GANTI RUGI PEMUKIMAN PENDUDUK DI DEKAT JALUR KERETA REL LISTRIK DI KELURAHAN KEBON BARU JAKARTA SELATAN: PENDEKATAN WILLINGNESS TO ACCEPT
RAHMI FITRIA
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN RAHMI FITRIA. Ganti Rugi Pemukiman Penduduk di Dekat Jalur Kereta Rel Listrik di Kelurahan Kebon Baru Jakarta Selatan: Pendekatan Willingness to Accept. Dibimbing Oleh BONAR M. SINAGA. Wilayah Kebon Baru, Tebet adalah salah satu dari pemukiman yang memiliki berbagai risiko. Hal ini dikarenakan adanya faktor kebisingan yang berasal dari suara Kereta Rel Listrik (KRL). Sebagian di wilayah pemukiman ini berdekatan dengan jalur KRL dan terletak diantara dua stasiun yaitu stasiun Tebet dan stasiun Cawang. Setiap saat KRL melewati wilayah ini. Selain itu, kecelakaan dan kriminalitas menjadi risiko yang harus dihadapi oleh penduduk. Menurut info yang didapatkan dari keseluruhan responden, sebagian dari wilayah Kebon Baru akan diubah menjadi jalan umum sehingga ganti rugi pemukiman akan dilaksanakan. Namun, kepastian waktu ganti rugi pemukiman belum dipastikan. Oleh sebab itu, tujuan penelitian adalah (1) untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi rumahtangga terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL, (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan rumahtangga menerima ganti rugi pemukiman, (3) mengestimasi nilai ganti rugi yang bersedia diterima rumahtangga (Willingness to Accept) dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya ganti rugi. Penelitian dilaksanakan di pemukiman penduduk di dekat jalur KRL di Kelurahan Kebon Baru. Pemilihan dilakukan secara sengaja (purposive) karena salah satu wilayah di kelurahan tersebut merupakan daerah yang dekat dengan jalur KRL. Persepsi rumahtangga terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL dan kesediaan rumahtangga menerima ganti rugi pemukiman dianalisis dengan alat analisis regresi logit. Estimasi Willingness to Accept (WTA) rumahtangga Kelurahan Kebon Baru dianalisis dengan alat regresi linier beganda. Metode estimasi yang digunakan pada analisis persepsi rumahtangga terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL dan kesediaan rumahtangga menerima ganti rugi pemukiman adalah Maximum Likelihood Estimator (MLE). Metode estimasi analisis yang digunakan pada estimasi nilai ganti rugi yang bersedia diterima rumahtangga (WTA) adalah metode jumlah kuadrat terkecil atau metode Ordinary Least Squares (OLS). Hasil penelitian adalah persepsi rumahtangga terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL dipengaruhi beberapa faktor yaitu: persepsi rumahtangga terhadap tata lingkungan di dekat jalur KRL, persepsi rumahtangga terhadap keberadaan jalur KRL dan harapan rumahtangga sebagai penduduk yang tinggal di dekat jalur KRL. Hasil analisis kelayakan tempat tinggal menunjukan 91 orang (75.83 persen) menyatakan layak dan rumahtangga yang menyatakan tidak layak sebanyak 29 orang (24.17 persen). Persepsi tersebut dipengaruhi oleh tingkat pendidikan (α=0.05) dan jarak ke sumber bising (α=0.05). Hasil analisis kesediaan rumahtangga menerima ganti rugi pemukiman menunjukan 68 orang (57 persen dari keseluruhan rumahtangga) menyatakan bersedia dan 52 orang (43 persen) menyatakan tidak bersedia. Tingkat pendidikan (α=0.05), status kepemilikan rumah (α=0.05) dan jumlah anggota rumahtangga (α=0.05) mempengaruhi kesediaan menerima ganti rugi. Hasil analisis menggunakan Contingent Valuation Method (CVM) menunjukkan bahwa nilai
i
rataan Willingnes to Accept (WTA) rumahtangga sebesar Rp 1 535 295.10 per m2 dan nilai tersebut masih dalam selang Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tempat tinggal rumahtangga. Total WTA rumahtangga Kelurahan Kebon Baru adalah sebesar Rp 219 404 100 000 dan nilai R2 yang didapat sebesar 42.2 persen. Tingkat pendidikan (α=0.05), status kepemilikan rumah (α=0.05), pengeluaran rumahtangga (α=0.05), lama tinggal (α=0.10) dan jarak dari sumber bising (α=0.10) mempengaruhi nilai WTA rumahtangga Keluarahan Kebon Baru. Kesimpulan penelitian ini adalah persepsi rumahtangga terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL menunjukkan rumahtangga yang menyatakan layak lebih banyak daripada yang menyatakan tidak layak. Persepsi terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan jarak ke sumber bising. Persepsi kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL pada strata jarak ke sumber bising (dekat) dipengaruhi oleh jarak ke sumber bising. Persepsi kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL pada strata jarak ke sumber bising (jauh) dipengaruhi oleh lama tinggal. Kesediaan rumahtangga menerima ganti rugi pemukiman dipengaruhi oleh tiingkat pendidikan, status kepemilikan rumah dan jumlah anggota rumahtangga. Kesediaan rumahtangga menerima ganti rugi pemukiman pada strata status kepemilikan rumah milik dipengaruhi oleh jumlah anggota rumahtangga. Kesediaan rumahtangga menerima ganti rugi pemukiman pada strata status kepemilikan rumah sewa dipegaruhi oleh jumlah anggota rumahtangga dan tingkat pendidikan. Nilai estimasi WTA rumahtangga di Kelurahan Kebon Baru dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, status kepemilikan rumah, pengeluaran rumahtangga, lama tinggal dan jarak ke sumber bising. Nilai estimasi WTA rumahtangga di Kelurahan Kebon Baru pada strata jarak ke sumber bising (dekat) dipengaruhi oleh pengeluaran rumahtangga dan status kepemilikan rumah. Nilai estimasi WTA rumahtangga di Kelurahan Kebon Baru pada strata jarak ke sumber bising (jauh) dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Nilai estimasi WTA rumahtangga di Kelurahan Kebon Baru pada strata status kepemilikan rumah milik dipengaruhi oleh luas lahan, lama tinggal, pengeluaran rumatangga, tingkat pendidikan dan jarak ke sumber bising. Nilai estimasi WTA rumahtangga di Kelurahan Kebon Baru pada strata status kepemilikan rumah sewa dipengaruhi oleh pengeluaran rumahtangga mempengaruhi estimasi model. Saran dari penelitian ini adalah melalui pendidikan, pengetahuan dan pola pikir masyarakat tentang dampak yang terjadi jika tinggal di kawasan dekat jalur KRL menjadi lebih baik. Besarnya nilai rata-rata WTA rumahtangga diharapkan dapat dijadikan acuan oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta dalam memberikan ganti rugi. Kebijakan ganti rugi akan diterima dengan baik jika rumahtangga mendapatkan ganti rugi yang sesuai dengan NJOP, jika ganti rugi tidak diterapkan maka sebaiknya ada kerja sama antara Kelurahan Kebon Baru atau Pemerintah Kota Jakarta dengan PT. KAI untuk memperbaiki kondisi antara perbatasan pemukiman dan jalur KRL. Wilayah penelitian yang cukup luas sehingga dibutuhkan rumahtangga sampel dan jumlah variabel yang lebih banyak untuk penelitian ini. Variabel tersebut diantaranya kondisi rumah, jumlah lantai rumah, jarak dari pusat kegiatan ekonomi dan lain sebagainya. Adanya keterbatasan pada penelitian ini maka diharapkan dilaksanakannya penelitian yang mencakup ruang lingkup yang lebih luas.
ii
GANTI RUGI PEMUKIMAN PENDUDUK DI DEKAT JALUR KERETA REL LISTRIK DI KELURAHAN KEBON BARU JAKARTA SELATAN: PENDEKATAN WILLINGNESS TO ACCEPT
RAHMI FITRIA H44062332
Skripsi merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
iii
Judul Skripsi
:
Ganti Rugi Pemukiman Penduduk di Dekat Jalur Kereta Rel Listrik di Kelurahan Kebon Baru Jakarta Selatan: Pendekatan Willingness to Accept
Nama
:
Rahmi Fitria
NRP
:
H44062332
Menyetujui, Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA NIP: 19481130 197412 1 002
Mengetahui, Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP: 19660717 199203 1 003
Tanggal Lulus
:
iv
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ”GANTI RUGI PEMUKIMAN PENDUDUK DI DEKAT JALUR KERETA REL LISTRIK
DI
KELURAHAN
KEBON
BARU
JAKARTA
SELATAN:
PENDEKATAN WILLINGNESS TO ACCEPT” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH INI.
Bogor, Februari 2011 RAHMI FITRIA H44062332
v
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Rahmi Fitria, dilahirkan di Jakarta pada hari Jumat tanggal 27 Mei 1988 dari pasangan Bapak Asril Nadar dan Ibu Yasmidar. Penulis merupakan putri tunggal di dalam keluarga. Pada tahun 2000 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 01 Pagi Tebet Timur Jakarta. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 73 Jakarta pada tahun 2003 dan menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 37 Jakarta pada tahun 2006. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2006. Setelah melalui Tingkat Persiapan Bersama (TPB), tahun 2007 penulis diterima di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan sebagai staf Departemen Perekonomian dan Kewirausahaan Badan Eksekutif Mahasiswa dan kegiatan lainnya yang diadakan oleh organisasi-organisasi lain.
vi
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, karunia-Nya, hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Ganti Rugi Pemukiman Penduduk di Dekat Jalur Kereta Rel Listrik di Kelurahan Kebon Baru Jakarta Selatan: Pendekatan Willingness to Accept”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Skripsi ini dilatarbelakangi oleh adanya rencana ganti rugi yang akan dilakukan oleh pemerintah pada pemukiman di dekat jalur Kereta Rel Listrik (KRL) di Kelurahan Kebon Baru. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persepsi penduduk mengenai kondisi pemukiman, menganalisis kesediaan atau ketidaksediaan penduduk dalam menerirma skenario ganti rugi, mengestimasi nilai kompensasi yang bersedia diterima oleh penduduk dan menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhinya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah, masyarakat, serta pihak-pihak yang terkait dalam menyusun kebijakan ganti rugi di Kelurahan Kebon Baru. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA, selaku dosen pembimbing yang telah membantu penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.
Bogor, Februari 2011
Penulis
vii
UCAPAN TERIMA KASIH Proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada penulis. 2. Kedua orang tua yaitu Mama Yasmidar dan Bapak Asril Nadar St. Pamenan serta kedua nenek yaitu nenek Alijar dan nenek ibu Asma. Kasih sayang dan doa merekalah yang membuat penulis dapat menjalankan kehidupan ini. 3. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, dan motivasi. 4. Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec dan Adi Hadianto, SP, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran. 5. Kelurahan Kebon Baru dan pihak-pihak yang terkait dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis 6. Teman-teman satu bimbingan Sri Huzaimah yang telah berjuang bersama, mendoakan, memberikan dukungan, serta semangat. 7. Sahabat ESL ku: Sari, Tina, Anggi, Mei, Emil, Bryan, Ario, Norma, Efi, Ulhaq dan teman-teman ESL yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih untuk doa, bantuan, semangat serta kebersamaan.
8. Dosen dan staf departemen yang telah membantu selama penulis. 9. Pihak-pihak lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.
viii
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ..................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................
xiv
PENDAHULUAN ........................................................................
1
1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5.
Latar Belakang .................................................................... Perumusan Masalah ............................................................. Tujuan Penelitian ................................................................. Ruang Lingkup Penelitian .................................................. Keterbatasan Penelitian ......................................................
1 3 5 6 6
TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................
8
I.
II.
2.1. 2.2. 2.3. 2.4.
Kota dan Pembangunan ...................................................... Lingkungan Pemukiman ..................................................... Nilai Jual Obyek Pajak ......................................................... Penelitian Terdahulu ........................................................... 2.4.1. Konsep Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi .. 2.4.2. Metode ......................................................................
8 9 9 9 9 14
KERANGKA PEMIKIRAN ......................................................
15
3.1. Kerangka Teoritis ................................................................ 3.1.1. Preferensi dan Persepsi .............................................. 3.1.2. Metode Estimasi Penilaian Lingkungan ................... 3.1.2.1. Contingent Valuation Method (CVM) ......... 3.1.2.2. Tahapan-Tahapan dalam Penerapan Analisis CVM ............................................................. 3.1.2.3. Kelebihan dan Kekurangan CVM ................ 3.1.2.4. Organisasi Pengoperasian CVM .................. 3.1.3. Asumsi Pendekatan Willingness to Accept (WTA) ... 3.1.4. Hipotesis .................................................................... 3.2. Kerangka Operasional .........................................................
15 15 15 16 17 19 21 22 22 23
IV. METODE PENELITIAN ...........................................................
26
III.
4.1. 4.2. 4.3. 4.4. 4.5.
Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................... Jenis dan Sumber Data ........................................................ Penentuan Sampel Rumahtangga ....................................... Pengumpulan Data .............................................................. Metode Pengolahan dan Analisis Data ............................... 4.5.1. Analisis Persepsi Rumahtangga terhadap Kondisi Kelayakan Lingkungan Tempat Tinggal di Dekat Jalur Kereta Rel Listrik (KRL) ................................ 4.5.2. Analisis Kesediaan Rumahtangga Menerima Ganti Rugi Pemukiman ............................................
26 26 26 27 28 28 31
ix
4.5.3.
V.
Estimasi WTA Rumahtangga dan Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya ................... 4.6. Evaluasi Model ........................................................................
33 37
DESKRIPSI LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN ............
46
5.1. 5.2. 5.3. 5.4.
46 47 48
5.5. 5.6. VI.
Keadaan Umum Kelurahan Kebon Baru ............................ Kondisi Pemukiman Kelurahan Kebon Baru ...................... Karakteristik Rumahtangga Kelurahan Kebon Baru ......... Hubungan Persepsi Rumahtangga terhadap Kondisi Kelayakan Lingkungan Tempat Tinggal di Dekat Jalur KRL dan Variabel Penjelas ................................................. Hubungan Kesediaan Rumahtangga Menerima Ganti Rugi Pemukiman dan Variabel Penjelas........................................ Hubungan Willingness to Accept (WTA) dan Variabel Penjelas ...............................................................................
ANALISIS PERSEPSI RUMAHTANGGA TERHADAP KONDISI KELAYAKAN LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL DI DEKAT JALUR KRL ....................................... 6.1. Persepsi Rumahtangga terhadap Tata Lingkungan di Dekat Jalur KRL ............................................................................. 6.2. Persepsi Rumahtangga terhadap Keberadaan Jalur KRL .... 6.3. Harapan Rumahtangga sebagai Penduduk yang Tinggal di Dekat Jalur KRL .................................................................. 6.4. Analisis Persepsi Rumahtangga terhadap Kondisi Kelayakan Lingkungan Tempat Tinggal di Dekat Jalur KRL ...............
VII. ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT RUMAHTANGGA MENERIMA GANTI RUGI PEMUKIMAN ........................... 7.1. Analisis Kesediaan Rumahtangga Menerima Ganti Rugi Pemukiman ........................................................................... 7.2. Estimasi Willingness to Accept (WTA) Rumahtangga Kelurahan Kebon Baru .......................................................... 7.3. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi WTA Rumahtangga Kelurahan Kebon Baru ................................... 7.4. Kebijakan Ekonomi Sosial Lingkungan Pemukiman di Dekat Jalur KRL .............................................................................
54 55 57
59 59 59 60 61 66 66 71 75 78
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................
81
8.1. Kesimpulan .............................................................................
81
8.2. Saran........................................................................................
82
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
84
LAMPIRAN ...........................................................................................
87
x
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Penelitian Terdahulu ..............................................................
10
2.
Penentuan Jumlah Sampel .......................................................
27
3.
Matriks Analisis Data ............................................................
28
4.
Rekapitulasi Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur ....
47
5.
Karakteristik Rumahtangga Kelurahan Kebon Baru ………...
50
6.
Karakteristik Rumahtangga Kelurahan Kebon Baru ..... ……
52
7.
Karakteristik Rumahtangga Kelurahan Kebon Baru ....... …..
53
8.
Hubungan Persepsi Rumahtangga terhadap Kondisi Kelayakan Lingkungan Tempat Tinggal di Dekat Jalur KRL dan Variabel Penjelas ............................................. …..
55
Hubungan Kesediaan Rumahtangga Menerima Ganti Rugi Pemukiman dan Variabel Penjelas..........................................
56
10.
Hubungan Luas Lahan dan Lama Tinggal dan WTA ……….
57
11.
Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pengeluaran Rumahtangga dan WTA ........................................................
59
Hubungan Status Kepemilikan Rumah dan Jarak ke Sumber Bising dan WTA .......................................................
58
Persepsi Rumahtangga terhadap Tata Lingkungan di Dekat Jalur KRL ................................................................................
59
14.
Persepsi Rumahtangga terhadap Keberadaan Jalur KRL .......
60
15.
Harapan Rumahtangga sebagai Penduduk yang Tinggal di Dekat Jalur KRL .....................................................................
61
Hasil Penelitian Mengenai Persepsi Rumahtangga terhadap Kondisi Kelayakan Lingkungan Tempat Tinggal di Dekat Jalur KRL .................................................................
62
Hasil Logit Persepsi Rumahtangga terhadap Kondisi Kelayakan Lingkungan Tempat Tinggal di Dekat Jalur KRL
62
Frekuensi Observasi dan Harapan Persepsi Rumahtangga terhadap Kondisi Kelayakan Lingkungan Tempat Tinggal di Dekat Jalur KRL ................................................................
64
Koreksi Nilai Observasi dan Harapan Persepsi Rumahtangga terhadap Kondisi Kelayakan Lingkungan Tempat Tinggal di Dekat Jalur KRL .....................................
65
Hasil Penelitian Mengenai Kesediaan Rumahtangga Menerima Ganti Rugi Pemukiman .........................................
67
9.
12. 13.
16.
17. 18.
19.
20.
xi
21.
Hasil Logit Kesediaan Rumahtangga Menerima Ganti Rugi Pemukiman .............................................................................
67
Frekuensi Observasi dan Harapan Kesediaan Rumahtangga Menerima Ganti Rugi Pemukiman ........................................
69
Koreksi Nilai Observasi dan Harapan Kesediaan Rumahtangga Menerima Ganti Rugi Pemukiman .................
70
Estimasi Nilai WTA dengan Jarak ke Sumber Bising dan Status Kepemilikan Rumah Kelurahan Kebon Baru ..............
71
25.
Distribusi WTA Rumahtangga Kelurahan Kebon Baru ........
72
26.
Besaran Nilai Kelas dan Nilai Tengah WTA Rumahtangga Kelurahan Kebon Baru ..........................................................
73
27.
Total WTA Rumahtangga Kelurahan Kebon Baru ...............
75
28.
Hasil Estimasi Model WTA Rumahtangga Kelurahan Kebon Baru ........................................................................................
76
22. 23. 24.
xii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Diagram Alur Kerangka Operasional ...................................
24
2.
Dugaan Kurva Tawaran WTA Rumahtangga Kelurahan Kebon Baru ...........................................................................
73
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1.
2.
3.
4. 5.
6.
7. 8. 9. 10. 11. 12.
Halaman Hasil Logit Persepsi Rumahtangga terhadap Kondisi Kelayakan Lingkungan Tempat Tinggal di Dekat Jalur KRL .......................................................................................
88
Hasil Logit Persepsi Rumahtangga terhadap Kondisi Kelayakan Lingkungan Tempat Tinggal di Dekat Jalur KRL Berdasarkan Strata Jarak ke Sumber Bising (Dekat) ....
89
Hasil Logit Persepsi Rumahtangga terhadap Kondisi Kelayakan Lingkungan Tempat Tinggal di Dekat Jalur KRL Berdasarkan Strata Jarak ke Sumber Bising (Jauh) ...............
90
Hasil Logit Kesediaan Rumahtangga Menerima Ganti Rugi Pemukiman ...........................................................................
91
Hasil Logit Kesediaan Rumahtangga Menerima Ganti Rugi Pemukiman Berdasarkan Strata Status Kepemilikan Rumah (Milik) ....................................................................................
92
Hasil Logit Kesediaan Rumahtangga Menerima Ganti Rugi Pemukiman Berdasarkan Strata Status Kepemilikan Rumah (Sewa) .....................................................................................
93
Hasil Estimasi Model WTA Rumahtangga Kelurahan Kebon Baru .........................................................................................
94
Hasil Estimasi Model WTA Rumahtangga Kelurahan Kebon Baru Berdasarkan Strata Jarak ke Sumber Bising (Dekat) ....
96
Hasil Estimasi Model WTA Rumahtangga Kelurahan Kebon Baru Berdasarkan Strata Jarak ke Sumber Bising (Jauh) ....
98
Hasil Estimasi Model WTA Rumahtangga Kelurahan Kebon Baru Berdasarkan Strata Status Kepemilikan Rumah (Milik)
100
Hasil Estimasi Model WTA Rumahtangga Kelurahan Kebon Baru Berdasarkan Status Kepemilikan Rumah (Sewa) .........
102
Dokumentasi Kondisi Pemukiman Penduduk di Dekat Jalur KRL Kebon Baru pada September 2010 ...............................
104
xiv
I. PENDAHULUAN 1. 1.
Latar Belakang Pemukiman sering menjadi masalah bagi setiap individu karena individu
membutuhkan rumah sebagai tempat tinggal, tempat pendidikan keluarga dan pemberi ketentraman hidup. Indonesia sebagai negara yang memiliki tingkat pembangunan yang tidak merata karena semua pusat kegiatan ekonomi, pemerintahan, pendidikan, sosial dan politik berpusat di DKI Jakarta. Selain itu, DKI Jakarta memiliki masalah pemukiman yang cukup besar. Permasalahan pemukiman ini terjadi khususnya di daerah tujuan urbanisasi seperti Kota DKI Jakarta. Permasalahan tersebut adalah semakin meningkatnya permintaan terhadap lahan. Hal ini disebabkan kecepatan laju urbanisasi yang tidak disertai dengan ketersediaan ruang, prasarana dan sarana. Akibatnya suatu kawasan pemukiman menerima beban yang melebihi kemampuan daya dukung lingkungan (over capacity) dan cenderung menjadi padat dan tidak tertata dengan baik. Menurut Badan Pusat Statistik (2010), jumlah penduduk DKI Jakarta adalah 9 588 198 jiwa, sedangkan kepadatan penduduk DKI Jakarta adalah 14 476 jiwa/km2 pada tahun 2010. Selain meningkatnya permintaan terhadap lahan pemukiman, peningkatan jumlah penduduk juga menyebabkan peningkatan permintaan terhadap kemajuan teknologi, salah satunya adalah di bidang transportasi. Kemajuan transpotasi sangat membantu manusia untuk lebih cepat melakukan aktivitasnya. Pelayanan transportasi, baik transportasi laut, udara dan darat diarahkan kepada terciptanya integrasi dan tersedianya fasilitas terminal, stasiun kereta api,darmaga dan penyeberangan serta memadainya fasilitas penunjang (Warningsih, 2006).
1
Adanya peningkatan kebutuhan terhadap lahan pemukiman dan lahan untuk pembangunan transportasi dapat mengakibatkan adanya kompetisi dalam penguasaan atau pemanfaatan lahan. Hal ini dikarenakan jumlah lahan yang tetap dan terbatas. Namun, kemiskinan membuat membuat masyarakat tidak mampu untuk tinggal di pemukiman yang layak. Keterbatasan kemampuan ekonomi membuat mereka mengabaikan faktor lingkungan dalam menentukan tempat tinggal. Hal ini mengakibatkan adanya pemukiman yang tidak nyaman dan tidak aman bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat. Fasilitas hunian sesungguhnya merupakan kebutuhan yang sangat mendasar bagi kesejahteraan fisik, psikologi, sosial dan ekonomi penduduk di berbagai tempat. Perumahan merupakan indikator dari kemampuan suatu negara dalam memenuhi salah satu kebutuhan pokok penduduknya. Kondisi perumahan yang tidak memadai atau tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok yang sangat diperlukan penduduk untuk menopang hidupnya, biasanya merupakan pertanda dari terjadinya kekacauan ekonomi maupun politik. Demikian juga perumahan yang tidak mencukupi dan tidak memberikan jaminan keamanan, akan mengarah pada ketidakstabilan ekonomi dan politik yang akan menghambat pembangunan ekonomi. Oleh sebab itu, hampir semua negara berusaha untuk memenuhi kebutuhan perumahan bagi penduduknya melalui berbagai konsep, sumber, dan cara pendekatan (Panudju, 1999 dalam Nasution, 2002). Wilayah Kelurahan Kebon Baru adalah salah satu dari pemukiman yang tidak aman dan tidak layak. Hal ini dikarenakan adanya faktor kebisingan yang berasal dari suara Kereta Rel Listrik (KRL). Sebagian di wilayah pemukiman ini memang berdekatan dengan jalur KRL dan terletak diantara dua stasiun yaitu stasiun Tebet dan stasiun Cawang. Oleh sebab itu, hampir setiap saat KRL 2
melewati wilayah ini. Selain itu, kecelakaan dan kriminalitas menjadi risiko yang harus dihadapi oleh penduduk. Risiko kecelakaan terjadi saat banyak pagar pembatas yang rusak sehingga penduduk menyeberang di sembarang tempat dan penduduk tidak mengetahui jika akan ada KRL yang akan melintas. Sedangkan risiko kriminalitas adalah lemparan batu yang terkadang dilempar oleh orang yang tidak bertanggung jawab dari dalam KRL. Studi ini dilakukan untuk mengkaji persepsi rumahtangga terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL, kesediaan rumahtangga menerima ganti rugi pemukiman dan besarnya ganti rugi yang bersedia diterima rumahtangga (Willingness to Accept). Info mengenai adanya kebijakan ganti rugi ini diperoleh dari penduduk setempat. Studi ini dilakukan menggunakan pendekatan Contingent Valuation Method (CVM), yang merupakan salah satu metode ekonomi yang digunakan untuk menentukan nilai/besar atau harga dari suatu barang lingkungan. Adanya nilai Willingness to Accept (WTA) penduduk, diharapkan kebijakan ganti rugi pemukiman ini dapat terlaksana dengan tepat. 1.2.
Perumusan Masalah DKI Jakarta adalah provinsi terpadat di Indonesia dengan tingkat
kepadatan penduduk adalah 14 476 jiwa per km2 (BPS, 2010). Oleh karena itu, pemukiman menjadi hal yang perlu diperhatikan. Permintaan pemukiman yang selalu bertambah, tetapi jumlah lahan yang sifatnya tetap. Hal ini akan menimbulkan masalah khususnya mengenai tata kota. Keberadaan pemukiman yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda menyebabkan adanya preferensi/pilihan seseorang di dalam memilih tempat tinggal. Sebuah tempat tinggal dipilih berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria tersebut disesuaikan dengan kondisi individu yang tinggal di tempat tersebut. 3
Beberapa
kriteria yang menjadi pertimbangan untuk memilih tempat tinggal
adalah harga tempat tinggal, fasilitas yang disediakan, aksesbilitas dan kesesuaian tata ruangnya. Harga tempat tinggal tidak menjadi persoalan utama, karena harga juga ditentukan dengan fasilitas yang ada, aksesibilitas dan kesesuaian tata ruangnya (Warningsih, 2006). Semakin lengkap fasilitas yang ditawarkan, maka seseorang cenderung untuk memilihnya, demikian juga jika aksesbilitas dan kesesuaian tata ruangnya tinggi maka seseorang akan cenderung memilihnya (Hanum, 2007). Pemilihan tempat tinggal seseorang tentu akan melihat kondisi lingkungannya, baik mengenai kondisi air, tanah, udara dan kenyamanan. Namun, keterbatasan lahan dan materi menyebabkan seseorang tidak leluasa dalam memilih lokasi tempat tinggal. Akibatnya sebagian dari masyarakat bermukim di wilayah yang kurang layak baik dari kondisi kebersihan, lingkungan maupun keamanan. Kebon Baru merupakan salah satu daerah yang terletak di dekat jalur KRL Jakarta-Bogor. Oleh karena itu, daerah tersebut setiap hari dilewati oleh KRL sehingga terjadi kebisingan pada waktu-waktu tertentu. Selain kebisingan, risiko tinggal di dekat jalur KRL adalah adanya risiko kecelakaan. Namun, adanya kebisingan dan risiko kecelakaan tidak mengurangi keinginan masyarakat untuk bermukim di daerah dekat jalur KRL tersebut. Hal ini dapat dilihat dari padatnya pemukiman di daerah dekat jalur KRL, Kebon Baru. Beberapa waktu belakangan ini terdapat info dari responden mengenai penggusuran di wilayah dekat jalur KRL. Penggusuran ini dilakukan untuk mengurangi risiko adanya pemukiman di dekat KRL dan akan dibangunnya jalan raya di dekat jalur KRL. Lebar penggusuran tersebut sebesar 15-20 m dari batas 4
jalur KRL. Namun, hal ini masih menjadi isu dan belum diketahui kapan program ini akan dilaksanakan. Kebijakan ganti rugi merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul akibat adanya pemukiman di dekat jalur KRL. Masalah-masalah tersebut adalah kondisi kelayakan tempat tinggal, dimana wilayah tersebut memiliki kondisi yang sangat padat dan adanya berbagai risiko. Ganti rugi yang akan dilaksanakan diharapkan dapat menyelesaikan masalahmasalah tersebut sehingga akan memberikan dampak positif bagi penduduk dan pemerintah. Permasalahan yang timbul akibat adanya ganti rugi yang dibahas dalam penelitian ini, meliputi : 1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi persepsi rumahtangga terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL? 2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kesediaan rumahtangga menerima ganti rugi pemukiman? 3. Berapa nilai ganti rugi yang bersedia diterima rumahtangga (Willingness to Accept) dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi besarnya ganti rugi? 1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, tujuan dari penelitian
ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi rumahtangga terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan rumahtangga menerima ganti rugi pemukiman.
5
3. Mengestimasi nilai ganti rugi yang bersedia diterima rumahtangga (Willingness to Accept) dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya ganti rugi. 1.4.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah:
1. Wilayah penelitian di pemukiman dekat jalur KRL di Kelurahan Kebon Baru. 2. Populasi penelitian adalah rumahtangga yang tinggal di pemukiman dekat jalur KRL di Kelurahan Kebon Baru. 3. Sampel penelitian adalah rumahtangga yang tinggal di wilayah tersebut dan rumahtangga berdasarkan strata status kepemilikan rumah dan jarak ke sumber bising. 4. Responden penelitian adalah kepala dan anggota rumahtangga. 5. Aspek yang diteliti adalah persepsi rumahtangga terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal, kesediaan rumahtangga menerima ganti rugi, estimasi nilai ganti rugi yang bersedia diterima rumahtangga (Willingness to Accept) dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. 1.5.
Keterbatasan Penelitian Penelitian ini terdapat keterbatasan yaitu munculnya bias pada nilai WTA
yang diberikan rumahtangga. Bias ini terjadi pada rumahtangga yang mengetahui besarnya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sehingga nilai WTA yang diberikan rumahtangga adalah nilai yang mendekati nilai NJOP. Namun, agar rumahtangga mau menerima ganti rugi, maka nilai WTA yang diberikan oleh rumahtangga lebih dari NJOP wilayah tersebut. Bias kedua terjadi karena saat mempertanyakan WTA pada rumahtangga, peneliti menggunakan metode pertanyaan terbuka (open-ended question) yang 6
sebenarnya bias menyulitkan rumahtangga dalam menentukan nilai WTA. Selain tidak adanya nilai patokan, kurangnya pengetahuan rumahtangga mengenai ganti rugi dan besarnya NJOP di wilayah mereka mengakibatkan rumahtangga bingung menentukan berapa ganti rugi yang ingin mereka terima. Wilayah yang diteliti cukup luas sehingga data yang dihasilkan mungkin tidak representatif dengan kondisi yang terjadi di wilayah ini.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Kota dan Pembangunan Kota adalah suatu pusat pemukiman penduduk yang besar dan luas. Dalam
kota terdapat ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Adakalanya kota didirikan sebagai
tempat
kedudukan
resmi
pusat
pemerintahan
setempat.
Pada
kenyataannya kota merupakan tempat kegiatan sosial dari banyak dimensi. Manusia dapat mencatat dan menganalisisnya dari berbagai perspektif seperti moral, sejarah manusia, hubungan timbal balik antara manusia dengan habitatnya, pusat kegiatan ekonomi, pusat kegiatan politik dan berbagai kenyataan dari kehidupan manusia. Kota merupakan sebuah sistem yaitu sistem terbuka, baik secara fisik maupun sosial ekonomi, bersifat tidak statis dan dinamis atau bersifat sementara. Dalam perkembangannya, kota sukar untuk dikontrol dan sewaktuwaktu dapat menjadi tidak beraturan. Kota merupakan suatu wilayah berkembangnya kegiatan sosial, budaya, dan ekonomi perkotaan yang tidak berstatus sebagai kota administratif atau kotamadya. Aktivitas dan perkembangan kota mempunyai pengaruh terhadap lingkungan fisik seperti iklim (Irwan, 2005). Menurut, Watt (1973), Stearns dan Montag (1974) dalam Irwan (2005) mengemukakan pengertian sebuah kota sebagai berikut. 1. Suatu areal dimana terdapat atau terjadi pemusatan penduduk dengan kegiatannya dan merupakan tempat konsentrasi penduduk dan pusat aktivitas perekonomian (seperti industri, perdagangan dan jasa). 2. Kota merupakan sebuah sistem, baik secara fisik maupun sosial ekonomi, bersifat statis yang sewaktu-waktu dapat menjadi tidak beraturan dan susah untuk dikontrol.
8
3. Mempunyai pengaruh terhadap lingkungan fisik seperti iklim dan sejauh mana pengaruh itu sangat tergantung kepada perencanaanya. 2.2.
Lingkungan Pemukiman Lingkungan pemukiman dapat diartikan sebagai kesatuan dari beberapa
tempat tinggal/rumah yang didukung dengan sarana dan prasarana didalamnya, misalnya sarana jalan, taman, tempat ibadah, pendidikan, kesehatan, perkantoran dan perniagaan. Selain itu, lingkungan pemukiman dapat meliputi aspek fisik dan nonfisik. Aspek fisik merupakan sarana dan prasarana yang ada, sedangkan aspek nonfisik
merupakan kualitas
lingkungan pemukiman
tersebut, misalnya
kenyamanan dan tingkat kesehatan (Avianto, 2005). 2.3.
Nilai Jual Obyek Pajak Nilai Jual Obyek Pajak adalah harga rata‐rata yang diperoleh dari transaksi
jual beli yang terjadi secara wajar dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Obyek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Obyek Pajak. 2.4.
Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian yang dapat dijadikan referansi antara lain penelitian
Hanum (2007), Zulwahyuni (2007), Triani (2009), Amanda (2009), Casey et al.,(2006) dan Horowitz and McConnell (2002). Hasil penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1. 2.4.1. Konsep Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Studi yang dilakukan Hanum (2007) dan Zulwahyuni (2007), penelitianpenelitian tersebut didasarkan pada adanya perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang tidak merata sehingga terjadi urbanisasi besar-besaran yang diikuti dengan peningkatan permintaan pemukiman, namun tidak diikuti dengan 9
Tabel 1. Penelitian Terdahulu No. Peneliti/Judul 1. Hamna Zulwahyuni (2007)/ Analisis Ganti rugi Pemukiman Penduduk di Sempadan Sungai Ciliwung dengan Pendekatan WTA (Kasus Kelurahan Kedunghalang Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor).
Tujuan 1. Mengkaji persepsi penduduk 1. sempadan Sungai Ciliwung di Kelurahan Kedunghalang terhadap lingkungan tempat tinggal mereka. 2. Menganalisis fakor-faktor yang mempengaruhi kesediaan penduduk 2. dalam menerima ganti rugi seperti yang diusulkan dalam pasar hipotesis. 3. Menganalisis besarnya ganti rugi 3. yang bersedia diterima penduduk serta mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi besarnya ganti rugi tersebut.
2.
1. Mengkaji faktor-faktor yang 1. Kesukaan rumahtangga terhadap tempat tinggalnya dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: kondisi tempat mempengaruhi preferensi tinggal, faktor tetangga, harga tanah, lingkungan sekitar, masyarakat Cilebut Timur untuk dekat dengan tempat kerja dan faktor keturunan/tanah menyukai tempat tinggal tersebut. warisan. 2. Mengkaji faktor-faktor yang yang nyata mempengaruhi peluang mempengaruhi persepsi masyarakat 2. Variabel rumahtangga/persepsi masyarakat terhadap kebisingan Cilebut Timur terhadap kebisingan kereta api adalah lama tinggal dan jarak ke sumber bising. kerata api Bogor-Jakarta. 3. Varibel yang nyata mempengaruhi peluang 3. Mengkaji kesediaan masyarakat rumahtangga/persepsi masyarakat terhadap kesediaan Cilebut Timur dalam menerima masyarakat dalam menerima ganti rugi adalah ganti rugi akibat aktivitas perkeretapendidikan, pendapatan, lama tinggal, status rumah, apian dan besar nilainya.
Latifa Hanum (2007)/ Kebisingan Pemukiman Pinggir Rel Kereta Api : Analisis Perefrensi, Persepsi, dan Willingness To Accept (Kasus Desa Cilebut Timur Kabupaten Bogor Jawa Barat).
Hasil Sebagian besar penduduk menyatakan lingkungan tempat tinggalnya kotor, tidak mengetahui fungsi sungai dan sempadan sungai, mengetahui dampak kerusakan lingkungan berupa gangguan kesehatan, dan menyatakan penataan lingkungan tempat tinggalnya buruk. Sebesar 62,82% reponden bersedia menerima ganti rugi yang diajukan yang dipengaruhi oleh persepsi mengenai penataan lingkungan di sempadan sungai dan jumlah tanggungan. WTA reponden Rp 263.061,22 per m2 dan total WTA Rp 47.759.281.429,00.
10
Tabel 1. Lanjutan No.
3.
Peneliti/Judul
Tujuan Hasil 4. Mengkaji pengelolaan 4. dan jarak ke sumber bising. Nilai WTA masyarakat adalah Rp 264.719,25 samapai dengan Rp 314.719,25 per m2. Setiap daerah memiliki besar batasan lingkungan pemukiman masyarakat seharusnya. yang berbeda-beda dalam menentukan garis sempadan jalan rel kerata api. Pengelolaan pemukiman masyarakat dapat dilakukan dengan pengaturan tata ruang berupa pemindahan masyarakat atau antisipasi/reduksi kebisingan dengan penanaman pagar tanaman atau memperluas tembok pembatas.
karakteristik Sylvia Amanda 1. Mengidentifikasi sosial ekonomi pengunjung (2009)/Analisis Willingness Situgede. to Pay Pengunjung Objek persepsi Wisata Danau Situgede dalam 2. Mengidentifikasi pengunjung terhadap danau Upaya Pelestarian Situgede. Lingkungan. 3. Menganalisis faktor0faktor yang mempengaruhi kesediaan responden untuk membayar (Willingness to Pay) dalam upaya pelestarian danau Situgede. 4. Menilai besarnya nilai Willingness to Payt (WTP) dari pengunjung Danau Situgede terhadap upaya pelestarian lingkungan danau Situgede. 5. Menganalisis faktot-faktor yang mempengaruhi WTP pengunjung Situgede
1. Pengunjung objek wisata sebagian besar berjenis kelamin laki-laki berusia 1723 tahun dan memiliki status belum menikah. Mayoritas tingkat pendidikan formal selama 12 tahun dan tingkat pendapatan antara rp 150 000 - Rp 1 312 500 dengan domisili dekat dengan danau Situgede. 2. Persepsi pengunjung terhadap kualitas lingkungan, sebagian besar menyatakan baik. Persepsi responden mengenai pelayanan dan atribut-atribut wisata dana Situgede, sebagian besar menyatakan kurang memadai. 3. Sebanyak 81 reponden menyatakan kesediaannya membayar dalam upaya pelestarian lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan responden adalah usia, tingkat pendidikan dan pemahaman serta pengetahuan responden mengenai manfaat serta kerusakan danau. 4. Nilai rata-rata WTP danau Situgede Rp 3 588.24. sedangkan nilai total WTP pengunjung danau Situgede Rp 2 342 000 5. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya WTP adalah pendapatan, pemahaman serta pengetahuan responden mengenai manfaat dan kerusakan danau dan faktor biaya kunjungan responden.
11
Tabel 1. Lanjutan No. 4.
Peneliti/Judul Ani Triani (2009)/ Analisis Willingness to Accept Masyarakat Terhadap Pembayaran Jasa Lingkungan DAS Cidanau.
5.
James F. Casey, James R. Kahn, Alexandre A.F. Rivas. 2006. Willingness to Accept Compensation for the Environmental Risks of Oil Transport on the Amazon: A Choice Modeling Experiment.
Tujuan 1. Mendeskripsikan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau. 2. Mengkaji persepsi masyarakat terhadap program pembayaran jasa lungkungan yang tealah berlangsung di DAS Cidanau. 3. Mengkaji kesediaan atau ketidaksediaan masayrakat menerima kompensasi sesuai scenario yang ditawarkan di pasar hipotesis. 4. Mengkaji besarnya dana kompensasi yang bersedia diterima masyarakat (WTA) serta faktor yang mempengaruhi nilai WTA.
Hasil 1. Mekanisme pembayaran jasa lingkungan DAS Cidanau melibatkan Forum Komunikasi DAS Cidanau, Desa Citaman, Desa Cikumbueun dan Desa Kadu Agung serta PT. KTI. 2. Responden menilai kualitas lingkungan semakin baik setelah adanya uoaya konservasi. 3. Hanya dua responden dari 43 responden yang menyatakan tidak bersedia menerima pemayaran sesuai skenario. 4. Nilai dugaan rataan WTA responden adalah Rp 5 056.98. Jika jumlah pohon 500 per ha maka nilai pembayaran Rp 2 528 490.00 per ha per tahun. Nilai total WTA responden Rp 2 718 125 000.00 dan dipengaruhi oleh faktor nilai pendapatan dari pembayaran jasa lingkungan yang selama ini diterima, kepuasan terhadap nilai jasa lingkungan yang selama ini diterima, jumlah pohon, tingkat pendapatan rumahtangga, lama tinggal dan penilaian terhdap cara penetapan nilai pembayaran.
1. Negara-negara berkembang tidak bisa membayar untuk mendapatkan kualitas lingkungan yang baik. Hal ini dikarenakan pendapatan yang rendah. Namun, para ekonom menolak hal tersebut karena yang terpenting dari nilai guna langsung adalah aktivitas pertanian atau tingkat kesehatan manusia. 2. Nilai non guna juga sangat penting khususnya pada sektor informal.
12
Tabel 1. Lanjutan No.
6.
Peneliti/Judul
John K. Horowitz, K.E. McConnell. 2002. Willingness to Accept, Willingness to Pay and the Income Effect.
Tujuan
Hasil 3. Pemberian kompensasi atas kerugian langsung dengan akses air minum atau pengurangan produktivitas pertanian ternyata masih kurang sehingga membutuhkan kompensasi lebih untuk menerima risiko lingkungan. 4. Banyak masyarakat miskin yang peduli terhadap lingkungan. Mereka percaya ekosistem yang sehat akan memberikan manfaat lansung yang baik bagi proses produktivitas lingkungan. 5. Meningkatkan kualitas hidup rakyat kecil di Negara-negara berkembang tidak hanya dengan meningkatkan pendapatan, tetapi juga peningkatan kualitas ekosistem dan lingkungan. 1. Pengaruh pendapatan rata-rata adalah sekitar 0,8, yang menyiratkan bahwa responden akan bersedia menghabiskan sekitar 80 persen pendapatan tambahan. 2. Elastisitas pendapatan dapat dihitung dari / WTA rasio WTP sangat tinggi bila dibandingkan dengan elastisitas ditemukan dalam literatur yang diperkirakan terhadap pendapatan. 3. Elastisitas pendapatan jauh melampaui perkiraan elastisitas dalam studi. Ditemukan bahwa elastisitas tersirat melampaui estimasi elastisitas studi yang sama. Perbedaan yang diamati memiliki setidaknya dua arti mungkin. Bisa diartikan sebagai tanda kelemahan metode survei.
13
ketersediaan
lahan.
Keterbatasan
lahan
tersebut
mengakibatkan
adanya
pemukiman yang tidak layak dan aman. Hal ini selain disebabkan oleh terbatasnya lahan, juga disebabkan harga lahan yang semakin tinggi sehingga bagi masyarakat berpendapatan rendah tidak dapat memilih dengan leluasa pemukiman yang akan mereka tempati dan faktor lingkungan dihiraukan oleh mereka. Pada penelitian kali ini, yang membedakan dengan penelitian terdahulu yaitu lokasi yang akan penulis teliti memang telah diisukan akan terjadi ganti rugi. Meskipun pihak pemerintah setempat masih menutupi hal tersebut, tetapi masyarakat telah mengetahui hal tersebut. 2.4.2. Metode Studi yang dilakukan Hanum (2007), Zulwahyuni (2007), Amanda (2009) Triani (2009), Casey et al,.(2006) dan Horowitz and McConnell (2002), penelitian-penelitian tersebut menganalisis nilai ekonomi suatu lingkungan dengan teknik CVM. Penelitian-penelitian tersebut mengkaji aspek WTP untuk penggunaan barang lingkungan dan mengkaji aspek WTA dari adanya kehilangan dari manfaat barang lingkungan tersebut. Penelitian yang penulis lakukan ini tidak ada perbedaan metode analisis dengan penelitian terdahulu yaitu menggunakan
teknik
CVM
dengan
mengkaji
aspek
WTA.
14
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.
Kerangka Teoritis
3.1.1
Preferensi dan Persepsi Preferensi berasal dari kata preference (Inggris) yang berarti lebih suka.
Preferensi adalah suatu sikap yang lebih menyukai suatu barang/jasa daripada barang/jasa lainnya. Penilaian preferensi adalah teknik penelitian dengan menyajikan dua atau lebih perangsang yang harus dipilih
subjek yang diukur
lewat tes verbal atau lisan (Chaplin, 2002). Persepsi dalam arti sempit merupakan penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas, persepsi merupakan pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu (Leavitt, 1978). Menurut Baron dan Byrne (2000) dalam Hanum (2007), persepsi adalah suatu proses memilih, mengorganisir dan menginterpretasikan informasi yang dikumpulkan oleh sesorang agar dapat memahami dunia sekitar. 3.1.2. Metode Estimasi Penilaian Lingkungan Terdapat metode untuk mengukur nilai dari suatu lingkungan, diantaranya adalah Contingent Valuation Method (CVM), Hedonic Pricing Method (HPM), Travel Cost Method (TCM) dan Production Function Approach (Hanley dan Spash, 1993). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah CVM dan dijelaskan pada bagian ini : 3.1.2.1. Contingent Valuation Method (CVM) CVM pada hakikatnya bertujuan untuk mengetahui : pertama, keinginan membayar (willingness to pay atau WTP) dari masyarakat, misalnya terhadap
15
perbaikan kualitas lingkungan (air, udara, dan sebagainya) : dan kedua, keinginan menerima (willingness to accept atau WTA) kerusakan suatu lingkungan perairan. Karena teknik CVM didasarkan pada asumsi mendasar mengenai hak kepemilikan, jika individu yang ditanya tidak memilki hak atas barang dan jasa yang dihasilkan sumber daya alam, pengukuran yang relevan adalah keinginan membayar maksimum (maximum willingness to pay) untuk memperoleh barang tersebut. Sebaliknya, jika individu yang kita tanya memiliki hak atas sumber daya, pengukuran yang relevan adalah keinginan untuk menerima (willingness to accept) ganti rugi paling minimum atas hilang atau rusaknya sumber daya alam yang dia miliki (Fauzi, 2004). Sesuatu yang merugikan, memiliki nilai ekonomi yang negatif yang akan mengurangi kesejahteraan manusia. Nilai ekonomi akan muncul sebagai kesediaan untuk membayar kerugian (WTP) atau sebagai kesediaan untuk menerima (WTA) kompensasi untuk mentolerir. Alasan untuk menggunakan WTP dan WTA adalah manfaat kebijakan dapat dibandingkan langsung dengan biaya kebijakan. Tingkat diskonto dalam hal ini suatu nilai ekonomi. Masalah dengan menggunakan WTP dan WTA sebagai beban dalam preferensi menyatakan dengan bentuk lain dari survei adalah bahwa individu mungkin kurang informasi tentang konsekuensi dari pilihan dan mungkin membuat pilihan yang salah dan alternatif mungkin sulit bagi individu untuk melihat dan memahami. Memunculkan penilaian pertanyaan elisitasi nilai ini dirancang untuk menarik keluar kesediaan masyarakat untuk perdagangan barang (atau dampak) untuk uang. Dalam proses ini sangat penting untuk memperoleh baik WTP maksimum atau WTA minimum untuk konsisten dengan teori dasar ekonomi penilaian (Pearce dan Ozdemiroglu, 2002)
16
3.1.2.2. Tahapan-Tahapan dalam Penerapan Analisis CVM Tahapan dalam penerapan analisis CVM (Hanley dan Spash, 1993) : 1. Membuat Pasar Hipotetik Pasar hipotetik (hypothetical market) membangun suatu alasan mengapa masyarakat seharusnya membayar terhadap suatu barang/jasa lingkungan atau menerima ganti rugi dari dipergunakannya barang/jasa lingkungan oleh pihak lain dimana tidak terdapat nilai dalam mata uang berapa harga barang/jasa lingkungan tersebut. Dalam pasar hipotetik harus terdapat penjelasan secara mendetail, nyata, dan informatif mengenai barang dan jasa lingkungan. 2. Mendapatkan Penawaran Besarnya Nilai WTP/WTA Tahap mendapatkan penawaran besarmya nilai WTP/WTA (obtaining bids) dapat dilakukan melalui wawancara tatap muka, dengan perantara telepon, atau surat. Wawancara dengan surat sering mengalami bias dalam bentuk tidak mendapat tanggapan atau tanggapan rendah. Wawancara menggunakan petugas yang terlatih memungkinkan pertanyaan dan jawaban secara lebih rinci, tetapi tidak menutup kemungkinan bias yang dilakukan oleh petugas tersebut. 3. Memperkirakan Nilai Rata-Rata WTP dan/atau Nilai Tengah WTA Setelah data mengenai nilai WTP/WTA terkumpul, tahap selanjutnya adalah perhitungan nilai tengah (median) dan rata-rata (mean) dari WTP/WTA (calculating average WTP and/or mean WTA). Nilai tengah digunakan apabila terjadinya rentang nilai penawaran yang terlalu jauh, misalnya 100 rumahtangga, 99 rumahtangga memiliki nilai penawaran Rp 1 000 000.00 tetapi ada satu rumahtangga yang memiliki nilai penawaran Rp 100 000.00.
17
Dalam perhitungan statistika, nilai ini disebut sebagai outlier dan biasanya tidak dimasukkan ke dalam perhitungan (Fauzi, 2004). 4. Memperkirakan Kurva Penawaran Sebuah kurva dapat diperkirakan dengan nilai WTP/WTA (estimating bid curve) sebagai variabel terikat dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tersebut sebagai variabel bebas. Kurva penawaran ini dapat digunakan untuk memperkirakan perubahan nilai WTP/WTA karena perubahan sejumlah variabel bebas yang berhubungan dengan mutu lingkungan. 5. Menjumlahkan Data Penjumlahan data (agregating data) merupakan proses dimana nilai tengah penawaran dikonversikan terhadap total populasi yang dimaksudkan. 6. Mengevaluasi Penggunaan CVM Tahap mengevaluasi penggunaan CVM (evaluating the CVM exercise) menilai sejauh mana penerapan CVM telah berhasil dilakukan. Penilaian tersebut dilakukan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan seperti apakah rumahtangga
benar-benar
mengerti
pasar
hipotetik,
berapa
banyak
kepemilikan rumahtangga terhadap barang/jasa lingkungan yang terdapat dalam pasar hipotetik, seberapa baik pasar hipotetik yang dibuat dapat mencakup semua aspek barang/jasa lingkungan, dan lain-lain pertanyaan sejenis. Evaluasi studi CVM juga dapat dilihat dari nilai R2 yang dihasilkan (Mitchell dan Carson, 1989 dalam Garrord dan Willis, 1999). Nilai R2 ini didapat dari hasil regresi antara WTA dengan luas lahan, lama tinggal, pengeluaran rumahtangga, tingkat pendidikan, status kepemilikan rumah dan jarak ke sumber bising. Studi CVM yang menghasilkan nilai R2 lebih rendah dari 0.15
18
dapat dikatakan tidak reliable. Namun nilai R2 yang tinggi dapat menunjukan tingkat kepercayaan penggunaan CVM. 3.1.2.3. Kelebihan dan Kekurangan CVM Secara khusus, CVM menyarankan pentingnya mengetahui nilai keberadaan barang-barang dan jasa lingkungan. Salah satu kelebihan CVM adalah kemampuan dalam mengestimasi nilai nonpengguna. CVM memungkinkan seseorang dapat mengukur utilitasnya dari keberadaan barang lingkungan, bahkan jika mereka sendiri tidak menggunakannya secara langsung (Hanley dan Spash, 1993). Kelemahan yang terdapat dalam CVM adalah munculnya bias dalam pengumpulan data. Bias-bias yang mungkin terjadi dalam CVM terdiri atas: 1. Bias Strategi Bias strategi (strategic bias) terjadi karena latar belakang pemanfaatan benda lingkungan yang bersifat nonexcludability sehingga mendorong terciptanya seorang rumahtangga bertindak sebagai free rider. Alternatif untuk mengurangi bias ini adalah melalui penjelasan bahwa semua orang akan membayar nilai tawaran rata-rata atau penekanan sifat hipotesis dari perlakuan. 2. Bias Rancangan Beberapa
hal
dalam
rancangan
survei
yang
dapat
mempengaruhi
rumahtangga: a. Pemilihan jenis tawaran (choice of bid vehicle). Jenis tawaran yang diberikan dalam bentuk “karcis masuk kawasan” akan menghasilkan nilai WTP yang lebih rendah dibandingkan dengan dalam bentuk “trust fund” pada studi CVM untuk menilai perlindungan kawasan rimba. Hal ini dapat
19
terjadi karena individu merasa tidak senang membayar atau mengeluarkan uang pada saat ia ingin melakukan rekreasi di kawasan tersebut atau karena kebijakan karcis merupakan kebijakan fiskal yang tidak popular di masyarakat. b. Bias titik awal (starting point bias). Pada metode bidding game, titik awal yang diberikan kepada rumahtangga dapat mempengaruhi nilai tawaran (bid) yang ditawarkan. Hal ini dapat dikarenakan rumahtangga yang ditanyai merasa kurang sabar atau karena titik awal yang mengemukakan besarnya nilai tawaran adalah tepat dengan selera rumahtangga. c. Sifat informasi yang ditawarkan (nature of information provided). Dalam pasar hipotesis, rumahtangga mengkombinasikan informasi benda lingkungan yang diberikan dan bagaimana pasar akan bekerja. Tanggapan rumahtangga dipengaruhi oleh pasar hipotesis maupun komoditi maupun komoditi yang diinformasikan saat survei. Informasi yang dapat merubah preferensi dapat dipandang menyatakan sebuah bias. 3. Bias yang berhubungan dengan kondisi kejiwaan rumahtangga Bias yang berhubungan dengan kondisi kejiwaan rumahtangga (mental account bias) terkait dengan langkah proses pembuatan keputusan seorang individu dalam memutuskan seberapa besar pendapatan, kekayaan, dan waktunya yang dapat dihabiskan untuk benda lingkungan tertentu. 4. Kesalahan pasar hipotetik Kesalahan pasar hipotetik (hypothetical market error) terjadi jika fakta yang ditanyakan kepada rumahtangga dalam pasar hipotetik membuat tanggapan rumahtangga berbeda dengan konsep yang diinginkan peneliti sehingga nilai WTP yang dihasilkan berbeda dengan nilai sesungguhnya. Hal ini dikarenakan
20
studi CVM tidak berhadapan dengan perdagangan aktual, melainkan suatu perdagangan atau pasar yang murni hipotetik yang didepankan dari pertemuan antara kondisi psikologi dan sosiologi perilaku. 3.1.2.4. Organisasi Pengoperasian CVM Organisasi pengoperasian valuasi kontingensi, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan (Hanley dan Spash, 1993) : 1. Pasar hipotesis yang digunakan harus memiliki kredibilitas dan realistik. 2. Alat pembayaran yang digunakan dan atau ukuran kesejahteraan (WTP dan WTA) sebaiknya tidak kontroversial dengan yang berlaku di masyarakat. 3. Rumahtangga sebaiknya memiliki informasi cukup mengenai barang lingkungan yang dimaksud pada kuesioner dan alat pembayaran untuk penawaran mereka. 4. Jika memungkinkan ukuran WTP/WTA sebaiknya dicari, karena rumahtangga sering kesulitan menentukan nominal yang ingin mereka berikan atau terima. 5. Ukuran contoh yang cukup besar sebaiknya dipilih untuk mempermudah memperoleh selang kepercayaan dan reabilitas. 6. Pengujian bias, sebaiknya dilakukan dan mengadopsi strategi untuk memperkecil strategic bias secara khusus. 7. Penawaran sanggahan sebaiknya diidentifikasi. 8. Diperlukan pengetahuan dengan pasti jika contoh memiliki karakteristik yang sama dengan populasi dan penyesuaian diperlukan. 9. Tanda parameter sebaiknya dilihat kembali untuk melihat jika mereka setuju dengan harapan yang tepat.
21
3.1.3. Asumsi Pendekatan Willingness to Accept (WTA) Asumsi-asumsi yang diperlukan dalam pelaksanaan pengumpulan nilai WTA dari masing-masing rumahtangga adalah: 1. Rumahtangga yang bersedia menerima ganti rugi (WTA) mengenal dengan baik kawasan dekat jalur KRL Kebon Baru, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, Kota DKI Jakarta. 2. Pemerintah DKI Jakarta memberikan perhatian terhadap kualitas lingkungan dan penataan kota termasuk kawasan Kebon Baru. 3. Pemerintah DKI Jakarta bersedia untuk memberikan ganti rugi atas perubahan kualitas lingkungan akibat adanya ganti rugi pemukiman rumahtangga yang tinggal di dekat jalur KRL Kebon Baru . 4. Rumahtangga yang dipilih dari penduduk yang relevan, dimana setiap satu tempat tinggal yang diambil dianggap sebagai satu kepala keluarga. 3.1.4. Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran dan perumusan masalah penelitian, hipotesis penelitian adalah : 1. Persepsi rumahtangga terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL dipengaruhi secara negatif oleh tingkat pendidikan dan dipengaruhi secara positif oleh luas lahan, lama tinggal, jarak ke sumber bising dan status kepemilikan rumah. 2. Kesediaan rumahtangga dalam menerima ganti rugi pemukiman dipengaruhi secara positif oleh jumlah anggota rumahtangga, luas lahan, jarak ke sumber bising, dan status kepemilikan rumah dan dipengaruhi secara negatif oleh tingkat pendidikan.
22
3. Nilai WTA rumahtangga yang status kepemilikan rumah milik lebih tinggi daripada nilai WTA rumahtangga yang status kepemilikan rumah sewa. Besarnya WTA dipengaruhi secara negatif oleh lama tinggal dan dipengaruhi secara positif oleh luas lahan, pengeluaran rumahtangga, tingkat pendidikan, jarak ke sumber bising dan status kepemilikan rumah. 3.2.
Kerangka Operasional Kerangka operasional mengenai penelitian ini dapat dilihat pada Gambar
1. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pembangunan yang tidak merata di Indonesia
sehingga
terjadi
urbanisasi
besar-besaran
ke
wilayah
pusat
perekonomian dan pusat pemerintahan, yaitu DKI Jakarta. Adanya urbanisasi tersebut menyebabkan wilayah DKI Jakarta semakin padat dan meningkatnya permintaan pemukiman. Lahan yang jumlahnya tetap dan terbatas menyebabkan timbulnya pemukiman yang padat. Beberapa dari wilayah tersebut adalah adalah wilayah yang kurang layak untuk dijadikan tempat tinggal. Salah satunya adalah wilayah dekat jalur KRL, Kebon Baru, Jakarta Selatan. Analisis persepsi rumahtangga terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Analisis yang digunakan adalah regresi logit sehingga diketahui pula faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi persepsi rumahtangga terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal adalah tingkat pendidikan, luas lahan, lama tinggal, jarak ke sumber bising dan
status kepemilikan rumah. Analisis kesediaan
rumahtangga dalam
menerima dana ganti rugi pemukiman dan faktor-faktor apa saja mempengaruhinya. Analisis
ini
juga menganalisis
besarnya
yang
ganti rugi
dilakukan dengan menggunakan metode CVM dan faktor-faktor yang
23
Pembangunan yang tidak merata
Pemerintah Kota DKI JAKARTA
Urbanisasi Pembangunan fasilitas transportasi Permintaan pemukiman meningkat Pemukiman padat dan kurang layak di wilayah Kebon Baru Risiko bermukim di dekat jalur KRL Isu penggusuran Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi rumah tangga tentang kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal mereka
Kebijakan ganti rugi pemukiman penduduk
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan rumah tangga menerima ganti rugi
Regresi Logit
Ya
Jumlah ganti rugi (estimasi nilai WTA)
Tidak
CVM Kesepakatan nilai ganti rugi yang disetujui kedua belah pihak
Faktor-faktor yang mempengaruhi WTA Regresi berganda
Rekomendasi Kebijakan Ganti Rugi Wilayah Dekat Jalur KRL
Keterangan:
tidak masuk dalam objek penelitian
Gambar 1. Diagram Alur Kerangka Operasional
24
yaitu dengan menggunakan regresi linier berganda. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi analisis ini adalah luas lahan, lama tinggal, pengeluaran rumahtangga, tingkat pendidikan, status kepemilikan rumah dan jarak ke sumber bising. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran tentang kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah. Kebijakan tersebut adalah kebijakan dalam menentukan ganti rugi pemukiman di dekat jalur KRL sehingga tercipta tata kota yang lebih baik yang menguntungkan baik untuk masyarakat maupun untuk pemerintah.
25
IV. METODE PENELITIAN 4.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di pemukiman penduduk di dekat jalur KRL di
Kelurahan Kebon Baru, Jakarta Selatan. Pemilihan dilakukan secara sengaja (purposive) karena salah satu wilayah di kelurahan tersebut merupakan daerah yang dekat dengan jalur KRL. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Juli 2010. 4.2.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang dibutuhkan untuk tujuan penelitian. Data primer digunakan meliputi: karakteristik rumahtangga, persepsi rumahtangga terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL, persepsi rumahtangga terhadap kesediaan menerima ganti rugi pemukiman, estimasi besarnya nilai ganti rugi yang bersedia diterima rumahtangga (WTA) dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Data sekunder adalah data yang digunakan tidak untuk tujuan penelitian. Data sekunder merupakan data mengenai gambaran umum Kelurahan Kebon Baru diantara mengenai wilayah dan kondisi penduduk secara umum. Data-data tersebut diperoleh dari Kelurahan Kebon Baru, Jakarta Selatan dan instansi-instansi terkait. 4.3.
Penentuan Sampel Rumahtangga Pengambilan sampel dilakukan dengan metode nonprobabilty sampling.
Kelompok masyarakat yang menjadi pada penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di dekat jalur KRL. Masyarakat yang dipilih menjadi adalah masyarakat RW 06 dan RW 013 di Kelurahan Kebon Baru. Jumlah yang diambil dalam
26
penelitian adalah 120 rumahtangga. Rumahtangga tersebut terdiri dari 30 rumahtangga dengan status kepemilikan rumah milik dan dengan jarak ke sumber bising kurang dari sama dengan 20 meter, 30 rumahtangga dengan status kepemilikan rumah sewa dan dengan jarak ke sumber bising kurang dari sama dengan 20 meter, 30 rumahtangga dengan status kepemilikan rumah milik dan dengan jarak ke sumber bising lebih dari 20 meter dan 30 rumahtangga dengan status kepemilikan rumah sewa dan dengan jarak ke sumber bising lebih dari 20 meter.
Status
kepemilikan
rumah
digunakan
dalam
penentuan
jumlah
rumahtangga karena status kepemilikan rumah diduga mempengaruhi hipotesis dari penelitian. Sedangkan jarak 20 meter dijadikan batasan karena wilayah yang kemungkinan besar akan digusur adalah yang memiliki jarak kurang dari sama dengan 20 meter ke jarak sumber bising. Penjelasan mengenai pengambilan sampel dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Penentuan Jumlah Sampel Rukun Rukun Tetangga Warga 002 006 Jumlah 15 Sampel 001 002 004 006 013 Jumlah 15 15 15 15 Sampel 4.4.
003 15 009
011
15
15
Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan pada awal bulan April. Data yang
dikumpulkan adalah data primer melalui wawancara survei menggunakan alat kuisioner kepada rumahtangga dan data sekunder yang berasal dari instansiinstansi yang terkait.
27
4.5.
Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis secara kuantitatif.
Pengelolaan dan analisis menggunakan komputer dengan program Microsoft Office Excel dan Minitab for Windows Release 14. Matriks analisis data yang digunakan untuk menjawab tujuan-tujuan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Matriks Analisis Data No Tujuan Penelitian 1. Kajian tentang faktorfaktor yang mempengaruhi persepsi rumahtangga terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL. Kajian tentang faktor2. faktor yang mempengaruhi kesediaan rumahtangga menerima ganti rugi pemukiman. 3.
Kajian estimasi nilai ganti rugi yang bersedia diterima rumahtangga (Willingness to Accept).
4.
Kajian tentang faktorfaktor yang mempengaruhi nilai ganti rugi yang bersedia diterima rumahtangga (Willingness to Accept).
Sumber Data Dari wawancara langsung dengan sampel rumahtangga penelitian dengan menggunakan kuisioner.
Analisis Data Model regresi logit dengan Microsoft Office Excel dan Minitab for Windows Release 14.
Dari wawancara langsung dengan sampel rumahtangga penelitian dengan menggunakan kuisioner.
Model regresi logit dengan Microsoft Office Excel dan Minitab for Windows Release 14.
Dari wawancara langsung dengan sampel rumahtangga penelitian dengan menggunakan kuisioner. Dari wawancara langsung dengan sampel rumahtangga penelitian dengan menggunakan kuisioner.
Estimasi WTA dengan pendekatan CVM dengan Microsoft Office Excel. Model regresi berganda dengan Microsoft Office Excel dan Minitab for Windows Release 14.
4.5.1. Analisis Persepsi Rumahtangga terhadap Kondisi Kelayakan Lingkungan Tempat Tinggal di Dekat Jalur Kereta Rel Listrik (KRL) Penilaian rumahtangga terhadap kelayakan tempat tinggal di dekat jalur KRL, Kebon Baru dianalisis menggunakan alat analisis regresi logit. Analisis persepsi rumahtangga Kebon Baru ini dilakukan dengan mengkaji faktor-faktor
28
yang
mempengaruhi
persepsi
rumahtangga
terhadap
kondisi
kelayakan
lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL sebagai tempat tinggal. Bentuk model regresi logit yang digunakan dalam analisis adalah: Li Layak = α0 – α1 PDDKNi + α2 LUASi + α3 LMTGi + α4 JRSBi + α5 SRMHi + Ui dimana Li Layak =
Peluang rumahtangga menyatakan layak atau tidak layak terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL sebagai (bernilai 1 untuk “layak” dan bernilai 0 untuk “tidak layak”)
α0
=
Konstanta
α1…. α5
=
Koefisien regresi
PDDKN =
Tingkat pendidikan (bernilai 0 untuk “lama pendidikan kurang dari sama dengan pendidikan tingkat SMP atau 9 tahun” dan nilai 1 untuk “lama pendidikan di atas SMP atau lebih dari 9 tahun”)
LUAS
=
Luas lahan (m2)
LMTG
=
Lama tinggal (tahun)
JRSB
=
Jarak ke sumber bising (m)
SRMH
=
Status kepemilikan rumah (bernilai 1 untuk “milik sendiri” dan bernilai 0 untuk “bukan milik sendiri”)
i
=
Rumahtangga sampel ke-i (1,2,3,…,120)
U
=
Galat
29
nilai dugaan yang diharapkan (hipotesis) :
α2, α3, α4, α5 > 0 α 1< 0 Tingkat pendidikan diestimasi berbanding terbalik dengan rumahtangga yang menilai layak pemukiman di dekat jalur KRL, Kebon Baru sebagai tempat tinggal. Ini berarti, semakin tinggi pendidikan maka rumahtangga menyadari bahwa lingkungan tempat tinggalnya di dekat jalur KRL seharusnya memang bukan menjadi daerah pemukiman. Tingkat pendidikan mempengaruhi pola pikir seseorang, persepsi, penilaian terhadap lingkungan serta bagaimana cara menanggapi pertanyaan mengenai lingkungan. Variabel luas lahan diestimasi memiliki hubungan positif dengan penilaian rumahtangga mengenai layak dan tidak layaknya menjadikan pemukiman di dekat jalur KRL sebagai tempat tinggal. Semakin luas lahan, seseorang akan merasa senang tinggal di rumah, meskipun keadaan lingkungannya kurang baik, sehingga seseorang akan menilai tempat tinggal sebagai tempat tinggal yang layak walaupun lokasinya di dekat jalur KRL. Selanjutnya, variabel lama tinggal di Kebon Baru diestimasi memiliki hubungan positif. Semakin lama rumahtangga tinggal di Kebon Baru, rumahtangga semakin terbiasa dengan kondisi lingkungan tempat tinggal mereka. Variabel jarak ke sumber bising juga diduga berpengaruh positif terhadap peluang rumahtangga suka tetap tinggal di sekitar jalur KRL, dimana semakin jauh jarak dari sumber bising maka rumahtangga semakin menyukai tempat tinggalnya. Variabel status kepemilikan rumah diestimasi memiliki hubungan positif terhadap persepsi rumahtangga terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat
30
tinggal di dekat jalur KRL. Jika rumahtangga tinggal di rumah dengan status kepemilikan rumah milik sendiri, maka rumahtangga merasa tinggal legal di daerah tersebut dan menyatakan menjadikan pemukiman dekat KRL, Kebon Baru sebagai tempat tinggal. Estimasi parameter model logit menggunakan metode Maximum Likelihood Estimator (MLE). 4.5.2. Analisis Kesediaan Rumahtangga Menerima Ganti Rugi Pemukiman Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan rumahtangga dalam menerima ganti rugi dilakukan dengan menggunakan alat regresi logit. Penggunaan model logit digunakan untuk dapat mengestimasi peluang rumahtangga untuk menerima atau tidak menerima ganti rugi pemukiman, serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya. Bentuk model regresi logit yang digunakan
untuk
mengkaji
kesediaan/ketidaksediaan
rumahtangga
dalam
menerima ganti rugi adalah: Li Sedia = β0 – β1 JMLANGi – β2 LUASi – β3 JRSBi + β4 PDDKNi - β5 SRMHi + Ui dimana Li Sedia
=
Peluang kesediaan rumahtangga menerima ganti rugi pemukiman (bernilai 1 untuk “bersedia” dan bernilai 0 untuk “tidak bersedia”)
β0
=
Konstanta
β1….β5
=
Koefisien regresi
JMLANG
=
Jumlah anggota rumahtangga (orang)
LUAS
=
Luas lahan (m2)
JRSB
=
Jarak ke sumber bising (m)
31
PDDKN
=
Tingkat pendidikan (bernilai 0 untuk “lama pendidikan kurang dari sama dengan pendidikan tingkat SMP atau 9 tahun” dan “nilai 1 untuk lama pendidikan di atas SMP atau lebih dari 9 tahun”)
SRMH
=
Status kepemilikan rumah (bernilai 1 untuk “milik sendiri” dan bernilai 0 untuk “bukan milik sendiri”)
i U
= =
Rumahtangga sampel ke-i (1,2,3,…,120) Galat
nilai dugaan yang diharapkan (hipotesis): β4 > 0 β1, β2, β3, β5 < 0 Variabel jumlah anggota rumahtangga diestimasi memberikan pengaruh negatif pada kesediaan menerima ganti rugi. Semakin banyak jumlah anggota rumahtangga semakin besar biaya hidup dan kesulitan jika harus berpindah tempat tinggal. Hal ini kemudian menyebabkan rumahtangga tidak bersedia menerima ganti rugi yang diajukan dan menolak menerima ganti rugi, begitu pula sebaliknya. Variabel luas lahan diestimasi memiliki hubungan negatif dengan kesediaan rumahtangga menerima ganti rugi pemukiman. Semakin luas lahan seseorang maka rumahtangga akan merasa nyaman dan tidak terlalu terganggu dengan perubahan kualitas lingkungan dan sekitarnya. Selain itu, rumahtangga dengan lahan yang luas sudah mengeluarkan biaya besar untuk membangun tempat tinggalnya. Faktor tersebut menyebabkan rumahtangga tidak bersedia menerima ganti rugi. Variabel pengeluaran diestimasi berpengaruh positif terhadap kesediaan menerima ganti rugi sehingga bersedia menerima ganti rugi.
32
Variabel jarak ke sumber bising diestimasi berpengaruh negatif terhadap peluang rumahtangga untuk bersedia menerima ganti rugi, dimana semakin jauh jarak dari sumber bising maka rumahtangga semakin menyukai tempat tinggalnya dan tidak merasa terganggu dengan adanya jalur KRL. Variabel tingkat pendidikan diestimasi berhubungan positif terhadap kesediaan menerima ganti rugi, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan maka rumahtangga menyadari adanya kebisingan dan bahaya akibat adanya KRL sehingga bersedia menerima ganti rugi pemukiman. Namun, variabel status kepemilikan rumah diestimasi berpengaruh negatif. Jika menempati rumah milik rumahtangga sendiri, maka rumahtangga menolak ganti rugi. Estimasi parameter model logit menggunakan metode Maximum Likelihood Estimator (MLE). 4.5.3. Estimasi WTA Rumahtangga dan Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya Estimasi nilai WTA rumahtangga dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan CVM yang terdiri dari enam tahap, yaitu: 1. Membangun Pasar Hipotesis 2. Memperoleh Nilai Tawaran 3. Menghitung Dugaan Nilai Rataan WTA 4. Menduga Kurva Penawaran WTA 5. Menjumlahkan Data 6. Mengevaluasi Penggunaan CVM Analisis faktor-faktor mempengaruhi WTA rumahtangga di Kelurahan Kebon Baru terhadap nilai ganti rugi yang bersedia diterima rumahtangga
33
(Willingness to Accept) menggunakan model regresi linier berganda sebagai berikut: WTA = γ0 + γ1 LUASi - γ2 LMTGi + γ3 PGLRi + γ4 PDDKNi + γ5 SRMHi + γ6 JRSBi + Ui dimana: WTA
= Nilai WTA rumahtangga
γ0
= Konstanta
γ1…. γ6
= Koefisien regresi
LUAS
= Luas lahan (m2)
LMTG
= Lama tinggal (tahun)
PGLR
= Pengeluaran rumahtangga (Rp/tahun)
PDDKN
= Tingkat pendidikan (bernilai 0 untuk “lama pendidikan kurang dari sama dengan pendidikan tingkat SMP atau 9 tahun” dan nilai 1 untuk “lama pendidikan di atas SMP atau lebih dari 9 tahun”)
SRMH
= Status kepemilikan rumah (bernilai 1 untuk
“milik
sendiri” dan bernilai 0 untuk “bukan milik sendiri”) JRSB i U
= Jarak ke sumber bising (m) = Rumahtangga sampel ke-i (1,2,3,…,68) = Galat
nilai estimasi yang diharapkan (hipotesis): γ2 < 0 γ1, γ3, γ4, γ5, γ6 > 0 Variabel luas lahan diestimasi memberikan pengaruh positif pada nilai ganti rugi yang bersedia diterima oleh rumahtangga (WTA). Semakin luas lahan,
34
diestimasi memberikan nilai ganti rugi yang semakin besar. Luasnya lahan menunjukan seberapa besar biaya yang dikeluarkan untuk membangun rumah tersebut, sehingga nilai ganti rugi yang diminta juga semakin besar. Variabel lama tinggal diestimasi memberikan pengaruh negatif. Hal ini disebabkan semakin lama rumahtangga tinggal di dekat jalur KRL, maka rumahtangga kurang mengetahui perkembangan NJOP di wilayah ini karena mereka telah lama tidak menjual atau membeli tanah yang mereka tempati saat ini. Variabel pengeluaran rumahtangga merupakan bayangan dari variabel pendapatan rumahtangga karena variabel pengeluaran rumahtangga diestimasi lebih
akurat
dibandingkan
variabel
pendapatan
rumahtangga.
Variabel
pengeluaran rumahtangga diestimasi berpengaruh positif terhadap nilai ganti rugi yang bersedia diterima oleh rumahtangga (WTA), dimana semakin tinggi pengeluaran maka nilai kesediaan menerima ganti rugi rumahtangga (WTA) semakin tinggi. Selain itu, variabel tingkat pendidikan juga berpengaruh positif terhadap nilai ganti rugi yang bersedia diterima oleh rumahtangga (WTA), dimana semakin tinggi pendidikan, nilai kesediaan menerima ganti rugi (WTA) semakin tinggi. Variabel status kepemilikan rumah diestimasi berpengaruh positif. Jika rumah yang ditempati rumahtangga adalah milik sendiri, maka rumahtangga mau menerima ganti rugi yang lebih tinggi, dan sebaliknya. Variabel status kepemilikan rumah digunakan untuk mengetahui apakah implikasi dari perbedaan status kepemilikan rumah dalam penilaian WTA. Variabel jarak ke sumber bising diestimasi berpengaruh positif terhadap besarnya ganti rugi karena semakin jauh jarak rumah ke sumber bising, maka rumah tersebut memiliki risiko yang lebih
35
kecil dari rumah yang jaraknya lebih dekat sehingga nilai ganti rugi yang bersedia diterima oleh rumahtangga (WTA). Estimasi parameter model regresi berganda menggunakan metode jumlah kuadrat terkecil atau metode Ordinary Least Squares (OLS). Menurut Juanda (2008), metode OLS adalah metode yang umum dan mudah digunakan. Asumsi utama yang mendasari model regresi dengan menggunakan metode OLS adalah sebagai berikut (Kuncoro, 2003) : 1. Model regresi linier, artinya linier dalam parameter. 2. X (luas lahan, lama tinggal, pengeluaran rumahtangga, tingkat pendidikan, jarak ke sumber bising dan status kepemilikan rumah) diasumsikan nonstokastik, artinya nilai X dianggap tetap dan berulang. 3. Nilai rata-rata kesalahan adalah nol, atau E (Ui | Xi) = 0 4. Homoskedastisitas, artinya varians kesalahan sama untuk setiap periode. Dinyatakan dalam bentuk matematis : var ( Ui | Xi ) 5. Tidak ada autokorelasi antar kesalahan (antara Ui dan Uj tidak ada korelasinya). Dinyatakan dalam bentuk matematis : covarians ( Ui , Uj ) 6. Antara u dan X saling bebas, sehingga cov (Ui,Uj) = 0 7. Tidak ada multikolinearitas yang sempurna antar variabel bebas. 8. Jumlah observasi, n, harus lebih besar daripada jumlah parameter yang diestimasi (jumlah variabel bebas). 9. Adanya variabilitas dalam nilai X, artinya nilai X harus berbeda (tidak boleh sama semua). 10. Model regresi telah dispesifikasikan secara benar. Variabel terikat pada regresi berganda dapat diwakili oleh WTA dan variabel bebas oleh luas lahan, lama tinggal, pengeluaran rumahtangga, tingkat
36
pendidikan, jarak ke sumber bising dan status kepemilikan rumah. Hubungan variabel bebas dan variabel terikat dapat disebut sebagai model regresi berganda. 4.6.
Evaluasi Model Perlu dilakukan pengujian secara statistika untuk memeriksa kebaikan dari
model yang telah dibuat. Uji yang dilakukan adalah: 1. Uji G Statistik uji G adalah uji rasio kemungkinan maksimum (likehood ratio test) yang digunakan untuk menguji peranan variabel bebas secara serentak. Rumus untuk uji G (Hosmer dan Lemeshow, 1989) adalah: G =- 2ln l0 l1 dimana:
…………………………………………………………..(5)
l0
= nilai likehood tanpa variabel bebas
l1
= nilai likehood model penuh
Pengujian terhadap hipotesis pada uji G persepsi rumahtangga terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL di Kelurahan Kebon baru adalah sebagai berikut: H0
: α0 = α1 = … = α5 = 0
H1
: minimal ada satu α tidak sama dengan nol, dimana i=0,1,2, 3, 4, 5
Pengujian terhadap hipotesis pada uji G kesediaan rumahtangga menerima ganti rugi pemukiman (WTA) di Kelurahan Kebon baru adalah sebagai berikut: H0
: β0 = β1 = … = β5 = 0
H1
: minimal ada satu β tidak sama dengan nol, dimana i=0,1,2, 3, 4, 5
37
Uji G juga dapat digunakan untuk memeriksa apakah nilai yang diestimasi dengan peubah di dalam model lebih baik jika dibandingkan dengan model yang tereduksi. 2. Uji Odds Ratio Menurut Firdaus (2008), dalam kejadian hubungan antar peubah kategorik dikenal adanya ukuran asosiasi, yaitu ukuran keeratan hubungan antar peubah kategorik. Salah satu keuntungan penggunaan analisis regresi logistik adalah bahwa ukuran asosiasi ini seringkali merupakan fungsi dari penduga parameter yang didapatkan. Salah satu ukuran asosiasi yang dapat diperoleh melalui rasio odd menganalisis regresi logistik adalah odd ratio (rasio odd). Odd sendiri dapat diartikan sebagai rasio peluang kejadian sukses dari peubah respon. Adapun rasio odd mengidentifikasikan seberapa lebih mungkin, dalam kaitannya dengan nilai odd, munculnya kejadian sukses pada suatu kelompok dibandingkan dengan kelompok lainnya. 3. Koefisien Determinasi yang Disesuaikan Menurut Firdaus (2004), ciri-ciri R2 adalah bahwa R2 merupakan fungsi yang menaik (nondecreasing function) dari variabel-variabel bebas yang tercakup dalam persamaan regresi linear berganda. Makin banyak variabel yang tercakup dalam model, makin menaik fungsi tersebut, artinya semakin besar nilai R2. Koefisien determinasi memiliki sifat-sifat sebagai berikut. a. Nilai koefisien determinasi selalu nonnegatif. b. Nilai terkecil koefisien determinasi adalah nol dan terbesar satu. Koefisien determinasi adalah suatu nilai statistik yang dapat digunakan untuk: a. Ukuran ketepatan/kecocokan suatu garis regresi.
38
b. Mengetahui besarnya sumbangan variabel bebas (luas lahan, lama tinggal, pengeluaran rumahtangga, tingkat pendidikan, status kepemilikan rumah dan jarak ke sumber bising), terhadap variasi (naik turunnya) variabel terikat (WTA) dari persamaan regresi tersebut. 4. Uji Statistik F Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (Xi) yaitu luas lahan (luas), lama tinggal (lmtg), pengeluaran rumahtangga (pglr), tingkat pendidikan (pddkn), status kepemilikan rumah (srmh) dan jarak ke sumber bising (jrsb), secara bersama-sama terhadap variabel terikat (Yi) yaitu WTA. prosedur pengujiannya (Ramanathan, 1997 dalam Zulwahyuni, 2007) H0 : γi = 0 ; i = 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6 H1 : paling sedikit ada satu nilai γi yang tidak sama dengan 0 Fhit = JKK ( k – 1) …………………………...…………………..(7) JKG k ( n – 1) dimana : JKK = Jumlah Kuadrat utnuk Nilai Tengah Kolom JGK = Jumlah Kuadrat Galat n
= Jumlah sampel
k
= Jumlah Peubah
Jika Fhit < Ftabel, maka H0 diterima, artinya variabel bebas (Xi) secara serentak tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (Yi). Jika Fhit > Ftabel, maka H0 ditolak, artinya variabel bebas (Xi) secara serentak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (Yi). Pengujian juga dapat melihat nilai P-value dari model seluruh variabel bebas secara bersama). Jika P-value lebih kecil dari nilai α yang digunakan, maka H0
39
ditolak yang artinya variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. 5. Uji Statistik t Uji ini dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh masing-masing variabel bebasnya (Xi) luas lahan (luas), lama tinggal (lmtg), pengeluaran rumahtangga (pglr), tingkat pendidikan (pddkn), status kepemilikan rumah (srmh) dan jarak ke sumber bising (jrsb), mempengaruhi variabel terikat (Yi) yaitu WTA, prosedur pengujiannya (Ramanathan, 1997 dalam Zulwahyuni, 2007) adalah: H0 : γi = 0 artinya variabel bebas (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (Yi). H1 : γi > 0 atau γi < 0 artinya variabel bebas (Xi) berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (Yi). t-hitung ( n – k ) = γi – 0 ………...……………………………………(6) S γi Apabila t-hitung lebih besar dari t-tabel pada taraf α = 0.15 berarti variabel bebas (xi) berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (Yi). Jika thit
(n-k)
< ttabel, maka H0 diterima, artinya variabel bebas (Xi) tidak
berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (Yi). Jika thit (n-k) > ttabel, maka H0 ditolak, artinya variabel bebas (Xi) berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (Yi). Pengujian juga dapat diketahui dari nilai probability masing-masing variabel yang merupakan hasil output. Jika nilai probability lebih kecil dari nilai α yang digunakan, maka variabel tersebut berpengaruh nyata secara individu terhadap variabel terikat.
40
6. Uji terhadap Kolinear Ganda (Multicollinearity) Dalam model yang melibatkan banyak peubah bebas sering terjadi masalah multicollinearity, yaitu terjadinya korelasi yang kuat antar peubah-peubah bebas. Menurut (Koustsoyiannis, 1977), deteksi adanya multicollinearity dalam sebuah model dapat dilakukan dengan membandingkan besarnya nilai koefisien determinasi (R2) dengan koefisien determinasi parsial antar peubah bebas. Multicolinearity dapat dianggap tidak masalah apabila koefisien determinasi parsial antara dua peubah bebas tidak melebihi nilai koefisien determinasi atau koefisien korelasi berganda antar semua peubah secara simultan. Masalah multicolinerity juga dapat dilihat langsung melalui output computer, yaitu apabila nilai VIF < 10 maka tidak ada masalah multicolinearity. Istilah kolinearitas (collinearity) sendiri berarti hubungan linear tunggal (single linear relationship), sedangkan kolonearitas ganda (multi-collinearity) menunjukkan adanya lebih dari satu hubungan linear yang sempurna. Dalam praktik, sering tidak dibedakan baik satu hubungan atau lebih dipergunakan istilah kolinearitas ganda. Apabila terjadi kolinearitas sempurna maka koefisien regresi dari variabel bebas (Xi), luas lahan (luas), lama tinggal (lmtg), pengeluaran rumahtangga (pglr), tingkat pendidikan (pddkn), status kepemilikan rumah (srmh) dan jarak ke sumber bising (jrsb), tidak dapat ditentukan (interminate) dan standart error-nya tak terhingga (infinite). Jika kolinearitas kurang sempurna, walau koefisien regresi dari variabel bebas dapat ditentukan (determinate) dan standart error-nya tinggi (infinite), yang berarti koefisien regresi tidak dapat diperkirakan dengan tingkat ketelitian yang tinggi. Jadi, semakin kecil korelasi di antara variabel bebasnya maka
41
semakin baik model regresi yang akan diperoleh. Dengan demikian, masalah penyimpangan multikolinearitas adalah masalah “derajat” (Firdaus, 2004). Hal-hal utama yang sering menyebabkan terjadinya multikolinearitas pada model regresi adalah kesalahan teoritis dalam pembentukan model fungsi regresi yang digunakan dan terlampau kecilnya jumlah pengamatan yang akan dianalisis dengan model regresi. Menurut Firdaus (2004), apabila terjadi kolinearitas sempurna maka koefisien regresi dari variabel bebas tidak dapat ditentukan (indeterminate) dan standard-error-nya tak terhingga (infinite). Jika kolinearitas kurang sempurna maka akan timbul akibat sebagai berikut. a. Walaupun koefisien regresi dapat ditentukan (determinate), tetapi standard error-nya akan cenderung membesar nilainya sewaktu tingkat kolinearitas antara variabel bebas juga meningkat. b. Oleh karena itu standard error dari koefisien regresi besar maka interval keyakinan untuk parameter dari populasi cenderung melebar. c. Dengan tingginya tingkat kolinearitas, probabilitas untuk menerima hipotesis, padahal hipotetis itu salah menjadi membesar nilainya. d. Bila kolinearitas ganda tinggi, seseorang akan memperoleh R2 yang tinggi tetapi tidak ada atau sedikit sekali koefisien regresi yang signifikan secara statistik. Menurut Firdaus (2004), ada tidaknya kolinearitas ganda dapat diketahui dengan melihat cirri-ciri sebagai berikut: a. Kolinearitas sering dapat diduga jika R2 cukup tinggi antara (0,7-1) dan jika koefisien korelasi sederhana juga tinggi, tetapi tak satu pun atau sedikit sekali koefisien regresi parsial yang signifikan secara individu di
42
pihak lain, uji F menolak H0 yang mengatakan bahwa secara simultan seluruh koefisien regresi parsial nilainya nol. b. Meskipun koefisien korelasi sederhana nilainya tinggi sehingga timbul dugaan bahwa terjadi kolinearitas ganda, tetapi hal ini belum tentu berlaku. c. Untuk mengetahui ada tidaknya kolinearitas ganda dalam suatu model regresi linier berganda, kita disarankan tidak hanya melihat koefisien korelasi, tetapi juga koefisien korelasi parsial. 7. Uji Heteroskedastisitas Salah satu asumsi metode pendugaan metode kuadrat terkecil adalah homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan. Pelanggaran, atas asumsi ini adalah heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas terjadi karena perubahan situasi yang tidak tergambarkan dalam spesifikasi model regresi yang dapat mengakibatkan perubahan tingkat keakuratan data. Gangguan ini sering terjadi pada data cross section. Menurut Firdaus (2004), heteroskedastisitas adalah penyimpangan terhadap faktor pengganggu dimana variasi dari faktor pengganggu berbeda pada data pengamatan yang satu ke data pengamatan yang lain. Keadaan heteroskedastisitas dapat terjadi karena beberapa sebab, antara lain: a. Sifat variabel yang diikutsertakan ke dalam model. Secara teoritis dapat diperkirakan bahwa semakin tinggi pengeluaran rumahtangga maka semakin tinggai WTA dan sebaliknya. Jika hal ini benar, maka akan ada kecenderungan bahwa varian Y (WTA) akan semakin besar dengan semakin besarnya nilai X (luas lahan, lama tinggal, pengeluaran rumahtangga, tingkat pendidikan, status kepemilikan rumah dan jarak ke
43
sumber bising), tingginya varian WTA tersebut akan berarti pula tingginya varian εi. b. Sifat data yang digunakan dalam analisis. Pada penelitian dengan menggunakan data runtut waktu, kemungkinan asumsi itu mungkin benar. Data itu pada umumnya mengalami perubahan yang relatif sama dan proporsional, baik yang menyangkut data variabel bebas maupun variabel terikat. Tetapi, pada penelitian dengan menggunakan data seksi silang, kemungkinan asumsi ini benar adalah lebih kecil. Hal ini disebabkan data itu umumnya tidak mempunyai tingkatan yang sama/sebanding. Keadaaan heteroskedastisitas akan mengakibatkan hal-hal berikut: a. Penduga OLS yang diperoleh tetap memenuhi persyaratan tidak bias. b. Varian yang diperoleh menjadi tidak efisien, artinya cenderung membesar sehingga tidak lagi merupakan varian yang terkecil. Kecenderungan semakin membesarnya varian tersebut akan mengakibatkan uji hipotesis yang dilakukan juga tidak akan memberikan hasil yang tidak baik (tidak valid). Pada uji t terhadap koefisien regresi, t-hitung diduga terlalu rendah. Kesimpulan tersebut akan semakin jelek jika sampel pengamatan semakin kecil jumlahnya. Dengan demikian model perlu diperbaiki dulu agar pengaruh dari heteroskedastisitas hilang. 8. Uji Normalitas Menurut Firdaus (2004), ada beberapa alasan mengenai asumsi kenormalan, yaitu sebagai berikut: a. Kesalahan pengganggu Ui merupakan kesalahan yang disebabkan adanya variabel-variabel yang mempengaruhi Y (WTA) tetapi tidak dimasukkan
44
ke dalam model regresi. Diharapkan bahwa variabel-variabel yang tidak dimasukkan dalam model regresi tersebut kecil dan tidak bersifat acak. b. Teori batas memusat juga menyebutkan bahwa meskipun banyaknya variabel tidak terlalu besar dan tidak secara penuh independen, jumlahnya masih bisa didistribusi secara normal. c. Dengan asumsi kenormalan, distribusi probabilitas penduga yang diperoleh dengan metode OLS dengan mudah dapat diturunkan, sebab merupakan sifat yang dimiliki distribusi normal bahwa setiap fungsi linear dari variabel-variabel yang didistribusikan secara normal dengan sendirinya didistribusikan secara normal pula. d. Distribusi secara normal adalah distribusi yang relatif secara sederhana, yang hanya melibatkan rata-rata dan varian, dan sifat teoritisnya telah dipelajari secara luas dalam statistik matematik. Uji ini diperlukan untuk mengetahui apakah error term dari data/observasi yang jumlahnya kurang dari 30 mendekati sebaran normal sehingga statistik t dapat dikatakan sah. Uji yang dapat dilakukan adalah uji Jarque Bera dengan prosedur sebagai berikut: H0 : error term terdistribusi normal H1 : error term tidak terdistribusi normal Terima H0 jika statistik J-B < X2 df-2 atau jika diperoleh nilai probabilitas hasil output lebih besar dari α.
45
V. DESKRISPSI LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN 5.1.
Keadaan Umum Kelurahan Kebon Baru Kelurahan Kebon Baru adalah salah satu dari 7 (tujuh) Kelurahan di
wilayah Kecamatan Tebet dan berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1251 Tahun 1986 Tanggal 29 Juli 1986 wilayah Kelurahan Kebon baru adalah 129.29 Ha dan saat ini terbagi menjadi 14 RW dan 154 RT. Batas-batas wilayah Kelurahan Kebon Baru pada sebelah utara adalah Jl. K. H. Abdullah Syafe’i, Sungai Ciliwung pada bagian Timur, Jl. MT. Haryono pada bagian selatan dan Kelurahan Tebet Timur pada bagian barat. Lokasi Kelurahan Kebon Baru sangat strategis, dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan pribadi serta angkutan umum. Penelitian ini dilakukan pada dua RW yaitu RW 6 dan RW 13 karena wilayah tersebut merupakan pemukiman penduduk yang dekat dengan jalur KRL. Sarana pendidikan yang terdapat di Kelurahan Kebon Baru adalah 11 Taman Kanak-Kanak, 15 Sekolah Dasar, dua Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, dan dua Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Sarana kesehatan yang disediakan berupa Puskesmas, Posyandu, Dokter Praktek, apotik, klinik kesehatan, dukun beranak, sedangkan sarana ibadah berupa mesjid dan mushala (Kelurahan, 2008). Penduduk Kelurahan Kebon Baru mayoritas bermata pencaharian sebagai buruh
yaitu
sebanyak
3
108
orang
(31
persen),
kemudian
sebagai
pedagang/pengusaha yaitu sebanyak 2 419 orang (24 persen), sebagai Pegawai Negeri Sipil 2 176 orang (21 persen), sebagai pensiunan 634 orang (6 persen), dan TNI/Polri 382 orang (4 persen). Jumlah penduduk yang tercatat di Kelurahan Kebon Baru pada tahun 2008 adalah sebanyak 38 511 orang yang terdiri dari
46
10 092 Kepala Keluarga. Rekapitulasi jumlah penduduk menurut golongan umur dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rekapitulasi Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur No. Umur Laki-laki Perempuan Jumlah (Tahun) (Orang) (Orang) (Orang) 1. 0-4 1 412 1 263 2 675 2. 5-9 1 347 1 100 2 447 3. 10-14 1 249 1 045 2 294 4. 15-19 1 545 1 124 2 669 5. 20-24 1 047 1 416 2 463 6. 25-29 2 945 1 387 4 332 7. 30-34 1 416 1 236 2 652 8. 35-39 1 405 1 247 2 652 9. 40-44 1 318 1 221 2 539 10. 45-49 1 595 1 113 2 708 11. 50-54 1 315 1 261 2 576 12. 55-59 1 437 1 132 2 569 13. 60-64 1 362 1 260 2 622 14. 64-69 1 480 1 833 3 313 15. 70-74 16. 75 keatas Jumlah 20 873 17 638 38 511 Sumber: Kelurahan Kebon Baru, 2008
Kelurahan Kebon Baru memiliki beberapa industri yang umumnya industri rumah tangga yaitu mencakup industri makanan, kerajinan dan pakaian. Ada pula beberapa usaha yang dibuat sendiri oleh masyarakat seperti warung makanan, bengkel, percetakan, wartel, warnet dan toko. Sarana dan prasarana khususnya transportasi cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan penduduk. 5.2.
Kondisi Pemukiman Kelurahan Kebon Baru Keadaan lingkungan Kelurahan Kebon Baru khususnya yang dekat dengan
jalur KRL adalah kurang baik. Setiap hari dari subuh hingga malam, KRL beroperasi sehingga menimbulkan kebisingan. Selain kebisingan, kecelakaan dan kriminalitas juga menjadi risiko tinggal di pemukiman di dekat jalur KRL.
47
Kondisi wilayah dekat jalur KRL di lokasi penelitian adalah cukup padat, hal ini dapat dilihat pada Lampiran 12 (Gambar 1). Rumah yang ada di wilayah tersebut hampir seluruhnya merupakan rumah permanen. Kondisi perumahan dan kepadatan pemukiman di lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 12 (Gambar 2 dan 3). Kondisi jalan juga cukup baik, semua jalan telah beraspal, tetapi sebagian besar hanya dapat dilalui oleh kendaraan beroda dua. Hal ini mengakibatkan kondisi pemukiman yang tidak rapi dan padat. 5.3.
Karakteristik Rumahtangga Kelurahan Kebon Baru Karakteristik umum rumahtangga di Kelurahan Kebon Baru didapatkan
dari survei yang dilakukan pada 120 rumahtangga. Karakteristik rumahtangga dapat dilihat dari beberapa variabel yaitu jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, asal penduduk, pendapatan rumahtangga, lama tinggal, luas lahan, jarak ke sumber bising, jumlah anggota rumahtangga dan pengeluaran rumahtangga. Hasil penelitian menunjukan perbandingan kepala rumahtangga laki-laki dan perempuan. Kepala rumahtangga laki-laki sebanyak 94 rumahtangga (78 persen) dan rumahtangga perempuan sebanyak 26 rumahtangga (22 persen). Rumahtangga memiliki tingkat usia yang bervariasi. Jumlah rumahtangga paling banyak pada usia 41-60 tahun sebanyak 60 rumahtangga (50 persen dari keseluruhan rumahtangga). Rumahtangga usia 20-40 tahun sebanyak 50 rumahtangga (42 persen), rumahtangga berusia lebih dari 60 tahun sebanyak 10 rumahtangga (8 persen). Rumahtangga memiliki tingkat pendidikan yang bervariasi. Rumahtangga yang mencapai pendidikan di tingkat SMA sebanyak 55 rumahtangga (46 persen dari keseluruhan rumahtangga). Hal ini dikarenakan kondisi perekonomian
48
keluarga yang tidak mencukupi untuk melanjutkan pendidikan. Selain itu, keinginan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi sangat minim, mereka lebih memilih untuk langsung bekerja. Rumahtangga yang tidak tamat sekolah sebanyak satu rumahtangga (1 persen), rumahtangga yang tingkat pendidikan mencapai Sekolah Dasar sebanyak 11 rumahtangga (9 persen), rumahtangga yang tingkat pendidikan mencapai Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama sebanyak 18 rumahtangga (15 persen), rumahtangga yang tingkat pendidikan mencapai Perguruan Tinggi sebanyak 35 rumahtangga (29 persen). Terdapat berbagai macam pekerjaan yang dijalani oleh rumahtangga. Jenis pekerjaan yang paling banyak dijalani oleh rumahtangga adalah karyawan yaitu sebanyak 43 rumahtangga (36 persen dari keseluruhan rumahtangga). Sedangkan rumahtangga yang bekerja sebagai di sektor informal, seperti berdagang dan usaha kecil lainnya sebanyak 33 rumahtangga (28 persen), rumahtangga yang bekerja sebagai buruh sebanyak 19 rumahtangga (16 persen), sebanyak 10 rumahtangga (8 persen) bekerja di sektor lain- lain seperti supir, tukang ojek, mahasiswa dan lain sebagainya. Rumahtangga yang hanya sebagai ibu rumah tangga sebanyak 10 rumahtangga (8 persen), rumahtangga yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil sebanyak empat rumahtangga (3 persen) dan rumahtangga yang merupakan mahasiswa sebanyak satu rumahtangga (1 persen). Rumahtangga memiliki asal daerah yang berbeda-beda. Rumahtangga yang merupakan penduduk asli Jakarta sebanyak 74 rumahtangga (62 persen dari keseluruhan rumahtangga), sedangkan rumahtangga yang merupakan pendatang dari luar Jakarta, diantaranya Padang, Jawa Barat, Jawa Timur, Manado, Medan, dan lain sebagainya, sebanyak 46 rumahtangga (38 persen). Karakteristik
49
rumahtangga berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan asal daerah dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Karakteristik Rumahtangga Kelurahan Kebon Baru Jumlah Presentase Karakteristik Rumahtangga (Rumahtangga) (%) Jenis Laki 94 78 Kelamin Perempuan 26 22 Jumlah 120 100 50 42 Usia (Tahun) 20-40 41-60 60 50 >60 10 8 Jumlah 120 100 Tidak Tamat Tingkat 1 1 SD Pendidikan SD 11 9 SLTP 18 15 SMA 55 46 PT 18 15 Jumlah 120 100 Jenis Karyawan 43 36 Pekerjaan Informal 33 28 Buruh 19 16 Sektor Lain 10 8 Ibu 10 8 Rumahtangga PNS 4 3 Mahasiswa 1 1 Jumlah 120 100 74 62 Asal Daerah Asli Jakarta Luar Jakarta 46 38 Jumlah 120 100 Jenis
pekerjaan
perbedaan tingkat
rumahtangga
yang
berbeda-beda
pendapatan. Rumahtangga yang
mengakibatkan
berpendapatan kurang
dari Rp 1 000 000 per bulan sebanyak 75 rumahtangga (62 persen dari keseluruhan rumahtangga). Hal ini dikarenakan, sebagian rumahtangga adalah ibu rumah tangga yang tidak memiliki pendapatan. Rumahtangga yang memiliki pendapatan
per bulan sebesar Rp 1 000 001-Rp 2 000 000 sebanyak 24
rumahtangga (20 persen), rumahtangga yang berpendapatan Rp 2 000 00150
Rp 3 000 000 sebanyak 14 rumahtangga (12 persen), rumahtangga yang berpendapatan lebih dari Rp 3 000 000 sebanyak tujuh rumahtangga (6 persen). Rumahtangga yang tinggal di wilayah Kebon Baru ini memiliki lama tinggal yang berbeda-beda. Rumahtangga yang tinggal selama 0-10 tahun sebanyak 60 rumahtangga
(50
persen dari
keseluruhan
rumahtangga),
rumahtangga yang tinggal selama 11-20 tahun sebanyak 20 rumahtangga (17 persen), rumahtangga yang tinggal selama 21-30 tahun sebanyak 26 rumahtangga (22 persen), rumahtangga yang tinggal selama 31-40 tahun sebanyak 12 rumahtangga (10 persen), dan rumahtangga yang tinggal lebih dari 50 tahun sebanyak dua rumahtangga (1 persen). Masing-masing
rumahtangga
memiliki
luas
lahan
berbeda-beda.
Rumahtangga yang luas lahan 21-40 m2 sebanyak 55 rumahtangga (46 persen dari keseluruhan rumahtangga), rumahtangga yang memiliki luas lahan kurang dari sama dengan 20 m2 sebanyak delapan rumahtangga (7 persen), rumahtangga yang memiliki luas lahan 41-60 m2 sebanyak 48 rumahtangga (40 persen), rumahtangga yang memiliki luas lahan 61-80 m2 sebanyak tujuh rumahtangga (6 persen), dan rumahtangga yang memiliki luas lahan lebih dari 80 m2 sebanyak dua rumahtangga (1 persen). Rumahtangga sebagian besar memiliki jarak rumah ke sumber bising sebesar 11-20 meter yaitu sebanyak 49 rumahtangga (41 persen dari keseluruhan rumahtangga), rumahtangga yang memilki jarak kurang dari sama dengan 10 meter dari kebisingan sebanyak 11 rumahtangga (9 persen), rumahtangga yang memiliki jarak 21-30 meter dari kebisingan sebanyak 25 rumahtangga (21 persen), rumahtangga yang memiliki jarak 31-40 meter dari kebisingan sebanyak 28 rumahtangga (23 persen), dan rumahtangga yang memiliki jarak lebih 40 meter
51
dari kebisingan sebanyak tujuh rumahtangga (6 persen). Karakteristik rumahtangga berdasarkan pendapatan, lama tinggal, luas lahan dan jarak ke sumber bising dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Karakteristik Rumahtangga Kelurahan Kebon Baru Jumlah Karakteristik Rumahtangga (Rumahtangga) Pendapatan ≤ 1 000 000 75 (Rp/Bulan) 1 000 001-2 000 000 24 2 000 001-3 000 000 14 >3 000 000 7 Jumlah 120 Lama Tinggal 0-10 60 (Tahun) 11-20 20 21-30 26 31-40 12 41-50 >50 2 Jumlah 120 Luas Lahan 21-40 55 (m2) 41-60 48 61-80 7 >80 2 Jumlah 120 Jarak ke 11 Sumber Bising ≤10 (m) 11-20 49 21-30 25 31-40 28 >40 7 Jumlah 120
Presentase (%) 62 20 12 6 100 50 17 22 10 1 100 46 40 6 1 100 9 41 21 23 6 100
Jumlah anggota rumahtangga mayoritas sebanyak 3-4 rumahtangga yaitu sebanyak 63 rumahtangga
(52
persen dari
keseluruhan
rumahtangga),
rumahtangga dengan jumlah anggota rumahtangga kurang dari sama dengan dua sebanyak 30 rumahtangga (25 persen), rumahtangga dengan jumlah anggota rumahtangga 5-6 rumahtangga sebanyak 24 rumahtangga (20 persen),
52
rumahtangga dengan jumlah anggota rumahtangga lebih dari sama dengan tujuh sebanyak 3 rumahtangga (3 persen). Perbedaan jenis pekerjaan, pendapatan, jumlah anggota rumahtangga dan kepemilikan
rumah mengakibatkan perbedaan pengeluaran
rumahtangga.
Rumahtangga sebagian besar memiliki pengeluaran rumahtangga per bulan sebesar Rp 3 000 001-Rp 4 000 000 sebanyak 35 rumahtangga (29 persen dari keseluruhan rumahtangga), rumahtangga yang memiliki pengeluaran per bulan sebesar Rp 1 000 000-Rp 2 000 000 sebanyak enam rumahtangga (5 persen), rumahtangga dengan pengeluaran
per bulan
Rp 2 000 001-Rp 3 000 000
adalah sebanyak 32 rumahtangga (27 persen), rumahtangga dengan pengeluaran per bulan Rp 4 000 001-Rp 5 000 000 sebanyak 29 rumahtangga (24 persen), dan rumahtangga dengan pengeluaran lebih dari Rp 5 000 000 per bulan sebanyak 18 rumahtangga (15 persen). Karakteristik rumahtangga berdasarkan jumlah anggota rumahtangga dan pengeluaran rumahtanga dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Karakteristik Rumahtangga Kelurahan Kebon Baru Karakteristik Rumahtangga Jumlah Anggota ≤2 Rumahtangga (Orang) 3-4 5-6 ≥7 Jumlah Pengeluaran 1 000 000-2 000 000 Rumahtangga (Rp/Bulan) 2 000 001-3 000 000 3 000 001-4 000 000 4 000 001-5 000 000 >5 000 000 Jumlah
Jumlah (Rumahtangga)
Presentase (%)
30
25
63 24 3 120
52 20 3 100
6
5
32 35 29 18 120
27 29 24 15 100
53
5.4.
Hubungan Persepsi Rumahtangga terhadap Kondisi Kelayakan Lingkungan Tempat Tinggal di Dekat Jalur KRL dan Variabel Penjelas Setiap rumahtangga memiliki persepsi berbeda terhadap kondisi kelayakan
lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa variabel, yaitu tingkat pendidikan, luas lahan, lama tinggal, jarak ke sumber bising dan status kepemilikan rumah. Semakin
tinggi
tingkat
pendidikan
rumahtangga,
maka
mereka
menyatakan bahwa tempat tinggal mereka tidak layak. Hal ini dikarenakan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka persepsi seseorang mengenai kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal menjadi lebih baik. Semakin luas lahan, maka mereka menyatakan layak. Hal ini dikarenakan semakin luas lahan mereka maka kondisi rumah mereka lebih layak dibandingkan luas lahan yang sempit dimana kepadatan penghuninya lebih tinggi. Semakin lama rumahtangga tinggal di wilayah ini, maka mereka menyatakan pemukiman mereka layak. Hal ini dikarenakan jika mereka menyatakan pemukiman ini tidak layak, dipastikan mereka telah pindah dari dulu. Semakin jauh jarak pemukiman ke sumber bising, maka menurut rumahtangga rumah mereka layak untuk ditempati karena tidak mengalami risiko sebesar risiko rumahtangga yang tinggal di dekat jalur KRL. Jika status kepemilikan rumah suatu rumahtangga adalah milik sendiri, maka rumahtangga menilai rumah mereka layak sebagai tempat tinggal karena telah membeli rumah tersebut. Hubungan kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL dan variabel penjelas (tingkat pendidikan, luas lahan, lama tinggal, jarak ke sumber bising dan status kepemilikan rumah) dapat dilihat pada Tabel 8.
54
Tabel 8. Hubungan Persepsi Rumahtangga terhadap Kondisi Kelayakan Lingkungan Tempat Tinggal di Dekat Jalur KRL dan Variabel Penjelas Kelayakan Tempat Tinggal (Rumahtangga) Variabel Penjelas Layak Tidak Layak ≤ SLTP 20 1 Tingkat > SLTP 61 28 Pendidikan ≤ 20 6 2 21-40 39 14 41-60 37 12 Luas Lahan (m2) 61-80 7 1 > 80 2 ≤ 20 60 20 Lama Tinggal 21-40 29 9 (Tahun) > 40 2 40 18 Jarak ke Sumber ≤ 20 > 20 49 11 Bising (m) Milik Sendiri 48 12 Status Kepemilikan Sewa 43 17 Rumah 5.5.
Hubungan Kesediaan Rumahtangga Pemukiman dan Variabel Penjelas
Menerima
Ganti
Rugi
Setiap rumahtangga memiliki keinginan berbeda mengenai kesediaan menerima ganti rugi pemukiman tempat tinggal mereka. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa variabel, yaitu jumlah anggota rumahtangga, luas lahan, tingkat pendidikan, jarak ke sumber bising dan status kepemilikan rumah. Semakin banyak anggota rumahtangga, maka rumahtangga semakin tidak bersedia menerima ganti rugi pemukiman karena banyak hal yang mereka urus untuk masing-masing anggota rumahtangga. Semakin luas lahan rumahtangga, maka mereka menyatakan tidak bersedia menerima ganti rugi pemukiman. Hal ini dikarenakan semakin luas lahan mereka maka kondisi rumah mereka lebih nyaman dibandingkan luas lahan yang sempit dimana kepadatan penghuninya lebih tinggi.
55
Semakin
tinggi
tingkat
pendidikan
rumahtangga,
maka
mereka
menyatakan bahwa mereka bersedia menerima ganti rugi pemukiman (WTA) karena semakin tinggi tingkat pendidikan maka seseorang mengerti mengenai pemukiman menjadi lebih baik dan bersedia menerima ganti rugi pemukiman (WTA). Semakin jauh jarak pemukiman ke sumber bising, maka rumahtangga tidak bersedia menerima ganti rugi pemukiman (WTA) karena rumah yang mereka tempati tidak mengalami risiko sebesar risiko rumahtangga yang tinggal di dekat jalur KRL. Jika status kepemilikan rumah suatu rumahtangga adalah milik sendiri, maka rumahtangga tidak bersedia menerima ganti rugi pemukiman karena mereka menganggap mereka telah membeli rumah tersebut sesuai dengan keinginan. Hubungan kesediaan rumahtanga menerima ganti rugi pemukiman dan variabel penjelas (jumlah anggota rumahtangga, luas lahan, pendidikan, jarak ke sumber bising dan status kepemilikan rumah dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hubungan Kesediaan Rumahtangga Menerima Ganti Rugi Pemukiman dan Variabel Penjelas Kesediaan Menerima Ganti Rugi (Rumahtangga) Variabel Penjelas Bersedia Tidak Bersedia ≤2 20 7 Jumlah Anggota 2-4 38 28 Rumahtangga 5-6 9 13 (Orang) >6 1 4 ≤ 20 6 2 21-40 34 20 41-60 24 23 2 Luas Lahan (m ) 61-80 4 5 > 80 2 ≤ SLTP 9 19 Tingkat > SLTP 59 33 Pendidikan ≤ 20 34 26 Jarak ke Sumber Bising > 20 34 26 (m) Milik Sendiri 24 36 Status Kepemilikan Sewa 44 26 Rumah
56
5.6.
Hubungan Willingness to Accept (WTA) dan Variabel Penjelas Nilai WTA yang didapatkan dari rumahtangga memiliki nilai yang
berbeda-beda. Perbedaan nilai WTA ini dipengaruhi oleh variabel-variabel penjelas yaitu luas lahan, lama tinggal, tingkat pendidikan, pengeluaran rumahtangga, status kepemilikan rumah dan jarak ke sumber bising. Variabelvariabel tersebut merupakan karakteristik setiap rumahtangga. Hubungan WTA dan variabel-variabel penjelas tersebut akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Hubungan Luas Lahan dan Lama Tinggal dan Nilai Besarnya WTA Tabel 10 menunjukkan secara umum semakin luas lahan maka semakin besar nilai WTA rata-rata yang diberikan oleh rumahtangga, nilai WTA rata-rata turun pada saat luas lahan 31-60 m2, namun nilai WTA rata-rata naik saat luas lahan lebih dari 60 m2 dan nilai WTA rata-rata yang didapatkan lebih besar dari pada nilai WTA rata-rata saat luas lahan kurang dari sama dengan 30 m2. Sedangkan semakin lama tinggal maka besarnya nilai WTA rata-rata semakin kecil yang diberikan oleh rumahtangga, nilai WTA rata-rata naik pada lama tinggal 21-40 tahun, namun nilai WTA rata-rata turun pada lama tinggal lebih dari 40 tahun dan nilai WTA rata-rata yang didapatkan lebih rendah dari pada nilai WTA rata-rata yang didapatkan pada lama tinggal kurang dari sama dengan 20 tahun. Tabel 10. Hubungan Luas Lahan dan Lama Tinggal dan WTA Lama Tinggal ≤ 20 Tahun 21-40 Tahun >40 Tahun Rata-rata
(Rp)
Luas 2
≤ 30 m 1 534 000 1 750 000
31-60 m2 1 619 642 1 475 000
-
1 350 000
1 642 000
1 481 547
> 60 m2 1 600 000 1 775 000 1 687 500
Rata-rata 1 584 547 1 666 667 1 350 000 1 603 682
57
2. Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pengeluaran Rumahtangga dan WTA Tabel 11 menunjukkan semakin tinggi tingkat pendidikan rumahtangga maka semakin besar nilai WTA rata-rata
yang diberikan oleh rumahtangga,
walaupun nilai WTA rata-rata naik-turun.
Sedangkan
semakin besar
pengeluaran rumahtangga maka semakin besar nilai WTA rata-rata yang diberikan oleh rumahtangga. Tabel 11. Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pengeluaran Rumahtangga dan WTA (Rp) Pengeluaran per Tahun (Rp)
Pendidikan SD
SLTP
PT
Rata-rata
1 376 363
1 680 000
1 292 939
1 500 000
1 575 000
1 726 190
1 600 397
-
-
-
1 800 000
1 800 000
1 425 000
1 741 667
1 475 682
1 735 397
1 275 549
≤ 40 000 000
1 425 000
1 983 333
40 000 00180 000 000
-
> 80 000 000 Rata-rata
SMA
3. Hubungan Status Kepemilikan Rumah dan Jarak dari Sumber Bising dan WTA Tabel 12 menunjukkan jika status kepemilikan rumah adalah milik maka nilai WTA lebih besar daripada status kepemilikan rumah sewa dan semakin jauh dari jarak ke sumber bising maka nilai WTA semakin besar. Tabel 12. Hubungan Status Kepemilikan Rumah dan Jarak ke Sumber Bising dan WTA (Rp) Jarak dari Sumber Bising Status Kepemilikan ≤ 20 m > 20 m Rata-rata Rumah Milik sendiri 1 665 384 1 681 818 1 673 601 Sewa 1 578 571 1 580 434 1 579 503 Rata-rata
1 621 978
1 631 126
1 626 552
58
VI. ANALISIS PERSEPSI RUMAHTANGGA TERHADAP KONDISI KELAYAKAN LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL DI DEKAT JALUR KRL 6.1.
Persepsi Rumahtangga terhadap Tata Lingkungan di Dekat Jalur KRL Penataan lingkungan yang dimaksud meliputi penataan rumah, jalan,
kondisi kebebersihan dan kebisingan. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa sebanyak 50 rumahtangga (41.67 persen dari keseluruhan rumahtangga) menyatakan penataan lingkungan mereka baik, sedangkan sebanyak 70 rumahtangga (58.33 persen) menyatakan penataan lingkungan pemukiman mereka buruk. Rumahtangga yang menyatakan tata lingkungan pemukiman mereka baik dikarenakan kebersihan lingkungan cukup baik, kebisingan tidak menggangu kegiatan mereka sehari-hari, dan pemukiman yang padat serta jalan yang sempit adalah hal yang wajar bagi mereka. Namun, rumahtangga yang menyatakan tata lingkungan pemukiman mereka buruk dikarenakan kebersihan yang kurang terjaga khususnya di dekat jalur KRL, pemukiman yang padat, jalan yang sempit dan kebisingan yang mengganggu kegiatan sehari-hari mereka. Perbandingan presentasi persepsi rumahtangga terhadap tata lingkungan di dekat jalur KRL dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Persepsi Rumahtangga terhadap Tata Lingkungan di Dekat Jalur KRL Persepsi Tata Jumlah Presentase Lingkungan (Rumahtangga) (%) Baik 50 41.67 Buruk 70 58.33 Jumlah 120 100.00 6.2.
Persepsi Rumahtangga terhadap Keberadaan Jalur KRL Keberadaan kereta rel listrik dapat memberikan dampak positif dan negatif
bagi masyarakat yang tinggal di dekat wilayah tersebut. Hasil penelitian 59
menunjukkan sebanyak 80 rumahtangga (66.67 persen dari keseluruhan rumahtangga) menyatakan keberadaan jalur KRL memberikan dampak positif, sedangkan sebanyak 40 rumahtangga (33.33 persen) menyatakan keberadaan KRL memberikan dampak negatif. Dampak positif keberadaan jalur KRL menurut rumahtangga diantaranya, lingkungan menjadi lebih ramai, akses menjadi mudah dan cepat, dan harga tanah yang semakin meningkat karena lokasi yang strategis. Sedangkan dampak negatif keberadaan jalur KRL menurut rumahtangga diantaranya, kecelakaan, kriminalitas, tawuran, dan kotornya lingkungan di perbatasan antara jalur KRL dengan pemukiman. Perbandingan persepsi rumahtangga terhadap keberadaan jalur KRL dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Persepsi Rumahtangga terhadap Keberadaan Jalur KRL Persepsi Keberadaan Jumlah Presentase KRL (Rumahtangga) (%) Positif 80 66.67 Negatif 40 33.33 Jumlah 120 100.00 6.3.
Harapan Rumahtangga sebagai Penduduk yang Tinggal di Dekat Jalur KRL Rumahtangga sebagai penduduk yang tinggal di dekat jalur KRL memiliki
harapan untuk kebaikan bagi kehidupan mereka. Harapan-harapan tersebut diantaranya, sebanyak 36 rumahtangga (30 persen dari keseluruhan rumahtangga) mengharapan kebersihan di dekat jalur KRL bisa lebih ditingkatkan, 56 rumahtangga (46.67 persen) mengharapkan adanya tembok penghalang atau tanaman di sepanjang KRL untuk mengurangi dampak dari keberadaan KRL, sebanyak 24 rumahtangga (20 persen) mengharapakan adanya perbaikan tata ruang yang salah satunya dengan relokasi pemukiman, dan sebanyak empat rumahtangga (3.33 persen) mengharapkan keamanan di dekat jalur KRL lebih
60
ditingkatkan agar tidak terjadi kriminalitas. Perbandingan harapan rumahtangga sebagai penduduk yang tinggal di dekat jalur KRL dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Harapan Rumahtangga sebagai Penduduk yang Tinggal di Dekat Jalur KRL Jumlah Presentase Harapan (Rumahtangga) (%) Tembok Penghalang 56 47.67 Kebersihan 36 30.00 Relokasi 24 20.00 Keamanan 4 3.33 Jumlah 120 100.00 6.4.
Analisis Persepsi Rumahtangga terhadap Kondisi Lingkungan Tempat Tinggal di Dekat Jalur KRL
Kelayakan
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi rumahtangga terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL, variabel terikat yang digunakan adalah layak atau tidak layak kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal dekat jalur KRL. Jika rumahtangga menyatakan layak maka diberi nilai satu, sedangkan jika rumahtangga menyatakan tidak layak maka diberi nilai nol. Variabel bebas yang digunakan terdiri dari variabel, yaitu tingkat pendidikan, luas lahan, lama tinggal, jarak ke sumber bising dan status kepemilikan rumah. Variabel tingkat pendidikan dan status kepemilikan rumah adalah variabel dummy. Tingkat pendidikan bernilai nol untuk lama pendidikan kurang dari sama dengan pendidikan tingkat SMP atau 9 tahun dan nilai satu untuk lama pendidikan di atas SMP atau lebih dari 9 tahun. Jika status kepemilikan milik sendiri maka diberi nilai satu dan jika tidak diberi nilai nol. Hasil dari penelitian dari keseluruhan rumahtangga, 91 rumahtangga (75.83 persen) yang menyatakan kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL adalah layak, dan sebanyak 29 rumahtangga (24.17 persen)
61
menyatakan tidak layak, hal ini dapat dilihat pada Tabel 16. Alasan rumahtangga menyatakan tidak layak diantaranya adalah adanya kebisingan, pemukiman yang padat, jalan yang sempit, kebersihan yang kurang terjaga, kecelakaan, dan kriminalitas. Hasil logit persepsi rumahtangga terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 16. Hasil Penelitian Mengenai Persepsi Rumahtangga terhadap Kondisi Kelayakan Lingkungan Tempat Tinggal di Dekat Jalur KRL Persepsi Jumlah (Rumahtangga) Presentase (%) Layak 91 75.83 Tidak Layak 29 24.17 Model logit yang diperoleh dari hasil olahan data adalah: Li Layak =
1.56311 – 2.45765 PDDKN + 0.0098185 LUAS + 0.0092499 LMTG + 0.0478928 JRSB + 0.243135 SRMH
Tabel 17. Hasil Logit Persepsi Rumahtangga terhadap Kondisi Kelayakan Lingkungan Tempat Tinggal di Dekat Jalur KRL Odds Keterangan Prediktor Koefisien P-value Ratio 1.5631100 0.254 Constant PDDKN - 2.4576500 0.020 0.09 Berpengaruh nyata* LUAS 0.0098185 0.611 1.01 Tidak berpengaruh nyata LMTG 0.0092499 0.752 1.01 Tidak berpengaruh nyata JRSB 0.0478928 0.045 1.05 Berpengaruh nyata* SRMH 0.2431350 0.722 1.28 Tidak Berpengaruh nyata nyata pada taraf (α) = 0,05 Looklikelihood = -57.236 Test that all slopes are zero: G = 18.247, DF = 5, P-Value = 0.003 Goodness-of-Fit Test Method Chi-Square DF P Keterangan Pearson 209.940 114 0.000 Model Kurang Baik Deviance 114.471 114 0.470 Model Baik Hosmer7.342 8 0.500 Model Baik Lemeshow Keterangan : * nyata pada taraf (α) 0.05 Hasil pengolahan data menunjukan hasil statistik G sebesar 18.247 dan Pvalue sebesar 0.003 yang berarti terdapat minimal satu slope model tidak sama dengan nol atau variabel-variabel secara serentak berpengaruh terhadap peluang
62
rumahtangga menyatakan layak atau tidak layak pada taraf α = 0.05. Metode Deviance dan
Hosmer-Lemeshow digunakan pada uji kebaikan model dan
diperoleh nilai P-value yang lebih besar dari taraf α = 0.05, yang artinya tidak cukup bukti untuk menyimpulkan bahwa model tidak cukup baik. Sedangkan, pada uji Pearson P-value bernilai dibawah taraf α = 0.05. Namun karena dalam uji menggunakan metode Deviance dan Hosmer-Lemeshow nilai P-Value lebih dari taraf α = 0.05, maka secara keseluruhan tidak cukup bukti untuk menyimpulkan bahwa model tidak cukup baik. Hasil pengolahan data dapat dilihat lebih jelas pada Lampiran 1. Variabel yang memiliki pengaruh nyata pada model tersebut adalah: 1. Tingkat Pendidikan Variabel tingkat pendidikan berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95 persen. Variabel ini memiliki P-value 0.020, sedangkan nilai koefisien yang bernilai negatif (-) jika rumahtangga memiliki tingkat pendidikan yang semakin tinggi maka rumahtangga menyatakan kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL tidak layak untuk ditempati. Rumahtangga yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki pola pikir lebih baik mengenai keadaan lingkungan yang baik, sehingga tempat tinggal mereka yang dekat dengan jalur KRL memang tidak layak menjadi pemukiman. Nilai Odds ratio sebesar 0.09 berarti dari 100 orang yang menyatakan tidak layak, maka terdapat 9 orang yang menyatakan layak. 2. Jarak ke Sumber Bising Variabel jarak ke sumber bising berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95 persen. Variabel ini memiliki P-value 0.045, sedangkan nilai koefisien yang bernilai positif (+) jika rumahtangga memiliki jarak ke sumber bising
63
yang semakin jauh
maka rumahtangga menyatakan kondisi kelayakan
lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL adalah layak. Rumahtangga yang jarak rumah dengan sumber bising yang semakin jauh menganggap lingkungan tempat tinggal mereka layak karena kebisingan sedikit atau sudah tidak terdengar. Nilai Odds ratio sebesar 1.05 berarti dari 105 orang yang menyatakan layak, maka terdapat 100 orang yang menyatakan tidak layak. Hasil pengolahan data yang menunjukkan variabel jarak ke sumber bising merupakan variabel yang signifikan, maka pengolahan data dapat lebih spesifik yaitu pengolahan data berdasarkan strata jarak ke sumber bising. Hasil pengolahan data tersebut dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 3. Hasil analisis logit juga memperlihatkan nilai atau kondisi potensial dan aktual dari jumlah rumahtangga yang menyatakan layak atau tidak layak wilayah pemukiman mereka menjadi tempat tinggal. Hasil ini dapat dilihat pada Tabel 18. Kondisi potensial ditunjukan oleh nilai harapan dan kondisi aktual ditunjukan oleh nilai observasi. Perbedaan antara kondisi aktual dengan kondisi potensial jumlah rumahtangga yang menyatakan layak atau tidak layak terhadap kondisi lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL dapat dilihat pada Tabel 18. Seluruh rumahtangga dikelompokan menjadi 10 grup. Tabel 18.
Frekuensi Observasi dan Harapan Persepsi Rumahtangga terhadap Kondisi Kelayakan Lingkungan Tempat Tinggal di Dekat Jalur KRL Grup
Keterangan Nilai 1 Observasi Harapan Nilai 0 Observasi Harapan Total
Total 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
5.0 6.1
8.0 7.1
7.0 7.6
8.0 8.1
8.0 8.7
10.0 9.2
11.0 9.8
11.0 11.0
12.0 11.5
11.0 11.8
91.0 90.9
7.0 5.9 12.0
4.0 4.9 12.0
5.0 4.4 12.0
4.0 3.9 12.0
4.0 3.3 12.0
2.0 2.8 12.0
1.0 2.2 12.0
1.0 1.0 12.0
0.0 0.5 12.0
1.0 0.2 12.0
29.0 29.1 120.0
64
Grup
pertama
dengan
keadaan
rumahtangga
menyatakan
layak
pemukiman mereka menjadi tempat tinggal, terdapat lima rumahtangga secara aktual menyatakan layak dan terdapat 6.1 rumahtangga yang menyatakan layak secara potensial. Grup pertama dengan keadaan rumahtangga menyatakan tidak layak pemukiman mereka menjadi tempat tinggal terdapat tujuh rumahtangga secara aktual tidak layak dan terdapat 5.9 rumahtangga secara potensial tidak layak. Selisih dari kedua keadaan ini yaitu sebesar 1.1 menunjukan terdapat 1.1 rumahtangga yang diharapkan menyatakan layak, namun pada kenyataannya (aktual) tidak layak. Hal ini disebabkan karena rumahtangga menganggap banyaknya kerugian jika mereka bermukim di dekat jalur KRL sehingga mereka menyatakan wilayah pemukiman mereka tidak layak dijadikan tempat tinggal. Secara keseluruhan, dapat diperoleh bahwa rumahtangga yang menyatakan layak atau tidak layak secara potensial sama dengan jumlah rumahtangga secara aktual. Koreksi nilai potensial (harapan) dan aktual (observasi) dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan (bias) antara nilai observasi dan harapan yaitu sebesar 0.1. Adanya bias tersebut menyebabkan nilai kebenaran rumahtangga 99.95 persen yang dapat digunakan untuk menyatakan bahwa model yang dihasilkan sudah baik. Tabel 19. Koreksi Nilai Observasi dan Harapan Persepsi Rumahtangga terhadap Kondisi Kelayakan Lingkungan Tempat Tinggal di Dekat Jalur KRL Harapan Koreksi Observasi (%) Layak Tidak Total Layak 90.90 0.10 91.00 99.89 Tidak 0.00 29.00 29.00 100.00 Total 90.10 29.10 120.00 100.00 Nilai Keseluruhan Observasi 99.95
65
VII. ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT RUMAHTANGGA MENERIMA GANTI RUGI PEMUKIMAN 7.1.
Analisis Kesediaan Rumahtangga Menerima Ganti Rugi Pemukiman Variabel terikat dalam analisis kesediaan rumahtangga menerima ganti
rugi, yang digunakan adalah bersedia atau tidak bersedianya rumahtangga dalam menerima ganti rugi pemukiman. Jika rumahtangga bersedia menerima ganti rugi pemukiman maka diberi nilai satu, sedangkan jika rumahtangga tidak bersedia menerima ganti rugi pemukiman maka diberi nilai nol. Variabel bebas yang digunakan terdiri dari lima variabel, yaitu luas lahan, jumlah anggota rumahtangga, jarak ke sumber bising, tingkat pendidikan dan status kepemilikan rumah. Variabel tingkat pendidikan dan status kepemilikan rumah adalah variabel dummy. Tingkat pendidikan bernilai nol untuk lama pendidikan kurang dari sama dengan pendidikan tingkat SMP atau 9 tahun dan nilai satu untuk lama pendidikan di atas SMP atau lebih dari 9 tahun. Jika status kepemilikan rumah milik maka diberi nilai satu dan jika tidak diberi nilai nol. Hasil dari penelitian, 120 rumahtangga diminta pendapatnya mengenai kesediaan menerima ganti rugi pemukiman. Sebanyak 68 rumahtangga (56.67 persen) yang menyatakan bersedia menerima ganti rugi pemukiman dan sebanyak 52 rumahtangga (43.33 persen) menyatakan tidak bersedia menerima ganti rugi pemukiman, hal ini dapat dilihat pada Tabel 20. Alasan rumahtangga menolak ganti rugi pemukiman diantaranya adalah tanah yang mereka tempati adalah tanah warisan, selain itu beberapa rumahtangga lainnya menyatakan bahwa lokasi tempat tinggal mereka strategis dan kondisi yang telah nyaman membuat mereka enggan pindah dari lokasi ini. Hasil logit kesediaan rumahtangga bersedia menerima ganti rugi pemukiman dapat dilihat pada Tabel 21.
66
Tabel 20. Hasil Penelitian Mengenai Kesediaan Rumahtangga Menerima Ganti Rugi Pemukiman Kesediaan Jumlah (Rumahtangga) Presentase (%) Bersedia 68 56.67 Tidak Bersedia 52 43.33 Model logit yang diperoleh dari hasil olahan data adalah: Li Sedia =
1.74324 - 0.432836 JMLANG - 0.0057608 LUAS + 1.69352 PDDKN - 0.0111273 JRSB – 1.30951 SRMH
Tabel 21. Hasil Logit Kesediaan Rumahtangga Menerima Ganti Rugi Pemukiman Odds Keterangan Prediktor Koefisien P-value Ratio 1.7432400 0.096 Constant JMLANG - 0.4328360 0.015 0.65 Berpengaruh nyata * LUAS - 0.0057608 0.723 0.99 Tidak berpengaruh nyata PDDKN 1.6935200 0.001 5.44 Berpengaruh nyata * JRSB - 0.0111273 0.579 0.99 Tidak berpengaruh nyata SRMH – 1.3095100 0.010 0.27 Berpengaruh nyata * Nyata pada taraf (α) 0,05 Looklikelihood = -64.799 Test that all slopes are zero: G = 34.617, DF = 5, P-Value = 0.000 Goodness-of-Fit Test Method Chi-Square DF P Keterangan Pearson 122.371 114 0.279 Model Baik Deviance 129.598 114 0.151 Model Baik Hosmer4.357 8 0.824 Model Baik Lemeshow Keterangan : * nyata pada taraf (α) 0.05 Hasil pengolahan data menunjukan hasil statistik G sebesar 34.617 dan Pvalue sebesar 0.000 yang berarti terdapat minimal satu slope model tidak sama dengan nol atau variabel-variabel secara serentak berpengaruh terhadap peluang rumahtangga menyatakan kesediaan menerima ganti rugi pemukiman pada taraf α = 0.05. Metode Pearson, Deviance,dan Hosmer-Lemeshow digunakan pada uji kebaikan model dan diperoleh nilai P-value yang lebih besar dari taraf α = 0.05, yang artinya tidak cukup bukti untuk menyimpulkan bahwa model tidak cukup baik. Hasil keseluruhan pengolahan data dapat dilihat pada Lampiran 4.
67
Variabel yang memiliki pengaruh nyata pada model tersebut adalah: 1. Jumlah Anggota Rumahtangga Variabel jumlah anggota rumahtangga berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95 persen. Variabel ini memiliki P-value 0.015, sedangkan nilai koefisien yang bernilai negatif (-) jika rumahtangga memiliki jumlah anggota rumahtangga semakin sedikit maka rumahtangga menyatakan bersedia menerima ganti rugi pemukiman. Rumahtangga yang memiliki jumlah anggota rumahtangga yang semakin banyak maka memiliki biaya yang besar yang harus dikeluarkan jika terjadi ganti rugi. Biaya-biaya yang dikeluarkan diantaranya biaya pindahan, biaya mengurus surat-surat untuk tempat tinggal baru dan biaya lainnya. Selain itu, jumlah anggota rumahtangga yang banyak akan merepotkan jika ganti rugi dilaksanakan. Nilai Odds ratio sebesar 0.65 berarti dari 100 orang yang tidak bersedia menerima ganti rugi, maka terdapat 65 orang yang bersedia menerima ganti rugi. 2. Tingkat Pendidikan Variabel tingkat pendidikan berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95 persen. Variabel ini memiliki P-value 0.001, sedangkan nilai koefisien yang bernilai positif (+) jika rumahtangga memiliki tingkat pendidikan yang semakin tinggi maka rumahtangga menyatakan bersedia menerima ganti rugi pemukiman. Rumahtangga yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki pola pikir lebih baik mengenai ganti rugi, sehingga tempat tinggal mereka yang dekat dengan jalur KRL memang lebih baik diganti rugi. Nilai Odds ratio sebesar 5.44 berarti dari 544 orang yang bersedia menerima ganti rugi, maka terdapat 100 orang yang tidak bersedia menerima ganti rugi.
68
3. Status Kepemilikan Rumah Variabel status kepemilikan rumah berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95 persen. Variabel ini memiliki P-value 0.010, sedangkan nilai koefisien yang bernilai negatif (-) jika rumahtangga status kepemilikan rumah mereka adalah milik sendiri maka menyatakan tidak bersedia menerima ganti rugi pemukiman. Hal ini dikarenakan rumahtangga yang telah memiliki rumah sendiri akan sulit untuk melepaskan rumah mereka yang telah mereka beli sebelumnya. Nilai Odds ratio sebesar 0.27 berarti dari 100 orang yang tidak bersedia menerima ganti rugi, maka terdapat 27 orang yang bersedia menerima ganti rugi pemukiman. Hasil pengolahan data yang menunjukkan variabel status kepemilikan rumah merupakan variabel yang signifikan, maka pengolahan data dapat lebih spesifik yaitu pengolahan data berdasarkan strata status kepemilikan rumah. Hasil pengolahan data tersebut dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6. Hasil analisis logit juga memperlihatkan nilai atau kondisi potensial dan aktual dari jumlah rumahtangga yang menyatakan bersedia atau tidak bersedia menerima ganti rugi pemukiman. Hasil ini dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Keterangan Nilai 1 Observasi Harapan Nilai 0 Observasi Harapan
Frekuensi Observasi dan Harapan Kesediaan Rumahtangga Menerima Ganti Rugi Pemukiman 1
2
3
4
5
2.0 1.3
4.0 3.2
4.0 4.5
5.0 5.5
5.0 6.5
10.0 10.7
8.0 8.8
8.0 7.5
7.0 6.5
7.0 5.5
Grup 6
Total
7
8
9
10
6.0 7.3
9.0 8.5
11.0 9.7
10.0 10.3
12.0 11.0
68.0 67.8
6.0 4.7
3.0 3.5
1.0 2.3
2.0 1.7
0.0 1.0
52.0 52.2
Kondisi potensial ditunjukan oleh nilai harapan dan kondisi aktual ditunjukan oleh nilai observasi. Perbedaan antara kondisi aktual dengan kondisi potensial jumlah rumahtangga yang bersedia atau tidak bersedia menerima ganti
69
rugi dapat dilihat pada tabel di atas. Seluruh rumahtangga dikelompokan menjadi 10 grup. Grup pertama dengan keadaan rumahtangga bersedia menerima ganti rugi pemukiman, terdapat dua rumahtangga secara aktual menyatakan bersedia dan terdapat 1.3 rumahtangga yang menyatakan bersedia secara potensial. Grup pertama pada keadaan rumahtangga tidak bersedia menerima ganti rugi pemukiman terdapat 10 rumahtangga secara aktual tidak bersedia dan terdapat 10.7 rumahtangga secara potensial tidak bersedia. Selisih dari kedua keadaan ini yaitu sebesar 0.7 menunjukan terdapat 0.7 rumahtangga yang diharapkan menyatakan tidak bersedia, namun pada kenyataannya (aktual) bersedia. Hal ini disebabkan karena rumahtangga menganggap ganti rugi ini adalah rencana pemerintah yang sulit untuk ditolak, selain itu ganti rugi yang sesuai membuat rumahtangga bersedia menerima ganti rugi. Secara keseluruhan, dapat diperoleh bahwa rumahtangga yang menyatakan bersedia atau tidak bersedia secara potensial sama dengan jumlah rumahtangga secara aktual. Koreksi nilai potensial (harapan) dan aktual (observasi) dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23.
Koreksi Nilai Observasi dan Harapan Kesediaan Rumahtangga Menerima Ganti Rugi Pemukiman Harapan Koreksi Observasi (%) Bersedia Tidak Total Bersedia 67.80 0.20 68.00 99.70 Tidak 0.00 52.00 52.00 100.00 Total 68.00 52.00 120.00 100.00 Nilai Keseluruhan Observasi 99.85 Tabel 23 memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan (bias) antara nilai
observasi dan harapan yaitu sebesar 0.2. Adanya bias tersebut menyebabkan nilai
70
kebenaran rumahtangga 99.85 persen yang dapat digunakan untuk menyatakan bahwa model yang dihasilkan sudah baik. 7.2.
Estimasi Willingness to Accept (WTA) Rumahtangga Kelurahan Kebon Baru Estimasi nilai WTA dengan jarak ke sumber bising dan status kepemilikan
rumah dapat dilihat pada Tabel 24. Nilai rata-rata WTA rumahtangga dengan jarak ke sumber bising (dekat) lebih kecil dibandingkan nilai rata-rata WTA rumahtangga dengan jarak ke sumber bising (jauh). Nilai rata-rata WTA rumahtangga dengan status kepemilikan rumah milik lebih tinggi dibandingkan WTA rumahtangga dengan status kepemilikan rumah sewa. Tabel 24. Estimasi Nilai WTA dan Jarak ke Sumber Bising dan Status Kepemilikan Rumah Kelurahan Kebon Baru Jarak ke Sumber Bising Status Rumah Variabel Dekat Jauh Milik Sewa Rata-rata Nilai WTA 1 611 765 1 613 000 1 672 917 1 580 223 (Rp/ m2) Pendekatan CVM pada penelitian ini digunakan untuk menghitung besarnya ganti rugi yang diingikan oleh rumahtangga. Hasil dari penerapan CVM dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Membangun Pasar Hipotesis Setiap rumahtangga yang diwawancarai diberi informasi bahwa pemerintah kota DKI Jakarta akan memperbaiki penataan lingkungan di dekat jalur KRL Jakarta-Bogor. Penataan lingkungan ini dilakukan dengan cara membangun jalan di pinggir jalur KRL. Namun, dengan adanya rencana ini maka terdapat konsekuensi yang harus dilakukan yaitu dipindahkannya pemukiman penduduk. Pemerintah akan memberikan ganti rugi kepada penduduk atas tanah dan rumah yang digusur. Besarnya ganti rugi disesuaikan dengan Nilai
71
Jual Objek Pajak (NJOP) tempat tinggal penduduk sehingga rumahtangga mengetahui gambaran tentang situasi hipotetik mengenai dana ganti rugi. 2. Mendapatkan Besarnya Nilai WTA Besarnya nilai WTA (obtaining bids) didapatkan dari hasil wawancara kepada rumahtangga. Nilai WTA yang diberikan rumahtangga bervariasi mulai dari Rp 1 300 000 hingga Rp 1 900 000 per m2. Hal ini disebabkan oleh perbedaan NJOP pada setiap lokasi tempat tinggal. Rumahtangga mau menerima ganti rugi jika ganti rugi yang diberikan sesuai dengan NJOP yang berlaku, rencana ini merupakan rencana pemerintah yang sulit untuk ditolak dan diharapkan akan dimanfaatkan secara baik. 3. Menghitung Dugaan Nilai Rataan WTA Dugaan nilai rataan WTA (estimating mean WTA) rumahtangga dihitung berdasarkan distribusi WTA rumahtangga. Perhitungan WTA rumahtangga dapat dilihat pada Tabel 25. Dugaan nilai rataan WTA rumahtangga dari perhitungan pada tabel di atas adalah sebesar Rp 1 535 295.10 per m2 yang masih dalam selang NJOP penduduk di dekat jalur KRL. NJOP penduduk di dekat
jalur KRL
bervariasi
yaitu
mulai
dari
Rp 1 200 000 hingga
Rp 1 600 000 per m2. Tabel 25. Distribusi WTA Rumahtangga Kelurahan Kebon Baru Frekuensi Frekuensi Jumlah No. Kelas WTA (Rp/m2) Relatif Kelas (Rp/m2) 1. 1 200 000 – 1 300 000 1 0.01 17 647.06 2. 1 300 001 – 1 400 000 6 0.09 114 705.97 3. 1 400 001 – 1 500 000 18 0.26 370 588.50 4. 1 500 001 – 1 600 000 9 0.13 198 529.54 5. 1 600 001 – 1 700 000 15 0.22 352 941.40 6. 1 700 001 – 1 800 000 15 0.22 375 000.22 7. 1 800 001 – 1 900 000 4 0.06 105 882.41 Total 68 1.00 1 535 295 .10
72
4. Menduga Bid Curve Berdasarkan nilai WTA rumahtangga terhadap maka
akan
dibentuk
kurva
WTA
ganti rugi yang diajukan,
rumahtangga.
Kurva
WTA
ini
menggambarkan hubungan antara tingkat WTA yang diinginkan oleh rumahtangga (dalam Rp/m2) dengan jumlah rumahtangga yang bersedia menerima pada tingkat WTA tersebut. Berdasarkan hasil survei, maka nilai WTA dapat digolongkan menjadi 7 kelompok seperti dijelaskan pada Tabel 26 Sedangkan kurva penawaran WTA yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 2. Tabel 26. Besaran Nilai Kelas dan Nilai Tengah WTA Rumahtangga Kelurahan Kebon Baru Nilai Tengah No. Frekuensi Kumulatif Kelas WTA (Rp/m2) WTA (Rp) 1 1 200 000 – 1 300 000 1 250 000 1 1 2 1 300 001 – 1 400 000 1 350 000 6 7 3 1 400 001 – 1 500 000 1 450 000 18 25 4 1 500 001 – 1 600 000 1 550 000 9 34 5 1 600 001 – 1 700 000 1 650 000 15 49 6 1 700 001 – 1 800 000 1 750 000 15 64 7 1 800 001 – 1 900 000 1 850 000 4 68 Total 68 68
Gambar 2.
Dugaan Kurva Tawaran WTA Rumahtangga Kelurahan Kebon Baru 73
Tabel 26 menunjukan jumlah kumulatif total rumahtangga yang bersedia menerima pada tingkat WTA tertentu. Nilai kumulatifnya semakin ke bawah semakin besar dilihat pada kolom kumulatif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar nilai WTA, maka semakin banyak rumahtangga yang bersedia menerima nilai WTA tertentu. Jumlah rumahtangga yang bersedia menerima ganti rugi pada tingkat WTA Rp 1 250 000 sebanyak satu orang. Jumlah rumahtangga yang bersedia menerima ganti rugi pada tingkat WTA Rp 1 350 000 sebanyak tujuh orang. Jumlah tujuh orang ini didapatkan dari jumlah rumahtangga yang jelas menerima ganti rugi pada tingkat WTA tersebut ditambah satu rumahtangga yang bersedia menerima ganti rugi pada tingkat WTA yang lebih rendah. Satu rumahtangga tersebut ditambahkan karena kesediaannya menerima ganti rugi pada tingkat WTA Rp 1 250 000, maka rumahtangga tersebut juga bersedia menerima ganti rugi pada tingkat WTA Rp 1 350 000. 5. Menentukan WTA Total (Agregating Data) Hasil perhitungan total WTA rumahtangga Kelurahan Kebon Baru dapat dilihat pada Tabel 27 jumlah populasi yang diambil berdasarkan jumlah KK yang berada di dekat jalur KRL. Namun untuk rata-rata luas lahan didapatkan dari rata-rata luas lahan rumahtangga pada tingkat WTA tertentu. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai total WTA sebesar Rp 219 404 100 000. Nilai ini menunjukan nilai dugaan WTP dari total populasi.
6. Evaluasi Pelaksanaan CVM Berdasarkan hasil analisis regresi berganda, diperoleh nilai R2 sebesar 42.2 persen. Nilai ini menunjukan keragaman WTA rumahtangga 42.2 persen dijelaskan oleh variabel-variabel bebas dalam model dan sisanya (57.8 persen) 74
dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Nilai R2 yang rendah disebabkan karena pengambilan sampel yang kurang baik. Penelitian yang berkaitan dengan barang-barang lingkungan dapat mentolerir nilai R2 sampai dengan 15 persen (Hanley dan Spash, 1993 dalam Hanum, 2007). Oleh sebab itu, hasil pelaksanaan CVM pada penelitian ini masih dapat diyakini kebenarannya. Tabel 27. Total WTA Rumahtangga Kelurahan Kebon Baru Frekuensi
Populasi
Ratarata Luas Lahan (m2)
No
Kelas WTA (Rp/m2)
Nilai Tengah WTA (Rp)
1.
1 200 000 – 1 300 000
1 250 000
1
53
28
1 855 000 000
2.
1 300 001 – 1 400 000
1 350 000
6
318
35
15 097 050 000
3.
1 400 001 – 1 500 000
1 450 000
18
954
36
49 798 800 000
4.
1 500 001 – 1 600 000
1 550 000
9
477
38
28 259 600 000
5.
1 600 001 – 1 700 000
1 650 000
15
795
36
47 747 700 000
6.
1 700 001 – 1 800 000
1 750 000
15
795
41
57 134 000 000
7.
1 800 001 – 1 900 000
1 850 000
4
212
50
19 511 950 000
68
3 604
Total
7.3.
Jumlah WTA (Rp)
219 404 100 000
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi WTA Rumahtangga Kelurahan Kebon Baru Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi WTA rumahtangga dilakukan
dengan menggunakan analisis regresi berganda. Variabel bebas terdiri dari luas lahan, lama tinggal, pengeluaran rumahtangga, tingkat pendidikan rumahtangga, status kepemilikan rumah dan jarak ke sumber bising. Sedangkan variabel terikat adalah nilai WTA rumahtangga. Hasil estimasi model WTA rumahtangga Kelurahan Kebon Baru dapat dilihat dari Tabel 28. Model yang dihasilkan dari regresi linier berganda adalah : WTA
=
1 258 232 + 355 LUAS – 3 305 LMTG + 0.003285 PGLR + 134 063 PDDKN + 119 177 SRMH + 2 873 JRSB
Hasil lengkap dari pengolahan data di atas dapat dilihat pada Lampiran 7. Nilai R2 sebesar 42.2 persen. Nilai ini menunjukan keragaman WTA rumahtangga
75
Tabel 28. Hasil Estimasi Model WTA Rumahtangga Kelurahan Kebon Baru Variabel Koefisien T P C LUAS LMTG PGLR PDDKN SRMH JRSB Keterangan :
1258232.000000 355.000000 - 3305.000000 0.003285 134063.000000 119177.000000 2873.000000 * nyata pada taraf (α) 0.05 ** nyata pada taraf (α) 0.10
15.30 0.24 -1.71 3.04 3.53 2.76 1.95
0.000 0.814 0.092** 0.003* 0.014* 0.008* 0.055**
42.2 persen dijelaskan oleh variabel-variabel bebas dalam model dan sisanya (57.8 persen) dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Nilai R2 yang rendah disebabkan karena pengambilan sampel yang kurang baik. Penelitian yang berkaitan dengan barang-barang lingkungan dapat mentolerir nilai R2 sampai dengan 15 persen (Hanley dan Spash, 1993) . Uji F dengan P 0.000 menunjukkan bahwa variabel-variabel bebas secara serentak berpengaruh terhadap perubahan nilai WTA. Multikolinearitas tidak terjadi dalam estimasi model WTA karena keseluruhan nilai VIF < 10. Hasil estimasi model WTA bersifat homoskedastisitas karena galat konstan di setiap sebaran dan uji normalitas menunjukkan sebaran data normal. Uji Heteroskedastisitas dapat dilihat pada Lampiran 7 (Gambar 1) dan uji kenormalan dapat dilihat pada Lampiran 7 (Gambar 2). Variabel independen yang berpengaruh pada selang kepercayaan 95% adalah : 1. Pengeluaran rumahtangga dengan P-value sebesar 0.003 yang artinya bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap nilai WTA rumahtangga dengan taraf nyata α 0.05. Nilai koefisien bertanda positif (+) berarti jika rumahtangga memiliki pengeluaran rumahtangga yang semakin besar, maka nilai WTA semakin besar. Pengeluaran rumahtangga merupakan bayangan dari
76
pendapatan rumahtangga yang nilainya lebih akurat dibandingkan pendapatan, pengeluaran rumahtangga merupakan salah satu faktor yang menunjukan tingkat
perekonomian
suatu
rumahtangga,
sehingga
semakin
besar
pengeluaran rumahtangga, maka rumahtangga tersebut menginginkan nilai WTA yang lebih besar. 2. Tingkat pendidikan dengan P-value sebesar 0 014 yang artinya bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap nilai WTA rumahtangga dengan taraf nyata α = 0.05. Nilai koefisien bertanda positif (+) berarti jika rumahtangga memiliki tingkat pendidikan yang semakin tinggi, maka nilai WTA akan semakin besar. Semakin tinggi pendidikan, maka semakin tinggi pola pikir seseorang dalam menentukan besarnya nilai WTA . 3. Status kepemilikan rumah dengan P-value sebesar 0.008 yang artinya bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap nilai WTA rumahtangga dengan taraf nyata α = 0.05. Nilai koefisien bertanda positif (+) berarti jika rumahtangga memiliki rumah dengan status milik sendiri, maka nilai WTA akan semakin besar. Rumahtangga yang telah memiliki rumah dengan status kepemilikan rumah milik memiliki nilai WTA semakin tinggi karena banyaknya biaya yang telah dikeluarkan untuk memiliki rumah tersebut. Hasil pengolahan data yang menunjukkan variabel status kepemilikan rumah merupakan variabel yang signifikan, maka pengolahan data dapat lebih spesifik yaitu pengolahan data berdasarkan strata status kepemilikan rumah. Hasil pengolahan data tersebut dapat dilihat pada Lampiran 10 dan 11. Variabel independen yang berpengaruh pada selang kepercayaan 90% adalah:
77
1. Lama tinggal dengan P-Value sebesar 0.092 yang artinya bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap nilai WTA rumahtangga dengan taraf nyata α = 0.10. Nilai koefisien bertanda negatif (-) berarti jika rumahtangga yang memiliki lama tinggal yang lebih lama, maka nilai WTA akan semakin kecil. Rumahtangga yang telah lama tinggal di pemukiman ini kurang mengetahui perkembangan nilai NJOP sehingga nilai WTA semakin kecil. 2. Jarak ke sumber bising dengan P-value sebesar 0.055 yang artinya bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap nilai WTA rumahtangga dengan taraf nyata α = 0.10. Nilai koefisien bertanda positif (+) berarti jika rumahtangga tinggal semakin jauh ke sumber bising, maka nilai WTA akan semakin besar. Hal ini dikarenakan semakin jauh jarak rumah ke sumber bising, maka tingkat risiko semakin kecil sehingga nilai WTA yang diberikan lebih besar dibandingkan rumahtangga yang memiliki rumah lebih dekat dengan sumber bising. Hasil pengolahan data yang menunjukkan variabel jarak ke sumber bising merupakan variabel yang signifikan, maka pengolahan data dapat lebih spesifik yaitu pengolahan data berdasarkan strata jarak ke sumber bising. Hasil pengolahan data tersebut dapat dilihat pada Lampiran 8 dan 9. 7.4.
Kebijakan Ekonomi Sosial Lingkungan Pemukiman di Dekat Jalur KRL Pengelolaan lingkungan di Indonesia khususnya di Jakarta memang belum
berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pemukiman yang padat baik di lahan milik penduduk sendiri atau lahan milik pemerintah. Pemukiman padat ini sebagian terletak pada wilayah yang kurang baik untuk dijadikan pemukiman, yaitu salah satunya pemukiman di dekat jalur KRL. Kenyataannya memang pemukiman lebih dulu dibangun dibandingkan jalur KRL yaitu sebelum
78
peresmian jalur KRL. Peresmian elektrifikasi jalur KRL ini bersamaan dengan hari ulang tahun ke 50 Staats Spoorwegen (perusahaan kereta api milik Belanda), sekaligus juga peresmian stasiun Tanjung Priuk yang baru yaitu pada 6 April 1925. Elektrifikasi jalur KRL yang mengelilingi kota Batavia (Jakarta) selesai pada 1 Mei 1927 . Elektrifikasi tahap selanjutnya dilakukan pada jalur KRL rute Batavia (Jakarta Kota)-Buitenzorg (Bogor) dan mulai dioperasionalkan pada tahun 1930. Jalur kereta listrik di Batavia ini menandai dibukanya sistem angkutan umum massal yang ramah lingkungan, yang merupakan salah satu sistem transportasi paling maju di Asia pada zamannya. Kereta listrik pada masa itu telah menjadi andalan para penglaju (commuter) untuk bepergian, terutama bagi para penglaju yang bertempat tinggal di Bogor dan bekerja di Jakarta Kondisi pemukiman yang telah lama berdiri ini, memang sulit untuk dilaksanakan ganti rugi. Hal ini dikarenakan lamanya jarak waktu dari adanya jalur KRL hingga saat ini. Rencana pemerintah untuk mengganti rugi yang sudah lama terdengar namun masih ditutup-tutupi dan terkesan mengulur-ulur waktu membuat masyarakat terkadang resah dan merasa dipermainkan. Sebagian dari masyarakat bersedia menerima jika ada rencana ganti rugi dengan syarat pemerintah sungguh-sungguh melaksanakan rencana ini dan bersedia memberikan ganti rugi yang sesuai sehingga kedua belah pihak yaitu masyarakat dan pemerintah masing-masing merasa diuntungkan. Namun, sebagian masyarakat lainnya mengharapkan ganti rugi tidak dilaksanakan, mereka hanya ingin adanya perbaikan kondisi perbatasan jalur KRL dengan pemukiman diantarannya, adanya tembok atau tanaman seperti pohon-pohon sebagai pengurang risiko kecelakaan dan kebisingan. Hal ini dikarenakan pembatas yang terbuat dari besi telah banyak yang rusak sehingga terkadang terjadi kecelakaan karena masyarakat yang
79
menyeberang tidak pada tempatnya. Selain itu, kebersihan juga menjadi permasalahan penting yang terjadi, para penumpang KRL sering membuang sampah sembarangan yaitu, dengan membuangnya saat kereta sedang berjalan melalui jendela atau pintu kereta sehingga membuat perbatasan jalur KRL dan pemukiman menjadi kotor. Kriminalitas juga terkadang terjadi salah satunya adalah penumpang kereta yang sebagian besar pelajar kerap kali melempar batu ke arah pemukiman penduduk, sehingga membuat masyarakat geram. Oleh sebab itu, kebijakan ganti rugi sebaiknya secepatnya dilaksanakan oleh pemerintah dengan cara yang tidak merugikan salah satu pihak dan berjalan dengan damai karena pada kenyataannya banyak rencana ganti rugi yang berjalan dengan kekerasan dan tindak kriminal. Hal ini tentunya tidak pernah diharapkan terjadi baik oleh masyarakat maupun pemerintah. Rencana ini tidak hanya diterapkan pada wilayah pemukiman dekat jalur KRL tetapi juga wilayah yang tidak baik untuk dijadikan pemukiman sehingga akan tercipta tata lingkungan yang baik yang tidak membahayakan dan memberikan kenyamanan bagi kehidupan masyarakat.
80
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1.
Kesimpulan
1. Rumahtangga sebagian besar menyatakan kondisi lingkungan tempat tinggal mereka adalah layak. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL yang menunjukan bahwa rumahtangga yang menyatakan kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal mereka layak lebih banyak daripada rumahtangga yang menyatakan tidak layak. Walaupun kondisi tata lingkungan tempat tinggal mayoritas menyatakan buruk, tetapi pendapat mereka mengenai keberadaan jalur KRL adalah positif dan harapan rumahtangga sebagai penduduk yang tinggal di dekat jalur KRL mengharapkan adanya perbaikan kondisi di dekat jalur KRL di masa mendatang. Persepsi terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan jarak ke sumber bising. Persepsi kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL pada strata jarak ke sumber bising (dekat) dipengaruhi oleh jarak ke sumber bising. Persepsi kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL pada strata jarak ke sumber bising (jauh) dipengaruhi oleh lama tinggal. 2. Kesediaan rumahtangga menerima ganti rugi pemukiman menunjukan bahwa rumahtangga yang menyatakan bersedia menerima ganti rugi pemukiman lebih banyak daripada rumahtangga yang menyatakan tidak bersedia. Kesediaan rumahtangga menerima ganti rugi pemukiman dipengaruhi oleh tiingkat pendidikan, status kepemilikan rumah dan jumlah anggota rumahtangga. Kesediaan rumahtangga menerima ganti rugi pemukiman pada strata status kepemilikan rumah milik dipengaruhi oleh jumlah anggota
81
rumahtangga. Kesediaan rumahtangga menerima ganti rugi pemukiman pada strata status kepemilikan rumah sewa dipegaruhi oleh jumlah anggota rumahtangga dan tingkat pendidikan. 3. Nilai estimasi WTA rumahtangga dengan status kepemilikan rumah milik lebih besar dibandingkan nilai estimasi WTA rumahtangga dengan status kepemilikan rumah sewa. Nilai estimasi WTA rumahtangga dengan jarak ke sumber bising (dekat) lebih kecil dibandingkan nilai estimasi WTA rumahtangga dengan jarak ke sumber bising (jauh). Nilai estimasi WTA rumahtangga di Kelurahan Kebon Baru dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, status kepemilikan rumah, pengeluaran rumahtangga, lama tinggal dan jarak ke sumber bising. Nilai estimasi WTA rumahtangga di Kelurahan Kebon Baru pada strata jarak ke sumber bising (dekat) dipengaruhi oleh pengeluaran rumahtangga dan status kepemilikan rumah. Nilai estimasi WTA rumahtangga di Kelurahan Kebon Baru
pada strata jarak ke sumber bising (jauh)
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Nilai estimasi WTA rumahtangga di Kelurahan Kebon Baru pada strata status kepemilikan rumah milik dipengaruhi oleh luas lahan, lama tinggal, pengeluaran rumatangga, tingkat pendidikan dan jarak ke sumber bising. Nilai estimasi WTA rumahtangga di Kelurahan Kebon Baru pada strata status kepemilikan rumah sewa dipengaruhi oleh pengeluaran rumahtangga mempengaruhi estimasi model. 8.2.
Saran
1. Perlu adanya peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai pola pikir masyarakat tentang dampak jika tinggal di dekat jalur KRL. Salah satu cara untuk merubah pola pikir menjadi lebih baik adalah dengan peningkatan tingkat pendidikan. Hal ini dikarenakan dalam tiga analisis yang
82
telah lakukan, tingkat pendidikan merupakan variabel yang berpengaruh pada analisis persepsi rumahtangga terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL, kesediaan rumahtangga menerima ganti rugi pemukiman dan nilai ganti rugi yang bersedia diterima rumahtangga (WTA). 2. Besarnya nilai rata-rata WTA rumahtangga dapat dijadikan acuan oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta dalam memberikan ganti rugi pemukiman kepada rumahtangga. 3. Kebijakan ganti rugi pemukiman merupakan kebijakan yang baik untuk memperbaiki tata lingkungan. Kebijakan ini akan diterima dengan baik oleh rumahtangga jika masyarakat mendapatkan ganti rugi yang sesuai dengan NJOP dan pelaksanakan ganti rugi berjalan dengan baik dan damai sehingga tidak terjadi keributan dan kekerasan saat pelaksanaan ganti rugi dilaksanakan. 4. Jika ganti rugi tidak diterapkan maka sebaiknya ada kerja sama antara Pemerintah Kota Jakarta dengan PT. KAI untuk memperbaiki kondisi antara perbatasan pemukiman dan jalur KRL. Hal ini dikarenakan kondisi pembatas yang mengkhawatirkan dan ditakutkan akan membahayakan masyarakat. 5. Wilayah penelitian yang cukup luas dan memiliki jumlah rumahtangga yang besar, sehingga dibutuhkan rumahtangga sampel dan jumlah variabel yang lebih banyak untuk penelitian ini. Variabel tersebut diantaranya kondisi rumah, jumlah lantai rumah, jarak dari pusat kegiatan ekonomi dan lain sebagainya. Adanya keterbatasan pada penelitian ini maka diharapkan dilaksanakannya penelitian yang mencakup ruang lingkup yang lebih luas agar dapat diketahui pendapat rumahtangga mengenai kebijakan ganti rugi dan hal lainnya yang memberikan hasil yang lebih reprenstatif serta kelancaran dalam pelaksanaan kebijakan tersebut.
83
DAFTAR PUSTAKA Amanda, S. 2009. Analisis Willingness to Pay Pengunjung Obyek Wisata Danau Situgede dalam Upaya Pelestarian Lingkungan. Skripsi Sarjana. Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Avianto, N. 2005. Estimasi Nilai Ekonomi Lingkungan Pemukiman Mahasiswa IPB: Persepektif Regresi Hedonis. Skripsi Sarjana. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Departemen Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Badan Pusat Statistik. 2010. ‘Hasil Sensus 2010’. BPS, Jakarta. Baron, R. A. and D. Byrne. 2000. Social Psychology. Ninth Edition. Allyn and Bacon, Boston. Casey, J. F., J. R. Kahn, and A. A. F. Rivas. 2008. ‘Willingness to Accept Compensation for the Environmental Risks of Oil Transport on the Amazon: A Choice Modeling Experiment’. Ecological Economics. Vol. 67. Hal. 552-559. Chaplin, J. P. 2002. Kamus Lengkap Psikologi. Raja Grafindo, Jakarta. Commuter. 2010. http://www.krl.co.id/index.php/Yang-Perlu-Anda-Ketahui/5Profile-Sejarah.html. Diakses pada 15 Juni 2010. Fauzi, A. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Firdaus, M. 2004. Ekonometrika: Suatu Pendekatan Aplikatif. Bumi Aksara, Jakarta. _________. 2008. Aplikasi Metode Kuantatif Terpilih untuk Manajemen dan Bisnis. IPB Press, Bogor. Garrord, K. and K. G. Willis. 1999. Economic Valuation of the Environment Methods and Cases Studies. Edward Elger Publishing, Inc, Massachusetts. Hanley, N. and C.L. Spash. 1993. Cost-Benefit Analysis and Environmental. Edward Elgar Publishing, Cheltenham. Hanum, L. 2007. Kebisingan Pemukiman Pinggiran Rel Kereta Api: Analisis Preferensi , Persepsi dan Willingness to Accept (Kasus Desa Cilebut Timur Kabupaten Bogor Jawa Barat). Skripsi Sarjana. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Departemen Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
84
Horowitz, J. K. and K. E. McConnell. 2002. ‘Willingness to Accept, Willingness to Pay and the Income Effect’. Journal of Economic Behaviour and Organization. Vol. 51. Hal. 537-545. Hosmer, D.W. and S. Lemeshow. 1989. Applied Logistic Regression. John Wilet and Sons, Inc, New York. Irwan, Z. D. 2005. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Bumi Aksara, Jakarta. Juanda, B. 2008. Modul Kuliah Ekonometrika I. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kelurahan Kebon Baru. 2008. Laporan Tahunan Kelurahan Kebon Baru Kecamatan Tebet. Kelurahan Kebon Baru, Jakarta. Koutsoyiannis, A. 1977. Theory of Econometrics: An Introductory Exposition of Econometric Method. Second Edition. Barnes and Noble, New York. Kuncoro, M. 2003. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi: Bagaimana Meneliti dan Menulis Tesis? Erlangga, Jakarta. Leavit, H. J. 1978. Psikologi Manajemen. Gelora Aksara Pratama, Jakarta. Mitchell, R.C. and R.T. Carson. 1989. Using Surveys to Value Public Goods: The Contingent Valuation Method. Resource for the Future, Washington DC. Nasution, D. H. 2002. Dampak Sosial dan Ekonomi Kebijakan Ganti Rugi dan Penataan Pemukiman Liar di Wilayah Perkotaan (Studi Kasus Kota Batam). Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Panudju, B. 1999. Pengadaan Perumahan Kota dengan Peran serta Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Alumni, Bandung. Pearce, D. and E. Ozdemiroglu. 2002. ‘Economic Valuation with Stated Preference Techniques’. Department for Transport, Local Government and the Regions, London. Ramanathan, R. 1997. Introductory Econometrics with Application. Fourth Edition. The Dryden Press, Philadelpia. Stearns, F. W. and T. Montag. 1974. The Urban Ecosystem. John Willey and Sons, Stoudsburg. Triani, A. 2009. Analisis Willingness to Accept Masyarakat terhadap Pembayaran Jasa Lingkungan DAS Cidanau. Skripsi Sarjana. Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
85
Warningsih, T. 2006. Pemetaan Kebisingan dan Penilaian Masyarakat terhadap Kebisingan Bandar Udara (Studi Kasus Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Riau). Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Watt, K. E. F. 1973. Principles of Environmental Science. Nicholas Publishing Company, New York. Zulwahyuni, H. 2007. Analisis Ganti rugi Pemukiman Penduduk di Sempadan Sungai Ciliwung dengan Pendekatan Willingness to Accept (Kasus Kelurahan Kedunghalang Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor). Skripsi Sarjana. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Departemen Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
86
LAMPIRAN
87
Lampiran 1. Hasil Logit Persepsi Rumahtangga terhadap Kondisi Kelayakan Lingkungan Tempat Tinggal di Dekat Jalur KRL Binary Logistic Regression: layak versus pddkn, luas, lmtg, jrsb, srmh Link Function: Logit
Response Information Variable layak
Value 1 0 Total
Count 91 29 120
(Event)
Logistic Regression Table
Predictor Constant pddkn luas lmtg jrsb srmh
Coef 1.56311 -2.45765 0.0098185 0.0092499 0.0478928 0.243135
SE Coef 1.37107 1.05282 0.0192891 0.0292398 0.0238837 0.682578
Z 1.14 -2.33 0.51 0.32 2.01 0.36
Odds Ratio
P 0.254 0.020 0.611 0.752 0.045 0.722
0.09 1.01 1.01 1.05 1.28
95% CI Lower Upper 0.01 0.97 0.95 1.00 0.33
0.67 1.05 1.07 1.10 4.86
Log-Likelihood = -57.236 Test that all slopes are zero: G = 18.247, DF = 5, P-Value = 0.003
Goodness-of-Fit Tests Method Pearson Deviance Hosmer-Lemeshow
Chi-Square 209.940 114.471 7.342
DF 114 114 8
P 0.000 0.470 0.500
Table of Observed and Expected Frequencies: (See Hosmer-Lemeshow Test for the Pearson Chi-Square Statistic)
Value 1 Obs Exp 0 Obs Exp Total
1
2
3
4
5
Group 6
7
8
9
10
Total
5 6.1
8 7.1
7 7.6
8 8.1
8 8.7
10 9.2
11 9.8
11 11.0
12 11.5
11 11.8
91
7 5.9 12
4 4.9 12
5 4.4 12
4 3.9 12
4 3.3 12
2 2.8 12
1 2.2 12
1 1.0 12
0 0.5 12
1 0.2 12
29 120
Measures of Association: (Between the Response Variable and Predicted Probabilities) Pairs Concordant Discordant Ties Total
Number 1996 625 18 2639
Percent 75.6 23.7 0.7 100.0
Summary Measures Somers' D Goodman-Kruskal Gamma Kendall's Tau-a
0.52 0.52 0.19
88
Lampiran 2.
Hasil Logit Persepsi Rumahtangga terhadap Kondisi Kelayakan Lingkungan Tempat Tinggal di Dekat Jalur KRL Berdasarkan Strata Jarak ke Sumber Bising (Dekat)
Binary Logistic Regression: layak versus pddkn, luas, jrsb, srmh * WARNING * Algorithm has not converged after 20 iterations. * WARNING * Convergence has not been reached for the parameter estimates criterion. * WARNING * The results may not be reliable. * WARNING * Try increasing the maximum number of iterations. Link Function: Logit Response Information Variable layak
Value 1 0 Total
Count 42 18 60
(Event)
Logistic Regression Table Predictor Constant pddkn luas jrsb srmh
Coef 19.0755 -20.8179 0.0112199 0.114613 0.230693
SE Coef 7766.86 7766.86 0.0262573 0.0679574 0.759944
Z 0.00 -0.00 0.43 1.69 0.30
P 0.998 0.998 0.669 0.092 0.761
Odds Ratio 0.00 1.01 1.12 1.26
95% CI Lower Upper 0.00 0.96 0.98 0.28
* 1.06 1.28 5.59
Log-Likelihood = -30.027 Test that all slopes are zero: G = 13.250, DF = 4, P-Value = 0.010 Goodness-of-Fit Tests Method Pearson Deviance Hosmer-Lemeshow
Chi-Square 48.9007 60.0537 3.3897
DF 53 53 8
P 0.634 0.235 0.908
Table of Observed and Expected Frequencies: (See Hosmer-Lemeshow Test for the Pearson Chi-Square Statistic)
Value 1 Obs Exp 0 Obs Exp Total
Group 5 6
1
2
3
4
2 2.3
3 3.0
3 3.5
5 3.7
3 4.0
4 3.7 6
3 3.0 6
3 2.5 6
1 2.3 6
3 2.0 6
7
8
9
10
Total
5 4.2
5 4.5
4 4.8
6 6.0
6 6.0
42
1 1.8 6
1 1.5 6
2 1.2 6
0 0.0 6
0 0.0 6
18 60
Measures of Association: (Between the Response Variable and Predicted Probabilities) Pairs Concordant Discordant Ties Total
Number 568 184 4 756
Percent 75.1 24.3 0.5 100.0
Summary Measures Somers' D Goodman-Kruskal Gamma Kendall's Tau-a
0.51 0.51 0.22
89
Lampiran 3.
Hasil Logit Persepsi Rumahtangga terhadap Kondisi Kelayakan Lingkungan Tempat Tinggal di Dekat Jalur KRL Berdasarkan Strata Jarak ke Sumber Bising (Jauh)
Binary Logistic Regression: layak versus pddkn, lmtg, jrsb Link Function: Logit
Response Information Variable layak
Value 1 0 Total
Count 49 11 60
(Event)
Logistic Regression Table
Predictor Constant pddkn lmtg jrsb
Coef 0.423771 -1.31099 0.0754522 0.0392094
SE Coef 1.91629 1.12669 0.0440043 0.0509622
Z 0.22 -1.16 1.71 0.77
P 0.825 0.245 0.086 0.442
Odds Ratio 0.27 1.08 1.04
95% CI Lower Upper 0.03 0.99 0.94
2.45 1.18 1.15
Log-Likelihood = -24.241 Test that all slopes are zero: G = 8.688, DF = 3, P-Value = 0.034
Goodness-of-Fit Tests Method Pearson Deviance Hosmer-Lemeshow
Chi-Square 155.100 48.481 24.957
DF 56 56 8
P 0.000 0.752 0.002
Table of Observed and Expected Frequencies: (See Hosmer-Lemeshow Test for the Pearson Chi-Square Statistic)
Value 1 Obs Exp 0 Obs Exp Total
Group 5 6
1
2
3
4
4 3.4
3 3.9
2 4.2
5 4.5
6 4.8
2 2.6 6
3 2.1 6
4 1.8 6
1 1.5 6
0 1.2 6
7
8
9
10
Total
6 5.3
6 5.4
6 5.7
6 5.8
5 5.9
49
0 0.7 6
0 0.6 6
0 0.3 6
0 0.2 6
1 0.1 6
11 60
Measures of Association: (Between the Response Variable and Predicted Probabilities) Pairs Concordant Discordant Ties Total
Number 437 100 2 539
Percent 81.1 18.6 0.4 100.0
Summary Measures Somers' D Goodman-Kruskal Gamma Kendall's Tau-a
0.63 0.63 0.19
90
Lampiran 4. Hasil Logit Kesediaan Rumahtangga Menerima Ganti Rugi Pemukiman Binary Logistic Regression: ksdn versus jmlang, luas, pddkn, jrsb, srmh Link Function: Logit
Response Information Variable ksdn
Value 1 0 Total
Count 68 52 120
(Event)
Logistic Regression Table
Predictor Constant jmlang luas pddkn jrsb srmh
Coef 1.74324 -0.432836 -0.0057608 1.69352 -0.0111273 -1.30951
SE Coef 1.04771 0.178193 0.0162402 0.522782 0.0200444 0.508420
Z 1.66 -2.43 -0.35 3.24 -0.56 -2.58
P 0.096 0.015 0.723 0.001 0.579 0.010
Odds Ratio
95% CI Lower Upper
0.65 0.99 5.44 0.99 0.27
0.46 0.96 1.95 0.95 0.10
0.92 1.03 15.15 1.03 0.73
Log-Likelihood = -64.799 Test that all slopes are zero: G = 34.617, DF = 5, P-Value = 0.000
Goodness-of-Fit Tests Method Pearson Deviance Hosmer-Lemeshow
Chi-Square 122.371 129.598 4.357
DF 114 114 8
P 0.279 0.151 0.824
Table of Observed and Expected Frequencies: (See Hosmer-Lemeshow Test for the Pearson Chi-Square Statistic)
Value 1 Obs Exp 0 Obs Exp Total
Group 5 6
1
2
3
4
2 1.3
4 3.2
4 4.5
5 5.5
5 6.5
10 10.7 12
8 8.8 12
8 7.5 12
7 6.5 12
7 5.5 12
7
8
9
10
Total
6 7.3
9 8.5
11 9.7
10 10.3
12 11.0
68
6 4.7 12
3 3.5 12
1 2.3 12
2 1.7 12
0 1.0 12
52 120
Measures of Association: (Between the Response Variable and Predicted Probabilities) Pairs Concordant Discordant Ties Total
Number 2837 693 6 3536
Percent 80.2 19.6 0.2 100.0
Summary Measures Somers' D Goodman-Kruskal Gamma Kendall's Tau-a
0.61 0.61 0.30
91
Lampiran 5. Hasil Logit Kesediaan Rumahtangga Menerima Ganti Rugi Pemukiman Berdasarkan Strata Status Kepemilikan Rumah (Milik) Binary Logistic Regression: ksdn versus jmlang, luas, pddkn, jrsb Link Function: Logit
Response Information Variable ksdn
Value 1 0 Total
Count 24 36 60
(Event)
Logistic Regression Table
Predictor Constant jmlang luas pddkn jrsb
Coef 1.29105 -0.375416 -0.0013490 0.581516 -0.0267797
SE Coef 1.58225 0.216408 0.0178843 0.706998 0.0250589
Z 0.82 -1.73 -0.08 0.82 -1.07
P 0.415 0.083 0.940 0.411 0.285
Odds Ratio
95% CI Lower Upper
0.69 1.00 1.79 0.97
0.45 0.96 0.45 0.93
1.05 1.03 7.15 1.02
Log-Likelihood = -37.744 Test that all slopes are zero: G = 5.273, DF = 4, P-Value = 0.260
Goodness-of-Fit Tests Method Pearson Deviance Hosmer-Lemeshow
Chi-Square 60.4825 75.4881 6.6653
DF 55 55 8
P 0.285 0.035 0.573
Table of Observed and Expected Frequencies: (See Hosmer-Lemeshow Test for the Pearson Chi-Square Statistic)
Value 1 Obs Exp 0 Obs Exp Total
Group 5 6
1
2
3
4
1 1.0
2 1.4
1 1.8
2 2.0
2 2.2
5 5.0 6
4 4.6 6
5 4.2 6
4 4.0 6
4 3.8 6
7
8
9
10
Total
4 2.5
1 2.8
2 3.1
4 3.3
5 3.9
24
2 3.5 6
5 3.2 6
4 2.9 6
2 2.7 6
1 2.1 6
36 60
Measures of Association: (Between the Response Variable and Predicted Probabilities) Pairs Concordant Discordant Ties Total
Number 583 275 6 864
Percent 67.5 31.8 0.7 100.0
Summary Measures Somers' D Goodman-Kruskal Gamma Kendall's Tau-a
0.36 0.36 0.17
92
Lampiran 6. Hasil Logit Kesediaan Rumahtangga Menerima Ganti Rugi Pemukiman Berdasarkan Strata Status Kepemilikan Rumah (Sewa) Binary Logistic Regression: ksdn versus jmlang, luas, pddkn Link Function: Logit
Response Information Variable ksdn
Value 1 0 Total
Count 44 16 60
(Event)
Logistic Regression Table
Predictor Constant jmlang luas pddkn
Coef 2.01531 -0.550269 -0.0262871 2.67072
SE Coef 1.45627 0.349735 0.0409477 0.764051
Z 1.38 -1.57 -0.64 3.50
P 0.166 0.116 0.521 0.000
Odds Ratio
95% CI Lower Upper
0.58 0.97 14.45
0.29 0.90 3.23
1.14 1.06 64.60
Log-Likelihood = -24.560 Test that all slopes are zero: G = 20.469, DF = 3, P-Value = 0.000
Goodness-of-Fit Tests Method Pearson Deviance Hosmer-Lemeshow
Chi-Square 46.9079 43.5755 3.0678
DF 40 40 8
P 0.210 0.322 0.930
Table of Observed and Expected Frequencies: (See Hosmer-Lemeshow Test for the Pearson Chi-Square Statistic)
Value 1 Obs Exp 0 Obs Exp Total
Group 5 6
1
2
3
4
1 1.2
3 2.1
3 3.5
4 4.6
5 4.9
5 4.8 6
3 3.9 6
3 2.5 6
2 1.4 6
1 1.1 6
7
8
9
10
Total
6 6.1
6 5.4
5 5.6
7 6.7
4 3.9
44
1 0.9 7
0 0.6 6
1 0.4 6
0 0.3 7
0 0.1 4
16 60
Measures of Association: (Between the Response Variable and Predicted Probabilities) Pairs Concordant Discordant Ties Total
Number 601 101 2 704
Percent 85.4 14.3 0.3 100.0
Summary Measures Somers' D Goodman-Kruskal Gamma Kendall's Tau-a
0.71 0.71 0.28
93
Lampiran 7. Hasil Estimasi Model WTA Rumahtangga Kelurahan Kebon Baru Regression Analysis: wta versus luas, lmtg, pglr, pddkn, srmh, jrsb The regression equation is wta = 1258232 + 355 luas - 3305 lmtg + 0.00329 pglr + 134063 pddkn + 119177 srmh + 2873 jrsb
Predictor Constant luas lmtg pglr pddkn srmh jrsb
S = 118664
Coef 1258232 355 -3305 0.003285 134063 119177 2873
SE Coef 82226 1505 1932 0.001079 53043 43103 1470
R-Sq = 42.2%
PRESS = 1.023585E+12
T 15.30 0.24 -1.71 3.04 2.53 2.76 1.95
P 0.000 0.814 0.092 0.003 0.014 0.008 0.055
VIF 2.0 2.0 1.6 1.4 2.0 1.1
R-Sq(adj) = 36.5%
R-Sq(pred) = 31.16%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
Source luas lmtg pglr pddkn srmh jrsb
DF 1 1 1 1 1 1
DF 6 61 67
SS 6.27923E+11 8.58952E+11 1.48688E+12
MS 1.04654E+11 14081186236
F 7.43
P 0.000
Seq SS 47417716221 14056741676 3.29488E+11 70373413165 1.12819E+11 53767873656
Unusual Observations Obs 24 32
luas 60.0 40.0
wta 1350000 1850000
Fit 1367316 1572566
SE Fit 77966 25788
Residual -17316 277434
St Resid -0.19 X 2.40R
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Durbin-Watson statistic = 2.15200
94
Gambar 1. Residual Plots for wta Residual Plots for wta Normal Probabilit y Plot of t he Residuals
Percent
99 90 50 10 1 0.1
Residuals Versus the Fit ted Values Standardized Residual
99.9
-4
-2 0 Standardized Residual
2 1 0 -1 -2
2
1400000
Histogram of the Residuals Standardized Residual
Frequency
6 3 -1 0 1 Standardized Residual
1700000
1800000
Residuals Versus t he Order of t he Dat a
9
-2
1600000
Fitted Value
12
0
1500000
2 1 0 -1 -2
2
1 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 Observation Order
Runs Test: SRES1 Runs test for SRES1 Runs above and below K = -0.00273829 The observed number of runs = 36 The expected number of runs = 35 34 observations above K, 34 below P-value = 0.807
Gambar 2. Probability Plot of SRES1 Probability Plot of SRES1 Normal 99.9
Mean StDev N AD P-Value
99
Percent
95 90
-0.002738 0.9960 68 0.306 0.558
80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1
-3
-2
-1
0 SRES1
1
2
3
95
Lampiran 8. Hasil Estimasi Model WTA Rumahtangga Kelurahan Kebon Baru Berdasarkan Strata Jarak ke Sumber Bising (Dekat) Regression Analysis: wta versus luas, lmtg, pglr, pddkn, srmh The regression equation is wta = 1285469 + 1 luas - 4094 lmtg + 0.00419 pglr + 136919 pddkn + 98334 srmh
Predictor Constant luas lmtg pglr pddkn srmh
S = 126255
Coef 1285469 1 -4094 0.004186 136919 98334
SE Coef 115959 2409 3924 0.001500 99001 66383
R-Sq = 38.5%
PRESS = 722014811267
T 11.09 0.00 -1.04 2.79 1.38 1.48
P 0.000 1.000 0.306 0.009 0.178 0.150
VIF 1.8 2.7 1.4 1.2 2.2
R-Sq(adj) = 27.5%
R-Sq(pred) = 0.45%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
Source luas lmtg pglr pddkn srmh
DF 1 1 1 1 1
DF 5 28 33
SS 2.78968E+11 4.46326E+11 7.25294E+11
MS 55793642832 15940210839
F 3.50
P 0.014
Seq SS 33730748241 4328930568 1.86882E+11 19048787223 34977358131
Unusual Observations Obs 13 21 25
luas 45.0 40.0 28.0
wta 1350000 1850000 1500000
Fit 1452731 1569870 1397269
SE Fit 95935 39014 95935
Residual -102731 280130 102731
St Resid -1.25 X 2.33R 1.25 X
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Durbin-Watson statistic = 2.24305
96
Gambar 1. Residual Plots for wta Residual Plots for wta Normal Probability Plot of the Residuals 90 Percent
Residuals Versus the Fitted Values Standardized Residual
99
50 10 1
-2
-1 0 1 Standardized Residual
2
2 1 0 -1 -2 1400000 1500000 1600000 1700000 1800000 Fitted Value
Histogram of the Residuals
Residuals Versus the Order of the Data Standardized Residual
Frequency
8 6 4 2 0
-2
-1 0 1 Standardized Residual
2
2 1 0 -1 -2
1
5
10 15 20 25 Observation Order
30
Gambar 2. Probability Plot of SRES2 Probability Plot of SRES2 Normal 99
Mean StDev N AD P-Value
95 90
-0.004265 1.025 34 0.473 0.228
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-3
-2
-1
0 SRES2
1
2
3
Runs Test: SRES2 Runs test for SRES2 Runs above and below K = -0.00426546 The observed number of runs = 22 The expected number of runs = 17.9412 18 observations above K, 16 below P-value = 0.156
97
Lampiran 9. Hasil Estimasi Model WTA Rumahtangga Kelurahan Kebon Baru Berdasarkan Strata Jarak ke Sumber Bising (Jauh) Regression Analysis: wta versus lmtg, pglr, pddkn, jrsb The regression equation is wta = 1297589 - 6850 lmtg + 0.00179 pglr + 146667 pddkn + 3997 jrsb
23 cases used, 11 cases contain missing values
Predictor Constant lmtg pglr pddkn jrsb
S = 134134
Coef 1297589 -6850 0.001793 146667 3997
SE Coef 188410 5565 0.002235 89852 4405
R-Sq = 26.2%
PRESS = 734374999217
T 6.89 -1.23 0.80 1.63 0.91
P 0.000 0.234 0.433 0.120 0.376
VIF 1.1 1.2 1.2 1.1
R-Sq(adj) = 9.8%
R-Sq(pred) = 0.00%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
Source lmtg pglr pddkn jrsb
DF 1 1 1 1
DF 4 18 22
SS 1.14842E+11 3.23854E+11 4.38696E+11
MS 28710453389 17991879923
F 1.60
P 0.219
Seq SS 20719832038 26852131270 52454915406 14814934841
Unusual Observations Obs 5 8 9 10 11 24
lmtg 28.0 25.0 35.0 30.0 57.0 28.0
wta * * * * * 1500000
Fit 1292758 1529674 1433483 1423320 1080228 1425210
SE Fit 157290 153999 172810 141442 305442 124468
Residual * * * * * 74790
St Resid * * * * * 1.50
X X X X X X
X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Durbin-Watson statistic = 2.05228
98
Gambar 1. Residual Plots for wta Residual Plots for wta Normal Probability Plot of the Residuals 90 Percent
Residuals Versus the Fitted Values Standardized Residual
99
50 10 1
-2
-1 0 1 Standardized Residual
2
Frequency
4.8 3.6 2.4 1.2 0.0
-2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 Standardized Residual
1 0 -1 -2 1400000
1500000 1600000 Fitted Value
1700000
Residuals Versus the Order of the Data Standardized Residual
Histogram of the Residuals
2
1.5
2 1 0 -1 -2
1
5
10 15 20 25 Observation Order
30
Gambar 2. Probability Plot of SRES5 Probability Plot of SRES5 Normal 99
Mean StDev N AD P-Value
95 90
0.03143 1.022 23 0.472 0.222
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-3
-2
-1
0 SRES5
1
2
3
Runs Test: SRES5 Runs test for SRES5 Runs above and below K = 0.0314330 The observed number of runs = 12 The expected number of runs = 12.4783 12 observations above K, 11 below P-value = 0.838
99
Lampiran 10. Hasil Estimasi Model WTA Rumahtangga Kelurahan Kebon Baru Berdasarkan Strata Status Kepemilikan Rumah (Milik) Regression Analysis: wta versus luas, lmtg, pglr, pddkn, jrsb The regression equation is wta = 1246137 + 3178 luas - 4507 lmtg + 0.00224 pglr + 217724 pddkn + 2940 jrsb Predictor Constant luas lmtg pglr pddkn jrsb
Coef 1246137 3178 -4507 0.002239 217724 2940
S = 83355.4
SE Coef 99721 1583 1651 0.001061 60007 1632
R-Sq = 75.2%
PRESS = 213036945966
T 12.50 2.01 -2.73 2.11 3.63 1.80
P 0.000 0.060 0.014 0.049 0.002 0.088
VIF 1.4 1.3 1.8 1.7 1.4
R-Sq(adj) = 68.3%
R-Sq(pred) = 57.81%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source luas lmtg pglr pddkn jrsb
DF 1 1 1 1 1
DF 5 18 23
SS 3.79830E+11 1.25066E+11 5.04896E+11
MS 75965953122 6948114874
F 10.93
P 0.000
Seq SS 2235939768 1.22660E+11 1.49341E+11 83025054083 22566994361
Durbin-Watson statistic = 1.71509
Gambar 1. Residual Plots for wta Residual Plots for wta Normal Probability Plot of the Residuals
Percent
90 50 10 1
Residuals Versus the Fitted Values Standardized Residual
99
-2
-1 0 1 Standardized Residual
2
2 1 0 -1 -2
Histogram of the Residuals Standardized Residual
Frequency
6 4 2 -2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 Standardized Residual
1600000 Fitted Value
1800000
Residuals Versus the Order of the Data
8
0
1400000
1.5
2 1 0 -1 -2
2
4
6
8 10 12 14 16 18 20 22 24 Observation Order
100
Gambar 2. Probability Plot of SRES1 Probability Plot of SRES1 Normal 99
Mean StDev N AD P-Value
95 90
-0.01216 1.004 24 0.453 0.249
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-3
-2
-1
0 SRES1
1
2
3
Runs Test: SRES1 Runs test for SRES1 Runs above and below K = -0.0121557 The observed number of runs = 7 The expected number of runs = 12.6667 14 observations above K, 10 below * N is small, so the following approximation may be invalid. P-value = 0.015
101
Lampiran 11. Hasil Estimasi Model WTA Rumahtangga Kelurahan Kebon Baru Berdasarkan Strata Status Kepemilikan Rumah (Sewa) Regression Analysis: wta versus lmtg, pglr, pddkn, jrsb The regression equation is wta = 1296946 - 2142 lmtg + 0.00366 pglr + 92332 pddkn + 2313 jrsb
Predictor Constant lmtg pglr pddkn jrsb
S = 133070
Coef 1296946 -2142 0.003658 92332 2313
SE Coef 109944 4061 0.001674 73847 2194
R-Sq = 18.4%
PRESS = 843269135614
T 11.80 -0.53 2.19 1.25 1.05
P 0.000 0.601 0.035 0.219 0.298
VIF 1.0 1.2 1.1 1.1
R-Sq(adj) = 10.1%
R-Sq(pred) = 0.39%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
Source lmtg pglr pddkn jrsb
DF 1 1 1 1
DF 4 39 43
SS 1.55994E+11 6.90597E+11 8.46591E+11
MS 38998558858 17707607017
F 2.20
P 0.087
Seq SS 841121100 1.10380E+11 25091769933 19680903500
Unusual Observations Obs 8 34
lmtg 15.0 28.0
wta 1850000 1500000
Fit 1581277 1535741
SE Fit 40978 90255
Residual 268723 -35741
St Resid 2.12R -0.37 X
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Durbin-Watson statistic = 2.28706
102
Gambar 1. Residual Plots for wta Residual Plots for wta Normal Probability Plot of the Residuals 90 Percent
Residuals Versus the Fitted Values Standardized Residual
99
50 10 1
-2
-1 0 1 Standardized Residual
2
2 1 0 -1 -2 1400000
Histogram of the Residuals Standardized Residual
Frequency
6 4 2 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 Standardized Residual
1600000 Fitted Value
1700000
Residuals Versus the Order of the Data
8
0
1500000
2.0
2 1 0 -1 -2
1
5
10
15 20 25 30 Observation Order
35
40
Gambar 2. Probability Plot of SRES2 Probability Plot of SRES2 Normal 99
Mean StDev N AD P-Value
95 90
-0.004232 0.9999 44 0.422 0.309
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-3
-2
-1
0 SRES2
1
2
3
Runs Test: SRES2 Runs test for SRES2 Runs above and below K = -0.00423161 The observed number of runs = 26 The expected number of runs = 22.9545 21 observations above K, 23 below P-value = 0.352
103
Lampiran 12. Dokumentasi Kondisi Pemukiman Penduduk di Dekat Jalur KRL Kebon Baru pada September 2010 Gambar 1. Kondisi Wilayah Dekat Jalur KRL Kebon Baru
Gambar 2. Kondisi Perumahan Dekat Jalur KRL Kebon Baru
Gambar 3. Kondisi Kepadatan Pemukiman di Dekat Jalur KRL Kebon Baru
104