ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI EKSPOR BAN INDONESIA KE KAWASAN AMERIKA LATIN
MIA AYU WARDANI
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Ban Indonesia ke Kawasan Amerika Latin adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2016 Mia Ayu Wardani NIM H14120080
ABSTRAK MIA AYU WARDANI. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Ban Indonesia ke Kawasan Amerika Latin. Dibimbing oleh SRI MULATSIH. Industri ban merupakan industri yang berpotensi untuk meningkatkan ekspor Indonesia ke pasar non-tradisional seperti kawasan Amerika Latin. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis daya saing komparatif, kompetitif, dan dinamika ekspor ban Indonesia serta faktor-faktor yang memengaruhi ekspor ban Indonesia ke kawasan Amerika Latin. Periode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dari tahun 2009 sampai 2014 dengan menggunakan metode analisis Revealed Comparative Advantage (RCA), Export product Dynamic (EPD), Gravity model dan Porter’s Diamond. Hasil penelitian ini adalah ban Indonesia memiliki daya saing yang kuat di kawasan Amerika Latin kecuali di negara Argentina. Selain itu, ban Indonesia memiliki posisi dinamika ekspor yang baik (rising star) di negara Panama, Venezuela, Uruguay, Meksiko, Guatemala, dan Costa Rica. Faktor-Faktor yang memengaruhi ekspor ban Indonesia ke Amerika Latin adalah jarak ekonomi, GDP riil perkapita Indonesia, GDP riil perkapita negara tujuan, nilai tukar riil, dan populasi negara tujuan. Kata kunci : Daya Saing, RCA, EPD, Porter’s Diamond, Gravity Model, Ban
ABSTRACT MIA AYU WARDANI. Analysis of Competitiveness and Factors Influencing Indonesian Tires Export to the Latin America Region. Supervised by SRI MULATSIH. The tire industry is an industry that has potential to increase Indonesian exports to non-traditional markets such as Latin America. The purpose of the study is to analyze the power of the comparative, competitive, and export dynamic of Indonesian tire and also the factors that affect the export of Indonesian tire to Latin America. The period of analysis used in this study is from 2009 to 2014 using the method of analysis are Revealed Comparative Advantage (RCA), Export Product Dynamic (EPD), Gravity models and Porter's Diamond. The results of this study are rubber tire Indonesia has strong competitiveness in Latin America than in the country of Argentina. In addition, the rubber tire Indonesia has a good export dynamics position (rising star) in the country of Panama, Venezuela, Uruguay, Mexico, Guatemala, and Costa Rica. Factors that affect the export of Indonesian rubber tire to Latin America is the distance economies, Indonesia's per capita real GDP, real GDP per capita of the destination country, the real exchange rate, and the population of the destination country. Keywords: Competitiveness, RCA, EPD, Porter’s Diamond, Gravity Model, Tire
ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI EKSPOR BAN INDONESIA KE KAWASAN AMERIKA LATIN
MIA AYU WARDANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2015 ini ialah perdagangan, dengan judul Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Ban Indonesia ke Kawasan Amerika Latin. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Sri Mulatsih MScAgr selaku dosen pembimbing yang telah memberi arahan, saran, dan nasihat selama penulisan skripsi ini, serta Bapak Alla Asmara SptMsi selaku dosen penguji utama dan Bapak Salahuddin El Ayyubi LcMA selaku dosen komisi pendidikan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh dosen, staf, dan civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orangtua dan keluarga penulis, papa (alm) Wardi, Bapak Sukoco, Ibu Suwartini, kakak Anita Kumala Sari, serta mbah putri dan mbah kakung atas segala doa, motivasi, dan dukungan moril maupun materil yang diberikan. Tidak lupa terima kasih penulis sampaikan kepada sahabat terdekat, Ana, Anggun, Suteng, Wije, Roby serta teman-teman Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan 49 atas kebersamaan, semangat, motivasi selama menjalankan studi. Terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan semangat dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2016 Mia Ayu Wardani
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
5
Manfaat Penelitian
6
Ruang Lingkup Penelitian
6
TINJAUAN PUSTAKA
6
Teori Perdagangan Internasional
6
Konsep Daya Saing
8
Konsep Gravity Model
9
Penelitian Terdahulu
11
Kerangka Pemikiran
13
Hipotesis Penelitian
15
METODE
15
Jenis dan Sumber Data
15
Metode Analisis Data
16
HASIL DAN PEMBAHASAN
21
Gambaran Umum Ban Indonesia
21
Analisis Daya Saing Komparatif dan Dinamika Ekspor
24
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor
26
Analisis Keunggulan Kompetitif
30
SIMPULAN DAN SARAN
35
Simpulan
35
Saran
35
DAFTAR PUSTAKA
36
LAMPIRAN
38
RIWAYAT HIDUP
42
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jenis dan Sumber Data Kerangka Identifikasi Autokorelasi Daftar perusahaan ban Indonesia Produksi dan penjualan ban Indonesia Penggunaan input industri ban Indonesia Hasil RCA produk ban Indonesia ke Amerika Latin Nilai Rata-Rata RCA produk ban Indonesia ke Amerika Latin Hasil estimasi gravity model nilai ekspor produk ban Indonesia
15 19 22 22 23 24 25 27
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4.
Perkembangan nilai ekspor Indonesia ke negara tujuan utama Perkembangan nilai ekspor Indonesia ke Amerika Latin Permintaan impor ban Indonesia di Amerika Latin Nilai ekspor produk ban Indonesia ke sepuluh Negara potensial di kawasan Amerika Latin 5. Perkembangan ekspor ban Indonesia ke Amerika Latin 6. Proses terjadinya perdagangan internasional 7. Kerangka pemikiran analisis daya saing dan faktor-faktor yang memengaruhi ekspor ban Indonesia ke kawasan Amerika Latin 8. Matriks EPD 9. Teori Porter's Diamond 10. Distribusi PDB berdasarkan lapangan usaha tahun 2014 11. Nilai ekspor ban luar dan karet alam Indonesia 12. Hasil EPD produk ban Indonesia ke Amerika Latin 13. Porter’s Diamond ban Indonesia
1 2 3 4 5 7 14 17 20 21 21 25 34
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Hasil fixed effet model pada gravity model Hasil Uji Chow Hasil Uji Hausman Uji Heteroskedastisitas Uji Multikolinieritas Uji Normalitas
38 39 40 41 41 41
PENDAHULUAN Latar Belakang Kondisi perekonomian dunia yang berubah-ubah memberi dampak ke beberapa negara di dunia. Perubahan tersebut memengaruhi kondisi makroekonomi suatu negara. Indonesia sebagai negara berkembang selalu terkena dampak dari perubahan perekonomian dunia tersebut. Salah satunya adalah guncangan krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008. Krisis tersebut berdampak pada perekonomian Indonesia khususnya pada kinerja ekspor. Hal ini dikarenakan ekspor merupakan salah satu aspek utama dalam menopang perekonomian negara Indonesia. Krisis ekonomi global terjadi pada negara-negara besar yang merupakan pasar ekspor utama Indonesia. Ketergantungan yang tinggi terhadap pasar tersebut sangat beresiko bagi kinerja ekspor Indonesia. Krisis tersebut menyebabkan penurunan nilai ekspor Indonesia ke negara tujuan utama seperti Amerika, Jepang, Singapura, Tiongkok, dan Malaysia. Data nilai ekspor Indonesia ke negara tujuan utama sebelum dan setelah adanya krisis ekonomi global disajikan pada Gambar 1.
Sumber : BPS 2016, diolah
Gambar 1 Perkembangan nilai ekspor Indonesia ke negara tujuan utama sebelum dan sesudah krisis Gambar 1 menunjukkan bahwa perkembangan ekspor Indonesia ke negara tujuan utama memiliki kondisi yang tidak stabil setelah adanya krisis tahun 2008. Bahkan ekspor Indonesia di beberapa negara seperti Jepang, Malaysia, dan Singapura memiliki tren yang menurun pada empat tahun terakhir. Krisis yang terjadi menyebabkan penurunan daya beli masyarakat di negara-negara tujuan ekspor Indonesia, sehingga berdampak pada berkurangnya kecenderungan untuk mengimpor barang dari Indonesia. Berdasarkan fakta ini, diperlukan suatu strategi khusus untuk mengatasi penurunan kinerja ekspor Indonesia agar tidak berkelanjutan.
2 Strategi diversifikasi pasar tujuan ekspor dapat digunakan oleh Indonesia untuk mengatasi ketergantungan yang tinggi pada negara tujuan utama ekspor. Ketergantungan ekspor terhadap pasar tradisional menjadi suatu masalah saat pasar tersebut mengalami krisis sehingga memaksa setiap negara untuk ekspansi target ekspor ke pasar non-tradisional. Implementasi strategi ini adalah dengan memperluas pasar tujuan ekspor yang sebelumnya hanya berfokus pada negaranegara maju seperti Amerika Serikat, Malaysia, Jepang, Tiongkok dan Singapura, menjadi bertambah ke negara-negara berkembang dengan potensi pasar yang besar, seperti kawasan Amerika Latin. Data perkembangan ekspor ke Amerika Latin disajikan pada Gambar 2.
Sumber : Trade Map, 2016, diolah.
Gambar 2 Perkembangan nilai ekspor Indonesia ke Amerika Latin Gambar 2 menyajikan perkembangan ekspor Indonesia ke Amerika Latin pada sepuluh tahun terakhir, yaitu dari tahun 2004 hingga 2014. Gambar 2 menjelaskan bahwa nilai ekspor Indonesia ke Amerika latin setelah krisis lebih besar dibanding ekspor Indonesia sebelum krisis. Hal tersebut berarti bahwa ekspor Indonesia ke Amerika Latin tidak turut terguncang karena adanya krisis. Meskipun ekspor Indonesia ke Amerika Latin pada tahun 2009 sempat mengalami penurunan, namun secara kesuluruhan menunjukkan tren yang positif. Bahkan, disaat total ekspor Indonesia ke seluruh dunia secara umum mengalami penurunan pada 4 tahun terakhir, ekspor ke Amerika Latin tetap menunjukkan tren yang meningkat (BPS 2016). Kawasan Amerika Latin merupakan pasar yang potensial bagi produkproduk Indonesia. Namun, nilai perdagangan Indonesia ke kawasan tersebut masih tergolong rendah. Selain itu, sebagian besar produk ekspor Indonesia masih dalam bentuk barang mentah atau barang primer. Hal tersebut membuat penerimaan ekspor Indonesia bernilai rendah, sehingga diperlukan pengolahan lebih lanjut agar barang mentah tersebut menjadi produk turunan yang memiliki nilai tambah. Salah satu barang mentah yang dapat diolah menjadi produk turunan adalah karet alam. Negara Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet alam terbesar di dunia. Produksi dan luas lahan karet alam Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan hingga tahun 2015, bahkan produktivitas karet alam juga terus meningkat (Ditjenbun 2016).
3 Menurut Kementrian Perindustrian (2016), meski belum maksimal, industri pengguna karet alam di Indonesia sebesar 55% dimanfaatkan oleh industri ban, 17% industri sarung tangan dan benang karet, 11% industri alas kaki, dan 9% industri barang-barang karet lainnya. Berdasarkan fakta tersebut, industri hilir karet alam Indonesia masih di dominasi oleh industri ban. Jika ditinjau lebih lanjut, nilai ekspor ban Indonesia ke kawasan Amerika Latin menunjukkan fakta bahwa produk tersebut sangat potensial di pasar Amerika Latin. Data nilai ekspor ban Indonesia disajikan dalam Gambar 3.
Sumber : Trade Map 2016, diolah.
Gambar 3 Nilai ekspor ban Indonesia ke kawasan Amerika Latin Gambar 3 menunjukkan bahwa ekspor ban Indonesia ke kawasan Amerika Latin memiliki tren yang positif, bahkan mengalami peningkatan yang tajam setelah terjadi krisis ekonomi secara global tahun 2008. Setelah adanya krisis tersebut, perkembangan nilai ekspor ban Indonesia pada tahun 2009 sebesar US$ 14,245,000, kemudian meningkat di tahun 2010 menjadi US$ 31,380,000. Nilai ekspor ban Indonesia ke Amerika Latin terus mengalami peningkatan yang tajam hingga US$ 69,200,000 pada tahun 2014. Nilai ekspor ban yang relatif tidak terpengaruh krisis global mengindikasikan bahwa ban Indonesia berpotensi untuk menjadi produk utama ekspor Indonesia pascakrisis 2008.
Perumusan Masalah Strategi yang komprehensif sangat dibutuhkan untuk terus meningkatkan kinerja ekspor Indonesia. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya dalam menghadapai persaingan perdagangan di pasar internasional. Berdasarkan data Kementrian Perdagangan, fluktuasi nilai ekspor nonmigas Indonesia selama lima tahun terakhir berkisar dari US$ 6.87 miliar pada tahun 2010 dan menjadi US$ 5.72 miliar pada tahun 2014. Fakta tersebut menunjukkan tren yang negatif sebesar 5.73 %. Hingga Februari 2015 nilai ekspor Indonesia telah mencapai US$ 901.8 juta.
4 Hambatan ekspor Indonesia ke kawasan Amerika Latin salah satunya adalah persoalan jarak yang sangat jauh. Kendala transportasi seperti masalah pengangkutan barang menyebabkan perdagangan Indonesia dengan kawasan Amerika Latin belum optimal. Jalur penerbangan ditempuh dalam waktu 24 jam sedangkan jalur angkutan laut ditempuh dalam waktu 3 bulan. Selama ini, biaya transportasi ke Amerika Latin tergolong mahal karena tidak ada maskapai yang menyediakan penerbangan secara langsung ke kawasan Amerika Latin. Pengiriman barang harus transit di negara Amerika Serikat terlebih dahulu, kemudian di distribusikan ke negara-negara Amerika Latin. Selain itu, salah satu kendala klasik bagi pelaku usaha untuk masuk ke pasar Amerika Latin adalah minimnya informasi tentang situasi dan kondisi pasar di negara tujuan. Jarak antara Indonesia dengan kawasan Amerika latin yang terlalu jauh menyebabkan tidak semua negara di Amerika Latin merupakan pasar ekspor yang potensial. Menurut UNCOMTRADE (2016), terdapat beberapa negara yang berpotensi untuk menjadi sasaran ekspor ban Indonesia karena nilai ekspor ban Indonesia ke negara tersebut menempati posisi teratas. Negara-negara tersebut adalah Brazil, Meksiko, Kolombia, Paraguay, Argentina, Panama, Guatemala, Venezuela, Uruguay, dan Costa Rica. Perbandingan permintaan impor kesepuluh negara tersebut disajikan pada Gambar 4.
Sumber : UNCOMTRADE 2016, diolah.
Gambar 4 Nilai ekspor produk ban Indonesia ke sepuluh Negara potensial di kawasan Amerika Latin Pada perkembangannya, Indonesia sudah menjalankan diversifikasi pasar ekspor ke kawasan Amerika Latin. Namun, sebagian besar ekspor Indonesia masih terfokus pada negara tertentu saja, seperti ke negara Brazil dan Meksiko. Ketimpangan sasaran ekspor yang cenderung terfokus pada kedua negara tersebut menjadi tantangan sekaligus ancaman bagi Indonesia karena pesaing dari negara lain seperti Tiongkok juga mengekspor ban ke negara Brazil dan Meksiko. Selain Tiongkok, negara pesaing eksportir ban Indonesia adalah Jepang, Korea, Thailand dan India. Oleh karena itu, Indonesia harus mampu meningkatkan kualitas dan memperluas tujuan ekspor agar dapat bersaing dan meningkatkan ekspor ban.
5
Sumber : Trade Map, 2016, diolah.
Gambar 5 Perkembangan ekspor ban Indonesia ke Amerika Latin Gambar 5 menunjukkan bahwa selama ini ekspor Indonesia ke kawasan Amerika Latin masih dominan ke negara Brazil dan Meksiko dari tahun ke tahun. Di sisi lain, terdapat beberapa Negara di kawasan Amerika Latin yang masih berpotensi untuk dijadikan sasaran pasar ekspor ban Indonesia. Beberapa diantaranya adalah negara-negara yang memiliki tren positif pada permintaan ban Indonesia. Keberhasilan melakukan diversifikasi pasar ekspor, antara lain ditentukan oleh tingkat daya saing dan pertumbuhan pasar di negara tujuan. Seberapa kuat daya saing produk ban Indonesia dibandingkan dengan ban negara lain serta faktor apa saja yang memengaruhi ekspor ban. Oleh karena itu, diperlukan penelitian tentang daya saing ban Indonesia yang terkait dengan masalah diatas. Maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berkut. 1. Bagaimana daya saing komparatif dan dinamika ekspor produk ban Indonesia ke kawasan Amerika Latin ? 2. Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi ekspor ban Indonesia ? 3. Bagaimana daya saing kompetitif ban Indonesia ?
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijelaskan maka tujuan dari peneltian ini adalah sebagai berikut. 1. Menganalisis daya saing komparatif dan dinamika ekspor ban Indonesia ke kawasan Amerika Latin. 2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor ban Indonesia ke kawasan Amerika Latin. 3. Menganalisis daya saing kompetitif ban Indonesia.
6 Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan ini diharapkan memberikan manfaat bagi berbagai pihak, antara lain: 1. Bagi penulis, penelitian ini sebagai sarana pembelajaran sehingga dapat menambah wawasan tentang ekspor dan daya saing produk ban Indonesia. 2. Bagi pihak-pihak lain, penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi atau informasi tambahan serta bukti terhadap daya saing ekspor ban Indonesia ke kawasan Amerika Latin untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan industri dan perdagangan. 3. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan gambaran mengenai kondisi perdagangan Indonesia dengan kawasan Amerika Latin terutama pada ekspor ban, sehingga menjadi bahan untuk merumuskan kebijakan sebagai usaha meningkatkan daya saing ban Indonesia.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menganalisis daya saing ekspor ban Indonesia dan faktorfaktor yang memengaruhinya ke kawasan Amerika Latin. Mitra dagang pada penelitian ini terdiri dari sepuluh negara, yaitu Brazil, Meksiko, Kolombia, Paraguay, Argentina, Panama, Guatemala, Venezuela, Uruguay, dan Costa Rica. Penelitian ini menggunakan data periode 2009 sampai 2014. Klasifikasi produk yang digunakan termasuk dalam kategori Harmonized System (HS) 4011 yang merupakan komoditas ekspor nonmigas yaitu ban luar bertekanan baru dari karet.
TINJAUAN PUSTAKA Teori Perdagangan Internasional Perdagangan Internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antar individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain (Oktaviani dan Novianti 2009). Teori Perdagangan internasional merupakan teori-teori yang menganalisis dasar-dasar terjadinya perdagangan internasional dan keuntungan yang di dapat dari adanya perdagangan tersebut (Salvatore 1997). Menurut Krugman dan Obstfeld (2009) perdagangan dapat memberikan keuntungan dengan mengizinkan negara-negara untuk mengekspor produksi barang-barang dengan sumberdaya lokal yang berlimpah dan mengimpor sumberdaya lokal yang terbatas. Perdagangan internasional pun turut mendorong industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional. Perdagangan internasional penting dalam era globalisasi ekonomi karena persaingan antarnegara semakin ketat dan hubungan antarnegara semakin erat (Oktaviani dan Novianti 2009).
7 Secara teoritis, perdagangan internasional terjadi karena dua alasan utama. Pertama, negara-negara berdagang karena pada dasarnya setiap negara berbeda satu sama lain sehingga setiap negara dapat memperoleh keuntungan dengan melakukan perdagangan. Kedua, negara-negara melakukan perdagangan yang bertujuan untuk mencapai skala ekonomi (economic of scale) dalam produksi (Basri dan Munandar 2010). Suatu kegiatan perdagangan internasional dapat terjadi ditandai dengan adanya kegiatan ekspor dan impor atau pertukaran komoditi antara dua negara atau lebih. Kegiatan ini dapat terjadi karena adanya perbedaan permintaan dan penawaran serta adanya perbedaan tingkat hargapada negara-negara tersebut. Secara grafis kegiatan perdagangan internasional dapat dijelaskan melalui Gambar 6.
Panel B Hubungan Perdagangan Internasional dalam komoditi X
Panel A Pasar di Negara 1 𝑆𝑥
P
𝑆𝑥 𝑃3
C’ Ekspor
Panel C Pasar di Negara 2
C
S E
𝑃2 𝑃1
A
𝐷𝑥
A’
D
Impor
𝐷𝑥
X
Sumber : Dominic Salvatore, 1997
Gambar 6 Proses terjadinya perdagangan internasional Panel A berperan sebagai pengekspor, Panel C berperan sebagai negara pengimpor, sedangkan Panel B merupakan keseimbangan perdagangan internasional. Ketika harga pada P1, terjadi keseimbangan di negara A yaitu pada titik A (dalam panel A). Pada saat tersebut tidak ada penawaran pada pasar internasional, hal tersebut ditunjukkan dengan kurva penawaran (kurva S) yang berada pada titik A’ yaitu pada saat X (komoditas) bernilai nol (dalam panel B). Ketika harga berada pada P3, terjadi keseimbangan di negara C yaitu pada titik C (dalam panel C). Pada saat tersebut tidak ada permintaan pada pasar internasional, hal tersebut ditunjukkan dengan kurva permintaan (kurva D) yang berada pada titik C’ yaitu pada saat X (komoditas) bernilai nol (dalam panel B). Ketika harga pada P2, terjadi excess supply di negara A karena komoditas X yang diproduksi lebih besar dari komoditas X yang dikonsumsi (dalam panel A). Hal tersebut mendorong negara A melakukan ekspor. Pada saat yang sama, terjadi excess demand di negara C karena komoditas X yang dikonsumsi lebih besar dari komoditas X yang diproduksi (dalam panel C). Hal tersebut mendorong negara C melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Sehingga, ekspor yang dilakukan negara A dan impor yang dilakukan negara C menyebabkan terjadi perdagangan internasional sehingga terbentuk keseimbangan di pasar internasional pada saat P2 yaitu pada titik E (dalam panel B).
8 Konsep Daya Saing Daya saing diidentikkan dengan produktivitas dimana tingkat output yang dihasilkan untuk setiap unit input yang digunakan. Peningkatan produktivitas meliputi peningkatan jumlah input fisik (modal dan tenaga kerja), peningkatan kualitas input yang digunakan dan peningkatan teknologi (total faktor produktivitas). Daya saing merupakan kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar luar negeri dan kemampuan untuk dapat bertahan di dalam pasar tersebut, yang berarti bahwa jika suatu produk mempunyai daya saing maka produk tersebut yang akan diminati oleh konsumen. Menurut Porter (1990), keunggulan daya saing dari suatu komoditi dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu keunggulan alamiah/keunggulan absolut (natural advantage) dan keunggulan yang dikembangkan (acquired advantage). Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur daya saing komoditi adalah faktor keunggulan komparatif (comparative advantage) dan faktor keunggulan kompetitif (competitive advantage).
Teori Keunggulan Komparatif David Ricardo dalam Salvatore (1997) menyatakan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara mampu memproduksi barang dan jasa dengan biaya yang lebih murah daripada negara lain. Sekalipun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut dalam memproduksi dua jenis komoditas, perdagangan yang menguntungkan tetap dapat dilaksanakan selama rasio antar negara masih berbeda jika dibandingkan tidak ada perdagangan. Asumsi-asumsi Teori Keunggulan Komparatif yang dibangun David Ricardo adalah (1) berlakunya labor theory of value, yaitu bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang digunakan; (2) tidak memperhitungkan biaya transportasi; (3) produksi dijalankan dengan biaya tetap, sedangkan skala produksi bersifat constant return to scale; serta (4) faktor produksi tidak bersifat mobile antarnegara (Salvatore 1997). Hecker dan Ohlin dalam Salvatore (1997) menjelaskan lebih lanjut mengenai terbentuknya keunggulan komparatif David Ricardo yang dikenal sebagai teorema H-O. Teori H-O merupakan model tentang analisis perdagangan antar dua negara, dimana tiap-tiap negara mempunyai karakteristik tersendiri.
Teori Keunggulan Kompetitif Teori Keunggulan Kompetitif adalah sebuah konsep yang menyatakan bahwa kondisi alami tidak perlu dijadikan penghambat karena pada dasarnya dapat diperjuangkan dengan berbagai usaha. Keunggulan suatu negara bergantung pada kemampuan perusahaan di dalam negara tersebut untuk berkompetisi menghasilkan produk yang dapat bersaing di pasar (Porter 1990). Porter (1990) menyatakan bahwa terdapat empat faktor utama yang membentuk lingkungan dimana perusahaan-perusahaan lokal berkompetisi sedemikian rupa, sehingga mendorong terciptanya keunggulan kompetitif. Keempat atribut tersibut adalah (1) Kondisi faktor produksi (factor conditions), misalnya tenaga kerja terampil, infrastruktur, dan teknologi; (2) Kondisi permintaan (demand conditions);
9 (3) Industri terkait dan industri pendukung (related and supporting industries); (4) Strategi, struktur dan persaingan perusahaan, yakni kondisi dalam negeri yang menentukan bagaimana perusahaan-perusahaan dibentuk, diorganisasikan, dan dikelola serta sifat persaingan domestik
Konsep Gravity Model Faktor penentu suatu perdagangan antar dua negara dapat ditentukan melalui suatu analisis dengan menggunakan sebuah model yang telah digunakan secara luas, yaitu gravity model. Model ini pertama kali diterapkan oleh Tinbergen (1962) untuk meneliti aliran perdagangan internasional. Tinbergen (1962) mengembangkan persamaan pertama tentang Gravity Model melalui spesifikasi terhadap total ekspor sebagai fungsi PDB dan jarak diantara negara yang melakukan perdagangan (Deardoff 1997). Gravity Model adalah model yang melihat perdagangan berdasarkan jarak antar negara dan interaksi antarnegara. Model ini meniru hukum gravitasi Newton bahwa gaya gravitasi antara dua benda dipengaruhi secara proporsional oleh massa dari kedua benda dan jarak kuadrat antara keduanya. Pada perdagangan, model ini menyatakan intensitas perdagangan antara negara-negara yang akan berhubungan positif dengan pendapatan nasional masing-masing negara dan berhubungan negatif dengan jarak antara dua negara (Yuniarti 2007). Gravity Model dengan bentuk yang paling sederhana dapat dituliskan dalam rumus dibawah ini. 1
2
3
menunjukkan ekspor dari negara i ke negara j. GDP adalah produk domestik bersih dari tiap tiap negara, sedangkan menunjukkan biaya perdagangan antara kedua negara, jarak adalah jarak geografis antara kedua negara yang merupakan proxy pengamatan untuk biaya perdagangan dan adalah random error term. Selanjutnya, c adalah konstanta regresi dan b adalah koefisien yang diduga.
Jarak Ekonomi Variabel utama yang berperan dalam konsep Gravity Model pada perdagangan adalah jarak. Jarak merupakan proksi untuk biaya transportasi. Krugman (2011) menyatakan bahwa jarak antara dua negara menjadi determinan penting dalam pola perdagangan secara geografis. Hal ini dikarenakan jarak dapat meningkatkan biaya transportasi, meskipun jarak bukan satu-satunya biaya yang harus ditanggung. Menurut Li, Song, dan Zhao (2008), variabel jarak digantikan dengan jarak ekonomi rata-rata yang telah dibobotkan untuk menunjukkan biaya perdagangan yang mana merupakan jarak geografis antar negara dikali dengan pendapatan nasional masing-masing negara yang diteliti. Jarak ekonomi dihitung sesuai rumus dibawah ini :
10 ∑ dimana, = jarak ekonomi antar negara pada tahun f = jarak geografis antar negara pada tahun f = GDP negara pada tahun f penggunaan jarak ekonomi rata-rata yang telah dibobotkan diharapkan dapat mengukur dampak biaya transportasi dan biaya lainnya terhadap arus perdagangan bilateral.
Gross Domestic Product (GDP) GDP merupakan pendapatan total dan pengeluaran total nasional atas output barang dan jasa. GDP dibagi menjadi dua, yaitu GDP nominal dan GDP riil. GDP nominal adalah nilai barang jadi dan jasa yang diukur dengan harga berlaku. GDP riil adalah nilai barang dan jasa yang diukur menggunakan harga konstan. GDP riil digunakan dalam pemodelan gravity model karena ukuran kemakmuran ekonomi dari suatu negara lebih baik dihitung menggunakan nilai output barang dan jasa yang tidak dipengaruhi oleh perubahan harga (Mankiw, 2007). Menurut Karlinda (2012), selain GDP nominal dan GDP riil, terdapat pula GDP perkapita. GDP perkapita merupakan pendapatan rata-rata penduduk disuatu negara pada waktu tertentu yang dapat digunakan sebagai salah satu indikator untuk mengukur tingkat konsumsi atau kemampuan daya beli suatu negara atas barang dan jasa. GDP perkapita yang tinggi mengindikasikan bahwa negara tersebut dapat dijadikan peluang jangkauan pasar bagi kegiatan ekspor.
Nilai Tukar Nilai tukar terbagi dibagi menjadi dua, yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar yang digunakan pada permodelan gravity model adalah nilai tukar riil dari negara tujuan terhadap Dollar. Hal tersebut disebabkan oleh sebagian besar negara menggunakan mata uang dollar dalam perdagangan. Apabila nilai tukar riil negara tujuan terapresiasi, barang-barang luar negeri relatif lebih murah. Sementara itu, barang-barang domestik di negara tujuan relatif lebih mahal sehingga permintaan negara tujuan terhadap barang luar negeri akan meningkat. Sebaliknya, jika nilai tukar riil negara tujuan terdepresiasi, barangbarang luar negeri relatif lebih mahal. Sementara itu, barang-barang domestik di negara tujuan relatif lebih murah sehingga permintaan negara tujuan terhadap barang luar negeri akan menurun. Jadi, terdapat hubungan yang positif antara nilai tukar riil negara tujuan dengan nilai ekspor dari negara lain (Mankiw 2007). Rumus perhitungan nilai tukar riil dapat dirumuskan seperti dibawah ini.
11 Populasi Populasi atau jumlah penduduk merupakan salah satu aspek utama dalam analisis dengan pendekatan Gravity Model. Jumlah populasi merupakan salah satu indikator yang dapat menunjukkan ukuran suatu negara. Head dan Mayer (2013) menyatakan bahwa ekspor meningkat secara proporsional sesuai dengan ukuran ekonomi negara tujuan ekspor. Dengan demikian, jumlah populasi negara tujuan ekspor dapat memengaruhi permintaan ekspor negara eksportir. Pertambahan jumlah populasi suatu negara dapat memengaruhi jumlah kebutuhan terhadap suatu komoditas. Peningkatan populasi akan menyebabkan peningkatan permintaan suatu komoditas yang dibutuhkan, dengan asumsi ceteris paribus. Secara teori, peningkatan populasi akan berpengaruh baik dalam sisi permintaan maupun sisi penawaran. Menurut Salvatore (1997), populasi suatu negara yang terus bertambah berpengaruh pada ekspor suatu komoditi melalui sisi penawaran dan permintaan. Pada sisi permintaan berdampak pada bertambah besarnya permintaan domestik sedangkan pada sisi penawaran adalah bertambahnya tenaga kerja untuk melakukan produksi komoditi ekspor.
Penelitian Terdahulu Pradipta dan Firdaus (2014) meneliti tentang posisi daya saing dan faktorfaktor yang memengaruhi ekspor buah-buahan Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah RCA dan EPD untuk menganalisis posisi daya saing buah-buahan Indonesia, dan Gravity Model untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor buah Indonesia. Hasil dari penelitian ini adalah ekspor mangga, manggis, dan jambu Indonesia memiliki daya saing yang kuat secara komparatif di dunia, sedangkan daya saing ekspor pisang, stroberi, nanas, dan melon serta semangka memiliki daya saing yang lemah di dunia. Posisi pangsa pasar ekspor buah-buahan Indonesia di dunia yang meliputi mangga, manggis, jambu, nanas, stroberi, pisang, melon, dan semangka berada di posisi pasar yang paling ideal (rising star). Faktor-faktor yang memengaruhi ekspor buah-buahan Indonesia adalah jarak ekonomi, nilai tukar riil Indonesia, harga ekspor, dan indeks harga konsumen Indonesia. Variabel tersebut berpengaruh negatif terhadap volume ekspor buah Indonesia. Sedangkan variabel GDP riil negara tujuan, GDP riil Indonesia, dan populasi memiliki pengaruh positif terhadap volume ekspor buah-buahan Indonesia. Variabel dummy krisis eropa menyebabkan jumlah permintaan ekspor buah-buahan Indonesia menurun. Nayantakaningtyas dan Daryanto (2012) menganalisis daya saing produk Crude Palm Oil (CPO) Indonesia di pasar internasional dan menganalisis strategi peningkatan daya saing CPO Indonesia. Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Alat yang digunakan untuk menganalisis daya saing minyak sawit adalah Revealed Comparative Advantages dan Porter's Diamond, sedangkan untuk mengetahui strategi pengembangan digunakan metode SWOT. Hasil analisis Porter's Diamond dan revealed comparative advantages disimpulkan bahwa daya saing CPO Indonesia cukup kuat, namun masih diperlukan adanya strategi untuk memperkuat terutama pada produk turunan CPO.
12 Karagoz dan Saray (2009) menganalisis tentang Potensi perdagangan Turki dengan negara-negara Asia Pasifik menggunakan pendekatan Gravity Model. Metode untuk pemilihan model yang digunakan adalah fixed effect model. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah volume perdagangan antara Turki dengan negara-negara Asia Pasifik, sedangkan variabel independen adalah GDP negara tujuan, jarak antar kedua negara yang melakukan perdagangan, dan populasi negara tujuan ekspor. Data yang digunakan adalah 23 negara anggota APEC (kecuali negara Laos, Cambodia, dan Myanmar). Hasil dari penelitian ini adalah GDP berpengaruh positif dan jarak berpengaruh negatif terhadap volume perdagangan antara turki dan negara-negara Asia Pasifik. Sedangkan populasi tidak berpengaruh secara signifikan. Negara-negara yang berpotensi untuk menjadi mitra dagang Turki adalah P.N Guinea, Myanmar, Mexico, Laos, dan Brunei Darussalam. Acharya (2013) meneliti tentang analisis data panel pada faktor yang memengaruhi perdagangan Nepal dengan pendekatan gravity model. Data yang digunakan adalah data panel dengan 21 negara mitra dagang dan 6 tahun penelitian. Metode yang digunakan adalah metode gravity model dengan variabel dependennya adalah ekspor, impor, dan neraca perdagangan, sedangkan variabel independennya adalah GDP riil Nepal dan negara mitra dagang, populasi Nepal dan mitra dagang, jarak, dummy SAFTA, OECD, dan freedom of country. Hasil penelitian ini adalah ekspor dan impor Nepal sangat dipengaruhi oleh GDP riil negara mitra dagang. GDP riil Nepal berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap ekspor Nepal, jarak antara Nepal dengan negara mitra dagang berpengaruh negatif dan siginifikan, populasi Nepal dan negara mitra dagang berpengaruh negatif terhadap ekspor Nepal. Nepal lebih banyak ekspor pada SAFTA dibanding negara non SAFTA dan lebih sedikit mengimpor dari OECD dibanding negara non-OECD. Haditaqy (2015) menganalisis tentang daya saing dan faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor teh hitam Indonesia ke negara tujuan ekspor. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah RCA, EPD, dan Gravity Model. Data yang digunakan adalah data panel dengan 10 negara dan 6 tahun periode penelitian. Hasil analisis RCA menunjukkan bahwa teh hitam Indonesia memiliki daya saing kuat di negara tujuan ekspor. Hasil analisis EPD teh hitam indonesia di pasar Pakistan, Polandia, Federasi Rusia dan Ukraina berada pada posisi rising star, Uni Emirat Arab dan Inggris berada pada posisi falling star dan Jerman, Malaysia, Belanda dan Amerika Serikat berada pada posisi lost opportunity. Hasil analisis gravity model menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh signifikan terhadap permintaan ekspor teh hitam adalah GDP riil negara tujuan ekspor, GDP per kapita negara Indonesia, nilai tukar riil negara tujuan ekspor, harga ekspor teh hitam dan jarak ekonomi Hatab, et al (2010) menganalisis tentang faktor yang memengaruhi ekspor produk pertanian Mesir ke negara tujuan utama dengan pendekatan gravity model. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data panel dengan data cross section berupa 96 negara pengimpor produk pertanian dan data time series berupa periode penelitian selama 15 tahun dari 1994 hingga 2008. Hasil penelitian ini adalah GDP negara tujuan ekspor berpengaruh positif terhadap perdagangan mesir sedangkan jarak berpengaruh negatif terhadap perdagangan mesir. Namun, GDP perkapita negara pengimpor tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ekspor
13 produk pertanian Mesir. Hal ini dikaitkan dengan fakta pertumbuhan ekonomi, disamping peningkatan populasi dan peningkatan permintaan perkapita untuk semua barang normal. Volatilitas nilai tukar memiliki koefisien positif yang signifikan, menunjukkan bahwa depresiasi Pound Mesir terhadap mata uang mitra dagangnya memengaruhi peningkatan ekspor pertanian Mesir. Biaya transportasi yang tercermin pada jarak memiliki pengaruh yang negatif pada ekspor pertanian Mesir. Hasil dari penelitian ini juga menjelaskan bahwa ekspor mesir meningkat pada negara-negara yang menggunakan bahasa Arabic, namun adanya kerjasama regional justru tidak berpengaruh signifikan pada ekspor Mesir. Yuniarti (2007) menganalisis tentang determinan perdagangan bilateral Indonesia dengan pendekatan gravity model. Metode yang digunakan adalah metode panel data dengan 10 negara mitra dagang Indonesia dan periode waktu selama 31 tahu dari 1970 hingga 2000. Hasil penelitian ini adalah pendapatan domestik, populasi, dan ukuran ekonomi memiliki dampak positif pada perdagangan bilateral Indonesia, sementara jarak memiliki dampak negatif pada perdagangan bilateral Indonesia. Faktor endowment dan kerjasama perdagangan regional tidak berdampak pada perdagangan indonesia. Kerangka Pemikiran Salah satu bentuk dinamika perubahan perekonomian dunia adalah adanya guncangan krisis yang terjadi pada negara-negara besar di dunia, salah satunya adalah krisis yang terjadi pada tahun 2008. Krisis tersebut berdampak pada negara kecil seperti Indonesia. Negara-negara besar yang mengalami krisis merupakan pasar ekspor tradisional Indonesia. Sehingga adanya krisis membawa dampak yang buruk pada kinerja ekspor Indonesia. Terdapat dua hal yang dapat dilakukan untuk menghadapi adanya guncangan krisis tersebut, yaitu diversifikasi produk ekspor dan diversifikasi pasar ekspor. Diversifikasi pasar ekspor dapat dilakukan dengan cara memperluas pasar ekspor Indonesia dari pasar tradisional ke pasar nontradisional. Salah satu pasar nontradisional yang berpotensi adalah kawasan Amerika Latin, dimana kinerja ekspor Indonesia pada kawasan tersebut tidak turut terguncang pada saat krisis tahun 2008. Disisi lain, Strategi diversifikasi produk ekspor Indonesia dapat dilakukan dengan cara memfokuskan pada produk manufaktur, hal tersebut dikarenakan produk manufaktur memiliki nilai tambah yang dapat meningkatkan nilai ekspor Indonesia. Salah satu komoditas yang berpotensi dan memiliki tren ekspor yang terus meningkat pascakrisis adalah ban. Peningkatan ekspor ban Indonesia dapat mengurangi ekspor produk primer, yaitu karet alam Indonesia. Sehingga, karet alam dapat dimanfaatkan industri ban Indonesia sebagai bahan baku dalam memproduksi ban. Dengan alasan tersebut, penelitian ini akan menganalisis tentang daya saing ban Indonesia menggunakan alat analisis RCA, EPD, dan Porter’s Diamond, serta faktor-faktor yang memengaruhi ekspor ban Indonesia ke Amerika Latin menggunakan Gravity Model. Pada hasil analisis diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pemerintah sebagai bahan masukan dalam mengambil kebijakan untuk meningkatkan ekspor ban Indonesia. Kerangka pemikiran operasional penelitian ini dijelaskan pada Gambar 7.
14 Dinamika perubahan ekonomi dunia
Guncangan krisis di negara tujuan utama ekspor
Penurunan ekspor Indonesia
Diversifikasi produk ekspor
Diversifikasi pasar ekspor
Peningkatan produk manufaktur
Kawasan Amerika Latin Ban Indonesia
Daya saing komparatif (RCA)
Dinamika ekspor (EPD)
Daya Saing Kompetitif (Porter’s Diamond)
Faktor yang memengaruhi ekspor ban (gravity model)
Implikasi Kebijakan
Gambar 7 Kerangka pemikiran analisis daya saing dan faktor-faktor yang memengaruhi ekspor ban Indonesia ke kawasan Amerika Latin
15 Hipotesis Penelitian Berdasarkan teori yang ada, penelitian terdahulu, dan kerangka penelitian yang terbentuk, maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. GDP riil Indonesia perkapita berpengaruh negatif terhadap ekspor ban Indonesia ke Amerika Latin 2. GDP riil negara tujuan perkapita berpengaruh positif terhadap nilai ekspor ban Indonesia ke Amerika Latin 3. Populasi negara tujuan berpengaruh positif terhadap nilai ekspor ban Indonesia ke Amerika Latin 4. Nilai tukar riil negara tujuan berpengaruh positif terhadap nilai ekspor ban Indonesia ke Amerika Latin 5. Jarak ekonomi berpengaruh negatif terhadap nilai ekspor ban Indonesia ke Amerika Latin
METODE Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa jenis data panel yang terdiri data time series dan cross section. Data time series meliputi periode tahun 2009 sampai 2014, sedangkan data cross section meliputi sepuluh negara di kawasan Amerika Latin, yaitu Brazil, Meksiko, Kolombia, Paraguay, Argentina, Panama, Guatemala, Venezuela, Uruguay, dan Costa Rica. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Jenis dan Sumber Data No
Jenis Data
1
Nilai ekspor ban dan total ekspor Indonesia ke negara tujuan ekspor Nilai ekspor ban dan total ekspor dunia ke negara tujuan ekspor tahun GDP riil perkapita Indonesia GDP riil perkapita negara tujuan ekspor GDP riil Indonesia dan negara tujuan ekspor Populasi negara tujuan ekspor Nilai tukar nominal negara tujuan ekspor terhadap US$ Indeks Harga Konsumen Amerika Serikat dan negara tujuan ekspor Jarak geografis Indonesia dengan negara tujuan ekspor
2 3 4 5 6 7 8 9
Sumber Trade Map Trade Map UNCTAD UNCTAD UNCTAD UNCTAD World Bank UNCTAD CEPII
16 Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah, Revealed Comparative Advantage (RCA), Export Product Dynamic (EPD), Porter’s Diamond dan Gravity Model. Data yang diperoleh diolah menggunakan program komputer Microsoft Excel 2010 dan Eviews 6. Analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode RCA, untuk mengukur keunggulan komparatif ban Indonesia dibandingkan dengan negara lain. Adapun besarnya RCA dapat dicari dengan menggunakan rumus berikut ini (Balassa 1965). ⁄ ⁄ Keterangan: 𝑗 : Nilai ekspor ban Indonesia ke negara tujuan ekspor 𝑗 : Nilai total ekspor Indonesia ke negara tujuan ekspor 𝑤 : Nilai ekspor ban dunia ke negara tujuan ekspor 𝑤 : Nilai total ekspor dunia ke negara tujuan ekspor i : Ban Indonesia j : Indonesia w : Dunia Jika nilai RCA>1, menyatakan bahwa produk-produk tersebut memiliki keunggulan komparatif atau berdaya saing kuat. Jika nilai RCA<1, menyatakan bahwa produk-produk tersebut tidak memiliki keunggulan komparatif atau berdaya saing lemah. Analisis Export Product Dynamic (EPD) Export Product Dynamic (EPD) merupakan metode analisis yang digunakan untuk mengukur posisi pasar ban Indonesia di negara tujuan ekspor. Selain itu, Metode EPD digunakan untuk mengetahui apakah ekspor ban Indonesia bersifat dinamis atau tidak di negara tujuan ekspor. Sebuah matriks EPD terdiri dari daya tarik pasar dan informasi kekuatan bisnis. Daya tarik pasar dihitung berdasarkan pertumbuhan dari permintaan sebuah produk pada pasar tujuan ekspor. Kekuatan bisnis diukur berdasarkan pertumbuhan dari perolehan pasar (market share) sebuah negara pada pasar tujuan tertentu. Kombinasi dari daya tarik pasar dan kekuatan bisnis menghasilkan karakter posisi pasar suatu produk ke dalam empat kategori. Keempat kategori tersebut adalah rising star, falling star, lost opportunity, dan retreat (Esterhuizen 2006). Berdasarkan analisis ini, posisi pasar yang ideal adalah rising star. Posisi tersebut mengindikasi suatu negara meraih pangsa pasar pada produk yang tumbuh dengan cepat. Posisi lost opportunity merupakan posisi pasar yang paling tidak diinginkan karena posisi pasar ini mengindikasi suatu negara kehilangan pangsa pasar pada produk yang dinamis. Posisi falling star juga tidak diinginkan, meskipun lebih baik jika dibandingkan dengan lost opportunity karena pangsa pasar suatu negara meningkat pada produk yang tidak dinamis. Posisi retreat mungkin tidak diinginkan, tetapi dapat menajdi masukan untuk beralih pada produk lainnya yang dinamis (Estherhuizen 2006). Posisi pasar tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.
17 Y
Lost Opportunity
Rising Star X Falling Star
Retreat
Gambar 8 Matriks EPD Sumbu x : Pertumbuhan kekuatan bisnis atau disebut pangsa pasar ekspor i : ∑
1(
)
∑
1(
) 1
Sumbu y : Pertumbuhan daya tarik pasar atau disebut pangsa pasar produk : ∑ 1( ) ∑ 1( ) 1
Keterangan : : Nilai ekspor ban Indonesia ke negara tujuan ekspor : Nilai ekspor ban dunia ke negara tujuan ekspor : Nilai total ekspor Indonesia ke negara tujuan ekspor : Nilai total ekspor dunia ke negara tujuan ekspor : Jumlah tahun analisis Analisis Gravity Model Estimasi Model Terdapat tiga metode yang digunakan untuk mengestimasi model dengan data panel yaitu Pooled Least Square (PLS), Fixed Effect Model (FEM), dan Random Effect Model (REM). PLS merupakan pendekatan model yang paling sederhana. Model PLS mengasumsikan bahwa nilai intersep masing-masing variabel sama, lalu model ini juga mengasumsikan bahwa slope koefisien identik dengan untuk semua unit cross section. Kelemahan pada pendekatan ini adalah dugaan parameter β akan bias, karena tidak dapat memebedakan observasi yang berbeda dalam dalam waktu yang sama, atau tidak dapat membedakan observasi yang sama dalam waktu yang berbeda (Firdaus 2011) Fixed Effect Model muncul ketika antara efek individu dan peubah penjelas memiliki pola yang sifatnya tidak acak. Asumsi ini membuat komponen error dari efek individu dan waktu dapat menjadi bagian dari intersept. Random Effect Model muncul ketika antara efek individu dan regresor tidak ada korelasi. Model ini dapat disebut juga dengan error component model karena pada model ini, parameter yang berbeda antar individu maupun antar waktu dimasukkan kedalam eror (Firdaus 2011).
18 Pemilihan Model Penelitian dengan data panel memerlukan uji statistik untuk memilih model yang terbaik agar memeperoleh dugaan yang efisien. Uji tersebut dapat dilakukan dengan Uji Chow dan Uji Hausman. 1. Uji Chow Uji Chow atau uji F-statistics merupakan pengujian statistik yang bertujuan memilih model fixed effect atau pooled least square untuk pengujian. Hipotesis dari uji Chow yaitu, = model pooled least square = model fixed effect. 1 Jika uji Chow signifikan (probability dari Chow < α) berarti tolak , artinya model fixed effect yang digunakan. Sebaliknya, jika uji Chow tidak signifikan (probability > α) berarti tidak tolak , artinya yang digunakan adalah model pooled least square. 2. Uji Hausman Uji Hausman merupakan sebuah uji yang digunakan untuk membandingkan model apa yang akan digunakan, model fixed effect atau model random effect. Hipotesis dari uji Hausman yaitu = model random effect 1 = model fixed effect. Jika uji Hausman signifikan (probability < α) berarti tolak , artinya model fixed effect yang digunakan. Sebaliknya, jika uji Hausman tidak signifikan (probability > α) berarti tidak tolak , artinya yang digunakan adalah model random effect. Uji Kesesuaian Model 1. Uji Heteroskedastisitas Salah satu asumsi penting dalam mdoel ekonomi klasik adalah nilai varian dari variabel bebas yang konstan disebut homoskedastisitas. Apabila asumsi ini tidak terpenuhi, maka nilai varian dari variabel bebas tidak lagi bersifat konstan (heteroskedastisitas). Heteroskedastisitas dalam data panel dapat di deteksi dengan membandingkan sum square residual pada wight statistic dan unweight statistic. Jika sum square residual pada wight statistic lebih kecil dari sum square residual pada unweight statistic, maka pada model terdapat gejala heteroskedastisitas. Masalah heteroskedastisitas dapat diatasi dengan Generalized Least Square. 2. Uji Multikolinieritas Multikolinieritas merupakan suatu penyimpangan asumsi karena adanya keterkaitan atau hubungan linier antar variabel bebas penyusun model. Jika terdapat hubungan maka dapat dikatakan bahwa peubahpeubah bebas tersebut berkolinieritas ganda sempurna (Juanda, 2009). Menurut Gujarati (1999) adanya multikolinieritas ditandai dengan beberapa hal berikut ini. a. Tanda koefisien tidak sesuai dengan yang diharapkan b. Nilai 2 tinggi, tetapi banyak variabel yang tidak signifikan c. Matriks korelasi antar variabel tinggi ( > 0.8) d. 2 < menunjukkan bahwa terjadi multikolinieritas
19 3. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengidentifikasi error term apakah sudah terdistribusi secara normal atau tidak. Uji tersebut dapat dilakukan dengan melihat nilai probabilitas yang terdapat pada histogram-normality dan uji Jarque Bera dengan hipotesis berikut ini. = (α = 0), error term terdistribusi normal = (α ≠ 0), error term tidak terdistribusi normal 1 Hasil hipotesis dikatakan tolak apabila nilai jarque bera < α atau probabilitas (pvalue) < α. Sebaliknya, hasil hipotesis dikatakan tidak tolak apabila Jarque Bera > α atau probabilitas (pvalue) > α. Normalitas diketahui melalui sebaran regresi yang merata disetiap nilai. Tidak tolak mengindikasikan bahwa data yang dianalisis tersebar normal. 4. Uji Autokorelasi Masalah autokorelasi muncul karena adanya hubungan linier antar error term dalam satu penelitian. Uji autokorelasi dilakukan dengan cara membandingkan nilai Durbin Watson (DW) hasil estimasi dengan DW tabel. Jika nilai DW berada pada area non-autokorelasi mendekati dua maka dapat disimpulkan bahwa model tersebut bebas dari masalah autokorelasi. Kerangka identifikasi autokorelasi disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Kerangka Identifikasi Autokorelasi Nilai DW Hasil 4-DL < DW <4 Autokorelasi negatif 4-DL < DW < 4-DL Hasil tidak dapat ditentukan 2 < DW < 4-DU Tidak ada autokorelasi DU < DW < 2 Tidak ada autokorelasi DL < DW < DU Hasil tidak dapat ditentukan 0 < DW < DL Autokorelasi positif Sumber : Gujarati (1999)
Model Penelitian Secara sistematis, model faktor-faktor yang berpengaruh terhadap aliran ekspor ban Indonesia ke kawasan Amerika latin dirumuskan sebagai berikut. 1 4
Keterangan
12345
2
3
5
: : Nilai ekspor produk ban Indonesia ke negara tujuan (%) : GDP riil perkapita Indonesia pada tahun 2009-2014 (%) : GDP riil perkapita negara tujuan pada tahun 2009-2014 (%) : Populasi negara tujuan tahun 2009-2014 (%) : Nilai tukar riil negara tujuan terhadap dollar Amerika (%) : Jarak ekonomi Indonesia dengan negara tujuan (%) : konstanta (intercepst) : parameter yang diduga (n=1,2,3,4,5) : random error
20 Berikut ini definisi operasional dari masing-masing variabel dalam persamaan diatas. Nilai ekspor merupakan nilai ekspor ban Indonesia ke 10 negara Amerika Latin yang diteliti dalam satuan US$ selama periode 2009-2014 GDP Indonesia adalah GDP riil perkapita Indonesia dalam satuan US$ selama periode 2009-2014. GDP negara tujuan adalah GDP riil perkapita negara tujuan ekspor ban Indonesia dalam satuan US$ selama periode 2009-2014. Populasi adalah jumlah penduduk negara tujuan ekspor ban Indonesia selama periode 2009-2014 Nilai tukar adalah nilai tukar riil negara tujuan ekspor ban Indonesia terhadap mata uang Amerika Serikat selama periode 2009-2014. Jarak ekonomi dihitung dengan cara jarak geografis antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor dikali dengan perbandingan antara GDP negara tujuan dan GDP total negara tujuan ekspor selama periode penelitian yaitu 2009 sampai 2014. Analisis Porter’s Diamond Daya saing kompetitif ban Indonesia di analisis menggunakan metode Porter’s Diamond. Analisis dilakukan pada tiap komponen yang terdapat pada Porter’s Diamond Theory. Komponen tersebut meliputi : 1. Factor Condition (FC), yaitu keadaan faktor–faktor produksi dalam suatu industri seperti tenaga kerja dan infrastuktur. 2. Demand Condition (DC), yaitu keadaan permintaan atas barang dan jasa dalam negara. 3. Related and Supporting Industries (RSI), yaitu keadaan para penyalur dan industri lainnya yang saling mendukung dan berhubungan 4. Firm, Strategy, Structur, and Rivalry (FSSR), yaitu strategi yang dianut perusahaan pada umumnya, stuktur industri dan keadaan kompetisi dalam suatu industri domestik. Keempat faktor utama diatas didukung oleh dua faktor pendukung yang lain yaitu faktor pemerintah dan faktor kesempatan. Dari hasil analisis enam komponen Porter’s Diamond, dapat ditentukan kelebihan dan kekurangan ban Indonesia serta perkembangan competitive advantage dari industri ban Indonesia. Komponen-komponen Porter’s Diamond dapat dilihat pada Gambar 9. Strategi, struktur dan persaingan Kesempatan
Kondisi Faktor
Kondisi permintaan
Peran Pemerintah Industri terkait dan pendukung
Sumber : Porter (1990)
Gambar 9 Teori Porter's Diamond
21
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Ban Indonesia Sektor perindustrian di seluruh dunia saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan sektor industri pengolahan merupakan salah satu tolak ukur untuk menilai bagaimana struktur perekonomian di suatu negara. Begitu pula di Indonesia, hingga saat ini perekonomian negara masih didominasi oleh industri pengolahan. Disetiap tahunnya, industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar pada PDB Indonesia dibanding dengan lapangan usaha lainnya. Sebagaimana pada tahun 2014, kontribusi industri pengolahan mendominasi PDB Indonesia seperti yang disajikan pada Gambar 10.
11%
pertanian, peternakan pertambangan dan penggalian
14%
8%
industri pengolahan 10%
7% 15%
24% 10% 1%
listrik, gas, dan air bersih bangunan perdagangan, hotel, dan restoran pengangkutan dan komunikasi keuangan, persewaa, & jas persh jasa-jasa
Sumber : BPS, diolah
Gambar 10 Distribusi PDB berdasarkan lapangan usaha tahun 2014 Salah satu industri pengolahan yang berpotensi di Indonesia adalah industri ban. Menurut Kementrian Perindustrian (2016), Industri ban nasional merupakan salah satu industri andalan yang mampu berkompetisi di tingkat global. Industri ban merupakan industri hilir karet alam yang memberikan sumbangan ekspor terbesar dibanding industri hilir karet alam lainnya. Perkembangan ekspor produk ban Indonesia disajikan pada Gambar 11.
Sumber : Trade map 2016, diolah
Gambar 11 Nilai ekspor ban luar dan karet alam Indonesia
22 Berdasarkan Gambar 11, dapat dilihat bahwa nilai ekspor ban Indonesia tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan dan cenderung konstan. Namun, hal tersebut lebih baik dibanding perkembangan ekspor karet alam yang mengalami penurunan secara tajam mulai tahun 2011. Hal ini berarti bahwa Indonesia mulai fokus pada ekspor industri pengolahan, industri ban, yang memiliki nilai tambah dibandingkan produk primer tanpa nilai tambah seperti karet alam. Industri ban di Indonesia terdiri dari perusahaan-perusahaan ban yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI). Anggota APBI disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Daftar perusahaan ban Indonesia No Nama Perusahaan Ban Roda-4 Ban Roda-2 1 PT. Goodyear Indonesia Tbk Produksi 2 PT. Bridgestone Tire Indonesia Produksi 3 PT. Gajah Tunggal Tbk Produksi Produksi 4 PT. Industri Karet Deli Produksi Produksi 5 PT. Sumi Rubber Indonesia Produksi Produksi 6 PT. Suryaraya Rubberindo Industries Produksi 7 PT. Elangperdana Tyre Industry Produksi 8 PT. Benteng Pratama Rubber Co.Ltd Produksi 9 PT. Hung-A Indonesia Produksi 10 PT. United King-Land Produksi 11 PT. Surabaya Kencana Anugerah Produksi Sumber : Laporan tahunan APBI 2013
Perkembangan industri otomotif yang pesat berdampak positif terhadap industri ban Indonesia khususnya penjualan dalam negeri, yaitu disegmen pasar Replacement dan pasar perakitan (OEM). Secara umum, produk industri ban Indonesia adalah ban mobil (roda-4) dan motor (roda-2). Perkembangan produksi dan penjualan ban mobil dan ban motor Indonesia disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Produksi dan penjualan ban Indonesia Produksi dan Penjualan (ribu unit) Produksi Ban Mobil (roda-4) Ban Motor (roda-2) Penjualan Replacement Ban Mobil Ban Motor OEM Ban Mobil Ban Motor Ekspor Ban Mobil Ban Motor Total penjualan
Ban Mobil Ban Motor
Tahun 2010 2011
2008
2009
42,853 28,804
39,132 28,467
50,016 40,482
8,829 15,963 3,408 12,538 30,128 780
8,450 15,358 2,579 11,835 28,000 1,096
42,365 29,281
39,029 28,289
Sumber : Laporan tahunan APBI 2013
2012
2013
51,896 41,745
50,261 47,120
47,420 54,843
10,497 23,510 3,982 15,163 34,701 1,254
11,089 23,919 4,336 16,065 35,979 1,334
11,933 30,980 5,517 14,558 32,083 1,501
13,050 36,272 5,746 15,999 28,469 1,893
49,180 39,927
51,404 41,318
49,533 47,039
47,265 54,164
23 Produksi dan penjualan ban mobil tahun 2013 turun sebesar 5.7% dan 4.6% dibandingkan tahun 2012. Hal ini disebabkan adanya penurunan penjualan di pasar ekspor yang merupakan bagian terbesar dari penjualan. Penurunan penjualan ekspor sebesar 11.3% dari 32 juta unit ban tahun 2012 menjadi 28 juta unit tahun 2013 disebabkan oleh menurunnya permintaan ban dari negara-negara tujuan utama ekspor Indonesia yang masih dilanda krisis ekonomi. Meskpiun demikian, penjualan ban dipasar dalam negeri oleh anggota APBI masih menunjukkan peningkatan yang cukup baik. Peningkatan penjualan di pasar replacement meningkat cukup tinggi yaitu sebesar 9.4%, sedangkan di pasar perakitan (OEM) meningkat sebesar 4.2% akibat meningkatnya produksi mobil dalam negeri (APBI 2013). Perkembangan produksi dan penjualan ban motor Indonesia tahun 2013 lebih baik dibanding ban mobil. Produksi ban motor meningkat sebesar 16.4% dan penjualannyapun meningkat di semua segmen pasar. Di pasar replacement penjualannya meningkat sebesar 17.1%, di pasar perakitan meningkat 9.9%, di pasar ekspor meningkat sebesar 26.1%. Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh tambahan penjualan dalam negeri dan produksi motor (APBI 2013). APBI (2013) menyatakan bahwa karet alam dan karet sintetis adalah bahan baku utama produksi ban. Pembelian karet alam dilakukan berdasarkan harga internasional. Pemakaian karet alam dan sintetis tahun 2013 mengalami penurunan antara 7% dan 8% dibandingkan pada tahun 2012. Hal tersebut disebabkan oleh produksi ban yang menurun akibat penurunan produksi otomotif. Selain karet sebagai bahan baku produk ban, tenaga kerja merupakan salah satu faktor utama dalam produk ban Indonesia. Menurut APBI (2013) hingga tahun 2013 penyerapan tenaga kerja oleh industri ban Indonesia menunjukkan angka yang terus meningkat setiap tahunnya. Perkembangan input industri ban disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Penggunaan input industri ban Indonesia Tahun Input 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Penyerapan tenaga kerja 23,436 23,808 27,010 28,116 30,332 31,076 (orang) Karet alam 164,629 150,564 189,780 196,109 206,540 190,336 Karet sintetis 125,034 116,936 149,978 166,350 164,429 150,606 Total Karet 289,663 267,500 339,758 362,459 370,969 340,942 (ton) Sumber : Laporan tahunan APBI 2013
Secara umum, APBI menyimpulkan bahwa meskipun indikator-indikator ekonomi menunjukkan pelemahan, namun perekonomian dalam negeri khususnya sektor riil menunjukkan peningkatan yang cukup mendukung industri dan perdagangan baik jasa maupun manufaktur. Pertumbuhan industri ban Indonesia dipicu oleh semakin tingginya produksi dan penjualan otomotif dalam negeri, sehingga penjualan ban di pasar replacement dan pasar perakitan ikut meningkat. Disisi lain, penjualan ekspor akan membaik seiring pulihnya perekonomian dunia.
24 Analisis Daya Saing Komparatif dan Dinamika Ekspor Ban Indonesia
Keunggulan Komparatif Perkembangan nilai ekspor produk ban Indonesia ke Amerika latin pada enam tahun terakhir menunjukkan perkembangan yang baik, sehingga perlu diketahui potensi daya saingnya di negara tujuan ekspor. Analisis daya saing komparatif ban Indonesia dalam penelitian ini menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA). Hasil RCA dari sepuluh negara yang diteliti, sebagian besar memiliki nilai lebih dari satu, yang artinya memiliki daya saing yang tinggi. Hasil estimasi nilai RCA produk ban Indonesia ke sepuluh negara tujuan di kawasan Amerika Latin disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil RCA produk ban Indonesia ke Amerika Latin Nilai RCA Negara 2009 2010 2011 2012 2013 Brazil 1.128 0.783 0.842 1.963 3.718 Meksiko 12.748 10.338 15.297 27.207 24.684 Kolombia 0.539 0.754 0.774 0.885 1.615 Paraguay 1.697 4.987 4.997 6.855 3.987 Argentina 0.550 0.021 0.325 0.249 0.239 Panama 2.363 2.097 2.077 2.873 0.451 Guatemala 1.534 5.305 6.583 2.014 3.336 Venezuela 2.227 4.834 9.173 12.756 8.785 Uruguay 4.043 47.315 56.432 56.116 37.628 Costa Rica 14.601 66.556 55.642 58.384 48.379
2014 3.804 47.621 2.598 4.805 0.772 1.446 3.332 31.083 16.392 14.844
Tabel 6 menunjukkan perkembangan daya saing produk ban Indonesia di sepuluh negara kawasan Amerika Latin dari tahun ke tahun. Pada tahun 20092014 produk ban Indonesia memiliki nilai RCA yang berfluktuatif. Dari sepuluh negara yang diteliti, hanya terdapat satu negara yang selalu memiliki nilai RCA kurang dari satu, yaitu negara Argentina. Hal ini berarti bahwa produk ban Indonesia di negara Argentina kalah saing dengan produsen ban lainnya. Meskipun demikian, negara Argentina masih menajadi pasar yang potensial untuk ekspor ban Indonesia karena nilai RCA pada tahun 2014 sebesar 0.772 yang merupakan nilai terbesar dalam 10 tahun terakhir. Berbeda dengan negara Argentina, nilai RCA di negara Kolombia terus mengalami peningkatan dan selalu lebih dari satu. Hal tersebut berarti produk ban Indonesia memiliki keunggulan komparatif dan berdaya saing tinggi di negara Kolombia. Begitu pula yang terjadi di negara Venezuela, meskipun terjadi penurunan pada tahun 2013 sebesar 31.1% dari 12.756 menjadi 8.785, namun secara keseluruhan nilai RCA Venezuela memiliki tren yang positif, bahkan pada tahun 2014, RCA Venezuela meningkat secara tajam sebesar 253.8% dari 8.785 menjadi 31.083. Hal tersebut juga terjadi pada negara meksiko, dimana terjadi peningkatan sebesar 92.9% dari 24.684 pada tahun 2013 menjadi 47.621 pada tahun 2014. Secara keseluruhan, rata-rata nilai RCA sepuluh negara kawasan Amerika Latin dari tahun 2009 sampai 2014 dapat dilihat pada Tabel 7.
25 Tabel 7 Nilai Rata-Rata RCA produk ban Indonesia ke Amerika Latin Negara Brazil Meksiko Kolombia Paraguay Argentina Panama Guatemala Venezuela Uruguay Costa Rica Rata Rata seluruh negara
Rata-Rata RCA 2.04 22.98 1.19 4.56 0.36 1.89 3.65 11.48 36.32 43.07 12.76
Perkembangan nilai RCA produk ban Indonesia dari tahun 2009 sampai 2014 terangkum dalam pada Tabel 7. Rata-rata RCA tertinggi produk ban Indonesia di kawasan Amerika Latin yaitu negara Costa Rica sebesar 43.07%, selanjutnya diikuti oleh Uruguay, Meksiko, Venezuela, Paraguay, Guatemala, Brazil, Panama, dan Kolombia. Negara Argentina memiliki nilai rata-rata RCA sebesar 0.36 yang berarti produk ban Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif dan berdaya saing rendah dibandingkan dengan pesaing negara produsen ban lainnya. Dinamika Ekspor Dinamika ekspor produk ban Indonesia di pasar Amerika Latin dapat diteliti menggunakan metode Export Product Dynamic (EPD). Berdasarkan hasil pengamatan dan estimasi EPD, posisi pasar ban Indonesia disajikan pada gambar dibawah ini.
Sumber : Trade Map 2016, diolah
Gambar 12 Hasil EPD produk ban Indonesia ke Amerika Latin
26 Gambar 12 menunjukkan bahwa pasar ekspor produk ban Indonesia ke Amerika Latin berada pada posisi Rising Star dan Falling Star. Terdapat enam negara yang menempati posisi Rising Star, yaitu Panama, Venezuela, Meksiko, Guatemala, Costa Rica, Uruguay. Hal ini menunjukkan bahwa selama periode 2009-2014, permintaan dunia terhadap produk ban Indonesia meningkat setiap tahunnya, dan mengakibatkan produk ini menjadi salah satu produk yang dinamis di Amerika Latin. Selain itu, pangsa pasar ekspor produk ban Indonesia juga memiliki pertumbuhan yang positif, sehingga produk ban Indonesia dapat dikategorikan sebagai produk yang kompetitif di pasar Amerika Latin. Negara dengan posisi Rising Star merupakan posisi yang ideal sehingga keenam negara tersebut berpotensi untuk dijadikan tujuan ekspor produk ban Indonesia. Sedangkan yang menempati posisi Falling Star yaitu Brazil, Kolombia, Paraguay, dan Argentina. Hal ini berarti bahwa produk ban Indonesia di empat negara tersebut mengalami pertumbuhan pangsa ekspor yang positif, namun terdapat penurunan pada permintaan ekspor produk ban Indonesia. Sehingga, empat negara yang menempati posisi Falling Star kurang berpotensi untuk dijadikan tujuan ekspor produk ban Indonesia.
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Produk Ban Indonesia ke Amerika Latin Hasil Estimasi Model Analisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor produk ban Indonesia ke kawasan Amerika Latin dalam penelitian ini menggunakan Gravity Model. Variabel independen yang digunakan adalah GDP riil perkapita Indonesia ( ), GDP riil perkapita negara tujuan ekspor ( ), populasi ( ), nilai tukar riil negara tujuan ekspor ( ), dan jarak ekonomi ( ). Variabel dependen yang digunakan adalah nilai ekspor ( ) produk ban Indonesia ke kawasan Amerika Latin. Data yang di analisis adalah data panel yang merupakan gabungan antara data time series dan cross section. Dalam pengolahan datanya, penelitian ini menggunakan metode efek tetap (Fixed Effect Model). Pemilihan metode pendekatan yang terbaik antara random effect, fixed effect, ataupun PLS dilakukan dengan melakukan uji Hausman dan uji Chow terlebih dahulu. Hasil uji Chow menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0.0000, dimana angka tersebut lebih kecil dari taraf nyata (α) 5% (lihat lampiran 1). Probabilitas (0.0000) < α (0.05) berarti bahwa cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap sehingga model yang digunakan adalah fixed effect. Selain uji Chow, terdapat uji Hausman sebagai dasar pemilihan pendekatan model yang terbaik. Hasil uji Hausman menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0.0003, dimana angka tersebut lebih kecil dari taraf nyata (α) < 5% (lihat lampiran 2). Probabilitas (0.0003) < α (0.05) berarti bahwa cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap , sehingga model yang baik utnuk digunakan adalah fixed effect. Hasil tersebut menguatkan bukti pada uji Chow bahwa pendekatan model yang terbaik untuk penelitian ini adalah fixed effect model.
27 Berdasarkan hasil pengolahan data, diperoleh nilai-nilai koefisien penduga ekspor produk ban Indonesia. Berikut merupakan tabel hasil estimasi gravity model untuk ekspor produk ban Indonesia ke Amerika Latin menggunakan fixed effect dengan pembobotan cross section weighted. Tabel 8 Hasil estimasi gravity model nilai ekspor produk ban Indonesia Variabel LNGDPRPI LNGDPRPN LNJE LNNTR LNPOP C
Koefisien Probabilitas -8.715858 0.0525** 24.09745 0.0000* -29.11129 0.0000* 2.590919 0.0050* 23.25156 0.0377* -339.1077 0.0413* Weighted Statistics R-squared 0.9468 Sum squared resid 17.3413 Prob(F-statistic) 0.0000 Durbin-Watson stat 2.32455 Unweighted Statistics Sum squared resid 18.56270 Catatan : *) signifikan pada taraf nyata 5% **) signifikan pada taraf nyata 10% Berdasar hasil pengolahan data, diperoleh estimasi persamaan nilai ekspor produk ban Indonesia ke kawasan Amerika Latin yang terbaik adalah sebagai berikut. n
Pijt
n DP P nP Pjt
it
n T
jt
n DP P n ijt
jt
Keterangan :
12345
i j t
: Nilai ekspor produk ban Indonesia ke negara tujuan : GDP riil perkapita Indonesia pada tahun t (%) : GDP riil perkapita negara tujuan pada tahun-t (%) : Populasi negara tujuan (%) : Nilai tukar riil negara tujuan terhadap dollar Amerika (%) : Jarak ekonomi Indonesia dengan negara tujuan (%) : konstanta (intercepst) : parameter yang diduga (n=1,2,3,4,5) : Indonesia : negara tujuan ekspor : tahun yang diteliti (2009-2014)
28 Berdasarkan hasil estimasi pada tabel 8, diketahui nilai koefisien determinasi ( 2 ) sebesar 0.946802, yang berarti bahwa sekitar 94.7% keragaman faktor-faktor yang memengaruhi nilai ekspor produk ban Indonesia ke sepuluh negara kawasan Amerika Latin dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas yang ada, sedangkan 5.3% sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor diluar model. Seteleh fixed effect terpilih sebagai pendekatan model yang terbaik, selanjutnya perlu dilakukan uji asumsi klasik untuk mendapatkan model yang terbebas dari masalah asumsi klasik seperti heteroskedastisitas, multikolinieritas, normalitas, dan autokorelasi. Uji Asumsi Klasik Uji Heteroskedastisitas dapat dilihat dengan membandingkan nilai sum square residual. Pada hasil estimasi model, terlihat bahwa sum square residual pada weight statistic lebih kecil dari sum square residual pada unweight statistic, yaitu 17.34132 < 18.56270. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi permasalahan heteroskedastisitas pada model tersebut. Namun, secara umum model ini sudah memenuhi asumsi heteroskedastisitas karena model diestimasi menggunakan generalized least square dan sudah diberi pembobotan cross-section weights pada model. Selain itu, masalah heteroskedastisitas dapat dilihat dari hasil standardized residual graph. Hasil estimasi model menunjukkan bahwa grafik standar residual berfluktuatif sperti grafik detak jantung (lampiran 3). Sehingga, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas pada model nilai ekspor produk ban Indonesia ke Amerika Latin. Multikolinieritas terjadi jika pada model yang dihasilkan terbukti signifikan secara keseluruhan pada uji-F dan memiliki R-squared yang tinggi namun hanya sedikit variabel yang signifikan pada uji-T. Uji multikolinieritas dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi antar variabel. Pada hasil estimasi model, terdapat koefisien korelasi yang lebih besar dari 0.8 (lampiran 4), sehingga mengindinkasikan adanya multikolinieritas. Namun, hal tersebut dapat diabaikan karena pada model ini, nilai R-squared sebesar 94.7% dan seluruh variabel bebasnya signifikan. (Evasari 2014). Uji normalitas digunakan untuk menguji normal atau tidaknya error terms suatu data panel. Uji normalitas dilakukan dengan melihat nilai probabilitas dan nilai Jarque-Bera yang terdapat pada histogram-normality test. Berdasar hasil uji normalitas pada model (lampiran 5), dapat dilihat bahwa nilai Jarque-Bera sebesar 3.954350, dimana angka tersebut lebih besar dari taraf nyata 5% (3.954350 > 0.05). Nilai probabilitas pada hasil uji normalitas sebesar 0.138460, lebih besar dari taraf nyata 5% (0.138460 > 0.005). Sehingga, dapat disimpulkan bahwa pada model ekspor produk ban Indonesia ke Amerika Latin telah memiliki error terms yang menyebar normal. Uji autokorelasi pada penelitian dilakukan dengan cara melihat nilai Durbin Watson (DW). Nilai DW pada model sebesar 2.324547, mendekati angka dua, sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat masalah autokorelasi. Selain itu, pengujian asumsi autokorelasi dapat melalui perhitungan manual tabel DW. Jumlah observasi penelitian ini sebanyak 60, jumlah variabel independen sebanyak 5, dan α sebesar 1%, maka diperoleh nilai Durbin Watson tabel dengan DL sebesar 1.24856, DU sebesar 1.59808, dan DW sebesar 2.324547. Maka, nilai DW berada diantara 2 < DW< (4-DU), yang berarti tidak terdapat autokorelasi.
29 GDP Riil Perkapita Indonesia Hipotesis yang telah di bangun pada awal penelitian yaitu GDP riil perkapita Indonesia akan berpengaruh negatif terhadap nilai ekspor produk ban Indonesia. Peningkatan GDP dapat diartikan sebagai peningkatan pendapatan masyarakat, sehingga akan meningkatkan permintaan domestik dan menyebabkan ekspor ban menurun. Berdasarkan hasil estimasi model yang terdapat pada Tabel 8, GDP riil perkapita Indonesia memiliki koefisien sebesar -8.716 yang berarti bahwa variabel tersebut berpengaruh negatif terhadap nilai ekspor produk ban Indonesia dengan probabilitas sebesar 0.0525 yang berarti bahwa signifikan pada taraf nyata 10%. Ketika GDP riil perkapita Indonesia mengalami peningkatan sebesar 1% maka nilai ekspor produk ban Indonesia akan mengalami penurunan sebesar 8.716% dengan asumsi variabel lainnya konstan (ceteris paribus). Hasil estimasi ini didukung oleh penelitian Haditaqy (2015) yang menyatakan bahwa peningkatan GDP riil perkapita Indonesia dapat diartikan pula sebagai peningkatan daya beli masyarakat Indonesia. Sehingga, terjadi peningkatan konsumsi dalam negeri yang mengakibatkan jumlah permintaan dalam negeri meningkat dan jumlah produk ban Indonesia yang di ekspor menurun. GDP Riil Perkapita Negara Tujuan Ekspor Berdasarkan hasil pengolahan data pada Tabel 8, dapat dilihat bahwa GDP riil perkapita negara tujuan memiliki hubungan yang positif terhadap nilai ekspor produk ban Indonesia dengan nilai probabilitas 0.000 yang berarti bahwa signifikan pada taraf nyata 5%. Angka koefisien GDP riil perkapita negara tujuan sebesar 24.097 menunjukkan bahwa peningkatan GDP riil perkapita negara tujuan sebesar 1% akan berpengaruh pada peningkatan nilai ekspor produk ban Indonesia sebesar 24.097% dengan asumsi bahwa variabel lain konstan (ceteris paribus). Hal tersebut sesuai dengan hipotesis dimana GDP riil perkapita negara tujuan berhubungan positif dengan ekspor ban Indonesia. Peningkatan GDP dapat diartikan sebagai peningkatan daya beli masyarakat negara tujuan ekspor, sehingga akan meningkatan permintaan terhadap produk ban Indonesia. Permintaan produk ban yang meningkat tersebut akan meningkatkan nilai ekspor ban Indonesia ke kawasan Amerika Latin. Jarak Ekonomi Berdasarkan hasil estimasi yang disajikan pada Tabel 8 menunjukkan bahwa jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor berpengaruh negatif terhadap nilai ekspor produk ban Indonesia. Angka probabilitas sebesar 0.000 menunjukkan bahwa jarak ekonomi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai ekspor produk ban Indonesia pada taraf nyata 5%. Koefisien jarak ekonomi sebesar -29.111 memiliki makna jika jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara tujuan bertambah 1%, maka nilai ekspor produk ban Indonesia turun sebesar -29.111% dengan asumsi variabel lainnya konstan (ceteris paribus). Hasil tersebut sesuai dengan hipotesis bahwa jarak ekonomi akan berpengaruh negatif terhadap nilai ekspor. Jarak ekonomi merupakan gambaran dari biaya transportasi yang diperlukan untuk mengirim ban dari Indonesia ke kawasan Amerika Latin, sehingga meningkatnya jarak ekonomi merupakan bentuk peningkatan biaya transportasi dan akan mengurangi nilai perdagangan, dalam hal ini berarti nilai ekspor produk ban Indonesia berkurang.
30 Nilai Tukar Riil Nilai tukar riil pada hasil pengolahan data menunjukkan pengaruh yang positif terhadap nilai ekspor ban Indonesia. Probabilitas nilai tukar riil sebesar 0.005 berarti bahwa nilai tukar riil memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai ekspor ban Indonesia pada taraf nyata 5%. Angka koefisien nilai tukar riil sebesar 2.591 berarti setiap kenaikan nilai tukar riil sebesar 1% akan menyebabkan kenaikan nilai ekspor ban Indonesia sebesar 2.591% dengan asumsi variabel lainnya ceteris paribus. Hasil tersebut sesuai dengan hipotesis bahwa nilai tukar riil akan berpengaruh positif pada nilai ekspor ban Indonesia. Nilai tukar riil yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai tukar riil negara tujuan terhadap dollar Amerika Serikat. Jika nilai tukar riil negara tujuan ekspor terapresiasi, barang-barang domestik negara tujuan relatif lebih mahal sedangkan barang-barang luar negeri relatif lebih murah sehingga penduduk domestik negara tujuan ekspor berkeinginan membeli sedikit barang dalam negeri. Sehingga, akan terjadi peningkatan terhadap permintaan barang luar negeri salah satunya produk ban Indonesia yang akan membawa peningkatan nilai ekspor ban Indonesia. Populasi Negara Tujuan Berdasarkan hasil estimasi, populasi negara tujuan ekspor berpengaruh positif terhadap nilai ekspor produk ban Indonesia. Dapat dilihat pada tabel 8, bahwa nilai probabilitas populasi negara tujuan sebesar 0.037 yang artinya variabel tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai ekspor produk ban Indonesia pada taraf nyata 5%. Angka koefisien populasi adalah 23.251, memiliki makna bahwa jika terjadi peningkatan populasi negara tujuan ekspor sebesar 1%, maka nilai ekspor produk ban Indonesia akan meningkat sebesar 23.251% dengan asumsi variabel lainnya ceteris paribus. Hal tersebut telah sesuai dengan hipotesis awal bahwa populasi negara tujuan akan berpengaruh positif terhadap nilai ekspor produk ban Indonesia. Meningkatnya jumlah penduduk di negara tujuan ekspor, akan meningkatkan permintaan terhadap produk ban Indonesia, sehingga akan meningkatkan nilai ekspornya.
Analisis Keunggulan Kompetitif Analisis keunggulan kompetitif produk ban Indonesia dapat dilihat melalui teori Porter’s Diamond. Enam kondisi porter’s diamond dijelaskan sebagai berikut. 1. Kondisi Faktor - Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) menyatakan bahwa tingkat penyerapan karet alam untuk industri dalam negeri didominasi oleh industri ban. Penyerapan industri ban sebesar 55% dan sisanya dimanfaatkan oleh industri vulkanisir, industri alas kaki, industri perangkat dari karet, dan industri barang jadi dari lateks (Gapkindo 2015). (+) - Perkembangan produktivitas karet Indonesia terus menunjukkan tren positif dari tahun 2009-2015 (Ditjenbun 2016). (+)
31 -
-
-
-
-
Produksi karet Indonesia pada tahun 2009 sebesar 2,440,347 ton dan terus meningkat hingga 3,231,825 ton pada tahun 2015 (Ditjenbun 2016). (+) Luas areal perkebunan karet pada tahun 2009 sebesar 3,435,270 hektar dan terus mengalami peningkatan yang signifikan hingga tahun 2015 sebesar 3,656,057 (Ditjenbun 2016). (+) Kegiatan penanganan pascapanen tanaman tahunan perkebunan seperti pengolahan bahan olah karet (di tingkat petani/kelompok petani umumnya masih dilakukan secara sederhana (Ditjenbun 2011). (-) Penyerapan tenaga kerja oleh industri ban terus meningkat dari tahun 2008-2013. Sebanyak 23,436 tenaga kerja diserap oleh industri ban pada tahun 2008 dan terus meningkat hingga tahun 2013 menjadi 31,076 tenaga kerja (APBI 2013). (+) Berdasarkan laporan tahunan APBI tahun 2013, tenaga kerja yang digunakan dalam produksi ban Indonesia didominasi oleh tenaga kerja lokal. Sehingga, biaya produksi perusahaan lebih rendah. (+)
2. Kondisi Permintaan - Berdasarkan pengolahan data pada gravity model, populasi negara tujuan berpengaruh positif dan memiliki koefisien yang cukup besar terhadap nilai ekspor ban Indonesia. Sehingga, kawasan Amerika Latin yang sebagian besar negaranya memiliki populasi yang besar dapat berpotensi untuk meningkatkan permintaan ban Indonesia. (+) - Permintaan produk ban Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2009-2014 di kawasan Amerika Latin (Trade Map 2016). (+) - Jarak antara Indonesia dengan kawasan Amerika Latin yang sangat jauh menyebabkan besarnya biaya transportasi. Sehingga dapat menyebabkan permintaan ban Indonesia cenderung rendah. (-) - GDP perkapita kawasan Amerika Latin 10 tahun terakhir, mulai 2004 hingga 2014, mengalami peningkatan yang signifikan setiap tahunnya. Berdasarkan analisis gravity model, GDP perkapita negara tujuan ekspor berpengaruh positif terhadap nilai ekspor ban Indonesia. Sehingga, peningkatan GDP perkapita di kawasan Amerika latin dapat menjadi potensi untuk meningkatkan permintaan ban Indonesia (UNCTAD 2016). (+) 3. Industri Terkait dan Pendukung - Thailand, Indonesia dan Malaysia sepakat untuk untuk melaksanakan AETS (Agreed Export Tonnage Scheme) yang efektif diberlakukan pada 1 Maret 2016 dengan tujuan mengatasi rendahnya harga karet alam dan mengurangi over supply. Menurut ITRC (International Tripartite Rubber Council), ketiga negara (yang memasok 67% kebutuhan karet alam global) akan memotong jumlah kapasitas ekspornya sebesar 615,000 ton. Selama periode tersebut, Thailand akan mengurangi ekspornya sebesar 324,015 ton, Indonesia sebesar 238.736 ton dan Malaysia sebesar 52,249 ton. Di samping itu, untuk mengatasi over supply karet alam, negara-negara ITRC juga setuju untuk meningkatkan konsumsi domestiknya. (+)
32 - Perusahaan-perusahaan dalam industri karet Indonesia tergabung dalam suatu organisasi yaitu Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo). Anggota gapkindo terus mendorong penyerapan karet alam oleh industri dalam negeri. Hal ini diperkuat dengan komitmen gapkindo yang dideklarasikan pada april 2015 yang menyatakan bahwa akan mendorong regulasi untuk meningkatkan penyerapan karet alam dalam negeri (Gapkindo 2015). (+) - Pertumbuhan kebutuhan ban sebagai salah satu komponen kendaraan bermotor sangat terkait dengan pertumbuhan industri kendaraan bermotor. Produksi kendaraan bermotor terus mengalami peningkatan dari tahun 2008 sampai 2013. Peningkatan produksi kendaran bermotor akan meningkatkan penjualan ban dipasar perakitan (OEM), selain itu peningkatan penjualan akan menambah jumlah kendaraan yang beredar di masyarakat. Sehingga, hal tersebut dapat meningkatkan permintaan ban di pasar replacement (APBI 2013). (+) 4. Strategi, Struktur, dan Persaingan Perusahaan - Struktur pasar industri ban Indonesia merupakan pasar yang bersifat oligopolistik. Hal tersebut disebabkan hanya ada beberapa perusahan yang dominan di Indonesia. Berdasarkan laporan tahunan APBI 2013, sampai pada tahun 2013 penjualan ban dalam negeri didominasi oleh PT. Gajah Tunggal Tbk, PT. Bridgestone Tire Indonesia, PT. Sumi Rubber Indonesia, dan PT. Suryaraya Rubberindo Industries. (+) - Industri ban di Indonesia saat ini terdiri dari perusahaan-perusahaan ban yang tergabung dalam Asosiasi Perusahan Ban Indonesia (APBI). APBI merupakan wadah kerjasama antar perusahaan ban yang dapat memperkuat industri ban dalam negeri, selain itu antar perusahaan dapat bekerjasama untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produk ban Indonesia. (+) - APBI melaksanakan usaha bersama dalam peningkatan pelayanan standarisasi mutu ban, dan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pemakaian dan pemeliharaan ban yang benar melalui saftey campaign di Jalan tol bersama PT Jasa Marga, Kepolisian, dan Kementrian terkait serta melalui sarana iklan masyarakat, leaflet dan tulisan dikoran dalam upaya perlindungan konsumen dari penggunaan ban yang tidak layak pakai. Saftey campaign merupakan langkah strategis yang dilakukan oleh anggota APBI dimana perusahaan dapet bertemu langsung dengan konsumen sekaligus melakukan promosi dan sosialisasi bagaimana perawatan ban agar tidak membahayakan konsumen. (+) - Persaingan antar produsen ban di dunia semakin ketat. Negara Tiongkok, Jepang, dan Amerika Serikat merupakan negara pesaing bagi Indonesia dalam ekspor ban ke kawasan Amerika Latin (UNCOMTRADE 2016). Negara Jepang merupakan eksportir ban berkualitas tinggi ke Amerika Latin yang menempati posisi ke dua setelah Tiongkok. Produk ban dari Tiongkok memiliki harga yang relatif lebih murah, sedangkan produk ban dari Amerika Serikat seperti produk dari PT Goodyear memiliki pangsa pasar yang luas. (-)
33 5. Kesempatan - Menurut Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia, FEALAC (Forum for East Asia and Latin America) didirikan untuk meningkatkan kerjasama komprehensif dan dialog bi-regional. Sejak pembentukannya, FEALAC merupakan satu-satunya wadah kerjasama antar pemerintahan yang menghubungkan kawasan Asia Timur dan Amerika Latin. Saat ini, FEALAC mewakili 40% populasi dunia, 32% ekonomi dunia dan lebih dari 40% perdagangan dunia. FEALAC terdiri dari 36 negara anggota yang terdiri dari 16 negara Asia Timur termasuk ASEAN dan 20 negara Amerika Latin. Kerjasama ini merupakan kesempatan bagi Indonesia untuk memperluas pasar ekspornya dan meningkatkan perdagangan ban Indonesia. (+) - Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kementrian Perdagangan yang berjudul “Pengaruh Nilai Tukar Terhadap Ekspor Indonesia” pada tahun 2013, dijelaskan bahwa pada jangka panjang nilai tukar memiliki hubungan yang negatif dengan ekspor Indonesia. Pada jangka panjang nilai tukar yang melemah (depresiasi) akan meningkatkan ekspor Indonesia. Tahun 2015 nilai tukar rupiah sempat melemah, sehingga akan meningkatkan ekspor ban Indonesia ke Amerika Latin. (+) - Berdasarkan hasil EPD pada penelitian ini, terdapat 6 Negara menempati posisi rising star yaitu Panama, Venezuela, Uruguay, Meksiko, Guatemala, dan Costa Rica. Hal ini berarti ekspor Indonesia memiliki pangsa pasar di keenam negara tersebut serta permintaan terhadap ban juga meningkat. sehingga kesempatan ini dapat dimanfaatkan Indonesia dengan meningkatkan ekspor ban Indonesia ke negara tersebut. (+) 6. Kebijakan Pemerintah - Peraturan Presiden RI nomor 28 tahun 2008 tentang kebijakan industri nasional, memutuskan untuk mengembangkan investasi industri ban sehingga menjadi salah satu basis industri ban dunia (Kemenperin 2016). (+) - PP 52 tahun 2011, pemerintah memasukkan industri ban sebagai kelompok industri yang memperoleh fasilitas tax allowance (Kemenperin 2016). (+) - Pencabutan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 40/M-DAG/PER/12/2011 tentang Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor dan menerbitkan Permendag Nomor 45/M-DAG/PER/6/2015 Tanggal 29 Juni 2015 Tentang Ketentuan Impor Ban. Peraturan ini bertujuan untuk memperketat impor ban dan mendukung industri ban nasional (Kemendag 2016). (+) - Penghapusan Permendag No 45/M-DAG/PER/6/2015 dan pemberlakuan kembali Permendag No 40/M-DAG/PER/12/2011 sebagai bagian dari paket deregulasi kebijakan September I. Kebijakan tersebut akan melonggarkan impor ban, sehingga dapat melemahkan industri ban nasional (Kemenhub 2015). (-)
34 Kesempatan : 1. Kerjasama FEALAC. (+) 2. Nilai tukar Indonesia terdepresiasi. (+) 3. Sebagian besar negara menempati posisi rising star. (+)
Strategi, Struktur, dan Persaingan Perusahaan : 1. Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI). (+) 2. Safety Campaign. (+) 3. Oligopoli. (+) 4. Ban Jepang berkualitas tinggi. (-) 5. Ban China relatif lebih murah. (-)
Kondisi Sumberdaya : 1. Hasil karet alam Indonesia sebesar 55% diserap oleh Industri ban. (+) 2. Produktivitas karet Indonesia meningkat. (+) 3. Produksi karet meningkat. (+) 4. Luas perkebunan karet meningkat. (+) 5. Pengolahan karet masih sederhana. (-) 6. Penyerapan tenaga kerja meningkat. (+)
Industri terkait : 1. AETS (Agreed Export Tonnage Scheme). (+) 2. pertumbuhan industri otomotif meningkat.(+) 3. Gapkindo. (+)
Kondisi permintaan : 1. Populasi negara tujuan signifikan berdasar gravity model. (+) 2. Permintaan impor ban meningkat. (+) 3. Jarak. (-) 4. GDP Amerika Latin. (+)
Kebijakan Pemerintah : 1. PP RI no.28 tahun 2008, investasi industri. (+) 2. PP no.52 tahun 2011, fasilitas tax allowance. (+) 3. Pencabutan permendag no 40/MDAG/PER/6/2015, pembatasan impor ban. (+) 4. Penghapusan Permendag nomor 45/M-DAG/PER /6/2015, pelonggaran impor ban. (-)
Gambar 13 Porter’s Diamond ban Indonesia
35
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Simpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Ban Indonesia memiliki posisi daya saing yang kuat di kawasan Amerika Latin, kecuali di Argentina. Sedangkan hasil estimasi EPD, ban Indonesia menempati falling star di empat negara kawasan Amerika Latin yaitu Brazil, Kolombia, Paraguay, dan Argentina. Enam negara lainnya menempati posisi rising star yaitu Panama, Venezuela, Meksiko, Guatemala, Uruguay, dan Costa Rica. 2. Pada hasil estimasi gravity model dengan data panel, diketahui bahwa faktor-faktor yang memengaruhi nilai ekspor produk ban Indonesia ke Amerika Latin adalah GDP riil perkapita negara tujuan ekspor, Nilai tukar riil negara tujuan ekspor, dan populasi negara tujuan ekspor berpengaruh positif dan siginifikan terhadap nilai ekspor produk ban Indonesia. Sedangkan GDP perkapita Indonesia dan jarak ekonomi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai ekspor produk ban Indonesia. 3. Berdasarkan analisis teori porter’s diamond ban Indonesia memiliki keunggulan kompetitif, dimana kondisi terkuat adalah kondisi faktor. Hal tersebut disebabkan Indonesia merupakan salah satu negara penghasil karet alam terbesar di dunia sehingga bahan baku ban mudah didapat. Saran Saran yang dapat di berikan adalah sebagai berikut. 1. Berdasarkan analisis daya saing dan dinamika ekspor, terdapat 6 negara yang menempati posisi rising star dan memiliki daya saing yang kuat yaitu Meksiko, Panama, Guatemala, Venezuela, Uruguay, dan Costa Rica. Sebaiknya pemerintah terus meningkatkan ekspor ban ke 6 negara tersebut karena sangat berpotensi. Selain itu, terdapat 3 negara yang menempati posisi falling star namun memiliki daya saing yang kuat yaitu Brazil, Kolombia, dan Paraguay. Sebaiknya dilakukan peningkatan mutu ataupun promosi kerjasama dengan negara tersebut agar permintaan terhadap ban dapat meningkat. Negara Argentina memiliki daya saing yang rendah dan menempati posisi falling star, sebaiknya ada diversifikasi produk karena ban tidak memiliki daya saing yang kuat dan pangsa pasar yang tidak dinamis di Argentina. 2. Berdasarkan hasil gravity model, GDP riil perkapita negara tujuan berpengaruh sangat besar terhadap nilai ekspor produk ban Indonesia. Sebaiknya Indonesia terus mennggencarkan ekspor ke negara dengan GDP riil perkapita yang tinggi agar permintaan ekspor terhadap produk ban Indonesia terus meningkat.
36
DAFTAR PUSTAKA Acharya, S. 2013. A Panel Data Analysis of Foreign Trade Determinants of Nepal: Gravity Model Approach. NRB Economic Review, vol. 25, 1-20. Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia. 2008-2013. Laporan Tahunan. APBI, Jakarta. Balassa B. 1965. Trade Liberisation and Revealed Comparative Advantage. United Kongdom (UK): The Manchester School. Basri F, Haris M. 2010. Dasar-Dasar Ekonomi Internasional Pengenalan dan Aplikasi Metode Kuantitatif. Jakarta. Kencana Prenada Media Group. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Nilai ekspor Indonesia berdasarkan negara tujuan tahun 2008-2014 [Internet]. [diunduh pada 2016 Jan 24] tersedia pada; http//www.bps.go.id. [CEPII] Centre d’Etudes Prospectives et d’Informations Internationales. Geodesic Distances [Internet]. [diunduh pada 2016 Feb 3]. Tersedia pada: http://www.cepii.fr/distance/dist_cepii.zip Deardoff A. 1997. Determinants of Bilateral Trade : Does Gravity Work in a Classical World ?. University of Chicago Press. Chicago. [US] [Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2016. Luas areal dan produksi perkebunan seluruh Indonesia menurut pengusahaan [Internet]. [diunduh pada 2016 Feb 1]. Tersedia pada : http://www.ditjenbun.pertanian.go.id Esterhuizen. 2006. Measuring and Analysing Competitiveness in The Agribusiness Sector: Methodological and Analytical Framework. Pretoria: University of Pretoria. Evasari, U. 2014. Dampak Fasilitasi Perdagangan Terhadap Ekspor Elektronika Indonesia ke Negara-Negara Anggota APEC [ Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Firdaus M. 2011. Aplikasi Ekonometrika Untuk Data panel dan Time Series. Bogor (ID): IPB Press. [Gapkindo] Gabungan Perusahaan Karet Indoensia. 2016. Industri Kulit, Karet dan plastik Masih Prospektif untuk Dikembangkan [Internet]. [diunduh pada 2016 Feb 20]. Tersedia pada : http://www.gapkindo.org Gujarati D. 1999. Ekonometrika Dasar. Zain, Sumarno, penerjemah; Hutauruk Gunawan, koordinator editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari : Basic Ecometrics. Haditaqy A. 2015. Analisis Daya Saing dan faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Teh Hitam Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hady H. 2004. Ekonomi Internasional, Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia. Hatab AA, Romstad E, Huo X. 2010. Determinants of Egyptian Agriculture Exports: A Gravity Model Approach. Modern Economy. 1:134143.doi:10.4236/me.2010.13015. Head K, Mayer T. 2013. Gravity equations : Workhorse, toolkit and cookbook. Sciences Po Economics Discussion Papers. No.02. [ITC] International Trade Center. 2016. Existing and potential trade between Indonesia and Latin America and the Caribbean [Internet]. [diunduh pada 2016 Feb 4]. Tersedia pada http://www.trademap.org/Bilateral_TS.aspx.
37 Juanda B. 2009. Ekonometrika : Permodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Press. Karagoz K, Saray MO. 2010. Trade potential og Turkey with Asia-Pacific Countries: Evidence from Panel Gravity Model. International Economic Studies. 36(1): 19-26. Karlinda F. 2012. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Espor Mutiara Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [Kemendag] Kementrian Perdagangan. 2016. Peraturan Menteri Perdagangan RI nomor 45/M-DAG/PER/6/2015 [Internet]. [diunduh pada 2016 Mar 2]. Tersedia pada : http://jdih.kemendag.go.id [Kemenhub] Kementrian Perhubungan. 2015. Ban Kempis Risiko Deregulasi [Internet]. [diakses pada 2016 Mar 2]. Tersedia pada : http://www.klipingkemenhub.com [Kemenperin] Kementrian Perindustrian. 2016. Artikel Kementrian Perindustrian [Internet]. [diunduh pada 2016 Feb 13]. Tersedia pada : http://www.kemenperin.go.id [KEMLU] Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia. 2016. FEALAC [Internet]. [diunduh pada Feb 2]. Tersedia pada : http://www.kemlu.go.id Krugman PR. 2009. International Economics : theory and policy. Boston (ID): Pearson. Mankiw NG. 2007. Makroekonomi Edisi Keenam. Liza F, Imam N, penerjemah; Hardani W, Barnadi D, Saat S, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Macroeconomics. Ed ke-6. Nayantakaningtyas JS, Daryanto HK. 2012. Daya Saing dan Strategi Pemngembangan Minyak Sawit Indonesia. JMA. 9(3). Li K, Song L, Zhao X. 2008. Component Trade and China’s Global Economic Integration. UNU-WIDER Reasearch Paper 101: 1-23. Oktaviani, R. Dan Tanti Novianti. 2009. Teori Perdangan Internasional dan Aplikasinya di Indoneisa. Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB, Bogor. Porter ME. 1990. The Competitive Advantage of Nation. The Free Press, New York. [US]. Pradipta A, Firdaus M. 2014. Posisi Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Buah-Buahan Indonesia. JMA. 11(2). Salvator D. 1997. Ekonomi Internasional. Jakarta (ID) : Erlangga. [UNCOMTRADE] United Nations Commodity Trade. 2013. UNCOMTRADE Statistics Database 2013. [Diunduh pada 2016 Jan 23]. Tersedia pada : www.un.comtrade.org. Yuniarti D. 2007. Analisis Determinan Perdagangan Bilateral Indonesia Pendekatan Gravity Model. JEP. 12(2): 99-109. Tinbergen, Jan. 1962. Shaping The World Economy Policy. New York (NY): Twentieth Century Fund. [UNCTAD] United Nations Conference on Trade and Development. 2016. Data Center Economic Trends [Internet]. [diunduh pada 2016 Feb 2]. Tersedia pada : http://www.unctad.org
38 Lampiran 1 Hasil fixed effet model pada gravity model Dependent Variable: LNEXP Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 02/22/16 Time: 04:48 Sample: 2009 2014 Periods included: 6 Cross-sections included: 10 Total panel (balanced) observations: 60 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNGDPRPI LNGDPRPN LNJE LNNTR LNPOP C
-8.715858 24.09745 -29.11129 2.590919 23.25156 -339.1077
4.376975 5.017828 4.771039 0.876689 10.85715 161.4538
-1.991297 4.802366 -6.101666 2.955347 2.141589 -2.100339
0.0525 0.0000 0.0000 0.0050 0.0377 0.0413
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.946802 0.930252 0.620776 57.20734 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
19.94043 12.46909 17.34132 2.324547
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.841067 18.56270
Mean dependent var Durbin-Watson stat
14.14592 2.613389
39 Lampiran 2 Hasil Uji Chow Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
Cross-section F Cross-section Chi-square
d.f.
Prob.
14.837845 82.689213
(9,45) 9
0.0000 0.0000
Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: LNEXP Method: Panel Least Squares Date: 02/22/16 Time: 04:12 Sample: 2009 2014 Periods included: 6 Cross-sections included: 10 Total panel (balanced) observations: 60 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNGDPRPI LNGDPRPN LNJE LNNTR LNPOP C
3.954499 0.662716 -0.456045 0.049032 1.015738 -35.17568
2.136376 1.507542 1.467807 0.063443 1.455280 24.81037
1.851032 0.439600 -0.310698 0.772851 0.697967 -1.417781
0.0696 0.6620 0.7572 0.4430 0.4882 0.1620
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.384486 0.327494 1.153813 71.88936 -90.55982 6.746316 0.000060
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
14.14592 1.406978 3.218661 3.428095 3.300582 0.763849
40 Lampiran 3 Hasil uji Hausman Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled Test cross-section random effects Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
23.576955
5
0.0003
Random
Var(Diff.)
Prob.
-0.041977 6.692008 -6.971125 0.075149 7.476900
28.017546 33.631862 34.415819 0.884488 172.179855
0.0745 0.0011 0.0000 0.0732 0.2318
Test Summary Cross-section random
Cross-section random effects test comparisons: Variable LNGDPRPI LNGDPRPN LNJE LNNTR LNPOP
Fixed -9.480924 25.670565 -31.679159 1.760253 23.167127
Cross-section random effects test equation: Dependent Variable: LNEXP Method: Panel Least Squares Date: 02/22/16 Time: 04:12 Sample: 2009 2014 Periods included: 6 Cross-sections included: 10 Total panel (balanced) observations: 60 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LNGDPRPI LNGDPRPN LNJE LNNTR LNPOP
-326.5612 -9.480924 25.67057 -31.67916 1.760253 23.16713
198.5475 5.817832 6.676562 6.700120 0.953158 13.50953
-1.644751 -1.629632 3.844878 -4.728148 1.846758 1.714873
0.1070 0.1102 0.0004 0.0000 0.0714 0.0932
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.844864 0.796599 0.634547 18.11925 -49.21522 17.50483 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
14.14592 1.406978 2.140507 2.664093 2.345311 2.608956
41 Lampiran 4 Uji Heteroskedastisitas 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 -0.5 -1.0 -1.5 -2.0 -2.5 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
Standardized Residuals
Lampiran 5 Uji Multikolinieritas LNEXP
LNGDPRPI
LNGDPRPN
LNJE
LNNTR
LNPOP
LNEXP
1.000000
0.255289
0.162398
0.538950
-0.083049
0.561996
LNGDPRPI
0.255289
1.000000
0.104148
0.013471
-0.012967
0.015215
LNGDPRPN
0.162398
0.104148
1.000000
0.493400
-0.561025
0.205793
LNJE
0.538950
0.013471
0.493400
1.000000
-0.377610
0.949676
LNNTR
-0.083049
-0.012967
-0.561025
-0.377610
1.000000
-0.236750
LNPOP
0.561996
0.015215
0.205793
0.949676
-0.236750
1.000000
Lampiran 6 uji Normalitas 8
Series: Standardized Residuals Sample 2009 2014 Observations 60
7 6 5 4 3 2 1 0 -1.0
-0.5
-0.0
0.5
1.0
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
5.03e-16 0.108911 0.983618 -1.238620 0.542145 -0.611323 2.705248
Jarque-Bera Probability
3.954350 0.138460
42
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 7 Mei 1994 sebagai anak bungsu dari ayah Wardi (alm) dan ibu Suwartini. Tahun 2009 penulis lulus dari SMP Negeri 2 Ngawi dan pada tahun 2012 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Ngawi. Tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Talenta Masuk IPB dan diterima di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Ekonomi Umum. Penulis juga aktif mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Gentra Kaheman sebagai anggota divisi tari. Selain itu penulis juga tergabung dalam lembaga kemahasiswaan departemen ilmu ekonomi yaitu Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA) sebagai staf divisi Information, Promotion, and Internal Relationship (INTEL) tahun 2015. Penulis juga tergabung dalam duta Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, FEM Ambassador¸pada tahun 2015 serta sebagai Duta Seni dan Budaya Fakultas Ekonomi dan Manajemen tahun 2015.