ANALISIS KINERJA DAN POLA PERDAGANGAN PALA INDONESIA
ARYANI SUNDARI
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kinerja dan Pola Perdagangan Pala Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2016
Aryani Sundari NIM H14120028
ABSTRAK ARYANI SUNDARI. Analisis Kinerja dan Pola Perdagangan Pala Indonesia. Dibimbing oleh ARIEF DARYANTO. Pala merupakan salah satu komoditi potensial sekaligus unggulan dari subsektor tanaman perkebunan yang memberikan peluang bagi Indonesia dalam penghasil devisa melalui pangsa pasar ekspornya. Permintaan ekspor pala Indonesia di pasar internasional dapat dilihat dari perkembangan nilai dan volume ekspor. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif ekspor pala Indonesia, serta mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi ekspor pala Indonesia di sepuluh negara tujuan ekspor, yaitu Vietnam, Amerika Serikat, Belgia, Belanda, Perancis, Jerman, Spanyol, Singapura, Federasi Rusia, dan Italia. Analisis RCA menunjukkan bahwa pala Indonesia mempunyai keunggulan komparatif di sepuluh negara tujuan ekspor (RCA>1). Analisis EPD pala Indonesia di negara Perancis, Italia dan Federasi Rusia memiliki keunggulan kompetitif, di negara Amerika Serikat, Belanda, Jerman, Singapura mengalami penurunan permintaan ekspor, dan di negara Belgia, Spanyol, dan Vietnam mengalami penurunan pangsa dan permintaan ekspor pala dunia. Hasil estimasi Gravity Model menunjukkan bahwa variabel GDP riil negara tujuan dan Indonesia, jarak ekonomi, dan harga ekspor pala berpengaruh signifikan serta REER tidak berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor pala Indonesia Kata kunci: EPD, gravity model, RCA.
ABSTRACT ARYANI SUNDARI. Analysis of Performance and Trade Pattern of Indonesian Nutmeg. Supervised by ARIEF DARYANTO Nutmeg is one of potential commodity and this crop gives opportunity for Indonesia to gets foreign exchange earning through export market share. Export demand of Indonesian nutmeg in international market can be observed from growth of export in value and volume. This research aim to analyize about comparativeness advantage and competititveness advantage of export Indonesian nutmeg, and identification of factors that effect export Indonesian nutmeg in ten export destination countries, such as Vietnam, United State of America, Belgium, Netherland, French, Germany, Spain, Singapore, Federation of Russian, and Italy. RCA analysis shows that Indonesian nutmeg has competitiveness advantage in ten export destination countries (RCA>1). EPD analysis of Indonesian nutmeg has competitiveness advantage in French, Italy and Federation of Russian, and United State of America, Netherland, Germany, Singapore decreased demand for exports, and Belgium, Spain, Vietnam decreased market share and decreased demand for world's numeg exports. Estimation result of Gravity Model shows that GDP real variable of destination countries and Indonesia, economic distance, and export prices of nutmeg have significant effect, and REER has unsignificant effect to export volume of Indonesian nutmeg. Key words: EPD, gravity model, RCA
ANALISIS KINERJA DAN POLA PERDAGANGAN PALA INDONESIA
ARYANI SUNDARI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Program Studi Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Analisis Kinerja dan Pola Perdagangan Pala Indonesia” ini dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun dengan tujuan untuk mengidentifikasi keunggulan komparatif, keunggulan kompetitif pala Indonesia serta permintaan untuk ekspor yang berkelanjutan dari ketersediaan produksi pala Indonesia. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Arief Daryanto, M. Ec. yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan, masukan yang membangun, serta motivasi kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Wiwiek Rindayanti, M.Si dan Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan masukan yang membangun kepada penulis. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Sumarya, Ibu Ai Ismani selaku orang tua penulis dan keluarga atas segala doa, perhatian dan dukungan, para sahabat Lisa Meilanie, Maya Sita, Nurhalimah, Zelin Nurfadia, Eni Ratnawati, Dewi Ayu, Puput Fitri, Muhamad Seftian, Dadang Hermansyah, Muh. Taufik, Asep Abidin, Rika, Ika Mustika, Metin Yunartin, Elin Novianti, Sufiah Siti, Clara Juliana, Keluarga HIMAGA (Himpunana Mahasiswa Garut), teman-teman satu bimbingan (Annisa Safitri dan Dwi Rani W), yang selalu memberikan semangat, dukungan dan doa, serta teman-teman Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan “ESP49” yang telah membantu penelitian ini. Penulis menyadari bahwa karya ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan segala bentuk masukan dan kritik yang membangun guna menghasilkan karya yang lebih baik. Semoga karya ini dapat bermanfaat.
Bogor, April 2016
Aryani Sundari
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJUAN PUSTAKA Kerangka Pemikiran Hipotesis METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Metode Analisis dan Pengolahan Data HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Pala Indonesia Analisis Keunggulan Komparatif dan Keunggulan Kompetitif Pala Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor Periode 2009-2014 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Pala Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
vii vii vii 1 1 3 4 4 4 5 11 13 13 13 13 19 19 21 24 29 29 30 31 35 41
vii
DAFTAR TABEL 1 Pendapatan Domestik Bruto atas harga konstan 2000 menurut Lapangan Usaha tahun 2010-2014 2 Produksi dan Luas Areal Pala Indonesia Tahun 2010-2014 3 Volume Ekspor dan Nilai Ekspor Inonesia dan India Tahun 2010-2014 4 Ringkasan hubungan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian 5 Jenis dan Sumber Data 6 Selang nilai statistik durbin Watson serta keputusannya 7 Hasil RCA Komoditi Pala Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor 8 Hasil Estimasi EPD komoditi pala Indonesia di sepuluh Negara tujuan Ekspor 9 Hasil Estimasi Gravity Model Ekspor Pala Indonesia menggunakan Fixed Effect Model dengan pembobotan Cross Section (cross-section SUR)
2 2 3 11 13 19 22 23
25
DAFTAR GAMBAR
1 Total Ekspor Indonesia ke 7 Negara Bagian Tahun 2010-2014 2 Keseimbangan Parsial Perdagangan Internasional 3 Kerangka Pemikiran 4 Grafik Kuadran EPD 5 Tren volume ekspor pala ke negara tujuan ekspor tahun 2010-2014 6 Nilai ekspor pala ke dunia, produksi pala, dan luas areal tanaman pala tahun 2010-2014 7 Hasil EPD komoditi pala Indonesia di negara tujuan ekspor
1 5 12 15 20 21 24
DAFTAR LAMPIRAN 1 Output Data Ekspor Pala Indonesia 2 Hasil Uji Chow 3 Hasil Uji Hausman 4 Hasil Olahan Panel Data 5 Hasil Uji Normalitas 6 Standardized Residual 7 Uji Multikolinearitas
34 37 38 38 39 39 39
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Liberalisasi perdagangan menuntut setiap negara untuk meningkatkan daya saing produk negaranya di pasar internasional. Salah satu komponen penting dalam meningkatkan daya saing nasional adalah komponen ekspor. Peningkatan ekspor tidak hanya dilakukan dari sisi produksi untuk meningkatkan volumenya saja namun yang lebih penting adalah peningkatan daya saing. Berdasarkan data total ekspor Indonesia ke tujuh negara bagian tahun 2010-2014 menunjukan bahwa Indonesia paling banyak melakukan ekspor ke negara bagian Asia Timur dan Pasifik, Eropa dan Asia Tengah, Amerika Utara, dan Asia Selatan (WITS 2016). Tren ekspor Indonesia ke tujuh negara bagian menunjukan tren yang menurun meskipun tidak signifikan. Hal ini mengindikasikan adanya penurunan kinerja ekspor Indonesia. 125.000.000 100.000.000 75.000.000 50.000.000 25.000.000 0
2010
2011
2012
2013
2014
Tahun (US$) East Asia & Pacific South Asia Latin America & Caribbean
Europe & Central Asia Middle East & North Africa
North America Sub-Saharan Africa
Sumber : WITS ( World Integrated Trade Solution) 2016 Grafik 1 Total Ekspor Indonesia ke 7 Negara Bagian Tahun 2010-2014 (ton) Produk Domestik Bruto (PDB) yang mengalami peningkatan tidak terlepas dari peran berbagai sektor, terutama sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan sektor yang memberikan sumbangan terbesar terhadap peningkatan PDB setelah sektor Industri pengolahan dan perdagangan, hotel, dan restoran. Kontibusi sektor pertanian menunjukan tren yang meningkat setiap tahunnya. Dengan berbagai faktor produksi yang dimiliki Indonesia, sebenarnya sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki keunggulan komparatif dibanding negara lain. Selama ini ekspor hasil pertanian sebagian besar merupakan ekspor hasil perkebunan primer. Tren ekspor perkebunan yang terus meningkat memberikan gambaran bahwa produk perkebunan sudah mampu bersaing di pasar internasional sehingga mampu memberikan kontribusi yang sangat berarti dalam devisa perdagangan. Komoditi perkebunan merupakan salah satu andalan bagi pendapatan nasional dan devisa negara Indonesia. Pada tahun 2012 kontribusi subsektor perkebunan mengalami peningkatan sebesar 27.78 persen atau naik sebesar US$ 9.90 milyar. (Dirjen Perkebunan, 2015)
2 Tabel 1 Pendapatan Domestik Bruto atas harga konstan 2000 menurut lapangan usaha tahun 2010-2014 (milyar rupiah) Lapangan Usaha Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
2010
2011
2012
2013
2014
304777.1
315036.8
328279.7
339560.8
350722.2
187152.5
190143.2
193139.2
195853.2
195425
59134.9
633781.9
670190.6
707481.7
741835.7
18050.2
18889.7
20094
21254.8
22423.5
150022.4
159122.9
170884.8
182117.9
194093.4
400474.9
437372.9
473152.6
501040.6
524309.5
217980.4
241303
265383.7
291404
318527.9
221024.2
236146.6
253000.4
272141.6
288351
217842.2
232659.1
244807
258198.4
273493.3
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2016 Indonesia merupakan raja rempah dunia, namun seiring berjalannya waktu, baik produksi maupun ekspor komoditi tersebut mengalami penurunan. Pada abad ke-15 Indonesia pernah merajai perdagangan rempah dunia. Dikenalnya rempah asal Indonesia karena mempunyai cita rasa dan aroma spesifik yang diminati konsumen di pasar dunia. Bahkan beberapa daerah di Indonesia telah dikenal sebagai penghasil rempah utama, diantaranya adalah Maluku sebagai produsen cengkeh dan pala dunia. Pala (Myristica fragans Houtt) dijuluki sebagai “king of spices“, karena pala merupakan produk rempah-rempah tertua dan terpenting dalam perdagangan internasional. Peranan pala dalam perdagangan domestik maupun internasional sangat signifikan karena mampu mensuplai 75 persen kebutuhan pangsa pasar pala dunia (Direktorat Jendral Perkebunan 2015). Pala dikenal sebagai tanaman rempah yang memiliki nilai ekonomis dan multiguna karena setiap bagian tanaman dapat dimanfaatkan dalam berbagai industri. Biji, fuli dan minyak pala merupakan komoditi ekspor dan digunakan dalam industri makanan dan minuman. Minyak yang berasal dari biji, fuli dan daun banyak digunakan untuk industri obat-obatan, parfum dan kosmetik. Sebagai komoditi ekspor dan juga kebutuhan dalam negeri yang tinggi, diperlukan peningkatan pengelolaan terhadap tanaman pala agar dapat dimanfaatkan secara optimal dan memiliki kualitas yang tinggi. Tabel 2 Produksi dan Luas Areal Pala Indonesia Tahun 2010-2014 Tahun Produksi (ton) Luas Areal (ha) 2010 15793 118345 2011 22252 122396 2012 25321 134709 2013 25909 140901 2014 26468 147377
3 Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan 2016 Berdasarkan data produksi dan luas areal pala dari tahun 2010-2014 menujukan peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan produksi paling tinggi terjadi pada tahun 2011, yaitu meningkat sebesar 40.8 persen. Sedangkan peningkatan luas areal paling tinggi terjadi pada tahun 2012 yaitu meningkat sebesar 10 persen. Meskipun produksi dan luas areal meningkat setiap tahun, namun produktivitasnya tidak terlalu signifikan. Pada tahun 2014, produktivitas tanaman pala hanya 0.17 ton/ha (Direktorat Jendral Perkebunan 2015). Padahal dengan luas areal yang cukup luas diharapkan mampu menghasilkan produksi pala yang jauh lebih tinggi dari produksi yang dihasilkan saat ini. Teknologi yang digunakan dalam proses produksi masih menggunakan alat-alat sederhana merupakan salah satu penyebab rendahnya produktivitas pala. Diperlukan penyerapan teknologi yang lebih modern dalam menunjang proses produksi pala agar memiliki daya saing dan keunggulan kompetitif dengan produk-produk dari negara penghasil pala lainnya seperti Grenada dan India. Perumusan Masalah Indonesia yang cenderung mengekspor raw material atau bahan mentah dituntut untuk dapat menciptakan produk yang memiliki nilai tambah agar mempunyai daya saing di pasar internasional. Salah satu negara pengekspor pala dunia dan menjadi pesaing Indonesia dalam perdagangan khususnya ekspor pala adalah India. Volume ekspor Indonesia setiap tahunnya cenderung stabil dan tidak menunjukan peningkatan yang signifikan, sedangkan India mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tabel 3 Volume Ekspor dan Nilai Ekspor Inonesia dan India Tahun 2010-2014 Volume Ekspor ( kg) Nilai Ekspor (US$) Tahun Indonesia India Indonesia India 2010 10742897 1733263 52659.07 1278903 2011 11756339 3091827 96760.50 3519971 2012 8756128 3377350 9803305 3503987 2013 10296735 3666152 8933572 3460419 2014 11468494 3793427 8059417 3330201 Sumber : WITS (World Integrated Trade Solution) 2016 Salah satu sebab kurang meningkatnya volume ekspor Indonesia adalah masalah kualitas dari pala. Tingginya permintaan ekspor dan peran Indonesia sebagai negara pengekspor utama komoditi pala yang memiliki keunggulan di pasar internasional, tidak membuat cadangan devisa dalam negeri meningkat. Selain proses produksi yang masih tradisional, alih fungsi lahan, modal yang terbatas juga menimbulkan masalah dalam hal pembiayaan usaha juga menjadi masalah dalam peningkatan produksi dan kualitas tanaman pala. Pengelolaan yang masih tradisional juga terkait dengan masalah budidaya dimana dalam pengusahaanya masih belum menggunakan bibit unggul. Masalah rendahnya kualitas pala juga disebabkan karena kandungan alfatoksin yang cukup tinggi yang ditemukan pala pala Indonesia yang bersumber dari jamur karena kandungan
4 air dalam pala masih cukup tinggi. Masalah pengeringan pala sendiri menjadi keluhan tersendiri bagi para petani. Akibat kandungan alfatoksin yang tinggi membuat pala Indonesia sempat ditolak di beberapa negara UniEropa. Upaya untuk memberikan nilai tambah terutama pada komoditi pala agar menjadi sumber pemasukan devisa yang menjanjikan harus ditingkatkan. Pembangunan ekspor komoditi pala lebih terkonsentrasi pada faktor-faktor yang dapat mendorong produksi pala guna menambah nilai jual di pasar Internasional. Sarana teknologi yang masih tradisional dan lahan yang beralih fungsi kurang menunjang produksi pala Indonesia guna menghasilkan produk yang diinginkan pasar sehingga mampu bersaing dengan produk-produk negara pengekspor pala lainnya. Masalah lain yang dihadapi adalah fluktuasi harga yang mengakibatkan Indonesia sebagai salah satu negara produsen utama pala, belum mampu mempengaruhi harga pasar dunia atau bertindak sebagai price leader dan Indonesia masih merupakan price taker sehingga belum mempunyai bargaining position yang baik dalam perdagangan internasional. Berdasarkan uraian di atas, maka masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana keunggulan komparatif dan kompetitif pala Indonesia di negaranegara tujuan ekspor ? 2. Faktor-faktor apakah yang memengaruhi ekspor pala Indonesia di negaranegara tujuan ekspor ? Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif pala Indonesia di negara-negara tujuan ekspor. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi ekspor pala Indonesia di negara-negara tujuan ekspor. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang terkait yaitu: 1. Bagi penulis, penelitian ini sebagai sarana dalam memahami potensi yang dimiliki komoditi pala serta sebagai media untuk menjawab permasalahan dalam penelitian. 2. Bagi civitas akademik, penelitian ini dapat bermanfaat sebagai masukan dan acuan untuk mengadakan penelitian lanjutan mengenai komoditi pala. 3. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam merumuskan kebijakan yang tepat sasaran guna meningkatkan daya saing dan ekspor komoditi pala. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini berfokus pada analisis keunggulan komparatif, keunggulan kompetitif dan faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor pala Indonesia berdasarkan klasifikasi Harmonized System (HS) 2007 yaitu 090810 untuk pala. Periode tahun yang digunakan untuk analisis keunggulan komparatif dan
5 keunggulan kompetitif yaitu dari tahun 2009 sampai 2014 dan untuk analisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor pala yaitu dari tahun 2000 sampai 2014 serta sepuluh negara tujuan ekspor, yaitu Belgia, Vietnam, Amerika Serikat, Belanda, Jerman, Federasi Rusia, Perancis, Spanyol, Singapore dan Italia.
TINJAUAN PUSTAKA Landasan Teori Teori Perdagangan Internasional Perdagangan merupakan faktor penting untuk merangsang pertumbuhan ekonomi. Perdagangan internasional memiliki arti pertukaran arus barang dan jasa atas dasar kesepakatan bersama antara suatu negara dengan negara lain di dunia, kebijakan yang mengatur arus tersebut serta pengaruhnya pada kesejahteraan masing-masing negara (Oktaviani dan Novianti 2014). Volume ekspor suatu komoditi dari satu negara ke negara lain merupakan selisih antara penawaran domestik dan permintaan domestik yang disebut sebagai kelebihan penawaran (excess supply). Kelebihan penawaran dari negara tersebut merupakan permintaan impor bagi negara lain atau merupakan kelebihan permintaan (excess demand). Ekspor juga dipengaruhi oleh faktor-faktor pasar dunia seperti harga komoditi itu sendiri, jumlah komoditi itu sendiri dan komoditi substitusinya di pasar internasional serta hal-hal yang dapat mempengaruhi harga baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada Gambar 2 menjelaskan terdapat perdagangan Internasional antara negara A dan negara B. Pada perdagangan internasional antara negara A sebagai negara pengekspor dan negara B sebagai negara pengimpor terjadi keseimbangan harga komoditi di pasar internasional. Selain itu perdagangan internasional terjadi akibat kelebihan penawaran pada negara A dan kelebihan permintaan pada negara B. Pada negara A harga komoditi sebesar Pa, dan di negara B harga komoditi tersebut sebesar Pb. Pada pasar Internasional harga yang dimiliki oleh negara A akan lebih rendah (Pa) sehingga negara A akan mengalami kelebihan penawaran (excess supply) di pasar Internasional. Pada negara B, terjadi harga yang lebih tinggi dibandingkan harga pada pasar Internasional, sehingga akan terjadi kelebihan permintaan (excess demand) yang dipenuhi dari pasar Internasional. Harga
Harga Ekspor
Harga ES Pb
Sa
Sb B
P* D
Pa A Da 0 Negara A Jumlah Sumber : Salvatore, 1997
ED
0 Pasar InternasionalJumlah0
Impor
Db
Negara B
Jumlah
6 Gambar 2 Keseimbangan Parsial Perdagangan Internasional Pada keseimbangan di pasar internasional kelebihan penawaran negara A menjadi penawaran pada pasar internasional yaitu pada kurva ES. Sedangkan kelebihan permintaan negara B menjadi permintaan pada pasar internasional yaitu sebesar ED. Kelebihan penawaran dan permintaan tersebut akan terjadi keseimbangan harga sebesar P*. Peristiwa tersebut akan mengakibatkan negara A mengekspor, dan negara B mengimpor komoditi tertentu dengan harga sebesar P* di pasar Internasional. Dari penjelasan di atas didapat bahwa perdagangan Internasional (ekspor-impor) terjadi karena terdapat perbedaan antara harga domestik (Pa dan Pb), dan harga internasional (P*). Selain itu, nilai tukar mata uang (exchange rate) pada pasar internasional antara suatu negara dengan negara lain secara tidak langsung akan menyebabkan ekspor dan impor pada suatu negara. Keunggulan Komparatif dan Keunggulan Kompetitif Hukum Keunggulan Komparatif (Law of Comparative Advantage) yang dikemukakan David Ricardo dimana perdagangan antarnegara dapat dilakukan sekalipun negara tersebut tidak memiliki keunggulan absolut pada kedua komoditi yang diperdagangkan. Perdagangan tersebut dapat dilakukan dengan melakukan spesialisasi produk yang kerugian absolutnya lebih kecil atau memiliki keunggulan komparatif dan selama rasio harga antarnegara masih berbeda jika dibandingkan tidak ada perdagangan. Keunggulan komparatif dibedakan atas cost comparative advantage (labor efficiency) dan production comparative advantage (labor productivity). Suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak efisien (Oktaviani dan Novianti 2014). Penelitian ini menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Export Produdct Dynamic (EPD) yang merupakan alat ukur daya saing komparatif dan kompetitif suatu negara dengan negara lainnya sebagai eksportir utama komoditi tertentu. Model Ricardian berpendapat bahwa pola perdagangan merupakan refleksi dari perbedaan produktivitas sehingga negara mengekspor suatu komoditi yang dimana negara tersebut lebih produktif. Dalam kerangka model ini, ide pokok dari persaingan antar negara adalah bahwa konsumen hanya memiliki satu pilihan yang terbaik diantara para pemasok yang bersaing. Adanya pangsa pasar menunjukkan penguasaan pasar yang besar sering kali dimanfaatkan oleh produsen dominan untuk menguasai pasar. GDP Riil Ekspor merupakan kegiatan perdagangan internasional yang memberikan rangsangan guna menumbuhkan permintaan dalam negeri yang menyebabkan tumbuhnya industri-industri pabrik besar, bersamaan dengan struktur politik yang stabil dan lembaga sosial yang fleksibel (Todaro dan Smith, 2000). Gross Domestic Product (GDP riil) adalah nilai total dari semua barang dan jasa yang diproduksi dalam batas-batas ekonomi-politik selama periode waktu tertentu yang
7 diukur menurut harga pada tahun lain yang disesuaikan dengan inflasi. Pendapatan riil dilihat untuk mengukur kemampuan dan tren pertumbuhan kapasitas produksi suatu negara setiap tahunnya. Semakin besar GDP yang dihasilkan pada suatu negara maka semakin besar pula kemampuan negara tersebut dalam melakukan perdagangan dan diperkirakan GDP riil memiliki hubungan positif terhadap nilai ekspor (Mankiw 2005). GDP riil eksportir diperkirakan memiliki hubungan positif terhadap volume ekspor karena peningkatan GDP riil eksportir menyebabkan kemampuan ekonomi negara tersebut semakin besar sehingga negara pengekspor meningkatkan volume ekspornya. GDP riil negara importir juga memiliki hubungan positif terhadap volume ekspor karena menunjukan pendapatan total negara tersebut yang semakin besar sehingga meningkatkan kemampuan daya beli terhadap output negara pengekspor. Penelitian ini tidak menyertakan variabel populasi dalam analisis, karena dikhawatirkan variabel tersebut memiliki korelasi yang tinggi dengan variabel GDP riil (Leitao 2009). Permintaan komoditi tanaman bahan makanan digambarkan oleh jumlah ketersediaan komoditi tersebut dengan diimbangi adanya peningkatkan produktivitas guna mengatasi kehilangan kapasitas produksi saat ini. Peningkatan kapasitas produksi dapat dilakukan dengan kerjasama dengan industri, tenaga ahli dan rumah tangga yang terspesialisasi dalam memproduksi komoditi tersebut. REER (Real Effective Exchange Rate) Selain faktor-faktor dalam teori permintaan ekspor seperti harga komoditi, pendapatan rumah tangga, harga komoditi lain, selera, distribusi pendapatan dan populasi suatu negara, faktor nilai tukar juga dapat memengaruhi permintaan ekspor suatu negara. Nilai tukar dibagi menjadi dua yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil, nilai tukar nomina adalah harga relatif dari mata uang dua negara sedangkan nilai tukar riil adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara (Mankiw 2005). Nilai tukar riil efektif (REER) adalah nilai tukar rata-rata dalam perdagangan yang dihitung dari suatu mata uang terhadap mata uang negara mitra dagang yang telah disesuaikan dengan perbedaan inflasi dan dinyatakan sebagai indeks relatif terhadap tahun dasar. Oleh karena itu perubahan pada REER akan mempengaruhi perkembangan nilai tukar antar mitra dalam perdagangan internasional. Jarak ekonomi Dalam perdagangan internasional tidak hanya melihat kondisi jarak geografis saja untuk melihat aliran perdagangan sehingga memerlukan nilai Gross Domestic Product (GDP) riil suatu negara agar dapat menunjukan kondisi jarak ekonomi. Jarak ekonomi memiliki hubungan negatif terhadap volume ekspor sehingga apabila jarak tersebut semakin jauh dari pasar maka akan berpengaruh pada mahalnya biaya transportasi serta akan menurunkan jumlah komoditi yang diekspor. Menurut Li et al (2008) untuk variabel jarak digantikan dengan menggunakan jarak ekonomi rata-rata yang telah diboboti untuk menunjukan biaya perdagangan yang mana 𝐷𝑖𝑠𝑡𝑖 merupakan jarak geografis antar negara. Jarak ekonomi memiliki rumus:
8
𝐷𝑖𝑠𝑡𝑒𝑖 = 𝐷𝑖𝑠𝑡𝑖 x Dimana : 𝐷𝑖𝑠𝑡𝑒𝑖 𝐷𝑖𝑠𝑡𝑖 𝐺𝐷𝑃𝑖 ∑𝑛1 𝐺𝐷𝑃𝑖
𝐺𝐷𝑃𝑖 ∑𝑛 1 𝐺𝐷𝑃𝑖
...................................(1)
: Jarak ekonomi antara negara pengekspor dengan pengimpor : Jarak geografis antara negara pengekspor dengan pengimpor : GDP negara pengimpor : Total GDP seluruh negara pengimpor yang dianalisis Harga Ekspor
Harga merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi jumlah permintaan konsumen terhadap suatu barang dan jasa. Harga yang semakin tinggi akan membuat jumlah permintaan mengalami penurunan. Harga ekspor nominal diperoleh dari nilai ekspor suatu komoditi negara asal ke negara tujuan dibagi dengan volume ekspor komoditi tersebut. Fungsi permintaan untuk konsumsi suatu komoditi dalam perdagangan internasional tidak hanya dipengaruhi oleh PDB suatu negara namun dipengaruhi pula oleh harga baik harga domestik maupun harga internasional. Harga domestik digunakan untuk melihat permintaan dalam negeri. Selain harga domestik dan harga internasional, harga ekspor merupakan variabel penting dalam perdagangan internasional karena memengaruhi daya beli konsumen untuk suatu komoditi dari negara lain. Jika harga ekspor semakin meningkat, maka daya beli konsumen terhadap suatu komoditi menurun sehingga dapat menurunkan permintaan terhadap komoditi tersebut (Aslan et al. 2008). Adapun harga dapat dicari dengan membandingkan nilai ekspor dengan volume ekpor. 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐸𝑘𝑠𝑝𝑜𝑟
Harga Ekspor = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐸𝑘𝑠𝑝𝑜𝑟 .....................(2) Kondisi Indonesia sebagai negara perekonomian terbuka kecil juga menyebabkan harga domestik suatu komoditi dipengaruhi oleh perekonomian dunia sehingga ketika terjadi fluktuasi harga, baik harga ekspor maupun harga impor di suatu pasar akan segera direspon oleh pasar lainnya (Pitaningrum 2005). Hal ini dapat dijadikan sinyal bagi petani pala di Indonesia terkait pengaruh perubahan harga ekspor pala terhadap harga di domestik, dimana harga domestik telah ditetapkan oleh produsen atau petani terlebih dahulu. Konsep Panel Data Panel data adalah bentuk data yang merupakan gabungan dari data time series dan cross section. Dalam teori ekonometrika, panel data dapat mengatasi masalah pengestimasian yang kurang baik akibat sedikitnya jumlah observasi jika hanya dengan menggunakan data time series atau cross section saja. Data cross section adalah data yang dikumpulkan pada suatu waktu tertentu yang menggambarkan keadaan pada waktu tersebut. Data time series adalah data yang dikumpulkan secara berkala untuk melihat perkembangannya dari waktu ke waktu. Implikasi yang diperoleh dari kombinasi tersebut adalah bahan hasil estimasi dari model data panel lebih efisien, dikarenakan jumlah observasi lebih
9 banyak. Selain itu, penggunaan model data panel juga dapat mengurangi efek bias seiring dengan meningkatnya derajat bebas (degree of freedom). Dalam pengolahan data panel dikenal tiga macam metode yang biasa digunakan dalam sebuah penelitian, yaitu metode pooled least square, metode efek tetap (fixed effect), dan metode efek acak (random effect). Metode data panel dapat memberikan keuntungan dibandingkan hanya dengan menggunakan data time series atau cross section saja (Baltagi 2005), yaitu: 1. Data panel dapat mengendalikan heterogenitas individu. 2. Dapat memberikan informasi yang lebih banyak, mengurangi kolinearitas diantara variabel, memperbesar derajat bebas atau degree of freedom dan lebih efisien. 3. Dapat lebih baik untuk studi dynamic of adjustment. 4. Dapat diandalkan untuk mengidentifikasi dan mengukur efek yang tidak dapat dideteksi dalam model time series atau cross section saja. Konsep Model Gravitasi (Gravity Models) Gravity model didasarkan atas teori Sir Isaac Newton tentang gravitasi. Model ini memperkirakan bahwa volume perdagangan antara kedua negara berhubungan lurus dengan pendapatan masing-masing negara tersebut, dan berhubungan terbalik dengan hambatan perdagangan antar negara. Terinspirasi oleh apple jatuh, Newton pada tahun 1687 menemukan hukum Gravitasi. Spesifikasi model Gravitasi yang dipersembahkan oleh Bergstrand et al (2010) ditunjukkan pada persamaan berikut : 𝑃𝑋𝑖𝑗,𝑡 = α0 (𝑌𝑖,𝑡 )βi (𝑌𝑗,𝑡 )β2 (𝐷𝑖𝑗 )β3 (𝐴𝑖𝑗 )β4 ζ𝑖𝑗 .....(3) Persamaan tersebut menggambarkan volume ekspor antara dua mitra dagang sebagai fungsi dari Gross Domestic Product (GDP) mereka dan jarak diantara keduanya. Dimana: 𝑃𝑋𝑖𝑗,𝑡 menggambarkan volume ekspor dari negara i ke negara j, pada waktu t. 𝑌𝑖,𝑡 menggambarkan GDP negara i, pada waktu t. 𝑌𝑗,𝑡 menggambarkan GDP negara j, pada waktu t. 𝐷𝑖𝑗 menggambarkan jarak geografis (dalam mil) antara negara i dengan negara j. 𝐴𝑖𝑗 menggambarkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perdagangan bilateral antara negara i dengan negara j. Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai biji pala dilakukan oleh Yolanda (2008) yang menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan biji pala Indonesia ke negara tujuan dan memprediksi volume ekspor pala Indonesia untuk 10 tahun kedepan. Analisis yang dilakukan menggunakan Metode OLS (Method of Ordinary Least Squares) dengan hasil variabel nilai tukar mata uang dan volume ekspor biji pala dari Indonesia ke negara tujuan satu tahun sebelumnya akan mempengaruhi aliran perdagangan pala. Dalam memprediksi volume ekspor pala digunakan metode Box-Jenkins (ARIMA) dengan model ARIMA yang memenuhi syarat adalah ARIMA (0, 1, 1). Hal ini menunjukan bahwa perdagangan pala berpengaruh terhadap perekonomian dan Indonesia bisa meningkatkan produksi dan luas area untuk memenuhi kebutuhan dimasa mendatang.
10 Penelitian mengenai biji pala dilakukan oleh Raharti (2013) yang menganalisis mengenai daya saing dan faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor pala Indonesia. Analisis yang dilakukan adalah menggunakan analisis komparatif RCA (Revealed Comparative Advantages) dan Gravity Model. Nilai RCA Indonesia ke negara tujuan ekspor pala sangat berfluktuaktif. Nilai RSA yang berfluktuatif menunjukkan bahwa pala Indonesia memiliki daya saing yang kuat sehingga dapat menguasai secara penuh perdagangan pala di pasar Belanda, Belgia, Singapura, Italia, Amerika Serikat dan Jerman. Variabel yang signifikan pada taraf nyata lima persen adalah variable harga riil dan jarak ekonomi. Sedangkan variabel GDP perkapita negara tujuan dan nilai tukar riil negara tujuan terhadap rupiah tidak berpengaruh pada taraf nyata lima persen. Variabel-variabel harga riil pala dunia dan jarak ekonomi sesuai dengan hipotesis yang diinginkan dimana variabel harga riil berpengaruh positif dan jarak ekonomi berpengaruh negative terhadap volume ekspor pala Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Ademe dan Yismawuntuk (2013) menganalisis pola perdagangan kopi Ethiophia dari segi permintaan dan penawaran kopi dengan menggunakan model gravitasi. Model gravitasi digunakan untuk mengidentifikasi bagaimana kekuatan negara importir dan negara eksportir dalam mempengaruhi perdagangan kopi Ethiophia. Hasil dari analisis menunjukan bahwa permintaan ekspor kopi dan GDP mitra dagang berpengaruh signifikan dalam peningkatan ekspor kopi. Penelitian ini juga sesuai dengan hipotesis Mundell-Fleming, yang menyatakan bahwa devaluasi mata uang nominal secara terus-menerus akan menghasilkan perbaikan jangka panjang terhadap pendapatan yang bersumber dari peningkatan ekspor, artinya devaluasi Birr Ethiopia meningkatkan nilai ekspor kopi dari Ethiopia selama sepuluh tahun terakhir dan menunjukan perbaikan tingkat ekspor komoditi tertentu. Penelitian yang dilakukan oleh Lubis (2013) menganalisis faktor yang memengaruhi kinerja ekspor Indonesia. Harga dan produk domestik bruto digunakan sebagai variabel untuk memprediksi kinerja ekspor Indonesia, dan diasumsikan bahwa harga agregat dan produk domestik bruto akan membuat perubahan 30 sampai 70 persen kinerja. Penelitian ini menggunakan analisis multiregresi dan menunjukan bahwa ekspor Indonesia dipengaruhi oleh sepuluh mitra utama yaitu adalah Australia, China, Prancis, Jerman, Jepang, Rep. Korea., Malaysia, Thailand, Inggris dan Amerika Serikat. Kinerja ekspor Indonesia dengan mitra dagang dipengaruhi oleh fluktuasi GDP per kapita negara tujuan ekspor. Selain itu, kinerja ekspor Indonesia untuk barang-barang pertanian dan industri pada umumnya tergantung pada fluktuasi harga komoditi, GDP per kapita negara tujuan, dan nilai tukar riil efektif. Penelitian yang dilakukan oleh Meiri et al (2013) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan kopi Indonesia di pasar internasional dan menjelaskan potensi perdagangan kopi Indonesia di negara tujuan. Metode analisis yang digunakan adalah analisis data panel dengan gravity model dan analisis potensi perdagangan dengan mitra dagang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh signifikan terhadap ekspor kopi Indonesia adalah GDP riil per kapita Indonesia, GDP riil per kapita negara tujuan, jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara tujuan, dan keanggotaan WTO. Sementara itu, Indonesia memiliki potensi untuk melakukan ekspansi perdagangan kopi ke negara-negara tujuan di masa yang akan datang karena
11 perdagangan kopi Indonesia di negara tujuan masih dibawah standar nilai perdagangan yang seharusnya dicapai. Implikasi kebijakan adalah Indonesia harus meningkatkan pangsa pasar dengan memprioritaskan untuk mengekspor kopi ke Mesir dan Aljazair karena kedua negara tersebut memiliki pertumbuhan GDP riil per kapita yang tinggi dan perdagangan kopi Indonesia di Mesir dan Aljazair masih dibawah standar nilai perdagangan yang seharusnya dicapai. Rafiana (2014) melakukan penelitian dengan tujuan untuk menganalisis keunggulan komparatif hasil olahan rumput laut Indonesia di Denmark, Jepang, Amerika Serikat, Italia, Jerman dan United Kingdom dengan menggunakan RCA dan faktor-faktor yang memengaruhinya dengan menggunakan panel data statis. Hasil analisis menunjukkan bahwa Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada hasil olahan rumput laut di Denmark, Italia, Jerman dan United Kingdom. Hasil olahan rumput laut memiliki daya saing juga di Jepang dan Amerika Serikat, meskipun menghasilkan nilai RCA di bawah satu pada tahun 2001 hingga 2004. Hasil penelitian dengan menggunakan panel data statis menunjukkan produksi rumput laut dan produktivitas industri pengolahan positif memengaruhi daya saing hasil olahan rumput laut, sedangkan harga ekspor hasil olahan rumput laut, nilai ekspor negara pesaing dan dummy krisis berpengaruh negatif. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu penelitian ini menggunakan komoditas pala kode Harmony System (HS) 2007 enam digit yaitu HS 090810. Negara yang diteliti dalam penelitian ini merupakan sepuluh negara utama tujuan ekspor pala Indonesia yaitu Belgia, Vietnam, Amerika Serikat, Belanda, Jerman, Federasi Rusia, Perancis, Spanyol, Singapore dan Italia serta tahun analisis yang lebih panjang. Penelitian ini menggunakan analisis RCA dan EPD untuk mengetahui daya saing komparatif dan daya saing kompetitif serta analisis gravity model untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor pala Indonesia ke negara tujuan ekspor dengan lima variabel dependen, yaitu GDP riil negara tujuan, GDP riil negara Indonesia, harga ekspor, jarak ekonomi, dan nilai tukar riik efektif. Tabel 4 Ringkasan hubungan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian Hubungan dengan Variabel Dependen Variabel Independen Positif Negatif GDP Riil Eksportir Ademe dan Yismawuntuk 2013 GDP Riil Importir Ademe dan Yismawuntuk 2013 Yuniartin 2013 Jarak Ekonomi Li, Song, Zhao 2008 Nilai Tukar Riil Efektif Lubis 2013 Aslan et al 2008 Harga Ekspor Pitaningrum 2015 Kerangka Pemikiran Indonesia merupakan negara berkembang dan sangat bergantung pada sektor pertanian terutama dalam kegiatan perekonomiannya. Indonesia juga memiliki kekayaan alam yang sangat berlimpah, dengan kekayaan alam yang berlimpah tersebut terdapat hasil pertanian dalam kategori tanaman rempah-
12 rempah yang memiliki potensi sangat besar untuk dikembangkan. Untuk itu perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh pada aliran ekspor pala Indonesia di pasar internasional. Selain itu perlu diketahui juga nilai daya saing yang dimiliki komoditi pala Indonesia.
Indonesia sebagai Produsen Pala dan Eksportir terbesar Pala Dunia
Pertumbuhan Produksi dan Luas Areal Pala Indonesia
Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Pala Indonesia
GDP riil eksportir Daya saing pala Indonesia : Metode RCA Metode EPD
Faktor-faktor yang memengaruhi ekspor pala Indonesia: Gravity models
GDP riil importir Jarak ekonomi Harga ekspor
REER Strategi dan Kebijakan Pemerintah dalam Peningkatan Ekspor Pala Indonesia Gambar 3 Kerangka Pemikiran Pala Indonesia harus memiliki dayasaing yang tinggi agar mampu bersaing dengan negara ekportir pala lainnya dalam perdagangan internasional. Pasar bebas dunia pada tahun 2020 akan membawa pengaruh besar terhadap negara-negara dalam perdagangan internasional, maka negara-negara pengekspor termasuk Indonesia akan memanfaatkan kondisi tersebut untuk memasarkan hasil pertaniannya. Adanya preferensi konsumen terhadap suatu produk barang atau jasa yang dikonsumsi menunjukkan kesukaan konsumen dari berbagai pilihan
13 produk yang ada (Kotler 1997). Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan dari penelitian yang berjudul “Analisis Kinerja dan Pola Perdagangan Pala Indonesia” adalah menggambarkan keunggulan komparatif dan kompetitif, serta menganalisis ekspor pala Indonesia.
Hipotesis 1. GDP negara Indonesia berpengaruh positif terhadap volume ekspor pala Indonesia. 2. GDP negara tujuan berpengaruh positif terhadap volume ekspor pala Indonesia. 3. Jarak ekonomi berpengaruh negatif terhadap volume ekspor pala Indonesia. 4. Nilai tukar riil efektif mata uang negara tujuan terhadap dollar berpengaruh negatif terhadap volume ekspor pala Indonesia. 5. Harga ekspor pala dunia berpengaruh negatif terhadap volume ekspor pala Indonesia.
METODE Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data panel meliputi data tahunan selama 15 tahun yaitu dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2014 sepuluh negara tujuan ekspor, yaitu Belgia, Vietnam, Amerika Serikat, Belanda, Jerman, Federasi Rusia, Perancis, Spanyol, Singapore dan Italia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari beberapa instansi. Tabel 5 Jenis dan Sumber Data Jenis Data Nilai ekspor pala HS 090810 Volume ekspor pala HS 090810 GDP riil Nilai tukar riil efektif Jarak geografis
Sumber UNComtrade dan WITS UNComtrade dan WITS Worldbank (diolah) UNCTAD CEPII
Metode Analisis dan Pengolahan Data Pada penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode deskriptif baik berupa tabel dan grafik serta metode kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk memberikan penjelasan mengenai perkembangan industri pala Indonesia dan potensinya di pasar internasional. Metode kuantitatif digunakan untuk
14 menganalisis keunggulan komparatif dan kompetitif, serta faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor pala Indonesia di negara tujuan. Metode kuantitatif Revealed Comparative Advantage (RCA), dan Export Product Dynamic (EPD) digunakan untuk menganalisis posisi dayasaing dan keunggulan komparatif serta kompetitif produk Indonesia di pasar Internasional dari tahun 2009 sampai 2014. Faktor-faktor yang memengaruhi ekspor pala dari tahun 2000 sampai 2014 dianalisis dengan menggunakan metode panel data dengan model yang digunakan yaitu Gravity Model. Data diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel 2013 dan Eviews 6 yang kemudian hasil outputnya diintepretasikan. Revealed Comparative Advantages (RCA) Revealed Comparative Advantage (RCA) digunakan untuk menganalisis keunggulan komparatif atau dayasaing suatu komoditi dalam suatu negara. Komoditi yang memiliki keunggulan komparatif diasumsikan efisien secara ekonomi. Teori keunggulan komparatif menyatakan bahwa suatu negara dapat mengekspor barang tertentu karena dapat menghasilkan barang tersebut dengan biaya yang murah dibandingkan dengan produk lain. Variabel yang diukur adalah kinerja ekspor suatu produk terhadap nilai total ekspor suatu wilayah yang kemudian dibandingkan dengan pangsa nilai produk dalam perdagangan dunia. Jika nilai RCA lebih besar dari satu (RCA>1), maka negara tersebut mempunyai keunggulan komparatif dalam produknya. RCA =
𝑋𝑘𝑗 /𝑋𝑡 𝑊𝑘𝑗 /𝑊𝑡
................................................(4)
Dimana: Xij : Nilai ekspor komoditi k Indonesia ke negara j Xit : Total nilai ekspor Indonesia ke negara j Wj : Nilai ekspor komoditi k dunia ke negara j Wt : Total nilai ekspor dunia ke negara j Keunggulan metode Revealed Comparative Advantage adalah mengurangi dampak pengaruh campur tangan pemerintah sehingga kita dapat melihat keunggulan komparatif suatu produk dengan jelas dari waktu ke waktu. Sedangkan kelemahannya adalah Indeks RCA tidak dapat menjelaskan apakah pola perdagangan yang sedang berlangsung tersebut optimal. Dengan perhitungan RCA dapat diketahui keunggulan komparatif komoditi pala Indonesia yang diekspor. Nilai RCA>1 menunjukan bahwa pangsa sektor A di suatu negara lebih besar dari pangsa rata-rata komoditi yang bersangkutan dalam ekspor di suatu negara tertentu, artinya bahwa negara tersebut relatif lebih berspesialisasi pada komoditi yang bersangkutan. Export Product Dynamic (EPD) Pendekatan Export Product Dynamic digunakan untuk mengindentifikasi dayasaing atau keunggulan kompetitif suatu produk, juga mengetahui apakah suatu produk dalam performa yang dinamis atau tidak. Metode yang paling sering digunakan untuk mengidentifikasi produk-produk dinamis adalah dengan memilih
15 pasar berdasarkan tingkat pertumbuhannya selama periode yang ditetapkan. Matriks EPD terdiri dari daya tarik pasar dan informasi kekuatan bisnis. Kombinasi daya tarik pasar dan kekuatan bisnis menghasilkan karakter posisi produk ke dalam empat kategori, yaitu rising star, falling star, lost opportunity, dan retreat. Posisi pasar yang ideal adalah yang mempunyai pangsa pasar tertinggi pada ekspornya sebagai Rising Star, yang menunjukkan bahwa negara tersebut memperoleh tambahan pangsa pasar pada produk mereka yang bertumbuh cepat (fast-growing products). Lost Opportunity, terkait dengan penurunan pangsa pasar pada produk-produk yang dinamis, adalah yang posisi yang paling tidak diinginkan. Falling Star juga tidak disukai, meskipun masih lebih baik jika dibandingkan dengan Lost Opportunity, karena pangsa pasarnya tetap meningkat. Sementara itu, Retreat biasanya tidak diinginkan, tetapi pada kasus tertentu dapat diinginkan jika pergerakannya menjauhi produk-produk yang stagnan dan menuju produk-produk yang dinamik (Bappenas, 2009).
Sumber : Oktaviani dan Novianti 2014 Gambar 4 Grafik Kuadran EPD Analisis Gravity Model Variabel yang digunakan dalam analisis metode panel adalah data volume ekspor pala ke negara tujuan, data Produk Domestik Bruto riil Indonesia, data Produk Domestik Bruto riil negara tujuan ekspor, data jarak ekonomi, nilai tukar riil efektif mata uang negara tujuan dan harga ekspor pala dunia. Data yang dipergunakan adalah data panel dengan menggabungkan data time series 2000 sampai 2014 dan cross section yaitu Belgia, Vietnam, Amerika Serikat, Belanda, Jerman, Federasi Rusia, Perancis, Spanyol, Singapore dan Italia. Sepuluh negara tersebut dipilih melalui identifikasi sumber data dimana negara-negara tersebut secara rutin mengimpor pala Indonesia selama periode penelitian yakni dari tahun 2000 hingga 2014. Estimasi model menggunakan data panel dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu pooled least square, fixed effect, dan random effect. Dugaan persamaan ekspor pala Indonesia dirumuskan sebagai berikut: Ln 𝑋𝑖𝑗𝑡 = β0 + β1 𝑙𝑛𝐺𝐷𝑃𝑗𝑡 + β2 𝑙𝑛𝐺𝐷𝑃𝑖𝑡 + β3 𝑙𝑛𝐸𝐶𝑂𝐷𝐼𝑆𝑇𝑖𝑗𝑡 + β4 𝑙𝑛𝑃𝐸𝑋𝑖𝑡 + β5 𝑙𝑛𝑅𝐸𝐸𝑅𝑗𝑡 + 𝜇𝑖𝑡 ...............................................(5)
16 Dimana: 𝑋𝑖𝑗𝑡 𝐸𝐶𝑂𝐷𝐼𝑆𝑇𝑖𝑗𝑡 𝑅𝐸𝐸𝑅𝑗𝑡 𝐺𝐷𝑃𝑗𝑡 𝐺𝐷𝑃𝑖𝑡 𝑃𝐸𝑋𝑡 𝜇𝑖𝑡 β0 β𝑛 t
: Volume ekspor pala dari Indonesia ke negara j tahun t (Kg) : Jarak ekonomi antar negara Indonesia dan negara j (Km) : Nilai tukar riil mata uang mata uang negara j terhadap rupiah (mata uang negara tujuan/US$) : PDB riil negara j pada tahun ke-t (US$) : PDB riil negara Indonesia pada tahun ke-t (US$) : Harga ekspor pala di pasar dunia pada tahun ke-t (US$/kg) : error term : intercept : slope : tahun yang diteliti (2000-2014) Definisi Operasional
Untuk memperjelas variabel-variabel yang dituliskan dalam persamaan gravity model, maka definisi operasional variabel-variabel tersebut yaitu: 1. Volume ekspor pala Indonesia di pasar Internasional menjadi variabel endogen dalam model yang merupakan total permintaan ekspor pala Indonesia. Volume ini dinyatakan dalam satuan kg. 2. Jarak ekonomi pendekatan yang mewakili biaya transportasi. 3. Nilai tukar riil efektif mata uang negara tujuan terhadap dollar Amerika, dinyatakan dalam mata uang asing/USD. 4. Nilai PDB riil negara i adalah nilai produk domestik negara i (eksportir) yang dihasilkan perekonomian negara tersebut dalam satu tahun berdasarkan harga konstan tahun 2000 selama periode 2000-2014, dinyatakan dalam US$. 5. Nilai PDB riil negara j adalah nilai produk domestik riil negara tujuan ekspor (importir) yang dihasilkan perekonomian negara tersebut dalam satu tahun berdasarkan harga konstan tahun 2000 selama periode 20002014, dinyatakan dalam US$. 6. Harga ekspor pala merupakan harga ekspor pala yang berlaku di pasar internasional yang dinyatakan dalam US$/kg. Uji Kesesuaian Model Pemilihan model yang digunakan dalam suatu penelitian harus dipertimbangkan secara statistik. Hal ini ditujukan untuk dapat memeroleh dugaan yang efisien. Terdapat tiga pengujian yang umum digunakan dalam menentukan model yang digunakan dalam pengolahan data panel yaitu Chow Test, Hausman Test dan LM Test. Chow Test Uji Chow Test digunakan untuk memilih model yang lebih baik diantara model Pooled Least Square atau Fixed Effect. Hipotesis dari pengujian ini adalah sebagai berikut : H0 : model pooled least square H1: model fixed effect
17 Jika nilai Chow statistic hasil pengujian lebih besar dari F tabel maka tolak H0 sehingga model yang digunakan adalah fixed effect dan sebaliknya. Hausman Test Hausman Test dilakukan untuk memilih model yang digunakan di antara model fixed effect dan model random effect. Model fixed effect mengandung unsur trade off dimana suatu unsur derajat bebas dapat hilang dengan memasukkan variabel dummy. Penggunaan model random effect harus diperhatikan ada tidaknya pelanggaran asumsi dari setiap komponen galat. Hipotesis dari pengujian ini adalah sebagai berikut: H0 : Model random effect H1 : Model Fixed effect Sebagai dasar penolakan H0 maka digunakan Statistik Hausman dan membandingkannya dengan Chi-Square. Jika nilai uji Hausman lebih besar dari chi square, cukup bukti untuk menolak H0. Hal ini berarti model yang dipilih adalah model fixed effect dan sebaliknya. LM Test LM Test atau The Breusch – Pagan LM Test digunakan sebagai pertimbangan statistik dalam memilih model Random Effect Model versus Pooled Least Square. Pengujian hipotesisnya sebagai berikut: H0 : PLS H1 : Random Effect Model Dasar penolakan H0 dengan menggunakan statistik LM yang mengikuti distribusi Chi-Square. Uji Kriteria Ekonomi Uji kriteria ekonomi dalam model bertujuan untuk mengetahui apakah model telah memenuhi kriteria ekonomi dan dugaan hipotesis. Uji ini dilakukan dengan melihat tanda koefisien pada hasil estimasi model yang dianalisis. Uji Kriteria Statistik Uji kriteria statistik dapat dilakukan dengan maksud memeriksa atau menguji apakah variabel-variabel yang digunakan dalam model regresi signifikan atau tidak. Signifikan sendiri mengandung arti suatu nilai dari parameter regresi yang secara statistik tidak sama dengan nol. Ada beberapa jenis uji hipotesis yang dapat dilakukan terhadap variabel regresi. 1. Koefisien Determinasi (R2) Uji koefisien determinasi merupakan uji kesesuaian model yang bertujuan untuk mengukur keragaman variabel independen yang dapat diterangkan oleh variabel dependen. Ketika R2=1, berarti seratus persen variasi dalam variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen yang terdapat dalam persamaan model. 2. Uji-F Uji-F digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel independen di dalam model secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen dengan membandingan nilai kritis F dengan hasil F-hitung. Pengujian hubungan antara variabel independen dan variabel dependen dilakukan melalui pengujian besar
18 perubahan dari variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh perubahan nilai semua variabel independen. Analisis pengujian tersebut adalah sebagai berikut : Perumusan Hipotesis: H0: β1 = β2 = β3 = βk = 0 H1: Minimal ada satu nilai β yang tidak sama dengan nol Uji statistik yang digunakan: Fhitung = e2/(k-1) / (1- e2)/(nk) Dimana : e2 = Jumlah kuadrat regresi (1- e2) = Jumlah kuadrat sisa n = Jumlah pengamatan k = Jumlah parameter Kriteria uji : Fhitung > Ftabel,(k-1)(n-k) maka tolak H0 Jika tolak H0 berarti secara bersama-sama variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas pada taraf nyata α persen, demikian pula sebaliknya. 3. Uji-t Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen secara individu (masing-masing) berpengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel independen. Hipotesis: H0: βk = 0 H1: βk ≠ 0 Uji statistik yang digunakan, thitung = bi / S(bi) ttabel = tα(n-k) dimana: S(bi) = Standar deviasi parameter untuk bi bi = Koefisien ke-i yang diduga Kriteria uji : ⎢t hitung ⎢> tα /2,(n-k) maka tolak H0, dimana jumlah observasi dilambangkan dengan huruf n, dan huruf k melambangkan jumlah variabel (termasuk intercept). Selain itu, jika probabilitas (p-value) lebih kecil dari taraf nyata maka dapat digunakan juga untuk menolak H0. Jika H0 berarti variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas pada taraf nyata α persen, demikian sebaliknya. Uji Asumsi Klasik Dalam analisis regresi, terdapat empat asumsi yang harus diuji yaitu heteroskedastisitas, multikolineritas, dan autokorelasi. Selain itu ada uji normalitas untuk mengetahui apakah error term menyebar normal atau tidak. 1. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah salah satu penyimpangan pada asumsi klasik statistika. Heteroskedastisitas terjadi jika ragam sisaan tidak konstan, hal ini dilambangkan dengan Var (μi) = E (μi2) = σi2. Masalah ini sering terjadi jika ada penggunaan data cross section dalam estimasi model, namun dapat terjadi juga dalam data time series. Salah satu cara mengatasi masalah ini adalah dengan menggunakan metode Generalized Least Square (GLS). Metode ini merupakan metode kuadrat terkecil yang terboboti, dimana model ditransformasi dengan memberikan bobot pada data asli (Juanda 2009). 2. Uji Multikolinieritas Multikolinieritas merupakan suatu penyimpangan asumsi akibat adanya keterkaitan atau hubungan linier antar variabel bebas penyusun model. Indikasi
19 adanya multikolinieritas dapat dilihat jika dalam model yang dihasilkan terbukti signifikan secara keseluruhan (uji-F) dan memiliki nilai R-squared yang tinggi namun banyak variabel yang tidak signifikan (uji-t). Salah satu cara mengatasi masalah ini adalah dengan menggabungkan data cross section dengan data time series (Juanda 2009). 3. Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah adanya korelasi serial antara sisaan (μt). Juanda (2009) menjelaskan akibat adanya autokorelasi dalam model yang diestimasi yaitu pendugaan parameter masih tetap tidak bias dan konsisten namun penduga ini memiliki standar error yang bias ke bawah, atau lebih kecil dari nilai yang sebenarnya sehingga nilai statistik uji-t tinggi (overestimate). Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menggunakan metode Generalized Least Square dalam estimasi model (Gujarati, 2004). Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dalam sebuah persamaan regresi dapat dilakukan uji Durbin-Watson (DW). Dalam Eviews 6 dijelaskan bahwa jika nilai DW tersebut sudah lebih dari 1.5 dan mendekati 2 maka dapat dikatakan tidak ada autokorelasi. Tabel 6 Selang nilai statistik durbin Watson serta keputusannya Nilai Durbin-Watson Kesimpulan DW < 1.10 Ada autokorelasi 1.10 < DW < 1.54 Tanpa kesimpulan 1.55 < DW < 2.46 Tidak ada autokorelasi 2.46 < DW < 2.90 Tanpa kesimpulan DW > 2.91 Ada autokorelasi 4. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk memeriksa apakah error term menyebar normal atau tidak. Hipotesis yang digunakan adalah H0 : error term menyebar normal H1 : error term tidak menyebar normal Uji normalitas diaplikasikan dengan melakukan tes Jarque Bera, jika nilai probabilitas yang diperoleh lebih besar dari taraf nyata yang digunakan, maka terima H0 yang berarti error term dalam model sudah menyebar normal.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Pala Indonesia Indonesia terkenal akan rempah-rempah yang sangat diminati di seluruh dunia, salah satunya adalah pala. Pala Indonesia dijuluki rajanya rempah karena memiliki cita rasa dan aroma yang khas. Pala Indonesia memiliki nilai tinggi di pasar dunia karena rendemen minyaknya tinggi. Indonesia sendiri memiliki sumber daya genetik pala yang besar dengan pusat keragaman tanaman berada di Kepulauan Maluku. Keragaman tanaman tertinggi ditemukan di Pulau Banda,
20 Siau, dan Papua. Sebagai pusat keragaman genetik maka tanaman pala di daerah ini perlu dikelola, dikembangkan, dan dimanfaatkan secara optimal. Biji pala Sulawesi utara sudah cukup lama diekspor ke berbagai negara dan hingga saat ini masih tetap berlangsung. Ada beberapa daerah di Sulawesi utara yang merupakan penghasil pala, salah satunya di daerah Minahasa Utara yang merupakan sentra produksi pala. Penghasil pala terbesar adalah Kabupaten Minahasa Utara dan sebagian penduduknya bergantung pada sektor pertanian khususnya pada komoditi pala. Pala merupakan tanaman rempah asli Maluku dan telah diperdagangkan dan dibudidayakan secara turun-temurun dalam bentuk perkebunan rakyat di sebagian besar Kepulauan Maluku. Tanaman pala merupakan tumbuhan berbatang sedang dengan tinggi mencapai 18 m, memiliki daun berbentuk bulat telur atau lonjong yang selalu hijau sepanjang tahun. Pohon pala dapat tumbuh di daerah tropis pada ketinggian di bawah 700 m dari permukaan laut, beriklim lembab dan panas, curah hujan 2.000-3.500 mm tanpa mengalami periode musim kering secara nyata. Daerah penghasil utama pala di Indonesia adalah Kepulauan Maluku, Sulawesi Utara, Sumatra Barat, Nanggroe Aceh Darusalam, Jawa Barat dan Papua. Buah pala dapat dipanen setelah 6-7 tahun. Usia produktif tanaman pala sendiri dapat mencapai 25 tahun (Raharti 2013). Indonesia sendiri mengekspor pala yang memiliki kode HS (Harmonized System) 090810. Namun tahun 2012 ekspor pala mengalami penurunan akibat sering terjadi penolakan oleh negara-negara importir karena tidak sesuai dengan persyaratan mutu yang ditetapkan, terutama mengenai kandungan alfatoksin yang melebihi batas maksimum. Setiap negara mempunyai standar batas maksimum kandungan Alfatoksin yang berbeda-beda. Sementara di Indonesia, syarat mutu pala berdasarkan SNI 01- 2045-1990 (pala dengan batok), hanya mengatur tentang kebersihan yang dilakukan dengan cara pengamatan visual (Direktorat Jendral Perkebunan 2016). 10500000 9000000 7500000 6000000 4500000 3000000 1500000 0
2009 Belgia Belanda Amerika Serikat
2010 2011 Francis Rusia Vietnam
2012 Jerman Singapore
2013
2014 iItalia Spanyol
Sumber : UNCOMTRADE dan WITS (diolah) 2016 (kg) Gambar 5 Tren volume ekspor pala ke negara tujuan ekspor tahun 2010-2014
21 Penelitian ini fokus pada ekspor komoditi pala dengan kode HS 090810. Volume ekspor pala Indonesia dari tahun 2009 sampai 2014 cenderung berfluktuatif di sepuluh negara tujuan ekspor yang dianalisis. Volume ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2011 hampir di semua negara, namun kemudian mengalami penurunan meskipun tidak signifikan. Negara Vietnam merupakan negara yang melakukan impor pala Indonesia tertinggi dilihat dari volume ekspor pala Indonesia ke Vietnam. Sedangkan negara Belgia merupakan negara terkecil yang melakukan impor pala dilihat dari volume ekspor pala Indonesia ke Belgia. Peningkatan volume ekspor pala mengindikasikan adanya peningkatan permintaan ekspor akan komoditi pala di negara tujuan ekspor. Indonesia merupakan salahsatu eksportir utama pala, dimana ketika terjadi peningkatan volume ekspor pala mengindikasikan adanya peningkatan permintaan pala dunia yang harus didukung dengan peningkatan produksi dalam negeri. Nilai ekspor komoditi pala dari tahun 2010 sampai 2014 cenderung fluktuatif, dan nilai ekspor paling tinggi terjadi tahun 2012 yaitu sebesar 98033.05 US$ (UNCOMTRADE 2016). Produksi dan luas areal pala cenderung mengalami peningkatan walaupun peningkatan tersebut tidak signifikan. Produksi pala tertinggi terjadi tahun 2014 yaitu 26468 ton dan luas areal tertinggi untuk tanaman pala juga terjadi tahun 2014 yaitu 147377 ha (Dirjen Perkebunan 2016). Peningkatan nilai ekspor pala Indonesia mengindikasikan adanya peningkatan volume ekspor yang merespon peningkatan permintaan pala dunia. Sebagai salahsatu negara penghasil pala, Indonesia dituntut untuk melakukan peningkatan produksi agar tetap dapat menyuplai tingginya permintaan ekspor pala Indonesia. 160000 140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0 2010
2011
nilai ekspor pala ke dunia(USD)
2012 produksi (ton)
2013
2014
Luas Areal (ha)
Sumber : UNCOMTRADE dan Dirjen Perkebunan (diolah) 2016 Gambar 6 Nilai ekspor pala ke dunia, produksi pala, dan luas areal tanaman pala tahun 2010-2014 Analisis Keunggulan Komparatif dan Keunggulan Kompetitif Pala Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor Periode 2009-2014 Keunggulan komparatif komoditi pala Indonesia di sepuluh negara tujuan ekspor dapat diketahui dengan menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA). Metode ini digunakan untuk mengetahui kinerja ekspor untuk
22 komoditi pala Indonesia, dengan menggunakan variabel yang diukur yaitu volume ekspor komoditi pala Indonesia terhadap total ekspor Indonesia yang kemudian dibandingkan dengan pangsa nilai komoditi dalam perdagangan dunia. Apabila pangsa ekspor pala di dalam total ekspor seluruh komoditi Indonesia lebih besar dibandingkan dengan pangsa pasar pala di dalam total ekspor seluruh komoditi di dunia maka Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam ekspor komoditi pala. Komoditi pala Indonesia dapat dikatakan memiliki keunggulan komparatif atau daya saing yang kuat apabila besarnya nilai RCA lebih dari satu (RCA>1). Jika besarnya nilai RCA kurang dari satu (RCA<1) maka keunggulan komparatif atau daya saing komoditi pala Indonesia lemah. Pada tabel 7, hasil perhitungan Revealed Comparative Advantages (RCA) dari sepuluh negara tujuan ekspor yang diteliti pada periode tahun 2009-2014 menunjukkan bahwa komoditi pala yang memiliki kode HS 090810 memiliki nilai rata-rata RCA>1 di semua negara tujuan ekspor yang diteliti, yaitu di negara Vietnam, Belanda, Perancis, Jerman, Belgia, Italia, Federasi Rusia, Singapura, Amerika Serikat, dan Spanyol. Hal ini menunjukan bahwa komoditi pala Indonesia secara keseluruhan memiliki daya saing yang kuat dilihat dari besarnya nilai rata-rata RCA lebih dari satu. Lima negara tujuan ekspor komoditas pala yang memiliki nilai RCA terbesar yaitu Belgia, Jerman, Perancis, Italia, dan Federasi Rusia. Nilai RCA komoditas pala di negara Belgia tahun 2009-2014 berkisar antara 73.87-180.39 dengan nilai rata-rata RCA sebesar 124.57 dan di Jerman berkisar antara 93.36-151.51 dengan rata-rata 130.18. Di Perancis berkisar antara 108.90-288.03 dengan rata-rata sebesar 161.86 dan di Italia berkisar antara 66.04-166.95 dengan rata-rata 133.17. Nilai RCA tertinggi berada di negara Federasi Rusia berkisar antara 73.34-247.81 dengan rata-rata 188.11. Rata-rata nilai RCA di Spanyol sebesar 41.54, di Belanda sebesar 87.80, di Singapura sebesar 8.79, di Amerika Serikat sebesar 93.73 dan di Vietnam sebesar 34.87. Nilai rata-rata RCA tertinggi adalah di negara Federasi Rusia yang mengindikasikan bahwa komoditi pala Indonesia memiliki daya saing komparatif yang kuat di negara tersebut. Nilai rata-rata RCA terendah adalah di negara Singapura, walaupun memiliki nilai RCA yang lebih rendah dibandingkan sembilan negara tujuan ekspor lainnya, pala Indonesia tetep memiliki keunggulan komparatif yang kuat karena memiliki nilai RCA>1. Hasil analisis RCA ini sesuai dengan hipotesis yang telah diuraikan sebelumnya Tabel 7 Hasil RCA Komoditi Pala Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor Tahun Negara 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Belgia 180.39 147.94 73.87 126.69 105.15 113.39 Jerman 132.56 143.12 144.84 93.36 115.72 151.51 Spanyol 62.77 51.20 41.26 28.06 26.18 39.80 Perancis 197.96 140.47 114.27 288.03 108.90 121.50 Italia 157.79 66.04 134.05 125.57 166.95 148.62 Belanda 71.86 97.95 72.98 105.29 85.26 93.45 Federasi 73.34 207.74 247.81 245.83 206.02 147.92 Rusia Singapura 10.47 8.83 4.55 8.92 9.47 10.50
Ratarata 124.57 130.18 41.54 161.86 133.17 87.80 188.11 8.79
23 Amerika 77.28 87.08 86.81 Serikat Vietnam 33.24 33.15 25.95 Sumber : UNCOMTRADE (diolah) 2016
116.02
103.89
91.32
93.73
27.43
41.88
47.56
34.87
Metode Export Product Dynamic (EPD) digunakan dalam sebuah penelitian untuk dapat mengidentifikasi suatu produk yang kompetitif dan dinamis (pertumbuhannya cepat) pada sebuah aliran ekspor. Pada metode ini dapat diketahui posisi pasar suatu komoditi yang diteliti. Jika suatu produk memiliki pertumbuhan diatas rata-rata secara kontinyu selama kurun waktu tertentu, maka produk ini mungkin dapat menjadi sumber pendapatan ekspor yang penting bagi negara tersebut. Tabel 8 Hasil Estimasi EPD komoditi pala Indonesia di sepuluh Negara tujuan Ekspor Negara
Pertumbuhan pangsa pasar ekspor (persen)
Amerika Serikat 3.114 Belanda 7.715 Belgia -3.405 Perancis 9.707 Italia 16.185 Jerman 3.349 Federasi Rusia 61.065 Singapore 6.317 Spanyol -7.015 Vietnam -0.868 Sumber : UNCOMTRADE (diolah) 2016
Pertumbuhan pangsa pasar produk (persen) -0.804 -0.304 -1.904 0.447 4.127 -1.738 13.102 -0.622 -2.190 -8.743
Posisi EPD Falling Star Falling Star Retreat Rising star Rising star Falling Star Rising star Falling Star Retreat Retreat
Pertumbuhan pangsa pasar ekspor terendah berada di Spanyol yaitu sebesar -7.015 persen yang menunjukan bahwa komoditi pala Indonesia mengalami penurunan pangsa pasar ekspor di negara tersebut. Sedangkan pertumbuhan pangsa pasar terendah terjadi di negara Vietnam yaitu sebesar -8.743 persen yang menunjukan bahwa permintaan ekspor akan komoditi pala Indonesia mengalami kemunduran di negara tersebut. Pertumbuhan pangsa pasar ekspor dan pertumbuhan pangsa pasar produk tertinggi berada di Federasi Rusia yang menunjukan bahwa komoditi pala Indonesia mengalami peningkatan pangsa pasar ekspor dan permintaan ekspor akan komoditi pala Indonesia mengalami peningkatan di negara tersebut. Hasil analisis Eksport Product Dynamic (EPD) menunjukkan posisi pala Indonesia dengan kode HS 090810 di sepuluh negara tujuan ekspor, diantaranya adalah posisi rissing star, falling star, lost opportunity, dan reatret. Posisi rissing star komoditi pala Indonesia berada di negara Fancis, Italia dan Federasi Rusia menunjukan bahwa komoditi pala Indonesia memiliki keunggulan kompetitif di pasar negara tersebut. Hal ini ditandai dengan meningkatnya permintaan ekspor terhadap komoditi pala Indonesia serta pangsa pasar yang menunjukan pertumbuhan yang positif. Posisi falling star merupakan posisi yang kurang
24 menguntungkan bagi Indonesia. Pala Indonesia juga berada pada posisi falling star di negara Amerika Serikat, Belanda, Jerman, dan Singapore yang menunjukan bahwa komoditi pala Indonesia mengalami peningkatan pertumbuhan pangsa pasar, namun mengalami penurunan permintaan ekspor pala Indonesia. Komoditi pala berada di posisi reatret di negara Belgia, Spanyol, dan Vietnam yang menunjukan bahwa baik pangsa pasar dan permintaan ekspor komoditi pala mengalami penurunan. Diperlukan peningkatan kualitas dan adanya inovasi agar komoditi pala tidak menurun pada tahun-tahun selanjutnya.
Pertumbuhan pangsa pasar produk ( persen)
15
Amerika Serikat Belanda
10
Belgia Francis
5 Italia Jerman
0
-15 -10 -5
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
Rusia Singapura
-5
Spanyol
-10
Pertumbuhan pangsa pasar ekspor ( persen)
Vietnam
Sumber : UNCOMTRADE (diolah) 2016 Gambar 7 Hasil EPD komoditi pala Indonesia di negara tujuan ekspor Berdasarkan Grafik EPD yang telah dijelaskan sebelumnya, negara Italia, Perancis dan Federasi Rusia berada pada kudran I yang berarti bahwa pala Indonesia berada di posisi rissing star di ketiga negara tersebut dan memiliki keunggulan kompetitif. Negara Amerika Serikat, Belanda, Jerman dan Singapore berada di kuadran II yang berarti bahwa komoditi pala Indonesia berada pada posisi falling star. Negara Belgia, Spanyol dan Vietnam berada pada kuadran IV yang berarti bahwa komoditi pala Indonesia berada pada posisi retreat. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Pala Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor Untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi volume ekspor pala Indonesia digunakan analisis gravity model. Model tersebut digunakan dalam menganalisis pengaruh variabel-variabel ekonomi dan non ekonomi lainnya terhadap volume ekspor pala Indonesia di pasar Internasional. Variabel independen dalam model volume ekspor pala Indonesia adalah GDP riil negara tujuan ekspor (GDPjt), GDP riil Indonesia (GDPit), nilai tukar riil efektif negara tujuan ekspor (REERjt), jarak ekonomi Indonesia dengan negara tujuan (ECODISTijt) dan harga ekspor pala Indonesia (PEXijt). Sedangkan untuk variabel dependennya adalah volume ekspor pala dari Indonesia ke negara tujuan (EXijt). Penelitian ini dalam pengolahan datanya menggunakan metode efek tetap
25 (fixed effect). Data yang dianalisis dengan menggunakan data panel yang merupakan gabungan antara data time series dan cross section. Hasil estimasi model pada Tabel 9 memiliki R-squared sebesar 0.917501 yang menunjukan bahwa 91.7 persen model tersebut dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independen pada model, sedangkan 8.3 persen dijelaskan oleh variabel diluar model. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Ln E𝑋𝑖𝑗𝑡 = - 58.82533 + 2.908640 𝑙𝑛𝐺𝐷𝑃𝑖𝑡 + 0.458525 𝑙𝑛𝐺𝐷𝑃𝑗𝑡 - 0.573731 𝑙𝑛𝐸𝐶𝑂𝐷𝐼𝑆𝑇𝑖𝑗𝑡 - 0.668534𝑙𝑛𝑃𝐸𝑋𝑖𝑗𝑡 - 0.300662 𝑅𝐸𝐸𝑅𝑗𝑡 + 𝜇𝑖𝑡 Tabel 9 Hasil Estimasi Gravity Model Ekspor Pala Indonesia menggunakan Fixed Effect Model dengan pembobotan Cross Section (cross-section SUR) Variabel Koefisien Prob. LN_ECODISTIJT -0.573731 0.0759** LN_GDPIT 2.908640 0.0000* LN_GDPJT 0.458525 0.0000* LN_PEXIT -0.668534 0.0000* LN_REERJT -0.300662 0.6695 C -58.82533 0.0000* Weighted Statistics R-squared 0.917501 Prob(F-statistic) 0.0000 Sum squared resid 137.5812 Durbin-Watson stat 1.915993 Unweighted Statistics R-squared 0.535986 Sum squared resid 320.9732 Durbin-Watson stat 1.379747 Keterangan : Signifikan pada taraf nyata 5 persen (*) Signifikan pada taraf nyata 10 persen (**) Uji Kriteria Statistik Uji kriteria statistik atau dapat disebut uji hipotesis dilakukan untuk melihat variabel-variabel independen yang digunakan dalam model signifikan atau tidak terhadap variabel dependennya. Uji kriteria statistik terdiri dari koefisien determinasi (R2), uji F, dan uji t. 1. Koefisien determinasi (R2) Nilai koefisien determinasi estimasi model sebesar 0.917501. Nilai koefisian determinasi ini menunjukan bahwa keragaman variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen sebesar 91.7 persen, dan sisanya dijelaskan diluar model. Nilai R2 yang mendekati satu menunjukkan model tersebut dapat digunakan dengan baik. 2. Uji F Nilai F-statistik digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama-sama memengaruhi variabel dependen pada tingkat kepercayaan 95 persen atau taraf nyata lima persen. Nilai F-statistik yang lebih kecil dari taraf nyata mengindikasikan bahwa terdapat variabel independen yang berpengaruh
26 secara signifikan terhadap variabel dependennya. Nilai F-statistik pada model yang dianalisis sebesar 0.0000 lebih kecil dari taraf nyata lima persen. Dari nilai F statistik tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat minimal satu variabel independen yang berpengaruh secara signifikan terhadap volume ekspor pala Indonesia. 3. Uji t Uji t digunakan untuk mengetahui seberapa besar setiap variabel independen memengaruhi variabel dependen dengan menguji koefisien regresi secara individual. Nilai probabilitas setiap variabel independen yang lebih kecil dari taraf nyata lima persen mengindikasikan bahwa variabel independen memengaruhi variabel dependen secara signifikan. Pemilihan model terbaik antara PLS, fixed effect atau random effect dilakukan melalui uji Hausman dan uji Chow. Hasil uji Chow menunjukan nilai probabilitas 0.0000 atau lebih kecil dari taraf nyata 5 persen yang mengindikasikan bahwa model fixed effect adalah model terbaik. Selanjutnya hasil uji Hausman juga menunjukan bahwa model fixed effect merupakan model terbaik. Sehingga penelitian ini menggunakan model fixed effect. Setelah menentukan model terbaik dilakukan dengan uji asumsi klasik, yaitu uji normalitas, heteroskedastisitas, multikolinearitas, dan autokolerasi. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas Pada panel data perlu dilakukan pengujian terhadap normal atau tidaknya error terms dengan menggunakan uji normalitas. Uji normalitas pada penelitian ini dilakukan dengan melihat nilai probabilitas dan nilai Jarque-Bera pada histogram-normality test. Nilai Jarque-Bera sebesar 5.864118 dan nilai probabilitas sebesar 0.053287 yang lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Sehingga model telah memiliki error term yang menyebar normal (lampiran 5). 2. Uji Heteroskedastisitas Masalah heteroskedastisitas pada suatu model dapat dilihat dengan membandingkan nilai Sum Squared Residual Weighted Statistic dengan nilai Sum Squared Residual Unweighted. Nilai Sum Squared Weighted Statistic sebesar 137.5812 lebih kecil dari nilai Sum Squared Unweighted Statistic yaitu sebesar 320.9732. Hal ini menunjukan bahwa model memiliki masalah heteroskedastisitas. Untuk mengatasi masalah heteroskedastisitas, model yang dianalisis diberi pembobotan cross section SUR. Pembobotan cross section membuat model terbebas dari masalah heteroskedastisitas. Selain itu, untuk menguji masalah heteroskedastisitas dapat dilihat dari hasil Standardized Residual Graph yang menunjukan grafik yang berfluktiatif atau seperti detak jantung, sehingga masalah heteroskedastisitas sudah diatasi. 3. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas merupakan suatu penyimpangan asumsi karena adanya keterkaitan atau hubungan linier antar variabel bebas penyusun model. Jika terdapat hubungan maka dapat dikatakan bahwa peubah-peubah bebas tersebut berkolinearitas ganda sempurna (Juanda 2009). Indikasi adanya multikolinearitas dapat dilihat jika dalam model yang dihasilkan terbukti signifikan secara keseluruhan pada uji-F dan memiliki nilai R-squared yang tinggi akan tetapi
27 banyak variabel yang tidak signifikan pada uji-t. Uji multikolinearitas pada penelitian ini dilihat dari adanya korelasi antar variabel. Adanya masalah multikolinearitas pada suatu model dapat dideteksi dengan melihat nilai R2 yang tinggi (R2>0.8) namun banyak koefisien yang tidak sesuai dengan teori atau banyak variabel yang tidak signifikan (Gujarati 2004). Selain itu, multikolinearitas dapat dideteksi dengan melihat nilai probabilitas (F-Statistik) yang signifikan pada taraf nyata 5 persen dan dengan melihat nilai korelasi antar variabel. Model yang dianalisis memiliki porbabilitas lebih kecil dari taraf nyata lima persen, yaitu sebesar 0.000. Nilai korelasi antar variabel yang dianalisis di bawah 0.8 (lampiran 7) sehingga dapat disimpulkan tidak ada pelanggaran asumsi klasik multikolinearitas. Selain itu, model memiliki nilai R-squared sebesar 91.7 persen dan semua variabel signifikan sehingga masalah multikolinearitas dapat diabaikan. 4. Uji Autokolerasi Masalah autokolerasi dapat dilihat dari nilai Durbin Watson. Tabel DW dengan taraf nyata 5 persen, jumlah observasi sebanyak 150 dan jumlah variabel independen sebanyak 5 variabel. Nilai dL sebesar 1.6649 dan nilai dU sebesar 1.8024, serta nilai dW sebesar 1.915993. Berdasarkan nilai dU dan dL, autokorelasi tidak dapat ditentukan ada atau tidaknya autokorelasi karena jika nilai DW statistik berada di antara 2 < dw < (4-du). Nilai DW statistik yang dianalisis bukan berada di daerah autokorelasi negatif atau positif. Namun model yang dianalisis menggunakan fixed effect model dengan pembobotan Generalized Least Square (GLS) cross section SUR autokorelasi dapat diatasi (Juanda 2009). Estimasi dengan pendekatan Generalized Least Square serta terpenuhinya tujuh asumsi tersebut menghasilkan penduga yang memenuhi sifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) sehingga adanya masalah terhadap asumsi klasik yaitu dalam model ini (heteroskedastisitas) dapat diabaikan. GDP Riil Negara Indonesia Meningkatnya GDP riil Indonesia dapat diartikan sebagai peningkatan produktivitas domestik sehingga jumlah penawaran terhadap barang dan jasa dalam negeri termasuk penawaran pala Indonesia juga meningkat. Peningkatan produktivitas domestik akan menambah jumlah ekspor pala Indonesia karena kegiatan ekspor dilakukan ketika terjadi kelebihan produksi pada tingkat domestik Berdasarkan hasil estimasi model, GDP riil Indonesia memiliki hubungan positif yang signifikan pada taraf nyata 5 persen . Nilai probabilitas GDP riil Indonesia adalah sebesar 0.0000. Nilai probabilitas tersebut menunjukan bahwa setiap terjadi peningkatan GDP riil Indonesia akan berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor pala Indonesia. Ketika terjadi kenaikan GDP riil Indonesia 1 persen maka terjadi kenaikan volume ekspor sebesar 2.908640 persen. Variabel ini signifikan karena posisi Indonesia sebagai eksportir utama pala dunia dan kondisi negara tujuan ekspor yang tidak mampu memproduksi pala untuk memenuhi permintaan domestiknya mendorong mereka untuk melakukan impor pala dari negara lain. Maka dapat disimpulkan bahwa Indonesia menguasai pasar di sepuluh negara tujuan ekspor komoditi pala. Hal ini sesuai teori dimana GDP riil negara pengekspor akan berpengaruh positif dan signifikan sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Ademe dan Yismawuntuk (2013)
28 yang menganalisis pola perdagangan kopi Ethiophia mmenunjukan bahwa GDP riil negara eksportir memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap ekspor kopi Ethiophia. GDP Riil Negara Tujuan Ekspor GDP riil negara tujuan ekspor pala menunjukkan kemampuan daya beli masyarakat terhadap barang dan jasa tertentu. Berdasarkan hasil estimasi, GDP riil negara tujuan mempunyai hubungan positif dan signifikan dengan volume ekspor pala Indonesia. Nilai probalititas dari GDP riil negara tujuan adalah sebesar 0.0000 menunjukan bahwa setiap terjadi peningkatan GDP riil negara tujuan akan berpengaruh positif dan signifikan terhadap volume ekspor pala Indonesia. Ketika terjadi kenaikan 1 persen GDP riil negara tujuan menunjukan negara tersebut memiliki daya beli yang tinggi terhadap komoditi pala Indonesia, maka akan terjadi peningkatan volume ekspor sebesar 0.458525 persen. GDP riil negera tujuan menggambarkan ukuran pendapatan negara tujuan ekspor. Semakin besar GDP riil suatu negara menunjukan bahwa tingkat pendapatan negara tersebut semakin besar yang akan mengakibatkan konsumsi akan semakin meningkat. Hal ini menunjukan korelasi positif terhadap volume ekspor komoditi pala Indonesia di negara eksportir. Penelitian ini didukung dengan penelitian Ademe dan Yismawuntuk (2013) menjelaskan bahwa GDP riil negara tujuan yang semakin besar mengindikasikan bahwa negara tersebut memiliki kemampuan menyerap produk yang diperdagangkan lebih tinggi artinya kemampuan melakukan impor negara tersebut juga meningkat. Peningkatan GDP riil negara tujuan mengakibatkan daya beli masyarakat dalam negara tersebut meningkat, sehingga berdampak pada konsumsi barang dan jasa di negara tersebut yang mengalami peningkatan. Hal ini mengindikasikan jika GDP riil negara tujuan semakin tinggi, maka negara tersebut semakin berpotensi sebagai pasar ekspor pala Indonesia. Jarak Ekonomi Jarak ekonomi merupakan salah satu syarat yang cukup penting dalam model gravity. Jarak ekonomi menunjukan biaya transportasi dalam pendistribusian barang ataupun jasa. Variabel jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor memiliki hubungan negatif dengan volume ekspor dan signifikan pada taraf nyata 10 persen terhadap nilai ekspor pala Indonesia, sehingga apabila terjadi kenaikan biaya 1 persen akan terjadi penurunan volume ekspor 0.573731 persen dengan asumsi cateris paribus. Peningkatan jarak ekonomi menunjukan biaya transportasi semakin tinggi karena jarak tempuh yang semakin jauh sehingga akan berdampak signifikan pada ekspor pala Indonesia. Hal ini sesuai dengan teori gravity dimana jarak dapat mempengaruhi interaksi antara dua objek. Semakin jauh jarak negara tujuan ekspor pala dengan Indonesia maka biaya transportasi untuk pengangkutan barang (biaya distribusi) yang ditanggung menjadi semakin meningkat yang akan membawa pengaruh pada penurunan permintaan ekspor komoditi sehingga akan menyebabkan semakin berkurangnya volume ekspor pala Indonesia. Begitu juga sebaliknya, jika jarak ekonomi semakin kecil maka biaya transportasi pengangkutan barang (biaya
29 ditribusi) akan berkurang yang akan berpengaruh terhadap peningkatan permintaan pala Indonesia di negara tujuan. Hasil estimasi model sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuniarti (2007) yang menganalisis determinasi perdagangan bilateral Indonesia dimana variabel jarak berpengaruh signifikan dan negatif terhadap komoditi ekspor Indonesia. Harga Ekspor Harga ekspor sangat berpengaruh terhadap permintaan ekspor pala Indonesia. Harga ekspor memberikan pengaruh yang negatif terhadap permintaan ekspor. Harga ekspor pala Indonesia memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap volume ekspor pala Indonesia pada taraf nyata 5 persen yaitu 0.0000. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap kenaikan harga ekspor 1 persen maka volume ekspor akan menurun sebesar 0.668534 persen. Hal ini mengindikasikan semakin tinggi harga ekspor pala Indonesia akan mengakibatkan penurunan permintaan ekspor pala Indonesia dari negara tujuan ekspor. Penurunan permintaan ekspor pala Indonesia ke negara tujuan utama membuat volume ekspor pala Indonesia mengalami penurunan. Hal tersebut sesuai dengan volume ekspor pala Indonesia yang munurun ketika harganya mengalami peningkatan. Hasil estimasi ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pitaningrum (2005) yang menganalisis pengaruh variabel harga ekspor terhadap ekspor udang Indonesia yang menunjukan bahwa harga ekspor berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ekspor udang Indonesia. REER (Real Effective Exchange Rate) Nilai tukar riil efektif (REER) negara tujuan merupakan indeks nilai tukar mitra dagang per mata uang dollar yang telah diboboti dengan total ekspor dan impor dari mitra dagang. Nilai tukar riil efektif lebih baik dibandingkan dengan nilai tukar riil untuk digunakan dalam menganalisis perdagangan karena REER sudah diboboti dengan Trade Weighted Inflation (TWI) atau CPI relative mitra dagang atau telah disesuaikan dengan inflasi mitra dagang. Berdasarkan hasil estimasi nilai tukar riil efektif (REER) berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap volume ekspor pala Indonesia. Hal ini dapat diartikan bahwa variabel tersebut tidak memberikan perubahan terhadap volume ekspor pala Indonesia. Real effective exchange rate (REER) menunjukkan dayasaing di suatu negara, dengan nilai elastisitas REER terhadap permintaan ekspor komoditi pala yang inelastis menunjukkan bahwa komoditi pala secara umum tidak responsif dengan perubahan kurs di suatu negara. Nilai tukar riil efektif (REER) negara tujuan ekspor memiliki hubungan negatif dengan volume ekspor pala Indonesia dan memiliki probabilitas lebih besar dari taraf nyata 5 persen yang artinya bawa pengaruh variabel ini tidak signifikan. Hasil Estimasi ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Adrian Lubis (2013) yang menunjukan bahwa REER berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kinerja ekspor pertanian Indonesia.
30
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pala Indonesia memiliki keunggulan komparatif sehingga dapat berdaya saing dengan kuat yang dilihat dari hasil analisi RCA di sepuluh negara tujuan ekspor, yakni Belgia, Vietnam, Amerika Serikat, Belanda, Jerman, Federasi Rusia, Perancis, Spanyol, Singapore dan Italia. Karakteristik perdagangan mitra dagang yang sangat bergantung pada kegiatan ekspor terutama ekspor dari hasil komoditi impor berupa bahan mentah memberikan implikasi positif terhadap kegiatan ekspor Indonesia yang cenderung mengekspor komoditi mentah terutama komoditi dari hasil pertanian seperti pala. Hasil estimasi menggunakan EPD yang menganalisis keunggulan kompetitif untuk komoditi pala Indonesia berada pada posisi rissing star di negara Perancis, Italia dan Federasi Rusia yang ditandai dengan peningkatan pangsa pasar dan pangsa produk. Posisi falling star di negara Amerika serikat, Belanda, Jerman, Singapore yang ditandai dengan penurunan permintaan ekspor. Posisi retreat di negara Belgia, Spanyol, dan Vietnam yang ditandai dengan penurunan pangsa pasar dan permintaan ekspor komoditi pala. Hasil estimasi gravity model yaitu GDP riil Indonesia, GDP riil negara tujuan memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap volume ekspor pala Indonesia. Sedangkan jarak ekonomi dan harga ekspor pala memiliki hubungan negatif dan signifikan. Variabel REER memiliki hubungan negatif dan tidak signifikan pada taraf nyata 5 persen maupun 10 persen. Variabel-variabel tersebut sesuai dengan hipotesis yang diharapkan hanya variabel REER tidak sesuai hipotesis karena memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap ekspor pala Indonesia. Indonesia memiliki peluang yang besar untuk dapat meningkatkan kapasitas komoditi ekspor terutama produk pertanian. Peningkatan kapasitas teknologi pengolahan, perluasan areal tanam dengan mengurangi alih fungsi lahan pertanian, dan permodalan yang mudah diakses akan menghasilkan komoditi pertanian khususnya pala Indonesia dengan kualitas baik sehingga akan terus mampu berdaya saing kuat di pasar negara tujuan ekspor. Saran Berdasarkan hasil estimasi Revealed Comparatif Advantage pala Indonesia di negara tujuan ekspor yang memiliki daya saing tinggi tidak menunjukan bahwa pala Indonesia mengusai pasar di negara tersebut. Hal ini juga dilihat dari hasil analisis Export Dynamic Product yang menunjukan bahwa pala Indonesia memiliki keunggulana kompetitif di beberapa negara tujuan ekspor. Keunggulan ini seharusnya dimanfaatkan dengan optimal. Pemerintah diharapkan perlu untuk meningkatkan perhatian terhadap komoditi pala Indonesia yang berada pada posisi retreat seperti di negara Belgia, Spanyol, dan Vietnam karena memiliki penurunan baik dari segi pangsa pasar maupun permintaan ekspor pala Indonesia dengan melakukan diversifikasi terhadap komoditi pala. Pengolahan dan teknologi pasca panen perlu dilakukan dan diperhatikan agar pala yang diekspor tidak dalam bentuk raw material sehingga Indonesia dapat memiliki bargaining position yang baik di pasar internasional. Pemberian
31 insentif kepada para petani pala dapat membantu produktivitas petani, seperti kemudahan perizinan usaha, bantuan teknologi guna menunjang proses produksi, dan mengurangi alih fungsi lahan agar luas areal tanaman pala tetap luas bahkan dapat meningkat. Perbaikan dari segi infrastruktur, waktu pengiriman, birokrasi perizinan yang mudah, biaya pengiriman yang tidak terlalu membebani mitra dagang perlu dilakukan agar ekspor pala Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor tidak terkendala pada masalah jarak ekonomi. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan menganalisis dayasaing produk turunan pala di pasar internasional serta analisis permintaan ekspor di negara-negara eksportir utama produk turunan pala dengan memperbaharui jumlah time series dan cross section, serta penambahan variabel seperti hambatan tarif dan non-tarif sehingga dapat memberikan informasi yang mendalam guna menentukan kebijakan ekspor produk turunan pala Indonesia yang lebih tepat.
DAFTAR PUSTAKA Ademe A.S dan Yismawuntuk M.A. 2013. Ethiopian Coffee Trade Pattern: an Augmented Gravity Modeling Approach. In Journal of Economics and Sustainable Development Vol.4, No.17, 2013 Aslan A., Kaplan M., Kula F. 2008. International Tourism Demand for Turkey: A Dynamic Panel Data Approach. MPRA No.10601. Doi: 10.1016/10601. Baltagi B.H. 2005. Econometric Analysis of Panel Data. Edisi ke-3. New York (US): John Willey & Sons. Bappenas. 2009. Perdagangan dan Investasi di Indonesia: sebuah catatan tentang Daya Saing dan Tantangan ke Depan. [diunduh pada 2016 Februari 28]. Tersedia pada : http://www.bps.go.id Bergstrand, Jeffrey H, and Peter Egger. 2010. Gravity Equations and Economic Frictions in the World Economy. [diunduh pada 2016 Februari 28]. Tersedia pada: http://www.nd.edu/~jbergstr/Working_Papers/Gravity _Survey [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Produk Domestik Bruto menurut lapangan usaha. [diunduh pada 2016 Maret 22]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/pdb.php/ [CEPII] Centre d’Etudes Prosfectives et d’Informations Internationales. Geodesic Distance. [diunduh 2016 Februari 27]. Tersedia pada: http://www.cepii.fr/distance/dist_cepii.zip. Ditjenbun. 2012. Alfatoksin Pada Pala. [diunduh pada 2016 Maret 22]. Tersedia pada: http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpambon/berita-233-aflatoksinpada-pala-.html Ditjenbun. 2014. Statistik Perkebunan Indonesia 2010-2014. Pala. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Produksi Perkebunan. _______. 2015. Kriteria Pembibitan Pala. [diunduh 2016 Januari 15]. Tersedia pada: http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpambon/berita-327-kriteriapembibitan-pala.html
32 ______. 2015. Mendongkrak Kembali Rempah Indonesia. [diunduh 2016 Januari 15]. Tersedia pada : http://ditjenbun.pertanian.go.id/berita-366mendongkrak-kembali-rempah-indonesia.html Dornbusch R dan Fischer, S. 1997. Makroekonomi. Mulyadi, penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Macroeconomy. Firdaus M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Gujarati D. N. 2004. Basic Econometrics. Edisi ke-4. New York (US): McGraw Hill Companies. Juanda B. Ekonometrika Permodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Pr. 2009 Kotler, P. 1997. Marketing Management “Analysis, Planning, Implementation and Control” 9th Edition.New Jersey (US): Prentice Hall International, Inc. Krugman P, Obstfeld M. 2004. Ekonomi Internasional. Faisal, Basri, penerjemah; Sarwiji, kordinator editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Internastional Economics. Ed ke-5. Leitao N.C. 2009. Portuguese Tourism Demand. Journal of Global Business and Technology, 5(2): 63-72. Li, Song L, Zhao X. 2008. Component Trade and China’s Global Economic Integration. World Institute for Development Economics Research. 101(2): 1-25. doi : 978-92-9230-157-6. Lipsey R.G , Steiner, P.O. dan Purvis, D.D. 1997. Pengantar Makroekonomi. J. Wasana dan Kirbrandoko, penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. Lubis Adrian.D. 2013. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Ekspor Indonesia. In : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Luar Negeri, Kementrian Perdagangan, Jl. Ridwan Rais No. 5, Jakarta. Telepon : 021-23528693. E-mail :
[email protected] Mankiw N.G. 2005. Macroeconomics. Edisi ke-5. NewYork (US): R. R.Donnelley & Sons. Meiri Anggi, Nurmalina Rita, dan Rifin Amzul. 2013. Analisis Perdagangan Kopi Indonesia di Pasar Internasional. In : Buletin RISTRI 4 (1): 39-46 Oktaviani R dan Novianti T. 2014. Teori Perdagangan Internasional dan Aplikasinya di Indonesia. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Pitaningrum, D. 2005. Analisis Penawaran dan Permintaan Udang di Pasar Internasional. Skripsi Fakultas Pertanian. IPB Rafiana. 2014. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Daya Saing Hasil Olahan Rumput Laut Indonesia. [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Raharti D.P. 2013. Analisis Dayasaing Dan Faktor-faktor Yang Memengaruhi Ekspor Pala Indonesia [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rahman M. 2003. A Panel Data Analysis of Bangladesh’s Trade: the Gravity Model Approach. Safitriani. 2014. International Trade and Foreign Direct Investment in Indonesia. In: Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol.8 No. 1. Salvatore D. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi ke-5 Jilid 1. Haris Munandar, Penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. Todaro and Smith. 2000. Pembangunan Ekonomi. Munandar H, alih bahasa; Sumiharti Y, editor, Jakarta (ID) : Penerbit Erlangga. Terjemahan dari : Economic Development.
33 [UN Comtrade] United Nations Comodity Trade Statistics Database. Berbagai tahun terbitan. [diunduh 2016 Februari 27]. Tersedia pada: http://www.comtrade.un.org. [UNCTAD] United Nations Conference on Trade and Development. [diunduh 2016 Februari 27]. Tersedia pada: http://unctadstat.ucntad.org. [WDI]. 2016. World Development Indicators Database. [diunduh 2016 Januari 15]. Tersedia pada: http://www.wdi.worldbank.org. [WITS]. 2015. World Integrated Trade Solution Database. [diunduh 2016 januari 15]. Tersedia pada: http://www.wits.worldbank.org. Yolanda. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Biji Pala Indonesia. [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Yuniarti D. 2007. Analisis Determinan Perdagangan Bilateral Indonesia Pendekatan Gravity Model. Jurnal Ekonomi Pembangunan. 12(2):99-109. Yogyakarta (ID): Universitas Ahmad Dahlan.
35 LAMPIRAN 1. Output data model ekspor pala Indonesia NEGARA
BELGIA
JERMAN
SPANYOL
TAHUN
lnEXijt
lnGDPit
lnGDPjt
lnECODISTijt
lnPEXit
lnREERjt
2000
12.37
22.31
21.78
5.10
1.52
4.54
2001
11.73
22.15
21.76
5.07
1.01
4.55
2002
10.29
22.29
21.82
5.11
3.41
4.56
2003
12.30
22.42
22.01
5.21
1.21
4.59
2004
10.09
22.43
22.14
5.28
3.18
4.61
2005
12.01
22.40
22.17
5.27
1.74
4.61
2006
11.76
22.51
22.20
5.27
1.59
4.60
2007
13.61
22.58
22.32
5.33
1.59
4.61
2008
13.04
22.57
22.40
5.37
1.70
4.63
2009
13.03
22.55
22.32
5.36
1.52
4.64
2010
10.52
22.74
22.30
5.33
1.83
4.61
2011
12.38
22.84
22.37
5.80
2.10
4.62
2012
12.49
22.83
22.29
5.31
2.61
4.61
2013
11.96
22.78
22.32
5.31
2.76
4.62
2014
12.19
22.70
22.33
5.31
2.51
4.62
2000
11.54
22.31
23.80
7.11
1.72
4.55
2001
11.96
22.15
23.79
7.09
0.67
4.55
2002
12.20
22.29
23.84
7.11
1.16
4.57
2003
12.11
22.42
24.01
7.20
1.15
4.62
2004
12.16
22.43
24.12
7.24
1.24
4.63
2005
11.93
22.40
24.13
7.22
1.68
4.61
2006
12.29
22.51
24.18
7.23
1.57
4.60
2007
10.59
22.58
24.29
7.29
3.82
4.61
2008
12.91
22.57
24.37
7.33
1.69
4.61
2009
13.32
22.55
24.26
7.29
1.45
4.62
2010
13.77
22.74
24.25
7.27
1.77
4.57
2011
13.75
22.84
24.34
7.75
2.34
4.56
2012
13.32
22.83
24.26
7.27
2.50
4.53
2013
13.40
22.78
24.30
7.28
2.40
4.55
2014
13.44
22.70
24.31
7.28
2.34
4.56
2000
4.91
22.31
25.92
6.19
-1.57
4.48
2001
11.02
22.15
25.75
6.20
-1.35
4.50
2002
3.33
22.29
25.87
6.24
2.93
4.53
2003
10.86
22.42
26.17
6.37
-3.63
4.58
2004
10.51
22.43
26.34
6.43
1.15
4.60
2005
10.93
22.40
26.37
6.44
-1.32
4.61
2006
11.51
22.51
26.48
6.45
1.06
4.62
2007
9.46
22.58
26.83
6.52
1.02
4.63
36 NEGARA
SPANYOL
PERANCIS
ITALIA
BELANDA
TAHUN
lnEXijt
lnGDPit
lnGDPjt
lnECODISTijt
lnPEXit
lnREERjt
2008
11.93
22.57
27.38
6.56
-0.68
4.65
2009
11.75
22.55
29.24
6.54
1.65
4.67
2010
12.08
22.74
29.60
6.48
1.86
4.64
2011
11.93
22.84
29.60
6.92
4.70
4.65
2012
11.14
22.83
29.60
6.40
2.54
4.63
2013
11.45
22.78
28.46
6.39
2.07
4.65
2014
11.63
22.70
28.87
6.39
2.15
4.64
2000
10.24
22.31
27.54
6.85
-0.87
4.52
2001
9.29
22.15
27.26
6.84
3.38
4.52
2002
11.54
22.29
27.29
6.87
0.73
4.54
2003
5.98
22.42
27.60
6.97
5.35
4.60
2004
9.43
22.43
27.91
7.03
0.74
4.62
2005
8.01
22.40
27.78
7.02
1.12
4.61
2006
7.36
22.51
27.69
7.02
3.76
4.60
2007
11.38
22.58
27.66
7.07
-0.56
4.61
2008
6.20
22.57
27.83
7.10
4.30
4.62
2009
11.76
22.55
30.92
7.08
2.07
4.62
2010
12.10
22.74
28.51
7.05
2.42
4.58
2011
12.64
22.84
28.79
7.52
2.25
4.58
2012
12.61
22.83
28.44
7.02
3.00
4.56
2013
11.88
22.78
28.89
7.04
2.70
4.57
2014
11.67
22.70
29.18
7.02
2.73
4.57
2000
11.88
22.31
23.39
6.65
1.65
4.51
2001
8.61
22.15
23.38
6.64
0.89
4.51
2002
12.65
22.29
23.43
6.66
0.55
4.55
2003
11.46
22.42
23.61
6.76
1.10
4.61
2004
12.99
22.43
23.72
6.80
0.75
4.63
2005
11.73
22.40
23.73
6.78
1.28
4.61
2006
9.76
22.51
23.76
6.78
3.84
4.61
2007
11.67
22.58
23.86
6.82
1.48
4.62
2008
12.28
22.57
23.92
6.84
1.40
4.62
2009
12.05
22.55
23.81
6.80
1.88
4.63
2010
12.07
22.74
23.78
6.76
1.90
4.58
2011
13.69
22.84
23.83
7.21
2.62
4.59
2012
11.69
22.83
23.73
6.69
2.84
4.57
2013
13.07
22.78
23.74
6.68
2.55
4.59
2014
13.42
22.70
23.74
6.66
2.24
4.59
2000
14.79
22.31
22.35
5.67
1.62
4.51
2001
13.91
22.15
22.35
5.66
1.15
4.54
2002
14.36
22.29
22.40
5.68
1.22
4.57
2003
13.61
22.42
22.58
5.78
1.23
4.62
2004
14.41
22.43
22.70
5.82
1.18
4.62
37
NEGARA
BELANDA
FEDERASI RUSIA
SINGAPURA
TAHU N
lnEXij t
lnGDPi t
lnGDPj t
LNECODISTi jt
lnPEXi t
lnREER jt
2005
6.17
22.40
21.82
5.82
1.11
4.61
2006
10.47
22.51
21.91
5.83
1.48
4.60
2007
8.87
22.58
22.00
5.89
1.43
4.60
2008
11.03
22.57
22.12
5.94
1.36
4.60
2009
11.73
22.55
21.96
5.92
1.56
4.62
2010
11.57
22.74
22.03
5.88
2.01
4.59
2011
11.48
22.84
22.05
6.34
2.47
4.59
2012
11.01
22.83
22.07
5.84
2.73
4.57
2013
10.04
22.78
22.13
5.84
2.70
4.60
2014
8.12
22.70
22.18
5.83
2.51
4.60
2000
11.31
22.31
21.68
4.79
1.55
4.33
2001
11.31
22.15
21.69
4.80
1.55
4.35
2002
4.51
22.29
21.67
4.75
0.90
4.43
2003
9.60
22.42
21.76
4.75
1.04
4.57
2004
11.68
22.43
21.89
4.82
1.05
4.51
2005
11.82
22.40
21.97
4.87
1.27
4.61
2006
10.25
22.51
22.09
4.95
1.36
4.71
2007
11.82
22.58
22.23
5.04
0.96
4.75
2008
11.90
22.57
22.31
5.08
1.11
4.79
2009
11.84
22.55
21.98
4.82
1.19
4.72
2010
11.69
22.74
22.07
4.90
1.51
4.82
2011
11.90
22.84
22.15
5.37
1.78
4.88
2012
11.29
22.83
22.13
4.95
1.99
4.92
2013
11.56
22.78
22.11
4.90
2.03
4.92
2014
10.95
22.70
21.93
4.71
1.85
4.81
2000
15.07
22.31
23.98
1.55
1.56
4.67
2001
14.35
22.15
24.43
1.50
1.20
4.66
2002
14.29
22.29
25.06
1.51
1.17
4.65
2003
14.39
22.42
24.77
1.49
1.24
4.62
2004
14.36
22.43
24.03
1.55
1.18
4.62
2005
14.03
22.40
24.78
1.61
1.48
4.61
2006
13.50
22.51
25.19
1.70
1.38
4.61
2007
13.54
22.58
24.14
1.78
1.47
4.61
2008
13.41
22.57
25.58
1.83
1.72
4.67
2009
12.82
22.55
24.73
1.86
1.77
4.67
2010
12.53
22.74
24.73
2.06
2.01
4.69
2011
12.36
22.84
26.16
2.60
4.70
4.75
2012
12.65
22.83
26.21
2.23
2.45
4.79
2013
11.66
22.78
28.74
2.24
2.19
4.81
2014
11.61
22.70
28.06
2.25
2.39
4.81
38 NEGARA
AMERIKA SERIKAT
VIETNAM
TAHU N
lnEXij t
lnGDP it
lnGDP jt
lnECODISTi jt
lnPEXi t
lnREER jt
2000
9.95
22.31
25.57
9.24
3.57
4.68
2001
13.28
22.15
25.58
9.25
0.69
4.74
2002
13.50
22.29
25.60
9.23
0.91
4.74
2003
13.27
22.42
25.62
9.17
1.01
4.68
2004
13.42
22.43
25.66
9.14
1.20
4.63
2005
11.84
22.40
25.69
9.15
1.56
4.61
2006
13.26
22.51
25.72
9.14
1.50
4.59
2007
13.35
22.58
25.74
9.10
1.22
4.54
2008
13.88
22.57
25.74
9.06
1.31
4.52
2009
14.07
22.55
25.71
9.10
1.40
4.57
2010
13.95
22.74
25.73
9.11
1.61
4.51
2011
14.14
22.84
24.71
8.49
2.25
4.47
2012
14.29
22.83
25.77
9.14
2.53
4.49
2013
14.25
22.78
25.79
9.13
2.34
4.50
2014
14.19
22.70
25.82
9.14
2.27
4.53
2000
14.77
22.31
20.50
2.50
0.98
4.65
2001
14.77
22.15
20.53
2.51
0.98
4.66
2002
13.04
22.29
20.55
2.51
-0.05
4.64
2003
14.56
22.42
20.60
2.47
0.57
4.57
2004
14.30
22.43
20.66
2.46
0.48
4.57
2005
14.66
22.40
20.73
2.50
0.06
4.61
2006
14.90
22.51
20.78
2.52
-0.23
4.64
2007
15.14
22.58
20.85
2.53
-0.08
4.64
2008
14.90
22.57
20.89
2.54
0.31
4.76
2009
14.90
22.55
20.90
2.61
0.40
4.82
2010
15.12
22.74
20.87
2.58
0.96
4.76
2011
15.11
22.84
20.83
2.94
1.45
4.76
2012
14.74
22.83
20.87
2.56
1.86
4.82
2013
15.30
22.78
20.92
2.58
1.55
4.89
2014
15.50
22.70
20.97
2.62
1.19
4.93
2. Hasil Uji Chow Redundant Fixed Effects Tests Equation: SUR Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F
Statistic 92.078822
d.f.
Prob.
(9,135)
0.0000
39 3. Hasil Uji Hausman Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: SUR Test cross-section random effects
Test Summary Cross-section random
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
16.985203
5
0.0045
4. Hasil Olahan Panel Data Dependent Variable: LN_EXIJT Method: Panel EGLS (Cross-section SUR) Date: 03/22/16 Time: 09:42 Sample: 2000 2014 Periods included: 15 Cross-sections included: 10 Total panel (balanced) observations: 150 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LN_ECODISTIJT LN_GDPIT LN_GDPJT LN_PEXIT LN_REERJT C
-0.573731 2.908640 0.458525 -0.668534 -0.300662 -58.82533
0.320715 0.263413 0.108310 0.044222 0.702941 7.491072
-1.788913 11.04213 4.233451 -15.11765 -0.427719 -7.852726
0.0759 0.0000 0.0000 0.0000 0.6695 0.0000
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.917501 0.908946 1.009515 107.2420 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
16.00577 20.26333 137.5812 1.915993
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.535986 320.9732
Mean dependent var Durbin-Watson stat
12.07941 1.379747
40 5. Uji Normalitas 20
Series: Standardized Residuals Sample 2000 2014 Observations 150
16
12
8
4
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
1.13e-16 0.049746 2.186553 -2.830301 0.960918 -0.415039 3.499229
Jarque-Bera Probability
5.864118 0.053287
0 -3
-2
-1
0
1
75
100
2
6. Standardized Residual 3
2
1
0
-1
-2
-3 25
50
125
150
Standardized Residuals
7. Uji Multikolinearitas LN_EXIJT LN_ECODISTIJT LN_GDPIT LN_GDPJT LN_PEXIT LN_REERJT LN_EXIJT LN_ECODISTIJT LN_GDPIT LN_GDPJT LN_PEXIT LN_REERJT
1.000000 -0.252074 0.171863 -0.237964 -0.173035 0.223377
-0.252074 1.000000 0.046730 0.413898 0.149626 -0.391027
0.171863 -0.237964 -0.173035 0.046730 0.413898 0.149626 1.000000 0.133695 0.420678 0.133695 1.000000 0.196187 0.420678 0.196187 1.000000 0.336390 -0.123823 0.035998
0.223377 -0.391027 0.336390 -0.123823 0.035998 1.000000
41 RIWAYAT HIDUP Aryani Sundari, lahir pada tanggal 15 Mei 1994 di Garut, Jawa Barat. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Sumarya dan Ibu Ai Ismiani. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari taman kanak-kanak Sejahtera di Kota Garut. Kemudian melanjutkan ke tingkat sekolah dasar di SDN Wanaraja III di kota Garut. Kemudian melanjutkan pendidikan pada sekolah menengah pertama di SLTPN 1 Wanaraja dan lulus tahun 2009. Setelah itu penulis melanjutkan ke tingkat pendidikan menengah atas di SMAN 6 Garut dan lulus tahun 2012. Pada tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi dan diterima sebagai mahasiswa Ilmu Ekonomi, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan. Selama menjadi mahasiswa, penulis menerima beasiswa Bidik Misi. Selain itu, penulis juga aktif menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Garut, Institut Pertanian Bogor dan mengikuti beberapa kepanitiaan seperti Domba Cup 2014, Masa Perkenalan Departemen 2014, Sportakuler 2014 dan lainnya. Kegiatan penulis pada bulan Juni dan Agustus tahun 2014 ialah melakukan kuliah kerja profesi (KKP) di Desa Tambaksari, Kecamatan Leuwigoong, Garut, Jawa Barat.