ANALISIS DAYA SAING PENGUSAHAAN KOMODITI LADA PUTIH (Muntok White Pepper) (Kasus di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung)
Oleh: SUDARLIN A14105609
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN
SUDARLIN. Analisis Daya Saing Pengusahaan Komoditi Lada Putih (Muntok White Pepper) (Kasus di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung). Di Bawah Bimbingan NETTI TINAPRILLA. Pengembangan usaha perkebunan merupakan bagian dari pembangunan pertanian, dikembangkan searah dengan sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing tinggi, berkerakyatan, berkeadilan, berkelanjutan dan terdesentralisasi. Salah satu pengembangan usaha agribisnis perkebunan di Indonesia adalah usaha agribisnis perkebunan lada. Lada (Piper nigrum L.) merupakan salah satu komoditi perkebunan yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian disamping komoditas perkebunan lainnya, baik sebagai sumber devisa maupun sumber mata pencaharian rakyat. Volume dan nilai ekspor lada Indonesia setiap tahunnya mengalami fluktuasi, baik untuk lada hitam maupun lada putih. Khusus untuk ekspor lada putih dalam perkembangannya pada akhir-akhir ini ada tendensi terjadi penurunan volume dan nilai ekspor. Volume ekspor lada putih Indonesia selama kurun waktu lima tahun terakhir (2002-2006) telah terjadi penurunan rata-rata sebesar 16,8 persen/tahun, sedangkan nilai ekspornya juga mengalami penurunan yaitu ratarata 3,6 persen/tahun. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan penghasil dan pengekspor utama komoditi lada putih di Indonesia dengan potensi Rp 129 miliar /tahun. Kontribusi Bangka Belitung terhadap volume ekspor lada putih Indonesia sangat dominan sekali yakni sebesar 80 persen. Beberapa daerah yang menjadi pusat penyebaran tanaman lada di Bangka Belitung diantaranya Kabupaten Bangka Selatan. Kabupaten ini memiliki produksi tertinggi dibandingkan kabupaten lainnya dengan tingkat produksi sebesar 4.955,28 ton/tahun dan produktivitas sebesar 0,81 ton/tahun. Berdasarkan potensi pengembangan komoditi lada putih di Kabupaten Bangka Selatan, terdapat beberapa daerah yang menjadi sentra produksi antara lain Kecamatan Airgegas dengan luas areal sebesar 5.716 hektar dan Kecamatan Payung yang memiliki luas areal 3.088 hektar serta Kecamatan Toboali dengan luas areal 2.328 hektar. Hambatan yang dihadapi petani lada putih di Bangka Belitung dalam mengusahakan komoditi ini adalah pengelolaan perkebunan lada yang masih diusahakan dalam bentuk perkebunan rakyat (bersifat tradisional), teknik budidaya yang belum intensif, terjadinya peralihan fungsi lahan perkebunan (konversi) dan kurangnya dukungan terhadap infrastruktur dan modal. Kecamatan Airgegas adalah sentra produksi lada putih terbesar di Kabupaten Bangka Selatan yang mempunyai potensi dan perlu mendapatkan perhatian dalam pengembangannya. Pengusahaan komoditi lada putih di kecamatan ini masih banyak dihadapkan pada berbagai permasalahan baik dari sisi pengelolaan maupun rendahnya mutu yang dihasilkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis 1) Daya saing (keunggulan komparatif dan kompetitif) terhadap pengusahaan komoditi lada putih di Kecamatan Airgegas, 2) Dampak kebijakan terhadap output dan input
pada pengusahaan komoditi lada putih dan 3) Sensitivitas hasil analisis daya saing pengusahaan komoditi lada putih terhadap perubahan output dan input. Penelitian dilakukan di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Bangka Belitung. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan sentra produksi lada putih di Bangka Belitung. Selain itu, sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai petani lada yang diyakini mengetahui secara jelas teknik pengusahaannya. Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2007. Metode analisis yang digunakan adalah Policy Analysis Matrix (PAM) dan analisis sensitivitas, sedangkan data diolah dengan perangkat lunak (software) Microsoft Excel dan Kalkulator. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengusahaan komoditi lada putih di Kecamatan Airgegas baik secara finansial maupun ekonomi sangat menguntungkan dengan nilai keuntungan privat dan sosial masing-masing lebih besar dari nol (positif) untuk setiap tahun produksi. Selain itu, pengusahaan komoditi tersebut juga memiliki daya saing (keunggulan kompetitif dan komparatif yang ditunjukkan oleh nilai PCR dan DRCR kurang dari satu untuk masing-masing tahun produksi. Keunggulan kompetitif dan komparatif tertinggi tercapai pada tahun ke-4 dengan nilai PCR dan DRCR yaitu sebesar 0,22 dan 0,18. Hal ini menandakan bahwa pengusahaan komoditi lada putih di Kecamatan Airgegas layak untuk dijalankan dan dikembangkan baik tanpa atau dengan adanya kebijakan pemerintah. Dampak kebijakan terhadap output ditunjukkan oleh nilai Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO), dengan nilai NPCO untuk masing-masing tahun produksi sama yakni kurang dari satu (NPCO < 1) sebesar 0,96. Artinya petani menerima harga lebih murah dari harga dunia, dimana harga jual lada putih di tingkat petani 4 persen lebih murah dari harga output yang seharusnya di terima. Sementara dampak kebijakan terhadap input dapat diidentifikasi dari nilai Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI), dengan nilai NPCI untuk setiap tahun produksinya kurang dari satu (NPCI < 1) yakni antara 0,77 sampai 0,81. Hal ini berarti bahwa harga input produksi yang dibayar petani lada lebih rendah 19 sampai 23 persen dari harga dunia terutama pada input pupuk. Kebijakan terhadap output dan input tradable apakah bersifat menghambat atau melindungi produksi lada putih domestik dapat dijelaskan dari nilai EPC. Hasil analisis memperlihatkan nilai EPC kurang dari satu (EPC < 1) untuk setiap tahun produksinya yakni sebesar 0,96 sampai 0,98. Nilai tersebut menunjukkan bahwa petani lada cenderung membayar harga input tradable dan menjual harga output tidak sesuai dengan harga yang seharusnya (harga sosial). Kondisi ini membuktikan bahwa secara simultan kebijakan pemerintah terhadap output – input tidak memberikan perlindungan yang efektif bagi petani lada untuk berproduksi. Berdasarkan analisis sensitivitas dengan perubahan tiga variabel yakni penurunan harga output sebesar 35 persen, peningkatan harga input pupuk dan harga sewa lahan masing-masing sebesar 15 persen dan 75 persen menunjukkan bahwa pengusahaan komoditi lada putih di Kecamatan Airgegas memiliki daya saing dan layak untuk diusahakan. Penurunan harga output sebesar 35 persen lebih sensitif terhadap melemahnya tingkat daya saing pengusahaan komoditi lada putih.
ANALISIS DAYA SAING PENGUSAHAAN KOMODITI LADA PUTIH (Muntok White Pepper) (Kasus di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung)
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: SUDARLIN A14105609
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul
: Analisis Daya Saing Pengusahaan Komoditi Lada Putih (Muntok White Pepper) (Kasus di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung)
Nama
: Sudarlin
NRP
: A14105609
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Netti Tinaprilla, MM NIP. 132 133 965
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus Ujian : 09 Mei 2008
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS DAYA SAING PENGUSAHAAN KOMODITI LADA PUTIH (MUNTOK WHITE PEPPER) KASUS DI KECAMATAN AIRGEGAS, KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG” ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA MANAPUN. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR – BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN – BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Mei 2008
SUDARLIN A14105609
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Bencah, Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan (Bangka Belitung) pada tanggal 20 Maret 1984 sebagai anak ke dua dari lima bersaudara yang berasal dari keluarga Bapak Munir dan Ibu Kartini. Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri 224 Bencah pada tahun 1996, SLTP Negeri 3 Toboali pada tahun 1999 dan SMU Negeri 1 Pangkalpinang pada tahun 2002. Sejak tahun 2002, penulis tercatat sebagai mahasiswa D3 Agribisnis Program
Studi
Manajemen
Agribisnis,
Fakultas
Pertanian,
Universitas
Padjadjaran dan lulus pada tahun 2005. Pada akhir tahun 2005 diterima menjadi mahasiswa Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim Alhamdulillahirabbill alamin, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya dengan judul Analisis Daya Saing Pengusahaan Komoditi Lada Putih (Muntok White Pepper) Kasus di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung . Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, itu semua karena kealfaan dan kedloifan penulis, kebenaran datangnya hanya dari Allah SWT. Saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi para pembaca pada umumnya, Amin.
Bogor, Mei 2008
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Di antara sekian banyak orang yang begitu memberikan andil dalam penulisan skripsi ini, saya beruntung berjumpa dengan orang-orang baik yang bersedia membagi waktu dan pengetahuannya. Bagaimana mereka membimbing saya melewati hari-hari sebagai mahasiswa dan manusia biasa dalam liku-liku perpustakaan dan dalam arti kehidupan itu sendiri. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang seyogianya ditujukan kepada: 1. Bapak dan Mak yang selalu memberiku dukungan, doa dan semangatnya baik moril maupun materi, juga ucapan terima kasih kepada Ayuk Ira, adik-adikku dan segenap keluarga di Bangka. 2. Dr. Ir. H. Sri Hartoyo, MS atas bimbingan dan masukan selama proses penyusunan skripsi. 3. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen pembimbing yang telah membantu dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Tanti Novianti, SP, MSi selaku dosen evaluator kolokium yang telah memberikan masukan terhadap proposal penelitian. 5. Muhammad Firdaus, SP, MSi, PhD selaku dosen penguji utama yang memberikan banyak masukan untuk perbaikan pada skripsi ini. 6. Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen penguji komisi pendidikan (komdik) atas masukan dan saran-sarannya. 7. Muhammad Erfan, selaku pembahas pada seminar hasil penelitian yang telah memberikan masukan atas skripsi ini.
8. Tino, SP selaku Kepala Unit Pelaksana Teknis (KUPT) Pertanian Kecamatan Airgegas atas informasi, kerjasama dan arahannya dalam pengumpulan data primer. 9. M. Yusuf, SP selaku Kepala Bagian (KABAG) Produksi dan Hotrikultura Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bangka Selatan atas bantuan penyediaan datanya. 10. Seluruh staf dan pengajar Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis atas pelayanan dan transfer ilmunya. 11. Tonies mantan Ketua Asosiasi Eksportir Lada Indonesia (AELI) Cabang Pangkalpinang atas bantuan informasinya. 12. Adek Lili dan Mamak atas doa dan motivasi (semangat) yang tiada hentinya. 13. Ikhwana di Keluarga Muslim (KAMUS) Ekstensi Rudi, Bona, Topan, Restu, Kiki, Ndah, Rohela dan Halimatus atas doa dan motivasinya. 14. Teman-teman dari MANAGRIS 2002 UNPAD Eko R. Priyadi, Nanang Nurhayudi, Nisa Sofiani, Ebrinedy dan Iwan Jumaidi atas dukungan dan semangatnya. 15. Teman-teman seperjuangan Baim, Pak Riki, Darsono, Fajar, Bang Denni, Dedi, Ubay, Jam’an, Wawan dan lain-lainnnya yang pada kesempatan ini tidak memungkinkan untuk disebutkan satu persatu yang telah turut serta membantu demi selesainya skripsi ini. 16. Rekan-rekan mahasiswa/i Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis khususnya angkatan 13 dan 14 tetap semangat dan terus berjuang.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................ DAFTAR GAMBAR .................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ I.
II.
iii iv v
PENDAHULUAN.................................................................................
1
1.1. 1.2. 1.3. 1.4.
1 6 9 9
Latar Belakang ............................................................................... Perumusan Masalah ........................................................................ Tujuan Penelitian............................................................................ Manfaat Penelitian ..........................................................................
TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................
10
2.1. 2.2. 2.3. 2.4.
Sejarah dan Gambaran Umum Komoditi Lada .............................. Kebijakan Pemerintah Terhadap Perdagangan Lada........................ Kebijakan Pemerintah Terhadap Input ............................................ Tinjauan Penelitian Terdahulu ........................................................ 2.4.1. Studi Tentang Komoditi Lada ............................................... 2.4.2. Studi Tentang Daya Saing .....................................................
10 13 13 14 14 15
III. KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................
19
3.1. Kerangka Teoritis ........................................................................... 3.1.1. Keunggulan Komparatif ........................................................ 3.1.2. Keunggulan Kompetitif......................................................... 3.2. Dampak Kebijakan Pemerintah....................................................... 3.2.1. Kebijakan Terhadap Output .................................................. 3.2.2. Kebijakan Terhadap Input ..................................................... 3.2.2.1. Kebijakan Terhadap Input Tradable ......................... 3.2.2.2. Kebijakan Terhadap Input Non Tradable .................. 3.3. Matrik Analisis Kebijakan (PAM) .................................................. 3.4. Analisis Sensitivitas........................................................................ 3.5. Kerangka Pemikiran Operasional ....................................................
19 20 22 23 23 24 25 26 27 33 34
IV. METODE PENELITIAN.....................................................................
37
4.1. 4.2. 4.3. 4.4. 4.5. 4.6. 4.7.
Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... Jenis dan Sumber Data ................................................................... Metode Pengumpulan Data ............................................................. Analisis Data .................................................................................. Metode Pengalokasian Komponen Biaya Domestik dan Asing ....... Alokasi Biaya Tataniaga ................................................................. Penentuan Harga Bayangan Input dan Output ................................. 4.7.1. Harga Bayangan Output ........................................................ 4.7.2. Harga Bayangan Input .......................................................... 4.8. Analisis Sensitivitas........................................................................
37 37 37 38 39 40 41 41 42 46
V.
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN .................................
48
5.1. Letak dan Kondisi Geografis Kecamatan Airgegas ......................... 5.2. Mekanisme Pemasaran Komoditi Lada Putih di Kecamatan Airgegas ......................................................................................... 5.3. Karakteristik Petani Responden ......................................................
48 50 52
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................
54
6.1. Kondisi Usahatani Perkebunan Lada di Kecamatan Airgegas.......... 6.2. Komponen Biaya dan Penerimaan Pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih ...................................................................................... 6.3. Analisis Daya Saing Pengusahaan Komoditi Lada Putih ................. 6.3.1. Analisis Keuntungan Privat dan Sosial .................................. 6.3.2. Analisis Keunggulan Kompetitif dan Komparatif .................. 6.3.3. Dampak Kebijakan Pemerintah ............................................. 6.4. Analisis Sensitivitas Terhadap Daya Saing Pengusahaan Komoditi Lada Putih ......................................................................
54
VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI .............................................
70
7.1. Kesimpulan .................................................................................... 7.2. Rekomendasi ..................................................................................
70 71
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
73
LAMPIRAN .................................................................................................
75
58 59 57 62 65 67
DAFTAR TABEL
Nomor
Teks
Halaman
1. Neraca dan Jumlah Produksi Lada Dunia, Tahun 2002-2006 (Ton) ......... 2.
2
Perkembangan Ekspor Lada Putih Bangka Belitung dan Indonesia, Tahun 2002-2006 ....................................................................................
4
Perkembangan Luas Areal dan Produksi Lada Bangka Belitung dan Indonesia, Tahun 2002-2006 ...................................................................
4
4.
Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu ........................................................
18
5.
Martik Analisis Kebijakan (PAM) ...........................................................
28
6.
Jumlah dan Luas Desa/Kelurahan di Kecamatan Airgegas, Tahun 2006 ..
49
7.
Karakteristik Petani Responden Pengusahaan Komoditi Lada Putih di Kecamatan Airgegas, Tahun 2007 ..........................................................
52
Input-Output Lada Putih Menurut Umur Berdasarkan Harga Privat/ Finansial di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, Tahun 2006/2007 (Rp/Ha) .......................................................................
56
Input-Output Lada Putih Menurut Umur Berdasarkan Harga Sosial/ Ekonomi di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, Tahun 2006/2007 (Rp/Ha) .......................................................................
57
10. Hasil Matrik Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-3, ke-4, ke-5, ke-6, dan ke-7 di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, Tahun 2007 (Rp/Ha) ....................
59
11. Keunggulan Kompetitif dan Komparatif pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, Tahun 2007 .............................................................................................
62
12. Dampak Kebijakan dan Kegagalan Pasar pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih di Kecamatan Airgegas Kabupaten Bangka Selatan, Tahun 2007 .............................................................................................
64
13. Analisis Sensitivitas Terhadap Daya Saing Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-3, ke-4, ke-5, ke-6, dan ke-7 di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, Tahun 2007..................................
66
3.
8.
9.
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Teks
Halaman
1. Kurva Total Keuntungan Bersih ...............................................................
20
2. Dampak Subsidi Negatif pada Produsen Barang Ekspor ...........................
23
3. Pajak dan Subsidi pada Input Tradable.....................................................
24
4. Dampak Pajak dan Subsidi pada Input Non Tradable ...............................
26
5. Kerangka Pemikiran Operasional ............................................................
34
6. Alur Pemasaran Lada Putih di Kecamatan Airgegas .................................
51
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Teks
Halaman
4. Tabel Neraca Ekspor Beberapa Komoditi Primer Perkebunan Indonesia, Tahun 2004-2006 .....................................................................................
75
5. Diagram Alir Proses Pengolahan Lada Hitam dan Lada Putih ..................
76
6. Porsentase Alokasi Biaya Input dan Output dalam Komponen Domestik dan Asing .................................................................................................
77
7. Perhitungan Standard Convertion Factor dan Shadow Price Exchange Rate Tahun 2001-2006 (Miliar Rupiah) ....................................................
78
5. Peta Daerah Kabupaten Bangka Selatan ...................................................
79
6. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Lada Putih pada Tahun ke-3 di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) ..............................................................................
80
7. Matrik Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-3 di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) ...........................................................................................
80
8. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Lada Putih pada Tahun ke-4 di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) ..............................................................................
81
9. Matrik Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-4 di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) ...........................................................................................
81
10. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Lada Putih pada Tahun ke-5 di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) ..............................................................................
82
11. Matrik Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-5 di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) ...........................................................................................
82
12. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Lada Putih pada Tahun ke-6 di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) ..............................................................................
83
13. Matrik Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-6 di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) ............................................................................................ 83 14. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Lada Putih pada Tahun ke-7 di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) ..............................................................................
84
15. Matrik Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-7 di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) ...........................................................................................
84
16. PAM Periode Banyak Bujet Privat Pengusahaan Komoditi Lada Putih di Kecamatan Airgegas (Rp/Ha) ...............................................................
85
17. PAM Periode Banyak Bujet Sosial Pengusahaan Komoditi Lada Putih di Kecamatan Airgegas (Rp/Ha) ...............................................................
85
18. PAM Periode Banyak Pengusahaan Komoditi Lada Putih Siklus Tanaman 7 Tahun di Kecamatan Airgegas (Rp/Ha) ..................................
85
19. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Lada Putih pada Tahun ke-3 bila Harga Output Turun Sebesar 35 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) ..............
86
20. Matrik Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-3 bila Harga Output Turun Sebesar 35 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha)..............
86
21. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Lada Putih pada Tahun ke-4 bila Harga Output Turun Sebesar 35 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) ..............
87
22. Matrik Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-4 bila Harga Output Turun Sebesar 35 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha)..............
87
23. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani lada Putih pada Tahun Ke-5 bila Harga Output Turun Sebesar 35 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) ..............
88
24. Matrik Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-5 bila Harga Output Turun Sebesar 35 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha)..............
88
25. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Lada Putih pada Tahun ke-6 bila Harga Output Turun Sebesar 35 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) ..............
89
26. Matrik Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-6 bila Harga Output Turun Sebesar 35 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha)..............
89
27. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Lada Putih pada Tahun ke-7 bila Harga Output Turun Sebesar 35 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha)..............
90
28. Matrik Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-7 bila Harga Output Turun Sebesar 35 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha)..............
90
29. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Lada Putih pada Tahun ke-3 bila Harga Input Pupuk Naik Sebesar 15 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) ....................................................................................................
91
30. Matrik Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-3 bila Harga Input Naik Sebesar 15 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha)..............
91
31. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Lada Putih pada Tahun ke-4 bila Harga Input Pupuk Naik Sebesar 15 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) ....................................................................................................
92
32. Matrik Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-4 bila Harga Input Naik Sebesar 15 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha)..............
92
33. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Lada Putih pada Tahun ke-5 bila Harga Input Pupuk Naik Sebesar 15 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) ....................................................................................................
93
34. Matrik Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-5 bila Harga Input Naik Sebesar 15 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha)..............
93
35. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Lada Putih pada Tahun ke-6 bila Harga Input Pupuk Naik Sebesar 15 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) ....................................................................................................
94
36. Matrik Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-6 bila Harga Input Naik Sebesar 15 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha)..............
94
37. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Lada Putih pada Tahun ke-7 bila Harga Input Pupuk Naik Sebesar 15 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) .....................................................................................................
95
38. Matrik Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-7 bila Harga Input Naik Sebesar 15 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha)..............
95
39. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Lada Putih pada Tahun ke-3 bila Harga Sewa Lahan Naik Sebesar 75 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) .....................................................................................................
96
40. Matrik Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-3 bila Harga Sewa Lahan Naik Sebesar 75 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha)..............
96
41. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Lada Putih pada Tahun ke-4 bila Harga Sewa Lahan Naik Sebesar 75 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) .....................................................................................................
97
42. Matrik Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-4 bila Harga Sewa Lahan Naik Sebesar 75 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha)..............
97
43. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Lada Putih pada Tahun ke-5 bila Harga Sewa Lahan Naik Sebesar 75 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) .....................................................................................................
98
44. Matrik Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-5 bila Harga Sewa Lahan Naik Sebesar 75 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha)..............
98
45. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Lada Putih pada Tahun ke-6 bila Harga Sewa Lahan Naik Sebesar 75 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) .....................................................................................................
99
46. Matrik Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-6 bila Harga Sewa Lahan Naik Sebesar 75 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha)..............
99
47. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Lada Putih pada Tahun ke-7 bila Harga Sewa Lahan Naik Sebesar 75 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) .................................................................................................... 100 48. Matrik Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-7 bila Harga Sewa Lahan Naik Sebesar 75 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha)............
100
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pengembangan usaha perkebunan merupakan bagian dari pembangunan pertanian, dikembangkan searah dengan sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing tinggi, berkerakyatan, berkeadilan, berkelanjutan dan terdesentralisasi.1 Salah satu pengembangan usaha agribisnis perkebunan di Indonesia adalah usaha agribisnis perkebunan lada. Lada (Piper nigrum L.) merupakan salah satu komoditi perkebunan yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian disamping komoditas perkebunan lainnya, baik sebagai sumber devisa maupun sumber mata pencaharian rakyat. Disamping itu, pemanfaatan lada dewasa ini juga tidak terbatas hanya sebagai bumbu penyedap masakan dan penghangat tubuh, tetapi telah berkembang untuk berbagai kebutuhan industri, misalnya industri makanan, industri farmasi dan industri kosmetik (Soca, 2005). Dengan demikian, komoditi lada memiliki peluang yang strategis untuk tetap dikembangkan. Kontribusi ekspor komoditi lada terhadap total ekspor perkebunan memang tidak terlalu besar. Walaupun demikian, kontribusi tersebut sangat berarti bagi peningkatan pendapatan ekspor hasil perkebunan secara nasional. Kontibusi devisa yang diberikan oleh komoditi lada menduduki urutan ke delapan dalam sub sektor primer perkebunan yaitu setelah komoditi kelapa sawit, karet, kakao, kelapa, kopi, teh dan tembakau dengan nilai ekspor rata-rata selama tahun 2004 sampai 2006 adalah sebesar 55.526 ribu dollar/tahun (Lampiran 1).
1
Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. Departemen Pertanian, http://www.deptan.go.id.
2
Permintaan dunia terhadap komoditi lada setiap tahunnya berkisar antara 250.000 - 300.000 ton (International Pepper Community, 2007). Produksi lada dunia berasal dari Negara Vietnam, Indonesia, Brazilia, India dan Malaysia. Tingkat produksi lada dunia yang dihasilkan oleh masing-masing negara penghasil utama dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Negara dan Jumlah Produksi Lada Dunia, Tahun 2002-2006 (Ton) Negara
Tahun
2002 78.155 66.181 37.531 24.914 22.642
2003 74.600 80.740 37.730 17.787 19.348
2004 85.000 55.008 40.000 24.800 16.900
2005 Vietnam 95.000 Indonesia 55.328 Brazilia 44.500 India 50.700 Malaysia 19.100 Sumber: International Pepper Community, 2007 (diolah)
2006 105.000 46.686 48.000 70.300 19.270
Rata-rata 87.551 60.789 41.552 37.700 19.452
Direktorat Jenderal Perkebunan RI, 2007
Apabila dilihat (Tabel 1) dari besaran produksi, negara pesaing utama Indonesia adalah Vietnam, India, dan Brazilia. Vietnam merupakan penghasil terbesar dengan produksi rata-rata (2002-2006) sebesar 87.551 ton/tahun dan terus mengalami kenaikan produksi yang besar setiap tahunnya. Indonesia yang menempati posisi kedua setelah Vietnam dengan tingkat produksi rata-rata selama tahun 2002-2006 yakni sebesar 69.789 ton/tahun cenderung berfluktuatif dalam produksinya dengan trend yang menurun. Sebaliknya pada kurun waktu tersebut, Brazilia dan India mengalami kenaikan produksi yang terus berlanjut secara konsisten dengan tingkat produksi rata-rata 41.552 ton/tahun dan 37.700 ton/tahun. Malaysia yang produksinya masih jauh di bawah Indonesia merupakan negara pendatang baru di percaturan lada dunia dan akan menjadi pesaing baru di masa-masa yang akan datang. Hal ini ditunjukkan oleh peningkatan produksinya sepanjang tahun 2002-2006 yaitu rata-rata sebesar 19.452 ton/tahun.
3
Tanaman lada adalah tanaman tropis dataran rendah yang dapat dikembangkan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Menurut data dari Departemen Pertanian (2007), sentra produksi lada nasional meliputi Lampung, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan. Lada putih (muntok white pepper) sebagian besar dihasilkan di Bangka Belitung, sedangkan untuk lada hitam (lampong black pepper) sentra produksinya di Lampung. Volume dan nilai ekspor lada Indonesia setiap tahunnya mengalami fluktuasi, baik untuk lada hitam maupun lada putih. Khusus untuk ekspor lada putih dalam perkembangannya pada akhir-akhir ini ada tendensi terjadi penurunan volume dan nilai ekspor. Volume ekspor lada putih Indonesia selama kurun waktu lima tahun terakhir (2002-2006) telah terjadi penurunan rata-rata sebesar 16,8 persen/tahun, sedangkan nilai ekspornya juga mengalami penurunan yaitu ratarata 3,6 persen/tahun. Lada putih Indonesia di pasar dunia yang lebih dikenal dengan muntok white pepper menghadapi persaingan dari Negara Malaysia, Vietnam dan Brazilia.2 Ekspor lada putih Indonesia pada tahun 2006 sebagian besar ditujukan ke Negara Amerika Serikat (7%), Belanda (5%), Jepang (13%) dan Singapura (56%) (BPS, 2007). Sementara itu, kebutuhan dunia terhadap komoditi lada putih diperkirakan mencapai 60-70 ribu ton/tahun (International Pepper Community, 2007). Provinsi
Kepulauan
Bangka
Belitung
merupakan
penghasil
dan
pengekspor utama komoditi lada putih di Indonesia dengan potensi Rp 129 miliar
2
Sepinya Gaung Lada Bangka. Bangkapos, http://www.bangkapos.com. 09 Maret 2006
4
/tahun.3 Disamping itu, kontribusi lada putih Bangka Belitung terhadap volume ekspor lada putih Indonesia sangat dominan sekali yakni sebesar 80 persen. Sebagai gambaran perkembangan ekspor lada putih dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perkembangan Ekspor Lada Putih Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Indonesia, Tahun 2002 - 2006
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 Rata-rata (%)
Ekspor Lada Putih Bangka Belitung Indonesia Volume Nilai Volume Nilai (Ton) (000 US$) (Ton) (000 US$) 38.657 54.607 41.343 58.970 20.773 46.729 24.607 54.711 9.309 20.811 13.760 29.651 11.855 26.278 16.227 34.651 8.611 22.539 15.045 40.928 17.841 34.193 22.196 43.782 (80) (78) (100) (100)
Sumber: Badan Pusat Statistika (BPS), 2007 (diolah)
Produksi lada putih Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dihasilkan dari perkebunan rakyat yang umumnya diusahakan secara monokultur. Berdasarkan data dari Dirjen Perkebunan (2007), sampai saat ini Bangka Belitung merupakan provinsi yang memiliki areal lada terluas kedua di Indonesia setelah Provinsi Lampung. Tabel 3. Perkembangan Luas Areal dan Produksi Lada Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Indonesia, Tahun 2002-2006 Tahun 2002 2003 2004 2005 2006
Bangka Belitung Luas Areal Produksi (Ha) (Ton) 63.957 32.165 60.752 31.566 45.797 22.140 41.834 18.273 40.721 16.292
Indonesia Luas Areal Produksi (Ha) (Ton) 204.068 66.181 204.364 80.740 201.484 55.008 191.992 55.328 191.369 46.686
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan RI, 2007
3
Kabupaten Bangka. Kompas, http://www.kompas.com. 30 Agustus 2002
5
Tabel 3 menunjukkan bahwa luas areal dan produksi lada yang ada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung maupun Indonesia tidak mengalami perkembangan yang berarti. Bahkan untuk Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah terjadi penurunan luas areal dan produksi yang sangat signifikan. Pada tahun 2002 luas areal tanaman lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah 63.957 hektar dengan produksi sebanyak 32.165 ton, tetapi pada tahun 2006 luas areal lada hanya 40.721 hektar dengan produksi 16.292 ton dan produktivitas dari 1,1 ton/ha menjadi 0,78 ton/ha. Hal ini menunjukkan bahwa ada persoalan bagi pengembangan komoditas tersebut walaupun masih tersedia lahan untuk pengembangannya. Didukung oleh kondisi daerah dan agroklimat yang cocok untuk tanaman lada menjadikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki potensi dalam pengembangan komoditi lada putih. Daerah yang menjadi pusat penyebaran tanaman lada di Bangka Belitung diantaranya Kabupaten Bangka Selatan. Kabupaten ini memiliki produksi tertinggi dibandingkan kabupaten lainnya di Bangka Belitung dengan tingkat produksi sebesar 4.955,28 ton/tahun dan produktivitas sebesar 0,81 ton/tahun. Dalam pengusahaan komoditi lada putih, petani lada di Kabupaten Bangka Selatan tentunya tidak terlepas dari adanya hambatan-hambatan diantaranya adalah pengelolaan dan teknik budidaya perkebunan lada yang masih diusahakan dalam bentuk perkebunan rakyat (bersifat tradisional), sehingga berdampak pada rendahnya kuantitas dan produktivitas lada putih yang dihasilkan. Pengolahan hasil yang belum intensif menyebabkan sebagian besar lada putih yang dihasilkan masih memiliki mutu/kualitas yang rendah. Terjadinya pengalihan fungsi lahan
6
(konversi) sehingga menyebabkan terjadinya penurunan produksi. Selain itu, kurangnya dukungan terhadap infrastruktur dan modal telah menyebabkan pengembangan perkebunan lada berjalan sangat lambat, bahkan cenderung mengalami penurunan. Menghadapi perdagangan bebas yang semakin terbuka dan kompetitif, mengharuskan produk-produk hasil perkebunan memiliki keunggulan terutama pada kualitas produk dan efisiensi produksi. Oleh karena itu, pengembangan usaha perkebunan khususnya komoditi lada putih yang berbasis keunggulan komparatif dan kompetitif harus dilakukan, dengan tetap mengembangkan dan mempertahankan usaha yang ada, sehingga menghasilkan komoditi tersebut yang dapat bersaing di pasar internasional.
1.2. Perumusan Masalah Sentra pengembangan komoditi lada putih di Kabupaten Bangka Selatan terdapat di beberapa daerah antara lain di Kecamatan Airgegas, Kecamatan Payung dan Kecamatan Toboali. Masing-masing kecamatan tersebut secara berturut-turut memiliki luas areal sebesar 5.716 hektar, 3.088 hektar dan 2.328 hektar dari luas areal total tanaman lada yang ada di Kabupaten Bangka Selatan. Pengusahaan komoditi lada putih di masing-masing kecamatan tersebut masih dikelola dalam bentuk perkebunan rakyat yang umumnya dicirikan oleh kualitas dan hasil/produktivitas yang rendah terutama karena kurangnya modal untuk memelihara tanaman dengan baik, rendahnya peggunaan bibit yang bermutu dan terjadinya pengalihan fungsi areal (konversi) yang sangat tinggi dari areal perkebunan menjadi areal pertambangan timah.
7
Kecamatan Airgegas adalah sentra produksi lada putih terbesar di Kabupaten Bangka Selatan yang mempunyai potensi dan perlu mendapatkan perhatian dalam pengembangannya. Hal ini penting mengingat lada putih merupakan komoditi andalan bagi kecamatan tersebut dan merupakan sumber pendapatan keluarga petani. Selain itu, kecamatan ini memiliki agroekosistem yang optimal untuk pengusahaan komoditi lada putih. Keadaan ini mengharuskan pengusahaan komoditi tersebut mengarah pada usaha peningkatan hasil dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada secara optimal. Akan tetapi, hal yang perlu diketahui bahwa pengusahaan komoditi lada putih di kecamatan ini masih banyak dihadapkan pada berbagai permasalahan baik dari sisi pengelolaan, rendahnya mutu yang dihasilkan dan penurunan tingkat produksi. Pengelolaan dan teknik budidaya perkebunan lada putih di kecamatan Airgegas masih bersifat tradisional, sehingga memerlukan waktu yang cukup lama dan tenaga kerja yang besar dalam pengusahaannya. Rendahnya mutu yang dihasilkan di kecamatan tersebut merupakan dampak dari pengolahan hasil yang belum intensif, dimana buah lada dirontokkan dengan cara diinjak atau menggunakan tangan, kemudian direndam dengan menggunakan air kolong. Kualitas air yang kurang memadai menyebabkan aroma khas lada putih kurang tajam dan masih mengandung lada hitam. Penurunan tingkat produksi yang terjadi di Kecamatan Airgegas diakibatkan oleh alih profesi petani ke pertambangan dengan mengkonversi areal perkebunan yang dimiliki ke areal pertambangan timah (tambang inkonvensioanl), hal ini telah berdampak pada semakin menyempitnya areal untuk pengusahaan komoditi lada putih. Kondisi tersebut telah berpengaruh terhadap tingkat daya saing komoditi lada putih yang dimiliki
8
Kecamatan Airgegas, sehingga diperlukan upaya nyata untuk mengatasi permasalahan tersebut. Pemerintah
melalui
Departemen
Pertanian
telah
mengupayakan
pencapaian standar mutu hasil lada dengan menerbitkan standar mutu lada putih yaitu SNI 01-0004-1995. Selain itu, Departemen Pertanian telah membuat kebijakan untuk mendukung pengembangan lada sampai tahun 2010. Kebijakan tersebut antara lain yaitu peningkatan produktivitas dan mutu, pemberdayaan petani, pemantapan kelembagaan, fasilitasi dukungan penyediaan dana dan pengembangan industri hilir dan peningkatan nilai tambah. Adanya kebijakan tersebut telah mendorong pemerintah daerah di Kabupaten Bangka Selatan melakukan perbaikan terhadap pengelolaan perkebunan lada, sebagai upaya untuk meningkatkan efisiensi produksi maupun kualitas lada putih. Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya, maka dalam penelitian ini yang menjadi permasalahan adalah: 1. Bagaimana kondisi daya saing pengusahaan komoditi lada putih di Kecamatan Airgegas? 2. Bagaimana dampak kebijakan pemerintah selama ini terhadap output dan input dalam pengusahaan komoditi lada putih di Kecamatan Airgegas? 3. Bagaimana pengaruh perubahan output dan input berdasarkan analisis sensitivitas terhadap daya saing pengusahaan komoditi lada putih di Kecamatan Airgegas?
9
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis daya saing (keunggulan komparatif dan kompetitif) terhadap pengusahaan komoditi lada putih di Kecamatan Airgegas. 2. Menganalisis dampak kebijakan terhadap output dan input pada pengusahaan komoditi lada putih. 3. Menganalisis sensitivitas hasil analisis daya saing pengusahaan komoditi lada putih terhadap perubahan output dan input.
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan berguna untuk: 1. Bagi petani lada sebagai tambahan informasi tentang kondisi aktual pengelolaan lada dan mengetahui seberapa besar peran dari kebijakan pemerintah berpengaruh terhadap pengusahaan komoditi lada putih. 2. Bagi civitas akademika berguna untuk menambah pengetahuan ataupun sebagai bahan rujukan dalam melakukan penelitian selanjutnya. 3. Bagi pemerintah daerah dan instansi terkait bermanfaat sebagai bahan evaluasi dan masukkan terhadap kebijakan yang akan datang dalam upaya meningkatkan pengusahaan komoditi lada.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah dan Gambaran Umum Komoditi Lada Lada merupakan tanaman perkebunan yang telah lama dikembangkan oleh masyarakat Indonesia sejak sebelum merdeka. Tanaman ini berasal dari daerah Ghat Barat India, buktinya pada tahun 100-600 SM, banyak koloni Hindu yang datang ke Indonesia dan mereka inilah yang membawa bibit lada kali pertama. Pada abad ke-16 lada dikembangkan dalam skala kecil di Pulau Jawa dan baru di awal abad ke-18 lada mulai diusahakan secara besar-besaran dengan daerah pengembangan perkebunan di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Perkembangan dewasa ini menunjukkan bahwa tanaman lada dapat ditemukan di sebagian besar propinsi di Indonesia (Suwarto, 2002). Klasifikasi dari tanaman lada adalah sebagai berikut: Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Angiospermae
Sub kelas : Dicotyledoneae Ordo
: Piperales
Famili
: Piperceae
Genus
: Piper
Spesies
: Piper nigrum L. Varietas lada yang tersebar di Indonesia sampai saat ini tidak kurang dari
50 jenis varietas, diantaranya adalah Varietas Cunuk, Jambi, Lampung Daun Lebar, Bangka, Kuching dan Lampung Daun Kecil. Varietas yang banyak ditanam oleh petani adalah Varietas Lampung Daun Lebar, karena varietas ini lebih banyak menghasilkan buah bila dibandingkan dengan varietas-varietas lainnya.
11
Berdasarkan hasil penelitian dari Balittro Bogor ternyata ada 4 varietas lada unggul, yaitu: a. Natar I Jenis ini mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap penyakit busuk pangkal batang (BPB) dan penggerek batang (Lophobaris Piperis). Tanaman mulai berbunga pada umur 10 bulan dengan potensi hasil 3,7 ton/hektar, lebih cepat menghasilkan buah dan buahnya besar. b. Natar II Tanaman lada jenis ini memiliki akar yang kuat, mulai berbunga pada umur 12 bulan. Jenis ini hanya memerlukan sedikit perlindungan dari pohon pelindung, serta produksi yang diperoleh mencapai 3,52 ton/hektar. c. Petaling I Tanaman tahan terhadap penyakit kuning dan dapat ditanam di daerah yang kurang subur. Tanaman mulai berbunga pada usia 10 bulan dengan produksi yang dihasilkan sebesar 4,48 ton/hektar. d. Petaling II Tanaman mulai berbunga pada umur 12 bulan dengan hasil produksi sebesar 4,5 ton/hektar, jenis petaling II ini tidak tahan terhadap penyakit kuning. Lada merupakan tanaman tropis dataran rendah yang dapat dibudidayakan dengan baik pada ketinggian kurang dari 500 m di atas permukaan laut (dpl). Suhu optimal untuk tanaman lada berkisar antara 20-34 o C dengan curah hujan yang dikehendaki 2000-3000 mm/tahun dan kelembaban untuk pertumbuhan optimal 60-80 persen. Tumbuh pada jenis tanah podzolik, andosol, latosol,
12
grumosol dan regosol yang memiliki tingkat kesuburan dan drainase yang baik seperti tanah liat berpasir dengan kisaran PH 5,5-5,8 (Suwarto, 2002). Perbanyakan tanaman lada dapat dilakukan secara generatif dan vegetatif. Perbanyakan secara generatif dilakukan dengan biji, sedangkan secara vegetatif dengan stek batang. Cara yang paling praktis dan efisien untuk perbanyakan bibit lada adalah stek batang. Hal ini karena bibit yang dihasilkan dari biji memiliki daya kecambah rendah, cepat menurun dan tidak dapat dipastikan sifatnya. Petani lebih menyukai bibit yang dihasilkan secara vegetatif karena lebih cepat berbuah dan mempunyai sifat seperti induknya. Berdasarkan perbedaan waktu pemetikan dan proses pengolahannya, produksi lada Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis yaitu lada putih dan lada hitam. Lada putih (white pepper) adalah buah lada yang dipetik saat matang penuh dan dikeringkan setelah melalui proses perendaman dan pengupasan, sedangkan lada hitam (black pepper) adalah buah lada yang dipetik saat matang petik (kulit masih hijau) dan dikeringkan bersama kulitnya tanpa proses perendaman terlebih dahulu (Lampiran 2). Lada merupakan produk tertua dan terpenting dari produk rempah-rempah yang diperdagangkan di dunia. Sebagian rempah-rempah yang diperdagangkan di dunia adalah lada, sehingga lada memperoleh julukan rajanya rempah-rempah atau king of spice. Lada dan hasil olahannya memberikan aroma harum yang khas dan rasanya yang pedas sebagai akibat adanya zat piperine, puiperamin dan chavichine.
13
2.2. Kebijakan Pemerintah Terhadap Perdagangan Lada Kebijakan terhadap perdagangan lada khususnya lada putih yang dilakukan oleh pemerintah sampai saat ini belum ada, meskipun hanya berupa dukungan harga seperti harga minimum (harga dasar). Belum adanya kebijakan tersebut diduga karena lingkup dari perdagangan komoditi lada putih cukup luas mulai dari pasar lokal, domestik sampai pasar internasional/global. Oleh karena itu, hingga saat ini harga komoditi lada putih sepenuhnya ditentukan oleh mekanisme pasar tersebut. Untuk mendorong ekspor, komoditas lada putih tidak dikenakan pajak ekspor seperti yang diberlakukan pada ekspor CPO (Crude Palm Oil). Dewasa ini, arah kebijakan yang ingin ditempuh adalah mencapai stabilisasi harga pada tingkat yang menguntungkan. Untuk mencapai tujuan tersebut, saat ini tengah dilakukan berbagai kajian mengenai aturan baku terhadap perdagangan/transaksi komoditi lada putih diantaranya pembatasan produksi dan dibentuknya kantor pemasaran bersama.
2.3. Kebijakan Pemerintah Terhadap Input Pupuk dalam pengusahaan komoditi lada putih merupakan salah satu input yang memiliki peran penting untuk mendorong peningkatan produksi tanaman lada. Sampai saat ini, pemerintah telah memberlakukan kebijakan terhadap input pupuk dengan memberikan subsidi pada harga input tersebut. Kebijakan pemerintah tersebut tertuang dalam SK. Menperindag No.70/MPP/Kep/2/2003 yang berisi pola pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian dengan cara rayonisasi.
14
Memberikan kemudahan dalam memperoleh input pupuk dengan harga yang murah kepada petani adalah bentuk dari kebijakan pemerintah terhadap input tersebut. Pengusahaan tanaman lada yang ada di Kecamatan Airgegas mayoritas diusahakan oleh rakyat (perkebunan rakyat), sehingga dengan adanya subsidi terhadap input pupuk maka akan membantu petani dalam meringankan beban biaya untuk berproduksi.
2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu tentang komoditi lada dan analisis daya saing berdasarkan analisis keunggulan komparatif dan kompetitif dengan pendekatan Policy Analysis Matrix (PAM) sudah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Pada penjelasan di bawah ini akan diuraikan hasil-hasil penelitian terdahulu.
2.4.1 Studi Tentang Komoditi Lada Penelitian yang berkaitan dengan komoditi lada diantaranya dilakukan oleh Tanjung (1996) mengenai analisis perkembangan ekspor dan faktor-faktor yang mempengaruhi lada Indonesia. Metode analisis pada penelitian ini menggunakan Ordinary Least Squares (OLS) atau metode kuadrat terkecil. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ekspor lada Indonesia dipengaruhi oleh volume produksi tahun sebelumnya, luas areal, harga ekspor saat ini dan harga ekspor tahun sebelumnya yang bersifat inelastis, nilai tukar rupiah terhadap dollar serta kebijakan pemerintah. Nilai tukar dollar berpengaruh negatif terhadap volume ekspor, hal ini ditunjukkan dengan menurunnya volume ekspor akibat adanya kebijakan devaluasi mata uang oleh pemerintah.
15
Hasil analisis kelayakan finansial usaha tani lada dan pemasaran komoditi lada di Desa Giri Mulya oleh Wuriyanto (2002), menyimpulkan bahwa usaha tani lada desa tersebut dikelola secara non intensif dan ditumpang sarikan dengan berbagai tanaman lain sehingga produktivitas lada menjadi rendah. Selain itu, juga disebabkan oleh kondisi tanaman lada yang rata-rata sudah berusia tua dan seharusnya mulai diremajakan. Berdasarkan analisis kelayakan finansial usaha tani layak diusahakan pada tingkat diskonto 16 persen dan 18 persen. Sementara itu, analisis keragaan pasar memperlihatkan pasar lada yang terbentuk berstruktur oligopsoni dengan keterpaduan pasar yang tinggi. Tingginya keterpaduan pasar ini dikarenakan adanya hubungan (kartel) antara pedagang dengan ekspotir. Elizabeth (2003) melakukan penelitian tentang keragaan komoditas lada Indonesia dengan pendekatan analisis diskriptif. Hasil penelitiannya memberikan informasi bahwa tanaman lada yang ada di Indonesia lebih banyak diusahakan oleh petani dibandingkan perusahaan besar. Hal ini disebabkan oleh harga yang tidak bisa diprediksi, baik di dalam negeri mapun di luar negeri sehingga tidak bisa memprediksi berapa keuntungan atau pendapatan yang ditargetkan. Hasil penelitiannya juga menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang jelas antara volume produksi dengan harga dalam negeri.
2.4.2 Studi Tentang Daya Saing Penelitian mengenai daya saing dengan menggunakan alat analisis PAM dilakukan oleh Ariani et al, (2003) mengenai analisis daya saing usahatani tebu di Provinsi Jawa Timur. Hasil analisis Policy Analysis Matrix (PAM) menunjukkan bahwa usahatani tebu pada empat lokasi yaitu Malang, Jember, Kediri dan
16
Madiun di Provinsi Jawa Timur menguntungkan secara finansial dengan rata-rata keuntungan Rp 2,5 juta – 8 juta/hektar dan mempunyai keunggulan kompetitif. Namun sebaliknya secara ekonomi, kerugian dialami oleh petani di Madiun dan Kediri sebesar Rp 2 juta – Rp 4 juta/hektar dan tidak mempunyai keunggulan komparatif. Perbedaan tersebut terjadi disebabkan karena adanya distorsi pasar yang ditimbulkan oleh kebijakan pemerintah. Usahatani tebu di Madiun dan Kediri akan mempunyai keunggulan komparatif apabila produktivitas (rendemen) tebu meningkat sekitar 20 persen atau harga gula dunia menjadi 220 US$/ton. Malian et al, (2004) melakukan penelitian tentang permintaan ekspor dan analisis daya saing panili di Provinsi Sulawesi Utara. Penelitian ini menggunakan model analisis permintaan pasar ekspor, integrasi harga, marjin pemasaran, atribut mutu produk dan daya saing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komoditas ekspor panili Indonesia di pasar Amerika Serikat hanya bersifat substitusi, sedangkan integrasi harga panili di tingkat petani dan eksportir sangat lemah. Analisis marjin pemasaran memperlihatkan bagian yang diterima petani hanya sekitar 67 persen dari harga FOB. Sementara itu, atribut mutu yang mempengaruhi kualitas produk panili adalah diameter buah, panjang buah dan warna buah. Analisis daya saing menunjukkan bahwa secara umum petani panili di Provinsi Sulawesi Utara memiliki keunggulan kompetiti dan komparatif dengan nilai PCR dan DRCR yang kurang dari satu. Sunandar (2007) dalam penelitiannya mengenai analisis daya saing dan dampak kebijakan pemerintah terhadap pengusahaan komoditi karet alam di Kecamatan Cambai, menyimpulkan bahwa pengusahaan karet menguntungkan baik tanpa atau adanya kebijakan pemerintah. Hal ini terlihat dari nilai
17
Keuntungan Privat dan Keuntungan Sosial yang diperoleh lebih dari nol. Sementara nilai rasio biaya privat (PCR) dan rasio biaya sumberdaya domestik (DRCR) yang dihasilkan lebih kecil dari satu, artinya komoditi karet memiliki daya saing. Berdasarkan tinjauan penelitian terdahulu, dapat diketahui bahwa sampai saat ini belum ada yang melakukan penelitian tentang perhitungan tingkat daya saing komoditi lada putih dengan menggunakan alat analisis Policy Analysis Matrix (PAM) periode banyak. Penelitian lada terdahulu hanya terbatas pada perkembangan ekspor lada, keragaan komoditas lada ataupun mengenai analisis kelayakan finansial usahatani dan pemasaran lada, sehingga penelitian tentang analisis daya saing pengusahaan komoditi lada putih perlu dilakukan oleh penulis. Namun demikian, hasil penelitian terdahulu memiliki kaitan dengan penelitian ini terutama pada penelitian tentang komoditi lada. Hal ini dikarenakan indikator dari hasil peneltitian tersebut dijadikan variabel dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat daya saing pada penelitian ini yakni luas areal, harga ekspor, nilai tukar rupiah, kebijakan pemerintah dan pengusahaan tanaman lada yang dikelola dalam bentuk perkebunan rakyat. Hasil tinjauan penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 4. Adapun kontribusi dari penelitian terdahulu terhadap penelitian ini tidak lain adalah: a) untuk mengetahui gambaran tentang kondisi pengembangan dan pengusahaan
pada
komoditi
lada
penerapan/penggunaan alat analisis.
dan
b)
sebagai
acuan
di
dalam
18
Tabel 4. Hasil Tinjauan Penelitian Terdahulu Nama
Judul
Tanjung, (1996)
Analisis Perkembangan Ekspor dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lada Indonesia
Wuriyanto, (2002)
Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Tada dan Pemasaran Komoditi Lada di Desa Giri Mulya
Elizabeth, (2003)
Keragaan Komoditas Lada Indonesia
Alat Analisis Hasil Penelitian Studi Tentang Komoditi Lada - Ordinary Least Ekspor lada Indonesia dipengaruhi oleh volume produksi tahun sebelumnya, luas Squares (OLS) areal, harga ekspor saat ini dan harga ekspor tahun sebelumnya yang bersifat inelastis, nilai tukar rupiah terhadap dollar serta kebijakan pemerintah.
- Benefical Cost Ratio (B/C Ratio) - Net Present Value (NPV) - Nilai Internal Rate of Return (IRR) - Diskriptif
Analisis kelayakan finansial usahatani layak diusahakan pada tingkat diskonto 16 persen dan 18 persen. Analisis keragaan pasar memperlihatkan pasar lada yang terbentuk berstruktur oligopsoni dengan keterpaduan pasar yang tinggi.
Tanaman lada yang ada di Indonesia lebih banyak diusahakan oleh petani dibandingkan perusahaan besar. Selain itu, tidak ada hubungan yang jelas antara volume produksi dengan harga dalam negeri.
Studi Tentang Daya Saing Usahatani tebu menguntungkan secara finansial dan mempunyai keunggulan kompetitif. Namun sebaliknya secara ekonomi merugikan petani dan tidak mempunyai keunggulan komparatif
Mewa Ariani, Andi Askin dan Juni Hestina, (2003) A. Husni Malian, Benny Rachman, Adimesra Djulin (2004)
Analisis Daya Saing Usahatani Tebu di Provinsi Jawa Timur
- PAM
Permintaan Ekspor dan Daya Saing Panili di Provinsi Sulawesi Utara.
Sunandar (2007)
Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Pengusahaan Komoditi Karet Alam di Kecamatan Cambai
- Regresi - Market Integration Index - Relative Marketing Margin - PAM - PAM - Sensitivitas
Ekspor panili Indonesia di pasar Amerika Serikat hanya bersifat substitusi, sedangkan integrasi harga panili di tingkat petani dan eksportir sangat lemah. Harga yang diterima petani hanya sekitar 67 persen dari harga FOB. Sementara itu, atribut mutu yang mempengaruhi kualitas produk panili adalah diameter buah, panjang buah dan warna buah. Secara umum petani panili di Provinsi Sulawesi Utara memiliki keunggulan kompetiti dan komparatif dengan nilai PCR dan DRCR yang kurang dari satu. Pengusahaan karet alam memiliki daya saing, baik tanpa atau dengan adanya kebijakan pemrintah. Analisis sensitivitas menunjukkan bahwa pengusahaan karet alam memiliki daya saing serta layak untuk diusahakan.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Teoritis Dalam menganalisis daya saing, baik dari sisi penawaran maupun permintaan sama-sama menentukan, karena perubahan keduanya atau salah satunya akan menentukan harga yang terjadi di kemudian hari. Harga yang terjadi tersebut akan mempangaruhi daya saing petani/produsen dalam mengusahakan komoditi tertentu. Pengkajian daya saing dalam penelitian ini merupakan pendekatan satu sisi yakni dari sisi petani/produsen (penawaran). Daya saing dari pendekatan tersebut diartikan sebagai kemampuan untuk menghasilkan komoditi dengan biaya yang relatif rendah sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar kegiatan usaha dan produksi tersebut menguntungkan. Pengusahaan tanaman perkebunan termasuk tanaman lada merupakan suatu usaha yang sifat produksinya terus menghasilkan selama umur produktif tanaman. Tingkat keuntungan yang diperoleh akan menurun seiring bertambahnya umur dan menurunnya produktivitas tanaman. Pola produksi tanaman lada mengikuti suatu kurva produksi tertentu yaitu pada saat pertama berproduksi, hasil yang diperoleh masih rendah kemudian semakin meningkat seiring dengan bertambahnya umur tanaman dan mencapai produksi maksimum lalu mulai menurun sampai kondisi terendah. Kondisi tersebut dapat dijelaskan oleh Gambar 1 yang memperlihatkan hubungan antara keuntungan yang diterima dengan waktu produksi. Pada titik produksi 2 menunjukkan keuntungan yang diperoleh mencapai tingkat maksimum, sedangkan pada titik produksi 1 dan 3 menunjukkan keuntungan sama dengan nol.
20
Biaya Penerimaan Biaya (TC) Penerimaan (TR)
Waktu Produksi
Keuntungan Bersih
0
1
2
3 Waktu Produksi Keuntungan Bersih
Gambar 1. Kurva Total Keuntungan Bersih Sumber: Nicholson, 2002
Daya saing dalam pengusahaan suatu komoditi dapat diketahui dari tingkat keuntungan yang diterima, baik berdasarkan harga privat maupun sosial. Keuntungan dari pengusahaan tanaman lada diperoleh melalui penjualan hasil produksi (penerimaan) yang dikurangi dengan biaya total selama berproduksi. Selain itu, daya saing juga dapat diukur dari tingkat efisiensi dalam pengusahaan komoditi tersebut dengan indikator yaitu keunggulan komparatif dan kompetitif.
3.1.1. Keunggulan Komparatif Prinsip keunggulan komparatif pertama kali dikemukakan oleh David Ricardo pada tahun 1817. Prinsip tersebut menyatakan bahwa meskipun sebuah negara kurang efisien atau memiliki kerugian absolut dibandingkan dengan negara
21
lain dalam memproduksi suatu komoditi, namun masih terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Negara yang memiliki kerugian absolut akan berspesialisasi dalam berproduksi dan mengekspor komoditi dengan kerugian absolut terkecil atau dengan kata lain komoditi yang memiliki keunggulan komparatif (Salvatore, 1997). Teori nilai tenaga kerja (Theory of Labour Value) yang menjadi asumsi dasar dari David Ricardo dalam menjelaskan hukum keunggulan komparatif menyebutkan bahwa tenaga kerja adalah satu-satunya faktor produksi dan bersifat homogen. Teori hukum keunggulan komparatif David Ricardo kemudian disempurnakan lebih modern oleh Hecksher-Ohlin (H-O). Hecksher-Ohlin berpendapat bahwa suatu negara akan mengekspor komoditi yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang ketersediaannya di negara tersebut relatif melimpah dan murah, sedangkan di sisi lain akan mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan faktor produksi yang di negaranya relatif langka dan mahal. Teorema tersebut memberikan penjelasan mengenai proses terbentuknya keunggulan komparatif pada suatu negara berdasarkan perbedaan dalam kelimpahan faktor atau kepemilikan faktor-faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara (Salvatore, 1997). Keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing potensial yang akan dicapai apabila perekonomian tidak mengalami distorsi sama sekali (Simatupang dan Sudaryanto, 1990). Komoditi yang efisien secara ekonomi dalam pengusahaannya, menunjukkan bahwa komoditi tersebut memiliki keunggulan komparatif. Dengan demikian, keunggulan komparatif merupakan alat untuk
22
mengukur keuntungan sosial dan dihitung berdasarkan harga sosial serta harga bayangan nilai tukar uang.
3.1.2. Keunggulan Kompetitif Negara atau daerah yang memiliki keunggulan sumberdaya alam melimpah dan tenaga kerja yang banyak, belum tentu mempunyai keunggulan kompetitif dalam perdagangan internasional. Hal ini dikarenakan tidak terdapat korelasi positif antara keunggulan sumberdaya alam dan tenaga kerja yang dimiliki oleh sebuah negara dengan keunggulan kompetitif. Menurut Halwani (2002), keunggulan kompetitif suatu negara ditentukan oleh empat faktor, yaitu keadaan faktor-faktor produksi, permintaan dan tuntutan mutu, industri terkait dan pendukung yang kompetitif dan strategi, struktur serta sistem penguasaan antar perusahaan. Selain dari empat faktor penentu tersebut, keunggulan kompetitif juga ditentukan oleh faktor eksternal, yaitu sistem pemerintahan dan terdapatnya kesempatan. Faktor-faktor ini secara bersama-sama akan membentuk sistem dalam peningkatan keunggulan kompetitif suatu negara. Keunggulan kompetitif merupakan perluasan dari konsep keunggulan komparatif yang menggambarkan kondisi daya saing suatu aktivitas pada kondisi perekonomian aktual. Keunggulan kompetitif digunakan untuk mengukur kelayakan suatu aktivitas atau keuntungan privat yang dihitung berdasarkan harga pasar dan nilai uang yang berlaku (resmi) atau berdasarkan analisis finansial. Harga pasar adalah harga yang benar-benar di bayar produsen untuk faktor produksi dan harga yang benar-benar diterima dari hasil penjualan outputnya. Keunggulan komparatif dan kompetitif dapat dimiliki oleh suatu komoditi sekaligus, namun bisa saja suatu komoditi hanya memiliki salah satu keunggulan.
23
Komoditi yang memiliki keunggulan komparatif tetapi tidak memiliki keunggulan kompetitif terjadi disebabkan karena adanya distorsi pasar atau adanya hambatan yang bersifat disintesif, misalnya perpajakan atau prosedur administrasi yang menghambat aktivitas tersebut sehingga merugikan produsen. Sebaliknya suatu komoditi yang memiliki keunggulan kompetitif tapi tidak mempunyai keunggulan komparatif dapat terjadi bila pemerintah memberikan proteksi terhadap komoditi yang dihasilkan, misalnya jaminan harga, perijinan dan kemudahan fasilitas lainnya. 3.2. Dampak Kebijakan Pemerintah 3.2.1. Kebijakan Terhadap Output Kebijakan terhadap output baik berupa subsidi maupun hambatan perdagangan diterapkan pada produsen yang menghasilkan komoditas yang merupakan produk berorientasi ekspor dan substitusi impor. Secara grafik dapat diketahui dampak dari subsidi negatif terhadap produsen untuk barang ekspor (Gambar 2). P S Pw
B
D
F
H
PD E
G
J D
K Q1
Q2
Q3
Q4
Q
Gambar 2. Dampak Subsidi Negatif pada Produsen Barang Ekspor Sumber: Monke and Pearson, 1989
24
Harga yang berlaku pada situasi perdagangan bebas adalah sebesar Pw, di mana harga yang diterima produsen output dan konsumen domestik sama dengan harga internasional dengan tingkat output yang dihasilkan sebesar Q1, sehingga terjadi kelebihan penawaraan (excess supply) di dalam negeri sebesar BHJ. Kelebihan penawaran tersebut mengharuskan output yang dihasilkan sebesar Q4Q1 diekspor ke luar negeri. Diterapkanya kebijakan subsidi negatif pada produsen output akan menyebabkan perubahan harga domestik yaitu harga yang diterima produsen dan konsumen (harga finansial) menjadi lebih rendah dari pada harga di pasar dunia (PD < PW). Perubahan harga tersebut berdampak pada tingkat konsumsi domestik dari Q1 – Q4 menjadi Q2 – Q3. Selain itu, berimplikasi pada perubahan surplus produsen dari sebesar PwHK menjadi PwHGP D dan surplus konsumen sebesar PDEBPW. Besarnya transfer pajak kepada pemerintah sebesar DFGE. Efisiensi ekonomi yang hilang dari produsen tidak ditransfer baik kepada konsumen maupun pemerintah.
3.2.2. Kebijakan Terhadap Input Kebijakan terhadap input diterapkan baik pada input yang dapat diperdagangkan (tradable) maupun input yang tidak dapat diperdagangkan (non tradable). Untuk input non tradable hanya diproduksi dan dikonsumsi di dalam negeri, jadi intervensi pemerintah berupa hambatan perdagangan terhadap input ini tidak akan tampak.
25
3.2.2.1. Kebijakan Terhadap Input Tradable Pada input tradable dapat diterapkan kebijakan subsidi dan kebijakan hambatan perdagangan, karena input ini dapat diproduksi dan dikonsumsi di dalam maupun di luar negeri. Pengaruh kebijakan subsidi dan hambatan perdagangan pada input tradable dapat dilihat pada Gambar 3.
S
S*
P
S
P
S* C
PW
A
C
PW
A
D
B D
B Q2
Q1
Q
Q1
(a) S – II
Q2
Q
(b) S + II
Gambar 3. Pajak dan Subsidi pada Input Tradable Sumber: Monke and Pearson, 1989 Keterangan: S – II : Pajak untuk input tradable S + II : Subsidi untuk input tradable
Gambar 3(a) menunjukan dampak pajak terhadap input tradable yang digunakan. Pajak menyebabkan biaya produksi meningkat sehingga pada tingkat harga output yang sama, output domestik turun dari Q1 ke Q2 dan kurva supply bergeser ke atas. Efisiensi ekonomi yang hilang adalah ABC, yang merupakan perbedaan antara nilai output yang hilang Q1CAQ2 dengan biaya produksi output Q2BCQ1. Gambar 3(b) memperlihatkan efek subsidi terhadap input tradable. Subsidi menyebabkan harga input lebih rendah dan biaya produksi lebih rendah sehingga kurva supply bergeser ke bawah dan produksi naik dari Q1 ke Q2. Efisiensi ekonomi yang hilang dari produksi adalah ABC, yang merupakan
26
pengaruh perbedaan antara biaya produksi setelah output meningkat yaitu Q1ACQ2 dan nilai output meningkat yaitu Q1ABQ2.
3.2.2.2. Kebijakan Terhadap Input Non Tradable Kebijakan terhadap input non tradable dapat dilakukan dalam bentuk kebijakan subsidi atau pajak. Pada Gambar 4 dapat dilihat dampak mengenai kebijakan pajak dan subsidi yang diterapkan pada input non tradable.
P C
Pc Pd Pp
S
S
P B
Pp Pd
A
A
B E
Pc
E
C
D Q2 Q1
D Q
(a) S – N
Q1 Q2
Q
(b) S + N
Gambar 4. Dampak Pajak dan Subsidi pada Input Non Tradable Sumber: Monke and Pearson, 1989 Keterangan: Pd : Harga domestik sebelum diberlakukan pajak dan subsidi Pc : Harga ditingkat konsumen setelah diberlakukan pajak dan subsidi Pp : Harga ditingkat produsen setelah diberlakukan pajak dan subsidi S – N : Pajak untuk input non tradable S + N : Subsidi untuk input non tradable
Pada Gambar 4(a) terlihat bahwa sebelum diberlakukan pajak terhadap input, harga dan jumlah keseimbangan dari permintaan dan penawaran input non tradable berada pada Pd dan Q1. Adanya pajak sebesar Pc-Pp menyebabkan produksi yang dihasilkan turun menjadi Q2. Harga di tingkat produsen turun menjadi P p dan harga yang diterima konsumen naik menjadi Pc. Efisiensi ekonomi dari produsen yang hilang sebesar BEA dan dari konsumen yang hilang sebesar BCA.
27
Gambar 4(b) menunjukkan bahwa sebelum diberlakukan subsidi terhadap input, harga dan jumlah keseimbangan dari permintaan dan penawaran input non tradable berada pada Pd dan Q1. Subsidi terhadap input non tradable menyebabkan harga yang diterima produsen menjadi lebih tinggi (Pp), sedangkan harga yang dibayarkan konsumen menjadi lebih rendah (Pc). Efisiensi yang hilang dari produsen sebesar ACB dan dari konsumen sebesar ABE.
3.3. Matrik Analisis Kebijakan (PAM) Matriks Analisis Kebijakan atau Policy Analysis Matrix (PAM) dapat digunakan untuk menganalisis: analisis kelayakan usaha baik secara privat maupun secara sosial, keunggulan kompetitif (efisiensi finansial) dan keunggulan komparatif
(efisiensi ekonomi),
serta
efek
divergensi
terhadap
sistem
komoditi. Sistem komoditas yang dapat dipengaruhi meliputi empat aktivitas yaitu tingkat usahatani, penyampaian dari usahatani ke pengolah, pengolahan dan pemasaran (Monke and Pearson, 1989). Metode PAM dapat melakukan perhitungan secara keseluruhan, sistematis dan dengan output yang sangat beragam. Analisis ini dapat digunakan pada sistem komoditas dengan berbagai daerah/wilayah, tipe usahatani dan teknologi. Selain itu, analisis PAM juga dapat digunakan untuk mengetahui apakah suatu kebijakan dapat memperbaiki daya saing terhadap pengusahaan suatu komoditi yang dihasilkan melalui penciptaan efisiensi usaha dan pertumbuhan pendapatan. Menurut Monke and Pearson (1989), ada beberapa asumsi mendasar yang digunakan dalam membangun matriks PAM yaitu:
28
1. Perhitungan berdasarkan harga privat (private cost) yaitu harga yang benarbenar terjadi dan diterima oleh produsen dan konsumen atau harga yang benarbenar terjadi setelah adanya kebijakan. 2. Perhitungan berdasarkan harga sosial (social cost) atau harga bayangan (shadow price) yaitu harga pada kondisi pasar persaingan sempurna atau harga yang terjadi apabila tidak ada kebijakan. Pada komoditas yang dapat diperdagangkan (tradable) harga bayangan adalah harga yang terjadi di pasar internasional. 3. Output bersifat tradable dan input dapat dipisahkan kedalam komponen asing (tradable) dan domestik (non tradable). 4. Eksternalitas positif dan negatif dianggap saling menghilangkan. Tabel 5. Matriks Analisis Kebijakan (PAM) Keterangan Harga privat Harga sosial Efek Divergensi
Penerimaan Output A E I3
Biaya Input Non Tradable Tradable B C F G J4 K5
1
4
2
5
Keuntungan Privat (D) = A-B-C Keuntungan Sosial (H) = E-F-G 3 Transfer Output (I) = A-E Sumber: Monke and Pearson, 1989 Keterangan: A : Penerimaan Privat B : Biaya Input Tradable Privat C : Biaya Faktor Domestik Privat D : Keuntungan Privat E : Penerimaan Sosial F : Biaya Input Tradable Sosial
Keuntungan D1 H2 L6
Transfer Input Tradable (J) = B-F Transfer Faktor Domestik (K) = C-G 6 Transfer Bersih (L) = I-J-K
G H I J K L
: Biaya Faktor Domestik Sosial : Keuntungan Sosial : Transfer Output : Transfer Input Tradable : Transfer Faktor Domestik : Transfer Bersih
Tabel 4 memperlihatkan bahwa Matriks PAM terdiri dari tiga baris dan empat kolom. Baris pertama mengestimasi keuntungan privat yaitu perhitungan penerimaan dan biaya berdasarkan harga yang berlaku, yang mencerminkan nilai-
29
nilai yang dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Baris kedua mengestimasi keunggulan ekonomi dan daya saing (komparatif), yaitu perhitungan penerimaan dan biaya berdasarkan harga sosial (shadow price) atau nilai ekonomi yang sesungguhnya terjadi di pasar tanpa adanya kebijakan pemerintah. Pada baris ketiga merupakan selisih antara baris pertama dan kedua yang menggambarkan efek divergensi. Pengkajian daya saing pada komoditas pertanian dengan menggunakan analisis Policy Analysis Matrix (PAM) akan mempermudah analisis data, karena analisis ekonomi, finansial dan evaluasi dampak kebijakan pemerintah dilakukan secara simultan (Monke and Pearson, 1989). Kelebihan dari analisis PAM adalah mampu menunjukkan pengaruh individual maupun kolektif dari kebijakan harga dan kebijakan faktor domestik (Pearson et al, 2005). Adapun kelemahan dari analisis ini yaitu hasil analisisnya bersifat statis dan outputnya hanya berlaku pada saat aktual. Pada penelitian ini digunakan analisis PAM periode banyak (multiperiod PAM), karena komoditas yang menjadi objek penelitian merupakan tanaman tahunan yang siklus produksinya (panen) belangsung dalam waktu cukup panjang. Tidak terdapat perbedaan antara PAM untuk tanaman semusim dengan PAM tanaman tahunan (banyak periode), karena cara perhitungan dan penjelasan hasil analisisnya adalah sama. Namun demikian, pada perhitungan PAM periode banyak memerlukan tabel PAM untuk setiap periode dan menghitung Net Present Value (NPV) dari seluruh periode tersebut.
30
Beberapa indikator hasil analisis dari matriks PAM diantaranya adalah: 1. Analisis Keuntungan Privat dan Sosial a). Private Profitability (PP): D = A – (B + C) Keuntungan privat merupakan indikator daya saing dari sistem komoditi berdasarkan teknologi, nilai output, biaya input dan transfer kebijakan yang ada. Apabila D > 0, berarti sistem komoditi itu memperoleh profit di atas normal. Hal ini memberikan implikasi bahwa komoditi itu mampu melakukan ekspansi, kecuali apabila sumberdaya terbatas atau adanya komoditi alternatif yang lebih menguntungkan. b). Social Profitability (SP): H = E – (F + G) Keuntungan sosial merupakan indikator keunggulan komparatif (comparative advantage) atau efisiensi dari sistem komoditi pada kondisi tidak ada divergensi dan penerapan kebijakan yang efisien, apabila H > 0. Sebaliknya, bila H < 0, berarti komoditi itu tidak mampu bersaing tanpa bantuan atau intervensi dari pemerintah.
2. Analisis Keunggulan Kompetitif dan Komparatif a). Private Cost Ratio (PCR) = C / (A – B) PCR merupakan indikator profitabilitas privat yang menunjukkan kemampuan sistem untuk membayar biaya domestik dan tetap kompetitif. Sistem bersifat kompetitif jika PCR < 1. Semakin kecil nilai PCR, berarti semakin kompetitif. b). Domestic Resource Cost Ratio (DRCR) = G / (E – F) DRCR merupakan indikator keunggulan komparatif yang menunjukkan jumlah sumberdaya domestik yang dapat dihemat untuk menghasilkan satu
31
unit devisa. Sistem mempunyai keunggulan komparatif, jika DRCR < 1. Semakin kecil nilai DRCR, berarti semakin efisien dan keunggulan komparatif makin tinggi.
3. Dampak Kebijakan Pemerintah a). Kebijakan Terhadap Output Ø Output Transfer (OT): I = A – E Transfer output merupakan selisih antara penerimaan yang dihitung atas harga privat (finansial) dengan penerimaan yang dihitung berdasarkan harga sosial (bayangan). Jika nilai OT > 0 menunjukkan adanya transfer dari masyarakat (konsumen) terhadap produsen, demikian juga sebaliknya. Ø Nominal Protection Coefficient on Output (NPCO) = A / E NPCO merupakan tingkat proteksi pemerintah terhadap output domestik. Kebijakan bersifat protektif terhadap output, jika nilai NPCO > 1. Semakin besar nilai NPCO, berarti semakin tinggi tingkat proteksi pemerintah terhadap output. b). Kebijakan Terhadap Input Ø Input Transfer (IT): J = B – F Transfer input adalah selisih antara biaya input yang dapat diperdagangkan pada harga privat dengan biaya yang dapat diperdagangkan pada harga sosial. Jika nilai IT > 0, menunjukkan adanya transfer dari petani produsen kepada produsen input tradable atau pemerintah.
32
Ø Nominal Protection Coefficient on Tradable Input (NPCI) = B / F NPCI merupakan indikator yang menunjukkan tingkat proteksi pemerintah terhadap harga input domestik. Jika nilai NPCI < 1, berarti ada kebijakan yang bersifat protektif terhadap input tradable. Ø Transfer Factor (TF): K = C – G Transfer faktor merupakan nilai yang menunjukkan perbedaan harga privat dengan harga sosilanya yang diterima produsen untuk pembayaran faktorfaktor produksi yang tidak diperdagangkan (non tradable). Nilai FT > 0 mengandung arti bahwa ada transfer dari petani produsen kepada produsen input non tradable atau pemerintah, demikian juga sebaliknya. c). Kebijakan Terhadap Input – Output Ø Effective Protection Coefficient (EPC) = (A – B) / (E – F) EPC merupakan indikator yang menunjukkan tingkat proteksi simultan terhadap output dan input tradable. Kebijakan masih bersifat protektif, jika nilai EPC > 1. Semakin besar nilai EPC, berarti semakin tinggi tingkat proteksi pemerintah terhadap komoditas domestik. Ø Net Transfer (NT): L = D – H Transfer bersih merupakan selisih antara keuntungan bersih yang benar-benar diterima produsen dengan keuntungan bersih sosialnya. Nilai NT > 0, menunjukkan tambahan surplus produsen yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang diterapkan pada input dan output, demikian juga sebaliknya. Ø Profitability Coefficient (PC) = D / H Koefisien keuntungan adalah perbandingan antara keuntungan bersih yang benar-benar diterima produsen dengan keuntungan bersih sosialnya. Jika PC >
33
0, berarti secara keseluruhan kebijakan pemerintah memberikan insentif kepada konsumen, demikian juga sebaliknya. Ø Subsidy Ratio to Producer (SRP) = L / E Rasio subsidi produsen (SRP) merupakan indikator yang menunjukkan proporsi penerimaan pada harga sosial yang diperlukan apabila subsidi atau pajak digunakan sebagai pengganti kebijakan. Nilai SRP yang negatif menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah yang berlaku selama ini menyebabkan produsen mengeluarkan biaya produksi lebih besar dari biaya imbangan (opportunity cost) untuk berproduksi dan sebaliknya jika nilai SRP positif.
3.4. Analisis Sensitivitas Menurut Gittinger (1986) pada bidang pertanian, proyek-proyek sangat sensitif terhadap empat faktor perubahan yaitu harga, keterlambatan pelaksanaan, kenaikan biaya dan perubahan hasil. Untuk melihat dampak yang akan terjadi akibat perubahan faktor tersebut maka perlu dilakukan analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas merupakan suatu teknik analisa untuk menguji perubahan kelayakan suatu kegiatan ekonomi (proyek) secara sistematis, bila terjadi kejadian-kejadian yang berbeda dengan perkiraan yang telah dibuat dalam perencanaan. Analisis ini bertujuan untuk melihat bagaimana perubahan hasil analisis suatu kegiatan ekonomi, bila ada suatu kesalahan dalam perhitungan biaya atau manfaat (Kadariah et al, 1978). Ada beberapa kelemahan yang terdapat pada analisis sensitivitas, yaitu:
34
1. Analisis sensitivitas tidak digunakan untuk pemilihan proyek, karena merupakan analisis parsial yang hanya mengubah satu parameter pada suatu saat tertentu. 2. Analisis sensitivitas hanya mencatatkan apa yang terjadi jika variabel berubahubah dan bukan untuk menentukan layak atau tidaknya suatu proyek.
3.5. Kerangka Pemikiran Operasional Perdagangan rempah-rempah dunia sampai sekarang ini masih didominasi oleh produk primer hasil perkebunan yakni komoditi lada khususnya lada putih. Permintaan komoditi lada putih dunia setiap tahunnya sangat stabil dengan tingkat pemanfaatan/kegunaan yang semakin beragam. Menghadapi pedagangan dunia yang semakin kompetitif, lada putih Indonesia harus mampu bersaing dengan negara-negara yang memproduksi komoditi sejenis seperti Vietnam, Malaysia dan Brazilia. Kekuatan daya saing lada putih Indonesia di pasar internasional sangat dipengaruhi oleh kualitas produk dan efisiensi produksi. Untuk menghasilkan lada putih yang memiliki keunggulan bersaing masih dihadapkan pada kendala pengelolaan dan teknik budidaya, pengolahan hasil yang masih tradisional, dan terjadinya pengalihan fungsi (konversi) areal sehingga diperoleh hasil dengan tingkat produksi dan kualitas/mutu yang rendah. Selanjutnya, Kurangnya dukungan terhadap infrastruktur dan modal telah berdampak pada menurunnya pengusahaan terhadap komoditi ini. Selain itu, pemberdayaan terhadap manajemen antar petani, pedagang pengumpul, eksportir dan pemerintah daerah belum terlaksana dengan maksimal terutama di Kecamatan Airgegas Kabupaten
35
Bangka Selatan. Hal ini telah berpengaruh pada tingkat daya saing pengusahaan komoditi lada putih yang dimiliki oleh daerah tersebut. Analisis finansial dan ekonomi dilakukan untuk mendukung perhitungan pada analisis PAM. Analisis finansial dapat menunjukkan besarnya biaya produksi yang dikeluarkan petani, sedangkan analisis ekonomi dilakukan untuk melihat jumlah biaya yang telah dikeluarkan petani pada harga sosial (bayangan). Penggunaan Policy Analysis Matrix (PAM) sebagai alat analisis untuk menganalisis tingkat daya saing pengusahaan lada putih di Kecamatan Airgegas. PAM akan menganalisis kelayakan usaha baik secara privat maupun sosial dan analisis daya saing (keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif) serta efek divergensi terhadap pengusahaan suatu komoditi. Hasil analisis PAM tersebut akan menggambarkan keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif dari pengusahaan komoditi lada putih. Setelah analisis PAM, dilakukan analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas digunakan untuk mengetahui perubahan analisa keunggulan komparatif dan kompetitif dari pengusahaan lada putih apabila ada perubahan pada input dan output. Analisis sensitivitas yang dilakukan hanya pada perubahan harga input dan output. Kemudian hasil yang diperoleh dari analisis ini direkomendasikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan diantaranya para petani/pengolah dan pemerintah daerah. Alur kerangka pemikiran operasional pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5.
36
• Pertumbuhan volume ekspor dan persaingan lada putih di pasar internasional • Budidaya tanaman lada belum intensif • Dampak kebijakan terhadap input dan output pada pengusahaan komoditi lada putih.
Masalah pengusahaan komoditi lada putih di Kecamatan Airgegas: 1. Pengelolaan dan teknik budidaya lada putih yang masih tradisional. 2. Pengolahan hasil yang belum intensif berdampak pada rendahnya mutu yang dihasilkan. 3. Terjadinya konversi areal yang tinggi dari areal perkebunan ke areal pertambangan timah (tambang inkonvensional). 4. Kurangnya dukungan infrasruktur dan modal. 5. Pemberdayaan terhadap manajemen antar petani, pedagang pengumpul, eksportir dan pemerintah daerah belum terlaksana dengan maksimal.
Analisis Finansial dan Ekonomi
Analisis Daya Saing Keunggulan Komparatif : - Keuntungan Sosial (KS) - Biaya Sumberdaya Domestik (DRCR)
Keunggulan Kompetitif : - Keuntungan Privat (KP) - Rasio Biaya Privat (PCR)
Dampak Kebijakan : - Terhadap Input - Terhadap Output dan - Terhadap Input-Output
Analisis Sensitivitas Daya Saing Lada Putih
Rekomendasi (Petani/Pengolah dan Pemerintah Daerah)
Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan sentra produksi lada putih di Bangka Belitung. Selain itu, sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai petani lada yang diyakini mengetahui secara jelas teknik pengusahaannya. Pelaksanaan pengambilan data untuk keperluan penelitian dilaksanakan pada Bulan September sampai Oktober 2007.
4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan pengisian kuisioner yang diajukan kepada responden (petani lada), pedagang pengumpul dan eksportir serta pengamatan langsung dilapangan. Data sekunder dikumpulkan dari Dinas Pertanian dan Perkebunan, BPS (Badan Pusat Statistika), AELI (Asosiasi Eksportir Lada Indonesia), AMPLI (Asosiasi Masyarakat Petani Lada Indonesia), situs resmi departemen terkait dan instansi lainnya yang dapat membantu untuk ketersediaan data.
4.3. Metode Pengumpulan Data Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan pada petani lada, pedagang pengumpul tingkat desa dan eksportir. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive yang didasarkan pada pertimbangan
38
bahwa kondisi/aktivitas usahatani yang dilakukan oleh petani lada di Kecamatan Airgegas relatif sama atau homogen. Jumlah responden yang dijadikan sampel sebanyak 25 orang yaitu 20 petani lada, 3 orang pedagang pengumpul tingkat desa dan 2 orang eksportir. Pada analisis PAM jumlah sampel yang diambil tidak begitu ditekankan tetapi lebih diutamakan pada kedalaman informasi.
4.4. Analisis Data Penelitian ini menggunakan analisis Policy Analysis Matrix Multiperiod (PAM Periode Banyak), dimana perhitungan dapat dilakukan secara menyeluruh dan sistematis dengan output yang keluar merupakan keuntungan privat dan sosial, efisiensi serta insentif intervensi pemerintah pada produsen/petani, konsumen dan pedagang perantara. Selain itu, analisis yang juga dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis sensitivitas. Dalam penelitian ini, langkah awal yang dilakukan untuk membangun matriks PAM adalah menentukan output-input usaha tani lada putih. Langkah ke dua adalah mengklasifikasikan input ke dalam komponen tradable (obat-obatan, Pupuk Urea, TSP dan KCL) yaitu input yang diperdagangkan di pasar internasional baik diekspor maupun diimpor, dan input domestik atau non tradable (bibit lada, tenaga kerja, peralatan, pajak dan sewa lahan) yaitu input yang dihasilkan di pasar domestik dan tidak diperdagangkan secara internasional. Langkah selanjutnya adalah penentuan harga bayangan output dan input. Setelah harga bayangan diperoleh selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan Policy Analysis Matrix (PAM Periode Banyak). Langkah terakhir adalah analisis
39
sensitivitas. Data yang diperoleh diolah menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel dan Kalkulator. Dalam pelaksanaan penelitian ini ada beberapa asumsi yang digunakan yaitu sebagai berikut: 1. Penggunaan output dan input usahatani tanaman lada didasarkan pada usahatani tahun 2006/2007. 2. Nilai tukar resmi yang digunakan adalah nilai tukar resmi rata-rata yang berlaku pada tahun 2006. 3. Harga penjualan output dan pembelian input produksi adalah harga sebenarnya yang diterima oleh petani pada saat penelitian tahun 2007. 4. Harga yang digunakan pada saat penjualan output dan pembelian input produksi adalah harga konstan. 5. Pada analisis sensitivitas harga jual input yang digunakan merupakan harga jual dugaan tertinggi, sedangkan untuk harga jual output digunakan harga jual dugaan terendah selama tahun 2007.
4.5. Metode Pengalokasian Komponen Biaya Domestik dan Asing Pendekatan untuk mengalokasikan biaya ke dalam komponen biaya asing (tradable) dan domestik (non tradable) yaitu melalui pendekatan langsung dan pendekatan
total
(Monke
and
Pearson,
1989).
Pendekatan
langsung
mengasumsikan bahwa seluruh biaya input tradable baik impor maupun yang diproduksi dalam negeri dinilai sebagai komponen biaya asing dan dapat dipergunakan apabila tambahan permintaan input tradable tersebut dapat dipenuhi dari perdagangan internasional.
40
Pendekatan total mengasumsikan setiap biaya input tradable dibagi ke dalam komponen biaya domestik dan asing, dan penambahan input tradable dapat dipenuhi dari produksi domestik jika input tersebut memiliki kemungkinan untuk diproduksi di dalam negeri (Monke and Pearson, 1989). Pendekatan yang dilakukan
pada
penelitian
ini
menggunakan
pendekatan
total
dalam
mengalokasikan biaya ke dalam komponen biaya input tradable dan non tradable. Pengalokasian terhadap biaya input tradable pada pupuk anorganik ditetapkan sebesar 71 persen domestik dan 29 persen faktor asing, sedangkan obat-obatan (herbisida) sebesar 100 persen untuk faktor asing. Biaya tataniaga ditetapkan masing-masing sebesar 90 persen domestik dan 10 persen asing (Lampiran 3).
4.6. Alokasi Biaya Tataniaga Biaya tataniaga adalah biaya yang dikeluarkan untuk menambah nilai atau kegunaan suatu barang, yakni kegunaan tempat, bentuk dan waktu termasuk di dalamnya penanganan dan pengangkutan. Biaya tataniaga yang ada dalam penelitian ini yaitu biaya pengangkutan dan penanganan. Biaya
pengangkutan
merupakan
biaya
yang
dikeluarkan
untuk
mengangkut barang dari produsen/petani sempai ke pengumpul maupun eksportir atau mengangkut barang dari produsen ke konsumen, sedangkan biaya penanganan terdiri dari biaya pengemasan. Besarnya biaya pengangkutan dari petani ke pedagang pengumpul desa sebesar Rp 200/kg, sedangkan untuk biaya pengemasan sebesar Rp 76,92/kg lada putih. Secara keseluruhan besar biaya tataniaga di Kecamatan Airgegas dari tingkat petani sampai siap ekspor adalah
41
sebesar Rp 926,92/kg lada putih dengan alokasi biaya pengangkutan sebesar Rp 345/kg dan biaya penanganan Rp 581,92/kg.
4.7. Penentuan Harga Bayangan Output dan Input Menurut Gittinger (1986) harga bayangan merupakan harga sebenarnya yang akan terjadi dalam suatu perekonomian jika pasar dalam keadaan persaingan sempurna dan pada kondisi keseimbangan. Alasan digunakannya harga bayangan dalam analisis ekonomi adalah: 1. Harga privat tidak selalu mencerminkan apa yang sebenarnya diperoleh masyarakat melalui produksi yang dihasilkan dari aktivitas tersebut. 2. Harga privat tidak selalu mencerminkan apa yang sebenarnya dikorbankan seandainya sejumlah sumberdaya yang dipilih digunakan dalam aktivitas lain yang masih memungkinkan di masyarakat. Input dalam hal ini dibedakan menjadi dua yaitu input tradable dan non tradable. Input tradable dinilai berdasarkan harga perbatasan (border price). Border price didefinisikan sebagai tingkat harga internasional yang berlaku di perbatasan negara yang bersangkutan terhadap luar negari (Kadariah et al, 1988). Input yang diimpor menggunakan harga cif sedangkan untuk input yang diekspor menggunakan harga fob. Harga bayangan output juga ditentukan dengan harga perbatasan yaitu harga fob bila output yang dihasilkan merupakan barang potensial untuk diekspor dan harga cif untuk output yang diimpor.
42
4.7.1. Harga Bayangan Output Lada putih merupakan output yang sebagian besar diekspor, sehingga penentuan harga bayangan output yang digunakan adalah fob. Rumus dari harga bayangan output tersebut adalah:
Harga Bayangan Lada Putih = (fob x SER) - Biaya Tataniaga
Nilai fob lada putih pada penelitian ini sebesar US$ 4,395/kg. Nilai tersebut dikalikan dengan nilai tukar bayangan uang (Shadow Exchange Rate/SER) sebesar Rp 9.120,32, kemudian dikurangi dengan biaya tataniaga sebesar Rp 926,92/kg. Hasil perhitungan diperoleh harga bayangan lada putih di lokasi penelitian sebesar Rp 39.157/kg.
4.7.2. Harga Bayangan Input a). Harga Bayangan Bibit Lada Bibit lada diperbanyak dengan cara stek batang yang dihasilkan melalui perbanyakan secara vegetatif. Produksi bibit lada dilakukan di sekitar daerah petani dengan harga Rp 3000/bibit. Bibit lada termasuk dalam komponen input non tradable, sehingga harga bayangannya sama dengan harga finansialnya. b). Harga Bayangan Pupuk dan Obat-Obatan Penggunaan pupuk pada pengusahaan tanaman lada memiliki harga bayangan yang berbeda-beda. Pupuk yang digunakan dalam budidaya tanaman tersebut adalah Pupuk Urea, TSP dan KCL. Harga bayangan untuk Pupuk Urea dapat ditentukan berdasarkan harga fob (free on board), karena telah diproduksi di
43
dalam negeri dan terkandung berbagai macam subsidi dari pemerintah. Rumus perhitungan harga bayangan input tersebut sebagai berikut: Harga Bayangan Input = (fob x SER) – Biaya Tataniaga
Nilai fob untuk Pupuk Urea adalah US$ 0,269/kg, kemudian dikalikan dengan nilai SER (Shadow Exchange Rate) sebesar Rp 9.120,32 dan dikurangi dengan biaya tataniaga (pengangkutan pupuk) sebesar Rp 200/kg, sehingga diperoleh harga bayangannya sebesar Rp 2.253,36/kg. Penentuan harga bayangan untuk Pupuk TSP dan KCL didasarkan pada harga cost insurance and freight (cif), karena sebagian besar dari bahan dasar dalam negeri masih diimpor. Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut:
Harga Bayangan Input = (cif x SER) + Biaya Tataniaga
Nilai cif Pupuk TSP sebesar US$ 0,318/kg lalu dikalikan dengan nilai SER sebesar Rp 9.120,32 dan ditambah dengan biaya tataniaga, sehingga didapatkan harga bayangan sebesar Rp 3.100,26/kg. Untuk perhitungan harga bayangan Pupuk KCL sama dengan Pupuk TSP, namun nilai cif Pupuk KCL sebesar US$ 0,205/kg dan diperoleh harga bayangannya Rp 2.069,66/kg. Penggunaan obat-obatan yang dipakai oleh sebagaian besar petani di lokasi penelitian dalam mengendalikan gulma yang terdapat di areal perkebunan lada adalah herbisida jenis Gramoxone. Untuk penentuan harga bayangan obatobatan (herbisida jenis Gramoxone) tersebut didasarkan pada harga yang ada dipasaran. Karena pasar obat-obatan yang ada di Indonesia sudah mendekati
44
kondisi pasar persaingan sempurna, sehingga harga privat input obat-obatan sudah dapat mencerminkan harga bayangannya. c). Harga Bayangan Tenaga Kerja Menentukan harga bayangan tenaga kerja perlu dibedakan antara tenaga kerja terdidik dengan tenaga kerja tidak terdidik. Menurut Gittinger (1986), dalam pasar persaingan sempurna tingkat upah pasar mencerminkan nilai produktivitas marjinalnya Untuk tenaga terdidik, upah tenaga kerja bayangan sama dengan harga upah pasar (finansial), sedangkan tenaga kerja tidak terdidik dengan anggapan belum bekerja sesuai dengan tingkat produktivitasnya, maka harga bayangan upahnya disesuaikan terhadap harga upah finansialnya. Tenaga kerja yang digunakan dalam melakukan aktivitas pengusahaan tanaman lada sebagian besar adalah tenaga kerja tidak tetap dan berasal dari daerah di sekitar Kabupaten Bangka Selatan. Atas dasar pertimbangan tersebut, maka penentuan harga bayangan tenaga kerja pada penelitian ini menggunakan perhitungan Rusatra dan Yusdja (1982) dan Suryana (1980) dalam Novianti (2003) yaitu sebesar 80 persen dari tingkat upah yang berlaku di lokasi penelitian. Selain itu, untuk penentuan harga bayangan terhadap tenaga kerja juga dapat dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara rasio jumlah penduduk yang bekerja dengan jumlah angkatan kerja yang dikalikan dengan upah yang berlaku di lokasi penelitian. d). Harga Bayangan Lahan Lahan merupakan faktor produksi utama dan termasuk input non tradable dalam usahatani. Pada penelitian ini harga bayangan lahan ditentukan berdasarkan
45
nilai sewa lahan yang berlaku. Hal ini diasumsikan pasar bekerja pada saat bersaing sempurna mengingat pasar penyewaan lahan sudah berjalan cukup baik. e). Harga Bayangan Bunga Modal Sumber modal yang digunakan oleh para petani untuk melakukan usahatani tanaman lada berasal dari modal petani sendiri. Harga bayangan bunga modal dapat di peroleh dari tingkat bunga riil, yang dihitung dengan menambahkan suku bunga nominal dengan tingkat inflasi yang terjadi. Pada penelitian ini digunakan suku bunga nominal aktual rata-rata tahun 2007 yang belaku di bank umum yakni sebesar 14 persen dengan tingkat inflasi pada tahun tersebut sebesar 6 persen, sehingga diperoleh harga bayangan modal sebesar 20 persen/tahun. f). Harga Bayangan Nilai Tukar Penetapan nilai tukar rupiah didasarkan atas perkembangan nilai tukar dollar. Penentuan harga bayangan nilai tukar digunakan formula yang telah dirumuskan oleh Squire dan Van Der Tak dalam Gittinger (1986) yaitu:
SERT =
OERT SCFT
Keterangan: SERT : Shadow exchange rate (nilai tukar bayangan) Tahun ke-T OERT : Official exchange rate (nilai tukar resmi) Tahun ke-T SCFT : Standart conversion factor (faktor konversi standar) Tahun ke-T
Nilai faktor konversi standar yang merupakan rasio dari nilai impor dan ekspor ditambah pajaknya dapat ditentukan sebagai berikut:
46
SCFT =
MT + XT (M T + TM T ) + (X T − TXT )
Keterangan: MT : Nilai impor Tahun ke-T (Rp) XT : Nilai ekspor Tahun ke-T (Rp) TMT : Penerimaan pemerintah melalui pajak impor Tahun ke-T (Rp) TXT : Penerimaan pemerintah melalui pajak ekspor Tahun ke-T (Rp)
Perhitungan nilai tukar resmi dalam penelitian ini menggunakan nilai tukar rata-rata pada tahun 2006 yaitu sebesar Rp 9.020 per dollar Amerika Serikat. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistika (laporan realisasi APBN 2006) menunjukkan bahwa nilai ekspor Indonesia pada periode waktu tersebut sebesar Rp 539.400 miliar, sedangkan untuk nilai impornya sebesar Rp 539.300 miliar. Sementara penerimaan pemerintah dari pajak ekspor adalah sebesar Rp 377,7 miliar dan penerimaan dari pajak impor sebesar Rp 12.141,7 miliar. Dari nilainilai tersebut diperoleh hasil perhitungan untuk nilai faktor konversi (SCF) sebesar 0,989, kemudian nilai tukar bayangan (SER) dapat ditentukan yakni sebesar Rp 9.120,32 dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 4.
4.8. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat bagaimana hasil analisis suatu aktivitas ekonomi bila terjadi perubahan terhadap input dan output. Perubahan yang dimasukkan pada penelitian ini yaitu perubahan harga output dan input. Analisis sensitivitas yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
47
1. Penurunan harga lada putih sebesar 35 persen Perubahan
harga
lada
putih
yang
signifikan
disebabkan
karena
produsen/petani lada selama ini hanya menjadi penerima harga (price taker) dari setiap perubahan harga yang terjadi di pasar internasional. Fluktuatifnya harga lada putih menyebabkan petani kesulitan dalam memperkirakan besarnya penerimaan yang akan diperoleh. Dengan pertimbangan tersebut, maka penurunan harga terendah yang terjadi selama tahun 2007 adalah sebesar 35 persen. 2. Peningkatan harga pupuk di Kecamatan Airgegas sebesar 15 persen Perubahan harga pupuk diakibatkan karena situasi yang terduga yaitu terjadinya kelangkaan saat musim tanam tiba. Rata-rata peningkatan harga jual pupuk di Kecamatan Airgegas sebesar 15 persen. 3. Peningkatan harga sewa areal di Kecamatan Airgegas sebesar 75 persen Peningkatan harga sewa ini dikarenakan oleh tingginya pengalihan fungsi areal (konversi) dari areal perkebunan di ke areal pertambangan. Adanya kompetisi dalam penggunaan areal tersebut menyebabkan harga sewa areal menjadi faktor yang penting pada pengusahaan komoditi lada putih, sehingga berdampak terhadap peningkatan nilai sewa areal yakni sebesar 75 persen. Oleh karena itu, sangat penting untuk melihat dampak dari kenaikan harga tersebut terhadap daya saing pengusahaan komoditi lada putih.
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1. Letak dan Kondisi Geografis Kecamatan Airgegas Kecamatan Airgegas merupakan bagian dari sub wilayah administrasi Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kabupaten Bangka Selatan mempunyai luas wilayah sebesar 360.708 Ha yang terdiri dari lima kecamatan yaitu Kecamatan Airgegas, Payung, Simpang Rimba, Lepar Pongok dan Toboali (Lampiran 5). Adapun batasan wilayah dari Kabupaten Bangka Selatan adalah: a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Sungai Selan dan Kecamatan Koba Kabupaten Bangka Tengah. b. Sebelah timur berbatasan dengan Selat Gaspar. c. Sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa dan Selat Bangka. d. Sebelah barat berbatasan dengan Selat Bangka.
Kecamatan Airgegas memiliki luas daerah sebesar 85.363,5 ha dengan tingkat kepadatan penduduk sekitar 42 km2. Jarak antara Kecamatan Airgegas dengan pusat Kota Kabupaten Bangka Selatan kurang lebih 41 km, sedangkan jarak dari Ibu Kota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sekitar 89 km. Kecamatan Airgegas mempunyai batasan wilayah sebagai berikut : a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Koba b. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Toboali c. Sebelah timur berbatasan dengan Koba d. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Payung. Pusat pemerintahan Kecamatan Airgegas yaitu di Desa Airgegas. Jumlah desa/kelurahan yang masuk ke wilayah Kecamatan ini yaitu sebanyak sepuluh
49
desa seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6. Jumlah penduduk yang terdata pada tahun 2006 sebesar 36.147 jiwa dengan rincian laki-laki 18.291 jiwa dan perempuan 17.856 jiwa. Sekitar 57,3 persen penduduk yang ada di Kecamatan Airgegas berkerja sebagai petani, sedangkan yang lainnya bermata pencaharian di sektor pertambangan (31,5%), pedagang (2,2%), industri (0,45%), PNS (0,4%) dan sektor lainnya (8,15%). Tabel 6. Jumlah dan Luas Desa/Kelurahan di Kecamatan Airgegas, Tahun 2006 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Desa / Kelurahan Pergam Bencah Tepus Airgegas Delas Sidoharjo Nyelanding Nangka Ranggas Air Bara Total
Luas (Ha) 3.750 8.000 6.000 14.500 12.013,5 900 11.140 15.010 7.000 7.050 85.363,5
Sumber : BPS Kabupaten Bangka, 2006
Sebagian besar lahan yang ada di Kecamatan Airgegas dimanfaatkan untuk areal perkebunan terutama tanaman lada dan karet. Didukung dengan kondisi agroklimat dan topografi tanah yang baik, telah menjadikan kedua komoditi perkebunan tersebut sebagai sumber utama mata pencaharian bagi masyarakat setempat. Kecamatan Airgegas memiliki iklim tropis tipe A yakni setiap tahunnya mengalami bulan basah sebanyak tujuh bulan dan bulan kering selama empat bulan atau periode bulan basahnya relatif lebih panjang dari bulan kering, dengan suhu rata-rata antara 23,7°C sampai 31,18°C dan tingkat curah hujan 107,6 hingga 343,7 mm/bulan. Secara umum struktur topografi tanah di Kecamatan Airgegas
50
relatif datar hingga berombak dan bergelombang dengan ketinggian tempat kurang lebih 200 m di atas permukaan laut. Jenis tanah yang terdapat di kecamatan ini umumnya berpasir dengan pH tanah rata-rata di bawah 5. Kondisi alam tersebut sangat mempengaruhi proses budidaya tanaman perkebunan yang ada di daerah ini. Kondisi sarana dan prasarana yang terdapat di Kecamatan Airgegas terbilang cukup baik dengan prasarana transfortasi/jalan beraspal mulus dan didukung oleh sarana yang memadai. Kondisi tersebut sangat mempengaruhi kelacaran aktivitas agribisnis yang ada di daerah ini seperti biaya dan waktu transportasi pengangkutan hasil panen lada putih antar daerah menjadi lebih rendah dan singkat. Hal ini akan berdampak pada pendapatan petani karena harga di tingkat petani memiliki selisih yang rendah terhadap harga yang diterima para eksportir.
5.2. Mekanisme Pemasaran Komoditi Lada Putih di Kecamatan Airgegas Pada umumnya sistem pemasaran lada putih yang terjadi di Kecamatan Airgegas lebih mengarah kepada transaksi dengan alur baku pemasaran yang tetap. Sejak dari zaman dahulu sampai sekarang proses/rantai pemasaran lada putih di kecamatan ini tetap sama yakni hanya satu alur pemasaran yang sederhana dengan melibatkan banyak pihak untuk mendukung kelancaran proses tersebut. Sebagai gambaran rantai pemasaran lada putih dapat dilihat pada Gambar 6. Pola rantai pemasaran yang terjadi di Kecamatan Airgegas seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6 memperlihatkan bahwa sebagian besar (85%) petani
51
menjual hasil usahanya kepada pedagang tingkat desa dan pedagang jalanan (15%), kemudian pedagang jalanan (toke) membeli lada putih (95%) dari pedagang tingkat desa. Pedagang jalanan (toke) menjual seluruh hasil pembeliannya ke pedagang besar/eksportir yang berlokasi di Kota Pangkalpinang. Sebagian besar (90%) lada putih ini dihasilkan untuk ekspor dan sisanya (10%) diserap oleh pasar dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan domestik.
Petani 85%
15% 95%
Pedagang Desa
Pedagang Jalanan
Pedagang Besar/Eksportir
5%
100%
90%
10%
Ekspor
Antar Pulau (Jawa)
Gambar 6. Alur Pemasaran Lada Putih di Kecamatan Airgegas Pedagang besar/eksportir memiliki peran yang cukup sentral dalam meningkatkan daya saing komoditi lada putih, karena setiap lada putih yang masuk
ke
gudang
pengolahan
diberikan
perlakuan
lanjutan
seperti
pengklasifikasian terhadap mutu, kadar air dan lain-lainnya. Dengan demikian, lada putih yang akan di ekspor dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: 1. Lada Putih FAQ Lada putih dengan kualitas standar 2. Lada Putih Asta Lada putih dengan kualitas Amerika 3. Lada Putih Campuran Lada putih dengan kualitas asalan
52
Lada putih FAQ secara umum mendominasi ekspor lada putih yakni sebesar 62 persen, disusul dengan lada putih campuran sebesar 24,5 persen dan kemudian lada putih Asta sebesar 13,5 persen.
5.3. Karakteristik Petani Responden Pada penelitian ini yang menjadi kriteria/kategori untuk identifikasi terhadap petani responden yaitu terdiri dari beberapa aspek diantaranya umur, tingkat pendidikan petani, pengalaman berusahatani dan luas areal usahatani. Karakteristik dari petani responden dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Karakteristik Petani Responden Pengusahaan Komoditi Lada Putih di Kecamatan Airgegas, Tahun 2007 No. 1. 2. 3. 4.
Uraian Umur (tahun) Pendidikan formal Pengalaman berusahatani lada (tahun) Luas areal (ha)
Minimum 29 SD 10 1
Maksimun 50 SMU 25 1,5
Tabel 7 memperlihatkan bahwa umur petani yang mengusahakan tanaman lada di Kecamatan Airgegas masih tergolong usia produkif yakni antara umur 29 sampai 50 tahun. Dari segi pendidikan formal, petani di kecamatan ini mempunyai tingkat pendidikan yang beragam mulai dari tamatan SD sampai SMU. Pengalaman berusahatani yang dimiliki petani di Kecamatan Airgegas berasal dari pengalaman orang tua terdahulu dengan tingkat pengalaman 10 sampai 25 tahun. Kebanyakan petani responden yang melakukan aktivitas budidaya tanaman lada memiliki luas areal antara 1 ha sampai 1,5 ha dengan jarak tanam 2 m x 2 m atau kalau dikonversikan dengan jumlah tanaman menjadi sekitar 2500 sampai 3750 tanaman lada.
53
Faktor umur, pendidikan dan pengalaman berusahatani memiliki peranan penting dalam mengembangkan usahatani tanaman lada. Karena dalam usia produktif, pendidikan dan pengalaman yang memadai bagi petani akan lebih rasional untuk memutuskan skala usaha dan melakukan aktivitas pengusahaan tanaman ini.
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. Kondisi Usahatani Perkebunan Lada Putih di Kecamatan Airgegas Perkebunan lada yang terdapat di Kecamatan Airgegas masih dikelola dalam bentuk perkebunan rakyat (bersifat tradisional). Keberlangsungan pengusahaan komoditi lada ini sangat ditentukan dari cara/sistem usahatani yang dilakukan oleh petani. Disamping itu, kegiatan pengusahaan komoditi tersebut juga memerlukan biaya perawatan yang cukup besar, karena merupakan usaha perkebunan. Selama ini, belum ditemukan bibit lada secara khusus diperjualbelikan oleh lembaga perbenihan, petani memperoleh bibit berasal dari hasil panen sendiri atau dari petani lain di sekitar kecamatan, sedangkan untuk tajar (ajir) tetap diperoleh melalui perambahan di hutan atau membeli langsung kepada penjual yang ada di daerah tersebut. Kegiatan pemupukkan dilakukan sebanyak dua kali dalam satu tahun yakni pada Bulan April dan Oktober. Sebagian besar petani yang terdapat di kecamatan ini melakukan kegiatan pemupukkan dengan menggunakan pupuk anorganik yaitu TSP/SP36, KCL dan Urea. Sementara itu, untuk aktivitas perawatan dilakukan hampir setiap bulan tergantung dari intensitas gangguan gulma dan hama terhadap tanaman lada. Tanaman lada mulai berproduksi pada tahun ke-3 dengan masa produktif berlangsung sampai tahun ke-7 dan hasil pada tahun selanjutnya sudah tidak memadai. Pemanenan lada dilakukan satu tahun sekali yaitu antara akhir Bulan Juli sampai awal September. Produktivitas lada selama umur produktif berkisar antara 0,157-1,314 ton/ha/tahun lada putih kering, dimana hasil produksi tertinggi dicapai pada tahun ke-4 dan terendah pada tahun ke-7. Harga rata-rata lada putih
55
di tingkat petani pada saat penelitian ini dilakukan (September-Oktober 2007) adalah Rp 37.442/kg. Sementara itu, berdasarkan pengakuan normatif petani, harga harapan yang layak mereka terima minimal Rp 25.000/kg. Hal ini lebih dikarenakan semakin tingginya resiko usahatani dan semakin pendeknya umur produktif tanaman, yang disebabkan oleh dua penyakit tanaman utama yakni Sakit Bujang (Penyakit Kuning/Yellow desease) dan Mati Mendadak (Sudden death).
6.2. Komponen Biaya dan Penerimaan pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Besar kecil biaya yang dikeluarkan dalam melakukan aktivitas budidaya tanaman lada sangat ditentukan oleh skala usaha pengelolaannya. Komponen biaya yang digunakan pada pengusahaan tanaman ini cukup beragam mulai dari biaya pembukaan kebun, pengadaan bibit lada, pupuk, tenaga kerja, tajar/ajir dan lainnya. Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa biaya investasi usahatani lada putih pada tahun ke-1 yakni sebesar Rp 13.789.300/ha, terdiri atas biaya pengadaan sarana produksi (73,10%), upah tenaga kerja (19,49%), dan biaya lainnya (7,41%). Pada tahun ke-2, besar biaya investasi untuk usahatani komoditi ini adalah Rp 17.157.500/ha, mencakup biaya sarana produksi (88,77%), upah tenaga kerja (8,35%), dan biaya lainnya (2,88%). Biaya produksi kebun untuk tahun berikutnya sampai tahun ke-7 berkisar antara Rp 4,4 – Rp 9,3 juta/ha/tahun. Tabel 8 juga menginformasikan bahwa pada tahun ke-3 merupakan awal tanaman berproduksi, namun penerimaan yang diperoleh belum mampu menutupi biaya investasi yang dikeluarkan selama tahun ke-1 dan ke-2. Tingkat penerimaan tertinggi pada pengusahaan komoditi lada putih dicapai pada produksi tahun ke-4
55
56
Tabel 7. Input-Output Usahatani Lada Putih Menurut Umur Berdasarkan Harga Privat/Finansial di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, Tahun 2006/2007 (Rp/Ha) No. A. B. 1. 2. 3. 4.
Uraian Penerimaan Pengeluaran: Bibit Lada Ajir Sementara Ajr Tetap Pupuk: - Urea - TSP/SP 36 - KCL
Harga Satuan Satuan (Rp) Kg 37.442
7
1
2
546
157
0
Umur (Tahun) Ke 3 4 5 6 Nilai (Rp/Ha/Tahun) 0 34.446.640 49.198.788 38.378.050 20.443.332
7 5.878.394
0 0 2500
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
7.500.000 1.250.000 0
0 0 12.500.000
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
Kg
1.300 1.600 2.900
200 100 50
250 150 100
375 500 400
500 750 500
500 750 500
400 650 500
250 450 350
260.000 160.000 145.000
325.000 240.000 290.000
487.500 800.000 1.160.000
650.000 1.200.000 1.450.000
650.000 1.200.000 1.450.000
520.000 1.040.000 1.450.000
325.000 720.000 1.015.000
Ltr
50.000
2
3
3
3
3
3
2
100.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
100.000
35.000 25.000
27 7
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
945.000 175.000
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
25.000 25.000 30.000 30.000 25.000
14 28 17 0 0
19 0 45 0 0
0 0 57 40 27
0 0 68 60 49
0 0 66 45 44
0 0 65 30 21
0 0 28 15 7
350.000 700.000 510.000 0 0
475.000 0 1.365.000 0 0
0 0 1.715.000 1.200.000 675.500
0 0 2.030.000 1.800.000 1.225.000
0 0 1.985.000 1.350.000 1.105.000
0 0 1.940.000 925.000 535.000
0 0 845.000 450.000 175.500
60.000 30.000 25.000 300.000 800.000 12.500
2 2 3 1 1 1
0 0 0 0 1 1
0 0 0 0 1 1
0 0 0 0 1 1
0 0 0 0 1 1
0 0 0 0 1 1
0 0 0 0 1 1
120.000 0 0 0 0 0 60.000 0 0 0 0 0 75.000 0 0 0 0 0 300.000 0 0 0 0 0 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 12.500 12.500 12.500 12.500 12.500 12.500 13.789.300 17.157.500 7.000.500 9.317.500 8.702.500 7.094.300 (13.789.300) (17.157.500) 27.446.140 39.881.288 29.675.550 13.349.032
0 0 0 0 800.000 12.500 4.443.000 1.435.394
Tenaga Kerja: - Pembukaan lahan - Pembuatan lobang tanam - Pengajiran - Penanaman dan penutupan - Pemeliharaan - Panen - Pasca Panen
HOK
Peralatan: - Cangkul - Parang/Golok - Arit - Sprayer merk solo
Buah
C.
0
6
2500 2500 0
6.
Sewa Lahan Pajak Total Biaya (B) Pendapatan
0
Umur (Tahun) Ke 3 4 5 Volume (Ha/Tahun) 920 1.314 1.025
3.000 500 5.000
Obat-obatan: - Gramoxone
8. 9.
2
Stek Batang Batang
5.
7.
1
Tahun Tahun
Sumber: Data Primer (Diolah) Keterangan: Penerimaan pada harga rata-rata lada putih Bulan Oktober 2007 Rp 37.442/kg
57
Tabel 8. Input-Output Usahatani Lada Putih Menurut Umur Berdasarkan Harga Sosial/Ekonomi di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, Tahun 2006/2007 (Rp/Ha) No.
Uraian
A.
Penerimaan
B. 1. 2. 3. 4.
Pengeluaran: Bibit Lada Ajir Sementara Ajr Tetap Pupuk: - Urea - TSP/SP 36 - KCL
Obat-obatan: - Gramoxone 6. Tenaga Kerja: - Pembukaan lahan - Pembuatan lobang tanam - Pengajiran - Penanaman dan penutupan - Pemeliharaan - Panen - Pasca Panen
Harga Satuan Satuan (Rp) Kg 39.157
1
2
Umur (Tahun) Ke 3 4 5 Volume (Ha/Tahun) 920 1.314 1.025
0
0
3.000 500 5.000
2500 2500 0
0 0 2500
0 0 0
0 0 0
Kg
2.253.36 3.100,26 2.069,66
200 100 50
250 150 100
375 500 400
Ltr
50.000
2
3
28.000 20.000 20.000 20.000 24.000 24.000 20.000
27 7 14 28 17 0 0
60.000 30.000 25.000 300.000 800.000 12.500
2 2 3 1 0 0
Stek Batang Batang
0 6
7
1
2
Umur (Tahun) Ke 3 4 5 6 7 Nilai (Rp/Ha/Tahun) 0 36.024.440 51.452.298 40.135.925 21.379.722 6.147.649
546
157
0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
7.500.000 1.250.000 0
0 0 12.500.000
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
500 750 500
500 750 500
400 650 500
250 450 350
450.672 310.026 103.483
563.340 465.039 206.966
788.550 1.550.000 828.000
1.126.500 2.325.000 1.035.000
1.126.500 2.325.000 1.035.000
901.200 2.015.000 1.035.000
563.250 1.395.000 724.500
3
3
3
3
2
100.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
100.000
0 0 19 0 45 0 0
0 0 0 0 57 40 27
0 0 0 0 68 60 49
0 0 0 0 66 45 44
0 0 0 0 65 30 21
0 0 0 0 28 15 7
756.000 140.000 280.000 560.000 420.000 0 0
0 0 380.000 0 1.092.000 0 0
0 0 0 0 1.372.000 960.000 540.000
0 0 0 0 1.624.000 1.440.000 980.000
0 0 0 0 1.588.000 1.080.000 884.000
0 0 0 0 1.552.000 740.000 428.000
0 0 0 0 676.000 360.000 140.400
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
120.000 0 0 0 0 0 60.000 0 0 0 0 0 75.000 0 0 0 0 0 300.000 0 0 0 0 0 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 12.500 12.500 12.500 12.500 12.500 12.500 13.237.680 17.569.845 7.001.050 9.493.000 9.001.000 7.633.700 (13.237.680) (17.569.845) 29.023.390 41.959.298 31.134.925 13.749.022
0 0 0 0 800.000 12.500 4.771.650 1.375.999
5.
7.
8. 9. C.
Peralatan: - Cangkul - Parang/Golok - Arit - Sprayer merk solo Sewa Lahan Pajak Total Biaya (B) Pendapatan
HOK
Buah
Tahun Tahun
Sumber: Data Primer (Diolah)
55
56
57
58
dengan penerimaan output sebesar Rp 49.198.788/ha, sedangkan di tahun ke-7 penerimaan yang diterima sudah jauh menurun bahkan lebih rendah dari tahun pertama berproduksi yakni sebesar Rp 5.878.394/ha. Penerimaan output secara finansial dan ekonomi yang diperoleh petani dalam pengusahaan komoditi lada putih yang dicapai pada tahun ke-3, ke-4, ke-5, ke-6 dan ke-7 dapat dilihat pada Tabel 8 dan Tabel 9. Tingginya penerimaan output secara sosial/ekonomi bila dibandingkan dengan penerimaan secara privat/finansial lebih dikarenakan harga lada putih di pasar dunia yang cenderung mahal dibandingkan harga di pasar dalam negeri, sehingga membawa penerimaan yang tinggi pada tingkat harga sosial.
6.3. Analisis Daya Saing Pengusahaan Komoditi Lada Putih di Kecamatan Airgegas Alat analisis yang digunakan untuk mengukur tingkat daya saing pengusahaan komoditi lada putih di Kecamatan Airgegas seperti telah dijelaskan sebelumnya yaitu matriks analisis kebijakan periode banyak (PAM multiperiod). Pengukuran daya saing dengan menggunakan alat analisis PAM pada penelitian ini dibatasi sampai siklus tanaman 7 tahun, dimana tahun ke-3 merupakan tahap awal tanaman lada berproduksi, tahun ke-4 merupakan pucak produksi dan tahun ke-7 sebagai fase akhir berproduksi. Matriks
PAM
dibangun
berdasarkan
data
penerimaan,
biaya
produksi/input dan biaya tataniaga dari pengusahaan komoditi lada putih. Perhitungan pada matriks PAM dilakukan dengan mengelompokkan biaya produksi ke dalam harga privat/pasar (harga yang sebenarnya diterima dan dibayarkan oleh produsen atau konsumen) dan harga sosial/bayangan (harga yang
59
menggambarkan nilai ekonomi bagi pelaku). Selisih antara harga privat dengan harga sosial merupakan komponen yang digunakan untuk menganalisis efek divergensi (kebijakan pemerintah dan kegagalan pasar).
6.3.1. Analisis Keuntungan Privat dan Sosial Keuntungan privat adalah salah satu indikator daya saing dari sistem komoditas dan merupakan bentuk indikator keluaran dari alat analisis PAM. Keuntungan privat yaitu selisih antara penerimaan yang diperoleh dari hasil penjualan lada putih dengan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan per satuan kilogram output yang dihitung berdasarkan harga privat. Harga tersebut sudah dipengaruhi oleh adanya kebijakan pemerintah baik berupa subsidi maupun kebijakan lainnya. Berdasarkan hasil dari analisis matrik kebijakan seperti yang tertera pada Tabel 9, diketahui bahwa secara privat/finansial pengusahaan komoditi lada putih di Kecamatan Airgegas baik pada produksi tahun ke-3, ke-4, ke-5, ke-6 dan ke-7 menguntungkan (KP = D > 0) yakni masing-masing Rp 25.727.053,6/ha, Rp 37.472.615,12/ha, Rp 27.620.857/ha, Rp 11.644.587,9/ha dan Rp 781.597,56/ha. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat penerimaan petani berdasarkan nilai privatnya lebih besar dari pengeluarannya. Dengan demikian, usahatani lada di Kecamatan Airgegas layak untuk diusahakan, karena dapat memberikan keuntungan yang baik bagi petani. Keuntungan privat terbesar diperoleh petani lada pada tahun produksi ke-4 yaitu sebesar Rp 38.668.425,12/ha, karena merupakan puncak produksi tertinggi dari pengusahaan komoditi lada putih ini. Keuntungan sosial/ekonomi merupakan indikator daya saing untuk mengetahui tingkat efisiensi dari pengusahaan komoditi lada putih yang dilakukan
60
oleh petani di Kecamatan Airgegas. Keuntungan sosial dihitung berdasarkan perbedaan penerimaan dan biaya dengan menggunakan harga bayangan yang terjadi di pasar persaingan sempurna dan tidak terdapat adanya kebijakan pemerintah maupun kegagalan pasar (market failures). Hasil analisis secara sosial/ekonomi (Tabel 10) menunjukkan bahwa pengusahaan komoditi lada putih di Kecamatan Airgegas mempunyai keuntungan sosial yang positif (KS = H > 0), yakni masing-masing Rp 28.183.123,6/ha, Rp 40.793.885,12/ha, Rp 30.184.832/ha, Rp 13.238.177,9/ha dan Rp 1.230.472,56/ha untuk setiap tahun produksinya. Keuntungan ekonomi terbesar juga diperoleh petani lada pada tahun produksi ke-4 yaitu sebesar Rp 40.793.885,12/ha, sedangkan keuntungan ekonomi terkecil diperoleh di tahun produksi ke-7 yakni sebesar Rp 1.230.472,56/ha. Kondisi tersebut menandakan bahwa sistem pengusahaan lada putih memperoleh keuntungan atas biaya normal pada harga sosial. Dengan kata lain, pengusahaan komoditi lada putih di Kecamatan Airgegas efisien secara ekonomi atau memiliki keunggulan komparatif. Berdasarkan hasil analisis perbandingan antara keuntungan yang diperoleh petani lada secara privat dengan keuntungan sosial, ternyata keuntungan sosial lebih besar dibandingkan keuntungan privat (KP < KS). Hal tersebut menginformasikan bahwa secara sosial atau pada kondisi dimana harga input dan output dihitung berdasarkan harga opportunity cost (biaya imbangan) dan tidak adanya kegagalan pasar, maka pengusahaan komoditi lada putih sangat menguntungkan untuk terus diusahakan.
61
Tabel 10. Hasil Matrik Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komodit Lada Putih Tahun ke-3, ke-4, ke-5, ke-6, dan ke-7 di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, Tahun 2007 (Rp/Ha) Keterangan l. Tahun ke-3 Harga Privat Harga Sosial Efek Divergensi ll. Tahun ke-4 Harga Privat Harga Sosial Efek Divergensi lll. Tahun ke-5 Harga Privat Harga Sosial Efek Divergensi lV. Tahun ke-6 Harga Privat Harga Sosial Efek Divergensi V. Tahun ke-7 Harga Privat Harga Sosial Efek Divergensi
Penerimaan Output
Biaya Input Tradable Non Tradable
34.446.640 36.024.440 - 1.577.800
891.515 1.100.039,5 - 208.524,5
7.828.071,4 6.741.276,9 1.086.794,5
25.727.053,6 28.183.123,6 - 2.456.070
49.198.788 51.452.298 - 2.253.510
1.152.333 1.443.858 - 291.525
10.573.839,88 9.214.554,88 1.359.285
37.472.615,12 40.793.885,12 - 3.321.270
38.378.050 40.135.925 - 1.757.875
1.142.362,5 1.486.447,5 - 344.085
9.614.830,5 8.464.645,5 1.150.185
27.620.857 30.184.832 - 2.563.975
20.443.332 21.379.722 - 936.390
1.041.737 1.314.685 - 272.948
7.757.007,1 6.826.859,1 930.148
11.644.587,9 13.238.177,9 - 1.593.590
5.878.394 6.147.649 - 269.255
702.816,5 883.414 - 180.597,5
4.393.979,94 4.033.762,44 360.217,5
781.597,56 1.230.472,56 - 448.875
Keuntungan
Tabel 10 juga menunjukkan bahwa efek divergensi (kebijakan pemerintah dan kegagalan pasar) secara keseluruhan telah menyebabkan keuntungan yang diterima petani lada putih pada setiap tahun produksinya menjadi berkurang yakni masing-masing Rp 2.456.070/ha, Rp 3.321.270/ha, Rp 2.563.975/ha, Rp 1.593.590/ha dan Rp 448.875/ha. Efek divergensi juga menyebabkan terjadinya transfer pendapatan dari petani lada ke konsumen lada atau pengguna input untuk setiap
tahun
produksinya
yakni
masing-masing
Rp
1.577.800/ha,
Rp
2.253.510/ha, Rp 1.757.876/ha, Rp 936.390/ha dan Rp 269.255/ha. Transfer pendapatan tersebut diperkirakan lebih diakibatkan oleh kegagalan pasar, karena selama ini pembeli yang mengusai harga di pasar baik tingkat domestik maupun dunia, sedangkan petani lada hanya berperan sebagai penerima harga (price
62
taker). Sementara kebijakan pemerintah pada pasar lada putih untuk saat ini belum ada. Pada pasar input tradable (Tabel 10), efek divergensi yang diakibatkan oleh kebijakan input menyebabkan terjadinya transfer input produksi dari pedagang input ke petani lada yakni masing-masing Rp 208.524,5/ha, Rp 291.525/ha, Rp 344.085/ha, Rp 272.948/ha dan Rp 180.597,5/ha untuk setiap tahun produksinya. Hal ini berdampak pada biaya yang dikeluarkan untuk input produksi menjadi rendah karena harga input yang diterima petani lada pada kondisi harga privat lebih rendah bila dibandingkan dengan harga sosialnya terutama pada harga input pupuk. Selain itu, efek divergensi yang terjadi akibat kebijakan input juga berdampak terhadap pasar input non tradable. Kebijakan input pada pasar input non tradable tidak berjalan efektif yang secara keseluruhan telah menyebabkan terjadinya transfer input dari petani lada ke pedagang input seperti yang ditunjukkan pada Tabel 10. Kondisi tersebut menandakan bahwa harga input non tradable yang dibayar petani lada untuk berproduksi lebih tinggi dari pada harga sesungguhnya.
6.3.2. Analisis Keunggulan Kompetitif dan Komparatif Keunggulan kompetitif diukur dengan PCR (Private Cost Ratio) yang mencerminkan daya saing lada putih dalam kondisi aktual (harga privat). Nilai PCR merupakan rasio antara biaya input non tradable dengan nilai tambah keluaran dari biaya input tradable yang dihitung pada harga privat. Tabel 11 memperlihatkan bahwa secara umum pengusahaan komoditi lada putih di Kecamatan Airgegas memiliki keunggulan kompetitif, hal ini didasarkan pada
63
hasil analisis dari nilai PCR yang kurang dari satu (PCR < 1) untuk masingmasing tahun produksi yakni berkisar antara 0,19 sampai 0,76. Tingkat keunggulan kompetitif tertinggi dicapai pada produksi tahun ke-4 dengan nilai PCR sebesar 0,22, sedangkan yang terendah terjadi pada produksi tahun ke-7 dengan nilai PCR sebesar 0,85 (Tabel 11). Sementara untuk tahun ke3, ke-5 dan ke-6 nilai PCR masing-masing sebesar 0,23, 0,26 dan 0,40. Artinya untuk meningkatkan nilai tambah output sebesar satu satuan pada harga privat di Kecamatan Airgegas, diperlukan tambahan biaya faktor domestik masing-masing sebesar 0,23 satuan (tahun ke-3), 0,22 satuan (tahun ke-4), 0,26 satuan (tahun ke5), 0,40 satuan (tahun ke-6) dan 0,85 satuan (tahun ke-7). Hal tersebut menunjukkan bahwa pengusahaan komoditi lada putih di Kecamatan Airgegas sangat layak untuk diusahakan. Keunggulan komparatif diukur dengan DRCR (Domestic Resource Cost Ratio) yang menggambarkan daya saing lada putih pada kondisi pasar tidak terdistorsi (harga sosial). DRCR merupakan rasio antara biaya input non tradable dengan nilai tambah keluaran dari biaya masukan yang diperdagangkan secara sosial. Hasil analisis menunjukkan bahwa Kecamatan Airgegas mempunyai keunggulan komparatif untuk memproduksi komoditi lada putih. Hal ini terlihat dari produksinya di setiap tahun yang memiliki nilai DRCR kurang dari satu (DRCR < 1) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 11. Nilai DRCR terendah terjadi pada produksi tahun ke-4 dengan nilai sebesar 0,18 dan tertinggi terjadi pada produksi tahun ke-7 yakni sebesar 0,77 (Tabel 11). Nilai tersebut menandakan bahwa tingkat keunggulan komparatif tertinggi dicapai pada produksi tahun ke-4, sedangkan yang terendah terjadi pada
64
produksi tahun ke-7. Sementara itu, untuk nilai DRCR tahun produksi ke-3, ke-5, dan ke-6 dapat dilihat pada Tabel 11. Nilai DRCR tersebut mengandung arti bahwa untuk mengembangkan usahatani lada putih di Kecamatan Airgegas hanya membutuhkan korbanan sumberdaya domestik masing-masing sebesar 0,19 satuan (tahun ke-3), 0,18 satuan (tahun ke-4), 0,21 satuan (tahun ke-5), 0,34 satuan (tahun ke-6) dan 0,77 satuan (tahun ke-7). Dengan demikian, pengusahaan terhadap komoditi lada putih sangat ekonomis untuk terus dikembangkan mengingat hanya membutuhkan alokasi biaya domestik yang relatif rendah, sehingga dapat mendorong peningkatan produksi. Tabel 11. Keunggulan Kompetitif dan Komparatif pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih di Kecamatan Airgegas Kabupaten Bangka Selatan, Tahun 2006 Keterangan l. Tahun ke-3 ll. Tahun ke-4 lll. Tahun ke-5 lV.Tahun ke-6 V. Tahun ke-7 Siklus 7 tahun
PCR
DRCR 0,23 0,22 0,26 0,40 0,85 0,53
0,19 0,18 0,21 0,34 0,77 0,48
Hasil analisis (Tabel 11) juga menunjukkan bahwa pengusahaan lada putih dengan siklus tanaman 7 tahun yang didasarkan pada net present value (NPV) di Kecamatan Airgegas memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif. Hal ini ditunjukkan oleh nilai PCR dan DRCR yang kurang dari satu yaitu sebesar 0,53 dan 0,48. Artinya, untuk meningkatkan nilai tambah output sebesar satu satuan pada harga privat di Kecamatan Airgegas, diperlukan tambahan biaya faktor domestik sebesar 0,53 satuan dan hanya dibutuhkan sumberdaya domestik sebesar 0,48 satuan untuk pengembangan pengusahaan lada putih di kecamatan tersebut. Dengan
kata
lain,
komoditi
lada
putih
jauh
lebih
efisien
jika
65
diusahakan/diproduksi di dalam negeri bila dibandingkan dengan mengimpornya. Hal ini karena produksi lada putih di Kecamatan Airgegas sangat layak untuk diusahakan dan efisien dalam penggunaan sumberdaya domestik, sehingga berdampak pada penghematan devisa. Selanjutnya bila dibandingkan antara nilai PCR dengan DRCR (siklus 7 tahun) ternyata memiliki nilai yang besarannya tidak jauh berbeda, di mana nilai PCR relatif lebih besar dari nilai DRCR (PCR > DRCR). Hal tersebut menunjukkan bahwa pengusahaan komoditi lada putih yang ada di Kecamatan Airgegas saat ini layak untuk dikembangkan meskipun tanpa adanya dukungan proteksi input-output dari pemerintah.
6.3.3. Dampak Kebijakan Pemerintah Dampak kebijakan dan kegagalan pasar pada pengusahaan komoditi lada putih dapat diidentifikasi dari nilai NPCO (Nominal Protection Coefficient on Output), NPCI (Nominal Protection Coefficient on Tradable Input) dan EPC (Effective Protection Coefficient). Nilai NPCO dan NPCI mencerminkan dampak kebijakan pemerintah secara parsial, sementara dampak secara simultan dapat dilihat dari nilai EPC. Nilai NPCO menunjukkan dampak insentif pemerintah menyebabkan terjadinya perbedaan nilai output yang diukur dengan harga privat dan sosial. Namun, mengingat sampai saat ini belum ada kebijakan pemerintah untuk perdagangan lada putih, maka pada output lada putih ini diduga kegagalan pasar yang menyebabkan harga yang diterima petani lebih rendah dari seharusnya. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai NPCO untuk pengusahaan komoditi lada putih di Kecamatan Airgegas pada masing-masing tahun produksinya sama yakni
66
kurang dari satu (NPCO < 1) sebesar 0,96 seperti yang tertera pada Tabel 12. Artinya petani menerima harga lebih murah dari harga dunia, dimana harga jual lada putih di tingkat petani 4 persen lebih murah dari harga output yang seharusnya diterima. Dengan arti lain, telah terjadi pengalihan pendapatan dari petani lada ke konsumen lada (industri makanan, industri farmasi dan industri yang berbahan baku lada putih). Tabel 12. Dampak Kebijakan dan Kegagalan Pasar pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, Tahun 2006 Keterangan l. Tahun ke-3 ll. Tahun ke-4 lll. Tahun ke-5 lV.Tahun ke-6 V. Tahun ke-7
NPCO
NPCI 0,96 0,96 0,96 0,96 0,96
EPC 0,81 0,80 0,77 0,79 0,80
0,96 0,96 0,96 0,97 0,98
Selanjutnya, untuk mengetahui seberapa besar insentif yang diberikan pemerintah terhadap input produksi tradable dapat diketahui dari nilai NPCI. NPCI merupakan rasio biaya input tradable berdasarkan harga privat dan harga sosial. Tabel 12 memperlihatkan bahwa nilai NPCI untuk pengusahaan komoditi lada putih pada setiap tahun produksinya kurang dari satu (NPCI < 1) yakni berkisar antara 0,77 sampai 0,81. Hal ini berarti bahwa harga input yang dibayar petani lebih rendah 19 sampai 23 persen dari harga dunia, maksudnya pemerintah melakukan kebijakan subsidi terhadap input produksi tradable dengan menetapkan harga domestik lebih rendah dari harga dunia. Kondisi tersebut berpengaruh pada tingkat pegusahaan lada putih, karena harga input produksi tradable yang rendah akan membantu meningkatkan pendapatan petani di Kecamatan Airgegas.
67
Indikator untuk mengetahui dampak kebijakan terhadap output dan input tradable apakah bersifat menghambat atau melindungi produksi lada putih domestik dapat dijelaskan dari nilai EPC. EPC merupakan rasio yang membandingkan antara nilai tambah input tradable pada tingkat harga privat dengan nilai tambah input tradable pada tingkat harga sosial. Hasil analisis memperlihatkan bahwa nilai EPC pada pengusahaan komoditi lada putih di Kecamatan Airgegas kurang dari satu (EPC < 1) untuk setiap tahun produksinya yaitu berkisar antara 0,96 sampai 0,98 (Tabel 12). Nilai tersebut menunjukkan bahwa petani lada cenderung membayar harga input tradable dan menjual harga output tidak sesuai dengan harga yang seharusnya (harga sosial). Kondisi ini membuktikan bahwa secara simultan kebijakan pemerintah terhadap output – input tidak memberikan perlindungan yang efektif bagi petani lada untuk berproduksi.
6.4. Analisis Sensitivitas Terhadap Daya Saing Pengusahaan Komoditi Lada Putih Analisis sensitivitas atau analisis kepekaan pada penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat seberapa besar tingkat perubahan dari hasil matriks analisis kebijakan (PAM) pengusahaan komoditi lada putih di Kecamatan Airgegas terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada harga output maupun input. Untuk menguji hasil analisis sebelumnya, analisis sensitivitas yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga variabel yaitu penurunan harga output sebesar 35 persen, peningkatan harga input pupuk sebesar 15 persen dan peningkatan harga sewa lahan yakni sebesar 75 persen. Pada analisis perubahan
68
harga output dan harga input hanya melihat satu perubahan saja dengan faktor lainnya tetap (ceteris paribus). Berdasarkan hasil analisis sensitivitas (Tabel 13) memperlihatkan bahwa dengan terjadinya penurunan harga lada putih sebesar 35 persen telah menyebabkan melemahnya daya saing pengusahaan lada putih di Kecamatan Airgegas. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai PCR dan DRCR dari setiap tahun produksi yang lebih besar dari nilai PCR dan DRCR pada saat kondisi tidak ada perubahan. Bahkan pada produksi tahun ke-7 nilai PCR dan DRCR lebih dari satu yakni sebesar 2,92 dan 3,08. Hal ini mengindikasikan bahwa pengusahan lada putih di tahun produksi tersebut tidak memiliki keunggulan lagi baik secara kompetitif maupun komparatif. Namun demikian, pengusahaan lada putih di Kecamatan Airgegas masih tetap menguntungkan untuk produksi tahun ke-3 sampai ke-6, karena nilai PCR dan DRCR masih kurang satu. Artinya pada produksi tahun tersebut pengusahaan komoditi ini mempunyai keunggulan kompetitif dan komparatif. Tabel 13. Analisis Sensitivitas Terhadap Daya Saing Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-3, ke-4, ke-5, ke-6, dan ke-7 di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, Tahun 2006 Keterangan l. Tahun ke-3 ll. Tahun ke-4 lll. Tahun ke-5 lV.Tahun ke-6 V. Tahun ke-7
Harga Output Harga Input Pupuk Harga Sewa Lahan Turun (35 Persen) Naik (15 Persen) Naik (75 Persen) PCR DRCR PCR DRCR PCR DRCR 0,32 0,29 0,24 0,20 0,25 0,21 0,30 0,19 0,29 0,23 0,23 0,20 0,36 0,23 0,35 0,27 0,27 0,23 0,56 0,42 0,43 0,37 0,58 0,34 3,08 0,91 0,97 0,88 2,92 0,84
Naiknya harga input pupuk sebesar 15 persen juga berdampak pada melamahnya tingkat daya saing pengusahaan komoditi lada putih di Kecamatan Airgegas. Hal ini terlihat dari nilai PCR dan DRCR yang lebih besar dari kondisi
69
normalnya seperti yang terlihat pada Tabel 13. Akan tetapi pengusahaan komoditi lada putih di Kecamatan Airgegas masih layak untuk diusahakan dan menguntungkan, karena nilai PCR dan DRCR untuk setiap tahun produksinya masih kurang dari satu. Dengan kata lain, pengusahaan komoditi tersebut masih mempunyai daya saing (keunggulan kompetitif dan komparatif) untuk terus dikembangkan. Selanjutnya, hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa peningkatan harga sewa lahan sebesar 75 persen menyebabkan daya saing terhadap pengusahaan komoditi lada putih melemah (Tabel 13). Hal ini ditunjukkan oleh nilai PCR dan DRCR yang lebih besar dari kondisi normalnya (eksisting). Walaupun demikian, pengusahaan komoditi lada putih di Kecamatan Airgegas tetap menguntungkan untuk terus diusahakan, karena secara kompetitif dan komparatif masih berdaya saing. Bila dianalisis lebih lanjut (Tabel 13) hasil dari analisis sensitivitas yang dilakukan pada dua variabel yakni penurunan harga output sebesar 35 persen dan peningkatan harga input pupuk sebesar 15 serta peningkatan harga sewa lahan sebesar 75 persen persen telah berdampak terhadap melemahnya tingkat daya saing yang dimiliki oleh Kecamatan Airgegas dalam pengusahaan komoditi lada putih. Penurunan harga output sebesar 35 persen lebih sensitif/peka terhadap melemahnya tingkat daya saing pengusahaan komoditi lada putih jika dibandingkan dengan peningkatan harga input pupuk sebesar 15 persen. Hal ini terindikasi dari perubahan nilai PCR dan DRCR akibat penurunan harga output sebesar 35 persen lebih besar dari pada peningkatan harga input pupuk sebesar 15 persen dan harga sewa lahan sebesar 75 persen.
VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan dari penelitian yang dilakukan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan yakni sebagai berikut: 1. Pengusahaan lada putih di Kecamatan Airgegas berdasarkan siklus tanaman 7 tahun masih mempunyai daya saing (keunggulan kompetitif dan komparatif), yang ditunjukkan oleh nilai PCR dan DRCR kurang dari satu untuk setiap tahun produksi. Tingkat keunggulan kompetitif dan komparatif tertinggi tercapai pada tahun ke-4 dengan nilai PCR dan DRCR masing-masing sebesar 0,22 dan 0,18. Dengan demikian, pengusahaan terhadap komoditi lada putih sangat ekonomis untuk terus dikembangkan mengingat hanya membutuhkan alokasi biaya domestik yang relatif rendah, sehingga dapat mendorong peningkatan produksi. 2. Efek divergensi terhadap output yang diakibatkan oleh kinerja pasar tidak menguntungkan petani, karena harga lada yang diterima lebih rendah dari harga seharusnya. Harga jual lada yang diterima petani pada masing-masing tahun produksi lebih rendah 6 persen dibandingkan harga yang seharusnya, hal ini ditunjukkan oleh nilai NPCO < 1, yaitu 0,96. Sementara kebijakan input produksi tradable berjalan efektif khususnya pada pembayaran input pupuk yang lebih rendah dari harga seharusnya. Hal ini terlihat dari nilai NPCI < 1 untuk setiap tahun produksi yaitu sebesar 0,77 sampai 0,81. Namun, efek divergensi secara keseluruhan terhadap pengusahaan lada putih di Kecamatan Airgegas tidak efektif melindungi petani dan dapat menghambat dalam peningkatan produksi. Nilai EPC < 1 yaitu antara 0,96 sampai 0,98 untuk
71
masing-masing tahun produksi menjadi bukti bahwa petani lada cenderung membayar harga input tradable dan menjual harga output tidak sesuai dengan harga yang seharusnya (harga sosial). 3. Walaupun terjadi perubahan pada harga input dan output yaitu penuruna harga lada putih sebesar 35 persen, peningkatan harga input pupuk sebesar 15 persen dan peningkatan harga sewa lahan sebesar 75 persen, pengusahaan komoditi lada putih di Kecamatan Airgegas secara keseluruhan masih menguntungkan untuk diusahakan atau tetap memiliki daya saing (keunggulan kompetitif dan komparatif) pada masing-masing tahun produksinya dengan nilai PCR dan DRCR kurang dari satu.
7.2. Rekomendasi Pengusahaan terhadap komoditi perkebunan lada putih (muntok white pepper) yang dilakukan oleh petani di Kecamatan Airgegas tetap terus dijalankan dan
dikembangkan,
karena
secara
finansial
dan
ekonomi
masih
efisien/menguntungkan serta memiliki daya saing (keunggulan kompetitif dan komparatif). Walaupun dengan ataupun tanpa adanya kebijakan pemerintah pengusahaan komoditi lada putih di Kecamatan Airgegas tetap layak diusahakan. Namun demikian, jika didukung dengan adanya instrumen kebijaksanaan insentif baik terhadap harga output maupun input maka pengusahaan terhadap komoditi ini akan lebih baik dan dapat mendorong peningkatan produksi. Kebijakan terhadap output dapat dilakukan dengan membentuk kelompok atau
kantor
pemasaran
bersama
dalam
proses
pemasarannya
dengan
mengupayakan agar harga output yang diterima petani lada putih lebih tinggi. Sementara itu, untuk kebijakan terhadap input diperlukan adanya koordinasi dan
72
pengendalian yang lebih optimal terutama pada pengadaan input pupuk sehingga diharapkan saat musim tanam tiba tidak terjadi kelangkaan pada input tersebut. Perlunya kerjasama dengan instansi terkait diantaranya penyuluh pertanian lapangan dan lembaga-lembaga penelitian sebagai upaya peningkatan produksi maupun kualitas lada putih. Penerapan teknologi yang tepat dengan teknik budidaya intensif sangat diharapkan dapat membantu petani khususnya petani lada putih di Kecamatan Airgegas dalam peningkatan produktivitas pengusahaan komoditi lada putih.
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistika. 2007. Statistik Perdagangan Luar Negeri Ekspor-Impor Indonesia. Jakarta. BPS Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. 2007. Statistik Ekspor Lada Putih Bangka Belitung. Bangka Belitung. BPS Kabupaten Bangka. 2006. Kecamatan Airgegas dalam Angka. Bangka Departemen Pertanian RI. 2007. Produksi Lada Menurut Propinsi di Seluruh Indonesia Tahun 2002-2006. Jakarta. ---------------------------------. 2007. Perkembangan Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia Tahun 2004-2006. Jakarta. Dinas Pertanian dan Kehutanan. 2006. Data dan Statistik Pekebunan. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. ---------------------------------------. 2006. Analisa Ekonomi Produksi Tanaman Lada yang Disederhanakan. Kabupaten Bangka Selatan Direktorat Jenderal Perkebunan. 2007. Luas Areal, Produksi, dan Produktivitas Lada di Seluruh Indonesia Tahun 2002-2006. Jakarta. ---------------------------------------. 2007. Statistik Perkebunan Tahun 2004-2006. Departemen Pertanian. Jakarta. Elizabeth, R. 2003. Keragaan Komoditas Lada Indonesia (Studi Kasus di Kabupaten Bangka). Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor. Gittinger, J. P. 1986. Analisis Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Edisi Kedua. Terjemahan Universitas Indonesia Press. Jakarta. Halwani, R.H. 2002. Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta. IPC. 2007. Statistical Year Book 2007. Jakarta Juni, H dkk. 2003. Analisis Daya Saing Usaha Tani Tebu di Provinsi Jawa Timur. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor. Jurnal Soca. 2005. Keragaan Agribisnis Komoditas Lada. Edisi Februari. Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Bali. Kadariah et al. 1988. Evaluasi Proyek Analisis Ekonomi. Edisi I. Lembaga Penerbit Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
74
Malian et al. (2004). Permintaan Ekspor dan Daya Saing Panili di Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Agro Ekonomi. Volume 2 hal 26-45. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi. Bogor. Monke, E. A and S. R. Pearson. 1989. The Policy Analysis Matrix For Agricultural Development. Cornell University Press: Itacha and London. Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Cetakan Kelima. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta. Nicholson, W. 2002. Mikroekonomi Intermediete dan Aplikasinya. Edisi Kedelapan. Penerbit Erlangga. Jakarta. Pearson. S. Gotsch. C dan Sjaiful. B. 2005. Aplikasi Policy Analysis Matrix Pada Pertanian Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi Kelima. Penerbit Erlangga. Jakarta. Simatupang, P. dan P. Sudaryanto. 1990. Pengembangan Agribisnis Suatu Catatan Kerangka Analisis dalam Proseding Perspektif Pengembangan Agribisnis Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Situs. http://www. bangkapos.com ------. http://www.bi.go.id ------. http://www.bps.go.id ------. http://www.deptan.go.id Sunandar, I. 2006. Analisis Daya Saing Dan Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Pengusahaan Komoditas Tanaman Karet Alam (Hevea braziliensis) (Kasus Di Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih, Provinsi Sumatera Selatan). Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajamen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Suwarto. 2002. Lada (Piper Nigrum Linn.). Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tanjung. 1996. Ekspor Lada Indonesia dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wuriyanto, L. 2002. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Tani Lada dan Pemasaran Komoditi Lada (Studi Kasus di Desa Giri Mulya, Kecamatan Jabung, Lampung Timur). Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
75
Lampiran 1. Tabel Neraca Ekspor Beberapa Komoditi Primer Perkebunan Indonesia, Tahun 2004-2006 Komoditi Kelapa Sawit Karet Kakao Kelapa Kopi Teh Tembakau Lada Pala Cengkeh
Tahun Rata-rata 2004 2005 2006* Nilai (000 Volume Nilai Volume Nilai Volume Nilai US$) (Ton) (000 US$) (Ton) (000 US$) (Ton) (000 US$) 10.967.882 4.030.764 13.131.028 4.430.921 10.609.882 3.669.077 4.043.587 1.866.025 2.164.565 2.024.745 2.584.080 1.738.759 3.309.570 2.686.072 368.758 549.348 465.162 667.993 460.446 635.488 617.610 823.316 329.686 1.246.962 513.735 766.677 285.248 376.223 344.077 294.114 445.930 504.407 327.025 449.263 415.928 98.572 116.018 102.294 121.496 76.347 105.758 114.424 46.462 90.618 49.712 107.282 44.453 86.984 94.811 32.364 55.638 34.531 58.437 28.003 52.502 55.526 14.239 39.666 15.293 47.839 11.959 37.575 41.693 9.060 16.037 7.683 14.916 10.094 21.292 17.415
* Data kumulatif sampai dengan bulan September Sumber: Departemen Pertanian RI, 2007
76
Lampiran 2. Diagram Alir Proses Pengolahan Lada Hitam dan Lada Putih
Tanaman Lada
Panen lada masak petik
Panen lada masak penuh
Penyimpanan dalam Karung selama 2 hari
Pemasukan dalam karung
Perontokan
Perendaman dalam air mengalir ± 3 hari
Pengeringan (3 - 7 hari)
Lada Hitam
Perontokan
Pengelupasan kulit/disosoh dan pencucian secara manual
Pengeringan (3 - 4 hari)
Lada Putih
Sumber: Suwarto (2002)
77
Lampiran 3. Porsentase Alokasi Domestik dan Asing No A 1. B 1. 2. 3.
4. 5. 6. 7. 8. 9.
Biaya
Uraian Penerimaan Lada Putih Biaya Input/Produksi Bibit Lada Tajar/Ajir Tetap Pupuk: - Urea - TSP/SP 36 - KCL Obat-obatan: - Gramoxone Tenaga Kerja Peralatan Pajak Sewa Lahan Biaya Tataniaga: - Pengangkutan - Penanganan
Sumber: Badan Pusat Statistika, 2006 (diolah)
Input
dan
Output
dalam
Domestik
Asing
100
0
100 100
0 0
71 71 71
29 29 29
0 100 100 100 100
100 0 0 0 0
90 100
10 0
Komponen
78
Lampiran 4. Perhitungan Standard Convertion Factor dan Shadow Price Exchange Rate Tahun 2001-2006 (Miliar Rupiah) Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006
XT 585.737,4 510.954,9 516.857,6 524.436 785.501 539.400
MT 322.005,8 279.722,8 275.541,7 340.489,3 529.117,1 539.300
TXT 379 349 438 315 317,9 377,7
Sumber: Statistik Indonesia (BPS), 2007
TMT 9.975 12.249 11.960 11.636 14.927,1 12.141,7
OERT 10.400 8.940 8.465 9.042 9.170 9.020
SCFT 0,989 0,985 0,986 0,987 0,989 0,989
SERT 10.515,67 9.075,14 8.585,19 9.271,09 9.271,99 9.120,32
79
Lampiran 5. Peta Daerah Kabupaten Bangka Selatan
PETA KABUPATEN BANGKA SELATAN
KETERANGAN
:
+-+-+-+-+-+-
: Batas Kabupaten : Batas Kecamatan
-.-.-.-.-.-.-.-.-
80
Lampiran 6. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Lada Putih pada Tahun ke-3 di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) No.
Uraian
Analisis Finansial Domestik Asing Total
Penerimaan Output Lada Putih B. Input Produksi 1. Pupuk:
Domestik
Analisis Ekonomi Asing
Total
A.
-
-
34.446.640
-
-
36.024.440
346.125 568.000 823.600
141.375 232.000 336.400
487.500 800.000 1.160.000
559.870,5 1.100.500 587.880
228.679,5 449.500 240.120
788.550 1.550.000 828.000
0
150.000
150.000
0
150.000
150.000
1.715.000 1.200.000 675.500 800.000 12.500
0 0 0 0 0
1.715.000 1.200.000 675.500 800.000 12.500
1.372.000 960.000 540.000 800.000 12.500
0 0 0 0 0
1.372.000 960.000 540.000 800.000 12.500
285.660 535.366,4 886.320 7.828.071,4
31.740 0 0 891.515
317.400 535.366,4 886.320 8.719.586,4 25.727.053,6
285.660 535.366,4 0 6.741.276,9
31.740 0 0 1.100.039,5
317.400 535.366,4 0 7.841.316,4 28.183.123,6
- Urea - TSP/SP 36 - KCL Obat-Obatan: - Gramoxone
2. 3.
Tenaga Kerja: - Pemeliharaan - Panen - Pasca Panen
4. 5. C.
Sewa Lahan Pajak Biaya Tataniaga: - Pengangkutan - Penanganan
Biaya Modal Total Biaya E. Keuntungan
D.
Lampiran 7. Matriks Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-3 di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) Keterangan Harga Privat Harga Sosial Efek Divergensi
Penerimaan Output 34.446.640 36.024.440 - 1.577.800
Biaya Input Tradable Non Tradable 891.515 7.828.071,4 1.100.039,5 6.741.276,9 - 208.524,5 1.086.794,5
Keuntungan 25.727.053,6 28.183.123,6 - 2.456.070
Indikator Daya Saing:
a. Keunggulan Kompetitif: - PP
= 25.727.053,6
- PCR
= 0,23
b. Keunggulan Komparatif: - KS
= 28.183.123,6
- DRCR
= 0,19
c. Dampak Kebijakan Pemerintah: 1. Dampak Terhadap Output - NPCO
= 0,96
2. Dampak Terhadap Input - NPCI
= 0,81
3. Dampak Terhadap Input-Output - EPC
= 0,96
81
Lampiran 8. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Lada Putih pada Tahun ke-4 di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) No.
Uraian
Domestik
Penerimaan Output Lada Putih B. Input Produksi 1. Pupuk:
Analisis Finansial Asing
Total
Domestik
Analisis Ekonomi Asing Total
A.
2. 3.
4. 5. C.
-
-
49.198.788
-
-
51.452.298
- Urea - TSP/SP 36 - KCL Obat-Obatan: - Gramoxone Tenaga Kerja:
461.500 852.000 1.029.500
188.500 348.000 420.500
650.000 1.200.000 1.450.000
799.815 1.650.750 734.850
326.685 674.250 300.150
1.126.500 2.325.000 1.035.000
0
150.000
150.000
0
150.000
150.000
- Pemeliharaan - Panen - Pasca Panen Sewa Lahan Pajak Biaya Tataniaga: - Pengangkutan - Penanganan
2.030.000 1.800.000 1.225.000 800.000 12.500
0 0 0 0 0
2.030.000 1.800.000 1.225.000 800.000 12.500
1.624.000 1.440.000 980.000 800.000 12.500
0 0 0 0 0
1.624.000 1.440.000 980.000 800.000 12.500
407.997 764.642,88 1.190.700 10.573.839,88
45.333 0 0 1.152.333
453.330 764.642,88 1.190.700 11.726.172,88 37.472.615,12
407.997 764.642,88 0 9.214.554,88
45.333 0 0 1.443.858
453.330 764.642,88 0 10.658.412,88 40.793.885,12
D.
Biaya Modal Total Biaya E. Keuntungan
Lampiran 9. Matriks Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-4 di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) Keterangan
Penerimaan Output
Harga Privat Harga Sosial Efek Divergensi
49.198.788 51.452.298 - 2.253.510
Biaya Input Tradable Non Tradable 1.152.333 10.573.839,88 1.443.858 9.214.554,88 - 291.525 1.359.285
Keuntungan 37.472.615,12 40.793.885,12 - 3.321.270
Indikator Daya Saing: a. Keunggulan Kompetitif: - PP
= 37.472.615,12
- PCR
= 0,22
b. Keunggulan Komparatif: - KS
= 40.793.885,12
- DRCR
= 0,18
c. Dampak Kebijakan Pemerintah: 1. Dampak Terhadap Output - NPCO = 0,96 2. Dampak Terhadap Input - NPCI
= 0,80
3. Dampak Terhadap Input-Output - EPC
= 0,96
82
Lampiran 10. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Lada Putih pada Tahun ke-5 di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) No.
Analisis Finansial Domestik Asing Total
Uraian
Penerimaan Output Lada Putih B. Input Produksi 1. Pupuk:
Domestik
Analisis Ekonomi Asing Total
A.
2. 3.
E.
-
38.378.050
-
-
40.135.925
- Urea - TSP/SP 36 - KCL
461.500 852.000 1.029.500
188.500 348.000 420.500
650.000 1.200.000 1.450.000
799.815 1.650.750 734.850
326.685 674.250 300.150
1.126.500 2.325.000 1.035.000
Obat-Obatan: - Gramoxone Tenaga Kerja:
0
150.000
150.000
0
150.000
150.000
1.985.000 1.350.000 1.105.000 800.000 12.500
0 0 0 0 0
1.985.000 1.350.000 1.105.000 800.000 12.500
1.588.000 1.080.000 884.000 800.000 12.500
0 0 0 0 0
1.588.000 1.080.000 884.000 800.000 12.500
318.262,5 596.468 1.104.600 9.614.830,5
35.362,5 0 0 1.142.362,5
353.625 596.468 1.104.600 10.757.193 27.620.857
318.262,5 596.468 0 8.464.645,5
35.362,5 0 0 1.486.447,5
353.625 596.468 0 9.951.093 30.184.832
- Pemeliharaan - Panen - Pasca Panen Sewa Lahan Pajak Biaya Tataniaga: - Pengangkutan - Penanganan
4. 5. C.
D.
-
Biaya Modal Total Biaya Keuntungan
Lampiran 11. Matriks Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-5 di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) Penerimaan Output 38.378.050 40.135.925 - 1.757.875
Keterangan Harga Privat Harga Sosial Efek Divergensi
Biaya Input Tradable Non Tradable 1.142.362,5 9.614.830,5 1.486.447,5 8.464.645,5 - 344.085 1.150.185
Keuntungan 27.620.857 30.184.832 - 2.563.975
Indikator Daya Saing: a. Keunggulan Kompetitif: - PP
= 27.620.857
- PCR
= 0,26
b. Keunggulan Komparatif: - KS
= 30.184.832
- DRCR
= 0,21
c. Dampak Kebijakan Pemerintah: 1. Dampak Terhadap Output - NPCO
= 0,96
2. Dampak Terhadap Input - NPCI
= 0,77
3. Dampak Terhadap Input-Output - EPC
= 0,96
83
Lampiran 12. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Lada Putih pada Tahun ke-6 di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) No.
Uraian
Domestik
Penerimaan Output Lada Putih B. Input Produksi 1. Pupuk:
Analisis Finansial Asing Total
Domestik
Analisis Ekonomi Asing Total
A.
2. 3.
4. 5. C.
D. E.
-
-
20.443.332
-
-
21.379.722
- Urea - TSP/SP 36 - KCL Obat-Obatan: - Gramoxone Tenaga Kerja:
369.200 738.400 1.029.500
150.800 301.600 420.500
520.000 1.040.000 1.450.000
639.852 1.430.650 734.850
261.348 584.350 300.150
901.200 2.015.000 1.035.000
0
150.000
150.000
0
150.000
150.000
- Pemeliharaan - Panen - Pasca Panen Sewa Lahan Pajak Biaya Tataniaga: - Pengangkutan - Penanganan
1.940.000 925.000 535.000 800.000 12.500
0 0 0 0 0
1.940.000 925.000 535.000 800.000 12.500
1.552.000 740.000 428.000 800.000 12.500
0 0 0 0 0
1.552.000 740.000 428.000 800.000 12.500
169.533 319.474,1 918.400 7.757.007,1
18.837 0 0 1.041.737
188.370 319.474,1 918.400 8.798.744,1 11.644.587,9
169.533 319.474,1 0 6.826.859,1
18.837 0 0 1.314.685
188.370 319.474,1 0 8.141.544,1 13.238.177,9
Biaya Modal Total Biaya Keuntungan
Lampiran 13. Matriks Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-6 di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) Keterangan
Penerimaan Output
Harga Privat Harga Sosial Efek Divergensi
20.443.332 21.379.722 - 936.390
Biaya Input Tradable Non Tradable 1.041.737 7.757.007,1 1.314.685 6.826.859,1 - 272.948 930.148
Keuntungan 11.644.587,9 13.238.177,9 - 1.593.590
Indikator Daya Saing: a. Keunggulan Kompetitif: - PP
= 11.644.587,9
- PCR
= 0,40
b. Keunggulan Komparatif: - KS
= 13.238.177,9
- DRCR
= 0,34
c. Dampak Kebijakan Pemerintah: 1. Dampak Terhadap Output - NPCO = 0,96 2. Dampak Terhadap Input - NPCI
= 0,79
3. Dampak Terhadap Input-Output - EPC
= 0,97
84
Lampiran 14. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Lada Putih pada Tahun ke-7 di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) No.
Uraian
Analisis Finansial Domestik Asing Total
Penerimaan Output Lada Putih B. Input Produksi 1. Pupuk:
Analisis Ekonomi Domestik Asing Total
A.
-
-
5.878.394
-
-
6.147.649
230.750 511.200 720.650
94.250 208.800 294.350
325.000 720.000 1.015.000
399.907,5 990.450 514.395
163.342,5 404.550 210.105
563.250 1.395.000 724.500
0
100.000
100.000
0
100.000
100.000
845.000 450.000 175.500 800.000 12.500
0 0 0 0 0
845.000 450.000 175.500 800.000 12.500
676.000 360.000 140.400 800.000 12.500
0 0 0 0 0
676.000 360.000 140.400 800.000 12.500
48.748,5 91.361,44 508.270 4.393.979,94
5.416,5 0 0 702.816,5
54.165 91.361,44 508.270 5.096.796,44 781.597,56
48.748,5 91.361,44 0 4.033.762,44
5.416,5 0 0 883.414
54.165 91.361,44 0 4.917.176,44 1.230.472,56
- Urea - TSP/SP 36 - KCL Obat-Obatan: - Gramoxone
2. 3.
Tenaga Kerja: - Pemeliharaan - Panen - Pasca Panen Sewa Lahan Pajak Biaya Tataniaga: - Pengangkutan - Penanganan
4. 5. C.
D.
Modal Biaya Total Biaya E. Keuntungan
Lampiran 15. Matriks Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-7 di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) Keterangan
Penerimaan Output
Harga Privat Harga Sosial Efek Divergensi
5.878.394 6.147.649 - 269.255
Biaya Input Tradable Non Tradable 702.816,5 4.393.979,94 883.414 4.033.762,44 - 180.597,5 360.217,5
Keuntungan 781.597,56 1.230.472,56 - 448.875
Indikator Daya Saing: a. Keunggulan Kompetitif: - PP
= 781.597,56
- PCR
= 0,85
b. Keunggulan Komparatif: - KS
= 1.230.472,56
- DRCR
= 0,77
c. Dampak Kebijakan Pemerintah: 1. Dampak Terhadap Output - NPCO = 0,96 2. Dampak Terhadap Input - NPCI
= 0,80
3. Dampak Terhadap Input-Output - EPC
= 0,98
85
Lampiran 16. PAM Periode Banyak Bujet Privat Pengusahaan Komoditi Lada Putih di Kecamatan Airgegas (Rp/Ha) Tahun 1 2 3 4 5 6 7 NPV
Pendapatan 0 0 34.446.640 49.198.788 38.378.050 20.443.332 5.878.394 83.968.889,44
Biaya Input Tradable Non Tradable Tingkat Bunga 14 % 218.650 14.500.800 329.550 15.684.750 891.515 7.828.071,4 1.152.333 10.573.839,88 1.142.362,5 9.614.830,5 1.041.737 7.757.007,1 702.816,5 4.393.979,94 3.078.178,58 42.692.111,05
Keuntungan (14.719.450) (16.014.300) 25.727.053,6 37.472.615,12 27.620.857 11.644.587,9 781.597,56 38.198.599.81
Lampiran 17. PAM Periode Banyak Bujet Sosial Pengusahaan Komoditi Lada Putih di Kecamatan Airgegas (Rp/Ha) Tahun 1 2 3 4 5 6 7 NPV
Pendapatan 0 0 36.024.440 51.452.298 40.135.925 21.379.722 6.147.649 70.670.201,21
Biaya Input Tradable Non Tradable Tingkat Bunga 20 % 281.478,01 12.401.202,95 409.422,45 15.380.422,55 1.100.039,5 6.741.276,9 1.443.858 9.214.554,88 1.486.447,5 8.464.645,5 1.314.685 6.826.859,1 883.414 4.033.762,44 3.135.916,7 32.166.761,15
Keuntungan (12.682.680,96) (15.789.845) 28.183.123,6 40.793.885,12 30.184.832 13.238.177,9 1.230.472,56 35.367.523,36
Lampiran 18. PAM Periode Banyak Pengusahaan Komoditi Lada Putih Siklus Tanaman 7 Tahun di Kecamatan Airgegas (Rp/Ha) Keterangan Harga Privat Harga Sosial Efek Divergensi
Penerimaan Output 83.968.889,44 70.670.201,21 13.298.685,23
Indikator Daya Saing: a. Keunggulan Kompetitif: - PP
= 38.198.599.81
- PCR
= 0,53
b. Keunggulan Komparatif: - KS - DRCR
= 35.367.523,36 = 0,48
Biaya Input Tradable Non Tradable 3.078.178,58 42.692.111,05 3.135.916,7 32.166.761,15 - 57.738,12 10.525.349,9
Keuntungan 38.198.599.81 35.367.523,36 2.831.076,45
86
Lampiran 19. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Lada Putih pada Tahun ke-3 bila Harga Output Turun Sebesar 35 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) No.
Uraian
Analisis Finansial Domestik Asing Total
Penerimaan Output Lada Putih B. Input Produksi 1. Pupuk:
Domestik
Analisis Ekonomi Asing
Total
A.
3.
22.390.316
-
-
23.415.886
346.125 568.000 823.600
141.375 232.000 336.400
487.500 800.000 1.160.000
559.870,5 1.100.500 587.880
228.679,5 449.500 240.120
788.550 1.550.000 828.000
0
150.000
150.000
0
150.000
150.000
1.715.000 1.200.000 675.500 800.000 12.500
0 0 0 0 0
1.715.000 1.200.000 675.500 800.000 12.500
1.372.000 960.000 540.000 800.000 12.500
0 0 0 0 0
1.372.000 960.000 540.000 800.000 12.500
285.660 535.366,4 886.320 7.828.071,4
31.740 0 0 891.515
317.400 535.366,4 886.320 8.719.586,4 13.670.719,6
285.660 535.366,4 0 6.741.276,9
31.740 0 0 1.100.039,5
317.400 535.366,4 0 7.841.316,4 15.574.569,6
Tenaga Kerja: - Pemeliharaan - Panen - Pasca Panen
4. 5. C.
E.
-
- Urea - TSP/SP 36 - KCL Obat-Obatan: - Gramoxone
2.
D.
-
Sewa Lahan Pajak Biaya Tataniaga: - Pengangkutan - Penanganan Biaya Modal Total Biaya Keuntungan
Lampiran 20. Matriks Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-3 bila Harga Output Turun Sebesar 35 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) Keterangan
Penerimaan Output
Harga Privat Harga Sosial Efek Divergensi
22.390.316 23.415.886 - 1.025.570
Indikator Daya Saing: a. Keunggulan Kompetitif: - PP
= 13.670.719,6
- PCR
= 0,32
b. Keunggulan Komparatif: - KS
= 15.574.569,6
- DRCR
= 0,29
Biaya Input Tradable Non Tradable 878.175 6.921.611 1.086.699,5 6.581.826.5 - 208.524,5 319.784,50
Keuntungan 13.670.719,6 15.574.569,6 - 1.903.850
87
Lampiran 21. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Lada Putih pada Tahun ke-4 bila Harga Output Turun Sebesar 35 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) No.
Uraian
Domestik
Penerimaan Output Lada Putih B. Input Produksi 1. Pupuk:
Analisis Finansial Asing
Total
Domestik
Analisis Ekonomi Asing Total
A.
2. 3.
4. 5. C.
-
-
31.979.212,2
-
-
33.443.993,7
- Urea - TSP/SP 36 - KCL Obat-Obatan: - Gramoxone Tenaga Kerja:
461.500 852.000 1.029.500
188.500 348.000 420.500
650.000 1.200.000 1.450.000
799.815 1.650.750 734.850
326.685 674.250 300.150
1.126.500 2.325.000 1.035.000
0
150.000
150.000
0
150.000
150.000
- Pemeliharaan - Panen - Pasca Panen Sewa Lahan Pajak Biaya Tataniaga: - Pengangkutan - Penanganan
2.030.000 1.800.000 1.225.000 800.000 12.500
0 0 0 0 0
2.030.000 1.800.000 1.225.000 800.000 12.500
1.624.000 1.440.000 980.000 800.000 12.500
0 0 0 0 0
1.624.000 1.440.000 980.000 800.000 12.500
407.997 764.642,88 1.190.700 10.573.839,88
45.333 0 0 1.152.333
453.330 764.642,88 1.190.700 11.726.172,88 20.253.393,32
407.997 764.642,88 0 9.214.554,88
45.333 0 0 1.443.858
453.330 764.642,88 0 10.658.412,88 22.785.580.82
D.
Biaya Modal Total Biaya E. Keuntungan
Lampiran 22. Matriks Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-4 bila Harga Output Turun Sebesar 35 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) Keterangan
Penerimaan Output
Harga Privat Harga Sosial Efek Divergensi
31.979.212,2 33.443.993,7 - 1.464.781
Indikator Daya Saing: a. Keunggulan Kompetitif: - PP
= 20.253.393,32
- PCR
= 0,30
b. Keunggulan Komparatif: - KS
= 22.785.580.82
- DRCR
= 0,29
Biaya Input Tradable Non Tradable 1.159.560 9.370.712,88 1.451.085 9.276.919,88 - 291.525 93.793
Keuntungan 20.253.393,32 22.785.580.82 - 2.532.187,5
88
Lampiran 23. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Lada Putih pada Tahun ke-5 bila Harga Output Turun Sebesar 35 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) No.
Uraian
Domestik
Penerimaan Output Lada Putih B. Input Produksi 1. Pupuk:
Analisis Finansial Asing Total
Analisis Ekonomi Asing Total
Domestik
A.
2. 3.
4. 5. C.
D. E.
-
-
24.945.732,5
-
-
26.088.351,25
- Urea - TSP/SP 36 - KCL
461.500 852.000 1.029.500
188.500 348.000 420.500
650.000 1.200.000 1.450.000
799.815 1.650.750 734.850
326.685 674.250 300.150
1.126.500 2.325.000 1.035.000
Obat-Obatan: - Gramoxone Tenaga Kerja:
0
150.000
150.000
0
150.000
150.000
1.985.000 1.350.000 1.105.000 800.000 12.500
0 0 0 0 0
1.985.000 1.350.000 1.105.000 800.000 12.500
1.588.000 1.080.000 884.000 800.000 12.500
0 0 0 0 0
1.588.000 1.080.000 884.000 800.000 12.500
318.262,5 596.468 1.104.600 9.614.830,5
35.362,5 0 0 1.142.362,5
353.625 596.468 1.104.600 10.757.193 14.188.539,5
318.262,5 596.468 0 8.464.645,5
35.362,5 0 0 1.486.447,5
353.625 596.468 0 9.951.093 16.137.258,25
- Pemeliharaan - Panen - Pasca Panen Sewa Lahan Pajak Biaya Tataniaga: - Pengangkutan - Penanganan Biaya Modal Total Biaya Keuntungan
Lampiran 24. Matriks Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-5 bila Harga Output Turun Sebesar 35 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2006 (Rp/Ha) Keterangan Harga Privat Harga Sosial Efek Divergensi
Penerimaan Output 24.945.732,5 26.088.351,25 - 1.142.618,75
Indikator Daya Saing: a. Keunggulan Kompetitif: - PP
= 14.188.539,5
- PCR
= 0,36
b. Keunggulan Komparatif: - KS
= 16.137.258,25
- DRCR
= 0,35
Biaya Input Tradable Non Tradable 1.148.000 8.601.143 1.492.085 8.617.958 - 344.085 -16.815
Keuntungan 14.188.539,5 16.137.258,25 -1.948.718,75
89
Lampiran 25. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Lada Putih pada Tahun ke-6 bila Harga Output Turun Sebesar 35 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) No.
Uraian
Domestik
Penerimaan Output Lada Putih B. Input Produksi 1. Pupuk:
Analisis Finansial Asing Total
Domestik
Analisis Ekonomi Asing Total
A.
-
-
13.288.165,8
-
-
13.896.819,3
369.200 738.400 1.029.500
150.800 301.600 420.500
520.000 1.040.000 1.450.000
639.852 1.430.650 734.850
261.348 584.350 300.150
901.200 2.015.000 1.035.000
0
150.000
150.000
0
150.000
150.000
1.940.000 925.000 535.000 800.000 12.500
0 0 0 0 0
1.940.000 925.000 535.000 800.000 12.500
1.552.000 740.000 428.000 800.000 12.500
0 0 0 0 0
1.552.000 740.000 428.000 800.000 12.500
169.533 319.474,1 918.400 7.757.007,1
18.837 0 0 1.041.737
188.370 319.474,1 918.400 8.798.744,1 4.489.421,7
169.533 319.474,1 0 6.826.859,1
18.837 0 0 1.314.685
188.370 319.474,1 0 8.141.544,1 5.755.274,9
- Urea - TSP/SP 36 - KCL Obat-Obatan: - Gramoxone
2. 3.
Tenaga Kerja: - Pemeliharaan - Panen - Pasca Panen Sewa Lahan Pajak Biaya Tataniaga: - Pengangkutan - Penanganan
4. 5. C.
D.
Biaya Modal Total Biaya E. Keuntungan
Lampiran 26. Matriks Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-6 bila Harga Output Turun Sebesar 35 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) Keterangan
Penerimaan Output
Harga Privat Harga Sosial Efek Divergensi
13.288.165,8 13.896.819,3 - 608.653,5
Indikator Daya Saing: a. Keunggulan Kompetitif: - PP
= 4.489.421,7
- PCR
= 0,58
b. Keunggulan Komparatif: - KS
= 5.755.274,9
- DRCR
= 0,56
Biaya Input Tradable Non Tradable 1.044.740 7.055.558,32 1.317.688 7.018.950,32 - 272.948 36.608
Keuntungan 4.489.421,7 5.755.274,9 - 1.265.853,2
90
Lampiran 27. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Lada Putih pada Tahun ke-7 bila Harga Output Turun Sebesar 35 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) No.
Uraian
Domestik
Penerimaan Output Lada Putih B. Input Produksi 1. Pupuk:
Analisis Finansial Asing Total
Domestik
Analisis Ekonomi Asing Total
A.
2. 3.
4. 5. C.
-
-
2.057.437,9
-
-
- Urea - TSP/SP 36 - KCL Obat-Obatan: - Gramoxone Tenaga Kerja:
230.750 511.200 720.650
94.250 208.800 294.350
325.000 720.000 1.015.000
399.907,5 990.450 514.395
163.342,5 404.550 210.105
563.250 1.395.000 724.500
0
100.000
100.000
0
100.000
100.000
- Pemeliharaan - Panen - Pasca Panen Sewa Lahan Pajak Biaya Tataniaga: - Pengangkutan - Penanganan
845.000 450.000 175.500 800.000 12.500
0 0 0 0 0
845.000 450.000 175.500 800.000 12.500
676.000 360.000 140.400 800.000 12.500
0 0 0 0 0
676.000 360.000 140.400 800.000 12.500
48.748,5 91.361,44 508.270 4.393.979,94
5.416,5 0 0 702.816,5
54.165 91.361,44 508.270 5.096.796,44 - 3.039.358,54
48.748,5 91.361,44 0 4.033.762,44
5.416,5 0 0 883.414
54.165 91.361,44 0 4.917.176,44 - 2.765.499,29
D.
Modal Biaya Total Biaya E. Keuntungan
2.151.677,15
Lampiran 28. Matriks Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-7 bila Harga Output Turun Sebesar 35 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) Keterangan
Penerimaan Output
Harga Privat Harga Sosial Efek Divergensi
2.057.437,9 2.151.677,15 - 94.239,25
Indikator Daya Saing: a. Keunggulan Kompetitif: - PP
= - 3.039.358,54
- PCR
= 2.92
b. Keunggulan Komparatif: - KS
= - 2.765.499,29
- DRCR
= 3,08
Biaya Input Tradable Non Tradable 703.680 3.949.266,44 884.277,50 3.910.178,94 - 180.597,50 39.087,50
Keuntungan - 3.039.358,54 - 2.765.499,29 - 273.589,25
91
Lampiran 29. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Lada Putih pada Tahun ke-3 bila Harga Input Pupuk Naik Sebesar 15 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) No. A. B.
Uraian
Analisis Finansial Domestik Asing
Penerimaan Output Lada Putih Input Produksi Pupuk:
1.
- Urea - TSP/SP 36 - KCL
2.
Obat-Obatan: - Gramoxone
3.
Tenaga Kerja:
D. E.
Sewa Lahan Pajak Biaya Tataniaga: - Pengangkutan - Penanganan Biaya Modal Total Biaya Keuntungan
Analisis Ekonomi Asing
Domestik
Total
-
-
34.446.640
-
-
36.024.440
398.043,75 653.200 947.140
162.581,25 266.800 386.860
560.625 920.000 1.334.000
643.851,07 1.265.575 676.062
262.981,43 516.925 276.138
906.832,5 1.782.500 952.200
0
150.000
150.000
0
150.000
150.000
1.715.000 1.200.000 675.500 800.000 12.500
0 0 0 0 0
1.715.000 1.200.000 675.500 800.000 12.500
1.372.000 960.000 540.000 800.000 12.500
0 0 0 0 0
1.372.000 960.000 540.000 800.000 12.500
31.740 317.400 285.660 31.740 0 535.366,4 535.366,4 0 0 886.320 0 0 999.981,25 9.106.711,4 6.805.354,47 1.237.784,43 25.339.928,6
317.400 535.366,4 0 8.043.138,9 27.981.301,1
- Pemeliharaan - Panen - Pasca Panen 4. 5. C.
Total
285.660 535.366,4 886.320 8.108.730,15
Lampiran 30. Matriks Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-3 bila Harga Input Naik Sebesar 15 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) Keterangan
Penerimaan Output
Harga Privat Harga Sosial Efek Divergensi
34.446.640 36.024.440 - 1.577.800
Indikator Daya Saing: a. Keunggulan Kompetitif: - PP
= 25.339.928,6
- PCR
= 0,24
b. Keunggulan Komparatif: - KS
= 27.981.301,1
- DRCR
= 0,20
Biaya Input Tradable Non Tradable 999.981,25 8.108.730,15 1.237.784,43 6.805.354,47 - 237.803,18 1.303.379,68
Keuntungan 25.339.928,6 27.981.301,1 - 2.641.372,5
92
Lampiran 31. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Lada Putih pada Tahun ke-4 bila Harga Input Pupuk Naik Sebesar 15 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) No.
Uraian
Domestik
Penerimaan Output Lada Putih B. Input Produksi 1. Pupuk:
Analisis Finansial Asing
Total
Domestik
Analisis Ekonomi Asing
Total
A.
2. 3.
4. 5. C.
D. E.
-
-
49.198.788
-
-
51.452.298
-Urea - TSP/SP 36 - KCL Obat-Obatan: - Gramoxone Tenaga Kerja:
530.725 979.800 1.183.925
216.775 400.200 483.575
747.500 1.380.000 1.667.500
919.787,25 1.898.362,5 845.077,5
375.687,75 775.387,5 345.172,5
1.295.475 2.673.750 1.190.250
0
150.000
150.000
0
150.000
150.000
- Pemeliharaan - Panen - Pasca Panen Sewa Lahan Pajak Biaya Tataniaga: - Pengangkutan - Penanganan
2.030.000 1.800.000 1.225.000 800.000 12.500
0 0 0 0 0
2.030.000 1.800.000 1.225.000 800.000 12.500
1.624.000 1.440.000 980.000 800.000 12.500
0 0 0 0 0
1.624.000 1.440.000 980.000 800.000 12.500
Biaya Modal Total Biaya Keuntungan
407.997 45.333 764.642,88 0 1.190.700 0 10.925.289,88 1.295.883
453.330 407.997 45.333 453.330 764.642,88 764.642,88 0 764.642,88 1.190.700 0 0 0 12.221.172,88 9.692.367,13 1.691.580,75 11.383.947,88 36.977.615,12 40.068.350,12
Lampiran 32. Matriks Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-4 bila Harga Input Naik Sebesar 15 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) Keterangan
Penerimaan Output
Harga Privat Harga Sosial Efek Divergensi
49.198.788 51.452.298 - 2.253.510
Indikator Daya Saing: a. Keunggulan Kompetitif: - PP
= 36.977.615,12
- PCR
= 0,23
b. Keunggulan Komparatif: - KS
= 40.068.350,12
- DRCR
= 0,19
Biaya Input Tradable Non Tradable 1.295.883 10.925.289,88 1.691.580,75 9.692.367,13 - 395.697,75 1.232.922.75
Keuntungan 36.977.615,12 40.068.350,12 - 3.090.735
93
Lampiran 33. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Lada Putih pada Tahun ke-5 bila Harga Input Pupuk Naik Sebesar 15 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) No.
Uraian
Domestik
Penerimaan Output Lada Putih B. Input Produksi 1. Pupuk:
Analisis Finansial Asing Total
Domestik
Analisis Ekonomi Asing
Total
A.
- Urea - TSP/SP 36 - KCL Obat-Obatan: - Gramoxone
2. 3.
-
-
38.378.050
-
-
40.135.925
530.725 979.800 1.183.925
216.775 400.200 483.575
747.500 1.380.000 1.667.500
919.787,25 1.898.362,5 845.077,5
375.687,75 775.387,5 345.172,5
1.295.475 2.673.750 1.190.250
0
150.000
150.000
0
150.000
150.000
1.985.000 1.350.000 1.105.000 800.000 12.500
0 0 0 0 0
1.985.000 1.350.000 1.105.000 800.000 12.500
1.588.000 1.080.000 884.000 800.000 12.500
0 0 0 0 0
1.588.000 1.080.000 884.000 800.000 12.500
318.262,5 596.468 1.104.600 9.966.280,5
35.362,5 0 0 1.285.912,5
353.625 596.468 1.104.600 11.252.193 27.125.857
318.262,5 596.468 0 8.942.457,75
35.362,5 0 0 1.681.610,25
353.625 596.468 0 10.624.068 29.511.857
Tenaga Kerja: - Pemeliharaan - Panen - Pasca Panen Sewa Lahan Pajak Biaya Tataniaga: - Pengangkutan - Penanganan
4. 5. C.
Modal Biaya Total Biaya Keuntungan
D. E.
Lampiran 34. Matriks Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-5 bila Harga Input Naik Sebesar 15 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) Keterangan
Penerimaan Output
Harga Privat Harga Sosial Efek Divergensi
38.378.050 40.135.925 - 1.757.875
Indikator Daya Saing: a. Keunggulan Kompetitif: - PP
= 27.125.857
- PCR
= 0,27
b. Keunggulan Komparatif: - KS
= 29.511.857
- DRCR
= 0,23
Biaya Input Tradable Non Tradable 1.285.912,5 9.966.280,5 1.681.610,25 8.942.457,75 - 395.697,75 1.023.822,75
Keuntungan 27.125.857 29.511.857 - 2.386.000
94
Lampiran 35. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Lada Putih pada Tahun ke-6 bila Harga Input Pupuk Naik Sebesar 15 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) No.
Uraian
Domestik
Penerimaan Output Lada Putih B. Input Produksi 1. Pupuk:
Analisis Finansial Asing Total
Domestik
Analisis Ekonomi Asing Total
A.
-
-
20.443.332
-
-
21.379.722
424.580 849.160 1.183.925
173.420 346.840 483.575
598.000 1.196.000 1.667.500
735.829,8 1.645.247,5 845.077,5
300.550,2 672.002,5 345.172,5
1.036.380 2.317.250 1.190.250
0
150.000
150.000
0
150.000
150.000
1.940.000 925.000 535.000 800.000 12.500
0 0 0 0 0
1.940.000 925.000 535.000 800.000 12.500
1.552.000 740.000 428.000 800.000 12.500
0 0 0 0 0
1.552.000 740.000 428.000 800.000 12.500
169.533 319.474,1 918.400 8.077.572,1
18.837 0 0 1.172.672
- Urea - TSP/SP 36 - KCL Obat-Obatan: - Gramoxone
2. 3.
Tenaga Kerja: - Pemeliharaan - Panen - Pasca Panen Sewa Lahan Pajak Biaya Tataniaga: - Pengangkutan - Penanganan
4. 5. C.
Biaya Modal Total Biaya Keuntungan
D. E.
188.370 169.533 18.837 188.370 319.474,1 319.474,1 0 319.474,1 918.400 0 0 0 9.250.244,1 6.819.661,9 1.486.562,2 8.306.224,1 11.193.087,9 13.073.497,9
Lampiran 36. Matriks Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-6 bila Harga Input Naik Sebesar 15 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) Keterangan
Penerimaan Output
Harga Privat Harga Sosial Efek Divergensi
20.443.332 21.379.722 - 936.390
Indikator Daya Saing: a. Keunggulan Kompetitif: - PP
= 11.193.087,9
- PCR
= 0,42
b. Keunggulan Komparatif: - KS
= 13.073.497,9
- DRCR
= 0,34
Biaya Input Tradable Non Tradable 1.172.672 8.077.572,1 1.486.562,2 6.819.661,9 - 313.890,2 1.257.910,2
Keuntungan 11.193.087,9 13.073.497,9 -1.880.410
95
Lampiran 37. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Lada Putih pada Tahun ke-7 bila Harga Input Pupuk Naik Sebesar 15 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) No. A. B. 1.
Uraian
Analisis Finansial Domestik Asing Total
Penerimaan Output Lada Putih Input Produksi Pupuk:
3.
Analisis Ekonomi Asing
Total
-
-
5.878.394
-
-
6.147.649
265.362,5 587.880 828.747,5
108.387,5 240.120 338.502,5
373.750 828.000 1.167.250
459.893,63 1.139.017,5 591.554,25
187.843,87 465.232,5 241.620,75
647.737,5 1.604.250 833.175
0
100.000
100.000
0
100.000
100.000
845.000 450.000 175.500 800.000 12.500
0 0 0 0 0
845.000 450.000 175.500 800.000 12.500
676.000 360.000 140.400 800.000 12.500
0 0 0 0 0
676.000 360.000 140.400 800.000 12.500
48.748,5 91.361,44 508.270 4.613.369,94
5.416,5 0 0 792.426,5
54.165 48.748,5 91.361,44 91.361,44 508.270 0 5.405.796,44 4.319.475,32 472.597,56
5.416,5 0 0 1.000.113,62
54.165 91.361,44 0 5.319.889,94 828.060,06
- Urea - TSP/SP 36 - KCL Obat-Obatan: - Gramoxone
2.
Domestik
Tenaga Kerja: - Pemeliharaan - Panen - Pasca Panen Sewa Lahan Pajak Biaya Tataniaga: - Pengangkutan - Penanganan
4. 5. C.
Biaya Modal Total Biaya Keuntungan
D. E.
Lampiran 38. Matriks Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-7 bila Harga Input Naik Sebesar 15 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) Keterangan
Penerimaan Output
Harga Privat Harga Sosial Efek Divergensi
5.878.394 6.147.649 - 269.255
Indikator Daya Saing: a. Keunggulan Kompetitif: - PP
= 472.597,56
- PCR
= 0,91
b. Keunggulan Komparatif: - KS
= 828.060,06
- DRCR
= 0,84
Biaya Input Tradable Non Tradable 792.426,5 4.613.369,94 1.000.113,62 4.319.475,32 - 207.687,12 293.894,62
Keuntungan 472.597,56 828.060,06 - 355.462,5
96
Lampiran 39. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Lada Putih pada Tahun ke-3 bila Harga Sewa Lahan Naik Sebesar 75 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) No.
Uraian
Analisis Finansial Domestik Asing Total
Penerimaan Output Lada Putih B. Input Produksi 1. Pupuk:
Domestik
Analisis Ekonomi Asing
Total
A.
3.
34.446.640
-
-
36.024.440
346.125 568.000 823.600
141.375 232.000 336.400
487.500 800.000 1.160.000
559.870,5 1.100.500 587.880
228.679,5 449.500 240.120
788.550 1.550.000 828.000
0
150.000
150.000
0
150.000
150.000
1.715.000 1.200.000 675.500 1.400.000 12.500
0 0 0 0 0
1.715.000 1.200.000 675.500 1.4200.000 12.500
1.372.000 960.000 540.000 1.400.000 12.500
0 0 0 0 0
1.372.000 960.000 540.000 1.400.000 12.500
285.660 535.366,4 886.320 8.428.071,1
31.740 0 0 891.515
317.400 535.366,4 886.320 9.319.586,4 25.127.053,6
285.660 535.366,4 0 7.341.276,9
31.740 0 0 1.100.039,5
317.400 535.366,4 0 8.441.316,4 27.583.123,6
Tenaga Kerja: - Pemeliharaan - Panen - Pasca Panen
4. 5. C.
E.
-
- Urea - TSP/SP 36 - KCL Obat-Obatan: - Gramoxone
2.
D.
-
Sewa Lahan Pajak Biaya Tataniaga: - Pengangkutan - Penanganan Biaya Modal Total Biaya Keuntungan
Lampiran 40. Matriks Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-3 bila Harga Sewa Lahan Naik Sebesar 75 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) Keterangan Harga Privat Harga Sosial Efek Divergensi
Penerimaan Output 34.446.640 36.024.440 - 1.577.800
Indikator Daya Saing: a. Keunggulan Kompetitif: - PP
= 25.127.053,6
- PCR
= 0,25
b. Keunggulan Komparatif: - KS
= 27.583.123,6
- DRCR
= 0,21
Biaya Input Tradable Non Tradable 891.515 8.428.071,1 1.100.039,5 7.341.276,9 - 208.524,5 1.086.794,2
Keuntungan 25.127.053,6 27.583.123,6 - 2.456.070
97
Lampiran 41. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Lada Putih pada Tahun ke-4 bila Harga Sewa Lahan Naik Sebesar 75 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) No.
Uraian
Domestik
Penerimaan Output Lada Putih B. Input Produksi 1. Pupuk:
Analisis Finansial Asing
Total
Domestik
Analisis Ekonomi Asing Total
A.
2. 3.
4. 5. C.
-
-
49.198.788
-
-
51.452.298
- Urea - TSP/SP 36 - KCL Obat-Obatan: - Gramoxone Tenaga Kerja:
461.500 852.000 1.029.500
188.500 348.000 420.500
650.000 1.200.000 1.450.000
799.815 1.650.750 734.850
326.685 674.250 300.150
1.126.500 2.325.000 1.035.000
0
150.000
150.000
0
150.000
150.000
- Pemeliharaan - Panen - Pasca Panen Sewa Lahan Pajak Biaya Tataniaga: - Pengangkutan - Penanganan
2.030.000 1.800.000 1.225.000 1.400.000 12.500
0 0 0 0 0
2.030.000 1.800.000 1.225.000 1.400.000 12.500
1.624.000 1.440.000 980.000 1.400.000 12.500
0 0 0 0 0
1.624.000 1.440.000 980.000 1.400.000 12.500
407.997 764.642,88 1.190.700 11.173.389,88
45.333 0 0 1.152.333
453.330 764.642,88 1.190.700 12.325.722,88 36.873.065,12
407.997 764.642,88 0 9.814.554,88
45.333 0 0 1.443.858
453.330 764.642,88 0 11.258.412,88 40.193.885,12
D.
Biaya Modal Total Biaya E. Keuntungan
Lampiran 42. Matriks Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-4 bila Harga Sewa Lahan Naik Sebesar 75 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) Keterangan Harga Privat Harga Sosial Efek Divergensi
Penerimaan Output 49.198.788 51.452.298 - 1.577.800
Indikator Daya Saing: a. Keunggulan Kompetitif: - PP
= 36.873.065,12
- PCR
= 0,23
b. Keunggulan Komparatif: - KS
= 40.193.885,12
- DRCR
= 0,20
Biaya Input Tradable Non Tradable 1.152.333 11.173.389,88 1.443.858 9.814.554,88 - 208.524,5 1.358.835
Keuntungan 36.873.065,12 40.193.885,12 - 3.320.820
98
Lampiran 43. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Lada Putih pada Tahun ke-5 bila Harga Sewa Lahan Naik Sebesar 75 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) No.
Uraian
Analisis Finansial Domestik Asing
Penerimaan Output Lada Putih B. Input Produksi 1. Pupuk:
Total
Domestik
Analisis Ekonomi Asing Total
A.
2. 3.
4. 5. C.
-
-
38.378.050
-
-
40.135.925
- Urea - TSP/SP 36 - KCL
461.500 852.000 1.029.500
188.500 348.000 420.500
650.000 1.200.000 1.450.000
799.815 1.650.750 734.850
326.685 674.250 300.150
1.126.500 2.325.000 1.035.000
Obat-Obatan: - Gramoxone Tenaga Kerja:
0
150.000
150.000
0
150.000
150.000
1.985.000 1.350.000 1.105.000 1.400.000 12.500
0 0 0 0 0
1.985.000 1.350.000 1.105.000 1.400.000 12.500
1.588.000 1.080.000 884.000 1.400.000 12.500
0 0 0 0 0
1.588.000 1.080.000 884.000 1.400.000 12.500
318.262,5 596.468 1.104.600 10.214.830,5
35.362,5 0 0 1.142.362,5
353.625 596.468 1.104.600 11.357.193 27.020.857
318.262,5 596.468 0 9.064.645,5
35.362,5 0 0 1.486.447,5
353.625 596.468 0 10.551.093 29.584.832
- Pemeliharaan - Panen - Pasca Panen Sewa Lahan Pajak Biaya Tataniaga: - Pengangkutan - Penanganan
D.
Biaya Modal Total Biaya E. Keuntungan
Lampiran 44. Matriks Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-5 bila Harga Sewa Lahan Naik Sebesar 75 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) Keterangan Harga Privat Harga Sosial Efek Divergensi
Penerimaan Output 38.378.050 40.135.925 - 1.757.875
Indikator Daya Saing: a. Keunggulan Kompetitif: - PP
= 27.020.857
- PCR
= 0,27
b. Keunggulan Komparatif: - KS
= 29.584.832
- DRCR
= 0,23
Biaya Input Tradable Non Tradable 1.142.362,5 10.214.830,5 1.486.447,5 9.064.645,5 - 344.085 1.150.185
Keuntungan 27.020.857 29.584.832 - 2.563.975
99
Lampiran 45. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Lada Putih pada Tahun ke-6 bila Harga Sewa Lahan Naik Sebesar 75 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) No.
Uraian
Domestik
Penerimaan Output Lada Putih B. Input Produksi 1. Pupuk:
Analisis Finansial Asing Total
Domestik
Analisis Ekonomi Asing Total
A.
2. 3.
4. 5. C.
-
-
20.443.332
-
-
21.379.722
- Urea - TSP/SP 36 - KCL Obat-Obatan: - Gramoxone Tenaga Kerja:
369.200 738.400 1.029.500
150.800 301.600 420.500
520.000 1.040.000 1.450.000
639.852 1.430.650 734.850
261.348 584.350 300.150
901.200 2.015.000 1.035.000
0
150.000
150.000
0
150.000
150.000
- Pemeliharaan - Panen - Pasca Panen Sewa Lahan Pajak Biaya Tataniaga: - Pengangkutan - Penanganan
1.940.000 925.000 535.000 1.400.000 12.500
0 0 0 0 0
1.940.000 925.000 535.000 1.400.000 12.500
1.552.000 740.000 428.000 1.400.000 12.500
0 0 0 0 0
1.552.000 740.000 428.000 1.400.000 12.500
169.533 319.474,1 918.400 8.357.007,1
18.837 0 0 1.041.737
188.370 319.474,1 918.400 9.398.744,1 11.044.587,9
169.533 319.474,1 0 7.426.859,1
18.837 0 0 1.314.685
188.370 319.474,1 0 8.741.544,1 12.683.177,9
D.
Biaya Modal Total Biaya E. Keuntungan
Lampiran 46. Matriks Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-6 bila Harga Sewa Lahan Naik Sebesar 75 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) Keterangan
Penerimaan Output
Harga Privat Harga Sosial Efek Divergensi
20.443.332 21.379.722 - 936.390
Indikator Daya Saing: a. Keunggulan Kompetitif: - PP
= 11.044.587,9
- PCR
= 0,43
b. Keunggulan Komparatif: - KS
= 12.683.177,9
- DRCR
= 0,37
Biaya Input Tradable Non Tradable 1.041.737 8.357.007,1 1.314.685 7.426.859,1 - 272.948 930.148
Keuntungan 11.044.587,9 12.683.177,9 - 1.638.590
100
Lampiran 47. Tabel Biaya Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Lada Putih pada Tahun ke-7 bila Harga Sewa Lahan Naik Sebesar 75 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) No.
Uraian
Analisis Finansial Domestik Asing Total
Penerimaan Output Lada Putih B. Input Produksi 1. Pupuk:
Analisis Ekonomi Domestik Asing Total
A.
-
-
5.878.394
-
-
6.147.649
230.750 511.200 720.650
94.250 208.800 294.350
325.000 720.000 1.015.000
399.907,5 990.450 514.395
163.342,5 404.550 210.105
563.250 1.395.000 724.500
0
100.000
100.000
0
100.000
100.000
845.000 450.000 175.500 1.400.000 12.500
0 0 0 0 0
845.000 450.000 175.500 1.400.000 12.500
676.000 360.000 140.400 1.400.000 12.500
0 0 0 0 0
676.000 360.000 140.400 1.400.000 12.500
48.748,5 91.361,44 508.270 4.993.979,94
5.416,5 0 0 702.816,5
54.165 91.361,44 508.270 5.969.826,44 181.567,56
48.748,5 91.361,44 0 4.633.762,44
5.416,5 0 0 883.414
54.165 91.361,44 0 5.517.176,44 630.472,56
- Urea - TSP/SP 36 - KCL Obat-Obatan: - Gramoxone
2. 3.
Tenaga Kerja: - Pemeliharaan - Panen - Pasca Panen Sewa Lahan Pajak Biaya Tataniaga: - Pengangkutan - Penanganan
4. 5. C.
D.
Modal Biaya Total Biaya E. Keuntungan
Lampiran 48. Matriks Analisis Kebijakan (PAM) pada Pengusahaan Komoditi Lada Putih Tahun ke-7 bila Harga Sewa Lahan Naik Sebesar 75 Persen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, 2007 (Rp/Ha) Keterangan
Penerimaan Output
Harga Privat Harga Sosial Efek Divergensi
5.878.394 6.147.649 - 269.255
Indikator Daya Saing: a. Keunggulan Kompetitif: - PP
= 181.567,56
- PCR
= 0,97
b. Keunggulan Komparatif: - KS
= 630.472,56
- DRCR
= 0,88
Biaya Input Tradable Non Tradable 702.816,5 4.993.979,94 883.414 4.633.762,44 - 180.597,5 360.217,5
Keuntungan 181.567,56 630.472,56 - 448.905