ESTIMASI NILAI KERUGIAN MASYARAKAT AKIBAT KEMACETAN LALU LINTAS (Studi Kasus: Simpang Pasar Parung, Kabupaten Bogor)
DESSY AMALIAH
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Estimasi Nilai Kerugian Masyarakat akibat Kemacetan Lalu Lintas (Studi Kasus: Simpang Pasar Parung, Kabupaten Bogor) adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2014
Dessy Amaliah H44100116
ABSTRAK DESSY AMALIAH. Estimasi Nilai Kerugian Masyarakat akibat Kemacetan Lalu Lintas (Studi Kasus: Simpang Pasar Parung, Kabupaten Bogor). Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI. Jumlah kendaraan bermotor yang terus meningkat dan perilaku pelanggaran aturan fungsi jalan yang dilakukan supir angkutan kota dan pedagang kaki lima (PKL) menyebabkan kemacetan lalu lintas di Parung. Kemacetan sebenarnya memberikan kerugian yang berdampak pada kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan bagi supir angkutan kota dan PKL. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualititatif dan kuantitatif, loss of earning, Contingent Valuation Method (CVM), dan regresi linear berganda. Metode pengambilan sample menggunakan purposive sampling. Berdasarkan hasil penelitian, kemacetan di Parung mengakibatkan supir angkutan kota dan PKL merasakan waktu terkuras, stres, penghasilan hilang, dan terganggunya kondisi lingkungan (polusi udara, suara, dan lingkungan). Pemborosan bensin hanya dirasakan oleh supir angkutan kota. Total kerugian ekonomi akibat kemacetan di Parung per hari yaitu sebesar Rp 154.126.360,00, per bulan sebesar Rp 4.623.790.790,00, dan per tahun sebesar Rp 55.485.489.478,70. Penggunaan metode CVM menghasilkan nilai rata-rata WTP yang diekspresikan responden, untuk supir angkutan kota sebesar Rp 4.881,00 per hari dan sebesar Rp 5.096,16 per hari untuk PKL. Kata kunci: Kemacetan, kerugian, sosial-ekonomi-lingkungan, willingness to pay (WTP)
ABSTRACT DESSY AMALIAH. Public Loss Value Estimation Caused by Traffic Jam (Case: Simpang Pasar Parung, Kabupaten Bogor). Supervised by EKA INTAN KUMALA PUTRI. The increasing number of motor vehicles and indiscipline behaviour which are done by public transport drivers and street vendors (PKL) causes a traffic jam in Parung. Traffic jam actually give some losses for social, economic, and environment condition of public transport drivers and PKL. This research uses qualitative descriptive and quantitative analysis, loss of earning method, Contingent Valuation Method (CVM), and multiple linear regression. Samples took by purposive sampling. Based on research results, traffic jam in Parung made public transport drivers and PKL times wasted, stressed, loss of earning, and disruption of environmental (air, noise, and environmental pollution). Wasted BBM only experienced by public transport drivers. Total loss economics causes traffic jam in Parung is IDR154,126,360.00 per day, IDR4,623,790,790.00 per month, and IDR55,485,489,478.70 per year. The uses of CVM method results WTP average value which is expressed by respondents, with amount IDR4,881.00 per day for public transport drivers and IDR5,096.00 per day for PKL. Keyword: Loss, traffic, social-economic-environmental, willingness to pay (WTP)
ESTIMASI NILAI KERUGIAN MASYARAKAT AKIBAT KEMACETAN LALU LINTAS (Studi Kasus: Simpang Pasar Parung, Kabupaten Bogor)
DESSY AMALIAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Judul skripsi ini adalah Estimasi Nilai Kerugian Masyarakat akibat Kemacetan Lalu Lintas (Studi Kasus: Simpang Pasar Parung, Kabupaten Bogor). Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Kemacetan lalu lintas merupakan situasi cukup merugikan yang berdampak pada kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan masyarakat. Penelitian ini mengacu pada dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan yang dirasakan oleh supir angkutan kota dan pedagang kaki lima (PKL) akibat kemacetan lalu lintas di Parung. Kegiatan yang dilakukan oleh supir angkutan kota dan PKL memiliki andil dalam menyebabkan kemacetan lalu lintas di Parung karena kegiatan tersebut merupakan kegiatan pelanggaran aturan fungsi jalan. Penulis ucapkan terima kasih kepada kedua orangtua (Bapak Bambang Kuntadi SP, MM dan Ibu Daifah) atas segala motivasi, dukungan moril maupun meteril, serta doa yang tak pernah putus untuk penulis. Terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak membantu dalam penulisan skripsi. Terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr selaku Dosen Penguji Utama dan Ibu Nuva, SP, MSc selaku Dosen Penguji Wakil Departemen atas segala saran dan masukan yang diberikan. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Kepala Kantor Kesbangpol Kabupaten Bogor, Bapak Camat Kecamatan Parung beserta jajarannya, dan Kepala DLLAJ Kabupaten Bogor yang telah membantu penulis dalam memperoleh data dan informasi. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga penulis butuh saran dan kritik. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak yang terkait dan pembaca.
Bogor, Agustus 2014
Dessy Amaliah
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................................... x DAFTAR GAM BAR .............................................................................................. x DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi I. PENDAHULUAN ................................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 6 1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 7 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 9 2.1 Teori Transportasi dan Peranan Transportasi ................................................ 9 2.2 Kemacetan Lalu Lintas ................................................................................ 12 2.3 Dampak Kemacetan terhadap Lingkungan dan Masyarakat ....................... 13 2.4 Penelitian Terdahulu .................................................................................... 15 III. KERANGKA PEMIKIRAN ........................................................................... 17 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ....................................................................... 17 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ................................................................ 22 IV. METODE PENELITIAN ................................................................................ 25 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................................... 25 4.2 Jenis dan Sumber Data ................................................................................. 25 4.3 Metode Pengambilan Sample....................................................................... 25 4.4 Metode Analisis dan Pengolahan Data ........................................................ 26 4.5 Pengujian Parameter Regresi ....................................................................... 33 V. GAMBARAN UMUM ..................................................................................... 36 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Bogor ........................................................... 36 5.2 Keadaan Umum Kecamatan Parung ............................................................ 39 5.3 Karakteristik Responden .............................................................................. 44 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 49 6.1 Analisis Dampak Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Supir Angkutan Kota dan PKL akibat Kemacetan ........................................................................ 49 6.2 Kerugian Pengeluaran Biaya BBM Supir Angkutan Kota dan Penghasilan Hilang bagi Supir Angkutan Kota dan PKL akibat Kemacetan.................. 52
6.3 Willingness to Pay (WTP) Supir Angkutan Kota dan PKL akibat Kemacetan .................................................................................................................... 59 6.4 Identifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai WTP Supir Angkutan Kota dan PKL ............................................................................................. 63 6.5 Implikasi dan Rekomendasi ........................................................................ 68 VII. SIMPULAN DAN SARAN........................................................................... 71 7.1 Simpulan ...................................................................................................... 71 7.2 Saran ............................................................................................................ 72 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 73 LAMPIRAN .......................................................................................................... 77 RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 93
DAFTAR TABEL No. 1 2 3 4 5 6
7 8 9 10 11 12 13 14
Halaman Perkembangan kendaraan bermotor menurut jenis tahun 2008- 2012 ............ 1 Statistik transportasi di Kabupaten Bogor tahun 2010- 2012 .......................... 2 Penelitian terdahulu yang terkait ................................................................... 16 Matriks metode pengolahan data ................................................................... 26 Indikator pengukuran nilai WTP ................................................................... 32 Banyaknya surat tanda motor kendaraan (STNK) bermotor yang diterbitkan perpanjangan (pengesahan 1 tahun) menurut jenis kendaraan per bulan tahun 2012...................................................................................... 37 Jumlah kendaraan pada trayek Kabupaten Bogor tahun 2010 sampai 2013 ............................................................................................................... 38 Panjang jalan menurut keadaan dan status jalan di Kabupaten Bogor tahun 2012...................................................................................................... 38 Jumlah hari hujan dan curah hujan di Kecamatan Parung tahun 2011 .......... 39 Jumlah penduduk, luas desa,dan kepadatannya di Kecamatan Parung tahun 2011...................................................................................................... 40 Jarak antar kelurahan/desa (Km) di Kecamatan Parung tahun 2011 ............. 40 Jumlah rumah tangga, rukun tetangga, dan rukun warga di Kecamatan Parung tahun 2011 ......................................................................................... 41 Jumlah Penduduk menurut jenis kelamin di Kecamatan Parung tahun 2011 ............................................................................................................... 41 Jumlah penduduk penderita cacat di Kecamatan Parung ............................... 42
15 Inventarisir data pedagang kaki lima (PKL) di Jln Raya H. Mawi Parung tahun 2013 .......................................................................................... 43 16 Data lintasan trayek dan jumlah kendaraan asal tujuan Parung tahun 2013 ................................................................................................................ 44 17 Pengeluaran supir angkutan kota untuk pembelian BBM .............................. 53 18 Penghasilan supir angkutan kota dan PKL yang hilang akibat kemacetan ....................................................................................................... 58 19 Ketidaksediaan membayar (WTP) denda supir angkutan kota dan PKL ....... 59 20 Distribusi WTP supir angkutan kota dan PKL ............................................... 61 21 Total WTP supir angkutan kota dan PKL ...................................................... 63 22 Hasil estimasi nilaiWTP supir angkutan kota dan PKL ................................. 64
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1 Kerangka pemikiran operasional penelitian ................................................... 24 2 Lokasi penelitian ............................................................................................ 25 3 Kemacetan lalu lintas di Parung akibat perilaku supir angkutan kota dan PKL ................................................................................................................ 43 4 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin ....................................... 45 5 Karakteristik responden berdasarkan usia ...................................................... 45 6 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan .............................. 46 7 Karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan .................................... 46 8 Karakteristik responden berdasarkan waktu kerja dalam sehari .................... 47 9 Karakteristik responden berdasarkan tingkat penghasilan per bulan ............. 47 10 Karakteristik responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga ............... 48 11 Persepsi supir angkutan kota mengenai dampak sosial .................................. 49 12 Persepsi supir angkutan kota mengenai dampak ekonomi ............................. 50 13 Persepsi supir angkutan kota mengenai dampak lingkungan ......................... 52 14 Kesediaan membayar supir angkutan kota dan PKL untuk membayar denda .............................................................................................................. 59 15 Dugaan estimating curve supir angkutan kota dan PKL ................................ 62 16 Scatterplot model regresi berganda ................................................................ 65
DAFTAR LAMPIRAN
No. 1 2 3 4 5 6
Halaman Hasil model regresi linear berganda ............................................................. 78 Uji heteroskedastisitas ................................................................................... 79 Uji normalitas................................................................................................. 80 Kuesioner penelitian untuk supir angkutan kota ............................................ 81 Kuesioner penelitian untuk pedagang kaki lima (PKL) ................................. 86 Dokumentasi penelitian ................................................................................. 90
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk di Jawa Barat semakin meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan Badan Pusat Statistik Jawa Barat (2013), jumlah penduduk Jawa Barat meningkat sebesar 3,5% pada tahun 2012 jika dibandingkan pada tahun 2010. Pada tahun 2012 jumlah penduduk Jawa Barat mencapai 44.548.431 jiwa, sedangkan pada tahun 2010 sebanyak 43.053.732 jiwa. Jumlah penduduk yang meningkat akan memberikan kontribusi pada kegiatan sosial dan ekonomi yang semakin berkembang. Kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat tersebut membutuhkan sektor transportasi untuk memberi kemudahan dalam melakukan berbagai aktivitas, hal ini menyebabkan permintaan pada sektor transportasi meningkat khususnya sub sektor angkutan darat. Permintaan pada sub sektor angkutan darat yang meningkat akan berpengaruh pada peningkatan jumlah kendaraan dan kepadatan lalu lintas, hal tersebut akan membuat sistem lalu lintas mengalami kejenuhan yang berpengaruh besar pada kemacetan lalu lintas. Tabel 1 menunjukkan perkembangan kendaraan bermotor menurut jenis tahun 2008-2012. Menurut Halim (2008), kemacetan lalu lintas berpengaruh pada kondisi lingkungan, dimana kemacetan akan menyebabkan gangguan pada lingkungan seperti kebisingan (polusi suara), udara kotor (polusi udara), pemandangan lingkungan yang berubah (polusi estetika dan efek visual), kontaminasi cairan (polusi dan pencemaran air bersih), gempa lokal (polusi getaran), dan mutu lingkungan turun (polusi lingkungan seperti tidak nyaman, tidak hijau, tidak segar, kotor, dan semrawut). Tabel 1 Perkembangan kendaraan bermotor menurut jenis tahun 2008 – 2012 Jenis Kendaraan (1) Mobil Penumpang Bus
2008 (unit) (2) 507.552
2009 (unit) (3) 526.508
2010 (unit) (4) 630.196
2011 (unit) (5) 670.021
2012 (unit) (6) 736.533
Pertumbuhan per tahun (%) (7) 9,76
162.705
171.000
177.578
177.905
178.626
2,36
Truk 451.495 451.987 469.412 Sepeda Motor 2.126.612 2.712.149 3.828.549 Jumlah 3.248. 364 3.861. 644 5.107.735 Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Barat, 2013
496.643 4.330.405 5.674.974
525.838 5.430.724 6.871.721
3,88 26,41 20,60
2 Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Jawa Barat (2013), selama periode 2008 sampai 2012, terdapat peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang cukup signifikan sebesar 20,60% per tahun. Peningkatan jumlah kendaraan terjadi pada semua jenis kendaraan setiap tahunnya. Kenaikan jumlah kendaraan yang cukup signifikan terjadi pada sepeda motor sebesar 26,41% per tahun diikuti oleh mobil penumpang sebesar 9,76%, bis sebesar 2,36%, dan truk sebesar 3,88% per tahun. Kepadatan lalu lintas pun terjadi di Kabupaten Bogor yang merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Barat. Menurut ILPPD Kabupaten Bogor (2012), Kabupaten Bogor memilki luas wilayah 298.838,304 Ha dan memiliki panjang jalan pada tahun 2012 sepanjang 2.003,25 km. Total panjang jalan yang ada 95,08% sudah di aspal, sementara sisanya (4,92%) belum di aspal (BPS Kabupaten Bogor, 2013). Tabel 2 menunjukkan data statisitik transportasi di Kabupaten Bogor tahun 2010 sampai 2012. Tabel 2 Statistik transportasi di Kabupaten Bogor tahun 2010-2012 Uraian -Panjang Jalan (km):
2010
2011
%
2012
%
1.
Jalan Negara
123,44
126,31
2.3
138,55
9,7
2.
Jalan Provinsi
126,38
121,28
(4)
115,78
(4,5)
3.
Jalan Kabupaten
1.748,92
1.748,92
-
1.748,92
-
165
168
1,8
168
-
1.760
1.847
5
1.947
5,4
Bogor -Angkutan (unit): 1.
Bis Umum
2.
Truk
Sumber: Dinas Bina Marga Kabupaten Bogor dan DLLAJR Kabupaten Bogor dalam BPS Kabupaten Bogor (2013)
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor (2013), panjang jalan Kabupaten Bogor terdiri dari panjang jalan negara, panjang jalan provinsi, dan panjang jalan kabupaten. Panjang jalan negara yang berada di Kabupaten Bogor mengalami pertumbuhan panjang jalan dari tahun 2010 sampai 2012, dimana dari tahun 2010 ke 2011 mengalami pertumbuhan sebesar 2,3% dan dari tahun 2011 ke 2012 mengalami pertumbuhan lebih besar yaitu 9,7%. Pada panjang jalan kabupaten di Kabupaten Bogor dari tahun 2010 sampai 2012 tidak mengalami perubahan, sedangkan pada jalan provinsi yang berada di Kabupaten Bogor mengalami penurunan dari tahun 2010 sampai 2012, panjang jalan ini dari
3 tahun 2010 ke 2011 mengalami penurunan sebesar 4% dan dari tahun 2011 ke 2012 penurunan panjang provinsi lebih besar yaitu 4,5%. Jumlah angkutan darat yaitu truk mengalami peningkatan dari tahun 2010 sampai 2012, tetapi untuk bis umum pada tahun 2011 sampai 2012 tidak mengalami perubahan, peningkatan jumlah bis umum hanya terjadi dari tahun 2010 sampai 2011. Peningkatan jumlah truk dari tahun 2010 ke 2011 sebanyak 5% dan dari tahun 2011 ke 2012 terjadi peningkatan jumlah truk sebesar 5,4%. Pada bis umum terjadi peningkatan sebesar 1,8% dari tahun 2010 ke 2011, sedangkan dari tahun 2011 ke 2012 jumlah bis umum tidak mengalami perubahan. Panjang jalan yang mengalami penurunan dan hanya sedikit peningkatan di Kabupaten Bogor tidak sebanding dengan peningkatan pada permintaan angkutan darat setiap tahunnya, sehingga akan menyebabkan kemacetan lalu lintas. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor (2013), tahun 2012 terdapat 172.427 unit kendaraan bermotor berdasarkan banyaknya Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) bermotor yang diterbitkan perpanjangan (pengesahan 1 tahun) menurut jenis kendaraan per bulan tahun 2012. Jenis kendaraan yang terbanyak adalah sepeda motor sebanyak 140.095 unit selanjutnya mobil penumpang sebanyak 20.935 unit, mobil barang 10.054 unit, dan Bus 1.343 unit. Kegiatan yang dilakukan supir angkutan kota dan pedagang kaki lima (PKL) di badan dan bahu jalan memiliki andil dalam menyebabkan kemacetan karena kegiatan tersebut telah mengganggu arus lalu lintas. Hal ini terlihat pada salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Bogor yaitu Kecamatan Parung. Menurut data dari Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) Kabupaten Bogor (2014), terdapat 1.582 unit kendaraan dengan asal tujuan Parung tahun 2013 terdiri dari 640 unit kendaraan lokal, 409 unit Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP), dan 533 unit Angkutan Kota Antar Provinsi (AKAP). Menurut data dari Kecamatan Parung tahun 2014, pada tahun 2013 terdapat 200 orang Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berjualan di Jln. Raya H. Mawi Parung. Jumlah PKL tersebut terbagi pada bulan Mei dan September tahun 2013, dimana pada bulan Mei jumlah PKL sebanyak 94 orang dan pada bulan September sebanyak 106 orang.
4 Parung juga merupakan salah satu daerah yang memiliki jalan penghubung antara daerah-daerah yang berada di Kabupaten Bogor maupun Kota Bogor menuju Jakarta, Depok, dan Tangerang atau sebaliknya. Peningkatan mobilisasi penduduk dari Kota maupun Kabupaten Bogor menuju Jakarta, Depok, dan Tangerang atau sebaliknya berpotensi dalam peningkatan jumlah kendaraan yang melintas di jalan parung tersebut dan menyebabkan kepadatan lalu lintas. Kepadatan lalu lintas di Parung selalu dihadapkan pada kemacetan. Kemacetan di Parung juga disebabkan karena adanya kegiatan supir angkutan kota dan PKL di badan dan bahu jalan, sehingga kemacetan bagi mereka sudah menjadi hal yang biasa. Kemacetan sebenarnya menunjukkan nilai manfaat yang hilang dari biaya yang sudah dikeluarkan bagi supir angkutan kota dan PKL, seperti dampak kemacetan terhadap ekonomi, sosial, dan lingkungan mereka. Kemacetan akan membuat laju kendaraan semakin melambat bahkan terhenti, hal ini menyebabkan pemborosan dalam penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM), karena mesin kendaraan yang tetap menyala dalam waktu yang lebih panjang dibanding saat tidak terjadi kemacetan dan kemacetan akan menyebakan hilangnya penghasilan bagi supir angkutan kota dan PKL. Waktu tempuh pun bertambah saat terjadi kemacetan dan kehilangan waktu untuk melakukan kegiatan-kegiatan produktif. Selain itu, kemacetan menyebabkan tingkat emosional supir angkutan kota dan PKL meningkat yang menimbulkan stres dan tergangunya kondisi lingkungan seperti polusi udara, suara, dan lingkungan. Oleh karena itu, penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui besarnya kerugian supir angkutan kota dan PKL akibat kemacetan dan menerapkan kesanggupan mereka dalam membayar denda (WTP) atas pelanggaran yang telah dilakukan. 1.2 Rumusan Masalah Jalan raya Parung merupakan salah satu jalan di Kabupaten Bogor yang selalu dipadati oleh berbagai jenis kendaraan yang berlalu lalang karena jalan ini merupakan jalan penghubung antara Kota Bogor maupun Kabupaten Bogor menuju Jakarta, Depok, dan Tangerang atau sebaliknya. Kepadatan yang terjadi di Parung tersebut akan menyebabkan kemacetan, kemacetan juga disebabkan adanya kegiatan yang dilakukan oleh supir angkutan kota dan PKL. Kegiatan tersebut dilakukan dengan pemberhentian supir angkutan kota di badan dan bahu
5 jalan dan PKL melakukan kegiatan jual beli di badan jalan. Kegiatan yang dilakukan PKL tidak terlalu sering membuat kemacetan di Parung, tetapi jika hal tersebut dibiarkan akan membuat kemacetan yang semakin parah karena telah melakukan kegiatan melanggar aturan fungsi jalan. Kemacetan terparah di Parung terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja, pada jam berangkat kerja yaitu pukul 05:00-08:30 WIB dan pukul 16:00-20:00 WIB untuk pulang kerja. Alasan supir angkutan kota dan pedagang kaki lima (PKL) memanfaatkan badan dan bahu jalan adalah untuk memperoleh setoran dan penghasilan agar kebutuhan keluarga mereka terpenuhi, badan dan bahu jalan hanya diperuntukkan untuk kelancaran arus lalu lintas dan tidak diperbolehkan untuk kegiatan yang merubah fungsi jalan. Selain itu, belum terdapatnya peraturan mengenai sanksi yang tegas dan jelas atas pelanggaran-pelangaran di bahu dan badan jalan berupa denda di Parung yang dilakukan supir angkutan kota dan PKL, sehingga supir angkutan kota dan PKL tetap melakukan kegiatan pelanggaran tersebut. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 Pasal 34 tentang Jalan ayat (1) ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya; ayat (2) ruang manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan ruang sebatas jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu yang bersangkutan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri; ayat (3) ruang manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diperuntukan bagi median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan, dan bangunan pelangkap lainnya; ayat (4) trotoar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya diperuntukan bagi pejalan kaki. Berdasarkan pasal 35, badan jalan hanya di diperuntukan bagi pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan dan berdasarkan pasal 38, setiap orang dilarang memanfaatkan ruang manfaat jalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 dan 35 yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan. Kemacetan sebenarnya menunjukkan nilai manfaat yang hilang dari biaya yang sudah dikeluarkan supir angkutan kota dan PKL, seperti dampak kemacetan terhadap ekonomi, sosial, dan lingkungan. Kemacetan akan menaikkan biaya transportasi karena adanya pemborosan dalam penggunaan BBM, mesin
6 kendaraan yang tetap menyala dalam waktu yang lebih panjang dibanding saat tidak terjadi kemacetan. Waktu hilang bagi supir angkutan kota dan PKL yang seharusnya waktu itu bisa mereka maksimalkan untuk kegiatan produktif atau ekonomi dan sosial, tetapi adanya kemacetan membuat waktu mereka dihabiskan di jalan sehingga mereka akan kehilangan manfaat seperti biaya yang sudah dikeluarkan, penghasilan, waktu, tenaga, dan lain sebagainya. Selain itu, kemacetan menyebabkan tingkat emosional supir angkutan kota dan PKL meningkat yang menimbulkan stres dan terganggunya kondisi lingkungan seperti polusi udara, suara, dan lingkungan. Dampak negatif dari kemacetan akan menimbulkan kerugian bagi supir angkutan kota dan PKL, kerugian tersebut dapat dilihat dari dampak kemacetan terhadap kondisi ekonomi, sosial, dan lingkungan yang dirasakan mereka. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penelitian ini akan lebih difokuskan dalam membahas kerugian supir angkutan kota dan PKL di Parung akibat kemacetan lalu lintas dan terdapat beberapa permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini meliputi : 1.
Apakah dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan supir angkutan kota dan PKL saat terjadi kemacetan lalu lintas di Parung?
2.
Berapa besarnya kerugian dari pengeluaran BBM supir angkutan kota dan penghasilan hilang bagi supir angkutan kota dan PKL akibat kemacetan lalu lintas di Parung?
3.
Berapa nilai kesanggupan kesediaan membayar (WTP) supir angkutan kota dan PKL dalam bentuk denda atas pelanggaran yang dilakukan di Parung?
4.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi nilai kesanggupan supir angkutan kota dan PKL untuk membayar denda (WTP) atas pelanggaran yang dilakukan di Parung? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah tersebut, penelitian ini secara umum
bertujuan untuk mengetahui besarnya kerugian supir angkutan kota dan PKL akibat kemacetan lalu lintas di Parung, Kabupaten Bogor. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
7 1.
Menganalisis dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan supir angkutan kota dan PKL saat terjadi kemacetan lalu lintas di Parung.
2.
Menghitung besarnya kerugian dari pengeluaran BBM supir angkutan kota dan penghasilan hilang bagi supir angkutan kota dan PKL akibat kemacetan lalu lintas di Parung.
3.
Menghitung besarnya nilai kesanggupan supir angkutan kota dan PKL membayar (WTP) dalam bentuk denda atas pelanggaran yang dilakukan di Parung.
4.
Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kesanggupan supir angkutan kota dan PKL untuk membayar denda (WTP) atas pelanggaran yang dilakukan di Parung. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi:
1.
Stakeholders Bagi Stakeholders terkait, adanya penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan masukan atau pertimbangan dalam penyusunan kebijakan, berkaitan dengan penegakan hukum yang tegas dan jelas untuk mengatasi masalah kemacetan akibat pelanggaran aturan lalu lintas.
2.
Supir angkutan kota dan PKL Penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi mengenai kerugian nominal yang dirasakan akibat kemacetan lalu lintas.
3.
Peneliti Bagi peneliti sendiri, adanya penelitian ini dapat dijadikan wadah untuk melatih daya pikir, analisis, dan pengaplikasian teori yang diterima saat kuliah. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan di sekitar simpang pasar Parung, Kecamatan Parung,
Kabupaten Bogor dengan melihat dampak kemacetan lalu lintas dan menggunakan pendekatan Willingness to Pay (WTP). Lingkup kajian dilakukan hanya pada supir angkutan kota dan PKL di sekitar simpang pasar Parung yang melakukan kegiatan melanggar aturan fungsi jalan, terfokus pada dampak kerugian kemacetan berdasarkan biaya yang dikeluarkan saat membeli BBM bagi
8 supir angkutan kota dan penghasilan hilang bagi supir angkutan kota dan PKL, serta melihat dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan akibat kemacetan supir angkutan kota dan PKL.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Transportasi dan Peranan Transportasi Transportasi dapat diartikan sebagai usaha pemindahan, atau pergerakan orang atau barang dari suatu lokasi yang disebut lokasi asal, ke lokasi lain yang disebut lokasi tujuan, untuk keperluan tertentu dengan mempergunakan alat tertentu (Miro, 2011). Transportasi merupakan proses pergerakan atau perpindahan orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain. Proses ini dapat dilakukan dengan menggunakan sarana angkutan berupa kendaraan atau tanpa kendaraan (Ismadarni, 2012). Menurut Sukarto (2006), transportasi atau pengangkutan adalah perpindahan dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan alat pengangkutan, baik yang digerakkan oleh tenaga manusia maupun hewan (kuda, sapi, kerbau) atau mesin. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan antara asal dan tujuan. Transportasi memiliki peranan penting dalam mendukung pembangunan nasional. Adanya sistem transportasi yang baik diharapkan dapat menunjang berbagai aktvitas ekonomi masyarakat dalam pembangunan (Ismadarni, 2012). Untuk mendapatkan sistem transportasi yang baik, perlu mempertimbangkan bangkitan pergerakan yang terjadi sebagai bagian dari sistem transportasi secara keseluruhan didalam penataan sarana dan parasarana yang turut memberikan kontribusi dalam meningkatkan ekonomi suatu daerah. Menurut Miro (2011), peranan transportasi sangat besar dalam kehidupan masyarakat modern. Secara umum peranan transportasi dapat dikelompokan sebagai berikut: 1.
Peranan Transportasi terhadap Peradaban Manusia Perkembangan peradaban manusia tergambar jelas dari perkembangan
kegiatan sosial ekonominya. Pada zaman primitif, manusia tidak begitu mementingkan pelayanan transportasi karena pada masa itu barang dan jasa yang dibutuhkan belum beragam dan relatif sederhana serta cukup diangkut dengan tenaga sendiri. Di samping itu, manusia pada saat itu hidup berpindah-pindah tanpa alat transportasi dan mereka bergerak secara alamiah untuk mencari apa yang dibutuhkan. Akan tetapi, di masa sekarang kebutuhan hidup semakin beragam dan sumber-sumber objek kebutuhan pun berpencar secara spasial.
10 Manusia zaman sekarang cenderung hidup menetap, tidak lagi berpindah-pindah tempat seperti dulu. Dalam keadaan seperti ini, transportasi dan pengembangan teknologi semakin dibutuhkan. 2.
Peranan Transportasi terhadap Perekonomian Dari aspek ekonomi, transportasi sangat mempengaruhi proses produksi,
distribusi produk, dan dalam hal pertukaran kelebihan. Dalam proses produksi, transportasi berperan penting dalam menyatukan semua faktor produksi (sumberdaya) yang tersebar di berbagai tempat berbeda, ke satu lokasi tunggal (misalnya pabrik pengolahan) dimana semua ini diproses menjadi barang kebutuhan yang siap dikonsumsi. Disini transportasi berfungsi mempermudah dan mempercepat tersedianya sumber-sumber daya atau faktor produksi itu ditempat tersebut. Dalam proses distribusi, transportasi berfungsi mendistribusikan suatu barang dan jasa yang diproduksi ke tempat atau daerah yang membutuhkannya. Secara keseluruhan, terlihat bahwa transportasi dapat mempengaruhi harga barang dan jasa yang siap dikonsumsi di pasar karena biaya transportasi merupakan salah satu biaya yang harus dilkeluarkan oleh produsen barang atau jasa tersebut. 3.
Peranan dalam Kehidupan Sosial Transportasi berfungsi mempermudah masyarakat dalam melakukan
kegiatan yang bersifat nonekonomis, dengan kata lain lebih menyangkut ke hubungan kemanusiaan. Hubungan kemanusiaan dapat bersifat resmi, seperti hubungan antar lembaga pemerintah dan swasta, serta dapat pula bersifat tidak resmi seperti hubungan kekeluargaan Warpani (1990) dalam Miro (2011). 4.
Peranan Transportasi dalam Politik Dalam negara berbentuk kepulauan, seperti Indonesia, transportasi dapat
mendukung usaha persatuan nasional, usaha peningkatan pembangunan yang lebih merata ke seluruh penjuru tanah air atau usaha pengamanan negara dari serangan luar. Transportasi juga dapat memindahkan masyarakat korban bencana alam, serta membuka daerah yang terisolasi. Peran infrastruktur transportasi semakin diperlukan untuk menjebatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan, serta antar wilayah, antar perkotaan dan antar pedesaan. Ketersediaan prasarana dan sarana transportasi di wilayah perbatasan dan wilayah terisolasi dapat mendorong
11 kelancaran mobilitas barang orang maupun informasi serta mempercepat pengembangan wilayah dan mempererat hubungan antar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) (BAPPENAS, 2003). Transportasi memiliki perananan
dalam
pembangunan
ekonomi,
pengembangan
wilayah,
dan
mempersatukan bangsa. Peran transportasi dalam pembangunan ekonomi, dimana transportasi memiliki peran sangat vital dalam mendukung produktivitas sektorsektor lain, serta dalam penyediaan angkutan bahan mentah untuk produksi; maupun dalam penyediaan jasa distribusi pemasaran barang dan jasa yang dihasilkan. Peran transportasi dalam pengembangan wilayah bermaksud bahwa transportasi akan meningkatkan keunggulan kompetitif suatu wilayah, karena barang dan orang dapat di angkut dengan lebih aman, murah, dan cepat, dengan demikian adanya transportasi akan meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat. Peran transportasi dalam mempersatukan bangsa yaitu dalam penyediaan transportasi antar wilayah, antara lain melalui kemudahan untuk berinteraksi dan membuka peluang terjadinya pemahaman antar masyarakat. Dari sisi ekonomi, transportasi antar wilayah membuka peluang terjadinya perdagangan antar wilayah, sehingga dapat mengurangi perbedaan harga antar wilayah. Menurut Sukarto (2006), transportasi memiliki peranan dalam memberikan manfaat, yaitu: 1.
Manfaat sosial Dalam kehidupan sosial atau bermasyarakat ada bentuk-bentuk hubungan
untuk berbagai kepentingan sosial, transportasi sangat membantu dalam menyediakan berbagai fasilitas dan kemudahan, seperti pelayanan untuk perorangan atau kelompok, pertukaran dan penyampaian informasi, perjalanan pribadi maupun sosial, mempersingkat waktu tempuh antara rumah dan tempat bekerja, serta mendukung perluasan kota atau penyebaran penduduk menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil. 2.
Manfaat Ekonomi Manusia memanfaatkan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhannya
akan pangan, sandang, dan papan. SDA ini perlu diproduksi untuk menjadi bahan siap pakai yang perlu dipasarkan, dimana terjadi proses tukar-menukar antara penjual dan pembeli. Produksi merupakan bagian dari kegiatan ekonomi, dimana
12 sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dipadukan untuk menghasilkan barang yang dapat dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Transportasi adalah salah satu jenis kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan manusia melalui cara mengubah letak geografi orang maupun barang. Adanya transportasi, bahan baku dibawa ke tempat produksi dan dengan transportasi pula hasil produksi dibawa ke pasar. Para konsumen datang ke pasar atau tempattempat pelayanan yang lain (rumah sakit, pusat rekreasi, dan seterusnya) dengan menggunakan transportasi. 3.
Manfaat Politik Adanya transportasi memberikan manfaat penting bagi politik, yaitu
menciptakan persatuan nasional yang semakin kuat dengan meniadakan isolasi, mengakibatkan pelayanan kepada masyarakat dapat dikembangkan atau diperluas secara lebih merata pada setiap bagian wilayah negara, keamanan negara sangat bergantung pada transportasi untuk memindahkan mobilisasi kemampuan dan ketahanan nasional serta memungkinkan perpindahan pasukan selama masa perang atau untuk menjaga keamanan dalam negeri, selain itu sistem transportasi yang efisien memungkinkan perpindahan penduduk dari daerah yang terkena bencana. 4.
Manfaat Fisik Transportasi mendukung perkembangan kota dan wilayah sebagai sarana
penghubung. Rencana tata guna lahan kota harus didukung secara langsung oleh rencana pola jaringan jalan yang merupakan rincian tata guna lahan yang direncanakan. Pola jaringan jalan yang baik akan mempengaruhi perkembangan kota yang direncanakan sesuai dengan rencana tata guna lahan, hal ini menunjukkan bahwa transportasi mendukung penuh perkembangan fisik suatu kota atau wilayah. 2.2 Kemacetan Lalu Lintas Manurut Alhadar (2011), kemacetan lalu lintas terjadi akibat volume lintas hampir mendekati kapasitas jalan. Kemacetan mengakibatkan kerugian secara ekonomi maupun inmateril seperti menimbulkan stres karena kekesalan tidak tepat waktu pada tujuan.
13 Kemacetan penyebabnya dari berbagai kehidupan yang saling terkait misalnya kedisiplinan yang kurang, pertumbuhan kendaraan yang tidak bisa mengimbangi pertumbuhan prasarana jalan. Kemacetan disebabkan oleh adanya suatu proses pemenuhan kebutuhan yang harus dilakukan setiap hari, setiap jam bahkan setiap menit, seperti pemenuhan kebutuhan perjalanan menuju lokasi pekerjaan, pendidikan, rekreasi dan lain-lain. Bentuk kegiatan tersebut akan sangat menentukan pola pergerakan pada suatu sistem, apalagi dikaitkan dengan zona atau wilayah, dimana pergerakan individu pada suatu zona akan berbeda dengan zona lainnya dan juga sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari masing-masing pelaku Tarmin O.Z (1997) dalam Ismadarni (2012). Kemacetan merupakan suatu masalah yang dirasakan dan dapat dilihat langsung oleh masyarakat akibat tidak seimbangnya jumlah kebutuhan perjalanan masyarakat dengan pengadaan pelayanan sistem transportasi (Miro, 2011). Masalah yang sering dihadapi dalam mobilitas transportasi jalan yaitu kemacetan, hal ini disebabkan oleh kurangnya keterpaduan sistem jaringan jalan, lemahnya manjemen lalu lintas, rendahnya ketertiban pengguna jalan, banyaknya kegiatan parkir dan masyarakat yang menggunakan badan jalan, kerusakan jalan, serta ketidakseimbangan antara pertumbuhan jumlah armada atau lalu lintas dengan kapasitas jalan yang ada (BAPPENAS, 2003). 2.3 Dampak Kemacetan terhadap Lingkungan dan Masyarakat Pengaruh yang ditimbulkan oleh kegiatan masyarakat dan pengoperasian sistem transportasi
untuk
mendukung dan
mengakomodasikan
kegiatan
masyarakat tersebut serta sistem pergerakan lalu lintas yang dibangkitkan oleh adanya kegiatan masyarakat dan pengoperasian sistem transportasi itu terhadap lingkungan fisik masyarakat akan terasa sekali, diantaranya : (1) Kebisingan (polusi suara); (2) Udara kotor (polusi udara); (3) Pemandangan lingkungan yang berubah (polusi estetika da efek visual); (4) Kontaminasi cairan (polusi dam pencemaran air bersih); (5) Gempa lokal (polusi getaran); dan (5) Mutu lingkungan turun (polusi lingkungan seperti tidak nyaman, tidak hijau, tidak segar, kotor, semrawut dan lain-lain).
14 Polusi udara yang timbul akibat kemacetan dan
peningkatan populasi
jumlah kendaraan merupakan ambient stresor (stresor yang berhubungan dengan lingkungan) paling berbahaya yang pasti ditemui disemua kota besar di dunia terutama negara berkembang. Polusi juga dapat mempengaruhi perilaku sosial melalui efek fisiologis atau psikologis (Halim, 2008). Menurut Malik (2011), kemacetan dapat membawa dampak buruk terhadap kualitas udara sekitar yang dikotori oleh asap kendaraan bermotor, terlebih lagi untuk kendaraan-kendaraan tua yang belum diuji emisi, tetapi masih berkeliaran di kota yang memberi suplai besar akan racun karbon monoksida (CO) yang tak dapat dinetralisir oleh udara. Racun tersebut disinyalir dapat menyebabkan pemanasan global (Global Warming). Boediningsih (2011), kemacetan menyebabkan gangguan lingkungan, seperti kerusakan jarak pandang, hujan asam, kerusakan panen dan bangunan, serta perubahan cuaca.Bangun (2006), kemacetan menyebabkan tingginya polusi udara, polusi air, dan polusi suara. Kemacetan sangat merugikan masyarakat, kebisingan menjadi efek yang muncul pada saat kemacetan terjadi, dimana suara mesin dan knalpot mobil yang berlebihan dapat merusak gendang telinga masyarakat. Desibel yang muncul akibat suara atau bunyi tersebut dapat mempengaruhi jiwa dan perasaan masyarakat dan tak jarang beberapa orang bisa menderita stres saat terjadi kemacetan. Salah satu efek lain yang dapat muncul sewaktu-waktu adalah kriminalitas berupa tindak kejahatan perusakan kendaraan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab (Malik, 2011). Sugiyanto (2012), kemacetan muncul ketika volume lalu lintas melebihi kapasitas jalan atau simpang. Penambahan kendaraan menyebabkan tundaan waktu perjalanan menjadi lebih lama dan mengakibatkan kenaikan biaya transportasi. Kemacetan menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar yang diderita oleh masyarakat. Tundaan perjalanan mengurangi produktivitas ekonomi dan kualitas kehidupan. Kemacetan menyebabkan penurunan kesehatan bagi masyarakat, masalah kesehatan yang diderita masyarakat akibat kemacetan adalah gangguan pernafasan, saraf, kanker, penyakit jantung, dan penurunan IQ (Boediningsih, 2011).
15 Bangun (2006), kemacetan menyebabkan waktu tempuh ke tempat kerja semakin panjang, biaya perjalanan semakin tinggi akibat bertambahnya penggunaan BBM, dan menyebabkan rendahnya produktivitas tenaga kerja karena stres dalam kemacetan. 2.4 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu mengenai kerugian masyarakat sudah cukup banyak dilakukan. Beberapa penelitian yang dijadikan referensi dalam penelitian ini adalah pembahasan mengenai nilai kerugian dan nilai kesediaan membayar (WTP). Terdapat perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Novianty (2013) dan Putri (2013), perbedaannya adalah tema, bahasan penelitian, dan lokasi penelitian. Persamaan penelitian ini dengan Novianty (2013) dan Putri (2013) adalah alat analisis yang digunakan yaitu Willingness to Pay (WTP) menggunakan tahapan Contingent Valuation Method (CVM). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Sapta (2009) dan Marwan (2011) adalah lokasi penelitian dan alat analisis yang digunakan untuk menghitung penghasilan yang hilang, alat analisis yang digunakan penelitian ini adalah loss of earnings. Persamaannya adalah menghitung kerugian masyarakat akibat kemacetan lalu lintas. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Farhani (2011) adalah lokasi penelitian dan alat analisis yang digunakan Farhani (2011) yaitu AHP untuk mencari alternatif dalam mengatasi masalah kemacetan lalu lintas. Alat analisis yang digunakan peneliti hanya untuk melihat kerugian akibat kemacetan lalu lintas yaitu CVM dan Analisis Regresi Berganda. Persamaan antara penelitian ini dengan Farhani (2011) adalah menghitung nilai kerugian masyarakat akibat kemacetan lalu lintas. Berikut deskripsi singkat dari penelitian terdahulu yang dijadikan referensi dapat dilihat pada Tabel 3.
16 Tabel 3 Penelitian terdahulu yang terkait No 1
Nama 1 Sapta (2009)
Judul Tulisan Analisis Dampak Kemacetan Lalu Lintas terhadap Sosial Ekonomi Pengguna Jalan dengan CVM (Studi Kasus: Kota Bogor, Jawa Barat)
2
2 Farhani (2011)
Kerugian Sosial Ekonomi dan Aternatif Kebijakan dalam Mengatasi Permasalahan Kemacetan di Sepanjang Jalan Cicurug-Parungkuda, Kabupaten Sukabumi
3
4 Marwan (2011)
Analisis Dampak Kemacetan Lalu Lintas dengan Pendekatan Willingness to Accept (Studi Kasus: Kecamatan Bogor Barat)
4
4Novianty (2013)
Estimasi Willingness to Pay Air Tanah dan Air Pipa di Desa Tamansari, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor
5
5 Putri (2013)
Eksternalitas Negatif Pencemaran Sungai Kampar akibat Kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) (Studi kasus Desa Lipatkain Kecamatan Kampar Kiri Kabupaten Kampar, Riau)
Deskripsi Total kerugian BBM kendaraan akibat kemacetan di Kota Bogor yang memiliki sekitar 10 titik kemacetan yaitu Rp 713.122.380,00 per hari. Total pendapatan yang hilang dari seluruh pengguna jalan mencapai Rp 7.337.321.660,00 setiap harinya. Hasil penelitian ini menunjukkan kerugian yang ditanggung dengan meghitung potensi ekonomi yang hilang akibat kemacetan yaitu sebesar Rp 4.609.120.990,10 per tahun. Total penghasilan yang hilang untuk supir dalam satu tahun yaitu Rp 13.418.247.456,00. Total kerugian BBM kendaraan akibat kemacetan sebesar Rp 417.701.167,00 per hari untuk tiga titik kemacetan. Potensi ekonomi yang hilang dari pengguna BBM akibat kemacetan di Kecamatan Bogor Barat mencapai Rp 152.460.925.983,00 per tahun.
Alat Analisis Deskriptif-Kualitatif dan Kuantitatif, Contingent Valuation Method (CVM), dan Regresi Berganda dengan Minitab 14 for Windows Deskriptif-Kualitatif dan Kuantitatif. Kuantitatif dengan Microsoft excel 2007 dan AHP dengan expert choice 2000
Kesediaan membayar (WTP) masyarakat yang menjadi responden terhadap air tanah didapatkan nilai ratarata WTP sebesar Rp 414,71 per m3 dan rata-rata WTP masyarakat yang menjadi responden untuk air pipa sebesar Rp 575 per m3. Kesediaan membayar (WTP) oleh penambang akibat kegiatan PETI yang menyebabkan pencemaran sungai, total kesediaan membayar oleh penambang skala kecil sebesar Rp 1.924.945,00 per sekali menambang dan total WTP penambang skala besar sebesar Rp 4.750.000,00 per sekali nambang.
Deskriptif-Kualitatif dan Kuantitatif, CVM, dan Analisis Regresi Berganda
Deskriptif -Kualitatif dan Kuantitatif, Contingent Valuation Method (CVM), dan Regresi Berganda dengan SPSS 16 for Windows
Deskriptif-Kualitatif dan Kuantitatif, CVM, dan Analisis Regresi Linier Berganda
17
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1
Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis menyajikan teori-teori yang digunakan dalam penelitian yaitu metode penghasilan yang hilang (loss of earning method), perhitungan ratarata, Contingent Valuation Method (CVM), dan regresi linier berganda. Berikut penjelasan teori-teori tersebut. 3.1.1 Penghasilan yang Hilang (Loss of Earnings Method) Menurut
Garrod
and
Willis
(1999),
perubahan
lingkungan
akan
mempengaruhi tingkat penghasilan pelaku usaha dari proses produksinya, bisa karena peningkatan biaya produksi atau penerimaan penjualan yang berkurang atau bahkan hilang. Dampak dari perubahan kualitas lingkungan bisa didapatkan dengan menilai seberapa besar perubahan dari penghasilannya. Loss of earning menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 14 Tahun 2012, merupakan pendekatan yang digunakan untuk menghitung kerugian akibat penghasilan yang hilang karena perubahan fungsi lingkungan yang berdampak pada kesehatan manusia. Berikut tahapan pelakasanaannya: 1.
Memastikan bahwa terjadi dampak yang signifikan terhadap kesehatan manusia akibat adanya perubahan fungsi lingkungan sehingga menyebabkan seseorang kehilangan kesempatan untuk memperoleh penghasilan.
2.
Mengidentifikasi sumber penghasilan yang hilang akibat terganggunya kesehatan masyarakat, misalnya upah hilang selama sakit.
3.
Mengetahui lamanya waktu yang hilang akibat gangguan kesehatan yang terjadi.
4.
Menghitung seluruh potensi hilangnya penghasilan.
3.1.2 Perhitungan Rata-rata Menurut Walpole (1982), ukuran yang digunakan untuk menyelidiki segugus data kuantitatif akan sangat membantu bila didefinisikan dengan ukuranukuran numerik yang menjelaskan ciri-ciri data yang penting. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah penggunaan rata-rata, baik contoh maupun populasi. Rata-rata merupakan suatu ukuran pusat data bila data itu diurutkan dari yang terkecil sampai yang terbesar atau sebaliknya. Rata-rata tengah contoh atau
18 nilai tengah contoh dimisalkan dengan x1, x2, …, tidak harus semuanya berbeda, merupakan sebuah contoh terhingga berukuran, maka nilai tengah contohnya adalah: 𝐴𝑣𝑒 𝑋 =
𝑛 𝑖=1 𝑋𝑖
𝑛
Keterangan: Ave X = Rata-rata contoh/nilai tengah contoh n
= Banyaknya contoh
Xi
= Peubah bebas yang menjelaskan peubah tak bebas Y
i
= 1, 2, 3, …, n yaitu banyaknya peubah bebas dalam fungsi
3.1.3 Contingent Valuation Method (CVM) Contingent Valuation Method (CVM) menyajikan konsep CVM dan tahapan CVM. Berikut penjelasan mengenai konsep dan tahapan CVM. 3.1.3.1 Konsep Contingent Valuation Method (CVM) Menurut Perce dan Moran (1994) dalam Sanim (2011), prosedur penilaian dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu pendekatan langsung (direct method) dan pendekatan tidak langsung (indirect method). Pendekatan langsung merupakan suatu teknik untuk menentukan nilai preferensi suatu individu atau masyarakat secara langsung dengan cara survei atau eksperimen, misalnya dengan cara Continget Valuation Method (CVM) dan Contingent Ranking Method (CRM). Pendekatan tidak langsung merupakan teknik untuk menentukan nilai preferensi masyarakat dari fakta atau informasi yang didapat dari pengamatan di pasar. Salah satu metode untuk mengestimasi nilai barang dan jasa lingkungan secara langsung adalah Contingent Valuation Method (CVM), Metode CVM memungkinkan mengukur nilai komoditas yang tidak diperdagangkan di pasar (Fauzi, 2010). Tujuan dari CVM adalah untuk mengetahui keinginan membayar (Willingness to Pay) dari masyarakat, serta mengetahui keinginan menerima (Willingness to Accept) akibat kerusakan suatu lingkungan (Fauzi, 2006). Menurut Syakya (2005) dalam Amanda (2009), Willingness to Pay (WTP) adalah metode yang bertujuan untuk mengetahui pada level berapa seseorang mampu membayar biaya perbaikan lingkungan apabila ingin lingkungan menjadi baik. Menurut Kurniarto (2006), tujuan dari CVM adalah untuk menghitung nilai atau penawaran barang publik yang mendekati nilai sebenarnya, jika pasar
19 dari public goods benar-benar ada. Pasar hipotetis (kuesioner dan repsonden) sedapat mungkin mendekati kondisi pasar yang sebenarnya. Responden harus mengenal dengan baik barang yang ditanyakan dalam kuesioner dan alat hipotesis yang digunakan untuk pembayaran. Kuesioner CVM meliputi tiga bagian, yaitu: 1) penulisan yang jelas tentang benda yang dinilai, persepsi penilaian public goods, jenis kesanggupan, dan alat pembayaran; 2) pertanyaan tentang WTP yang diteliti; 3) pertanyaan tentang karakteristik sosial demografi responden seperti usia, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan lain-lain. Sebelum menyusun kuesioner terlebih dahulu dibuat skenario yang diperlukan dalam rangka membangun suatu pasar hipotetis public goods yang menjadi pengamatan. 3.1.3.2 Tahapan Contingent Valuation Method (CVM) Terdapat beberapa tahap penerapan CVM menurut Hanley dan Spash (1993), yaitu: 1.
Membuat Pasar Hipotetik Pasar hipotetik dibangun untuk memberikan suatu alasan mengapa
masyarakat harus membayar suatu barang/jasa lingkungan dimana tidak terdapat nilai dalam mata uang berapa harga barang/jasa lingkungan tersebut. Pasar hipotetik harus menggambarkan bagaimana mekanisme pembayaran yang dilakukan. Skenario kegiatan harus di uraikan secara jelas dalam kuesioner sehingga responden dapat memahami barang lingkungan yang dipertanyakan serta keterlibatan masyarakat dalam rencana kegiatan. Selain itu, dalam kuesioner perlu dijelaskan perubahan yang akan terjadi jika terdapat keinginan masyarakat untuk membayar. 2.
Mendapatkan penawaran Besarnya Nilai WTP Penawaran besarnya nilai WTP dapat dilakukan dengan menggunakan
kuesioner. Terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk memperoleh nilai WTP, yaitu: a.
Metode tawar menawar (Bidding Game) Suatu metode dimana jumlah yang semakin tinggi dari nilai awal
disarankan pada responden sampai nilai WTP maksimum dari responden. b.
Metode Pertanyaan Terbuka (Open-Ended Question)
20 Suatu metode dimana responden ditanyakan nilai maksimum WTP mereka tanpa ada penyaranan nilai awal terlebih dahulu. Responden seringkali menemui kesulitan untuk menjawab pertanyaan tersebut, khusunya para responden yang tidak memiliki pengalaman mengenai halhal yang menjadi bahan pertanyaan pewawancara. c.
Metode Kartu Pembayaran (Payment Card) Metode ini menawarkan kepada responden suatu kartu yang terdiri
dari berbagai nilai kemampuan untuk membayar, dimana responden dapat memilih nilai maksimal sesuai dengan preferensinya. Metode ini pada awalnya dikembangkan untuk mengatasi bias titik awal dari metode tawarmenawar. d.
Metode Pertanyaan Pilihan Dikotomi (Close-Ended Referendum) Metode yang menggunakan satu alat pembayaran yang disarankan
kepada responden baik mereka setuju atau tidak setuju. Respon dari responden di arahkan untuk menjawab apakah setuju/tidak dengan jawaban “ya/tidak”. 3.
Memperkirakan Nilai Tengah dan Nilai Rata-rata WTP Data dari nilai WTP terkumpul, tahap berikutnya adalah menghitung nilai
tengah (median) dan/atau nilai rata-rata (mean) dari WTP tersebut. Perhitungan nilai penawaran menggunakan nilai rata-rata, maka akan diperoleh nilai yang lebih tinggi dari yang sebenarnya. Oleh karena itu, lebih baik menggunakan nilai tengah agar tidak dipengaruhi oleh rentang penawaran yang cukup besar. Nilai tengah penawaran selalu lebih kecil daripada nilai rata-rata penawaran. 4.
Memperkirakan Kurva Permintaan WTP Kurva WTP dapat diperkirakan dengan menggunakan fungsi WTP terdiri
dari jumlah responden yang bersedia dibayarkan oleh responden. 5.
Menjumlahkan Data Penjumlahan data dilakukan dengan proses menkonversikan nilai tengah
penawaran terhadap total populasi yang dimaksud.
21 6.
Evaluasi penggunaan CVM Evaluasi penggunaan CVM berfungsi untuk menilai sejauh mana CVM
berhasil diterapkan. Penilaian dilakukan dengan melihat tingkat keandalan fungsi WTP dengan melihat Rsquares dari model regresi linier berganda WTP responden. 3.1.4 Regresi Linier Berganda Menurut Supranto (2008), Regresi linier Berganda adalah bentuk persamaan yang terdapat lebih dari dua variabel. Menurut Firdaus (2004), ada beberapa cara dalam menuliskan persamaan regresi linier berganda, antara lain: Populasi
Sampel
Yi = A + B1 X1i + B2 X2i + … + Bk Xki + єi
…..(1)
Yi = B1 + B2 X2i + B3 X3i + … + Bk Xki + єi
…..(2)
Yi = a + b1 X1i + b2 X2i + … + bk Xki + ei
…..(3)
Yi = b1 + b2 X2i + b3 X3i + … + bk Xki + ei
…..(4)
Persamaan (1) maupun persamaan (2) masing-masing terdiri dari satu variabel tak bebas (Y) dan (k-1) variabel bebas (X), yaitu X2, X3, …, Xk. Jadi jumlah total variabelnya adalah 1 + (K-1) = k variabel. Regresi populasi dan sampel untuk model regresi dengan tiga variabel (berarti k = 3), satu variabel tak bebas Yi dan dua variabel bebas X2 dan X3 dapat ditulis sebagai berikut: Populasi
Yi = B1 + B2 X2i + B3 X3i + єi
….(6)
Sampel
Yi = b1 + b2 X2i + b3 X3i + ei
….(7)
Ŷi = b1 + b2 X2i + b3 X3i , i = 1, 2, n
….(8)
ei = Yi - Ŷi = pendugaan kesalahan pengganggu. Pada hakekatnya asumsi yang digunakan dalam model regresi berganda sama dengan asumsi dalam model regresi sederhana. Hanya saja, dalam model regresi berganda ditambahkan satu asumsi lagi, yaitu tentang multikolineritas. Secara lengkap asumsi-asumsi yang digunakan dalam model regresi berganda adalah: 1.
E (єi) = 0 untuk setiap i.
2.
Cov (єi,
єj)
= 0 i ≠ j. Asumsi ini dikenal sebagai asumsi tidak adanya
korelasi berurutan atau tidak ada autokorelasi.
22 3.
Var (єi) = σ, untuk setiap i. Asumsi ini dikenal sebagai asumsi homokedastisitas atau varians sama.
4.
Cov (єi │ X2i) = Cov (єi │ X3i) = 0. Artinya, kesalahan pengganggu
єi dan
variabel bebas X tidak berkorelasi. 5.
Tidak ada multikolinearitas, yang berarti tidak terdapat hubungan linieritas yang pasti di antara variabel bebas. Regresi merupakan persamaan matematik yang memungkinkan kita
meramalkan nilai-nilai suatu peubah tak bebas dari nilai-nilai satu atau lebih peubah bebas (Walpole, 1982). Secara umum, fungsi regresi berganda dituliskan sebagai berikut: Y = b0 + Σ bi Xi + Ei Keterangan: Y
= peubah tak bebas
b0
= intersep
bi
= parameter penduga Xi
Xi
= peubah bebas yang menjelaskan peubah tak bebas Y
Ei
= pengaruh sisa (error term)
I
= 1, 2, 3, …, n yaitu banyaknya peubah bebas dalam fungsi 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Pertumbuhan jumlah penduduk akan meningkatkan mobilisasi penduduk
dalam melakukan kegiatannya baik kegiatan sosial maupun ekonomi. Kegiatan tersebut berpengaruh pada peningkatan permintaan sektor transportasi terutama subsektor angkutan darat untuk memudahkan melakukan segala kegiatan. Permintaan yang meningkat pada subsektor angkutan darat memicu kepadatan lalu lintas, hal ini akan menyebabkan kemacetan lalu lintas. Jalan raya Parung merupakan salah satu jalan yang berada di Kabupaten Bogor, jalan ini termasuk jalan penghubung antara Kabupaten Bogor dan Kota Bogor menuju Jakarta, Depok, dan Tangerang atau sebaliknya yang membuat banyak kendaraan berlalu lalang di jalan Parung. Selain itu, terdapat perilaku supir angkutan kota dan pedagang kaki lima (PKL) yang melanggar aturan fungsi jalan, sehingga jalan Parung ini sering mengalami kepadatan. Kepadatan yang terjadi akan menyebabkan kemacetan lalu lintas.
23 Kemacetan lalu lintas merupakan suatu masalah yang sulit diberikan solusi, karena penyebab kemacetan adalah peningkatan pada sektor transportasi, tetapi prasarana transportasi yang tersedia tidak memadai. Kemacetan juga sering menimbulkan masalah yang berdampak pada masalah sosial dan ekonomi, serta masalah lingkungan. Dampak kemacetan lalu lintas memberikan kerugian berupa pemborosan dalam penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM), hilangnya penghasilan, meningkatnya rasa
emosional yang menimbulkan stres, hilangnya waktu
produktif untuk bekerja, serta terganggunya kondisi lingkungan seperti polusi udara, suara, dan lingkungan. Kerugian tersebut sebenarnya dirasakan oleh supir angkutan kota dan PKL akibat kemacetan lalu lintas, sehingga perlu kajian yang mendalam mengenai kerugian yang dirasakan akibat kemacetan. Kemauan membayar (WTP) merupakan gambaran kesanggupan supir angkutan kota dan PKL untuk membayar denda atas pelanggaran yang dilakukan di Parung. Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTP supir angkutan kota dan PKL untuk menerima denda menggunakan analisis regresi berganda, jika Pemerintah Kabupaten Bogor menetapkan kebijakan baru berupa denda untuk mengatasi masalah kemacetan lalu lintas di Parung yang disebabkan perilaku supir angkutan kota dan PKL yang melanggar aturan fungsi jalan. Penilaian ekonomi akibat kemacetan dengan mencari nilai WTP supir angkutan kota dan PKL akan dikaji menggunakan tahapan-tahapan CVM dan analisis regresi berganda. Perhitungan pengeluaran supir angkutan kota akan difokuskan pada biaya yang dikeluarkan dalam membeli BBM saat normal dan macet menggunakan perhitungan rata-rata. Perhitungan penghasilan yang hilang bagi supir angkutan kota dan PKL menggunakan loss of earning dengan melihat rata-rata penghasilan responden dibagi rata-rata durasi kemacetan. Analisis dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan yang dirasakan supir angkutan kota dan PKL menggunakan metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi rekomendasi bagi Pemerintah Kabupaten Bogor dalam mengatasi masalah kemacetan di Parung yang disebabkan kegiatan supir angkutan kota dan PKL yang melangar aturan fungsi jalan dan sebagai informasi bagi supir angkutan
24 kota dan PKL untuk mengetahui besarnya nilai kerugian nominal akibat kemacetan. Gambar 1 menyajikan kerangka pemikiran operasional penelitian.
Kegiatan Pelanggaran Aturan Fungsi Jalan di Simpang Pasar Parung, Kabupaten Bogor
PKL (Pedagang Kaki Lima)
Supir Angkutan Kota
Kemacetan
Dampak Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan
Dampak Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan
Analisis Dampak Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan
DeskriptifKualitatif dan Kuantitatif
Dampak Ekonomi
Pengeluaran BBM
Perhitungan rata-rata
Besarnya WTP
Penghasilan hilang
Loss of Earning
Faktor-faktor yang mempengaruhi WTP
Analisis Regresi Berganda
Contingent Valuation Method (CVM)
Kerugian Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Supir Angkutan Kota dan PKL akibat Kemacetan
Rekomendasi Mengatasi Masalah Kemacetan ------: Ruang lingkup penelitian Gambar 1 Kerangka pemikiran operasional penelitian
25
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di sekitar simpang pasar Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) baik langsung maupun tidak langsung, dengan pertimbangan bahwa jalan raya di sekitar simpang pasar Parung merupakan salah satu jalan di Kabupaten Bogor yang mengalami kemacetan dari waktu ke waktu. Pengambilan data primer di lapangan dilakukan dari awal Februari sampai Maret 2014 dan data didapatkan melalui kuesioner. Berikut peta lokasi penelitian pada Gambar 2.
Sumber: Streetdirectory, 2014 Gambar 2 Lokasi penelitian
4.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini didukung dengan menggunakan data primer dan sekunder. Data primer dilakukan dengan pengamatan dan wawancara langsung kepada supir angkutan kota dan pedagang kaki lima (PKL) dengan bantuan kuesioner. Data sekunder diperoleh dari pihak-pihak instansi terkait objek penelitian seperti BPS Jawa Barat, BPS Kabupaten Bogor, DLLAJ Kabupaten Bogor, Kecamatan Parung, Internet, Perpustakaan, dan berbagai penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini. 4.3 Metode Pengambilan Sample Metode pengambilan sample dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling, karena sample yang dipilih secara sengaja dan sesuai dengan
kriteria tertentu. Kriteria sample yang dipilih dalam penelitian ini adalah supir
26 angkutan kota dan PKL, berusia minimal 17 tahun, melakukan kegiatan yang melanggar aturan fungsi jalan, serta merasakan kemacetan yang sering terjadi di jalan Parung. Pengambilan sample dilakukan secara purposive dengan melakukan wawancara terhadap responden yang ditemui disekitar simpang pasar Parung secara sengaja. Jumlah sample yang digunakan dalam penelitian ini adalah 75 orang yang terdiri dari 45 orang supir angkutan kota dan 30 orang pedagang kaki lima (PKL). Penetapan jumlah sample yang digunakan dalam penelitian ini telah memenuhi kaidah pengambilan sample secara statistik, karena ukuran sample n ≥ 30 bagaimanapun bentuk populasinya dan teori penarikan contoh menjamin akan di peroleh hasil yang baik dan mendekati sebaran normal (Walpole, 1982). 4.4 Metode Analisis dan Pengolahan Data Data dan informasi yang didapat dalam penelitian ini akan dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan menggunakan komputer dengan program Microsoft Excel dan SPSS 16. Berikut adalah matriks metode pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Matriks metode pengolahan data No 1
2
3
4
Tujuan Penelitian Menganalisis dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan supir angkutan kota dan PKL Menghitung besarnya kerugian dari pengeluaran BBM supir angkutan kota dan penghasilan hilang bagi supir angkutan kota dan PKL akibat kemacetan Menghitung besarnya nilai WTP supir angkutan kota dan PKL Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTP
4.4.1
Alat Analisis Deskriptif Kualitatif dan Kuantitatif
Metode Pengumpulan Data Wawancara
Perhitungan Ratarata dan Loss of Earning
Wawancara
Contingent Valuation Method (CVM) Analisis Regresi Berganda dengan SPSS 16 for Windows
Wawancara
Wawancara
Analisis Dampak Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Supir Angkutan Kota dan PKL
Data yang dimasukkan dalam analisis ini merupakan dampak yang dirasakan oleh supir angkutan kota dan PKL ketika mengalami kemacetan lalu lintas. Dampak yang dirasakan yaitu dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan
27 akibat kemacetan. Berikut penjelasan mengenai dampak yang dirasakan supir angkutan kota dan PKL akibat kemacetan di Parung. 4.4.1.1 Analisis Dampak Sosial Supir Angkutan Kota dan PKL Analisis dampak sosial supir angkutan kota dan PKL memasukan data mengenai dampak sosial yang dirasakan saat terjebak kemacetan di Parung. Dampak sosial yang dirasakan berupa stres akibat peningkatan rasa emosional dan waktu produktif yang hilang atau waktu yang terkuras. Analisis dalam data ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. 4.4.1.2 Analisis Dampak Ekonomi Supir Angkutan Kota dan PKL Analisis dampak ekonomi supir angkutan kota dan PKL memasukan data mengenai dampak ekonomi yang dirasakan saat terjebak kemacetan di Parung. Dampak ekonomi yang dirasakan berupa pemborosan dalam pengeluaran biaya BBM dan penghasilan yang hilang akibat terjebak kemacetan. Analisis dalam data ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. 4.4.1.3 Analisis Dampak Lingkungan Supir Angkutan Kota dan PKL Analisis dampak lingkungan supir angkutan kota dan PKL memasukan data mengenai dampak lingkungan yang dirasakan saat terjebak kemacetan di Parung. Dampak lingkungan yang dirasakan berupa polusi udara, polusi suara, dan polusi lingkungan akibat terjebak kemacetan. Analisis dalam data ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. 4.4.2 Besarnya Kerugian dari Pengeluaran BBM Supir Angkutan Kota dan Penghasilan Hilang Supir Angkutan Kota dan PKL akibat Kemacetan Besarnya kerugian yang dirasakan supir angkutan kota dan PKL terbagi dalam pengeluaran membeli BBM bagi supir angkutan kota dan penghasilan yang hilang bagi supir angkutan kota dan PKL. Berikut penjelasan mengenai perhitungan pengeluaran BBM supir angkutan kota dan penghasilan yang hilang bagi supir angkutan kota dan PKL akibat kemacetan. 4.4.2.1 Pengeluaran BBM Supir Angkutan Kota Perhitungan besarnya biaya untuk membeli BBM supir angkutan kota saat kondisi lalu lintas normal dan saat terjadi kemacetan dilakukan dengan cara mengagregatkan jumlah pengeluaran seluruh responden saat kendaraan mereka berada pada lalu lintas normal dan saat terjadi kemacetan lalu lintas, setelah itu
28 nilai yang sudah di agregatkan dibagi dengan jumlah responden yang didapat. Rata-rata pengeluaran supir angkutan kota dapat ditentukan menggunakan rumus rata-rata perkiraan (contoh) (Walpole,1982): Rata-rata pengeluaran supir angkutan kota saat lalu lintas normal: 𝑛 𝑖=1 𝑋𝑖
𝐴𝑣𝑒 𝑋 =
𝑛 Rata-rata pengeluaran supir angkutan kota saat lalu lintas mengalami kemacetan: 𝑛 𝑖=1 𝑋𝑖
𝐴𝑣𝑒 𝑋 ∗ =
∗
𝑛 Rata-rata kerugian pengeluaran BBM supir angkutan kota saat lalu lintas mengalami kemacetan: 𝐴𝑣𝑒 𝑌 = 𝐴𝑣𝑒 𝑋 ∗ −𝐴𝑣𝑒 𝑋 Keterangan: Ave X
= Rata-rata pengeluaran supir angkutan kota saat lalu lintas normal
Ave X*
= Rata-rata pengeluaran supir angkutan kota saat lalu lintas mengalami kemacetan
Ave Y
= Rata-rata kerugian pengeluaran BBM supir angkutan kota saat lalu mengalami kemacetan
Xi
= Pengeluaran supir angkutan kota saat lalu lintas normal
Xi* i
= Pengeluaran supir angkutan kota dan saat lalu lintas mengalami kemacetan = 1, 2, 3, …, n, banyaknya peubah bebas dalam fungsi
n
= Jumlah responden supir angkutan kota
4.4.2.2 Penghasilan Hilang (Loss of Earning) Supir Angkutan Kota dan PKL Menurut Walpole (1982), perhitungan penghasilan yang hilang (loss of earning)
dapat menggunakan perhitungan nilai tengah atau rata-rata contoh.
Berikut perhitungan penghasilan yang hilang akibat kemacetan yang dirasakan oleh supir angkutan kota dan PKL dengan menggunakan rata-rata contoh: 𝑛 𝑛 𝐴𝑣𝑒 𝑒 𝑖=1 𝑒𝑖 𝑖=1 𝑡𝑖 𝐴𝑣𝑒 𝐸 = 𝐴𝑣𝑒 𝑒 = 𝐴𝑣𝑒 𝑡 = 𝐴𝑣𝑒 𝑡 𝑛 𝑛 Keterangan: Ave e = Rata-rata penghasilan responden (Rp/menit) ei
= Penghasilan responden (Rp)
ti = Durasi kemacetan (menit)
Ave t = Rata-rata durasi kemacetan (menit/trip) n = Jumlah responden Ave E = Rata-rata penghasilan yang hilang (Rp/trip)
29 4.4.3 Besarnya Nilai WTP Supir Angkutan Kota dan PKL Menghitung nilai kesanggupan kesediaan membayar denda supir angkutan kota dan PKL atas pelanggaran yang telah dilakukan di sekitar simpang pasar Parung (WTP) menggunakan pendekatan Contingent Valuation Method (CVM). Metode ini merupakan perhitungan langsung dalam menanyakan kemauan membayar (WTP) kepada supir angkutan kota dan PKL untuk perbaikan arus lalu lintas menggunakan kuesioner, dengan tahapan sebagai berikut: 1)
Membuat Pasar Hipotetik Pasar hipotetik dibuat berdasarkan skenario bahwa Pemerintah Kabupaten
Bogor akan memberlakukan kebijakan baru dengan memberikan sanksi berupa denda kepada supir angkutan kota dan pedagang kaki lima (PKL) yang melakukan kegiatan di badan dan bahu jalan karena menjadi salah satu faktor penyebab kemacetan di Parung, dimana selama ini belum ada peraturan yang ditetapkan pemerintah secara jelas dan tegas mengenai sanksi berupa denda atas pelanggaran yang dilakuan supir angkutan kota dan PKL di bahu dan badan jalan. Pertanyaan dalam pasar hipotetik yang dibentuk dalam skenario adalah: “Bersediakah Bapak/Ibu/Saudara/i berpartisipasi dalam bentuk kesediaan membayar denda untuk menanggulangi masalah kemacetan lalu lintas yang disebabkan adanya perilaku tidak tertib di jalan Parung?” 2)
Mendapatkan penawaran Besarnya Nilai WTP Metode yang digunakan untuk memperoleh nilai tawaran pada penelitian
adalah bidding game dengan menanyakan langsung kepada responden besar maksimum WTP yang dibayarkan akibat kemacetan lalu lintas. Besarnya nilai WTP yang bersedia dibayarkan supir angkutan kota dan PKL menggunakan metode bidding game. Supir angkutan kota dan PKL ditawarkan nilai WTP mulai dari Rp 2.500,00 hingga Rp 10.000,00. Starting point nilai WTP berdasarkan tarif pelajar angkutan penumpang umum dengan jarak tempuh 11 Km yang berlaku di Kabupaten Bogor sebesar Rp 2.500,00. 3)
Memperkirakan Nilai Tengah dan Nilai Rata-rata WTP Perhitungan rata-rata dan median dapat dilakukan setelah nilai WTP
diketahui. Perkiraan rata-rata dihitung dengan rumus: 𝐸𝑊𝑇𝑃 =
68 𝑖=1 𝑊𝑇𝑃𝑖
68
30 Keterangan: EWTP = Perkiraan rataan WTP WTPi = Jumlah tiap data WTP ke-i n
= Jumlah responden 68 orang
i
= Responden ke-i yang bersedia membayar
3)
Memperkirakan kurva WTP Pendugaan kurva WTP dilakukan menggunakan persamaan:
WTP = f(jumlah responden, besarnya nilai WTP) Keterangan: Jumlah responden
= Responden yang bersedia membayar WTP (orang)
Besarnya nilai WTP = Nilai maksimal yang bersedia dibayarkan responden (Rp) 5)
Menjumlahkan Data Penjumlahan data merupakan proses untuk mengkonversi nilai rata-rata
penawaran terhadap populasi yang dimaksud. Nilai total WTP rata-rata responden dapat diketahui setelah menduga nilai tengah WTP. Rumus yang digunakan adalah: TWTP =
68 i=1 WTPini
Keterangan: TWTP = Total WTP WTP = WTP individu ke-i ni
= Jumlah sample ke-i yang bersedia membayar sebesar WTP
i
= Responden ke-i yang bersedia membayar
6)
Mengevaluasi Penggunaan CVM Tahap ini memerlukan pendekatan seberapa besar tingkat keberhasilan
dalam pengaplikasian CVM. Model CVM dievaluasi dengan melihat R-squares dari model OLS (Ordinary least Square) WTP. 4.4.4 Mengidentifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai WTP Menurut Firdaus (2004), ekonometrika adalah suatu bidang ilmu yang merupakan gabungan dari ilmu ekonomi, matematika, dan statistika untuk menganalisis teori ekonomi secara kuantitatif berdasarkan data empiris. Dalam regresi, yang perlu dilakukan pertama kali adalah menafsir fungsi regresi populasi-FRP (population regression function) atas dasar fungsi regresi sampel– FRS (sample regression function) seakurat mungkin. Ada beberapa metode yang
31 digunakan dalam penyusunan FRS, misalnya metode kuadrat terkecil biasa (method of ordinary least squares = OLS). Metode OLS biasa dikemukakan oleh Carl Friedrich Gauss, seorang ahli matematika bangsa Jerman. Metode OLS mempunyai beberapa sifat statistik yang membuatnya menjadi satu metode analisis regresi yang paling kuat. Berdasarkan asumsi-asumsi yang sudah dijelaskan bahwa model yang baik harus terhindar dari gejala heteroskedastisitas, autokorelasi, dan multikolinearitas atau memenuhi asumsi OLS menurut Gauss. Kesesuaian model dengan kriteria statistik dapat dilihat dari hasil koefesien determinasi (R2), uji t, dan uji F. Pendugaan faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya WTP dari supir angkutan kota dan PKL sesuai dengan model regresi berganda, sehingga didapatkan rumus sebagai berikut: WTP = a + b1JK+ b2USA + b3TPK+ b4SPR+ b5PDG + b6WK+ b7TPS+ b8JTK +b9FK + b10DK + b11WH + b12 JT + e Keterangan: b1 … b12
= Koefisien regresi
TPK = Tingkat pendidikan (Tahun)
USA
= Usia (Tahun)
TPS = Tingkat Penghasilan (Rp)
JT
= Jarak tujuan (Km)
FK
WK
= Waktu Kerja (jam)
e
= Galat
a
= Intersep
= Frekuensi terkena kemacetan (Kali)
DK = Durasi terkena kemacetan (Menit) WH =WaktuHilang(Menit) JTK = Jumlah Tanggungan Keluarga (Orang)
PDG = Jenis pekerjaan pedagang (Utama = 1; 0 = Bukan utama) SPR = Jenis pekerjaan supir (Utama = 1; 0 = Bukan utama) JK
= Dummy jenis Kelamin (Laki-laki = 1; 0 = Perempuan) Variabel-variabel
bebas
(independent)
di
atas
dianggap
mampu
mempengaruhi besarnya WTP (variabel tak bebas) yang diungkapkan oleh responden dan variabel-variabel tersebut merupakan salah satu komponen yang digunakan untuk melakukan perhitungan dalam penelitian ini. Keterangan untuk setiap variabel yang berada pada model dapat dilihat pada Tabel 5.
32 Tabel 5 Indikator pengukuran nilai WTP No 1
Variabel WTP
Keterangan Variabel Willingness to Pay (Rp)
2
JK
Jenis Kelamin (JK)
3
USA
Usia (Tahun)
4
TPK
Tingkat pendidikan (Tahun)
5
SPR
Jenis pekerjaan supir
6
PDG
Jenis pekerjaan pedagang
7
WK
Waktu Kerja (Jam)
8
TPS
Tingkat Penghasilan (Rp)
9
JTK
Jumlah Tanggungan Keluarga (Orang)
10
FK
Frekuensi terkena kemacetan (Kali)
11
DK
Durasi terkena kemacetan (Menit)
12
WH
Waktu Hilang (Menit)
13
JT
Jarak tujuan (Km)
Cara Pengukuran Responden ditanyakan besarnya kemauan membayar (WTP) sebagai kesanggupan untuk mengatasi masalah kemacetan dengan menggunakan metode Bidding Game Merupakan variabel dummy yang dibagi menjadi: 1 = Laki-laki 0 = Perempuan Dibedakan menjadi lima kelas yaitu: a. 17 - 27 tahun b. 28 - 38 tahun c. 39 - 49 tahun d. 50 - 60 tahun e. ≥ 61 tahun Dibedakan menjadi empat kelas yaitu: a. Tidak sekolah c. SMP b. SD d. SMA e. Perguruan Tinggi Merupakan variabel dummy yang dibagi menjadi: 1 = Pekerjaan utama 0 = Bukan pekerjaan utama Merupakan variabel dummy yang dibagi menjadi: 1 = Pekerjaan utama 0 = Bukan pekerjaan utama Dibedakan menjadi lima kelas yaitu: a. 1 - 5 jam b. 6 - 10 jam c. 11 - 15 jam d.16 - 20 jam e. ≥ 21 jam Dibedakan menjadi lima kelas yaitu: a. ≤ Rp 1.000.000,00 b. Rp 1.000.000,00 - Rp 3.000.000,00 c. Rp 3.000.000,00 - Rp 5.000.000,00 d. Rp 5.000.000,00 - Rp 7.000.000,00 e. > Rp 7.000.000,00 Dibedakan menjadi lima kelas yaitu: a. ≤ 2 orang b. 3 orang c. 4 orang d. 5 orang e. ≥ 6 orang Dibedakan menjadi lima kelas yaitu: a. 1 kali c. 3 kali e. 5 kali b. 2 kali d. 4 kali Dibedakan menjadi lima kelas yaitu: a. 5 menit c. 15 menit b. 10 menit d. 20 menit e. > 20 menit Dibedakan menjadi lima kelas yaitu: a. ≤ 15 menit c. 25 menit b. 20 menit d. 30 menit e. > 30 menit Dibedakan menjadi lima kelas yaitu: a. ≤ 1 Km c. 3 Km - 5 Km b. 1 Km - 3 Km d. 5 Km - 7 Km e. > 7 Km
33 4.5 Pengujian Parameter Regresi Pengujian secara statistik terhadap model regresi dilakukan dengan menggunakan uji keandalan, koefesien regresi secara parsial (uji t), uji statistik F, uji
autokorelasi,
uji
heteroskedastisitas,
uji
terhadap
kolinear
ganda
(multikolinearitas), dan uji normalitas. Berikut penjelasan terkait uji parameter regresi. 1.
Uji Keandalan Firdaus (2004), uji keandalan dilakukan untuk mengevaluasi pelaksanaan
CVM dilihat dengan nilai R-squares (R2) dari OLS (Ordinary Least Square) WTP. Koefesien determinasi adalah suatu nilai statistik yang dapat mengetahui besarnya kontribusi variabel bebas terhadap variabel yang terkait dalam suatu persamaan regresi. 2.
Koefisien Regresi Secara Parsial (Uji t) Menurut Firdaus (2004), uji t digunakan untuk menguji apakah koefisien
regresi yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan metode OLS berbeda secara signifikan dengan nilai 28 parameter tetentu atau tidak. Berikut prosedur pengujiannya: 1.
H0: bi
= 0, artinya variabel bebas (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap
variabel tidak bebasnya (Yi). H1: bi
≠ 0, artinya variabel bebas (Xi) berpengaruh nyata terhadap
variabel tidak bebasnya (Yi). 2.
Kriterianya:
Jika thitung
> ttabel, maka tolak H0, artinya variabel bebas (Xi)
berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya (Yi).
Jika thitung < ttabel, maka terima H0, artinya variabel bebas (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya (Yi).
3.
Uji Statistik F Ramanathan (1997), uji ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel
bebas secara bersama-sama terhadap variabel terkait. Prosedur pengujiannya sebagai berikut : H0 = β1 = β2 = β3 = … = 0 H1 = β1 = β2 = β3 = … ± 0
34 Fhit = JKK/(k -1) JKG/k (n – 1) dimana : JKK
= Jumlah kuadrat untuk nilai tengah kolom
JKG
= Jumlah kuadrat galat
n
= Jumlah sample
k
= Jumlah peubah
Kriteria :
Fhit > Ftabel, maka tolak H0 yang artinya secara serentak variabel (Xi) berpengaruh nyata terhadap (Y). Fhit < Ftabel, maka terima H0 yang artinya variabel (Xi) secara serentak tidak berpengaruh nyata terhadap (Y). 4.
Uji Autokorelasi Menurut Firdaus (2004), autokorelasi merupakan korelasi antara anggota
observasi yang disusun menurut waktu atau tempat. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi autokorelasi. Metode pengujian menggunakan uji DurbinWatson (DW test). Model regresi dikatakan tidak terdapat autokorelasi apabila nilai Durbin-Watson berkisar 1,55 sampai 2,46. 5.
Uji Heteroskedastisitas Menurut Ghozali (2006) salah satu asumsi metode pendugaan kuadrat
terkecil adalah homokedastisitas yaitu ragam yang konstan dalam setiap amatan. Pelanggaran atas asumsi ini disebut heteroskedastisitas. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED, dimana sumbu Y adalah Y yang sudah diprediksi dan sumbu X adalah residual yang telah di studentized. Dateksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat pola tertentu pada grafik scatterplot. Dasar analisis uji heteroskedastisitas : 1.
Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka telah terjadi heteroskedastisitas.
2.
Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
35 6.
Uji terhadap Kolinear Ganda ( Multikoliearitas) Sarwoko (2005), mulitikolinearitas dapat di ukur dengan melihat nilai
Varian Inflation Factor (VIF) yang diperoleh. Nilai VIF kurang dari 10 dari semua variabel bebas mengartikan bahwa model tidak terjadi masalah multikolinearitas. 7.
Uji Normalitas Yamin dan Kurniawan (2009), uji normalitas digunakan untuk melihat
distribusi error term (residual) menyebar normal atau tidak. Uji ini dapat menggunakan Kolmogorov-Smirnov. Hipotesis uji normalitas sebagai berikut: H0
: Residual menyebar normal
H1
: Residual tidak menyebar normal
Residual menyebar normal ketika nilai probabilitas (p-value) lebih besar dari taraf nyata yang digunakan, artinya model regresi yang diperoleh memenuhi asumsi normalitas.
36
V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung dengan Ibukota Republik Indonesia dan secara geografis mempunyai luas sekitar 2.663,82 Km2 atau sebesar 7,66% dari luas Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Bogor terletak antara 6,19o – 6,47o lintang selatan dan 106o1 – 107o103 bujur timur (Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, 2013). Wilayah Kabupaten Bogor berbatasan dengan: -
Sebelah Utara
: Kota Depok,
-
Sebelah Barat
: Kabupaten Lebak,
-
Sebelah Barat Daya
: Kabupaten Tangerang,
-
Sebelah Timur
: Kabupaten Purwakarta,
-
Sebelah Timur Laut
: Kabupaten Bekasi,
-
Sebelah Selatan
: Kabupaten Sukabumi,
-
Sebelah Tenggara
: Kabupaten Cianjur.
Menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor (2013), Kabupaten Bogor tahun 2013 memiliki 235 desa yang berada pada ketinggian kurang dari 500 m dari permukaan laut,sebanyak 146 desa berada diantara 500-700 m dari permukaan laut, dan 49 desa berada pada kisaran 500 meter dari permukaan laut. Desa-desa tersebut masuk kedalam 40 Kecamatan yang berada di Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor sering menghadapi masalah kemacetan lalu lintas, kemacetan tersebut terjadi karena di pengaruhi oleh berbagai faktor yaitu meningkatnya jumlah mobilisasi penduduk yang menggunakan kendaraan dan banyaknya kegiatan-kegiatan yang melanggar aturan fungsi jalan seperti supir angkutan kota yang berhenti sembarang dan pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di bahu bahkan badan jalan. Hal tersebut yang membuat kemacetan sering terjadi dan jika hal itu dilakukan secara berkelanjutan akan menyebabkan kemacetan yang semakin parah. Menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor (2013), pada tahun 2012 terdapat 172.427 unit kendaraan bermotor berdasarkan banyaknya Surat Tanda
37 Nomor Kendaraan (STNK) bermotor yang diterbitkan perpanjangan (pengesahan 1 tahun) menurut jenis kendaraan per bulan tahun 2012. Jenis kendaraan yang terbanyak adalah sepeda motor sebanyak 140.095 unit selanjutnya mobil penumpang sebanyak 20.935 unit, mobil barang 10.054 unit, dan Bus 1.343 unit. Berikut data jumlah kendaraan bermotor berdasarkan STNK perpanjangan yang dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Banyaknya surat tanda nomor kendaraan (STNK) bermotor yang diterbitkan perpanjangan (pengesahan 1 tahun) menurut jenis kendaraan per bulan tahun 2012 Bulan
Jenis Kendaraan Mobil Penumpang
Bus
Mobil Barang
Sepeda Motor
(unit)
(unit)
(unit)
(unit)
(2)
(3)
(4)
(5)
Januari
1.270
325
1.015
12.558
Februari
1.428
115
756
10.562
Maret
1.590
98
779
11.443
April
1.785
75
807
10.835
Mei
1.920
69
779
11.491
Juni
1.877
89
801
11.455
Juli
2.039
76
984
12.729
Agustus
2.276
112
886
12.433
September
1.721
87
843
11.663
Oktober
1.717
91
795
12.295
November
1.553
107
875
11.465
Desember
1.759
99
735
11.166
20.935
1.343
10.054
140.095
(1)
Jumlah
Sumber: Polres Bogor dalam Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor (2013)
Berdasarkan data dari Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) Kabupaten Bogor (2014), terdapat peningkatan jumlah kendaraan dengan trayek Kabupaten Bogor pada tahun 2013 dibandingkan tahun 2010. Pada tahun 2010 jumlah kendaraan yang memiliki trayek Kabupaten Bogor berjumlah 6.498 unit, tahun 2011 sebanyak 6.605 unit, tahun 2012 sebanyak 6.699 unit, dan tahun 2013 sebanyak 6.723 unit. Berikut data jumlah kendaraan pada trayek Kabupaten Bogor yang dapat dilihat pada Tabel 7.
38 Tabel 7 Jumlah kendaraan pada trayek Kabupaten Bogor tahun 2010 sampai 2013 No Tahun 1 2010 2 2011 3 2012 4 s/d 2013 Sumber: DLLAJ Kabupaten Bogor, 2014
Jumlah Kendaraan (unit) 6.498 6.605 6.699 6.723
Jalan merupakan prasarana pengangkutan yang penting guna memperlancar kegiatan perekonomian. Panjang jalan yang berada di Kabupaten Bogor meliputi, jalan negara, jalan provinsi, dan jalan kabupaten. Secara keseluruhan panjang jalan yang berada di wilayah Kabupaten Bogor mencapai 2.003,243 Km. Bila dilihat dari kondisinya pada tahun 2012 tercatat jalan yang berkondisi baik 1.377,426 Km dan sisanya berkondisi sedang, rusak, dan rusak berat. Tabel 8 menunjukkan, panjang jalan menurut keadaan dan status jalan di Kabupaten Bogor tahun 2012. Tabel 8 Panjang jalan menurut keadaan dan status di Kabupaten Bogor tahun 2012 Keadaan Jalan
Panjang Jalan (Km) Jalan Negara
I
Jalan Propinsi
Jalan Kabupaten
2011
2012
2011
2012
2011
2012
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
138,548
138,548
115,780
115,780
1.662,303
1.662,803
b. Kerikil
41,630
41,630
c. Tanah
44,982
44,482
(1) Jenis Permukaan Jalan a. Diaspal
d.Tidak Terinci Jumlah II
138,548
115,780
115,780
1.748,915
1.748,915
8,313
122,929
57,890
1.286,341
1.377,426
Kondisi Jalan a. Baik b. Sedang
48,492
39,365
131,947
74,007
c. Rusak
42,950
15,051
29,550
26,082
d. Rusak Berat
38,793
3,474
301,077
271,400
1.748,915
1.748,915
1.748,915
1.748,915
1.748,915
1.748,915
Jumlah III
138,548
138,548
138,548
115,780
115,780
138,548
138,548
115,780
115,780
Kelas Jalan a. Kelas I b. Kelas II c. Kelas III d. Kelas IIIA e. Kelas IIIB f. Kelas IIIC g. Tidak Terinci Jumlah
138,548
138,548
115,780
115,780
Sumber: Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Bogor dalam BPS kabupaten Bogor, 2013
39 5.2 Keadaan Umum Kecamatan Parung Keadaan umum Kecamatan Parung terbagi menjadi keadaan geografis, pemerintahan dan penduduk, serta kemacetan lalu lintas di Parung. Berikut penjelasan dari masing-masing keadaan umum di Kecamatan Parung. 5.2.1 Keadaan Geografis Kecamatan Parung merupakan salah satu Kecamatan yang berada di Kabupaten Bogor.Kecamatan Parung memiliki hari hujan sebanyak 116 hari dengan tingkat curah hujan berjumlah 4.067 mm pada tahun 2011. Hari hujan terbanyak terjadi pada bulan Januari dengan curah hujan 549 mm, sedangkan hari hujan paling sedikit terjadi pada bulan Agustus dengan curah hujan 100 mm. Berikut data jumlah dan hari hujan yang terjadi di Kecamatan Parung tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Jumlah hari hujan dan curah hujan di Kecamatan Parung tahun 2011 Bulan Hari Hujan (hari) Curah Hujan (mm) (1) (2) (3) Januari 16 549 Februari 8 348 Maret 9 413 April 13 393 Mei 12 383 Juni 7 260 Juli 9 305 Agustus 3 100 September 6 213 Oktober 11 372 November 14 474 Desember 8 257 Jumlah 116 4.067 Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Dramaga dalam BPS Kabupaten Bogor, 2012
Kecamatan Parung memiliki 9 Desa yang terdiri dari Iwul, Jabon Mekar, Pamegar Sari, Parung, Waru, Warujaya, Bojong Sempu, Bojong Indah, dan Cogreg. Jumlah penduduk di Kecamatan Parung yaitu 103.054 jiwa dengan penduduk terbanyak di Desa Cogreg sebanyak 15.671 jiwa. Luas wilayah dari semua desa yang berada di Kecamatan Parung sebesar 25,88 Km2, dengan luas wilayah desa terbesar yaitu Desa Cogreg sebesar 5,11 Km2. Kepadatan penduduk dari semua desa di Kecamatan Parung adalah 39.208 jiwa per Km2 dengan kepadatan penduduk terbanyak di Desa Parung sebanyak 5.688 jiwa per Km2. Berikut data terkait dengan jumlah penduduk, luas desa, dan kepadatannya di Kecamatan Parung tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 10.
40 Tabel 10 Jumlah penduduk, luas desa, dan kepadatannya tahun 2011 No Desa Jumlah Penduduk (Jiwa) Luas (Km2) (1) (2) (3) (4) 1 Iwul 6.702 4,31 2 Jabon Mekar 7.675 2,17 3 Pamegar Sari 12.814 2,66 4 Parung 15.414 2,71 5 Waru 15.149 2,91 6 Warujaya 12.779 2,93 7 Bojong Sempu 8.552 1,60 8 Bojong Indah 8.328 1,47 9 Cogreg 15.671 5,11 Jumlah 103.054 25,88 Sumber: Regristrasi Penduduk Desa dalam BPS Kabupaten Bogor, 2012
Kepadatan Jiwa/ Km2 (5) 1.554 3.535 4.814 5.688 5.200 4.361 5.337 5.654 3.065 39.208
Jarak antar desa di Kecamatan Parung memiliki jarak antara 1 Km sampai 5 Km. Desa Parung memiliki jarak terdekat dengan Desa Waru yaitu 1 Km dan jarak terjauhnya dengan Desa Iwul dan Desa Cogreg yaitu 5 Km. Berikut data jarak antar kelurahan atau desa di Kecamatan Parung pada tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Jarak antar kelurahan/desa (Km) di Kecamatan Parung Tahun 2011 Desa (Km) Iwul Jabon Mekar Pamegar Sari Parung Waru Warujaya Bojong Sempu Bojong Indah Cogreg
Iwul
Jabon Mekar
Pamegar Sari
2
3 2
2
Parung
Waru
Warujaya
Bojong Sempu
Bojong Indah
Cogreg
5 4
5 4
2 3
2 4
2 4
2 5
2
2
3
4
4
5
1
3 1
4 2 1
4 2 1 1
5 4 3 2
3
2
5 5 2 2
4 4 3 4
2 2 3 4
1 3 4
1 2
1
2
4
4
4
2
1
1
3
5
5
5
4
3
2
2 2
Sumber: Kecamatan Parung 2011 dalam Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, 2012
5.2.2 Pemerintahan dan Penduduk Kecamatan Parung memiliki 28.288 rumah tangga, 231 rukun tetangga, dan 53 rukun warga. Rincian data jumlah rumah tangga, rukun tangga, dan rukun warga dapat dilihat pada Tabel 12.
41 Tabel 12 Jumlah rumah tangga, rukun tetangga, dan rukun warga tahun 2011 No
Desa
Rumah Tangga
Rukun Tetangga (orang)
Rukun Warga (orang)
(orang) (1)
(2)
(3)
(4)
(5)
1
Iwul
1.752
20
6
2
Jabon Mekar
2.356
22
5
3
Pamegar Sari
3.179
29
5
4
Parung
5.380
22
7
5
Waru
4.285
38
7
6
Warujaya
3.074
27
7
7
Bojong Sempu
1.992
18
4
8
Bojong Indah
2.063
16
4
9
Cogreg
4.207
39
8
28.288
231
53
Jumlah
Sumber: Desa dalam BPS Kabupaten Bogor, 2012
Berdasarkan Tabel 12 diatas, Desa Parung memiliki rumah tangga terbanyak yaitu 5.380 rumah tangga, Desa Cogreg memiliki rukun tetangga terbanyak yaitu 39 orang, dan Desa Cogreg memiliki Rukun Warga terbanyak yaitu 8 orang. Desa Iwul memiliki rumah tangga terkecil yaitu 1.752 orang, Desa Bojong Indah memiliki rukun tetangga terkecil sebanyak 16 orang, serta Desa Bojong Sempu dan Bojong Indah memiliki rukun warga terkecil yaitu 4 orang. Kecamatan Parung memiliki jumlah penduduk sebanyak 103.054 jiwa yang terdiri dari 53.355 orang laki-laki dan 49.699 orang perempuan. Berikut rincian data jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Parung dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Kecamatan Parung tahun 2011 No
Desa
Laki-laki Perempuan (orang) (orang) (1) (2) (3) (4) 1 Iwul 3.467 3.235 2 Jabon Mekar 3.889 3.768 3 Pamegar Sari 6.535 6.279 4 Parung 8.026 7.388 5 Waru 8.075 7.074 6 Warujaya 6.563 6.216 7 Bojong Sempu 4.356 4.166 8 Bojong Indah 4.288 4.040 9 Cogreg 8.156 7.515 Jumlah 53.355 49.699 Sumber: Registrasi Desa dalam BPS Kabupaten Bogor, 2012
Jumlah (5) 6.702 7.675 12.814 15.414 15.149 12.779 8.522 8.328 15.671 103.054
42 Berdasarkan Tabel 13, jumlah penduduk terbanyak terdapat pada Desa Cogreg sebanyak 1.5671 jiwa yang terbagi atas 8.156 orang laki-laki dan 7.515 orang perempuan, sedangkan Desa Iwul memiliki penduduk paling sedikit yaitu 6.702 jiwa dengan 3.467 orang laki-laki dan 3.235 orang perempuan. Jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki terbanyak terdapat pada Desa Cogreg yaitu 8.156 orang dan terkecil yaitu Desa Iwul sebanyak 3.467 orang. Jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan terbanyak terdapat pada Desa Cogreg sebanyak 7.515 orang dan terkecil yaitu Desa Iwul sebanyak 3.235 orang. Kecamatan Parung memiliki jumlah penduduk penderita cacat sebanyak 124 orang yang terdiri dari 53 orang penderita tuna rungu, 20 orang penderita tuna netra, 12 orang penderita tuna grahita, 16 orang penderita tuna daksa, dan 23 orang penderita tuna wicara. Berikut rincian data jumlah penduduk penderita cacat di Kecamatan Parung dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Jumlah penduduk penderita cacat di Kecamatan Parung Tuna Desa Rungu (orang) Netra (orang) (2) (3) (4) Iwul 2 1 Jabon Mekar 5 2 Pamegar Sari 6 3 Parung 15 11 Waru 5 1 Warujaya 0 0 Bojong Sempu 0 0 Bojong Indah 4 0 Cogreg 16 2 Jumlah 53 20 Sumber: Desa dalam BPS Kabupaten Bogor, 2012 No (1) 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Grahita (orang) (5) 0 2 0 0 0 1 4 5 0 12
Daksa (orang) (6) 4 2 2 0 0 2 3 3 0 6
Wicara (orang) (7) 3 6 0 4 1 2 3 1 3 23
Berdasarkan Tabel 14, Desa Parung merupakan desa terbanyak penduduknya yang menderita tuna rungu dan tuna netra yaitu sebanyak 15 orang dan 11 orang, Desa Bojong Indah merupakan desa terbanyak penduduknya yang menderita tuna grahita sebanyak 5 orang, Desa Iwul merupakan desa terbanyak penduduknya yang menderita tuna daksa sebanyak 4 orang, dan Desa Jabon Mekar merupakan desa terbanyak penduduknya yang menderita tuna wicara sebanyak 6 orang.
43 5.2.3 Kemacetan lalu lintas di Parung
Gambar 3 Kemacetan lalu lintas di Parung akibat perilaku supir angkutan kota dan PKL
Kemacetan sering terjadi di Kecamatan Parung yang merupakan salah satu Kecamatan yang berada di Kabupaten Bogor. Kemacetan di Parung tidak hanya terjadi pada jam pulang yaitu pukul 16:00-20:00 WIB dan berangkat kerja yaitu pukul 05.00-08:30 WIB, tetapi hampir sering terjadi pada jam-jam biasa dan hari libur yaitu hari sabtu dan minggu. Kemacetan yang terjadi di Parung disebabkan oleh banyaknya kendaraan yang berlalu lalang dan adanya kegiatan melanggar aturan fungsi jalan, kegiatan tersebut berupa banyaknya supir angkutan kota yang berhenti
sembarangan
bahkan
menjadikan
bahu
jalan
sebagai
tempat
pemberhentian mereka, selain itu terdapat pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di badan jalan yang seharusnya untuk arus jalan kendaraan tetapi digunakan untuk kegiatan berjualan mereka. Kegiatan-kegiatan tersebut akan menyebabkan kemacetan yang semakin parah jika dibiarkan saja. Menurut data dari Kecamatan Parung tahun 2014, pada bulan September tahun 2013 terdapat 106 orang pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di Jln. Raya H. Mawi Parung. Rincian jumlah PKL yang berjualan di Jln. Raya H. Mawi Parung tahun 2013 yang dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Inventarisir data pedagang kaki lima (PKL) di Jln Raya H. Mawi Parung tahun 2013 No 1 2
Bulan
Jumlah (orang)
Mei September Total
Sumber: Kecamatan Parung, 2014
94 106 200
44 Menurut data dari Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) Kabupaten Bogor (2014), terdapat 1.582 unit kendaraan dengan asal tujuan Parung sampai dengan tahun 2013. Jumlah kendaraan tersebut terbagi atas 640 unit kendaraan lokal, 409 unit Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP), dan 533 unit Angkutan Kota Antar Provinsi (AKAP). Berikut rincian jumlah kendaraan tersebut dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Data lintasan trayek dan jumlah kendaraan asal tujuan Parung tahun 2013 No
Kode Trayek
Lintasan Trayek
Jumlah Kendaraan (unit) 80
Keterangan
1
111
Parung-Arco-Citayam
Lokal
2
117
150
Lokal
3
25
Parung-Sasak Panjang-Bojong Gede Parung-Ciseeng-Rumpin
227
Lokal
4
27
48
Lokal
5
28
Parung-Ciseeng-Babakan-Pasar Selasa-Jampang Parung-Ciseeng-Kuripan
21
Lokal
6
26
73
Lokal
7
85
1
Lokal
8
30
39
Lokal
9
114
1
Lokal
10 11
06 106
409 176
AKDP AKAP
12
29
Pangk.Ciseeng-PrungpungParung Parung-Curug-Pondok Miri-Pasar Villa Pamulang Parung-Lebak Wangi-Arco-Tajur Halang Parung-Prungpung-Pasar Cicangkal Parung-Semplak-Term. Merdeka Parung-Pondok Cabe-Lebak Bulus Parung-Cinangka-Ciputat
207
AKAP
13
29,A
Parung-Pondok Petir-Ciputat
68
AKAP
14
D.28
23
AKAP
15
D.03
Parung-Gn. Sindur-Rawa KalongRawa Buntu-BSD Parung-Depok
34
AKAP
16
D.27
Parung-Serpong
25
AKAP
Jumlah
1.582
Sumber: DLLAJ Kabupaten Bogor, 2014
5.3 Karakteristik Responden Karakteristik umum responden di sekitar simpang pasar Parung, Kecamatan Parung diperoleh dari hasil wawancara dengan 75 orang responden yang ditemui oleh peneliti yang terdiri dari 45 orang supir angkutan kota dan 30 orang PKL. Karakteristik responden ini dilihat dari beberapa variabel meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, waktu kerja, tingkat penghasilan, dan jumlah tanggungan keluarga.
45 5.3.1
Jenis Kelamin Sebagian besar responden yang ditemui pada saat penelitian adalah laki-
laki, yaitu sebanyak 64 orang (85% dari total responden), sedangkan responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 11 orang (15% dari total responden). Perbandingan responden laki-laki dan perempuan dapat dilihat pada Gambar 4. 15% Perempuan
Laki-laki
85%
Gambar 4 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
5.3.2
Usia Tingkat usia responden di sekitar simpang pasar Parung, Kecamatan
Parung cukup bervariasi, mulai dari usia sekolah sampai usia lanjut. Distribusi usia responden berkisar antara 17 sampai 61 tahun dan jumlah responden tertinggi terdapat pada usia 39 sampai 49 tahun sebanyak 26 orang (35% dari total responden). Responden yang berusia 17 sampai 27 tahun berjumlah 9 orang (12% dari total responden), responden yang berusia antara 28 sampai 38 tahun berjumlah 19 orang (25% dari total responden), responden yang berusia antara 50 sampai 60 tahun berjumlah 18 orang (24% dari total responden), dan responden yang berusia lebih atau sama dengan 61 tahun berjumlah 3 orang (4% dari total responden). Perbandingan distribusi usia responden saat penelitian di Kecamatan Parung tahun 2014 dapat dilihat pada Gambar 5. 4% 24%
12%
17-27 25%
28-38 39-49
35%
50-60 ≥61
Gambar 5 Karakteristik responden berdasarkan usia
5.3.3
Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan responden di sekitar simpang pasar Parung,
Kecamatan Parung cukup bervariasi, mulai dari yang tidak sekolah sampai dengan
46 Sekolah Menengah Atas (SMA). Data yang didapat dari penelitian ini menunjukkan responden dengan tingkat pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) memiliki jumlah terbesar sebanyak 31 orang (41% dari total responden). Sebanyak 3 orang responden (4% dari total responden) tidak mengalami duduk di sekolah atau tidak sekolah, 20 orang responden (27% dari total responden) bersekolah pada tingkat sekolah dasar (SD), 21 orang responden (28% dari total responden) yang bersekolah pada Sekolah Menengah Atas (SMA). Perbandingan persentase tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Gambar 6. 4% 28%
Tidak Sekolah
27%
SD SMP
41%
SMA
Gambar 6 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan
5.3.4
Jenis Pekerjaan Jenis pekerjaan responden hanya mencakup supir angkutan kota dan
pedagang kaki lima (PKL) yang berada di sekitar simpang pasar Parung, Kecamatan Parung. Jumlah pekerjaan responden sebagai supir lebih banyak dibandingkan dengan jumlah responden sebagai PKL, karena jumlah supir angkutan kota yang berada di Kecamatan Parung lebih banyak dibandingkan jumlah PKL. Jumlah responden yang bekerja sebagai supir sebanyak 45 orang (60% dari total responden) dan jumlah responden sebagai PKL sebanyak 30 orang (40% dari total responden). Perbandingan persentase jenis pekerjaan responden dapat dilihat pada Gambar 7.
40% 60%
Supir Angkutan Kota Pedagang Kaki Lima
Gambar 7 Karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan
47 5.3.5
Waktu Kerja Waktu kerja responden berkisar antara 1 sampai 15 jam dalam sehari,
waktu kerja antara 11 sampai 15 jam merupakan waktu kerja responden terbanyak dalam sehari yaitu sebanyak 36 orang (48% dari total responden). Waktu kerja responden antara 1 sampai 5 jam dalam sehari sebanyak 5 orang (7% dari total responden) dan waktu kerja antara 6 sampai 10 jam per hari sebanyak 34 orang (45% dari total responden). Perbandingan waktu kerja responden dalam sehari dapat dilihat pada Gambar 8. 7% 48%
1-5 jam 45%
6-10 jam 11-15 jam
Gambar 8 Karakteristik responden berdasarkan waktu kerja dalam sehari
5.3.6
Tingkat Penghasilan Tingkat penghasilan responden tertinggi berada pada selang > Rp
1.000.000,00 sampai Rp 3.000.000,00 per bulan yaitu sebanyak 36 responden (48% dari total responden). Responden yang tingkat penghasilannya kurang dan sama dengan Rp 1.000.000,00 per bulan adalah sebanyak 7 orang (10% dari total responden), yang berada pada selang >Rp 3.000.000,00 sampai Rp 5.000.000,00 sebanyak 16 orang (21% dari total responden), dan tingkat penghasilan yang lebih dari Rp 7.000.000,00 sebanyak 16 orang (21% dari total responden). Distribusi tingkat penghasilan responden dapat dilihat pada Gambar 9. 10% 21% 21%
≤1 jt >1 jt - 3 jt 48%
>3 jt -5 jt >7 jt
Gambar 9 Karakteristik responden berdasarkan tingkat penghasilan per bulan
48 5.3.7
Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga responden terbanyak yaitu kurang dan sama
dengan 2 orang tanggungan keluarga dengan jumlah responden 33 orang (44% dari total responden). Jumlah tanggungan keluarga 3 orang sebanyak 25 responden (33% dari total responden), jumlah tanggungan keluarga 4 orang sebanyak 12 orang responden (16% dari total responden), tanggungan keluarga 5 orang sebanyak 3 orang responden (4% dari total responden), dan tanggungan keluarga lebih dan sama dengan 6 orang sebanyak 2 orang responden (3% dari total responden). Perbandingan persentase jumlah tanggungan keluarga responden dapat dilihat pada Gambar 10. 4% 3% 16%
≤ 2 orang 44%
3 orang 4 orang
33%
5 orang ≥6 orang
Gambar 10 Karakteristik responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga
49
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Dampak Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Supir Angkutan Kota dan PKL akibat Kemacetan Dampak yang dirasakan supir angkutan kota dan PKL akibat kemacetan lalu lintas di Parung yaitu dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan. Berikut penjelasan mengenai dampak yang dirasakan supir angkutan kota dan PKL akibat kemacetan di Parung. 6.1.1 Dampak Sosial Supir Angkutan Kota dan PKL akibat Kemacetan Hasil penelitian terhadap 45 supir angkutan kota dan 30 PKL di sekitar simpang pasar Parung menunjukkan, kemacetan situasi yang cukup merugikan berdampak pada kondisi sosial mereka. Umumnya, setiap responden yang mengalami kemacetan secara langsung memberikan tanggapan yang negatif. Dampak negatif terhadap kondisi sosial akibat kemacetan bagi supir angkutan
Responden
kota dan PKL dapat dilihat pada Gambar 11. 50 40 30 20 10 0 Menguras Waktu
Membuat stres
Supir Angkutan Kota
Menguras Waktu
Membuat stres
Pedagang Kaki Lima
Gambar 11 Persepsi supir angkutan kota dan PKL mengenai dampak sosial
Gambar 11 menunjukkan, sebagian besar responden menyatakan setuju bahwa kemacetan dapat menguras waktu. Selain itu, responden juga merasakan stres akibat kemacetan. Waktu yang terkuras karena kemacetan merupakan opportunity cost yang harus ditanggung oleh supir angkutan kota dan PKL, sebenarnya waktu yang terkuras tersebut dapat digunakan untuk kegiatan-kegiatan lebih produktif yang dapat menghasilkan keuntungan sosial bagi supir dan PKL. Sebanyak 70 orang responden atau 93,3% dari total responden menyatakan waktu mereka terkuras akibat kemacetan. Rincian untuk responden yang beranggapan waktu terkuras yaitu 40 orang supir angkutan kota (88,9% dari total supir angkutan kota yang menjadi responden), PKL juga merasakan waktu mereka
50 terkuras akibat kemacetan yaitu sebanyak 30 orang (100% dari total PKL yang menjadi responden). Waktu terkuras bagi supir angkutan kota disebabkan karena jumlah rit berkurang, dimana dalam kondisi normal rata-rata jumlah rit mereka yaitu 4,5 rit dan terjebak kemacetan menjadi 3,5 rit. Bagi PKL waktu terkuras karena mereka telat dalam membuka usahanya yang seharusnya membuka pukul 06:00 atau 07:00 WIB menjadi pukul 08:00 atau 09:00 WIB saat terjebak kemacetan. Waktu yang terkuras akan menyebabkan waktu mereka hilang dengan siasia karena waktu produktif yang harus mereka kerjakan terbuang. Waktu produktif yang hilang ini akan menyebabkan tingkat emosional mereka meningkat sehingga menimbulkan stres. Sebanyak 31 orang supir angkutan kota (68,89% dari total supir angkutan kota yang menjadi responden) dan 10 orang PKL (33,33% dari total PKL yang menjadi responden) merasakan stres saat terjebak kemacetan. 6.1.2 Dampak Ekonomi Supir Angkutan Kota dan PKL akibat Kemacetan Hasil penelitian terhadap 45 supir angkutan kota dan 30 PKL di sekitar simpang pasar Parung menunjukkan, kemacetan situasi yang cukup merugikan berdampak pada kondisi ekonomi mereka. Umumnya, setiap responden yang mengalami kemacetan secara langsung memberikan tanggapan yang negatif. Dampak negatif terhadap kondisi ekonomi akibat kemacetan bagi supir angkutan
Responden
kota dan PKL dapat dilihat pada Gambar 12. 50 40 30 20 10 0 Meghabiskan Biaya (boros Mengurangi penghasilan Mengurangi penghasilan bensin) Supir Angkutan Kota
Pedagang Kaki Lima
Gambar 12 Persepsi supir angkutan kota dan PKL mengenai dampak ekonomi
Kemacetan berdampak pada kondisi ekonomi supir angkutan kota dan PKL. Dampak ekonomi yang dirasakan supir angkutan akibat kemacetan yaitu pemborosan dalam pegeluaran biaya BBM dan penghasilan yang hilang, sedangkan PKL hanya merasakan penghasilan yang hilang akibat kemacetan. Supir angkutan kota mengeluhkan pengeluran untuk membeli bensin (boros
51 bensin) bertambah saat terjebak kemacetan dan boros bensin hanya dirasakan oleh supir karena mereka lebih banyak melakukan perjalanan dibandingkan dengan PKL. Sebanyak 45 supir angkutan kota (100% dari total supir angkutan kota yang menjadi responden merasakan pengeluaran yang bertambah untuk membeli bensin (boros bensin). Seluruh supir angkutan kota yang menjadi responden setuju kemacetan menyebabkan bensin kendaraan mereka boros, hal tersebut dikarenakan mereka harus menambah uang bensin agar beroperasi sesuai jumlah rit biasanya. Sebanyak 56 responden menyatakan kemacetan menyebabkan penghasilan mereka hilang yang terdiri dari 43 supir angkutan kota (95,6% dari total supir angkutan kota yang menjadi responden) dan 13 orang PKL (43,3% dari tota PKL yang menjadi responden). Supir angkutan kota mengeluhkan penghasilan mereka berkurang akibat kemacetan karena mereka harus menambah uang bensin untuk beroperasi seperti biasanya atau harus mengurangi operasioanal rit kendaraan mereka yang biasanya rata-rata 4,5 rit saat terjebak kemacetan menjadi 3,5 rit. PKL juga merasakan penghasilan hilang akibat kemacetan, kemacetan menyebabkan waktu berjualan mereka berkurang yang seharusnya terdapat pelanggan atau pembeli yang akan membeli karena adanya keterlambatan PKL dalam membuka usaha menyebabkan penghasilan yang mereka terima pun berkurang. 6.1.3 Dampak Lingkungan Supir Angkutan Kota dan PKL akibat Kemacetan Hasil penelitian terhadap 45 supir angkutan kota dan 30 PKL di sekitar simpang pasar Parung menunjukkan, kemacetan situasi yang cukup merugikan berdampak pada kondisi lingkungan mereka. Umumnya, setiap responden yang mengalami kemacetan secara langsung memberikan tanggapan yang negatif. Dampak negatif terhadap kondisi lingkungan akibat kemacetan bagi supir angkutan kota dan PKL dapat dilihat pada Gambar 13.
Responden
52 50 40 30 20 10 0 Polusi Udara Polusi Suara
Polusi Polusi Udara Polusi Suara Polusi Lingkungan Lingkungan
Supir Angkutan Kota
Pedagang Kaki Lima
Gambar 13 Persepsi supir angkutan kota dan PKL mengenai dampak lingkungan
Gambar 13 menunjukkan, sebagian besar responden menyatakan setuju bahwa kemacetan menyebabkan polusi udara (udara menjadi kotor), selain itu responden juga merasakan polusi suara (kebisingan), dan polusi lingkungan (mutu lingkungan yang turun: tidak nyaman, semrawut, dan tidak segar) akibat kemacetan. Sebanyak 70 orang responden (93,3% dari total responden) menganggap kemacetan menyebabkan polusi udara (udara menjadi kotor) yang terdiri dari 40 orang supir angkutan kota (88,89% dari total supir angkutan kota yang menjadi responden) dan 30 orang PKL (100% dari total PKL yang menjadi responden). Selain polusi udara yang dirasakan oleh supir angkutan kota dan PKL akibat kemacetan, polusi suara (kebisingan) dan polusi lingkungan (mutu lingkungan yang turun: tidak nyaman, semrawut, dan tidak segar) dirasakan juga oleh supir angkutan kota dan PKL. Sebanyak 34 orang supir angkutan kota (75,55% dari total supir angkutan kota yang menjadi responden) dan 23 orang PKL (76,66% dari total PKL yang menjadi responden) setuju bahwa kemacetan menyebabkan polusi suara (kebisingan). Sebanyak 45 supir angkutan kota (100% dari total supir angkutan kota yang menjadi responden) dan 19 orang PKL (63,33% dari total PKL yang menjadi responden) menyatakan kemacetan menyebabkan polusi lingkungan (mutu lingkungan yang turun: tidak nyaman, semrawut, dan tidak segar). 6.2 Kerugian Pengeluaran Biaya BBM Supir Angkutan Kota dan Penghasilan yang Hilang Supir Angkutan Kota dan PKL akibat Kemacetan Kerugian ekonomi supir angkutan kota akibat kemacetan lalu lintas di Parung berupa pengeluaran biaya BBM yang semakin meningkat dibanding saat keadaan normal dan merasakan penghasilan hilang karena waktu produktif yang
53 hilang akibat terkena kemacetan. Bagi pedagang kaki lima (PKL) kerugian ekonomi yang dirasakan hanya penghasilan yang hilang dan pengeluaran biaya BBM tidak dirasakan oleh PKL karena PKL tidak melakukan perjalanan sebanyak supir angkutan kota. Berikut hasil perhitungan kerugian ekonomi yang dirasakan supir angkutan kota dan PKL akibat kemacetan. 6.2.1 Pengeluaran Biaya BBM Supir Angkutan Kota akibat Kemacetan Kendaraan yang melaju pada saat lalu lintas normal akan mengkonsumsi BBM sesuai dengan efisiensi mesin kendaraannya dibandingkan dengan konsumsi BBM saat terkena kemacetan. Peningkatan biaya BBM saat terkena kemacetan merupakan kerugian yang harus ditanggung oleh setiap supir angkutan kota. Hasil penelitian terhadap 45 orang supir angkutan kota (100% dari total supir angkutan kota yang menjadi responden) menggunakan kendaraan roda empat. Perhitungan pengeluaran biaya BBM supir angkutan kota dihitung menggunakan rumus rata-rata contoh sehingga didapat kerugian pengeluaran ratarata biaya BBM individu dengan asumsi pengeluaran biaya BBM digunakan untuk semua kendaraan dengan lintasan trayek asal tujuan Parung. Berikut hasil perhitungan supir untuk pembelian BBM yang dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Pengeluaran supir angkutan kotauntuk pembelian BBM Pengeluaran Rata-Rata Kendaraan Roda Empat (unit) Rata-rata jumlah rit per hari (a) 4,5 Rata-rata jumlah trip perjalanan per hari (b = a x 2) 9 Pengeluaran rata-rata normal bensin per kendaraan 15.455,56 (Rp) (per trip) (c) Pengeluaran rata-rata bensin saat macet per 21.161,11 kendaraan (Rp) (per trip) (d) Pengeluaran rata-rata normal bensin per kendaraan 139.100,00 (Rp) (per hari) (e = b x c) Pengeluaran rata-rata bensin saat macet per 190.450,00 kendaraan (Rp) (per hari) (f = b x d) Rata-rata kerugian per kendaraan (Rp) (per hari) 51.350,00 (g = f – e) Jumlah kendaraan asal tujuan Parung (unit) (h) 1.582* Total kerugian pembelian BBM per hari (Rp) 81.235.700,00 (i = g x h) Total Kerugian pembeliaan BBM per bulan (Rp) 2.437.071.000,00 (j = i x 30 hari) Total Kerugian pembelian BBM per tahun (Rp) 29.244.852.000,00 (k = j x 12 bulan) Keterangan: *Jumlah lintasan trayek dan jumlah kendaraanasal tujuan Parung tahun 2013oleh Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) Kab. Bogor,2014.
Hasil perhitungan pengeluaran biaya BBM supir angkutan kota per hari dengan rumus perhitungan rata-rata adalah perkalian antara pengeluaran rata-rata
54 normal bensin per trip Rp 15.455,56 dengan rata-rata trip dalam sehari 9 trip didapatkan rata-rata pengeluaran normal bensin sebesar Rp 139.100,00 per kendaraan roda empat per hari, namun bila terjebak kemacetan biaya BBM yang dikeluarkan bertambah menjadi Rp 190.450,00 per kendaraan roda empat per hari jika pengeluaran rata-rata bensin saat macet per trip dikalikan dengan rata-rata jumlah trip per hari yaitu 9 trip sebesar Rp 21.1616,11. Rata-rata kerugian yang ditanggung akibat kemacetan di Parung yaitu sebesar Rp 51.350,00 per kendaraan roda empat per hari dengan asumsi pengeluaran BBM tersebut digunakan untuk kendaraan dengan lintasan trayek asal tujuan Parung. Data yang diperoleh dari Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (2014) menunjukkan, jumlah kendaraan dengan lintasan trayek asal tujuan Parung tahun 2013 berjumlah 1.582 kendaraan. Apabila jumlah tersebut dikalikan dengan dengan rata-rata kerugian BBM untuk kendaraan roda empat yaitu sebesar Rp 51.350,00 per kendaraan roda empat per hari, maka total kerugian BBM untuk kendaraan roda empat yaitu sebesar Rp 81.235.700,00 per hari. Total kerugian BBM per bulan sebesar Rp 2.437.071.000,00 untuk kendaraan roda empat dan Rp 29.244.852.000,00 merupakan total kerugian BBM kendaraan roda empat per tahun. Hal ini menunjukkan, potensi ekonomi yang hilang dari penggunaan BBM akibat kemacetan di Parung mencapai Rp 29.244.852.000,00 per tahun. Potensi nilai ekonomi yang hilang ini merupakan nilai yang cukup besar untuk wilayah yang termasuk daerah sub-urban. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan Sapta (2009), didapatkan nilai potensi ekonomi yang hilang dari penggunaan BBM akibat kemacetan di Kota Bogor mencapai Rp 256.724.056.800,00 per tahun, bila dibandingkan dengan penelitian saat ini nilai potensi ekonomi yang hilang akibat kemacetan sebesar Rp 29.244.852.000,00 per tahun. Hal tersebut mungkin terjadi karena ruang lingkup penelitian yang dilakukan oleh Sapta lebih luas yaitu mencakup seuluruh Kota Bogor, jenis kendaraan yang digunakan lebih banyak, dan jenis pekerjaan yang lebih luas. Penulis hanya meneliti salah satu bagian dari Kabupaten Bogor yaitu sekitar simpang pasar Parung, Kecamatan parung, penulis juga hanya meneliti untuk jenis kendaraan roda empat yang digunakan oleh supir angkutan kota.
55 Potensi ekonomi yang hilang akibat kemacetan di Kecamatan Bogor Barat yang dilakukan Marwan (2011) juga lebih besar jika dibandingkan dengan penelitian saat ini. Potensi ekonomi yang didapat oleh Marwan (2011) adalah Rp 152.460.925.983,00 per tahun, sedangkan potensi ekonomi yang hilang dalam penelitian ini sebesar Rp 29.244.852.000,00 per tahun. Hal tersebut mungkin terjadi karena ruang lingkup penelitian yang dilakukan oleh Marwan cakupannya lebih luas yaitu mencakup jenis kendaraan yang lebih banyak, dan jenis pekerjaan yang lebih luas. Penulis hanya meneliti jenis kendaraan roda empat yang digunakan oleh supir angkutan kota. Penelitian yang dilakukan Farhani (2011) di Jalan Cicurug-Parungkuda Sukabumi menunjukkan, nilai potensi ekonomi yang hilang lebih kecil dibandingkan dengan penulis. Potensi ekonomi yang hilang berdasarkan penelitian Farhani sebesar Rp 4.609.120.990,10 per tahun, sedangkan potensi ekonomi yang hilang yang didapatkan penulis adalah Rp 29.244.852.000,00 per tahun. Hal ini mungkin terjadi karena jarak tempuh yang didapat penulis lebih jauh jika dibandingkan dengan jarak tempuh yang yang didapat oleh Farhani. 6.2.2 Penghasilan Hilang (Loss of Earning) akibat Kemacetan bagi Supir Angkutan Kota dan PKL Pertumbuhan ekonomi tidak bisa lepas dari peranan sektor transportasi. Transportasi membuat mobilitas pelaku ekonomi menjadi lebih cepat, mudah, dan efisien. Saat kemacetan lalu lintas terjadi, maka arus transportasi pun terhambat yang akan memberikan dampak pada aktivitas ekonomi dan produktivitas masyarakat. Supir angkutan kota yang terjebak kemacetan merasakan kerugian ekonomi yang paling besar jika dibandingkan dengan pedagang kaki lima (PKL). Pengeluaran yang semakin meningkat untuk operasional kendaraan mengurangi penghasilan mereka. Para supir mengalami penurunan penghasilan saat macet karena mereka harus membeli BBM lebih banyak dibandingkan saat lalu lintas normal. Misalnya, untuk satu trip operasi biasanya hanya lima liter bensin, namun jika terjebak macet para supir harus menambah dua liter bensin atau mereka harus mengurangi operasional kendaraan mereka dari yang seharusnya 4,5 rit menjadi
56 3,5 rit dalam sehari. Oleh karena itu, kemacetan dapat menyebabkan hilangnya penghasilan bagi supir. Kemacetan juga menyebabkan hilangnya penghasilan bagi pedagang kaki lima (PKL). Kemacetan membuat para PKL terlambat menuju tempat usaha mereka dan menjadi telat untuk membuka usaha. Hal tersebut sebenarnya akan membuat mereka kehilangan penghasilan karena telat dalam membuka usahanya yang seharusnya membuka usaha pukul 06:00 atau 07:00 WIB karena tejebak kemacetan menjadi pukul 08:00 atau 09:00 WIB, mungkin saja terdapat pembeli atau pelanggan yang akan membeli karena telat dalam membuka usahanya mereka akan kehilangan penghasilan yang seharusnya didapat dari pembeli atau pelanggan tersebut. Hasil penelitian terhadap 75 responden yang terdiri dari 45 orang supir angkutan kota dan 30 orang pedagang kaki lima (PKL), didapatkan perhitungan penghasilan yang hilang akibat kemacetan. Berdasarkan data yang diperoleh, ratarata penghasilan supir angkutan kota per bulan yaitu Rp 2.537.778,00 dan PKL sebesar Rp 9.186.667,00 per bulan. Rata-rata jumlah jam kerja per hari supir angkutan kota dan PKL yaitu 9 jam. Rata-rata jumlah hari kerja per minggu supir angkutan kota dan PKL yaitu 7 hari. Rata-rata jumlah jam kerja supir angkutan kota per bulan yaitu 270 jam, jika rata-rata jam kerja per hari dikalikan dengan jumlah hari dalam satu bulan yaitu 30 hari. Rata-rata penghasilan supir angkutan kota per jam yaitu Rp 9.399,18, jika rata-rata penghasilan per bulan supir angkutan kota dibagi dengan jumlah jam kerja per bulan. Rata-rata penghasilan supir angkutan kota per menit yaitu sebesar Rp 156,65, jika rata-rata penghasilan per jam supir angkutan kota dibagi dengan 60 menit per jam dimana 1 jam sama dengan 60 menit. Total durasi kemacetan yang dialami supir angkutan kota yang menjadi responden yaitu 1.435 menit per trip. Rata-rata durasi kemacetan yang di alami supir angkutan kota yaitu 31,89 menit per trip, jika total durasi kemacetan yang di alami supir angkutan kota yang menjadi responden dibagi dengan jumlah responden yaitu 45 orang. Rata-rata penghasilan supir angkutan kota yang hilang akibat kemacetan dalam satu kali jalan atau per trip yaitu sebesar Rp 4.995,57. Rata-rata penghasilan yang hilang bagi supir angkutan kota per hari yaitu Rp
57 44.960,13, jika rata-rata penghasilan yang hilang per trip dikalikan dengan ratarata jumlah trip per hari yaitu 9 trip. Total penghasilan yang hilang bagi supir angkutan kota per hari yaitu sebesar Rp 71.126.925,66, jika rata-rata penghasilan yang hilang per hari dikalikan dengan jumlah kendaraan yang memiliki lintasan trayek asal tujuan Parung tahun 2013 (DLLAJ Kab. Bogor, 2014) yaitu sebanyak 1.582 unit kendaraan dengan asumsi jumlah supir sama dengan jumlah kendaraam tersebut. Total penghasilan yang hilang bagi supir angkutan kota per bulan yaitu Rp 2.133.807.770,00 dan per tahun sebesar Rp 25.605.693.238,00. Rata-rata jumlah jam kerja PKL per bulan yaitu 270 jam, jika rata-rata jam kerja per hari dikalikan dengan jumlah hari dalam satu bulan yaitu 30 hari. Ratarata penghasilan PKL per jam yaitu Rp 34.024,69, jika rata-rata penghasilan per bulan PKL dibagi dengan jumlah jam kerja per bulan. Rata-rata penghasilan PKL per menit yaitu sebesar Rp 567,11, jika rata-rata penghasilan per jam PKL di bagi dengan 60 menit per jam dimana 1 jam sama dengan 60 menit. Total durasi kemacetan yang di alami PKL yang menjadi responden yaitu 440 menit per trip. Rata-rata durasi kemacetan yang di alami PKL yaitu 14,67 menit per trip , jika total durasi kemacetan yang di alami PKL yang menjadi responden dibagi dengan jumlah responden yaitu 30 orang. Rata-rata penghasilan PKL yang hilang akibat kemacetan dalam satu kali jalan atau per trip yaitu sebesar Rp 8.319,50. Rata-rata penghasilan yang hilang bagi PKL per hari yaitu Rp 16.639,00, jika rata-rata pengahasilan yang hilang per trip dikalikan dengan ratarata jumlah trip per hari yaitu 2 trip. Total penghasilan yang hilang bagi PKL per hari yaitu sebesar Rp 1.763.734,00, jika rata-rata penghasilan yang hilang per hari dikalikan dengan jumlah PKL yang ada di Parung pada bulan September tahun 2013 berjumlah 106 orang. Total penghasilan PKL yang hilang per bulan yaitu sebesar Rp 52.912.020,00 dan per tahun sebesar Rp 634.944.240,00. Berikut hasil perhitungan penghasilan supir angkutan kota dan PKL yang hilang akibat kemacetan dapat dilihat pada Tabel 18.
58 Tabel 18 Penghasilan supir angkutan kotadan PKL yang hilang akibat kemacetan Supir Angkutan Kota (orang) 2.537.778,00 9 7
PKL (orang)
Rata-rata penghasilan per bulan (Rp) (a) 9.186.667,00 Rata-rata jumlah jam kerja per hari (jam) (b) 9 Rata-rata jumlah hari kerja per minggu (hari) 7 (c) Rata-rata jumlah jam kerja per bulan (30 hari 270 270 x rata-rata jam kerja per hari) (jam) (d = 30 hari x b) Rata-rata penghasilan per jam (Rata-rata 9.399,18 34.024,69 penghasilan per bulan : jam kerja per bulan) (Rp/jam) (e = a : d) Rata-rata penghasilan per menit (Rata-rata 156,65 567,11 penghasilan per jam : 60 menit per 1 jam) (Rp/menit) (f = e : 60 menit per 1 jam *) Total durasi kemacetan (menit) (per trip) (g) 1.435 440 Jumlah responden (h) 45 30 Rata-rata durasi kemacetan (menit) (per trip) 31,89 14,67 (i = g : h) Rata-rata penghasilan yang hilang satu kali 4.995,57 8.319,50 jalan (Rp) (per trip) (j = g x f) Rata-rata perjalanan per hari (trip) (k) 9** 2*** Rata-rata penghasilan yang hilang per hari 44.960, 13 16.639,00 (Rp) (l = j x k) Jumlah Kendaraan dan PKL (m) 1.582**** 106***** Total penghasilan yang hilang per hari (Rp) 71.126.925,66 1.763.734,00 (n = l x m) Total penghasilan yang hilang per bulan (Rp) 2.133.807.770,00 52.912.020,00 (o = n x 30 hari) Total penghasilan yang hilang per tahun (Rp) 25.605.693.238,00 634.944.240,00 (p= o x 12 bulan) Keterangan: * = 1 jam: 60 menit ** = Jumlah rata-rata perjalanan supir untuk 4,5 rit yaitu 9 trip *** = Jumlah rata-rata perjalanan PKL untuk 1 rit yaitu 2 trip **** = Jumlah lintasan trayek dan jumlah kendaraan asal tujuan Parung tahun 2013 oleh Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) Kab. Bogor, 2014 ***** = Jumlah pedagang kaki lima (PKL) berdasarkan inventarisir data pedagang kaki lima di Jln Raya H. Mawi Parung bulan September tahun 2013 oleh Kecamatan Parung, 2014
Potensi ekonomi yang hilang dari pengeluaran BBM yang meningkat bagi supir angkutan kota dan penghasilan hilang bagi supir angkutan kota dan PKL merupakan nilai yang tidak pernah diketahui sebelumnya oleh mereka. Oleh karena itu, dengan adanya penelitian ini setidaknya mereka bisa mengetahui besarnya total kerugian dari pengeluaran membeli BBM yang meningkat dan penghasilan yang hilang akibat kemacetan. Berdasarkan perhitungan didapatkan total kerugian akibat kemacetan di Parung yaitu sebesar Rp 154.126.360,00 per hari, per bulan sebesar Rp 4.623.790.790,00, dan per tahun sebesar Rp 55.485.489.478,70.
59 6.3 Willingness to Pay Supir Angkutan Kota dan PKL akibat Kemacetan Analisis WTP supir angkutan kota dan PKL terhadap kemacetan di Kecamatan Parung dilakukan dengan cara menanyakan kepada 45 supir dan 30 PKL mengenai kesediaan mereka untuk membayar denda akibat adanya kegiatan tidak tertib yang dilakukan disekitar simpang pasar Parung, dimana kegiatan tersebut merupakan salah satu faktor penyebab kemacetan di Parung. Distribusi pilihan bersedia dan tidak bersedia supir angkutan kota dan PKL dalam membayar denda sebagai bentuk kesanggupan supir angkutan kota dan PKL atas pelanggaran yang dilakukan di Parung. Gambar 14 menunjukkan, kesanggupan supir angkutan kota dan PKL membayar denda.
Supir 7%
PKL Bersedia
13%
Bersedia 93%
Tidak Besedia
87%
Tidak Besedia
Gambar 14 Kesediaan membayar supir dan PKL untuk membayar denda
Berdasarkan hasil wawancara dengan 45 orang supir angkutan kota dan 30 orang PKL, sebanyak 42 orang supir bersedia membayar denda sisanya 3 orang menyatakan tidak bersedia dan terdapat 26 orang PKL yang bersedia membayar denda sisanya 4 orang tidak bersedia. Alasan 3 orang supir dan 4 orang PKL tidak bersedia mengeluarkan nilai WTP dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Ketidaksediaan membayar (WTP) denda supir angkutan kota dan PKL Supir
PKL
Alasan Biasa Saja Tidak Peduli Jumlah Biasa Saja Tidak Peduli Jumlah
Frekuensi (orang) 1 2 3 3 1 4
Persentase (%) 33,3 66,7 100,0 75,0 25,0 100,0
Berdasarkan Tabel 19 di atas menunjukkan, terdapat alasan ketidaksediaan supir angkutan kota dan PKL membayar denda yang didasari dengan persepsi mereka mengenai kemacetan yang terjadi. Sebanyak 1 orang supir angkutan kota dan 3 orang PKL menyatakan kemacetan di Parung sudah menjadi hal yang biasa sehingga mereka tidak bersedia membayar denda. Sebanyak 2 orang supir angkutan kota dan 1 orang PKL menyatakan tidak peduli adanya kemacetan di
60 Parung karena kemacetan yang terjadi bukan disebabkan oleh mereka, sehingga supir angkutan kota dan PKL tidak bersedia membayar denda. 6.3.1 Analisis Willingness to Pay dengan Pendekatan Contingent Valuation Method (CVM) Analisis WTP supir angkutan kota dan PKL di sekitar simpang pasar Parung, Kecamatan Parung dilakukan dengan cara menanyakan kepada 45 supir angkutan kota dan 30 orang pedagang kaki lima (PKL) mengenai kesediaan mereka untuk membayar denda akibat adanya kegiatan tidak tertib yang dilakukan, dimana kegiatan tersebut merupakan salah satu faktor penyebab kemacetan di Parung. Pendekatan Contingent Valuation Method (CVM) dalam penelitian ini digunakan untuk menentukan besaran nilai WTP tersebut. Besaran nilai WTP diperoleh dengan menggunakan 6 tahapan pendekatan CVM, yaitu: 1.
Membangun Pasar Hipotetik Seluruh responden diberikan skenario bahwa Pemerintah Kabupaten Bogor
akan memberlakukan kebijakan baru dengan memberikan sanksi berupa denda kepada supir angkutan kota dan Pedagang kaki lima (PKL) yang melakukan kegiatan di badan dan bahu jalan karena telah menjadi salah satu faktor penyebab kemacetan lalu lintas di Parung, dimana selama ini belum ada peraturan yang ditetapkan pemerintah secara jelas dan tegas mengenai sanksi berupa denda atas pelanggaran yang dilakuan supir angkutan kota dan PKL di bahu dan badan jalan. Biaya ini mencerminkan nilai kesanggupan supir angkutan kota dan PKL membayar denda atas pelanggaran yang telah dilakukan di Parung. 2.
Memperoleh Nilai WTP Berdasarkan pertanyaan yang ditawarkan dalam kuesioner melalui metode
bidding game, maka diperoleh besarnya nilai WTP yang bersedia dibayar oleh supir angkutan kota dan PKL. Responden bersedia membayar WTP mulai dari Rp 2.500,00 hingga Rp 10.000,00 per hari per orang. Starting point nilai WTP ditentukan berdasarkan tarif pelajar angkutan penumpang umum dengan jarak tempuh 11 Km yang berlaku di Kabupaten Bogor sebesar Rp 2.500,00.
61 3.
Menghitung Dugaan Nilai Rata-rata WTP Dugaan nilai Rata-rata WTP supir angkutan kota dan PKL dihitung
berdasarkan distribusi WTP supir dan PKL. Data distribusi dugaan rata-rata nilai WTP supir dan PKL dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Distribusi WTP supir angkutan kota dan pedagang kaki lima (PKL) Responden Pekerjaan Supir
Nilai WTP (Rp/hari/orang) 2.500,00
Frekuensi (orang) 19
Frekuensi Relatif (%)
Mean WTP (Rp)
45,24
1.131,00
5.000,00
10
23,81
1.190,48
7.500,00
9
21,43
1.607,14
10.000,00
4
9,52
952,38
42
100
4.881,00
2.500,00
13
50,00
1.250,00
5.000,00
3
11,54
576,92
7.500,00
6
23,08
1.730,78
10.000,00
4
15,38
1.538,46
26
100
5.096,16
Total PKL
Total
Berdasarkan Tabel 20 di atas, dapat dilihat rata-rata WTP supir angkutan kota adalah sebesar Rp 4.881,00 per hari per orang, sedangkan PKL adalah sebesar Rp 5.096,16 per hari per orang. Pada supir nilai WTP tertinggi yang bersedia dibayarkan adalah sebesar Rp 10.000,00 sebanyak 4 orang. Nilai WTP yang paling banyak ingin dibayarkan supir adalah sebesar Rp 2.500,00 sebanyak 19 orang. Pada PKL nilai WTP tertinggi yang bersedia dibayarkan adalah Rp 10.000,00 sebanyak 4 orang. Nilai WTP yang paling banyak ingin dibayarkan PKL adalah sebesar Rp 2.500,00 sebanyak 13 orang. Nilai tersebut mencerminkan besarnya kesanggupan supir dan PKL untuk membayar denda atas pelanggaran yang dilakukan di Parung. 4.
Menduga Estimating Curve Kurva permintaan WTP supir angkutan kota dan PKL dibentuk berdasarkan
nilai WTP mereka terhadap biaya denda yang dikeluarkan. Kurva ini menggambarkan hubungan tingkat WTP yang dikeluarkan (dalam Rp/hari/orang) dengan jumlah supir dan PKL yang bersedia mengeluarkan WTP. Hasil survei yang dilakukan pada supir dan PKL untuk nilai WTP yang bersedia dikeluarkan dapat dilihat pada Gambar 15.
62
Supir Angkutan Kota
Pedagang Kaki Lima (PKL)
15
Responden
Responden
20
10 5 0 2500
5000
7500 10000
WTP
14 12 10 8 6 4 2 0 0
5000
10000
15000
WTP
Gambar 15 Dugaan estimating curve supir angkutan kota dan PKL
5.
Menentukan Total WTP Perhitungan total WTP supir angkutan kota dan PKL dapat dilihat pada
Tabel 21. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai total WTP supir angkutan kota yang menjadi responden yaitu sebesar Rp 205.000,00 per hari, sedangkan nilai total WTP seluruh supir yang memiliki trayek Parung diduga sebesar Rp 7.721.742,00 jika dikalikan jumlah kendaraan lintasan trayek asal tujuan Parung tahun 2013 dengan asumsi jumlah supir sama dengan jumlah kendaraan tersebut. Nilai total WTP PKL yang menjadi responden adalah Rp 132.500,00 per hari, sedangkan nilai total WTP seluruh PKL yang berada di Parung diduga sebesar Rp 540.193,00 per hari jika dikalikan dengan jumlah PKL yang berada di Parung pada bulan September tahun 2013. Nilai tersebut diharapkan dapat dijadikan pertimbangan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor dalam pengambilan keputusan untuk mengurangi kemacetan di Parung.
63 Tabel 21 Total WTP supir angkutan kota dan PKL Responden Pekerjaan Supir
Nilai WTP (Rp/hari/orang) 2.500,00
Frekuensi (orang) 19
Jumlah WTP (Rp)
5.000,00
10
50.000,00
7.500,00
9
67.500,00
47.500,00
10.000,00
4
40.000,00
2.500,00
42 1.582* 13
205.000,00 7.721.742,00 32.500,00
5.000,00
3
15.000,00
7.500,00
6
45.000,00
10.000,00
4
40.000,00
26
132.500,00
Total Responden Jumlah Kendaraan PKL
Total Responden
Jumlah PKL 106** 540.193,00 Keterangan: * = Jumlah Lintasan Trayek dan Kendaraan Asal Tujuan Parung tahun 2013 oleh Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) Kab. Bogor, 2014 ** = Jumlah Pedagang Kaki Lima (PKL) berdasarkan Inventarisir Data Pedagang Kaki Lima di Jln Raya H. Mawi Parung bulan September tahun 2013 oleh Kecamatan Parung, 2014
6.
Evaluasi Pelaksanaan CVM Hasil analisis regresi berganda yang dilakukan menghasilkan nilai R2
sebesar 65,5% (Lampiran 1). Nilai tersebut memiliki arti bahwa keragaman nilai WTP supir angkutan kota dan PKL dapat dijelaskan oleh model sebesar 65,5%, sedangkan sisanya 34,5% dijelaskan oleh faktor lain diluar model. Hasil pelaksanaan CVM dalam penelitian mengenai WTP ini dapat diyakini kebenaran dan keandalannya (reliable). Menurut Mitchell dan Carson (1989) dalam Garrod dan Willis (1999), penelitian yang berkaitan dengan lingkungan mentolerir nilai R2 sampai 15%. 6.4 Identifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai WTP Supir Angkutan Kota dan PKL Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTP menggunakan analisis regresi berganda. Variabel tak bebas (dependent variable) yaitu WTP (Willingness to Pay) supir angkutan kota dan pedagang kaki lima (PKL). Variabel bebas (independent variable) adalah dummy jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dummy jenis pekerjaan supir dan pedagang, waktu kerja, tingkat penghasilan, jumlah tanggungan keluarga, frekuensi terkena kemacetan, durasi
64 terkena kemacetan, waktu hilang, serta jarak tujuan. Hasil identifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi nilai WTP responden dapat dilihat pada Tabel 22. Hasil dari pengolahan nilai WTP responden dalam penelitian ini, menghasilkan model yang baik karena nilai R2 yang dihasilkan bernilai 65,5%, nilai tersebut mengartikan bahwa keragaman WTP responden yang dapat dijelaskan oleh model adalah 65,5% dan sisanya 34,5% dijelaskan oleh faktor lain diluar model. Tabel 22 Hasil estimasi nilai WTP supir angkutan kota dan PKL Variabel (Constant) JK (dummy) USA TPK SPR (dummy) PDG (dummy) WK TPS JTK FK DK WH JT R-square R-square adj. Durbin-Watson Asymp. Sig. (2-tailed) Uji F Keterangan : * **
B Beta 485,538 -554,085 -,066 -21,150 -,087 296,352 ,253 -97,850 -,018 -861,189 -,153 292,602 ,342 ,002 ,286 -810,965 -,409 1.613,922 ,470 7,528 ,041 1,576 ,016 -89,639 -,316 65,5% 57,9% 1,933 0,995 0,000 : nyata pada taraf α=1% : nyata pada taraf α= 15%
T ,241 -,660 -,825 2,656 -,074 -,766 2,780 1,931 -4,304 3,582 ,299 ,134 -1,585
Sig ,811 ,512 ,413 **,010 ,941 ,447 *,007 **,059 *,000 *,001 ,766 ,894 **,119
Tolerance
VIF
,624 ,567 ,692 ,109 ,158 ,414 ,285 ,696 ,364 ,328 ,427 ,158
1,603 1,763 1,445 9,178 6,324 2,416 3,506 1,437 2,746 3,051 2,340 6,337
Secara serentak, variabel-variabel bebas berpengaruh terhadap model. Model yang dihasilkan telah diuji multikolinearitas, heteroskedastisitas, autokorelasi, dan normalitas. Hasil uji tersebut sebagai berikut: 1.
Uji Multikolinearitas Uji ini didasarkan pada nilai VIF pada model yang diregresikan. Nilai VIF
kurang dari sepuluh (VIF < 10) menunjukkan, tidak terjadi masalah multikolinearitas. Pada Tabel 22 menunjukkan, nilai VIF masing-masing variabel bebas memiliki nilai kurang dari 10, hal tersebut mengindikasikan tidak terjadi masalah multikolinearitas. 2.
Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji gletser dan
melihat grafik scatterplot yang dihasilkan. Berdasarkan hasil uji gletser pada Lampiran 2 menunjukkan, semua variabel bebas memiliki nilai Sig. lebih dari
65 alpha 1% dan 15%, maka dapat dikatakan model regresi tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Grafik scatterplot yang dihasilkan pada Gambar 16 menunjukkan, titik-titik menyebar secara acak dan tersebar di atas maupun di bawah angka nol pada sumbu Y yang berarti model terbebas dari masalah heteroskedastisitas.
Gambar 16 Scatterplot model regresi berganda
3.
Uji Autokorelasi Uji autokorelasi didasarkan pada uji Durbin-Watson (DW), nilai DW yang
menunjukkan tidak ada masalah autokorelasi berada di antara 1,55 dan 2,46 (Firdaus, 2004). Hasil pengolahan data mendapatkan nilai DW sebesar 1,926 dapat disimpulkan model regresi tidak terjadi masalah autokorelasi yang dapat dilihat pada Lampiran 1. 4.
Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov
dengan menggunakan software SPSS 16. Penelitian ini menggunakan taraf nyata sebesar 1% dan 15%. Lampiran 3 menunjukkan, nilai Asymp.Sig. (2-tailed) sebesar 0,995 lebih besar dari taraf nyata yang digunakan berarti distribusi data dinyatakan memenuhi asumsi normalitas. Asumsi-asumsi analisis regresi berganda terpenuhi, hal ini menunjukkan model regresi layak digunakan. Model regresi yang dihasilkan adalah: WTP = 485,538 – 554,085 JK – 21,150 USA + 296,352 TPK – 97,850 SPR – 861,189 PDG + 292,602 WK + 0,002 TPS – 810,965 JTK + 1.613,922 FK + 7,582 DK + 1,576 WH – 89,639 JT
66 Uji F yang dihasilkan pada model ini menghasilkan nilai Sig = 0 yang berarti variabel-variabel bebas secara keseluruhan berpengaruh terhadap perubahan nilai WTP. Berdasarkan Tabel 22, variabel bebas yang mempengaruhi model regresi pada taraf nyata 1% adalah waktu kerja, jumlah tanggungan keluarga, dan frekuensi terkena kemacetan. Tingkat pendidikan, tingkat penghasilan, dan jarak tujuan berpengaruh pada taraf nyata 15%. Variabelvariabel tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.
Waktu Kerja Variabel bebas waktu kerja responden berpengaruh nyata pada taraf
nyata1%, dimana variabel ini memiliki nilai sig. 0,008. Variabel waktu kerja memiliki nilai koefesien sebesar 292,602 dan bertanda positif, hal ini menunjukkan semakin lama atau bertambah waktu kerja sebesar satu satuan, maka nilai WTP yang bersedia responden bayarkan semakin meningkat sebesar Rp 292,602 cateris paribus. Bertambahnya waktu kerja responden diduga akan meningkatkan nilai rata-rata WTP dengan asumsi cateris paribus karena responden akan memanfaatkan waktu kerja yang lebih maksimal dan tidak ingin membiarkan waktu kerjanya terbuang yang menyebabkan semakin banyak opportunity cost yang hilang akibat kemacetan, sehingga responden bersedia membayar nilai WTP yang lebih besar cateris paribus. 2.
Jumlah Tanggungan Keluarga Variabel bebas jumlah tanggungan keluarga responden berpengaruh nyata
pada taraf nyata 1%, dimana variabel ini memiliki sig. 0,000. Variabel jumlah tanggungan keluarga memiliki nilai koefesien sebesar 810,965 dan bertanda negatif, hal ini menunjukkan semakin banyak atau meningkat jumlah tanggungan keluarga responden sebesar satu satuan, maka nilai WTP yang diberikan semakin rendah atau turun sebesar Rp 810,965 cateris paribus. Hal ini menunjukkan semakin tinggi jumlah tanggungan keluarga responden akan menurunkan nilai WTP yang bersedia mereka bayarkan, karena responden membutuhkan banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya cateris paribus.
67 3.
Frekuensi terkena Kemacetan Variabel bebas frekuensi terkena kemacetan responden berpengaruh nyata
pada taraf nyata 1%, dimana variabel ini memiliki sig. 0,001. Variabel frekuensi kemacetan memiliki nilai koefesien sebesar 1.613,922 dan bertanda positif, yang berarti semakin tinggi atau meningkat frekuensi terkena kemacetan responden sebesar satu satuan akan meningkatkan nilai WTP yang dibayarkan sebesar Rp 1.613,922 cateris paribus. Frekuensi terkena kemacetan yang semakin meningkat diduga akan meningkatkan rata-rata nilai WTP responden dengan asumsi cateris paribus, karena nilai WTP yang bersedia responden bayarkan sebagai bentuk kerugian yang dirasakan responden akibat kemacetan cateris paribus. 4.
Tingkat Pendidikan Variabel bebas tingkat pendidikan responden berpengaruh nyata pada taraf
nyata 15%, dimana variabel ini memiliki nilai sig. 0,011. Variabel tingkat pendidikan memiliki nilai koefesien sebesar 296,352 dan bertanda positif yang berarti semakin tinggi atau bertambahnya tingkat pendidikan responden sebesar satu satuan, maka nilai WTP yang diberikan responden semakin tinggi atau meningkat sebesar Rp 296,352 cateris paribus. Tingkat pendidikan responden yang semakin tinggi diduga akan meningkatkan rata-rata nilai WTP dengan asumsi cateris paribus, karena tingkat pendidikan responden yang semakin tinggi lebih memahami dampak negatif atau kerugian yang dirasakan akibat kemacetan sehingga responden bersedia mengeluarkan nilai WTP yang lebih besar cateris paribus. 5.
Tingkat Penghasilan Variabel bebas tingkat penghasilan responden yang diterima dalam waktu
satu bulan berpengaruh nyata pada taraf nyata 15%, dimana variabel ini memiliki sig. 0,058. Variabel tingkat penghasilan memiliki nilai koefesien sebesar 0,002 dan bertanda positif. Tingkat penghasilan yang semakin meningkat diduga akan meningkatkan rata-rata nilai WTP responden sebesar Rp 0,002 dengan asumsi cateris paribus, karena nilai WTP yang bersedia responden bayarkan sebagai bentuk kerugian yang dirasakan akibat kemacetan dan kepedulian untuk perbaikan arus lalu lintas atas pelanggaran yang dilakukan.
68 6.
Jarak Tujuan Variabel bebas jarak tujuan responden berpengaruh nyata pada taraf nyata
15%, dimana variabel ini memiliki sig. 0,129. Variabel jarak tujuan memiliki nilai koefesien sebesar 89,639 dan bertanda negatif, yang berarti semakin jauh atau meningkat jarak tujuan sebesar satu satuan akan menurunkan nilai WTP yang bersedia responden bayarkan sebesar Rp 89,639 cateris paribus. Hal ini menunjukkan, semakin jauh jarak tujuan responden akan menurunkan nilai WTP yang bersedia mereka bayarkan, responden menganggap bahwa kemacetan sudah menjadi hal yang biasa sehingga mereka kurang bersedia untuk mengungkapkan nilai WTP cateris paribus. Variabel bebas yang tidak berpengaruh nyata adalah dummy jenis kelamin, usia, dummy jenis pekerjaan supir dan pedagang, durasi terkena kemacetan, dan waktu hilang. Variabel tersebut tidak berpengaruh nyata karena nilai sig. yang dihasilkan melebihi taraf nyata yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 1% dan 15%. Selain itu, terdapat faktor-faktor yang mungkin menyebabkan variabel bebas tersebut tidak berpengaruh nyata yaitu ketidakseriusan responden dalam menjawab pertanyaandan tidak pahamnya responden mengenai pertanyaanpertanyaan saat di wawancara. 6.5 Implikasi dan Rekomendasi Hasil dari penelitian ini menunjukkan, kemacetan di Parung disebabkan oleh tingginya tingkat mobilisasi kendaraan dan perilaku pelanggaran aturan fungsi jalan dengan melakukan kegiatan di badan dan bahu jalan oleh supir angkutan kota dan pedagang kaki lima (PKL). Pemerintah Republik Indonesia telah memberlakukan aturan untuk tidak mengubah fungsi jalan, tetapi supir angkutan kota dan PKL tetap melakukan pelaggaran aturan fungsi jalan. Pelanggaran yang dilakukan supir angkutan kota dan PKL untuk mendapatkan setoran dan penghasilan. Selain itu, belum adanya peraturan yang diberlakukan Pemerintah Kabupaten Bogor mengenai sanksi tegas dan jelas kepada supir angkutan kota dan PKL yang melanggar aturan fungsi jalan, sehingga pihak pelanggar tersebut tetap melakukan pelanggaran di bahu dan badan jalan. Sebenarnya badan dan bahu jalan hanya diperuntukkan untuk kelancaran arus lalu lintas dan tidak diperbolehkan untuk kegiatan yang merubah fungsi jalan.
69 Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 Pasal 34 tentang Jalan ayat (1) ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya; ayat (2) ruang manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan ruang sebatas jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu yang bersangkutan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri; ayat (3) ruang manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diperuntukan bagi median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan, dan bangunan pelangkap lainnya; ayat (4) trotoar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya diperuntukan bagi pejalan kaki. Berdasarkan pasal 35, badan jalan hanya di diperuntukan bagi pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan dan berdasarkan pasal 38, setiap orang dilarang memanfaatkan ruang manfaat jalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 dan 35 yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan. Kemacetan sebenarnya memberikan dampak negatif terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan supir angkutan kota dan PKL. Supir angkutan kota dan PKL merasakan waktu mereka terkuras, stres, penghasilan hilang, terkena polusi udara, polusi suara, dan polusi lingkungan seperti tidak nyaman, tidak segar, dan semrawut. Pengeluaran yang meningkat untuk membeli BBM hanya dirasakan oleh supir angkutan kota karena supir angkutan kota lebih banyak melakukan perjalanan dibandingkan dengan PKL. Total kerugian bagi supir angkutan kota dari pengeluaran biaya BBM yang meningkat akibat kemacetan per hari yaitu sebesar Rp 81.235.700,00, per bulan sebesar Rp 2.437.071.000,00, dan per tahun sebesar Rp 29.244.852.000,00. Total kerugian dari penghasilan yang hilang akibat kemacetan bagi supir angkutan kota per hari yaitu sebesar Rp 71.126.925,66, per bulan sebesar Rp 2.133.807.770,00, dan per tahun sebesar Rp 25.605.693.238,00. Total kerugian dari penghasilan yang hilang akibat kemacetan bagi PKL per hari yaitu sebesar Rp 1.763.734,00, per bulan sebesar Rp 52.912.020,00, dan per tahun sebesar Rp 634.944.240,00. Total kerugian akibat kemacetan di Parung per hari yaitu sebesar Rp 154.126.360,00, per bulan sebesar Rp 4.623.790.790,00 , dan per tahun sebesar Rp 55.485.489.478,70.
70 WTP merupakan gambaran kesanggupan supir angkutan kota dan PKL membayar denda atas pelanggaran yang dilakukan di Parung yang menjadi salah satu faktor penyebab kemacetan di Parung. Berdasarkan hasil perhitungan terhadap 42 orang supir angkutan kota atau 93% dari total responden supir angkutan kota dan 26 orang PKL atau 87% dari total responden PKL yang bersedia mengungkapkan nilai kesediaan membayar (WTP) denda didapatkan rata-rata WTP supir angkutan kota sebesar Rp 4.881,00 per hari per orang dan PKL sebesar Rp 5.096,00 per hari per orang. Total WTP supir angkutan kota di Kecamatan Parung diduga sebesar Rp 7.721.742,00 per hari dan PKL diduga sebesar Rp 540.193,00 per hari. Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan kesediaan membayar (WTP) denda diterapkan untuk daerah-daerah yang sering terjebak kemacetan terutama daerah yang salah satu faktor penyebab kemacetannya adalah kegiatan melanggar aturan fungsi jalan seperti kegiatan yang dilakukan di badan dan bahu jalan. Pemerintah harus memberikan sanksi dan pengawasan yang tegas bagi pihakpihak yang melakukan kegiatan pelanggaran tersebut agar kemacetan dapat terhindari. Penerimaan dari denda dapat digunakan untuk perbaikan arus lalu lintas yang lebih baik dengan melakukan pengawasan, pemasangan rambu-rambu lalu lintas, dan perawatan jalan.
71
VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Simpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Kemacetan mengakibatkan supir angkutan kota dan PKL merasakan waktu terkuras, stres, polusi udara, polusi suara, polusi lingkungan, dan penghasilan hilang. Pemborosan penggunaan BBM hanya dirasakan oleh supir angkutan kota.
2.
Pengeluaran pembelian BBM dalam kondisi lalu lintas normal untuk supir angkutan kota sebesar Rp 139.100,00 per hari dan jika terjadi kemacetan sebesar Rp 190.450,00 per hari. Total kerugian yang dirasakan supir angkutan kota per hari sebesar Rp 81.235.700,00, per bulan sebesar Rp 2.437.071.000,00, dan per tahun Rp 29.244.852.000,00. Penghasilan yang hilang akibat kemacetan di Parung dirasakan oleh supir angkutan kota dan PKL. Bagi supir angkutan kota total penghasilan yang hilang per hari sebesar Rp 71.126.925,66, Rp 2.133.807.770,00 per bulan, dan Rp 25.605.693.238,00 per tahun. Bagi PKL total penghasilan yang hilang per hari sebesar Rp 1.763.734,00, Rp 52.912.020,00 per bulan, dan Rp 634.944.240,00 per tahun. Total kerugian akibat kemacetan di Parung yaitu sebesar Rp Rp 154.126.360,00 per hari, per bulan sebesar Rp 4.623.790.790,00, dan per tahun sebesar Rp 55.485.489.478,70.
3.
Sebanyak 42 orang supir angkutan kota dan 26 orang PKL bersedia mengungkapkan nilai WTP. 3 orang supir angkutan kota dan 4 orang PKL tidak bersedia mengungkapkan nilai WTP dengan alasan biasa saja dan tidak peduli. Rata-rata WTP supir angkutan sebagai responden sebesar Rp 4.881,00 per hari per orang dan PKL sebesar Rp 5.096,00 per hari per orang. Total WTP supir angkutan kota di Kecamatan Parung diduga sebesar Rp 7.721.742,00 per hari dan PKL diduga sebesar Rp 540.193,00 per hari.
4.
Variabel-variabel yang mempengaruhi nilai WTP supir angkutan kota dan PKL secara signifikan yaitu tingkat pendidikan, waktu kerja, tingkat penghasilan, jumlah tanggungan keluarga, frekuensi terkena kemacetan, dan jarak tujuan. Variabel bebas yang berpengaruh pada taraf nyata 1% adalah
72 waktu kerja, jumlah tanggungan keluarga, dan frekuensi terkena kemacetan. Variabel bebas yang berpengaruh pada taraf nyata 15% adalah tingkat pendidikan, tingkat penghasilan, dan jarak tujuan. 7.2 Saran 1.
Peningkatan prasarana transportasi dan perawatan jalan untuk mengurangi kemacetan yang terjadi dengan melakukan perbaikan jalan yang rusak dan membuat pembatas jalan.
2.
Mendirikan terminal Parung secara resmi agar tidak terjadi penumpukan angkutan kota di badan dan bahu jalan, serta pemberian sanksi yang tegas kepada supir angkutan kota jika tetap berhenti di badan dan bahu jalan.
3.
Merelokasi para pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di badan dan bahu jalan ke area pasar yang sudah ditetapkan, serta pemberian sanksi yang tegas kepada PKL jika tetap berjualan di badan dan bahu jalan.
4.
Perlu banyak sosialisasi mengenai dampak kemacetan bagi masyarakat agar masyarakat lebih menyadari kerugian yang dirasakan akibat kemacetan, sehingga mereka berpartisipasi untuk mengurangi kemacetan.
73
DAFTAR PUSTAKA Alhadar A. 2011. Analisis Kinerja Jalan dalam Upaya Mengatasi Kemacetan Lalu Lintas Pada Ruas Simpang Bersinyal di Kota Palu. Jurnal SMARTEK. 9(4):327-336 [internet]. [diacu 27 Desember 2013]. Tersedia dari: http://jurnal.untad.ac.id. Amanda S. 2009. Analisis Willingness to Pay Pengunjung Obyek Wisata Danau Situgede dalam Upaya Pelestarian Lingkungan [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Bangun FTA. 2006. Alternatif Solusi Kemacetan Lalu Lintas di Kota Medan. Jurnal Sistem Teknik Industri. 7(4):54-60 [internet]. [diacu: 23 Januari 2014]. Tersedia dari: http//repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1/sti/okt20067(3).pdf. Boediningsih W. 2011.Dampak Kepadatan Lalu Lintas terhadap Polusi Udara Kota Surabaya. Jurnal Fakultas Hukum. 20(20):119-138 [internet]. [diacu: 23
Januari
2014].
Tersedia
dari:
http://ejournal.narotama.ac.id/files/8Widyawati.pdf. [BAPPENAS] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2003. Infrastruktur Indonesia Sebelum, Selama, dan Pada Krisis. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi September 2013 [internet]. [diacu: 27 Desember 2013]. Tersedia dari: www.bps.go.id/download_files/IP_September_2013.pdf. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Perkembangan Kendaraan Bermotor Menurut Jenis Tahun 2000-2011 [internet]. [diacu: 23 Januari 2014]. Tersedia dari: www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&id_subyek=17¬ab=12. [BPS] Badan Pusat Statistik Jawa Barat. 2013. Jawa Barat dalam Angka 2013 [internet].
[diacu:
18
Maret
2014].
Tersedia
dari:
www.jabar.bps.go.id/publikasi/jawa-barat-dalam-angka-2013. [BPS] Badan Pusat Statistik Jawa Barat. 2013. Statistik Transportasi Jawa Barat [internet].
[diacu:
18
Maret
2014].
Tersedia
www.jabar.bps.go.id/publikasi/statistik-transportasi-jawa-barat-2013.
dari:
74 [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. 2012. Kecamatan Parung dalam Angka 2012. BPS, Kabupaten Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. 2013. Statistik Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2013 [internet]. [diacu: 28 Desember 2013]. Tersedia dari: http://bogorkab.bps.go.id/publikasi/statistik-daerah-kabupaten-bogor-tahun2013. [DLLAJ] Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kabupaten Bogor. 2014. Data Jumlah Kendaraan pada Trayek Kabupaten Bogor Tahun 2010 sampai tahun 2013. DLLAJ, Kabupaten Bogor. [DLLAJ] Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kabupaten Bogor. 2014. Data Lintasan Trayek dan Jumlah Kendaraan Asal Tujuan Parung sampai tahun 2013. DLLAJ, Kabupaten Bogor. Farhani N. 2011. Kerugian Sosial Ekonomi dan Alternatif Kebijakan dalam Mengatasi Permasalahan Kemacetan di Sepanjang Jalan CicurugParungkuda, Kabupaten Sukabumi [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Fauzi.2006. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama. Fauzi A. 2010. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama. Firdaus M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Jakarta (ID): PT Bumi Aksara. Garrod, G and Kenneth G. Willis. 1999. Economics Valuation of The Environmental. Edward Elgar Publishing, Inc. Massachussetts. Ghozali I. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS Edisi Kedua. Semarang (ID): Badan Penerbit Universitas Diponegoro. [ILPPD] Informasi Laporan Penyelenggaraaan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. 2012. Luas Wilayah Kabupaten Bogor [internet]. [diacu: 29 Desember 2013]. Tersedia dari: www.bogor.kab.go.id/wpcontent/uploads/2013/03/ILPPD-Tahun-2012Kabupaten-Bogor.pdf. Halim DK. 2008. Psikologi Lingkungan Perkotaan. Jakarta (ID): PT Bumi Aksara.
75 Hanley N dan C. L. Spash. 1993. Cost-Benefit Analysis and Environment. Edward Elgar Publishing Limited, England. Ismadarni.2012. Pengaruh Aspek Sosial Ekonomi Masyarakat terhadap Bangkitan Pergerakan Zona Kecamatan di Kota Palu. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Transportasi. 2(2):72-86 [internet]. [diacu: 3 Januari 2014]. Tersedia dari: http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JRMT/article/view/1501. Kecamatan Parung. 2014. Inventarisir Data Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jln. Raya H. Mawi Parung Tahun 2013. Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor. Kurniarto AT. 2006. Analisis Ekonomi Lingkungan Pengelolaan Limbah Industri Kecil Tapioka/Aci: Pendekatan Contingent Valuation Method (CVM) (Kasus Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor, Malik AAM. 2011. Identifikasi Kemacetan Lalu Lintas di Kawasan Paal 2 dan Pusat Kota Manado. Jurnal Sabua. 3(1):19-25 [internet]. [diacu: 14 januari 2014].
Tersedia
dari:
http://sulutiptek.com/documents/kemacetanlalulintaspaal2.pdf. Marwan F. 2011. Analisis Dampak Kemacetan Lalu Lintas dengan Pendekatan Willingness
to
Accept
(Studi
Kasus:
Kecamatan
Bogor
Barat)
[Skripsi].Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Miro F. 2011. Pengantar Sistem Transportasi. Jakarta (ID): Erlangga. Novianty CK. 2013. Willingness to Pay Air Tanah dan Air Pipa di Desa Tamansari, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Putri RE. 2013. Eksternalitas Negatif Pencemaran Sungai Kampar akibat Kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Peraturan Daerah Kabupaten Bogor No 27 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 [internet]. [diacu: 5 Januari 2014]. Tersedia dari: www.bogorkab.go.id/wpcontent/uploads/2013/09/RPJD-Kabupaten-Bogor.pdf. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2012 tentang Panduan Valuasi Ekonomi Ekosistem Gambut [internet]. [diacu: 8
76 Februari
2014].
Tersedia
dari:
http://pslh.ugm.ac.id/id/wp-
content/uploads/Permen-14-th-2012-ttg-Panduan-Valuasi-EkonomiEkosistem-Gambut.pdf. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2006 tentang Jalan [internet]. [diacu: 21 April 2014]. Tersedia dari: http://bpjt.pu.go.id/uploads/files/25/58ac1eabcdc0c124bb5389020f914912.p df. Ramanathan R. 1997. Introductory Econometrics with Application. Philadelphia: The Dryden Press. Sanim B. 2011. Sumberdaya Air dan Kesejahteraan Publik (Suatu Tinjauan Teoritis dan Kajian Praktis). Bogor: Institut Pertanian Bogor Press. Sapta RD. Analisis Dampak Kemacetan Lalu Lintas terhadap Sosial Ekonomi Pengguna Jalan dengan Contingent Valuation Method (CVM) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sarwoko. 2005. Dasar-dasar Ekonometrika. Yogyakarta (ID): Andi Offset. Streetdirectory. 2014. Jalan Raya Parung [internet]. [diacu: 2 Mei 2014]. Tersedia dari: http://www.streetdirectory.co.id/indonesia/jakarta/asia_travel/gps/gps.php?tr avel_id=188430&travel_site=135960&businessId=&branchId=&x=106.730 5962651&y=-6.4229586877&level=13&s=id. Sugiyanto G. 2012. Pemodelan Biaya Kemacetan Pengguna Mobil Pribadi dengan Variasi Nilai Kecepatan Aktual Kendaraan. Jurnal Transportasi. 12(2):123132
[internet].
[diacu:
28
Januari
2014].
Tersedia
dari:
http://journal.unpar.ac.id. Sukarto H. 2006. Transportasi Perkotaan dan Lingkungan. Jurnal Teknik Sipil. 3(2):93-99 [internet]. [diacu: 27 Desember 2013]. Tersedia dari: http://digillib.umm.ac.id/files/disk1/331/jiptummpp-gdl-jou-2009haryonosuk-16517-Transportasi-n.pdf. Supranto J. 2008. Statistik Teori dan Aplikasi. Jakarta (ID): Erlangga. Walpole RE. 1982. Pengantar Statistika. Bambang S, penerjemah: Sidhi IP, editor. Jakarta (ID): Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Introduction to Statistics. Ed ke-3. Yamin S dan Kurniawan H. 2009. SPSS Complete: Teknik Analisis Statistk Terlengkap dengan Softwere SPSS. Jakarta (ID): Salemba Infotek.
77
LAMPIRAN
78 Lampiran 1 Hasil model regresi linear berganda Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Coefficients Model
B
Std. Error
Beta
1 (Constant)
485,538
2.018,764
-554,085
839,163
USA
-21,150
TPK
Collinearity Statistics T
Sig.
Tolerance
VIF
,241
,811
-,066
-,660
,512
,624
1,603
25,637
-,087
-,825
,413
,567
1,763
296,352
111,562
,253
2,656
,010
,692
1,445
SPR
-97,850
1.322,102
-,018
-,074
,941
,109
9,178
PDG
-861,189
1.123,633
-,153
-,766
,447
,158
6,324
WK
292,602
105,251
,342
2,780
,007
,414
2,416
TPS
,002
,000
,286
1,931
,059
,285
3,506
JTK
-810,965
188,413
-,409 -4,304
,000
,696
1,437
FK
1.613,922
450,570
,470
3,582
,001
,364
2,746
DK
7,528
25,197
,041
,299
,766
,328
3,051
WH
1,576
11,802
,016
,134
,894
,427
2,340
-89,639
56,537
-,316 -1,585
,119
,158
6,337
JK
JT
a. Dependent Variable: WTP
Model Summaryb Model
R
1
R Square ,809
a
Adjusted R Square
,655
Std. Error of the Estimate
,579
Durbin-Watson
1.760,78961
1,933
a. Predictors: (Constant), JT, TPK, JTK, WK, JK, USA, WH, FK, TPS, DK, PDG, SPR b. Dependent Variable: WTP
ANOVAb Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
3,231E8
12
2,693E7
Residual
1,705E8
55
3.100.380,041
Total
4,937E8
67
F 8,685
a. Predictors: (Constant), JT, TPK, JTK, WK, JK, USA, WH, FK, TPS, DK, PDG, SPR b. Dependent Variable: WTP
Sig. ,000a
79 Lampiran 2 Uji heteroskedastisitas Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model
B
Standardized Coefficients
Std. Error
(Constant) 1
-20,831
2.009,249
JK
115,592
835,208
USA
-,008
TPK
Beta
Collinearity Statistics T
Sig.
Tolerance
VIF
-,010
,992
,024
,138
,890
,624
1,603
25,516
,000
,000
1,000
,567
1,763
-3,213
111,036
-,005
-,029
,977
,692
1,445
SPR
-53,197
1.315,871
-,017
-,040
,968
,109
9,178
PDG
-2,242
1.118,337
,000
-,002
,998
,158
6,324
WK
2,034
104,755
,004
,019
,985
,414
2,416
TPS
-3,411E-6
,000
-,012
-,049
,961
,285
3,506
JTK
-2,567
187,525
-,002
-,014
,989
,696
1,437
FK
-1,661
448,446
,000
-,004
,997
,364
2,746
DK
-,272
25,078
-,003
-,011
,991
,328
3,051
WH
,043
11,747
,001
,004
,997
,427
2,340
-,267
56,270
-,002
-,005
,996
,158
6,337
JT
a. Dependent variable: abs_res
80 Lampiran 3 Uji normaliatas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N Normal Parametersa Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal.
68 ,0000000 1,59533322E3 ,050 ,050 -,038 ,416 ,995
81 Lampiran 4 Kuesioner penelitian Kuesioner untuk supir angkutan kota
No/ Tanggal:
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN Jl. Kamper Wing 5 Level 5 Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680
KUESIONER PENELITIAN ESTIMASI NILAI KERUGIAN MASYARAKAT AKIBAT KEMACETAN LALU LINTAS (Studi Kasus: Simpang Pasar Parung, Kabupaten Bogor) Terima kasih atas partisipasi Anda untuk menjadi salah satu responden dalam pengisian kuesioner ini. Kuesioner ini merupakan instrumen penelitian yang dilakukan oleh : Peneliti
: Dessy Amaliah
NRP
: H44100116
Departemen
: Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Fakultas
: Ekonomi dan Manajemen
Universitas
: Institut Pertanian Bogor
Untuk memenuhi tugas penyelesaian Skripsi Program Sarjana, saya sangat menghargai kejujuran Anda dalam mengisi kuesioner ini dan saya akan menjamin kerahasiaan Anda. Atas kerjasamanya, saya ucapkan terima kasih.
Petunjuk : Isi dan pilihlah salah satu jawaban dengan memberikan tanda (X) KARAKTERISTIK RESPONDEN 1.
Nama Responden
:
2.
Alamat
:
3.
Jenis kelamin
:
a. Laki-laki
b.Perempuan
82 4.
Usia
:
a. 17 - 27 tahun
c. 39- 49 tahun
b. 28 - 38 tahun
d. 50 - 60 tahun
e. ≥ 61 tahun 5.
6.
Status pernikahan
:
a. Belum menikah
b. Menikah
Pendidikan terakhir
:
a. Tidak sekolah
c. SMP/sederajat
b. SD/sederajat
d. SMA/sederajat
e. Perguruan Tinggi 7.
8.
9.
Pekerjaan
:
a. Utama
:
b. Sampingan
:
Berapa waktu kerja anda dalam satu hari? a. 1-5 jam
=
b. 6-10 jam
=
c. 11-15 jam
=
d. 16-20 jam
=
e. ≥ 21 jam
=
Rata-rata penghasilan per bulan : a. ≤ Rp 1.000.000,00
= Rp
b. Rp 1.000.000,00 - Rp 3.000.000,00
= Rp
c. Rp 3.000.000,00 - Rp 5.000.000,00
= Rp
d. Rp 5.000.000,00 - Rp 7.000.000,00
= Rp
e. > Rp 7.000.000,00
= Rp
10. Jumlah tanggungan keluarga a. ≤ 2 orang (sebutkan)………….orang b. 3 orang c. 4 orang d. 5 orang e. ≥ 6 orang (sebutkan)………….orang
:
83 11. Jenis kendaraan apa yang anda gunakan?(sebutkan)…………
PENILAIAN TERHADAP KEMACETAN 1.
Apakah anda sering terjebak kemacetan? a. Tidak pernah
c. Jarang
b. Kadang-kadang
d. Selalu
e. Sering 2.
Berapa kali anda terkena macet saat melewati Parung dalam satu hari? a. 1 kali
c. 3 kali
b. 2 kali
d. 4 kali
e. 5 kali 3.
Berapa lama biasanya anda terkena kemacetan di Parung dalam satu hari? a. 5 menit
c. 15 menit
b. 10 menit
d. 20 menit
e. >20 menit (sebutkan) ………….. menit 4.
Waktu tempuh dari daerah asal ke tempat tujuan saat lalu lintas normal? a. ≤ 15 menit (sebutkan)…………..menit
c. 25 menit
b. 20 menit
d. 30 menit
e. > 30 menit (sebutkan) …………menit 5.
Waktu tempuh dari daerah asal ke tempat tujuan saat lalu lintas mengalami kemacetan? a. ≤ 15 menit (sebutkan)…………..menit
c. 25 menit
b. 20 menit
d. 30 menit
e. > 30 menit (sebutkan) …………menit 6.
Jarak tempuh dari daerah asal ke tempat tujuan? a. ≤ 1 Km (sebutkan)
Km
b.1 Km – 3 Km (sebutkan)
Km
c. 3 Km - 5 Km (sebutkan)
Km
d. 5 Km – 7 Km (sebutkan)
Km
e. > 7 Km (sebutkan)
Km
84 7.
Perasaan yang anda rasakan saat terjadi kemacetan? a. Stres
c. Diam saja
b. Biasa saja
d. Senang/bahagia
e. Tidak peduli 9.
Berapa biaya yang anda keluarkan untuk membeli BBM saat lalu lintas lancar? a. ≤ Rp 6.500,00 (sebutkan)
= Rp
b. Rp 6.500,00 - Rp 9.750,00 (sebutkan)
= Rp
c. Rp 9.750,00 - Rp 13.000,00 (sebutkan)
= Rp
d. Rp 13.000,00 - Rp 16.250,00 (sebutkan)
= Rp
e. ≥ Rp 16.250,00 (sebutkan)
= Rp
10. Berapa biaya yang anda keluarkan untuk membeli BBM jika terjadi kemacetan? a. ≤ Rp 6.500,00 (sebutkan)
= Rp
b. Rp 6.500,00 - Rp 9.750,00 (sebutkan)
= Rp
c. Rp 9.750,00 - Rp 13.000,00 (sebutkan)
= Rp
d. Rp 13.000,00 - Rp 16.250,00 (sebutkan)
= Rp
e. ≥ Rp 16.250,00 (sebutkan)
= Rp
SKENARIO “Jika Pemerintah Kabupaten Bogor menetapkan kebijakan denda untuk perbaikan arus lalu lintas yang baik dan berkelanjutan agar tidak terjadi kemacetan
lalu
lintas
di
Parung,
bersediakah
Bapak/Ibu/Saudara/i
berpartisipasi dalam bentuk kesediaan membayar denda tersebut untuk menanggulangi masalah kemacetan lalu lintas yang disebabkan perilaku pelanggaran aturan fungsi jalan di Parung?” INFORMASI TENTANG KESEDIAAN MEMBAYAR (WTP)
1.
Menurut Anda, apakah kemacetan merupakan situasi yang merugikan? a. Sangat setuju
c. Kurang Setuju
b. Setuju
d. Tidak setuju
e. Tidak peduli
85 2.
Alasan anda (jawaban boleh lebih dari satu)? a. Menguras waktu
b. Membuat stres
c. Mengurangi jam kerja/belajar
d. Menghabiskan biaya (boros bensin)
e. Mengurangi penghasilan
f. Polusi udara (Udara kotor)
g. Polusi suara (kebisingan) h. Polusi lingkungan (mutu lingkungan menurun: tidak nyaman, tidak segar, semrawut) 3.
Jika pemerintah menerapkan kebijakan baru dalam bentuk denda untuk mengatasi masalah kemacetan akibat perilaku yang tidak tertib, apakah anda bersedia untuk membayar denda tersebut? a. Ya
4.
b. Tidak
Jika ya, berapa besarnya denda yang bersedia anda bayarkan? a. Rp 2.500,00 b. Rp 5.000,00 c. Rp 7.500,00 d. Rp 10.000,00 e. Rp 12.500,00
86 Lampiran 5 Kuesioner penelitian Kuesioner untuk pedagang kaki lima (PKL)
No/ Tanggal:
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN Jl. Kamper Wing 5 Level 5 Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680
KUESIONER PENELITIAN ESTIMASI NILAI KERUGIAN MASYARAKAT AKIBAT KEMACETAN LALU LINTAS (Studi Kasus: Simpang Pasar Parung, Kabupaten Bogor) Terima kasih atas partisipasi Anda untuk menjadi salah satu responden dalam pengisian kuesioner ini. Kuesioner ini merupakan instrumen penelitian yang dilakukan oleh : Peneliti
: Dessy Amaliah
NRP
: H44100116
Departemen
: Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Fakultas
: Ekonomi dan Manajemen
Universitas
: Institut Pertanian Bogor
Untuk memenuhi tugas penyelesaian Skripsi Program Sarjana, saya sangat menghargai kejujuran Anda dalam mengisi kuesioner ini dan saya akan menjamin kerahasiaan Anda. Atas kerjasamanya, saya ucapkan terima kasih.
Petunjuk : Isi dan pilihlah salah satu jawaban dengan memberikan tanda (X) KARAKTERISTIK RESPONDEN 1.
Nama Responden
:
2.
Alamat
:
3.
Jenis kelamin
:
a. Laki-laki
b.Perempuan
87 4.
Usia
:
a. 17 - 27 tahun
c. 39 - 49 tahun
b. 28 - 38 tahun
d. 50 - 60 tahun
e. ≥ 61 tahun 5.
6.
Status pernikahan
:
a. Belum menikah
b. Menikah
Pendidikan terakhir
:
a. Tidak sekolah
c. SMP/sederajat
b. SD/sederajat
d. SMA/sederajat
e. Perguruan Tinggi 7.
8.
9.
Pekerjaan
:
a. Utama
:
b. Sampingan
:
Berapa waktu kerja anda dalam satu hari? a. 1-5 jam
=
b. 6-10 jam
=
c. 11-15 jam
=
d. 16-20 jam
=
e. ≥ 21 jam
=
Rata-rata penghasilan per bulan : a. ≤ Rp 1.000.000,00
= Rp
b. Rp 1.000.000,00 - Rp 3.000.000,00
= Rp
c. Rp 3.000.000,00 - Rp 5.000.000,00
= Rp
d. Rp 5.000.000,00 - Rp 7.000.000,00
= Rp
e. > Rp 7.000.000,00
= Rp
10. Jumlah tanggungan keluarga a. ≤ 2 orang (sebutkan)………….orang b. 3 orang c. 4 orang d. 5 orang e. ≥ 6 orang (sebutkan)………….orang
:
88 11. Jenis kendaraan apa yang anda gunakan?(Sebutkan)……………..
PENILAIAN TERHADAP KEMACETAN 2.
Apakah anda sering terjebak kemacetan? c. Tidak pernah
c. Jarang
d. Kadang-kadang
d. Selalu
e. Sering 2.
Berapa kali anda terkena macet saat melewati Parung dalam satu hari? a. 1 kali
c. 3 kali
b. 2 kali
d. 4 kali
e. 5 kali 3.
Berapa lama biasanya anda terkena kemacetan di Parung dalam satu hari? a. 5 menit
c. 15 menit
b. 10 menit
d. 20 menit
e. >20 menit (sebutkan) ………….. menit 4.
Waktu tempuh dari daerah asal ke tempat tujuan saat lalu lintas normal? a. ≤ 15 menit (sebutkan)…………..menit
c. 25 menit
b. 20 menit
d. 30 menit
e. > 30 menit (sebutkan) …………menit 5.
Waktu tempuh dari daerah asal ke tempat tujuan saat lalu lintas mengalami kemacetan? a. ≤ 15 menit (sebutkan)…………..menit
c. 25 menit
b. 20 menit
d. 30 menit
e. > 30 menit (sebutkan) …………meni 6.
Jarak tempuh dari daerah asal ke tempat tujuan? a. ≤ 1 Km (sebutkan)
Km
b.1 Km – 3 Km (sebutkan)
Km
c. 3 Km - 5 Km (sebutkan)
Km
d. 5 Km – 7 Km (sebutkan)
Km
e. > 7 Km (sebutkan)
Km
89 7.
Perasaan yang anda rasakan saat terjadi kemacetan? a. Stres
c. Diam saja
b. Biasa saja
d. Senang/bahagia
SKENARIO “Jika Pemerintah Kabupaten Bogor menetapkan kebijakan denda untuk perbaikan arus lalu lintas yang baik dan berkelanjutan agar tidak terjadi kemacetan
lalu
lintas
di
Parung,
bersediakah
Bapak/Ibu/Saudara/i
berpartisipasi dalam bentuk kesediaan membayar denda tersebut untuk menanggulangi masalah kemacetan lalu lintas yang disebabkan adanya perilaku pelanggaran aturan fungsi jalan di Parung?” INFORMASI TENTANG KESEDIAAN MEMBAYAR (WTP) 1.
Menurut Anda, apakah kemacetan merupakan situasi yang merugikan? a. Sangat setuju
c. Kurang Setuju
b. Setuju
d. Tidak setuju
e. Tidak peduli 2.
Alasan anda (jawaban boleh lebih dari satu)? a. Menguras waktu
b. Membuat stres
c. Mengurangi jam kerja/belajar
d. Menghabiskan biaya (boros bensin)
e. Mengurangi penghasilan
f. Polusi udara (Udara kotor)
g. Polusi suara (kebisingan) h. Polusi lingkungan (mutu lingkungan menurun: tidak nyaman, tidak segar, dan semrawut) 3.
Jika pemerintah menerapkan kebijakan baru dalam bentuk denda untuk mengatasi masalah kemacetan akibat perilaku yang tidak tertib, apakah anda bersedia untuk membayar denda tersebut? a. Ya
4.
b. Tidak
Jika ya, berapa besarnya denda yang bersedia anda bayarkan? a. Rp 2.500,00
d. Rp 10.000,00
b. Rp 5.000,00
e. Rp 12.500,00
c. Rp 7.500,00
90 Lampiran 6 Dokumentasi penelitian
91
92
93 RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 29 Mei 1992 dari Bapak Bambang Kuntadi, SP, MM dan Ibu Daifah. Penulis adalah putri pertama dari 4 bersaudara. Adik pertama penulis M. Ali Nur Sidiq, adik kedua penulis Dyah Ayu Wulan Dari dan adik ketiga penulis M. Rizki Ramadhan. Penulis merupakan lulusan dari SDN Babakan Dramaga IV pada tahun 2004, SMPN 1 Ciampea pada tahun 2007, dan SMA Negeri 1 Leuwiliang pada tahun 2010. Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti pendidikan di IPB penulis aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan di IPB seperti Forum Mahasiswa Islam (Formasi) FEM periode 2012/2013 sebagai anggota divisi PSDM. Penulis juga aktif mengikuti berbagai kepanitiaan di dalam kampus IPB seperti panitia Masa Perkenalan Departemen (MPD) Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB tahun 2012 dan menjadi panitia Pentas Seni Gema Alunan Syukur (PEGAS) pada tahun 2012.