IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Provinsi Bengkulu meliputi Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Bengkulu Utara, Kabupaten Rejang Lebong, dan Kota Bengkulu. Sedangkan Kabupaten yang baru dimekarkan tahun 2001 dan 2004 yaitu Kabupaten Muko Muko, Kabupaten Kaur, Kabupaten Lebong, Kabupaten Kepahyang, dan Kabupaten Tais tidak diambil sebagai lokasi penelitian karena keterbatasan data. Lokasi penelitian ditetapkan di daerah karena desentralisasi fiskal akan mempengaruhi kinerja perekonomian daerah, di mana sebelumnya pemerintah daerah tergantung pada pemerintah pusat (sentralisasi fiskal) kemudian berubah dengan diserahkannya tanggung jawab pusat ke daerah untuk mengatur dan bertanggung jawab terhadap pemerintahan dan perekonomian. Desentralisasi fiskal yang sedang dilaksanakan diharapkan dapat mempercepat pemulihan ekonomi dan mempercepat terwujudnya pembangunan ekonomi daerah yang berkelanjutan.
4.2. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari berbagai sumber antara lain Badan Pusat Statistik (BPS) Nasional, BPS Provinsi Bengkulu, BPS Kabupaten dan Kota, Bappeda Kabupaten dan Kota, Departemen Keuangan, Bank Indonesia wilayah Bengkulu, dan insatansi lain yang terkait dalam penelitian ini. Data yang diambil mulai tahun 1993 s/d tahun 2003 pada seluruh
74 Kabupaten dan Kota serta data Provinsi Bengkulu yang merupakan data panel (pool data) atau gabungan data deret waktu (time series) dan cross section. Jenis data panel memiliki karakteristik yang berbeda dengan jenis data time series dan cross section. Karena dalam data panel terdapat unsur time series dan cross section maka dalam model yang dibangun akan terdapat pengaruh waktu dan keragaman antar unit analisis ( dalam penelitian ini adalah Kabupaten dan Kota) secara bersamaan. Bentuk umum persamaan menggunakan data panel adalah (Judge, et al 1982; Greene, 2003 dalam Sumedi, 2006). K
yit = β1i + ∑ βk Xkit +εit k=2
(14)
ß1i merupakan konstanta yang di dalamnya menangkap pengaruh waktu dan keragaman antar unit analisis. Jika tidak ada keragaman antar sampel baik secara cross section maupun time series, atau ß1i tidak berkorelasi dengan Xit maka pool data yang diduga dengan OLS tidak menjadi bias. Namun jika terdapat korelasi antara ß1i dan Xit maka estimasi OLS menjadi bias, sehingga dalam model persamaan pengaruh time series dan cross section perlu diakomodir. Untuk menangkap pengaruh cross section perlu memasukkan variabel pembeda ( seperti lokasi, jenis kelamin, umur, dsb) sehingga bentuk persamaannya menjadi
n
K
j =1
k =2
y it = ∑ β ij D jt + ∑ β k X kit + ε it
(15)
75 Djt adalah dummy yang menunjukkan keragaman prilaku dari unit/grup analisis. Hal yang sama bila dalam model dimasukkan pengaruh waktu sehingga persamaannya menjadi T
n
K
l =1
j =1
k =2
y it = ∑ γ l + ∑ β ij D jt + ∑ β k X kit + ε it
(16)
Dalam penelitian ini untuk melihat pengaruh unit analisis dan waktu digunakan dummy Kabupaten dan dummy sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal.
4.3. Metode Analisis Data 4.3.1. Indeks Williamson Untuk melengkapi analisis khususnya menjawab tujuan mengetahui distribusi pendapatan antar daerah digunakan perhitungan Indeks Williamson. Metode pengukuran kesenjangan yang biasa dilakukan dalam penelitian antara lain Kurva Lorenz, koefisien Gini, indeks Theil, indeks L, dan CVw (CV Williamson). Empat metode yang pertama biasa digunakan untuk mengukur ketimpangan pengeluaran konsumsi rumah tangga karena indikator yang digunakan memenuhi prasyarat pengukuran kesejahteraan masyarakat. Sedangkan CVw digunakan untuk mengukur kesenjangan pendapatan regional khususnya pendapatan dalam pengertian indikator PDRB per kapita. Williamson (1965) dalam Tadjoeddin (2001) memperkenalkan CV dengan menimbang dengan porporsi jumlah penduduk (CVw) dan jumlah daerah (CVuw) dengan formula sebagai berikut (Tadjoeddin et al, 2001; Sumedi, 2005).
76
CVw =
∑
( y i − Y ) 2 ni
i
∑(y n
Y
i
− Y )2
i
dan C Vuw =
N Y
(25)
Keterangan : ni
: jumlah populasi penduduk daerah i (Kabupaten/Kota)
n
: jumlah populasi penduduk Provinsi
yi
: PDRBK daerah i (Kabupaten/Kota)
Y
: PDRBK Provinsi
N
: Jumlah daerah ( Kabupaten/Kota )
Pada penelitian ini untuk mengetahui dampak kebijakan desentralisasi fiskal terhadap distribusi pendapatan di setiap kabupaten digunakan perhitungan koefisien variasi (CV) dengan formula . CV
= s/X
(25)
Keterangan : CV
: koefisien variasi dari PDRBK
s
: standar deviasi
X
: rata-rata PDRBK
4.3.2. Tahapan Membangun Model
Model ekonometrika merupakan gambaran dari hubungan masing-masing variabel penjelas (explanatory variables) dan variabel endogen (endogenous variables) khususnya menyangkut tanda dan besaran (sign and magnitude) dari penduga parameter yang sesuai dengan harapan teoritis. Model ekonometrika yang baik haruslah memenuhi tiga kriteria yaitu : (1) kriteria teori ekonomi
77 (theoritically meaningful) yang menyangkut tanda; (2) kriteria statistika yang dilihat dari derajat ketepatan (goodness of fit) yang dikenal dengan koefisien determinasi (R2) dan nyata secara statistika yang menyangkut uji statistiknya; dan (3) kretria a menetapkan apakah suatu taksiran memiliki sifat-sifat yang dibutuhkan seperti unbiasedness, consistency, sufficiency, dan efficiency. Statistik Dh adalah salah satu kriteria ekonometrika yang digunakan untuk menguji apakah dipenuhi asumsi autocorrelation (Koutsoyiannis, 1977). Model Perekonomian Daerah Provinsi Bengkulu dibangun berdasarkan kerangka teori ekonomi, studi terdahulu yang diharapkan mampu menunjukkan keterkaitan kinerja fiskal dan kinerja perekonomian daerah (yang di dalamnya termasuk kinerja sektor pertanian) secara sederhana dan jelas. Tahapan membangun model diawali dengan suatu fenomena ekonomi yang dihepotesiskan terjadi akibat diberlakukannya konsep pemerintahan yang baru yang disebut dengan otonomi daerah yang luas di mana secara bersamaan penyerahan kewenangan kepada daerah diiringi juga dengan kewenangan dalam hal keuangan yang disebut desentralisasi fiskal. Tahapan membangun model disajikan pada Gambar 6. Untuk dapat menangkap fenomena desentralisasi fiskal dan keterkaitannya dengan perekenomian antar Kabupaten dan Kota di Provinsi Bengkulu, maka model disusun dalam suatu sistem persamaan atau persamaan simultan dengan mengintegrasikan sektor produksi atau sisi penawaran agregat, dan investasi dari sisi permintaan agregat menggunakan data cross section-time series (pool data) dari 3 Kabupaten dan Kota dari tahun 1993 sampai dengan 2003. Model dibuat dalam persamaan simultan dengan alasan jumlah persamaan cukup banyak dan terdapat keterkaitan antar persamaan dalam model.
78
Pemberlakuan UU no.22/1999 dan UU no.25/1999 yang diperbaharui dengan UU no. 32/2004 tentang Pemerintah Daerah dan dan no. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
Masalah dan Tujuan Penelitian
Teori Ekonomi dan konsep-konsep yang terkait
Kerangka Pemikiran Kajian terhadap studi terdahulu yang relevan Model Perekonomian Daerah Provinsi Bengkulu
Spesifikasi Model
•
Variabel yang relevan Hipotesis tanda dan besaran Sistem persamaan simultan
• •
Identifikasi dan Estimasi Model
Pooled data (Cross section & time series)
Evaluasi/ Validasi Model
• • • •
Aplikasi Model
• •
Kriteria : Ekonomi Statistika Ekonometrika Analisis Struktural Evaluasi/Analisis Kebijakan Ramalan
Gambar 6. Tahapan Membangun Model Perekonomian Daerah Provinsi Bengkulu
79 4.3.3. Kerangka Model Perekonomian Daerah
Kerangka model perekonomian daerah (Gambar 7) menunjukkan keterkaitan antar blok dalam Model Perekonomian Daerah Provinsi Bengkulu. Model ini dibangun dalam empat blok yaitu : (1) blok fiskal daerah, (2) blok Produksi dan Tenaga Kerja,
(3) blok Investasi, dan (4) blok perekonomian
daerah. Blok fiskal daerah terdiri dari penerimaan daerah, kapasitas fiskal daerah, pengeluaran daerah, dan kesenjangan fiskal daerah. Penerimaan daerah yang menggambarkan kemampuan daerah akan mempengaruhi pengeluaran pemerintah daerah baik yang dialokasikan untuk pembiayaan rutin maupun pembiayaan pembangunan dan selanjutnya akan berpengaruh pada blok Produksi. Di sisi lain, besarnya penerimaan daerah khususnya besarnya pajak dan retribusi daerah akan berpengaruh pada iklim Investasi di daerah. Besarnya pengeluaran daerah untuk pembangunan sektoral akan berpengaruh pada produksi sektoral pada blok Produksi, dan selanjutnya akan mempengaruhi besarnya kredit investasi maupun investasi di sektor industri. Keterkaitan ketiga blok tersebut akan berdampak pada kinerja perekonomian daerah dan selanjutnya akan mempengaruhi besarnya penerimaan daerah khususnya yang berasal dari PAD dan dana bagi hasil pada blok fiskal daerah. Pengeluaran (belanja) pemerintah Kabupaten terdiri dari pengeluaran pembangunan dan rutin. Pengeluaran pembangunan dalam penelitian ini hanya akan dilihat pada sektor ekonomi yang terdiri dari sektor pertanian dan non pertanian. Secara umum, pengeluaran pemerintah diduga dipengaruhi oleh penerimaan daerah, luas usaha pada masing-masing subsektor, dan pengeluaran tahun lalu.
80
Blok Fiskal Daerah Penerimaan Daerah : • Pajak Daerah • Retribusi • PAD • DAU • Bagi Hasil Pajak • Bagi Hsl N Pajak • Total Bagi Hasil • Transfer Pusat Total Penerimaan Kapasitas Fiskal
Blok Fiskal Daerah Pengeluaran Daerah : A. G Rutin B. G Pembangunan: • S. Pertanian : • SS. Tan Pangan • SS. Perkebunan • SS. Peternakan • SS. Perikanan • S. Pertambangan • S. Industri • S. Infrastruktur Total Pengeluaran Kesenjangan Fiskal
Blok Investasi 1. Investasi Industri 2. Kredit Investasi
Blok Tenaga Kerja 1. Tenaga Kerja Pertanian 2. Tenaga Kerja Industri 3. Tenaga Kerja Pertambangan 4. Penyerapan Tenaga Kerja
Blok Produksi 1. Produksi Sektor Pertanian : • Produksi Subsektor Tanaman Pangan • Produksi Subsektor Perkebunan • Produksi Subsektor Peternakan • Produksi Subsektor Perikanan 2. Produksi Sektor Industri 3. Produksi Sektor Pertambangan 4. Produksi Sektor Jasa 5. Produksi Sektor Pariwisata 6. PDRB Sektoral
Blok Kinerja Perekonomian Daearah 1. Pertumbuhan Ekonomi 2. Jumlah Pengangguran 3. Pendapatan Disposibel 4. PDRB per kapita 5. Distribusi Pendapatan
Gambar 7. Keterkaitan antar Blok dalam Model Perekonomian Daerah Provinsi Bengkulu
81 Di sisi produksi, nilai produk domestik regional bruto (PDRB) dihitung dari hasil estimasi tingkat pertumbuhan ekonomi sektor pertanian dan non pertanian. Sedangkan tingkat pertumbuhan ekonomi diduga dipengaruhi oleh dana yang dialokasikan ke sektor pertanian dan non pertanian oleh pemerintah daerah sebagai proxy tingkat desentralisasi fiskal, pertumbuhan investasi sebagai proxy pertumbuhan stok modal, dan pertumbuhan tenaga kerja. Banyaknya pekerja diduga dipengaruhi oleh aktifitas ekonomi yang diindikasikan oleh PDRBS dan tingkat upah. Di sisi permintaan agregat tidak mampu dijelaskan pada penelitian ini karena keterbatasan data di tingkat Kabupaten khususnya data ekspor dan impor sehingga hanya mampu disajikan blok Investasi yang teridi dari kredit Investasi dan Investasi di sektor Industri yang merupakan sasaran dampak besarnya pajak daerah dan PDRB sektoral. Besarnya Kredit Investasi merupakan jumlah kredit di sektor perbankan yang dialokasikan ke kredit usaha dan kredit Investasi. Tingkat Investasi diduga dipengaruhi oleh besarnya pajak daerah, retribusi, tingkat suku bunga, dan aktifitas ekonomi di daerah. Besarnya investasi ini akan menggambarkan stok modal daerah yang akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan keterkaitan blok Fiskal daerah, blok Investasi, blok Produksi dan Tenaga kerja, serta blok Perekonomian daerah, maka kerangka model Perekonomian Daerah Provinsi Bengkulu secara rinci dijelaskan dalam model aaa yang tersusun dalam suatu sistem persamaan / persamaan simultan dengan jumlah persamaan 43 yang terdiri dari 26 persamaan struktural dan 17 persamaan identitas pada Tabel 1.
82 Tabel 1. Pembagian Blok Persamaan Model Perekonomian Daerah Provinsi Bengkulu
Blok / Persamaan
Jenis Persamaan
Blok Fiskal Daerah (1 - 22) A. Penerimaan Daerah ( 1 -10 ) 1. Pajak Daerah
Struktural
2. Retribusi Daerah
Struktural
3. Pendapatan Asli Daerah
Identitas
4. Dana Alokasi Umum
Struktural
5. Bagi Hasil Pajak
Struktural
6. Bagi Hasil Bukan Pajak
Struktural
7. Total Bagi Hasil
Identitas
8. Transfer Pusat ke Daerah
Identitas
9. Total Penerimaan Daerah
Identitas
10. Kapasitas Fiskal Daerah
Identitas
B. Pengeluaran Daerah ( 11 - 22 ) 11. Pengeluaran Rutin
Struktural
12. Pengel Pembangunan Tan Pangan
Struktural
13. Pengel Pembangunan Perkebunan
Struktural
14. Pengel Pembangunan Peternakan
Struktural
15. Pengel Pembangunan Perikanan
Struktural
16. Pengeluaran Pembangunan Sektor Pertanian
Identitas
17. Pengeluaran Pembangunan Sektor Industri
Struktural
18. Pengeluaran Pembangunan Pertambangan
Struktural
19. Pengeluaran Pembangunan Sektor Infrastruktur
Struktural
20. Total Pengeluaran Pembangunan
Identitas
21. Total Pengeluaran Daerah
Identitas
22.Kesenjangan Fiskal Daerah
Identitas
83
Blok Produksi dan Tenaga Kerja Daerah ( 23-64 ) A. Blok Produksi (23 – 32) 23. Produksi Subsektor Tanaman Pangan
Struktural
24. Produksi Subsektor Perkebunan
Struktural
25. Produksi Subsektor Peternakan
Struktural
26. Produksi Subsektor Perikanan
Struktural
27. Produksi Sektor Pertanian
Identitas
28. Produksi Sektor Industri
Struktural
29. Produksi Sektor Pertambangan
Struktural
30. Produksi Sektor Pariwisata
Struktural
31. Produksi Sektor Jasa
Struktural
32. Produk Domestik Regional Bruto Sektoral
Identitas
B. Blok Tenaga Kerja (33 – 36) 33. Tenaga Kerja Sektor Pertanian 34. Tenaga Kerja Sektor Industri 35. Tenaga Kerja Sektor Pertambangan 36. Total Tenaga Kerja Daerah
Struktural Struktural Struktural Identitas
Blok Investasi (37-38) 37. Kredit Investasi 38. Investasi Industri
Struktural Struktural
Blok Kinerja Perekonomian Daerah (39-43) 39. Pertumbuhan Ekonomi 40. Tingkat Pengangguran 41. Pendapatan Disposibel 42. PDRB per kapita 43. Distribusi Pendapatan
Identitas Identitas Identitas Identitas Identitas
84 4.4. Spesifikasi Model Ekonometrika 4.4.1. Blok Fiskal Daerah Penerimaan Daerah
Pajak Daerah TXD = a0+a1 PDRBS+a2LTRNF +a3 JKMT +a4TREND +a5LTXD +μ1 (+) (-) (+) (+) (+)
(1)
Retribusi Daerah RETD = b0 + b1PDRBS + b2 JKMT + b3 PPOPP + b4 LRETD + μ2 (+) (+) (+) (+)
(2)
Pendapatan Asli Daerah PAD = TXD + RETD + RBUMD + PADL
(3)
Dana Alokasi Umum DAU = c0 + c1PDRBS + c2 KSFD + c3 POPP + c4 DMDF + μ3 (+) (-) (+) (+)
(4)
Bagi Hasil Pajak BHTX = d0 + d1TGD + d2 LD + d3 PPOPP + d4 LBHTX + μ4 (+) (+) (+) (+)
(5)
Bagi Hasil Bukan Pajak BHNTX = e0 + e1 TQSDA + e2 LD + e3 PPOPP + e4 LBHNTX + μ5 (+) (+) (+ ) (+)
(6)
Total Bagi Hasil TBHS = BHTX + BHNTX
(7)
Transfer Pusat ke Daerah TRNF = DAU + DAK + TBHS
(8)
Total Penerimaan Daerah TPD = SATL + PAD + TRNF + RL + PPD
(9)
Kapasitas Fiskal Daerah/Fiscal Capacity KPFD = PAD + TBH
(10)
Pengeluaran Daerah
Pengeluaran Rutin GRTN = f0 + f1 TPD + f2 DMDF + f3 LGRTN + μ6 (+) (+) (+)
(11)
85 Pengeluaran Pembangunan sub Sektor Tanaman Pangan GPTP = g0 + g1 TPD + g2 LTP + g3KRDSP + g4 DK + μ7 (+) (+) (+) (+)
(12)
Pengeluaran Pembangunan sub Sektor Perkebunan GPPB = h0 + h1 JPD + h2 LLPB + h3 LGPPB + μ8 (+) (+) (+)
(13)
Pengeluaran Pembangunan sub Sektor Peternakan GPPT = i0 + i1 TPD + i2 POPT + i3 LGPPT + μ9 (+) (+) (+)
(14)
Pengeluaran Pembangunan sub Sektor Perikanan GPPI = j0 + j1 PPDRBS + j2 DK + j3 LGPPI + μ10 (+) (+) (+)
(15)
Pengeluaran Pembangunan Sektor Pertanian GPSP = GPPT + GPPB + GPPT + GPPI
(16)
Pengeluaran Pembangunan Sektor Industri GIND = k0 + k1 TPD + k2 DK + k3 LGIND + μ 11 (+) (+) (+)
(17)
Pengeluaran Pembangunan Sektor Pertambangan GPTBG = l0 + l1 TPD + l2 DK + l3 LGTBG + μ 12 (+) (+) (+)
(18)
Pengeluaran Pembangunan Infrastruktur GINFR = m0 + m1 TPD + m2 DK + m3 LGINFR + μ13 (+) (+) (+)
(19)
Pengeluaran Pembangunan GPBG = GPSP + GIND + GINFR + GTBG + GPBGL
(20)
Total Pengeluaran Daerah TGD = GRTN + GPBG + GLL
(21)
Kesenjangan Fiskal/Fiscal Gap
KSFD = KPFD – TGD
(22)
86 Keterangan : BHTX
= Bagi hasil pajak (Rp/th)
BHNTX
= Bagi hasil bukan pajak (Rp/th)
DAU
= Dana alokasi umum (Rp/th)
DAK
= Dana alokasi khusus (Rp/th)
DMDF
= Dummy desentralisasi fiskal Sebelum desentralisasi fiskal = 0; Setelah desentralisasi fiskal = 1
DK
= Dummy Kabupaten Kabupaten = 1 ; Kota = 0
GRTN
= Pengeluaran rutin daerah (Rp/th)
GPTP
= Pengeluaran Sub sektor Tanaman Pangan (Rp/th)
GPPB
= Pengeluaran Sub sektor Perkebunan (Rp/th)
GPPT
= Pengeluaran Sub sektor Peternakan (Rp/th)
GPPI
= Pengeluaran Sub sektor Perikanan (Rp/th)
GPSP
= Pengeluaran pembangunan sektor pertanian (Rp/th)
GIND
= Pengeluaran pembangunan sektor industri (Rp/th)
GPTBG
= Pengeluaran pembangunan Sektor Pertambangan (Rp/th)
GINFR
= Pengeluaran pembangunan untuk infrastruktur (Rp/th)
GPBG
= Pengeluaran rutin untuk pembangunan (Rp/th)
GPBGL
= Pengeluaran pembangunan sektor sektor lainnya (Rp/th)
GLL
= Pengeluaran lain - lain (Rp/th)
JKMT
= Jumlah kendaraan bermotor (unit/th)
JTPI
= Jumlah tempat pelelangan ikan (unit/th)
JIUS
= Jumlah ijin usaha (unit/th)
JPD
= Jumlah Pendapatan dari PAD dan Transfer
KPFD
= Kapasitas Fiskal Daerah (Rp/th)
KSFD
= Kesenjangan Fiskal Daerah (Rp/th)
LD
= Luas daerah (km2)
LTP
= Luas panen Tanaman pangan (ha)
LLPB
= Luas panen Tanaman Perkebunan tahun lalu (ha)
LRETD
= Penerimaan Retribusi daerah tahun lalu (Rp/th)
LDAK
= Dana Alokasi Khusus tahun lalu (Rp/th)
87 LBHTX
= Bagi hasil pajak tahun lalu (Rp/th)
LBHNTX
= Bagi hasil bukan pajak tahun lalu (Rp/th)
LGRTN
= Pengeluaran rutin daerah tahun lalu (Rp/th)
LGPTP
= Pengeluaran pembangunan sub sektor Tanaman pangan tahun lalu (Rp/th)
LGPPB
= Pengeluaran pembangunan sub sektor Perkebunan tahun lalu (Rp/th)
LGPPT
= Pengeluaran pembangunan sub sektor Peternakan tahun lalu (Rp/th)
LGPPI
= Pengeluaran pembangunan sub sektor Perikanan tahun lalu (Rp/th)
LGPSP
= Pengeluaran pembangunan sektor Pertanian tahun lalu (Rp/th)
LGIND
= Pengeluaran pembangunan sektor Industri tahun lalu (Rp/th)
LGTBG
= Pengeluaran pembangunan sektor Pertambangan tahun lalu (Rp/th)
LGINFR
= Pengeluaran pembangunan untuk Infrastruktur tahun lalu (Rp/th)
PAD
= Penerimaan Pendapatan asli daerah (Rp/th)
PADL
= Penerimaan Pendapatan asli daerah lainnya (Rp/th)
POPP
= Populasi penduduk (Orang/th)
POPT
= Populasi ternak (ekor/th)
PPOPP
= Perubahan jumlah populasi penduduk (Orang/th)
PDRBS
= Produk domestrik regional bruto sektoral (Rp/th)
DFPDRBS
= PDRBS setelah kebijakan Desentralisasi Fiskal
PPD
= Pinjaman pemerintah daerah (Rp/th)
RETD
= Penerimaan Retribusi daerah (Rp/th)
RBUMD
= Penerimaan dari badan usaha daerah (Rp/th)
RL
= Penerimaan daerah lainnya (Rp/th)
SATL
= Sisa anggaran tahun lalu (Rp/th)
TPD
= Total Penerimaan Daerah (Rp/th)
TGD
= Total Pengeluaran Pemerintah (Rp/th)
TXD
= Pajak Daerah (Rp/th)
TTKD
= Penyerapan tenaga kerja daerah (orang/tahun)
TREND
= Trend ( th ke 1, 2, ..., n)
TBHS
= Total bagi hasil (Rp/th)
TRNF
= Total transfer pemerintah (Rp/th)
88 4.4.2. Blok Produksi dan Tenaga Kerja Daerah 4.4.2.1. Blok Produksi
Produksi Subsektor Tanaman Pangan TQTP = n0 + n1 TGPTP + n2 PGINFR + n3 TKSP + n4 LINVSW (+) (+) (+) + n5 LTP + n6 TREND + μ14 (+) (+)
(+)
(23)
Produksi Subsektor Perkebunan TQPB = O0 +O1 TGPPB + O2 PVTKSPB + O3DK + O4LQPB + μ15 (+)
(+)
(+)
(24)
(+)
Produksi Subsektor Peternakan TQPT = p0 + p1 GPPT + p2 LGINFR + p3 TKSP + p4 KRDSP + (+) (+) p5 LQPT + μ16 (+)
(+)
(+)
(25)
Produksi Sektor Perikanan TQPI = q0 + q1 DFGPPI + q2 PVTKSP + q3 KRDSP + q4 JTPI + q5 TREND (+) (+) + q6 LQPI + μ17 (+)
(+)
(+)
(+)
(26)
Produksi Sektor Pertanian TQSP = TQTP + TQPB + TQPT + TQPI
(27)
Produksi Sektor Industri TQIND = r0 + r 1 GIND + r2 GINFR + r3 INVIND + r4 PVTKIND (+) (+) (+) (+) + r5 LTQIND + μ18 (+)
(28)
Produksi Sektor Pertambangan TQTBG = s0 + s1 PGTBG + s2 PVTKTBG + s3 LTQTBG + μ19 (+) (+) (+)
(29)
Produksi Sektor Pariwisata TQWS = t0 + t1 PDRBK + t2 DK + t3 LTQWS + μ20 (+) (+) (+)
(30)
89 Produksi Sektor Jasa TQJS = u0 + u1 PDRBS + u2 PPOPP + u3 LTQJS + μ21 (+) (+) (+)
(31)
Produk Domestik Regional Bruto Sektoral PDRBS = TQSP + TQIND + TQTBG + TQWS + TQJS + TQL
(32)
4.4.2.2. Blok Tenaga Kerja
Tenaga Kerja Sektor Pertanian TKSP = v0+ v1TQSP +v2WTKSP +v3DK + v4DMDF +v5LTKSP + μ22 (+) (-) (+) (+) (+)
(33)
Tenaga Kerja Sektor Pertambangan TKTBG = w0 + w1 TQTBG + w2 WTKTBG + w3 TKTBG + μ23 (+) ( -) (+)
(34)
Tenaga Kerja Sektor Industri TKIND = x0 + x1TQIND + x2 INVIND + x3UMP + x4LTKIND + μ24 (+) (+) (-) (+)
(35)
Total Tenaga Kerja Daerah TTKD = TKSP + TKTBG + TKIND + TKL
Keterangan : INVSW
= Kredit Investasi (Rp/th)
INVIND
= Investasi sektor Industri (Rp/th)
LTQTP
= Nilai produksi tanaman pangan tahun lalu (Rp/th)
LTQPB
= Nilai produksi tanaman perkebunan tahun lalu (Rp/th)
LTQPT
= Nilai produksi peternakan tahun lalu (Rp/th)
LTQPI
= Nilai produksi perikanan tahun lalu (Rp/th)
LTQIND
= Nilai produksi perindustrian tahun lalu (Rp/hr)
LTQTBG = Nilai produksi pertambangan tahun lalu (Rp/hr) LTQJS
= Nilai produksi Jasa tahun lalu (Rp/hr)
LTQWS
= Nilai produksi pariwisata tahun lalu (Rp/hr)
LTKSP
= Tenaga kerja sektor pertanian tahun lalu (Rp/hr)
(36)
90 LTKIND
= Tenaga kerja sektor perindustrian tahun lalu (Rp/hr)
LTKTBG = Tenaga kerja sektor pertambangan tahun lalu (Rp/hr) LINVIND = Investasi sektor Industri tahun lalu (Rp/th) LINSW
= Kredit Investasi tahun lalu (Rp/th)
SLB TQTP
= Ketersediaan jumlah tenaga kerja = jumlah angkatan kerja (orang/th) = Total nilai produksi (PDRBS) sub sektor Tanaman Pangan (Rp/th)
TQPB
= Total nilai produksi (PDRBS) sub sektor Perkebunan (Rp/th)
TQPT
= Total nilai produksi (PDRBS) sub sektor Peternakan (Rp/th)
TQPI
= Total nilai produksi (PDRBS) sub sektor Perikanan (Rp/th)
TQSP
= Total nilai produksi (PDRBS) sektor Pertanian (Rp/th)
TQIND
= Total nilai produksi (PDRBS) sektor Industri (Rp/th)
TQTBG
= Total nilai produksi (PDRBS) sektor Pertambangan (Rp/th)
TQWS
= Total nilai produksi (PDRBS) sektor Pariwisata (Rp/th)
TQJS
= Total nilai produksi (PDRBS) sektor Jasa (Rp/th)
TKSP
= Tenaga kerja sektor Pertanian (orang/th)
TKTBG
= Tenaga kerja sektor Pertambangan (orang/th)
TKIND
= Tenaga kerja sektor Industri (orang/th)
UMP WTKSP
= Upah minimum Provinsi (Rp/bl) = Upah tenaga kerja sektor pertanian (Rp/hr)
WTKTBG = Upah tenaga kerja pertambangan (Rp/hr)
4.4.3. Blok Investasi
Kredit Investasi INVSW = y0 + y1PDRBK + y2RETD + y3LIR +y4TREND +y5DK +μ25 (+) (-) (-) (-) (+)
(37)
Investasi di Sektor Industri INVIND = z0 +z1PDRBS +z2IR +z3TXD +z4UNUS +z5LINVIND +μ26 (+) (-) (-) (+) (+)
Keterangan : IR
= Tingkat suku bunga domestik (%)
LIR
= Tingkat suku bunga domestik tahun lalu (%)
PDRBK
= Pendapatan per kapita (Rp/th)
UNUS
= Jumlah usaha Insdustri (unit/th)
(38)
91 4.4.4. Blok Kinerja Perekonomian Daerah
Pengangguran Daerah UND = SLB - TTKD
(39)
Pendapatan Disposibel YD = PDRBS – TXD
(40)
Pendapatan Perkapita
PDRBK =
PDRBS POPP
(41)
Pertumbuhan Ekonomi
GRWT =
PDRBS - LPDRBS *100 LPDRBS
(42)
Distribusi Pendapatan CV
= s/X
(43)
Keterangan : CV
= Distribusi pendapatan
GRWT
= Pertumbuhan ekonomi (%)
LPDRBS
= PDRBS tahun lalu (Rp/th)
s
= Standar deviasi PDRBK
SLB
= Jumlah tenaga kerja yang tersedia/ jumlah angkatan kerja
UND
= Tingkat pegangguran daerah (orang/th)
X
= Rat-rata PDRBK (Rp/th)
YD
= Pendapatan disposibel (Rp/th)
4.5. Identifikasi dan Metoda Estimasi Model
Identifikasi terhadap model yang dibangun merupakan prasyarat sebelum melakukan estimasi yang tepat terhadap model. Suatu persamaan dianggap dapat diidentifikasi apabila memenuhi dua kondisi yaitu : (1) kondisi order (order condition), dan (2) kondisi rank (rank condition). Kondisi Order didasarkan atas
kaidah penghitungan variabel-variabel yang dimasukkan ke dalam dan
92 dikeluarkan dari suatu persamaan tertentu. Cara yang sering dilakukan dalam mengidentifikasi model adalah melalui pengujian model struktur meliputi pengujian terhadap persamaan dengan pengelompokan terlebih dahulu persamaan ke dalam jumlah total persamaan (total variabel endogen) yang selanjutnya disebut G, jumlah variabel dalam model (variabel endogen dan predetermined) atau K, dan jumlah variabel dalam persamaan yang diidentifikasi (endogen dan eksogen) atau disebut M (Koutsoyiannis, 1977; Arief, 1993; Gujarati, 1995). Notasi tersebut diformulasi sebagai berikut : (K-M) ≥ (G-1)
Berdasarkan formulasi di atas, maka dalam suatu persamaan dalam model dapat menunjukkan kondisi : 1. Jika (K-M) < (G-1), maka persamaan disebut under identified. 2. Jika (K-M) = (G-1) , maka persamaan disebut just identifeid. 3. Jika (K-M) > (G-1), persamaan disebut over identified
Keterangan : G = jumlah persamaan yang ada dalam sistem persamaan simultan (jumlah endogenous variable) K = jumlah total variabel yang terdapat dalam model yang sedang diteliti (endogenous variable dan predetermined ) M = jumlah endogenous variable dan eksogenous yang dimasukan dalam setiap persamaan dalam sistem persamaan simultan
Meskipun kondisi order telah terpenuhi, tetapi belum cukup untuk menentukan apakah suatu persamaan dalam sistem persamaan simultan dapat diidentifikasikan secara wajar atau berlebihan. Oleh sebab itu harus juga dipenuhi syarat pangkat atau kondisi rank. Berdasarkan kondisi rank, suatu persamaan
93 simultan yaitu persamaan yang terdiri dari “G” persamaan dapat diidentifikasi apabila ada kemungkinan untuk membentuk sekurang-kurangnya satu matriks segi (G-1) X (G-1) yang nilai determinannya bukan nol atau berpangkat penuh. (Arief, 1993 ; Kusnadi, 2005). Persamaan simultan yang dibangun terdiri dari 26 persamaan struktural dan 17 persamaan identitas, dengan jumlah variabel eksogen sebanyak 21. Menurut rumus identifikasi dapat diketahui bahwa G = 43 dan K = 83, apabila M diambil dari jumlah maksimum variabel yang menyusun persamaan, maka M = 7 sehingga 83 – 7 > 42, kondisi ini menunjukkan exactly identified atau over identified. Apabila diambil satu persamaan dengan jumlah variabel paling sedikit,
yaitu M = 2 maka 79 > 42 menunjukkan kondisi over identified. Model yang over identified selanjutnya diduga dengan metoda 2SLS dengan pertimbangan bahwa
jumlah data sampel terbatas, dilakukan respesifikasi berulang-ulang dan melakukan simulasi kebijakan, maka penggunaan 2SLS menghasilkan taksiran yang konsisten, lebih sederhana, dan lebih mudah. Program dan hasil estimasi model secara lengkap pada Lampiran 1 dan 2. Untuk mengetahui dan menguji apakah variabel penjelas secara bersamasama berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel endogen, maka pada setiap persamaan digunakan uji statistik F. Dan untuk menguji apakah masing-masing variabel penjelas berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel endogen, maka dalam setiap persamaan digunakan uji statistik t. Selanjutnya karena model merupakan sistem persamaan simulatan dan dinamis yang mengandung variabel bedakala (lag endogenous variable), maka uji serial korelasi (autocorelation) menggunakan statistik Dw (Durbin-Watson Statistics) tidak valid digunakan.
94 Sebagai penggantinya digunakan statistik Dh /Durbin-h Statistics (Gujarati, 1995 ; Pindyk, 1991)
h
n = {1 – 1/2d} [ ]0,5 1 − n(var β )
(44)
Keterangan : d
= Dw statistik
n
= jumlah observasi
(varβ) = varians koefisien regresi untuk variabel lag
Apabila hhitung lebih kecil dari nilai kritis htabel maka dalam persamaan tidak mengalami serial korelasi, demikian sebaliknya. Pada taraf nyata 5%, suatu persamaan tidak mengalami serial korelasi apabila hhitung < 1.96.
4.6. Validasi Model
Validasi (daya prediksi) model bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan model sebelum digunakan sebagai alat simulasi alternatif kebijakan. Validasi model dilakukan melalui simulasi dinamik dasar tahun 1998-2000 dan tahun 2001-2003 dengan menggunakan metode solusi Newton. Indikator statistik yang digunakan dalam validasi adalah Root mean squares Error (RMSE), Root Mean Squares Percentage Error (RMSPE), simultan bias (UM) dan Coeficient Theils (U), dengan formula sebagai berikut : a 2 0,5
s
RMSE
= [ 1/T Σ (Yt – Yt ) ]
RMSPE
= [ 1/T Σ { (Yt – Yt )/Yt } ]
s
[1 / T U - Theil
=
[1 / T
∑
∑
a
a
{ Yt
{ Yt
s
(45)
s
2
− Yt
− Yt
2
2
0.5 2
(46)
} ]
/ Yt
2
0 ,5
} 2 ]0 ,5
(47)
95 Keterangan T
= Jumlah periode (tahun) pengamatan
Yt s Yt
a
= Nilai estimasi pengamatan pada periode ke-t = Nilai pengamatan aktual pada periode ke-t
Statistik RMSPE digunakan untuk mengukur seberapa jauh nilai-nilai variabel endogen hasil estimasi menyimpang dari alur nilai aktualnya dalam ukuran persen. Sedangkan nilai U-Theil berguna untuk mengetahui kemampuan model / daya prediksi model untuk analisis simulasi ramalan yang nilainya antara 0 - 1. Jika RMSPE, RMSE, dan U-Theil semakin kecil, maka model yang digunakan akan semakin baik (Arief, 1993 ; Koutsoyiannis, 1977). Secara umum nilai indikator statistik dalam model menunjukkan bahwa nilai dugaannya tidak menyimpang dari nilai aktualnya sehingga cukup baik dilakukan simulasi, program dan hasil validasi pada Lampiran 3 dan 4.
4.7. Simulasi Kebijakan
Simulasi kebijakan dilakukan untuk menganalisis dampak kebijakan desentralisasi fiskal terhadap variabel endogen yang ingin diteliti. Secara umum tujuan dari simulasi adalah : (1) melakukan pengujian dan evaluasi terhadap model, (2) mengevaluasi kebijakan pada masa lampau , dan (3) membuat ramalan pada waktu yang akan datang. Setelah model divalidasi dan memenuhi kriteria secara statistika, maka model tersebut dapat dijadikan sebagai model dasar simulasi. Proses simulasi merupakan proses penentuan prediksi nilai-nilai endogenous variables dengan cara mensubstitusikan hasil estimasi koefisien regresi variabel bebas dan nilai
96 variabel bebas yang aktual (menurut observasi) ke dalam model regresi yang berkaitaan dengan endogenous variables ini. Ramalan dapat dibedakan menurut tujuan simulasi diantaranya adalah ramalan berdasarkan horison waktu yaitu : ex post forecasting, ex ante forecasting, dan backcasting (Arief, 1993 ; Pyndick, 1991). Untuk pengujian dan evaluasi terhadap model dilakukan simulasi historis pada seluruh tahun penelitian yaitu tahun 1993 sampai tahun 2003. Untuk tujuan evaluasi kebijakan pada masa lampau dilakukan simulasi periode sebelum desentralisais fiskal tahun 1998 – 2000 dan periode setelah desentralisasi fiskal tahun 2001 - 2003, program dan hasil simulasi historis pada Lampiran 5, 6, dan 11. Sedangkan untuk tujuan ramalan di masa yang akan datang dilakukan untuk periode waktu tahun 2007 – 2010. Untuk meramalkan nilai variabel dependen, terlebih dulu harus meramalkan nilai explanarory variable atau variabel penjelas, dengan asumsi yang dianggap relevan dan realistis atau menggunakan metode peramalan tertentu. Menurut Sitepu dan Sinaga (2006), ada dua pendekatan dasar dalam model ramalan data time series, yaitu pendekatan kecenderungan waktu yang bertujuan untuk menangkap prilaku jangka panjang dengan menyesuaikan persamaan sebagai fungsi dari waktu. Fungsi trend yang digunakan adalah polynomial dan exponensial. Sedangkan model pendekatan data time series untuk menangkap prilaku jangka pendek dapat menggunakan metode autoregressive model. Ramalan variabel penjelas menggunakan metode Stepwise Autoregressive dengan prosedur FORECAST dan asumsi rata-rata perubahan nilai variabel
97 penjelasnya, program dan hasil forecast variabel penjelas pada Lampiran 7 dan 8. Sedangkan program dan hasil ramalan nilai variabel endogen dengan prosedur SIMNLIN pada Lampiran 9 dan 10. Selanjutnya dilakukan simulasi dengan berbagai skenario kebijakan. Skenario yang dilakukan pada penelitian ini adalah melakukan beberapa perubahan kebijakan yaitu : kebijakan pemerintah daerah di sisi penerimaan daerah yaitu peningkatan Dana Alokasi Umum, dan peningkatan PAD melalui pajak dan retribusi bersamaan dengan peningkatan pengeluaran pembangunan. Sedangkan dari sisi pengeluaran daerah yaitu skenario peningkatan pengeluaran sektor pertanian yang meliputi pengeluaran tanaman pangan, perkebunan, peternakan, dan perikanan secara bersama sama, peningkatan pengeluaran Infrastruktur, dan realokasi pengeluaran rutin ke anggaran pembangunan. Pada simulasi historis dilakukan “ 5 (lima) skenario kebijakan” yaitu : (1) Peningkatan DAU, (2) Peningkatan pajak daerah dan retribusi daerah bersamaan dengan pengeluaran pembangunan, (3) peningkatan pengeluaran pembangunan Infrastruktur, (4) peningkatan pengeluaran pembangunan sektor Pertanian, dan (5) realokasi pengeluaran rutin ke pengeluaran pembangunan sektor Pertanian. Sedangkan pada simulasi ramalan tahun 2007 – 2010 dilakukan “7 (tujuh) skenario” yaitu 5 skenario yang sama dengan simulasi historis dengan besaran peningkatan DAU 16%, sedangkan 2 skenario lainnya adalah (6) realokasi pengeluaran rutin ke pengeluaran pembangunan Infrastruktur, dan (7) realokasi pengeluaran Infrastruktur.
rutin
ke
pengeluaran
pembangunan
sektor
Pertanian
dan
98 Skenario I : Peningkatan Penerimaan Dana Alokasi Umum
Berdasarkan UU no 32 dan 33 tahun 2004, DAU dinyatakan sebagai bantuan pemerintah pusat untuk mengatasi kesenjangan fiskal yang terjadi akibat perbedaan potensi daerah. DAU dapat digunakan untuk membiayai baik belanja rutin maupun belanja pembangunan, jadi berpengaruh pada total penerimaan keuangan daerah. Prosentase DAU terhadap total penerimaan daerah di Bengkulu masih cukup besar yaitu 55% sebelum desentralisasi fiskal dan 81% setelah desentralisasi fiskal, hal ini menunjukkan bahwa keuangan daerah masih tergantung pada pemerintah pusat, oleh karena itu kebijakan peningkatan DAU masih diperlukan. Pada simulasi historis dilakukan simulasi kebijakan dengan peningkatan DAU 10%, dengan pertimbangan bahwa rata-rata peningkatan DAU setelah desentralisasi fiskal setiap tahun sebesar 9.2% sehingga besaran 10% diasumsikan masih relevan. Merujuk hasil studi Sinaga dan Siregar (2003) bahwa peningkatan DAU 10% akan meningkatkan perekonomian daerah (PDRB) sebesar 0.6 persen. Peningkatan DAU ini diharapkan akan meningkatan pengeluaran pembangunan dan produksi sektoral sehingga percepatan pertumbuhan ekonomi daerah akan terwujud. Pada ramalan tahun 2007 – 2010 dilakukan sekenario peningkatan DAU sebesar 16% dengan pertimbangan bahwa sesuai dengan rencana pemerintah pusat yang disampaikan melalui pidato Presiden RI tanggal 16 Agustus 2006 bahwa pada tahun anggaran 2007 anggaran DAU yang akan dibagikan ke daerah akan meningkat sebesar 16% seiring meningkatnya penerimaan pemerintah dalam APBN 2007.
99 Skenario II : Peningkatan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah bersamaan Pengeluaran Pembangunan Sektor Lain
Salah satu wujud dari desentralisasi fiskal adalah kewenangan dalam meningkatkan penerimaan daerah /lokal melalui Pajak atau penerimaan daerah lainnya, oleh karena itu skenario ini perlu dilakukan dengan pertimbangan bahwa selama periode penelitian, rata-rata penerimaan daerah dari sumber PAD (Pajak, Retribusi, laba BUMD, PAD lainnya) masih < 5% dari total penerimaan daerah. Setelah desentralisasi rata-rata penerimaan Pajak daerah setiap tahun meningkat 40.32% sedangkan Retribusi meningkat 47.5%. Berdasarkan kondisi tersebut maka masih relevan dibuat simulasi kebijakan peningkatan penerimaan Pajak sebesar 40% dan Retribusi sebesar 30%. Agar peningkatan Pajak dan Retribusi tidak berdampak negatif pada iklim investasi dan usaha, maka pada skenario ini juga diimbangi dengan peningkatan alokasi untuk pengeluaran Pembangunan sektor lain dengan proporsi yang sama jumlahnya. Besaran yang sama dilakukan untuk simulasi historis dan ramalan. Skenario III : Peningkatan Pengeluaran Pembangunan Infrastruktur
Skenario peningkatan pengeluaran pembangunan merupakan implementasi dari kebijakan fiskal melalui instrumen G. Kebijakan desentralisasi fiskal sebagai konsekuensi pelaksanaan otonomi daerah, memberikan kewenangan pada daerah untuk mengalokasikan penggunaan anggaran sesuai prioritas daerahnya. Oleh karena itu pada simulasi kebijakan dilakukan skenario pengaturan penggunaan anggran baik rutin maupun pembangunan. Secara teoritis, aktifitas perekonomian daerah dan Investasi daerah akan sangat dipengaruhi oleh Infrastruktur daerah yang ada khususnya Infrastruktur publik seperti PLN, sarana jalan, PDAM, dan irigasi. Skenario peningkatan pengeluaran Infrastruktur dilakukan dengan harapan akan terjadi peningkatan
100 PDRB sektoral khususnya sektor pertanian, dan Investasi daerah yang selanjutnya meningkatkan penerimaan daerah. Penelitian Queiroz dan Gautam (1992) dalam Hartoyo (1994) meyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara Insfrastruktur jalan dengan pembangunan ekonomi. Sedangkan penelitian Hartoyo (1994) menyimpulkan bahwa peningkatan pengeluaran Infrastruktur jalan 10% mampu meningkatkan produksi subsektor tanaman pangan dan produksi pertanian lainnya sehingga perekonomian pedesaan meningkat. Besaran 10% pada skenario ini dilakukan dengan pertimbangan rata-rata pengeluaran Infrastruktur setelah desentralisasi menurun 9%, di sisi lain kita ingin meningkatkan produksi seluruh sektor yang ada. Oleh karena itu kita mencoba meningkatkan kembali pengeluaran Infrastruktur sebesar 10%. Besaran yang sama dilakukan untuk simulasi historis dan ramalan. Skenario IV : Peningkatan Pengeluaran Pembangunan Sektor Pertanian
Secara teoritis, produksi suatu barang/jasa dipengaruhi oleh kapital/modal, dalam penelitian ini pengeluaran pemerintah merupakan salah satu komponen modal. Skenario ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa selama periode penelitian terlihat bahwa rata-rata pengeluaran untuk sektor Pertanian masih sangat kecil (< 10%), di sisi yang lain sumbangan sektor Pertanian terhadap PDRB daerah sampai tahun 2003 cukup besar (42.02%). Melihat potensi daerah yang berbasis pada sektor Pertanian dan rencana kerja pemerintah daerah dalam hal Revitalisasi Pertanian khususnya peningkatan produktivitas dan revitalisasi penyuluhan pertanian, maka pengeluaran pembangunan sektor Pertanian yang terdiri dari subsektor Tanaman pangan, Perkebunan, Peternakan, dan Perikanan dicoba akan dinaikkan masing masing sebesar 20%, 40%, 20%, dan 40% . Alasan melakukan skenario ini berdasarkan hasil-hasil studi terdahulu seperti yang dilakukan Yudhoyono (2004), untuk mencapai terwujudnya pertanian
101 daerah yang berkelanjutan dan berdaya saing dibutuhkan dukungan pembiayaan dari pemerintah daerah. Hasil studinya menyimpulkan bahwa peningkatan anggaran pembangunan sektor pertanian mampu meningkatkan PDRB sektor pertanian. Besaran yang sama dilakukan untuk simulasi historis dan ramalan. Skenario V : Realokasi Pengeluaran Rutin ke Pengeluaran Pembangunan Sektor Pertanian
Skenario ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa selama periode penelitian terlihat bahwa anggaran Rutin selalu mendapat porsi terbesar dalam APBD sehingga ingin dicoba untuk melakukan efisiensi penggunaan anggaran Rutin melalui realokasi pengeluaran Rutin 2% untuk peningkatan pengeluaran Pembangunan sektor Pertanian. Sektor Pertanian yang akan mendapat realokasi pengeluaran Rutin adalah subsektor Tanaman pangan, Perkebunan, Peternakan, dan Perikanan sebesar kontribusinya terhadap sektor pertanian dengan alasan bahwa sektor Pertanian memberikan kontribusi pada PDRBS cukup besar. Sesuai dengan program peningkatan produksi Tanaman pangan empat tahun ke depan sebesar 100%, diperlukan peningkatan intensifikasi pertanian melalui usaha pengadaan peralatan mekanisasi pertanian dan revitalisasi penyuluhan pertanian. Untuk tercapainya program dimaksud, maka skenario peningkatan pengeluaran subsektor Tanaman pangan sebesar 38% relevan dilakukan. Untuk mendukung program perluasan areal perkebunan rakyat seluas 6000 ha untuk usaha kelapa sawit, karet dan kakao maka peningkatan pengeluaran pembangunan Perkebunan sebesar 142% layak dilaksanakan. Sedangkan peningkatan pengeluaran pembangunan Peternakan sebesar 64% akan digunakan untuk program peningkatan produksi peternakan yang beberapa tahun mengalami penurunan. Sedangkan usaha Perikanan yang akan didukung dari peningkatan pengeluaran pembangunan Perikanan sebesar 81% adalah usaha peningkatan
102 produksi perikanan laut melalui peningkatan jumlah armada, dan peralatan alat tangkap. Peningkatan budidaya perikanan darat dengan perluasan tambak di sepanjang pantai. Penelitian yang mendukung skenario kebijakan ini dilakukan Pardede (2005) salah satu hasil studinya menyimpulkan bahwa setelah realokasi anggaran dari sektor non pertanian ke sektor pertanian di daerah Tapanuli Utara berdampak positip terhadap peningkatan output, pendapatan, dan kesempatan kerja. Penelitian Pakasi (2005) menyimpulkan realokasi Pengeluaran Rutin ke sektor Infrastruktur, Kesejahteraan sosial, dan Sumber daya manusia berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Skenario VI : Realokasi Pengeluaran Rutin ke Pengeluaran Pembangunan Infrastruktur
Pengurangan pengeluaran rutin sebesar 2% dialokasikan ke pengeluaran pembangunan Infrastruktur sehingga pengeluaran Infrastruktur bertambah 9%. Skenario ini dilakukan pada ramalan 2007 – 2010 seiring dengan program peningkatan produksi sektor pertanian dan rencana pembangunan daerah yang ingin meningkatkan pariwisata serta menarik investor. Oleh karena itu dibutuhkan sarana Infrastruktur yang lebih memadai seperti perbaikan sarana irigasi, pengembangan cargo baik melalui pelabuhan laut maupun udara.
Skenario VII : Realokasi Pengeluaran Rutin ke Pengeluaran Pembangunan Sektor Pertanian dan Infrastruktur
Pengurangan pengeluaran rutin 2% akan direalokasikan ke sektor pertanian dan Infrastruktur masing-masing sektor mendapat jumlah secara proporsional. Subsektor Tanaman pangan sebesar 19%, Perkebunan 70%, Peternakan 32%, Perikanan 40%, dan Infrastruktur 4.5%. Skenario ini hanya dilakukan pada ramalan 2007 – 2010.