KINERJA EKSPOR KOPI DAN STRATEGI PENINGKATAN DAYASAING KOPI ROBUSTA INDONESIA DI PASAR ASEAN
PIA PERDANA
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kinerja Ekspor Kopi dan Strategi Peningkatan Dayasaing Kopi Robusta Indonesia di Pasar ASEAN adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016 Pia Perdana NIM H34144059
4
5
ABSTRAK PIA PERDANA. Kinerja Ekspor Kopi dan Strategi Peningkatan Dayasaing Kopi Robusta Indonesia di Pasar ASEAN. Dibimbing oleh SUHARNO. Dayasaing komoditas suatu negara dapat digambarkan melalui Keunggulan Komparatif dan Keunggulan Kompetitif. Komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dapat dikatakan komoditi tersebut memiliki efisiensi secara ekonomi. Sedangkan, Keunggulan kompetitif (Competitive Advantage) merupakan alat untuk menggambarkan dayasaing suatu aktivitas berdasarkan pada kondisi perekonomian aktual. Pada penelitian ini penulis bermaskud untuk mengetahui bagaimana dayasaing komoditas kopi robusta Indonesia di Pasar ASEAN, kemudian menyusun strategi memperkuat dayasaing Kopi Robusta di Pasar ASEAN. Dari hasil perhitungan, diketahui bahwa nilai Revealed Comparative Advantage (RCA) kopi Indonesia dengan kode HS 09011110 adalah 12.10 atau lebih dari satu, hal ini menunjukan kopi Indonesia mempunya keunggulan komparatif di pasar ASEAN. Kemudian, melalui 4 faktor kopi robusta Indonesia yang diterangkan dengan The National Diamond System. Menunjukan bahwa kopi robusta Indonesia mempunyai keunggulan kompetitif. Kemudian penentuan strategi dengan mengunakan matriks SWOT. Kemudian didapat berbagai implikasi strategi dan lebih mengarah kepada strategi untuk mengoptimalkan lahan perkebunan kopi dengan memanfaatkan lembaga-lembaga kopi termasuk pemerintah, dengan arah kebijakan yang berorientasi pasar. Kata kunci : Kopi, Robusta, Dayasaing, strategi, ASEAN
ABSTRACT PIA PERDANA. Coffee Export Performance and Competitiveness Improvement Strategies of Indonesia Robusta Coffee in ASEAN Markets. Supervised by SUHARNO. The competitiveness of a country's commodity can be depicted through two advantages is the comparative advantage and competitive advantage. The Commodities have a comparative advantage can be said that commodities have a greater efficiency in the economy. Meanwhile, the competitive advantage is a tool to illustrate the competitiveness of an activity based on the actual condition of the economy. This research intends to find the competitiveness of Indonesian robusta coffee in ASEAN markets and then made the competitveness Improvement Strategies of Indonesia Robusta Coffee in ASEAN Markets. The result of the calculation that the value of Revealed Comparative Advantage (RCA) Indonesia for coffee commodity code is HS 09011110 was 12.10 or more than one, this indicates that the coffee Indonesia has a comparative advantage in the ASEAN market. Then, 4 factors of robusta coffee Indonesia which is described with the approach of The National Diamond System. Showed that Indonesia has a resource factors that reflect that commodities robusta coffee has a competitive advantage. The decision of the stretegies will make by SWOT analysis. In this analysis will found many implication of strategies and to be preffered to optimalized of the coffee harvest area. The exploited of institution and goverment with a policy to follow market orientation. Keyword : Coffee, Robusta, competitiveness, Strategy, ASEAN.
6
7
KINERJA EKSPOR KOPI DAN STRATEGI PENINGKATAN DAYASAING KOPI ROBUSTA INDONESIA DI PASAR ASEAN
PIA PERDANA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
9
Judul Skripsi : Kinerja Ekpor Kopi dan Strategi Peningkatan Dayasaing Kopi Robusta Indonesia di Pasar ASEAN. Nama : Pia Perdana NIM : H34144059
Disetujui oleh
Dr.Ir. Suharno, M.Adev Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Dwi Rachmina, Msi Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanankan sejak bulan Februari 2016 sampai Juli 2016 dengan Judul Penelitian Kinerja Ekspor dan Strategi Peningkatan Dayasaing Kopi Robusta Indonesia di Pasar ASEAN. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Suharno, M.Adev selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan pada pembuatan skripsi ini. Bapak Rahmat Yanuar, SP.MSi selaku dosen evaluator yang telah memberikan masukan berupa saran dalam pembuatan proposal penelitian. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Miftahul Kirom selaku sekretaris eksekutif Asosiasi Eksportir Kopi dan Industri Kopi Indonesia (AEKI), Direktorat Jenderal Perkebunan, BPS Republik Indonesia, GAEKI, ASEAN Trade Statistik dan segala pihak yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua, keluarga, serta teman-teman atas doa dan bantuannya selama ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2016 Pia Perdana
ii
iii
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL iv DAFTAR GAMBAR iv DAFTAR LAMPIRAN iv PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Rumusan Masalah 3 Tujuan 4 TINJAUAN PUSTAKA 4 Komoditas Kopi di Indonesia 4 Pasar Kopi Internasional 5 KERANGKA PEMIKIRAN 6 Kerangka Pemikiran Teoritis 6 Perdagangan Internasional 6 Struktur Pasar 7 Konsep keunggulan Kompetitif 8 Konsep Keunggulan Komparatif 12 Analisis SWOT 13 Kerangka Pemikiran Operasional 14 METODE PENELITIAN 16 Lokasi dan Waktu Penelitian 16 Jenis dan Sumber Data 16 Metode Pengumpulan Data 17 Metode Pengolahan Data 17 GAMBARAN UMUM 19 KOPI ROBUSTA NASIONAL 19 Kopi Robusta 19 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia 22 Produksi Perkebunan Kopi Robusta Indonesia 23 Produktivitas perkebunan kopi robusta Indonesia 24 Tingkat harga kopi robusta Indonesia 25 Perkembangan Produksi, Luas Areal dan Produktivitas 25 perkebunan kopi robusta ASEAN. 25 Tingkat harga kopi robusta Dunia 27 Ekspor kopi robusta Indonesia 28 Lembaga perkopian Nasional 30 Lembaga perkopian Internasional 33 HASIL DAN PEMBAHASAN 34 Kinerja Ekspor Kopi Indonesia di Pasar ASEAN : Revealed Comparative Advantage (RCA) 34 Keunggulan Kompetitif Kopi Robusta Indonesia menggunakan pendekatan The National Diamond System. 36 Kondisi Faktor Sumberdaya 37 Kondisi Permintaan 44 Industri Terkait dan Industri Pendukung 47 Struktur, Persaingan dan Strategi Industri Kopi Robusta Nasional 49
iv
Peran Pemerintah Peran Kesempatan Analisis SWOT KESIMPULAN SARAN LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
50 51 51 56 56 59 64
DAFTAR TABEL 1 Perkembangan luas areal dan produksi perkebunan kopi di Indonesia 2 Konsumsi kopi di Indonesia 3 Jenis dan Sumber Data Penelitian 4 Negara dengan luas tanaman menghasilkan kopi terbesar di dunia 5 Perkembangan produksi kopi robusta Indonesia dari tahun 2011-2016* 6 Perkembangan tanaman menghasilkan, produksi, dan produktivitas 7 Perkembangan harga rata-rata kopi robusta di Indonesia tahun 2007 – 2014. 8 Perkembangan produksi 5 Negara terbesar di dunia penghasil kopi robusta 9 Hasil perhitungan nilai RCA Kopi negara-negara ASEAN 10 Syarat tumbuh kopi robusta 11 Perkembangan luas lahan perkebunan kopi robusta, tahun 2005-2015* 12 Rata – rata konsumsi kopi per kapita per tahun Indonesia, tahun 2010-2014. 13 Total konsumsi domestik di Negara Anggota ASEAN, tahun 2011 – 2015. 14 Identifikasi SWOT Industri Kopi Robusta Indonesia 15 Matriks Analisis SWOT Industri Kopi Robusta Indonesia
2 3 16 22 23 24 25 26 36 37 38 46 46 52 53
DAFTAR GAMBAR 1 The National Diamond System 2 Kerangka pemikiran operasional 3 Perkembangan harga rata rata per tahun Robusta di pasar internasional 4 Pohon Industri pengolahan kopi
9 15 27 48
DAFTAR LAMPIRAN 1 Pertumbuhan Luas Areal, produksi dan produktivitas perkebunan kopi robusta 2 Perkembangan harga bulanan Kopi di Pasar Dunia tahun 1985-2014 3 Konsumsi kopi di negara ASEAN tahun 2011 – 2012 (1000 bags/60kg). 4 Produksi robusta negara ASEAN tahun 2011 – 2016* (1000 bags / 60kg) 5 Negara penghasil kopi robusta terbesar dunia, tahun 2011 - 2015 6 Negara-negara dunia dengan luas areal tanaman menghasilkan terbesar dunia 7 Luas Areal dan Produksi Kopi Menurut Status Pengusahaan Tahun 1980-2015
60 61 62 62 62 63 63
v
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas yang banyak dibudidayakan di kawasan tropik, seperti benua Afrika, Amerika Selatan, serta Asia Pasifik. Di Indonesia, kopi merupakan komoditas perkebunan yang mempunyai peranan penting bagi perkonomian negara. Ditinjau dari aktivitas ekonominya, kopi dipandang sebagai komoditas perkebunan yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan strategis untuk pemerataan pendapatan sehingga berkontribusi cukup besar dalam meningkatkan kesejahteraan petani di daerah terpencil, menyediakan kesempatan kerja, dan memberikan pemasukan devisa negara. Pada tahun 2013 saja nilai ekspor Kopi Indonesia adalah US $1.17 miliar atau setara dengan Rp14 088 triliun (asumsi 1 US$ = Rp12 000). Selain itu, perkebunan kopi mampu melibatkan lebih dari 1,87 juta keluarga petani, yang sebagian besar mendiami kawasasan pedesaan di wilayah-wilayah terpencil Indonesia. Total lahan pekebunan kopi Indonesia adalah sebesar 1,24 juta hektar dengan hasil produksi 675 881 ton. Namun, jika dilihat dari komposisi kepemilikan, ternyata perkebunan kopi di Indonesia didominasi oleh Perkebunan Rakyat (PR) dengan porsi 96 persen dari total keseluruhan lahan kopi Indonesia kemudian dua persen perkebunan negara, dan sisa dua persen lainya merupakan perkebunan milik swasta. Keadaan ini menunjukan, bahwa petani kopi mempunyai pengaruh yang signifikan bagi perekonomian nasional, terkhusus subsektor perkebunan (kopi). Kemudian, hal ini berarti keberhasilan perkopian Indonesia, secara langsung juga akan memperbaiki kesejahteraan petani kopi. Saat ini Indonesia mengusahakan dua jenis kopi, Robusta dan arabika. Robusta menjadi jenis kopi dengan luasan terbesar yang diusahakan setelah Arabika, dengan lahan masing-masing Robusta sebesar 916 053 ha (73 persen) dan 325 659 ha (27 persen). Berdasarkan data direkorat Jenderal Perkebunan 2014, daerah penghasil kopi robusta utama berada di kawasan segitiga kopi Indonesia yang meliputi provinsi Lampung, Sumatera Selatan, dan Bengkulu. Ketiga provinsi tersbut mampu memproduksi kopi robusta hampir 50 persen produksi Indonesia. Selain dari ketiga provinsi utama ini, robusta turut diusahakan di hampir seluruh daerah Indonesia. Menurut data International Coffee Organization (ICO) 2015, Indonesia pada tahun 2014 merupakan negara penghasil kopi terbesar keempat setelah Brazil, Vietnam, dan kemudian berselisih tipis dengan Columbia. Untuk jenis Robusta, Indonesia merupakan negara penghasil kopi robusta terbesar dunia setelah Vietnam. Jika dilihat dalam lingkup yang lebih kecil (Pasar ASEAN). Indonesia menduduki Negara terbesar kedua di ASEAN yang mensuplai pasar ini, setelah Vietnam. Dalam pasar tujuan ekspor kopi indonesia, ASEAN bukanlah negara tujuan ekspor utama kopi Indonesia. Pada tahun 2012, nilai ekspor kopi ke Amerika Serikat tercatat sebesar 331 juta US$, selanjutnya Jepang sebesar 145 juta US$ dan Jerman 117 juta US$, sedangkan di pasar ASEAN sendiri nilai ekspor terbesar hanya sebesar 70 juta US$ dan 32 juta US$, yaitu ekspor ke Malaysia dan Singapura. (Izzany, 2014).
2
Pengusahaan perkebunan kopi di Indonesia dilakukan oleh tiga kelompok pengusaha perkebunan yaitu perkebunan rakyat, perkebunan besar negara, perkebunan besar swasta. Dari jenis pengusahaan perkebunan kopi di Indonsia lebih dari 90 persen di dominasi oleh perkebunan rakyat. Dalam lingkup mikro, usahatani kopi khususnya Robusta akan memberikan pendapatan sekitar Rp9 juta per ha per tahun sedangkan usahatani kopi Arabika dapat menghasilkan pendapatan mencapai Rp19 juta per ha per tahun (Saragih, 2010). Pada tahun tersebut, harga kopi Robusta Internasional mencapai USD1.91 per kg atau setara Rp17 950 per kg, sedangkan harga kopi Arabika sekitar USD2.72 per kg atau setara Rp25 600 per kg dengan nilai tukar sebesar Rp9 400 per USD (ICO, 2014). Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa pengusahaan kopi dapat memberikan kontribusi yang cukup besar bagi perolehan pendapatan rumah tangga petani. Akan tetapi hal ini masih dibenturkan akan kualitas sumberdaya petani yang masih sederhana, dan pengetahuan yang terbatas terhadap bagamaina cara membentuk sistem pengendalian mutu baik dari mulai proses produksi hingga penanganan pasca panen. Perkembangan luas areal dan produksi kopi Indonesia menunjukan adanya fluktuasi yang diestimasi akan mempunyai trend yang menaik dari tahun 2003 hingga tahun 2014. Pada tahun 2014 Indonesia mempunyai luas lahan sebesar 1 198 962 000 hektar, meningkat dari tahun 2013 sebesar 1 194 081. Jika membandingkan dengan negara – negara pesaingnya dketahui bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki luas areal perkebunan terbesar diantara negara pesaing utamanya, seperti Brazil, dan Vietnam. Data secara lengkap ada pada lampiran. Tabel 1 Perkembangan luas areal dan produksi perkebunan kopi luas (hektar) produksi (ton) di Indonesia menurut pengusahaan tahun 1996 – 2014* Tahun
Total Luas Areal (Ha)
Jumlah Produksi (ton)
2003 1 291 910 2004 1 303 943 2005 1 255 272 2006 1 308 731 2007 1 295 911 2008 1 295 110 2009 1 266 235 2010 1 210 364 2011 1 184 967 2012 1 187 669 2013 1 194 081 2014* 1 198 962 Sumber : Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia, 2015 * Angka sementara
671 255 647 386 640 365 682 158 676 476 698 016 682 690 686 921 638 646 691 163 675 881 685 000
3
Sistem pengendalian mutu yang rendah dan kuantitas produksi yang berfluktuatif, diduga menyebabkan perkembangan industri kopi Indonesia masih rendah atau lamban. Masalah ini dapat saja mempengaruhi perkembangan ekspor kopi pada masa mendatang. Perlu ada perhatian khusus dari setiap pihak yang terlibat, dari proses produksi oleh petani hingga bagaimana dukungan pemerintah untuk komoditas kopi. Pembenahan produksi mutlak diperlukan guna menindaklanjuti peningkatan kuantitas dan kualitas produk yang maksimal. Berdasarkan data konsumsi komoditas kopi di indonesia, menunjukan adanya peningkatan konsumsi kopi. Seperti pada 2. Tabel 2 Konsumsi kopi di Indonesia No
Tahun
Jumlah Penduduk (jiwa)
Kebutuhan Kopi (Kilogram)
Konsumsi Kopi (Kg/kapita/tahun)
1 2010 237 000 000 190 000 000 2 2011 241 000 000 210 000 000 3 2012 245 000 000 230 000 000 4 2013 249 000 000 250 000 000 5 2014 253 000 000 260 000 000 6 2015* 257 000 000 280 000 000 7 2016** 260 000 000 300 000 000 Keterangan : *Angka sementara, **Estimasi Sumber : Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia, 2016
0.80 0.87 0.94 1.00 1.03 1.09 1.15
Potensi akan peningkatan permintaan kopi, sangatlah prosepektif. Diperlukan strategi yang efektif untuk menjawab semua peluang yang ada pada industri kopi Indonesia, baik dimata masyarakat lokal maupun masyarakat global sekalipun.
Rumusan Masalah Indonesia merupakan salah satu produsen terbesar kopi dunia. Berdasarkan data International Coffee Organization (ICO), Indonesia pada tahun 2014 menempati urutan keempat sebagai produsen kopi dunia setelah Brazil, Vietnam, dan Colombia, dengan nilai total produksi Indonesia tahun 2014 sebesar 700 020 ton, dengan komposisi produksi sekitar 80 persen jenis robusta dan 20 persen jenis arabika, (ICO, 2014). Namun keadaan yang berbeda dialami Indonesia pada 2 tahun berikutnya, pada tahun 2013 sampai tahun 2014 produksinya menurun, hingga di akhir tahun 2014 Indonesia berada pada urutan keempat setelah disusul oleh Kolumbia. Kopi bagi Indonesia sendiri memiliki peranan penting dalam penyediaan lapangan kerja, sumber pendapatan petani,dan sumber devisa negara. Menurut (Ditjenbun, 2012), sebagai penyedia lapangan kerja, perkebunan kopi mampu
4
menyediakan lapangan kerja bagi dua juta petani kopi Indonesia atau sekitar 1.7 persen dari total angkatan kerja pada tahun 2011. Dalam perdagangan kopi Indonesia, kebanyakan negara-negara ASEAN bukanlah negara tujuan ekspor utama kopi Indonesia. Pada tahun 2012, nilai ekspor kopi ke Amerika Serikat tercatat sebesar 331 juta US$, selanjutnya Jepang sebesar 145 juta US$ dan Jerman 117 juta US$, sedangkan di pasar ASEAN sendiri nilai ekspor terbesar hanya sebesar 70 juta US$ dan 32 juta US$, yaitu ekspor ke Malaysia dan Singapura. Pasokan impor kopi di pasar ASEAN sendiri lebih banyak didominasi oleh kopi yang berasal dari negara ASEAN, yaitu Indonesia dan Vietnam. Berdasarkan data (FAO, 2015), tercatat pada tahun 2008 hingga tahun 2011 di pasar ASEAN, 58 persen pasokan kopi berasal dari Vietnam, 31 persen berasal dari Indonesia, dan sebesar 11 persen berasal dari negara lainnya. Melihat dari market share dan jumlah pesaing kemudian dengan segala sumber daya yang dimiliki, Indonesia berpotensi untuk dapat menjadi penguasa pasar kopi di ASEAN. Hal ini dapat saja terjadi jika adanya pembenahan usaha produksi kopi yang serius, sehingga kualitas dan kuantitas produksi kopi dapat tercapai dengan maksimal. Selain itu, perlu dilakukan upaya untuk menganalisis dayasaing komoditas kopi robusta indonesia di pasar ASEAN. Hasil dari analisis ini, diharapkan Indonesia dapat melihat dan menentukan strategi yang diambil, agar Kopi Robusta Indonesia dapat memenangkan pasar kopi ASEAN. Berdasarkan rumusan masalah yang telah terurai diatas, penulis menyusun pertanyaan yang relevan akan dijawab pada penelitian ini, yaitu : 1. Bagaimana kinerja ekspor kopi Indonesia di Pasar ASEAN ? 2. Mengapa Kopi Robusta Indonesia belum mampu menjadi eksportir kopi nomer 1 di Pasar ASEAN ? 3. Bagaimana Strategi untuk memperkuat dayasaing Kopi Robusta di Pasar ASEAN?
Tujuan
1. Menganalisis kinerja ekspor kopi Indonesia di Pasar ASEAN ? 2. Menganalisis dayasaing komoditas kopi robusta Indonesia di Pasar ASEAN 3. Menyusun strategi untuk memperkuat dayasaing Kopi Robusta di Pasar ASEAN.
TINJAUAN PUSTAKA Komoditas Kopi di Indonesia Dijajahnya indonesia oleh Belanda selama 3 setengah abad silam, secara tidak langsung, ikut memberikan pengaruh terhadap peningkatan keanekaragaman komoditas sektor pertanian Indonesia. Pada masa penjajahan, tahun 1696 komoditas kopi dibawa oleh belanda dari Afrika. Arabika merupakan jenis Kopi
5
yang saat itu diperkenalkan, kemudian ditanam dan dikembangkan di Batavia Meryana (2007) dan Izzany (2015). Dalam sejarah pembudidayaan Kopi, jenis Kopi Arabika menjadi satusatunya jenis kopi komersil yang dibudidayakan dan diekspor. Namun, pada tahun 1876 terjadi penurunan produksi Kopi Arabika secara besar-besaran, akibat adanya Jamur karat daun (Hemileia Vastratix B). Dari kondisi tersebut, kemudian Kopi Robusta mulai diperkenalkan untuk dibudidayakan, Kopi robusta dikenal memiliki daya tahan atas serangan hama dan penyakit, lebih kuat dibandingkan jenis Arabika.
Pasar Kopi Internasional Kopi merupakan salah satu komoditas unggulan yang diekspor dan terserap dalam jumlah besar dipasar Internasional, menurut data International Coffee Organization (ICO), (2015), Pada tahun 2014 Indonesia menduduki peringkat 4 terbesar dunia penghasil kopi, setelah Brazil, Kolombia dan Vietnam. Jika melihat data pada tahun 1980 hingga 1998, ternyata Indonesia sempat menjadi negara penghasil Kopi Robusta terbesar didunia, pada masa itu Indonesia mempunya kondisi produksi yang relatif stabil. Saat ini Indonesia masih menjadi negara ke empat pemasok kopi dunia, belum mampunya indonesia menjadi pemasok nomor satu, diduga karena kemampuan Kopi Robusta Indonesia untuk bersaing di pasar Internasional masih kecil dibandingkan ketiga Negara Pesaing utamanya. Untuk melihat kinerja ekspor kopi Indonesia, Izany (2015) telah melakukan penelitian untuk mengukur kinerja ekspor kopi Indonesia di pasar ASEAN, menggunakan Metode Constant Market Share Analysis (CMSA) dengan hasil bahwa kinerja kopi Indonesia ke Pasar ASEAN terbaik pada tahun 2002 2007. Selain mengukur kinerja ekspor, perlu juga dilakukan analisis dayasaing kopi itu sendiri, Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh Arlan (2012), Faktorfaktor yang berpengaruh terhadap dayasaing agribisnis adalah faktor permintaan, industri terkait dan industri pendukung, persaingan industri, serta pemerintah. Namun hal yang berbeda dijelaskan pada penelitian Meryana (2007), menerangkan bahwa, untuk dapat bersaing, suatu produk harus memiliki keunggulan komparatif, hal ini dapat diketahui setelah melakukan perhitungan nilai Revealed Comparative Advantagei (RCA). Hal senada juga dijelaskan oleh Wulandari (2013), Keunggulan Komparatif menjadi salah satu indikator untuk mengetahui Dayasaing ekspor suatu produk. Selain itu, dalam meningkatkan dayasaing Kopi Robusta, Indonesia juga perlu memiliki Keunggulan Kompetitif, dilihat dari seluruh aspek sumber daya yang mampu untuk mendukung perkembangan industri Kopi Robusta di Indonesia. Meryana (2007). Ningsih (2013) ikut menambahkan dalam penelitianya, dalam mengetahui dayasaing suatu komoditas, metode yang dapat digunakan yaitu EPD (export product dynamic) dan X-Model Produk eksport potensial, dengan periode waktu lima tahun (2007-2011).
6
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Perdagangan Internasional Perdagangan internasional merupakan pertukaran barang, jasa, dan faktor produksi yang melintasi batas negara. Sejak diperkenalkan oleh David Ricardo pada abad ke-19, teori ekonomi internasional semakin menjadi perhatian para ekonom maupun para pelaku usaha. Menurut Gonarsyah (1987) dalam Siregar (2008), menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mendorong timbulnya perdagangan (ekspor-impor) antar bangsa, yaitu : (1) keinginan untuk memperluas komoditi ekspor, (2) memperbesar penerimaan devisa bagi kegiatan pembangunan, (3) adanya perbedaan penawaran dan permintaan antar negara, (4) ketidakmampuan suatu negara dalam menyediakan kebutuhan masyarakatnya dan (5) adanya perbedaan biaya relatif dalam menghasilkan komoditi tertentu. Perdagangan antar negara terjadi karena adanya perbedaan harga barang komoditi di berbagai negara. Perbedaan harga barang inilah yang menentukan keputusan negara untuk menjual barang ke negara lain ketika harga di negara tersebut lebih rendah, atau membeli ketika harga di negara tersebut lebih tinggi. Dengan demikian, salah satu atau kedua negara yang saling terlibat akan memperoleh manfaat dari perdagangan tersebut (gains from trade). Perdagangan Internasional terbagi menjadi dua bagian yaitu impor dan ekspor, yang biasanya disebut sebagai perdagangan ekspor impor.Perdagangan internasional berada dalam lingkup komoditi dalam pertukaran barang, dengan adanya perbedaan alam di tiap Negara.Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perdagangan internasional adalah adanya perbedaan dalam memproduksi barang, Negara tidak dapat memproduksi barang sesuai dengan permintaan masyarakat, dan persediaan barang dan permintaan pasar disetiap negara yang tidak seimbang. Dalam keseimbangan antara permintaan dan penawaran terdapat beberapa perbedaan yang terjadi jika keseimbangan tersebut dilakukan tanpa adanya perdagangan maupun keseimbangan dalam perdagangan internasional dalam Negara-negara eksportir Perdagangan dapat terjadi di tiap-tiap daerah. Dengan terjadinya hal tersebut, maka suatu daerah akan mempunyai kelebihan produksi yang perlu disalurkan ke daerah lain. Perbedaan harga disatu daerah dengan daerah lai juga menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya perdagangan ke daerah lain. Hai inilah yanng menimbulkan apa yang dinamakan dengan perdagangan. Limbong dan Sitorus (1985). Keuntungan yang didapat diperoleh suatunegara dalam melakukan perdagangan ialah mendapat keuntungan dari komuditas yang diperdagangkan (gains from excange) dan keuntungan dari spesialisasi (gains from spescialization). Hal yang terjadi setelah perdagangan berlangsung, yaitu masingmasing negara akan melakukan spesialisasi daklam memproduksi komoditas yang keunggulan komparatifnya negera tersebut kuasai. Spesialisasi akan terus berlangsung hingga harga-harga relatif komoditas di kedua negara tersebut sama. Dengan keadaan tersebut berarti perdagangan dalam posisi seimbang atau ekuilibrium, Salvatore (1997). Dalam melakukan perdagangan antar negara,
7
komoditas yang diperdagangkan perlu untuk memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Kedua keunggula tersebut bersifat saling melengkapi. Struktur Pasar Deskripsi struktur pasar didasarkan pada jumlah dan ukuran perusahaan yang terdapat pada suatu industri dalam menyediakan dan menjual suatu produk kepada pasar atau sekumpulan pembeli. Pengamatan terhadap struktur pasar dilakukan dengan mengetahui karakteristik pasar terutama tentang perilaku penjual dan pembeli ketika melakukan transaksi perdagangan.Menurut UU Nomor 5 Tahun 1999, struktur pasar didefinisikan sebagai suatu keadaan pasar yang memberikan petunjuk tentang aspek-aspek yang memiliki pengaruh penting terhadap perilaku pelaku usaha dan kinerja pasar. Aspek-aspek tersebut antara lain jumlah penjual dan pembeli, hambatan masuk dan keluar pasar, keragaman produk, sistem distribusi, dan penguasaan pangsa pasar. 1. Pasar Persaingan Sempurna Struktur pasar yang ditandai oleh jumlahpembeli dan penjual yang sangat banyak. Transaksi setiap individu tersebut (pembelidan penjual) sangat kecil dibandingkan output industri total sehingga mereka tidak bisamempengaruhi harga produk tersebut. Para pembeli dan penjual secara individualhanya bertindak sebagai penerima harga (price takers). Tidak ada perusahaan yangmenerima laba di atas normal dalam jangka panjang dalam pasar persaingansempurna ini. 2. Pasar Monopoli Suatu pasar yang dicirikan dengan penjual tunggaldan sebuah produk yang sangat terdiferensiasi. Produsen setiap produk harusbersaing memperebutkan pangsa pasar dari pembelian konsumen, tetapi produsenmonopoli tidak menghadapi persaingan yang efektif untuk penjualan produknyabaik dari pesaing yang ada maupun yang potensial. Hambatan yang besarseringkali merintangi para pendatang potensial. Monopoli bisa terjadi karena tigahal, yaitu monopoli alami, monopoli karena efisiensi yang superior, dan monopolikarena paten (Pappas dan Hirschey, 1995). 3. Pasar Monopolistik Salah satu bentuk pasar di mana terdapat banyak produsen yang menghasilkan barang serupa tetapi memiliki perbedaan dalam beberapa aspek.Meskipun produk yang dihasilkan sejenis, namun setiap produk yang dihasilkan tiap produsen pasti memiliki karakter tersendiri yang membedakannya dengan produk lainnya (diferensiasi produk).Produsen dapat dengan leluasa keluar masuk pasar.Hal ini dipengaruhi oleh laba ekonomis, saat produsen hanya sedikit di pasar maka laba ekonomisnya cukup tinggi.Ketika produsen semakin banyak dan laba ekonomis semakin kecil, maka pasar menjadi tidak menarik dan produsen dapat meninggalkan pasar.Pada pasar monopolistis, tidak seperti pada pasar persaingan sempurna, produsen memiliki kemampuan untuk mempengaruhi harga walaupun pengaruhnya tidak sebesar produsen dari pasar monopoli atau oligopoli. Misalnya, pasar sepeda motor di Indonesia. Produk sepeda motor memang cenderung bersifat homogen, tetapi masing-masing
8
memiliki ciri khusus sendiri. Akibatnya tiap-tiap merek mempunyai pelanggan masing-masing (Pappas dan Hirschey, 1995). 4. Pasar Oligopoli Suatu bentuk pasar yang terdapat beberapa penjual dimana salah satu atau beberapa penjual bertindak sebagai pemilik pasar terbesar (price leader).Umumnya jumlah perusahaan lebih dari dua tetapi kurang dari sepuluh.Dalam pasar oligopoli, setiap perusahaan memposisikan dirinya sebagai bagian yang terikat dengan permainan pasar, di mana keuntungan yang mereka dapatkan tergantung dari tindak-tanduk pesaing mereka.Sehingga semua usaha promosi, iklan, pengenalan produk baru, perubahan harga, dan sebagainya dilakukan dengan tujuan untuk menjauhkan konsumen dari pesaing mereka (Pappas dan Hirschey, 1995). Konsep keunggulan Kompetitif Menurut David (2009), keunggulan kompetitif dapat diartikan sebagai “segala sesuatu yang dapat dilakukan dengan jauh lebih baik oleh sebuah perusahaan jika dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan saingan”. Keunggulan kompetitif (Competitive Advantage) merupakan alat untuk mengukur dayasaing suatu aktivitas berdasarkan pada kondisi perekonomian aktual. Menurut Porter(1998), keunggulan kompetitif suatu negara sangat tergantung pada tingkatsumberdaya yang dimilikinya. Berdasarkan sumberdaya lokal yang dimiliki suatu negara dapat dilihat apakah suatu negara mempunyai keunggulan kompetitif atautidak. Keunggulan kompetitif dibuat dan dipertahankan melalui suatu prosesinternal yang tinggi. Perbedaan dalam struktur ekonomi nasional, nilai,kebudayaan, kelembagaan, dan sejarah menentukan keberhasilan kompetitif. Keunggulan kompetitif suatu negara ditentukan oleh empat faktor yangharus dimiliki suatu negara untuk bersaing secara global. Keempat faktor tersebutadalah kondisi faktor sumberdaya (factor condition), kondisi permintaan (demand condition), industri terkait dan industri pendukung (related and supportingindustry), persaingan, struktur, dan strategi perusahaan (firm strategy, structure,and rivarly). Keempat faktor penentu tersebut didukung oleh faktor eksternalyang terdiri atas peran pemerintah (goverment) dan terdapatnya kesempatan(chance events). Secara bersama-sama faktor tersebut membentuk suatu sistemyang berguna dalam peningkatan keunggulan dayasaing, sistem tersebut dikenal dengan “The National Diamond”.
9
Peluang
Strategi perusahaan, struktur, dan persaingan
Kondisi Permintaan
Kondisi Faktor Sumberdaya
Industri Terkait dan Pendukung Pemerintah
Ket
: Garis ( ), hubungan antara atribut utama. Garis (--------), hubungan antara atribut tambahan terhadap atribut utama. Gambar 1 The National Diamond System Sumber : Porter, 1998
Pada gambar mengenai konsep yang dibuat oleh Porter (1998), setiap poin-poin tersebut memiliki arti penting yang menjelaskan secara detail mengenai atrubut yang ada, berikut adalah penjelasanya : 1. Kondisi Faktor Sumberdaya Posisi suatu bangsa berdasarkan sumberdaya yang dimiliki merupakan faktor produksi yang diperlukan untuk bersaing dalam industri tertentu. Faktor produksi tersebut digolongkan ke dalam lima kelompok yaitu : a. Sumberdaya manusia Sumberdaya manusisa yang mempengaruhi dayasaing industri nasional terdiri dari jumah tenaga kerja yang tersedia, kemampuan manajerial dan keterampilan yang dimiliki, biaya tenaga kerja yang berlaku (tingkat upah) an etika kerja (termasuk moral) b. Sumberdaya Fisik/Alam Sumberdaya fisik atau alam yang mempengaruhi dayasaing industroi nasional mencakup biaya, kualitas, aksesibilitas, ukuran lahan (lokasi), ketersediaan air, mineral dan energi serta sumberdaya pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan (termasuk sumberdaya perairan laut lainya), dan sumberdaya peternakan. Serta sumberdaya alam lainya, baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Begitu juga kondisi cuaca dan iklim, luas wilayah geografis, kondisi topografis dan lainlain.
10
c. Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Sumberdaya IPTEK mencakup ketersediaan pengetahuan pasar, pengetahuan ilmiah yang menunjang dan diperlukan dalam memproduksi barang dan jasa. Begitu juga ketersediaan sumber-sumber pengetahuan dan teknologi, seperti oerguruan tinggi lembaga penelitia dan pengembangan, lembaga statistik, literatur bisnis dan ilmiah, basis data, laporan penelitian, asosiasi pengusaha, asosiasi perdagangan dan sumber pengetahuan dan teknologi lainya. d. Sumberdaya Modal Sumberdaya modal yang mempengaruhi dayasaing nasional terdiri dari jumlah dan biaya (suku bunga) yang tersedia, jenis pembiayaan (sumber modal), aksesibilitas terhadap pembiayaan, kondisi lembaga pembiayaan dan perbankan, tigkat tabungan masyarakat, peraturan keuagan, kondisi moneter dan fiskal, serta peraturan moneter dan fiskal e. Sumberdaya Infrastruktur yang mempengaruhi dayasaing nasional dapat dilihat dari ketersediaan jenis, mutu dan biaya penggunaan infrastruktur yang mempengaruhi persaingan, termasuk sistem transportasi, komunikasi, pos dan giro, pembayaran dan transfer dana, air bersih, energi listrik dan lain-lain. 2. Kondisi Permintaan Kondisi permintaan dalam negeri merupakan faktor penentu dayasaing industri nasional, terutama mutu permintaan domestik. Mutu permintaan domestik merupakan sarana pembelajaran perusahaan-perusahaan domestik untuk bersaing dipasar global. Mutu permintaan (persaingan yang ketat) di dalam negeri memberikan tantangan bagi setiap perusahaan untuk meningkatkan dayasaingnya sebagai tanggapan terhadap mutu persaingan di pasar domestik. Ada tiga faktor kondisi permintaan yang mempengaruhi dayasaing industri nasional : a. Komposisi Permintaan Domestik Karakteristik permintaan domestik sangat mempengaruhi dayasaing industri nasional. Karakteristik tersebut meliputi : (1) Struktur segmen permintaan merupakan faktor penentu dayasaing industri nasional. Pada sebagian besar industri, permintaaan yang ada telah tersegmentasi atau dipersempit menjadi beberapa bagia yang lebih spesifik. Pada umumnya perusahaan-perusahaan lebih mudah memperoleh dayasaing pada struktur segmen permintaan yang lebih luas dibanding dengan struktur pasar yang sempit. (2) Pengalaman dan selera pembeli yang tinggi akan meningkatkan tekanan kepada produsen untuk menghasilkan produk yang bermutu dan memenuhi standar yang tinggi, yang mencakup standar mutu produk, fitur-fitur oada produk dan pelayanan. (3) Antisipasi kebutuhan pembeli yang baik dari prusahaan dalam negeri merupakan suatu poin dalam memperoleh keunggulan dayasaing. b. Jumlah Permintaan dan Pola Pertumbuhan. Jumlah atau besarnya permintaan domestik mempengaruhi tingkat persaingan dalam negeri, terutama disebabkan oleh jumlah pembeli bebas.
11
Tingkat pertumbuhan permintaan domestik, timbulnya permintaan baru, dan kejenuhan permintaan lebih awal sebagai akibat perusahaan domestik melakukan penetrasi pasar lebih awal. Pasar domestik yang luas dapat diarahkan untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dalam suatu industri. Hal ini dapat dilakukan jika industri dilakukan dalam skala ekonomis melalui adanya penanaman modal dengan membangun fasilitas skala besar, pengembangan teknologi dan peningkatan produktivitas. c. Internasionalisasi Permintaan Domestik Pembeli lokal yang merupakan pembeli dari luar negeri akan mendorong dayasaing industri nasional karena dapat membawa produk tersebut ke luar negeri. Konsumen yang memiliki mobilitas internasional tinggi dan sering mengunjungi suatu negara juga dapat mendorong dan meningkatkan dayasaing produk yang dikunjungi tersebut. 3. Industri Terkait dan Industri Pendukung Keberadaan industri pendukung dan industri terkait yang memiliki dayasaing global juga akan mempengaruhi dayasaing industri utamanya. Industri hulu yang memiliki dayasaing global akan memasok input bagi industri utama dengan harga yang lebih murah, mutu yang lebih baik, pelayanan yang cepat, pengiriman tepat waktu dan jumlah sesuai dengan kebutuhan industri utama, sehingga industri tersebut juga akan memiliki dayasaing global yang tinggi. Begitu juga industri hilir yang menggunakan produk industri utama sebagai bahan baku. Apabila industri hilir memiliki dayasaing global maka industri hilir tersebut dapat menarik industri hulunya untuk memperoleh dayasaing global. 4. Struktur, persaingan dan Strategi Perusahaan Tingkat persaingan dalam industri merupakan salah satu faktor pendorong bagi perusahaan-perusahan yang berkompetisi untuk terus melakukan inovasi. Keberdaan pesaing lokal yang handal dan kuat merupakan faktor penentu dan sebagai motor penggerak untuk memberikan tekanan antar perusahaan untuk berkompetisi dan terus melakukn inovasi. Perusahaan yang telah terbukti bersaing ketat dalam industri nasional akan lebih mudah memenangkan persaingan internasional dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang belum memiliki dayasaing nasional atau berada dalam industri yang tingkat persainganya rendah. Struktur industri dan struktur perusahaan juga menentukan dayasaing yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan yang tercakup dalam industri tersebut. Struktur industri yang monopolistik kurang memiliki daya dorong untuk melakukan perbaikan-perbaikan serta inovasi-inovasi baru dibandingkan dengan struktur industri yang bersaing. Dilain pihak, struktur perusahaan yang berada dalam industri sangat berpengaruh terhadap bagaimana perusahaan yang bersangkutan dikelola dan dikembangkan dalam suasana tekanan persaingan, baik domestik maupun internasional. Di samping itu, juga berpengaruh pada strategi perusahaan untuk memenangkan persaingan domestik dan internasional. Dengan demikian secara tidak langsung akan meningkatkan dayasaing global industri yang bersangkutan.
12
5. Peranan Pemerintah Peranan pemerintah merupakan variabel terakhir dari teori Berlian Porter. Pemerintah dapat memperngaruhi maupun dipengaruhi oleh keempat variabel utama. Variabel kondisi faktor sumberdaya dipengaruhi melalui subsidi, kebijakan pasar modal, kebijakan pendidikan dan lainya. Peranan pemerintah dalam membentuk kondisi permintaan domestik seringkali sulit untuk dijelaskan. Pemerintah juga bertugas menetapkan standar produk lokal melalui departemen-departemen yang ada. Pemerintah juga seringkali menjadi pembeli utama, misalnya pembelian alat telekomunikasi atau penerbangan untuk keperluan negara. Bahkan pemerintah dapat juga menjadi penjual utama atau memegang kekuasaan atas produk-produk vital yang menyangkut kepentingan rakyat banyak. Pada bagian industri pendukung dan terkait, pemerintah dapat membentuk polanya, seperti dengan mengkontrol media periklanan dan membuat regulasi dari pelayanan pendukung. Disamping itu, pemerintah juga dapat mempengaruhi persaingan, struktur dan strategi perusahaan melalui regulasi pasar modal, kebijakan pajak dan perundang-undangan. 6. Peranan Kesempatan Kesempatan mempunyai dampak yang asimetris atau hanya berlaku satu arah terhadap keempat faktor utama dari Teori Berlian Porter. Faktor kesempatan seringkali merupakan suatu hal yang besar diluar kekuatan dari industri dan juga pemerintah dalam memberikan pengaruh. Contoh yang khsususnya sangat penting dalam mempengaruhi keungguan kompetitif, yaitu hak paten, perang, keputusan politik dari pemerintah luar negeri dan lainya. Konsep Keunggulan Komparatif Konsep dayasaing berpijak dari konsep keunggulan komparatif yang diperkenalkan oleh Ricardo sekitar abad ke-18 (1823) yang selanjutnya dikenal dengan model Ricardian Ricardo atau Hukum Keunggulan Komparatif (The Law of Comparative Advantage). Ricardo menyatakan bahwa meskipun sebuah negara kurang efisien dibandingkan (memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi kedua komoditas, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara pertama harus melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditas yang memiliki kerugian absolut lebih kecil (memiliki keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditas yang memiliki kerugian absolut lebih besar atau memiliki kerugian komparatif (Salvatore, 1997) Komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dikatakan juga memiliki efisiensi secara ekonomi. Keunggulan komparatif bersifat dinamis. Suatu negara yang memiliki keunggulan komparatif di sektor tertentu secara potensial harus mampu mempertahankan dan bersaing dengan negara lain. Keunggulan komparatif berubah karena faktor yang mempengaruhinya. Teori keunggulan komparatif menyatakan bahwa suatu Negara mengekspor barang tertentu karena Negara tersebut bisa menghasilkan barang tersebut dengan biaya yang secara mutlak lebih murah daripada Negara lain. Suatu Negara hanya akan mengekspor barang yang mempunyai keunggulan komparatif tinggi dan mengimpor barang yang mempunyai keunggulan
13
komparatif rendah. Jadi, jelas bahwa adanya keunggulan komparatif bisa menimbulkan manfaat perdagangan bagi kedua belah pihak, dan selanjutnya akan mendorong timbulnya perdagangan antarnegara. Analisis SWOT Rangkuti, (2009) menjelaskan bahwa analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan 5 peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan dengan cara ini selalu dikaitkan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan usaha. Jadi pada prinsipnya analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal (peluang dan ancaman) dan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) guna menetapkan formulasi strategi (perencanaan strategi) dalam upaya penyusunan strategi jangka panjang. Dalam analisis SWOT ini menganalisis adanya dua faktor lingkungan usaha, dimana lingkungan itu berupa : a. Lingkungan internal merupakan suatu kekuatan, suatu kondisi, suatu keadaan, suatu peristiwa yang saling berhubungan dimana organisasi/perusahaan mempunyai kemampuan untuk mengendalikannya. b. Lingkungan eksternal merupakan suatu kekuatan, suatu kondisi, suatu keadaan, suatu peristiwa yang saling berhubungan dimana organisasi/perusahaan tidak mempunyai kemampuan atau sedikit kemampuan untuk mengendalikan atau mempengaruhinya. Menurut Rangkuti, (2009) proses penyusunan perencanaan strategi dalam analisis SWOT melalui 3 tahap analisis yaitu : 1. Tahap Pengumpulan Data Tahap ini adalah kegiatan mengumpulkan data dan informasi yang terkait dengan faktor internal dan faktor eksternal perusahaan. Faktor internal perusahaan berupa pemasaran, produksi, keuangan, dan sumber daya manusia. Dan faktor eksternal perusahaan adalah ekonomi, politik, sosial budaya. Dalam tahap ini model yang dipakai adalah menggunakan Matrik Faktor Strategi Internal dan Matrik Faktor Strategi Eksternal. 2. Tahap Analisis Nilai-nilai dari faktor internal dan faktor eksternal yang telah didapat dari hasil Matrik Faktor Strategi Internal dan Matrik Faktor Strategi Eksternal dijabarkan dalam bentuk diagram SWOT dengan mengurangkan nilai kekuatan (Strength) dengan nilai kelemahan (Weakness), dan nilai peluang (Opportunity) dengan nilai ancaman (Threat). Semua informasi disusun dalam bentuk matrik, kemudian dianalisis untuk memperoleh strategi yang cocok dalam mengoptimalkan upaya untuk mencapai kinerja yang efektif, efisien dan berkelanjutan. Dalam tahap ini digunakan matrik SWOT, agar da pat dianalisis dari 4 alternatif strategi yang ada mana yang dimungkinkan bagi organisasi untuk bergerak maju. Apakah strategi Stengths-Oportunities (SO), strategi WeaknessesOprtunities (WO), strategi Strengths-Threats (ST) atau strategi WeaknessesThreats (WT). 3. Tahap Pengambilan Keputusan Pada tahap ini, mengkaji ulang dari empat strategi yang telah dirumuskan dalam tahap analisis. Setelah itu diambilah keputusan dalam menentukan strategi yang paling menguntungkan, efektif
14
dan efisien bagi organisasi berdasarkan Matriks SWOT dan pada akhirnya dapat disusun suatu rencana strategis yang akan dijadikan pegangan dalam melakukan kegiatan selanjutnya.
Kerangka Pemikiran Operasional Indonesia termasuk dalam salah satu produsen kopi Robusta terbesar di dunia, di pasar ASEAN saja indonesia merupakan produsen terbesar kedua setelah Vietnam. Pasokan impor kopi di pasar ASEAN sendiri lebih banyak didominasi oleh kopi yang berasal dari negara ASEAN, yaitu Indonesia dan Vietnam. Berdasarkan data FAO (2014), tercatat pada tahun 2008-2011 di pasar ASEAN, 58 persen pasokan kopi berasal dari Vietnam, 31 persen berasal dari Indonesia, dan sebesar 11 persen berasal dari negara lainnya. Melihat dari market share jumlah pesaing, kemudian dengan segala sumber daya yang dimiliki, Indonesia sesungguhnya cukup berpotensi untuk dapat menjadi penguasa pasar kopi di ASEAN. Namun jika diperhatikan lebih mendalam, dalam proses produksi Kopi Robusta Indonesia tidak diiringi dengan manajemen mutu kopi yang baik, minimnya pengolahan kopi pada industri hilir merupakan salah satu masalah hingga saat ini, hingg bentuk kopi yang diekspor sebagian besar masih dalam bentuk biji. Berkenaan dengan uraian diatas, Indonesia cukup berpotensi jika disebutsebut sebagai negara yang mampu menguasai pasar Kopi Robusta di ASEAN. Namun, hal ini dapat saja terjadi jika adanya pembenahan usaha produksi kopi yang serius, sehingga kualitas dan kuantitas produksi kopi dapat tercapai dengan maksimal. Sehingga penulis beranggapanperlu dilakukan upaya untuk menganalisis bagaimana kinerja ekspor kopi dan dayasaing komoditas kopi robusta indonesia di pasar ASEAN. Hasil dari analisis ini, diharapkan Indonesia dapat melihat dan menentukan strategi yang diambil, agar Kopi Robusta Indonesia dapat memenangkan pasar kopi ASEAN. Pada penelitian sebelumnya, menjelaskan bahwa masih menggambarkan adanya kesenjangan yang terjadi antara industri kopi robusta nasional dengan kondisi pasar internasional. Indonesia perlu memberikan perhatian lebih terhadap manajemen kopi secara keseluruhan aspek, jika hendak menginginkan kopi robusta indonesia tetap eksis di mata dunia khususnya sebagai Kopi yang mampu menguasai di Pasar ASEAN. Berdasarkan uraian tersebut, hal ini menjadi landasan untuk dilakukan penelitian. Secara konsep berikut akan dijelaskan dalam Kerangka Operasional Penelitian.
15
Kondisi Industri Kopi Indonesia
Analisis Dayasaing Kopi Robusta Indonesia di Pasar ASEAN
Analisis Keunggulan Kompetitif Kopi Robusta Indonesia
Analisis Kinerja Ekspor Kopi Indonesia
Teori Berlian Porter
Revealed Comparative Advantage (RCA)
Dayasaing Kopi Robusta Indonesia di Pasar ASEAN
Penyusunan Strategi Dayasaing Kopi Robusta Indonesia di Pasar ASEAN. Dengan analisis SWOT
Strategi Peningkatan Dayasaing Kopi Robusta Indonesia di Pasar ASEAN
Keterangan : ( (
) berhubungan secara langsung ) berhubungan tidak langsung Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional
16
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan meliputi pengolahan data terkait Kopi Robusta Indonesia secara Nasional. Waktu untuk pengumpulan data dimulai sejak Februari 2016 sampai dengan Juli 2016.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer dilakukan dengan wawancara secara langsung kepada AEKI, Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian, Informan lainya yang berkompeten dalam industri Kopi Indonesia, sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistika, AEKI (Asosisasi eksportir Kopi Indonesia), ICO (International Coffe Organization), literatur terkait serta sumbersumberlainya yang relevan dengan penelitian ini. Berikut secara rinci akan di jelaskan sumber data dan data yang diperoleh. Tabel 3 Jenis dan Sumber Data Penelitian Jenis Data
Sumber Data
Data yang diperlukan
Primer
Pihak AEKI (Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia)
Data perdagangan nasional dan Internasiona, khususnya wilayah ASEAN. Kondisi Industri Kopi Indonesia. Peran AEKI dan hal lainya Keadaan Industri Kopi Indonesia, Permasalahan apa yang terjadi pada Industri Kopi Indonesia, Kebijakan apa yang mendukung Industri Kopi Indonesia. Informasi penting lainya yang mendukung terhadap penelitian ini.
Pihak Dirjen Perkebunan, Kementerian Pertanian Indonesia
Informan
Sekunder
Badan Pusat Statistika AEKI (Asosiasi Indonesia)
Eksportir
ICO (International Organization)
Jurnal, Buku, Artikel dan Internet
Kopi
Coffe
Luas Lahan, Produksi, Produktivitas, Harga Domestik, Harga Internasional. Kuantitas Ekspor Kopi Robusta Nasional ke Pasar ASEAN, harga kopi nasional. Kuantitas Ekspor Negara Penghasil Kopi Robusta ke Pasar ASEAN, perkembangan produksi Kopi Robusta di setiap negara produsen Kopi Robusta Keadaan Industri Kopi Robusta Nasional dan Internasional, khususya di Pasar ASEAN.
17
Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara secara langsung sedangkan data sekunder diperoleh dari Instansi penyedia data terkait, studi literatur dan webside. Data yang dianalisis pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan menggunakan Teori Berlian porter dan Analisis SWOT, sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan Revealed Comparative Advantage (RCA). Aplikasi yang digunakan dalam mengolah data dengan Software Microsoft Excel 2010.
Metode Pengolahan Data Data yang dianalisis pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Dengan metode pengolahan data akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Analisis Berlian Porter Pada alat analisis Berlian Porter digunakan untuk mengetahui situasi dan kondisi dari setiap atribut yang ada, seperti kondisi poermintaan domestik, kondisi faktor sumberdaya, industri pendukung dan terkait, persaingan, struktur dan strategi Kopi Robusta Nasional. Selain itu, terdapat juga dua atribut tambahan yaitu peran pemerintah dan peran kesempatan yang mempunyai pengaruh terhadap perkembangan Industri Kopi Robusta Nasional, yaitu : a. Menentukan siapa saja yang ada di dalam Industri. Hal ini dilakukan dengan membuat draft list yang memuat para peserta Industri secara Langsung. b. Mengamati dan menilai Industri Kopi Robusta Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dari hasil pencarian informasi dari sumber yang terlibat dan berkompeten dalam Industri Kopi Indonesia, kemudian juga didapat dari informasi lainya seperti artikel-artikel mengenai perkembangan Industri Kopi. c. Data-data Industri Kopi, berupa data produksi, luas lahan, produktivitas serta perdagangan baik Nasional maupun Internasional dengan rentang waktu tertentu. 2. Revealed Comparatv Advantage (RCA) Penggunaan RCA bertujuan untuk mengetahui posisis keunggulan bersaing dari komoditas dan kinerja Ekspor Kopi Indonesia di Pasar ASEAN dibandingkan dengan negara produsen lainya. Namun, indeks ini memiliki kelemahan dalam mengukur keunggulan komparatif dari kinerja impor dan mengesampingkan pentingnya permintaan domestik, ukuran pasar domestik dan perkembanganya.
18
Rumus yang dijelaskan oleh smyth (2005) dalam Meryana (2007) untuk mengukur keunggulan komparatif sebuah negara dengan menggunakan Revealed Comparative Advantage, yaitu : 𝑅𝐶𝐴𝑖 = (𝑋𝑖 𝑖𝑛𝑑𝑜𝑛𝑒𝑠𝑖𝑎 / ∑ 𝑋𝑖 𝐼𝑛𝑑𝑜𝑛𝑒𝑠𝑖𝑎 ) / (𝑋𝑖 𝑊𝑜𝑟𝑙𝑑 / ∑ 𝑋𝑖 𝑊𝑜𝑟𝑙𝑑 ) Keterengan : 𝑅𝐶𝐴𝑖 𝑋𝑖 𝑖𝑛𝑑𝑜𝑛𝑒𝑠𝑖𝑎 ∑ 𝑋𝑖 𝐼𝑛𝑑𝑜𝑛𝑒𝑠𝑖𝑎 𝑋𝑖 𝑊𝑜𝑟𝑙𝑑 ∑ 𝑋𝑖 𝑊𝑜𝑟𝑙𝑑
: Revealed Comparative Advantage untuk komoditi i : Ekspor komoditi Kopi oleh Indonesia ke ASEAN : Total Ekspor Indonesia ke ASEAN : Ekspor Dunia dari komoditi kopi ke ASEAN : Total Ekspor Dunia ke ASEAN
Apabila hasil yang didapat yaitu nilai RCA lebih besar dari satu, maka dapat dikatakan indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam komoditas yang terkait dan mempunyai dayasaing yang kuat. Apabila nilai RCA kurang dari satu, maka Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif terhadap komoditi tersebut atau komoditi tersebut dayasaingnya lemah. Maka, semakin tinggi nilai RCA nya senakin kuat dayasaingnya. 3. Analisis SWOT Alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategi perusahaan adalah matriks SWOT. Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks SWOT merupakan alat pencocokan strategi yang dilakukan berdasarkan pengembangan empat jenis strategi. Berikut ini adalah langkahlangkah dalam menyusun Matriks SWOT : a. Tentukan faktor-faktor kekuatan dan kelemahan internal kunci. b. Tentukan faktor-faktor peluang dan ancaman eksternal kunci. c. Tentukan faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman strategis. d. Sesuaikan kekuatan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan SO Strategy. e. Sesuaikan kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan ST Strategy. f. Sesuaikan kelemahan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan WO Strategy. g. Sesuaikan kelemahan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan WT Strategy Tahap analisis dilakukan setelah mengumpulkan semua informasi yang berpengaruh terhadap kelangsungan industri kopi robusta melalui proses identifikasi terhadap peluang, ancaman, kelemahan dan kekuatan. Identifikasi kekuatan dalam analisis keunggulan kompetitif ditunjukan dengan keadaan atribut yang mendukunng, sedangkan kelemahan ditunjukan dengan keadaan atribut yang
19
kurang mendukung. Tahap selanjutnya adalah memanfaatkan semua informasi tersebut dalam perumusan strategi dengan menggunakan model SWOT.
GAMBARAN UMUM KOPI ROBUSTA NASIONAL Indonesia merupakan salah satu negara terbesar Dunia dalam memproduksi kopi, sumber daya lahan yang begitu luas menjadi salah satu alasan Indonesia mampu menghasilkan kopi yang begitu besar. Produksi total pada tahun 2015, Indonesia mampu memproduksi 664 460 ton dari luas lahan yang dimiliki 1 254 382 hektar. Angka ini membuat Indonesia menempati urutan keempat Negara penghasil kopi terbesar setelah Brazil, Vietnam, dan Kolombia. International Coffe Organitation (ICO) telah mencatat produksi kopi dunia dari tahun ke tahun. Saat ini jenis kopi yang aktif diperdagangkan di pasar global, yakni Arabika, Robusta, Liberika, dan Excelsa. Sekitar 99 persen didominasi oleh kedua jenis kopi yaitu Arabika dan Robusta, sisanya Liberika dan Excelsa. Kopi Robusta Robusta adalah salah satu jenis dari tanaman kopi dengan nama ilmiah Coffea canephora. Nama robusta diambil bahasa inggris dari kata robust, yang artinya kuat. Sesuai dengan gambaran dari postur (Body) atau tingkat kekentalan /cita rasa yang kuat dan cenderung lebih pahit dibanding arabika. Biji kopi robusta banyak digunakan sebagai bahan baku kopi siap saji (instant) dan pencampur kopi racikan (blend) untuk menambah kekuatan cita rasa kopi. Selain itu, biasa juga digunakan untuk membuat minuman kopi berbasis susu seperti capucino, cafe latte dan macchiato. Biji kopi robusta dianggap inferior dan dihargai lebih rendah dibanding arabika. Secara global produksi robusta menempati urutan kedua setelah arabika. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kopi robusta terbesar di dunia. Sebagian besar perkebunan kopi di negeri ini ditanami jenis robusta, sisanya arabika, liberika, dan excelsa. Robusta dapat tumbuh di dataran rendah, namun lokasi paling baik untuk membudidayakan tanaman ini pada ketinggian 400 meter sampai 800 meter diatas permukaan laut. Suhu optimal pertumbuhan kopi robusta berkisar 24-30oC dengan curah hujan 2000 sampai 3000 milimeter per tahun. Kopi robusta sangat cocok ditanam di daerah tropis yang basah. Dengan budidaya intensif akan mulai berbuah pada umur 2.5 tahun. Agar berbuah dengan baik, tanaman ini membutuhkan waktu kering 3 sampai 4 bulan dalam setahun dengan beberapa kali turun hujan. Tanaman ini menghendaki tanah yang gembur dan kaya bahan organik. Tingkat keasaman tanah (pH) yang ideal untuk tanaman ini 5.5 sampai 6.5. Kopi robusta dianjurkan dibudidayakan dibawah naungan pohon lain.
20
1. Karakteristik Tanaman Cabang reproduksi atau wiwilan pada kopi robusta tumbuh tegak lurus. Buah kopi dihasilkan dari cabang primer yang tumbuh mendatar. Cabang primer ini cukup lentur sehingga membentuk tajuk seperti payung. Bentuk daun membulat seperti telur dengan ujung daun runcing hingga tumpul. Daundaunnya tumbuh pada batang, cabang dan ranting. Pada batang dan cabang tumbuhnya tegak lurus dengan susunan daun berselang-seling. Sedangkan pada ranting dan cabang-cabang mendatar pasangan daun tumbuh pada bidang yang sama. Robusta lebih relatif tahan terhadap penyakit karat daun. Tanaman kopi robusta sudah mulai berbunga pada umur 2 tahun. Bunga tumbuh pada ketiak cabang primer. Setiap ketiak terdapat 3-4 kelompok bunga. Bunga biasanya mekar diawal musim kemarau. Berbeda dengan arabika, bunga robusta melakukan penyerbukan secara silang. Buah yang masih muda berwarna hijau, setelah masak berubah menjadi merah. Meski telah matang penuh, buah robusta menempel dengan kuat pada tangkainya. Jangka waktu dari mulai berbunga hingga buah siap panen berkisar 10-11 bulan. Tanaman kopi robusta memiliki perakaran yang dangkal. Oleh karena itu membutuhkan tanah yang subur dan kaya kandungan organik. Tanaman ini juga cukup sensitif terhadap kekeringan. 2. Jenis klon Kopi Robusta Kopi Robusta diturunkan dari beberapa spesies terutama Canephora. Karena alasan ini, jenis Robusta bukanlah sebuah varietas melainkan klon, sama dengan jenis kopi lainya (arabika). Klon unggul robusta telah di teliti dan dikembangkan oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (PPKKI). Melalui lembaga ini, Indonesia telah melahirkan beberapa klon unggul antara lain : a. Klon BP 308 Tahan Nematoda Klon ini merupakan tanaman unggul yang tahan terhadap serangan nematoda. Keistimewaan lain klon robusta ini adalah toleran terhadap tanah yang kurang subur. BP308 dianjurkan untuk dijadikan batang bawah, sedangkan batang atasnya disambung dengan klon-klon lain yang disesuaikan dengan agroklimat setempat. b. Klon BP 42 Klon jenis ini memiliki produktivitas 800-1200 kg/ha/tahun. Perawakannya sedang dengan banyak cabang dan ruasnya pendek. Buah yang dihasilkan besar dan dompolannya rapat. c. Klon BP 358 Perawakan sedang, memeliki percabangan agak lentur dengan ruas agak panjang. Memeiliki bentuk dan warna daun bulat telur, memanjang, hijau mengkilap, tepi daun bergelombang lebar, pupus hijau kecoklatan. Biji berukuran medium hingga besar, produktivitasnya 800 sampai 1700 kilogram per hektare per tahun. d. Klon BP 409 Perwakan besar kokoh dengan cabang kuat dan ruas agak panjang. Warna daun membulat, besar, dan hijau gelap. Memiliki buah agak besar, diskus kevil runcing, buah muda beralur, masak merah hati. Produktivitas 1000 sampai 2300 kilogram per hektare per tahun.
21
e. Klon BP 939 Perawakan sedang, lebar, dan kokoh. Memiliki percabangan panjang agak lentur kebawah. Antar cabang terbuka teratur, sehingga buah tampak menonjol dari luar. Mempunyai bentuk daun oval bersirip tegas dan rapat, helaian daun kaku, tepi daun mengerupuk. Permukaan buah terdapat garis putih. Produktivitas 1600 sampai 2800 kilogram per hektare per tahun. f. Klon SA 436 Perwakan kecil hingga sedang, percabangan aktif, lentur ke bawah. Bentuk daun bulat telur ujung meruncing melengkung. Kedudukan daun terhadap pangkal tegak, berwarna hijau pucat kekuningan. Dompolan sangat rapat, jika tumbuh > 400 mdpl masak serempak dengan warna merah anggur. Jika <400 masak tidak serempak. Memiliki biji kecil – sedang, dengan produktivitas 1600 sampai 2800 kilogram per hektar per tahun. g. Klon BP 234 Perawakan ramping, daun bulat memanjang, permukaan bergelombang nyata, pupus berbentuk membulat hijau pucat kecoklatan. Memiliki buah agak kecil, tidak seragam. Produktivitas 800 sampai 1600 kilogram per hektare per tahun. h. Klon BP 288 Perawakan sedang, ruas panjang. Bentuk dan warna daun agak membulat, permukaan sedikit berge-lombang, pupus hijau kecoklatan. Memiliki buah agak kecil, diskus seperti cincin, masak merah tua. Besar biji kecil-medium, > 400 mdpl., berbunga akhir, < 400 m dpl., berbunga awal. Produktivitas (kg kopi biji/ha/th): 800 – 1.500 i. Klon BP 534 Perawakan sedang; Percabangan lentur ke bawah, cabang sekunder kurang aktif & mudah patah. Bentuk daun dan warna daun bulat memanjang, lebar daun sempit, helai daun seperti belulan, sirip daun tegas, daun tua berwarna hijau, sering mosai, buah muda kuning pucat beralur putih, dompolan buah rapat dan lebat. Biji sedang – besar. Produktivitas (kg kopi biji/ha/th): 1.000 -2.800 j. Klon BP 936 Perawakan sedang – besar. Percabangankaku mendatar teratur, percabangan rapat, rimbun.Bentuk daun dan warna daun bulat telur, lebar memanjang, ujung membulat tumpul agak lebar, pupus berwarna hijau coklat muda, daun tua hijau sedang, menelungkup ke bawah. Bentuk buah membulat besar, permukaan halus, buah muda hijau bersih, masak seragam, letak buah tersembunyi di balik cabang daun. Biji : sedang – besar. Produktivitas (kg kopi biji/ha/th): 1.800 -2.800 k. Klon SA 203 Perawakan besar, kokoh, melebar. Percabangan teratur mendatar, cabang primer sangat panjang, ruas panjang, cabang sekunder cenderung lentur ke bawah. Bentuk daun dan warna daun oval berwarna hijau sedang tetapi mengkilat, pupus berwarna coklat kemerahan. Buah dalam dompolan lebat dan rapat, antar dompolan lebar, masak merah muda belang, masak tidak serempak. Biji: kecil –sedang dengan produktivitas (kg kopi biji/ha/th): 1.600 -3.700.
22
Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia Lahan yang dimiliki Indonesia untuk jenis Kopi Robusta pada tahun 2015 (Data Sementara) adalah sekitar 931 405 hektar, dengan jumlah luas lahan Tanaman Menghasikan (TM) seluas 719 974 hektar. Lahan perkebunan Kopi Robusta merupakan jenis Kopi yang memiliki lahan terluas dibanding jenis lain, Luas lahan perkebunan kopi robusta adalah 74 persen dari total luas lahan kopi Indonesia. Dilihat dari proporsi luas lahan hal ini menunjukan bahwa kopi robusta, merupakan jenis kopi yang paling dominan diusahakan dalam industri kopi nasional. Indonesia juga merupakan negara dengan luasan areal kopi terbesar kedua setelah Brazil, menurut data dari FAO 2014 luas perkebunan kopi indonesia mempunyai porsi 12 persen dari total areal kopi dunia ( 4). Lahan perkebunan kopi robusta hampir tersebar secara merata di seluruh provinsi di Indonesia kecuali DKI Jakarta, namun dengan porsi yang beragam. Indonesia memiliki tiga provinsi utama penghasil kopi Robusta. Provinsi ini disebut-sebut sebagai kawasan “Segitiga Emas Kopi (Robusta)” di Indonesia, diantaranya Sumatera Selatan, Lampung, dan Bengkulu. Ketiga daerah ini menghasilkan hampir 50 persen produksi Indonesia. Perkebunan kopi robusta Indonesia, sebagian besar status kepemilikanya berupa perkebunan rakyat (Smallholder). Pada tahun 2015 dengan total luas lahan 913 405 hektar, perkebunan kopi robusta mampu menyedot tenaga kerja (petani) sebesar 1 367 330 orang. Perkembangan luas lahan dari tahun ke tahun tidak cukup signifikan, hal diduga karena status kepemilikan kebun yang masih milik perorangan menyebabkan terbatasnya modal untuk memperluas lahan. Selain itu, adanya konversi lahan ke berbagai sektor, baik petani yang beralih ke petani jeruk, kelapa sawit, adanya perluasan jalan, hingga berubah menjadi pemukiman warga. Tabel 4 Negara dengan luas tanaman menghasilkan kopi terbesar di dunia tahun 2011 – 2014. Luas Tanaman Menghasilkan (Ha) No
Negara
1
Brazil
2 3
2011
2012
2013
2014
Share (%)
2 148 775
2 120 080
2 085 522
2 085 522
21.14
Indonesia
909 162
927 220
914 407
1 240 900
12.58
Kolombia
723 921
696 023
771 728
771 728
7.82
4
Meksiko
688 208
695 350
700 117
700 117
7.10
5
Vietnam
543 865
572 600
584 600
584 600
5.93
Lainya
4 774 844
4 822 166
4 809 568
4 796 970
48.62
Total
9 788 775
9 833 439
9 865 942
10 179 837
6
Sumber : FAO 2015 (diolah) Luas areal kopi Indonesia sempat merosot, hingga menjadi tahun dengan luas areal kopi terkecil yang sempat dialami Indonesia. Hal ini diduga pada saat itu adanya krisis kopi dunia yang terjadi pada tahun 2000 dikarenakan keberhasilan Vietnam meningkatkan produksi kopinya dan keberhasilan Brazil
23
meminimumkan gangguan Frost yang sering melanda negeri ini. Peranan komoditas kopi dalam perekonomian nasional memudar setelah harga kopi jatuh akibat membanjirnya produksi kopi dunia. Harga kopi dunia terus merosot hingga mencapai titik terendah selama 37 tahun terakhir pada awal tahun 2002. Kondisi tersebut berdampak langsung pada harga kopi di tingkat petani karena biji kopi Indonesia sangat tergantung pada pasar internasional. Harga kopi di tingkat petani sangat rendah, sehingga berdampak negatif bagi perekonomian nasional terutama di sentra-sentra produksi kopi seperti Lampung dan Sumatera Selatan. Pada tahun 2004 perolehan devisa dari komoditas kopi menghasilkan nilai ekspor sebesar US$ 251 juta atau 10.1 persen dari nilai ekspor seluruh komoditas pertanian, atau 0.5 persen dari ekspor non-migas atau 0.4 persen dari nilai total ekspor (AEKI, 2005). Selengkapnya dapet dilihat pada lampiran.
Produksi Perkebunan Kopi Robusta Indonesia Indonesia merupakan salah satu negara terbesar dunia penghasil kopi robusta. Tahun 2015, menurut data United State Departement of Agriculture (2016), Indonesia negara ketiga terbesar setelah Vietnam, dan Brazil. Total produksi perkebunan kopi robusta Indonesia adalah 624.000 ton, atau 15,43 persen dari total produksi kopi robusta dunia. Jika membandingkan dengan negara pesaingnya, Vietnam merupakan negara raksasa pada jenis kopi robusta dengan produksi dua kali lipat pesaing terdekatnya (Brazil) dan tiga kali lipat dari Indonesia. Tabel 5 Perkembangan produksi kopi robusta Indonesia dari tahun 2011-2016* No 1 2 3 4 5 6
Tahun 2011 2012 2013 2014 2015 2016*
Total Produksi (Ton) 420 000 528 000 471 000 552 000 624 000 8 700
Sumber : United State Departement of Agriculture, diolah Keterangan : 2016*data sementara, hingga juni 2016 Perkembangan hasil produksi kopi robusta Indonesia dari tahun ke tahun menunjukan peningkatan, namun peningkatanya tidak begitu signifikan. Bahkan Indonesia sempat mengalami penurunan produksi kopi robusta, dari 528 000 ton pada tahun 2012 kemudian tahun 2013 produksinya menurun menjadi 471 000 ton padahal terjadi kenaikan total luas lahan. Hal ini di duga karena faktor cuaca yang kurang kondusif, hujan yang berkepanjangan menyebabkan proses pembungaan tahun lalu, kembang kopi rontok dan tahun ini ada hawa panas berlebihan. Hal ini menyebabkan pertumbuhan buah kopi tidak maksimal sehingga produksi menurun.
24
Produktivitas perkebunan kopi robusta Indonesia Dari sisi produktivitas, produktivitas kopi robusta di Indonesia terlihat berfluktuatif pada setiap tahunya. Berdasarkan data yang diperoleh dari direktorat jenderal perkebunan, produktivitas kopi robusta tidak menunjukan peningkatan yang signifikan, bahkan cenderung menurun. Penurunan ini diduga, karena Indonesia merupakan negara yang cukup tua dalam budidaya kopi robusta, berdasarkan informasi dalam artikel yang diterbitkan Tempo.co, bahwa perkebunan-perkebunan kopi rakyat di Indonesia sebagian besar telah berusia hingga 30 tahun. Padahal tanaman kopi dapat disebut tua jika telah melewati usia 20 tahun. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (puslitkoka) juga menyebutkan bahwa usia ideal untuk tanaman kopi yang produktif, yakni usia 5 sampai 20 tahun. Pohon kopi yang tua dapat terlihat dari bentuk atau morfologi tanamanya. Bentuk batangnya lebih besar dan cenderung keropos, yang kemudian tidak optimal lagi untuk menopang produktivitas buah (Tempo,2013). Tabel 6 Perkembangan luas areal (tanaman menghasilkan), produksi, dan produktivitas 2005-2015* Luas Areal Tahun
Produksi Total (Ton)
Produktivitas
Total (Ha)
Pertumbuhan (%)
Pertumbuhan (%)
Total (Kg/Ha)
Pertumbuhan (%)
2005
872 889
-2.84
591 417
-1.16
677.54
1.64
2006
845 160
-3.28
587 386
-0.69
695.00
2.51
2007
815 881
-3.59
549 088
-6.97
673.00
-3.27
2008
758 955
-7.50
553 278
0.76
729.00
7.68
2009
728 830
-4.13
534 961
-3.42
734.00
0.68
2010
721 818
-0.97
535 589
0.12
742.00
1.08
2011
715 050
-0.95
489 809
-9.35
685.00
-8.32
2012
723 979
1.23
528 505
7.32
730.00
6.16
2013
701 953
-3.14
509 557
-3.72
725.91
-0.56
2014
694 015
-1.14
473 672
-7.58
682.51
-6.36
2015*
699 701
0.81
491 777
3.68
702.84
2.89
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah 2015* angka sementara Data luas areal tanaman menghasilkan cenderung mengalami penurunan, hingga tahun 2011. Tercatat Indonesia setidaknya kehilangan 100 000 hetkar sejak tahun 205, dan mulai merangkak naik secara perlahan di tahun 2012. Curah hujan yang tinggi, menyebabkan tanaman kopi tidak bisa berproduksi secara normal. Menurut pihak Dirjenbun, khususnya Direktorat tanaman rempah dan penyegar, pemerintah akan melakukan upaya agar bisa menekan penurunan produksi kopi. Salah satunya dengan melakukan intensifikasi dan rehabilitasi tanaman kopi. Namun, berdasarkan keterangan lebih lanjut. Upaya rehabilitasi berupa peremajaan tanaman setidaknya butuh waktu 3 tahun untuk bisa mendapatkan hasil panen. (Kontan, 2011).
25
Tingkat harga kopi robusta Indonesia Perkembangan harga kopi robusta pada beberapa pasar dalam negeri berdasarkan data direktorat Jenderal Perkebunan dalam Buku Statistika Perkebunan Indonesia : Kopi 2013-2015 dan 2014-2015 dijelaskan harga kopi dari tahun 2007 hingga 2014 bahwa, secara umum menunjukan kenaikan. Tabel 7 Perkembangan harga rata-rata kopi robusta di Indonesia tahun 2007 – 2014. Tahun
Robusta (Rp/kg)
2007 10 013 2008 14 775 2009 15 351 2010 16 264 2011 15 133 2012 16 952 2013 16 341 2014 22 789 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah
Pertumbuhan (%) 47.56 3.90 5.95 -6.95 12.02 -3.60 39.46
Jika dilihat pada , harga rata-rata kopi robusta di pasar dalam negeri berkencederungan mengalami peningkatan pada periode tahun 2007-2014. Pada tahun 2008, harga kopi robusta mengalami lonjakan yang cukup tinggi hingga mencapai 47 persen dibandingkan harga pada tahun sebelumnya, pada tahun ini harga satu kilogram kopi robusta di Indonesia adalah Rp 12 104 per kilogram. Namun, pertumbuhan kenaikan harga pada tahun berikutnya menurun, bahkan pada tahun 2011 dan 2013 mengalami penurunan, masing turun 6.95 persen dam 3.60 persen di tahun 2013. Akan tetapi, pada tahun 2014 harga kopi robusta dalam negeri kembali mengalami kenaikan harga yang cukup besar, yaitu meningkat sebesar 39 persen dari tahun sebelumnya sehingga harga per kilogram robusta yaitu Rp 22.789. Tidak diketahui secara pasti penyebab terjadinya lonjakan harga ini, namun diperkiran akibat dari adanya peningkatan permintaan konsumsi dalam negeri dan menurunya ketersedian kopi robusta di pasar.
Perkembangan Produksi, Luas Areal dan Produktivitas perkebunan kopi robusta ASEAN. Perkembangan industri kopi di negara-negara ASEAN, cukup dinamis, baik dari perningkatan konsumsi, dan produksinya. Berdasarkan data dari United Stade Departement of Agriculture (USDA), Vietnam merupakan negara di ASEAN yang memiliki produksi tertinggi bahkan nomer satu di level dunia. Data tahun 2015 menyebutkan, Vietnam memproduksi 42.10 persen dari total produksi dunia, kemudian disusul Brazil 19.86, dan Indonesia diurutan ketiga produksi sebesar 624 000 ton.
26
Tabel 8 Perkembangan produksi 5 Negara terbesar di dunia penghasil kopi robusta tahun 2011 – 2015. (dalam bags) Negara Vietnam Brazil Indonesia India Uganda Cote d'Ivoire Lainya Total
2011 25 200 14 500 7 000 3 540 2 200 1 600 6 585 60 625
2012 25 600 15 500 8 800 3 660 2 800 1 750 5 936 64 046
2013 28 658 15 400 7 850 3 372 3 000 1 675 5 483 65 438
2014 26 350 17 000 9 200 3 810 2 800 1 400 6 032 66 592
2015 Share (2015) 28 200 42.10 13 300 19.86 10 400 15.53 3 810 5.69 3 600 5.37 1 650 2.46 6 024 8.99 66 984 100.00
Sumber : United Stade Departement of Agriculture, diolah Dalam 000 bags, 1 bags = 60 kilogram. Berdasarkan data pada, Vietnam menjadi negara terbesar penghasil robusta di dunia, tidak ada negara di dunia yang mampu melebihi produksi robusta setiap tahunya, atau setidaknya dalam kurun waktu 6 tahun terakhir (2011). Brazil sendiri yang merupakan negara terbesar penghasil kopi nelum mampu menandingi produksi robusta vietnam. Sama halnya dengan Indonesia, perkebunan kopi robusta Indonesia bahkan hanya mampu memproduksi 10.400 (624.000 ton) atau sepertiga dari total produksi Vietnam Menurut informasi yang didapat saat wawancara dengan AEKI, Indonesia telah mulai menanam kopi sejak tahun 1800an, setidaknya telah 200 tahun jika dihitung mundur dari sekarang. Usia yang terbilang tua. Penanaman yang sudah sangat lama, dilakukanya penanaman kembali (re-planting) tanpa perlakuan tanah yang serius, dan segala aktivitas perkopian lainya telah mempengaruhi kandungan nutrisi yang terdapat dalam tanah. Sedangkan Vietnam, mulai melakukan eksploitasi tanaman kopi semenjak merdeka (tahun 1976). Melihat dari umsss ur yang masih muda, Vietnam cenderung memiliki tanah yang masih fertile, segar, atau masih kaya akan nutrisi. Selain itu jika dilihat dari type pengusahaanya, Indonesia sebagian besar lahan kopi dimiliki oleh petani atau perkebunan rakyat, yang hanya memiliki luas lahan sangat kecil, kurang 1.5 hektar. Kondisi ini jika diperhitungkan secara skala ekonomis menjadi tidak efisien, berbeda dengan jika diusahakan dalam skala besar, baik dari penggunaan input,modal, teknologi, maupun tenaga kerja. Kemudian jika dibandingkan dengan Vietnam, Vietnam merupakan negara komunis. Sehingga perkembangan industri kopi saat itu (1980an), diberikan kepada rakyat yang secara total difasilitasi oleh pemerintah. Seperti pemberian lahan kepada rakyat 5 hektar per orang, modal, penyedian input, teknologi, dan seluruh aspek pada industri kopi pemerintahan pun ikut campur. Sehingga pertumbuhan ekonomi, khususnya dari hasil-hasil perkebunan menjadi sangat tinggi, bahkan bukan hanya dari komoditas kopi, tetapi juga pada komoditas lainya seperti lada dan kakao.
27
Tingkat harga kopi robusta Dunia Harga kopi robusta di pasar dunia seringkali tidak stabil, perubahan harga kopi selalu berubah setiap bulanya di tingkat internasional. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah produksi kopi robusta yang beredar di pasar internasional. Pada saat jumlah kopi mengalami kelebihan pasokan (Over Supply) maka harga akan turun, dan akan naik kembali ketika jumlah produksi sudah stabil. Berdasarkan pada grafik, terlihat bahwa harga kopi robusta dunia menunjukan adanya fluktuasi, meski memeliki kecenderungan naik walau tak begitu signifikan. Dalam kondisi ini, Indonesia tidak dapat melakukan kontrol atas harga kopi dunia secara mutlak, karena perkembangan harga sangat dipengaruhi atas jumlah produksi atau kelebihan pasokan dari negara-negara eksportir kopi robusta utama, seperti Vietnam, dan Brazil. Tanaman kopi juga merupakan tanaman yang sangat peka terhadap bencana embun upas dan kekeringan, karena dapat meningkatkan serangan penyakit pada tanaman dan pada akhirnya dapat menggagalkan sebagian besar tanaman kopi. (AEKI, 2016) Selain itu walaupun Indonesia merupakan salah satu produsen sekaligus eksportir kopi terbesar di dunia, tapi terkait harga kopi di pasaran internasional justru dikendalikan oleh negara-negara yang bukan penghasil kopi. Kopi robusta dikendalikan harganya oleh bursa berjangka di London, Inggris. Sedangkan kopi jenis arabika dikendalikan oleh bursa New York di Amerika. Agar Indonesia bisa ikut mengendalikan harga kopi di pasar ekspor, Kemenrterian Perdagangan (Kemendag) berencana mewajibkan penjualan kopi melalui bursa berjangka di Indonesia. Bila Indonesia bisa meningkatkan harga kopi di pasar dunia, tentu para petani kopi di dalam negeri bisa lebih sejahtera. Maka rencana pengendalian harga kopi melalui bursa berjangka di dalam negeri perlu segera direalisasikan. Selain karena kelebihan pasokan, penurunan harga yang drastis diduga juga bisa disebabkan atas adanya permainan pembeli-pembeli kelas dunia (roasters dan pengimpor) atau perusahaan multinasional yang melakukan pembelian melalui perwakilan yang tersebar di sentra-sentra produksi kopi negara produsen, seperti Nestlé di Lampung. 3,00 2,00 1,00 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016* Kopi Robusta / Coffee Robusta ($/kg)
Sumber : Ditjenbun dan ICO, diolah Keterangan : 2016*, angka rata-rata sementara hingga juni 2016 Gambar 3 Perkembangan harga rata rata per tahun Robusta di pasar internasional, tahun 2005 – 2016*
28
Melihat pada grafik, pada tahun 2009 harga kopi robusta dunia anjlok cukup drastis dari tahun sebelumnya, semula US$ 2.26 per kilogram turun menjadi US$ 1.70 per kilogramnya. Namun pada tahun berikutnya, terlihat adanya kenaikan walau dengan pola yang tipis, dan kembali melonjak di tahun 2011. Harga kopi robusta pada saat itu US$ 2.21 pe kilogram, kenaikan yang cukup drastis ini diduga akibat adanya supply kopi dunia yang merosot. Santoso dan Syafa’at dalam kustiari (2005) menyatakan bahwa untuk membangun dan meningkatkan keragaan kopi Indonesia perlu diperhatikan berbagai faktor antara lain harga yang mempunyai peran sangat dominan. Harga kopi ini sangat berpengaruh di dalam mendorong perluasan areal kopi (new planting maupun produktif), suplai kopi, ekspor kopi, harga dan konsumsi kopi domestik. Sementara itu, harga kopi di Indonesia lebih ditentukan oleh harga kopi dunia yang merupakan variabel eksogenus. Oleh karena itu kebijakan kopi Indonesia diarahkan untuk dapat mengantisipasi gejolak harga kopi dunia untuk dimanfaatkan semaksimal mungkin guna meningkatkan keragaan kopi Indonesia. Faktor lainnya yang cukup berpengaruh adalah tingkat nilai tukar yang ternyata dapat mendorong peningkatan harga kopi petani dan volume ekspor kopi Indonesia. Namun demikian, peubah nilai tukar ini tidak disarankan untuk dijadikan sebagai instrumen kebijakan dalam meningkatkan ekspor maupun harga di tingkat petani, karena elastisitas permintaan ekspornya bersifat inelastik. Cara lainnya untuk meningkatkan volume ekspor kopi adalah melalui peningkatan kuota ekspor kopi Indonesia di pasar internasional, sedangkan untuk meningkatkan penerimaan petani, selain melalui peningkatan harga dapat juga dilakukan dengan meningkatkan produktivitas melalui perbaikan teknologi budidaya kopi. Posisi negara pengekspor kopi yang cukup sulit karena harga kopi yang cenderung rendah diperparah oleh adanya tuntutan pasar khususnya Masyarakat Eropa berkenaan dengan aspek healthy protect (perlindungan kesehatan) dan eco-friendly cultivation (cara bercocok tanam yang ramah lingkungan). Isu kandungan Ochratoxin khususnya Ochratoxin A (OTA) pada kopi telah lama berhembus di Eropa dan bahkan European Union menetapkan batas kandungan OTA pada kopi.
Ekspor kopi robusta Indonesia Di Pasar Internasional, hampir seluruh produk kopi robusta tujuan ekspor dihasilkan dalam bentuk biji (green coffee) yang dituntut tidak mengandung asam dari terjadinya fermentasi, agar kopi yang diekspor masih memiliki rasa lugas (neutral taste). Kopi robusta memiliki kelebihan, seperti kekentalan, warna, dan rasa yang lebih kuat. Oleh karena itu, kopi robusta banyak diperlukan untuk bahan campuran (blends) kopi merek-merek tertentu. Kopi ini banyak digunakan oleh industri sebagai bahan baku kopi serbuk, sehinggga hasilnya didapatkan kopi yang memiliki kekentalan dan warna yang kuat. Berdasarkan keterangan AEKI, negera tujuan ekspor kopi robusta lebih banyak dibandingkan dengan kopi arabika. Tujuan ekspor utama kopi Indonesia adalah ke negara-negara anggota MEE (Easyarakat Ekonomi Eropa), negara kawasan Amerika khususnya negara Amerika Serikat, serta negara dikawasan Asia seperti Jepang, Singapura, dan Malaysia. Pada tahun 2014, Indonesia mampu
29
mengekspor dengan wujud produksi Kopi biji (Arabika/Robusta) sebesar 381 002 600 kilogram. Ternyata, angka ini menunjukan adanya penurunan dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2013 ekpor dalam bentuk biji (Arabika/Robusta) adalah sebesar 528 621 371 kilogram atau menurun 27 persen. Penurunan ini disesbabkan atas produksi nasional yang menurun 25-30 persen akibat anomali cuaca disentra-sentra produksi kopi dikawasan segitiga emas. Akan tetapi pada tahun 2015 produksi kopi mulai kembali normal. Harapanya, ekpor bisa mendekati performa yang sama seperti tahun 2013. (Gaeki, 2015). Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor yang diatur tata niaga ekspornya, yang termasuk dalam Buku Tarif Kepabeanan Indonesia HS Nomor 09.01 dan 21.01. Ketentuan tentang ekpor kopi diatur beberapa kali dengan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia, yaitu peraturan Nomor 26/M-DAG/PER/12/2005, diganti dengan Nomor 27/M-DAG/PER/7/2008 dan terakhir Nomor 41/M-DAG/PER/9/2009 Tentang Ketentuan Ekspor Kopi yang terakhir kali mengalami perubahan dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 10/M-DAG/PER/5/2011. Adapun syarat ekspor kopi yang telah diatur oleh pemerintah, sebagai berikut : 1. Ekspor kopi hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang telah diakui sebagai Eksportir Terdaftar Kopi (ETK) dan Eksportir Kopi Sementara (EKS) oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementrian Perdagangan. 2. Dalam setiap ekspor kopi juga harus dilengkapi dengan Surat Persetujuan Ekspor Kopi (SPEK). SPEK adalah surat persetujuan pelaksanaan ekspor kopi ke seluruh negara tujuan yang dikeluarkan oleh Dinas yang bertanggungjawab di bidang perdagangan di Propinsi/Kabupaten/Kota. SPEK juga dapat digunakan untuk pengapalan dari pelabuhan ekspor di seluruh Indonesia. 3. Disamping itu, kopi yang diekspor wajib sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan Menteri Perdagangan dan harus disertai dengan Surat Keterangan Asal (certificate of origin) SKA Form ICO, yaitu surat keterangan yang digunakan sebagai dokumen penyerta barang (kopi) yang diekspor dari seluruh Indonesia, yang membuktikan bahwa barang (kopi) tersebut berasal, dihasilkan dan/atau diolah di Indonesia Kemudian dalam melakukan transaksi perdagangan internasional, ekspor kopi juga dilakukan penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan mempermudah penarifan, transaksi perdagangan, pengangkutan, dan statistik yang telah diperbaiki dari sistem klasifikasi sebelumnya. Saati ini pengklasifikasian barang di Indonesia didasarkan kepada Harmonized System (HS) dan dituangkan ke dalam suatu daftar tarif yang disebut Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI).
30
Berikut adalah Daftar Komoditas Kopi Yang Diatur Tata Niaga Ekspor dan Nomor Pos Tarif Uraian : 09.01 Kopi, digongseng atau dihilangkan kafeinnya maupun tidak; sekam dan kulit kopi; pengganti kopi mengandung kopi dengan perbandingan berapapun. Kopi, tidak digongseng : 0901.11.xx.xx 0901.11.10.00 0901.11.90.00 0901.12.xx.xx 0901.12.10.00 0901.12.90.00
Tidak dihilangkan kafeinnya Arabika WIB atau Robusta OIB Lain-lain Dihilangkan kafeinnya Arabika WIB atau Robusta OIB Lain-lain
Kopi, digongseng : 0901.21.xx.xx 0901.21.10.00 0901.21.20.00 0901.22.xx.xx 0901.22.10.00 0901.22.20.00
Tidak dihilangkan kafeinnya Tidak ditumbuk Ditumbuk Dihilangkan kafeinnya Tidak ditumbuk Ditumbuk
0901.90.xx.xx 0901.90.10.00 0901.90.20.00
Lain-lain Sekam dan selaput kopi Pengganti kopi mengandung kopi
2101.xx.xx.xx
Ekstrak, esens dan konsentrat, dari kopi, teh atau mate dan olahan dengan dasar produk ini atau dengan dasar kopi,teh atau mate; chicory digongseng dan pengganti kopi yang digongseng lainnya, dan ekstrak, esens dan konsentratnya. Ekstrak, esens dan konsentrat kopi, serta olahan dengan dasar ekstrak, esens atau konsentrat kopi atau olahan dengan dasar kopi :
2101.11.xx.xx 2101.11.10.00 2101.11.90.00 2101.12.00.00
Ekstrak, esens dan konsentrat Kopi instan Lain-lain Olahan dengan dasar ekstrak, esens atau konsentrat atau olahan dengan dasar kopi
Lembaga perkopian Nasional Dalam industri kopi nasional terdapat beberapa lembaga atau organisasi yang turut berperan serta dalam membangun industri kopi Indonesia. Berdasarkan informasi sejarah yang dikutip dari artikel abdoellah, 2003 pada Meryana, 2007.
31
Menjelaskan beberapa perkumpulan pada industri kopi nasional diantaranya : 1. Pada tahun 1896-1911, para administratur perkebunan kopi yang mendirikan Veregening tot Verbatering van de Koffiecultur, yang bertujuan memberikan bantuan yang berupa perbaikan teknis budidaya kopi 2. Pada tahun 1899-1905, Algemen Koffie-Syndicaat in Nederlandsch-Indie I yang didirikan oleh pemerintah Hindia-Belanda. 3. Pada tahun 1925, para pemilik perkebunan kopi, karet, kakao, teh, dan kina mendirikan Algemeen Landbouw Syndicaat (ALS) woor Java en Zuid-en West Sumatera. 4. Pada tahun 1926, Koffie en Kakao Producentern Gewastign te Amsterdam yang didirikan oleh para administratur perkebunan kopi dan kakao di Jawa. 5. Pada tahun 1937, para produsen kopi mendirikan koffie Propaganda Nederlandsch Indie. 6. Pada tahun 1969, didirikan Sindikat Eksportir Kopi Indonesia (SEKI), kemudian tahun 1979 berubah menjadi Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) 7. Pada tahun 1970, didirikam komisi teknis perkebunan Kopi-Kakao 8. Pada tanggal 14 September 2002, didirikan Asosiasi Petani Kopi (APEKI). 9. Pada tanggal 14 Oktober 2011, didirikan Gabungan Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (GAEKI) Namun, saat ini di Indonesia hanya ada tiga lembaga nasional terkait industri kopi yang masih berdiri, yaitu APEKI, AEKI, dan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (PPKKI). Asosiasi Petani Kopi Indonesia (APEKI) merupakan wadah persatuan para petani kopi di seluruh Indonesia. Wadah ini tidak dipisahkan berdasarkan jenis yang ada atau bersifat menyeluruh. Sebelum berdirinya APEKI, para petani ternyata sudah mempunyai kelompok-kelompok tani kemudian dibentuk menjadi APEKI dengan memfasilitasi oleh pemerintah. Adapun maksud dari didirikanya organisasi ini yaitu : 1. Wadah/organisasi seluruh petani kopi Indonesia 2. Wahana perjuangan penyalur aspirasi dan komunikasi timbal balik antara sesama petani kopi, 3. Wahana komunikasi timbal balik antara petani kopi dengan organisasi seprofesi lain, 4. Wahana penggerak dan pengarah peran serta petani kopi dalam semangat gotong royong, dan 5. Wahan pembinaan dan pengembangan kegiatan-kegiatan petani kopi. Sedangkan tujuan didirikanya APEKI yaitu : 1. Memberdayakan petani kopi Indonesia melalui suatu wadah organisasi petani yang kuat, 2. Meningkatkan harkat, martabat, dan kesejahteraan petani kopi Indonesia, 3. Menggalang kebersamaan petani kopi dalam menghadapi pasar global, dan 4. Menggalang pola kemitraan bisnis yang saling menguntungkan dengan pihak lain. Gabungan Eksportir Kopi Indonesia (GAEKI) atau Indonesia Coffee Exporters Association (ICEA), lembaga yang didirikan disurabaya 14 september
32
2011. Merupakan wadah pemersatu bagi pelaku usaha dibidang perkopian yang dapat menampung seluruh perusahaan perkopian nasional baik dari hulu sampai hilir hingga ke sektor pemasaran dan ekspor maupun pasar domestik. Maksud dan tujuan Perkumpulan adalah dibidang sosial budaya dan kemanusiaan untuk mewujudkan dunia usaha perkopian yang tangguh, profesional dan berdayasaing tinggi sehingga mampu memberikan kontribusi terhadap perkopian nasional pada khususnya dan pembangunan perekonomian Nasional serta kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Adapun Visi dan Misi yang GAEKI usung : Visi
: Melestarikan dan mewujudkan komoditas kopi sebagai salah satu icon agribisnis andalan ekspor nasional, agar mampu berdayasaing dan bermutu baik didunia serta berkelanjutan, untuk menuju masyarakat yang sejahtera khususnya bagi semua pelaku usaha dalam bidang perkopian baik dari hulu sampai hilir, serta mendorong pertumbuhan perkopian nasional agar memberikan kontribusi terhadap perekonomian dan perolehan devisa Negara. Misi : 1. Meningkatkan kuantitas & kualitas produksi kopi Indonesia, mulai dari tingkat petani, pedagang pengumpul, pedagang eksportir, sampai industri pengolahan. 2. Meningkatkan kemampuan anggota agar menjadi pelaku usaha perkopian yang terampil dan profesional. 3. Menjalin hubungan dengan lembaga dan instansi serta pihak-pihak yang terkait baik di bidang perkopioan di tingkat nasional dan internasional. 4. Mewujudkan organisasi berdasarkan rasa kekeluargaan dan gotong royong yang mandiri, profesional dan berwawasan luas sebagai wadah pemersatu bagi pelaku usaha dibidang perkopian, dalam mencapai usaha perkopian yang kokoh dan handal dalam menghadapi kancah perkopian baik nasional maupun internasional. Asosiasi Ekportir Kopi Indonesia (AEKI), merupakan suatu wadah yang mennghimpun para eksportir nasional. AEKI memiliki tugas internal, membantu anggota atau para eksportir dalam menyelesaikan masalah mereka, seperti bantuan promosi didalam maupun luar negeri. Tugas eksternal dari AEKI, meliputi pemberian masukan terhadap pemerintah mengenai hal-hal yang menyangkut perkopian, memberi tahu masalah yang sedang terjadi (seperti, pungutan liar dan pembebasan pajak), mengikuti promosi ke luar negeri yang diadakan oleh pemerintah dan membantu pemerintah konsumsi kopi. Semakin berkembangnya kondisi industri kopi nasional dan Internasional juga turut menggeser peran AEKI. Saat awal berdirinya, AEKI mempunyai peran untuk mengatur kuota kopi, mempromosikan untuk memperkenalkan kopi, mutu kopi, dan membantu petani dalam peningkatan pengetahuan budidaya. Namun, setelah tahun 200-an peran AEKI lebih untuk mendorong peningkatan citra kopi Indonesia, khususnya pada specialty kopi, mendorong konsumsi dalam negeri, dan membuka pasar di negera-negara penikmat kopi. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka) didirikan pada 1 Januari 1911 dengan nama waktu itu Besoekisch Proefstation. Setelah mengalami
33
beberapa kali perubahan baik nama maupun pengelola, saat ini secara fungsional Puslitkoka berada di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian Republik Indonesia, sedangkan secara struktural dikelola oleh Lembaga Riset Perkebunan Indonesia – Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia (LRPI – APPI). Puslitkoka adalah lembaga non profit yang memperoleh mandat untuk melakukan penelitian dan pengembangan komoditas kopi dan kakao secara nasional, sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 786/Kpts/Org/9/1981 tanggal 20 Oktober 1981. Juga sebagai penyedia data dan informasi yang berhubngan dengan kopi dan kakao. Sejak berdiri pada tahun 1911, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia berkantor di Jl. PB. Sudirman No. 90 Jember. Namun mulai 1987 seluruh kegiatan/operasional dipindahkan ke kantor baru berlokasi di Desa Nogosari, Kecamatan Rambipuji, Jember berjarak + 20 km arah Barat Daya dari Kota Jember. Pada tahun 2008 terakreditasi oleh Lembaga Sertfikasi KNAPPP dengan Nomor Sertifikat: 006/Kp/KA-KNAPPP/I/2008. Sumberdaya manusia Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia saat ini berjumlah 301 orang, yang terbagi dalam 3 bidang tugas, yaitu bidang penelitian dan pelayanan, bidang usaha, dan bidang administrasi/penunjang. Peneliti berjumlah 34 orang, terdiri atas 11 orang berijasah S3, 8 orang berijasah S2, dan 15 orang berijasah S1. Berdasarkan jabatan fungsionalnya dapat dikelompokkan 11 orang Peneliti Utama, 12 orang Peneliti Madya, 1 orang Peneliti Muda, 1 orang Peneliti Pertama, dan 4 orang peneliti non kelas.
Lembaga perkopian Internasional Saat ini lembaga Internasional kopi yang masih berdiri adalah International Coffee Organization (ICO). ICO didirikan pada tahun 1963 ketika Kesepakatan Kopi Internasional Pertama berlaku untuk jangka waktu 5 tahun (1962 – 1967), Sejak itu perundingan Kesepakatan Kopi Internasional berturutturut dilakukan dan menghasilkan Kesepakatan tahun 1968 (dengan perpanjangan selama dua kali), Kesepakatan 1976, Kersepakatan 1983 (dan empat kali perpanjangannya), Kesepakatan tahun 1994 (dengan satu kali perpanjangan) yang disetujui Dewan untuk jangka waktu 5 tahun mulai 1 Oktober 1994 dan terakhir, Kesepakatan tahun 2001. Organisasi ini di bawah naungan PBB. Kesepakatan tahun 1962 dirundingkan di New York pada konperensi yang diadakan dengan bantuan PBB. Berturut-turut Kesepakatan tahun 1968, 1976, 1983 dan 1994 dirundingkan pada Kontor Pusat Organisasi Kopi Internasional di London, Inggris seperti juga Kesepakatan baru tahun 2001. Melalui kerjasama dengan Common Fund for Commodities (CFC) dan Bank Dunia, ICO membantu negara-negara anggotanya dengan mengadakan proyek-proyek penelitian dan pengembangan perkopian yang dapat menunjang perekonomian negara yang bersangkutan.Sampai saat ini Indonesia belum menunjukan adanya minat untuk turut serta dalam proyek-proyek tersebut, namun demikian nantinya kita juga dapat memanfaatkan hasil proyek tersebut untuk diterapkan di Indonesia. Dengan demikian maka kerjasama dengan ICO perlu
34
terus ditingkatkan guna memajukan perkopian nasional yang pada gilirannya nanti akan meningkatkan taraf hidup petani. Negara-negara pengeskpor kopi yang menjadi anggota ICO memproduksi lebih dari 90 persen kopi dunia, sedangkan negara-negara konsumen anggota ICO mengkonsumsi lebih dari 60% kopi dunia. Bagi negara konsumen, kopi adalah minuman populer yang universal. Sampai dengan pertengahan tahun 1989, perdagangan kopi internasional masih melibatkan organisasi kopi internasional yang melakukan intervensi pasar dengan mekanisme kuota ekspor. Sejalan dengan perkembangan ke arah liberalisasi perdagangan dunia, sistem kuota ekspor kopi dihapuskan pada bulan Juli 1989. Meskipun ketentuan yang dimungkinkan diadakannya intervensi pasar (kuota ekspor) telah dihapus, Indonesia masih bisa memperoleh manfaat dari ICO terutama sebagai forum konsultasi antara negara-negara produsen dan konsumen.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kinerja Ekspor Kopi Indonesia di Pasar ASEAN : Revealed Comparative Advantage (RCA) Kinerja Ekspor Kopi Indonesia di Pasar ASEAN diukur dengan menggunakan Indeks Reveald Comparative Advantage (RCA), hasil dari RCA juga menunjukan Keunggulan komparatif kopi Indonesia di pasar ASEAN. Indeks ini digunakan untuk membandingkan posisi dayasaing Indonesia dengan negara produsen kopi lainya. Keunggulan komparatif suatu negara terhadap suatu produk dan posisi dayasaing di pasar tujuan eskpornya dapat diukur dengan menggunakan alat analisis Revealed Comparative Advantage (RCA). RCA mengukur share ekspor komoditi suatu negara dibandingkan dengan share ekspor komoditi dunia di pasar tujuan ekspor yang sama. Hasil pengukuran tersebut akan menampilkan nilai yang berkisar antara nol hingga tidak terhingga dimana suatu negara dianggap memiliki dayasaing apabila memperoleh nilai di atas satu. Semakin tinggi nilai RCA maka mencerminkan bahwa dayasaing yang dimiliki semakin baik. Sebaliknya, jika nilai yang diperoleh adalah di bawah satu, maka dapat dikatakan bahwa komoditas yang diukur tersebut tidak memiliki dayasaing. Pada Belassa dalam Bustami (2010), dijelaskan mengenai landasan dasar pemikiran Indeks RCA bahwa Kinerja Ekspor suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat dayasaing relatifnya terhadap produk serupa dari negara lain, tentu dengan asumsi (ceteris paribus) bahwa faktor-faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan ekspor tetap tidak berubah. Pada penelitian ini penulis akan menghitung nilai RCA berdasarkan data statistik perdagangan ASEAN Harmonized Tarrif Nomenclature (AHTN) dengan Harmonized Code (HS Code) 09011110. Perhitungan nilai RCA menggunakan data ini dikarenakan penulis mengalami kendalam dalam keterbasan akses untuk memperoleh data secara detail, dikarenakan telah ada perubahan ketentuan tentang ekpor kopi oleh Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia, yaitu peraturan Nomor 26/M-DAG/PER/12/2005, diganti dengan Nomor 27/MDAG/PER/7/2008 dan terakhir Nomor 41/M-DAG/PER/9/2009 Tentang
35
Ketentuan Ekspor Kopi yang terakhir kali mengalami perubahan dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 10/M-DAG/PER/5/2011. Ekspor kopi merupakan, komoditi yang diatur tata niaga ekspornya. Dengan kode HS dalam Buku Tarif Kepabeanan Indonesia adalah HS Nomor 09.01 dan 21.01. Kemudian, akibat dari ini data yang dipublikasi kepublik untuk produk kopi merupakan data yang tergolong dalam HS saja. Sehingga untuk dapat mengakses penuh data secara rinci, perlu ada akses khusus. Telah dilakukan perhitungan nilai RCA kopi Indonesia dengan kode HS 09011110 (Kopi biji arabika dan robusta tanpa dihilangkan kafein) di pasar ASEAN. Pada tahun 2015, kopi Indonesia memiliki keunggulan komparatif, dimana ini dibuktikan dengan nilai rca pada tahun tersebut mempunya nilai sebesar 12.10 atau lebih besar dari 1. Kopi Indonesia berdasarkan intepretasi nilai RCA yang telah dihitung pada periode 2012 – 2015, memiliki keunggulan komparatif setiap tahunya. Namun, nilai ini berfluktuatif dengan trend yang meningkat walau pada tahun 2014 mengalami penurunan, pada tahun 2014 nilai rca kopi indonesia kode hs 09011110 adalah sebesar 8,12. Penurunan ini diakibatkan dari total nilai ekspor kopi Indonesia mengalami penurunan. Jika dibandingan dengan negara pesaing di tingkat ASEAN, nilai RCA Vietnam lebih besar dari Indonesia dan tertinggi di tingkat ASEAN. Namun nilai RCA Vietnam pada tahun ke tahun mengalami penurunan, akan tetapi ini tidak langsung mengidikasikan bahwa ekpor kopi Vietnam menurun. Hasil nilai RCA juga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya : 1. Nilai Total Ekspor kopi Vietnam yang mengalami peningkatan, sehingga perbandingan antara nilai ekspor kopi Vietnam dengan nilai Total ekspornya akan menurun. 2. Perbandingan antara nilai Impor kopi ASEAN dengan Nilai total Impor ASEAN meningkat. Faktor ini menyebabkan nilai RCA Vietnam menurun setiap tahunya. Sedangkan jika kita lihat perkembangan nilai RCA di negara – negara ASEAN, ternyata LAOS pada tahun 2012 – 2014 memiliki nilai RCA yang sangat tinggi bahkan tertinggi diantara negara – negara ASEAN. Nilai ini juga tidak bisa membuktikan bahwa nilai ekspor Laos lebih besar dibanding negara lain di ASEAN, akan tetapi RCA ditentunkan dari perbandingan nilai ekspor kopi terhadap nilai total ekspor suatu negara yang dibadi dengan perbandingan nilai ekspor kopi dunia ke pasar ASEAN terhadap nilai ekspor dunia secara total ke pasar ASEAN. Secara lengkap data telah tersaji pada tabel 9.
36
Tabel 9 Hasil perhitungan nilai RCA Kopi (kode HS 09011110) negara-negara ASEAN, tahun 2012 – 2015. Tahun Negara 2012 2013 2014 2015 Brunei Darussalam
0.00
0.00
0.00
0.00
Cambodia
0.00
0.00
0.00
0.00
Indonesia
7.71
12.01
8.12
12.10
Laos
45.77
34.15
51.75
5.07
Malaysia
0.06
0.08
0.08
0.03
Myanmar
0.00
0.00
0.14
0.08
Philippines
0.00
0.00
0.00
0.00
Singapore
0.05
0.06
0.06
0.07
Thailand
0.16
0.01
0.00
0.01
19.62
31.34
16.17
Viet Nam 38.08 Sumber : ASEAN Trade statistik, diolah
Keunggulan Kompetitif Kopi Robusta Indonesia menggunakan pendekatan The National Diamond System. Keunggulan kompetitif (Competitive Advantage) merupakan alat untuk mengukur dayasaing suatu aktivitas berdasarkan pada kondisi perekonomian aktual. Menurut Porter (1998), keunggulan kompetitif suatu negara sangat tergantung pada tingkat sumberdaya yang dimilikinya. Berdasarkan sumberdaya lokal yang dimiliki suatunegara dapat dilihat apakah suatu negara mempunyai keunggulan kompetitif atau tidak. Keunggulan kompetitif dibuat dan dipertahankan melalui suatu proses internal yang tinggi. Perbedaan dalam struktur ekonomi nasional, nilai,kebudayaan, kelembagaan, dan sejarah menentukan keberhasilan kompetitif. Keunggulan kompetitif suatu negara ditentukan oleh empat faktor yang harus dimiliki suatu negara untuk bersaing secara global. Keempat faktor tersebutadalah kondisi faktor sumberdaya (factor condition), kondisi permintaan (demand condition), industri terkait dan industri pendukung (related and supporting industry), persaingan, struktur, dan strategi perusahaan (firm strategy, structure,and rivarly). Keempat faktor penentu tersebut didukung oleh faktor eksternalyang terdiri atas peran pemerintah (goverment) dan terdapatnya kesempatan(chance events). Secara bersama-sama faktor tersebut membentuk suatu sistemyang berguna dalam peningkatan keunggulan dayasaing, sistem tersebut dikenal dengan “The National Diamond”.
37
Kondisi Faktor Sumberdaya 1. Sumberdaya Perkebunan Kopi Robusta a. Syarat dan Kondisi Lahan Kopi Robusta hingga saat ini merupakan jenis kopi yang paling banyak ditanam di Indonesia. Dipilihnya kopi robusta sebagai jenis kopi yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia selain karena ketahananya terhadap penyakit karat daun yaitu mudah dalam pembudidayaanya dibandingkan arabika. Tabel 10 Syarat tumbuh kopi robusta Kriteria Syarat Tumbuh Garis Lintang 0°-20° LS sampai 0°-20° LU Suhu udara rata-rata 300-600 m dpl Curah hujan 24°-30° Jumlah bulan kering (curah 1-3 bulan per tahun hujan<60mm/bulan) PH 5,5 - 6,5 Bahan Organik min 2 % Kedalaman Tanah Efektif > 100 cm Kemiringan Tanah < 40 % Sumber : Puslitkoka, 2016 Kopi robusta umumnya ditanam didataran rendah hinggga ketinggian tempat 400 meter dengan 800 meter di atas permukaan laut. Syarat ketinggian lahan produksi ini menuntut suhu udara yang sesuai, kopi robusta dapat ditanam di daerah dengan suhu udara yang cukup panas. Laan kopi robusta tidak membutuhkan banyak kadar bahan organik, cukup dengan presentase sebesar 3,5-10 persen. Tekstur tanah diisyaratkan untuk kopi robusta ini pun sederhana, cukup dengan tanah yang gembur. Adapun syarat tumbuh kopi robusta secara jelas ditampilkan pada di atas. Berbeda dengan jenis kopi lainya, kopi arabika yang idealnya tumbuh di dataran tinggi. Setidaknya dalam membudidayakan jenis arabika, dibutuhkan ketinggian 700 – 1700 meter diatas permukaan laut. Dengan suhu rata-rata 16-20° celcius. Kemudian, untuk jenis arabika diketahui memang memiliki kepekaan terhadap jenis penyakit karat daun atau lebih dikenal dengan HV atau Hemilea Vastatrix. Ini terutama bila ditanam pada daerah yang memiliki ketinggian kurang dari 700 meter diatas permukaan laut. Kondisi lahan perkebunan kopi Indonesia khususnya robusta saat ini, sebagian besar dimiliki oleh rakyat atau perkebunan rakyat. Data ditjenbun tahun 2015 menyebutkan, kepemilikan perkebunan kopi robusta di Indonesia 98 persen dimiliki oleh rakyat. Tipe kepemilikan oleh rakyat dinilai kurang efisien jika dilihat dari sudut pandang skala ekonomi, karena jika dilihat lebih dalam, faktanya petani rakyat rata-rata lahan per
38
keluarga berkisar antara 0,8-1,5 hektar saja ditambah dengan tingkat pendidikan dan kemampuan budidaya kopi masih tergolong rendang sampai sedang. b. Luas Lahan Luas areal kopi robusta saat ini, memiliki porsi yang terbesar dibanding jenis kopi lainya. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2015, persentase kopi robusta adalah 74,25 persen dari total perkebunan kopi di Indonesia. Jika diperhatikan atas perkembangan luas lahan kopi robusta, menunjukan adanya fluktuasi yang berkecenderungan menurun setiap tahunnya. Tabel 11 Perkembangan luas lahan perkebunan kopi robusta, tahun 20052015* Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015*
Total luas lahan (Ha) 1 153 959 1 131 622 1 058 478 1 063 417 984 839 958 782 940 184 929 203 916 053 899 808 906 963
Pertumbuhan (%)
-
1.97 6.91 0.46 7.98 2.72 1.98 1.18 1.44 1.81 0.79
Sumber : Ditjenbun, diolah Keterangan : 2015* = angka sementara Berdasarkan data pada , terlihat bahwa sumberdaya lahan perkebunan kopi robusta Indonesia dari tahun ke tahun menunjukan adanya penurunan. Penurunan terbesar pada tahun 2007, yaitu sebesar 6,91 persen turun dari tahun sebelumnya sebesar 1 131 622 hektar. Penurunan luas lahan terjadi terjadi akibat adanya alih fungsi lahan perkebunan robusta yang kemudian beralih ke arabika. Peralihan ini disebabkan ole beberapa faktor yang mendorong petani mengganti jenis kopi yang dibudidayakan. Menurut Damanik, 2012 dalam penelitianya yang dilakukan di kabupaten Simalungun, Faktor-faktor yang menjadi pendorong adanya alih fungsi usaha perkebunan kopi robusta ke kopi arabika adalah : umur panen kopi arabika yang lebih cepat, intensitas panen yang lebih tinggi, harga jual yang lebih tinggi, produkstivitas yang lebih tinggi, waktu pengeringan yang lebih cepat, jam kerja pasca panen yang lebih singkat, dan biaya pupuk yang lebih rendah. Menurut data yang dirujuk dari Direktorat Jenderal Perkebunan dalam Statistik Perkebunan Indonesia : Kopi 2014 – 2016, provinsi yang memiliki luas lahan terbesar terletak pada provinsi Sumatera Selatan, pada
39
tahun 2015 tercatat bahwa pada provinsi ini luas areal perkebunan kopi robusta sebesar 249 510 hektar dengan hasil produksi 135 279 ton. Kemudian diikuti provinsi Lampung dan Bengkulu. Menurut AEKI, sebenarnya masih terdapat lahan potensial yang begitu besar di Indonesia, salah satunya Lampung. Provinsi ini masih memiliki lahan sebesar 162 000 hektar yang sebagian besar berada di daerah hutan lindung. Namun, hal ini menjadi permasalahan, dimana diketahui bahwa hutan lindung menurut definisi UU. No. 41 Tahun 1999 adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Hal ini menjadi penyebab, kegiatan pemanfaatan lahan di daerah kawasan hutan lindung diperlukan izin yang cukup ketat dan dirasa cukup menyulitkan bagi petani melihat sebagian besar usaha perkebunan kopi di lakukan oleh rakyat, bukan swasta, ataupun pemerintah. c. Kondisi Alam Indonesia Dampak perubahan iklim global adalah perubahan pola dan intensitas curah hujan, makin sering terjadinya fenomena iklim ekstrim ElNino dan La-Nina yang dapat mengakibatkan kekeringan dan banjir, kenaikan suhu udara dan permukaan laut, dan peningkatan frekuensi dan intensitas bencana alam. Bagi sektor pertanian, dampak lanjutan dari perubahan iklim adalah bergesernya pola dan kalender tanam, perubahan keanekaragaman hayati, eksplosi hama dan penyakit tanaman dan hewan, serta pada akhirnya adalah penurunan produksi pertanian. Di tingkat lapangan, kemampuan para petugas lapangan dan petani dalam memahami data dan informasi prakiraan iklim masih sangat terbatas, sehingga kurang mampu menentukan awal musim tanam serta melakukan mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim yang terjadi. Sejak tahun 1898 telah terjadi kenaikan suhu yang mencapai 1 derajat celsius, sehingga diprediksi akan terjadi lebih banyak curah hujan dengan perubahan 2-3 persen per tahun. Dalam 5 tahun terakhir rata-rata luas lahan sawah yang terkena banjir dan kekeringan masing-masing sebesar 29 743 Ha terkena banjir(11.043 Ha diantaranya puso karena banjir) dan 82 472 Ha terkena kekeringan (8 497 Ha diantaranya puso karena kekeringan). Kondisi ini cenderung akan terus meningkat pada tahun-tahun ke depan. (Kementan, 2015) Tantangan ke depan dalam menyikapi dampak perubahan iklim global adalah bagaimana meningkatkan kemampuan petani dan petugas lapangan dalam melakukan prakiraan iklim serta melakukan upaya adaptasi dan mitigasi yang diperlukan. Untuk membangun kemampuan petani dalam melakukan adaptasi dan mitigasi terhadap dampak perubahan iklim, salah satunya melalui Sekolah Lapang Iklim (SLI) serta membangun sistem informasi iklim dan penyesuaian pola dan kalender tanam yang sesuai dengan karakteristik masing-masing wilayah. Disamping itu, inovasi dan teknologi tepat guna sangat penting dan strategis untuk dikembangkan dalam rangka untuk upaya adaptasi dan mitigasi terhadap
40
perubahan iklim. Penciptaan varietas unggul yang memiliki potensi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) rendah, toleran terhadap suhu tinggi maupun rendah, kekeringan, banjir/genangan dan salinitas menjadi sangat penting. Selain itu, Indonesia termasuk wilayah dengan frekuensi bencana alam sangat tinggi dan sering disebut sebagai wilayah “rawan bencana”. Sejumlah bencana alam kerap terjadi yang meliputi erupsi gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir, kekeringan dan macam bencana alam lainnya. Semua bencana alam tersebut berpotensi mengganggu aktivitas perekonomian nasional mulai proses produksi, jalur distribusi, rehabilitasi ekonomi, masa panen, dan menimbulkan trauma bagi masyarakat korban bencana. Karena itu, kemampuan untuk antisipasi bencana alam, penanganan korban bencana, serta kemampuan rehabilitasi ekonomi pascabencana menjadi penting. 2. Sumberdaya Manusia Kopi merupakan bahan minuman yang tidak saja terkenal di Indonesia tetapi juga Dunia, hal ini disebabkan karena kopi, baik yang dalam bentuk bubuk maupun sudah dalam bentuk minuman memilliki aroma yang khas yang tidak dimiliki oleh bahan minuman lainya. Kopi yang dijual di dunia biasanya adalah kombinasi dari biji yang dipanggang dari dua varietas pohon kopi: arabika dan robusta. Perbedaan di antara kedua varietas ini terutama terletak pada rasa dan tingkat kafeinnya. Biji arabika, lebih mahal di pasar dunia, memiliki rasa yang lebih mild dan memiliki kandungan kafein 70% lebih rendah dibandingkan dengan biji robusta. Robusta, bagi Indonesia merupakan jenis kopi yang memiliki nilai strategis dalam rangka pemberdayaan ekonomi rakyat di pedesaan. Lebih dari 98 persen pada tahun 2015, kopi robusta indonesia diproduksi oleh perkebunan rakyat. Perkebunan ini merupakan kumpulan dari kebunkebun kecil dengan luasan hanya sekitar 0,8-2 hektar saja dan menyerap tenaga kerja yang cukup banyak. Sumatera selatan merupakan provinsi dengan penyerapan tenaga kerja kopi robusta terbanyak di Indonesia. Tercatat ada 201 899 kepala keluarga yang menjadi petani kopi didaerah ini, sedangkan jika dijumlah dalam skala nasional. Penyerapan tenaga kerja kopi robusta mencapai 1 230 034 kepala keluarga. Banyaknya porsi perkebunan yang dimiliki rakyat menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi perkembangan industri kopi robusta nasional. Petani yang menjadi penghasil kopi rakyat, umumnya tidak memiliki modal, teknologi, dan pengetahuan yang cukup untuk dapat mengelola tanaman yang mereka miliki secara optimal. Pengetahuan yang kurang, atas keinginan pasar terhadap mutu yang diharapkan, akan memperlambat program peningkatan ekspor. Hasil produksi kopi yang tidak sesuai atas keinginan dan persyaratan ekspor, disebabkan oleh beberapa faktor, minimnya sarana pengolahan, lemahnya pengawasan mutu pada seluruh tahapan proses pengolahan dan sistem tata niaga kopi rakyat yang tidak berorientasi pada mutu, padahal kriteria kopi yang diinginkan pasar meliputi fisik, citarasa,
41
dankebersihan serta aspek keragaman dan konsistensi sangat ditentukan oleh perlakuan pada setiap tahapan proses produksinya. Kelembagaan petani kopi dinilai masih lemah, sehingga daya tawar dalam menentukan harga masih lemah. Perlu didorong terbentuk asosiasi atau lembaga yang menyatukan para petani kopi yang tidak hanya menaikan daya tawar dalam menentukan harga, tetapi juga menjadi sarana meningkatkan keahlian petani. Kelembagaan ini akan membantu meningkatkan kualitas dalam menanam, mengolah dan mendistribusikan kopi. Melalui asosiasi atau kelembagaan petani, akses terhadap informasi terkini lebih mudah. Karena saat ini akses petani terhadap informasi masih kurang. Sehingga petani dapat memaksimalkan peluang yang ada (baik informasi harga atau lainnya). (Kemendag, 2014) Petani kopi masih banyak yang belum mengerti bagaimana cara mengolah kopi pasca panen. Ini salah satu faktor yang menurunkan kualitas kopi dan berdampak pada harga kopi. Pada tahun 2014, kopi dengan grade 1 berharga Rp. 23.850,-, grade 2 Rp. 23.000,-, grade 3 Rp. 22.700,-, grade 4 Rp. 22.000,-, grade 5 Rp. 21.000,- dan grade asalan Rp. 19.000-20.00010. Dengan selisih harga yang signifikan, petani bisa dapatkan penghasilan tambahan bila dilakukan screening yang memadai. 3. Mutu Kopi Robusta Produksi kopi Indonesia memiliki kualitas yang tinggi dan sudah ternama. Kopi Aceh, Toraja, Jawa, Papua dan tentunya Kopi Luwak sudah dikenal masyarakat global sehingga yang lebih dibutuhkan saat adalah pengelolaan kualitas, ketersediaan pasokan secara terus menerus dan marketing yang lebih baik. Akan tetapi, keseragaman mutu kopi di Indonesia masih belum merata sepenuhnya. Hanya beberapa produk unggulan yang memang sudah diakui kualitasnya baik di pasar nasional, ASEAN, maupun pasar Internasional. Indonesia dalam mengusahakan kopi robusta, terbilang cukup lama. Di masyarakat pedesaan, budidaya kopi telah dilakan secara turuntemurun, akan tetapi aplikasi teknologi mulai dari teknis budidaya hingga pengolahan pasca panen masih sederhan di beberapa perkebunan rakyat Indonesia. Seperti yang diketahui, untuk dapat menghasilkan mutu kopi yang baik, keseluruhan aspek kopi juga perlu di perhatikan. Berdasarkan informasi pada penelitian yang dilakukan oleh (Aklimawati et al, 2014). Aplikasi pemetikan buah kopi yang dilakukan petani masih sangat bervariasi, yaitu dengan cara petik racutan dan petik merah. Meskipun petani menerapkan petik merah, cara pemetikannya dapat dikatakan belum optimal karena persentase buah merah berkisar 70% terhadap total produksi gelondong segar dalam satu kali pemanenan. Selain itu, dalam melakukan proses penjemuran, pada penelitian diatas disebutkan bahwa saran penjemuran yang digunakan berupa terpal atau bahkan banyak juga dijumpai penjemuran kopi dilakukan diatas tanah. Hal ini disebabkan adanya keterbatasan dalam kepemilikan terpal ataupun lantai jemur yang memadai. Walau disebagian daerah Indonesia, masih cukup banyak petani yang melakukan budidaya dengan sistem sederhana. Potensi akan
42
peningkatan dan pemerataan kualitas kopi disetiap daerah cukuplah besar, mengingat memang jumlah konsumsi per kapita penduduk Indonesia dan Dunia terus meningkat setiap tahunya. Indonesia sendiri, saat ini sedang gencar untuk mempromosikan beberap produk-produk kopi unggulanya (Specialty Coffee). Di dalam dunia kopi, terdapat beberapa tingkatan atau level dari kualitas kopi. Masing-masing ditentukan berdasarkan bentuk green bean. Specialty Coffee, merupakan sebutan untuk kopi yang memiliki lever tertinggi dari kualitas kopi. Specialty coffee adalah kumpulan green bean kopi pilihan yang dipilih masih dalam bentuk sempurna tanpa cacat. Bentuknya masih utuh, tanpa lubang, tanpa jamur, berwarna bersih dan cerah, dan memiliki bau yang harum. Pada saat panen kopi, para petani memetik semua buah kopi yang berada di kebun, yang kemudian buah tersebut di proses hingga menjadi green bean. Pada saat berubah menjadi green bean, kita akan menyaksikan banyak sekali green bean yang rusak. Green bean yang rusak tersebut dipisahkan untuk dijual kembali dengan harga yang sangat murah. Pengguna green bean grade rendah biasanya produsen kopi instant yang telah terkenal, karena tidak mungkin menggunakan green bean jenis specialty coffee, karena harga tidak akan bisa dijangkau oleh semua kalangan. Specialty coffee memiliki harga yang jauh lebih mahal daripada kopi grade rendah. Untuk specialty coffee dari Aceh Gayo saja, green bean kelas specialty dihargai kurang lebih di sekitar 90rb-120rb/kg. Harga ini jauh lebih mahal dibanding kan green bean grade rendah yang hanya dihargai 5rb-10rb/kg. (JPW Coffee, 2013) Selain kopi Aceh Gayo, masih banyak produk-produk specialty coffee Indonesia yang terkenal di pasar kopi dunia. Diantaranya, Kopi Luwak Liar dari Aceh Gayo, Kopi Aceh Gayo, Kopi Lintong, Kopi Mandheling Lake Toba, Kopi Mandheling, Ankola Sipirok, Kopi Bali Kintamani, Kopi Toraja Sapan, Kopi Flores Bajawa, Kopi Papua Wamena. 4. Sumberdaya Modal Pada umumnya sumber modal kerja pada perkebunan kopi di Indonesia berasal dari modal sendiri, karena pengetahuan dan kemampuan petani masih kurang untuk mengakses modal ke lembaga keuangan. Sedangkan, sumber daya modal untuk investasi pada industri pengolahan kopi berupa investasi yang berbadan hukum (PMA, PMDN, dan non PMA/PMDN berupa BUMN, BUMD, Koperasi) dan tidak berbadan hukum (perorangan atau kelompok). Ketersediaan modal akan mempengaruhi ketepatan waktu dan takaran dalam penggunaan input produksi, serta pemberian upah tenaga kerja. Bagi petani subsisten, modal merupakan salah satu syarat keberhasilan usahatani dalam menopang kegiatan produksi dan keberlanjutan usaha. Modal akan digunakan petani untuk pengadaan input produksi dan pembayaran upah tenaga kerja. Untuk pedagang pengepul, sumber modal berasal dari modal sendiri maupun pinjaman dari pedagang besar. Pemerintah sebenarnya telah melakukan berbagai upaya untuk pemenuhan kebutuhan modal, salah satunya dengan mengembangkan
43
skema kredit dengan subsidi suku bunga sehingga suku bunga beban petani lebih rendah seperti Kredit ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E), Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi perkebunan (KPENRP) dan skema kredit dengan penjaminan seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR). Namun demikian skema kredit tersebut belum mampu mengatasi permodalan petani dan dukungan perbankan belum memberikan kontribusi yang optimal bagi petani. Hal ini disebabkan antara lain sumber dana sepenuhnya dari bank dan risiko ditanggung bank, oleh karena itu perbankan menerapkan prudential perbankan. Dampak dari penerapan prudential perbankan dirasakan petani seperti sulinya akses permodalan, persyaratan yang dianggap rumit dan waktu yang lama, masih diperlukan jaminan tambahan yang memberatkan petani berupa sertifikat lahan, terbatasnya sosilaisasi dan informasi keberadaan skema kredit serta terbatasnya pendampingan dan pengawalan petani yang membutuhkan permodalan dari perbankan. (Kementan,2015) Kondisi perkebunan kopi oleh petani secara umum memiliki lahan sempit, skala usaha kecil dan letaknya yang menyebar dan lebih banyak sebagai buruh tani sehingga lebih mudah dilayani oleh pelepas uang/sumber modal non formal meskipun suku bunga tinggi tetapi waktu perolehannya lebih cepat. Dengan terbatasnya pembinaan, pengawalan dan pendampingan bagi petani yang mengajukan kredit kepada perbankan untuk modal usaha tani serta tingkat kemauan membayar kembali kredit rendah merupakan salah satu faktor penghambat perbankan dalam menyalurkan kredit kepada petani. Selain itu, iklim usaha yang kondusif baik yang dipengaruhi oleh alam, fasilitas informasi, layanan teknologi dan jasa pelayanan dipercaya juga dapat menarik investor Luar Negri dan Dalam Negeri untuk usaha perkopian Indonesia. Sekarang ini, dirasa masih kurangnya minat investor asing ke Indonesia disebabkan oleh berbagai kendala, seperti masalah perburuhan, perpajakan dan kebijakan pemerintah yang tidak konsisten. (Kemenprin, 2009) Untuk meningkatkan daya tarik investor pada usaha perkopian diperlukan kebijakan iklim usaha kondusif, serta peningkatan kualitas pelayanan terhadap masyarakat. 5. Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) ditujukan untuk mengubah penggunaan IPTEK dari yang berciri tradisional ke arah yang lebih maju. Dengan sumber daya yang terbatas dan tatanan pasar yang sangat kompetitif, penerapan inovasi teknologi merupakan fakta kunci dalam pengembangan pertanian internasional unggul berkelanjutan. (Haryono,et.al.2010). Inovasi teknologi harus bermanfaat dalam meningkatkan kapasitas produksi dan produktifitas sehingga dapat memacu pertumbuhan produksi dan peningkatan dayasaing. Disamping itu, inovasi teknologi juga diperlukan dalam pengembangan produk dalam rangka peningkatan nilai tambah, diversifikasi produk dan transformasi produk seuai dengan preferensi konsumen.
44
Perkebunan kopi robusta di Indonesia masih menghadapi masalah produktivitas per luas areal tanam, terutama untuk bentuk usaha perkebunan rakyat. Produktivitas nasional saat ini sebesar 792 kg biji kering/ha/tahun, masih sangat jauh dibandingkan dengan produktivitas kopi di Kolombia (1 220 kg/ha/tahun), Brasil (1000 kg/ha/tahun), dan Vietnam (1550 kg/ha/tahun).(Rubiyo,et.al.2011). Produktivitas dari kebun kopi robusta Indonesia bisa disebabkan oleh beberapa faktor, di mulai bibit, pemberian nutrisi, hingga faktor cuaca yang tidak stabil. Indonesia diketahui telah lebih lama membudidayakan kopi dibandingkan Vietnam, secara nutrisi tanah, Vietnam memang lebih unggul. Selain karena umur pemanfaatan lahan yang terbilang muda (40 tahun sejak 1976) Lahan perkebunan negara tersebut terbilang masih cukup fresh, berbeda dengan Indonesia yang sudah hampir 200 tahun membudidayakan kopi. Sebenarnya, Indonesia telah memiliki lembagalembaga atau badan milik pemerintah yang secara aktif dan rutin melakukan perkembangan melalui inovasi teknologi industri kopi. Diantaranya klon (bibit) unggul jenis robusta yang dihasilkan oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka) yang berkedudukan di jember antara lain BP 42, BP 234, BP 288 dengan potensi hasil masingmasing 0.8-1.2 ton/hektar, 0.8-1.6 ton/hektar, 0.8-1.5 ton/hektar. Pemertintah melalui Kementerian Pertanian, selalu melakukan berbagai upaya untuk memberikan dukungan dalam upaya peningkatan inovasi dan teknologi. Melalui Rencana Strategis 2015-2019, yang disusun oleh Kementerian Pertanian (2015). Adapun arah kebijakan pemerintah lima tahun mendatang, dengan melakukan upaya-upaya diantaranya sebagai berikut. 1. Meningkatkan kapasitas dan fasilitas peneliti di bidang pertanian 2. Meningkatkan penelitian yang memanfaatkan teknologi terkini dalam rangka mencari terobosan peningkatan produktivitas benih/bibit tanaman 3. Memperluas cakupan penelitian mulai dari input produksi, efektivitas lahan, teknik budidaya, teknik pasca panen, teknik pengolahan hingga teknik pengemasan dan pemasaran. 4. Meningkatkan diseminasi teknologi kepada petani secara luas 5. Membina petani maju sebagai patron dalam pengembangan dan penerapan teknologi baru di tingkat lapangan. Kondisi Permintaan 1. Komposisi Permintaan Domestik Permintaan domestik akan produk kopi diberikan dalam bentuk minuman. Minuman kopi tersedia dalam beberapa macam rasa, seperti capucino, vanilla latte, moccachino, dan lainya. Minuman kopi didalam negeri sebagian besar dijual dalam bentuk bubuk dalam kemasan sachet, baik itu instan maupun kopi bubuk. Harga dari minuman kopi pun cukup terjangkau. Umumnya, kopi yang diproduksi dalam kemasan sachet merupakan kopi yang berkualitas rendah. Karena bahan baku yang dipakai
45
untuk membuat produk kopi sachet merupakan kopi dengan golongan grade IV sampai VI. Sedangkan, diketahui bahwa kopi grade terbaik specialty coffee dihargai dengan yang terbilang mahal. Specialty coffee memang dinikmati oleh penikmat kopi dengan latar belakang ekonomi kelas menengah dan atas. Sampai saat ini pemanfaatan kopi pun tidak sebatas sebagai minuman, tetapi kopi juga dapat dimanfaatkan dalam industri lainya, seperti industri jasa SPA, kosmetik, dan kuliner. Selera masyarakat Indonesia semakin berkembang. Hal ini dapat dilihat dengan bertambahnya jenis kopi olahan baik dalam berupa sachet maupun menjamurnya cafe di kota-kota besar yang secara khusus menjual produkproduk kopi. Dalam dunia kopi, pandangan masyarakat terhadap produk ini teruslah berkembang. Seperti bir dan wine yang sudah familiar bagi Bangsawan Eropa, saat ini kopi juga diproses dan dicintai dengan hormat oleh mereka yang berkecimpung di dunia kopi. Perkembangan kopi yang begitu dinamis dari masa ke masa, hingga pada saat ini muncul istilah baru yang dikenal dengan Third Wave Coffee, merupakan sebuah istilah untuk mendefinisikan masa sekarang adalah masa ketika orang-orang tak lagi hanya menikmati kopi untuk pelepas dahaga atau pemompa semangat di saat kafein mendadak menjadi kebutuhan. Pada dunia kopi saat ini telah menyadarkan dan memberikan pemahaman pada kita bahwa kopi adalah sesuatu yang sahih, kompleks, dicintai, dielu-elukan dan merasuk menjadi sebuah ritual yang tak sembarangan. Istilah Thrid Wave Coffee masih terbilang baru, istilah ini pertama kali dikemukakan oleh Thrish Rothgeb pada sebuah artikel di Wrecking Ball Coffee Roasters pada 2002. Pada artikel yang dipublikasikan oleh Roaster Guild, The Flamekeeper, Rothgeb mendefinisikan ada tiga pergerakan di dalam dunia kopi dan menyebutnya dengan istilah “gelombang” atau “waves”. Melalui pengertian tersebut, “third wave” menjadi istilah yang popular hingga sekarang. Third Wave Coffee ditandai dengan mulai tertariknya para pencinta kopi terhadap kopi itu sendiri. Baik itu asal muasal bijinya, prosesnya sampai kepada penyajian sebelum kopi tersebut sampai ke tegukan. Pada era ini memberikan dorongan penikmat kopi untuk menilai terhadap kopi yang rasanya buruk dan cara penyajian kopi yang dianggap tidak benar. Meskipun tidak mengenyampingkan masalah pemasaran dan promosi, Third Wave Coffee peduli lebih dalam dari sekedari menikmati kopi saja. (ottencoffee.co.id, 2015) 2. Jumlah Permintaan dan Pola Pertumbuhan. Permintaan akan kopi robusta cenderung berfluktuasi dengan menunjukan adanya trend peningkatan. Sedangkan, untuk tingkat konsumsi kopi per kapita per tahun di Indonesia, menunjukan adanya peningkatan walau dengan pola yang sangatn tipis. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS (2010-214). Pada tahun 2014, tingkat konsumsi kopi per kapita domestik sebesar 1,34 kilogram per kapita per tahun. Jika melihat dari data tahun sebelumnya, tingkat
46
konsumsi per kapita mengalami penurunan. Namun dalam lima tahun terakhir pertumbuhan konsumsi kopi mengalami kenaikan, dari tahun 2010 konsumsi kopi domestik naik sebesar 0,05 kilogram. Tabel 12 Rata – rata konsumsi kopi per kapita per tahun Indonesia, tahun 2010-2014. Tahun Kopi bubuk/biji 2010 2011 2012 2013 2014 Kuantitas (kilogram) 1.29 1.37 1.06 1.37 1.34 Nilai (Rp) 29 043.57 30 295.00 29 304.29 42 444.29 43 539.29 Sumber : Susenas, BPS (2010-2014), diolah Data konsumsi per kapita tidak secara langsung menunjukan jumlah total konsumsi kopi secara nasional. Karena rata-rata konsumsi merupakan data mengenai jumlah baik kuantiti maupun nilai kopi yang dikonsu msi masyarakat per kapita per tahun. Sedangkan, untuk Total konsumsi Nasional merupakan jumlah secara total konsumsi kopi di suatu negara. Di ASEAN, negara dengan total konsumsi terbesar terhadap kopi adalah Filipina kemudian diikuti Indonesia dan Vietnam. Indonesia masih berpotensi untuk menjadi negara terbesar dalam mengkonsumsi kopi, karena jika dilihat dari total penduduknya, Indonesia jauh lebih besar dibanding Filipina. Bahkan dalam sekup ASEAN Indonesia merupakan negara yang memiliki penduduk terbesar. Berdasarkan data yang diperoleh dari United Stade Department of Agriculture. Pada tahun 2015 total konsumsi Indonesia adalah 165.000 ton angka ini turun dari tahun sebelumnya sebesar 182.400 ton. Sedangkan untuk Vietnam negara pesaing utama Indonesia memiliki total konsumsi di tahun 2015 sebesar 156.000 ton. Dan Filipina di tahun 2015 sebesar 328.500 ton. () Tabel 13 Total konsumsi domestik di Negara Anggota ASEAN, tahun 2011 – 2015. Negara Indonesia Vietnam Philippines Malaysia Singapore Laos Thailand
2011 141 300 99 900 219 600 37 500 9 000 6 000 28 200
2012 158 100 109 500 264 300 37 500 6 900 6 000 30 600
Tahun (Ton) 2013 165 000 120 480 217 800 39 600 7 200 6 600 30 900
2014 182 400 133 020 259 200 36 000 9 000 6 000 32 700
Sumber : United Stade Department of Agriculture, diolah.
2015 165 000 156 000 328 500 36 000 7 800 6 000 34 200
47
3. Internasionalisasi Permintaan Domestik Indonesia merupakan salah negara di Dunia yang cukup terkenal untuk dijadikan destinasi wisata. Hal yang mendasari kenapa wisatawan (tourist) adalah karena terdapat sejumlah keunikan yang tidak dimiliki oleh negara lain. Mulai dari keanekaragaman budayanya, kekayaan alamnya, hingga banyak macam kuliner yang dari setiap daerah berbedabeda dan ciri khasnya masing-masing. Kedatangan sejumlah tourist mancanegara ke Indonesia, secara tidak langsung akan memberi dampak yang beragam. Peningkatan ekonomi, hingga dikenalnya produk-produk lokal yang sebelum tidak pernah dilihat di negara asal tourist tersebut. Dikenalnya produk lokal oleh Tourist atau dalam hal ini kopi robusta yang kemudian dikonsumsi bahkan dijadikan buah tangan, akan membuat produk-produk kopi Indonesia semakin terpromosikan yang juga akan membantu membangun Brand Image dimata dunia. Produk kopi Indonesia yang dikenal oleh wisatawan mancanegara umumnya ialah produk-produk specialty yang didominasi dari jenis kopi arabika. Namun, untuk biji kopi robusta pun banyak digunakan untuk menghasilkan kopi bubuk oleh perusahaan pengolahan kopi lokal atau sebagai bahan campuran dalam produk blend coffee yang biasanya dinikmati digerai-gerai kopi. Industri Terkait dan Industri Pendukung Menurut Sunani dalam Meryana (2007), Industri terkait merupakan industri yang berada dalam sistem komoditas secara vertikal. Industri ini mulai dari pengadaan bahan baku, bahan tabahan, bahan kemasan sampai pemasaran. Selain industri terkait terdapat juga industri pendukung yang merupakan industri yang memberikan koontribusi tidak langsung dalam sistem komoditas secara vertikal. Perkembangan industri kopi tidak terlepas dari adanya industri hulu yang senantiasa siap dan berkompeten untuk menyediakan benih atau bibit unggul, seinggga dapat menghasilkan biji kopi dengan kuantitas dan kualitas prima. Saat ini Indonesia memiliki lembaga dibawah naungan pemerintah untuk terus melakukan penelitian dan inovasi dalam menyediakan benih kopi yang optimal. Pusat Penelitian Kopi dan kakao Indonesia(Pustlitkoka). Pada Industri pengolahan kopi pada umumnya menggunakan bahan baku biji kopi Arabika dan Robusta dengan komposisi perbandingan tertentu. Kopi Arabika digunakan sebagai sumber citra rasa, sedangkan kopi Robusta digunakan sebagai campuran untuk memperkuat body. Kopi Arabika memiliki citra rasa yang lebih baik, tetapi memiliki body yang lebih lemah dibandingkan kopi Robusta. Selain biji kopi, industri pengolahan kopi juga membutuhkan bahan tambahan seperti gula, jagung, dan lain-lain, serta bahan penolong seperti bahan kemasan (packing), pallet, krat dan lain-lain.
48
Kopi Bubuk Kopi Instan Kopi Biji (Coffee Beans) - Arabika (16-18%) - Robusta (20-30%)
Kopi Sangrai Kopi Tiruan Kopi Mix Decaffeinated coffee
-
Kopi Ekstrak -
Kaffein dan lain lain Ulin
Buah Kopi (100%)
Kulit Tanduk dan Kulit Ari (5-10%)
Arang Asam Asetat Enxim Pektat Protein Sel Tunggal Pektin
Kulit Tanduk dan Kulit Ari (66-77%)
Etanol Anggur Silase Cuka Makanan
Sumber : Kementerian Perindustrian Gambar 4 Pohon Industri pengolahan kopi Jenis diversifikasi produk kopi meliputi kopi bubuk, kopi instan, kopi biji matang (roasted coffee), kopi tiruan, kopi rendah kafein (decaffeinated coffee), kopi mix, kopi celup, ekstrak kopi, minuman kopi dalam botol dan produk turunan lainnya. Seperti yang terdapat pada gambar diatas. Kopi merupakan komoditas yang juga memiliki industri jasa pemasaran, yang merupakan lembaga perantara seperti pedagang, pengumpul, distributr, pedagang besar, pedagang eceran, dan eksportir. Lembaga perantara di dalam industri kopi robusta nasional saat ini dapat dikatakan berada dalam rangkaian yang cukup panjang. Kondisi ini secara tidak langsung akan menyebabkan harga
49
kopi ditingkat petani seringkali tidak wajar. Harga ditingkat petani yang rendah juga mengidikasikan bahwa posisi tawar petani saat ini cukup lemah. Hal ini membuat petani memiliki keuntungan yang kecil dibandingkan salah sala bagian dari rantai pemasaran kopi robusta. Struktur, Persaingan dan Strategi Industri Kopi Robusta Nasional Struktur industri pengolahan kopi nasional belum seimbang; hanya 20% kopi diolah menjadi kopi olahan (kopi bubuk, kopi instan, kopi mix), dan 80% dalam bentuk kopi biji kering (coffee beans). Industri pengolahan kopi masih kurang berkembang disebabkan oleh faktor teknis, sosial dan ekonomi. Penerapan teknologi pengolahan hasil kopi baru diterapkan oleh sebagain kecil perusahaan industri pengolah kopi, hal ini disebabkan oleh keterbatasan informasi, modal, teknologi, dan manajemen usaha. Produk industri olahan tersebut sangat berpotensi dalam memberikan nilai tambah yang tinggi. Pada era globalisasi perdagangan dewasa ini, kondisi persaingan semakin ketat dimana masing-masing negara saling membuka pasarnya. Pengembangan produk diversifikasi kopi olahan, seperti roasted coffee, instant coffee, coffee mix, decaffeinated coffee, soluble coffee, kopi bir (coffee beer), ice coffee mempunyai arti penting, karena dapat menjadi komoditas unggulan yang mempunyai dayasaing tinggi di pasar internasional. Indonesia sebagai negara tropis disamping berpeluang untuk pengembangan produk diversifikasi kopi olahan tersebut diatas, juga berpotensi untuk pengembangan produk industri pengolahan kopi specialties dengan rasa khas seperti: Lintong Coffee, Lampung Coffee, Java Coffee, Kintamani Coffee, Toradja Coffee. Walaupun Indonesia mempunyai peluang besar untuk pengembangan industri pengolahan kopi dan mempunyai prospek besar dipasar domestik dan internasional, namun permasalahan juga sangat kompleks, karena begitu banyak faktor-faktor yang mempengaruhinya baik internal maupun eksternal dan juga faktor perilaku konsumen, fluktuasi harga dan perdagangan kopi dunia. Permasalahan yang Dihadapi Industri Pengolahan Kopi a. Bahan Baku 1. Komposisi jenis tanaman kopi di Indonesia tidak seimbang, produksi kopi Robusta (76 persen) jauh lebih besar dari kopi Arabica (24 persen), sedangkan permintaan pasar dunia menyukai kopi Arabica. 2. Kurangnya pengetahuan penanganan pasca panen (cara tradisional), sehingga mutu biji kopi sebagai bahan baku pada industri pengolahan kopi rendah. b. Produksi 1. Terbatasnya fasilitas produksi biji kopi (mesin/peralatan: pengering, pengupas dan sortasi), utamanya ditingkat usaha industri skala kecil dan menegah. 2. Terbatasnya penguasaan teknologi proses pada tahap roasting. 3. Penerapan GMP, HACCP dan ISO rendah, sehingga mutu produk rendah dan tidak konsisten.
50
4. Kurang adanya kemampuan melakukan inovasi dan diversifikasi produk sesuai dengan permintaan pasar domistik maupun internasional. c. Pemasaran 1. Rendahnya R & D inovasi dan diversifikasi produk kopi olahan sesuai permintaan pasar domistik dan internasional. 2. Terbatasnya akses pasar internasional, selama ini ekspor produk kopi olahan sebagian besar hanya ditujukan ke pasar tradisional seperti Uni Eropa, Jepang dan USA. d. Infrastruktur 1. Kurangnya dukungan infrastruktur ditingkat usaha budi daya tanaman kopi (jalan, alat angkut) dan industri pengolahan kopi (listrik, energi). 2. Belum optimalnya kegiatan forum komunikasi dan koordinasi antar stakeholders, utamanya yang mengarah ke pembentukan kerjasama kemitraan. Peran Pemerintah Sejalan dengan perkembangan industri kopi di dunia yang semakin kompetitif, Indonesia dalam hal ini Pemerintah tentu mempunyai peran yang cukup besar bagi perkembangan industri kopi dalam negeri. Pemerintah perlu memberi arahan atau implikasi strategi baik jangka pendek, menengah, atau panjang terhadap perkembangan kopi nasional. Peningkatan dayasaing kopi robusta Indonesia di pasar internasional memerlukan langkah-langkah perbaikan kinerja dan dukungan kebijakan ekspor yang kondusif bagi ekspor kopi. Selain perbaikan mutu kopi, langkah lain yang diperlukan adalah mengefisienkan biaya ekspor dengan cara mengurangi bahkan menghilangkan beban biaya operasional di pelabuhan, seperti biaya cadangan, maupun sebelum di pelabuhan. Insentif fiskal dan moneter, seperti penghapusan atau keringanan pajak dan penyediaan kredit ekspor dengan bunga rendah, merupakan alternatif kebijakan yang dapat diterapkan.(Dradjat, et.al,2007) Dalam ekspor kopi, Indonesia harus mulai diarahkan untuk berorientasi pasar. Untuk itu, pemerintah perlu memfasilitasi pengembangan pasar melalui berbagai kebijakan ekspor kopi, seperti pemberian informasi pasar (harga, mutu, pasar uang sedang tumbuh, pasar potensial, dan lainya) dan penyediaan kemudahan-kemudahan ekspor, seperti pengembangan infrastruktur di pelabuhan dan kredit ekspor. Dalam rangka peningkatan mutu biji kopi, pemerintah perlu mengembangkan standar mutu nasional dengan mengacu pada hasil penelitian dan berorientasi internasional. Untuk memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) yang berorientasi internasional tersebut, teknologi pengolahan kopi oleh petani perlu diperbaiki dengan penggunaan peralatan yang diperlukan untuk pengolahan kopi, baik dengan proses basah maupun proses kering. Pemerintah melalui Kementerian Pertanian pada tahun 2015 telah menyusun rencana stategis (2015-2019) untuk mendukung perkembangan pertanian Indonesia secara nasional. Pembangunan pertanian dalam lima tahun ke depan berlandaskan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ke-tiga (2015- 2019), dimana RPJMN tersebut sebagai penjabaran dari
51
Visi, Program Aksi Presiden/Wakil Presiden Jokowi dan Jusuf Kalla serta berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025. Visi pembangunan dalam RPJM 2015-2019 adalah “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”. Visi tersebut dijabarkan menjadi Tujuh Misi serta Sembilan Agenda Prioritas (NAWA CITA). Dalam aspek ideologi, PANCASILA 1 JUNI 1945 dan TRISAKTI menjadi ideologi bangsa sebagai penggerak, pemersatu perjuangan, dan sebagai bintang pengarah. Dalam rencana strategis terdapat agenda prioritas pertanian yang terdiri dari dua hal, yaitu : 1. Peningkatan Agroindustri, dan 2. Peningkatan Kedaulatan Pangan. 1. Peningkatan Agroindustri dalam hal ini meliputi meningkatkan produktivitas rakyat dan dayasaing di pasar internasional. Sasaran dari peningkatan agroindustri adalah a. Meningkatnya PDB dari industri pengolaan makanan dan minuman, serta produksi dari komoditas andalah ekspor dan komoditas prospektif. b. Meningkatnya jumlah sertifikasi untuk produk pertanian yang diekspor, dan c. Berkembangnya agroindustri terutama di pedesaaan. Komoditi yang menjadi fokus dalam peningkatan agroindustri diantaranya kelapa sawit, karet, kakao, kopi, teh, kelapa, manggis, manggga, nanas, manggis, salak, dan kentang. Peran Kesempatan Peran kesempatan merupakan faktor yang ada di luar kendali lembagalembag Indonesia terkait kopi. Seperti peningkatan dayasaing karena depresiasi nilai rupiah terhadap dollar Amerika (US$), terdepresiasinya nilai rupiah terhadap dollar US menyebabkan eksportir kopi akan memperoleh keuntungan yang berlipat ganda. Namun disisi lain lemahnya nilai rupiah ini tidak begitu saja bisa diterima baik bagi perekonomian nasional. Pemberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di Indonesia sejak awal 2016 telah juga memberikan dampak bagi industri kopi dalam negeri. Dimana dengan MEA, negara-negara anggota ASEAN mendapatkan bebas pajak masuk terhadap produk-produk ekspor, namun pemerintah tetap memberikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen dari nilai ekspor kopi.
Analisis SWOT Dalam upaya peningkatan dayasaing kopi robusta Indonesia di pasar ASEAN, digunakan alat analisis SWOT. Dengan menggunakan SWOT, akan diidentifikasi empat faktor seperti kekuatan (strange), kelemahan (weakness), peluang (oportunity), dan ancaman (threat) dari industri kopi robusta indonesia. Poin-poin dalam faktor-faktor tersebut diperoleh dari hasil analisis keunggulan kompetitif menggunakan pendekatan Diamond Porter, keunggulan komparatif yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah menganalisis keempat faktor maka dibentuk sebuah matriks SWOT. Analisis SWOT merupakan identifikasi sistematis dari faktor dan strategi yang merefleksikan keduanya.
52
Dalam merumuskan strategi peningkatan dayasaing kopi robusta nasional, basis analisa telah dibuat, dengan menetapkan unit-unit yang termasuk dalan lingkungan internal dan eksternal. Dalam hal ini, yang termasuk dalam Lingkungan internal Industri Kopi Robusta adalah segala sumberdaya di subsitem hulu, budidaya (onfarm), dan hilir termasuk subsistem pendukung. Sementara lingkungan eksternal terdiri dari aktivitas pemerintah, ekonomi politik, lingkungan global, dan kesempatan. Berdasarkan Analisis SWOT dapat dipilih strategi SO (kekuatankesempatan), WO (Kelemahan-peluang), ST (Kekuatan-ancaman), WT (kelemahan-ancaman). Strategi S-O dirumuskan dengan menggunakan kekuatan dari industri kopi robusta nasional untuk memanfaatkan peluang yang ada, sedangkan strategi W-O dirumuskan dengan meminimalkan kelemahan dari industri kopi robusta nasional untuk memanfaatkan peluang. Strategi S-T dirumuskan dengan menggunakan kekuatan industri kopi robusta nasional untuk mengatasi ancaman W-T dirumuskan dengan meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman dari lingkungan eksternal. Perumusan strategi yang ada dilakukan melalui pembentukan matriks SWOT, dimana matriks ini meliputi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang telah diidentifikasi sebelumnya. Melalui matriks SWOT dapat dirumuskan bahwa alternatif strategi yang dapat digunakan untuk mengembangkan dan meningkatkan dayasaing Industri kopi Robusta nasional di pasar ASEAN dan Internasional. Tabel 14 Identifikasi SWOT Industri Kopi Robusta Indonesia Kekuatan (Strengths)
Faktor Internal Kelemahan (Weaknesses) -
-
-
-
-
-
Luas lahan yang besar, Potensi peningkatan luas lahan Sumberdaya tenaga kerja yang begitu besar Sumberdaya IPTEK telah berkembang cukup baik Peran Industri terkait dan pendukung Kopi robusta memiliki karakteristik yang kuat
-
-
-
-
-
Produktivitas lahan rendah Kepemilikan umumnya perkebunan rakyat yang masih skala kecil Pengolahan pasca panen masih rendah atau tidak merata Pendidikan petani rendah Akses permodalan belum bisa dijangkau secara penuh Industri pengolahan kopi sebagian besar masih berorientasi lokal Kemampuan ekspor masih lemah Kemampuan menentukan harga ditingkat dunia belum kuat -
Faktor Eksternal Peluang Ancaman (Threats) (Opportunities) - Meningkatnya Peningkatan kemampuan ekspor konsumsi negara pesaing dibeberapa - Penentuan harga negara yang dilakukan Peran pemerintah oleh negara-negara telah baik dan konsumen mendukung penuh (Amerika dan Peran pemerintah Inggris) telah baik dan mendukung penuh Potensi pasar baru di negaranegara dunia Berubahnya pandangan masyarakat untuk mencintai kopi dengan lebih Peningkatan konsumsi domestik. Potensi peningkatan harga kopi
53
Robusta
Tabel 15 Matriks Analisis SWOT Industri Kopi Robusta Indonesia Kekuatan (Strengts –S) 1. Luas lahan yang besar, Potensi peningkatan luas lahan 2. Sumberdaya tenaga kerja yang begitu besar 3. Sumberdaya IPTEK telah berkembang cukup baik 4. Peran Industri terkait dan pendukung 5. Kopi robusta memiliki karakteristik yang kuat
Peluang (Opportunities Strategi S-O – O) 1. Peningkatan konsumsi dibeberapa negara 2. Potensi pasar baru di negaranegara dunia 3. Berubahnya pandangan masyarakat untuk mencintai kopi dengan lebih 4. Peran pemerintah telah baik dan mendukung penuh 5. Peningkatan konsumsi domestik. 6. Potensi peningkatan harga Robusta
1. Optimalisasi lahan kopi (S1,S2,S3,S4,S5,O1, O2) 2. Meningkatkan kuantitas, kualitas, dan jumlah produk kopi Specialty Robusta (S1, S3, S5, S6, O3)
Kelemahan (Weaknesses – W) 1. Produktivitas lahan rendah 2. Pengetahuan dalam pengolahan pasca panen masih rendah atau tidak merata 3. Kepemilikan umumnya perkebunan rakyat yang masih skala kecil 4. Pendidikan petani rendah 5. Akses permodalan belum bisa dijangkau secara penuh 6. Industri pengolahan kopi sebagian besar masih berorientasi lokal 7. Kemampuan ekspor masih lemah 8. Kemampuan menentukan harga ditingkat dunia belum kuat Strategi W-O
1. Membangun sentra perkebunan kopi dengan meningkat peran serta fungsi kelembagaan kopi yang ada. (W2, W3, W4, W5,O1,O2,O3,O4,O5) 2. Membangun orientasi terhadap pasar ekspor. (W6,W7, O1,O2,O3,O5) 3. Meningkatkan peran dalam organisasi Internasional, dan kerjasama dengan negara-negara konsumen utama (W6,W7,W8,O1,O2,O3,O4 ,O5)
54
Ancaman (Threats-T)
Strategi S-T
1. Meningkatnya 1. Melakukan kemampuan ekspor pemerataan negara pesaing pengembangan 2. Penentuan harga Industri kopi yang dilakukan oleh diseluruh daerah negara-negara penghasil Indonesia. konsumen (Amerika (S1,S2,S3,S4,S5,S6,T dan Inggris) 1) 2. Ikut berpartisipasi dalam organisasi kopi internasional, dan promosi.
Strategi W-T 1. Meningkatkan kopi (W6,W7,T1)
konsumsi domestik.
Implikasi Strategi a. Strategi S-O 1. Optimalisasi lahan kopi robusta Indonesia, sehingga mampu meningkatkan kuantitas dan kualitas yang maksimal agar produksi kopi yang dihasilkan mampu memenuhi kebutuhan konsumsi dunia yang terus meningkat dan memenuhi potensi konsumsi di pasar baru di negara-negara di ASEAN dan dunia. Adapun hal yang dilakukan dengan memanfaatkan kekuatan yang ada, sebagai berikut : a. Pemanfaatan IPTEK yang dapat mendukung dan meningkatkan produksi kopi robusta nasional b. Merealisasikan potensi perluasan lahan kopi robusta indonesia. c. Pemanfaatan Industri terkait dan pendukung yang dimiliki 2. Meningkatkan kuantitas, kualitas, dan jumlah produk kopi Specialty Robusta. Seperti yang diketahui bersama, bahwa kopi specialty merupakan hasil produk kopi dengan kualitas terbaik, kopi ini sangat diminati oleh masyarakat pecinta kopi baik dalam maupun luar negeri. Dengan mengoptimalkan kinerja lembaga IPTEK dan mendistribusikanya secara merata diseluruh daerah penghasil kopi. Upaya untuk percepatan pengembangan produk specialty coffee akan lebih memungkinkan. b. Strategi W – O 1. Membangun sentra perkebunan kopi dengan meningkatkan peran serta fungsi kelembagaan kopi yang ada. Dengan adanya peran fungsi kelembagaan terkait kopi seperti Asosiasi Eksportir, kelompok petani, pemerintah, industri hulu hingga hilir, jika semua melakukan peran fungsinya masing-masing denga efektif tentu akan mempengaruhi percepatan perkembangan industri kopi robusta dalam negeri. 2. Membangun orientasi terhadap pasar ekspo. Melalui pemerintah dengan arah kebijakan yang berorientasi pasar, akan mempengaruhi pola pandangan masyarakat petani untuk lebih peduli teradap keinginan pasar. Sehingga produk yang dihasilkan nantinya akan terserap dengan baik, bahkan menjadi produk yang dinanti oleh konsumen dunia.
55
3. Meningkatkan peran dalam organisasi Internasional, dan kerjasama dengan negara-negara konsumen utama. Indonesia sebagai salah satu negara terbesar produsen kopi robusta dunia, seharusnya memiliki posisi tawar yang bagus dalam menentukan harga. Maka dari itu, Indonesia harus memperkuat koordinasi internal industri dalam negeri, kemudian juga berperan aktif dalam organisasi kopi internasional. Selain itu perlu dilakukanya kerjasama-kerjasama ke sejumlah negara konsumen maupun calon konsumen kopi. Hal ini memungkinkan adanya peningkatan posisi tawar kopi robusta Indonesia. c. Strategi S-T 1. Melakukan pemerataan pengembangan Industri kopi di seluruh daerah penghasil Indonesia. Dalam mengatasi adanya ancaman terhadap industri kopi robusta di negara-negara pesaing yang terus berkembang. Indonesia dapat memperkuat dayasaing industri kopi robusta, dengan melakukan pemerataan pengembangan industri diseluruh daerah penghasil kopi nasional. Indonesia sebenernya memiliki potensi yang sangat besar untuk meningkatkan dayasaing kopi robusta, di sebagian daerah memang sudah melakukan rangkaian kegiatan untuk menghasilkan kopi dengan baik, sehingga hasil dari produk mempunyai kuantitas dan kualitas optimal. Namun, ini hanya terjadi di beberapa daerah saja, masih banyak daerah-daerah penghasil kopi yang melakukan aktivitas perkopian dengan cara konvensional dan minim pengetahuan untuk dapat menghasilkan kopi yang baik. Jika Indonesia mampu melakukan pemerataan kualitas terhadap akitivitas kopi ini diseluruh daerah penghasil kopi robusta, tidak menutup kemungkinan Indonesia sangat potensial untuk meningkatkan dayasaing kopi robustanya. Upaya pemerataan ini bisa tercapai dengan memanfaatkan peran beberapa pihak, diantaranya : 1. Pemerintah, dengan kebijakan untuk mendukung terbentuknya sentra-sentra produk demi peningkatan kualitas SDM masyarakat petani. 2. Peran lembaga terkait dalam hal ini penyuluhh pertanian, asosiasi ekpor, asosiasi petani kopi, dan lainya. Akan melakukan fungsinya masing-masing dengan efektif. d. Strategi W – T Meningkatkan konsumsi kopi domestik dengan mengadakan festival atau pameran produk-produk kopi sebagai sarana promosi kepada masyarakat Indonesia. Festival atau pameran produk-produk kopi dapat berupa acara-acara sebagai berikut : a. Lomba meracik kopi oleh barista b. Seni menilai copi (cupping) c. Pameran produk specialty.
56
SIMPULAN Dari hasil analisis yang telah dilakukam mengenai Dayasaing Kopi Robusta Indonesia di Pasar ASEAN, dapat ditarik beberapa poin kesimpulan penelitian ini diantaranya : 1. Industri kopi Indonesia dengan kode HS 09011110 (Kopi biji Robusta dan Arabika tanpa dihilakanya kafein) memiliki keunggulam komparatif. Hal ini ditunjukan melalui perhitungan Revealed Comparative Advantage (RCA) sebesar 12.10 atau lebih dari satu.. Dari angka ini juga menunjukan bahwa kopi Indonesia belum mampu menguasai pasar ASEAN, karena memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan negara pesaingnya atau dalam hal ini adalah Vietnam dengan nilai RCA sebesar 16,17. Dari perhitungan RCA juga menunjukan bahwa kinerja ekspor kopi Indonesia jika dibandingan dengan negara di ASEAN masih belum terbaik, bila dibandingkan dengan Vietnam Indonesia masih lebi rendah, namun Indonesia mengalami kenaikan setiap tahunya. 2. Industri kopi robusta nasional mempunyai keunggulan kompetitif yang dapat dilihat dari beberapa faktor – faktor yang telah dianalisis melalui pendekatan The National Diamond System. Pada faktor sumber daya, Indonesia sangat didukung dari luas lahan yang begitu besar pada industri kopi robusta nasional, kemudian masih terdapat juga potensi peningkatan lahan. Namun masih terdapat kekurangan yang beragam mulai dari type kepemilikan yang sebagian besar dimiliki oleh rakyat, efisiensi lahan, dan masih rendahnya produktivitas kopi nasional. Sumber daya IPTEK yang dimiliki saat ini cukup mendukung, lembaga penelitian kopi Indonesia telah menghasilkan beragam macam benih unggul, dan panduan teknik budidaya. Akan tetapi penyebaran pengetahuan ini masih belum bisa tersebar secara merata hingga ke seluruh pelosok daerah penghasil kopi robusta. Faktor-faktor lain yang terkait dengan industri kopi robusta juga. Pemerintah melalui rencana strategis 2015-2019 juga mendukung melalui upaya-upaya pengembangan industri kopi robusta Indonesia baik ditingkat lokal maupun Internasial agar Indonesia memiliki asil kopi robusta yang berdayasaing. 3. Dari analisis keunggulan kompetitif dan komparatif dengan kedua metode yang digunakan, kemudian dilakukan analisis lanjutan dengan SWOT. Dari analisis ini, di dapat berrbagai implikasi strategi dan lebih mengarah kepada strategi untuk mengoptimalkan lahan perkebunan kopi Indonesia dengan memanfaatkan lembaga-lembaga termasuk pemerintah, arah kebijakan untuk lebih berorientasi pasar.
SARAN Untuk meningkatkan dayasaing kopi robusta Indonesia, perlu mendapat dukungan dari seluruh pihak yang terkait. Mulai dari petani yang harus meningkatkan kemampuanya. Lembaga perkopian seperti Lembaga Penelitian, Lembaga Keunganan, Asosiasi Ekspor, Penyuluh, dan sebagainya yang
57
menjalankan fungsinya dengan efektif sesuai dengan kebutuhan dan target-target yang sudah direncanakan, kemudian pemerintah perlu melakukan program prioritas dengan menjadikan program pengembangan industri komoditas kopi khususnya Robusta sebagai program prioritas terdepan dibandingkan lainya. DAFTAR PUSTAKA
Aklamati, et.al. 2014. Karakteristik Mutu dan Agribisnis Kopi Robusta di Lereng Gunung Tambora, Sumbawa . Pusat Penelitian Kopi dan Kakao : Jember Arlan, Y. 2012. Strategi Peningkatan Daya Saing Pt Saung Mirwan Dengan Pendekatan Analytic Network Process (Anp).[Skripsi]. Bogor : Instititut Pertanian Bogor (IPB) [aeki] Asosisai Ekspor Kopi Indonesia.2013. Perkembangan Luas Areal Dan Produksi Perkebunan Kopi. Asosisai Ekspor Kopi Indonesia : Jakarta. [bps] Badan Pusat Statistika. 2012. Sektor Perkebunan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Badan Pusat Statistika : Jakarta Bustami.2010. Analisis Dayasaing Produk Ekspor Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Ekonomi dan Keuangan, Vol. 1, No. 2. Universitas Sumatera Utara. Damanik, Arianty Lediana.2012. Faktor- Faktor Pendorong Dan Penarik Alih Fungsi Usaha Perkebunan Kopi Robusta (Coffea Robusta L) Ke Kopi Arabika (Coffea Arabica). [Skripsi]. Sumatera Utara : Universitas Sumatera utara David, F. 2009. Manajemen Strategi. Salemba Empat : Jakarta Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia. 2009. Roadmap Industri Pengolahan Kopi. Departemen Perindustrian : Jakarta [ditjendun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2014. Statistik Perkebunan Indonesia : Kopi 2013-2015. Direktorat Jenderal Perkebunan : Jakarta ----------------------------------------------------. 2015. Statistik Perkebunan Indonesia : Kopi 2014-2016. Direktorat Jenderal Perkebunan : Jakarta Dradjat, et.al. 2007. Ekspor dan Daya Saing Kopi Biji Indonesia di Pasar Internasional: Implikasi Strategis Bagi Pengembangan Kopi Biji Organik. Pelita Perkebunan 2007, 23(2), [fao] Food And Agricultural Organization, United Nations. 2015. FAO Statistical Pocketbook Coffee 2015. Food And Agricultural Organization, United Nations : Roma Haryono,et.al.2010. Inovasi Dan Percepatan Adopsi Teknologi Perkebunan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian : Jakarta [ico] International Coffee Organization. 2014. Export Statistics. International Coffee Organization (ICO) : London Izzany, S. 2015. Analisis Kinerja Ekspor Kopi Indonesia Ke Pasar Asean Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dalam Skema Cept-Afta. [Skripsi]. Bogor : Instititut Pertanian Bogor (IPB) [kemendag] Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. 2014. Analisis Komoditas Kopi Dan Karet Indonesia: Evaluasi Kinerja Produksi, Ekspor Dan Manfaat Keikutsertaan Dalam Asosiasi Komoditas Internasional. Kementerian Perdagangan : Jakarta [kementan] Kementerian Pertanian. 2015. Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2015 – 2019. Kementerian Pertanian : Jakarta
58
Kontan.co.id. 2011. Tekan penurunan produksi, Kementan upayakan peremajaan tanaman kopi. http://industri.kontan.co.id/news/tekan-penurunan-produksikementan-upayakan-peremajaan-tanaman-kopi-1). Diakses pada juni 2016 Limbong, W dan Pangabean Sitorus. 1985. Pengantar Tataniaga Pertanian. Program Studi Manajemen Agribisnis : Bogor Meryana, E. 2007. Analisis Daya Saing Kopi Robusta Indonesia di Pasar Internasional. [Skripsi]. Bogor : Instititut Pertanian Bogor (IPB) Ottencoffee.co.id. 2015. Sejarah “First, Second And Third Wave Coffee”. https://majalah.ottencoffee.co.id/sejarah-first-second-and-third-wavecoffee/. (Diakses pada juli 2016) Pappas dan Hirschey. 1995. Ekonomi Manajerial. Jakarta : Binarupa Aksara Porter, M. 1998. The Competitive Advantage of Nations. Macmillan press ltd. London Raharjo, BT. 2013. Analisis Penentu Ekspor Kopi Indonesia. Jurnal Ilmiah. Malang : Universitas Brawijaya. Rangkuti, Freddy. 2009. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Edisi Keenam Belas. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Rubiyo,et.al.2011. Perakitan Teknologi Untuk Peningkatan Produksi Dan Mutu Hasil Perkebunan Kopi Rakyat. Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar : Jakarta Salvatore. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi 1. Erlangga : Jakarta Saragih, J.R. 2010. Kinerja produksi kopi Arabika dan prakiraan sumbangannya dalam pendapatan wilayah Kabupaten Simalungun. Jurnal VISI (2010) 18 (1): 98 – 112. Tempo.co. 2013. Ini Adalah Usia Ideal Tanaman Kopi Produktif. https://m.tempo.co/read/news/2013/06/09/173486899/ini-adalah-usia-idealtanaman-kopi-produktif) diakses pada 31 07 2016. [usda] United Stade Department of Agriculture. 2016. Coffee Reports. http://apps.fas.usda.gov/psdonline/psdHome.aspx . (Diakses pada juli 2016) Ningsih, A. 2013. Analisis Daya Saing Dan Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Permintaan Minyak Atsiri Indonesia Di Negara Tujuan Ekspor.[Skripsi]. Bogor : Instititut Pertanian Bogor (IPB) Wulandari dan Riana Ayu. 2013. Analisis Daya Saing Ubi Jalar Indonesia Dipasar Internasional. [Skripsi]. Bogor : Instititut Pertanian Bogor (IPB)
59
LAMPIRAN
60
Lampiran 1 Pertumbuhan Luas Areal (TM), produksi dan produktivitas perkebunan kopi robusta seluruh Indonesia. Luas Areal Tahun
Total (Ha)
1994
756 740
Pertumbuhan (%)
Produksi Total (Ton)
Pertumbuhan (%)
421 387 4.28
Produktivitas Total (Ton/Ha)
Pertumbuhan (%)
556.85
417 972
0.82
528.68
5.33
421 751
0.90
538.70
1.86
384 042
9.82
492.82
9.31
448 485
14.37
589.24
16.36
458 923
2.27
606.59
2.86
511 586
10.29
627.09
1995
790 600
1996
782 900
1997
779 274
1998
761 127
1999
756 556
2000
815 806
0.98 0.47 2.38 0.60 7.26
2001
889 549
8.29
546 163
6.33
613.98
2002
929 720
656 963
823 104
763.30
7.42
2004
897 691
8.31
598 263
666.45
14.53
2005
872 889
677.54
1.64
2006
845 160
695.00
2.51
2007
815 881
673.00
3.27
2008
758 955
553 278
0.76
729.00
7.68
2009
728 830
534 961
3.42
734.00
0.68
2010
721 818
535 589
0.12
742.00
1.08
2011
715 050
2012
723 979
2013
701 953
2014
694 015
2015
699 701
2.84 3.28 3.59 7.50 4.13 0.97 0.95 1.23 3.14 1.14 0.81
16.87 4.57 5.02 1.16 0.69 6.97
706.62
2003
4.32 12.95
3.27 2.14 13.11
2016
701 365
0.24
628 273
591 417 587 386 549 088
491 777
9.35 7.32 3.72 7.58 3.68
492 333
0.11
489 809 528 505 509 557 473 672
Sumber : Dijenbun, Kementerian Pertanian.
685.00 730.00 725.91 682.51 702.84 701.96
8.32 6.16 0.56 6.36 2.89 0.12
61
Lampiran 2 Perkembangan harga bulanan Kopi di Pasar Dunia tahun 1985-2014, Direktorat Jenderal Perkebunan. Kopi Arabika / Kopi Robusta / Tahun Coffee Coffee Robusta (Year) Arabica ($/kg) ($/kg) 1985 5.413 4.44 1986 6.253 4.73 1987 3.330 2.99 1988 3.787 2.60 1989 2.998 2.08 1990 2.386 1.43 1991 2.287 1.31 1992 1.692 1.13 1993 1.807 1.34 1994 3.950 3.13 1995 3.625 3.01 1996 2.988 2.00 1997 4.851 2.02 1998 3.628 2.22 1999 2.842 1.85 2000 2.413 1.15 2001 1.793 0.79 2002 1.792 0.87 2003 1.778 1.02 2004 2.086 0.93 2005 2.887 1.27 2006 2.805 1.66 2007 2.854 2.00 2008 2.997 2.26 2009 3.287 1.70 2010 4.320 1.74 2011 5.486 2.21 2012 3.821 2.11 2013 2.900 1.96 2014 4.178 2.09 Sumber : Dijenbun, 2015
62
Lampiran 3 Konsumsi kopi di negara ASEAN tahun 2011 – 2012 (1000 bags/60kg). Negara Indonesia Vietnam Philippines Malaysia Singapore Laos Thailand
2011 2 355 1 665 3 660 625 150 100 470
Tahun 2013 2 750 2 008 3 630 660 120 110 515
2012 2 635 1 825 4 405 625 115 100 510
2014 3 040 2 217 4 320 600 150 100 545
2015 2 750 2 600 5 475 600 130 100 570
Sumber : United States Department of Agriculture, diolah Lampiran 4 Produksi robusta negara ASEAN tahun 2011 – 2016* (1000 bags / 60kg) Country
2011
2012
2013
2014
Indonesia 7 000 8 800 7 850 9 200 Laos 450 460 475 485 Malaysia 1 450 1 400 1 500 1 500 Philippines 425 425 425 450 Thailand 1 000 1 000 1 000 1 000 Vietnam 25 200 25 600 28 658 26 350 Sumber : United States Department of Agriculture, diolah Keterangan : 2016*, angka sampai bulan juni.
2015 10 400 525 1 500 450 1 000 28 200
2016* 8 700 550 1 500 450 1 000 26 225
Lampiran 5 Negara penghasil kopi robusta terbesar dunia, tahun 2011 - 2015 share Country 2011 2012 2013 2014 2015 (2015) Vietnam 25.200 25.600 28.658 26.350 28.200 42.10 Brazil 14.500 15.500 15.400 17.000 13.300 19.86 Indonesia 7.000 8.800 7.850 9.200 10.400 15.53 India 3.540 3.660 3.372 3.810 3.810 5.69 Uganda 2.200 2.800 3.000 2.800 3.600 5.37 Cote 1.600 1.750 1.675 1.400 1.650 2.46 d'Ivoire lainya 6.585 5.936 5.483 6.032 6.024 8.99 total 60.625 64.046 65.438 66.592 66.984 100,00 Sumber : United States Department of Agriculture, diolah
63
Lampiran 6 Negara-negara dunia dengan luas areal tanaman menghasilkan terbesar dunia tahun 2011-2014. LUAS TANAMAN MENGHASILKAN (HA) NO
NEGARA
2011
2012
2013
2014
SHARE (%)
1
Brazil
2 148 775
2 120 080
2 085 522
2.085.522
21,14
2
Indonesia
909 162
927 220
914 407
1.240.900
12,58
3
Kolombia
723 921
696 023
771 728
771.728
7,82
4
Meksiko
688 208
695 350
700 117
700.117
7,10
5
Vietnam
6
Lainya
Total Luas lahan
543 865
572 600
584 600
584.600
5,93
4 774 844
4 822 166
4 809 568
4.796.970
48,62
9.788.775
9 833 439
9 865 942
10 179 837
Sumber : FAO, diolah Lampiran 7 Luas Areal dan Produksi Kopi Menurut Status Pengusahaan Tahun 1980-2015 Luas Areal (Ha) Tahun
Produksi (Ton)
PR (Smallholder)
PBN (Goverment)
PBS (Private)
1993
1 090 050
26 325
31 192
1994
1 080 532
26 593
1995
1 109 499
25 616
1996
1 103 615
1997
Jumlah
PBN (Goverment)
1 147 567
410 048
17 266
11 554
438 868
33 260
1 140 385
421 682
17 468
11 041
450 191
32 396
1 167 511
429 569
16 824
11 408
457 801
24 169
31 295
1 159 079
435 757
13 184
10 265
459 206
1 105 114
32 232
32 682
1 170 028
396 155
21 050
11 213
428 418
1998
1 068 064
39 139
46 166
1 153 369
469 671
25 759
19 021
514 451
1999
1 059 245
39 316
28 716
1 127 277
493 940
26 208
11 539
531 687
2000
1 192 322
40 645
27 720
1 260 687
514 896
29 754
9 924
554 574
2001
1 258 628
26 954
27 801
1 313 383
541 476
18 111
9 647
569 234
2002
1 318 020
26 954
27 210
1 372 184
654 281
18 128
9 610
682 019
2003
1 240 222
26 597
25 091
1 291 910
644 657
17 007
9 591
671 255
2004
1 251 326
26 597
26 020
1 303 943
618 227
17 025
12 134
647 386
2005
1 202 392
26 641
26 239
1 255 272
615 556
17 034
7 775
640 365
2006
1 255 104
26 644
26 983
1 308 732
653 261
17 017
11 880
682 158
2007
1 243 429
23 721
28 761
1 295 912
652 336
13 642
10 498
676 476
2008
1 236 842
22 442
35 826
1 295 110
669 942
17 332
10 742
698 016
2009
1 217 506
22 794
25 935
1 266 235
653 918
14 387
14 385
682 690
2010
1 162 810
22 681
24 873
1 210 365
657 909
14 065
14 947
686 921
2011
1 184 967
22 572
26 159
1 233 698
616 429
9 099
13 118
638 646
2012
1 187 669
22 565
25 056
1 235 289
661 827
13 577
15 759
691 163
2013
1 194 081
22 556
25 076
1 241 712
645 346
13 945
16 591
675 881
2014*)
1 198 962
22 581
25 266
1 246 810
654 034
14 106
16 949
685 089
2015**)
1 206 243
22 599
25 540
1 254 382
706 770
14 690
17 545
739 005
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah.
PBS (Private)
Jumlah
PR (Smallholder)
64
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Pia Perdana, dilahirkan di Jakarta, 20 Agustus 1993. Penulis merupakan anak ke tiga dari empat bersaudara, dari pasangan Mujiana dan Mimi. Penulis telah menyelesaikan pendidikan di SDN 04 Bambu Apus pada tahun 2001 sampai 2007, SMPN 259 jakarta pada Tahun 2007-2009, SMAN 113 Jakarta pada Tahun 2009-2011. Kemudian pada tahun 2011 penulis diterima di Universitas Jenderal Soedirman, di Fakultas Pertanian, jurusan D3 Agrobisnis dan Penulis dipercayai untuk menjadi Ketua Angkatan D3 Agrobisnis angkatan 2011. Selama kuliah di Universitas Jenderal Soedirman, penulis aktif dalam berbagai Organisasi, antara lain Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) AGRICA sebagai reporter dan fotografer, Himpunan Mahasiswa D3 Agrobisnis Pertanian sebagai Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi, serta berbagai aliansi external Unsoed. Penulis juga aktif berpartisipasi dalam kegiatan kepanitiaan, seperti Orientasi Studi Mahasiswa Baru (OSMB) sebagai Tatib, Pameran dan Lomba Fotografi Agrica 2013 sebagai Ketua, Dies Natalis HIMAGRITA ke 14 sebagai Ketua, dan lainya. Setelah lulus pada program Diploma Tiga, Pada tahun 2014 penulis kemudian melanjutkan jenjang pendidikanya ke Institut Pertanian Bogor pada program Alih Jenis Agribisnis. Selama mengikuti pendidikan di Alih Jenis di IPB penulis masih aktif dalam bidang keorganisasian non akademis, seperti aktif dalam program magang Gugus Kewirausahaan (G-Bike), Forum of Agribussines Transfer Program Student (FASTER), dan juga beberapa komunitas. Selama di Faster, penulis memiliki Jabatan terakhir sebagai Kepala Departemen Hubungan Masyarakat (Humas), penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan seperti Ketua Panitia Malam Keakraban, Kepala Design Seminar dan Pameran Praktik Kewirausahaan, dan sebagainya. Penulis memiliki hobi menggambar, fotografi, dan menulis. Karya-karya yang telah dibuat oleh penulis, diarsipkan dalam blog pribadinya dengan alamat piaupia.blogspot.com serta deviantart.com/popapay.