ANALISIS DETERMINASI INFLASI DI INDONESIA TAHUN 2005 – 2014
Oleh:
Anggun Sundari 123401014
Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Siliwangi (Jl. Siliwangi No. 24 Kota Tasikmalaya PO BOX 164)
ABSTRACT
The Purepose of this study was to determine the effect of Money Supply, BI Rate, Exchange Rate and Government Expenditure to the inflow of Inflation in Indonesia period 2005-2014. This Analysis uses OLS method with multiple linear regression analysis model, partial test (t test), simultaneously test (test F) and elasticity analysis uses for testing the hypothesis. Using data of Inflation, Money Supply, BI Rate, Exchange Rate and Government Expenditure period 2005-2014. The partial test (t test) showed that both of variable money supply have a negative and not have a significant effect to the Inflation in Indonesia. BI Rate has a positive and significant effect to the Inflation in Indonesia. And variabels Exchange Rate and Government Expenditure has a positive and significant effect to the Inflation in Indonesia. Simultaneously, all variables have a significant effect to the Inflation in Indonesia period 2005-2014. The elasticity analysis showed inflation inelastic to the money supply, exchange rate and government expenditure, and inflation elastic to the BI Rate Keywords: Inflation, Money Supply, BI Rate, Exchange Rate, Government Expenditure,OLS.
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Jumlah Uang Beredar, BI Rate, Nilai Tukar dan Pengeluaran Pemerintah terhadap Inflasi di Indonesia periode tahun 2005-2014. Analisis ini menggunakan metode OLS dengan model analisis regresi linier berganda. Uji hipotesis menggunakan uji parsial (Uji t), uji bersama-sama (Uji F) serta Analisis Elastisitas. Data yang digunakan adalah Inflasi, Jumlah Uang Beredar, BI Rate, Nilai Tukar, dan Pengeluaran Pemerintah periode 20052014. Hasil analisa menunjukan bahwa secara individu (Uji t) variabel Jumlah Uang Beredar berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Inflasi di Indonesia. Variabel
BI Rate berpengaruh positif dan signifikan terahdap Inflasi di Indonesia. Sedangkan Nilai Tukar dan Pengeluaran Pemerintah berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Inflasi di Indonesia. Secara bersama-sama semua variabel berpengaruh signifikan terhadap Inflasi di Indonesia periode 2005-2014. Untuk hasil analisis elastisitas Inflasi inelastis terhadap Jumlah Uang Beredar, Nilai Tukar dan Pengeluaran Pemerintah, dan Inflasi elastis terhadap BI Rate. Kata Kunci: Inflasi, Jumlah Uang Beredar, BI Rate, Nilai Tukar, Pengeluaran Pemerintah, OLS.
PENDAHULUAN Inflasi merupakan salah satu indikator perekonomian yang penting, laju perubahannya selalu diupayakan rendah dan stabil agar tidak menimbulkan penyakit makroekonomi yang nantinya akan memberikan dampak ketidakstabilan dalam perekonomian. Inflasi yang tinggi dan tidak stabil merupakan cerminan akan kecenderungan naiknya tingkat harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus selama periode waktu tertentu. Untuk mengantisipasi semakin tingginya perubahan inflasi, mendorong otoritas moneter membuat kerangka kerja kebijakan moneter atau dengan kata lain inflation targeting framework (ITF) dengan bertujuan untuk menjaga dan mencapai perubahan inflasi yang rendah dan stabil. Menurut Arimurti dan Tristanto (2011:6) implementasi Inflation Targeting Framework (ITF) pada tahun 2005 menjadi tonggak sejarah perubahan kerangka kebijakan moneter yang dilakukan pasca krisis ekonomi di Indonesia. Pada prinsipnya kerangka kebijakan moneter tersebut adalah dalam rangka mengadopsi kerangka kebijakan yang lebih kredibel, yang mengacu pada penggunaan suku bunga sebagai operational target dan kebijakan yang bersifat antisipatif. Inflasi di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat menaik turunkan inflasi dari setiap periodenya. Salah satunya adalah suku bunga acuan Bank Indonesia atau dengan kata lain BI Rate yang menjadi signal bagi perbankan untuk menetapkan tingkat suku bunganya seperti tabungan, deposito dan kredit. Menurut Yodiatmaja (2012:3) perubahan BI Rate akan mempengaruhi beberapa variabel makroekonomi yang kemudian diteruskan kepada inflasi. Perubahan berupa peningkatan level BI Rate bertujuan untuk mengurangi laju aktifitas ekonomi yang mampu memicu inflasi. Pada saat level BI Rate naik maka suku bunga kredit dan deposito pun akan mengalami kenaikan. Ketika suku bunga deposito naik, masyarakat
akan cenderung menyimpan uangnya di bank dan jumlah uang yang beredar berkurang. Pada suku bunga kredit, kenaikan suku bunga akan merangsang para pelaku usaha untuk mengurangi investasinya karena biaya modal semakin tinggi. Hal demikianlah yang meredam aktivitas ekonomi dan pada akhirnya mengurangi tekanan inflasi. Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi dari tahun ke tahun adalah melalui perkembangan sektor keuangan yang semakin pesat dewasa ini. Tetapi seiring perkembangan moneter tersebut sekarang menyebabkan hubungan antara jumlah uang beredar dan pertumbuhan ekonomi maupun laju inflasi cenderung kurang stabil. Akibatnya krisis moneter melanda negara-negara berkembang dan memporakporandakan stuktur perekonomiannya. Bahkan bagi Indonesia hal ini berlanjut pada krisis ekonomi dan politik yang telah menyebabkan kerusakan yang cukup signifikan terhadap sendi sendi perekonomian nasional (Prayitno, dkk. 2002:47). Perekonomian yang digerakan oleh jumlah uang yang beredar yang semakin meningkat dapat menimbulkan kenaikan harga – harga barang yang cenderung akan menyebabkan inflasi. Di pihak lain pembangunan memerlukan suatu pengeluaran dana yang besar dan tidak dapat disangkal bahwa semakin meningkatnya kegiatan pembangunan yang ditandai dengan pertumbuhan pengeluaran negara akan menimbulkan tekanan inflasi (Wahjuanto, 2010:1). Ketidakstabilan nilai tukar akan mempengaruhi arus modal atau investasi dan perdagangan Internasional. Indonesia sebagai negara yang banyak mengimpor bahan baku industri mengalami dampak dan ketidakstabilan kurs ini, yang dapat dilihat dari melonjaknya biaya produksi sehingga menyebabkan harga barang-barang milik Indonesia mengalami peningkatan. Dengan melemahnya rupiah menyebabkan perekonomian Indonesia menjadi goyah dan dilanda krisis ekonomi dan kepercayaan terhadap mata uang dalam negeri (Triyono, 2008:156). Dengan adanya lonjakanlonjakan drastis pada tingkat kurs tersebut ini akan membuat para produsen kesulitan untuk mendapatkan bahan baku, barang modal dan barang modal yang mempunyai kandungan impor yang tinggi sehingga kemudian akan berdampak pada naiknya biaya untuk
mengimpor
barang
untuk
keperluan
proses
produksi sehingga
akan
mempengaruhi tingkat harga domestik yang merupakan cerminan dari tingkat inflasi.
Melemahnya mengakibatkan
nilai mata uang rupiah terhadap mata uang asing yang
meningkatnya biaya impor akan menambah beban bagi pemerintah,
dalam hal pembiayaan untuk barang dan jasa. Selain itu kebijakan- kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam mengatasi masalah-masalah yang ada di Indonesia baik itu masalah ekonomi, sosial maupun budaya dalam pelaksanaannya tentu akan memerlukan pembiayaan yang besar pula. Meskipun penerimaan pemerintah juga bertambah tetapi akan diikuti dengan bertambahnya pula pengeluaran pemerintah. Hal ini karena dalam mengatasi masalah-masalah ekonomi, sosial dan budaya tidak hanya cukup dibiayai dengan penerimaan pemerintah saja, sehingga pemerintah harus meminjam dana luar negeri. Setelah masalah teratasi muncul kewajiban melunasi hutang dan membayar bunga. Pengeluaran pemerintah yang terus bertambah ini pada akhirnya juga akan menimbulkan tekanan Inflasi.
METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah jumlah uang beredar, BI rate, nilai tukar, pengeluaran pemerintah dan inflasi di Indonesia tahun 2005-2014. a. Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder runtun waktu (time series), yaitu data yang diperoleh berdasarkan informasi yang telah disusun dan dipublikasikan oleh instansi tertentu. Dalam penelitian data yang digunakan diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia b. Model Penelitian Berdasarkan operasional variabel dan landasan teori yang telah dijelaskan sebelumnya maka penulis mendefinisikan permasalahan yang diteliti kedalam model penelitian sebagai berikut: Y=β0 + β1X1 + β2X2 + β3logX3 +𝛽4 X4+e Dimana: Y
: Inflasi
X1
: Jumlah Uang Beredar
X2
: BI Rate
X3
: Nilai Tukar
X4
: Pengeluaran Pemerintah
𝛽0
: Konstanta
β1
: Koefisien Inflasi terhadap jumlah uang beredar
β2
: Koefisien Inflasi terhadap BI Rate
β3
: Koefisien Inflasi terhadap nilai tukar
β4
: Koefisien Inflasi terhadap pengeluaran pemerintah
e
: error term
PEMBAHASAN Dari hasil pengolahan data didapat persamaan regresi dalam bentuk persamaan ekonometrika sebagai berikut : Y = -8,291438 – 0,140721 X1 + 1,546946 X2 + 0,578283 log X3 + 0,015083 X4 Prob t-statistik 2
(0,2104)
R
(0,886193)
F Statistik
(9,733553)
(0,0060)
(0,9412)
(0,8292)
Dari hasil regresi dapat dilihat bahwa nilai R2 adalah sebesar 0,886193 hal ini berarti variabel jumlah uang beredar, BI rate, nilai tukar dan pengeluaran pemerintah dapat menjelaskan perubahan pada variabel Tingkat Inflasi sebesar 88,61 % dan sisanya sebesar 11,39 % dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Hasil regresi diketahui bahwa jumlah uang beredar berpengaruh negatif dan tidak signifikan. BI Rate berpengaruh positif dan signifikan, dimana kenaikan koefisien BI rate
sebesar 1 persen akan meningkatkan inflasi sebesar 1,546946 persen. Sedangkan nilai tukar dan pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan tidak signifikan. Pengaruh Jumlah Uang Beredar, BI Rate, Nilai Tukar dan Pengeluaran Pemerintah secara parsial terhadap Inflasi di Indonesia Berdasarkan hasil regresi pada penelitian ini dengan tingkat keyakinan 95% diketahui bahwa jumlah uang beredar secara parsial memberikan pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap inflasi sebesar -0,140721. Ini berarti bahwa adanya peningkatan persentase jumlah uang beredar sebesar 1 persen, akan menurunkan inflasi sebesar 0,14%. Hasil ini tidak sesuai dengan teori, dimana menurut teori jumlah uang beredar berpengaruh positif terhadap inflasi. Pada saat jumlah uang beredar mengalami peningkatan maka akan meningkatkan inflasi. Keadaan ini terjadi karena tingkat liquiditas uang beredar yang tinggi dan kemungkinan besar akan mengancam stabilisasi
perekonomian yang salah satunya adalah pada tingginya inflasi, otoritas moneter akan menaikan BI Rate sebagai respon kebijakan moneter ketika inflasi meningkat. Penelitian ini sejalan dengan beberapa hasil penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa jumlah uang beredar berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap inflasi di Indonesia. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Theodores Manuela Langi, Vecky Masinambow, Hanly Siwu (2014) yang berjudul “Analisis Pengaruh Suku Bunga BI, Jumlah Uang Beredar, dan Tingkat Kurs terhadap Tingkat Inflasi di Indonesia”. Penelitian ini menggunakan data pada rentang waktu kwartalan pada rentang waktu antara tahun 2005.3 sampai 2013.3. Adapaun variabel yang digunakan pada penelitian tersebut adalah niflasi (Y), jumlah uang beredar, Suku Bunga BI, dan tingkat kurs. Pada penelitian ini pengaruh variabel jumlah uang beredar terhadap variabel inflasi dari hasil estimasi menunjukan bahwa pengaruh variabel jumlah uang beredar berpengaruh negatif. Berdasarkan hasil regresi diketahui bahwa BI rate di Indonesia berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi di Indonesia. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan BI Rate berpengaruh negatif terhadap inflasi, tetapi sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya. Dengan taraf nyata 5%, kenaikan koefisien BI rate sebesar 1 persen akan meningkatkan inflasi sebesar 1,546946 persen. Keadaan ini terjadi karena BI Rate ditetapkan setelah adanya inflasi. Apabila inflasi melebihi target yang telah ditetapkan atau meningkat, maka sebagai respon kebijakan moneter BI Rate juga akan dinaikan.
Penelitian
ini sejalan dengan penelitian terdahulu oleh Eko
Wahyudi dan Shofwan (2014) yang berjudul “Pengaruh Suku Bunga Bank Indonesia (BI Rate) dan Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap Laju Inflasi di Indonesia Periode Tahun 2000.1-2013.4”. Penelitian ini menggunakan data triwulan yang diambil mulai tahun 2000.1 sampai dengan bulan desember 2013.4. adapun variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut antara lain inflasi (Y), BI Rate, jumlah uang beredar, nilai tukar, PDB dan hutang luar negeri. Pada penelitian ini variabel BI Rate berpengaruh positif terhadap variabel inflasi yang artinya adanya BI Rate akan menstimulasi munculnya inflasi. Berdasarkan hasil regresi dengan tingkat keyakinan 95% diketahui bahwa nilai tukar di Indonesia berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap inflasi di Indonesia. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis yang dibuat oleh peneliti, tetapi sejalan dengan
penelitian sebelumnya. Ketika nilai rupiah terapresiasi, barang yang dihasilkan oleh Indonesia di luar negeri akan menjadi mahal dan barang-barang luar negeri akan menjadi murah. Sebaliknya, ketika nilai rupiah terdepresiasi, barang yang dihasilkan Indonesia di luar negeri menjadi lebih murah dan barang-barang luar negeri akan menjadi lebih mahal. Depresiasi nilai rupiah terhadap Dollar akan mengakibatkan meningkatnya biaya untuk mengimpor barang seperti barang konsumsi, barang modal dan bahan baku untuk disunakan dalam proses produksi. Untuk menutupi biaya impor yang menjadi mahal produsen akan menaikan harga barang sehingga akan mengakibatkan kenaikan tingkat harga di Indonesia yang merupakan cerminan dari laju inflasi. Beberapa peneliti terdahulu yang ada pada bab 2 memiliki kesimpulan bahwa nilai tukar berpengaruh positif dan tidak signifikan. Adapun Heru Perlambang menyimpulkan jika nilai tukar tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi terjadi peranan berupa kebijakan moneter yang sifatnya dapat memicu nilai tukar dapat dilaksanakan karena tidak berdampak pada laju inflasi. Berdasarkan hasil regresi dengan tingkat keyakinan 95% diketahui bahwa pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap inflasi di Indonesia. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis yang dibuat oleh peneliti. Belanja pemerintah merupakan penentu posisi permintaan agregat. Keynes berpendapat bahwa permintaan agregat berfluktuasi akibat gelombang pesimisme dan oprimisme yang irasional. Apabila optimisme melanda, rumah tangga dan perusahaan-perusahaan meningkatkan belanja. Hasilnya adalah permintaan agregat meningkat. Peningkatan permintaan agregat
dalam keadaan output full employment akan menyebabkan
terjadinya kelebihan permintaan pada pasar barang dan jasa, sehingga harga barang dan jasa meningkat. Dengan demikian kenaikan permintaan terhadap barang dan jasa meningkat, akan menyebabkan terjadinya kenaikan permintaan terhadap faktor produksi, sehingga faktor produksi juga mengalami peningkatan. Kenaikan harga barang dan jasa serta faktor produksi inilah yang merupakan inflasi bagi perekonomian. Pengaruh Jumlah Uang Beredar, BI Rate, Nilai Tukar dan Pengeluaran Pemerintah secara bersama-sama terhadap Inflasi di Indonesia Berdasarkan hasil regresi diketahui bahwa jumlah uang beredar, BI rate, nilai tukar dan pengeluaran pemerintah secara bersama-sama memberikan pengaruh yang signifikan (nyata) terhadap Inflasi di Indonesia. Dari hasil perhitungan diperoleh 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔
adalah sebesar 9,733553 dengan 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 pada taraf nyata 5% adalah 2,58. Berdasarkan Hasil perhitungan diatas, maka dapat dilihat bahwa 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 >𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 atau 9,733553 > 2,58 artinya bahwa pengaruh variabel jumlah uang beredar, BI rate, nilai tukar dan pengeluaran pemerintah terhadap tingkat inflasi di Indonesia Periode 2005-2014 secara bersama sama adalah signifikan. Sedangkan jika diuji secara parsial tidak semua variabel hasilnya signifikan. Karena pada kenyataannya jumlah uang beredar, nilai tukar dan pengeluaran pemerintah banyak berpengaruh secara nyata di kota-kota besar, sedangkan pada penelitian ini lingkupnya nasional yang hasilnya didapatkan baik dari kota besar maupun daerah. Elatisitas Inflasi terhadap Jumlah Uang beredar, BI Rate, Nilai Tukar dan Pengeluaran Pemerintah Uji ini dilakukan untuk dapat mengetahui besarnya elastisitas Inflasi terhadap Jumlah Uang Beredar, BI Rate, Nilai Tukar dan pengeluaran Pemerintah di Indonesia periode 2005-2014. Tabel 4.10 Tabel Elastisitas Variabel
Koefisien
Keterangan
Jumlah Uang Beredar
-0,140721
Inelastis
BIRate
1,546946
Elastis
Nilai Tukar
0,578283
Inelastis
Pengeluaran Pemerintah
0,015083
Inelastis
Sumber : Hasil pengolahan Eviews 6 Pada tabel 4.10 dapat diketahui berdasarkan hasil regresi kepekaan (elastisitas) Inflasi terhadap Jumlah Uang Beredar adalah inelastis. Perubahan Jumlah Uang Beredar sebesar -0,140721 diakibatkan naiknya Inflasi sebesar 1%. Berdasarkan hasil regresi elastisitas Inflasi terhadap BI Rate adalah elatis. Perubahan BI Rate sebesar 1,546946 diakibatkan naiknya inflasi sebesar 1%. Sedangkan untuk elastisitas Inflasi terhadap Nilai Tukar adalah inelastis. Perubahan Nilai Tukar 0,578283 diakibatkan naiknya Inflasi sebesar 1%. Dan Inflasi inelastis terhadap Pengeluaran pemerintah. Dimana perubahan Pengeluaran Pemerintah sebesar 0,015083 diakibatkan kenaikan inflasi sebesar 1%.
PENUTUP Kesimpulan Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jumlah uang beredar, BI rate, nilai tukar dan pengeluaran pemerintah terhadap tingkat inflasi di Indonesia tahun 2005-2014. Berdasarkan hasil penelitian, perhitungan dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, penelitian ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Dengan menggunakan tingkat keyakinan 95% variabel jumlah uang beredar memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap inflasi di Indonesia untuk periode 2005-2014. Di sisi lain BI Rate memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap inflasi di Indonesia. Sedangkan variabel nilai tukar dan pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan tidak signifikan. Dan variabel jumlah uang beredar, BI Rate, nilai tukar dan pengeluaran pemerintah secara bersama-sama berpengaruh signifikan (nyata) terhadap tingkat inflasi di Indonesia periode tahun 2005-2014. 2. Berdasarkan hasil regresi inflasi inelastis terhadap jumlah uang beredar, nilai tukar dan pengeluaran pemerintah . sedangkan untuk BI rate, inflasi elastis terhadap BI Rate. Saran Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan yang telah dipaparkan, maka penulis dapat memberikan beberapa saran bagi berbagai pihak terkait. Adapun saran yang dapat penulis sampaikan sebagai berikut : 1. Diharapkan agar pemerintah dapat mengendalikan laju inflasi berdasarkan faktor-faktor yang telah dibahas dalm penelitian ini. Dari hasil penelitian ini dapat diambil beberapa opsi kebijakan yang harus dilakukan pemerintah, salah satunya adalah ketika Indonesia mengalami liquiditas yang tinggi yang ditunjukkan oleh tingginya jumlah uang beredar dan akan menimbulkan inflasi, pemerintah tidak boleh langsung mengambil kebijakan menaikan BI Rate untuk meredam adanya inflasi, karena dari hasil yang didapat dari penelitian ini justru dengan adanya jumlah uang beredar yang meningkat akan menurunkan inflasi. Dan ketika pemerintah melakukan kebijakan menaikan BI Rate malah akan menstimulasi adanya peningkatan inflasi.
2. Untuk menjaga kestabilan harga di dalam negeri, pemerintah diharapkan dapat menjaga kestabilan nilai tukar rupiah terhadap dollar. Karena berdasarkan penelitian ini apabila nilai tukar meningkat maka inflasi akan ikut meningkat. 3. Untuk menjaga kestabilan inflasi, pemerintah diharapkan dapat menekan pengeluaran negara agar tidak semakin meningkat. Karena pengeluaran pemerintah merupakan penentu dari permintaan agregat, apabila permintaan agregat meningkat akan menyebabkan terjadinya kelebihan permintaan pada pasar barang dan jasa, sehingga harga barang dan jasa juga meningkat. 4. Bagi para peneliti yang akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh jumlah uang beredar, BI Rate, nilai tukar dan pengeluaran pemerintah terhadap inflasi di Indonesia, disarankan agar memasukkan variabel lain yang diduga mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap inflasi di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA ______Badan Pusat Statistik. Statistik Indonesia 2005-2014.
______Badan Pusat Statistik, Inflasi di Indonesia Tahun 2005-2014, Badan Pusat Statistik. ______Badan Pusat Statistik, Jumlah Uang Beredar Tahun 2005-2014, Badan Pusat Statistik. ______Badan Pusat Statistik, BI Rate Tahun 2005-2015, Badan Pusat Statistik. ______Badan Pusat Statistik, Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Tahun 2005-2014, Badan Pusat Statistik ______Badan Pusat Statistik, Realisasi Pengeluaran Pemerintah Tahun 2005-2014, Badan Pusat Statistik. Boediono. 1985. Ekonomi Moneter, edisi 3. BPFE : Yogyakarta. Komaludin Ade. 2009. Teori dan Studi Empiris Ekonomi Moneter, Rizqi Press : Bandung Nopirin. 1992. Ekonomi Internasional, edisi 3. BPFE : Yogyakarta. ---------. 1987. Ekonomi Moneter, edisi. BPFE : Yogyakarta.
Langi Theodores Manuela, Masinambow Vecky, Siwu Hanly. 2014. Analisis Pengaruh Suku Bunga BI, Jumlah Uang Beredar dan Tingkat Kurs terhadap Tingkat Inflasi di Indonesia. Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi. Vol 14, no. 2. Manado. Wahyudi Eko, Shofwan. 2014. Pengaruh Suku Bunga Bank Indonesia (BI Rate) dan Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap Laju Inflasi di Indonesia Periode Tahun 2000.1-2013.4. Rahmawati. 2011. Pengaruh Jumlah Uang Beredar, Pengeluaran Pemerintah, dan Suku Bunga Terhadap Tingkat Inflasi di Nanggroe Aceh Darussalam. Jurnal Aplikasi Manajemen. Vol 9, no. 1 Dewi Murti Sari. 2011. Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Inflasi di Indonesia Sebelum dan Sesudah Diterapkannya Kebijakan Inflation Targeting Framework Periode 2002:1-2010:12. Media Ekonomi. Vol 19, no. 2 Perlambang Heru. 2010. Analisis Pengaruh Jumlah Uang Beredar, Suku Bunga SBI, Nilai Tukar terhadap Tingkat Inflasi. Media Ekonomi. Vol 19, no. 2 Sari Nur Irma. 2012. Faktor-faktor Ekonomi yang Mempengaruhi Inflasi di Jawa Timur.