ANALISIS WILLINGNESS TO PAY DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI RESPON JASA ANGKUTAN BARANG TERHADAP KENAIKAN HARGA BBM (Kasus : Mobil Pick Up di Wilayah Jakarta dan Bogor)
OLEH : AYU SAFITRIANI H14080049
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN AYU SAFITRIANI. Analisis Willingness to Pay dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Respon Jasa Angkutan Barang (Kasus : Mobil Pick Up di Wilayah Jakarta dan Bogor). Di bawah bimbingan MUHAMMAD FIRDAUS. Dampak krisis global yang terjadi sudah mulai terasa di dalam negeri. Perkembangan perekonomian global tetap menghadirkan kerawanan, ketidakpastian, bahkan dampak secara langsung atau tidak langsung mulai dirasakan bangsa-bangsa sedunia. Harga minyak mentah dunia melonjak hingga US$ 120 per barel. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012, pemerintah menetapkan subsidi sebesar Rp 123 triliun dengan asumsi harga minyak US$ 90 per barel. Definisi subsidi BBM adalah selisih harga keekonomian BBM dengan harga jual Pertamina. Harga BBM saat ini adalah Rp 4.500 per liter, sedangkan harga keekonomian BBM adalah Rp 8.400 per liter, sehingga besaran subsidi BBM per liter adalah Rp 3.900 per liter. Usulan RAPBN 2012, harga BBM bersubsidi dinaikkan sebesar Rp 1.500 per liter menjadi Rp 6.000 per liter. Kenaikan harga BBM bersubsidi menjadi Rp 6.000 per liter, besaran subsidi BBM masih sebesar Rp 2.400 per liter. Penelitian ini menghitung besaran willingness to pay jasa angkutan barang terhadap harga BBM (premium) per liter. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis faktor faktor yang memengaruhi respon jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM. Penghitungan besaran willingness to pay menggunakan rumus willingness to pay dengan alat bantu Microsoft Excel 2007. Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi respon jasa angkutan barang terhadap kenaikan BBM adalah analisis logit dengan alat bantu yaitu SPSS version 16.0 for Windows. Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka besaran willingness to pay yang didapatkan adalah Rp. 5.336,7. Jika rencana pemerintah menaikkan harga premium dari harga Rp 4.500 menjadi Rp 6.000 dengan kenaikan harga sebesar Rp 1.500 maka, willingness to pay pemilik jasa angkutan barang sebesar hanya 55,7 persen dari rencana kenaikan harga premium oleh pemerintah. Jika pemerintah menaikkan harga per liter premium sebesar Rp 5.500, bukan masalah bagi responden karena nilai tersebut tidak berbeda jauh dengan nilai willingness to pay. Hasil penelitian dengan menggunakan metode analisis logit menunjukan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi respon jasa angkutan barang adalah kesediaan membayar per liter premium, pendidikan, frekuensi sewa per minggu dan CC mobil pick up yang dimiliki. Kesediaan membayar, frekuensi sewa per minggu dan pendidikan berbanding lurus dengan respon terhadap kenaikan harga BBM. Faktor CC mobil pick up yang dimiliki berbanding terbalik dengan respon jasa angkutan barang terhadap kenaikkan harga BBM.
ANALISIS WILLINGNESS TO PAY DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI RESPON JASA ANGKUTAN BARANG TERHADAP KENAIKAN HARGA BBM (Kasus : Mobil Pick Up di Wilayah Jakarta dan Bogor)
OLEH : AYU SAFITRIANI H14080049
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama
: Ayu Safitriani
Nomor Registrasi Pokok
: H14080049
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Willingness to Pay dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Respon Jasa Angkutan Barang terhadap Kenaikan Harga BBM (Kasus : Mobil Pick Up di Wilayah Jakarta dan Bogor)
Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Muhammad Firdaus, Ph.D NIP. 19730105 199702 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen llmu Ekonomi
Dr.Ir.Dedi Budiman Hakim.M.Ec NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juli 2012
Ayu Safitriani H14080049
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Ayu Safitriani. Lahir di Jakarta pada tanggal 21 April 1990. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Jainuri dan Sobariah. Penulis memulai jenjang pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah AlHurriyah, kemudian melanjutkan ke sekolah negeri yaitu SMP Negeri 68 Jakarta dan SMA Negeri 46 Jakarta. Pada tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor dengan jurusan Ilmu Ekonomi melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama menjalani pendidikan di IPB, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB (BEM FEM IPB) selama dua periode kepenggurusan. Periode kepenggurusan pertama yaitu Kabinet Orange Beraksi, penulis menjadi Bendahara Departemen Pendidikan BEM FEM IPB. Periode kepenggurusan yang kedua yaitu Kabinet Sinergi penulis menjadi Staff Ahli Dewan Audit Internal. Selain itu, selama menyelesaikan perkuliahan penulis juga aktif diberbagai kepanitiaan baik tingkat fakultas maupun kampus.
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada di Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk menghitung besaran nilai willingness to pay jasa angkutan barang terhadap BBM dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi respon jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, antara lain: 1. Orang tua penulis yang sangat berjasa, Ayahanda Jainuri dan Ibunda Sobariah atas seluruh dukungan, semangat dan doa yang tak henti-hentinya. 2. Bapak Muhammad Firadus, Ph.D, selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar membimbing dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak Dr. M. Parulian Hutagaol selaku dosen penguji utama yang telah memberikan saran dan masukan penyempurnaan skripsi ini. 4. Bapak Deniey Adi Purwanto, MSE selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini. 5. Segenap dosen Departemen Ilmu Ekonomi yang telah memberikan ilmu dan pelajaran yang begitu berharga. 6. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Penulis sangat berharap penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi studi ekonomi kedepannya. Penulis sangat terbuka dalam saran dan kritik serta pertanyaan-pertanyaan mengenai skripsi ini.
Bogor,
Juli 2012
Ayu Safitriani H14080049
ii
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR…………………………………………………………….i DAFTAR ISI…………………………………………………………………...…ii DAFTAR TABEL……………………………………………………………….iv DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………….vi DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………....vii I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……………………………………………….……………1 1.2 Perumusan Masalah…………………………………………….………….4 1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………….……….6 1.4 Manfaat Penelitian…………………………………………………….…...7 1.5 Ruang Lingkup Penelitian……………………………………………........7 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Subsidi…………………………………………………………….....…….8 2.2 Bahan Bakar Minyak (BBM)……………………………………….....…..8 2.3 Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi……………....................10 2.4 Transportasi…………………………………………………………........13 2.5 Willingness to Pay...……………………………………………………...16 2.6 Analisis Crosstab – Chi Square…………...……………................…….19 2.7 Model Logit……………………………………...………................…...20 2.8 Analisis Regresi Linear Berganda……………………………………….21 2.9 Tinjauan Penelitian Terdahulu……………………...………...................22 2.10 Kerangka Pemikiran……………………………..………..…………….23 2.11 Hipotesis Penelitian………………………………………….…………26 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian……………………………………....……27 3.2 Jenis dan Sumber Data………………………………....………….…….27
iii
3.3 Metode Pengumpulan Contoh…………………………………………...27 3.4 Metode Analisis Data……………………………………………………28 3.5 Variabel dan Definisi Operasional………………………………………34 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gamabaran Umum Angkutan Barang (Mobil Pick Up) yang Berbahan Bakar Premium di Jakarta dan Bogor……………………...36 4.2 Analisis Willingness to Pay Jasa Angkutan Barang Terhadap Kenaikan Harga BBM…………………………………………...……49 4.3 Analisis Faktor-faktor Yang Memengaruhi Respon Pemilik Jasa Usaha Angkutan Barang Terhadap Kenaikan Harga BBM…………………..54 4.4 Implikasi Kebijakan………………………………………………...…63 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan………………………………...……………………………64 5.2 Saran……………………………………………………….………….…65 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………...………………66 LAMPIRAN………………………………………………………………...…...68
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.
Skenario APBN Indonesia Sektor Migas Tahun 2012 dalam Rupiah....2
Tabel 2.
Produksi, Impor, Konsumsi, Ekspor Bahan Bakar Minyak di IndonesiaTahun 2004-2010……………………………………….....3
Tabel 3.
Perhitungan Harga Keekonomian untuk Indonesia Tahun 2012 dalam Rupiah Per Liter BBM…………………………………………..5
Tabel 4.
Kelebihan dan Kekurangan Metode Penentuan Nilai WTP…………..19
Tabel 5.
Lokasi Penelitian Respon Jasa Angkutan Barang terhadap Kenaikan Harga BBM…………………….…………………………..37
Tabel 6.
Hubungan Antara Kesediaan Membayar dengan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM……………….……………………...39
Tabel 7.
Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dengan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM………………………….……………………..40
Tabel 8. Hubungan Antara Jumlah Tanggungan dengan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM……………….……………………...41 Tabel 9. Hubungan Antara Lama Usaha dengan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM…………………………………….……….…………….42 Tabel 10. Hubungan Antara Jumlah Mobil Pick Up yang Dimiliki dengan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM………….…………………..43 Tabel 11. Hubungan Antara Merk Mobil Pick Up dengan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM………………………………………44 Tabel 12. Hubungan Antara CC Mobil Pick Up dengan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM………………………………………45 Tabel 13. Hubungan Antara Frekuensi Sewa Per Minggu dengan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM……………………………………….46 Tabel 14. Hubungan Antara Tingkat Omzet dengan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM………………………………………………...47 Tabel 15. Hubungan Antara Pemakaian BBM Per Hari dengan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM………………………………………48
v
Tabel 16. Penghitungan Nilai WTP untuk Kenaikan Harga BBM Per Liter……49 Tabel 17. Distribusi Responden dengan Nilai Willingness to Pay Jasa Angkutan Barang terhadap Kenaikan Harga BBM………………………………51 Tabel 18. Rencana Kenaikkan Tarif Jasa Angkutan Barang Wilayah Jakarta dan Bogor 2012……………………………………………………….52 Tabel 19. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Besaran WTP Jasa Angkutan Barang di Jakarta ddan Bogor Terhadap Kenaikan Harga BBM Tahun 2012……………………………………………………..53 Tabel 20. Hasil Crosstab Antara Variabel Bebas dengan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM di Jakarta dan Bogor Tahun 2012………….....54 Tabel 21. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Respon Jasa Angkutan Barang terhadap Kenaikan Harga BBM di Jakarta dan Bogor Tahun 2012…..58
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Pengaruh Subsidi terhadap Permintaan Barang……………...……..13 Gambar 2. Kerangka Pemikiran…………………………………………..….…25 Gambar 3. Respon Pemilik Usaha Jasa Angkutan Barang terhadap Kenaikan Harga BBM……………………………………………….38 Gambar 4. Distribusi Responden Berdasarkan Kesediaan Membayar BBM Per Liter………………………………………………..……39 Gambar 5. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan……....……40 Gambar 7. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan…………..41 Gambar 8. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Usaha Jasa Angkutan Barang dalam Tahun……………………………………...42 Gambar 8. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Mobil yang Dimiliki…...43 Gambar 9. Distribusi Responden Berdasarkan Merk Mobil Yang Dimiliki…....44 Gambar 10. Distribusi Responden Berdasarkan CC Mobil Yang Dimiliki...……45 Gambar 11. Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Sewa Mobi6 Per Minggu……………………………………………………..…..46 Gambar 12. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Omzet………….……..47 Gambar 13. Distribusi Responden Berdasarkan Pemakaian BBM Per Hari dalam Liter…………………………………………………………..48 Gambar 14. Kurva Permintaan dari Jumlah Responden yang Bersedia…………51
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Output Crosstab Setiap Variabel Bebas terhadap Respon…………69 1.1 Output Crosstab Hubungan Antara Pendidikan dengan Respon…......…69 1.2 Output Crosstab Hubungan Antara Jumlah Mobil dengan Respon……..70 1.3 Output Crosstab Hubungan Antara Frekuensi Sewa dengan Respon...…71 1.4 Output Crosstab Hubungan Antara CC Mobil dengan Respon………....72 1.5 Output Crosstab Hubungan Antara Jumlah Tanggungandengan Respon.73 1.6 Output Crosstab Hubungan Antara Omzet dengan Respon…..………...74 1.7 Output Crosstab Hubungan Antara Pemakaian BBM Per Hari5 dengan Respon………………………………………..………..………...75 1.8 Output Crosstab Hubungan Antara Kesediaan Membaya7 dengan Respon…………………………………………………………...76 1.9 Output Crosstab Hubungan Antara Merk Mobil dengan Respon…….....77 1.10 Output Crosstab Hubungan Antara Lama Usaha dengan Respon……...78
Lampiran 2. Output Binary Logistic (Logit) , Faktor- Faktor yang Memengaruhi Respon……………………………………………...79 Lampiran 3. Output Regresi Linear Berganda untuk WTP ……………………...81 Lampiran 4. Kuisioner Penelitian………………………………………………..85
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia bukanlah negara pengekspor besar untuk minyak bumi. Cadangan dan produksi minyak bumi Indonesia tidak besar, apalagi bila dibagi dengan jumlah penduduk. Rasio ekspor minyak bumi Indonesia dibandingkan konsumsi dalam negerinya pun telah semakin kecilBagi Indonesia, memanfaatkan pendapatan minyak secara lebih bijaksana adalah lebih baik daripada menggunakannya untuk membiayai konsumsi BBM yang boros oleh masyarakat. Indonesia lebih banyak memiliki energi lain seperti batubara, gas, CBM (Coal Bed Methane), panas bumi, air, BBN (Bahan Bakar Nabati) dan sebagainya Dampak krisis global yang terjadi sudah mulai terasa di dalam negeri. Perkembangan
perekonomian
global
tetap
menghadirkan
kerawanan,
ketidakpastian, bahkan dampak secara langsung atau tidak langsung mulai dirasakan bangsa-bangsa sedunia. Apalagi krisis ekonomi di kawasan Eropa belum teratasi dan muncul geopolitik baru di kawasan Timur Tengah. Kenaikan harga BBM sebagai antisipasi perekonomian global yang kini sudah terasa rawan dan tidak pasti. Embargo minyak Iran ke Inggris dan Prancis juga membuat runyam sehingga turut mendorong kenaikan harga minyak mentah dunia. Harga minyak mentah dunia melonjak hingga US$ 120 per barel. Namun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012, pemerintah menetapkan subsidi sebesar Rp 123 triliun dengan asumsi harga minyak US$ 90 per barel. Dokumen UU APBN 2012 tertanggal 24 November 2011 disebutkan, sesuai pasal 7 ayat 4, pengendalian anggaran subsidi BBM 2012 dilakukan melalui pengalokasian yang lebih tepat sasaran dan kebijakan pengendalian konsumsi BBM. Penjelasan ayat 4 pasal tersebut adalah pengalokasian BBM bersubsidi secara tepat sasaran dilakukan melalui pembatasan konsumsi premium untuk kendaraan roda empat milik pribadi. Selain itu, pasal 7 ayat 6 tertanggal 24 November 2011 juga menyebutkan, harga jual BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan. Setelah tanggal 1 April 2012 DPR memutuskan bahwa ada perubahan yang terjadi pada pasal 7 ayat 6 tersebut. Pasal 7 ayat 6a yang menyebutkan
2
bahwa, “Dalam hal harga rata-rata ICP dalam kurun waktu kurang dari 6 bulan berjalan mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 15 persen, pemerintah diberi kewenangan menyesuaikan harga BBM bersubsidi dengan kebijakan pendukungnya”.
Pemerintah
sekarang ini
menjalankan
pembatasan
dan
pelaranggan penggunaan premium bersubsidi untuk jenis mobil pribadi tertentu dan mobil milik pemerintah. Kebijakan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi antara lain melalui optimalisasi program konversi minyak tanah ke elpiji 3 kg, meningkatkan pemanfaatan bahan bakar nabati dan gas, menghemat konsumsi BBM subsidi, dan menyempurnakan regulasi kebijakan subsidi BBM dan elpiji 3 kg.Selanjutnya, program akan menjangkau kota-kota lainnya di Indonesia hingga tuntas 2014.1 Tabel 1. Skenario APBN Indonesia Sektor Migas Tahun 2012 dalam Rupiah Rincian
APBN
Subsidi BBM (triliun) Subsidi Listrik (triliun) Net Minyak (triliun) Net Migas (triliun) Defisit Energi (triliun) Asumsi: ICP (triliun) Lifting (triliun) Kurs Harga Premium Kenaikan Harga BBM Sumber: Ditjen Migas, 2012
123.6 44.9 23.7 96.8
90 950 8.800 4.500 0
RAPBN-P Kenaikan 1500 137.4 93.1 51.4 116.8 -18.4
RAPBN-P Tanpa Kenaikan 185.4 98.1 3.4 68.8 -119.4
105 930 9.000 6.000 1.500
105 930 9.000 4.500 0
Dalam data pokok APBN 2012 tertulis bahwa pendapatan negara dan hibah pada tahun 2012 untuk migas sebesar Rp 159.471,9 miliar. Terdiri dari pendapatan minyak bumi sebesar Rp 113.681,5 miliar dan gas alam sebesar Rp 45.790,4 miliar. Sedangkan, belanja pemerintah pusat dalam APBN tertulis subsidi sebesar Rp 208.850,2 miliar.
1
Skenario APBN Indonesia Sektor Migas Tahun 2012. www.esdm.go.id [April 2012]
3
Terdiri dari subsidi energi sebesar Rp 168.559,9 miliar dan subsidi nonenergi sebesar Rp 40.290,3 miliar. Subsidi energi sebesar Rp 168.559,9 miliar terbagi menjadi dua yaitu subsidi BBM sebesar Rp 123.599,7 miliar dan subsidi listrik sebesar Rp 44.960,2 miliar.2 Tabel 2. Produksi, Impor, Konsumsi, Ekspor Bahan Bakar Minyak di Indonesia Tahun 2004-2010 Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Produksi BBM (Ribu Barel) 283.153 268.529 257.821 244.396 251.531 246.289 241.156
Impor BBM (Ribu KL) 26.502 21.184 24.032 24.615 22.157 23.633
Konsumsi BBM (Ribu Barel) 397.802 374.691 383.453 388.107 379.142 388.241
Ekspor Minyak (Ribu Barel) 178. 869 159.703 134.960 135.267 134.872 133.282 121.000
Sumber : Ditjen Migas, 2011
Kenaikan harga BBM bersubsidi (premium) tentu akan berpengaruh secara langsung kepada sistem transportasi nasional. Sistem transportasi nasional memiliki peranan yang sangat penting dalam mendukung pembangunan nasional. Transportasi sangat dibutuhkan untuk menjamin terselenggaranya mobilitas penduduk maupun barang. Sebagai bagian dari sistem perekonomian, transportasi memiliki fungsi sangat penting dalam pembangunan nasional. Indonesia merupakan negara kepulauan di mana pembangunan sektor transportasi dirancang untuk tiga tujuan yaitu: mendukung gerak perekonomian, stabilitas nasional dan menggurangi ketimpangan pembangunan antar wilayah dengan memperluas jangkauan arus distribusi barang dan jasa ke seluruh pelosok nusantara. Selalu adanya kebutuhan konsumen akan jasa angkut umum, usaha jasa angkutan barang sangat diperlukan oleh masyarakat. Usaha ini umumnya bisa dijalankan oleh masyarakat yang memiliki mobil terbuka atau biasa disebut dengan mobil pick up. Untuk memulai bisnis ini, tidak memerlukan lokasi usaha seperti menyewa tempat atau membangun sebuah kios usaha. Cukup menyediakan mobil dengan tipe terbuka, dan memasang papan nama di mobil tersebut. Selain 2
Produksi, Impor, Konsumsi, Ekspor Bahan Bakar Minyak di IndonesiaTahun 2004-2010. www.esdm.go.id [April 2012]
4
bisa melakukannya di rumah, bisnis ini juga bias dijalankan di pinggir jalan. Memarkirkan mobil pick up di pinggir jalan, para konsumen sudah mengetahui tentang keberadaan usaha ini. Jika harga BBM dinaikkan maka usaha angkutan barang dengan mobil pick up akan mengalami kesulitan. Tarif angkutan barang berbeda dengan tarif angkutan penumpang. Tarif angkutan penumpang memiliki ketetapan tarif dari pusat yaitu Dinas Perhubungan (Dishub) sedangkan tarif angkutan jasa tidak ada ketetapan tarif. Tarif angkutan barang yang dipatok disesuaikan dengan keadaan akan harga BBM dan jarak yang ditempuh. Kenaikan harga BBM akan meningkatkan tarif angkutan barang yang berdampak pada kelangsungan usaha dan para pengguna dari jasa angkutan barang ini.
1.2. Rumusan Masalah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan akan terjadi penghematan dalam anggaran belanja. Jika harga BBM bersubsidi dinaikan sebesar Rp 1.000 maka akan menghemat Rp 21 triliun. Jika harga BBM bersubsidi dinaikkan sebesar Rp 1.500 maka akan menghemat Rp 23 triliun. Jika harga BBM bersubsidi dinaikkan sebesar Rp 2.000 maka akan menghemat Rp 33 triliun. Inilah yang menjadi pertimbangan Kementrian ESDM. Di sisi lain, presentase masyarakat yang menikmati BBM bersubsidi yaitu, masyarakat miskin 15 persen, masyarakat menengah 77 persen, dan masyarakat kaya 8 persen. Jika harga BBM bersubsudi dinaikan maka yang akan merasakan dampak yang sangat besar adalah golongan masyarakat menengah. Hanya 15 persen rakyat miskin yang menikmati subsidi BBM. Hal ini dikarenakan umumnya BBM bersubsidi adalah BBM kendaraan bermotor sedangkan, tidak banyak rakyat miskin yang memiliki kendaraan bermotor. Tidak dapat dipungkiri subsidi energi adalah subsidi yang paling besar dibandingkan dengan subsidi pendidikan dan subsidi pangan, subsidi pertanian dan subsidi lainnya. Penggurangan subsidi energi dalam hal ini adalah bahan bakar minyak (BBM) dilakukan dengan cara menaikkan harga jual di masyarakat.
5
Pada 2011 konsumsi BBM bersubsidi mencapai 40,49 juta kiloliter. Jumlah ini pasti bertambah pada 2012 karena penjualan mobil tahun 2012 diduga mendekati satu juta unit. Harga BBM seperti di Cina dan Brasil berkisar Rp 9.000 sampai dengan Rp 14.000 per liter. Namun, di negara kaya minyak, harganya jauh lebih murah. Iran misalnya, hampir sama dengan Indonesia, yaitu Rp 4.000 per liter. Perbedaanya Iran membatasi jumlah BBM untuk pemakaian warganya. Sebagian besar diekspor ke luar negeri. Sehari-hari mereka menggunakan bahan bakar gas untuk listrik, transportasi, dan masak. Indonesia berbeda seperti Arab Saudi atau Nigeria yang punya cadangan minyak 10 kali dan produksi tiga kali lipat, namun konsumsinya hanya separuh dari Indonesia. Definisi subsidi BBM adalah selisih harga keekonomian BBM dengan harga jual Pertamina. Harga BBM saat ini adalah Rp 4.500 per liter, sedangkan harga keekonomian BBM adalah Rp 8.400 per liter, sehingga besaran subsidi BBM per liter adalah Rp 3.900 per liter. Usulan RAPBN 2012, harga BBM bersubsidi dinaikkan sebesar Rp 1.500 per liter menjadi Rp 6.000 per liter. Kenaikan harga BBM bersubsidi menjadi Rp 6.000 per liter, besaran subsidi BBM masih sebesar Rp 2.400 per liter.3 Tabel 3. Perhitungan Harga Keekonomian untuk Indonesia Tahun 2012 dalam Rupiah Per Liter BBM Rincian Perhitungan Harga Keekonomian Rupiah Per Liter a. Harga dasar minyak mentah: ICP*9.000/159
5.940
b. Harga LRT (Lifting, Refinery, Trnsportation) = $24.1/barel
1.360
Subtotal
7.300
c. Pajak dan lain-lain 15 persen
1.100
Total Harga Keekonomian
8.400
Sumber: Ditjen Migas, 2012
Meningkatnya harga bahan bakar minyak (BBM) secara keseluruhan yang memengaruhi tarif produksi jasa transportasi, pemerintah menyadari akan pentingnya transportasi bagi roda perekonomian, apabila peningkatan harga BBM 3
Perhitungan Harga Keekonomian www.esdm.go.id [April 2012]
untuk
Indonesia
Tahun
2012.
6
tersebut dilepas pada mekanisme pasar maka akan menggerakkan harga-harga khususnya pemanfaatan jasa transportasi. Angkutan darat, udara dan laut memiliki kelebihan dan kekurangan dalam melakukan pengangkutan terutama dalam pengangkutan barang dalam jumlah besar. Jarak tempuh yang dekat akan lebih murah dalam biaya pengangkutan barang jika menggunakan angkutan darat. Waktu yang perlu ditempuh dengan menggunakan angkutan darat juga lebih efisien jika yang ditempuh adalah jarak dekat dibandingkan dengan angkutan laut dan udara. Angkutan darat memiliki kelebihan yaitu cocok untuk pengangkutan barang dalam jumlah banyak jika yang ditempuh adalah jarak tempuh yang dekat. Sektor transportasi merupakan konsumen bahan bakar bersubsidi yang paling besar. Jika terjadi kenaikan harga bahan bakar maka akan memberikan dampak yang besar dalam sektor transportasi. Angkutan umum penumpang dan barang akan menaikkan tarif angkutannya. Tarif angkutan penumpang secara resmi ditentukan oleh Dinas Perhubungan (Dishub). Angkutan barang untuk darat dengan menggunakan truk dan mobil pick up tidak memiliki ketetapan tarif dari Dinas Perhubungan (Dishub). Sehingga pengusaha jasa angkutan barang sendiri yang menetapkan tarif angkutannya. Agar dapat menentukan kebijakan yang tepat dalam penetapan subsidi BBM, maka perlu dilakukan analisis mengenai kesediaan membayar dan faktor yang memengaruhi respon masyarakat mengenai penurunan subsidi BBM. Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu, bagaimana kesediaan membayar (willingness to pay) untuk per liter premium dan faktor-faktor yang memengaruhi respon terhadap kenakan harga BBM?
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu: 1. Menghitung besaran kesediaan membayar (WTP) pemilik usaha jasa angkutan barang terhadap harga BBM. 2. Menganalisis respon dari pemilik usaha jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM.
7
1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini, yaitu: 1. Memberikan gambaran mengenai faktor-faktor yng memengaruhi respon (setuju atau tidak setuju) terhadap kenaikan harga BBM. 2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah untuk merumuskan mekanisme kebijakan subsidi BBM yang paling efektif dalan sektor jasa angkutan.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini untuk menghitung willingness to pay dari jasa angkutan barang terhadap harga BBM. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis faktorfaktor yang memengaruhi respon jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM. Data yang diambil dari hasil wawancara adalah data-data yang berhubungan dengan faktor-faktor yang memengaruhi setuju atau tidak setuju dengan kenaikan harga BBM. Besaran willingness to pay langsung ditanyakan kepada responden saat wawancara. Wilayah yang diteliti hanya Jakarta dan Bogor yang merupakan kota dan wilayah pinggir kota yang memiliki tingkat aktivitas yang tinggi. Angkutan barang jenis pick up yang menjadi responden karena mobil pick up menggunakan bahan bakar premium. Hanya mobil pick up yang benarbenar untuk disewakan saja yang menjadi responden atau sumber data pada penelitian ini.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Subsidi Menurut Mangkoesoebroto (2001) bahwa subsidi kepada konsumen dapat diberlakukan apabila manfaat sosial marjinal lebih besar dibandingkan manfaat privat marginal. Sebaliknya, subsidi kepada produsen dapat diberlakukan bila manfaat privat marjinal lebih besar dibandingkan manfaat sosial marginal. Dalam Spencer dan Amos (1993) bahwa subsidi adalah pembayaran yang dilakukan pemerintah kepada perusahaan atau rumah tangga untuk mencapai tujuan tertentu yang membuat mereka dapat memproduksi atau mengkonsumsi suatu produk dalam kuantitas yang lebih besar atau pada harga yang lebih murah. Secara ekonomi tujuan subsidi adalah untuk mengurangi harga atau menambah keluaran (output). Menurut Suparmoko (2003), subsidi adalah salah satu bentuk pengeluaran pemerintah yang juga diartikan sebagai pajak negatif yang akan menambah pendapatan mereka yang menerima subsidi atau mengalami peningkatan pendapatan riil apabila mereka mengkonsumsi atau membeli barangbarang yang disubsidi oleh pemerintah dengan harga jual yang rendah. Subsidi dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu subsidi dalam bentuk uang (cash transfer) dan subsidi dalam bentuk barang (in kind subsidy). Subsidi dalam bentuk uang atau cash transfer diberikan kepada konsumen sebagai tambahan penghasilan atau kepada produsen untuk dapat menurunkan harga barang. Sementara subsidi dalam bentuk barang adalah subsidi yang dikaitkan dengan jenis barang tertentu yaitu pemerintah menyediakan suatu jenis barang tertentu dengan jumlah yang tertentu pula kepada konsumen tanpa dipungut bayaran atau pembayaran di bawah harga pasar (Suparmoko, 2003).
2.2 Bahan Bakar Minyak (BBM) BBM (bahan bakar minyak) adalah jenis bahan bakar (fuel) yang dihasilkan dari pengilangan (refining) minyak mentah (crude oil). Minyak mentah dari perut bumi diolah dalam pengilangan (refinery) terlebih dulu untuk menghasilkan produk-produk minyak (oil products), yang termasuk di dalamnya
9
adalah BBM. Selain menghasilkan BBM, pengilangan minyak mentah menghasilkan berbagai produk lain terdiri dari gas, hingga ke produk-produk seperti naphta, light sulfur wax residue (LSWR) dan aspal. Bahan bakar minyak seperti didefinisikan oleh pemerintah Indonesia untuk keperluan pengaturan harga dan subsidi sekarang meliputi: (i) bensin (premium gasoline), (ii) solar (IDO & ADO: industrial diesel oil & automotive diesel oil), (iii) minyak bakar (FO: fuel oil) serta (iv) minyak tanah (kerosene). Definisi ini merupakan perkembangan dari periode sebelumnya yang masih mencantumkan avgas (aviation gasoline) dan avtur (aviation turbo gasoline), yaitu jenis-jenis bahan bakar yang dipergunakan untuk mesin pesawat terbang, dalam kategori sebagai BBM. Secara umum bahan bakar minyak (BBM) memiliki dua pengertian. Pertama, secara umum BBM adalah semua jens bahan bakar cair yang dihasilkan dari pengolahan minyak bumi. Pengertian kedua, BBM yang dimaksud oleh pemerintah atau PT Pertamina adalah semua jenis bahan bakar cair dari pengolahan minyak bumi yang harganya ditentukan oleh pemerintah atau PT Pertamina. BBM yang dimaksud dalam pengertian kedua adalah minyak tanah, bensin, minyak solar, minyak diesel, dan minyak bakar (Said, 2001). Premium adalah bahan bakar minyak jenis distilat berwarna kekuningan yang jernih. Premium merupakan BBM untuk kendaraan bermotor yang paling populer di Indonesia. Premium di Indonesia dipasarkan oleh PT Pertamina dengan harga yang relatif murah karena memperoleh subsidi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pada umumnya, premium digunakan untuk bahan bakar kendaraan bermotor bermesin bensin, seperti: mobil, sepeda motor, motor tempel, dan lain-lain. Bahan bakar ini sering juga disebut motor gasoline atau petrol. Berdasarkan kajian Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas, ketidaktepatan sasaran dari subsidi BBM dikarenakan oleh tidak adanya pengawasan dalam pendistribusian baik BBM bersubsidi maupun BBM tidak bersubsidi. Lemahnya pengawasan ini terjadi karena tidak adanya koordinasi lintas sektoral antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hal ini menyebabkan kelangkaan BBM dan penyalahgunaan BBM bersubsidi.
10
2.3 Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi Harga BBM di Indonesia adalah harga yang diatur oleh pemerintah dan berlaku sama di seluruh wilayah Indonesia. Pada dasarnya pemerintah bersama DPR menetapkan harga BBM setelah memperhatikan biaya-biaya pokok penyediaan BBM yang diberikan PT Pertamina serta tingkat kemampuan (willingness to pay) masyarakat. Belakangan ini dalam upaya menyesuaikan harga BBM di dalam negeri dengan perkembangan harga BBM internasional, dikeluarkan Keputusan Presiden yang memungkinkan PT Pertamina untuk secara berkala menyesuaikan penyesuaian harga otomatis tersebut tidak terus dapat dipertahankan. Subsidi BBM di Indonesia pertama kali diperkenalkan pada tahun 1977. Subsidi BBM sendiri yang umumnya dilakukan oleh negara-negara berkembang cenderung mensubsidi tingkat konsumsi energi terutama untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengembangkan pertumbuhan di bidang industri, dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di negara-negara tersebut. Subsidi energi kita pada umumnya ditekankan pada bahan bakar fosil seperti, bahan bakar minyak dan batubara (Santosa, 2002). Teori ilmu ekonomi menyatakan bahwa tingkat harga suatu barang ditentukan oleh tingkat permintaan dan penawaran di pasar, namun teori tersebut tidak berlaku untuk harga BBM di suatu negara. Nilai strategis BBM sangat tinggi, sehingga memaksa campur tangan pemerintah dalam menetapkan harganya karean alasan ekonomi maupun politik (Hasyim, 2000). Alasan ekonomi yang mengakibatkan perlunya campur tangan pemerintah dalam penetapan harga BBM adalah: 1. Untuk meningkatkan pendapatan negara yang akan dipergunakan untuk pembangunan yang telah dirancang sebelumnya 2. Melindungi industri dalam negeri untuk berkompetisi dengan industri luar negeri 3. Mendukung daya saing komoditi ekspor dengan komoditi dari negara lain dalam perdagangan internasional 4. Menyesuaikan harga dengan perkembanhan harga minyak dunia
11
Selain alasan ekonomi juga terdapat alasan politik yang menyebabkan perlunya campur tangan pemerintah yaitu: 1. Mengatasi persoalan polusi melalui penetapan harga BBM yang lebih tinggi dan pengolahan dengan kualitas yang lebih baik dengan menggunakan kelebihan pendapatan yang didapat dari penetapan harga minyak tersebut 2. Melindungi masyarakat berpendapatan rendah 3. Menggalakkan konservasi sumber-sumber energi, terutama energi yang tidak terbarukan Di Indonesia subsidi BBM merupakan salah satu pengeluaran rutin pemerintah yang dianggarkan dalam APBN. Dalam APBN jumlah subsidi BBM diperkirakan dengan menggunakan asumsi-asumsi seperti asumsi harga minyak internasional dan asumsi penerimaan negara, sehingga tidak jarang terjadi perbedaan antara jumlah yang ditargetkan dengan jumlah subsidi yang terealisasi. Jumlah subsidi BBM yang terealisasi cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dalam jumlah nominal maupun dalam presentasenya terhadap pengeluaran negara secara total. Dilihat dari sisi beban fiskal, subsidi BBM memiliki beban fiskal yang lebih tinggi dibandingkan dengan subsidi yang lain. Hal ini dikarenakan subsidi BBM memiliki efek pengganda yang lebih luas dibandingkan dengan subsidi non BBM (Handoko, 2005). Kebijakan penurunan subsidi BBM merupakan kebijakan pemerintah yang kurang populer. Hal ini dikarenakan penurunan subsidi BBM cenderung mengakibatkan dampak inflationary yang cukup tinggi yang terlihat dari naiknya harga-harga
barang
kebutuhan
masyarakat.
Kebijakan
penurunan
atau
penghilangan subsidi termasuk ke dalam kebijakan fiskal yang konstraktif. Kebijakan penurunan subsidi BBM memiliki dilema yang sangat kuat. Menaikkan harga produk-produk minyak dalam negeri agar menyamai atau mendekati tingkat harga dunia dari segi politik akan sukar dan dari segi ekonomi akan meningkatkan inflasi. Namun kebijakan untuk menaikkan harga BBM ini akan menyediakan rupiah dalam jumlah besar yang dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran dalam negeri dengan pengaruh inflasi yang sedang saja (Papanek, 1987). Beberapa alasan yang mendasari kebijakan penghapusan subsidi BBM adalah sebagai berikut:
12
a. Apabila laju pertumbuhan pemakaian minyak bumi pada masa mendatang masih sebesar laju saat ini, diperkirakan Indonesia akan menjadi negara pengimpor minyak bumi netto (net oil importer country) sehingga subsidi tidak dapat lagi diberlakukan. b. Pendapatan negara dari migas hampir setengahnya dialokasikan untuk membiayai subsidi BBM c. Manfaat subsidi BBM lebih dirasakan oleh golongan masyarakat mampu, karena tingkat konsumsi BBM golongan tersebut (dengan harga subsidi) lebih besar dibandingkan dengan kelompok miskin d. Perbedaan yang cukup besar antara harga BBM domestik dan harga BBM internasional mendorong terjadinya penyelundupan BBM dan praktek pengoplosan minyak tanah dengan solar atau bensin Kenaikan harga minyak mentah internasional sangat memengaruhi alokasi anggaran untuk subsidi BBM. Hal ini dikarenakan biaya produksi BBM ditentukan oleh harga minyak mentah dan nilai tukar rupiah. Saat ini penyediaan BBM dalam negeri tidak dapat seluruhnya dipenuhi oleh kilang minyak domestik, untuk membantu memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri sudah harus diimpor dari luar negeri (Said, 2001). Pada kurva permintaan D yang memengaruhi pergerakan pada kurva tersebut adalah harga barang itu sendiri. Jika harga barang tersebut mengalami penurunan maka akan meningkatkan kuantitas permintaan. Dalam hal ini penurunan harga terjadi karena pemerintah melakukan subsidi pada suatu komoditas tertentu. Pada harga P1 jumlah yang diminta sebesar G1, jika terjadi penurunan harga karena adanya subsidi maka akan terjadi penurunan harga menjadi P2 dan jumlah yang diminta akan semakin meningkat menjadi G2. Untuk subsidi BBM merupakan barang publik tidak murni yang disediakan oleh pemerintah
karena
BBM
bias
didapat
oleh
siapapun,
tetapi
dalam
memperolehnya diperlukan pengorbanan, yaitu ada harga yang harus dibayarkan.
13
Gambar 1. Pengaruh Subsidi terhadap Permintaan Barang Sumber : Hanley and Spash (1993)
2.4 Tranportasi Transportasi merupakan suatu jasa yang diberikan, guna menolong orang dan barang untuk dibawa dari suatu tempat ke tempat lainnya. Dengan demikian, transportasi dapat diberi definisi sebagai usaha dan kegiatan mengangkut atau membawa barang dan/atau penumpang dari suatu tempat ke tempat lainnya (Kamaluddin, 2003). Ekonomi transportasi adalah ilmu yang mempelajari upaya pemenuhan kebutuhan manusia tentang jasa pengangkutan dalam rangka pemenuhan kebutuhan manusia dan pembangunan (Maringan, 2003). Usaha transportasi ini, bukan hanya berupa gerakan barang dan orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan cara dan kondisi yang statis tanpa perubahan, tetapi transportasi selalu diusahakan perbaikan dan kemajuannya sesuai dengan perkembangan peradaban dan teknologi. Dengan demikian, transportasi selalu diusahakan perbaikan dan peningkatannya, sehingga akan tercapai efisiensinya yang lebih baik (Kamaluddin, 2003). Angkutan darat sebagai bagian dari sistem transportasi secara keseluruhan turut
memberikan
kontribusi
yang
sangat
besar
dalam
meningkatkan
perekonomian di suatu wilayah, ini dapat dilihat bahwa pada umumnya daerah
14
yang
memiliki
jaringan
angkutan
darat
sebagai
sarana
yang
dapat
menghubungankan daerah tersebut dengan daerah lain, akan memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dibandingkan daera-daerah yang terisolir. Mobil truk atau mobil pick up adalah setiap kendaran bermotor yang digunakan untuk angkutan barang, selain mobil penumpang, mobil bis dan kendaraan bermotor roda dua. Untuk mengangkut berbagai macam barang, maka pada angkutan jalan ini truk memegang peran yang sangat penting. Angkutan truk atau pick up berguna untuk angkutan lokal bagi barang-barang dari suatu tempat ke tempat lainnya. Dalam hubungan ini terdapat lima keuntungan dari angkutan truk dibandingkan dengan angkutan lainnya yaitu, angkutan truk seringkali lebih murah dari pada angkutan lain, misalnya kereta api. Dikarenakan barang-barang yang diangkut dalam jumlah yang tidak terlalu besar dan jarak yang tidak terlalu jauh. Biaya kereta api juga lebih mahal dibandingkan dengan tarif dari truk. Truk lebih cepat jika digunakan dalam jarak yang terhitung dekat dan dapat melalui pilihan jalan yang secepat mungkin (Kamaludin, 2003). Jasa pengangkutan adalah kegunaan atau manfaat yang disediakan oleh seseorang atau suatu badan usaha berupa fasilitas angkutan untuk dipergunakan oleh orang atau pihak lain, sehubungan dengan kebutuhan untuk memindahkan suatu barang atau orang dari asal ke tempat tujuan (Rustiningrum, 1999). Transportasi memberikan jasanya kepada masyarakat yang disebut jasa transportasi (Mesak, 2002). Jasa transportasi merupakan hasil output perusahaan transportasi yang menurut jenis sarana jasa pelayanannya meliputi, jasa pelayanan kereta api, jasa pelayanan penerbangan, jasa pelayanan transportasi bus dan sebagainya. Sebaliknya, jasa transportasi sebagai salah satu masukan (input) dari kegiatan produksi, perdagangan dan kegiatan ekonomi lainnya. Peran jasa transportasi tidak hanya memperlancar arus barang dan mobilitas penduduk (manusia), tetapi transportasi juga membantu tercapainya pengalokasian sumbersumber ekonomi secara optimal. Oleh karena itu, jasa transportasi harus cukup tersedia secara merata dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Setijowarno (2003) mengemukakan bahwa kegiatan transportasi bukan merupakan tujuan melainkan mekanisme untuk mencapai tujuan. Lebih lanjut diuraikan bahwa peran dari kegiatan transportasi, yaitu:
15
1. Peran Ekonomi Tujuan dari kegiatan ekonomi adalah memenuhi kebutuhan manusia dengan menciptakan manfaat. Transportasi adalah suatu jenis kegiatan yang menyangkut peningkatan kebutuhan manusia dengan mengubah letak geografi orang maupun barang. Adanya transportasi memungkinkan bahan baku dibawa menuju tempat produksi dan dengan transportasi jugalah hasil produksi dibawa ke pasar atau tempat pelayanan kebutuhan. Perkembangan ekonomi atau naiknya kemakmuran akan mengakibatkan bertambahnya perjalanan. 2. Peran sosial Jasa transportasi memberikan kemudahan untuk manusia yang pada umumnya bermasyarakat antara lain: (a) pelayanan untuk perorangan maupun kelompok; (b) pertukaran antara penyampaian informasi; (c) perjalanan untuk bersantai; (d) perluasan jangkauan perjalanan sosial; dan (e) pemendekan jarak antar rumah dengan tempat lainnya. 3. Peran Politis Peran politis dari suatu sistem transportasi bagi suatu negara sangatlah penting. Pada dasarnya sistem transportasi yang baik akan mempermudah interaksi spasial antar wilayah dari suatu negara yang pada gilirannya akan turut memperkokoh rasa persatuan dan kesatuan. Menurut Schumer dalam Setijowarno (2003) beberapa peran politis dari transportasi yang dapat berlaku bagi negara manapun, yaitu: (a) transportasi menciptakan persatuan nasional yang semakin kuat dengan meniadakan isolasi; (b) transportasi menyebabkan pelayanan kepada masyarakat yang dapat dikembangkan atau diperluas dengan lebih merata pada setiap bagian wilayah negara; (c) keamanan negara terhadap serangan dari luar yang tidak dikehendaki mungkin sekali bergantung pada transportasi yang efisien untuk memudahkan mobilitas nasional serta memungkinkan perpindahan pasukan perang selama masa perang berlangsung; dan (d) sistem transportasi yang efisien memungkinkan negara memindahkan dan mengangkut penduduk dari daerah bencana.
16
2.5
Willingness to Pay Dasar dalam merancang strategi harga adalah untuk mengatur harga
barang-barang dalam melihat berapa banyak pelanggan bersedia membayar untuk setiap barang. Hal ini penting bagi pemasar untuk memprediksi berapa banyak produk yang ditawarkan akan dibeli dengan harga yang berbeda. Memprediksi permintaan produk yang berbeda pada harga
yang berbeda, pemasar
membutuhkan pemahaman yang mendalam dari reaksi pelanggan untuk jadwal harga yang berbeda. Ada dua konsep berbeda yang menentukan berapa banyak pelanggan bersedia membayar untuk barang atau jasa yaitu harga maksimum dan ahrga pemesanan (Breidert, 2005) Harga maksimum suatu produk dibentuk oleh konsumen sebagai harga refrensi yang dirasakan dari produk refrensi ditambah nilai direfrensi antara produk refrensi dan produk yang menarik. Harga resevasi dari beberapa produk adalah harga dimana konsumen tidak peduli antara mengonsumsi atau tidak mengonsumsi (atau barang lain dari kelas produk yang sama) yang baik di semua (Nagle dan Holden, 2002). Willingness to pay (WTP) adalah kesediaan membayar untuk suatu kondisi lingkungan atau penelitian terhadap sumberdaya alam atau jasa dalam rangka memperbaiki kualitas. Konsep WTP atau kesediaan membayar menghasilkan nilai ekonomi yang didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang atau jasa untuk memperoleh barang atau jasa lainnya. Pengukuran dengan menggunakan konsep WTP ini dapat menerjemahkan misalnya nilai ekologis ekosistem kedalam bahasa ekonomi dengan mengukur nilai moneter suatu barang dan jasa. Willingness to pay juga dapat diartikan sebagai maksimal seseorang mau membayar untuk menghindari terjadinya penurunan terhadap sesuatu (Fauzi, 2006). Secara umum, WTP atau kemauan atau keinginan untuk membayar didefinisikan sebagai jumlah yang dapat dibayarkan seorang konsumen untuk memperoleh suatu barang atau jasa. WTP adalah harga maksimum dari suatu barang yang ingin dibeli oleh konsumen pada waktu tertentu. Sedangkan, pengertian WTP pada konsumen adalah kesanggupan konsumen untuk membeli suatu barang. WTP itu sebenarnya adalah harga pada tingkat konsumen yang
17
merefleksikan nilai barang atau jasa dan pengorbanan untuk memperolehnya. Di sisi lain, WTP ditujukan untuk mengetahui daya beli konsumen berdasarkan persepsi konsumen. Memahami konsep WTP konsumen terhadap suatu barang atau jasa harus dimulai dari konsep utilitas, yaitu manfaat atau kepuasan karena mengkonsumsi barang atau jasa pada waktu tertentu. Setiap individu ataupun rumah tangga selalu berusaha untuk memaksimumkan
utilitasnya dengan
pendapatan tertentu, dan ini akan menentukan jumlah permintaan barang atau jasa yang akan dikonsumsi. Permintaan diartikan sebagai jumlah barang atau jasa yang mau atau ingin dibeli atau dibayar (willingness to buy or willingness to pay) oleh konsumen pada harga tertentu dan waktu tertentu. Sejumlah uang yang ingin dibayarkan oleh konsumen akan menunjukkan indikator utilitas yang diperoleh dari barang tersebut. Beberapa pendekatan yang digunakan dalam WTP untuk menghitung peningkatan atau kemunduran kondisi lingkungan adalah: 1. Menghitung biaya yang bersedia dikeluarkan oleh individu untuk mengurangi dampak negatif pada lingkungan karena adanya suatu kegiatan pembangunan 2. Menghitung pengurangan nilai atau harga dari suatu barang akibat semakin menurunnya kualitas lingkungan 3. Melalui suatu survei untuk menentukan tingkat kesediaan masyarakat untuk membayar dalam rangka mengurangi dampak negatif pada lingkungan atau untuk mandapatkan lingkungan yang lebih baik
2.5.1 Metode Memperoleh Besarnya Nilai WTP Penghitungan WTP dapat dilakukan secara langsung (direct method) dengan melakukan survei, dan secara tidak langsung (indirect method), yaitu penghitungan terhadap nilai dari penurunan kualitas lingkungan yang telah terjadi. Terdapat empat metode bertanya (Elicitaion Method) yang digunakan untuk memperoleh penawaran besarnya nilai WTP responden (Hanley and Spash, 1993), yaitu: 1. Metode tawar menawar (bidding game) Metode ini dilaksanakan dengan menanyakan kepada responden apakah bersedia membayar sejumlah uang tertentu yang diajukan sebagai titik awal
18
(starting point). Jika “ya”, maka besarnya nilai uang dinaikan sampai ke tingkat yang disepakati. 2. Metode pertanyaan terbuka (open-ended question) Metode ini dilakukan dengan menanyakan langsung kepada responden berapa jumlah maksimal uang yang ingin dibayarkan atas perubahan. Sehingga diketahui secara pasti berapa besar responden bersedia membayar. 3. Metode kartu pembayaran (payment card) Metode ini menawarkan kepada responden suatu kartu yang terdiri dari berbagai nilai kemampuan untuk membayar dimana responden tersebut dapat memilih nilai maksimal atau minimal yang sesuai dengan preferensinya. Untuk menggunakan metode ini, diperlukan pengetahuan statistik yang relatif baik. 4. Metode pertanyaan pilihan dikotomi (dichotomous choice) Metode ini menawarkan responden sejumlah uang tertentu dan menanyakan apakah responden mau membayar atau tidak sejumlah uang tersebut untuk memperoleh peningkatan kualitas lingkungan tertentu. 5. Metode Contingent Ranking Metode ini responden tidak ditanya secara langsung berapa nilai yang ingin dibayarkan, tetapi responden diperlihatkan ranking dari kombinasi kualitas lingkungan yang berbeda dan nilai moneternya kemudian diminta mengurut beberapa pilihan dari yang paling memungkinkan sampai yang paling tidak memungkinkan. Memperoleh nilai WTP dari resonden cukup dengan menggunakan satu metode bertanya, tidak perlu menggunakan lebih dari satu metode. Setiap metode bertanya besaran nilai WTP terdapat kelebihan dan kekurangan dalam penentuan nilai tawaran. Hal tersebut dapat dilihat dalam Tabel 4. Tabel 4. Kelebihan dan Kekurangan Metode Penentuan Nilai WTP Kriteria Penerapan Kesesuaian Kemungkinan Bias Kesulitan Estimasi Kecocokan
Open-ended Question W/T/P Rendah -
Bidding Game W/T Menengah √ -
Payment Card W/P Menengah √ -
W = Wawancara langsung; T = Melalui Telepon; P = Melalui Pos Sumber: Hoevenagel (1994)
Dichotomous Chioce W/T/P Tinggi √ √ √
Contingent Ranking W/T/P Tinggi √ √ √
19
2.5.2 Tahap-Tahap dalam Penerapan Analisis Willingness to Pay Tahap-tahap dalam penilaian penerapan kesediaan membayar (Hanley dan Spash, 1993) : 1. Membuat Pasar Hipotetik Tahap awal adalah membuat pertanyaan mengenai nilai dari barang atau jasa. Pasar hipotetik tersebut membangun suatu alasan mengapa masyarakat seharusnya membayar terhadap barang atau jasa. 2. Mendapatkan Penawaran Besarnya Nilai WTP Tahap kedua ini adalah administrasi suvei. Tahap ini dilakukan memalui wawancara dengan panduan kuisioner. 3. Memperkirakan Nilai Rata-Rata WTP Setelah data mengenai WTP terkumpul, tahap selanjutnya adalah perhitungan nilai rata-rata (mean). 2.6 Analisis Crosstab – Chi Square Analisis Crosstab merupakan analisis dasar untuk hubungan antar variabel kategori (nominal dan ordinal). Penambahan variabel kontrol untuk mempertajam analisis sangat dimungkinkan. Crosstab data digunakan untuk mengetahui hubungan atau distribusi respons antara variabel data dalam bentuk baris dan kolom. Sedangkan analisis crosstab – chi square adalah suatu analisis hubungan antar variabel data nominal. Tabulasi silang (crosstab) digunakan untuk menggambarkan jumlah data dan hubungan antar variabel. Selain itu, untuk menguji ada tidaknya hubungan antar variabel pengaruh dengan variabel terpengaruh dimana salah satu variabel minimal nominal dilakukan uji hipotesa. Crosstab digunakan untuk menyajikan deskripsi data dalam bentuk tabel silang yang terdiri atas baris dan kolam. Data input yang dimasukan dalam penggunaan crosstab adalah data nominal atau ordinal. Uji ketergantungan untuk crosstab pada statistik ditentukan melalui chisquare test dengan mengamati ada tidaknya hubungan antarvariabel yang dimasukan (baris dan kolam). Penentuan chi-square test menggunakan hipotesis yaitu :
20
H0 : Tidak ada hubungan antara baris dan kolam H1 : Ada hubungan antara baris dan kolam Pengambilan keputusan akan lebih mudah jika menggunakan program SPSS dengan menggunakan nilai Asymp. Sig. (2-sided) yang terdapat pada ChiSquare Test. Apabila nilai Asymp. Sig. (2-sided) lebih dari α (taraf nyata) maka H0 diterima. Apabila nilai Asymp. Sig. (2-sided) kurang dari α (taraf nyata) maka H0 ditolak yang artinya ada hubungan antara baris dan kolam (Wahana, 2007).
2.7 Model Logit Analisis regresi logit merupakan bagian dari analisis regresi. Analisis ini mengkaji hubungan pengaruh-pengaruh peubah penjelas (χ) terhadap peubah respon (Y) melalui model persamaan matematis tertentu. Namun jika peubah respon dari analisis regresinya berupa kategorik, maka analisis regresi yang digunakan adalah analisis regresi logit (Hosmer dan Lemeshow, 1989). Peubah kategori bisa merupakan suatu pilihan ya/tidak atau suka/tidak. Sedangkan peubah penjelas pada analisis regresi logit ini dapat berupa peubah kategori maupun numerik, untuk menduga besarnya peluang kejadian tertentu dari kategori peubah respon. Model logit diturunkan berdasarkan fungsi peluang logistik kumulatif yang dispesifikasikan sebagai berikut: Pi = F(Zi) = F(α+βXi) =
=
=
(2.1)
(2.2)
Peubah Pi/(1-Pi) dalam persamaan di atas disebut odds, yang sering juga diistilahkan dengan risiko atau kemungkinan, yaitu rasio peluang terjadi pilihan satu terhadap peluang terjadinya pilihan nol alternatifnya. Nilai Odds adalah suatu indikator kecenderungan seseorang menentukan pilihan satu. Jika persamaan (2.2) ditransformasikan dengan logaritma natural maka: = ln
→
ln
=
= α+βXi
(2.3)
Persamaan (3) ini menunjukan bahwa salah satu karakteristik penting dari model logit adalah bahwa model ini mentransformasikan masalah prediksi
21
peluang dalam selang (0;1) ke masalah prediksi log odds tentang kejadian (Y=1) dalam selang bilangan riil (Juanda, 2009).
2.8 Analisis Regresi Linear Berganda Pada regresi berganda (multiple regression model) dengan asumsi bahwa peubah tak bebas (respons) Y merupakan fungsi linier dari beberapa peubah bebas X1, X2, ... , Xk dan komponen sisaan ε (error). Model ini sebenarnya merupakan pengembangan model regresi sederhana dengan satu peubah bebas sehingga asumsi mengenai sisaan ε, peubah bebas X dan peubah tak-bebas Y juga sama. Persamaan model regresi liner berganda secara umum adalah sebagai berikut : Yi = β1X1i + β2X2i + β3X3i + ... + βkXki + εi
(2.4)
Subskrip i menunjukkan nomor pengamatan dari 1 sampai N untuk data populasi atau sampai n untuk data contoh (sample). Xki merupakan pengamatan ke-i untuk peubah bebas Xk . Koefisien β1 dapat merupakan intersep model regresi berganda. Untuk mendapatkan koefisien regresi parsial digunakan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square atau OLS). Metode OLS dilakukan dengan pemilihan parameter yang tidak diketahui sehingga jumlah kuadrat kesalahan pengganggu (Residual Sum of Square atau RRS) yaitu Σei 2 = minimum (terkecil). Pemilihan model ini didasarkan dengan pertimbangan metode ini mempunyai sifat-sifat karakteristik optimal, sederhana dalam perhitungan dan umum digunakan. Asumsi utama yang mendasari model regresi berganda dengan metode OLS adalah sebagai berikut (Firdaus, 2004) : 1. Nilai yang diharapkan bersyarat (Conditional Expected Value) dari εi tergantung pada Xi tertentu adalah nol. 2. Tidak ada korelasi berurutan atau tidak ada korelasi (non-autokorelasi) artinya dengan Xi tertentu simpangan setiap Y yang manapun dari nilai rataratanya tidak menunjukkan adanya korelasi, baik secara positif atau negatif. 3. Varians bersyarat dari € adalah konstan. Asumsi ini dikenal dengan nama asumsi homoskedastisitas. 4. Variabel bebas adalah nonstokastik yaitu tetap dalam penyampelan berulang jika stokastik maka didistribusikan secara independent dari gangguan €.
22
5. Tidak ada multikolinearitas antara variabel penjelas satu dengan yang lainnya. 6. € didistibusikan secara normal dengan rata-rata dan varians yang diberikan oleh asumsi 1 dan 2. Apabila semua asumsi yang mendasari model tersebut terpenuhi maka suatu fungsi regresi yang diperoleh dari hasil perhitungan pendugaan dengan metode OLS dari koefisien regresi adalah penduga tak bias linier terbaik (best linier unbiased estimator atau BLUE). Sebaliknya jika ada asumsi dalam model regresi yang tidak terpenuhi oleh fungsi regresi yang diperoleh maka kebenaran pendugaan model tersebut atau pengujian hipotesis untuk pengambilan keputusan dapat diragukan. Penyimpangan 2, 3, dan 5 memiliki pengaruh yang serius sedangkan asumsi 1,4, dan 6 tidak.
2.9 Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai dampak kenaikan harga BBM terhadap omzet dan pengeluaran konsumsi rumah Tangga di kota Bogor yang dilakukan oleh yang dilakukan oleh Rahmadini (2007). Penelitian dilakukan dengan menggunakan uji statistik berupa uji t terhadap pendapatan dan pengeluaran sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM serta analisis data kemudian dilakukan secara kualitatif dan dijabarkan dalam pendeskripsian. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa adanya kenaikan harga BBM berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pendapatan rumah tangga pengojeg motor. Sementara itu, kenaikan harga BBM berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga pengojeg motor. Analisis antara sistem transportasi, struktur kota dan
konsumsi BBM
diteliti oleh Mudjiastuti (2004). Mudjiastuti menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara struktur kota dengan konsumsi BBM, ada hubungan yang erat anatara transportasi terhadap konsumsi BBM dan truk merupakan indikator paling kuat. Analisis evaluasi kebijakan subsidi nonBBM yang dilakukan oleh Handoko (2005) menyimpulkan bahwa beban subsidi nonBBM lebih ringan dibandingkan dengan subsidi BBM. Secara total beban subsidi non-BBM relatif
23
stabil dari tahun ke tahun walaupun ada beberapa subsidi yang mengalami penurunan, akan tetapi ada juga subsidi yang mengalami kenaikan. Beban subsidi listrik, bunga kredit program, dan pangan mengalami penurunan pada 2006 sedangkan beban subsidi pupuk dan benih mengalami peningkatan. Analisis mengenai persoalan pada subsidi BBM yang dilakukan oleh Nugroho (2004) menyimpulkan bahwa secara akuntansi subsidi BBM tidak terdapat kaitan antara pendapatan dan penjualan minyak mentah dengan biaya yang dibutuhkan untuk menyediakan BBM di dalam negeri. Subsidi BBM telah berkembang melampaui kemampuan dari pendapatan ekspor minyak bumi untuk menanggung beban subsidi BBM tersebut. Oleh karena itu, secara bertahap subsidi BBM perlu dihapuskan.
2.10 Kerangka Pemikiran Operasional Krisis energi merupakan salah satu kabar yang melanda dunia saat ini. Krisis energi yang terjadi saat ini disebabkan oleh tingginya penggunaan sumber energi yang tidak terbarukan, terutama minyak bumi. Di sisi lain, kenaikan harga minyak dunia memberikan dampak yang sangat besar bagi Indonesia sejak status negara berubah menjadi net impotir karena konsumsi dan penurunan produksi BBM dalam negeri. Tingginya konsumsi yang tidak diimbangi dengan peningkatan produksi BBM, sehingga untuk mencukupi kebutuhan minyak dalam negeri dilakukan dengan cara impor. Harga jual BBM bersubsidi yang lebih murah jika dibandingkan dengan harga bahan bakar lainnya serta dibandingkan dengan negara berkembang lainnya menunculkan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Mencari keuntungan besar dengan menjual BBM bersubsidi dengan harga yang lebih tinggi. Hal ini tentu saja merugikan pemerintah karena nilai subsidi yang dikeluarkan oleh pemerintah akan meningkat yang akan menyebabkan defisit APBN. Dalam APBN, jumlah subsidi BBM diperkirakan dengan menggunakan asumsi-asumsi seperti asumsi harga minyak internasional dan asumsi penerimaan negara, sehingga tidak jarang terjadi perbedaan antara jumlah yang ditargetkan dengan jumlah subsidi yang terealisasi. Jumlah subsidi BBM yang terealisasi cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dalam jumlah nominal
24
maupun dalam presentasenya terhadap pengeluaran negara secara total. Harga minyak mentah dunia melonjak hingga US$ 120 per barel. Padahal dalam Anggaran Pendapatandan Belanja Negara (APBN) 2012, pemerintah menetapkan subsidi sebesar Rp 123 triliun dengan asumsi harga minyak US$ 90 per barel. Hal tersebut juga menyebabkan terjadinya defisit APBN. Kenaikan harga minyak dunia dan defisit APBN memaksa pemerintah untuk menurunkan subsudi BBM. Hal ini dianggap solusi untuk mengatasi defisit APBN yang besar untuk subsidi. Tidak dapat dipungkiri subsidi energi adalah subsidi yang paling besar dibandingkan dengan subsidi pendidikan dan subsidi pangan, subsidi pertanian dan subsidi lainnya. Penggurangan subsidi energi dalam hal ini adalah bahan bakar minyak (BBM) dilakukan dengan cara menaikkan harga jual di masyarakat. Jasa angkutan barang merespon kebijakan penggurangan subsidi BBM dengan berbagai tanggapan. Responden dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diduga akan memberikan respon positif terhadap kenaikan harga BBM. Responden dengan tingkat pendapatan yang lebih tinggi dianggap lebih mengerti tentang keadaan ekonomi Indonesia. Kenaikan harga BBM memberikan dampak secara langsung bagi jasa transportasi. Jasa transportasi angkutan penumpang juga angkutan barang karena jasa tersebut adalah pengguna subsidi BBM terbesar untuk jenis bensin. Berbagai macam respon dari pemilik usaha jasa angkutan barang perihal kenaikan harga BBM perlu dipertimbangkan. Oleh karena itu diperlukan analisis mengenai respon terhadap kenaikan harga BBM dan kesediaan membayar harga BBM dari pemilik usaha jasa angkutan barang. Diharapkan dengan analisis ini dapart dijadikan dasar dalam pengambilan kebijakan subsidi BBM. Secara ringkas kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 2.
25
Defisit anggaran belanja negara
Naiknya harga minyak dunia
Kebijakan menggurangi subsidi BBM Kenaikan harga BBM bersubsidi
Faktor-faktor yang memengaruhi respon dari pemilik jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM
Analisis Tabulasi Silang(Crosstab)
Analisis Regresi Logit
Kesediaan untuk membayar harga BBM
Penghitungan Willingness to Pay
Rekomendasi untuk kebijakan subsidi BBM
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
26
2.11
Hipotesis Penelitian Hipotesis dari variabel yang dianalisis adalah:
a. Willingness to pay; Rodriguez et al (2007) dalam penelitiannya mengenai willingness to pay for organic food in Argentina menyebutkan bahwa banyak konsumen mencari keamanan pangan dan bersedia membayar harga lebih tinggi untuk dapat sehat dan mengurangi risiko penyakit. Sehingga diduga nilai willingness to pay yang diperoleh akan lebih tinggi dibandingkan dengan harga yang berlaku sekarang. b. CC kendaraan; Menurut Maxensius dan tim penilitian ekonomi LIPI (2007) yang melakukan penelitian mengenai konsumsi dan transportasi, CC kendaraan secara signifikan berpengaruh positif terhadap konsumsi BBM. Semain besar CC kendaraan yang dimiliki maka akan semakin besar konsumsi BBM. Hal tersebut memengaruhi respon jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM. c. Omzet; Rahmadini (2007) dalam penelitiannya mengenai dampak kenaikan harga BBM menyebutkan bahwa kenaikan harga BBM berpengaruh negatif terhadap pendapatan tukang ojeg.
Sehingga variabel omzet akan
memengaruhi respon jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM.
27
III. METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah Jakarta dan Bogor. Pemilihan wilayah Jakarta dengan pertimbangan wilayah tersebut merupakan Ibu Kota Indonesia yang merupakan pusat berbagai aktivitas. Sedangkan wilayah Bogor merupakan wilayah pinggiran Jakarta yang berkembang dan termasuk dalam wilayah yang memiliki aktivitas yang tinggi. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2012.
3.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data skunder. Data primer mengenai kesediaan membayar dan respon dari pemilik usaha jasa transportasi angkutan barang jenis pick up yang menggunakan bahan bakar bersubsidi (premium), diperoleh melalui survei dengan menggunakan teknik wawancara yang dipandu oleh kuisioner. Survei yang dilakukan adalah survei mengenai kebijakan pemerintah terhadap BBM bersubsidi (premium) dengan respondennya adalah pemilik usaha jasa transportasi angkutan barang jenis pick up. Data Skunder dalam penelitian ini diperoleh dari PT Pertamina dan Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral.
3.3 Metode Pengumpulan Contoh Metode
pengambilan
sampel
data
primer
untuk
penelitian
ini
menggunakan metode Convenience Sampling (Accidental Sampling). Pemilihan teknik ini karena tidak semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk terpilih menjadi anggota responden. Di sisi lain, tidak ada informasi yang pasti mengenai jumlah dari usaha jasa mobil pick up yang khusus untuk disewakan dalam jasa angkutan barang di wilayah Jakarta dan Bogor. Dalam hal ini siapa saja pemilik usaha jasa transportasi angkutan barang jenis pick up yang
28
ditemui dan bersedia diwawancarai maka orang tersebut yang menjadi sampel. Sampel yang diwawancarai sebanyak 60 sampel.
3.4 Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan analisis secara kualitatif dan kuantitatif. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan program software Microsoft Excel 2007 dan SPSS version 16.0 for Windows.
3.4.1 Analisis Besaran Willingness To Pay Responden Terhadap Kenaikan Harga BBM Tahap-tahap dalam melakukan penelitian untuk menentukan WTP meliputi : 1. Membangun Pasar Hipotetis Setelah kuisioner selesai dibuat, maka dilakukan kegiatan pengambilan contoh. Hal ini dapat dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner sebagai panduan. Pasar hipotetis dalam penelitian ini dibentuk atas dasar kabar kenaikan harga BBM pada tanggal 1 April 2012. Kabar tersebut menimbulkan banyak respon dari masyarakat. Penelitian ini mengambil respon dari para pemilik jasa angkutan barang yang menggunakan bahan bahak premium yaitu mobil pick up di wilayah Jakarta dan Bogor. Jika pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk mengurangi subsidi BBM dengan menaikkan harga bahan bakar premium dengan alasan naiknya harga minyak dunia sehingga menyebabkan defisit APBN. Di sisi lain cadangan minyak bumi di dunia terutama di Indonesia yang semakin berkurang karena diekstraksi untuk keperluan minyak bumi dalam negeri. Penegeboran minyak bumi secara terus menerus akan berdampak pada habisnya cadangan minyak bumi yang dimiliki. Sehubungan dengan hal itu, akan ditanyakan apakah responden setuju dengan kenaikan harga BBM dan berapa besar nilai kesediaan membayar dari responden untuk kenaikan harga BBM tersebut? Apakah dengan harga BBM yang semakin mahal akan berdampak pada penngurangan penggunaan bahan bakar yang menyebabkan polusi?
29
2. Memperoleh Nilai WTP Teknik yang digunakan dalam mendapatkan nilai WTP dilakukan dengan metode pertanyaan terbuka (open-ended question). Metode ini dilakukan dengan menanyakan langsung kepada responden berapa jumlah maksimal uang yang ingin dibayarkan atas perubahan. Sehingga mendapatkan jawaban serta angka pasti yang sesuai dengan responden tanpa adanya pengaruh dari luar. 3. Menghitung Nilai Willingness to Pay Cara untuk menghitung besaran nilai WTP dengan melakukan nilai rata-rata dari penjumlahan keseluruhan nilai WTP dibagi dengan jumlah responden. Nilai WTP dibagi dengan rumus : WTP = ∑in Wi . Pfi
(2.5)
dimana: WTP = Dugaan WTP (Rupiah) Wi = Batas bawah WTP pada kelas ke- i Pfi = Frekuensi relatif kelas ke-i n = Jumlah kelas i = Sampel 4. Analisis Willingness to Pay Jasa Angkutan Barang terhadap Kenaikan Harga BBM. Faktor-faktor yang mempengaruhi WTP jasa angkutann barang terhadap kenaikann harga BBM dapat dianalisa dengan menggunakan model regresi linear berganda. Model regresi dalam penelitian ini adalah: WTPi = 0 + 1JTGi + 2PNDKi + 3OMZi + 4PBHi + 5CMi +
6FS i+ 7JMi+ εi
(2.6)
dimana: WTPi = Besaran kesediaan membayar (Rp. / liter)
0
= Intersep
1 , 2, 3,…, 10 = Koefisien dari regresi JTG
= Jumlah tanggungan dari responden (Orang)
PNDK = Tingkat pendidikan (“1” untuk SD, “2” untuk SMP, “3” untuk SMA)
30
OMZ
= Omzet per bulan (Jutaan Rupiah)
PBH
= Penggunaan BBM per hari (Liter)
CM
= CC mobil pick up (CC)
FS
= Frekuensi sewa per minggu
JM
= Jumlah mobil yang dimiliki (Mobil)
ε
= Galat Pengujian secara statistik perlu dilakukan untuk memeriksa kebaikan suatu
model yang telah dibuat. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Uji Kenormalan Pengujian normalitas residual dapat dilihat dari grafik normal P-P Plot. Apabila setiap pancaran data residual berada di sekitar garis lurus melintang, maka dikatakan bahwa residual mengikuti fungsi distribusi normal. Selain dengan metode grafik normal P-Plot, untuk memvalidasi data bahwa residual mengikuti distribusi normal, perlu dilakukan pengujian normalitas dengan statistic uji Kolmogorov-Smirnov, dimana apabila diperoleh p-value lebih besar dari taraf nyata, maka dapat disimpulkan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. 2. Uji Keragaman (R2 test) Uji keragaman digunakan untuk melihat sejauh mana besar keragaman yang dapat diterangkan oleh variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Uji ini juga digunakan untuk melihat seberapa kuat variabel yang dimasukkan ke dalam model dapat menerangkan model. Dua sifat R2 adalah besaran negatif dan batasnya antara nol sampai satu. Suatu R2 sebesar 1 berarti kecocokan sempurna sedangkan R2 yang bernilai nol berarti tidak ada hubungan antara variabel tak bebas dengan variabel yang menjelaskan.
3. Uji F Statistik Uji F digunakan untuk membuktikan secara statistik bahwa seluruh koefisien regresi juga signifikan dalam menentukan nilai dari variabel tak bebas. Untuk uji F hipotesis diuji adalah: H0 : β0 = β1 = … = βn = 0 H1 : minimal ada salah satu βi yang tidak sama dengan nol
31
Jika seluruh nilai sebenarnya dari parameter regresi sama dengan nol, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan linear antara variabel tak bebas dengan variabel-variabel bebas. 4. Uji Multikolinearitas Multikolinear adalah situasi adanya korelasi variabel-variebel bebas di antara satu dengan yang lainnya. Variabel-variabel bebas yang bersifat orthogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi di antara sesaman ya adalah nol. Jika korelasi di antara sesama variabel bebas ini sama dengan satu, maka konsekuensinya adalah koefisien-koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir, nilai standard error setiap koefisien menjadi tak terhingga. Gujarati (2006) menyatakan indikasi terjadinya multikolinearitas dapat terlihat melalui: a. Nilai R-squared yang tinggi tetapi sedikit rasio yang signifikan. b. Korelasi berpasangan yang tinggi antara variabel-variabel independennya. c. Melakukan regresi tambahan (auxiliary) dengan memberlakukan variabel independen sebagai salah satu variabel dependen dan variabel independen lainnya tetap diberlakukan sebagai variabel independen. 5. Uji Heteroskedastisitas Salah satu asumsi metode pendugaan metode kuadrat terkecil adalah homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan. Pelanggaran atas asumsi homoskedastisitas adalah heteroskedastisitas. Langkah-langkah pengujian heteroskedastisitas dengan uji white heteroskedastisitas sebagai berikut: H0 : tidak ada heteroskedastisitas H1 : ada masalah heteroskedastisitas Tolak H0 jika obs* R2 > λ2 df-2 atau probability obs* R2 < α Gejala heteroskedastisitas juga dapat dideteksi dengan melihat dari plot grafik hubungan antar residual dengan fits-nya. Jika pada gambar ternyata residual menyebar dan tidak membentuk pola tertentu, maka dapat dikatakan bahwa dalam model tersebut tidak terdapat gejala heteroskedastisitas atau ragam error sama.
32
6. Uji Autokorelasi Salah satu asumsi dari model regresi linier adalah bahwa tidak ada autokorelasi atau korelasi serial antara sisaan (εt), atau dengan kata lain sisaan menyebar bebas. Masalah autokorelasi sering terjadi dalam data time series, meskipun demikian masalah ini dapat juga dalam data cross section. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dapat digunakan metode grafik atau dengan menggunakan uji Durbin-Watson, yaitu dengan asumsi sebagai berikut: H0 : tidak ada autokorelasi H1 : ada autokorelasi Kriteria keputusan: tolak H0 bila nilai Durbin-Watson d
3.4.2
Analisis Respon Terhadap Kenaikan Harga BBM
3.4.2.1 Analisis Crosstab Tabulasi silang (crosstab) digunakan untuk menggambarkan jumlah data dan hubungan antar variabel. Selain itu, untuk menguji ada tidaknya hubungan antar variabel pengaruh dengan variabel terpengaruh dimana salah satu variabel minimal nominal dilakukan uji hipotesa. Crosstab digunakan untuk menyajikan deskripsi data dalam bentuk tabel silang yang terdiri atas baris dan kolam. Data input yang dimasukan dalam penggunaan crosstab adalah data nominal atau ordinal. Fungsi dari analisis crosstab adalah untuk menggambarkan jumlah data dan hubungan antarvariabel. Uji ketergantungan untuk crosstab pada statistik ditentukan melalui chi-square test dengan mengamati ada tidaknya hubungan antarvariabel yang dimasukan (baris dan kolam). Penentuan chi-square test menggunakan hipotesis yaitu: H0 : Faktor yang diuji tidak berhubungan nyata dengan respon responden H1 : Faktor yang diuji berhubungan nyata dengan respon responden Pengambilan keputusan dengan menggunakan nilai Asymp. Sig. (2-sided) yang terdapat pada chi square test. Apabila nilai Asymp. Sig. (2-sided) lebih dari α (taraf nyata) maka H0 diterima. Apabila nilai Asymp. Sig. (2-sided) kurang dari
33
α (taraf nyata) maka H0 ditolak yang artinya ada hubungan antara baris dan kolam (Wahana, 2007).
3.4.2.2 Analisis Model Logit Menentukan tingkat penerimaan responden terhadap pembayaran jasa lingkungan sebagai upaya konservasi dikumpulkan berupa data binner. Jika peubah respon dari analisis regresinya berupa kategorik, maka analisis regresi yang digunakan adalah analisis regresi logit (Hosmer dan Lemeshow, 1989). Peubah kategori bisa merupakan suatu pilihan ya/tidak atau suka/tidak. Sedangkan peubah penjelas pada analisis regresi logit ini dapat berupa peubah kategori maupun numerik, untuk menduga besarnya peluang kejadian tertentu dari kategori peubah respon. Data binner merupakan bentuk data yang menggambarkan pilihan “Ya atau Tidak”. Kondisi seperti ini, jenis penggunaan regresi yang sesuai untuk pemodelan adalah regresi logit. Hal yang membedakan model regresi logit dengan regresi biasa adalah peubah terikat dalam model bersifat dikotomi (Hosmer dan Lameshow, 1989). Bentuk fungsi ini model logit adalah :
pi Logit(pi) log e 1 pi
(2.7)
Logit(pi) = 0 + 1JTGi+ 2NDKi+ 3OMZi+ 4PBHi+ 5WTPi+ 6CMi+
7FSi+ 8JMi+ εi
(2.8)
dimana: Logit(pi) = Peluang responden Setuju dengan kenaikan harga BBM (bernilai 1 untuk “setuju” dan bernilai 0 untuk “tidak setuju”)
0
= Intersep
1 , 2, 3,…, 10 = Koefisien dari regresi JTG
= Jumlah tanggungan dari responden (Orang)
PNDK = Tingkat pendidikan (“1” untuk SD, “2” untuk SMP, “3” untuk SMA) OMZ
= Omzet per bulan (Jutaan Rupiah)
PBH
= Penggunaan BBM per hari (Liter)
34
WTP
= Kesediaan membayar (Rupiah/ liter)
CM
= CC mobil pick up (CC)
FS
= Frekuensi sewa per minggu
JM
= Jumlah mobil yang dimiliki (Mobil)
ε
= Galat Pengujian terhadap parameter model dilakukan untuk memeriksa kebaikan
model. Uji statistik yang dilakukan adalah dengan menggunakan statistik Odds Ratio. Pengertian dari Odd Ratio adalah Rasio peluang terjadi pilihan-1 terhadap peluang terjadi pilihan-0 (Juanda, 2009). Koefisien bertanda positif menunjukan nilai odds ratio yang lebih besar dari satu, hal tersebut mengindikasikan bahwa peluang kejadian sukses lebih besar dari peluang kejadian tidak sukses. Sedangkan koefisien yang bertanda negatif mengindikasikan bahwa peluang kejadian tidak sukses lebih besar dari peluang kejadian sukses.
3.5 Variabel dan Definisi Operasional Variabel yang akan dimasukan ke dalam regresi dan diduga berpengaruh terhadap respon kenaikan harga BBM adalah: 1. Variabel terikat (dependent) yang digunakan memiliki nilai nol “0” dan satu “1”. Nilai nol “0” mewakili jawaban responden yang tidak setuju dengan kenaikan harga BBM. Nilai satu “1” mewakili jawaban responden yang setuju dengan kenaikan harga BBM. 2. Variabel jumlah tanggungan diduga akan memengaruhi respon dari pemilik usaha jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM. Dikarenakan jumlah tanggungan terkait dengan besarnya pengeluaran responden setiap hari, semakin besar jumlah tanggungan maka akan semakin tidak setuju dengan kenaikan harga BBM yang pasti berdampak pada kenaikan harga kebutuhan sehari-hari. 3. Variabel tingkat pendidikan diduga memengaruhi respon dari pemilik usaha jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM karena dengan tingginya pendidikan
seseorang
dapat
membuat
orang
tersebut
mengetahui
perkembangan ekonomi sehingga bersedia membayarkan harga BBM lebih tinggi dari harga sekarang dan setuju dengan kenaikan harga BBM.
35
4. Variabel omzet juga diduga akan memengaruhi respon dari pemilik usaha jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM, semakin besar omzet seseorang maka akan semakin besar peluang untuk setuju terhadap kenaikan harga BBM. 5. Variabel penggunaan BBM per hari diduga akan memengaruhi respon dari pemilik usaha jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM. Semakin besar penggunaan BBM per hari maka akan semakin meningkatkan pengeluaran akan alokasi dana untuk bahan bakar. Hal tersebut akan menyebabkan semakin besar penggunaan BBM per hari maka responden semakin tidak bersedia membayar kenaikan harga BBM. Sehingga semakin besar penggunaan BBM per hari semakin tidak setuju dengan kenaikan harga BBM. 6. Variabel besaran kesediaan membayar atau willingness to pay (WTP) oleh responden diduga sangat kuat merpengaruhi respon dari pemilik usaha jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM. Semakin besar kesediaan membayar (WTP) maka peluang untuk setuju terhadap kenaikan harga BBM akan semakin besar. Kesediaan membayar yang lebih tinggi dapat disebabkan tingkat pendidikan atau pengetahuan akan keadaan perekonomian negara Indonesia. 7. Variabel CC mobil diduga akan memengaruhi respon dari pemilik usaha jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM. Semakin besar CC mobil maka akan semakin boros dalam penggunaan bahan bakarnya. 8. Variabel frekuensi sewa per minggu diduga akan memengaruhi respon dari pemilik usaha jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM. Semakin banyak sewa maka akan semakin besar omzet dan akan memberikan peluang yang lebih besar untuk setuju terhadap kenaikan harga BBM. 9. Variabel jumlah mobil diduga akan memengaruhi respon dari pemilik usaha jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM. Semakin banyak mobil yang dimiliki responden maka semakin setuju karena semakin banyak jumlah mobil yang dimiliki mengindikasikan tingkat kemakmuran atau tingkat pendapatan yang lebih tinggi.
36
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Angkutan Barang (Mobil Pick Up) yang Berbahan Bakar Premium di Jakarta dan Bogor Angkutan darat, udara dan laut memiliki kelebihan dan kekurangan dalam melakukan pengangkutan terutama dalam pengangkutan barang dalam jumlah besar. Jarak tempuh yang dekat akan lebih murah dalam biaya pengangkutan barang jika menggunakan angkutan darat. Waktu yang perlu ditempuh dengan menggunakan angkutan darat juga lebih efisien jika yang ditempuh adalah jarak dekat dibandingkan dengan angkutan laut dan udara. Angkutan darat memiliki kelebihan yaitu cocok untuk pengangkutan barang dalam jumlah banyak jika yang ditempuh adalah jarak tempuh yang dekat. Sektor transportasi merupakan konsumen bahan bakar bersubsidi yang paling besar. Jika terjadi kenaikan harga bahan bakar maka akan memberikan dampak yang besar dalam sektor transportasi. Angkutan umum penumpang dan barang akan menaikkan tarif angkutannya. Tarif angkutan penumpang secara resmi ditentukan oleh Dinas Perhubungan (Dishub). Angkutan barang untuk darat dengan menggunakan truk dan mobil pick up tidak memiliki ketetapan tarif dari Dinas Perhubungan (Dishub). Wilayah Jakarta dan Bogor merupakan wilayah dengan aktivitas masyarakatnya yang tinggi. Sehingga membutuhkan transportasi untuk angkutan penumpang maupun angkutan barang. Hal tersebut yang menyebabkan banyaknya masyarakat yang menggunakan jasa penyewaan truk dan mobil pick up untuk mengangkut barang. Sehingga usaha sewa angkutan barang di wilayah Jakarta dan Bogor menjadi banyak. Hal yang membedakan truk dengan mobil pick up adalah bahan bakar dan kapasitas muatan. Truk menggunakan bahan bakar solar sedangkan pick up menggunakan bahan bakar jenis premium. Truk memiliki kapasitas muatan yang lebih besar dibandingkan dengan mobil pick up. Responden usaha jasa penyewaan mobil pick up yang digunakan untuk mengangkut barang adalah usaha yang tidak memiliki rental resmi atau kios
37
khusus penyewaan mobil. Pangkalan penyewaan mobil pick up banyak terdapat di Jakarta dan Bogor, beberapa pemilik usaha yang meyewakan mobil pick up di pangkalan inilah yang menjadi responden. Lokasi pangkalan yang menjadi tempat penelitian dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Lokasi Penelitian dan Distribusi Responden Jasa Angkutan Barang terhadap Kenaikan Harga BBM No.
Lokasi Jasa Usaha Angkutan Barang
Jumlah Responden
1.
Pasar Tanah Abang, Jakarta
3
2.
Darmawangsa, Jakarta
11
3.
Adiyaksa, Lebak Bulus, Jakarta
2
4.
Pasar Kebayoran Lama, Jakarta
9
5.
Pasar Cibinong, Bogor
3
6.
Hotel Duta Berlian, Bogor
2
7.
Sindang Barang, Bogor
8
8.
Pasar Induk Kemang Bogor
9
9.
Jalan Yasmin, Bogor
2
10.
Pasar Bogor
5
11.
Pasar Anyar, Bogor
1
12.
Jalan Cipaku, Bogor
5
Total Responden
4.1.1
60
Karakteristik Responden Berdasarkan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM Respon pengusaha jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM,
diperoleh sebanyak 60 responden yang dimintai pendapatnya mengenai kenaikan harga BBM , sebanyak 25 responden (41, 67 persen) menyatakan tidak setuju dengan kenaikan harga BBM dan 35 responden (58,33 persen) menyatakan setuju dengan kenaikan harga BBM. Responden yang tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM memiliki alasan yang sama. Mereka khawatir dengan kenaikan harga semua barang terutama harga kebutuhan pokok sehari-hari serta biaya perawatan mobil yang mereka gunakan untuk usaha sewa jasa angkutan barang. Sedangkan responden yang setuju dengan kenaikan harga BBM tidak serta merta begitu saja setuju dengan kenaikan harga BBM tetapi, mereka mengajukan beberapa syarat, diantaranya: (i) tidak boleh adanya kelangkaan BBM atau tidak sulit untuk
38
memperoleh BBM; (ii) naiknya harga barang-barang kebutuhan pokok
tidak
terlalu tajam; (iii) diringankannya biaya pengobatan di rumah sakit; (iv) diringinkannya biaya sekolah; (v) tidak diberlakukannya Bantuan Langsung Tunai (BLT) atau Bantuan Langsung Sementara (BLS). Mereka tidak setuju dengan adanya BLT atau BLS karena tidak semua rakyat miskin yang menikmati, sebaliknya yang terjadi adalah korupsi dana BLT atau BLS oleh aparat negara yang bersangkutan.
Gambar 3. Distribusi Responden Berdasarkan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM Pemilik jasa sewa angkutan barang yang setuju lebih besar dibandingkan dengan pemilik yang tidak setuju. Pemilik yang setuju dengan kenaikan harga BBM tidak terlalu mempedulikan kenaikan haraga BBM. Apabila harga BBM naik dalam hal ini adalah premium maka, pengusaha jasa sewa angkutan barang akan menaikan tarif atau harag sewa mereka kepada pelanggan. Kenaikkan harga sewa tersebut merupakn beban yang ditanggung oleh pelanggan karena kenaikan harga BBM. Usaha sewa angkutan barang tidak memiliki penetapan tarif dari Dinas Perhubungan (Dishub) setempat. Penetapan tarif yang diberlakukan merupakan tarif yang ditawarkan kepada pelanggan berdasarkan perhitungan pemilik usaha sendiri. 4.1.2
Karakteristik rersponden Berdasarkan Besaran Kesediaan Membayar Harga BBM Kesediaan membayar dari responden yang diwawancarai berbeda-beda
tetapi, besaran kesediaan membayar responden selalu kelipatan Rp 500. Besaran kesediaan membayar responden adalah Rp 4.500, Rp 5.000, Rp 5.500 dan Rp
39
6.000. Walaupun pada kenyataanya para responden telah mengetahui bahwa pemerintah akan menaikan harga premium dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.000. kabar tersebut mereka dapatkan dari media cetak dan media elektronik.
Gambar 4. Distribusi Responden Berdasarkan Kesediaan Membayar BBM Per Liter Kesediaan membayar dengan harga Rp 5.000 menjadi jawaban mayoritas responden. Alasan mereka adalah agar mudah dalam penghitungan dan pembulatan jika membeli bahan bakar. Besaran kesediaan membayar Rp 5.000 tidak terlalu jauh dari harga premium saat ini yaitu Rp 4.500 dan ini dirasa relevan oleh responden yang rata-rata beromzet rendah. Tidak ada dari responden yang menyatakan kesediaan membayar lebih besar dari harga Rp 6.000 atau lebih dari harga pertamax saat ini. Apabila harga premium sama dengan harga pertamax maka, responden akan pindah menjadi pengguna pertamax, karena pertamax memiliki kualitas yang lebih bagus dibandingkan dengan premium.
Tabel 6. Hubungan Antara Kesediaan Membayar dengan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM Respon Terhadap Kenaikan Harga BBM Respon
Kesediaan Membayar (Rupiah)
Total
4.500
5.000
5.500
6.000
Tidak Setuju
8
13
4
0
25
Setuju
3
14
8
10
35
Total
11
27
12
10
60
40
Hubungan kesediaan untuk membayar dengan respon terhadap kenaikan harga BBM memiliki kecenderungan. Semakin tinggi kesediaan membayar maka akan semakin setuju dengan kenaikan harga BBM. Hal ini disebabkan oleh tingkat omzet dan tingkat pendidikan yang berbeda.
4.1.3
Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan pengusaha jasa angkutan barang sebagian besar adalah
Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat. Sebagian dari responden adalah mereka yang telah pensiun dari pekerjaan sebelumnya. Sehingga mereka memutuskan untuk berwirausaha di bidang usaha ini.
Gambar 5. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Respon terhadap kenaikan harga BBM berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan responden disajikan pada Tabel 7. Semakin rendah tingkat pendidikan semakin tidak setuju dengan kenaikan harga BBM. Sebaliknya, semakin tinggi pendidikan maka responnya semakin setuju dengan kenaikan harga BBM. Hal tersebut disebabkan oleh tingkat pengetahuan yang semakin tinggi terhadap perekonomian dan situasi di negara. Tabel 7. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dengan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM Respon Terhadap Kenaikan Harga BBM Respon
Tingkat Pendidikan
Total
SD
SMP
SMA
Tidak Setuju
3
10
12
25
Setuju
0
9
26
35
Total
3
19
38
60
41
4.1.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Jumlah tanggungan sebanyak tiga orang merupakan nilai yang paling tinngi atau dengan kata lain kebanyakan dari responden memiliki tiga orang tanggungan. Sebagai rincian sebanyak dua anak dan satu orang istri. Jumlah tanggungan yang beragam juga membuat pengeluaran rumah tangga yang beragam. Terutama biaya sekolah anak untuk respon yang memiliki anak usia sekolah. Serta ditambah dengan kebutuhan sehari-harinya yaitu kebutuhan untuk makan. Semakin banyak jumlah tanggungan semakin banyak kebutuhan akan makan sehari-hari. Hal inilah yang perlu diperhatikan dalam omzet dan pengeluaran dari rumah tangga pemilik usaha jasa angkutan barang.
Gambar 6. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Hubungan jumlah tanggungan dengan respon pemilik usaha jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM dapat dilihat pada Tabel 8. Hubungan antara jumlah tanggungan dan respon tidak memiliki hubungan. Hal ini disebabkan latar belakang dan karakteristik responden yang berbeda-beda seperti tingkat pendidikan, tingkat omzet, jumlah mobil yang dimiliki, dan karakteristik lainnya. Tabel 8. Hubungan Antara Jumlah Tanggungan dengan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM Respon Terhadap Kenaikan Harga BBM Respon
Jumlah Tanggungan (Orang)
Total
1-2
3-4
5-6
7-8
Tidak Setuju
2
16
7
0
25
Setuju
7
18
9
1
35
9
34
16
1
60
Total
42
4.1.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Usaha Jasa Angkutan Barang dengan Mobil Pick Up Usaha jasa angkutan barang bukan usaha yang terbilang baru, hal ini terbukti dari lamanya usaha yang dijalani oleh para penyewa mobil pick up. Sekarang ini usaha tersebut sudah mulai menjamur di wilayah Jakarta dan sekitarnya, termasuk Bogor. Wilayah Jakarta yang terdapat banyak usaha jasa sewa angkutan barang (mobil pick up) adalah wilayah Jakarta Selatan. Banyaknya usaha di bidang ini disebabkan sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan di sektor formal dan modal usaha yang tidak terlalu besar.
Gambar 7. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Usaha Jasa Angkutan Barang dalam Tahun Hubungan antara lama usaha dengan respon yang disajikan pada Tabel 9 tidak memiliki kecenderungan. Semakin lama usaha tidak memengaruhi respon untuk setuju atau tidak setuju dengan kenaikan harga BBM. Lama usaha tidak memengaruhi pemakaian bahan bakar dan omzet secara langsung. Tabel 9. Hubungan Antara Lama Usaha dengan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM Respon Terhadap Kenaikan Harga BBM Respon
Lama Usaha (Tahun)
Total
1-6
7-12
13-18
19-24
25-30
31-36
Tidak Setuju
5
2
4
2
6
6
25
Setuju
8
9
4
8
4
2
35
13
11
8
10
10
8
60
Total
43
4.1.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Mobil Pick Up yang Dimiliki Sebagian besar pengusaha di bidang sewa jasa angkutan barang hanya memiliki satu buah mobil sehingga omzet mereka hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Banyaknya mobil berbanding lurus dengan besarnya jumlah omzet dan jumlah pengeluaran tiap bulannya.
Gambar 8. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Mobil yang Dimiliki Hubungan jumlah mobil dengan respon terhadap kenaikan harga BBM dapat dilihat dari Tabel 10. Kepemilikan mobil pick up tidak memengaruhi respon untuk setuju atau tidak setuju dengan kenaikan harga BBM. Responden dengan jumlah mobil lebih dari satu mobil memiliki respon setuju dengan kenaikan harga BBM. Responden dengan kepemilikan mobil pick up hanya satu memiliki respon yang hampir sama antara setuju dan tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM. Hal ini disebabkan perbedaan yang dimiliki setiap responden seperti pendidikan, jumlah tanggungan, omzet dan karakteristik lainnya. Tabel 10. Hubungan Antara Jumlah Mobil Pick Up yang Dimiliki dengan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM Respon Terhadap Kenaikan Harga BBM Respon
Jumlah Mobil Yang Dimiliki (Unit)
Total
1
2
3
Tidak Setuju
25
0
0
25
Setuju
32
2
1
35
57
2
1
60
Total
44
4.1.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Merk Mobil Pick Up Merk mobil yang digunakan untuk usaha jasa angkutan barang tidak banyak merknya. Mobil yang digunakan untuk usaha di bidang ini hanya ada empat merk, yaitu Mitsubishi, Suzuki, Toyota dan Daihatsu. Terdapat perbedaan antara pemilik usaha jasa angkutan di Jakarta dengan di Bogor, untuk daerah Jakarta sebagian besar mobil yang disewakan adalah merk mobil Toyota dan Mitsubishi, sedangkan untuk daerah Bogor sebagian besar mobil yang disewakan adalah merk Suzuki.
Gambar 9. Distribusi Responden Berdasarkan Merk Mobil Yang Dimiliki Responden Hubungan antara merk mobil dengan respon kenaikan harga BBM tidak memiliki kecenderungan. Kesimpulan dari Tabel 11 adalah untuk mobil dengan merk Mitsubishi lebih banyak yang merespon setuju, untuk mobil dengan merek Toyota lebih banyak yang merespon tidak setuju, untuk mobil dengan merk Suzuki lebih banyak yang merespon setuju dan untuk modil dengan merk Daihatsu lebih banyak yang merespon setuju terhadap kenaikan harga BBM. Tabel 11. Hubungan Antara Merk Mobil Pick Up dengan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM Respon Terhadap Kenaikan Harga BBM Respon
MerkMobil
Total
Mitsubishi
Toyota
Suzuki
Daihatsu
Tidak Setuju
8
9
6
2
25
Setuju
11
5
14
5
35
19
14
20
7
60
Total
45
4.1.8 Karakteristik Responden Berdasarkan CC Mobil Pick Up Mobil pick up memiliki CC yang berbeda-beda dan memengaruhi penggunaan bahan bakar mobil. Semakin besar CC semakin boros penggunaan bahan bakarnya. Mobil pick up dengan berbagai merk sebagian besar memiliki CC sebesar 1500.
Gambar 10. DistribusiResponden Berdasarkan CC Mobil Yang Dimiliki Mobil pick up dengan CC yang berbeda-beda tidak memiliki kecenderungan terhadap respon kenaikan harga BBM. Semakin besar CC mobil maka semakin boros terhadap penggunaan bahan bakar tetapi, untuk saat ini pengguanaan bahan bakar juga ditentukan oleh mesin dari kendaraan. Hal tersebut tidak menjadi pertimbangan bagi sebagian besar responden terhadap kenaikan harga BBM. Penggunaan BBM per hari ditentukan oleh sewa jasa angkutan barang tersebut. Tabel 12. Hubungan Antara CC Mobil Pick Up dengan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM Respon Terhadap Kenaikan Harga BBM Respon
CC Mobil
Total
1200
1300
1400
1500
1600
Tidak Setuju
2
4
2
12
5
25
Setuju
3
7
3
20
2
35
5
11
5
32
7
60
Total
46
4.1.10 Karakteristik Responden Berdasarkan Frekuensi Penyewaan Mobil Pick Up Jasa Angkutan Barang Per Minggu Usaha penyewaan jasa angkutan barang dengan menggunakan mobil pick up sama seperti usaha-usaha jasa penyewaan jenis lainnya, terkadang banyak yang menyewa tetapi, terkadang usaha ini juga sepi akan sewa. Hal ini disebabkan frekuensi sewa per minggu yang tidak tetap maka, mereka mengambil hitungan rata-rata mereka melayani sewa per minggunya.
Gambar 11. Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Sewa Mobil Per Minggu Jumlah sewa untuk setiap mobil pick up per minggu bervariasi, semakin sedikit sewa per minggu maka kecenderungan untuk menolak atau tidak setujuk dengan kenaikan harga BBM. Sedangkan mobil pick up dengan jumlah frekuensi sewa yang lebih banyak untuk per minggunya maka, akan semakin setuju terhadap kenaikan harga BBM. Terkadang jumlah sewa banyak untuk jarak dekat menghasilkan omzet yang sama banyak dengan sewa sedikit untuk jarak jauh. Tabel 13. Hubungan Antara Frekuensi Sewa Per Minggu dengan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM Respon Terhadap Kenaikan Harga BBM Respon
Frekuensi Sewa Per Minggu
Total
1-3
4-6
7-9
10-12
13-15
Tidak Setuju
12
11
1
0
1
25
Setuju
6
18
4
5
2
35
18
29
5
5
3
60
Total
47
4.1.11 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Omzet Besarnya omzet dari usaha di bidang sewa jasa angkutan barang dengan mobil pick up tidak menentu. Responden menyebutkan rata-rata omzet mereka untuk satu bulan. Omzet mereka ditentukan oleh berapa jauh jarak yang ditempuh serta banyak mereka melayani pelanggan untuk sewa mobil mereka.
Gambar 12. DistribusiResponden Berdasarkan Tingkat Omzet Hubungan antara tingkat omzet dengan respon dari pemilik usaha jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM memiliki kecenderungan. Respon positif ditunjukan dengan semakin tinggi tingkat omzet maka akan semakin setuju dengan kenaikan harga BBM. Sebaliknya yang terjadi dengan responden dengan tingkat omzet yang rendah. Tabel 14. Hubungan Antara Tingkat Omzet dengan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM Respon Terhadap
Total
≤1.0
1.1-2.0
2.1-3.0
3.1-4.0
>5.0
Tidak Setuju
2
11
6
6
0
25
Setuju
1
11
11
9
3
35
3
22
17
15
3
60
Kenaikan Harga BBM Respon
Omzet (Ratus Ribuan Rupiah)
Total
4.1.12 Karakteristik Responden Berdasarkan Penggunaan Bahan Bakar Premium Per Hari Penggunaan bahan bakar premium per hari tergantung dari ada atau tidaknya sewa pada hari itu tetapi, dalam wawancara responden menyebutkan
48
rata-rata penggunaan premium per hari. Banyaknya sewa untuk setiap responden berbeda-beda hal ini yang menyebabkan perbedaan dalam jumlah premium yang digunakan per harinya.
Gambar 13. Distribusi Responden Berdasarkan Pemakaian BBM Per Hari dalam Liter Hubungan pemakaian BBM (premium) per hari dengan respon dari pemilik usaha jasa angkutan barang memiliki kecenderungan. Semakin banyak pemakaian BBM per hari maka semakin setuju teradap kenaikan harga BBM. Hal ini disebabkan semakin banyak penggunaan BBM per hari mengindikasikan semakin banyak sewa untuk jasa ini per harinya. Terkadang jumlah pemakain bahan bakar per harinya juga ditentukan jenis dari mesin kendaraan. Sewa yang semakin banyak tersebut akan menjadikan tingkat omzet yang yang lebih tinggi. Sehingga akan memiliki kemampuan untuk membayar harga BBM yang lebih tinggi. Tabel 15. Hubungan Antara Pemakaian BBM Per Hari dengan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM Respon Terhadap ≤10
11-14
15-18
19-22
23-26
27-30
Total
Tidak Setuju
10
5
7
3
0
0
25
Setuju
7
7
10
7
2
2
35
17
12
17
10
2
2
60
Kenaikan Harga BBM Respon
Pemakaian BBM (Liter Per Hari)
Total
49
4.2 Analisis Willingness to Pay Jasa Angkutan Barang Terhadap Kenaikan Harga BBM Pendekatan dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis WTP responden terhadap kenaikan harga BBM terutama harga bahan bakar premium. Pemilik dari jasa angkutan barang dengan mobil pick up yang menggunakan bahan bakar premium di wilayah Jakarta dan Bogor yang menjadi responden dalam penelitian ini. 1. Memperoleh Nilai WTP Berdasarkan pertanyaan untuk besaran nilai yang bersedia dibayar untuk kenaikan harga BBM dalam kuisioner maka diperoleh nilai yang terlalu bervariasi karena besaran nilai dari jawaban responden terdiri dari kelipatan Rp 500 per liter. Adapun besaran nilai yang bersedia dibayarkan adalah Rp 4.500, Rp 5.000, Rp 5.500 dan Rp 6.000. Besaran dari nilai ini juga dipengaruhi oleh kabar akan kenaikan harga premium sebesar Rp 6.000 oleh pemerintah sehingga menyebabkan responden enggan untuk membayar lebih tinggi dari Rp 6.000 atau lebih tinggi dari harga bahan bakar Pertamax. 2. Menghitung Nilai WTP Nilai WTP responden dihitung berdasarkan data distribusi WTP responden dan dengan menggunakan rumus (4). Data distribusi WTP responden dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Penghitungan Nilai WTP untuk Kenaikan Harga BBM Per Liter No.
WTP (Rupiah)
Frekuensi
Frekuensi Relatif
Jumlah (Rupiah)
1.
5.000
27
0,6
2.755,1
2.
5.500
12
0,2
1.234,6
3.
6.000
10
0,2
1.346,9
49
1,0
5.336,7
Total
Responden secara umum bersedia membayar harga premium tetapi dengan syarat tidak akan terjadi kelangkaan premium. Mudah untuk mendapatkan premium merupakan hal yang penting bagi responden. Jika terjadi kelangkaan
50
atau kesulitan
mendapatkan Premium, maka responden tidak setuju dengan
kenaikan harga premium. Pada kenyataanya banyak responden yang setuju dengan kenaikan harga BBM, hal ini dapat dilihat dari Tabel 16 hasil WTP. Kelas WTP responden diperoleh dengan menentukan terlebih dahulu nilai terkecil sampai nilai terbesar WTP. Diperoleh nilai WTP sebesar Rp 5.336,7 per liter premium. Jika rencana pemerintah menaikkan harga premium dari harga Rp 4.500 menjadi Rp 6.000 dengan kenaikan harga sebesar Rp 1.500 maka, willingness to pay pemilik jasa angkutan barang sebesar hanya 55,7 persen dari rencana kenaikan harga premium oleh pemerintah. Willingness to pay yang tidak terlalu besar ini dikarenakan omzet jasa angkutan barang yang tidak tetap untuk setiap bulannya, tergantung terhadap banyaknya sewa dan jarak yang ditempuh. Tidak adanya ketetapan tarif yang dipatok menjadi kendala, terkadang pelanggan melakukan tawar-menawar tarif sewa jasa angkutan barang. Pemilik jasa angkutan barang dengan willingness to pay tersebut mengharapkan agar tidak terjadi kesulitan atau kelangkaan untuk mendapatkan premium. Harga per liter premium saat ini adalah Rp 4.500 sedangkan, nilai willingness to pay dari pemilik jasa sewa angkutan barang sebesar Rp 5.336,7 per liter premium. Nilai willingness to pay yang lebih besar dibandingkan dengan harga saat ini memiliki pengertian bahwa responden setuju dengan kenaikan harga BBM. Jika pemerintah menaikkan harga per liter premium sebesar Rp 5.500, bukan masalah bagi responden karena nilai tersebut tidak berbeda jauh dengan nilai willingness to pay. Nilai tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan pemerintah jika nantinya jadi untuk menaikkan harga BBM untuk jenis premium. 3. Kurva WTP dari Jasa Angkutan Barang terhadap Kenaikan Harga BBM Tabel 17 menggambarkan distribusi willingness to pay dengan jumlah responden usaha jasa angkutan barang yang besedia membayar premium per liter di atas harga yang berlaku. Sehingga dapat diketahui berapa banyak responden yang memiliki WTP yang lebih tinggi. Dari tabel tersebut maka kita dapat mengetahui bentuk dari kurva permintaan premium yang digunakan sebagai bahan bakar jasa angkutan barang.
51
Tabel 17. Distribusi Responden dengan Nilai Willingness to Pay Jasa Angkutan Barang terhadap Kenaikan Harga BBM No. WTP (Rupiah) Frekuensi 1.
5.000
27
2.
5.500
12
3.
6.000
10
Total
49
Kurva permintaan dari jumlah responden yang bersedia membayar dapat dilihat pada Gambar 14. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa hubungan antara besar harga yang bersedia dibayarkan untuk per liter premium berbanding terbalik dengan jumlah responden yang bersedia membayar. Semakin besar harga premium per liter maka akan semakin sedikit responden yang bersedia. Kurva yang didapat dari penelitian mengenai willingness to pay jasa angkutan barang terhadap BBM per liter sesuai dengan hukum permintaan (demand). Jika harga mengalami penurunan maka jumlah yang diminta akan meningkat.
Harga Premium (Rp./liter)
6.000
5.500
5.000
Permintaan D
10
12
27
Jumlah Responden
Gambar 14. Kurva Permintaan dari Jumlah Responden yang Bersedia Membayar Premium Per Liter Kenaikan harga premium per liter akan diikuti dengan kenaikkan tarif oleh jasa angkutan barang. Kenaikkan tarif yang tidak sama dikarenakan tidak ada keputusan resmi dari Dinas Perhubungan (Dishub). Tarif yang ditetapkan oleh jasa angkutan barang disesuaikan dengan kenaikkan harga premium. Kenaikan
52
harga premium per liter diklasifikasikan menjadi tiga kelas yaitu sebesar Rp. 500, Rp. 1.000 dan Rp. 1.500.
Setiap kelas atau setiap kenaikan harga premium
memiliki kenaikan tarif untuk jasa angkutan barang yang berbeda-beda Tabel 18. Rencana Kenaikkan Tarif Jasa Angkutan Barang Wilayah Jakarta dan Bogor 2012 Besaran Rencana Kenaikan
Harga Premium Jika
Presentase Kenaikan
Harga Premium
Terjadi Kenaikan Harga
Tarif Rata-Rata (Persen)
(Rupiah/Liter)
(Rupiah/Liter)
500
5.000
22,72
1.000
5.500
43,58
1.500
6.000
72,50
Pada Tabel 18, presentase kenaikaan tarif rata-rata diperoleh dari seluruh jawaban responden secara terbuka terhadap besaran tarif yang akan ditetapkan jika terjadi kenaikan harga premium per liter. Responden bebas menentukan jawaban atas pertanyaan kenaikan tarif, tanpa ada campur tangan dari pihak lain. Jasa angkutan barang merupakan usaha pribadi yang tidak ada peraturan khusus terhadap tarif dan wilayah usaha. Kenaikan tarif tersebut berlaku untuk jarak jauh ataupun jarak dekat.
4. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Besaran Nilai Willingness to Pay Angkutan Barang terhadap Kenaikan Harga BBM Analisis ini menggunakan metode analisis regresi linear berganda dengan menggunakan aplikasi SPSS version 16.0. Pengujian secara statistik perlu dilakukan untuk memeriksa kebaikan suatu model yang telah dibuat. Hasil pengolahan data pada Tabel 19 menunjukkan bahwa nilai R2 adalah 0,408 yang artinya 40,8 persen keragaman nilai WTP dapat dijelaskan oleh masing-masing variabel bebas yang ada dalam model. Selain itu, tidak ada pelanggaran asumsi autokorelasi yang terjadi pada setiap persamaan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Durbin-Watson yang mendekati 2. Untuk uji kenormalan didapatkan nilai p-value sebesar 0,412 yang lebih besar dari alpha 10 persen maka asumsi untuk kenormalan terpenuhi. Sedangkan untuk asumsi heteroskedastisitas didapatkan nilai p-value sebesar 0,325 yang lebih besar dari alpha 10 persen maka terima H0
53
yang artinya homoskedastisitas. Apabila semua asumsi yang mendasari model tersebut terpenuhi maka suatu fungsi regresi yang diperoleh dari hasil perhitungan pendugaan dengan metode OLS dari koefisien regresi adalah penduga tak bias linier terbaik (best linier unbiased estimator atau BLUE). Berdasarkan hasil analisis faktor-faktor yang memengaruhi willingness to pay jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM, maka diperoleh model regresi linear berganda yaitu model (4.1).
WTPi = 3450,59 + 13,37 JTGi + 71,98 PNDKi + 158.44 OMZi + 14,67PBHi + 0,68CMi + 17,33 FS i - 237,20JMi
(4.1)
Tabel 19. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Besaran WTP Jasa Angkutan Barang di Jakarta dan Bogor terhadap Kenaikan Harga BBM Tahun 2012 Variabel Koefisien p-value Intersep
3450,59
0,000
71,98
0,741
158.44
0,025
Jumlah Tanggungan
13,37
0,757
Penggunaan BBM per Hari
14,67
0,256
Frekuensi Sewa
17,33
0,501
-237,20
0,374
0,68
0.152
Tingkat Pendidikan Omzet
Jumlah Mobil CC Mobil R2 = 0,408
Fhitung = 1,190
Durbin-Watson = 1,744
Tabel 19 menunjukan bahwa faktor omzet yang memengaruhi besaran dari willingness to pay jasa angkutan barang. Nilai dari p-value sebesar 0,025 yang lebih kecil dari alpha 5 persen. Tanda koefisien yang positif juga menunjukan bahwa antara omzet dengan besaran WTP memiliki hubungan yang berbanding lurus. Semakin besar omzet usaha jasa angkutan barang maka akan semakin besar nilai WTP yang dibayarkan untuk per liter premium. Sedangkan faktor-faktor yang lainnya tidak memengaruhi WTP jasa angkutan barang. Hal ini disebabkan frekuensi sewa, jumlah mobil, pengguanaan bahan bakar per hari, CC mobil,
54
jumlah tanggungan, tingkat pendidikan memiliki nilai p-value yang lebih besar dari alpha , sehingga faktor-faktor tersebut tidak memengaruhi besaran nilai WTP jasa angkutan barang di Jakarta dan Bogor terhadap kenaikan harga premium.
4.3
Analisis Faktor-faktor Yang Memengaruhi Respon Pemilik Jasa Usaha Angkutan Barang Terhadap Kenaikan Harga BBM
4.3.1
Analisis Respon Pemilik Jasa Usaha Angkutan Barang Terhadap Kenaikan Harga BBM dengan Menggunakan Crosstab Analisis setiap variabel terhadap respon pemilik jasa angkutan barang
dilakukan dengan alat analisis crosstab. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui apakah setiap variabel bebas memiliki pengaruh nyata terhadap respon yang diperoleh. Uji ketergantungan untuk crosstab pada statistik ditentukan melalui chi-square test dengan mengamati ada tidaknya hubungan antarvariabel yang dimasukan (baris dan kolam). Hasil (output) dari analisis crosstab disajikan pada Tabel 20. Penentuan chi-square test menggunakan hipotesis yaitu: H0 : Faktor yang diuji tidak berhubungan nyata dengan respon responden H1 : Faktor yang diuji berhubungan nyata dengan respon responden Tabel 20. Hasil Crosstab Antara Variabel Bebas dengan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM di Jakarta dan Bogor Tahun 2012 Faktor-Faktor
Signifikan
df
Chi-Square
Chi-Square
hitung
table
Pendidikan*
0,035
2
6,733
5,991
Jumlah Mobil
0,324
2
2,55
5,991
Frekuensi Sewa Per Minggu**
0,051
4
9,418
9,408
CC Mobil
0,572
4
2,918
9,488
Jumlah Tanggungan
0,466
3
2,550
7,815
Omzet
0,428
4
3,844
9,488
Pemakaian BBM Per Hari
0,360
5
5,478
1,.070
Kesediaan Membayar *
0,005
3
12,817
7,815
Keterangan : *Nyata pada taraf kepercayaan 95% **Nyata pada taraf kepercayaan 90%
55
Berdasarkan hasil dari output crosstab di atas maka dapat dijelaskan faktor-faktor yang memengaruhi dan tidak memengaruhi respon terhadap kenaikan harga BBM yaitu: 1. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan respon terhadap kenaikan harga BBM Hubungan antara pendidikan formal terakhir responden dengan dengan respon terhadap kenaikan harga BBM diperoleh dari analisis crosstab memperoleh hasil nilai Asymp. Sig (2-sided) yang terdapat pada chi-square test adalah 0,035 lebih kecil dari taraf nyata 5 persen atau dengan kata lain signifikan pada taraf kepercayaan 95 persen. Nilai tersebut menyatakan bahwa keputusan pengujian variabel tersebut adalah tingkat pendidikan berhubungan nyata terhadap respon terhadap kenaikan harga BBM, dikarenakan semakin tinggi pendidikan responden, maka akan semakin memahami kondisi ekonomi yang terjadi di Indonesia. 2. Hubungan antara jumlah mobil dengan respon terhadap kenaikan harga BBM Hubungan antara jumlah mobil yang dimiliki responden dengan respon terhadap kenaikan harga BBM diperoleh dengan analisis crosstab diperoleh nilai Asymp. Sig (2-sided) yang terdapat pada chi-square test adalah 0,324 lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Nilai tersebut menyatakan bahwa keputusan pengujian variabel tersebut adalah kepemilikan mobil tidak berhubungan nyata terhadap dengan respon terhadap kenaikan harga BBM, dikarenakan pengeluaran dan perawatan untuk setiap mobil hampir sama. Responden yang memiliki lebih dari satu mobil akan melakukan pengeluaran yang lebih besar dibandingkan dengan responden dengan kepemilikan mobil hanya satu. Mereka harus membayar tenaga kerja dan perawatan mobil jauh lebih besar. 3. Hubungan antara frekuensi sewa dengan respon terhadap kenaikan harga BBM Hubungan antara frekuensi sewa jasa angkutan barang mobil pick up per minggu dengan respon terhadap kenaikan harga BBM dilakukan dengan analisis crosstab memperoleh nilai Asymp. Sig (2-sided) yang terdapat pada chi-square test adalah 0,051 lebih besar dari taraf nyata 10 persen atau dengan kata lain signifikan pada taraf kepercayaan 90 persen. Nilai tersebut menyatakan bahwa keputusan pengujian variabel tersebut adalah frekuensi sewa per minggu berhubungan nyata dengan respon terhadap kenaikan harga BBM, dikarenakan
56
semakin besar banyak sewa per minggu maka akan semakin tinggi omzet responden dalam usaha jasa angkutan barang dengan menggunakan mobil pick up. Semakin tingginya omzet responden, sehingga semakin besar kemungkinan responden setuju dengan kenaikan harga BBM. 4. Hubungan antara CC mobil dengan respon terhadap kenaikan harga BBM Hubungan CC mobil pick up yang dimiliki oleh responden dengan respon terhadap kenaikan harga BBM dilakukan dengan analisis crosstab memperoleh nilai Asymp. Sig (2-sided) yang terdapat pada chi-square test adalah 0,572 lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Nilai tersebut menyatakan bahwa keputusan pengujian variabel tersebut adalah CC mobil pick up tidak berhubungan nyata dengan respon terhadap kenaikan harga BBM, dikarenakan para responden tidak mempertimbangkan CC dengan respon. Penggunaan besin yang lebih besar pada CC mobil yang lebih besar pula. Para responden dengan CC mobil pick up yang lebih besar cebderung untuk boros dalam penggunaan bahan bakar. 5. Hubungan antara jumlah tanggungan dengan respon terhadap kenaikan harga BBM Hubungan jumlah tanggungan responden dengan respon terhadap kenaikan harga BBM dianalisis dengan menggunakan crosstab memperoleh nilai Asymp. Sig (2-sided) yang terdapat pada chi-square test adalah 0,466 lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Nilai tersebut menyatakan bahwa keputusan pengujian variabel tersebut adalah jumlah tanggungan tidak berhubungan nyata dengan respon terhadap kenaikan harga BBM. Semakin banyak jumlah tanggungan maka akan semakin besar penggeluaran untuk kebutuhan sehari-hari. Jika harga BBM jadi naik maka akan mendorong harga kebutuhan sehari-hari. Hal tersebut yang menjadi pertimbangan responden dalam merespon kenaikan harga BBM. 6. Hubungan antara omzet dengan respon terhadap kenaikan harga BBM Hubungan antara omzet dengan respon terhadap kenaikan harga BBM dianalisis dengan menggunakan crosstab memperoleh nilai Asymp. Sig (2-sided) yang terdapat pada chi-square test adalah 0.428 lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Nilai tersebut menyatakan bahwa keputusan pengujian variabel tersebut adalah omzet tidak berhubungan nyata dengan persepsi kenaikan harga BBM, dikarenakan omzet yang besar adalah mereka yang memiliki mobil pick up lebih
57
dari satu. Oleh karena itu, semakin tinggi omzet karena memiliki mobil lebih dari satu unit maka akan semakin besar pula dana perawatan dan uang bensin setiap bulannya. Ditambah dengan upah yang harus dibayarkan untuk para supir dan orang yang membantu dalam pengangkutan (menaikkan dan menurunkan barang ke dan dari mobil). 7. Hubungan antara penggunaan bahan bakar per hari dengan respon terhadap kenaikan harga BBM Hubungan penggunaan bahan bakar per hari dengan respon terhadap kenaikan harga BBM dianalisis dengan menggunakan crosstab memperoleh nilai Asymp. Sig (2-sided) yang terdapat pada chi-square test adalah 0.360 lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Nilai tersebut menyatakan bahwa keputusan pengujian variabel tersebut adalah penggunaan bahan bakar per hari tidak berhubungan nyata dengan respon terhadap kenaikan harga BBM. Hal ini dikarenakan penggunaan bahan bakar per harinya sesuai dengan banyaknya sewa yang didapatkan per hari. Semakin besar sewa yang didapatkan maka akan semakin besar omzet per harinya. Bahan bakar yang digunakan juga tidak selamanya untuk mengangkut barang-barang, tetapi jika tidak terdapat sewa bahan bakar hanya digunakan untuk perjalanan pergi dan pulang ked an dari tempat pangkalan. 8. Hubungan antara kesediaan membayar (WTP) dengan respon terhadap kenaikan harga BBM Hubungan kesediaan dengan respon terhadap kenaikan harga BBM dianalisis dengan menggunakan crosstab memperoleh nilai Asymp. Sig (2-sided) yang terdapat pada chi-square test adalah 0.005 lebih kecil dari taraf nyata 5 persen. Nilai tersebut menyatakan bahwa keputusan pengujian variabel tersebut adalah kesediaan membayar berhubungan nyata dengan respon terhadap kenaikan harga BBM, dikarenakan semakin besar kesediaan membayar maka akan semakin setuju responden terhadap kenaikan harga BBM.
4.3.2
Analisi Respon Pemilik Jasa Usaha Angkutan Barang Terhadap Kenaikan Harga BBM dengan Menggunakan Model Logit Variabel respon yang digunakan dalam analisis ini adalah bentuk pilihan
responden setuju atau tidak setuju dengan kenaikan harga BBM yang dilakukan
58
pada jasa angkutan barang (mobil pick up) di wilayah Jakarta dan Bogor. Jika mereka setuju dengan kenaikan harga BBM maka akan diberi nilai satu, sedangkan jika mereka tidak setuju maka akan diberikan nilai nol. Estimasi faktor-faktor yang memengaruhi responden setuju atau tidak setuju dengan kenaikan harga BBM dilakukan dengan menggunakan alat analisis model logit. Variabel-variabel penjelas yang digunakan dalam model logit terdiri dari sembilan variable antara lain variabel tingkat pendidikan, kesediaan membayar harga premium (WTP) per liter, jumlah mobil yang dimiliki, frekuensi sewa per minggu, omzet per bulan, pemakaian premium per hari, jumlah tanggungan, umur dan CC mobil. Hasil logit mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap respon kenaikan harga BBM dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Respon Jasa Angkutan Barang terhadap Kenaikan Harga BBM di Jakarta dan Bogor Tahun 2012 Variabel Bebas
Koefisien
P-value
Rasio Odd
Jumlah Tanggungan
-0,260
0,351
0,771
Tingkat Pendidikan*
1,309
0,037
3,701
Jumlah Mobil
2,147
0,259
8,560
Frekuensi Sewa**
0,361
0,084
1,435
Omzet
-0,82
0,111
0,438
Pemakaian BBM Per Hari
-0,11
0,217
0,892
Kesediaan Membayar (WTP)*
2,997
0,006
20,030
CC Mobil**
-0,005
0,087
0,995
Constant
-10,24
0,105
0,000
Keterangan : *Nyata pada taraf kepercayaan 95% **Nyata pada taraf kepercayaan 90%
Berdasarkan hasil output pada Tabel 21 maka model logit yang doperoleh adalah : Logit(pi) = -10,24 - 0,260 JTGi + 1,309 PDKi – 0,82 OMZi - 0.11 PBH i + 2,997 WTPi – 0,005 CMi + 0,361 FSi + 2,147 JMi
(4.2)
59
Hasil Hosmer and Lemeshow Test dapat dilihat nilai dari p-value sebesar 0,375 lebih besar dari taraf nyata 5 persen maka tolak H0 yang artinya model logit adalah Fit. Nilai Overall Precentage sebesar 70,0 yang artinya model logit mampu mengklasifikasikan secara tepat sebesar 70 persen. Tabel 21 adalah hasil output yang menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi respon terhadap kenaikan harga BBM, antara lain: 1. Pengaruh tingkat pendidikan terhadap respon pemilik jasa angkutan barang mengenai kenaikan harga BBM Hasil model logit diperoleh p-value sebesar 0,037 lebih kecil dari taraf nyata 5 persen, yang artinya signifikan pada taraf kepercayaan 95 persen maka tolak H0. Artinya pendidikan berpengaruh nyata terhadap respon (setuju atau tidak setuju) terhadap kenaikan harga BBM. Semakin tinggi pendidikan responden maka akan semakin mengerti dan mengikuti perkembangan akan keadaan ekonomi negara. Hal ini juga dapat dilihat dari tanda pada koefisien yang positif. Variabel tingkat omzet memiliki nilai Odd Ratio 3,701 artinya semakin tinggi tingkat pendidikan maka peluang untuk setuju adalah 3,701 kalinya dibandingkan dengan tidak setuju. Kesimpulan yang diperoleh adalah semakin rendah tingkat pendidikan semakin tidak setuju dengan kenaikan harga BBM. Sebaliknya, semakin tinggi pendidikan maka responnya semakin setuju dengan kenaikan harga BBM. Hal tersebut disebabkan oleh tingkat pengetahuan yang semakin tinggi terhadap perekonomian dan situasi di negara, ini juga tercermin dari hasil koefisien yang dihasilkan dari analisis logit. Jadi, untuk menimbulkan kesadaran akan hasil minyak bumi yang semakin menurun seiring dengan menuanya bumi, didapat dari pendidikan. 2. Pengaruh tingkat omzet terhadap respon pemilik jasa angkutan barang mengenai kenaikan harga BBM Hasil model logit diperoleh p-value sebesar 0,111 lebih besar dari taraf nyata 5 persen, yang artinya tidak signifikan pada taraf kepercayaan 95 persen maka tolak H0. Artinya omzet tidak berpengaruh nyata terhadap respon (setuju atau tidak setuju) terhadap kenaikan harga BBM. Variabel tingkat omzet memiliki nilai Odd Ratio 0,438 artinya semakin tinggi omzet maka peluang untuk tidak setuju adalah 0,438 kalinya dibandingkan dengan
60
setuju. Tanda pada koefisien yang negatif mengindikasikan semakin tinggi omzet maka semakin tidak setuju dengan kenaikan harga BBM. Responden dengan tingkat omzet yang tinggi memiliki mobil pick up lebih dari satu. Hal ini menyebabkan biaya yang dikeluarkan untuk perawatan dan uang bensin yang semakin besar jika memiliki lebih dari satu unit mobil pick up. 3. Pengaruh kesediaan membayar terhadap respon pemilik jasa angkutan barang mengenai kenaikan harga BBM Hasil model logit diperoleh p-value sebesar 0,006 lebih kecil dari taraf nyata 5 persen, yang artinya signifikan pada taraf kepercayaan 95 persen maka tolak H0. Artinya pengaruh kesediaan membayar berpengaruh nyata terhadap respon (setuju atau tidak setuju) kenaikan harga BBM. Semakin besar kesediaan membayar maka akan semakin setuju terhadap kenaikan harga BBM. Variabel kesediaan membayar memiliki nilai Odd Ratio 20,030 artinya semakin tinggi kesediaan membayar maka peluang untuk setuju adalah 20,030 kalinya dibandingkan dengan tidak setuju terhadap kenaikan BBM. Semakin tinggi kesediaan membayar maka akan semakin setuju dengan kenaikan harga BBM. Kesediaan membayar yang lebih besar memiliki
arti
bahwa
kemampuan
atau
kemauan
responden
untuk
mendapatkan BBM bersubsidi (premium) yang lebih besar. Sebenarnya sudah jelas, dengan WTP yang lebih besar dan pengaruh terhadap setuju atau tidak setuju dengan kenaikan harga BBM. Hal tersebut dipengaruhi oleh preferensi mereka terhadap premium sebagai bahan bakar. 4. Pengaruh jumlah tanggungan terhadap respon pemilik jasa angkutan barang mengenai kenaikan harga BBM Hasil model logit diperoleh p-value sebesar 0,351 lebih besar dari taraf nyata 5 persen maka terima H0. Artinya pengaruh jumlah tanggungan tidak berpengaruh nyata terhadap respon (setuju atau tidak setuju) kenaikan harga BBM. Jika dilihat dari tanda koefisien pada hasil analisis logit maka diperoleh tanda negatif. Tanda tersebut mengindikasikan bahwa semakin banyak jumlah tanggungan maka semakin tidak setuju dengan kenaikan harga BBM. Semakin banyak jumlah tanggungan maka akan semakin besar penggeluaran untuk kebutuhan sehari-hari. Jika harga BBM naik maka akan
61
menaikkan harga barang-barang atau bahan pokok. Nilai Odd Ratio 0,711 artinya semakin banyak jumlah tanggungan maka peluang untuk setuju adalah 0,711 kalinya dibandingkan dengan tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM. Artinya semakin banyak jumlah tanggungan maka akan semakin tidak setuju dengan kenaikan harga BBM. 5. Pengaruh jumlah penggunaan bahan bakar per hari terhadap respon pemilik jasa angkutan barang mengenai kenaikan harga BBM Hasil model logit diperoleh p-value sebesar 0,217 lebih besar dari taraf nyata 5 persen maka tolak H0. Artinya jumlah penggunaan bahan bakar per hari tidak berpengaruh nyata terhadap respon (setuju atau tidak setuju) kenaikan harga BBM. Dilihat dari tanda koefisiennya yang negatif ini artinya semakin besar pemakaian bahan bakar per hari maka akan semakin tidak setuju dengan kenaikan harga BBM. Penggunaan bahan bakar per harinya sesuai dengan banyaknya sewa yang didapatkan per hari. Nilai Odd Ratio 0,892 artinya semakin banyak jumlah penggunaan BBM per hari maka peluang untuk tidak setuju adalah 0,892 kalinya dibandingkan dengan setuju terhadap kenaikan harga BBM. Secara garis besar, semakin besar jumlah penggunaaan BBM per hari maka akan semakin tidak setuju dengan kenaikan harga BBM.
6. Pengaruh CC mobil terhadap respon pemilik jasa angkutan barang menegnai kenaikan harga BBM Hasil model logit diperoleh p-value sebesar 0,087 lebih kecil dari taraf nyata 10 persen, yang artinya signifikan pada taraf kepercayaan 90 persen maka tolak H0. Artinya CC mobil berpengaruh nyata terhadap respon (setuju atau tidak setuju) kenaikan harga BBM. Semakin besar CC mobil maka akan semakin boros dalam penggunaan bahan bakarnya. Walaupun tergantung pada mesin mobil yang digunakannya serta seberapa besar jauh jarak yang ditempuh. Semakin boros penggunaan bahan bakarnya maka pemilik mobil pick up akan semakin tidak setuju dengan kenaikan harga BBM, hal ini dapat dilihat dari tanda koefisien yang negatif. Nilai Odd Ratio 0,995 artinya semakin besar CC mobil maka peluang untuk tidak setuju adalah 0,995
62
kalinya dibandingkan dengan setuju terhadap kenaikan harga BBM. Kesimpulannya adalah semakin besar CC mobil pick up yang digunakan maka akan semakin tidak setuju dengan kenaikan harga BBM. 7. Pengaruh frekuensi sewa per minggu terhadap respon pemilik jasa angkutan barang mengenai kenaikan harga BBM Hasil model logit diperoleh p-value sebesar 0,084 lebih kecil dari taraf nyata 10 persen, yang artinya signifikan pada taraf kepercayaan 90 persen maka tolak H0. Artinya frekuensi sewa berpengaruh nyata terhadap respon (setuju atau tidak setuju) kenaikan harga BBM. Tanda koefisien yang positif mengartikan bahwa semakin banyak frekuensi sewa per harinya maka akan semakin setuju dengan kenaikan harga BBM. Frekuensi sewa untuk setiap mobil sangat berbeda, ada yang menyewa mobil untuk jarak jauh dan ada yang menyewa mobil untuk jarak dekat. Hal tersebut akan menyebabkan perbedaan pula dalam omzet. Nilai Odd Ratio 1,435 atinya semakin banyak frekuensi sewa maka peluang untuk setuju adalah 1,435 kalinya dibandingkan dengan tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM. Kesimpulannya adalah semakin banyak sewa per hari maka akan semakin setuju terhadap kenaikan harga BBM.
8. Pengaruh jumlah mobil terhadap respon pemilik jasa angkutan barang mengenai kenaikan harga BBM Hasil model logit diperoleh p-value sebesar 0,259 lebih besar dari taraf nyata 5 persen maka tolak H0. Artinya jumlah mobil tidak berpengaruh nyata terhadap respon (setuju atau tidak setuju) kenaikan harga BBM. Tanda koefisien yang diperoleh adalah positif. Artinya semakin banyak mobil pick up yang dimiliki maka akan semakin setuju terhadap kenaikan harga BBM. Nilai Odd Ratio 8,560 artinya semakin banyak mobil yang dimiliki maka peluang untuk setuju adalah 8,560 kalinya dibandingkan dengan tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM. Kesimpulannya adalah semakin banyak mobil pick up yang dimiliki maka akan semakin besar peluang untuk setuju terhadap kenaikan harga BBM.
63
4.4 Implikasi Kebijakan Pada Tabel 18 mengenai kenaikan tarif jasa nagkutan barang karena adanya kenaikan harga BBM, memiliki kenaikan sebesar 25 persen untuk setiap kenaikan harga BBM sebesar Rp. 500. Walaupun harga BBM per liter naik, bagi mereka bukan hal yang sulit untuk mendapatkan omzet karena dengan kenaikan harga tersebut dapat menjadi alasan utama pemilik jasa angkutan barang untuk menaikan tarif dan mendapatkan omzet yang lebih besar. Di sisi lain, nilai kesediaan responden jasa angkutan barang memiliki nilai yang lebih besar dari harga premium yang berlaku saat ini, yang berarti pemilik usaha jasa angkutan barang setuju dengan kenaikan harga BBM. Dari pertimbangan tersebut maka, pemerintah dapat menaikan harga premium per liter dengan besar kenaikan yang sudah direncanakan. Hal tersebut akan direspon dengan pemilik jasa angkutan barang melalui kenaikan tarif. Kebijakan pemerintah mengenai penggurangan subsidi BBM atau kenaikan harga BBM dapat dilaksanakan dengan berbagai pertimbangan. Pemerintah menjanjikan akan memperbaiki sarana dan pra sarana umum serta pemberian bantuan langsung mandiri untuk masyarakat miskin jika terjadi penggurangan subsidi BBM atau kenaikan harga BBM.
64
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil perhitungan willingness to pay BBM per liter maka diperoleh hasil WTP sebesar Rp 5.336,7 per liter per premium. Jika rencana pemerintah menaikkan harga premium sebesar Rp 6.000 maka, willingness to pay pemilik jasa angkutan barang sebesar 55,7 persen dari rencana kenaikan harga premium oleh pemerintah. Jika harga premium per liter dinaikkan menjadi Rp 5.500 maka tidak akan memberikan pengaruh besar terhadap usaha jasa angkutan barang. Hal tersebut dikarenakan tidak terjadi perbedaan yang besar antara Rp 5.500 dengan nilai WTP yang diperoleh. 2. Pemilik usaha jasa angkutan barang yang menyatakan setuju lebih banyak dibandingkan dengan pemilik usaha jasa angkutan barang yang tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM. Apabila terjadi kenaikan harga bahan bakar maka pengusaha sewa angkutan barang akan menaikkan tarif sewa mobil pick up mereka. Berdasarkan analisis hubungan setiap variabel terhadap respon pemilik jasa angkutan barang perihal kenaikan harga BBM maka, diperoleh hasil empat variabel yang berhubungan nyata terhadap persepsi. Empat variabel tersebut adalah pendidikan, kesediaan membayar BBM per liter dan frekuensi sewa per minggu. 3. Faktor-faktor yang memengaruhi respon pemilik jasa sewa angkutan barang setuju atau tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM adalah pendidikan, frekuensi sewa per minggu, kesediaan membayar BBM per liter dan CC mobil pick up yang dimiliki.
65
5.2 Saran Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, maka saran yang dapat direkomendasikan antara lain : 1. Pemerintah merealisasikan beberapa janji akan pembangunan sarana dan prasarana agar masyarakat percaya bahwa penggurangan dana subsidi dialokasikan untuk perbaikan fasilitas. Masyarakat akan mengikuti kebijakan pemerintah jika pemerintah benar-benar melaksanakan janji-janji kepada masyarakat. 2. Apabila pemerintah akan menaikkan harga bahan bakar premium sebaiknya tidak lebih dari harga Rp 6.000 karena kesediaan masyarakat untuk membayar harga bahan bakar dengan nilai tersebut merupakan nilai yang paling tinggi. Jika pemerintah menaikkan harga per liter premium sebesar Rp 5.500, bukan masalah bagi masyarakat karena nilai tersebut tidak berbeda jauh dengan nilai willingness to pay 3. Jika pemerintah menaikkan harga BBM maka ketersediaan bahan bakar di SPBU harus selalu tersedia. Jangan sampai harga BBM sudah naik ditambah dengan kelangkaan BBM. Hal ini tentu saja akan membuat rakyat kesulitan menjalani aktivitas sehari-hari terutama rakyat yang berpendapatan rendah. 4. Pemerintah dapat menaikan harga premium per liter dengan besar kenaikan yang sudah direncanakan. Hal tersebut akan direspon dengan pemilik jasa angkutan barang melalui kenaikan tarif.
66
DAFTAR PUSTAKA
Breidert, C. 2005. Estimation of Willingness to Pay: Theory, Measurment, Application, Dissertation Wirtschaftsuniverstat Wien. Gabler Edition Wissenschaft Fauzi, A. 2006. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan : Teori dan Aplikasi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Firdaus, M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Jakarta : Bumi Aksara Handayani, M. 2010. Analisis Pengaruh Struktur Kota, Sistem Transportasi, Konsumsi BBM Kota-Kota di Jawa. Jurnal Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Negeri Semarang. Nomer 2 Volume 12 Juli 2010; hal: 100101. Handoko, R dan Patriadi. 2005. Evaluasi Kebijakan Subsidi Non BBM. Kajian Ekonomi dan Keuangan Volume 9 No. 4 Desember 2005 hlm 43-46. Hanley, N dan C. L. Spash. 1993. Cost-Benefit Analysis and Environmental. Edward Elgar Publishing. England. Hosmer, D. dan S.Lemeshow. 1989. Applied Logistic Regression. John Wiley and Sons Inc. New York. Horowitz, J.K. and K.E. McConnell (2002). A Review of WTA/WTP Studies. Journal of Environmental Economics and Management 44, 426-47. __________________. (2003) Willingness to Accept, Willingness to Pay and the Income Effect. Journal of Economic Behavior and Organization 51, 537 - 45. Juanda, B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. IPB Press. Bogor. Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral. Skenario APBN Indonesia Sektor Migas Tahun 2012. www.esdm.go.id [April 2012] ___________________. 2012. Produksi, Impor, Konsumsi, Ekspor Bahan Bakar Minyak di IndonesiaTahun 2004-2010. www.esdm.go.id [April 2012] ___________________. 2012. Perhitungan Harga Keekonomian untuk Indonesia Tahun 2012. www.esdm.go.id [April 2012] Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2012. Energi untuk Pembangunan Berkelanjutan. www.esdm.go.id [April 2012]
67
Mangkoesoebroto, G. 2001. Ekonomi Publik. Edisi 3. BPFE-Yogyakarta. Yogyakrta. Milton H. S. dan Orley M. A. 1993. Contemporary Economics, Edisi ke-8. Worth Publishers. New York. Moor, A.D. 2001. Towards a Grand Deal on Subdidies and Climate Change. Natural Resources Forum JNRF 25:2 [April 2012]. Nasir, M. 1999. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta Nugroho, H. 2004. Apakah Persoalannya Pada Subsidi BBM? Kajian Energi Bappenas. Jakarta. Papenk, G.F. 1987. Ekonomi Indonesia. Gramedia. Jakarta. Rahmadini, A. 2007. Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Pendapatan dan Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga di Kota Bogor (Studi Kasus Rumah Tangga Penojeg Pengguna Kredit Motor) [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rustianingrum, A. 1999. Analisis Permintaan, Penawaran dan Efisiensi Jasa Transportasi Laut Sebagai Upaya Mengurangi Defisit Transaksi Berjalan. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. Said, U. 2001. Laporan Akhir : Kajian Dampak Ekonomi Kenaikan Harga BBM. Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral. Jakarta. Santosa, P. B. dan Ashari. 2005. Analisis Statistik Dengan Microsoft Excel Dan SPSS. Andi. Yogyakarta. Smith, G.E. and Nagle, T.T. 2002. How Much Are Customers willing to Pay?: Marketing Research, Winter, pages 20-25 [April 2012]. Soetijowarno dan Frazilia. 2003. Pengantar Reakayasa Dasar Transportasi. Teknik Sipil Universitas Khatolik. Salatiga. Suparmoko. 1989. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. BPFE. Yogyakarta. Suparmoko, 2003. Keuangan Negara dalam Teori dan Praktik, Edisi ke-5. BPFE. Yogyakarta. Wahana, K. 2007. Pengolahan Data Statistik Dengan SPSS. Andi. Semarang. Walpole, R. 1992. Pengantar Statistika. PT. Garmedia Pustaka Utama. Jakarta
68
LAMPIRAN
69
Lampiran 1. Output Crosstab Setiap Variabel Terhadap Respon
1.1 Output Crosstab Hubungan Antara Pendidikan dengan Respon Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
Respon * Pendidikan
60
N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent
60
100.0%
Respon * Pendidikan Crosstabulation Count Pendidikan SD Respon
SMP
SMA
Total
Tidak Setuju
3
10
12
25
Setuju
0
9
26
35
3
19
38
60
Total
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
a
2
.035
Likelihood Ratio
7.818
2
.020
Linear-by-Linear Association
6.127
1
.013
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
6.731
60
a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,25.
70
1.2 Output Crosstab Hubungan Antara Jumlah Mobil dengan Respon
Case Processing Summary Cases Valid N Respon * JumlahMobil
Missing
Percent 60
N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 60
100.0%
Respon * JumlahMobil Crosstabulation Count JumlahMobil 1 Respon
2
3
Total
Tidak Setuju
25
0
0
25
Setuju
32
2
1
35
57
2
1
60
Total
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
a
2
.324
Likelihood Ratio
3.346
2
.188
Linear-by-Linear Association
1.960
1
.161
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
2.256
60
a. 4 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,42.
71
1.3 Output Crosstab Hubungan Antara Frekuensi Sewa dengan Respon
Case Processing Summary Cases Valid N Respon * FrekuensiSewa
Missing
Percent 60
N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 60
100.0%
Respon * FrekuensiSewa Crosstabulation Count FrekuensiSewa 1-3 Respon Tidak Setuju Setuju Total
4-6
7-9
10-12
13-15
Total
12
11
1
0
1
25
6
18
4
5
2
35
18
29
5
5
3
60
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
Pearson Chi-Square
9.418
a
4
.051
Likelihood Ratio
11.269
4
.024
6.427
1
.011
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
60
a. 6 cells (60,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,25.
72
1.4 Output Crosstab Hubungan Antara CC Mobil dengan Respon
Case Processing Summary Cases Valid N Respon * CCmobil
Missing
Percent 60
N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 60
100.0%
Respon * CCmobil Crosstabulation Count CCmobil 1200 Respon Tidak Setuju Setuju Total
1300
1400
1500
1600
Total
2
4
2
12
5
25
3
7
3
20
2
35
5
11
5
32
7
60
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
df
sided)
a
4
.572
2.907
4
.574
.645
1
.422
2.918
60
a. 7 cells (70,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,08.
73
1.5 Output Crosstab Hubungan Antara Jumlah Tanggungan dengan Respon Case Processing Summary Cases Valid N Respon * JumlahTanggungan
Missing
Percent
60
N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 60
100.0%
Respon * JumlahTanggungan Crosstabulation Count JumlahTanggungan 1-2 Respon
3-4
5-6
7-8
Total
Tidak Setuju
2
16
7
0
25
Setuju
7
18
9
1
35
9
34
16
1
60
Total
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
df
sided)
a
3
.466
3.022
3
.388
.229
1
.633
2.550
60
a. 3 cells (37,5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,42.
74
1.6 Output Crosstab Hubungan Antara Omzet dengan Respon
Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
Respon * Omzet
60
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent 60
100.0%
Respon * Omzet Crosstabulation Count Omzet ≤1000 Respon
1100-2000
2100-3000 3100-4000 >5000
Tidak Setuju
2
11
6
6
0
25
Setuju
1
11
11
9
3
35
3
22
17
15
3
60
Total
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
a
4
.428
Likelihood Ratio
4.921
4
.296
Linear-by-Linear Association
2.873
1
.090
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
3.844
60
a. 4 cells (40,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,25.
Total
75
1.7 Output Crosstab Hubungan Antara Pemakaian BBM Per Hari dengan Respon
Case Processing Summary Cases Valid N Respon * PemakaianBBM
Missing
Percent 60
N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent
60
100.0%
Respon * PemakaianBBM Crosstabulation Count PemakaianBBM ≤10 Respon Tidak Setuju Setuju Total
11-14
15-18
19-22
23-26
27-30
10
5
7
3
0
0
25
7
7
10
7
2
2
35
17
12
17
10
2
2
60
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
a
5
.360
Likelihood Ratio
6.916
5
.227
Linear-by-Linear Association
4.817
1
.028
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
5.478
60
a. 5 cells (41,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,83.
Total
76
1.8 Output Crosstab Hubungan Antara Kesediaan Membayar dengan Respon
Case Processing Summary Cases Valid N Respon * WTP
Missing
Percent 60
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent 60
100.0%
6000
Total
Respon * WTP Crosstabulation Count WTP 4500 Respon
5000
5500
Tidak Setuju
8
13
4
0
25
Setuju
3
14
8
10
35
11
27
12
10
60
Total
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
a
3
.005
Likelihood Ratio
16.799
3
.001
Linear-by-Linear Association
12.106
1
.001
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
12.817
60
a. 3 cells (37,5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,58.
77
1.9 Output Crosstab Hubungan Antara Merk Mobil dengan Respon
Case Processing Summary Cases Valid N respon* MerkMobil
Missing
Percent
60
N
54.1%
Total
Percent 51
N
45.9%
Percent 111
100.0%
Respon * MerkMobil Crosstabulation Count MerkMobil Mitsubishi Respon
Tidak Setuju Setuju
Total
Toyota
Suzuki
Daihatsu
8
9
6
2
25
11
5
14
5
35
19
14
20
7
60
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
a
3
.207
Likelihood Ratio
4.580
3
.205
Linear-by-Linear Association
1.155
1
.282
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
4.562
60
a. 2 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,92.
Total
78
1.10
Output Crosstab Hubungan Antara Lama Usaha dengan Respon Case Processing Summary Cases Valid N
respon * LamaUsaha
Missing
Percent 60
N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 60
100.0%
Respon * LamaUsaha Crosstabulation Count LamaUsaha 1-6 Respon Tidak Setuju Setuju Total
7-12
13-18
19-24
25-30
31-36
5
2
4
2
6
6
25
8
9
4
8
4
2
35
13
11
8
10
10
8
60
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
Pearson Chi-Square
9.751
a
5
.083
Likelihood Ratio
10.193
5
.070
3.746
1
.053
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
60
a. 7 cells (58,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,33.
Total
79
Lampiran 2. Output Binary Logistic (Logit) , Faktor- Faktor yang Memengaruhi Respon
Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square Step 1
df
Sig.
Step
21.033
8
.007
Block
21.033
8
.007
Model
21.033
8
.007
Model Summary
Step
Cox & Snell R
Nagelkerke R
Square
Square
-2 Log likelihood
1
61.074
a
.296
.397
a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than ,001.
Hosmer and Lemeshow Test Step
Chi-square
1
df
8.627
Sig. 8
.375
Classification Table
a
Predicted Respon Observed Step 1
Respon
Tidak Setuju Tidak Setuju Setuju
Overall Percentage a. The cut value is ,500
Percentage Setuju
Correct
16
10
61.5
8
26
76.5 70.0
80
Variables in the Equation 95,0% C.I.for EXP(B) B Step 1
a
JTG
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Lower
Upper
-.260
.278
.871
1
.351
.771
.447
1.330
1.309
.628
4.346
1
.037
3.701
1.081
12.669
JM
2.147
1.901
1.275
1
.259
8.560
.206
355.623
FS
.361
.209
2.987
1
.084
1.435
.953
2.162
OMZ
-.825
.517
2.543
1
.111
.438
.159
1.208
PBH
-.115
.093
1.524
1
.217
.892
.743
1.070
WTP
2.997
1.093
7.518
1
.006
20.030
2.351
170.672
CCM
-.005
.003
2.932
1
.087
.995
.989
1.001
-10.240
6.321
2.624
1
.105
.000
PND K
Cons tant a.
S.E.
Variable(s) entered on step 1: JTG, PNDK, JM, FS, OMZ, PBH, WTP, CCM.
81
Lampiran 3. Output Regresi Linear Berganda untuk WTP
Des criptive Statistics Mean WTP 5183.3333 JTG 3.7167 PENDA PA TA N 2.9000 PBH 14.6518 FS 5.3000 CCMOBIL 1441.6667 JUM.MOBIL 1.0667 PNDK 2.5833
Std. Deviation 495.45961 1.31602 1.54415 5.92845 3.04375 116.86827 .31173 .59065
N 60 60 60 60 60 60 60 60
Variables Enter ed/Re m ovebd Model 1
Variables Entered PNDK, FS, CCMOBIL, JTG, JUM. MOBIL, PBH, PENDAPA a TAN
Variables Remov ed
.
Method
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: WTP
b Model Sum m ary
Model 1
R .638 a
R Square .408
A djusted R Square .328
Std. Error of the Estimate 406.18593
DurbinWats on 1.744
a. Predictors: (Constant), PNDK, FS, CCMOBIL, JTG, JUM.MOBIL, PBH, PENDA PA TAN b. Dependent V ariable: WTP
82
ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 5904009 8579325 14483333
df 7 52 59
Mean Square 843429.806 164987.013
F 5.112
Sig. .000 a
a. Predictors: (Constant), PNDK, FS, CCMOBIL, JTG, JUM.MOBIL, PBH, PENDAPATAN b. Dependent Variable: WTP
Coe fficientsa
Model 1
(Constant) JTG PENDAPATAN PBH FS CCMOBIL JUM.MOBIL PNDK
Unstandardized Coefficients B Std. Error 3450.597 792.645 13.378 42.977 158.444 68.798 14.670 12.775 17.333 25.575 .682 .470 -237.209 264.683 71.987 97.140
a. Dependent Variable: WTP
Standardized Coefficients Beta .036 .494 .176 .106 .161 -.149 .086
t 4.353 .311 2.303 1.148 .678 1.453 -.896 .741
Sig. .000 .757 .025 .256 .501 .152 .374 .462
Collinearity Statistics Tolerance VIF .874 .248 .488 .461 .928 .411 .849
1.144 4.036 2.051 2.167 1.078 2.435 1.177
83
Charts
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: WTP
Expected Cum Prob
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0 0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
Observed Cum Prob
One -Sam ple Kolm ogorov-Sm irnov Te st
N Normal Parameters a,b Mos t Ex treme Dif f erences
Mean Std. Dev iation Abs olute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asy mp. Sig. (2-tailed) a. Test dis tribution is Normal. b. Calc ulated f rom data.
Unstandardiz ed Residual 60 .0000000 381.32962494 .114 .114 -.084 .886 .412
1.0
84
Uji Homoskedastisitas
ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 436711.6 2726858 3163569
df 7 52 59
Mean Square 62387.367 52439.571
F 1.190
Sig. .325 a
a. Predictors: (Constant), PNDK, FS, CCMOBIL, JTG, JUM.MOBIL, PBH, PENDAPATAN b. Dependent Variable: absresid
85
Lampiran 4. Kuisioner Penelitian
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
KUESIONER PENELITIAN Dalam rangka Tugas Akhir, kami memohon kesediaan Ibu/Bapak/Saudara/i untuk berpartisipasi pada penelitian kami dengan judul “Analisis Willingness to Pay dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Respon Jasa Angkutan Barangterhadap
Kenaikan Harga BBM (Kasus : Mobil Pick Up di Wilayah Jakarta dan Bogor”. Tidak ada jawaban yang salah atau benar dalam menjawab pertanyaan dalam kuesioner ini maka dimohon untuk menjawab sejujur-jujurnya. Informasi dan data akan kami jaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Atas perhatian dan partisipasi Ibu/Bapak/Saudara/i kami ucapkan terimakasih. No responden
: …..
Nama responden
:
Alamat
:
No telepon/HP
:
Hari/tanggal wawancara :
A. Karakteristik Responden 1. Jenis Kelamin
: L/P (Lingkari)
2. Usia
: ………. (Tahun)
3. Status
: Belum Menikah / Sudah Menikah
4. Jumlah Tanggungan
: ……….. (Orang)
5. Tingkat Pendidikan Terakhir :……………………
B. Karakteristik Usaha Jasa Angkutan Barang
86
6. Mengapa Anda memilih untuk memiliki usaha dibidang jasa transportasi angkutan barang? a. Usaha yang menguntungkan b. Banyaknya permintaan jasa angkutan barang c. Usaha keluarga d. Lainnya,………………………………………………………………….. 7. Sudah berapa lama Anda memiliki usaha dibidang jasa transportasi angkutan barang? Jawaban :..................................................................................... 8. Berapa banyak mobil yang Anda miliki?...............................mobil 9. Merk mobil apa yang Anda miliki?................................................................. 10. Berapa besar CC mobil pengangkut barang Anda? ………………CC 11. Berapa modal awal Anda untuk usaha dibidang jasa transportasi angkutan barang? Rp............................ 12. Bagaimana Anda membeli mobil angkutan barang tersebut? a. Membayar lunas b. Dengan kredit, sebesa Rp.……………………/ Bulan, selama…….Bulan 13. Apakah Anda memiliki tempat khusus untuk menawarkan jasa transportasi angkutan barang? a. Iya , di ............................... b. Tidak 14. Dalam usaha ini, apakah Anda mempekerjakan karyawan/ supir/tukang angkat barang? a. Iya, sebanyak……… orang, dengan upah Rp……………./orang b. Tidak
87
15. Berapa hari Anda beroperasi dalam satu minggu? Jawaban : ..................kali 16. Berdasarkan apa Anda menentukan besar tarif angkutan barang? a. Berdasarkan jarak pengangkutan b. Berdasarkan waktu pengangkutan c. Berdasarkan banyaknya barang yang diangkut 17. Berapa besar pengeluaran Anda untuk tiap bulannya? Jawaban : Rp………………… 18. Berapa besar pendapatan bersih dari usaha dibidang jasa transportasi angkutan barang? Jawaban : Rp…………………….. 19. Berapa besar biaya perawatan yang dikeluarkan untuk setiap mobil per bulannya? Jawaban : Rp…………………. /mobil / bulan
C. Respon Terhadap Isu Kenaikan Harga BBM Bersubsidi (Premium) 20. Kenapa Anda memilih menggunakan premium? a. Harganya murah b. Mudah diperoleh c. Lainnya……………………… 21. Menurut Anda apakah harga BBM bersubsidi (Premium) saat ini sudah sesuai dengan yang diharapkan? a. Iya
b. Tidak
22. Berapa banyak BBM yang Anda gunakan dalam satu hari?................liter 23. Apakah Anda pernah merasakan kelangkaan BBM bersubsidi (Premium)? a. Iya
b. Tidak
88
24. Apakah Anda mengetahui bahwa harga BBM bersubsidi (premium) akan naik tertanggal 1 April 2012? a. Iya
b. Tidak
25. Darimana Anda mengetahui tentang hal tersebut? a. Televisi
c. Surat kabar
b. Radio
d. Lainnya,…………………..
26. Apakah Anda menyetujui kenaikan harga BBM bersubsidi (Premium)? a. Setuju
b. Tidak setuju
Alasannya ;………………………………………….. 27. Apakah kenaikan harga BBM bersubsidi akan mempengaruhi jumlah pemakaian bahan bakar untuk usaha jasa Anda? a. Iya
b. Tidak
Alasannya :………………………………………… 28. Apakah Anda akan mengurangi frekuensi pembelian bahan bakar mobil Anda? a. Iya
b. Tidak
Jika iya, pengurangan frekuensi sebesar….……………… / hari
29. Apakah Anda akan beralih ke mobil pengangkut yang lebih besar? a. Iya
b. Tidak
Jika iya, beralih ke jenis mobil………………………………….. 30. Apakah Anda akan beralih ke bahan bakar jenis lain? a. Iya
b. Tidak
Jika iya, beralih ke bahan bakar jenis………………… 31. Apakah Anda akan menggurangi tenaga kerja/ supir/ tukang angkut barang yang bekerja pada jasa anguktan barang Anda? a. Iya
b. Tidak
89
Jika iya, tenaga kerja yang dikurangi sebanyak…………….. orang 32. Apakah Anda akan menaikkan tarif jasa angkutan barang dengan mobil pick up Anda? a. Iya
b. Tidak
Jika iya, menaikan tarif sebesar……………………………….. 33. Jika harga BBM bersubsidi (premium) dinaikan sebesar Rp 500, Rp 1000, Rp 1500, berapa besar kenaikan tarif jasa angkutan barang sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM? Kenaikan Harga
Tarif Sebelum Kenaikan
Tarif Sesudah Kenaikan
BBM (Rp.)
BBM (Rp.)
BBM (Rp.)
500 1000 1500
34. Menurut Anda, apakah strategi yang akan Anda jalankan berhasil? a. Iya
b. Tidak
35. Jika kenaikan harga BBM bersubsidi (Premium) sebesar Rp.500 – Rp.1,500, masih relevankah harga tersebut? a. Masih relevan
b. Tidak relevan
Alasannya : ……………………………………………………………….… 36. Menurut Anda, berapakah harga BBM bersubsidi jika mengalami kenaikan? Jawaban : Rp.………………./liter 37. Jika harga BBM bersubsidi (Premium) harganya jadi dinaikan, berapa harga maksimum yang bersedia Anda bayar? Jawaban : Rp…..……….……/liter 38. Apakah dengan menggunakan BBM bersubsidi dapat memperbesar skala usaha dibidang jasa transportasi angkutan barang?
90
Jawaban: …………………………………………………………………… 39. Menurut Anda apakah kebijakan BBM bersubsidi masih perlu dilaksanakan? a. Iya
b. Tidak
40. Jika iya, alasan mengapa kebijakan BBM bersubsidi masih perlu dilaksanakan? a. Harga BBM non subsidi mahal b. Kebutuhan akan bahan bakar kendaraan yang besar c. Keuntungan dari usaha jasa ini sedikit d. Lainnya, sebutkan…………………………………………………………. 41. Apabila kebijakan BBM bersubsidi dihilangkan atau dikurangi, apakah berpengaruh terhadap usaha dibidang jasa transportasi angkutan barang? Jawaban :………………………………………………………………….. 42. Menurut Anda apabila terjadi kenaikan harga BBM , apakah akan mempengaruhi harga barang-barang kebutuhan sehari-hari? a. Iya
b. Tidak
Alasannya : ……………………………………………………………….. 43. Bagaimana biaya pengangkutan sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM? Biaya
Jumlah
Jumlah
Harga
Harga Sesudah
Sebelum
Sesudah
Sebelum
Kenaikan
Kenaikan
Kenaikan
Kenaikan
Harga BBM
Harga BBM
Harga BBM
Harga BBM
(Rp.)
(Rp.) Biaya Variabel: Bahan Bakar
Liter
Liter
Tenaga Kerja
Orang
Orang
Perawatan dan
/bulan
/bulan
91
onderdil Biaya Tetap : Pajak
/tahun
/tahun
Kendaraan
44. Berapa rata-rata penggunaan jasa angkutan Anda per hari sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM? Sebelum Kenaikan Harga BBM Jumlah
Harga
Sesudah kenaikan Harga BBM Jumlah
Harga
45. Apakah pelanggan jasa angkutan barang Anda berkurang setelah kenaikan harga BBM? a. Iya
b. Tidak
Jika iya, pelanggan berkurang sebanyak…………… pelanggan. 46. Apakah saran Anda untuk kebijakan BBM bersubsidi (Premium) kedepannya? Jawaban :……………………………………………………………………… TERIMA KASIH ATAS WAKTU DAN INFORMASI YANG ANDA BERIKAN