ANALISIS WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP PENINGKATAN PELAYANAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH DENGAN WSLIC (Water Sanitation for Low Income Community) (Studi Kasus Desa Situdaun, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor)
GUSTY ELFA M SIMANJUNTAK
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN GUSTY ELFA M SIMANJUNTAK. Analisis Willingness to Pay (WTP)Masyarakat terhadap Peningkatan Pelayanan Sistem Penyediaan Air Bersih dengan WSLIC (Water Sanitation for Low Income Community). (Studi Kasus Desa Situdaun, Kecamatan Tenjolaya, kabupaten Bogor). Dibimbing Oleh AHYAR ISMAIL. Sumberdaya air merupakan komoditas yang sangat dibutuhkan manusia untuk berbagai kebutuhan. Meningkatnya jumlah penduduk dunia setiap tahun mengakibatkan kebutuhan manusia akan air semakin meningkat sementara supply air sangat terbatas. Hal ini menyebabkan air menjadi komoditi yang memiliki nilai intrinsik ekonomi, sehingga dibutuhkan biaya-biaya dalam pengelolaan dan penggunaannya. Pada tahun 2005 di Desa Situdaun diadakan proyek WSLIC oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia bekerjasama dengan World Bank. Proyek ini bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan, produktivitas dan kualitas hidup masyarakat yang berpenghasilan rendah di pedesaan melalui perbaikan perilaku hidup bersih dan sehat, peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat, penyediaan fasilitas air bersih dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat, kesinambungan pembangunan masyarakat secara partisipatif. Beberapa bulan terakhir terjadi masalah dalam penyaluran air ke rumahrumah masyarakat. Debit air yang sampai ke masyarakat berkurang, dan kualitas air juga berkurang. Hal ini disebabkan oleh adanya saluran irigasi di dekat sumber air yang dialirkan oleh WSLIC sehingga pendistribusian air ke masyarakat menjadi tidak lancar. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengkaji lebih jauh WTP (Willingness to Pay/ kesediaan masyarakat untuk membayar) air bersih dengan proyek WSLIC jika ada peningkatan pelayanan yang dilakukan oleh pihak BPS Badan Pengelola Sarana). Peningkatan pelayanan dalam hal ini adalah perbaikan jaringan pengaliran air agar sampai ke rumah-rumah masyarakat dengan debit seperti sedia kala atau lebih baik dari yang dialami oleh masyarakat Desa Situdaun saat ini. Dari model WTP yang dihasilkan diperoleh faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam membayar iuran air. Analisis data kualitatif diolah secara deskriptif untuk mengetahui kondisi umum masyarakat pengguna WSLIC, serta penggunaan dan pengelolaan air di Desa Situdaun. Data kuantitatif digunakan untuk mengetahui model WTP masyarakat pengguna air. Dari hasil analisis, faktor-faktor yang secara nyata mempengaruhi WTP masyarakat dalam membayar iuran air adalah tingkat pendapatan dan kelompok responden. Nilai WTP yang diperoleh dari tiap kelompok pengguna air adalah Rp. 1000,00 untuk masyarakat pengguna air kelompok pertama, Rp. 703,0303 untuk masyarakat pengguna air kelompok kedua, dan Rp. 498,7273 untuk masyarakat pengguna air kelompok ketiga.
ANALISIS WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP PENINGKATAN PELAYANAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH DENGAN WSLIC (Water Sanitation for Low Income Community) (Studi Kasus Desa Situdaun, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor)
GUSTY ELFA M SIMANJUNTAK H44052447
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemn Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul Skripsi
:
ANALISIS WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP PENINGKATAN PELAYANAN PENYEDIAAN AIR BERSIH DENGAN PROYEK WSLIC (Water Sanitation for Low Income Community). (Studi Kasus Desa Situdaun, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor)
Nama
:
Gusty Elfa M Simanjuntak
NRP
:
H44052447
Menyetujui, Dosen Pembimbing Skripsi
(Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr) NIP. 196206041990021001
Mengetahui, Ketua Departemen
(Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc) NIP. 196204211986031003
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP PENINGKATAN PELAYANAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH DENGAN WSLIC (WATER SANITATION FOR LOW INCOME COMMUNITY) (STUDI
KASUS
DESA
SITUDAUN,
KECAMATAN
TENJOLAYA,
KABUPATEN BOGOR) BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN UNTUK MERAIH GELAR TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, September 2009
Gusty Elfa M Simanjuntak H44052447
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Agustus 1987 di Balige, Kabupaten Toba Samosir, Sumatra Utara sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari keluarga Johnny Walker Simanjuntak, S.Pd dan Risma Sitompul. Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan di SD Swasta Santa Maria Tarutung, Tapanuli Utara pada tahun 1999. Pendidikan SLTP diselesaikan di SLTP Negeri 2 Tarutung pada tahun 2002 dan pendidikan SMU di SMU Negeri 1 Tarutung pada tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis mandaftar sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan jalur USMI. Kemudian pada tahun 2006 diterima sebagai mahasiswa di jurusan Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Kegiatan organisasi yang aktif diikuti penulis adalah Komisi Kesenian Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB (2006-sekarang), sebagai sekretaris pada tahun 2007-2008. Oraganisasi lain yang diikuti adalah Himpro ESL (REESA) sebagai anggota. Selain itu penulis sempat mengikuti beberapa kepanitian di kampus, baik di jurusan maupun di PMK (Persekutuan Mahasiswa Kristen) IPB.
KATA PENGANTAR Salam sejahtera Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih atas berkat dan kasihNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul Analisis Willingness to Pay Masyarakat Terhadap Peningkatan Pelayanan Penyediaan Air Bersih dengan Proyek WSLIC (Water Sanitation for Low Income Community). Penelitian ini dilakukan di Desa Situdaun Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor selama bulan Mei-Juli 2009. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi dalam penanganan masalah pengelolaan sumberdaya air bersih dan menambah pengetahuan tentang masalah-masalah yang dihadapi pengolahan air bersih di Bogor pada khususnya. Diharapkan skripsi ini dapat bermanfaat baik untuk kalangan akademik sebagai sumber referensi dan juga untuk pengembangan pengelolaan sumberdaya air bersih di Indonesia, khususnya Kabupaten Bogor. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak atas saran dan masukan yang diberikan kepada penulis untuk kesempurnaan skripsi ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, namun penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih. Bogor,September 2009
Penulis
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ......................................................................
i
DAFTAR ISI.....................................................................................
ii
DAFTAR TABEL.............................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................
vi
I. PENDAHULUAN .........................................................................
1
1.1 Latar Belakang ................................................................ 1.2 Perumusan Masalah ........................................................ 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................ 1.4 Kegunaan Penelitian ....................................................... 1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ..........................
1 4 6 7 7
II. TINJAUAN PUSTAKA...............................................................
8
2.1 Karakteristik Sumberdaya Air......................................... 2.2 Karakteristik Air yang layak Konsumsi.......................... 2.3 Barang Publik dan Barang Privat.................................... 2.4 Pengelolaan Sumbardaya Air.......................................... 2.5 Peran Masyarakat dalam Pengelolaan Sumbardaya Air . 2.6 Hasil Penelitian Terdahulu..............................................
8 10 11 12 14 15
III. KERANGKA PEMIKIRAN .......................................................
19
3.1 Kerangka Teoritis............................................................ 3.2 Hipotesis.......................................................................... 3.3 Kerangka Pemikiran Operasional ...................................
19 22 23
IV. METODE PENELITIAN............................................................
25
4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian .......................................... 4.2 Jenis penelitian ................................................................ 4.3 Metode Pengambilan Sampel.......................................... 4.4 Jenis dan Sumber Data .................................................... 4.5 Metode Analisis Data...................................................... 4.6 Defenisi Operasional.......................................................
25 25 25 27 28 36
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN.........................
38
5.1 Gambaran Umum Desa ................................................... 5.2 Potensi sumberdaya Air di Desa Situdaun ...................... 5.3 Mata Pencaharian penduduk Lokal................................. 5.4 Sejarah Diadakannya Proyek WSLIC dan Penyalurannya ke Masyarakat ................................................................. 5.5 Penetapan Tarif Air .........................................................
38 38 39 40 41
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 6.1 Karakteristik Responden ................................................. 6.2 Nilai Willingness to Pay Rata-rata Responden Pengguna Air dengan WSLIC di Desa Situdaun ............................. 6.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Masyarakat dalam Membayar Iuran Air setelah ada Peningkatan Pelayanan dan Perbaikan Distribusi Air..................................................
43 43 51 52
VII. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................
56
7.1 Kesimpulan ..................................................................... 7.2 Saran................................................................................
56 57
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................
58
LAMPIRAN......................................................................................
60
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Daftar Kebutuhan Data, Jenis, dan Sumber Data serta Teknik Pengumpulan Data..................................................................
29
2. Tabel Mata Pencaharian Penduduk Desa Situdaun.................
39
3. Penetapan Tarif Air .................................................................
42
4. Sebaran Responden Berdasarkan Kelompok Pengguna Air di Desa Situdaun Tahun 2009 ..........................................
43
5. Sebaran Responden Pengguna Air dengan Proyek WSLIC Menurut Penggolongan Umur Tahun 2009 ............................
45
6. Sebaran Responden Pengguna Air Bersih dengan Proyek WSLIC Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Situdaun Tahun 2009 .............................................................................
45
7. Sebaran Responden Pengguna Air Bersih dengan Proyek WSLIC Menurut Tingkat Pendapatan di Desa Situdaun Tahun 2009 .............................................................................
47
8. Penyebaran Responden Pengguna Air Bersih dengan Proyek WSLIC Menurut Jumlah Pemakaian Air Taqhun 2009 .........
48
9. Penilaian Masyarakat terhadap Tingkat Pelayanan BPS dalam Mengelola WSLIC di Desa Situdaun Tahun 2009 ......
49
10. Tingkat pengetahuan Responden Terhadap Iuran Air ..........
51
11. Nilai Willingness to Pay Rata-rata Responden Pengguna Air Bersih dengan Proyek WSLIC di Desa Situdaun.............
51
12. Hasil Analisis Kesediaan Masyarakat Pengguna Air dengan Proyek WSLIC setelah Ada Peningkatan Pelayanan BPS terhadap Pengelolaan WSLIC ................................................
53
DAFTAR GAMBAR Nomor 1. Skema Kerangka Pemikiran Operasional................................
Halaman 24
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Sebaran Data Karakteristik Responden...................................
61
2. Olahan Data Statistik dengan Minitab for Windows 14..........
63
3. Kuesioner Penelitian ...............................................................
65
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya air merupakan bagian dari kekayaan alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat secara lestari sebagaimana termaktub dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Ketetapan ini ditegaskan kembali dalam pasal 1 Undang-Undang Pokok Agraria tahun 1960 bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya termasuk wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah merupakan kekayaan nasional. Juga dijelaskan dalam Undang-Undang nomor 7 tahun 2004 tentang sumberdaya air pasal 3, bahwa sumberdaya air dikelola secara menyeluruh, terpadu dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat. Air lebih dari sekedar perpaduan zat kimia hidrogen dan oksigen. Air adalah komoditas yang dibutuhkan manusia untuk bermacam keperluan. Air digunakan untuk air minum, bahan baku industri, bahan penunjang kegiatan pertanian, perkebunan, perikanan dan pariwisata, untuk sumber energi bagi pusat listrik tenaga uap dan tenaga air. Dalam masa seratus tahun berlalu, jumlah penduduk dunia naik tiga kali lipat, sedangkan kebutuhan air naik tujuh kali lipat (Rajasa, 2002). Perbandingan antara jumlah penduduk dan kebutuhan air ini mengakibatkan
terjadinya
kelangkaan
dibandingkan dengan permintaannya.
air
akibat
kurangnya
supply
air
Tertutupnya 70% permukaan bumi oleh air tidak menjamin ketersediaan air bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Hal ini disebabkan karena hanya sekitar 2,5 % dari air di muka bumi yang merupakan air tawar. Itupun tidak semuanya dapat dikonsumsi karena 2,5 % tersebut sudah termasuk air tanah yang sangat sulit diakses atau berupa es di daerah kutub. Indonesia merupakan salah satu negara sedang berkembang yang sering menghadapi masalah air. Hal ini dapat memacu terjadinya krisis air seperti kemarau yang terjadi di beberapa tempat di Indonesia akhir-akhir ini. Walau Indonesia dikategorikan sebagai negara yang memiliki sumberdaya air yang melimpah, memasuki abad 21 kelangkaan air dan sumber air sudah menjadi kenyataan untuk sebagian wilayah di Indonesia, khususnya di daerah perkotaan dan pusat-pusat pengembangan wilayah di sekitar perkotaan. Oleh karena itu segala upaya perencanaan dan pengelolaan sumberdaya air diperlukan untuk dapat mengurangi dampak krisis air terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Perolehan air bersih di pedesaan, dalam hal ini wilayah pegunungan, umumnya lebih mudah karena banyak terdapat mata air bersih yang jernih dan aman dikonsumsi oleh masyarakat. Sistem pengairan ini bisa diperoleh secara langsung maupun dengan penggunaan teknologi tertentu. Hal ini dilakukan untuk memudahkan akses masyarakat terhadap air bersih. Komoditi air bersih yang layak konsumsi telah menjadi sumberdaya yang sangat langka (resources scarcity), artinya dari segi kuantitas tinggi pada musim hujan tetapi dari segi kualitas rendah. Dipandang dari sudut ekonomi kelangkaan
suatu sumberdaya dapat mengarahkannya menjadi barang ekonomi (economic good)
yang
akan
mempengaruhi
perilaku
masyarakat
di
dalam
mengalokasikannya (Brouwer dan Pearce, 2005). Wilayah Bogor, yang merupakan wilayah sejuk karena berada di wilayah pegunungan, memiliki akses yang besar untuk perolehan air bersih. Terutama di daerah-daerah yang ada di kaki gunung. Penduduk yang relatif banyak menyebabkan kebutuhan air di Bogor perlu diperhatikan secara baik. Pengaturan dan pemanfaatan air sangat dibutuhkan agar penggunaan air merata dan dapat dipergunakan secara maksimal oleh masyarakat. Air untuk konsumsi Rumah Tangga di Bogor umumnya menggunakan jasa Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), namun tidak demikian halnya dengan daerah-daerah yang sulit dijangkau, misalnya di daerah-daerah pedesaan di Kabupaten Bogor. Daerah Situdaun merupakan daerah yang tidak dialiri air dari saluran PDAM. Departemen Kesehatan Republik Indonesia dengan World Bank
bekerjasama dalam pengadaan air bersih di Desa Situdaun. Proyek
pengadaan air bersih ini disebut dengan WSLIC (Water Sanitation for Low Income Communities). Proyek ini bertujuan meningkatkan status kesehatan, produktivitas dan kualitas hidup masyarakat yang berpenghasilan rendah di pedesaan melalui perbaikan perilaku hidup bersih dan sehat, peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat, penyediaan fasilitas air bersih dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat, kesinambungan pembangunan masyarakat secara partisipatif.
Proyek WSLIC ini dilakukan di berbagai kawasan di Indonesia, salah satunya adalah di kawasan Situdaun, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. WSLIC merupakan proyek Departemen Kesehatan Indonesia yang didanai oleh World Bank dengan International Development Association (IDA) Credit, Hibah AusAID, Government of Indonesia (GOI), dan masyarakat. Program ini berjalan sejak tahun 2005 dan dibentuk suatu badan kelembagaan yang berfungsi mengelola WSLIC tersebut. Badan ini disebut Badan Pengelola Sarana (BPS). Aktivitas BPS sendiri adalah mengkoordinasikan penyaluran air ke rumah-rumah masyarakat, mengumpulkan iuran air yang selanjutnya digunakan untuk biaya perawatan dan administrasi, serta mengadakan rapat secara teratur untuk membicarakan hal–hal untuk kepentingan masyarakat pengguna air bersih dengan proyek WSLIC dan penyalurannya ke masyarakat. Akhir-akhir ini timbul masalah dalam debit air yang dialirkan ke masyarakat akibat adanya saluran air irigasi di dekat sumber air yang digunakan untuk WSLIC. Debit air yang sampai ke masyarakat lebih sedikit dari yang diterima sebelumnya. Akibatnya masyarakat menjadi resah dan sebagian ada yang kembali menggunakan air dari pancuran dan sumur untuk kebutuhan sehari-hari. 1.2 Perumusan Masalah WSLIC merupakan proyek penyediaan sumber air bersih yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Desa Situdaun untuk kegiatan rumah tangga seharihari. Sumber air yang digunakan untuk proyek WSLIC ini adalah sumber air yang ada di perbukitan Desa Situdaun dan dikelola oleh lembaga masyarakat setempat (BPS) untuk dialirkan ke masyarakat Desa.
Pengelolaan air agar dapat didistribusikan ke masyarakat membutuhkan biaya agar penyalurannya berjalan dengan baik. Biaya-biaya ini mencakup biaya proses pengelolaan air, biaya pendistribusian air kepada masyarakat, biaya pemasangan pipa atau sambungan, dan biaya administrasi lainnya. Biaya-biaya tersebut tentunya memberikan pengaruh kepada penetapan iuran air di Desa Situdaun. Selain biaya pengelolaan air secara umum tersebut, juga terdapat biayabiaya pemeliharaan dan perawatan. Seperti yang telah disebutkan di latar belakang, masalah yang belakangan ini meresahkan masyarakat adalah masalah debit air yang berkurang akibat adanya saluran irigasi di dekat sumber air yang digunakan untuk proyek WSLIC. Hal ini menyebabkan masyarakat mengeluh dan mulai mencari sumber air bersih alternatif untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Masyarakat mulai menggunakan sumur dan pompa air kembali sebagai tambahan air yang kurang. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, penelitian ini ingin mengkaji lebih jauh kesediaan masyarakat untuk membayar (Willingness to Pay/ WTP) air bersih dengan proyek WSLIC jika terdapat peningkatan pelayanan yang dilakukan oleh pihak pengelolanya (BPS). Peningkatan pelayanan dalam hal ini adalah perbaikan jaringan pengaliran air agar sampai ke rumah-rumah masyarakat dengan debit seperti sedia kala atau lebih baik dari yang dialami oleh masyarakat Desa Situdaun saat ini.
Dari rumusan masalah di atas, pertanyaan yang timbul adalah: 1. Bagaimanakah karakteristik masyarakat yang memanfaatkan air bersih dengan proyek WSLIC? 2. Berapakah estimasi dari besarnya nilai WTP masyarakat terhadap peningkatan pelayanan dan perbaikan aliran air dengan proyek WSLIC di Desa Situdaun Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor? 3. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarakat dalam membayar iuran air untuk peningkatan pelayanan BPS dalam mengelola WSLIC dan perbaikan aliran air di Desa Situdaun Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis nilai air dinilai dari WTP masyarakat terhadap sistem WSLIC dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarakat dalam pembayaran iuran WSLIC di Desa Situdaun. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis karakteristik masyarakat yang memanfaatkan air bersih dengan proyek WSLIC. 2. Mengestimasi besarnya nilai WTP masyarakat terhadap peningkatan pelayanan dan perbaikan aliran air dengan proyek WSLIC di Desa Situdaun Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarakat dalam membayar iuran WSLIC untuk peningkatan pelayanan BPS dalam
mengelola WSLIC dan perbaikan aliran air di Desa Situdaun Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor. 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi: 1. Pemerintah Daerah dalam memperhatikan kesejahteraan masyarakat pedesaan dalam mengakses air bersih untuk konsumsi rumah tangga sehari-hari. 2. Masyarakat Desa Situdaun Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor dalam mempertimbangkan harga atau iuran air yang dibayarkan setiap bulannya. 3. Peneliti sebagai bahan referensi bagi peneliti berikutnya. 1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Penelitian yang dilakukan mempunyai ruang lingkup dan keterbatasanketerbatasan, yaitu: 1. Wilayah penelitian di wilayah Desa Situdaun
Kecamatan Tenjolaya
Kabupaten Bogor. 2. Obyek penelitian adalah masyarakat pengguna WSLIC untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari. 3. Responden terdiri dari masyarakat yang membayar iuran WSLIC untuk tiga kategori, yaitu mampu, sedang, dan kurang mampu. 4. WTP adalah sejumlah uang yang ingin dibayarkan seseorang untuk memperoleh suatu peningkatan kondisi lingkungan dan sumberdaya yang akan lebih baik dari kondisi sebelumnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Sumberdaya Air Sumberdaya air merupakan sumberdaya yang vital bagi kehidupan manusia. Di beberapa wilayah, air masih dianggap sebagai free goods sehingga dapat digunakan oleh siapapun. Sumberdaya memiliki sifat terbuka dan masih dianggap milik umum, karena itu air mudah mengalami perubahan dalam kuantitas dan kualitasnya sebagai akibat dari ketidakjelasan hak-hak atas pengelolaan dan pemanfaatannya. Menurut Sanim (2003) air sebagai sumberdaya alam dapat berupa persediaan dan sekaligus sebagai aliran. Air tanah, misalnya, merupakan persediaan yang biasanya memerlukan aliran dan pengisian kembali oleh air hujan. Pemasukan air tergantung pada topografi dan kondisi meteorologi, karena keduanya mempengaruhi proses peresapan dan penguapan air. Akibatnya, maka pengambilan keputusan dalam mengembangkan sumberdaya air didasarkan atas distribusi kemungkinan. Menurut Anwar (1992) dalam Kusuma (2006) sumberdaya air memiliki karakteristik khusus, yaitu: 1. Mobilitas air. Air yang bersifat cair mudah mengalir, menguap, dan meresap di berbagai media sehingga sulit untuk melaksanakan penegasan hak atas sumberdaya ini secara eksklusif agar dapat dipertukarkan dalam sistem ekonomi pasar. 2. Skala ekonomi yang melekat. Dalam penyimpanan, penyampaian, dan distribusi air terjadi skala yang demikian menyebabakan penawaran air
bersifat monopoli alami (natural monopoly), sehingga semakin besar jumlah air yang ditawarkan maka semakin rendah biaya persatuan yang ditanggung oleh produsen. 3. Penawaran air berubah-ubah. Sifat penawaran air berubah-ubah menurut waktu, ruang, dan kualitasnya. Dalam kekeringan dan banjir, sumberdaya air dapat ditangani oleh pemerintah untuk kepentingan umum. 4. Kapasitas dan daya asimilasi dari bahan air. Zat cair memiliki daya larut untuk mengasimilasikan berbagai zat-zat padat atau pencemar tertentu selama daya asimilasinya tidak terlampaui. Akibatnya komoditas air mengarah kepada komoditas yang bersifat umum dimana
setiap
orang
dapat
menganggapnya
sebagai
tempat
pembuangan sampah. 5. Penggunaannya dapat dilakukan secara beruntun (sequential use). Penggunaan secara beruntun dari hulu ke hilir sampai ke laut dan dengan beruntunnya penggunaan air selama perjalanan alirannya akan merubah kualitas dan kuantitasnya sehingga sering menimbulkan eksternalitas. 6. Penggunaannya yang serbaguna (multiple use). Dengan kegunaanya yang banyak tersebut maka pihak individu atau swasta dapat memanfaatkannya dan sisanya menjadi barang umum yang dapat menimbulkan eksternalitas.
7. Berbobot besar dan memakan tempat (bulkiness). Apabila ditambah dengan biaya yang tinggi untuk mewujudkan hak-hak kepemilikannya, akan menjadikan sumberdaya air bersifat open access. 8. Nilai kultural yang melekat pada sumberdaya air. Sebagian besar masyarakat masih mempunyai nilai-nilai yang menganggap air sebagai barang bebas anugerah Tuhan yang tidak patut dikomersilkan sehingga menjadi kendala dalam alokasinya pada sistem pasar.
2.2 Karakteristik Air yang Layak Konsumsi Air minum adalah air yang dikonsumsi manusia. Menurut Departemen Kesehatan, syarat-syarat air minum adalah tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak mengandung logam berat. Walaupun air dari alam dapat diminum, namun tetap terdapat resiko air tersebut terdapat bekteri (misalnya ecoli). Bakteri dapat dibunuh dengan memanaskan air hingga 100oC, namun zat-zat berbahaya lain, seperti logam tidak dapat dihilangkan dengan cara ini. Perlu adanya pengolahan khusus yang dapat mengatasi dan memurnikan air agar layak dikonsumsi oleh manusia. Dari segi kualitas air minum harus memenuhi: 1. Syarat Fisik Air minum yang layak konsumsi harus tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna, suhu di bawah sela udara (± 25oC) dan terlihat jernih. 2. Syarat Kimia Air yang layak dikonsumsi untuk adalah air yang bebas dari bahan-bahan kimia berupa amoniak, pestisida, dan aluminium. Zat-zat ini mungkin
terdapat dalam air yang akan dikonsumsi, asal tidak melebihi batas maksimum air masih layak dan baik untuk dikonsumsi. 3. Syarat Mikrobiologik Air minum tidak boleh mengandung bakteri-bakteri patogen sama sekali dan tidak boleh mengandung bakteri-bakteri golongan coli melebihi batas yang ditentukan yaitu 2 coli / 100 ml (Sutrisno, 2006 dalam Petra, 2008).
Menurut Litbang Departemen Kesehatan dalam Petra, 2008 ciri-ciri air layak minum adalah: 1. Jernih, tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna. 2. Bebas unsur-unsur kimia yang berbahaya, seperti besi (Fe), seng (Zn), raksa (Hg) dan mangan (Mn). 3. Tidak mengandung unsur mikrobiologi yang membahayakan seperti koliform tinja dan total koliform. 4. Suhu sebaiknya sejuk dan tidak panas sesuai dengan suhu tubuh manusia.
2.3 Barang Publik dan Barang Privat Secara garis besar barang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: 1. Barang publik (public goods), yaitu barang yang dapat dikonsumsi tanpa mengurangi tersedianya barang tersebut bagi orang lain atau ada tingkat rivalrous yang rendah sehingga sulit menghindari konsumen. 2. Barang Privat (private goods), yaitu barang yang hanya dikonsumsi pada waktu tertentu dan barang tersebut akan mengurangi ketersediaannya bagi
orang lain disamping sangat mudah untuk memantau dan mengidentifikasi biaya konsumen. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pandangan tradisional menganggap air sebagai barang publik yang tersedia bebas di alam dan bebas dimiliki oleh siapa saja. Namun dengan semakin langkanya air akibat demand yang berlebihan, maka air juga dinilai sebagai barang yang memiliki nilai intrinsik ekonomi dan bersifat privat. 2.4 Pengelolaan Sumberdaya Air Beberapa tahun terakhir ini, Pemerintah memberikan perhatian terhadap perlunya peningkatan pengelolaan sumberdaya air. Indonesia telah memiliki kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya air ini yang dikenal dengan Prinsipprinsip Pengelolaan Terpadu Sumberdaya Air (PTSDA). Pengelolaan terpadu sumberdaya air adalah suatu proses yang mengedepankan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya air, lahan, dan sumberdaya terkait lainnya secara terkoordinasi dalam rangka memaksimalkan resultan ekonomi dan kesejahteraan sosial secara adil tanpa mengorbankan keberlanjutan (sustainability) ekosistem yang vital. Prinsip-prinsip pengelolaan terpadu sumberdaya air ini dikembangkan sebagai respon terhadap pola pengelolaan sumberdaya air yang diterapkan selama ini cenderung terpisah-pisah (fragmented) sehingga menimbulkan kesulitan dalam mengkoordinasi berbagai kebijakan dan program yang berdampak timbulnya berbagai persoalan seperti banjir, intrusi air laut karena pengambilan air tanah yang berlebihan, pencemaran, dan sebagainya (GWP, 2000 dalam Rajasa, 2002).
Menurut Sanim (2003) yang menjadi masalah dalam pengelolaan sumberdaya air di Indonesia adalah: 1. Adanya fragmentasi pengelolaan antar berbagai instansi Pemerintah RI dan sulitnya koordinasi antar berbagai instansi dalam mengelola sumberdaya air. 2. Pengelolaan sumberdaya air masih terbatas dan berorientasi pada sisi penyediaan semata bukan pada sisi kebutuhan. 3. Borosnya pemakaian air untuk pertanian karena rendahnya efisiensi pemakaian air untuk sektor pertanian. Sebagai pengguna 80-90% dari seluruh pemanfaat air, sektor pertanian diperkirakan memakai air efektif untuk pertumbuhan tanaman hanya 50-60%, selebihnya hilang saat pengaliran di saluran atau menggenang tidak optimal di areal sawah. Apabila saat ini air yang dialokasikan untuk irigasi sekitar 4.000 m3/detik, maka peningkatan efisiensi sekitar 10% saja akan menghemat air 400m3/detik. 4. Organisasi pengelolaan sumberdaya air masih tersentralisasi di pusat belum terdesentralisasi walaupun otonomi daerah telah dicanangkan sejak tahun 2000 yang lalu. 5. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam menglola sumberdaya air di satu sisi dan masih belum banyak melibatkan partisipasi masyarakat lokal dalam organisasi pengelolaan sumberdaya air di sisi lain. 6. Distribusi pelayanan air tidak merata. Distribusi lebih banyak difokuskan untuk melayani kegiatan komersial yang mendukung pembangunan
ekonomi. Hanya konsumen yang mampu membayar yang dapat memiliki akses terhadap air bersih. 7. Polusi air yang menyebabkan kualitas air di Jakarta dan kota besar lainnya tidak layak dijadikan sebagai air minum karena sumberdaya air yang sudah tercemar, seperti adanya kandungan bakteri e-coli dalam air tanah. 8. Ketidakmampuan Pemerintah Indonesia untuk memperluas jaringan irigasi bagi keperluan pertanian, sehingga terjadi penurunan produksi padi. 9. Berkurangnya sediaan (supply) air baik bagi air bersih maupun air minum yang disebabkan berkurangnya daerah tangkapan air akibat alih fungsi lahan. 2.5 Peran Masyarakat dalam Kelembagaan Pengelolaan Air Peran serta masyarakat telah diisyaratkan dalam UU RI No. 7 tahun 2004 pasal 64 ayat 5 tentang Sumberdaya Air. Dengan demikian dasar hukumnya sudah ada. Namun pelaksanaannya masih belum intensif sehingga masih kuat pandangan dalam masyarakat bahwa pembangunan dalam bidang sumberdaya air adalah semata-mata tugas pemerintah. Mengingat pembangunan pada hakekatnya adalah untuk masyarakat maka sudah seharusnya peran serta masyarakat dalam pengairan ditingkatkan. Sebagai dasar pelaksanaan peran serta masyarakat adalah segala yang dapat dilakukan masyarakat sendiri dengan bimbingan pemerintah. Sisanya yang tidak dapat dilaksanakan oleh masyarakat, ditangani oleh pemerintah (Rajasa, 2002). Ada empat kelompok masyarakat yang terlibat langsung dalam pembangunan pengairan atau pengelolaan air, yaitu masyarakat pemanfaat air,
masyarakat pengusaha, masyarakat secara umum dan masyarakat cendikiawan dan pemerhati. Masing-masing kelompok tersebut mempunyai andil dan peran serta yang berbeda dalam pengelolaan air. Hal ini juga ditegaskan dalam RUU Sumberdaya Air pasal 10, yaitu pola pengelolaan Sumberdaya air ditetapkan dengan melibatkan masyarakat seluas-luasnya dan dunia usaha. Pengelolaan air yang dimaksud disini adalah pemenuhan kebutuhan air baku untuk air bersih rumah tangga, pertanian, industri, pertambangan, dan kebutuhan lainnya (Sanim, 2003). Bentuk peran serta dari masyarakat ini dilihat dari adanya pemanfaatan air bersih oleh masyarakat. Agar pemanfaatannya efektif dan efisien maka pengelolaan air dengan proyek WSLIC ini diserahkan kepada kelembagaan setempat yang merupakan warga pengguna air bersih tersebut yang disebut dengan BPS. Masyarakat perlu dilibatkan agar jaringannya dapat berdaya guna dan berhasil guna. Bentuk peran serta yang dimaksud adalah berupa peran aktif dalam pengelolaan air atau ikut berkontribusi dalam membayar iuran air secara teratur untuk biaya perawatan dan administrasi air yang diserahkan kepada BPS sebagai pihak pengelola. 2.6 Hasil Penelitian Terdahulu Lestari (2006) melakukan penelitian untuk mengetahui WTP konsumen rumah tangga terhadap peningkatan pelayanan PDAM. Alat analisis yang digunakan adalah menggunakan data kuantitatif dengan dua pendekatan yaitu : (1) untuk mengetahui nilai WTP rata-rata dengan menggunakan rumus nilai tengah dan (2) untuk mengidentifikasi faktor-faktor
yang mempengaruhi kesediaan
konsumen dalam membayar biaya peningkatan pelayanan PDAM dengan menggunakan analisis regresi linear berganda. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa nilai rata-rata WTP yang diberikan pelanggan berbeda menurut kelompok pelanggan. R1 (Rumah Sangat Sederhana) sebesar Rp.1.611,00, R2 (Rumah Sederhana) sebesar Rp. 2.510,00, R3 (Rumah Menengah) sebesar Rp. 2784,00 dan R4 (Rumah Mewah) sebesar Rp. 4000,00. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah Pendapatan pelanggan, pengetahuan pelanggan, dan tingkat pelayanan PDAM, faktor-faktor lain yaitu umur, jumlah tanggungan keluarga, tingka kepercayaan terhadap PDAM, kepuasan pelanggan, dan lama berlangganan tidak berpengaruh. Ariestis (2004) melakukan penelitian mengenai Analisis Ekonomi Pengelolaan dalam Kerangka Kebijakan Pra dan Pasca Privatisasi, studi kasus PAM DKI Jakarta. Analisis data yang digunakan untuk penetapan tarif air adalah analisis regresi berganda, sedangkan untuk biaya pengelolaan air menggunakan fungsi Coob-Douglass. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa adanya perubahan pengalihan kekuasaan ke pihak swasta (privatisasi) memberikan pengaruh yang cukup besar dalam pembiayaan pengelolaan air. Biaya-biaya tersebut cenderung meningkat setelah adanya privatisasi. Sementara tarif yang ditetapkan sesuai dengan kondisi masyarakat DKI Jakarta belum menutupi biaya pengelolaan air (full cost recovery). Arifah (2008) meneliti mengenai WTP petani terhadap peningkatan pelayanan irigasi. Analisis data yang digunakan adalah secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan data dilakukan dengan manual dan menggunakan
komputer dengan program Microsoft Excel dan Minitab for Windows Release 14. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap WTP petani dalam membayar iuran pengelolaan irigasi adalah produktivitas lahan dan tingkat pendidikan, sedangkan variabel lain tidak berpengaruh nyata. Nilai kontribusi air per Ha rata-rata yang diperoleh adalah Rp. 938.239,00. Hasil analisis regresi berganda yang dihasilkan adalah luas lahan dan pengetahuan tentang iuran berpengaruh positif terhadap nilai WTP masyarakat, sedangkan tingkat pendapatan dan jumlah tanggungan keluarga berpengaruh negatif terhadap nilai WTP masyarakat. Putri (2007) melakukan penelitian terhadap kebijakan tarif air PDAM Kota Bandung serta respon pelanggan terhadap peningkatan tarif. Analisis data yang dilakukan adalah dengan analisis kuantitatif dari biaya produksi air oleh PDAM. Selanjutnya dilihat dari trend biaya produksi PDAM setiap tahunnya dengan mengestimasi laju pertumbuhan dari biaya produksi tersebut. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa jumlah anggota keluarga, tingkat pendapatan dan jumlah air rata-rata yang dikonsumsi berpengaruh nyata terhadap nilai WTP yang dibayarkan pelanggan. Kusuma (2006) melakukan penelitian mengenai analisis ekonomi pengelolaan sumberdaya air dan kebijakan tarif air PDAM kota Madiun. Analisis data yang digunakan untuk tarif air PDAM adalah analisis regresi berganda dengan variabel-variabel yang mempengaruhi kebijakan tarif air. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa harga bahan bakar minyak dan tingkat inflasi berpengaruh nyata terhadap tarif air. Artinya, kebijakan tarif air dipengaruhi oleh harga beli listrik per kwh, harga bahan bakar minyak, dan tingkat inflasi.
Selanjutnya, kebijakan tarif air berdampak positif yaitu meningkatkan penerimaan dan keuntungan PDAM Kota Madiun. Kenaikan tarif air merupakan solusi untuk mengatasi masalah kerugian usaha yang dialami perusahaan karena kenaikan tarif mampu meningkatkan tarif penerimaan dan keuntungan perusahaan. Beberapa hasil penelitian terdahulu di atas digunakan penulis sebagai rujukan dan studi literatur tentang penilaian ekonomi air. Hasil-hasil penelitian di atas juga digunakan sebagai gambaran penggunaan air di beberapa daerah dan cara pendang masyarakat terhadap air itu sendiri, sehingga diperoleh gambaran mengenai nilai air sebagai barang publik yang memiliki nilai intrinsik ekonomi.
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Konsep Kesediaan Untuk Membayar (Willingness to Pay) Willingness to Pay atau kesediaan untuk membayar adalah kesediaan individu untuk membayar terhadap suatu kondisi lingkungan atau penilaian terhadap sumberdaya alam dan jasa alami dalam rangka memperbaiki kualitas lingkungan. Dalam WTP dihitung seberapa jauh kemampuan setiap individu atau masyarakat secara agregat untuk membayar atau mengeluarkan uang dalam rangka memperbaiki kondisi lingkungan agar sesuai degan kondisi yang diinginkan. WTP merupakan nilai kegunaan potensial dari sumberdaya alam dan jasa lingkungan (Hanley dan Spash, 1993). Beberapa pendekatan yang digunakan dalam penghitungan WTP untuk menghitung peningkatan atau kemunduran kondisi lingkungan adalah: 1. Menghitung biaya yang bersedia dikeluarkan oleh individu untuk mengurangi dampak negatif pada lingkungan karena adanya suatu kegiatan pembangunan. 2. Menghitung pengurangan nilai atau harga dari suatu barang akibat semakin menurunnya kualitas lingkungan. 3. Melalui suatu survey untuk menentukan tingkat kesediaan masyarakat untuk membayar dalam rangka mengurangi dampak negatif pada lingkungan atau untuk mendapatkan lingkungan yang lebih baik.
Penghitungan WTP dapat dilakukan secara langsung (direct method) dengan melakukan survey, dan secara tidak langsung (indirect method), yaitu penghitungan terhadap nilai dari penurunan kualitas lingkungan yang telah terjadi. Dalam penelitian ini penghitungan WTP dilakukan secara langsung (direct method), dengan cara survey dan melakukan wawancara dengan masyarakat. 3.1.2 Metode Penghitungan Nilai Willingness to Pay Terdapat empat metode untuk memperoleh penawaran besarnya nilai WTP/WTA responden (Hanley dan Spash, 1993), yaitu: 1. Metode Tawar Menawar (Bidding Game) Metode ini dilaksanakan dengan menanyakan kepada responden apakah bersedia membayar / menerima sejumlah uang tertentu yang diajukan sebagai titik awal (starting point). Jika “ya” maka besarnya nilai uang diturunkan/dinaikkan sampai ke tingkat yang disepakati. 2. Metode Pertanyaan Terbuka (Open-Ended Question) Metode ini dilakukan dengan menanyakan langsung kepada responden berapa jumlah maksimal uang yang ingin dibayarkan atau jumlah minimal uang ingin diterima akibat perubahan kualitas lingkungan. Kelebihan metode ini adalah responden tidak perlu diberi petunjuk yang bisa mempengaruhi nilai yang diberikan dan metode ini tidak menggunakan nilai awal yang ditawarkan sehingga tidak akan timbul bias titik awal. Sementara kelemahan metode ini adalah kurangnya akurasi nilai yang diberikan dan terlalu besar variasinya.
3. Metode Kartu Pembayaran (Payment Card) Metode ini menawarkan kepada responden suatu kartu yang terdiri dari berbagai nilai kemampuan untuk membayar atau kesediaan untuk menerima dimana responden tersebut dapat memilih nilai maksimal atau nilai minimal yang sesuai dengan preferensinya. Pada awalnya, metode ini dikembangkan untuk mengatasi bias titik awal dari metode tawar-menawar. Untuk meningkatkan kualitas metode ini terkadang diberikan semacam nilai patokan yang menggambarkan nilai yang dikeluarkan oleh orang dengan tingkat pendapatan tertentu bagi barang lingkungan yang lain. Kelebihan metode ini adalah memberikan semacam stimulan untuk membantu responden berpikir lebih leluasa tentang nilai tertentu, seperti pada metode tawar menawar. Untuk menggunakan metode ini, diperlukan pengetahuan statistik yang relatif baik. 4. Metode Pertanyaan Pilihan Dikotomi (Close-Ended Referendum) Metode ini menawarkan responden jumlah uang tertentu dan menanyakan apakah responden mau membayar atau tidak sejumlah uang tersebut untuk memperoleh kualitas lingkungan tertentu apakah responden mau menerima atau tidak sejumlah uang tersebut sebagai kompensasi atau diterimanya penurunan nilai kualitas lingkungan. 3.1.3 Asumsi dalam Pendekatan Willingness to Pay dari Masyarakat Asumsi yang digunakan dalam pelaksanaan pengumpulan nilai WTP dari masing-masing responden (masyarakat) adalah sebagai berikut:
1. Masyarakat yang bersedia membayar biaya pemeliharaan dan peningkatan pelayanan air mengetahui dengan baik sistem pengelolaan air dan daerah penyaluran air di lokasi penelitian. 2. Pemerintah setempat turut berperan serta dan memberikan perhatian dalam peningkatan pelayanan BPS dalam mendistribusi air dan pemeliharaan jaringan air di lokasi penelitian. 3.2 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran dan perumusan masalah untuk penelitian dapat dikembangkan hipotesis penelitian, yaitu: 1. Masyarakat yang bersedia membayar biaya pemeliharaan dan pengelolaan air adalah masyarakat yang merasakan manfaat langsung dari peningkatan pelayanan air bersih dari WSLIC. 2. Pilihan masyarakat untuk membayar biaya pemeliharaan dan pengelolaan air diduga akan dipengaruhi oleh umur responden, tingkat pendidikan responden, tingkat pendapatan responden, tingkat pelayanan BPS terhadap distribusi air bersih dengan WSLIC, tingkat pengetahuan masyarakat terhadap iuran air, debit air rata-rata yang digunakan responden, dan kelompok masyarakat pengguna air WSLIC. 3.3 Kerangka Pemikiran Operasional Salah satu cara untuk meningkatkan pelayanan pada masyarakat adalah kondisi air tetap berfungsi baik, sehingga air yang masuk ke dalam pipa masyarakat pengguna air dengan proyek WSLIC dapat berjalan lancar. Namun
kenyataan yang sedang terjadi adalah penyaluran air mengalami kendala yang mengakibatkan debit air yang sampai pada masyarakat berkurang. Oleh karena itu BPS sebagai pihak yang dipercaya olh Tim WSLIC dan pemerintah setmpat berusaha memperbaiki jaringan air agar dapat didistribusikan kepada masyarakat dengan baik. Upaya tersebut akan berhasil apabila ada pemeliharaan oleh masyarakat, peran serta dari pemerintah daerah setempat, dan pengelola WSLIC itu sendiri. Perlu adanya penelitian tentang nilai ekonomi mengenai pelayanan air dengan menggunakan pendekatan nilai WTP masyarakat terhadap pelayanan BPS untuk mendistribusikan air. Guna mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTP masyarakat digunakan analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran menganai pendangan masyarakat terhadap sumberdaya air di Desa Situdaun dan sebagai masukan dalam penentuan iuran air setelah adanya peningkatan pelayanan yang dilakukan oleh BPS. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi pendorong untuk BPS agar lebih baik dalam pendistribusian air dan pengelolaan WSLIC di Desa Situdaun Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor.
Adapun alur pemikiran yang dirancang oleh penulis dapat dilihat pada Gambar1. WSLIC sebagai Proyek yang Menyediakan Sumber Air Bersih di Desa Situdaun Penyaluran Air Bersih untuk konsumsi Rumah Tangga Masyarakat Desa Situdaun Kendala dalam Penyaluran Akibat Adanya Saluran Irigasi di dekat Sumber Air Peningkatan Pelayanan BPS dalam Perbaikan Jaringan Air Biaya Pengelolaan Air, Biaya Pendistribusian Air, Biaya Pemasangan Pipa dan Sambungan, Biaya Administrasi Lainnya.
Penilaian Ekonomi Pelayanan dan Pengelolaan Air Pendekatan WTP
Masyarakat yang bersedia membayar tambahan iuran air setelah adanya perbaikan
Masyarakat yang tidak bersedia membayar tambahan iuran air setelah adanya perbaikan
Analisis Deskriptif Estimasi WTP masyarakat pengguna air
Estimasi Nilai WTP dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya
Estimasi WTP Masyarakat Pengguna Air dengan Proyek WSLIC Dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya
Penetapan Iuran Air Baru setelah adanya Peningkatan Pelayanan BPS dalam mengelola WSLIC
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Operasional
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Waktu Dan Lokasi Penelitian Waktu yang dibutuhkan untuk mengumpulkan data lapangan dalam penelitian ini adalah selama bulan Mei – Juli 2009. Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive), yaitu di wilayah RW yang menggunakan WSLIC Desa Situdaun Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor. 4.2 Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan penulis adalah penelitian survai, yaitu penelitian dimana informasi dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuesioner. Data yang dikumpulkan dalam penelitian survai adalah data dari sampel atas populasi untuk mewakili seluruh populasi. Jenis penelitian ini mengacu pada Singarimbun (1987), dimana jenis-jenis penelitian terdiri dari penelitian survai, penelitian eksperimen, grounded research, kombinasi pendekatan kualitatif dan kuantitatif, dan analisa data sekunder. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus, yaitu berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh dari jenis penelitian ini hanya berlaku pada lokasi penelitian dan lokasi atau kondisi yang tipikal dengan lokasi penelitian yang lain dengan asumsi-asumsi sama. 4.3 Metode Pengambilan Sampel Populasi dari penelitian ini adalah masyarakat yang menggunakan air bersih dengan proyek WSLIC. Masyarakat yang diambil sebagai sampel dalam
penelitian ini adalah pelanggan rumah tangga. Responden yang digunakan sebagai sampel adalah 30 persen dari tiap-tiap kelompok masyarakat, yaitu dua orang dari kelompok pertama (enam rumah tangga), 35 orang dari kelompok kedua (116 rumah tangga), dan 22 orang dari kelompok ketiga (72 rumah tangga) sehingga total responden yang diambil adalah 59 rumah tangga yang mewakili 194 rumah tangga masyarakat pengguna air. Diasumsikan masing-masing responden dari setiap kelompok tersebut mampu mewakili pelanggan air dengan proyek WSLIC di Desa Situdaun. Kelompok yang digunakan sebagai strata dalam penelitian ini adalah kelompok masyarakat pengguna air dengan proyek WSLIC berdasarkan tingkat pendapatannya. Kelompok pertama adalah masyarakat yang digolongkan mampu atau memiliki home industry. Menurut kondisi lapangan, masyarakat yang dianggap mampu adalah masyarakat yang tingkat pendapatannya di atas Rp. 2.000.000,00 atau memiliki kendaraan pribadi roda empat. Kelompok kedua adalah masyarakat dengan tingkat pendapatan sedang dan menggunakan sambungan rumah. Masyarakat yang dinilai berpendapatan sedang adalah masyarakat yang tingkat pendapatannya Rp. 500.000,00 – Rp. 2.000.000,00, sedangkan kelompok ketiga adalah masyarakat dengan tingkat pendapatan kurang dan menggunakan kran umum. Masyarakat yang menggunakan kran umum adalah masyarakat yang tingkat pendapatannya Rp. 500.000,00 ke bawah. Metode pengambilan sampel menggunakan Stratified Random Sampling (Pengambilan Sampel Acak Distratifikasi) yaitu sampel diambil dari tiap-tiap strata / kelompok dengan berimbang. Dalam penelitian ini pengambilan sampel secara berimbang dilakukan dengan mengambil sampel dengan persentase atau
perbandingan yang sama setiap kelompok. Keuntungan menggunakan metode ini adalah semua ciri-ciri populasi yang heterogen dapat terwakili dan peneliti dapat menganalisis hubungan antara satu lapisan / kelompok dengan lapisan / kelompok yang lain, begitu juga mempertimbangkannya (Singarimbun, 1987). 4.4 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini bertujuan mengestimasi fungsi WTP dari masyarakat pengguna air bersih dengan proyek WSLIC dan menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam membayar iuran air jika ada peningkatan pelayanan BPS dalam pengelolaan WSLIC. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari karakteristik responden, persepsi masyarakat terhadap BPS dalam mengelola WSLIC dan pengetahuannya terhadap iuran air, respon terhadap peningkatan pelayanan WSLIC, dan besarnya nilai WTP yang diperoleh melalui kuisioner maupun wawancara langsung dengan responden. Wawancara yang dilakukan merupakan percakapan dua arah dalam suasana yang akrab dan informal. Pertanyaan utama yang ditanyakan kepada responden adalah: “Berapa nilai maksimum kesediaan mereka membayar iuran WSLIC jika ada peningkatan pelayanan BPS terhadap pengelolaan WSLIC yaitu dari sisi kualitas air (kejernihan dan kebersihan air) dan kuantitas air (jumlah debit rata-rata air yang terdistribusi ke masyarakat)”. Hasil kuesioner dan wawancara tersebut akan dimanfaatkan sebagai pendukung dari penggunaan CVM dan analisis WTP. Data sekunder meliputi data jaringan WSLIC Desa Situdaun, potensi desa, data dari dinas-dinas terkait, dan literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian ini.
Untuk lebih jelasnya, berikut disajikan daftar kebutuhan data, jenis dan sumber data, serta teknik pengumpulan data sebagaimana yang disajikan dalam Tabel 1. 4.5 Metode Analisis Data Penelitian ini menganalisis data yang telah diperoleh secara kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif yang diperoleh digunakan untuk mengetahui model WTP masyarakat pengguna air dengan proyek WSLIC dan diolah dengan analisis regresi berganda dengan program Microsoft Excel dan Minitab for Windows Release 14. Sedangkan data kualitatif diolah secara deskriptif yang digunakan untuk mengetahui kondisi umum masyarakat pengguna air dngan proyek WSLIC, serta penggunaan dan pengelolaan air di Desa Situdaun. Metode yang digunakan untuk memperoleh data kualitatif dan kuantitatif tersebut adalah dengan wawancara dan penyajian kuesioner. Telah dijelaskan dalam Kerangka Pemikiran Teoritis bahwa cara-cara penghitungan nilai WTP masyarakat terdiri dari metode tawar menawar (bidding game), metode referendum tertutup (dichotomus choice), metode kartu pembayaran (payment card) dan metode pertanyaan terbuka (open ended question). Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk mengestimasi nilai WTP masyarakat adalah dengan metode referendum tertutup (dichotomus choice). Metode ini dipilih karena menurut beberapa penelitian, metode ini lebih mudah dipahami
maksud
dan
tujuan
penelitiannya.
Metode
ini
memudahkan
pengklasifikasian responden yang memiliki kecenderungan untuk membayar biaya pemeliharaan dan pengelolaan air sehingga kemungkinan menjawab “Ya” untuk setiap nilai yang diberikan estimasi.
Tabel 1. Daftar Kebutuhan Data, Jenis dan Sumber Data serta Teknik Pengumpulan Data Tujuan Penelitian 1. Menganalisis karakteristik masyarakat yang memanfaatkan air WSLIC 2. Mengestimasi besarnya nilai WTP masyarakat terhadap peningkatan pelayanan dan perbaikan aliran air WSLIC di Desa Situdaun Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarakat dalam membayar iuran WSLIC untuk peningkatan pelayanan WSLIC dan perbaikan aliran air di Desa Situdaun Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor
Data yang Dibutuhkan Karakteristik masyarakat pengguna WSLIC Besarnya biaya yangingin dibayarkan masyarakat dengan adanya peningkatan pelayanan WSLIC
Sumber data Data Primer Data Sekunder
Teknik Pengumpulan Data Wawancara dan Kuesioner Monogram Desa Situdaun
Data Primer
Wawancara dan Kuesioner
Data Primer Karakteristik Masyarakat pengguna WSLIC teutama faktor-faktor yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi masyarakat dalam membayar iuran WSLIC
Wawancara dan Kuesioner
4.5.1 Nilai Willingness to Pay Rata-Rata Kelompok Pelanggan Rumah Tangga WSLIC Desa Situdaun, Kecamatan Tenjolaya Secara statistik mencari nilai rata-rata dari contoh atau sampel dengan menggunakan rumus (Walpole, 1997): x=
Keterangan: x
= nilai tengah contoh
xi
= nilai sampel atau contoh ke i
n
= banyaknya sampel atau contoh
4.5.2 Analisis Kesediaan Membayar Masyarakat Terhadap Peningkatan Pelayanan BPS dalam Mengelola WSLIC WTP digunakan untuk melihat tingkat kemampuan masyarakat membayar pada berbagai tingkat harga air dan sejauh mana masyarakat merasakan adanya manfaat air. Pendekatan CVM (Contingent Valuation Method) menggunakan dua jenis pertanyaan dalam menilai barang lingkungan, yaitu: 1. Apakah anda bersedia membayar sejumlah Rp. X tiap bulan / tahun untuk memperoleh peningkatan kualitas lingkungan? 2. Apakah anda bersedia menerima sejumlah Rp. X tiap bulan / tahun sebagai kompensasi atas diterimanya kerusakan lingkungan? Penelitian ini akan terfokus pada besarnya nilai WTP masyarakat untuk mengetahui besarnya nilai yang bersedia dibayar oleh masyarakat untuk peningkatan pelayanan WSLIC di Desa Situdaun. Nilai WTP ini digunakan sebagai pendekatan ekonomi dari nilai air yang digunakan oleh masyarakat. Nilai
WTP ini juga digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penetapan oiuran baru oleh BPS setelah ada peningkatan pelayanan yang diberikan. 4.5.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelanggan Rumah Tangga Dalam Membayar Tambahan Biaya Pemeliharaan Dan Pengelolaan Air WSLIC Fungsi WTP yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari beberapa variabel yang diduga akan mempengaruhi besarnya nilai WTP masyarakat jika ada peningkatan pelayanan WSLIC di Desa Situdaun. Beberapa variabel yang digunakan adalah: 1. Umur responden Masyarakat pengguna air bersih bervariasi menurut umurnya. Karena itu perlu diteliti apakah umur responden berpengaruh terhadap besarnya iuran air yang ingin dibayarkan masyarakat setelah adanya peningkatan pelayanan BPS dalam pengelolaan WSLIC. Asumsi yang berlaku untuk variabel ini adalah semakin tua umur responden maka semakin tinggi iuran yang akan dibayarkan karena masyarakat yang umurnya lebih muda cenderung lebih mudah mencari sumber mata air lain yang umumnya lebih jauh dari pemukiman masyarakat. 2. Tingkat Pendidikan Responden Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi pola pikir masyarakat terhadap sumberdaya alam yang umumnya digunakan secara bebas dan tidak memerlukan biaya. Variabel ini dinilai berpengaruh karena umumnya masyarakat dengan tingkat pendidikan lebih baik cenderung lebih memahami nilai ekonomi dari sumberdaya yang semakin lama semakin terbatas jumlahnya dan menjadi barang ekonomi akibat kelangkaan yang terjadi. Asumsi yang berlaku adalah semakin
tinggi tingkat pendidikan responden, maka maka besar pula WTP yang akan dibayarkan untuk iuran air. Dalam analisis data kuantitatif dengan analisis regresi berganda, tingkat pendidikan responden disajikan dalam bentuk numerik dengan menetapkan skorskor sebagai berikut: 1)
Skor 0 untuk responden yang tidak bersekolah
2)
Skor 1 untuk responden dengan pendidikan terakhir SD/Sederajat
3)
Skor 2 untuk responden dengan pendidikan terakhir SLTP/Sederajat
4)
Skor 3 untuk responden dengan pendidikan terakhir SLTA/Sederajat
5)
Skor 4 untuk responden dengan pendidikan terakhir Perguruan Tinggi
3. Tingkat Pendapatan Responden Tingkat pendapatan responden sangat berpengaruh terhadap besarnya nilai WTP yang ingin dibayarkan oleh masyarakat untuk iuran air. Hal ini erat kaitannya dengan kemampuan ekonomi masyarakat dalam membayar biaya penggunaan air yang dikonsumsinya sehari-hari. Asumsi yang berlaku adalah semakin tinggi pendapatan responden maka semakin besar pula nilai WTP yang akan dibayarkan oleh responden tersebut. Satuan yang digunakan dalam analisis regresi berganda dalam penelitian ini adalah rupiah. 4. Penilaian Masyarakat terhadap Pelayanan BPS Pelayanan BPS dalam mengelola WSLIC agar dapat digunakan masyarakat untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari sangat menentukan pandangan masyarakat dalam menilai kualitas pelayanan pengelola dalam
mendistribusikan air pada masyarakat. Semakin baik pelayanan yang dilakukan untuk mendistribusi air ke masyarakat, maka semakin baik pula pandangan masyarakat akan BPS sebagai pihak yang dipercaya untuk mengelola WSLIC, dan semakin baik pula loyalitas masyarakat dalam membayar iuran air. Asumsi yang berlaku adalah semakin baik penilaian masyarakat akan pelayanan BPS dalam mengelola WSLIC maka semakin tinggi pula nilai WTP yang bersedia dibayarkan. Dalam analisis regresi berganda, tingkat penilaian masyarakat terhadap pelayanan BPS dalam pengelolaan WSLIC ini disajikan dalam bentuk numerik dengan skor-skor. Variabel ini merupakan variabel penjelas yang memiliki skor satu untuk masyarakat yang menilai tingkat pelayanan BPS yang dipandang baik dan skor nol untuk pelayanan BPS yang dinilai tidak baik. Tingkat pelayanan BPS dimasukkan dalam kategori baik jika distribusi air berjalan dengan baik dan merata kepada seluruh masyarakat yang menggunakan air, kualitas air baik (kejernihan dan sanitasi air), dan debit air yang mengalir ke masyarakat dapat mencukupi kebutuhan masyarakat sehari-hari. 5. Tingkat Pengetahuan Masyarakat Pengguna WSLIC Tentang Iuran yang Ditetapkan oleh Pihak Pengelola. Masyarakat tentunya perlu mengetahui berapa iuran air yang harus dibayarkan setiap bulannya, begitu pula dengan penetapan dan kebijakan yang menetapkan harga atau iuran air. Asumsi yang berlaku dalam variabel ini adalah semakin baik pengetahuan masyarakat tentang informasi iuran yang ditetapkan oleh BPS, maka semakin tinggi pula nilai WTP yang rela dibayarkan.
Dalam analisis regresi berganda, pengetahuan responden terhadap iuran air ini disajikan dalam bentuk numerik dengan skor-skor. Variabel ini merupakan variabel penjelas yang memiliki skor satu untuk responden yang tahu mengenai iuran air dan skor nol responden yang tidak tahu mengenai iuran air. 6. Jumlah Pemakaian Air Pembayaran iuran air yang dilakukan dalam masyarakat adalah pembayaran dengan menghitung jumlah pemakaian air yang digunakan setiap bulannya (Rp/m3/bulan). Setiap kelompok masyarakat membayar iuran dengan tarif yang berbeda-beda tiap kelompok sesuai dengan tarif yang telah ditetapkan. Masyarakat yang menggunakan air dalam jumlah banyak tentunya mengharapkan iuran yang lebih sedikit agar tidak memberatkan. Asumsi yang berlaku dalam variabel ini adalah semakin banyak jumlah pemakaian air maka semakin kecil nilai WTP yang rela dibayarkan masyarakat sebagai iuran air. Satuan yang digunakan dalam analisis regresi dalam penelitian ini adalah m3/bulan. 7. Kelompok Masyarakat Pengguna Air Bersih Dalam pelaksanaannya, masyarakat pengguna air dengan proyek WSLIC digolongkan ke dalam tiga kelompok, yaitu kelompok pertama untuk masyarakat mampu (sebanyak enam rumah tangga), kelompok dua untuk masyarakat yang dianggap memiliki perekonomian sedang (116 rumah tangga), dan kelompok ketiga (72 rumah tangga). Masyarakat dengan kategori mampu dan digolongkan ke dalam kategori pertama menggunakan air yang dimasukkan ke rumah. Begitu juga dengan kelompok kedua, hanya saja penetapan tarif iuran yang harus dibayarkan berbeda. Kelompok pertama membayar iuran yang lebih besar dari
kelompok kedua. Berbeda dengn kelompok pertama dan kedua, masyarakat pengguna air dengan proyek WSLIC yang digolongkan dalam kelompok tiga tidak menggunakan air yang penyalurannya ke rumah sendiri melainkan menggunakan WSLIC dengan kran umum. Pembayaran yang dilakukan juga secara berkelompok tergantung berapa rumah tangga yang menggunakan kran WSLIC umum tersebut. Asumsi yang berlaku dalam variabel ini adalah semakin tinggi atau semakin kecil angka kelompok masyarakat pengguna air maka semakin besar pula nilai WTP yang rela dibayarkan masyarakat untuk iuran WSLIC. Persamaan regresi yang digunakan untuk mengestimasi nilai WTP berdasarkan faktor-faktor yang telah disebutkan di atas adalah: WTP = β0 + β1Ui + β2PDDKNi + β3PDPTNi + β4PLYNi + β5PGTHi + β6JPAi + β7KLPK + ei Keterangan: WTP
= Rata-rata WTP Rumah Tangga dalam Membayar Tambahan Biaya untuk pemeliharaan dan pengelolaan air (Rp / bulan)
β0
= Konstanta
β1, β2,… β7
= Koefisien Regresi
U
= Umur responden (tahun)
PDDKN
= Tingkat pendidikan responden
PDPTN
= Tingkat pendapatan responden (Rupiah)
PLYN
= Tingkat pelayanan BPS mengelola WSLIC (baik = 1, tidak baik = 0)
PGTH
= Tingkat pengetahuan responden terhadap iuran WSLIC (tahu = 1, tidak tahu = 0)
JPA
= Jumlah Pemakaian Air (m3 / bulan)
KLPK
= Kelompok Pengguna Air
i
= Responden ke-i
e
= Galat Pengujian hipotesis regresi berganda dari hasil print out komputer dapat
dilakukan dengan cara: 1.
Dengan melihat thitung atau Fhitung dan dibandingkan dengan nilai T dan F.
jika thitung atau Fhitung lebih besar daripada t atau F maka keputusannya adalah menolak hipotesis nol (H0). Sebaliknya jika thitung atau Fhitung lebih kecil daripada t atau F maka keputusannya adalah menerima hipotesis nol (H0). 2.
Dengan menggunakan nilai signifikan (nilai-P) lebih kecil daripada taraf
signifikan yang disyaratkan maka H0 ditolak dan jika nilai-P lebih besar daripada taraf signifikansi yang disyaratkan maka H0 diterima. 4.6 Defenisi Operasional 1.
Umur (U) adalah usia masyarakat pengguna air yang menjadi responden
penelitian ini. 2. Tingkat pendidikan masyarakat (PDDKN) adalah tingkat pendidikan masyarakat pengguna air yang menjadi responden penelitian ini. 3. Tingkat pendapatan masyarakat (PDPTN) adalah semua hasil pendapatan yang dimiliki oleh responden untuk membayar biaya pemliharaan dan pengolahan air dalam satu bulan. 4.
Penilaian masyarakat terhadap tingkat pelayanan BPS dalam mengelola
WSLIC (PLYN) adalah kemampuan BPS dalam menangani segala kebutuhan
masyarakat untuk menggunakan air dengan proyek WSLIC dan memiliki nilai 1 (baik) dan 0 (tidak baik). 5. Tingkat pengetahuan masyarakat (PGTH) adalah pengetahuan yang dimiliki responden dalam mengetahui biaya pemeliharaan dan pengelolaan WSLIC yang ditetapkan oleh BPS. 6. Debit Air (JPA) adalah Jumlah Pemakaian Air yang digunakan oleh responden tiap bulan. 7. Kelompok Pengguna WSLIC (KLPK) adalah kelompok masyarakat pengguna air yang dikelompokkan berdasarkan tingkat pendapatan.
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Desa Desa Situdaun berada di Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor dengan batas sebelah Utara dengan Desa Cihideung Udik, sebelah Selatan dengan Desa Gunung Malang, sebalah Barat dengan Kali Cinangneng dan Sebelah Timur dengan Kali Cihideung. Luas wilayah Desa Situdaun 329,045 ha yang berupa dataran tinggi dengan ketinggian tanah 450 meter di atas permukaan laut dan curah hujan rata-rata 2,898 mm per tahun. Menurut penggunaannya tanah seluas 53,045 ha digunakan sebagai tempat pemukiman penduduk, tanah seluas 254 ha tempat pertanian berupa sawah dan ladang, 2 ha tempat bangunan umum, 18 ha empang dan 2 ha pekuburan. ¾ Jarak dari Desa Situdaun menuju Ibukota kabupaten berjarak 20 km. ¾ Jarak dari Desa Situdaun menuju Ibukota Propinsi 200 km. ¾ Jarak dari Desa Situdaun menuju Ibukota Negara 75 km. 5.2 Potensi Sumberdaya Air di Desa Situdaun Desa Situdaun merupakan daerah yang terdapat di lereng perbukitan. Banyak terdapat sumber-sumber mata air yang dapat digunakan untuk konsumsi rumah tangga sehari-hari maupun untuk pengairan sawah (irigasi). Selain sumbersumber mata air, terdapat juga sungai yang membarasi Desa Situdaun dengan desa-desa di sekitarnya. Sungai umumnya digunakan untuk pengairan untuk persawahan.
Sumber mata air yang terdapat di Desa Situdaun umumnya bersih dan dapat digunakan untuk konsumsi rumah tangga sehari-hari. Sampai sebelum tahun 2005 belum ada pengelolaan untuk sumberdaya air ini, sehingga masyarakat masih kesulitan memperoleh air bersih terutama untuk keperluan MCK. Masyarakat umumnya mengambil air ke sumber-sumber air untuk mendapatkan air bersih. 5.3 Mata Pencaharian Penduduk Lokal Wilayah Desa Situdaun merupakan daerah yang banyak digunakan untuk areal pertanian. Hal ini sejalan dengan jenis mata pencaharian masyarakat Desa Situdaun yang mayoritas petani atau buruh tani. Berikut tabel yang menyajikan jenis mata pencaharian penduduk Desa Situdaun dengan jumlah masyarakatnya. Tabel 2. Mata Pencaharian Penduduk Desa Situdaun No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Mata Pencaharian
Petani Buruh Tani Pedagang / wiraswasta Pengrajin PNS Penjahit Montir Supir Karyawan Swasta Tukang kayu / batu Guru Swasta Polri TNI AD Total Sumber: Monogram Desa Situdaun, 2008
Jumlah (orang) 1330 588 429 60 32 30 6 45 185 34 45 1 4 2789
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa mayoritas masyarakat desa Situdaun bermata pencaharian sebagai petani. Selain itu, mata pencaharian penduduk desa
adalah sebagai buruh tani1, pedagang/wiraswasta, pengrajin, PNS, penjahit, montir, supir, karyawan swasta, tukang kayu/batu, guru swasta, polri dan TNI AD. 5.4 Sejarah Dibentuknya WSLIC dan Penyalurannya ke Masyarakat Di Indonesia, penduduk pedesaan yang menggunakan air bersih baru mencapai 67,3%. Dari angka tersebut hanya sekitar separuhnya (51,4%) yang memenuhi syarat bakteriologis. Sedangkan penduduk yang menggunakan jamban sehat (WC) hanya 54%. Itulah sebabnya penyakit diare sebagai salah satu penyakit yang ditularkan melalui air masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dengan angka kesakitan 374 per 1000 penduduk. Selain itu diare merupakan penyebab kematian nomor dua pada Balita dan nomor tiga bagi bayi serta nomor lima bagi semua umur (Sujudi, 2004). Hal ini mendorong Departemen Kesehatan untuk mengadakan proyek pengadaan air bersih untuk mengatasi masalah sulitnya akses masyarakat pedesaan terhadap air bersih. WSLIC merupakan proyek Departemen Kesehatan Indonesia yang didanai oleh World Bank dengan International Development Association (IDA) Credit, Hibah AusAID, Government of Indonesia (GOI), dan masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan, produktivitas dan kualitas hidup masyarakat yang berpenghasilan rendah di pedesaan melalui perbaikan perilaku hidup bersih dan sehat, peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat, penyediaan fasilitas air bersih
dan
sanitasi
melalui
pemberdayaan
masyarakat,
kesinambungan
pembangunan masyarakat secara partisipatif. Hal ini sangat dibutuhkan 1
Bukan petani pemilik lahan, melainkan buruh/ pekerja lepas dalam bidang pertanian.
masyarakat Situdaun mengingat sulitnya pendistribusian air di Desa situdaun. Dengan adanya WSLIC ini diharapkan dapat membantu masyarakat dalam mengakses air bersih dan sanitasi dasar. Sasaran dari proyek ini adalah masyarakat yang memiliki tingkat ekonomi rendah dan sanitasi yang rendah pula. Proyek WSLIC ini dilakukan di berbagai kawasan di Indonesia, salah satunya adalah di kawasan Situdaun, Kecamatan Tenjolaya, Bogor. Program ini dilaksanakan di Situdaun karena dari seluruh masyarakat Desa Situdaun yang memiliki sarana air bersih / sumur atau sambungan mata air yang berakses baik hanya 278 kepala keluarga (16,65 persen), sedangkan kepemilikan sarana air sanitasi / jamban dengan akses baik hanya 135 kepala keluarga atau sekitar 8,09 persen. (Tim WSLIC Desa Situdaun, 2005). Program ini kemudian berjalan sejak tahun 2005 dan dibentuk suatu badan kelembagaan yang berfungsi mengelola WSLIC tersebut. Badan ini disebut BPS. 5.5 Penetapan Tarif Air Penetapan tarif air ditentukan berdasarkan rapat besar para anggota BPS dan masyarakat pada awal diadakannya proyek WSLIC di Desa Situdaun. Besarnya biaya yang dikenakan tergantung kepada tingkat pendapatan masyarakat. Masyarakat yang dinilai mampu dan sedang menggunakan sambungan rumah sedangkan tarif yang lebih murah kepada masyarakat yang kurang mampu dengan meggunakan kran umum. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Penetapan Tarif Air No
Kelompok Pelanggan
Kelompok I A B 2 Kelompok II 3 Kelompok III 4 Kelompok IV A B Sumber: Tim WSLIC-2 2005
Blok Pemakaian dan besarnya Tarif Air 0-10M3 (Rp) 11-20M3(Rp)
1.
1500 1200 750 500
2250 1800 900 500
350 200
350 200
Keterangan Kelompok Pelanggan: Kelompok I A : Home Industry B : Masyarakat Mampu Kelompok II : Masyarakat ekonomi sedang (sambungan rumah) Kelompok III : Masyarakat ekonomi kurang mampu (Kran umum) Kelompok IV A : Sarana Pendidikan B : Sarana Peribadatan
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Responden Karakteristik responden di Wilayah Desa Situdaun pada penelitian ini dilihat dari beberapa hal diantaranya umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan jumlah pemakaian air untuk kebutuhan sehari-hari setiap bulannya. Berikut adalah tabel sebaran responeden berdasarkan kelompok masyarakat pengguna Air dengan proyek WSLIC di Desa Situdaun. Jumlah responden ini diharapkan dapat menggambarkan keseluruhan masyarakat pangguna air dengan proyek WSLIC di Desa Situdaun. Tabel 4. Sebaran Responden Berdasarkan Kelompok Pengguna Air di Desa Situdaun Tahun 2009 Kelompok Pengguna Kelompok 1 (Mampu) Kelompok 2 (Sedang) Kelompok 3 (Kurang Mampu) Total Sumber : Hasil Olahan Data Primer
Jumlah Responden (orang) 2 35 22 59
Berdasarkan klasifikasi kelompok pengguna air, maka dari 59 responden diperoleh responden untuk kelompok pertama sebanyak tiga persen dari keseluruhan responden, 60 persen dari kelompok kedua, dan 37 persen dari kelompok ketiga. Adapun penggolongan masyarakat pengguna air ini dibagi berdasarkan tingkat pendapatan masyarakat tersebut. Seperti yang telah dijelaskan di depan, masyarakat yang dinilai cukup mampu digolongkan dalam kelompok pertama, untuk yang tingkat pendapatannya sedang digolongkan dalam kelompok kedua, dan masyarakat yang kurang mampu digolongkan dalam kelompok ketiga. Penggolongan ini diharapkan dapat menggambarkan kondisi ekonomi pengguna
air yang bertujuan untuk mengidentifikasi masyarakat yang tidak bersedia membayar iuran air meskipun telah ada peningkatan pelayanan dan perbaikan fasilitas penyaluran air ke masyarakat. Karakteristik responden dapat dilihat dari beberapa variabel yaitu umur, pendidikan, tingkat pendapatan, tingkat pelayanan BPS dalam mendistribusi air, pengetahuan responden tentang tarif air, jumlah pemakaian air rata-rata setiap bulan, dan kelompok pengguna air dengan proyek WSLIC. 6.1.1 Umur Responden pengguna air dari proyek WSLIC berkisar antara umur 19 tahun sampai 76 tahun. Umur seseorang dinilai dapat mempengaruhi fungsi biologis dan psikologis individu tersebut. Semakin tua umur responden akan mempengaruhi kemauan dalam pengambilan keputusan. Penyebaran pelanggan menurut umur tercantum pada Tabel 5. Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa pelanggan yang menjadi responden cenderung dalam umur yang relatif muda. Hal ini ditunjukkan oleh persentase terbesar yaitu 30 persen berkisar antara umur 20 – 29 tahun dan 25 persen berkisar antara 30 – 39 tahun. Sementara generasi yang lebih muda yaitu dibawah 20 tahun hanya sebesar dua persen. Pengguna yang berumur 40 - 49 tahun sebanyak 19 persen, berumur 50 - 59 tahun sebesar 17 persen dan di atas 60 tahun sebesar tujuh persen.
Tabel 5. Sebaran Responden Pengguna Air dengan Proyek WSLIC Menurut Penggolongan Umur Tahun 2009 Kelompok Umur
Jumlah Responden (Orang)
≤ 19 20 - 29 30 - 39 40 - 49 50 – 59 ≥ 60 Total Sumber:Hasil Olahan Data Primer
Persentase (%) 1 18 15 11 10 4 59
2 30 25 19 17 7 100
6.1.2 Tingkat Pendidikan Menurut tingkat pendidikan, dari 59 orang responden sebagian besar berpendidikan Sekolah Dasar (SD / Sederajat) yaitu sebesar 68 persen, berpendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP / Sederajat) sebesar 13,5 persen, berpendidikan Sekolah lanjutan Tingkat Atas (SLTA / Sederajat) sebesar lima persen dan yang tidak pernah sekolah sebesar 13,5 persen. Penyebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan tercantum pada Tabel 6. Tabel 6. Sebaran Responden Pengguna Air dengan Proyek WSLIC Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Situdaun Tahun 2009 Tingkat Pendidikan
Jumlah Responden (Orang)
Tidak Bersekolah SD / Sederajat SLTP / Sederajat SLTA / Sederajat Total Sumber:Hasil Olahan Data Primer
Persentase (%) 8 40 8 3 59
13.5 68 13.5 5 100
Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan responden pengguna air dengan proyek WSLIC cenderung rendah. Hal ini dapat dilihat dari
persentase responden yang berpendidikan hanya setingkat SD sebanyak 40 orang dan tidak pernah bersekolah sebanyak delapan orang. Sedangkan yang berpendidikan setingkat SLTP hanya delapan orang, SLTA sebanyak tiga orang dan tidak ada yg melanjut hingga ke tingkat Perguruan tinggi. Masyarakat berpendidikan rendah pada umumnya disebabkan karena alasan terbentur masalah ekonomi sehingga anak-anak pada umumnya lebih diajarkan untuk bertani atau melakukan pekerjaan rumah. Hal ini juga disebabkan karena kurangnya kesadaran orangtua zaman dahulu akan pentingnya pendidikan bagi generasi berikutnya. Rendahnya tingkat pendidikan ini menjadi gambaran pandangan masyarakat terhadap sumberdaya alam, khususnya dalam hal ini sumberdaya air. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi penilaian masyarakat terhadap air sebagai barang publik dan barang ekonomi. Hal ini terlihat dari nilai WTP yang rela dibayarkan masyarakat sebagai iuran air lebih kecil dari iuran air yang berlaku selama ini. Selanjutnya akan dibahas pada nilai WTP rata-rata masyarakat untuk peningkatan pelayanan BPS dalam mengelola WSLIC. 6.1.3 Tingkat Pendapatan Menurut tingkat rata-rata pendapatan tiap bulan, kebanyakan responden berpendapatan sebesar Rp. 750.000,00 – Rp. 1.250.000,00 yaitu sebanyak 25 orang (42 persen). Masyarakat yang berpendapatan Rp. 250.000,00 – Rp. 750.000,00 sebanyak 23 orang (39 persen), berpendapatan Rp. 1.250.000,00 – Rp. 1.750.000,00 sebanyak lima orang (sembilan persen) di atas Rp. 1.750.000,00
sebanyak enam orang (10 persen), dan tidak terdapat masyarakat yang tingkat pendapatannya di bawah Rp. 250.000,00. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Sebaran Responden Pengguna Air dengan proyek WSLIC Menurut Tingkat Pendapatan di Desa situdaun Tahun 2009 Tingkat Pendapatan (Rp / Jumlah responden bulan) (Orang) ≤ 250.000,00 250.000,00 – 750.000,00 750.000,00 – 1.250.000,00 1.250.000,00 – 1.750.000,00 ≥1.750.000,00 Total Sumber:Hasil Olahan Data Primer
Persentase (%) 0 23 25 5 6 59
0 39 42 9 10 100
6.1.4 Jumlah Pemakaian Air Penyebaran responden pengguna air dari proyek WSLIC menurut jumlah pemakaian air dapat dilihat pada Tabel 8. Dalam Tabel 8 disajikan jumlah responden menurut penggunaan air dan jumlah air yang digunakan per bulan dalam satuan m3 per bulan. Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa umumnya responden pengguna air dari proyek WSLIC menggunakan air 10-14m3/ bulan yaitu sebesar 49 persen, berikutnya adalah masyarakat yang menggunakan air sebanyak 15-19m3/bulan sebesar 31 persen, 5-9m3/ bulan sebesar 10 persen, sedangkan masyarakat yang menggunakan air lebih dari 20m3 sebesar delapan persen dan antara 0-4m3/bulan sebesar dua persen. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat pengguna air dengan proyek WSLIC pada umumnya menggunakan air WSLIC secara hemat untuk keperluan air rumah tangga sehari-hari dan menggunakan air seperlunya.
Tabel 8. Penyebaran Responden Pengguna Air dengan Proyek WSLIC di Desa Situdaun Menurut Jumlah Pemakaian Air Tahun 2009 Jumlah Pemakaian Air Jumlah responden 3 (m /bulan) (Orang) 0-4 1 5-9 6 10 - 14 29 15 - 19 18 > 20 5 Total 59 Sumber:Hasil Olahan Data Primer
Persentase (%) 2 10 49 31 8 100
Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel respon adalah bentuk pilihan masyarakat pengguna air dari proyek WSLIC terhadap adanya peningkatan pelayanan BPS dalam mengelola WSLIC yaitu pilihan untuk masyarakat yang bersedia membayar dan untuk masyarakat yang tidak bersedia membayar. Dari 59 responden yang diperoleh terdapat dua orang yang tidak bersedia membayar iuran air meskipun ada peningkatan pelayanan BPS untuk mengelola WSLIC. Masyarakat yang tidak mau membayar iuran air umumnya beralasan bahwa air merupakan barang publik yang bebas tersedia di alam dan tidak perlu mengeluarkan biaya untuk menggunakannya. Selain itu, proyek WSLIC dianggap merupakan bantuan kepada masyarakat desa sehingga tidak sepatutnya dipungut iuran. Hal ini menunjukkan tingkat pemahaman masyarakat akan pentingnya air dan kelangkaannya masih rendah. Variabel yang kontinyu dalam penelitian ini adalah umur responden (U), tingkat pendidikan responden (PDDKN), tingkat pendapatan responden (PDPTN), jumlah pemakaian air (JPA), dan kelompok responden (KLPK). Variabel penjelas yang bersifat Dummy yaitu tingkat pelayanan BPS dalam mengelola WSLIC
(PLYN) dan tingkat pengetahuan masyarakat pengguna air dengan proyek WSLIC terhadap penetapan iuran WSLIC (PGTH) yang dijelaskan sebagai berikut: 1. Penilaian Responden terhadap Tingkat Pelayanan BPS dalam mengelola WSLIC Pelayanan terhadap kualitas dan tersedianya air sering menjadi masalah yang meresahkan anggota masyarakat pengguna. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa masyarakat pengguna air dengan proyek WSLIC dijelaskan bahwa
terdapat
sekelompok
masyarakat
yang
tidak
mendapatkan
air,
mendapatkan debit air yang kecil, keruh dan sebagainya sehingga muncul keluhan mengenai distribusi air. Oleh karena itu pihak pengelola (BPS) mencoba mencari cara untuk mengatasi masalah kekurangan air ini dan mengatasi masalah distribusi air dengan memperbaiki dan meninjau kembali pipa yang disalurkan kepada masyarakat. Tabel 9. Penilaian Masyarakat terhadap Tingkat Pelayanan BPS dalam Mengelola WSLIC di Desa Situdaun Tahun 2009 Tingkat Pelayanan Jumlah Pelanggan (PLYN) (Orang) Baik 33 Tidak baik 26 Total 59 Sumber:Hasil Olahan Data Primer
Persentase (%) 56 44 100
Dalam penelitian ini tidak semua responden menyatakan bahwa pelayanan BPS dalam pengelolaan WSLIC baik. Tingkat pelayanan BPS dimasukkan dalam kategori baik jika distribusi air berjalan dengan baik dan merata kepada seluruh masyarakat yang menggunakan air, kualitas air baik (kejernihan dan sanitasi air), dan debit air yang mengalir ke masyarakat dapat mencukupi kebutuhan
masyarakat sehari-hari. Masyarakat yang menyatakan tingkat pelayanan BPS dalam mengelola WSLIC tidak baik adalah masyarakat yang menerima air dalam jumlah sedikit atau bahkan tidak mengalir selama beberapa hari dan masyarakat yang menerima air yang keruh. Terdapat 44 persen yang menyatakan pelayanan BPS dalam mengelola tidak baik. Alasan utama mereka adalah pasokan air yang tidak lancar, jumlah debit air yang mereka peroleh tidak seperti biasanya dan kualitas air yang keruh terlebih jika terjadi hujan. Kondisi ini menyebabkan masyarakat resah dan mulai menggunakan kembali mata air yang letaknya jauh atau menggunakan sumur. Pemungutan iuran air juga mengalami kendala akibat masalah ini, karena air jarang mengalir masyarakat tidak mau membayar iuran. 2. Pengetahuan Masyarakat terhadap Iuran Air Pada umumnya masyarakat telah mengatahui iuran dan penetapan iuran air yang dipungut oleh BPS. Namum ada yang tidak mengetahui, setiap waktu pembayaran langsung membayar tagihan tanpa mengatahui berapa tarif yang ditetapkan dan berapa m3 air yang digunakan selama sebulan. Informasi iuran air biasanya disampaikan pada awal mendaftar sebagai pengguna air dengan proyek WSLIC. Tabel 10. Tingkat Pengetahuan Responden terhadap Iuran Air Tingkat Pengetahuan Jumlah Responden (PGTH) (Orang) Tahu 56 Tidak Tahu 3 Total 59 Sumber:Hasil Olahan Data Primer
Persentase (%) 95 5 100
Berdasarkan hasil wawancara responden sebesar lima persen tidak mengetahui iuran yang ditetapkan oleh BPS untuk WSLIC, sedangkan 95 persen mengetahui iuran yang ditetapkan oleh BPS. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat sudah cukup mengetahui tarif air sehingga membantu pihak pengelola dalam pemungutan iuran air dan menghindari kesalahpahaman dari masyarakat menganai iuran air. 6.2 Nilai Willingness to Pay Rata-rata Responden Pengguna Air dengan Proyek WSLIC di Desa Situdaun Rata-rata WTP tiap kelompok dan rata-rata WTP keseluruhan responden pengguna air dengan proyek WSLIC dapat dilihat pada Tabel 10. Dalam Tabel 10 disajikan nilai WTP rata-rata masyarakat pengguna air menuirut kelompok masyarakat pengguna air dengan proyek WLSIC. Tabel 11. Nilai Willingness to Pay Rata-rata Kelompok Masyarakat Pengguna Air dengan proyek WSLIC Kelompok Frekuensi Pengguna air Responden (Orang) 1. Kelompok 1 2 2. Kelompok 2 35 3. Kelompok 3 22 Sumber: Hasil Olahan data Primer No.
WTP Rata-rata Kelompok Pelanggan (Rp/m3/bulan) 1000 703.0303 498.7273
Seperti yang telah disajikan dalam tabel, untuk nilai WTP rata-rata kelompok pertama adalah sebesar Rp. 1000,00, nilai rata-rata kelompok kedua adalah sebesar Rp. 703,0303 dan nilai rata-rata kelompok ketiga sebesar Rp. 498,7273. Jika dilihat dari Tabel 8, maka akan terlihat perbedaan nilai WTP ratarata dari kelompok-kelompok pengguna yang ada. Semakin rendah tingkatan kelompok pengguna maka rata-rata nilai WTP kan meningkat. Dari ketiga
kelompok dan 59 responden maka rata-rata WTP keseluruhan adalah Rp. 634,21053. Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa nilai WTP yang rela dibayarkan masyarakat pengguna air bersih dari proyek WSLIC lebih kecil dari iuran sebelumnya yang telah berlaku, seperti yang dinyatakan dalam Tabel 3. Hal ini tentunya menyebabkan pihak pengelola (BPS) akan kesulitan dalam mengelola WSLIC. Karena itu perlu adanya sumber dana dari pihak lain, misalnya dari pemerintah agar peningkatan pelayanannya dapat berjalan dengan baik sehingga kualitas dan kuantitas air yang dialirkan ke masyarakat menjadi lebih baik. Nilai ini juga diharapkan dapat menjadi kebijakan untuk BPS dalam menetapkan iuran air. 6.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Masyarakat Pengguna Air dalam Membayar Iuran Air Setelah Ada Peningkatan Pelayanan dan Perbaikan Distribusi Air Terdapat dua variabel yang berpengaruh nyata dan lima variabel yang tidak berpengaruh nyata dalam model WTP yang ditetapkan. Untuk lebih jelasnya terdapat pada Tabel 12.
Tabel 12. Hasil Analisis Kesediaan Masyarakat Pengguna Air dengan Proyek WSLIC dalam Membayar Iuran Air setelah ada Peningkatan Pelayanan BPS terhadap Pengelolaan WSLIC No. Parameter Koefisien 1. Konstanta 876.6 2. Umur (U) 0.327 Tingkat Pendidikan 3. 33.38 (PDDKN) Tingkat Pendapatan 4. 0.08385 (PDPTN) Tingkat Pelayanan 5. 31.29 WSLIC (PLYN) Tingkat Pengetahuan 6. Masyarakat terhadap -16.2 Iuran WSLIC (PGTH) Jumlah Pemakai Air 7. 3.481 (JPA) Kelompok Masyarakat Pengguna WSLIC 8. -177.63 (KLPK) S = 153.311 R-Sq = 45.9% Analysis of Variance
P-Value 0.000 0.835
VIF 1.1
0.323
1.2
0.099*
1.2
0.483
1.2
0.893
1.2
0.520
1.2
0.000**
1.4
R-Sq (adj) = 38.1%
Source DF F P Regression 7 5.93 0.000 Residual Error 49 Total 56 Sumber:Hasil Olahan Data Primer Keterangan
: * = Signifikan pada α = 10 % ** = Signifikan pada α = 1%
Dari hasil analisis regresi berganda, fungsi WTP yang diperoleh adalah sebagai berikut: WTP = 877 + 0.33 U + 33.4 PDDKN + 0.084 PDPTN + 31.3 PLYN - 16 PGTH + 3.48JPA - 178 KLPK
Model dalam penelitian ini menghasilkan R2 adjusted sebesar 38,1 persen yang berarti 38,1 persen keragaman WTP masyarakat pengguna air dengan proyek WSLIC dalam membayar iuran air setelah adanya peningkatan pelayanan BPS
dalam mengelola WSLIC diterangkan oleh keragaman variabel-variabel penjelas yang terdapat dalam model. Sedangkan sisanya sebesar 54,1 persen diterangkan oleh faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model. Dalam Garrod dan Willis (1999), dinyatakan bahwa dalam penelitian dengan Contingent Valuation, dalam hal ini penelitian untuk barang lingkungan, R2 adjusted yang diperoleh minimal 0,15 atau 15 persen. Analisis WTP merupakan bagian dari analisis dengan Contingent Valuation, maka penelitian ini dinilai cukup baik karena nilai R2 yang diperoleh lebih besar dari 15 persen. Nilai R2 adjusted nilai Nilai Fhitung sebesar 5,93 dengan nilai P 0,000 menunjukkan bahwa variabel-variabel penjelas dalam model secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap WTP masyarakat terhadap iuran WSLIC pada taraf α=10 persen. Selain itu, nilai VIF (Variance Inflation Factor) relatif kecil yaitu antara 1,0 sampai 4,0. Hal ini menunjukkan tidak terdapat multikolinearitas dalam model karena nilainya tidak lebih dari 10 sehingga tidak perlu ada variabel yang dibuang dalam pengolahan data untuk mendapatkan persamaan yang non bias. Dalam Tabel 12 terdapat tujuh variabel penjelas dalam fungsi, dua variabel berpengaruh nyata terhadap besarnya WTP masyarakat pengguna air pada selang kepercayaan 90 persen dan 99 persen. Variabel yang berpengaruh nyata pada taraf α = 10 persen adalah variabel tingkat pendapatan (PDPTN) dengan arah positif. Hal ini berarti semakin meningkatnya tingkat pendapatan (PDPTN) responden rumah tangga maka akan meningkatkan WTPnya, ceteris paribus. Jika tingkat pendapatannya meningkat satu rupiah, maka besarnya WTPnya akan meningkat sebesar Rp 0.099,00.
Variabel Kelompok Pengguna air dengan WSLIC berpengaruh nyata pada taraf α = 1 persen dengan arah negatif. Hal ini berarti bahwa semakin besar nilai kelompok masyarakat pengguna WSLIC maka besar WTPnya akan berkurang sebesar Rp 177.63,00. Variabel yang tidak berpengaruh nyata ada lima variabel yaitu variabel umur (U),tingkat pendidikan (PDDKN), penilaian masyarakat terhadap tingkat pelayanan BPS dalam mengelola WSLIC (PLYN), tingkat pengetahuan masyarakat mengenai iuran air (PGTH), dan jumlah pemakaian air (JPA). Keenam variabel tidak berpengaruh nyata karena mempunyai P-value yang besar melebihi selang kepercayaan yang digunakan pada penelitian ini yaitu 90 persen dan 99 persen. Selain itu ada kemungkinan bahwa responden tidak menjawab pertanyaan wawancara dengan sungguh-sungguh, kurang paham akan pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner dan wawancara, dan banyak hal lain yang bisa mengakibatkan beberapa variabel kemungkinan tidak berpengaruh nyata.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1. Karakteristik utama dari masyarakat pelanggan air dari proyek WSLIC adalah umur responden mayoritas berkisar antara 20-29 tahun, tingkat pendidikan relatif rendah, tingkat pendapatan mayoritas tersebar pada skala Rp 750.000,00-Rp 1.250.000,00. Tingkat penggunaan terhadap air tidak terlalu banyak, hanya sesuai dengan keperluan rumah tangga seharihari. 2. Nilai WTP rata-rata kelompok pertama adalah sebesar Rp 1000,00, nilai rata-rata kelompok kedua adalah sebesar Rp 703,0303 dan nilai rata-rata kelompok ketiga sebesar Rp. 498,7273 . Dari ketiga kelompok masyarakat pengguna WSLIC di atas, maka rata-rata WTP dari keseluruhan responden adalah Rp 634,21053. Nilai ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam penentuan iuran WSLIC setelah adanya peningkatan pelayanan WSLIC dan perbaikan sistem distribusi air WSLIC. 3. Faktor-faktor yang berpengaruh secara nyata (signifikan) dalam model yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah faktor tingkat pendapatan (nyata pada α = 10 persen) dan faktor kelompok masyarakat pengguna air dengan proyek WSLIC (nyata pada α = 1 persen). 4. Masyarakat umumnya tidak mau membayar lebih terhadap adanya peningkatan pelayanan BPS dalam mengelola WSLIC. Tarif air yang sebelumnya berlaku dinilai sudah sesuai dan tidak perlu ada peningkatan
biaya lagi, meskipun ada peningkatan pelayanan WSLIC dari pihak pengelola (BPS), bahkan WTP yang bersedia dibayarkan lebih kecil dari iuran yang sebelumnya telah berlaku. Masyarakat memandang hal itu merupakan tugas dan kewajiban dari pihak pengelola dan tidak perlu membebani masyarakat kembali.
7.2 Saran Dari hasil penelitian dan kondisi pengelolaan sumberdaya air di Desa Situdaun, saran yang dapat diberikan adalah: 1. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya air bersih dan sanitasi dalam rumah sehingga masyarakat dapat berperan serta lebih lagi dalam program WSLIC dan medukung pihak pengelola agar program peningkatan pelayanan WSLIC dapat berjalan dengan baik. 2. Meningkatkan manajemen pengelolaan WSLIC, sehingga dana yang terkumpul dari masyarakat untuk WSLIC teroptimalkan dan peningkatan pelayanan (perbaikan pipa, peningkatan jumlah debit air, dan distribusi air) dapat berjalan dengan baik. 3. Adanya campur tangan dari pemerintahan setempat dalam pengelolaan air bersih di Desa Situdaun, dengan kata lain tidak menyerahkan tanggung jawab
seutuhnya
kepada
pihak
pengelola
WSLIC
(BPS)
pendistribusian air kepada masyarakat dan pengelolaannya optimal.
agar
DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 2007. http://www.worlbank.org Ariestis. 2004. Analisis Ekonomi Pengelolaan Sumberdaya Air dalam Kerangka Kebijakan Pra dan Pasca Privatisasi. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Arifah, F. N. 2008. Analisis Willingness to Pay Petani Terhadap Peningkatan Pelayanan Irigasi melelui Rehabilitasi Jaringan Irigasi. Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Brouwer, R and D. Pearce. 2005. Cost-Benefit Analysis and Water Resources Management. Edward Elgar Publishing Limited. Cheltenham. Garrod, G and Kenneth G. W. 1999. Economic Valuation of the Environment. Edward Elgar Publitions. USA. Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Erlangga. Jakarta. Hanley, N. and C.L. Spash. 1993. Cost Benefit Analysis and The Environment. Departement of Economics University of Stirling Scotland. Juanda, B. 2008. Modul Kuliah Ekonometrika I. Tidak diterbitkan. Kusuma, N. E. 2006. Analisis Ekonomi Pengelolaan Sumberdaya Air dan Kebijakan Tarif Air PDAM Kota Madiun. Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian Sumberdaya. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Lestari, D. K. 2006. Analisis Willingness to Pay Konsumen Rumah Tangga Terhadap Peningkatan Pelayanan PDAM dan Faktor-Faktor yang mempengaruhinya. Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Petra. 2008. Syarat-syarat Air yang Layak untuk Dikonsumsi sebagai Air Minum. www.digilib.petra.ac.id.
Putri, A. T. 2007. Analisis Ekonomi Kebijakan Tarif Air PDAM Kota Bandung serta Respon Pelanggan Terhadap Peningkatan Tarif. Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Rajasa, M. H. 2002. Tantangan dan Peluang dalam Sumberdaya Air di Indonesia. Gramedia. Jakarta. Sanim, B. 2003. Ekonomi Sumberdaya Air dan
Manajemen Pengembangan
Sektor Air Bersih Bagi Kesejahteraan Publik. IPB Press. Bogor. Singarimbun, M dan S Effendi. 1987. Metode Penelitian Survai. Penerbit LP3ES. Jakarta. Sujudi, A. 2004. Peresmian Proyek Air Bersih Dan Sanitasi Untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah. www.depkes.go.id. Jakarta. Tisdell, C. 2003. Ecological and Environmental Economics, Selected Issues and Policy Responses. Edward Elgar Publishing Limited. Northampton. Walpole, R. E. 1997. Pengantar Statistika Edisi ke – 3. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Worldbank. 2009. Rapid Evaluation Of Government of Indonesia's CommunityBased
Poverty
Programs
:
WSLIC-2
and
www.worldbank.org2 WSLIC – 2. 2004. Profil Proyek WSLIC – 2. www.wslic2.or.id
PAMSIMAS.
Lampiran 1 Sebaran Data Karakteristik Responden
U 52 60 32 66 25 37 35 33 52 76 21 30 19 29 51 33 54 43 30 70 30 20 30 40 50 28 30 23 23 24 48 30 28 40 30 50 49 28
PDDKN 3 3 3 1 1 1 2 1 1 0 1 1 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 0 1 1 1 0 1 1 2 1
PDPTN 2000000 1800000 500000 1000000 1000000 1750000 1700000 1000000 520000 1000000 700000 1000000 1500000 1750000 600000 1000000 500000 2000000 500000 500000 1000000 600000 300000 1000000 525000 550000 700000 400000 1000000 1000000 1000000 750000 1200000 750000 1000000 300000 1000000 900000
PLYN
PGTH 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 1
1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1
JPA 12 10 10 10 15 15 15 15 15 15 10 15 10 15 13 15 10 15 15 20 20 15 20 20 13 15 13 13 16 10 15 13 12 10 15 4 10 8
KLPK 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3
WTP 1000 1000 750 750 750 750 500 300 600 750 750 750 750 750 750 750 750 1000 500 750 750 750 500 750 750 300 750 750 750 1000 750 750 750 750 500 500 500 500
23 50 20 42 28 22 40 46 46 33 22 20 50 48 55 42 35 30 28
1 0 1 2 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 2
500000 900000 600000 2000000 1200000 1500000 600000 300000 500000 1200000 1500000 600000 1100000 700000 800000 500000 1500000 750000 1000000
Rataan WTP pengguna WSLIC = Rataan Kelompok 1 Rataan Kelompok 2 Rataan Kelompok 3
0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 1 1
634.21053 1000 703.0303 497.7273
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
8 8 8 15 10 6 6 10 30 10 10 10 10 15 10 10 10 12 12
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
625 375 500 1000 500 500 500 500 750 500 500 500 200 200 500 300 500 500 500
Lampiran 2 Olahan Data Statistik dengan Minitab for Windows Release 14 Regression Analysis: WTP versus U, PDDKN, PDPTN, PLYN, PGTH, JPA, KLPK
The regression equation is WTP = 877 + 0.33 U + 33.4 PDDKN + 0.0839 PDPTN + 31.3 PLYN - 16 PGTH + 3.48 JPA - 178 KLPK
Predictor Constant U PDDKN PDPTN PLYN PGTH JPA KLPK
Coef 876.6 0.327 33.38 0.08385 31.29 -16.2 3.481 -177.63
S = 153.311
SE Coef 202.4 1.561 33.43 0.04980 44.29 119.7 5.371 43.34
R-Sq = 45.9%
T 4.33 0.21 1.00 1.68 0.71 -0.14 0.65 -4.10
P 0.000 0.835 0.323 0.099 0.483 0.893 0.520 0.000
VIF 1.1 1.2 1.2 1.2 1.2 1.2 1.4
R-Sq(adj) = 38.1%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
Source U PDDKN PDPTN PLYN
DF 1 1 1 1
DF 7 49 56
Seq SS 19949 278406 132499 30587
SS 975325 1151714 2127039
MS 139332 23504
F 5.93
P 0.000
PGTH JPA KLPK
1 1 1
333 118741 394809
Unusual Observations Obs 7 8 9 26 30 36 42 47 52
U 35.0 33.0 52.0 28.0 24.0 50.0 42.0 46.0 48.0
WTP 500.0 300.0 600.0 300.0 1000.0 500.0 1000.0 750.0 200.0
Fit 809.4 685.4 667.5 677.3 662.9 432.5 659.2 522.3 518.8
SE Fit 46.6 38.6 112.5 43.0 57.3 112.5 74.5 104.3 51.7
Residual -309.4 -385.4 -67.5 -377.3 337.1 67.5 340.8 227.7 -318.8
St Resid -2.12R -2.60R -0.65 X -2.56R 2.37R 0.65 X 2.54R 2.03RX -2.21R
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Durbin-Watson statistic = 1.73380
Lampiran 3 Kuesioner Penelitian No. Responden:
KUESIONER Studi ANALISIS WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP PENINGKATAN PELAYANAN WSLIC (Water Sanitation for Low Income Community) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (Studi Kasus Desa Situdaun, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor) Penelitian Gusty Elfa M Simanjuntak (H44052447)
A. Karakteristik Responden 1. Nama : ……………………………………………………………. 2. Umur : ………………… tahun 3. Pendidikan formal terakhir: a. SD / Sederajat b. SLTP / Sederajat c. SLTA / Sederajat d. Akademi e. Perguruan Tinggi 4. Apa pekerjaan saudara sehari-hari? a. PNS / Pegawai Negeri Sipil b. Petani c. Wiraswasta d. Lainnya, sebutkan…………………………………………………… 5. Rata-rata pendaparan saudara per bulan: a. Rp. 0 – Rp. 500.000 b. Rp. 500.000 – Rp. 1.000.000 c. Rp. 1.000.000 – Rp. 1.500.000 d. Rp. 1.500.000 – Rp. 2.000.000 e. > Rp. 2.000.000
B. Informasi tentang Kesediaan Membayar (WTP) WSLIC merupakan salah sat sumber air bersih yang digunakan masyarakat Desa Situdaun untuk konsumsi Rumah Tangga sehari-hari. Program ini berjalan sejak tahun 2005 dan dibentuk suatu badan kelembagaan yang berfungsi mengelola WSLIC tersebut. Badan ini disebut BPS (Badan Pengelola Sarana). Akhir-akhir ini timbul masalah dalam debit air yang dialirkan ke masyarakat akibat adanya saluran air irigasi di dekat sumber air yang digunakan untuk WSLIC. Akibatnya masyarakat menjadi resah dan sebagian ada yang kembali menggunakan air dari pancuran untuk kebutuhan sehari-hari. Pemerintah setempat dan BPS sendiri sedang mengusahakan adanya perbaikan saluran air untuk mengatasi masalah kurangnya debit air ini.
1. Apakah Saudara setuju dengan adanya program peningkatan pelayanan WSLIC? a. Ya b. Tidak 2. Menurut Saudara, bagaimana tingkat pelayanan WSLIC sejauh ini? a. Baik b. Tidak Baik 3. Apakah anda tahu mengenai iuran yang ditetapkan BPS untuk WSLIC? a. Tahu b. Tidak tahu 4. Apakah saudara bersedia membayar iuran WSLIC setelah salurannya diperbaiki? a. Ya b. Tidak 5. Jika saudara menjawab “Tidak”, sebutkan alasannya: ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………….... 6. Jika Saudara menjawab “Ya”, berapa besarnya biaya yang bersedia Saudara bayarkan per kubik? a. Rp. 0 – Rp. 500 b. Rp. 500 – Rp. 1.000 c. Rp. 1.000 – Rp. 1500 d. Rp. 1500 – Rp.2000 7. Alasan Saudara memilih besarnya biaya yang bersedia Saudara bayarkan per bulan: ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………
8. Berapa debit air rata-rata yang Saudara gunakan per bulan? a. 0 m3– 5 m3 b. 5 m3 – 10 m3 c. 10 m3 – 15 m3 d. 15 m3 – 20 m3