KAJIAN POTENSI LANSKAP JALUR KERETA REL LISTRIK (KRL) BOGOR-JAKARTA KOTA SEBAGAI KORIDOR PERGERAKAN BURUNG
RAMANDINI PUSPITA SARI
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Potensi Lanskap Jalur Kereta Rel Listrik (KRL) Bogor-Jakarta Kota sebagai Koridor Pergerakan Burung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2013
Ramandini Puspita Sari NIM A44090082
ABSTRAK RAMANDINI PUSPITA SARI. Kajian Potensi Lanskap Jalur Kereta Rel Listrik (KRL) Bogor-Jakarta Kota sebagai Koridor Pergerakan Burung. Dibimbing oleh SYARTINILIA. Koridor merupakan kumpulan vegetasi yang berbentuk linear yang berbeda dengan matrix vegetasi sekelilingnya. Terdapat dua tipe koridor, yaitu linear corridor dan stepping stone. Salah satu contoh dari koridor pada lanskap adalah lanskap di sepanjang jalur KRL Bogor-Jakarta Kota. Koridor sangat penting untuk pergerakan burung. Dewasa ini koridor tersebut mengalami fragmentasi habitat yang megancam fungsinya. Sehingga lanskap tersebut perlu dikelola untuk keberlanjutan dari koridor satwa yang terdapat di dalamnya. Penelitian ini dilaksanakan di koridor sepanjang KRL Bogor-Jakarta Kota yang dibagi menjadi lima segmen. Tiga analisis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu analisis distribusi koridor, analisis vegetasi dan analisis kelimpahan burung. Koridor berbentuk stepping stone memiliki jumlah kelimpahan burung lebih tinggi daripada koridor berbentuk linear. Kedua koridor memiliki potensi untuk menjadi habitat burung yang ditunjukkan oleh kelimpahan jenis burungnya. Kelimpahan jenis burung tertinggi ditemukan di koridor dengan keanekaragaman vegetasi (Index Shannon Wienner) tingkat sedang. Beberapa rekomendasi dilakukan untuk mengelola koridor tersebut, seperti mengelola dan revitalisasi koridor, meningkatkan keanekaragaman vegetasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk konservasi habitat burung. Kata kunci : Burung, GIS, Fragmentasi Habitat, Linear corridor, Stepping Stone. ABSTRACT RAMANDINI PUSPITA SARI. Study of KRL Railway Bogor-Jakarta Kota for Bird Movement Corridors. Supervised by SYARTINILIA. Corridors are narrow strips of land which differ from the matrix on either side. There are two types of corridors, namely linear corridor and stepping stone. One example of corridor is a landscape along the path of KRL Railway Bogor-Jakarta Kota. Corridor is important for bird movement. Nowadays there is habitat fragmentation along the corridor which is threatened their corridor function. Therefore it should be maintained for sustainable corridor. This study was conducted at corridor along the KRL Railway Bogor-Jakarta Kota which is divided into five segment. Three analyses were used in this study, i.e. corridor distribution analysis, vegetation analysis and bird abundance analysis. Stepping stone corridor has higher number of bird abundance than the linear corridor. Both of corridors have the potential to become a habitat of birds which is indicated by abundance species of birds. The highest abundance of a bird was found in corridor with diversity of plants (Shannon Wienner Index) in the medium level. Several recommendation have provided for managing the corridor such as managing and revitalizing the corridor, increasing vegetation diversity and increasing public awareness for bird habitat conservation. Keywords : Birds, GIS, Habitat Fragmentation, Linear Corridor, Stepping Stone.
KAJIAN POTENSI LANSKAP JALUR KERETA REL LISTRIK (KRL) BOGOR-JAKARTA KOTA SEBAGAI KORIDOR PERGERAKAN BURUNG
RAMANDINI PUSPITA SARI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Kajian Potensi Lanska~ Ja liT Kereta ReI Listrik (KRL) Bogor Jakarta Kota sebagai ~ , ridOT Pergerakan Burung : Ramandini Puspita Sari Nama : A44090082 NIM
Disetujui oleh
Dr. Syartinilia, SP., M.Si.
Pembimbing
.,.. ''=
,
.t~1Knl.1 \>-
e,
\~-:-- 1. /'? Drt\li; u 1St antara M.A r. ---=:Kmtra Departemen Arsi tektur Lanskap
Tanggal Lulus:
\
2 DEC 2013
Judul Skripsi : Kajian Potensi Lanskap Jalur Kereta Rel Listrik (KRL) BogorJakarta Kota sebagai Koridor Pergerakan Burung Nama : Ramandini Puspita Sari NIM : A44090082
Disetujui oleh
Dr. Syartinilia, SP., M.Si. Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr. Ketua Departemen Arsitektur Lanskap
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah Ekologi Lanskap, dengan judul Kajian Potensi Lanskap Jalur Kereta Rel Listrik (KRL) Bogor-Jakarta Kota sebagai Koridor Pergerakan Burung. Penelitian ini dibiayai dari hibah penelitian dasar dari dana BOPTN (Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri) pendanaan tahun 2013. Atas semua bimbingan, bantuan, dukungan dan perhatian yang telah diberikan, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Syartinilia, SP., M.Si selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran, 2. Dr. Ir. Tati Budiarti, MS. Dan Dr. Kaswanto, SP., M.Si. selaku dosen penguji skripsi yang telah dengan teliti mengoreksi dan memberi masukan dalam sidang, 3. papa, mama, mba Dina serta Detrhee, atas segala doa dan kasih sayangnya, 4. seluruh teman-teman klub masak atas segala dukungan semangat, kasih sayang dan bantuan tenaganya saat survei, 5. Muhammad C. Azis atas bantuannya saat pengamatan burung, 6. teman-teman satu bimbingan Ibu Syartinilia, Dede, Nindy dan Bryan atas dukungan dan semangatnya selama pengerjaan skripsi, 7. serta seluruh teman-teman Arsitektur Lanskap angkatan 46 atas dukungan dan telah memberi pengalaman yang berharga. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2013 Ramandini Puspita Sari
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
PENDAHULUAN
1
Perumusan Masalah
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
3
Ekologi Lanskap
3
Koridor Satwa
3
Ekologi Burung
4
METODOLOGI
7
Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian
7
Alat dan Data
7
Metode Penelitian
8
Analisis Ditribusi Tipe Koridor
8
Analisis Keanekaragaman Vegetasi
9
Analsis Kelimpahan Jenis Burung
11
HASIL PENELITIAN
12
Gambaran Situasional dari Lokasi Penelitian
12
Distribusi Tipe Koridor berdasarkan Tipe Linear Corridor dan Stepping Stone
13
Keanekaragaman Vegetasi pada Kedua Tipe Koridor
24
Kelimpahan Jenis Burung pada Kedua Tipe Koridor
38
Uji Beda Nyata dari Kedua Tipe Koridor
44
PEMBAHASAN
45
Segmen I
45
Segmen II
45
Segmen III
46
Segmen IV
47
Segmen V
48
Keseluruhan Segmen
48
Rekomendasi Pengelolaan
52
SIMPULAN DAN SARAN
55
DAFTAR PUSTAKA
56
RIWAYAT HIDUP
70
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Jenis data yang diperlukan Distribusi keanekaragaman vegetasi (Indeks Shannon) Distribusi dominansi jenis berdasarkan Indeks Nilai Penting (INP) Jenis vegetasi pada linear corridor berukuran besar di segmen I Jenis vegetasi pada linear corridor berukuran kecil di segmen I Jenis vegetasi pada stepping stone berukuran besar di segmen I Jenis vegetasi pada stepping stone berukuran kecil di segmen I Jenis vegetasi pada linear corridor berukuran kecil di segmen II Jenis vegetasi pada linear corridor berukuran besar di segmen II Jenis vegetasi pada stepping stone berukuran besar di segmen II Jenis vegetasi pada stepping stone berukuran kecil di segmen II Jenis vegetasi pada stepping stone berukuran besar di segmen III Jenis vegetasi pada stepping stone berukuran kecil di segmen III Jenis vegetasi pada linear corridor berukuran kecil di segmen III Jenis vegetasi pada linear corridor berukuran besar di segmen III Jenis vegetasi pada stepping stone berukuran besar di segmen IV Jenis vegetasi pada stepping stone berukuran kecil di segmen IV Jenis vegetasi pada linear corridor berukuran besar di segmen IV Jenis vegetasi pada linear corridor berukuran kecil di segmen IV Jenis vegetasi pada linear corridor berukuran kecil di segmen V Jenis vegetasi pada linear corridor berukuran besar di segmen V Jenis vegetasi pada stepping stone berukuran besar di segmen V Jenis vegetasi pada stepping stone berukuran kecil di segmen V Distribusi kelimpahan jenis burung
7 24 24 25 26 26 27 28 28 29 29 30 31 31 32 33 33 34 35 36 36 37 37 38
Frekuensi kehadiran jenis spesies tertentu di tiap segmen
39
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5
Lokasi tapak penelitian Bagan alir penelitian Desain unit contoh transek vegetasi Desain unit contoh transek satwa Distribusi koridor pada lanskap jalur KRL Bogor-Jakarta Kota
7 8 10 11 13
6 Distribusi jumlah koridor berdasarkan tipe linear corridor dan stepping stone pada tiap segmen 7 Distribusi luas total koridor berdasarkan tipe linear corridor dan stepping stone pada tiap segmen 8 Distribusi luas maksimum koridor berdasarkan tipe linear corridor dan stepping stone pada tiap segmen 9 Distribusi luas minimum koridor berdasarkan tipe linear corridor dan stepping stone pada tiap segmen 10 Distribusi luas rata-rata koridor berdasarkan tipe linear corridor dan stepping stone pada tiap segmen 11 Peta distribusi koridor di segmen I 12 Peta distribusi koridor di segmen II 13 Peta distribusi koridor di segmen III 14 Peta distribusi koridor di segmen IV 15 Peta distribusi koridor di segmen V 16 Keanekaragaman jenis vegetasi pada koridor berukuran besar 17 Keuntungan koridor berbentuk stepping stone 18 Penampang jalur KRL 19 Habitat interior dan edge
14 14 15 15 16 17 19 20 22 23 50 51 53 53
DAFTAR LAMPIRAN 1 Tabel kelimpahan jenis burung pada lokasi penelitian 2 Tabel frekuensi keanekaragaman jenis spesies vegetasi tertentu di tiap segmen
57 63
3 Hasil pengujian Independent t-tes tipe koridor dengan kelimpahan jenis burung dan pengujian Independent t-tes tipe koridor dengan keanekaragaman vegetasi 4 Hasil pengujian Independent t-tes ukuran koridor dengan kelimpahan jenis burung dan pengujian Independent t-tes ukuran koridor dengan keanekaragaman vegetasi
68
69
1
PENDAHULUAN Menurut Forman dan Godron (1984) ekologi lanskap merupakan ilmu yang mempelajari hubungan antara proses ekologi dalam lingkungan dan ekosistem tertentu. Ekologi lanskap terfokus pada tiga karakteristik yang terdapat pada lanskap, yaitu struktur, fungsi dan dinamika. Struktur merupakan hubungan spasial antar perbedaan ukuran dan bentuk dari ekosistem yang mempengaruhi perubahan abiotik dan biotik. Perubahan struktur secara keseluruhan terjadi pada matrix, patch dan koridor. Koridor merupakan kumpulan vegetasi yang berbentuk linear yang berbeda dengan vegetasi sekelilingnya dan menghubungkan paling sedikit dua patch yang pernah terhubung pada masa lalu. Koridor tersebut dipergunakan sebagai area pergerakan dari makhluk hidup. Dalam ekologi lanskap, koridor tersebut dibedakan menjadi dua jenis, yaitu linear corridor dan stepping stone. Linear corridor merupakan jenis koridor satwa berupa jalur yang tidak terputus yang biasanya didominasi oleh spesies tepi. Pada linear corridor yang memiliki luasan lebih besar, memiliki fungsi untuk pergerakan satwa yang lebih baik. Sedangkan stepping stone merupakan koridor yang berbentuk blok-blok ruang hijau terpisah namun masih dalam jangkauan pergerakan satwa yang menggunakan koridor tersebut. Setiap jenis koridor tersebut mendukung spesies satwa yang berbeda pula (Barnes 2000). Satwa yang dapat menjadi indikator bagi terjadinya perubahan degradasi lingkungan adalah burung, sebab burung terdapat hampir di seluruh habitat sehingga selalu berdekatan dan merespon seluruh kejadian. Selain itu burung juga merupakan salah satu komponen di dalam ekosistem yang dapat bertindak sebagai kontrol terhadap populasi (pemangsa serangga dan tikus) dan sebagai agen penyebar vegetasi (Suryowati 2000). Salah satu contoh koridor dalam ekologi lanskap yaitu lanskap sepanjang jalur kereta rel listrik (KRL) Bogor–Jakarta Kota. Sebagai koridor satwa, kawasan jalur kereta rel listrik (KRL) Bogor–Jakarta Kota berpotensi menghubungkan Kebun Raya Bogor (KRB) sebagai source dan beberapa area tujuan pergerakan satwa sebagai sink. Setiap satwa melakukan pergerakan yang mempergunakan koridor. Satwa yang tidak dapat melakukan pergerakan akan menjadi terisolasi dan akhirnya akan punah. Selain itu koridor jalur kereta rel listrik (KRL) Bogor–Jakarta Kota memiliki fungsi lain yang tidak boleh dikesampingkan, yaitu sebagai estetika pemenuh kebutuhan manusia selaku pengguna jasa trasnportasi KRL Bogor–Jakarta Kota. Perumusan Masalah Menurut Suryowati (2000) lanskap kawasan jalur kereta rel listrik Bogor–Jakarta Kota banyak mengalami fragmentasi habitat. Fragmentasi habitat merupakan perubahan kondisi lanskap yang mulanya adalah habitat yang kontinu menjadi terpecah-pecah. Fragmentasi habitat tersebut dapat disebabkan oleh perubahan tata guna lahan untuk permukiman, perkebunan dan pertanian di sepanjang tepi rel bahkan menjadi area bisnis dan jalan raya. Berdasarkan kedua fungsi dan ancaman tersebut, keberadaan lanskap kawasan jalur kereta listrik Bogor–Jakarta Kota perlu mendapat perhatian
2 khusus. Salah satunya adalah dengan melakukan analisis kawasan jalur rel KRL tersebut yang pada akhirnya akan menghasilkan rekomendasi pengelolaan jalur rel KRL Bogor–Jakarta Kota yang ideal sehingga dapat pula menjaga keberlangsungan ekosistem yang ada. Tujuan Penelitian Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis distribusi tipe koridor berbentuk linear corridor dan stepping stone; 2. menganalisis vegetasi pada habitat burung berdasarkan tipe koridor (linear corridor dan stepping stone) dalam lanskap jalur rel KRL Bogor– Jakarta Kota; 3. menganalisis kelimpahan jenis burung yang menggunakan koridor lanskap jalur rel KRL Bogor–Jakarta Kota; dan 4. menyusun rekomendasi pengelolaan lanskap jalur rel KRL Bogor– Jakarta Kota sebagai koridor burung. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi pengelolaan lanskap jalur rel KRL Bogor–Jakarta Kota sehingga dapat pula melestarikan habitat dari burung–burung yang menggunakan jalur tersebut sebagai koridor pergerakannya. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah menghasilkan sebuah rekomendasi pengelolaan lanskap jalur kereta rel listrik (KRL) Bogor–Jakarta Kota sebagai koridor burung pada aspek ekologinya.
3
TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Lanskap Ekologi lanskap merupakan sebuah studi mengenai hubungan biofisik yang mengatur perbedaan unit spasial dari suatu wilayah tertentu (Forman dan Godron 1984). Sedangkan menurut Fandeli dan Muhammad (2009) ekologi lanskap merupakan ilmu yang mempelajari tentang hubungan setiap elemen yang terdapat dalam suatu lanskap. Hubungan timbal balik tersebut terjadi dalam jangka panjang antara elemen fisik dan hayati termasuk manusia yang mempengaruhi perubahan dari suatu lanskap. Secara umum ekologi lanskap terbagi menjadi dua pandangan, yaitu secara vertikal (hubungan di dalam unit spasial lanskap) dan secara horizontal (hubungan antar unit spasial lanskap). Sebagai ilmu yang sangat interdisipliner dalam ekologi sistem, ekologi lanskap mengintegrasikan pendekatan biofisik dan perspektif yang menyeluruh pada ilmu-ilmu alam dan ilmu sosial. Ekologi lanskap melihat bagaimana struktur spasial mempengaruhi kelimpahan organisme pada tingkat lanskap serta perilaku dan fungsi lanskap secara keseluruhan. Dalam ekologi lanskap terdapat tiga fokus karakteristik, yaitu: 1. struktur, merupakan hubungan spasial antara perbedaan khas yang terdapat pada suatu ekosistem, khususnya distribusi energi, material dan spesies pada ekosistem tersebut yang kaitannya dengan ukuran, bentuk, angka, jenis, dan konfigurasi dari ekosistem; 2. fungsi, merupakan interaksi antara elemen-elemen spasial, yaitu aliran energi, material dan spesies dari komponen ekosistem; dan 3. dinamika, merupakan perubahan yang terjadi pada struktur dan fungsi mosaik ekologi dari waktu ke waktu. Secara keseluruhan struktur ekologi mengalami perubahan yang terjadi pada patches (sebagai daerah yang relatif homogen yang berbeda dari lingkungannya yang berubah dan berfluktuasi), matrix (struktur yang dominan dari suatu lanskap dengan tingkat konektivitas yang tinggi) dan koridor (Forman dan Godron 1984). Manusia merupakan salah satu dari elemen ekologi lanskap yang berperan dalam terjadinya perubahan fungsional pada lanskap. Keaslian dari setiap komponen lanskap akan membantu menjaga ketahanan lanskap terhadap ancaman eksternal, termasuk ancaman pengembangan dan transformasi lahan oleh aktivitas manusia. Koridor Satwa Menururt Rinaldi (2008), koridor merupakan suatu habitat yang dapat mendukung kelangsungan hidup dan berkembang biak satwa serta menjadi jalur lalu lintas pergerakan satwa yang menghubungkan antara habitat-habitat yang sesuai atau memadai. Koridor merupakan suatu kumpulan vegetasi yang berbentuk linier yang berbeda dengan vegetasi sekelilingnya dan menghubungkan paling sedikit dua patch yang pernah terhubung pada masa lalu. Koridor tersebut dipergunakan sebagai area pergerakan dari makhluk hidup. Biasanya koridor tersebut memiliki struktur vegetasi yang relatif serupa. Koridor satwa dapat menghubungkan dua area terbuka ataupun dua area terbangun.
4 Fungsi dari koridor satwa adalah sebagai jalur transportasi pergerakan satwa, sebagai proteksi (perlindungan dari pemangsa, perlindungan terhadap longsor dan dapat berperan sebagai pemecah angin) dan sebagai sumber daya alam (simpanan bahan organik tanah, penghasil kayu serta produsen buah dan biji-bijian). Keberhasilan pergerakan satwa sangat dipengaruhi oleh keberadaan koridor yang dapat menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dan perkembangan populasi satwa. Koridor yang paling efektif biasanya berupa hutan. Jika koridor satwa terputus, kemungkinan yang akan terjadi adalah peledakan populasi atau sebagian dari individu lainnya akan mencari jalan masing-masing yang akan menimbulkan gangguan di sekitarnya (Forman dan Godron 1984). Dalam ekologi lanskap, koridor dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu linear corridor dan stepping stone. Linear corridor merupakan jenis koridor satwa berupa jalur yang tidak terputus yang biasanya didominasi oleh spesies tepi. Pada linear corridor yang memiliki luasan lebih besar, memiliki fungsi untuk pergerakan satwa yang lebih baik. Sedangkan stepping stone merupakan koridor yang berbentuk blok-blok ruang hijau terpisah namun masih dalam jangkauan pergerakan satwa yang menggunakan koridor tersebut. Koridor berbentuk stepping stone mungkin tidak mempengaruhi pergerakan burung namun, pada koridor ini terjadi pemutusan spesies vegetasi terutama dalam hal gen dan aliran energi dari vegetasi tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka, konektivitas dari setiap koridor harus dikelola dengan baik sehingga masingmasing koridor akan tetap terhubung dan tidak terpisahkan (Barnes 2000). Ekologi Burung Pulau Jawa dan Bali memiliki kekayaan jenis burung lebih sedikit dari pada kekayaan jenis burung di pulau Kalimantan atau Sumatera. Namun pulau Jawa memiliki keunikan tersendiri, yaitu terdapat 24 jenis endemik yang terbatas di sana dan lebih dari 170 anak jenis endemik yang dikenal. Di seluruh kawasan Jawa, jumlah total dari jenis burung tercatat 494 jenis dengan 368 jenis penetap dan 126 jenis pengunjung atau pengembara. Sebagian burung penetap tidak bereaksi terhadap perubahan musim dan beberapa jenis berkembang biak dalam bulan-bulan sepanjang tahun. Namun, pola perkembangbiakan jenis burung tersebut dipengaruhi oleh adanya perbedaan curah hujan. Menurut penelitian Mackinnon (1993), perkembangbiakan tertinggi untuk daerah terbuka terjadi pada bulan ke-6. Sedangkan pada jenis pemakan buah, perkembangbiakan tertinggi terjadi pada bulan ke-5 dan untuk daerah yang memiliki curah hujan tinggi, perkembangbiakan jenis burung mencapai titik tertinggi pada bulan pertama. Burung-burung liar dapat digolongkan menjadi beberapa kategori pokok yang berkaitan dan berpengaruh terhadap perekonomian setempat, yaitu: 1. sebagai hama pertanian, seperti Pipit, Bondol dan Manyar yang sering menjadi hama padi, Mandar, Merpati dan Betet sebagai hama padi dan jagung serta Gagak, Betet, Pundi dan Kutilang sebagai hama pada tanaman buah; 2. jenis yang menguntungkan, seperti Elang yang berguna sebagai predator tikus dan Cangak, Mandar, Srigunting, Raja udang, Sikatan, Betet dan Kapinis sebagai pengendali hama serangga;
5 3. burung sebagai bahan makanan, seperti Mandar, Ayam hutan dan Puyuh sebagai penghasil telur dan daging serta Walet sebagai penghasil sarangnya; dan 4. burung sebagai binatang piaraan, seperti Perkutut, Kucita, Beo, Kutilang, Jalak, Bondol, Pipit, Gelatik dan Serindit. Menurut Mackinnon et al. (2010), secara ekologi jenis burung sendiri dapat dikategorikan menjadi: 1. burung perancah dan pemakan organisme tanah, seperti Kaki lebar, Trulek, Wili-Wili, Trinil dan Blekek; 2. burung darat berukuran besar, seperti Mandar dan Picisan; 3. burung pemakan daging atau pemangsa, seperti Elang, Alap-Alap, Celepuk, Serak dan Raja udang; 4. burung besar pemakan buah, seperti Punai, Niru, Kakatua, Enggang, Bultok, Kepodang dan Gagak; 5. burung besar atau sedang pemakan serangga yang bersifat arboreal, seperti Kedasi, Pelatuk, Madi, Burung daun, Srigunting, Betet, Jalak dan Beo; 6. burung besar atau sedang pemakan serangga yang bersifat aerial, seperti Walet, Layang-Layang, Burung buah, Kiri-Kiri dan Tiong laut; 7. burung besar atau sedang pemakan serangga yang bersifat nokturnal, seperti Cabak dan Paruh katak; 8. burung sedang pemakan serangga yang hidup di tanah, seperti Burung paok, Apung, Kucica, Meninting dan Kancilan; 9. burung sedang atau kecil pemakan serangga yang bersifat arboreal, seperti Perenjak, Cenenen, Gelatik batu, Kipasan dan Kacamata; dan 10. burung kecil pemakan nektar, buah dan biji, seperti Kutilang, Burung cabe, Burung gereja, Manyar, Pipit, Bondol, Kenari dan Burung madu. Keberadaan jenis burung sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu lapisan tajuk vegetasi, kerapatan vegetasi, komposisi jenis vegetasi, kompetisi dan kedekatan kekerabatan jenisnya (Wallace dan Mahan 1975; Krebs 1985; Steadman dan Freifeld 1998 dalam Pradana 2007). Sedangkan keanekaragaman jenis burung pada suatu tapak dipengaruhi oleh jumlah jenis burung, kemerataan kelimpahan relatif setiap jenis burungnya, faktor umur evolusi, kondisi lingkungan, stabilitas iklim, heterogenitas struktur habitat, predasi, kompetisi, interaksi biotik, keanekaragaman jenis tumbuhan, gangguan dan letak geografis (Krohne 2001; Brown 1983 dalam Pradana 2007). Pengelolaan satwa terutama burung dewasa ini telah berkembang bukan hanya demi kepentingan konservasi saja tetapi juga dimanfaatkan untuk keperluan penelitian, pendidikan, pariwisata dan rekreasi. Pengelolaan burung tersebut merupakan pengelolaan habitatnya yang meliputi, vegetasi, makanan, air dan penyakit. Tujuan dari pengelolaan burung pada umumnya untuk melakukan pengendalian terhadap kelimpahan dan penyebaran dari spesiesspesies burung yang ada (Alikodra 1990). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan burung adalah: 1. spesies burung yang akan dikelola yang meliputi persyaratan untuk hidup burung dan sifat-sifat ekologis (penyebaran, perilaku dan populasi) dari setiap spesies burung;
6 2. kondisi habitat termasuk luas dan kualitasnya, seperti padang rumput, semak belukar, hutan dan sumber air; 3. kondisi musim sangat berpengaruh seperti saat musim kemarau panjang dapat menimbulkan ketersediaan sumber air berkurang, sehingga jika tidak dikelola dengan benar kemungkinan yang terjadi pada spesies burung adalah mati atau pergi ke pusat-pusat permukiman untuk mencari air; 4. letak tempat perlindungan terhadap pusat-pusat penduduk dan pusat industri penting untuk diperhatikan sebab, tumbuhnya kawasan pusatpusat industri yang pesat mempercepat proses penekanan terhadap kehidupan dari burung itu sendiri; dan 5. tingkat kesadaran masyarakat dan aparat pemerintah maupun pihak swasta sangat mempengaruhi keberhasilan dari pengelolaan koridor satwa tersebut.
7
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Lingkup dari kegiatan penelitian ini adalah lanskap jalur KRL BogorJakarta Kota sebagai koridor pergerakan burung sepanjang 60 km dengan buffer 1 km di kiri-kanan rel KRL (Gambar 1) Kegiatan penelitian tersebut dilaksanakan mulai bulan Maret sampai September 2013.
Gambar 1. Lokasi tapak penelitian Alat dan Data Alat yang digunakan dalam proses penelitian ini adalah alat tulis, kamera, software ArcGIS 9.3, software SPSS 17.0, Global Positioning System (GPS), meteran, Klinometer dan alat perekam. Berikut adalah jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini:
Tabel 1. Jenis data yang diperlukan No 1
2
Jenis Data Peta Jalur Kereta Bogor-Jakarta Kota Peta Penutupan Lahan Jalur Kereta Bogor-Jakarta Kota Vegetasi Iklim Jenis Burung
3
UU yang Berlaku Peraturan Daerah
Bentuk Vektor Vektor
Sumber Data PT KAI Commuter Jabodetabek Google Earth
Deskriptif & Spasial Tabulasi Deskriptif & Spasial
Dinas Pertamanan & Lapang BMKG Dinas Pertamanan & Lapang
Studi Pustaka Studi Pustaka
Pemda Pemda
Kegunaan Analisis Analisis Distribusi Tipe Koridor
Analisis Vegetasi Analisis Kelimpahan Jenis Burung Analisis Aspek Legal
Penelitian ini akan dilakukan dalam tiga tahapan. Adapun tiga tahapan tersebut terdiri dari tahap inventarisasi data, tahap analisis potensi koridor (analisis distribusi tipe koridor, analisis vegetasi, analisis keanekaragaman
8 burung) dan tahap sintesis berupa penyusunan rekomendasi rencana pengelolaan lanskap jalur KRL Bogor-Jakarta Kota untuk koridor ekologi (Gambar 2). Lanskap Koridor Jalur KRL Bogor-Jakarta Kota
Inventarisasi
Distribusi Tipe Koridor (Linear Corridor dan Stepping Stone)
Linear Corridor Analisis Keanekaragaman Jenis Burung
Stepping Stone Analisis Vegetasi
Peta Distribusi Vegetasi yang Berpotensi sebagai Habitat Burung berdaarkan Tipe Koridor
Analisis Keanekaragaman Jenis Burung
Analisis Vegetasi
Peta Distribusi Keanekaragaman Jenis Burung
Analisis Rencana pengelolaan Lanskap Jalur Kereta Rel Listrik (KRL) Bogor–Jakarta Kota sebagai Koridor Pergerakan Bururng
Sintesis Gambar 2. Bagan alir penelitian Metode Penelitian Analisis Distribusi Tipe Koridor Kegiatan penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan metode analisis karakteristik struktur lanskap dengan mendigitasi peta penutupan lahan kawasan jalur kereta rel listrik (KRL) Bogor – Jakarta Kota yang bersumber dari data image beresolusi tinggi dari citra IKONOS pada Google Earth. Kemudian dengan menggunakan software ArcGIS sehingga diperoleh peta distribusi tipe koridor. Selain itu, proses survei yang dilakukan dengan memilih 20 tapak yang diperkirakan menjadi stop area pergerakan populasi burung. Setelah didapat peta distribusi tipe koridor lanskap, maka lanskap jalur kereta tersebut dibagi menjadi lima segmen untuk memudahkan dalam penyampaian informasi. Pembagian segmen tersebut dilakukan secara visual menggunakan bantuan Google Earth dan groundcheck sehingga terbagi menjadi lima segmen dengan kriteria kesamaan proporsi antar RTH dan ruang terbangun. Kriteria tipe linear corridor pada studi ini mengacu pada kriteria dari Hilty et al. (2006) dan (Forman dan Godron 1984) dengan modifikasi adalah: 1. Dimensi untuk koridor yang berbentuk continuous adalah 61 m x 91.5 m untuk koridor yang baik bagi habitat burung; 2. Lebar dari koridor yang berbentuk continuous minimal 75 m; dan 3. Bentuk koridor tidak terputus. Sementara itu kriteria untuk penetapan stepping stone adalah: 1. lebar dari koridor dalam bentuk stepping stone minimal 12 m (Forman dan Godron 1984);
9 panjang antar stepping stone tidak boleh lebih dari 5 m yang disesuaikan dengan jarak maksimal penyebaran tiap spesies burung (Hilty et al. 2006); dan 3. vegetasi dalam stepping stone dapat terdiri dari berbagai jenis tumbuhan, mulai dari ground cover hingga pohon (Hilty et al. 2006). Setelah didapat peta distribusi tipe koridor lanskap, maka lanskap jalur kereta tersebut dibagi menjadi lima segmen dengan kriteria kemiripan karakter dan proporsi antar RTH dan ruang terbangun dalam tiap segmen. Pembagian dari kelima segmen tersebut adalah sebagai berikut: 1. Segmen I (AA’-BB’) diawali dari Stasiun Bogor hingga area RTH dekat jalan Kemang Raya Baru (Kecamatan Cibinong); 2. Segmen II (BB’-CC’) yang merupakan segmen terpanjang yang berawal dari jalan Kemang Raya Baru, kecamatan Cibinong hingga Stasiun Depok; 3. Segmen III (CC’-DD’) dimulai dari Stasiun Depok hingga Stasiun Tanjung Barat; 4. Segmen IV (DD’-EE’) dimulai dari Stasiun Tanjung Barat hingga Stasiun Cawang; dan 5. Segmen V (EE’-FF’) dimulai dari Stasiun Cawang dan berakhir hingga Stasiun Jakarta Kota. Hasil dari peta distribusi koridor tipe linear dan stepping stone akan dipilih masing-masing 10 lokasi sampel untuk analisis keanekaragaman vegetasi dan kelimpahan burung. Dari 10 lokasi sampel tersebut diambil 2 lokasi pada masing-masing segmen dengan satu lokasi sampel koridor berukuran besar (luas minimal 0.4 Ha untuk linear dan 0.1 Ha untuk stepping stone) dan satu lokasi sampel koridor berukuran kecil (luas minimal 144 m2). Sehingga jumlah keseluruhan dari lokasi sampel untuk analisis vegetasi dan keanekaragaman burung adalah 20. 2.
Analisis Keanekaragaman Vegetasi Metode transek yang digunakan pada penelitian ini digunakan untuk analisis keanekaragaman vegetasi dengan luas pengambilan sampel berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 20x20 m. Pada metode transek untuk analisis keanekaragaman vegetasi perlu dipersiapkan bahan dan alat sebagai berikut (Kusmana 1997): 1. menetapkan ekosistem tapak pada berbagai formasi; 2. menyediakan peta lokasi dan peta penutupan lahan; 3. tali plastik sepanjang 60 m; 4. alat ukur tinggi pohon seperti Abney level atau Klinometer; 5. alat ukur diameter pohon seperti pita meter 100 cm; 6. meteran 20 m; 7. patok dengan tinggi 1m; 8. alat tulis; 9. kompas; dan 10. pengenal jenis pohon.
10 Setelah persiapan alat dan bahan untuk melakukan pengambilan sampel, berikut adalah tahapan dalam kegiatan transek vegetasi: 1. menentukan lokasi jalur yang akan diambil sampelnya (unit contoh) di atas peta; 2. membuat contoh unit jalur dengan desain seperti gambar 3; dan 3. mengidentifikasi jenis dan jumlah serta mengukur diameter (DBH) dan tinggi untuk tingkat tiang dan pohon, sedangkan untuk tingkat semai dan pancang hanya mengidentifikasi jenis dan jumlah saja. Parameter yang ingin diketahui dari kegiatan analisis vegetasi ini adalah sebagai berikut (Gambar 3): 1. Petak contoh semai (2m x 2m): komposisi jenis, jumlah individu setiap jenis; 2. Petak contoh pancang (5m x 5m): komposisi jenis, diameter setinggi dada (Dbh); 3. Petak contoh tiang (10m x 10m): komposisi jenis, diameter setinggi dada (Dbh), tinggi tajuk; dan 4. Petak contoh pohon (20m x 20m): komposisi jenis, diameter setinggi dada (Dbh), tinggi tajuk. Adapun batasan tingkat pertumbuhan vegetasi yang dibatasi pada jenis pohon, yaitu: 1. Semai (Seedlings) merupakan tumbuhan yang mempunyai tinggi kurang dari 1,5m. dalam kelompok ini termasuk semai pohon; 2. Pancang (Saplings) merupakan tumbuhan yang mempunyai diameter batang kurang dari 10 cm dan tinggi lebih dari 1,5m. dalam kelompok ini termasuk pula perdu, dan anakan pohon; 3. Tiang (Poles) adalah pohon yang mempunyai diameter batang antara 1020 cm. dengan batasan ini tumbuhan memanjat, berkayu, palmae dan bambu yang mempunyai diameter seperti ketentuan tersebut termasuk dalam kelompok ini; dan 4. Pohon (Tree) adalah tumbuhan yang mempunyai diameter batang >20 cm. a
a b
d
b c
c c d
b
Arah jalur
d
a Gambar 3. Desain unit contoh transek vegetasi Keterangan: a. petak contoh semai (2x2 m) b. petak contoh pancang (5x5 m) c. petak contoh tiang (10x10 m) d. petak contoh pohon (20x20 m)
Parameter dalam analisis keanekaragaman vegetasi berdasarkan data transek diatas menggunakan pengukuran kerapatan (individu/ha), frekuensi dan dominasi (m2/ha) yang selanjutnya akan dihitung Indeks Nilai Penting (INP) untuk mengetahui jenis dan tingkat tumbuhan yang dominan serta perhitungan
11 Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner dari masing-masing jenis vegetasi yang tercatat sebagai berikut: 1. kerapatan jenis Kerapatan (K) =
∑
K Relatif (KR) = 2. frekuensi
∑
Frekuensi (F) =
F Relatif (FR)
∑
=
3. dominasi Dominasi (D)
=
D Relatif (DR) = 4. indeks nilai penting INP = KR+FR+DR 5. indeks keanekaragaman Shannon-Wienner H’=-∑ (log e Pi) Keterangan: H’ =Indeks Shannon-Wienner Pi =kelimpahan relatif dari spesies ke-I Nt =jumlah total untuk semua individu
Ni=jumlah total spesies ke-I Pi2=(Ni/Nt)2
Berdasarkan hasil dari perhitungan Indeks Keragaman Shannon-Wiener didapat beberapa kriteria tingkat keragamannya sebagai berikut: 1. 0-1 = tingkat keragaman rendah; 2. 1-3 = tingkat keragaman sedang;dan 3. >3 = tingkat keragaman tinggi. Analisis Kelimpahan Jenis Burung Sedangkan pengamatan untuk analisis keanekaragaman jenis burung dilakukan secara langsung. Pengambilan data menggunakan metode titik hitung atau IPA (Indices Ponctuel d’Abondance) dengan modifikasi. Pada setiap segmen penelitian dibuat 4 lokasi pengamatan dengan radius 30 m (Gambar 4). Pengambilan data dilakukan sebanyak dua kali ulangan dengan batasan waktu, yaitu pengamatan pada pukul 06.00–10.00 WIB dan pukul 16.00–18.00 WIB (Pradana 2007). Waktu pengamatan pada setiap titik adalah sepuluh menit. Seluruh jenis yang ditemukan dicatat berserta aktivitas yang dilakukan burung tersebut. Berikut adalah desain contoh unit petakan dalam transek satwa yang digunakan untuk menganalisis habitat burung:
30 m
Gambar 4. Desain unit contoh transek satwa Keterangan:
= posisi pencatat
12
HASIL PENELITIAN Gambaran Situasional dari Lokasi Penelitian Lanskap jalur kereta rel listrik (KRL) Bogor–Jakarta Kota sepanjang 60 km dengan lebar 1 km memiliki potensi sebagai koridor pergerakan burung, baik burung migran maupun burung yang menyebar secara dispersal. Lanskap jalur KRL tersebut melintasi beberapa kabupaten dan kota. Diantaranya Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok dan Kota DKI Jakarta. Masing-masing kota dan kabupaten memiliki karakteristik yang berbeda. Secara spesifik kondisi umum dari masing-masing kota dan kabupaten tersebut adalah: 1. Kota Bogor Kota Bogor terletak di antara 106°43’30”–106°51’00” BT dan 30’30”–6°41’00” LS. Kota Bogor dengan luas 11 850 Ha ini dihuni lebih dari 820 707 jiwa. Curah hujan rata-rata 4 000 mm/tahun. Bentang alam Kota Bogor merupakan daerah perbukitan bergelombang dengan ketinggian yang bervariasi antara 190 s/d 350 m diatas permukaan laut dengan kemiringan lereng berkisar 0–2 % (datar) seluas 1 763.94 Ha, 2– 15 % (landai) seluas 8 091.27 Ha, 15–25 % (agak curam) seluas 1 109.89 Ha, 25–40 % (curam) seluas 764.96 Ha, dan >40 % (sangat curam) seluas 119.94 Ha. Temperatur rata-rata tahunan kota Bogor berada pada 23 °C– 30 °C dengan kelembaban rata-rata tahunan 84.92 %. 2. Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor memiliki bentang alam yang cukup signifikan, yaitu ditandai dengan kelas kelerengan yang berada pada kisaran 0 % – lebih dari 40% dan berada pada ketinggian dominan pada 0–300 m diatas permukaan laut. Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor secara keseluruhan didominasi oleh permukiman. 3. Kota Depok Kota Depok terletak pada koordinat 6°19’00”–6°28’00” LS dan 106°43’00”–106°55’30” BT. Bentang alam kota depok dari selatan ke utara merupakan daerah dataran rendah dan bergelombang dengan elevasi antara 50–140 m diatas permukaan laut serta memiliki kemiringan lereng kurang dari 15 % (relatif datar sampai agak curam). Temperatur umum kota Depok berkisar antara 24.3 °C–33 °C dengan kelembaban rata-rata 49.8 %. Curah hujan kota Depok sebesar 2 684 mm/tahun. 4. Kota DKI Jakarta Kota DKI Jakarta terletak pada koordinat 5°19’12”–6°23’54” LS dan 106°22’42”–106°58’18” BT. Temperatur rata-rata tahunan kota DKI Jakarta berada pada 28,6°C dengan kelembaban rata-rata tahunan 74,9 %. Curah hujan kota DKI Jakarta sebesar 1 614.1 mm/tahun. DKI Jakarta sebagian besar memiliki topografi yang relatif datar, dengan ketinggian rata-rata 0–50 m diatas permukaan laut dan sebagian besar wilayahnya memiliki kemiringan rata-rata sebesar 0–3 % dan beberapa bagian lainnya memiliki kemiringan diatas 3%.
13 Distribusi Koridor berdasarkan Tipe Linear Corridor dan Stepping Stone Distribusi koridor berdasarkan tipe linear corridor dan stepping stone secara spasial disajikan pada Gambar 5. Terdapat 63 koridor linear yang teridentifikasi dengan total luas 557.536,5 m2 dengan luas maksimum 11.841 m2, dan luas minimum 6.152,15 m2 dan luas rata-rata 8.996,6 m2. Sementara pada stepping stone yang teridentifikasi berjumlah 888 dengan total luas 853.993,6 m2 dengan luas maksimum 977,5 m2 dan luas minimum adalah 251,9 m2 dengan luas rata-rata 614,7 m2. Distribusi jumlah, luas total, luas maksimum, luas minimum, luas rata-rata dari tipe linear corridor dan stepping stone yang teridentifikasi disajikan pada Gambar 6 – 10.
Gambar 5. Distribusi koridor pada lanskap jalur KRL Bogor-Jakarta Kota
14
Gambar 6. Distribusi jumlah koridor berdasarkan tipe linear corridor dan stepping stone pada tiap segmen
Gambar 7. Distribusi luas total koridor berdasarkan tipe linear corridor dan stepping stone pada tiap segmen
15
Gambar 8. Distribusi luas maksimum koridor berdasarkan tipe linear corridor dan stepping stone pada tiap segmen
Gambar 9. Distribusi luas minimum koridor berdasarkan tipe linear corridor dan stepping stone pada tiap segmen
16
Gambar 10. Distribusi luas rata-rata koridor berdasarkan tipe linear corridor dan stepping stone pada tiap segmen Setelah didapat peta distribusi tipe koridor lanskap, maka lanskap jalur kereta tersebut dibagi menjadi lima segmen untuk memudahkan dalam penyampaian informasi. Pembagian segmen tersebut dilakukan secara visual menggunakan bantuan Google Earth dan groundcheck dengan kriteria kemiripan karakter dan proporsi antar RTH dan ruang terbangun dalam tiap segmen. Secara spesifik pembagian kelima segmen tersebut adalah : 1. Segmen I (AA’-BB’) Segmen I diawali dari Stasiun Bogor hingga area RTH dekat jalan Kemang Raya Baru (Kecamatan Cibinong) yang terlihat pada Gambar 11. Secara keseluruhan kondisi fisik Segmen I masih didominasi oleh ruang terbuka hijau baik yang berada di tepian jalur jalan, sungai maupun jalur kereta. Permukiman penduduk tidak banyak ditemukan namun terdapat beberapa permukiman liar yang berada di tepian sungai Ciliwung yang berada di sekitar jembatan Merah. Permukiman liar ini dapat menyebabkan aliran air sungai Ciliwung terhambat terutama saat debit air dari Bendung Katulampa sedang tinggi yang akan menimbulkan banjir di sekitar permukiman tersebut. Hal ini disebabkan oleh bahu sungai tempat seharusnya pasang surut air terjadi dipenuhi oleh bangunan rumah semi permanen bahkan permanen dan diperparah dengan perilaku masyarakat permukiman tersebut yang membuang sampah rumah tangganya ke sungai. Di segmen ini terdapat beberapa jalur jalan yang ternaungi secara sempurna oleh jajaran pepohonan yang membentuk koridor yang solid seperti di Jalan Ahmad Yani dan Jalan Sudirman. Tajuk pohon yang saling – silang merupakan habitat yang sangat cocok untuk pergerakan burung sehingga pada jalan tersebut terlihat beberapa jenis burung yang melintas. Pada segmen ini area GOR Padjajaran yang dijadikan sebagai titik sampel untuk linear corridor berukuran besar yang selanjutnya dilakukan analisis vegetasi dengan metode transek (Linear B I). Sedangkan untuk titik sampel linear corridor yang berukuran kecil, dipilih lapangan dekat SMA 5 Bogor (Linear K I).
17
Gambar 11. Peta distribusi koridor di segmen I RTH jalur jalan menuju jalan Pemuda dipilih untuk menjadi titik sampel stepping stone yang berukuran kecil (Stepping stone K I) dan RTH sempadan sungai dekat jalan Kemang Raya Baru dipilih sebagai titik sampel stepping stone yang berukuran besar (Stepping stone B I). Area GOR Padjajaran dan lapangan dekat SMA 5 Bogor dipilih karena pada area tersebut keragaman jenis vegetasi yang tumbuh cukup tinggi mulai dari rumput, semak, perdu hingga pohon. Selain itu kondisi lahannya cukup landai dan luas sehingga memudahkan saat pengamatan. Sedangkan RTH jalur jalan menuju jalan Pemuda dan RTH sungai
18 dekat jalan Kemang Raya Baru dipilih karena akses menuju lokasi pengamatan yang mudah dan kondisi lahannya yang landai memudahkan saat pengamatan. 2. Segmen II (BB’-CC’) Segmen II merupakan jalur terpanjang yang berawal dari jalan Kemang Raya Baru, kecamatan Cibinong hingga Stasiun Depok yang terlihat pada Gambar 12. Karakteristik segmen ini dipenuhi oleh permukiman yang tersebar dari Stasiun Cilebut hingga Stasiun Bojong Gede di kanan dan kiri jalur kereta baik yang terencana maupun permukiman liar. Permukiman liar ditemukan di sepanjang bantaran sungai ciliwung yang memiliki kemiringan lahan cukup tinggi yaitu lebih dari 40%. Masyarakat tetap membangun permukiman liar tersebut meskipun telah ada Peraturan Daerah Kota Bogor No 8 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor 2011–2031 yang melarang kegiatan permukiman pada lahan dengan kemiringan lebih dari 40% dan tikugan sungai yang menyebabkan area tersebut rawan longsor. Sedangkan permukiman yang terencana merupakan hunian alternatif bagi masyarakat yang kesehariannya bekerja di Jakarta, Depok dan Bogor. Selain permukiman, di segmen ini juga masih ditemukan pertanian lahan kering seperti kebun buah dan sayur. Jika dianalisis secara visual melalui peta Google Earth, kedua penutupan lahan ini merupakan jenis penutupan lahan yang dominan. Pada segmen ini area kebun jambu dekat Stasiun Bojong Gede merupakan titik sampel linear corridor yang berukuran kecil (Linear K II). Pada titik sampel untuk linear corridor berukuran besar dipilih lokasi RTH dekat Jalan Kemang Raya Baru (Linear B II). RTH jalur jalan menuju Stasiun Bojong Gede dipilih untuk menjadi titik sampel stepping stone yang berukuran besar (Stepping stone B II) dan RTH dekat jalur KRL di jalan Cilebut Raya dipilih sebagai titik sampel stepping stone yang berukuran kecil (Stepping stone K II). Area Kebun Jambu Biji dan RTH dekat jalur KRL di jalan Kemang Raya Baru dipilih karena letaknya yang tepat bersebelahan dengan jalur rel KRL, lahannya yang cukup luas dan lokasinya mudah untuk diakses.
19
Gambar 12. Peta distribusi koridor di segmen II
20
3. Segmen III (CC’-DD’) Segmen III dimulai dari Stasiun Depok hingga Stasiun Tanjung Barat yang terlihat pada Gambar 13. Pada segmen ini terdapat beberapa Universitas yang masih memiliki ruang terbuka hijau yang cukup luas. Diantaranya adalah Universitas Indonesia, Universitas Pancasila dan Universitas Gunadarma. Hal ini turut menyumbang keberadaan koridor habitat burung pada segmen III. Selain itu di sepanjang tepi jalur kereta masih ditumbuhi oleh berbagai jenis pepohonan seperti Glodogan bulat (Polyalthia fragrans, Glodogan tiang (Polyalthia longifolia), Kasia (Cassia surattensis), Mahoni (Swietenia mahogani), Bunga kupu-kupu (Bauhinia purpurea) dan Tabebuia (Tabebuia chrysotricha) yang membentuk linear corridor meskipun lebar dari koridor ini tidak terlalu besar.
Gambar 13. Peta distribusi koridor di segmen III
21 Selain untuk meredam angin dan suara dari kereta yang melintas, keberadaan jajaran pepohonan tersebut juga dapat menambah keteduhan di sekitar jalur kereta yang berebelahan dengan jalur Jalan Lenteng Agung dan Jalan Raya Tanjung Barat. Titik sampel stepping stone berukuran besar yang digunakan pada segmen ini terletak di taman kota Depok dekat Universitas Indonesia (Stepping stone B III). Sedangkan untuk titik sampel stepping stone berukuran kecil dipilih parkiran Stasiun Depok Baru (Stepping stone K III). Hutan UI dipilih sebagai titik sampel untuk linear corridor yang berukuran besar (Linear B III) dan RTH sekitar Setu Depok dipilih sebagai titik sampel linear corridor yang berukuran kecil (Linear K III). Lokasi tersebut dipilih karena aksesnya yang mudah dijangkau, kondisi keragaman vegetasinya cukup tinggi. 4. Segmen IV (DD’-EE’) Segmen IV merupakan lanjutan dari segmen III yaitu dari Stasiun Tanjung Barat hingga Stasiun Cawang yang terlihat pada Gambar 14. Perubahan suasana mulai terasa saat memasuki segmen ini karena area ini didominasi oleh area perdagangan, permukiman dan perkantoran, namun di beberapa titik masih ditemukan RTH, seperti RTH Taman Makam Pahlawan dan hutan kota Tebet. Area perdagangan dan perkantoran tersebut menimbulkan dampak pada tingginya temperatur udara dan polusi sehingga menimbulkan rasa kurang nyaman saat melintasi segmen ini. Keberadaan beberapa titik RTH pada segmen IV turut menyumbang lokasi yang berpotensi sebagai habitat koridor pergerakan burung. Lapangan dekat Stasiun Cawang yang dijadikan sebagai titik sampel untuk stepping stone berukuran besar (Stepping stone B IV). Sedangkan titik sampel stepping stone berukuran kecil, parkiran Stasiun Tanjung Barat adalah lokasi yang dipilih (Stepping stone K IV). Taman Kota Pasar Minggu dipilih sebagai titik sampel untuk linear corridor berukuran kecil (Linear K IV) dan Taman Tebet dipilih sebagai titik sampel linear corridor berukuran besar (Linear B IV). Titik sampel tersebut dipilih dengan tujuan mendapatkan keragaman lokasi titik sampel. Selain itu di lokasi tersebut keragaman vegetasi yang akan diidentifikasinya cukup tinggi dan kemiringan lahannya pun cukup landai.
22
Gambar 14. Peta distribusi koridor di segmen IV 5. Segmen V (EE’-FF’) Segmen V berakhir sampai Stasiun Jakarta Kota yang terlihat pada Gambar 15. Pada segmen ini karakteristik permukiman dan perkantoran pusat kota sangat terasa. Namun terdapat beberapa taman kota yang mengidentifikasi adanya koridor pergerakan burung. Koridor habitat burung yang terbentuk di segmen ini didominasi oleh koridor dengan lebar yang kecil dan memanjang karena hanya terdiri dari jajaran pepohonan seperti Glodogan bulat (Polyalthia
23 fragrans), Glodogan tiang (Polyalthia longifolia), Mahoni (Swietenia mahogani), Ki Hujan (Samanea saman) dan Angsana (Pterocarpus indicus) yang tumbuh di tepi jalan raya yang berdekatan dengan jalur rel KRL. Beberapa RTH yang turut membentuk koridor habitat burung tersebut contohnya Taman Monas, Taman Menteng dan Taman Suropati. Beberapa taman tersebut memang sengaja dibuat untuk menghadirkan burung di kawasan pusat kota sehingga dapat pula berfungsi sebagai pelepas penat bagi warga kota yang dinamis. Pengelolaan taman- taman kota tersebut dapat dikatakan cukup baik, karena berada di bawah pengawasan Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta yang memiliki anggaran cukup tinggi untuk pengelolaannya.
Gambar 15. Peta distribusi koridor di segmen V
24 Pada segmen ini, area Taman Suropati yang dijadikan sebagai titik sampel linear corridor berukuran kecil (Linear K V). Sedangkan area Taman Monas dipilih sebagai titik sampel linear corridor berukuran besar ( Linear B V). RTH Masjid Istiqlal dipilih sebagai titik sampel stepping stone berukuran kecil (Stepping stone K V) dan Lapangan Banteng dijadikan sebagai titik sampel stepping stone berukuran besar (Stepping stone B V). Area tersebut dipilih karena lokasinya yang strategis dan memiliki beragam jenis vegetasi mulai dari rumput, semak, perdu hingga pohon tinggi. Keanekaragaman Vegetasi pada Kedua Tipe Koridor Keanekaragaman pada lima titik sampel di masing-masing segmen bervariasi. Mulai dari tingkat keragaman rendah hingga sedang. Nilai Indeks Shannon tertinggi tercatat pada lokasi pengamatan stepping stone berukuran kecil Segmen I. Sedangkan keanekaragaman terendah terdapat pada titik pegamatan linear corridor berukuran kecil Segmen V (Tabel 2). Berdasarkan Indeks Nilai Pentingnya, linear corridor didominasi oleh Teh-tehan, Lamtoro Angsana dan Mahoni. Sedangkan stepping stone didominasi oleh Rumput gajah, Mahoni dan Lamtoro (Tabel 3).
Tabel 2. Distribusi keanekaragaman vegetasi (Indeks Shannon) Linear Corridor Stepping stone Segmen Kecil Besar Kecil Besar Segmen I 1.30 0.98 1.91 0.66 Segmen II 1.14 0.60 0.90 1.20 Segmen III 1.15 1.49 0.98 0.71 Segmen IV 1.28 1.20 0.61 0.92 Segmen V 0.28 1.18 1.30 1.40
Tabel 3. Distribusi dominansi jenis berdasarkan Indeks Nilai Penting (INP) Linear Corridor Stepping Stone Tingkat Pertumbuhan spesies (INP) spesies (INP) Semai Teh-tehan (194) Rumput gajah (230) Lili paris (130) Ilalang (200) Seruni rambat (130) Kersen (175.65) Pancang Lamtoro (228.82) Mahoni (254.19) Pucuk merah (200) Mangga (206.52) Meranti (198.04) Pangkas kuning (180.48) Tiang Talas (300) Mahoni (199.45) Angsana (300) Jambu biji (199.84) Lamtoro (241.94) Beringin (195.71) Pohon Mahoni (201.96) Lamtoro (226) Tanjung (200) Asam kranji (178) Lamtoro (161) Dadap merah (143.94)
25 Secara spesifik hasil analisis vegetasi pada kelima lokasi pengamatan masing-masing segmen adalah : 1. Segmen I (AA’-BB’) Terdapat 41 jenis tanaman yang tercatat pada lokasi pengamatan di segmen I yang tersebar dari tingkat pertumbuhan semai hingga pohon. Pada segmen I terdapat empat lokasi pengamatan, yaitu area GOR Padjajaran (linear corridor berukuran besar), lapangan dekat SMA 5 Bogor (linear corridor yang berukuran kecil), RTH jalur jalan menuju jalan Pemuda (stepping stone yang berukuran kecil) dan RTH sempadan sungai dekat jalan Kemang Raya Baru (stepping stone yang berukuran besar). Vegetasi pada lokasi linear corridor berukuran besar didominasi oleh Lamtoro (Laucaena glauca), Pisang (Musa sp.) dan Mengkudu (Morinda citrifolia). Secara keseluruhan area linear corridor berukuran besar memiliki keragaman sebesar 0,98 yang menunjukkan tingkat keragaman rendah (Tabel 4). Sedangkan untuk vegetasi pada lokasi linear corridor berukuran kecil didominasi oleh Pisang (Musa sp.) dan Mangga (Mangifera indica). Secara keseluruhan area linear corridor berukuran kecil memiliki keragaman sebesar 1,30 yang menunjukkan tingkat keragaman sedang yang terlihat pada Tabel 5. Sementara itu vegetasi yang teridentifikasi pada lokasi stepping stone berukuran besar didominasi oleh Lamtoro (Laucaena glauca), Ilalang (Imperata cylindrica) dan Bungur (Largerstroemia speciosa). Secara keseluruhan area stepping stone berukuran besar memiliki keragaman sebesar 0,66 yang menunjukkan tingkat keragaman rendah yang terlihat pada Tabel 6. Lain halnya dengan vegetasi pada lokasi stepping stone berukuran kecil yang didominasi oleh Jambu Biji (Psidium guajava), Kersen (Muntingia calabura) dan Mangga (Mangivera indica). Secara keseluruhan area stepping stone berukuran kecil memiliki keragaman sebesar 1,91 yang menunjukkan tingkat keragaman sedang yang terlihat pada Tabel 7. Tabel 4. Vegetasi pada linear corridor berukuran besar di segmen I No 1
Tingkat Pertumbuhan Pohon
2
Tiang
3
Pancang
4
Semai
Jenis Vegetasi
INP
Laucaena glauca 161.00 139.00 Morinda citrifolia Musa sp. 142.41 Samanea saman 30.98 Eugenia caryophyllata 36.96 Musa sp. 183.33 Carica papaya 116.67 Pennisetum purpureum 62.82 Neprholepis excalta 34.77 Imperata cylindrica 41.61 Caladium sp. 23.77 Cordyline sp. 26.68 Musa sp. 22.50 Piper betle 13.56 Fatsia japonica 28.13 Acalypha macrophylla 28.13 Codieaum variegtum 18.03 Rata-Rata Indeks Shannon
Indeks Shannon 0.70 0.52
0.64 2.06
0.98
26 Tabel 5. Vegetasi pada linear corridor berukuran kecil di segmen I No 1
Tingkat Pertumbuhan Pohon
2
Tiang
3
Pancang
4
Semai
Jenis Vegetasi
INP
Swietenia mahogani 117.00 Canarium commune 108.00 Acacia auriculiformis 75.00 Cerbera mangas 79.29 Musa sp. 70.54 Swietenia mahogani 65.76 Mangifera indica 32.51 Arthocarpus communis 29.39 Artocarpus heterophyllus 22.51 Musa sp. 156.67 Mangivera indica 143.33 Pennisetum purpureum 47.91 Imperata cylindrica 41.77 Echinochloa colona 41.77 Manihot utilissima 40.42 Ptychosperma macarthurii 30.56 Caladium sp. 24.32 Cordyline sp. 20.28 Musa sp. 20.14 Fatsia japonica 17.77 Ficus benjamina 15.07 Rata-Rata Indeks Shannon
Indeks Shannon 0.90
1.47
0.64 2.16
1.30
Tabel 6. Vegetasi pada stepping stone berukuran besar di segmen I No 1
Tingkat Pertumbuhan Pohon
2
Tiang
3
Pancang
4
Semai
Jenis Vegetasi
INP
Laucaena glauca 226.00 74.00 Muntingia calabura Laucaena glauca 170.53 Fatsia japonica 129.47 Largerstroemia speciosa 163.73 Gigantochloa verticillata 136.27 Imperata cylindrica 187.64 56.19 Solanum nigrum L. Carica papaya 56.17 Rata-Rata Indeks Shannon
Indeks Shannon 0.50 0.65 0.64 0.87
0.66
27 Tabel 7. Vegetasi pada stepping stone berukuran kecil di segmen I No 1
Tingkat Pertumbuhan Tiang
2
Pancang
3
Semai
Jenis Vegetasi
INP
Psidium guajava 73.98 33.36 Manihot utilissima Canarium commune 26.00 Artocarpus heterophyllus 26.00 Nephellium lappaceum 26.00 Laucaena glauca 26.00 26.00 Muntingia calabura 22.64 Syzygium malaccense Ptychosperma macarthurii 20.02 Carica papaya 20.02 Mangivera indica 80.98 Citrus sp. 74.26 Ptychosperma macarthurii 56.18 Carica papaya 50.49 Cordyline sp. 38.09 Muntingia calabura 175.65 Adiantum capillusveneris 99.02 Pedilanthus pringlei 47.86 Caladium sp. 43.08 36.09 Manihot utilissima Capsicum ftutescens 36.09 Alpina purpurata 36.09 Cordyline sp. 36.09 Canna sp. 33.52 Rata-Rata Indeks Shannon
Indeks Shannon 2.12
1.52
2.09
1.91
Indeks Shannon pada linear corridor berukuran besar lebih rendah nilainya jika dibandingkan dengan Indeks Shannon pada linear corridor berukuran kecil. Hal ini menunjukkan titik sampel pada linear corridor berukuran kecil memiliki jumlah jenis vegetasi yang lebih beragam meskipun berbanding terbalik dengan luas areanya. Hal serupa terjadi pula pada stepping stone berukuran besar yang memiliki Indeks Shannon lebih kecil dari stepping stone berukuran kecil. 2. Segmen II (BB’-CC’) Segmen II memiliki empat lokasi pengamatan, yaitu area kebun jambu dekat Stasiun Cilebut (linear corridor yang berukuran kecil), RTH dekat Jalan Kemang Raya Baru (linear corridor berukuran besar), RTH dekat jalur KRL jln Cilebut raya (stepping stone yang berukuran kecil) dan Kebun jambu dekat stasiun Bojong Gede (stepping stone yang berukuran besar). Area kebun jambu dekat Stasiun Bojong Gede (linear corridor yang berukuran kecil) didominasi oleh jenis Jambu Biji (Psidium guajava) dan Angsana (Pterocarpus indicus). Terdapat 14 jenis tanaman yang tercatat pada lokasi tersebut. Pada tingkat pertumbuhan pohon jenis vegetasi tidak ditemukan di lokasi pengamatan. Secara keseluruhan linear corridor Berukuran Kecil
28 memiliki keragaman sebesar 1.14 yang menunjukkan tingkat keragaman sedang yang terlihat pada Tabel 8. Sedangkan RTH dekat Jalan Kemang Raya Baru (linear corridor berukuran besar) didominasi oleh Tanjung (Mimusoph elengi) dan Lamtoro (Laucaena glauca). Secara keseluruhan area linear corridor berukuran besar memiliki keragaman sebesar 0.60 yang menunjukkan tingkat keragaman rendah yang terlihat pada Tabel 9.
Tabel 8. Vegetasi pada linear corridor berukuran kecil di segmen II No 1 2
Tingkat Pertumbuhan Tiang Pancang
3
Semai
Jenis Vegetasi
INP
Pterocarpus indicus 300.00 Psidium guajava 104.35 Musa sp. 98.73 Cordyline sp. 57.79 Hibiscus sp. 35.58 Pennisetum purpureum 43.00 Imperata cylindrica 39.58 Dissotis rotundifolia 38.00 Echinochloa colona 38.00 Eleusin indica 38.00 Heliconia American dwarf 37.61 Neprholepis excalta 26.60 Mimosa pudica 23.66 Mikania micrantha 17.21 Rata-Rata Indeks Shannon
Indeks Shannon 0.00 1.25
2.17
1.14
Tabel 9. Vegetasi pada linear corridor berukuran besar di segmen II No 1
Tingkat Pertumbuhan Pohon
2
Tiang
3
Pancang
4
Semai
Jenis Vegetasi
INP
Mimusoph elengi 200.00 Spatodea champanulata 100.00 Laucaena glauca 241.94 Musa sp. 58.06 Laucaena glauca 93.10 Mimusoph elengi 6.90 Ruelia malacosperma 99.18 Imperata cylindrica 59.18 55.40 Xanthosoma roseum 34.43 Manihot utilissima Codieaum variegtum 26.26 Psidium guajava 25.55 Rata-Rata Indeks Shannon
Indeks Shannon 0.60 0.53 0.41 1.32
0.60
Vegetasi pada lokasi stepping stone berukuran besar didominasi oleh Jambu Biji (Psidium guajava) dan Ilalang (Imperata cylindrica). Secara keseluruhan area stepping stone berukuran besar memiliki keragaman sebesar
29 1.20 yang menunjukkan tingkat keragaman sedang (Tabel 10). Sedangkan vegetasi pada lokasi stepping stone berukuran kecil (RTH dekat jalur KRL jalan Cilebut raya) didominasi oleh Asam Kranji (Pithecellobium dulce), Jabon (Arthocephallus indicus). Secara keseluruhan area stepping stone berukuran kecil memiliki keragaman sebesar 0.90 yang menunjukkan tingkat keragaman rendah (Tabel 11). Tabel 10. Vegetasi pada stepping stone berukuran besar di segmen II No 1
Tingkat Pertumbuhan Tiang
2
Pancang
3
Semai
Jenis Vegetasi
INP
Psidium guajava 199.84 Musa sp. 58.45 Carica papaya 41.71 78.14 Manihot utilissima Cordyline sp. 62.89 Musa sp. 51.11 Psidium guajava 46.80 Carica papaya 22.02 Laucaena glauca 20.66 Hibiscus sp. 18.38 116.56 Imperata cylindrica 83.38 Xanthosoma roseum Hibiscus sp. 68.81 Fatsia japonica 35.95 Rata-Rata Indeks Shannon
Indeks Shannon 0.65
1.57
1.23
1.20
Tabel 11. Vegetasi pada stepping stone berukuran kecil di segmen II No 1
Tingkat Pertumbuhan Pohon
2
Tiang
3
Pancang
4
Semai
Jenis Vegetasi
INP
Pithecellobium dulce 178.00 Bambusa multiplex 74.00 Crescentia cujete 48.00 Arthocephallus indicus 191.59 Swietenia mahogani 60.72 Carica papaya 47.68 Psidium guajava 153.41 Musa sp. 43.57 Swietenia mahogani 39.86 Arundinaria pumila 33.04 Cordyline sp. 30.12 142.94 Xanthosoma roseum Psidium guajava 101.83 Musa sp. 55.23 Rata-Rata Indeks Shannon
Indeks Shannon 0.90
0,64
1.29
0.88
0.90
30 Indeks Shannon pada linear corridor berukuran besar lebih rendah nilainya jika dibandingkan dengan Indeks Shannon pada linear corridor berukuran kecil. Hal ini menunjukkan lokasi sampel pada linear corridor berukuran kecil memiliki jumlah jenis vegetasi yang lebih beragam meskipun berbanding terbalik dengan luas areanya. Lain halnya pada stepping stone berukuran besar memiliki Indeks Shannon lebih kecil dari stepping stone berukuran kecil. 3. Segmen III (CC’-DD’) Titik Pengamatan di Segmen III dilakukan pada empat lokasi pengamatan, yaitu taman kota Depok dekat Universitas Indonesia (stepping stone berukuran besar), parkiran Stasiun Depok Baru (stepping stone berukuran kecil), Hutan UI (linear corridor yang berukuran besar) dan RTH sekitar Setu Depok (linear corridor yang berukuran kecil). Taman kota Depok dekat Universitas Indonesia (stepping stone berukuran besar) memiliki 14 jenis tanaman yang tersebar dari tingkat pertumbuhan semai hingga pohon. Pada lokasi Taman kota Depok dekat Universitas Indonesia didominasi oleh Pangkas Kuning (Duranta sp.) dan Mahoni (Swietenia mahogani). Secara keseluruhan taman kota Depok dekat Universitas Indonesia memiliki keragaman sebesar 0.71 yang menunjukkan tingkat keragaman rendah yang terlihat pada Tabel 12. Sedangkan vegetasi pada lokasi parkiran Stasiun Depok Baru (stepping stone berukuran kecil) didominasi oleh Beringin (Ficus benjamina) dan Dadap Merah (Erythrina cristagali). Secara keseluruhan area stepping stone berukuran kecil memiliki keragaman sebesar 0.98 yang menunjukkan tingkat keragaman rendah yang terlihat pada Tabel 13.
Tabel 12. Vegetasi pada stepping stone berukuran besar di segmen III No 1
Tingkat Pertumbuhan Pohon
2
Tiang
3
Pancang
4
Semai
Jenis Vegetasi
INP
Polyalthia longifolia 106.40 Roystonea regia 59.08 Erythrina cristagali 56.18 Swietenia mahogani 56.13 Bauhinia purpurea 35.38 Mimusoph elengi 32.79 Polyalthia fragran 29.04 Swietenia mahogani 199.45 Polyalthia longifolia 100.55 Duranta sp. 180.48 Manilkara kauki 119.52 Acalypha macrophylla 60.39 Neprholepis excalta 51.84 Echinochloa colona 37.53 Rata-Rata Indeks Shannon
Indeks Shannon 1.09
0.68 0.66 0.40
0.71
Vegetasi yang teramati pada lokasi linear corridor berukuran kecil didominasi oleh Pucuk Merah (Syzygium oleana). Secara keseluruhan area linear corridor berukuran kecil memiliki keragaman sebesar 1.15 yang
31 menunjukkan tingkat keragaman sedang yang terlihat pada Tabel 14. Lain halnya dengan vegetasi yang teramati pada lokasi linear corridor berukuran besar yang didominasi oleh Meranti (Shorea roxburghii) dan Paku Jejer (Neprholepis excalta). Secara keseluruhan area linear corridor berukuran besar memiliki keragaman sebesar 1.49 yang menunjukkan tingkat keragaman sedang yang terlihat pada Tabel 15.
Tabel 13. Vegetasi pada stepping stone berukuran kecil di segmen III No 1
Tingkat Pertumbuhan Pohon
2
Tiang
3
Pancang
4
Semai
Jenis Vegetasi
INP
Erythrina cristagali Bauhinia purpurea Pithecellobium dulce Ficus benjamina Muntingia calabura Pithecellobium dulce
143.94 106.77 49.29 195.71 104.29 103.77 90.64 Bambusa multiplex Jatropha pandurifolia 67.46 38.13 Muntingia calabura Widelia biflora 118.41 Pennisetum purpureum 118.41 63.19 Muntingia calabura Rata-Rata Indeks Shannon
Indeks Shannon 0.90
0.67 1.25
1.09
0.98
Tabel 14. Vegetasi pada linear corridor berukuran kecil di segmen III No 1
Tingkat Pertumbuhan Pohon
2
Tiang
3
Pancang
4
Semai
Jenis Vegetasi
INP
Cocos nucifera 89.68 Pterocarpus indicus 77.32 Ficus benjamina 38.66 Ceiba pentandra 34.06 Swietenia mahogani 34.06 26.22 Syzygium malaccense 150.00 Morinda citrifolia Ptychosperma macarthurii 150.00 Syzygium oleina 170.00 Cordyline sp. 130.00 Sansevieria trifasciata 98.70 Acalypha macrophylla 70.27 Alpinia purpurata 24.87 Hibiscus sp. 23.86 Nothopanax scutellarium 23.86 Carica papaya 18.83 15.36 Syzygium malaccense Ocimum citriodorum 15.36 Rata-Rata Indeks Shannon
Indeks Shannon 1.68
0.69 0.67 1.55
1.15
32 Tabel 15. Vegetasi pada linear corridor berukuran besar di segmen III No 1
Tingkat Pertumbuhan Pohon
2
Tiang
3
Pancang
4
Semai
Jenis Vegetasi
INP
Swietenia mahogani 55.90 Hevea braziliensis 47.80 Laucaena glauca 47.80 38.20 Pometia pinnata 26.15 Shorea roxburghii Largerstroemia speciosa 24.64 19.09 Cassuarina junghuhniana 17.36 Delonix regia 12.53 Samanea saman Wodyetia bifurcata 10.54 Swietenia mahogani 91.04 Terminalia catappa 81.10 Manikara kauki 26.01 26.01 Syzygium malaccense Pometia pinnata 22.53 Maniltoa grandiflora 18.56 Musa sp. 17.37 Fatsia japinoca 17.37 198.04 Shorea roxburghii Swietenia mahogani 62.75 Cordia sebestana 39.22 Neprholepis excalta 104.25 Pennisetum purpureum 60.95 44.75 Xanthosoma roseum Fatsia japonica 29.80 29.26 Heliconia sp. Swietenia mahogani 16.16 Monstera sp. 14.82 Rata-Rata Indeks Shannon
Indeks Shannon 2.10
1.85
0.55
1.46
1.49
Indeks Shannon pada stepping stone berukuran besar lebih rendah nilainya jika dibandingkan dengan Indeks Shannon pada stepping stone berukuran kecil. Hal ini menunjukkan lokasi sampel pada stepping stone berukuran kecil memiliki jumlah jenis vegetasi yang lebih beragam meskipun berbanding terbalik dengan luas areanya. Namun hal sebaliknya terjadi pada Indeks Shannon pada linear corridor berukuran besar yang memiliki nilai lebih tinggi dari Indeks Shannon pada linear corridor berukuran kecil. 4. Segmen IV (DD’-EE’) Titik Pengamatan di Segmen III dilakukan pada empat lokasi pengamatan, yaitu Lapangan dekat Stasiun Cawang (stepping stone berukuran besar), parkiran Stasiun Tanjung Barat (stepping stone berukuran kecil), Taman Kota Pasar Minggu (linear corridor berukuran kecil) dan RTH jalan sekitar Stasiun Cawang (linear corridor berukuran besar).
33 Terdapat 12 jenis tanaman yang tercatat pada lokasi pengamatan Lapangan dekat Stasiun Cawang (stepping stone berukuran besar) yang tersebar dari tingkat pertumbuhan semai hingga pohon. Vegetasi pada lokasi ini didominasi oleh Ilalang (Echinochloa colona) dan Mahoni (Swietenia mahogani). Secara keseluruhan lapangan dekat Stasiun Cawang memiliki keragaman sebesar 0.92 yang menunjukkan tingkat keragaman rendah yang terlihat pada Tabel 16. Vegetasi pada lokasi stepping stone berukuran kecil didominasi oleh Mahoni (Swietenia mahogani) dan Rumput Gajah (Pennisetum purpureum). Secara keseluruhan area stepping stone berukuran kecil memiliki keragaman sebesar 0.61 yang menunjukkan tingkat keragaman rendah yang terlihat pada Tabel 17.
Tabel 16. Vegetasi pada stepping stone berukuran besar di segmen IV No 1
Tingkat Pertumbuhan Pohon
2
Tiang
3
Pancang
4
Semai
Jenis Vegetasi
INP
109.85 Leucaena glauca Mimusoph elengi 59.93 Tectona grandis 31.96 Swietenia mahogani 29.98 Artocarpus heterophyllus 29.97 Acacia auriculiformis 19.98 Terminalia catappa 18.32 180.00 Morinda citrifolia Musa sp. 120.00 Swietenia mahogani 218.96 Ptychosperma macarthurii 43.49 Mimusoph elengi 37.56 Echinochloa colona 200.00 Pennisetum purpureum 150.00 Rata-Rata Indeks Shannon
Indeks Shannon 1.63
0.69 0.68
0.69 0.92
Tabel 17. Vegetasi pada stepping stone berukuran kecil di segmen IV No 1
Tingkat Pertumbuhan Pohon
2
Pancang
3
Semai
Jenis Vegetasi
INP
Delonix regia 106.84 Swietenia mahogani 54.09 39.21 Samanea saman Manilkara kauki 35.38 Terminalia catappa 32.24 Laucaena glauca 32.24 Swietenia mahogani 254.19 Terminalia catappa 45.81 Pennisetum purpureum 230.00 Swietenia mahogani 75.00 Rata-Rata Indeks Shannon
Indeks Shannon 1.61
0.35 0.50 0.61
34 Lokasi linear corridor berukuran besar memiliki vegetasi yang didominasi oleh Pohon Mahoni (Swietenia mahogani). Secara keseluruhan area linear corridor berukuran kecil memiliki keragaman sebesar 1.20 yang menunjukkan tingkat keragaman sedang yang terlihat pada Tabel 18. Sedangkan vegetasi pada lokasi linear corridor berukuran kecil didominasi oleh Mahoni (Swietenia mahogani) dan Teh-tehan (Acalypha macrophylla). Secara keseluruhan area linear corridor berukuran kecil memiliki keragaman sebesar 1.28 yang menunjukkan tingkat keragaman sedang yang terlihat pada Tabel 19.
Tabel 18. Vegetasi pada linear corridor berukuran besar di segmen IV No 1
Tingkat Pertumbuhan Pohon
2
Tiang
3
Pancang
4
Semai
Jenis Vegetasi
INP
Swietenia mahogani 201.96 Polyathia longifolia 50.36 Mangifera indica 22.36 Samanea saman 25.32 Areca catechu 97.00 Mimusoph elengi 91.00 74.00 Samanea saman Averrhoa bilimbi 38.00 Swietenia mahogani 88.52 Mimusoph elengi 73.50 Polyalthia longifolia 24.81 Ptychosperma macarthurii 24.81 Butia capitata 18.85 Mangifera indica 20.70 Averrhoa bilimbi 31.40 Cordia sebestana 17.41 Pennisetum purpureum 130.00 Chlorophytum sp. 130.00 Widelia biflora 130.00 Echinochloa colona 89.00 Rata-Rata Indeks Shannon
Indeks Shannon 0.67
1.04
1.90
1.20
1.20
Indeks Shannon pada stepping stone berukuran besar lebih tinggi nilainya jika dibandingkan dengan Indeks Shannon pada stepping stone berukuran kecil. Hal ini menunjukkan lokasi sampel pada stepping stone berukuran besar memiliki jumlah jenis vegetasi yang lebih beragam. Sedangkan hal sebaliknya terjadi pada linear corridor berukuran kecil yang memiliki nilai Indeks Shannon lebih tinggi dari linear corridor berukuran besar. Meskipun perbedaan nilai Indeks Shannon keduanya tidak terlampau signifikan.
35 Tabel 19. Vegetasi pada linear corridor berukuran kecil di segmen IV No 1
Tingkat Pertumbuhan Pohon
2
Tiang
3
Pancang
4
Semai
Jenis Vegetasi
INP
Swietenia mahogani 138.39 Polyalthia longifolia 22.91 Artocarpus heterophyllus 45.66 Ficus benjamina 40.44 27.36 Terminalia catappa Manikara kauki 25.23 124.00 Swietenia mahogani Cordia sebestana 63.00 23.00 Psidium guajava Ptychosperma macarthurii 23.00 Mimusoph elengi 23.00 Artocarpus heterophyllus 23.00 Cassia surattensis 20.00 Pleomele angustifolia 110.00 Swietenia mahogani 101.96 Averrhoa bilimbi 46.25 Manikara kauki 41.79 Acalypha macrophylla 194.00 Cordyline sp. 53.00 Nothopanax scutellarium 53.00 Rata-Rata Indeks Shannon
Indeks Shannon 1.47
1.64
1.15
0.87
1.28
5. Segmen V (EE’-FF’) Pada segmen ini terdapat empat lokasi pengamatan, yaitu area Taman Suropati (linear corridor berukuran kecil), area Taman Monas (linear corridor berukuran besar), RTH Masjid Istiqlal (stepping stone berukuran kecil) dan Lapangan Banteng (stepping stone berukuran besar). Tanaman pada Taman Suropati didominasi oleh jenis Talas (Xanthosoma roseum) dan Palem Hijau (Ptychosperma macarthurii). Terdapat 12 jenis tanaman yang tercatat pada lokasi tersebut. Secara keseluruhan Taman Suropati memiliki keragaman sebesar 0.28 yang menunjukkan tingkat keragaman rendah yang terlihat pada Tabel 20. Vegetasi pada lokasi linear corridor berukuran besar didominasi oleh Jakaranda (Jacaranda acutifolia H.B.) dan Pucuk Merah (Syzygium oleina). Secara keseluruhan area linear corridor berukuran besar memiliki keragaman sebesar 1.18 yang menunjukkan tingkat keragaman sedang (Tabel 21). Sedangkan vegetasi pada lokasi Lapangan Banteng (stepping stone berukuran besar) didominasi oleh Pinang (Areca catechu). Secara keseluruhan area stepping stone berukuran besar memiliki keragaman sebesar 1.40 yang menunjukkan tingkat keragaman sedang (Tabel 22). Tidak ditemukan jenis vegetasi pada tingkat pertumbuhan pancang di lokasi pengamatan ini. Lain halnya dengan vegetasi pada lokasi stepping stone berukuran kecil didominasi oleh Pohon Mangga (Mangifera indica). Secara keseluruhan area stepping stone berukuran kecil memiliki keragaman sebesar 1.30 yang menunjukkan tingkat keragaman sedang (Tabel 23).
36 Tabel 20. Vegetasi pada linear corridor berukuran kecil di segmen V No 1
Tingkat Pertumbuhan Pohon
2 3 4
Tiang Pancang Semai
Jenis Vegetasi
INP
Pterocarpus indicus 186.00 Ficus benjamina 114.29 300.00 Xanthosoma roseum Ptychosperma macarthurii 300.00 Ptychosperma macarthurii 121.72 Philodendron sp. 103.78 Costus sp. 30.93 Aglaonema sp. 96.10 Axonopus compressus 24.68 Hymenocallis speciosa 27.35 Philodendron selloum 28.25 Heliconia sp. 20.05 Rata-Rata Indeks Shannon
Indeks Shannon 0.41 0.00 0.00 0.69
0.28
Tabel 21. Vegetasi pada linear corridor berukuran besar di segmen V No 1
Tingkat Pertumbuhan Pohon
2
Tiang
3
Pancang
4
Semai
Jenis Vegetasi
INP
Bauhinia purpurea 82.11 Samanea saman 80.09 Mimusoph elengi 39.24 Polyalthia longifolia 27.38 Tectona grandis 22.02 Cerbera mangas 19.59 Largerstroemia speciosa 14.79 Barringtonia asiatica 14.79 Jacaranda acutifolia H.B. 177.00 Mangifera indica 47.00 Cordia sebestana 'Aurea' 30.00 Averhoa bilimbi 23.00 Samanea saman 23.00 Syzygium oleina 200.00 Ficus benjamina 100.00 Chrysalidocarpus lutescens 85.95 Pennisetum purpureum 83.17 Osmoxylum lineare 57.71 Cordyline sp. 54.79 Acalypha macrophylla 18.38 Rata-Rata Indeks Shannon
Indeks Shannon 1.75
1.00
0.56 1.40
1.18
37 Tabel 22. Vegetasi pada stepping stone berukuran besar di segmen V No 1
Tingkat Pertumbuhan Pohon
2
Tiang
3
Semai
Jenis Vegetasi
INP
Swietenia mahogani 82.41 Ptychosperma macarthurii 73.01 Spatodea champanulata 70.90 Syzygium oleina 52.12 Tamarindus indica 31.07 Acacia auriculiformis 31.07 Polyalthia fragran 31.07 Polyalthia longifolia 25.94 Areca catechu 100.00 Bauhinia purpurea 75.00 Mimusophs elengi 75.00 Acacia auriculiformis 50.00 Canna sp. 90.29 Osmoxylum lineare 85.58 Hymenocallis speciosa 43.19 Aechmea sp. 42.83 Acalypha macrophylla 38.12 Rata-Rata Indeks Shannon
Indeks Shannon 1.82
1.00
1.13
1.40
Tabel 23. Vegetasi pada stepping stone berukuran kecil di segmen V No 1
Tingkat Pertumbuhan Pohon
2
Tiang
3
Pancang
4
Semai
Jenis Vegetasi
INP
Pterocarpus indicus 112.55 Laucaena glauca 47.82 Ficus sp. 53.35 Khaya senegalensis 43.14 Spatodea champanulata 43.14 Mangifera indica 115.00 Barringtonia asiatica 42.00 Ptychosperma macarthurii 40.00 Diospyros blancoi 31.00 Khaya senegalensis 14.00 Tectona grandis 14.00 Polyalthia longifolia 14.00 Mimusophs elengi 14.00 Arthocarpus integra 14.00 Mangifera indica 206.52 Barringtonia asiatica 51.09 Laucaena glauca 42.39 Mangifera indica 107.00 Ptychosperma macarthurii 74.57 Acalypha macrophylla 52.25 Polyalthia longifolia 41.31 Carica papaya 24.88 Rata-Rata Indeks Shannon
Indeks Shannon 1.39
2.00
0.74
1.47
1.30
38 Indeks Shannon pada stepping stone berukuran besar lebih tinggi nilainya jika dibandingkan dengan Indeks Shannon pada stepping stone berukuran kecil. Hal ini menunjukkan titik sampel pada stepping stone berukuran besar memiliki jumlah jenis vegetasi yang lebih beragam. Hal serupa terjadi pula pada linear corridor berukuran besar yang memiliki nilai Indeks Shannon lebih tinggi dari linear corridor berukuran kecil. Meskipun perbedaan nilai Indeks Shannon keduanya tidak terlampau signifikan. Kelimpahan Jenis Burung pada Kedua Tipe Koridor Kelimpahan jenis burung di lima lokasi pengamatan di masing-masing segmen bervariasi. Hal ini disebabkan adanya perbedaan vegetasi dan perbedaan luas dari masing-masing koridor yang tercatat. Selain itu tingkat keanekaragaman dari vegetasi pembentuk suatu koridor pun turut mempengaruhi keberadaan jenis burung. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap 20 lokasi sampel pada kelima segmen ditemukan bahwa tingkat kelimpahan jenis burung tertinggi terdapat di lokasi pengamatan stepping stone berukuran kecil pada Segmen 5 (RTH Masjid Istiqlal), yaitu 14 jenis yang tercatat dan tingkat kelimpahan jenis burung terendah terdapat di lokasi pengamatan stepping stone berukuran kecil Segmen II (RTH dekat jalur KRL jalan Cilebut Raya) dan Segmen IV (Parkiran Stasiun Tanjung Barat), yaitu 6 jenis yang tercatat. Sedangkan pada linear corridor, jumlah kelimpahan tertinggi pada linear corridor berukuran besar Segmen II sebanyak 12 jenis dan kelimpahan terendah tercatat pada linear corridor berukuran besar Segmen I dan linear corridor berukuran kecil Segmen III sebanyak 7 jenis. Distribusi kelimpahan jenis burung yang ditemukan pada 20 lokasi pengamatan baik pada linear corridor maupun stepping stone dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24. Distribusi kelimpahan jenis burung Segmen Segmen I Segmen II Segmen III Segmen IV Segmen V
Stepping Stone
Linear Corridor
Kecil
Besar
Kecil
Besar
9 6 10 6 14
7 9 9 7 10
8 8 7 9 10
7 12 9 10 11
Berdasarkan status yang dikeluarkan oleh IUCN seluruh jenis burung yang ditemukan berada pada status resiko rendah sehingga memang banyak dijumpai di berbagai kondisi habitat. Sedangkan untuk status yang dikeluarkan oleh pemerintah berdasarkan Undang-Undang No.5 th 1990 dan PP No.7 th 1999, terdapat beberapa jenis yang termasuk didalamnya seperti yang terlihat pada Tabel 25.
39 Tabel 25. Frekuensi Kehadiran Jenis Spesies Tertentu di Tiap Segmen Nama Lokal (Nama Ilmiah) Bentet kelabu * 1 (Lanius schach) Betet biasa 2 (Psittacula alexandri) Bondol haji * 3 (Lonchura maja) Bondol jawa 4 (L. leucogastroides) Bondol peking 5 (Lonchura punctulata) Burung madu kelapa 6 (A. malacensis) Burung madu sriganti 7 (Nectrinia jugularis) Cabai jawa 8 (Dicaeum trochileum) Cekakak jawa 9 (Halcyon cyanoventris) Cinenen jawa 10 (Orthotomus sepium) Cinenen pisang* 11 (Orthotomus sutorius) Cucak Kutilang ** 12 (P.aurigaster) Gereja erasia ** 13 (Passer montanus) Jalak suren 14 (Sturnus contra) Kacamata biasa 15 (Z. palpebrosus) Kapinis rumah 16 (Appus affinis) Kekep babi 17 (A. leucorhynchus) Kepudang kuduk hitam 18 (Oriolus chinensis) Kipasan belang * 19 ( Rhipidura javanica) Layang-layang batu 20 (Hirundo tahitica) Layang-layang loreng * 21 (Hirundo striolata) Manyar jambul * 22 (Ploceus manyar) Merbah cerukcuk 23 (Pycnonotus goiavier) Merpati batu * 24 (Columba livia )
No
Frekuensi Status LI SI LII SII LIII SIIILIV SIV LV SV IUCN UU √
LC √
√
LC
√
LC √
√ √
√ √
√
√ √
√ √
LC
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
LC AB
√
√
√
LC
√
√
LC AB
√
√
LC
√ √
√
√
LC AB √
√
LC LC
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
LC
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
LC
√
√
LC
√
√ √
√
LC
√
LC
√ √
√
LC
√
LC
√ √
√
√
√
√
LC AB √
√
√
LC √
√
√
LC
√
√
LC LC
√
LC
40 Tabel 25. Frekuensi Kehadiran Jenis Spesies Tertentu di Tiap Segmen (Lanjutan) Nama Lokal (Nama Ilmiah) LI Pecuk padi hitam * 25 (P. sulcirostris) Perkutut * 26 (Geopelia striata) Punai gading 27 (Treton vernans) Remetuk laut 28 (Gerygone sulphurea) Sepah kecil * 29 (P. cinnamomeus) Takur ungkut-ungkut 30 (M.haemacephala) Tekukur biasa √ 31 (Streptopela chinensis) Walet linci ** √ 32 (Collocalia linchi) Wiwik kelabu * 33 (C. merulinus) Wiwik lurik * 34 (C. sonneratii) Total 10
No
Ket:
Frekuensi Status SI LII SII LIII SIIILIV SIV LV SV IUCN UU √
LC
√
LC
√
√
√
√
√
√
LC
√
√
LC
√
LC √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
LC
√
√
√
√
LC
√
√
√
√
LC
√
LC √
11 13
9 13 11 14
LC 9 15 15
* hanya terdapat di satu lokasi ** terdapat di semua lokasi IUCN = LC : Least Concern (Resiko Rendah) UU =A :UU no. 5 th 1990 =B :PP no. 7 th 1999
Secara spesifik hasil analisis kelimpahan jenis burung pada kelima titik pengamatan masing-masing segmen adalah : 1. Segmen I Pada segmen I terdapat empat lokasi pengamatan, yaitu area GOR Padjajaran (linear corridor berukuran besar), lapangan dekat SMA 5 Bogor (linear corridor yang berukuran kecil), RTH jalur jalan menuju jalan Pemuda (stepping stone yang berukuran kecil) dan RTH sempadan sungai dekat jalan Kemang Raya Baru (stepping stone yang berukuran besar). Jenis burung yang teridentifikasi pada lokasi pengamatan linear corridor berukuran besar berjumlah 7 jenis (Tabel 25). Sebagian besar jenis burung tersebut teramati saat sedang terbang. Namun terdapat beberapa jenis yang teramati saat sedang bertengger di pepohonan seperti Tekukur Biasa di Kecrutan (Spatodea champanulata) dan Kelapa (Cocos nucifera) serta Cucak Kutilang di Mahoni (Swietenia mahogani). Pada lokasi pengamatan linear corridor berukuran kecil terdapat 8 jenis burung yang teridentifikasi (Tabel 25). Beberapa jenis burung tersebut teramati saat sedang terbang, seperti Bondol Jawa, Walet Linci, Cinenen Jawa dan Layang-Layang Batu. Terdapat beberapa jenis yang teramati saat sedang bertengger di pepohonan seperti Cabai Jawa di Kersen (Muntingia calabura)dan Merbah Cerukcuk di Cengkah (Eugenia caryophyllata) serta Cucak Kutilang di Bunga Kupu-Kupu (Bauhinia purpurea). Sedangkan pada lokasi pengamatan stepping stone berukuran besar teridentifikasi 7 jenis burung (Tabel 25). Beberapa jenis burung tersebut teramati
41 saat sedang terbang, seperti Cucak Kutilang, Walet Linci, Cinenen Jawa dan Layang-Layang Loreng. Terdapat beberapa jenis yang teramati saat sedang bertengger di pepohonan seperti Cabai Jawa di Alpukat (Persea americana) dan Bondol Jawa yang teramati saat mencari makan di rerumputan dan semak. Terdapat pula yang teramati saat bertengger di kabel listrik seperti Burung Gereja Erasia. Lain halnya pada lokasi pengamatan stepping stone berukuran kecil, teridentifikasi 8 jenis burung (Tabel 25). Sebagian besar jenis burung tersebut teramati saat sedang terbang, seperti Cucak Kutilang, Walet Linci, Cabai Jawa, Tekukur Biasa dan Layang-Layang Batu. Terdapat beberapa jenis yang teramati saat sedang bertengger di pepohonan seperti Merbah Cerukcuk di Alpukat(Persea americana) dan Bondol Haji yang teramati saat mencari makan di rerumputan dan semak. 2. Segmen II Pada segmen II dipilih empat lokasi pengamatan, yaitu RTH dekat Jalan Kemang Raya Baru (linear corridor berukuran besar), area kebun jambu dekat Stasiun Bojong Gede (linear corridor yang berukuran kecil), RTH jalur jalan menuju Stasiun Bojong Gede (stepping stone yang berukuran besar) dan RTH jalur KRL di jalan Cilebut Raya (stepping stone yang berukuran kecil). Lokasi pengamatan stepping stone berukuran besar memiliki 9 jenis burung yang teridentifikasi (Tabel 25). Beberapa jenis burung yang teramati saat sedang terbang yaitu Tekukur Biasa, Walet Linci, Wiwik Lurik dan Cekakak Jawa. Terdapat beberapa jenis yang teramati saat sedang bertengger di pepohonan seperti Cucak Kutilang di Akasia (Acacia auriculiformis), Cabai Jawa di Lamtoro (Laucaena glauca) dan Bondol Peking yang teramati saat mencari makan di semak-semak serta Burung Gereja Erasia yang teridentifiasi saat bertengger di kabel listrik. Pengamatan pada lokasi pengamatan stepping stone berukuran kecil teridentifikasi 6 jenis burung (Tabel 25). Beberapa jenis burung yang teramati saat sedang terbang yaitu Walet Linci dan Bondol Peking. Terdapat beberapa jenis yang teramati saat sedang bertengger di pepohonan seperti Cucak Kutilang dan Burung Madu Sriganti di Jabon (Arthocephallus indicus), Cabai Jawa di Jambu Biji (Psidium guajava) dan Burung Gereja Erasia yang teridentifiasi saat bertengger di kabel listrik. Lokasi pengamatan linear corridor berukuran kecil memiliki kelimpahan jenis burung sebanyak 12 jenis burung (Tabel 25). Beberapa jenis burung yang teramati saat sedang terbang yaitu Tekukur Biasa, Walet Linci, Layang-Layang Batu, Cucak Kutilang, Wiwik Kelabu dan Cekakak Jawa. Terdapat beberapa jenis yang teramati saat sedang bertengger di pepohonan seperti Kekep Babi di Mahoni (Swietenia mahogani), Merbah Cerukcuk di Lamtoro (Laucaena glauca), Perkutut Jawa di Bambu (Bambusa multiplex) dan Burung Gereja Erasia yang teridentifiasi saat bertengger di kabel listrik serta Bondol Peking teramati saat mencari makan di semak-semak. Sedangkan pada lokasi pengamatan linear corridor berukuran kecil memiliki 12 jenis burung yang teridentifikasi (Tabel 25). Beberapa jenis burung yang teramati saat sedang terbang yaitu Kekep Babi, Walet Linci, LayangLayang Batu dan Wiwik Kelabu. Terdapat beberapa jenis yang teramati saat sedang bertengger di pepohonan seperti Cinenen Jawa di Jambu Biji (Psidium
42 guajava), Tekukur Biasa di Belimbing (Averhoa bilimbi) , Cucak Kutilang di Bambu (Bambusa multiplex) dan Layang-Layang Batu yang teridentifiasi saat bertengger di kabel listrik serta bondol peking teramati saat mencari makan di semak-semak. 3. Segmen III Pada segmen III dipilih empat lokasi pengamatan, yaitu area Hutan UI (linear corridor berukuran besar), RTH sekitar Setu Rawa Besar Depok (linear corridor yang berukuran kecil), taman kota Depok dekat Universitas Indonesia (stepping stone yang berukuran besar) dan parkiran Stasiun Depok Baru (stepping stone yang berukuran kecil). Lokasi pengamatan linear corridor berukuran besar memiliki 9 jenis burung yang teridentifikasi (Tabel 25). Beberapa jenis burung yang teramati saat sedang terbang yaitu Kapinis Rumah, Walet Linci, Layang-Layang Batu dan Tekukur Biasa. Terdapat beberapa jenis yang teramati saat sedang bertengger di pepohonan seperti Burung Gereja Erasia di Beringin (Ficus benjamina), Cucak Kutilang di Tanjung (Mimusoph elengi), Burung Madu Kelapa di Sawo (Manilkara zapota) dan Cinenen Jawa di Mangga (Mangifera indica) serta Sepah Kecil teramati saat bertengger di Kapuk (Ceiba pentandra). Lokasi pengamatan linear corridor berukuran kecil teridentifikasi memiliki kelimpahan jenis burung sebanyak 7 jenis burung (Tabel 25). Beberapa jenis burung yang teramati saat sedang terbang yaitu Remetuk Laut, Walet Linci dan Layang-Layang Batu. Terdapat beberapa jenis yang teramati saat sedang bertengger di pepohonan seperti Burung Gereja Erasia di Beringin (Ficus benjamina), Cinenen Pisang di Jambu Bol (Syzygium malaccense), Cabai Jawa di Angsana (Pterocarpus indicus) dan Pecuk Padi Hitam yang teridentifikasi saat tertangkap oleh masyarakat sekitar di tepi setu. Sedangkan pada lokasi pengamatan stepping stone berukuran besar memiliki 9 jenis burung yang teridentifikasi (Tabel 25). Terdapat Beberapa jenis burung yang teramati saat sedang terbang yaitu Cinenen Jawa, Cabai Jawa dan Layang-Layang Batu. Terdapat beberapa jenis yang teramati saat sedang bertengger di pepohonan seperti Burung Gereja Erasia, Cinenen Jawa, Cucak Kutilang dan Remetuk Laut di Lamtoro (Laucaena glauca), Burung Madu Sriganti di Bunga Kupu-Kupu (Bahuhinia purpuea) serta Layang-Layang Batu yang teridentifikasi saat berada di sarangnya (bagian bawah jembatan layang). Hal serupa terjadi pada kelimpahan jenis burung di lokasi pengamatan stepping stone berukuran kecil yang memiliki 10 jenis burung (Tabel 25). Terdapat Beberapa jenis burung yang teramati saat sedang terbang yaitu Walet Linci dan Remetuk Laut. Terdapat beberapa jenis yang teramati saat sedang bertengger di pepohonan seperti Burung Cucak Kutilang, Burung Madu Kelapa, Cucak Kutilang, Kacamata Biasa dan Cabai Jawa di Dadap Merah (Erythrina cristagali), Burung Madu Sriganti di Bunga Kupu-Kupu (Bauhinia purpurea) serta Cinenen Jawa dan Remetuk Laut di Asam Kranji (Pithecellobium dulce). 4. Segmen IV Pada segmen IV dipilih empat lokasi pengamatan, yaitu Taman Tebet (linear corridor berukuran besar), Taman Kota Pasar Minggu (linear corridor yang berukuran kecil), Lapangan dekat Stasiun Cawang (stepping stone yang
43 berukuran besar) dan parkiran Stasiun Tanjung Barat (stepping stone yang berukuran kecil). Lokasi pengamatan stepping stone berukuran besar memiliki 7 jenis burung yang teridentifikasi (Tabel 25). Terdapat Beberapa jenis burung yang teramati saat sedang terbang yaitu Walet Linci, Bondol Peking dan Remetuk Laut. Terdapat beberapa jenis yang teramati saat sedang bertengger di pepohonan seperti Tekukur Biasa dan Bentet Kelabu di Bunga Kupu-Kupu (Bauhinia purpurea) serta Cucak Kutilang yang teridentifikasi saat bertengger di Lamtoro (Laucaena glauca). Sedangkan pada lokasi pengamatan stepping stone berukuran kecil memiliki 6 jenis burung yang teridentifikasi (Tabel 25). Terdapat Beberapa jenis burung yang teramati saat sedang terbang yaitu Walet Linci dan Cucak Kutilang. Semantara beberapa jenis lainnya teramati saat sedang bertengger di pepohonan seperti Cabai Jawa di Pohon Bambu (Bambusa multiplex), Burung Gereja Erasia di Mahoni (Swietenia mahogani)dan Remetuk Laut di Ki Hujan (Samanea saman) serta Layang-Layang Batu yang teridentifikasi saat bertengger di tower signal stasiun. Kelimpahan jenis burung pada lokasi pengamatan linear corridor berukuran kecil yaitu terdapat 9 jenis burung (Tabel 25). Terdapat Beberapa jenis burung yang teramati saat sedang terbang yaitu Walet Linci dan Remetuk Laut. Sedangkan beberapa jenis lainnya teramati saat sedang bertengger di pepohonan seperti Cabai Jawa dan Gereja Erasia di Mahoni (Swietenia mahogani), Cucak Kutilang, Cinenen Jawa dan Burung Madu Sriganti di Tanjung (Mimusoph elengi) serta Kipasan Belang dan Burung Madu Kelapa di Asam Kranji (Pithecellobium dulce). Sementara pada lokasi pengamatan linear corridor berukuran besar memiliki 10 jenis burung yang teridentifikasi (Tabel 25). Terdapat Beberapa jenis burung yang teramati saat sedang terbang yaitu Cabai Jawa, Walet Linci dan Cucak Kutilang. Terdapat beberapa jenis lainnya yang teramati saat sedang bertengger di pepohonan seperti Merbah Cerukcuk di Tanjung (Mimusoph elengi), Gereja Erasia dan Tekukur Biasa di Mahoni (Swietenia mahogani), Kacamata Biasa yang bertengger di Ki Hujan (Samanea saman) dan Takur Ungkut-Ungkut teramati saat bertengger di Asam Kranji (Pithecellobium dulce)serta Cinenen Jawa di Eboni (Diospyros celebica). 5. Segmen V Pada segmen V dipilih empat lokasi pengamatan, yaitu area Taman Monas (linear corridor berukuran besar), area Taman Suropati (linear corridor yang berukuran kecil), Lapangan Banteng (stepping stone yang berukuran besar) dan RTH Masjid Istiqlal (stepping stone yang berukuran kecil). Lokasi pengamatan linear corridor berukuran besar memiliki 7 jenis burung yang teridentifikasi (Tabel 25). Terdapat Beberapa jenis burung yang teramati saat sedang terbang yaitu Walet Linci, Jalak Suren dan Cekakak Sungai. Sedangkan beberapa jenis lainnya teramati saat sedang bertengger di pepohonan seperti Gereja Erasia, Cabai Jawa dan Tekukur Biasa yang teramati di Mahoni (Swietenia mahogani), Burung Takur Ungkut-Ungkut dan Manyar Jambul teramati di Bungur (Largerstroemia speciosa), Burung Madu Sriganti teramati di Kecrutan (Spatodea champanulata) dan Merpati Batu yang bertengger di
44 sarangnya serta Cucak Kutilang yang teridentifikasi saat bertengger di Dadap (Erythrina cristagali). Sedangkan pada lokasi pengamatan linear corridor berukuran kecil memiliki 10 jenis burung yang teridentifikasi (Tabel 25). Terdapat Beberapa jenis burung yang teramati saat sedang terbang yaitu Walet Linci, Betet Biasa dan Punai Gading. Sedangkan beberapa jenis lainnya teramati saat sedang bertengger di pepohonan seperti Gereja Erasia dan Cucak Kutilang yang teramati di Lamtoro (Laucaena glauca), Burung Remetuk Laut teramati di Kamboja (Plumeria rubra), Burung Takur Ungkut-Ungkut teramati di Beringin (Ficus benjamina) dan Kepudang Kuduk Hitam yang bertengger di Mahoni (Swietenia mahogani). Hal serupa terjadi pada lokasi pengamatan stepping stone berukuran besar yang memiliki 10 jenis burung (Tabel 25). Beberapa jenis burung teramati saat sedang terbang yaitu Walet Linci dan Punai Gading. Sedangkan beberapa jenis lainnya teramati saat sedang bertengger di pepohonan seperti Takur UngkutUngkut, Cinenen Jawa dan Cucak Kutilang yang teramati di Bunga Kupu-Kupu (Bauhinia purpurea), Burung Cabai Jawa dan Remetuk Laut teramati di Asam Kranji (Pithecellobium dulce), Burung Gereja Erasia teramati saat bertengger di pagar dan Tekukur Biasa yang saat mecari makan di rerumputan. Lain halnya dengan kelimpahan jenis burung pada lokasi pengamatan stepping stone berukuran kecil yang memiliki 13 jenis burung (Tabel 25). Beberapa jenis burung teramati saat sedang terbang yaitu Walet Linci, Betet Biasa, Remetuk Laut dan Kekep Babi. Sedangkan sebagian besar jenis lainnya teramati saat sedang bertengger di pepohonan seperti Cucak Kutilang, Cabai Jawa, Jalak Suren, Cinenen Jawa, Punai Gading dan Takur Ungkut-Ungkut yang teramati di Angsana (Pterocarpus indicus). Sisanya teramati pada Bungur (Largerstroemia speciosa) yaitu Tekukur Biasa dan Kaya (Khaya senegalensis ) yaitu Kepodang Kunduk Hitam serta teradapat pula jenis burung yang teramati saat bertengger di kabel listrik (Layang-Layang Batu). Uji Beda Nyata dari Kedua Tipe Koridor Berdasarkan hasil uji Independent t-test kedua tipe koridor (linear corridor dan stepping stone) diketahui bahwa tidak ada perbedaan nyata antara kelimpahan jenis burung dengan tipe koridor (Lampiran 3). Sedangkan hasil untuk uji Independent t-test pada data Indeks Keanekaragaman vegetasi (Shannon Wiener) menunjukkan hasil yang sama, yaitu tidak ada perbedaan nyata antara keanekaragaman vegetasi dengan kedua tipe koridor (Lampiran 3). Berdasarkan hasil uji Independent t-test kedua ukuran tipe koridor (besar dan kecil) diketahui bahwa tidak ada perbedaan nyata antara kelimpahan jenis burung di koridor berukuran besar dengan kelimpahan jenis burung di koridor berukuran kecil (Lampiran 4). Hasil serupa terjadi pada data Indeks Keanekaragaman vegetasi di kedua ukuran koridor, yaitu tidak ada perbedaan nyata antara keanekaragaman vegetasi di koridor berukuran besar dengan keanekaragaman vegetasi di koridor berukuran kecil (Lampiran 4).
45
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis karakteristik struktur lanskap pada lokasi penelitian menggunakan software ArcGIS 9.3 ditemukan bahwa jumlah jumlah koridor berbentuk stepping stone yang tercatat adalah 888 koridor. Sedangkan jumlah koridor berbentuk linear corridor yang teridentifikasi adalah 63 koridor yang tersebar ke dalam lima segmen dengan presentase bervariasi. Berikut secara spesifik pembahasan pada kelima lokasi pengamatan masing-masing segmen adalah : Segmen I Berdasarkan hasil analisis karakteristik struktur lanskap pada lokasi penelitian Segmen I ditemukan bahwa jumlah koridor berbentuk stepping stone yang tercatat adalah 19 koridor dengan luas keseluruhan 2.72 Ha. Sedangkan jumlah koridor berbentuk linear corridor yang teridentifikasi adalah 5 koridor dengan luas keseluruhan 3.96 Ha. Kelimpahan jenis burung pada segmen I yang tertinggi teridentifikasi pada koridor berbentuk stepping stone berukuran kecil sebanyak 9 jenis. Sedangkan kelimpahan jenis burung terendah terdapat pada koridor berbentuk stepping stone dan linear corridor berukuran besar sebanyak 7 jenis. Hal ini menunjukkan bahwa luas koridor pada Segmen I tidak terlalu mempengaruhi kelimpahan jenis burung. Menurut Barnes (2000), koridor yang berbentuk lebih sempit dapat berfungsi sebagai penjaga pergerakan dari suatu spesies. Salah satu faktor yang mempengaruhi kelimpahan jenis burung tersebut dapat terlihat pada Indeks Shannon pada koridor berbentuk stepping stone berukuran kecil merupakan Indeks Shannon tertinggi, yaitu sebesar 1.91. Selain itu faktor lainnya dapat dilihat pada dominasi Kersen (Muntingia calabura), Mangga (Mangifera indica) dan Jambu Biji (Psidium guajava) serta Jeruk (Citrus sp.). Menurut Setiawan et al. (2006) beberapa jenis vegetasi tersebut dapat menyediakan makanan bagi burung terutama pohon buah dan berbunga yang sangat disukai oleh burung. Beberapa jenis burung yang terdapat pada Segmen I tidak ditemukan di segmen lainnya, seperti Bondol Haji dan Layang-layang Loreng. Kehadiran Bondol Haji disebabkan oleh adanya dominasi Kersen (Muntingia calabura) dan Lamtoro (Laucaena glauca) yang sangat disukai oleh jenis burung dari Famili Ploceidae yang memiliki kebiasaan memakan biji-bijian. Selain itu lokasi ditemukannya jenis burung ini cukup jauh dari jalan raya yang menghasilkan kebisingan (Mackinnon et al. 2010). Segmen II Jumlah koridor berbentuk stepping stone yang tercatat pada Segmen II adalah 162 koridor dengan luas keseluruhan 21,55 Ha. Sedangkan jumlah koridor berbentuk linear corridor yang teridentifikasi adalah 19 koridor dengan luas keseluruhan 23.26 Ha. Kelimpahan jenis burung pada segmen II yang tertinggi teridentifikasi pada koridor berbentuk linear corridor berukuran besar sebanyak 12 jenis. Sedangkan kelimpahan jenis burung terendah terdapat pada koridor berbentuk stepping stone berukuran kecil sebanyak 6 jenis. Hal ini senada dengan pendapat dari Dramstad et al. (1996), bahwa koridor dengan luas lebih besar memiliki tingkat kelimpahan spesies lebih tinggi daripada koridor
46 yang berukuran lebih kecil sebab koridor tersebut menyediakan habitat bagi suatu spesies lebih besar. Kelimpahan jenis burung pada koridor berbentuk linear corridor berukuran besar berbanding terbalik dengan pada Indeks Shannonnya yang merupakan Indeks Shannon terrendah, yaitu sebesar 0.60. Sedangkan koridor berbentuk stepping stone berukuran besar yang memiliki Indeks Shannon tertinggi hanya teridentifikasi 9 jenis burung. Hal ini terjadi karena adanya dominasi Lamtoro (Laucaena glauca), Tanjung (Mimusoph elengi) dan Kecrutan (Spatodea champanulata) yang menurut Setiawan dkk. (2006) beberapa jenis vegetasi tersebut dapat menyediakan makanan bagi burung seperti pohon bebuahan dan berbunga serta pohon berkayu yang biasa digunakan oleh burung untuk tempat bersarang dan berkembang biak. Beberapa jenis burung yang terdapat pada Segmen II tidak ditemukan di segmen lainnya, seperti Wiwik Kelabu, Wiwik Lurik dan Perkutut Jawa. Burung Perkutut sendiri sudah jarang ditemukan di alam liar karena perburuan yang berlebihan untuk dijual atau dijadikan burung peliharaan. Keberadaan Burung Perkutut Jawa, Wiwik Lurik dan Wiwik Kelabu pada lokasi pengamatan Segmen II karena pada segmen tersebut terdapat beberapa lahan garapan seperti kebun Jambu Biji (Psidium guajava) dan Kebun Singkong (Manihot utilissima) serta terdapat hutan Jabon (Arthocephallus indicus) yang merupakan habitat dari ketiga jenis burung ini (Mackinnon et al. 2010). Segmen III Pada koridor berbentuk stepping stone jumlah koridor yang tercatat pada Segmen III adalah 126 koridor dengan luas keseluruhan 8.22 Ha. Sedangkan jumlah koridor berbentuk linear corridor yang teridentifikasi adalah 12 koridor dengan luas keseluruhan 11.82 Ha. Kelimpahan jenis burung pada segmen III yang tertinggi teridentifikasi pada koridor berbentuk stepping stone berukuran kecil sebanyak 10 jenis. Sedangkan kelimpahan jenis burung terendah terdapat pada koridor berbentuk linear corridor berukuran kecil sebanyak 7 jenis. Hal ini senada dengan Segmen I yang menunjukkan bahwa luas koridor pada Segmen III tidak terlalu mempengaruhi kelimpahan jenis burung. Menurut Barnes (2000), koridor berbentuk stepping stone berfungsi sebagai batu loncatan dalam pergerakan suatu spesies sehingga kehadirannya sangat diperlukan. Kelimpahan jenis burung pada koridor berbentuk stepping stone berukuran kecil berbanding terbalik dengan pada Indeks Shannonnya, yaitu sebesar 0.98 yang menunjukkan nilai keragaman rendah. Sedangkan koridor berbentuk linear corridor berukuran besar yang memiliki Indeks Shannon tertinggi hanya teridentifikasi 9 jenis burung. Hal ini terjadi karena adanya dominasi Asam Kranji (Pithecellobium dulce), Beringin (Ficus benjamina), Dadap Merah (Erythrina cristagali) dan Kersen (Muntingia calabura). Menurut Wibowo (2004) Beringin (Ficus benjamina) merupakan tumbuhan yang memiliki peranan menonjol bagi burung karena dapat digunakan untuk berlindung, membangun sarang dan menyediakan berbagai makanan bagi burung. Sementara itu beberapa jenis pohon lainnya menjadi habitat yang sangat baik untuk kehidupan burung yaitu Kersen (Muntingia calabura) dan Asem Kranji (Pithecellobium dulce) yang dapat menyediakan makanan bagi burung dan digunakan oleh burung untuk tempat bersarang dan berkembang biak.
47 Beberapa jenis burung yang terdapat pada Segmen III tidak ditemukan di segmen lainnya, seperti Sepah Kecil, Cinenen Pisang dan Pecuk Padi Hitam. Burung Sepah Kecil ditemukan saat bertengger di Pohon Kapuk pada area Hutan UI. Menurut Mackinnon et al. (2010) burung jenis ini lebih menyukai habitat berupa hutan terbuka dan sering terlihat mencari makan di puncak pohon-pohon tinggi. Sedangkan Burung Cinenen Pisang diidentifikasi pada area Setu Rawa Besar, Depok yang berdekatan dengan permukiman penduduk. Menurut Mackinnon et al. (2010) pada pekarangan tersebutlah burung jenis ini mudah ditemukan. Burung Pecuk Padi Hitam teridentifikasi di area Setu Rawa Besar, Depok yang memang menurut Mackinnon et al. (2010) burung jenis ini sering ditemukan di perairan darat seperti danau, muara, tambak dan kolam. Segmen IV Pada Segmen IV jumlah koridor berbentuk stepping stone yang tercatat adalah 176 koridor dengan luas keseluruhan 14.30 Ha. Sedangkan jumlah koridor berbentuk linear corridor yang teridentifikasi adalah 12 koridor dengan luas keseluruhan 9.09 Ha. Kelimpahan jenis burung pada segmen IV yang tertinggi teridentifikasi pada koridor berbentuk linear corridor berukuran besar sebanyak 10 jenis. Sedangkan kelimpahan jenis burung terendah terdapat pada koridor berbentuk stepping stone berukuran kecil sebanyak 6 jenis. Hal ini senada dengan Segmen II yang menunjukkan bahwa luas koridor pada Segmen IV mempengaruhi kelimpahan jenis burung. Menurut Arthur dan Wilson dalam Sudaryanto (1997), keanekaragaman spesies burung di suatu wilayah ditentukan oleh luas wilayah serta keterpencilannya dari habitat lain. Kelimpahan jenis burung pada koridor berbentuk linear corridor berukuran besar berbanding lurus dengan pada Indeks Shannonnya, yaitu sebesar 1.20 yang menunjukkan nilai keragaman sedang. Sementara itu koridor berbentuk stepping stone berukuran kecil yang memiliki Indeks Shannon terrendah teridentifikasi 6 jenis burung yang merupakan kelimpahan jenis burung terrendah pula. Kelimpahan jenis burung tersebut terjadi karena adanya dominasi Mahoni (Swietenia mahogani), Pinang (Areca catechu), Tanjung (Mimusoph elengi) dan Ki Hujan (Samanea saman). Menurut Wibowo (2004) Tanjung (Mimusoph elengi) dan Pinang (Areca catechu) merupakan tumbuhan yang disukai burung karena menyediakan makanan bagi burung. Sementara itu beberapa jenis pohon lainnya biasa digunakan oleh burung untuk tempat bersarang dan berkembang biak. Beberapa jenis burung yang terdapat pada Segmen IV tidak ditemukan di segmen lainnya, seperti Kipasan Belang dan Bentet Kelabu. Burung Kipasan Belang merupakan jenis yang dilindungi berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 301/Kpts-II/1991 tentang inventarisasi satwa yang dilindungi undang-undang dan atau bagian-bagiannya yang dipelihara oleh perorangan. Menurut Mackinnon et al. (2010) kebiasaan burung ini sering mengikuti binatang piaraan lainnya seperti Tupai. Sementara itu keberadaan burung Bentet Kelabu yang hanya ditemukan pada Segmen IV sebab pada segmen ini terdapat daerah terbuka dan padang rumput yang memang habitat dimana burung jenis ini sering ditemukan (Mackinnon et al. 2010).
48 Segmen V Segmen V memiliki jumlah koridor berbentuk stepping stone tertinggi yang berjumlah 400 koridor dengan luas keseluruhan 27.15 Ha. Sedangkan jumlah koridor berbentuk linear corridor yang teridentifikasi adalah 10 koridor dengan luas keseluruhan 7.63 Ha. Kelimpahan jenis burung pada segmen V yang tertinggi teridentifikasi pada koridor berbentuk stepping stone berukuran kecil sebanyak 14 jenis. Hal ini senada dengan Segmen I dan Segmen III yang menunjukkan bahwa luas koridor pada Segmen V tidak terlalu mempengaruhi kelimpahan jenis burung. Menurut Dramstad et al. (1996), beberapa koridor berbentuk stepping stone dengan keragaman vegetasi tinggi akan lebih efektif untuk pergerakan burung jika dibandingkan dengan satu koridor berbentuk linear corridor namun memiliki keragaman vegetasi rendah. Kelimpahan jenis burung pada koridor berbentuk stepping stone berukuran kecil berbanding lurus dengan pada Indeks Shannonnya, yaitu sebesar 1.30 yang menunjukkan nilai keragaman sedang. Sedangkan koridor berbentuk stepping stone berukuran besar yang memiliki Indeks Shannon tertinggi hanya teridentifikasi 10 jenis burung. Hal ini terjadi karena adanya dominasi Mangga (Mangifera indica), Angsana (Pterocarpus indicus) dan Beringin (Ficus benjamina). Sesuai dengan pendapat Wibowo (2004) yang menyebutkan bahwa Beringin (Ficus benjamina) merupakan tumbuhan yang memiliki peranan menonjol bagi burung karena dapat digunakan untuk berlindung, membangun sarang dan menyediakan berbagai makanan bagi burung. Sementara itu beberapa jenis pohon lainnya menjadi habitat yang sangat baik untuk kehidupan burung yaitu Mangga (Mangifera indica) yang dapat menyediakan makanan bagi burung dan Angsana (Pterocarpus indicus) digunakan oleh burung untuk tempat bersarang dan berkembang biak. Beberapa jenis burung yang terdapat pada Segmen V tidak ditemukan di segmen lainnya, seperti Merpati Batu dan Manyar Jambul. Burung Merpati Batu sudah jarang ditemukan di alam liar karena banyak diburu untuk dijual atau dijadikan burung peliharaan. Namun pada Segmen V banyak taman-taman kota yang dengan sengaja menyediakan sarang untuk tempat berkembang biak dari burung Merpati Batu tersebut. Sedangkan burung Manyar Jambul hanya ditemukan pada Segmen V sebab adanya dominasi Bungur (Largerstroemia speciosa) dan Ki Hujan (Samanea saman) yang sangat disukai oleh jenis burung dari Famili Ploceidae yang memiliki kebiasaan memakan biji-bijian (Mackinnon et al. 2010). Keseluruhan Segmen Distribusi jumlah dan luas koridor berbentuk linear tertinggi ditemukan di segmen II (Gambar 6 & 7) yaitu mulai dari Stasiun Cilebut hingga Stasiun Depok. Hal ini disebabkan oleh masih banyaknya ditemukan lahan pertanian seperti sawah dan kebun. Sementara itu distribusi jumlah dan luas koridor berbentuk linear terendah ditemukan di segmen I (Gambar 6 & 7) yaitu mulai dari stasiun Bogor hingga jalan Baru. Hal ini disebabkan karena luas segmen I memang paling kecil dibandingkan dengan segmen yang lain. Selain itu juga daerah ini merupakan kawasan perkotaan. Sedangkan distribusi jumlah dan luas koridor berbentuk stepping stone tertinggi di segmen V (Gambar 6 & 7) yaitu mulai dari Stasiun Tanjung Barat hingga Stasiun Jakarta Kota. Hal ini terjadi karena kawasan tersebut berada di
49 pusat perkotaan dimana fragmentasi lahan dari ruang terbuka menjadi ruang terbangun sangat tinggi. Sehingga berdampak kepada terbentuknya banyak koridor berbentuk stepping stone. Bentuk stepping stone yg umum ditemukan adalah dalam bentuk taman kota. Distribusi jumlah dan luas koridor berbentuk stepping stone terendah ditemukan di segmen I (Gambar 6 & 7) yaitu mulai dari Stasiun Bogor hingga Jalan Baru. Hal ini disebabkan oleh luas segmen I yang paling kecil bila dibandingkan dengan yang lain. Berdasarkan hasil analisis kelimpahan jenis burung, kelimpahan tertinggi tercatat pada koridor berbentuk stepping stone berukuran kecil di Segmen V dengan jumlah 14 jenis. Hal ini disebabkan oleh keanekaragaman jenis vegetasi yang tinggi pula dengan nilai Indeks Shannon 1,3 yang menunjukkan nilai keanekaragaman sedang. Meskipun nilai Indeks Shannon tertinggi bukan merupakan koridor dengan kelimpahan tertinggi yaitu koridor berbentuk stepping stone berukuran kecil pada Segmen I dengan nilai Indeks Shannon 1,91. Kelimpahan jenis burung tersebut dipengaruhi oleh dominasi dari Angsana (Pterocarpus indicus) dengan Indeks Nilai Penting (INP) 112,55; Mangga (Mangifera indica) dengan INP 206,52; Mahoni (Swietenia mahogani) dengan INP 82,41; Pinang (Areca catechu) dengan INP 100 dan Kana (Canna sp.) yang memiliki INP 90,29. Menurut Setiawan dkk. (2006) beberapa jenis vegetasi tersebut dapat menyediakan makanan bagi burung terutama pohon bebuahan seperti Mangga (Mangifera indica) dan Pinang (Areca catechu). Sedangkan pohon berkayu seperti Angsana (Pterocarpus indicus) dan Mahoni (Swietenia mahogani) biasa digunakan oleh burung untuk tempat bersarang dan berkembang biak. Sedangkan kelimpahan jenis burung terendah teridentifikasi pada koridor berbentuk stepping stone berukuran kecil di Segmen II dan Segmen IV dengan jumlah 6 jenis. Kelimpahan rendah ini dipengaruhi oleh nilai Indeks Shannon yang rendah pula yaitu 0,90 dan 0,61 yang menunjukkan nilai keanekaragaman rendah. Selain itu ukuran dari koridor berbentuk stepping stone berukuran kecil di Segmen II (0,16 Ha) dan Segmen IV (0,025 Ha) yang kecil juga turut mempengaruhi kelimpahan jenis burung yang teridentifikasi. Sementara itu kelimpahan jenis burung tertinggi ditemukan pada koridor berbentuk linear berukuran besar di Segmen II dengan jumlah 12 jenis. Meskipun nilai Indeks Shannonnya rendah yaitu 0,6, namun kelimpahan jenis burung tersebut dipengaruhi oleh dominasi vegetasi seperti Palem Hijau (Ptychosperma macarthurii) dengan INP 300; Talas (Xanthosoma roseum) dengan INP 300; Angasana (Pterocarpus indicus) dengan INP 186; Palem Kuning (Chrysalidocarpus lutescens) dengan INP 85,95; Pucuk Merah (Syzygium oleina) dengan INP 200; Jakaranda (Jacaranda acutifolia H.B.) dengan INP 177 dan Bunga Kupu-Kupu (Bauhinia purpurea) dengan INP 82,11. Menurut Setiawan dkk. (2006) beberapa jenis vegetasi tersebut dapat menyediakan makanan bagi burung terutama pohon berbunga seperti Jakaranda (Jacaranda acutifolia H.B.) dan Bunga Kupu-Kupu (Bauhinia purpurea). Sedangkan pohon berkayu seperti Angsana (Pterocarpus indicus) biasa digunakan oleh burung untuk tempat bersarang dan berkembang biak. Koridor berbentuk linear berukuran besar di Segmen I dan berukuran kecil di Segmen III merupakan lokasi pengamatan dengan kelimpahan terendah yaitu berjumlah 7 jenis. Hal ini dipengaruhi oleh Indeks Shannon yang menunjukkan nilai keragaman rendah yaitu 0,98. Namun pada linear corridor
50 berukuran kecil di Segmen III nilai Indeks Shannonnya (1,15) yang tinggi tidak mempengaruhi kelimpahan jenis burungnya. Luas koridor yang mempengaruhi kelimpahan jenis burung pada linear corridor berukuran kecil di Segmen III (0,46 Ha). Jika diperhatikan per segmen, maka segmen II memiliki total luas koridor terbesar yaitu 44,81 Ha. Sedangkan segmen I memiliki luas total koridor terkecil yaitu 6,68 Ha. Namun untuk jumlah koridor tertinggi terdapat pada segmen V, dengan jumlah 400 koridor berbentuk stepping stone dan 10 koridor berbentuk linear corridor. Sementara itu, jumlah koridor terendah terdapat pada segmen I dengan 19 koridor berbentuk stepping stone dan 5 koridor berbentuk linear corridor.
Gambar 16. Keanekaragaman jenis vegetasi pada koridor berukuran besar Sumber : Dramstad et al. (1996)
Menurut Dramstad et al. (1996) koridor yang berukuran besar memiliki keanekaragaman spesies yang lebih tinggi dari koridor yang berukuran kecil (Gambar 16). Berdasarkan hal tersebut dapat diperkirakan bahwa segmen II memiliki keanekaragaman vegetasi lebih tinggi sebab pada segmen ini terdapat koridor berbentuk linear corridor dengan jumlah tertinggi, yaitu 19 koridor dan luasan teringgi (23,26 Ha). Namun hasil yang terjadi di lapang adalah koridor berbentuk linear corridor segmen III memiliki keanekaragaman vegetasi tertinggi dengan Indeks Shannon 1,32. Hasil sebaliknya terjadi pada koridor berbentuk stepping stone dengan luasan tertinggi yaitu segmen V dengan luas 27,15 Ha memiliki nilai Indeks Shannon tertinggi pula yaitu 1,35. Kelimpahan jenis burung tertinggi ditemukan pada koridor berbentuk stepping stone segmen V sebanyak 15 jenis. Sedangkan kelimpahan jenis burung pada koridor berbentuk linear corridor segmen II dan III hanya ditemukan 13 jenis. Kelimpahan jenis burung pada koridor berbentuk linear corridor tertinggi terdapat pula pada segmen V dengan 15 jenis seperti yang terlihat pada Tabel 24. Hal ini menunjukkan bahwa luas koridor mempengaruhi nilai keanekaragaman vegetasi maupun kelimpahan jenis burungnya (Setiawan et al. 2006). Koridor yang berbentuk linear corridor tidak selalu memiki keanekaragaman vegetasi dan kelimpahan jenis burung yang lebih tinggi dari koridor yang berbentuk stepping stone. Berdasarkan hasil analisis sebaran koridor, keanekaragaman jenis vegetasi dan kelimpahan jenis burung ditemukan bahwa jenis koridor yang berbentuk steping stone memiliki kelimpahan jenis burung yang tertinggi (Tabel 24) begitu pula dengan nilai keanekaragaman jenis vegetasinya. Menurut Dramstad et al. (1996), beberapa koridor berbentuk stepping stone sama dengan satu koridor berbentuk linear dari segi keragaman habitatnya. Jumlah dari patch pada suatu habitat harus diperbanyak jika keanekaragaman dalam patch tersebut
51 tidak begitu tinggi. Dalam penelitian ini patch tersebut dapat disamakan dengan jumlah dari koridor (Gambar 17). Selain itu koridor berbentuk stepping stone yang berada di antara koridor berbentuk linear dapat berperan sebagai batu loncatan untuk pergerakan dari burung itu sendiri. Sehingga dalam suatu habitat burung diperlukan pula koridor berbentuk stepping stone untuk memberikan manfaat tambahan secara ekologi pada habitat tersebut.
Gambar 17. Keuntungan Koridor Berbentuk Stepping Stone Sumber : Dramstad et al. (1996) Berdasarkan hasil pengamatan pada 20 lokasi pengamatan terdapat beberapa jenis burung yang selalu teridentifikasi di setiap titik pengamatan, seperti Cinenen Jawa, Burung Gereja Erasia, Walet Linci, Cucak Kutilang, Tekukur Biasa, Cabai Jawa dan Layang-Layang Batu. Keberadaan jenis-jenis burung tersebut ditemukan di semua segmen karena daya adaptasi burungburung ini sangat tinggi dan lingkungan tempat tinggal yang sesuai serta adanya sumber makanan yang cukup bagi burung-burung tersebut (Wibowo 2004). Selain itu menurut Mackinnon et al. (2010) burung-burung tersebut merupakan burung yang hidup secara berkelompok, suka terhadap habitat yang terbuka, dan dapat berkembang biak sepanjang tahun, kecuali Cucak Kutilang tidak berkembang biak pada bulan November. Menurut Trollope (1992), jenis burung dari famili Ploceidae dan Columbidae memiliki jangkauan habitat yang cukup luas mulai dari daerah yang banyak pepohonannya, hutan kering, area pertanian, lapangan rumput, area pedesaan hingga perkotaan. Sedangkan Burung Walet Linci memiliki tempat mencari pakan yang cukup luas jangkauannya yaitu areal persawahan, padang rumput, hutan dan danau (Nugroho dan Budiman 2009). Berdasarkan hasil pengujian Independent t-test menunjukkan baik keanekaragaman vegetasi di linear corridor maupun di stepping stone tidak signifikan berbeda. Demikian pula dengan hasil pengujian kelimpahan jenis burung yang menunjukkan tidak ada perbedaan nyata antara kelimpahan jenis burung dengan kedua tipe koridor. Hasil serupa terjadi pula pada pengujian Independent t-test untuk kedua ukuran tipe koridor yang menunjukkan bahwa baik keanekaragaman vegetasi di koridor berukuran besar maupun di koridor berukuran kecil tidak signifikan berbeda. Hasil pengujian kelimpahan jenis burung di kedua ukuran tipe koridor menunjukkan tidak ada perbedaan nyata antara kelimpahan jenis burung di koridor berukuran besar dengan kelimpahan jenis burung di koridor berukuran kecil. Hal ini menunjukkan bahwa baik koridor berbentuk linear maupun stepping stone dan koridor yang berukuran besar maupun kecil sama-sama penting untuk pergerakan burung, sehingga kedua tipe koridor tersebut harus dikelola secara proporsional sesuai dengan potensinya.
52 Rekomendasi Pengelolaan Dari hasil tiga analisis yang dilakukan, maka beberapa hal yang dapat disimpulkan dan menjadi rekomendasi untuk pengelolaan koridor KRL adalah sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil pengujian Independent t-test menunjukkan Kedua koridor baik berbentuk linear maupun stepping stone dan berukuran besar maupun kecil sama-sama penting untuk pergerakan burung. Dari hasil ini maka direkomendasikan untuk mengelola kedua tipe koridor tersebut dengan baik yaitu dengan mempertahankan keberadaan ruang terbuka hijau dalam bentuk taman-taman kota untuk di kawasan perkotaan dan lahan pertanian untuk di kawasan sub-urban. Secara spesifik rekomendasi pengelolaan yang dapat dilakukan pada masing-masing segmen adalah: a) Segmen I Penertiban permukiman liar yang berada di tepian sungai Ciliwung, sebab permukiman liar tersebut menjadi salah satu penyebab banjir dan rawan tanah longsor. Selain itu keberadaan pabrik-pabrik di segmen ini juga harus memperhatikan penyediaan area terbuka hijau di sekeliling pabrik yang selain dapat menjadi habitat burung dapat pula berfungsi sebagai barrier bagi daerah sekitarnya. b) Segmen II Mempertahankan keberadaan kebun-kebun dan sawah-sawah yang berada di segmen ini dengan penetapan RTRW yang jelas bagi peruntukan lahan pertanian sehingga tidak terjadi perubahan tata guna lahan. Serta harus adanya pengawasan secara periodik terhadap pelaksanaan dari RTRW tersebut. c) Segmen III Pengelolaan ruang terbuka hijau di segmen ini dikuasai oleh beberapa dinas terkait seperti Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Badan Lingkungan Hidup dan Dinas Tata Ruang dan Permukiman. Berdasarkan hal ini perlu adanya kerja sama antara ketiga Dinas tersebut sehingga tidak ada RTH yang terbengkalai atau sebaliknya terlalu intensif pengelolaannya. d) Segmen IV Pengelolaan taman-taman kota di segmen ini wajib diperhatikan terutama oleh Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta serta dapat pula dengan mengembangkan model kerja sama dalam pengelolaan taman dengan pihak swasta seperti yang sudah terjadi di DKI Jakarta (Taman Honda dan Taman Gunung Agung). Selain itu perlu adanya peraturan mengenai larangan perburuan burung liar di taman-taman kota pada segmen ini. e) Segmen V Revitalisasi terhadap taman-taman kota yang sudah terbengkalai perlu dilakukan pada taman di segmen ini sehingga taman tersebut dapat berfungsi seperti semula. Selain itu perlu adanya penambahan berbagai strata vegetasi pada jalur-jalur jalan sehingga tidak ada jalur jalan yang gundul yang menyebabkan terputusnya suatu koridor. 2. Koridor berbentuk linear dan stepping stone di sepanjang jalur KRL BOGOR- Jakarta Kota sama-sama memiliki potensi untuk menjadi habitat
53 burung yang ditunjukkan oleh kelimpahan jenis burung yang dijumpai. Dari hasil ini maka direkomendasikan untuk merevitalisasi koridor RTH disepanjang jalur KRL Bogor-Jakarta Bogor. Menurut peraturan Menteri Perhubungan No. 60 tahun 2012 tentang Pesyaratan Teknis Jalur Kereta Api, telah diatur bahwa lebar daerah bebas di kiri dan kanan rel minimal 2,35 m seperti yang terlihat pada Gambar 18.
Gambar 18. Penampang jalur KRL Sumber : Peraturan Menteri Perhubungan No.60 th 2012 Sementara itu setelah daerah bebas sebaiknya diberi barrier tanaman dengan lebar minimum 3 m (Forman dan Godron 1984). Barrier tanaman ini selain berfungsi sebagai habitat burung, juga dapat sebagai pembatas untuk keamanan aktifitas manusia sehingga tidak berhubungan langsung dengan jalur KRL. Sebab menurut Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI (2011) Jakarta dan didukung Dramstad et al. (1996) agar diperoleh keanekaragaman burung yang tinggi, dibutuhkan wilayah-wilayah yang aman dan cukup luas yang memungkinkan keberadaan edge species dan interior species (Gambar 19).
Gambar 19. Interior dan edge habitat Sumber : Dramstad et al. (1996) 3. Keanekaragaman tanaman dengan kategori sedang hingga rendah ditemukan pada kedua tipe koridor. Kelimpahan burung memang mendominasi pada koridor dengan keragaman tanaman yang sedang. Namun ada juga yang memiliki kelimpahan burung yang tinggi meskipun keanekaragaman tanamannya rendah. Dari hasil ini direkomendasikan untuk meningkatkan keanekaragaman tanaman pada berbagai tipe koridor terutama tanaman yang dapat mengundang kehadiran burung karena buah, bunga, biji dan pohon sebagai tempat mencari makan serta berkembang biak. Selain itu beberapa jenis burung membutuhkan lubang-lubang pohon sebagai tempat untuk bersarang baik lubang alami ataupun lubang yang dibuat oleh burung. Oleh
54 karenanya, pohon-pohon tua dan pohon mati yang banyak lubangnya sangat berguna. Pohon tua dan pohon mati ternyata menjadi tempat bersarang bagi jenis-jenis burung pelatuk dan burung-burung hantu, disamping menyediakan makanan berupa serangga (Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta 2011). Ditambah pula dengan mencanangkan penanaman tanaman khas dari daerah masing-masing yang dapat pula mencirikan daerah penanamannya seperti untuk Jakarta sesuai SK Gubernur DKI Jakarta Nomor: 2359/1987 dapat ditanam tanaman Bisbol (Diospyrosphilipensis), Buah Nona (Annona reticulata), Buni (Antidesma reticulat), Duku Condet (Lansium domesticum var condet), Durian Cipaku (Durio zibhentinus cipaku), Durian Sitokong (Durio zibhentinus sitokong), Gandaria (Buoea macrophila), Gowok (Syzigium polychepalum), Jambu Mawar (Eugenia jambos), Jamblang (Eugina Cuminii), Kawista Batu (Feronica lucida), Kapulasan (Nephelium mutabile), Kemang (Mangifera caesia), Kepel/burahol (Stelechocarpus burahol), Kweni (Mangifera odorata), Lobi-lobi (Floacourtia inermis), Lechi (Leachi chinensis), Malaka (Phylantus emblica), Mengkudu (Morinda citrifolia), Menteng (Baccuria rasemosa), Mundu (Garcinta dulcis), Nam-Nam (Cynometro cauliflora), Rakem (Falcourtia rukam), Salak Condet (Salacca edulis cainato), Sawo Kecik (Manilkara kauki), Srikaya (Annona squamosa) dan Kota Depok Belimbing dan Jambu Biji. 4. Sosialisasi tentang pelestarian burung dan pendidikan konservasi lingkungan juga harus dilakukan pada berbagai pihak terkait seperti Pemerintah, Pihak Swasta dan Masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar kesadaran akan pentingnya pelestarian terhadap habitat burung dapat tertanam di kehidupan masyarakat luas. Sehingga tidak ada lagi masyarakat yang dengan mudahnya menjual lahan pertaniannya untuk dialih fungsikan menjadi perumahan terutama di daerah sub-urban.
55
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis distribusi tipe koridor disumpulkan bahwa segmen II memiliki luasan RTH terbesar dengan luas 44,81 Ha. Sedangkan segmen I memiliki luasan RTH terkecil yaitu 6,68 Ha. Namun untuk jumlah koridor tertinggi terdapat pada segmen V, dengan jumlah 400 koridor berbentuk stepping stone dan 10 koridor berbentuk linear. Sementara itu, jumlah koridor terendah terdapat pada segmen I dengan 19 koridor berbentuk stepping stone dan 5 koridor berbentuk linear. Berdasarkan hasil analisis kelimpahan jenis burung, kelimpahan tertinggi tercatat pada koridor berbentuk stepping stone berukuran kecil di Segmen V dengan jumlah 14 jenis. Hal ini disebabkan oleh keragaman jenis vegetasi yang tinggi pula dengan nilai Indeks Shannon 1,3 yang menunjukkan nilai keragaman sedang. Sedangkan kelimpahan jenis burung terendah teridentifikasi pada koridor berbentuk stepping stone berukuran kecil di Segmen II dan Segmen IV dengan jumlah 6 jenis. Kelimpahan rendah ini dipengaruhi oleh nilai Indeks Shannon yang rendah pula yaitu 0,90 dan 0,61 yang menunjukkan nilai keragaman rendah. Selain itu ukuran dari koridor berbentuk stepping stone berukuran kecil di Segmen II (0,16 Ha) dan Segmen IV (0,025 Ha) yang kecil juga turut mempengaruhi kelimpahan jenis burung yang teridentifikasi. Berdasarkan hasil ketiga analisis tersebut dapat direkomendasikan pengelolaan pada koridor tersebut adalah 1.) mengelola koridor di sepanjang jalur KRL Bogor– Jakarta Kota dalam bentuk taman-taman kota di kawasan perkotaan dan lahan pertanian di kawasan sub-urban, 2.) merevitalisasi koridor di sepanjang rel KRL Bogor- Jakarta Kota, 3.) meningkatkan keanekaragaman vegetasi di koridor tersebut terutama dengan tanaman yang dapat mengundang kehadiran burung melalui buah, bunga, biji dan pohon berkayu sebagai tempat bersarang dan 4.) melakukan sosialisasi tentang pelestarian burung dan pendidikan konservasi lingkungan pada berbagai pihak terkait seperti Pemerintah, Pihak Swasta dan Masyarakat. Pengawasan secara periodik disarankan untuk dilakukan terhadap pelaksanaan dari RTRW. Selain itu sosialisasi tentang pelestarian burung dan pendidikan konservasi lingkungan sebaiknya dilakukan secara intensif.
56
DAFTAR PUSTAKA Alikodra HS. 1990. Pengelolaan Satwa Liar Jilid I. Bogor (ID): Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Barnes TG. 2000. Landscape Ecology and Ecosystems Management. Cooperative Extension Service of University of Kentucky. 76(1):1-8. Dramstad W E, James D Olson, Richard T T Forman. 1996. Landscape Ecology Principles in Landscape Architecture and Land-Use Planning. Washington: Island press. Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta. 2011. Rencana Penghijauan Jalur Koridor Burung di Wilayah DKI Jakarta. Jakarta (Tidak dipublikasikan). Fandeli C, Muhammad. 2009. Prinsip-Prinsip Dasar Mengkonservasi Lanskap. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Forman RTT, Godron M. 1984. Landscape Ecology. John Wiley and Sons Inc. Canada. Hilty J A, William Z, Adina M. 2006. Corridor Ecology: the science and practice of linking landscapes for boidiversity conservation. Washington: Island press. Kusmana C. 1997. Metode Survey Vegetasi. Bogor (ID): IPB Press. Mackinnon J, Phillipps K dan Balen B. 2010. Panduan Lapang Pengenalan Burung-Burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Bogor (ID): Burung Indonesia. Nugroho H K dan Arief B. 2009. Panduan Lengkap Walet. Bogor (ID): Penebar Swadaya. Pradana DH. 2007. Distribusi dan Keanekaan Jenis Burung di Kampus UI Depok pada Berbagai Subtipe Habitat [skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia. Rinaldi D, Syahrial A H, Dewi M P. 2008. Ekologi Koridor Halimun-Salak Taman Nasional Gunung Salak. Bogor (ID): Gunung Halimun-Salak Park Management Project. Setiawan A, Hadi S. Alikodra, Andi G, Dedy D. 2006. Keanekaragaman Jenis Pohon dan Burung di Beberapa Areal Hutan Kota Bandar Lampung. Man Hut Trop.12(1):1-13. Sudaryanto. 1997. Keanekaragaman Burung di Kampus Udayana Badung Bali. Jurnal Ilmiah. Berkala Ilmiah. Suryowati C. 2000. Persebaran Burung di Koridor Hijau Jalan: Studi Kasus di Koridor Hijau Jalan di Jakarta [Tesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia. Trollope J.1992. Seed-eating Birds: Their Care and Breeding. London (UK): Blandford. Wibowo Y. 2004. Keanekaragaman Burung di Kampus Universitas Negeri Yogyakarta [Skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Negeri Yogyakarta.
57
Lampiran 1 Tabel Jenis burung pada lokasi penelitian No 1
Nama Lokal Cinenen jawa
Nama Ilmiah Orthotomus sepium
2
Gereja erasia
Passer montanus
3
Walet linci
Collocalia linchi
4
Cucak Kutilang
Pycnonotus aurigaster
5
Tekukur biasa
Streptopela chinensis
6
Cabai jawa
Dicaeum trochileum
Foto
Sumber : Lapang
Sumber : Lapang
Sumber : fobi.web.id
Sumber : Lapang
Sumber : Lapang
Sumber : Lapang
58 7
Layang-layang batu
Hirundo tahitica
8
Kapinis rumah
Appus affinis
9
Jalak suren
Sturnus contra
10
Punai gading
Treton vernans
11
Takur ungkutungkut
Megalaima haemacephala
12
Merbah cerukcuk
Pycnonotus goiavier
Sumber : Lapang
Sumber : Lapang
Sumber : Lapang
Sumber : Lapang
Sumber : Lapang
Sumber : kaskus.co.id
59 13
Bondol jawa
Lonchura leucogastroides
14
Bondol haji
Lonchura maja
15
Layang-layang loreng
Hirundo striolata
16
Kekep babi
Artamus leucorhynchus
17
Wiwik kelabu
Cacomantis merulinus
Sumber : Lapang
Sumber : fobi.web.id
Sumber : lapang
Sumber : ms.wikipedia.org
Sumber : hobigurungkicauanmania.bo gspot.com
60 18
Bondol peking
Lonchura punctulata
Sumber : florafauna1.blogspot.com 19
Wiwik lurik
Cacomantis sonneratii
20
Cekakak jawa
Halcyon cyanoventris
Sumber : ibc.lynxeds.com
Sumber : birman777.tumblr.com 21
Perkutut
22
Burung Kelapa
Geopelia striata
Sumber : jenisburung.com Madu Anthreptes malacensis
Sumber : id.wikipedia.org
61 23
Remetuk laut
Gerygone sulphurea
24
Kacamata biasa
Zosterops palpebrosus
25
Sepah kecil
Pericrocotus cinnamomeus
Sumber : jenisburung.com
Sumber : en.wikipedia.org
Sumber : en.wikipedia.org 26
Pecuk padi hitam
Phalacrocorax sulcirostris
27
Cinenen pisang
Orthotomus sutorius
28
Bentet kelabu
Lanius schach
Sumber : Lapang
Sumber : jenisburung.com
Sumber : ibc.lynxeds.com
62 29
Kipasan belang
Rhipidura javanica
Sumber : balurannationalpark.web.id 30
Merpati batu
Columba livia
Sumber : Lapang 31
Betet biasa
32
Kepudang hitam
Psittacula alexandri
Sumber : kutilang.or.id kuduk Oriolus chinensis
Sumber : Lapang 33
Cekakak sungai
Todirhamphus chloris
Sumber : nationalgeographic.co.id 34
Manyar jambul
Ploceus manyar
Sumber : Lapang
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
1 2 3 4 5 6 7
No
Bambu * Bambu * Bambu jepang * Belimbing wuluh Beringin Bintaro Bisbul * Bunga kupu-kupu Bungur Cabai Cassia * Cemara * Cengkeh * Dadap merah *
Aglonema * Akasia Angsana Aralia * Aralia sieboldi Asam kranji Asem * Bambu *
Nama Lokal
Aglaonema sp. Acacia auriculiformis Pterocarpus indicus Osmoxylum lineare Fatsia japonica Pithecellobium dulce Tamarindus indica Gigantochloa verticillata Arthocephallus indicus Bambusa multiplex Arundinaria pumila Averhoa bilimbi Ficus benjamina Cerbera mangas Diospyros blancoi Bauhinia purpurea Largerstroemia speciosa Capsicum ftutescens Cassia surattensis Cassuarina junghuhniana Eugenia caryophyllata Erythrina cristagali
Nama Ilmiah √ √ √ √ √ -
LI √ √ √ √ -
SI √ -
L II
Lampiran 2. Frekuensi Keanekaragaman Jenis Spesies Vegetasi Tertentu di Tiap Segmen
√ √ √ √ -
S II √ √ √ √ √ -
√ √ √ √ √
Lokasi L III S III √ √ √ -
L IV √ -
S IV √ √ √ √ √ √ √ √ -
LV
-
√ √ √ √ √ √ √ -
SV
63
63
Nama Lokal
Daun mangkokan Daun pilo * Daun pilo * Embun pagi * Flamboyan Glodogan bulat Glodogan tiang Hanjuang Ilalang Jabon * Jakaranda * Jambu biji Jambu bol Jati Jati mas Jatropa * Jeruk * Kana Kapuk * Karet * Kaya * Keben
No
23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
Nothopanax scutellarium Philodendron selloum Philodendron sp. Dissotis rotundifolia Delonix regia Polyalthia fragran Polyalthia longifolia Cordyline sp. Imperata cylindrica Arthocephallus indicus Jacaranda acutifolia H.B. Psidium guajava Syzygium malaccense Tectona grandis Cordia sebestana Jatropha pandurifolia Citrus sp. Canna sp. Ceiba pentandra Hevea braziliensis Khaya senegalensis Barringtonia asiatica
Nama Ilmiah √ √ -
LI √ √ √ √ √ √ -
SI √ √ √ √ -
L II √ √ √ √ -
S II
Lampiran 2. Frekuensi Keragaman Jenis Spesies Vegetasi Tertentu di Tiap Segmen (Lanjutan)
64
√ √ √ √ √ √ √ -
√ √ √ -
Lokasi L III S III √ √ √ √ √ -
L IV √ √ √ -
S IV √ √ √ √ √ √ √ √
LV
√ √ √ √ √ √
SV
64
Nama Lokal
Kecrutan Keladi hias Kelapa * Kemangi * Kembang sepatu Kenari Kersen Ketapang Ki hujan Lamtoro Leunca * Lidah mertua * Lili paris * Mahoni Maja Mangga Matoa * Mengkudu Meranti * Mikania * Monstera * Nanas-nanasan *
No
45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66
Spatodea champanulata Caladium sp. Cocos nucifera Ocimum citriodorum Hibiscus sp. Canarium commune Muntingia calabura Terminalia catappa Samanea saman Laucaena glauca Solanum nigrum L. Sansevieria trifasciata Chlorophytum sp. Swietenia mahogani Crescentia cujete Mangifera indica Pometia pinnata Morinda citrifolia Shorea roxburghii Mikania micrantha Monstera sp. Aechmea sp.
Nama Ilmiah SI √ √ √ √ √ √ -
LI √ √ √ √ √ √ √ -
√ √ √ √ -
L II √ √ √ √ -
S II
Lampiran 2. Frekuensi Keragaman Jenis Spesies Vegetasi Tertentu di Tiap Segmen (Lanjutan)
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ -
√ √ -
Lokasi L III S III √ √ √ √ √ -
L IV √ √ √ √ √ -
S IV √ √ -
LV
√ √ √ √ √
SV
65
65
67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88
No
Nama Ilmiah
Artocarpus heterophyllus Costus sp. Neprholepis excalta Butia capitata Wodyetia bifurcata Ptychosperma macarthurii Chrysalidocarpus lutescens Roystonea regia Duranta sp. Pedilanthus pringlei Carica papaya Areca catechu Musa sp. Heliconia American dwarf Syzygium oleina Codieaum variegtum Mimosa pudica Nephellium lappaceum Ruelia malacosperma Echinochloa colona Eleusin indica Pennisetum purpureum
Nama Lokal
Nangka Pacing * Paku jejer Palem * Palem ekor tupai * Palem hijau Palem kuning * Palem raja * Pangkas kuning * Patah tulang * Pepaya Pinang Pisang Pisang-pisangan Pucuk merah Puring Putri malu * Rambutan * Ruelia * Rumput bebek Rumput belulang * Rumput gajah √ √ √ √ √ √ √ √
LI √ √ √ √ √ -
SI √ √ √ √ √ √ √ √ √
L II √ √ -
S II
Lampiran 2. Frekuensi Keragaman Jenis Spesies Vegetasi Tertentu di Tiap Segmen (Lanjutan)
66
√ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √
Lokasi L III S III √ √ √ √ -
L IV √ √ √ √
S IV √ √ √ √ √ √
LV
√ √ √ √ √ √
SV
66
Rumput paetan * Sapu tangan* Sawo kecik Sereh merah Seruni rambat Singkong Sirih * Spider lyli Suji * Sukun * Suplir * Talas Tanjung Teh-tehan
89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102
Axonopus compressus Maniltoa grandiflora Manikara kauki Alpina purpurata Widelia biflora Manihot utilissima Piper betle Echinochloa colona Pleomele angustifolia Arthocarpus communis Adiantum capillusveneris Xanthosoma roseum Mimusoph elengi Acalypha macrophylla
Nama Ilmiah √ √ √ √
LI √ √ √ -
SI √ √ √ -
L II
Ket : * hanya terdapat di satu lokasi L I/ S I : L/S = tipe koridor (linear corridor dan stepping stone) I/ II/ .../V = segmen pada tapak LII = tipe koridor linear pada segmen II
Nama Lokal
No √ √ -
S II
Lampiran 2. Frekuensi Keragaman Jenis Spesies Vegetasi Tertentu di Tiap Segmen (Lanjutan)
√ √ √ √ √
√ √ √ √
Lokasi L III S III √ √ √ √ √ √
L IV √ √ -
S IV √ √ √ √
LV
√ √ √
SV
67
67
68
68
Lampiran 3. Hasil pengujian Independent t-tes tipe koridor dengan kelimpahan jenis burung dan pengujian Independent t-tes tipe koridor dengan keanekaragaman vegetasi Hasil pengujian Independent t-tes tipe koridor dengan kelimpahan jenis burung Group Statistics Koridor
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Kelimpahan Jenis Linear
10
9.10
1.663
.526
Burung
10
8.70
2.406
.761
Stepping stone
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F Kelimpahan Equal variances assumed Jenis Equal variances not assumed Burung
Sig.
.609
.445
t
Std. Mean Error Sig. (2- Differe Differe tailed) nce nce Lower
df
.432
U pper
18
.671
.400
.925 -1.543
2.343
.432 16.003
.671
.400
.925 -1.561
2.361
Hasil pengujian Independent t-tes tipe koridor dengan keanekaragaman vegetasi Group Statistics Koridor Indeks Shannon
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Linear
10
1.0600
.35991
.11381
Stepping stone
10
1.0590
.40165
.12701
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F Indeks Shannon
Equal variances assumed Equal variances not assumed
.250
Sig. .623
t .006
Std. Mean Error Sig. (2- Differe Differe tailed) nce nce Lower
df
U pper
18
.995 .00100 .17054 -.35730 .35930
.006 17.788
.995 .00100 .17054 -.35761 .35961
69 Lampiran 4. Hasil pengujian Independent t-tes ukuran koridor dengan kelimpahan jenis burung dan pengujian Independent t-tes ukuran koridor dengan keanekaragaman vegetasi Hasil pengujian Independent t-tes ukuran koridor dengan kelimpahan jenis burung Group Statistics Ukuran sampel
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Kelimpahan Jenis
Besar
10
9.1000
1.72884
.54671
Burung
Kecil
10
8.7000
2.35938
.74610
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
Kelimpah- Equal variances assumed an Jenis Burung Equal variances not assumed
F
Sig.
t
df
.424
.523
.432
18
Std. Mean Error Sig. (2- Differe Differe tailed) nce nce Lower
Upper
.671 .40000 .92496 -1.5432 2.3432
.432 16.502
.671 .40000 .92496 -1.5560 2.3560
Hasil pengujian Independent t-tes ukuran koridor dengan keanekaragaman vegetasi Group Statistics Ukuran Sampel Indeks Shannon
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Besar
10
1.0340
.31045
.09817
Kecil
10
1.0850
.43935
.13893
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means
t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the Difference
F Indeks Shannon
Equal variances assumed Equal variances not assumed
.278
Sig. .604
t -.300
Std. Mean Error Sig. (2- Differe Differe tailed) nce nce Lower
df
Upper
18
.768 -.05100 .17012 -.40841 .30641
-.300 16.194
.768 -.05100 .17012 -.41129 .30929
70
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 6 April 1991 dari ayah Bambang Priyono dan ibu Sri Soesilowati Ningsih. Penulis adalah putri kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2003 penulis lulus dari SD Negeri Baru 07 Jakarta dan pada tahun 2006 penulis lulus dari SMP Negeri 102 Jakarta. Selanjutnya pada tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 14 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Dasar-Dasar Arsitektur Lanskap pada tahun ajaran 2013/2014. Penulis pernah aktif sebagai staf Departemen Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa BEM Fakultas Pertanian dan anggota Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap pada tahun ajaran 2010-2012. Penulis juga pernah aktif sebagai manager tim Basket Fakultas Pertanian tahun 2013. Selain itu penulis pernah mengikuti kegiatan magang di Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta sebagai staf Bidang Jalur tahun 2012. Penulis juga sering mengikuti seminar dan workshop yang berhubungan dengan mayor Arsitektur Lanskap baik nasional maupun internasional seperti International Seminar of Ecosystem Restoration in the Tropic: Lessons Learned and Best Practices 2013, Seminar and Workshop: Landscape and Lighting Create Amazing Environment 2011 dan Landscape Project for Good Environment 2011 .