ANALISIS DAYASAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI ALIRAN EKSPOR PALA INDONESIA
DYAH PRAMITA RAHARTI
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis dayasaing dan faktor-faktor yang memengaruhi aliran ekspor pala Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2013 Dyah Pramita Raharti NIM H14070117
ABSTRAK DYAH PRAMITA RAHARTI. Analisis dayasaing dan faktor-faktor yang memengaruhi aliran ekspor pala Indonesia. Dibimbing oleh RINA OKTAVIANI. Perkembangan laju permintaan ekspor pala Indonesia di pasar internasional dapat diidentifikasi dengan melihat laju volume ekspornya. Penelitian ini bertujuan menganalisis posisi dayasaing dan mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi aliran volume ekspor pala Indonesia di enam negara tujuan ekspor, yakni Belanda, Belgia, Jerman, Italia, Amerika Serikat dan Singapura. Metode RCA menunjukkan bahwa pala Indonesia mempunyai keunggulan komparatif di enam negara tujuan ekspor (nilai RCA>1). Analisis metode Export Product Dynamic (EPD) pala Indonesia di pasar Belanda, Italia, Amerika, dan Jerman berada memiliki keunggulan kompetitif yang tinggi dan di pasar Belgia dan Singapura, pangsa ekspor pala Indonesia mengalami penurunan. Perdagangan dua arah terlihat dari hasil analisis menggunakan metode Intra-Industry Trade (IIT) pada negara tujuan ekspor Belanda, Singapura, Amerika Serikat, dan Italia. Hasil estimasi Gravity Model menunjukkan bahwa variabel jarak ekonomi serta harga riil pala dunia berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor pala Indonesia. Kata kunci: RCA, EPD, IIT, Gravity model
ABSTRACT DYAH PRAMITA RAHARTI. Analysis of competitiveness and the factors are influence export of Indonesia nutmeg. Supervised by RINA OKTAVIANI. Development of export demand for Indonesia nutmeg on international market can be identified by the rate of its export volume. The objective of this study was to analyzing comparative and competitive advantage of indonesia nutmeg in six export destination countries, there are Netherland, Belgium, Germany, Italy, USA and Singapore and what the factor influences the export volume of Indonesia nutmeg. RCA method showed that comparative advantage held by indonesia nutmeg on the whole export destination countries (RCA>1). The result of Export Product Dynamic (EPD) showed that the Indonesia nutmeg has a high competitive advantage on Netherland, Italy, USA and Germany market and at the same time share of export has decreased on Belgium and Singapore market. There is twoway trade on Netherland, Singapore, Belgium and Italy. This result can be determined by analyzed using Intra-Industry Trade method (IIT). The estimation result of Gravity Model showed that real economic distance and real prices of world’s nutmeg influences export volume of indonesia nutmeg. Key words: RCA, EPD, IIT, Gravity model
ANALISIS DAYASAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI ALIRAN EKSPOR PALA INDONESIA
DYAH PRAMITA RAHARTI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Analisis Dayasaing dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Aliran Ekspor Pala Indonesia Nama : Dyah Pramita Raharti NIM : H 14070117
Disetuj ui oleh
Prof. Rina Oktaviani, Ph.D
Pembimbi.l1g
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
1 8 OCT 2013
Judul Skripsi : Analisis Dayasaing dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Aliran Ekspor Pala Indonesia Nama : Dyah Pramita Raharti NIM : H14070117
Disetujui oleh
Prof Rina Oktaviani, PhD Pembimbing
Diketahui oleh
Dedi Budiman Hakim, PhD Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan. Judul dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2012 ini ialah Analisis dayasaing dan faktor-faktor yang memengaruhi aliran ekspor pala Indonesia. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Rina Oktaviani selaku pembimbing skripsi serta Dr Sahara dan Dr Muhamad Findi yang telah banyak memberikan masukan dan saran terkait dengan penulisan skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga dan Akhmad Faizal atas segala doa, perhatian dan kasih sayangnya, serta para sahabat Destia Harum, Kristina Sari, Yessa, Anissa Suherman, Putri Pamungkas, Resti Anditya, Ranty Purnamasari, Sari Maulidyawati, Winda Aprianti, Fitria Panduwinata, Putri Nilam Kencana, Hilman Kurniawan dan keluarga besar IE44 atas segala bantuan, kerjasama dan dukungan baik moral maupun spiritual dalam menyelesaikan skripsi ini.
Bogor, Oktober 2013 Dyah Pramita Raharti
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
4
Manfaat Penelitian
4
Ruang Lingkup Penelitian
5
TINJAUAN PUSTAKA Landasan Teori
5 5
Penelitian Terdahulu
10
Kerangka pemikiran
11
METODE
13
Jenis dan Sumber Data
13
Metode Analisis dan Pengolahan Data
13
HASIL DAN PEMBAHASAN
21
Analisis Dayasaing Pala Indonesia Periode 2007 sampai 2011
21
Faktor-faktor yang Memengaruhi Aliran Ekspor Pala Indonesia
25
KESIMPULAN DAN SARAN
28
Kesimpulan
28
Saran
29
LAMPIRAN
32
RIWAYAT HIDUP
33
DAFTAR TABEL 1 Luas areal dan produksi pala Indonesia berdasarkan status pengusahaannya 2 Perkembangan volume dan nilai ekspor tiga eksportir utama pala dunia 3 Klasifikasi nilai intra-industry trade 4 Selang nilai statistic durbin Watson serta keputusannya 5 Nilai RCA Indonesia ke Negara tujuan ekspor periode 2007-2011 6 Volume Ekspor pala Indonesia ke enam mitra dagang utama 7 Rata-rata hasil analisis IIT pala Indonesia dengan Negara tujuan ekspor periode 2007-2011 8 Hasil estimasi Gravity Model aliran ekspor pala Indonesia dengan data panel menggunakan metode Fixed Effect 9 Uji Fixed Effect (Cross)
2 3 16 21 21 23 24 25 27
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5
Kerangkan pemikiran Daya tarik pasar dan kekuatan bisnis pada matriks EPD Kontribusi negara eksportir pala dunia periode 2001-2011 Hasil estimasi EPD pala Indonesia ke negara tujuan periode 2001-2011 Kondisi volume ekspor pala Indonesia di pasar Belgia dan Italia
12 15 22 22 24
DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil Olahan Panel Data 2 Uji Normalitas
32 32
PENDAHULUAN Latar Belakang Era globalisasi yang berimplikasi pada terbukanya pasar internasional secara bebas membawa persaingan yang berat bagi eksistensi para pelaku ekonomi. Setiap negara dituntut untuk lebih jeli memilih komoditi yang memiliki nilai jual lebih agar dapat dikenal dan memeroleh posisi yang menguntungkan pada pasar internasional. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki basis pertanian yang kuat. Sebagai salah satu sub-sektor unggulan dalam sektor nonmigas, pertanian memegang peranan yang strategis dalam perolehan devisa negara disamping peranannya sebagai sumber ketahanan pangan dan penyerapan tenaga kerja. Pada krisis moneter dan ekonomi global beberapa tahun yang lalu, sektor pertanian ini mampu bertahan dan sekaligus menjadi penopang perekonomian Indonesia. Pala merupakan hasil sub-sektor pertanian yang berpotensi besar untuk dikembangkan menjadi komoditi ekspor unggulan Indonesia. Pala dijuluki sebagai “king of spices“, karena pala merupakan produk rempah-rempah tertua dan terpenting dalam perdagangan internasional. Peranan pala dalam perdagangan tradisional maupun internasional sangat signifikan karena mampu mensuplai 6075 persen kebutuhan pangsa pasar dunia (Direktorat Jendral Perkebunan 2012). Keunggulan komparatif alamiah yang dimiliki komoditi pala begitu melimpah. Tanaman pala berumur panjang, daunnya tidak pernah mengalami musim gugur sepanjang tahun, sehingga baik untuk penghijauan dan dapat tumbuh dengan pemeliharaan yang minim. Masa panen pohon pala relatif tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama, yakni setelah umur 8-9 tahun. Pala diperdagangkan dalam bentuk buah, fuli dan biji pala. Daging buah pala sering diolah menjadi minyak atsiri dan cukup diminati oleh beberapa negara. Selain dagingnya yang dapat diolah menjadi minyak atsiri, biji pala yang dikenal sebagai Nux moschata M.moschata yang memiliki banyak kandungan vitamin, kalsium dan fosfor ini bermanfaat sebagai bahan dasar obat-obatan. Indonesia yang beriklim tropis sesuai dengan karakteristik tumbuhan rempah-rempah seperti pala, sehingga pohon pala dapat berkembang dengan baik di wilayah Indonesia. Daerah utama penghasil pala Indonesia adalah Nangroe Aceh Darussalam, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Papua dan Sumatera Barat. Saat ini berdasarkan jumlah volume ekspor, rempah Indonesia menempati posisi ke empat sebagai eksportir rempah terbesar dunia dan posisi pertama sebagai eksportir pala terbesar dunia. Sebagai gambaran secara keseluruhan volume ekspor pala Indonesia ke pasar dunia tumbuh sebesar 3,98 persen pertahun selama kurun waktu 2001-2011 (tabel 2). Berdasarkan data yang terdapat pada tabel 2 menunjukkan bahwa peluang Indonesia menguasai perdagangan pala dunia sngat besar bila dibandingkan dengan dua pesaing utama Indonesia, yakni Grenada dan India. Kondisi produktivitas pala Indonesia dipresentasikan oleh data luas lahan dan produksi pala Indonesia selama kurun waktu 13 tahun.
2 Tabel 1 Luas areal dan produksi pala Indonesia berdasarkan status pengusahaannya Tahun PR 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
43454 63349 58945 61090 67859 73425 68102 67480 73417 85049 98761 117324 121375
LUAS AREAL (Ha) PN PS Jumlah 534 502 302 302 302 1.113 1.113 1.113 1.113 1.113 1.028 1.021 1.021
182 182 182 166 166 0 0 0 0 0 0 0 0
44170 64033 59429 61558 68327 74538 69215 68593 74530 86162 99789 87711 122396
PR 12736 19817 21575 23112 22190 10266 8100 8849 9224 11399 15956 15697 19787
PRODUKSI (Ton) PN PS Jumlah 6 153 7 9 9 94 98 94 94 94 96 96 91
60 40 34 36 36 0 0 0 0 0 0 0 0
12802 20010 21616 23157 22235 10360 8198 8943 9318 11493 16052 16793 19878
Sumber: Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian RI 2012 Keterangan : PR= Perkebunan Rakyat, PN= Perkebunan Negara, PS= Perkebunan Swasta
Berdasarkan data luas areal dan produksi pala, dapat dilihat bahwa produktivitas pala sangat kecil. Produktivitas merupakan salahsatu tolak ukur untuk mengetahui apakah suatu produk dapat bersaing atau tidak di pasar luar negeri. Pada tahun 2011 saja produktivitas pala hanya mencapai 0.16 ton/Ha. Hal ini mungkin saja terjadi mengingat sebagian besar produksi komoditi pala dilakukan oleh perkebunan rakyat dimana proses produksi masih menggunakan teknologi yang minim. Seiring dengan hal itu, adanya perdagangan bebas menyebabkan perdagangan internasional yang terjadi membuka kesempatan kepada setiap negara untuk dapat mengembangkan produk dalam negeri untuk kemudian dapat diperdagangkan di pasar internasional dan mampu bersaing dengan produk-produk dari negara lain. Produk-produk yang diperdagangkan semakin kompetitif sehingga produk-produk tersebut cenderung memiliki kesamaan. Perlu diversifikasi produk dari produk mentah menjadi produk setengah jadi ataupun produk jadi yang memiliki nilai tambah lebih tinggi. Hal ini memberikan implikasi kepada negara-negara dengan karakteristik perdagangan yang mengutamakan ekspor hasil produksi mentah seperti Indonesia untuk dapat melakukan diversifikasi produk ekspornya. Merujuk keunggulan komparatif yang dimiliki pala Indonesia serta lahan yang memadai tidak cukup untuk mendorong kemampuan produksi pala. Sebagian besar hasil produksi komoditi pala Indonesia merupakan hasil produksi perkebunan rakyat yang rata-rata masih menggunakan alat-alat tradisional. Diperlukan teknologi yang menunjang agar proses produksi dapat berjalan lebih efisien.
3 Perumusan Masalah Berbagai macam komoditi sub-sektor pertanian Indonesia, pala merupakan salah satu komoditi yang cukup potensial untuk diekspor ke pasar internasional karena mampu mensuplai 60-75 persen kebutuhan pangsa pasar dunia serta mempunyai banyak manfaat baik dalam bentuk mentah ataupun produk turunannya. Hasil pala Indonesia mempunyai keunggulan di pasaran dunia karena memiliki aroma yang khas dan memiliki rendeman minyak yang tinggi. Hampir seluruh komponen yang terdapat pada pala memiliki nilai jual. Daging buah pala merupakan komponen terbesar dari buah pala segar (83,3 persen), dibanding fuli (3,22 persen), tempurung biji (3,94 persen) dan daging biji (9,54 persen). Pemanfaatan buah pala secara optimal akan dapat meningkatkan pendapatan negara, karena dengan pengembangan produk olahan strategis yang memanfaatkan seluruh komponen yang terdapat pada pala, dapat memberikan keuntungan ganda bagi pendapatan negara. Tabel 2 Perkembangan volume dan nilai ekspor tiga eksportir utama pala dunia Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-rata laju pertumbu han %
Volume Ekspor (Kg) Indonesia Grenada india 6706322 13662.83 974133 7715899 12437.9 1529082 8233607 9744.506 1204212 10969832 9774.524 1286633 7839560 7994.054 1576402 9823577 2650.212 1570339 10904513 2526.167 1658094 9793282 2552.114 1460090 9264087 0 3314712 10742897 0 1733263 11756339 0 3091827
3.98
-37.52
3.409
Nilai Ekspor (US$) Indonesia Grenada india 17078.41 2495173 3023.44 20746.97 2297757 5683.18 21941.02 2030631 4555.58 29134.04 1944227 4119.15 22365.25 1435078 6539.37 25331.06 649675 6275.44 32583.92 573988 7192.04 33526.96 343869 8112.78 32639.93 0 17582.2 52659.07 0 12789 96760.5 0 35199.7
13.52
-37.85
14.83
Sumber: UN COMTRADE 2012
Permintaan ekspor pala Indonesia di pasar dunia dapat diidentifikasi dengan melihat laju volume ekspor pada tabel 2 di atas. Jumlah volume ekspor pala Indonesia cenderung meningkat dari tahun 2001 hingga 2011 dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 3.98 persen. Trend yang meningkat juga dialami oleh nilai ekspor pala Indonesia dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 13.52 persen. Laju rata-tata pertumbuhan nilai ekspor pala Indonesia terlihat lebih kecil jika dibandingkan dengan laju rata-rata pertumbuhan nilai eskpor pala India. Namun demikian, jika dilihat secara keseluruhan nilai ekspor pala Indonesia jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai ekspor pala India. Merujuk isi pada tabel 2,
4 maka dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki peluang besar untuk dapat menguasai pasar pala dunia. Liberalisasi perdagangan yang yang ada saat ini secara tidak langsung mendorong setiap negara untuk dapat mengembangkan produk yang diperdagangkannya di pasar internasional. Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia yang cenderung mengekspor raw material dituntut untuk dapat menciptakan produk yang memiliki nilai tambah agar siap bersaing di pasar internasional. Keunggulan yang dimiliki pala Indonesia, harga yang menjanjikan, peran Indonesia sebagai pemasok utama komoditi pala serta permintaan ekspor yang tinggi tidak cukup untuk mendorong pemasukan bagi devisa negara. Upaya memberikan nilai tambah terutama pada komoditi pala agar menjadi sumber pemasukan devisa yang menjanjikan harus ditingkatkan. Sepatutnya program pembangunan ekspor komoditi pala lebih dikonsentrasikan pada faktor-faktor yang dapat mendorong produksi pala guna menambah nilai jual. Sarana teknologi yang ada saat ini dan lahan yang beralih fungsi kurang menunjang produksi pala Indonesia guna menghasilkan mutu produk yang diinginkan pasar sehingga mampu bersaing dengan produk-produk negara lain. 1. Bagaimana posisi dayasaing komoditi pala Indonesia di negara utama tujuan ekspor? 2. Faktor-faktor apakah yang memengaruhi aliran ekspor komoditi pala Indonesia di negara-negara utama tujuan ekspor?
Tujuan Penelitian 1. 2.
Menganalisis posisi dayasaing komoditi pala Indonesia di negara utama tujuan ekspor. Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi aliran ekspor komoditi pala Indonesia di negara utama tujuan ekspor.
Manfaat Penelitian 1.
2.
3.
Bagi pemerintah diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai potensi ekspor pala Indonesia di pasar internasional, sehingga dapat dijadikan bahan referensi bagi pemerintah untuk merumuskan sebuah kebijkan. Bagi para pelaku pasar, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan memberikan tambahan informasi mengenai kondisi ekspor pala Indonesia. Bagi penulis, penelitian ini sebagai sarana pembelajaran dalam memahami kondisi dan potensi yang dimiliki komoditi pala secara lebih mendalam serta sebagai media pembelajaran untuk menjawab permasalahan dalam penelitian.
5 Ruang Lingkup Penelitian Fokus penelitian ini adalah analisis dayasaing dan faktor-faktor yang memengaruhi aliran ekspor pala Indonesia berdasarkan klasifikasi Harmonized System (HS) 090810 untuk nutmeg. Periode tahun analisis dayasaing produk yang digunakan yaitu, dari tahun 2007 sampai 2011 sedangkan untuk analisis faktor-faktor yang memengaruhi aliran ekspor pala dari tahun 2001 sampai 2011 yang dibatasi pada enam negara tujuan ekspor, yaitu Belanda, Belgia, Jerman, Italia, Amerika Serikat dan Singapura. Penelitian ini menggunakan empat variabel bebas, yaitu PDB perkapita riil negara tujuan ekspor, nilai tukar riil rupiah terhadap mata uang negara tujuan, harga riil pala dunia serta jarak ekonomi riil Indonesia ke negara tujuan ekspor dan variabel independen yaitu volume ekspor pala Indonesia.
TINJAUAN PUSTAKA Landasan Teori Teori Perdagangan Internasional Perdagangan dalam arti yang luas adalah suatu proses pertukaran barang dan jasa yang dilakukan oleh individu satu dengan yang lain maupun negara satu dengan negara lain atas dasar kesepakatan bersama, untuk memperoleh barang yang dibutuhkan. Dalam masa globalisasi, perdagangan tidak hanya dilakukan dalam satu negara saja, bahkan dunia sudah memasuki perdagangan bebas. Hampir tidak ada satu negara pun yang tidak melakukan hubungan dengan negara lain (Dumairy 1997). Perdagangan internasional sendiri memiliki arti pertukaran arus barang dan jasa atas dasar kesepakatan bersama antara suatu negara dengan negara lain di dunia, kebijakan yang mengatur arus tersebut serta pengaruhnya pada kesejahteraan masing-masing negara (Oktaviani dan Novianti 2009). Aktivitas perdagangan yang tercermin dari kegiatan ekspor dan impor, merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto). Baik negara domestik maupun internasional, para pelaku ekonomi yang melakukan perdagangan memiliki tujuan untuk memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Selain motif mencari keuntungan, Paul Krugman mengungkapkan beberapa alasan utama terjadinya perdagangan: Negara-negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain. 1. 2. Negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi (economic of scale). Adanya aktivitas perdagangan yang dilakukan oleh individu maupun antar negara, dapat menyebabkan keseimbangan komoditi antar individu maupun antar negara tersebut. Setiap negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional ketika mereka telah melakukan spesialisasi produksi dengan mengekspor barang yang memiliki nilai keunggulan komparatif, serta mengimpor barang yang tidak memiliki keunggulan komparatif. Adanya kegiatan ekspor yang dilakukan oleh negara satu ke negara lainnya, disebabkan karena adanya permintaan ekspor dari negara importir tersebut.
6 Pengertian dari permintaan (Lipsey 1999) itu sendiri adalah jumlah jumlah suatu komoditi yang akan dibeli oleh rumah tangga. Permintaan ekspor berarti jumlah suatu komoditi ekspor yang diminta oleh suatu negara tertentu. Faktor yang menentukan suatu permintaan komoditi di pasar dijelaskan dalam Lipsey (1999), diantaranya yaitu: 1. Harga komoditi itu sendiri 2. Rata-rata pendapatan rumahtangga, dimana jika ada kenaikan pendapatan rata-rata rumah tangga akan menyebabkan jumlah komoditi yang diminta lebih banyak pada setiap harga tertentu. Jika dalam konteks perdagangan internasional, maka pendapatan suatu negara. 3. Harga-harga komoditi lainnya, dengan kata lain adalah harga dari barang subtitusi dan komplementernya. 4. Selera mempengaruhi keputusan seseorang dalam membeli barang 5. Distribusi pendapatan, dimana jika ada distribusi pendapatan yang lebih baik sehingga seseorang dapat memperoleh tambahan pendapatan, maka semakin banyak jumlah komoditi yang bisa dibeli. 6. Jumlah penduduk, Kenaikan jumlah penduduk meningkatkan permintaan komoditi tersebut pada tingkat harga tertentu. Jika dalam konteks perdagangan internasional jumlah penduduk merupakan populasi. Selain faktor-faktor dalam teori permintaan ekspor di atas, faktor nilai tukar riil juga dapat memengaruhi permintaan ekspor suatu negara (Mankiw 2005). Nilai tukar riil atau terms of trade merupakan harga relatif dari barangbarang diantara dua negara. Nilai tukar riil diantara kedua negara dihitung dari nilai tukar nominal dan tingkat harga kedua negara. Nilai tukar nominal sendiri adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Rumus dari nilai tukar riil Rp/US$ dinyatakan pada persamaan (1).
……………........(1) Asumsi bahwa Indonesia sebagai negara pengekspor, maka jika nilai tukar riil rupiah terhadap mata uang Negara importir terdepresiasi, maka harga barang Indonesia akan relatif lebih murah di pasar internasional, sehingga permintaan akan barang Indonesia di pasar internasional akan meningkat. Permintaan yang meningkat ini akan meningkatkan harga dari barang tersebut. Mankiw (2005) menyatakan jika nilai tukar riil negara importir tinggi, barang-barang luar negeri relatif lebih murah dan harga barang-barang domestik relatif lebih tinggi. Hal tersebut dapat meningkatkan permintaan dalam negeri terhadap barang-barang impor, sehingga konsumsi terhadap barang hasil produksi dalam negeri rendah. Pendapatan Domestik Produk sering digunakan sebagai indikator dalam menentukan arah pembangunan. PDB sendiri mengandung pengertian sebagai pendapatan yang diterima oleh sebuah negara yang diukur berdasarkan nilai total barang dan jasa yang diproduksi negara tersebut. Barang dan jasa atau output yang dihasilkan suatu negara secara tidak langsung memengaruhi jumlah penawaran. Semakin banyak jumlah yang diproduksi, maka penawaran ekspor suatu negara juga meningkat. Jumlah komoditas yang diproduksi tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan atau kapasitas supplier (dalam hal ini adalah negara) dalam memproduksi output.
7 PDB merupakan faktor penting dalam penawaran ekspor. Hal ini terkait dengan meningkatnya PDB maka pembayaran untuk tenagakerja dan modal akan meningkat sehingga akan mendorong produktivitas dari tenagakerja dan modal tersebut. Peningkatan produktivitas ini diharapkan dapat meningkatkan produksi barang dan jasa sehingga output nasional akan meningkat kembali, kemudian berdampak pada peningkatan penawaran ekspor. Teori Keunggulan Komparatif (Comparative Advantage Theory) Menurut David Ricardo (Oktaviani dan Novianti 2009), perdagangan dapat dilakukan antarnegara yang tidak memiliki keunggulan absolut pada kedua komoditi yang diperdagangkan dengan melakukan spesialisasi produk yang kerugian absolutnya lebih kecil atau memiliki keunggulan komparatif. Hal ini disebut Hukum Keunggulan Komparatif (Law of Comparative Advantage). Keunggulan komparatif dibedakan atas cost comparative advantage (labor efficiency) dan production comparative advantage (labor productivi Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak efisien. Berdasarkan analisis production comparative advatage (labor productivity) dapat dikatakan bahwa suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut berproduski lebih produktif serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi realtif kurang atau tidak produktif. Dengan kata lain, cost comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara memproduksi suatu barang yang membutuhkan sedikit jumlah jam tenaga kerja dibandingkan negara lain sehingga terjadi efisiensi produksi. Production comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika seorang tenaga kerja di suatu negara dapat memproduksi lebih banyak suatu barang/jasa dibandingkan negara lain sehingga tidak memerlukan tenaga kerja yang lebih banyak. Teori Keunggulan Kompetitif (Competitive Advantage Theory) Keunggulan kompetitif adalah keunggulan yang dimiliki suatu negara untuk dapat bersaing di pasar internasional. Menurut konsep keunggulan kompetitif yang dikembangkan pertama kali oleh Porter, dalam persaingan global suatu bangsa atau negara yanng memiliki competitive advantage of nation dapat bersaing di pasar internasional jika memiliki empat faktor utama yaitu kondisi faktor (factor condition), kondisi permintaan (demand condition), industri terkait dan industri pendukung yang kompetitif (related and supporting industry), serta kondisi struktur, persaingan dan strategi industri (firm strategy, structure, and rivalry). Disamping ke empat faktor utama di atas, terdapat dua faktor yang mempengaruhi interaksi antara ke empat faktor tersebut yaitu faktor kesempatan (chance event) dan faktor pemerintah (goverment). Secara bersama-sama faktorfaktor ini membentuk sistem dalam peningkatan keunggulan dayasaing yang disebut portes’s diamond (Porter 1998).
8 Berbeda dengan konsep keunggulan komparatif yang menyatakan bahwa suatu negara tidak perlu menghasilkan suatu peroduk apabila produk tersebut telah dapat dihasilkan oleh negara lain dengan lebih baik, unggul, dan efisien secara alami, konsep keunggulan kompetitif menyatakan bahwa kondisi alami bukanlah sebuah penghambat karena keunggulan pada dasarnya dapat dikompetisikan atau diperjuangkan dengan berbagai usaha. Konsep Model Gravitasi (Gravity Models) Model gravitasi digunakan untuk menganalisis pola aliran perdagangan bilateral antar negara-negara dalam suatu wilayah tertentu sebagai sebuah fungsi dari masa ekonomi masing-masing negara, jarak antar negara, dan faktor lainnya. Gravity model saat ini lazim digunakan sebagai sebuah metode yang mampu mengevaluasi potensi perdagangan suatu produk atau jasa antar negara serta mampu melihat besarnya wilayah pengaruh dari potensi tersebut. Bermula pada teori gravitasi Newton yang menjelaskan mengenai kekuatan interaksi antara dua objek yang merupakan suatu fungsi dari massa masingmasing objek dan kuadrat jarak antara kedua objek tersebut. Latar belakang terbentuknya model gravitasi ini adalah bahwa negara yang lebih kaya akan lebih banyak melakukan perdagangan ke luar negeri bila dibandingkan dengan negara-negara yang lebih miskin dimana jarak yang semakin jauh dianggap bukan sebagai hambatan. Walau tidak banyak didukung oleh teori ekonomi, model gravitasi ini tetap dapat bisa dipertanggungjawabkan dengan baik. Berikut adalah perumusan Teori Gravitasi Newton dalam fisika,
……………………………………………………………… (2) “interaksi antara dua objek adalah sebanding dengan massanya dan berbanding terbalik dengan jarak masing-masing”. Dimana jika rumus di atas diaplikasikan dalam perdagangan internasional maka, F merupakan volume interaksi antara dua negara (aliran perdagangan), M adalah ukuran ekonomi untuk kedua negara, D adalah jarak ekonomi kedua negara dan G adalah Konstanta. Kemudian dengan menggunakan logaritma, persamaan (2) akan diubah ke dalam bentuk linear dan menjadi bentuk umum dari Gravity Model untuk analisis ekonometrika (persamaan 3), dimana konstanta G menjadi bagian dari β0, dan PDB menggambarkan ukuran ekonomi untuk kedua negara. ……………………...…… (3) Dalam penerapannya model ini menerapkan persamaan dari keseimbangan model perdagangan dunia. Variabel gravity yang umum digunakan dalam persamaan aliran perdagangan bilateral, yaitu: a. Variabel-variabel yang memiliki total permintaan potensial negara pengimpor. b. Variabel-variabel indikator total penawaran potensial negara pengekspor. c. Variabel-variabel pendukung atau penghambat aliran perdagangan antar negara pengekspor dan negara pengimpor (Sinaga dalam Napitupulu 2007).
9 Variabel-variabel yang digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang memengaruhi aliran ekspor pala Indonesia ke negara tujuan yaitu: PDB perkapita riil negara tujuan, nilai tukar riil mata uang negara tujuan terhadap rupiah, harga riil pala dunia serta jarak ekonomi. Metode Panel Data Panel data adalah bentuk data yang merupakan gabungan dari data time series dan cross section. Dalam teori ekonometrika, panel data dapat mengatasi masalah pengestimasian yang kurang baik akibat sedikitnya jumlah observasi jika hanya dengan menggunakan data time series atau cross section saja. Adapun beberapa keuntungan dalam menggunakan panel data (Baltagi 2005) adalah: a. Panel data mampu mengontrol heterogenitas individu. b. Panel data dapat memberikan informasi data yang lebih banyak, lebih bervariasi, mengurangi kolinearitas antar variabel, meningkatkan degree of freedom, dan lebih efisien. c. Jika menggunakan data cross section, walaupun terlihat stabil namun sebenarnya dalam data tersebut tersimpan banyak perubahan, seperti data pengangguran, perpindahan pekerjaan, atau perubahan kebijakan pemerintah. Dengan menggunakan panel data maka penyesuaianpenyesuaian yang dinamis tersebut dapat dengan lebih mudah dipelajari. d. Mampu mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diperoleh dari data cross section murni atau data time series murni. e. Dapat menguji dan membangun model perilaku yang lebih kompleks. Dalam pengolahan data panel dikenal tiga macam metode yang biasa digunakan dalam sebuah penelitian, yaitu metode pooled least square, metode efek tetap (fixed effect), dan metode efek acak (random effect). Ketiga metode ini dapat diterapkan dengan pembobotan (cross section weights) atau tanpa pembobotan (no weighting).
Pooled Least Square Dalam metode ini data panel yang mengkombinasikan semua data cross section dan time series digabungkan menjadi pooled data. Dengan menggunakan metode ini tentunya menghasilkan pendugaan regresi yang lebih akurat jika dibandingkan dengan regresi biasa, karena dalam panel berarti menggabungkan data cross section dan time series bersama-sama sehingga memiliki jumlah observasi data yang lebih banyak. Kelemahan dalam metode ini adalah tidak terlihatnya perbedaan baik antar individu karena data yang digabungkan secara keseluruhan. Metode ini diduga dengan menggunakan Ordinary Least Square, yaitu : Yit = α + Xit βj + wit ............................................................................................. (4) Dimana: Yit = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i α = intersep yang konstan antar individu cross section i Xit = variabel bebas di waktu t untuk unit cross section i βj = parameter untuk variabel bebas wit = komponen error gabungan di waktu t untuk unit cross section i
10
Efek Tetap (Fixed Effect) Metode pooled least square memiliki kekurangan, yaitu tidak terlihatnya perbedaan baik antar individu, sehingga asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan. Sedangkan untuk generalisai secara umum, dapat dilakukan dengan memasukkan variabel dummy untuk menghasilkan nilai parameter yang berbeda-beda pada setiap unit cross section. Metode dengan memasukkan variabel dummy disebut dengan metode Fixed Effect atau Least Square Dummy Variable. Metode fixed effect akan menghasilkan intersep yang berbeda-beda antar unit cross section. Kelemahan pada metode ini adalah semakin berkurangnya degree of freedom akibat adanya penambahan variabel dummy pada persamaan, dan terntunya akan memengaruhi keefisienan parameter yang diduga. Pendugaan metode ini dinyatakan dalam persamaan (5). Yit = αi + βj xjit + μit ............................................................................................. (5) dimana : yit = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i αi = intersep yang akan berbeda antar individu cross section i xjit = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i βj = parameter untuk variabel ke j μit = komponen error di waktu t untuk unit cross section i Efek Acak (Random Effect) Pada metode efek acak (random effect) karakteristik antar individu terlihat pada komponen error yang ada pada model. Hal ini tidak akan mengurangi derajat bebas (degree of freedom) akibat penambahan variabel, sehingga efisiensi dalam pendugaan parameter juga tidak berkurang. Bentuk model efek acak ini adalah : Yit = α + βj xjit + wit ............................................................................................. (6) dimana : yit = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i α1i = α1 + μit , (dengan nilai intersep yang akan berbeda antar individu cross section i akibat random error (μit) antar individu tersebut μ) j x it = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i βj = parameter untuk variabel ke j wit = μit + τi , yaitu μit : error dan τi : individual effect Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai biji pala dilakukan oleh Yolanda (2008) yang menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi aliran perdagangan biji pala Indonesia. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model regresi berganda yang diduga dengan model Ordinary Least Square. Model ini mampu menunjukkan hubungan-hubungan antar variabel bebas dan tak bebas dan menjelaskan variabel apa saja yang dapat menjadi faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan biji pala Indonesia. Metodologi Box-Jenkins (ARIMA) untuk meramalkan ekspor biji pala. Hasil penelitian pada kegiatan ekspor biji pala menunjukkan peningkatan nilai ekspor biji pala berpengaruh positif terhadap
11 perekonomian Indonesia. Artinya, jika nilai yang akan diberikan dari komoditi ini meningkat, maka akan meningkatkan sumbangan sektor perkebunan khususnya komoditi pala terhadap devisa negara. Hal ini menunjukkan bahwa komoditi biji pala memiliki peran cukup besar dalam menopang perekonomian Indonesia. Penelitian mengenai dayasaing suatu produk baik barang ataupun jasa telah banyak dilakukan peneliti-peneliti sebelumnya, beberapa diantaranya adalah penelitian Adrian (2009) tentang dayasaing industri furniture rotan Indonesia. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dari tahun 1990-2006. Dengan menggunakan analisis komparatif RCA (Revealed Comparative Advantages) didapat nilai kekuatan dayasaing dari produk rotan sangat berfluktuasi akibat dari kondisi perekonomian pada masa itu. Namun demikian pasca krisis 1999 sampai tahun 2005 hasil RCA Indonesia menunjukkan nilai diatas 1 yang berarti pada tahun-tahun tersebut furniture rotan Indonesia memiliki nilai dayasaing diatas rata-rata dunia. Penelitian Probokawuryan (2010) dalam skripsinya mengenai analisis aliran ekspor hasil olahan dua klaster industri pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia selama tahun 2004-2008 dengan menggunakan Gravity model. Variabel yang digunakan untuk kedua model yaitu PDB riil Indonesia, PDB riil negara tujuan ekspor, populasi negara tujuan ekspor, nilai tukar riil Rp/US$, dan jarak ekonomi riil. Hasil dari penelitian untuk analisis deskriptif didapat efisiensi yang berfluktuatif selama kurun waktu penelitian. Sementara untuk metode kuantitatif faktor yang signifikan memengaruhi aliran ekspor olahan dua klaster adalah PDB riil Indonesia, PDB riil negara tujuan ekspor, populasi negara tujuan ekspor dan jarak ekonomi riil, sedangkan untuk variabel nilai tukar riil Rp/US$ tidak berpengaruh signifikan. Kerangka pemikiran Komoditas pala yang termasuk dalam kategori tanaman rempah-rempah memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan. Hal ini terlihat pada prestasi Indonesia sebagai salah satu eksportir biji pala terbesar dunia. Data produksi biji pala Indonesia yang cenderung mengalami peningkatan pada periode 1999-2011 (tabel 1) cukup menggambarkan bahwa pala cukup potensial untuk dikembangkan. Munculnya negara-negara pesaing sebagai eksportir pala sudah tentu akan berdampak pada aliran ekspor pala Indonesia. Beberapa negara bahkan berhasil menggeser posisi Indonesia sebagai eksportir utama pala. Untuk itu perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh pada aliran ekspor pala Indonesia di pasar internasional. Selain itu perlu diketahui juga nilai dayasaing yang dimiliki komoditi pala Indonesia. Hal ini sangatlah penting jika dilihat produksi pala yang positif seharusnya dapat mendorong ekspor yang lebih besar di pasar internasional. Pala Indonesia haruslah memiliki dayasaing yang tinggi agar mampu meningkatkan pangsa pasar serta bersaing dengan negara ekportir pala lainnya dalam perdagangan internasional. Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan dari penelitian yang berjudul “Analisis Dayasaing dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Aliran Ekspor Pala Indonesia” adalah menggambarkan posisi dayasaing serta menganalisis aliran ekspor pala Indonesia dengan menggunakan metode Gravity Model. Adapun faktor-faktor yang dianalisis antara lain PDB perkapita riil negara tujuan, jarak
12 ekonomi Indonesia dengan negara tujuan, harga riil pala dunia serta nilai tukar riil mata uang negara tujuan terhadap rupiah. Selain itu, untuk dapat menganalisis nilai dayasaing yang dimiliki komoditi pala Indonesia dan mendeteksi adanya perdagangan dua arah antara Indonesia dan negara tujuan, maka digunakan metode RCA, IIT dan EPD. Setelah mengetahui hasil analisis dari beberapa metode tersebut, maka diharapkan hasil tersebut dapat menggambarkan kondisi aliran ekspor serta dayasaing yang dimiliki oleh komoditi pala Indonesia. Hasil tersebut juga diharapkan dapat membantu beberapa pihak dalam menentukan strategi kebijakan yang tepat untuk dapat meningkatkan mutu dan volume ekspor pala Indonesia serta mampu bersaing dengan negara-negara eksportir pala lainnya di pasar internasional. Indonesia Sebagai Eksportir Pala Terbesar Dunia
Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Pala Indonesia Periode 2001-2011 Analisis posisi dayasaing secara kompetitif dan komparatif produk ekpor pala Indonesia
Identifikasi faktorfaktor yang memengaruhi aliran ekspor pala Indonesia ke enam mitra dagang utama
Metode RCA Metode EPD Metode IIT
Gravity Model (jarak ekonomi, PDB, harga riil, nilai tukar riil)
Strategi Peningkatan Aliran Ekspor Pala Indonesia Gambar 1 Kerangka pemikiran
13 Hipotesis 1. PDB per kapita riil negara tujuan ekspor diharapkan berpengaruh positif terhadap volume ekspor pala Indonesia. 2. Jarak ekonomi atau economic distance, diduga berpengaruh negatif terhadap volume ekspor pala Indonesia. 3. Nilai tukar riil mata uang negara tujuan terhadap rupiah diharapkan berpengaruh negatif terhadap volume ekspor pala Indonesia. 4. Harga riil pala dunia diharapkan dapat berpengaruh positif terhadap volume ekspor pala Indonesia.
METODE Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan adalah deret waktu (time series) dan antarindividu (cross section). Data deret waktu meliputi data tahunan selama 11 tahun yaitu dari tahun 2001 Sampai dengan tahun 2011. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari beberapa instansi yangresearch), pemodelan, analisis suatu teori, atau kombinasi dari berbagai jenis penelitian tersebut. Untuk penelitian yang menggunakan metode kualitatif, jelaskan pendekatan yang digunakan, proses pengumpulan dan analisis informasi, dan proses penafsiran hasil penelitian. Maksud dari perincian ini ialah untuk menjamin keterulangan hasil. Metode Analisis dan Pengolahan Data Pada penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk memberikan penjelasan mengenai perkembangan industri pala Indonesia, kendala- kendala yang ada dan potensinya di pasar internasional. Selain itu, metode ini juga digunakan pada hasil analisis data kuantitatif, sehingga hasil analisis dapat digambarkan. Metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis dayasaing dan faktorfaktor yang memengaruhi aliran ekspor pala Indonesia di pasar internasional. Metode kuantitatif Revealed Comparative Advantage (RCA), Export Product Dynamic (EPD), dan Intra Industry Trade digunakan untuk menganalisis posisi dayasaing dan keunggulan komparatif serta kompetitif produk Indonesia di pasar internasional dari tahun 2007 sampai 2011. Faktor-faktor yang memengaruhi aliran ekspor dari tahun 2001 sampai 2007 dianalisis dengan menggunakan metode panel data dengan model yang digunakan yaitu Gravity Model. Data sekunder diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel dan Eviews 6 yang kemudian hasil outputnya diintepretasikan dalam bentuk deskriptif. Variabel yang digunakan dalam analisis metode panel adalah data volume ekspor biji pala ke negara tujuan (kg), data Produk Domestik Bruto perkapita riil negara tujuan ekspor (US$/), data jarak ekonomi (Km), Nilai tukar riil mata uang negara tujuan terhadap rupiah (mata uang asing/Rupiah) dan harga riil pala dunia (US$/kg). Data yang dipergunakan adalah data panel dengan menggabungkan data time series 2001 sampai 2011 dan cross section enam negara, yaitu Italia,
14 Singapura, Jerman, Belgia, Amerika Serikat dan Belanda. Keenam negara tersebut dipilih melalui identifikasi sumber data dimana negara-negara tersebut secara rutin mengimpor pala Indonesia selama periode penelitian yakni dari tahun 2001 hingga 2011. Revealed Comparative Advantages (RCA) Revealed Comparative Advantage (RCA) digunakan dengan obyektif untuk menganalisis keunggulan komparatif atau dayasaing suatu komoditi dalam suatu negara. Metode RCA didasarkan pada suatu konsep bahwa perdagangan antar wilayah sebenarnya menunjukkan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu wilayah. Variabel yang diukur adalah kinerja ekspor suatu produk terhadap total ekspor suatu wilayah yang kemudian dibandingkan dengan pangsa nilai produk dalam perdagangan dunia. Jika nilai RCA lebih besar dari satu (RCA>1), maka negara tersebut mempunyai keunggulan komparatif dalam produknya.
…………………………………………………………..……... (7) Dimana: Xij : Nilai ekspor Indonesia terhadap komoditi j ke negara i Xit : Total nilai ekspor Indonesia ke negara i Wj : Nilai ekspor komoditi j di dunia Wt : Total nilai ekspor dunia Keunggulan metode Revealed Comparative Advantage adalah mengurangi dampak pengaruh campur tangan pemerintah sehingga kita dapat melihat keunggulan komparatif suatu produk dengan jelas dari waktu ke waktu. Sedangkan kelemahannya, yaitu: 1. Asumsi bahwa suatu negara dianggap mengekspor semua komoditi. 2. Indeks RCA tidak dapat menjelaskan apakah pola perdagangan yang sedang berlangsung tersebut optimal. 3. Tidak dapat mendeteksi dan memprediksi produk-produk yang berpotensi di masa yang akan datang. Eksport Product Dynamic (EPD) Pendekatan Export Product Dynamic digunakan untuk mengindentifikasi dayasaing/keunggulan kompetitif suatu produk, juga mengetahui apakah suatu produk dalam performa yang dinamis atau tidak. Walaupun beberapa produk mungkin bukan merupakan bagian yang besar pada ekspor suatu negara, namun terdapat beberapa alasan untuk mengidentifikasi produk yang dinamis (pertumbuhan cepat) dalam ekspor suatu negara. Jika pertumbuhan suatu produk diatas rata-rata secara kontinyu selama periode yang panjang, maka produk tersebut mungkin dapat menjadi sumber pendapatan ekspor yang besar bagi negara tersebut. Selanjutnya, jika produk dinamis tersebut mempunyai karakteristik produksi yang spesifik, maka hal ini juga menjadi informasi yang penting dalam kesempatan ekspor, dalam hubungannya dengan produk yang serupa. Terdapat ketertarikan untuk mengidentifikasi produk-produk dinamis sehingga negosiasi multilateral atau bilateral untuk mengatasi berbagai hambatan perdagangan beberapa produk di pasar ekspor bisa terfokuskan. Metode yang paling sering digunakan untuk mengidentifikasi produk-produk dinamis adalah
15 dengan memilih produk-produk berdasarkan tingkat pertumbuhannya selama periode yang ditetapkan.
Gambar 2 Dayatarik pasar dan kekuatan bisnis pada matriks EPD Keterangan: X = Pangsa pasar ekspor negara i pada perdangan dunia Y = Pangsa pasar produk j pada perdangan dunia Gambar 2 menggambarkan empat dekomposisi umum ekspor (berdasarkan posisi pangsa pasar). Empat dekomposisi indikator dayasaing perdagangan tersebut diterapkan pada banyak penyusunan indikator kuantitatif. Komoditi pala yang diteliti akan menempati salah satu empat dekomposisi tersebut dan akan nampak pangsa pasar ekspor setelah hasil estimasi dayasaing diperoleh. Rising Star merupakan posisi pasar ideal dimana perdagangan tersebut memperoleh tambahan pangsa pasar pada produknya yang tumbuh cepat (fast-growing products). Untuk memperoleh pangsa pasar ekspor tertinggi sebagai ditandai dengan negara tersebut memperoleh pangsa pasar untuk produk-produk yang berkembang cepat. Lost Opportunity dihubungkan dengan penurunan pangsa pasar ekspor yang kompetitif. Falling Star terjadi ketika ada peningkatan pada pangsa pasar ekspornya, tetapi tidak pada pangsa pasar produk dinamis. Sementara itu, Retreat mengartikan bahwa produk tidak diinginkan lagi di pasar. Hal yang harusnya dilakukan oleh produk yang berada pada posisi Retreat adalah menggerakkan produk-produk yang stagnan menuju produk-produk yang dinamis. Secara matematis, yang dimaksud dengan pangsa ekspor suatu negara (negara i) dan pangsa pasar produk (produk n) dalam sebuah perdagangan dunia adalah sebagai berikut: Sumbu X: Pertumbuhan kekuatan bisnis atau disebut pangsa pasar ekspor i.
……………………………….. (8) Sumbu Y: Pertumbuhan dayatarik pasar atau disebut pangsa pasar produk j.
………………………………… (9) Dimana: Xij = Nilai ekspor komoditi j dari Indonesia ke negara i Xt = Total nilai ekspor negara Indonesia ke dunia Wij = Nilai ekspor komoditi j dunia ke negara i Wt = Nilai ekspor total dunia
16 Intra Industry Trade (IIT) Alur perdagangan internasional dapat dilihat dengan menggunakan indikator Intra Industry Trade atau seringkali disebut dengan Grubel-Lloyd index (GLI). Perhitungan indeks IIT didasarkan pada selisih antara nilai ekspor dan impor dari sebuah industri atau produk dan total perdagangan dari industri atau produk tersebut. IIT dapat dirumuskan sebagai berikut:
.......................................................................(10) Dimana : IITijt = indeks intra-industry trade di negara i dalam produk j pada waktu t Xljt = total ekspor negara i dalam industri atau produk j pada waktu t Mljt = total impor negara i dalam industri atau produk j pada waktu t Indeks IIT berkisar dari nol hingga seratus. Apabila indeks bernilai nol, maka seluruh perdagangan merupakan inter-industry atau negara i hanya mengekspor atau hanya mengimpor dalam suatu industri atau produk j. Sedangkan apabila indeks bernilai 100 menunjukkan bahwa impor negara i setara dengan ekspornya dalam industri atau produk j atau perdagangan bersifat intraindustry. Nilai IIT dapat diklasifikasikan seperti pada tabel berikut : Tabel 3 Klasifikasi nilai intra-industry trade IIT 0.00 >0.00-24,99 25,00-49,99 50,00-74,99 75,00-99,99
KLASIFIKASI Tidak ada intergrasi (one way trade) Integrasi lemah Integrasi sedang Integrasi cenderung kuat Integrasi kuat (two way trade)
Sumber: Austria 2007
Analisis Gravity Model Data panel merupakan gabungan antara data cross section dan data time series. Data cross section adalah data yang dikumpulkan pada suatu waktu tertentu yang menggambarkan keadaan pada waktu tersebut. Data time series adalah data yang dikumpulkan secara berkala untuk melihat perkembangannya dari waktu ke waktu. Implikasi yang diperoleh dari kombinasi tersebut adalah Bahan hasil estimasi dari model data panel lebih efisien, dikarenakan jumlah observasi lebih banyak. Selain itu, penggunaan model data panel juga dapat mengurangi efek bias seiring dengan meningkatnya derajat bebas (degree of freedom). Metode data panel dapat memberikan keuntungan dibandingkan hanya dengan menggunakan data time series atau cross section saja (Baltagi 2005), yaitu: 1) Data panel dapat mengendalikan heterogenitas individu. 2) Dapat memberikan informasi yang lebih banyak, mengurangi kolinearitas diantara variabel, memperbesar derajat bebas atau degree of freedom dan lebih efisien. 3) Dapat lebih baik untuk studi dynamic of adjustment.
17 4) Dapat diandalkan untuk mengidentifikasi dan mengukur efek yang tidak dapat dideteksi dalam model time series atau cross section saja. Estimasi model menggunakan data panel dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu pooled least square, fixed effect, dan random effect. Pada penelitian ini, digunakan metode panel data dengan fixed effect karena dengan metode ini intercept yang diperoleh berbeda-beda antarunit cross section. Dugaan persamaan aliran ekspor pala Indonesia dirumuskan sebagai berikut: Ln Xijt
=
β0
β1 lnJEijt + β2 lnEXjt + β3 lnGDPjt + β4PRCt + μit.........................................................................................................................................(11) +
Dimana: Xijt
JEijt EXjt GDPjt PRCt
μit β0 βn
: Volume ekspor pala dari indonesia ke negara j (Kg) : Jarak ekonomi antar negara Indonesia dan negara tujuan (Km) : Nilai tukar riil mata uang mata uang negara tujuan terhadap rupiah (mata uang negara tujuan/Rp) : PDB riil perkapita negara j pada tahun ke-t (US$) : Harga pala di pasar dunia pada tahun ke-t (US$/kg)) : error term : intercept : slope
Definisi Operasional Untuk memperjelas variabel-variabel yang dituliskan dalam persamaan (11), maka definisi operasional variabel-variabel tersebut yaitu: 1. Volume ekspor pala Indonesia di pasar Internasional menjadi variabel tak bebas dalam model yang merupakan total permintaan ekspor pala Indonesia. Volume ini dinyatakan dalam satuan kilogram. 2. Jarak ekonomi atau economic distance merupakan pendekatan yang mewakili biaya transportasi. ..............................(12) 3. Nilai tukar riil mata uang mata uang negara tujuan terhadap Rupiah Indonesia, dinyatakan dalam mata uang asing/rupiah. Rumus untuk mendapatkan nilai tukar riil Rupiah terhadap mata uang negara tujuan adalah: x IHK Indonesia ….(13)
4. Nilai PDB perkapita riil negara j adalah nilai produk domestik riil perkapita negara tujuan ekspor (importir) yang dihasilkan perekonomian negara tersebut dalam satu tahun berdasarkan harga konstan tahun 2000 selama periode 20012011, dinyatakan dalam US$. 5. Harga pala dunia merupakan harga riil pala yang berlaku di pasar internasional yang dinyatakan dalam kg/US$. Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel Pemilihan model yang akan digunakan dalam suatu penelitian harus dipertimbangkan secara statistik. Hal ini ditujukan untuk dapat memeroleh dugaan
18 yang efisien. Terdapat tiga pengujian yang umum digunakan dalam menentukan model yang akan digunakan dalam pengolahan data panel yaitu Chow Test dan Hausman Test. A. Chow Test Uji Chow Test digunakan untuk memilih model yang lebih baik di antara model Pooled Least Square atau Fixed Effect. Hipotesis dari pengujian ini adalah sebagai berikut : H0 : model pooled least square H1 : model fixed effect Dasar penolakan terhadap H0 adalah dengan menggunakan F statistik seperti berikut : FN-1, NT-N-K =
......................................................................(14)
Dimana : = residual sum square hasil pendugaan model pooled least square = residual sum square hasil pendugaan model fixed effect N = jumlah data cross section T = jumlah data time series Jika nilai Chow statistic hasil pengujian lebih besar dari F tabel maka tolak H0 sehingga model yang digunakan adalah fixed effect dan sebaliknya. B. Hausman Test Hausman Test dilakukan untuk memilih model yang akan digunakan di antara model fixed effect dan model random effect. Model fixed effect mengandung unsur trade off dimana suatu unsur derajat bebas dapat hilang dengan memasukkan variabel dummy. Penggunaan model random effect harus diperhatikan ada tidaknya pelanggaran asumsi dari setiap komponen galat. Hipotesis dari pengujian ini adalah sebagai berikut: H0 : Model random effect H1 : Model Fixed effect Sebagai dasar penolakan H0 maka digunakan Statistik Hausman dan membandingkannya dengan Chi-Square. Statistik Hausman dirumuskan sebagai berikut: M = (β – b)(M0-M1)-1(β - b)~χ2(K)......................................................................(15) Dimana: Β : vektor statistik variabel fixed effect, b : vektor statistik variabel random effect, M0 : matriks kovarians untuk dugaan random effect. Jika nilai M hasil pengujian lebih besar dari x2-tabel, maka cukup melakukan penolakan terhadap hipotesa nol sehingga model terbaik yang dapat digunakan adalah model fixed effect, dan begitu pula sebaliknya. C. LM Test LM Test atau The Breusch – Pagan LM Test digunakan sebagai pertimbangan statistik dalam memilih model Random Effect Model versus Pooled Least Square. Pengujian hipotesisnya sebagai berikut: H0 : PLS H1 : Random Effect Model
19 Dasar penolakan H0 dengan menggunakan statistik LM yang mengikuti distribusi Chi-Square. Uji Hipotesis Uji hipotesis dapat dilakukan dengan maksud memeriksa atau menguji apakah variabel-variabel yang digunakan dalam model regresi signifikan atau tidak. Signifikan sendiri mengandung arti sutau nilai dari parameter regresi yanng secara statistik tidak sama dengan nol. Ada beberapa jenis uji hipotesis yang dapat dilakukan terhadap variabel regresi. 1. Uji-F Uji-F digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel independen di dalam model secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen dengan membandingan nilai kritis F dengan hasil F-hitung. Pengujian hubungan antara variabel independen dan variabel dependen dilakukan melalui pengujian besar perubahan dari variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh perubahan nilai semua variabel independen. Analisis pengujian tersebut adalah sebagai berikut : Perumusan Hipotesis H0: β1 = β2 = β3 = βk = 0 H1: Minimal ada satu nilai β yang tidak sama dengan nol Uji statistik yang digunakan: Fhitung =
e2/(k-1)
........................................................................................(14)
(1- e2)/(n-k) Dimana : e2 = Jumlah kuadrat regresi 2 (1- e ) = Jumlah kuadrat sisa n = Jumlah pengamatan k = Jumlah parameter Kriteria uji : Fhitung > Ftabel,(k-1)(n-k) maka tolak H0 Jika tolak H0 berarti secara bersama-sama variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas pada taraf nyata α persen, demikian pula sebaliknya. 2. Uji-t Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen secara individu (masing-masing) berpengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel independen. Hipotesis: H0: βk = 0 H1: βk ≠ 0 Uji statistik yang digunakan, bi thitung = .......................................................................................(15) S(bi) ttabel
= tα(n-k)
20 dimana: S(bi) = Standar deviasi parameter untuk bi bi = Koefisien ke-i yang diduga Kriteria uji : ⎢t hitung ⎢> tα /2,(n-k) maka tolak H0, dimana jumlah observasi dilambangkan dengan huruf n, dan huruf k melambangkan jumlah variabel (termasuk intercept). Selain itu, jika probabilitas (p-value) lebih kecil dari taraf nyata maka dapat digunakan juga untuk menolak H0. Jika H0 berarti variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas pada taraf nyata α persen, demikian sebaliknya. Pengujian Asumsi Model Dalam analisis regresi, terdapat tiga asumsi yang harus diuji yaitu heteroskedastisitas, multikolineritas, dan autokorelasi. Selain itu ada uji normalitas untuk mengetahui apakah error term menyebar normal atau tidak. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah salah satu penyimpangan pada asumsi klasik statistika. Heteroskedastisitas terjadi jika ragam sisaan tidak konstan, hal ini dilambangkan dengan Var (μi) = E (μi2) = σi2. Masalah ini sering terjadi jika ada penggunaan data cross section dalam estimasi model, namun dapat terjadi juga dalam data time series. Salah satu cara mengatasi masalah ini adalah dengan menggunakan metode Generalized Least Square (GLS). Metode ini merupakan metode kuadrat terkecil yang terboboti, dimana model ditransformasi dengan memberikan bobot pada data asli (Juanda 2009). Uji Multikolinieritas Multikolinieritas merupakan suatu penyimpangan asumsi akibat adanya keterkaitan atau hubungan linier antar variabel bebas penyusun model. Indikasi adanya multikolinieritas dapat dilihat jika dalam model yang dihasilkan terbukti signifikan secara keseluruhan (uji-F) dan memiliki nilai R-squared yang tinggi namun banyak variabel yang tidak signifikan (uji-t). Salah satu cara mengatasi masalah ini adalah dengan menggabungkan data cross section dengan data time series (Juanda 2009). Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah adanya korelasi serial antara sisaan (μt). Juanda (2009) menjelaskan akibat adanya autokorelasi dalam model yang diestimasi yaitu pendugaan parameter masih tetap tidak bias dan konsisten namun penduga ini memiliki standar error yang bias ke bawah, atau lebih kecil dari nilai yang sebenarnya sehingga nilai statistik uji-t tinggi (overestimate). Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menggunakan metode Generalized Least Square dalam estimasi model (Gujarati, 2004). Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dalam sebuah persamaan regresi dapat dilakukan uji Durbin-Watson (DW). Dalam Eviews6 Guide dijelaskan bahwa jika nilai DW tersebut sudah lebih dai 1.5 dan mendekati 2 maka dapat dikatakan tidak ada autokorelasi. Berikut adalah Tabel 4 yang memperlihatkan distribusi nilai DW dimana nilai tersebut telah disusun oleh Durbin Watson untuk derajat keyakinan 95% dan 99%.
21 Tabel 4 Selang nilai statistik durbin Watson serta keputusannya Nilai Durbin-Watson
Kesimpulan
DW < 1,10 1,10 < DW < 1,54 1,55 < DW < 2,46 2,46 < DW < 2,90 DW > 2,91
Ada autokorelasi Tanpa kesimpulan Tidak ada autokorelasi Tanpa kesimpulan Ada autokorelsi
Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk memeriksa apakah error term menyebar normal atau tidak. Hipotesis yang digunakan adalah, H0 : error term menyebar normal H1 : error term tidak menyebar normal Uji normalitas diaplikasikan dengan melakukan tes Jarque Bera, jika nilai probabilitas yang diperoleh lebih besar dari taraf nyata yang digunakan, maka terima H0 yang berarti error term dalam model sudah menyebar normal.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Dayasaing Pala Indonesia Periode 2007 sampai 2011 Hasil estimasi nilai RCA pala Indonesia selama periode 2007-2011 di masing-masing negara tujuan utama ekspor, yaitu Belanda, Belgia, Singapura, Italia, Amerika dan Jerman dapat dilihat pada Tabel 5. Keenam negara ini secara kontinyu selama periode 2001-2011 rutin melakukan impor pala dari Indonesia. Dari keenam negara tersebut, empat diantaranya berasal dari benua Eropa, sedangkan sisanya berasal dari Asia dan Amerika. Tabel 5 Nilai RCA Indonesia ke negara tujuan ekspor periode 2007-2011 Nilai RCA Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor
Tahun 2007 2008 2009 2010 2011
Belanda 76,95 53,13 48,99 95,83 71,02
Rata-rata 69,184
Belgia 155,58 140,97 111,02 146,56 72,09
Singapura 15,65 15,62 6,73 8,58 4,2
Italia 87,13 103,08 96,66 67,75 131,69
Amerika 86,9 86,04 97,04 90,05 85,51
Jerman 61,47 86,2 96,88 140,51 141,36
125,244
10,156
97,262
89,108
105,284
Sumber: UN COMTRADE (diolah)
Apabila diperhatikan pada Tabel 5 nilai RCA indonesia ke negara tujuan ekspor pala sangat berfluktuaktif. Keseluruhan negara peserta impor pala Indonesia ini memiliki nilai RCA yang jauh lebih dari satu yang artinya komoditi
22 pala Indonesia memiliki nilai komparatif yang tinggi di keenam negara tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pala Indonesia memiliki dayasaing yang kuat sehingga dapat menguasai secara penuh perdagangan pala di pasar Belanda, Belgia, Singapura, Italia, Amerika Serikat dan Jerman. Beberapa negara dari seluruh belahan dunia memiliki potensi besar sebagai eksportir utama komoditi pala, diantaranya Grenada, Indonesia, India, Sri lanka dan Malaysia. Dari gambar 3 terlihat, Indonesia menguasai 34 persen pasar pala dunia. Merujuk dari hasil RCA yang menunjukkan tingginya nilai komparatif pala Indonesia di keenam negara tujuan ekspor dan membandingkannya dengan data kontribusi Indonesia terhadap pala dunia mengindikasi bahwa pala Indonesia diminati pasar internasional.
Sumber: UN COMTRADE 2012
Gambar 3 Kontribusi negara eksportir pala dunia periode 2001-2011 Metode Export Product Dynamic (EPD) digunakan dalam sebuah penelitian untuk dapat mengidentifikasi suatu produk yang kompetitif dan dinamis (pertumbuhannya cepat) pada sebuah aliran ekspor. Jika suatu produk memiliki pertumbuhan diatas rata-rata secara kontinyu selama kurun waktu tertentu, maka produk ini mungkin dapat menjadi sumber pendapatan ekspor yang penting bagi negara tersebut.
Sumber: UN COMTRADE 2012 (diolah)
Gambar 4 Hasil estimasi EPD pala Indonesia ke negara tujuan ekspor periode 2007-2011
23 Berdasarkan Gambar 4, hasil estimasi mengungkapkan bahwa komoditi pala Indonesia yang diekspor ke negara Belanda, Italia, Amerika dan Jerman, berada diposisi “Rising Star”. Hal ini mengindikasikan bahwa komoditi pala tersebut mempunyai keunggulan kompetitif di pasar dunia selama periode 2007-2011 dan berada pada pangsa pasar yang ideal dimana terjadi peningkatan yang pesat dan kontinyu pada pangsa ekspornya. Sehingga dapat dikatakan bahwa komoditi pala mempunyai keunggulan kompetitif di pasar keempat negara tujuan ekspor tersebut. Maka komoditi ini mungkin menjadi sumber pendapatan ekspor yang penting bagi Indonesia untuk tujuan ekspor ke keempat negara tersebut. Sedangkan untuk pala yang diekspor ke negara Belgia dan Singapura, hasil estimasi menempatkan keduanya pada posisi “Lost Opportunity”. Pada posisi ini, pertumbuhan pangsa pasar mulai menurun sedangkan permintaan ekspor akan komoditi pala dikedua negara tersebut terus meningkat. Artinya, produk pala Indonesia kurang kompetitif apabila dipasarkan ke kedua negara tersebut walaupun kebutuhan akan komoditi pala di Belgia dan Singapura sangat dinamis. Hasil olahan EPD memperlihatkan bahwa Belgia dan Italia yang termasuk dalam satu wilayah Eropa berada pada posisi pasar yang berbeda. Belgia berada pada posisi “Lost Opportunity” sedangkan Italia berada pada posisi “Rising Star”. Tabel 6 Volume Ekspor pala Indonesia ke enam mitra dagang utama Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-rata
Belanda 2844239 3572826 1883939 3287002 2603846 2231197 3025196 2067793 1818727 1671916 2038990 2458697
Belgia 491024 579939 755547 785798 403026 531257 1135783 698354 818722 541710 520736 660172
Negara Singapura Italia 1797357 198597 1912404 531171 1894231 309879 1798388 684290 1327718 265287 822168 466670 871117 508548 738558 535672 961650 446443 533211 480996 707831 1119870 1214967 504311
Amerika 2403584 1970567 1572443 1587449 990099 1183340 966340 1482450 1479712 1325562 1685583 1513375
Jerman 1850145 1356159 1631573 1595385 1557056 2421230 1600032 1388498 1476372 1575970 1898296 1668247
Sumber: UN COMTRADE (2012) Sumber: UN COMTRADE (diolah)
Merujuk dari nilai volume ekspor pala Indonesia ke-enam mitra dagang utama (tabel 6), terlihat bahwa rata-rata volume ekspor italia lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai rata-rata volume ekspor yang dimiliki Belgia. Namun, nilai volume ekspor pala Indonesia di Italia memiliki trend yang meningkat. Hal ini mengindikasikan jika komoditi pala Indonesia di pasar italia memiliki pangsa pasar ekspor yang meningkat. Pada pasar Belgia, terlihat bahwa volume ekspor pala Indonesia memiliki trend yang menurun, hal ini menyebabkan pala Indonesia berada pada posisi “Lost Opportunity”.
24
Sumber: UN COMTRADE (2012) Gambar 5 Kondisi volume ekspor pala Indonesia di pasar Belgia dan Italia
Analisis Intra-Industry Trade (IIT) pada komoditi pala Indonesia ke negaranegara tujuan ekspor selama periode 2007-2011 dilakukan untuk dapat menunjukkan apakah komoditi yang diteliti memiliki sifat perdagangan yang inter industri ataukah intra industri. Perdagangan inter industri terjadi ketika suatu negara mengekspor dan mengimpor produk yang berbeda klasifikasinya. Perdagangan jenis ini berbeda dengan perdagangan intra industri dimana suatu negara melakukan ekspor dan impor dengan produk yang klafikasinya sama. Pada penelitian ini, metode IIT digunakan untuk melihat aliran perdagangan intra industri komoditi pala Indonesia dan negara-negara ekspornya selama periode tahun 2007-2011. Dalam perhitungan IIT, semakin semakin kecil nilai IIT maka derajat integritas perdagangan antara kedua negara tersebut semakin rendah. Tabel 7 Rata-rata hasil analisis IIT pala Indonesia dengan Negara tujuan ekspor periode 2007-2011 Negara
Rata-rata nilai IIT 0,455 0,000 1,166 2,819 0,231 0,000
Belanda Belgia Singapura Italia Amerika Jerman Sumber: UN COMTRADE (diolah) Berdasarkan hasil analisis pada tabel 7, Belgia dan Jerman memiliki ratarata nilai indeks IIT sebesar 0. Hal ini menunjukkan bahwa hanya terjadi satu aliran perdagangan (one way trade) yaitu, ekspor pala dilakukan Indonesia ke Belgia dan Jerman dan Indonesia sama sekali tidak mengimpor pala dari kedua negara tersebut. Hubungan satu arah ini mengindikasi bahwa negara Belgia dan Jerman memiliki ketergantungan impor yang tinggi terhadap komoditi pala
25 Indonesia, sehingga Indonesia harus meningkatkan produksi pala dan turunannya agar tetap menjadi negara net eksportir bagi kedua negara tersebut. Sedangkan pada negara-negara seperti Belanda, Singapura, Italia dan Amerika dapat terlihat adanya aktivitas impor yang dilakukan Indonesia terhadap komoditi pala keempat negara tersebut. Namun aktivitas impor ini relatif sangat kecil bila dibandingkan dengan aktivitas ekspor pala Indonesia ke keempat negara tersebut. Rata-rata nilai indeks IIT Indonesia dengan Italia memiliki rata-rata nilai indeks IIT tertinggi sebesar 2,819. Hal tersebut mengindikasi bahwa selain sebagai negara eksportir Indonesia juga berperan sebagai negara importir. Namun, Indonesia lebih aktif melakukan aktivitas ekspor pala ke Italia dan hanya sedikit melakukan kegiatan impor. Sama halnya dengan Italia, negara lain yang memiliki nilai IIT seperti Belanda, Singapura dan Amerika dengan masing-masing memiliki rata-rata nilai indeks IIT tercatat sebesar 0,455 , 1,166 dan 0,231 artinya adanya keterkaitan perdagangan Indonesia dengan ketiga negara tersebut pada komoditi pala namun keterkaitan ini sangat lemah sehingga negara-negara tersebut lebih menggantungkan impor komoditi pala dari Indonesia dibandingkan mengekspornya. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Aliran Ekspor Pala Indonesia Setelah dilakukan regresi panel data, diperoleh estimasi persamaan yaitu: LNVEijt = 27.34224 - 2.815034 LNJEijt + 0.180632 LNEXjt - 0.291897 LNPDBjt + 0.251436 LNPRCt + μit Dimana VEijt adalah volume ekspor pala dari indonesia ke negara j (Kg), Jeijt adalah jarak ekonomi antar negara Indonesia dan negara tujuan (Km), EXjt adalah nilai tukar riil mata uang rupiah terhadap negara tujuan (matauang negara tujuan/Rupiah), PDBj adalah PDBriil perkapita negara j pada tahun ke-t (US$), PRCt adalah harga pala di pasar dunia pada tahun ke-t (US$/kg)), μit adalah error term. Tabel 8 Hasil estimasi Gravity Model aliran ekspor pala Indonesia dengan data panel menggunakan metode Fixed Effect Varibel LNGDP LNJE LNER LNPRC C R-squared Prob(F-stat)
R-squared Sum Squared resid
Prob Koefisien 0.5831 0.291897 0.0000 -2.815034* 0.1326 0.180632 0.0324 0.251436* 0.0000 27.34224 Weighted Statistics 0.840965 Sum Squared resid 4.327803 0 Durbin_watson stat 2.059412 Unweighted Statistics 0.839222 Durbin_watson stat 2.091863 4.496956
Sumber: UN COMTRADE (diolah)
*Signifikan pada taraf nyata 5%
26 Perumusan model dibentuk dari penggabungan data time series dan cross section dengan volume ekspor pala sebagai variabel dependennya sedangkan PDB perkapita riil negara tujuan, nilai tukar riil, jarak ekonomi dan harga pala dunia merupakan variabel independennya. Hasil uji t-statistik menunjukkan, PDB perkapita riil negara tujuan dan nilai tukar riil matauang asing terhadap Indonesia tidak signifikan dalam taraf nyata 5 persen. Sedangkan untuk variabel jarak ekonomi dan harga riil pala dunia signifikan pada taraf nyata 5 persen. Adapun analisis gravity model pengaruh variabel terhadap aliran ekspor pala Indonesia akan dijelaskan satu per satu seperti berikut. 1.
Produk Domestik Bruto (PDB) perkapita riil negara tujuan ekspor Salahsatu variabel bebas yang tidak signifikan pada taraf nyata 5 persen (0.05) adalah variabel logaritma natural PDB perkapita riil negara tujuan. Hal ini terlihat dari nilai probabilitasnya sebesar 0.5831 yang lebih besar jika dibandingkan dengan taraf nyatanya. Variabel ini tidak signifikan karena posisi Indonesia sebagai eksportir utama pala dunia dan kondisi keenam mitra dagang utama Indonesia yang tidak mampu memproduksi pala untuk memenuhi permintaan domestiknya mendorong mereka untuk mengimpor pala dari negara lain. Maka dapat disimpulkan bahwa Indonesia menguasai pasar keenam mitra dagang utama dalam mengekspor komoditas pala. Adanya peningkatan PDB perkapita riil negara tujuan ekspor akan meningkatkan konsumsi negara tersebut terhadap pala Indonesia serta meningkatkan daya beli masyarakat terutama bagi pelaku industri yang menggunakan pala sebagai bahan baku. Namun, kondisi ini tidak berlaku bagi aliran ekspor komoditi pala. Tingginya dayasaing yang dimiliki pala Indonesia di keenam negara tujuan utama ekspor terutama wilayah Eropa dan Amerika menyebabkan dalam kondisi apapun negara-negara tersebut tetap melakukan aliran ekspor pala. Komponen yang terdapat pada buah pala sangat bermanfaat untuk tubuh terutama pada musim dingin dan kondisi alam negara-negara tersebut yang tidak memungkinkan untuk memproduksi pala menjadi alasan mengapa mereka tetap mengimpor pala Indonesia. 2.
Jarak Ekonomi Variabel jarak ekonomi merupakan transformasi dari biaya transportasi dan jarak geografis memiliki probabilitas t-statistik (0,0000) yang lebih kecil dari taraf nyata 5 persen (0,05). Hal ini mengindikasikan jika jarak ekonomi merupakan salah satu faktor yang memengaruhi aliran ekspor pala Indonesia. Koefisien negatif (-2.815034) pada variabel jarak ekonomi mengandung arti jarak yang semakin jauh. Kenaikan 1 persen jarak ekonomi dapat menurunkan volume ekspor pala Indonesia (cateris paribus). Hal ini dikarenakan jarak akan meningkatkan biaya transportasi sehingga negara-negara importir menurunkan volume ekspor pala dari Indonesia. Sebagai contoh, Singapura yang memiliki jarak yang dekat dengan Indonesia memiliki rata-rata volume ekspor pala Indonesia dari tahun 2001 hingga 2011 sebesar 1.2 ribu ton sedangkan Belgia yang jarak ekonominya lebih jauh memiliki rata-rata volume ekspor pala dari Indonesia sebesar 0.6 ribu ton.
27 3.
Nilai Tukar riil Menurut Mankiw, nilai tukar riil adalah tingkat harga relatif yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Koefisien nilai tukar riil mata uang asing terhadap rupiah tidak signifikan pada taraf nyata 5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa nilai tukar riil mata uang asing terhadap rupiah merupakan faktor yang tidak memengaruhi aliran ekspor pala Indonesia. Hal ini dapat tejadi mengingat tingginya dayasaing yang dimiliki pala Indonesia di negara-negara tujuan utama ekspor, terutama di wilayah Eropa dan Amerika. Kondisi menyebabkan negara-negara tersebut tetap melakukan aliran ekspor pala. Kenaikan ataupun penurunan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap rupiah tidak akan berdampak pada aliran ekspor pala ke negara-negara tujuan ekspor. 4.
Harga Riil Berdasarkan hasil estimasi variabel harga riil ekspor pala dunia berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5 persen. Kondisi ini mengindikai bahwa besarnya harga riil pala dunia memengaruhi volume ekspor pala Indonesia ke negara tujuan. Uji ekonomi menunjukkan bahwa nilai koefisien harga riil sebesar 0.251436. Artinya, kenaikan harga riil ekspor pala dunia sebesar 1 persen akan meningkatkan volume ekspor pala Indonesia ke negara tujuan sebesar 0.251436 persen, cateris paribus. Apabila harga riil pala dunia meningkat, maka harga ekspor pala negara-negara pengekspor pun akan meningkat. Kondisi inilah yang menyebabkan para produsen pala domestik bersaing untuk meningkatkan produksi pala secara besar-besaran sehingga meningkatkan volume ekspor. Tanaman pala yang hanya dapat tumbuh di iklim yang tropis sedangkan pala sangat sulit untuk tumbuh di negara-negara yang memiliki empat iklim menjadi alasan beberapa negara lebih mengandalkan impor pala dunia. Konsumsi yang tinggi serta tidak didukung produksi yang dapat memenuhi permintaan domestik inilah yang mendorong negara-negara empat musim seperti Eropa dan Amerika lebih memilih mengimpor pala dari negara lain termasuk Indonesia. Tabel 9 Uji Fixed Effect (Cross) No. 1 2 3 4 5 6
CROSSID Belanda Belgia Singapura
Effect 1.818312 0.526686 -6.184727
Italia Amerika Serikat Jerman
0.231377 2.288723 1.319630
Negara–negara tersebut sangat potensial untuk mengimpor pala Indonesia, untuk dapat mengetahui negara mana yang paling potensial untuk menjadi pasar tujuan ekspor pala Indonesia maka perlu dilakukan uji Fixed Effect (Cross) yang dapat menunjukkan faktor pembeda dari setiap cross section (negara). Amerika Serikat merupakan negara yang memiliki nilai pembeda paling tinggi, yakni sebesar 2.288723. Hal ini menunjukkan bahwa volume ekspor komoditi pala
28 Indonesia ke negara tersebut memiliki rata-rata perubahan yang paling tinggi sebesar 2.288723. Kesimpulan dari uji ini adalah Amerika merupakan pasar tujuan ekspor yang potensial menjadi pasar pala Indonesia. Penelitian mengenai biji pala sudah dilakukan sebelumnya oleh Yolanda pada tahun 2008 yang menganalisis faktor-faktor apa saja yang memengaruhi aliran perdagangan biji pala Indonesia. Dugaan diramalkan dengan menggunakan model Ordinary Least Square dengan metodologi Box-Jenkins (ARIMA) untuk meramalkan ekspor biji pala. Hasil penelitian pada kegiatan ekspor biji pala menunjukkan peningkatan nilai ekspor biji pala berpengaruh positif terhadap perekonomian Indonesia. Artinya, jika nilai yang akan diberikan dari komoditi ini meningkat, maka akan meningkatkan sumbangan sektor perkebunan khususnya komoditi pala terhadap devisa negara. Hal ini menunjukkan bahwa komoditi biji pala memiliki peran cukup besar dalam menopang perekonomian Indonesia.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dipaparkan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil analisis keunggulan komparatif (Revealed Comparative Advantage), komoditi pala Indonesia memiliki keunggulan komparatif dan tujuan ekspornya, yaitu Belanda, Belgia, Italia, Jerman, Amerika Serikat dan Singapura. Tingginya keunggulan komparatif yang dimiliki pala Indonesia pada pasar Eropa dan Amerika lebih disebabkan oleh struktur alam di benua tersebut yang tidak memungkinkan untuk dapat memproduksi komoditi pala, sehingga negara-negara tersebut lebih mengandalkan impor pala dari negara lain, termasuk Indonesia. Singapura merupakan salah satu negara pengimpor pala Indonesia yang cukup potensial.Karakteristik perdagangan Singapura yang sangat bergantung pada kegiatan ekspor terutama ekspor dari hasil komoditi impor berupa bahan mentah memberikan implikasi positif terhadap kegiatan ekspor Indonesia yang cenderung mengekspor komoditi mentah terutama komoditi dari hasil pertanian seperti pala. 2. Hasil analisis keunggulan kompetitif (Export Product Dynamic) komoditi pala Indonesia yang diekspor ke negara Belanda, Italia, Amerika dan Jerman, berada diposisi “Rising Star” dimana posisi ini menunjukkan bahwa komoditi pala Indonesia memiliki keunggulan kompetitif dan berada pada pangsa pasar yang ideal dimana terjadi peningkatan yang pesat dan kontinyu pada pangsa ekspor dan produknya. Sedangkan pada negara Belgia dan Singapura, komoditi pala Indonesia berada pada posisi “Lost Opportunity” ditandai dengan pangsa ekspor yang menurun. 3. Hasil analisis Intra-Industry Trade (IIT), komoditi pala Indonesia di negara-negara tujuan ekspornya, yaitu Belgia, Jerman berada pada alur perdagangan inter-industry trade yang terlihat dari indeks IIT bernilai 0 sedangkan tiga negara lain Belanda (0,455), Singapura (1,166), Amerika
29
4.
Serikat (0,231) dan Italia (2,819) memiliki perdagangan dua arah namun merujuk klasifikasi nilai intra-industry trade pada tabel 4, nilai ini tergolong masih lemah. Variabel yang signifikan pada taraf nyata lima persen adalah variable harga riil dan jarak ekonomi. Sedangkan variabel PDB perkapita negara tujuan dan nilai tukar riil negara tujuan terhadap rupiah tidak berpengaruh pada taraf nyata lima persen. Variabel-variabel harga riil pala dunia dan Jarak ekonomi sesuai dengan hipotesis yang diinginkan dimana variabel harga riil berpengaruh positif dan jarak ekonomi berpengaruh negative terhadap volume ekspor pala Indonesia, sedangkan variabel lainnya seperti PDB perkapita riil negara tujuan dan nilai tukar mata uang asing terhadap rupiah tidak sesuai dengan hipotesis yang diinginkan. Saran
Merujuk dari nilai Revealed Comparatif Advantage pala Indonesia pada pasar Amerika, Jerman, Belanda, Belgia, Italia dan Singapura yang merupakan negara pengimpor pala menunjukkan bahwa pala Indonesia memiliki dayasaing yang tinggi di pasar tujuan ekspor. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa pala Indonesia mampu menguasai perdagangan pala di pasar internasional. Kondisi tersebut didukung oleh hasil analisis Export Dynamic Product yang menunjukan bahwa pala Indonesia memiliki keunggulan kompetitif di beberapa pasar tujuan ekspor. Keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki pala Indonesia sebaiknya dapat dimanfaatkan dengan maksimal. Sedangkan pasar pala di negara tujuan ekspor yang berada di posisi perlu ditingkatkan pangsa ekspornya. Perhatian pemerintah terhadap peningkatan mutu pala perlu ditingkatkan agar komoditi pala Indonesia memiliki nilai tambah lebih sehingga dapat menambah pemasukan devisa bagi negara disertai peningkatan produksi pala agar dapat meningkatkan permintaan ekspor pasar internasional terutama pada pasar negara tujuan ekspor yang berada di posisi “Lost Opportunity”. Sebagai eksportir utama pala dunia, Indonesia dituntut untuk meningkatkan produksinya guna memenuhi permintaan ekspor pala dan memperluas jaringan aliran ekspor pala ke negara-negara tujuan ekspor, seperti Eropa dan Amerika. Fluktuasi harga pala dunia dapat memengaruhi volume ekspor pala Indonesia sehingga diperlukan diferensisasi produk mentah menjadi produk setengah jadi yang memiliki nilai tambah lebih tinggi guna mengantisipasi fluktuasi harga. Hal ini juga dapat menggeser aliran perdagangan terutama aliran perdagangan komoditi pertanian yang biasanya bersifat satu arah (intra-industry trade) menjadi perdagangan dua arah. Pemberian insentif kepada para petani pala dapat membantu produktivitas petani, seperti kemudahan perizinan usaha, bantuan teknologi guna menunjang proses produksi. Perbaikan jarak ekonomi antara Indonesia dan negara tujuan ekspor perlu dilakukan agar aliran ekspor pala Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor tidak terkendala pada masalah biaya transportasi dan masalah teknis lainnya. Perbaikan infrastruktur, ketepatan waktu pengiriman, birokrasi perizinan dipermudah, biaya pengiriman yang tidak terlalu membebani mitra dagang dan lainnya perlu dilakukan, sehingga kegiatan ekspor pala Indonesia dapat berjalan dengan lebih efisien.
30 Penelitian selanjutnya dapat dilakukan analisis dayasaing produk turunan pala di pasar internasional serta analisis permintaan ekspor di negara-negara konsumen utama produk turunan pala dengan memperbaharui jumlah time series dan cross section sehingga dapat memberikan informasi yang mendalam guna menentukan kebijakan ekspor produk turunan pala Indonesia yang lebih tepat.
DAFTAR PUSTAKA Baltagi B.H. 2005. Econometric Analysis of Panel Data. Edisi ke-3. John Willey & Sons. Batra A dan Khan, Z. 2005. Revealed Comparative Advantage: An Analysis For India and China [Paper]. IN: ICRIER. Ditjenbun. 2010. Statistik Perkebunan Indonesia 2008-2010. Pala. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Produksi Perkebunan. _______. 2011. Statistik Perkebunan Indonesia 2009-2011. Pala. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Produksi Perkebunan. _______. 2013. Statistik Perkebunan Indonesia 2011-2013. Pala. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Produksi Perkebunan. Dornbusch R dan Fischer, S. 1997. Makroekonomi. Mulyadi, penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Macroeconomy. Firdaus M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Gujarati D. N. 2004. Basic Econometrics. Edisi ke-4. New York (US) : McGraw Hill Companies. Hady H. 2004. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia. International Monetary Fund. 2013. World Economic Database. http://www.imf.org. [diunduh 2013 Juni]. Juanda B. 2009. Ekonometrika Permodelan dan Pendugaan. Bogor : IPB Pr. Lipsey R.G , Steiner, P.O. dan Purvis, D.D. 1997. Pengantar Makroekonomi. J. Wasana dan Kirbrandoko, penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. Mankiw N.G. 2005. Macroeconomics. Edisi ke-5. NewYork (US): R. R.Donnelley & Sons. Napitupulu C.F. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Aliran Perdagangan Beras Intra-ASEAN [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Noby T. 2011. Daya Saing Komoditi Perkebunan Indonesia di Negara Importir Utama dan Dunia [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Oktaviani R, Widyastutik, dan Novianti T. 2009. Integrasi Perdagangan dan Dinamika Ekspor Indonesia Ke Timur Tengah (Studi Kasus: Turki, Tunisia, dan Maroko). J Agronomik, 26:167-190. Oktaviani R dan Novianti T. 2009. Teori Perdagangan Internasional dan Aplikasinya di Indonesia. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Porter M.E. 1990. The Competitive Advantage of Nation. New York (US): The Free Pr.
31 Probokawuryan M. 2010. Analisis Aliran Ekspor Hasil Olahan Dua Klaster Industri Pendorong Pertumbuhan Ekonomi Indonesia tahun 2004-2008 [Skripsi]. Bogor (ID): Iinstitut Pertanian Bogor. Salvatore D. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi ke-5 Jilid 1. Haris Munandar, Penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. Siregar H. 2002. Perdagangan Intra-Industri Indonesia di Pasar Dunia. J Eko Pembangun, 7: 57-69. United Nations Commodity Trade Statistics Database. 2012. Data Query of Export and Import. [2012 Mei]. http://comtrade.un.org/. Widyasanti A.A. 2010. Perdagangan Bebas Regional Dan Dayasaing Ekspor: Kasus Indonesia. [Juni 2013]. Jakarta (ID) : Bank Indonesia. Wiranta, S.F. 1997. Dayasaing Komoditas Kelapa Sawit dan Karet di Pasar Global. J Eko Keuangan Indones; Volume XLV. 2: 287-312. World Bank. 2012. World Bank Economic Database. [2012 Mei]. http://www.worldbank.org. Yolanda. (2008). Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Aliran Perdagangan Biji Pala Indonesia [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Yuniarti D. 2007. Analisis Determinan Perdagangan Bilateral Indonesia Pendekatan Gravity Model. J Eko Pembangun; Kajian Ekonomi Negara Berkembang, 12 : 99-10.
32
Lampiran 1. Hasil Olahan Panel Data Dependent Variable: LNVE Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 08/03/13 Time: 16:11 Sample: 2001 2011 Periods included: 11 Cross-sections included: 6 Total panel (balanced) observations: 66 Linear estimation after one-step weighting matrix White period standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable
Coefficient
Std. Error
Statistic
Prob.
LNGDP LNPRC LNER LNJE C
0.291897 0.251436 0.180632 -2.815034 27.34224
0.528708 0.114618 0.118359 0.250623 3.966549
0.552094 2.193677 1.526135 -11.23213 6.893207
0.5831 0.0324 0.1326 0.0000 0.0000
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.840965 0.815406 0.277997 32.90276 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
16.81723 5.835955 4.327803 2.059412
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.839222 4.496956
Mean dependent var Durbin-Watson stat
13.91692 2.091863
2. Uji Normalitas 8
Series: Standardized Residuals Sample 2001 2011 Observations 66
7 6
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
5 4 3 2
Jarque-Bera Probability
1 0 -0.4
-0.2
0.0
0.2
0.4
0.6
1.31e-16 -0.007014 0.624814 -0.518962 0.258034 0.163171 2.571059 0.798848 0.670706
33
RIWAYAT HIDUP Dyah Pramita Raharti, lahir pada tanggal 1 Februari 1989 di Bandung, Jawa Barat. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Pramono D. dan Ibu Tetih. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari tingkat sekolah dasar SDN Pengadilan V di kota Bogor. Kemudian melanjutkan pendidikan pada sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTPN 11 Bogor dan lulus pada tahun 2004. Setelah itu penulis melanjutkan ke tingkat pendidikan lanjutan menengah atas di SMUN 20 Bandung dan lulus tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi dan diterima sebagai mahasiswa Ilmu Ekonomi, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi yang bergerak di bidang ekonomi syariah yakni SES-C serta menjadi anggota Paguyuban Mahasiswa Bandung Indtitut Pertanian Bogor dan mengikuti beberapa kepanitiaan seperti ECONOMIC CONTEST 2009, Masa Perkenalan Fakultas dan Departemen 2009, Hipotex-R 2010 dan lainnya. Penulis juga sempat mengikuti lomba business plan dan kewirausahaan tingkat mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010 dan menjalankan program economic syariah goes to school yang dirancang organisasi SES-C untuk Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas.
34