PERSEPSI, PREFERENSI, DAN WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP LINGKUNGAN PEMUKIMAN SEKITAR KAWASAN INDUSTRI (Kasus Kawasan Industri di Kelurahan Utama, Cimahi, Jawa Barat)
EVA NURSUSANDHARI
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
ABSTRACT The industrial development at Kelurahan Utama created new job fields. But in the other hand, industrial development might cause disruption on environment quality. The derivation of environment quality will cause the people that reside around industrial area have perception and preference of its own from the presence of this area. This research also work trough estimated expense that the people willing to pay to increase the environment quality using Contingen Valuation Method. Therefore from those description, the purpose of this research are: (1) to analyze factors related to people’s perception concerning the environment quality at Kelurahan Utama; (2) to analyze factors related to people’s preference concerning habitation/residence around industrial area at Kelurahan utama; (3) to examine the Willingness to Pay people at Kelurahan utama so that their environment increased; (4) to arrange alternate policy so that the environment around industrial area at Kelurahan Utama increased. This research started since May to Agust 2009. The data that has been used are primary data and secondary data. The primary data conducted with giving questioner to the head family around industrial area at Kelurahan utama. With sample method Purposive Sampling to 100 people using Slovin Formula. The secondary data conducted from relevant sources. To knowing factors that related with people’s preference of recidency, perception of environment and willingness to pay using analysis Chi-Square and Rank Spearman, whereas to predict WTP value using analysis double linier regression. All the analysis are supported by processor data program SPSS version 16.0 for windows with 15 percent real degree. From Chi-Square test, acquired result as follow: (1) factors that related to respondent perception of environment around the industrial area are the distance between the residence to the industrial area, crowded condition, noisy condition, and air quality; (2) factors that related with respondent preference to residence are expenses, residence status, distance of the residence to industrial area, water facility, crowded condition, noisy condition, cleanness of residence, distance of the residence to the market, distance of the residence to public transport, and criminal level; (3) factors that related to respondent’s willingness to pay are income, distance between the residence to the industrial area, water facility, noisy condition, air quality, crowded condition, criminal level, respondent preference of residency, and respondent perception of environment around industrial area. Estimated flat value WTP respondent are Rp.9400,00/HF/month, and total value people’s WTP are Rp.65.771.800,00/month. Factor that affected to WTP respondent are education, income, expenses, distance to industrial area, noisy condition, crowded condition, distance of residency to work place, and perception of environment around industrial area. Alternative policies to cope with air pollution are regulation, quota, taxes, and tariff of pollution along with property right. Whereas to cope with noise by getting house planting or extending divider wall between the residency and industrial area. And what is more noisy problem and the damage of public road could be overcome by special road for industry. This is supported by people’s WTP about environment. Keywords: industrial area, sustainable environment, willingness to pay
RINGKASAN EVA NURSUSANDHARI. Persepsi, Preferensi dan Willingness to Pay Masyarakat terhadap Lingkungan Pemukiman Sekitar Kawasan Industri (Kasus Kawasan Industri di Kelurahan Utama, Cimahi, Jawa Barat). Dibimbing Oleh ADI HADIANTO Pembangunan industri yang terdapat di Kelurahan Utama menciptakan lapangan kerja baru. Akan tetapi, di lain pihak pembangunan industri dapat menyebabkan terjadinya gangguan terhadap kualitas lingkungan. Penurunan terhadap kualitas lingkungan akan menyebabkan masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan industri mempunyai persepsi dan preferensi tersendiri dari adanya industri di kawasan tersebut. Penelitian ini juga membahas mengenai perkiraan biaya yang bersedia masyarakat bayar untuk peningkatan kualitas lingkungan dengan menggunakan Contingen Valuation Method. Maka dari uraian tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi masyarakat terhadap kualitas lingkungansekitar kawasan industri di Kelurahan Utama; (2) menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan preferensi masyarakat terhadap tempat tinggal sekitar kawasan industri di Kelurahan Utama; (3) mengkaji kesediaan masyarakat Kelurahan Utama untuk membayar agar lingkungan di sekitar tempat tinggal tersebut menjadi lebih baik; (4) menyusun alternatif kebijakan agar terjadi peningkatan kualitas lingkungan sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama. Penelitian ini berlangsung sejak Bulan Mei hingga Agustus 2009. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer dilakukan dengan pemberian kuisioner kepada kepala keluarga sekitar kawasan industri di Kelurahan Utama. dengan metode pengambilan sampel yaitu purposive sampling yang berjumlah 100 orang dengan menggunakan rumus Slovin. Data sekunder diperoleh dari sumber yang relevan. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan preferensi terhadap tempat tinggal, persepsi terhadap lingkungan dan kesediaan membayar masyarakat menggunakan analisis ChiSquare dan Rank Spearman, sedangkan untuk menduga besarnya nilai WTP dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Seluruh analisis data dibantu dengan program pengolah data SPSS version 16.0 for Windows dengan taraf nyata 15 persen. Dari uji Chi-Square, diperoleh hasil sebagai berikut: (1) faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi responden terhadap lingkungan sekitar kawasan industri adalah jarak tempat tinggal ke lokasi industri, kondisi keramaian, kondisi kebisingan, dan kualitas udara; (2) faktor-faktor yang berhubungan dengan preferensi responden terhadap tempat tinggal adalah pengeluaran, status tempat tinggal, jarak tempat tinggal ke lokasi industri, fasilitas air, kondisi air, kondisi keramaian, kondisi kebisingan, kebersihan tempat tinggal, jarak tempat tinggal ke pasar, jarak tempat tinggal ke sarana angkutan umum, dan tingkat kriminalitas; (3) faktor-faktor yang berhubungan dengan kesediaan membayar responden adalah pendapatan, jarak tempat tinggal ke lokasi industri, fasilitas air, kondisi air, kondisi kebisingan, kualitas udara, kondisi keramian, tingkat kriminalitas, preferensi responden terhadap tempat tinggal, dan persepsi responden terhadap lingkungan sekitar kawasan industri.
Nilai dugaan rataan WTP responden adalah Rp.9400,00/KK/bulan, dan nilai total WTP masyarakat sebesar Rp.65.771.800,00/bulan. Faktor yang berpengaruh terhadap WTP responden adalah pendidikan, pendapatan, pengeluaran, jarak ke lokasi industri, kondisi kebisingan, kondisi keramaian, tingkat kriminalitas, preferensi terhadap tempat tinggal, kualitas udara, jarak tempat tinggal ke lokasi kerja, dan persepsi terhadap lingkungan sekitar kawasan industri. Alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah polusi udara adalah regulasi, kuota, pajak dan tarif dalam polusi serta property right. Sedangkan untuk mengatasi kebisingan dengan cara penanaman pagar tanaman atau memperluas tembok pembatas antara pemukiman dengan lokasi industri. Selain itu, maslah kebisingan dan rusaknya jalur umum, dapat diatasi dengan adanya jalan khusus untuk industri. Hal tersebut didukung oleh WTP masyarakat terhadap lingkungan.
PERSEPSI, PREFERENSI, DAN WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP LINGKUNGAN PEMUKIMAN SEKITAR KAWASAN INDUSTRI (Kasus Kawasan Industri di Kelurahan Utama, Cimahi, Jawa Barat)
EVA NURSUSANDHARI H44053085
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul Skripsi :
Nama NRP
: :
Persepsi, Preferensi, dan Willingness To Pay Masyarakat Terhadap Lingkungan Pemukiman Sekitar Kawasan Industri (Kasus Kawasan Industri di Kelurahan Utama, Cimahi, Jawa Barat) Eva Nursusandhari H44053085
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Adi Hadianto, SP NIP. 19790615 200501 1 004
Mengetahui, Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc NIP. 19620421 198603 1 003
Tanggal Lulus:
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “PERSEPSI, PREFERENSI DAN WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP
LINGKUNGAN
PEMUKIMAN
SEKITAR
KAWASAN
INDUSTRI (KASUS KAWASAN INDUSTRI DI KELURAHAN UTAMA, CIMAHI,
JAWA
BARAT)”
BELUM
PERNAH
DIAJUKAN
PADA
PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, September 2009
Eva Nursusandhari H44053085
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 14 April 1988. Penulis adalah putri pertama dari empat bersaudara pasangan Bapak Suprapto dan Ibu Siti Nurhayati. Penulis mengawali pendidikan formal di SDN Menteng Dalam 11 Pagi, Jakarta pada tahun 1993-1996, kemudian penulis pindah ke daerah Bandung yaitu di SDN 6 Batujajar hingga tahun 1999. Pendidikan menengah pertama penulis bertempat di SLTPN 1 Batujajar pada tahun 1999-2002 sedangkan pendidikan menengah atas penulis dapatkan di SMAN 2 Cimahi pada tahun 2002-2005. Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur PMDK di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan sampai tahun 2007, dengan berbagai pertimbangan penulis pindah jurusan menjadi Departeman Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswi IPB, penulis mengikuti beberapa kepanitiaan dalam kegiatan kampus.
KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Persepsi, Preferensi, dan Willingness to Pay Masyarakat terhadap Lingkungan Pemukiman Sekitar Kawasan Industri (Kasus Kawasan Industri di Kelurahan Utama, Cimahi, Jawa Barat)”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penulisan skripsi ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi masyarakat terhadap keadaan lingkungan sekitar, faktor-faktor yang berhubungan dengan preferensi masyarakat sekitar kawasan industri, faktor-faktor yang berhubungan dengan kesediaan masyarakat membayar untuk perbaikan kualitas lingkungan, dan nilai WTP masyarakat, serta menentukan alternatif kebijakan untuk menganggulangi masalah lingkungan yang terjadi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Adi Hadianto, SP yang dengan sabar telah berkenan memberikan bimbingan kepada penulis hingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Bogor, Juli 2009
Eva Nursusandhari
UCAPAN TERIMA KASIH Proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada: 1. Adi Hadianto, SP atas bimbingan dan arahan serta motivaasi yang diberikan selama proses penyusunan skripsi ini. 2. Ir. Nindyantoro, MSP dan Novindra, SP atas kesediaannya menjadi dosen penguji. 3. Pihak Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Kota Cimahi dan Kelurahan Utama yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian serta bantuan yang diberikan kepada penulis. 4. Ibu (Siti Nurhayati), Bapak (Suprapto), adik-adik (Ervin, Reni, dan Ifory), bibi (Siti Latifah, Saptini), paman (Sulaeman), eyang (Ibu Djasinah) dan seluruh keluarga yang telah melimpahkan kasih sayang, doa serta dukungan yang tak terhingga nilainya. 5. Mama Kiki dan Garna Yuana Suhan atas kesediaannya menemani dan membantu penulis dalam melakukan penelitian sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar serta pengaruh positif yang sangat berharga. 6. Bermanto Suhan, Nining Yuaningsih dan Rania atas doa dan dukungannya yang telah menjadi penyemangat dalam penyusunan skripsi ini. 7. Teman-teman di Griya Ayu, MSP 42, ESL 42 dan ESL 43 atas kebersamaannya selama ini dan juga semua keceriaan yang pernah kita lewati bersama. 8. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
DAFTAR ISI Halaman ABSTRACT ...........................................................................................
i
RINGKASAN .......................................................................................
ii
RIWAYAT HIDUP ...............................................................................
vi
KATA PENGANTAR ..........................................................................
vii
UCAPAN TERIMA KASIH ..................................................................
viii
DAFTAR ISI .........................................................................................
ix
DAFTAR TABEL .................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................
xv
I.
PENDAHULUAN .........................................................................
1
1.1 Latar Belakang .................................................................... 1.2 Perumusan Masalah ............................................................ 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................ 1.4 Manfaat Penelitian .............................................................. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ...................................................
1 4 5 6 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................
7
2.1 Konsep dan Definisi ............................................................ 2.1.1 Perumahan dan Permukiman ............................... 2.1.2 Kawasan Industri .................................................. 2.1.3 Pertumbuhan Ekonomi dan Kualitas Lingkungan 2.1.4 Persepsi dan Preferensi ........................................ 2.2 Tinjauan Teoritis ................................................................. 2.2.1 Konsep Willingness to Pay ................................... 2.2.2 Konsep Contingent Valuation Method ................. 2.1.2.1 Keunggulan dan Keterbatasan Contingent Valuation Method ................ 2.1.2.2 Organisasi dari Pengoperasian Contingent Valuation Method ................ 2.2.3 Model Persamaan Regresi Linier Berganda .......... 2.2.4 Analisis Crosstabs – Chi Square ......................... 2.2.5 Korelasi Bivariate dan Rank Spearman ................. 2.2.6 Desain Kebijakan Lingkungan pada Kawasan Industri .................................................................. 2.3 Penelitian Terdahulu ...........................................................
7 7 9 11 13 15 15 17
III. KERANGKA PEMIKIRAN ..........................................................
33
3.1 Kerangka Teoritis ................................................................. 3.1.1 Eksternalitas .......................................................... 3.1.2 Kegiatan Industri dan Eksternalitas ......................
33 33 39
19 21 22 23 24 25 28
3.1.3 Kebijakan Mengatasi Eksternalitas ....................... 3.2 Kerangka Operasional ..........................................................
43 52
IV. METODE PENELITIAN ...............................................................
54
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................. 4.2 Metode Pengambilan Sampel .............................................. 4.3 Jenis dan Sumber Data ........................................................ 4.4 Metode Analisis Data .......................................................... 4.4.1 Analisis Persepsi Masyarakat terhadap Kualitas Lingkungan ........................................................... 4.4.2 Analisis Preferensi Masyarakat terhadap Tempat Tinggal ................................................................. 4.4.3 Analisis Kesediaan dan Ketidaksediaan Masyarakat Membayar untuk Memperoleh Lingkungan Pemukiman yang Lebih Baik ........... 4.4.4 Analisis Nilai WTP dari Masyarakat Kawasan Industri di kelurahan Utama ................................. 4.4.5 Pengujian Parameter .............................................
54 54 55 56
V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN ..........................................
72
5.1 Gambaran Umum Lokasi .................................................... 5.1.1 Keadaan Umum Kelurahan .................................. 5.1.2 Kependudukan ...................................................... 5.1.3 Kondisi Ekonomi Penduduk ................................ 5.1.4 Kondisi Lingkungan Hidup .................................. 5.2 Karakteristik Responden ..................................................... 5.2.1 Usia .................................................................... 5.2.2 Tingkat Pendidikan ............................................ 5.2.3 Kepemilikan Anak atau Jumlah Tanggungan Anak ................................................................... 5.2.4 Jumlah Pendapatan ............................................. 5.2.5 Sumber Pendapatan ............................................ 5.2.6 Jumlah Pengeluaran ........................................... 5.2.7 Kategori Penduduk ............................................. 5.2.8 Status Tempat Tinggal ....................................... 5.2.9 Lama Tinggal di Kelurahan Utama .................... 5.2.10 Lama Tinggal di Tempat Tinggal Saat Ini ......... 5.2.11 Jarak Tempat Tinggal ke Lokasi Industri ........... 5.2.12 Jarak Tempat Tinggal ke Lokasi Kerja .............. 5.2.13 Jarak Tempat Tinggal ke Pasar .......................... 5.2.14 Jarak Tempat Tinggal ke Sarana Angkutan Umum .................................................................. 5.3 Penilaian Responden terhadap Lingkungan Pemukiman Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama .................... 5.3.1 Fasilitas Air Tempat Tinggal ............................... 5.3.2 Kualitas Air Tempat Tinggal ............................... 5.3.3 Tingkat Kriminalitas Tempat Tinggal .................. 5.3.4 Kondisi Keramaian Tempat Tinggal ....................
72 72 72 74 77 78 78 79
57 58
59 60 66
80 80 81 82 83 83 84 85 85 86 87 88 88 89 90 91 92
5.3.5 Kondisi Kebisingan Tempat Tinggal ................... 5.3.6 Kondisi Kebersihan Tempat Tinggal ................... 5.3.7 Kualitas Udara Tempat Tinggal ............................
93 94 95
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................
96
6.1 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Masyarakat terhadap Lingkungan Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama ................................................ 6.2 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Preferensi Masyarakat terhadap Tempat Tinggal Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama .............................................. 6.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan WTP Responden Untuk Perbaikan Kualitas Lingkungan Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama .............................................. 6.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Willingness to Pay Responden ................................................................... 6.5 Besarnya Nilai WTP dan Estimasi Bid Curve .................... 6.6 Alternatif Kebijakan Lingkungan sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama ...........................................................
96
103
109 118 128 131
VII. KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................
136
7.1 Kesimpulan ......................................................................... 7.2 Saran ....................................................................................
136 137
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
139
LAMPIRAN ..........................................................................................
141
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1`
Metode Analisis Data Berdasarkan Tujuan Penelitian .............
56
2
Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan Formal Terakhir ...
73
3
Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur .......................................
73
4
Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Pokok ........
74
5
Jumlah Kepala Keluarga Menurut Tingkat Kesejahteraan di Kelurahan Utama ......................................................................
74
6
Prasarana Transportasi Darat ....................................................
75
7
Prasarana Air Bersih .................................................................
76
8
Kelembagaan Ekonomi .............................................................
76
9
Prasarana Pendidikan ................................................................
76
10
Prasarana Kesehatan .................................................................
77
11
Hasil Analisis Uji Chi-Square dan Rank Spearman FaktorFaktor yang Berhubungan dengan Persepsi Responden terhadap Lingkungan ..................................................................
96
Hasil Analisis Uji Chi-Square dan Rank Spearman FaktorFaktor yang Berhubungan dengan Preferensi Responden terhadap Tempat Tinggal ............................................................
103
13
Hasil Analisis Nilai WTP Responden .......................................
121
14
Distribusi WTP Responden Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama ......................................................................
129
12
DAFTAR GAMBAR Nomor 1
2 3
4 5
6 7 8 9 10 11 12 13 14
15
Halaman Diagram Alir Analisis Preferensi, Persepsi, dan Willingness to Pay Pemukiman Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama ..
53
Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Usia Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama (2009) ..............................
78
Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama (2009) ..................
79
Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Anak Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama (2009) ...................
80
Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Pendapatan/Bulan Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama (2009) ..................
81
Karakteristik Responden Berdasarkan Sumber Pendapatan Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama (2009) ..................
82
Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Pengeluaran Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama (2009) ..................
82
Karakteristik Responden Berdasarkan Kategori Penduduk Sekitar Kawasan Industridi Kelurahan Utama (2009) ...................
83
Karakteristik Responden Berdasarkan Status Tempat Tinggal Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama (2009) ..................
83
Karakteristik Responden Berdasarkan Status Tempat Tinggal Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama (2009) ..................
84
Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Tinggal di Tempat Tinggal Saat Ini di Kelurahan Utama (2009) ..................................
85
Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak Tempat Tinggal ke Lokasi Indusri di Kelurahan Utama (2009) ...................................
86
Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak Tempat Tinggal ke Lokasi Kerja di Kelurahan Utama (2009) ......................................
87
Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak Tempat Tinggal ke Pasar di Kelurahan Utama (2009) ..................................................
87
Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak Tempat Tinggal ke Sarana Angkutan Umum di Kelurahan Utama (2009) ...................
88
16
17 18 19 20 21 22 23
Karakteristik Lingkungan Tempat Tinggal Responden Berdasarkan Fasilitas Air Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama (2009) .................................................................................
90
Kualitas Air di Tempat Tinggal Responden Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama (2009) ..............................................
90
Kondisi Keamanan Tempat Tinggal Responden Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama (2009) ..............................
92
Kondisi Keramaian Responden Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama (2009) ................................................................
93
Kondisi Kebisingan Tempat Tinggal Responden Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama (2009) ..............................
94
Kondisi Kebersihan Tempat Tinggal Responden Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama (2009) ..............................
94
Kondisi Udara Tempat Tinggal Responden Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama (2009) ..............................................
95
Kurva WTP Masyarakat sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama .............................................................................................
130
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1
Halaman Peta Daerah Penelitian di Kelurahan Utama, Kota Cimahi Selatan .......................................................................................
141
Output Chi-Square Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Masyarakat tentang Lingkungan Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama .......................................................
142
Output Rank Spearman Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Masyarakat tentang Lingkungan Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama ......................................
148
Output Chi-Square Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Preferensi Responden terhadap Tempat Tinggal Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama .....................................
150
Output Rank Spearman Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Preferensi Responden terhadap Tempat Tinggal Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama ..........................
158
Hasil Output Chi-Square Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kesediaan WTP Untuk Perbaikan Kualitas Lingkungan Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama ....
162
Hasil Output Rank Spearman Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kesediaan WTP Untuk Perbaikan Kualitas Lingkungan ..................................................................
171
8
Hasil Output Linear Berganda Besar WTP Responden ............
175
9
Keterangan Skala Jawaban Responden .....................................
176
10
Tabel Chi-Square ......................................................................
177
2
3
4
5
6
7
I. 1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu kegiatan yang bersifat jangka panjang dan
untuk mencapai sasarannya diperlukan suatu proses yang dilaksanakan secara bertahap. Tiap tahapan mempunyai sasaran yang sama, yaitu untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat seperti tertuang dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), bahwa pembangunan harus mampu mewujudkan masyarakat yang sejahtera baik material maupun spiritual. Hal tersebut menunjukan pembangunan tidak hanya untuk kesejahteraan pada sekelompok masyarakat tertentu tetapi juga ditujukan untuk kesejahteraan seluruh golongan masyarakat. Salah satu alternatif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah pembangunan
di
sektor
industri.
Pembangunan
sektor
industri
dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, antara lain menciptakan berbagai lapangan pekerjaan baru, dan mendorong pertumbuhan sektor lain (backward and forward lingkage) baik hulu maupun hilir. Industri merupakan suatu kegiatan ekonomi yang melaksanakan suatu proses perubahan bentuk bahan baku maupun barang setengah jadi menjadi barang jadi yang bermanfaat bagi masyarakat serta mempunyai nilai tambah yang lebih tinggi. Pembangunan sektor industri selama ini mengalami kemajuan pesat. Kondisi ini dapat dilihat dari keberadaan kawasan industri yang sudah merambah ke wilayah pedesaan. Pembangunan industri di wilayah pedesaan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat desa, khususnya yang berada di sekitar kawasan industri. Industrialisasi pedesaan dapat berfungsi sebagai mediator (alat
pertumbuhan) pada periode tertentu pada kehidupan masyarakat (Saith 1982, diacu dalam Sajogyo 1989). Pembangunan industri di wilayah pedesaan sebagai bagian dari proses pembangunan nasional dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, telah membawa perubahan terhadap kehidupan masyarakat desa. Perubahan tersebut meliputi dampak pembangunan industri terhadap sosial ekonomi masyarakat serta lingkungan sekitar industri. Dampak pembangunan industri di wilayah pedesaan terhadap aspek sosial ekonomi meliputi perubahan mata pencaharian penduduk dari sektor pertanian menjadi sektor industri dan perdagangan, dampak lainnya terbukanya kesempatan kerja yang lebih luas bagi masyarakat setempat maupun masyarakat pendatang. Dampak pembangunan industri di wilayah pedesaan terhadap lingkungan dapat memberi pengaruh negatif terhadap kelangsungan hidup masyarakat desa. Dampak negatif dari pembangunan industri yaitu terjadinya pencemaran lingkungan seperti polusi air, polusi tanah, dan lain-lain yang membahayakan kelangsungan hidup semua makhluk. Pencemaran lingkungan yang disebabkan polusi air yaitu sungai-sungai kecil ataupun air tanah yang ada saat ini sudah terkontaminasi oleh zat-zat kimia yang berasal dari pembuangan limbah industri, polusi udara yang menyebabkan udara berbau tidak sedap yang menggangggu pernapasan. Pembangunan industri yang berada dalam lingkungan pedesaan akan menyebabkan terjadinya perubahan fisik, demografi, dan kehidupan ekonomi yang dapat menimbulkan perubahan pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat (Soeratmo, 1998). Untuk itu setiap pembangunan industri harus memperhitungkan 2
dampak yang mungkin ditimbulkan. Oleh karena itu, dampak negatif dan positif dari adanya industri berpengaruh pada kualitas lingkungan pemukiman di sekitar kawasan industri. Aktivitas industri menghasilkan dampak positif bagi masyarakat. Pengaruh positifnya adalah menciptakan keanekaragaman kehidupan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja baru yang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat, sedangkan pengaruh negatif dari pembangunan industri adalah terjadinya pencemaran lingkungan seperti polusi air, polusi udara, polusi tanah, dan lain-lain yang membahayakan kelangsungan hidup semua makhluk. Kebersihan lingkungan akan sangat menentukan kenyamanan seseorang untuk tetap tinggal di tempat tersebut, tapi ada juga masyarakat yang tidak mampu menentukan sendiri tempat tinggalnya. Hal ini disebabkan oleh tingkat kemiskinan dan semakin besarnya tingkat kebutuhan masyarakat terhadap lahan. Kondisi tersebut akan mendorong masyarakat untuk kurang memperhatikan keselamatan dan kenyamanan lingkungan dalam memilih tempat tinggalnya. Fenomena tersebut terjadi pada pemukiman sekitar kawasan industri di Kelurahan Utama, Kota Cimahi, dimana dengan adanya kawasan tersebut menyebabkan kualitas lingkungan rendah, akan tetapi dengan adanya industri akan berdampak positif terhadap kehidupan masyarakat sekitar yang bermukim di dekat kawasan industri tersebut. Penelitian ini melihat dari sisi lingkungan sebagai dampak aktivitas industri yang ditunjukkan pada partisipasi masyarakat untuk perbaikan kualitas lingkungan dan besarnya biaya yang bersedia dibayarkan masyarakat sebagai bentuk dari kepedulian masyarakat terhadap lingkungan.
3
1.2
Perumusan Masalah Salah satu lokasi yang menjadi pusat pertumbuhan sektor industri adalah
Kelurahan Utama. Kawasan industri Kelurahan Utama merupakan kawasan industri terbesar di Kota Cimahi1. Pembangunan industri yang terdapat di Kelurahan Utama di satu sisi menciptakan lapangan kerja baru, namun di sisi lain pembangunan industri juga menyebabkan terjadinya gangguan terhadap kualitas lingkungan. Penurunan terhadap kualitas lingkungan akibat industri akan menyebabkan masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan industri tersebut mempunyai persepsi dan preferensi tersendiri adanya industri. Penelitian ini juga membahas tentang perkiraan biaya yang bersedia masyarakat bayar agar lingkungan pemukiman menjadi lebih baik dengan menggunakan Contingent Valuation Method. Nilai Willingness To Pay (WTP) yang dihasilkan merupakan kepedulian dan kecintaan masyarakat terhadap lingkungan. Hal ini dikarenakan masyarakat juga mendapatkan pengaruh positif dari adanya kawasan industri sehingga perbaikan kualitas lingkungan merupakan tanggung jawab bersama, yaitu masyarakat, pihak swasta dan juga pemerintah. Nilai WTP masyarakat juga menunjukan besar keinginan masyarakat untuk kenyamanan tempat tinggal. Berdasarkan uraian tersebut, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap kualitas lingkungan sekitar kawasan industri di Kelurahan Utama?
1
Laporan Tahunan Kota Cimahi tahun 2009
4
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi preferensi masyarakat terhadap tempat tinggal sekitar kawasan industri di Kelurahan Utama? 3. Bagaimana kesediaan masyarakat Kelurahan Utama untuk membayar agar lingkungan di sekitar tempat tinggal tersebut menjadi lebih baik? 4. Bagaimana alternatif kebijakan agar terjadi peningkatan kualitas lingkungan sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama? 1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah, maka
penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat yang bermukim di kawasan tersebut terhadap lingkungan pemukimannya, dan preferensi masyarakat terhadap tempat tinggal di kawasan industri dimana persepsi masyarakat terhadap lingkungan sekitar kawasan industri merupakan bagian dari preferensi masyarakat terhadap tempat tinggal serta kesediaan masyarakat untuk membayar agar terjadi peningkatan kualitas lingkungan seperti yang diinginkan. Selain itu, secara umum
penelitian ini
bertujuan untuk mengefektifkan keinginan masyarakat kepada pihak swasta dan pihak pemerintah sebagai aparat Negara dalam hal pengelolaan kualitas lingkungan pemukiman sekitar kawasan industri. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam mengenai keberadaan industri mempengaruhi perubahan lingkungan pada masyarakat pedesaan (apakah kehadiran industri berdampak pada lingkungan di sekitarnya). Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap kualitas lingkungansekitar kawasan industri di Kelurahan Utama. 5
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi masyarakat terhadap tempat tinggal sekitar kawasan industri di Kelurahan Utama. 3. Mengkaji kesediaan masyarakat Kelurahan Utama untuk membayar agar lingkungan di sekitar tempat tinggal tersebut menjadi lebih baik. 4. Menyusun alternatif kebijakan agar terjadi peningkatan kualitas lingkungan sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama. 1.4
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat diantaranya:
1. Bagi akademisi dan peneliti khususnya di dalam pengembangan Contingent Valuation Method yang terkait dengan lingkungan. 2. Bagi pemerintah Kota Cimahi, agar turut memperhatikan kenyamanan lingkungan pemukiman sekitar kawasan industri di Kelurahan Utama dan sebagai bahan pertimbangan kebijakan untuk meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan akibat adanya aktivitas industri, terutama yang ada di Kelurahan Utama. 3. Bagi Swasta (pengembang) sebagai bahan pertimbangan untuk perencanaan program kepedulian terhadap lingkungan akibat dari kegiatan industri. 1.5
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Wilayah
penelitian dibatasi pada wilayah pemukiman sekitar kawasan industri yang berada di Kelurahan Utama, Kota Cimahi; (2) Objek penelitian adalah masyarakat yang tinggal di wilayah penelitian sebagai responden; (3) Responden adalah kepala keluarga yang bermukim sekitar kawasan industri di Kelurahan Utama.
6
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep dan Definisi
2.1.1
Perumahan dan Pemukiman Menurut Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia (KBBI), rumah adalah
bangunan untuk tempat tinggal manusia, sedangkan pemukiman dapat diartikan sebagai kumpulan tempat tinggal yang membentuk sebuah kesatuan yang disertai dengan aktivitas di dalamnya. Aktivitas tersebut dapat berupa aktivitas sosial maupun aktivitas ekonomi. Aktivitas sosial adalah aktivitas penduduk di dalam rangka menjalin kehidupan sosial dengan penduduk lainnya sedangkan aktivitas ekonomi ditunjukkan dengan aktivitas pemenuhan kebutuhan hidup atau ekonomi penduduk. Pengertian
dasar
pemukiman
dalam
Undang-Undang
No.4/1992
dimaksudkan sebagai suatu kelompok yang memiliki fungsi lingkungan tempat hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan. Sarwono, diacu dalam Wahyuningsih (2003) memilah antara rumah dan perumahan. Rumah adalah
suatu
bangunan
dimana
manusia
tinggal
dan
melangsungkan
kehidupannya. Selain itu rumah juga merupakan tempat dimana berlangsungnya proses sosialisasi pada saat seorang individu diperkenalkan kepada norma dan adat kebiasaan yang berlaku di dalam suatu masyarakat. Tidak mengherankan apabila masalah rumah menjadi sangat penting bagi setiap individu, karena individu selalu akan tinggal dalam suatu masyarakat, maka dalam setiap masyarakat akan terdapat rumah-rumah yang menampung kebutuhan warganya. Perumahan merupakan daerah dimana terdapat sekelompok rumah. Setiap perumahan memiliki sistem nilai dan kebiasaan yang berlaku bagi setiap 7
warganya. Sistem nilai tersebut berbeda antara suatu perumahan dengan perumahan lainnya. Beberapa landasan yang tidak dapat diabaikan dalam membahas aspek kebijakan perumahan dan pemukiman di Negara kita yaitu Undang-Undang Pokok Agraria No.5/1960, Undang-Undang No.23/1997 tentang lingkungan hidup, Undang-Undang No.24/1992 tentang penataan ruang dan Undang-Undang No.4/1992 tentang perumahan dan pemukiman. Lingkungan pemukiman diartikan sebagai kesatuan dari beberapa tempat tinggal/rumah yang didukung dengan sarana dan prasarana yang mendukung di dalamnya, misalnya sarana jalan, taman, tempat ibadah, pendidikan, kesehatan, perkantoran, perniagaan, dan sebagainya. Selain itu, lingkungan pemukiman dapat meliputi aspek fisik maupun non fisik. Aspek fisik meliputi sarana dan prasarana yang ada, sedangkan aspek non fisik merupakan kualitas lingkungan pemukiman tersebut, misalnya kenyamanan dan tingkat kesehatan. Menurut Silas (2002), aspek yang paling dominan mempengaruhi perumahan masa kini adalah keberlanjutannya (sustainability). Aspek ini tampak sederhana tapi aspek ini merupakan sebuah konsep yang rumit. Rumah yang berkelanjutan harus memenuhi lima syarat dasar yang dinikmati oleh penghuni saat ini serta yang akan datang, yaitu: 1. Mendukung peningkatan mutu produktivitas kehidupan penghuni baik secara sosial, ekonomi, dan politik. Artinya setiap anggota penghuni terinspirasi untuk melakukan tugasnya lebih baik. 2. Tidak menimbulkan gangguan lingkungan dalam bentuk apapun sejak pembangunan, pemanfaatan dan apabila harus dimusnahkan. Ukuran yang 8
dipakai terhadap gangguan yang terjadi terhadap lingkungan adalah efektifitas konsumsi energi. 3. Mendukung peningkatan mobilitas kesejahteraan penghuninya secara fisik dan spiritual. Berarti penghuni mengalami peningkatan mutu kehidupan fisik dan non fisik. 4. Menjaga keseimbangan antara perkembangan antara perkembangan fisik rumah dengan mobilitas sosial ekonomi penghuninya. Pada awalnya keadaan fisik rumah lebih tinggi dari keadaan non fisik, namun ini berbalik setelah penghuni mapan di rumah tersebut. 5. Membuka peran penghuni/pemilik yang besar dalam pengambilan keputusan terhadap proses pengembangan rumah dan rukun warga tempat berinteraksi dengan tetangga. Keberadaaan dan kondisi lingkungan pemukiman sangat ditentukan dengan aktivitas yang ada di dalamnya. Pemukiman dengan aktivitas yang cukup tinggi (misalnya aktivitas ekonomi yang pesat) dapat menyebabkan kualitas lingkungan pemukiman tersebut menurun jika tidak disertai perencanaan dan pemukiman yang baik. Sebaliknya, pemukiman dengan aktivitas yang masih rendah cenderung mempunyai kualitas lingkungan pemukiman yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan kualitas lingkungan pemukiman di kawasan industri dengan kawasan pegunungan. 2.1.2
Kawasan Industri Industri adalah suatu kegiatan ekonomi yang mengubah suatu barang dasar
secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau barang setengah jadi dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang 9
lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir (BPS 2002, diacu dalam Imanuson 2008). Sedangkan industrialisasi diartikan sebagai penggunaan produk sektor manufaktur dalam proses produksi dan pengolahan dari sektor pertanian dan ekstraktif lain serta pemanfaatan produk tersebut sebagai input pada sektor jasa. Kumpulan dari beberapa industri beserta aktivitas industri tersebut dikatakan sebagai kawasan industri. Kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan di kawasan industri yang telah memiliki izin usaha kawasan industri (Marpaung 1987, diacu dalam Imanuson 2008). Kawasan industri merupakan suatu zona/wilayah yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai kegiatan industri. Zona perindustrian tersebut terdapat industri yang sifatnya individual (yang berdiri sendiri) dan industriindustri yang sifatnya mengelompok dalam kawasan industri (industrial estate). Kawasan industri terdapat di perkotaan maupun pedesaan dimana pengembangan kawasan infrastruktur mampu menunjang usaha-usaha produksi di kawasan tersebut. Penelitian ini bertempat di kawasan industri yang terletak di Kelurahan Utama. Menurut Saith (1982), diacu dalam Sajogyo (1989), bahwa industrialisasi pedesaan adalah suatu bentuk transisi antara industri yang sifatnya mengikuti industri modern, dimana industrialisasi pedesaan dapat berfungsi sebagai mediator (alat pertumbuhan) pada periode tertentu pada kehidupan masyarakat pedesaan yang berperan sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya absorsi tenaga kerja untuk mengurangi jumlah penduduk miskin pedesaan. 10
Kawasan industri pedesaan mengandung arti yang dinamis dan keterkaitan, secara dinamis kawasan industri pedesaan berarti perkembangan industri baik secara horizontal maupun vertikal dan berkesinambungan di daerah pedesaan dimana perkembangan industri secara horizontal adalah diversifikasi jenis industri dalam suatu rangkaian yang saling berhubungan melalui inputoutput. Berdasarkan pengertian di atas, maka jenis industri yang dapat dikembangkan untuk industrialisasi pedesaan haruslah berkemampuan yang tinggi untuk mendorong perkembangan industri-industri yang lainnya. Di Indonesia kawasan industri pedesaan cenderung diartikan sebagai bagian dari alat pembangunan pedesaan (dengan ukuran industri kecil dan rumah tangga) dan bukan bagian pembangunan industri yang berfungsi meningkatkan produktifitas ekonomi. Hal ini tercermin pada penempatan fungsi industri kecil dan rumah tangga dalam rencana Departemen Perindustrian dalam pelita V. Kawasan industri pedesaan mendorong pertumbuhan pedesaan dengan mendiversifikasi sumber pendapatan, meningkatkan dampak pertumbuhan permintaan di dalam atau di luar suatu daerah, meningkatkan kesempatan kerja baru, dan lain sebagainya. Secara garis besar bahwa proses industri pedesaan dapat digolongkan menjadi dua yaitu, industri mengolah hasil-hasil pertanian dan industri yang mengolah selain hasil-hasil pertanian atau industri yang melayani kebutuhan lokal yang didasarkan pada sumberdaya lokal. 2.1.3
Pertumbuhan Ekonomi dan Kualitas Lingkungan Pertumbuhan ekonomi
merupakan syarat
mutlak bagi
perbaikan
kesejahteraan dan peningkatan kualitas hidup manusia. Salah satu pendukung untuk terjadinya pertumbuhan ekonomi
yang diinginkan perlu adanya 11
perkembangan teknologi yang menunjang industri. Peranan teknologi yang mendukung perkembangan industri dengan menempatkan industri tersebut dalam suatu lokasi, pada kenyataannya menimbulkan limbah yang selalu dihasilkan oleh kegiatan industri maupun proses konsumsi dari produk-produk industri itu (Soerjani et. al, 1987). Meningkatnya kegiatan industri makin beraneka dan makin besar volume limbah yang dihasilkan sehingga akan terjadi perubahan besar dalam lingkungan hidup, yang selanjutnya menimbulkan resiko menurunnya kualitas lingkungan hidup yang pada akhirnya mempengaruhi kesehatan masyarakat. Menurut Soemarwoto (1985), kualitas lingkungan hidup ada kaitannya dengan kualitas hidup, yaitu kualitas lingkungan yang baik terdapat potensi untuk berkembangnya kualitas hidup yang tinggi. Namun kualitas hidup sifatnya subjektif dan relatif, begitu juga dengan kualitas lingkungan sifatnya juga subjektif dan relatif. Kualitas hidup dapat diukur dengan 3 kriteria. Pertama, derajat dipenuhinya kebutuhan untuk hidup sebagai makhluk hayati. Kebutuhan ini bersifat mutlak dan didorong oleh keinginan manusia untuk menjaga kelangsungan hidup hayatinya. Kebutuhan ini terdiri atas udara dan air yang bersih, pangan dan kesempatan untuk mendapatkan keturunan serta perlindungan terhadap serangan penyakit. Kedua, derajat dipenuhinya kebutuhan untuk hidup manusiawi. Dalam kebutuhan ini antara lain pendidikan, agama, seni, kebudayaan serta peran serta untuk ikut mengambil keputusan dalam hal menentukan nasib dirinya, keluarganya dan masyarakatnya. Ketiga, derajat kebebasan untuk memilih yang dibatasi oleh hukum baik yang tertulis maupun tidak tertulis, seperti kebebasan memilih agama dan pendidikan. Berdasarkan studi Seneca et al, diacu 12
dalam Suparmoko (1989) faktor-faktor pertumbuhan ekonomi menunjukkan bahwa sumbangan pertumbuhan tenaga kerja terhadap peningkatan produksi barang dan jasa hanya sekitar
sampai
dari pertumbuhan produksi setinggi 3
persen sampai 4 persen per tahun. Ini berarti bahwa pertumbuhan jumlah penduduk hanya menyumbang sedikit saja terhadap pertambahan pencemaran lingkungan. Sehubungan dengan hal-hal yang diuraikan di atas, maka dari setiap proyek/industri yang dibangun di suatu wilayah diharapkan dapat diciptakan berbagai sumber kehidupan yang beraneka ragam. Hal ini selanjutnya berguna untuk menunjang kualitas hidup masyarakat setempat. 2.1.4
Persepsi dan Preferensi Porteus (1977) mengungkapkan bahwa persepsi merupakan proses secara
sadar dari stimulus. Lebih lanjut diungkapkan bahwa persepsi kita tergantung dari kemampuan psikologis serta kekuatan melihat, merasakan, mencium, mendengar dan meraba. Persepsi masyarakat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah nilai-nilai dalam diri yang dipadukan dengan hal-hal yang ditangkap panca indera pada proses melihat, meraba, mencium, mendengar dan merasakan. Faktor tersebut kemudian dikombinasikan dengan faktor eksternal yaitu keadaan lingkungan fisik dan sosial yang kemudian menjadi respon dalam bentuk tindakan. Menurut Effendy (1984), persepsi adalah penginderaan terhadap kesan yang timbul dari lingkungannya. Daya persepsi seseorang dapat diperkuat oleh adanya pengetahuan dan pengalaman. Semakin sering seseorang menempatkan diri dalam komunikasi, akan semakit kuat daya persepsinya. Secara umum 13
persepsi seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: (1) diri orang yang bersangkutan (sikap, motivasi, kepentingan, pengalaman dan harapan; (2) sasaran persepsi (orang, benda atau peristiwa); (3) situasi (keadaan lingkungan) Preferensi adalah kecenderungan untuk memilih sesuatu yang lebih disukai daripada yang lain. Menurut Porteus (1977), preferensi merupakan bagian dari komponen pembuatan keputusan dari seseorang individu. Secara lengkap komponen-komponen tersebut adalah persepsi, sikap, nilai dan kecenderungan. Komponen tersebut saling mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan. Porteus (1977) mengemukakan bahwa studi perilaku individu dapat digunakan oleh ahli lingkungan dan para desainer untuk menilai keinginan pengguna (user) terhadap suatu objek yang akan direncanakan. Dengan melihat preferensi dapat memberikan masukan bagi bentuk partisipasi dalam proses perencanaan. Preferensi seseorang dalam menentukan lokasi tempat tinggal dipengaruhi oleh keberadaan lingkungan pemukiman yang mempunyai karakteristik berbedabeda. Sebuah tempat tinggal akan dipilih berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria tersebut disesuaikan dengan kondisi individu yang tinggal di tempat tersebut. Beberapa kriteria yang dijadikan pertimbangan untuk memilih tempat tinggal adalah harga tempat tinggal, fasilitas yang disediakan, aksesibilitas, dan kesesuaian tata ruangnya. Harga tempat tinggal tidak menjadi faktor utama. Hal ini dikarenakan harga juga ditentukan dengan fasilitas yang ada, aksesibilitas serta kesesuaian tata ruangnya. Semakin lengkap fasilitas yang ditawarkan, maka seseorang cenderung untuk memilihnya. Demikian juga jika aksesibilitas dan kesesuaian tata ruangnya tinggi maka seseorang cenderung untuk memilihnya. 14
Faktor lain yang turut menentukan seseorang untuk memilih tempat tinggal adalah faktor lingkungan. Faktor lingkungan tersebut adalah kebersihan dan kenyamanan tempat tinggal. Kebersihan ditunjukkan dengan tempat tinggal yang bersih dari polusi, baik udara maupun air. Tempat tinggal yang tidak bersih dari polusi akan rentan menimbulkan berbagai penyakit. Polusi udara dapat menimbulkan alergi, penyakit paru-paru, penyakit tenggorokan dan gangguan kesehatan lainnya. Sedangkan polusi air dapat mengakibatkan konsumsi air yang tidak sehat. Kenyamanan ditunjukkan dengan tempat tinggal yang bebas dari berbagai kebisingan dan keramaian. Kenyamanan lingkungan akan sangat menentukan kenyamanan seseorang untuk tetap tinggal di tempat tersebut. Selain itu, kenyamanan tempat tinggal juga ditunjukkan dengan kondisi udara yang sehat. Sirkulasi udara yang ada berjalan dengan baik. Kenyamanan tersebut akan berdampak kepada kenyamanan seseorang di dalam aktivitasnya. 2.2
Tinjauan Teoritis
2.2.1
Konsep Willingness to Pay Willingness to pay (WTP) atau kesediaan untuk membayar adalah
kesediaan individu untuk membayar terhadap suatu kondisi lingkungan atau penilaian terhadap sumberdaya alam dan jasa alami dalam rangka memperbaiki kualitas lingkungan. WTP dihitung seberapa jauh kemampuan setiap individu atau masyarakat secara agregat untuk membayar atau mengeluarkan uang dalam rangka memperbaiki kondisi lingkungan agar sesuai dengan standar yang diinginkan. WTP merupakan nilai kegunaan potensial dari sumberdaya alam dan jasa lingkungan (Hanley and Spash, 1993). 15
Beberapa pendekatan yang digunakan dalam WTP untuk menghitung peningkatan atau kemunduran kondisi lingkungan adalah: 1. Menghitung biaya yang bersedia dikeluarkan oleh individu untuk mengurangi dampak negatif pada lingkungan karena adanya suatu kegiatan pembangunan. 2. Menghitung pengurangan nilai atau harga dari suatu barang akibat semakin menurunnya kualitas lingkungan. 3. Melalui suatu survey untuk menentukan tingkat kesediaan masyarakat untuk membayar dalam rangka mengurangi dampak negatif pada lingkungan atau untuk mandapatkan lingkungan yang lebih baik. Penghitungan WTP dapat dilakukan secara langsung (direct method) dengan melakukan survey, dan secara tidak langsung (indirect method), yaitu penghitungan terhadap nilai dari penurunan kualitas lingkungan yang telah terjadi. Terdapat empat metode bertanya (Elicitaion Method) yang digunakan untuk memperoleh penawaran besarnya nilai WTP responden (Hanley and Spash, 1993), yaitu: 1. Metode tawar menawar (bidding game) Metode ini dilaksanakan dengan menanyakan kepada responden apakah bersedia membayar sejumlah uang tertentu yang diajukan sebagai titik awal (starting point). Jika “ya”, maka besarnya nilai uang dinaikan sampai ke tingkat yang disepakati. 2. Metode pertanyaan terbuka (open-ended question) Metode ini dilakukan dengan menanyakan langsung kepada responden berapa jumlah maksimal uang yang ingin dibayarkan atas perubahan kualitas lingkungan. 16
3. Metode kartu pembayaran (payment card) Metode ini menawarkan kepada responden suatu kartu yang terdiri dari berbagai nilai kemampuan untuk membayar dimana responden tersebut dapat memilih nilai maksimal atau minimal yang sesuai dengan preferensinya. Untuk menggunakan metode ini, diperlukan pengetahuan statistik yang relatif baik. 4. Metode pertanyaan pilihan dikotomi (dichotomous choice) Metode ini menawarkan responden sejumlah uang tertentu dan menanyakan apakah responden mau membayar atau tidak sejumlah uang tersebut untuk memperoleh peningkatan kualitas lingkungan tertentu. Selain keempat metode tersebut, terdapat pula metode bertanya contingent ranking. Dengan metode ini, responden tidak ditanya secara langsung berapa nilai yang ingin dibayarkan, tetapi responden diperlihatkan ranking dari kombinasi kualitas lingkungan yang berbeda dan nilai moneternya kemudian diminta mengurut beberapa pilihan dari yang paling disukai sampai yang paling tidak disukai. 2.2.2
Konsep Contingent Valuation Method Contingent Valuation Method (CVM) diperkenalkan oleh Davis (1963).
CVM merupakan suatu metode yang memungkinkan untuk memperkirakan nilai ekonomi dari suatu komoditi yang tidak diperdagangkan dalam pasar. Contingent Valuation Method menggunakan pendekatan secara langsung yang pada dasarnya menanyakan kepada masyarakat mengenai berapa besar nilai maksimum dari WTP untuk manfaat tambahan atau berapa besar nilai maksimum dari WTA sebagai kompensasi dari kerusakan barang lingkungan. Dalam penelitian akan ditanyakan secara langsung kesediaan untuk membayar (WTP) kepada 17
masyarakat pemukiman di Kawasan Industri Kelurahan Utama dengan titik berat preferensi individu mengenai publik goods yang penekanannya pada standar nilai uang (Hanley and Spash, 1993). Tujuan dari CVM adalah untuk menghitung nilai atau penawaran barang publik yang mendekati nilai sebenarnya, jika pasar dari publik goods benar-benar ada. Pasar hipotetis (kuesioner dan responden) sedapat mungkin mendekati kondisi pasar yang sebenarnya. Responden harus mengenal dengan baik barang yang ditanyakan dalam kuesioner dan alat hipotetis yang digunakan untuk pembayaran, seperti pajak dan biaya masuk secara langsung, yang juga dikenal sebagai alat pembayaran. Kuesioner CVM meliputi tiga bagian, yaitu: 1) penulisan detail tentang benda yang dinilai, persepsi penilaian publik goods, jenis kesanggupan dan alat pembayaran; 2) pertanyaan tentang WTP yang diteliti; 3) pertanyaan tentang karakteristik sosial demografi responden seperti usia, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan lain-lain. Sebelum meyusun kuesioner terlebih dahulu dibuat skenario yang diperlukan dalam rangka membangun suatu pasar hipotetis publik goods yang menjadi pengamatan. Selanjutnya dilakukan pembuktian pasar hipotetis menyangkut pertanyaan perubahan kualitas lingkungan yang dijual atau dibeli. Asumsi dasar dari metode CVM ini adalah bahwa responden memahami benar pilihan masing-masing dan cukup familiar atau mengetahui kondisi lingkungan yang dinilai, dan apa yang dikatakan orang adalah sungguh-sungguh apa yang dilakukan jika pasar untuk publik goods (lingkungan) benar-benar terjadi.
18
2.2.2.1 Keunggulan dan Keterbatasan Contingent Valuation Method Beberapa studi mengenai valuasi ekonomi yang menggunakan CVM menunjukkan bahwa penggunaan metode ini terdapat beberapa keunggulan dan kelemahan yang perlu diperhatikan dalam penggunaannya. Keunggulankeunggulan dari penggunaan CVM, yaitu: 1. Dapat diaplikasikan pada semua kondisi dan memiliki dua hal yang penting, yaitu: seringkali menjadi hanya satu-satunya teknik untuk mengestimasi manfaat, dapat diaplikasikan pada berbagai konteks kebijakan lingkungan. 2. Dapat digunakan dalam berbagai macam penilaian barang-barang lingkungan di sekitar masyarakat. 3. Dibandingkan dengan teknik penilaian yang lain, CVM memiliki kemampuan untuk mengestimasi nilai non pengguna. Dengan CVM, seseorang mungkin dapat mengukur utilitas dari penggunaan barang lingkungan bahkan jika digunakan secara langsung. 4. Kapasitas CVM dapat menduga “nilai non pengguna” (non-use value). 5. Responden dapat dipisahkan ke dalam kelompok pengguna dan non pengguna sesuai dengan informasi yang didapatkan dari kegiatan wawancara. Sehingga memungkinkan perhitungan nilai tawaran pengguna dan non pengguna secara terpisah. Menurut Hanley and Spash (1993), keterbatasan utama dari penggunaan CVM adalah timbulnya bias. Hal tersebut terjadi jika dalam penggunaan CVM timbul nilai yang lebih tinggi (overstate) atau nilai yang lebih rendah (understate) dari nilai sebenarnya. Bias dalam CVM antara lain:
19
a. Strategis bias muncul dari ketidakjujuran responden yang mencoba memanipulasi hasil analisis dan mempengaruhi kebijakan pemerintah di masa datang. Solusi: desain survey sehingga memperkecil kemungkinan hasil survey yang dilihat sebagai sumber kebijakan di masa mendatang. b. Informatin bias muncul karena kurang lengkapnya informasi yang ditawarkan oleh pewawancara kepada responden. Solusi: desain yang hati-hati dan alat penjelas yang tepat c. Instrument bias muncul dari reaksi subjek survey pada alat pembayaran yang dipilih atau pilihan yang ditawarkan. Solusi: desain dari alat pembayaran dan aspek lain dalam pembayaran tidak mempengaruhi tanggapan subjek wawancara. d. Hypotetical bias muncul karena masalah potensial pada kondisi pasar atau kenyataan yang tidak riil dimana subjek tidak menanggapi proses survey dengan serius dan jawaban cenderung tidak memenuhi pertanyaan yang diajukan. Solusi: desain alat survey hingga memaksimisasi realitas dari situasi yang akan diuji bila perlu dengan melakukan pengulangan kembali atau dengan memberikan pilihan-pilihan sebagai konsekuensinya. e. Starting point bias muncul pada kasus permintaan penawaran salah satunya sebagai akibat terlalu lama dan panjang dalam proses wawancara. Solusi: desain alat analisis yang open ended dan starting point.
20
2.2.2.2 Organisasi dari Pengoperasian Contingent Valuation Method Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam organisasi pengoperasian CVM, yaitu: 1. Pasar hipotetik yang digunakan harus memiliki kreadibilitas dan realistis. 2. Alat pembayaran yang digunakan dan atau ukuran kesejahteraan (WTP) sebaiknya tidak bertentangan dengan aturan yang terkait di masyarakat. 3. Responden sebaiknya memiliki informasi yang cukup mengenai barang publik yang dimaksud dalam kuesioner dan alat pembayaran untuk penawaran mereka. 4. Jika memungkinkan, ukuran WTP dicari karena responden sering kesulitan dengan penentuan nilai nominal yang ingin diberikan. 5. Ukuran contoh yang cukup besar sebaiknya dipilih untuk mempermudah perolehan selang kepercayaan dan reabilitas. 6. Pengujian kebiasaan, sebaiknya dilakukan dan pengadopsian strategi untuk memperkecil strategis bias secara khusus. 7. Penawaran sanggahan sebaiknya diidentifikasi. 8. Diperlukan pengetahuan dengan pasti jika contoh memiliki karateristik yang sama dengan populasi, dan penyesuaian diperlukan. 9. Tanda parameter sebaiknya dilihat kembali untuk melihat jika mereka setuju dengan harapan yang tepat. Nilai minimum dari 15% untuk Radjusted direkomendasikan oleh Mitchell dan Carson (1989) dalam Hanley and Spash (1993).
21
2.2.3
Model Persamaan Regresi Linier Berganda Pada regresi sederhana, terdapat hubungan antara variabel bebas dengan
variabel terikat. Hubungan kedua variabel memungkinkan seseorang untuk memprediksi secara akurat variabel terikat berdasarkan pengetahuan variabel bebas, tapi situasi peramalan di kehidupan nyata tidaklah begitu sederhana. Biasanya diperlukan lebih dari satu variabel secara akurat. Model regresi yang terdiri dari satu variabel bebas disebut model regresi berganda. Asumsi utama mendasari model regresi dengan metode Ordinary Least Square (OLS) adalah sebagai berikut (Kuncoro, 2003): 1.
Model regresi linear, artinya linear dalam parameter
2.
X diasumsikan non stokastik, artinya nilai X dianggap tetap dalam sampel yang berulang.
3.
Nilai rata-rata kesalahan adalah nol, atau E(µi│Xi) = 0
4.
Homoskedastisitas, artinya varian kesalahan sama untuk setiap periode
5.
Tidak ada autokorelasi antar kesalahan (antara µi dan µj tidak ada korelasinya).
6.
Antara µ dan X saling bebas, sehingga cov (µi, µj) = 0
7.
Tidak ada multikolinearitas yang sempurna antar variabel bebas
8.
Jumlah observasi, n, harus lebih besar daripada jumlah parameter yang diestimasi (jumlah variabel bebas).
9.
Adanya variabilitas dalam nilai X, artinya nilai X harus berbeda (tidak boleh sama semua).
10. Model regresi telah dispesifikasikan secara benar.
22
Pada regresi berganda ini, variabel terikat dapat diwakili oleh Y dan variabel bebas oleh X. Pada analisis regresi berganda X dengan notasi bawah digunakan untuk mewakili variabel-variabel bebas. Variabel terikatnya dinyatakan dengan Y, dan variabel bebasnya dinyatakan dengan X1, X2, ... , Xk. Hubungan antara X dan Y dapat disebut sebagai model regresi berganda. Pada model regresi berganda, respon mean dibuat menjadi fungsi linear dari variabel penjelas (explanatory). Regresi berganda yang menghubungkan variabel dependen Y dengan beberapa variabel independen X1, X2, ... , Xk memiliki formula secara umum (Ramanathan, 1997): Yt = β1Xt1 + β2Xt2 + ... + βkXtk + µt Tanda ‟t‟ merupakan jumlah observasi dan bervariasi dari 1 sampai n. Pada regresi ini diasumsikan terdapat term gangguan berupa µt atau biasanya dikenal sebagai komponen galat. Komponen ini merupakan variabel acak yang tidak teramati, dihitung sebagai akibat dampak faktor lain pada respon dengan masing-masingnya berdistribusi normal. Koefisien regresi, β1, β2, ... , βk merupakan koefisien regresi dari masing-masing variabel independen akan mempengaruhi variabel dependennya secara positif maupun negatif. 2.2.4
Analisis Crosstabs – Chi Square Analisis Crosstab merupakan analisis dasar untuk hubungan antar variabel
kategori (nominal - ordinal) (Trihendradi, 2009). Penambahan variabel kontrol untuk mempertajam analisis sangat dimungkinkan. Crosstab data digunakan untuk mengetahui hubungan atau distribusi respons antara variabel data dalam bentuk baris dan kolom. Sedangkan analisis Crosstab – Chi Square adalah suatu 23
analisis hubungan antar variabel data nominal (Yamin, 2009). Tabulasi silang digunakan untuk menggambarkan jumlah data dan hubungan antar variabel. Selain itu, untuk menguji ada tidaknya hubungan antar variabel pengaruh dengan variabel terpengaruh dimana salah satu variabel minimal nominal dilakukan uji hipotesa dengan menggunakan rumus Chi-Square, rumus Chi-Square adalah (Walpole, 1995): χ2 = Dimana: nij = banyaknya observasi yang berada pada kategori (sel) ij Eij = banyaknya observasi harapan di bawah sel ij 2.2.5
Korelasi Bivariate dan Rank Spearman Tujuan korelasi adalah mengetahui ukuran kekuatan atau kekuatan
hubungan antara dua variabel. Koefisien korelasi mengukur kekuatan hubungan tersebut (linier) (Gujarati, 1995). Analisis hubungan antarvariabel secara garis besar ada dua, yaitu analisis korelasi dan anlisis regresi. Kedua analisis tersebut saling terkait. Analisis korelasi menyatakan derajat keeratan hubungan antarvariabel, sedangkan analisis regresi digunakan dalam peramalan variabel dependen berdasarkan variabel-variabel independennya. Analisis korelasi bivariate mencari derajat keeratan hubungan dan arah hubungan. Semakin tinggi nilai korelasi, semakin tinggi keeratan hubungan kedua variabel (Trihendradi, 2009). Nilai korelasi memiliki rentang antara 0 sampai 1 atau 0 sampai -1. Tanda positif dan negatif menunjukkan arah hubungan. Tanda positif menunjukkan arah hubungan searah. Jika satu variabel naik, variabel yang lain naik. Tanda negatif menunjukkan hubungan berlawanan. Jika satu variabel 24
naik, variabel yang lain turun. Korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel data yang berskala ordinal (Yamin, 2009). Uji Spearman ini menganalisis hubungan dua variabel dengan mengurutkan kedua variabel tersebut kemudian dicari disparitasnya (di) atau selisih variabel yang telah diurutkan. Formula koefisien korelasi Spearman adalah (Trihendradi, 2009): rs = 1 dimana: di
= disparatis atau selisih variabel X1 dan X2
X1 dan X2
= variabel yang akan diteliti
N
= banyaknya pengamatan
2.2.6
Desain Kebijakan Lingkungan pada Kawasan Industri Kebijakan lingkungan berperan penting dalam perancangan kebijakan
publik untuk perbaikan kualitas lingkungan dan harus dirancang seefektif dan seefisien mungkin. Perancangan kebijakan lingkungan menjadi semakin kompleks karena juga melibatkan proses politik. Salah satu masalah yang timbul pada pengendalian pencemaran melalui pendekatan efisiensi atau tingkat pencemaran yang optimal adalah penentu kebijakan sulit untuk menentukan tingkat pencemaran yang optimal tersebut (Fauzi, 2006). Tujuan dari kebijakan adalah sebagai pengaman terhadap lingkungan dan meminimisasi resiko kepada kesehatan manusia. Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan (Eco-Industrial Park/ Esatate) merupakan sekumpulan industri dan bisnis jasa yang berlokasi pada suatu tempat dimana pelaku di dalamnya secara bersama meningkatkan kinerja lingkungan, 25
ekonomi dan sosialnya melalui kerjasama dalam mengelola issu lingkungan dan sumberdaya. Dengan cara bekerjasama akan diperoleh manfaat bersama yang lebih besar dibanding penjumlahan manfaat yang diperoleh oleh setiap industri. Tujuan
dari
Kawasan
Industri
Berwawasan
Lingkungan
adalah
untuk
memperbaiki kinerja ekonomi bagi industri-industri di dalamnya dengan cara meminimalkan dampak lingkungannya. Pola pendekatan yang dipakai meliputi desain infrastruktur kawasan dan pabrik berwawasan lingkungan, produksi bersih, efisiensi energi, dan kemitraan antar perusahaan. Beberapa program yang berkaitan dengan pengembangan industri berwawasan lingkungan melalui (Purwanto, 2006): 1.
Eco-industrial
park
(estate)
(EIP/EIE)
–
kawasan
industri
yang
dikembangkan dan dikelola untuk mencapai manfaat lingkungan, ekonomi dan sosial sebanyak mungkin dan juga manfaat bisnis Virtual Eco-Industrial Park – industri-industri di suatu daerah yang tidak harus berada dalam sustu kawasan, namun terhubung melalui pertukaran limbah dan kerjasama pada tingkatan yang berbeda. 2. By-product exchange (BPX) – sekelompok perusahaan yang saling mempertukarkan dan menggunakan produk samping (energi, air, dan bahan) daripada membuangnya sebagai limbah. Istilah-istilah yang sering dipakai BPX adalah industrial ecosistem, by-product synergy, industrial symbiosis, industrial recycling network, green twinning, zero emission network. 3.
Eco-industrial network (EIN)- sekelompok perusahaan di suatu daerah yang bekerja sama untuk meningkatkan kinerja lingkungan, sosial dan ekonomi.
26
Konsep dasar dalam pengembangan Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan meliputi ekologi industri, produksi bersih, perencanaan kota, aristektur, dan konstruksi berkelanjutan. Beberapa dasar ekologi industri yang dipakai untuk mengembangkan Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan meliputi (Purwanto, 2006): 1.
Memadukan suatu perusahaan ke dalam ekosistem industri, menggunakan pendekatan: lingkar tertutup melalui pakai ulang dan daur ulang, memaksimalkan efisiensi pemakaian bahan dan energi, meminimisasi timbunan limbah, memanfaatkan semua limbah sebagai produk-produk potensial dan mencari pasar limbah.
2.
Menyeimbangkan masukan dan keluaran ke dalam kapasitas ekosistem alam dengan cara: mengurangi beban lingkungan yang diakibatkan oleh adanya pelepasan energi dan bahan ke lingkungan, merancang antarmuka industri dengan alam terkait dengan karakteristik dan sensitivitas (kepekaan) alam, menghindari atau meminimisasi penciptaan dan transportasi bahan-bahan berbahaya dan beracun, dengan membuatnya secara lokal bila perlu.
3.
Merekayasa ulang (re-engineer) pemakaian energi dan bahan-bahan untuk keperluan industri dengan cara: merancang ulang proses untuk mengurangi pemakaian energi, mengganti teknologi dan desain produk untuk mengurangi pemakaian bahan-bahan yang penyebarannya kurang memungkinkan untuk dilakukan pungut ulang (recapture), membuat produk menggunakan bahan sesedikit mungkin (Dematerialisasi).
4.
Penyesuaian kebijakan industri dengan perspektif jangka panjang dari evolusi sistem industri. 27
5.
Merancang sistem industri dengan kepedulian kebutuhan sosial dan ekonomi masyarakat local dengan cara: mengoptimasi peluang bisnis lokal dan pengembangan kesempatan kerja, memperkecil dampak pembangunan industri pada sistem regional melalui berbagai investasi dalam programprogram masyarakat. Kebijakan lingkungan yang telah ditetepkan oleh Pemerintah Daerah Kota
Cimahi diantaranya adalah: Peraturan Daerah Kota Cimahi No. 2 Tahun 2005 tentang Ijin Pembungan Limbah Cair dan Peraturan Daerah Kota Cimahi No. 16 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Kebersihan, Keindahan dan Kesehatan Lingkungan. Peraturan Daerah tersebut menunjukkan tindakan tegas pemerintah terhadap keberlanjutan lingkungan dengan adanya kawasan industri. 2.3
Penelitian Terdahulu Utari (2006) melakukan penelitian yang berjudul Analisis Willingness To
Pay (WTP) dan Willingness To Accept (WTA) Masyarakat Terhadap TPAS Pondok Rajeg Kabupaten Bogor. Tujuan penelitiannya adalah untuk mengkaji nilai retribusi dan nilai dana kompensasi yang bersedia diterima masyarakat serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tersebut. Nilai dugaan rataan
WTP
responden
adalah
Rp.5.600/KK/bulan,
nilai
tengah
WTP
Rp.5.200/KK/bulan, dan totalnya Rp.825.150/bulan. Nilai dugaan total WTP masyarakat adalah sebesar Rp.38.840.250/bulan dan besar surplus konsumen responden adalah Rp.5.000/bulan. Nilai WTP responden Kecamatan Cibinong dipengaruhi oleh faktor tingkat pendapatan, jumlah tanggungan, kepuasan responden terhadap pelayanan pengelolaan sampah, dan biaya yang dikeluarkan responden selain biaya retribusi kebersihan. Nilai dugaan rataan WTA responden 28
adalah Rp.37.300/KK/bulan, nilai tengah WTA Rp.35.300/KK/bulan. Nilai dugaan total WTA masyarakat adalah sebesar Rp.59.700.000/KK/bulan dan besar surplus produsen adalah Rp.2.300/bulan. Nilai WTA responden Kelurahan Pondok Rajeg dipengaruhi oleh faktor tingkatan pendapatan, jarak tempat tinggal dengan lokasi TPAS, dan tingkat gangguan yang dialami responden akibat keberadaan TPAS. Dari hasil penelitian diperoleh besarnya nilai dugaan total WTA masyarakat Kelurahan Pondok Rajeg yang lebih besar dari nilai dugaan total WTP masyarakat Kecamatan Cibinong. Penetapan kebijakan oleh pemerintah sebaiknya disesuaikan dengan keinginan masyarakat agar tidak menimbulkan konflik. Nuralim (2008) melakukan penelitian dengan judul Analisis Willingness to Pay Masyarakat Terhadap Keberadaan Hutan Rakyat (Kasus di Desa Sumberejo, Kabupaten Wonogiri, Propinsi Jawa Tengah). Tujuan penlitian ini untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap keberadaan hutan rakyat, faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk membayar (willingness to pay) jasa lingkungan (environmental service) hutan rakyat, dan besarnya nilai ekonomi dari kesediaan masyarakat untuk membayar (willingness to pay) tersebut. Hasil penelitian menunjukan berdasarkan persepsinya, responden mengetahui manfaat jasa lingkungan, seperti keindahan alam, keamanan, keersediaan air dan kesejukan akibat adanya keberadaan hutan rakyat. Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman, faktor yang berpengaruh nyata terhadap besarnya kesediaan membayar maksimun (willingness to pay) atas jasa lingkungan (environmental service) dari hutan rakyat di Desa Sumberejo adalah faktor ketersediaan air. Faktor-faktor lain seperti keindahan alam dari hutan rakyat, kesejukan atau kenyamanan akibat keberadaan 29
hutan rakyat, kualitas hutan rakyat, peran petani hutan rakyat dalam perbaikan hutan rakyat, pekerjaan, umur, pendidikan, pendapatan, dan jumlah tanggungan tidak berpengaruh nyata pada WTP. Hal ini karena faktor ketersediaan air sangat dirasakan oleh masyarakat Desa Sumberejo dibandingkan faktor-faktor lainnya. Jumlah keseluruhan WTP sebagai nilai ekonomi atas jasa lingkungan dari hutan rakyat dari 40 responden bukan pemilik hutan rakyat adalah sebesar Rp.1.290.000,00 per bulan. Ayudia (2004) melakukan penelitian mengenai Persepsi dan Preferensi Masyarakat Terhadap Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus di Perumahan Taman Yasmin, Bogor). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui persepsi dan preferensi terhadap Ruang Terbuka Hijau (RTH). Persepsi terhadap RTH meliputi fungsi, bentuk tanggung jawab, pengelolaan, luasan, elemen dan pemeliharaan RTH di Perumahan Taman Yasmin. Persepsi terhadap fungsi RTH adalah untuk mengurangi polusi (71%) dan menyediakan udara segar (71%). Bentuk RTH menurut responden adalah taman lingkungan (84%), pengelolaan RTH adalah tanggung jawab developer (79%) dan warga (78%). Luasan RTH saat ini menurut responden cukup luas (63%) tetapi pemeliharaannya masih belum baik (63%). Semua responden menyatakan membutuhkan RTH di samping memerlukan perbaikan/penambahan saran bermain (58%) dan pohon peneduh (63%). Preferensi terhadap RTH meliputi lokasi, tanaman, bentuk, dan aktivitas responden di dalam RTH. Preferensi terhadap lokasi RTH adalah sebagai milik bersama (88%). Preferensi terhadap bentuk RTH yang diinginkan adalah sebagai tempat bersosialisai (58%) yang di dalamnya terdapat tanaman atau pohon berbunga (81%). Aktivitas yang paling banyak dilakukan responden adalah jalan30
jalan (68%). Faktor identitas warga yang berpengaruh pada persepsi dan preferensi tehadap RTH adalah umur terhadap luasan dan pemeliharan RTH, pendidikan terhadap luasan dan aktivitas di RTH, serta pekerjaan terhadap aktivitas RTH. Faidillah
(1994)
melakukan
penelitian
dengan
judul
Perubahan
Lingkungan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Nanggewer Mekar, Kecamatan Cibinong Sebagai Akibat Adanya Perkembangan Kegiatan Industri. Penelitiannya bertujuan untuk mengetahui perubahan sosial ekonomi desa sebagai akibat adanya industri. Hasil penelitian menunjukan sumber mata pencaharian penduduk berasal dari sektor industri dengan konsentrasi terbesar mata pencaharian penduduk sebagai buruh industri. Sebelum ada industri petani sangat dominan (92,7 persen dari jumlah penduduk), tetapi setelah ada industri menjadi 20,1 persen dari jumlah penduduk. Rata-rata pertumbuhan sektor informal dari tahun 1985 sampai tahun 1992 mencapai 9,7 persen. Tingkat pendapatan masyarakat relatif tinggi dijumpai pada kelompok wiraswasta. Terjadi juga pertumbuhan penduduk dan peningkatan pemukiman. Hanum
(2007)
melakukan
penelitian
yang
berjudul
Kebisingan
Pemukiman Rel Kereta Api: Analisis Preferensi, Persepsi dan WTA (Kasus Desa Cilebut Timur Kabupaten Bogor Jawa Barat). Tujuannya penelitiannya yaitu untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi masyarakat Cilebut Timur dalam menyukai tempat tinggalnya dan mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat Cilebut Timur terhadap kebisingan kereta api Bogor-Jakarta. Hasil penelitian menunjukan faktor yang paling mempengaruhi kesukaan responden terhadap tempat tinggalnya adalah faktor kondisi tempat 31
tinggal, lingkungan sekitar dan keturunan/tanah warisan, sedangkan faktor yang paling mempengaruhi tingkat ketidaksukaan responden adalah kondisi tempat tinggal dan lingkungan sekitar. Variabel yang nyata mempengaruhi peluang responden menyukai/tidak menyukai tempat tinggalnya adalah pendapatan, lama tinggal, jarak ke sumber bising. Variabel yang nyata mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap kebisingan kereta api adalah lama tinggal, jarak ke sumber bising.
32
III. 3.1
Kerangka Teoritis
3.1.1
Eksternalitas
KERANGKA PEMIKIRAN
Menurut Fauzi (2006), eksternalitas didefinisikan sebagai dampak (positif atau negatif), atau dalam bahasa formal ekonomi sebagai net cost atau benefit, dari tindakan satu pihak terhadap pihak lain. Lebih spesifik lagi eksternalitas terjadi jika kegiatan produksi atau konsumsi dari satu pihak mempengaruhi utilitas (kegunaan) dari pihak lain secara tidak diinginkan, dan pihak pembuat eksternalitas tidak menyediakan kompensasi terhadap pihak yang terkena dampak. Eksternalitas merupakan fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, yang tidak terbatas pada pengelolaan sumber daya alam seperti jalan yang macet, asap rokok dari orang lain yang merokok dan asap pembakaran sampah. Friedman (1990), diacu dalam Fauzi (2006), menyatakan bahwa eksternalitas dan barang publik adalah dua cara pandang yang berbeda dalam melihat masalah yang sama. Eksternalitas yang positif melahirkan barang publik, sementara eksternalitas negatif menghasilkan barang publik “negatif”. Artinya, jika eksternalitas negatif tidak di produksi, maka akan mengahsilkan barang publik. Kula (1992) diacu dalam Fauzi (2006) menyebut tipe eksternalitas ini sebagai eksternalitas teknologi (technological externalities) karena adanya perubahan konsumsi atau produksi oleh satu pihak terhadap pihak lain yang lebih bersifat teknis. Hartwick dan Olewiler (1998), diacu dalam Fauzi (2006) menggunakan terminologi lain untuk menggambarkan eksternalitas. Eksternalitas private melibatkan hanya beberapa individu, bahkan bisa bersifat bilateral dan tidak menimbulkan spill over (limpahan) kepada pihak lain sedangkan 33
eksternalitas publik terjadi manakala barang publik dikonsumsi tanpa pembayaran yang tepat. Jenis-jenis eksternalitas berdasarkan sebab dan dampak yang dimunculkan terdiri dari: 1.
Pecuniary externality (eksternalitas yang berkaitan dengan uang), disebabkan oleh naiknya harga. Contoh: di lokasi kompleks perumahan yang baru dibangun maka harga tanah akan melonjak tinggi.
2.
Multidirectional externality (eksternalitas banyak arah): dampak yang disebabkan oleh suatu/sejumlah pihak terhadap suatu/sejumlah pihak lain.
3.
Reciprocal externality (eksternalitas resiprokal): terjadi pada situasi penggunaan common property resources dimana setiap agen memberikan dampak terhadap semua lainnya yang terlibat dalam penggunaan SDA tersebut. Eksternalitas dapat dibagi berdasarkan interaksi agen ekonomi yaitu:
1.
Producer to producer externality, terjadi jika suatu kegiatan produksi mengakibatkan perubahan atau pergeseran fungsi produksi dari produsen lain. Contoh: limbahan produsen pulp di hulu sungai dapat merugikan nelayan (produsen hilir).
2.
Producer to consumer externality, terjadi jika aktivitas suatu produsen mengakibatkan
perubahan/pergeseran
fungsi
utilitas
rumahtangga
(konsumen). Contoh: polusi suara, udara, air. 3.
Consumer to consumer externality, terjadi jika aktivitas seseorang atau sekelompok konsumen mempengaruhi fungsi utilitas konsumen lain. Contoh: polusi suara, asap rokok. 34
4.
Consumer to producer externality, terjadi jika aktivitas konsumen mengganggu fungsi suatu atau sekelompok produsen. Contoh: pembuangan limbah rumah tangga ke aliran sungai dapat memgganggu nelayan. Masalah eksternalitas pada umumnya disebabkan oleh:
1. Keberadaan Barang Publik Barang publik (public goods) adalah barang yang apabila dikonsumsi oleh individu tertentu tidak akan mengurangi konsumsi orang lain akan barang tersebut. Selanjutnya, barang publik sempurna (pure public good) didefinisikan sebagai barang yang harus disediakan dalam jumlah dan kualitas yang sama terhadap seluruh anggota masyarakat. Kajian ekonomi sumber daya dan lingkungan salah satunya menitikberatkan pada persoalan barang publik atau barang umum ini (common consumption, public goods, common property resources). Ada dua ciri utama dari barang publik ini. Pertama, barang ini merupakan konsumsi umum yang dicirikan oleh penawaran gabungan (joint supply) dan tidak bersaing dalam mengkonsumsinya (non-rivalry in consumption). Ciri kedua adalah tidak ekslusif (non-exclusion) dalam pengertian bahwa penawaran tidak hanya diperuntukkan untuk seseorang dan mengabaikan yang lainnya. Barang publik yang berkaitan dengan lingkungan meliputi udara segar, pemandangan yang indah, rekreasi, air bersih, hidup yang nyaman dan sejenisnya. Satu-satunya
mekanisme
yang membedakannya
adalah dengan
menetapkan harga (nilai moneter) terhadap barang publik tersebut sehingga menjadi bidang privat (dagang) sehingga benefit yang diperoleh dari harga itu bisa dipakai untuk mengendalikan atau memperbaiki kualitas lingkungan itu 35
sendiri. Tapi dalam menetapkan harga ini menjadi masalah tersendiri dalam analisa ekonomi lingkungan. Karena ciri-cirinya diatas, barang publik tidak diperjualbelikan sehingga tidak memiliki harga, barang publik dimanfaatkan berlebihan dan tidak mempunyai insentif untuk melestarikannya. Masyarakat atau konsumen cenderung tidak peduli dalam menentukan harga sesungguhnya dari barang publik ini. Dalam hal ini, mendorong sebagian masyarakat sebagai “free rider”. Keadaan seperti ini akhirnya cenderung mengakibatkan berkurangnya insentif atau rangsangan untuk memberikan kontribusi terhadap penyediaan dan pengelolaan barang publik. Kalaupun ada kontribusi, maka sumbangan itu tidaklah cukup besar untuk membiayai penyediaan barang publik yang efisien, karena masyarakat cenderung memberikan nilai yang lebih rendah dari yang seharusnya (undervalued). 2. Sumber Daya Bersama Keberadaan sumber daya bersama (common resources) atau akses terbuka terhadap sumber daya tertentu ini tidak jauh berbeda dengan keberadaan barang publik diatas. Sumber-sumber daya milik bersama, sama halnya dengan barang-barang publik tidak ekskludabel. Sumber-sumber daya ini terbuka bagi siapa saja yang ingin memanfaatkannya, dan tanpa biaya. Namun tidak seperti barang publik, sumber daya milik bersama memiliki sifat bersaingan. Pemanfaatannya oleh seseorang akan mengurangi peluang bagi orang lain untuk melakukan hal yang sama. Jadi, keberadaan sumber daya milik bersama ini, pemerintah juga perlu mempertimbangkan seberapa banyak pemanfaatannya yang efisien. Contoh klasik tentang bagaimana eksternalitas terjadi pada kasus sumber daya bersama ini adalah seperti yang diperkenalkan 36
oleh Hardin (1968) yang dikenal dengan istilah Tragedi Barang Umum (the Tragedy of the Commons). 3. Ketidaksempurnaan Pasar Masalah lingkungan bisa juga terjadi ketika salah satu partisipan didalam suatu tukar manukar hak-hak kepemilikan (property rights) mampu mempengaruhi hasil yang terjadi (outcome). Hal ini bisa terjadi pada pasar yang tidak sempuna (Inperfect Market) seperti pada kasus monopoli (penjual tunggal). Ketidaksempurnaan pasar ini misalnya terjadi pada praktek monopoli dan kartel. Contoh konkrit dari praktek kartel ini adalah Organisasi negaranegara pengekspor minyak (OPEC) dengan memproduksi dalam jumlah yang lebih sedikit sehingga mengakibatkan meningkatknya harga yang lebih tinggi dari normal. Pada kondisi yang demikian akan hanya berakibat terjadinya peningkatan surplus produsen yang nilainya jauh lebih kecil dari kehilangan surplus konsumen, sehingga secara keseluruhan, praktek monopoli ini merugikan masyarakat (worse-off). 4. Kegagalan Pemerintah Sumber ketidakefisienan dan atau eksternalitas tidak saja diakibatkan oleh kegagalan pasar tetapi juga karena kegagalan pemerintah (government failure). Kegagalan pemerintah banyak diakibatkan kepentingan pemerintah sendiri atau kelompok tertentu (interest groups) yang tidak mendorong efisiensi. Kelompok tertentu ini memanfaatkan pemerintah untuk mencari keuntungan (rent seeking) melalui proses politik, melalui kebijaksanaan dan sebagainya. Pencarian keuntungan (rent seeking) bisa dalam berbagai bentuk : 37
1. Kelompok yang punya kepentingan tertentu (interest groups) melakukan loby dan usaha-usaha lain yang memungkinkan diberlakukannya aturan yang melindungi serta menguntungkan. 2. Praktek mencari keuntungan bisa juga berasal dari pemerintah sendiri secara sah misalnya memberlakukan proteksi berlebihan untuk barang-barang tertentu seperti menegnakan pajak impor yang tinggi dengan alasan meningkatkan efisiensi perusahaan dalam negeri. 3. Praktek mencari keuntungan ini bisa juga dilakukan oleh aparat atau oknum tertentu yang emmpunyai otoritas tertentu, sehingga pihak-pihak yang berkepentingan bisa memberikan uang jasa atau uang pelicin untuk keperluan tertentu, untuk menghindari resiko yang lebih besar kalau ketentuan atau aturan diberlakukan dengan sebenarnya. Praktek mencari keuntungan ini membuat alokasi sumber daya menjadi tidak efisien dan pelaksanaan atuan-aturan yang mendorong efisiensi tidak berjalan dengan semestinya. Praktek jenis ini bisa mendorong terjadinya eksternalitas. Sebagi contoh, Perusahaaan A yang mengeluarkan limbah yang merusak lingkungan. Berdasarkan perhitungan atau estimasi perusahaan A harus mengeluarkan biaya (denda) yang besar (misalnya Rp. 1 milyar) untuk menanggulangi efek dari limbah yang dihasilkan itu. Pencari keuntungan (rent seeker) bisa dari perusahaan itu sendiri atau dari pemerintah atau oknum memungkinkan membayar kurang dari 1 milyar agar peraturan sesungguhnya tidak diberlakukan, dan denda informal ini belum tentu menjadi revenue pemerintah. Sehingga akhirnya dampak lingkungan yang
38
seharusnya diselidiki dan ditangani tidak dilaksanakan dengan semestinya sehingga masalahnya menjadi bertambah serius dari waktu ke waktu. 3.1.2
Kegiatan Industri dan Eksternalitas Industrialisasi yang bermula di Inggris pada abad ke-19, telah
menyebabkan memburuknya kondisi lingkungan hidup akibat pencemaran limbah yang dihasilkannya. Hal ini menimbulkan kecemasan baru bagi manusia, karena selain jumlah manusia yang semakin meningkat dan keterbatasan daya dukung alam, kondisi alam juga semakin rusak. Puncaknya adalah pada akhir abad ke-20, ketika penggunaan bahan bakar fosil (minyak, gas dan batu bara) yang semakin meningkat menimbulkan kadar gas karbondioksida dan sulfur oksida di udara meningkat, sehingga menaikkan suhu udara di bumi dan mencairkan es di kutub, sehingga akan menenggelamkan kota-kota pantai di seluruh dunia, serta pembakaran bahan bakar fosil menipiskan bahkan melubangi lapisan ozon di atas kutub, yang melindungi makhluk hidup dari radiasi ultraviolet matahari. Aktivitas dan tindakan individu pelaku ekonomi baik produsen maupun konsumen mempunyai dampak (externality) baik terhadap mereka sendiri maupun terhadap pihak lain. Eksternalitas itu dapat terjadi dari empat interaksi ekonomi berikut ini (Pearee dan Nash 1991; Bohm 1991, diacu dalam Daraba 2001) : 1. Efek atau dampak satu produsen terhadap produsen lain (effects of producers on other producers) Suatu kegiatan produksi dikatakan mempunyai dampak eksternal terhadap produsen lain jika kegiatannya itu mengakibatkan terjadinya perubahan atau penggeseran fungsi produksi dari produsen lain. Dampak atau efek yang termasuk dalam kategori ini meliputi biaya pemurnian atau 39
pembersihan air yang dipakai (eater intake clen-up costs) oleh produsen hilir (downstream producers) yang menghadapi pencemaran air (water polution) yang diakibatkan oleh produsen hulu (upstream producers). Hal ini terjadi ketika produsen hilir membutuhkan air bersih untuk proses produksinya. Dampak kategori ini bisa dipahami lebih jauh dengan contoh lain berikut ini. Suatu proses produksi (misalnya perusahaan pulp) menghasilkan limbahresidu-produk sisa yang beracun dan masuk ke aliran sungai, danau, atau semacamnya, sehingga produksi ikan terganggu dan akhirnya merugikan produsen lain yakni para penangkap ikan (nelayan). Dalam hal ini, kegiatan produksi pulp tersebut mempunyai dampak negatif terhadap produksi lain (ikan) atau nelayan, dan inilah yang dimaksud dengan efek suatu kegiatan produksi terhadap produksi komoditi lain. 2. Efek atau dampak samping kegiatan produksi terhadap konsumen (effects of producers on consumers) Suatu produsen dikatakan mempunyai
ekternal
efek terhadap
konsumen, jika aktivitasnya merubah atau menggeser fungsi utilitas rumah tangga (konsumen). Dampak atau efek samping yang sangat populer dari kategori kedua yang populer adalah pencemaran atau polusi. Kategori ini meliputi polusi suara (noise), berkurangnya fasilitas daya tarik alam (amenity) karena industri, bahaya radiasi dari stasiun pembangkit (polusi udara) serta polusi air, yang semuanya mempengaruhi kenyamanan konsumen atau masyarakat luas. Dalam hal ini, suatu agen ekonomi (perusahaan-produsen) yang menghasilkan limbah (wasteproducts) ke udara atau ke aliran sungai
40
mempengaruhi pihak dan agen lain yang memanfaatkan sumber daya alam tersebut dalam berbagai bentuk. 3. Efek atau dampak dari suatu konsumen terhadap konsumen lain (effects of consumers on consumers) Dampak konsumen terhadap konsumen yang lain terjadi jika aktivitas seseorang atau kelompok tertentu mempengaruhi atau menggangu fungsi utilitas konsumen yang lain. Konsumen seorang individu bisa dipengaruhi tidak hanya oleh efek samping dari kegiatan produksi tetapi juga oleh konsumsi oleh individu yang lain. Dampak atau efek dari kegiatan suatu seorang konsumen yang lain dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Misalnya, bisingnya suara alat pemotong rumput tetangga, kebisingan bunyi radio atau musik dari tetangga, asap rokok seseorang terhadap orang sekitarnya dan sebagainya. 4. Efek akan dampak dari suatu konsumen terhadap produsen (effects of consumers on producers) Dampak konsumen terhadap produsen terjadi jika aktivitas konsumen mengganggu fungsi produksi suatu produsen atau kelompok produsen tertentu. Dampak jenis ini misalnya terjadi ketika limbah rumah tangga terbuang ke aliran sungai dan mencemarinya sehingga menganggu perusahaan tertentu yang memanfaatkan air baik oleh ikan (nelayan) atau perusahaan yang memanfaatkan air bersih. Akan tetapi, jika ditelusuri penyebabnya, maka industrialisasi pasti yang akan dianggap paling bertanggung jawab pada eksploitasi alam. Industrialisasi membutuhkan sumber daya dan sumber daya ini didapatkan dari alam. 41
Kapitalisme, dengan prinsip efisiensinya, menginginkan agar sumber daya dikelola secara efisien, artinya hingga sejauh mungkin bisa dimanfaatkan. Akibatnya, lihat saja gunung Grasberg di Papua Barat, yang kini rata dengan tanah karena Freeport telah mengeruk habis mineral di dalamnya. Tidak hanya ekstraksi kekayaan alam yang merupakan bentuk perusakan lingkungan hidup oleh kapitalisme. Bentuk lainnya yang juga penting adalah pencemaran alam oleh limbah atau sisa produksi. Dengan alasan efisiensi, segala sisa-sisa yang tidak dipergunakan oleh industri dibuang begitu saja ke luar, menimbulkan pencemaran lingkungan. Asap tebal dari cerobong pabrik, atau cairan kental berbau busuk yang mengalir ke dalam sungai. Zat-zat yang tak terlihat, yang juga menimbulkan bahaya bagi manusia. Jenis-jenis industri yang umumnya menimbulkan dampak pencemaran lingkungan perairan adalah industri pembuatan minyak goreng, industri oleo chemical, industri tekstil, industri minuman botol, industri pengalengan daging, industri pulp dan rayon, industri kecap, industri pengalengan buah-buahan, industri kayu lapis dan lain-lain. Industri yang menimbulkan pencemaran terhadap suara adalah industri pengecoran logam, industri pembuatan seng, industri pembuatan besi dan lain-lain. Debu dan abu yang berterbangan dalam lingkungan pabrik seperti debu dari pabrik semen, debu pabrik batu kapur dan gas-gas beracun dari pabrik pengolahan alumunium menimbulkan polusi udara. Limbah gas ini terserap daun-daunan tanaman penduduk yang dikonsumsi manusia. Banyak sekali sumber-sumber alam yang dikeruk sedemikian rupa sehingga ada peluang bahwa sumber-sumber itu akan habis dalam waktu dekat ini. Contohnya adalah minyak bumi, yang cadangannya semakin menipis, 42
sementara itu, bahan bakar alternatif belum dikembangkan. Begitulah, contoh bentuk-bentuk eksploitasi alam yang masih terus diperpanjang hingga nyaris tak berhingga. Jika kita gagal mengubah kebiasaan dan cara-cara lama berekonomian dengan segera, kemerosotan lingkungan hidup akan berimbas langsung pada kemerosotan ekonomi. Misalnya, degradasi lingkungan di sekitar perusahaan justru akan menciptakan ekonomi biaya tinggi. Perusahaan harus mengalokasikan biaya ekstra untuk memperoleh air bersih dan melakukan treatment untuk udara dan air yang tercemar. Tantangan lainnya dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan adalah proses desentralisasi yang menuntut agar daerah dapat lebih besar menikmati hasil eksploitasi sumberdaya alam dan lingkungan. Daerah dapat termotivasi dalam arti negatif untuk mengeksploitasi terus-menerus untuk kepentingan jangka pendek. Bidang yang mengalami perbenturan paling keras dengan urusan lingkungan hidup adalah ekonomi dalam sektor industri. 3.1.3
Kebijakan Mengatasi Eksternalitas Inefisiensi pasar akibat eksternalitas tidak perlu selalu harus atau bisa
diatasi dengan penegakan atau peningkatan standar moral, atau ancaman penerapan sanksi sosial. Contoh dari solusi swasta, adalah derma atau amal yang seringkali sengaja diorganisasikan untuk mengatasi suatu eksternalitas. Contohnya adalah Sierra Club, sebuah organisasi sosial swasta yang sengaja dibentuk untuk turut
melestarikan
lingkungan
hidup.
Organisasi
ini
mengandalkan
pemasukannya dari donasi pihak-pihak yang bersimpati atau iuran anggota. Hal ini sebagai contoh untuk eksternalitas negatif. Sedangkan untuk eksternalitas positif, kita mengetahui banyak perguruan tinggi yang membentuk yayasan yang 43
menghimpun sumbangan dari para alumni, perusahaan, atau pihak-pihak lain, untuk kemudian disalurkan sebagai beasiswa. Pasar swasta terkadang juga mampu mengatasi masalah eksternalitas, dengan membiarkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengatasinya. Cara lain di pasar swasta dalam mengatasi eksternalitas adalah, penyusunan kontrak atau perjanjian di antara pihak-pihak yang menaruh kepentingan. Melalui kontrak seperti ini, maka kemungkinan terjadinya inefisiensi yang bersumber dari eksternalitas negatif bisa dihindari, dan kedua belah pihak akan lebih untung dibandingkan jika keduanya menjalankan usahanya masing-masing, tanpa memperhitungkan kepentingan pihak lain. Ada sebuah pemikiran yang disebut teorema Coase (Coase therem) mengambil nama perumusnya, yakni ekonom Ronald Coase-yang menyatakan bahwa solusi swasta bisa sangat efektif seandainya memenuhi satu syarat (Daraba, 2001). Syarat itu adalah pihak-pihak yang berkepentingan dapat melakukan negosiasi
atau
merundingkan
langkah-langkah
penanggulangan
masalah
eksternalitas yang terjadi tanpa menimbulkan biaya khusus yang memberatkan alokasi sumber daya yang sudah ada. Menurut teorema Coase, hanya jika syarat itu terpenuhi, maka pihak swasta itu akan mampu mengatasi masalah eksternalitas dan meningkatkan efisiensi alokasi sumber daya. Teorema Coase menyatakan bahwa pelaku-pelaku ekonomi pribadi/swasta, dapat mengatasi sendiri masalah eksternalitas yang muncul diantara mereka. Terlepas dari distribusi hak pada awalnya, pihak-pihak
yang berkepentingan
selalu berpeluang mencapai
kesepakatan yang menguntungkan semua pihak, dan merupakan pemecahan yang efisien. 44
Jika penyelesaian swasta gagal, maka pemerintah harus turun tangan. Pemerintahan merupakan suatu institusi yang dibentuk untuk bertindak mewakili kepentingan bersama. Eksternalitas mengakibatkan alokasi sumber daya yang dilakukan pasar tidak efisien, pemerintah melakukan salah satu dari dua pilihan tindakan yang ada. Pilihan pertama adalah menerapkan kebijakan-kebijakan atau pendekatan komando dan kontrol (command-and-control policies), atau menerapkan kebijakan-kebijakan berdasarkan pendekatan pasar (market-base policies). Bagi para ekonom, pilihan kedua lebih baik, karena kebijakan berdasarkan pendekatan pasar akan mendorong para pembuat keputusan di pasar swasta, untuk secara sukarela memilih mengatasi masalahnya sendiri. 1. Regulasi Pemerintah dapat mengatasi suatu eksternalitas dengan melarang atau mewajibkan perilaku tertentu dari pihak-pihak tertentu. Sebagi contoh, untuk mengatasi kebiasaan membuang limbah beracun ke sungai, yang biaya sosialnya jauh lebih besar dari pada keuntungan pihak-pihak yang melakukannya, pemerintah dapat menyatakannya sebagai tindakan kriminal dan akan mengadili serta menghukum pelakunya. Dalam kasus ini pemerintah menggunakan regulasi atau pendekatan komando dan kontrol untuk melenyapkan eksternalitas tadi. Namun, kasus-kasus polusi umumnya tidak sesederhana itu. Tuntutan para pecinta lingkungan untuk menghapuskan segala bentuk polusi, sesungguhnya tidak mungkin terpenuhi, karena polusi merupakan efek sampingan tak terhindarkan dari kegiatan produksi industri. Contoh yang sederhana, semua kendaraan bermotor sesungguhnya mengeluarkan polusi. 45
Jika polusi ini hendak dihapus sepenuhnya, maka segala bentuk kendaraan bermotor harus dilarang oleh pemerintah, dan hal ini tidak mungkin dilakukan. Jadi, yang harus diupayakan bukan penghapusan polusi secara total, melainkan pembatasan polusi hingga ambang tertentu, sehingga tidak terlalu merusak lingkungan namun tidak juga menghalangi kegiatan produksi. Untuk menentukan ambang aman tersebut, kita harus menghitung segala untung ruginya secara cermat. Di Amerika Serikat, Badan Perlindungan Lingkungan Hidup (EPA, Environmental Protection Agency) adalah lembaga yang diserahi wewenang dan tugas untuk merumuskan, melaksanakan, dan mengawasi berbagai regulasi yang dimaksudkan untuk melindungi lingkungan hidup. Bentuk regulasi dibidang lingkungan hidup itu sendiri bisa bermacammacam. Adakalanya EPA langsung menetapkan batasan polusi yang diperbolehkan
untuk suatu perusahaan. Terkadang EPA mewajibkan
pemakaian teknologi atau peralalatan tertentu untuk mengurangi polusi di pabrik-pabrik. Di semua kasus, demi memperoleh suatu peraturan yang baik dan tepat guna, para pejabat pemerintah harus mengetahui spesifikasi dari setiap jenis/sektor industri, dan berbagai alternatif teknologi yang dapat diterapkan oleh industri yang bersangkutan, dalam rangka mengurangi atau membatasi polusi. Masalahnya, informasi seperti ini sulit didapatkan. 2. Pajak Pigovian dan Subsidi Selain menerapkan regulasi, untuk mengatasi eksternalitas, pemerintah juga dapat menerapkan kebijakan-kebijakan yang didasarkan pada pendekatan pasar, yang dapat memadukan insentif pribadi/swasta dengan efisiensi sosial. Sebagai
contoh,
seperti
telah
disinggung
diatas
pemerintah
dapat 46
menginternalisasikan eksternalitas dengan menggunakan pajak terhadap kegiatan-kegiatan yang menimbulkan eksternalitas negatif, dan sebaliknya memberi subsidi untuk kegiatan-kegiatan yang memunculkan eksternalitas positif. Pajak yang khusus diterapkan untuk mengoreksi dampak dari suatu eksternalitas negatif lazim disebut sebagai Pajak Pigovian (Pigovian tax), mengambil nama ekonom pertama yang merumuskan dan menganjurkannya, yakni Arthur Pigou (1877-1959). Para ekonom umumnya lebih menyukai pajak Pigovian dari pada regulasi sebagai cara untuk mengendalikan polusi, karena biaya penerapan pajak itu lebih murah bagi masyarakat secara keseluruhan. Andaikan ada dua pabrik-pabrik baja dan pabrik kertas-yang masing-masing membuang limbah sebanyak 500 ton per tahun ke sungai. EPA menilai limbah itu terlalu banyak, dan berniat menguranginya. Ada dua pilihan solusi baginya, yakni: regulasi (EPA mewajibkan semua pabrik untuk mengurangi limbahnya hingga 300 ton per tahun), pajak Pigovian (EPA mengenakan pajak sebesar $50.000 untuk setiap ton limbah yang dibuang oleh setiap pabrik). Regulasi itu langsung membatasi ambang polusi, sedangkan pajak Pigovian memberikan insentif kepada para pemilik pabrik untuk sebanyak mungkin mengurangi polusinya. Para ekonom lebih meyukai penerapan pajak. Penerapan pajak itu tidak kalah efektifnya dalam menurunkan polusi. Untuk mencapai ambang polusi tertentu, EPA tinggal menghitung tingkat pajak yang paling tepat untuk diterapkannya. Semakin tinggi tingkat pajaknya, akan semakin banyak penurunan polusi yang akan terjadi. Namun, EPA juga harus
47
hati-hati karena pajaknya terlalu tinggi maka polusi akan hilang, karena semua pabrik memilih tidak beroperasi. Alasan utama para ekonom itu memilih penerapan pajak, adalah karena cara ini lebih efektif menurunkan polusi. Regulasi mewajibkan semua pabrik mengurangi polusinya dalam jumlah yang sama, padahal penurunan sama rata, bukan merupakan cara termurah menurunkan polusi. Ini dikarenakan kapasitas dan keperluan setiap pabrik untuk berpolusi berbeda-beda. Besar kemungkinan salah satu pabrik (misalkan pabrik kertas), lebih mampu (biayanya lebih murah) untuk menurunkan polusi dibanding pabrik lain (pabrik baja). Jika keduanya dipaksa menurunkan polusi sama rata, maka operasi pabrik baja akan terganggu. Namun melalui penerapan pajak, maka pabrik kertas akan segera mengurangi polusinya, karena hal itu lebih murah dan lebih mudah dilakukan dari pada membayar pajak, sedangkan pabrik baja, yang biaya penurunan polusinya lebih mahal, akan memilih membayar pajak saja. Pada dasarnya, pajak Pigovian secara langsung menetapkan harga atas hak berpolusi. Sama halnya dengan kerja pasar yang mengalokasikan berbagai barang ke pembeli, yang memberikan penilaian paling tinggi pajak Pigovian ini juga mengalokasikan hak berpolusi kepada perusahaan atau pabrik, yang paling sulit menurunkan polusinya atau yang dihadapkan pada biaya paling tinggi untuk menurunkan polusi (misalkan karena biaya alat penyaring polusinya sangat mahal). Berapapun target penurunan polusi yang diinginkan EPA akan dapat mencapainya dengan biaya termurah melalui penerapan pajak ini. Para ekonom juga berkeyakinan bahwa penerapan pajak Pigovian, merupakan cara terbaik untuk menurunkan polusi. Pendekatan komando dan 48
kontrol tidak akan memberikan alasan atau insentif bagi pabrik-pabrik pencipta polusi untuk berusaha mengatasi polusi semaksimal mungkin. Seandainya saja polusinya sudah berada dibawah ambang maksimal (misalkan 300 ton per tahun), maka perusahaan itu tidak akan membuang biaya lebih banyak agar polusinya dapat ditekan lebih rendah lagi. Sebaliknya, pajak akan memberikan insentif kepada pabrik-pabrik itu untuk terus mengembangkan teknologi yang ramah terhadap lingkungan. Mereka akan terus terdorong menurunkan polusi, karena semakin sedikit polusi yang mereka ciptakan, akan semakin sedikit pula pajak yang harus mereka bayar. Pajak Pigovian tidaklah sama dengan pajak-pajak lain, dimana kita mengetahui bahwa pajak pada umumnya akan mendistorsikan insentif dan mendorong alokasi sumber daya menjauhi titik optimum sosialnya. Pajak umumnya juga menimbulkan beban baku berupa penurunan kesejahteraan ekonomis (turunnya surplus produsen dan surplus konsumen), yang nilainya lebih besar dari pada pendapatan yang diperoleh pemerintah dari pajak tersebut. Pajak Pigovian tidak seperti itu karena pajak ini memang khusus diterapkan untuk mengatasi masalah eksternalitas. Akibat adanya eksternalitas, masyarakat harus memperhitungkan kesejahteraan pihak lain. Pajak Pigovian diterapkan untuk mengoreksi insentif ditengah adanya eksternalitas, sehingga tidak seperti pajak-pajak lainnya, pajak Pigovian itu mendorong alokasi sumber daya mendekati titik optimum sosial. Jadi, selain memberi pendapatan tambahan pada pemerintah, pajak Pigovian ini juga meningkatkan efisiensi ekonomi.
49
3. Izin Polusi yang Dapat Diperjualbelikan Dari sudut pandang efisiensi ekonomi pemberian izin bagi kedua pabrik tersebut akan menjadi kebijakan yang baik. Kesepakatan antara kedua pabrik itu akan menguntungkan keduanya, karena keduanya secara sukarela menyetujuinya. Di samping itu, kesepakatan itu tidak akan mengakibatkan dampak eksternal apa pun, karena batas polusi total tidak dilanggar. Jadi, kesejahteraan total akan meningkat kalau EPA mengizinkan kedua pabrik itu melakukan jual-beli hak berpolusi. Logika yang sama yang berlaku untuk setiap transfer hak berpolusi secara sukarela, dari satu perusahaan ke perusahaan lain. Jika kemudian EPA memangmengizinkan hal itu, maka sesungguhnya EPA telah menciptakan sumber daya langka yang baru, yakni hak berpolusi. Pasar yang memperdagangkan hak berpolusi ini selanjutnya pasti akan tumbuh dan berkembang, dan pada gilirannya, pasar ini akan tunduk pada kekuatankekuatan penawaran dan permintaan. Perusahaan-perusahaan yang dihadapkan pada biaya yang sangat tinggi untuk berpolusi, pasti akan aktif di pasar itu, karena membeli hak berpolusi lebih murah dibanding melakukan investasi baru untuk menurunkan polusi pabrik. Sebaliknya, perusahaan-perusahaan yang tidak dihadapkan pada kendala yang berat untuk menurunkan polusi, pasti akan senang hati menjual haknya berpolusi karena hal itu akan memberinya pendapatan. Satu keuntungan dari berkembangnya pasar hak berpolusi ini, adalah alokasi/pembagian awal izin berpolusi dikalangan perusahaan tidak akan menjadi masalah, jika ditinjau dari sudut pandang efisien ekonomi. Logika 50
yang melatarbelakangi kesimpulan tersebut mirip dengan mendasari teorema Coase. Perusahaan-perusahaan yang paling mampu menurunkan polusi akan menjual haknya berpolusi, sedangkan perusahaan yang harus mengeluarkan biaya besar untuk menurunkan polusi, akan menjadi pembelinya. Selama pasar hak berpolusi ini dibiarkan bekerja dengan bebas, maka alokasi akhirnya akan lebih efisien dibanding alokasi awalnya, terlepas dari sebaik apa pun alokasi awal tersebut. Meskipun penurunan polusi melalui pemberlakuan izin polusi nampak berbeda kasusnya dari penerapan pajak Pigovian, sesungguhnya dampak akhir dari kedua kebijakan ini akan sama. Dalam kedua kasus ini, perusahaan tetap harus membayar atas polusi yang ditimbulkannya. Dalam kasus pajak Pigovian, perusahaan pencipta polusi harus membayar pajak atau semacam denda kepada pemerintah, atas polusi yang ditimbulkannya itu, sedangkan pada kasus izin polusi, perusahaan harus membeli izin itu dari pemerintah. Bahkan perusahaan-perusahaan yang sudah memiliki izin polusi tetap harus membayar dalam bentuk lain, yakni biaya oportunitas berpolusi berupa pendapatan yang akan mereka peroleh jika menjual izin polusi itu dalam sebuah pasar terbuka. Dengan demikian, penerapan pajak Pigovian maupun izin polusi, sama-sama dapat menginternalisasikan eksternalitas, dengan memaksa perusahaan menanggung ongkos tertentu untuk berpolusi.
51
3.2
Kerangka Operasional Kelurahan Utama, Kecamatan Cimahi Selatan merupakan kawasan
industri terbesar di Kota Cimahi dimana di kawasan tersebut terdapat berbagai macam industri baik yang besar maupun kecil menimbulkan pencemaran lingkungan sehingga menyebabkan kualitas lingkungan rendah. Di sisi lain, kawasan industri yang berada di Kelurahan Utama telah menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar kawasan industry. Peningkatan pemanfaatan lahan pemukiman seiring meningkatnya jumlah penduduk,
akan
menimbulkan
kecenderungan
diabaikannya
persyaratan
lingkungan pemukiman, sehingga terdapat lingkungan pemukiman yang kurang memperhatikan persyaratan kenyamanan bagi
pemiliknya. Terlihat dari
banyaknya penduduk yang tinggal di Kelurahan Utama yang merupakan lokasi kawasan industri terbesar di Kota Cimahi walaupun kualitas lingkungan rendah yang disebabkan pencemaran lingkungan oleh industri di kawasan tersebut. Penelitian ini mengkaji persepsi masyarakat terhadap kualitas lingkungan rendah yang terjadi di Kawasan Industri Kelurahan Utama dengan menggunakan analisis uji Chi-Square dan Rank Spearman serta mengkaji preferensi masyarakat terhadap tempat tinggal di sekitar kawasan industri dengan analisis regresi uji ChiSquare dan Rank Spearman. Menganalisis kesediaan membayar (willingness to pay) untuk perbaikan kualitas lingkungan dan menghitung besarnya WTP. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai alternatif kebijakan agar terjadi peningkatan kualitas lingkungan di sekitar kawasan industri. Untuk mempermudah pelaksanaan penelitian, dibuat alur berpikir yang dapat dilihat pada Gambar 1. 52
Perkembangan industri sekitar kawasan industri di Kelurahan Utama
Dampak Negatif
Dampak Positif
kualitas lingkungan menurun sekitar kawasan industri
tercipta lapangan pekerjaan,
Analisis persepsi masyarakat terhadap kualitas lingkungan
Analisis preferensi masyarakat terhadap tempat tinggal
(Analisis Uji ChiSquare dan Rank Spearman)
(Analisis Uji ChiSquare dan Rank Spearman)
meningkatkan pertumbuhan ekonomi
Analisis willingness to pay (WTP) untuk perbaikan lingkungan (Analisis Uji ChiSquare, Rank Spearman dan Regresi Linear Berganda)
Alternatif kebijakan peningkatan kualitas lingkungan
Sumber: Penulis (2009)
Gambar 1. Diagram Alir Analisis Preferensi, Persepsi, dan Willingness to Pay Pemukiman Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama
53
IV. 4.1
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Utama, Kota Cimahi Selatan. Lokasi
penelitian ini dipilih dengan pertimbangan bahwa Kelurahan Utama merupakan kawasan industri terbesar di Kota Cimahi sehingga masyarakat yang bertempat tinggal di lokasi tersebut mengalami kualitas lingkungan yang rendah. Sebelumnya telah dilakukan survey pada bulan April 2009 terlihat dari kondisi jalur kendaraan yang rusak karena banyak dilalui oleh truk pengangkut dari pabrik yang berada di kawasan tersebut. Selain itu, menurut hasil wawancara dengan masyarakat sekitar, saat industri sedang beraktivitas timbul kebisingan dari kegiatan industri. Daerah tersebut juga telah mengalami pencemaran udara akibat polusi yang merupakan residu dari aktivitas industri, maka peneliti ingin mengetahui preferensi, persepsi dan kesediaan untuk membayar bagi masyarakat agar memperoleh kualitas lingkungan sesuai dengan yang diinginkan atau terjadi peningkatan kualitas lingkungan agar kenyamanan tempat tinggal dapat terwujud. Waktu penelitian selama 4 bulan, dimulai Mei 2009 sampai dengan Agustus 2009. Dalam kurun waktu tersebut peneliti melakukan pengumpulan data dan analisis data dalam rangka menjawab tujuan penelitian. 4.2
Metode Pengambilan Sampel Metode pengambilan sampel dilakukan secara sengaja (purposive
sampling) yaitu sebanyak 100 responden (kepala keluarga) yang bermukim sekitar kawasan industri di Kelurahan Utama. Metode purposive dilakukan karena sampel yang dipilih sesuai dengan data lokasi pemukiman sekitar kawasan industri sehingga memilih responden yang bermukim di daerah tersebut yang secara 54
langsung menerima dampak negatif dari adanya pembangunan industri. Responden ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin diacu dalam Yusfandrik (2006) dimana jumlah keluarga tahun 2008 yang diperoleh dari Laporan Tahunan Kelurahan Utama tahun 2008 sebanyak 6779 KK. Rumus Slovin dijabarkan sebagai berikut: n= Keterangan: N = jumlah kepala keluarga Kelurahan Utama tahun 2008 sebesar 6779 KK n = jumlah sampel e = batas maksimum kesalahan yang masih diterima, dengan asumsi 15 persen. n= n = 44,15 ≈ 45 Hasil dari rumus Slovin diperoleh jumlah responden yang digunakan sejumlah 45 responden sebagai jumlah responden minimum yang digunakan, akan tetapi peneliti menggunakan 100 responden sebagai kepala keluarga yang bermukim sekitar kawasan industri. 4.3
Jenis dan Sumber Data Data yang diperlukan pada penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer berasal dari hasil wawancara berupa kuesioner pada responden. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang preferensi dan persepsi terhadap tempat tinggalnya di daerah kawasan industri dan keinginannya terhadap tempat tinggal yang bersih dan nyaman yang dilihat dari kesediaan responden untuk membayar WTP agar memiliki tempat tinggal dengan kualitas lingkungan lebih baik. Data tersebut diperoleh dengan menggunakan 55
kuesioner dan wawancara langsung dengan responden yang diharapkan dapat menjadi pendukung dari penggunaan CVM. Data sekunder meliputi data yang relevan meliputi peta dan data yang terkait dengan penelitian. Data sekunder diperoleh dengan jalan pengumpulan data dari kantor pemerintahan di daerah penelitian. Ringkasan sumber data dan metode yang digunakan berdasarkan tujuan penelitian dapat dilihat pada tabel 1. 4.4
Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan analisis secara kualitatif dan kuantitatif.
Kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan program software Microsoft Excel 2007 dan SPSS version 16.0 for Windows. Metode analisis data dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Metode Analisis Data Berdasarkan Tujuan Penelitian N o. 1.
2.
3.
4.
Tujuan Penelitian Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap kualitas lingkungan sekitar kawasan industri di Kelurahan Utama. Analisis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi masyarakat terhadap tempat tinggal di sekitar kawasan industri di Kelurahan Utama Analisis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk membayar agar memperoleh kualitas lingkungan lebih baik Penentuan alternatif kebijakan agar terjadi peningkatan kualitas lingkungan sekitar kawasan industri di Kelurahan Utama.
Metode Analisis Data Wawancara dengan media Uji Chikuesioner kepada masyarakat Square dan yang menjadi responden Rank dalam penelitian Spearman Sumber Data
Wawancara dengan media kuesioner kepada masyarakat yang menjadi responden dalam penelitian
Uji ChiSquare dan Rank Spearman
Wawancara dengan media kuesioner kepada masyarakat yang menjadi responden dalam penelitian
Uji ChiSquare dan analisis regresi berganda Data sekunder tentang Analisis peraturan yang berhubungan deskriptif dengan pemukiman kualitatif
Sumber: Penulis (2009)
56
4.4.1 Analisis Persepsi Masyarakat terhadap Kualitas Lingkungan Analisis data yang digunakan untuk menjawab faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dari responden terhadap adanya industri dilakukan dengan menggunakan alat analisis uji Rank Spearman, Chi-Square dan tabulasi silang. Chi-Square digunakan hanya untuk melihat hubungan antara dua variabel dimana tabulasi silang dapat memprediksi pengaruh antara keduanya, sedangkan untuk melihat pengaruh dua variabel tersebut digunakan Rank Spearman yang telah diperhatikan nilai signifikan pada korelasi Rank Spearman. Faktor yang diduga berhubungan nyata terhadap persepsi yaitu: pendidikan, kategori penduduk, lama tinggal di tempat tinggal saat ini, dan jarak tempat tinggal ke lokasi industri, fasilitas air, kondisi air, keramaian, kebisingan, kualitas udara, dan kebersihan tempat tinggal. Asumsi yang digunakan yaitu: H0 : Faktor yang diuji tidak berhubungan nyata dengan persepsi masyarakat terhadap lingkungan sekitar kawasan industri H1 : Faktor yang diuji berhubungan nyata dengan persepsi masyarakat terhadap lingkungan sekitar kawasan industri Jika dari hasil uji Chi-Square diperoleh nilai χ2hitung lebih kecil dari χ2tabel, maka terima H0 yang artinya bahwa pengujian dua variabel tersebut tidak berhubungan nyata, begitu pula sebaliknya jika hasil uji Chi-Square diperoleh nilai χ2hitung lebih besar dari χ2tabel, maka tolak H0 yang artinya bahwa pengujian dua variabel tersebut berhubungan nyata. Persepsi masyarakat yang akan dianalisis yaitu responden yang beranggapan bahwa lingkungan tempat tinggal responden baik dan responden yang beranggapan bahwa lingkungan sekitar kawasan industri buruk akibat tercemarnya lingkungan oleh aktivitas industri. 57
Selanjutnya dari hasil tabulasi silang antara dua variabel dapat diketahui pengaruhnya antara persepsi dengan variabel yang diduga memiliki hubungan dengan persepsi masyarakat terhadap lingkungan. Koefisien Rank Spearman dapat melihat pengaruh antara dua variabel yang berhubungan tersebut. 4.4.2
Analisis Preferensi Masyarakat terhadap Tempat Tinggal Untuk menguji hipotesis, digunakan uji statistik. Uji statistik yang
digunakan adalah uji Rank Spearman, Chi-Square (χ2) dan tabulasi silang dengan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) for Windows versi 16.0. Faktor yang diduga berpengaruh nyata dengan preferensi masyarakat, yaitu: pengeluaran, status tempat tinggal, lama tinggal di tempat tinggal saat ini, jarak ke lokasi industri, fasilitas air, kondisi air, kondisi keramaian, kondisi kebisingan, kebersihan, jarak tempat tinggal ke lokasi kerja, jarak tempat tinggal ke lokasi pasar, jarak tempat tinggal ke angkutan umum, dan tingkat kriminalitas. Uji ChiSquare digunakan untuk menguji faktor yang diduga dengan preferensi masyarakat pada tingkat kepercayaan 85 persen dengan asumsi sebagai berikut: H0 : Faktor yang diuji tidak berhubungan nyata dengan preferensi responden terhadap tempat tinggal H1 : Faktor yang diuji berhubungan nyata dengan preferensi responden terhadap tempat tinggal Apabila hasil uji Chi-Square diperoleh nilai signifikan lebih kecil dari alpha 15 persen dan Chi-Squarehitung lebih besar dari Chi-Squaretabel, maka tolak H0 dan disimpulkan bahwa faktor tersebut berhubungan nyata terhadap preferensi masyarakat terhadap tempat tinggal, akan tetapi jika diperoleh nilai signifikan lebih besar dari alpha 15 persen dan Chi-Squarehitung lebih kecil dari Chi58
Squaretabel, maka terima H0 dan disimpulkan bahwa faktor tersebut tidak berhubungan nyata terhadap preferensi masyarakat terhadap tempat tinggal. Kemudian apabila signifikan, melalui hasil tabulasi silang dapat dilihat pengaruh dari faktor tersebut terhadap preferensi masyarakat. Sedangkan uji Rank Spearman digunakan untuk melihat pengaruh antara faktor-faktor yang diuji dan preferensi masyarakat terhadap tempat tinggal. 4.4.3 Analisis Kesediaan dan Ketidaksediaan Masyarakat Membayar untuk Memperoleh Lingkungan Pemukiman yang Lebih Baik Analisis data yang digunakan untuk menjawab faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan dan ketidaksediaan dari responden untuk membayar agar memperoleh kualitas lingkungan pemukimannya lebih baik yaitu dengan menggunakan analisis crosstab dan uji Chi-Square serta Rank Spearman. Faktorfaktor yang diduga berhubungan nyata dengan keputusan kesediaan membayar, yaitu: jarak ke lokasi industri, fasilitas air, kondisi air, kebisingan, kualitas udara, keramaian, tingkat kriminalitas, pendapatan, pengeluaran, kategori penduduk, kebersihan, jarak ke lokasi kerja, preferensi masyarakat terhadap tempat tinggal, dan persepsi masyarakat terhadap lingkungan. Asumsi yang digunakan yaitu: H0 : Faktor yang diuji tidak berhubungan nyata dengan persepsi masyarakat terhadap lingkungan sekitar kawasan industri H1 : Faktor yang diuji berhubungan nyata dengan persepsi masyarakat terhadap lingkungan sekitar kawasan industri Jika dari hasil pengujian antara dua variabel diperoleh nilai ChiSquarehitung lebih kecil dari Chi-Squaretabel, maka terima H0, dapat juga dilihat dari nilai signifikan yang lebih besar dari taraf nyata 15 persen, artinya faktor yang diduga berhubungan nyata dengan persepsi tidak berhubungan nyata dengan 59
keputusan kesediaan
masyarakat
membayar
untuk
peningkatan
kualitas
lingkungan. Akan tetapi, jika diperoleh nilai Chi-Squarehitung lebih besar dari ChiSquaretabel dan nilai signifikan yang lebih kecil dari taraf nyata 15 persen, maka tolak H0, artinya faktor yang diduga berhubungan nyata dengan persepsi berhubungan nyata dengan keputusan kesediaan masyarakat membayar untuk peningkatan kualitas lingkungan. Koefisien Rank Spearman dapat melihat pengaruh antara keduanya, tapi jika nilai signifikan Rank Spearman menunjukkan tidak ada pengaruh antara kedua variabel, maka tabulasi silang dapat menduga pengaruhnya antara kesediaan membayar dengan faktor yang diuji. 4.4.4 Analisis Nilai WTP dari Masyarakat Kawasan Industri di Kelurahan Utama Analisis nilai WTP dari masyarakat Kelurahan Utama yang berlokasi di sekitar kawasan industri menggunakan pendekatan CVM. Tahap-tahap dalam melakukan penelitian untuk menentukan WTP dengan menggunakan pendekatan CVM dalam penelitian ini meliputi (Hanley and Spash, 1993): 1.
Membangun Pasar Hipotetis (Setting Up the Hypotetical Market) Pasar hipotetik dibentuk atas dasar rendahnya kualitas lingkungan pemukiman sekitar kawasan industri di Kelurahan Utama akibat adanya aktivitas industri. Dampak yang ditimbulkan dari adanya aktivitas industri terhadap lingkungan adalah terjadinya pencemaran udara, kebisingan, dan pencemaran lingkungan lainnya. Selain itu, tidak adanya anggaran untuk menjaga lingkungan turut memperparah menurunnya kualitas lingkungan di kawasan industri tersebut. Hal tersebut dapat diatasi dengan perbaikan kualitas lingkungan. Oleh karena itu, upaya peningkatan kualitas lingkungan oleh pemerintah dan didukung dengan partisipasi masyarakat serta pihak 60
swasta sangat diperlukan untuk menciptakan kualitas lingkungan yang sehat dan manusiawi. Selanjutnya pasar hipotetis dibentuk dalam skenario sebagai berikut: Skenario: “Jika pemerintah Kota Cimahi memberlakukan suatu kebijakan pelestarian lingkungan di Kawasan Industri Kelurahan Utama agar kondisi lingkungan sekitar kawasan industri tersebut menjadi lebih baik dan terjaga dengan
melakukan
program
yang
mampu
mengembalikan
kualitas
lingkungan pemukiman lebih nyaman serta pemantauan kondisi dan pencegahan penurunan kualitas lingkungan pemukiman di kawasan industri seperti
pencemaran,
untuk
meningkatkan
kualitas
lingkungan
agar
masyarakat dapat hidup di dalam lingkungan yang bersih dan nyaman. Seluruh
responden
pertanggungjawaban
diberi
informasi
pemerintah
dalam
bahwa upaya
sebagai
bentuk
peningkatan
kualitas
lingkungan tersebut dan memberikan solusi kepada warga dalam menghadapi masalah kesehatan lingkungan, maka pemerintah Kota Cimahi membuat kebijakan tersebut di atas. Dengan demikian, pemerintah Kota Cimahi mengharapkan partisipasi masyarakat pemukiman kawasan industri di Kelurahan Utama untuk membayar biaya dimana dana tersebut akan digunakan sebagai dana operasional seperti untuk membayar petugas, pekerja, serta membeli sarana dan prasarana untuk pelaksanaan program tersebut.” Dengan skenario ini maka responden mengetahui gambaran tentang situasi hipotetik mengenai rencana penarikan biaya
untuk pelestarian 61
kawasan pemukiman industri di Kelurahan Utama. Besarnya biaya yang patut diberlakukan akan ditanyakan kepada responden mengenai WTP dalam pemberlakuan kebijakan tersebut. Kepada setiap responden akan ditanyakan apakah mereka setuju (ya) atau menolak (tidak setuju) terhadap kebijakan tersebut. Pertanyaan yang menyangkut Skenario: Apabila pemerintah Kota Cimahi melaksanakan program pelestarian lingkungan dengan biaya operasional dari biaya yang yang bersedia dibayarkan oleh semua pihak, maka kepada responden akan ditanyakan kesediaan membayar biaya perlindungan dan peningkatan kualitas lingkungan sebagai bentuk partisipasi mereka: “Bersediakah atau tidak Bapak/Ibu/Saudara/I untuk berpartisipasi dalam menjaga dan memperbaiki kualitas lingkungan pemukiman sekitar kawasan industri di Kelurahan Utama melalui program yang mampu menjadikan kualitas lingkungan lebih baik dengan membayar dana setiap bulan? Berapa besarnya biaya yang mampu Anda bayarkan?” 2.
Mendapatkan Penawaran Besarnya Nilai WTP (Obtaining Bids) Metode yang digunakan dalam mendapatkan nilai penawaran pada penelitian ini dilakukan dengan metode tawar menawar (bidding game), karena metode ini memudahkan masyarakat memahami maksud dan tujuan penelitian ini. Metode ini dilaksanakan dengan menanyakan kepada responden apakah bersedia membayar sejumlah uang tertentu yang diajukan sebagai titik awal (starting point). Jika “ya”, maka besarnya nilai uang dinaikan sampai ke tingkat yang disepakati. 62
3.
Menghitung Dugaan Rata-Rata Nilai WTP (Calculating Average WTP) WTPi dapat diduga dengan nilai tengah dari kelas atau interval WTP responden ke-i. Berdasarkan jawaban responden dapat diketahui WTP yang benar adalah berada antara jawaban yang dipilih (batas bawah kelas WTP) dengan WTP berikutnya (batas atas kelas WTP). Pada tahapan ini biasanya diabaikan adanya sanggahan (protest bids). Pada tahap ini, biasanya diabaikan penawaran sanggahan atau respon dari responden yang tidak dapat menentukan jumlah yang ingin mereka bayarkan karena mereka tidak ingin mengikuti program pemerintah yang akan meningkatkan kualitas lingkungan. Perhitungan dari dugaan nilai WTP masyarakat ditentukan dengan rumus: WTP = dimana: WTP
= dugaan WTP (Rp)
Wi = batas bawah WTP pada kelas ke-i Pfi = frekuensi relatif kelas ke-i n = jumlah kelas i = sampel (1,2,..,n) 4.
Memperkirakan Kurva WTP (Estimating Bid Curve) Faktor-faktor yang mempengaruhi WTP masyarakat untuk tinggal dan membayar besarnya rencana program perbaikan lingkungan kawasan industri dapat dianalisa dengan menggunakan model regresi linear berganda. Model regresi dalam penelitian ini adalah:
63
Mean WTP = β0 + β1 UMURi + β2 PDDKi + β3 TGGi + β4 PDPTNi + β5 PLRNi + β6 KPi – β7 LTSIi + β8 JLIi + β9 FAi – β10 KAi + β11 BSGi – β12 UDARAi – β13 BRSHi – β14 JLKi + β15 KRMNi + β16 KRMNLi + β17 PREFi – β18 PRSPi + εi Pendugaan kurva penawaran yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan persamaan seperti berikut ini: meanWTP = f(UMUR, PDDK, TGG, PDPTN, PLRN, KP, LTSI, JLI, FA, KA, BSG, UDARA, BRSH, JLK, KRMN, KRMNL, PREF, PRSP, εi) dimana: meanWTP
= nilai rataan WTP responden (Rp)
UMUR
= umur (tahun)
PDDK
=
Pendidikan (1=tidak bersekolah, 2=SD atau sederajat, 3=SMP atau sedrajat, 4=SMA atau sederajat, dan 5=perguruan tinggi atau sederajat)
TGG
= Jumlah tanggungan anak (orang)
PDPTN
= Pendapatan (Rp/bulan)
PLRN
= Pengeluaran (Rp./bulan)
KP
= Kategori
penduduk
(1=asli
Kelurahan
Utama
dan
2=migran/pindahan) LTSI
= Lama tinggal di tempat tinggal saat ini (tahun)
JLI
= Jarak ke lokasi industri (meter)
FA
= Fasilitas air (1=sangat sulit, 2=sulit, 3=agak mudah, 4=mudah, dan 5=sangat mudah)
KA
= Kondisi air (1=sangat keruh, 2=keruh, 3=agak jernih, 64
4=jernih, dan 5=sangat jernih) BSG
= Kondisi kebisingan (1=sangat tenang, 2=tenang, 3=agak bising, 4=bising, dan 5=sangat bising)
UDARA
= Kualitas udara (1=sangat tercemar, 2=tercemar, 3=agak tercemar, 4=masih bersih, dan 5=sangat bersih)
BRSH
= Kondisi kebersihan tempat tinggal (1=sangat kotor, 2=kotor, 3=agak kotor, 4=bersih, dan 5=sangat bersih)
JLK
= Jarak ke lokasi kerja (meter)
KRMN
= Kondisi keramaian (1=tenang, 2=kadang ramai, 3=sering ramai, 4=selalu ramai, dan 5=sangat ramai sehingga sangat mengganggu)
KRMNL
= Tingkat kriminalitas (1=sangat tidak aman, 2=tidak aman, 3=agak aman, 4=aman, dan 5=sangat aman)
PREF
= Preferensi tempat tinggal (0=tidak suka dan 1=suka)
PRSP
= Persepsi
lingkungan
(0=lingkungan
buruk
dan
1=lingkungan baik) i
= Responden ke-i (1,2,3,..,n)
e
= Galat
5.
Menjumlahkan Data (Agregating Data) Penjumlahan data merupakan proses dimana nilai tengah penawaran rata-rata dikonversikan terhadap total populasi yang dimaksud. Setelah menduga nilai tengah WTP maka dapat diduga nilai total WTP dari masyarakat dengan menggunakan rumus: TWTP = 65
dimana: TWTP
= Total WTP (Rp)
WTPi
= WTP individu ke-i
P = jumlah populasi ni = jumlah sampel ke-i N = jumlah sampel i = Responden WTP (1,2,..,n) 6.
Mengevaluasi Penggunaan CVM Hal ini merupakan penilaian sejauh mana penggunaan CVM telah berhasil. Pada tahap ini memerlukan pendekatan seberapa besar tingkat keberhasilan dalam pengaplikasian CVM. Isu yang paling penting dalam CVM adalah apakah respon responden atas pertanyaan-pertanyaan teknik CVM secara akurat menggambarkan preferensi sesungguhnya dari responden yang bersangkutan. Uji yang dapat dilakukan adalah uji keandalan (reability test) atas penawaran WTP yang ditunjukkan dengan koefisien determinasi adjusted R2 (adj) dari model OLS (Ordinary Least Square) WTP.
4.4.5
Pengujian Parameter Pengujian secara statistic perlu dilakukan untuk memeriksa kebaikan suatu
model yang telah dibuat. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1.
Uji Keandalan Uji keragaman digunakan untuk melihat sejauh mana besar keragaman yang dapat diterangkan oleh variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Uji ini juga digunakan untuk melihat seberapa kuat variabel yang dimasukkan ke dalam model dapat menerangkan model. Dua sifat R2 adalah 66
merupakan besaran negatif dan batasnya antara nol sampai satu. Suatu R2 sebesar 1 berarti kecocokan sempurna sedangkan R2 yang bernilai nol berarti tidak ada hubungan antara variabel tak bebas dengan variabel yang menjelaskan. Rumus untuk menghitung R2 adalah: R2 =
=
dimana: JKT = jumlah kuadrat total JKG = jumlah kuadrat galat 2.
Uji Statistik F Uji F digunakan untuk membuktikan secara statistik bahwa seluruh koefisien regresi juga signifikan dalam menentukan nilai dari variabel tak bebas. Untuk uji F hipotesis diuji adalah: H0 = β0 = β1 = … = β14 = 0 Jika seluruh nilai sebenarnya dari parameter regresi sama dengan nol, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan linear antara variabel tak bebas dengan variabel-variabel bebas. Untuk mengujinya dapat digunakan F statistic dengan formula sebagai berikut: F= Jika nilai F statistik lebih kecil dari nilai t tabel maka hipotesis diterima. Namun, jika nilai F statistic lebih besar dari nilai F tabel berdasarkan suatu level of significance tertentu maka hipotesis ditolak.
67
3.
Uji terhadap Multikolinearitas (Multicollinearity) Multikolinear adalah situasi adanya korelasi variabel-variebel bebas di antara satu dengan yang lainnya. Variabel-variabel bebas yang bersifat orthogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi di antara sesamanya adalah nol. Jika korelasi di antara sesama variabel bebas ini sama dengan satu, maka konsekuensinya adalah koefisien-koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir, nilai standard error setiap koefisien menjadi tak terhingga. Hal-hal utama yang sering menyebabkan terjadinya multikolinearitas pada model regresi, antara lain: 1.
Kesalahan teoritis dalam pembentukan model fungsi regresi yang dipergunakan.
2.
Terlampau kecilnya jumlah pengamatan yang akan dianalisis dengan model regresi. Untuk mendeteksi multikolinier dapat dilihat dengan menghitung
koefisien korelasi parsial. Di samping itu untuk melihat variabel eksogen mana yang saling berkorelasi dilakukan dengan meregresi tiap variabel eksogen dengan sisa variabel eksogen yang lain dan menghitung nilai R2 yang cocok. Dalam model regresi: Y = β0 + β1 UMURi + β2 PDDKi + β3 TGGi + β4 PDPTNi + β5 PLRNi + β6 KPi – β7 LTSIi + β8 JLIi + β9 FAi – β10 KAi + β11 BSGi – β12 UDARAi – β13 BRSHi – β14 JLKi + β15 KRMNi + β16 KRMNLi + β17 PREFi – β18 PRSPi + εi
68
Disederhanakan menjadi: Y = β0 + β1X1 – β2X2 + β3X3 + β4X4 – β5X5 – β6X6 + β7X7 + … + β18X18 + µ Kita regresikan setiap Xi atas X yang lain dan kemudian menghitung R2 yang bersangkutan yang kita nyatakan dengan symbol Rxi, kemudian kita tentukan nilai F masing-masing regresi tersebut dan dinyatakan dengan Fxi. Formula hubungan antara F dan R2 dinyatakan sebagai berikut:
FX1 = dimana: N = jumlah observasi K = jumlah variabel bebas Jika Fxi lebih besar dari nilai F tabel pada suatu level of signivicance tertentu, maka dapat diartikan bahwa variabel bebas Xk tertentu mempunyai variabel bebas yang lain. Jika Fxi lebih kecil dari nilai F tabel pada suatu level of significance tertentu, maka dapat diartikan bahwa variabel bebas Xk tertentu tidak mempunyai korelasi dengan variabel bebas lain. 4.
Uji Heteroskedastisitas `Suatu
fungsi
dikatakan
baik
apabila
memenuhi
asumsi
homoskedastisitas (tidak terjadii heteroskedastisitas) atau memiliki ragam error yang sama. Gejala adanya heteroskedastisitas dapat ditunjukkan dengan uji Barrllet dan Levene dengan asumsi yang digunakan yaitu: H0 = heteroskedastisitas H1 = homoskedastisitas
69
Kriteria uji: P-value< α, maka tolak H0 P-value > α, maka terima H0 Heteroskedastisitas dapat juga dideteksi dengan menggunakan metode grafik yang memetakan hubungan antara variabel tak bebas dengan kuadrat residual. Jika terdapat pola yang sistematis antara dua variabel tersebut maka dapat dikatakan bahwa persamaan regresi mengandung heteroskedastisitas. Akibat yang ditimbulkan pada model regresi yang mengandung heteroskedastisitas pada faktor-faktor gangguannya yang diterapkan adalah sebagai berikut: 1. Penaksir-penaksir OLS tidak akan bias (unbiased) Artinya, penaksir-penaksir OLS adalah tidak bias sekalipun dalam kondisi heteroskedastisitas. Hal ini disebabkan karena tidak menggunakan asumsi homoskedastisitas. 2. Varian yang diperoleh menjadi tidak efisien Artinya, cenderung membesar sehingga tidak lagi merupakan varian yang terkecil. Kecenderungan semakin membesarnya varian tersebut akan mengakibatkan uji hipotesis yang dilakukan juga tidak akan memberikan hasil yang baik (tidak valid). Pada uji t terhadap koefisien regresi, t hitung diduga terlalu rendah. Kesimpulan tersebut akan semakin buruk jika sampel pengamatan semakin kecil jumlahnya. Dengan demikian,
model
diperbaiki
dulu
agar
pengaruh
dari
heteroskedastisitasnya hilang.
70
5.
Uji Autokorelasi Salah satu asumsi dari model regresi linier adalah bahwa tidak ada autokorelasi atau korelasi serial antara sisaan (εt), atau dengan kata lain sisaan menyebar bebas. Masalah autokorelasi sering terjadi dalam data time series, meskipun demikian masalah ini dapat juga dalam data cross section. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dapat digunakan metode grafik atau dengan menggunakan uji Durbin-Watson, yaitu dengan asumsi sebagai berikut: H0 : tidak ada autokorelasi H1 : ada autokorelasi Kriteria keputusan: tolak H0 bila nilai Durbin-Watson d
6.
Uji kenormalan Pengujian normalitas residual dapat dilihat dari grafik normal P-P Plot. Apabila setiap pancaran data residual berada di sekitar garis lurus melintang, maka dikatakan bahwa residual mengikuti fungsi distribusi normal. Selain dengan metode grafik normal P-Plot, untuk memvalidasi data bahwa residual mengikuti distribusi normal, perlu dilakukan pengujian normalitas dengan statistic uji Kolmogorov-Smirnov, dimana apabila diperoleh p-value lebih besar dari taraf nyata, maka dapat disimpulkan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal.
71
V.
GAMBARAN UMUM PENELITIAN
5.1
Gambaran Umum Lokasi
5.1.1
Keadaan Umum Kelurahan Kelurahan Utama merupakan salah satu kelurahan yang ada di Kota
Cimahi. Kelurahan Utama memiliki 16 RW dengan 91 RT. Luas kelurahan 308,163 Ha yang terdiri dari luas pemukiman ± 54,84 Ha, luas kuburan ± 3,6 Ha, luas pekarangan ± 0,1 Ha, luas taman ± 0,002 Ha, perkantoran seluas ± 0,34 Ha, dan luas prasarana umum lainnya sekitar 283,48 Ha. Secara administratif batasbatas Kelurahan Utama adalah: Sebelah utara
: Kelurahan Baros
Sebelah barat
: Kelurahan Leuwigajah
Sebelah timur : Kelurahan Cigugur Tengah, Kelurahan Cibeureum, dan Kelurahan Melong Sebelah selatan : Desa Lagadar, Kabupaten Bandung Jumlah penduduk di Kelurahan Utama tahun 2008 meningkat dari tahun 2007, pada tahun 2007 jumlah penduduk 36.619 jiwa sedangkan tahun 2008 jumlah penduduk menjadi 36.815 jiwa dengan 6779 KK. 5.1.2
Kependudukan Menurut data yang diperoleh dari Sensus Daerah tahun 2008 diketahui
bahwa jumlah penduduk yang tercatat adalah 36.815 jiwa dengan 6779 KK. Rekapitulasi jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 2, yang menunjukkan bahwa penduduk paling banyak dengan tingkat pendidikan formal terakhir SMP atau sederajat. Sedangkan jumlah penduduk berdasarkan umur, dapat dilihat pada tabel 3. 72
Tabel 2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan Formal Terakhir Pendidikan formal terakhir Jumlah penduduk (jiwa) Belum sekolah
3.518
Usia 7 – 45 tahun tidak pernah sekolah
1.871
Pernah sekolah SD tetapi tidak tamat
466
Lulusan SD atau sederajat
1.465
Lulusan SMP atau sederajat
8.923
Lulusan SMA atau sederajat
6.683
Lulusan D-1
2.328
Lulusan D-2
1.988
Lulusan D-3
697
Lulusan S-1
435
Lulusan S-2
53
Lulusan S-3
18
Sumber : Profil Kelurahan Utama (2008) Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur Umur (tahun) Jumlah penduduk (jiwa) 0–5
3.518
6 – 15
6.675
16 – 25
6.063
26 – 45
12.077
45 – 58
7.940
Di atas 59
578
Sumber : Profil Kelurahan Utama (2008) Penduduk Kelurahan Utama yang bekerja sebagai buruh atau pegawai swasta jauh lebih banyak daripada penduduk berprofesi lainnya dikarenakan Kelurahan Utama terdapat kawasan industri terbesar di Kota Cimahi. Apabila dilihat berdasarkan mata pencaharian pokok, maka jumlah penduduk dapat dilihat pada tabel 4.
73
Tabel 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Pokok Mata pencaharian Jumlah penduduk (jiwa) Buruh atau pegawai swasta
6.028
Pegawai negeri
484
Pengrajin
5
Pedagang
886
Penjahit
34
Tukang batu
15
Tukang kayu
58
Peternak
2
Nelayan
0
Montir
24
Dokter
8
Supir
410
Pengemudi becak
23
TNI atau polri
144
Pengusaha
33
Sumber : Profil Kelurahan Utama (2008) 5.1.3
Kondisi Ekonomi Penduduk Jumlah kepala keluarga di Kelurahan Utama sebanyak 6.779 kepala
keluarga. Jumlah kepala keluarga menurut tingkat kesejahteraan di Kelurahan Utama dapat dilihat dari tabel 5. Tabel 5. Jumlah Kepala Keluarga Menurut Tingkat Kesejahteraan di Kelurahan Utama Tingkat kesejahteraan keluarga Jumlah kepala keluarga (KK) Keluarga pra sejahtera
146
Keluarga sejahtera 1
911
Keluarga sejahtera 2
479
Keluarga sejahtera 3
532
Keluarga sejahtera 3 plus
322
Sumber : Profil Kelurahan Utama (2008) 74
Penduduk yang memiliki rumah sendiri sejumlah 5.596 orang, sedangkan yang tidak memiliki rumah atau menyewa sejumlah 1.183 orang. Sejumlah 1.028 orang penduduk memiliki usaha ekonomi dan yang memiliki rumah kontrakan sebanyak 802 orang. Di Kelurahan Utama terdapat kawasan industri terbesar di Kota Cimahi yang mendukung pada perekonomian masyarakat sekitar. Perekonomian Kelurahan Utama juga didukung oleh sarana dan prasarana wilayah yang ada, yang merupakan aspek pendukung utama dalam pembangunan perkotaan yang secara tidak langsung akan berpengaruh kepada tingkat perekonomian masyarakat. Sarana dan prasarana dalam pengembangan pembangunan berperan sebagai pengarah pembentukan tata ruang kota, pemenuhan kebutuhan infrastruktur, pemacu pertumbuhan wilayah dan pemikat wilayah. Sarana dan prasarana yang mendukung pengembangan perkotaan, diantaranya adalah ketersediaan transportasi dilihat pada tabel 6, fasilitas air dapat dilihat pada tabel 7, kelembagaan ekonomi dapat dilihat pada tabel 8, lembaga pendidikan pada tabel 9, dan prasarana kesehatan yang dapat dilihat pada tabel 10. Tabel 6. Prasarana Transportasi Darat Jenis
Panjang (meter)
1.
Jalan Kampung
a.
Jalan aspal
81,25
b.
Jalan berbatu
18,75
2.
Gang
a.
Jalan tanah
3.
Jembatan
a.
Jembatan beton
3
b.
Jembatan besi
7
1.680
Sumber : Profil Kelurahan Utama (2008) 75
Tabel 7. Prasarana Air Bersih Jenis
Jumlah (unit)
Sumur pompa
102
Sumur gali
654
Hidran umum
8
MCK
48
PAM
Ada
Sumber : Profil Kelurahan Utama (2008) Tabel 8. Kelembagaan Ekonomi Jenis
Jumlah
Koperasi
11
Industri makanan
46
Industri kerajinan
5
Industri pakaian
6
Industri mebel
2
Usaha perdagangan
239
Warung makan
95
Kios kelontong
89
Bengkel
10
Toko atau swalayan
4
Percetakan atau sablon
4
Sumber : Profil Kelurahan Utama (2008) Tabel 9. Prasarana Pendidikan Bangunan
Jumlah (buah)
SMA atau sederajat
2
SMP atau sederajat
2
SD atau sederajat
11
TK
3
TPA
4
Jumlah lembaga pendidikan keagamaan Sumber : Profil Kelurahan Utama (2008)
2
76
Tabel 10. Prasarana Kesehatan Bangunan
Jumlah (buah)
Puskesmas
1
Poliklinik atau balai pengobatan
8
Apotik
2
Posyandu
22
Toko Obat
5
Tempat dokter praktek
5
Sumber: Profil Kelurahan Utama (2008) 5.1.4
Kondisi Lingkungan Hidup Adanya kawasan industri di Kelurahan Utama berdampak positif terhadap
perekonomian masyarakat, tapi di sisi lain hal ini menimbulkan kerusakan pada lingkungan. Kawasan industri menyebabkan Kelurahan Utama rawan banjir, dikarenakan lahan digunakan sebagai lokasi industri. Sedikitnya jumlah pohon yang terdapat di Kelurahan Utama menyebabkan penyerapan air tidak maksimal. Kualitas air juga kurang baik, terlihat dari mata air, sumur gali, dan sumur pompa berbau, namun hidran umum, PAM, dan pipa masih dalam kondisi baik. Pembuangan limbah ke air sungai menyebabkan kondisi sungai tercemar, dapat terlihat dari warna air sungai hitam dan berbau karena limbah. Meskipun ada saluran drainase atau saluran pembuangan limbah, tapi kondisi saluran drainase/saluran pembuangan limbah rusak. Kualitas udara di Kelurahan Utama dalam kondisi tercemar sedang. Industri di kawasan tersebut masih menggunakan bahan bakar batu bara sehingga asap yang dikeluarkan berbau dan tercemar. Sedangkan suhu di Kelurahan Utama agak panas. Hal ini dikarenakan banyaknya pabrik yang menyebabkan efek rumah kaca dari asap yang dikeluarkan akibat aktivitas industri.
77
5.2
Karakteristik Responden Lokasi penelitian hanya keluarga yang bertempat tinggal di sekitar lokasi
industri. Terdapat 5 RW yang berada di sekitar kawasan industri, yaitu RW 7, RW 8, RW 9, RW 12, dan RW 14. Karakteristik umum responden di Kelurahan Utama ini berdasarkan data hasil survey terhadap 100 kepala keluarga. Karakteristik umum responden ini dinilai dari berbagai variable, yaitu usia, pendidikan formal terakhir, kepemilikan anak (jumlah tanggungan anak), jumlah pendapatan, sumber pendapatan, jumlah pengeluaran, kategori penduduk, status tempat tinggal, lama tinggal di Kelurahan Utama, lama tinggal di tempat tinggal saat ini, jarak tempat tinggal ke lokasi industri, jarak tempat tinggal ke lokasi kerja, jarak tempat tinggal ke pasar, dan jarak tempat tinggal ke sarana angkutan umum. 5.2.1
Usia Tingkat umur responden bervariasi, dimulai dari 20 tahun ke bawah
sampai dengan di atas 60 tahun. Distribusi tingkat umur responden dapat dilihat pada gambar 2. 4% 1% 5%
≤ 20
21% 34%
21 - 30 31 - 40 41 - 50 51 - 60
35%
> 60
Sumber: Diolah Oleh Penulis Berdasarkan Data Survey
Gambar 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Usia Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama (2009) Dari gambar di atas terlihat bahwa responden terbanyak pada kisaran umur 31 – 40 tahun yaitu sejumlah 35 orang atau 35% dari keseluruhan responden, dan 78
pada kisaran umur 21 – 30 tahun sebanyak 34 orang atau 34 % dari keseluruhan responden. Hal tersebut dikarenakan responden merupakan kepala keluarga. Responden yang berusia antara 41 – 50 tahun sejumlah 21 orang atau 21% dari keseluruhan responden, responden yang berusia antara 51 – 60 tahun sejumlah empat orang atau empat persen dari keseluruhan responden, responden yang berusia di bawah 20 tahun sejumlah, dan responden yang berusia di atas 60 tahun sejumlah satu orang atau satu persen dari keseluruhan responden. 5.2.2
Tingkat Pendidikan Berdasarkan gambar 3, dapat dilihat bahwa responden umumnya lulusan
Sekolah Menengah Pertama atau sederajat yaitu sejumlah 39 orang atau 39% dari keseluruhan responden. Responden yang memiliki pendidikan formal terakhir SMA atau sederajat sejumlah 33 orang atau 33% dari keseluruhan responden, responden yang lulusan SD atau sederajat sejumlah 26 orang atau 26% dari keseluruhan responden, sedangkan responden yang tidak sekolah dan lulusan perguruan tinggi/akademik atau sederajat masing-masing sejumlah satu orang atau satu persen dari keseluruhan responden. 33%
1%
1%
26%
tidak sekolah SD atau sederajat SMP atau sederajat SMA atau sederajat
39% Sumber: Diolah Oleh Penulis Berdasarkan Data Survey
Gambar 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama (2009)
79
5.2.3
Kepemilikan Anak atau Jumlah Tanggungan Anak Sebagian besar responden memiliki anak 2 orang yaitu sejumlah 42
keluarga atau 42% dari keseluruhan responden. Responden lainnya dapat dijelaskan sebagai berikut (gambar 4): responden yang belum memiliki anak sejumlah lima keluarga atau lima persen dari responden keseluruhan, responden yang memiliki satu orang anak sejumlah 13 keluarga atau 13% dari responden keseluruhan, responden yang memiliki tiga orang anak sejumlah 23 keluarga atau 23% dari responden keseluruhan, responden yang memiliki jumlah tanggungan 4 orang anak sejumlah 13 keluarga atau 13% dari responden keseluruhan, responden yang memiliki lima orang anak sejumlah tiga keluarga atau tiga persen dari responden keseluruhan, dan responden yang memiliki enam orang anak sejumlah satu keluarga atau satu persen dari responden keseluruhan. 13%
3% 1% 5%
13%
23% 42%
0 1 2 3 4 5 6
Sumber: Diolah Oleh Penulis Berdasarkan Data Survey
Gambar 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Anak Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama (2009) 5.2.4
Jumlah Pendapatan Berdasarkan gambar 5, umumnya responden memiliki pendapatan antara
Rp.1.000.001,00 – Rp.1.500.000,00 per bulan sejumlah 35 orang atau 35% dari responden keseluruhan, sedangkan yang lainnya diuraikan sebagai berikut: responden yang memiliki pendapatan di bawah Rp.500.000,00 per bulan sejumlah 80
22 orang atau 22% dari responden keseluruhan, responden yang memiliki pendapatan per bulan berkisar antara Rp.500.001,00 – Rp.1.000.000,00 sebanyak 19 orang atau 19% dari responden keseluruhan, responden yang memiliki pendapatan antara Rp.1.500.001,00 – Rp.2.000.000,00 per bulan sejumlah 18 orang atau 18% dari responden keseluruhan, responden yang memiliki pendapatan berkisar Rp.2.000.001,00 – Rp.2.500.000,00 sebanyak empat orang atau empat persen dari responden keseluruhan, dan responden yang memiliki pendapatan lebih dari Rp.2.500.000,00 sejumlah dua orang atau dua persen dari responden keseluruhan. 4% 2%
22%
≤ 500.000
18%
500.001 - 1.000.000 1.000.001 - 1.500.000 19%
1.500.001 – 2.000.000 2.000.001 – 2.500.000
35%
> 2.500.000
Sumber: Diolah Oleh Penulis Berdasarkan Data Survey
Gambar 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Pendapatan/Bulan Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama (2009) 5.2.5
Sumber Pendapatan Sumber pendapatan responden dikelompokkan menjadi dua golongan
yaitu pekerjaan yang pendapatannya bersumber atau berhubungan dengan kawasan industri dan pekerjaan yang pendapatannya tidak bersumber atau berhubungan dengan kawasan industri. Sumber pendapatan responden mayoritas berasal dari lokasi industri yang berjumlah 76 orang atau 76% dari keseluruhan responden, sedangkan 24 orang lainnya atau 24% dari keseluruhan responden 81
memiliki sumber pendapatan di luar kawasan industri. Perbandingan tersebut dapat dilihat pada gambar 6. 24%
dari lokasi industri bukan dari lokasi industri
76%
Sumber: Diolah Oleh Penulis Berdasarkan Data Survey
Gambar 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Sumber Pendapatan Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama (2009) 5.2.6
Jumlah Pengeluaran Responden yang menghabiskan pengeluaran pada selang Rp.500.001,00 –
Rp.1.000.000,00 per bulan merupakan jumlah responden terbanyak yaitu sejumlah 62 keluarga atau 62% dari keseluruhan responden. Responden yang mengeluarkan Rp.1.000.001,00 – Rp.1.500.000,00 per bulan sejumlah 23 keluarga atau 23% dari keseluruhan responden, sejumlah delapan keluarga atau delapan persen dari responden keseluruhan yang mengeluarkan Rp.1.500.001,00 – Rp.2.000.000,00 per bulan, dan sebanyak tujuh keluarga atau tujuh persen dari keseluruhan responden yang mengeluarkan uang di bawah Rp.500.000,00 tiap bulannya. Hal tersebut dapat terlihat pada gambar 7. 8%
7% ≤ 500.000
23%
500.001 - 1.000.000 1.000.001 - 1.500.000 1.500.001 – 2.000.000 62%
Sumber: Diolah Oleh Penulis Berdasarkan Data Survey
Gambar 7. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Pengeluaran Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama (2009) 82
5.2.7
Kategori Penduduk Responden dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu asli masyarakat
Kelurahan Utama dan masyarakat migran atau pindahan. Perbandingan responden yang asli Kelurahan Utama dan responden migran hampir sama, responden yang merupakan penduduk asli Kelurahan Utama berjumlah 55 responden atau 55% dari keseluruhan responden, sedangkan responden migran sebanyak 45 responden atau 45% dari keseluruhan responden. Hal tersebut dapat terlihat pada gambar 8.
45%
asli Kelurahan Utama 55%
Migran atau pindahan
Sumber: Diolah Oleh Penulis Berdasarkan Data Survey
Gambar 8. Karakteristik Responden Berdasarkan Kategori Penduduk Sekitar Kawasan Industridi Kelurahan Utama (2009) 5.2.8
Status Tempat Tinggal Rumah responden dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu rumah
kepemilikan sendiri dan rumah yang berstatus sewa. Status rumah responden umumnya adalah rumah sendiri yang terdiri dari 71% dari keseluruhan responden, sedangkan 29 responden atau 29% dari keseluruhan responden memiliki rumah yang berstatus sewa. Perbandingan tersebut dapat dilihat pada gambar 9. 29% milik sendiri 71%
sewa / kontrak
Sumber: Diolah Oleh Penulis Berdasarkan Data Survey
Gambar 9. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Tempat Tinggal Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama (2009) 83
5.2.9
Lama Tinggal di Kelurahan Utama Responden umumnya telah turun temurun tinggal di Kelurahan Utama
atau pendatang yang memilih Kelurahan Utama sebagai daerah kawasan industri yang banyak menyerap tenaga kerja baik secara langsung maupun tidak langsung, hal ini terlihat pada gambar 10, yaitu responden terbanyak telah tinggal di Kelurahan Utama selama 15,1 – 45 tahun, yang dikelompokkan menjadi responden yang telah menetap selama 15,1 – 25 tahun sejumlah 21 responden atau 21% dari keseluruhan responden, responden yang telah menetap selama 25,1 – 35 tahun sejumlah 23 responden atau 23% dari keseluruhan responden, dan sebanyak 20 responden atau 20% dari keseluruhan responden telah menetap selama 35,1 – 45 tahun. Responden paling lama telah menetap selama 45,1 – 55 tahun dan di atas 55 tahun masing-masing sejumlah 12 responden atau 12% dari keseluruhan responden dan dua responden atau dua persen keseluruhan responden. Selain itu, responden juga terdiri dari responden yang telah menetap selama 5,1 – 15 tahun (15 responden) dan di bawah lima tahun (7 responden). 12%
2% 7%
15%
20%
21%
≤5 5,1 - 15 15,1 - 25 25,1 - 35 35,1 - 45 45,1 - 55 > 55
23% Sumber: Diolah Oleh Penulis Berdasarkan Data Survey
Gambar 10. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Tempat Tinggal Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama (2009)
84
5.2.10 Lama Tinggal di Tempat Tinggal Saat Ini Lama tinggal di tempat tinggal saat ini belum tentu sama dengan lama tinggal di Kelurahan Utama. Lama tinggal di Kelurahan Utama kemungkinan sama atau lebih lama daripada lama tinggal di tempat tinggal saat ini. Lama tinggal di tempat tinggal saat ini dikelompokkan menjadi telah tinggal di tempat saat ini kurang dari lima tahun (13 responden), antara 5,1 – 15 tahun (20 responden), antara 15,1 – 25 tahun (22 responden), antara 25,1 – 35 tahun (17 responden), antara 35,1 – 45 tahun (17 responden), 45,1 – 55 tahun (10 responden), dan di atas 55 tahun (satu responden). Perbandingan persentasenya dapat dilihat pada gambar 11 berikut ini. 10%
1%
13%
17%
20%
17%
≤5 5,1 - 15 15,1 - 25 25,1 - 35 35,1 - 45 45,1 - 55 > 55
22%
. Sumber: Diolah Oleh Penulis Berdasarkan Data Survey
Gambar 11. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Tinggal di Tempat Tinggal Saat Ini di Kelurahan Utama (2009) 5.2.11 Jarak Tempat Tinggal ke Lokasi Industri Jarak tempat tinggal ke lokasi industri dikelompokkan menjadi lima kelompok, yaitu sangat jauh (lebih dari 1000 meter), jauh (701 – 1000 meter), agak dekat (401 – 700 meter), dekat (101 – 400 meter), dan sangat dekat (di bawah 100 meter) (gambar 12). Responden yang diteliti sebagian besar berjarak antara 401 – 700 meter (agak dekat) yaitu sejumlah 33 responden (33% dari keseluruhan responden), sedangkan yang sangat dekat dengan lokasi industri yaitu 85
di bawah 100 meter dengan jumlah reponden 10% dari keseluruhan responden merupakan rumah yang disediakan oleh pabrik. Responden yang berlokasi jauh dari lokasi industri (701 – 1000 meter) berjumlah 25 responden, dan responden yang berjarak 101 – 400 meter sejumlah 24 responden atau 24% dari keseluruhan responden. Sedangkan responden yang berjarak di atas satu km hanya berjumlah delapan responden. 10%
8% 25%
24%
>1000
701 - 1000 401 - 700 101 - 400 ≤ 100 33% Sumber: Diolah Oleh Penulis Berdasarkan Data Survey
Gambar 12. Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak Tempat Tinggal ke Lokasi Indusri di Kelurahan Utama (2009) 5.2.12 Jarak Tempat Tinggal ke Lokasi Kerja Jarak rumah responden ke tempat kerja sebagian besar (47 responden) memiliki jarak dekat (501 – 2000 meter) dan jarak agak dekat (2001 – 3500 meter dengan jumlah 34 responden). Sedangkan yang lainnya berjarak sangat dekat (di bawah 500 meter) dengan jumlah responden 10 orang, berjarak jauh (3501 – 5000 meter) berjumlah delapan responden, dan berjarak sangat jauh (di atas 5000 meter) berjumlah satu orang. Perbandingan persentase jarak dari tempat kerja dapat dilihat pada gambar 13.
86
10%
1%
8% 34%
> 5000 3501 - 5000 2001 - 3500 501 - 2000
47%
≤ 500
Sumber: Diolah Oleh Penulis Berdasarkan Data Survey
Gambar 13. Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak Tempat Tinggal ke Lokasi Kerja di Kelurahan Utama (2009) 5.2.13 Jarak Tempat Tinggal ke Pasar Responden sebagaian besar berjarak agak dekat dengan pasar (2001 – 3500 meter) yaitu berjumlah 51 responden. Sedangkan yang lainnya yaitu berjarak dekat dengan pasar (501 – 2000 meter) berjumlah 18 responden, 28 responden berjarak jauh dengan pasar (3501 – 5000 meter), dan tiga responden berjarak sangat jauh dari pasar (di atas lima kilometer), tapi tidak ada responden yang berjarak sangat dekat dengan pasar (di bawah 500 meter). Perbandingan persentase dapat dilihat pada gambar 14. 18%
3%
28%
> 5000 3501 - 5000 2001 - 3500 501 - 2000
51%
Sumber: Diolah Oleh Penulis Berdasarkan Data Survey
Gambar 14. Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak Tempat Tinggal ke Pasar di Kelurahan Utama (2009)
87
5.2.14 Jarak Tempat Tinggal ke Sarana Angkutan Umum Umumnya responden berjarak 51 – 150 meter ke sarana angkutan umum, yaitu sejumlah 50 responden, reponden yang memiliki jarak 151 – 250 meter berjumlah 24 responden, responden yang berjarak 251 – 350 meter berjumlah 15 responden, responden yang berjarak sangat dekat (di bawah 50 meter) dengan sarana angkutan umum berjumlah 10 responden, dan satu responden berjarak lebih dari 350 meter. Perbandingan persentase karakteristik responden berdasarkan jarak dari sarana angkutan umum dapat dilihat pada gambar 15. 10% 1%
15%
> 350 251 - 350
24% 50%
151 - 250 51 - 150 ≤ 50
Sumber: Diolah Oleh Penulis Berdasarkan Data Survey
Gambar 15. Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak Tempat Tinggal ke Sarana Angkutan Umum di Kelurahan Utama (2009) 5.3
Penilaian Responden terhadap Lingkungan Pemukiman Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama Kondisi lingkungan sekitar kawasan industri menggambarkan karakteristik
tempat tinggal masyarakat saat ini dalam hubungannya dengan keadaan lingkungan yang dirasakan oleh responden karena adanya industri. Karakteristik tempat tinggal responden tersebut dapat dibedakan berdasarkan kriteria fasilitas air, kualitas air, tingkat kriminalitas, kondisi keramaian, kondisi kebisingan, kualitas udara, dan kondisi kebersihan tempat tinggal. Karakteristik tersebut diperoleh berdasarkan jawaban mengenai kondisi sebenarnya maupun berdasarkan pendapat dari responden mengenai tempat tinggalnya. 88
5.3.1
Fasilitas Air Tempat Tinggal Kondisi fasilitas air dapat menentukan kenyaman masyarakat untuk
tinggal. Air sangat dibutuhkan untuk aktivitas sehari-hari, seperti mencuci, air minum, dan lain sebagainya. Fasilitas air yang diteliti dikelompokkan menjadi lima kelompok, yaitu sangat sulit (jika responden memperoleh air dengan frekuensi sekali dalam beberapa hari), sulit (jika air hanya tersedia di beberapa titik yang mengharuskan responden ke tempat mengelirnya air untuk memperoleh air atau jika air mengalir pada waktu tertentu dalam sehari), agak mudah (jika responden memperoleh air kapanpun dengan aliran air yang cukup), mudah (jika responden memperoleh air kapanpun kecuali saat musim kemarau), dan sangat mudah (jika responden mendapatkan air tanpa hambatan). Kemudahan dalam memperoleh air harus diperhatikan. Oleh karena itu pihak swasta menyediakan fasilitas air dengan membuat saluran air untuk masyarakat sekitar agar mudah memperoleh air sebagai bentuk kepedulian kepada masyarakat. Hal ini terbukti dari tidak adanya responden yang merasa sangat sulit dalam memperoleh air. Umumnya responden mudah dan agak mudah dalam memperoleh air yaitu masing-masing sebanyak 51 responden (51% dari keseluruhan responden) dan 37 responden (37% dari keseluruhan responden). Responden yang merasa sulit dalam mendapatkan air sebesar empat persen dari keseluruhan responden dan sebanyak delapan responden. Kondisi tersebut menunjukkan adanya kepedulian pihak swasta terhadap masyarakat sekitar. Perbandingan fasilitas air tempat tinggal dapat dilihat pada gambar 16.
89
8%
4% 37% sulit
51%
agak mudah mudah sangat mudah
Sumber: Diolah Oleh Penulis Berdasarkan Data Survey
Gambar 16. Karakteristik Lingkungan Tempat Tinggal Responden Berdasarkan Fasilitas Air Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama (2009) 5.3.2
Kualitas Air Tempat Tinggal Ketersediaan air bersih di suatu tempat tinggal sangat mempengaruhi
tingkat kesehatan penghuninya, yang dilihat fungsi air sebagai konsumsi tubuh (air munum), juga digunakan sebagai sarana kebersihan. Apabila kualitas air rendah maka tingkat kesehatan penghuninya dapat menurun. Walaupun tidak dikonsumsi, air dengan kualitas rendah dapat menimbulkan penyakit, misalnya penyakit kulit maupun penyakit yang diakibatkan barang-barang yang tidak bersih setelah dicuci dengan air yang berkualitas rendah. Kualitas air di tempat tinggal responden dapat dilihat pada gambar 17. 2% 47%
51% keruh agak jernih jernih
Sumber: Diolah Oleh Penulis Berdasarkan Data Survey
Gambar 17. Kualitas Air di Tempat Tinggal Responden Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama (2009) 90
Kualitas air dikategorikan dalam lima kelompok, yaitu sangat keruh (jika air berbau dan berwarna sangat cokelat), keruh (jika air berwarna cokelat tapi tidak berbau), agak jernih (jika air berwana agak kecokelatan), jernih (jika air tidak berwarna tapi tidak dapat langsung dikonsumsi), dan sangat jernih (jika air dapat langsung dikonsumsi). Kualitas air di tempat tinggal responden umumnya cukup baik. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya responden yang kualitas airnya sangat keruh. Sebagian besar kondisi air di tempat tinggal responden dalam kondisi agak jernih (51 responden) dan jernih (47 responden), dan sangat sedikit responden dalam kondisi air yang keruh (dua responden). Kondisi air yang baik di tempat tinggal sekitar kawasan industri tersebut dikarenakan air disediakan oleh pihak swasta. 5.3.3
Tingkat Kriminalitas Tempat Tinggal Tingkat kriminalitas tempat tinggal menentukan kenyamanan masyarakat
untuk tinggal. Hal ini dikarenakan tingkat kriminalitas berkaitan dengan terjaminnya hak-hak seseorang. Oleh karena itu, seseorang akan mencari tempat tinggal yang aman demi terjamin hak-haknya. Keamanan ditunjukkan dengan rendahnya tingkat pencurian di lingkungan tempat tinggalnya. Dalam penelitian ini, tingkat kriminalitas dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu sangat tidak aman (jika setiap hari terjadi kehilangan di lingkungan tempat tinggal), tidak aman (jika sering adanya laporan kehilangan tiap kurang lebih tujuh hari), agak aman (jika kehilangan jarang terjadi), aman (jika kehilangan jarang sekali terjadi bahkan hampir tidak pernah terjadi), dan sangat aman (jika tidak pernah ada laporan kehilangan).
91
Dari hasil survey kepada masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar kawassan industri, sebagian besar masyarakat merasa aman dan agak aman terhadap tempat tinggalnya yaitu masing-masing 50 responden dan 43 responden. Sedangkan yang menyadari tempat tinggalnya tidak aman sebanyak enam responden dan responden yang merasa tempat tinggalnya sangat aman sebanyak satu responden. Persentase tingkat keamanan tempat tinggal dapat dilihat pada gambar 18. 1%
6% 43%
50%
tidak aman agak aman aman sangat aman
Sumber: Diolah Oleh Penulis Berdasarkan Data Survey
Gambar 18. Kondisi Keamanan Tempat Tinggal Responden Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama (2009) 5.3.4
Kondisi Keramaian Tempat Tinggal Kondisi keramaian diukur berdasarkan pendapat relatif responden. Hal ini
dikarenakan tidak tersedianya ukuran keramaian yang jelas dan pasti mengenai tingkat keramaian. Di sisi lain, keramaian tersebut berkaitan dengan gangguan yang diterima responden sehingga dimungkinkan terdapat perbedaan pendapat mengenai tingkat gangguan yang diterimanya. Berdasarkan pendapat responden terhadap tingkat keramaian di tempat tinggalnya, seperti dijelaskan pada gambar 19, didapatkan 43 responden beranggapan tempat tinggalnya kadang ramai dan 22 responden yang tempat tinggalnya sering ramai. Sedangkan yang lainnya, 27 responden merasa tempat 92
tinggalnya dalam kondisi selalu ramai, lima responden merasa tempat tinggalnya tenang, dan tiga responden beranggapan tempat tinggalnya sangat ramai. 3% 5% 27% 43%
tenang kadang ramai sering ramai selalu ramai
22%
sangat ramai
Sumber: Diolah Oleh Penulis Berdasarkan Data Survey
Gambar 19. 5.3.5
Kondisi Keramaian Responden Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama (2009)
Kondisi Kebisingan Tempat Tinggal Tingkat keramaian sama seperti tingkat kebisingan responden yang diukur
dengan pendapat relatif responden. Kondisi kebisingan dapat disebabkan oleh suara-suara yang mengganggu yaitu suara alat-alat industri. Wawancara kepada responden, diperoleh delapan responden yang merasa tenang dan 37 responden berpendapat kondisi tempat tinggalnya tenang. Hal ini dikarenakan sering ditemukan bahwa kebisingan tidak menjadi gangguan bagi seseorang karena faktor kebiasaan maupun tingkat toleransi seseorang. Selain itu, terdapat 35 responden yang beranggapan tempat tinggalnya daam kondisi agak bising, 19 responden berpendapat tempat tinggalnya bising, dan hanya satu orang responden yang beranggapan tempat tinggalnya sangat bising. Perbandingan tingkat kebisingan dapat dilihat pada gambar 20.
93
19%
1% 8%
sangat tenang 37%
tenang agak bising bising
35%
sangat bising
Sumber: Diolah Oleh Penulis Berdasarkan Data Survey
Gambar 20. Kondisi Kebisingan Tempat Tinggal Responden Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama (2009) 5.3.6
Kondisi Kebersihan Tempat Tinggal Seperti halnya keramaian dan kebisingan, kondisi kebersihan juga
merupakan pendapat relatif responden. Kondisi kebersihan tempat tinggal dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu: sangat kotor, kotor, agak kotor, bersih dan sangat bersih. Umumnya responden memperhatikan kebersihan tempat tinggalnya sehingga sebagian besar responden memiliki tempat tinggal yang bersih (60 responden atau 60% dari keseluruhan responden), sedangkan yang lainnya, yaitu 35 responden yang beranggapan bahwa tempat tinggalnya agak kotor, empat responden berpendapat bahwa tempat tinggalnya kotor, dan satu responden berpendapat tempat tinggalnya sangat kotor. Perbandingan kondisi kebersihan responden dapat terlihat pada gambar 21. 1% 4%
35%
sangat kotor kotor agak kotor
60%
bersih
Sumber: Diolah Oleh Penulis Berdasarkan Data Survey
Gambar 21. Kondisi Kebersihan Tempat Tinggal Responden Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama (2009) 94
5.3.7
Kualitas Udara Tempat Tinggal Salah satu permasalahan lingkungan yang dihadapi di kawasan industri
tersebut adalah pencemaran udara. Permasalahan ini muncul disebabkan semakin meningkatnya aktivitas ekonomi yang tidak diiringi dengan pengelolaan lingkungan yang tepat. Keseimbangan dapat terjadi apabila kemajuan ekonomi dapat diiringi dengan pengelolaan yang tepat. Sektor industri telah menggusur aset lingkungan, misalnya pohon-pohon dan daerah resapan air. Di sisi lain, terpakainya bahan baku batubara yang meningkatkan polusi udara di daerah penelitian. Penilaian tentang tingkat polusi udara dilakukan dengan wawancara langsung kepada responden mengenai pendapat responden terhadap kualitas udara di sekitarnya. Jawaban responden dibagi menjadi lima tingkatan, yaitu kualitas udara sangat tercemar, tercemar, agak tercemar, masih bersih, dan sangat bersih. Hasil wawancara kepada responden cenderung berpendapat bahwa kualitas udara dalam kondisi agak tercemar yaitu 66 responden dan tidak ada yang beranggapan bahwa udara sangat bersih. Selain itu, sebanyak 23 responden berpendapat bahwa kualitas udara tercemar, tujuh responden beranggapan udara sangat tercemar, dan empat responden beranggapan udara masih bersih. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 22. 4%
7% 23%
sangat tercemar tercemar
66%
agak tercemar
Sumber: Diolah Oleh Penulis Berdasarkan Data Survey
Gambar 22. Kondisi Udara Tempat Tinggal Responden Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama (2009) 95
VI. 6.1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Responden terhadap Lingkungan Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama Pengujian dua variabel dilakukan untuk melihat apakah terdapat pengaruh
atau hanya hubungan nyata antara faktor pribadi dan faktor lingkungan dengan persepsi masyarakat terhadap Kawasan Industri di Kelurahan Utama (tabel 11). Uji yang dilakukan adalah uji chi-kuadrat (lampiran 2) dan Rank Spearman (lampiran 3) dengan menggunakan software SPSS version 16.0 for Windows. Tabel 11. Hasil Analisis Uji Chi-Square dan Rank Spearman Faktor-Faktor yang Berpengaruh dengan Persepsi Masyarakat ChiSquaretabel
Koefisien Rank Spearman
Keterangan
2,787
6,74
-
Tidak berhubungan nyata
2
0,522
2,07
-
Tidak berhubungan nyata
0,366
6
6.530
9,45
-
Tidak berhubungan nyata
Jarak tempat tinggal ke lokasi industri
0,004
4
15,293
8,12
-0,085
Berhubungan nyata
Fasilitas air
0,401
3
2,941
5,32
-
Tidak Berhubungan nyata
Kondisi air
0,731
2
0,626
3,79
-
Tidak Berhubungan nyata
Kondisi keramaian
0,131
4
7,086
6,74
-0,255
Berhubungan nyata
Kondisi kebisingan
0,006
4
14,366
6,74
-0,270
Berhubungan nyata
Kebersihan
0,437
3
2,720
5,32
-
Tidak berhubungan nyata
Kualitas udara
0.000
3
23,486
5,32
0,021
Berhubungan nyata
Faktor
Signifikan
df
Pendidikan
0.594
4
Kategori Penduduk
0,470
Lama tinggal di tempat tinggal saat ini
ChiSquarehitung
Sumber: Diolah Oleh Penulis Berdasarkan Data Survey 96
Faktor pribadi atau faktor internal terdiri dari pendidikan, kategori penduduk, lama tinggal di tempat tinggal saat ini, dan jarak tempat tinggal ke lokasi industri, sedangkan faktor lingkungan antara lain fasilitas air, kondisi air, keramaian, kebisingan, kualitas udara, dan kebersihan tempat tinggal. Faktor tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1.
Hubungan antara Persepsi dengan Pendidikan Hubungan antara pendidikan formal terakhir dengan persepsi yang diperoleh dari uji Chi-Square, menyatakan bahwa tidak adanya hubungan antara pendidikan dengan persepsi. Hal ini ditunjukkan perbandingan responden SD (19% dari keseluruhan responden), SMP (34% dari keseluruhan responden), dan SMA (28% dari keseluruhan responden) yang berpendapat lingkungan buruk. Nilai Asymp. Sig (2-sided) Pearson Chi-Square adalah 0.594 lebih besar dari alpha (α=0,15) dan nilai Chi-Squarehitung sebesar 2,787 (df=4) atau lebih kecil dari Chi-Squaretabel sebesar 6,74. Nilai tersebut menyatakan bahwa keputusan pengujian variabel tersebut adalah tingkat pendidikan tidak berhubungan terhadap persepsi masyarakat pada taraf nyata 15% dengan kata lain tingkat pendidikan seseorang tidak memiliki hubungan yang nyata terhadap persepsi, dikarenakan masyarakat di Kelurahan Utama dari berbagai tingkat pendidikan menyadari bahwa lingkungan sekitar tempat tinggal telah tercemar akibat adanya kawasan industri.
2.
Hubungan antara Persepsi dengan Kategori Penduduk Masyarakat Kelurahan Utama sebagian besar telah menyadari rendahnya kualitas lingkungan yang diperoleh dari analisis Chi-Square, 97
menunjukkan baik penduduk asli kelurahan Utama (47% dari keseluruhan responden) maupun penduduk migran atau pindahan (36% dari keseluruhan responden) menyadari kualitas lingkungan yang buruk pada daerah sekitar Kawasan Industri. Berdasarkan uji dua variabel dengan Chi-Square terlihat bahwa nilai Chi-Square sebesar 0,522 lebih kecil dari Chi-Squaretabel sebesar 2,07 dan memiliki nilai signifikan 0,470 yang lebih besar dari nilai selang kepercayaan sebesar 0,15. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak terdapat hubungan nyata antara persepsi dengan kategori penduduk, karena penduduk yang tinggal di tempat tinggal sekitar kawasan industri telah merasakan dampak negatif yang ditimbulkan dari adanya industri. 3.
Hubungan Persepsi dengan Lama Tinggal di Tempat Tinggal Saat Ini Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan alat analisis ChiSquare, terlihat keseragaman yang artinya pada tingkat umur berapapun masyarakat menyadari lingkungan yang buruk di sekitar tempat tinggal responden. Uji Chi-Square yang dilakukan mendapat nilai Chi-Square sebesar 6.530 (lebih kecil dari 9,45 pada df=6) dengan nilai signifikan 0,366 lebih besar dari alpha (α=0,15). Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan nyata antara persepsi masyarakat dengan lama tinggal di tempat tinggal saat ini, disebabkan meskipun responden telah bermukim belum lama, namun telah dapat merasakan lingkungan sekitar tempat tinggal telah tercemar oleh aktivitas industri.
98
4.
Hubungan Persepsi dengan Jarak Tempat Tinggal ke Lokasi Industri Responden masyarakat yang berlokasi sekitar kawasan industri memiliki Chi-Squarehitung variabel jarak tempat tinggal ke lokasi industri adalah 15,293 pada df=4 atau lebih besar dari Chi-Squaretabel untuk df=5 ditetapkan sebesar 8,12. Dengan demikian, jarak tempat tinggal ke lokasi industri berhubungan nyata terhadap persepsi. Dengan menggunakan alat analisis Chi-Square diperoleh nilai signifikasi sebesar 0,004 dengan alpha 15 persen, terlihat bahwa nilai signifikan lebih kecil dari alpha yang menyatakan bahwa antara persepsi dengan jarak tempat tinggal ke lokasi industri berhubungan nyata. Hipotesis ini adalah terdapat hubungan antara persepsi dengan jarak ke lokasi industri. Berdasarkan data dan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan nyata antara persepsi dengan jarak tempat tinggal ke lokasi industri. Artinya, hipotesis terbukti. Koefisien korelasi Rank Spearman menunjukkan nilai -0,085 tapi nilai koefisiean Rank Spearman lebih dari alpha sehingga ada hubungan antara persepsi responden dengan jarak tempat tinggal ke lokasi industri, akan tetapi tidak ada pengaruh antara keduanya.
5.
Hubungan Persepsi dengan Fasilitas Air dan Kondisi Air Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, fasilitas air sekitar kawasan industri di Kelurahan Utama umumnya mudah dan kondisi air juga agak jernih, dikarenakan air telah disediakan oleh pihak swasta sebagai kepedulian terhadap masyarakat sekitar. Responden yang memperoleh air dengan mudah sejumlah 40 responden dan responden yang beranggapan memperoleh air 99
agak mudah sebanyak 33 responden, sedangkan responden memiliki kualitas air jernih sejumlah 38 responden dan agak jernih sejumlah 43 responden. Hal ini telah membuktikan fasilitas air dan kondisi air tidak memiliki pengaruh terhadap persepsi masyarakat terhadap lingkungan sekitar. Selain itu, secara statistika melalui alat analisis Chi-Square diperoleh nilai signifikan fasilitas air dan kondisi air masing-masing adalah 0,401 dan 0,731 yang lebih besar dari alpha 15 persen, serta dilihat dari nilai ChiSquarehitung fasilitas air dan kondisi air masing-masing adalah 2,941 (df=3) dan 0,626 (df=2) yang lebih kecil daripada Chi-Squaretabel masing-masing yaitu 5,32 dan 3,79. Artinya, bahwa tidak terdapat hubungan nyata antara persepsi masyarakat terhadap lingkungan dengan fasilitas air dan kondisi air. 6.
Hubungan Persepsi dengan Kondisi Keramaian Kondisi keramaian sekitar kawasan industri berdasarkan survey terlihat ramai dengan adanya truk yang keluar dan masuk lokasi industri, keramaian juga terasa saat waktu pergantian karyawan (pada saat karyawan pulang dan mendekati jam masuk karyawan), atau karena hal lain. Ini mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap lingkungan yang juga diperlihatkan pada hasil crosstab yang umumnya responden berpendapat lingkungan sekitar buruk, yaitu 33 responden menyatakan bahwa lingkungan sekitar kadang ramai, 18 responden menyatakan lingkungan sekitar sering ramai dan 26 responden menyatakan lingkungan sekitar selalu ramai. Berdasarkan uji Chi-Square diperoleh nilai signifikan sebesar 0,131 yang lebih kecil dari alpha 15 persen dan nilai Chi-Squarehitung sebesar 7,086 pada df=4 yang lebih besar daripada Chi-Squaretabel yaitu 6,74. Artinya, 100
kondisi keramaian berhubungan nyata terhadap persepsi masyarakat, yang berarti keramaian dari aktivitas industri telah mempengaruhi lingkungan sekitar kawasan industri. Terlihat pula dari koefisien korelasi Rank Spearman yang diperoleh sebesar -0,255, yang berarti semakin sering frekuensi keramaian, responden menyadari terjadinya penurunan kualitas lingkungan, seperti contoh semakin banyak mobil pengangkut yang lewat, maka jalan akan semakin rusak. 7.
Hubungan Persepsi dengan Kondisi Kebisingan Suara mesin yang terdengar saat industri beraktivitas telah menimbulkan kebisingan. Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat responden tentang kebisingan di lingkungan sekitarnya. Umumnya masyarakat berpendapat bahwa lingkungannya bising yang disebabkan oleh alat pabrik. Terlihat pada tabel crosstab dimana persepsi responden cenderung menyatakan bahwa lingkungan agak tenang (30 responden), agak bising (32 responden) dan bising (17 responden). Hasil analisis uji Chi-Square antara persepsi dengan kondisi kebisingan diperoleh nilai signifikan sebesar 0,006 yang lebih kecil dari selang kepercayaan 15 persen dan nilai Chi-Squarehitung sebesar 14,366 (df=4) yang lebih besar dari Chi-Squaretabel 6,74, dapat dikatakan bahwa persepsi masyarakat terhadap lingkungan berhubungan nyata dengan kondisi kebisingan. Selain itu, terlihat pula dari nilai koefisien korelasi Rank Spearman sebesar -0,270 yang berarti semakin bising tempat tinggal responden, maka responden menyadari terjadinya penurunan kualitas
101
lingkungan, karena kebisingan menunjukkan ketenangan dan kenyamanan tempat tinggal. 8.
Hubungan Persepsi dengan Kualitas Udara Umumnya pabrik yang berlokasi di kawasan industri Kelurahan Utama menggunakan peralatan dengan bahan bakar batubara sehingga menimbulkan polusi udara di daerah sekitarnya. Hal tersebut dibuktikan oleh pendapat responden yang menyatakan bahwa udara sekitar agak tercemar (60 responden), tercemar (18 responden) dan sangat tercemar (5 responden). Namun, tidak seorangpun yang beranggapan kualitas udara masih bersih. Uji Chi-Square memperlihatkan Asymp. Sig. (2-sided) sebesar 0.000 (lebih kecil dari selang kepercayaan 15%) yang menyatakan bahwa kualitas udara sangat berhubungan dengan persepsi masyarakat. Terlihat pula pada nilai Chi-Square yang diperoleh sebesar 23,486 pada df=3 yang lebih besar dari Chi-Squaretabel 5,32, artinya persepsi dan kualitas udara sekitar kawasan industri berhubungan nyata. Koefisien korelasi Rank Spearman menunjukkan nilai 0,021, tapi nilai signifikan pada uji Rank Spearman lebih dari alpha sehingga tidak ada pengaruh antara keduanya.
9.
Hubungan Persepsi dengan Kebersihan Tempat Tinggal Umumnya kondisi kebersihan tempat tinggal sekitar kawasan industri di Kelurahan Utama 47% dalam kondisi bersih yang menunjukkan bahwa masyarakat sekitar kawasan industri peduli terhadap lingkungan, sehingga tidak adanya hubungan antara persepsi dengan kebersihan tempat tinggal. Hal ini diperkuat dengan perolehan nilai Chi-Square sebesar 2,720 (df=3) yang lebih kecil dari Chi-Squaretabel sebesar 5,32 dan dari nilai signifikan sebesar 102
0,437 pada taraf nyata 0,15, artinya kebersihan tempat tinggal tidak berhubungan nyata terhadap persepsi responden, dengan alasan responden peduli terhadap kenyamanan tempat tinggal sehingga tempat tinggal responden umumnya dalam kondisi yang bersih. 6.2
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Preferensi Responden terhadap Tempat Tinggal Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama Faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi responden diprediksi dengan
menggunakan alat analisis uji Chi-Square dan Rank Spearman. Hasil analisis uji Chi-Square untuk mendeteksi faktor-faktor yang berhubungan dengan Preferensi masyarakat (lampiran 4), sedangkan uji Rank Spearman untuk melihat pengaruh antara dua variabel (lampiran 5). Hasil analisis tersebut dirangkum pada tabel 12. Tabel 12. Hasil Analisis Uji Chi-Square dan Rank Spearman Faktor-Faktor yang Berpengaruh dengan Preferensi Masyarakat Faktor
Signifikan
df
ChiSquarehitung
ChiSquaretabel
Koefisien Rank Spearman
Pengeluaran
0,022
3
9,954
5,32
0,294
0.003
1
8,742
2,07
-0,296
0,39
6
6,306
9,45
-
0,097
4
7,857
6,74
-0,115
Fasilitas air
0,007
3
12,081
5,32
0,346
Kondisi air
0,001
2
14,686
3,79
0,383
0,072
3
6,998
5,32
0,229
0,070
4
8,684
6,74
-0,109
0,005
3
13,039
5,32
0,348
0,362
4
4,340
6,74
-
0,038
3
8,398
5,32
0,261
0,105
4
7,646
6,74
0,262
Berhubungan nyata
0,072
3
6,998
5,32
0,229
Berhubungan nyata
Status tempat tinggal Lama tinggal di tempat tinggal saat ini Jarak ke lokasi industri
Kondisi keramaian Kondisi kebisingan Kebersihan Jarak tempat tinggal ke lokasi kerja Jarak tempat tinggal ke pasar Jarak tempat tinggal ke angkutan umum Tingkat kriminalitas
Keterangan Berhubungan nyata Berhubungan nyata Tidak berhubungan nyata Berhubungan nyata Berhubungan nyata Berhubungan nyata Berhubungan nyata Berhubungan nyata Berhubungan nyata Tidak berhubungan nyata Berhubungan nyata
Sumber: Diolah Oleh Penulis Berdasarkan Data Survey 103
Faktor-faktor yang diduga mempunyai hubungan dengan preferensi masyarakat sekitar kawasan industri antara lain, pengeluaran, status tempat tinggal, lama tinggal di tempat tinggal saat ini, jarak ke lokasi industri, fasilitas air, kondisi air, kondisi keramaian, kondisi kebisingan, kebersihan, jarak tempat tinggal ke lokasi kerja, jarak tempat tinggal ke lokasi pasar, jarak tempat tinggal ke angkutan umum, dan tingkat kriminalitas. Hubungan faktor-faktor tersebut terhadap preferensi masyarakat dijelaskan pada tabel 12. Variabel yang terdapat pada persepsi responden terhadap kualitas lingkungan (pembahasan sebelumnya) merupakan bagian dari variabel preferensi responden terhadap tempat tinggal di kawasan industri. Berdasarkan uji Chi-Square diperoleh pernyataan bahwa pengeluaran berhubungan nyata dengan preferensi terhadap tempat tinggal. Nilai ChiSquarehitung sebesar 9,954 pada df=3 (lebih besar dari Chi-Squaretabel sebesar 5,32) dan nilai signifikan didapat sebesar 0,022, sehingga jumlah pengeluaran keluarga tiap bulan berhubungan nyata dengan preferensi masyarakat terhadap tempat tinggal, sedangkan untuk melihat pengaruh antara pengeluaran dan preferensi dilihat dari koefisien Rank Spearman bertanda positif yang berarti semakin besar pengeluaran responden, maka responden menyukai tempat tinggalnya. Hal tersebut dikarenakan pengeluaran responden per bulan berhubungan dengan sikap konsumtif responden terhadap kebutuhan selain kebutuhan pokok, sehingga responden lebih memilih untuk memenuhi kebutuhan selain dari kebutuhan pokok daripada memilih untuk tinggal di tempat yang lebih nyaman. Responden lebih memilih untuk tinggal di sekitar kawasan industri dan telah terbiasa dengan kondisi lingkungan yang ada karena sifat konsumtif responden. 104
Status tempat tinggal berhubungan nyata dengan preferensi masyarakat terhadap tempat tinggal. Hal ini terlihat pada tabel 11 dimana nilai signifikan diperoleh sebesar 0,003 atau lebih kecil dari selang kepercayaan 0,15, dan diperoleh pula Chi-Squarehitung (df=1) sebesar 8,742 yang lebih besar dari ChiSquaretabel (2,07) sehingga dapat disimpulkan bahwa status tempat tinggal berhubungan nyata dengan preferensi masyarakat terhadap tempat tinggalnya (suka atau tidak suka terhadap tempat tinggal saat ini). Koefisien Rank Spearman bertanda negatif, menunjukkan bahwa penduduk migran atau pindahan akan menyukai tempat tinggalnya, sedangkan responden asli Kelurahan Utama tidak menyukai tempat tinggalnya, dengan alasan penduduk asli lebih mengetahui perubahan kondisi lingkungan yang semakin rendah, sedangkan penduduk pindahan tinggal dengan alasan tertentu, sehingga menyukai tempat tinggalnya karena tinggal di tempat sekarang karena suatu pilihan. Berdasarkan tabel 11, lama tinggal di tempat tinggal saat ini tidak berhubungan nyata dengan preferensi masyarakat terhadap tempat tinggal saat ini. Nilai Chi-Square diperoleh pada df=6 sebesar 6,306 dan bila dibandingkan dengan Chi-Squaretabel (9,45) menunjukkan lama tinggal di tempat tinggal saat ini tidak berhubungan nyata terhadap preferensi masyarakat karena nilai ChiSquarehitung lebih kecil daripada nilai Chi-Squaretabel. Selain itu, dapat pula dilihat dari nilai signifikan (0,39) lebih besar dari alpha (15%). Data tersebut mengidikasikan tidak terjadinya hubungan antara preferensi masyarakat dengan lama tinggal di tempat tinggal saat ini karena preferensi merupakan pendapat yang relatif dimana setiap orang memiliki pendapat masing-masing tentang tempat
105
tinggalnya saat ini yang tidak berhubungan dengan lama tinggal di tempat tinggal saat ini. Hasil pengujian tentang hubungan antara preferensi masyarakat dengan jarak tempat tinggal ke lokasi industri menunjukkan nilai Chi-Squarehitung yang dihasilkan lebih besar dari Chi-Squaretabel pada df=4 (7,857>6,74) dan nilai signifikan diperoleh lebih kecil daripada selang kepercayaan (0,097<0,15) dapat dikatakan bahwa antara preferensi dengan jarak tempat tinggal ke lokasi industri berhubungan nyata. Tanda negatif pada koefisien Rank Spearman membuktikan bahwa semakin dekat tempat tinggal dengan lokasi industri maka responden tidak menyukai tempat tinggalnya, dengan alasan semakin dekat dengan lokasi industri, maka dampak dari terjadinya degradasi lingkungan semakin terasa oleh masyarakat. Pada pengujian antara hubungan fasilitas air dengan preferensi masyarakat terhadap tempat tinggal diperoleh nilai signifikan sebesar 0,007 yang lebih kecil dari alpha 0,15 dan nilai Chi-Square pada df=3 sebesar 12,081 lebih besar dari Chi-Squaretabel (5,32). Artinya, antara fasilitas air dan preferensi masyarakat terhadap tempat tinggal berhubungan nyata. Koefisien Rank Spearman bertanda positif yang artinya bahwa semakin mudah memperoleh air, responden menyukai tempat tinggalnya. Hal ini dikarenakan, air merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan, karena selain untuk konsumsi juga digunakan untuk keperluan lain, seperti mencuci atau membersihkan diri. Kondisi atau kualitas air juga berhubungan nyata dengan preferensi responden terhadap tempat tinggal karena nilai Chi-Squarehitung lebih besar dari Chi-Squaretabel (14,686>3,79) dan nilai signifikasi lebih kecil daripada selang 106
kepercayaan (0,001<0,15). Semakin baik kualitas air, maka responden menyukai tempat tinggalnya, karena nilai Rank Spearman bertanda positif. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden peduli terhadap kesehatan, karena kualitas air yang rendah dapat mengakibatkan menurunnya kesehatan. Kondisi keramaian juga berhubungan nyata dengan preferensi masyarakat terhadap tempat tinggal responden. Hal ini terbukti dari nilai Chi-Squarehitung lebih besar dari Chi-Squaretabel (6,998>5,32) dan nilai signifikan diperoleh sebesar 0,072 yang lebih kecil daripada alpha 0,15. Koefisien Rank Spearman menunjukkan tanda positif dapat disimpulkan bahwa semakin ramai tempat tinggal, maka masyarakat menyukai tempat tinggalnya, karena responden yang tinggal dekat dengan keramaian lebih mudah dalam melakukan aktivitas, seperti berdagang, disebabkan pekerjaan sampingan responden umumnya adalah berdagang. Hubungan kondisi kebisingan dengan preferensi masyarakat juga berpengaruh nyata. Terbukti pada tabel 11, bahwa nilai signifikan sebesar 0,70 (lebih kecil daripada alpha 0,15, dan Chi-Squarehitung sebesar 8,684 pada df=4 (lebih dari Chi-Squaretabel sebesar 6,74).
Koefisien Rank Spearman bertanda
negatif yang berarti semakin bising tempat tinggal, maka responden semakin tidak menyukai tempat tinggalnya. Hal tersebut mengidikasikan bahwa kebisingan suara dari alat industri dan suara dari mobil pengangkut saat sedang beraktivitas akan mempengaruhi preferensi masyarakat terhadap tempat tinggal sekarang, karena suara dari kebisingan menimbulkan gangguan pada kenyamanan tempat tinggal.
107
Pada pengujian untuk faktor kebersihan diperoleh nilai Chi-Square sebesar 13,039 pada df=3 yang lebih besar dari Chi-Squaretabel (5,32) dan nilai signifikan sebesar 0,005 (lebih kecil dari alpha 15%) dapat disimpulkan bahwa kondisi kebersihan tempat tinggal dengan preferensi masyarakat berhubungan nyata. Terlihat dari tabel tabulasi silang (lampiran 2) dan koefisien Rank Spearman yang bertanda positif dapat diindikasikan bahwa semakin tempat tinggal responden dalam keadaan kotor, maka responden tidak menyukai tempat tinggalnya, dengan alasan tempat tinggal menentukan kesehatan dan kenyamanan tempat tinggal. Jarak tempat tinggal ke lokasi kerja tidak berhubungan nyata terhadap preferensi masyarakat, terbukti pada nilai Chi-Square yang diperoleh sebesar 4,340 lebih kecil dari pada Chi-Squaretabel (6,74 pada df=4) dan nilai signifikan sebesar 0,362 (lebih besar dari alpha 0,15), karena responden cenderung tidak menyukai tempat tinggalnya baik yang dekat dengan lokasi kerja maupun yang jauh dari lokasi kerja. Uji Chi-Square untuk jarak tempat tinggal ke pasar terhadap preferensi masyarakat diperoleh nilai Chi-Square sebesar 8,398 yang lebih besar dari ChiSquaretabel sebesar 5,32, membuktikan adanya hubungan antara jarak tempat tinggal ke pasar dengan preferensi masyarakat terhadap tempat tinggalnya. Selain itu, dapat juga dibuktikan dari nilai signifikan yang diperoleh sebesar 0,038 yang lebih kecil dari alpha 0,15. Koefisien Rank Spearman yang bertanda positif menunjukkan bahwa responden yang memiliki tempat tinggal jauh dari lokasi pasar tidak menyukai tempat tinggalnya, karena lebih mudah untuk memperoleh kebutuhan utama maupun sekunder dan dari sisi waktu, responden yang semakin dekat dengan pasar lebih dapat menghemat waktu untuk memenuhi kebutuhannya 108
dengan pilihan yang beragam dan harga yang relatif murah, sehingga ada pengaruh antara jarak tempat tinggal ke lokasi pasar dengan preferensi masyarakat terhadap tempat tinggal. Berdasarkan tabel 11, dibuktikan bahwa jarak tempat tinggal ke sarana angkutan umum juga berpengaruh nyata terhadap preferensi tempat tinggal. Hal tersebut dibuktikan dari hasil nilai Chi-Square pada df=4 sebesar 7,646 yang lebih besar dari Chi-Squaretabel sebesar 6,74 dan nilai signifikan diperoleh sebesar 0,105 yang lebih kecil dari alpha 0,15. Jika dilihat dari koefisien Rank Spearman yang bertanda positif, berarti bahwa semakin dekat dengan sarana angkutan umum, maka responden menyukai tempat tinggalnya. Hal tersebut dikarenakan sarana angkutan umum berpengaruh dengan kelancaran dalam beraktivitas. Selain itu, tingkat kriminalitas yang terjadi di sekitar kawasan industri berhubungan nyata dengan preferensi masyarakat terhadap tempat tinggal. Terbukti dari hasil uji Chi-Square, diperoleh nilai signifikan sebesar 0,072 pada selang kepercayaan 0,15 dan Chi-Squarehitung (6,998) lebih besar dari ChiSquaretabel (5,32), artinya preferensi dengan tingkat kriminalitas berhubungan nyata dan dari koefisien Rank Spearman bertanda positif, berarti semakin aman tempat tinggal, responden menyukai tempat tinggalnya. Hal tersebut dikarenakan tingkat kriminalitas berhubungan dengan hak kepemilikan seseorang dimana responden merasa tenang untuk tinggal. 6.3
Faktor-Faktor yang Berpengaruh dengan WTP Responden Untuk Perbaikan Kualitas Lingkungan Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama Pengujian dua variabel dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan
nyata antara kesediaan membayar untuk perbaikan kualitas lingkungan dengan 109
faktor pribadi dengan faktor lingkungan. Uji yang dilakukan adalah uji ChiSquare dan Rank Spearman dengan menggunakan bantuan software SPSS version 16.0 for Windows. Faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan keputusan responden bersedia atau tidak membayar untuk perbaikan kualitas lingkungan sekitar kawasan industri di Kelurahan Utama antara lain: jarak ke lokasi industri, fasilitas air, kondisi air, kebisingan, kualitas udara, keramaian, tingkat kriminalitas, pendapatan, pengeluaran, kategori penduduk, kebersihan, jarak ke lokasi kerja, preferensi masyarakat terhadap tempat tinggal, dan persepsi masyarakat terhadap lingkungan (lampiran 4). 1.
Hubungan Antara Kesediaan Membayar WTP Untuk Perbaikan Kualitas Lingkungan dengan Pendapatan Tiap Bulan Pengujian dua veriabel yaitu pendapatan dan kesediaan membayar menyatakan bahwa pendapatan dan kesediaan membayar untuk peningkatan kualitas lingkungan berhubungan nyata. Hal ini dibuktikan dengan nilai signifikan yang diperoleh sebesar 0,001 dengan alpha 0,15 dan nilai ChiSquarehitung sebesar 21,711 (df=5) yang lebih besar daripada Chi-Squaretabel sebesar 8,12. Semakin tinggi tingkat pendapatan responden, maka responden bersedia membayar yang terbukti dari nilai koefisien korelasi Rank Spearman sebesar 0,030 (positif). Responden yang memiliki pendapatan per bulan di bawah Rp.500.000,00/bulan yang menyatakan bersedia membayar sebanyak 15 responden, responden yang memiliki pendapatan antara Rp.500.000,00 – Rp.1.000.000,00 sebanyak 18 responden menyatakan bersedia membayar, 110
dan responden yang memiliki pendapatan antara Rp.1.000.000,00 – Rp.1.500.000,00 yang bersedia membayar untuk peningkatan kualitas lingkungan sebanyak 35 responden. Data data yang telah diuraikan tersebut mengindikasikan adanya pengaruh antara pendapatan dengan kesediaan membayar untuk peningkatan kualitas lingkungan, dikarenakan responden yang memiliki pendapatan semakin tinggi memiliki saving yang lebih banyak dari responden yang memiliki pendapatan rendah. 2.
Hubungan Antara Kesediaan Membayar WTP Untuk Perbaikan Kualitas Lingkungan dengan Jarak Tempat Tinggal ke Lokasi Industri Jarak tempat tinggal ke lokasi industri sangat berhubungan dengan kesediaan responden untuk membayar, dibuktikan dengan nilai signifikasi 0,000 pada selang kepercayaan 0,15 dan diperoleh Chi-Squarehitung sebesar 55,025 yang jauh lebih besar daripada Chi-Squaretabel sebesar 6,74. Artinya, jarak tempat tinggal ke lokasi industri dengan kesediaan membayar berhubungan nyata, sedangkan nilai koefisien korelasi Rank Spearman sebesar 0,234 (positif) yang berarti bahwa semakin dekat dengan lokasi industri maka responden bersedia membayar untuk perbaikan kualitas lingkungan. Responden yang berlokasi sangat jauh cenderung tidak bersedia membayar untuk peningkatan kualitas lingkungan, sedangkan responden yang berlokasi semakin dekat dengan lokasi industri umumnya bersedia membayar untuk peningkatan kualitas lingkungan. Hal tersebut dikarenakan tempat tinggal penurunan lingkungan semakin terasa pada tempat tinggal yang dekat dengan lokasi industri, sedangkan responden yang jauh dengan lokasi industri 111
beranggapan bahwa membayar untuk perbaikan lingkungan tidak penting karena tidak terasa hasilnya. 3.
Hubungan Antara Kesediaan Membayar WTP Untuk Perbaikan Kualitas Lingkungan dengan Fasilitas Air dan Kondisi Air Dari hasil pengujian dengan Chi-Square antara fasilitas air dengan kesediaan untuk membayar dihasilkan nilai Chi-Square sebesar 11,875 (lebih besar dari Chi-Squaretabel sebesar 5,32 pada df=3) dan nilai signifikan sebesar 0,008 pada taraf nyata 85%, artinya fasilitas air dengan kesediaan membayar berhubungan nyata. Terbukti pula dari nilai koefisien korelasi sebesar -0,222 yang menunjukkan semakin mudah memperoleh air, maka responden tidak bersedia membayar untuk perbaikan kualitas lingkungan, dengan alasan jika mudah memperoleh air, maka responden beranggapan bahwa jika membayar untuk perbaikan lingkungan tidak dirasakan langsung hasil dari perbaikan lingkungan karena responden merasa tidak ada masalah dengan lingkungan. Kondisi air juga berhubungan nyata dengan kesediaan membayar. Hal ini terbukti dengan nilai signifikan yang diperoleh sebesar 0,049 pada selang kepercayaan 0,15 dan Chi-Squarehitung yang lebih besar dari Chi-Squaretabel (6,045>3,79 pada df=2) sehingga ada hubungan nyata antara kondisi air dengan kesediaan membayar untuk peningkatan kualitas lingkungan. Selain itu, nilai koefisien korelasi sebesar -0,245 yang berarti semakin keruh air, maka responden bersedia membayar untuk perbaikan lingkungan, karena kualitas air menentukan kesehatan responden dan air merupakan kebutuhan dasar manusia.
112
4.
Hubungan Antara Kesediaan Membayar WTP Untuk Perbaikan Kualitas Lingkungan dengan Kebisingan Kebisingan
yang
diakibatkan
oleh
aktivitas
industri
sangat
mengganggu masyarakat sekitar kawasan industri, sehingga masyarakat yang berada di sekitar kawasan industri umumnya bersedia membayar untuk peningkatan kenyamanan tempat tinggal. Hal tersebut diperkuat dengan uji dua variabel antara kesediaan responden membayar dengan kondisi kebisingan yang dialami oleh responden. Nilai signifikan yang diperoleh pada selang kepercayaan 15% adalah 0,000 dan nilai Chi-Squarehitung didapat sebesar 38,560 yang lebih besar daripada Chi-Squaretabel sebesar 6,74 pada df=4, serta nilai koefisien korelasi Rank Spearman sebesar 0,386 yang menunjukkan tanda positif, yang artinya semakin bising lingkungan tempat tinggal maka responden bersedia membayar untuk perbaikan kualitas lingkungan. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa kesediaan membayar dengan kondisi kebisingan berpengaruh nyata. 5.
Hubungan Antara Kesediaan Membayar WTP Untuk Perbaikan Kualitas Lingkungan dengan Kualitas Udara Menurut hasil laporan tahunan Kelurahan Utama dinyatakan bahwa kualitas udara di sekitar kawasan industri telah tercemar. Masyarakat sekitar kawasan industri cenderung memperhatikan kondisi lingkungan sehingga dari 100 responden, sebanyak 89 responden bersedia membayar untuk peningkatan kualitas lingkungan. Berdasarkan pernyataan tersebut diduga ada pengaruh antara perbaikan kualitas lingkungan dengan kualitas udara sekitar kawasan industri. 113
Dari hasil uji Chi-Square diperoleh nilai signifikan sebesar 0,007 pada selang kepercayaan 0,15 dan Chi-Squarehitung sebesar 12,190 yang lebih besar dari Chi-Squaretabel sebesar 5,32 pada df=3. Hasil pengujian tersebut membuktikan adanya hubungan nyata antara kesediaan membayar dengan kualitas udara. Selain itu, koefisien Rank Spearman yang diperoleh sebesar 0,111 yang menunjukkan bahwa semakin rendah kualitas udara, maka responden bersedia membayar untuk perbaikan lingkungan. Hal ini disebabkan udara sangat penting untuk kesehatan, karena udara yang tercemar dapat menyebabkan gangguan pernafasan, bahkan menyebabkan kematian. 6.
Hubungan Antara Kesediaan Membayar WTP Untuk Perbaikan Kualitas Lingkungan dengan Keramaian Keramaian yang terjadi di sekitar kawasan industri karena adanya kendaraan industri atau karyawan yang keluar masuk pabrik. Keramaian yang terjadi dapat mengganggu masyarakat yang bemukim di daerah sekitar kawasan industri. Umumnya masyarakat bersedia membayar untuk ketenangan yang diinginkan. Diindikasikan adanya hubungan antara kesediaan membayar dengan perbaikan kualitas lingkungan yang diuji dengan Chi-Square. Hasil pengujian diperoleh Chi-Squarehitung sebesar 11,479 lebih besar dari Chi-Squaretabel sebesar 5,74 pada df=4 dan juga didapatkan nilai signifikan sebesar 0,022 pada selang kepercayaan 0,15. Artinya, terdapat hubungan nyata antara kondisi keramaian dengan kesediaan membayar untuk peningkatan kualitas lingkungan. Selain itu, nilai koefisien korelasi Rank Spearman sebesar 0,322 114
yang berarti semakin ramai tempat tinggal, maka responden bersedia mambayar untuk perbaikan lingkungan. 7.
Hubungan Antara Kesediaan Membayar WTP Untuk Perbaikan Kualitas Lingkungan dengan Tingkat Kriminalitas Tingkat kriminalitas sekitar kawasan industri di Kelurahan Utama berhubungan
nyata
dengan
kesediaan
membayar
masyarakat
untuk
memperbaiki kualitas lingkungan. Hubungan tersebut dibuktikan dengan pengujian dua variabel antara kesediaan membayar masyarakat dengan tingkat kriminalitas yang diperoleh nilai signifikasi lebih kecil dari selang kepercayaan (0,019 < 0,15). Selain itu, dapat ditunjukkan dengan hasil nilai Chi-Square yang lebih besar dari Chi-Squaretabel (9,948 > 5,32) pada df=3). Nilai signifikan dan Chi-Squarehitung tersebut, dapat disimpulkan bahwa kesediaan membayar berhubungan nyata dengan tingkat kriminalitas. Tingkat
kriminalitas
berpengaruh
positif
terhadap
kesediaan
membayar, terlihat pada nilai koefisien korelasi Rank Spearman yang diperoleh sebesar 0,075, akan tetapi nilai siginfikan yang diperoleh lebih dari taraf nyata sehingga tidak ada pengaruh antara tingkat kriminalitas dengan kesediaan membayar untuk perbaikan kualitas lingkungan. 8.
Hubungan Antara Kesediaan Membayar WTP Untuk Perbaikan Kualitas Lingkungan dengan Kategori Penduduk Dari hasil uji Chi-Square diperoleh nilai Asymp.Sig.(2-sided) sebesar 0,500 pada selang kepercayaan 0,15 dan didapat pula nilai Chi-Square sebesar 0,455 yang lebih kecil dari Chi-Squaretabel pada df=1 sebesar 2,07. Hasil uji tersebut mengindikasikan tidak terjadi hubungan nyata antara 115
kesediaan masyarakat membayar WTP untuk perbaikan kualitas lingkungan dengan kategori penduduk. Responden cenderung peduli terhadap lingkungan, terlihat dari 55 responden yang merupakan penduduk asli Kelurahan Utama terdiri dari 50 responden bersedia membayar WTP untuk perbaikan lingkungan dan sebanyak lima responden tidak bersedia membayar untuk perbaikan lingkungan. Begitu juga dari 45 responden migran atau pindahan, sebanyak 39 responden bersedia membayar perbaikan kualitas lingkungan dan enam responden tidak bersedia membayar. Ini membuktikan bahwa baik penduduk asli ataupun pindahan cenderung bersedia membayar untuk perbaikan lingkungan. 9.
Hubungan Antara Kesediaan Membayar WTP Untuk Perbaikan Kualitas Lingkungan dengan Kebersihan Kondisi kebersihan tempat tinggal masyarakat pada umumnya dalam kondisi bersih, sehingga tidak terdapat hubungan nyata antara kesediaan membayar dengan kondisi kebersihan. Hal tersebut didukung oleh nilai signifikan yang diperoleh sebesar 0,884 lebih besar dari selang kepercayaan 0,15 dan Chi-Square sebesar 0,652 pada df=3 lebih kecil dari Chi-Squaretabel sebesar 5,32. Artinya, kebersihan dan kesediaan membayar untuk peningkatan kualitas lingkungan tidak berhubungan nyata karena kebersihan tempat tinggal bukan merupakan tanggung jawab pihak swasta ataupun pemerintah, akan tetapi merupakan kewajiban masing-masing pemilik rumah. 10. Hubungan Antara Kesediaan Membayar WTP Untuk Perbaikan Kualitas Lingkungan dengan Jarak ke Lokasi Kerja 116
Jarak lokasi kerja dengan tempat tinggal tidak berhubungan nyata dengan kesediaan seseorang membayar untuk perbaikan kualitas lingkungan. Hal ini dibuktikan dengan nilai Asymp.Sig.(2-sided) yang diperoleh sebesar 0,523 yang lebih besar dari selang kepercayaan 0,15 dan nilai Chi-Squarehitung lebih kecil dari Chi-Squaretabel (3,210 < 6,74 pada df=4). Artinya, kesediaan membayar responden terhadap lingkungan dengan lokasi kerja tidak berhubungan nyata karena lokasi kerja pada umumnya dekat dengan tempat tinggal. 11. Hubungan Antara Kesediaan Membayar WTP Untuk Perbaikan Kualitas Lingkungan dengan Preferensi dan Persepsi Masyarakat terhadap Tempat Tinggal Kesukaan responden terhadap tempat tinggalnya berhubungan nyata dengan kesediaan responden membayar untuk lingkungan. Nilai ChiSquarehitung sebesar 4,097 pada df =1 lebih besar dari Chi-Squaretabel sebesar 2,07 dan nilai signifikan sebesar 0,043 pada selang kepercayaan 0,15. Artinya, kesediaan membayar berhubungan nyata dengan preferensi masyarakat terhadap tempat tinggal. Nilai koefisien korelasi Rank Spearman bertanda negatif (-0,202) yang berarti responden yang tidak menyukai tempat tinggalnya maka bersedia membayar untuk perbaikan lingkungan, karena responden yang tidak menyukai tempat tinggalnya akan berusaha untuk kenyamanan bertempat tinggal dengan memperbaiki kualitas lingkungan sekitar dan peduli terhadap lingkungan sekitar. Selain itu, persepsi responden terhadap lingkungan juga berhubungan nyata dengan kesediaan responden membayar untuk perbaikan lingkungan 117
sekitar kawasan industri. Pernyataan tersebut diperkuat dengan uji dua variabel dengan alat analisis Chi-Square, diperoleh nilai signifikan (0,000) lebih kecil dari selang kepercayaan (0,15) dan Chi-Squarehitung (27,203) lebih besar dari Chi-Squaretabel (2,07) pada df=1, sehingga dapat disimpulkan bahwa preferensi responden terhadap tempat tinggal dan persepsi responden tentang kualitas lingkungan memiliki hubungan nyata dengan kesediaan responden membayar untuk perbaikan kualitas lingkungan. Jika dilihat dari nilai koefisien korelasi Rank Spearman (-0,522) menunjukkan bahwa responden yang menyadari lingkungan sekitar tempat tinggalnya buruk, maka responden bersedia membayar untuk perbaikan lingkungan. Hal ini dikarenakan terjadinya menyadari terjadinya degradasi lingkungan harus segera ditangani. 6.4
Faktor-faktor Responden
yang
Mempengaruhi
Nilai
Willingness
to
Pay
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTP dilakukan dengan menggunakan regresi linear berganda. Variabel tidak bebas yang digunakan adalah nilai WTP responden, sedangkan variabel bebas yang digunakan adalah umur, pendidikan formal terakhir, jumlah tanggungan, pendapatan per bulan, pengeluaran per bulan, kategori penduduk, lama tinggal di tempat tinggal saat ini, jarak tempat tinggal ke lokasi industri, fasilitas air, kondisi air, kebisingan, kualitas udara, kebersihan tempat tinggal, jarak tempat tinggal ke lokasi kerja, kondisi keramaian, tingkat kriminalitas, preferensi terhadap tempat tinggal, dan persepsi terhadap lingkungan. Data yang digunakan dalam analisis ini telah diuji asumsinya, antara lain: kenormalan sisaan atau galat menyebar normal, tidak ada autokorelasi atau sisaan 118
saling bebas, homoskedastisitas atau kehomogenan ragam sisaan, dan tidak ada multikolinearitas. Pengujian normalitas residual dapat dilihat dari grafik normal PP Plot, maka dikatakan bahwa residual mengikuti fungsi distribusi normal. Selain metode grafik normal P-P Plot, untuk memvalidasi bahwa residual mengikuti distribusi normal, perlu dilakukan pengujian normalitas dengan statistic uji Kolmogorov Smirnov dengan asumsi sebagai berikut: H0 : galat menyebar normal H1 : galat tidak menyebar normal Dari hasil pengujian diperoleh nilai p-value lebih besar dari alpha (0,750 > 0,15), maka terima H0, sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Dalam menguji autokorelasi pada residual dapat dilihat dari nilai statistic Durbin-Watson dengan asumsi sebagai berikut: H0 : tidak ada autokorelasi H1 : ada autokorelasi Dimana nilai Durbin-Watson menunjukkan nilai 1,648 dan nilai batas atas Durbin-Watson tabel sebesar 2,148. Oleh karena nilai (4-1,648) lebih besar dari 2,148, maka hipotesis H0 diterima artinya tidak ada autokorelasi positif atau negatif. Pemeriksaan asumsi ketiga, yaitu homoskedastisitas dengan menggunakan uji Bartlett dan uji Levene, asumsi yang digunakan yaitu: H0 : Heteroskedastisitas H1 : Homoskedastisitas
119
Diperoleh nilai p-value pada uji Bartlett sebesar 0,047 dan p-value pada uji Levene sebesar 0,083 yang lebih kecil dari alpha 0,15, sehingga dapat disimpulkan ragam galat bersifat homoskedastisitas. Uji selanjutnya yaitu tidak adanya multikolinearitas antara variabel independen, dapat dilihat dari VIF pada tabel 12. Dari hasil regresi diperoleh semua variabel independen mempunyai nilai VIF<10 sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan linier sangat tinggi antara variabel independen. Perlu dilakukan validasi model regresi dengan pemeriksaan hasil tabel ANOVA dimana hasil uji statistik uji F menunjukkan nilai p-value sebesar 0,000 yang lebih kecil dari alpha 0,15, dan nilai koefisien determinasi atau R2 sebesar 0,848 (nilai tersebut berarti keragaman WTP responden 84,8 persen dapat dijelaskan oleh model, sisanya 15,2 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model). Oleh karena nilai statistik uji F yang signifikan pada alpha 15% dan nilai R square yang tinggi, maka model persamaan regrasi yang dihasilkan dapat dikatakan valid. Selanjutnya model regresi yang sudah tervalidasi ini dapat digunakan untuk memprediksi besarnya nilai WTP masyarakat, maka model regresi tersebut yaitu: Mean WTP = -0,755 + 0,085UMUR + 0,235PDDK + 0,027TGG + 0,118PDPTN + 0,140PLRN + 0,035KP – 0,060LTSI + 0,150JLI + 0,055FA – 0,059KA + 0,366BSG – 0,263UDARA – 0,038BRSH – 0,134JLK + 0,114KRMN + 0,152KRMNL + 0,173PREF – 0,265PRSP
120
Tabel 13. Hasil Analisis Nilai WTP Responden Variabel Koefisien Sig VIF Keterangan C -0,755 0,296 UMUR 0,085 0,188 2,743 Tidak berpengaruh nyata PDDK 0,235 0,004 2,778 Berpengaruh nyata TGG 0,027 0,532 1,664 Tidak berpengaruh nyata PDPTN 0,118 0,007 1,564 Berpengaruh nyata PLRN 0,140 0,063 1,798 Berpengaruh nyata KP 0,035 0,757 2,091 Tidak berpengaruh nyata LTSI -0,060 0,148 2,874 Tidak berpengaruh nyata JLI 0,150 0,003 1,462 Berpengaruh nyata FA 0,055 0,400 1.430 Tidak berpengaruh nyata KA 0,059 0,536 1,711 Tidak berpengaruh nyata BSG 0,366 0,000 1,981 Berpengaruh nyata UDARA -0,263 0,002 1,597 Berpengaruh nyata BRSH -0,038 0,650 1,921 Tidak berpengaruh nyata JLK -0,134 0,014 1,308 Berpengaruh nyata KRMN 0,114 0,029 1,673 Berpengaruh nyata KRMNL 0,152 0,047 1,350 Berpengaruh nyata PREF 0,173 0,131 2,057 Berpengaruh nyata PRSP -0,265 0,057 1,451 Berpengaruh nyata Sumber: Diolah Oleh Penulis Berdasarkan Data Survey Variabel bebas yang mempengaruhi besarnya kesediaan membayar pada selang kepercayaan 85% antara lain: 1.
Variabel pendidikan formal terakhir, dengan nilai signifikan sebesar 0,004 yang artinya pendidikan formal terakhir berpengaruh nyata terhadap nilai WTP responden pada taraf nyata 0,15. Nilai koefisien bertanda positif yang berarti semakin tinggi pendidikan formal, maka semakin besar WTP yang akan diberikan dengan koefisien 0,235, artinya jika pendidikan formal meningkat sebesar 1 tingkatan maka besar nilai WTP akan meningkat 0,235. Hal ini dikarenakan, semakin tinggi pendidikan formal, responden akan semakin menyadari pentingnya lingkungan bagi kelangsungan hidup dan menyadari bahwa lingkungan telah tercemar akibat adanya aktivitas industri, 121
sehingga perlu adanya perbaikan kualitas lingkungan untuk kesehatan dan kenyamanan tempat tinggal. 2.
Variabel pendapatan, dengan nilai signifikan sebesar 0,007 yang lebih kecil dari taraf nyata 0,15. Nilai koefisien bertanda positif, artinya semakin tinggi pendapatan, dengan nilai koefisien 0,118, artinya jika pendapatan meningkat satu rupiah, maka besarnya WTP responden akan meningkat 0,118. Semakin besar WTP yang akan diberikan responden, dikarenakan semakin tinggi pendapatan, maka responden memiliki tabungan yang lebih besar untuk keperluan lain di luar keperluan pokok, sehingga semakin besar memberikan WTP.
3.
Variabel pengeluaran, nilai signifikan yang didapatkan sebesar 0,063 dimana lebih kecil dari taraf nyata 0,15 dengan nilai koefisien bertanda positif yang berarti semakin tinggi pengeluaran responden tiap bulan, maka semakin besar nilai WTP responden. Nilai koefisien diperoleh sebesar 0,140, artinya jika pengeluaran responden meningkat satu rupiah, maka besar WTP responden akan meningkat sebesar 0,140, dikarenakan semakin tinggi pengeluaran menggambarkan responden bersifat konsumtif sehingga lebih mudah mengeluarkan uang untuk keperluan lain.
4.
Variabel jarak tempat tinggal ke lokasi industri, dari hasil pengolahan data diperoleh nilai signifikan sebesar 0,003 yang lebih kecil dari taraf nyata sebesar 0,15, artinya jarak tempat tinggal ke lokasi industri berpengaruh nyata terhadap besarnya nilai WTP responden. Koefisien variabel yang bernilai positif berarti semakin dekat tempat tinggal dengan lokasi industri, maka semakin besar WTP yang bersedia dikeluarkan oleh responden untuk kualitas 122
lingkungan dan nilai koefisien yang diperoleh sebesar 0,150, artinya jika jarak tempat tinggal ke lokasi industri semakin dekat satu meter, maka besarnya nilai WTP responden akan meningkat sebesar 0,150. Hal tersebut dikarenakan, semakin dekat jarak tempat tinggal ke lokasi industri, maka responden akan semakin menyadari rendahnya kualitas lingkungan akibat adanya aktivitas industri dan respoden yang semakin dekat dengan lokasi industri, maka semakin besar responden tersebut menerima dampak langsung akibat pencemaran lingkungan yang terjadi. 5.
Variabel kebisingan, dengan nilai signifikan sebesar 0,000 terlihat bahwa kebisingan berpengaruh terhadap besarnya WTP responden pada taraf nyata 0,15. Terlihat pula nilai koefisien positif yang artinya bahwa semakin responden merasa tempat tinggalnya bising, maka semakin besar WTP yang dikeluarkan responden. Nilai koefisien yang diperoleh sebesar 0,366, artinya jika kebisingan meningkat satu tingkatan, maka WTP responden akan meningkat sebesar 0,366. Kebisingan terjadi karena suara yg bersumber dari peralatan industri yang sedang beraktivitas ataupun karena suara kendaraan pengangkut yang keluar masuk lokasi industri, sehingga responden yang berada di sekitar kawasan industri tersebut menyadari suasana kebisingan yang mengganggu kegiatan sehari-hari.
6.
Variabel kualitas udara, terlihat dari nilai signifikan yang didapatkan sebesar 0,002 yang lebih kecil dari taraf nyata 0,15, menunjukkan bahwa kualitas udara berpengaruh nyata terhadap besarnya nilai WTP responden. Nilai koefisien dari hasil pengolahan data yaitu negatif, artinya semakin kualitas udara rendah (udara semakin tercemar) maka semakin besar WTP responden, 123
dengan nilai koefisien sebesar -0,263, artinya jika kualitas udara menurun satu tingkat, maka WTP responden akan meningkat sebesar 0,263. Responden yang beranggapan bahwa kesehatan penting akan semakin menyadari bahwa udara sekitar kawasan industri telah tercemar dan bersedia membayar tinggi untuk WTP perbaikan kualitas lingkungan sekitar tempat tinggalnya. 7.
Variabel jarak tempat tinggal ke lokasi kerja, ditunjukkan dengan nilai signifikan sebesar 0,014 yang lebih kecil dari taraf nyata 15 persen yang berarti jarak tempat tinggal ke lokasi kerja memiliki pengaruh nyata terhadap besarnya nilai WTP. Pengaruh tersebut diperlihatkan dengan koefisien berupa tanda negatif yang berarti semakin dekat tempat tinggal dengan lokasi kerja maka semakin besar WTP responden. Nilai koefisien didapatkan sebesar negatif 0,134, artinya jika jarak lokasi kerja terhadap tempat tinggal semakin dekat satu meter, maka WTP responden akan meningkat sebesar 0,134. Salah satu faktor responden yang bertempat tinggal di sekitar kawasan industri karena dekat dengan lokasi kerja responden, di sisi lain, adanya industri dapat menurunkan kualitas lingkungan, oleh sebab itu semakin dekat tempat tinggal dengan lokasi kerja, maka semakin besar WTP responden agar responden dapat tetap tinggal dengan nyaman dan kesehatan dianggap penting bagi respoden karena kualitas lingkungan menjadi baik serta dekat dengan lokasi kerja.
8.
Variabel keramaian, diperlihatkan dengan nilai signifikan lebih kecil dari taraf nyata (0,029<0,15). Variabel keramaian berpengaruh nyata terhadap besarnya WTP responden, diperkuat dengan koefisien bertanda positif, artinya semakin ramai tempat tinggal, maka semakin besar WTP responden 124
untuk perbaikan kualitas lingkungan, dimana nilai koefisien sebesar 0,114 artinya jika keramaian meningkat satu tingkat, maka akan meningkatkan WTP responden sebesar 0,114. Keramaian ditunjukkan dengan banyaknya frekuensi relatif keramaian akibat adanya karyawan industri yang keluar masuk, pedagang yang berjualan di sekitar kawasan industri, dan lain sebagainya. Responden yang menyadari tempat tinggalnya sering ramai dan terganggu karena keramaian tersebut, untuk kenyamanan tempat tinggal, maka akan semakin besar WTP responden agar adanya perbaikan kualitas lingkungan. 9.
Tingkat kriminalitas, diperlihatkan dari nilai signifikan yang lebih kecil dari taraf nyata 15 persen (0,047<0,15). Tingkat kriminalitas berpengaruh positif terhadap besarnya WTP responden yang artinya semakin tidak aman tempat tinggal, maka semakin besar WTP responden, dengan nilai koefisien yang didapatkan sebesar 0,152 artinya jika tingkat kriminalitas meningkat satu tingkatan maka WTP responden meningkat sebesar 0,152. Tingkat keamanan merupakan perlindungan terhadap hak milik pribadi, sehingga responden menginginkan lingkungan tempat tinggal yang aman untuk ketenangan tinggal dan bersedia mengorbankan materi untuk peningkatan keamanan.
10. Variabel preferensi, terbukti dari nilai signifikan yang diperoleh sebesar 0,131 dimana nilai tersebut lebih kecil dari tarafnyata 15 persen, artinya bahwa preferensi berhubungan nyata dengan besarnya WTP responden dengan nilai koefisien positif, yang berarti responden yang menyukai tempat tinggalnya akan membayar WTP lebih besar dari responden yang tidak menyukai tempat tinggalnya dengan perbedaan WTP sebesar 0,173. Kondisi kualitas 125
lingkungan yang rendah tapi di sisi lain responden menyukai tempat tinggalnya, sehingga untuk kenyamanan tempat tinggal, responden bersedia membayar WTP untuk peningkatan kualitas lingkungan. 11. Variabel persepsi, terlihat dari nilai signifikan (0,057) yang lebih kecil dari taraf nyata (0,15), artinya persepsi responden tentang lingkungan berpengaruh nyata terhadap besarnya WTP dengan nilai koefisien negatif yang berarti responden yang menyadari turunnya kualitas lingkungan akan membayar lebih besar daripada respoden yang tidak merasa kualitas lingkungan tercemar dengan selisih 0,265. Responden yang berada sekitar kawasan industri akan cenderung menyadari kualitas lingkungan yang rendah, sedangkan responden yang berada jauh dari lokasi industri kurang menyadari rendahnya kualitas lingkungan, sehingga besarnya WTP responden bergantung pada persepsi responden terhadap lingkungan. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini tidak seluruhnya signifikan, terdapat juga data yang tidak berpengaruh nyata terhadap besarnya WTP responden pada selang kepercayaan 85%, yaitu sebagai berikut: 1.
Variabel umur, memiliki nilai koefisien bertanda positif yang berarti semakin tua umur responden, maka semakin besar WTP yang bersedia dibayarkan. Akan tetapi untuk memvalidasi pernyataan tersebut diperlukan uji t dan diperoleh nilai signifikan sebesar 0,188, karena nilai signifikan lebih besar dari taraf nyata 15 persen, maka dapat dikatakan bahwa umur tidak berpengaruh nyata terhadap besarnya WTP. Hal tersebut disebabkan dari hasil survey di lapangan bahwa baik usia muda maupun tua, keduanya peduli terhadap lingkungan dan umur tidak menjamin besarnya WTP responden 126
karena banyak responden yang berumur tua yang tidak memperhatikan lingkungan, begitu pula sebaliknya ada juga responden yang berumur tua namun sangat memperhatikan lingkungan sekitarnya. 2.
Variabel jumlah tanggungan keluarga (anak), dari hasil regresi diperoleh nilai signifikan sebesar 0,532 yang lebih besar dari taraf nyata 0,15 yang berarti jumlah tanggungan keluarga tidak berpengaruh nyata terhadap besarnya WTP responden. Hal ini dikarenakan terdapat responden yang memiliki banyak tanggungan tapi memperhatikan lingkungan sekitar karena respoden beranggapan bahwa kesehatan keluarga sangat penting, akan tetapi ada juga responden yang memiliki banyak anak namun tidak memperhatikan kondisi lingkungan sekitarnya karena pengeluaran diprioritaskan untuk keperluan keluarga.
3.
Variabel kategori penduduk, terbukti dari nilai signifikan (0,757) yang lebih besar dari taraf nyata (0,15). Jika dilihat dari koefisien yang bertanda positif, mengartikan bahwa penduduk asli akan mengeluarkan semakin kecil kesediaan membayar untuk perbaikan kualitas lingkungan dan nilai koefisien yang diperoleh sebesar karena penduduk merasa perlu adanya perbaikan kualitas lingkungan karena telah menyadari terjadinya penurunan kualitas lingkungan.
4.
Variabel lama tinggal di tempat tinggal saat ini, terlihat dari nilai signifikan (0,148) yang lebih besar dari taraf nyata (0,15) yang berarti lama tinggal di tempat tinggal saat ini tidak berpengaruh nyata terhadap besarnya WTP responden. Akan tetapi jika dilihat dari koefisien yang bertanda negatif, berarti semakin lama responden tinggal di tempat tinggal saat ini, maka 127
semakin sedikit WTP responden dikarenakan responden telah terbiasa dengan kondisi lingkungan tersebut, tetapi menurut survey ditemukan responden yang telah lama tinggal di rumah saat ini namun memiliki WTP yang besar, karena menyadari menurunnya kualitas lingkungan akibat aktivitas industri. 5.
Variabel fasilitas air, yang ditunjukkan dengan nilai signifikan yang diperoleh sebesar 0,400 dimana lebih besar dari taraf nyata 0,15 yang berarti fasilitas air tidak berpengaruh nyata terhadap besarnya WTP responden. Hal ini dikarenakan air telah disediakan oleh pihak swasta, sehingga masyarakat tidak mengalami kesulitan dalam memperoleh air.
6.
Variabel kualitas air, diperoleh nilai signifikan sebesar 0,536 yang lebih besar dari taraf nyata 0,15, artinya bahwa tidak ada pengaruh nyata antara kualitas air dan kesediaan membayar. Air yang dialirkan ke masyarakat merupakan saluran air dari pihak swasta sehingga kualitas air cukup baik karena tidak berasal dari sungai tempat pembuangan limbah industri.
7.
Variabel kebersihan tempat tinggal, dari hasil survey di lapangan terlihat masyarakat cenderung memperhatikan kebersihan tempat tinggalnya untuk kenyamanan dan kesehatan menyebabkan tempat tinggal masyarakat dalam kondisi cukup bersih sehingga tidak ada pengaruh antara kebersihan tempat tinggal dan besarnya WTP responden. Hal ini diperkuat dengan hasil pengolahan data yang diperoleh nilai signifikan sebesar 0,650 yang lebih besar dari taraf nyata 15 persen.
6.5
Besarnya Nilai WTP dan Estimasi Bid Curve Besarnya nilai WTP didapatkan dari hasil wawancara kepada responden
dengan
menggunakan
daftar
pertanyaan
dalam
kuesioner.
Berdasarkan 128
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, maka didapat biaya yang bersedia dibayarkan oleh responden untuk lingkungan. Responden menentukan pilihan tentang besaran niali yang mau dibayarkan apabila lingkungan tempat tinggalnya telah diperbaiki. Nilai WTP yang diberikan responden bervariasi mulai dari Rp.1000,00 sampai lebih dari Rp.13.000,00 tiap bulan. Hal ini disebabkan kemampuan dan tanggapan responden tentang lingkungan berbeda-beda. Besarnya nilai WTP yang bersedia dibayarkan digolongkan ke dalam lima kelompok, akan tetapi tidak ada responden yang bersedia membayar dengan biaya lebih dari Rp.13.000,00 tiap bulan, sehingga besarnya WTP responden dapat terlihat pada tabel 13. Tabel 14. Distribusi WTP Responden sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama Kelas WTP Frekuensi Relatif Frekuensi Nilai Tengah (Rp/KK/bulan) Kelas Kumulatif 1000 – 4000
2500
3
89
4001 – 7000
5500
17
86
7001 – 10.000
8500
35
69
10.001 – 13.000
11.500
34
34
Sumber: Diolah Oleh Penulis Berdasarkan Data Survey Responden secara umum bersedia membayar dana perbaikan lingkungan tetapi harus sesuai dengan kemampuan responden. Reponden sekitar kawasan industri sangat peduli terhadap lingkungan sekitar, terlihat dari WTP responden terbanyak pada selang antara Rp.7001,00/KK/bln – RP.10.000,00/KK/bln dan Rp.10.001,00/KK/bln – Rp.13.000,00/KK/bln, yaitu sebanyak 35 responden dan 34 responden. Sedangkan responden yang bersedia membayar pada selang antara Rp.1000,00/KK/bln – Rp.4000,00/KK/bln sebanyak 3 responden, dan antara 129
Rp.4001,00/KK/bln – Rp.7000,00/KK/bln sebanyak 17 responden. WTP responden yaitu rata-rata dari keseluruhan WTP responden berada pada selang kedua, sehingga rata-rata WTP responden sebesar Rp.9400,00/KK/bln dan nilai tengah WTP sebesar Rp.8500,00/KK/bln. Kurva WTP responden dibentuk berdasarkan nilai WTP responden terhadap lingkungan. Kurva WTP ini menggambarkan hubungan tingkat WTP yang bersedia dibayarkan dengan jumlah responden yang bersedia membayar pada tingkat WTP tersebut (satuan KK). Jumlah responden mencerminkan kualitas lingkungan yang diinginkan dan nilai WTP menunjukkan harga dari kualitas lingkungan tersebut. Berdasarkan jawaban yang diperoleh dari responden, maka nilai WTP dapat dijelaskan pada tabel 13, sedangkan kurva tawaran WTP yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar 23. Kurva WTP WTP (Rp/bulan)
14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0
0
20 40 60 80 Jumlah Responden Kumulatif (KK)
100
Sumber: Diolah Oleh Penulis Berdasarkan Data Survey
Gambar 23. Kurva WTP Masyarakat sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama Berdasarkan nilai WTP yang diperoleh dapat dibentuk bid curve berupa demand curve, yang menggambarkan hubungan antara nilai WTP (Rp/KK/bulan) yang bersedia dibayarkan dengan jumlah responden kumulatif. Dari perolehan nilai WTP responden maka akan dapat didapatkan WTP masyarakat untuk 130
perbaikan kualitas lingkungan pemukiman sekitar kawasan industri sebagai bentuk dari partisipasi masyarakat. Penelitian ini akan dihitung nilai ekonomi berdasrkan WTP masyarakat terhadap lingkungan tempat tinggal, yang direpresentasikan dengan kesediaan masyarakat membayar untuk peningkatan kualitas lingkungan tiap bulannya. Secara matematis ditulis: NE = WTP x ∑KK. Menurut laporan tahunan Kelurahan Utama tahun 2008, terlihat jumlah kepala keluarga sebesar 6997 KK, sedangkan WTP masyarakat adalah nilai WTP rataan yaitu sebesar Rp.9400,00. Dengan demikian nilai ekonomi lingkungan pemukiman sekitar kawasan industri di Kelurahan Utama dengan mengalikan jumlah KK dengan rataan WTP, sehingga nilai ekonomi lingkungan sebesar Rp.65.771.800,00 per bulan. Nilai tersebut menunjukkan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan akibat menurunnya kualitas lingkungan. 6.6
Alternatif Kebijakan Lingkungan sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama Di sekitar kawasan industri sering muncul masalah terkait dengan kualitas
air, ketersediaan air, pencemaran udara, kebisingan, dan sebagainya. Namun, masalah utama yang timbul di daerah penelitian adalah terjadinya pencemaran udara dan kebisingan sekitar pemukiman kawasan industri. Dari segi pengelolaan lingkungannya, belum adanya pengelolaan mengenai pencemaran udara dan kebisingan, tapi pengelolaan yang berhubungan dengan air selama ini telah dijalankan untuk menanggulangi masalah air. Masalah lingkungan tersebut menyebabkan 64 persen dari keseluruhan responden tidak menyukai tempat tinggalnya dan 79 persen dari keseluruhan responden menyatakan bahwa lingkungan dalam kondisi yang buruk. 131
Rendahnya kesadaran masyarakat dalam memilih tempat tinggal yang layak dan nyaman menyebabkan banyaknya terdapat pemukiman sekitar kawasan industri. Rendahnya kesadaran masyarakat tersebut disebabkan oleh faktor kemiskinan, tingginya kepadatan penduduk dan rendahnya pengetahuan masyarakat. Untuk menanggulangi masalah lingkungan tersebut, umumnya masyarakat berpendapat bahwa pemerintah yang seharusnya bertanggung jawab (33 persen dari keseluruhan responden) dan 21 persen dari keseluruhan responden beranggapan bahwa penurunan kualitas lingkungan merupakan tanggung jawab pihak swasta. Sehingga, masyarakat, pihak swasta, dan pemerintah disarankan berkejasama dalam penanggulangan masalah lingkungan. Pemerintah harus lebih tegas terhadap penetapan aturan AMDAL khususnya bagi kawasan industri, sehingga penyimpangan-penyimpangan aktivitas industri dapat ditangani. Lemahnya pengawasan pemerintah sering menjadi faktor utama di dalam terjadinya pencemaran-pencemaran yang terjadi. Pola aturan dan pengawasan (command and control) dalam manajemen lingkungan di Indonesia memang lemah dalam tiga hal. Pertama dalam mendeteksi adanya pelanggaran, kedua dalam memberikan respon yang cepat dan pasti atas pelanggaran dimaksud, dan ketiga dalam memberikan sanksi yang memadai agar tidak terulang lagi. Kawasan industri telah ada sejak lama di Kelurahan Utama, namun pemerintah belum tegas terhadap kebijakan tentang perlindungan lingkungan. Selain itu, di pihak swasta seharusnya menegakkan konsep industri yang ramah lingkungan. Alternatif kebijakan untuk menanggulangi polusi udara dan dapat menjadi pertimbangan bagi pihak pemerintah, antara lain: 132
1.
Regulasi. Regulasi biasanya identik dengan system command and control dimana sebuah perekonomian diwajibkan untuk melakukan pencegahan terhadap polusi terhadap lingkungan, dan menegakkan pajak apabila melebihi batas ketentuan. Namun akan susah diterapkan karena memerlukan banyak pengawasan. Selain itu kebijakan ini menyamaratakan semua perusahaan, padahal tidak semua perusahaan mempunyai biaya yang sama dalam mengurangi polusi
2.
Kuota. Seringkali terdengar saran bahwa pengurangan polusi seharusnya dicapai dengan cara tradeable emissions permit, dengan cara ini pengurangan polusi dapat dicapai dengan biaya termurah. Dalam teorinya, apabila kuota semacam ini diberlakukan, maka perusahaan akan mengurangi jumlah polusinya apabila cara ini disnggap lebih murah daripada perusahaan harus membayar perusahaan lainnya untuk mengurangi polusi. Cara ini termasuk yang sukses diterapkan di Amerika.
3.
Pajak dan tarif dalam polusi. Meningkatkan biaya berpolusi akan mengurangi keinginan untuk berpolusi, dan akan memberikan disinsentif yang berkelanjutan bahkan saat polusinya sudah menurun.
4.
Property right. Coase Theorem menyatakan bahwa penerapan property rights akan mengarahkan pada solusi optimal, tanpa memperhatikan siapa yang menerimanya, jika tansaction cost kecil dan jumlah yang bernegosiasi terbatas. Misalnya, jika ada masyarakat yang tinggal di dekat pabrik berhak untuk mendapatkan udara bersih, atau pabrik berhak untuk melakukan polusi, maka baik pabrik yang membayar kepada masyarakat yang terkena dampak polusi atau masyarakat yang membayar pabrik agar tidak berpolusi. 133
Di sisi lain, untuk meminimalisir kebisingan yang terjadi dan semakin padatnya pemukiman sekitar kawasan industri adalah dengan antisipasi atau reduksi kebisingan. Antisipasi atau reduksi kebisingan dapat dilakukan dengan penanaman pagar tanaman atau memperluas tembok pembatas. Penanaman pagar tanaman ini seperti tanaman bamboo pagar (Bambusa glaucescens) atau pohon cemara kipas (Thuja orientalis) yang dapat ditanam sekitar kawasan industri. Bambu pagar dapat mereduksi kebisingan sebesar 31,1 dba sedangkan pohon cemara kipas dapat mereduksi kebisingan sebesar 24 dba. Mobil pengangkut yang keluar masuk industri juga mengakibatkan kebisingan dan keramaian yang disertai dengan rusaknya jalan umum. Alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan membangun jalur khusus untuk mobil pengangkut atau pihak swasta yang bekerjasama dengan pemerintah dan masyarakat dan memperbaiki kondisi jalan yang rusak. Keramaian juga terjadi karena banyaknya karyawan dan pedagang di kawasan tersebut dan dapat diatasi dengan pelebaran pagar pembatas antara kawasan industri dan pemukiman serta tersedianya tempat untuk berdagang dan angkutan umum untuk karyawan, sehingga tidak mengganggu masyarakat pemukiman. Keterbatasan dana dari pemerintah maupun pihak swasta dalam mengatasi masalah lingkungan yang terjadi, maka kepedulian masyarakat terhadap lingkungan dapat menjadi alternatif dana untuk perbaikan lingkungan. Hasil dari penelitian ini, terlihat bahwa masyarakat sangat peduli terhadap lingkungan, terbukti
dari
nilai
ekonomi
lingkungan
WTP
masyarakat
sebesar
Rp.65.771.800,00 per bulan. Dana tersebut yang dikalkulasikan dengan dana dari pemerintah dan pihak swasta, maka masyarakat, pemerintah, dan pihak swasta 134
memiliki kewajiban dan bekerjasama dalam peningkatan kualitas lingkungan, misalnya dengan perbaikan jalan, pengawasan terhadap aktivitas industri, pembuatan taman atau kebun atau hutan buatan untuk mengurangi polusi udara dan kebisingan yang terjadi, dan pembuatan saluran air agar masyarakat lebih mudah dalam memperoleh air.
135
VII. 7.1
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut: 1.
Sejumlah 79 persen dari keseluruhan responden menyadari bahwa lingkungan dalam kondisi yang buruk dan 21 persen dari keseluruhan responden beranggapan bahwa lingkungan masih dalam kondisi yang baik. Faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi responden terhadap lingkungan sekitar kawasan industri adalah jarak tempat tinggal ke lokasi industri, kondisi keramaian, kondisi kebisingan, dan kualitas udara.
2.
Responden yang tidak menyukai tempat tinggalnya sejumlah 64 persen dari keseluruhan responden, sedangkan yang menyukai tempat tinggalnya sejumlah 36 persen dari keseluruhan responden. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata dengan preferensi responden terhadap tempat tinggal pada taraf nyata 15% adalah pengeluaran, status tempat tinggal, jarak tempat tinggal ke lokasi industri, fasilitas air, kondisi air, kondisi keramaian, kondisi kebisingan, kebersihan tempat tinggal, jarak tempat tinggal ke pasar, jarak tempat tinggal ke sarana angkutan umum, dan tingkat kriminalitas.
3.
Faktor-faktor yang berpengaruh dengan kesediaan dan ketidaksediaan responden adalah pendapatan, jarak tempat tinggal ke lokasi industri, fasilitas air, kondisi air, kondisi kebisingan, kualitas udara, kondisi keramian, tingkat kriminalitas, preferensi responden terhadap tempat tinggal, dan persepsi responden terhadap lingkungan sekitar kawasan industri. Nilai dugaan rataan WTP responden adalah Rp.9400,00/KK/bulan, dan nilai total WTP responden 136
sebesar Rp.65.771.800,00/bulan. Faktor yang berpengaruh positif terhadap WTP responden adalah pendidikan, pendapatan, pengeluaran, jarak ke lokasi industri, kondisi kebisingan, kondisi keramaian, tingkat kriminalitas, dan preferensi terhadap tempat tinggal, sedangkan faktor yang berpengaruh negatif terhadap WTP responden adalah kualitas udara, jarak tempat tinggal ke lokasi kerja, dan persepsi terhadap lingkungan sekitar kawasan industri. 4.
Permasalahan lingkungan yang terjadi menurut penilaian responden, yaitu pencemaran udara, kebisingan dan keramaian. Penuruan kualitas udara dapat ditanggulangi dengan regulasi, kuota, pajak dan tarif polusi serta property right, keramaian dapat ditanggulangi dengan dengan membangun jalur khusus untuk mobil pengangkut atau pihak swasta yang bekerjasama dengan pemerintah dan masyarakat dan memperbaiki kondisi jalan yang rusak serta dapat diatasi dengan pelebaran pagar pembatas antara kawasan industri dan pemukiman serta tersedianya tempat untuk berdagang dan angkutan umum untuk karyawan, sehingga tidak mengganggu masyarakat pemukiman.
7.2
Saran Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian, maka dapat disarankan:
1.
Pemerintah daerah Kota Cimahi memperbaiki pola penanganan lingkungan yang ada selama ini. Perbaikan pola tersebut terutama dalam hal kualitas udara, kebisingan, dan keramaian, serta menetapkan kebijakan lingkungan yang sesuai dengan daerah sekitar dan dilaksanakan dengan sistem pengontrolan yang jelas dan tegas, agar dapat meminimalisir penurunan kualitas lingkungan.
137
2.
Pemerintah menetapkan kebijakan lingkungan dengan melibatkan aspirasi masyarakat agar dapat menghindari konflik lingkungan yang terjadi seperti saat ini. Pengelolaan lingkungan pemukiman harus dijadikan sebagai kerja bersama antara berbagai pihak, baik dari pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat sekitar kawasan industri. Dengan demikian, akan tercipta hubungan mutualisme di antara berbagai pihak serta dapat meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman yang ada.
3.
Diperlukan penelitian lain mengenai pemukiman sekitar kawasan industri di Kelurahan Utama terhadap Willingness to Pay pihak swasta dan pemerintah yang dapat dijadikan dasar dalam penempatan kebijakan lingkungan.
138
DAFTAR PUSTAKA Ayudia, Vemmy Dwi. 2004. Persepsi dan Preferensi Masyarakat terhadap Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus di Perumahan Taman Yasmin, Bogor). Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Daraba, Darda. 2001. Eksternalitas dan Kebijakan Publik. Disertasi. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Effendy, O. U. 1984. Hubungan Komunikasi Teori dan Praktek. Remaja Karya. Bandung. Faidillah, Edry. 1994. Perubahan Lingkungan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Nanggewer Mekar, Kecamatan Cibinong Akibat Kegiatan Industri. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Fauzi, Akhmad. 2006. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Teori dan Aplikasi. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Gujarati, Damodar. 1995. Basic Econometrics, 3rd edition. McGraw-Hill International. New York. Hanley, N and C. L. Spash. 1993. Cost-Benefit Analysis and Environmental. Edward Elgar Publishing. England. Hanum, Latifa. 2007. Kebisingan Pemukiman Pinggiran Rel Kereta Api: Analisis Preferensi, Persepsi, dan Willingness to Accept (Kasus Desa Cilebut Timur Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Imanuson, Agung Ady. 2008. Analisis Keberadaan Kawasan Industri terhadap Tingkat Kesesuaian Lahan di Kota Surakarta Propinsi Jawa Tengah. Skripsi. Fakultas Geografi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. etd.eprints.ums.ac.id/969/1/E100000161.pdf. Kota
Cimahi. 2008. Profil Kota Cimahi. http:// www.cimahikota.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=3 02&Itemid=237&lang=id
Kuncoro, Mudrajat. 2003. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Bagaimana Meneliti dan Menulis Tesis?. Erlangga. Jakarta. Nuralim. 2008. Analisis Willingness to Pay Masyarakat terhadap Keberadaan Hutan Rakyat (Kasus di Desa Sumberejo, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah). Skripsi. Departemen Hutan, Fakultas Kehutanan , Institut Pertanian Bogor. Pemerintah Kota Cimahi. 2008. „Profil Kelurahan Utama, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi‟. Pemerintah Kota Cimahi. Cimahi. Porteus, J. D. 1977. Environment and Behavior. Planning and Everyday. Urban Life. Addison-Wesley Publishing Co. Massachusets. 139
Purwanto. 2006. Penerapan Produksi Bersih di Kawasan Industri. vibel.org/../Penerapan_Produksi_Bersih_di_Kawasan_Industri.pdf. Ramanathan, Ramu. 1998. Introductory Econometrics with Aplication. Fort Worth: The Dryden Press. Sajogyo, Tambunan. 1989. Industrialisasi Pedesaan. Jilid 1. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Silas, J. 2002. Perancangan Perumahan Rakyat Terpadu Pendekatan Empirik dan Lingkungan. Properti Online. http://www.properti.net. Soemarwoto, O. 1985. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Djambatan. Jakarta. Soeratmo, F. G. 1998. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Soerjani, Rofiq, A, Rozy. M. 1987. Lingkungan: Sumberdaya Alam dan Kependudukan dalam Pembangunan. UI Press. Jakarta. Suparmoko. 1989. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. BPFE. Yogyakarta. Trihendradi, Cornelius. Step by Step SPSS 16: Analisis Data Statistik. Andi. Yogyakarta. Utari A. Y. 2006. Analisis Willingness To Pay (WTP) dan Willingness To Accept (WTA) Masyarakat Terhadap Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Pondok Rajeg Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Wahyuningsih, Y. E. 2003. Analisis Pola Preferensi Relatif Konsumen dalam Memilih Lokasi Rumah Tinggal Perkotaan di Kompleks Perumahan Real Estate dan Aspek Kelembagaan yang Mempengaruhinya (Studi Kasus Kota Banda Aceh). Tesis. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Walpole, Ronald. 1992. Pengantar Statistika. Pt. Garmedia Pustaka Utama. Jakarta. Yamin, Sofyan. 2009. SPSS Complete: Teknik Analisis Statistik Terlengkap dengan Software SPSS. Salemba Infotek. Jakarta. Yusfandrik, Jofy. 2006. Persepsi Pengunjung Terhadap Fungsi Kebun Raya Cibodas Sebagai Sarana Pendidikan Lingkungan dan Preferensi terhadap Bentuk Wisata Edukatif. Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
140
Lampiran 1. Peta Daerah Penelitian di Kelurahan Utama, Kota Cimahi Selatan
141
Lampiran 2. Output Chi-Square Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Masyarakat tentang Lingkungan Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama 1.
Output Chi-Square Hubungan antara Persepsi dengan Pendidikan Crosstab pendidikan perguruan SMP SMA tinggi/aka tidak SD atau atau atau demi atau sekolah sederajat sederajat sederajat sederajat Total
persep Lingkungan Count si baik % of Total lingkungan Count buruk % of Total Total
0
7
5
5
.0%
7.0%
5.0%
5.0%
1
19
34
28
1.0%
19.0%
34.0%
28.0%
1
26
39
33
1
100
1.0%
26.0%
39.0%
33.0%
1.0%
100.0 %
Count % of Total
0
17
.0% 17.0% 1
83
1.0% 83.0%
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
2.787a
4
.594
Likelihood Ratio
2.945
4
.567
Linear-by-Linear Association
1.074
1
.300
N of Valid Cases
2.
100
Output Chi-Square Hubungan antara Persepsi dengan Kategori Penduduk Crosstab Kategori penduduk asli Kelurahan Utama migran/pindahan
persepsi
Lingkungan Count baik % of Total lingkungan buruk
Total
Count % of Total Count % of Total
Total
8
9
17
8.0%
9.0%
17.0%
47
36
83
47.0%
36.0%
83.0%
55
45
100
55.0%
45.0% 100.0%
142
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
df a
1
.470
.207
1
.649
.519
1
.471
.522 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Fisher's Exact Test
.594
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
3.
.517
b
1
.323
.472
100
Output Chi-Square Hubungan antara Persepsi dengan Lama Tinggal di Tempat Tinggal Saat Ini Crosstab lama tinggal di tempat tinggal saat ini <=5
5,115
15,125
per Lingkun Count 2 2 4 sep gan baik % of Total 2.0% 2.0% 4.0% si lingkung Count 11 18 18 an buruk % of Total 11.0 18.0 18.0% % % Total
Count % of Total
13 13.0 %
20
45,1-55 >55 Total
6
1
6.0%
1.0%
11
16
8
11.0% 16.0%
8.0%
22
20.0 22.0% %
35,145
25,1-35
17
2
0
17
2.0% .0% 17.0% 1
83
1.0 83.0% %
17
10
1
100
17.0% 17.0%
10.0%
1.0 %
100.0 %
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
6.530a
6
.366
Likelihood Ratio
6.460
6
.374
Linear-by-Linear Association
.053
1
.818
N of Valid Cases
100
143
4.
Output Chi-Square Hubungan antara Persepsi dengan Jarak Tempat Tinggal ke Lokasi Industri Crosstab jarak ke lokasi industri sangat jauh
perse Lingkungan Count psi baik % of Total lingkungan Count buruk % of Total Total
jauh
dekat
5
3
2
5
5.0%
3.0%
2.0%
5.0%
3
22
31
19
3.0% 22.0%
Count % of Total
agak dekat
8
31.0% 19.0%
25
33
8.0% 25.0%
sangat dekat 2
17
2.0% 17.0% 8
83
8.0% 83.0%
24
33.0% 24.0%
Total
10
100
10.0% 100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Asymp. Sig. (2-sided)
a
4
.004
12.585
4
.013
1.180
1
.277
15.293
Likelihood Ratio
5.
df
100
Output Chi-Square Hubungan antara Persepsi dengan Fasilitas Air Crosstab fasilitas air sulit agak mudah
perse Lingkungan Count psi baik % of Total lingkungan Count buruk % of Total Total
Count % of Total
mudah
sangat mudah
Total
0
4
11
2
17
.0%
4.0%
11.0%
2.0%
17.0%
4
33
40
6
83
4.0%
33.0%
40.0%
6.0%
83.0%
4
37
51
8
100
4.0%
37.0%
51.0%
8.0% 100.0%
144
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
2.941a
3
.401
Likelihood Ratio
3.650
3
.302
Linear-by-Linear Association
2.729
1
.099
N of Valid Cases
6.
100
Output Chi-Square Hubungan antara Persepsi dengan Kondisi Air Crosstab kondisi air keruh
persepsi
Lingkungan baik
Count % of Total
lingkungan buruk
Total
Total
8
9
17
.0%
8.0%
9.0%
17.0%
2
43
38
83
2.0%
43.0%
38.0%
83.0%
2
51
47
100
2.0%
51.0%
47.0%
100.0%
Count % of Total
jernih
0
Count % of Total
agak jernih
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
.626
a
2
.731
Likelihood Ratio
.958
2
.619
Linear-by-Linear Association
.445
1
.505
N of Valid Cases
100
7.
Output Chi-Square Hubungan antara Persepsi dengan Kondisi Keramaian Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
7.086
a
4
.131
Likelihood Ratio
8.389
4
.078
Linear-by-Linear Association
6.598
1
.010
N of Valid Cases
100
145
Crosstab keramaian kadang tenang ramai per Lingkungan Count sep baik % of Total si lingkungan Count buruk % of Total Total
8.
selalu ramai
sangat ramai
Total
2
10
4
1
0
17
2.0%
10.0%
4.0%
1.0%
.0%
17.0%
3
33
18
26
3
83
3.0%
33.0%
18.0%
26.0%
3.0%
83.0%
5
43
22
27
3
100
5.0%
43.0%
22.0%
27.0%
3.0%
100.0%
Count % of Total
sering ramai
Output Chi-Square Hubungan antara Persepsi dengan Kondisi Kebisingan Crosstab kebisingan sangat tenang
perse Lingkungan psi baik lingkungan buruk Total
Count % of Total
7
3
2
0
17
5.0%
7.0%
3.0%
2.0%
.0%
17.0%
3
30
32
17
1
83
30.0% 32.0% 17.0%
1.0%
83.0%
1
100
3.0%
Count % of Total
Total
5
Count % of Total
agak sangat tenang bising bising bising
8 8.0%
37
35
19
37.0% 35.0% 19.0%
1.0% 100.0%
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
14.366
a
4
.006
Likelihood Ratio
11.436
4
.022
7.843
1
.005
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
100
146
9.
Output Chi-Square Hubungan antara Persepsi dengan Kualitas Udara Crosstab udara sangat tercemar
persepsi Lingkungan baik lingkungan buruk Total
Count % of Total
5
6
4
17
2.0%
5.0%
6.0%
4.0%
17.0%
5
18
60
0
83
5.0%
18.0%
60.0%
.0%
83.0%
7
23
66
4
100
7.0%
23.0%
66.0%
Count % of Total
Total
2
Count % of Total
agak masih tercemar tercemar bersih
4.0% 100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
df
Asymp. Sig. (2-sided)
a
23.486 18.505 .059 100
3 3 1
.000 .000 .808
10. Output Chi-Square Hubungan antara Persepsi dengan Kebersihan Tempat Tinggal Crosstab kebersihan sangat kotor perse Lingkungan Count psi baik % of Total lingkungan Count buruk % of Total Total
agak kotor
bersih
Total
0
0
4
13
17
.0%
.0%
4.0%
13.0%
17.0%
1
4
31
47
83
1.0%
4.0%
31.0%
47.0%
83.0%
1
4
35
60
100
1.0%
4.0%
35.0%
Count % of Total
kotor
60.0% 100.0%
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
2.720
a
3
.437
Likelihood Ratio
3.582
3
.310
Linear-by-Linear Association
2.636
1
.104
N of Valid Cases
100
147
Lampiran 3. Output Rank Spearman Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Masyarakat tentang Lingkungan Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama 1. Output Rank Spearman Pengaruh antara Persepsi dengan Jarak Tempat Tinggal ke Lokasi Industri Correlations jarak ke lokasi industri
persepsi Spearman's rho
persepsi
Correlation Coefficient
1.000
-.085
.
.199
100
100
-.085
1.000
Sig. (1-tailed)
.199
.
N
100
100
Sig. (1-tailed) N jarak ke lokasi industri
Correlation Coefficient
2. Output Rank Spearman Pengaruh antara Persepsi dengan Kondisi Keramaian Correlations persepsi Spearman's rho
persepsi
Correlation Coefficient
1.000
-.255
.
.005
100
100
-.255**
1.000
Sig. (1-tailed)
.005
.
N
100
100
Sig. (1-tailed) N keramaian
keramaian
Correlation Coefficient
3. Output Rank Spearman Pengaruh antara Persepsi dengan Kondisi Kebisingan Correlations persepsi Spearman's rho
persepsi
Correlation Coefficient
1.000
-.270
.
.003
100
100
-.270**
1.000
Sig. (1-tailed)
.003
.
N
100
100
Sig. (1-tailed) N kebisingan
kebisingan
Correlation Coefficient
148
4. Output Rank Spearman Pengaruh antara Persepsi dengan Kualitas Udara Correlations
Spearman's rho
persepsi
udara
1.000
.021
Sig. (1-tailed)
.
.416
N
100
100
Correlation Coefficient
.021
1.000
Sig. (1-tailed)
.416
.
N
100
100
persepsi Correlation Coefficient
udara
149
Lampiran 4. Output Chi-Square Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Preferensi Responden terhadap Tempat Tinggal Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama 1. Output Chi-Square Hubungan antara Preferensi dengan Pengeluaran Crosstab pengeluaran 500.000 preferensi suka
Count % of Total
tidak suka Total
Count % of Total Count % of Total
500.001- 1.000.001- 1.500.0011.000.000 1.500.000 2.000.000
0
19
13
.0%
19.0%
13.0%
7
43
10
7.0%
43.0%
10.0%
7
62
23
7.0%
62.0%
23.0%
4
Total 36
4.0% 36.0% 4
64
4.0% 64.0% 8
100
8.0% 100.0%
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
9.594a
3
.022
Likelihood Ratio
11.688
3
.009
7.461
1
.006
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
100
2. Output Chi-Square Hubungan antara Preferensi dengan Status Tempat Tinggal Crosstab status tempat tinggal milik sendiri sewa atau kontrak preferensi
suka
Count % of Total
tidak suka
Count % of Total
Total
Count % of Total
Total
32
4
36
32.0%
4.0%
36.0%
39
25
64
39.0%
25.0%
64.0%
71
29
100
71.0%
29.0% 100.0%
150
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
Asymp. Sig. (2-sided)
df
Exact Sig. (2sided)
8.742a
1
.003
7.438
1
.006
9.679
1
.002
b
Likelihood Ratio Fisher's Exact Test
Exact Sig. (1-sided)
.003
Linear-by-Linear Association
8.655
N of Valid Casesb
1
.002
.003
100
3. Output Chi-Square Hubungan antara Preferensi dengan Lama Tinggal di Tempat Tinggal Saat ini Crosstab lama tinggal di tempat tinggal saat ini <=5 prefer suka ensi
tidak suka
Total
Count
5,1-15 15,1-25 25,1-35 35,1-45 45,1-55
>55 Total
3
5
6
8
10
4
0
36
3.0%
5.0%
6.0%
8.0%
10.0%
4.0%
.0%
36.0 %
10
15
16
9
7
6
1
64
% of 10.0% 15.0% Total
16.0%
9.0%
7.0%
6.0% 1.0%
64.0 %
20
22
17
17
% of 13.0% 20.0% Total
22.0%
17.0%
17.0%
% of Total Count
Count
13
10
1
100
10.0% 1.0%
100.0 %
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
8.098a
6
.231
Likelihood Ratio
8.360
6
.213
Linear-by-Linear Association
3.881
1
.049
N of Valid Cases
100
151
4. Output Chi-Square Hubungan antara Preferensi dengan Jarak Tempat Tinggal ke Lokasi Industri Crosstab jarak ke lokasi industri sangat jauh prefe suka Count rensi % of Total tidak Count suka % of Total Total
Count
jauh
6
9
6.0%
9.0%
2
16
23
18
2.0% 16.0%
23.0%
18.0 %
25
33
24
8.0% 25.0%
33.0%
24.0 %
8
% of Total
agak dekat dekat sangat dekat 10
6
10.0% 6.0%
Total
5
36
5.0% 36.0% 5
64
5.0% 64.0% 10
100
10.0% 100.0%
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
7.857
a
4
.097
Likelihood Ratio
7.675
4
.104
Linear-by-Linear Association
1.314
1
.252
N of Valid Cases
100
5. Output Chi-Square Hubungan antara Preferensi dengan Fasilitas Air Crosstab fasilitas air sulit agak mudah mudah preferensi suka
Count % of Total
tidak suka Total
Count % of Total Count % of Total
sangat mudah
Total
0
7
24
5
36
.0%
7.0%
24.0%
5.0%
36.0%
4
30
27
3
64
4.0%
30.0%
27.0%
3.0%
64.0%
4
37
51
8
100
4.0%
37.0%
51.0%
8.0% 100.0%
152
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
12.081
a
3
.007
Likelihood Ratio
13.681
3
.003
Linear-by-Linear Association
11.638
1
.001
N of Valid Cases
100
6. Output Chi-Square Hubungan antara Preferensi dengan Kondisi Air Crosstab kondisi air keruh preferensi
suka
Count % of Total
tidak suka
Total
Total
10
26
36
.0%
10.0%
26.0%
36.0%
2
41
21
64
2.0%
41.0%
21.0%
64.0%
2
51
47
100
2.0%
51.0%
47.0%
100.0%
Count % of Total
jernih
0
Count % of Total
agak jernih
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
14.686a
2
.001
Likelihood Ratio
15.579
2
.000
Linear-by-Linear Association
14.354
1
.000
N of Valid Cases
100
7. Output Chi-Square Hubungan antara Preferensi dengan Kondisi Keramaian Crosstab keramaian kadang ramai prefe suka Count rensi % of Total
sering ramai
selalu ramai
sangat ramai
Total
2
10
23
1
36
2.0%
10.0%
23.0%
1.0%
36.0%
tidak Count suka % of Total Total Count
4
33
27
0
64
4.0% 6
33.0% 43
27.0% 50
.0% 1
64.0% 100
% of Total
6.0%
43.0%
50.0%
1.0%
100.0%
153
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
a
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
6.998 7.409 4.588 100
3 3 1
.072 .060 .032
8. Output Chi-Square Hubungan antara Preferensi dengan Kondisi Kebisingan Crosstab kebisingan tenang prefe suka rensi
Count
tidak suka
Count
Total
% of Total
% of Total Count % of Total
kadang bising
sering bising
selalu bising
sangat bising
Total
6
13
9
7
1
36
6.0%
13.0%
9.0%
7.0%
2
24
26
12
2.0%
24.0%
26.0%
12.0%
8
37
35
19
1
100
8.0%
37.0%
35.0%
19.0%
1.0%
100.0 %
1.0% 36.0% 0
64
.0% 64.0%
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
8.684
a
4
.070
Likelihood Ratio
8.802
4
.066
Linear-by-Linear Association
1.055
1
.304
N of Valid Cases
100
9. Output Chi-Square Hubungan antara Preferensi dengan Kebersihan Tempat Tinggal Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
13.039
a
3
.005
Likelihood Ratio
14.299
3
.003
Linear-by-Linear Association
10.111
1
.001
N of Valid Cases
100 Crosstab
154
kebersihan sangat kotor preferensi suka
Count
Total
Total
5
30
36
.0%
1.0%
5.0%
30.0%
36.0%
1
3
30
30
64
1.0%
3.0%
30.0%
30.0%
64.0%
1
4
35
60
100
1.0%
4.0%
35.0%
60.0%
100.0%
Count % of Total
bersih
1
Count % of Total
agak kotor
0
% of Total tidak suka
kotor
10. Output Chi-Square Hubungan antara Preferensi dengan Jarak Tempat Tinggal ke Lokasi Kerja Crosstab jarak ke lokasi kerja sangat jauh prefe suka Count rensi % of Total tidak Count suka % of Total Total
Count % of Total
jauh
agak dekat dekat sangat dekat Total
0
5
.0%
5.0%
1
3
1.0%
3.0%
1
8
1.0%
8.0%
14
14
14.0% 14.0% 20
33
20.0% 33.0% 34
47
34.0% 47.0%
3
36
3.0% 36.0% 7
64
7.0% 64.0% 10
100
10.0% 100.0%
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
4.340a
4
.362
Likelihood Ratio
4.561
4
.335
Linear-by-Linear Association
1.969
1
.161
N of Valid Cases
100
155
11. Output Chi-Square Hubungan antara Preferensi dengan Jarak Tempat Tinggal ke Pasar Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
8.398
a
3
.038
Likelihood Ratio
9.208
3
.027
Linear-by-Linear Association
5.948
1
.015
N of Valid Cases
100 Crosstab jarak ke pasar sangat jauh
preferensi suka
Count % of Total
tidak suka Total
dekat
Total
4
22
9
36
1.0%
4.0%
22.0%
9.0%
36.0%
2
24
29
9
64
2.0%
24.0%
29.0%
9.0%
64.0%
3
28
51
18
100
3.0%
28.0%
51.0%
18.0%
100.0%
Count % of Total
agak dekat
1
Count % of Total
jauh
12. Output Chi-Square Hubungan antara Preferensi dengan Jarak Tempat Tinggal ke Angkutan Umum Crosstab jarak ke angkutan umum sangat jauh prefe suka Count rensi % of Total tidak Count suka % of Total Total
Count % of Total
jauh
agak dekat dekat sangat dekat Total
0
3
.0%
3.0%
1
12
1.0% 12.0% 1
15
1.0% 15.0%
5
23
5.0% 23.0% 19
27
19.0% 27.0% 24
50
24.0% 50.0%
5
36
5.0% 36.0% 5
64
5.0% 64.0% 10
100
10.0% 100.0%
156
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
7.646a
4
.105
Likelihood Ratio
8.251
4
.083
Linear-by-Linear Association
6.333
1
.012
N of Valid Cases
100
13. Output Chi-Square Hubungan antara Preferensi dengan Tingkat Kriminalitas Crosstab kriminalitas tidak aman agak aman preferensi suka
Count % of Total
tidak suka Total
Count % of Total Count % of Total
aman
sangat aman
Total
2
10
23
1
36
2.0%
10.0%
23.0%
1.0%
36.0%
4
33
27
0
64
4.0%
33.0%
27.0%
.0%
64.0%
6
43
50
1
100
6.0%
43.0%
50.0%
1.0% 100.0%
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
6.998a
3
.072
Likelihood Ratio
7.409
3
.060
Linear-by-Linear Association
4.588
1
.032
N of Valid Cases
100
157
Lampiran 5. Output Rank Spearman Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Preferensi Responden terhadap Tempat Tinggal Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama 1.
Output Rank Spearman Pengaruh antara Preferensi Responden terhadap Pengeluaran Per Bulan Correlations preferensi Spearman's rho
preferensi
Correlation Coefficient
1.000
.294
.
.001
100
100
.294**
1.000
Sig. (1-tailed)
.001
.
N
100
100
Sig. (1-tailed) N pengeluaran
2.
pengeluaran
Correlation Coefficient
Output Rank Spearman Pengaruh antara Preferensi Responden terhadap Status Tempat Tinggal Correlations preferensi
Spearman's
preferensi
rho
Correlation Coefficient
3.
1.000
-.296**
.
.001
100
100
-.296**
1.000
Sig. (1-tailed) N
status tempat tinggal
status tempat
Correlation Coefficient
tinggal
Sig. (1-tailed)
.001
.
N
100
100
Output Rank Spearman Pengaruh antara Preferensi Responden terhadap Jarak Tempat Tinggal ke Lokasi Industri Correlations preferensi
Spearman's rho
preferensi
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed)
1.000
-.115
.
.128
100
100
-.115
1.000
Sig. (1-tailed)
.128
.
N
100
100
N jarak ke lokasi industri
jarak ke lokasi industri
Correlation Coefficient
158
4.
Output Rank Spearman Pengaruh antara Preferensi Responden terhadap Fasilitas Air Correlations preferensi Spearman's rho
preferensi
1.000
.346**
.
.000
100
100
.346**
1.000
Sig. (1-tailed)
.000
.
N
100
100
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N
fasilitas air Correlation Coefficient
5.
fasilitas air
Output Rank Spearman Pengaruh antara Preferensi Responden terhadap Kondisi Air Correlations preferensi Spearman's rho
preferensi
1.000
.383**
.
.000
100
100
.383**
1.000
Sig. (1-tailed)
.000
.
N
100
100
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N
kondisi air Correlation Coefficient
6.
kondisi air
Output Rank Spearman Pengaruh antara Preferensi Responden terhadap Kondisi Keramaian Correlations preferensi Spearman's rho
preferensi
1.000
.229*
.
.011
100
100
.229*
1.000
Sig. (1-tailed)
.011
.
N
100
100
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N
keramaian
keramaian
Correlation Coefficient
159
7.
Output Rank Spearman Pengaruh antara Preferensi Responden terhadap Kondisi Kebisingan Correlations preferensi Spearman's rho
preferensi
Correlation Coefficient
1.000
-.109
.
.141
100
100
-.109
1.000
Sig. (1-tailed)
.141
.
N
100
100
Sig. (1-tailed) N kebisingan
8.
kebisingan
Correlation Coefficient
Output Rank Spearman Pengaruh antara Preferensi Responden terhadap Kebersihan Tempat Tinggal Correlations preferensi Spearman's rho
preferensi
1.000
.348**
.
.000
100
100
.348**
1.000
Sig. (1-tailed)
.000
.
N
100
100
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N
kebersihan
9.
kebersihan
Correlation Coefficient
Output Rank Spearman Pengaruh antara Preferensi Responden terhadap Jarak Tempat Tinggal ke Pasar Correlations preferensi
Spearman's rho
preferensi
1.000
.261**
.
.004
100
100
.261**
1.000
Sig. (1-tailed)
.004
.
N
100
100
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N
jarak ke pasar
jarak ke pasar
Correlation Coefficient
160
10. Output Rank Spearman Pengaruh antara Preferensi Responden terhadap Jarak Tempat Tinggal ke Angkutan Umum Correlations preferensi 1.000
.262**
.
.004
100
100
.262**
1.000
Sig. (1-tailed)
.004
.
N
100
100
Spearman' preferensi Correlation Coefficient s rho Sig. (1-tailed) N jarak ke angkutan umum
jarak ke angkutan umum
Correlation Coefficient
11. Output Rank Spearman Pengaruh antara Preferensi Responden terhadap Tingkat Kriminalitas Correlations preferensi Spearman's rho
preferensi
kriminalitas
1.000
.229*
.
.011
100
100
.229*
1.000
Sig. (1-tailed)
.011
.
N
100
100
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N
kriminalitas Correlation Coefficient
161
Lampiran 6. Hasil Output Chi-Square Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kesediaan WTP Untuk Perbaikan Kualitas Lingkungan Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Utama 1.
Output Chi-Square Hubungan antara WTP Responden dengan Pendapatan Crosstab pendapatan <= 500.001- 1000.001- 1500.001- 2000.001> 500.000 1000.000 1500.000 2000.000 2500.000 2500.000 Total
kese bers Count diaa edia % of n Total tidak Count bers % of edia Total Total
Count % of Total
15
18
35
17
2
2
89
15.0%
18.0%
35.0%
17.0%
2.0%
2.0%
89.0 %
7
1
0
1
2
0
11
7.0%
1.0%
.0%
1.0%
2.0%
.0%
11.0 %
22
19
35
18
4
2
100
22.0%
19.0%
35.0%
18.0%
4.0%
2.0%
100.0 %
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
2.
df
Asymp. Sig. (2-sided)
a
5
.001
20.677
5
.001
2.940
1
.086
21.711
100
Output Chi-Square Hubungan antara WTP Responden dengan Umur Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
1.434a
5
.921
Likelihood Ratio
1.904
5
.862
Linear-by-Linear Association
.047
1
.828
N of Valid Cases
100
162
Crosstab umur <=20 21-30 31-40 41-50 51-60 >60 kesediaan bersedia Count % of Total tidak Count bersedia % of Total Total
Count % of Total
3.
4
31
31
18
4
4.0% 31.0% 31.0% 18.0% 1
3
4
3
1.0%
3.0%
4.0%
3.0%
5
34
35
21
1
89
4.0% 1.0%
89.0%
0
0
11
.0% .0%
11.0%
4
5.0% 34.0% 35.0% 21.0%
Total
1
100
4.0% 1.0%
100.0%
Output Chi-Square Hubungan antara WTP Responden dengan Jarak Tempat Tinggal ke Lokasi Industri Crosstab jarak ke lokasi industri sangat jauh
kesediaan bersedia Count % of Total tidak Count bersedia % of Total Total
Count % of Total
agak dekat
jauh
1
25
dekat sangat dekat
32
Total
23
8
89
1.0% 25.0% 32.0% 23.0%
8.0%
89.0%
7
0
1
1
2
11
7.0%
.0%
1.0%
1.0%
2.0%
11.0%
8
25
33
24
10
100
8.0% 25.0% 33.0% 24.0%
10.0% 100.0%
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
55.025a
4
.000
Likelihood Ratio
35.990
4
.000
7.280
1
.007
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
100
163
4.
Output Chi-Square Hubungan antara WTP Responden dengan Fasilitas Air Crosstab fasilitas air agak mudah
sulit kesediaan bersedia Count
mudah
sangat mudah
Total
4
37
40
8
89
% of Total
4.0%
37.0%
40.0%
8.0%
89.0%
tidak Count bersedia % of Total
0
0
11
0
11
.0%
.0%
11.0%
.0%
11.0%
4
37
51
8
100
4.0%
37.0%
51.0%
Total
Count % of Total
8.0% 100.0%
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
11.875
a
3
.008
Likelihood Ratio
16.121
3
.001
3.541
1
.060
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
5.
100
Output Chi-Square Hubungan antara WTP Responden dengan Kondisi Air Crosstab kondisi air keruh
kesediaan
bersedia
Count % of Total
tidak bersedia
Count % of Total
Total
Count % of Total
agak keruh
jernih
Total
2
49
38
89
2.0%
49.0%
38.0%
89.0%
0
2
9
11
.0%
2.0%
9.0%
11.0%
2
51
47
100
2.0%
51.0%
47.0%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
df a
6.045 6.521 5.769 100
Asymp. Sig. (2-sided) 2 2 1
.049 .038 .016
164
6.
Output Chi-Square Hubungan antara WTP Responden dengan Kebisingan Crosstab kebisingan kadang bising
tenang kesediaan bersedia Count
sering bising
selalu bising
sangat bising
Total
2
33
35
18
1
89
% of Total
2.0%
33.0%
35.0%
18.0%
1.0%
89.0%
tidak Count bersedia % of Total
6
4
0
1
0
11
6.0%
4.0%
.0%
1.0%
.0%
11.0%
8
37
35
19
1
100
8.0%
37.0%
35.0%
19.0%
Total
Count % of Total
1.0% 100.0%
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
38.560a
4
.000
Likelihood Ratio
27.122
4
.000
Linear-by-Linear Association
16.300
1
.000
N of Valid Cases
7.
100
Output Chi-Square Hubungan antara WTP Responden dengan Kualitas Udara Crosstab udara sangat tercemar tercemar masih bersih
kesed bersedia Count iaan % of Total tidak Count bersedia % of Total Total
19
63
2
89
5.0%
19.0%
63.0%
2.0%
89.0%
2
4
3
2
11
2.0%
4.0%
3.0%
2.0%
11.0%
7
23
66
4
100
7.0% 23.0% Chi-Square Tests
66.0%
Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Total
5
Count % of Total
bersih
df a
12.190 9.721 1.288 100
4.0% 100.0%
Asymp. Sig. (2-sided) 3 3 1
.007 .021 .256
165
8.
Output Chi-Square Hubungan antara WTP Responden dengan Keramaian Crosstab keramaian kadang ramai
tenang kesediaan bersedia Count
sering ramai
selalu ramai
sangat ramai
Total
3
35
21
27
3
89
% of Total
3.0%
35.0%
21.0%
27.0%
3.0%
89.0%
tidak Count bersedia % of Total
2
8
1
0
0
11
2.0%
8.0%
1.0%
.0%
.0%
11.0%
5
43
22
27
3
100
5.0%
43.0%
22.0%
27.0%
Total
Count % of Total
3.0% 100.0%
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
11.479a
4
.022
Likelihood Ratio
13.119
4
.011
9.910
1
.002
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
9.
100
Output Chi-Square Hubungan antara WTP Responden dengan Tingkat Kriminalitas Crosstab tingkat kriminalitas tidak aman agak aman aman sangat aman Total
kesediaan bersedia Count
Total
5
37
47
0
89
% of Total
5.0%
37.0%
47.0%
.0%
89.0%
tidak Count bersedia % of Total
1
6
3
1
11
1.0%
6.0%
3.0%
1.0%
11.0%
6
43
50
1
100
6.0%
43.0%
50.0%
Count % of Total
1.0% 100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
df a
9.948 6.445 .293
Asymp. Sig. (2-sided) 3 3 1
.019 .092 .589
100
166
10. Output Chi-Square Hubungan antara WTP Responden dengan Kategori Penduduk Crosstab kategori penduduk asli Kelurahan Utama kesediaan
bersedia
Count % of Total
tidak bersedia
Total
39
89
50.0%
39.0%
89.0%
5
6
11
5.0%
6.0%
11.0%
55
45
100
Count % of Total
Total
50
Count % of Total
migran
55.0%
45.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
df a
1
.500
.125
1
.724
.452
1
.501
.455 b
Asymp. Sig. (2-sided)
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.536
Linear-by-Linear Association
.450
N of Valid Casesb
100
1
.360
.502
11. Output Chi-Square Hubungan antara WTP Responden dengan Kebersihan Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
.652
a
3
.884
Likelihood Ratio
1.199
3
.753
Linear-by-Linear Association
.293
1
.589
N of Valid Cases
100
167
Crosstab kebersihan sangat kotor kesediaan bersedia Count
kotor
agak bersih bersih
Total
1
4
31
53
89
% of Total
1.0%
4.0%
31.0%
53.0%
89.0%
tidak Count bersedia % of Total
0
0
4
7
11
.0%
.0%
4.0%
7.0%
11.0%
1
4
35
60
100
1.0%
4.0%
35.0%
Total
Count % of Total
60.0% 100.0%
12. Output Chi-Square Hubungan antara WTP Responden dengan Jarak Tempat Tinggal ke Lokasi Kerja Crosstab jarak ke lokasi kerja sangat jauh kesedi bersedia Count aan % of Total tidak Count bersedia % of Total Total
Count % of Total
agak dekat
jauh
dekat
1
7
28
43
1.0%
7.0%
0
1
6
4
.0%
1.0%
6.0%
4.0%
1
8
34
47
1.0%
8.0%
28.0% 43.0%
34.0% 47.0%
sangat dekat
Total
10
89
10.0% 89.0% 0
11
.0% 11.0% 10
100
10.0% 100.0%
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
3.210
a
4
.523
Likelihood Ratio
4.226
4
.376
Linear-by-Linear Association
1.626
1
.202
N of Valid Cases
100
168
13. Output Chi-Square Hubungan antara WTP Responden dengan Preferensi Responden terhadap Tempat Tinggal Crosstab preferensi tidak suka kesediaan
bersedia
Count % of Total
tidak bersedia
Total
29
89
60.0%
29.0%
89.0%
4
7
11
4.0%
7.0%
11.0%
64
36
100
64.0%
36.0%
100.0%
Count % of Total
Total
60
Count % of Total
suka
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (2-sided) (2-sided) (1-sided)
df
4.097a
1
.043
2.860
1
.091
3.910
1
.048
Fisher's Exact Test
.053
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
4.056
1
.048
.044
100
14. Output Chi-Square Hubungan antara WTP Responden dengan Persepsi Responden terhadap Lingkungan Crosstab persepsi lingkungan buruk kesediaan
bersedia
Count % of Total
tidak bersedia
Count % of Total
Total
Count % of Total
lingkungan baik
Total
80
9
89
80.0%
9.0%
89.0%
3
8
11
3.0%
8.0%
11.0%
83
17
100
83.0%
17.0%
100.0%
169
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. Exact Sig. (2-sided) (2-sided)
df
27.203a
1
.000
22.946
1
.000
19.983
1
.000
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
.000 26.931
1
Exact Sig. (1-sided)
.000
.000
100
170
Lampiran 7.
1.
Hasil Output Rank Spearman Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kesediaan WTP Untuk Perbaikan Kualitas Lingkungan
Ouput Rank Spearman Pengaruh antara Kesediaan Membayar dengan Pendapatan Correlations kesediaan Spearman's rho
kesediaan
pendapatan
1.000
.188*
.
.030
100
100
*
1.000
Sig. (1-tailed)
.030
.
N
100
100
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N
pendapatan
2.
Correlation Coefficient
.188
Ouput Rank Spearman Pengaruh antara Kesediaan Membayar dengan Jarak ke Lokasi Industri Correlations kesediaan jarak ke lokasi industri 1.000
.234**
.
.009
100
100
.234**
1.000
Sig. (1-tailed)
.009
.
N
100
100
Spearman's rho kesediaan Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N jarak ke lokasi industri
3.
Correlation Coefficient
Ouput Rank Spearman Pengaruh antara Kesediaan Membayar dengan Fasilitas Air Correlations kesediaan Spearman's rho
kesediaan
1.000
-.222*
.
.013
100
100
*
1.000
Sig. (1-tailed)
.013
.
N
100
100
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N
fasilitas air
fasilitas air
Correlation Coefficient
-.222
171
4.
Ouput Rank Spearman Pengaruh antara Kesediaan Membayar dengan Kondisi Air Correlations kesediaan Spearman's rho
kesediaan
1.000
-.245**
.
.007
100
100
-.245**
1.000
Sig. (1-tailed)
.007
.
N
100
100
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N
kondisi air Correlation Coefficient
5.
kondisi air
Ouput Rank Spearman Pengaruh antara Kesediaan Membayar dengan Kondisi Kebisingan Correlations kesediaan Spearman's rho
kesediaan
1.000
.386**
.
.000
100
100
.386**
1.000
Sig. (1-tailed)
.000
.
N
100
100
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N
kebisingan
6.
kebisingan
Correlation Coefficient
Ouput Rank Spearman Pengaruh antara Kesediaan Membayar dengan Kualitas Udara Correlations kesediaan Spearman's rho
kesediaan
Correlation Coefficient
1.000
.111
.
.135
N
100
100
Correlation Coefficient
.111
1.000
Sig. (1-tailed)
.135
.
N
100
100
Sig. (1-tailed)
udara
udara
172
7.
Ouput Rank Spearman Pengaruh antara Kesediaan Membayar dengan Kondisi Keramaian Correlations kesediaan Spearman's rho
kesediaan
1.000
.322**
.
.001
100
100
.322**
1.000
Sig. (1-tailed)
.001
.
N
100
100
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N
keramaian
8.
keramaian
Correlation Coefficient
Ouput Rank Spearman Pengaruh antara Kesediaan Membayar dengan Tingkat Kriminalitas Correlations kesediaan tingkat kriminalitas
Spearman's rho kesediaan
Correlation Coefficient
1.000
.075
.
.229
N
100
100
Correlation Coefficient
.075
1.000
Sig. (1-tailed)
.229
.
N
100
100
Sig. (1-tailed)
tingkat kriminalitas
9.
Ouput Rank Spearman Pengaruh antara Kesediaan Membayar dengan Preferensi Responden Correlations kesediaan Spearman's rho
kesediaan
1.000
-.202*
.
.022
100
100
*
1.000
Sig. (1-tailed)
.022
.
N
100
100
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N
preferensi
preferensi
Correlation Coefficient
-.202
173
10. Ouput Rank Spearman Pengaruh antara Kesediaan Membayar dengan Persepsi Responden Correlations kesediaan Spearman's rho
kesediaan
1.000
-.522**
.
.000
100
100
-.522**
1.000
Sig. (1-tailed)
.000
.
N
100
100
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N
persepsi
persepsi
Correlation Coefficient
174
Lampiran 8. Hasil Output Linear Berganda Besar WTP Responden Model Summaryb Change Statistics
Std. Error Mode l
R
1
.921a
R
Adjusted R
Square
Square
.848
.809
of the
R Square
Sig. F
Estimate Change F Change df1 .366
.848
21.698
18
Durbin-
df2 Change Watson 70
.000
1.648
a. Predictors: (Constant), persepsi, tingkat kriminalitas, umur, kategori penduduk, udara, jarak ke lokasi kerja, pengeluaran, fasilitas air, keramaian, jarak ke lokasi industri, pendapatan, tanggungan, kebersihan, kebisingan, kondisi air, preferensi, pendidikan, lama tinggal di tempat tinggal saat ini b. Dependent Variable: besar WTP
ANOVAb Model 1
Sum of Squares Regression Residual Total
df
Mean Square
52.272
18
2.904
9.368
70
.134
61.640
88
F 21.698
Sig. .000a
a. Predictors: (Constant), persepsi, tingkat kriminalitas, umur, kategori penduduk, udara, jarak ke lokasi kerja, pengeluaran, fasilitas air, keramaian, jarak ke lokasi industri, pendapatan, tanggungan, kebersihan, kebisingan, kondisi air, preferensi, pendidikan, lama tinggal di tempat tinggal saat ini b. Dependent Variable: besar WTP
175
Lampiran 9. Keterangan Skala Jawaban Responden 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Jarak tempat tinggal ke lokasi industri Sangat jauh : >1000 meter Jauh : 701 – 1000 meter Agak dekat : 401 – 700 meter Dekat : 101 – 400 meter Sangat dekat : ≤ 100 meter Jarak tempat tinggal ke lokasi kerja Sangat jauh : > 5000 meter Jauh : 3501 – 5000 meter Agak dekat : 2001 – 3500 meter Dekat : 501 – 2000 meter Sangat dekat : ≤ 500 meter Jarak tempat tinggal ke pasar Sangat jauh : > 5000 meter Jauh : 3501 – 5000 meter Agak dekat : 2001 – 3500 meter Dekat : 501 – 2000 meter Sangat dekat : ≤ 500 meter Jarak tempat tinggal ke sarana angkutan umum Sangat jauh : > 350 meter Jauh : 251 – 350 meter Agak dekat : 151 – 250 meter Dekat : 51 – 150 meter Sangat dekat : ≤ 50 meter Fasilitas air Sangat sulit : air mengalir jarang sekali dalam seminggu Sulit : memperoleh air pada satu tempat dan pada waktu tertentu dalam sehari Agak mudah : memperoleh air di tempat tinggal masing-masing dan dalam waktu tertentu Mudah : air mengalir kapan pun, tapi dengan aliran air yang tidak deras Sangat mudah : air mengalir kapan saja tanpa hambatan Kondisi atau kualitas air Sangat keruh: warna air sangat coklat dan berbau Keruh : warna air coklat dan agak berbau Agak jernih: warna air agak kecoklatan Jernih: warna air jernih tapi tidak dapat dikonsumsi langsung Sangat jernih: warna air jernih dan dapat dikonsumsi langsung Tingkat kriminalitas Sangat tidak aman: banyak laporan kehilangan setiap hari Tidak aman: setidaknya ada 1 laporan kehilangan setiap hari
Agak aman: ada laporan kehilangan setiap bulan Aman : hampir tidak ada kehilangan Sangat aman: tidak pernah ada kehilangan 8. Kondisi keramaian Tenang/sepi orang: tempat tinggal jarang dilalui orang Kadang ramai: tempat tinggal sesekali ramai oleh orang ataupun mobil Sering ramai: hampir setiap jam tempat tinggal dilewati orang atau mobil Selalu ramai : setiap saat ada orang dan mobil melintas Sangat ramai sehingga sangat mengganggu 9. Kondisi kebisingan Sangat tenang: tidak terdengar suara dari aktivitas industri Tenang: hampir tidak terdengar suara aktivitas industri Agak bising: suara akibat aktivitas industry sedikit terdengar Bising: suara akibat aktivitas industri mengganggu kegiatan sehari-hari Sangat bising: suara aktivitas industry sangat mengganggu 10. Kualitas udara Sangat tercemar : asap yang dikeluarkan dari lokasi industry sangat mengganggu, sangat berbau bahkan menimbulkan sesak nafas Tercemar: asap yang dikeluarkan dari lokasi industry mengganggu, berbau dan menimbulkan batuk Agak tercemar: asap yang dikeluarkan dari lokasi industry pada waktu tertentu agak mengganggu Masih bersih: udara hampir tidak tercemar oleh adanya industry Sangat bersih: udara tidak tercemar 11. Kondisi kebersihan tempat tinggal Sangat kotor: sampah berserakan, berdebu, dan bau Kotor: terdapat sampah, berdebu tapi tidak bau Agak kotor: agak berbau Bersih: tempat tinggal rapi Sangat bersih: tempat tinggal terlihat sangat rapi dan bersih
176
Lampiran 10. Tabel Chi-Square p value df 0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 0.025 0.02 0.01 0.005 0.0025 0.001 0.0005 1 1.32 1.64 2.07 2.71 3.84 5.02 5.41 6.63 7.88 9.14 10.83 12.12 2 2.77 3.22 3.79 4.61 5.99 7.38 7.82 9.21 10.60 11.98 13.82 15.20 3 4.11 4.64 5.32 6.25 7.81 9.35 9.84 11.34 12.84 14.32 16.27 17.73 4 5.39 5.59 6.74 7.78 9.49 11.14 11.67 13.23 14.86 16.42 18.47 20.00 5 6.63 7.29 8.12 9.24 11.07 12.83 13.33 15.09 16.75 18.39 20.51 22.11 6 7.84 8.56 9.45 10.64 12.53 14.45 15.03 16.81 13.55 20.25 22.46 24.10 7 9.04 5.80 10.75 12.02 14.07 16.01 16.62 18.48 20.28 22.04 24.32 26.02 8 10.22 11.03 12.03 13.36 15.51 17.53 18.17 20.09 21.95 23.77 26.12 27.87 9 11.39 12.24 13.29 14.68 16.92 19.02 19.63 21.67 23.59 25.46 27.83 29.67 10 12.55 13.44 14.53 15.99 18.31 20.48 21.16 23.21 25.19 27.11 29.59 31.42 11 13.70 14.63 15.77 17.29 19.68 21.92 22.62 24.72 26.76 28.73 31.26 33.14 12 14.85 15.81 16.99 18.55 21.03 23.34 24.05 26.22 28.30 30.32 32.91 34.82 13 15.93 15.58 18.90 19.81 22.36 24.74 25.47 27.69 29.82 31.88 34.53 36.48 14 17.12 18.15 19.4 21.06 23.68 26.12 26.87 29.14 31.32 33.43 36.12 38.11 15 18.25 19.31 20.60 22.31 25.00 27.49 28.26 30.58 32.80 34.95 37.70 39.72 16 19.37 20.47 21.79 23.54 26.30 28.85 29.63 32.00 34.27 36.46 39.25 41.31 17 20.49 21.61 22.98 24.77 27.59 30.19 31.00 33.41 35.72 37.95 40.79 42.88 18 21.60 22.76 24.16 25.99 28.87 31.53 32.35 34.81 37.16 39.42 42.31 44.43 19 22.72 23.90 25.33 27.20 30.14 32.85 33.69 36.19 38.58 40.88 43.82 45.97 20 23.83 25.04 26.50 28.41 31.41 34.17 35.02 37.57 40.00 42.34 45.31 47.50 21 24.93 26.17 27.66 29.62 39.67 35.48 36.34 38.93 41.40 43.78 46.80 49.01 22 26.04 27.30 28.82 30.81 33.92 36.78 37.66 40.29 42.80 45.20 48.27 50.51 23 27.14 28.43 29.98 32.01 35.17 38.08 38.97 41.64 44.18 46.62 49.73 52.00 24 28.24 29.55 31.13 33.20 36.42 39.36 40.27 42.98 45.56 48.03 51.18 53.48 25 29.34 30.68 32.28 34.38 37.65 40.65 41.57 44.31 46.93 49.44 52.62 54.95 26 30.43 31.79 33.43 35.56 38.89 41.92 42.86 45.64 48.29 50.83 54.05 56.41 27 31.53 32.91 34.57 36.74 40.11 43.19 44.14 46.96 49.64 52.22 55.48 57.86 28 32.62 34.03 35.71 37.92 41.34 44.46 45.42 48.28 50.99 53.59 56.89 59.30 29 33.71 35.14 36.85 39.09 42.56 45.72 46.69 49.59 52.34 54.97 58.30 60.73 30 34.80 36.25 37.99 40.26 43.77 46.98 47.96 50.89 53.67 56.33 59.70 62.16 40 45.62 47.27 49.24 51.81 55.76 59.34 60.44 63.69 66.77 69.70 73.40 76.09 50 56.33 53.16 60.35 63.17 67.50 71.42 72.61 76.15 79.49 82.66 86.66 89.56 60 66.98 68.97 71.34 74.40 79.08 83.30 84.58 88.38 91.95 95.34 99.61 102.7 80 88.13 90.41 93.11 96.58 101.9 106.6 108.1 112.3 116.3 120.1 124.8 128.3 100 109.1 111.7 114.7 118.5 124.3 129.6 131.1 135.8 140.2 144.3 149.4 153.2
177