i
ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERDAGANGAN KOMODITI UNGGULAN INDONESIA-TURKI
FAUZIYAH ADZIMATINUR
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
iii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Daya Saing dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Perdagangan Komoditi Unggulan IndonesiaTurki adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2016 Fauziyah Adzimatinur NIM H151140226
RINGKASAN FAUZIYAH ADZIMATINUR. Analisis Daya Saing dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Perdagangan Komoditi Unggulan Indonesia-Turki. Dibimbing oleh SRI HARTOYO dan LUKYTAWATI ANGGRAENI. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis daya saing komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Turki, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor dan impor komoditi unggulan antara Indonesia dengan Turki, dan menganalisis kesesuaian struktur ekspor dan impor antara Indonesia dengan Turki. Studi menggunakan data time series pada tahun 1996-2014. Metode analisis adalah Revealed Comparative Advantage (RCA), Intra-Industry Trade (IIT), Trade Complementarity Index (TCI), dan Ordinary Least Square (OLS). Hasil RCA menunjukkan komoditas ekspor utama Indonesia ke Turki adalah kain tenun dari serat stapel buatan, asam stearat, palm oil dan karet alam. Indeks IIT menunjukkan bahwa perdagangan hanya terjadi satu arah dari Indonesia. Komoditas impor dari Turki adalah karpet, boraks, tepung gandum, dan tembakau. TCI menunjukkan rendahnya kesesuaian antara ekspor Indonesia dan impor Turki. GDP per capita Turki memiliki pengaruh positif terhadap ekspor dan GDP per capita Turki memberikan pengaruh positif terhadap impor. Nilai tukar memiliki pengaruh positif pada ekspor dan negatif pada impor. Harga dan tingkat tarif memiliki dampak negatif pada ekspor dan impor. Variabel Dummy Non-tariff memiliki pengaruh negatif pada ekspor kain tenun dari serat stapel. Sementara di sisi impor, berpengaruh negatif terhadap tepung gandum. Pemerintah Indonesia harus mengejar strategi dalam kerjasama perdagangan sebagai upaya untuk mengurangi hambatan perdagangan terutama tarif yang dikenakan pada kain tenun dari serat stapel buatan, asam stearat, palm oil, dan karet alam. Pengurangan tarif terutama bagi kain dari serat stapel yang terkena tarif 8%, asam stearat 5.1%, dan palm oil sebesar 24.9% yang meningkat dari tahun ke tahun yang pada awalnya hanya terkena tarif sebesar 8%. Sementara pada hambatan non-tarif, Pemerintah mengadakan sosialisasi kepada eksportir mengenai standar yang harus dipenuhi berkenaan dengan hambatan QR prohibition berupa pelarangan label ilegal yang dikenakan pada kain hasil tenunan serat stapel buatan. Indonesia banyak mengekspor komoditi Palm Oil dan Karet Alam. Perlunya pengembangan produk-produk primary goods untuk terus meningkatkan daya saing serta memproduksi komoditi-komoditi olahannya. Sehingga diharapkan Indonesia tidak hanya dibutuhkan sebagai negara sumber bahan utama dalam proses produksi, namun berkembang menjadi pemasok komoditi olahan yang memiliki nilai tambah lebih tinggi bagi Indonesia. Kata Kunci: Daya Saing, Ekspor, Impor
v
SUMMARY FAUZIYAH ADZIMATINUR. Competitiveness Analysis and Factors Affecting Trade of Main Commodities between Indonesia and Turkey. Supervised by SRI HARTOYO and LUKYTAWATI ANGGRAENI. This study aims to analyze the competitiveness, trade integration, trade complementarity, and factors affecting the export and import of main commodities between Indonesia and Turkey. Data used in this study is time series data in 19962014 and the methods used are Revealed Comparative Advantage (RCA), IntraIndustry Trade (IIT), Trade Complementarity Index (TCI), and Ordinary Least Square (OLS). Results of RCA showed Indonesia's main export commodities to Turkey are woven fabrics, stearic acid, palm oil and natural rubber. While IIT showed that there is only one way trade from Indonesia. Import commodities from Turkey are carpets, borax, wheat flour, and tobacco. TCI showed low complementarity between Indonesia’s export and Turkey’s import. GDP per capita of Indonesia has positive impact on exports and GDP per capita of Turkey has positive impact on imports. The exchange rate has positive impact on exports and negative on imports. Export price has negative impact on exports, while import price has negative impact on imports.Tariff rate has negative impact on both exports and imports. Dummy Non-tariff barrier has negative impact on export of woven fabrics, while in import side, it only affects the wheat flour negatively. The Government should pursue a strategy in trade cooperation as efforts to reduce trade barriers such as tariffs and non-tariffs for some commodities that have competitiveness in the Turkish market. Reduction of tariffs especially for woven fabrics with 8% of tariff rate, stearic acid with 5.1%, and palm oil with 24.9% of tariff rate which is increased from 8%. As for non-tariff barriers, the government conducts a dissemination for the exporters on the standard to be met regarding to the Turkey's trade barriers, such as QR prohibitions related to illegal brand prohibition which is applied to woven fabrics. Indonesia is one of main exporters of palm oil and natural rubber. There is a need for the development of products for the primary goods to continue increasing the competitiveness and produce derivative commodities. So hopefully, Indonesia is not only needed as a main source of material in the production process, but also develop into a supplier of processed commodities that will be much more profitable for Indonesia. Keywords: Competitiveness, Export, Import
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
i
ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERDAGANGAN KOMODITI UNGGULAN INDONESIA-TURKI
FAUZIYAH ADZIMATINUR
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.A.Ec
v
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Analisis Daya Saing dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Perdagangan Komoditi Unggulan Indonesia-Turki”. Proposal tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada orang tua dan keluarga penulis, yaitu Ayah Didi Rohyadi Hadiyat dan Ibu Engkom Komara serta adik dari penulis, Muhamad Faza Fauzan atas segala doa dan dukungan yang selalu diberikan. Selain itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada: 1. Dr. Ir. Sri Hartoyo dan Dr. Lukytawati Anggraeni, SP M.Si selaku dosen pembimbing tesis yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan, saran, waktu, dan motivasi dengan sabar sehingga penulis bisa menyelesaikan tesis ini. 2. Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim M.A.Ec selaku dosen penguji utama dan Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si selaku dosen penguji komisi pendidikan atas bimbingan, saran, dan kritik dalam penyempurnaan tesis ini. 3. Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan untuk penulis. 4. Sahabat-sahabat tercinta, Adik Putri Sarah, Aldesta NPT, Febrina M, Zikra D, Mufida Amalia, Andi Dwi M, Ryzaldi Anhar, Rifal Laksmana, Willy Setya P, Melinda W. G, Fauziah N. A. 5. Keluarga S2 Ilmu Ekonomi reguler angkatan 8 dan fast track angkatan 2; Bramastyo A.W, Ilhamdi, Fatimah Zachra F, M. Fazri, Mujiburahman, Silvia Sari, Stannia C.S., Tri Arifin D, Zikra. 6. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2016 Fauziyah Adzimatinur
vii
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 3 6 6 6
2 TINJAUAN PUSTAKA Kerangka Teori Tinjauan Empiris Kerangka Pemikiran
7 7 13 17
3 METODE Jenis dan Sumber Data Analisis Kesesuaian Struktur Ekspor dan Impor Analisis Komoditi Unggulan Ekspor Indonesia ke Turki Analisis Derajat Integrasi Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Aliran Perdagangan Indonesia dan Turki
19 19 19 19 20
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Perdagangan Indonesia dengan Turki Kesesuaian Struktur Ekspor Indonesia dengan Impor Turki Komoditi Unggulan Ekspor Indonesia ke Pasar Turki Komoditi Impor Indonesia dari Turki Faktor-faktor yang Memengaruhi Ekspor Indonesia ke Turki Faktor-faktor yang Memengaruhi Impor Indonesia dari Turki
23 23 25 25 35 40 43
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
47 47 47
DAFTAR PUSTAKA
47
LAMPIRAN
52
RIWAYAT HIDUP
60
21
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Perbandingan indikator makroekonomi Indonesia dengan Turki Neraca perdagangan Indonesia dan Turki (Nilai: Ribu US$) Komoditi perdagangan Indonesia dengan Turki Jenis non-tariff measures Tinjauan empiris Jenis dan sumber data Klasifikasi nilai IIT Komoditi ekspor manufaktur dengan keunggulan komparatif Komoditi ekspor pertanian dengan keunggulan komparatif Komoditi unggulan ekspor Indonesia ke pasar Turki Komoditi impor dari Turki (sektor manufaktur) Komoditi impor dari Turki (sektor pertanian) Komoditi impor Indonesia dari Turki Hasil regresi komoditi unggulan ekspor Indonesia Hasil regresi komoditi unggulan impor Indonesia
2 2 4 11 15 19 20 26 27 27 35 36 36 41 43
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
Pengaruh perubahan pendapatan terhadap permintaan Hubungan nilai tukar dengan permintaan ekspor Dampak pengenaan tarif kasus negara besar Pengaruh pengenaan tarif terhadap permintaan kasus negara kecil Kerangka pemikiran Neraca perdagangan Indonesia dengan Turki Trade complementarity index Perkembangan ekspor produk tekstil dari Indonesia ke Turki Perkembangan nilai RCA produk tekstil Perkembangan ekspor asam stearat dari Indonesia ke Turki Perkembangan nilai RCA asam stearat Perkembangan ekspor karet alam dari Indonesia ke Turki Perkembangan nilai RCA karet alam Perkembangan ekspor palm oil dari Indonesia ke Turki Perkembangan nilai RCA palm oil Perkembangan impor karpet dari Turki ke Indonesia Perkembangan impor boraks dari Turki ke Indonesia Perkembangan impor tepung gandum dari Turki ke Indonesia Perkembangan impor tembakau dari Turki ke Indonesia
7 9 10 10 17 24 25 28 29 30 31 32 32 34 34 37 38 39 40
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4.
Hasil regresi kain tenun dari serat stapel buatan (HS 551611) Hasil regresi asam stearat (HS 382311) Hasil regresi palm oil (HS 151190) Hasil regresi karet alam (HS 400122)
52 53 54 55
ix
5. 6. 7. 8.
Hasil regresi karpet (HS 570242) Hasil regresi boraks (HS 284019) Hasil regresi tepung gandum (HS 110100) Hasil regresi tembakau (HS 240110)
56 57 58 59
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Setiap negara tidak selamanya memiliki sumber daya yang dapat digunakan untuk memenuhi permintaan dalam negeri. Ada kalanya suatu negara memiliki sumber daya yang berlimpah untuk suatu produk, tetapi tidak untuk produk lainnya. Suatu negara akan memilih untuk mengimpor produk dari negara lain ketika biaya imbangan untuk memproduksi produk tersebut di negaranya lebih besar daripada biaya imbangan untuk mengimpor produk tersebut dari negara lain. Perdagangan bebas memungkinkan setiap negara untuk melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditas yang dapat diproduksinya secara lebih efisien. Selanjutnya, melalui pertukaran tersebut negara akan memperoleh keuntungan yaitu dapat mengkonsumsi lebih banyak barang dan jasa yang mungkin tidak akan diperoleh jika tidak melakukan perdagangan bebas. Banyak bermunculan organisasi-organisasi internasional yang bergerak di bidang perdagangan internasional. Setiap negara di dunia pada era globalisasi saat ini telah terbiasa melakukan hubungan perdagangan dengan negara lain. Hubungan perdagangan tersebut dapat berupa hubungan bilateral, multilateral, ataupun regional. Bahkan, setiap negara cenderung melakukan pengembangan pasar pada negara-negara lain di dunia. Indonesia saat ini dalam proses melakukan hubungan kerjasama perdagangan dengan Turki. Tahapan kerjasama saat ini berada pada tahap Joint Study Group (JSG). Tahap JSG ini mengkaji potensi perdagangan kedua negara JSG yang dilakukan telah menginjak pertemuan ketiga yaitu di Ankara, Turki pada 24-26 Februari 2011. Indonesia dan Turki tergabung dalam anggota G-20 dimana sebagai forum ekonomi, G-20 banyak membahas kerjasama yang berkaitan dengan sistem moneter internasional. Terdapat pertemuan yang teratur untuk mengkaji, meninjau, dan mendorong diskusi di antara negara industri maju dan sedang berkembang terkemuka mengenai kebijakan-kebijakan yang mengarah pada stabilitas keuangan internasional. Indonesia dan Turki pun banyak melakukan kerjasama perdagangan. Menurut Kementerian Perdagangan, Indonesia dapat memanfaatkan Turki untuk dapat memberikan capacity building dan technical assistance antara lain dalam bidang konstruksi, turisme, pendidikan dan penyamakan kulit. Mengingat hubungan intensif antara Indonesia dan Turki dengan Uni Eropa, pada pertemuan JSG yang ketiga direkomendasikan untuk melakukan kerjasama dalam rangka meningkatkan hubungan mereka dengan Uni Eropa. Selain itu, negara-negara di wilayah Asia Timur merupakan mitra dagang utama Indonesia, oleh karena itu Turki dan Indonesia dapat saling memanfaatkan posisi masingmasing negara untuk memperoleh keuntungan dalam hal kerjasama ekonomi. Populasi yang mencapai 74 juta jiwa dengan GDP per kapita sebesar US$ 10 971.7 menjadikan Turki pasar yang potensial bagi Indonesia. Perbandingan GDP per kapita dan indikator makroekonomi lainnya antara Indonesia dengan Turki dapat dilihat di Tabel 1.
2 Tabel 1 Perbandingan indikator makroekonomi Indonesia dengan Turki (2014) Indikator GDP per kapita Populasi GDP Pertumbuhan GDP Inflasi
Satuan Indonesia Turki US$ 3 475.3 10 971.7 Jiwa 249 865 631 74 932 641 US$ 868 345 652 475 822 135 183 160 tahunan, % 5.8 4.1 % 6.4 7.5
Sumber: World Development Indicators (2015)
Berdasarkan data dari kementerian perdagangan, total perdagangan kedua negara selama lima tahun terakhir (2010 - 2014) meningkat sebesar 16.56%, dengan trend pertumbuhan ekspor sebesar 6.87% dan trend pertumbuhan impor sebesar 39.09%. Sementara total nilai perdagangan pada tahun 2014 adalah sebesar US$ 2.48 miliar, dengan ekspor Indonesia senilai US $ 1.45 miliar dan impor senilai US$ 1.03 miliar. Neraca perdagangan antara Indonesia dan Turki mengalami surplus pada tahun 2014 yaitu senilai US$ 415 juta. Surplus perdagangan ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai US$ 221 juta. Neraca perdagangan antara Indonesia dan Turki dapat dilihat di Tabel 2. Tabel 2 Neraca perdagangan Indonesia dan Turki tahun 2010-2014 (Nilai: Ribu US$) Uraian
2011
1 378 509.5
1 988 377.0
1 674 560.2
2 851 215.8
2 476778.8
86.2
207 573.7
6314.6
1 051 266.6
770 444.4
Non Migas
1 378 423.3
1 780 803.3
1 668 245.7
1 799 949.2
1 706 334.5
16.5 6 625. 60 4.47
Ekspor
1 073 749.4
1 433 401.6
1 369 691.3
1 536 240.8
1 446 131.3
6.87
0.0
0.0
6 310.2
0.0
0.0
0.00
1 073 749.4
1 433 401.6
1 363 381.1
1 536 240.8
1 446 131.3
6.87
Impor
304 760.1
554 975.4
304 868.9
1 314 975.0
1 030 647.6
Migas
86.2
207 573.7
4.4
1 051 266.6
770 444.4
Non Migas Neraca Perdagangan Migas
304 673.9
347 401.7
304 864.6
263 708.4
260 203.2
-5.74
768 989.2
878 426.2
1 064 822.4
221 265.8
415 483.7
22.97
-86.2
-207 573.7
6 305.8
-1 051 266.6
-770 444.4
Non Migas
769 075.5
1 085 999.9
1 058 516.5
1 272 532.4
1 185 928.0
Total Perdagangan Migas
Migas Non Migas
2012
2013
2014
Trend 20102014 (%)
2010
39.0 9 625. 60
0.00 10.7 9
Sumber: BPS diolah Kementerian Perdagangan (2015)
Tren total perdagangan dari Indonesia ke Turki positif, yaitu sebesar 16.56%. Selain itu, tren ekspor dari Indonesia ke Turki pun positif dan Indonesia selalu mengalami surplus perdagangan dari tahun 2010 hingga 2014. Hal ini menunjukkan adanya potensi yang menguntungkan bagi Indonesia untuk semakin meningkatkan kerjasama perdagangan dengan Turki.
3
Perumusan Masalah Kerjasama perdagangan antara Indonesia dan Turki baru mencapai tahap JSG (Joint Study Group), belum ditentukan apakah nantinya bentuk kerjasama tersebut akan berupa Free Trade Agreement (FTA) atau Preferential Trade Agreement (PTA). Menurut Krugman dan Obstfeld (2004) terdapat keuntungan bagi negara-negara yang melakukan perdagangan internasional, diantaranya adalah perdagangan menciptakan keuntungan dengan memberikan peluang kepada setiap negara untuk melakukan ekspor berbagai macam barang yang produksinya menggunakan sebagian besar sumber daya yang melimpah di negara yang bersangkutan serta mengimpor berbagai macam barang yang produksinya menggunakan sumber daya yang tergolong cukup langka di negara tersebut. Perdagangan internasional juga memungkinkan setiap negara untuk melakukan spesialisasi produksi pada barang-barang yang bisa dibuatnya secara efisien, sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan skala produksinya. Suatu negara perlu membuat strategi perdagangan berkaitan dengan komoditi unggulan yang memiliki daya saing di dalam perdagangan internasional. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian (2014), kelompok hasil industri yang menjadi unggulan ekspor dari Indonesia ke Turki diantaranya adalah tekstil, pengolahan kelapa/kelapa sawit, pengolahan karet, kimia dasar, serta pulp dan kertas. Sedangkan kelompok hasil industri yang diimpor dari Turki diantaranya adalah tekstil; kelompok besi baja, mesin, dan otomotif; kimia dasar; makanan dan minuman; serta rokok. Oktaviani, et al. (2009) meneliti mengenai integrasi perdagangan dan dinamika ekspor dari Indonesia ke Turki. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat integrasi perdagangan yang kuat antara Indonesia dengan Turki. Produk-produk unggulan ekspor tersebut adalah CPO, karet alam, serat tekstil alam dan sintesis, kelapa, katun, dan polimer vinil klorida. Produk tersebut dapat dikelompokkan ke dalam HS 2 digit untuk mempermudah gambaran berdasarkan data yang diperoleh, diantaranya adalah minyak dari lemak hewani dan nabati (HS 15), karet dan barang dari karet (HS 40), serta kayu dan barang dari kayu (HS 44). Perdagangan antara Indonesia dengan Turki telah berlangsung kurang lebih 26 tahun (COMTRADE, 2014). Perlu diketahui apakah terdapat kesesuaian struktur ekspor Indonesia dengan struktur impor Turki yang mendukung kerjasama perdagangan. Kesesuaian struktur ekspor dan impor ini menunjukkan apakah Turki dan Indonesia merupakan negara yang saling melengkapi atau merupakan kompetitor. Selain itu, perlu diketahui komoditi unggulan ekspor dan impor antara Indonesia dengan Turki pada tingkat HS 6 digit sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih spesifik tentang komoditi unggulan yang diperdagangkan. Praktek perdagangan internasional tidak sepenuhnya dijalankan sesuai teori dimana semua negara melakukan perdagangan secara bebas. Kenyataannya, setiap negara akan menerapkan perlindungan tertentu berupa hambatan perdagangan yang dimaksudkan untuk melindungi produsen dalam negeri dari persaingan global. Hambatan perdagangan dapat berupa hambatan tarif dan non-tarif. Indonesia dan Turki memberlakukan hambatan tarif maupun non-tarif terhadap produk impor. Berdasarkan data dari World Trade Integrated Solution (2015) tarif bea masuk MFN (Most Favourable Nations) yang paling tinggi pada tahun 2013 diberlakukan oleh Indonesia pada produk tekstil yaitu sebesar 11.9%.
4 Turki sendiri memberlakukan tarif MFN bagi barang impor. Tarif MFN paling tinggi diberlakukan pada produk hewan, yaitu sebesar 35% pada tahun 2013. Tabel 3 menunjukkan beberapa produk yang diperdagangkan antara Indonesia dan Turki. Tabel 3 menunjukkan komoditi dengan HS 15 memiliki nilai ekspor sebesar 230175 USD dengan pertumbuhan sebesar 31% dari tahun 20102014. Tarif ad valorem yang dikenakan pada HS 15 ini sebesar 22%. Karet dan barang dari karet (HS 40) memiliki nilai ekspor sebesar 152941 USD dengan pertumbuhan sebesar -10% dari tahun 2010-2014 dan tarif ad valorem yang dikenakan adalah 0.1%. Kayu dan barang dari kayu (HS 44) memiliki nilai ekspor sebesar 11538 USD dengan pertumbuhan sebesar 6% dan tarif ad valorem yang dikenakan adalah 4.4%. Penelitian yang dilakukan oleh Oktaviani et al. (2009) tersebut menunjukkan bahwa pada periode penelitian kayu dan barang dari kayu (HS 44) mengalami penurunan ekspor terbesar yaitu sebesar US $18.4 milyar. Tabel 3 Komoditi perdagangan Indonesia dengan Turki (2014) Indonesia's exports to Turkey Product Code
Product Label
Value in 2014, USD thousand
Annual growth in value between 20102014, %, p.a.
Share in Indonesia's exports, %
Equivalent ad valorem tariff applied by Turkey to Indonesia
Total
All products
1 446 131
7
0.8
HS 55
Manmade staple fibres
324 691
9
13.9
4.2
HS 54
Manmade filaments
287 149
8
23
4.5
HS 15
Animal,vegetable fats and oils, cleavage products, etc
230 175
31
1.1
22
HS 40
Rubber and articles thereof
152 941
10
2.2
0.1
HS 39
Plastics and articles thereof
37 468
16
1.4
1.3
HS 64
Footwear, gaiters and the like, parts thereof
31 392
17
0.8
6.3
HS 85
Electrical, electronic equipment
29 228
13
0.3
0.4
HS 76
Aluminium and articles thereof
27 595
83
4.2
1.5
HS 52
Cotton
25 160
0
2.8
3.6
HS 29
Organic chemicals
25 066
7
0.8
0.9
18 183
19
5
0.7
17 477
21
0.3
0
13 513
40
1.8
6.1
11 538
6
0.3
1.2
HS 32 HS 84 HS 23 HS 44
Tanning, dyeing extracts, tannins, derivs,pigments etc Machinery, nuclear reactors, boilers, etc Residues, wastes of food industry, animal fodder Wood and articles of wood, wood charcoal
Sumber: ITC Trademap (2015)
Karet dan barang dari karet memiliki pertumbuhan yang menurun dibandingkan dengan dua produk lainnya sementara pangsa produk tersebut terhadap ekspor di Indonesia paling besar diantara dua produk lainnya. Pangsa karet dan barang dari karet adalah sebesar 2.2%, pangsa minyak dari lemak hewani dan nabati sebesar 1.1%, pangsa kayu dan barang dari kayu sebesar 0.3%. Jika dilihat dari sisi tarif ad valorem, tarif yang dikenakan pada karet dan barang dari karet yang memiliki pertumbuhan negatif hanya sebesar 0.1% dibandingkan dengan
5
minyak dari lemak nabati dan hewani sebesar 22% dengan pertumbuhan sebesar 31%, serta kayu dan barang dari kayu dengan tarif 1.2%. Tren pertumbuhan nilai ekspor pada komoditi karet dan barang dari karet cenderung mengalami penurunan, yaitu sebesar 10% setiap tahunnya. Salah satu penyebabnya adalah diterapkannya hambatan non-tarif yang diterapkan oleh Turki terhadap komoditi karet dan barang dari karet tersebut. Hambatan non-tarif tersebut diantaranya berupa kebijakan antidumping, Technical Barriers to Trade, Import Licensing, dan Quantitative Restrictions. Trade remedy (Antidumping, subsidy, dan safeguard), Import Licensing, dan Quantitative Restrictions merupakan bagian dari non technical measures. Trade remedy termasuk ke dalam contingent trade-protective measures. Trade remedy (Antidumping, subsidy, dan safeguard) merupakan instrumen kebijakan pengamanan perdagangan yang diakui oleh negara-negara anggota WTO dan mereka diperkenankan untuk menggunakan instrumen tersebut untuk melindungi industri dalam negerinya dari persaingan curang yang dapat menghancurkan dan merusak tatanan sistem perdagangan yang adil. Tindakan antidumping diberlakukan terhadap tindakan menjual suatu barang di pasar luar negeri dengan harga yang lebih rendah dari harga di pasar domestik, dimana selanjutnya pemerintah negara pengimpor dapat mengenakan bea masuk antidumping untuk menutupi kerugian sebagai dampak dari dumping tersebut. Import Licensing (perizinan impor) dapat didefinisikan sebagai prosedur administrasi yang membutuhkan pengajuan aplikasi atau dokumentasi lainnya (selain yang diperlukan untuk keperluan pabean) ke badan administratif yang relevan sebagai syarat sebelum mengimpor barang. Beberapa lisensi yang dikeluarkan secara otomatis jika kondisi tertentu terpenuhi. Perjanjian tersebut menetapkan kriteria untuk lisensi otomatis sehingga prosedur yang digunakan tidak membatasi perdagangan. Lisensi lainnya tidak dikeluarkan secara otomatis. Di sini, perjanjian mencoba untuk meminimalkan beban importir dalam menerapkan lisensi, sehingga pekerjaan administratif tidak membatasi atau mendistorsi impor. Perjanjian tersebut menyatakan bahwa lembaga penanganan perizinan tidak boleh mengambil lebih dari 30 hari dalam menangani aplikasi - 60 hari ketika semua aplikasi dipertimbangkan pada waktu yang sama. Sedangkan Quantitative Restrictions atau pembatasan kuantitatif yang dilakukan oleh Turki berupa larangan untuk mengimpor produk memanfaatkan ilegal merek dagang atau larangan untuk mengimpor label dan produk palsu untuk kemasan. Technical Barriers to Trade merupakan tindakan mengacu pada regulasi teknis dan prosedur penilaian kesesuaian dengan standar dan peraturan teknis. Sebuah regulasi teknis adalah dokumen yang menetapkan karakteristik produk atau proses terkait dan metode produksi, termasuk ketentuan administrasi yang berlaku, yang mana kepatuhannya bersifat wajib. Hal ini juga dapat mencakup terminologi, simbol, kemasan, persyaratan pelabelan yang berlaku untuk produk, proses atau metode produksi. Prosedur penilaian kesesuaian merupakan prosedur apapun yang digunakan, secara langsung atau tidak langsung, untuk menentukan bahwa persyaratan yang relevan dalam peraturan teknis atau standar telah terpenuhi. Hal ini dapat mencakup, antara lain, prosedur untuk pengambilan sampel, pengujian dan inspeksi; evaluasi, verifikasi dan jaminan kesesuaian; registrasi, akreditasi dan persetujuan serta kombinasi dari semuanya.
6 Penelitian ini bermaksud mengembangkan penelitian yang telah dilakukan oleh Oktaviani, et al. (2009) dengan meneliti kesesuaian struktur ekspor dan impor antara Indonesia dengan Turki dan mengidentifikasi komoditi unggulan ekspor dan impor antara Indonesia dan Turki pada tingkat HS 6 digit, serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan bilateral antara Indonesia dan Turki, dalam hal ini ekspor dan impor. Faktor-faktor yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah GDP per capita, nilai tukar riil, harga, hambatan tarif dan hambatan nontarif. Berdasarkan hal tersebut, beberapa perumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1. Apakah terdapat kesesuaian struktur impor dan ekspor yang mendukung kerjasama perdagangan? 2. Komoditi mana yang menjadi unggulan ekspor dan impor antara Indonesia dengan Turki? 3. Apakah terdapat hubungan antara GDP per capita, nilai tukar riil, harga, hambatan tarif dan hambatan non-tarif dengan ekspor dan impor IndonesiaTurki? Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah 1. Menganalisis kesesuaian struktur impor dan ekspor yang mendukung kerjasama perdagangan 2. Mengidentifikasi komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Turki serta daya saing dan derajat integrasinya 3. Mengidentifikasi hubungan antara GDP per capita, nilai tukar riil, harga, hambatan tarif dan hambatan non-tarif dengan ekspor dan impor IndonesiaTurki Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai struktur perdagangan Indonesia dengan Turki mencakup kesesuaian struktur ekspor dan impor, komoditas unggulan, derajat integrasi, serta faktor-faktor yang memengaruhi aliran perdagangan Indonesia dengan Turki. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan para pemangku kebijakan dalam rangka memaksimalkan potensi perdagangan antara Indonesia dengan Turki. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan dan referensi bagi penelitian-penelitian berikutnya. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menganalisis mengenai kesesuaian struktur ekspor dan impor, daya saing, dan faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor komoditi unggulan dari Indonesia ke Turki. Komoditi unggulan yang akan diteliti diperoleh dari analisis RCA dan besarnya pangsa pasar. Data yang digunakan merupakan data ekspor dan impor antara Indonesia dengan Turki tahun 1996-2014.
7
2 TINJAUAN PUSTAKA Kerangka Teori Hubungan GDP dengan Permintaan Ekspor dan Impor Penelitian yang dilakukan oleh Haider, et al. (2011) dan Murad (2012) menunjukkan adanya hubungan positif antara pendapatan/GDP dengan ekspor dan impor. Hal ini disebabkan GDP menunjukkan ukuran pangsa pasar. GDP akan berpengaruh positif terhadap aliran perdagangan dalam hal ini ekspor dan impor karena GDP ini mengukur besarnya permintaan. GDP yang tinggi menunjukkan besarnya pasar atau permintaan yang tinggi, sehingga akan meningkatkan ekspor. Sama halnya dengan impor, GDP negara pengimpor yang tinggi menunjukkan permintaan yang tinggi pula, sehingga akan meningkatkan impor. Hukum permintaan menyatakan bahwa peningkatan pendapatan, ceteris paribus, akan menyebabkan meningkatnya kuantitas suatu barang yang diminta. Peningkatan pendapatan ini ditandai dengan bergesernya kurva permintaan ke kanan. Hal ini menunjukkan bagaimana rumah tangga di suatu negara menyesuaikan permintaannya setelah pendapatannya meningkat. GDP per capita menunjukkan tingkat daya beli atau tingkat kesejahteraan suatu masyarakat dalam suatu negara. Pengaruh peningkatan pendapatan terhadap permintaan ditunjukkan oleh Gambar 1. P
D’ D S
P3 P2
A
P1
Q
0 Q1
Q2
Q3
Gambar 1 Pengaruh perubahan pendapatan terhadap permintaan Pada Gambar 1, sumbu y adalah harga (P) dan sumbu x adalah kuantitas (Q). Ketika GDP per capita yang menunjukkan tingkat daya beli meningkat, permintaan akan suatu komoditi pada tingkat domestik akan meningkat. Sebelum terjadi peningkatan pendapatan, permintaan ditunjukkan oleh kurva D dan jumlah impor yang diminta sebesar Q2-Q1. Namun, setelah terjadi peningkatan daya beli, ceteris
8 paribus, masyarakat cenderung meminta lebih banyak sehingga kurva permintaan bergeser ke kanan yaitu pada D’. Oleh karena itu, permintaan impor pun meningkat menjadi sebesar Q3-Q1. Bagi negara pengekspor, ini menandakan meningkatnya permintaan untuk ekspor ke negara pengimpor tersebut. Hubungan antara Nilai Tukar dengan Permintaan Ekspor dan Impor Nilai tukar mengalami apresiasi adalah ketika setiap unit mata uang domestik dapat membeli lebih banyak mata uang asing daripada sebelumnya, artinya harga mata uang asing menurun. Mata uang domestik yang dapat membeli lebih banyak mata uang asing pada suatu periode yang berkelanjutan dikenal dengan mata uang yang kuat. Sedangkan nilai tukar mengalami depresiasi adalah ketika setiap unit mata uang domestik dapat membeli lebih sedikit mata uang asing daripada sebelumnya, artinya harga mata uang asing meningkat. Mata uang domestik yang dapat membeli lebih sedikit mata uang asing daripada sebelumnya pada suatu periode yang berkelanjutan dikenal dengan mata uang yang lemah. Konsekuensinya, ketika salah satu mata uang mengalami apresiasi, mata uang lainnya mengalami depresiasi. Ada pendapat yang menyatakan bahwa kuat-lemahnya mata uang dikaitkan dengan kuat atau lemahnya perekonomian. Bagaimanapun, pendapat ini tidak terbukti benar karena mata uang yang kuat membuat barang-barang impor lebih murah dibandingkan barang domestik dan barang ekspor menjadi lebih mahal dibandingkan barang domestik. Oleh karena itu, mata uang yang kuat hanya memberi keuntungan pada pembeli domestik dan penjual asing, serta memberikan kerugian pada penjual domestik dan pembeli asing. Saat mata uang menguat ini, impor akan meningkat dan menurunkan ekspor. Sebaliknya, mata uang yang lemah memberikan keuntungan pada penjual domestik dan pembeli asing karena membuat barang domestik lebih murah bagi pembeli asing. Gambar 2 menunjukkan pengaruh nilai tukar terhadap permintaan ekspor dan impor. DM menunjukkan permintaan impor dan SM menunjukkan supply impor dari negara lain. Ketika terjadi depresiasi, SM bergeser ke S’M yang menunjukkan supply impor menurun dikarenakan harga impor menjadi lebih mahal. Di sisi lain, pada pasar ekspor, depresiasi mata uang menyebabkan kurva DX bergeser ke D’X dikarenakan depresiasi rupiah menyebabkan harga menjadi lebih murah di mata asing. Penelitian yang dilakukan oleh Haider, et al. (2011) dan Murad (2012) menunjukkan bahwa mata uang yang melemah dapat meningkatkan ekspor dan menurunkan impor. Hal ini memberikan kerugian pada pembeli domestik dan penjual asing. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa ketika salah satu mata uang mengalami apresiasi, yang lainnya mengalami depresiasi karena tidak mungkin semua mata uang menguat secara bersamaan.
9
PM
PX
Pasar Impor
Pasar Ekspor S’M D’X DX
SM P2 P1
SX
P2 P1 DM 0 Q2
Q1
QM
0
Q1
Q2
QX
Sumber: Salvatore (2014)
Gambar 2 Hubungan nilai tukar dengan permintaan ekspor Hubungan Harga Ekspor dan Harga Impor dengan Permintaan Ekspor dan Impor Hukum permintaan dan penawaran menyatakan bahwa peningkatan harga akan meningkatkan penawaran namun menurunkan permintaan. Hal ini pun berlaku pada ekspor dan impor antarnegara. Tingginya harga ekspor mengakibatkan permintaan ekspor suatu negara akan menurun. Suatu negara cenderung melakukan perdagangan dengan negara yang memiliki harga ekspor bisa lebih rendah sehingga dapat meningkatkan permintaan ekspor suatu negara. Sama halya dengan impor, harga impor yang semakin tinggi dapat mengurangi permintaan impor, sehingga volume. Bagi negara pengekspor, berkurangnya permintaan impor dari domestik berarti berkurangnya permintaan untuk ekspor ke negara pengimpor tersebut. Hubungan Tarif dengan Permintaan Ekspor dan Impor Tarif merupakan bentuk kebijakan perdagangan yang paling tua dan secara tradisional telah digunakan sebagai sumber pemerintahan sejak lama. Tarif menimbulkan dampak berupa kenaikan harga atau biaya pengiriman barang ke suatu negara. Namun, maksud utama pengenaan tarif biasanya tidak semata-mata sebagai sumber pendapatan pemerintah, melainkan sebagai alat untuk melindungi sektor-sektor tertentu dari tekanan persaingan produk impor. Guillotreau dan Peridy (2000) meneliti tentang pengaruh hambatan tarif dan non-tarif terhadap impor. Hambatan tersebut efektif menyebabkan menurunnya impor yang dilakukan suatu negara. Namun, penelitian tersebut menyebutkan bahwa dalam beberapa kasus diberlakukannya hambatan tarif dan non tarif tidak banyak berpengaruh terhadap kuantitas impor. Gambar 3 menunjukkan dampak pengenaan tarif pada kasus negara besar. Indonesia diasumsikan menjadi negara besar misalnya pada komoditi unggulan ekspor seperti CPO dan karet. Tarif persis sama dengan biaya pengangkutan dari sisi pengirim barang. Sebelum dikenakan tarif, tingkat harga di kedua negara sama yaitu pada PW. Jika domestik menetapkan tarif tertentu untuk setiap barang yang diimpornya, maka pengirim tidak akan bersedia mengangkut atau mengirim barangnya kecuali jika selisih harga di kedua pasar jumlahnya paling sedikit sama dengan tarif yang ditentukan tersebut. Harga barang domestik akan naik, sedangkan harga barang di asing segera turun, sampai perbedaan harga sebesar t.
10 Tarif mengakibatkan peningkatan harga di domestik menjadi PT dan menurunkan harga di asing ke PT*. Harga yang lebih tinggi tersebut mengakibatkan produsen domestik segera meningkatkan penawarannya, sedangkan konsumen menurunkan permintaannya, sehingga permintaan untuk impor menjadi berkurang. Harga yang lebih rendah pada pihak asing menyebabkan penawaran turun dan permintaan meningkat, karena itu penawaran untuk ekspor menjadi naik. Dengan demikian, perdagangan barang merosot dari QW ke QT. Pada volume perdagangan QT, permintaan untuk impor domestik sama dengan penawaran untuk ekspor asing jika PT – PT* = t. Pasar Domestik
Pasar Asing
Pasar Dunia
P
P
P
S S
ekspor
PT PW
S*
t
impor
PT* D
D*
D Q
QT
QW
Q
Q
Sumber: Krugman dan Obstfeld (2004)
Gambar 3 Dampak pengenaan tarif kasus negara besar Gambar 4 menunjukkan pengaruh diberlakukannya tarif terhadap permintaan impor pada kasus negara kecil. Krugman dan Obstfeld (2004) menggambar dampak pengenaan tarif bagi kasus “negara kecil” dimana negara tersebut sama sekali tidak mampu mengandalikan harga ekspor sedunia. Tarif meningkatkan harga barang sebesar tarif yakni dari P1 ke P2. P2 merupakan harga yang sudah ditambah dengan tingkat tarif. Produksi akan meningkat dari Q1 ke Q2, sedangkan konsumsi menurun dari Q4 ke Q3. Oleh karena itu, pengenaan tarif dapat menurunkan impor negara tersebut. Besarnya impor menurun yang awalnya sebesar Q4-Q1 menjadi Q3-Q2. P
S
A P3 P2 P1 D 0
Q1
Q2
Q3
Q4
Q
Sumber: Krugman dan Obstfeld (2004)
Gambar 4 Pengaruh pengenaan tarif terhadap permintaan kasus negara kecil
11
Hubungan Non-Tariff Measure dengan Permintaan Ekspor dan Impor Penelitian yang dilakukan oleh Guillotreau dan Peridy (2000) tentang pengaruh hambatan tarif dan non-tarif terhadap impor. Hambatan tersebut efektif menyebabkan menurunnya impor yang dilakukan suatu negara. Namun, penelitian tersebut menyebutkan bahwa dalam beberapa kasus diberlakukannya hambatan tarif dan non tarif tidak banyak berpengaruh terhadap kuantitas impor. Krugman dan Obstfeld (2004) menyatakan bahwa praktek pembatasan impor selalu meningkatkan harga barang yang diimpor di pasar dalam negeri. Jika impor dibatasi, akibat langsungnya adalah bahwa pada tingkat harga semula (sebelum pembatasan) permintaan untuk barang yang bersangkutan lebih besar daripada penawaran domestik ditambah impor. Keadaaan ini menyebabkan harga lebih tinggi sampai terciptanya keseimbangan baru. Langkah pembatasan impor juga akan meningkatkan harga di dalam negeri yang besarnya sama dengan tarif yang akan menurunkan impor ke tingkatan yang sama. Perbedaan dampak yang ditimbulkan oleh kuota dari yang ditimbulkan tarif adalah bahwa dengan menerapkan kuota pemerintah tidak memperoleh pendapatan secara langsung. Pengekangan ekspor secara “sukarela” atau Voluntary Restraint Agreement (VER) merupakan suatu bentuk pembatasan tingkat intensitas hubungan perdagangan internasional yang dikenakan oleh pihak pengekspor. VER selalu lebih mahal bagi negara pengimpor apabila dibandingkan dengan instrumen tarif yang mampu membatasi impor dengan jumlah yang sama. Apa yang menjadi pendapatan pemerintah dalam tarif menjadi keuntungan sepihak yang diperoleh unsur asing dalam kerangka VER, sehingga VER jelas mengakibatkan kerugian bagi pemerintah negara yang menjalankannya. Selain itu, terdapat beberapa hambatan perdagangan non-tarif lainnya seperti remedy, SPS, dan TBT, dan lainlain. Jenis-jenis non-tariff measures seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4 Jenis non-tariff measures A. Sanitary and Phytosanitary Measures B. Technical Barriers to Trade C. Pre-Shipment Inspection and Other Formalities Non Technical Measures D. Contingent Trade-Protective Measures E. Non-Automatic Licensing, Quotas, Prohibitions and Quantity-Control Measures Other Than for Sps or Tbt Reasons F. Price-Control Measures, Including Additional Taxes and Charges G. Finance Measures H. Measures Affecting Competition I. Trade-Related Investment Measures J. Distribution Restrictions K. Restrictions On Post-Sales Services L. Subsidies (Excluding Export Subsidies Under P7) M. Government Procurement Restrictions N. Intellectual Property O. Rules Of Origin Exports P. Export-Related Measures Sumber: World Trade Organization (2014) Imports
Technical Measures
12 Remedy Trade remedy adalah alat kebijakan perdagangan yang memungkinkan pemerintah untuk mengambil tindakan perbaikan terhadap impor yang menyebabkan kerugian pada industri dalam negeri. Umumnya, trade remedy dibagi menjadi: a. anti-dumping action; b. countervailing duty measures; c. safeguard action. Berdasarkan pasal VI GATT 1994, sebuah negara diperbolehkan untuk mengambil tindakan terhadap impor dari negara-negara yang diduga mengekspor dengan harga dumping. Aksi Anti-dumping dilakukan dalam menanggapi sebuah tindakan yang dilakukan oleh industri berkaitan dengan import dumping yang merugikan. Sebuah perusahaan ekspor dikatakan "dumping" ketika mengekspor produknya dengan harga yang lebih rendah dari nilai normal (yaitu, harga di mana produk dijual di pasar domestik di negara pengekspor). Ketika dumping mengancam industri dalam negeri, tindakan perbaikan (remedy) dapat diambil. The WTO Subsidies and Countervailing Measures Agreement menetapkan penggunaan subsidi, yang umumnya diperbolehkan dalam GATT 1994 dan Perjanjian WTO. Perjanjian subsidi juga mengatur tindakan yang dapat dilakukan oleh negara untuk melawan efek perdagangan subsidi. Suatu negara dapat memperbaiki efek perdagangan subsidi multilateral melalui prosedur penyelesaian perselisihan dan dengan demikian, dapat dilakukan penarikan subsidi atau penghapusan efek yang merugikan. Selain itu, sebuah negara bisa secara sepihak memulai penyelidikan sendiri (dikenal sebagai tugas penyelidikan countervailing) dimana bea tambahan ("countervailing duty") dapat dikenakan pada impor bersubsidi untuk mengimbangi kerugian produsen dalam negeri. Ketika industri menghadapi kerugian dari impor bersubsidi, industri dapat mengajukan permohonan untuk inisiasi penyelidikan countervailing. Tindakan Safeguard adalah "tindakan darurat". Tindakan "perlindungan" darurat dapat diambil di mana lonjakan impor menyebabkan kerugian serius pada industri dalam negeri. Hal ini memungkinkan suatu negara untuk merespon peningkatan impor yang tak terduga dan menyebabkan kerugian serius. Alasan kerugian tidak hanya terbatas pada meningkatnya impor, faktor-faktor lainnya harus dibedakan. Artinya, dampak dari faktor lain tidak dapat dikaitkan dengan dampak dari peningkatan impor. Tindakan pengamanan dapat dilakukan dengan pembatasan sementara pada produk impor untuk membantu penyesuaian pada industri dalam negeri. Langkahlangkah pengamanan diterapkan pada basis global dan dapat berupa tarif, kuota tingkat tarif, atau pembatasan kuantitatif (kuota impor). Langkah-langkah ini harus bersifat sementara, diterapkan pada produk tertentu, dan harus diterapkan untuk semua impor terlepas dari sumber impor tersebut. Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS) Sanitary and Phytosanitary Measures adalah langkah-langkah atau hambatan perdagangan yang diterapkan untuk melindungi manusia atau hewan hidup dari risiko yang timbul dari zat aditif, kontaminan, racun atau organisme penyebab penyakit dalam makanan mereka. Selain itu, SPS pun diterapkan untuk
13
melindungi kehidupan manusia dari penyakit yang dibawa oleh hewan atau tanaman; untuk melindungi hewan atau tumbuhan dari hama, penyakit, atau organisme penyebab penyakit; untuk mencegah atau membatasi kerusakan lainnya ke sebuah negara dari negara lain, penyebaran hama; dan untuk melindungi keanekaragaman hayati. Ini termasuk langkah-langkah yang diambil untuk melindungi kesehatan ikan dan fauna liar, serta hutan dan flora liar. Perlu diingat bahwa kebijakan untuk perlindungan lingkungan (selain yang disebutkan di atas), seperti kebijakan untuk melindungi kepentingan konsumen, atau untuk kesejahteraan hewan tidak tercakup oleh SPS. Technical Barriers to Trade (TBT) Technical Barriers to Trade merupakan tindakan mengacu pada regulasi teknis dan prosedur penilaian kesesuaian dengan standar dan peraturan teknis, termasuk langkah-langkah yang dicakup dalam Persetujuan SPS. Sebuah regulasi teknis adalah dokumen yang menetapkan karakteristik produk atau proses terkait dan metode produksi, termasuk ketentuan administrasi yang berlaku, yang mana kepatuhannya bersifat wajib. Hal ini juga dapat mencakup terminologi, simbol, kemasan, persyaratan pelabelan yang berlaku untuk produk, proses atau metode produksi. Prosedur penilaian kesesuaian merupakan prosedur apapun yang digunakan, secara langsung atau tidak langsung, untuk menentukan bahwa persyaratan yang relevan dalam peraturan teknis atau standar telah terpenuhi. Hal ini dapat mencakup, antara lain, prosedur untuk pengambilan sampel, pengujian dan inspeksi; evaluasi, verifikasi dan jaminan kesesuaian; registrasi, akreditasi dan persetujuan serta kombinasi dari semuanya. Tinjauan Empiris Oktaviani, et al. (2009) melakukan penelitian Integrasi Perdagangan dan Dinamika Ekspor Indonesia ke Timur Tengah (Studi Kasus: Turki, Tunisia, dan Maroko) dengan menggunakan metode IIT, CMS. Data yang digunakan adalah data ekspor dan impor komoditi dengan HS 2 digit tahun 2006-2007. Hasil menunjukkan produk unggulan ekspor Indonesia ke Turki adalah CPO, karet alam, serat tekstil dan sintesis, kelapa, katun, dan polimer vinil klorida. Analisis IIT menunjukkan aliran perdagangan Indonesia untuk produk kain untuk penutup bersifat dua arah dengan derajat integrasi yang sangat kuat dimana nilai ekspor-impor mencapai sebesar $2.1 juta dan $2.4 juta serta nilai IIT sebesar 92.37. Sementara itu, Indonesia secara signifikan menunjukkan kontribusi sebagai eksportir untuk produk Lemak Hewan/ Sayuran & Minyak Lainnya dengan nilai IIT sebesar 0.17. Indonesia mengimpor sebesar $5.4 juta produk Garam, Sulfur, Batu&Plester dan hanya mengekspor sebesar $0.35 juta dengan nilai IIT sebesar 0.01. Hal ini memperlihatkan bahwa keterkaitan perdagangan Indonesia untuk kedua produk ini adalah terintegrasi dengan lemah. Berdasarkan hasil CMS nilai total peningkatan ekspor pada periode 2005-2006 mencapai US $126.7 milyar. Peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh dorongan efek daya saing senilai US $7,224 milyar, diikuti efek komposisi komoditi senilai US $7,051 milyar. Sementara itu, efek pertumbuhan impor justru memberikan pengaruh negatif, yaitu sebesar US $ 14,149 milyar.
14 Arora (2015) melakukan penelitian terhadap daya saing komoditi ekspor tekstil India dengan negara tujuan ekspornya. Data mencakup 15 produk tekstil selama 12 tahun ke 7 negara tujuan ekspor India. Metode yang digunakan adalah panel data dinamis, model diestimasi berdasarkan masing-masing negara. Namun, untuk melihat perkembangan masing-masing komoditi, penelitian ini juga melakukan analisis berdasarkan masing-masing komoditi dengan menggunakan metode Ordinary Least Square. Hasil menunjukkan elastisitas harga bertanda negatif bagi semua negara partner dagang India yang diteliti, kecuali untuk negara Cina. Elastisitas pendapatan bertanda positif sesuai dengan hipotesis bagi seluruh negara yang diteliti. Elastisitas harga untuk semua negara bernilai kurang dari tak hingga yang menunjukkan ekspor kompetitif terhadap harga. Elastisitas pendapatan bernilai kurang dari satu kecuali untuk Italia yang berarti ekspor ke Italia kurang kompetitif terhadap pendapatan. Haider, et al. (2011) meneliti fungsi permintaan impor dan ekspor Pakistan menggunakan data perdagangan bilateral. Data yang digunakan merupakan data time series dari tahun 1973-2008 dan diestimasi dengan metode Ordinary Least Square dan Cointegration Test. Hasil menunjukkan Income (pendapatan) merupakan penentu penting dari ekspor dan impor. Ekspor Pakistan memiliki hubungan jangka panjang dengan Jepang dan Amerika. Impor Pakistan memiliki hubungan jangka panjang dengan UEA dan Amerika. Impor dan ekspor memiliki hubungan jangka panjang dengan Sri Lanka dan Bangladesh. Nilai tukar riil memiliki pengaruh negatif terhadap impor Pakistan dengan negara mitranya kecuali dengan Bangladesh, Sri Lanka, dan UEA. Income (pendapatan) memberikan pengaruh positif terhadap impor Pakistan dengan negara mitranya, kecuali Sri Lanka. Nilai tukar riil dan income Cina, Jerman dan UEA tidak memiliki hubungan Granger-causality dengan ekspor Pakistan. Nilai tukar riil dan income Pakistan memiliki hubungan Granger causality dengan impor dari Jerman, India, dan UK. Murad (2012) meneliti fungsi permintaan ekspor dan impor bilateral Banglades. Data yang digunakan adalah data time series tahun 1973-2009. Hasil menunjukkan elastisitas Income (pendapatan) yang diwakili GDP memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor, sedangkan pada impor elastisitas pendapatan memberikan pengaruh positif dan signifikan hanya untuk Jerman dan Hong Kong. Real exchange rate pada ekspor memiliki hubungan yang signifikan dan sesuai teori, yaitu ketika terjadi real depreciation pada mata uang Bangladesh (Taka) akan menyebabkan peningkatan pada ekspor. Sebaliknya pada sisi impor, depresiasi yang terjadi pada Taka akan menyebabkan harga impor menjadi lebih mahal sehingga konsumen akan lebih memilih untuk mengkonsumsi produk dalam negeri. Yu dan Qi (2015) meneliti mengenai komplementaritas dan daya saing dari produk pertanian antara Cina dengan negara-negara Eropa Tengah dan Timur (CEE). Negara-negara Eropa Tengah dan Timur yang diteliti adalah Polandia, Romania, Republik Ceko, Lituania, dan Bulgaria. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data ekspor dan impor pada tahun 2013. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah RCA (Revealed Comparative Advantage), TCI (Trade Complementarity Index), dan IIT (Intra-Industry Trade). Hasil menunjukkan bahwa produk unggulan ekspor Cina diantaranya adalah ikan, buahbuahan, produk sayuran, dan sutra. Sedangkan produk impor unggulannya adalah daging, sampah daging yang dapat dimakan, produk hewani yang dapat dimakan
15
seperti susu, madu, dan telur. Produk unggulan ekspor Cina merupakan produk dari industri padat karya. Cina dan kelima negara CEE memiliki komplementaritas tinggi dimana negara CEE lebih bergantung kepada Cina. Perdagangan produk pertanian antara Cina dan kelima negara CEE menunjukkan karakter inter-industry trade dan intra-industry trade dimana intra-industry trade lebih dominan. Shuai dan Wang (2011) meneliti tentang daya saing dan komplementaritas perdagangan produk pertanian antara Cina dengan Amerika. Data yang digunakan merupakan data time series dari tahun 1997 sampai 2007. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah RCA, CMS, TCD, SI, dan TCI. Hasil menunjukkan bahwa Cina dan Amerika mengekspor produk pertanian yang berbeda yang menggambarkan karakter daya saing dan sumber daya yang dimiliki masingmasing negara. Tingkat daya saing produk pertanian Cina mengalami penurunan, sementara struktur ekspornya mengalami peningkatan sejak Cina bergabung dengan WTO. Index TCD menunjukkan ketergantungan dalam perdagangan antara Cina dan Amerika. Produk pertanian Amerika lebih bergantung pada pasar Cina daripada produk pertanian Cina pada pasar Amerika. Tabel 5 Tinjauan empiris No. 1.
Judul / Penulis / Tahun Export Competitiveness of Textile Commodities: A Panel Data Approach Arora (2015)
2.
Integrasi Perdagangan dan Dinamika Ekspor Indonesia ke Timur Tengah (Studi Kasus:Turki, Tunisia, dan Maroko) Oktaviani, et al. (2009)
3.
Estimation of Import and Export Demand Functions Using Bilateral
Metode Data: 15 produk tekstil selama 12 tahun ke 7 negara tujuan ekspor India. Metode: Panel Data Dinamis, OLS Data: Komoditi dengan HS 2 digit tahun 2006-2007 Metode: IIT, CMS
Data: Time series dari tahun 19732008
Hasil Elastisitas harga bertanda negatif bagi semua negara partner, kecuali untuk negara Cina. Elastisitas pendapatan bertanda positif. Elastisitas harga bernilai kurang dari tak hingga. Elastisitas pendapatan bernilai kurang dari satu kecuali untuk Italia. Produk unggulan ekspor Indonesia ke Turki adalah CPO, karet alam, serat tekstil dan sintesis, kelapa, katun, dan polimer vinil klorida. Terdapat fenomena yang konvergen bagi dinamika ekspor Indonesia, dimana minyak yang berasal dari tumbuhan dan hewan, kayu dan produk kayu, serta karet dan produk karet menjadi produk yang potensial dengan efek dekomposisi yang bervariasi pada setiap mitra dagang. Ekspor Pakistan memiliki hubungan jangka panjang dengan Jepang dan Amerika. Impor Pakistan memiliki hubungan jangka
16 Tabel 5 Tinjauan empiris (lanjutan) Judul / Penulis / No. Metode Hasil Tahun Trade Data: The Metode: panjang dengan UEA dan Case of Pakistan Ordinary Amerika. Impor dan ekspor Haider, et al. Least Square memiliki hubungan jangka panjang (2011) dan dengan Sri Lanka dan Bangladesh. Cointegration Nilai tukar riil memiliki pengaruh test negatif terhadap impor Pakistan. Income (pendapatan) memberikan pengaruh positif terhadap impor Pakistan. Nilai tukar riil dan income Pakistan memiliki hubungan Granger causality. Bilateral Export Data: time Elastisitas pendapatan 4. and Import series dari memberikan pengaruh positif dan Demand Functions tahun 1973 signifikan terhadap ekspor, of Bangladesh: A sampai 2009 sedangkan pada impor elastisitas Cointegration Metode: pendapatan memberikan pengaruh Approach VECM positif dan signifikan. Real Murad (2012) exchange rate pada ekspor memiliki hubungan yang signifikan dan sesuai teori, yaitu ketika terjadi real depreciation pada mata uang Bangladesh (Taka) akan menyebabkan peningkatan pada ekspor. Sebaliknya pada sisi impor, depresiasi yang terjadi pada Taka akan mengurangi impor. Research on the Data: cross Produk unggulan ekspor Cina 5. Complementarity section pada ke negara CEE diantaranya ikan, and Comparative tahun 2013 buah-buahan, produk sayuran, dan Advantages of Metode: RCA, sutra. Terdapat index Agricultural TCI, IIT komplementaritas yang tinggi Product Trade antara Cina dan negara CEE yang between China and diteliti. Terdapat intra-industry CEE Countries. trade yang kuat dari produk yang Yu dan Qi (2015) diperdagangkan. Comparative Data: time Daya saing produk pertanian 6. Advantages and series 1997Cina ke Amerika berkurang setelah Complementarity 2007 akses Cina ke WTO. of the Sini-US Metode: RCA, Ketergantungan Cina dan Amerika Agricultural CMS, TCD, meningkat. Tingkat Trade: An SI, TCI komplementaritas yang baik antara Empirical Analysis Cina dan Amerika pada produk Shuai dan Wang pertanian. (2011)
17
Kerangka Pemikiran Penelitian ini menganalisis kinerja perdagangan Indonesia dengan Turki melalui tingkat daya saing, derajat integrasi perdagangan komoditi-komoditi ekspor unggulan Indonesia ke Turki, serta kesesuaian struktur ekspor dan impor Indonesia dengan Turki. Selanjutnya, penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan Indonesia ke Turki. Sehingga pada akhirnya diharapkan dapat menjadikan suatu referensi bagi pemerintah dalam mengembangkan kebijakan ekspor komoditi-komoditi unggulan Indonesia khususnya ke pasar Turki seperti terlihat pada Gambar 5. Hubungan Perdagangan Indonesia-Turki
Kesesuaian struktur impor dan ekspor Indonesia-Turki
Daya saing dan integrasi komoditi unggulan ekspor Indonesia-Turki
Metode: TCI (Trade Complementarity Index)
Metode: 1. RCA 2. IIT
Komoditi unggulan ekspor dan impor
Rekomendasi kebijakan untuk negosiasi perdagangan antara Indonesia-Turki
Gambar 5 Kerangka pemikiran
Faktor-faktor yang memengaruhi aliran perdagangan Indonesia-Turki
Variabel: 1. GDP riil 2. Nilai tukar riil 3. Harga ekspor /impor komoditi unggulan 4. Tarif 5. Dummy Non-Tariff Measure
18
19
3 METODE Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data time series tahun 1996-2014 yang diperoleh dari World Development Indicators (WDI), World Trade Organization (WTO), Trademap, Badan Pusat Statistik, dan Kementerian Perdagangan. Data perdagangan yang digunakan adalah data HS enam digit untuk memudahkan perincian jenis komoditi yang akan diteliti. Tabel 6 Jenis dan sumber data No 1 2 3 4 5
Data Data ekspor dan impor Gross Domestic Product Nilai tukar Tarif Non-Tariff Measure
Satuan US$ US$ Rp/$ %
Sumber ITC WDI WDI WTO WTO
Analisis Kesesuaian Struktur Ekspor dan Impor Kesesuaian struktur ekspor dan impor kedua negara diukur berdasarkan Trade Complementarity Index (TCI) |𝑚𝑞𝐴 − 𝑥𝑞𝐵 | 𝐴𝐵 ] … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (1) 𝐶 = 100 [1 − ∑ 2 𝑞 Sumber: Guide to Trade Data Analysis, World Bank
Keterangan: 𝑚𝑞𝐴 = pangsa produk q dalam impor Turki dari dunia 𝐵 𝑥𝑞 = pangsa produk q dalam ekspor Indonesia ke dunia Semakin tinggi indeks menunjukkan semakin tinggi tingkat efisiensi perdagangan antara Indonesia dengan Turki. Analisis Komoditi Unggulan Ekspor Indonesia ke Turki Analisis mengenai keunggulan komparatif (Revealed Comparative Advantage) dikemukakan pertama kali oleh Balassa (1965). Analisis mengenai komoditas unggulan dihitung dengan rumus berikut: 𝑋𝑖𝑘/𝑋𝑖 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2) 𝑅𝐶𝐴 = 𝑊𝑖𝑘/𝑊𝑖 Keterangan: Xik = nilai ekspor komoditas k dari negara i Xi = nilai ekspor total dari negara i Wik = nilai ekspor komoditas k di dunia Wi = nilai ekspor total dunia
20 Rumus tersebut digunakan untuk menganalisis komoditas unggulan ekspor Indonesia ke Turki, sehingga menjadi 𝑋𝑝𝑞/𝑋𝑝 𝑅𝐶𝐴 = … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (3) 𝑊𝑝𝑞/𝑊𝑝 Keterangan: Xpq = nilai ekspor komoditas q dari Indonesia ke Turki Xp = nilai ekspor total dari Indonesia ke Turki Wpq = nilai ekspor komoditas q dunia ke Turki Wp = nilai ekspor total dunia ke Turki Nilai RCA kurang dari satu menunjukkan komoditas tersebut tidak memiliki keunggulan komparatif. Sebaliknya nilai RCA lebih dari satu menunjukkan komoditas tersebut memiliki keunggulan komparatif. Analisis Derajat Integrasi Derajat integrasi Indonesia dengan Turki diukur berdasarkan rumus IIT (Intra-Industry Trade) sebagai berikut Σ(𝑋𝑖 + 𝑀𝑖) − Σ|𝑋𝑖 − 𝑀𝑖| 𝐼𝐼𝑇 = × 100 … … … … … … … … … … … … … … … … (4) Σ(𝑋𝑖 + 𝑀𝑖) Keterangan: Xi = total ekspor dari produk atau industri i Mi = total impor dari produk atau induetri i Bilateral intra-industry trade: 𝑞 𝑞 𝑞 (Σ𝑋𝑖𝑗 + Σ𝑀𝑖𝑗 ) − |Σ𝑋𝑖𝑗𝑞 + Σ𝑀𝑖𝑗 | 𝑞 𝐼𝐼𝑇𝑖𝑗 = × 100 … … … … … … … … … … … … … (5) 𝑞 (Σ𝑋𝑖𝑗𝑞 + Σ𝑀𝑖𝑗 ) Keterangan: 𝐼𝐼𝑇𝑖𝑗𝑞 = perdagangan intra-industry produk q antara Indonesia (i) dan Turki (j) 𝑞 𝑋𝑖𝑗 = ekspor produk q dari Indonesia ke Turki 𝑞 𝑀𝑖𝑗 = impor produk q oleh Indonesia dari Turki Tabel 7 Klasifikasi nilai IIT Value of IIT Index 0.00 0.00 > 24.99 25.00-49.99 50.00-74.99 75.00-99.99 Sumber: Austria (2004)
Classification No integration; one-way trade Weak integration Mild integration Moderately strong integration Strong integration
21
Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Aliran Perdagangan Indonesia dan Turki Analisis terhadap faktor-faktor yang memengaruhi ekspor Indonesia ke Turki dilakukan dengan menganalisis data time series yang mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Haidar et al. (2011) dengan beberapa tambahan variabel terutama tarif dan non-tarif. Spesifikasi model untuk analisis ini adalah: Fungsi Ekspor
Ln Xt = α0 + α1 ln (RGDPCTt) + α2 ln (REXRt) + α3 ln (EXPRICEt) + α4 TarifTURt + α5 DNTMTURt + εt.....................................................................................................(6) Berdasarkan persamaan tersebut, maka hubungan bagi setiap variabel adalah
α1, α2, >0; α3, α4, α5 < 0. Keterangan Xt RGDPCTt REXRt EXPRICEt
: Nilai ekspor komoditi unggulan dari Indonesia ke Turki (US$) : GDP per capita riil Turki (US$) : Nilai tukar riil Indonesia tahun t (Rp/US$) : Export Weighted Price komoditi unggulan dari Indonesia ke Turki (US$/unit) TarifTURt : MFN Applied Tariff Turki pada tahun t DNTMTURt : Dummy Non Tariff Measure Turki, bernilai 1 jika komoditi tersebut dikenakan kebijakan NTM dan 0 jika komoditi tersebut tidak dikenakan kebijakan NTM. Fungsi Impor
Ln Mt = β0 + β1 ln (RGDPCIt) + β2 ln (REXRt) + β3 ln (IMPRICEt) + β4 TarifINDt + β5 DNTMINDt + ωt....................................................................................................(7) Berdasarkan persamaan tersebut, maka hubungan bagi setiap variabel adalah β1 >0; β2, β3, β4, β5 < 0. Keterangan Mt RGDPCIt REXRt IMPRICEt TarifINDt DNTMINDt
: Nilai impor komoditi unggulan dari Turki ke Indonesia (US$) : GDP per capita riil Indonesia (US$) : Nilai tukar riil Indonesia tahun t (Rp/US$) : Import Weighted Price komoditi impor dari Turki ke Indonesia (US$/unit) : MFN Applied Tariff Indonesia pada tahun t : Dummy Non Tariff Measure Indonesia, bernilai 1 jika komoditi tersebut dikenakan kebijakan NTM dan 0 jika komoditi tersebut tidak dikenakan kebijakan NTM.
Definisi Operasional 1. Expor (Xt) merupakan nilai ekspor suatu komoditi perdagangan suatu negara ke negara mitra dagangnya
22 2. Impor (Mt) merupakan nilai impor suatu komoditi perdagangan suatu negara dari negara mitra dagangnya 3. GDP per capita riil suatu negara (RGDPC) diukur dari nilai GDP per capita atas dasar harga konstan 4. Real Exchange Rate (REXRt) merupakan nilai tukar riil negara pengekspor dan negara pengimpor yang diperoleh dari: 𝐼𝐻𝐾 𝑛𝑒𝑔𝑎𝑟𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑖𝑚𝑝𝑜𝑟 𝑀𝑎𝑡𝑎 𝑢𝑎𝑛𝑔 𝑛𝑒𝑔𝑎𝑟𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑘𝑠𝑝𝑜𝑟 𝑅𝐸𝑋𝑅 = ( )×( ) 𝐼𝐻𝐾 𝑛𝑒𝑔𝑎𝑟𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑘𝑠𝑝𝑜𝑟 𝑀𝑎𝑡𝑎 𝑢𝑎𝑛𝑔 𝑛𝑒𝑔𝑎𝑟𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑖𝑚𝑝𝑜𝑟
5. Export Weighted Price (EXPRICE) adalah harga ekspor komoditi unggulan yang diperoleh dari: 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑒𝑘𝑠𝑝𝑜𝑟 (𝑈𝑆$) 𝐸𝑋𝑃𝑅𝐼𝐶𝐸 = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑒𝑘𝑠𝑝𝑜𝑟 (𝑢𝑛𝑖𝑡) 6. Import Weighted Price (IMPRICE) adalah harga impor komoditi unggulan yang diperoleh dari: 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑖𝑚𝑝𝑜𝑟 (𝑈𝑆$) 𝐼𝑀𝑃𝑅𝐼𝐶𝐸 = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑖𝑚𝑝𝑜𝑟 (𝑢𝑛𝑖𝑡) 7. Tarif (Tariff) merupakan pajak atau cukai yang dikenakan untuk komoditi yang diperdagangkan lintas batas territorial 8. DNTM adalah variabel dummy untuk Non Tariff Measure.
23
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Perdagangan Indonesia dengan Turki Nilai ekspor Indonesia pada tahun 2014 adalah 176 miliar dolar, sedangkan nilai impornya 178 miliar dolar. Komoditi unggulan ekspor Indonesia diantaranya adalah minyak kelapa sawit, karet, kopi, tekstil dan produk tekstil, serta hasil hutan berupa kayu. Sedangkan komoditi unggulan impor Indonesia diantaranya adalah minyak bumi, mesin, peralatan elektronik, besi dan baja, serta plastik. Negara tujuan utama ekspor (importir) Indonesia adalah Jepang, Cina, Amerika, Singapore, dan India. Sedangkan negara eksportir utama adalah Cina, Singapore, Jepang, Korea, dan Malaysia. Nilai ekspor Turki pada tahun 2014 adalah 157 miliar dolar, sedangkan nilai impornya 242 miliar dolar. Komoditi unggulan ekspor Turki diantaranya adalah kendaraan, mesin, pakaian rajut, peralatan elektronik, dan besi serta baja. Sedangkan komoditi unggulan impor adalah minyak bumi, mesin, peralatan elektronik, besi dan baja, serta kendaraan. Negara tujuan ekspor utama Turki adalah Jerman, Irak, Inggris, Italia, dan Perancis. Negara pengekspor utama adalah Rusia, Cina, Jerman, dan Amerika. Turki merupakan salah satu dari 30 negara tujuan ekspor Indonesia terbesar (Kementrian Perindustrian, 2014). Kelompok hasil industri yang menjadi unggulan ekspor dari Indonesia ke Turki diantaranya adalah tekstil, pengolahan kelapa/kelapa sawit, pengolahan karet, kimia dasar, serta pulp dan kertas. Sedangkan kelompok hasil industri yang menjadi unggulan impor dari Turki diantaranya adalah tekstil; kelompok besi baja, mesin, dan otomotif; kimia dasar; makanan dan minuman; serta rokok. Neraca perdagangan antara Indonesia dengan Turki pada rentang waktu 2001-2014 mengalami surplus kecuali pada tahun 2008 mengalami defisit sebesar US$ 346 juta. Defisit perdagangan antara Indonesia dan Turki pada tahun 2008 disebabkan oleh kondisi perekonomian Indonesia yang mengalami defisit neraca pembayaran akibat krisis global. Dari sisi transaksi berjalan, terjadi pertumbuhan ekspor yang menurun seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi global dan merosotnya harga komoditas ekspor. Sedangkan dari sisi impor, kebutuhan impor terus meningkat seiring dengan permintaan domestik yang tumbuh pesat (Laporan Perekonomian Indonesia, 2008). Surplus terbesar dari perdagangan kedua negara ini terjadi pada tahun 2012 yaitu mencapai US$ 1.01 miliar, namun pada tahun berikutnya mengalami penurunan yang sangat tajam menjadi US$ 221 juta. Neraca perdagangan mengalami peningkatan kembali pada tahun 2014 menjadi US$ 415 juta meskipun besarnya surplus ini belum cukup besar dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, yaitu tahun 2010-2012. Neraca perdagangan non migas menunjukkan tren yang meningkat dan selalu terjadi surplus. Namun, pada neraca perdagangan migas dan non migas terdapat defisit yang dipengaruhi sektor migas.Perkembangan neraca perdagangan tersebut ditunjukkan oleh Gambar 6.
24 1255175 1185927 1052029 1040605
1400000 1200000 914859
Nilai neraca (US$ 000)
1000000 800000
644537 474901
600000
1064822 738440 878427 545613 768989 435155
645282 302404 400000 213257 207072 497047 146387 376923 200000 309699 302895 221266 215135 215007 0 147835 90733 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 -200000 -400000 -345990
-600000
Tahun non migas
migas dan non migas
Sumber: ITC Trademap (2015)
Gambar 6 Neraca perdagangan Indonesia dengan Turki Ekspor Indonesia ke Turki bergerak antara US$ 1 miliar hingga US$ 1.5 miliar selama periode 2010-2014. Ekspor ini mengalami angka yang paling tinggi pada tahun 2013 yaitu sebesar US$ 1.5 miliar. Meskipun ekspor pada tahun 2013 paling tinggi, namun impor pun mengalami peningkatan yang sangat tajam dan merupakan tingkat impor paling tinggi selama periode 2010-2014. Oleh karena itu, pada tahun 2013 ini neraca perdagangan mengalami penurunan yang sangat tajam karena peningkatan impor yang sangat tajam menjadi US$ 1.3 miliar dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya sebesar US$ 300 juta. Peningkatan impor yang tajam pada tahun 2013 ini salah satunya dipicu oleh impor migas. Impor migas pada tahun 2012 hanya sebesar US$ 4.4 ribu menjadi US$ 1.05 miliar. Di sisi lain, Indonesia tidak mengekspor migas ke Turki pada tahun 2013, berbeda dari tahun sebelumnya Indonesia mengekspor migas ke Turki sebesar US$ 6 juta. Peningkatan impor yang tajam pada tahun 2013 ini disebabkan oleh keadaan perekonomian Indonesia yang mengalami defisit neraca perdagangan. Defisit neraca perdagangan ini terutama dipengaruhi oleh sektor migas. Laporan Perekonomian Indonesia (2013) mencatat defisit neraca perdagangan migas pada tahun 2013 sebesar 9.7 miliar dolar AS, lebih besar dibandingkan dengan defisit pada 2011 sebesar 0.7 miliar dolar AS dan 5.2 miliar dolar AS pada 2012. Defisit neraca perdagangan sektor migas ini dipengaruhi oleh impor migas yang tinggi. Impor minyak mencapai 40.4 miliar dolar AS pada tahun 2013, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 38.3 miliar dolar AS. Peningkatan impor minyak tersebut dipengaruhi oleh peningkatan konsumsi bahan bakar minyak di dalam negeri, khususnya sektor transportasi. Peningkatan impor juga dipengaruhi oleh produksi minyak yang menurun yaitu dari 862 ribu barel/hari pada 2012 menjadi 827 ribu barel/hari pada 2013. Defisit neraca perdagangan migas juga dipengaruhi oleh penurunan ekspor gas. Ekspor gas pada tahun 2013 tercatat 15.7 miliar dolar AS, turun 11.2% dibandingkan tahun 2012. Penurunan ekspor gas tersebut antara lain dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah melakukan konversi energi dari bahan bakar minyak menjadi bahan bakar gas melalui pemanfaatan produksi gas di dalam negeri.
25
Meskipun menyebabkan ekspor gas turun cukup dalam, kebijakan tersebut di sisi lain mampu mencegah peningkatan impor minyak yang lebih tinggi. Kesesuaian Struktur Ekspor Indonesia dengan Impor Turki Nilai TCI berkisar antara 0-100. Nilai 0 menunjukkan tidak adanya komplementaritas artinya negara-negara tersebut merupakan kompetitor dalam perdagangan, sedangkan 100 menunjukkan bahwa perdagangan negara-negara tersebut saling melengkapi. 35 30
30 27
26
26
27
28
26
26
28 24
Nilai TCI
25
21
20
20
21
20 15 10 5 0 2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014
2016
Tahun
Gambar 7 Trade complementarity index Gambar 7 menunjukkan nilai TCI Indonesia dengan Turki dari tahun 2001 hingga 2014. Hasil menunjukkan nilai TCI berkisar antara 20-30. Nilai TCI tertinggi terjadi pada tahun 2001 yaitu sebesar 29.6094 kemudian pada tahun berikutnya terjadi penurunan. Pada tahun 2010 terjadi peningkatan hingga mencapai nilai 27.9091. Kemudian nilai yang paling rendah terjadi pada tahun 2012 yaitu 19.9410 dan mengalami sedikit peningkatan pada tahun berikutnya hingga 2014. Nilai TCI yang rendah ini menunjukkan rendahnya kesesuaian dari struktur ekspor Indonesia dengan impor Turki. Turki bukan merupakan negara tujuan ekspor utama Indonesia. Dilihat dari ekspor Indonesia ke dunia, pangsa ekspor Indonesia ke Turki hanya sebesar 0.8%. Negara tujuan ekspor utama Indonesia diantaranya adalah Jepang, Cina, Amerika, Singapore, dan India. Sama halnya dengan Turki, Indonesia bukan merupakan negara pengimpor terbesar bagi Turki. Negara-negara pengimpor terbesar Turki adalah Rusia, Cina, Jerman, dan Italia. Turki banyak mengimpor komoditi seperti minyak bumi, mesin, peralatan elektronik, besi dan baja, serta kendaraan. Sedangkan Indonesia merupakan pengekspor komoditi seperti minyak kelapa sawit, karet, kopi, tekstil dan produk tekstil, serta hasil hutan berupa kayu. Hal ini menunjukkan mengapa kesesuaian struktur ekspor Indonesia dan impor Turki rendah. Meskipun bukan negara tujuan ekspor utama, Turki dapat menjadi gerbang bagi Indonesia untuk melakukan perdagangan dengan Uni Eropa. Komoditi Unggulan Ekspor Indonesia ke Pasar Turki Komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Turki dipilih berdasarkan pangsa yang tinggi pada impor Turki dan memiliki nilai RCA lebih dari 1 yang
26 menunjukkan adanya keunggulan komparatif. Tabel 8 menunjukkan komoditi ekspor manufaktur yang memiliki keunggulan komparatif dan pangsa pada impor Turki yang tinggi. Tabel 8 Komoditi ekspor manufaktur dengan keunggulan komparatif Kode Produk 551611 540774 382311 551311 540772 521011 550921 551012 540751 551011 480990
Label Produk Woven fabrics,containg>/=85% of artificial staple fibres,unbleached/bl Woven fabrics,>/=85% of synthetic filaments, printed, nes Stearic acid Plain weave polyest stapl fib fab,<=170g/m2,unbl/bl Woven fabrics,>/=85% of synthetic filaments, dyed, nes Plain weave cotton fab, Yarn,>/=85% of polyester staple fibres, single, not put up Yarn,>/=85% of artificial staple fibres, multiple, not put up, nes Woven fabrics,>/=85% of textured polyester filaments, unbl or bl, nes Yarn,>/=85% of artificial staple fibres, single, not put up Paper,copying/transfer,rolls of a wdth >36cm,sheets one side >36cm,nes
RCA
Pangsa pada Impor Turki (%)
51.916307
85.5
1007.6463
75.2
102.32701
72.2
79.292314
70.8
676.12242
65.8
135.38991
59.4
105.36672
59.2
85.294152
57.8
35.717561
56.2
75.688641
50.6
361.65947
50.5
Komoditi ekspor manufaktur yang ditunjukkan Tabel 8 telah memenuhi kriteria untuk diteliti dari segi nilai RCA dan presentase pangsa pasar. Namun, komoditi yang dipilih harus memiliki kekonsistenan data dari 1996-2014. Komoditi yang memiliki kekonsistenan data sehingga layak untuk diteliti adalah komoditi dengan kode HS 551611 (Kain yang ditenun dari serat stapel buatan) dan HS 382311 (Asam Stearat). Sama halnya dengan komoditi ekspor manufaktur, pemilihan untuk komoditi ekspor pertanian didasarkan pada nilai RCA, pangsa pasar, dan kekonsistenan data yang tersedia. Tabel 9 menunjukkan komoditi ekspor dari sektor pertanian yang memiliki keunggulan komparatif, yaitu dengan nilai RCA yang tinggi dan pangsa pada impor Turki yang tinggi. Setelah dilihat dari kekonsistenan data, maka dipilih komoditi dengan kode HS 400122 (Karet Alam) dan HS 151190 (Palm Oil). Beberapa komoditi unggulan yang dipilih dalam penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Oktaviani, et al (2009). Penelitian tersebut menyebutkan beberapa komoditi unggulan ekspor dari Indonesia ke Turki adalah CPO, karet alam, serat tekstil dan sintesis, kelapa, katun, dan polimer vinil klorida.
27
Tabel 9 Komoditi ekspor pertanian dengan keunggulan komparatif Kode Produk 090619 030759 400122 230660 151190 151620 151329 090611
Label Produk
Pangsa pada Impor Turki (%)
RCA
Cinnamon and cinnamon-tree flowers (excl. cinnamon Cinnamomum eylanicu Octopus, frozen, dried, salted or in brine Technically specified natural rubber (TSNR) Palm nut/kernel oil-cake&oth solid residues,whether/not ground/pellet Palm oil and its fractions refined but not chemically modified Veg fats &oils&fractions hydrogenatd,inter/re-esterifid,etc,ref'd/not Palm kernel/babassu oil their fract,refind but not chemically modifid Cinnamon Cinnamomum eylanicum Blume (excl. crushed and ground)
312.3026
92.6
170.1822 93.38458
69.7 66.2
92.643516
65.6
52.068616
64.7
15.663732
64.2
56.957446
62.8
73.621468
55.5
Berdasarkan kriteria dalam pemilihan komoditi yang dapat diteliti seperti yang telah disebutkan sebelumnya, maka terdapat empat komoditi ekspor yang diteliti dalam penelitian ini. Keempat komoditi ekspor baik dari sektor manufaktur maupun pertanian ditunjukkan pada Tabel 10. Tabel 10 Komoditi unggulan ekspor Indonesia ke pasar Turki Ekspor Manufaktur HS Komoditi 551611 Woven fabrics,containg>/=85% of artificial staple fibres,unbleached/bl 382311 Stearic acid Ekspor Pertanian HS Komoditi 400122 Technically specified natural rubber (TSNR) 151190 Palm oil and its fractions refined but not chemically modified
Pangsa
85.5 72.2 Pangsa
RCA
IIT
67.4328 74.9525 RCA
0 0 IIT
66.2
77.4394
0
64.7
69.6719
0
Tekstil (Woven fabrics,containg>/=85% of artificial staple fibres,unbleached/bl) Tekstil dan produk tekstil merupakan salah satu dari 10 komoditi ekspor unggulan Indonesia. Data dari kementerian perindustrian (2014) menunjukkan kelompok hasil industri tekstil merupakan kelompok dengan nilai ekspor ketiga terbesar. Kelompok hasil industri tekstil memiliki nilai ekspor sebesar 12.4 miliar dolar pada tahun 2012 dan 12.7 miliar dolar pada tahun 2014 dengan tren pertumbuhan 1.09%. Kelompok hasil industri tekstil merupakan kelompok dengan nilai ekspor terbesar dalam perdagangan antara Indonesia dengan Turki. Nilai
28 ekspor kelompok hasil industri tekstil dari Indonesia ke Turki sebesar 564 juta dolar pada tahun 2012 dan 650 juta dolar pada tahun 2014 dengan tren pertumbuhan sebesar 7.33%. Nilai ekspor tekstil berupa kain yang ditenun dari serat stapel buatan (HS 551611) dari Indonesia ke dunia pada tahun 2014 adalah 50.5 juta dolar dengan tren pertumbuhan 9% dan pangsa pada ekspor dunia adalah 13.7%. Ekspor kain dari serat stapel (HS 551611) dari Indonesia ke Turki senilai 26 juta dolar. Perkembangan nilai ekspor produk tekstil tersebut dari Indonesia ke Turki pada tahun 2001-2014 ditunjukkan pada Gambar 8. Produk ini memiliki pangsa pasar 85.5% pada impor Turki, artinya sebagian besar impor produk tersebut berasal dari Indonesia. Negara lainnya yang menjadi pengekspor produk tersebut ke Turki adalah Cina, Malaysia, Korea dan Thailand. Selain itu, Indonesia pun mengekspor komoditi tersebut ke negara lainnya seperti Jepang, Thailand, Uni Emirat Arab, Spanyol, Jerman.
Nilai Ekspor (US$ 000)
Tekstil 35000
30031
30000
22966
25000
20787
26774
29309 25978
19542
20000 15000 10000 5000
7894
9745 5700 4328 4895 3600 8482
0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Tahun
Sumber: ITC Trademap (2015)
Gambar 8 Perkembangan ekspor produk tekstil dari Indonesia ke Turki Nilai RCA bilateral rata-rata dari tahun 2001-2014 menunjukkan angka 67.4328 yang berarti komoditi tersebut memiliki keunggulan komparatif. Perkembangan nilai RCA dari tahun 2001-2014 ditunjukkan oleh Gambar 9. Pada tahun 2001 nilai RCA bilateral mencapai 85.1905 kemudian turun hingga mencapai 40.3754 pada tahun berikutnya, hal ini disebabkan adanya peningkatan ekspor produk tekstil tersebut ke Turki dari negara lain seperti Malaysia, Thailand, Inggris. Nilai RCA yang berfluktuasi dipengaruhi oleh peningkatan dan penurunan nilai ekspor negara-negara yang turut mengekspor produk yang sama ke Turki. Angka tertinggi terjadi pada tahun 2008 yang mencapai 104.2042. Pada tahun 2008, pangsa impor produk tekstil tersebut (HS 551611) dari Indonesia mencapai 93% dari jumlah yang diimpor Turki dari dunia. Nilai RCA pada tahun berikutnya, yaitu 2009-2014 berkisar antara 51-62. Hal ini disebabkan meningkatnya ekspor dari negara lain ke Turki terutama dari Malaysia dan Cina. Produk tekstil dengan HS 551611 ini juga memiliki keunggulan komparatif pada ekspor dunia. Negara yang juga mengekspor produk tekstil dengan kode HS 551611 tersebut antara lain Cina, Spanyol, Perancis dan Jerman. Perkembangan nilai RCA pada produk tekstil ekspor dari Indonesia ke dunia menunjukkan ratarata 15.45033. Perkembangan nilai RCA pada produk tekstil dari Indonesia ke Turki dan dari Indonesia ke dunia memiliki pergerakan yang hampir sama
29
meskipun nilainya lebih rendah dari RCA bilateral. Nilai RCA mengalami peningkatan pada tahun 2006 dan 2007 serta mengalami nilai tertinggi pada tahun 2008 dan mengalami penurunan yang tajam pada tahun berikutnya. Penurunan nilai RCA tersebut disebabkan oleh menurunnya nilai ekspor Indonesia dari US$ 59 juta pada tahun 2008 menjadi US$ 20 juta pada tahun 2009. Peningkatan ekspor dari Cina juga menyebabkan nilai RCA Indonesia menurun, peningkatan tersebut terjadi pada tahun 2009 dengan nilai US$ 100 juta yang pada tahun sebelumnya sebesar US$ 99 juta. Perkembangan IIT dari tahun 2001-2014 menunjukkan angka yang konstan 0 yang berarti tidak ada intra industry trade pada produk ini atau dengan kata lain menunjukkan bahwa perdagangan hanya terjadi satu arah dalam hal ini hanya Indonesia yang mengekspor produk tersebut. Namun, pada tahun 2012 angka IIT mencapai 0.00747 yang menunjukkan adanya integrasi lemah, hal ini dikarenakan Indonesia mengimpor produk yang sama dari Turki senilai 1 000 dolar AS.
Nilai RCA
Tekstil 120 100 80 60 40 20 00
54
40 13
97
93
85
9
12
11
62 11
104
68 21
55 27
62
62
55
54
52
13
13
13
14
15
31 13
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Tahun RCA bilateral
RCA dunia
Gambar 9 Perkembangan nilai RCA produk tekstil Asam Stearat (Stearic acid) Ekspor asam stearat dari Indonesia ke dunia 440 juta dolar, dengan perkembangan sebesar 15% dan pangsa pada ekspor dunia sebesar 39.5%. Nilai ekspor asam stearat dari Indonesia ke Turki sebesar 8.9 juta dolar. Perkembangan ekspor asam stearat dari Indonesia ke Turki tahun 2001-2014 ditunjukkan pada Gambar 10. Perkembangan ekspor asam stearat ini memiliki tren yang meningkat. Gambar 10 memperlihatkan nilai ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar 38 juta dolar AS. Asam stearat (HS 382311) memiliki pangsa pasar yang lebih tinggi dari Serat Stapel yaitu sebesar 72.2% yang artinya Turki mengimpor sebagian besar komoditi tersebut dari Indonesia. Turki mengimpor sebagian kecil lainnya dari Malaysia, Italia, Belgia, dan Jerman. Sementara Indonesia juga mengekspor komoditi tersebut ke Cina, Korea, dan Belanda. Turki merupakan negara ke 4 tujuan ekspor asam stearat ini. Nilai RCA bilateral rata-rata asam stearat dari tahun 2001-2014 menunjukkan angka 74.9525 yang berarti komoditi ini memiliki keunggulan komparatif. Perkembangan nilai RCA asam stearat ditunjukkan oleh Gambar 11. Pada tahun 2001, nilai RCA menunjukkan angka 22.1205. Nilai ekspor dari Indonesia ke Turki masih lebih kecil dibandingkan nilai ekspor dari Malaysia ke
30 Turki dari tahun 2001-2003. Selama 2001-2003 pangsa impor dari Malaysia mencapai 50% sedangkan Indonesia hanya sekitar 16-20%. Peningkatan terjadi pada tahun 2004 hingga 106.5372 yang disebabkan meningkatnya ekspor dari Indonesia dengan pangsa yang mencapai 52%, sedangkan Malaysia hanya sekitar 39%. Nilai RCA paling rendah terjadi pada tahun 2007, yaitu 38.4389 dimana pada tahun tersebut pangsa impor dari Indonesia sebesar 28%, sedangkan Malaysia mencapai 40%, diikuti dengan peningkatan impor yang signifikan dari negara lain seperti Cina, Italia, dan Australia. Nilai RCA pada tahun-tahun berikutnya mengalami peningkatan hingga mencapai angka 102.3270 pada tahun 2014 dimana pangsa impor dari Indonesia mencapai 72%, sedangkan dari Malaysia sekitar 22% dan sisanya dari negara lain.
Nilai Ekspor (US$ 000)
Asam Stearat 40000 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0
37886 33299
3453236179
24479
11004 8913 7559 9297
13570
13669
610 1060 1773 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Tahun
Sumber: ITC Trademap (2015)
Gambar 10 Perkembangan ekspor asam stearat dari Indonesia ke Turki Asam stearat dari Indonesia juga memiliki keunggulan komparatif di pasar dunia, meskipun nilai RCA dunia lebih rendah dibandingkan nilai RCA bilateral. Hal ini dapat dilihat dari nilai RCA dunia rata-ratanya sebesar 20.7568. Negara yang juga menjadi pengekspor asam stearat ini antara lain Malaysia, Belanda, Amerika, dan Jerman. Perkembangan nilai RCA tersebut memiliki tren yang meningkat. Meskipun terjadi penurunan keunggulan komparatif pada perdagangan dengan Turki, yakni ditunjukkan oleh nilai RCA yang menurun tajam pada tahun 2007. Namun, nilai RCA pada perdagangan dengan dunia tidak mengalami penurunan tajam seperti halnya yang terjadi pada perdagangan dengan Turki. Hal ini menunjukkan bahwa asam stearat ini masih memiliki keunggulan komparatif di pasar dunia. Perdagangan yang terjadi hanya satu arah yaitu dari Indonesia yang ditunjukkan oleh angka IIT dengan nilai 0. Perkembangan IIT dari tahun 2001-2014 menunjukkan angka yang tetap, yaitu 0.
31
Nilai RCA
Asam sterat 120 100 80 60 40 20 00
107
99
85
90
90
90
17
21
23
101
102
102
35
34
41
69 22
23
32
38 22
22
18
7
16
16
9 11 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Tahun RCA bilateral
RCA dunia
Gambar 11 Perkembangan nilai RCA asam stearat Karet Alam (Technically specified natural rubber) Karet dan produk karet merupakan salah satu dari 10 komoditi unggulan ekspor Indonesia. Kelompok hasil industri pengolahan karet merupakan kelompok dengan nilai ekspor ke-5 terbesar dari Indonesia ke dunia. Nilai ekspor kelompok hasil industri pengolahan karet sebesar 7.5 miliar dolar pada tahun 2014. Kelompok hasil industri pengolahan karet merupakan kelompok dengan nilai ekspor terbesar ke-3 dari Indonesia ke Turki. Nilai ekspor kelompok hasil industri pengolahan karet tersebut sebesar 178 juta dolar pada tahun 2012 dan 150 juta dolar pada tahun 2014 dengan tren pertumbuhan sebesar -8.25%. Produksi karet pada tahun 2010 adalah 2.735 juta ton dan 3.237 juta ton pada tahun 2014 dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 5.8%. Pertumbuhan ini masih rendah jika dibandingkan dengan kelapa sawit yang mencapai 8.2% dari tahun 2010-2014. Namun, pertumbuhan ini masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan komoditi lainnya seperti kakao yang mencapai -4.6% dan kopi dengan tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar -0.33%. Nilai ekspor karet alam (HS 400122) dari Indonesia ke dunia sebesar 7.1 miliar dolar pada tahun 2010 dan 4.6 miliar dolar pada tahun 2014 dengan pertumbuhan rata-rata sebesar -13%. Pangsa pasar pada ekspor dunia sebesar 39.5%. Nilai ekspor karet alam dari Indonesia ke Turki memiliki tren yang cenderung meningkat. Nilai ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 303 juta dolar AS. Namun, ekspor ini mengalami penurunan pada tahun-tahun berikutnya hingga pada tahun 2014 nilai ekspor mencapai 127 juta dolar AS. Perkembangan ekspor karet alam dari Indonesia ke Turki pada tahun 2001-2014 dapat dilihat pada Gambar 12. Sumber: ITC Trademap (2015)
TSNR atau karet alam merupakan salah satu komoditi ekspor unggulan dari Indonesia ke Turki. Hal ini dapat dilihat dari nilai RCA bilateral rata-rata dari tahun 2001-2014 yang mencapai 77.4394. Perkembangan nilai RCA karet alam ditunjukkan oleh Gambar 13. Nilai RCA bilateral pada tahun 2001 adalah 26.1204 dimana pada tahun tersebut pangsa impor dari Indonesia hanya 16%, sedangkan Malaysia sebesar 44%, dan Thailand sebesar 27%. Tren pertumbuhan nilai RCA
32 bilateral karet alam meningkat, hingga pada tahun 2014 mencapai 93.3846 dengan pangsa yang mencapai 66.2%, sedangkan Thailand 13% dan Malaysia 10%.
Nilai Ekspor (US$ 000)
Karet Alam 350000
303963
300000 250000 169191
200000 150000 100000 50000
157667
97533 79867 64280 3450251733 12552 29822 3751 17274
167154 126931
0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Tahun
Gambar 12 Perkembangan ekspor karet alam dari Indonesia ke Turki Karet alam dari Indonesia juga memiliki keunggulan komparatif di pasar dunia, meskipun nilai RCA dunia lebih rendah dibandingkan nilai RCA bilateral. Negara yang juga mengekspor karet alam dengan kode HS 400122 antara lain Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Hal ini dapat dilihat dari nilai RCA dunia rataratanya sebesar 48.6967. Perkembangan nilai RCA karet alam di pasar Turki memiliki tren yang meningkat. Namun, perkembangan nilai RCA di pasar dunia memiliki tren yang menurun. Meskipun demikian, karet alam Indonesia masih memiliki keunggulan komparatif di pasar dunia dilihat dari nilai RCA yang lebih dari 1. Tren perkembangan nilai RCA yang menurun ini disebabkan oleh terus meningkatnya ekspor dari negara lain seperti Thailand, Malaysia, dan Vietnam. Sementara itu, Indonesia mengalami penurunan ekspor pada tahun 2009 menjadi US$ 3.104 miliar yang pada tahun sebelumnya sebesar US$ 5.674 miliar. Kemudian meningkat pada tahun berikutnya, namun mengalami penurunan kembali pada tahun 2012 menjadi US$ 7.626 miliar yang pada tahun sebelumnya mencapai US$ 11.416 miliar. Nilai ekspor karet alam Indonesia terus menurun pada tahun berikutnya, yaitu pada tahun 2013 sebesar US$ 6.706 miliar dan pada tahun 2014 sebesar US$ 4.595 miliar.
Nilai RCA
Karet Alam 101 100 96 120 98 93 87 83 83 100 69 65 63 62 80 60 60 53 26 65 63 40 60 60 55 54 53 46 42 20 40 35 30 26 00 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Tahun RCA bilateral
RCA dunia
Gambar 13 Perkembangan nilai RCA karet alam
33
Perdagangan satu arah dari Indonesia ditunjukkan oleh nilai IIT sebesar 0. Selain itu, TSNR merupakan komoditi ekspor yang dianggap penting karena Turki mengimpor sebagian besar komoditi ini dari Indonesia, hal ini ditunjukkan dengan pangsa pasar yang mencapai 66.2%. Turki juga mengimpor komoditi ini dari negara lainnya seperti Thailand, Malaysia, dan Vietnam. Sementara bagi Indonesia sendiri, Turki merupakan negara tujuan ekspor ke-9 untuk komoditi karet alam ini setelah Amerika, Jepang, Cina, India, Korea, Brazil, Kanada, dan Jerman. Palm Oil (Palm oil and its fractions refined but not chemically modified) Kelapa sawit merupakan salah satu dari 10 komoditi unggulan ekspor Indonesia. Kelompok hasil industri pengolahan kelapa/kelapa sawit merupakan kelompok hasil industri dengan nilai ekspor terbesar berdasarkan data dari kementerian perindustrian (2014). Nilai ekspor kelompok hasil industri pengolahan kelapa/kelapa sawit dari Indonesia ke dunia sebesar 23.7 miliar dolar. Sedangkan dalam perdagangan antara Indonesia dengan Turki, kelompok hasil industri pengolahan kelapa/kelapa sawit merupakan kelompok hasil industri dengan nilai ekspor terbesar ke-2 setelah tekstil. Kelompok hasil industri pengolahan kelapa/kelapa sawit memiliki nilai ekspor sebesar 333 juta dolar pada tahun 2012 dan 282 juta dolar pada tahun 2014 dengan tren pertumbuhan sebesar -8.05%. Produksi kelapa sawit di Indonesia mencapai 4.391 juta ton pada tahun 2010 dan menjadi 5.556 juta ton pada tahun 2014 dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 8.2% dari tahun 2010-2014. Pertumbuhan ini paling tinggi diantara komoditi lainnya seperti karet, kakao, dan kopi. Produksi karet pada tahun 2010 adalah 2.735 juta ton dan 3.237 juta ton pada tahun 2014 dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 5.8%. Produksi kakao pada tahun 2010 adalah 837.9 ribu ton dan pada tahun 2014 adalah 720.8 ribu ton dengan rata-rata tingkat pertumbuhan sebesar -4.6%. Produksi kopi pada tahun 2010 adalah 686.9 ribu ton dan pada tahun 2014 adalah 675.9 ribu ton dengan rata-rata tingkat pertumbuhan dari tahun 2010-2014 adalah -0.33%. Tingkat produksi kelapa sawit yang cukup tinggi ini membuat Indonesia menjadi salah satu negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia selain Malaysia, Thailand, Nigeria, dan Kolombia. Nilai ekspor palm oil (HS 151190) ke dunia sebesar 5.8 miliar dolar pada tahun 2010 dan 13.2 miliar dolar pada tahun 2014 pertumbuhan rata-rata dari tahun 2010-2014 sebesar 21% dan besarnya pangsa pada ekspor dunia mencapai 54.1%. Nilai ekspor palm oil dari Indonesia ke Turki sebesar 152 juta dolar pada tahun 2014. Jika dilihat dari perkembangan ekspornya, nilai ekspor palm oil dari Indonesia ke Turki cenderung berfluktuasi. Nilai ekspor paling rendah terjadi pada tahun 2004 yaitu senilai 20 juta dolar AS, kemudian terjadi peningkatan tajam pada tahun 2007 senilai 172 juta dolar AS. Pada tahun berikutnya kembali menurun hingga mencapai 40 juta dolar AS pada tahun 2009. Pada tahun 2013 kembali meningkat hingga mencapai 215 juta dolar AS. Palm oil merupakan salah satu dari 10 komoditi unggulan ekspor Indonesia. Turki menjadi salah satu negara yang mengimpor palm oil dari Indonesia. Pangsa palm oil (HS 151190) dari Indonesia pada impor Turki sebesar 64.7% yang menunjukkan sebagian besar komoditi ini diimpor dari Indonesia. Turki mengimpor sebagian besar palm oil dari Indonesia dan dari negara lainnya seperti Malaysia, Belanda, dan Swedia. Sedangkan bagi Indonesia, Turki merupakan
34 negara tujuan ekspor ke 24 komoditi tersebut. Perkembangan ekspor palm oil dari Indonesia ke Turki dapat dilihat pada Gambar 14.
Nilai Ekspor (US$ 000)
Palm Oil 250000
208628 215288 172002
200000 150000
152774
111735 81022 69450 49005 40665
74787 54112 56218 44955 20576 50000
100000
0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Tahun
Sumber: ITC Trademap (2015)
Gambar 14 Perkembangan ekspor palm oil dari Indonesia ke Turki Nilai RCA bilateral rata-rata sebesar 69.6719 menunjukkan bahwa komoditi ini memiliki keunggulan komparatif. Perkembangan Nilai RCA bilateral palm oil ditunjukkan oleh Gambar 15. Pada tahun 2001, nilai RCA palm oil mencapai 131.0564 dengan pangsa impor dari Indonesia sebesar 54% dan dari Malaysia sebesar 44%. Terjadi penurunan pada tahun 2004 hingga 30.9156 dimana pangsa Impor dari Indonesia menjadi 41% dan Malaysia sebesar 59%. Tahun 2007 nilai RCA kembali meningkat menjadi 107.7597 dengan pangsa impor Indonesia sebesar 56% dan Malaysia sebesar 44%. Nilai RCA paling rendah terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 26.5942 dengan pangsa impor dari Indonesia sebesar 36%. Nilai RCA kembali meningkat pada tahun 2012 dengan pangsa impor dari Indonesia sebesar 54% dan pada tahun 2014 menjadi 52.0686 dengan pangsa impor sebesar 64.7%, diikuti oleh peningkatan impor palm oil dari negara lain seperti Malaysia, Belanda, Singapur, Swedia, dan Belgia. Nilai IIT menunjukkan bahwa perdagangan hanya terjadi satu arah dari Indonesia.
Nilai RCA
Palm Oil 140 120 100 80 60 40 20 00
131 113 95
94
108 82
75 31 34
37
39
38
71 52
35
32
27
34
33
30
30 41
47
56
29 28 26 23 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Tahun RCA bilateral
RCA dunia
Gambar 15 Perkembangan nilai RCA palm oil
35
Palm oil dari Indonesia juga memiliki keunggulan komparatif di pasar dunia, meskipun nilai RCA dunia lebih rendah dibandingkan nilai RCA bilateral. Hal ini dapat dilihat dari nilai RCA dunia rata-ratanya sebesar 35.4091. Perkembangan nilai RCA dunia tersebut memiliki tren yang meningkat. Meskipun terjadi penurunan keunggulan komparatif pada perdagangan dengan Turki, yakni ditunjukkan oleh nilai RCA yang menurun tajam pada tahun 2004, kemudian mengalami peningkatan dan menurun lagi pada tahun 2008-2011. Namun, nilai RCA pada perdagangan dengan dunia tidak mengalami penurunan tajam seperti halnya yang terjadi pada perdagangan dengan Turki, bahkan cenderung meningkat sejak tahun 2011. Hal ini menunjukkan bahwa palm oil ini masih memiliki keunggulan komparatif di pasar dunia. Tren RCA yang meningkat ini disebabkan oleh terus meningkatnya nilai ekspor palm oil dari Indonesia. Pada tahun 2001 hingga 2012, nilai ekspor palm oil dari Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia, namun pada tahun 2013 dan 2014 nilai ekspor palm oil dari Indonesia melebihi Malaysia.
Komoditi Impor Indonesia dari Turki Kementerian Perindustrian (2014) mencatat kelompok hasil industri yang menjadi unggulan impor dari Turki diantaranya adalah tekstil; kelompok besi baja, mesin, dan otomotif; kimia dasar; makanan dan minuman; serta rokok. Komoditi impor yang dipilih dalam penelitian ini dilihat dari nilai impor yang tinggi dan memiliki pangsa yang tinggi pada impor Indonesia. Selain itu, komoditi yang diteliti harus memiliki kekonsistenan data dari tahun 1996 sampai 2014. Tabel 11 menunjukkan komoditi impor dari Turki pada sektor manufaktur. Tabel 11 Komoditi impor dari Turki (sektor manufaktur) Kode Produk 570242 540269 610469 284019 621430 251511
Label Produk Carpets of man-made textile mat,of woven pile construction,made up,nes Yarn of synthetic filaments, multiple, nes, not put up Womens/girls trousers and shorts, of other textile materials, knitted Disodium tetraborate (refined borax) hydrated Shawls, scarves, veils and the like, of synthetic fibres, not knitted Marble and travertine, crude or roughly trimmed
Pangsa pada Impor Indonesia (%) 67 53 41.6 37.8 36.6 35
Sumber: ITC Trademap (2015)
Berdasarkan kriteria yang telah disebutkan sebelumnya, pada sektor manufaktur ini komoditi impor yang dipilih untuk diteliti adalah HS 570242 (Karpet) dan HS 284019 (Boraks). Selain dari sektor manufaktur, komoditi impor yang akan diteliti juga diambil dari sektor pertanian. Tabel 12 menunjukkan komoditi impor dari sektor pertanian dengan pangsa pasar pada impor Indonesia yang relatif tinggi dibandingkan dengan komoditi lainnya. Berdasarkan kriteria
36 yang sama, komoditi yang dipilih untuk diteliti adalah HS 110100 (Tepung Gandum) dan HS 240110 (Tembakau). Tabel 12 Komoditi impor dari Turki (sektor pertanian) Kode Produk 200710 110100
Pangsa pada Impor Indonesia (%)
Label Produk Homo prep (jams,fruit jellies etc) ckd prep whether/nt sugard/sweetend Wheat or meslin flour
210220
Yeasts, inactive and other dead singlecell microorganisms
240110 151219
Tobacco, unmanufactured, not stemmed or stripped Sunflower-sed/safflower oil&their fractions refind but nt chem modifid
36.5 34.6 14.9 13.4 11.5
Sumber: ITC Trademap (2015)
Tabel 13 menunjukkan komoditi impor Indonesia dari Turki. Komoditi yang dipilih untuk impor manufaktur yaitu karpet dan boraks sedangkan impor pertanian yaitu tepung gandum dan tembakau. Komoditi-komoditi ini tidak memiliki pangsa yang cukup tinggi kecuali pada komoditi karpet. Hal ini menunjukkan bahwa Turki bukan negara importir utama bagi komoditi-komoditi tersebut. Sehingga komoditi yang dipilih sebagai komoditi unggulan merupakan komoditi dengan pangsa pada impor Indonesia yang relatif tinggi dibandingkan dengan komoditi lainnya. Tabel 13 Komoditi impor Indonesia dari Turki Kode
Label Produk
Impor Manufaktur 570242 Carpets of man-made textile mat,of woven pile construction,made up,nes 284019 Disodium tetraborate (refined borax) hydrated Impor Pertanian 110100 Wheat or meslin flour 240110 Tobacco, unmanufactured, not stemmed or stripped
Nilai Impor pada 2014 (US$ Ribu)
Pangsa pada Impor Indonesia (%)
2 492
67
15 216
37.8
25 728
34.6
26 518
13.4
Karpet (Carpets of man-made textile mat,of woven pile construction,made up,nes) Karpet termasuk ke dalam kelompok hasil industri tekstil yang merupakan salah satu unggulan impor Indonesia dari Turki. Nilai impor karpet (HS 570242) yang dilakukan Indonesia dari dunia adalah 3.717 juta dolar AS. Indonesia mengimpor sebagian besar karpet (HS 570242) dari Turki yaitu senilai 2.492 juta dolar AS dengan pertumbuhan impor antara tahun 2010-2014 adalah sebesar 113%.
37
Sedangkan mengimpor sebagian kecil lainnya dari negara lain, diantaranya Belgia, Cina, Mesir, Malaysia dan Saudi Arabia. Indonesia bukan merupakan negara tujuan utama bagi ekspor karpet Turki. Ekspor karpet (HS 570242) Turki ke dunia senilai 1.919 miliar dolar AS. Turki mengekspor produk ini ke Saudi Arabia, Amerika, Irak, Libia, dan Jerman, sedangkan Indonesia menempati urutan ke 52 negara tujuan ekspor berdasarkan nilai ekspor yang paling besar pada tahun 2014. Perkembangan impor karpet dari Turki ke Indonesia dapat dilihat pada Gambar 16. Perkembangan impor karpet dari Turki pada tahun 2001-2012 cenderung meningkat meskipun peningkatan tersebut tidak tajam. Namun, pada tahun 2013 terjadi peningkatan impor mencapai 2 juta dolar AS yang sebelumnya hanya 400 ribu dolar AS.
Nilai Impor (US$ 000)
Karpet 3000 2279
2500
2492
2000 1500 1000 500
34
39
13
149
252
398
561 213
441
139
382
452
0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Tahun
Sumber: ITC Trademap (2015)
Gambar 16 Perkembangan impor karpet dari Turki ke Indonesia Boraks (Disodium tetraborate (refined borax) hydrated) Kelompok hasil industri kimia dasar juga merupakan salah satu kelompok hasil industri unggulan impor Indonesia dari Turki. Indonesia mengimpor boraks (HS 284019) dari dunia senilai 40.222 juta dolar AS. Indonesia mengimpor 37.8% boraks dari Turki senilai 15.216 juta dolar AS. Perkembangan impor boraks dari Turki ke Indonesia dapat dilihat pada Gambar 18. Impor boraks dari Turki selama periode 2001-2014 cenderung meningkat meskipun terjadi penurunan yang signifikan pada tahun 2009 dan 2013. Impor boraks tertinggi terjadi pada tahun 2012 yaitu senilai 16 juta dolar AS. Indonesia mengimpor sebagian boraks (HS 284019) dari Amerika Serikat, Turki, Malaysia, Cina, dan Chili. Sedangkan Turki mengekspor komoditi ini ke Belgia, Cina, Indonesia, Malaysia, Belanda, Jerman. Perkembangan impor boraks dari Turki ke Indonesia dapat dilihat pada Gambar 17.
38
NIlai Impor (US$ 000)
Boraks 18000 16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0
16317
10048
3535 3580 3902 141
15216
11148
5194
1173 872
16342
9115 4355
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Tahun
Sumber: ITC Trademap (2015)
Gambar 17 Perkembangan impor boraks dari Turki ke Indonesia Tepung Gandum (Wheat or meslin flour) Indonesia mengimpor tepung gandum (HS 110100) dari dunia senilai 74.359 juta dolar AS dengan pertumbuhan antara tahun 2010-2014 sebesar -31%. Sedangkan impor yang dilakukan Indonesia dari Turki senilai 25.728 juta dolar AS dari Turki dengan pertumbuhan sebesar -41%. Impor tepung gandum dari Turki memiliki pangsa sebesar 34.6% dan mengimpor sebagian lainnya dari India, Sri Lanka, Ukraina, Malaysia. Indonesia merupakan negara tujuan ekspor ke-7 bagi Turki untuk komoditi ini. Nilai ekspor tepung gandum dari Turki ke dunia sebesar 932.593 juta dolar AS. Turki mengekspor komoditi ini ke negara lain seperti Irak, Syria, Fillipina, Angola, dan Sudan. Perkembangan impor tepung gandum dari Turki ke Indonesia dapat dilihat pada Gambar 18. Peningkatan impor tepung gandum dimulai pada tahun 2006. Hal ini seiring dengan dimulainya kerjasama perdagangan antara Indonesia dengan Turki. Pada pertengahan Oktober 2006, Indonesia dan Turki mengadakan pertemuan ke-6 Komisi Bersama Indonesia-Turki yang berlangsung di Jakarta. Pertemuan ini membahas peningkatan kerjasama ekonomi yang mencakup perdagangan, investasi, dan pariwisata dengan menjajaki kerangka Kerjasama Perdagangan Komperehensif (Comprehensive Trade on Economic Partnership/CTEP).1 Impor tepung dari Turki terus meningkat pada periode 2006 hingga 2011. Lonjakan impor ini salah satunya disebabkan harga tepung gandum dari Turki yang bersaing dan peningkatan permintaan dari tahun ke tahun. Namun, harga impor tepung yang bersaing ini diduga merupakan sebuah praktek dumping yang dilakukan Turki. Laporan dari Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO) menyatakan bahwa Turki diduga melakukan dumping dengan margin 51.1% pada tahun 2008. Impor tepung terigu Indonesia mencapai sekitar 500 ribu ton yang didominasi dari Turki (35.38%), Australia (30%), dan Srilanka (13.7%).
1
Dikutip dari http://www.antaranews.com/berita/45272/babak-baru-hubungan-dagang-indonesia-turki edisi 31-10-2015 [terhubung berkala]. Diacu 15-12-2015.
39
Dumping yang diduga dilakukan oleh Turki, Australia, dan Srilanka telah mengakibatkan penguasaan pasar terigu impor meningkat 7.8% pada tahun 2008.2 Penurunan impor tepung dari Turki pada tahun 2011 terjadi karena terjadi penurunan impor tepung terigu sebanyak 34.92%. Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) mencatat, impor tepung terigu Indonesia turun 34,92% pada kuartal I-2012 menjadi 121.778 ton, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 187.115 ton. Penurunan terjadi karena sebagian importir beralih bisnis menjadi produsen produk tersebut. 3 Penurunan impor tepung terigu juga disebabkan oleh keputusan pemerintah menetapkan bea masuk tindakan pengamanan sementara atas tepung terigu impor sebesar 20% dari nilai impor selama masa penyelidikan safeguard pada produk ini.
Nilai Impor (US$ 000)
Tepung Gandum 160000 140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0
137312 139879 117987 104223 80107 48429 25728
9390 12653 1438 1484 3919 5862
19478
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Tahun
Sumber: ITC Trademap (2015)
Gambar 18 Perkembangan impor tepung gandum dari Turki ke Indonesia Tembakau (Tobacco, unmanufactured, not stemmed or stripped) Indonesia mengimpor tembakau (HS 240110) dari dunia senilai 197.824 juta dolar AS pada tahu 2014 dengan pertumbuhan antara tahun 2010-2014 sebesar 25%. Indonesia mengimpor tembakau (HS 240110) dari Cina, Turki, Italia, Brazil, Laos, dan Yunani. Sebanyak 13.4% tembakau diimpor dari Turki. Impor yang dilakukan Indonesia dari Turki senilai 26.518 juta dolar AS dengan pertumbuhan sebesar 7%. Perkembangan impor tembakau dari Turki ke Indonesia dapat dilihat pada Gambar 19. Impor tembakau dari Turki memiliki tren yang meningkat dari tahun 2001-2014. Nilai impor tembakau tertinggi terjadi pada tahun 2014. Turki mengekspor tembakau (HS 240110) ke dunia senilai 515.538 juta dolar AS. Selain mengekspor ke Indonesia, Turki mengekspor sebagian besar tembakau ke Amerika, Belgia, Indonesia, Rusia, Belanda, Jerman. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tembakau. Namun, untuk memenuhi produksi rokok dalam negeri, Indonesia masih harus mengimpor bahan bakunya. Tembakau yang diekspor Indonesia biasanya adalah tembakau jenis khusus seperti untuk cerutu yang lebih diminati di luar negeri.4 Tembakau yang 2
Dikutip dari http://www.antaranews.com/berita/135669/asosiasi-minta-pemerintah-terapkanbmad-terigu-impor edisi 19-3-2009 [terhubung berkala]. Diacu 15-12-2015 3 Dikutip dari http://www.kemenperin.go.id/artikel/3199/Impor-Tepung-Terigu-Turun-34,92 [terhubung berkala]. Diacu 15-12-2015 4 Dikutip dari http://finance.detik.com/read/2013/01/11/185606/2140102/1036/mentan-tembakauuntuk-rokok-ri-sebagian-besar-diimpor edisi 11-1-2013 [terhubung berkala]. Diacu 15-12-2013.
40 paling banyak diimpor kedalam negeri yaitu jenis Virginia yang berasal dari China dan India. Tembakau Virginia banyak masuk ke Indonesia berasal dari kedua negara tersebut. Sementara tembakau jenis lainnya didatangkan dari Brasil, Turki dan Zimbabwe. Impor tembakau didorong oleh tingginya permintaan rokok putih (non kretek) yang terus bertambah setiap tahunnya. Hal ini juga membuat produksi tembakau dalam negeri terutama untuk tembakau grade menengah ke bawah semakin kehilangan pangsa pasarnya. Regulasi telah mengatur batasan nikotin dan kadar tar pada rokok menyudutkan tembakau lokal yang dikenal memiliki kadar nikotin sangat tinggi. Aturan ini kemudian diikuti oleh seluruh pabrik rokok di tanah air. Maka dampaknya pabrik rokok harus bergantung pada tembakau impor. AMTI (Asosiasi Masyarakat Tembakau Indonesia) menyatakan lebih dari 50% kebutuhan tembakau untuk kebutuhan produksi rokok berasal dari impor. AMTI menyatakan impor tembakau didorong oleh produksi tembakau dalam negeri yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pabrik rokok. Ketergantungan pada tembakau impor ini juga mengakibatkan produk tembakau nasional, khususnya untuk grade rendah semakin tidak laku dijual. Produksi tembakau lokal tidak mencukupi kapasitas produksi rokok secara keseluruhan.5
Nilai Impor (US$ 000)
Tembakau 30000
25687 21423
25000
26518
20872
20000 15000 10000
10967 7416
4682
7433
5699
5000
15917
3566 4507 4621 7120
0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Tahun
Sumber: ITC Trademap (2015)
Gambar 19 Perkembangan impor tembakau dari Turki ke Indonesia Faktor-faktor yang Memengaruhi Ekspor Indonesia ke Turki Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor ditentukan dengan cara melakukan regresi terhadap setiap komoditi unggulan ekspor yang diteliti. Hasil regresi ditunjukkan oleh Tabel 14.
5
Dikutip dari http://pphp.pertanian.go.id/news/567/impor-tembakau-jalan-terus-tembakau-lokalkurang-diminati-pabrik edisi 12-7-2015 [terhubung berkala]. Diacu 26-12-2015.
41
Tabel 14 Hasil regresi komoditi unggulan ekspor Indonesia Variabel Kain Ln_RGDPCT 0.804607** Ln_Rexr 1.272358** Ln_Exprice -0.173232** TarifTur -1.328691* DNTMTUR -1.490706** C 10.24071** Rsquared 0.831202 (*) signifikan pada taraf 5% (**) signifikan pada taraf 10%
Asam Stearat 1.678829** 3.632458** -0.549960* -0.304702* 56.31191* 0.977132
Karet Alam 0.629194* 0.501022** -1.845969* 24.39446* 0.975530
Palm Oil 1.027358* 0.682032* -0.08599** -0.048458* 28.36506* 0.999781
GDP per Capita Real GDP per capita (Ln_RGDPCT) menunjukkan tingkat kesejahteraan suatu negara. Hasil menunjukkan bahwa GDP per capita Turki memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap ekspor pada setiap komoditi yang diteliti. Hasil ini sesuai dengan hipotesis. Ketika tingkat kesejahteraan meningkat, akan meningkat pula permintaan ekspor. GDP per capita menunjukkan tingkat pendapatan. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Haider, et al. (2011) dan Murad (2012). GDP menunjukkan ukuran pangsa pasar. GDP akan berpengaruh positif terhadap aliran perdagangan dalam hal ini ekspor karena GDP ini mengukur besarnya permintaan. Nilai Tukar Riil Nilai tukar riil (Ln_Rexr) menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan terhadap ekspor komoditi unggulan. Hubungan yang ditunjukkan oleh nilai tukar riil ini sesuai dengan hipotesis. Nilai tukar riil yang meningkat menunjukkan adanya depresiasi terhadap mata uang rupiah sehingga akan meningkatkan ekspor. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Haider, et al. (2011) dan Murad (2012) menunjukkan bahwa depresiasi mata uang dapat meningkatkan ekspor. Depresiasi mata uang memberikan keuntungan pada penjual domestik dan pembeli asing karena membuat barang domestik lebih murah bagi pembeli asing. Harga Ekspor Harga ekspor (Ln_Exprice) memberikan pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap ekspor setiap komoditi unggulan yang diteliti. Hasil yang ditunjukkan sesuai dengan hipotesis penelitian. Hal ini sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran yang menyatakan bahwa peningkatan harga akan meningkatkan penawaran namun menurunkan permintaan. Hal ini pun berlaku pada ekspor dan impor antarnegara. Tingginya harga ekspor mengakibatkan permintaan ekspor suatu negara akan menurun. Suatu negara cenderung melakukan perdagangan dengan negara yang memiliki harga ekspor bisa lebih rendah sehingga dapat meningkatkan permintaan ekspor suatu negara. Elastisitas harga berkisar antara 0.08-1.84 dengan bertanda negatif. Hal ini berarti peningkatan harga dapat menurunkan ekspor. Dilihat dari elastisitas harganya, komoditi kain, asam stearat, dan palm oil termasuk ke dalam komoditi
42 inelastis karena memiliki elastisitas yang kurang dari satu. Sedangkan komoditi karet alam dilihat dari tingkat elastisitasnya termasuk ke dalam komoditi elastis. Arora (2015) meneliti elastisitas permintaan pada komoditi ekspor. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa komoditi yang termasuk dalam kategori elastis merupakan komoditi yang tidak kompetitif karena perubahan sedikit saja pada harga akan merubah kuantitas permintaan dengan perubahan yang lebih besar. Sebaliknya, jika komoditi termasuk ke dalam kategori inelastis, maka dapat dikatakan bahwa komoditi tersebut merupakan komoditi yang kompetitif karena perubahan pada harga akan lebih kecil dibandingkan dengan perubahan pada kuantitas yang diminta. Nilai elastisitas harga pada komoditi yang diteliti menunjukkan bahwa karet alam kurang kompetitif terhadap harga jika dibandingkan dengan komoditi lainnya, hal ini disebabkan perubahan pada harga akan menyebabkan perubahan yang lebih besar pada nilai ekspor. Sedangkan pada komoditi lainnya, perubahan pada harga menyebabkan perubahan pada nilai ekspor yang lebih kecil dari perubahan harga tersebut. Palm Oil memiliki nilai elastisitas yang paling kecil diantara komoditi lainnya, oleh karena itu Palm Oil merupakan komoditi yang paling kompetitif diantara komoditi lainnya. Hambatan Tarif Tarif (TarifTur) yang diterapkan oleh Turki terhadap produk yang diimpor dari Indonesia memberikan pengaruh negatif dan signifikan terhadap setiap komoditi unggulan yang diteliti kecuali pada komoditi karet. Hasil ini sesuai dengan hipotesis penelitian. Tarif yang diterapkan oleh suatu negara membuat barang yang diimpor menjadi lebih mahal sehingga dapat menurunkan permintaan ekspor. Turki menerapkan hambatan tarif ad valorem terhadap kain dari tenunan serat stapel sebesar 10.1% pada 1996-1997 kemudian berkurang pada tahun 1998 menjadi 9.8% dan terus berkurang hingga menjadi 8.0% dari tahun 2004 hingga 2014. Asam stearat dikenakan tarif sebesar 7.0% pada tahun 1996 dan terus berkurang hingga menjadi 5.1% pada tahun 2001-2014. Turki tidak menerapkan hambatan tarif pada karet alam. Palm oil dikenakan hambatan tarif sebesar 8.0% pada tahun 1996-2003 kemudian meningkat menjadi 19.5 pada tahun 2004 dan pada tahun 2014 menjadi 24.9%. Hambatan Non-Tarif Dummy hambatan non tarif (DNTMTUR) yang diterapkan oleh Turki memberikan pengaruh negatif dan signifikan terhadap kain hasil tenun dari serat stapel buatan. Hasil ini sesuai dengan hipotesis penelitian. Krugman dan Obstfeld (2004) menyatakan bahwa praktek pembatasan impor selalu meningkatkan harga barang yang diimpor di pasar dalam negeri. Jika impor dibatasi, akibat langsungnya adalah bahwa pada tingkat harga semula (sebelum pembatasan) permintaan untuk barang yang bersangkutan lebih besar daripada penawaran domestik ditambah impor. Keadaaan ini menyebabkan harga lebih tinggi sampai terciptanya keseimbangan baru. Langkah pembatasan impor yang dilakukan oleh Turki juga akan meningkatkan harga di dalam negeri yang besarnya sama dengan tarif yang akan menurunkan impor dalam hal ini akan menurunkan permintaan ekspor dari Indonesia.
43
Hambatan non-tarif yang dikenakan pada kain, asam stearat, karet alam adalah Quantitaitve Restrictions Prohibitions, sedangkan pada palm oil adalah Quantitaitve Restrictions Prohibitions, dan Technical Barriers to Trade (TBT). Quantitative Restrictions atau pembatasan kuantitatif yang dilakukan oleh Turki berupa larangan untuk mengimpor produk memanfaatkan ilegal merek dagang atau larangan untuk mengimpor label dan produk palsu untuk kemasan. TBT berkaitan dengan standar pelabelan dan kandungan gizi yang harus dipenuhi oleh produk yang diimpor. Hambatan non-tarif yang diberlakukan ini hanya memengaruhi kain tenun dari serat stapel buatan karena asam stearat, karet alam, dan palm oil merupakan primary goods yang tidak memiliki merk atau label saat diekspor. Faktor-faktor yang Memengaruhi Impor Indonesia dari Turki Faktor-faktor yang mempengaruhi impor ditentukan dengan cara melakukan regresi terhadap setiap komoditi unggulan impor yang diteliti. Hasil regresi ditunjukkan oleh Tabel 15. Tabel 15 Hasil regresi komoditi unggulan impor Indonesia Variabel
Karpet
Boraks
Ln_RGDPCI 4.04E-07** 1.98E-06* Ln_Rexr -1.73E-07* -3.55E-06* Ln_Imprice -2.38E-08* -5.33E-06* TarifInd -1.000000* -1.000000* DNTMIND C 1.897119* 2.995764* Rsquared 0.927220 0.915200 (*) signifikan pada taraf 5% (**) signifikan pada taraf 10%
Tepung Gandum 0.234477* -4.197100* -2.872744* -0.019962* -0.675789* 60.42377* 0.890232
Tembakau 3.812236* -3.195587* -0.399475* -0.241070* -25.07985* 0.999317
GDP per Capita GDP per capita Indonesia memberikan pengaruh yang positif dan signifikan bagi impor dari Turki. Hasil menunjukkan kesesuaian dengan hipotesis penelitian, dimana GDP per capita akan berpengaruh positif karena menunjukkan besarnya pasar. GDP per capita dalam penelitian ini menunjukkan tingkat kesejahteraan, semakin tinggi tingkat kesejahteraan maka akan semakin tinggi pula permintaan impor, yang selanjutnya meningkatkan nilai impor. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Haider, et al. (2011) dan Murad (2012) yang menunjukkan adanya hubungan positif antara pendapatan/GDP dengan ekspor dan impor. GDP akan berpengaruh positif terhadap aliran perdagangan dalam hal ini impor karena GDP ini mengukur besarnya permintaan.
Nilai Tukar Riil Nilai tukar riil (Ln_Rexr) menunjukkan hubungan yang negatif dan signifikan terhadap impor komoditi dari Turki. Hubungan yang ditunjukkan oleh nilai tukar riil ini sesuai dengan hipotesis. Nilai tukar riil yang meningkat
44 menunjukkan adanya depresiasi terhadap mata uang rupiah sehingga akan menurunkan impor. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Haider, et al. (2011) dan Murad (2012) yang juga meneliti tentang pengaruh mata uang terhadap impor. Depresiasi mata uang dapat menurunkan impor. Depresiasi mata uang membuat barang impor menjadi lebih mahal bagi pembeli domestik, oleh karena itu dapat mengurangi permintaan impor. Harga Impor Harga impor (Ln_Imprice) memberikan pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap impor setiap komoditi yang diteliti. Hasil yang ditunjukkan sesuai dengan hipotesis penelitian. Hal ini sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran yang menyatakan bahwa peningkatan harga akan meningkatkan penawaran namun menurunkan permintaan. Hal ini pun berlaku pada ekspor dan impor antarnegara. Tingginya harga impor mengakibatkan permintaan impor suatu negara akan menurun. Elastisitas harga berkisar antara 2.38E-08 - 2.872744 dengan bertanda negatif. Hal ini berarti peningkatan harga dapat menurunkan impor. Dilihat dari elastisitas harganya, karpet, boraks, dan tembakau termasuk ke dalam komoditi inelastis karena memiliki elastisitas yang kurang dari satu. Sedangkan komoditi tepung gandum dilihat dari tingkat elastisitasnya termasuk ke dalam komoditi elastis. Hasil penelitian Arora (2015) menunjukkan bahwa komoditi yang termasuk dalam kategori elastis merupakan komoditi yang tidak kompetitif karena perubahan sedikit saja pada harga akan merubah kuantitas permintaan dengan perubahan yang lebih besar. Sebaliknya, jika komoditi termasuk ke dalam kategori inelastis, maka dapat dikatakan bahwa komoditi tersebut merupakan komoditi yang kompetitif karena perubahan pada harga akan lebih kecil dibandingkan dengan perubahan pada kuantitas yang diminta. Nilai elastisitas harga pada komoditi yang diteliti menunjukkan bahwa tepung gandum kurang kompetitif terhadap harga jika dibandingkan dengan komoditi lainnya, hal ini disebabkan perubahan pada harga akan menyebabkan perubahan yang lebih besar pada nilai impor. Sedangkan pada komoditi lainnya, perubahan pada harga menyebabkan perubahan pada nilai impor yang lebih kecil dari perubahan harga tersebut. Karpet memiliki nilai elastisitas yang paling kecil diantara komoditi lainnya, oleh karena itu karpet merupakan komoditi yang paling kompetitif diantara komoditi lainnya. Hambatan Tarif Tarif (TarifInd) yang diterapkan oleh Indonesia terhadap produk yang diimpor dari Turki memberikan pengaruh negatif dan signifikan terhadap setiap komoditi yang diteliti. Hasil ini sesuai dengan hipotesis penelitian. Tarif yang diterapkan oleh suatu negara membuat barang yang diimpor menjadi lebih mahal sehingga dapat menurunkan permintaan impor. Indonesia menerapkan hambatan tarif sebesar 40.0% pada Karpet tahun 1996-1997 kemudian berkurang pada tahun 1998 menjadi 20.0% dan pada tahun 2000-2014 menjadi 15.0%. Tepung gandum tidak dikenakan tarif dari tahun 19962003 kecuali pada tahun 1998 dikenakan tarif sebesar 5.0%. Boraks dikenakan tarif
45
sebesar 5.0% dari tahun 1996-2014 kecuali pada tahun 2008 dan 2010 tarif yang dikenakan sebesar 2.5%. Tembakau dikenakan tarif sebesar 15.0% pada tahun 1996-1997 dan berkurang menjadi 5.0% pada tahun 1998-2014. Hambatan Non-Tarif Indonesia menerapkan hambatan non-tarif terhadap tepung gandum. Hasil regresi menunjukkan hambatan non-tarif memberikan pengaruh negatif dan signifikan terhadap tepung gandum. Hambatan non-tarif yang diberlakukan berupa antidumping. Hambatan antidumping ini telah ditetapkan sejak tahun 2014. Kebijakan ini diberlakukan berdasarkan laporan dari APTINDO (Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia) bahwa terdapat dugaan antidumping yang dilakukan oleh Turki. APTINDO mencatat Turki melakukan pemotongan harga sebesar 2.8% pada semester I 2013 dan meningkat menjadi 35.3% pada semester II tahun 2013. KADI (Komisi Anti Dumping Indonesia) melaporkan bahwa pada semester I tahun 2013, Indonesia menerapkan pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengaman Sementara (BMTPS) yang menyebabkan penurunan volume impor tepung gandum secara total. Pada periode berakhirnya BMTPS di semester II tahun 2013, terjadi peningkatan volume impor tepung gandum sebesar 51% dibandingkan impor pada semester I. Total impor tepung gandum Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebesar 205.448 ton. Impor tersebut berasal dari negara yang dituduh dumping yaitu sebesar 176.405 ton atau sebesar 86% dari total impor. Pangsa impor masing-masing negara yang dituduh terhadap total impor sebesar 29% untuk India, 28% untuk Sri Lanka, dan 29% untuk Turki pada periode 2013..
46
47
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1.
2.
3.
Kesesuaian struktur ekspor dan impor ditunjukkan oleh nilai Trade Complementarity Index (TCI). Nilai TCI yang diteliti dari tahun 2007-2014. Nilai TCI Indonesia berkisar antara 19-27. Nilai TCI yang rendah ini menunjukkan rendahnya kesesuaian dari struktur ekspor Indonesia dengan impor Turki. Turki bukan merupakan negara tujuan ekspor utama Indonesia. Berdasarkan pertimbangan pangsa komoditi terhadap impor setiap negara serta kombinasi analisis RCA, dan IIT, diperoleh komoditas unggulan ekspor Indonesia ke Turki, diantaranya produk tekstil berupa kain dari serat stapel (HS 551611); asam stearat (HS 382311); palm oil (HS 151190); serta karet alam (HS 400122). Sedangkan komoditi impor berdasarkan pangsa terhadap impor Indonesia diantaranya adalah karpet (HS 570242); boraks (HS 284019); tepung gandum (HS 110100); serta tembakau (HS 240110). GDP per capita Turki memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor dan GDP per capita Indonesia memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap impor. Nilai tukar riil memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor, serta berpengaruh negatif dan signifikan terhadap impor. Harga ekspor berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ekspor. Harga impor berpengaruh negatif dan signifikan terhadap impor. Hambatan tarif memberikan pengaruh negatif dan signifikan terhadap ekspor dan impor. Hambatan non tarif memberikan pengaruh negatif dan signifikan terhadap ekspor kain tenun dan impor tepung gandum.
Saran 1.
2.
3.
4.
Pemerintah melakukan strategi pembentukan kerjasama perdagangan sebagai upaya penurunan hambatan perdagangan seperti tarif dan non-tarif untuk beberapa komoditi unggulan yang mempunyai daya saing di pasar Turki. Pengurangan tarif terutama bagi kain dari serat stapel yang terkena tarif 8%, asam stearat 5.1%, dan palm oil sebesar 24.9% yang meningkat dari tahun ke tahun yang pada awalnya hanya terkena tarif sebesar 8%. Pemerintah mengadakan sosialisasi kepada eksportir mengenai standar yang harus dipenuhi berkenaan dengan hambatan QR prohibition berupa pelarangan label ilegal yang dikenakan pada kain hasil tenunan serat stapel buatan. Indonesia banyak mengekspor komoditi Palm Oil dan Karet Alam. Perlunya pengembangan produk-produk primary goods untuk terus meningkatkan daya saing serta memproduksi komoditi-komoditi olahannya. Sehingga diharapkan Indonesia tidak hanya dibutuhkan sebagai negara sumber bahan utama dalam proses produksi, namun berkembang menjadi pemasok komoditi olahan yang jauh lebih menguntungkan Indonesia. Penelitian berikutnya disarankan untuk meneliti faktor-faktor yang memengaruhi daya saing komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Turki.
48
49
DAFTAR PUSTAKA Arora T. 2015. Export Competitiveness of Textile Commodities: A Panel Data Approach. Working Paper No. 134. FIW. Auboin M, Ruta M. 2011. The Relationship between Exchange Rate and International Trade: A Review of Economic Literature. Working Paper No. ERSD-2011-17. World Trade Oganization. Austria MS. 2004. The Pattern of Intra-ASEAN Trade in the Priority Goods Sectors. REPSF Project. 03/006e: 1-176 Balassa, Bela. 1965. Trade Liberalization and Revealed Comparative Advantage, Manchester School of Economic and Social Studies. 33: 92–123 [BI] Bank Indonesia. 2013. Laporan Perekonomian Indonesia [internet]. [diunduh 2015 November 26]. Tersedia dari: http://www.bi.go.id Guillotreau, P. and Péridy N. 2000. Trade barriers and European Imports of Seafood Products: A Quantitative Assessment. Marine Policy. 24: 431-437. Haider J, Afzal M, Riaz F. 2011. Estimation of Import and Export Demand Functions Using Bilateral Trade Data: The Case of Pakistan, Business and Economic Horizons. 6(3): 40-53. [ITC] International Trade Center [Internet]. [Diunduh Juni 2015] Tersedia pada: http://www.trademap.org [Kemendag] Kementerian Perdagangan. 2015. Ekspor Impor Indonesia [internet]. [diacu 2015 November 23]. Tersedia dari: http://www.kemendag.go.id [Kemenperin] Kementerian Perindustrian. 2014. Statistik Ekspor Impor Industri Indonesia [internet]. [diacu 2015 November 23]. Tersedia dari: http://www.kemenperin.go.id [Kementan] Kementerian Pertanian. 2015. Basis Data Pertanian [internet]. [diacu 2015 November 23]. Tersedia dari: http://www.kemenperin.go.id Krugman PR, Obsfeld M. 2000. International Economics Theory and Policy, Massachusetts: An imprint of Addison Wesley Longman, Inc Lipsey RG, Steiner PO. 1975. Economics. New York: Harper & Row. Mankiw, NG. 2007. Macroeconomics. New York: Worth Publishers. Murad, SMW. 2012. Bilateral Export and Import Demand Functions of Bangladesh: A Cointegration Approach. Working Paper No. 36919. Munich Personal RePEc Archive. Oktaviani R, Widyastutik, Novianti T. 2009. Integrasi Perdagangan dan Dinamika Ekspor Indonesia ke Timur Tengah (Studi Kasus: Turki, Tunisia, dan Maroko. Jurnal Agroekonomika, PSEKP. 26(2): 167-190 Salvatore D. 1997. International Economics. New Jersey: Prentice Hall-Gale Salvatore D. 2014. International Economics: Trade and Finance Eleventh Edition. Singapore: John Wiley and Sons. Shuai C, Wang X. 2011. Comparative Advantages and Complementarity of the Sino-US Agricultural Trade: An Empirical Analysis. AGRIC ECON – CZECH. 57 (3): 118-131 [UNCTAD] United Nations Conference on Trade and Develpoment. 2012. Classification of Non-Tariff Measures [internet]. [Diunduh Maret 2015] Tersedia pada: http://www.unctad.org
50 [WB ITD] World Bank, International Trade Department. A Guide to Trade Data Analysis [internet]. [Diunduh Maret 2015] Tersedia pada: http://www.siteresources.worldbank.org [WDI] World Development Indicators [internet]. [Diunduh Maret 2015] Tersedia pada: http://www.data.worldbank.org Yu C, Qi C. 2015. Research on the Complementarity and Comparative Advantages of Agricultural Product Trade between China and CEE Countries. Journal of Service Science and Management. 8: 201-208
51
LAMPIRAN
52 Lampiran 1 Hasil regresi kain tenun dari serat stapel buatan (HS 551611) Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LN_RGDPCAP LN_REXR EXPRICE TARIFTUR DNTMTUR C
0.804607 1.272358 -0.173232 -1.328691 -1.490706 10.24071
0.529705 0.608122 0.337933 0.546294 0.786586 7.275755
1.818971 2.092273 -1.912622 -2.432190 -1.895159 1.907512
0.0852 0.0566 0.0616 0.0302 0.0805 0.0727
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.831202 0.766279 0.292476 1.112049 0.003400 12.80301 0.000122
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
15.02420 32.74083 0.631221 0.929465 0.681696 1.915654
53
Lampiran 2 Hasil regresi asam stearat (HS 382311) Variable
Coefficient
Std. Error
LN_RGDPCAP LN_REXR LN_EXPRICE TARIFTUR C
1.678829 3.632458 -0.549960 -0.304702 56.31191
0.533253 0.789357 0.367539 1.146668 8.298126
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.977132 0.970598 0.043427 0.026403 35.53794 149.5520 0.000000
Statistic 3.148279 4.601794 -1.896331 -2.265728 6.786100
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
Prob. 0.0071 0.0004 0.0756 0.0194 0.0000 16.95486 56.33944 -3.214520 -2.965983 -3.172457 1.999391
54 Lampiran 3 Hasil regresi palm oil (HS 151190) Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LN_RGDPCAP LN_REXR LN_EXPRICE TARIFTUR C
1.027358 0.682032 -0.085994 -0.048458 28.36506
0.051622 0.156801 0.086842 0.006140 1.256186
19.90139 4.349678 -1.990232 -7.891643 22.58031
0.0000 0.0007 0.0338 0.0000 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.999781 0.999718 0.019682 0.005423 50.57408 15960.76 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter Durbin-Watson stat
7.360921 14.97334 -4.797272 -4.548735 -4.755209 1.953450
55
Lampiran 4 Hasil regresi karet alam (HS 400122) Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LN_RGDPCAP LN_REXR LN_EXPRICE C
0.629194 0.501022 -1.845969 24.39446
0.087448 0.470367 0.193435 4.649878
7.195054 2.065173 -9.543104 5.246258
0.0000 0.0303 0.0000 0.0001
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.975530 0.970636 0.270867 1.100536 0.102262 199.3302 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
17.18178 1.580692 0.410288 0.609117 0.443938 1.914209
56 Lampiran 5 Hasil regresi karpet (HS 570242) Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
LN_RGDPCAP LN_REXR LN_IMPRICE TARIFFIND C
4.04E-07 -1.73E-07 -2.38E-08 -1.000000 1.897119
5.65E-07 4.34E-07 2.55E-08 6.39E-08 5.13E-06
1.814272 -1.898812 -1.933759 -15645246 370053.0
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.927220 0.909025 1.22E-07 1.63E-13 235.0141 2.42E+14 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
Prob. 0.0689 0.0497 0.0370 0.0000 0.0000 10.03565 18.05778 -28.75176 -28.51032 -28.73939 2.041228
57
Lampiran 6 Hasil regresi boraks (HS 284019) Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
LN_RGDPCAP LN_REXR LN_IMPRICE TARIFFIND C
1.98E-06 -3.55E-06 -5.33E-06 -1.000000 2.995764
9.13E-07 1.15E-06 7.58E-07 8.35E-08 1.49E-05
2.166473 -3.089654 -7.034866 -11982170 200780.1
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.915200 0.878240 1.33E-07 2.48E-13 276.7705 1.37E+15 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
Prob. 0.0480 0.0080 0.0000 0.0000 0.0000 11.47701 28.92705 -28.60742 -28.35888 -28.56536 1.920935
58 Lampiran 7 Hasil regresi tepung gandum (HS 110100) Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LN_RGDPCAP LN_REXR LN_IMPRICE TARIFIND DNTMIND C
0.234477 -4.197100 -2.872744 -0.019962 -0.675789 60.42377
2.131119 3.168566 1.123387 0.116016 0.775116 35.30230
1.810025 -1.924606 -2.557216 -1.872059 -1.871856 1.811610
0.0974 0.0768 0.0285 0.0866 0.0837 0.0918
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.890232 0.835348 0.692634 4.797423 -13.06694 16.22029 0.000162
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
16.56397 1.706951 2.383367 2.673088 2.398203 1.942284
59
Lampiran 8 Hasil regresi tembakau (HS 240110) Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LN_RGDPCAP LN_REXR LN_IMPRICE TARIFIND C
3.812236 -3.195587 -0.399475 -0.241070 -25.07985
0.067731 0.032213 0.099221 0.006511 0.399965
56.28519 -99.20029 -4.026103 -37.02484 -62.70519
0.0000 0.0000 0.0013 0.0000 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.999317 0.999122 0.004083 0.000233 80.45934 5121.433 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
15.90522 44.21277 -7.943089 -7.694552 -7.901027 2.332175
60
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kuningan, Jawa Barat pada tanggal 29 Juni 1992 sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Ayah bernama Didi Rohyadi Hadiyat dan Ibu bernama Engkom Komara. Memiliki saudara kembar bernama Muhamad Faza Fauzan. Penulis memulai pendidikan dari TK Islam R.A. Dewi Sartika, SDN 7 Kuningan, SMPN 2 Kuningan, SMAN 2 Kuningan dan Institut Pertanian Bogor dengan program studi Ilmu Ekonomi Syariah. Kemudian menempuh pendidikan pascasarjana Ilmu Ekonomi dalam program sinergi S1 dan S2 di Institut Pertanian Bogor. Penulis aktif berorganisasi sejak duduk di bangku SMP hingga kuliah. Selama perkuliahan penulis aktif mengikuti berbagai organisasi yaitu anggota departeman pengabdian masyarakat BEM FEM 2012, anggota biro HRD BEM FEM 2013, anggota OMDA Kuningan, ketua divisi HRD Forum For Indonesia chapter Bogor, anggota IPB Debating Community 2012. Selain itu, penulis aktif menjadi panitia dalam berbagai program kerja, diantaranya Bina Desa FEM, Bogor Art Festival, Economics Contest, dan lain-lain. Penulis pernah meraih juara 1 lomba debat Bahasa Inggris antarfakultas dalam program Fateta Annual English Competition pada tahun 2012 dan meraih juara 2 dalam lomba dan program yang sama pada tahun 2013.