galon
Upaya Pencegahan
Jumlah Respon den (RT)
Pendapatan Rata-Rata Responden (Rp/bulan)
Biaya Total (Rp/bulan)
Biaya RataRata (Rp/bulan)
Biaya RataRata (Rp/tahun)
Persenta se Biaya terhadap Pendapa tan (%)
Pembelian Air Galon RT Responden Kel. 1 -
AMIU
26
1.962.000
1.393.000
53.577
642.924
2,73
-
AMDK
5
2.660.000
705.000
141.000
1.692.000
5,30
-
AMIU +AMDK
29
2.362.069
3.724.238
128.422
1.271.688
4,88
RT Responden Kel. 3 -
AMIU
17
2.417.647
865.000
50.882
610.584
2,10
-
AMDK
9
3.016.667
1.330.500
147.833
1.773.996
4,90
-
AMIU + AMDK
10
3.000.000
1.468.750
146.875
1.762.500
4,89
Total
96
2.411.579
9.486.488
98.818
1.185.811
4,10
Sumber: Data Primer Diolah, 2012
7.3.3. Total Biaya Pencegahan Total biaya pencegahan merupakan penjumlahan dari keseluruhan biayabiaya yang dikeluarkan atas tindakan pencegahan yang dilakukan oleh rumah tangga untuk menghindari dampak negatif akibat tercemarnya sumber air tanah. Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan, maka diperoleh bahwa terdapat dua jenis upaya pencegahan yakni dengan membeli alat penjernih air dan air galon. Biaya total atas ketiga upaya pencegahan tersebut adalah sebesar Rp 10.192.088 per bulan. Rata-rata biaya pencegahan per bulan diperoleh dengan membagi total biaya dari ketiga upaya pencegahan yang dilakukan dengan 96 responden yang melakukan tindakan pencegahan, sehingga rata-rata biaya
84
pencegahan yang harus dikeluarkan oleh setiap rumah tangga akibat pencemaran air tanah adalah sebesar Rp 106.167 per bulan. Biaya pencegahan tersebut memiliki persentase sebesar 4,40% terhadap pendapatan rata-rata responden yang besarnya mencapai Rp 2.411.579 per bulan. Hal ini berarti bahwa 4,40% dari pendapatan rumah tangga responden digunakan untuk melakukan tindakan pencegahan dengan melakukan kedua upaya tersebut. Data mengenai total biaya pencegahan akibat pencemaran air tanah dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Total Biaya Pencegahan Akibat Pencemaran Air Tanah
Upaya Pencegahan
Jumlah Responden (RT)
Pendapatan Rata-Rata Responden (Rp/bulan)
Biaya Total (Rp/bulan)
Biaya Rata-Rata (Rp/bulan)
Biaya Rata-Rata (Rp/tahun)
Persentase Biaya terhadap Pendapatan (%)
Pembelian Alat Penjernih Air
45
2.312.222
723.600
16.080
192.960
0,70
Pembelian Air Galon
96
2.411.579
9.486.488
98.818
1.185.811
4,10
Total
96
2.411.579
10.192.088
106.167
1.274.011
4,40
Sumber: Data Primer Diolah, 2012
7.4
Estimasi Nilai Kerugian Pendekatan Biaya Kesehatan
Ekonomi
Penduduk
Berdasarkan
Selain biaya pencegahan, penduduk juga mengalami kerugian berupa biaya yang harus dikeluarkan atas upayanya untuk mengobati penyakit-penyakit yang timbul akibat pencemaran pada air tanah yang mereka konsumsi, baik yang digunakan untuk konsumsi secara langsung ataupun hanya untuk keperluan MCK. Adapun metode yang digunakan untuk menghitung biaya tersebut adalah metode biaya kesehatan (cost of illness). Pengeluaran masyarakat atas biaya kesehatan yang dikaji dalam penelitian ini dibatasi hanya pada biaya-biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk memperoleh pengobatan ke rumah sakit, puskesmas, ataupun
85
dokter
praktek
atas
penyakit
yang
dideritanya
akibat
mereka
masih
mengkonsumsi air tanah yang telah tercemar tersebut. Penyakit-penyakit yang berkaitan dengan pencemaran air tanah diperoleh melalui studi literatur dan wawancara langsung kepada tenaga kesehatan yang berada di Puskesmas Seroja. Puskesmas Seroja merupakan salah satu tempat berobat yang paling sering dikunjungi oleh penduduk Kelurahan Harapan Jaya karena memiliki biaya yang relatif murah serta dekat dengan pemukiman penduduk. Berdasarkan wawancara yang dilakukan bahwa penyakit diare dan gatal-gatal pada kulit (dermatritis) merupakan gejala yang paling umum dirasakan oleh penduduk apabila terkena kontaminasi secara langsung ataupun tidak langsung terhadap air tanah yang tercemar. Selama tahun 2010 kedua penyakit tersebut masuk ke dalam 10 penyakit yang memiliki frekuensi kejadian tertinggi di masyarakat. Oleh karena itu, penelitian ini akan melihat biaya-biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat atas upaya mereka untuk mengobati penyakit diare ataupun gatal-gatal pada kulit yang disebabkan oleh kontaminasi mikroorganisme ataupun senyawa kimia berbahaya yang terdapat pada air tanah yang tercemar tersebut. Data mengenai jumlah responden berdasarkan jenis penyakit dan pilihan berobat dapat dilihat pada Tabel 21. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa terdapat 45 responden yang mengeluhkan adanya penyakit yang timbul akibat pencemaran pada air tanah yang mereka gunakan. Sebagian besar responden yang menderita penyakit terkait pencemaran air tanah adalah pada klasifikasi rumah tangga responden kelompok 1, yakni sebanyak 26 responden. Jenis penyakit yang paling sering dikeluhkan adalah diare yang dialami oleh 37 responden, sedangkan pilihan berobat yang
86
paling banyak diminati oleh responden adalah berobat ke puskesmas yang dipilih oleh 34 responden. Hal ini disebabkan karena biaya berobat ke puskesmas relatif lebih murah dibandingkan dengan alternatif berobat ke tempat lainnya. Selain itu puskesmas juga memiliki lokasi yang dekat dengan pemukiman penduduk, sehingga diharapkan penanganan atas penyakit yang diderita oleh responden akan lebih cepat. Tabel 21. Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Penyakit dan Pilihan Berobat
Klasifikasi Responden yang Berobat
Jumlah Responden (RT)
Jenis Penyakit yang diderita oleh Responden
Pikihan Berobat
Diare
Gatalgatal
Puskesm as
Dokter Umum
Rumah Sakit
Klasifikasi RT Responden Kelompok 1
26
21
5
19
4
2
Klasifikasi RT Responden Kelompok 3
19
16
3
15
4
1
Total
45
37
8
34
8
3
Sumber: Data Primer Diolah, 2012
Adapun biaya berobat responden untuk mengatasi penyakit yang dideritanya ini bervariasi dan tergantung pada jenis pilihan berobat serta penanganan atau tindakan yang diinginkan oleh masing-masing responden tersebut. Berdasarkan survei biaya yang dikeluarkan oleh responden, maka biaya yang dibutuhkan untuk berobat ke puskesmas berada pada kisaran Rp5000 Rp15.000 setiap kali berobat. Biaya berobat ke puskesmas ini belum termasuk subsidi yang ditanggung oleh pemerintah yaitu sebesar Rp 26.000 per orang setiap kali berobat. Adapun biaya untuk berobat ke rumah sakit berada pada kisaran Rp100.000 – Rp150.000 setiap kali berobat. Bagi penduduk yang ingin berobat ke
87
dokter umum, maka biaya yang dibutuhkan adalah berada pada kisaran Rp35.000 – Rp65.000 setiap kali berobat. Estimasi biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh 45 responden yang menderita penyakit, baik diare maupun gatal-gatal pada kulit, akibat terkontaminasi oleh mikroorganisme maupun zat kimia berbahaya yang terdapat pada sumber air tanah yang mereka gunakan akan dihitung menggunakan metode biaya kesehatan (cost of illness). Total biaya kesehatan responden diperoleh dengan mengalikan biaya yang dikeluarkan oleh setiap responden yang berobat dengan frekuensi atau banyaknya responden tersebut berobat dalam waktu satu tahun. Hasil perhitungan menunjukan bahwa total biaya yang dikeluarkan oleh responden atas upayanya untuk berobat adalah sebesar Rp 498.780 per bulan. Rata-rata biaya kesehatan per bulan diperoleh dengan membagi total biaya dari ketiga pilihan berobat yang dilakukan dengan 45 responden yang mengeluarkan biaya beorbat, sehingga rata-rata biaya kesehatan yang harus dikeluarkan oleh setiap rumah tangga akibat pencemaran air tanah adalah sebesar Rp 11.084 per bulan. Biaya kesehatan tersebut memiliki persentase sebesar 0,45 % terhadap pendapatan rata-rata responden yang besarnya mencapai Rp 2.470.930 per bulan. Hal ini berarti bahwa 0,45 % dari pendapatan rumah tangga responden digunakan untuk berobat akibat pencemaran air tanah yang terjadi. Data mengenai biaya kesehatan atas pengobatan yang dilakukan oleh penduduk akibat pencemaran air tanah dapat dilihat pada Tabel 22.
88
Tabel 22. Biaya Kesehatan Akibat Pencemaran Air Tanah
Pilihan Berobat
Jumlah Respond en (RT)
Pendapatan Rata-Rata Responden (Rp/bulan)
Biaya Total (Rp/bulan)
Biaya RataRata (Rp/bulan)
Biaya RataRata (Rp/tahun)
Persentase Biaya terhadap Pendapatan (%)
Klasifikasi RT Responden Kelompok 1 Puskesmas
19
2.268.421
189.083
9.952
119.424
0,43
Dokter Umum
4
1.700.000
40.417
10.104
121.248
0,59
Rumah Sakit
2
3.350.000
41.667
20.834
250.008
0,62
Klasifikasi RT Responden Kelompok 3 Puskesmas
15
2.643.333
134.166
8.944
107.328
0,34
Dokter Umum
4
2.500.000
52.917
13.299
159.588
0,53
Rumah Sakit
1
3.000.000
37.500
37.500
450.000
1,25
45
2.470.930
495.750
11.017
132.200
0,45
Total
Sumber: Data Primer Diolah, 2012
7.5
Nilai Kerugian Ekonomi Pencemaran Air Tanah
Rumah
Tangga
Responden
Akibat
Berdasarkan penjelasan sebelumnya diketahui bahwa terdapat biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh rumah tangga responden untuk dapat memenuhi kebutuhan air bersih mereka sehari-hari. Biaya-biaya tersebut diantaranya adalah biaya untuk memperoleh sumber air bersih itu sendiri beserta biaya-biaya yang muncul akibat tercemarnya sumber air tanah penduduk oleh perembesan zat pencemar dari kebocoran saluran pembuangan limbah domestik yang letaknya berdekatan dengan sumber air tanah penduduk. Biaya tersebut merupakan biaya pencegahan dengan pembelian alat penyaring air dan air galon serta biaya kesehatan yang diderita oleh akibat gangguan kesehatan seperti diare dan gatalgatal pada kulit akibat tercemarnya sumber air tanah yang mereka gunakan. Berikut ini merupakan rincian rata-rata biaya perolehan air, biaya pencegahan,
89
dan biaya kesehatan yang dikeluarkan setiap bulannya oleh rumah tangga responden yang dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23.
Rincian Biaya Perolehan Air Bersih, Biaya Pencegahan, dan Biaya Kesehatan oleh Rumah Tangga Responden Rata-rata Biaya Memperoleh Air Bersih (Rp/bulan)
Rata-rata Biaya Pencegahan (Rp/bulan)
Rata-rata Biaya Kesehatan (Rp/bulan)
Klasifikasi RT Responden
Jumlah Respon den
Kelompok 1
60
23.217
-
16.219
97.037
11.688
Kelompok 2
4
-
59.567
-
-
-
Kelompok 3
36
21.667
45.031
15.889
101.785
11.259
Air Tanah
Pembelian Alat Penjernih Air
Air PDAM
Pembelian Air Galon
Sumber : Data Primer Diolah, 2012
Biaya pencegahan dan biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh rumah tangga responden yang timbul akibat pencemaran air tanah yang terjadi merupakan kerugian bagi penduduk Kelurahan Harapan Jaya. Penduduk rela untuk mengeluarkan sejumlah uang untuk mengurangi rersiko dari pencemaran air tanah yang terjadi demi memperoleh kualitas dan kuantitas sumber air bersih yang lebih baik. Oleh karena itu, untuk menghitung biaya-biaya tersebut digunakan metode biaya pencegahan (preventive expenditure) dan biaya kesehatan (cost of illness). Keseluruhan biaya-biaya tersebut merupakan nilai kerugian yang dialami oleh penduduk akibat pencemaran air tanah yang terjadi di Kelurahan Harapan Jaya. Nilai kerugian rumah tangga responden dalam penelitian ini diperoleh dengan menghitung jumlah rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk setiap tindakan pencegahan yang dilakukan oleh rumah tangga responden kelompok 1 dan kelompok 3. Adapun pengeluaran rumah tangga responden kelompok 2 tidak dimasukkan ke dalam perhitungan nilai kerugian ekonomi karena diasumsikan
90
tindakan pencegahan yang dilakukan oleh rumah tangga responden kelompok 2 bukan disebabkan oleh sumber air tanah yang tercemar. Data mengenai nilai kerugian ekonomi rumah tangga responden akibat pencemaran air tanah yang terjadi di Kelurahan Harapan Jaya dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24.
Nilai Kerugian Ekonomi Rumah Tangga Rata-rata Biaya Pencegahan (Rp/bulan) Pembelian Pembelian Alat Air Galon Penjernih Air
Rata-rata Biaya Kesehatan (Rp/bulan)
Nilai Kerugian Ekonomi Rumah Tangga (Rp/bulan)
Klasifikasi RT Responden
Jumlah Responden
Kelompok 1
60
16.219
97.037
11.688
124.944
Kelompok 3
36
15.889
101.785
11.259
128.933
Sumber : Data Primer Diolah, 2012
Berdasarkan Tabel 24 dapat diketahui bahwa nilai kerugian ekonomi terbesar dirasakan oleh rumah tangga responden kelompok 3 yang nilainya mencapai Rp 128.933 per bulan. Nilai kerugian terbesar yang dirasakan oleh rumah tangga responden adalah kerugian yang disebabkan atas upayanya untuk melakukan tindakan pencegahan dengan membeli air galon yang nilainya mencapai Rp 101.785 per bulan, sedangkan nilai kerugian terkecil yang dirasakan oleh rumah tangga responden adalah atas upayanya untuk mengobati penyakit yang timbul terkait dengan pencemaran air tanah yakni sebesar Rp 11.259 per bulan. Nilai kerugian tersebut mengestimasi nilai minimum dari kerusakan sumberdaya air tanah akibat pencemaran yang terjadi di Kelurahan Harapan Jaya.
91
VIII.
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PENDUDUK UNTUK MELAKUKAN TINDAKAN PENCEGAHAN AKIBAT PENCEMARAN AIR TANAH Pertambahan jumlah penduduk yang semakin tinggi di Kota Bekasi
mengakibatkan kebutuhan air bersih juga akan semakin besar. Menurut Putranto et al. (2009), kebutuhan air bersih yang besar mendorong masyarakat untuk beralih menggunakan sumber air tanah untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari-harinya akibat sumber air permukaan yang selama ini mereka gunakan tidak lagi mencukupi dan cenderung telah tercemar. PDAM yang diandalkan sebagai salah satu penyedia kebutuhan air bersih masih belum mampu menjangkau seluruh kebutuhan masyarakat karena keterbatasan volume air bersih dan jangkauan perpipaan yang tersedia. Saat ini ekstraksi air tanah besar-besaran yang dilakukan baik oleh industri maupun domestik secara kolektif di Kelurahan Harapan Jaya telah menyebabkan penurunan pada muka air tanah akibat semakin keringnya sumber air tanah. Selain itu, perkembangan pemukiman penduduk yang semakin pesat dan tidak teratur juga telah merusak kualitas air tanah. Menurut Saeni (1997), permasalahan kualitas air tanah ini muncul akibat rapatnya pemukiman penduduk, sehingga jarak antara sarana pembuangan limbah dengan air sumur warga cenderung saling berdekatan dan berakibat pada rawannya sumber air bersih warga terhadap perembesan zat pencemar dari limbah yang berasal dari aktivitas domestik. Pencemaran yang terjadi pada sumber air tanah ini merupakan kerugian bagi penduduk setempat karena berkurangnya sumber air bersih yang dapat mereka manfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Adapun untuk mengurangi resiko terhadap kesehatan akibat kondisi air tanah yang tercemar
tersebut, maka rumah tangga responden akan melakukan berbagai tindakan pencegahan dengan membeli alat penjernih air (water treatment devices), ataupun mengganti sumber air minum mereka dengan air galon jenis AMIU dan AMDK. Pada bab ini akan dikaji faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan penduduk dalam melakukan tindakan pencegahan akibat tercemarnya sumber air tanah. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap pengambilan keputusan penduduk dianalisis menggunakan model regresi logistik. Variabel independen yang menjadi faktor-faktor yang diduga berpengaruh adalah penggunaan sumber air tanah (GRO), tingkat pendapatan (INC), tingkat pendidikan (EDU), lama tinggal (LIV), status kepemilikan tempat tinggal (STA), dan kekhawatiran penduduk terhadap kondisi air tanah (AWR). Variabel dependen dalam model ini adalah keputusan penduduk untuk melakukan tindakan pencegahan akibat adanya pencemaran air tanah (ACT) yang bernilai “satu” dan keputusan penduduk untuk tidak melakukan tindakan pencegahan akibat adanya pencemaran air tanah yang bernilai “nol”. Adapun tindakan pencegahan yang akan dilihat adalah berupa tindakan pencegahan oleh penduduk atas pembelian air galon yang diasumsikan dapat mewakili tindakan pencegahan yang dilakukan oleh rumah tangga responden secara keseluruhan. 8.1
Fungsi Keputusan Penduduk Untuk Pencegahan Akibat Pencemaran Air Tanah Adapun
untuk
memperoleh
Melakukan
variabel-variabel
Tindakan
independen
yang
berpengaruh nyata terhadap keputusan penduduk untuk melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran air tanah dilakukan pengujian model regresi
93
logistik dengan menggunakan program Minitab 14.0 for Windows yang dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. Hasil Regresi Logistik Keputusan Penduduk untuk Melakukan Tindakan Pencegahan Akibat Pencemaran Air Tanah Predictor
Coef
Constant Penggunaan Sumber Air Tanah (GRO) Pendapatan (INC)
Z
P
Odds Ratio
21,542
0,00
0,999
20,977
0,00
0,997
0,0000017
2,16
0,031*
1,01
- 0,437
-1,52
0,129
0,65
Pendidikan (EDU)
Lama Tinggal (LIV) -0,002 -0,03 0,979 Status Kepemilikan Tempat -18,727 -0,00 0,999 Tinggal (STA) Kekhawatiran terhadap kondisi 3,465 1,74 0,082** air tanah (AWR) Log-Likelihood = -7,949 Test that all slopes are zero: G = 17,691, DF = 6, P-Value = 0,007
1,29x10-9
1,00 0,00 31,97
Goodness-of-Fit Tests Method Pearson Deviance Hosmer-Lemeshow
Chi-Square DF 19,9180 13,1253 1,5147
82 82 8
P 1,000 1,000 0,992
Sumber : Data Primer Diolah (2011)
Keterangan : * **
nyata pada taraf nyata nyata pada taraf nyata
Berdasarkan hasil pengujian model regresi logistik tersebut, maka diperoleh fungsi keputusan penduduk untuk melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran air tanah, yaitu: ACTi = 21,542 + 20,977 GRO + 0,0000017 INC - 0,437 EDU - 0,002 LIV 18,727 STA + 3,465 AWR 8.2
Pengujian Hipotesis Berdasarkan analisis regresi logistik dilakukan uji Likelihood Ratio, uji
Goodness of fit dan uji Wald. Dari ketiga uji statistik tersebut akan diperoleh
94
beberapa hasil mengenai pengaruh dari variabel independen (penggunaan air tanah, tingkat pendapatan, pendidikan, lama tinggal, status kepemilikan tempat tinggal, dan kekhawatiran terhadap kondisi air tanah) terhadap variabel dependennya
(keputusan
untuk
melakukan
tindakan
pencegahan
akibat
pencemaran air tanah). 8.2.1 Uji Likelihood Ratio Uji Likelihood Ratio bertujuan untuk menguji kelayakan model menggunakan statistik G untuk mengetahui peran variabel-varibel independen dalam model secara simultan atau bersama-sama. Pengujian dapat dilakukan dengan membandingkan antara nilai G dengan nilai Chi-square (χ2) tabel pada taraf nyata (α) tertentu dengan derajat bebas (k-1), namun jika menggunakan paket pada program Minitab 4.0 dapat dilihat melalui nilai P (p-value). Berdasarkan hipotesis yang dibuat sebelumnya yakni jika p-value dari statistik G lebih kecil dari taraf nyata (α = 0,1), maka keputusannya adalah menolak H0 yang artinya setidak-tidaknya terdapat satu variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap variabel dependennya. Hasil olahan data pada Tabel 24 menunjukan bahwa nilai Log-Likelihood sebesar –7,949 menghasilkan nilai G sebesar 17,691 dengan p-value yaitu 0,007. Hasil tersebut menunjukan bahwa pvalue memiliki nilai yang lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan (0,007 < 0,1), sehingga keputusannya adalah menolak H0 yang artinya variabel independen yang digunakan dalam model tersebut secara bersama-sama dapat menjelaskan keputusan penduduk untuk melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran air tanah.
95
8.2.2 Uji Goodness of Fit Uji Goodness of Fit terhadap keseluruhan model dilakukan dengan memperhatikan nilai sebaran chi-square dari Hosmer-Lameshow. Berdasarkan hipotesis yang dibuat sebelumnya yakni jika p-value dari statistik HosmerLameshow tersebut lebih besar dari taraf nyata (α = 0,1), maka keputusannya adalah terima H0 yang artinya model tersebut cukup layak untuk digunakan dalam prediksi. Hasil olahan data sebelumnya menunjukan bahwa p-value dari statistik Hosmer-Lameshow memiliki nilai yang lebih besar dari taraf nyata yang digunakan (0,992 > 0,1), sehingga keputusannya adalah terima H0 yang artinya model tersebut cukup layak untuk digunakan dalam prediksi. 8.2.3 Uji Wald Uji Wald bertujuan untuk menguji secara parsial faktor-faktor mana saja dari variabel independen yang berpengaruh nyata secara statistik terhadap pilihan keputusan pada variabel dependennya. Berdasarkan hipotesis yang dibuat sebelumnya yakni jika p-value dari statistik W lebih kecil dari taraf nyata (α = 0,1), maka keputusannya adalah menolak H0 artinya variabel independen tersebut berpengaruh secara nyata terhadap variabel dependennya. Hasil olahan data pada Tabel 27 menunjukan bahwa dengan menggunakan uji Wald terdapat dua variabel dependen yang berpengaruh nyata secara signifikan dengan level of significant atau α yang berbeda. Variabel tingkat pendapatan signifikan pada α = 5%. Hal ini berarti variabel tingkat pendapatan tersebut 95% secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan penduduk untuk melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran pada air tanah. Adapun variabel kekhawatiran penduduk terhadap kondisi air tanah berpengaruh
96
signifikan pada taraf uji 10%. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa variabel tersebut 90% secara parsial mempunyai pengaruh nyata terhadap keputusan penduduk untuk melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran pada air tanah. Berdasarkan analisis hasil uji Wald yang dilakukan, terdapat empat variabel independen yang ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependennya. Keempat variabel tersebut adalah penggunaan air tanah, tingkat pendidikan, lama tinggal, dan status kepemilikan tempat tinggal penduduk. Hal tersebut dikarenakan p-value dari keempat variabel independen tersebut lebih besar dari α yang digunakan (α = 0,1), sehingga tidak memenuhi syarat signifikan. 8.3
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Penduduk untuk Melakukan Tidakan Pencegahan Akibat Pencemaran Pada Air Tanah Berdasarkan hasil regresi logistik, dapat dilakukan penafsiran mengenai
variabel-variabel yang diduga menjadi faktor yang mempengaruhi keputusan penduduk untuk melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran air tanah. Dalam hasil analisis regresi logistik, interpretasi dilakukan dengan melihat nilai pvalue dan odds ratio. Nilai p-value menentukan variabel-variabel yang berpengaruh nyata dalam model. Odds ratio menggambarkan estimasi seberapa besar kecendrungan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Koefisien variabel independen yang bernilai porsitif akan memiliki nilai odds ratio lebih dari satu, sedangkan koefisien yang bernilai negatif akan menghasilkan nilai odds ratio kurang dari satu.
97
8.3.1 Variabel yang Bepengaruh Signifikan Berikut ini merupakan pembahasan mengenai variabel-variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan penduduk untuk melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran air tanah.: 1) Tingkat Pendapatan Variabel tingkat pendapatan pada penelitian ini signifikan pada taraf uji 5%. Hal tersebut dikarenakan tingkat pendapatan merupakan faktor penting bagi rumah tangga untuk melakukan tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan yang dilakukan akan menyebabkan rumah tangga harus rela mengeluarkan sebagian dari pendapatannya untuk mencegah atau mengurangi dampak negatif yang akan terjadi akibat adanya pencemaran pada sumber air tanah mereka. Berdasarkan hasil olahan regresi logistik diperoleh bahwa variabel tingkat pendapatan memiliki korelasi yang positif dan nilai odds ratio sebesar 1,01. Adapun penafsirannya adalah peluang rumah tangga untuk melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran air tanah lebih besar 1,01 kalinya dibandingkan dengan rumah tangga yang tidak melakukan tindakan pencegahan apabila pendapatan rumah tangga tersebut meningkat satu satuan (rupiah), ceteris paribus. Oleh karena itu, semakin tinggi pendapatan suatu rumah tangga, maka akan lebih mudah bagi rumah tangga tersebut untuk mengeluarkan biaya-biaya untuk melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran air tanah yang terjadi. 2) Kekhawatiran penduduk terhadap kondisi air tanah Variabel kekhawatiran penduduk terhadap kondisi pencemaran air tanah pada penelitian ini signifikan pada taraf nyata 10%. Kekhawatiran penduduk
98
terhadap kondisi air tanah ditunjukan melalui wawancara langsung atas jawaban ya atau tidak terkait kekhawatiran mereka terhadap kondisi air tanah yang mereka gunakan. Berdasarkan hasil olahan regresi logistik diperoleh bahwa variabel kekhawatiran penduduk memiliki korelasi yang positif dan nilai odds ratio sebesar 31,97. Adapun penafsirannya adalah peluang keputusan rumah tangga untuk melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran air tanah bagi rumah tangga yang sangat khawatir terhadap kondisi air tanah 31,97 kalinya lebih besar dibandingkan dengan rumah tangga yang sedikit atau sama sekali tidak khawatir terhadap kondisi air tanah terhadap kesehatan keluarganya, ceteris paribus. Hal ini berarti kecendrungan rumah tangga yang sangat khawatir terhadap kondisi air tanahnya lebih tinggi untuk melakukan tindakan pencegahan dibandingkan dengan rumah tangga yang sedikit atau tidak sama sekali khawatir terhadap kondisi air tanahnya untuk melakukan tindakan pencegahan. 8.3.2 Variabel yang Tidak Berpengaruh Signifikan Terdapat empat variabel independen dalam model yang secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya karena memiliki pvalue yang lebih besar dari taraf nyata yang digunakan (α = 0,1), sehingga tidak memenuhi syarat signifikan. Keempat variabel tersebut adalah penggunaan air tanah, tingkat pendidikan, lama tinggal, dan status kepemilikan tempat tinggal penduduk. Berikut ini adalah penejalasan mengenai ketidak-signifikan-an variabel-variabel tersebut terhadap keputusan rumah tangga untuk melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran air tanah.
99
1) Penggunaan Air Tanah Dalam kasus ini variabel penggunaan air tanah tidak mempengaruhi keputusan rumah tangga melakukan tindakan pencegahan. Hal tersebut dapat disebabkan karena sebagian besar rumah tangga yang masih menggunakan air tanah sebagai
sumber
utama pemenuhan
kebutuhan air bersihnya
beranggapan bahwa kondisi sumber air tanahnya tidak terlalu buruk sehingga menurut mereka tindakan pencegahan tidak diperlukan. 2) Tingkat Pendidikan Dalam kasus ini variabel tingkat pendidikan tidak mempengaruhi keputusan rumah tangga untuk melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran air tanah. Kondisi ini dapat disebabkan karena tingginya tingkat pendidikan kepala keluarga dalam rumah tangga menyebabkan kepala keluarga tersebut akan cenderung lebih rasional dalam mempertimbangkan tindakan yang perlu ataupun tidak perlu dilakukan terkait keputusannya untuk melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran air tanah. 3) Lama Tinggal Dalam kasus ini variabel lama tinggal tidak berpengaruh nyata terhadap keputusan rumah tangga untuk melakukan tindakan pencegahan. Hal ini dapat disebabkan karena penduduk yang baru tinggal pun juga akan melakukan tindakan pencegahan apabila ditempat sebelumnya penduduk tersebut telah mengalami kondisi air tanah yang tercemar, sehingga lamanya seseorang tinggal di lokasi yang sumber air tanahnya tercemar tidak mempengaruhi
100
keputusan rumah tangga untuk melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran pada air tanah. 4) Status Kepemilikan Tempat Tinggal Dalam kasus ini variabel status kepemilikan rumah penduduk tidak mempengaruhi keputusan rumah tangga untuk melakukan tindakan pencegahan. Hal ini dapat disebabkan karena baik rumah tangga yang memiliki status tempat tinggal milik sendiri ataupun bukan milik sendiri, sama-sama akan melakukan tindakan pencegahan apabila sumber air tanah yang mereka gunakan telah tercemar.
101
IX. 9.1
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Berdasasarkan penelitian yang dilakukan tentang kerugian ekonomi
masyarakat Kelurahan Harapan Jaya akibat pencemaran air tanah, diperoleh hasil berikut: 1.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pada umumnya terdapat dua sumber air bersih yang membentuk tiga pola penggunaan air bersih oleh penduduk yakni rumah tangga yang hanya menggunakan air tanah atau air PDAM saja dan rumah tangga yang mengombinasikan penggunaan kedua sumber tersebut untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari-hari. Sebagian besar penduduk berada pada klasifikasi rumah tangga yang hanya menggunakan air tanah saja sebagai sumber utama pemenuhan kebutuhan air bersihnya dengan rata-rata volume penggunaan sebesar 10,75 m3 per bulan. Adapun tindakan pencegahan dilakukan baik oleh rumah tangga yang mengalami pencemaran maupun rumah tangga yang tidak mengalami pencemaran pada sumber air tanahnya. Bentuk perilaku pencegahan yang paling banyak dilakukan oleh rumah tangga adalah mengganti sumber air yang akan dikonsumsi dengan air galon untuk menghindari dampak negatif dari tercemarnya sumber air tanah.
2.
Nilai kerugian ekonomi terbesar dirasakan oleh klasifikasi rumah tangga responden yang mengombinasikan penggunaan air tanah dan air PDAM sebagai sumber pemenuhan kebutuhan air bersihnya (kelompok 3) yang nilainya mencapai Rp 128.933 per bulan. Nilai kerugian tersebut menunjukan biaya pencegahan dan biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh
responden akibat adanya pencemaran air tanah. Nilai kerugian tersebut mengestimasi nilai minimum dari kerusakan sumberdaya air tanah akibat pencemaran yang terjadi di Kelurahan Harapan Jaya. 3.
Berdasarkan hasil olah data dengan regresi logistik hanya terdapat dua faktor
yang signifikan mempengaruhi keputusan penduduk dalam
melakukan tindakan pencegahan yaitu variabel tingkat pendapatan dimana semakin tinggi pendapatan suatu rumah tangga, maka akan lebih mudah bagi rumah tangga tersebut untuk mengeluarkan biaya-biaya untuk melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran air tanah yang terjadi dan variabel kekhawatiran penduduk terhadap kondisi air tanah dimana kecendrungan rumah tangga yang sangat khawatir terhadap kondisi air tanahnya lebih tinggi untuk melakukan tindakan pencegahan dibandingkan dengan rumah tangga yang sedikit atau tidak sama sekali khawatir terhadap kondisi air tanahnya untuk melakukan tindakan pencegahan. 9.2
Saran
1.
Besarnya kebutuhan masyarakat akan air bersih mengharuskan Pemerintah Kelurahan Harapan Jaya pada khususnya untuk dapat mensosialisasikan kepada masyarakat mengenai pentingnya beralih menggunakan air ledeng sebagai sumber utama pemenuhan kebutuhan air bersih serta mendorong PDAM Tirta Patriot agar dapat meningkatkan kinerja, kualitas, kapasitas dan jangkauan layanan air ledeng ke seluruh lapisan masyarakat, khususnya di Kelurahan Harapan Jaya sehingga masyarakat dapat memperoleh akses air bersih yang cukup serta memiliki kualitas air bersih yang layak dan terjamin bagi kesehatan.
103
2.
Kasus pencemaran air tanah di Kelurahan Harapan Jaya salah satunya disebabkan oleh kebocoran saluran pembuangan limbah domestik yang mencemari sumber air tanah yang digunakan oleh masyarakat akibat rapatnya pemukiman penduduk. Kondisi ini mengharuskan pemerintah Kelurahan
Harapan Jaya
pada khususnya
dituntut
harus mampu
mengimbangi dengan melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas pada sarana sanitasi dan saluran pembuangan limbah serta menghimbau baik industri maupun domestik untuk dapat menangani dan mengelola limbah yang dihasilkannya dengan bijak dan bertanggung jawab. 3.
Krisis air tanah yang terjadi di Kelurahan Harapan Jaya hendaknya dapat menjadikan masukan bagi pemerintah untuk dapat mengevaluasi kebijakan terkait dengan pengelolaan dan pendayagunaan air tanah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah, sehingga dapat mengurangi tindakan eksploitasi air tanah yang berlebihan yang dapat mengakibatkan pencemaran pada sumber air tanah.
4.
Nilai kerugian ekonomi akibat pencemaran air tanah yang diperoleh pada penelitian ini merupakan valuasi minimum dari nilai sumberdaya air tanah yang dihitung berdasarkan kemampuan membayar maksimum rumah tangga untuk menghindari dampak negatif dari pencemaran sumber air tanah di Kelurahan Harapan Jaya. Oleh karena itu pada penelitian berikutnya disarankan valuasi atas sumberdaya air tanah dilakukan secara menyuluruh, sehingga dapat menggambarkan nilai sesungguhnya dari sumberdaya air tanah.
104
DAFTAR PUSTAKA Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bekasi. 2006. Basis Data Lingkungan Hidup Kota Bekasi, Kota Bekasi. Badan Pusat Statistik Kota Bekasi. 2010. Kecamatan Bekasi Utara Dalam Angka Tahun 2010, Kota Bekasi. . 2011. Berita Resmi Statistik. www.bekasikota.bps.go.id. Diakses pada tanggal 4 Februari 2011. Bujagunasti, Y. 2009. Estimasi Manfaat dan Kerugian Masyarakat Akibat Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir : Studi Kasus di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi. Skripsi. Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Brouwer, R., and D.W. Pearce. 2005. Cost-Benefit Analysis and Water Resources Management. Edwar Elgar Publishing Ltd, Massachussetts. Fauzi, A. 2006. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Jawa Pos. 2011. Penduduk Miskin Naik Berlipat. http://www.jpnn.com/read/2011/02/03/83610. diakses pada 10 Juli 2011. Juanda, B. 2009. Ekonometrika I. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Jones, G.E., B. Davies, and S. Hussain. 2000. Ecological Economics: an Introduction. Blackwell Science Ltd Oxford, England. Kemper, K., S. Foster, H. Garduno, M. Nanni, and A. Tuinhof. 2006. Suistanable Groundwater Management: Economic Instruments for Groundwater Management. Briefing Note Series 7 : 1-8. World Bank, Washington, D.C. Kodoatie, R.J., dan R. Sjarief. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu. Penerbit Andi, Yogyakarta. Kristanto, P. 2004. Ekologi Industri. Penerbit Andi, Yogyakarta. National Research Council. 1997. Valuing Ground Water: Economic Concepts and Approaches. National Academy Press, Washington, D.C. Naryanto, H.S., N. Hidayat, dan A. Kuswanto. 2007. Prospeksi Airtanah Berdasarkan Geometri Akuifer untuk Kebutuhan Sumber Air Bersih di Daerah Bekasi Jawa Barat. Dalam Alami 12:1.
Notodarmojo, S. 2005. Pencemaran Tanah dan Air Tanah. Penerbit ITB, Bandung. Pemerintah Kota Bekasi. 2010. Monografi Kelurahan Harapan Jaya. 2010. Pemkot Bekasi, Kota Bekasi. Perkasa, B.AL. 2010. Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi dan Willingness to Pay Masyarakat Akibat Pencemaran Air Tanah (Studi Kasus di Kelurahan Kapuk Muara, Jakarta Utara). Skripsi. Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Puskesmas Seroja. 2010. Laporan Tahunan Puskesmas Seroja Kelurahan Harapan Jaya 2010, Kota Bekasi. Prasetyo, B. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Putranto, T.T., dan K.I. Kusuma. 2009. Permasalahan Air Tanah Pada Daerah Urban. Jurnal Teknik. vol. 30. no. 1, Semarang. Pindyck S, Robert and D.L. Rubinfeld. 1998. Econometrics Models and Economic Forecast, Fourth Edition. McGraw-Hill International Edition, Singapore. Saeni, M.S. 1997. Kualitas Air Tanah Dangkal Daerah Pemukiman di Kabupaten Bekasi. Makalah. Departemen Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Said, N.I. 1999. Kesehatan Masyarakat dan Teknologi Peningkatan Kualitas Air. Direktorat Teknologi Lingkungan, Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi, Material, dan Lingkungan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta. Sumarwan, U. 2002. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya Dalam Pemasaran. Penerbit Ghalia Indonesia, Bogor Traore, N., N. Amara, and R. Landry. 1999. Household’s Response to Groundwater Quality Degradation: Results from a Household Survey in Quebec. Cahiers d’économie et sociologie rurales, no. 52, Canada. Wicaksono, A.H. 2010. Estimasi Nilai Kerugian Masyarakat Akibat Bencana Banjir Dan Kesediaan Membayar Masyarakat Terhadap Program Perbaikan Lingkungan (Studi Kasus Di Kampung Pulo Kelurahan Kampung Melayu, Jakarta Timur). Skripsi. Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Yakin, A. 1997. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan: Teori dan Kebijaksanaan Pembangunan Berkelanjutan. CV. Akademika Presindo, Jakarta.
106
LAMPIRAN
Lampiran 1.
Nilai rata-rata Parameter Kualitas Air Sumur di Lokasi Penelitian
Sumber : Saeni (1997)
107
Lampiran 2.
Peta Kecamatan Bekasi Utara
Sumber: Kantor Kecamatan Bekasi Utara (2011)
108
Lampiran 3.
109
Peta Kelurahan Harapan Jaya
Lampiran 4.
Peta Zona Air Bawah Tanah
Sumber: Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bekasi (2011)
110
Lampiran 5.
Sumber, Volume, dan Jenis Penggunaan Air Bersih Penduduk Kelurahan Harapan Jaya Jenis Penggunaan
Responden ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
111
MCK √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Air Tanah Memasak √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Air PDAM MCK Memasak √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ -
Volume Pemakaian (m3) Air Tanah
Volume Total (m3)
Air PDAM 9,54 12 12 9 9 7,5 9 6 9 9,9 9 9 12 6 10,5 4,5 9 15 7,5 13,5 9 7,5 9 4,5 6 3 7,5 9 6 6 6 9 9 12 6 10,5 10,5
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7,5 0 0 0 0 0 0 0 12 15 7,5 0 0 0 10,5 9 0 0 0 0 0 0
9,54 12 12 9 9 7,5 9 6 9 9,9 9 9 12 6 10,5 12 9 15 7,5 13,5 9 7,5 9 16,5 21 10,5 7,5 9 6 16,5 15 9 9 12 6 10,5 10,5
38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80
112
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √ √ √ √ √ -
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ -
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ -
6 9 4,5 4,5 0 10 12 16,5 6 6 10,5 0 12 15 15 15 12 9 6 0 12 7,5 10,5 4,5 7,5 6 6 9 9 12 4,5 10,5 10,5 12 9 4,5 4,5 0 9 10,5 12 10,5 15
12 7,5 15 13,5 13,5 7,5 0 0 12 10,5 6 13,5 6 0 0 0 0 9 10,5 13,5 6 9 0 7,5 7,5 10,5 9 0 0 0 13,5 0 0 6 7,5 15 13,5 13,5 9 0 0 0 0
18 16,5 19,5 18 13,5 17,5 12 16,5 18 16,5 16,5 13,5 18 15 15 15 12 18 16,5 13,5 18 16,5 10,5 12 15 16,5 15 9 9 12 18 10,5 10,5 18 16,5 19,5 18 13,5 18 10,5 12 10,5 15
81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100
113
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √ √ √ √ -
√ √ √ √ √ √ √ -
√ -
√ -
10,5 12 6 10,5 12 13,5 12 6 4,5 4,5 13,5 15 7,5 13,5 6 13,5 12 6 15 12
0 7,5 7,5 0 0 0 0 9 12 12 0 0 0 0 9 0 0 9 0 0
10,5 19,5 13,5 10,5 12 13,5 12 15 16,5 16,5 13,5 15 7,5 13,5 15 13,5 12 15 15 12
Lampiran 6.
Respon den ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
114
Filter Jet Pump 0 0 0 66.000 0 0 66.000 0 0 0 0 0 0 0 66.000 0 0 0 66.000 0 0 0 0 0 66.000 0 0 66.000 0 0 0 0 0 0 0 66.000
Komponen Biaya Pencegahan dan Biaya Kesehatan Penduduk Kelurahan Harapan Jaya Akibat Pencemaran Air Tanah Biaya Pencegahan (Rp/tahun) Pembelian Alat Penyaring Air Pembelian Air Galon Mineral Pot Filter Air Mineral Pot Merk “Pure AMIU AMDK Keran Biasa It” 0 0 0 420.000 0 0 0 0 210.000 630.000 0 0 0 252.000 0 0 0 0 168.000 900.000 0 0 0 315.000 624.000 0 0 0 420.000 0 0 0 0 630.000 0 0 0 0 252.000 1.170.000 0 0 0 384.000 0 0 0 0 720.000 0 0 0 0 252.000 1.104.000 0 0 0 720.000 0 0 0 360.000 720.000 0 0 0 0 630.000 0 0 0 0 252.000 1.104.000 132.000 0 0 432.000 1.380.000 132.000 0 0 360.000 144.000 0 0 0 720.000 0 0 0 0 480.000 1.380.000 0 0 360.000 720.000 0 0 0 360.000 480.000 0 0 0 0 0 2.160.000 0 0 0 720.000 0 0 0 0 0 2.070.000 0 0 0 0 2.160.000 0 0 0 360.000 1.440.000 0 0 0 420.000 864.000 0 0 0 630.000 0 0 0 0 252.000 1.170.000 0 0 0 0 1.440.000 0 0 0 0 2.016.000 0 0 0 252.000 1.104.000 0 0 0 720.000 0 0 0 360.000 720.000 0 0 0 0 630.000 0 0 0 0 252.000 1.104.000
Biaya Kesehaatan (Rp sekali berobat) Langganan Air PDAM
Total Biaya Pencegahan (Rp/tahun)
Berobat ke Puskesmas*
Berobat ke Dokter Umum
Berobat ke Rumah Sakit
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 445.500 0 0 0 0 0 0 0 633.600 792.000 445.500 0 0 0 554.400 495.000 0 0 0 0 0
420.000 840.000 252.000 1.134.000 939.000 420.000 696.000 1.422.000 384.000 720.000 1.356.000 720.000 1.080.000 630.000 1.422.000 2.244.000 636.000 720.000 1.926.000 1.080.000 840.000 2.160.000 720.000 2.490.000 2.742.000 2.184.000 1.284.000 696.000 1.422.000 1.824.000 2.340.000 1.356.000 720.000 1.080.000 630.000 1.422.000
0 0 0 0 0 0 10.000 0 0 0 0 7.000 0 0 5.500 6.000 15.000 5.000 14.000 0 12.500 0 0 15.000 0 0 0 10.000 0 0 0 0 0 0 17.000 8.000
0 0 50.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 50.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 50.000 0 0 0
0 0 0 0 150.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 150.000 100.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Frekuensi Berobat dalam Setahun
Total Biaya Kesehatan (Rp/tahun)
0 0 3 0 2 0 5 0 0 0 0 2 0 3 5 4 3 5 3 0 3 0 0 2 0 3 2 3 0 0 0 0 3 0 4 4
0 0 150.000 0 300.000 0 50.000 0 0 0 0 14.000 0 150.000 27.500 24.000 45.000 25.000 42.000 0 37.500 0 0 30.000 0 450.000 200.000 30.000 0 0 0 0 150.000 0 68.000 32.000
37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82
115
0 0 0 0 0 0 0 0 0 66.000 0 0 0 66.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 66.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 66.000 0 0 0 0 0 66.000 0 0 0 0 0
132.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 132.000 132.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 132.000 0 0 132.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 151.200 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 151.200 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 151.200 0 0 151.200 151.200
0 0 0 0 360.000 0 0 360.000 0 0 0 0 0 0 360.000 360.000 0 0 0 360.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 360.000 360.000 360.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 480.000 720.000 720.000 360.000 630.000 252.000 0 0 0 720.000 360.000 720.000 720.000 360.000 720.000 480.000 360.000 360.000 360.000 0 360.000 420.000 630.000 252.000 315.000 480.000 252.000 720.000 720.000 630.000 252.000 0 0 480.000 720.000 720.000 360.000 630.000 252.000 480.000 480.000 252.000 720.000 720.000
1.380.000 1.560.000 0 0 0 1.620.000 0 1.104.000 1.380.000 1.560.000 1.440.000 0 1.620.000 1.440.000 0 1.440.000 0 1.380.000 1.620.000 0 1.620.000 2.160.000 1.440.000 864.000 0 1.170.000 1.440.000 0 1.104.000 0 0 0 1.104.000 1.380.000 1.560.000 0 0 0 1.620.000 0 1.104.000 1.380.000 1.560.000 1.104.000 0 0
0 633.600 445.500 792.000 712.800 712.800 445.500 0 0 633.600 554.400 396.000 712.800 396.000 0 0 0 0 495.000 554.400 712.800 396.000 495.000 0 445.500 445.500 554.400 495.000 0 0 0 712.800 0 0 396.000 445.500 792.000 712.800 712.800 495.000 0 0 0 0 0 445.500
1.512.000 1.980.000 780.000 1.387.200 1.560.000 2.460.000 930.000 1.716.000 1.380.000 2.046.000 1.956.000 1.152.000 2.460.000 2.526.000 1.080.000 2.160.000 720.000 1.860.000 2.431.200 1.104.000 2.460.000 2.676.000 2.100.000 1.284.000 996.000 1.854.000 2.139.000 804.000 1.488.000 1.080.000 1.080.000 1.410.000 1.356.000 1.380.000 1.926.000 780.000 1.236.000 1.200.000 2.460.000 930.000 1.422.000 2.011.200 2.040.000 1.356.000 871.200 1.171.200
17.500 0 0 9.000 4.500 0 13.000 11.000 0 0 0 0 0 15.000 0 0 15.000 0 20.000 15.000 0 0 0 0 10.000 15.000 0 0 15.000 0 20.000 0 0 0 10.000 0 0 8.500 0 15.000 10.000 20.000 0 0 10.000 10.000
0 0 0 0 0 0 0 0 0 35.000 60.000 50.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 35.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 35.000 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 0 0 3 3 3 4 3 0 4 4 3 0 3 0 0 3 0 3 2 0 0 0 0 2 3 0 0 3 0 2 3 0 0 3 0 0 3 0 2 2 1 1 0 2 3
70.000 0 0 27.000 13.500 30.000 52.000 33.000 0 140.000 240.000 150.000 0 45.000 0 0 45.000 0 60.000 30.000 0 0 0 0 20.000 45.000 0 0 45.000 0 40.000 105.000 0 0 30.000 0 0 25.500 0 30.000 20.000 20.000 35.000 0 20.000 30.000
83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100
Ket: *
116
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 132.000 0 132.000 132.000 0 0 0 0 0 0 0 0 132.000 132.000 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 151.200 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
360.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 360.000 0 0 0 0 360.000 0
630.000 252.000 252.000 720.000 720.000 630.000 252.000 360.000 360.000 720.000 480.000 720.000 480.000 0 720.000 360.000 720.000 720.000
0 1.104.000 1.104.000 0 936.000 0 1.104.000 1.380.000 1.440.000 0 1.380.000 0 0 2.160.000 0 1.440.000 1.380.000 1.380.000
445.500 0 0 0 0 495.000 633.600 633.600 0 0 0 0 495.000 0 0 495.000 0 0
1.290.000 1.488.000 1.356.000 852.000 1.788.000 930.000 1.716.000 2.251.200 1.800.000 720.000 1.860.000 1.080.000 780.000 2.292.000 720.000 2.100.000 2.100.000 2.100.000
10.000 15.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
biaya berobat ke puskesmas setelah adanya subsidi pemerintah (biaya tidak termasuk biaya subsidi yang besarnya mencapai Rp 26.000 per orang sekali berobat)
4 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
40.000 45.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Hasil Olah Data Regresi Logistik “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Penduduk Untuk Melakukan Tindakan Pencegahan Akibat Pencemaran Air Tanah” dengan Menggunakan Software Minitab 14.0 for Windows
Lampiran 7.
Binary Logistic Regression: ACT versus GRO; INC; EDU; LIV; STA; AWR Response Information Variable ACT
Value 1 0 Total
Count 96 4 100
(Event)
Logistic Regression Table Predictor Upper Constant GRO 1 * INC 1,00 EDU 1,14 LIV 1,18 STA 1 * AWR 1 1580,58
Odds Ratio
95% CI Lower
Coef
SE Coef
Z
P
21,5418
13839,6
0,00
0,999
20,9768
5266,34
0,00
0,997
1,28863E+09
0,00
0,0000017
0,0000008
2,16
0,031
1,01
1,00
-0,437090
0,288229
-1,52
0,129
0,65
0,37
-0,0022738
0,0862336
-0,03
0,979
1,00
0,84
-18,7265
13839,6
-0,00
0,999
0,00
0,00
3,46487
1,99014
1,74
0,082
31,97
0,65
Log-Likelihood = -7,949 Test that all slopes are zero: G = 17,691, DF = 6, P-Value = 0,007 Goodness-of-Fit Tests Method Pearson Deviance Hosmer-Lemeshow
Chi-Square 19,9180 13,1253 1,5147
DF 82 82 8
P 1,000 1,000 0,992
Measures of Association: (Between the Response Variable and Predicted Probabilities) Pairs Concordant Discordant Ties Total
Number 369 11 4 384
Percent 96,1 2,9 1,0 100,0
Summary Measures Somers' D Goodman-Kruskal Gamma Kendall's Tau-a
0,93 0,94 0,07
117
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 21 Maret 1989 sebagai putri tunggal dari pasangan Bapak Dahnial Young Mart (alm.) dan Ibu Emma Sumarni. Pada tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Solok Selatan dan pada tahun yang sama penulis diterima menjadi mahasiswa pada program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama kuliah penulis aktif pada berbagai lembaga kemahasiswaan intra kampus. Tercatat penulis pernah menjadi bendahara Departemen Politik dan Advokasi (Polka) BEM-FEM IPB, ketua klub pecinta ilmu ekonomi sumberdaya pada divisi Student Research and Development (SRD), Resource and Environmental Economics Student Association (REESA) ESL-FEM IPB, dan menjadi anggota pada paduan suara IPB “Agria Swara”. Selain itu, penulis juga aktif di berbagai kegiatan baik sebagai peserta maupun panitia. Penulis juga pernah menerima beasiswa Prestasi dan Peningkatan Akademik (PPA) IPB pada tahun 2008-2011. Adapun untuk menyelesaikan studi di Fakultas Ekonomi dan Manajemen, penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Akibat Pencemaran Air Tanah : Studi Kasus di Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat”.
114