ANALISIS ALIRAN PERDAGANGAN TEH INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS MONETER
Oleh : ERWIN FAHRI A 14105542
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN ERWIN FAHRI. Analisis Aliran Perdagangan Teh Indonesia Sebelum dan Setelah Krisis Moneter. Dibawah Bimbingan RINA OKTAVIANI. Akhir tahun 1997 Indonesia mengalami berbagai perubahan yang mendasar baik di bidang politik, maupun perekonomian. Hampir seluruh sektor perekonomian mengalami masalah dalam kondisi sulit ini. Saat terjadi krisis ekonomi, sektor pertanian merupakan sektor yang cukup kuat menghadapi goncangan ekonomi dan dapat diandalkan dalam pemulihan perekonomian nasional. Sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Salah satu subsektor pertanian yang cukup besar potensinya adalah hasil perkebunan di antaranya adalah teh. Komoditas teh bagi Indonesia hampir 100 tahun merupakan salah satu andalan penghasil devisa dari subsektor perkebunan. Komoditas teh, pada waktu itu menjadi salah satu usaha andalan pemerintah sebagai penompang penghasil devisa setelah karet, kelapa, kelapa sawit, kakao dan kopi. Teh mampu menjadi andalan utama alternatif ekspor ketika sektor industri lain terpuruk. Tahun 1997 volume ekspor teh merosot tajam menjadi 66.843 ton yang semula pada tahun 1996 volume ekspor teh sebesar 101.532 ton. Pada tahun 2003, posisi Indonesia masih berada diperingkat lima dalam ekspor teh dunia, atau kontribusinya baru sekitar tujuh persen. Indonesia yang merupakan eksportir teh terbesar kelima di dunia sejak 1993 mengalami penurunan volume ekspor. Pangsa pasar teh Indonesia di dunia yang pada 1993 sebesar 11 persen, pada 2005 menurun menjadi tujuh persen dari sekitar 1,3 juta ton pasar teh ekspor. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh variabel-variabel ekonomi dan non ekonomi, serta krisis moneter terhadap aliran perdagangan teh Indonesia. Selain itu, penelitian ini menganalisis perkembangan aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor baik sebelum dan setelah krisis moneter. Analisis aliran perdagangan teh ke titik konsumsi ke berbagai negara tujuan ekspor teh, menggunakan suatu persamaan yang menyertakan berbagai faktor gravity model yang diperhitungkan. Penganalisaan aliran perdagangan teh Indonesia menggunakan persamaan regresi berganda dengan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square/OLS). Pemakaian metode OLS harus memenuhi beberapa asumsi agar dapat digunakan yaitu normalitas, homoskedastisitas dan multikolinieritas, dan beberapa pengujian hipotesis seperti koefisien determinasi (R2), uji F dan t. Persamaan tersebut diterapkan terhadap faktor-faktor ekonomi dan non-ekonomi seperti GDP per kapita, jarak, populasi dan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap dollar AS serta keadaan perekonomian Indonesia baik sebelum dan setelah krisis moneter yang diwakili oleh dummy untuk melihat hubungan dan pengaruhnya terhadap aliran perdagangan teh. Melalui aliran perdagangan ini akan diketahui negara tujuan yang memilki potensi terbesar terhadap aliran perdagangan teh Indonesia serta perkembangannya, baik sebelum dan setelah krisis moneter. Penelitian ini menggunakan data jenis sekunder berupa data deret ruang (cross section) tahun 1995 dan tahun 2006 yaitu data 15 negara yang selama ini menjadi tujuan aliran perdagangan teh Indonesia antara lain : Afganistan, Iran, Jepang, Malaysia, Pakistan, Singapura, Mesir, Australia, Amerika Serikat, Jerman, Republik Irlandia, Belanda, Polandia, Rusia dan Inggris.Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan kuantitatif.
Dalam analisis data, model yang digunakan dalam analisis data adalah model regresi linier berganda dengan persamaan tunggal. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa sekitar 59,5 persen keragaman aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan dapat dijelaskan oleh variasi variabel-variabel bebas dalam model. Selain itu sisanya sebesar 40,5 persen keragaman volume ekspor teh Indonesia tidak dapat diterangkan oleh variasi variabel-variabel dalam model atau diterangkan oleh faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model dan error. Berdasarkan uji statistik-t, diperoleh variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap besar kecilnya aliran perdagangan teh Indonesia ke negaranegara tujuan ekspor teh pada taraf lima persen yaitu nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap dollar AS dan jumlah penduduk negara tujuan, pada taraf 15 persen adalah harga teh Indonesia di negara tujuan dan jarak antara Indonesia dengan negara tujuan. GDP per kapita negara tujuan dan variabel dummy tidak berpengaruh nyata pada taraf pengujian statistik lima persen dan 15 persen. Pengujian statistik-F menunjukkan bahwa, secara bersama-sama semua variabel bebas dalam model dapat menjelaskan variasi perubahan aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan baik sebelum krisis maupun setelah krisis moneter. Sebelum krisis volume ekspor teh Indonesia sebesar 79.227 ton, sedangkan setelah krisis moneter volume ekspor teh Indonesia tepatnya pada tahun 2006 sebesar 95.339 ton. Secara keseluruhan dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu Analisis aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan dengan gravity model dapat menjelaskan keragaman variasi variabel-variabel bebas dalam model sebesar 59,5 persen, sedangkan sisanya sebesar 40,5 persen keragaman aliran perdagangan teh Indonesia diterangkan oleh faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model seperti hambatan perdagangan, selera dan pesaing serta error. Variabel bebas yang berpengaruh positif terhadap aliran perdagangan teh Indonesia adalah populasi negara tujuan dan keadaan perekonomian di Indonesia. Variabel yang memiliki pengaruh negatif terhadap aliran perdagangan teh Indonesia adalah GDP per kapita, jarak antara Indonesia dengan negara tujuan, harga teh Indonesia di negara tujuan dan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap dollar AS. Populasi negera tujuan dan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap dollar AS signifikan dengan pengujian statistik-t pada taraf lima persen, selain itu ada dua variabel bebas lainnya yang siginifikan pada pengujian statistik-t pada taraf 15 persen yaitu, harga teh Indonesia di negara tujuan dan jarak Indonesia dengan negara tujuan ekspor. Aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan setelah krisis moneter lebih besar dibandingkan sebelum krisis. Negara yang paling banyak menyerap ekspor teh Indonesia sebelum krisis adalah Pakistan dengan volume ekspor mencapai 15924 ton dari total volume ekspor teh Indonesia. Rusia merupakan negara yang paling banyak menyerap ekspor teh Indonesia setelah krisis moneter yaitu sebesar 14882,83 ton. Mempertimbangkan potensi ekonomi dan non-ekonomi negara-negara yang potensial untuk aliran perdagangan teh Indonesia seperti Singapura yang memiliki jarak terdekat dengan Indonesia, Amerika Serikat memiliki populasi yang besar, Inggris merupakan negara dengan harga teh Indonesia yang kecil dan memiliki nilai tukar terhadap dollar AS yang tinggi. Sebaiknya ekspor teh Indonesia sudah dalam bentuk produk yang siap dikonsumsi, karena selama ini lebih banyak masih dalam bentuk setengah jadi. Dengan demikian, volume ekspor ke negara-negara tujuan akan meningkat dan mampu bersaing dengan negara pengekspor lainnya serta dapat memperluas pangsa pasar teh Indonesia ke negara lain.
ANALISIS ALIRAN PERDAGANGAN TEH INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS MONETER
Oleh : ERWIN FAHRI A 14105542
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA PERTANIAN Pada Institut Pertanian Bogor
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh : Nama
: ERWIN FAHRI
NRP
: A 14105542
Judul
: ANALISIS ALIRAN PERDAGANGAN TEH INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS MONETER
Dapat Diterima Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Rina Oktaviani. Ph. D NIP. 131 846 872
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Kelulusan : 09 Januari 2008
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS ALIRAN PERDAGANGAN TEH INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS MONETER ” MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Januari 2008
Erwin Fahri A 14105542
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Langsa Aceh Timur Nanggroe Aceh Darussalam 3 Oktober 1983 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Bapak Rahmad Ali dan Ibu Syamiani. Penulis menamatkan pendidikan sekolah dasar di SDN Sidorejo Langsa pada Tahun 1996, kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 9 Langsa, hingga lulus pada Tahun 1999. Penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Langsa dan lulus pada Tahun 2002. Tahun 2002 penulis diterima menjadi mahasiswa pada Program Studi Diploma III Manajer Alat dan Mesin Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyelesaikan program Diploma III pada Tahun 2005. Pada Tahun 2005 penulis melanjutkan pendidikan pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Robbi atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Aliran Perdagangan Teh Indonesia Sebelum dan Setelah Krisis Moneter. Penelitian ini dilakukan bertujuan menganalisis bagaimana pengaruh variabel-variabel ekonomi dan non ekonomi serta krisis moneter, terhadap aliran perdagangan teh Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis perkembangan aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor baik sebelum dan setelah krisis moneter. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan baik pada saat ini maupun pada saat mendatang.
Bogor, Januari 2008
Erwin Fahri A14105542
UCAPAN TERIMA KASIH Bersamaan dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak atas bantuan dan kerjasamanya baik berupa moril maupun materil yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, yaitu kepada : 1. Allah SWT atas segala karunia, taufiq dan kebesaran-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Ayah, ibu serta abang-abangku yang akan selalu kucintai ”Terima kasih atas segala pengorbanan, serta tidak bosan-bosannya memberikan kasih sayang, bimbingan, dukungan, semangat dan doanya yang terus mengalir tanpa batas ruang dan waktu” hingga selesainya skripsi ini. 3. Rina Oktaviani. Ph. D, selaku dosen pembimbing skripsi atas waktu dan kesabarannya dalam membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 4. Dr. Ir. Ratna Winandi. Ms, selaku dosen penguji utama yang telah memberikan masukan untuk penyempurnaan skripsi ini. 5. Dra. Yusalina. Ms, selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan masukan untuk penulisan yang lebih baik. 6. Anit yang setia menemani dan membantu penulis dari awal hingga selesainya penulisan skripsi ini, terima kasih untuk semuanya. 7. Keluarga besar MAMPER’S khususnya di X10C “Agus, Abenk, Bagoey, Urip, Opie, Cesper, Lukman, Boy, Igor, Koroev, Jaloe, Capoeng, Eko dan Anggia”. 8. Kepada seluruh Staf pengajar dan tata usaha, serta rekan-rekan Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. 9. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ............................................................................................
i
DAFTAR TABEL......................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR..................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................
v
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1.2. Perumusan Masalah...................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian ...........................................................................
1 4 8
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Teh .................................................................................. 2.2 Masuknya Teh ke Indonesia......................................................... 2.3 Manfaat Teh ................................................................................. 2.4 Penelitian Terdahulu..................................................................... 2.5 Perbedaan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu ....................
9 9 10 11 15
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran teoritis.......................................................... 3.1.1 Krisis moneter..................................................................... 3.1.2 Perdagangan Luar Negeri .................................................. 3.1.3 Aliran Perdagangan dan Gravity Model.............................. 3.1.4 Ekspor dan Nilai Tukar ....................................................... 3.1.5 Analisis Regresi Berganda ................................................. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional .................................................
16 16 17 21 29 30 31
IV METODE PENELITiAN 4.1 Jenis dan sumber Data................................................................. 4.2 Metode Analisis dan Pengolahan Data ........................................ 4.3 Analisis Data................................................................................. 4.4 Perumusan Model......................................................................... 4.5 Pengujian Asumsi ......................................................................... 4.5.1 Uji Normalitas.................................................................... 4.5.2 Uji Multikolinieritas ............................................................ 4.5.3 Uji Homoskedastisitas....................................................... 4.6 Pengujian Hipotesis...................................................................... 4.6.1 Koefisien Determinasi ....................................................... 4.6.2 Uji t.................................................................................... 4.6.3 Uji F...................................................................................
35 35 36 37 38 39 40 41 41 42 42 43
V Analisis Aliran Perdagangan Teh Indonesia Sebelum dan Setelah Krisis Moneter 5.1 Pengujian Asumsi............................................................. 5.2 Pengaruh Variabel-variabel Ekonomi dan Non Ekonomi, serta Krisis Moneter Terhadap Aliran Perdagangan Teh Indonesia ..........................................................................
45 47
5.2.1
Gross Domestic Product (GDP) Per Kapita Negara Tujuan ............................................................................. 5.2.2 Populasi Negara Tujuan Ekspor ...................................... 5.2.3 Jarak Antara Indonesia dengan Negara Tujuan .............. 5.2.4 Nilai Tukar Mata Uang Negara Tujuan Terhadap Dollar AS ......................................................................... 5.2.5 Harga Teh Indonesia di Negara Tujuan ........................... 5.2.6 Sebelum dan Setelah Krisis Moneter (Dummy) ............... 5.2.7 Faktor-faktor Lain yang Tidak Dapat Dijelaskan Oleh Model ....................................................................... 5.3 Perkembangan Aliran Perdagangan Teh Indonesia ke Negara-negara Tujuan Ekspor Baik Sebelum dan Setelah Krisis Moneter...............................................................................
49 52 54 56 58 60 61 64
VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan................................................................................... 6.2 Saran............................................................................................
66 67
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
68
LAMPIRAN ..............................................................................................
69
DARTAR TABEL Halaman Tabel 1. Perkembangan Ekspor Hasil Pertanian Indonesia Tahun 1995-2005 ................................................................................ 2 Tabel 2. Perkembangan Volume Ekspor Beberapa Komoditi Utama Perkebunan Tahun 1995-2005 (ribu ton) ............................................ 3 Tabel 3. Perkembangan Total Volume Ekspor Teh Indonesia Sebelum Krisis Moneter Tahun 1991-1998 ........................................................ 6 Tabel 4. Perkembangan Total Volume Ekspor Teh Indonesia Setelah Krisis Moneter Tahun 1999-2006......................................................... 6 Tabel 5. Output Model Analisis Regresi Gravity Model Aliran Perdagangan Teh Indonesia Sebelum dan Setelah Krisis Moneter dengan Metode OLS ........................................................................................48
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Perdagangan Internasional Keseimbangan Parsial .........................20 Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Aliran Perdagangan Teh Indonesia Sebelum dan Setelah Krisis Moneter ..................................................................................34
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Perbedaan dan Persamaan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu.....................................................................70 Lampiran 2. Data Nominal yang digunakan dalam Pendugaan Model Aliran Perdagangan Teh Indonesia Sebelum dan Setelah Krisis Moneter (1995 dan 2006).........................................71 Lampiran 3. Output Model Analisis Regresi Gravity Model Aliran Perdagangan Teh Indonesia Sebelum dan Setelah Krisis Moneter dengan Metode OLS ........................................................72 Lampiran 4. Residual Plot Data Aliran Perdagangan Teh Indonesia Sebelum dan Setelah Krisis Moneter..............................................73 Lampiran 5. Negara-negara Tujuan Ekspor Teh Indonesia Tahun 1995 dan 2006 ...................................................................74
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Akhir tahun 1997 Indonesia mengalami berbagai perubahan yang
mendasar baik di bidang politik, maupun perekonomian. Pembangunan yang selama ini memperlihatkan pertumbuhan yang cukup baik, namun pada kenyataannya kondisi makro ekonomi sangat lemah dan tidak setabil. Sebagaimana diketahui bahwa negara Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi yang berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu. Krisis yang berkepanjangan ini adalah merosotnya nilai tukar rupiah yang sangat tajam, akibat serbuan yang tak terduga dan terus-menerus dari dollar AS serta jatuh temponya utang swasta luar negeri dalam jumlah besar. Hampir seluruh sektor perekonomian mengalami masalah dalam kondisi sulit ini. Beberapa sektor yang sebelum krisis berperan sebagai penggerak pertumbuhan, kini mengalami masalah yang berat, disebabkan karena ketergantungan terhadap komponen luar negeri, baik bahan baku maupun peralatan. Saat terjadi krisis ekonomi, sektor pertanian merupakan sektor yang cukup kuat menghadapi goncangan ekonomi dan dapat diandalkan dalam pemulihan perekonomian nasional. Sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini terbukti pada tahun 1998, di tengah pertumbuhan Produk Domestik Produk (PDB) nasional yang negatif yakni sekitar 14 persen, sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan mengalami pertumbuhan positif yaitu sebesar 1,23 persen (BPS, 1999). Berdasarkan analisis ekspor hasil pertanian, diketahui bahwa pada pasca krisis (2000-2005) volume ekspor mencapai 12,6 juta ton/tahun. Hal ini berarti lebih tinggi dibanding pada masa krisis (1998-1999) bahkan masa sebelum krisis
(1995-1997), yaitu masing-masing sebesar 7,0 juta ton/tahun dan 7,8 juta ton/tahun. Perkembangan ekspor hasil pertanian dari tahun 1995 sampai tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Hasil Pertanian Indonesia Tahun 1995-2005 Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005* Rata-rata (1995-1997) Rata-rata (1998-1999) Rata-rata (2000-2005)
Volume Ekspor (Juta Ton) 5,7 7,5 7,9 6,8 8,8 9,5 9,6 11,6 11,6 15,1 18,1 7,0 7,8 12,6
Nilai (Juta US$) 4.607,5 5.194,3 5.549,9 4.468,4 4.696,6 4.500,3 3.696,6 5.518,3 6.417,5 8.544,0 10.564,0 5.117,2 4.582,5 6.540,1
Sumber : BPS, (2006) Keterangan : * data s/d juni 2005 kemudiann dikalikan 2
Apabila dilihat dari sisi penerimaan devisa, pada masa sebelum krisis (1995-1997) nilai ekspor sebesar US$ 5.117,2 juta/tahun, sedangkan di masa krisis mengalami penurunan menjadi US$ 4.582,5 juta/tahun. Walaupun demikian, setelah masa krisis nilai ekspor kembali meningkat menjadi US$ 6.540,1 juta/tahun. Salah satu subsektor pertanian yang cukup besar potensinya adalah perkebunan. Meskipun kontribusi subsektor perkebunan terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto belum terlalu besar yaitu sekitar 2,12 persen pada tahun 2005, namun berada diurutan ketiga di sektor pertanian setelah subsektor tanaman bahan pangan dan perikanan. Subsektor perkebunan merupakan penyedia bahan baku untuk sektor industri, penyerap tenaga kerja dan penghasil devisa (BPS, 2007).
Hasil perkebunan yang memiliki peranan penting salah satunya adalah teh. Komoditas teh bagi Indonesia hampir 100 tahun merupakan salah satu andalan penghasil devisa dari subsektor perkebunan. Kekuatannya dalam penghasil devisa, sudah dibuktikan selama masa krisis ekonomi beberapa tahun yang lalu, tepatnya tahun 1997 dan 1998. Komoditas teh, pada waktu itu menjadi salah satu usaha andalan pemerintah sebagai penompang penghasil devisa setelah karet, kelapa, kelapa sawit, kakao dan kopi. Teh mampu menjadi andalan utama alternatif ekspor ketika sektor industri lain terpuruk. Perkembangan volume ekspor komoditi perkebunan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perkembangan Volume Ekspor Beberapa Komoditi Utama Perkebunan Tahun 1995-2005 (ribu ton). Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Karet 1.220 1.430 1.400 1.640 1.490 1.380 1.450 1.500 1.660 1.873 2.039
Kelapa 170 410 700 450 450 830 470 570 470 547 1.329
Komoditi Kelapa Sawit Kakao 1.580 230 2.010 320 3.470 270 1.830 330 3.900 420 4.700 420 5.490 300 7.080 460 7.050 360 9.601 369 11.128 380
Kopi 220 370 310 360 350 340 250 330 320 349 399
Teh 0,80 100 0,70 0,70 100 110 100 100 0,90 0,99 104
Sumber : BPS, 2007
Sekian banyak minuman yang tersedia saat ini, minuman yang berbahan dasar teh merupakan salah satu minuman yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat di dunia. Teh merupakan minuman nomor dua terpopuler di dunia setelah air putih1. Teh tidak hanya sebagai penawar dahaga, tetapi dapat menjadi minuman alternatif selain air mineral di berbagai acara resmi.
1
I. G. A. Yudana dan Lie. http://www.infomedia.com. 20 Mei 2007.
1998.
Mengenal
Ragam
dan
Manfaat
Teh.
Komoditas teh tidak hanya untuk minuman semata, namun memiliki kemampuan diversifikasi usaha yang variannya lebih luas sebagai minuman kesehatan, obat-obatan dan produk industri hilir lainnya. Sebagaimana diketahui sekarang ini bahwa teh tidak hanya dimanfaatkan sebagai bahan minuman saja, melainkan juga telah dimanfaatkan sebagai bahan untuk kosmetika baik untuk perawatan kulit maupun rambut. Lebih
lanjut
diungkapkan,
sebenarnya
FAO
sudah
memprediksi
perkembangan produksi dan konsumsi teh dunia permintaannya akan meningkat hingga tiga persen. Hal ini diperhitungkan dengan dasar pertumbuhan populasi penduduk dunia yang akan meningkat di atas angka lima persen ditambah gencarnya promosi tentang teh, dalam korelasinya dengan kesehatan tubuh dan produsen minuman ringan yang berbahan baku komoditi teh2. Di Indonesia teh dinikmati oleh berbagai kalangan, baik itu kalangan ekonomi atas maupun kalangan ekonomi bawah. Teh merupakan salah satu minuman yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan sehari-hari. Hampir di berbagai suasana orang dapat menikmati minuman ini baik suasana formal maupun suasana non formal. Selain itu, teh sangat berkhasiat dalam hal kesehatan baik mencegah maupun mengobati berbagai macam penyakit karena memiliki kandungan zat antioksidan polifenol.
1.2
Perumusan Masalah Teh merupakan salah satu komoditi hasil perkebunan yang mempunyai
peran penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Teh juga salah satu komoditi ekspor Indonesia yang cukup penting sebagai penghasil devisa negara
2 D. Riskomar. 2004. Kompetisi Indonesia dalam Penuhi Pasar http://www.pikiranrakyat.com. 20 Mei 2007.
Teh Dunia.
di luar minyak dan gas. Produksi teh Indonesia setiap tahun mencapai 150 ribu ton dan sekitar 100 ribu ton diantaranya ditujukan ke pasar ekspor3 . Indonesia
mempunyai
peranan
penting
dalam
perdagangan
teh
internasional, karena merupakan salah satu penghasil teh terbesar dunia. Produksi teh Indonesia masuk dalam kelompok lima besar sebagai negara penghasil teh dunia setelah India (820.000), Cina (647.000 ton), Sri Lanka (272.000), kenya (257.000) dan terakhir Indonesia (162.000)4 . Produksi Indonesia bukan saja dapat memenuhi kebutuhan pasar lokal, tetapi juga mampu memenuhi kebutuhan konsumen mancanegara dengan ekspornya. Produksi teh sebagian besar dipasarkan ke mancanegara (diekspor) dan hanya sebagian kecil saja yang dipasarkan di dalam negeri. Ekspor teh Indonesia secara umum dibedakan menjadi dua jenis yaitu teh hijau (green tea) dan teh hitam (black tea). Pangsa pasar untuk produk teh tersebut telah menjangkau kelima benua yakni Asia, Afrika, Australia, Amerika dan Eropa. Namun demikian, Asia masih merupakan pangsa pasar yang paling utama. Berdasarkan Tabel 3, tahun 1997 volume ekspor teh merosot tajam menjadi 66.843 ton yang semula pada tahun 1996 volume ekspor teh sebesar 101.532 ton. Ekspor teh mencapai puncaknya pada tahun 1993 dengan volume 123.900 ton, sedangkan tahun 2006 volume ekspor teh hanya sebesar 93.339 ton atau turun 6,80 persen dari tahun sebelumnya (Tabel 4). Posisi Indonesia pada tahun 2003 masih berada diperingkat lima dalam ekspor teh dunia, atau kontribusinya baru sekitar tujuh persen. Sementara itu, kontribusi ekspor teh dari Kenya dan Sri Lanka masing-masing 19 persen, China 18 persen, dan India 14 persen. Negara lainnya yang juga menjadi produsen teh dunia adalah Afrika, Amerika Serikat, Vietnam, Malawi, dan beberapa negara di
3 4
Ibid Ibid
Asia5. Perkembangan ekspor teh sebelum dan setelah krisis moneter dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4. Tabel 3. Perkembangan Total Volume Ekspor Teh Indonesia Sebelum Krisis Moneter Tahun 1991-1998 Tahun 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998
Volume (Ton) 110.217 121.243 123.926 84.916 79.227 101.532 66.843 67.219
Nilai (000 US$) 143.126 140.823 155.696 96.181 87.719 112.343 88.838 113.207
Pertumbuhan (%) 10,00 2,21 -31,48 -6,70 28,15 -34,17 0,56
Sumber : BPS, (2007)
Tabel 4. Perkembangan Total Volume Ekspor Teh Indonesia Setelah Krisis Moneter Tahun 1999-2006 Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Volume (Ton) 97.847 105.581 99.721 100.185 88.176 98.572 102.294 95.339
Nilai (000 US$) 97.140 112.106 99.854 103.426 95.816 116.018 121.496 134.515
Pertumbuhan (%) 45,56 7,90 -5,55 0,47 -11,99 11,79 10,38 -6,80
Sumber : BPS, (2007)
Indonesia yang merupakan eksportir teh terbesar kelima di dunia sejak 1993 mengalami penurunan volume ekspor. Pangsa pasar teh Indonesia di dunia yang pada 1993 sebesar 11 persen, pada 2005 menurun menjadi tujuh persen dari sekitar 1,3 juta ton pasar teh ekspor. Negara-negara yang menjadi tujuan ekspor teh Indonesia tahun 1995 dan tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 5. Pada tahun 2004 tercatat ada 74 negara yang menjadi pangsa pasar teh Indonesia, namun pada tahun 2005 tercatat hanya 59 negara yang menjadi pangsa pasar teh Indonesia. Ekspor teh Indonesia selama 2005 ditujukan ke Rusia (18 persen), United Kingdom (13,53 persen), Pakistan (12,31 persen), Malaysia (9,68 persen) dan Jerman (7,21 persen). Kelima negara tersebut 5
Jerat Kusut Perdagangan Teh Indonesia. 2004. http//www.kompas.com. 20 Mei 2007.
menyerap pangsa pasar 60,73 persen dari total ekspor teh Indonesia (BPS, 2006). Saat ini, perdagangan internasional memiliki peranan penting dalam perekonomian suatu negara. Setiap negara akan mengekspor komoditi yang memiliki keunggulan komparatif dan mengimpor komoditi yang tidak memiliki keunggulan
komparatif,
hal
ini
disebabkan
karena
adanya
perbedaan
karakteristik antar negara di dunia. Perbedaan ini menjadi dasar terjadinya perdagangan atau perpindahan barang dan jasa dari satu negara ke negara lainnya, yang disebut juga aliran perdagangan. Melalui aliran perdagangan ini, dapat diketahui negara tujuan ekspor yang memiliki potensi pasar terbesar untuk teh Indonesia. Hal ini tentunya didasarkan pada potensi pasar ekonomi negara tujuan ekspor, mengingat negara-negara tujuan ekspor teh memiliki lokasi dan karakteristik yang berbeda-beda, baik dari faktor ekonomi dan non ekonomi. Perbedaan karakteristik ini tentu saja akan mempengaruhi aliran perdagangan teh Indonesia dengan negara-negara tujuan ekspor. Di sisi lain, teh sebagai komoditas ekspor menghadapi implikasi dari perdagangan global yakni terjadinya persaingan yang semakin ketat, baik di antara negara produsen maupun antara negara produsen dengan pedagang. Selain itu meningkatnya kesadaran konsumen akan kelestarian lingkungan dan kesehatan atau isu lain yang berkaitan dengan produk akan mempengaruhi besarnya permintaan teh di pasar internasional. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pengaruh variabel-variabel ekonomi dan non ekonomi, serta krisis moneter terhadap aliran perdagangan teh Indonesia?
2. Bagaimana perkembangan aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor baik sebelum dan setelah krisis moneter?
1.3
Tujuan Penelitian 1. Menganalisis pengaruh variabel-variabel ekonomi dan non ekonomi, serta krisis moneter terhadap aliran perdagangan teh Indonesia. 2. Menganalisis perkembangan aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor baik sebelum dan setelah krisis moneter.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Sejarah Teh Negeri Cina dipercayai sebagai tempat kelahiran tanaman teh. Kisah
yang paling banyak diikuti tentang asal usul teh, adalah cerita tentang Kaisar Shen Nung yang hidup sekitar tahun 2737 sebelum masehi. Kaisar Shen Nung juga disebut sebagai Bapak tanaman obat-obatan tradisional Cina saat itu. Konon kabarnya, pada suatu hari ketika sang kaisar sedang bekerja di salah satu sudut kebunnya, terlebih dahulu ia merebus air dikuali di bawah rindangan pohon. Secara kebetulan, angin bertiup cukup keras dan menggugurkan beberapa helai daun pohon tersebut dan jatuh ke dalam rebusan air dan terseduh. Sewaktu sang kaisar meminum air rebusan tersebut, ia merasa bahwa air yang diminumnya lebih sedap daripada air putih biasa, dan menjadikan badan lebih segar. Daun yang terseduh ke dalam rebusan air sang kaisar adalah daun teh. Sejak saat itu teh mulai dikenal dan disebarluaskan6.
2.2
Masuknya Teh ke Indonesia Teh dikenal di Indonesia sejak tahun 1686 ketika seorang Belanda
bernama Dr. Andreas Cleyer membawanya ke Indonesia yang pada saat itu penggunaannya hanya sebagai tanaman hias. Baru pada tahun 1728, pemerintah Belanda mulai memperhatikan teh dengan mendatangkan biji-biji teh secara besar-besaran dari Cina untuk dibudayakan di pulau Jawa. Usaha tersebut tidak terlalu berhasil dan baru berhasil setelah pada tahun 1824 Dr.Van Siebold seorang ahli bedah tentara Hindia Belanda yang pernah melakukan
6
http://www.sosro.com/indonesia/it Sejarah Teh.htm 20 Mei 2007.
penelitian alam di Jepang mempromosikan usaha pembudidayaan dengan bibit teh dari Jepang7. Usaha perkebunan teh pertama dipelopori oleh Jacobson pada tahun 1828 dan sejak itu menjadi komoditas yang menguntungkan pemerintah Hindia Belanda, sehingga pada masa pemerintahan Gubernur Van Den Bosh, teh menjadi salah satu tanaman yang harus ditanam rakyat melalui politik Tanam Paksa (Culture Stetsel). Pada masa kemerdekaan, usaha perkebunan dan perdagangan teh diambil alih oleh pemerintah Indonesia. Sekarang, perkebunan dan perdagangan teh juga dilakukan oleh pihak swasta.
2.3
Manfaat Teh Selain nikmat, teh bisa menjaga kesehatan mulut dan gigi. Teh mampu
mengurangi virus di rongga mulut dan bakteri berbahaya yang menyebabkan karang gigi dan sakit gusi. Selain itu, teh juga sumber fluoride untuk menguatkan gigi. Di pucuk daun muda terdapat senyawa polifenol golongan catechin, kafein serta asam amino dalam konsentrasi dan jumlah yang tinggi. Senyawa catechin, sebagai salah satu komponen bioaktif teh, sangat mempengaruhi kualitas warna, aroma, dan rasa sepet pada teh. Selain itu, catechin juga berperan sebagai antioksidan yang mampu mencegah maupun menghambat serangan-serangan tidak terkendali pada kelompok sel tubuh seperti membran sel, DNA dan lemak oleh radikal bebas dan senyawa oksigen reaktif8. Minuman teh ini dapat mencegah atau membantu penyembuhan penyakit ringan sejenis influenza hingga yang berat seperti kanker. Kemampuan teh dalam rnencegah dan melawan flu tak lepas dari kandungan vitamin C-nya yang 7
Ibid PT Sinar Sosro (2006). Rasa Teh yang Unik, Membuat Orang Jatuh Cinta. http://www.sosro.com 20 Mei 2007. 8
tinggi, terutama pada teh hijau. Vitamin ini juga bisa menurunkan stress. Senyawa antioksidan di dalam teh yang disebut polifenal diketahui memiliki kemampuan
melawan
kanker, mencegah
penyakit
jantung dan stroke,
memperlancar sistem sirkulasi, menguatkan pembuluh darah, dan menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Kandungan polifenal dalam teh membantu juga dalam penambahan jumlah sel darah putih yang berfungsi untuk melawan infeksi. Selain manfaat di atas, teh juga mengandung kafein yang bermanfaat untuk menghalau kantuk dan kelelahan. Teh dapat pula digunakan sebagai obat luar untuk beberapa penyakit seperti di Cina misalnya, teh hijau digunakan sebagai obat tradisional untuk menyembuhkan luka atau mencegah penyakit kulit dan penyakit kaki karena kutu air (Priskilastono, 2004).
2.4
Penelitian Terdahulu Penelitian-penelitian terkait dengan penelitian ini yang sebelumnya telah
dilakukan akan diuraikan secara ringkas di bawah ini : Turnip (2002), melakukan penelitian dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor dan aliran perdagangan kopi Indonesia. Penelitian ini menggunakan alat analisis model regresi linier berganda dengan persamaan tunggal.
Berdasarkan
penelitiannya,
penawaran
ekspor
kopi
Indonesia
dipengaruhi oleh produksi, harga domestik, harga ekspor, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dan ekspor kopi tahun sebelumnya. Produksi, harga ekspor, nilai tukar dan ekspor kopi tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap volume ekspor kopi, sedangkan harga domestik berpengaruh negatif. Semua variabel penjelas berpengaruh secara nyata terhadap volume ekspor kopi, namun volume ekspor kopi Indonesia tidak responsif terhadap perubahan pada variabel-varibel penjelas. Persamaan aliran perdagangan kopi
Indonesia dipengaruhi oleh pendapatan per kapita negara tujuan, jarak antar kedua negara, harga kopi Indonesia di negara tujuan, jumlah penduduk di negara tujuan dan nilai tukar dollar AS terhadap negara tujuan ekspor. Pendapatan per kapita, jumlah penduduk dan nilai tukar dollar AS berpengaruh positif terhadap aliran perdagangan kopi, sedangkan jarak dan harga kopi berpengaruh negatif. Pendapatan per kapita, jarak dan jumlah penduduk negara tujuan ekspor yang berpengaruh nyata terhadap aliran perdagangan kopi Indonesia. Junaidi (2005) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor teh Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis perkembangan produksi dan ekspor komoditas teh Indonesia, serta faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor teh Indonesia. Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah Error Correlation Model (ECM). Berdasarkan penelitiannya, maka variabel yang diduga mempengaruhi penawaran ekspor teh Indonesia adalah produksi domestik (Qt), harga domestik riil (PDt), harga ekspor riil (PXt), nilai tukar rupiah terhadap dollar AS (ERt), kondisi perekonomian pra krisis dan pasca krisis sebagai dummy (Dt) dan penawaran ekspor tahun sebelumnya (Xd-1). Berdasarkan dugaan regresi yang dihasilkan dengan ECM, menunjukkan variabel bebas jangka pendek yang berpengaruh secara nyata pada α = 15 persen terhadap pertumbuhan volume ekspor teh Indonesia adalah pertumbuhan penawaran ekspor teh sebelumnya, produksi, nilai tukar rupiah terhadap dollar dan dummy. Peningkatan nilai tukar berpengaruh positif terhadap perkembangan volume penawaran ekspor Indonesia. Variabel dummy berpengaruh negatif pada masa pasca krisis, yang berarti pasca krisis volume ekspor teh menurun dibandingkan sebelum krisis. Berdasarkan dugaan regresi yang dihasilkan ECM, menunjukkan variabel bebas jangka panjang yang berpengaruh secara nyata
pada α = 15 persen terhadap perkembangan volume ekspor teh Indonesia adalah pertumbuhan produksi, nilai tukar dan dummy. Sunenti (2005) melakukan penelitian mengenai aliran perdagangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor meubel rotan di Indonesia. Penelitian dilakukan untuk mengkaji potensi ekonomi negara tujuan, menganalisis aliran perdagangan
meubel
rotan
dan
mengidentifikasi
faktor-faktor
yang
mempengaruhi ekspor meubel rotan ke negara-negara tujuan. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif dengan tabulasi dan metode kuantitatif menggunakan regresi linier berganda dengan gravity model. Berdasarkan penelitiannya, unsur-unsur gravity yang dianalisis terhadap aliran perdagangan meubel rotan, maka pendapatan per kapita berpengaruh positif dan nyata pada taraf lima persen terhadap volume ekspor meubel rotan. Jarak Indonesia dengan negara tujuan ekspor dan harga meubel rotan meubel rotan berpengaruh negatif terhadap volume ekspor meubel rotan dan tidak nyata pada taraf lima persen. Biaya transportasi dan jumlah penduduk di negara tujuan ekspor berpengaruh negatif dan nyata pada taraf lima persen. Nilai tukar terhadap dolar Amerika berpengaruh positif dan tidak nyata pada taraf lima persen. Hasil analisis regresi dengan menggunakan gravity model, Indonesia sebaiknya meningkatkan ekspor meubel rotan ke negara-negara yang memiliki pendapatan per kapita tinggi, seperti Singapura, Puerto Rico, Kuwait dan New Zealand. Hal ini disebabkan karena variabel pendapatan per kapita sangat berpengaruh terhadap aliran perdagangan meubel rotan Indonesia. Resmisari (2006) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengruhi ekspor teh PT Perkebunan Nusantara VIII. Penelitian yang dilakukannya menggunakan metode analisis deskritif dan kuantitatif dengan model regresi linier berganda dengan persamaan tunggal.
Berdasarkan penelitiannya, ekspor teh PTPN VIII ke Pakistan dipengaruhi secara nyata oleh variabel harga ekspor, harga teh domestik, harga teh domestik sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dollar, lag ekspor dan nilai tukar rupee terhadap dollar. Harga ekspor, harga domestik, harga domestik sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dollar, lag ekspor dan nilai tukar pounsterling terhadap dollar AS berpengaruh nyata terhadap volume ekspor teh PTPN VIII ke Inggris. Ekspopr teh PTPN VIII ke Rusia dipengaruhi oleh harga ekspor, harga ekspor sebelumnya dan lag ekspor. Variabel yang berpengaruh secara nyata pada taraf lima persen untuk ketiga negara tujuan adalah variabel harga ekspor. Yunita
(2006)
melakukan
penelitian
mengenai
faktor-faktor
yang
mempengaruhi aliran perdagangan biji kakao Indonesia. Penelitian yang dilakukan untuk menganalisis karakteristik negara-negara tujuan ekspor dan faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan biji kakao Indonesia. Berdasarkan penelitiannya dari uji-t diperoleh variabel-variabel yang berpengaruh nyata pada taraf lima persen signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen terhadap
volume
ekspor
biji
kakao
Indonesia.
Variabel-variabel
yang
berpengaruh nyata adalah populasi negara tujuan, jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan, nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap dollar Amerika dan kualitas biji kakao Indonesia. GDP per kapita negara tujuan memberikan pengaruh negatif terhadap volume ekspor biji kakao Indonesia. Meskipun demikian, variabel GDP per kapita tidak berpengaruh nyata bagi negara pengimpor, artinya variabel tersebut tidak menjadi faktor utama yang menjadi pertimbangan bagi negara importir untuk mengimpor biji kakao Indonesia. Harga biji kako Indonesia di negara tujuan memberikan pengaruh positif terhadap volume ekspor biji kakao Indonesia. Jerman merupakan negara dengan harga biji kakao tertinggi, sebesar US$ 2,10964/kg maka Jerman akan menjadi potensi pasar bagi Indonesia. Jika harga
biji kakao Indonesia di negara Jerman semakin meningkat, diduga aliran perdagangan biji kakao Indonesia ke negara tersebut akan meningkat. Indonesia sebagai negara eksportir biji kakao, sebaiknya meningkatkan volume ekspornya dan memperluas pasar ke negara-negara yang memiliki potensi ekonomi yang besar, yaitu populasi yang besar dan nilai tukar mata uang negara tujuan yang terapresiasi, dengan jarak yang lebih dekat. Selain itu, Indonesia dapat memperluas pasar ke negara-negara tujuan baru dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan biji kakao Indonesia. Meningkatkan ekspor biji kakao Indonesia ke negara Uni Eropa, perlu dirumuskan suatu kebijakan yang merangsang para petani untuk melakukan fermentasi biji kakao sebelum diekspor.
2.5
Perbedaan dan Persamaan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah
menganalisis bagaimana pengaruh krisis moneter yang terjadi di Indonesia terhadap aliran perdagangan teh dengan menggunakan variabel dummy untuk sebelum dan setelah krisis. Selain itu, penelitian ini membandingkan negara tujuan ekspor yang memiliki potensi terbesar aliran perdagangan teh Indonesia baik sebelum dan sesudah krisis berdasarkan pada variabel-variabel yang mempengaruhinya. Persamaan
penelitian
ini
dengan
penelitian
terdahulu
adalah
menganalisis bagaimana pengaruh variabel-variabel bebas terhadap aliran perdagangan suatu komoditi ekspor. Persamaan lainnya adalah menggunakan regresi linier berganda dengan metode pendekatan yang paling umum yaitu OLS (Ordinary Least Square) atau metode kuadrat terkecil. Perbedaan dan persamaan penelitian dengan penelitian terdahulu dapat dilihat pada Lampiran 1.
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1
Krisis Moneter Timbulnya krisis berkaitan dengan jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap
dollar AS secara tajam, yakni sektor ekonomi luar negeri dan kurang dipengaruhi oleh sektor riil dalam negeri. Meskipun demikian, kelemahan sektor riil dalam negeri mempunyai pengaruh terhadap melemahnya nilai tukar rupiah. Krisis terjadi karena terdapat ketidak seimbangan antara kebutuhan akan valas dalam jangka pendek dengan jumlah devisa yang tersedia, hal ini menyebabkan nilai dollar AS melambung dan tidak terbendung. Oleh karena itu, tindakan yang harus segera didahulukan untuk mengatasi krisis ekonomi ini adalah pemecahan masalah utang swasta luar negeri, membenahi kinerja perbankan nasional, mengembalikan kepercayaan masyarakat dalam dan luar negeri terhadap kemampuan ekonomi Indonesia, menstabilkan nilai tukar rupiah pada tingkat yang nyata dan tidak kalah penting adalah mengembalikan stabilitas sosial dan politik9. Krisis diindikasikan dengan tingginya tingkat inflasi yang terjadi. Inflasi yang tinggi menyebabkan depresiasi rupiah terhadap dollar yang sangat tajam. Dalam hal ini, maka harga barang-barang domestik relatif lebih murah dibandingkan harga barang-barang luar negeri. Dengan demikian, akan mendorong peningkatan ekspor dan penduduk domestik hanya akan membeli sedikit barang dari luar negeri.
9
http://www.ekonomirakyat.org/edisi 3/artikel 3.htm. 20 Mei 2007.
3.1.2
Perdagangan Luar Negeri Perdagangan atau pertukaran mempunyai arti khusus dalam ilmu
ekonomi. Perdagangan diartikan sebagai proses tukar-menukar yang didasarkan atas keinginan dari masing-masing pihak. Pertukaran yang terjadi karena paksaan, ancaman perang dan sebagainya tidak termasuk dalam arti perdagangan
yang
dimaksud.
Masing-masing
pihak
harus
mempunyai
kebebasan untuk menentukan untung rugi pertukaran tersebut dari sudut kepentingan masing-masing. Perdagangan dalam arti khusus mempunyai implikasi yang sangat fundamental, yaitu bahwa perdagangan akan terjadi apabila paling tidak ada satu pihak yang memperoleh keuntungan atau manfaat dan tidak ada pihak lain yang merasa dirugikan. Dua negara akan melakukan perdagangan jika kedua negara tersebut memperoleh keuntungan. Apabila salah satu negara memperoleh keuntungan sementara negara lainnya mengalami kerugian, maka hal ini akan mendorong
penolakan terhadap perdagangan.
Pembagian manfaat dari
perdagangan antara pihak-pihak yang melakukan pertukaran ditentukan oleh kekuatan masing-masing dalam proses tawar-menawar. Menurut Smith dalam Salvatore (1997), perdagangan antara dua negara didasarkan pada keunggulan absolut. Apabila suatu negara lebih efisien daripada negara lain dalam memproduksi sebuah komoditi, namun kurang efisien dibandingkan negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing. Melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut, menukarkannya dengan komoditi lain yang memiliki kerugian absolut. Melalui proses ini, sumber daya di kedua negara dapat digunakan dalam cara yang paling efisien dan output kedua komoditi yang diproduksi akan meningkat.
Hubungan perdagangan antara suatu negara dengan negara lain terjadi karena adanya perbedaan potensi dan sumberdaya, biaya produksi, harga, selera, ketersediaan barang dan jasa, jumlah penduduk dan pendapatan negara. Perdagangan antar dua negara awalnya timbul karena adanya perbedaan permintaan dan penawaran, juga karena adanya keinginan untuk memperluas pasar sehingga dapat meningkatkan devisa negara. Perdagangan internasional merupakan hal yang sangat penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi dan merumuskan kebijakan-kebijakan perdagangan. Asumsi-asumsi teori perdagangan internasional menurut Heckscher-Ohlin dalam Salvatore (1997) adalah : 1.
Di dunia hanya terdapat dua negara (negara A dan negara B), dua komoditi (komoditi X dan Y) dan dua faktor produksi (tenaga kerja dan modal).
2.
Kedua negara tersebut memiliki dan menggunakan metode atau tingkat teknologi produksi yang sama.
3.
Selera atau preferensi-preferensi permintaan para konsumen yang ada di kedua negara sama.
4.
Terdapat persaingan yang sempurna dalam pasar produk (tempat perdagangan kedua komoditi) dan juga dalam faktor produksi. Harga terbentuk oleh kekuatan pasar.
5.
Terdapat mobilitas faktor yang sempurna dalam ruang lingkup masingmasing negara, namun tidak ada mobilitas faktor antar negara atau internasional.
6.
Biaya transportasi, tarif atau berbagai hambatan lainnya yang dapat mengurangi volume arus perdagangan barang yang berlangsung di antara kedua negara tersebut tidak ada.
7.
Perdagangan internasional yang terjadi di antara kedua negara sepenuhnya seimbang (jumlah barang atau jasa yang diekspor dan diimpor dari kedua negara adalah sama).
8.
Semua sumber daya produktif atau faktor produksi yang ada di masingmasing negara dapat digunakan secara penuh dalam kegiatan produksi. Suatu negara akan mengekspor suatu komoditi (misalnya teh) ke negara
lain apabila harga domestik di negara A (sebelum terjadi perdagangan internasional) relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan harga domestik di negara B. Struktur harga yang relatif lebih rendah di negara A tersebut disebabkan karena adanya kelebihan penawaran (excess supply) yang berarti produksi domestik melebihi konsumsi domestiknya. Di lain pihak, negara B mengalami kelebihan permintaan karena konsumsi domestik melebihi produksi domestiknya (excess demand) sehingga harga menjadi lebih tinggi. Berdasarkan hal tersebut, maka proses terciptanya harga komoditi relatif ekuilibrium
dengan
keseimbangan
adanya
parsial.
perdagangan,
Sebelum
terjadinya
yang
ditinjau
perdagangan
dari
analisis
internasional,
keseimbangan di negara A ada di titik EE dengan jumlah produksi sebesar Qa dan harga yang terjadi adalah P1. Keseimbangan negara B di titik EI dengan jumlah produksi sebesar Qa’ sedangkan harga yang terjadi sebesar P3. Setelah adanya perdagangan internasional, negara A akan berproduksi dan konsumsi di titik A berdasarkan harga relatif suatu komoditi (misalnya teh) sebesar P1, sedangkan negara B akan berproduksi dan mengkonsumsi di titik A’ dengan harga P3. Setelah hubungan perdagangan berlangsung di atara kedua negara tersebut, harga relatif suatu komoditi akan berkisar anara P1 dan P3 seandainya kedua negara tersebut cukup besar (kekuatan ekonominya).
Apabila harga yang berlaku di atas P1, maka negara A akan memasok atau memproduksi suatu komoditi lebih banyak daripada tingkat permintaan (konsumsi) domestik. Kelebihan produksi itu selanjutnya akan diekspor ke negara B. Dilain pihak jika harga yang berlaku lebih kecil dari P3, maka negara B akan mengalami peningkatan permintaan yang lebih tinggi dibandingkan produksi domestiknya. Hal ini akan mendorong negara B untuk mengimpor kekurangan kebutuhannya atas suatu komoditi (misalnya teh) dari negara A. Proses terjadinya perdagangan antara negara A dan negara B dapat dilihat pada Gambar 1. Si
P3 P2
B”
C
B
Ew
Dx
Qa
Negara A
Qc
Q
Di
Dw
A”
A Qb
C’
B’ Impor
EE
P1
A’
Sw
sx
Ekspor
EI
P3
A”
Qw
Q
Hubungan Perdagangan Internasional
Qb’ Qa’
Qc’
Q
Negara B
Gambar 1. Perdagangan Internasional Keseimbangan Parsial (Salvator, 1997) Secara spesifik, bahwa struktur harga relatif P1 adalah kuantitas suatu komoditi yang ditawarkan (QS) sama dengan kuantitas yang diminta (QD) oleh konsumen di negara A. Kurva negara A memperlihatkan bahwa pada harga relatif P2 akan terjadi kelebihan penawaran (QS) apabila dibandingkan dengan tingkat permintaan untuk suatu komoditi (QD), dan kelebihan itu sebesar BC. Kuantitas BC itu merupakan kuantitas suatu komoditi yang akan diekspor oleh negara A pada harga relatif P2. BC sama dengan B’C’ pada negara B, dan disitu
terletak titik EI yang berpotongan dengan kurva penawaran ekspor suatu komoditi dari negara A. Keseimbangan di pasar internasional menunjukkan bahwa, pada harga relatif P2 akan terjadi kelebihan permintaan (QD) yang lebih besar dari (QS) sebesar B’C’. Kelebihan itu sama artinya dengan kuantitas suatu komoditi yang akan diimpor oleh negara B berdasarkan harga relatif P2. Penawaran ekspor pada pasar internasional digambarkan oleh kurva Sw yang merupakan excess supply dari negara A. Permintaan impor digambarkan oleh kurva Dw yang merupakan excess demand dari negara B. Keseimbangan di pasar dunia terjadi pada titik Ew yang menghasilkan harga dunia sebesar P2 dimana negara A mengekspor sebesar (Qa-Qc) yang sama dengan jumlah impor negara B (Qa’-Qc’). Jumlah ekspor dan impor tersebut ditunjukkan oleh volume perdagangan sebesar Qw di pasar dunia. Barang-barang yang akan dijual ke luar negeri adalah barang-barang yang
biaya
produksinya
relatif
murah
dibandingkan
dengan
ongkos
pembuatannya di negara lain, dalam arti kalau diekspor akan dapat dijual dengan menguntungkan. Sebaliknya barang-barang yang akan diimpor adalah barang yang biaya produksinya di dalam negeri terlalu tinggi, atau yang sama sekali belum bisa diproduksi.
3.1.3
Aliran Perdagangan dan Gravity Model Aliran
perdagangan
barang
dan
jasa
antar
negara
merupakan
perpindahan barang dan jasa antar negara. Analisis aliran perdagangan adalah analisis
yang
menjelaskan
hubungan
antara
volume
produk
yang
diperdagangkan dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Suatu model yang telah digunakan secara luas untuk mempelajari faktor penentu perdagangan adalah gravity model.
Nama gravity model terinspirasi dari pengamatan terhadap pengaruh positif dari ukuran pasar dan pengaruh negatif dari jarak diantara berbagai daerah dalam perdagangan. Tinbergen (1962) dan Poyhonen (1963) adalah yang pertama menerapkan persamaan gravity model untuk meneliti aliran perdagangan internasional. Keduanya mengembangkan persamaan pertama tentang gravity model melalui spesifikasi terhadap total ekspor sebagai fungsi dari GNP (Gross National Product) dan jarak diantara negara yang melakukan perdagangan (Deardorff, 1984). Sejak itu, gravity model telah menjadi suatu instrumen populer dalam menganalisa pardagangan luar negeri secara empiris10. Linnemann (1966) mengembangkan gravity model dengan menyertakan variabel populasi dan GNP. Gravity model digunakan untuk menganalisis pola aliran perdagangan bilateral antara negara-negara dalam satu daerah tertentu. Menurut model ini, barang ekspor dari negara i ke negara j diterangkan oleh ukuran ekonomi masing-masing negara (GDP), populasi masing-masing negara, jarak antar negara. Gravity model saat ini sudah lazim dipakai sebagai metode standar untuk mengevaluasi potensi perdagangan suatu produk atau jasa antar negara yang berbeda. Secara fisik, gravity model didasarkan pada peramalan potensi perdagangan melalui variabel jarak, papulasi dan GNP dari negara tersebut. Argumen yang melatar belakangi pemakaian gravity model, bahwa negara yang lebih besar dan kaya akan lebih banyak melakukan perdagangan luar negeri bila dibandingkan dengan negara yang lebih kecil dan miskin dimana jarak yang semakin jauh dianggap bukan sebagai hambatan. Gravity
model
berkaitan
dengan
long-range
equilibrium
aliran
perdagangan dan sebagai model ideal untuk membandingkan perdagangan dari
6 International Trade, Tecnologi Innovation and Income : A Gravity Model Approach, www.google.com. 20 Mei 2007
dua daerah atau dari dua sistem ekonomi yang berbeda (Partanen, 1998). Gravity model dapat digunakan untuk menganalisis faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi perdagangan bilateral di antara dua negara. Secara umum gravity model dirumuskan sebagai berikut (Oktaviani dalam Situmorang, 2001) : Tij =f (Yi, Yj, Fij) Dimana: Tij Yi Yj Fij
= = = =
nilai dari aliran perdagangan dari negara i ke negara j gross domestic product dari negara i gross domestic product dari negara j vektor dari faktor-faktor yang menunjang atau menghambat perdagangan
Selanjutnya Bergstrand (1985) menerapkan persamaan gravity dari keseimbangan model perdagangan dunia. Variabel gravity yang digunakan dalam persamaannya meliputi jarak, harga dan nilai tukar. Varibel-variabel yang terdapat dalam gravity model dalam kondisi keseimbangan pasar, yaitu : faktorfaktor ekonomi yang mempengaruhi aliran perdagangan pada daerah asal dan daerah
tujuan,
serta
faktor-faktor
lainnya
yang
rnempengaruhi
aliran
perdagangan (Oktaviani dalam Yunita 2006), dengan persamaan gravity model sebagai berikut : Xij = αo Y iα1 Y jα2 C ijα3 T ijα4 P iα5 P jα6 Eijα7 eij dimana: Xij Yi Yj Cij Tij Pi Pj Eij eij
= volume komoditas yang diperdagangkan dari negara i ke negara j = pendapatan negara i = pendapatan negara j = biaya transportasi antara negara i dan negara j = faktor lain yang mempengruhi perdagangan antar negara = harga komoditas pada negara i = harga komoditas pada negara j = nilai tukar mata uang = error
Erkilla-Widgren (1994) menyatakan bahwa pada saat kita mengevaluasi potensi perdagangan luar negeri antara dua negara, salah satu negara tersebut
harus dijadikan sebagai faktor tak bebas dalam siklus ekonominya. Pendekatan yang dilakukan dapat secara analitis melalui gravity model dimana long-run equilibrium perdagangan dicapai melalui analisis beberapa variabel utama yang menggambarkan kondisi ukuran ekonomi, permintaan dan biaya. Gravity model tidak hanya digunakan untuk menganalisa aliran perdagangan secara agregat, tetapi juga dapat diterapkan terhadap aliran perdagangan satu komoditi. Penelitian serupa terhadap satu komoditi telah dilakukan juga oleh Oktaviani (2000) dalam Yunita (2006), yang melakukan analisis terhadap aliran perdagangan kapas dengan menyertakan volume kapas yang diperdagangkan, pendapatan perkapita negara tujuan, jarak antara negara asal dan negara tujuan, harga komoditi dan nilai tukar di negara tujuan sebagai variabel di dalam model, yang dirumuskan sebagai berikut : Log Xij = bo + b1 log Yj + b2 log Dij + b3 log Pi + b4 log Nj + Ej Dimana : Xij = volume komoditas yang diperdagangkan dari negara i ke negara j Yj = gross national product negara j Dij = jarak antara negara i dan j Pi = harga komoditas pada negara i Nj = populasi penduduk di negara j Ej = nilai lukar di negara j Menurut Oktaviani dalam Yunita (2006), dalam makalahnya yang berjudul TheIndonesian Import Demand and Trade of Cotton (Permintaan Impor dan Aliran Perdagangan kapas ke Indonesia), variabel yang mempengaruhi adalah pendapatan per kapita (Yj), jarak antar negara pengekspor dengan Indonesia (Dij), harga FOB kapas di Negara eksportir (Pj), jumlah penduduk (Nj), dan nilai tukar mata uang asing (Ej). Dengan demikian, persamaan aliran perdagangannya adalah : Xij = f(Yj, Dij, Pj, Nj, Ej).
1.
Gross Domestic Product (GDP) Per Kapita Negara Tujuan (Yj) Variabel pendapatan yang digunakan untuk mewakili perdagangan teh
Indonesia adalah GDP yang menyatakan pendapatan total dan pengeluaran total nasional pada output barang dan jasa (Mankiw, 2000). GDP sering dianggap sebagai ukuran terbaik dari kinerja perekonomian. GDP suatu negara adalah ukuran kapasitas untuk memproduksi komoditi ekspor negara tersebut. GDP menggambarkan keadaan perekonomian suatu negara. Tingkat pendapatan lebih tinggi, maka pembelanjaan domestik menjadi lebih tinggi dan sebagai akibatnya terjadi peningkatan produksi domestik dan impor. 2.
Populasi Negara Tujuan (Nj) Pertambahan populasi dapat mempengaruhi ekspor melalui dua sisi yaitu,
penawaran dan permintaan. Pada sisi penawaran, pertambahan populasi dapat diartikan penambahan tenaga kerja untuk melakukan produksi komoditi ekspor. Pertambahan populasi dari sisi permintaan, akan menyebabkan bertambah besarnya permintaan domestik di negara pengimpor. 3.
Jarak Antara Negara Indonesia dengan Negara Tujuan (Dij) Variabel jarak adalah indikasi dari biaya transportasi yang dihadapi oleh
suatu negara dalam melakukan ekspor. Jarak tersebut mengurangi aliran perdagangan yang diwakilkan dari biaya transportasi. Semakin jauh jarak, semakin besar biaya transportasi, maka akan semakin rendah volume ekspor produk (semakin rendah aliran perdagangan)11. Biaya transfortasi memberikan pengaruh langsung yang sangat besar terhadap perdagangan internsional, yakni dengan meningkatnya harga atau komoditi yang diperdagangkan. Hal ini dapat dilihat baik bagi negara pengekspor maupun bagi negara pengimpor. Biaya transfortasi juga dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh terhadap perdagangan 11
The Gravity Model of Trade, zamronisalimeconomic.tripod.com. 20 Mei 2007
internasional secara tidak langsung, yakni melalui pengaruh yang ditimbulkan terhadap pemilihan lokasi penyelengaraan produksi dan pusat-pusat industri secara internasional. Adanya biaya transfortasi, maka hanya komoditi-komoditi tertentu yang akan diperdagangkan. Produk-produk yang selisih harganya lebih besar daripada biaya transfortasinya yang akan diperdagangkan. Apabila perdagangan dalam kondisi ekuilibrium, maka selisih harga relatif atas komoditi-komoditi yang diperdagangkan di antara kedua negara akan persis sama dengan biaya transfortasinya 4.
Harga Teh Di Negara Tujuan (Pj) Perbedaan harga komoditi relatif antara dua negara merupakan refleksi
dari keunggulan komparatif dua negara tersebut dan menjadi dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Harga komoditi dan kuantitas atau jumlah yang akan ditawarkan berhubungan positif, dengan semua faktor yang lain tetap sama. Dengan demikian, semakin tinggi harga suatu komoditi, maka semakin besar jumlah komoditi yang akan ditawarkan, dan sebaliknya semakin rendah harga suatu komoditi maka semakin sedikit jumlah komoditi yang akan ditawarkan. 5.
Nilai Tukar Mata Uang Negara Tujuan Terhadap Dollar AS (ERj) Nilai tukar perdagangan suatu negara lazim didefinisikan sebagai rasio
harga ekspor komoditi suatu negara terhadap harga komoditi impornya. Jadi, nilai tukar perdagangan dari suatu negara merupakan kebalikan dari nilai tukar perdagangan negara lain yang menjadi mitra dagangnya. Kurs (exchange rate) di antara dua negara adalah harga dimana penduduk kedua negara saling melakukan perdagangan. Secara umum, istilah nilai tukar perdagangan mengacu pada nilai tukar perdagangan komoditi (commodity term of trade). Peningkatan atau perbaikan
nilai tukar perdagangan di suatu negara dianggap menguntungkan bagi negara itu sendiri, karena harga yang diperoleh dari ekspornya akan meningkat secara relatif terhadap harga-harga yang harus dibayarkan untuk memperoleh produkproduk impor. Kondisi nilai tukar seperti terapresiasinya mata uang domestik negara tujuan ekspor terhadap dollar AS membuat harga suatu komoditi luar negeri relatif lebih murah dibandingkan harga suatu komoditi domestik yang relatif lebih mahal. Dengan demikian, penduduk domestik berkeinginan membeli lebih banyak barang impor. Hal ini tentunya akan mendorong terjadinya peningkatan volume impor dari negara tujuan, karena negara tujuan membutuhkan sedikit uang untuk membeli barang Impor. 6.
Variabel Dummy (D) Variabel dummy adalah variabel yang menjelaskan yang bersifat
kualitatif. Menentukan apakah variabel terikat berkaitan dengan suatu variabel bebas apabila faktor kualitatif mempengaruhi keadaan, maka hubungan ini diselesaikan melalui pembentukan variabel dummy. Variabel dummy digunakan untuk menentukan hubungan antara variabel bebas kualitatif dengan variabel terikat.
Faktor-Faktor Lain yang tidak Dapat Dijelaskan Oleh Model a.
Hambatan Perdagangan (Proteksionisme) Hambatan perdagangan adalah regulasi atau peraturan pemerintah yang
bertujuan membatasi perdagangan. Hambatan perdagangan dibuat untuk mempengaruhi secara langsung jumlah barang dan jasa yang diekspor atau diimpor. Biasanya hambatan perdagangan digunakan untuk melindungi industri domestik dari pesaing asing, baik dengan menerapkan pajak impor (tarif) atau membatasi jumlah barang dan jasa yang diimpor (kuota).
Pihak yang diuntungkan dari adanya hambatan perdangan adalah produsen dan pemerintah. Bentuk-bentuk hambatan perdangangan di antaranya adalah tarif atau bea cukai, kuota, subsidi yang berupa bantuan keuangan, pinjaman dengan bunga rendah dan lain-lain, muatan lokal, peraturan administrasi dan peraturan antidumping12.
b.
Selera Di setiap negara atau masyarakat, bukan hanya indikator-indikator
ekonomi saja yang mengalami perubahan, namun selera juga dapat berubah baik secara individual maupun secara nasional. Demikian pula, perubahan dalam selera juga dapat mempengaruhi kekuatan permintaan dan penawaran suatu negara yang melakukan perdagangan. Perubahan selera di antara negaranegara yang melakukan perdagangan akan mengubah posisi tawar-menawar dari negara-negara tersebut, dengan demikian akan mepengaruhi volume produk atau jasa yang diperdagangkan.
c.
Pesaing Pesaing timbul karena adanya dua negara atau lebih berusaha untuk
mendapatkan sumber daya konsumen yang sama dari negara lain. Persaingan tidak hanya terjadi di antara sesama negara-negara yang menghasilkan barang dan jasa yang sama. Sifat dan derajat persaingan suatu negara bergantung pada lima faktor yaitu ancaman pendatang baru, daya tawar menawar pembeli (pelanggan), daya tawar menawar pemasok, ancaman produk atau jasa sutitusi (jika ada) dan kekuatan persaingan di antara negara.
12
http://id.wikipedia.org/wiki/Hambatan Perdagangan. 11 Januari 2008.
3.1.4
Ekspor dan Nilai Tukar Sebagian besar negara di dunia ini menganut sistem perekonomian
terbuka, dan ada beberapa negara yang menganut sistem perekonomian tertutup. Dengan demikian, berarti mengekspor barang dan jasa ke luar negeri, mengimpor barang dan jasa dari luar negeri. Dalam kenyataannya, dunia ini terdiri dari banyak negara dan jenis komoditi yang diperdagangkan pun sangat banyak dan bervariasi. Oleh sebab itu, pengukuran nilai tukar perdagangan tidak semata-mata didasarkan pada perhitungan rasio harga antar dua komoditi saja melainkan harus dirinci berdasarkan suatu indeks yang jauh lebih kompleks dan rumit. Indeks tersebut harus mencakup harga-harga dari berbagai komoditi yang diekspor dan diimpor oleh negara-negara yang bersangkutan. Para ekonom membedakan kurs menjadi dua yaitu kurs nominal dan kurs riil. Kurs nominal (nominal echange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara yang melakukan perdagangan, sedangkan kurs riil (real exchange rate) adalah harga relatif (ekspor-impor) dari barang-barang di antara dua negara. Kurs riil kadang-kadang disebut sebagai term of trade. Kurs riil menyatakan tingkat di mana kita bisa memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Kurs riil tidak berbeda dengan harga relatif dari suatu barang. Harga barang domestik dan barang luar negeri mempengaruhi permintaan terhadap barang tersebut. Apabila kurs riil tinggi, maka barang-barang luar negeri relatif lebih murah dan barang-barang domestik relatif lebih mahal. Dengan demikian, penduduk domestik berkeinginan membeli lebih banyak barang impor, sedangkan barang yang akan diekspor sedikit. Jika kurs riil rendah, maka barang-barang luar negeri relatif lebih mahal dan barang-barang domestik relatif lebih murah. Dalam hal ini,
karena barang-barang domestik lebih murah, penduduk suatu negara hanya akan membeli sedikit barang impor dan lebih banyak barang yang akan diekspor.
3.1.5
Analisis Regresi Berganda Analisis regresi berganda adalah analisis yang berkenaan dengan studi
ketergantungan satu variabel (variabel tak bebas) pada satu atau lebih variabel lain (variabel bebas) dengan maksud menaksir dan atau meramalkan nilai variabel tak bebas berdasarkan nilai yang diketahui dari variabel bebas. Model regresi yang terdiri lebih dari satu variabel bebas disebut model regresi berganda (Gujarati, 1991). Pendekatan yang paling umum dalam menentukan garis paling cocok disebut sebagai metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square/OLS). Metode kuadrat terkecil digunakan untuk menghitung persamaan garis lurus yang meminimisasi jumlah kuadrat jarak antara titik data X-Y dengan garis yang diukur ke arah vertikal Y. Dengan demikian, dapat diperoleh intersep dan slope sehingga didapatkan garis regresi yang menunjukkan trend data secara baik. Mengevaluasi apakah model yang digunakan sudah baik atau belum, terdapat beberapa kriteria yang memerlukan pengujian sacara statistik. Indikator untuk melihat kebaikan model adalah : R2 , F-hitung dan nilai t-hitung. Ukuran ini digunakan untuk menunjukkan signifikansi model yang diperoleh secara keseluruhan. Dalam model regresi berganda, dapat terjadi keterkaitan antara variabel bebas yang disebut multikolinieritas. Multikolinieritas merupakan keadaan dimana variabel bebas pada model regresi berganda saling berhubungan erat. Kekuatan multikolinieritas diukur melalui faktor varian inflasi. Dalam analisis regresi berganda, data cross-section dan time series terdapat masalah autokorelasi. Autokorelakasi terjadi ketika sederetan pengamatan dari waktu ke
waktu saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Pengujian autokorelasi dilakukan dengan melihat nilai Durbin Watson.
3.2
Kerangka Pemikiran Operasional Pertukaran atau perdagangan timbul karena salah satu atau lebih pihak
melihat adanya manfaat/keuntungan tambahan yang bisa diperoleh dari pertukaran tersebut. Pembagian manfaat dari perdagangan antara pihak-pihak yang melakukan pertukaran ditentukan oleh kekuatan masing-masing dalam proses tawar-menawar. Setiap negara berbeda dengan negara lainnya ditinjau dari sudut sumber alamnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga, keadaan struktur ekonomi dan sosialnya. Perbedaan-perbedaan itu menimbulkan pula perbedaan barang yang dihasilkan, biaya yang diperlukan, serta mutu dan kuantitasnya. Oleh karena itu, mudah dipahami adanya negara yang lebih unggul dan lebih istimewa dalam memproduksi hasil tertentu. Hal ini memungkinkan karena ada barang yang hanya dapat diproduksi di daerah dan pada iklim tertentu, atau karena suatu negara mempunyai kombinasi faktor-faktor produksi yang lebih baik dari negara lainnya, sehingga negara itu dapat menghasilkan barang yang lebih bersaing. Apabila keunggulan suatu negara dalam memproduksi suatu jenis barang disebabkan karena faktor alam, maka negara tersebut disebut memiliki keunggulan mutlak (absolute advantage). Selanjutnya bilamana suatu negara dapat memproduksi suatu jenis barang yang lebih baik dan lebih murah disebabkan lebih baiknya kombinasi faktor-faktor produksi (tenaga kerja, modal dan dalam pengolahannya), maka negara tersebut memiliki
keunggulan
komparatif
produktivitasnya yang lebih tinggi.
dalam
perbandingan
biaya
karena
Permasalahan dalam krisis ekonomi terkait sekitar kurs nilai tukar valas dalam hal khususnya rupiah terhadap dollar AS yang melambung tinggi. Apabila dihadapkan dengan pendapatan masyarakat dalam rupiah yang tetap, bahkan dalam beberapa hal turun ditambah PHK, padahal harga dari banyak barang naik cukup tinggi, kecuali sebagian sektor pertanian dan ekspor. Krisis moneter yang melanda Indonesia telah menyebabkan rupiah mengalami depresiasi yang besar. Pada sisi lain merosotnya nilai tukar rupiah secara tajam juga membawa hikmah. Terjadinya depresiasi rupiah, maka harga barang-barang dalam negeri lebih murah dibandingkan harga barang-barang luar negeri. Dengan demikian, akan lebih sedikit barang impor yang dibeli masyarakat dan akan lebih banyak mendorong ekspor. Orang-orang di luar negeri akan membeli beranekaragam produk dari Indonesia. Secara umum impor barang menurun tajam, daya saing produk dalam negeri dengan tingkat kandungan impor rendah meningkat, sehingga bisa menahan impor dan merangsang ekspor khususnya yang berbasis pertanian. Krisis moneter menyebabkan terjadinya fluktuasi volume ekspor teh Indonesia dan aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor. Adakalanya produksi dari suatu negara belum dapat dikonsumsi seluruhnya di dalam negeri, dengan demikian akan mendorong negara tersebut untuk memperdagangkan hasil produksi tersebut ke negara lain di luar batas negaranya. Hasil produksi Indonesia pada umumnya sampai kini masih belum dapat dipergunakan seluruhnya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, sebab masih terdiri dari bahan-bahan setengah jadi seperti teh. Teh yang diekspor ke luar negeri digunakan sebagai bahan baku untuk industri di negara-negara maju. Sebaliknya untuk kebutuhan dalam negeri masih harus diimpor berjenis-jenis barang konsumsi hasil industri, yang sangat dibatasi
oleh kemampuan devisa negara untuk membiayainya yang sebagian besar bersumber dari ekspor hasil pertanian. Menganalisis aliran perdagangan teh ke titik konsumsi ke berbagai negara tujuan ekspor teh, digunakan suatu persamaan yang menyertakan berbagai faktor gravity model yang diperhitungkan. Penganalisaan aliran perdagangan teh Indonesia menggunakan persamaan regresi berganda dengan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square/OLS). Pemakaian metode OLS harus memenuhi beberapa asumsi agar dapat digunakan yaitu normalitas, homoskedastisitas dan multikolinieritas, dan beberapa pengujian hipotesis seperti koefisien determinasi (R2), uji F dan t. Persamaan tersebut diterapkan terhadap faktor-faktor ekonomi dan nonekonomi seperti GDP per kapita, jarak, populasi dan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap dollar AS serta keadaan perekonomian Indonesia baik sebelum dan setelah krisis moneter yang diwakili oleh dummy untuk melihat hubungan dan pengaruhnya terhadap aliran perdagangan teh. Melalui aliran perdagangan ini akan diketahui negara tujuan yang memilki potensi terbesar terhadap aliran perdagangan teh Indonesia serta perkembangannya, baik sebelum dan setelah krisis moneter. Alur kerangka pemikiran operasional analisis aliran perdagangan teh Indonesia sebelum dan setelah krisis moneter secara singkat dapat dilihat pada Gambar 2.
Aliran Perdagangan Teh Indonesia
Krisis moneter Indonesia
Depresiasi kurs riil (Term Of Trade) Fluktuasi ekspor teh
Fluktuasi aliran perdagangan teh
Variabel-variabel yang mempengaruhi aliran perdagangan teh Indonesia
Analisis Gravity model Dengan Regresi Berganda
Pengaruh krisis moneter, serta variabel-variabel ekonomi dan non ekonomi terhadap aliran perdagangan teh Indonesia
Perkembangan aliran perdagangan teh Indonesia sebelum dan setelah krisis moneter Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Aliran Perdagangan Teh Indonesia Sebelum dan Setelah Krisis Moneter
IV METODE PENELITIAN
4.1
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan sebagai analisa dalam penelitian ini adalah jenis
data sekunder berupa data deret ruang (cross section). Data tersebut meliputi data deret ruang sebelum krisis tahun 1995 dan data deret ruang setelah krisis tahun 2006 yang terdiri dari : data volume ekspor teh, Gross Domestic Product (GDP) per kapita negara tujuan, populasi negara tujuan, harga ekspor komoditi teh Indonesia di negara tujuan, nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap dollar dan jarak antara Indonesia dengan negara tujuan. Penelitian ini menganalisis 15 negara yang selama ini menjadi tujuan aliran perdagangan teh Indonesia baik sebelum dan setelah krisis moneter, antara lain : Afganistan, Iran, Jepang, Malaysia, Pakistan, Singapura, Mesir, Australia, Amerika Serikat, Jerman, Republik Irlandia, Belanda, Polandia, Rusia dan Inggris. Hal ini dilakukan karena adanya keterbatasan data dan negaranegara tersebut memiliki volume ekspor teh yang besar dibandingkan negaranegara tujuan lainnya. Data diperoleh dari Biro Pusat Statistik, Bank Indonesia, lembaga pemerintah lain yang berkaitan dengan penelitian ini dan melalui internet.
4.2
Metode Analisis dan Pengolahan Data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif dan kuantitatif. Analisis potensi ekonomi negara tujuan ekspor teh Indonesia sebelum dan setelah krisis moneter dilakukan dengan menggunakan metode secara deskriptif dengan tabulasi. Adapun metode kuantitatif yang digunakan yaitu model regresi linier berganda dengan persamaan tunggal, untuk
menganalisis aliran perdagangan teh Indonesia dengan menggunakan gravity model. Penggolahan
data
dilakukan
secara
bertahap,
dimulai
dengan
pengelompokan data, kemudian ditabelkan menurut kebutuhan. Data yang ditabelkan dipersiapkan sebagai input komputer sesuai dengan model yang digunakan. Perhitungan dengan model analisa dilakukan dengan bantuan komputer. Proses pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program minitab 14 for windows, kemudian hasil output komputer diinterpresikan.
4.3
Analisis Data Dalam analisis data, model yang digunakan dalam analisis data adalah
model regresi linier berganda dengan persamaan tunggal karena bentuk ini mampu menunjukkan berapa persen variabel tak bebas yang dapat dijelaskan oleh variabel bebas dengan nilai koefisien determinasi (R2). Koefisien determinasi menunjukkan proporsi keragaman nilai yang bisa dijelaskan oleh variabel bebas. Apabila semakin tinggi nilai R2, maka model tersebut semakin baik. Selain itu output model tersebut juga cukup lengkap untuk memenuhi asumsi dalam pendugaan OLS, sedangkan kekurangan dari metode tersebut adalah pendugaan modelnya. Dengan demikian dapat diketahui apakah variabelvariabel bebasnya berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel tak bebas dengan melihat nilai uji-F dan uji-t serta perhitungannya lebih sederhana. Bentuk umum fungsi regresi tersebut adalah :
Y = a 0 + ∑ a i Xi + Ei Dimana : Y a0
= Variabel tak bebas = Intersep
ai Xi Ei
= Parameter penduga Xi = Variabel bebas yang menjelaskan variabel Y = Pengaruh sisa (error term) Model tersebut diduga dengan Metode Kuadrat Terkecil Biasa (Ordinary
Lest
Square/OLS)
yang
didasarkan
pada
asumís-asumsi
berikut
(Supranto,1984): 1. Nilai rata-rata kesalahan pengganggu sama dengan nol, yaitu E (ei) = 0, untuk utuk i = 1,2,....,n 2. Varian (ej) = E (ej) = σ2, sama untuk semua kesalahan pengganggu (asumsi homoskedastisitas). 3. Tidak ada autokorelasi antara kesalahan pengganggu berarti kovarian (ei,ej) = 0, i ≠ j 4. Variabel bebas X1, X2,.......,Xk konstan dalam sampling yang terulang dan bebas terhadap kesalahan pengganggu, E (Xi , ei) = 0. 5. Tidak ada kolinieritas ganda diantara variabel bebas X. 6. ei ≈ N (0 ; σ 2), artinya kesalahan pengganggu mengikuti distribusi normal dengan rata-rata nol dengan varian σ 2. Berdasarkan asumsi di atas, maka koefisien regresi (parameter) yang diperoleh merupakan penduga linier terbaik yang tidak bias (BLUE = Best Linier Unbiased Estimator). Pengujian dilakukan terhadap variabel-variabel bebas yang diduga berpengaruh besar terhadap aliran perdagangan teh Indonesia ke negara tujuan.
4.4
Perumusan Model Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya, maka variabel yang akan
digunakan untuk menganalisis aliran perdagangan teh Indonesia ke negara tujuan ekspor adalah GDP per kapita negara tujuan, populasi negara tujuan, jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan, harga teh Indonesia di
negara tujuan, nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap dollar AS, dan keadaan ekonomi Indonesia sebelum dan setelah krisis moneter (variabel dummy). Berdasarkan
kerangka
pemikiran
teoritis
dan
tinjauan
penelitian
terdahulu, maka model ekonometrik aliran perdagangan teh Indonesia sebelum dan setelah krisis moneter dengan gravity model, secara umum dapat di rumuskan sebagai berikut : Log Xij = bo+b1 log Yj+b2 log Dij+b3 log Pj+b4 log Nj+b5 log ERj+b6 D+Eij Dimana : Xij Yj Dij Pj Nj ERj D εt bo bn 4.5
= Volume ekspor teh Indonesia ke negara tujuan (kg) = GDP per kapita negara tujuan (US$) = jarak antara Indonesia dengan negara tujuan (km) = Harga teh Indonesia di negara tujuan (US$/kg) = Populasi negara tujuan (juta jiwa) = Nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap dollar AS = Dummy (sebelum krisis = 0 dan setelah krisis = 1) = error = intersep = koefisien ke-n
Pengujian Asumsi Pencocokan suatu model melalui kuadrat terkecil, melalui prediksi interval
dan pengujian hipotesis belumlah lengkap dalam persamaan regresi. Tahapantahapan tersebut baru setengah jalan, penarikan kesimpulan dapat dibuat apabila model yang dirumuskan telah sesuai dengan asumsi. Penarikan kesimpulan dapat sangat menyimpang secara serius apabila asumsi yang dibuat di dalam formulasi model secara menyeluruh tidak cocok dengan data. Penting artinya untuk memeriksa data secara hati-hati atas indikatorindikator dari setiap pelanggaran asumsi-asumsi tersebut. Dalam analisis regresi, maka ada tiga asumsi yang harus dipenuhi yaitu normalitas, multikolinieritas dan homoskedastisitas.
4.5.1
Uji Normalitas Histogram residual menyediakan pemeriksaan atas asumsi normalitas.
Umumnya, perbedaan dari bentuk kurva bentuk bel tidak mengurangi kesimpulan dari pengujian atau prediksi interval berbasis distribusi t, khususnya apabila kumpulan datanya besar. Pelanggaran asumsi normalitas sendiri biasanya tidak separah pelanggaran asumsi-asumsi lain. Apabila plot residual terhadap nilai yang disesuaikan menunjukkan bahwa sifat umum hubungan Y dengan X membentuk suatu kurva dan bukannya garis lurus, maka transformasi data yang tepat akan mengurangi suatu hubungan nonlinier menjadi sesuatu yang diperkirakan linier. Salah satu metode yang digunakan untuk menguji apakah error term menyebar normal atau tidak adalah dengan menggunakan metode Kolmogorov Simornov. Langkah-langkah analisis dengan pengujian ini adalah : 1. Perumusan model H0
: sebaran data normal
H1
: sebaran data tidak normal
2. Rumus uji Kolmogorov Simornov (KS) adalah :
X = 4 x (D Max ) x
(m x n) (m x n)
Dimana : M n D
= kelompok data 1 = kelompok data 2 = perbedaan maksimal kelompok data
3. Penentuan penerimaan atau penolakan H0 KS hitung < KS tabel maka terima H0 KS hitung > KS tabel maka tolak H0
4.5.2
Uji Multikolinieritas Dalam model regresi linier yang mencakup lebih dari dua variabel bebas,
sering dijumpai adanya koliner ganda (multikoliner). Multikolinieritas merupakan kondisi dimana terdapat hubungan linier di antara dua atau beberapa variabel bebas. Adanya multikoliner menyebabkan pendugaan koefisien regresi tidak nyata walaupun nilai R2 tinggi, tanda koefisien tidak sesuai dengan teori dan dengan metode OLS, penduga koefisien regresi mempunyai simpangan baku yang
sangat
besar.
Pengujian
multikolinier
dapat
dilakukan
dengan
memperhatikan nilai Variance Inflation Factor (VIF) untuk koefisien regresi ke-j yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
VIF =
1 ,j = ,2,3,...,k (1 − R 2j )
Rj2 yang dimaksud adalah koefisien determinasi dari regresi variabel tak bebas ke j pada k-1 variabel tak bebas sisanya untuk k = 2 variabel tak bebas, Rj2 adalah kuadrat dari korelasi sempel r. Apabila variabel prediktor X ke j tidak berkaitan dengan X sisa, maka Rj2 = 0. Apabila terdapat hubungan, maka VIFj > 1. Nilai VIF mendekati satu menunjukkan bahwa tidak terdapat masalah multikolinier pada variabel bebas. Apabila nilai VIF lebih besar dari satu menunjukkna bahwa koefisien estimasi terkait dengan variabel bebas dan bersifat tidak stabil (Hanke, 2003). Koefisien yang diestimasikan dan nilai t terkait tidak akan berubah banyak begitu vaiabel bebas ditambahkan atau dikeluarkan dari persamaan regresi. Nilainya beserta statistik t terkait dapat berubah cukup besar begitu variabel bebas lain ditambahkan atau dikeluarkan dari persamaan regresi. Nilai VIF yang besar ini bermakna bahwa terdapat informasi berulang di antara variabel prediktor. Informasi yang terkandung pada suatu variabel dengan VIF besar,
sudah dibawa oleh variabel prediktor lainnya. Multikolinieritas membuat interpretasi dampak masing-masing variabel prediktor terhadap respon semakin sulit.
4.5.3
Uji Homoskedastisitas Penggunaan OLS varians dari residual harus homoskedastisitas, apabila
tidak maka koefisien yang dihasilkan akan bias. Data finansial seringkali residualnya tidak konstan karena volatilitas yang tinggi sehingga akan timbul masalah heteroskedastisitas ketika akan digunakan. Asumsi ini pada dasarnya menyatakan bahwa nilai-nilai Y (variabel tak bebas) bervariasi dalam satuan yang sama, baik untuk nilai X (variabel bebas) yang tinggi maupun nilai X rendah. Pengujian asumsi ini dibuat plot antara residual error dengan variabel X. Apabila terjadi homoskedastisitas, maka penduga kuadrat terkecil yang diperoleh walaupun masih tetap tidak berbias dan konsisten tidak lagi efisien, baik untuk sampel berukuran kecil maupun besar. Kasus homoskedasisitas ini lebih sering terjadi pada data cross section dari pada data time series.
4.6
Pengujian Hipotesis Model yang dianalisis membutuhkan pengujian terhadap hipotesis-
hipotesis. Pengujian hipotesis secara statistik bertujuan untuk melihat nyata atau tidaknya pengaruh variabel yang dipilih terhadap variabel-variabel yang diteliti. Pengujian apakah secara statistik variabel bebas yang digunakan berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel tak bebas, digunakan uji statistikF dan uji statistik-t. Berdasarkan analisis regresi linier sederhana akan diperoleh besarnya koefisien determinasi (R2), t-hitung dan Ftersebut di atas akan dijelaskan sebagai berikut :
hitung.
Adapun mengenai hal
4.6.1
Koefisien Determinasi Koefisien determinasi (R2) merupakan suatu angka yang mengukur
prosentase keragaman variabel tak bebas (Y) yang dapat diterangkan oleh variabel bebas (X) pada model regresi. Koefisien determinasi mengukur kekuatan hubungan antara Y dan X. R2 digunakan untuk menunjukkan besarnya pengaruh semua variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Nilai R2 berkisar 0
<
1. R2 = 1 berarti semua variasi respon dari variabel dapat
dijelaskan dengan fungsi regresi, sedangkan R2 = 0 berarti tidak satu pun variasi pada variabel dapat dijelaskan oleh fungsi regresi. Perhitungan untuk memperoleh koefisien determinasi adalah :
R2 =
4.6.2
Jumlah Kuadrat Galat Jumlah Kuadrat Regresi = 1− Jumlah Kuadrat Total Jumlah Kuadrat Total
Uji t Nilai t-hitung digunakan untuk menguji secara statistik apakah koefisien
regresi dari masing-masing parameter bebas (Xi) yang dipakai secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap parameter tidak bebas (Y). Pengujian hipotesis mengenai signifikansi dari masing-masing koefisien secara individual
pada persamaan gravity model, maka dilakukan uji statistik-t. Adapun hipotesis dalam uji ini adalah : Ho:bo = 0, menyatakan koefisien regresi populasi (parameter) tidak berbeda nyata dengan nol. H1:b1> 0, menyatakan koefisien regresi populasi (parameter) berbeda nyata dengan nol. Statistik uji yang digunakan dalam uji-t: Thitung=
bi
, derajat bebas (n-k)
Se(bi) Dimana : Se(bi) bi
= standar deviasi untuk parameter ke-n = koefisien regresi atau parameter
Apabila thitung > ttabel (α/2;n-k) maka tolak H0, artinya peubah yang diuji berpengaruh nyata (signifikan) terhadap variabel tak bebas pada taraf α persen. Jika thitung < ttabel (α/2;n-k) maka terima H0, artinya, artinya peubah yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas pada taraf α persen. Pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan letak nilai t-hitung masingmasing koefisien regresi pada kurva normal yang digunakan dalam penentuan nilai kritis. Jika letak t-hitung satu koefiosien regresi berada pada daerah penerimaan H0, maka keputusannya adalah menerima H0. Artinya koefisien regresi tersebut tidak berbeda dengan nol. Dengan kata lain, variabel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap nilai variabel tak bebas, sebaliknya jika thitung menyatakan tolak H0 maka koefisien regresi berbeda dengan nol dan berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas.
4.6.3
Uji F Uji-F dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel bebas secara
bersama-sama berpengaruh terhadap variabel tak bebas. Pengujian yang
dilakukan menggunakan distribusi F dengan membandingkan antara nilai kritis F dengan nilai F-hitung yang terdapat pada hasil analisis. Pengujian terhadap pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap perubahan nilai variabel tak bebas dilakukan melalui pengujian terhadap besarnya perubahan variabel tak bebas yang dapat dijelaskan oleh perubahan semua nilai variabel bebas. Sebaran F-hitung di bawah Ho menyebar mengikuti sebaran F dengan derajat bebas pembilang (v1) = k, dan derajat bebas penyebut (v2) = (n-k-1). Taraf nyata tertentu = α, v1 = k, dan v2 = (n-k-1) tertentu, dari tabel F diperoleh nilai Fα (v1, v2). Hipotesis : H0 : b1 = b2 = ......+ bk = 0 (semua variabel X tidak berpengaruh nyata terhadap Y) H0 : b1 ≠ b2 ≠ ......≠ bk ≠ 0 (paling tidak ada salah satu variabel X berpengaruh nyata terhadap Y) Statistik yang digunakan dalam uji-F :
Fhitung =
Jumlah kuadrat regresi/K Jumlah kuadrat sisa/(n − k − 1)
Dimana : N = jumlah pengamatan (j=1,2,3,....n) K = jumlah peubah bebas (i=1,2,3,...,k) Kriteria uji: F hitung > Ftabel, (k-1)/(n-k)....................maka tolak H0 F hitung< Ftabel, (k-1)/(n-k)....................maka terima H0 Tolak H0 artinya secara bersamaan keragaman dari peubah bebas dalam model dapat dijelaskan dengan baik keragaman dari peubah tak bebas pada taraf α persen. Terima H0 artinya secara bersamaan keragaman dari peubah bebas dalam model tidak dapat dijelaskan dengan baik oleh keragaman dari peubah tak bebas pada taraf α persen.
V ANALISIS ALIRAN PERDAGANGAN TEH INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS MONETER
5.1
Pengujian Asumsi Pencocokan suatu model melalui kuadrat terkecil dalam analisis regresi
berganda, melalui prediksi interval dan pengujian hipotesis belumlah lengkap apabila model yang disusun belum memenuhi asumsi-asumsi yang harus dipenuhi. Analisis regeresi berganda dengan metode kuadrat terkecil biasa didasarkan pada beberapa asumsi yang harus dipenuhi yaitu normalitas, multikolinieritas dan homoskedastisitas. Apabila terpenuhinya asumsi-asumsi tersebut, maka penaksiran kuadrat terkecil dalam kelas penaksir linier tak bias akan menghasilkan variabel penduga terbaik yang minimum yaitu BLUE (Best Linier Unbiased Estimator). mengenai asumsi-asumsi di atas tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :
a.
Uji Normalitas Regresi berganda menggunakan asumsi, bahwa kumpulan datanya harus
terdistribusi dengan normal. Secara umum gravity model aliran perdagangan teh Indonesia yang disusun dalam penelitian ini telah memenuhi asumsi normalitas. Pengujian
normalitas
dilakukan
dengan
menggunakan
nilai
kolmogorov
simornov, selain itu dapat juga dilihat dari pola data histogram residualnya. Hasil pengujian normalitas dengan Kolmogorov Smimov (Lampiran 4) pada taraf nyata lima persen diperoleh nilai KShitung sebesar 0,132, nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan KStabel yaitu 0,165. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa asumsi normalitas sudah terpenuhi. Demikian juga dengan plot residual pada histogram mempunyai nilai nol di tengah, walaupun bentuknya tidak simetris namun bentuknya tidak seperti bel. Garis lurus pada plot residual data memperlihatkan titik-titik dengan bentuk
normal, karena plot data sangat dekat dengan garis lurus yang mengisyaratkan bahwa terdapat kesesuain data dengan distribusi normal. Dengan demikian, model dalam penelitian ini sudah memenuhi asumsi data yang terdistribusi dengan normal.
b.
Uji Multikolinieritas Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya masalah
multikolinieritas yang dapat dilihat dari besar kecilnya nilai VIF pada masingmasing variabel bebasnya. Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan terlihat bahwa nilai VIF yang dihasilkan pada masing-masing variabel bebas kurang dari 10. Dengan demikian, terlihat bahwa tidak adanya hubungan linier di antara variabel bebas dalam model aliran perdagangan teh Indonesia. Selain itu, hal ini didukung oleh uji statistik t, F dan p value yang signifikan. Berdasarkan uji statistik-t dengan taraf lima persen, terdapat dua variabel bebas yang signifikan dan dua variabel bebas lainnya yang signifikan pada taraf 15 persen, selain itu nilai koefisien determinasi sebesar 59,5 persen. Dengan demikian, secara umum variabel yang digunakan di dalam model regresi sudah memenuhi asumsi multikolinieritas. Mengenai hal ini dapat dilihat pada Lampiran 3.
c.
Homoskedastisitas Homoskedastisitas dilakukan untuk memeriksa apakah komponen error
atau residual pada model regresi yang dirumuskan menyebar acak, tidak konstan dan normal dengan nilai tengah nol, ragamnya homogen serta tidak adanya autokorelasi. Pengujian asumsi ini dilakukan dengan melihat plot residual data. Berdasarkan plot data residual terlihat bahwa komponen error sudah menyebar
secara acak ada yang di bawah nol dan di atas nol, normal dengan nilai tengah nol, ragamnya homogen dan tidak ada autokorelasi. Hasil
dari
plot
residual
juga
menunjukkan
bahwa
data
tidak
menggambarkan suatu pola tertentu. Dengan demikian, memperlihatkan bahwa model regresi sudah memadai dalam mewakili data aliran perdagangan teh Indonesia. Berdasarkan analisis plot residual, maka asumsi homoskedastisitas sudah terpenuhi. Adapun plot residual data dapat dilihat pada Lampiran 4. Berdasarkan pengujian dari asumsi-asumsi yang telah dijelaskan di atas tersebut, maka regresi gravity model aliran perdagangan teh Indonesia sudah memenuhi asumsi-asumsi dan dapat dipakai untuk menjelaskan hubungan antara aliran perdagangan teh Indonesia dengan GDP per kapita negara tujuan (Yj), populasi negara tujuan (Nj), jarak antara Indonesia dengan negara tujuan (Dij), harga teh Indonesia di negara tujuan (Pj), nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap Dollar Amerika (ERj), dan dummy sebelum dan setelah krisis.
5.2
Pengaruh Variabel-variabel Ekonomi dan Non Ekonomi, serta Krisis Moneter Terhadap Aliran Perdagangan Teh Indonesia Aliran perdagangan teh Indonesia pada penelitian ini dijelaskan dengan
menggunakan gravity model. Model ini digunakan untuk menganalisis pengaruh krisis moneter, serta variabel-variabel ekonomi dan non ekonomi lainnya terhadap aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian, dalam model ini dapat diketahui variabel bebas yang sangat mempengaruhi aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan sebelum dan setelah krisis moneter. Hasil analisis pengaruh krisis moneter, serta variabel-variabel ekonomi dan non ekonomi lainnya terhadap aliran perdagangan teh Indonesia dengan metode OLS secara keseluruhan
dapat dilihat pada Lampiran 3, dengan persamaan yang dapat dilihat di bawah ini :
log Xij = 19,5320 - 1,1025 log Pj - 0,3168 log ERj + 0,5867 log Nj - 0,1669 log Yj - 0,4256 log Dij + 0,4104 D Tabel 5. Output Model Analisis Regresi Gravity Model Aliran Perdagangan Teh Indonesia Sebelum dan Setelah Krisis Moneter dengan Metode OLS Predictor Coef SE Coef t P VIF 19,5320 5,3590 3,64 0,001 Constant -1,1025 0,6954 -1,59 0,127 1,7 ln Pj -0,3168 0,0792 -4,00 0,001 2,1 ln ERj 0,5867 0,1495 3,29 0,001 1,5 ln Nj -0,1669 0,1496 -1,12 0,276 2,0 ln Yj -0,4256 0,2177 -1,96 0,063 1,4 ln Dij 0,4104 0,3734 1,10 0,283 1,5 D R-Sq = 59,5% R-Sq(adj) = 48,9% 5,63 0,001 F -
Berdasarkan Tabel di atas, diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 59,5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sekitar 59,5 persen keragaman aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan yang dapat dijelaskan oleh variasi variabel-variabel bebas dalam model. Selain itu sisanya sebesar 40,5 persen keragaman volume ekspor teh Indonesia tidak dapat diterangkan oleh variasi variabel-variabel dalam model atau diterangkan oleh faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model atau error. Berdasarkan uji statistik-t, diperoleh variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap besar kecilnya aliran perdagangan teh Indonesia ke negaranegara tujuan ekspor teh pada taraf lima persen yaitu nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap dollar AS dan jumlah penduduk negara tujuan, pada taraf 15 persen adalah harga teh Indonesia di negara tujuan dan jarak antara Indonesia dengan negara tujuan. GDP per kapita negara tujuan dan variabel
tidak berpengaruh nyata pada taraf pengujian statistik lima dan 15
dummy persen.
Berdasarkan
pengujian
statistik-F
model
regresi
yang
dihasilkan
menunjukkan bahwa, secara bersama-sama semua variabel bebas dalam model dapat menjelaskan variasi perubahan aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan baik sebelum krisis maupun setelah krisis moneter. Dengan kata lain, semua variabel bebas dapat menjelaskan variasi perubahan aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor. Hal ini didasarkan pada nilai F-hitung yang diperoleh sebesar 5,63. Nilai tersebut apabila dibandingkan lebih besar dengan nilai Ftabel pada pengujian dengan taraf nyata lima persen dari suatu distribusi F dengan derajat bebas pembilang v1 = 6 dan derajat bebas penyebut v2 = 23, maka diperoleh nilai sebesar 2,53. Analisis pengaruh variabel bebas pada hasil regersi gravity model terhadap aliran perdagangan teh Indonesia dapat dijelaskan sebagai berikut :
5.2.1
Gross Domestic Product (GDP) Per Kapita Negara Tujuan (Yj) GDP atau produk domestik bruto merupakan pendapatan total dan
pengeluaran total nasional atas output barang dan jasa. GDP mungkin adalah variabel aliran barang dan jasa paling penting dalam suatu perekonomian. GDP menyatakan berapa banyak uang yang mengalir mengelilingi aliran sirkuler perekonomian suatu negara per unit waktu atau juga nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu. GDP menggambarkan keadaan perekonomian suatu negara. GDP adalah jumlah konsumsi, investasi, pembelian pemerintah dan ekspor bersih. Ukuran ekonomi negara importir akan menentukan jumlah komoditi ekspor yang dapat dijual oleh negara eksportir. Apabila suatu negara memiliki tingkat GDP yang
besar, maka akan memiliki kemampuan yang semakin besar dalam menyerap barang-barang yang diperdagangkan di pasar internasional, dalam hal ini dari negara-negara pengekspor dibanding negara lain dengan tingkat GDP yang kecil. Berdasarkan hasil analisis regresi gravity model aliran perdagangan teh Indonesia, menunjukkan bahwa koefisien variabel GDP per kapita negara tujuan memberikan pengaruh negatif terhadap aliran perdagangan teh Indonesia. Nilai koefisien variabel GDP per kapita negara tujuan adalah sebesar -0,1669. Hal ini menunjukkan bahwa, jika GDP per kapita di salah satu negara tujuan ekspor teh Indonesia meningkat sebesar satu persen maka aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan akan menurun sebesar 0,1669 persen dari jumlah sebelumnya, ceteris paribus. Meskipun demikian, variabel GDP per kapita negara tujuan ekspor teh tidak signifikan dan tidak berbeda nyata dengan nol pada pengujian hipotesis statistik-t pada taraf lima persen maupun 15 persen. Hal ini disebabkan karena teh bukanlah kebutuhan primer bagi manusia (primmy consumption). Khususnya teh curah yang selama ini diekspor adalah produk setengah jadi dan merupakan salah satu bahan baku yang dibutuhkan oleh industri, baik sebagai bahan baku utama maupun sebagai bahan baku tambahan pada proses pengolahan. Berdasarkan uji t, diperoleh thitung yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai ttabel dengan derajat bebas 23. Dengan demikian, bagi negara pengimpor variabel tersebut tidak menjadi faktor utama yang menjadi pertimbangan bagi negara importir untuk mengimpor teh Indonesia. Koefisien slope pada variabel GDP per kapita negara tujuan yang bertanda negatif, mengindikasikan bahwa negara dengan GDP per kapita yang lebih besar memiliki aliran perdagangan teh yang kecil. Sebaliknya, negara dengan GDP per kapita yang lebih kecil memiliki aliran perdagangan teh yang besar.
Lampiran 2 menunjukkan bahwa, negara yang memiliki GDP per kapita yang lebih tinggi dibandingkan negara tujuan ekspor teh sebelum krisis moneter adalah Singapura yaitu sebesar 32810 dollar AS, sedangkan negara tujuan ekpsor teh yang memiliki GDP per kapita yang rendah adalah Afganistan yaitu sebesar 112 dollar AS. Negara tujuan ekspor teh yang memiliki GDP per kapita yang lebih tinggi dibandingkan negara lain setelah krisis moneter adalah Amerika Serikat yaitu sebesar 41768 dollar AS, dan Afganistan adalah negara dengan tingkat GDP per kapita yang rendah yaitu sebesar 218 dollar AS. Dilihat dari segi volume aliran perdagangan ekspor teh Indonesia sebelum krisis moneter ke Singapura lebih besar dibandingkan dengan volume ekspor teh ke Afganistan yaitu sebesar 1953 ton dan 570 ton. Demikian juga halnya dengan volume aliran perdagangan ekspor teh Indonesia setelah krisis moneter, menunjukkan bahwa Amerika Serikat memiliki volume yang lebih besar dibandingkan Afganistan yaitu sebesar 6510,97 ton dan 1169,06 ton. Hal ini menunjukkan bahwa GDP per kapita bukan menjadi faktor utama yang mempengaruhi aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor. Pertumbuhan GDP suatu negara yang besar dapat menjadi indikator pertumbuhan ekonomi dari negara tersebut. Walaupun demikian, perlu dicermati apakah pertumbuhan ekonomi negara tujuan ekspor teh Indonesia sepenuhnya berdampak positif kepada peningkatan perekonomian nasional Indonesia khususnya untuk ekspor teh. Kenyataannya peningkatan perekonomian negara tujuan ekspor teh Indonesia bisa jadi disebabkan oleh perkembangan produkproduk andalan ekspor negara tersebut yang tentunya dapat mengancam produk ekspor nasional Indonesia. Di satu sisi, terjadinya pertumbuhan ekonomi di negara-negara lain mungkin baik bagi perekonomian kita, karena ini berarti pasar bagi produk ekspor
kita menjadi semakin luas. Akan tetapi, bila ditinjau dari segi lain, pertumbuhan ekonomi di negara-negara lain bisa berarti meningkatnya persaingan bagi barang-barang ekspor kita. Pertumbuhan kapasitas suatu perekonomian akan sangat menguntungkan jika negara tersebut dapat menjual sejumlah produksi yang telah bertambah banyak itu ke pasar dunia. Pada sisi lain, manfaat-manfaat pertumbuhan itu mungkin saja akan lebih dinikmati oleh orang-orang asing, dan bukannya oleh penduduk domestik seandainya yang terjadi adalah penurunan harga ekspor negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi berarti suatu pergeseran ke luar dari batas kemungkinan produksi di suatu negara. Pertumbuhan ekonomi ini bisa bersumber dari adanya peningkatan jumlah sumber daya yang dimiliki oleh suatu negara atau bisa juga disebabkan oleh peningkatan efisiensi atas penggunaan segenap sumber daya tersebut.
5.2.2
Populasi Negara Tujuan Ekspor (Nj) Pertambahan populasi pada negara importir dari sisi permintaan akan
memberikan pengaruh yang positif terhadap permintaan produk ekspor. Pertambahan populasi ini akan menyebabkan bertambah besarnya permintaan domestik akan suatu produk, dengan demikian kebutuhan dalam negeri tidak dapat lagi dipenuhi. Oleh karenanya, negara tersebut harus mengimpor kekurangan permintaan domestiknya dari negara lain yang menjadi mitra dagangnya. Selain itu, meningkatnya jumlah penduduk suatu negara diharapkan dapat meningkatkan permintaan komoditi ekspor, maka jumlah komoditi yang diperdagangkan di antara dua atau beberapa negara akan semakin besar. Berdasarkan hasil analisis regresi, diperoleh bahwa jumlah penduduk di negara tujuan berpengaruh positif terhadap aliran perdagangan teh Indonesia ke
negara-negara tujuan. Apabila populasi negara tujuan meningkat, maka aliran perdagangan teh yang di perdagangkan akan semakin besar, ceteris paribus. Nilai koefisien variabel populasi negara tujuan adalah sebesar 0,5867. Hal ini menunjukkan bahwa, jika populasi di salah satu negara tujuan ekspor teh Indonesia meningkat sebesar satu persen maka aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan akan meningkat sebesar 0,5867 persen dari jumlah sebelumnya, ceteris paribus. Selain itu variabel populasi negara tujuan ekspor teh menjadi faktor penting yang mempengaruhi besar kecilnya aliran perdagangan teh Indonesia baik sebelum dan setelah krisis moneter. Berdasarkan uji t, diperoleh thitung sebesar 3,92 yang lebih besar dibandingkan dengan nilai ttabel dengan derajat bebas 23 yaitu sebesar 1,714. Dengan demikian, variabel populasi negara tujuan ekspor tersebut signifikan dan berbeda nyata dengan nol pada pengujian hipotesis statistik t pada taraf lima persen. Secara
langsung
populasi
penduduk
negara
tujuan
ekspor
teh
berpengaruh secara nyata dalam mempengaruhi besar kecilnya volume aliran perdagangan teh Indonesia. Koefisien slope pada variabel populasi negara tujuan yang bertanda positif, mengindikasikan bahwa negara dengan populasi yang lebih besar memiliki aliran perdagangan teh yang semakin besar. Sebaliknya, negara dengan populasi yang lebih rendah memiliki aliran perdagangan teh yang kecil. Negara tujuan ekspor yang memiliki jumlah penduduk yang tinggi akan menjadi potensi pasar bagi ekspor teh Indonesia. Sebelum dan setelah krisis moneter Amerika Serikat adalah negara tujuan ekspor teh dengan jumlah penduduk terbesar yaitu 263,04 dan 301,13 juta jiwa (Lampiran 2). Berdasarkan hal tersebut maka, Amerika Serikat akan menjadi potensi pasar yang paling
besar secara relatif terhadap negara-negara tujuan yang lain dengan jumlah penduduk yang lebih kecil dari Amerika Serikat. Walaupun demikian, terdapat dua negara dengan aliran perdagangan teh yang lebih besar dibandingkan dengan AS yaitu Rusia dan Pakistan dengan jumlah populasi yang lebih kecil. Besarnya volume ekspor ini tidak terlepas dari tingkat konsumsi yang besar di kedua negara tersebut. Baik untuk konsumsi langsung maupun untuk keperluan sebagai bahan baku yang dibutuhkan oleh industri sebagai bahan baku utama maupun sebagai bahan baku tambahan pada proses pengolahan. Tahun 2006 volume ekspor teh Indonesia ke Rusia sebesar 14882,83 ton dan Pakistan sebesar 12553,54 ton.
5.2.3
Jarak Antara Indonesia dengan Negara Tujuan (Dij) Jarak akan mempengaruhi perdagangan bilateral antar dua negara atau
beberapa
negara
dalam
bentuk
penurunan
perdagangan.
Jarak
dapat
mengurangi aliran perdagangan yang diwakilkan dari besar kecilnya biaya transportasi. Apabila semakin jauh jarak, maka semakin besar juga biaya transportasi yang harus dikeluarkan sehingga semakin rendah volume ekspor produk (semakin rendah aliran perdagangan). Keberadaan biaya pengangkutan tidak mengubah prinsip-prinsip dasar keunggulan komparatif atau keunggulan perdagangan. Biaya transportasi meliputi ongkos pengapalan, biaya bongkar muat di pelabuhan, premi asuransi, serta berbagai pungutan pada saat komoditi yang diperdagangkan itu disimpan di suatu tempat sementara (transit). Pertimbangan biaya transportasi itu juga menjelaskan mengapa sebagian besar barang dan jasa yang ada di masingmasing negara tidak diperdagangkan secara internasional (diekspor atau diimpor).
Secara umum harga komoditi-komoditi yang diperdagangkan secara internasional ditentukan oleh kondisi-kondisi permintaan dan penawaran dunia. Akan tetapi dewasa ini biaya transportasi telah banyak berkurang berkat adanya metode-metode pengangkutan massal yang murah. Truk-truk ukuran besar, fasilitas kontainer dan kapal-kapal raksasa, serta pesawat-pesawat berbadan lebar yang sangat berjasa dalan menurunkan biaya transportasi. Perkembangan ini menyebabkan banyak komoditi yang mulanya tidak dapat diperdagangkan secara internasional kini menjadi komoditi perdagangan antar negara yang lazim. Berdasarkan hasil analisis regresi gravity model aliran perdagangan teh Indonesia, menunjukkan bahwa koefisien variabel jarak antara Indonesia dengan negara tujuan memiliki slope yang negatif, hal ini tentunya memberikan pengaruh negatif terhadap aliran perdagangan teh Indonesia. Dengan demikian, apabila jarak antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor semakin jauh, maka aliran perdagangan teh yang diperdagangkan akan semakin kecil (ceteris paribus) demikian juga sebaliknya. Nilai koefisien variabel jarak antara Indonesia dengan negara tujuan adalah sebesar -0,4256. Hal ini menunjukkan bahwa, jika jarak antara Indonesia dengan salah satu negara tujuan ekspor teh Indonesia bertambah sebesar satu persen maka aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan akan berkurang sebesar 0,4256 persen dari jumlah sebelumnya, ceteris paribus. Variabel jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan ekspor teh Indonesia signifikan dan berbeda nyata dengan nol pada pengujian hipotesis statistik t dengan taraf 15 persen. Hal ini menunjukkan bahwa jarak merupakan hambatan maupun faktor penting yang mempengaruhi besar kecilnya aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan. Tanda negatif pada variabel jarak antara Indonesia dengan negara tujuan mengindikasikan bahwa negara dengan jarak yang jauh, memiliki volume aliran
perdagangan teh Indonesia yang kecil, sebaliknya negara dengan jarak yang dekat memiliki volume perdagangan teh yang besar. Singapura merupakan negara yang memiliki jarak terdekat yaitu 900 km. Dengan demikian, Singapura akan menjadi potensi pasar yang besar jika dibandingkan dengan negara-negara tujuan ekspor lainnya dengan jarak yang lebih jauh. Lampiran 2 menunjukkan bahwa Amerika Serikat merupakan negara yang memiliki jarak terjauh dari Indonesia yaitu 20108 km. Pada tahun 1995 volume ekspor teh Indonesia ke Amerika Serikat adalah 7589 ton dan tahun 2006 sebesar 6510,97 ton yang lebih besar dibandingkan Singapura yaitu masing-masing sebesar 1953 ton dan 1196,54 ton.
5.2.4
Nilai Tukar Mata Uang Negara Tujuan Dollar AS Terhadap (ERj) Nilai tukar mata uang atau kurs adalah jumlah atau harga mata uang
domestik dari mata uang luar negeri (asing). Kurs ini dipertahankan sama disemua pasar melalui arbitrase. Arbitrase valuta asing adalah pembelian mata uang asing bila harganya rendah dan menjualnya bilamana harganya tinggi. Pada umumnya, kurs ditentukan oleh besar kecilnya permintaan dan penawaran pasar dari mata uang tersebut. Keadaan
perekonomian
Indonesia
pada
saat
krisis
moneter
menyebabkan rupiah mengalami depresiasi terhadap dollar AS yang sangat besar. Di satu sisi, depresiasi rupiah ini memberikan keuntungan bagi perkembangan volume ekspor Indonesia khususnya produk-produk pertanian. Depresiasi menyebabkan harga barang-barang di Indonesia relatif lebih murah dibandingkan harga barang-barang luar negeri. Hal ini tentu saja mendorong orang-orang asing untuk membeli lebih banyak barang dari Indonesia, khususnya teh, sehingga ekspor teh akan meningkat.
Nilai tukar yang digunakan dalam aliran perdagangan teh Indonesia adalah nilai tukar mata uang negara tujuan ekspor terhadap dollar AS. Hal ini disebabkan karena dollar AS diterima oleh sebagian besar negara di dunia sebagai pembayaran bagi transaksi perdagangan internasional. Dollar AS diterima oleh sebagian besar negara di dunia sebagai pembayaran bagi transaksi perdagangan internasional karena memiliki nilai yang stabil dibandingkan negara-negara lain dan jumlahnya lebih banyak. Berdasarkan hasil analisis regresi gravity model aliran perdagangan teh Indonesia, menunjukkan bahwa koefisien nilai tukar memiliki slope yang negatif. Apabila nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap dollar AS menguat (terapresiasi), maka aliran perdagangan teh Indonesia ke negara tujuan akan semakin kecil (ceteris paribus). Hal ini menunjukkan bahwa hasil analisis tidak sesuai dengan hipotesis, seharusnya terapresiasinya nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap dollar AS mengakibatkan harga ekspor teh di pasar internasional relatif menjadi lebih murah, sehingga penduduk negara tujuan akan lebih banyak membeli teh dari Indonesia. Variabel ini memberikan pengaruh yang negatif terhadap aliran perdagangan teh, sehingga dapat mempengaruhi besarnya volume aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan dengan nilai koefisien sebesar -0,3168. Nilai ini berarti bahwa, apabila terjadi penguatan (apresiasi) nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap dollar AS sebesar satu persen, maka akan menyebabkan penurunan aliran perdagangan teh Indonesia ke negara tujuan sebesar 0,3168 persen dari jumlah sebelumnya, ceteris paribus. Selain itu variabel nilai tukar dollar AS terhadap mata uang negara tujuan menjadi faktor penting yang sangat mempengaruhi besarnya aliran perdagangan teh Indonesia baik sebelum dan setelah krisis moneter. Berdasarkan uji t, diperoleh thitung sebesar -4,00 yang lebih besar dibandingkan dengan nilai ttabel
dengan derajat bebas 23 yaitu sebesar 1,714. Variabel ini juga memiliki nilai Pvalue yang lebih kecil dari α = lima persen yaitu 0,001, sehingga variabel nilai tukar negara tujuan ekspor teh terhadap dollar AS tersebut signifikan dan berbeda nyata dengan nol pada pengujian hipotesis statistik t dengan taraf lima persen. Dengan demikian, variabel nilai tukar dollar AS merupakan faktor penting dan hambatan yang perlu dipertimbangkan dalam aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan, karena dapat mempengaruhi besarnya volume ekspor. Tanda negatif pada variabel nilai tukar dollar AS terhadap mata uang negara tujuan, mengindikasikan bahwa negara dengan nilai tukar dollar AS yang tinggi memiliki volume perdagangan internasional yang lebih besar dibandingkan dengan negara-negara yang nilai tukar dollar AS-nya rendah. Berdasarkan Lampiran 2, Inggris merupakan negara yang memiliki nilai tukar tertinggi terhadap dollar AS yaitu 0,96 per US dollar sebelum krisis dan 0,81 per US dollar setelah krisis. Pada tahun 1995 volume ekspor teh Indonesia ke Inggris sebesar 7117 ton dan 15456,3 ton pada tahun 2006.
5.2.5
Harga Teh Indonesia di Negara Tujuan (Pj) Perdagangan internasional pada dasarnya terjadi karena adanya
perbedaan harga yang terbentuk pada masing-masing negara. Perbedaan harga ini disebabkan salah satu negara lebih efisien dibandingkan negara lain dalam menghasilkan suatu komoditi tertentu, sedangkan negara lain lebih efisien dalam menghasilkan komoditi lainnya. Dengan demikian, masing-masing negara akan melakukan spesialisasi terhadap salah satu komoditi yang mengandung keunggulan komparatif dan mengekspor sebagian outputnya ke negara lain. Perbedaan relatif harga-harga atas berbagai komoditi antar dua negara, pada dasarnya mencerminkan keunggulan komparatif bagi masing-masing.
Harga juga yang menjadi pijakan setiap negara dalam melangsungkan hubungan dagang yang saling menguntungkan. Harga relatif ekuilibrium setelah perdagangan berlangsung, merupakan harga relatif bersama yang berlaku di negara pengekspor dan negara pengimpor. Harga ini pula yang sekaligus akan menyeimbangkan hubungan dagang di antara kedua negara tersebut. Tinggi rendahnya harga teh di pasar internasional sangat dipengaruhi kekuatan-kekuatan penawaran dan permintaan negaranegara yang melakukan perdagangan. Berdasarkan hasil analisis regresi gravity model aliran perdagangan teh Indonesia, menunjukkan bahwa koefisien harga memiliki slope yang negatif. Variabel ini memberikan pengaruh yang negatif terhadap aliran perdagangan teh, sehingga dapat mempengaruhi besarnya aliran perdagangan teh Indonesia. Dengan demikian, apabila terjadi kenaikan harga teh Indonesia di pasar internasional, maka akan menurunkan aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan dengan nilai koefisien sebesar -1,1025. Hal ini berarti, apabila terjadi kenaikan harga teh Indonesia di negara tujuan sebesar satu persen, maka aliran perdagangan teh Indonesia ke negara tujuan akan berkurang sebesar 1,1025 persen dari jumlah sebelumnya, ceteris paribus. Variabel harga teh Indonesia di negara tujuan signifikan dan berbeda nyata dengan nol pada pengujian hipotesis statistik t dengan taraf 15 persen. Berdasarkan uji t, diperoleh thitung yang lebih besar dibandingkan dengan nilai ttabel pada derajat bebas 23. Selain itu, nilai Pvalue variabel ini yang lebih kecil dari α = 15 persen yaitu 0,127. Hal ini menunjukkan bahwa harga merupakan hambatan maupun faktor yang dapat mempengaruhi besar kecilnya aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan baik sebelum dan setelah krisis moneter. Harga teh Indonesia ditentukan oleh situasi penawaran dan permintaan di pasar
internasional. Harga menjadi murah pada saat persediaan besar dan mahal pada saat persediaan rendah atau sedikit. Sesuai
dengan
hukum
permintaan
bahwa
konsumen
cenderung
menginginkan harga yang relatif lebih murah. Kenaikan harga teh Indonesia merupakan kenaikan harga impor bagi negara tujuan ekspor. Hal ini dapat menyebabkan berpalingnya negara pengimpor kepada produsen atau negara Iainnya yang memiliki harga ekspor lebih rendah atau kepada produsen lain yang memiliki harga ekspor yang sama, namun dengan kualitas teh yang lebih baik. Berdasarkan Lampiran 2, pada tahun 1995 Jepang adalah negara dengan harga ekspor teh tertinggi yaitu sebesar $ 1,553 per kg dengan volume ekspor 1172 ton. Australia merupakan negara dengan harga ekspor teh tertinggi pada tahun 2006 yaitu $ 3,360 per kg dengan volume ekspor 2858,28 ton.
5.2.6
Sebelum dan Setelah Krisis Moneter (Dummy) Kadang-kadang perlu untuk menentukan apakah variabel tak bebas
berkaitan dengan suatu variabel bebas apabila faktor kualitatif tersebut mempengaruhi keadaan. Penyelesaian hubungan ini dapat dilakukan melalui pembentukan variabel boneka (dummy), pengidentifikasi secara kuantitatif kelaskelas variabel kualitatif maka digunakan nilai 1 dan 0. Dummy untuk periode sebelum krisis moneter D = 0, sedangkan untuk priode setelah krisis moneter D = 1. Berdasarkan hasil analisis regresi gravity model aliran perdagangan teh Indonesia, menunjukkan bahwa koefisien dummy memiliki slope yang positif. Variabel ini memberikan pengaruh yang positif terhadap aliran perdagangan teh, sehingga mempengaruhi besarnya volume ekspor teh Indonesia dengan nilai koefisien tersebut adalah sebesar 0,4104. Hal ini menunjukkan bahwa aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan setelah krisis moneter
(tahun 2006) lebih tinggi sebesar 0,4104 persen yaitu menjadi 19,9424 persen dibandingkan sebelum krisis, ceteris paribus. Meski demikian, variabel dummy tidak signifikan dan tidak berbeda nyata dengan nol pada pengujian hipotesis statistik t dengan taraf lima persen maupun pada taraf 15 persen. Berdasarkan uji t, diperoleh thitung yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai ttabel dengan derajat bebas 23. Selain itu, nilai Pvalue variabel ini juga lebih besar dari α = lima persen dan 15 persen yaitu 0,283. Dengan demikian, keadaan perekonomian di Indonesia bukan merupakan penghambat ataupun faktor penentu besar kecilnya aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor.
5.2.7
Faktor-Faktor Lain yang Tidak dapat Dijelaskan Oleh Model Berdasarkan hasil analsis regresi gravity model aliran perdagangan teh
Indonesia (lampiran 2) tidak semua keragaman volume ekspor teh Indonesia dapat dijelaskan oleh variasi variabel-variabel bebas dalam model. Berdasarkan hasil regresi model aliran perdagangan teh Indonesia ke negera-negara tujuan diperoleh koefisien determinasi (R2) sebesar 59,5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sekitar 59,5 persen keragaman aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan yang dapat dijelaskan oleh variasi variabel-variabel bebas dalam model. Sisanya sebesar 40,5 persen keragaman aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor tidak dapat diterangkan oleh variasi varaibel-variabel bebas dalam model atau diterangkan oleh faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model atau error. Berkaitan dengan hal tersebut, maka faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model akan dijelaskan sebagai berikut :
a.
Hambatan Perdagangan (Proteksionisme) Hambatan perdagangan berarti perlindungan yang diberikan kepada
suatu sektor ekonomi atau industri di dalam negeri terhadap persaingan dari luar negeri. Hambatan perdagangan diberikan karena tanpa itu sektor ekonomi tersebut tidak dapat bersaing dengan barang-barang dari luar negeri. Hal ini disebabkan karena barang-barang impor harganya lebih murah atau memiliki kualitas yang lebih baik, penampilannya lebih menarik atau sebab-sebab lainnya. Hambatan perdagangan dikelompokkan menjadi dua, yaitu hambatan tarif dan non-tarif. Bentuk hambatan perdagangan yang paling penting atau menonjol adalah tarif. Tarif adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi yang diperdagangkan lintas batas teritorial. Ditinjau dari aspek asal komoditi ada dua macam tarif yaitu tarif impor dan tarif ekspor. Tarif impor yaitu pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang diimpor dari negara lain. Tarif ekspor adalah merupakan pajak untuk suatu komoditi yang akan diekspor ke negara lain. Berbagai hambatan non tarif yang diterapkan negara importir terhadap teh Indonesia seperti tariff rate quotas, perhitungan special safeguard, tingkat maksimum residu standar, dan rules of origin, yang tentunya telah memberatkan produsen teh13. Hambatan perdagangan tidak selalu merupakan tujuan utama dari pengenaan tarif. Ada kemungkinan bahwa karena kebutuhan APBN, tarif dikenakan untuk memperoleh pendapatan negara. Akan tetapi, tidak jarang pula tujuan utama dari pengenaan tarif adalah jelas-jelas memberikan perlindungan kepada industri dalam negeri.
13
2007.
Suara Karya. 2006. ATI Desak Hapuskan Pajak Teh. www.google.com. 30 Agustus
b.
Selera Parameter bebas yang dapat juga disertakan adalah selera konsumen
negara tujuan ekspor terhadap teh yang berasal dari Indonesia. Selera menjadi pertimbangan karena aliran perdagangan ini mencakup negara-negara yang memiliki karakteristik berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Selera memungkinkan untuk disertakan karena setiap negara memiliki selera yang berbeda-beda baik dari segi jenis maupun kualitas teh yang diperdagangkan. Teh secara umum dijual dalam dua jenis yaitu teh hijau dan teh hitam. Selama priode tahun 2001-2005 teh Indonesia yang diekspor sebagian besar dalam bentuk teh hitam yakni berkisar antara 90,68-96,24 persen dari total volume ekspor, sedangkan sisanya berupa teh hijau. Setiap konsumen memiliki standar yang berbeda-beda sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi aliran perdagangan teh Indonesia di pasar internasional.
c.
Pesaing Selain tarif dan selera, pesaing merupakan salah satu variabel bebas
yang ikut mempengaruhi besarnya aliran perdagangan teh Indonesia ke negaranegara tujuan ekspor. Pesaing adalah negara-negara yang menghasilkan produk yang sama dan memuaskan kebutuhan pelanggan yang sama dalam hal ini teh. Indonesia selama ini merupakan pengekspor teh terbesar kelima di dunia setelah Sri Lanka, Kenya, RRC, dan India dengan jumlah teh yang diekspor pada tahun 2006 sebesar 95.339 atau turun 6,80 persen dibandingkan tahun 2005 dengan volume ekspor sebesar 102.294 ton. Selain itu, pasar ekspor teh Indonesia makin berkurang dengan munculnya pesaing baru di pasar teh dunia, salah satunya adalah teh dari Vietnam. Ketatnya persaingan menyulitkan gerak pelaku ekspor teh milik rakyat.
Apalagi kawasan Timur Tengah yang selama ini tujuan utama ekspor teh hijau menghentikan pesanan sejak invasi Amerika Serikat ke Irak.
5.3
Perkembangan Aliran Perdagangan Teh Indonesia ke Negara- negara Tujuan Ekspor Baik Sebelum dan Setelah Krisis Moneter Berdasarkan hasil analisis regresi gravity model aliran perdagangan teh
Indonesia, diketahui bahwa volume ekspor teh Indonesia ke negara-negara tujuan sebelum krisis lebih rendah dibandingkan setelah krisis yang terjadi di Indonesia. Tabel 1 memperlihatkan bahwa, pada tahun 1995 (sebelum krisis) volume ekspor teh Indonesia sebesar 79.227 ton, sedangkan setelah krisis moneter volume ekspor teh Indonesia tepatnya pada tahun 2006 sebesar 95.339 ton. Berdasarkan Lampiran 2, salah satu negara yang paling banyak menyerap ekspor teh Indonesia sebelum krisis adalah Pakistan. Pada tahun 1995 aliran perdagangan teh Indonesia ke negara tersebut mencapai 15924 ton dari total volume ekspor teh Indonesia. Setelah 11 tahun aliran perdagangan teh Indonesia ke Pakistan menurun menjadi 12592,45 ton. Negara yang paling banyak menyerap ekspor teh Indonesia setelah krisis moneter yaitu Rusia. Selama 11 tahun terakhir aliran perdagangan teh Indonesia ke negara tersebut mengalami peningkatan yang signifikan. Pada tahun 1995 aliran perdagangan teh Indonesia sebesar 8.617 ton menjadi 14882,83 ton pada tahun 2006. Indonesia mengekspor berbagai jenis teh yaitu teh hitam curah, teh hijau curah, teh hitam kemasan dan teh hijau kemasan. Pangsa pasar teh Indonesia di dunia yang pada 1993 sebesar 11 persen, pada 2005 menurun menjadi tujuh persen dari sekitar 1,3 juta ton pasar teh ekspor. Hal ini disebabkan karena volume ekspor teh Indonesia sebesar 94
persen masih dalam bentuk curah sementara Sri lanka dan India sebesar 30-40 persen dari total ekspornya sudah dalam bentuk produk hilir14. Disamping itu, potensi terbesar dari komoditas teh adalah makin terbukanya pasar Asia Timur, Australia dan Amerika Serikat. Di beberapa negara tersebut, komoditas teh merupakan salah satu komoditas yang mahal dan kini sudah menjadi sebuah gaya hidup untuk menjalankan kegiatan bisnis. Potensi teh, kini sudah menjadi gaya hidup di beberapa negara, bahkan untuk negara tertentu kegiatan bisnis dilakukan sambil menikmati teh.
14
Ibid
VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan Berdasarkan analisis regresi dengan gravity model yang telah dilakukan
terhadap aliran perdagangan teh Indonesia sebelum dan setelah krisis moneter ke negara-negara tujuan, maka dapat beberapa diambil kesimpulan sebagai berikut : 1.
Analisis aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan dengan gravity model dapat menjelaskan keragaman variasi variabelvariabel bebas dalam model sebesar 59,5 persen. Sisanya sebesar 40,5 persen keragaman aliran perdagangan teh Indonesia diterangkan oleh faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model seperti hambatan perdagangan, selera dan pesaing serta error.
2.
Variabel bebas yang berpengaruh positif terhadap aliran perdagangan teh Indonesia adalah populasi negara tujuan dan keadaan perekonomian di Indonesia. Variabel yang memiliki pengaruh negatif terhadap aliran perdagangan teh Indonesia adalah GDP per kapita, jarak antara Indonesia dengan negara tujuan, harga teh Indonesia di negara tujuan dan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap dollar AS. Populasi negera tujuan dan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap dollar AS signifikan dengan pengujian statistik-t pada taraf lima persen, dua variabel bebas lain yang siginifikan dengan pengujian statistik-t pada taraf 15 persen adalah harga teh Indonesia di negara tujuan dan jarak Indonesia dengan negara tujuan ekspor.
3.
Aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan setelah krisis moneter lebih besar dibandingkan sebelum krisis. Pada tahun 1995 (sebelum krisis) volume ekspor teh Indonesia sebesar 79.227 ton,
sedangkan setelah krisis moneter volume ekspor teh Indonesia tepatnya pada tahun 2006 sebesar 95.339 ton. Negara yang paling banyak menyerap ekspor teh Indonesia sebelum krisis adalah Pakistan dengan volume ekspor mencapai 15924 ton dari total volume ekspor teh Indonesia. Rusia merupakan negara yang paling banyak menyerap ekspor teh Indonesia setelah krisis moneter yaitu sebesar 14882,83 ton.
6.2
Saran
1.
Indonesia sebagai eksportir terbesar kelima teh di dunia dalam meningkatkan volume ekspor, sebaiknya mempertimbangkan potensi ekonomi dan non-ekonomi yang ada di negara-negara tujuan ekspor teh Indonesia. Negara-negara yang potensial untuk aliran perdagangan teh Indonesia di antaranya adalah Singapura memiliki jarak terdekat dengan Indonesia, Amerika Serikat memiliki populasi yang besar, Inggris merupakan negara dengan harga teh Indonesia yang kecil dan memiliki nilai tukar terhadap dollar AS yang tinggi.
2.
Sebaiknya ekspor teh Indonesia sudah dalam bentuk produk yang siap dikonsumsi, karena selama ini lebih banyak masih dalam bentuk setengah jadi. Dengan demikian, volume ekspor ke negara-negara tujuan akan meningkat dan mampu bersaing dengan negara pengekspor lainnya serta dapat memperluas pangsa pasar teh Indonesia ke negara lain.
DAFTAR PUSTAKA
Amir, M. S. 1984. Seluk Beluk dan Teknik Perdagangan Luar Negeri. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2006. Statistik Teh Indonesia. Jakarta. Boediono. 1981. Ekonomi Internasional. Pengantar Ilmu Ekonomi No.3. Edisi 1. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Gujarati, D. 1997. Ekonometrika Dasar. Erlangga. Jakarta. Hanke, J. E. Wichern, W. D. Reitsch, G. A. 2003. Peramalan Bisnis. Prenhallindo. Jakarta. Junaidi, Mirwan. 2005. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Teh Indonesia. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Mc. Holsan, W. 1992. Mikroekonomi Intermediete dan Aplikasinya. Jilid I. Erlangga. Jakarta. Mankiw. N. Gregory. 2003. Teori Makroekonomi. Edisi kelima. Erlangga. Jakarta. Resmisari, Yusi. 2006. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Teh PT Perkebunan Nusantara VIII. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Erlangga. Jakarta. Setiawati, Ita. Nasikun. 1991. Kajian Sosial Ekonomi Komoditi Teh. Aditya Media. Yogyakarta. Sunenti.
2005. Analisis Aliran Perdagangan dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Eskpor Meubel Rotan Indonesia. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tarmidi, Lepi. T. 1999. Krisis Moneter Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Turnip, C.E. 2002. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor dan Alíran Perdagangan Kopi Indonesia. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Yunita. 2006. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengauhi Aliran Perdagangan Biji Kakao Indonesia. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perbedaan dan Persamaan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu No
Peneliti (tahun)
Judul
Metode
1
Turnip (2002)
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor dan Aliran Perdagangan Kopi Indonesia
2
Junaidi (2005)
Analsis faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Teh Indonesia
Error Correlation Model (ECM)
Sunenti (2005)
Analisis Aliran Perdagangan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Meubel Rotan Indonesia
Gravity Model dan Regresi Berganda
Resmisari (2006)
Analsis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Teh PT Perkebunan Nusantara VIII
3
4
5
Yunita (2006)
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Biji kakao Indonesia
Regresi Berganda dan Gravity Model
Regresi Berganda
Regresi Berganda dan Gravity Model
Hasil Penawaran ekspor kopi Indonesia dipengaruhi oleh produksi, harga domestik, harga ekspor, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dan ekspor kopi tahun sebelumnya dan Pendapatan per kapita, jumlah penduduk dan nilai tukar dollar AS berpengaruh positif terhadap aliran perdagangan kopi. Pertumbuhan penawaran ekspor teh sebelumnya, produksi, nilai tukar rupiah terhadap dollar dan dummy berpengaruh secara nyata. MemperIuas pasar ke negara-negara yang memiliki potensi ekonomi besar, sehingga dapat menciptakan permintaan meubel rotan seperti negara-negara yang memiliki pertumbuhan penduduk, pendapatan perkapita dan niali tukar terhadap dolar yang tinggi. Variabel yang berpengaruh secara nyata pada taraf lima persen untuk ketiga negara tujuan adalah variabel harga ekspor. Populasi, jarak antara negara Indonesia, nilai tukar mata uang terhadap dollar Amerika dan kualitas biji kakao Indonesia Berpengaruh nyata terhadap aliran perdagangan.
Lampiran 2. Data Nominal yang digunakan dalam Pendugaan Model Aliran Perdagangan Teh Indonesia Sebelum dan Setelah Krisis Moneter (1995 dan 2006) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Negara Tujuan Afganistan Iran Jepang Malaysia Pakistan Singapura Mesir Australia Amerika Serikat Jerman Republik Irlandia Belanda Polandia Rusia Inggris Afganistan Iran Jepang Malaysia Pakistan Singapura Mesir Australia Amerika Serikat Jerman Republik Irlandia Belanda Polandia Rusia Inggris
Xij1 570 728 1172 4557 15294 1953 2392 3277 7589 3622 1656 6694 1269 8617 7117 1169,06 311,15 539,88 8827,37 12553,54 1196,54 938,36 2858,28 6510,97 6676,82 335,6 5894,45 3033,96 14882,83 15456,3
Pj2 1235,09 1178,57 1545,22 971,47 1085,79 1055,3 992,89 1120,23 939,12 1018,22 1046,5 1087,69 1089,05 1190,44 938,18 1186,66 1272,78 2456,19 1278,46 1462,57 2261,5 1402,78 3359,88 1257,73 1034,66 1571,64 1255,21 1327,05 1216,16 1367,03
Erj3 1486,49 2597,64 152,86 3,78 50,91 2,1 5,04 1,99 1 2,13 0,93 2,38 3,67 6,9 0,96 4659,03 13875,1 178,95 5,31 91,65 2,31 8,58 1,89 1 1,14 1,14 1,14 5,36 45,23 0,81
Nj4 22,15 59,05 126,1 21,7 130,25 3,1 59,23 18,07 263,04 81,66 3,6 15,45 38,59 147 58,76 31,06 68,69 127,76 26,64 152,8 4,36 78,89 20,26 301,13 82,7 4,06 16,49 38,54 142,89 60,61
Yj5 112 5690 24400 7730 1580 29230 3080 19510 29080 21170 17420 21300 3590 4280 20710 218 8624 32647 11858 2722 32867 4836 32938 43444 31095 44087 35078 14880 12096 35051
Dij6 6292 7405 6028 1175 5660 900 8978 5720 20108 12716 12073 11361 12320 11176 11713 6292 7405 6028 1175 5660 900 8978 5720 20108 12716 12073 11361 12320 11176 11713
Sumber : BPS (1 dan 2) , BI (3), www.infoplease.com (5), www.census.gov (4), www.indo.com (6), (2007)
D 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Lampiran 3. Output Model Analisis Regresi Gravity Model Aliran Perdagangan Teh Indonesia Sebelum dan Setelah Krisis Moneter dengan Metode OLS The regression equation is log Xij = 19,5 - 1,1025 log Pj - 0,3168 log ERj + 0,5867 log Nj -
Predictor Constant log Pj log ERj log Nj log Yj log Dij D
0,1669 log Yj - 0,4256 log Dij + 0,4104 D
Coef 19,532 -1,1025 -0,3168 0,5867 -0,1669 -0,4256 0,4104
S = 0,831688 PRESS = 25,8091
SE Coef 5,359 0,6954 0,0792 0,1495 0,1496 0,2177 0,3734
R-Sq = 59,5%
t 3,64 -1,59 -4,00 3,92 -1,12 -1,96 1,10
P 0,001 0,127 0,001 0,001 0,276 0,063 0,283
VIF 1,7 2,1 1,5 2,0 1,4 1,5
R-Sq(adj) = 48,9%
R-Sq(pred) = 34,28%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 6 23 29
SS 23,3626 15,9092 39,2719
MS 3,8938 0,6917
Durbin-Watson statistic = 2,21983
F 5,63
P 0,001
Lampiran 4. Residual Plot Data Aliran Perdagangan Teh Indonesia Sebelum dan Setelah Krisis Moneter
Probability Plot of log Xij Normal 99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
7.960 1.164 30 0.132 >0.150
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
5
6
7
8 log Xij
9
10
11
Residuals vs Fits for ln Xij Residuals Versus the Fitted Values (response is log Xij) 1.5 1.0
Residual
0.5 0.0 -0.5 -1.0 -1.5 -2.0 6.0
6.5
7.0
7.5 8.0 Fitted Value
8.5
9.0
9.5
Lampiran 5. Negara-negara Tujuan Ekspor Teh Indonesia Tahun 1995 dan 2006 Tahun 1995 Negara Tujuan
No. 1
Tahun 2006
Volume (Ton)
Nilai (US $)
Negara Tujuan
No.
Volume (Ton)
Nilai (US $)
Afganistan
570.00
704000
1
Afganistan
1169.06
1387275
2
India
437.00
504000
2
India
1765.17
2287725
3
Iran
728.00
858000
3
Iran
311.15
396025
4
Jepang
1172.00
1811000
4
Jepang
539.88
1326045
5
Malaysia
4557.00
4427000
5
Malaysia
8827.37
11285413
6
Pakistan
15294.00
16606000
6
Pakistan
12553.54
18360467
7
Arab Saudi
114.00
130000
7
Arab Saudi
211.61
549810
8
Singapura
1953.00
2061000
8
Singapura
1196.54
2705967
9
Turki
138.00
159000
9
Turki
294.44
457070
10
Mesir
2392.00
2375000
10
Mesir
938.36
1316315
11
Australia
3277.00
3671000
11
Australia
2858.28
9603471
12
Selandia Baru
376.00
307000
12
Selandia Baru
1415.49
3080099
13
Kanada
14
Amerika Serikat
15
Belgia
412.00
458000
15
Belgia
16
Jerman
3622.00
3688000
16
Jerman
17
Republik Irlandia
1656.00
1733000
17
Republik Irlandia
18
Belanda
6694.00
7281000
18
Belanda
19
Polandia
1269.00
1382000
19
Polandia
3033.96
4026211
20
Rusia
8617.00
10258000
20
Rusia
14882.83
18099833
21
Inggris
7117.00
6677000
21
Inggris
15456.30
21129177
22
Uni Emirat Arab
43.00
42000
22
Uni Emirat Arab
3003.77
3414251
23
Sri Lanka
51.00
53000
23
Sri Lanka
458.56
617663
24
Francis
779.00
900000
24
China
312.09
282437
25
Yordania
5058.00
7854000
25
Italia
60.61
85505
26
Syria
111.00
126000
26
Chile
405.40
636377
27
Taiwan
992.58
1940801
28
Maroko
336.00
319000
13
Kanada
7589.00
7127000
14
Amerika Serikat
726.00 1724,00
616.80
677027
6510.97
8189056
12.66
11408
6676.82
6908250
335.60
527441
5894.45
7398742
586000
27
Taiwan
2598000
30
Korea Selatan
26.62
52082
31
Thailand
54.79
303846
32
Philipina
44.05
442491
35
Vietnam
323.78
1551753
36
Yaman
58.18
93015
37
Mongolia
23.14
124648
39
Swiss
23.02
55193
41
Kuwait
20.40
24990
42
Fiji
98.00
114117
43
Kazakhstan
96.55
111190
1509.42
1732570
216.24
350301 129588
44
Ukraina
45
Uzbekistan
46
Latvia
94.54
47
Yordania
42.60
54375
48
Nigeria
48.40
73065
49
Djibauti
125.12
74643
50
Kenya
137.03
66262