ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIRAN PERDAGANGAN BIJI PALA INDONESIA
Oleh: YESSY YOLANDA A14105624
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
i RINGKASAN YESSY YOLANDA. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Biji Pala Indonesia. Dibawah Bimbingan DWI RACHMINA. Sektor perkebunan mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan nasional. Pala merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peluang ekspor. Tanaman pala (Myristica fragrans Houtt) adalah tanaman asli Indonesia yang berasal dari kepulauan Banda dan Maluku. Tanaman pala dikenal sebagai tanaman rempah yang memiliki nilai ekonomis. Hasil tanaman pala yang biasa dimanfaatkan adalah buah pala. Buah pala terdiri dari daging buah, fuli, tempurung dan biji. Bagian buah yang bernilai ekonomi cukup tinggi adalah biji pala dan fuli (mace) yang dapat dijadikan minyak pala. Indonesia merupakan produsen pala terbesar di dunia (70-75 persen), dengan daerah utama penghasil pala adalah Nanggroe Aceh Darussalam, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Papua dan Sumatera Barat. Negara produsen lainnya adalah Grenada, India, Srilangka dan Malaysia. Komoditas pala Indonesia sebagian besar dihasilkan oleh perkebunan rakyat, yaitu 99,8 persen. Agar ekspor biji pala Indonesia tetap eksis di pasar dunia, maka menganalisis aliran perdagangan biji pala Indonesia ke negara-negara tujuan penting dilakukan. Selain itu jika membandingkan volume produksi dalam negeri dengan volume ekspor, maka produksi pala dalam negeri ini hanya sedikit yang diekspor. Hal ini bisa disebabkan oleh kualitas pala yang belum memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan, sehingga produk-produk pala yang akan diekspor tidak lolos sortasi. Peluang ekspor komoditas pala ini sangat dipengaruhi oleh volume produksi dalam negeri. Indonesia sebagai produsen utama pala di dunia harus dapat memanfaatkan peluang yang ada ini. Adanya ketidakpastian produksi pala mengindikasikan bahwa melakukan peramalan volume ekspor pala penting dilakukan. Karena mengingat bahwa pala merupakan tanaman tahunan yang dalam proses produksinya membutuhkan suatu perencanaan yang baik. Berdasarkan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mendeskripsikan karakteristik negara-negara tujuan ekspor biji pala Indonesia; (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan biji pala Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor dan (3) memprediksi volume ekspor pala Indonesia untuk 10 tahun ke depan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data cross section dan data tahunan ekspor pala dari tahun 1969 sampai 2005. Jenis data yang dibutuhkan dalam aliran perdagangan biji pala Indonesia adalah: (1) volume ekspor biji pala; (2) GDP total negara tujuan; (3) populasi negara tujuan; (4) jarak antara negara Indonesia dan negara tujuan; (5) harga biji pala Indonesia di negara tujuan, (6) nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap Rupiah Indonesia dan (7) volume ekspor biji pala dari Indonesia ke negara tujuan satu tahun sebelumnya. Data yang diperoleh adalah data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif diolah dengan menggunakan program Minitab 14. Metode kuantitatif yang digunakan, yaitu: (1) analisis regresi berganda dengan persamaan tunggal dan
ii (2) metode Box-Jenkins (ARIMA). Metode kualitatif digunakan untuk melihat karakteristik negara-negara tujuan ekspor biji pala Indonesia. Karakteristik negara-negara tujuan ekspor biji pala Indonesia yang dibahas dalam penelitian ini adalah negara-negara tujuan ekspor biji pala dengan volume terbesar pada tahun 2005. Negara-negara tersebut adalah Jepang, Singapura, Vietnam dan Belanda. Adapun karakteristik negara yang dibahas meliputi bentuk pemerintahan, jumlah populasi, keadaan geografi dan keadaan ekonomi. Berdasarkan hasil analisis regresi berganda, variabel-variabel bebas yang berpengaruh positif adalah nilai tukar mata uang negara tujuan dengan Rupiah Indonesia dan volume ekspor biji pala dari Indonesia ke negara tujuan satu tahun sebelumnya. Variabel bebas yang berpengaruh negatif adalah GDP total negara tujuan, harga biji pala Indonesia di negara tujuan, populasi negara tujuan dan jarak antara Indonesia dengan negara tujuan. Selain itu ada satu variabel yang berpengaruh nyata pada taraf 5 persen, yaitu variabel volume ekspor biji pala dari Indonesia ke negara tujuan satu tahun sebelumnya. Variabel ini mempunyai pengaruh besar terhadap aliran perdagangan biji pala Indonesia. Nilai elastisitas menunjukkan bahwa variabel yang bersifat elastis adalah variabel jarak antara Indonesia dengan negara tujuan dan volume ekspor biji pala dari Indonesia ke negara tujuan satu tahun sebelumnya. Peningkatan sebesar satu persen pada variabel ini akan mengakibatkan perubahan volume ekspor biji pala lebih dari satu persen. Berdasarkan hasil analisis peramalan menggunakan metode Box-Jenkins untuk memprediksi volume ekspor pala, diperoleh model ARIMA yang memenuhi syarat adalah ARIMA (0, 1, 1). Jika pada tahun 2015 diprediksi volume ekspor pala sebesar 16.476,7 ton, maka Indonesia harus memproduksi pala minimal sebesar 32.953,4 ton pada tahun 2015. Karena pala yang diekspor sekitar 50 persen dari produksi nasional. Untuk memenuhi kebutuhan pala ini, Indonesia harus menyediakan lahan untuk bertanam pala seluas 128.223 ha pada tahun 2015. Pertumbuhan dan perkembangan agribisnis pala yang berkelanjutan harus didukung oleh kebijakan-kebijakan yang kondusif. Pemerintah bersama-sama dengan pihak yang terkait harus terus menerus melakukan promosi komoditas pala baik di dalam maupun luar negeri. Hal ini bertujuan agar produk pala memiliki daya saing yang kuat di pasar internasional. Perencanaan produksi pala di masa mendatang harus dipersiapkan dengan baik, agar Indonesia dapat memenuhi kebutuhan pala baik untuk pasar domestik maupun internasional. Selain itu diharapkan adanya dorongan dalam pengembangan produk pala dan produk turunannya untuk meningkatkan nilai tambah bagi petani dan para pelaku usaha. Sehingga untuk penelitian selanjutnya, diharapkan dapat menganalisis kelayakan industri untuk produk olahan pala.
iii ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIRAN PERDAGANGAN BIJI PALA INDONESIA
Oleh : YESSY YOLANDA A14105624
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
iv Judul Skripsi Nama NRP
: Analisis Faktor-Faktor yang Perdagangan Biji Pala Indonesia : Yessy Yolanda : A14105624
Mempengaruhi
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Dwi Rachmina, MSi NIP. 131 918 503
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus :
Aliran
v PERNYATAAN DENGAN
INI
SAYA
MENYATAKAN
BAHWA
SKRIPSI
YANG
BERJUDUL ”ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIRAN PERDAGANGAN BIJI PALA INDONESIA” BENAR-BENAR HASIL
KARYA SENDIRI
YANG
BELUM
PERNAH
DIAJUKAN
SEBAGAI TULISAN KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANA PUN.
Bogor, Januari 2008 Penulis
vi RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Baturaja pada tanggal 5 April 1984, dari pasangan Bapak M. Yunus Husein dan Ibu Herlela. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara. Penulis mengawali pendidikan di TK Pertiwi Baturaja pada tahun 1989 dan menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN 2 Baturaja pada tahun 1996. Penulis kemudian melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTPN 1 Baturaja dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Umum di SMUN 1 Baturaja dan lulus tahun 2002. Pada tahun 2002, penulis terdaftar sebagai Mahasiswi Program Studi Agribisnis Peternakan, Jurusan Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Selanjutnya pada tahun 2005 penulis melanjutkan jenjang pendidikan pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui ujian seleksi.
vii KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Biji Pala Indonesia. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis mengharapkan skripsi ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Bogor, Januari 2008 Penulis
viii UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, terutama kepada: 1. Ayahanda dan Ibunda tercinta, serta adik-adikku yang selalu memberikan kasih sayang, do’a dan dukungan yang tiada henti kepada penulis. 2. Ir. Dwi Rachmina, MSi sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, koreksi serta saran kepada penulis. 3. Ir. Popong Nurhayati, MM sebagai dosen evaluator pada kolokium yang telah memberikan saran dan bimbingan kepada penulis. 4. Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, MEc sebagai penguji utama yang telah memberikan arahan, koreksi dan saran kepada penulis. 5. Etriya, SP, MM sebagai penguji komisi pendidikan yang telah memberikan koreksi dan saran kepada penulis. 6. Tina Susanti, yang telah bersedia menjadi pembahas seminar dan sebagai teman seperjuangan yang selalu memberikan masukan dan dukungan kepada penulis. 7. Arief Ferry Yanto, Baban Subandi, Endah Sutiah, Imroatul Mufida dan Mila Yulisa, terima kasih atas dukungan dan bantuannya. 8. Dindin Anhar dan Allumni Mulki terima kasih atas do’a dan dukungannya. 9. Mita, Via, Yuni, Deti, Ika, Evi dan Nanda di Kirei, terima kasih atas do’a, perhatian dan dukungannya. 10. Teman-teman AGP’39 di Ekstensi MAB, terima kasih atas kekompakan dan kerja sama yang telah dijalin.
ix 11. Teman-teman Ekstensi MAB angkatan XIII dan XIV serta sekretariat Ekstensi MAB atas bantuannya selama ini. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih untuk semuanya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amien.
Bogor, Januari 2008
Penulis
x DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................. DAFTAR GAMBAR ............................................................................. DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................
xii xiv xv
I
PENDAHULUAN ........................................................................ 1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1.2 Perumusan Masalah .............................................................. 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................. 1.4 Kegunaan Penelitian ............................................................. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian .....................................................
1 1 7 10 11 11
II
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 2.1 Karakteristik Pala ................................................................. 2.2 Aliran Perdagangan .............................................................. 2.3 Hasil Penelitian Terdahulu ................................................... 2.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan ............................................................ 2.3.2 Peramalan .................................................................
12 12 14 14
KERANGKA PEMIKIRAN ....................................................... 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................... 3.1.1 Produksi ................................................................... 3.1.2 Ekspor-Impor ........................................................... 3.1.3 Perdagangan Internasional ....................................... 3.1.4 Pola Aliran Perdagangan .......................................... 3.1.5 Hubungan antara Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Biji Pala Indonesia melalui Analisis Regresi Berganda.......... 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional .........................................
18 18 18 18 19 24
IV
METODE PENELITIAN ............................................................ 4.1 Jenis dan Sumber Data ......................................................... 4.2 Metode Analisis dan Pengolahan Data ................................ 4.3 Analisis Data dan Perumusan Model ................................... 4.3.1 Model Regresi Berganda .......................................... 4.3.1.1 Pengujian Asumsi............................. ........ 4.3.1.2 Pengujian Statistik..................................... 4.3.2 Elastisitas ....................... ......................................... 4.3.3 Metode Box Jenkins (ARIMA) ....................... ........
32 32 33 34 34 35 36 38 39
V
EKONOMI PALA INDONESIA ................................................ 5.1 Sortasi menurut Penentuan Standar Mutu Indonesia.... ....... 5.2 Pemasaran Biji Pala..............................................................
44 47 50
III
14 15
26 27
xi
VI
VII
5.3 Akses Pasar ........................................................................... 5.4 Pesaing Produsen Pala di Dunia...........................................
55 56
ALIRAN PERDAGANGAN BIJI PALA INDONESIA .......... 6.1 Karakteristik Negara-negara Tujuan Ekspor Biji Pala Indonesia ...................................................................... 6.1.1 Jepang....................................................................... 6.1.2 Singapura ................................................................. 6.1.3 Vietnam .................................................................... 6.1.4 Belanda..................................................................... 6.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Biji Pala Indonesia ke Negara-negara Tujuan Ekspor ......... 6.2.1 Analisis Aliran Perdagangan .................................... 6.3 Faktor-faktor Lain yang Tidak Dapat Dijelaskan oleh Model ................................................................................... 6.4 Peramalan Volume Ekspor Pala Indonesia ..........................
58 58 58 60 62 64 66 67 74 76
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................
81
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
83
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................
85
xii DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1 Perkembangan Perdagangan Luar Negeri Indonesia Tahun 19902005 ...................................................................................................
2
2 Volume dan Nilai Ekspor Primer Perkebunan Tahun 1994-2003 ....
3
3 Volume Ekspor Komoditas Primer Perkebunan Tahun 1994-2001 (000 Ton)...........................................................................................
5
4 Luas Areal Perkebunan dan Produksi Pala Indonesia Tahun 19962005 ...................................................................................................
6
5 Volume dan Nilai Ekspor Pala Indonesia pada Tahun 1996-2005 ...
7
6 Volume Ekspor Produk Pala Indonesia Tahun 2003-2005 ...............
8
7 Pola ACF dan PACF Model Nonseasonal ARIMA..........................
41
8 Luas Areal dan Produksi Perkebunan Pala di Sentra Produksi di Indonesia menurut Propinsi dan Status Pengusahaan Tahun 2005 ...
46
9 Syarat-syarat Mutu Biji Pala .............................................................
48
10 Perkembangan Harga Rata-rata Komoditas Pala di Pasar Domestik Tahun 2001-2005 .............................................................................
52
11 Perkembangan Harga Rata-rata Komoditas Pala di Pasar Dunia Tahun 1990-1999 .............................................................................
52
12 Volume dan Nilai Ekspor Produk Pala Indonesia ke Jepang Tahun 2002-2005 ........................................................................................
60
13 Volume dan Nilai Ekspor Produk Pala Indonesia ke Singapura Tahun 2002-2005 .............................................................................
62
14 Volume dan Nilai Ekspor Produk Pala Indonesia ke Vietnam Tahun 2002-2005 .............................................................................
64
15 Volume dan Nilai Ekspor Produk Pala Indonesia ke Belanda Tahun 2002-2005 .............................................................................
66
xiii 16 Hasil Analisis Regresi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Biji Pala Indonesia Tahun 2005 ................................
68
17 Hasil Ramalan Volume Ekspor Pala Indonesia Tahun 2006-2015 ..
79
xiv DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1 Kurva Perdagangan Internasional .....................................................
23
2 Kerangka Operasional Penelitian ......................................................
31
3 Jalur Perdagangan Pala .....................................................................
51
4 Plot Data Volume Ekspor Pala Tahun 1969-2005 ............................
77
xv DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1
Gambar Pala dan Produk Olahannya ...............................................
85
2
Perkembangan Luas Areal dan Produksi Perkebunan Pala Seluruh Indonesia menurut Pengusahaan Tahun 1967-2005 ........................
86
3 Volume dan Nilai Ekspor Pala Indonesia Tahun 1969-2005 ............
87
4 Volume dan Nilai Ekspor Biji Pala Indonesia menurut Negara Tujuan Tahun 2005 ...........................................................................
88
5
Data Cross Section untuk Model Aliran Perdagangan Biji Pala Indonesia Tahun 2005 ......................................................................
89
Analisis Regresi Berganda Aliran Perdagangan Biji Pala Indonesia Tahun 2005 dengan Metode OLS....................................
90
Grafik ACF dan PACF untuk Pembedaan Pertama Volume Ekspor Pala ...................................................................................................
91
8
Analisis Peramalan Volume Ekspor Pala dengan Metode ARIMA
92
9
Grafik ACF dan PACF Residual untuk Volume Ekspor Pala .........
93
6 7
1 I 1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Sektor perkebunan mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam
pembangunan nasional. Peranan tersebut antara lain: (1) meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat; (2) sebagai penerimaan devisa negara; (3) penyediaan lapangan pekerjaan; (4) perolehan nilai tambah dan daya saing; (5) pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri; (6) bahan baku industri dalam negeri dan (7) optimalisasi pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan.1 Pada tahun 2006, areal perkebunan di Indonesia seluas 19,2 juta hektar. Areal perkebunan ini terdiri dari perkebunan rakyat seluas 14,3 juta hektar (75 persen) yang melibatkan 20,5 juta kepala keluarga pekebun. Selain itu sisanya adalah perkebunan besar seluas 4,9 juta hektar (25 persen) yang dikelola oleh 1.437 perusahaan. Pada tahun yang sama, total produksi perkebunan mencapai 26,3 juta ton, dengan komposisi perkebunan rakyat sebesar 14,5 juta ton (55,14 persen) dan perkebunan besar 11,8 juta ton (44,86 persen).2 Nilai ekspor Indonesia terus meningkat dari US$ 25.675,3 juta pada tahun 1990 naik hingga US$ 53.443,6 juta pada tahun 1997. Namun pada tahun 1998 dan 1999 ekspor Indonesia mengalami penurunan masing-masing sebesar 8,6 persen dan 0,4 persen. Kemudian di tahun 2000 nilai ekspor mengalami kenaikan yang signifikan hingga mencapai US$ 62.124,0 juta. Pada tahun 2001 mengalami penurunan hingga 9,3 persen menjadi US$ 56.320,9 juta. Sedangkan di tahun 2004 kembali mengalami peningkatan yang signifikan sebesar 17,2 persen
1 2
Departemen Pertanian. 2007. Fokus Pembangunan Perkebunan Tahun 2007. www.deptan.go.id [29 Juli 2007] Loc cit
2 menjadi US$ 71.584,6 juta dan pada tahun 2005 ekspor mengalami peningkatan 19,7 persen menjadi US$ 85.660,0 juta (BPS, 2006). Peningkatan ekspor tahun 2005 disebabkan adanya peningkatan pada sektor migas dan non migas, yakni untuk non migas sebesar 18,8 persen dari US$ 55.939,3 juta pada tahun 2004 menjadi US$ 66.428,4 juta. Sedangkan pada sektor migas terjadi peningkatan sebesar 22,9 persen. Laju pertumbuhan rata-rata total ekspor selama enambelas tahun (1990-2005) adalah sebesar 8,8 persen (BPS, 2006). Perkembangan perdagangan luar negeri Indonesia tahun 1990-2005 disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1 Perkembangan Perdagangan Luar Negeri Indonesia Tahun 1990-2005 Total Non Migas Tahun Ekspor Impor Ekspor Impor (US$ Juta) (US$ Juta) (US$ Juta) (US$ Juta) 1990 25.675,3 21.837,1 14.604,2 19.916,6 1991 29.412,4 25.868,8 18.247,5 23.558,6 1992 33.967,0 27.279,6 23.296,1 25.164,5 1993 36.823,0 28.327,8 27.077,2 26.157,3 1994 40.053,4 31.983,5 30.359,8 29.616,1 1995 45.418,0 40.628,7 34.953,6 37.717,9 1996 49.814,8 42.928,5 38.092,9 39.333,0 1997 53.443,6 41.679,8 41.821,0 37.755,7 1998 48.847,6 27.336,9 40.975,5 24.683,2 1999 48.665,4 24.003,3 38.873,2 20.322,2 2000 62.124,0 33.514,8 47.757,4 27.495,3 2001 56.320,9 30.962,1 43.684,6 25.490,3 2002 57.158,8 31.288,9 45.046,1 24.763,1 2003 61.058,2 32.550,7 47.406,8 24.939,8 2004 71.584,6 46.524,5 55.939,3 34.792,5 2005 85.660,0 57.700,9 66.428,4 40.243,2 Sumber: BPS, 2006.
Volume ekspor primer perkebunan dari tahun 1994-2003 cenderung mengalami peningkatan. Akan tetapi nilai ekspornya menunjukkan pertumbuhan yang cukup berfluktuatif. Hal ini disebabkan bervariasinya harga berbagai
3 komoditas. Volume ekspor primer perkebunan pada tahun 2003 mencapai 12.257 ribu ton dengan nilai sebesar US$ 5.613 juta. Untuk lebih jelasnya, volume dan nilai ekspor primer perkebunan tahun 1994-2003 dapat dilihat di Tabel 2. Tabel 2 Volume dan Nilai Ekspor Primer Perkebunan Tahun 1994-2003 Tahun Volume Pertumbuhan Nilai Pertumbuhan Harga*) (000 Ton) (%) (US$ Juta) (%) (US$/Kg) 1994 6.188 4.004 0,68 1995
5.073
(21,98)
4.504
11,10
0,89
1996
5.999
15,44
4.855
7,23
0,81
1997
7.868
23,75
5.277
7,99
0,67
1998
6.149
(27,96)
4.132
(27,71)
0,67
1999
8.211
25,11
4.143
0,27
0,50
2000
9.489
13,47
3.956
(4,73)
0,42
2001
9.654
1,71
3.328
(18,87)
0,34
2002
11.682
17,36
5.105
34,81
0,44
2003
12.257
4,69
5.613
9,05
0,46
Sumber: Ditjen Perkebunan (2004), diolah. Keterangan: *) nilai/volume
Total ekspor bersih komoditas perkebunan sampai bulan Mei 2006 adalah 8.534.938 ton dengan nilai US$ 5.286 juta. Pertumbuhan volume ekspor rata-rata per tahun selama periode 1998-2005 sebesar 27,58 persen dan rata-rata pertumbuhan nilai ekspor per tahun pada periode yang sama sebesar 17,84 persen. Peningkatan nilai ekspor ini selain diakibatkan oleh membaiknya harga beberapa komoditas, juga diakibatkan oleh peningkatan volume ekspor komoditas perkebunan sebesar 3.214.880 ton dibanding tahun 2004 yang hanya 15.267.890 ton. Pada tahun 2005 nilai Produk Domestik Bruto (PDB) sub-sektor perkebunan termasuk tinggi yaitu sebesar 2,36 persen (Rp 57,419 Trilyun).3
3
Departemen Pertanian. 2007. Fokus Pembangunan Perkebunan Tahun 2007. www.deptan.go.id [29 Juli 2007]
4 Pala merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peluang ekspor. Tanaman pala (Myristica fragrans Houtt) adalah tanaman asli Indonesia yang berasal dari kepulauan Banda dan Maluku. Tanaman pala dikenal dengan tanaman rempah yang memiliki nilai ekonomis. Selain itu tanaman pala termasuk ke dalam tanaman tahunan yang berbunga/berbuah terus sepanjang tahun. Hasil tanaman pala yang biasa dimanfaatkan adalah buah pala. Buah pala terdiri dari daging buah (77,8 persen), fuli (4 persen), tempurung (5,1 persen) dan biji (13,1 persen). Bagian buah yang bernilai ekonomi cukup tinggi adalah biji pala dan fuli (mace) yang dapat dijadikan minyak pala. Daging buah pala dapat dimanfaatkan untuk diolah menjadi manisan pala, asinan pala, dodol pala, selai pala dan sirup pala.4 Adapun mengenai gambar pala dan produk olahannya dapat dilihat pada Lampiran 1. Indonesia merupakan produsen pala terbesar di dunia (70-75 persen), dengan daerah utama penghasil pala adalah Nanggroe Aceh Darussalam, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Papua dan Sumatera Barat. Negara produsen lainnya adalah Grenada, India, Srilangka dan Malaysia. Komoditas pala Indonesia sebagian besar dihasilkan oleh perkebunan rakyat, yaitu 99,8 persen (Ditjen Perkebunan, 2006). Tabel 3 menunjukkan volume ekspor primer perkebunan untuk tiap komoditas dari tahun 1994-2001. Jika dibandingkan dengan komoditas lainnya, volume ekspor pala menunjukkan angka yang sangat kecil. Pada tahun 2001, volume ekspor pala hanya memberikan kontribusi sebesar 0,08 persen dari total ekspor primer perkebunan.
4
Bank Indonesia. 2004. Sipuk-Bank Sentral Republik Indonesia. www.bi.go.id [15 April 2007]
5 Tabel 3 Volume Ekspor Komoditas Primer Perkebunan Tahun 1994-2001 (000 Ton) No
Komoditas
Tahun 1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
1.245
1.324
1.435
1.448 1.642 1.494 1.380 1.555
1.
Karet
2.
a. Minyak Kelapa
393
148
379
644
373
350
735
395
b. Bungkil Kelapa
367
287
314
376
290
143
408
259
1.631
1.265
1.672
3.
a. Minyak Sawit
2.968 1.583 3.299 4.110 4.903
b. Minyak Inti sawit c. Bungkil Sawit
341
311
341
503
249
598
579
582
498
490
606
668
686
825
822
810
4.
Kopi
289
230
367
312
358
353
339
251
5.
Teh
85
79
102
67
67
98
106
100
6.
Lada
36
58
37
33
39
36
65
54
7.
Tembakau
31
22
33
42
47
37
36
43
8.
Kakao
232
234
323
266
335
420
424
393
9.
Jambu Mete
39
28
28
30
30
34
28
41
10.
Pala
7
9
9
7
9
9
10
8
11.
Nilam
1
2
2
2
0
1
0
2
12.
Jahe
43
40
44
35
33
43
14
8
13.
Rempah-rempah
22
20
18
25
57
39
32
36
14.
Minyak Atsiri
3
3
1
1
2
3
2
3
15.
Obat-obat
3
4
12
10
10
21
27
17
16.
Lain-lain
921
520
275
431
339
407
372
302
6.188
5.073
5.999
Jumlah
7.868 6.149 8.211 9.489 9.762
Sumber: MEDIA PERKEBUNAN (2002)
Luas areal perkebunan pala di Indonesia relatif meningkat setiap tahunnya. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya peningkatan luas areal perkebunan pala sebesar lima kali lipat selama kurang lebih empat dekade (Lampiran 2). Luas areal perkebunan pala pada tahun 1967 seluas 12.743 hektar, sedangkan pada tahun 2005 telah mencapai 69.215 hektar (Ditjen Perkebunan, 2006).
6 Seiring dengan luas areal perkebunan pala di Indonesia yang mengalami peningkatan, hasil produksi pala juga meningkat dan sangat berfluktuatif (Lampiran 2). Pada tahun 2004 produksi pala mengalami penurunan yang sangat signifikan, yaitu sebesar 116,31 persen dibandingkan tahun 2003. Kemudian pada tahun 2005 mengalami penurunan kembali sebesar 25,40 persen. Perkembangan luas areal perkebunan dan produksi pala Indonesia dari tahun 1996 sampai 2005 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Tahun
Luas Areal Perkebunan dan Produksi Pala Indonesia Tahun 1996-2005 Luas Areal Pertumbuhan Produksi Pertumbuhan (Ha) (%) (Ton) (%)
1996
60.045
-
18.565
-
1997
58.387
(2,84)
19.222
3,42
1998
59.544
1,94
18.428
(4,31)
1999
44.170
(34,81)
12.802
(43,95)
2000
64.033
31,02
20.010
36,02
2001
59.429
(7,75)
21.616
7,43
2002
61.558
3,46
23.157
6,65
2003
68.327
9,91
22.235
(4,15)
2004
73.72̉7
7,32
10.279
(116,31)
2005
69.215
(6,52)
8.197
(25,40)
Sumber: Ditjen Perkebunan, 2006.
Volume ekspor pala Indonesia pada tahun 2005 mencapai 15.276 ton dengan nilai ekspor US$ 47.775.000. Nilai ekspor pala pada tahun 2001 mengalami penurunan yang sangat signifikan, yaitu sebesar 61,13 persen dibandingkan tahun 2000. Demikian pula volume ekspornya pada tahun yang sama mengalami penurunan sebesar 27,68 persen. Perkembangan volume dan
7 nilai ekspor pala Indonesia tahun 1996-2005 dapat dilihat pada Tabel 5 dan untuk lebih lengkapnya dari tahun 1969-2005 dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 5 Volume dan Nilai Ekspor Pala Indonesia pada Tahun 1996-2005 Tahun Volume Pertumbuhan Nilai Pertumbuhan Harga*) (Ton)
(%)
(US$ 000)
(%)
(US$/Kg)
1996
9.536
-
19.303
-
2,02
1997
7.618
(25,18)
19.808
2,55
2,60
1998
9.680
21,30
38.767
48,90
4,00
1999
9.625
(0,57)
49.124
21,08
5,10
2000
10.808
10,95
58.249
15,67
5,39
2001
8.465
(27,68)
36.151
(61,13)
4,27
2002
10.411
18,69
39.528
8,54
3,80
2003
11.377
8,49
41.038
3,68
3,61
2004
15.194
25,12
50.831
19,27
3,35
2005
15.276
0,54
47.775
(6,40)
3,13
Sumber: Ditjen Perkebunan (2006), diolah. Keterangan: *) nilai/volume
Potensi yang dimiliki pala ini perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah dalam pengembangan perkebunan di Indonesia. Hal ini berdasarkan pemikiran bahwa: (1) Indonesia merupakan produsen utama pala di dunia; (2) pala berperan dalam penggerak agribisnis perkebunan; (3) penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan dan (4) penghasil devisa negara. 1.2 Perumusan Masalah Indonesia mengekspor beberapa jenis produk pala, diantaranya adalah gelondong pala, biji pala dan fuli. Perkembangan volume ekspor produk pala dari tahun 2003-2005 dapat dilihat pada Tabel 6. Total volume ekspor terbesar produk pala adalah pada tahun 2005, yaitu sebesar 15.276 ton. Pada tahun 2003 dan 2004,
8 produk biji pala merupakan volume ekspor terbesar dibandingkan produk pala lainnya, yaitu masing-masing sebesar 5.658 ton dan 8.057 ton. Akan tetapi pada tahun 2005, volume ekspor biji pala mengalami penurunan sebesar 35,34 persen dibandingkan tahun 2004. Tabel 6 Volume Ekspor Produk Pala Indonesia Tahun 2003-2005 Volume (Ton) No. Produk 2003 2004 2005 1. Gelondong Pala 2.576 2.912 1.894 2. Biji Pala 5.658 8.057 5.953 3. Fuli 2.527 3.270 7.429 Jumlah 10.761 14.239 15.276 Sumber: Ditjen Perkebunan (2006)
Jika dilihat dari setiap negara tujuan ekspor Indonesia tahun 2005 (Lampiran 4), negara Jepang, Singapura, Vietnam dan Belanda adalah yang menjadi importir terbesar biji pala Indonesia. Negara importir terbesar ini juga merupakan negara yang mengimpor biji pala Indonesia secara kontinu. Hasil pala Indonesia ini mempunyai keunggulan di pasaran dunia karena memiliki aroma yang khas dan memiliki rendemen minyak yang tinggi (BPS, 2005). Agar ekspor biji pala Indonesia tetap eksis di pasar dunia, maka menganalisis aliran perdagangan biji pala Indonesia ke negara-negara tujuan penting dilakukan. Selain itu jika membandingkan volume produksi dalam negeri dengan volume ekspor, maka produksi pala dalam negeri ini hanya sedikit yang diekspor (sekitar 50 persen). Hal ini disebabkan oleh kualitas pala yang belum memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan, sehingga produk-produk pala yang akan diekspor tidak lolos sortasi.
9 Negara-negara tujuan ekspor biji pala Indonesia memiliki lokasi dan karakteristik yang berbeda-beda, baik dari bentuk pemerintahan, keadaan geografi, jarak antar negara dan keadaan perekonomian. Karakteristik yang berbeda ini akan mempengaruhi perdagangan antara Indonesia dengan negaranegara tujuan. Selain itu gambaran umum karakteristik negara tujuan utama ekspor biji pala Indonesia ini bertujuan untuk melihat potensi perdagangan biji pala di negara tujuan utama. Melalui aliran perdagangan internasional, maka dapat ditentukan negara tujuan ekspor yang mana yang memiliki potensi pasar terbesar untuk komoditas biji pala Indonesia. Hal ini tentunya didasarkan oleh potensi pasar ekonomi negara tujuan ekspor sehingga Indonesia mampu meningkatkan volume ekspor biji pala dan memperluas pangsa pasar. Selain itu melalui aliran perdagangan ini dapat diketahui besarnya peranan biji pala bagi perekonomian nasional Indonesia dan untuk melihat seberapa besar prospek peningkatan ekspor biji pala ke negara tujuan utama. Peluang ekspor komoditi pala ini sangat dipengaruhi oleh volume produksi dalam negeri. Indonesia sebagai produsen utama pala di dunia harus dapat memanfaatkan peluang yang ada ini. Adanya ketidakpastian produksi pala mengindikasikan bahwa melakukan peramalan volume ekspor pala penting dilakukan. Peramalan
dibutuhkan
sebagai
informasi
dasar
untuk
menyusun
perencanaan dan pengambilan keputusan di masa mendatang. Karena tanaman pala termasuk tanaman tahunan yang membutuhkan perencanaan yang baik untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan yang terjadi di masa yang akan datang.
10 Perencanaan yang akan dibuat berkaitan dengan pemanfaatan faktor-faktor produksi pala. Apabila volume ekspor diperkirakan terus meningkat, maka pemerintah
sebagai
pihak
pengambil
kebijakan
harus
merencanakan
pengembangan faktor-faktor produksi tersebut. Sebagai contoh adalah dalam hal penambahan luas lahan dan berapa besar Indonesia harus memproduksi pala untuk memenuhi permintaan. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan Indonesia sebagai produsen utama pala di dunia. Berdasarkan rumusan tersebut, maka beberapa permasalahan yang dapat dikaji sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik negara-negara tujuan ekspor biji pala Indonesia? 2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi aliran perdagangan biji pala Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor? 3. Bagaimana prediksi volume ekspor pala Indonesia untuk 10 tahun ke depan? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan karakteristik negara-negara tujuan ekspor biji pala Indonesia. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan biji pala Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor. 3. Memprediksi volume ekspor pala Indonesia untuk 10 tahun ke depan.
11 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Pemerintah, sebagai informasi tambahan dalam mengambil kebijakan di masa yang akan datang untuk meningkatkan volume produksi pala dan menjadi pertimbangan yang relevan dalam pengembangan ekspor pala Indonesia. 2. Pembaca, sebagai tambahan informasi, literatur dan perbandingan bagi penelitian selanjutnya. 3. Penulis, untuk melatih menganalisa suatu permasalahan berdasarkan ilmu dan pengetahuan yang didapat selama menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian aliran perdagangan biji pala Indonesia menggunakan volume ekspor biji pala. Untuk menganalisis karakeristik negara-negara tujuan ekspor biji pala Indonesia dilakukan hanya pada negara-negara tujuan ekspor dengan volume ekspor terbesar pada tahun 2005, dalam kaitannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan biji pala Indonesia. Kegiatan peramalan yang dilakukan adalah peramalan terhadap volume ekspor pala dengan menggunakan metode Box-Jenkins (ARIMA). Pemilihan metode ARIMA ini didasarkan pada penelitian-penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa metode terakurat dalam memprediksi adalah ARIMA. Selain itu penelitian ini tidak melihat atau memilih model, melainkan mengaplikasikan output ramalan beserta implikasinya.
12 II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Pala Menurut Ditjen Perkebunan (2006), pala (Myristica fragrans Houtt) merupakan tanaman buah berupa pohon tinggi asli Indonesia, karena tanaman ini berasal dari Banda dan Maluku. Tanaman pala menyebar ke pulau Jawa pada saat perjalanan Marcopollo ke Tiongkok yang melewati pulau Jawa pada tahun 1271 sampai 1295. Pembudidayaan tanaman pala ini terus meluas sampai Sumatera. Tanaman pala memiliki beberapa jenis, antara lain: (1) Myristica fragrans Houtt; (2) Myristica argentea Ware; (3) Myristica fattua Houtt; (4) Myristica specioga Ware; (5) Myristica sucedona BL dan (6) Myristica malabarica Lam. Tanaman pala dapat dideskripsikan sebagai pohon yang berpenampilan indah dengan tinggi 10-20 meter, menjulang tinggi ke atas dan ke pinggir, mahkota pohonnya meruncing, berbentuk kerucut, lonjong dan bulat dengan percabangan relatif teratur. Daun pala berwarna hijau mengkilap dan gelap, panjang 5-14 cm, lebar 37 cm dan panjang tangkai daun 0,4-1,5 cm. Buahnya bulat sampai lonjong, berwarna hijau kekuningan, apabila masak akan berbelah dua dengan diameter 3-9 cm. Daging buahnya tebal dan asam. Biji berbentuk bulat sampai lonjong dengan panjang 1,5-4,5 cm dan lebar 1-2,5 cm. Warna bijinya coklat sedangkan kernel bijinya berwarna keputihan. Fulinya merah gelap dan ada pula yang putih kekuningan dan membungkus biji menyerupai jala. Kulitnya mengandung minyak atsiri, tetapi dapat juga diusahakan dari daun.
13 Pohon pala menghasilkan buah sepanjang tahun. Untuk berkembang mulai bunga menjadi buah masak diperlukan waktu 6-7 bulan. Panen buah pada permulaan musim hujan memberikan hasil paling baik dengan bunga pala yang paling tebal. Tujuan utama pengusahaan tanaman pala adalah untuk memperoleh biji pala dan fuli. Bagian yang terpenting dari biji pala adalah kandungan minyak eteris dengan berat 2-15 persen dan lemak 30-40 persen, sedangkan untuk fuli 7-8 persen minyak eteris dan lemak 20-30 persen. Menurut Rismunandar (1990), biji pala mempunyai beberapa sifat, antara lain: (1) biji pala yang masih belum cukup tua, bila dikeringkan akan menghasilkan daging biji yang agak rapuh dan mudah menjadi sasaran serangga gudang; (2) biji pala yang sudah cukup tua (buahnya membelah) bila dikeringkan menghasilkan biji yang cukup keras, dan jika diparut akan menghasilkan parutan yang berbentuk bubuk dan (3) biji pala bila masih muda namun sudah mulai terbentuk tempurungnya (umur 4-5 bulan), kandungan minyak atsirinya lebih tinggi daripada yang sudah masak petik dan berjatuhan. Bagian tanaman pala yang mempunyai nilai paling ekonomis adalah buahnya. Buah pala terdiri dari empat bagian, yaitu daging, fuli, tempurung dan biji dengan persentase berat basah masing-masing adalah 77,8 persen, 4 persen, 5,1 persen dan 13,1 persen. Menurut Albert Y. Leung dalam Rismunandar (1990), komposisi kimia biji pala adalah: (1) minyak atsiri 2-16 persen, dengan rata-rata 10 persen; (2) fixed oil (minyak kental) 25-40 persen; (3) karbohidrat 30 persen dan (4) protein 6 persen. Biji pala dapat dimanfaatkan secara langsung sebagai rempah-rempah dan minyaknya yang diperoleh melalui penyulingan dapat dimanfaatkan untuk
14 pengobatan dan kosmetika. Minyak pala banyak dimanfaatkan dalam pembuatan salep untuk menghilangkan rasa sakit (salep gosok atau analgestic ointments) atau ramuan tonikum. Jenis obat-obatan tertentu untuk meningkatkan aromanya menggunakan minyak pala. 2.2 Aliran Perdagangan Aliran perdagangan barang dan jasa antar negara merupakan perpindahan barang dan jasa antar negara. Analisis aliran perdagangan adalah analisis yang menjelaskan hubungan antara volume produk yang diperdagangkan dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Teori perdagangan internasional membantu menjelaskan arah serta komposisi perdagangan antar beberapa negara, serta bagaimana efeknya terhadap struktur
perekonomian
suatu
negara.
Perdagangan
internasional
juga
menunjukkan adanya keuntungan yang timbul dengan adanya perdagangan internasional (Salvatore, 1997). 2.3 Hasil Penelitian Terdahulu Studi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan maupun peramalan telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Hasilhasil penelitian tersebut akan dijelaskan per sub bab dalam uraian berikut: 2.3.1
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Turnip (2002) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran
ekspor dan aliran perdagangan kopi Indonesia. Analisis tersebut menggunakan pendekatan ekonometrika dengan model regresi linear berganda dengan persamaan tunggal yang diduga berdasarkan metode kuadrat terkecil biasa. Hasil
15 analisis
menunjukkan
bahwa
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
aliran
perdagangan kopi Indonesia adalah pendapatan per kapita, jarak tempuh dan jumlah penduduk negara tujuan ekspor. Hasil penelitian lain dilakukan oleh Sunenti (2005) yang menganalisis aliran perdagangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor meubel rotan di Indonesia. Variabel yang berpengaruh positif adalah pendapatan per kapita, jumlah penduduk dan nilai tukar terhadap Dollar Amerika, sedangkan jarak, harga dan biaya transportasi memberikan pengaruh negatif. Dari keenam variabel, hanya pendapatan per kapia, populasi dan biaya transportasi yang nyata pada taraf 5 persen. Hasil penelitian lain yang relevan dengan aliran perdagangan adalah dilakukan oleh Sinaga (2007). Penelitian ini menganalisis aliran perdagangan karet alam Indonesia ke pasar dunia dengan memfokuskan pada beberapa negara tujuan utama. Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan adalah GDP negara tujuan, populasi negara tujuan, jarak dengan negara tujuan, nilai tukar USD terhadap mata uang negara tujuan, konsumsi karet sintesis negara tujuan dan nilai ekspor produk ban negara tujuan. Berdasarkan output regresi linear berganda, faktor terbesar yang mempengaruhi ekspor karet alam Indonesia ke negara tujuan adalah variabel GDP negara tujuan dan nilai ekspor produk ban negara tujuan. 2.3.2 Peramalan Penelitian yang dilakukan oleh Siringoringo (2005), yaitu membandingkan output dari metode peramalan terbaik yang diperoleh untuk produksi Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO) dengan output dari metode peramalan
16 yang digunakan perusahaan. Metode yang diterapkan perusahaan ini masih belum akurat dan bersifat subjektif serta membutuhkan banyak tenaga kerja, biaya yang besar dan waktu yang lama. Berdasarkan hasil penelitian, metode peramalan terbaik untuk produksi CPO adalah metode ARIMA model (1,1,2)(2,1,2)36 dengan MAPE yang dihasilkan adalah 3,86 persen. Sedangkan untuk meramalkan produksi
PKO,
MAPE
yang
dihasilkan
dari
metode
ARIMA
model
(0,1,2)(2,1,2)42 adalah 6,05 persen. Mardian (2005) dalam penelitiannya menggunakan metode peramalan time series kemudian membandingkan hasil ramalannya dengan metode yang digunakan perusahaan. Berdasarkan beberapa metode peramalan kuantitatif yang diuji, diperoleh metode terakurat adalah ARIMA (1,1,1) dengan nilai MSE terkecil 1,40 x 108, nilai MAPE 9,7 persen dan SE 11851,90. Berdasarkan peramalan ini perusahaan diharapkan mampu membuat rencana produksi yang berorientasi pada penjualan (ekspor) yang akan datang. Penelitian lain yang menggunakan dasar yang sama adalah dilakukan oleh Purwanto (2006) yang menganalisis peramalan konsumsi dan produksi gula di Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan Indonesia dalam memproduksi gula dan mengetahui target produksi gula yang harus dicapai agar pencapaian swasembada gula dapat diupayakan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode ARIMA untuk melihat kondisi konsumsi dan produksi gula sampai tahun 2014. Selanjutnya untuk implikasi terhadap pencapaian swasembada gula menggunakan metode kausal. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada alat analisis yang digunakan, yaitu analisis regresi berganda dengan persamaan
17 tunggal dan metode Box-Jenkins (ARIMA). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya
adalah
selain
menganalisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi aliran perdagangan biji pala juga memprediksi volume ekspor pala. Hasil prediksi volume ekspor ini pala akan digunakan untuk membuat perencanaan yang berkaitan dengan volume produksi di masa mendatang.
18 III
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Produksi Produksi merupakan proses pengelolaan secara optimal penggunaan sumberdaya (faktor produksi) dalam proses transformasi bahan mentah dan tenaga kerja menjadi berbagai produk atau jasa. Ruang lingkup kegiatan operasi produksi adalah dimulai dari adanya permintaan akan barang dan jasa, selanjutnya masukan (input) berupa sumberdaya ditransformasi menjadi keluaran (output) berupa barang atau jasa. Output yang dihasilkan harus memberikan informasi umpan balik agar dapat diketahui apakah output tersebut dapat memenuhi permintaan konsumen atau tidak. Konsekuensinya bila tidak bisa memenuhi, organisasi harus merancang kembali output yang dihasilkannya. Perubahan yang dilakukan bisa pada proses produksi maupun faktor-faktor produksi yang digunakan. Selain itu produsen juga harus selalu memperhatikan dan menanggapi kekuatan dari lingkungan eksternal, seperti peraturan pemerintah, kondisi ekonomi dan kemajuan teknologi (Handoko, 2000). 3.1.2 Ekspor-Impor Ekspor merupakan suatu kegiatan dimana produk yang dibuat atau dikembangkan di dalam negeri tetapi dikirim dan dijual ke luar negeri, sedangkan impor adalah produk yang dibuat atau dikembangkan di luar negeri tetapi dijual di dalam negeri. Eksportir adalah perusahaan yang membuat produk di suatu negara dan kemudian mendistribusikan atau menjualnya ke negara lain. Importir membeli
19 produk di pasar luar negeri dan kemudian mengimpornya untuk dijual kembali di negaranya (Griffin dan Ronald, 2003). Ekspor merupakan salah satu sumber devisa. Untuk mampu mengekspor, negara tersebut harus mampu menghasilkan barang dan jasa yang mampu bersaing di pasar internasional. Kemampuan bersaing ini sangat ditentukan oleh faktor sumberdaya alam, sumberdaya manusia, teknologi, manajemen dan sosial budaya. Faktor-faktor tersebut akan menentukan mutu dan harga barang atau jasa yang dihasilkan. Jika mutu rendah, permintaan luar negeri untuk membeli barang tersebut akan rendah pula. Begitu juga jika harga yang ditawarkan terlalu mahal, orang akan mencari hasil produksi dari negara lain yang relatif lebih murah. 3.1.3 Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional menganalisis dasar-dasar terjadinya perdagangan internasional serta keuntungan yang diperolehnya. Kebijakan perdagangan internasional membahas alasan-alasan serta pengaruh pembatasan perdagangan, serta hal-hal yang menyangkut proteksionisme baru. Adapun faktorfaktor yang menyebabkan terjadinya perdagangan internasional adalah karena adanya perbedaan permintaan suatu negara. Perbedaan ini disebabkan oleh: (1) tidak semua negara memiliki dan mampu menghasilkan komoditi yang diperdagangkan karena perbedaan letak geografis yang tidak memungkinkan terdapatnya bahan baku yang diperlukan dan (2) perbedaan pada kemampuan suatu negara dalam menyerap dan menerapkan teknologi untuk menghasilkan komoditas tertentu pada tingkat yang efisien (Salvatore, 1997). Perdagangan internasional timbul karena pada hakikatnya tidak ada suatu negara pun di dunia ini yang dapat menghasilkan semua barang dan jasa untuk
20 memenuhi kebutuhan seluruh penduduk. Kalaupun berbagai kebutuhan penduduk bisa dihasilkan dalam negeri, tetapi dalam banyak hal sering lebih murah mengimpor barang-barang yang diperlukan dari luar negeri daripada harus dihasilkan sendiri dalam negeri (Deliarnov, 1995). Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun, dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial dan politik baru dirasakan beberapa abad terakhir. Perdagangan internasional pun turut mendorong industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi dan kehadiran perusahaan multinasional. Bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya bea, tarif atau quota barang impor. Selain itu, kesulitan lainnya timbul karena adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, dan hukum dalam perdagangan.
21 Perdagangan internasional memiliki beberapa manfaat, antara lain: 1. Memperoleh Barang yang Tidak Dapat Diproduksi di Negeri Sendiri Banyak faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktor-faktor tersebut diantaranya kondisi geografi, iklim dan tingkat penguasaan iptek. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri. 2. Memperoleh Keuntungan dari Spesialisasi Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri. 3. Memperluas Pasar dan Menambah Keuntungan Terkadang, para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal dan menjual kelebihan produk tersebut ke luar negeri. 4. Transfer Teknologi Modern Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efesien dan cara-cara manajemen yang lebih modern.
22 Banyak faktor yang mendorong suatu negara melakukan perdagangan internasional, diantaranya sebagai berikut: 1. Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri 2. Keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara 3. Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi 4. Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk menjual produk tersebut. 5. Adanya perbedaan keadaan seperti sumberdaya alam, iklim, tenaga kerja, budaya dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi dan adanya keterbatasan produksi. 6. Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang. 7. Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari negara lain. 8. Terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia dapat hidup sendiri.5 Pada Gambar 1 memperlihatkan bahwa dengan adanya perdagangan internasional, Negara 1 akan mengadakan produksi dan konsumsi di titik A berdasarkan harga relatif komoditi X sebesar P1, sedangkan Negara 2 akan berproduksi dan berkonsumsi di titik A’ berdasarkan harga relatif P3. Setelah hubungan perdagangan berlangsung di antara kedua negara tersebut, harga relatif komoditi X akan berkisar antara P1 dan P3. Apabila harga yang berlaku di atas P1, maka Negara 1 akan memasok atau memproduksi komoditi X lebih banyak daripada tingkat permintaan (konsumsi) domestik. 5
Wikimedia Foundation. 2004. Perdagangan Internasional. www.wikipedia.org [2 Oktober 2007]
23 Kelebihan produksi itu selanjutnya akan diekspor ke Negara 2. Di lain pihak jika harga yang berlaku lebih kecil dari P3, maka Negara 2 akan mengalami peningkatan permintaan sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada produksi domestiknya. Hal ini akan mendorong Negara 2 untuk mengimpor kekurangan kebutuhannya atas komoditi X dari Negara 1. Px/Py
Px/Py
Px/Py
Sx St P3 P2 P1
0
Sx B
S
A”
Bt
P4
E
B*
Et E’
E* B’
A Dx
A’
P3
Dx
D
A*
x
x
x
X2 X1 Pasar di Negara 1 untuk komoditi X
Hubungan perdagangan internasional dalam komoditi X dengan adanya biaya transportasi
Pasar di Negara 2 untuk komoditi X
Gambar 1 Kurva Perdagangan Internasional Sumber: Salvatore, 1997
Pada harga relatif P2, kuantitas impor komoditi X yang diminta oleh Negara 2 (B’E’) sama dengan kuantitas ekspor komoditi X yang ditawarkan Negara 1 (BE). Hal tersebut ditunjukkan oleh perpotongan antara kurva D dan S setelah komoditi X diperdagangkan antara kedua negara. Dengan demikian P2 adalah harga relatif ekuilibrium untuk komoditi X setelah perdagangan internasional berlangsung. Apabila Px/Py lebih besar dari P2 maka kuantitas ekspor komoditi X yang ditawarkan akan melebihi tingkat permintaan impor, sehingga
24 lambat laun harga relatif komoditi X tersebut (Px/Py) akan mengalami penurunan sehingga pada akhirnya akan sama dengan P2. Dengan adanya biaya transportasi maka penawaran ekspor komoditi X akan berkurang sehingga kurva
S menjadi S1 dengan tingkat harga relatif
ekuilibrium berada di atas P2, yaitu P4 dan pengurangan jumlah impor komoditi Negara 2 dari titik X1 ke X2. 3.1.4 Pola Aliran Perdagangan Menurut Oktaviani dalam Sunenti (2005), dalam makalahnya yang berjudul The Indonesian Import Demand and Trade of Cotton, variabel yang mempengaruhi aliran perdagangan kapas ke Indonesia adalah pendapatan per kapita (Yj), jarak antara negara pengekspor dengan Indonesia (Dij), harga FOB kapas di negara eksportir (Pj), jumlah penduduk (Nj) dan nilai tukar mata uang asing (Ej). Dengan demikian persamaan aliran perdagangannya adalah: Xij = f (Yj, Dij, Pj, Nj, Ej) 1. Gross Domestic Product (GDP) Variabel pendapatan yang digunakan untuk mewakili perdagangan biji pala Indonesia adalah GDP yang menyatakan pendapatan total dan pengeluaran total nasional pada output barang dan jasa (Mankiw, 2000). 2. Jarak Variabel jarak adalah indikasi dari biaya transportasi yang dihadapi oleh suatu negara dalam melakukan ekspor (Salvatore, 1997). Jarak tersebut mengurangi aliran perdagangan yang diwakilkan dari biaya transportasi. Semakin
25 jauh jarak, semakin besar biaya transportasi, semakin rendah volume ekspor produk (semakin rendah aliran perdagangan). 3. Harga Suatu hipotesis ekonomi yang mendasar adalah bahwa untuk kebanyakan komoditi, harga komoditi dan kuantitas yang akan ditawarkan berhubungan secara positif, dengan semua faktor yang lain adalah konstan. Makin tinggi harga suatu komoditi yang akan ditawarkan, makin besar jumlah komoditi yang akan ditawarkan. Demikian sebaliknya, semakin rendah harga, maka semakin kecil jumlah komoditi yang akan ditawarkan (Lipsey et al., 1995). 4. Populasi Pertambahan populasi dapat mempengaruhi ekspor melalui dua sisi yaitu, penawaran dan permintaan. Pada sisi penawaran, pertambahan populasi dapat diartikan sebagai penambahan tenaga kerja untuk melakukan produksi komoditi ekspor. Pertambahan populasi dari sisi permintaan, akan menyebabkan bertambah besarnya permintaan domestik (Salvatore, 1997). 5. Nilai Tukar Kurs (exchange rate) di antara dua negara adalah harga dimana penduduk kedua negara saling melakukan perdagangan. Para ekonom membedakan antara dua kurs, yaitu kurs nominal dan kurs riil. Kurs nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara, sedangkan kurs riil adalah harga relatif dari barang-barang kedua negara. Jika mengacu pada kurs di antara dua negara, maka biasanya menggunakan kurs nominal (Mankiw, 2000). Variabel
yang
digunakan
untuk
menduga
faktor-faktor
yang
mempengaruhi aliran perdagangan biji pala Indonesia ke negara tujuan ekspor
26 adalah GDP total negara tujuan, populasi negara tujuan, jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan, harga biji pala Indonesia di negara tujuan, nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap Rupiah Indonesia dan volume ekspor biji pala dari Indonesia ke negara tujuan satu tahun sebelumnya. Aliran perdagangan biji pala Indonesia dapat didefinisikan sebagai berikut: Xij = f (Yj, Nj, Dij, Pj, ERj, Xij-1) Dimana: Xij Yj Nj Dij Pj ERj Xij-1
3.1.5
= volume ekspor biji pala dari Indonesia ke negara tujuan (kg) = GDP total negara tujuan (US$ Milyar) = populasi negara tujuan (juta) = jarak antara negara Indonesia dan negara tujuan (km) = harga FOB biji pala Indonesia di negara tujuan (US$/kg) = nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap Rupiah Indonesia (domestik/Rp) = volume ekspor biji pala dari Indonesia ke negara tujuan satu tahun sebelumnya (kg)
Hubungan antara Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Biji Pala Indonesia melalui Analisis Regresi Berganda Secara umum, permasalahan analisis regresi yang melibatkan hubungan
dari dua atau lebih variabel bebas disebut analisis regresi berganda (Siagian dan Sugiarto, 2000). Persamaan regresi berganda adalah persamaan regresi dengan satu peubah tak bebas (Y) dengan lebih dari satu peubah bebas (X1, X2,...,Xt). Metode yang paling luas dan populer digunakan dalam regresi adalah metode kuadrat terkecil biasa (Method of Ordinary Least Squares atau Metode OLS). Metode kuadrat terkecil digunakan untuk menempatkan garis pada data yang diamati. Metode ini akan meminimumkan jumlah kuadrat kesalahan pengganggu (Firdaus, 2004). Untuk mengevaluasi apakah model yang digunakan sudah baik atau belum, terdapat beberapa kriteria pengujian asumsi dan pengujian statistik (koefisien determinasi atau R-Sq, uji F dan uji t).
27 3.2
Kerangka Pemikiran Operasional Indonesia sebagai negara eksportir biji pala melakukan perdagangan
internasional ke negara-negara tujuan ekspor (importir). Perkembangan volume dan nilai ekspor biji pala Indonesia berfluktuasi dari tahun ke tahun. Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ditimbulkan dari negara Indonesia sebagai pengekspor dan negara tujuan ekspor biji pala Indonesia. Negara-negara tujuan ekspor biji pala Indonesia memiliki lokasi dan karakteristik yang berbeda-beda, baik dari bentuk pemerintahan, keadaan geografi jarak antar negara dan keadaan perekonomian. Karakteristik yang berbeda ini akan mempengaruhi perdagangan antara Indonesia dengan negara-negara tujuan. Selain itu gambaran umum karakteristik negara tujuan utama ekspor biji pala Indonesia ini bertujuan untuk melihat potensi perdagangan biji pala di negara tujuan utama. Aliran perdagangan biji pala dari titik produksi (Indonesia sebagai negara pengekspor) ke titik konsumsi (negara tujuan ekspor) dipengaruhi oleh faktorfaktor penentu perdagangan. Negara-negara tujuan ekspor biji pala Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Karakteristik ini dapat dilihat dari faktor ekonomi (GDP total negara tujuan, populasi negara tujuan, harga biji pala Indonesia di negara tujuan, nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap Rupiah Indonesia dan volume ekspor biji pala dari Indonesia ke negara tujuan satu tahun sebelumnya) dan non ekonomi (jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan). Untuk menganalisis aliran perdagangan biji pala Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor, digunakan suatu model yang direpresentasikan ke dalam suatu persamaan regresi berganda.
28 GDP menggambarkan aktivitas ekonomi suatu negara dalam nilai uang tunggal dalam periode waktu tertentu. GDP menyatakan pendapatan total dan pengeluaran total nasional pada output barang dan jasa. Kaitan GDP dengan penelitian ini adalah sebagai ukuran daya beli atau tingkat pendapatan negara pengimpor dalam mengukur kemampuan membeli. Semakin besar GDP negara importir maka semakin besar pula kemampuan untuk melakukan impor (Mankiw, 2000). Pertambahan populasi dapat mempengaruhi ekspor melalui dua sisi yaitu, penawaran dan permintaan. Pada sisi penawaran, pertambahan populasi dapat diartikan sebagai penambahan tenaga kerja untuk melakukan produksi komoditi ekspor. Pertambahan populasi dari sisi permintaan, akan menyebabkan bertambah besarnya permintaan domestik (Salvatore, 1997). Semakin besar populasi negara importir maka diharapkan semakin besar pula permintaan akan produk biji pala. Variabel jarak adalah indikasi dari biaya transportasi yang dihadapi oleh suatu negara dalam melakukan ekspor (Salvatore, 1997). Jarak tersebut mengurangi aliran perdagangan yang diwakilkan dari biaya transportasi. Semakin jauh jarak, semakin besar biaya transportasi, semakin rendah volume ekspor produk (semakin rendah aliran perdagangan). Pada penelitian ini, jarak yang diukur adalah antara ibukota negara Indonesia (Jakarta) dengan ibukota negara importir. Semakin dekat jarak negara importir dengan Indonesia, maka diharapkan semakin besar volume ekspor biji pala ke negara tersebut. Suatu hipotesis ekonomi yang mendasar adalah bahwa untuk kebanyakan komoditi, harga komoditi dan kuantitas yang akan ditawarkan berhubungan secara positif, dengan semua faktor yang lain adalah konstan. Makin tinggi harga suatu
29 komoditi yang akan ditawarkan, makin besar jumlah komoditi yang akan ditawarkan. Demikian sebaliknya, semakin rendah harga, maka semakin kecil jumlah komoditi yang akan ditawarkan (Lipsey et al., 1995). Semakin tinggi harga biji pala Indonesia di negara tujuan maka akan semakin banyak volume biji pala Indonesia yang akan diekspor. Kondisi nilai tukar seperti terapresiasinya mata uang domestik negara tujuan ekspor terhadap Rupiah Indonesia membuat harga suatu komoditi relatif lebih murah. Hal ini mendorong terjadinya peningkatan volume impor dari negara tujuan, karena negara tujuan membutuhkan sedikit uang untuk membeli barang impor. Variabel volume ekspor biji pala dari Indonesia ke negara tujuan satu tahun sebelumnya, mempengaruhi suatu negara untuk kembali mengimpor atau tidak pada tahun berikutnya. Tingkat konsumsi biji pala ini mempengaruhi berapa besar volume biji pala yang akan diimpor di waktu yang akan datang. Peluang ekspor komoditi pala ini sangat dipengaruhi oleh volume produksi dalam negeri. Indonesia sebagai produsen utama pala di dunia harus dapat memanfaatkan peluang yang ada ini. Adanya ketidakpastian produksi pala mengindikasikan bahwa melakukan peramalan volume ekspor pala penting dilakukan. Peramalan dibutuhkan sebagai informasi dasar untuk menyusun perencanaan dan pengambilan keputusan di masa mendatang. Karena mengingat pala merupakan tanaman tahunan yang dalam proses produksinya membutuhkan perencanaan yang baik. Perencanaan yang akan dibuat berkaitan dengan pemanfaatan faktor-faktor produksi pala. Apabila produksi diperkirakan terus meningkat, maka pemerintah sebagai pihak pengambil kebijakan harus
30 merencanakan pengembangan faktor-faktor produksi tersebut, seperti penambahan luas lahan. Ramalan terhadap volume ekspor pala menggunakan metode time series Box-Jenkins (ARIMA). Metode ini dipilih karena memiliki keunggulan dapat meramal nilai suatu variabel di masa depan tanpa melihat nilai variabel-variabel lain yang mempengaruhi variabel tersebut sehingga waktu, tenaga dan biaya untuk menyiapkan ramalan lebih murah. Penelitian ini menggunakan alur pemikiran yang dapat dilihat pada Gambar 2.
31
Indonesia sebagai Produsen Pala Terbesar di Dunia
Perdagangan Internasional
Indonesia (Eksportir)
Karakteristik Negara Tujuan Ekspor Biji Pala Indonesia: 1. Bentuk Pemerintahan 2. Populasi 3. Keadaan Geografi 4. Keadaan Ekonomi
Negara Tujuan (Importir)
Aliran Perdagangan Biji Pala: 1. GDP Total 2. Populasi 3. Jarak 4. Harga 5. Nilai Tukar 6. Volume Ekspor Sebelumnya
Peramalan Volume Ekspor Pala
Perencanaan Produksi Pala di Masa yang Akan Datang
Gambar 2 Kerangka Operasional Penelitian
32 IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data cross section (antar wilayah) dan data tahunan ekspor pala tahun 1969-2005 serta data-data lain yang relevan dengan penelitian ini. Observasi untuk aliran perdagangan dilakukan pada satu titik waktu atau periode yang sama untuk memberikan gambaran perkembangan suatu kegiatan atau keadaan pada waktu itu. Adapun pengumpulan data dilaksanakan pada bulan September-November 2007. Pada penelitian ini, data yang menjadi cross section adalah volume ekspor biji pala Indonesia pada tahun 2005, dengan asumsi data tahun 2005 merupakan data terbaru yang tersedia. Jenis data yang dibutuhkan dalam aliran perdagangan biji pala Indonesia adalah: 1. Volume ekspor biji pala dari Indonesia menurut negara tujuan (kg). 2. GDP total negara tujuan (US$ Milyar). 3. Populasi negara tujuan (juta). 4. Jarak antara negara Indonesia dan negara tujuan (km). 5. Harga FOB biji pala Indonesia di negara tujuan (US$/kg). 6. Nilai
tukar
mata
uang
negara
tujuan
terhadap
Rupiah
Indonesia
(domestik/Rp). 7. Volume ekspor biji pala dari Indonesia ke negara tujuan satu tahun sebelumnya (kg).
33 Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Direktorat Jenderal Perkebunan. Selain itu data pendukung diperoleh melalui studi literatur berupa skripsi, internet dan buku-buku yang relevan dengan materi penelitian. 4.2 Metode Analisis dan Pengolahan Data Data yang diperoleh adalah data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif diolah dengan menggunakan program Minitab 14 yang disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Metode kuantitatif yang digunakan dalam menjawab permasalahan pada penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu: (1) analisis regresi berganda dengan persamaan tunggal untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan biji pala Indonesia dan (2) metode Box-Jenkins (ARIMA) untuk meramalkan volume ekspor pala untuk 10 tahun yang akan datang. Data kualitatif disajikan dalam bentuk uraian. Metode kualitatif digunakan untuk melihat karakteristik negara-negara tujuan ekspor biji pala Indonesia. Persamaan penelitian diduga dengan metode Ordinary Least Squares (OLS) yang merupakan metode yang paling sesuai digunakan dalam model ekonometrika regresi berganda, konsisten dan sederhana karena gangguan populasi didistribusikan secara normal (Gujarati, 1995). Metode ini juga memiliki kelemahan, yaitu semua asumsi yang terdapat dalam metode ini harus terpenuhi. Jika salah satu asumsi tidak terpenuhi maka dapat merusak sifat ketidakstabilan dan kekonsistenan dari penduga OLS sehingga untuk masalah tersebut perlu dilakukan suatu pengujian.
34 4.3 Analisis Data dan Perumusan Model 4.3.1
Model Regresi Berganda Model yang digunakan dalam analisis data untuk aliran perdagangan
adalah model regresi berganda dengan persamaan tunggal yang diduga dengan model OLS. Model ini digunakan karena mampu menunjukkan berapa persen variabel tak bebas dapat dijelaskan oleh variabel bebas dengan nilai koefisien determinasi atau R-Sq. Selain itu model ini dapat melihat apakah variabel-variabel bebasnya berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel tak bebas dengan melihat nilai uji F dan uji t. Pada penelitian ini, perumusan model merupakan langkah pertama yang dilakukan dalam mempelajari hubungan antar variabel-variabel. Faktor-faktor untuk menganalisis aliran perdagangan biji pala Indonesia adalah GDP total negara tujuan, populasi negara tujuan, jarak antara negara Indonesia dan negara tujuan, harga biji pala Indonesia di negara tujuan, nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap Rupiah Indonesia dan volume ekspor biji pala dari Indonesia ke negara tujuan satu tahun sebelumnya. Model persamaan regresi berganda aliran perdagangan biji pala sebagai berikut: Xij = b0 + b1Yj + b2Nj + b3Dij + b4Pj + b5ERj + b6Xij-1 + eij Tanda dugaan parameter yang diharapkan adalah b1, b2, b4, b6 > 0 dan b3, b5 < 0 Dimana: Xij Yj Nj Dij Pj ERj Xij-1
= volume ekspor biji pala dari Indonesia ke negara tujuan (kg) = GDP total negara tujuan (US$ Milyar) = populasi negara tujuan (juta) = jarak antara negara Indonesia dan negara tujuan (km) = harga FOB biji pala Indonesia di negara tujuan (US$/kg) = nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap Rupiah Indonesia (domestik/Rp) = volume ekspor biji pala dari Indonesia ke negara tujuan satu tahun sebelumnya (kg)
35 = random error = konstanta (intersep) = parameter yang diduga, n = 1, 2,...,6
eij b0 bn
4.3.1.1 Pengujian Asumsi Menurut Santoso (1999), dalam membuat suatu persamaan regresi berganda diperlukan pengujian asumsi untuk melihat apakah model regresi yang telah dibuat bisa digunakan. 1. Normalitas Dalam persamaan regresi, asumsi normalitas mensyaratkan nilai-nilai dari Y berdistribusi normal pada tiap nilai dari X. Kenormalan diketahui melalui sebaran regresi yang merata di setiap nilai. Metode yang digunakan untuk menguji kenormalan data adalah metode Kolmogorov Smirnov (Algifari, 1997). 1. Hipotesa H0 = sebaran normal H1 = sebaran tidak normal 2. Uji Statistik Dn = max Fe - Fo
Dimana: Dn Fe Fo
= Nilai Kolmogorov Smirnov (KS) hitung = Frekuensi harapan = Frekuensi observasi
3. Kriteria Uji Apabila: KShitung > KStabel atau P value < 5%, maka tolak H0 KShitung < KStabel atau P value > 5 %, maka terima H0 4. Kesimpulan Jika terima hipotesis H0 berarti data menyebar normal, demikian sebaliknya apabila menolak H0.
36 2. Multikolinearitas
Multikolinearitas menunjukkan adanya lebih dari satu hubungan linear yang sempurna (Firdaus, 2004). Multikolinear menyebabkan pendugaan koefisien regresi tidak nyata, walaupun nilai koefisien determinasi tinggi. Pengujian multikolinear dapat dilakukan dengan memperhatikan nilai Variance Inflation Factor atau VIF (Nachrowi dan Usman, 2002).
VIF =
1 , j = 1, 2,...,k (1 - R 2j )
Dimana: R 2j = Koefisien determinasi dari regresi variabel bebas ke j Jika VIF > 10 menunjukkan bahwa model dugaan ada masalah multikolinear. Nilai VIF mendekati 1 menunjukkan bahwa tidak terdapat masalah multikolinear. 4.3.1.2 Pengujian Statistik
Untuk mengevaluasi apakah model yang digunakan sudah baik atau belum, terdapat beberapa kriteria pengujian statistik yaitu koefisien determinasi atau R-Sq, uji F dan uji t. 1. Koefisien Determinasi (R-Sq)
Menurut Nachrowi dan Usman (2002), untuk mengukur kecukupan model regresi, dapat dilihat dari koefisien determinasi (R-Sq). Nilai koefisien determinasi merupakan suatu ukuran yang menunjukkan besar sumbangan dari variabel penjelas terhadap variabel respon. Semakin besar koefisien determinasi, maka model semakin baik. Adapun rumus untuk menghitung koefisien determinasi sebagai berikut:
37
R2 =
Jumlah Kuadrat Regresi Jumlah Kuadrat Total
2. Uji F
Uji F digunakan untuk melihat apakah variabel penjelas secara bersamasama (simultan) berpengaruh nyata atau tidak berpengaruh terhadap variabel dependen (Nachrowi dan Usman, 2002). 1. Hipotesa H0: b1 = b2 = b3 =.....= bk = 0 H1: minimal ada satu slope yang ≠ 0 2. Uji statistik Fhitung =
e 2 / (k - 1) (1 - e 2 ) / (n - k)
Dimana: e2 (1 - e2) n k
= Jumlah kuadrat regresi = Jumlah kuadrat sisa = Jumlah sampel = Jumlah parameter
3. Kriteria Uji Apabila: Fhitung > Ftabel, (k – 1) (n – k) maka tolak H0 Fhitung < Ftabel, (k – 1) (n – k) maka terima H0 4. Kesimpulan Jika tolak hipotesis H0 berarti secara bersama-sama variabel-variabel bebas dalam model berpengaruh terhadap variabel tak bebas, demikian sebaliknya apabila menerima H0.
3. Uji t Uji t merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah koefisien regresi signifikan atau tidak. Uji t digunakan untuk melihat apakah
38 variabel penjelas secara individu berpengaruh nyata atau tidak berpengaruh terhadap variabel dependen (Nachrowi dan Usman, 2002). 1. Hipotesa H0: bi = 0 H1: bi ≠ 0 2. Uji statistik thitung =
bi , derajat bebas (n – k) Se (bi)
Dimana: Se (bi) bi
= Standar deviasi untuk parameter ke i = Koefisien regresi atau parameter
3. Kriteria Uji Apabila: thitung > ttabel, (n – k) maka tolak H0 thitung < ttabel, (n – k) maka terima H0 4. Kesimpulan Jika tolak hipotesis H0 berarti peubah yang diuji berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas, demikian sebaliknya apabila menerima H0. 4.3.2
Elastisitas
Nilai elastisitas digunakan untuk mengukur derajat kepekaan setiap peubah tidak bebas pada suatu persamaan dari peubah bebas. Apabila suatu persamaan: Y = b0 + b1X1 + b2X2 +............. + biXi Maka nilai elastisitas dihitung sebagai berikut: E (YXi) = bi x
Xi Y
39 Dimana: E (YXi) bi Xi Y
= elastisitas peubah Y terhadap peubah bebas Xi = parameter dugaan peubah bebas Xi = rata-rata peubah bebas Xi = rata-rata peubah tidak bebas Y
Kriteria uji: 1. Apabila nilai elastisitas lebih besar dari satu (E > 1), maka dikatakan elastis (responsif), karena perubahan satu persen peubah bebas mengakibatkan perubahan peubah tidak bebas lebih dari satu persen. 2. Jika nilai elastisitas antara nol dan satu (0 < E < 1), maka dikatakan inelastis (tidak responsif), karena perubahan satu persen peubah bebas akan mengakibatkan perubahan peubah tidak bebas kurang dari satu persen. 3. Jika nilai elastisitas sama dengan nol (E = 0), dikatakan inelastis sempurna. 4. Jika nilai elastisitasnya tak hingga (E = ∞), dikatakan elastis sempurna. 5. Jika nilai elastisitasnya sama dengan satu (E = 1), dikatakan unitary elastis. 4.3.3
Metode Box Jenkins (ARIMA)
Menurut Sugiarto dan Harijono (2000), ARIMA terbagi atas model MA (moving average), AR (autoregressive), ARMA (autoregressive moving average) dan ARIMA (autoregressive integrated moving average). Persamaan model tersebut adalah: 1. Model AR Yt = b0 + b1Yt-1 + b2Yt-2 +….+ bpYt-p + et Dimana: Yt Yt-1, Yt-2 b0, b1 dan bp et
= nilai series yang stasioner = nilai sebelumnya = konstanta dan koefisien model = kesalahan peramalan
2. Model MA Yt = a0 + et – a1et-1 – a2et-2 - ….- aqet-q
40 Dimana: Yt a0, a1 dan a2 et-1, et-2 et
= nilai series yang stasioner = konstanta dan koefisien model = kesalahan peramalan masa lalu = kesalahan peramalan
3. Model ARMA Yt = b0 + b1Yt-1 +….+ bpYt-p + et - a1et-1 -…..- aqet-q = nilai series yang stasioner = kesalahan peramalan masa lalu
Dimana: Yt et-1, et-q b0, b1, bp, a1 dan aq et
= konstanta dan koefisien model = kesalahan peramalan
4. Model ARIMA, apabila data asli yang dikumpulkan bersifat non stasioner (ΦB) (1-B)d Yt = µ’ + (θB) εt Dimana: (ΦB) (θB) µ, Φ dan θ
= 1 - Φ1B - Φ2B2 - ....- ΦpBp = 1 - θ1B - θ2B2 - ....- θqBq = konstanta dan koefisien model
Pola fluktuasi produksi dan ekspor pala diidentifikasi dengan analisa visual terhadap grafik (plot data) produksi dan ekspor pala dari tahun ke tahun. Untuk melihat apakah ada unsur trend atau musiman dalam deret data produksi secara formal dilakukan dengan mempelajari plot autokorelasi (ACF) dan plot autokorelasi parsial (PACF) dari data tersebut. Peramalan menggunakan tiga tahapan yang terpisah. Tahap-tahap tersebut adalah: (1) tahap identifikasi model; (2) tahap pengestimasian dan pengujian model dan (3) tahap penerapan model. 1. Identifikasi Model Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap pertama sebagai berikut: a. Menentukan apakah serial data yang digunakan bersifat stasioner atau tidak. Data yang stasioner dapat diketahui dengan melihat nilai-nilai koefisien
41 autokorelasinya. Apabila nilainya turun dengan cepat atau mendekati nol sesudah nilai autokorelasi kedua atau ketiga, maka data tersebut bersifat stasioner. Sedangkan apabila data tidak bersifat stasioner yang ditunjukkan oleh nilai-nilai autokorelasi yang tidak turun ke nol dan bernilai positif, maka dilakukan pembedaan (differencing) data asli hingga data bersifat stasioner. Pembedaan dilakukan dengan jalan mengurangkan data periode t dengan data periode sebelumnya (t-1). Dasar penyusunan asumsi ini karena umumnya data ekonomi memiliki derajat integrasi sama dengan satu. b. Setelah data bersifat stasioner, nilai-nilai autokorelasi dan autokorelasi parsial dibandingkan dengan distribusi untuk model ARIMA yang sesuai. Pendeteksian komponen trend dan musiman yang terkandung dalam data digunakan bantuan plot data, plot sebaran koefisien autokorelasi dan plot sebaran autokorelasi parsial. Pada tahap berikutnya adalah identifikasi nilai banyak parameter AR non musiman (p) dan banyaknya parameter MA non musiman (q). Untuk menentukannya dibantu oleh alat dalam plot gambar sebaran ACF dan PACF yang secara ringkas disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Pola ACF dan PACF Model Nonseasonal ARIMA Model ACF (q) PACF (p) MA (q) AR (p) Mixed Model
Terpotong (cuts off) setelah lag q (q=1 atau q=2) Perlahan-lahan menghilang (dies down) Perlahan-lahan menghilang (dies down)
Sumber: Gaynor dan Kirkpatrick, 1994
Perlahan-lahan menghilang (dies down) Terpotong (cuts off) setelah lag p (p=1 atau p=2) Perlahan-lahan menghilang (dies down)
42 2. Estimasi dan Pengujian Model Tahap kedua adalah penaksiran dan pengujian model. Menurut Makridakis et al. (1999), ada dua cara untuk mendapatkan parameter-parameter model
ARIMA, yaitu: a. Dengan cara trial and error (mencoba-coba), yaitu menguji beberapa nilai yang berbeda dan memilih nilai-nilai tersebut yang meminimumkan jumlah kuadrat nilai sisa. b. Perbaikan secara iteratif, yaitu memilih taksiran awal dan kemudian menggunakan komputer untuk memperluas penaksiran tersebut secara iteratif. Setelah berhasil menduga nilai parameter model yang ditetapkan, selanjutnya adalah menentukan apakah model tersebut sudah layak digunakan atau belum. Nilai MSE digunakan untuk melihat bagaimana model yang diestimasi mampu untuk menjelaskan keragaan data awal. Semakin kecil nilai MSE maka model tersebut semakin baik. 3. Peramalan dengan Model a. Setelah model yang sesuai diperoleh, dapat dibuat peramalan untuk satu atau beberapa periode yang akan datang. b. Dengan semakin banyak data yang tersedia, model yang sama dapat digunakan untuk mengubah peramalan dengan cara memilih waktu awal yang lain. c. Jika data deret waktu kelihatannya berubah sepanjang waktu, maka parameterparameter model tersebut mungkin membutuhkan perhitungan ulang atau keseluruhan model mungkin harus diperbaiki.
43 Jika didapatkan perbedaan besar pada kesalahan peramalan, hal ini menunjukkan bahwa keseluruhan model harus diperbaiki. Analisis kembali lagi tahap 1 dan 2 dan mengulangi proses pemilihan model.
44 V
EKONOMI PALA INDONESIA
Pohon pala mulai berbuah pada umur tujuh tahun. Produksinya terus meningkat ketika berumur 10-25 tahun, bahkan ada yang mampu berproduksi sampai 100 tahun. Buah pala dapat dipanen setelah cukup masak (tua), yaitu sekitar 6-7 bulan sejak mulai berbunga. Tanda-tanda buah pala yang sudah masak adalah sebagian buahnya membelah hingga terlihat biji yang diselaputi oleh fuli berwarna merah. Jika dibiarkan selama 2-3 hari di pohon, pembelahan menjadi sempurna dan biji akan jatuh ke tanah. Salah satu keunikan pohon pala adalah daunnya tidak pernah gugur sepanjang tahun. Oleh karena itu tanaman ini sangat baik untuk penghijauan. Panen pala dilakukan dua periode dalam setahun. Namun di setiap daerah memiliki waktu pemetikan yang berbeda-beda. Di daerah Banda, dikenal ada tiga macam masa panen tiap tahun, yaitu panen raya atau panen besar, panen lebih sedikit dan panen kecil. Berikut ini pembagian waktu panen pala setiap tahunnya: 1. Panen raya atau panen besar yang terjadi pada pertengahan musim hujan. Panen buah pala pada permulaan musim hujan memberikan hasil paling baik (berkualitas tinggi) dan fuli paling tebal. 2. Panen lebih sedikit terjadi pada awal musim hujan. 3. Panen kecil terjadi pada akhir musim hujan. Kemala (1990) melakukan penelitian mengenai Analisis Usahatani dan Pemasaran Pala di Sumatera Barat. Pengumpulan data dilakukan dengan metode survey. Daerah pengambilan contoh dilakukan pada pusat-pusat daerah produksi, dengan mengambil empat kabupaten, empat kecamatan dan empat desa. Adapun
45 jumlah contoh yang diambil adalah 102 petani, 20 pedagang tingkat desa, kecamatan, kabupaten dan eksportir. Berdasarkan hasil penelitiannya, dapat disimpulkan bahwa: 1. Tanaman pala diusahakan secara campuran dengan cara ekstensif, dimana tingkat teknologi yang masih agak rendah, seperti 3 persen petani yang tahu akan varietas yang ditanam, 10 persen petani yang menanam pala yang berasal dari pembibitan, 10 persen tanaman pala yang berjarak teratur, 2 persen yang melakukan pemberantasan hama dan penyakit dan 0 persen yang melakukan pemupukan. 2. Pendapatan usahatani hanya 8,68 persen yang berasal dari pala. Kecilnya jumlah pendapatan tersebut disebabkan oleh kecilnya jumlah pemilikan pala (15 pohon) dan nilai hasil yang rendah. 3. Rendahnya nilai hasil tersebut disebabkan oleh sistem penjualan pala. Pada umumnya petani pala menjual hasilnya tidak diolah terlebih dahulu, yaitu dijual dalam bentuk basah dan campuran. Belum banyaknya perhatian petani terhadap pengolahan hasil ini disebabkan kecilnya volume produksi (5 kg/panen). Menurut MEDIA PERKEBUNAN (2006), budidaya komoditas pala belum sepenuhnya menggunakan bibit unggul. Pemeliharaan tanaman masih bersifat tradisional, tetapi untuk pengolahan hasil sudah ada yang diolah melalui teknologi industri oleh pabrikan. Pemasaran hasil melalui pedagang pengumpul, pedagang perantara dan pabrikan. Jenis produk primer di tingkat petani adalah berupa biji kering.
46 Pembiayaan perkebunan pala dilakukan secara swadaya. Adapun untuk sertifikasi tanah, umumnya milik petani berbentuk girik sehingga sulit untuk penjaminan atau agunan di lembaga keuangan seperti bank. Harga yang diterima petani sekitar 70 persen dari fob, karena 10 persen diterima oleh pedagang pengumpul tingkat desa dan kecamatan dan 20 persen lainnya diterima oleh eksportir. Biji pala merupakan salah satu produk pala yang diekspor dengan nomor Harmonized System (HS) 090810200 sebagai klasifikasi jenis barang dan Standard International Trade Classification (SITC) 07525120 menurut golongan
barang. Budidaya pala di Indonesia diusahakan oleh perkebunan rakyat dan perkebunan negara. Produksi pala didominasi oleh perkebunan rakyat yaitu sebesar 99,8 persen dan sisanya adalah produksi perkebunan negara. Sentra produksi biji pala di Indonesia berada di Maluku Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sulawesi Utara, Maluku, Sumatera Barat dan Jawa Barat. Luas areal dan produksi perkebunan pala di sentra produksi di Indonesia menurut propinsi dan status pengusahaan tahun 2005 disajikan dalam Tabel 8. Tabel 8 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Luas Areal dan Produksi Perkebunan Pala di Sentra Produksi di Indonesia menurut Propinsi dan Status Pengusahaan Tahun 2005 Propinsi
Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Barat Jawa Barat Sulawesi Utara Maluku Maluku Utara
Perkebunan Rakyat Luas Produksi (Ha) (Ton)
Perkebunan Negara Luas Produksi (Ha) (Ton)
Jumlah Luas Produksi (Ha) (Ton)
14.431
1.844
0
0
14.431
1.844
4.209 3.122 11.337 8.858 21.700
911 525 587 1.014 2.648
0 0 0 811 0
0 0 0 85 0
4.209 3.122 11.337 9.669 21.700
911 525 587 1.099 2.648
Sumber: Ditjen Perkebunan, 2006.
47 Berdasarkan Tabel 8, dari enam propinsi sentra produksi pala di Indonesia, hanya propinsi Maluku yang perkebunan negaranya yang memproduksi pala. Sedangkan kelima propinsi lainnya tidak memiliki perkebunan negara. Total produksi pala terbesar di tahun 2005 pada Tabel 8 adalah dihasilkan oleh propinsi Maluku Utara, yaitu sebanyak 2.648 ton dan produksi terkecil dihasilkan oleh propinsi Jawa Barat, yaitu 525 ton. Urutan terbesar sampai terkecil sentra produksi pala berdasarkan propinsi adalah Maluku Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Maluku, Sumatera Barat, Sulawesi Utara dan Jawa Barat. Proporsi produksi masing-masing adalah 34,78 persen; 24,22 persen; 14,43 persen; 11,96 persen; 7,71 persen dan 6,90 persen. Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perkebunan Nomor KB. 010/42/SK/DJ.BUN/9/1984, ditetapkan pohon induk yang dapat digunakan sebagai sumber benih dapat diperoleh di empat propinsi, yaitu Sumatera Barat, Jawa Barat, Sulawesi Utara dan Maluku. 5.1 Sortasi Menurut Penentuan Standar Mutu Indonesia
Pala
Indonesia
digolongkan
menjadi
empat
jenis
mutu,
yaitu
(1) Calibrated Nutmeg (CN); (2) ABCD Average; (3) Rimpel dan (4) BWP. Berdasarkan besar kecilnya biji, maka jenis Calibrated Nutmeg (CN) dikelompokkan ke dalam tujuh macam yaitu: (1) CN 60-65; (2) CN 70-75; (3) CN 80-85; (4) CN 90-95; (5) CN 100-105; (6) CN 110-115 dan (7) CN > 120. Untuk meningkatkan mutu pala dan fuli dalam dunia perdagangan internasional, Departemen Perdagangan, Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Direktorat Standardisasi Normalisasi dan Pengendalian Mutu, pada tahun 1975 telah mengeluarkan Standar Perdagangan (SP) biji pala dan fuli. Standar ini
48 merupakan rumusan persyaratan mutu biji pala pada saat akan dikirim, sesudah disiapkan dan dikemas. Standar ini digunakan sebagai dasar pengujian dan sertifikasi mutu serta pembinaan petani atau produsen pala. Adanya pemberlakuan standar perdagangan ini diharapkan transaksi jual beli biji pala antara petani/produsen, pedagang, eksportir dan importir menjadi lebih mudah dan dapat dipercaya serta melindungi konsumen. Selain itu, dengan dikeluarkannya standar perdagangan ini, Indonesia dapat memenuhi selera konsumen luar negeri dan dapat lebih baik dalam menghadapi persaingan dengan produsen luar negeri. Adapun mengenai spesifikasi persyaratan mutu biji pala Indonesia disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Syarat-syarat Mutu Biji Pala Syarat Visual Biji Keriput Berlubang Maksimum Maksimum (%) (%) 2 3
Seragam
Kontaminasi Jamur Maksimum (5%) 10
3
Seragam
10
2
3
Seragam
10
-
2
3
Seragam
10
110-115
-
2
3
10
10
121-126
-
2
3
Seragam
10
CN > 120
> 132
-
2
3
Seragam
10
2.
ABCD
≤ 121
-
2
3
Tidak Seragam
10
3.
Rimpel
-
-
-
3
-
-
-
-
Mutu No. Calibrated Nutmeg (CN) 1.
Pecah Rapuh
CN 60-65
66-71
-
CN 70-75
77-82
-
2
CN 80-85
88-93
-
CN 90-95
99-104
CN 100-105 CN 110-115
(Keriput) 4.
Jumlah Biji Pala/Kg
BWP
Keseragaman Maksimum
Tidak Dipersyaratkan Tidak Dipersyaratkan
Sumber: Standar Perdagangan (1982) Keterangan: CN = Calibrated Nutmeg ABCD = Rata-rata kumpulan dari biji pala, berukuran tidak seragam BWP = Broken (pecah), Wormy (berlubang), Punky (rapuh/keriput) CN 60-85 = CN 60-85 biji/pound
10 -
49 Kerusakan mutu buah dapat terjadi karena panen yang kurang tepat, pengangkutan yang kurang memadai dan pengepakan yang kurang baik. Pada prinsipnya, pasca panen merupakan fase yang sangat menentukan mutu pala, sehingga memerlukan penanganan yang cermat sampai ke konsumen. Kualitas biji pala ditentukan oleh beberapa faktor sebagai berikut: 1. Jarak Tanam Jarak tanam yang terlalu rapat biasanya akan menghasilkan buah yang kecilkecil dan tidak begitu baik. Oleh karena itu, dalam menanam biji pala sebaiknya memerhatikan jarak bibit antara satu tanaman dan tanaman yang lainnya. 2. Pemeliharaan Pemeliharaan yang tidak baik bisa mengkibatkan buah pala mudah diserang oleh hama atau penyakit, sehingga kualitas buah menurun. 3. Cara Pemetikan dan Processing Biji dan fuli yang diperoleh dari buah pala yang belum masak ternyata akan menghasilkan panen yang kualitasnya rendah. Demikian pula dengan processing yang kurang maksimal. Misalnya, ketika penjemuran dilakukan
secara tergesa-gesa, maka biji pala yang dihasilkan akan banyak yang pecah. Biji pala dapat disimpan pada suhu 5-250 C dengan ventilasi yang baik dan kering. Relative Humidity (RH) yang disarankan adalah sebesar 60-70 persen dan kadar air maksimum 9 persen. Jika disimpan dengan baik, biji pala dapat disimpan hingga lebih dari 12 bulan. Biji pala ini sangat sensitif terhadap debu, lemak dan minyak.
50 Biji pala dan fuli mengandung senyawa aromatic myristicin, elimicin dan safrole sebesar 2-18 persen. Konsumsi biji pala atau fuli maksimum adalah 5
gram per orang. Bila mengkonsumsi sekitar 8 gram (setara dengan dua biji pala) akan berubah sifatnya menjadi narkotik yang berbahaya, bahkan bisa merenggut nyawa. Selain itu dosis minyak pala yang digunakan untuk campuran bahan makanan disarankan hanya 0,08 persen. 5.2 Pemasaran Biji Pala
Setiap bagian dari buah pala yang sudah masak petik dapat dijadikan bahan olahan yang mempunyai nilai ekonomis. Ketiga bagian dari buah pala adalah daging buah, fuli dan biji tanpa tempurung. Tempurung biji pala yang semula tidak mempunyai nilai ekonomis akhirnya dapat diolah menjadi karbon aktif yang dimanfaatkan dalam bidang obat-obatan. Tempurung pala mengandung minyak atsiri 0,01 persen sehingga dapat diikutsertakan dalam penyulingan biji pala. Produk olahan pala digunakan untuk tujuan yang berbeda-beda di setiap negara. Hal ini dapat dipengaruhi oleh keadaan geografi, budaya dan karakteristik penduduk pada suatu negara. Negara-negara di Eropa biasa menggunakan pala sebagai bumbu pelengkap masakan, untuk mengisi pasta dan sebagai minuman. Indonesia memanfaatkan pala sebagai manisan buah pala, selai, acar, kecap dan minyak pijat. Jalur perdagangan hasil tanaman pala terbagi menjadi empat jalur. Adapun jalur perdagangan ini disajikan dalam Gambar 3.
51
Produsen Biji Pala 4
1 Pedagang Perantara
2 3
Koperasi Pedagang (Pengumpul) Kecamatan
Eksportir/Penyuling
Gambar 3 Jalur Perdagangan Pala 1. Jalur produsen – pedagang perantara (tengkulak) merupakan jalur utama. Para tengkulak membeli biji/fuli yang sudah kering maupun setengah kering atau basah. 2. Jalur kedua adalah petani pala menjual langsung biji pala/fuli yang sudah kering ke pedagang kecamatan. 3. Jalur petani langsung ke eksportir dilakukan oleh petani pala yang kebunnya berskala besar. 4. Jalur keempat adalah petani – koperasi – eksportir. Petani pala kurang tertarik mengadakan hubungan langsung dengan eksportir, karena harga eksportir umumnya sama dengan harga yang dibayar oleh pedagang kecamatan. Harga rata-rata tahunan komoditas pala di dalam negeri terus meningkat setiap tahunnya. Pertumbuhan tertinggi dicapai pada tahun 2003, yaitu sebesar 26,23 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan pertumbuhan terendah
52 terjadi pada tahun 2004, yaitu sebesar 8,72 persen. Adapun perkembangan harga rata-rata komoditas pala di pasar domestik tahun 2001-2005 disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10 Perkembangan Harga Rata-rata Komoditas Pala di Pasar Domestik Tahun 2001-2005 Harga Pertumbuhan Tahun (Rp/Kg) (%) 2001 14.879 2002
16.750
11,17
2003
22.706
26,23
2004
24.876
8,72
2005
33.374
25,46
Sumber: Ditjen Perkebunan, 2006
Harga rata-rata komoditas pala di pasar dunia tahun 1990-1999 disajikan dalam Tabel 11. Tabel 11 Perkembangan Harga Rata-rata Komoditas Pala di Pasar Dunia Tahun 1990-1999 Tahun Harga Pertumbuhan (US$/Ton) (%) 1990 1.550,00 1991
1.800,00
13,89
1992
1.708,33
(5,37)
1993
1.585,83
(7,72)
1994
1.889,32
16,06
1995
1.986,98
4,91
1996
1.927,25
(3,10)
1997
2.425,91
20,56
1998
4.148,23
41,52
1999
5.859,72
29,21
Sumber: MEDIA PERKEBUNAN (2001)
53 Berdasarkan Tabel 11, harga rata-rata tahunan komoditas pala di pasar dunia sangat berfluktuatif. Pertumbuhan tertinggi dicapai pada tahun 1998, yaitu sebesar 41,52 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan yang cukup signifikan terjadi pada tahun 1993, yaitu sebesar 7,72 persen. Wahyudi dan Chandra (1995) dalam penelitiannya menganalisis harga pala Indonesia di pasar internasional. Penelitian ini menggunakan analisis regresi dengan sistem persamaan simultan, yaitu persamaan dengan peubah endogen ekspor pala Indonesia dan harga pala Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa harga pala Indonesia di pasar internasional dipengaruhi secara nyata oleh ekspor pala Indonesia, persediaan pala Indonesia di pasar internasional dan ekspor pala Grenada. Pengendalian ekspor secara efektif dapat mempengaruhi harga, tetapi karena terjadi kelebihan produksi atas ekspor menyebabkan terjadinya akumulasi persediaan di dalam negeri, sehingga melemahkan kedudukan tawar menawar pengekspor. Peningkatan ekspor pala Indonesia sulit diharapkan dengan kebijakan nilai tukar, karena pengaruh harga pala terhadap ekspor tidak elastis. Satu-satunya jalan untuk mengatasi penurunan harga pala lebih jauh adalah dengan pengendalian produksi. Implikasinya adalah kedudukan tawar menawar Indonesia menjadi lebih baik dalam menghadapi permintaan pasar internasional yang relatif lambat peningkatan permintaannya, bahkan ada indikasi menurun. Pada tanggal 23 November 1983 berdiri organisasi ASPIN (Asosiasi Pala Indonesia) atau INA (Indonesian Nutmeg Association) yang berkedudukan di Manado. Tujuan dari pembentukan ASPIN atau INA ini untuk mengatur pemasaran biji pala ke luar negeri. Sebelum terbentuk ASPIN, para eksportir
54 pala/fuli dapat bertindak dengan bebas dalam mengadakan perdagangan langsung dengan importir luar negeri. Mereka menciptakan iklim bersaing yang tidak baik yang merugikan petani pala. Keputusan Menteri Perdagangan No. 107/Kp/III/86 tanggal 26 Maret, menetapkan bahwa eksportir pala/fuli adalah perusahaan-perusahaan yang diakui oleh Menteri Perdagangan cq Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri. Para eksportir yang diakui adalah mereka yang sudah terdaftar dan telah menjadi anggota
ASPIN
sebelum dikeluarkan
surat
keputusan
tersebut.
Untuk
mempermudah jalannya organisasi ASPIN, berdasarkan Keputusan Menteri Perdagangan No. 108/Kp/III/86 tanggal 26 Maret, dibentuklah Badan Koordinasi Pemasaran Bersama dan Tataniaga Ekspor Pala/Bunga Pala (BKPB). Sejak berdirinya BKPB, maka penawaran pala/fuli ke luar negeri harus melalui BKPB ASPIN. Letter of Credit (L/C) dibuka oleh pembeli di luar negeri dan ditujukan langsung kepada masing-masing eksportir anggota BKPB. Akan tetapi, saat ini organisasi ASPIN sudah tidak aktif lagi. Hal ini disebabkan organisasi ini tidak lagi berfungsi secara efektif. Indonesia sebagai penguasa pangsa pasar pala terbesar di dunia, tidak dapat mengendalikan harga biji pala di pasar internasional. Pengendalian harga biji pala ini ditentukan oleh beberapa pengusaha pala di Rotterdam dan Singapura. Hal ini disebabkan oleh para eksportir biji pala Indonesia bekerja sendiri-sendiri dalam memasarkan produknya di luar negeri. Hal ini mengakibatkan menurunnya posisi tawar menawar para eksportir terhadap pasar biji pala dunia.
55 5.3
Akses Pasar
Menurut
Drazat
(2007),
masyarakat
Spanyol
sangat
menyukai
mengkonsumsi pala. Karena itu, pemerintah Spanyol sengaja mengimpor pala sebanyak berton-ton setiap bulannya dari berbagai negara produsen pala. Akan tetapi, berbagai barang impor hasil pertanian dari negara bukan anggota Uni Eropa yang masuk ke negara tersebut ditangani langsung oleh Common Agriculture Policy (CAP). Untuk memperoleh izin impor, negara importir harus
mengajukan permohonan kepada Spanish General Register di Departemen Perekonomian Spanyol atau di kantor-kantor wilayahnya. Permohonan izin juga harus dilampiri dengan commercial invoice, termasuk di dalamnya dokumen pengapalan, asuransi harga CIF, berat bersih dan kotor serta nomor invoice. Izin impor biasanya berlaku selama enam bulan dan dapat diperpanjang jika alasannya tepat dan dapat dipertimbangkan. Ketentuan pemberian referensi (GSP) bagi produk ekspor negara berkembang juga berlaku untuk Spanyol, hal ini dapat dimanfatkan baik oleh importir maupun eksportir. Para eksportir harus menjaga dan memelihara kepercayaan produknya. Menjaga kepercayaan merupakan modal utama yang harus dilakukan dalam bernegosiasi dengan negara Uni Eropa. Syarat pembayaran yang biasa dipakai di Spanyol adalah Commercial Invoice Fright (CIF) atau bea masuk tarif kapal dan sistem kredit dan Commercial Agriculture Date System (CADS) atau Perdagangan Komoditas Pertanian Berbasis Data. Pembayaran lainnya seperti letter of credit (L/C) atau Aturan Kontrol Bank jarang digunakan. Pembayaran dapat dilakukan atas kesepakatan kedua belah pihak dengan sistem L/C yang masa berlakunya 30 hari.
56 Di pasar Spanyol, tarif bea masuk disesuaikan dengan tarif yang berlaku di Uni Eropa dan telah diatur dalam Common Regulation (EC) No. 1734/96 tanggal 9 September 1996. Istilah bea masuk digunakan untuk merujuk bea masuk yang disepakati (conventional duty) maupun bea masuk otonom (autonomous duty). Barang impor dari luar spanyol akan dikenakan bea eksternal umum (common external tariff) yang dikenakan sebesar nilai persentase barang atas dasar CIF,
termasuk angkutan kapal dan biaya terkait lainnya. Bea masuk terendah di Spanyol adalah 2,5 persen dari nilai CIF dan tertinggi 18 persen. Uni Eropa menetapkan Hazarrd Analytical and Control Point Plant (HACCP) atau analisa batas kritis bahan tambahan untuk makanan (pangan)
yang aman untuk kesehatan sejak tanggal 1 Januari 1996, yang harus diikuti oleh semua produsen bahan makanan. 5.4 Pesaing Produsen Pala di Dunia
Grenada adalah negara pengekspor pala utama kedua setelah Indonesia, yaitu dengan pangsa pasar sekitar 20 persen. Hasil pala dari Grenada utamanya diekspor ke Amerika, sedangkan pala dari Indonesia diekspor ke Eropa dan Asia. Pala merupakan komoditas ekspor utama di Grenada. Kebanggaan akan produk pala dicerminkan dalam bendera nasionalnya, dimana bendera nasional negara Grenada berwarna seperti buah pala, yaitu warna merah yang melambangkan fuli yang menyelimuti biji pala yang berwarna kuning kecokelatan. Produk olahan pala di Grenada berupa sirup, selai, jelly dan sebagai bumbu masakan. Selain itu juga fuli pala digunakan sebagai komposisi produk kosmetik, seperti lipstick dan pemulas kuku. Minyak pala digunakan untuk pijat
57 aromaterapi untuk rematik, radang sendi dan inhalation oil (pada Vicks Vaporub).
58 VI 6.1
ALIRAN PERDAGANGAN BIJI PALA INDONESIA
Karakteristik Negara-negara Tujuan Ekspor Biji Pala Indonesia
Karakteristik negara-negara tujuan ekspor biji pala Indonesia yang dibahas dalam penelitian ini adalah negara-negara tujuan ekspor biji pala dengan volume terbesar pada tahun 2005. Negara-negara tersebut adalah Jepang, Singapura, Vietnam dan Belanda. Adapun karakteristik negara yang akan dibahas meliputi bentuk pemerintahan, jumlah populasi, keadaan geografi dan keadaan ekonomi. 6.1.1
Jepang
Jepang merupakan negara dengan bentuk kerajaan konstitusional dengan suatu pemerintahan bersifat parlementer. Jepang terletak di bagian timur Asia, antara Lautan Pasifik Utara dan Laut Jepang, bagian timur dari Semenanjung Korea. Jarak antara ibukota negara Indonesia (Jakarta) dengan ibukota negara Jepang (Tokyo) adalah 5.772 km. Luas total area Jepang adalah 377.835 km2, yang terdiri dari 374.744 km2 daratan dan 3.091 km2 lautan. Jumlah penduduk negara Jepang adalah 127.537.189 orang. Iklim Jepang bervariasi dari tropis di bagian selatan sampai bertemperatur dingin di bagian utara. Sumberdaya alamnya terdiri dari sumberdaya mineral dan ikan. Mata uang negara Jepang adalah Yen, dimana nilai tukarnya terhadap Dollar Amerika pada tahun 2005 adalah sebesar 110,22 (Yen per US Dollar). GDP Jepang pada tahun 2005 adalah sebesar $ 3,914 trilyun, dengan GDP perkapita sebesar $ 30.700. Produk pertaniannya yang berpotensi adalah beras, gula bit, sayuran, buah-buahan, daging babi, unggas, susu, telur dan ikan. Jepang merupakan produsen kendaraan bermotor paling besar di dunia dengan teknologi
59 maju, peralatan elektronik, mesin-mesin, baja dan logam non ferro, kapal, bahan kimia, tekstil dan makanan olahan. Komoditas ekspor utama Jepang adalah alat transportasi, kendaraan bermotor, semi konduktor, mesin elektrik dan bahan kimia. Nilai ekspornya pada tahun 2005 sebesar $ 550,5 milyar fob. Mitra ekspor utama Jepang adalah China, Korea Selatan, Taiwan dan Hongkong. Komoditas impor utama Jepang adalah alat dan mesin, bahan bakar, bahan makanan, bahan kimia, tekstil dan bahan mentah. Nilai impornya pada tahun 2005 sebesar $ 451,1 milyar fob. Mitra impor utama Jepang adalah China, Amerika, Arab Saudi, Australia, Korea Selatan dan Indonesia. Berdasarkan nilai ekspor dan impor pada tahun 2005 menunjukkan bahwa Jepang mengalami surplus perdagangan, karena nilai ekspor lebih besar dari nilai impor, yaitu dengan selisih $ 99,4 milyar fob. Jepang merupakan salah satu pengimpor biji pala yang paling besar pada tahun 2005. Masyarakat Jepang biasanya mengkonsumsi biji pala sebagai bumbu masakan dan digunakan sebagai obat. Adapun perkembangan volume dan nilai ekspor produk pala Indonesia ke Jepang tahun 2002-2005 disajikan dalam Tabel 12. Berdasarkan Tabel tersebut, volume ekspor berbagai produk pala ke Jepang cukup berfluktuatif. Akan tetapi untuk produk biji pala terus mengalami penurunan dari tahun 2003-2005 masing-masing sebesar 2,25 persen dan 10,93 persen. Pada tahun 2002, Jepang tidak mengimpor produk gelondong pala dari Indonesia. Jepang mempunyai kontribusi sebesar 5,38 persen dari total volume ekspor biji pala tahun 2005.
60 Tabel 12 Volume dan Nilai Ekspor Produk Pala Indonesia ke Jepang Tahun 2002-2005 Volume Nilai Harga*) Tahun Komoditi (Ton) (000 US$) (US$/Kg) Gelondong Pala 2002 Biji Pala 297 1.715 5,77 Fuli 70 472 6,74 Gelondong Pala 15 69 4,60 2003 Biji Pala 363 1.960 5,40 Fuli 83 534 6,43 Gelondong Pala 208 1.001 4,81 2004 Biji Pala 355 1.912 5,39 Fuli 100 485 4,85 Gelondong Pala 134 1.104 8,24 2005 Biji Pala 320 2.025 6,33 Fuli 55 459 8,35 Sumber: Ditjen Perkebunan (2006), diolah. Keterangan: *) nilai/volume
6.1.2 Singapura
Singapura adalah suatu negara dengan bentuk pemerintahan Republik Parlementer. Singapura terletak di benua Asia bagian Tenggara, yaitu diantara negara Malaysia dan Indonesia. Jarak antara ibukota negara Indonesia (Jakarta) dengan ibukota negara Singapura (Singapura) adalah 894 km. Luas total wilayah Singapura adalah 692,7 km2, yang terdiri dari 682,7 km2 daratan dan 10 km2 lautan. Jumlah penduduk negara Singapura adalah 4.425.720 orang. Mata uang negara Singapura adalah Dollar Singapura, dimana nilai tukarnya terhadap Dollar Amerika pada tahun 2005 adalah sebesar 1.6644 (Singapore dollars per US dollar). GDP Singapura pada tahun 2005 adalah sebesar $ 132,3 milyar, dengan GDP perkapita sebesar $ 29.900. Produk pertaniannya yang berpotensi adalah karet, kopra, buah-buahan, anggrek, sayuran, unggas, telur, ikan dan ikan hias. Industri-industri yang berkembang di Singapura antara lain industri elektronika, bahan kimia, jasa keuangan, alat bor minyak, industri
61 penyulingan minyak tanah, karet olahan, makanan dan minuman olahan, reparasi kapal dan konstruksi platform lepas pantai. Komoditas ekspor utama Singapura adalah alat dan mesin (termasuk elektronik), barang konsumsi, bahan kimia dan bahan bakar mineral. Nilai ekspornya pada tahun 2005 sebesar $ 204,8 milyar fob. Mitra ekspor utama adalah Malaysia, Amerika, Hong Kong, China, Indonesia, Jepang dan Thailand. Komoditas impor utama Singapura adalah alat dan mesin, bahan bakar mineral, bahan kimia dan bahan makanan. Nilai impornya pada tahun 2005 sebesar $ 188,3 milyar fob. Mitra impor utama adalah Malaysia, Amerika, China, Jepang, Indonesia dan Korea Selatan. Berdasarkan nilai ekspor dan impor pada tahun 2005 menunjukkan bahwa Singapura mengalami surplus perdagangan, karena nilai ekspor lebih besar dari nilai impor, yaitu dengan selisih $ 16,5 milyar fob. Singapura merupakan salah satu pengimpor biji pala yang paling besar selain negara Jepang pada tahun 2005. Masyarakat Singapura biasanya memanfaatkan biji pala sebagai campuran minyak wangi, kosmetik dan bahan makanan. Adapun perkembangan volume dan nilai ekspor produk pala Indonesia ke Singapura tahun 2002-2005 disajikan dalam Tabel 13. Berdasarkan Tabel 13, volume ekspor berbagai produk pala ke Singapura sangat berfluktuatif. Volume ekspor biji pala pada tahun 2003 mengalami penurunan yang sangat signifikan yaitu sebesar 77,96 persen. Akan tetapi pada tahun 2004 mengalami kenaikan sebesar 39,33 persen, kemudian mengalami penurunan kembali sebesar 20,23 persen pada tahun 2005. Singapura mempunyai kontribusi sebesar 15,78 persen dari total volume ekspor biji pala tahun 2005.
62 Tabel 13 Volume dan Nilai Ekspor Produk Pala Indonesia ke Singapura Tahun 2002-2005 Volume Nilai Harga*) Tahun Komoditi (Ton) (000 US$) (US$/Kg) Gelondong Pala 387 1.385 3,58 2002 Biji Pala 1.219 3.769 3,09 Fuli 723 3.423 4,73 Gelondong Pala 1.083 3.939 3,64 2003 Biji Pala 685 2.177 3,18 Fuli 833 1.925 2,31 Gelondong Pala 591 2.088 3,53 2004 Biji Pala 1.129 3.536 3,13 Fuli 533 2.188 4,11 Gelondong Pala 303 847 2,80 2005 Biji Pala 939 4.022 4,28 Fuli 1.550 5.583 3,60 Sumber: Ditjen Perkebunan (2006), diolah. Keterangan: *) nilai/volume
6.1.3 Vietnam
Vietnam merupakan suatu negara komunis. Vietnam terletak di benua Asia bagian Tenggara, berbatasan dengan Teluk Thailand, Teluk Tonkin dan Laut China Selatan. Vietnam berada diantara negara China, Laos dan Kamboja. Jarak antara ibukota negara Indonesia (Jakarta) dengan ibukota negara Vietnam (Hanoi) adalah 3.005 km. Luas total area Vietnam adalah 329.560 km2, yang terdiri dari 325.360 km2 daratan dan 4.200 km2 lautan. Jumlah penduduk negara Vietnam adalah 83.535.576 orang. Vietnam beriklim tropis di bagian selatan, angin musim yang panas di bagian utara, musim hujan (Mei-September) dan hangat, musim kemarau (Oktober-Maret). Sumberdaya alamnya terdiri dari fosfat, batubara, mangan, bauksit, khromat, minyak lepas pantai, gas, hutan dan tenaga air Mata uang negara Vietnam adalah Dong, dimana nilai tukarnya terhadap Dollar Amerika pada tahun 2005 adalah sebesar 15.746 (Dong per US Dollar).
63 GDP Vietnam pada tahun 2005 adalah sebesar $ 232,2 milyar, dengan GDP perkapita sebesar $ 2.800. Produk pertaniannya yang berpotensi adalah beras, kopi, karet, kapas, teh, lada, kacang kedelai, buah jambu monyet, tebu, kacang tanah, pisang; unggas, ikan dan makanan hasil laut. Industri yang berkembang di Vietnam adalah industri makanan olahan, pakaian, sepatu, pertambangan, batubara, baja, semen, pupuk kimia, gelas/kaca, ban, minyak dan kertas. Komoditas ekspor utama Vietnam adalah minyak mentah, beras, kopi, karet, teh, pakaian dan sepatu. Nilai ekspornya pada tahun 2006 sebesar $ 39,92 milyar fob. Mitra ekspor utama Vietnam adalah Amerika, Jepang, Australia, China dan Jerman. Komoditas impor utama Vietnam adalah alat dan mesin, minyak tanah, pupuk, produk baja, kapas mentah, benih padi, semen dan sepeda motor. Nilai impornya pada tahun 2006 sebesar $ 39,16 milyar fob. Mitra impor utama Vietnam adalah China, Singapura, Jepang, Korea Selatan, Thailand dan Malaysia. Berdasarkan nilai ekspor dan impor pada tahun 2006, menunjukkan bahwa Vietnam mengalami sedikit surplus perdagangan yaitu sebesar 0,76 milyar fob. Vietnam merupakan salah satu pengimpor biji pala yang paling besar selain negara Jepang dan Singapura pada tahun 2005. Masyarakat Vietnam biasanya mengkonsumsi biji pala sebagai campuran minuman dan bumbu masakan. Adapun perkembangan volume dan nilai ekspor produk pala Indonesia ke Vietnam tahun 2002-2005 disajikan dalam Tabel 14. Berdasarkan Tabel 14, volume ekspor berbagai produk pala ke Vietnam sangat berfluktuatif. Volume ekspor biji pala pada tahun 2003 mengalami kenaikan yang sangat signifikan yaitu sebesar 72,26 persen. Akan tetapi pada
64 tahun 2004 mengalami penurunan sebesar 36,34 persen, kemudian mengalami kenaikan kembali sebesar 48,96 persen pada tahun 2005. Pada Tabel terlihat bahwa pada tahun 2003 dan 2004, Vietnam tidak mengimpor fuli dari Indonesia. Vietnam mempunyai kontribusi sebesar 35,42 persen dari total volume ekspor biji pala tahun 2005. Tabel 14 Volume dan Nilai Ekspor Produk Pala Indonesia ke Vietnam Tahun 2002-2005 Volume Nilai Harga*) Tahun Komoditi (Ton) (000 US$) (US$/Kg) Gelondong Pala 53 202 3,81 2002 Biji Pala 407 235 0,58 Fuli 26 42 1,62 Gelondong Pala 646 1.694 2,62 2003 Biji Pala 1.467 2.058 1,40 Fuli Gelondong Pala 543 1.440 2,65 2004 Biji Pala 1.076 1.182 1,10 Fuli Gelondong Pala 228 725 3,18 2005 Biji Pala 2.108 1.754 0,83 Fuli 1.301 4.208 3,23 Sumber: Ditjen Perkebunan (2006), diolah. Keterangan: *) nilai/volume
6.1.4
Belanda
Belanda merupakan negara dengan bentuk kerajaan konstitusional. Belanda terletak di benua Eropa bagian Barat, berbatasan dengan Laut Utara, diantara negara Belgia dan Jerman. Jarak antara ibukota negara Indonesia (Jakarta) dengan ibukota negara Belanda (Amsterdam) adalah 11.353 km. Luas total area Belanda adalah 41.526 km2, yang terdiri dari 33.883 km2 daratan dan 7.643 km2 lautan. Jumlah penduduk negara Belanda adalah 16.407.491 orang. Sumberdaya alamnya terdiri dari gas alam, minyak tanah, tanah lumut untuk
65 bahan bakar, batu gamping, garam, pasir, kerikil dan daratan yang cocok untuk bertanam Mata uang negara Belanda adalah Euro, dimana nilai tukarnya terhadap Dollar Amerika pada tahun 2005 adalah sebesar 0,8041 (Euro per US Dollar). GDP Belanda pada tahun 2005 adalah sebesar $ 499,8 milyar, dengan GDP perkapita sebesar $ 30.500. Produk pertaniannya yang berpotensi adalah benih padi, kentang, gula bit, buah-buahan, sayuran dan ternak. Industri yang berkembang di Belanda antara lain agroindustri, logam, alat dan mesin elektrik, bahan kimia, minyak tanah, konstruksi, mikro elektronik dan pemancingan Komoditas ekspor utama Belanda adalah alat dan mesin, bahan kimia, bahan bakar dan bahan makanan. Nilai ekspornya pada tahun 2005 sebesar $ 365,1 milyar fob. Mitra ekspor utama Belanda adalah Jerman, Belgia, Inggris, Perancis, Italia dan Amerika. Komoditas impor utama Belanda adalah alat dan mesin transportasi, bahan kimia, bahan bakar, bahan makanan dan pakaian. Nilai impornya pada tahun 2005 sebesar $ 326,6 milyar fob. Mitra impor utama Belanda adalah Jerman, Belgia, China, Amerika, Inggris, Russia dan Perancis. Berdasarkan nilai ekspor dan impor pada tahun 2005 menunjukkan bahwa Belanda mengalami surplus perdagangan sebesar $ 38,5 milyar fob. Belanda merupakan salah satu pengimpor biji pala yang paling besar selain negara Jepang, Singapura dan Vietnam pada tahun 2005. Masyarakat Belanda biasanya mengkonsumsi biji pala sebagai campuran minuman penghangat, saus krim untuk campuran mie dan sebagai bumbu untuk makanan
66 yang dipanggang. Adapun perkembangan volume dan nilai ekspor produk pala Indonesia ke Belanda tahun 2002-2005 disajikan dalam Tabel 15. Tabel 15 Volume dan Nilai Ekspor Produk Pala Indonesia ke Belanda Tahun 2002-2005 Volume Nilai Harga*) Tahun Komoditi (Ton) (000 US$) (US$/Kg) Gelondong Pala 94 335 3,56 2002 Biji Pala 1.633 5.502 3,37 Fuli 650 2.228 3,43 Gelondong Pala 187 594 3,18 2003 Biji Pala 624 2.178 3,49 Fuli 273 951 3,48 Gelondong Pala 214 464 2,17 2004 Biji Pala 1.597 5.446 3,41 Fuli 802 3.014 3,76 Gelondong Pala 143 491 3,43 2005 Biji Pala 1.237 3.682 2,98 Fuli 957 3.303 3,45 Sumber: Ditjen Perkebunan (2006), diolah. Keterangan: *) nilai/volume
Berdasarkan Tabel 15, volume ekspor berbagai produk pala ke Belanda sangat berfluktuatif. Volume ekspor biji pala pada tahun 2003 mengalami penurunan yang sangat signifikan yaitu sebesar 161,70 persen. Akan tetapi pada tahun 2004 mengalami kenaikan sebesar 60,93 persen, kemudian mengalami penurunan kembali sebesar 29,10 persen pada tahun 2005. Belanda mempunyai kontribusi sebesar 20,79 persen dari total volume ekspor biji pala tahun 2005. 6.2
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Biji Pala Indonesia ke Negara-negara Tujuan Ekspor
Analisis model aliran perdagangan biji pala Indonesia ke negara-negara tujuan menggunakan model regresi berganda. Model ini digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ekspor biji pala Indonesia ke negara-negara tujuan. Analisis ini menggunakan persamaan tunggal dengan
67 metode kuadrat terkecil biasa (OLS). Pada tahap awal dilakukan pengujian terhadap asumsi-asumsi OLS. Tahap berikutnya analisis model regresi berganda. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan Kolmogorov Smirnov. Hasil pengujian pada taraf 5 persen diperoleh nilai KShitung sebesar 0,240, nilai ini lebih kecil bila dibandingkan dengan KStabel sebesar 0,246. Berdasarkan hasil pengujian, dapat disimpulkan bahwa asumsi normalitas sudah terpenuhi. .
Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai VIF (Lampiran 6)
untuk setiap variabel bebas. Nilai VIF pada masing-masing variabel bebas kurang dari sepuluh. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas. Berdasarkan hasil pengujian, asumsi multikolinearitas sudah terpenuhi. 6.2.1
Analisis Aliran Perdagangan
Analisis aliran perdagangan biji pala menggunakan variabel volume ekspor biji pala Indonesia ke masing-masing negara tujuan (Xij) sebagai variabel tidak bebas. GDP total negara tujuan (Yj), populasi negara tujuan (Nj), jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan (Dij), harga biji pala Indonesia di negara tujuan (Pj), nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap Rupiah Indonesia (ERj) dan volume ekspor biji pala dari Indonesia ke negara tujuan satu tahun sebelumnya (Xij-1) sebagai variabel bebas. Hasil analisis regresi berganda aliran perdagangan biji pala Indonesia dengan metode OLS (Lampiran 6), diperoleh persamaan sebagai berikut: Xij = 320215 - 0,5 Yj - 163 Nj – 30,4 Dij - 29440 Pj + 4,2 ERj + 0,789 Xij-1
68 Tabel 16
Hasil Analisis Regresi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Biji Pala Indonesia Tahun 2005 Variabel
GDP total negara tujuan Populasi negara tujuan
Koefisien
Elastisitas
t-hit
P-value
VIF
-0,52
-0,0036
-0,02
0,987
2,0
-163,30
-0,118
-0,63
0,532
1,7
Jarak Indonesia dengan negara tujuan Harga biji pala di negara tujuan
-30,36
-1,171
-1,95
0,064
1,4
-29440
-0,392
-0,61
0,549
2,1
Nilai tukar mata uang negara tujuan
4,22
0,078
0,25
0,808
1,9
0,7889
1,045
5,62
0,000
1,1
Volume ekspor sebelumnya R-Sq
= 63,5 %
R-Sq (adj) = 53,6 % Fhitung
= 6,39
Ftabel
= 2,55
t tabel
= 2,074
Pada Tabel 16 hasil analisis regresi faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan biji pala Indonesia, diperoleh koefisien determinasi atau R-Sq sebesar 63,5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 63,5 persen perubahan volume ekspor biji pala Indonesia dapat diterangkan oleh variasi peubah-peubah bebas dalam model, sedangkan sisanya diterangkan oleh faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model. Nilai Fhitung diperoleh sebesar 6,39. Jika dibandingkan dengan nilai Ftabel, maka nilai Fhitung tersebut lebih besar dari Ftabel. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama variabel-variabel bebas dalam model berpengaruh terhadap variabel tak bebas. Dengan kata lain, variabel bebas dapat menjelaskan variasi perubahan volume ekspor biji pala Indonesia ke negaranegara tujuan. Berdasarkan uji-t, diperoleh variabel-variabel yang berpengaruh nyata pada taraf 5 persen (signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen) terhadap
69 volume ekspor biji pala Indonesia. Variabel yang berpengaruh nyata adalah variabel volume ekspor biji pala dari Indonesia ke negara tujuan satu tahun sebelumnya. Sedangkan variabel-variabel yang tidak berpengaruh nyata adalah GDP total negara tujuan, populasi negara tujuan, harga biji pala Indonesia di negara tujuan, jarak antara Indonesia dengan negara tujuan dan nilai tukar mata uang negara tujuan dengan Rupiah Indonesia. Analisis pengaruh variabel bebas pada hasil regresi berganda faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan biji pala Indonesia, dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. GDP Total Negara Tujuan (Yj)
GDP menggambarkan keadaan umum perekonomian suatu negara. Ukuran ekonomi negara importir akan menentukan jumlah komoditi ekspor yang dapat dijual oleh negara eksportir. Jika tingkat pendapatan lebih tinggi, maka pembelanjaan domestik menjadi lebih tinggi dan sebagai akibatnya terjadi peningkatan produksi domestik dan impor. Berdasarkan hasil regresi, koefisien variabel GDP total negara tujuan memberikan pengaruh negatif terhadap volume ekspor biji pala Indonesia. Nilai koefisien variabel GDP total sebesar -0,52, artinya jika GDP total negara tujuan meningkat sebesar US$ 1 Milyar maka volume ekspor biji pala Indonesia ke negara tujuan akan menurun sebesar 0,52 kg, ceteris paribus. Nilai elastisitas untuk variabel GDP total adalah sebesar -0,0036 (inelastis). Artinya apabila terjadi peningkatan GDP total negara tujuan sebesar satu persen, maka akan menurunkan volume ekspor biji pala sebesar 0,0036 persen. Hal ini menunjukkan bahwa volume ekspor biji pala Indonesia kurang
70 responsif terhadap perubahan GDP total negara tujuan. Karena perubahan satu persen variabel GDP total negara tujuan mengakibatkan perubahan variabel volume ekspor biji pala kurang dari satu persen. Meskipun demikian, variabel GDP total tidak berpengaruh nyata bagi negara pengimpor, artinya variabel tersebut tidak menjadi faktor utama yang menjadi pertimbangan bagi negara importir untuk mengimpor biji pala Indonesia. 2. Populasi Negara Tujuan (Nj)
Pertambahan populasi dari sisi permintaan pada negara importir akan menyebabkan bertambah besarnya permintaan domestik, sehingga jika tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri maka negara tersebut akan mengimpor. Berdasarkan hasil regresi, koefisien variabel populasi negara tujuan memberikan pengaruh negatif terhadap volume ekspor biji pala Indonesia. Nilai koefisien variabel populasi sebesar -163,3, artinya jika populasi negara tujuan meningkat sebesar 1 juta orang maka volume ekspor biji pala Indonesia ke negara tujuan akan menurun sebesar 163,3 kg, ceteris paribus. Nilai elastisitas untuk variabel populasi negara tujuan adalah sebesar -0,118 (inelastis). Artinya apabila terjadi peningkatan populasi negara tujuan sebesar satu persen, maka akan menurunkan volume ekspor biji pala sebesar 0,118 persen. Hal ini menunjukkan bahwa volume ekspor biji pala Indonesia kurang responsif terhadap perubahan populasi negara tujuan. Karena perubahan satu persen variabel populasi negara tujuan mengakibatkan perubahan variabel volume ekspor biji pala kurang dari satu persen. Meskipun demikian, variabel populasi negara tujuan tidak berpengaruh nyata bagi negara pengimpor, artinya variabel
71 tersebut tidak menjadi faktor utama yang menjadi pertimbangan bagi negara importir untuk mengimpor biji pala Indonesia. 3. Jarak antara Negara Indonesia dengan Negara Tujuan (Dij)
Jarak akan mengurangi aliran perdagangan yang diwakilkan dari biaya transportasi. Semakin jauh jarak, semakin besar biaya transportasi, semakin rendah volume ekspor produk (semakin rendah aliran perdagangan). Berdasarkan hasil regresi, koefisien variabel jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan memberikan pengaruh negatif terhadap volume ekspor biji pala Indonesia. Nilai koefisien variabel jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan sebesar -30,36, artinya jika jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan bertambah sebesar 1 km maka volume ekspor biji pala Indonesia ke negara tujuan akan menurun sebesar 30,36 kg, ceteris paribus. Nilai elastisitas untuk variabel jarak adalah sebesar -1,171 (elastis). Artinya apabila terjadi peningkatan jarak sebesar satu persen, maka akan menurunkan volume ekspor biji pala sebesar 1,171 persen. Hal ini menunjukkan bahwa volume ekspor biji pala Indonesia bersifat elastis terhadap perubahan jarak. Karena perubahan satu persen variabel jarak mengakibatkan perubahan variabel volume ekspor lebih dari satu persen. Meskipun demikian, variabel jarak antara Indonesia dengan negara tujuan tidak berpengaruh nyata bagi negara pengimpor, artinya variabel tersebut tidak menjadi faktor utama yang menjadi pertimbangan bagi negara importir untuk mengimpor biji pala Indonesia.
72 4. Harga Biji Pala Indonesia di Negara Tujuan (Pj)
Berdasarkan hasil regresi, nilai koefisien variabel harga biji pala Indonesia di negara tujuan sebesar -29440, artinya jika harga biji pala Indonesia di negara tujuan meningkat sebesar US$ 1 per kg maka volume ekspor biji pala Indonesia ke negara tujuan akan menurun sebesar 29440 kg, ceteris paribus. Nilai elastisitas untuk harga biji pala adalah sebesar -0,392 (inelastis). Artinya apabila terjadi peningkatan harga biji pala di negara tujuan sebesar satu persen, maka akan menurunkan volume ekspor biji pala sebesar 0,392 persen. Hal ini menunjukkan bahwa volume ekspor biji pala Indonesia kurang responsif terhadap perubahan harga biji pala di negara tujuan. Meskipun demikian, variabel harga biji pala di negara tujuan tidak berpengaruh nyata bagi negara pengimpor, artinya variabel tersebut tidak menjadi faktor utama yang menjadi pertimbangan bagi negara importir untuk mengimpor biji pala Indonesia. Harga yang semakin tinggi tidak otomatis volume ekspor akan menurun. Hal ini disebabkan oleh biji pala bukan merupakan kebutuhan primer dan hanya dikonsumsi dalam jumlah kecil. 5. Nilai Tukar Mata Uang Negara Tujuan terhadap Rupiah Indonesia (ERj)
Kondisi nilai tukar seperti terapresiasinya mata uang domestik negara tujuan ekspor terhadap Rupiah Indonesia membuat harga biji pala relatif lebih murah. Hal ini mendorong terjadinya peningkatan volume impor dari negara tujuan, karena negara tujuan membutuhkan sedikit uang untuk membeli barang impor. Berdasarkan hasil regresi, koefisien variabel nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap Rupiah Indonesia memberikan pengaruh positif terhadap volume
73 ekspor biji pala Indonesia. Nilai koefisien variabel nilai tukar ini sebesar 4,22, artinya jika nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap Rupiah Indonesia terapresiasi sebesar 1 domestik/Rupiah maka volume ekspor biji pala Indonesia ke negara tujuan akan meningkat sebesar 4,22 kg, ceteris paribus. Nilai elastisitas untuk nilai tukar adalah sebesar 0,078 (inelastis). Artinya apabila terjadi peningkatan nilai tukar sebesar satu persen, maka akan meningkatkan volume ekspor biji pala sebesar 0,078 persen. Hal ini menunjukkan bahwa volume ekspor biji pala Indonesia kurang responsif terhadap perubahan nilai tukar. Karena perubahan satu persen variabel nilai tukar negara tujuan mengakibatkan perubahan variabel volume ekspor biji pala kurang dari satu persen Meskipun demikian, variabel nilai tukar tidak berpengaruh nyata bagi negara pengimpor, artinya variabel tersebut tidak menjadi faktor utama yang menjadi pertimbangan bagi negara importir untuk mengimpor biji pala Indonesia. 6. Volume Ekspor Biji Pala dari Indonesia ke Negara Tujuan Satu Tahun Sebelumnya (Xij-1)
Variabel volume ekspor biji pala dari Indonesia ke negara tujuan satu tahun sebelumnya, mempengaruhi suatu negara untuk kembali mengimpor atau tidak pada tahun berikutnya. Tingkat konsumsi biji pala ini mempengaruhi berapa besar volume biji pala yang akan diimpor di waktu yang akan datang. Berdasarkan hasil regresi, koefisien variabel volume ekspor biji pala dari Indonesia ke negara tujuan satu tahun sebelumnya memberikan pengaruh positif terhadap volume ekspor biji pala Indonesia. Nilai koefisien variabel volume ekspor biji pala dari Indonesia ke negara tujuan satu tahun sebelumnya sebesar 0,7889, artinya jika volume ekspor biji pala dari Indonesia ke negara tujuan satu
74 tahun sebelumnya meningkat sebesar 1 kg maka volume ekspor biji pala Indonesia ke negara tujuan akan meningkat sebesar 0,7889 kg, ceteris paribus. Nilai elastisitas untuk variabel volume ekspor satu tahun sebelumnya adalah sebesar 1,045 (elastis). Artinya apabila terjadi peningkatan volume ekspor biji pala satu tahun sebelumnya sebesar satu persen, maka akan meningkatkan volume ekspor biji pala sebesar 1,045 persen. Hal ini menunjukkan bahwa volume ekspor biji pala Indonesia bersifat elastis terhadap perubahan volume ekspor biji pala satu tahun sebelumnya. Karena perubahan satu persen volume ekspor satu tahun sebelumnya mengakibatkan perubahan volume ekspor biji pala lebih dari satu persen. Variabel volume ekspor biji pala dari Indonesia ke negara tujuan satu tahun sebelumnya berpengaruh nyata bagi negara pengimpor, artinya variabel tersebut menjadi faktor utama yang menjadi pertimbangan bagi negara importir untuk mengimpor biji pala Indonesia 6.3 Faktor-faktor Lain yang Tidak Dapat Dijelaskan oleh Model
Pala adalah salah satu tanaman rempah yang penting dan strategis bagi pembangunan nasional. Hal ini mengingat bahwa saat ini industri berbahan baku pala seperti industri makanan dan minuman, industri kosmetika maupun industri obat/jamu telah mengalami peningkatan. Selain itu juga kecenderungan masyarakat dunia telah semakin sadar untuk menggunakan produk-produk alami (back to nature). Biji pala Indonesia yang diekspor ke luar negeri biasanya dimanfaatkan sebagai bahan campuran minyak wangi, bumbu masakan, obat dan bahan dasar campuran pakan ternak.
75 Struktur usaha perkebunan pala Indonesia sebesar 99,8 persen didominasi oleh perkebunan rakyat (Ditjen Perkebunan, 2006), dengan jumlah pekebun yang banyak tetapi output rendah. Hal ini mengakibatkan pekebun hanya berperan sebagai price taker yang berhadapan dengan pasar yang sering bersifat monopsonistik dan oligopsonistik. Pendapatan petani pala umumnya masih rendah, karena sebagian besar masyarakat hanya menjual pala tanpa ditingkatkan untuk mendapatkan nilai tambah. Pemanenan pala dari hutan-hutan masih menanggalkan daging buah pala sehingga menjadi terbuang percuma di hutan. Padahal daging buah pala ini dapat diolah menjadi produk bernilai tambah tersendiri, misalnya untuk manisan dan berbagai produk turunannya seperti sirup, permen, selai atau kecap. Kendala utama dalam memasarkan produk-produk olahan pala ini adalah masalah hak paten. Berdasarkan hasil analisis regresi berganda pada sub bab sebelumnya, model aliran perdagangan biji pala Indonesia mampu menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan biji pala Indonesia ke negara tujuan. Sebesar 36,5 persen perubahan volume ekspor biji pala Indonesia diterangkan oleh faktor-faktor lain di luar model. Indonesia sebagai pemilik pangsa pasar pala terbesar di dunia, tidak dapat mengendalikan harga biji pala di pasar internasional. Pengendalian harga biji pala ini ditentukan oleh beberapa pengusaha pala di Rotterdam dan Singapura. Hal ini disebabkan oleh para eksportir biji pala Indonesia bekerja sendiri-sendiri dalam memasarkan produknya di luar negeri. Hal ini mengakibatkan menurunnya posisi tawar menawar para eksportir terhadap pasar biji pala dunia.
76 Pada tahun 2005 teridentifikasi beberapa permasalahan dalam agribisnis pala, antara lain: (1) banyaknya tanaman yang sudah tua, rusak dan terserang hama penyakit yaitu sebesar 9.346 hektar; (2) bibit unggul yang bermutu dan bersertifikat sulit dicari, akhirnya petani menggunakan bibit seadanya. Hal ini mengakibatkan mutu produk rendah dan kurang memenuhi standar dan (3) harga yang berfluktuatif karena fasilitas perdagangan kurang mendukung. Permasalahan lain yang terkait dengan aliran perdagangan pala terdapat di propinsi Sulawesi Utara. Propinsi ini dikenal sebagai salah satu sentra produksi pala di Indonesia. Petani pala di daerah ini menolak diberlakukannya Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Retribusi Pengawasan Mutu dan Pengembangan Pala. Peraturan Daerah ini
sejak ditetapkan tidak pernah
dilaksanakan karena ditentang oleh petani pala. Para petani khawatir peraturan ini akan membebani mereka dan mereka menganggap Dinas Perindustrian maupun Perdagangan lebih berkompeten dalam menangani mutu. Selain beberapa faktor kendala yang telah dipaparkan sebelumnya, sifat dari biji pala itu sendiri dapat menjadi hambatan dalam aliran perdagangan biji pala. Hal ini mengingat bahwa biji pala bukan kebutuhan primer dan hanya dikonsumsi dalam jumlah yang sedikit. 6.4
Peramalan Volume Ekspor Pala Indonesia
Tahap pertama dalam peramalan volume ekspor pala Indonesia dengan menggunakan metode Box-Jenkins (ARIMA) adalah identifikasi. Pada tahap ini dilakukan identifikasi terhadap tiga hal, yaitu terhadap pola data ekspor pala, apakah terdapat unsur musiman atau tidak. Kedua, identifikasi terhadap
77 kestasioneran data. Ketiga, identifikasi terhadap pola atau perilaku ACF dan PACF. Data ekspor pala yang dianalisis adalah data tahunan yang diperoleh dari tahun 1969 sampai 2005. Dalam rentang waktu tersebut terdapat 37 tahun yang berarti terdapat 37 data ekspor pala. Plot data ekspor pala dapat dilihat pada Gambar 4. Berdasarkan plot data volume ekspor, ekspor pala dari tahun ke tahun sangat berfluktuatif, dengan rata-rata ekspor 8.061,703 ton/tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa data belum stasioner dan masih mengandung unsur trend. Volume ekspor yang terendah dicapai pada tahun 1989 yaitu sebesar 2.933 ton, sedangkan volume tertinggi dicapai pada tahun 2005 yaitu sebesar 15.276 ton.
Plot Data Volume Ekspor Pala 16000
Volume Ekspor (Ton)
14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 1972
1976
1980
1984
1988 Tahun
1992
1996
2000
Gambar 4 Plot Data Volume Ekspor Pala Tahun 1969-2005
2004
78 Pola data volume ekspor pala ini untuk menjadi stasioner hanya dilakukan satu kali pembedaaan, karena sebaran data volume ekspor telah berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata yang konstan. Begitu pula dari plot autokorelasi, dimana korelogram untuk data pembedaan pertama menunjukkan ACF bersifat cut off, sedangkan PACF untuk data pembedaan pertama menunjukkan pola damped sine wave. Berdasarkan kesimpulan ini, model tentatif ARIMA yang diperoleh adalah
MA murni. Estimasi berdasarkan teknik coba-coba (trial and error) diperoleh model ARIMA yang memenuhi syarat yaitu ARIMA (0, 1, 1). Output hasil peramalan dapat dilihat pada Lampiran 8. Setelah dilakukan estimasi parameter model, maka selanjutnya dilakukan evaluasi untuk memastikan apakah model yang diestimasi sudah baik atau belum. Ada enam kriteria dalam evaluasi model Box-Jenkins, yaitu: 1. Residual peramalan bersifat acak. Dari session diketahui bahwa nilai P-value untuk uji ini lebih besar dari 0,05 (yaitu sebesar 0,637) yang menunjukkan bahwa residual sudah acak. Selain itu grafik ACF dan PACF residual (Lampiran 9) dari model mempunyai pola cuts off, yang menunjukkan bahwa residual memang sudah acak. 2. Model parsimonious. Model ARIMA (0, 1, 1) telah menunjukkan bentuk yang paling sederhana. 3. Parameter yang diestimasi berbeda nyata dari nol, yaitu nilai P-value koefisien harus kurang dari 0,05. Pada session, P-value koefisien MA = 0,002. 4. Kondisi invertibilitas ataupun stasioneritas harus terpenuhi. Dalam output terlihat jumlah koefisien MA kurang dari 1, yaitu 0,5576; persamaan tidak
79 mengandung koefisien AR. Hal ini berarti kondisi invertibilitas dan stasioneritas terpenuhi. 5. Proses iterasi harus convergence. Pada session sudah terdapat pernyataan relative change in each estimate less than 0,0010.
6. Model harus memiliki MSE yang kecil. Pada output ditunjukkan nilai MSE sebesar 3217522. Prediksi volume ekspor pala dapat diketahui berdasarkan metode peramalan ARIMA (0, 1, 1). Hasil ramalan volume ekspor pala untuk 10 tahun ke depan pada Tabel 17, menunjukkan bahwa ekspor pala terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Adapun hasil ramalan volume ekspor pala Indonesia dari tahun 2006-2015 dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Hasil Ramalan Volume Ekspor Pala Indonesia Tahun 2006-2015 Volume Ekspor Pala (Ton) No. Tahun Ramalan Batas Bawah Batas Atas 1. 2006 14.310,9 10.794,5 17.827,4 2. 2007 14.551,6 10.706,4 18.396,8 3. 2008 14.792,2 10.644,2 18.940,2 4. 2009 15.032,9 10.602,7 19.463,0 5. 2010 15.273,5 10.578,2 19.968,8 6. 2011 15.514,1 10.567,8 20.460,5 7. 2012 15.754,8 10.569,5 20.940,0 8. 2013 15.995,4 10.581,8 21.409,0 9. 2014 16.236,1 10.603,4 21.868,8 10. 2015 16.476,7 10.633,1 22.320,3 Berdasarkan Tabel 17, prediksi volume ekspor pala pada tahun 2015 adalah sebesar 16.476,7 ton. Untuk dapat memenuhi permintaan pala dari negara importir, Indonesia harus membuat perencanaan mengenai ketersediaan pala untuk diekspor. Karena mengingat tanaman pala merupakan tanaman tahunan
80 yang dalam proses produksinya membutuhkan suatu perencanaan yang baik. Tanaman pala ini mulai berbuah pada umur tujuh tahun. Jika pada tahun 2015 diprediksi volume ekspor pala sebesar 16.476,7 ton, maka Indonesia harus memproduksi pala minimal sebesar 32.953,4 ton pada tahun 2015. Karena pala yang diekspor sekitar 50 persen dari produksi nasional. Produksi pala ini sangat ditentukan oleh produktivitas lahannya. Adapun untuk menghitung produktivitas lahan dari tahun 2001-2005 sebagai berikut: Produktivitas =
=
rata - rata produksi tahun 2001 - 2005 rata - rata luas tahun 2001 - 2005 17.096,8 ton 66.451,2 ha
= 0,257 ton/ha Berdasarkan nilai produktivitas ini, maka dapat diprediksi luas lahan yang dibutuhkan pada tahun 2015, yaitu sebagai berikut: Luas
=
produksi tahun 2015 produktivitas
=
32.953,4 ton 0,257 ton/ha
= 128.223 ha Pada tahun 2015, Indonesia harus menyediakan lahan untuk bertanam pala seluas 128.223 ha, dengan asumsi faktor-faktor produksi yang lain adalah konstan. Luasan lahan ini harus dipenuhi agar dapat memproduksi pala sesuai dengan kebutuhan pada tahun 2015. Dengan mengetahui prediksi volume ekspor dan luas lahan di masa mendatang, diharapkan Indonesia dapat terus bertahan menjadi produsen utama pala di dunia.
81 VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7. 1 Kesimpulan
Negara importir utama biji pala Indonesia yaitu Jepang, Singapura, Vietnam dan Belanda. Negara-negara ini mempunyai karakteristik yang berbedabeda. Berdasarkan hasil analisis deskriptif, karakteristik negara tujuan ekspor biji pala Indonesia meliputi bentuk pemerintahan, jumlah populasi, keadaan geografi dan keadaan ekonomi. Berdasarkan hasil analisis regresi berganda, variabel-variabel bebas yang berpengaruh positif adalah nilai tukar mata uang negara tujuan dengan Rupiah Indonesia dan volume ekspor biji pala dari Indonesia ke negara tujuan satu tahun sebelumnya. Variabel bebas yang berpengaruh negatif adalah GDP total negara tujuan, harga biji pala Indonesia di negara tujuan, populasi negara tujuan dan jarak antara Indonesia dengan negara tujuan. Selain itu ada satu variabel yang berpengaruh nyata pada taraf 5 persen, yaitu variabel volume ekspor biji pala dari Indonesia ke negara tujuan satu tahun sebelumnya. Variabel ini mempunyai pengaruh besar terhadap aliran perdagangan biji pala Indonesia. Nilai elastisitas menunjukkan bahwa variabel yang bersifat elastis adalah variabel jarak antara Indonesia dengan negara tujuan dan volume ekspor biji pala dari Indonesia ke negara tujuan satu tahun sebelumnya. Peningkatan sebesar satu persen pada variabel ini akan mengakibatkan perubahan volume ekspor biji pala lebih dari satu persen. Berdasarkan hasil analisis peramalan menggunakan metode Box-Jenkins untuk memprediksi volume ekspor pala, diperoleh model ARIMA yang memenuhi syarat adalah ARIMA (0, 1, 1). Jika pada tahun 2015 diprediksi
82 volume ekspor pala sebesar 16.476,7 ton, maka Indonesia harus memproduksi pala minimal sebesar 32.953,4 ton pada tahun 2015. Karena pala yang diekspor sekitar 50 persen dari produksi nasional. Untuk memenuhi kebutuhan pala ini, Indonesia harus menyediakan lahan untuk bertanam pala seluas 128.223 ha pada tahun 2015. 7.2
Saran
Pertumbuhan dan perkembangan agribisnis pala yang berkelanjutan harus didukung oleh kebijakan-kebijakan yang kondusif. Pemerintah bersama-sama dengan pihak yang terkait harus terus menerus melakukan promosi komoditas pala baik di dalam maupun luar negeri. Hal ini bertujuan agar produk pala memiliki daya saing yang kuat di pasar internasional. Perencanaan produksi pala di masa mendatang harus dipersiapkan dengan baik, agar Indonesia dapat memenuhi kebutuhan pala baik untuk pasar domestik maupun
internasional.
Selain
itu
diharapkan
adanya
dorongan
dalam
pengembangan produk pala dan produk turunannya untuk meningkatkan nilai tambah bagi petani dan para pelaku usaha. Sehingga untuk penelitian selanjutnya, diharapkan dapat menganalisis kelayakan industri untuk produk olahan pala.
83 DAFTAR PUSTAKA
Algifari. 1997. Analisis Statistik untuk Bisnis. Penerbit BPFE. Yogyakarta. Badan Pusat Statistik. 2005. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia. Jakarta. Deliarnov. 1995. Pengantar Ekonomi Makro. Universitas Indonesia. Jakarta. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2006. Statistik Perkebunan Indonesia. Jakarta. Drazat. 2007. Meraup Laba dari Pala. Agromedia. Jakarta. Firdaus, M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Bumi Aksara. Jakarta. Gaynor, P. E. dan R. C. Kirkpatrick. 1994. Introduction to Time Series Modelling and Forecasting in Business and Economics. Singapore. Mc Graw Hill. Griffin, R. W dan Ronald, J. E. 2003. Bisnis. Prenhallindo. Jakarta. Gujarati, D. 1995. Ekonometrika Dasar. Penerbit Erlangga. Jakarta. Handoko, T. H. 2000. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. BPFE. Yogyakarta. Kemala, S. 1990. Analisa Usahatani dan Pemasaran Pala di Sumatera Barat. Jurnal Penelitian Tanaman Industri. Bogor. Lipsey, G. R. Courant, N. P. Purvis, D. D. Steiner, O. P. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Jilid Kesatu. Edisi Kesepuluh. Bina Rupa Aksara. Jakarta. Makridakis, S., S. C. Wheelwright dan V. E. McGee. 1999. Metode Peramalan dan Aplikasi Peramalan. Ed ke-2. Suminto H, Penerjemah. Jakarta: Binarupa Aksara. Terjemahan dari: Forecasting Methods and Applications. Mankiw, G. 2000. Teori Makroekonomi. Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta. Mardian, A. 2005. Peramalan Ekspor Udang Beku (Frozen Shrimp) di PT Central Pertiwi Bahari Processing Plant Unit 3 Muara Baru, Jakarta Utara. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. MEDIA PERKEBUNAN. 2001. Dari Mesin Uang Pemerintah Kolonial ke Instrumen untuk Mensejahterakan Masyarakat. Ed ke-39. Departemen Pertanian. Jakarta.
84 . 2002. Bangkitnya Perkebunan September-Oktober. Departemen Pertanian. Jakarta.
Rakyat.
Edisi
. 2006. Membangkitkan Kejayaan Rempah Indonesia. Edisi Februari-Maret. Departemen Pertanian. Jakarta. Nachrowi, D., dan H. Usman. 2002. Penggunaan Teknik Ekonometrika. Penerbit PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Purwanto, E. B. 2006. Analisis Peramalan Konsumsi dan Produksi Gula serta Implikasinya terhadap Pencapaian Swasembada Gula di Indonesia. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rismunandar. 1990. Budidaya dan Tataniaga Pala. Penebar Swadaya. Jakarta. Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Penerbit Erlangga. Jakarta. Santoso. 1999. Aplikasi Excel dalam Statistika Bisnis. Penerbit PT Gramedia. Jakarta. Siagian, D. dan Sugiarto. 2000. Metode Statistika. Penerbit PT Gramedia. Jakarta. Siringoringo, S. E. 2005. Peramalan Produksi Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO) PT Panamtama Kebun Teluk Dalam, Asahan Sumatera Utara. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sinaga, R. A. R. 2007. Analisis Aliran Perdagangan Komoditas Karet Alam Indonesia dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya di Negara Tujuan. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sugiarto dan Harijono. 2000. Peramalan Bisnis. Gramedia. Jakarta. Sunenti. 2005. Analisis Aliran Perdagangan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Meubel Rotan di Indonesia. Skripsi. Jurusan Ilmuilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Turnip, C. E. 2002. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor dan Aliran Perdagangan Kopi Indonesia. Skripsi. Jurusan Ilmuilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wahyudi, A., dan Chandra. 1995. Analisis Harga Pala di Pasar Internasional. Jurnal Penelitian Tanaman Industri. Bogor.
85 Lampiran 1 Gambar Pala dan Produk Olahannya
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Keterangan: a. Buah pala belum masak b. Buah pala masak c. Biji pala basah (warna cokelat) dan fuli (warna merah) d. Biji pala kering e. Sirup pala f. Jelly pala
86 Lampiran 2
Tahun 1967 1968 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Sumber Keterangan
Perkembangan Luas Areal dan Produksi Perkebunan Pala Seluruh Indonesia menurut Pengusahaan Tahun 1967-2005
PR 12.743 14.169 19.724 23.576 26.600 27.932 30.349 42.534 47.008 48.676 57.322 52.595 57.360 55.548 57.052 55.928 59.579 60.028 57.781 62.307 64.008 63.143 64.205 68.270 69.166 68.714 62.196 61.975 59.053 59.146 57.488 58.828 43.454 63.349 58.945 61.090 67.859 73.425 68.102
Luas Areal (Ha) PBN PBS 0 0 0 0 2.335 0 1.891 0 2.080 0 2.286 0 2.261 0 1.934 0 2.325 0 1.993 0 2.098 303 2.118 303 2.118 497 1.879 500 1.002 497 1.815 494 1.700 1.991 904 168 729 161 729 63 620 24 548 25 620 30 510 26 785 3.210 785 3.218 710 3.488 710 182 710 191 708 191 708 191 534 182 534 182 502 182 302 182 302 166 302 166 302 0 1.113 0
Jumlah 12.743 14.169 22.059 25.467 28.680 30.218 32.610 44.468 49.333 50.669 59.723 55.016 59.975 57.927 58.551 58.237 63.270 61.100 58.671 63.099 64.652 63.716 64.855 68.806 73.161 72.717 66.394 62.867 59.954 60.045 58.387 59.544 44.170 64.033 59.429 61.558 68.327 73.727 69.215
PR 6.350 7.470 7.998 9.389 4.846 10.158 10.570 12.943 14.292 14.092 18.881 16.081 17.764 18.158 18.382 14.908 14.531 17.902 14.184 15.004 15.342 14.614 15.092 16.838 16.278 17.220 20.292 18.981 18.961 18.485 19.157 18.359 12.736 19.817 21.575 23.112 22.190 10.266 8.100
: Direktorat Jenderal Perkebunan (2006) : PR = Perkebunan Rakyat PBN = Perkebunan Besar Negara PBS = Perkebunan Besar Swasta
Produksi (Ton) PBN PBS Jumlah 0 0 6.350 0 0 7.470 160 0 8.158 223 0 9.612 159 0 5.005 284 0 10.442 313 0 10.883 274 0 13.217 342 0 14.634 282 0 14.374 255 2 19.138 255 0 16.336 188 0 17.952 195 0 18.353 211 10 18.603 120 0 15.028 246 101 14.878 57 23 17.982 38 28 14.250 46 22 15.072 58 4 15.404 99 5 14.718 117 7 15.216 38 6 16.882 43 26 16.347 70 26 17.316 17 602 20.911 101 100 19.182 8 100 19.069 5 75 18.565 5 60 19.222 9 60 18.428 6 60 12.802 153 40 20.010 7 34 21.616 9 36 23.157 9 36 22.235 13 0 10.279 98 0 8.197
87 Lampiran 3 Volume dan Nilai Ekspor Pala Indonesia Tahun 1969-2005 Tahun 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Volume (Ton) 5.229 4.420 8.304 7.158 5.671 7.000 6.641 6.940 6.785 7.070 7.707 7.481 6.808 9.239 7.403 8.619 7.494 5.895 7.642 4.556 2.933 7.441 8.884 5.837 10.408 8.169 8.559 9.536 7.618 9.680 9.625 10.808 8.465 10.411 11.377 15.194 15.276
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2006)
Nilai (000 US$) 1.859 1.918 2.958 1.800 1.502 2.203 1.397 9.455 10.436 10.440 10.885 10.253 8.296 11.251 9.653 14.882 15.931 27.106 42.743 25.014 14.089 12.745 11.554 6.270 9.250 34.246 14.165 19.303 19.808 38.767 49.124 58.249 36.151 39.528 41.038 50.831 47.775
88 Lampiran 4
Volume dan Nilai Ekspor Biji Pala Indonesia menurut Negara Tujuan Tahun 2005
Negara Jepang Hong Kong Korea Selatan Taiwan China Thailand Singapura Malaysia Vietnam India Pakistan Bangladesh Afghanistan United Arab Emirates Mesir Nigeria Benin Afrika Selatan Australia Amerika Brazil Uruguay Belanda Perancis Jerman Belgia Italia Spanyol Russia Total Sumber: BPS (2005)
Volume (Kg) 320.317 178.175 29.835 446 15.900 7.342 939.281 154.588 2.108.434 151.066 22.629 24.075 7.920 11.092 17.828 47.900 44.347 15.000 24.378 7.165 51.842 11.113 1.237.496 11.118 103.130 164.109 109.498 55.998 81.294 5.953.316
Nilai (US$) 2.025.754 572.760 64.420 428 6.062 12.490 4.021.930 327.346 1.754.294 276.544 9.802 29.731 9.346 27.175 51.100 48.475 27.964 22.250 116.859 50.087 140.550 27.900 3.682.204 40.940 477.269 937.359 389.964 150.250 308.965 15.610.218
89 Lampiran 5
Negara
Data Cross Section untuk Model Aliran Perdagangan Biji Pala Indonesia Tahun 2005 Xij1
Yj2
N j3
Dij4
Pj 5
ERj6
Xij-17
Jepang
320317
4018
127,54
5772
6,324
83,78
354615
Hongkong
178175
1801
6,9
3245
3,215
1274,31
232108
29835
965,3
48,64
5278
2,159
9,77
37634
446
631,2
22,7
3806
0,96
301,02
0
15900
8859
1306,31
5194
0,381
1224,58
165457
7342
560,7
64,19
2314
1,701
240,93
24838
Singapura
939281
124,3
4,43
894
4,282
5940,68
1129270
Malaysia
154588
290,2
23,95
1168
2,118
2614,41
289736
Vietnam
2108434
232,2
83,54
3005
0,832
0,62
1075671
151066
3,61
1093,56
4982
1,831
219,58
153679
Pakistan
22629
393,4
158,78
5653
0,433
165,34
18200
Bangladesh
24075
304,3
144,32
3763
1,235
136,32
20531
Afghanistan
7920
21,5
29,93
5984
1,18
216,13
0
United Arab
11092
111,3
4,09
6607
2,45
2476,36
52000
Mesir
17828
303,5
77,56
8968
2,866
1682,2
0
Nigeria
47900
174,1
128,77
11606
1,012
78,717
26500
Benin
44347
8,55
7,65
11633
0,631
17,84
0
Afrika Selatan
15000
533,2
44,34
8577
1,483
1558,47
0
Australia
24378
640,1
20,09
5403
4,794
7249,15
68920
Amerika
7165
12360
295,73
16357
6,991
9880,51
396484
Brazil
51842
1556
186,11
16330
2,711
4230,51
1350817
Uruguay
11113
32,96
3,42
15127
2,511
383,08
4141
Belanda
1237496
499,8
16,41
11353
2,976
11699,15
1596962
Perancis
11118
1816
62,95
11575
3,682
11699,15
12421
Jerman
103130
2504
82,43
10777
4,628
11699,15
118790
Belgia
164109
325
10,36
11406
5,712
11699,15
218979
Italia
109498
1698
58,1
10805
3,561
11699,15
389029
Spanyol
55998
1029
40,34
12180
2,683
11699,15
14000
Rusia
81294
1589
142,78
9290
3,801
343,81
118379
Korea Selatan Taiwan China Thailand
India
Sumber : -
BPS (1, 5 dan 7) www.infoplease.com (2) www.census.gov (3) www.timeanddate.com (4) www.bankofcanada.ca (6)
90 Lampiran 6
Analisis Regresi Berganda Aliran Perdagangan Biji Pala Indonesia Tahun 2005 dengan Metode OLS
Regression Analysis: Xij versus Yj; Nj; Dij; Pj; ERj; Xij-1 The regression equation is Xij = 320215 - 0,5 Yj - 163 Nj - 30,4 Dij - 29440 Pj + 4,2 ERj + 0,789 Xij-1 Predictor Constant Yj Nj Dij Pj ERj Xij-1
Coef SE Coef 320215 165809 -0,52 30,85 -163,3 257,2 -30,36 15,59 -29440 48370 4,22 17,20 0,7889 0,1403
S = 312408
R-Sq = 63,5%
T 1,93 -0,02 -0,63 -1,95 -0,61 0,25 5,62
P 0,066 0,987 0,532 0,064 0,549 0,808 0,000
VIF 2,0 1,7 1,4 2,1 1,9 1,1
R-Sq(adj) = 53,6%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 6 22 28
SS 3,74106E+12 2,14717E+12 5,88823E+12
MS 6,23510E+11 97598621711
F 6,39
P 0,001
91 Lampiran 7
Grafik ACF dan PACF untuk Pembedaan Pertama Volume Ekspor Pala
1. Grafik ACF Autocorrelation Function for C2 (with 5% significance limits for the autocorrelations) 1,0 0,8
Autocorrelation
0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 1
2
3
4
5 Lag
6
7
8
9
8
9
2. Grafik PACF Partial Autocorrelation Function for C2 (with 5% significance limits for the partial autocorrelations) 1,0
Partial Autocorrelation
0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 1
2
3
4
5 Lag
6
7
92 Lampiran 8 Analisis Peramalan Volume Ekspor Pala dengan Metode ARIMA ARIMA Model: Volume Ekspor Estimates at each iteration Iteration 0 1 2 3 4 5 6
SSE 131305106 119359418 112101061 109441577 109427685 109427517 109427514
Parameters 0,100 279,183 0,250 277,771 0,400 268,991 0,549 248,073 0,556 241,224 0,557 240,703 0,558 240,644
Relative change in each estimate less than 0,0010 Final Estimates of Parameters Type MA 1 Constant
Coef 0,5576 240,6
SE Coef 0,1621 135,5
T 3,44 1,78
P 0,002 0,085
Differencing: 1 regular difference Number of observations: Original series 37, after differencing 36 Residuals: SS = 109395734 (backforecasts excluded) MS = 3217522 DF = 34 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag Chi-Square DF P-Value
12 7,9 10 0,637
24 21,3 22 0,503
36 * * *
48 * * *
Forecasts from period 37
Period 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
Forecast 14310,9 14551,6 14792,2 15032,9 15273,5 15514,1 15754,8 15995,4 16236,1 16476,7
95 Percent Limits Lower Upper 10794,5 17827,4 10706,4 18396,8 10644,2 18940,2 10602,7 19463,0 10578,2 19968,8 10567,8 20460,5 10569,5 20940,0 10581,8 21409,0 10603,4 21868,8 10633,1 22320,3
Actual
93 Lampiran 9 Grafik ACF dan PACF Residual untuk Volume Ekspor Pala 1. Grafik ACF ACF of Residuals for Volume Ekspor (with 5% significance limits for the autocorrelations) 1,0 0,8
Autocorrelation
0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 1
2
3
4
5 Lag
6
7
8
9
8
9
2. Grafik PACF PACF of Residuals for Volume Ekspor (with 5% significance limits for the partial autocorrelations) 1,0
Partial Autocorrelation
0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 1
2
3
4
5 Lag
6
7