ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIRAN PERDAGANGAN KOMODITI UNGGULAN EKSPOR INDONESIA KE AFRIKA SELATAN
RICKY RINALDI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Komoditi Unggulan Ekspor Indonesia ke Afrika Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2014 Ricky Rinaldi NIM H151120391
RINGKASAN RICKY RINALDI. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Komoditi Unggulan Ekspor Indonesia ke Afrika Selatan. Dibimbing oleh LUKYTAWATY ANGGRAENI dan D S PRIYARSONO. Perdagangan dan kerjasama investasi antara Indonesia dan Afrika Selatan diharapkan dapat membuka potensi yang jauh lebih besar dalam perdagangan dan investasi bagi kedua negara. Afrika Selatan juga dapat digunakan sebagai pintu gerbang perdagangan untuk kawasan Selatan Afrika. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi komoditi unggulan ekspor yang mempunyai daya saing dan derajat integrasinya, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Afrika Selatan. Hasil estimasi nilai Revealed Comparative Advantage (RCA) komoditikomoditi unggulan ekspor Indonesia ke Afrika Selatan, seluruhnya menunjukkan hasil yang lebih dari satu. Hasil analisis tingkat integrasi komoditi-komoditi unggulan ekspor Indonesia secara keseluruhan menunjukkan bahwa perdagangan intra industri antara Indonesia dengan Afrika Selatan secara umum berada pada derajat integrasi satu arah (no integration). Hal ini terlihat dari hasil perhitungan nilai Intra-Industry Trade (IIT) dimana seluruh nilai IIT berada pada klasifikasi integrasi satu arah. Komoditi-komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Afrika Selatan model sektor pertanian mempunyai empat variabel bebas yang berpengaruh signifikansi terhadap ekspor komoditi unggulan Indonesia ke Afrika Selatan, yaitu GDP riil Afrika Selatan, harga ekspor, tarif, dan dummy Non-Tariff Measures. Pada model sektor manufaktur juga terdapat empat variabel bebas yang berpengaruh signifikansi terhadap ekspor, yaitu GDP riil Afrika Selatan, nilai tukar rill, harga ekspor, dan tarif. Berdasarkan hasil tersebut maka perlu dilakukan fasilitasi perdagangan yaitu berupa dukungan promosi khususnya bagi komoditi Indonesia yang mempunyai daya saing melalui keikutsertaan pameran perdagangan. Variabel harga ekspor mempunyai pengaruh yang negatif terhadap volume ekspor komoditi unggulan Indonesia di Afrika Selatan, maka diperlukan juga upaya yang lebih dalam usaha peningkatan daya saing sehingga mampu bersaing dengan harga yang kompetitif di pasar tujuan ekspor dan mampu bersaing dengan negara kompetitor. Selain itu, pemerintah diharapkan lebih fokus kepada pembentukan kerjasama sebagai upaya penurunan tarif impor untuk beberapa komoditi unggulan yang mempunyai daya saing di pasar Afrika Selatan tapi masih dikenakan tarif yang tinggi. Kata kunci: Revealed Comparative Advantage, Intra-Industry Trade, Fungsi Permintaan Ekspor
SUMMARY RICKY RINALDI. Competitiveness Analysis, and the Factors Affecting Trade Flow of Main Commodities Export Indonesia to South Africa. Supervised by LUKYTAWATI ANGGRAENI and D S PRIYARSONO. Trade and investment cooperation between Indonesia and South Africa are expected to open up the potential for greater trade and investment between the two countries. South Africa can be used as a trade gateway to Southern Africa region. The purpose of this study is to identify the primary commodity exports that have competitiveness and degree of integration, analyzing the factors that affect trade commodity Indonesia's exports to South Africa. The estimated result of Revealed Comparative Advantage (RCA) value for Indonesia main exports commodities to South Africa, all showed more than one. The results of the analysis of the integration level of Indonesia main export commodities shows that the intra industry trade between Indonesia and South Africa in general is in one direction degree of integration (no integration). It is seen from the result of Intra-Industry Trade (IIT) in which all value is on the one-way integration. Indonesia main commodities export in agricultural sector has four independent variables which affect the significance of Indonesia's main commodity exports to South Africa, the real GDP of South Africa, export price, tariff dummy Non-Tariff Measures. In manufacturing sector there are four independent variables that affect the significance of the exports, the real GDP of South Africa, real exchange rate, export price, and tariffs. Based on these results, trade facilitation needs to be done in the form of promotional support, especially for Indonesian commodities that have competitiveness through trade show participation. Export price variable has a negative influence on the volume of Indonesian export commodity in South Africa, so it is necessary to increase competitiveness in order to compete with competitive prices in the export market and compete with competitor countries. In addition, the government is expected to be more focused on the establishment of cooperation in an effort reduction of import tariffs for some commodity that has competitiveness in the South African market but are still subject to high tariffs. Keywords: Revealed Comparative Advantage, Intra-Industry Trade, Export Demand Function
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIRAN PERDAGANGAN KOMODITI UNGGULAN EKSPOR INDONESIA KE AFRIKA SELATAN
RICKY RINALDI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS
Judul Tesis : Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Komoditi Unggulan Ekspor Indonesia ke Afrika Selatan Nama : Ricky Rinaldi NIM : H151120391 Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr. Lukytawati Anggraeni, SP, M.Si Ketua
Prof. Dr. Ir. D. S. Priyarsono, MS Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr
Tanggal Ujian: 5 November 2014
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih adalah daya saing dan faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan komoditi ekspor Indonesia, dengan judul Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Komoditi Unggulan Ekspor Indonesia ke Afrika Selatan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Lukytawati Anggraeni, SP, M.Si dan Prof. Dr. Ir. D. S. Priyarsono, MS selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dari awal hingga akhir dan saran untuk penyempurnaan tesis ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS dan Dr. Ir. Sri Mulatsih, MSc.Agr atas saran dan masukannya demi perbaikan tesis ini. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga disampaikan kepada Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si beserta pengelola Program Magister pada Program Studi Ilmu Ekonomi di Sekolah Pascasarjana (SPs) IPB dan semua dosen yang telah mengajar penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Kementerian Perdagangan Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada Program Studi Ilmu Ekonomi di Sekolah Pascasarjana IPB. Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada ibunda tercinta, Herawati dan kakak Dessy Herdianti yang telah memberikan dukungan, dan doa kepada penulis serta rekan-rekan kuliah kelas Kementerian Perdagangan S2 IPB Batch 1 yang telah membantu dan memberikan semangat hingga selesainya tesis ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2014 Ricky Rinaldi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
vi vi vi
1. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian 2. TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Teori Tinjauan Empiris Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian 3. METODE Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Data Spesifikasi Model 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran umum perdagangan Indonesia ke Afrika Selatan Identifikasi komoditi unggulan ekspor Indonesia ke pasar Afrika Selatan Analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) Analisis Intra Industry Trade (IIT) Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Afrika Selatan Uji Kelayakan dan Kecocokan Model (Goodness of fit) 5. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
1 1 3 4 5 5 5 5 15 17 18 18 18 18 20 22 22 24 25 26 28 28 31 31 31 32 34 39
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7
Perbandingan Makroekonomi Indonesia Afrika Selatan Neraca Perdagangan Indonesia-Afrika Selatan Periode 2008-2012 Pertumbuhan ekspor non migas Indonesia periode 2008-2012 Jenis dan Sumber data Klasifikasi dari nilai IIT Hasil RCA dan IIT 14 Komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Afrika Selatan Hasil estimasi koefisien parameter dengan GLS
2 2 3 18 20 27 29
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5
Kurva Perdagangan Internasional Kerangka Pemikiran Penelitian Neraca Perdagangan Indonesia-Afrika Selatan Neraca Perdagangan Non Migas Indonesia ke Afrika Selatan Share impor Sports footwear, o/t ski, outr sole of rbr/plas/leather & upper of leather (HS 640319) Afrika Selatan tahun 2013
9 17 23 24 26
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
5 6 7
Uji Multikolinearitas Uji Heteroskedastisitas Uji Autokorelasi Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Komoditi Unggulan Ekspor Indonesia ke Afrika Selatan Uji Breusch Pagan LM Uji Hausman Tarif ad valorem komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Afrika Selatan
34 34 34 35
36 37 38
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dinamika kondisi ekonomi dunia yang terus berubah dan menimbulkan berbagai dampak bagi sejumlah negara, termasuk Indonesia, memaksa setiap negara untuk memiliki strategi antisipasi agar mampu bertahan di kancah persaingan internasional. Krisis global yang melanda sejumlah negara maju telah menimbulkan pengaruh dalam aktivitas perdagangan internasional, di mana umumnya negara berkembang mengekspor sebagian besar komoditi lokalnya ke negara maju. Menurunnya daya beli masyarakat di negara-negara maju sebagai dampak krisis global, membuat kemampuan untuk mengimpor barang juga cenderung menurun. Ini berarti potensi peluang ekspor yang tersedia pun kecil. Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan strategi baru untuk terus meningkatkan kinerja ekspor Indonesia. Kementerian Perdagangan telah mencanangkan strategi baru yang disebut Diversifikasi Pasar. Melalui strategi ini, pasar tujuan ekspor yang sebelumnya berfokus pada negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Eropa dan beberapa negara maju di Asia seperti Jepang dan Singapura, kini beralih pada sejumlah negara berkembang yang menyediakan potensi pasar yang cukup signifikan untuk dieksplorasi, seperti pasar di negara anggota ASEAN, negara-negara di kawasan Amerika Latin, Timur Tengah, Afrika dan Eropa Timur. Oleh karena itu, Indonesia tengah berusaha meningkatkan akses pasar ekspor non migas di luar pasar tradisional dan salah satunya adalah dengan Afrika Selatan. Indonesia dan Afrika Selatan sudah mempunyai persetujuan kerja sama dengan yaitu Trade Agreement yang telah ditandatangani oleh masing-masing Menteri Luar Negeri pada tanggal 20 November 1997 di Cape Town, Afrika Selatan. Selain itu kedua negara juga telah menandatangani Joint Statement on Establishment of the Joint Trade Committee (JTC) Indonesia-Afrika Selatan, ditandatangani pada tanggal 19 April 2005 di Jakarta, dalam acara Konferensi Asia-Afrika 2005 di Jakarta. Joint Trade Committee (JTC) dibentuk untuk meningkatkan perdagangan dan investasi. Pemerintah Indonesia dan Afrika Selatan telah sepakat membentuk JTC pada tanggal 23 Mei 2006. JTC dibentuk sebagai tindak lanjut Trade Agreement Indonesia-Afrika Selatan, yang telah ditandatangani pada tanggal 19 April 2005 oleh Menteri Perdagangan Indonesia dengan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Afrika Selatan. JTC bertujuan untuk membahas dan meniadakan hambatan dan tantangan hubungan perdagangan bilateral serta mencari peluangpeluang baru dalam meningkatkan perdagangan kedua negara. JTC dilaksanakan secara bergantian di Afrika Selatan dan Indonesia, pertemuan pertama JTC tingkat menteri telah dilaksanakan pada Februari 2008 di Tshwane, Afrika Selatan. Isu yang dibahas dalam pertemuan antara lain: (1) kerjasama promosi perdagangan; (2) kerjasama sektoral dan industri; (3) SME’s; (4) standardisasi, asuransi kualitas, akreditasi dan metrologi; (5) zona ekonomi; (6) kerjasama regional dan multilateral; dan (7) New Asia-Africa Strategic Partnership (NAASP/NEPAD). Perdagangan dan kerjasama investasi antara Indonesia dan Afrika Selatan diharapkan dapat membuka potensi yang jauh lebih besar dalam perdagangan dan
2
investasi bagi kedua negara. Afrika Selatan juga dapat digunakan sebagai pintu gerbang perdagangan untuk kawasan Selatan Afrika. Di sisi lain Indonesia juga dapat menjadi pintu gerbang perdagangan dan daerah tujuan investasi untuk Afrika Selatan dengan adanya perjanjian bebas Indonesia baik secara bilateral maupun regional, seperti ASEAN FTA (AFTA) dan ASEAN plus dan juga FTA bilateral dengan Jepang. Tabel 1 Perbandingan Makroekonomi Indonesia Afrika Selatan Tahun 2013 Faktor Satuan Afrika Selatan Indonesia GDP $ Triliun 350.6 866.3 GDP Per Kapita (PPP)
$
6617.91
3475.25
GDP Growth
%
1.89
5.78
Inflasi
%
5.71
6.41
Populasi
Juta
52.98
249.87
Total Ekspor
$ Triliun
102.20
206.17
Total Impor
$ Triliun
119.06
223.50
Sumber: World Development Index Tabel 1 menunjukkan perbandingan data makroekonomi kedua negara. Dari sisi GDP perkapita Afrika Selatan lebih besar daripada Indonesia. GDP perkapita yang tinggi merupakan signal adanya potensi pasar. Hal ini dapat dilihat dari total impor Afrika Selatan yang tinggi yaitu sebesar $ 119.06 Triliun dimana total impor lebih besar dari total ekspor. Hal ini dapat dimanfaatkan oleh Indonesia dengan meningkatkan ekspornya, yang tentunya harus dengan syarat adanya daya saing bagi produk-produk Indonesia. Tabel 2 Neraca Perdagangan Indonesia-Afrika Selatan Periode 2009-2013 (Nilai: ribu US$) Uraian Ekspor Migas Non Migas Impor Migas Non Migas Neraca Migas Non Migas
2009
2010
2011
2012
2013
Trend(%) 2009-2013
484,569.2 680,723.1 1,436,590.8 1,691,502.8 1,270,335.0 41.5 60.7 2,700.5 41,203.7 251.0
32.81 175.11
484,527.7 680,662.3 1,413,890.3 1,650,299.0 1,270,084.0 350,239.2 516,587.9 705,776.6 661,981.1 624,931.1 5,227.3 3,088.1 1,602.4 1,540.4 1,363.5
32.48 15.10 (55.51)
295,011.9 513,499.8 34,330.0 164,135.2 (55,185.8) (3,027.3)
704,174.2 660,440.7 730,184.2 1,029,521.7 21,098.1 39,663.3
623,567.6 645,403.9 (1,112.5)
19.11 64.47 0.00
189,515.8 167,162.5
709,716.1
646,516.4
52.70
Sumber: BPS diolah Kementerian Perdagangan
989,858.3
3
Hubungan perdagangan bilateral Indonesia dan Afrika Selatan yang terjalin selama ini, memberikan kontribusi bagi masing-masing pihak. Afrika Selatan sebagai pasar besar di benua Afrika memberikan peluang ekspor yang besar bagi Indonesia, demikian pula sebaliknya, Indonesia merupakan negara tujuan ekspor dan investasi bagi Afrika Selatan di ASEAN. Indonesia harus mampu memaksimalkan kinerja dan kemampuan dalam mengelola perekonomiannya agar mampu bersaing dalam kancah perekonomian di masa mendatang. Tabel 2 menggambarkan adanya tren ekspor yang positif dari tahun 2009 sampai 2012 semakin menguatkan besarnya ketergantungan Afrika Selatan terhadap Indonesia. Hubungan baik ini menjadi salah satu alasan kuat bagi Indonesia agar tidak memandang sebelah pasar potensial di benua Afrika ini untuk memaksimalkan setiap peluang dalam kancah perdagangan antar kedua pihak. Tabel 3 Pertumbuhan ekspor non migas Indonesia periode 2009-2013
(Nilai : Juta US$)
Negara
2009
2010
2011
2012
2013
Trend (%)
Change (%)
Share (%)
China
8,920.1
14,080.9
21,595.6
20,864.1
21,281.6
23.77
2.00
14.20
Jepang
11,979.0
16,496.5
18,330.1
17,231.2
16,084.1
6.3
-6.66
10.73
Amerika Serikat
10,470.1
13,326.5
15,684.2
14,590.9
15,081.9
8.55
3.36
10.06
India
7,351.4
9,851.2
13,279.0
12,446.7
13,009.8
14.75
4.52
8.68
Singapura
7,947.6
9,553.6
11,113.4
10,550.9
10,385.8
6.55
-1.56
6.93
484.5
680.7
1,413.9
1,650.3
1,270.1
32.48
-23.04
0.85
Afrika Selatan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Kementerian Perdagangan Afrika Selatan merupakan pasar potensial, hal ini dapat dilihat dari nilai perdagangan antara Indonesia-Afrika Selatan yang meningkat secara signifikan. Walaupun share ekspor Indonesia ke Afrika Selatan hanya sebesar 0.85 persen dari total ekspor dan lebih rendah dari China, Jepang, Amerika Serikat, India, dan Singapura tapi trend ekspor ke Afrika Selatan merupakan yang tertinggi yaitu 32,48 persen diantara lima besar negara tujuan ekspor. Kondisi tersebut merupakan suatu peluang bagi Indonesia untuk dapat menjadikan Afrika Selatan sebagai alat menunjang ekspor dalam negeri melalui produk-produk unggulan Indonesia.. Perumusan Masalah Indonesia dan Afrika Selatan dalam perkembangan kerjasama ekonominya memiliki sektor-sektor tertentu yang menunjang perekonomian negara masingmasing. Adanya keterkaitan intra industri antara industri yang ada di Indonesia dengan Afrika Selatan akan kian mendekatkan ketergantungan relasi perdagangan
4
antara Indonesia dengan Afrika Selatan. Oleh karena itu perlu dikaji keterkaitan intra industry trade Indonesia dengan Afrika Selatan. Selain itu untuk meningkatkan ekspor Indonesia, peningkatan daya saing mutlak diperlukan, dengan cara menganalisis daya saing bilateral Indonesia dengan Afrika Selatan. Untuk itu perlu diketahui komoditas apa saja yang mempunyai daya saing di pasar Afrika Selatan. Hal tersebut dapat menjadi acuan bagi Indonesia dalam rangka perluasan pasar dan membuka akses pasar baru dengan menjadikan Afrika Selatan sebagai salah satu negara tujuan ekspor utama produk-produk unggulan Indonesia. Hal ini penting karena untuk dapat bersaing dengan negara-negara lain yang telah memasuki pasar Afrika Selatan terlebih dahulu. Untuk mengatasi hambatan-hambatan perdagangan Indonesia-Afrika Selatan, pemerintah Indonesia menjajaki untuk pembentukan FTA (Free Trade Agreement) ataupun PTA (Preferential Trade Agreement). Hingga saat ini pencapaian terwujudnya kerjasama Indonesia-Afrika Selatan masih belum terwujud, namun Indonesia diharapkan mampu mengantisipasi berbagai dampak serta kesiapan Indonesia dalam menghadapi FTA Indonesia-Afrika Selatan yang mungkin akan segera terwujud. Pembentukan FTA tidak selalu menguntungkan untuk semua negara yang terlibat, ada yang mendapat keuntungan dan ada yang kurang mendapatkan keuntungan dari pembentukan FTA. Hal ini dapat terlihat pada penelitian yang dilakukan oleh Kalirajan (2007) yang melakukan penelitian FTA India-Jepang bahwa secara keseluruhan ekspor Jepang ke pasar India akan meningkat 2,46 persen dibandingkan ekspor India ke pasar Jepang hanya meningkat 0,3 persen. Sangat jelas bahwa India akan mengalami kerugian pada saat short run, dan setiap pengurangan tarif di pasar India tentunya akan meningkatkan ekspor Jepang. Tetapi pada penelitian dari Bhattacarya, Bhattacaryay (2007) dengan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa India akan mendapatkan keuntungan yang lebih kecil dari China pada saat short run dikarenakan tingkat tarif yang tinggi. Tetapi pada long run India akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari China ketika tingkat tarif sama. Free Trade Agreement dapat menjadi solusi yang sama-sama menguntungkan bagi kedua negara. Oleh karena itu perlu dilakukan analisa faktorfaktor yang mempengaruhi aliran perdagangan Indonesia-Afrika Selatan. Berdasarkan permasalahan tersebut maka penulis mencoba merumuskan beberapa pertanyaan diantaranya adalah: 1. Apakah komoditi unggulan Indonesia ke Afrika Selatan serta bagaimana daya saing dan derajat integrasinya. 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perdagangan komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Afrika Selatan. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi komoditi unggulan ekspor serta daya saing dan derajat integrasinya 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Afrika Selatan.
5
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kondisi perdagangan Indonesia-Afrika Selatan dan komoditas potensial yang dapat menjadi daya saing ekspor Indonesia ke Afrika Selatan. Selain itu, juga dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan Indonesia dengan Afrika Selatan. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan bagi pengambil kebijakan sebagai alternatif kebijakan nasional untuk meningkatkan daya saing ekonomi serta sekaligus mempersiapkan faktor-faktor yang mempengaruhi aliran dan keterkaitan perdagangan komoditas unggulan ekpor Indonesia ke Afrika Selatan. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti lain sebagai salah satu referensi yang dapat mendukung suatu penelitian yang lebih mendalam mengenai keterkaitan perdagangan, baik bilateral, multilateral ataupun regional. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan berdasarkan ruang lingkup yang ditentukan agar dapat mencapai hasil yang diharapkan. Ruang lingkup penelitian ini yaitu : 1. Penelitian ini meneliti Indonesia dan Afrika Selatan dan menggunakan data time series 2001-2013. 2. Komoditi unggulan yang digunakan yaitu komoditi yang mempunyai daya saing tinggi berdasarkan nilai RCA rata-rata dari tahun 2009-2013 dan mempunyai konsistensi perdagangan dari tahun 2001-2013. 3. Penentuan faktor-faktor yang mempengaruhi aliran komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Afrika Selatan menggunakan metode analisis export demand function.
2 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Teori Globalisasi Globalisasi merupakan proses meningkatnya interdependensi bahkan mengarah pada menyatunya perekonomian dunia. Globalisasi dapat terjadi karena semakin bebasnya pergerakan arus barang dan jasa serta arus modal antar negara yang sering disebut sebagai liberalisasi. Peningkatan keterbukan ekonomi antar negara atau liberalisasi dalam perdagangan dan arus modal telah memacu perkembangan teknologi yang pesat dalam bidang transportation, telecomunication dan travel atau triple-T revolution. Kemajuan teknologi dalam bidang ini terutama teknologi informasi kemudian memberikan peluang yang semakin besar bagi terwujudnya globalisasi ekonomi. Globalisasi dan liberalisasi berimplikasi pada pengurangan dan penghapusan berbagai hambatan dalam kegiatan perdagangan baik hambatan tarif (tarriefbarrier) maupun hambatan non tarif (non-tarrif barier=NTB). Hal ini berimplikasi
6
pada meningkatnya efisiensi aktivitas industri dan terbukanya peluang yang sebesar-besarnya bagi setiap negara untuk meningkatkan kegiatan perdagangannya terutama perluasan pasar oleh industri-industri yang berorientasi ekspor atau industri promosi ekspor. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan diperkirakan akan dapat mendorong peningkatan arus perdagangan barang dan jasa serta arus investasi antar negara terutama jika didukung oleh perdagangan yang lebih fair dan adil. Karena itulah penganut paham liberalis sangat berkeyakinan bahwa liberalisasi perdagangan dunia akan dapat meningkatkan kemakmuran bagi semua negara yang terlibat. Kekuatan ekonomi menjadi faktor penentu eksistensi setiap negara dalam perekonomian global. Persoalan muncul karena globalisasi dan liberalisasi bergulir ditengah-tengah jurang antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang masih sangat lebar. Dalam kondisi demikian globalisasi dan liberalisasi justru akan dapat memperlebar jurang tersebut karena negara-negara industri telah menguasai sumber ekonomi strategis seperti modal, teknologi dan informasi. Negara-negara industri akan dapat dengan mudah memasarkan produknya ke negara berkembang, namun sebaliknya dengan berbagai keterbatasan internal dan faktor eksternal terutama hambatan non ekonomi, negara-negara berkembang tidak mudah untuk menembus pasar negara-negara maju. Proses globalisasi terutama digerakkan oleh ledakan perkembangan teknologi tingkat tinggi terutama teknologi informasi seperti yang dikemukakan sebelumnya. Kegiatan-kegiatan ekonomi tidak hanya bersifat padat modal tetapi berkembang ke arah padat informasi dan pengetahuan, sehingga kompetisi tidak bisa lagi hanya bersandar pada persaingan harga. Kemudian, meredanya inflasi dunia sebagai akibat supply availability pada skala global, telah memperkecil kemungkinan untuk memperoleh keuntungan yang signifikan. Profit margin yang semakin tipis hanya dapat menjamin kontinyuitas usaha apabila produksi dan perdagangan dilakukan dalam skala besar, dan apabila dijamin dengan kemampuan untuk melakukan delivery yang dapat diandalkan, serta pada tingkat kualitas produk yang tinggi. Jelas sebagian besar NSB sulit bahkan mungkin tidak dapat melakukan hal tersebut kalau hanya mengandalkan basis sumber dan kemampuannya sendiri. Meskipun dihadapkan pada kenyataan demikian, NSB sangat sulit untuk mengisolasi diri dari globalisasi dan liberalisasi. Tidak ada pilihan kecuali ikut terlibat dalam globalisasi dan liberalisasi dengan konsekuensi-konsekuensinya. Itulah sebabnya, sesuai dengan arahan IMF dan World Bank, kebijakan ekonomi NSB sejak awal dasawarsa 1980-an diwarnai oleh kebijakan penyesuaian struktural (structural adjusment) dalam upaya untuk menyesuaikan atau mengintegrasikan dirinya ke dalam proses globalisasi, yakni dengan membuka perekonomiannya. Ini berarti NSB bergerak ke sistem kapitalisme-liberal, dimana kepemilikan (private) dan mekanisme pasar menjadi tiang utama proses pengambilan keputusan, baik yang dilakukan pemerintah, dunia usaha, maupun masyarakat. Free Trade Area Kegiatan ekonomi internasional memiliki kecenderungan untuk membentuk organisasi perdagangan multinasional. Organisasi ini dibentuk dari kumpulan negara berdekatan yang mempunyai kebijakan perdagangan bersama untuk menghadapi negara lain dalam bidang tarif dan akses pasar. Alasan umum
7
pembentukan grup ini adalah menjamin pertumbuhan ekonomi dan bermanfaat bagi Negara anggota. Contoh organisasi yang terkenal sekarang antara lain European Union (EU) dan North American Free Trade Agreement (NAFTA). Pengaruh keberadaan dan pertumbuhan organisasi multinasional ini secara tidak langsung bagi negara peserta adalah untuk menjaga persaingan secara global. Secara luas, pengelompokan regional dibentuk sebagai usaha pemerintah untuk meningkatkan integrasi ekonomi global. Organisasi ini terdiri dari berbagai bentuk, tergantung tingkat kerjasamanya yang mengarah ke tingkat integrasi berbeda antara negara peserta. Ada lima tingkat kerja sama formal antar negara anggota kelompok regional, yaitu Free Trade Area (FTA), Custom Union, Common Market, Monetary Union, dan Political Union (Kotabe dan Helsen 2001). Free Trade Area (FTA) adalah kerjasama formal antara dua atau lebih negara untuk mengurangi hambatan tarif dan non tarif diantara negara anggota. Akan tetapi masing-masing negara anggota bebas menentukan tingkat tarif individu dengan negara yang bukan anggota. FTA adalah salah satu bentuk reaksi adanya globalisasi dan liberalisasi yang berimplikasi pada pengurangan dan penghapusan berbagai hambatan dalam kegiatan perdagangan baik hambatan tarif (tarrief barrier) maupun hambatan non tarif (non-tarrif barier=NTB). FTA atau Free Trade Area adalah suatu bentuk kerjasama ekonomi regional yang memperdagangkan produkproduk orisinal negara-negara anggotanya tidak dipungut bea masuk atau bebas bea masuk. Dengan kata lain, ”internal tariff” antara negara anggota menjadi 0 persen, sedangkan masing-masing negara memiliki “external tariff” sendiri-sendiri. Contohnya AFTA (Asean Free Trade Area) yang diawali dengan CEPT (Common Effective Preferential Tariff) yang mulai diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 1993. Dampak dibukanya perdagangan bebas tidak hanya akan dirasakan oleh ekonomi negara-negara yang berdagang, namun juga akan dirasakan oleh perekonomian dunia secara keseluruhan. Dampak diliberalisasikannya perdagangan tersebut secara keseluruhan mengakibatkan kesejahteraan dunia menurun. Berdasarkan teori perdagangan internasional, perdagangan internasional seharusnya akan meningkatkan kesejahteraan negara-negara yang melakukan perdagangan bebas, karena melalui perdagangan bebas akan terjadi peningkatan efisiensi penggunaan sumber daya domestik dan akses pasar ke negara lain (Stephenson 1994). Namun demikian, secara umum terdapat beberapa variabel ekonomi dunia yang meningkat seperti investasi global barang-barang kapital, volume perdagangan dunia, dan indeks harga perdagangan dunia. Peningkatan arus perdagangan sebagai akibat dibukanya tarif seluas-luasnya mengakibatkan peningkatan aliran barang-barang kapital untuk investasi volume perdagangan dunia. Peningkatan investasi global ternyata diikuti dengan tingkat pengembalian kapital yang negatif sehingga secara keseluruhan akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan dunia. Custom Union. Anggota Custom Union tidak hanya mampu mengurangi atau menghilangkan tarif antara anggota, tapi juga mereka mempunyai tarif eksternal bersama terhadap negara yang bukan anggota Custom Union. Hal ini mencegah negara yang bukan anggota mengekspor ke negara anggota yang mempunyai tarif eksternal rendah.
8
Common Market. Jika kerja sama meningkat di antara negara Custom Union, maka dapat terbentuk Common Market. Common Market menghilangkan semua tarif dan hambatan lain dalam perdagangan antara anggota, mengadopsi seperangkat tarif eksternal bersama pada negara bukan anggota, dan menghilangkan batasan-batasan pada aliran modal dan tenaga kerja antar negara anggota. Monetary Union. Monetary Union berada pada level integrasi keempat dengan satu mata uang bersama antar negara. Contohnya Negara anggota European Union menggunakan mata uang bersama, Euro. Economic Union karena juga melakukan harmonisasi kebijakan ekonomi negara anggota, seperti pajak, kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Political Union. Political Union merupakan puncak dari proses integrasi. Political Union dapat menjadi nama lain dari sebuah negara ketika union secara sungguh-sungguh mencapai tingkat integrasi. Terkadang, negara-negara yang berkumpul dalam Political Union antara lain adalah karena alasan sejarah, seperti British Commonwealth yang terdiri dari negara-negara yang pernah menjadi bagian oleh British Empire. Namun ketika British bergabung dengan European Union, perlakuan istimewa ini hilang. Sekarang kelompok ini hanya sebagai forum untuk diskusi dan ikatan sejarah yang sama. Teori Perdagangan Internasional Perdagangan merupakan suatu proses pertukaran barang dan jasa yang dilakukan atas dasar suka sama suka, untuk memperoleh barang yang dibutuhkan. Dalam masa globalisasi, perdagangan tidak hanya dilakukan dalam satu negara saja. Bahkan dunia sudah memasuki perdagangan bebas. Hampir tidak ada satu negarapun yang tidak melakukan hubungan dengan negara lain (Dumairy 1997). Dalam perdagangan domestik para pelaku ekonomi bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Demikian halnya dengan perdagangan internasional. Setiap negara yang melakukan perdagangan bertujuan mencari keuntungan dari perdagangan tersebut. Selain motif mencari keuntungan, Krugman (2000) mengungkapkan bahwa alasan utama terjadinya perdagangan internasional: a. Negara-negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain. b. Negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi (economic of scale) Secara teoritis, suatu negara (negara A) akan mengekspor suatu komoditi ke negara lain (negara B) apabila harga domestik negara A (sebelum terjadinya perdagangan internasional) relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan harga domestik negara B. Stuktur harga yang terjadi di negara A lebih rendah karena produksi domestiknya lebih besar daripada konsumsi domestiknya sehingga di negara A telah terjadi excess supply (memiliki kelebihan produksi). Dengan demikian, negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain. Dilain pihak, di negara B terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya lebih besar daripada produksi domestiknya (excess demand) sehingga harga yang terjadi di negara B lebih tinggi. Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk membeli komoditi tersebut dari negara lain yang relatif lebih murah. Jika
9
kemudian terjadi komunikasi antara negara A dengan negara B, maka akan terjadi perdagangan antar keduanya dengan harga yang diterima oleh kedua negara adalah sama. A
SA
X
ES
SB PB
P*
PA
M DA QA Negara A (Ekspor)
ED Q* Perdagangan Internasional
B
DB
QB Negara B (Impor)
Gambar 1 Kurva Perdagangan Internasional Sumber: Salvatore 1997 Keterangan: PA : Harga domestik di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional QA : Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional A : Kelebihan penawaran (excess supply) di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional X : Jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A PB : Harga domestik di negara B (pengimpor) tanpa perdangangan internasional QB : Jumlah produk domestrik yang diperdagangkan di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan internasional B : Kelebihan permintaan (excess demand) di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan internasional M : Jumlah komoditi yang diimpor oleh negara B P* : Harga keseimbangan antara kedua negara setelah perdangangan Internasional Q* : Keseimbangan penawaran dan permintaan antar kedua negara dimana jumlah yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang diimpor (M). Gambar 1 memperlihatkan sebelum terjadinya perdangangan internasional harga di negara A sebesar PA, sedangkan di negara B sebesar PB. Penawaran pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih tinggi dari PA sedangkan permintaan di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih rendah dari PB. Pada saat harga internasional (P*) sama dengan PA maka negara B akan terjadi excess demand (ED) sebesar B. Jika harga internasional sama dengan PB
10
maka di negara A akan terjadi excess supply (ES) sebesar A. Dari A dan B akan terbentuk kurva ES dan ED akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional sebesar P*. Dengan adanya perdagangan tersebut, maka negara A akan mengekspor komoditi sebesar X sedangkan negara B akan mengimpor komoditi sebesar M, dimana di pasar internasional sebesar X sama dengan M yaitu Q*. Konsep perdagangan bebas untuk pertama kali diperkenalkan oleh Adam Smith pada awal abad ke-19 dengan teori keunggulan absolut (absolute comparative). Teori Adam Smith kemudian disempurnakan oleh David Ricardo (1817) dengan model keunggulan komparatif (The Theory of Comparative Advantage). Berbeda dengan konsep keunggulan absolut yang menekankan pada biaya riil yang lebih rendah, keunggulan komparatif lebih melihat pada perbedaan harga relatif antara dua input produksi sebagai penentu terjadinya perdagangan. Menurut David Ricardo, perdagangan dapat dilakukan oleh negara yang tidak memiliki keunggulan absolut pada kedua komoditi yang diperdagangkan dengan melakukan spesialisasi produk yang kerugian absolutnya lebih kecil atau memiliki keunggulan komparatif. Hal ini dikenal sebagai Hukum Keunggulan Komparatif (Law of Comparative Advantage). Keunggulan komparatif dibedakan atas cost comparative advantage (labor efficiency) dan production comparative advantage (labor productivity). Asumsi yang digunakan (Salvatore 1997): a. Hanya terdapat dua negara dan dua komoditi b. Perdagangan bersifat bebas c. Terdapat mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam negara namun tidak ada mobilitas antara dua negara. d. Biaya produksi konstan e. Tidak terdapat biaya transportasi f. Tidak ada perubahan teknologi Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak efisien. Berdasarkan analisis production comparative advatage (labor productivity) dapat dikatakan bahwa suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut berproduski lebih produktif serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak produktif. Dengan kata lain, cost comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara memproduksi suatu barang yang membutuhkan sedikit jumlah jam tenaga kerja dibandingkan negara lain sehingga terjadi efisiensi produksi. Production comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika seorang tenaga kerja di suatu negara dapat memproduksi lebih banyak suatu barang/jasa dibandingkan negara lain sehingga tidak memerlukan tenaga kerja yang lebih banyak. Dengan demikian keuntungan perdagangan diperoleh jika negara melakukan spesialisasi pada barang yang memiliki cost comparative advantage dan production advantage. Atau dengan mengekspor barang yang keunggulan
11
komparatifnya tinggi dan mengimpor barang yang keunggulan komparatifnya rendah. Teori klasik Ricardo tersebut selanjutnya dikembangkan oleh HeckscherOhlin (H-O) dengan The Theory of Factor Proportions (1949 – 1977). Model H-O mengatakan bahwa walaupun tingkat teknologi yang dimiliki sama, perdagangan internasional akan tetap terjadi bila ada perbedaan kepemilikan faktor produksi (factor endowment) diantara masing-masing negara. Satu negara dengan kepemilikan kapital berlebih akan berspesialisasi dan mengekspor komoditi padat kapital (capital-intensive goods), dan sebaliknya negara dengan kepemilikan tenaga kerja berlebih akan memproduksi dan mengekspor komoditi padat tenaga kerja (labor-intensive goods). Konsep Daya Saing Porter (1990) menyatakan bahwa daya saing dapat diidentikkan dengan produktivitas, yakni tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan. Peningkatan produktivitas ini dapat disebabkan oleh peningkatan jumlah input fisik modal maupun tenaga kerja, peningkatan kualitas input yang digunakan, dan peningkatan teknologi (total factor productivity). Dalam pasar yang semakin mengglobal, keberhasilan pelaku usaha suatu negara sangat ditentukan oleh daya saing. Daya saing global pada dasarnya berhubungan dengan biaya produksi sehingga yang memenangkan kompetisi adalah negara yang mampu memasarkan produk dengan harga paling rendah atau berkualitas baik. Biaya produksi berhubungan dengan harga faktor-faktor input. Selain itu keunggulan dalam daya saing dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Teori Keunggulan Komparatif Teori keunggulan komparatif (theory of comparative advantages) merupakan penyempurnaan dari teori keunggulan absolut Adam Smith yang dikemukakan oleh David Ricardo. David Ricardo dalam Salvatore (1997) mengatakan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara mampu memproduksi barang dan jasa dengan biaya yang lebih murah daripada negara lain. Asumsi-asumsi Teori Keunggulan Komparatif yang dibangun David Ricardo adalah (1) berlakunya labor theory of value, yaitu bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang digunakan; (2) tidak memperhitungkan biaya transportasi; (3) produksi dijalankan dengan biaya tetap, sedangkan skala produksi bersifat constant return to scale; serta (4) faktor produksi tidak bersifat mobile antarnegara (Salvatore 1997). Teori Permintaan Ekspor Teori permintaan ekspor bertujuan untuk menentukan faktor yang mempengaruhi permintaan. Permintaan ekspor suatu negara merupakan selisih antara produksi atau penawaran domestik dikurangi dengan konsumsi atau permintaan domestik negara yang bersangkutan ditambah dengan stok tahun sebelumnya (Salvatore 1997).
12
Secara matematis rumusnya dapat ditulis sebagai berikut : Xt = Qt – Ct + St-1 dimana : Xt = jumlah ekspor komoditas tahun ke t Qt = jumlah produksi domestik tahun ke t Ct = jumlah konsumsi domestik tahun ke t St-1 = stok tahun sebelumnya.
(1)
Jika jumlah stok tahun sebelumnya diasumsikan nol, karena produksi pada tiap tahun semuanya diekspor, maka dengan demikian fungsi ekspor dapat dirumuskan sebagai berikut : Xt = Qt – Ct
(2) Untuk komoditi ekspor, permintaan komoditi yang bersangkutan akan dialokasikan untuk memenuhi permintaan masyarakat dalam negeri (konsumsi domestik) atau luar negeri (ekspor), sedangkan yang tersisa akan menjadi persediaan yang akan dijual pada tahun berikutnya. Sebagai sebuah permintaan, maka ekspor suatu negara akan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan negara tujuan ekspor terhadap komoditi yang dihasilkan, yaitu harga domestik negara tujuan ekspor (HDj), harga impor negara tujuan ekspor (HIj), pendapatan perkapita penduduk negara tujuan ekspor (YPj), dan selera penduduk negara tujuan ekspor (Sj). Selain dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari negara tujuan ekspor, ekspor suatu negara sebagai sebuah permintaan juga dipengaruhi oleh faktor harga di pasar internasional (HX), dan nilai tukar (NT). Pengaruh jangka panjang dalam kegiatan ekspor diketahui dengan memasukkan peubah lag yaitu volume ekspor tahun sebelumnya (Xt-1). Secara keseluruhan fungsi ekspor suatu komoditi menjadi : Xt = f (HDt, HDt-1, HDjt, Hijt, YPjt, Sjt, HXt, NTt, Xt-1, D) dimana : Xt HDt HDt-1 HDjt HIjt YPjt Sjt HXt NTt Xt-1 D
: : : : : : : : :
volume ekspor tahun ke t harga domestik tahun ke t harga domestik tahun ke t-1 harga domestik negara tujuan ekspor tahun ke t harga impor negara tujuan ekspor tahun ke t pendapatan perkapita negara tujuan ekspor tahun ke t selera negara tujuan ekspor tahun ke t harga ekspor tahun ke t nilai tukar mata uang negara pengekspor terhadap nilai tukar negara pengimpor tahun ke t : volume ekspor tahun lalu, tahun ke t-1 : variabel dummy
(3)
13
Panel Data Menurut Gujarati (2004) data panel (pooled data) atau yang disebut juga data longitudinal merupakan gabungan antara data cross section dan data time series. Data cross section adalah data yang dikumpulkan dalam satu waktu terhadap banyak individu sedangkan data time series merupakan data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu terhadap suatu individu. Metode data panel merupakan suatu metode yang digunakan untuk melakukan analisis empirik yang tidak mungkin dilakukan jika hanya menggunakan data time series atau data cross section. Baltagi (2001) mengemukakan bahwa kelebihan yang diperoleh dari penggunaan data panel adalah: 1. Dapat mengendalikan keheterogenan individu atau unit cross section. 2. Dapat memberi informasi yang lebih luas, mengurangi kolinearitas diantara variabel, memperbesar derajat bebas, dan lebih efisien. Panel data lebih baik untuk studi dynamics of adjusment. Dapat lebih baik untuk mengidentifikasikan dan mengukur efek yang tidak dapat dideteksi dalam model data cross section maupun time series. 3. Lebih sesuai untuk mempelajari dan menguji model perilaku (behavioral models) yang kompleks dibandingkan dengan model data cross section atau time series. 4. Estimasi model yang menggunakan data panel dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu metode kuadrat terkecil (pooled least square), metode efek tetap (fixed effect), dan metode efek random (random effect). Metode Pooled Least Square Metode kuadrat terkecil biasa yang diterapkan dalam data yang berbentuk pool merupakan pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data panel. Misalkan terdapat persamaan berikut ini : Yit = α + βj xjit + εit untuk i = 1, 2, ..., N dan t = 1, 2, ..., T (4) Dimana N adalah jumlah unit cross section (individu) dan T adalah jumlah periode waktunya. Dengan mengasumsikan komponen error dalam pengolahan kuadrat terkecil biasa, kita dapat melakukan proses estimasi secara terpisah untuk setiap unit cross section. Untuk periode t = 1, akan diperoleh persamaan regresi cross section sebagai berikut: Yi1 = α + βj xjit + εi1 untuk i = 1, 2, ..., N (5) Yang akan berimplikasi diperolehnya sebanyak T persamaan yang sama. Begitu juga sebaliknya, kita juga akan dapat memperoleh persamaan deret waktu (time series) sebanyak N persamaan untuk setiap T observasi dengan α dan β konstan sehingga akan dapat diperoleh dalam bentuk regresi yang lebih besar dengan melibatkan sebanyak NT observasi. Akan tetapi dengan demikian tidak dapat melihat perbedaan antar individu maupun antar waktu. Metode Efek Tetap (Fixed Effect) Masalah terbesar dalam pendekatan metode pooled least square adalah asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik antar individu maupun antar waktu yang mungkin tidak beralasan. Generalisasi secara umum sering dilakukan adalah dengan memasukan variabel dummy untuk
14
menghasilkan nilai parameter yang berbeda-beda baik lintas unit cross section maupun antar waktu (Baltagi 2001). Pendekatan fixed effect dapat dituliskan dalam persamaan berikut: Yit = αi + βj xjit + eit (6) dimana: Yit = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i αi = intersep yang berubah-ubah antar cross section unit βj = parameter untuk variabel ke j xjit = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i eit = komponen error di waktu t untuk unit cross section i Dengan menggunakan pendekatan ini akan terjadi degree of freedom sebesar NT-N-K. Keputusan memasukan variabel boneka ini harus didasarkan pada pertimbangan statistik. Tidak dapat kita pungkiri, dengan melakukan penambahan variabel dummy ini akan dapat mengurangi banyaknya degree of freedom yang akhirnya akan mempengaruhi keefisienan dari parameter yang diestimasi. Pada metode fixed effect, estimasi dapat dilakukan tanpa pembobot (no weighted) atau Least Square Dummy Variable (LSDV) dan dengan pembobotan (cross section weight) atau General Least Square (GLS). Tujuan dilakukannya pembobotan adalah untuk mengurangi heterogenitas antar unit cross section (Gujarati 2004). Metode Efek Random (Random Effect) Keputusan untuk memasukan variabel boneka dalam model efek tetap memiliki konsekuensi berkurangnya degree of freedom yang akhirnya dapat mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Oleh karena itu, dalam model data panel dikenal pendekatan yang ketiga yaitu model efek acak (Baltagi 2001). Model ini dapat dijelaskan melalui persamaan berikut: Yit = α1t + βjxjit + uit (7) dimana α1t diasumsikan sebagai variabel random dari rata-rata nilai intersep (α1). Nilai intersep untuk masing-masing individu dapat dituliskan: α1t = α1 + εit i = 1 ,2,…N (8) dimana α1 adalah rata-rata dari seluruh intersep, εi adalah random error (yang tidak bisa diamati) yang mengukur perbedaan karakteristik masing-masing individu. Bentuk model efek acak ini kemudian dapat ditulis dengan rumus: Yit = α1 + βjxjit + εit + uit (9) Yit = α1 + βjxjit + ωit (10) dimana ωit = εit + uit. Bentuk ωit terdiri dari dua komponen error term yaitu εi sebagai komponen cross section dan uit yang merupakan gabungan dari komponen time series error dan komponen error kombinasi. Bentuk model efek acak akhirnya dapat ditulis dengan rumus: Yit = α1 + βjxjit + ωit dengan ωit = εi + vt + wit (11) dimana : εi ~ N ( 0, δε ) = komponen cross section error
15
vi~ N ( 0, δv ) = komponen time series error wit~ N ( 0, δε ) = komponen error kombinasi asumsinya adalah bahwa error secara individual tidak saling berkorelasi begitujuga dengan error kombinasinya. Dengan menggunakan model efek acak, maka dapat menghemat pemakaian derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti yang dilakukan oleh model efek tetap. Hal ini berimplikasi parameter yang merupakan hasil estimasi akan menjadi semakin efisien. Hambatan tarif Tarif adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi yang diperdagangkan lintas batas teritorial. Ditinjau dari asal komoditi ada dua jenis tarif yaitu tarif impor dan tarif ekspor. Tarif impor adalah pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang diimpor dari negara lain. Tarif ekspor adalah pajak untuk komoditi yang dieskpor. Sedangkan ditinjau dari cara penghitungan, tarif dibedakan menjadi tarif ad valorem, tarif spesifik, dan tarif campuran. Tarif ad valorem adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka persentase tertentu dari nilai barangbarang yang diimpor. Tarif spesifik dikenakan sebagai beban dari setiap unit barang yang diimpor. Tarif campuran adalah gabungan dari keduanya. Hambatan non tarif Hambatan non tarif merupakan hambatan perdagangan yang terjadi di era modern dan merupakan bentuk proteksi perdagangan yang lebih kompleks dibandingkan dengan hambatan tarif. Bentuk hambatan non tarif yang sering digunakan adalah kuota impor, pembatasan ekspor secara sukarela dan tindakan anti dumping. Praktek perdagangan yang terjadi pada saat ini, pemerintak melakukan intervensi dalam perdagangan internasional dengan menggunakan instrumen kebijakan lainnya yang lebih kompleks yaitu kebijakan yang menyembunyikan motif proteksi. Instrumen kebijakan yang menonjol antara lain pemberian subsidi ekspor, pembatasan impor, konsep pengekangan ekspor secara sukarela (voluntary export restrain), dan persyaratan kandungan lokal (local contain requirement). Berbagai proteksi perdagangan non tarif ini dapat diturunkan menjadi serangkaian negosiasi perdagangan multilateral. Perkembangan hambatan non tarif ini kemudian memberikan ruang bagi WTO untuk mendisiplinkan penggunaaanya. WTO kemudian mendefinisikan kebijakan-kebijakan perdagangan non tarif dengan istilah non tariff measures (NTM). Tinjauan Empiris Penelitian yang menganalisis feasibility study Free Trade Agreement (FTA) India dan Jepang yang dilakukan oleh Kalirajan dan Bhattacarya (2007) yaitu dengan cara mengukur trade intensity indices terlebih dahulu lalu untuk mengetahui dampak dari FTA menggunakan gravity model termasuk dampak dari hambatan perdagangan dan simulasi untuk mengetahui dampak FTA terhadap arus perdagangan India dan Jepang. Penelitian ini menggunakan 10 komoditi utama berdasarkan kategori HS 2 digit dari India dan Jepang. Hasil analisis menunjukkan bahwa GDP, populasi dan nilai tukar berpengaruh positif sedangkan jarak dan tarif berpengaruh negatif terhadap perdagangan bilateral India-Japan. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa semua variabel siginifikan pada tingkat kepercayaan 10
16
persen. India dan Jepang dapat meningkatkan ekspor mereka sekitar 36-40 persen dengan menghilangkan hambatan perdagangan. Hasil secara keseluruhan dari penelitian FTA India dan Jepang, ekspor Jepang ke pasar India akan meningkat 2,46 persen dibandingkan ekspor India ke pasar Jepang hanya meningkat 0,3 persen. Sangat jelas bahwa India akan mengalami kerugian pada saat short run, dan setiap pengurangan tarif di pasar India tentunya akan meningkatkan ekspor Jepang. Bhattacharya dan Bhattacharyay (2007) melakukan penelitian tentang keuntungan dan kerugian dari kerjasama perdagangan India-China dengan menggunakan analisa gravity model. Penelitian ini melakukan estimasi untuk mengetahui keuntungan dan kerugian pada impor baik India ataupun China yang disebabkan oleh Free Trade Agreement. Analisis untuk mengetahui dampak dari FTA India-China menggunakan gravity model yang digunakan oleh Frankel et al. (1993). Penelitian ini khusus untuk melihat kemungkinan peningkatan di dalam perdagangan India-China. Hasil analisa menunjukkan bahwa GDP, GDP per kapita, dan nilai tukar berpengaruh positif sedangkan jarak dan tarif berpengaruh negatif.terhadap ekspor India ke China. Selain itu hasil analisis juga menyampaikan bahwa semakin tinggi tingkat tarif awal sebelum FTA, semakin besar efek penghapusan dan pengurangan tarif. Hasil empiris menunjukkan bahwa India akan mendapatkan keuntungan yang lebih kecil dari China pada saat short run dikarenakan tingkat tarif yang tinggi. Tetapi pada long run India akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari China ketika tingkat tarif sama. Free Trade Agreement dapat menjadi solusi yang sama-sama menguntungkan bagi kedua negara. Penelitian yang dilakukan oleh Ibrahim (2012) secara empiris memperkirakan parameter fungsi permintaan ekspor untuk Mesir dengan menggunakan data time series dari tahun 1990-2008 mengkonfirmasi bahwa ada hubungan yang signifikan antara nilai riil ekspor untuk Mesir dengan GDP riil mitra dagang, harga ekspor relatif, dan nilai tukar riil. Hasil estimasi menunjukkan bahwa semua variabel memiliki hubungan yang signifikan dan tanda sesuai dengan teori, dan elastisitas pendapatan riil, harga relatif dan nilai tukar yang lebih kecil dari satu. Boansi et al. melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa ekspor industri nanas segar Ghana memiliki daya saing dan lebih dipicu oleh harga daripada volume ekspor. Baik volume maupun nilai ekspor memiliki hubungan positif dengan produksi, keterbukaan terhadap perdagangan, dan indeks daya saing. Keduanya namun memiliki hubungan terbalik dengan permintaan domestik dan Foreign Direct Investment (FDI). Penelitian yang menganalisis prospek perdagangan bilateral antara Pakistan dan Turki dilakukan oleh Suvankulov dan Ali (2012). Hasil penelitian mengindikasikan secara keseluruhan ekspor Turki ke Pakistan lebih baik atau sesuai dengan struktur impor Pakistan dibandingkan ekspor Pakistan ke Turki. Penelitian ini menyatakan bahwa Turki akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari Pakistan apabila Free Trade Agreement dilaksanakan. Khan et al. (2013) melakukan analisis empiris perdagangan bilateral pakistan menggunakan gravity model. Hasil yang didapat GDP dan GDP Per Kapita berpengaruh positif terhadap volume perdagangan, tetapi jarak dan variabel dummy untuk kesamaan budaya menunjukkan hubungan negatif terhadap volume perdagangan. Hasil penelitian menemukan bahwa Jepang, Turki, Malaysia, India, dan Iran mempunyai potensi perdagangan yang besar dengan Pakistan.
17
Kerangka Pemikiran Perekonomian Indonesia didukung oleh semakin berkembangnya hubungan perdagangan Indonesia dengan negara-negara lainnya. Selama ini perdagangan bilateral Indonesia didominasi oleh 4 mitra dagang utama Indonesia yaitu Jepang, Amerika Serikat, Singapura, dan Cina. Perdagangan bilateral dengan negara lain seperti dengan Afrika Selatan merupakan sebuah peluang untuk membuka pasar baru. Hubungan kerjasama perdagangan Indonesia-Afrika Selatan ini harus menjadi perhatian utama pemerintah, sehingga pada masanya nanti, Indonesia mampu menghadapi segala kemungkinan persaingan dalam pasar dunia. Salah satu yang harus diperhatikan yaitu bagaimana Indonesia memaksimalkan serta mengembangkan nilai perdagangan antara Indonesia dengan Afrika Selatan, yaitu dengan memajukan ekspor komoditi-komoditi unggulannya ke pasar Afrika Selatan. Lebih jauh, dengan menelaah bagaimana kinerja perdagangannya. Dalam penelitian ini, kinerja perdagangan dapat dianalisis melalui tingkat daya saing serta derajat integrasi perdagangan komoditi-komoditi ekspor unggulan Indonesia ke Afrika Selatan. Penelitian selanjutnya yaitu menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan Indonesia ke Afrika Selatan. Sehingga pada akhirnya diharapkan dapat menjadikan suatu referensi bagi pemerintah dalam mengembangkan kebijakan ekspor komoditi-komoditi unggulan Indonesia khususnya ke pasar Afrika Selatan seperti terlihat pada Gambar 2. Hubungan Perdagangan Indonesia-Afrika Selatan
Daya saing dan integrasi komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Afrika Selatan
Analisis faktor yang mempengaruhi ekspor Indonesia ke Afrika Selatan
Export Demand Function
1. RCA 2. IIT
Rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan ekspor Indonesia ke Afrika Selatan
Faktor-faktor yang mempengaruhi: 1. GDP riil Afrika Selatan 2. Nilai tukar riil 3. Harga ekspor komoditas unggulan 4. Tariff 5. Dummy Non-Tariff Measures
Gambar 2 Kerangka Pemikiran Penelitian
18
Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian dan studi penelitian terdahulu, maka dalam penelitian ini dapat diajukan beberapa hipotesis penelitan bagi variabel-variabel penelitian, yaitu: 1. GDP riil negara tujuan ekspor berpengaruh positif terhadap aliran komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Afrika Selatan. 2. Nilai tukar riil rupiah terhadap mata uang negara tujuan ekspor berpengaruh positif terhadap aliran komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Afrika Selatan. 3. Harga ekspor memiliki hubungan negatif terhadap aliran komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Afrika Selatan. 4. Tarif bea masuk ekspor memiliki hubungan negatif terhadap aliran komoditi unggulan Indonesia ke Afrika Selatan. 5. Non-Tariff Measures memiliki hubungan negatif terhadap aliran komoditi unggulan Indonesia ke Afrika Selatan.
3 METODE Jenis dan Sumber Data Seluruh data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang berasal dari berbagai sumber yaitu World Bank (World Developent Indicators, WDI 2013), Trademap, WTO (World Trade Organization), Badan Pusat Statistik dan Kementerian Perdagangan. Data perdagangan yang digunakan menggunakan data HS enam digit. Penggunaan HS enam digit dilakukan untuk memudahkan perincian jenis komoditi penelitian. Pada penelitian ini yang menjadi data panel adalah ekspor komoditi unggulan yang diteliti dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2013, Jenis dan sumber data untuk bahan penelitian secara ringkas disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4 Jenis dan Sumber data No Data 1 Data perdagangan ekspor-impor (US$) 2 GDP per kapita (US$) 3 Nilai tukar 4 Tarif 5 Non-Tariff Measures
Sumber COMTRADE WDI WDI WTO WTO
Metode Analisis Data Analisis Kondisi Perdagangan Indonesia-Afrika Selatan dan Daya Saing Komoditi Unggulan Indonesia-Afrika Selatan Analisis kondisi perdagangan Indonesia-Afrika Selatan dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif. Analisis ini menggunakan data perdagangan Indonesia, yaitu data ekspor Indonesia ke Afrika Selatan serta impor Indonesia dari
19
Afrika Selatan. Kemudian dari data perdagangan (COMTRADE) HS enam digit, didapat komoditi unggulan Indonesia yang dianalisis tingkat daya saingnya menggunakan nilai Revealed Comparative Advantage (RCA) serta tingkat integrasi perdagangannya menggunakan indeks Intra-Industry Trade (IIT). Nilai RCA adalah indikator yang bisa menunjukkan perubahan keunggulan komparatif atau perubahan tingkat daya saing industri suatu negara di pasar global (Kuncoro 1997). Nilai RCA menunjukkan keunggulan komparatif atau daya saing ekspor dari suatu negara dalam suatu komoditas terhadap dunia (Tambunan 2001). Secara matematis, nilai RCA dapat dirumuskan sebagai berikut (Ballasa 1965) : RCA = Dimana Xik Xi Wik Wi
/
/
: : : :
(12) Nilai ekspor komoditas k dari negara i Nilai ekspor total (produk k dan lainnya) dari negara i Nilai ekspor komoditas k di dunia Nilai ekspor total dunia
Jika nilai RCA suatu negara untuk komoditas tertentu adalah lebih besar dari satu (1), maka negara bersangkutan memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia untuk komoditas tersebut. Sebaliknya, bila lebih kecil dari satu (1), berarti keunggulan komparatif untuk komoditi tersebut tergolong rendah, dibawah rata-rata dunia. Semakin besar nilai RCA, semakin tinggi pula tingkat keunggulan komparatifnya. Dalam kasus penelitian ini, tingkat daya saing yang akan digunakan merupakan daya saing komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Afrika Selatan. Sehingga penelitian ini menggunakan rumus RCA dengan modifikasi sebagai berikut : RCA = Dimana Xpq Xp Wpq Wp
/
/
(13)
: Nilai ekspor komoditas q dari negara Indonesia ke Afrika Selatan : Nilai ekspor total (produk q dan lainnya) dari negara Indonesia ke Afrika Selatan : Nilai ekspor komoditas q dunia ke Afrika Selatan : Nilai ekspor total dunia ke Afrika Selatan
Jika nilai RCA suatu negara untuk komoditas tertentu adalah lebih besar dari satu, maka negara bersangkutan memiliki keunggulan komparatif di atas ratarata dunia untuk komoditas tersebut. Sebaliknya, bila lebih kecil dari satu, berarti keunggulan komparatif untuk komoditi tersebut tergolong rendah, di bawah ratarata dunia. Semakin besar nilai RCA, semakin tinggi pula tingkat keunggulan komparatifnya. Selanjutnya penentuan komoditas unggulan sebagai objek penelitian dilakukan dengan melihat nilai indeks IIT. Pengukuran IIT dalam penelitian ini dilakukan dengan menghitung nilai IIT index komoditas sektor unggulan yang
20
mencakup sepuluh jenis produk yang telah ditentukan. Terdapat beberapa cara untuk menghitung IIT index. Cara yang paling umum digunakan adalah melalui Grubel-Lloyd Index yang dirumuskan sebagai berikut: =
Dimana:
i j k
(
: : : : : :
|
)
|
100
(14)
Perdagangan intra-industri produk k antara negara i dan j Ekspor produk k dari negara i ke negara j Impor produk k oleh negara i dari negara j Negara yang melaporkan nilai perdagangan (Indonesia), Negara mitra dagang (Afrika Selatan) Jenis Produk
Tanda Σ menunjukkan jumlah dari produk atau komoditas pada kode HS 6 digit. Dalam penelitian ini, indeks yang akan diukur berhubungan dengan setiap arus perdagangan bilateral antara Indonesia dengan Afrika Selatan. Hasil dari IIT index akan digunakan sebagai indikator dari integrasi yang terjadi dalam sektor unggulan. Derajat integrasi ditentukan menurut klasifikasi rentang nilai-nilai IIT yang tertera pada Tabel 5. Tabel 5 Klasifikasi dari nilai IIT Intra Industri Trade Klasifikasi 0.00 No integration (one way trade) >0.00 – 24.99 Weak integration 25.00 – 49.99 Mild Integration 50.00 – 74.99 Moderately strong integration 75.00 – 99.99 Strong integration Sumber: Austria 2004 Spesifikasi Model Untuk menjawab masalah dalam penelitian ini, spesifikasi model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model yang telah dimodifikasi berdasarkan model yang digunakan oleh Boansi D. et al. (2014) spesifikasinya adalah: Ln Xijt = β0 + β1 ln (RGDPjt) + β2 ln (REXRijt) + β3 ln (EXPRICEijt) + β4 Tariffjt + β5 DNTMjt + εijt (15)
21
Dimana Xijt RGDPjt REXRijt EXPRICEijt Tarifft DNTMt β0 Β1, β2, β3, β4, β5
εijt i j t
: Volume Ekspor komoditi unggulan dari Indonesia ke Afrika Selatan (Ton) : GDP riil Afrika Selatan (US$) : Nilai tukar riil Indonesia terhadap Afrika Selatan (IDR/ZAR) : Harga ekspor komoditi unggulan dari Indonesia ke Afrika Selatan (US$/Ton) : MFN Applied tariffs Afrika Selatan pada tahun t : Variabel dummy untuk mengidentifikasi efek dari diberlakukannya NTM (Non Tariff Measure) : Konstanta/Intersep : Parameter yang diestimasi : Error term : Indonesia : Negara mitra dagang yaitu Afrika Selatan : Tahun penelitian
Definisi Variabel Operasional Definisi operasional variabel yang digunakan dalam model penelitian ini antara lain: 1. Ekspor (Xijt) merupakan volume perdagangan suatu negara ke negara mitra dagangnya. 2. GDP riil suatu negara(RGDPjt), diukur dari nilai GDP riil atas dasar harga konstan. 3. Real Exchange Rate (REXRijt) merupakan nilai tukar riil negara pengekspor dan negara pengimpor yang diperoleh dari : REXRijt = ( )X( )
4. Harga Ekspor (EXPRICEijt) adalah pengukuran harga ekspor produk unggulan yang diperoleh dari: EXPRICEijt =
(
(
$)
)
5. Tarif (Tariffjt) merupakan pajak atau cukai yang dikenakan untuk komoditi yang diperdagangkan lintas batas teritorial, tarif yang digunakan adalah tarif ad valorem. 6. DNTMjt adalah variabel dummy untuk mengidentifikasi efek dari diberlakukannya NTM (Non Tariff Measures). Bernilai 1 jika pada tahun t diberlakukan NTM, dan bernilai 0 jika pada tahun t tidak diberlakukan NTM. Keputusan untuk memilih model yang digunakan dalam analisis data panel didasarkan pada uji Hausman. Uji Hausman dilakukan untuk memilih apakah model yang digunakan Fixed Effect atau Random Effect (Firdaus 2011). Digunakan model Fixed Effect apabila statistik uji yang dihasilkan tolak H0 dan menggunakan Random Effect apabila tidak tolak H0. Pengujian asumsi tidak perlu dilakukan jika model terbaik yang dihasilkan adalah Random Effect karena metode dengan model Random Effect adalah Generalized Least Square (GLS) yang secara otomatis
22
mengurangi permasalahan autokorelasi dan gejala heteroskedastisitas yang disebabkan variasi sisaan yang tidak konstan (Gujarati 2004).
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran umum perdagangan Indonesia ke Afrika Selatan Nilai total perdagangan non-migas Indonesia dengan dunia pada tahun 2013 sebesar US$ 183 milyar, turun 3.94 persen dibandingkan dengan tahun 2012 yang sebesar US$ 190 milyar. Afrika Selatan sendiri berada pada urutan ke-24 dari negara tujuan ekspor Indonesia dengan nilai US$ 1.3 milyar pada tahun 2013. Krisis Eropa dan Amerika merupakan peluang bagi Indonesia untuk dapat meningkatkan pasar ekspor ke pasar non tradisional khususnya Afrika Selatan. Total perdagangan Indonesia dengan Afrika Selatan tahun 2013 sebesar US$ 1.9 milyar, turun 19.47 persen dibanding tahun 2012 sebesar US$ 2,4 milyar. Ekspor non migas Indonesia ke Afrika Selatan pada tahun 2013 menunjukkan penurunan sebesar 23.04 persen menjadi US$ 1.3 milyar dari US$ 1.7 milyar pada tahun 2012. Impor non migas Indonesia dari Afrika Selatan tahun 2013 sebesar US$ 624 juta, turun 5. persen dibanding tahun 2012 sebesar US$ 660 juta. Neraca perdagangan non migas Indonesia dengan Afrika Selatan selama 5 (lima) tahun terakhir selalu menunjukkan surplus bagi Indonesia. Tahun 2013 tercatat surplus sebesar US$ 645 juta, sedangkan pada tahun 2012 tercatat surplus US$ 1,02 milyar. Komoditi Ekspor Utama Indonesia ke Afrika Selatan tahun 2013 adalah Gold in unwrought forms non-monetary senilai US$ 361.67 juta; Palm oil and its fractions refined but not chemically modified US$ 183.97 juta; Technically specified natural rubber (TSNR) US$ 74.53 juta; Sheet piling,i/s whether/not drilled/punchd/made from assem element US$ 59.05 juta; Automobiles w reciprocatg piston engine displacg > 1000 cc to 1500 cc US$ 51.96 juta; Industrial fatty acids, acid oils nes US$ 30.85 juta; Engines, spark-ignition reciprocating displacing more than 1000 cc US$ 24.79 juta; Sports footwear,o/t ski,outr sole of rbr/plas/leather&upper of leather US$ 21.34 juta; Palm kernel/babassu oil their fract,refind but not chemically modifid US$ 20.09 juta; dan Pneumatic tire new of rubber f motor car incl station wagons&racg cars US$ 19.92 juta. Komoditi Impor Utama Indonesia dari Afrika Selatan tahun 2013 adalah Chemical wood pulp, dissolving grades US$ 236.45 juta; Aluminium unwrought, not alloyed US$ 145.1 juta; Raw cane sugar, not containing added flavouring or colouring matter (excl. 1701 13) US$ 59.31 juta; Phosphoric acid and polyphosphoric acids US$ 37.17 juta; Ferrous waste and scrap, iron or steel, ness US$ 20.22 juta; Cotton, not carded or combed US$ 13.62 juta; Chemical wood pulp, soda/sulphate, non-coniferous, semi-bl/bleachd, nes US$ 11.66; Safety/detonatg fuses; percussn/detonatg caps; igniters; elec detonatrs US$ 7.32; Parts of steam or vapour generating boilers ness US$ 6.99; dan Wire,barbd,twistd hoop,single flat o twistd double of i o s,for fencg US$ 5.71 juta. Hubungan bilateral antara Indonesia dengan Afrika Selatan sudah berlangsung lama. Terdapat sebuah hubungan saling menguntungkan antara
23
negara-negara yang terlibat baik dari segi politik, ekonomi, sosial dan budaya. Hubungan saling menguntungkan tersebut terealisasi dalam bentuk perdagangan ekspor dan impor antar negara. 1,800,000.0 1,600,000.0 1,400,000.0 1,200,000.0 1,000,000.0 800,000.0 600,000.0 400,000.0 200,000.0 2009
2010 EKSPOR
2011 IMPOR
2012
2013
NERACA
Gambar 3 Neraca Perdagangan Indonesia-Afrika Selatan Pada neraca ekspor dan impor yang tergambar di Gambar 4, terlihat jumlah ekspor yang dilakukan Indonesia ke Afrika Selatan jauh lebih besar daripada impor. Nilai neraca terbesar terdapat pada tahun 2012, yaitu mendekati angka US$ 1.03 milyar. Neraca terlihat fluktuatif karena adanya banyak faktor yang mempengaruhi nilai tersebut. Ekspor Indonesia ke Afrika Selatan nilainya lebih besar daripada impor Indonesia dari Afrika Selatan. Impor Indonesia dari Afrika Selatan berada pada nilai tertinggi di tahun 2011, yaitu sebesar US$ 705.78 juta. Perhitungan neraca diperoleh dari hasil pengurangan nilai ekspor dan nilai impor. Mulai tahun 2009, secara perlahan nilai ekspor Indonesia terus mengalami kenaikan, yaitu dari nilai US$ 484.57 ke US$ 1.27 milyar. Meski demikian, jumlah impor komoditi non migas Indonesia ke Afrika Selatan nilainya sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah nilai ekspor Indonesia ke Afrika Selatan. Impor Indonesia ke Afrika Selatan selama lima tahun terakhir terjadi fluktuasi dimana terjadi peningkatan nilai impor dari tahun 2009 sampai 2011 dimana pada tahun 2009 sebesar US$ 350.24 juta, 2010 tercatat sebesar US$ 516.59 juta dan tahun 2011 sebesar US$ 705.78. Pada tahun 2012 dan 2013 impor Indonesia ke Afrika Selatan mengalami penurunan yaitu sebesar US$ 661.98 juta dan US$ 624.93.
24
1,800,000.0 1,600,000.0 1,400,000.0 1,200,000.0 1,000,000.0 800,000.0 600,000.0 400,000.0 200,000.0 2009
2010 EKSPOR
2011 IMPOR
2012
2013
NERACA
Gambar 4 Neraca Perdagangan Non Migas Indonesia ke Afrika Selatan Baik Indonesia dan Negara-negara di Afrika Selatan saling membutuhkan satu sama lain untuk mendapatkan sejumlah komoditi migas dan non migas. Kerjasama antara negara-negara ini sudah terjalin sejak lama dan saling menguntungkan. Berbagai aturan kerjasama telah dibahas demi tercapainya sebuah kesepakatan komersial antara Indonesia dan Afrika Selatan. Indonesia dengan segala kelebihan sumber daya alamnya memang sepantasnya menjadi sumber pemasok utama untuk Afrika Selatan. Namun keterbatasan teknologi dan sumber daya manusia dengan kemampuan yang mumpunilah yang membuat komoditas Indonesia harus kalah saing di pasar internasional. Identifikasi komoditi unggulan ekspor Indonesia ke pasar Afrika Selatan Penelitian ini meneliti komoditi-komoditi ekspor unggulan Indonesia ke pasar Afrika Selatan. Penetapannya dilakukan dengan mensortir komoditi berdasarkan nilai ekspor terbesar pada tahun 2013 dan memiliki konsistensi perdagangan dari tahun 2001-2013 sebagai komoditi unggulan. Berdasarkan nilai ekspor tahun 2013 terdapat beberapa komoditi yang termasuk kedalam kelompok komoditi utama dan komoditi potensial Indonesia yang merupakan kelompokkelompok komoditi unggulan versi pemerintah. Komoditi yang merupakan komoditi penyumbang ekspor terbesar ke Afrika Selatan, yaitu komoditi Palm oil and its fractions refined but not chemically modified (HS 151190), Technically specified natural rubber (TSNR) (HS 400122), Automobiles w reciprocatg piston engine displacg > 1000 cc to 1500 cc (HS 870322), Industrial fatty acids, acid oils nes (HS 32319), Engines, spark-ignition reciprocating displacing more than 1000 cc (HS 40734), Woven fabrics,>/=85% of textured polyester filaments, dyed, nes (HS 540752), dan Sports footwear,o/t ski,outr sole of rbr/plas/leather&upper of leather (HS 640319). Hasil ini menunjukkan bahwa target ekspor Indonesia yang ditetapkan oleh pemerintah berdasar 10 komoditi utama dan 10 komoditi potensial, tidak selurunya
25
menjadi komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Afrika Selatan. Meskipun ada beberapa komoditi unggulan ini yang termasuk ke dalam kategori produk komoditi yang diunggulkan pemerintah untuk dikembangkan nilai ekspornya. Beberapa diantaranya yaitu komoditi yang tergolong kedalam komoditi pertanian dengan kode HS 151190; otomotif dengan kode HS 870322, 840734; tekstil dengan kode HS 540752; alas kaki dengan kode HS 64031. Namun, komoditi lainnya yang tidak termasuk kedalam program peningkatan ekspor dari pemerintah, dikhawatirkan akan kurang terperhatikan pengembangannya. Padahal secara statistik penelitian ini menunjukkan terdapat komoditi lainnya yang patut menjadi perhatian pemerintah sebagai produk unggulan. Analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) Analisis daya saing komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Afrika Selatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan RCA. Metode ini digunakan atas dasar suatu konsep bahwa perdagangan antar wilayah sebenarnya menunjukkan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu wilayah. Variabel yang diukur yaitu kinerja ekspor komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Afrika Selatan terhadap total ekspor Indonesia ke Afrika Selatan yang kemudian dibandingkan dengan pangsa pasar komoditi tersebut dalam perdagangan dunia ke pasar Afrika Selatan. Nilai RCA yang diperoleh menggambarkan kinerja komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Afrika Selatan dengan kisaran nilai antara nol sampai tak hingga. RCA dapat didefinisikan bahwa jika pangsa komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Afrika Selatan di dalam total ekspor suatu negara lebih besar dibandingkan pangsa pasar ekspor komoditi tersebut di dalam total ekspor komoditi dunia, diharapkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif dalam ekspor komoditi tersebut. Hasil estimasi nilai RCA komoditi-komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Afrika Selatan, seluruhnya menunjukkan hasil yang lebih dari satu. Artinya komoditi-komoditi tersebut memiliki daya saing yang baik dalam pasar dunia. Daya saing yang baik ini merupakan nilai lebih Indonesia dalam memajukan perekonomiannya, karena beberapa di antara komoditi unggulan ekspor ini termasuk ke dalam kelompok komoditi utama dan komoditi potensial Indonesia menurut versi pemerintah yang mendapatkan perhatian lebih dalam pengembangan ekspornya bagi Indonesia. Meskipun nilai nilai RCA yang tergolong besar dengan klasifikasi yang lebih dari 1 terpenuhi oleh seluruh komoditi, namun terlihat hasilnya yang beragam. Masing-masing komoditi memiliki karakter tersendiri berdasarkan nilai RCA nya. Sebagai contoh komoditi yang memiliki nilai RCA terbesar yaitu Sports footwear,o/t ski,outr sole of rbr/plas/leather&upper of leather (HS 640319) sebesar 108.84 menunjukkan bahwa komoditi ini memiliki tingkat daya saing yang sangat besar dibandingkan dengan dunia. Begitu juga komoditi Woven fabrics,>/=85% of textured
polyester filaments, dyed, nes (HS 540752) dan Palm oil and its fractions refined but not chemically modified (HS 151190) yang memiliki nilai RCA cukup besar yaitu 43.30 dan 42.14, artinya bahwa komoditi-komoditi ini berdaya saing di pasar Afrika
Selatan.
26
Keadaan ini sangat memungkinkan jika dilihat bahwa komoditi Sports footwear,o/t ski,outr sole of rbr/plas/leather&upper of leather merupakan salah satu komoditi unggulan ekspor Indonesia. Sangat dimungkinkan pula besarnya nilai RCA karena Indonesia merupakan salah satu negara pemasok komoditi tersebut ke Afrika Selatan share sebesar 9 persen menjadikan Indonesi berada di urutan keempat sebagai negara pemasok komoditi HS 640319, sehingga meskipun dalam kondisi krisis sekalipun pada tahun 2008-2009, namun aliran perdagangan Indonesia dan Afrika Selatan terhadap komoditi ini cenderung tetap meningkat. 14% 5% 43%
9%
10%
19% China
Lesotho
Viet Nam
Indonesia
Germany
Others
Gambar 5 Share impor Sports footwear,o/t ski,outr sole of rbr/plas/leather&upper of leather (HS 640319) Afrika Selatan tahun 2013 Ketiga komoditi dengan RCA terbesar ini merupakan komoditi dengan nilai ekspor terbesar selama tahun 2013. Indonesia sebagai pengekspor komoditi alas kaki, tekstil dan penghasil hasil bumi terbesar dunia menjadi salah satu pemasok utama dalam memenuhi kebutuhan Afrika Selatan akan komoditi-komoditi ini. Keadaan ini menjadikan Indonesia memiliki daya saing yang kuat. Sehingga diharapkan pemerintah mampu menentukan kebijakan yang dapat meningkatkan kinerja ekspor ke Afrika Selatan. Analisis Intra Industry Trade (IIT) Tingkat integrasi diukur melalui pendekatan analisis Intra Industry Trade (IIT). IIT merupakan indikator dari integrasi yang terjadi dalam suatu sektor yang dianalisis. Nilai IIT berfungsi untuk mengukur besarnya perdagangan intra-industri yang terjadi di suatu negara atau wilayah. Selain itu, nilai perdagangan intraindustri juga dapat digunakan untuk mengukur seberapa dalam integrasi yang terjadi antar negara atau sektor tertentu karena nilai tersebut merefleksikan adanya peningkatan dalam division of labor yang dikombinasikan dengan penurunan dalam biaya transaksi (Austria 2004). Suatu negara dapat melaksanakan ekspor suatu komoditi tertentu dan pada saat yang sama juga melakukan impor komoditi tersebut. Nilai IIT yang tinggi
27
menunjukkan adanya keterkaitan perdagangan antara kedua negara yang bersifat dua arah (two way trade). Adanya nilai IIT yang rendah menunjukkan rendahnya keterkaitan perdagangan antara kedua negara tersebut sehingga perdagangan yang dilakukan hanya bersifat searah atau hanya dilakukan oleh salah satu negara saja yang aktif dalam melakukan kegiatan ekspor atau hanya melakukan impor ke negara lain yang bersangkutan. Tabel 6 Hasil RCA dan IIT 14 Komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Selatan HS Keterangan RCA Sektor Pertanian 400122 Technically specified natural rubber (TSNR) 52.77 Palm oil and its fractions refined but not 42.14 151190 chemically modified Palm kernel/babassu oil their fract,refind but not 40.35 151329 chemically modifid Veg fats &oils&fractions hydrogenatd,inter/re- 36.03 151620 esterifid,etc,refd/not Edible mx/prep of animal/veg fats&oils/of 24.43 151790 fractions ex hd No 15.16 Cocoa powder, not containing added sugar or 23.22 180500 other sweetening matter 180400 Cocoa butter, fat and oil 13.59 Sektor Manufaktur Sports footwear,o/t ski,outr sole of 640319 rbr/plas/leather&upper of leather 441820 Doors and their frames and thresholds, of wood Woven fabrics,>/=85% of textured polyester 540752 filaments, dyed, nes 382319 Industrial fatty acids, acid oils nes 852190 Video recording or reproducing apparatus nes Footwear o/t sports,w outer soles of 640419 rubber/plastics&uppers of tex mat Parts and accessories of bodies nes for motor 870829 vehicles
Afrika IIT 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
108.84 0.00 80.62 43.30
0.00 0.00
24.48 24.08 1.91
0.00 0.00 0.00
1.74
0.00
Dalam penelitian ini, pengukuran nilai IIT dilakukan terhadap nilai nominal arus perdagangan bilateral antara Indonesia dengan Afrika Selatan. Hasil penghitungan nilai IIT akan digunakan sebagai indikator dari integrasi yang terjadi pada komoditas unggulan. Derajat atau tingkatan integrasi akan ditentukan berdasarkan klasifikasi rentang nilai-nilai nilai IIT yang digunakan pada penelitian Austria (2004). Periode analisis penelitian ini mencakup lima tahun, yaitu dari 2009 sampai dengan 2013. Hasil analisis tingkat integrasi komoditi-komoditi unggulan ekspor Indonesia secara keseluruhan menunjukkan bahwa perdagangan intra industri antara Indonesia dengan Afrika Selatan secara umum berada pada derajat integrasi satu arah (no integration). Hal ini terlihat dari hasil perhitungan nilai IIT yang
28
tertera pada Tabel 6 di mana seluruh nilai IIT berada pada klasifikasi integrasi satu arah. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa hubungan perdagangan Indonesia dengan Afrika Selatan lebih ke arah perdagangan barang mentah, khususnya dari segi perdagangan komoditi-komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Afrika Selatan. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Afrika Selatan Aliran perdagangan Indonesia ke pasar Afrika Selatan dijelaska menggunakan gravity model. Model ini digunakan untuk menganalisis pengaruh variabel-variabel ekonomi dan non ekonomi lainnya terhadap aliran perdagangan komoditi ekspor unggulan Indonesia ke pasar Afrika Selatan. Variabel independen yang digunakan dalam analisis aliran perdagangan ini adalah GDP riil negara tujuan ekspor (RGDPjt), nilai tukar riil Indonesia terhadap negara tujuan ekspor (REXRit), harga ekspor komoditi unggulan Indonesia dengan negara tujuan ekspor (EXPRICEijt), Tarif bea masuk ke negara tujuan ekspor (Tariffjt), dan dummy NonTariff Measures negara tujuan ekspor (DNTMjt). Sedangkan variabel dependennya adalah volume ekspor komoditi unggulan Indonesia ke pasar Afrika Selatan (Xijt) Hasil estimasi koefisien-koefisien variabel persamaan yang menggunakan model permintaan ekspor tersebut dilakukan dengan program software Stata 12 dan menggunakan metode panel data seperti yang telah diuraikan pada metode penelitian. Keputusan penggunaan metode panel data didasarkan pada kondisi sampel dalam penelitian ini, dimana nilai aliran perdagangan komoditi ekspor unggulan Indonesia ke Afrika Selatan didapatkan dari hasil analisis terhadap nilai ekspor Indonesia ke negara-negara Afrika Selatan dalam jangka waktu tiga belas tahun. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Afrika Selatan menggunakan panel data statis pada model permintaan ekspor dari tahun 2001-2013. Pada penelitian ini, random effect model adalah model yang dipilih dalam penggunaan metode panel data untuk model sektor pertanian. Hasil uji chow menunjukkan bahwa Fixed Effect Model (FEM) Lebih baik daripada Pooled Least Square (PLS). Selanjutnya hasil uji Breusch Pagan Lagrange Multiplier (LM) menunjukkan bahwa Random Effect Model (REM) lebih baik daripada Pooled Least Square (PLS). Berdasarkan uji LM maka dilakukan uji hausman untuk menentukan model REM atau FEM yang akan digunakan pada penelitian ini. Hasil uji hausman menunjukkan bahwa REM lebih baik dari FEM. Untuk model sektor manufaktur FEM adalah model yang dipilih. Hasil uji chow menunjukkan bahwa Fixed Effect Model (FEM) Lebih baik daripada Pooled Least Square (PLS). Selanjutnya hasil uji Breusch Pagan Lagrange Multiplier (LM) menunjukkan bahwa Random Effect Model (REM) lebih baik daripada Pooled Least Square (PLS). Berdasarkan uji LM maka dilakukan uji yang menunjukkan bahwa FEM lebih baik dari REM. Uji Kelayakan dan Kecocokan Model (Goodness of fit) Uji kecocokan model (goodness of fit ditunjukkan pada nilai koefisien determinasi (R2). Model sektor pertanian menunjukkan nilai R2 sebesar 0.42 dan R2 sebesar 0.60 untuk model sektor manufaktur, yang berarti variasi variabel bebas
29
mampu menjelaskan 42 persen untuk sektor pertanian dan 60 persen untuk sektor manufaktur variasi variabel tidak bebas, sisanya dijelaskan oleh variabel lainnya di luar model. Tabel 7 Hasil estimasi koefisien parameter dengan GLS Variabel Bebas Sektor Pertanian Koefisien Prob RGDP (GDP riil Afrika 6.029*** 0.000 Selatan) REXR (nilai tukar riil) -0.400 0.552 EXPRICE (harga ekspor) -1.079*** 0.000 Tariff 0.054*** 0.000 DNTM (dummy NTM, 1=ada -1.902*** 0.000 NTM, 0=tidak ada NTM) C (konstanta) -139.628*** 0.000 Keterangan 1) Variabel tak bebas = lnX 2) Signifikansi pada taraf nyata: *** 1%, ** 5%, *10%
Sektor Manufaktur Koefisien Prob 8.671*** 0.000 2.089*** -0.319*** -0.053*** 0.259
0.006 0.000 0.000 0.151
-233.035***
0.000
GDP riil Afrika Selatan Hasil estimasi memperlihatkan bahwa variabel GDP riil Afrika Selatan baik pada model sektor pertanian dan manufaktur memberikan pengaruh yang signifikan terhadap ekspor dengan ditunjukkan oleh nilai koefisien sebesar 6.03 dan 8.67 dengan tanda positif. Hal ini berarti bahwa peningkatan GDP rill Afrika Selatan sebesar satu persen akan meningkatkan volume ekspor komoditi sektor pertanian unggulan Indonesia sebesar 6.03 persen dan volume ekspor komoditi manufaktur sebesar 8.67 persen ke Afrika Selatan, ceteris paribus. Peningkatan GDP riil suatu negara akan secara otomatis meningkatkan daya beli masyarakat di negara tersebut. Daya beli masyarakat Afrika Selatan yang semakin meningkat meyebabkan ekspor Indonesia ke Afrika Selatan akan semakin tinggi pula. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Anamana dan Atta-Quaysonb (2009) bahwa suatu negara cenderung untuk berdagang dengan negara yang mempunyai GDP perkapita lebih besar. Nilai Tukar riil Berdasarkan hasil estimasi, nilai tukar riil rupiah terhadap mata uang Afrika Selatan (rand) tidak berpengaruh signifikan terhadap ekspor komoditi unggulan Indonesia ke Afrika Selatan untuk sektor pertanian. Koefisien yang bernilai negatif tidak sesuai dengan teori dan hipotesis pada penelitian ini. Pada sektor manufaktur nilai tukar riil berpengaruh signifikan terhadap ekspor komoditi unggulan Indonesia ke Afrika Selatan yang ditunjukkan oleh nilai koefisien 2.09 dengan tanda positif. Hal ini berarti bahwa depresiasi nilai tukar riil rupiah sebesar satu persen akan meningkatkan volume ekspor komoditi sektor manufaktur sebesar 2.09 persen, ceteris paribus. Nilai tukar riil rupiah terhadap rand yang terdepresiasi maka akan mengakibatkan harga komoditi di Indonesia menjadi lebih murah, sehingga meningkatkan permintaan komoditi dari Afrika Selatan. Hal ini sesuai dengan penelitian Ibrahim (2012).
30
Harga Ekspor Hasil estimasi memperlihatkan bahwa harga ekspor berpengaruh signifikan dan nyata terhadap ekspor komoditi unggulan Indonesia ke Afrika Selatan baik pada sektor pertanian maupun sektor manufaktur dengan ditunjukkan oleh nilai koefisien sebesar 1.08 dan 0.32 dengan tanda negatif. Koefisien yang bernilai negatif sesuai dengan teori dan hipotesis pada penelitian ini. Hal ini berarti bahwa peningkatan harga ekspor sebesar satu persen akan meningkatkan volume ekspor komoditi sektor pertanian unggulan Indonesia sebesar 1.08 persen dan volume ekspor komoditi manufaktur sebesar 0.32 persen ke Afrika Selatan, ceteris paribus. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Nguyen (2010) bahwa peningkatan nilai tukar riilmembuat barang-barang dari negara eksportir menjadi lebih murah dan lebih kompetitif. Tarif
Hasil estimasi memperlihatkan bahwa variabel Tariff memberikan pengaruh yang signifikan untuk model sektor manufaktur dengan ditunjukan oleh nilai koefisien sebesar -0.053. Hal ini berarti setiap peningkatan tarif impor sebesar satu persen maka akan menurunkan volume ekspor sebesar 0.053 persen. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kalirajan dan Bhattacharya (2007) yang menjelaskan bahwa semakin tinggi tarif yang diterapkan oleh negara pengimpor membuat terjadinya penurunan pada ekspor ke negara tersebut. Sedangkan untuk model sektor pertanian hasil estimasi menunjukkan variabel Tariff berpengaruh secara signifikan terhadap volume ekspor dengan koefisien sebesar 0.054. Koefisien yang bertanda positif dan tidak sesuai hipotesis. Hal ini berarti bahwa tarif impor yang dikenakan oleh Afrika Selatan bukan menjadi hambatan terhadap ekspor komoditi pertanian Indonesia. Tetap meningkatnya ekspor Indonesia ke Afrika Selatan dapat disebabkan karena Indonesia sebagai salah satu negara importir utama komoditi pertanian di pasar Afrika Selatan. Dummy NTM Variabel dummy NTM digunakan untuk mengukur dampak diberlakukannya NTM di Afrika Selatan terhadap volume ekspor komoditi unggulan Indonesia. Pemberlakuan NTM khususnya Technical Barriers to Trade (TBT) dilakukan sebagai proteksi perdagangan pada suatu negara. TBT merupakan regulasi untuk menangani semua peraturan teknis lainnya, standar dan prosedur penilaian kesesuaian yang diberlakukan dengan tujuan non-trade. Sebagai contoh untuk menjamin keamanan, kualitas, dan perlindungan lingkungan, dan lain sebagainya. Variabel dummy NTM memberikan pengaruh signifikan dan bertanda negatif terhadap volume ekspor komoditi unggulan Indonesia pada sektor pertanian dengan koefisien sebesar -1.90. Hal ini berarti setiap adanya NTM maka akan menurunkan volume ekspor sebesar 1.90 persen, ceteris paribus. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Fassarella LM et al.(2010). Sedangkan pada sektor manufaktur variable dummy NTM tidak berpengaruh terhadap volume ekspor dengan koefisien sebesar 0.259 dan tidak sesuai dengan hipotesis yang ditunjukkan dengan koefisien bertanda positif.
31
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Tingkat daya saing seluruh komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Afrika Selatan tergolong tinggi dengan dengan nilai lebih dari satu. 2. Tingkat Integrasi seluruh komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Afrika Selatan menunjukkan bahwa perdagangan intra industri antara Indonesia dengan Afrika Selatan secara umum berada pada derajat integrasi satu arah (no integration). Hasil tersebut mengindikasikan bahwa hubungan perdagangan Indonesia dengan Afrika Selatan lebih kearah perdagangan barang mentah, khususnya dari segi perdagangan komoditi-komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Afrika Selatan. 3. GDP riil, harga ekspor dan dummy NTM merupakan faktor yang mempengaruhi perdagangan komoditi unggulan ekspor sektor pertanian. Untuk perdagangan komoditi unggulan sektor manufaktur faktor-faktor yang mempengaruhi adalah GDP riil, nilai tukar riil, harga ekspor, dan tarif. Saran Beberapa hal yang dapat disarankan berdasarkan uraian pada penelitian ini adalah 1. Perlu dilakukan fasilitasi perdagangan dikarenakan komoditi unggulan Indonesia memiliki daya saing tinggi tetapi memiliki tingkat integrasi satu arah. Fasilitasi dapat berupa dukungan promosi khususnya bagi komoditi Indonesia yang mempunyai saing melalui keikutsertaan pameran perdagangan. 2. Variabel harga ekspor mempunyai pengaruh yang negatif terhadap ekspor komoditi unggulan Indonesia di Afrika Selatan, maka diperlukan juga upaya yang lebih dalam usaha peningkatan daya saing sehingga mampu bersaing dengan harga yang kompetitif di pasar tujuan ekspor dan mampu bersaing dengan negara kompetitor. 3. Pemerintah melakukan strategi pembentukan kerjasama perdagangan sebagai upaya penurunan tarif untuk beberapa komoditi unggulan yang mempunyai daya saing di pasar Afrika Selatan tapi masih dikenakan tarif yang tinggi seperti alas kaki (HS 640319, 640419), tekstil (HS 540752), dan otomotif (HS 870829). 4. Kerjasama perdagangan juga diharapkan dapat mengurangi hambatan ekspor yang terjadi karena non-tariff measures. Selain itu pemerintah juga memberikan fasilitasi kepada pelaku usaha dalam pemenuhan syarat non-tariff measures sehingga komoditi yang diekspor sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Afrika Selatan.
32
DAFTAR PUSTAKA Abidin ISZ, Bakar NZA, Sahlan R. 2013. The Determinants of Exports between Malaysia and the OIC Member Countries: A Gravity Model Approach. Procedia Economics and Finance. 5(1):12-19 Annaman KA, Atta-Quayson A. 2009. Determinants Of Bilateral Trade Between Ghana And Other Members Of The Economic Community Of West African States. IIUM Journal of Economics and Management. 17(2):231-259 Austria MS. 2004. The Pattern of Intra-ASEAN Trade in the Priority Goods Sectors. Final Main Report, 3/006e: 1-176 Balassa, Bela. 1965. Trade Liberalization and Revealed Comparative Advantage, Manchester School of Economic and Social Studies. 33: 92–123 Baltagi, B.H. 2001. Econometric analysis of panel data. (2nd Edition). West Sussex: John Wiley & Sons, LTD. Begovic S. 2011 The Effect of Free Trade Agreements on Bilateral Trade Flows: The Case of Cefta. Zagreb International Review of Economics & Business, Vol. 14, No. 2, pp. 51-69 Bhattacharya KS, Bhattacharyay BN. 2007. Gains and Losses of India-China Trade Cooperation – A Gravity Model Impact Analysis. CESIFO Working Paper No. 1970 Boansi David, OdilonKounagbéLokonon Boris, Appah John. 2014. Determinants of Agricultural Export Trade: Case of Fresh Pineapple Exports from Ghana. British Journal of Economics, Management & Trade. 4(11):1736-1754 Dumairy. 1997. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga Fassarellaa LM, Souza MJP, Burnquist HL. 2011. Agricultural & Applied Economics Association’s 2011 AAEA & NAREA Joint Annual Meeting, Pittsburgh, Pennsylvania, July 24-26, 2011 Firdaus M. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series. Bogor: IPB Press. Gujarati D. 2004. Basic Econometrics, 4th Edition. The McGraw-Hill Companies. Hatab AA, Romstad E, Huo X. 2010. Determinants of Egyptian Agricultural Exports: A Gravity Model Approach. Modern Economy. 1(1):134-143 Ibrahim MA. Merchandise Export Demand Function For Egypt: A Panel Data Analysis. Applied Econometrics and International Development. 12(1):107-116 Kalirajan K, Bhattacharya S. 2007. Free Trade Arrangement Between India and Japan: An Exploratory Analysis. ASARC Working Paper 2007/09 Khan S, Haq IU, Khan D. 2013. An Empirical Analysis of Pakistan’s Bilateral Trade: A Gravity Model Approach. The Romanian Economic Journal. 16(48): 103-120 Kotabe, M, Helsen, K. 2001. Global Marketing Management. Second Edition. John Wiley and Sons, Inc, New York. Krugman O. 2000. International Economics Theory and Policy, Massachosetts : An imprint of Addison Wesley Longman, Inc Kuncoro M. 1997. Ekonomi Pembagunan: Teori, Masalah dan Kebijakan. Unit Penerbit dan Percetakan, Akademi Manajemen Perusahaan YKPN Mankiw G. 2000. Teori Makroekonomi. Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga.
33
Nguyen BX. 2010. The Determinants of Vietnamese Export Flows: Static and Dynamic Panel Gravity Approaches. International Journal of Economics and Finance. 2(4):122-129 Porter ME. 1990. The Competitive Advantage of Nations. New York (US): Free Pr. Salvatore D. 1997. International Economics. New Jersey: Prentice Hall-Gale Stephenson, SM. 1994. The Uruguay Round and Its Benefit to Indonesia. Ministry of Trade Republic of Indonesia, Jakarta. Suvankulov F, Ali W. 2012. Recent Trends and Prospects of Bilateral Trade between Pakistan and Turkey: A Gravity Model Approach. Journal of International and Global Economic Studies. 5(1):57-72 Tambunan T. 2001. Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran: Teori dan Temuan Empiris. Pustaka LP3ES
34
Lampiran 1 Uji Multikolinearitas Sektor pertanian lnX lnX 1.0000 lnRGDP 0.1873 lnREXR -0.0955 lnEXPRICE -0.3766 Tariff 0.3774 DNTM -0.2651
lnRGDP
lnREXR
lnEXPRICE Tariff
DNTM
1.0000 -0.4513 0.4840 -0.0423 0.1461
1.0000 -0.2181 0.0256 -0.0789
1.0000 -0.5294 0.2321
1.000
lnRGDP
lnREXR lnEXPRICE Tariff
DNTM
1.0000 -0.4513 0.2234 0.0000 0.1567
1.0000 0.0482 -0.0000 -0.4858
1.000
1.0000 -0.0838
Sektor manufaktur lnX lnX 1.0000 lnRGDP 0.3980 lnREXR -0.1642 lnEXPRICE -0.1933 Tariff -0.2105 DNTM 0.0497
Lampiran 2 Uji Heteroskedastisitas Sektor pertanian Wald Test 0.0000
Chi Square 229.12
Sektor manufaktur Wald Test 0.0000
Chi Square 1414.38
Lampiran 3 Uji Autokorelasi Sektor pertanian F Stat 9.130
Probability 0.0234
Sektor manufaktur F Stat 1.011
Probability 0.3534
1.0000 0.1023 -0.0317
1.0000 -0.0000
35
Lampiran 4 Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Komoditi Unggulan Ekspor Indonesia ke Afrika Selatan Sektor Pertanian Random-effects GLS regression Group variable: hs R-sq: within = 0.4202 between = 0.3515 overall = 0.2690
lnx
lnrgdp lnrexr lnexprice tariff dntm _cons sigma_u sigma_e rho
Coef. Std. Err. z P>z 6.029484 .6537565 9.22 0.000 -.4003774 .6723521 -0.60 0.552 -1.078551 .066076 -16.32 0.000 .0540172 .0114933 4.70 0.000 -1.90196 .3490557 -5.45 0.000 -139.6276 19.59828 -7.12 0.000 1.9498642 .54925095 .92648573 (fraction of variance due to u_i)
Number of obs = 91 Number of groups = 7 Time periods = 13 Wald chi2(5) = 810.13 Prob > chi2 = 0.0000 [95% Conf. Interval] 4.748144 7.310823 -1.718163 .9174084 -1.208057 -.9490443 .0314908 .0765436 -2.586096 -1.217823 -178.0395 -101.2157
Sektor Manufaktur Fixed-effects (within) regression Group variable: hs R-sq: within = 0.6029 between = 0.4535 overall = 0.0352
lnx
lnrgdp lnrexr lnexprice tariff dntm _cons sigma_u sigma_e rho
Coef. Std. Err. z P>z 8.670649 .6495812 13.35 0.000 2.088212 .7652453 2.73 0.006 -.3191359 .0507072 -6.29 0.000 -.0532263 .0078022 -6.82 0.000 .2591853 .1804789 1.44 0.151 -233.0345 20.05362 -11.62 0.000 2.4096283 .86798776 .88514696 (fraction of variance due to u_i)
Number of obs = 91 Number of groups = 7 Time periods = 13 Wald chi2(5) = 1140.83 Prob > chi2 = 0.0000 [95% Conf. Interval] 7.397494 9.943805 .5883586 3.588065 -.4185202 -.2197515 -.0685184 -.0379342 -.0945468 .6129175 -272.3388 -193.7301
36
Lampiran 5 Uji Breusch Pagan LM Sektor Pertanian Breusch and Pagan Lagrangian multiplier test for random effects lnquantity[hs,t] = Xb + u[hs] + e[hs,t] Estimated results:
sd = sqrt(Var)
3.444376 .3016766 3.80197
lnquant~y e u Test:
Var
Var(u) = 0
1.855903 .549251 1.949864
chibar2(01) = Prob > chibar2 =
358.80 0.0000
Sektor Manufaktur Breusch and Pagan Lagrangian multiplier test for random effects lnquantity[hs,t] = Xb + u[hs] + e[hs,t] Estimated results:
lnquant~y e u Test:
Var(u) = 0
Var
sd = sqrt(Var)
5.471763 .7534028 3.362289
chibar2(01) = Prob > chibar2 =
2.33918 .8679878 1.833655
215.15 0.0000
37
Lampiran 6 Uji Hausman Sektor Pertanian Coefficients (b) (B) fe re 3.226436 -.25943 -.1118123 .0411112 -1.539918
lngdpj lnrexr lnexprice tariff dntm
3.312551 -.2624931 -.1361857 .0508036 -1.548822
(b-B) Difference
sqrt(diag(V_b-V_B)) S.E.
-.0861148 .0030631 .0243734 -.0096924 .008904
.126035 .0721869 .0350048 .020075 .047523
b = consistent under Ho and Ha; obtained from xtreg B = inconsistent under Ha, efficient under Ho; obtained from xtreg Test:
Ho:
difference in coefficients not systematic chi2(5) = (b-B)'[(V_b-V_B)^(-1)](b-B) = 0.74 Prob>chi2 = 0.9808
Sektor Manufaktur Coefficients (b) (B) fe re 5.843244 -.6251662 .3126788 -.0492106
lngdpj lnrexr lnexprice dntm
5.947698 -.5542602 .288953 -.0478291
(b-B) Difference -.1044539 -.070906 .0237258 -.0013814
sqrt(diag(V_b-V_B)) S.E. .0458426 .0311191 .0104127 .0006063
b = consistent under Ho and Ha; obtained from xtreg B = inconsistent under Ha, efficient under Ho; obtained from xtreg Test:
Ho:
difference in coefficients not systematic chi2(1) = (b-B)'[(V_b-V_B)^(-1)](b-B) = 5.19 Prob>chi2 = 0.0227 (V_b-V_B is not positive definite)
38
Lampiran 7 Tarif ad valorem komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Afrika Selatan (Nilai dalam persen) HS
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2013
151190
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
400122
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
151329
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
151620
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
151790
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
180500
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
180400
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
382319
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
540752
22
22
22
22
22
22
22
22
22
22
22
22
640319
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
852190
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
441820
15
15
15
15
15
15
15
15
15
15
15
15
640419
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
870829
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
39
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Ricky Rinaldi lahir pada tanggal 17 Juli 1985 di Bandung. Penulis anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan (Alm) Ir. Djohan Effendi dan Dra. Herawati. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada SD 02 Pesanggrahan Jakarta Selatan, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 177 Jakarta Selatan dan lulus tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN 86 Jakarta Selatan dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2003 penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi di Universitas Budi Luhur dan lulus pada tahun 2007. Penulis kemudian bekerja sebagai CPNS di Kementerian Perdagangan pada tahun 2008 dan resmi menjadi PNS pada tahun 2009. Tahun 2012, penulis memperoleh beasiswa S2 kerjasama antara Kementerian Perdagangan dan IPB pada program Pascasarjana Ilmu Ekonomi FEM IPB.
40