IDENTIFIKASI, ANALISIS DAYA SAING, DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIRAN PERDAGANGAN KOMODITI UNGGULAN EKSPOR INDONESIA KE UNI EROPA
NUR ASYIAH JALIL
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
LAMPIRAN
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Identifikasi, Analisis Daya Saing, dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Komoditi Unggulan Ekspor Indonesia ke Uni Eropa adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2012
Nur Asyiah Jalil H151080131
ABSTRACT NUR ASYIAH JALIL. Identification, Competitiveness Analysis, and the Factors Affecting Trade Flow of Main Commodities Export Indonesia to the European Union. Under direction of RINA OKTAVIANI and LUKYTAWATI ANGGRAENI.
The aims of this study are to identify the Indonesia’s main export commodities to the European Union, the level of competitiveness and the degree of integration, and also to determine the trade flow of Indonesia’s main export commodities to the European Union. This study use the sorting method to know the highest export value during the year 2009 as Indonesia's main export commodity to the European Union. Further analysis using the Revealed Comparative Advantage index, Intra-Industry Trade index and gravity model to answer the research objectives. The results showed that Indonesia's main export commodities to the European Union market has a highly competitive and high level of integration. In the aggregate, Indonesia's main export commodities to the European Union market, showed that the flow trade significantly affected by the export of these commodities in the previous year, while the other factors as Indonesia's real GDP (Gross Domestic Product), real GDP of export’s destination countries, GDP per capita of the export’s destination country, real exchange rate of rupiah against the currencies of export’s destination countries, and economic distance has a different level of significance in each commodity.
Keywords: Flow trade, Revealed Comparative Advantage, Intra-Industry Trade index, gravity model.
RINGKASAN Perekonomian dunia yang semakin berkembang sejak akhir abad ke 20 terus membuka hubungan perdagangan antar negara, yang ditandai dengan semakin cepatnya aliran barang dan jasa antar negara. Uni Eropa merupakan salah satu kekuatan perdagangan utama di dunia. Pasar tunggal Uni Eropa, merupakan salah satu tujuan pasar ekspor nonmigas terbesar Indonesia Sementara itu, Indonesia termasuk dalam pelaku ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan salah satu mitra penting bagi Uni Eropa baik dalam perdagangan maupun investasi. Beberapa kerjasama bilateral Indonesia dengan negaranegara Uni Eropa yang sudah terjalin dapat dijadikan gerbang untuk mewujudkan kerjasama regional yang lebih besar serta menguntungkan Indonesia. Hingga saat ini pencapaian terwujudnya kerjasama Free Trade Area (FTA) ASEAN-EU masih saja terkendala, namun Indonesia diharapkan mampu mengantisipasi berbagai dampak serta kesiapan Indonesia dalam menghadapi FTA ASEAN-EU yang mungkin akan segera terwujud. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa serta tingkat daya saing dan derajat integrasinya, serta mengetahui aliran perdagangan komoditas unggulan ekpor Indonesia ke Uni Eropa berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Untuk menjawab tujuan penelitan tersebut, penelitian ini menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA), Intra-Industry Trade (IIT), serta regresi panel dengan gravity model menggunakan software e-Views 6.0. Hasilnya menunjukkan komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa teridentifikasi menjadi sepuluh komoditi dengan ekspor tertinggi yaitu Palm oil and its fractions, whether or not refined, but not chemically modified (HS 1511), Coal; briquettes, ovoids and similar solid fuels manufactured from coal (HS 2701), Copper ores and concentrates (HS 2603), Footwear with outer soles of rubber, plastics, leather or composition leather and uppers of leather (HS 6403), Other furniture and parts thereof (HS 9403), Coconut (copra), palm kernel or babassu oil and fractions thereof, whether or not refined, but not chemically modified (HS 1513), Natural rubber, balata, gutta-percha, guayule, chicle and similar natural gums, in primary forms or in plates, sheets or strip (HS 4001), Video recording or reproducing apparatus, whether or not incorporating a video tuner (HS 8521), Coffee, whether or not roasted or decaffeinated; coffee husks and skins; coffee substitutes containing coffee in any proportion (HS 0901), dan Transmission apparatus for radio-telephony, radio-telegraphy, radio-broadcasting or television, whether or not incorporating reception apparatus or sound recording or reproducing apparatus; television cameras; still image video cameras (HS 8525). Komoditi-komoditi ini menunjukkan bahwa hanya beberapa komoditi saja yang termasuk kedalam target ekspor Indonesia yang digemborkan oleh pemerintah berdasar 10 komoditi utama dan 10 komoditi potensial, yaitu komoditi produk minyak sawit, karet, kopi, alas kaki serta produk elektronik. Tingkat daya saing seluruh komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa tergolong tinggi dengan nilai RCA yang lebih dari satu. Tiga komoditi dengan RCA terbesar merupakan primary goods yang dibutuhkan bagi Uni Eropa dalam industri-industrinya. Ketiga komoditi tersebut yaitu palm oil and its fractions, whether or not refined, but not chemically modified (HS 1511) dan coconut (copra), palm kernel or babassu oil and fractions thereof, whether or not refined, but not chemically modified (HS 1513), dan Copper ores and concentrates (HS 2603). Sementara itu, tingkat integrasi seluruh komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa termasuk ke dalam klasifikasi strong integration yang menunjukkan hubungan perdagangan dua arah antara
Indonesia dengan Uni Eropa. Sehingga ketersediaan komoditi-komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa semakin tergantung pada ekspor dan impor intraindustri antara Indonesia dengan negara-negara Uni Eropa. Komoditi-komoditi unggulan ekspor Indonesia ke pasar Uni Eropa secara agregat signifikan dipengaruhi oleh ekspor komoditi tersebut pada tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan tingkat stabilitas hubungan perdagangan Indonesia-Uni Eropa khususnya terhadap komoditi unggulan ekspor Indonesia ke pasar Uni Eropa. Faktor lainnya yang mempengaruhi aliran perdagangan ekspor komoditi unggulan Indonesia ke Uni Eropa yaitu faktor GDP riil Indonesia, GDP riil negara tujuan ekspor Indonesia, GDP per kapita negara tujuan, nilai tukar riil rupiah terhadap mata uang negara tujuan ekspor Indonesia, serta jarak ekonomi memiliki tingkat signifikansi yang berbeda-beda pada setiap komoditinya. Berdasarkan hasil tersebut maka perlunya pengembangan produk-produk primary goods untuk terus meningkatkan daya saing serta memproduksi komoditi-komoditi olahannya. Sehingga diharapkan Indonesia tidak hanya dibutuhkan sebagai negara sumber bahan utama dalam proses produksi, namun berkembang menjadi pemasok komoditi olahan yang jauh lebih menguntungkan Indonesia. Selain itu, pemberian perhatian khusus bagi komoditi-komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa tidak hanya berdasar pada 10 komoditi utama dan 10 komoditi potensial Indonesia saja, karena kenyataannya produkproduk unggulan ke Uni Eropa jauh lebih beragam yang tidak termasuk ke dalam golongan komoditi yang diperhatikan pemerintah saja. Kelesuan perekonomian Uni Eropa beberapa tahun terakhir agar menjadi perhatian bagi pemerintah untuk mencari pasar baru bagi komoditi-komoditi ekspor unggulan Indonesia. Khususnya negara yang tidak memiliki fluktuasi GDP di negaranya seperti keadaan negara-negara Uni Eropa saat ini. Selain itu perlunya peningkatan dukungan dan fasilitas pemerintah bagi pelaku usaha dalam menghadapi hambatan-hambatan non tarif yang diberlakukan Uni Eropa sehingga mampu memberikan nilai tambah bagi produk-produk ekspor Indonesia ke Uni Eropa.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
IDENTIFIKASI, ANALISIS DAYA SAING, DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIRAN PERDAGANGAN KOMODITI UNGGULAN EKSPOR INDONESIA KE UNI EROPA
NUR ASYIAH JALIL
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Idqan Fahmi, M.Ec
Judul Tesis : Identifikasi, Analisis Daya Saing, dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Komoditi Unggulan Ekspor Indonesia ke Uni Eropa Nama Mahasiswa
:
Nur Asyiah Jalil
Nomor Pokok
:
H151080131
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. Ketua
Dr. Lukytawati Anggraeni, S.P., M.Si. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si.
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.
Tanggal Ujian : 30 Juli 2012
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Segala puji bagi Allah SWT yang atas izin-Nya tesis yang berjudul “Identifikasi, Analisis Daya Saing, dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Komoditi Unggulan Ekspor Indonesia ke Uni Eropa” ini akhirnya bisa terselesaikan. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa serta tingkat daya saing dan derajat integrasinya, juga untuk mengetahui aliran perdagangan komoditas unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. sebagai ketua komisi pembimbing yang telah benyak memberikan arahan dan masukan selama penulisan tesis ini. Beliau juga telah banyak memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat terlibat dalam berbagai penelitian dan kajian ekonomi, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi S2 pada program studi Ilmu Ekonomi IPB dan mendapat gelar Magister Sains. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Lukytawati Anggraeni, S.P., M.Si. sebagai anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan masukan dalam penyusunan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada penguji luar komisi Dr. Ir. Idqan Fahmi, M.Ec. yang telah memberikan banyak pelajaran dan masukan yang berharga terhadap penelitian ini serta Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si. yang telah memberikan masukan mengenai penulisan sehingga membuat tesis ini menjadi lebih baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yaitu Ayahanda Abdul Jalil Kasim dan Ibunda Salmi Habib serta kedua adik tercinta Fitri Yani Jalil dan Zur Rahman Jalil yang selalu memberikan doa dan dukungan dalam berbagai bentuk sehingga penulis dapat menyelesaikan studi S2 pada program studi Ilmu Ekonomi IPB. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada rekan-rekan program pascasarjana Ilmu Ekonomi angkatan 2008 dan Syarifah Amalia atas segala bantuan, dukungan dan kebersamaannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.
Akhirnya, semoga tesis ini bisa memberikan sumbangan kecil bagi perkembangan ekonomi Indonesia serta dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan kita.
Bogor, Agustus 2012
Nur Asyiah Jalil
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Nur Asyiah Jalil, lahir pada tanggal 24 April 1985 di Jakarta. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Abdul Jalil Kasim dan Salmi Habib. Pada tahun 1991-1997 penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Kp. Utan dari tahun 1991 sampai tahun 1996 dan di SDN 01 Pondok Pinang dari tahun 1996 sampai tahun 1997, kemudian melanjutkan
pendidikan
ke
SMPN
87
Jakarta.
Tahun
2003,
penulis
menyelesaikan pendidikannya di SMAN 34 Jakarta dan diterima di Departemen Imu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama empat tahun, penulis berhasil menyelesaikan program sarjana dan menyandang gelar Sarjana Ekonomi (SE) pada tahun 2007. Pada tahun 2008 pernulis melanjutkan studinya di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor untuk mendapatkan gelar Magister Sains. Selama menjadi Mahasiswa Pascasarjana, penulis aktif dalam kegiatan penelitian ekonomi dan menjadi asisten pengajar di Departemen Ilmu Ekonomi. Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Identifikasi, Analisis Daya Saing, dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Komoditi Unggulan Ekspor Indonesia ke Uni Eropa” yang akhirnya dapat diselesaikan.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................ i DAFTAR TABEL .........................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
iv
I.
PENDAHULUAN ................................................................................
1
1.1. Latar Belakang ..........................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah ..................................................................
7
1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................... 1.4. Manfaat Penelitian .....................................................................
7 7
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ..........................................................
8
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................
9
2.1. Pengertian Liberalisasi Perdagangan ........................................
9
2.2. Teori Perdagangan Internasional ...............................................
11
2.3. Free Trade Area (FTA) : Pengertian dan Dampak Integrasi Ekonomi ....................................................................................
16
2.4. Teori Perdagangan Intra Industri ...............................................
21
2.5. Model Gravitasi (Gravity Model) ................................................ 2.6. Penelitian Terdahulu ..................................................................
23 24
2.7. Kerangka Pemikiran ..................................................................
27
2.8. Hipotesis Penelitan ....................................................................
28
METODE PENELITIAN ......................................................................
30
3.1. Jenis dan Sumber Data .............................................................
30
3.2. Metode Analisis .........................................................................
31
3.2.1. Analisis Kondisi Perdagangan Indonseia Indonesia-EU dan Daya Saing Komoditi Unggulan Indonesesi-EU .......
31
3.2.2. Analisis Aliran Perdagangan antara Indonesia-EU : Aplikasi Gravity Model ....................................................
34
3.2.3. Panel Data .....................................................................
37
Model Penelitian ........................................................................
45
GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA DENGAN UNI EROPA .......................................................................................
47
II.
III.
3.3 IV.
ii
V.
IDENTIFIKASI, ANALISIS DAYA SAING, DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIRAN PERDAGANGAN KOMODITI UNGGULAN EKSPOR INDONESIA KE PASAR UNI EROPA ...........
55
5.1. Identifikasi Komoditi Ekspor Unggulan Indonesia ke Pasar Uni Eropa .........................................................................................
55
5.2. Analisis Revealed Comparative Advantage ( RCA) ....................
57
5.3. Analisis Intra Industry Trade (IIT) ...............................................
59
5.4. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Komoditi Unggulan Ekspor Indonesia Ke Pasar Uni Eropa ..........
61
KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................
69
6.1. Kesimpulan ................................................................................
69
6.2. Saran .........................................................................................
70
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
72
LAMPIRAN ..................................................................................................
76
VI.
iii
DAFTAR TABEL Halaman 1.1. Neraca Perdagangan Indonesia-Uni Eropa ........................................
5
3.1. Jenis dan Sumber Data Penelitian ...................................................... 30 3.2. Klasifikasi Nilai IIT index ..................................................................... 33 5.1. Top Ten Ekspor Indonesia ke Pasar Uni Eropa Tahun 2009 .............. 56 5.2. Top Ten Ekspor, Nilai RCA dan IIT Ekspor Komoditi Unggulan Indonesia ke Pasar Uni Eropa Tahun 2009 ........................................ 58 5.3. Signifikansi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Komoditi Unggulan Ekspor Indonesia ke Pasar Uni Eropa ................. 62 5.4. Impor Copper ores and concentrates (HS 2603) Uni Eropa ................ 66
iv
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1.1. Pasar Utama Ekspor Non Migas Indonesia ........................................
2
1.2. Total Ekspor Nonmigas Indonesia ke Uni Eropa .................................
3
1.3. Ekspor Indonesia ke Lima Pasar Domestik Terbesar ......................... 4 2.1. Kurva Perdagangan Internasional ...................................................... 13 2.2. Kurva Perdagangan Internasional yang Dipengaruhi oleh Faktor Jarak dalam Transaksi Perdagangan ........................................................... 14 2.3
Trade Creation ................................................................................... 19
2.4. Trade Diversion .................................................................................. 21 2.5. Kerangka Pemikiran Penelitian ........................................................... 28 4.1. Jumlah Rata-rata Total Ekspor Indonesia ke Uni Eropa ...................... 48 4.2. Total Impor Broad Economic Category Uni Eropa ke Indonesia ........ 49 4.3. Neraca Perdagangan Indonesia-Uni Eropa ........................................ 50 4.4. Neraca Minyak dan Gas Indonesia-Uni Eropa .................................... 51 4.5. Ekspor Indonesia ke Uni Eropa .......................................................... 52 4.6. GDP Negara-negara Anggota Uni Eropa ............................................ 53 4.7. Share Total Ekspor Indonesia-EU terhadap Dunia ............................. 54 5.1. Total Ekspor Palm Oil and its Fractions, Whether or Not Refined, but Not Chemically Modified (HS 1511) Indonesia ke Uni Eropa ........ 59
vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Perekonomian dunia yang semakin berkembang sejak akhir abad ke 20
terus membuka hubungan perdagangan antar negara, yang ditandai dengan semakin cepatnya aliran barang dan jasa antar negara. Menurut pendapat sebagian ahli ekonomi, perdagangan antar negara sebaiknya dibiarkan secara bebas dengan seminimal mungkin pengenaan tarif dan hambatan lainnya. Hal ini didasari argumen bahwa liberalisasi perdagangan akan memberikan manfaat bagi
negara-negara
yang
terlibat
meningkatkan kesejahteraan yang
perdagangan lebih besar
dan
bagi
dunia
dibandingkan tidak
serta ada
perdagangan. Demikian pula menurut Hadi (2003) selain meningkatkan distribusi kesejahteraan antar negara, perdagangan bebas juga akan meningkatkan kuantitas perdagangan dunia dan meningkatkan efisiensi ekonomi. Sementara Stephenson (1994) mengidentifikasikan bahwa liberalisasi perdagangan akan meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya domestik dan meningkatkan akses pasar ke negara lain. Dengan demikian suatu negara akan berusaha membuka dirinya terhadap perdagangan dengan negara lainnya. Uni Eropa merupakan salah satu kekuatan perdagangan utama di dunia dengan komitmen multilateral yang kuat. Pasar tunggal Uni Eropa, yang merupakan seperangkat peraturan dagang, cukai dan prosedur bersama yang berlaku di seluruh 27 negara anggota, menjadikan Uni Eropa sebagai suatu pasar yang sangat menarik bagi negara-negara lain. Sementara itu, Indonesia termasuk dalam pelaku ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan salah satu mitra penting bagi Uni Eropa baik dalam perdagangan maupun investasi. Bagi Indonesia, Uni Eropa merupakan tujuan ekspor nonmigas terbesar dan volume perdagangan di antara kedua belah pihak terus mengalami tren pertumbuhan dalam beberapa tahun terakhir. Para investor di Eropa juga telah membuktikan bahwa mereka merupakan salah satu mitra Indonesia yang paling stabil dan dapat diandalkan. Beberapa negara di Uni Eropa merupakan pasar utama ekpor non migas Indonesia (Gambar 1.1).
1
2
Pertumbuhan (%)
USD Miliar 21.60
China
53.36 54.13
14.08 11.13
18.33 16.50
Jepang
15.69
AS
13.33
(0.58) 17.70 (21.00) 34.80 39.24
13.28
India
9.85 16.35 21.54
11.12 9.55
Singapura
18.64
9.20 7.75
Malaysia
6.94 10.14
7.57 6.87
Korsel Thailand
5.25 4.05
Belanda
5.08 3.68
(8.18)
37.87 12.50 29.29
Taiwan
4.21 3.25
Pilipina
3.68 3.12
Jan-Des '2011
Jerman
3.30 2.98
Jan-Des '2010
Italia
3.17 2.37
Hong Kong
3.22 2.50
8.08 17.95
Nilai Volume
(0.90) 10.75 (16.35) 33.70 (12.23) 28.53 20.22 4.30
2.43 2.33
Spanyol
29.39 3.60
72.43
Sumber : Kementerian Perdagangan (2012)
Gambar 1.1. Pasar Utama Ekspor Non Migas Indonesia Indonesia sebagai negara berkembang menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional menjadi salah satu faktor dalam pembangunan nasional. Hubungan antara ekspor dan pertumbuhan ekonomi merupakan kajian yang mendominasi permasalahan perekonomian dunia dan Indonesia pada khususnya. Karena perdagangan internasional khususnya ekspor merupakan lokomotif
penggerak
dalam pertumbuhan
ekonomi. Salah satu alasan pertumbuhan perekonomian Indonesia sangat dipengaruhi faktor ekspor, yang memberikan kontribusi sebesar 27 persen dalam GDP Indonesia tahun 2008 (Gambar 1.2). Ekspor Indonesia memperlihatkan perubahan yang signifikan yaitu tumbuh sebesar 91 persen dari tahun 2005 ke tahun 2008. Secara spesifik, pertumbuhan ekspor Indonesia ke Uni Eropa pun meningkat 70 persen dalam rentang waktu tersebut. Menariknya, perubahan ekpor
Indonesia
ke
Uni
Eropa
tidak
banyak
mengalami
masalah.
Pertumbuhannya cukup stabil jika dibandingkan pertumbuhan ekspor Indonesia ke negara ataupun kawasan lain yaitu dengan rata-rata tingkat pertumbuhan eksport sebesar 9 persen tanpa fluktuasi yang berarti. Hal ini ditunjukkan pula dengan nilai export performance Indonesia ke Uni Eropa yang stabil pada tingkat 3 persen dalam rentang waktu yang sama. Kondisi ini menunjukkan kondisi yang
3
cukup unik antara Indonesia dengan Uni Eropa, karena fluktuasi perekonomian Indonesia yang mempengaruhi kinerja ekspor ke luar negeri ternyata tidak terpengaruh terhadap kinerja ekspor ke Uni Eropa.
Sumber : COMTRADE, diolah
Gambar 1.2. Total Ekspor Non-migas Indonesia ke Uni Eropa Beberapa kenyataan di lapangan menunjukkan kinerja pertumbuhan ekspor Indonesia tidak luput dari kerjasama-kerjasama yang dilakukan baik secara bilateral ataupun dalam lingkup regional. Dari Gambar 1.2. terlihat fluktuasi ekspor Indonesia ke beberapa negara sebagai tujuan ekspor pasarpasar tradisonal merupakan suatu cerminan bahwa kerjasama Indonesia dengan negara mitra dagangnya memiliki hubungan yang baik dan stabil. Hal ini dapat ditunjukkan dengan tren yang rata-rata sama pada masing-masing pasar domestik tujuan ekspor utama Indonesia (Gambar 1.3). Oktaviani (2009) menunjukkan Indonesia memiliki nilai RCA yang lebih dari satu pada 194 komoditi. Hal ini menunjukkan bahwa beberapa komoditi ekspor Indonesia memiliki keunggulan komparatif terhadap dunia. Keunggulan Indonesia ini perlu mendapat perhatian khusus agar dapat dikembangkan sehingga pada akhirnya memberikan kontribusi yang baik bagi pembangunan.
4
Sumber : COMTRADE, diolah
Gambar 1.3. Ekspor Indonesia ke Lima Pasar Domestik Terbesar Perdagangan bebas (liberalisasi) yang terus diupayakan oleh berbagai negara didasari oleh argumen bahwa perdagangan yang lebih bebas akan memberikan manfaat bagi negara-negara yang terlibat perdagangan dan bagi dunia serta meningkatkan kesejahteraan yang lebih besar dibandingkan tidak ada perdagangan (Kindleberger dan Lindert, 1978). Selain meningkatkan distribusi
kesejahteraan
antar
negara,
perdagangan
bebas
juga
akan
meningkatkan kuantitas perdagangan dunia dan meningkatkan efisiensi ekonomi (Hadi, 2003). Saat ini pemerintah memfokuskan pengembangan ekspor produk-produk tergolong ke dalam 10 komoditas ekspor utama Indonesia serta 10 komoditas potensial Indonesia (Tabel 1.1). Hal ini menjadi suatu catatan tersendiri bagi pemerintah untuk lebih memaksimalkan perhatian serta perlakuan khususnya yang dapat mendorong ekspor produk-produk ini. Namun, secara spesifik khususnya bagi Uni Eropa, apakah komoditi ekspor unggulan Indonesia ke Uni eropa sudah sesuai dengan target pemerintah. Inilah salah satu hal yang menjadi kekhawatiran dalam memberikan fokus khusus terhadap komoditi unggulan versi pemerintah, namun kenyataannya komoditi unggulan yang diminta pasar Uni
5
eropa tidak seluruhnya sesuai dengan komoditi-komoditi yang diperhatikan pemerintah. Tabel 1.1. 10 Komoditi Utama dan 10 Komoditi Potensial Ekspor Indonesia Komoditi Utama 1. Tekstil dan produk tekstil (TPT) 2. Elektronik 3. Karet dan produk karet 4. Sawit dan produk sawit 5. Produk hasil hutan 6. Alas kaki 7. Otomotif 8. Udang 9. Kakao 10. Kopi
Komoditi Potensial 1. Kulit dan Produk Kulit 2. Peralatan Medis 3. Tanaman Obat 4. Makanan Olahan 5. Minyak Atsiri 6. Ikan dan Produk Perikanan 7. Kerajinan 8. Perhiasan 9. Rempah-rempah 10. Peralatan Kantor
Sumber : Kementerian perdagangan (2012)
Evolusi Regional Economic Arrangement sebagai integrasi ekonomi dalam perdagangan internasional pada dasarnya teraktualisasi dalam beberapa tahap intensif yang berkelanjutan. Kotabe dan Helsen (2001) mempostulatkan teori Regional Economic Arrangement diinisiasi dengan Free Trade Area (FTA) yang secara esensial terwujud ketika sekelompok negara bersepakat membentuk perserikatan ekonomi dengan meningkatkan tarif yang sama secara bersama terhadap barang-barang dari negara non-anggota, pada saat yang sama justru membebaskan perdagangan intern antar negara anggota. FTA bisa terjadi antara dua atau tiga negara saja (sama atau beda kawasan), tetapi bisa pula banyak negara dalam kawasan yang sama. Secara ideal, integrasi ekonomi dilakukan oleh negara-negara satu kawasan, mempunyai dasar yang sama, dan dalam tahap pembangunan yang seimbang. Pada perkembangannya, FTA yang dilakukan tidak hanya berada karena terletak di kawasan yang sama tetapi berdasarkan kepentingan ekonomi termasuk perdagangan. Hubungan perdagangan bilateral Indonesia Uni Eropa yang terjalin selama ini, memberikan kontribusi bagi masing-masing pihak. Uni Eropa sebagai pasar besar yang bertajuk single market memberikan peluang ekspor yang besar bagi Indonesia, demikian pula sebaliknya, Indonesia merupakan negara tujuan ekspor dan investasi utama bagi Uni Eropa di ASEAN. Isu yang berkembang mengenai semakin maraknya penguatan hubungan perdagangan antar blok di seluruh belahan dunia membuat tergagasnya dilakukan hubungan perdagangan tanpa hambatan antara Uni Eropa dan ASEAN atau lebih dikenal dengan istilah Free Trade Area ASEAN-Uni Eropa. Karena itu Indonesia harus mampu
6
menghadapi segala kemungkinan yang terjadi dalam menghadapi tantangan global dimasa depan. Namun, meskipun hingga saat ini perundingan masih belum mencapai kesepakatan, Indonesia harus siap mengantisipasi segala hal, termasuk diantaranya jika terlaksananya hubungan FTA tersebut. Indonesia harus mampu memaksimalkan kinerja dan kemampuan dalam mengelola perekonomiannya agar mampu bersaing dalam kancah perekonomian di masa mendatang. Kekuatan perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa merupakan salah satu jangkar kuat Indonesia dalam memperkokoh ekspor nasional. Tabel 1.2. menggambarkan adanya tren ekspor yang positif selama lima tahun terakhir semakin menguatkan besarnya ketergantungan Uni Eropa terhadap Indonesia. Hubungan baik ini menjadi salah satu alasan kuat bagi Indonesia agar tidak memandang sebelah pasar potensial di benua Eropa ini untuk memaksimalkan setiap peluang dalam kancah perdagangan antar kedua pihak. Tabel 1.2. Neraca Perdagangan Indonesia-Uni Eropa No. I.
2006
2007
2008
2009
2010
2010
2011
Ekspor
12,029.8
13,344.5
15,454.5
13,568.1
17,127.4
13,591.6
17,194.2
Perub. % 11/10 26.51
- Migas
0.2
0.2
84.4
34.7
43.7
30.4
56.7
86.97
391.80
12,029.6
13,344.4
15,370.1
13,533.4
17,083.8
13,561.3
17,137.5
26.37
7.42
Impor
6,050.5
7,679.9
10,560.0
8,679.9
9,862.5
7,996.7
10,080.3
26.06
11.62
- Migas
20.1
27.5
31.8
30.7
95.2
85.6
67.6
-20.97
37.97
6,030.4
7,652.4
10,528.2
8,649.2
9,767.2
7,911.1
10,012.6
26.56
11.48
26.34
8.96
18,080.4
21,024.5
26,014.5
22,248.0
26,989.9
21,588.3
27,274.5
20.3
27.7
116.2
65.4
138.9
116.0
124.4
7.28
60.04 8.85 2.45
- Non Migas II.
- Non Migas III.
Total Perdagangan
- Migas
JAN-OKT
Trend % 06-10 7.50
18,060.0
20,996.8
25,898.3
22,182.6
26,851.0
21,472.3
27,150.1
26.44
Neraca
5,979.3
5,664.6
4,894.6
4,888.2
7,265.0
5,594.9
7,113.9
27.15
- Migas
-19.9
-27.3
52.7
4.0
-51.5
-55.3
-10.9
-80.27
-
7,124.8
26.10
2.47
- Non Migas IV.
Nilai : Juta US$
URAIAN
- Non Migas
5,999.2
5,692.0
4,841.9
4,884.2
7,316.5
5,650.2
Sumber : Kementerian Perdagangan (2012)
Kondisi tersebut merupakan suatu peluang bagi Indonesia untuk dapat menjadikan Uni Eropa sebagai alat menunjang ekspor dalam negeri melalui produk-produk unggulan Indonesia. Beberapa kerjasama bilateral Indonesia dengan negara-negara Uni Eropa yang sudah terjalin dapat dijadikan gerbang untuk mewujudkan kerjasama regional yang lebih besar serta menguntungkan Indonesia. Hingga saat ini pencapaian terwujudnya kerjasama Free Trade Area
7
(FTA) ASEAN-Uni Eropa masih saja terkendala, namun Indonesia diharapkan mampu mengantisipasi berbagai dampak serta kesiapan Indonesia dalam menghadapi FTA ASEAN-Uni Eropa yang mungkin akan segera terwujud. 1.2.
Perumusan Masalah Dari pemaparan latar belakang tersebut terdapat beberapa perumusan
masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu : 1. Apakah komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa serta bagaimana tingkat daya saing dan derajat integrasinya ? 2. Apakah Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan komoditas unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa ? 1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk : 1. Mengidentifikasi komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa serta tingkat daya saing dan derajat integrasinya. 2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan komoditas unggulan ekpor Indonesia ke Uni Eropa. 1.4.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai kondisi
perdagangan Indonesia-Uni Eropa dan sektor-sektor potensial yang dapat menjadi daya saing ekspor Indonesia ke Uni Eropa. Selain itu, juga dapat diketahui aliran perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan bagi pengambil kebijakan sebagai alternatif kebijakan nasional untuk meningkatkan daya saing ekonomi serta sekaligus mempersiapkan faktor-faktor yang mempengarhi aliran dan keterkaitan perdagangan komoditas unggulan ekpor Indonesia ke Uni Eropa. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti lain sebagai salah satu referensi yang dapat mendukung suatu penelitian yang lebih mendalam mengenai keterkaitan perdagangan, baik bilateral, multilateral ataupun regional.
8
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan berdasarkan ruang lingkup yang ditentukan agar
dapat mencapai hasil yang diharapkan. Ruang lingkup penelitian ini yaitu : 1. Penelitian ini meneliti Indonesia dan negara-negara Uni Eropa. Bagi Uni Eropa, peneliti hanya menggunakan 25 negara Uni Eropa saja, karena dua negara anggota Uni Eropa yang baru, baru bergabung dengan Uni Eropa sejak tahun 2007, agar konsisten data yang digunakan dalam penelitian karena menggunakan data time series 2000-2010. 2. Komoditi unggulan sebagai objek penelitian yang digunakan yaitu sepuluh komoditi ekpor terbesar Indonesia ke Uni Eropa tahun 2009. 3. Penentuan Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa menggunakan metode analisis panel.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pengertian Liberalisasi Perdagangan Perdagangan bebas (laissez-faire) atau liberalisasi perdagangan (trade
liberalization) adalah konsep ekonomi yang merujuk kepada sistem perdagangan barang dan jasa antar negara tanpa adanya intervensi pemerintah dalam bentuk tarif dan hambatan perdagangan lainnya, seperti: kuota, subsidi, dan pajak (Krugman dan Obsfeld, 2000; Husted dan Melvin, 2004). Budiono (2001) dalam Hardono et al (2004) menjelaskan ada lima kUni Eropantungan yang dapat diperoleh dari perdagangan bebas, yaitu: (1) membuka akses pasar lebih luas sehingga memungkinkan diperoleh efisiensi karena liberalisasi perdagangan cenderung menciptakan pusat-pusat produksi baru yang menjadi lokasi berbagai kegiatan industri yang saling terkait dan saling menunjang sehingga biaya produksi dapat diturunkan, (2) iklim usaha menjadi kompetitif sehingga mengurangi kegiatan yang bersifat rent seeking dan mendorong pengusaha untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam penggunaan sumberdaya, (3) arus perdagangan dan investasi yang lebih bebas mendorong terjadinya alih teknologi untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi, (4) perdagangan yang lebih bebas memberikan signal harga yang ”benar” sehingga meningkatkan efisiensi investasi, dan (5) dalam perdagangan yang lebih bebas kesejahteraan konsumen, baik ditingkat individu maupun perusahaan akan meningkat. Kesejahteraan individu meningkat karena beragam jenis barang dengan harga relatif lebih murah sehingga daya beli (purchasing power) bertambah. Sedangkan perusahaan memperoleh kUni Eropantungan dari kemudahan akses untuk mendapatkan sumber bahan baku, komponen, dan jasa yang lebih kompetitif. Kebijakan perdagangan bebas pada awalnya digulirkan oleh negaranegara Eropa dan Amerika terutama setelah berakhirnya perang dunia II, sistem perdagangan bebas multilateral berhasil dibentuk melalui perjanjian internasional mengenai tarif dan perdagangan atau sering disebut GATT (General Agreement on Tariffs and Trade). Selama tiga dekade sejak kesepakatan GATT (1950 – 1980),
sistem
multilateral
telah
mendominasi
kebijakan
perdagangan
internasional (Krueger, 1999; Krugman dan Obstfeld, 2000). Namun sejak akhir
10
1980-an, kebijakan perdagangan bebas mulai bergeser dari sistem multilateral ke sistem regional melalui pembentukan Regional Trade Agreement (RTAs), baik dalam bentuk kesepakatan pemberian konsesi tarif (Preferential Trade Agreements), perdagangan bebas regional (Regional Free Trade) maupun penyatuan sistem pabean (Customs Union). Kecenderungan
semakin
meluasnya
RTAs
menimbulkan
banyak
perdebatan diantara ahli ekonomi mengenai relevansi RTAs dan masa depan sistem multilateral dibawah kerangka GATT/WTO. Kelompok pendukung kebijakan perdagangan bebas regional (Bergsten, 1997; Baldwin, 1997; Either, 1998; Lawrence, 1999) berpendapat bahwa RTAs merupakan langkah maju menuju perdagangan bebas multilateral dan akan memperkuat eksistensi WTO serta sistem perdagangan internasional. Menurut Michalak dan Gibb (1997), regionalisasi perdagangan merupakan salah satu strategi awal bagi sebuah negara sebelum melibatkan diri dalam proses perdagangan multillateral. Sedangkan Desker (2004) berpendapat bahwa RTAs secara politis lebih mudah dikelola (manageble) oleh sebuah pemerintahan dibandingkan dengan sistem multilateral yang komplek dan berlarut-larut. Dengan RTAs diharapkan negaranegara di suatu kawasan dapat mengintegrasikan ekonomi mereka kedalam sebuah sistem ekonomi yang lebih terbuka dengan melakukan perdagangan intra-kawasan. Di sisi lain, kelompok penentang kebijakan perdagangan bebas regional (Bhagwati, 1995; Krueger, 1995; Panagariya, 1998) berargumentasi bahwa RTAs akan mengahmbat proses liberalisasi perdagangan multilateral karena di satu sisi memberikan keleluasaan akses pasar bagi negara anggota, tetapi di lain pihak memproteksi pasar bagi negara-negara di luar anggota RTAs. Menurut Bhagwati (1995), pembetukan Preferential Trade Area (PTA) akan menimbulkan efek ”spaghetti bowl”, yaitu kerancuan atau kesulitan dalam menentukan asal-usul barang (rules of origin) yang berhak memperoleh konsesi tarif sesuai kesepakatan PTA. Selanjutnya, Bhagwati dan Panagariya (1996) berpendapat pembentukan PTA antara ekonomi besar dengan ekonomi negara-negara berkembang (hegemonic-centred) seperti NAFTA, bertentangan dengan sistem perdagangan bebas multilateral sebab perbedaan tingkat ekonomi dan standar tenaga kerja diantara mereka akan menciptakan perdagangan yang tidak seimbang (unfaire trade). PTA akan lebih sesuai dengan sistem perdagangan global apabila dibentuk diatara sesama negara berkembang (non-hegemonic-
11
centred) yang memiliki tingkat pembangunan ekonomi relatif seimbang dan sebelumnya telah memiliki hubungan perdagangan secara tradisonal, seperti: MERCUSOR, yaitu sebuah blok perdagangan regional yang dibentuk diantara negara-negara Merika Selatan. Definisi mengenai liberalisasi perdagangan salah satunya dikemukakan oleh Madeley dan Solagral (2001) yang meyebutkan bahwa liberalisasi perdagangan adalah sebagai suatu proses pengurangan dan pada akhirnya penghapusan semua hambatan tarif dan non tarif antar negara sebagai mitra dagang. Liberalisasi perdagangan menjadi semakin menarik untuk dibahas karena menimbulkan pro dan kontra. Menurut kelompok yang pro-liberalisasi, kebijakan ini akan memberikan dampak positif bagi setiap negara. Pemikiran ini didasarkan pada
pandangan
bahwa
penghapusan
hambatan
perdagangan
akan
menyebabkan arus barang dan jasa menjadi semakin lancar. Pandangan ini kontras dengan pemahaman kelompok anti liberalisasi. Menurut kelompok ini, liberalisasi akan menghancurkan perekomomian negaranegara di dunia. Pengaruh negatif muncul karena barang impor yang semakin menguasai pasar domestik sehingga mematikan produksi dalam negeri atau menurunkan ekspor domestik terutama yang berdaya saing rendah. Turunnnya ekspor selanjutnya berdampak negatif pula terhadap produksi dalam negeri jika sebagian besar dari barang-barang yang dibuat dalam negeri untuk tujuan ekspor, atau karena kurangnya dana untuk membiayai proses produksi yang disebabkan oleh berkurangnya devisa dari hasil ekspor. Namun demikian, bila domestik memiliki daya saing yang lebih tinggi, maka liberalisasi perdagangan dunia menciptakan peluang ekspor yang besar.
2.2.
Teori Perdagangan Internasional Perdagangan merupakan suatu proses pertukaran barang dan jasa yang
dilakukan atas dasar suka sama suka, untuk memperoleh barang yang dibutuhkan. Dalam masa globalisasi, perdagangan tidak hanya dilakukan dalam satu negara saja. Bahkan dunia sudah memasuki perdagangan bebas. Hampir tidak ada satu negarapun yang tidak melakukan hubungan dengan negara lain (Dumairy, 1997). Dalam perdagangan domestik para pelaku ekonomi bertujuan untuk memperoleh kUni Eropantungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya.
12
Demikian halnya dengan perdagangan internasional. Setiap negara yang melakukan perdagangan bertujuan mencari keuntungan dari perdagangan tersebut. Selain motif mencari keuntungan, Krugman (1991) mengungkapkan bahwa alasan utama terjadinya perdagangan internasional: 1.
Negara-negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain.
2.
Negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi (economic of scale). Menurut
Tambunan
(2001),
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
perdagangan internasional dapat dilihat dari teori penawaran dan permintaan. Dari teori penawaran dan permintaan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa perdagangan internasional dapat terjadi karena adanya kelebihan produksi dalam negeri (penawaran) dengan kelebihan permintaan negara lain. Secara teoritis, suatu negara (misal negara A) akan mengekspor suatu komoditi (misal pakaian jadi) ke negara lain (misal negara B) apabila harga domestik negara A (sebelum terjadinya perdagangan internasional) relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan harga domestik negara B (gambar 1). Stuktur harga yang terjadi di negara A lebih rendah karena produksi domestiknya lebih besar daripada konsumsi domestiknya sehingga di negara A telah terjadi excess supply (memiliki kelebihan produksi). Dengan demikian, negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain. Dilain pihak, di negara B terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya lebih besar daripada produksi domestiknya (excess demand) sehingga harga yang terjadi di negara B lebih tinggi. Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk membeli pakaian jadi dari negara lain yang relatif lebih murah. Jika kemudian terjadi komunikasi antara negara A dengan negara B, maka akan terjadi perdagangan antar keduanya dengah harga yang diterima oleh kedua negara adalah sama. Gambar
2.1
memperlihatkan
sebelum
terjadinya
perdangangan
internasional harga di negara A sebesar PA, sedangkan di negara B sebesar PB. Penawaran pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih tinggi dari PA sedangkan permintaan di pasar internasional akan jika harga internasional lebih rendah dari PB. Pada saat harga internasional (P*) sama dengan PA maka negara B akan terjadi excess demand (ED) sebesar B. Jika harga internasional sama dengan PB maka di negara A akan terjadi excess supply (ES) sebesar A. Dari A dan B akan terbentuk kurva ES dan ED akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional sebesar P*. Dengan
13
adanya perdagangan tersebut, maka negara A akan mengekspor komoditi (pakaian jadi) sebesar X sedangkan negara B akan mengimpor komoditi (pakaian jadi) sebesar M, dimana di pasar internasional sebesar X sama dengan M yaitu Q*. DA
A
SA
DB
SB
ES PB
X P*
M
PA
B
ED
O
QA
O
Negara A (ekspor)
Q*
O
Perdagangan Internasional
QB
Negara B (impor)
Keterangan: PA
: Harga domestik di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional OQA : Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional A : Kelebihan penawaran (excess supply) di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional X : Jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A PB : Harga domestik di negara B (pengimpor) tanpa perdangangan internasional OQB : Jumlah produk domestrik yang diperdagangkan di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan internasional. B : Kelebihan permintaan (excess demand) di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan internasional. M : Jumlah komoditi yang diimpor oleh negara B P* : Harga keseimbangan antara kedua negara setelah perdangangan internasional OQ* : Keseimbangan penawaran dan permintaan antar kedua negara dimana jumlah yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang diimpor (M)
Sumber: Salvatore (1997)
Gambar 2.1. Kurva Perdagangan Internasional Perkembangan selanjutnya, yaitu ketika perdagangan antar negara sudah dipengaruhi faktor lainnya yang ditunjukkan pada Gambar 2.2. Ilustrasi ini menggunakan faktor
jarak
sebagai faktor
penentu
terjadinya
transaksi
perdagangan internasional. Ketika negara A akan mengekspor suatu komoditi ke negara B dengan tingkat harga seperti pada Gambar 2.1 yaitu pada titik harga
14
sebesar P*, maka setelah dilakukan perhitungan dengan menyertakan jarak sebagai salah satu faktor yang menentukan harga serta untuk melakukan ekspor dan impor antar kedua negara, seperti pada alur perdagangan dalam Gambar 2.1, terbentuklah harga baru pada P** serta jumah yang diperdagangkan sebesar Q**. Besarnya harga pasar yang terbentuk cenderung terlihat sama, karena slope dari perubahan supply akibat adanya jarak sebagai faktor yang menambah biaya ekspor tidak berubah. Namun, jumlah barang di pasar menjadi lebih sedikit sedikit
daripada tidak
adanya faktor jarak
yang
mempengaruhi aliran
perdagangan. SA
DA
SB
DB ES
PB
P**= P* PA
ED
O
O Q** Q*
QA
Negara A (ekspor)
O
Perdagangan Internasional
QB Negara B (impor)
Sumber: Salvatore (1997), dikembangkan.
Gambar 2.2. Kurva Perdagangan Internasional yang Dipengaruhi oleh Faktor Jarak dalam Transaksi Perdagangan Konsep perdagangan bebas untuk pertama kali diperkenalkan oleh Adam Smith pada awal abad ke-19 dengan teori keunggulan absolut (absolute comparative). Teori Adam Smith kemudian disempurnakan oleh David Ricardo (1817) dengan model keunggulan komparatif (The Theory of Comparative Advantage). Berbeda dengan konsep keunggulan absolut yang menekankan pada biaya riil yang lebih rendah, keunggulan komparatif lebih melihat pada perbedaan harga relatif antara dua input produksi sebagai penentu terjadinya perdagangan. Menurut David Ricardo dalam Hady (2001), perdagangan dapat dilakukan oleh negara yang tidak memiliki keunggulan absolut pada kedua komoditi yang diperdagangkan
dengan
melakukan
spesialisasi
produk
yang
kerugian
absolutnya lebih kecil atau memiliki keunggulan komparatif. Hal ini dikenal sebagai Hukum keunggulan Komparatif (Law of Comparative Advantage).
15
keunggulan komparatif dibedakan atas cost comparative advantage (labor efficiency) dan production comparative advantage (labor productivity). Asumsi yang digunakan (Salvator, 1997): a) Hanya terdapat dua negara dan dua komoditi b) Perdagangan bersifat bebas c) Terdapat mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam negara namun tidak ada mobilitas antara dua negara. d) Biaya produksi konstan e) Tidak terdapat biaya transportasi f)
Tidak ada perubahan teknologi Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu
negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak efisien. Berdasarkan
analisis
production
comparative
advatage
(labor
productivity) dapat dikatakan bahwa suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut berproduski lebih produktif serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak produktif. Dengan kata lain, cost comparative menekankan bahwa kUni Eropanggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara memproduksi suatu barang yang membutuhkan sedikit jumlah jam tenaga kerja dibandingkan negara lain sehingga terjadi efisiensi produksi. Production comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika seorang tenaga kerja di suatu negara dapat memproduksi lebih banyak suatu barang/jasa dibandingkan negara lain sehingga tidak memerlukan tenaga kerja yang lebih banyak. Dengan demikian keunggulan perdagangan diperoleh jika negara melakukan spesialisasi pada barang yang memiliki cost comparative advantage dan production advantage. Atau dengan mengekspor barang yang keunggulan komparatifnya tinggi dan mengimpor barang yang keunggulan komparatifnya rendah. Teori klasik Ricardo tersebut selanjutnya dikembangkan oleh HeckscherOhlin (H-O) dengan The Theory of Factor Proportions (1949 – 1977). Model H-O mengatakan bahwa walaupun tingkat teknologi yang dimiliki sama, perdagangan internasional akan tetap terjadi bila ada perbedaan kepemilikan faktor produksi
16
(factor endowment) diantara masing-masing negara. Satu negara dengan kepemilikan kapital berlebih akan berspesialisasi dan mengekspor komoditi padat kapital (capital-intensive goods), dan sebaliknya negara dengan kepemilikan tenaga kerja berlebih akan memproduksi dan mengekspor komoditi padat tenaga kerja (labor-intensive goods). Pendekatan tentang perdagangan internasional untuk bisa memahami manfaat yang dapat diperoleh dari adanya perdagangan bisa dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan. Kedua pendekatan tersebut adalah: pendekatan keseimbangan parsial dan pendekatan keseimbangan umum. 2.3.
Free Trade Area (FTA): Pengertian dan Dampak Integrasi Ekonomi Kegiatan
ekonomi
internasional
memiliki
kecenderungan
untuk
membentuk organisasi perdagangan multinasional. Organisasi ini dibentuk dari kumpulan negara berdekatan yang mempunyai kebijakan perdagangan bersama untuk menghadapi negara lain dalam bidang tarif dan akses pasar. Alasan umum pembentukan grup ini adalah menjamin pertumbuhan ekonomi dan bermanfaat bagi Negara anggota. Contoh organisasi yang terkenal sekarang antara lain Uni Eroparopean Union (Uni Eropa), ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA), ASEAN Free Trade Agreement (AFTA), North American Free Trade Agreement (NAFTA), dan sebagainya. Pengaruh keberadaan dan pertumbuhan organisasi multinasional ini secara tidak langsung bagi negara peserta adalah untuk menjaga persaingan secara global. Secara luas, pengelompokan regional dibentuk sebagai usaha pemerintah untuk meningkatkan integrasi ekonomi global. Organisasi
ini
terdiri
dari
berbagai
bentuk,
tergantung
tingkat
kerjasamanya yang mengarah ke tingkat integrasi berbeda antara negara peserta. Ada lima tingkat kerja sama formal antar negara anggota kelompok regional, yaitu Free Trade Area (FTA), Custom Union, Common Market, Monetary Union, dan Political Union (Kotabe dan Helsen, 2001). Free Trade Are (FTA) adalah kerjasama formal antara dua atau lebih negara untuk mengurangi hambatan tarif dan non tarif diantara negara anggota. Akan tetapi masing-masing negara anggota bebas menentukan tingkat tarif individu dengan negara yang bukan anggota. FTA adalah salah satu bentuk reaksi adanya globalisasi dan liberalisasi yang berimplikasi pada pengurangan dan penghapusan berbagai hambatan
17
dalam kegiatan perdagangan baik hambatan tarif (tarrief-barrier) maupun hambatan non tarif (non-tarrif barier/NTB). FTA atau Free Trade Area adalah suatu bentuk kerjasama ekonomi regional yang memperdagangkan produkproduk orisinal negara-negara anggotanya tidak dipungut bea masuk atau bebas bea masuk. Dengan kata lain, ”internal tariff” antara negara anggota menjadi nol persen, sedangkan masing-masing negara memiliki “external tariff” sendirisendiri. Contohnya AFTA (Asean Free Trade Area) yang diawali dengan CEPT (Common Effective Preferential Tariff) yang mulai diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 1993 serta CAFTA (China – ASEAN Free Trade Area) yang telah diberlakuakn 1 Januari 2010. Dampak dibukanya perdagangan bebas tidak hanya akan dirasakan oleh ekonomi negara-negara yang berdagang, namun juga akan dirasakan oleh perekonomian
dunia
secara
keseluruhan.
Dampak
diliberalisasikannya
perdagangan tersebut secara keseluruhan mengakibatkan kesejahteraan dunia menurun.
Berdasarkan
teori
perdagangan
internasional,
perdagangan
internasional seharusnya akan meningkatkan kesejahteraan negara-negara yang melakukan perdagangan bebas, karena melalui perdagangan bebas akan terjadi peningkatan efisiensi penggunaan sumber daya domestik dan akses pasar ke negara lain (Stephenson, 1994). Namun demikian, secara umum terdapat beberapa variabel ekonomi dunia yang meningkat seperti investasi global barang-barang kapital, volume perdagangan dunia, dan indeks harga perdagangan dunia. Peningkatan arus perdagangan sebagai akibat dibukanya tarif seluas-luasnya mengakibatkan peningkatan aliran barang-barang kapital untuk investasi volume perdagangan dunia. Peningkatan investasi global ternyata diikuti dengan tingkat pengembalian kapital yang negatif sehingga secara keseluruhan akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan dunia. Custom Union. Anggota Custom Union tidak hanya mampu mengurangi atau menghilangkan tarif antara anggota, tapi juga mereka mempunyai tarif eksternal bersama terhadap negara yang bukan anggota Custom Union. Hal ini mencegah negara yang bukan anggota mengekspor ke negara anggota yang mempunyai tarif eksternal rendah. Common Market. Jika kerja sama meningkat di antara negara Custom Union, maka dapat terbentuk Common Market. Common Market menghilangkan semua tarif dan hambatan lain dalam perdagangan antara anggota, mengadopsi
18
seperangkat tarif eksternal bersama pada negara bukan anggota, dan menghilangkan batasan-batasan pada aliran modal dan tenaga kerja antar negara anggota. Monetary Union. Monetary Union berada pada level integrasi keempat dengan satu mata uang bersama antar negara. Contohnya Negara anggota European Union menggunakan mata uang bersama, Euro. Menurut Wild dan Wild (2000), tingkat integrasi ini juga disebut Economic Union karena juga melakukan harmonisasi kebijakan ekonomi negara anggota, seperti pajak, kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Political Union. Political Union merupakan puncak dari proses integrasi. Political Union dapat menjadi nama lain dari sebuah negara ketika union secara sungguh-sungguh mencapai tingkat integrasi. Terkadang, negara-negara yang berkumpul dalam Political Union antara lain adalah karena alasan sejarah, seperti British Commonwealth yang terdiri dari negara-negara yang pernah menjadi bagian oleh British Empire. Namun ketika British bergabung dengan European Union, perlakuan istimewa ini hilang. Sekarang kelompok ini hanya sebagai forum untuk diskusi dan ikatan sejarah yang sama. Integrasi ekonomi regional (termasuk FTA) akan memberikan dampak positif dan negatif terhadap perdagangan barang dan jasa di negara-negara anggota FTA. Dampak positif dari integrasi ekonomi adalah (Wild dan Wild, 2000): 1. Trade Creation Dengan analisis partial equilibrium, trade creation adalah penggantian dimana produk domestik suatu negara yang melakukan integrasi ekonomi regional melalui pembentukan FTA dengan produk impor yang lebih murah dari anggota lain. Jika seluruh sumber daya digunakan secara full employment dan dengan melakukan spesialisasi berdasarkan comparative advantage, masingmasing
negara
akan
memperoleh
dampak
positif
berupa
peningkatan
kesejahteraan masyarakat karena memperoleh barang dengan harga yang relatif lebih murah.
19
Px
Sx
4
3
2 1
H
J
G
S1+T
B
A C
M
S1
N Dx
V
10
U 20
Z 50
W 70
Qx
Sumber: Salvatore (2000)
Gambar 2.3. Trade Creation Efek positif dari trade creation ini bukan hanya berlaku untuk negara anggota, tetapi juga untuk negara lain yang bukan anggota karena adanya peningkatan spesialisasi produksi yang mendorong peningkatan impor dari negara lain (rest of the world). Terjadinya trade creation dapat diilustrasikan pada Gambar 2.3. (Salvatore, 2000). Dx dan Sx masing-masing merupakan kurva permintaan dan penawaran domestik untuk barang X dari negara II, sedangkan kurva S1 merupakan kurva penawaran yang elastis sempurna dalam keadaan free trade untuk barang X dari negara I ($1). Dengan mengenakan tarif bea masuk 100 persen, negara II mengimpor 30 unit barang X atau JH dari negara I, sehingga harga impornya menjadi $2 atau kurva S1 + T. Produksi domestik negara II sebanyak 20 unit barang X atau AM, sedangkan total konsumsi dalam negara II sebanyak 50 unit barang X atau GH. Kemudian negara I dan negara II membentuk integrasi ekonomi regional dalam bentuk FTA. Setelah membentuk FTA, negara II mengimpor 60 unit barang X atau CB dari negara tanpa bea masuk pada harga $1 (kurva S1). Produk domestik negara I turun menjadi 10 unit barang X atau CM dan total konsumsi naik menjadi 70 unit barang X atau AB. Dengan pembentukan FTA, maka: Penerimaan bea masuk untuk negara II akan hilang, Konsumen domestik akan memperoleh transfer dari produsen domestik sebesar area AGJC yang merupakan kenaikan konsumen surplus,
20
Manfaat lain yang diperoleh negara II setara dengan area CJM + area BHN, atau setara dengan $15. Konsensus yang lebih besar. Keuntungan untuk mengelimainasi hambatan perdagangan lebih mudah dilakukan pada kelompok negara-negara yang lebih kecil, seperti ASEAN dibandingkan dengan kelompok yang lebih besar seperti WTO. Kerjasama Politik. Secara politik terdapat keuntungan dari negara-negaa yang berintegrasi terutama dalam memperjuangkan kepentingan bersama di forum perundingan yang lebih besar seperti WTO. Integrasi
ekonomi
juga
memberikan
dampak
negatif
terhadap
anggotanya. Wild dan Wild (2000) mengidentifikasi terdapat tiga dampak negatif yaitu trade diversion, pergeseran tenaga kerja, hilangnya kedaulatan nasional. 2. Trade Diversion Terjadinya pengalihan perdagangan dari negara yang tidak ikut serta dalam perjanjian perdagangan tapi lebih efisien ke negara yang ikut serta dalam perjanjian walaupun kurang efisien. Gambar 2.3 menunjukkan terjadinya trade diversion pada negara yang melakukan integrasi ekonomi. Sebagai contoh, Dx dan Sx merupakan kurva permintaan dan penawaran domestik untuk barang X dari negara II, sedangkan kurva S1 dan S3 merupakan kurva penawaran yang elastis sempurna dalam keadaan free trade untuk barang X dari negara I ($1) dan negara III ($1,5). Dengan mengenakan tarif bea masuk 100 persen, negara II mengimpor 30 unit barang X atau JH dari negara I sehingga harga impornya menjadi $2 atau kurva S1+T. emudian negara II membentuk integrasi ekonomi regional dalam bentuk FTA dengan negara III. Setelah pembentukan FTA, negara II mengimpor 45 unit barang X atau C’B’ dari negara III yang bebas bea masuk pada harga $ 1,5 (kurva S3).Dengan pembentukan FTA maka: kesejahteraan/manfaat yang diperoleh negara II adalah sebesar segitiga C’JJ’ + segitiga H’HB’, atau senilai $1,25 + $2,5 = $3,75; kesejahteraan/manfaat yang hilang dari negara II sebesar segiempat MNH’J’ atau senilai $15; kesejahteraan/manfaat neto yang hilang adalah sebesar $15 $3,75 = $11,25 (Lihat Gambar 2.4.)
21
Px Sx
3 2
E G G’
1,5
J C’
1
H J’
H’
M
N
S1+T B’
S3 S1
Z Dx
Qx 10
20
50
60
Sumber: Salvatore (2000)
Gambar 2.4. Trade Diversion Pergeseran tenaga kerja. Karena adanya kerjasama perdagangan maka produsen akan berproduksi ke negara yang lebih efisien. Sebagai contoh, untuk industri yang memerlukan tenaga kerja dengan tingkat ketrampilan yang rendah akan mengalihkan tempat produksinya ke negara anggota yang memiliki tingkat upah yang rendah. Hilangnya kedaulatan politik. Jika integrasi ekonomi sudah mencapai political union, maka suatu negara akan kehilangan kebebasan dalam menentukan politik luar negerinya sendiri. Sejauh ini, bentuk integrasi pada tingkat yang paling tinggi (political union) sulit untuk dicapai.
2.4.
Teori Perdagangan Intra Industri Perdagangan internasional yang dikenal luas adalah perdagangan
komoditas dari sektor/industri yang berbeda, atau disebut juga dengan interindustry trade. Inter-industry trade terjadi berdasarkan teori kUni Eropanggulan komparatif dimana negara yang memiliki keunggulan komparatif pada komoditas tertentu akan mengekspor komoditas tersebut dan mengimpor komoditas yang negara tersebut tidak memiliki keunggulan komparatif. KUni Eropanggulan kompartif, menurut Hecksher Ohlin dapat disebatkan oleh perbedaan endowment yang dimiliki suatu negara diman negara yang memiliki keberlimpahan tenaga kerja akan mengekspor komoditas yang intensif menggunakan tenaga kerja
22
sedangkan negara yang memiliki keberlimpahan barang modal akan mengespor komoditas yang intensif menggunakan barang modal. Misalkan Timur Tengah yang memiliki kelimpahan barang modal mengekspor barang-barang padat modal seperti pesawat terbang, sedangkan Indonesia yang keberlimpahan sumber daya alam mengekspor komoditas yang padat sumber daya alam seperti migas dan mineral. Sehingga perdagangan antara dua negara ditandai dengan perdagangan komoditas yang berbeda. Pada masa kini, perdagangan internasional antara dua negara tidak hanya diakibatkan oleh perbedaan antara kedua negara tersebut. Perdagangan dua negara tidak lagi sebatas perdagangan komoditas yang berbeda. Suatu negara dapat mengekspor barang tertentu dan sekaligus mengimpor barang yang sama. Misal Meksiko mengekspor mobil ke Indonesia dan Indonesia mengekspor mobil ke Meksiko. Contoh lain, Indonesia mengekspor pakain jadi seperti batik dan tenuan ke Timur Tengah dan mengimpor pakaian jadi dari Timur Tengah. Dengan demikian, antara Indonesia dan Timur Tengah terjadi perdagangan dalam industri yang sama (Intra Industry Trade). Pengertian perdagangan intra industri adalah perdagangan di dalam industri yang sama. Teori perdagangan intra industri masuk kategori teori perdangan baru (new trade theory). Paul Krugman adalah salah satu tokoh ekonomi yang mendalami teori ini (Koo dalam Aprilianda, 2007). Apabila teori perdagangan neoklasik menyatakan penyebab timbulnya perdagangan
karena
adanya
spesialisasi
yang
didasarkan
perbedaan
ketersediaan faktor produksi dan teknologi (keunggulan komparatif), maka dalam teori perdagangan intra industri
perdagangan tetap terjadi antarnegara yang
memiliki keunggulan komparatif yang relatif sama. Perdagangan intra industri lebih didasarkan pada differensiasi produk dan economies of scale serta mencakup perdagangan dua arah dalam industri yang sama. Perdagangan intra industri menjadi penting ketika tariff dan non tariff barrier dihapuskan pada arus perdagangan antarnegara. Disamping itu perdagangan intra industri memberikan keuntungan (gain) yang lebih besar, sebagai contoh konsumen mempunyai lebih banyak pilihan karena differensiasi produk dan harga yang lebih murah karena meningkatnya economies of scale. Intra Industry Trade dimungkinkan karena adanya skala ekonomis yang berarti biaya produksi rata-rata menjadi lebih murah. Dengan demikian, output dapat lebih tinggi dibandingkan bila tidak ada intra-industry-trade. Skala ekonomis dan
23
spesialisasi dalam suatu indstri tertentu akan mendorong inovasi dalam perusahaan. Inovasi akan membuat biaya produksi menjadi lebih rendah. Terdapat 2 (dua) alasan terjadi perdagangan intra industri yaitu pertama, differensiasi produk. Pada perekonomian modern sebagian besar produk yang dihasilkan adalah produk yang terdifferensiasi. Produk yang terdifferensiasi adalah produk yang jenisnya sama atau dihasilkan dalam industri yang sama tetapi berbeda secara kualitas dan atau preferensi. Dalam perdagangan internasional terjadi perdagangan produk-produk yang terdifferensiasi. Atau dapat dinyatakan bahwa sebagian besar perdagangan internasional merupakan perdagangan intra industri. Kedua, economies of scale. Motif perdagangan intra industri adalah memperoleh keuntungan dari adanya economies of scale. Dalam hal ini persaingan internasional memaksa setiap perusahaan untuk membatasi model
atau
tipe
produknya
agar
dapat
berkonsentrasi
memanfaatkan
sumberdayanya untuk menekan biaya produksi per unit sehingga dapat menghasilkan beberapa jenis produk saja tentunya dengan kualitas terbaik dan harga dapat bersaing dari produk lainnya. Disisi lain kebutuhan konsumen akan produk atau tipe lain dipenuhi melalui impor dari negara lain. 2.5.
Model Gravitasi (gravity model) Gravity model menampilkan analisis empiris dari pola aliran perdagangan
bilateral antara negara-negara yang berada pada daerah-daerah yang berbeda secara geografis. Gravity model pertama kali digunakan dalam analisis perdagangan internasional oleh Jan Tinberger pada tahun 1962 untuk menganalisis aliran perdagangan antara negara-negara Eropa (Head, 2003). Nama model ini diambil dari bentuk dasarnya yang mampu memprediksi perdagangan berdasarkan pada jarak antar negara dan interaksi antara besarnya ukuran perekonomian antar negara. Hal ini mengikuti prinsip dari hukum gravitasi Newton yang juga memperhitungkan jarak dan ukuran fisik antara dua obyek. Pada gravity model aliran perdagangan bilateral ditentukan oleh tiga kelompok variabel, yaitu: 1. Variabel-variabel
yang
mewakili
total
permintaan
potensial
negara
pengimpor. 2. Variabel-variabel indikator total penawaran potensial negara pengekspor. 3. Variabel-variabel pendukung atau penghambat aliran perdagangan antara negara pengimpor dan negara pengekspor.
24
Areethamsirikul (2006) dalam penelitiannya mengenai dampak perluasan ASEAN terhadap perdagangan intra-ASEAN menggunakan gravity model, memasukkan parameter ekonomi yang mencakup Gross Domestic Product (GDP) dan GDP per capita. Sedangkan parameter non-ekonomi yang digunakan adalah jarak, perbatasan bersama, bahasa nasional, dan keanggotaan dalam kelompok perdagangan regional. Parameter non-ekonomi dalam gravity model biasanya bersifat saling mengisi dan melengkapi, dan pada umumnya mencerminkan indikator sosial-politik, hal inilah yang membedakan gravity model dari model-model ekonomi lainnya. Menurut Bergstand (1985), Koo, Karemera, dan Taylor (1994), dalam Oktaviani (2000), pada umumnya gravity model dirumuskan sebagai berikut: Tij = f (Yi, Yj, Fij) dimana: Tij Yi Yj Fij
= Nilai aliran perdagangan dari negara i ke negara j, = Gross Domestic Product negara i, = Gross Domestic Product negara j, = Faktor-faktor lain yang mempengaruhi perdagangan antara negara i dengan negara j. Estimasi gravity model dilakukan dengan menggunakan metode ordinary
least square (OLS). Pada gravity model perdagangan antar dua negara berbanding lurus dengan massa perdagangan mitra dagang dan berbanding terbalik dengan jarak antara mitra dagang. Variabel tambahan seperti area fisik, populasi, keselarasan kultural, dan perbatasan bersama digunakan untuk memperjelas variabel massa ekonomi dan jarak. Salah satu bentuk umum gravity model: Xij = β1Yi β2 Yj β3 Ni β4 Nj β5 Dij β6 Uij dimana: Xij = ekspor dari negara i ke j, Yi = pendapatan negara i, Yj = pendapatan negara j, Ni = populasi negara i, Nj = populasi negara j, Dij = jarak antara i dan j, Uij = error term. β2 >0, β3 >0, β4 ≠ 0, β5 ≠0, β6 <0 2.6.
Penelitian Terdahulu Penelitian tentang dampak FTA sudah banyak dilakukan, namun yang
secara khusus membahas FTA ASEAN-Uni Eropa masih sangat sedikit. Hal ini
25
dimungkinkan karena FTA ASEAN-Uni Eropa yang masih sekedar dalam perundingan semata, ditambah lagi semenjak kesepakatan awal untuk membuat FTA antara ASEAN Uni Eropa banyak ditemui kendala dalam perundingannya, sehingga FTA ASEAN Uni Eropa hanya seperti isu belaka. Penelitian-penelitian yang sudah dilakukan lebih banyak menganalisis dampak yang akan terjadi jika dilakukan FTA ASEAN Uni Eropa. Salah satunya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Kholodilin dan Fendel (2008) yang meneliti tentang kemungkinan dampak dilakukannya FTA antara ASEAN- Uni Eropa bagi perekonomian Jerman. Penelitian ini dilakukan dengan simulasi menggunakan GTAP analisis. Simulasi dilakukan dengan menghapus trade barriers (tarif dan non-tarif) untuk sektor-sektor primer, sekunder, dan tersier
menggunakan
beberapa skenario. Hasilnya menunjukkan bahwa secara agregat perekonomian Jerman meningkat, meskipun peningkatannya relatif kecil. Peningkatan ini secara mutlak oleh kUni Eropantungan dari ekspor utama Jerman, seperti mobil dan truk, kimia, karet dan produk plastik, mesin dan peralatan. Sedangkan bagi sektor pertanian dan industri ringan, dimana sektor ini sangat berperan dalam perekonomian Jerman, justru FTA tidak mampu memberikan kUni Eropantungan dari sektor ini. Penelitian lain dilakukan oleh Boumellassa, et. al (2006) yang membahas kemungkinan dampak FTA ASEAN- Uni Eropa. Penelitian ini menggunakan model keseimbangan umum MIRAGE dengan melakukan beberapa simulasi. Hasilnya menunjukkan bahwa dengan menghilangkan tarif barang, sementara tarif jasa berkurang 50 persen akan meningkatkan perekonomian ASEAN, dimana GDP ASEAN akan meningkat lebih dari 2 persen pada tahun 2020. Sementara itu, permasalahan mengenai analisis daya saing suatu negara sudah banyak dilakukan. Beberapa diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Oktaviani et al (2008). Penelitian ini menggunakan metode analisis RCA, Export Produk Dinamik, CMSA dan CGE. Hasilnya
menunjukkan terdapat 194
komoditas Indonesia yang memiliki nilai RCA lebih dari satu dan tingkat pertumbuhan ekspor yang positif. Berdasarkan matriks ekspor produk dinamik kategori komoditas ekspor dalam kuadran rising star adalah komoditas pertanian dan
agroindustri.
Berdasarkan
CMSA
pertumbuhan
ekspor
Indonesia
dipengaruhi efek pertumbuhan impor dan efek komposisi komoditas. Oktaviani (2009) meneliti mengenai pola perdagangan, prospek dan dampak fta terhadap ekonomi makro, sektoral dan regional indonesia studi kasus
26
FTA Indonesia-Timur Tengah (Turki) dan FTA Indonesia-Meksiko. Hasilnya menunjukkan secara makro FTA Indonesia-Turki meningkatkan kesejahteraan Indonesia, Turki dan Maroko. Dampak terhadap ekonomi sektoral menunjukkan komoditi tekstil, minyak hewani dan nabati, peralatan elektronik serta Plant-based fibers yang mengalami peningkatan output akibat FTA Indonesia-Turki. Sementara dampak FTA Indonesia-Meksiko secara sektoral menunjukkan peningkatan output terjadi pada komoditi wearing apparel, tekstil, mesin dan peralatan mesin serta sektor pedagangan. Hasil identifikasi determinan derajat pertumbuhan, aliran, dan integrasi perdagangan antara Indonesia dengan kawasan Timur Tengah serta Indonesia dengan kawasan Amerika Utara menunjukkan bahwa Rata-rata PDB per kapita dan kurs negara mitra dagang merupakan variabel utama yang berpengaruh secara nyata dalam dua konfigurasi interaksi perdagangan tersebut. Penelitian lain dilakukan oleh Ito dan Umemoto (2004) tentang pola dan tren perdagangan intra-regional pada sektor industri otomotif di kawasan ASEAN-4, menunjukkan bahwa IIT index memiliki tren yang tetap bila dibandingkan dengan wilayah ASEAN secara keseluruhan, tetapi bernilai lebih rendah bila dibandingkan dengan wilayah NAFTA dan MERCOSUR. Dalam analisis regresi yang mereka lakukan terhadap faktor-faktor determinan IIT diketahui bahwa pada negara-negara yang terlibat AFTA, peningkatan market size, menurunnya perbedaan dalam market size antar negara, dan perluasan yang terjadi dalam industri otomotif merupakan faktor-faktor utama yang menentukan tingkat pertumbuhan IIT. Sedangkan variabel dummy yang berupa free trade agreement (FTA) di tingkat regional, yaitu AFTA, pada sebagian besar analisis
ekonometrika yang
dilakukan menunjukkan insignifikansi dalam
menentukan pertumbuhan IIT di negara-negara yang terlibat AFTA, dalam kasus ini yaitu negara-negara ASEAN-4. Penelitian lain menggunakan gravity model dilakukan oleh Carillo dan A li (2002). Penelitian ini melihat dampak dari berlakunya Andeas Community preferential trade agreement dan Mercosur preferential trade agreement terhadap perdagangan intra-regional dan intra-industri periode 1980 -1997 di Amerika Latin. Hasilnya bahwa dengan berlakunya Andeas Community preferential trade agreement, GDP dan jarak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap differentiated dan reference products yang merupakan bagian dari kategori barang modal intensif. Sementara, pemberlakuan Mercosur preferential
27
trade agreement menunjukkan bahwa GDP dan jarak hanya berpengaruh positif secara signifikan terhadap reference products. 2.7.
Kerangka Pemikiran Perekonomian
Indonesia
didukung
oleh
semakin
berkembangnya
hubungan perdagangan Indonesia dengan negara-negara lainnya. Hubungan perdagangan ini merupakan salah satu dampak adanya liberalisasi yang dalam teori yang dikembangkan oleh banyak pakar, seperti dikutip sebelumnya, akan meningkatkan kesejahteraan negara yang melakukan ekspansi perdagangannya, termasuk Indonesia. Beberapa hubungan perdagangan yang sudah berjalan terbagi ke dalam beberapa kategori, yaitu hubungan bilateral yang merupakan hubungan antar dua negara, hubungan regional atau hubungan dalam suatu kawasan, serta hubungan multilateral yang merupakan hubungan dalam lingkup yang lebih kompleks. Penelitian kali ini akan spesifik membahas hubungan perdagangan antara Indonesia dengan Uni Eropa yang dikategorikan ke dalam hubungan bilateral, karena Uni Eropa dianggap sebagai suatu kesatuan tersendiri. Hubungan bilateral Indonesia-Uni Eropa ini pada dasarnya sudahlah terjalin cukup lama, namun masih dalam konteks hubungan bilateral antara Indonesia dengan masing-masing
negara
anggota
mempersiapkan
akan
terjalinnya
Uni
Eropa
hubungan
saja.
Sebagai
perdagangan
perwujudan yang
dapat
dikategorikan sebagai hubungan perdagangan regional, yaitu kesepakatan FTA ASEAN-Uni Eropa, maka penelitian ini akan mengkaji hubungan yang mungkin terjalin secara bilateral antara Indonesia dengan Uni Eropa sebagai suatu kesatuan. Hubungan perdagangan Indonesia-Uni Eropa ini harus menjadi perhatian utama
pemerintah,
sehingga
pada
masanya
nanti,
Indonesia
mampu
menghadapi segala kemungkinan persaingan dalam pasar dunia. Salah satu yang harus diperhatikan yaitu bagaimana Indonesia memaksimalkan serta mengembangkan nilai perdagangan antara Indonesia dengan Uni Eropa, yaitu dengan memajukan ekspor komoditi-komoditi unggulannya ke pasar Uni Eropa. Lebih jauh, dengan menelaah bagaimana kinerja perdagangannya. Dalam penelitian ini, kinerja perdagangan dapat dianalisis melalui tingkat daya saing serta
derajat
integrasi
perdagangan
komoditi-komoditi
ekspor
unggulan
Indonesia ke Uni Eropa. Telaah selanjutnya yaitu menganalisis faktor-faktor yang
28
mungkin mempengaruhi aliran perdagangan Indonesia ke Uni Eropa. Sehingga pada akhirnya diharapkan dapat menjadikan suatu referensi yang ilmiah bagi pemerintah
dalam
mengembangkan
kebijakan
ekspor
komoditi-komoditi
unggulan Indonesia khususnya ke pasar Uni Eropa seperti terlihat pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5. Kerangka Pemikiran Penelitian
2.8.
Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian dan studi penelitian terdahulu, maka dalam penelitian
ini dapat diajukan beberapa hipotesis penelitan bagi variabel-variabel penelitian, yaitu: 1. GDP riil Indonesia berpengaruh positif terhadap aliran komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa. 2. GDP riil negara tujuan ekspor berpengaruh positif terhadap aliran komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa. 3. GDP per kapita negara tujuan ekspor berpengaruh positif terhadap aliran komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa. 4. Nilai tukar riil rupiah terhadap mata uang negara tujuan ekspor berpengaruh positif terhadap aliran komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa.
29
5. Jarak ekonomi memiliki hubungan negatif terhadap aliran komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa. 6. Ekspor komoditi unggulan pada tahun sebelumnya memiliki hubungan positif terhadap aliran komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1.
Jenis dan Sumber Data Seluruh data yang digunakan dalam kajian ini adalah data sekunder.
Sumber data aliran perdagangan antara Indonesia dan negara-negara Uni Eropa berasal dari COMTRADE yang dikeluarkan oleh United Nations Commodity Trade Statistics Database. Data perdagangan yang digunakan menggunakan data HS empat digit. Penggunaan HS empat digit dilakukan untuk memudahkan perincian jenis komoditi penelitian. Data makro didapatkan dari World Bank dan International Monetary Fund (IMF). Sedangkan untuk data jarak bersumber dari Centre d'Etudes Prospectives et d'Informations Internationales (CEPII). Pada penelitian ini yang menjadi data panel adalah ekspor komoditi unggulan yang diteliti dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2010 (10 tahun), dengan jumlah negara tujuan ekspor masing-masing sebanyak 25 negara anggota Uni Eropa. Jenis dan sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, seperti ditampilkan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Jenis dan Sumber Data Penelitian No
Jenis Data
Satuan
1
Data perdagangan (ekspor dan impor)
US$
COMTRADE
2
GDP, GDP riil, GDP per capita
US$
Worldbank
3
CPI (tahun dasar 2005)
index
Worldbank
4
Nilai tukar negara tujuan ekspor per Indonesia
5
Jarak antar negara
Sumber
Rp/mata uang negara pengimpor
www.fx-sauder.com
Km
Centre d'Etudes Prospectives et d'Informations Internationales (CEPII)
31
3.2.
Metode Analisis
3.2.1. Analisis Kondisi Perdagangan Indonesia-Uni Eropa dan Daya Saing Komoditi Unggulan Indonesia-Uni Eropa Analisis kondisi perdagangan Indonesia-Uni Eropa dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif. Analisis ini menggunakan data perdagangan Indonesia, yaitu data ekspor Indonesia ke Uni Eropa serta impor Indonesia dari Uni Eropa. Kemudian dari data perdagangan (COMTRADE) HS empat digit, ditentukan sepuluh komoditi unggulan Indonesia yang akan dianalisis tingkat daya saingnya menggunakan nilai Revealed Comparative Advantage (RCA) serta tingkat integrasi perdagangannya menggunakan indeks Intra-Industry Trade (IIT). Nilai
RCA
adalah
indikator
yang
bisa
menunjukkan
perubahan
keunggulan komparatif atau perubahan tingkat daya saing industri suatu negara di pasar global (Kuncoro, 1997). Nilai RCA menunjukkan keunggulan komparatif atau daya saing ekspor dari suatu negara dalam suatu komoditas terhadap dunia (Tambunan, 2001). Secara matematis, nilai RCA dapat dirumuskan sebagai berikut (Ballasa, 1965) : RCA୧୩ = Keterangan: Xik Xi Wik Wi
X ୧୩ /X୧ W୧୩ /W୧
= nilai ekspor komoditas k dari negara i = nilai ekspor total (produk k dan lainnya) dari negara i = nilai ekspor komoditas k di dunia = nilai ekspor total dunia
Jika nilai RCA suatu negara untuk komoditas tertentu adalah lebih besar dari satu (1), maka negara bersangkutan memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia untuk komoditas tersebut. Sebaliknya, bila lebih kecil dari satu (1), berarti keunggulan komparatif untuk komoditi tersebut tergolong rendah, di bawah rata-rata dunia. Semakin besar nilai RCA, semakin tinggi pula tingkat keunggulan komparatifnya. Dalam kasus penelitian ini, tingkat daya saing yang akan digunakan merupakan daya saing komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa. Sehingga penelitian ini akan tetap menggunakan rumus RCA tersebut dengan modifikasi sebagai berikut : ଡ଼
/ଡ଼
౦౧ ౦ RCA୮୯ = / ౦౧
…… (3.1)
౦
Keterangan: Xpq = nilai ekspor komoditas q dari negara p ke Uni Eropa Xp = nilai ekspor total (produk q dan lainnya) dari negara p ke Uni Eropa
32
Wpq = nilai ekspor komoditas q dunia ke Uni Eropa Wp = nilai ekspor total dunia ke Uni Eropa Selanjutnya penentuan komoditas unggulan sebagai objek penelitian dilakukan dengan melihat nilai indeks IIT. Pengukuran IIT dalam penelitian ini dilakukan dengan menghitung nilai IIT index komoditas sektor unggulan yang mencakup lima jenis produk yang telah ditentukan. Terdapat beberapa cara untuk menghitung IIT index. Cara yang paling umum digunakan adalah melalui Grubel-Lloyd Index yang dirumuskan sebagai berikut:
IIT =
∑( Xi + Mi ) − ∑ Xi − Mi ∑( Xi + Mi )
x100
...... (3.2)
dimana: Xi = total ekspor dari produk atau industri i. Mi = total impor dari produk atau industri i. Tanda mutlak yang terdapat diletakkan di luar persamaan Xi-Mi menunjukkan bahwa tanda dari trade balance diabaikan. IIT index mengukur perdagangan intra-industri sebagai persentase dari total perdagangan (X+M) sebuah negara yang saling mengimbangi atau seimbang (X=M). Indeks tersebut mempunyai nilai antara 0 sampai 100. Jika semua transaksi perdagangan seimbang, maka indeks akan bernilai 100. Sebaliknya, jika semua transaksi perdagangan bersifat searah (one-way trade), maka indeks akan bernilai 0. Dengan demikian, jika nilai indeks semakin mendekati 100, berarti semakin besar pula peranan perdagangan intra-industri. Di sisi lain, terdapat beberapa kritik atas cara pengukuran IIT index dengan menggunakan Grubel-Lloyd Index. Kritik tersebut menyatakan bahwa Grubel-Lloyd Index hanya dapat mengukur perdagangan intra-industri sebagai sebuah proporsi dari perdagangan total suatu negara dengan negara-negara lainnya, yaitu berupa perdagangan multilateral. Beberapa argumen menyatakan bahwa kondisi riil yang ditemui dalam dunia perdagangan menunjukkan perdagangan yang tidak selalu bersifat multilateral, oleh karena itulah diperlukan perumusan yang mampu mengukur perdagangan bilateral, dengan kata lain bilateral intra-industry trade index. Dengan demikian dalam penelitian ini akan digunakan Grubel-Lloyd Index yang telah dimodifikasi sebagai berikut: IIT ijk dimana:
=
(ΣX
k ij
)
+ ΣM ijk − ΣX ijk − ΣM ijk
(ΣX
k ij
+ ΣM ijk
)
x100
...... (3.3)
33
IIT ijk
= perdagangan intra-industri produk k antara negara i dan j,
X ijk
= ekspor produk k dari negara i ke negara j,
M ijk
= impor produk k oleh negara i dari negara j,
i j k
= negara yang melaporkan nilai perdagangan (reporting country), = negara mitra dagang (partner country), = jenis produk.
Tanda ∑ menunjukkan jumlah dari produk atau komoditas pada kode HS 4-digit. Dalam penelitian ini, indeks yang akan diukur berhubungan dengan setiap arus perdagangan bilateral antara Indonesia dengan Uni Eropa. Hasil dari IIT index akan digunakan sebagai indikator dari integrasi yang terjadi dalam sektor unggulan. Derajat atau tingkatan integrasi akan ditentukan menurut klasifikasi rentang nilai-nilai IIT index berikut (Austria, 2004): Tabel 3.2. Klasifikasi Nilai IIT index Nilai IIT index * 0,00 0,00>24,99 25,00-49,99 50,00-74,99 75,00-99,99
Klasifikasi Perdagangan intra-ASEAN-5 tidak dilaporkan Tidak terjadi integrasi (one-way trade) Integrasi lemah (weak integration) Integrasi sedang (mild integration) Integrasi agak kuat (moderately strong integration) Integrasi kuat (strong integration)
Klasifikasi tersebut mengalami sedikit modifikasi dari klasifikasi yang digunakan oleh OECD (2002) yang menyatakan bahwa
suatu negara
diklasifikasikan mempunyai nilai perdagangan intra-industri yang tinggi jika nilai IIT index-nya di atas 50 dan nilai perdagangan intra-industri rendah jika nilai IIT index-nya di bawah 50. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini mencakup sektor unggulan pada kode HS (Harmonized System) empat digit. HS mempunyai tiga tingkatan agregasi, yaitu dua digit, empat digit, dan enam digit. Tingkatan dua digit menunjukkan tingkat agregasi yang terlalu tinggi sehingga analisis perdagangan intra-industri dapat mengalami perkiraan yang terlalu tinggi (overestimated). Sebaliknya, tingkatan enam digit menunjukkan tingkat agregasi yang terlalu rendah sehingga analisis perdagangan intra-industri dapat mengalami perkiraan yang terlalu rendah (underestimated). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa HS pada tingkatan empat digit dapat dijadikan tolok ukur yang baik bagi sebuah industri.
34
3.2.2. Analisis Aliran Perdagangan antara Indonesia-Uni Eropa : Aplikasi Gravity Model Metode yang digunakan untuk menganalisis tujuan kedua dalam penelitian ini adalah metode pengukuran Revealed Comparative Advantage (RCA) dan intra-industry trade (IIT). Metode tersebut digunakan untuk mengidentifikasi tingkat daya saing dan derajat integrasi pasangan-pasangan negara yang melakukan perdagangan. Selanjutnya dilakukan kajian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi aliran dan Keterkaitan Perdagangan antara Indonesia-Uni Eropa menggunakan Gravity Model yang dapat lazim digunakan dalam berbagai literatur dalam bidang perdagangan internasional, dan lebih spesifik diestimasi secara teknis dengan menggunakan metodologi panel data. Gravity model merupakan model yang telah secara luas digunakan untuk mengukur potensi perdagangan (trade potential) dan dampak dari penerapan suatu
kebijakan
perdagangan.
Pada
dasarnya,
model
ini
dapat
merepresentasikan kekuatan permintaan dan penawaran. Formula standar gravity model secara spesifik menerangkan aliran perdagangan antara Negara i dan j berdasarkan tiga faktor. Pertama, model telah mencakup indikasi potensi penawaran dari negara eksportir (i). Kedua, model dapat mengakomodasi potensi permintaan dari negara importir (j), dan poin ketiga mencakup faktorfaktor yang berkaitan dengan hambatan aliran perdagangan. Model gravitasi pertama kali dikembangkan oleh Tinbergen (1962) dan Poyhonen (1963) untuk mengestimasi hubungan antara perdagangan bilateral antar negara dengan GNP dan jarak antar negara-negara tersebut. Model ini disebut gravity model, karena menggunakan suatu perumusan yang sama dengan model gravitasi Newton,
dimana interaksi antara dua objek adalah
sebanding dengan massanya dan berbanding terbalik dengan jarak masingmasing.
Dalam bentuknya yang paling umum, konsep gravitasi dapat
dirumuskan sebagai berikut (Richardson, H; edisi terjemahan oleh Sihotang, P, 2001)
I ij = k
Aia A bj d ijc
dimana :
…………………………………………………………………………(3.4)
35
Iij Ai, Aj dij k a, b, c
= = = = =
Taksiran tingkat interaksi antara wilayah i dengan j Besarnya daya tarik wilayah i dan j Ukuran jarak antar wilayah i dan j Konstanta Parameter Dugaan
Berdasarkan rumus di atas, interaksi antara i dan j (Iij) mencerminkan nilai dari aliran perdagangan suatu komoditas dari wilayah i ke wilayah j. Aliran perdagangan tersebut tidak hanya terbatas pada aliran perdagangan yang terjadi di tingkat negara tetapi juga meliputi arus perdagangan di wilayah bawahnya (propinsi/kabupaten). Di tingkat negara, penerapan model gravitasi tidak hanya diterapkan pada aliran perdagangan antar dua negara melainkan juga dapat diterapkan lebih dari dua negara. Umumnya variabel-variabel yang digunakan untuk mengukur besarnya daya tarik wilayah i dan j (A) adalah jumlah penduduk, Produk Domestik Bruto (PDB), nilai tukar, harga relatif komoditas yang diperdagangkan, dan lain-lain. Adapun variabel jarak (dij) dapat diukur melalui pendekatan biaya transportasi. Penjelasan lebih lanjut mengenai pengaruh dari masing-masing variabel daya tarik wilayah dan jarak terhadap aliran perdagangan antar wilayah dijelaskan pada bagian berikut. Populasi Pertambahan populasi dapat mempengaruhi ekspor melalui dua sisi yaitu sisi penawaran dan permintaan. Pada sisi penawaran pertambahan populasi dapat diartikan penambahan tenaga kerja untuk melakukan produksi komoditi ekspor. Kenaikan kepemilikan tenaga kerja disuatu negara dari waktu ke waktu akan mendorong ke atas kurva-kurva batas kemungkinan produksi negara yang bersangkutan. Jenis dan tingkatan pergeseran tersebut tentu saja ditentukan oleh sejauh mana faktor produksi tenaga kerja mengalami pertumbuhan atau penambahan jumlah. Produk Domestik Bruto (PDB) PDB menyatakan pendapatan total dan pengeluaran total nasional pada output barang dan jasa. PDB sering dianggap sebagai ukuran terbaik dari kinerja perekonomian suatu negara. PDB suatu negara adalah ukuran kapasitas untuk memproduksi komoditi ekspor negara tersebut. Kapasitas perekonomian suatu negara terbuka dapat diketahui berdasarkan kurva batas kemungkinan produksinya.
Batas kemungkinan produksi adalah sebuah kurva yang
36
memperlihatkan berbagai alternatif kombinasi dua komoditi yang dapat diproduksi oleh sebuah negara dengan menggunakan semua sumberdayanya dengan teknologi terbaik yang dimilikinya. Nilai Tukar Kurs (exchange rate) diantara dua negara adalah harga dimana penduduk kedua negara saling melakukan perdagangan. Para ekonom membedakan antara dua kurs, yaitu kurs nominal dan kurs riil.
Jika kita
mengacu pada ”kurs” diantara dua negara maka biasanya kita mengartikan kurs nominal.
Kurs nominal adalah harga relatif dari mata uang negara (Mankiw,
2000). Peningkatan atau perbaikan nilai tukar perdagangan disuatu negara biasanya dianggap menguntungkan bagi negara itu sendiri, karena harga yang diperolehnya dari ekspornya akan meningkat secara relatif terhadap harga-harga yang harus dibayarnya untuk memperoleh produk-produk impor (Salvatore, 1997).
Harga Perbedaan harga relatif antar komoditi di dua negara mencerminkan keunggulan komparatif pada masing-masing negara yang menjadi landasan begi kedua negara tersebut untuk melakukan perdagangan. Perbedaan harga relatif menunjukkan adanya perbedaan opportunity cost dalam menghasilkan suatu komoditas. Negara yang memiliki harga relatif suatu komoditas terhadap komoditas lainnya lebih rendah dibandingkan dengan negara lain, negara tersebut akan melakukan perdagangan. Pada dasarnya model perdagangan tidak hanya dilihat pada unsur-unsur segi penawaran tetapi juga harus dilandaskan pada hubungan antara harga-harga relatif dengan perbedaan selera konsumen. Dapat saja terjadi kedua negara yang memiliki keunggulan komparatif yang sama dapat melakukan perdagangan karena kedua negara tersebut memiliki perbedaan selera yang dicerminkan dari perbedaan harga relatif. Jarak Jarak adalah indikasi dari biaya transportasi yang dihadapi oleh suatu negara dalam melakukan ekspor. Jarak dapat meningkatkan biaya transaksi pertukaran barang dan jasa internasional. Semakin jauh jarak terpisah antara
37
suatu negara dengan negara lain, maka semakin besar pula biaya transportasi pada
perdagangan
diantara
keduanya.
Walaupun
demikian,
adanya
perkembangan teknologi transportasi dapat meminimisasi perbedaan waktu tempuh dan biaya pada perbedaan jarak antar negara. Biaya transportasi memberikan pengaruh langsung pada perdagangan internasional dengan cara meningkatkan harga komoditi yang diperdagangkan baik untuk negara pengekspor maupun negara pengimpor. Biaya transportasi meliputi ongkos pengapalan, biaya bongkar muat di pelabuhan, premi asuransi, serta aneka pungutan pada saat transit (Salvatore, 1997). Penelitian ini menggunakan jarak ekonomi sebagai variabelnya. Jarak ekonomi merupakan perkalian antara jarak kedua negara dengan share GDP negara pengimpor. Sehingga, selain ditentukan oleh jauh dekatnya Indonesia dengan negara pengimpor, jarak ekonomi juga dipengaruhi oleh share GDP negara pengimpor. 3.2.3. Panel Data Analisis menggunakan data panel adalah kombinasi antara data deret waktu dan kerat lintang. Jika T adalah jumlah observasi dan n adalah jumlah unit kerat lintang, maka panel data terjadi jika T > 1 dan n > 1. Jika observasi untuk setiap unit kerat lintang sama banyaknya disebut balance Panels sedangkan jika tidak sama banyak disebut unbalance panels (Johnston, 2000). Proses mengkombinasi data kerat lintang dan deret waktu untuk membentuk panel disebut pooling. Keuntungan menggunakan panel data adalah karena fleksibilitasnya lebih tinggi dalam memodelkan perbedaan prilaku antar individu dibandingkan kerat lintang (Grenee, 2003). Jumlah data yang besar menambah derajat kebebasan dan mengurangi kolinearitas diantara variabel bebasnya sehingga meningkatkan efisiensi dari estimasi ekonometrika dan dapat dilakukan analisa yang tidak mungkin dilakukan jika menggunakan kerat lintang atau deret waktu (Hsiao dalam Sibarani, 2002). Secara matematis, bentuk panel data dapat dinotasikan (Jonhston, 2000) seperti yang terlihat dalam bentuk matrik di bawah ini, dimana makna notasi tersebut adalah: Yit = Nilai variabel bebas untuk unit kerat lintang i pada waktu t; dimana i= 1, …,n dan t = 1,…, T Xitj = Nilai variabel terikat ke-j untuk unit i pada waktu t. K merupakan indeks variabel terikat j = 1,…,K
38
Berikut bentuk matriknya dan cara umum dalam mengelompokkan data dalam unit-unit yaitu :
∈i1 ……..(3.6) ∈ ∈i = i 2 M ∈iTt.Seringkali data Dimana ∈it berarti disturbance term untuk unit ke-i pada waktu X 1I 1 1 X X i = i2 M 1 X iT
y i1 y yi = i 2 M y iT
X i21 X i22 M X iT2
L L O L
X iK1 X iK2 M X iTK
tersebut mempunyai bentuk sebagai berikut :
y1 y y = 2 M yn
X1 X X = 2 M X n
∈1 ∈ ∈= 2 M ∈n
...…….(3.7)
Dimana y = nT x 1, X = nT x k, dan ∈ = nT x 1. Sehingga Model linear standar dapat diperlihatkan sebagai berikut :
y = Xβ + ∈
………..(3.8)
β1 β dimana β = 2 .………(3.9) M β k Pada persamaan di atas secara sederhana dapat dilakukan perhitungan
dengan mengasumsikan bahwa ∈it ~ iid(0,σ2) untuk semua i dan t. Untuk semua individual yang ditentukan, observasi tidak terjadi serial korelasi. Dan lintas individu dan waktu terjadi homokedastisitas pada galatnya. Dalam penggunaan data gabungan tersebut timbul masalah perumusan model yang mampu memisahkan variasi data antar individu maupun variasi data dari waktu ke waktu. Bila kita kembali menulis suatu model regresi berganda: K
yi = β 1 + ∑ β K X Ki + eit
.............(3.10)
K =2
dimana i = 1, 2,………………….
N
terkandung asumsi bahwa koefesien-
koefesien β1 dan β k adalah tetap dan nilainya sama untuk seluruh N contoh. Asumsi ini tentu hanya sekedar penyederhanaan dari kenyataan yang kompleks. Namun penyederhanaan ini semakin tampak tidak mengena bila kita menggunakan data gabungan dari N individu masing-masing selama T tahun.
39
Dalam himpunan data tersebut komponen galat masih mengandung dua sumber keragaman yang masih bisa diidentifikasi, yaitu keragaman antar individu dan keragaman antar waktu. Untuk data gabungan tersebut ada 2 kemungkinan spesifikasi yang paling umum (Judge et al. 1985). a. Model Efek Tetap (Fixed Effect) Model alternatif yang paling sederhana adalah dengan membedakan intersep antar individu sedangkan koefesien slope dianggap tetap antar individu maupun waktu. Dengan asumsi tersebut, persamaan dapat ditulis kembali dengan memasukkan peubah boneka untuk intersep sebanyak N kali, yaitu: N
K
j =1
k =2
yit = ∑ β ij D jt + ∑ β k X kit + eit
………...(3.11)
dimana D = 1 bila i = j dan 0 bila i ≠ j. Untuk individu i, persamaan (28) dapat ditulis dalam notasi matrik sebagai:
yi = β li JT + X si β s + eit
.........….(3.12)
i = 1, 2,………………… N dimana: JT = (1,1, ……, 1)’, vektor bilangan bernilai satu dengan ukuran T x 1.
yi1 y yi = i 2 M yiT
X 2i1 X , X si = 2i 2 M X 2iT
ei1 e ei = i 2 M eiT
β2 β 3 , βs = M βk
X ki1 X ki 2 M X kiT
X 3i1 X 3i 2 M X 3iT
Untuk contoh keseluruhan sebanyak NT, persamaannya dapat ditulis sebagai:
y1 J T y o 2 = M M yN o
o JT M o
L o L o M o
X ki1 X ki 2 M X kiT
β i1 β i2 M β iN β s
........…(3.13)
Dalam notasi Kronecker product, persamaan tersebut dapat dituliskan dengan lebih kompak yaitu:
40
β Xs] 1 + e βs
Y = [ IN ⊗ JT Ukuran dari matrik
[ IN ⊗ JT
.......…... (3.14)
Xs ]
adalah NT
× ( N + K − 1)
Vektor galat e mempunyai nilai harapan nol dan matrik keragaman σ2e I NT Karena itu metoda kuadrat terkecil dapat digunakan untuk menduga β1 dan β s , yaitu:
TIN b1 b = X ' IN ⊗ JT ) s s (
−1
( IN ⊗ JT ) ' X s ( IN ⊗ JT ) ' Y Xs ' Xs
Xs '
……(3.15)
dan penduga keragamannya adalah:
s2 =
eˆ ' eˆ NT − ( NT + K − 1)
.……..(3.16)
Bila contoh penampang lintang N cukup besar (N>40), matrik kebalikan yang dihitung seperti di atas tidak reliable. Sebagai alternatifnya dapat ditempuh pendugaan dengan menggunakan “partitioned inverse”, (Sudaryanto, 1988) sebagai berikut: −1
bs = X s′ ( IN ⊗ DT ) X s X s′ ( IN ⊗ DT ) Y −1
= X s′ ( IN ⊗ DT )′ ( IN ⊗ DT ) X s X s′ ( IN ⊗ DT )′ ( IN ⊗ DT ) Y
...…..(3.17)
= ( Z ′Z ) Z ′w −1
dimana: Z = ( IN ⊗ DT ) X s dan w = ( IN ⊗ DT ) Y , atau
DTX s1 DTYs1 DTX DTY s2 s2 dan Z = Z = DTX sN DTYsN
J ′T DT = IT − T
dan
D T X si
X 2 i1 = X 2i2 X 2 iT
.......…..(3.18)
− X 2i
L
X ki1 −
− X 2i M − X 2i
L
X ki 2 − M X kiT −
L
X ki X ki X ki
41
Yi1 − Yi Yi 2 − Yi DTY = M YiT − Y
........…..(3.19)
Jadi koefisien slope dapat diduga dengan jalan mentransformasi data kedalam bentuk simpangan dari rata-rata antar waktu dan kemudian gunakan metoda kuadrat terkecil tanpa intersep, yaitu modelnya adalah:
Yit − Y = ∑ β k ( X kit − X ki ) + eit − ei k
…..……(3.20)
k =2
Koefesien intersep untuk tiap individu dapat diperoleh dari hubungan:
b1i = Yi − X i′bs
……......(3.21)
Dimana:
Yi =
1 T ∑ Yit , X i = ( X 2i , X 3i ,..., X ki ) T t =1
X ki =
1 T ∑ X kit , k = 2,3,..., K T t =1
Penduga keragaman yang akan diperoleh dari regresi tersebut adalah:
se∗2 =
eˆ′eˆ ,i = 1,2,….N NT − K + 1
…….... (3.22)
yang merupakan penduga bias untuk σ2e untuk mendapatkan penduga tak bias, kalikan faktor koreksi
NT − K + 1 yang menghasilkan penduga seperti NT − ( N + K + 1)
dalam persamaan (11). Struktur dari model yang telah dikemukakan dapat juga dipakai untuk membedakan intersep antar waktu dengan perubahan notasi seperlunya.
b. Model Komponen Galat (Random effects/Error Components Model) Lain halnya dengan model yang dibahas terdahulu, dalam model ini koefesien intersep diasumsikan berubah secara acak. Jadi untuk model: K
yit = β 1i + ∑ β k X kit + eit
………(3.23)
k =2
diasumsikan bahwa
β1i adalah peubah acak dengan nilai harapan β1 dan
ragam σ 2u Dengan demikian dapat ditulis bahwa:
42
β1i = β1 + ui
…….…(3.24)
dimana E (ui ) = 0, E (u12 ) = σ 2u, E (ui u j ) = 0 untuk 1≠j dan E (ui e jt ) = 0
peubah
acak ui menunjukkan faktor-faktor yang spesifik untuk individu ke-i seperti tingkat kemampuan dan aksesibilitas terhadap pusat-pusat pelayanan. Persamaan tersebut kemudian dapat ditulis sebagai : K
yit = β 1+ ∑ β k X kit + (ui + eit )
……….(3.25)
k =2
Spesifikasi seperti di atas menunjukkan bahwa galat terdiri atas komponen yang spesifik untuk individu i (ui) dan komponen yang melekat pada individu dan waktu (eit). Untuk mencakup seluruh individu, persamaan dapat ditulis kembali dengan notasi matrik sebagai:
Y = X β + u ⊗ JT + e
...…..(3.26)
dimana
X ′ = ( X 1′, X 2′ ,..., X N′ ), u = (u1 , u2 ,...uN )′, Y = (Y1′, Y2′,..., YN′ ), e′ = (e1′, e2′ ,..., eN′ ), dan
β = ( β1 , β 2 ,..., β k ) . Matrik keragaman untuk galat gabungan adalah :
∅ = E [ (u ⊗ JT + e)(u ⊗ JT + ei )′] = IN ⊗∅i
∅i = E [ (ui JT + ei )(ui JT + ei )′]
.………(3.27)
= σ 2uJTJ ′T + σ 2eIT Dalam hal ini Persamaan mengasumsikan bahwa β1i berubah secara acak antar individu. Bila parameter tersebut dianggap berubah antar individu maupun waktu, maka persamaan tersebut menjadi β1 + ui + λt dimana λt adalah komponen
galat
yang
spesifik
pada
tahun
t
dan
E = (λt ) = 0, E (λt2 ) = δγ 2 , E (λ0 λt ) = 0 untuk j≠t dan E (λt e jt ) = 0 Peubah λt menunjukkan pengaruh faktor-faktor yang berubah menurut waktu seperti teknologi, musim dan kebijaksanaan pemerintah. Bila σ 2u
dan σ 2 e diketahui, maka
β dapat diduga dengan cara
“generalized Least Squares (GLS)”, yaitu:
β = ( X ′∅ −1 X ) −1 X ′∅ −1Y
……….(3.28)
43
Untuk menduga persamaan (21) dengan OLS diperlukan matrik transformasi P yang memenuhi syarat P′P = c∅ −1 dimana c adalah sembarang konstan. Seperti dikemukakan Judge et al. (1982) dalam Sudaryanto (1988), untuk kasus ini dapat dipilih matrik
P = IN ⊗ Pi , dimana Pi = IT − α
JTJ ′T σe ,α = 1 − dan σ i2 = T σ u2 + σ e2 ..(3.29) T σ1
Transformasi dilakukan dengan mencari Y* = PY dan X* = PX. Unsur ke i pada tahun t dari Y* dan X* adalah:
Yit ∗ = Yi − αYi
………(3.30)
∗ = X kit − α X ki X kit
Dengan demikian penduga dari β
dapat dicari dengan cara OLS dari
persamaan: K
Yit − α Yi = (1 − α ) β1 + ∑ β k ( X kit − α X ki ) + eit
.......…(3.31)
k =2
masalah yang tampak dalam penaksiran β di atas adalah bahwa α tidak diketahui. Dalam praktek, α dapat diduga dengan terlebih dahulu menduga σ 2 e dan σ 2u Sebagai penduga tak bias untuk σ 2 e dapat dipakai komponen galat dari model dengan peubah boneka yang telah dibahas terdahulu yaitu:
σ 2e = dan
eˆ′eˆ N (T − 1) − K − 1
..............(3.32)
eˆ = ( IN ⊗ DT )Y − ( IN ⊗ DT ) X S bS
tahap selanjutnya adalah mencari penduga untuk σ i2 Kalau model dirata-ratakan untuk tiap individu, akan diperoleh:
Y = Xβ +v
……..…..(3.33)
dimana v = u + e Ragam dari v adalah: E [ (u + e )(u + e )′] = σ 2u +
σ 2e T
=
σ i2 T
Koefesien regresi dengan OLS dari model ini adalah:
β ∗ = ( X ′X )′ X ′Y jika jumlah individu lebih banyak dari k + 1, dan penduga dari
...………..(3.34)
σ i2 T
adalah:
44
σ i2 T satu
σ u2 =
=
v′∗v∗ serta v∗ = Y − X β ∗ N −K
masalah
σ i2 − σ e2 T
dengan
penduga
ini
.........…..(3.35) adalah
bahwan
bila
σ e2 〉σ i2 maka
akan negatif. Bila hal ini terjadi, suatu indikasi bahwa pengaruh
variasi antar waktu tidak bisa diabaikan. Pemilihan antara model efek tetap dengan efek acak dapat ditentukan secara teoritis. Gujarati (2001) berdasarkan penjelasan dari Judge et. al (1985) menguraikan beberapa pertimbangan untuk menentukan apakah FEM atau ECM. a. Jika T (jumlah data deret waktu) adalah besar dan N (jumlah unit kerat lintang) adalah kecil, maka sedikit perbedaan dalam nilai parameter yang dihitung dengan FEM dan ECM. Oleh karena itu maka yang dipilih berdasarkan perhitungan yang tepat. Pada sebab ini maka FEM lebih disenangi. b. Ketika N besar dan T kecil, menghasilkan dua metode yang secara signifikan berbeda. Mengingat bahwa ECM β 1i = β1 + εi, dimana εi adalah komponen acak dari kerat lintang, padahal di FEM kita memperlakukan β1i sebagai fixed
bukan acak (random). Pada kasus terakhir, statistik
inferen adalah merupakan kondisi pengamatan unit kerat lintang di dalam sampel. Hal ini tepat jika kita percaya bahwa individu atau kerat lintang, unit di dalam sampel bukanlah acak yang ditarik dari sampel yang besar. Pada kasus itu, FEM lebih tepat. Namun jika unit kerat lintang dalam sampel yang diperhatikan ditarik secara acak, maka ECM yang lebih tepat, untuk kasus statistik inferensia maka tidak bersyarat. c. Jika komponen galat individu εi dan satu atau lebih regressors berkorelasi, kemudian estimator ECM akan bias, sebaliknya estimator FEM adalah tidak bias. d. Jika N besar dan T kecil, dan jika asumsi pokok yang mendasari bagi ECM dipegang, maka ECM lebih efisien dibandingkan FEM. Jika tidak dapat ditentukan secara teoritis dampak dari gangguannya, maka model efek acak dipilih jika data diambil dari sampel individu yang merupakan sampel acak dari populasi yang lebih besar, dengan kata lain menarik kesimpulan suatu populasi atau hanya meliputi beberapa individu. Namun jika evaluasi meliputi seluruh individu dalam populasi atau hanya meliputi
45
beberapa individu dengan penekanan pada individu-individu tersebut maka lebih baik digunakan model efek tetap. Cara lain dengan menggunakan ukuran relatif jumlah individu dan rentang waktu yang digunakan untuk jumlah individu yang tetap, semakin panjang waktu semakin kecil perbedaan hasil estimasi antara model efek tetap dan model efek acak, Jika jangka waktu cukup panjang maka dapat dipilih model efek tetap dengan alasan lebih mudah dikerjakan.
C.
Uji Hausman Pengujian terhadap asumsi ada tidaknya korelasi antara regresor dan
efek individu digunakan untuk memilih apakah fixed atau random effects yang lebih baik. Alat ujinya dapat digunakan Hausman Test. Dalam uji ini dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H0: E(τi xit) = 0
………………..(3.36)
atau REM adalah model yang tepat H1: E(τi xit) = 0
……………….(3.37)
atau FEM adalah model yang tepat Sebagai dasar penolakan H0 maka digunakan statistik Hausman dan membandingkannya dengan Chi square. Statistik Hausman dirumuskan dengan: H = (βREM – βfEM )’ (MFEM –MREM)-1 (βREM – βfEM ) ~ χ2 (k)
……………….(3.38)
dimana: M = matriks kovarians untuk parameter β k = degrees of freedom Jika nilai H hasil pengujian lebih besar dari χ2 tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah model fixed effects, begitu juga sebaliknya.
3.3.
Model Penelitian Gravity model menampilkan analisis empiris dari pola aliran perdagangan
bilateral antara negara-negara yang berada pada daerah-daerah yang berbeda secara geografis. Nama model ini diambil dari bentuk dasarnya yang mampu memprediksi perdagangan berdasarkan pada jarak antar negara dan interaksi antara besarnya ukuran perekonomian antar negara. Berdasarkan penelitian Bergstand (1985), Koo et all (1994), dalam Oktaviani (2000), maka pemodelan gravity yang dilakukan menggunakan beberapa penyesuaian sebagai berikut:
46
݈݊ܺ௧ = ߚ + ߚଵ ݈݊ܲܦܩ௧ + ߚଶ ݈݊ܲܦܩ௧ + ߚଷ ݈݊ܥܲܦܩ௧ + ߚସ ݈ܴܴ݊ܧ௧ + ߚହ ݈݊ܦܧ௧ + ߚ ݈݊ܺ݃ܽܮ௧ + ߝ௧
............. (3.39)
Dimana :
ln X ijt
ln GDPit ln GDPjt
= Nilai ekspor riil komoditi unggulan ekspor dari Indonesia ke Negara j pada tahun t (US$) = GDP riil Indonesia pada tahun t (US$) = GDP riil Negara j pada tahun t (US$)
ln GDPC jt
= Pendapatan per kapita Negara j pada tahun t (US$)
ln ERRit ln EDijt
= Nilai tukar riil Indonesia terhadap negara tujuan ekspor pada tahun t (Rp/ERj) = Jarak Ekonomi Indonesia dengan Negara j pada tahun t
ln lagX ijt
(Km dikali Share GDP negara pengimpor) = Ekspor komoditi unggulan Indonesia ke negara tujuan tahun t-1 (US$)
ε ijt = error term β0 = intersep β1 , β 2 , β 3 , β 4 , β 5 , β 6 = slope
BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA DENGAN UNI EROPA
Hubungan perdagangan Indonesia-Uni Eropa sudah terjalin lama. Uni Eropa merupakan salah satu pasar tujuan ekspor terbesar bagi Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Buletin Kerjasama Perdagangan Internasional (2010), pada periode Januari-Agustus 2010, Uni Eropa menduduki peringkat ke-4 terbesar (total perdagangan US$ 17.095 juta) dari seluruh mitra dagang Indonesia dan merupakan tujuan ekspor pertama dengan nilai US$ 10.736 miliar, bersaing tipis dengan Jepang (US$ 10.402 miliar). Pada tahun 2009, total perdagangan bilateral berjumlah US$ 22,1 miliar atau turun 14,6% dari tahun 2008 sekitar US$ 25,9 miliar. Uni Eropa merupakan salah satu kekuatan perdagangan utama di dunia dengan komitmen multilateral yang kuat. Pasar tunggal Uni Eropa, yang merupakan seperangkat peraturan dagang, cukai dan prosedur bersama yang berlaku di seluruh 27 negara anggota, menjadikan Uni Eropa sebagai suatu pasar yang sangat menarik bagi negara-negara lain. Sementara itu, Indonesia termasuk dalam pelaku ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan salah satu mitra penting bagi Uni Eropa baik dalam perdagangan maupun investasi. Bagi Indonesia, Uni Eropa merupakan tujuan ekspor non-migas terbesar dan volume perdagangan di antara kedua belah pihak terus mengalami tren pertumbuhan dalam beberapa tahun terakhir. Para investor di Eropa juga telah membuktikan bahwa mereka merupakan salah satu mitra Indonesia yang paling stabil dan dapat diandalkan. Jumlah ekspor non migas Indonesia ke Uni Eropa selalu meningkat setiap tahunnya. Hal ini terlihat pada Gambar 1.2 antara tahun 2005 hingga 2010 terdapat peningkatan hingga sebesar 10 trilyun US $. Terlebih lagi, pemangku kepemimpinan tertinggi Indonesia Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Komisaris Eropa Jose Manuel Barroso membentuk Kelompok Visi pada Desember 2009 untuk semakin mendongkrak nilai ekspor non migas Indonesia ke Uni Eropa. Kelompok Visi ini terdiri dari para pelaku usaha, pejabat pemerintah, dan akademisi. Kelompok ini berhasil merekomendasikan potensi kemitraan ekonomi yang komprehensif dengan meningkatkan sektor-sektor andalan di bidang
48
perdagangan dan investasi.1 Potensi ekspor non migas Indonesia sangatlah besar. Pasar Uni Eropa merupakan pasar yang potensial untuk hasil produksi non migas Indonesia. Badai krisis ekonomi di Eropa tidak mempengaruhi tingkat ekspor Indonesia ke Uni Eropa, seperti terlihat pada Gambar 4.1.
Sumber : COMTRADE, diolah
Gambar 4.1 Jumlah Rata-rata Total Ekspor Indonesia ke Uni Eropa Belanda menempati posisi teratas penerima ekspor Indonesia. Berbagai komoditi migas dan non migas diserap dengan baik oleh Negara tersebut. Besarnya daya serap komoditi ekspor Indonesia ke Belada disebabkan karena Belanda dan Indonesia telah memiliki kedekatan sejak masa penjajahan dahulu. Kemudian dengan lebih dari 16 juta penduduk Belanda, mayoritas dari mereka menganggap komoditi dari Indonesia berkualitas terbaik. Jerman, Spanyol, Italia, Inggris, Belgia, Perancis termasuk negara-negara tujuan ekspor Indonesia pada 2005 hingga 2010. Persaingan ekspor komoditi ke Uni Eropa termasuk persaingan yang kuat. Cina merupakan salah satu pesaing terkuat Indonesia yang mengekspor komoditi ke Uni Eropa khususnya dalam bidang komoditi non migas. Kemudian dalam jumlah total impor Broad Economic Category atau golongan penggunaan barang dari Uni Eropa ke Indonesia seperti yang terlihat pada Gambar 4.2, kita dapat melihat tiga faktor yang selama ini menjadi komoditi impor Indonesia. Dari tiga faktor tersebut, impor komoditi barang konsumsi 1
http://www.majalahtopik.co.id/readnews.php?id=203
49
jumlahnya paling kecil diantara komoditi impor bahan baku penolong dan barang modal. Selain itu nilai impor barang konsumsi dari Uni Eropa ke Indonesia relatif stabil pada 2005 hingga 2010.
Sumber : COMTRADE, diolah
Gambar 4.2. Total Impor Broad Economic Category Uni Eropa ke Indonesia
Rendahnya penyerapan komoditi impor barang konsumsi dari Uni Eropa ke Indonesia pada 2005 hingga 2010 dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: Indonesia sudah bisa memproduksi barang konsumsi yang didistribusikan ke seluruh wilayah, dan harga barang konsumsi produksi dalam negeri cenderung lebih murah daripada barang impor. Yang termasuk dalam golongan barang konsumsi antara lain: makanan dan minuman (belum diolah) untuk rumah tangga, makanan dan minuman (olahan) untuk rumah tangga, bahan bakar dan pelumas (olahan), mobil penumpang, alat angkutan bukan untuk industri, barang konsumsi tahan lama, barang konsumsi setengah tahan lama, barang konsumsi tidak tahan lama, dan barang yang tidak diklasifikasikan Impor untuk golongan bahan baku penolong dari Uni Eropa ke Indonesia pada 2008 dan 2010 mencapai tingkat tertinggi yaitu sekitar 6 trilyun US $. Hal ini disebabkan pada dua tahun tersebut Uni Eropa sedang mengalami resesi perekonomian. Yang termasuk dalam golongan bahan baku penolong antara lain: makanan dan minuman (belum diolah) untuk industri, makanan dan
50
minuman (olahan) untuk industri, bahan baku (belum diolah) untuk industri, bahan baku (olahan) untuk industri, bahan bakar dan pelumas (belum diolah), bahan bakar motor, bahan bakar dan pelumas (olahan), suku cadang dan perlengkapan barang modal, dan suku cadang dan perlengkapan alat angkutan. Sedangkan untuk golongan barang modal, dapat kita lihat pada Gambar 4.3 yaitu pada 2008 nilai impornya mencapai 4 trilyun US$. Hal ini terjadi karena pada 2008, Indonesia sedang memproduksi banyak komoditi yang membutuhkan barang modal dari Uni Eropa. Benda yang termasuk golongan barang modal, antara lain: barang modal kecuali alat angkutan, mobil penumpang, dan alat angkutan untuk industri. Hubungan bilateral yang dibentuk Indonesia dengan Uni Eropa sudah berlangsung lama. Terdapat sebuah hubungan saling menguntungkan antara negara-negara yang terlibat baik dari segi politik, ekonomi, sosial dan budaya. Hubungan tersebut terealisasi dalam bentuk perdagangan konkret ekspor dan impor antar negara. Pada neraca ekspor dan impor yang tergambar di Gambar 4.4, terlihat jumlah ekspor yang dilakukan Indonesia ke Uni Eropa jumlahnya jauh lebih besar daripada jumlah impor. Nilai neraca terbesar terdapat pada tahun 2010, yaitu mendekati angka 8 trilyun US$. Nilai ekspor pada tahun tersebut adalah nilai yang paling tinggi bahkan menembus angka 16 trilyun US$. Hal ini dikarenakan ekonomi Eropa sudah mulai pulih setelah diterpa badai resesi pada 2008 dan 2009.
Sumber : COMTRADE, diolah
Gambar 4.3. Neraca Perdagangan Indonesia-Uni Eropa Pada neraca ekspor dan impor yang tergambar di Gambar 4.4, terlihat jumlah ekspor yang dilakukan Indonesia ke Uni Eropa jauh lebih besar daripada
51
impor. Nilai neraca terbesar terdapat pada tahun 2010, yaitu mendekati angka 18 trilyun US$. Hal ini dikarenakan ekonomi Eropa sudah mulai pulih setelah diterpa badai resesi pada 2008 dan 2009. Indonesia mayoritas mengekspor komoditi minyak dan gas ke Uni Eropa. Neraca terlihat fluktuatif karena adanya banyak faktor yang mempengaruhi nilai tersebut. Salah satunya karena pendapatan Indonesia saat ini tidak dapat berharap dari ekspor migas, karena nyatanya komoditi tak terbarukan ini tak mampu lagi menjadi komoditi andalan ekspor Indonesia termasuk untuk diekspor ke wilayah Uni Eropa. Ekspor Indonesia ke Uni Eropa nilainya lebih besar daripada impor Indonesia dari Uni Eropa. Impor Indonesia dari Uni Eropa berada pada nilai tertinggi di tahun 2008, yaitu sebesar 11 trilyun US$. Hal ini terjadi karena pada tahun tersebut Indonesia memerlukan komoditi yang didapat dari Uni Eropa. Perhitungan neraca diperoleh dari hasil pengurangan nilai ekspor dan nilai impor.
Sumber : COMTRADE, diolah
Gambar 4.4. Neraca Minyak dan Gas Indonesia-Uni Eropa Pada Gambar 4.5. terlihat bahwa Indonesia mayoritas mengekspor komoditi minyak dan gas ke Uni Eropa. Hal ini dapat terlihat pada Gambar ekspor migas tahun 2006 hingga 2010. Jumlah nilai neraca dari tahun ke tahun pada periode 2006 hingga 2010 tidak simultan. Ada banyak faktor yang mempengaruhi nilai tersebut. Faktor besarnya ekspor migas dan rendahnya impor membuat nilai neraca minus yaitu pada tahun 2006, 2007 dan 2010. Pada
52
2006 dan 2007 nilai ekspor minyak dan gas sangat rendah karena Indonesia belum memaksimalkan potensi yang ada. Kemudian pada neraca komoditi non minyak dan gas pada Gambar 4.5, dapat terlihat Indosia mendominasi tingkat ekspor ke Uni Eropa. Barang-barang non migas Indonesia memiliki pasar loyal di Uni Eropa.
Sumber : COMTRADE, diolah
Gambar 4.5. Ekspor Indonesia ke Uni Eropa Mulai tahun 2006, secara perlahan nilai ekspor Indonesia terus mengalami kenaikan, yaitu dari nilai 11 trilyun US$ ke 17 trilyun US$. Meski demikian, jumlah impor komoditi non migas Uni Eropa ke Indonesia nilainya juga semakin meningkat meski jumlahnya tidak sama dengan nilai ekspor Indonesia ke Uni Eropa. Neraca ini menggambarkan hubungan Indonesia dan Uni Eropa sangatlah erat dalam hal ekspor dan impor komoditi non migas. Kedua belah pihak berusaha untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya dengan cara mengimpor barang dari Negara lain. Komoditas yang termasuk dalam komoditi non migas adalah hasil dari bidang pertanian, peternakan, perikanan, kerajinan tangan dan bahan mentah lainnya. Baik Indonesia dan Negara-negara di Uni Eropa saling membutuhkan satu sama lain untuk mendapatkan sejumlah komoditi migas dan non migas. Kerjasama antara negara-negara ini sudah terjalin sejak lama dan saling menguntungkan. Berbagai aturan kerjasam telah dibahas demi tercapainya sebuah kesepakatan komersial antara Indonesia dan Uni Eropa. Indonesia
53
dengan segala kelebihan sumber daya alamnya memang sepantasnya menjadi sumber pemasok utama untuk Uni Eropa. Namun keterbatasan teknologi dan sumber daya manusia dengan kemampuan yang mumpunilah yang membuat komoditas Indonesia harus kalah saing di pasar internasional.
Sumber : COMTRADE, diolah
Gambar 4.6. GDP Negara-negara Anggota Uni Eropa Gambar 4.6 menunjukkan tinggi serta stabilnya GDP negara-negara anggota Uni Eropa. Hal ini menunjukkan suatu pasar tujuan ekspor yang patut diperhitungkan. Selain itu kestabilan hubungan perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa juga ditunjukkan oleh stabilnya total ekspor Indonesia ke Uni Eropa. Bahkan dalam gambar 4.7. di bawah jelas terlihat share total ekspor Indonesia ke Uni Eropa terhadap dunia menunjukkan kestabilannya dalam rentang waktu lima tahun terakhir. Disamping hal positif dalam hubungan perdagangan bilateral IndonesiaUni Eropa ini, namun harus terus diperhatikan mengenai permasalahan perdagangannya yaitu adanya Technical Barrier to Trade (TBT) atau Non Tariff Barriers (NTB). Beberapa TBT yang diterapkan Uni Eropa terhadap barangbarang impor mereka, cukup membuat sulitnya produk-produk Indonesia masuk ke pasar Uni Eropa, diantaranya ketentuan-ketentuan seperti Sanitary and Phytosanitary
(SPS)
yang
menghambat
perdagangan
sektor
pertanian;
Registration, Evaluation, Authorization,and Restriction of Chemicals (REACH) perihal hambatan batas kadar kandungan bahan kimia dalam suatu produk; Renewable Directive Energy (RED) yang merupakan langkah diskriminatif atas CPO Indonesia, serta beberapa ketentuan TBT lainnya.
54
Sumber : COMTRADE, diolah
Gambar 4.7. Share Total Ekspor Indonesia-Uni Eropa terhadap Dunia
BAB V IDENTIFIKASI, ANALISIS DAYA SAING, DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIRAN PERDAGANGAN KOMODITI UNGGULAN EKSPOR INDONESIA KE PASAR UNI EROPA
Kinerja perdagangan Indonesia dapat diindikasikan melalui beberapa indikator, diantaranya yaitu dilihat melalui keunggulan komparatif suatu komoditi serta tingkat integrasi perdagangan di suatu kawasan yang melakukan kegiatan perdagangan. Analisis kinerja perdagangan atau kinerja ekspor Indonesia ini bertujuan untuk mengidentifikasi daya saing produk-produk Indonesia di pasar Uni Eropa. Keunggulan komparatif merupakan salah satu faktor penentu daya saing suatu komoditi di pasar tujuan ekspor. Analisis keunggulan komparatif ini digunakan karena nilai ekspor yang tinggi bukan merupakan suatu acuan utama apakah komoditi tersebut memiliki performa yang baik di pasar tujuan. Untuk memperkuat argumen tingkat kinerja ekspor komoditi unggulan Indonesia, penelitian ini mengukur tingkat integrasi perdagangan antara Indonesia dengan Uni Eropa. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan analisis pendekatan nilai RCA sebagai pengukur daya saing ekspor Indonesia terhadap Uni Eropa 5.1.
Identifikasi Komoditi Ekspor Unggulan Indonesia ke Pasar Uni Eropa Penelitian ini mengkaji komoditi-komoditi ekspor unggulan Indonesia ke
pasar
Uni
Eropa.
Penetapannya
dilakukan
dengan
mensortir
komoditi
berdasarkan nilai ekspor terbesar pada tahun 2009 sebagai komoditi unggulan. Penetapan ini berdasar pada nilai ekspor Indonesia ke Uni Eropa pada periode penelitian (2001-2010) menunjukkan nilai yang tidak fluktuatif atau stabil, sehingga peneliti memutuskan untuk mengambil salah satu tahun dalam periode penelitian sebagai tahun acuan penetapan nilai ekspor yang akan digunakan untuk mengidentifikasi komoditi ekspor unggulan Indonesia ke pasar Uni eropa. Hasilnya yaitu terdapat sepuluh komoditi ekspor terbesar dengan total US$ 6,3 juta yang ditunjukkan pada Tabel 5.1. Berdasarkan hasil yang didapat, sebagian besar komoditi tersebut termasuk kedalam kelompok komoditi utama dan komoditi potensial Indonesia yang merupakan kelompok-kelompok komoditi unggulan versi pemerintah. Salah satunya komoditi dengan kode HS 1511 yaitu palm oil and its fractions, whether or not refined, but not chemically modified merupakan komoditi yang memberikan nilai ekspor tertinggi. Komoditi lain yang
56
merupakan komoditi penyumbang ekspor terbesar ke Uni Eropa, yaitu komoditi Coal; briquettes, ovoids and similar solid fuels manufactured from coal (HS 2701), Copper ores and concentrates (HS 2603), Footwear with outer soles of rubber, plastics, leather or composition leather and uppers of leather (HS 6403), Other furniture and parts thereof (HS 9403), Coconut (copra), palm kernel or babassu oil and fractions thereof, whether or not refined, but not chemically modified (HS 1513), Natural rubber, balata, gutta-percha, guayule, chicle and similar natural gums, in primary forms or in plates, sheets or strip (HS 4001), Video recording or reproducing apparatus, whether or not incorporating a video tuner (HS 8521), Coffee, whether or not roasted or decaffeinated; coffee husks and skins; coffee substitutes containing coffee in any proportion (HS 0901), dan Transmission apparatus for radio-telephony, radio-telegraphy, radio-broadcasting or television, whether or not incorporating reception apparatus or sound recording or reproducing apparatus; television cameras; still image video cameras (HS 8525). Tabel 5.1. Top Ten Ekspor Indonesia ke Pasar Uni Eropa Tahun 2009 Nomor Ekspor INA ke EU Komoditi HS (US$) Palm oil and its fractions, whether or not refined, but not 1511 1.860.049 chemically modified. Coal; briquettes, ovoids and similar solid fuels manufactured 941.659 2701 from coal. 2603 Copper ores and concentrates. 861.329,9 Footwear with outer soles of rubber, plastics, leather or 633.608,4 6403 composition leather and uppers of leather. 9403 Other furniture and parts thereof. 446.177,8 Coconut (copra), palm kernel or babassu oil and fractions 1513 371.959,8 thereof, whether or not refined, but not chemically modified. Natural rubber, balata, gutta-percha, guayule, chicle and 4001 similar natural gums, in primary forms or in plates, sheets or 370.637,7 strip. Video recording or reproducing apparatus, whether or not 8521 344.089,1 incorporating a video tuner. Coffee, whether or not roasted or decaffeinated; coffee husks 0901 and skins; coffee substitutes containing coffee in any 284.802 proportion. Transmission apparatus for radio-telephony, radio-telegraphy, radio-broadcasting or television, whether or not incorporating 8525 258.697,8 reception apparatus or sound recording or reproducing apparatus; television cameras; still image video cameras 6.373.010,5 TOTAL Sumber : COMTRADE, diolah
57
Hasil ini menunjukkan bahwa target ekspor Indonesia yang digemborkan oleh pemerintah berdasar 10 komoditi utama dan 10 komoditi potensial, tidak secara spesifik menjadi komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa. Meskipun ada beberapa komoditi unggulan ini yang termasuk ke dalam kategori produk komoditi yang diunggulkan pemerintah untuk senantiasa dikembangkan nilai ekspornya. Beberapa diantaranya yaitu komoditi yang tergolong kedalam komoditi pertanian seperti komoditi dengan kode HS 1511, 1513, 0901, dan 4001. Termasuk juga kedalam komoditi unggulan ekspor dari pemerintah lainnya yaitu komoditi alas kaki serta produk elektronik. Namun, komoditi lainnya yang tidak termasuk kedalam program peningkatan ekspor dari pemerintah, dikhawatirkan akan kurang terperhatikan pengembangannya. Padahal secara statistik penelitian ini menunjukkan terdapat komoditi lainnya yang patut menjadi perhatian pemerintah sebagai produk unggulan. 5.2.
Analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) Analisis daya saing komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa
dilakukan dengan menggunakan pendekatan RCA. Metode ini digunakan atas dasar suatu konsep bahwa perdagangan antar wilayah sebenarnya menunjukkan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu wilayah. Variabel yang diukur yaitu kinerja ekspor komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa terhadap total ekspor Indonesia ke Uni eropa yang kemudian dibandingkan dengan pangsa pasar komoditi tersebut dalam perdagangan dunia ke pasar Uni Eropa. Nilai RCA yang diperoleh menggambarkan kinerja komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa dengan kisaran nilai antara nol sampai tak hingga. Jika nilai RCA lebih dari satu maka dianggap memiliki kinerja ekspor yang baik dan sebaliknya. Komoditi dengan nilai RCA lebih dari satu dapat dikatakan memiliki daya saing atau memiliki keunggulan komparatif. RCA dapat didefinisikan bahwa jika pangsa komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa di dalam total ekspor suatu negara lebih besar dibandingkan pangsa pasar ekspor komoditi tersebut di dalam total ekspor komoditi dunia, diharapkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif dalam ekspor komoditi tersebut.
58
Tabel 5.2. Top Ten Ekspor, Nilai RCA dan IIT Ekspor Komoditi Unggulan Indonesia ke Pasar Uni Eropa Tahun 2009 No
HS Code
Komoditi
Palm oil and its fractions, whether or not refined, but not chemically modified. Coal; briquettes, ovoids and similar solid fuels 2 2701 manufactured from coal. 3 2603 Copper ores and concentrates. Footwear with outer soles of rubber, plastics, leather or 4 6403 composition leather and uppers of leather. 5 9403 Other furniture and parts thereof. Coconut (copra), palm kernel or babassu oil and fractions 6 1513 thereof, whether or not refined, but not chemically modified. Natural rubber, balata, gutta-percha, guayule, chicle and 7 4001 similar natural gums, in primary forms or in plates, sheets or strip. Video recording or reproducing apparatus, whether or not 8 8521 incorporating a video tuner. Coffee, whether or not roasted or decaffeinated; coffee 9 0901 husks and skins; coffee substitutes containing coffee in any proportion. Transmission apparatusfor radio-telephony, radiotelegraphy, radio-broadcasting or television, whether or not 10 8525 incorporating reception apparatus or sound recording or reproducing apparatus; television cameras; still image video cameras Sumber : COMTRADE, diolah
1
1511
Ekspor INA ke EU (US$)
RCA
IIT
1.860.049
130.67
94.084
941.659
16.92
85.615
861.329,9
59.98
73.562
633.608,4
9.94
71.076
446.177,8
5.56
93.733
371.959,8
126.06
77.839
370.637,7
71.03
97.983
344.089,1
21.81
96.137
284.802
9.37
95.398
258.697,8
1.96
84.023
Hasil estimasi nilai RCA komoditi-komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa, seluruhnya menunjukkan hasil yang lebih dari satu. Artinya komoditikomoditi tersebut memiliki daya saing yang baik dalam pasar dunia. Daya saing yang
baik
ini
merupakan
nilai
lebih
Indonesia
dalam
memajukan
perekonomiannya, karena beberapa diantara komoditi unggulan ekspor ini termasuk kedalam kelompok komoditi utama dan komoditi potensial Indonesia menurut
versi
pemerintah
yang
mendapatkan
perhatian
lebih
dalam
pengembangan ekspornya bagi Indonesia. Meskipun nilai nilai RCA yang tergolong besar dengan klasifikasi yang lebih dari 1 terpenuhi oleh seluruh komoditi, namun terlihat hasilnya yang beragam. Masing-masing komoditi memiliki karakter tersendiri berdasarkan nilai RCA nya. Sebagai contoh komoditi yang memiliki nilai RCA terbesar hingga lebih dari 100 untuk palm oil and its fractions, whether or not refined, but not chemically modified (HS 1511) dan coconut (copra), palm kernel or babassu oil and fractions thereof, whether or not refined, but not chemically modified (HS 1513) menunjukkan bahwa komoditi ini memiliki tingkat daya saing yang sangat besar dibandingkan dengan dunia. Begitu juga komoditi Copper ores and
59
concentrates (HS 2603) yang memiliki nilai RCA cukup besar hampir mencapai angka 60, artinya bahwa komoditi berdaya saing di pasar Uni Eropa. Keadaan ini sangat memungkinkan jika dilihat bahwa komoditi palm oil and its fractions, whether or not refined, but not chemically modified merupakan salah satu komoditi unggulan ekspor Indonesia dimana Indonesia mendominasi produksi komoditi ini didunia. Sangat dimungkinkan pula besarnya nilai RCA karena adanya kesepakatan khusus antara Indonesia dengan negara-negara Uni Eropa mengenai pemenuhan kebutuhan akan komoditi ini di pasar Uni Eropa, sehingga meskipun dalam kondisi krisis sekalipun pada tahun 2008-2009, namun aliran perdagangan Indonesia dan Uni Eropa terhadap komoditi ini cenderung tidak terlalu berfluktuatif, bahkan trennya terlihat terus meningkat (Gambar 5.1.).
Sumber : COMTRADE, diolah
Gambar 5.1. Total Ekspor Palm Oil and its Fractions, Whether or Not Refined, but Not Chemically Modified (HS 1511) Indonesia ke Uni Eropa Ketiga komoditi dengan RCA terbesar ini merupakan primary goods yang dibutuhkan bagi Uni Eropa dalam industri-industrinya. Hal ini sesuai dengan penelitian Oktaviani et all (2008) yang menunjukkan komoditi yang tergolong primary goods memiliki daya saing tinggi dengan nilai RCA yang lebih dari satu. Tentu saja Indonesia sebagai salah satu penghasil hasil bumi terbesar dunia menjadi salah satu pemasok utama dalam memenuhi kebutuhan mereka akan komoditi-komoditi ini. Keadaan ini menjadikan Indonesia memiliki daya saing yang tidak terbantahkan lagi. Sehingga diharapkan pemerintah mampu menentukan kebijakan yang dapat menjadikan Indonesia sebagai negara yang sangat dibutuhkan oleh negara-negara Uni Eropa. 5.3.
Analisis Intra Industry Trade (IIT) Tingkat integrasi diukur melalui pendekatan analisis Intra Industry Trade
(IIT). IIT merupakan indikator dari integrasi yang terjadi dalam suatu sektor yang
60
dianalisis. Nilai IIT berfungsi untuk mengukur besarnya perdagangan intraindustri yang terjadi di suatu negara atau wilayah. Selain itu, nilai perdagangan intra-industri juga dapat digunakan untuk mengukur seberapa dalam integrasi yang terjadi antar negara atau sektor tertentu karena nilai tersebut merefleksikan adanya peningkatan dalam division of labor yang dikombinasikan dengan penurunan dalam biaya transaksi (Bora dalam Austria, 2004). Suatu negara dapat melaksanakan ekspor suatu komoditi tertentu dan pada saat yang sama juga melakukan impor komoditi tersebut. Nilai IIT yang tinggi menunjukkan adanya keterkaitan perdagangan antara kedua negara yang bersifat dua arah (two way trade). Adanya nilai IIT yang rendah menunjukkan rendah pula keterkaitan perdagangan antara kedua negara tersebut sehingga perdagangan yang dilakukan hanya bersifat searah atau hanya dilakukan oleh salah satu negara saja yang aktif dalam melakukan kegiatan ekspor atau hanya melakukan impor ke negara lain yang bersangkutan. Dalam penelitian ini, pengukuran nilai IIT dilakukan terhadap nilai nominal arus perdagangan bilateral antara Indonesia dengan negara-negara Uni Eropa. Hasil penghitungan nilai IIT akan digunakan sebagai indikator dari integrasi yang terjadi pada komoditas unggulan. Derajat atau tingkatan integrasi akan ditentukan
berdasarkan klasifikasi rentang nilai-nilai nilai IIT yang digunakan
pada penelitian Austria (2004). Periode analisis penelitian ini mencakup sepuluh tahun, yaitu dari 2001 sampai dengan 2010. Hasil analisis tingkat integrasi komoditi-komoditi unggulan ekspor Indonesia secara keseluruhan menunjukkan bahwa perdagangan intra industri antara Indonesia dengan negara-negara Uni Eropa secara umum berada pada derajat integrasi kuat (strong integration). Hal ini terlihat dari hasil perhitungan nilai IIT yang tertera pada Tabel 5.2 dimana seluruh nilai IIT nilai berada pada klasifikasi integrasi kuat. Hasil
tersebut
mengindikasikan
bahwa
terdapat
hubungan
ketergantungan antar perekonomian yang semakin tinggi antara Indonesia dengan negara-negara Uni Eropa, khususnya dari segi perdagangan komoditikomoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa. Jadi, dapat diinterpretasikan juga bahwa ketersediaan komoditi-komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa semakin tergantung pada ekspor dan impor intra-industri antara Indonesia dengan negara-negara Uni Eropa.
61
Implikasi dari kondisi tersebut adalah adanya peluang yang cukup besar untuk melakukan ekspansi ekspor di kawasan Uni Eropa. Hal ini tentunya memaksa Indonesia agar siap untuk menghadapi persaingan dengan komoditikomoditi tersebut yang merupakan hasil impor di pasar dalam negeri. 5.4.
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Komoditi Unggulan Ekspor Indonesia ke Pasar Uni Eropa Aliran
perdagangan
Indonesia
ke
pasar
Uni
Eropa
dijelaskan
menggunakan gravity model. Model ini digunakan untuk menganalisis pengaruh variabel-variabel ekonomi dan non ekonomi lainnya terhadap aliran perdagangan komoditi ekspor unggulan Indonesia ke pasar Uni Eropa. Variabel independen yang digunakan dalam analisis aliran perdagangan ini adalah GDP riil negara tujuan ekspor (GDPjt), pendapatan per kapita negara tujuan ekspor (GDPCjt), nilai tukar riil Indonesia terhadap negara tujuan ekspor (ERRit), jarak ekonomi Indonesia dengan negara tujuan ekspor (EDijt), dan ekspor komoditi unggulan Indonesia ke negara tujuan pada tahun sebelumnya (lagXijt). Sedangkan variabel dependennya adalah nilai ekspor komoditi unggulan Indonesia ke pasar Uni Eropa (Xijt) Hasil estimasi koefisien-koefisien variabel persamaan yang menggunakan gravity model tersebut dilakukan dengan program software Eviews 6 dan menggunakan metode panel data seperti yang telah diuraikan pada metode penelitian. Keputusan penggunaan metode panel data didasarkan pada kondisi sampel dalam penelitian ini, dimana nilai aliran perdagangan komoditi ekspor unggulan Indonesia ke Uni Eropa didapatkan dari hasil analisis terhadap nilai ekspor Indonesia ke negara-negara Uni Eropa dalam jangka waktu sepuluh tahun. Pada penelitian ini, model efek tetap (fixed effect model) adalah model yang dipilih dalam penggunaan metode panel data. Pemilihan ini didasarkan pada asumsi bahwa setiap individu (negara) yang digunakan sebagai contoh penelitian merupakan seluruh populasi. Penggunaan fixed effect model memungkinkan nilai intersep bervariasi untuk setiap individu, dan perbedaan nilai ini diasumsikan sebagai perbedaan antar unit individu. Selain itu, pemilihan model tersebut juga diperkuat secara statistik dengan hasil dari Uji Hausman (Hausman Test) ditampilkan pada Lampiran. Dua uji panel data lainnya, yaitu Uji Chow dan Uji LM tidak dilakukan karena kedua uji tersebut bertujuan membandingkan model efek tetap (fixed effect) dan model efek acak (random
62
effect) dengan model pooled, sedangkan heterogenitas individu yang menjadi asumsi awal penelitian ini tidak akan terdeteksi dengan menggunakan model pooled. Berdasarkan hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan Indonesia pada Tabel 4, diperoleh R2 lebih dari 75 persen untuk semua komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa. Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari 75 persen perubahan nilai ekspor seluruh komoditi ekspor unggulan Indonesia ke Uni Eropa dapat diterangkan oleh variasi peubah-peubah bebas dalam model, sedangkan sisanya diterangkan oleh faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model. Sedangkan hasil analisis ini juga telah terbebas dari asumsi-asumsi
klasik
dalam
regresi,
seperti
multikolinearitas,
heteroskedastisitas, serta autokorelasi yang diperkuat dengan menggunakan metode pembobotan dalam meregresi panel. Model yang digunakan dalam penelitian ini, merupakan model terbaik yang disesuaikan terhadap masingmasing komoditi berdasar model utama yang dijelaskan dalam Bab Metodologi Penelitian. Hasilnya yaitu dilakukan degradasi atau penghapusan beberapa variabel yang mengganggu hasil estimasi. Tabel 5.3. Signifikansi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Komoditi Unggulan Ekspor Indonesia ke Pasar Uni Eropa Komoditi (Nomor HS) Variabel 0901
1511
1513
2603
2701
4001
6403
8521
8525
9403
LNGDPRi
0.918***
-
-1.906
0.977
-1.980
0.554
-
4.756*
5.170*
-1.479*
LNGDPRj
6.603*
-
-
6.816*
5.406
11.843**
4.011*
-30.072*
-14.543**
1.186**
LNGDPCj
-
1.908*
2.119*
-0.935***
0.217
-0.838
-
1.652**
2.591*
1.131*
LNERRi
-
-
-
-1.273**
0.057
-0.27
-
-
-0.466***
-
LNED
-7.327*
-9.347**
-
0.374
-4.604
-12.694*
-3.542*
29.685*
7.761***
-
LNLAGX
0.070
0.319***
0.208**
-0.095
0.433**
0.345**
0.584*
0.173*
0.133**
0.447*
C
4.638
42.742
-4.229
-20.175
7.857
13.987
-0.046
-28.251
-3.254
-4.994
R2
0.95
0.85
0.89
0.97
0.78
0.88
0.97
0.93
0.97
0.98
Adj R2
0.94
0.82
0.87
0.95
0.73
0.86
0.97
0.92
0.96
0.97
Ket : - Signifikan pada taraf nyata: * 1 %; ** 5 %; *** 10 % - Pembahasan hanya dilakukan pada selang kepercayaan < 95%
63
GDP Riil Indonesia Variabel GDP riil Indonesia secara teoritis memiliki hubungan positif dengan
aliran
perdagangannya.
Dalam
perekonomian
suatu
negara,
pertumbuhan aliran perdagangan juga dipengaruhi oleh tingkat pendapatannya. Semakin
tinggi
pendapatan
suatu
negara
akan
mendorong
transaksi
perekonomiannya, termasuk transaksi perdagangannya dengan negara lain. Peningkatan ekspor sebagai refleksi dari aliran perdagangan Indonesia yang disebabkan oleh peningkatan pendapatannya akan mendorong pula kinerja perekonomian dari berbagai sektor sebagai akibat multiplier effect. Hasil estimasi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan GDP riil Indonesia signifikan mempengaruhi aliran perdagangan ekspor komoditi video recording or reproducing apparatus, whether or not incorporating a video tuner (HS 8521), other furniture and parts thereof (HS 9403) serta komoditi transmission apparatusfor radio-telephony, radio- telegraphy, radio-broadcasting or television, whether or not incorporating reception apparatus or sound recording or reproducing apparatus; television cameras; still image video cameras (HS 8525). Hasil ini membuktikan teori yang sudah ada, meskipun bagi beberapa komoditi lain ternyata GDP riil Indonesia tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam
ekspor
komoditi-komoditi
tersebut
sebagai
refleksi
dari
aliran
perdagangannya. Namun bagi komoditi other furniture and parts thereof (HS 9403), penurunan GDP riil Indonesia justru akan meningkatkan aliran perdagangan komoditi tersebut. Hal ini bertolak belakang dengan teori yang ada, dan di duga bahwa komoditi ini tidak menjadi suatu komoditi yang diunggulkan dalam peningkatan kinerja ekspor Indonesia secara agregat. Karena hasil estimasi ini menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan pendapatan Indonesia, justru akan menurunkan ekspor komoditi ini ke Uni Eropa. Di duga pula bahwa permintaan terhadap komoditi ini bersifat tetap atau konsisiten berdasarkan kebutuhan pihakpihak tertentu saja, sehingga fluktuasi dari tingkat pendapatan Indonesia bukan suatu alasan utama bagi peningkatan ekspornya, karena faktor permintaan yang tidak berubah. GDP riil Negara Tujuan Ekspor Secara garis besar variabel ini memiliki pengaruh yang signifikan bagi aliran perdagangan komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa. Hasil
64
estimasi menunjukkan hampir seluruh komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa menunjukkan hasil yang signifikan. Peningkatan variabel ini untuk komoditi coffee, whether or not roasted or decaffeinated; coffee husks and skins; coffee substitutes containing coffee in any proportion (HS 0901), copper ores and concentrates (HS 2603), natural rubber, balata, gutta-percha, guayule, chicle and similar natural gums, in primary forms or in plates, sheets or strip (HS 4001), footwear with outer soles of rubber, plastics, leather or composition leather and uppers of leather (HS 6403), video recording or reproducing apparatus, whether or not incorporating a video tuner (HS 8521), transmission apparatus for radiotelephony, radio- telegraphy, radio-broadcasting or television, whether or not incorporating reception apparatus or sound recording or reproducing apparatus; television cameras; still image video cameras (HS 8525), dan other furniture and parts thereof (HS 9403) memberikan pengaruh yang signifikan terhadap aliran perdagangan ekspor Indonesia. Berbeda dengan komoditi yang memiliki kode HS 8521 dan 8525, hasil estimasi pada tujuh komoditi lain yang mempengaruhi aliran perdagangan ekspor Indonesia ke Uni Eropa, memberikan hasil yang sejalan dengan teori yang ada. Sementara itu, untuk kedua komoditi ini menunjukkan bahwa peningkatan GDP riil negara tujuan ekspor justru menurunkan aliran perdagangannya. Penurunan ini menunjukkan tingkat peningkatan pendapatan negara pengimpor, tidak akan serta merta membuat keputusan masyarakatnya dalam melakukan permintaan terhadap komoditi ini, karena komoditi ini tergolong pada komoditi tersier. Komoditi ini memiliki sifat khusus yaitu bahwa pemenuhan kebutuhan akan komoditi
tersier
tidak
akan
berpengaruh
karena
meningkatnya
tingkat
pendapatan.
GDP per Kapita Negara Tujuan Ekspor Tidak jauh berbeda dengan variabel sebelumnya, variabel GDP per kapita negara tujuan ekspor berpengaruh secara nyata hanya terhadap aliran perdagangan komoditi-komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa, meskipun hanya sebagiannya. Komoditi yang signifikan tersebut yaitu Palm oil and its fractions, whether or not refined, but not chemically modified (HS 1511), Coconut (copra), palm kernel or babassu oil and fractions thereof, whether or not refined, but not chemically modified (HS 1513), Video recording or reproducing apparatus, whether or not incorporating a video tuner (HS 8521), Transmission
65
apparatus for radio-telephony, radio- telegraphy, radio-broadcasting or television, whether or not incorporating reception apparatus or sound recording or reproducing apparatus; television cameras; still image video cameras (HS 8525), dan Other furniture and parts thereof (HS 9403). Pendapatan perkapita merupakan salah satu indikator kesejahteraan suatu negara. Negara-negara Uni Eropa yang tergolong ke dalam negara maju memiliki karakteristik tersendiri dalam hal pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya, termasuk pemenuhan komoditi-komoditi dengan kode HS 9403, 8521 dan 8525 yang tergolong ke dalam komoditi kebutuhan tersier. Sehingga jelas terlihat bahwa, pemenuhan kebutuhan akan komoditi-komoditi ini lebih berdasarkan pada hobi atau hanya untuk pemenuhan tingkat kepuasan tertentu saja. Dan terlihat jelas, semakin tinggi pendapatan perkapita seseorang maka pemenuhan akan kebutuhan tersier semakin tinggi pula, khususnya bagi kelompok negaranegara maju. Hasil estimasi untuk komoditi dengan kode HS 1511 dan 1513 atau komoditi yang tergolong kepada palm oil menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan perkapita negara pengimpor akan meningkatkan permintaan komoditi tersebut. Atau dengan kata lain, ekspor Indonesia untuk komoditi ini meningkat. Implikasinya tentu saja, bahwa peningkatan ekspor ini membuat Indonesia harus terus menjaga kestabilan dan bahkan meningkatkan produksi, investasi, serta produktivitas sumber daya manusianya. Nilai tukar riil rupiah terhadap mata uang negara tujuan ekspor Perhitungan pada estimasi untuk variabel nilai tukar riil rupiah terhadap mata uang negara tujuan menunjukkan hampir seluruh komoditi yang diteliti tidak berpengaruh dalam aliran perdagangan komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa, kecuali komoditi Copper ores and concentrates (HS 2603). Namun, hasil ini bertolak belakang dengan teori, karena ternyata depresiasi nilai rupiah justru menurunkan ekspor komoditi ini. Ketidaksesuaian secara teoritis bagi komoditi ini jika dilihat pada Tabel 5.4 menunjukkan adanya hubungan kerja sama yang sudah ditetapkan atau kontrak antara kedua pihak. Kestabilan jumlah ekspor komoditi ini pada rentang waktu penelitian menunjukkan bahwa komoditi ini, pada prinsipnya tidak dikendalikan oleh nilai tukar, karena faktor kontrak kerja sama yang sudah dibangun.
66
Tabel 5.4. Impor Copper ores and concentrates (HS 2603) Uni Eropa Total Impor EU (1000 USD)
Impor EU dari Indonesia (1000 USD)
Share impor EU dari Indonesia (%)
1148973.621
462615.534
40.26
1081078.743
353755.765
32.72
1315313.283
444974.433
33.83
2233143.330
279619.639
12.52
2645468.799
612719.800
23.16
5258988.207
758645.794
14.43
5839731.413
954106.695
16.34
5611135.848
528328.635
9.42
4045382.058
501122.598
12.39
6597190.645
844587.667
12.80
Sumber : COMTRADE, diolah
Hasil yang yang tidak signifikan dalam mempengaruhi aliran perdagangan ekspor komoditi unggulan Indonesia ke Uni Eropa menunjukkan bahwa ekspor tidak terpengaruh oleh tingkat harga. Harga bukan merupakan alasan utama bagi importir untuk melakukan mengimpor dari Indonesia. Masyarakat Uni Eropa menerapkan standar yang tinggi bagi barang-barang yang masuk ke negaranya. Walapun harganya murah, jika suatu komoditi yang diekspor tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan maka tidak dapat masuk ke dalam negara tersebut. Harga komoditi ekspor Indonesia juga ditentukan oleh faktor lain seperti produktivitas dan harga bahan baku. Selain itu, munculnya negara-negara pesaing, seperti Cina, Malaysia, dan Jepang menjadi ancaman terhadap produkproduk ekspor utama Indonesia ke Uni Eropa. Jarak Ekonomi Jarak ekonomi yang merupakan hasil perhitungan jarak terhadap share GDP negara pengimpor menjadi salah satu indikator yang menentukan aliran perdagangan suatu komoditi. Berdasarkan hasil estimasi, variabel ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap aliran perdagangan ekspor komoditi unggulan Indoesia ke Uni Eropa bagi komoditi Coffee, whether or not roasted or decaffeinated; coffee husks and skins; coffee substitutes containing coffee in any proportion (HS 0901), Palm oil and its fractions, whether or not refined, but not chemically modified (HS 1511), Natural rubber, balata, gutta-percha, guayule, chicle and similar natural gums, in primary forms or in plates, sheets or strip (HS 4001), Copper ores and concentrates (HS 2603), Footwear with outer soles of
67
rubber, plastics, leather or composition leather and uppers of leather (HS 6403), Video recording or reproducing apparatus, whether or not incorporating a video tuner (HS 8521), dan Transmission apparatus for radio-telephony, radiotelegraphy, radio-broadcasting or television, whether or not incorporating reception apparatus or sound recording or reproducing apparatus; television cameras; still image video cameras (HS 8525). Namun sebaliknya bagi komoditi dengan kode HS 8521 dan 8525, yaitu bahwa jarak ekonomi, yang merupakan perkalian antara jarak dengan share GDP negara pengekspor, memiliki pengaruh yang nyata dan sejalan dengan aliran perdagangannya. Karena komiditi ini bersifat inferior, dimana semakin besar pendapatan, maka permintaannya akan menurun. Sehingga dengan jarak yang tetap, maka fluktuasi GDP yang mempengaruhi variabel jarak ekonomi ini lah yang dominan mempengaruhinya. Analisa lebih jauh yaitu bahwa permintaan akan komoditi dengan kode HS 8521 dan 8525 atau termasuk kedalam kelas komoditi Electrical mchy equip parts thereof;
sound recorder etc merupakan
komponen pendukung alat-alat perekam yang diproduksi di Uni Eropa. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar tingkat pendapatan Uni Eropa, maka akan meninggalkan kebutuhan akan komoditi ini, karena mereka akan beralih kepada komoditi yang lebih tinggi teknologinya, atau lebih bersifat digital. Ekspor Pada Tahun Sebelumnya Sementara itu, peningkatan ekspor komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa pada tahun sebelumnya memiliki pengaruh yang signifikan terhadap aliran perdagangannya pada hampir seluruh komoditi yang diteliti. Hal ini tentunya sesuai dengan hipotesis yang dibentuk dan jelas terlihat bahwa perdagangan Indonesia-Uni Eropa pada komoditi-komoditi ini cenderung stabil tanpa tren yang fluktuatif. Komoditi-komoditi tersebut yaitu Coconut (copra), palm kernel or babassu oil and fractions thereof, whether or not refined, but not chemically modified (HS 1513), Coal; briquettes, ovoids and similar solid fuels manufactured from coal (HS 2701), Natural rubber, balata, gutta-percha, guayule, chicle and similar natural gums, in primary forms or in plates, sheets or strip (HS 4001), Footwear with outer soles of rubber, plastics, leather or composition leather and uppers of leather (HS 6403), Video recording or reproducing apparatus, whether or not incorporating a video tuner (HS 8521), Transmission apparatus for radio-telephony, radio-telegraphy, radio-broadcasting or television,
68
whether or not incorporating reception apparatus or sound recording or reproducing apparatus; television cameras; still image video cameras (HS 8525), dan Other furniture and parts thereof (HS 9403). Bagi variabel ini, hasil estimasi menunjukkan bahwa tiga komoditi lainnya tidak
memiliki
pengaruh
yang
signifikan
terhadap
peningkatan
aliran
perdagangan ekspornya. Komoditi-komoditi tersebut, yaitu Coffee, whether or not roasted or decaffeinated; coffee husks and skins; coffee substitutes containing coffee in any proportion (HS 0901), Palm oil and its fractions, whether or not refined, but not chemically modified (HS 1511), dan Copper ores and concentrates (HS 2603). Ketiga komoditi ini tergolong ke dalam komoditi kebutuhan pokok bagi industri-industri di Uni Eropa. Tentunya kebutuhan akan komoditi ini menjadi alasan utama bagi berlangsungnya perekonomian khususnya perkembangan industri olahan di Uni Eropa. Namun, Indonesia bukan saja pemasok utama bagi Uni Eropa, karena adanya pesaing-pesaing dari negara lainnya, sehingga ekspor Indonesia pada tahun sebelumnya tidak dapat menjadi patokan dalam peningkatan aliran ekspornya.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan 1. Komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa teridentifikasi menjadi sepuluh komoditi dengan ekspor tertinggi yaitu Palm oil and its fractions, whether or not refined, but not chemically modified (HS 1511), Coal; briquettes, ovoids and similar solid fuels manufactured from coal (HS 2701), Copper ores and concentrates (HS 2603), Footwear with outer soles of rubber, plastics, leather or composition leather and uppers of leather (HS 6403), Other furniture and parts thereof (HS 9403), Coconut (copra), palm kernel or babassu oil and fractions thereof, whether or not refined, but not chemically modified (HS 1513), Natural rubber, balata, gutta-percha, guayule, chicle and similar natural gums, in primary forms or in plates, sheets or strip (HS 4001), Video recording or reproducing apparatus, whether or not incorporating a video tuner (HS 8521), Coffee, whether or not roasted or decaffeinated; coffee husks and skins; coffee substitutes containing coffee in any proportion (HS 0901), dan Transmission apparatus for radio-telephony, radio-telegraphy, radio-broadcasting or television, whether or not incorporating reception apparatus or sound recording or reproducing apparatus; television cameras; still image video cameras (HS 8525). 2. Komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa menunjukkan bahwa hanya beberapa komoditi saja yang termasuk kedalam target ekspor Indonesia yang digemborkan oleh pemerintah berdasar 10 komoditi utama dan 10 komoditi potensial. Yaitu komoditi produk minyak sawit, karet, kopi, alas kaki serta produk elektronik. 3. Tingkat daya saing seluruh komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa tergolong tinggi dengan nilai RCA yang lebih dari satu. Tiga komoditi dengan RCA terbesar merupakan primary goods yang dibutuhkan bagi Uni Eropa dalam industri-industrinya. Ketiga komoditi tersebut yaitu palm oil and its fractions, whether or not refined, but not chemically modified (HS 1511) dan coconut (copra), palm kernel or babassu oil and fractions thereof, whether or not refined, but not
70
chemically modified (HS 1513), dan Copper ores and concentrates (HS 2603). 4. Tingkat integrasi seluruh komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa termasuk ke dalam klasifikasi strong integration yang menunjukkan hubungan perdagangan dua arah antara Indonesia dengan
Uni
Eropa.
Sehingga
ketersediaan
komoditi-komoditi
unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa semakin tergantung pada ekspor dan impor intra-industri antara Indonesia dengan negaranegara Uni Eropa. 5. Komoditi-komoditi unggulan ekspor Indonesia ke pasar Uni Eropa secara agregat signifikan dipengaruhi oleh ekspor komoditi tersebut pada tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan tingkat stabilitas hubungan perdagangan Indonesia-Uni Eropa khususnya terhadap komoditi unggulan ekspor Indonesia ke pasar Uni Eropa. Faktor lainnya yang mempengaruhi aliran perdagangan ekspor komoditi unggulan Indonesia ke Uni Eropa yaitu faktor GDP riil Indonesia, GDP riil negara tujuan ekspor Indonesia, GDP per kapita negara tujuan, nilai tukar riil rupiah terhadap mata uang negara tujuan ekspor Indonesia, serta jarak ekonomi memiliki tingkat signifikansi yang berbeda-beda pada setiap komoditinya. 6.2.
Saran 1. Perlunya pengembangan produk-produk primary goods untuk terus meningkatkan daya saing serta memproduksi komoditi-komoditi olahannya. Sehingga diharapkan Indonesia tidak hanya dibutuhkan sebagai negara sumber bahan utama dalam proses produksi, namun berkembang menjadi pemasok komoditi olahan yang jauh lebih menguntungkan Indonesia. 2. Pemberian perhatian khusus bagi komoditi-komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa tidak hanya berdasar pada 10 komoditi utama dan 10 komoditi potensial Indonesia saja, karena kenyataannya produk-produk unggulan ke Uni Eropa jauh lebih beragam yang tidak termasuk ke dalam golongan komoditi yang diperhatikan pemerintah saja.
71
3. Kelesuan perekonomian Uni Eropa beberapa tahun terakhir agar menjadi perhatian bagi pemerintah untuk mencari pasar baru bagi komoditi-komoditi ekspor unggulan Indonesia. Khususnya negara yang tidak memiliki fluktuasi GDP di negaranya seperti keadaan negara-negara Uni Eropa saat ini. 4. Peningkatan dukungan dan fasilitas pemerintah bagi pelaku usaha dalam menghadapi hambatan-hambatan non tarif yang diberlakukan Uni Eropa sehingga mampu memberikan nilai tambah bagi produkproduk ekspor Indonesia ke Uni Eropa.
DAFTAR PUSTAKA
Areethamsirikul, S. 2006. The Impact of ASEAN Enlargement Intra-ASEAN Trade: Gravity Mode Approach. The Indonesian Quarterly, 34(2):176192. Austria, M.S. 2004. The Pattern of Intra-ASEAN Trade in the Priority Goods Sectors. Final Main Report, 3/006e: 1-176. Balassa, Bela. 1965. Trade Liberalization and Revealed Comparative Advantage, Manchester School of Economic and Social Studies. Vol. 33. Baldwin, R.E.1997. The Causes of Regionalism. The World Economy, 20: 865888. Bergsten. 1997. Open Regionalism. IIE Working Paper No: 97/03. Bergstrand J H. 1985. The Gravity Equation in International Trade: ome Microeconomic Foundations and Empirical Evidence. The Review of Economics and Statistics, Vol. 67. Bhagwati, J.N, P. Khrisna., and A. Panagariya. 1996. Preferential Trading Areas and Multilateralism: Strangers, Friends, or Foes?. Discussion Paper No. 1996-09. Department of Economics, Columbia University. Bhagwati, J.N. 1995. Trade and Wages: Choosing Among Alternative Explanations. Federal Reserve Bank of New York Economic Policy Review, New York. Bhagwati, J.N. 1995. Trade and Wages: Choosing Among Alternative Explanations. Federal Reserve Bank of New York Economic Policy Review, New York. Buletin Kerjasama Perdagangan Internasional. 2010. Nomor: KPI/BUL/005/2010. Dirjen KPI, Kementerian Perdagangan RI Carrillo, Carlos and Carmen A Li. 2002. Trade Blocks and the Gravity Model: Evidence from Latin American Countries. August : University of Essex. Commodity Trade Statistics Database [COMTRADE]. 2012. Acces From World Integrated Trade Solution (WITS) Database. http://wits.worldbank.org/witsweb/default.aspx. Washington, DC: World Bank. Desker, B. 2004. In Defence of FTAs: From Purity to Pragmatism in East Asia. Pacific Review, 17 (1): 3-26. Dumairy. 1997. Perekonomian Indonesia. Erlangga, Jakarta.
73
Estherhuizen, D. 2006. Measuring and Analyzing Competitiveness in the Agribusiness Sector: Methodological and Analytical Framework. University of Pretoria. Ethier. 1998. The New Regionalism. Economic Journal, 108 :1149-1161. G.G. Judge, et al. 1985. Introduction to the Theory and Practice of Econometrics. New York. Greene, W. H. 2003. Econometric Analysis 5th edition. New Jersey: Pearson Education International. Gujarati, D. . 2003. Basic Econometrics, Fourth Edition. McGraw Hill. Singapore. Hady, H. 2001. Ekonomi Internasional : Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional. Buku Kesatu. Ghalia Indonesia. Jakarta. Hady, H. 2004. Ekonomi Internasional : Teori dan Kebijakan Keuangan Internasional. Ghalia Indonesia, Jakarta Head, K. 2003. Gravity for Beginners. University of British Columbia. Canada. Hsiao,
Cheng. 1986. Analysis of Panel Data. [Online]. Tersedia: http://books.google.com/books?id=i9iPG7C3EP4C&printsec=frontcover &dq=analysis+of+panel+data#PPA33,M1 [13 April 2009].
Husted, S., and M. Melvin. 2004. International Economics. Sixth Edition. Pearson Education Inc., New York. Ito, K., dan M. Umemoto. 2004. Intra-Industry Trade in the ASEAN Region:The Case of the Automotive Industry. ASEAN Auto Project, 04-8: 1-38. Johnston, Jack dan John Dinardo. 2000. Econometric Method. Irwin McGraw-Hill. Singapore. Kindleberger, CP and P.H. Lindert, 1978, International Economics, 6th Edition, Richard D Irwin Inc, Homewood, Illinois 60430. Koo, W.W. 2005. International Trade and Agriculture. Blackwell Publishing, Australia. Kotabe, M dan Kristian, H. 2001. Global Marketing Management. Second Edition. John Wiley and Sons, Inc, New York. Krueger, A. 1995. Free Trade Agreements versus Customs Unions. NBER Working Paper No.5084, Cambridge. Krueger, A. 1999. Are Preferential Trading Arrangements Trade-Liberalizing or Protectionist ? Journal of Economic Prespectives.
74
Krugman, P. 1991. Increasing Returns and Economic Geography, Journal of Political Economy, University of Chicago Press, vol. 99(3), pages 48399, June. Krugman, Paul R & Obstfeld, Maurice, 2000. International Economics, Theory and Policy, Fitth Edition, NJ: Addisosn-Wesley Publising Company. Kuncoro, M., Adji, A., & Pradiptyo. R. (1997). Ekonomi Industri: Teori, Kebijakan, dan Studi Empiris di Indonesia, Yogyakarta: Widya Sarana Informatika. Lawrence, R.Z. 1999. Regionalism, Multilateralism and Deeper Integration: Changing Paradigms for Developing Countries. Brookings Institution and Organization of American States, Washington D.C. Madeley, J. dan Solagral. 2001. The Impact of Trade on Food Security in the South Literature Review. [diakses 10 http://www.cidse.org/en/tg1/tradelibbgr01.htm#select. November 2010]. Mankiw G. 2000. Teori Makroekonomi. Edisis Kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga. Michalak, W., and R. Gibb. 1997. Trading Blocs and Multilateralism in the World Economy. Annals of the Association of American Geographers, 87(2): 264-297. OECD. 2002. Agriculture and Trade Liberalization: Extending the Uruguay Round Agreement. Organization for Economic Cooperation and Development. Paris. Oktaviani et al. 2008. Consultancy and Training Services to Develop Quantitative Analytical Tools and Framework for Assessing Investment and Trade Competitiveness. Department Of Economics FEM IPB in collaboration with BAPPENAS and Partnership Governance Reform. Oktaviani, R. 2000. The Indonesian Import Demand and Trade Flow of Cotton. Department of Agricultural Socio-economics Studies, Bogor Agricultural University, Bogor. Oktaviani, R. 2009. Pola Perdagangan, Prospek Dan Dampak FTA Terhadap Ekonomi Makro, Sektoral dan Regional Indonesia (Studi Kasus FTA Indonesia-Timur Tengah (Turki) Dan FTA Indonesia-Meksiko). Laporan Akhir Hibah Kompetensi 2009. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Panagariya, A. 1999. The Regionalism Debate: An Overview. The World Economy, 22 (4): 477-511. Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Haris Munandar [Penerjemah]. Erlangga, Jakarta.
75
Salvatore, D. 2000. International Economics. 5th Edition. Prentice Hall : New Jersey, Amerika Serikat. Stephenson, S. M. 1994. The Uruguay Round and Its Benefit to Indonesia. Ministry of Trade, Republic of Indonesia, Jakarta. Sudaryanto. 1988. Metode Linguistik. Bagian Pertama. Yogyakarta: Gajahmada university Press. Tambunan, Tulus. 2001. Perdagangan Internasional dan Neraca PembayaranTeori dan Temuan Empiris. Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesia. Tinberger, J. 1962. Shaping The World Economy. Suggestion for an International Trade Policy. New York.
Lampiran 1
Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Komoditi Unggulan Ekspor Indonesia ke Pasar Uni Eropa Komoditi (Nomor HS) Variabel 0901
1511
1513
2603
2701
4001
6403
8521
8525
9403
LNGDPRi
0.918***
-
-1.906
0.977
-1.980
0.554
-
4.756*
5.170*
-1.479*
LNGDPRj
6.603*
-
-
6.816*
5.406
11.843**
4.011*
-30.072*
-14.543**
1.186**
LNGDPCj
-
1.908*
2.119*
-0.935***
0.217
-0.838
-
1.652**
2.591*
1.131*
LNERRi
-
-
-
-1.273**
0.057
-0.27
-
-
-0.466***
-
LNED
-7.327*
-9.347**
-
0.374
-4.604
-12.694*
3.542*
29.685*
7.761***
-
LNLAGX
0.070
0.319***
0.208**
-0.095
0.433**
0.345**
0.584*
0.173*
0.133**
0.447*
C
4.638
42.742
-4.229
-20.175
7.857
13.987
-0.046
-28.251
-3.254
-4.994
R2
0.95
0.85
0.89
0.97
0.784
0.88
0.97
0.93
0.97
0.98
Adj R2
0.94
0.82
0.87
0.95
0.733
0.86
0.97
0.92
0.96
0.97
DW
1.483
1.997
2.065
1.835
2.550
2.027
2.204
1.895
1.920
2.000
Prob (F-stat)
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
Ket : Signifikan pada taraf nyata: * 1 %; ** 5 %; *** 10 %
77
Lampiran 2 Likelihood ratio (fixed effect test) Komoditi 0901
Hausman test (random effect test) komoditi 0901
Lampiran 3 Likelihood ratio (fixed effect test) Komoditi 1511
Hausman test (random effect test) komoditi 1511
78
Lampiran 4 Likelihood ratio (fixed effect test) Komoditi 1513
Hausman test (random effect test) komoditi 1513
Lampiran 5 Likelihood ratio (fixed effect test) Komoditi 4001
Hausman test (random effect test) komoditi 4001
79
Lampiran 6 Likelihood ratio (fixed effect test) Komoditi 6403
Hausman test (random effect test) komoditi 6403
Lampiran 7 Likelihood ratio (fixed effect test) Komoditi 8521
Hausman test (random effect test) komoditi 8521
80
Lampiran 8 Likelihood ratio (fixed effect test) Komoditi 8525
Hausman test (random effect test) komoditi 8525
Lampiran 9 Likelihood ratio (fixed effect test) Komoditi 9403
Hausman test (random effect test) komoditi 9403
81
Lampiran 10 Likelihood ratio (fixed effect test) Komoditi 2603
Lampiran 11 Likelihood ratio (fixed effect test) Komoditi 2701
Hausman test (random effect test) komoditi 2701