IV. METODE PENELITIAN 4.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di pemukiman penduduk di dekat jalur KRL di
Kelurahan Kebon Baru, Jakarta Selatan. Pemilihan dilakukan secara sengaja (purposive) karena salah satu wilayah di kelurahan tersebut merupakan daerah yang dekat dengan jalur KRL. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Juli 2010. 4.2.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang dibutuhkan untuk tujuan penelitian. Data primer digunakan meliputi: karakteristik rumahtangga, persepsi rumahtangga terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL, persepsi rumahtangga terhadap kesediaan menerima ganti rugi pemukiman, estimasi besarnya nilai ganti rugi yang bersedia diterima rumahtangga (WTA) dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Data sekunder adalah data yang digunakan tidak untuk tujuan penelitian. Data sekunder merupakan data mengenai gambaran umum Kelurahan Kebon Baru diantara mengenai wilayah dan kondisi penduduk secara umum. Data-data tersebut diperoleh dari Kelurahan Kebon Baru, Jakarta Selatan dan instansi-instansi terkait. 4.3.
Penentuan Sampel Rumahtangga Pengambilan sampel dilakukan dengan metode nonprobabilty sampling.
Kelompok masyarakat yang menjadi pada penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di dekat jalur KRL. Masyarakat yang dipilih menjadi adalah masyarakat RW 06 dan RW 013 di Kelurahan Kebon Baru. Jumlah yang diambil dalam
26
penelitian adalah 120 rumahtangga. Rumahtangga tersebut terdiri dari 30 rumahtangga dengan status kepemilikan rumah milik dan dengan jarak ke sumber bising kurang dari sama dengan 20 meter, 30 rumahtangga dengan status kepemilikan rumah sewa dan dengan jarak ke sumber bising kurang dari sama dengan 20 meter, 30 rumahtangga dengan status kepemilikan rumah milik dan dengan jarak ke sumber bising lebih dari 20 meter dan 30 rumahtangga dengan status kepemilikan rumah sewa dan dengan jarak ke sumber bising lebih dari 20 meter.
Status
kepemilikan
rumah
digunakan
dalam
penentuan
jumlah
rumahtangga karena status kepemilikan rumah diduga mempengaruhi hipotesis dari penelitian. Sedangkan jarak 20 meter dijadikan batasan karena wilayah yang kemungkinan besar akan digusur adalah yang memiliki jarak kurang dari sama dengan 20 meter ke jarak sumber bising. Penjelasan mengenai pengambilan sampel dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Penentuan Jumlah Sampel Rukun Rukun Tetangga Warga 002 006 Jumlah 15 Sampel 001 002 004 006 013 Jumlah 15 15 15 15 Sampel 4.4.
003 15 009
011
15
15
Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan pada awal bulan April. Data yang
dikumpulkan adalah data primer melalui wawancara survei menggunakan alat kuisioner kepada rumahtangga dan data sekunder yang berasal dari instansiinstansi yang terkait.
27
4.5.
Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis secara kuantitatif.
Pengelolaan dan analisis menggunakan komputer dengan program Microsoft Office Excel dan Minitab for Windows Release 14. Matriks analisis data yang digunakan untuk menjawab tujuan-tujuan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Matriks Analisis Data No Tujuan Penelitian 1. Kajian tentang faktorfaktor yang mempengaruhi persepsi rumahtangga terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL. Kajian tentang faktor2. faktor yang mempengaruhi kesediaan rumahtangga menerima ganti rugi pemukiman. 3.
Kajian estimasi nilai ganti rugi yang bersedia diterima rumahtangga (Willingness to Accept).
4.
Kajian tentang faktorfaktor yang mempengaruhi nilai ganti rugi yang bersedia diterima rumahtangga (Willingness to Accept).
Sumber Data Dari wawancara langsung dengan sampel rumahtangga penelitian dengan menggunakan kuisioner.
Analisis Data Model regresi logit dengan Microsoft Office Excel dan Minitab for Windows Release 14.
Dari wawancara langsung dengan sampel rumahtangga penelitian dengan menggunakan kuisioner.
Model regresi logit dengan Microsoft Office Excel dan Minitab for Windows Release 14.
Dari wawancara langsung dengan sampel rumahtangga penelitian dengan menggunakan kuisioner. Dari wawancara langsung dengan sampel rumahtangga penelitian dengan menggunakan kuisioner.
Estimasi WTA dengan pendekatan CVM dengan Microsoft Office Excel. Model regresi berganda dengan Microsoft Office Excel dan Minitab for Windows Release 14.
4.5.1. Analisis Persepsi Rumahtangga terhadap Kondisi Kelayakan Lingkungan Tempat Tinggal di Dekat Jalur Kereta Rel Listrik (KRL) Penilaian rumahtangga terhadap kelayakan tempat tinggal di dekat jalur KRL, Kebon Baru dianalisis menggunakan alat analisis regresi logit. Analisis persepsi rumahtangga Kebon Baru ini dilakukan dengan mengkaji faktor-faktor
28
yang
mempengaruhi
persepsi
rumahtangga
terhadap
kondisi
kelayakan
lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL sebagai tempat tinggal. Bentuk model regresi logit yang digunakan dalam analisis adalah: Li Layak = α0 – α1 PDDKNi + α2 LUASi + α3 LMTGi + α4 JRSBi + α5 SRMHi + Ui dimana Li Layak =
Peluang rumahtangga menyatakan layak atau tidak layak terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL sebagai (bernilai 1 untuk “layak” dan bernilai 0 untuk “tidak layak”)
α0
=
Konstanta
α1…. α5
=
Koefisien regresi
PDDKN =
Tingkat pendidikan (bernilai 0 untuk “lama pendidikan kurang dari sama dengan pendidikan tingkat SMP atau 9 tahun” dan nilai 1 untuk “lama pendidikan di atas SMP atau lebih dari 9 tahun”)
LUAS
=
Luas lahan (m2)
LMTG
=
Lama tinggal (tahun)
JRSB
=
Jarak ke sumber bising (m)
SRMH
=
Status kepemilikan rumah (bernilai 1 untuk “milik sendiri” dan bernilai 0 untuk “bukan milik sendiri”)
i
=
Rumahtangga sampel ke-i (1,2,3,…,120)
U
=
Galat
29
nilai dugaan yang diharapkan (hipotesis) :
α2, α3, α4, α5 > 0 α 1< 0 Tingkat pendidikan diestimasi berbanding terbalik dengan rumahtangga yang menilai layak pemukiman di dekat jalur KRL, Kebon Baru sebagai tempat tinggal. Ini berarti, semakin tinggi pendidikan maka rumahtangga menyadari bahwa lingkungan tempat tinggalnya di dekat jalur KRL seharusnya memang bukan menjadi daerah pemukiman. Tingkat pendidikan mempengaruhi pola pikir seseorang, persepsi, penilaian terhadap lingkungan serta bagaimana cara menanggapi pertanyaan mengenai lingkungan. Variabel luas lahan diestimasi memiliki hubungan positif dengan penilaian rumahtangga mengenai layak dan tidak layaknya menjadikan pemukiman di dekat jalur KRL sebagai tempat tinggal. Semakin luas lahan, seseorang akan merasa senang tinggal di rumah, meskipun keadaan lingkungannya kurang baik, sehingga seseorang akan menilai tempat tinggal sebagai tempat tinggal yang layak walaupun lokasinya di dekat jalur KRL. Selanjutnya, variabel lama tinggal di Kebon Baru diestimasi memiliki hubungan positif. Semakin lama rumahtangga tinggal di Kebon Baru, rumahtangga semakin terbiasa dengan kondisi lingkungan tempat tinggal mereka. Variabel jarak ke sumber bising juga diduga berpengaruh positif terhadap peluang rumahtangga suka tetap tinggal di sekitar jalur KRL, dimana semakin jauh jarak dari sumber bising maka rumahtangga semakin menyukai tempat tinggalnya. Variabel status kepemilikan rumah diestimasi memiliki hubungan positif terhadap persepsi rumahtangga terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat
30
tinggal di dekat jalur KRL. Jika rumahtangga tinggal di rumah dengan status kepemilikan rumah milik sendiri, maka rumahtangga merasa tinggal legal di daerah tersebut dan menyatakan menjadikan pemukiman dekat KRL, Kebon Baru sebagai tempat tinggal. Estimasi parameter model logit menggunakan metode Maximum Likelihood Estimator (MLE). 4.5.2. Analisis Kesediaan Rumahtangga Menerima Ganti Rugi Pemukiman Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan rumahtangga dalam menerima ganti rugi dilakukan dengan menggunakan alat regresi logit. Penggunaan model logit digunakan untuk dapat mengestimasi peluang rumahtangga untuk menerima atau tidak menerima ganti rugi pemukiman, serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya. Bentuk model regresi logit yang digunakan
untuk
mengkaji
kesediaan/ketidaksediaan
rumahtangga
dalam
menerima ganti rugi adalah: Li Sedia = β0 – β1 JMLANGi – β2 LUASi – β3 JRSBi + β4 PDDKNi - β5 SRMHi + Ui dimana Li Sedia
=
Peluang kesediaan rumahtangga menerima ganti rugi pemukiman (bernilai 1 untuk “bersedia” dan bernilai 0 untuk “tidak bersedia”)
β0
=
Konstanta
β1….β5
=
Koefisien regresi
JMLANG
=
Jumlah anggota rumahtangga (orang)
LUAS
=
Luas lahan (m2)
JRSB
=
Jarak ke sumber bising (m)
31
PDDKN
=
Tingkat pendidikan (bernilai 0 untuk “lama pendidikan kurang dari sama dengan pendidikan tingkat SMP atau 9 tahun” dan “nilai 1 untuk lama pendidikan di atas SMP atau lebih dari 9 tahun”)
SRMH
=
Status kepemilikan rumah (bernilai 1 untuk “milik sendiri” dan bernilai 0 untuk “bukan milik sendiri”)
i U
= =
Rumahtangga sampel ke-i (1,2,3,…,120) Galat
nilai dugaan yang diharapkan (hipotesis): β4 > 0 β1, β2, β3, β5 < 0 Variabel jumlah anggota rumahtangga diestimasi memberikan pengaruh negatif pada kesediaan menerima ganti rugi. Semakin banyak jumlah anggota rumahtangga semakin besar biaya hidup dan kesulitan jika harus berpindah tempat tinggal. Hal ini kemudian menyebabkan rumahtangga tidak bersedia menerima ganti rugi yang diajukan dan menolak menerima ganti rugi, begitu pula sebaliknya. Variabel luas lahan diestimasi memiliki hubungan negatif dengan kesediaan rumahtangga menerima ganti rugi pemukiman. Semakin luas lahan seseorang maka rumahtangga akan merasa nyaman dan tidak terlalu terganggu dengan perubahan kualitas lingkungan dan sekitarnya. Selain itu, rumahtangga dengan lahan yang luas sudah mengeluarkan biaya besar untuk membangun tempat tinggalnya. Faktor tersebut menyebabkan rumahtangga tidak bersedia menerima ganti rugi. Variabel pengeluaran diestimasi berpengaruh positif terhadap kesediaan menerima ganti rugi sehingga bersedia menerima ganti rugi.
32
Variabel jarak ke sumber bising diestimasi berpengaruh negatif terhadap peluang rumahtangga untuk bersedia menerima ganti rugi, dimana semakin jauh jarak dari sumber bising maka rumahtangga semakin menyukai tempat tinggalnya dan tidak merasa terganggu dengan adanya jalur KRL. Variabel tingkat pendidikan diestimasi berhubungan positif terhadap kesediaan menerima ganti rugi, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan maka rumahtangga menyadari adanya kebisingan dan bahaya akibat adanya KRL sehingga bersedia menerima ganti rugi pemukiman. Namun, variabel status kepemilikan rumah diestimasi berpengaruh negatif. Jika menempati rumah milik rumahtangga sendiri, maka rumahtangga menolak ganti rugi. Estimasi parameter model logit menggunakan metode Maximum Likelihood Estimator (MLE). 4.5.3. Estimasi WTA Rumahtangga dan Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya Estimasi nilai WTA rumahtangga dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan CVM yang terdiri dari enam tahap, yaitu: 1. Membangun Pasar Hipotesis 2. Memperoleh Nilai Tawaran 3. Menghitung Dugaan Nilai Rataan WTA 4. Menduga Kurva Penawaran WTA 5. Menjumlahkan Data 6. Mengevaluasi Penggunaan CVM Analisis faktor-faktor mempengaruhi WTA rumahtangga di Kelurahan Kebon Baru terhadap nilai ganti rugi yang bersedia diterima rumahtangga
33
(Willingness to Accept) menggunakan model regresi linier berganda sebagai berikut: WTA = γ0 + γ1 LUASi - γ2 LMTGi + γ3 PGLRi + γ4 PDDKNi + γ5 SRMHi + γ6 JRSBi + Ui dimana: WTA
= Nilai WTA rumahtangga
γ0
= Konstanta
γ1…. γ6
= Koefisien regresi
LUAS
= Luas lahan (m2)
LMTG
= Lama tinggal (tahun)
PGLR
= Pengeluaran rumahtangga (Rp/tahun)
PDDKN
= Tingkat pendidikan (bernilai 0 untuk “lama pendidikan kurang dari sama dengan pendidikan tingkat SMP atau 9 tahun” dan nilai 1 untuk “lama pendidikan di atas SMP atau lebih dari 9 tahun”)
SRMH
= Status kepemilikan rumah (bernilai 1 untuk
“milik
sendiri” dan bernilai 0 untuk “bukan milik sendiri”) JRSB i U
= Jarak ke sumber bising (m) = Rumahtangga sampel ke-i (1,2,3,…,68) = Galat
nilai estimasi yang diharapkan (hipotesis): γ2 < 0 γ1, γ3, γ4, γ5, γ6 > 0 Variabel luas lahan diestimasi memberikan pengaruh positif pada nilai ganti rugi yang bersedia diterima oleh rumahtangga (WTA). Semakin luas lahan,
34
diestimasi memberikan nilai ganti rugi yang semakin besar. Luasnya lahan menunjukan seberapa besar biaya yang dikeluarkan untuk membangun rumah tersebut, sehingga nilai ganti rugi yang diminta juga semakin besar. Variabel lama tinggal diestimasi memberikan pengaruh negatif. Hal ini disebabkan semakin lama rumahtangga tinggal di dekat jalur KRL, maka rumahtangga kurang mengetahui perkembangan NJOP di wilayah ini karena mereka telah lama tidak menjual atau membeli tanah yang mereka tempati saat ini. Variabel pengeluaran rumahtangga merupakan bayangan dari variabel pendapatan rumahtangga karena variabel pengeluaran rumahtangga diestimasi lebih
akurat
dibandingkan
variabel
pendapatan
rumahtangga.
Variabel
pengeluaran rumahtangga diestimasi berpengaruh positif terhadap nilai ganti rugi yang bersedia diterima oleh rumahtangga (WTA), dimana semakin tinggi pengeluaran maka nilai kesediaan menerima ganti rugi rumahtangga (WTA) semakin tinggi. Selain itu, variabel tingkat pendidikan juga berpengaruh positif terhadap nilai ganti rugi yang bersedia diterima oleh rumahtangga (WTA), dimana semakin tinggi pendidikan, nilai kesediaan menerima ganti rugi (WTA) semakin tinggi. Variabel status kepemilikan rumah diestimasi berpengaruh positif. Jika rumah yang ditempati rumahtangga adalah milik sendiri, maka rumahtangga mau menerima ganti rugi yang lebih tinggi, dan sebaliknya. Variabel status kepemilikan rumah digunakan untuk mengetahui apakah implikasi dari perbedaan status kepemilikan rumah dalam penilaian WTA. Variabel jarak ke sumber bising diestimasi berpengaruh positif terhadap besarnya ganti rugi karena semakin jauh jarak rumah ke sumber bising, maka rumah tersebut memiliki risiko yang lebih
35
kecil dari rumah yang jaraknya lebih dekat sehingga nilai ganti rugi yang bersedia diterima oleh rumahtangga (WTA). Estimasi parameter model regresi berganda menggunakan metode jumlah kuadrat terkecil atau metode Ordinary Least Squares (OLS). Menurut Juanda (2008), metode OLS adalah metode yang umum dan mudah digunakan. Asumsi utama yang mendasari model regresi dengan menggunakan metode OLS adalah sebagai berikut (Kuncoro, 2003) : 1. Model regresi linier, artinya linier dalam parameter. 2. X (luas lahan, lama tinggal, pengeluaran rumahtangga, tingkat pendidikan, jarak ke sumber bising dan status kepemilikan rumah) diasumsikan nonstokastik, artinya nilai X dianggap tetap dan berulang. 3. Nilai rata-rata kesalahan adalah nol, atau E (Ui | Xi) = 0 4. Homoskedastisitas, artinya varians kesalahan sama untuk setiap periode. Dinyatakan dalam bentuk matematis : var ( Ui | Xi ) 5. Tidak ada autokorelasi antar kesalahan (antara Ui dan Uj tidak ada korelasinya). Dinyatakan dalam bentuk matematis : covarians ( Ui , Uj ) 6. Antara u dan X saling bebas, sehingga cov (Ui,Uj) = 0 7. Tidak ada multikolinearitas yang sempurna antar variabel bebas. 8. Jumlah observasi, n, harus lebih besar daripada jumlah parameter yang diestimasi (jumlah variabel bebas). 9. Adanya variabilitas dalam nilai X, artinya nilai X harus berbeda (tidak boleh sama semua). 10. Model regresi telah dispesifikasikan secara benar. Variabel terikat pada regresi berganda dapat diwakili oleh WTA dan variabel bebas oleh luas lahan, lama tinggal, pengeluaran rumahtangga, tingkat
36
pendidikan, jarak ke sumber bising dan status kepemilikan rumah. Hubungan variabel bebas dan variabel terikat dapat disebut sebagai model regresi berganda. 4.6.
Evaluasi Model Perlu dilakukan pengujian secara statistika untuk memeriksa kebaikan dari
model yang telah dibuat. Uji yang dilakukan adalah: 1. Uji G Statistik uji G adalah uji rasio kemungkinan maksimum (likehood ratio test) yang digunakan untuk menguji peranan variabel bebas secara serentak. Rumus untuk uji G (Hosmer dan Lemeshow, 1989) adalah: G =- 2ln l0 l1 dimana:
…………………………………………………………..(5)
l0
= nilai likehood tanpa variabel bebas
l1
= nilai likehood model penuh
Pengujian terhadap hipotesis pada uji G persepsi rumahtangga terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL di Kelurahan Kebon baru adalah sebagai berikut: H0
: α0 = α1 = … = α5 = 0
H1
: minimal ada satu α tidak sama dengan nol, dimana i=0,1,2, 3, 4, 5
Pengujian terhadap hipotesis pada uji G kesediaan rumahtangga menerima ganti rugi pemukiman (WTA) di Kelurahan Kebon baru adalah sebagai berikut: H0
: β0 = β1 = … = β5 = 0
H1
: minimal ada satu β tidak sama dengan nol, dimana i=0,1,2, 3, 4, 5
37
Uji G juga dapat digunakan untuk memeriksa apakah nilai yang diestimasi dengan peubah di dalam model lebih baik jika dibandingkan dengan model yang tereduksi. 2. Uji Odds Ratio Menurut Firdaus (2008), dalam kejadian hubungan antar peubah kategorik dikenal adanya ukuran asosiasi, yaitu ukuran keeratan hubungan antar peubah kategorik. Salah satu keuntungan penggunaan analisis regresi logistik adalah bahwa ukuran asosiasi ini seringkali merupakan fungsi dari penduga parameter yang didapatkan. Salah satu ukuran asosiasi yang dapat diperoleh melalui rasio odd menganalisis regresi logistik adalah odd ratio (rasio odd). Odd sendiri dapat diartikan sebagai rasio peluang kejadian sukses dari peubah respon. Adapun rasio odd mengidentifikasikan seberapa lebih mungkin, dalam kaitannya dengan nilai odd, munculnya kejadian sukses pada suatu kelompok dibandingkan dengan kelompok lainnya. 3. Koefisien Determinasi yang Disesuaikan Menurut Firdaus (2004), ciri-ciri R2 adalah bahwa R2 merupakan fungsi yang menaik (nondecreasing function) dari variabel-variabel bebas yang tercakup dalam persamaan regresi linear berganda. Makin banyak variabel yang tercakup dalam model, makin menaik fungsi tersebut, artinya semakin besar nilai R2. Koefisien determinasi memiliki sifat-sifat sebagai berikut. a. Nilai koefisien determinasi selalu nonnegatif. b. Nilai terkecil koefisien determinasi adalah nol dan terbesar satu. Koefisien determinasi adalah suatu nilai statistik yang dapat digunakan untuk: a. Ukuran ketepatan/kecocokan suatu garis regresi.
38
b. Mengetahui besarnya sumbangan variabel bebas (luas lahan, lama tinggal, pengeluaran rumahtangga, tingkat pendidikan, status kepemilikan rumah dan jarak ke sumber bising), terhadap variasi (naik turunnya) variabel terikat (WTA) dari persamaan regresi tersebut. 4. Uji Statistik F Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (Xi) yaitu luas lahan (luas), lama tinggal (lmtg), pengeluaran rumahtangga (pglr), tingkat pendidikan (pddkn), status kepemilikan rumah (srmh) dan jarak ke sumber bising (jrsb), secara bersama-sama terhadap variabel terikat (Yi) yaitu WTA. prosedur pengujiannya (Ramanathan, 1997 dalam Zulwahyuni, 2007) H0 : γi = 0 ; i = 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6 H1 : paling sedikit ada satu nilai γi yang tidak sama dengan 0 Fhit = JKK ( k – 1) …………………………...…………………..(7) JKG k ( n – 1) dimana : JKK = Jumlah Kuadrat utnuk Nilai Tengah Kolom JGK = Jumlah Kuadrat Galat n
= Jumlah sampel
k
= Jumlah Peubah
Jika Fhit < Ftabel, maka H0 diterima, artinya variabel bebas (Xi) secara serentak tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (Yi). Jika Fhit > Ftabel, maka H0 ditolak, artinya variabel bebas (Xi) secara serentak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (Yi). Pengujian juga dapat melihat nilai P-value dari model seluruh variabel bebas secara bersama). Jika P-value lebih kecil dari nilai α yang digunakan, maka H0
39
ditolak yang artinya variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. 5. Uji Statistik t Uji ini dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh masing-masing variabel bebasnya (Xi) luas lahan (luas), lama tinggal (lmtg), pengeluaran rumahtangga (pglr), tingkat pendidikan (pddkn), status kepemilikan rumah (srmh) dan jarak ke sumber bising (jrsb), mempengaruhi variabel terikat (Yi) yaitu WTA, prosedur pengujiannya (Ramanathan, 1997 dalam Zulwahyuni, 2007) adalah: H0 : γi = 0 artinya variabel bebas (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (Yi). H1 : γi > 0 atau γi < 0 artinya variabel bebas (Xi) berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (Yi). t-hitung ( n – k ) = γi – 0 ………...……………………………………(6) S γi Apabila t-hitung lebih besar dari t-tabel pada taraf α = 0.15 berarti variabel bebas (xi) berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (Yi). Jika thit
(n-k)
< ttabel, maka H0 diterima, artinya variabel bebas (Xi) tidak
berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (Yi). Jika thit (n-k) > ttabel, maka H0 ditolak, artinya variabel bebas (Xi) berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (Yi). Pengujian juga dapat diketahui dari nilai probability masing-masing variabel yang merupakan hasil output. Jika nilai probability lebih kecil dari nilai α yang digunakan, maka variabel tersebut berpengaruh nyata secara individu terhadap variabel terikat.
40
6. Uji terhadap Kolinear Ganda (Multicollinearity) Dalam model yang melibatkan banyak peubah bebas sering terjadi masalah multicollinearity, yaitu terjadinya korelasi yang kuat antar peubah-peubah bebas. Menurut (Koustsoyiannis, 1977), deteksi adanya multicollinearity dalam sebuah model dapat dilakukan dengan membandingkan besarnya nilai koefisien determinasi (R2) dengan koefisien determinasi parsial antar peubah bebas. Multicolinearity dapat dianggap tidak masalah apabila koefisien determinasi parsial antara dua peubah bebas tidak melebihi nilai koefisien determinasi atau koefisien korelasi berganda antar semua peubah secara simultan. Masalah multicolinerity juga dapat dilihat langsung melalui output computer, yaitu apabila nilai VIF < 10 maka tidak ada masalah multicolinearity. Istilah kolinearitas (collinearity) sendiri berarti hubungan linear tunggal (single linear relationship), sedangkan kolonearitas ganda (multi-collinearity) menunjukkan adanya lebih dari satu hubungan linear yang sempurna. Dalam praktik, sering tidak dibedakan baik satu hubungan atau lebih dipergunakan istilah kolinearitas ganda. Apabila terjadi kolinearitas sempurna maka koefisien regresi dari variabel bebas (Xi), luas lahan (luas), lama tinggal (lmtg), pengeluaran rumahtangga (pglr), tingkat pendidikan (pddkn), status kepemilikan rumah (srmh) dan jarak ke sumber bising (jrsb), tidak dapat ditentukan (interminate) dan standart error-nya tak terhingga (infinite). Jika kolinearitas kurang sempurna, walau koefisien regresi dari variabel bebas dapat ditentukan (determinate) dan standart error-nya tinggi (infinite), yang berarti koefisien regresi tidak dapat diperkirakan dengan tingkat ketelitian yang tinggi. Jadi, semakin kecil korelasi di antara variabel bebasnya maka
41
semakin baik model regresi yang akan diperoleh. Dengan demikian, masalah penyimpangan multikolinearitas adalah masalah “derajat” (Firdaus, 2004). Hal-hal utama yang sering menyebabkan terjadinya multikolinearitas pada model regresi adalah kesalahan teoritis dalam pembentukan model fungsi regresi yang digunakan dan terlampau kecilnya jumlah pengamatan yang akan dianalisis dengan model regresi. Menurut Firdaus (2004), apabila terjadi kolinearitas sempurna maka koefisien regresi dari variabel bebas tidak dapat ditentukan (indeterminate) dan standard-error-nya tak terhingga (infinite). Jika kolinearitas kurang sempurna maka akan timbul akibat sebagai berikut. a. Walaupun koefisien regresi dapat ditentukan (determinate), tetapi standard error-nya akan cenderung membesar nilainya sewaktu tingkat kolinearitas antara variabel bebas juga meningkat. b. Oleh karena itu standard error dari koefisien regresi besar maka interval keyakinan untuk parameter dari populasi cenderung melebar. c. Dengan tingginya tingkat kolinearitas, probabilitas untuk menerima hipotesis, padahal hipotetis itu salah menjadi membesar nilainya. d. Bila kolinearitas ganda tinggi, seseorang akan memperoleh R2 yang tinggi tetapi tidak ada atau sedikit sekali koefisien regresi yang signifikan secara statistik. Menurut Firdaus (2004), ada tidaknya kolinearitas ganda dapat diketahui dengan melihat cirri-ciri sebagai berikut: a. Kolinearitas sering dapat diduga jika R2 cukup tinggi antara (0,7-1) dan jika koefisien korelasi sederhana juga tinggi, tetapi tak satu pun atau sedikit sekali koefisien regresi parsial yang signifikan secara individu di
42
pihak lain, uji F menolak H0 yang mengatakan bahwa secara simultan seluruh koefisien regresi parsial nilainya nol. b. Meskipun koefisien korelasi sederhana nilainya tinggi sehingga timbul dugaan bahwa terjadi kolinearitas ganda, tetapi hal ini belum tentu berlaku. c. Untuk mengetahui ada tidaknya kolinearitas ganda dalam suatu model regresi linier berganda, kita disarankan tidak hanya melihat koefisien korelasi, tetapi juga koefisien korelasi parsial. 7. Uji Heteroskedastisitas Salah satu asumsi metode pendugaan metode kuadrat terkecil adalah homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan. Pelanggaran, atas asumsi ini adalah heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas terjadi karena perubahan situasi yang tidak tergambarkan dalam spesifikasi model regresi yang dapat mengakibatkan perubahan tingkat keakuratan data. Gangguan ini sering terjadi pada data cross section. Menurut Firdaus (2004), heteroskedastisitas adalah penyimpangan terhadap faktor pengganggu dimana variasi dari faktor pengganggu berbeda pada data pengamatan yang satu ke data pengamatan yang lain. Keadaan heteroskedastisitas dapat terjadi karena beberapa sebab, antara lain: a. Sifat variabel yang diikutsertakan ke dalam model. Secara teoritis dapat diperkirakan bahwa semakin tinggi pengeluaran rumahtangga maka semakin tinggai WTA dan sebaliknya. Jika hal ini benar, maka akan ada kecenderungan bahwa varian Y (WTA) akan semakin besar dengan semakin besarnya nilai X (luas lahan, lama tinggal, pengeluaran rumahtangga, tingkat pendidikan, status kepemilikan rumah dan jarak ke
43
sumber bising), tingginya varian WTA tersebut akan berarti pula tingginya varian εi. b. Sifat data yang digunakan dalam analisis. Pada penelitian dengan menggunakan data runtut waktu, kemungkinan asumsi itu mungkin benar. Data itu pada umumnya mengalami perubahan yang relatif sama dan proporsional, baik yang menyangkut data variabel bebas maupun variabel terikat. Tetapi, pada penelitian dengan menggunakan data seksi silang, kemungkinan asumsi ini benar adalah lebih kecil. Hal ini disebabkan data itu umumnya tidak mempunyai tingkatan yang sama/sebanding. Keadaaan heteroskedastisitas akan mengakibatkan hal-hal berikut: a. Penduga OLS yang diperoleh tetap memenuhi persyaratan tidak bias. b. Varian yang diperoleh menjadi tidak efisien, artinya cenderung membesar sehingga tidak lagi merupakan varian yang terkecil. Kecenderungan semakin membesarnya varian tersebut akan mengakibatkan uji hipotesis yang dilakukan juga tidak akan memberikan hasil yang tidak baik (tidak valid). Pada uji t terhadap koefisien regresi, t-hitung diduga terlalu rendah. Kesimpulan tersebut akan semakin jelek jika sampel pengamatan semakin kecil jumlahnya. Dengan demikian model perlu diperbaiki dulu agar pengaruh dari heteroskedastisitas hilang. 8. Uji Normalitas Menurut Firdaus (2004), ada beberapa alasan mengenai asumsi kenormalan, yaitu sebagai berikut: a. Kesalahan pengganggu Ui merupakan kesalahan yang disebabkan adanya variabel-variabel yang mempengaruhi Y (WTA) tetapi tidak dimasukkan
44
ke dalam model regresi. Diharapkan bahwa variabel-variabel yang tidak dimasukkan dalam model regresi tersebut kecil dan tidak bersifat acak. b. Teori batas memusat juga menyebutkan bahwa meskipun banyaknya variabel tidak terlalu besar dan tidak secara penuh independen, jumlahnya masih bisa didistribusi secara normal. c. Dengan asumsi kenormalan, distribusi probabilitas penduga yang diperoleh dengan metode OLS dengan mudah dapat diturunkan, sebab merupakan sifat yang dimiliki distribusi normal bahwa setiap fungsi linear dari variabel-variabel yang didistribusikan secara normal dengan sendirinya didistribusikan secara normal pula. d. Distribusi secara normal adalah distribusi yang relatif secara sederhana, yang hanya melibatkan rata-rata dan varian, dan sifat teoritisnya telah dipelajari secara luas dalam statistik matematik. Uji ini diperlukan untuk mengetahui apakah error term dari data/observasi yang jumlahnya kurang dari 30 mendekati sebaran normal sehingga statistik t dapat dikatakan sah. Uji yang dapat dilakukan adalah uji Jarque Bera dengan prosedur sebagai berikut: H0 : error term terdistribusi normal H1 : error term tidak terdistribusi normal Terima H0 jika statistik J-B < X2 df-2 atau jika diperoleh nilai probabilitas hasil output lebih besar dari α.
45